perancangan ulang bag filter pada unitrepository.ppns.ac.id/2212/1/1015040001 - bety nor'aini -...
TRANSCRIPT
i
TUGAS AKHIR (613423A)
PERANCANGAN ULANG BAG FILTER PADA UNIT
ARC FURNACE DI INDUSTRI PENGECORAN BAJA
BETY NORAINI
NRP. 1015040001
DOSEN PEMBIMBING
AHMAD ERLAN AFIUDDIN, S.T, M.T.
ALMA VITA SOPHIA, S.T, M.T.
PROGRAM STUDI TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH
JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
SURABAYA
2019
i
TUGAS AKHIR (613423A)
PERANCANGAN ULANG BAG FILTER PADA UNIT ARC FURNACE DI INDUSTRI PENGECORAN BAJA
Bety Noraini NRP. 1015040001
DOSEN PEMBIMBING: AHMAD ERLAN AFIUDDIN, S.T, M.T. ALMA VITA SOPHIA, S.T, M.T.
PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PENGOLAHAN LIMBAH JURUSAN TEKNIK PERMESINAN KAPAL POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA SURABAYA 2019
i
HALAMAN JUDUL/ SAMPUL
ii
Halaman Sengaja Dikosongkan
iii
LEMBAR PENGESAHAN
iv
Halaman Sengaja Dikosongkan
v
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT
vi
Halaman Sengaja Dikosongkan
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-Nya
penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Perencanaan Dust
collector Pada Bengkel Blasting Di Industri Kapal” ini disusun sebagai salah satu
syarat untuk menyelesaikan pendidikan program Diploma IV Teknik Pengolahan
Limbah Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
Selama mengikuti pendidikan Diploma IV Teknik Pengolahan Limbah
sampai dengan proses penyelesaian Tugas Akhir, berbagai pihak telah
memberikan semangat, bantuan, membina dan membimbing penulis untuk itu
khususnya kepada :
1. Bapak Ir. Eko Julianto. M.Sc., F.RINA., selaku direktur Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya.
2. Bapak George Endri K., ST, MSc.Eng, selaku ketua jurusan Teknik
Permesinan Kapal Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya.
3. Bapak Denny Dermawan. ST., MT., selaku Koordinator Program Studi D4
Teknik Pengolahan Limbah
4. Bapak Ahmad Erlan Afiuddin. ST., MT., selaku dosen pembimbing I yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, masukan serta doa
sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.
5. Bapak Alma Vita Sophia ST., MT. , selaku dosen pembimbing II yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, masukan serta doa
sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik.
6. Bapak Mochammad Choirul Rizal ST., MT., selaku dosen penguji yang
telah untuk memberikan masukan dan saran sehingga tugas akhir ini dapat
terselesaikan dengan baik.
7. Ibu Vivin Setiani, S.T., M.Eng, selaku dosen penguji yang telah untuk
memberikan masukan dan saran sehingga tugas akhir ini dapat
terselesaikan dengan baik
8. Seluruh Dosen dan Karyawan Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya,
terimakasih atas ilmu yang telah diberikan kepada penulis, selama penulis
viii
menyelesaikan pendidikan di Teknik Pengolahan Limbah Politeknik
Perkapalan Negeri Surabaya.
9. Bapak Adi, selaku penanggung jawab, pembimbing OJT dan kepala
Departement HSE ditempat OJT.
10. Bapak Brahmantio, Selaku pembimbing OJT, karyawan departement HSE
dan kakak yang baik dalam memberi nasehat kepada penulis.
11. Kedua orangtua, adik-adik saya, serta seluruh keluarga yang senantiasa
setia memberikan doa, dukungan, bantuan dan dorongan serta seluruh
pengertian yang besar. Baik itu selama mengikuti kuliah maupun ketika
menyelesaikan tugas akhir ini.
12. Anis Rosyida teman On the Job Training yang telah membantu penulis
selama OJT maupun tugas akhir.
13. Nany mariani senior yang selalu membantu dalam suka dan duka, dan
selalu memberikan motivasi serta semangat kepada penulis.
14. Adinda Nur Khaliza teman yang selalu memberikan motivasi untuk
mengerjakan tugas akhir bersama.
15. Teman seperjuangan Teknik Pengolahan Limbah angkatan 2015 yang
akan selalu dikenang, perjuangan kita bersama yang kita lalui baik suka
maupun duka.
16. Seluruh sahabat – sahabat serta semua kerabat dekat dan rekan-rekan yang
membantu penulis untuk menyelesaikan tugas akhir ini.
Pada proses penyusunan tugas akhir ini, penulis menyadari bahwa masih
banyak kelemahan dan kekurangan. Karena itu kritik dan saran yang membangun
sangat diharapkan demi perbaikan Tugas Akhir ini. Penulis berharap dengan
adanya Tugas Akhir ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi kita
semua. Akhir kata penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya atas kelemahan
dan kekurangan tersebut.
Surabaya, 28 Juni 2019
Penulis
ix
PERANCANGAN ULANG BAG FILTER PADA UNIT ARC
FURNACE DI INDUSTRI PENGECORAN BAJA
Bety Noraini
ABSTRAK
Meningkatnya industri pengecoran logam di Indonesia merupakan salah
satu penyebab tingginya pencemaran udara. Dampak lingkungan yang dihasilkan
adalah asap dan debu yang keluar dari tungku dan cetakan pasir. Perancangan
ulang bag filter dilakukan karena bag filter yang ada saat ini belum bisa maksimal
untuk mengurangi debu pencemar yang berasal dari arc furnace. Tahap
perancanaan ulang dilakukan dengan menguji karakteristik limbah peleburan baja
dengan metode gravimetri, suhu dan SEM. Metode gravimetri digunakan untuk
mengetahui kadar partikel yang keluar dari arc furnace, besar kadar partikel
193,162 mg/m3. Suhu limbah peleburan baja rata-rata sebesar 45
oC yang diukur
dengan alat thermocouple. Ukuran partikel limbah peleburan sebesar 1,845 µm –
10,32 µm yang diuji dengan metode SEM. Hasil perancangan ulang bag filter
lama dan bag filter baru memiliki perbandingan yaitu dimensi dan performa.
Dimensi bag filter baru sebesar 7,7 m x 4,9 m x 13,73 m, sedangkan dimensi bag
filter lama 8,4 m x 2,94 m x 9,47 m. Performa bag filter baru dirancang lebih baik
dari pada bag filter lama supaya dapat meningkatkan optimalisasi pengolahan
limbah partikulat yang berasal dari arc furnace. Bag filter baru memiliki efisiensi
sebesar 99,8 % dan bag filter lama sebesar 60,12 %.
Kata kunci : arc furnace, bag filter, partikel, pengecoran, peleburan baja.
x
Halaman Sengaja Dikosongkan
xi
REDESIGN OF THE BAG FILTER ON THE ARC FURNACE
UNIT IN THE STEEL CASTING INDUSTRY
Bety Noraini
ABSTRACT
The increase in the metal casting industry in Indonesia is one of the causes of
high air pollution. The resulting environmental impacts are smoke and dust
coming out of the furnace and sand mold. The re-planning of filter bags is done
because the filter bag that is currently not able to reduce dust from pollutants
from the arc furnace.The re-planning stage is carried out by testing the
characteristics of steel smelting waste using the gravimetric method, temperature
and SEM. The gravimetric method was used to determine the content of particles
coming out of the arc furnace, the particle content was 193.162 mg / m3. The
average temperature of steel smelting waste is 45oC as measured by
thermocouple devices. The particle size of smelting waste is 1.845 µm - 10.32 µm
which is tested by the SEM method. The results of redesigning the old filter bag
and the new filter bag have a comparison of dimensions and performance. The
dimensions of the new filter bag is 7.7 m x 4.9 m x 13.73 m, while the dimensions
of the old filter bag are 8.4 m x 2.94 m x 9.47 m. The new filter bag performance
is designed better than the old filter bag in order to improve the optimization of
particulate waste treatment originating from the arc furnace. The new filter bag
has an efficiency of 99.8% while the old filter bag is 60.12%.
Keywords: arc furnace. bag filter, casting, particle, steel smelting.
xii
Halaman Sengaja Dikosongkan
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL/ SAMPUL ........................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................. iii
PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ................................................................................. v
KATA PENGANTAR .....................................................................................................vii
ABSTRAK........................................................................................................................ ix
ABSTRACT ....................................................................................................................... xi
DAFTAR ISI ................................................................................................................. xiii
DAFTAR TABEL..........................................................................................................xvii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... xix
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 4
1.5 Batasan Masalah Penelitian ................................................................................ 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 5
2.1 Pencemaran Udara ............................................................................................. 5
2.1.1 Partikulat .................................................................................................... 6
2.1.2 Dampak Pencemaran Udara ....................................................................... 6
2.1.3 Baku Mutu.................................................................................................. 7
2.1.4 Nilai Ambang Batas ................................................................................... 7
2.2 Teknologi Pengolahan Logam ............................................................................ 8
2.2.1 Proses Pengecoran ...................................................................................... 9
2.2.2 Jenis Tungku Peleburan Logam ............................................................... 11
2.2.3 Sumber Pencemar ..................................................................................... 14
2.4 Dust Collector .................................................................................................. 15
2.3.1. Hood ......................................................................................................... 16
2.3.2. Duct .......................................................................................................... 19
2.3.3. Efek masuk ke dalam hood....................................................................... 23
2.3.4. Total Energy Loss..................................................................................... 24
2.3.5. Fan Power ................................................................................................ 24
2.5 Perancangan Bag Filter .................................................................................... 24
xiv
2.5.1 Bag Filter ................................................................................................ 25
2.5.2 Metode Pengumpul Debu ........................................................................ 26
2.5.3 Metode Pembersihan ............................................................................... 27
2.5.4 Media Filter ............................................................................................. 29
2.5.5 Desain Bag Filter .................................................................................... 31
2.6 Pembebanan Kontruksi Baja Penyangga ......................................................... 39
2.6.1. Material baja ............................................................................................ 39
2.6.2. Bentuk Baja ............................................................................................. 41
2.6.3. Konsep Dasar Perencanaan ...................................................................... 42
2.6.4. Perancangan Kontruksi Baja Menggunakan Software ............................. 48
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN .......................................................................... 55
3.1. Tahap Penelitian .............................................................................................. 55
3.1.1 Identifikasi Masalah ................................................................................ 55
3.1.2 Perumusan Masalah dan Tujuan Penelitian ............................................. 55
3.1.3 Studi Lapangan ........................................................................................ 56
3.1.4 Studi Literatur .......................................................................................... 56
3.2. Pengumpulan Data .......................................................................................... 56
3.2.1 Data Primer.............................................................................................. 56
3.2.2 Data Sekunder .......................................................................................... 59
3.3. Perancangan Ulang Bag Filter ........................................................................ 60
3.4. Perancangan Struktur Kontruksi Baja Penyangga ........................................... 63
3.5. Perbandingan Bag Filter Baru dengan Bag Filter Lama.................................. 63
3.6. Kesimpulan dan Saran ..................................................................................... 63
3.7. Diagram Alir ................................................................................................... 64
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 65
4.1 Denah dan Proses Flow Diagram..................................................................... 65
4.1.1 Layout dan Denah Perusahaan ................................................................. 65
4.1.2 Proses Flow Diagram............................................................................... 66
4.1.3 Jalur Sistem Pengolahan .......................................................................... 67
4.2 Karakteristik Limbah Peleburan Baja .............................................................. 67
4.2.1 Konsentrasi Partikel ................................................................................. 67
4.2.2 Ukuran Partikel Limbah Pengecoran Baja ............................................... 68
4.2.3 Suhu Limbah Peleburan Baja .................................................................. 71
4.3 Perancangan Ulang Bag Filter ......................................................................... 72
xv
4.3.1 Pemilihan Dust Collector ......................................................................... 73
4.3.2 Hood ......................................................................................................... 74
4.3.3 Duct .......................................................................................................... 76
4.3.4 Bag filter .................................................................................................. 83
4.3.5 Total Energy Loss ( ............................................................................ 88
4.3.6 Blower ...................................................................................................... 97
4.3.7 Efisiensi bag filter .................................................................................... 98
4.4 Pembebanan Kontruksi Baja Penyangga .......................................................... 98
4.4.1. Perhitungan Pembebanan ......................................................................... 99
4.4.2. Struktur Baja .......................................................................................... 104
4.4.3. Analisis Struktur Baja ............................................................................ 109
4.5 Perbandingan bag filter baru dan bag filter lama ........................................... 114
4.5.1. Perubahan fisik bag filter ....................................................................... 114
4.5.2. Performa bag filter ................................................................................. 115
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................... 117
5.1 Kesimpulan .................................................................................................... 117
5.2 Saran .............................................................................................................. 118
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 119
xvi
Halaman sengaja dikosongkan
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1 Baku Mutu Industri Logam dan Sejenisnya............................................7
Tabel 2. 2 Pembagian Panduan Besi Dan Baja Menurut Komposisinya .................9
Tabel 2. 3 Jenis – Jenis Hood .................................................................................18
Tabel 2. 4 Minimum recommended control velocities ...........................................19
Tabel 2. 5 Minimum recommanded duct velocities................................................20
Tabel 2. 6 Tabel kostanta head loss untuk fitting dan branches ............................22
Tabel 2. 7 Koefisien head loss pada hood .............................................................23
Tabel 2. 8 Jenis filter ..............................................................................................31
Tabel 2. 9 Rasio A/C tipikal untuk industri tertentu ..............................................32
Tabel 2. 10 Filter sizing factors for primary filter collection (Continued)............35
Tabel 2. 11 Cunningham correction factor ............................................................37
Tabel 2. 12 Mutu Baja ...........................................................................................40
Tabel 4. 1 Hasil Pengukuran Konsentrasi Partikel............................................... 68
Tabel 4. 2 Ukuran Partikel .....................................................................................71
Tabel 4. 3 Hasil Pengukuran Suhu Limbah Peleburan Baja ..................................72
Tabel 4. 4 Perhitungan Dimensi Ducting ...............................................................77
Tabel 4. 5 perbandingan bag filter lama dengan baru ..........................................114
Tabel 5. 1 Perbandingan fisik dan performa ..................................................... 117
xviii
Halaman sengaja dikosongkan
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. 1 Debu dari arc furnace .........................................................................3
Gambar 2. 1 Diagram Skematik Dari Tungku Busur (Arc Furnace) .....................12
Gambar 2. 2 Kontruksi Blast Furnace ....................................................................13
Gambar 2. 3 Bagian cupola ....................................................................................14
Gambar 2. 4 Diagram Proses Peleburan Baja ........................................................15
Gambar 2. 5 Teknologi Dust Collector Berdasarkan Ukuran Partikel ..................16
Gambar 2. 6 Friction loss untuk duct lingkaran .....................................................22
Gambar 2. 7 Bagian Fabric Filter (Pulse Jet) .........................................................25
Gambar 2. 8 Proses Aliran di Bag Filter ................................................................26
Gambar 2. 9 Fabric-Flexing Cleaning Methods....................................................29
Gambar 2. 10 Grafik Filter Length ........................................................................36
Gambar 2. 11 Baja Wide Flange ............................................................................42
Gambar 2. 12 Baja Siku Profil ..............................................................................42
Gambar 2. 13 Tebal Efektif las tumpu ...................................................................46
Gambar 2. 14 Tebal Efektif las sudut ....................................................................47
Gambar 2. 15 New Model ......................................................................................48
Gambar 2. 16 Pemilihan Material ..........................................................................49
Gambar 2. 17 Memilih Bentuk Baja yang digunakan ............................................50
Gambar 2. 18 Pemilihan section name, material dan dimensi section ...................50
Gambar 2. 19 Frame Section Pada Balok Dan Kolom ..........................................50
Gambar 2. 20 Define Load Pattern ........................................................................51
Gambar 2. 21 Menggambar model balok/kolom dan pelat ....................................51
Gambar 2. 22 Membuat tumbuan bangunan dengan assign ..................................52
Gambar 2. 23 Memasukan beban hidup.................................................................52
Gambar 2. 24 Menu Analysis ................................................................................52
Gambar 2. 25 Melihat Hasil analisa SAP2000 ......................................................53
Gambar 4.1 Denah perusahaan dan layout bag filter lama ...................................65
Gambar 4.2 Proses peleburan baja dengan EAF ....................................................66
Gambar 4.3 Jalur Ducting Bag Filter Baru ............................................................67
Gambar 4.4 Hasil Uji SEM Sampel 1 Perbesaran 2000 Kali ................................69
Gambar 4.5 Hasil Uji SEM Sampel 2 Perbesaran 2000 Kali ................................69
xx
Gambar 4.6 Hasil Uji SEM Sampel 1 Perbesaran 5000 Kali ................................ 70
Gambar 4.7 Hasil Uji SEM Sampel 2 Perbesaran 5000 Kali ................................ 70
Gambar 4.8 Suhu Limbah 44,8oC .......................................................................... 72
Gambar 4.9 Jalur ducting....................................................................................... 76
Gambar 4.10 Kontribusi Pembebanan ................................................................. 100
Gambar 4.11 Beban Mati..................................................................................... 102
Gambar 4. 12 Beban Angin Ke Arah Sumbu X .................................................. 103
Gambar 4. 13 Data Gempa wilayah koordinat bujur -7 °dan lintang 112,6° ...... 103
Gambar 4. 14 WF 125 x 125 x 6,5 x 9 ................................................................ 105
Gambar 4. 15 Momen sumbu X .......................................................................... 105
Gambar 4. 16 Momen Sumbu Y .......................................................................... 106
Gambar 4. 17 WF 125 X 60 X 6 X8 .................................................................... 107
Gambar 4. 18 Bbeban Aksial Sumbu X .............................................................. 108
Gambar 4. 19 Beban Aksial Sumbu Y ................................................................ 108
Gambar 4. 20 Hasil Analisis Struktur Baja Dengan SAP2000............................ 109
Gambar 4. 21 Kapasitas Hisap Blower ................................................................ 151
Gambar 4. 22 Data Permintaan Perbaikan Dari Bagian Maintenance ................ 151
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningkatnya kebutuhan material berbahan besi dan baja memicu
tingginya industri pengecoran di Indonesia . Pengecoran (casting) merupakan
suatu metode pengolahan dan pembentukan bahan dengan menuangkan
cairan logam ke dalam cetakan. Cairan tersebut kemudian dibiarkan
membeku di dalam cetakan. Hasil penuangan kemudian dikeluarkan dari
dalam cetakan yang selanjutnya di finishing menjadi sebuah produk. Proses
pengecoran diawali dengan proses peleburan baja, pembuatan cetakan,
penuangan, pembongkaran dan pembersihan logam (Soemowidagdo, 2016).
Dampak lingkungan yang dihasilkan oleh industri pengecoran baja
yaitu debu dan asap yang keluar dari tungku, debu dari pasir cetak dan bising
dan getaran dari alat lain. Ditinjau dari sumbernya pekerjaan yang berisiko
terpapar debu logam keras adalah mereka yang terlibat dalam produksi
pemanasan tungku, pekerjaan dengan mesin gerindra presisi, pengecoran
logam dan lain-lain dalam proses perkakas dan bagian mesin, serta mereka
yang harus mengasah perkakas yang dihasilkan (Prayudi, 2005).
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun
1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara menjelaskan bahwa Setiap
kegiatan wajib melakukan upaya penanggulangan atau pemulihan apabila
kegiatan tersebut menyebabkan pencemaran udara. Sedangkan pada proses
pengecoran baja sangat berpotensi mencemari udara, perlu adanya suatu dust
collector yaitu alat pengumpul debu untuk menyaring kontaminan sehingga
udara yang dikeluarkan nantinya aman bagi lingkungan (Hibriza, 2018).
Di salah satu industri pengecoran baja di Indonesia memiliki produksi
logam yang cukup tinggi sebesar 956 ton rata-rata perbulan. Tungku yang
digunakan untuk meleburkan baja berjenis Arc Furnace. Debu yang berasal
dari tungku peleburan dapat mencemari udara karena wujud dari limbah ini
berupa debu yang sangat mudah terdispersi ke ruang kerja maupun ke udara
2
(Budiman, 2012). Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 tahun 2014
Tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun. Limbah debu
dari kupola ditetapkan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3)
dari sumber spesifik umum dengan kategori bahaya 2 yang memiliki efek
tunda (delayed effect), dan berdampak tidak langsung terhadap manusia dan
lingkungan hidup.
Kondisi eksisting sistem produksi di industri pengecoran baja memiliki
7 dust collector yaitu terdiri dari 6 jenis bag filter dan 1 wet scrubber.
Industri tersebut telah melakukan pengukuran udara ambien dan emisi setiap
6 bulan sekali untuk memenuhi standar baku mutu sesuai dengan Peraturan
Gubernur Jawa Timur Nomor 10 tahun 2009 tentang Baku Mutu Udara
Ambien Dan Emisi Sumber Tidak Bergerak. Namun ada satu bag filter yang
bermasalah yaitu terletak di unit arc furnace kapasitas 5 ton. Berdasarkan
pengamatan bag filter yang terpasang tidak dapat menghisap debu yang
dihasikan saat proses peleburan baja terlihat pada Gambar 1.1. Berdasarkan
hasil pengukuran UPT K3 Surabaya konsentrasi partikulat di ruangan arc
furnace diatas baku mutu yaitu sebesar 193,162 mg/m3, sedangkan
berdasarkan Pergub Jatim No 10 tahun 2009 baku mutu konsentrasi partikulat
dari proses peleburan logam sebesar 150 mg/m3.
Dari permasalahan bag filter yang ada di dalam unit arc furnace, perlu
adanya perancangan ulang bag filter untuk bisa membandingkan perancangan
bag filter baru dengan bag filter lama. Hal ini perlu dilakukan redesain agar
bag filter dapat digunakan secara optimal untuk mengurangi pencemaran
udara dari proses peleburan baja.
3
(Sumber : penulis, 2019)
Pada Gambar 1.1 proses peleburan baja menujukan bahwa hood yang
terpasang diatas arc furnace tidak dapat menghisap debu yang dihasilkan secara
maksimal, sehingga menyebabkan debu menyebar diarea kerja tanpa adanya
pengolahan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik limbah peleburan baja pada unit arc furnace?
2. Bagaimana perencanaan ulang bag filter yang sesuai untuk mengolah
pencemaran partikel di industri peleburan baja ?
3. Bagaimana perencanaan ulang struktur kontruksi baja penyangga yang
dibutuhkan dalam perencanaan bag filter ?
4. Bagaimana perbandingan fisik dan performa dari bag filter baru dan bag
filter lama ?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi karakeristik limbah peleburan baja pada unit arc
furnace
2. Merancang ulang baf filter yang sesuai untuk mengolah pencemaran
partikel di industri peleburan baja
Gambar 1. 1 Debu dari arc furnace tidak dapat dihisap secara optimal oleh hood
4
3. Menyusun perencanaan ulang struktur kontruksi baja penyangga yang
dibutuhkan dalam perencanaan bag filter
4. Membandingkan fisik dan performa dari bag filter baru dan bag filter
lama
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan diadakanya penelitian sesuai rumusan masalah diatas didapatkan
beberapa manfaat, sebagai berikut :
a. Bagi Mahasiswa
Mampu melakukan perancangan ulang dust collector yang sesuai
dengan karakteristik sumber pencemar dari proses peleburan baja di
unit arc furnace
b. Bagi Institusi
Sebagai bahan referensi atau literatur untuk mahasiswa khususnya yang
ada di PPNS.
c. Bagi Perusahaan
Sebagai referensi perusahaan untuk memperbaiki sistem dust collector
yang baik dan benar sesuai dengan rekomendasi mahasiswa sebagai
upaya pengendalian pencemar udara dari proses peleburan baja.
1.5 Batasan Masalah Penelitian
1. Parameter kualitas udara yang digunakan adalah partikel
2. Baku mutu yang digunakan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 10
tahun 2009 tentang Baku Mutu Udara Ambien dan Emisi Sumber Tidak
Bergerak Di Jawa Timur
3. Lokasi perencanaan di area arc furnace kapasitas 5 ton
4. Perancangan ini tidak membahas Rancangan Anggaran Biaya (RAB)
5. Tidak membahas pondasi yang digunakan untuk merancang ulang dust
collector.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pencemaran Udara
Udara merupakan faktor terpenting bagi kehidupan. Di era ini sejalan
dengan perkembangan fisik kota dan pusat industri memberikan dampak
yang cukup merugikan bagi kualitas udara. Pencemaran udara membuat
komposisi udara berubah dari semestinya. Pencemaran udara adalah
masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam
udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun
sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat
memenuhi fungsinya (Permen No 41 tahun 1999 tentang Pengendalian
Pencemaran Udara ).
Sumber pencemaran dapat merupakan kegiatan yang bersifat alami dan
kegiatan antropogenik. Contoh sumber alami adalah akibat letusan gunung
berapi, kebakaran hutan, dekomposisi biotik, debu, spora tumbuhan dan lain
sebagainya. Pencemaran akibat kegiatan manusia secara kuantitatif sering
lebih besar, misalnya sumber pencemar akibat aktivitas transportasi, industri,
persampahan baik akibat proses dekomposisi ataupun pembakaran dan rumah
tangga .
Gas diudara dengan reaksi fotokimia dapat membentuk bahan
pencemar sekunder, misalnya peroxyl radikal dengan oksigen akan
membentuk ozon dan nitrogen dioksida berubah menjadi nitrogen monoksida
dengan oksigen dan sebagainya. Partikel dengan ukuran antara 0,01 – 5 μm
merupakan sumber pencemar udara yang utama karena keadaanya tidak
terlihat secara nyata dan terus berada pada atmosfer untuk waktu yang cukup
lama. Dampak negatif dari bahan – bahan ini biasanya berupa gangguan pada
bahan – bahan bangunan, tanaman, hewan serta manusia (Ratnani, 2008) .
6
2.1.1 Partikulat
Partikulat merupakan salah unsur pencemar yang ada diudara.
Partikulat tidak hanya dihasilkan langsung dari emisi langsung berupa
partikel, tetapi juga dari gas-gas tertentu yang mengalami kondensasi
dan membentuk partikulat.
Beberapa penjelasan untuk mengartikan partikulat, yaitu :
a. Dust (debu) : debu berukuran antara 1-104 m. Merupakan partikel
berukuran kecil, berasal dari pecahan massa yang lebih besar, terjadi
melalui proses penghancuran, pengasahan, peledakan pada proses atau
penanganan material seperti semen, batu bara.
b. Fumu (Uap) : diameter partikel uap antara 0,03 hingga 0,3 m.
Merupakan partikel padatan dan hasul sering berupa oksida
logam,terbentuk melalui kondensasi uap material padatan proses
sublimasi ataupun pelelehan logam.
c. Mist (kabut) : memiliki diameter kurang dari 10 m. Merupakan partikel
cair yang berasal dari proses kondensasi uap air, umumnya tersuspensi
dalam atmosfer atau berada dekat dengan permukaan tanah.
d. Fog (kabut) : Fog adalah mist bila konsentrasi mist cukup tinggi
sehingga menghalangi pandangan.
e. Fly ash (abu terbang) : diameter antara 1 sampai 103 m. Abu terbang
merupakan partakel yang tidak terbakar pada proses pembakaran,
terbentuk pada proses pembakaran batu bara. Fly ash biasanya terdiri
dari material dan logam anorganik.
f. Spray (uap) : memiliki diameter antara 10 sampai 103 m (Wardhana,
2004).
2.1.2 Dampak Pencemaran Udara
Pencemaran udara pada dasarnya berbentuk partikel (debu,
aerosol, timah hitam) dan gas (CO, NOx, SOx, H2S, hidrokarbon).
Udara yang tercemar dengan partikel dan gas ini dapat menyebabkan
gangguan kesehatan yang berbeda tingkatan dan jenisnya, tergantung
dari macam, ukuran dan komposisi kimiawinya . Gangguan tersebut
7
terutama terjadi pada fungsi faal dari organ tubuh seperti paru – paru
dan pembuluh darah atau menyebabkan iritasi pada mata dan kulit .
Pencemaran udara karena partikel debu biasanya menyebabkan
penyakit pernafasan kronis seperti bronchitis khronis, emfisema
(penggelembungan rongga atau jaringan karena gas atau udara
didalamnya; busung angin) , paru, asma bronkial dan kanker paru
(Ratnani, 2008).
2.1.3 Baku Mutu
Mutu udara ambien adalah kadar zat, energ dan/atau komponen
lain yang ada diudara bebas. Mutu emisi adalah emisi yang boleh
dibuang oleh suatu kegiatan ke udara ambien (Pergub Jatim Nomor 10
tahun 2009). Baku Mutu emisi yang bersumber dari proses peleburan
diatur dalam Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 10 tahun 2009
tentang Baku Mutu Udara Ambien dan Emisi Sumber Tidak Bergerak
di Jawa Timur sebesar 150 mg/Nm3.
Tabel 2.1 Baku Mutu Industri Logam dan Sejenisnya
No Sumber Parameter Baku mutu
(mg/Nm3)
1 2 3 4
1 Penanganan Bahan Baku Total partikel (debu) 150
2 Proses peleburan Total partikel (debu)
Sulfur dioksida (SO2)
Nitrogen dioksida (NO2)
150
1000
1200
3 Proses khusus
a. Mekanik
b. Anneling
c. Lapis metal + HCL
d. Lapis lipstik
e. Pengecatan
Total partikel (debu)
Total partikel (debu)
Total partikel (debu)
Total partikel (debu)
Total partikel (debu)
150
150
150
150
150
4 Utilitas
Mengacu pada ketel uap,
berbahan bakar yang sesuai
Menyesuaikan dengan bahan
bakar ketel
5 Semua sumber Opasitas 20%
(Sumber : Pergub Jatim No 10 tahun 2009 tentang Baku Mutu Udara Ambien dan Emisi
Sumber Tidak Bergerak Di Jawa Timur).
2.1.4 Nilai Ambang Batas
Nilai ambang batas adalah standar faktor bahaya di tempat kerja
sebagai kadar/intensitas rata-rata tertimbang waktu (time weighted
average) yang dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan
8
penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk
waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu
(Permenakertras Nomor 13 tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas).
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor 13 Tahun 2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika dan
Kimia Di Tempat Kerja menjelaskan bahwa nilai ambang batas untuk
debu logam adalah 10 mg/m3, apabila nilai ambang batas di lingkungan
kerja melebihi 10 mg/m3 dapat mengakibatkan Pneumokoniosis, iritasi
saluran pernafasan serta keracunan saraf
2.2 Teknologi Pengolahan Logam
Indonesia saat ini masih belum bisa memenuhi kebutuhan logam dan
baja, jumlah produksi baja masih sekitar 55% dan sisanya ditutupi lewat
impor (detikfinance, 2018). Secara umum logam bisa dibedakan atas dua
yaitu : logam-logam besi (ferous) dan logam-logam bukan besi (non feorus).
Sesuai dengan namanya logam-logam besi adalah logam atau paduan yang
mengandung besi sebagai unsur utamanya, sedangkan logam-logam bukan
besi adalah logam yang tidak atau sedikit sekali mengandung besi. Logam-
logam besi terdiri atas : besi tuang (cast iron), baja karbon (carbon steel),
baja paduan (alloy steel), baja spesial (specialty steel) (Daryus, 2008).
Proses pengolahan logam dibagi atas 3 bagian pokok, yaitu :
1. Industri hulu adalah industri yang mengolah bahan tambang berupa biji
logam menjadi logam dasar melalui proses pemurnian dan proses
reduksi/peleburan.
2. Industri antara adalah industri yang mengolah logam dasar baik yang
berbentuk ingot primer atau masih berupa logam cair menjadi produk
antara seperti billet, slab, bloom, rod atau ingot paduan untuk industri
pengecoran.
3. Industri hilir adalah industri yang mengolah lebih lanjut produk industri
antara menjadi produk setengah jadi dan selanjutnya melalui proses
pabrikasi dan pengerjaan akhir menjadi produk jadi.
9
Tabel 2.2 Pembagian Panduan Besi Dan Baja Menurut Komposisinya
No Panduan besi dan baja Komposisi kimia (dalam %)
1. Besi tuang
- Besi tuang kelabu
- Besi tuang
- Besi tuang noduler
- Besi tuang paduan
2-4 %C, 1-3 %Si, 0,80 %Mn (maks)
0,10 %P (maks), 0,05% S (maks).
Disamping terdapat perbedaan yang kecil
putih dari segi komposisi, perbedaan sifat-sifat
besi tuang ditentukan oleh struktur mikro karena
proses pembuatan atau karena proses perlakuan
panas.
Unsur-unsur pemadu : Cr, Ni, Mo, Al atau
logam-logam lainnya.
2. Baja karbon :
- Baja karbon rendah
- Baja karbon sedang
- Baja karbon tinggi
0,08-0,35 %C | 0,25-1,50 %Mn
0,35-0,50 %C plus | 0,25-0,30 %Si
0,55-1,7 %C | 0,04 %P (maks)
| 0,05 %S (maks)
3. Baja paduan :
- Baja paduan rendah
- Baja paduan medium
Seperti pada baja karbon rendah +
unsur-unsur pemadu kurang dari 4 % seperti :
Cr, Ni, Mo, Cu, Al, Ti, V, Nb, B, W dll.
Seperti pada baja paduan rendah tetapi
jumlah unsur-unsur pemadu diatas 4%.
4. Baja Spesial :
- Baja stainless :
- Baja perkakas
a. Feritik (12-30 % Cr dan kadar karbon
b. rendah)
c. Martensitik (12-17 % Cr dan 0,1-1,0 % C)
d. Austenitik (17-25 % Cr dan 8-20% Ni)
e. Duplek (23-30 % Cr, 2,5-7 % Ni, plus
unsur Ti dan Mo)
f. Presipitasi (seperti pada austenitik, plus
elemen pemadu seperti : Cu, Ti, Al, Mo, Nb
atau N)
General purpose steels
Die steels
High speed steels (0,85-1,25 %C, 1,50-20
%W, 4-9,5 %Mo, 3-4,5 %Cr, 1-4 %V, 5-12 %Co)
(Sumber : Daryus, 2008)
2.2.1 Proses Pengecoran
Pengecoran (casting) merupakan salah satu metoda pembentukan
benda kerja atau bahan baku benda kerja yang telah sejak lama dilakukan
bahkan jauh sebelum berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi
sebagaimana bukti-bukti yang ditemukan oleh archaeologist berupa benda
kuno seperti koin-koin emas, perak dan perunggu dalam bentuk tiga
dimensi dibuat melalui proses pengecoran, artinya paling tidak proses
10
pengecoran sudah dilakukan sejak berkembangnya peradaban manusia
(Sudjana, 2008).
Proses pengecoran dibagi menjadi tiga: expandable mold, non
expandable mold dan composite mold casting. Klasifikasi terkait dengan
bahan pembentuk, proses pembentukan, dan metode pembentukan dengan
logam cair, dapat dikategorikan sebagai berikut:
Proses peleburan baja pada umumnya mempunyai tiga tujuan utama,
yaitu : mengurangi sebanyak mungkin bahan-bahan impuritas, mengatur
kadar karbon agar sesuai dengan tingkat grade/spesifikasi baja yang
diinginkan, menambah elemen-elemen pemadu yang diinginkan. Ada
beberapa tahapan dalam proses pengecoran sebagai berikut :
1. Pembuatan cetakan
Proses pengecoran diawali dengan pembuatan cetakan baik
cetakan dari pasir maupun dari logam. Cetakan pasir dan logam
masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangan. Cetakan pasir
dapat dibuat secara manual maupun dengan mesin. Pembuatan cetakan
secara manual dilakukan bila jumlah komponen yang akan dibuat
jumlahnya terbatas, dan banyak variasinya (Soemowidagdo, 2016).
2. Persiapan dan perleburan logam
3. Penuangan logam kedalam cetakan
Untuk cetakan terbuka : logam hanya dituang hingga
memenuhi rongga yang terbuka.
Untuk cetakan tertutup : logam cair dituang hingga
memenuhi sistem saluran masuk
4. Setelah dingin benda cor dilepaskan dari cetakannya
5. Untuk beberapa metode pengecoran diperlukan proses pengerjaan
lanjut:
a. Memotong logam yang berlebihan
b. Membersihkan permukaan
c. Memeriksa produk cor
d. Memperbaiki sifat mekanik dengan perlakuan panas (heat
treatment),
11
e. Menyesuaikan ukuran dengan proses pemesinan.
2.2.2 Jenis Tungku Peleburan Logam
1. Tungku Electric Arc Furnace (EAF)
Muncul sebagai alat produksi pada awal abad ke-20. Tungku awal
memiliki kapasitas kapasitas 910 hingga 14.000 kg (1 hingga 15 ton).
Tungku busur listrik dianggap sebagai salah satu alat peleburan utama
yang digunakan dalam pengecoran logam dan pabrik baja. Electric arc
furnace digunakan sebagai peleburan dan tempat operasi dupleks dan
sebagai unit peleburan dan pemurnian (R.C. Adams, 2001).
Proses peleburan dalam EAF ini menggunakan energi listrik. Panas
dihasilkan dari busur listrik yang terjadi pada ujung bawah dari
elektroda. Energi panas yang terjadi sangat tergantung pada jarak antara
elektroda dengan muatan logam di dalam tungku. Bahan elektroda
biasanya dibuat dari karbon atau grafit. Kapasitas tungku EAF ini dapat
berkisar antara 2 - 200 ton dengan waktu peleburannya berkisar antara 3
- 6 jam (Daryus, 2008).
Bahan baku yang dilebur biasanya berupa besi spons (sponge iron)
yang dicampur dengan skrap baja. Penggunaan besi spons dimaksudkan
untuk menghasilkan kualitas baja yang lebih baik. Tetapi dalam banyak
hal (terutama untuk pertimbangan biaya) bahan baku yang dilebur
seluruhnya berupa skrap baja, karena skrap baja lebih murah
dibandingkan dengan besi spons (Daryus, 2008).
Ada dua macam arus yang digunakan dalam proses peleburan
dengan electric arc furnace, yaitu arus searah (direct current) dan arus
bolak balik (alternating current). Daya yang biasa digunakan dalam
proses peleburan adalah arus bolak balik dengan 3 fase menggunakan
elektroda graphite (Saputra, 2014).
Prinsip timbulnya panas pada busur api adalah timbul akibat
adanya tahanan saat arus listrik mengalir. Dalam hal ini, logam yang
dimuat dalam tanur yang akan memberikan tahanan terhadap arus listrik.
Panas dihasilkan oleh loncatan elektron (busur api) dengan aliran listrik
12
dengan adanya aliran listrik ini maka, akan menimbulkan aliran dalam
cairan yang akan menyebabkan terjadinya gerak cairan, sehingga
homogenesasi cairan dapat terjadi (Saputra, 2014).
Arc furnace memiliki tingkat produktifitas yang lebih tinggi dari
pada tungku yang lain, serta menghasilkan membutuhkan kontrol asap
yang lebih rendah dibandingkan perangkat yang menggunakan bahan
bakar fosil, gas alam, atau berbagai produk sekunder dari pembakaran.
(Wright, 1968).
(Jackson, W.J. and Hubbard, M.W., Steelmaking for steelfounders, 1979,
SCRATA. Countesy)
2. Blast Furnace
Jenis tungku yang besar dan komplek yang dibuat dari kombinasi
peralatan yang berdiri sendiri dan komponen kontruksi yang paling besar
dari blast furnace termasuk didalamnya adalah tungku minyak, the
furnace internal refractory lining dan the crucible-like hearth. Sebagian
besar terdiri dari peralatan yang berdiri sendiri seperti motor bakar dsb
(Prayudi, 2005).
Teknologi blast furnace adalah teknologi yang sangat dominan
digunakan untuk memproduksi besi wantah (pig iron) sebagai bahan
Gambar 2. 1 Diagram Skematik Dari Tungku Busur (Arc Furnace)
13
baku untuk menghasilkan baja. Teknologi blast furnace adalah teknologi
yang sudah mapan dan sudah dikembangkan sejak tahun 1600-an.
Keunggulan teknologi blast furnace adalah efisiensi energi yang baik
dan produktivitas tinggi. Untuk mengokah bijih besai di Indonesia,
teknologi blast furnace dan teknologi direct reduction lebih disarankan
untuk digunakan. Keterbatasan penggunaan teknologi blast furnace
adalah kebutuhan dan ketergantungan pada coking coal yang
cadangannya terbatas di Indonesia (Budiman, 2012).
(Daryus, 2008)
3. Cupola
Dipergunakan secara luas untuk peleburan besi cor karena
mempunyai beberapa keuntungan seperti : kontruksinya sederhana dan
mudah operasinya, memberikan peleburan yang besar untuk setiap
jamnya, biaya yang rendah, kontrol komposisi kimia dengan daerah yang
luas. Kontruksi kupola biasanya terbuat dari silinder baja yang tegak,
dilapisi bahan logam dan kokas diisikan dari pintu pengisi. Udara
ditiupkan kedalam melalui tuyer, kosas terbakar dan bahan logam
mencair. Logam cair dan terak dikeluarkan melalui lubang keluar pada
dasar kupola, logam dipanaskan langsung oleh panas pembakaran dari
kokas dan mencair oleh karena itu effisiensinya tinggi (Prayudi, 2005).
Gambar 2.2 Kontruksi Blast Furnace
14
(ESTU Good Practice Case Study 161 : Courtesy of the department of the
Enviroment, Transport and the Regions)
2.2.3 Sumber Pencemar
Dampak lingkungan yang terjadi pada industri pelebura terutama
adalah debu dan asap yang keluar dari tungku, debu, dan asap yang keluar
dari tungku, debu dari pasir cetak, bising dan getaran dari mesin dan lain-
lain, berbagai macam peralatan dipakai dalam usaha untuk mencegah
timbulnya hal tersebut. Beberapa contoh peralatan tersebut terutama
untuk mencegah emisi debu antara lain (Prayudi, 2005):
- Dust collector untuk tungku kupola
- Penangkap debu jenis silicon
- Penangkap debu dengan penukar panas dan kantong saringan
- Dust collector untuk tungku listrik
Gambar 2.3 Bagian cupola
15
Limbah yang dihasilkan dari limbah peleburan logam dapat dilihat
dari Gambar 2.4 dibawah ini :
(UKL/UPL Industri pengecoran Baja, 2004).
2.4 Dust Collector
Dust collector adalah alat pengumpul debu (dust collecting)
menggunakan prinsip ventilasi untuk menangkap debu dari sumbernya.
Debu disedot dari udara dengan menggunakan pompa dan dialirkan kedalam
dust collector, kemudian udara bersih dialirkan keluar (Hermanu, 2018).
Menentukan Dust Collector
Untuk mementukan jenis dust collector yang sesuai dapat dilihat dari
ukuran partikulat yang akan disisihkan. Ukuran partikulat ini dapat
diketahui dengan cara pengujian menggunakan SEM (Scanning Electron
Microscope). Partikulat akan diketahui ukuran partikulatnya dengan cara
memindai partikulat dengan menggunakan sinar elektron berenergi tinggi
dan pembesaran objek pada alat SEM (Scanning Electron Microscopy).
Hasil dari alat SEM nantinya berupa nilai ukuran serta gambar morfologi
dari partikulat. Penentuan dust collector yang sesuai berdasarkan ukuran
partikulat dapat dilihat dari Gambar 2.5 dibawah ini.
Steel scrap Dapur listrik Cairan
Bahan
tambahan
Penuangan
Cetakan
Hasil
produksi
Mesin
perontok
Pasir bekas
Limbah padat
Bahan
tambahan
Pasir silikaPengaduk
pasir
Cetak mesin
Cetak tanggan
Panas + debu
Panas + debu
Panas
Debu + bising
Debu
Debu + bisingDebu + bising
Gambar 2.4 Diagram Proses Peleburan Baja
16
(Schifftner,2013)
Dalam perancangan dibutuhkan proses identifikasi terhadap keluaran
suatu mesin sehingga memudahkan mengklasifikasikan metode
pengumpulan debu yang sesuai dengan karakteristik dan ukuran debu.
2.3.1. Hood
Hood merupakan sebuah peralatan bagian dari dust collector yang
berfungsi untuk menangkap kontaminan. Faktor yang mempengaruhi
rancangan hood berdasarkan pada bentuk, kecepatan dan arah dimana
kontaminan dilepaskan. Berdasarkan American Conference Of
Governmental Industrial Hygienists tipe hood berdasarkan bentuknya
secara umum dibedakan menjadi 2 yaitu enclosing hood dan exterior
hood.
a. Enclosing hood
Suatu hood yang menutupi atau mengelilingi sumber kontaminan
baik secara keselurahan atau sebagian. Enclosing hood lebih banyak
disukai karena bentuk serta pengoperasiannya. Aliran udara yang
masuk akan tertahan didalam enclosing hood dan mencegah sumber
emisi menyebar di lingkungan kerja.
Gambar 2.5 Teknologi Dust Collector Berdasarkan Ukuran Partikel
17
b. Capturing Hood
Capturing hood merupakan alat tangkap yang digunakan untuk
menghisap udara dengan kecepatan udara yang cukup tinggi untuk
menangkap kontaminan di udara yang terdapat disekitar hood. Alat
ini ini tidak hanya digunakan pada kontaminan yang dilepaskan
searah dengan hood, tetapi juga pada kontaminan yang dilepaskan
oleh sumber dengan arah yang berlawanan dari aliran hisap hood.
Kecepatan tangkap minimum pada capturing hood bernilai antara 50
sampai 100 ft/menit (untuk kontaminan yang memiliki kecepatan
lepas ke udara yang rendah) harus dipenuhi sehingga dapat
menjangkau jarak terjauh dari hood.
c. Canopy Hood
Jenis hood ini merupakan jenis yang umum yang digunakan
sebagai alat penghisap udara pada tangki pembakaran yang terbuka.
Canopy hoods umumnya digunakan untuk menghisap udara yang
panas (uap pembakaran), atau untuk menurunkan nilai kelembaban
yang terlalu tinggi pada suatu area tertentu.
Dari tiga jenis hood yaitu : enclosure, canopy hoods, dan
capturing hoods, maka pada tabel 2.3 di bawah ini ditampilkan
bentuk dan tipe hood serta besarnya aliran udara.
18
(Sumber: ACGIH, 1988)
Penentuan kecepatan hisapan hood dalam mengumpulkan debu dapat
dilihat dari Tabel 2.4 berikut :
Tabel 2.3 Jenis – Jenis Hood
19
Tabel 2.4 Minimum Recommended control velocities
Condition of release of
contaminan
Example of process or
operation
Minimum control velocity
(ft/min)
Released with no
significant velocity into
quiet air
Evaporation from open
vessels 100
Released with low initial
velocity into moderately
quiet air
Spray paint booth,
welding,dumping of dry
material into containers 100-200
Released with
considerable velocity or
into zone of rapid air
movoment
Spray painting in small
booths with high pressure,
active barrel or container
filling, conveyor looding
200-500
Released with high
velocity or into zone of
rapid air movement
Grinding, abrasive blasting,
and surfacing operations on
rock
500-2000
(Sumber : Schnelle, 2016)
2.3.2. Duct
Duct merupakan salah satu instrumen yang penting dalam proses
pengendalian pencemaran udara. Duct berfungsi untuk mengalirkan
udara yang telah terkontaminasi dari hood menuju alat pengendali, dan
kemudian udara tersebut akan dialirkan dari alat kontrol menuju fan.
Berikut ini jenis pipa yang dapat digunakan dalam desain , terdapat
beberapa intruksi untuk meminimalisasi kerugian tekanan dalam
mendesain duct :
a. Pemilihan kecepatan minimum
Pekerjaan saluran, jika membawa partikulat, harus dirancang
untuk menjaga partikulat dalam suspensi. Ini berarti bahwa
kecepatan pengangkutan harus cukup tinggi untuk mencegah
pengendapan partikel terbesar yang dibawa. Formula empiris yang
direkomendasikan oleh Brandt7 digunakan untuk memperkirakan
kecepatan saluran yang diperlukan untuk mencegah pengendapan
(
) √ (2.1)
dimana:
V = kecepatan saluran dalam kaki / menit
S = gravitasi spesifik dari partikel
d = diameter dalam inci dari partikel terbesar yang akan
disampaikan
20
Persamaan di atas telah dikembangkan untuk digunakan
dengan udara sekitar. Sementara itu mempertimbangkan efek
kepadatan partikel, ia mengabaikan kepadatan gas yang membawa.
Jika densitas gas sangat berbeda dari udara ambien permukaan laut,
kebutuhan untuk mengubah persamaan dapat diantisipasi. Meskipun
kecepatan yang dipilih oleh Persamaan 2.1 adalah untuk
menyampaikan partikulat, umumnya diinginkan dalam saluran
pembuangan untuk menghindari jalan horizontal yang panjang, jika
memungkinkan dan untuk memberikan kemiringan pada bagian-
bagian yang pada dasarnya horisontal dari saluran kerja tersebut.
Selain itu, partikulat yang lembab dan lengket dapat
menghasilkan penumpukan saluran, dan kecepatan yang diprediksi
oleh persamaan di atas tidak memadai untuk mencegah pengerasan
dinding saluran dalam situasi seperti itu. Kecepatan saluran yang
lebih tinggi, pembersihan saluran yang sering, dan pelapis saluran
fluorocarbon adalah praktik yang digunakan dalam situasi seperti
itu.
Tabel 2.5 harus dikonsultasikan untuk menentukan kecepatan saluran
minimum. Area tergantung pada sumber aliran udara. Jika pekerjaan
saluran berasal dari tudung, laju aliran akan ditentukan dari kap seperti
yang disarankan dalam Tabel 2.3. Jika pekerjaan saluran berasal dari
sepotong peralatan proses atau peralatan kontrol lain, peralatan itu akan
menetapkan laju aliran . Mengetahui laju aliran dari kedua sumber dan
kecepatan yang diinginkan diperkirakan dari Tabel 2.4, misalnya, area
untuk aliran dapat ditentukan dari Tabel 2.3. Maka pekerjaan saluran bisa
dirancang.
Tabel 2.5 Minimum Recommanded Duct Velocities
Nature of contaminant Example Minimum Control
Velocity (ft/min)
Vapors, gases, smoke,
fumes, very light dusts
VOC, all smoke, and acid
gases
2000
Medium density dry dusts Cotton, jute lint, wood,
grain, rubber, and polymers
3000
Average industrial dust Wool, wood, sand blast, and
wood shavings
4000
21
Nature of contaminant Example Minimum Control
Velocity (ft/min)
Large particles of heavy
moist materials
Foundry dust and wet lead 5000 and over
(Sumber : Schnelle, 2016)
b. Friction head
Tekanan statis biasanya disebut dengan tekanan gesekan atau
friction head. Dalam saluran, tekanan gesekan disebabkan oleh
gesekan kulit yang dihasilkan oleh aliran dan hilangnya energi. Hal
ini dihasilkan karena turbulensi dalam tikungan, fitting, penghalang,
dan ekspansi dan kontraksi mendadak. Kehilangan gesekan pada
pipa dan saluran circular yang halus dapat dihitung dari :
(
)(
) (2.2)
Di mana:
f = faktor geseran
Dc = diameter saluran
McCabe et al.8 melaporkan bahwa faktor gesekan, f, dapat
dihitung dari persamaan von Karmen.
√ ( √ ) (2.3)
Dimana :
= bilangan reynolds
(2.4)
Sebuah nomograf berdasarkan pada jenis persamaan, kerugian
gesekan untuk udara dalam saluran melingkar. Untuk saluran
persegi non-lingkaran, dimungkinkan untuk menggunakan konsep
radius hidrolik.
22
(Sumber : Schnelle, 2016)
Efek tikungan, fiting, penghalang, dan ekspansi serta kontraksi
mendadak dapat dihitung melalui suatu hubungan, di mana
kehilangan head sebanding dengan kecepatan di bagian pipa yang
dikuadratkan.
(2.6)
Dimana :
= konstanta proporsionalita
Tabel 2.6 Tabel kostanta head loss untuk fitting dan branches
Head Loss Constant for Fittings and Branches
Fitting
Tee 2.0
90° elbow 0.9
60° elbow 0.6
45° elbow 0.45
Branch into duct
Fitting
30° elbow 0.2
45° elbow 0.3
(Sumber : Schnelle, 2016)
Gambar 2.6 Friction loss untuk duct lingkaran
23
(
) (2.7)
Head loss karena expantion,
(
)
(2.8)
Dimana :
= luas penampang dihulu
= luas penampang hilir
Untuk masing-masing kasus friction head yang telah dihitung,
head dilaporkan dalam feet mengalir cairan. Faktor konversi ke
inci H2O dicapai dengan membuat substitusi berikut dengan V
dalam ft / min, yang sekarang menjadi VP tekanan kecepatan (std)
pada kondisi standar.
(
(
)
(2.9)
Tabel 2.7 Koefisien head loss pada hood
Entrance Loss Coefficients for Hoods
Type of Entrance
Square entrance 0.7-1.25
Round entrance 0.5-0.9
Slot with bend 1.6
Canopy 0.5
(Sumber : Schnelle, 2016)
2.3.3. Efek masuk ke dalam hood
Tekanan statik pada hood diukur sebagai jarak pendek dari kap,
adalah pengukuran langsung dari energi yang diperlukan untuk
mempercepat fluida dari diam ke kecepatan saluran dan untuk
memperhitungkan kehilangan turbulensi karena bentuk struktur kap.
Kerugian entri hood, , dapat dinyatakan sebagai fungsi dari VP
sebagai dengan alat kelengkapan.
(2.10)
24
Goodfellow 5 membuat presentasi terperinci tentang situasi ini.
Tabel 2.7 telah diadaptasi dari karyanya untuk diterapkan pada jenis kap
yang dijelaskan di atas. Efek totalnya adalah jumlah dari entry loss,
, dan percepatan untuk mendapatkan udara hingga kecepatan duct, yaitu
1,0 VP. Total tekanan statis karena pintu masuk di kap kemudian
( ( (2.11)
2.3.4. Total Energy Loss
Total energy loss merupakan hasil dari gaya-gaya friksi terhadap
fluida yang mengalir didalam pipa yang disebabkan oleh tahanan fluida
untuk mengalir. Tekanan statis sama dengan friction head. Tekanan
total, TP, adalah jumlah dari tekanan statis, SP, dan VP. Ini dapat
dinyatakan sebagai jumlah kerugian saluran, kap mesin, dan fiting.
* (
) ( ∑ + (2.11)
Di sini (
), untuk saluran ditemukan dari Gambar 2.7.
2.3.5. Fan Power
Dalam kasus pekerjaan saluran yang membutuhkan fan, biaya
operasi sebagian besar terkait dengan biaya pengoperasian fan.
Pekerjaan fan dapat dihitung dari :
(2.12)
Dimana:
k = konstanta yang bergantung pada satuan parameter lainnya
η = efisiensi mekanis
2.5 Perancangan Bag Filter
Mendesain bag filter harus mempertimbangankan banyak faktor
termasuk ruang restriction, metode pembersihan, kontruksi kain, serat, rasio
udara ke kain, dan banyak detail kontruksi seperti lokasi masuk, desain
hopper, dan perangkat debit debu. Suhu maksimal untuk media filter yang
ekonomis dan komersial sekitar 550 0F (287.78
0C).
25
2.5.1 Bag Filter
Salah satu cara yang paling lama paling mudah dan efisien untuk
menghilangkan partikel padat dari aliran gas adalah dengan
penyaringan melalui media kain. Filter kain dapat memberikan
effisiensi pengumpulan yang paling tinggi untuk partikel sekecil 0,1 μm
dan akan menghilangkan tersebut dengan jumlah besar. Bagian-bagian
dari dust collector adalah hood, duct, air cleaner, dan blower
(Theodore, 2008).
Prinsip kerja bag filter sama dengan vaccum cleaner. Udara yang
membawa debu partikulat yang ditekan melewati kantung-kantung yang
terbuat dari bahan yang spesifik. Aliran debu dan gas dalam bag filter
dapat melewati kain (fabric) ke segala arah. Partikel debu tertahan di
sisi kotor kain, sedangkan gas bersih akan melewati sisi bersih kain.
Filter yang digunakan berguna untuk menahan debu. Namun lapisan
debu yang terakumulasi di permukaan juga memiliki keuntungan dalam
menciptakan efisiensi yang tinggi dalam proses filtrasi partikel yang
lebih kecil (Bethea, 1978).
Gambar 2.7 Bagian Fabric Filter (Pulse Jet)
(EPA, 1998)
26
Proses filtrasi dasar dapat digunakan dalam bermacam-macam tipe
penyaring dimana susunan fisik dari perangkat kerasnya dan metode
penghilangan materi dari penyaring akan bermacam-macam. Perbedaan
penting secara umum sebagai berikut :
1. Jenis kain
2. Mekanika pembersih
3. Peralatan geometri
4. Mode operasi
Berdasarkan faktor-faktor diatas, proses aliran di peralatan akan
mengikuti salah satu dari tiga sistem seperti yang ada di gambar 2.6
Bottom-feed (unit umpan atas) ditandai dengan adanya dust-laden yang
melewati bagian hopper dari bag filter lalu masuk ke bagian dalam dari
tabung penyaring. Di top-feed (unit umpan atas), gas dust-laden masuk
melewati bagian atas penyaring dan menuju ke bagian dalam penyaring
atau bagian bagian penyaringan udara.
2.5.2 Metode Pengumpul Debu
Pengumpul bag filter tersedia untuk salah satu operasi antara
operasi intermiten atau operasi yang kontinyu. Operasi intermiten
digunakan saat jadwal operasi dari penghasil debu menghentikan fungsi
pembersihan gas pada interval periodik (diatur secara teratur oleh waktu
Gambar 2.8 Proses Aliran di Bag Filter
(a)Bottom Feed; (b) Top Feed ;(c) Exterior Filtration
(Theodore, L. 2008)
27
atau oleh perbedaan tekanan) untuk menghilangkan materi yang telah
terkumpul dari media penyaring. Mekanisme pengumpulan bag filter
secara umum terdiri dari tiga macam, yaitu:
1. Impaction, partikel memiliki gaya inersia yang terlalu besar untuk
mengikuti aliran gas pada filter sehingga tertumbuk pada
permukaan filter.
2. Interception, partikel mempunyai gaya inersia yang sangat kecil
(partikel yang lebih kecil). Partikel akan berada pada aliran
kemudian bergerak melambat dan menyentuh barrier dan berhenti.
3. Diffusion, partikel lebih kecil dari 1µm berada pada kisaran gerak
brown, sehingga terjadi gerakan random yang akhirnya terinspersi.
2.5.3 Metode Pembersihan
Baghouse dibedakan dari metode pembersihannya. Penghilangan
partikel dapat dilakukan dengan banyak cara, seperti menggoyang-
goyangkan kantong, meniupkan udara ke kantong dari reciprocating
manifold, atau mengembangkan kantong secara cepat dengan adanya
suatu dorongan dari air yang diberi tekanan. Menurut Mycock dan
Mckenna (1995) ada tiga cara untuk membersihkan kantong filter,
yaitu:
1. Shaking
Sebuah balok digunakan untuk menghasilkan getaran pada
baghouse yang akan mengubah cake menjadi partikel.
a. Mechanical shaking menggunakan motor yang dihubungkan
dengan bag
b. Energy yang diperlukan rendah
c. Pembersihan secara manual dan otomatis
d. Gerakan dan kecepatan tergantung endapan debu
e. Arah gerakan horizontal dan vertical
f. Gerakan dibagian atas frame tempat bag diletakkan
g. Aliran gas berhenti saat dilakukan proses pembersihan
h. Diameter 15,2 – 45,7 cm (6-18 inch)
i. Panjang sampai 12,2 m (40ft)
28
j. Pembersihan selama 30 detik hingga 30 menit
k. Terdiri dari beberapa kompartemen
2. Reverse Air
Memberikan tekanan udara dari arah berlawanan yang akan
mebuat dust cake remuk dan jatuh ke hopper.
a. Pembersih secara otomatis
b. Aliran udara kotor dihentikan saat operasi pembersihan
berlangsung
c. Mengalirkan backwash berupa udara bersih yang belawanan arah
d. Aliran udara bertekanan rendah
e. Debu akan jatuh ke hopper
f. Lama pembersihan sekitar 10-30 detik
g. Diameter 20-46 cm dan panjang 6-12 m
h. Terdiri dari beberapa kompartemen
3. Pulse Jet
Memberikan aliran gas bertekanan tinggi untuk memindahkan
debu didalam baghouse.
a. Menggunakan high pressure jet dengan tekanan udara
b. Pembersih secara otomatis
c. Diameter 10-16 m dan panjang 2-8 m
4. Sonic
Membersihkan debu didalam baghouse menggunakan metode
getaran sonic. Generator suara memproduksi suara berfrekuensi
rendah yang akan menyebabkan baghouse bergetar. Metode Sonic
biasanya dikombinasikan dengan metode lain.
29
(a) Sonic Cleaning; (b) Oscillating; (c) Shaking; (d) Pressure-Jet Cleaning
(Theodore,L. 2008)
2.5.4 Media Filter
Sifat fisik dan kimia dari sumber pencemar sangat penting untuk
menentukan kain filter yang akan digunakan. Hal ini termasuk ukuran,
tipe, bentuk dan densitas debu, konsentrasi rata-rata dan maksimum,
sifat fisika dan kimiannya meliputi abrasif, eksplosif, muatan
electrostatic, kecenderungan aglomerasi. Contohnya debu yang abrasif
akan merusak kain dengan cepat seperti kain kapas atau glass.
Suhu maksimal untuk media filter yang ekonomis dan komersial
sekitar 5500F (287.78
oC). Jika aliran gas lebih panas dari tingkatnya,
sangat penting untuk mendinginkan gas ke dalam parameter yang aman
sebelum mencapai media filter. Beberapa Karakteristik yang penting
untuk diperhatikan:
1. Suhu
Saat beroperasi kain harus dapat digunakan tanpa adanya
kegagalan saat temperaturnya lebih tinggi dari yang ditentukan.
Kain harus dapat berfungsi apabila suhu mengalami lonjakan.
2. Korosif
Gambar 2.9 Fabric-Flexing Cleaning Methods
30
Kain harus dapat menahan degradasi dari paparan asam, alkali,
pelarut, atau zat pengoksidasi tertentu yang ditemukan dalam
aliran gas dust-laden
3. Hidrolis
Tingkat kelembapan harus dicatat
4. Biaya
Pilihan paling murah memenuhi persyaratan keseluruhan biaya
biasanya lebih diutamakan.
Saat pemilihan kain penyaring telah dibuat, pemasok media
biasanya menyediakan informasi tambahan yang harus
dipertimbangkan sebelum menentukan pemilihan kain. Informasi di
bawah ini berisi informasi dasar yang kemungkinan bisa digunakan
selama pemilihan media grafik.
a. Katun
Tahan terhadap suhu rendah, tdak mudah melar, masih
digunakan pada aplikasi suhu rendah
b. Polipropilen
Kain yang sangat licin, memiliki pelepasan cake (debu) yang
baik dan tahan terhadap pengaburan oleh cahaya
c. Poliester
Bahan yang sangat kuat, sangat tahan terhadap asam dan
alkali, sedikit lebih tahan panas dibandingkan polipropilen,
harganya sama dengan polipropilen, digunakan hampir pada
semua aplikasi suhu rendah termasuk tambang, pekerjaan dengan
kayu, dan penanganan operasional
d. Nomex (bahan baju safety)
Bahan paling kuat dengan memperhatikan kelenturan abrasi,
ketahanan terhadap florida dan abrasi lebih unggul dari kaca.
Sangat tahan teradap suhu. Tidak tahan asam (jangan digunakan
dalam aliran udara yang mengandung gas SO2 dan SO3.
Harganya lebih mahal 2.5 kali lipat dari pada polipropilen dan
31
poliester. Digunakan pada industri aspal, baja, karbon hitam, dan
industri semen.
e. Teflon
Umumya bersifat inert terhadap bahan kimia oleh karenanya
teflon digunakan dalam lingkungan yang parah. Sangat mahal
namun setara dengan kualitasnya yang tahan lama. Digunakan
oleh industri karbon hitam, peleburan timbal, boiler batu bara,
dan beberapa aplikasi yang tak biasa lainnya. Harganya 10x lipat
dari poliester untuk ukuran dan berat yang sama.
f. Fibergass
Biasanya digunakan dalam operasi suhu tinggi. Perkembangan
dalam penyelesaian dan teknik fabrikasi, instalasi, dan operasi
berperan besar dalam besar kecilnya ketahanan baghouse.
Fiberglass adalah bahan kain yang sering digunakan dalam pasar
boiler. Harganya diantara poliester dan nomex.
Tabel 2.8 Jenis filter
Fabric Maximum Temperature
oF
Acid
Resistance
Flouride
Resistance
Alkali
Resistance
Flex
Abrasion
Resistance
Cotton 180 Poor Poor Good Very good
Polypropyl
ene
200 Excellent Poor Excellent Very good
Fabric Maximum
Temperature
oF
Acid
Resistance
Flouride
Resistance
Alkali
Resistance
Flex
Abrasion
Resistance
Polyester 275 Good Poor to fair Good Very good
Nomex 400 Poor to Fair Good Excellent Excellent
Teflon 450 Excellent Poor to fair Excellent Fair
Fiberglass 500 Fair to
Good
Poor Fair to
good
Fair
(Sumber : Theodore, 2008)
2.5.5 Desain Bag Filter
a. Menghitung performa
Rasio A/C adalah ukuran jumlah gas / partikel yang lolos yang
melewati setiap satu kaki persegi kain di baghouses. Ini berlaku untuk
satu feet3 gas /minutes melewati satu ft/kain. Dengan kata lain, rasio
A/C = volume gas rata-rata/luas kain. Perhatikan juga, bahwa kecepatan
32
ini bukan kecepatan sebenarnya melalui lubang kain, melainkan
kecepatan gas yang sesunguhnya mendekati kain. Rasio A/C untuk
baghouse yang digunakan dalam proses industri ditunjukkan dalam
Tabel 2.9.
Tabel 2.9 Rasio A/C tipikal untuk industri tertentu
Rasio A/C tipikal [(ft3/min)/ft
2 ]untuk industri tertentu
Industri Rasio A/C fabric filter
Reverse air Pulse jet Mechanical
shaker
Basic oxygen furnace 1.5-2 6-8 2.5-3
Brick manufacturing 1.5-2 9-10 2.5-3.2
Clay refractories 1.5-2 8-10 2.5-3.2
Electrical arc furnace 1.5-2 6-8 2.5-3
(Sumber : EPA).
Beberapa rumus yang telah dikembangkan untuk menghitung
efisiensi bakal baghouse secara akurat. Namun ada 3 rumus heuristic
yang digunakan untuk membantu mendesisan baghouses:
⁄
⁄
⁄
⁄
= ft/min
Faktor-faktor yang mempengaruhi A/C yaitu termasuk metode
pembersihan, media filter, ukuran debu, kerapatan debu, muatan debu,
dan beberapa faktor lainnya pada setiap proses. Persamaan yang dapat
digunakan untuk menentukan efisiensi pengumpulaan dari sebuah bag
filter adalah (Theodore, 2008) :
( (2.13)
Dimana :
= konstanta kain dalam ft-1
= konstanta dari cake dalam s-1
t = waktu operasi untuk penebalan cake dalam s
L = ketebalan kain dalam ft
E = Efisiensi pengumpulan
33
Konsentrasi keluaran (wc) untuk gabungan antara sistem ketahanan
(fiber dan cake) adalah
( (2.14)
Dimana:
we = konsentrasi keluaran dalam lb/ft3
wi = konsentrasi inlet dalam lb/ft3
Variasi lain dari rumus Darcy untuk aliran fluida melalui bantalan
berpori telah dikembangkan untuk aliran gas melalui sebuah media
saringan. Persamaan dasar Darcy dapat digunakan untuk memprediksi
penurunan tekanan pada pengoperasian filter kain dengan akumulasi
dust cake:
(2.15)
Dimana:
= penurunan tekanan pada H2O
= drag sisa efektif pada H2O
= kecepatan dalam fpm
= koefisien cake spesifik
Efek dari kerusakan bag dalam efektifitas baghouse dapat
dijelaskan dengan persamaan berikut ini:
(2.16)
(
(2.17)
(
(2.18)
Dimana:
= penetrasi setelah bag rusak
= penetrasi sebelum bag rusak
= istilah koreksi penetrasi, kontribusi dari bag yang
rusak ke P
∆P = penurunan tekanan, dalam H2O
= parameter dimensional
q = laju alir volume gas terkontaminasi, acfm
L = jumlah bag yang rusak
34
D = diameter bag, dalam inchi
T = temperatur, dalam Fahrenheit
b. Pressure drop bag filter dengan pulse-jet
Pressure drop dapat diperoleh dengan perhitungan dari
ketetapan konstan relatif dan ketetapan yang menambah dust buildup:
( (2.19)
Dimana :
( (2.20)
Dimana :
( = dalam bentuk Kpa
= konstanta relatif
C = inlet dust loading (kg/m3)
= kecepatan gas (m/s)
= interval waktu cleaning (s)
c. Menghitung luas filter tiap bag (Ab)
(2.19)
Dimana :
D = diameter bag (m)
H = tinggi filter (m)
d. Menghitung area of the cloth (Ac)
(2.20)
Dimana :
Q = debit limbah yang masuk ke bag filter (m3/s)
V = kecepatan gas (m/s)
e. Menghitung effective filtration velocity (Vef)
Effective filtration velocity digunakan untuk menghitung
kecepatan filtrasi yang efektif di bag filter. Sebelum menghitung Vef
35
terlebih dahulu menentukan nilai Vfn atau nominal filtration velocity
dengan Tabel 2.10 dibawah ini:
Tabel 2.10 Filter sizing factors for primary filter collection (Continued)
Material (dry dust) Filtration velocity Vf by type of
cleaning
Maximum
can velocity
Vc, ft/min
Bulk
density at
rest lb/ft3 Low pressure
ft/min
High pressure
ft/min
Iron sulfate 2.0 6.0 200 60-85
Lampblack 2.0 6.0 150 35-45
Lead oxide 7.0 7.0 225 50-70
Lime 2.5 9.0 200 35-60
Metarullgical fumes 1.5 6.0 150 10-20
(Sumber : Croom,1995)
Sebelum menghitung bag filter diperlukan beberapa faktor lain
yang harus diperhitungkan juga sehingga mendapatkan juga sehingga
mendapatkan nilai effective filtration velocity, maka bisa dilihat pada
perhitugan sebagai berikut :
(2. 19)
Keterangan :
Vef = Effective filtration velocity
Vfn = Nominal filtration velocity (table filter sizing
factors for primary filter collector
A = Application
0,8 = Oliy, moist or agglomerating
0,9 = Product collection
1,0 = Nuisance dust collection
T = Temperature
1,0 = Uo to 110°F (43°C)
0,9 = From 110° F to 225°F (107°C)
0,8 = Above 225°F (>107°C)
P = Particel Size
0,8 = Under 3,0 μ
0,9 = From 3 to 9 μ
1,0 = For 10 to 50 μ
1,1 = For 51 to 100 μ
36
1,2 = Above 100 μ
D = Dust Load
1,2 = For 10 or less gr/ft3
1,1 = For 10 or 20 gr/ft3
1,0 = For 20 or 50 gr/ft3
0,9 = For 50 or 80 gr/ft3
0,8 = Above 80 gr/ft3
f. Menghitung panjang filter
Menentukan panjang filter diperlukan nilai Vc (can
velocity) yang didapatkan dari Tabel 2.10 kemudian panjang
filter dapat ditentukan dengan menarik grafik pada Gambar 2.11
dan melakukan interpolasi.
(Croom Miles. L, 1995)
g. Menghitung jumlah filter (Nb)
(2.21)
Dimana :
Ac = area of the clothv (m2)
Ab = luas filter tiap bag (m2)
Gambar 2.10 Grafik Filter Length
37
h. Menghitung hopper
Perencanaan hopper menggunakan tinggi asumsi dengan
mengasumsikan diameter hopper kemudian tinggi hopper dan
tinggi bag filter dijumlahkan sehingga didapatkan hasil total
keseluruhan. faktor koreksi cunningham untuk udara pada
tekanan atmosfer :
Tabel 2.11 Cunningham correction factor
Particle Diameter
(µm)
Temperature
70oF 212oF 500oF
0,1 2,88 3,61 5,14
0,25 1,682 1,952 2,525
0,5 1,325 1,446 1,711
1,0 1,160 1,217 1,338
2,5 1,064 1,087 1,133
5,0 1,032 1,043 1,067
10,0 1,016 1,022 1,033
(Sumber : Theodore, 2008).
i. Cerobong
Cerobong udara harus dibuat dengan mempertimbangkan aspek
pengendalian pencemaran udara yang didasarkan pada lokasi dan
tinggi cerobong. Pertimbangan kondisi meteorologis dan tata guna
tanah merupakan salah satu pertimbangan untuk mendapatkan lokasi
dan tinggi cerobong yang tepat, dimana dengan perhitungan modelling
pencemaran udara akan dapat ditentukan dispersi udara, dari cerobong
terhadap kondisi udara sekitarnya. Rancang bangun atau disain
cerobong disesuaikan kondisi pabrik dengan pertimbangan emisi yang
akan dikeluarkan tidak melebih baku mutu emisi yang ditetapkan.
1. Persyaratan cerobong
Disamping itu beberapa persyaratan perencanaan cerobong
secara umum seperti berikut:
a. Tinggi cerobong sebaiknya 2 - 2 1/2 kali tinggi bangunan
sekitarnya sehingga lingkungan sekitarnya tidak terkena
turbulensi.
38
b. Kecepatan aliran gas dari cerobong sebaiknya lebih besar dari
20 m/detik sehingga gas-gas yang keluar dari cerobong akan
terhindar dari turbulensi.
c. Gas-gas dari cerobong dengan diameter lebih kecil dari 5 feet
dan tinggi kurang dari 200 feet akan mengakibatkan
konsentrasi di bagian bawah akan menjadi tinggi.
d. Konsentrasi maksimum bagian permukaan tanah dari cerobong
gas-gas (agar terjadi difusi) biasanya terjadi pada jarak 5 - 10
kali tinggi cerobong downwind.
e. Konsentrasi maksimum zat pencemar berkisar antara 0,001 -
1% dari konsentrasi zat pencemar dalam cerobong.
f. Konsentrasi di permukaan dapat dikurangi dengan
menggunakan cerobong yang tinggi. Variasi konsentrasi
pencemar pada permukaan akan berbanding terbalik dengan
kuadrat tinggi cerobong efektif.
g. Warna cerobong harus mencolok sehingga mudah terlihat.
h. Cerobong dilengkapi dengan pelat penahan angin yang
melingkari cerobong secara memanjang ke arah ujung atas.
i. Puncak cerobong sebaiknya terbuka, jika pihak industri
menganggap perlu untuk memberi penutup (biasanya cerobong
kecil/rendah) maka penutup berbentuk segitiga terbalik
(terbuka ke atas).
j. Setiap cerobong diberi nomor dan dicantumkan dalam denah
industri.
k. Disamping itu di sekitar cerobong sebaiknya dilengkapi
dengan tempat parkir sehingga kendaraan sampling dapat
sedekat mungkin dengan lubang sampling.
Apabila cerobong tidak sesuai dengan ketentuan di atas
(untuk industri yang beroperasi sebelum dan sejak tahun 1995),
maka perlu dilakukan modifikasi perlakuan gas buang. Hal
tersebut dilakukan dengan mengubah kecepatan serta temperatur
39
gas, sehingga akan diperoleh tinggi cerobong efektif yang lebih
tinggi.
2. Persyaratan Lubang Pengambilan Sampel
Untuk pengambilan sampel, maka diperlukan pembuatan
lubang pengambilan sampel dengan persyaratan:
a. Lubang pengambilan sampel yang mampu mendapatkan data
yang akurat dan ekonomis, dengan persyaratan sebagai
berikut:
b. Lokasi lubang pengambilan sampel sebaiknya pada posisi dua
bagian dari ujung bawah dan delapan bagian dari bawah;
c. Diameter lubang pengambilan sampel sekurang-kurangnya
sepuluh sentimeter;
d. Lubang pengambilan sampel harus memakai tutup dengan
sistem pelat flange yang dilengkapi dengan baut.
e. Arah lubang pengambilan sampel tegak lurus dinding
cerobong.
2.6 Pembebanan Kontruksi Baja Penyangga
Perencanaan struktur didefinisikan sebagai paduan dari seni dan ilmu,
yang menggabung intuitif seorang insinyur berpengalaman dalam kelakuan
struktur dengan pengetahuan mendalam tentang prinsip statistic, dinamika,
mekanika bahan, dan analisa struktur, untuk mendapatkan struktur yang
ekonomis dan aman serta sesuai dengan tujuan.
2.6.1. Material baja
Baja yang akan digunakan dalam struktur dapat diklasifikasikan
menjadi:
a. Baja Carbon (Carbon Steel)
Baja karbon dibagi menjadi 3 kategori tergantung dari
persentase kandungan karbonnya, yaitu baja karbon rendah (C =
0.03 – 0.35 %), baja karbon medium (C = 0.35 – 0.50%), dan baja
karbon tinggi (C = 0.55 – 1.70 %). Baja yang sering digunakan
dalam struktur adalah baja karbon medium, misalnya baja BJ 37.
40
b. Baja Paduan Rendah Mutu Tinggi (High Strength-Low Alloy
Steel, HSLA)
Yang termasuk dalam kategori baja paduan rendah mutu
tinggi (high-strength low-alloy steel/HSLA) mempunyai tegangan
leleh berkisar antara 290 – 550 Mpa dengan tegangan putus (f)
antara 415–700 Mpa. Jika baja karbon mendapatkan kekuatannya
seiring dengan penambahan persentase karbon, maka bahan –
bahan paduan ini mampu memperbaiki sifat mekanik baja
c. Baja Paduan (Alloy Steel)
Baja paduan rendah (low alloy) dapat ditempa dan
dipanaskan untuk memperoleh tegangan leleh antara 550–760
Mpa. Tegangan leleh dari baja paduan biasanya ditentukan
sebagai tegangan yang terjadi saat timbul regangan permanen
sebesar 0,2%, atau dapat ditentukan pula sebagai tegangan pada
saat tegangan mencapai 0.5%.
Menurut SNI 03-1729-2002 mengklasifikasikan mutu dari
material baja menjadi 5 kelas berdasarkan tegangan leleh dan
tegangan putusnya. Seperti pada Tabel 2.12.
Tabel 2.12 Mutu Baja
Jenis baja Tegangan putus
minimum fx
(Mpa)
Tegangan lelah
minimum fx (Mpa)
Rengangan
minimum (%)
BJ 34 340 210 22
BJ 37 370 240 20
BJ 41 410 250 18
BJ 50 500 290 16
BJ 55 550 410 13
(Sumber : Setiawan, 2008).
Baja memiliki kekuatan Tarik yang tinggi, jauh lebih tinggi
dibandingkan beton. Bila diberi gaya tarikan terus menerus hingga
melewati batas elastisitasnya, baja akan mengalami rengangan
yang cukup besar sebelum bener-bener runtuh. Ada 3 jenis
struktur baja sering diterapkan sebagai struktur bangunan:
41
a. Tipe Rangka (Frame Structure)
Dengan menyusun batang baja dengan bentuk struktur
tertentu, batang baja mampu memperkuat satu sama lain. Hal
ini banyak diterapkan pada struktur atap , bangunan pabrik,
pergudangan, jembatan serta tower BTS (Base Transceiver
Station) operator seluler.
b. Tipe Cangkang (Shell-Type Structure)
Struktur baja tipe cangkang diterapkan pada stadion, gelora,
maupun bangunan lain yang membutuhkan kubah/dome
diatasnya.
c. Tipe Suspensi (Suspension-Type Structure)
Suspensi bisa disebut tarikan. Baja pada system struktur ini
menahan beban dengan kekutan tarikannya. Contohnya , bisa
dimanfaatkan sebagai kabel baja pada jembatan.
2.6.2. Bentuk Baja
Baja dalam kontruksi bangunan memiliki bentuk yang
bermacam – macam seperti sebagai berikut:
1. Baja Pelat
Baja pelat dapat berupa lembaran pelat ataupun pelat strip
dengan tebal antara 3 mm sampai 6 mm. Baja pelat lembaran
memiliki lebar antara 150 mm sampai 4300 mm dengan panjang 3
sampai 6 meter, sedangkan baja pelat strip biasanya dengan lebar
kurang dari 600 mm dengan panjang 3 sampai 6 meter. Permukaan
pelat umumnya digunakan pelat yang polos rata dengan lebar yang
dapat dipotong sesuai dengan kebutuhan.
2. Baja Profil
Baja yang berupa batangan dengan penampang berprofil dan
memiliki panjang pada umumnya sebesar 6 meter. Baja profil
memiliki banyak jenis seperti berikut:
a) Wide Flange (WF)
42
Baja Wide Flange (WF) adalah baja profil yang sering
digunakan untuk mebuat sebuah kolom, balok, tiang pancang,
dan lainnya. Baja profil jenis Wide Flange (WF) secara umum
juga disebut baja H- beam.
Gambar 2.11 Baja Wide Flange (Muljati, dkk. 2015)
b) Baja Siku
Baja siku adalah baja siku sama kaki dengan profil
berpenampang L yang dihasilkan dari proses hot rolling mill,
bertepi bulat dengan ukuran lebar 20 mm s.d 200 mm.
(G.salmon,1980)
2.6.3. Konsep Dasar Perencanaan
1. Analisa Beban
Pada struktur gedung analisa beban statik (sttic push over
analysis) dorong dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu secara
analisis statik dua dimensi atau tiga dimensi linier dan non linier,
dimana pengaruh Gempa Rencana terhadap struktur gedung
dianggap sebagai beban-beban statik yang menangkap pada pusat
masing-masing lantai, yang nilainya ditingkatkan secara berangsur-
ansur saampai melampaui pembebanan yang menyebabkan
terjadinya pelelehan (sendi plastis) pertama didalam struktur
Gambar 2.12 Baja Siku Profil
43
gedung, kemudian dengan peningkatan beban lebih lanjut
mengalami perubahan bentuk elasto plastis yang besar sampai
mencapai batas ambang keruntuhannya (Khafis, 2009).
a. Beban Gempa
Beban gempa nominal adalah beban akibat pengaruh
gempa rencana yang menyebabkan terjadinya pelelehan
pertama di dalam struktur gedung, kemudian direduksi dengan
faktor kuat lebih (SNI-1726-2002). Gerakan tanah secara
horisontal menghasilkan gaya geser dasar bangunan:
(2. 22)
Dimana :
V = gaya geser dasar untuk menyatakan pengaruh dinamis
dari gaya inersia
C = 0,05/√
, koefisien gempa, setara dengan percepatan
maksimum yang dinyatakan dalam percepatan gravitasi
T = faktor getar alami struktur , yaitu waktu untuk satu
siklus getaran
K = koefisien berkisar antara 0,67-3,0 yang menunjukan
kemapuan batang untuk menyerap deformasi plastis
(harga yang rendah menunjukan dactilitas/ductility yang
tinggi)
W = berat bangunan
b. Beban Mati
Beban mati merupakan baban gaya berat pada suatu
posisi tertentu. Beban ini disebut demikian karena ia bekerja
terus menerus menuju arah bumi pada saat struktur telah
berfungsi.
c. Beban Hidup
Beban hidup merupakan beban-beban gravitasi yang
bekerja pada saat struktur telah berfungsi, namun bervariasi
dalam besar dan lokasinya. Contohnya adalah beban orang,
44
furnitur, perkakas yang dapat bergerak, kendaraan dan barang-
barang yang dapat disimpan. Secara praktis beban hidup
bersifat tidak permanen sedangkan, yang lainnya sering
berpindah-pindah tempatnya.
d. Beban Angin
Beban yang bekerja pada struktur akibat tekanan-
tekanan dari gerakan angin. Beban angin sangat tergantung dari
lokasi da n ketinggian dari struktur. Besarnya tekanan tiup
harus diambil minimum sebesar 25 kg/m2. Kecuali untuk
bangunan – bangunan berikut:
a) Tekanan tiup ditepi laut hingga 5 km dari pantai harus
diambil minimum 40 kg/m2.
b) Untuk cerobong tekanan tiup dalam kg/m2 harus disesuaikan
dengan rumus (42,5 + 0,6h), dengan h adalah tinggi cerobong
seluruhnya dalam satuan meter (SNI 03-1727-1989).
e. Kombinasi beban
Berdasarkan beban-beban sebelumnya, maka struktur
baja harus mampu memikul semua kombinasi pembebanan di
bawah ini:
1,2D + 1,6 L + 0,5 (La atau H)
1,2D + 1,6 (La atau H) + (γ L L atau 0,8W)
1,2D + 1,3 W + γ L L + 0,5 (La atau H)
1,2D ± 1,0E + γ L L
0,9D ± (1,3W atau 1,0E) (2.23)
Keterangan:
D adalah beban mati yang diakibatkan oleh berat konstruksi
permanen, termasuk dinding, lantai, atap, plafon, partisi tetap,
tangga, dan peralatan layan tetap
L adalah beban hidup yang ditimbulkan oleh penggunaan gedung,
termasuk kejut, tetapi tidak termasuk beban lingkungan seperti
angin, hujan, dan lain-lain
45
La adalah beban hidup di atap yang ditimbulkan selama perawatan
oleh pekerja, peralatan, dan material, atau selama penggunaan
biasa oleh orang dan benda bergerak
H adalah beban hujan, tidak termasuk yang diakibatkan genangan
air
W adalah beban angin
E adalah beban gempa, yang ditentukan menurut SNI 03–1726 –
1989, atau penggantinya
2. Alat sambung baja
a. Las
Proses pengelasan merupakan proses penyambungan dua
potong logam pemanasan sampai keadaan plastis atau cair,
dengan atau tanpa pengelasan. Proses pengelasan yang paling
umum, terutama untuk mengelas baja strukturan, memakai
energi listrik sebagai sumber panas, yang paling banyak
digunakan adalah busur listrik (nyala). Busur nyala adalah
pancaran arus listrik yang relatif besar antara elektoda dan
bahan dasar yang dialirkan melalui kolom gas ion hasil
pemanasan. Kolom gas ini disebut plasma. Pada proses
pengelasan busur nyala, peleburan terjadi akibat aliran bahan
yang melintas busur dengan tanpa diberi tekanan (G.salmon
dan Johnson, 1980). Persyaratan kemanan suatu struktur dalam
las akan terpenuhi apabila :
(2.24)
Dengan :
= faktor tahanan
= tahanan nominal per satuan panjang las
= beban terfaktor per satuan panjang las
b. Jenis-jenis las
Jenis-jenis las yang sering ditemui antara lain :
a) Las tumpul (goovel weld), las ini dipakai untuk
menyambung batang-batang sebidang, karena las ini harus
46
menyalurkan secara penuh beban yang bekerja, maka las ini
harus memiliki kekuatan yang sama dengan batang yang
disambungnya.
Luas efektif las tumpul
Tebal efektif las tumpul penetrasi penuh adalah tebal
pelat yang tertipis dari komponen yang disambung
Untuk las tumpul penetrasi sebagian perhatikan Gambar
2. 14 dibawah ini :
Gambar 2.13 Tebal Efektif las tumpu
(Setiawan, 2008)
Tahanan nominal sambungan las tumpul
Kuat las tumpu penetrasi penuh diterapkan sebagai
berikut :
1. Bila sambungan dibebani dengan gaya tarik atau
gaya tekan aksial terhadap luas efektif, maka :
(bahan dasar)
(las) (2.25)
2. Bila sambungan dibebani dengan gaya geser
terhadap luas efektif
( (bahan dasar)
( (las) (2.26)
Dengan dan adalah kuat leleh dan kuat tarik putus.
47
b) Las sudut (filled welds), tipe las ini paling banyak dijumpai
dibandingkan tipe las lainnya, 80% sambungan las
menggunakan tipe las sudut. Tidak memerlukan presisi
tinggi dalam pengerjaannya.
Luas efektif las
Tebal efektif las sudut adalah jarak nominal terkecil
dari kemiringan las dengan titik sudut di depannya.
Asumsikan bahwa las sudut mempunyai ukuran kaki
yang sama, a, maka tebal efektif t adalah 0,707a. Jika
ukuran las tak sama panjang, maka tebal efektif harus
dihitung dengan memakai hukum-hukum trigonometri.
Tahanan nominal sambungan las sudut
Kuat rencana per satuan panjang las sudut,
ditentukan sebagai berikut :
( (las)
( (las dasar) (2.27)
(Setiawan, 2008)
c) Las baji dan pasak (slot and plug welds), jenis las ini
biasanya digunakan bersama-sama dengan las sudut.
Manfaat utamanya menyalurkan gaya geser pada
sambungan lewatan bila ukuran panjang las terbatas oleh
panjang yang tersedia untuk las sudut.
Tahanan nominal sambungan las tumpul
Kuat rencana bagi las baji dan pasak ditentukan :
Gambar 2.14 Tebal Efektif las sudut
48
( (2.17)
Dengan :
= luas geser efektif las
= kuat tarik putus logam las
2.6.4. Perancangan Kontruksi Baja Menggunakan Software
Untuk merancang kontruksi baja dapat dapat dilakukan dengan
menggunakan software SAP2000. Dengan software ini pekerjaan
kontruksi akan menjadi mudah akan tetapi tidak melepaskan
konsep engineering, karena program SAP2000 hanya butuh
pengendalian pemakainya. Berikut langkah-langkah menggunakan
SAP2000 :
1. Membuka layar SAP2000. Layar SAP2000 menampilkan layar
hitam pilih new yang terletak samping kiri toolbar lalu klik akan
muncul layar seperti dibawah ini. Kemudian memilih satuan
(Ton,m ,C) dan new model Grid Only.
(Penulis, 2019)
2. Setelah memilih Grid Only selanjutnya mengatur define material
dengan memasukkan material yang digunakan serta data yang
dibutuhkan.
Gambar 2.15 New Model
49
Gambar 2.16 Define Grid Data
(Penulis,2019)
3. Kemudian selanjutnya mengatur define material dengan
memasukkan material yang dibutuhkan.
(Penulis, 2019)
4. Kemudian pilih pengaturan dan klik define lalu section properties
selanjutnya frame section lalu pilih add new properties.
Gambar 2.16 Pemilihan Material
50
(Penulis, 2019)
5. Selanjutnya pengaturan pilih section name, kemudian atur bagian
section name, material dan dimensi section. Setelahnya klik OK
Gambar 2.18 Pemilihan section name, material dan dimensi section
(Penulis, 2019)
6. Selanjutnya memasukkan frame section pada bagian balok dan
kolom.
Gambar 2.19 Frame Section Pada Balok Dan Kolom
(Penulis, 2019)
Gambar 2.17 Memilih Bentuk Baja yang digunakan
51
7. Kemudian menuju ke pengaturan dan pilih define load pattern.
Untuk memasukkan beban yang akan digunakan..
Gambar 2.20 Define Load Pattern
(Penulis, 2019)
8. Menggambar frame section dengan menuju menu kemudian pilih
draw.
(Penulis, 2019)
9. Untuk membuat tumpuan kembali ke menu dan pilih assign lalu
klik joint dan restraint.
Gambar 2.21 Menggambar model balok/kolom dan pelat
52
(www.jasasipil.com)
10. Untuk memberi beban hidup dengan memilih assign pada menu
lalu pilih frame load dan klik gravity.
(www.jasasipil.com)
11. Kemudian pilih menu analysis dan klik run analysis.
(www.jasasipil.com)
Gambar 2.22 Membuat tumbuan bangunan dengan assign
Gambar 2.23 Memasukan beban hidup
Gambar 2.24 Menu Analysis
53
12. Untuk melihat hasil analysis dari program SAP 2000 pilih menu
kemudian display lalu pilih show force/streses selanjutnya pilih
frame/cables
(www.jasasipil.com)
Gambar 2. 25 Melihat Hasil analisa SAP2000
54
Halaman sengaja dikosongkan
55
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian merupakan tahapan untuk menyelesaikan masalah dalam
penelitian secara terstruktur dan sistematis, supaya proses penelitian dapat
dipahami dan dimengerti serta berjalan secara maksimal. Adapun tahapan
penelitian ini sebagai berikut :
3.1. Tahap Penelitian
3.1.1 Identifikasi Masalah
Tahap awal penelitian ini melakukan identifikasi masalah.
Permasalahan yang mendasari dalam penelitian ini adalah adanya
pencemaran udara yang disebabkan oleh debu dari proses peleburan baja
di unit arc furnace kapasitas 5 ton. Hal ini disebabkan oleh bag filter
yang terpasang tidak dapat bekerja secara maksimal sehingga
menyebabkan pencemaran udara.
3.1.2 Perumusan Masalah dan Tujuan Penelitian
Tahap ini melakukan penetapan rumusan masalah mengenai topik
penilitian yang akan diambil, rumusan masalah ini terkait dengan
mengidentifikasi limbah peleburan baja pada unit arc furnace,
perencanaan ulang bag filter yang sesuai untuk mengolah pencemaran
partikel di industri peleburan baja, perencanaan ulang struktur kontruksi
baja penyangga yang dibutuhkan dalam perencanaan bag filter,
perbandingan fisik dan performa dari bag filter baru dan bag filter lama.
Dan tujuan dari penilitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik
limbah peleburan baja pada unit arc furnace, untuk merancang ulang bag
filter yang sesuai untuk mengolah pencemaran partikel di industri
peleburan baja, merencanakan ulang struktur kontruksi baja penyangga
yang dibutuhkan dalam perencanaan bag filter serta membandingkan
secara fisik dan performa dari bag filter baru dan bag filter lama.
Tahapan ini juga menenetukan manfaat bagi pihak yang terkait serta bagi
penilitian selanjutnya.
56
3.1.3 Studi Lapangan
Tahapan ini dilakukan pengamatan secara langsung pada proses
peleburan baja. Studi lapangan merupakan bagian dari tahap observasi
awal yang dimaksudkan untuk mengetahui kondisi nyata sistem bag filter
yang ada di peleburan baja. Berdasarkan hasil studi lapangan dapat
diketahui kelemahan-kelemahan yang ada pada sistem bag filter.
3.1.4 Studi Literatur
Studi literatur ini bertujuan untuk menunjang penyelesaian penelitian
serta sebagai landasan teori yang berhubungan dengan masalah yang
diangkat. Studi literatur dapat berupa jurnal, penelitian terdahulu, Standar
Nasional Indonesia (SNI), peraturan, internet dan buku. Studi literatur
yang dibutuhkan dalam penilitian adalah :
1. Standar Nasional Indonesia (SNI) 19-17119.3-2005 tentang cara uji
partikel tersuspensi total menggunakan peralatan high volume air
sampler (HVAS) dengan metode gravimetri.
2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999
Tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
3. Jurnal terkait topik yang diangkat dalam penilitian ini.
4. Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 10 tahun 2009 tentang Baku
Mutu Udara Ambien dan Emisi Sumber Tidak Bergerak Di Jawa
Timur.
3.2. Pengumpulan Data
Tahapan pengumpulan data dilakukan untuk mengumpulkan data-data
baik data sekunder maupun primer yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
penilitian ini. Data – data yang diperlukan dalam peniltian ini adalah:
3.2.1 Data Primer
Data primer merupakan data yang didapatkan dari lapangan,
dapat diperoleh dari hasil wawancara atau survei lapangan. Data
sekunder yang dibutuhkan dalam penilitian ini adalah:
a. Konsentrasi partikulat pada proses peleburan baja, data ini
didapatkan dengan cara pengukuran menggunakan peralatan High
Volume Air Sampler (HVAS) dengan metode gravimetric.
57
Penentuan konsentrasi partikulat dibutuhkan, lokasi sampling, alat,
bahan dan langkah kerja dalam pengambilan sampelnya seperti
berikut:
a) Lokasi sampling
Pada tahap ini dilakukan pengambilan sampel konsentrasi
partikel di ruangan arc furnace. Pengambilan sampel
dilakukan secara grab sampling (sesaat) karena limbah yang
dihasilkan dari proses peleburan bersifat kontinyu selama 24
jam dengan kapasitas yang sama yaitu 5 ton (Hasil
pengawasan, 2019). Pengambilan sampel dilakukan di udara
ambien sesuai SNI 19-7119.6-2005.
Lokasi pengambila sampel udara di area kerja yang
terdampak oleh pencemar dari proses peleburan baja. Lokasi
pengambilan sampel berada di bagian timur dan barat arc
furnace. Jumlah titik yang diambil 2 titik, 1 titik di bagian
barat dan 1 titik dibagian timur, layout lokasi sampling di
Lampiran 2. Kedua titik dipilih karena berada diarea tinggi
pencemar dan mewakili area yang tercemar, didukung oleh
faktor meteorologi (arah dan kecepatan angin), temperatur, dan
kelembapan.
(Penulis, 2019)
Gambar 3.1 Pengambilan sampel di titik
58
b) Alat
Pengambilan sampel untuk menentukan nilai
konsentrasi partikulat dibutuhkan beberapa alat seperti:
o Desikator
o Timbangan analitik
o Penjepit
o High Volume Sampler
c) Bahan
Bahan yang perlukan dalam pengambilan sampel
partikulat untuk menentukan nilai konsentrasinya adalah:
o Kertas saring
d) Langkah Kerja
Langkah kerja dalam pengambilan sampel untuk
menemukan nilai konsentrasi partikulat adalah:
1. Memasukkan kertas saring kedalam desikator selama 24
jam, untuk dihilangkan kandungan air didalam kertas
saring tersebut.
2. Kertas saring yang telah didesikator di timbang
menggunakan timbangan analitik untuk diketahui berat
kertas saring sebelum ada partikulat (W1). Catat hasil
pengukuran
3. Mempersiapkan alat High Volume Air Sampler dan
menempatkan kertas filter pada filter holder.
4. Nyalakan alat uji dan lakukan pengambilan sampel
selama 20-25 menit.
5. Pindahkan kertas saring secara hati – hati, jaga agar tidak
ada partikel yang terlepas. Lipat kertas saring dan simpan.
6. Ulangi langkah 2–5 diatas untuk pengambilan titik
sampel selanjutnya.
7. Kertas saring yang terdapat partikulat dimasukkan
kedalam desikator selama 24 jam.
59
8. Timbang kertas saring dengan timbangan analitik untuk
diketahui berat kertas saring sebelum ada partikulat (W2).
Catat hasil pengukuran.
Pengambilan sampel telah dilakukan selanjutnya hitung
nilai konsentrasi partikulat dengan menggunakan rumus
berikut:
(
(3.1)
Keterangan:
C = Konsentrasi massa partikel tersuspensi (mg/Nm3)
W2 = Berat filter akhir (g)
W1 = Berat filter awal (g)
V = Volume contoh uji udara (m3)
b. Ukuran partikulat limbah dari arc furnace pada proses peleburan
logam diperoleh dari pengujian menggunakan metode Scanning
Electron Microscopy (SEM) untuk mengetahui karakteristik
ukuran partikulat
c. Suhu partikulat. Data didapatkan dari pengukuran menggunakan
thermocouple dilakukan di hood yang terpasang di atas arc
furnace.
3.2.2 Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang didapatkan dari lain yang
sebelumnya telah diolah dan diterbitkan pada umum. Data sekunder
yang dibutuhkan adalah:
a. Baku Mutu digunakan Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 10
tahun 2009 tentang Baku Mutu Udara Ambien dan Emisi Sumber
Tidak Bergerak Di Jawa Timur
b. Densitas dan viskositas partikulat yang didapatkan dari buku
Mcdonald’s
c. Debit pencemar didapatkan dari manual book Arc Furnace
kapasitas 5 ton
60
d. Data Spesifikasi bag filter yang digunakan dalam pengolahan
limbah udara dari proses peleburan baja.
3.3. Perancangan Ulang Bag Filter
Penentuan dan perencanaan bag filter yang sesuai diperlukan beberapa
tahapan yaitu :
a. Penentuan Bag Filter
Penentuan tipe bag filter yang sesuai ditinjau dari ukuran partikulat
yang diketahui dengan menggunakan alat uji SEM (Scanning Electron
Microscopy). Bag filter effektif meremovel partikel berukuran
.
b. Perencanaan Bag Filter
Berikut langkah – langkah yang diperlukan untuk melakukan
perhitungan dalam perencanaan bag filter.
1. Perancangan Hood
Untuk merencanakan hood ada beberapa tahapan perhitungan
dalam menyelesaikannya, yaitu:
a. Menentukan dimensi hood
b. Menentukan nilai kecepatan hisapan pada hood dengan
menggunakan Tabel 2.4 minimum recommended control
velocities yang didapatkan dari buku
c. Menentukan jenis hood yang akan digunakan
d. Menghitung jumlah debit udara yang mampu dihisap hood
melalui perhitungan, dimana rumus perhitungan ini disesua
Kecepatan hisapan hood disesuaikan dengan jenis hood yang
akan digunakan. Rumus perhitungan debit udara berdasarkan
jenis hood tercantum pada Tabel 2.3 jenis-jenis hood.
e. Menghitung jumlah hood yag digunakan dengan menggunakan
perhitungan sebagai berikut:
(3.2)
61
2. Perancangan Duct
Perencanaan duct ada beberapa tahapan perhitungan dalam
menyelesaikannya, yaitu:
a. Menentukan jalur duct dari sumber hingga cerobong
b. Menentukan kecepatan dalam duct dengan menggunakan Tabel
2.5 minimum recommended of duct velocities yang didapatkan
dari buku.
c. Menghitung diameter duct utama dan cabang
Menghitung diameter duct utama dan cabang menggunakan
perhitungan berikut :
(
(3.3)
(
)
(3.4)
(3.5)
(3.6)
3. Perencanaan Bag Filter
a. Menghitung panjang filter dengan menggunakan nilai efective
filtration velocity dalam perhitungan berikut:
Vef=Vfn x A x T x P x D (3.6)
b. Menghitung A/C ratio dengan menggunakan Tabel 2.9 Rasio
A/C tipikal untuk industri tertentuyang didapatkan dari EPA
c. Menentukan jenis filter yang akan digunakan. Untuk memilih
jenis filter berdasarkan temperatur menggunakan Tabel 2.8 jenis
fiter
d. Menghitung area of cloth dengan menggunakan rumus :
(3.7)
Dimana :
Q = debit aliran yang melewati bag house (ft3/mnt)
V = kecepatan gas (ft/mnt)
62
e. Menghitung panjang bag dengan sesuai Grafik 2.11 dan
melakukan interpolasi
f. Menghitung luas area yang dibutuhkan per bag
(3.8)
Dimana :
d = diameter bag (m)
h = tinggi bag (m)
g. Menghitung jumlah bag yang digunakan dengan perhitungan
berikut
(3.8)
Dimana :
Ac = total cloth area (m)
h = luas area tiap bag (m)
h. Merencanakan hopper dengan mengasumsi diameter sehingga
didapatkan tinggi hopper
4. Menghitung total energy loss
a. Menghitung kecepatan standar yang terjadi dalam duct
(
)
(3.9)
b. Menentukan nilai friction
Nilai friction didapatkan dari Grafik 2.7 dengan menarik
nilai debit emisi, kecepatan, dan diameter duct
c. Menentukan nilai KH dan Kx
Tipe hood dan aksesoris yang melewati jalur. Nilai Kx
didapatkan pada Tabel 2.6 konstanta headloss untuk fitting
dan braaches dan nilai KH pada Tabel 2.7 koefisien headloss
pada hood.
d. Total enenrgy loss setiap jalur
* (
) ( ∑ + (3.10)
63
5. Penentuan Daya Blower
Motor penggerak berfungsi sebagai penggerak blower. Adapun
cara menghitung besarnya daya motor yang dibutuhkan adar mampu
menggerakkan blower adalah sebagai berikut :
(3.11)
Dimana :
W = Daya motor (hp)
K = Konstanta (0,0001575)
Q = Debit udara (m3/s)
= Total Pressure drop (N/m2)
3.4. Perancangan Struktur Kontruksi Baja Penyangga
Perencanaan bag filter tentu perlu taing penyangga untuk membangun
sebuah bag filter. Material yang digunakan untuk tiang penyangga dalam
pembangunan bag filter adalah baja. Dalam merencanakan tiang peyangga
berikut beberapa langkah yang perlu dilakukan:
1. Menentukan profil baja yang akan digunakan
2. Menghitung beban yang akan disangga oleh tiang penyangga
3. Menggunakan sambungan las
4. Merencanakan struktur kontruksi baja menggunakan software berupa SAP
2000.
3.5. Perbandingan Bag Filter Baru dengan Bag Filter Lama
Perbandingan secara fisik dan performa bag filter baru dengan bag filter
lama. Perbandingan fisik berupa dimensi bag filter, dimensi pipa, jenis filter
dan perbandingan performa berupa pressure drop, rasio A/C, kecepatan
hisap.
3.6. Kesimpulan dan Saran
Tahap ini merupakan tahap akhir dari penelitain yang dilakukan. Tahap
kesimpulan adalah tahap penarikan kesimpulan dari analisa yang dibuat saat
penelitian. Sedangkan tahap saran adalah pemberian masukan untuk
penelitain selanjutnya.
64
3.7. Diagram Alir
Tahap-tahap penelitian digambarkan pada diagram alir dibawah ini:
Mulai
Identifikasi
masalah
Perumusan Masalah &
Tujuan Penelitian
Studi Pustaka Studi Lapangan
Kondisi Ideal
· Bag Filter dapat mengolah debu
pencemar dari arc furnace
hingga dibawah baku mutu
Kondisi Lapangan
· Debu dari arc furnace menyebar
ke seluruh area kerja di pabrik
· Debu tidak dapat terhisap oleh
hood
· Bag filter tidak dapat mengolah
dengan effektif
· Debu dari arc furnace melebihi
baku mutu
Pengumpulan Data
Perancangan Ulang
Bag Filter
Kesimpulan dan
Saran
Selesai
Perbandingan Perancangan
bag filter baru dengan bag
filter lama
Perancangan struktur
kontruksi baja penyangga
Data Primer
· Pengukuran Emisi
Partikulat
· Ukuran dan
Kandungan
Partikel
· Suhu Emisi
Data Sekunder
· Baku Mutu Emisi dan
Partikulat
· Data Densitas,
Viskositas dan Debit
· Karakteristik Limbah
Melting
· Data Teknis Fabric
filter
Fisik
· Dimensi bag filter
· Dimensi pipa
· Jenis filter
Performa
· Pressure Drop
· Rasio R/Cloth
· Kecepatan hisap
65
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Denah dan Proses Flow Diagram
4.1.1 Layout dan Denah Perusahaan
Industri peleburan baja memiliki luas lahan sekitar 1,69 ha.
Terdapat 2 jenis alat peleburan baja yaitu arc furnace dan induction
furnace. Perbedaan kedua alat ini adalah banyaknya kapasitas baja
yang dapat dilebur. Induction furnace memiliki kapasitas peleburan
baja lebih sedikit dari pada arc furnace. Perancangan ulang bag filter
bersumber dari proses peleburan arc furnace kapasitas 5 ton. Arc
furnace ini memiliki diameter dalam sebesar 3200 mm dan tinggi 320
mm. Bag filter yang terpasang saat ini memiliki diameter duct sebesar
900 mm dengan material galvanis iron, layout bag filter lama ada di
Gambar 4.1 sebagai berikut :
Gambar 4.1 Denah perusahaan dan layout bag filter lama
(Sumber : penulis, 2019)
66
Steel Scrap Arc furnace
5 ton
Secondary
metallurgy Casting Rolling
Electrodes
Energy
Lining
Noice
abatement
Waste gas
capturing system
Precipitation
system
Dust
handling
Waste gasWaste gas
Dust
Bag filter
Crude steel Steel
Slag handling Refactory
breaks
Slag handling Refactory
breaks
slagslag
4.1.2 Proses Flow Diagram
Proses peleburan baja menggunakan electric arc furnace yaitu
memanaskan dan mencairkan besi bekas dengan busur listrik yang
berasal dari elelctroda ke besi bekas di dalam tanur. Kemampuan EAF
adalah mengolah scrap menjadi 100% baja cair dan energi yang
dikelurakan busur listrik terhadap bahan baku sangat besar,
menyebabkan oksidasi besar pada logam cair. Hal ini yang
menyebabkan karbon yang terkandung di dalam logam bahan baku
teroksidasi sehingga kadar karbon dalam logam menjadi berkurang.
Cara kerja EAF sama seperti pada las listrik, dimana electroda
diberikan arus listrik yang akan mengeluarkan percikan bunga api.
Temperatur yang dibutuhkan untuk meleburkan baja sekitar 1600oC -
1650 oC dan membutuhkan energi listrik sebesar 85.000-100.000 Kwh.
Daya yang digunakan untuk satu kali heat (pemanasan) sekitar 670
Kwh/ton dengan power factor sebesar 0,7. Sebelum melakukan
pemanasan/peleburan pertama kali furnace diberi kapur bakar,
kemudian scrap dan terakhir besi spon. Jumlah scrap dalam satu kali
head 15-20% dan besi spon 80-85%. Proses peleburan menghasilkan
limbah debu, slag dan kebisingan sehingga perlu sistem pengolahan
debu yaitu dengan dust collector jenis bag filter. Berikut ini gambar
4.2 diagram flow peleburan baja :
Gambar 4.2 Proses peleburan baja dengan EAF
(Sumber : penulis, 2019)
67
4.1.3 Jalur Sistem Pengolahan
Sistem pengolahan limbah debu yang berasal dari peleburan baja
didesain kembali dengan sistem duct yang berbeda memiliki 2 jenis
hood dan memiliki 2 blower. Jalur ducting ada di Gambar 4. sebagai
berikut
4.2 Karakteristik Limbah Peleburan Baja
4.2.1 Konsentrasi Partikel
Pengukuran konsentrasi partikel limbah peleburan baja dilakukan
diarea tungku arc furnace sebanyak 2 titik, kedua titik berada diarea
tinggi pencemar dan mewakili daerah tercemar didukung oleh faktor
meteorologi (arah angin dan kecepatan angin). Layout pengambilan
sampling ada di Lampiran 3. Pengukuran dilakukan menggunakan alat
HVAS (High Volume Air Sampler) dengan metode gravimetric,
pengukuran dilakukan pada pukul 10.26 dan 10.55 WIB saat proses
Gambar 4.3 Jalur Ducting Bag Filter Baru
(Penulis, 2019)
68
peleburan terjadi didalam tunggu arc furnace kapasitas 5 ton, kondisi
cuaca saat itu panas terik. Hasil pengukuran konsentrasi partikel dapat
dilihat pada Tabel 4.1 :
Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Konsentrasi Partikel
No Lokasi
pengambilan
sampel
Jam
(WIB)
Kadar
terukur
(mg/m3)
Suhu
kering (Co)
Kelembaban
Relatif
(%)
1 Bagian cor
making 2
10.26 171,1644 28,8 70
2 Bagian
finishing 1
10.55 215,1601 31,1 68
3 Rata-rata - 193,162 - -
(Sumber : Hasil pengujian, 2019)
Berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Timur No 1 Tahun 2009
Baku Mutu Konsentrasi Partikulat Dari Proses Peleburan Logam
Sebesar 150 mg/m3. Data hasil pengukuran nilai konsentrasi partikel di
atas nilai baku mutu sebesar 193,162 mg/m3, dapat disimpulkan
bahwa nilai konsentrasi partikel limbah peleburan baja melebihi baku
mutu. Bag filter yang tidak dapat berfungsi dengan baik menjadi
penyebab tingginya kadar konsentrasi partikel yang ada di area arc
furnace sehingga melebihi nilai baku mutu. Perancangan ulang dust
collector harus dilakukan supaya dapat mengurangi kadar konsentrasi
partikel yang dihasilkan dari proses peleburan baja hingga dibawah
baku mutu.
4.2.2 Ukuran Partikel Limbah Pengecoran Baja
Nilai ukuran partikel didapatkan dari pengujian menggunakan
SEM (Scanning Electron Miscroscopy). Partikel yang ditangkap
menggunakan HVAS (High Volume Air Sampler) tertahan dikertas
saring, partikel kemudian dipindahkan kedalam wadah untuk diuji
SEM dengan menggunakan sinar elektron berenergi tinggi.
69
Gambar 4.4 Hasil Uji SEM Sampel 1 Perbesaran 2000 Kali
(Hasil pengukuran , 2019)
Gambar 4.5 Hasil Uji SEM Sampel 2 Perbesaran 2000 Kali
(Hasil pengukuran , 2019)
70
Gambar 4.6 Hasil Uji SEM Sampel 1 Perbesaran 5000 Kali
(Hasil pengukuran , 2019)
Gambar 4.7 Hasil Uji SEM Sampel 2 Perbesaran 5000 Kali
(Hasil pengukuran , 2019)
71
Perbesaran dilakukan sebesar 2000 kali dan 5000 kali supaya
partikel dapat terlihat secara jelas, terdapat 2 sampel yang diujikan.
Ukuran partikel yang diperbesar 2000 kali terdapat pada Gambar 4.4,
dan Gambar 4.5, sedangkan ukuran partikel yang diperbesar 5000 kali
terdapat Gambar 4.6 dan Gambar 4.7. Ukuran partikel limbah yang
didapatkan dari pengujian SEM sesuai gambar diatas terdapat pada
Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Ukuran Partikel
No Nama sampel Ukuran (µm)
1 Sampel 1
1,845
4,447
6,838
8,568
10,32
2 Sampel 2
6,974
7,969
8,463
Rata-rata 6,443
(Sumber : Penulis, 2019)
Ukuran terkecil partikel sesuai pengujian sebesar 1,845 µm dan
terbesar 10,32 µm. Ukuran partikel digunakan untuk memilih
pengolahan partikel yang sesuai. Berdasarkan hasil pengujian sampel
1 dan 2. Ukuran partikel terkecil 1,845 µm efektif diolah
menggunakan dust collector jenis bag filter sesuai Gambar 2.5
teknologi dust collector.
4.2.3 Suhu Limbah Peleburan Baja
Pengukuran suhu li mbah dari proses peleburan baja dilakukan
dengan alat thermocouple, pengukuran suhu dilakukan 3 kali dititik
yang sama yaitu diatas tungku peleburan baja (electric arc furnace)
kapasitas 5 ton. Berikut gambar pengukuran suhu limbah peleburan
baja.
72
Pengukuran suhu dilakukan siang hari sekitar pukul 10.30 WIB.
Hasil pengukuran suhu limbah peleburan baja ditunjukan pada Tabel
4.3 dibawah ini.
Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Suhu Limbah Peleburan Baja
No Pengukuran Hasil pengukuran (Co) Rata-rata (C
o)
1
Pertama 46,9
45 Kedua 43,3
Ketiga 44,8
( Sumber : Penulis, 2018)
Hasil pengukuran suhu limbah peleburan baja sebesar 46,9 Co,
43,3 Co, dan 44,8 C
o dengan rata-rata suhu sebesar 45 C
o. Suhu udara
yang diizinkan dibuang ke lingkungan sebesar 30 Co, oleh karena itu
perlu adanya pengolahan sehingga suhu dapat memenuhi aturan.
4.3 Perancangan Ulang Bag Filter
Perancangan ulang bag filter dilakukan karena limbah emisi yang
keluar dari proses peleburan untuk saat ini masih di atas baku mutu.
Tingginya kadar partikel di area peleburan yang bisa menganggu kesehatan
dan lingkungan menjadi alasan untuk merancang ulang bag filter yang
Gambar 4.8 Suhu Limbah 44,8oC
(Hasil pengukuran, 2019)
73
terpasang. Debit limbah perancangan ulang bag filter didapatkan dari
perkalian luas penampang keluaran tungku dengan laju alir limbah,
perhitungan sebagai berikut :
Dimensi tungku arc furnace
Diameter dalam tungku = 3,2 m
Tinggi tungku = 0,32 m
Laju alir limbah dari tungku arc furnace = 5,2 m/s didapatkan dari
pengukuran cerobong setiap 6 bulan sekali.
Q limbah = A tungku (bentuk silinder) x V limbah
= π x V limbah
= 3,14 x (1,6 m)2 x 5,2 m/s
= 41, 80 m3/s
Jadi didapatkan debit emisi dari tungku arc furnace sebesar 41,80
m3/s, tungku beroperasi selama 24 jam. Proses peleburan dalam tungku
dilakukan selama 4 jam dengan kapasitas 5 ton. Bag filter lama memiliki
debit hisap sebesar 1000 m3/min sedangkan debit yang dikeluarkan dalam
sumber sebesar 41,80 m3/s atau 2.508 m
3/min, sehingga debit hisap yang
terpasang saat ini masih belum memenuhi kebutuhan. Terjadinya masalah
perbedaan debit eksisting dengan debit limbah yang dihasilkan yang
menyebabkan tingginya kadar konsentrasi partikel. Perancangan ulang bag
filter di unit arc furnace diharapkan dapat menurunkan kadar konsentrasi
limbah emisi hingga dibawah nilai ambang batas, berikut ini tahapan
perancangan ulang bag filter :
4.3.1 Pemilihan Dust Collector
Pemilihan dust collector dipengaruhi oleh ukuran partikel limbah
peleburan baja. Pemilihan alat dilakukan kembali untuk memastikan
bahwa alat bag filter yang saat ini terpasang memenuhi ketentuan
syarat yang ditetapkan.
Ukuran partikel limbah peleburan baja paling kecil sebesar 1,845
µm dan partikel paling besar 10,32 µm. Penentuan jenis dust collector
yang digunakan berdasarkan ukuran partikel yang paling kecil, karena
74
jika ukuran partikel kecil bisa ditangkap oleh dust collector maka
partikel yang berukuran besar pasti bisa ditangkap. Ada tiga jenis dust
collector yang bisa mengolah limbah peleburan baja yaitu electrostatic
precipitator, bag filter dan wet scrabber, namun bag filter paling
efektif untuk limbah ukuran lebih dari 1 µm dan memiliki efisiensi
mengolah yang cukup tinggi yaitu sebesar 99 %.
Survei membuktikan bahwa limbah debu yang berasal dari
tungku electric arc furnace sangat efektif diolah menggunakan dust
collector berjenis bag filter. Jenis sistem pembersih ini memenuhi
kualitas lingkungan dan kompartibel dengan sistem pengumpulan asap.
Bag filter memiliki kemudahan dalam pemasangan dan pengoperasian.
Wet scrubber tidak efektif digunakan dalam pengolahan debu yang
berasal dari peleburan baja karena memiliki energi yang cukup tinggi
dibandingkan dengan 2 sistem lainnya. Sedangkan electrostatic
precipitator di tolak karena diyakini tidak efisien dengan volume
pengumpulan gas yang cukup besar dan memiliki suhu yang rendah
dengan sistem tangkap atas (Brough dan Carter, 2012).
4.3.2 Hood
Jenis hood yang digunakan untuk menangkap partikel yang
berasal dari proses peleburan baja adalah canopy hood dan rectangular
hood. Canopy hood digunakan karena jenis ini sangat efektif untuk
menangkap limbah yang memiliki suhu hangat sedangkan
menggunakan rectangular hood karena kondisi eksisting dari ruangan
proses peleburan. Dimensi hood direncanakan sesuai dengan sumber
pencemar yang berasal dari tungku arc furnace. Dimensi canopy hood
memiliki diameter 1,9 m sedangkan rectangulary hood memiliki
panjang dan lebarnya sebesar 2,5 m.
Kondisi persebaran kontaminan limbah peleburan baja yaitu
dilepaskan pada kecepatan awal yang tinggi ke zona gerakan udara
yang sangat cepat memiliki minimum recommened of control velocity
sebesar 500-2000 fpm. Range yang digunakan dalam perancangan
75
adalah kecepatan nilai minimal sebesar 5000 fpm jika di konversi ke
m/s menjadi 2.54 m/s.
Menentukan debit yang dapat di hisap oleh canopy hood dengan
rumus Q = 1.4 PYV. P merupakan perimeter/keliling dari hood,
sedangkan V adalah kecepatan hisap hood dan Y adalah jarak sumber
pencemar dengan hood. Perhitungan debit sebagai berikut :
P = 2πr
= 2 x 3,14 x 0,95 m
= 5,97 m
Y = 3,5 ft atau 1,1 m
Q = 1,4 PYV
= 1,4 x 5,97 m x 1,1 m x 2,54 m/s
= 22,63 m3/s
Sedangkan debit yang dapat di hisap oleh rectangular hood
dengan rumus Q = (10 +A)V, dimana x adalah jarak ke luar
sepanjang sumbu (persamaan hanya akurat untuk jarak terbatas x,
dimana x berada dalam D), A merupakan luas dari hood sedangkan V
adalah kecepatan minimum hood. Perhitungan debit sebagai berikut :
X = 0,85 m
A = S x S
= 2,5 m x 2,5 m = 6,25 m2
Q = (10 +A)V
= (10 x (0,85m)2 + 6,25 m
2) x 2,54 m/s
= 24,60 m3/s
Total debit yang dapat dihisap oleh kedua hood sebesar (22,63 +
24,60) = 47,23 m3/s. Debit limbah debu yang dikeluarkan oleh sumber
sebesar 41.80 m3/s, jadi hood yang terpasang sudah mampu menghisap
limbah debu yang keluar dari sumber.
76
4.3.3 Duct
Material duct yang digunakan untuk menyalurkan limbah
peleburan baja menuju bag filter yaitu pipa jenis carbon steel A36.
Pembuatan ducting dari material carbon steel A36 berupa plate yang
dilas. Pipa ini sangat bagus digunakan dalam perancangan duct
berukuran lebih dari 16 NPS (Nominal Pipe Size). Karakteristik
limbah debu peleburan baja panas dan limbah cukup tinggi, jenis pipa
carbon steel sangat cocok digunakan dalam perancangan ulang bag
filter serta bentuk ducting yang digunakan berupa circular (lingkaran).
Limbah peleburan baja memiliki range kecepatan minimum yang
terdapat pada Tabel 2.5 minimum recommened of duct velocity sebesar
5000 fpm. Apabila dikonversikan menjadi m/s menjadi :
Vtransport = 5000 fpm x
= 25,40 m/s
Berikut ini perhitungan diameter duct dengan rumus D=
(4A/π)0.5
. Ada 6 jalur dari hood sampai ke cerobong dengan panjang
yang berbeda-beda. Jalur diberikan nama supaya mempermudah dalam
menghitung yaitu jalur A sampai F.
1400
550
120°
350
80
0
60
0
400
600
1300
250
190
Bag Filter
C
F
A
E
D
B
120°
300
20
00
1000
Gambar 4.9 Jalur ducting
(Penulis, 2019)
77
Tabel 4.4 merupakan tabel perhitungan dimensi duct yang terjadi
disetiap jalur. Nilai flow didapatkan dari total debit yang terjadi
disetiap jalur, sedangkan nilai velocity sebesar 5000 ft/min merupakan
kecepatan minimum yang terjadi industri foundry yang didapatkan
dari buku Schnelle, 2016. Luas area perkalian antara debit dengan
kecepatan, diameter duct perhitungan dengan rumus (D) diameter =
(4A/π)2. Diameter actual didapatkan dari ketersediaan dipasar,
kemudian luas duct dihitung kembali dengan rumus Aact= Q/
dan terakhir menghitung kecepatan actual dengan membagi antara
debit yang mengalir dalam jalur dengan luas actual.
Tabel 4. 4 Perhitungan Dimensi Ducting
Duct Flow
(scfm)
Velocity (V in
ft/min)
Area (A
in ft2) D (ft)
D act
(ft)
A act
(ft2) Vact (ft/min)
A 47955.05 5000*
9.59 3.50 3.5 9.62 4986.88
B 52127.63 5000 10.43 3.64 4.0 12.56 4150.29
C 100082.68 5000 20.02 5.00 5.0 19.63 5099.75
D 100082.68 5000 20.02 5.00 5.0 19.63 5099.75
E 100082.68 5000 20.02 5.00 5.0 19.63 5099.75
F 100082.68 5000 20.02 5.00 5.0 19.63 5099.75
(Sumber (*) = Schnelle, dkk. 2016)
a. Jalur A
Jalur A memiliki panjang 14,5 meter berawal dari hood
canopy sampai ke pipa utama. Besarnya debit yang dapat dihisap
dari hood sebesar 22,63 m3/s apabila dikonversikan ke scfm
nilainya menjadi (2118,880003 x 22.63) = 47955,05 scfm
(standard cubic feet per menit) dan kecepatan minimal hood
sebesar 5000 ft/min. Perhitungan dimensi duct sebagai berikut :
A (luas area) = Q/V
=
= 9,59 ft2
(D) diameter = (4A/π)2
78
= (
)
= (
)
= 3,495 ft
Diameter duct yang dibutuhkan untuk mengalirkan debu
limbah peleburan baja sebesar 3,495 ft. Karena dipasaran tidak
tersedia duct berdiamater 3,495 ft, maka akan menggunakan duct
berdiameter 3,5 ft atau 1067 mm sesuai Lampiran 4. Jadi luas area
aktual duct sebesar :
Aact =
Aact =
Aact = 9,64 ft2
Berubahnya ukuran diameter duct aktual maka kecepatan
yang terjadi didalam duct akan berubah. Kecepatan aktual yang
terjadi dalam duct sebesar :
Vact = Q/Aact
Vact =
Vact = 4986,88 ft/min
b. Jalur B
Jalur B memiliki panjang 10 meter berawal dari rectangular
hood sampai pipa utama. Besarnya debit yang dapat dihisap dari
hood sebesar 24,60 m3/s apabila dikonversikan ke scfm nilainya
menjadi (2118,880003 x 24,60) = 52127,63 scfm dan kecepatan
minimal hood sebesar 5000 ft/min. Perhitungan dimensi duct
sebagai berikut :
A (luas area) = Q/V
=
= 10,43 ft2
79
(D) diameter = (4A/π)2
= (
)
= (
)
= 3,64 ft
Diameter duct yang dibutuhkan untuk mengalirkan debu limbah
peleburan baja sebesar 3,64 ft. Karena dipasaran tidak tersedia duct
berdiamater 3,64 ft, maka akan menggunakan duct berdiameter 4 ft
atau 1219 mm sesuai Lampiran 4. Jadi luas area aktual duct sebesar :
Aact =
Aact =
Aact = 12,56 ft2
Berubahnya ukuran diameter duct aktual maka kecepatan yang
terjadi didalam duct akan berubah. Kecepatan aktual yang terjadi
dalam duct sebesar :
Vact = Q/Aact
Vact =
Vact = 4150,29 ft/min
c. Jalur C
Jalur D memiliki panjang 5,5 meter berawal dari pipa utama
sampai blower 1. Pipa utama merupakan gabungan dari pipa-pipa
cabang sehingga debit yang mengalir adalah total dari penjumlahan
debit dari pipa cabang sebesar (24,60 + 22,63)m3/s = 47,23 m
3/s
apabila dikonversikan ke scfm nilainya menjadi (2118.880003 x 47,23)
= 100082,68 scfm dan kecepatan minimal hood sebesar 5000 ft/min.
Perhitungan dimensi duct sebagai berikut :
A (luas area) = Q/V
=
80
= 20,02 ft2
(D) diameter = (4A/π)2
= (
)
= (
)
= 5,05 ft
Diameter duct yang dibutuhkan untuk mengalirkan debu limbah
peleburan baja sebesar 5,0 ft, maka akan menggunakan duct
berdiameter 5,0 ft atau 1524 mm sesuai Lampiran 4. Jadi luas area
aktual duct sebesar :
Aact =
Aact =
Aact = 19,65 ft2
Berubahnya nilai diameter maka kecepatan yang terjadi didalam
duct akan berubah juga. Kecepatan aktual dalam duct sebesar :
Vact = Q/Aact
Vact =
Vact = 5099,75 ft/min
d. Jalur D
Jalur D memiliki panjang 26 meter berawal pipa outlet dari
blower 1 dari hingga bag filter . Debit yang mengalir dalam duct
sebesar 47,23 m3/s apabila dikonversikan ke scfm nilainya menjadi
(2118,880003 x 47,23) = 100082,68 scfm dan kecepatan minimal hood
sebesar 5000 ft/min. Perhitungan dimensi duct sebagai berikut :
A (luas area) = Q/V
=
= 20,02 ft2
(D) diameter = (4A/π)2
81
= (
)
= (
)
= 5,05 ft
Diameter duct yang dibutuhkan untuk mengalirkan debu limbah
peleburan baja sebesar 5,00 ft, maka akan menggunakan duct
berdiameter 5,0 ft atau 1524 mm sesuai Lampiran 4. Jadi luas area
aktual duct sebesar :
Aact =
Aact =
Aact = 19,65 ft2
Berubahnya ukuran diameter duct aktual maka kecepatan yang
terjadi didalam duct akan berubah. Kecepatan aktual yang terjadi
dalam duct sebesar :
Vact = Q/Aact
Vact =
Vact = 5099,75 ft/min
e. Jalur E
Jalur E memiliki panjang 10 meter berawal dari bag filter hingga
ke blower 2. Debit yang mengalir dalam duct sebesar 47,23 m3/s
apabila dikonversikan ke scfm nilainya menjadi (2118,880003 x 47,23)
= 100082.68 scfm dan kecepatan minimal hood sebesar 5000 ft/min.
Perhitungan dimensi duct sebagai berikut :
A (luas area) = Q/V
=
= 20,02 ft2
(D) diameter = (4A/π)2
82
= (
)
= (
)
= 5,05 ft
Diameter duct yang dibutuhkan untuk mengalirkan debu limbah
peleburan baja sebesar 5,00 ft, maka akan menggunakan duct
berdiameter 5,0 ft atau 1524 mm sesuai Lampiran 4. Jadi luas area
aktual duct sebesar :
Aact =
Aact =
Aact = 19,65 ft2
Berubahnya nilai diameter maka kecepatan yang terjadi didalam
duct akan berubah juga. Kecepatan aktual dalam duct sebesar :
Vact = Q/Aact
Vact =
Vact = 5099,75 ft/min
f. Jalur F
Jalur F memiliki panjang 20 meter berawal dari blower 2 hingga
ke cerobong. Debit yang mengalir dalam duct sebesar 47,23 m3/s
apabila dikonversikan ke scfm nilainya menjadi (2118,880003 x 47,23)
= 100082.68 scfm dan kecepatan minimal hood sebesar 5000 ft/min.
Perhitungan dimensi duct sebagai berikut :
A (luas area) = Q/V
=
= 20,02 ft2
(D) diameter = (4A/π)2
83
= (
)
= (
)
= 5,05 ft
Diameter duct yang dibutuhkan untuk mengalirkan debu limbah
peleburan baja sebesar 5,00 ft, maka akan menggunakan duct
berdiameter 5,0 ft atau 1524 mm sesuai Lampiran 3. Jadi luas area
aktual duct sebesar :
Aact =
Aact =
Aact = 19,65 ft2
Berubahnya nilai diameter maka kecepatan yang terjadi didalam
duct akan berubah juga. Kecepatan aktual dalam duct sebesar :
Vact = Q/Aact
Vact =
Vact = 5099,75 ft/min
4.3.4 Bag filter
Perancangan ulang bag filter perlu dilakukan pemilihan kain
yang akan digunakan untuk menyaring debu limbah peleburan baja.
Pemilihan kain dipengaruhi oleh karakteristik dari limbah peleburan
baja. Karakteristik limbah peleburan berdasarkan hasil pengujian yang
dilakukan oleh perusahaan menunjukan bahwa kandungan sulfur
diokside (SO2), nitrogen oksida (NOx) dan opacity berada dibawah
baku mutu.
Jenis kain yang dipilih adalah nomex. Nomex memiliki sifat tahan
terhadap suhu yang cukup tinggi yaitu 400oF atau 204,4
oC, untuk
menghindari perubahan suhu yang cukup ekstrim dalam proses
peleburan sehingga perlu dilakukan pemilihan yang cukup tahan
84
dengan suhu panas. Kain nomex tidak tahan dengan kandungan asam
dan florida namun tahan terhadap limbah yang memiliki kandungan
alkali. Metode pembersihan debu yang menempel di kain yaitu
menggunakan pulse jet dengan mengalirkan gas bertekanan tinggi
untuk melepaskan debu dari filter secara otomatis. Kain nomex
memiliki ketahanan yang cukup baik terhadap getaran. Adapun
tahapan untuk perancangan ulang bag filter sebagai berikut :
1. Perhitungan Total Cloth Area (Ac)
Total cloth area adalah area yang dibutuhkan dalam
perancangan bag filter. Debit limbah yang masuk kedalam bag
filter sebesar 47,23 m3/s dikonversikan menjadi (47,23 m
3/s x
2118,88003) = 100082,68 scfm. Tipe rasio A/C EAF (Vf) yang ada
dalam Lampiran 5 sebesar 6-8 ft/min, range yang digunakan
sebesar 8 ft/min. Perhitungan total cloth area sebagai berikut :
=
=
= 12510,33 ft2
2. Menghitung Effektif Filtration Velocity (Vef)
Effektif Filtration Velocity digunakan untuk menghitung
kecepatan filtrasi yang efektif di bag filter. Sebelum menghitung
Vef terlebihh dahulu menentukan nilai kecepatan filtrasi Vfn
berdasarkan tipe pembersihan secara high pressure dari limbah
peleburan baja yang ada dalam Tabel 2.10. Perhitungan Vef
berdasarkan persamaan 2.19, sebagai berikut :
Diketahui :
Vfn = 6 fpm
Berdasarkan filter velocity untuk klasifikasi debu
asap metarlugi (proses peleburan)
A = 0,9
85
Karena debu menganggu lingkungan sehingga harus
masuk ke penggumpul debu
T = 0,9
Karena temperatur limbah peleburan baja adalah 45
oC, berada di range (43
oC-107
oC)
P = 0,8
Karena ukuran limbah peleburan baja 1,845µ
D = 1,2
Berdasarkan pengukuran nilai konsentrasi debu
193,162 mg/m3 atau 0,0844109 gr/ft
3
Dijawab:
= 6 fpm x 0,9 x 0,9 x 0,8 x 1,2
= 4,67 fpm
3. Menghitung panjang filter
Dalam menentukan jumlah filter yang akan digunakan
terlebih dahulu harus menentukan nilai panjang filter. Cara
menentukan nilai panjang filter harus memiliki nilai Vc (can
velocity) yang terdapat pada Tabel 2.10, kemudian menarik grafik
pada Gambar 2.10 dan melakukan interpolasi.
Data yang didapat nilai Vc (can velocity) limbah peleburan
baja adalah 225 fpm dan nilai Vef (effektif filtration velocity)
sebesar 7,776 fpm. Nilai panjang filter didapat dengan menarik
garis sumbu Y (can velocity) sampai dengan garis X (effektif
filtration velocity), kemudian melakukan interpolasi. Adapun
perhitungannya sebagai berikut :
=
=
=
=
= ft
86
Panjang filter yang dibutuhkan adalah 10,53 ft dikonversikan
menjadi meter 10,53 ft x
= 3,21 meter. Panjang filter jenis
nomex yang ada dipasaran sebesar 3,76 meter dan diameter sebesar
0,118 meter sesuai Lampiran 5.
4. Menghitung jumlah filter
Sebelum menghitung jumlah bag yang diperlukan harus
menghitung luas area (Ab) yang dibutuhkan per bag, dengan
persamaan sebagai berikut :
= x d(diameter bag) m x h (tinggi bag) m
= 3,14 x 0,12 m x 3,75 m
= 1,41 m2
= 15,00 ft2
Jumlah bag yang dibutuhkan (Nb) dengan perhitungan :
Nb =
=
= 840 buah
Kebutuhan bag yang dalam perencanaan ulang bag filter
adalah 840 buah dengan jarak antara kantung filter sebesar 5 cm.
5. Waktu pembersihan
Sistem pembersihan yang digunakan dalam perancangan bag
filter adalah pulse jet yaitu memberikan aliran gas bertekanan
tinggi dalam bag. Debit limbah yang masuk kedalam bag filter
sebesar 100082,68 ft3/min atau 47,23 m3/s dengan bulk densitas
scrap 2,5 t/m3 dan asumsi ketebalan cake 0,2 in.
Luas area filter (A) = πdh x filter yang dibersihkan
= 3,14 x 0,118 m x 3,75 m x 1
= 3,19 m2 x 1550,003
= 2159,39 in2
Effisiensi pembersihan 100 %
Kadar konsentrasi partikel = 193,162 mg /m3
87
= 193,162 mg /m3 x 6.242796E-8
= 1,20587E-05 lb/ft3
Jadi :
= konsentrasi partikel x Q masuk bag filter
= 1,20587E-05 lb/ft3x 100082,68 ft3/min
= 1,2069 lb/min
Mengkonversi nilai bulk densitas scrap
B = 2,5 t//m3
= 2500 kg/m3 x 3,6E-5 Ib/in
3
= 0,0903 Ib/in3
Massa maksimum partikulat yang di kumpulkan per bag adalah :
p = A x B x tebal cake (asumsi)
= 2159,39 in2 x 0,0903 Ib/in
3 x 0,2 in
= 38,87 Ib
Waktu yang dibutuhkan untuk membersihkan :
t =
=
= 32,21 min
6. Dimensi bag filter
Dimensi bag filter disesuaikan dengan kebutuhan bag yang
digunakan. Jumlah bag di sisi panjang 42 buah dan sisi lebar
sebanyak 20 buah, sehingga didapatkan panjang bag filter 7,70
meter dengan lebar 4,9 meter dan tinggi total 13,73 meter. Tinggi
hopper yang digunakan sebesar 2,68 meter dengan kemiringan
sudut 70o dan tinggi pagar bag filter sebesar 1,15 meter.
7. Menentukan cerobong
Penentuan dimensi cerobong menggunakan nilai debit dari
limbah emisi yang dialirkan dalam ducting yaitu 47,23 m3/s dengan
kecepatan 21,41 m/s, sehingga didapatkan nilai luas penampang
cerobong sebagai berikut :
88
A =
=
= 1,82 m2
Cerobong yang digunakan berbentuk lingkaran, sehingga
perlu mencari dicari nilai diameter dari cerobong, dengan
persamaan sebagi berikut :
D = (
)
= (
)
= 1,52 meter
Tinggi cerobong yang direncanakan sesuai dengan
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
Nomor 205 Tahun 1996 yang menyebutkan bahwa tinggi cerobong
harus 2 – 2 ½ kali dari tinggi bangunan. Sedangkan pada kondisi
eksisiting bangunan tertinggi disekitar bag filter adalah 10 meter,
sehingga didapatkan tinggi cerobong sebagai berikut :
Tinggi cerobong = 2 x tinggi bangunan
= 2 x 10 meter
= 20 meter
4.3.5 Total Energy Loss (
Total Energy Loss adalah kehilangan tekanan yang dialami oleh
suatu pipa dari hilir hingga hulu akibat pemasangan suatu aksesoris
ataupun penambahan instalasi lainnya. Kehilangan tekanan berakibat
pada efisiensi pengumpulan debu dan daya yang dibutuhkan dalam
mengdistribusikan limbah debu dari inlet hingga ke outlet, semakin
tinggi total energy loss yang terjadi maka daya blower yang
dibutuhkan semakin tinggi.
Menghitung total energy loss dalam jalur pipa diperlukan data
diantaranya debit yang masuk dalam setiap jalur, kecepatan aktual
dalam jalur, diameter aktual, panjang pipa, nilai friction yang dicari
89
dengan menggunakan grafik yang ada pada Gambar 2.6 dan
banyaknya aksesoris yang ada dalam jalur A baik elbow, brance
maupun pemasangan fan. Berikut ini persamaan yang digunakan
dalam perhitungan :
Berikut perhitungan energy loss yang ada dalam instalasi
pengolahan partikel di industri peleburan baja, yang memiliki 7 jalur
dari A sampai F.
1. Energy loss pada jalur A
Kecepatan yang terjadi dalam jalur A sebesar 4986.88 ft/min,
untuk mengconvert kecepatan ft/min ke in of H2O dalam kondisi
standart 70oC, kelembapan 50% dalam tekanan 1 atm,
menggunakan persamaan sebagai berikut :
Vstd = (
)
= (
)
= 1,55 in of H2O
Menentukan nilai friction dilakukan dengan menarik grafik
friction losses for air in circular ducts—U.S. customary units yang
ada pada Gambar 2.6. Menarik nilai diameter dalam jalur A
sebesar 42 in, debit 47955,05 scfm dan kecepatan 4986,88 ft/min,
kemudian mencari titik pertemuan dari ketiga nilai tersebut dan
didapatkan nilai sebesar 0,7 in of H2O/100 ft. Perhitungan nilai
friction dengan panjang pipa yang ada dalam jalur A, sebagai
berikut :
f(V/D) = friction x panjang pipa jalur A
= (0,7 in/100 ft) x (14,50 m x 0,3048)/100
= 0,33 in of H2O
Menghitung energy loss yang terjadi akibat adanya hood dan
aksesoris. Hood yang digunakan adalah jenis canopy hood yang
TP = *𝑓 (𝐷
𝑉 ) ( 𝐾𝐻 ∑𝐾𝑥+
90
memiliki nilai KH sebesar 0,5 serta aksesoris yang melewati jalur A
diantaranya adalah 3 elbow 60o dan 90
o yang memiliki nilai head
loss constant KfF sebesar 0,6 dan 0,9.
1+KH = 1+0,5
= 1,5
Kx = (3 x KfF 60o) + (1 x KfF 90
o)
= (3 x 0,6) + 0,9
= 2,7
Perhitungan total energy loss yang terjadi di jalur A, sebagai
berikut :
TP = (0,54 + 1,5 +2,7) x 1,55 in of H2O
TP = 7,03 in of H2O
2. Energy loss pada jalur B
Kecepatan yang terjadi dalam jalur B sebesar 4150,29 ft/min,
untuk mengconvert kecepatan ft/min ke in of H2O dalam kondisi
standart 70oC, kelembapan 50% dalam tekanan 1 atm,
menggunakan persamaan sebagai berikut :
Vstd = (
)
= (
)
= 1,07 in of H2O
Menentukan nilai friction dengan menarik grafik friction
losses for air in circular ducts—U.S. customary units yang ada
pada Gambar 2.6. Menarik nilai diameter dalam jalur B sebesar 48
in, debit 52127,63 scfm dan kecepatan 4150,29 ft/min, kemudian
mencari titik pertemuan dari ketiga nilai tersebut dan didapatkan
nilai sebesar 0,5 in of H2O/100 ft. Perhitungan nilai friction dengan
panjang pipa yang ada dalam jalur B, sebagai berikut :
f(V/D) = friction x panjang pipa jalur B
TP = *𝑓 (𝐷
𝑉 ) ( 𝐾𝐻 ∑𝐾𝑥+
91
= (0,5 in/100 ft) x (10 m x 0,3048)/100
= 0,16 in of H2O
Menghitung total energy loss yang terjadi akibat adanya hood
dan aksesoris. Hood yang ada dalam jalur B adalah jenis
regtangular hood dengan nilai KH sebesar 0,7. Aksesoris yang
melewati jalur B diantaranya adalah 1 elbow 60o dan 1 elbow 90
o
yang memiliki nilai head loss constant KfF sebesar 0,6 dan 0,9.
1+KH = 1 +0,7
= 1,7
Kx = (KfF 90o) + ((KfF 60
o)
= 0,9 + 0,6
= 1,5
Perhitungan total energy loss yang terjadi di jalur B sebagai
berikut :
TP = (0,16 + 1,7 + 1,5) x 1,55 in of H2O
TP = 3,61 in of H2O
Total energy loss yang terjadi dalam jalur B sebesar 3,61 in
of H2O.
3. Energy loss pada jalur C
Kecepatan yang terjadi dalam jalur C sebesar 5099,75 ft/min,
untuk mengconvert kecepatan ft/min ke in of H2O dalam kondisi
standart 70oC, kelembapan 50% dalam tekanan 1 atm,
menggunakan persamaan sebagai berikut :
Vstd = (
)
= (
)
= 1,62 in of H2O
Menentukan nilai friction dengan menarik grafik friction
losses for air in circular ducts—U.S. customary units yang ada
TP = *𝑓 (𝐷
𝑉 ) ( 𝐾𝐻 ∑𝐾𝑥+
92
pada Gambar 2.6, menarik nilai diameter dalam jalur C sebesar 60
in, debit 100082,68 scfm dan kecepatan 5099,75 ft/min, kemudian
mencari titik pertemuan dari ketiga nilai tersebut dan didapatkan
nilai sebesar 0,6 in of H2O/100 ft. Perhitungan nilai friction dengan
panjang pipa yang ada dalam jalur C, sebagai berikut :
f(V/D) = friction x panjang pipa jalur C
= (0,6 in/100 ft) x (5,5 m x 0,3048)/100
= 0,11 in of H2O
Menghitung total energy loss yang terjadi akibat adanya hood
dan aksesoris. Jalur C tidak memiliki hood sehingga KH = 0 dan
tidak dilewati aksesoris sehingga nilai KfF sebesar 0.
1+KH = 0
K x = 0
Perhitungan total energy loss yang terjadi di jalur C sebagai
berikut :
TP = (0,11 + 0 + 0) x 1,62 in of H2O
TP = 0,18 in of H2O
Jalur C terdapat fan, maka total energy loss yang terjadi
adalah :
TP UP untuk fan = -(TP A + TP C)
= -(7,03 + 0,18)
= - 7,20 in of H2O
Jadi total energy loss UP untuk blower yang ada dalam jalur
C adalah -7,20 in of H2O.
4. Energy loss pada jalur D
Kecepatan yang terjadi dalam jalur D sebesar 5099,75 ft/min,
untuk mengconvert kecepatan ft/min ke in of H2O dalam kondisi
standart 70oC, kelembapan 50% dalam tekanan 1 atm,
menggunakan persamaan sebagai berikut :
TP = *𝑓 (𝐷
𝑉 ) ( 𝐾𝐻 ∑𝐾𝑥+
93
Vstd = (
)
= (
)
= 1,62 in of H2O
Menentukan nilai friction dengan menarik grafik friction
losses for air in circular ducts—U.S. customary units yang ada
pada Gambar 2.6, menarik nilai diameter dalam jalur D sebesar 60
in, debit 100082,68 scfm dan kecepatan 5099,75 ft/min, kemudian
mencari titik pertemuan dari ketiga nilai tersebut dan didapatkan
nilai sebesar 0,6 in of H2O/100 ft. Perhitungan nilai friction dengan
panjang pipa yang ada dalam jalur D, sebagai berikut :
f(V/D) = friction x panjang pipa jalur D
= (0,6 in/100 ft) x (26 m x 0,3048)/100
= 0,51 in of H2O
Menghitung total energy loss yang terjadi akibat adanya hood
dan aksesoris. Jalur D tidak memiliki hood sehingga KH = 0 dan
aksesoris yang melewati jalur D diantaranya adalah 2 elbow 60o
dan elbow 90o yang memiliki nilai head loss constant KfF sebesar
0,6 dan 0,9.
1+KH = 0
Kx = (2 x KfF 60o) + (1 x KfF 90
o)
= (2x 0,6) + 0,9
= 2,10
Perhitungan total energy loss yang terjadi di jalur D sebagai
berikut :
TP = (0,64 + 0 +2,10) x 1,62 in of H2O
TP = 4,23 in of H2O
Total energy loss yang terjadi dalam jalur D sebesar 4,23 in
of H2O.
5. Energy loss pada jalur E
TP = *𝑓 (𝐷
𝑉 ) ( 𝐾𝐻 ∑𝐾𝑥+
94
Jalur E melewati bag filter dimana memiliki sistem
pembersih debu secara pulse jet yang terdapat tekanan dari
kompressor, sehingga perlu adanya perhitungan mengenai tekanan
yang ada dalam bag filter. Berikut perhitungan tekanan yang
terjadi dalam bag filter :
Diketahui :
Tipe rasio A/C dari industri
electric arc furnace (Vf)
= 8 ft/min atau 0.04064 m/s
(EPA, lesson 5)
Inlet dust loading (c) = 193.162 mg/m3
atau 0.00019
kg/ m3
Interval waktu cleaning (t) = 32,21 menit atau 1932 detik
Pulse air (Pj) = 414 Kpa (EPA, lesson 2)
K2 = 430,046
= 1045 x 0,04064 m/s x (414 Kpa)-0,6
= 0,85 Kpa
=
= 0,00019 kg/ m3 x 0,04064 m/s x 9000 detik
= 0,07 kg/m2
( ) = ( + K2 Vf
= 0,85 Kpa + (430,046 x 0,07 kg/m2 x 0,0406 m/s)
= 0,85 Kpa
= (0,85/0,2491) in of H2O
= 3,41 in of H2O
Vstd = (
)
= (
)
= 1,62 in of H2O
Total energy loss yang terjadi dalam bag filter adalah sebesar
3,41 in of H2O, selanjutnya menghitung energy loss dalam pipa
jalur E. Kecepatan yang terjadi dalam jalur E sebesar 5099,75
(𝑃 𝑊𝐸 = 1045 Vf 𝑃𝑗
95
ft/min, untuk mengconvert kecepatan ft/min ke in of H2O dalam
kondisi standart 70oC, kelembapan 50% dalam tekanan 1 atm,
menggunakan persamaan sebagai berikut:
Menentukan nilai friction dengan menarik grafik friction
losses for air in circular ducts—U.S. customary units yang ada
pada Lampiran 5, menarik nilai diameter dalam jalur E sebesar 60
in, debit 100082,68 scfm dan kecepatan 5099,75 ft/min, kemudian
mencari titik pertemuan dari ketiga nilai tersebut dan didapatkan
nilai sebesar 0,6 in of H2O/100 ft. Perhitungan nilai friction dengan
panjang pipa yang ada dalam jalur E, sebagai berikut :
f(V/D) = friction x panjang pipa jalur E
= (0,6 in/100 ft) x (10 m x 0,3048)/100
= 0,2 in of H2O
Menghitung total energy loss yang terjadi akibat adanya hood
dan aksesoris. Jalur E tidak memiliki hood sehingga KH = 0 dan
aksesoris ang melewati jalur E diantaranya adalah 2 elbow 60o
yang memiliki nilai head loss constant KfF sebesar 0,6.
1+KH = 0
Kx =( 2 x KfF 60)
= 0,12 in of H2O
Perhitungan total energy loss yang terjadi di jalur E sebagai
berikut :
TP = (0,2 + 0 +0,12) x 1,62 in of H2O
TP = 2,26 in of H2O
Total energy loss yang terjadi dalam jalur E sebesar 1,94 in
of H2O. Jalur E terdapat fan, maka total energy loss yang terjadi
adalah :
TP UP untuk fan = -(TP bag filter + TP jalur D+ TP jalur E)
= -(3,41+4,23 2,26)
= - 9,89 in of H2O
TP = *𝑓 (𝐷
𝑉 ) ( 𝐾𝐻 ∑𝐾𝑥+
96
Jadi total energy loss UP untuk fan yang ada dalam jalur E
adalah – 9,89 in of H2O.
6. Energy loss pada jalur F
Kecepatan yang terjadi dalam jalur F sebesar 5099,75 ft/min,
untuk mengconvert kecepatan ft/min ke in of H2O dalam kondisi
standart 70oC, kelembapan 50% dalam tekanan 1 atm,
menggunakan persamaan sebagai berikut:
Vstd = (
)
= (
)
= 1,62 in of H2O
Menentukan nilai friction dengan menarik grafik friction
losses for air in circular ducts—U.S. customary units yang ada
pada Gambar 2.6, menarik nilai diameter dalam jalur F sebesar 50
in, debit 100082,68 scfm dan kecepatan 5099,75 ft/min, kemudian
mencari titik pertemuan dari ketiga nilai tersebut dan didapatkan
nilai sebesar 0,6 in of H2O/100 ft. Perhitungan nilai friction dengan
panjang pipa yang ada dalam jalur F, sebagai berikut :
f(V/D) = friction x panjang pipa jalur F
= (0,6 in/100 ft) x (20 m x 0,3048)/100
= 0,39 in of H2O
Menghitung total energy loss yang terjadi akibat adanya hood
dan aksesoris. Jalur F tidak memiliki hood sehingga KH = 0 dan
tidak ada aksesoris yang melewati jalur F sehingga memiliki nilai
head loss constant KfF sebesar 0.
1+KH = 0
Kx = 0
Perhitungan total energy loss yang terjadi di jalur F sebagai
berikut :
TP = *𝑓 (
𝐷
𝑉 ) ( 𝐾𝐻 ∑𝐾𝑥+ + energy loss bag filter
97
TP = ((0,39 + 0 +0) x 1,62 in of H2O)
TP = 0,64 in of H2O
Total energy loss yang terjadi dalam jalur F sebesar 0,64 in of
H2O.
4.3.6 Blower
Blower yang digunakan dalam perancangan ulang bag filter ini,
yaitu blower sentrifugal. Alat yang berguna menggerakan blower
adalah motor yang dihubungkan ke belt dan gear, sehingga mampu
menggerakkan blower sentrifugal. Perancangan ini menggunakan 2
blower dengan effisiensi blower ( ) sebesar 85% dengan nilai
konstanta 0,0001575 dan total debit limbah yang mengalir adalah
100082,68 scfm.
1. Blower 1
Daya blower 1 melewati jalur A sampai C yang memiliki
total energy loss sebesar -(7,03 + 0,18 ) = 7,20 in of H2O,
berikut perhitungan daya blower 1 :
Wf =
Wf = 133,59 Hp
Wf = 135,59 x (0.73549875) Kwatt
Wf = 98,26 Kwatt
Daya blower 1 yang dibutuhkan sebesar 98,26 Kwatt.
2. Blower 2
Daya blower 2 melewati jalur D sampai F yang memiliki
total energy loss sebesar 0,64-(-9,89) = 10,53 in of H2O,
berikut perhitungan daya blower 2 :
Wf =
Wf = 𝑘 𝑄 𝑃
𝜂
Wf = 𝑘 𝑄 𝑃
𝜂
98
Wf = 195,32 Hp
Wf = 195,32 x (0.73549875) Kwatt
Wf = 143,66 Kwatt
Daya blower 2 yang dibutuhkan sebesar 143,66 Kwatt.
4.3.7 Efisiensi bag filter
Efisiensi bag filter baru dihitung dengan mengetahui besar debit
limbah yang masuk kedalam bag filter dan konsentrasi limbah yang
masuk serta menetapkan nilai efisiensi alat. Nilai debit yang masuk
kedalam bag filter sebesar 100082,62 scfm dan nilai konsentrasi
193,126 mg/m3 atau (5,4 x 10
-3 gr/ft
3) dan rencana efisiensi alat
sebesar 99%. Berikut ini formula yang digunakan untuk menghitung
efisiensi berdasarkan Theodore, 2008:
(
(
)
99,8 %
Nilai efisiensi perancangan bag filter baru sebesar 99,8%.
4.4 Pembebanan Kontruksi Baja Penyangga
Perhitungan pembebanan dilakukan untuk mengetahui kekuatan baja
peyangga dalam menyangga bangunan bag filter. Bangunan bag filter
dibangun menggunakan material plat baja dengan ketebalan 5 mm dan
panjang plat 2,4 m dan lebar plat 1,2 m dengan berat 93,23 kg. Profil baja
penyangga yang digunakan WF 200 x 200 jenis BJ37 dan sambungan yang
digunakan berupa las dan baut.
99
4.4.1. Perhitungan Pembebanan
Beban yang disangga oleh penyangga berupa beban mati, beban
angin dan beban gempa. Beban mati berupa bangunan bag filter dan
beban limbah yang masuk kedalam bangunan.
1) Beban Mati
a. Beban bag filter
Bangunan bag filter dibangun menggunakan plat baja dengan
ketebalan 4 mm dengan dimensi plat dipasaran sebesar 2,4 m x
1,2 m dan berat 93,32 kg. Dimensi bag filter yang memiliki
dimensi 7,7 m x 4,9 m x 7,37 m dihitung sebagai berikut :
Sisi panjang (7,7 m x 7,37 m)
Jumlah plat =
=
= 39 plat
Sisi lebar ( 4,9 m x 7,37 m)
Jumlah plat =
=
= 25 plat
Sisi atap (7,7 m x 4,9 m)
Jumlah plat =
=
= 26 plat
Hopper
Jumlah plat =
=
= 22 plat
Jumlah plat yang dibutuhkan sebanyak ( 39 +25+26+22) plat
= 112 plat. Total berat plat adalah 112 plat x 93,32 kg = 10.451
kg.
Peralatan penunjang (bag, kompressor, pagar dan pipa)
- Beban bag = 840 bag x 500 g/m2 = 420 kg/ m
2.
= 420 kg/ m2 x 0,19 m
2 (luas bag)
= 79,8 kg
- Beban kompressor (asumsi) = 20 kg/m2
= 20 kg/m2 x 1,42 m
2
= 28,4 kg
- Pagar = 30 kg/m2
= 30 kg/m2 x 1,15 m
2
100
= 34,5 kg
- Sambungan = 40 kg
Total berat bag filter dan peralatan penunjang adalah 10.451
kg + 79,8 kg + 28,4 kg + 34,5 kg = 10593,7 kg.
b. Beban limbah partikulat
Beban limbah partikulat dihintung saat bag terisi debu selama
32,21 menit. Konsentrasi limbah pengecoran sebesar 0,000193
kg/m3, sedangkan debit limbah yang masuk ke dalam bag filter
sebesar 2833,8 m3/menit.
Qlimbah = debit x konsentrasi x waktu
Qlimbah = 2833,8 m3/menit x 0,000193 kg/m
3 x 32,21 menit
Qlimbah = 17,61 kg
c. Total beban mati
Total beban mati yang terjadi adalah penjumlahan beban mati
bag filter dengan beban limbah partikulat sebesar (10593,7 kg +
17 ,61 kg) = 10611,31 kg. Sisi dari bangunan memiliki ukuran
yang berbeda yaitu sebesar 7,7 m x 4,9 m, sehingga kontribusi
pembebanan dihitung sebagai berikut :
Q terpusat = beban total bangunan / luas bangunan
Q terpusat = 10611,31 kg / 37,73 m2
Q terpusat = 281,24 kg/m2
Beban merata yang terjadi dibagi dengan tiap sisi sesuai luas
gambar dibawah ini :
b
770
49
02432432844
90
24
5
243 284 243
c
a
d
Gambar 4.10 Kontribusi Pembebanan
(Penulis, 2019)
101
Sisi trapesium memiliki luas yang sama sehingga dapat
dihitung dengan rumus yang sama :
Berat tiap sisi =
= 281,24 kg/m2 x ((a+b)/2 ) x t
= 281,24 kg/m2 x (( 284 + 770)cm / 2) x 245 cm
= 281,24 kg/m2 x 129115 cm
2
= 281,24 kg/m2 x 12,912 m
2
= 3631,23 kg
Beban merata didapatkan dari berat tiap sisi dikalikan
panjang penampang yaitu sebesar 7,7 m, sehingga :
Q merata = 3631,23 : 7,7 m
= 471,59 kg/m
= 4,72 kN/m
Jadi beban merata yang terjadi pada sisi trapesium sebesar
4,72 kg/m.
Sisi segitiga memiliki luas yang sama sehingga dapat dihitung
dengan rumus yang sama :
Berat tiap sisi = Q terpusat x luas sisi segitiga
= 281,24 kg/m2 x (0,5 x a x t)
= 281,24 kg/m2 x (0,5 x 490 cm x 245 cm)
= 281,24 kg/m2 x 6,00 m
2
= 1688,14 kg
Beban merata didapatkan dari berat tiap sisi dikalikan
panjang penampang yaitu sebesar 4,9 m, sehingga :
Q merata = 1688,14 kg : 4,9 m
= 344,52 kg/m
= 3,445 kN/m
Beban merata yang dihitung kemudian di masukkan kedalam
aplikasi SAP2000. Beban merata terletak diatas bangunan seperti
Gambar 4.11.
102
2) Beban Angin
Perencanaan ulang bag filter berada di area tepi laut yang
berjarak kurang lebih 5 km dari laut. Tekanan minimum area yang
berada di tepi laut sebesar 40 kg/m2 menurut SNI 1727:2013.
Perhitungan tekanan menggunakan koefisien 0,9. Sehingga
didapatkan nilai tekanan angin sebesar :
Q = beban angin x koefisien angin x tinggi bangunan
= 40 kg/m2 x 0,9 x 7,37 m
= 265,32 kg/m
= 2,65 kN/m
Perhitungan hisapan angin menggunakan koefesien sebesar 0,4.
Sehingga didapatkan perhitungan sebesar:
Q = Beban angin x koefisien angin x tinggi bangunan
= 40 kg/m2 x 0,4 x 7,37 m
= 117,92 kg/m
= 1,18 kN/m
Gambar 4.11 Beban Mati
(Penulis, 2019)
103
3) Beban Gempa
Beban gempa pada perancangan ulang bag filter berada di wilayah
dengan koordinat Bujur = -7,19 dan Lintang = 112,6. Data gempa
didapatkan dengan mengakses pada website http://puskim.pu.go.id.
Gambar 4. 13 Data Gempa wilayah koordinat bujur -7 °dan lintang 112,6° (www.puskim.pu.go.id)
Gambar 4. 12 Beban Angin Ke Arah Sumbu X
(Penulis, 2019)
104
Data gempa yang digunakan untuk menentukan beban gempa
dengan aplikasi SAP2000 adalah data Ss (data percepatan batuan dasar)
periode 0,2 detik sebesar 0,657 dan data S1 (data percepatan batuan
dasar) periode 0,1 detik sebesar 0,243.
4.4.2. Struktur Baja
Perancangan struktur baja harus memunculkan nilai momen dan beban
aksial yang terjadi pada baja yang digunakan untuk bisa mengetahui
kekuatan lentur dan tekut baja. Profil baja yang digunakan untuk balok
adalah WF 125 x 125 x 6,5 x 9 dan kolom menggunakan WF 125 x 60 x 6
x 8.
1. Balok
Balok merupakan elemen struktural yang utamanya memikul
beban lateral. Beban-beban yang bekerja pada balok akan menghasilkan
gaya reaksi pada titik tumpu/perletakan balok. Beban-beban yang
bekerja juga akan menghasilkan gaya geser dan momen lentur pada
balok.
Momen yang terjadi pada perencanaan ini terdapat dua jenis
momen yaitu momen lapangan dan momen tumpuan. Momen lapangan
adalah momen yang terjadi pada bagian dasar atau pada bagian
melintang sedangkan momen tumpuan adalah momen yang terjadi pada
tiang penyangga.
Menentukan momen di SAP2000 perlu memasukan data mengenai
profil baja yang digunakan, data mengenai profil baja. Data profil baja
untuk balok WF 125 x 125 x 6,5 x 9 yang dimasukan dalam SAP 2000
adalah dimensi outside height (t3) sebesar 125 mm, top flange width
(t2) sebesar 125 mm, top flange thickness (tf) sebesar 9 mm, web
thickness (tw) sebesar 6,5 mm, bottom flange width (t2b) sebesar 125
mm dan bottom flange thickness (tfb) sebesar 9 mm. Seperti yang
terlihat pada Gambar 4.14.
105
Momen terbesar yang terjadi pada balok pada COMB1, hal ini
ditentukan dari data analisa struktur menggunakan SAP2000 yang
terdapat pada Lampiran 9 pada tabel M3. Nilai momen terbesar adalah
11,465 kNm atau 1,28 ton.m yang terdapat pada sumbu Y.
a. Momen Sumbu X
Momen sumbu X yang terjadi pada SAP2000 dengan
menggunakan kombinasi COMBO1. Tampilan ini akan muncul
setelah melakukan running pada struktur penyangga.
Gambar 4. 14 WF 125 x 125 x 6,5 x 9
(Penulis, 2019)
Gambar 4. 15 Momen sumbu X
(Penulis, 2019)
106
b. Momen sumbu Y
Momen sumbu Y yang terjadi pada SAP2000 dengan
menggunakan kombinasi COMBO1. Tampilan ini akan muncul
setelah melakukan running pada struktur penyangga dengan
memilih menu display - show forces/ stresses - case
combo:combo1- pilih momen 3-3, show values – apply.
2. Kolom
Kolom adalah komponen struktur bangunan yang tugas utamanya
menyangga beban aksial tekan vertikal dengan bagian tinggi yang tidak
ditopang paling tidak tiga kali dimensi lateral terkecil. Kolom adalah
batang tekan vertikal dari rangka struktur yang memikul beban dari
balok.
Menentukan beban aksial di SAP2000 perlu memasukan data
mengenai profil baja yang digunakan, data mengenai profil baja WF
125 x 60 x 6 x 8. Data profil baja untuk balok yang dimasukan dalam
SAP 2000 adalah dimensi outside height (t3) sebesar 125 mm, top
flange width (t2) sebesar 60 mm, top flange thickness (tf) sebesar 8
Gambar 4. 16 Momen Sumbu Y
(Penulis, 2019)
107
mm, web thickness (tw) sebesar 6 mm, bottom flange width (t2b)
sebesar 125 mm dan bottom flange thickness (tfb) sebesar 8 mm.
Seperti yang terlihat pada Gambar 4.17.
Beban aksial terbesar yang terjadi pada struktur kolom 125 x 60 x
6 x 8 terjadi pada ENVELOP, hal ini didapatkan dari analisa struktur
menggunakan SAP2000 yang terdapat pada Lampiran 10 pada tabel P.
Nilai beban aksial terbesar 2,66 kN atau 0,266 yang terdapat pada
sumbu X.
a. Beban aksial sumbu X .
Beban aksial sumbu X yang terjadi pada SAP2000 dengan
menggunakan kombinasi ENVELOPE. Tampilan ini akan muncul
setelah melakukan running pada struktur penyangga.
Gambar 4. 17 WF 125 X 60 X 6 X8
(Penulis, 2019)
108
b. Beban aksial sumbu Y
Beban aksial sumbu Y yang terjadi pada SAP2000 dengan
menggunakan kombinasi ENVELOPE. Tampilan ini akan muncul
setelah melakukan running pada struktur penyangga.
Gambar 4. 18 Bbeban Aksial Sumbu X
(Penulis, 2019)
Gambar 4. 19 Beban Aksial Sumbu Y
(Penulis, 2019)
109
4.4.3. Analisis Struktur Baja
Aplikasi SAP2000 selain dapat menghitung momen struktur
penyangga bisa juga untuk menentukan tegangan geser serta
kekuatan dari baja penyangga yang digunakan. Apabila analisa
SAP2000 setelah di running berwarna merah maka baja profil yang
digunakan tidak kuat untuk menompang beban bangunan.
Perancangan struktur penyangga bag filter yang direncanakan
menggunakan BJ37 profil baja untuk balok adalah WF 125 x 125 x
6,5 x 9 dan kolom menggunakan WF 125 x 60 x 6 x 8.
Gambar 4.20 adalah rancangan struktur baja yang telah
dilakukan running. Pengecekan struktur baja menggunakan aplikasi
SAP2000 menunjukan bahwa baja profil yang digunakan kuat untuk
menompang beban bangunan karena memiliki warna kuning, hijau
dan biru.
Analisis struktur menggunakan SAP2000 kemudian dilanjutkan
dengan perhitungan manual mengenai struktur balok dan kolom
yang digunakan. Berikut ini perhitungan manual yang dilakukan :
Gambar 4. 20 Hasil Analisis Struktur Baja Dengan SAP2000
(Penulis, 2019)
110
a. Struktur Balok
Evaluasi terhadap komponen struktur lentur dengan profil WF 125 x
125 x 6,5 x 9. Kondisi peletakan jepit-jepit. Momen terbesar yang terjadi
pada struktur balok 11,456 kN.m atau 1,28 ton.m.Mutu baja yang
digunakan BJ37 (fy = 240 MPa, fu = 370 MPa). Panjang batang L = 2567
mm.
Data-Data Perencanaan :
WF 125 x 125 x 6,5 x 9.
d = 125 mm
b = 125 mm
tf = 9 mm
tw = 6,5 mm
L = 2567 mm
r = 10 mm
Ag = 3031 mm2
rx = 86,2 mm
Sx = 136 cm2
Momen nominal
Mu = 1,28 ton.m
Mn = Mu/0,9
= 1,28 ton.m / 0,9
= 1,43 ton.m
Persyaratan tekuk lokal
Sayap
p =
√ =
√ = 1
Badan
p =
√ =
√ = 108,4
Penampang tekuk tak tampak
Sayap
p =
√ =
√ = 28,9
Badan
p =
√ =
√ = 164,6
Di karenakan gelagar berpengaruh kompak,maka modulus penampang
plastis yang diperlukan :
Mp = fy . Z atau Zx ≥ Mp/fy
Mp = Mn
111
= 1,43 ton.m
= 1,43 x 104 x 10
3 N.mm
Zx ≥ Mp/fy
= 1,43 x 107 N mm / 240 Mpa
= 59583,33 mm3
= 59,583 cm3
Modulus penampang elastis (perkiraan Sx = Zx/1,1),
Sx = Zx/1,1
= 59,583 cm3/1,1
= 54,17 cm3
Profil baja yang digunakan adalah WF 125 x 125 x 6,5 x 9 yang
memiliki Sx sebesar 136 cm2.
Pemeriksaan kelayakan dimensi
Tekuk lokal
- Sayap , b/2 tf
= 12,5/2.(0,9)
= 6,94 < p = 11,0
- Badan , (h-(2tf+2r) / tw
= (125 – (2 x 0,9 + 2x1 ) ) / 8
= 13,38 < p = 108,4
Gelagar penampang kompak
Keluatan lentur terfaktor
- Zx = (tw. hw2) /4 + hf. tf. Bf
hw = h – 2tf
= 12,5 cm – (2x0,9)
= 10,7 cm
hf = h – tf
= 12,5 – 0,9
= 11,6 cm
Maka
- Zx = (tw. hw2) /4 + hf. tf. bf
= (0,65 x (10,7)2 ) / (4 + 11,6 x 0,9 x 12,5)
= 149,10 cm3 > 54,17 cm
3 (Memenuhi)
- Mn = Mp = fy . Zx
= 240 Mpa x 149,10 x 103 mm
3
= 35.784.000 N.mm
= 3,578 ton.m > 1,43 ton.m (Memenuhi)
- Mu = 0,9 . Mn
= 0,9 . 3,578 ton.m
112
= 3,22 ton.m > 1,288 ton. m (Memenuhi)
Atau
FK = Mu / Mu awal
= 3,22 ton.m / 1,288 ton. m
= 2,49
b. Struktur Kolom
Evaluasi terhadap komponen struktur lentur dengan profil WF 125 x
60 x 6 x 8. Kondisi peletakan jepit-jepit. Beban aksial yang terjadi sebesar
Nu = 2,66 KN.mm = 0,266 ton m. Mutu baja BJ37 (fy = 240 MPa, fu =
370 MPa). Panjang batang L = 2600 mm.
Data-Data Perencanaan :
WF 125 x 60 x 6 x 8
d = 125 mm
b = 60 mm
tf = 6 mm
tw = 8 mm
L = 2600 mm
r = 9 mm
Ag = 6353 mm2
rx = 49,5 mm
ry = 13,2 mm
h = d - 2.(tf + r)
= 125 – 2 . (8 +9)
h = 91 mm
Evaluasi
a. Kelangsiangan batang
Faktor panjang tekuk, k = 0,8 (jepit-jepit)
Tekuk ke arah sumbu – X
L kx = k. L
= 0,8 x 2600 mm
= 2080 mm
x =
=
= 42,02 < 200 (Memenuhi)
Tekuk ke arah sumbu – Y
L ky = k. L
113
= 0,8 x 2600 mm
= 2080 mm
y =
=
= 157,57 < 200 (Memenuhi)
b. Kekuatan nominal terfaktor batang tekan.
Ke arah sumbu – X
x =
√
x =
√
= 0,463
Untuk 0,25< cx 1,2 maka w =
Maka,
=
= 1,10
Kekuatan nominal batang tekan,
Nn = Ag . fcr
= Ag .
= 1684 mm2 x
= 36741,8 N
= 36,74 KN
Kekuatan nominal terfaktor,
Nu = n x Nn
= 0,85 x 36741,8
= 31230,53 KN > 2,66 Kn (Memenuhi)
Kearah sumbu -Y
y =
√
y =
√
= 1,737
Untuk cx > 1,2 maka w = 1,25 y2
Maka,
= 1,25 y2
= 1,25 x 1,47372
= 3,77
114
Kekuatan nominal batang tekan,
Nn = Ag . fcr
= Ag .
= 168,4 mm2 x
= 10720,42 N
= 10,72 KN
Kekuatan nominal terfaktor,
Nu = n . Nn
= 0,85 x 10,72
= 9,11 KN > 2,66 kN (Memenuhi)
4.5 Perbandingan bag filter baru dan bag filter lama
Perancangan ulang bag filter bertujuan untuk mendapatkan
pengolahan limbah partikel yang optimal. Terdapat beberapa perubahan
yang dilakukan antara lain perubahan fisik berupa debit limbah yang
dihisap, jumlah hood yang dipasang, dimensi pipa,dimensi bag filter dan
performa bag filter berupa efisisensi bag filter.
4.5.1. Perubahan fisik bag filter
Perubahan fisik yang dilakukan dalam perancangan ulang
bag filter dilakukan berdasarkan karakteristik limbah yang ada di
unit arc furnace di industri pengecoran baja. Perbandingan fisik
antara bag filter baru dengan yang lama ada pada Tabel 4.5:
Tabel 4.5 perbandingan bag filter lama dengan baru
Parameter Bag filter lama Bag filter baru
Debit total 1000 m3/min 2833,8 m3/min
Jenis hood Canopy hood Canopy hood dan
rectangular hood
Dimensi duct 900 cm 1524 cm
Dimensi bag filter 8,4 m x 2,94 m x 9,47 m 7,7 m x 4,9 m x 13,73 m
Jenis kain Polyester Nomex
Jumlah filter 600 buah 840 buah
Panjang filter 2,79 m 3,76 m
Efisiensi 60,12% 99,8%
(Sumber : Penulis, 2019)
115
Debit limbah yang keluar dari proses peleburan baja sebesar
41,79 m3/s atau 2507,4 m3/min, sedangkan debit limbah yang
dihisap oleh bag filter lama sebesar 1000 m3/min. Kemampuan hisap
yang lebih kecil menyebabkan limbah tidak dapat terolah
sepenuhnya.
4.5.2. Performa bag filter
Performa bag filter dibandingkan dengan nilai efisiensi alat
yang dirancang. Nilai efisiensi bag filter baru sebesar 99,8 %,
sedangkan efisiensi bag filter lama sebesar 60,12 %. Didapatkan dari
perhitungan sebagai berikut :
Debit limbah = 2507,4 m3/min
Debit dapat dihisap = 1000 m3/min
Jadi efisiensi bag filter lama sebesar
= ( –
100%
= ( –
100%
= 60,12 %
Perancangan ulang bag filter dirancang dengan efisiensi lebih
tinggi dari bag filter lama, supaya dapat menghisap partikel lebih
banyak dibandingkan dengan bag filter lama serta bertujuan untuk
meningkatkan optimalisasi pengolahan limbah partikulat dari
industri peleburan baja.
116
Halaman sengaja dikosongkan
117
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisa dan perhitungan yang telah dilakukan maka dapat
diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil pengukuran karakteristik limbah peleburan
a. Konsentrasi limbah peleburan logam
Nilai rata –rata konsentrasi limbah partikel peleburan baja diarea
arc furnace sebesar 193,162 mg/m3.
b. Ukuran partikel limbah peleburan baja
Hasil pengukuran limbah partikel peleburan baja menunjukan
bahwa partikel memiliki ukuran paling kecil sebesar 1,845 µm dan
ukuran terbesar 10,32 µm.
c. Suhu Limbah Peleburan Baja
Suhu rata-rata limbah partikel peleburan baja sebesar 45 Co
2. Perancangan ulang bag filter
Debit limbah yang dapat dihisap sebesar 2833,8 m3/min, Jenis hood
yang digunakan canopy hood dan rectangulary hood. Diameter duct
sebesar 1067 mm, 1219 mm dan 1524 mm. Dimensi bag filter baru 7,7 m
x 4,9 m x 13,37 m.
3. Perancangan struktur baja penyangga
Struktur baja penyangga bag filter yang digunakan yaitu baja jenis
BJ37 dengan baja profil baja untuk balok adalah WF 125 x 125 x 6,5 x 9
dan kolom menggunakan WF 125 x 60 x 6 x 8.
4. Perbandingan fisik dan performa bag filter lama dan bag filter baru
Tabel 5. 1 Perbandingan fisik dan performa
Parameter Bag filter lama Bag filter baru
Debit total 1000 m3/min 2833,8 m3/min
Jenis hood Canopy hood Canopy hood dan
rectangular hood
Dimensi duct 900 cm 1524 cm
Dimensi bag filter 8,4 m x 2,94 m x 9,47 m 7,7 m x 4,9 m x 13,73 m
Jenis kain Polyester Nomex
118
Parameter Bag filter lama Bag filter baru
Jumlah filter 600 buah 840 buah
Panjang filter 2,79 m 3,76 m
Efisiensi 60,12% 99,8%
( Sumber : Penulis, 2019).
Perbandingan nilai parameter sistem bag filter lama dengan bag filter
baru menunjukkan bahwa bag filter baru setelah rekondisi lebih baik dari
pada bag filter lama.
5.2 Saran
1. Perancangan ulang bag filter pada unit arc furnace di industri pengecoran
baja dapat dijadikan rekomendasi dan masukan untuk perusahaan sebagai
usaha untuk mengendalikan pencemaran udara yang terjadi diarea
tersebut.
2. Perancangan ulang bag filter pada unit arc furnace di industri pengecoran
baja memerlukan Rancangan Analisa Biaya (RAB) untuk mengetahui
biaya yang perlu dikeluarkan.
3. Perancangan ulang bag filter dapat dilanjutkan dengan menghitung
pondasi bangunan yang diperlukan dan serta perhitungan penyangga pipa.
119
DAFTAR PUSTAKA
American Conference of Governmental Industrial Hygienists. (1998). Industrial
Ventilation Manual (23rd ed., Vol. 552). A Manual of Recommended
Practice 23rd Edition, Amerika.
Badan Standarisasi Nasional. 2013. “Spesifikasi untuk bangunan gedung Baja
Struktural SNI 1729:2015”. Jakarta: BSN
Badan Standarisasi Nasional. 2012. “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa
Untuk Struktur Bangunan Gedung dan Non Gedung, SNI 1726:2012”.
Jakarta : BSN
Bethea, R. (1978). Air Polution Control Technology. London: Litton Educational
Publishing Incorporation.
Budiman, W. N. R. A. (2012). Perecanaan Emisi PM 10 pada Industri Peleburan
Baja CIlegon - Banten.
Cooper, David. & Alley, F. (2010). Air Pollution Control: A Design Approach,
Fourth Edition. Waveland Press.
Croom ,Miles L.1995.Filter Dust Collector: Design And Application. Newyork:
McGraw-hill
Detikfinance. 2018. 45% Kebutuhan Baja dalam Negeri Masih Impor. 7 Februari
Daryus, A. (2008). Diktat Kuliah Proses Produksi. Jakarta: JurusanTeknik Mesin,
Fakultas Teknik Universitas Darma Persada.
EPA, (United States Environmental Protection Agency). (1998). Fabric Filter
Design Review, 2, 1–16. U.S. EPA. (1998).
Fauzy, Maradhika. (2016). Perencanaan Struktur Baja Gedung Hotel NEO.
Skripsi. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri Semarang.
Semarang.
G. Salmon, Charles dan E. Johnson. 1980. Steel Structures. Second Edition.
120
University of Wisconsin. Madison. Terjemahan M.S.C.E, Wira.
1997.Struktur Baja. Erlangga. Jakarta
Hermanu, A. D. (2018). Evaluasi Saluran Isap Debu Untuk Sistem Dust
Collector (Studi Kasus Di Transfer Tower 0 (TT) PT. PJB Ubjom PLTU
Pacitan)
Hibriza, R. Z. (2018). Identifikasi Karakteristik Limbah Sand Blasting Di Industri
Galangan Kapal, (2623), 2–7.
Khafis, Muhamad.(2009). Perencanaan Struktur Baja Pada Bangunan Tujuh
Lantai Sebagai Hotel. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas
Sebelas Maret.Surakarta.
McDonald, F. and. (2017). Introduction to Fluid Mechanics (8th ed., Vol. 91).
United State Of America: Jonh Wiley Sons, Inc.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 Tahun 2014 Tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Menteri Negara
Sekretaris Negara Republik Indonesia. Jakarta
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang
Pengendalian Pencemaran Udara. 26 Mei 1999. Menteri Negara Sekretaris
Negara Republik Indonesia. Jakarta
Peraturan Gubernur Jawa Timur Nomor 10 tahun 2009 tentang Baku Mutu Udara
Ambien Dan Emisi Sumber Tidak Bergerak Di Jawa Timur. 26 Februari
2009. Gubernur Jawa Timur. Surabaya
Prayudi, T. (2005). Dampak Industri Peleburan Logam Fe Terhadap Pencemaran
Debu di Udara. Jurnal Teknik Lingkungan, (2), 385–390.
R.C. Adams. (2001). ASM volume (15) Casting. Technology (Vol. 2).
https://doi.org/10.1016/S0026-0576(03)90166-8
Ratnani, R. D. (2008). Teknik Pengendalian Pencemaran Udara yang diakibatkan
Oleh Partikel. Momentum, 4(2), 27–32.
121
Saputra, R. A. (2014). Pembuatan dan pengujian dapur busur listrik skala
labolatorium dengan kapasitas tungku peleburan maksimal 200 gram (
Fabrication oflaboratory scale of electric arc furnace with melting. Teknik
Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammdiyah Yogyakarta. Yogyakarta
Schifftner, Kenneth. (2013). Air Pollution Control Equipment Selection Guide,
Second Edition. CRC Press
Setiawan, Agus. (2008). Perencanaan Struktur Baja dengan Metode LRFD.
Jakarta: Penerbit Erlangga
Schnelle, Karl B. dkk. 2016. Air Pollution Control Tecnology Handbook. New
york. Taylor dan Francis Group
SNI 19-7119.3. (2005). Udara ambien – Bagian 3: Cara Uji Partikel Tersuspensi
Total Menggunakan Peralatan High Volume Air Sampler (HVAS) dengan
Metode gravimetri
Soemowidagdo, A. L. (2016). Bahan Pada Pengecoran Logam. Kementerian
Pendidikan Dan Kebudayaan
Sudjana, H. (2008). Teknik Pengecoran Logam (3rd ed.). Jakarta: Direktorat
Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan.
Theodore, L. (2008). Air Pollution Control Equipment (Vol. 91). New Jersey:
John Wiley & Sons, Inc. Hoboken.
Wardhana, W.A. 1995. Dampak Pencemaran Lingkungan. Andi Offset.
Yogyakarta.
Wright, R. J. (1968). Concepts of electric arc furnace fume control. Journal of the
Air Pollution Control Association, 18(3), 175–178.
122
Halaman sengaja dikosongkan
123
LAMPIRAN 1
BAKU MUTU LIMBAH PARTIKEL
124
Halaman sengaja dikosongkan
125
126
Halaman sengaja dikosongkan
127
LAMPIRAN 2
HASIL PENGUJIAN LIMBAH PARTIKEL
128
Halaman sengaja dikosongkan
129
130
Halaman sengaja dikosongkan
131
LAMPIRAN 3
LAYOUT SAMPLING LIMBAH PARTIKEL
132
Halaman sengaja dikosongkan
133
134
Halaman sengaja dikosongkan
135
LAMPIRAN 4
KATALOG PIPA
136
Halaman sengaja dikosongkan
137
138
139
140
Halaman sengaja dikosongkan
141
LAMPIRAN 5
KATALOG BAG
142
Halaman sengaja dikosongkan
143
144
Halaman sengaja dikosongkan
145
LAMPIRAN 6
KATALOG PLAT BAJA
146
Halaman sengaja dikosongkan
147
148
Halaman sengaja dikosongkan
149
LAMPIRAN 7
DATA BAG FILTER LAMA
150
Halaman sengaja dikosongkan
151
Gambar 4. 22 Data Permintaan Perbaikan Dari Bagian Maintenance
(Penulis, 2019)
Gambar 4. 21 Kapasitas Hisap Blower
(penulis, 2019)
152
Halaman sengaja dikosongkan
153
LAMPIRAN 8
GAMBAR 3D PERENCANAAN BAG FILTER
154
Halaman sengaja dikosongkan
155
156
Halaman sengaja dikosongkan
157
LAMPIRAN 9
TABEL MOMEN YANG TERJADI DI BALOK
158
Halaman sengaja dikosongkan
159
Frame Station OutputCase CaseType StepType M2 M3
Text m Text Text Text KN-m KN-m
4 2,45 COMB1 Combination -0,005 11,47
4 2,45 ENVELOPE Combination Max 0,014 11,47
8 2,45 COMB1 Combination -0,005 11,47
8 2,45 ENVELOPE Combination Max 4,792 11,47
8 2,94 COMB1 Combination -0,006 10,85
8 2,94 ENVELOPE Combination Max 4,553 10,85
4 1,96 COMB1 Combination -0,005 10,85
4 2,94 COMB1 Combination -0,005 10,85
4 1,96 ENVELOPE Combination Max 0,086 10,85
4 2,94 ENVELOPE Combination Max 0,062 10,85
8 1,96 COMB1 Combination -0,005 10,85
8 1,96 ENVELOPE Combination Max 4,513 10,85
4 2,45 COMB6 Combination -0,005 10,30
4 2,45 COMB7 Combination Max -0,005 10,30
4 2,45 COMB7 Combination Min -0,005 10,30
8 2,45 COMB6 Combination -0,005 10,30
8 2,45 COMB7 Combination Max -0,005 10,30
8 2,45 COMB7 Combination Min -0,005 10,30
4 2,45 COMB3 Combination Max -1,661 10,30
4 2,45 COMB2 Combination -1,675 10,29
4 2,45 COMB3 Combination Min -1,689 10,29
8 2,45 COMB3 Combination Max 4,792 10,29
8 2,45 COMB2 Combination 4,779 10,29
8 2,45 COMB3 Combination Min 4,766 10,29
8 1,96 COMB3 Combination Max 4,513 9,88
4 1,96 COMB3 Combination Max -1,455 9,88
4 2,94 COMB3 Combination Max -1,463 9,88
8 2,94 COMB3 Combination Max 4,553 9,88
4 2,45 COMB4 Combination Max 0,010 9,83
8 2,45 COMB4 Combination Max 0,009 9,83
4 2,45 COMB8 Combination Max -0,004 9,83
4 2,45 COMB8 Combination Min -0,004 9,83
8 2,45 COMB8 Combination Max -0,004 9,83
8 2,45 COMB8 Combination Min -0,005 9,83
4 2,45 COMB4 Combination Min -0,018 9,83
8 2,45 COMB4 Combination Min -0,018 9,83
4 1,96 COMB2 Combination -1,541 9,74
8 1,96 COMB2 Combination 4,452 9,74
8 2,94 COMB7 Combination Max -0,003 9,74
4 1,96 COMB7 Combination Max -0,003 9,74
4 2,94 COMB7 Combination Max -0,003 9,74
8 2,94 COMB6 Combination -0,005 9,74
8 1,96 COMB7 Combination Max -0,003 9,74
4 1,96 COMB6 Combination -0,004 9,74
4 2,94 COMB6 Combination -0,005 9,74
8 2,94 COMB7 Combination Min -0,007 9,74
8 1,96 COMB6 Combination -0,004 9,74
4 1,96 COMB7 Combination Min -0,006 9,74
160
Halaman sengaja dikosongkan
161
LAMPIRAN 10
BEBAN AKSIAL YANG TERJADI DI KOLOM
162
Frame Station OutputCase CaseType StepType P V2 V3
Text m Text Text Text KN KN KN
9 2,5 ENVELOPE Combination Max 2,655 0,224 0,896
9 5 ENVELOPE Combination Max 2,26 0,224 0,896
16 2,5 ENVELOPE Combination Max 2,146 0,177 0,69
16 5 ENVELOPE Combination Max 1,751 0,177 0,69
9 0 ENVELOPE Combination Max 0,935 0,851 0,544
12 2,5 ENVELOPE Combination Max 0,924 0,316 0,867
12 5 ENVELOPE Combination Max 0,924 0,316 0,867
13 2,5 ENVELOPE Combination Max 0,914 0,284 0,662
13 5 ENVELOPE Combination Max 0,914 0,284 0,662
16 0 ENVELOPE Combination Max 0,746 0,836 2,607
9 2,5 ENVELOPE Combination Max 0,54 0,851 0,544
16 2,5 ENVELOPE Combination Max 0,351 0,836 2,607
12 0 ENVELOPE Combination Max 0,31 0,113 0,535
12 2,5 ENVELOPE Combination Max 0,31 0,113 0,535
13 0 ENVELOPE Combination Max 0,308 0,101 2,621
13 2,5 ENVELOPE Combination Max 0,308 0,101 2,621
10 2,5 ENVELOPE Combination Max 0,097 0,307 0,328
10 5 ENVELOPE Combination Max 0,097 0,307 0,328
11 2,5 ENVELOPE Combination Max 0,097 0,269 0,196
11 5 ENVELOPE Combination Max 0,097 0,269 0,196
10 0 ENVELOPE Combination Max 0,031 0,182 0,045
10 2,5 ENVELOPE Combination Max 0,031 0,182 0,045
11 0 ENVELOPE Combination Max 0,031 0,343 0,046
11 2,5 ENVELOPE Combination Max 0,031 0,343 0,046
15 2,5 ENVELOPE Combination Max 0,024 0,255 0,176
15 5 ENVELOPE Combination Max 0,024 0,255 0,176
15 0 ENVELOPE Combination Max 0,007564 0,154 0,197
15 2,5 ENVELOPE Combination Max 0,007564 0,154 0,197
9 2,5 COMB3 Combination Max -15,488 -1,917 0,814
16 2,5 COMB3 Combination Max -16,017 -1,725 0,529
9 0 COMB3 Combination Max -16,258 -1,002 -1,545
9 5 COMB3 Combination Max -16,358 -1,917 0,814
10 0 COMB4 Combination Max -16,408 0,019 0,041
11 0 COMB4 Combination Max -16,408 0,343 0,039
15 0 COMB4 Combination Max -16,415 -0,04 0,043
15 0 COMB8 Combination Max -16,419 -0,127 0,004973
10 0 COMB8 Combination Max -16,425 -0,083 -0,00429
11 0 COMB8 Combination Max -16,425 0,241 -0,00415
15 0 COMB8 Combination Min -16,425 -0,262 0,004571
9 2,5 COMB2 Combination -16,428 -2,141 0,124
15 0 COMB4 Combination Min -16,43 -0,349 -0,033
16 0 COMB3 Combination Max -16,45 -0,847 2,607
10 0 COMB8 Combination Min -16,452 -0,242 -0,004548
11 0 COMB8 Combination Min -16,452 0,082 -0,004374
10 0 COMB4 Combination Min -16,469 -0,344 -0,05
11 0 COMB4 Combination Min -16,469 -0,02 -0,048
11 0 COMB3 Combination Max -16,518 -2,434 0,046
11 0 COMB2 Combination -16,549 -2,616 0,002781
163
LAMPIRAN 11
DETAIL ENGINERRING DESIGN (DED)
164
Halaman sengaja dikosongkan
165
166
167
168
169
170
171
172