peran petugas bimbingan rohani dalam...
TRANSCRIPT
PERAN PETUGAS BIMBINGAN ROHANI DALAM MENGATASI
STRES PERAWAT DI RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S.1)
Jurusan Bimbingan Dan Penyuluhan Islam (BPI)
NOFIAN RAHMAN AMAR
1104077
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2010
NOTA PEMBIMBING
Lamp: 5 Eksemplar
Hal : Persetujuan Naskah Skripsi
Kepada
Yth. Dekan Fakultas Dakwah
IAIN Walisongo Semarang
Di Semarang
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Setelah membaca, mengadakan korelasi, dan perbaikan sebagaimana
mestinya, maka kami menyatakan bahwa naskah skripsi:
Nama : Nofian Rahman Amar
Nim : 1104077
Fak/jur : Dakwah / BPI
Judul : PERAN PETUGAS BIMBINGAN ROHANI DALAM
MENGATASI STRES PERAWAT DI RUMAH SAKIT ISLAM
SULTAN AGUNG SEMARANG
Dengan ini telah saya setujui dan mohon agar segera diujikan, demikian
atas persetujuannya diucapkan terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Semarang, 06 Januari 2010
Bidang Substansi Materi Bidang Metodologi dan Tata Tulis
Drs. H. Djasadi, M. Pd Safrodin, M. Ag
NIP: 19470805 196509 1001 NIP: 19751203 200312 1002
PENGESAHAN
SKRIPSI
PERAN PETUGAS BIMBINGAN ROHANI DALAM
MENGATASI STRES PERAWAT DI RUMAH SAKIT ISLAM
SULTAN AGUNG SEMARANG
Disusun Oleh:
Nofian Rahman Amar
1104077
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada tanggal 29 Desember 2009
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan Dewan Penguji Ketua Sidang Penguji/ Anggota Penguji
Dewan/ Pembantu dekan Penguji I
Hj. Yuyun Affandi, LC., MA Baidi Bukhori, S. Ag, M. Si NIP. 19600603 199203 2002 NIP. 19730427 199603 1001 Sekretaris Dewan Sidang Penguji II Safrodin, M. Ag Abu Rokhmad, M. Ag NIP. 19751203 200312 1002 NIP. 19760407 199803 1001 Pembimbing I Pembimbing II Drs. H. Djasadi, M. Pd Safrodin, M. Ag NIP: 19470805 196509 1001 NIP: 19751203 200312 1002
PERSEMBAHAN
1. Almamater-ku Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang
2. Ayahanda dan ibunda (Ruji Mulyadi dan Sriatun) yang telah memberikan pendidikan sampai
ke perguruan tinggi, mencurahkan kasih sayang dan perhatiannya kepada saya, selalu
mendoakan saya dan memberikan motivasi kepada saya dalam segala hal
3. Kakak dan adik-adikku (Muhtadin Hasim, Arifatul Fitriana, Fitria Ulfa Afriani) yang
selalu memotivasi saya
4. Mas Fauzan yang selalu membimbing hati nurani penulis dalam mendekatkan kepada Allah
SWT
5. Irna yang selalu memberikan motivasi dalam segala hal, baik materi maupun spritual
6. Mbak Ema Hidayanti yang selalu memberikan saya masukan, terimaksih banyak
7. Semua temen-temen saya, temen-temen BPI angkatan 2004 yang selalu mendukung dan
memberikan semangat kepada saya
8. Saipul, Imam, Hamim yang sudah menyediakan fasilitas untuk melengkapi penulis dalam
peyelesaian skripsi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri dan
di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan lainnya. Pengetahuan yang
diperoleh dari hasil penerbitan maupun yang belum atau tidak diterbitkan, sumbernya
dijelaskan di dalam tulisan dan daftar pustaka.
Semarang,
Nofian Rahman Amar NIM: 1104077
MOTTO
uθ èδ ü“ Ï% ©! $# tΑ t“Ρ r& sπ oΨ‹Å3 ¡¡9 $# ’ Îû É>θ è= è% t⎦⎫ ÏΖÏΒ÷σ ßϑø9 $# (# ÿρߊ#yŠ ÷” zÏ9 $YΖ≈yϑƒ Î) yì ¨Β öΝÍκ È]≈ yϑƒ Î) 3 ¬! uρ ߊθ ãΖ ã_ ÏN≡ uθ≈yϑ ¡
¡9 $# ÇÚ ö‘ F{ $# uρ 4 tβ% x. uρ ª! $# $̧ϑ‹ Î=tã $Vϑ‹ Å3 ym ∩⊆∪
Dia-lah yang Telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya
keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang Telah ada). dan
kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi[1394] dan adalah Allah Maha mengetahui
lagi Maha Bijaksana (QS. Al- Fath, 48: 4).
ABSTRAKSI
Nofian Rahman Amar (1104077) Peran Petugas Bimbingan Rohani Islam Dalam Mengatasi Stress Perawat di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji secara empiris tentang peran petugas bimbingan rohani Islam dalam mengatasi stress perawat, serta untuk mengetahui analisis fungsi bimbingan rohani Islam terhadap stres perawat di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang.
Sebuah pekerjaan sangatlah dibutuhkan di era yang serba modern. Walaupun bagaimana caranya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup di dunia. Akan tetapi mereka tidak sadar bahwa kita sebagai umat muslim akan ada kehidupan lagi setelah di bumi yaitu akhirat. Sebuah fenomena di bumi saja banyak mengalami berbagai persoalan. Khususnya perawat yang sering mengalami tekanan psikis baik dari permasalahan di keluarga, teman dalam pekerjaan, apalagi atasan yang sering mengeluarkan kebijakan tetapi tidak memikirkan nasib perawat atau karyawan. Dalam RSI Sultan Agung Semarang sangatlah beruntung adanya petugas rohani, yang dapat dijadikan suri tauladan bagi perawat, karyawan, atau dokter. Bisa juga dijadikan teman curhat atau konselor, para petugas rohanipun bertanggung jawab kepada atasan imbas dengan adanya mereka. Apalagi dapat mengatasi stres perawat. Skripsi ini mengkategorikan penelitian lapangan atau field research yang dapat menganalisa faktor-faktor stres perawat yang cenderung muncul didalam suatu pekerjaan, serta peran petugas bimbingan rohani dalam mengatasi stres perawat di RSI Sultan Agung Semarang. Menunjukkan bahwa dengan adanya petugas rohani dapat terlihat faktor-faktor stres perawat serta dapat mengatasi stres perawat yang cenderung pekerjaan yang monoton di rumah sakit. Semakin rutin petugas bimbingan rohani melakukan bimbingan, semakin berkurangnya stres yang dialami perawat sehingga dapat memanaj stres tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian ini diharapkan akan menjadi bahan informasi dan masukan bagi para pembimbing (konselor), perawat, dan lingkungan RSI Sultan Agung Semarang.
Kata kunci : Faktor-faktor stres perawat dan peran petugas bimbingan rohani mengatasi stres perawat di RSI Sultan Agung Semarang.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur hanya kepada Allah SWT, yang maha pengasih dan
penyayang, karena hanya dengan rahmat dan ridho-Nya, penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul: “Peran Petugas Bimbingan Rohani Islam Dalam Mengatasi
Stress Perawat di Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang”.
Sholawat serta salam tak lupa kita curahkan kepada junjungan kita Rasulullah
SAW, yang telah membawa kita ke jalan yang lurus yaitu agama Islam, agama yang
sangat dicintai Allah SWT.
Penulis menyadari, tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai
pihak. Dan melalui kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. H. Abdul Djamil, M.A, selaku Rektor IAIN Walisongo
Semarang.
2. Bapak Drs. H. Zain Yusuf, M.M, selaku Dekan Fakultas Dakwah IAIN
Walisongo Semarang.
3. Bapak Abdul Satar, M. Ag, selaku Dosen Wali yang telah memberikan
pengarahan, motivasi, serta bimbingan kepada penulis.
4. Bapak Drs. H. Djasadi, M. Pd, selaku pembimbing I dan Bapak Safrodin, M. Ag,
selaku pembimbing II, yang telah meluangkan waktu, tenaga, fikiran serta
pengarahan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
5. Bapak Komarudin, M. Ag, selaku Kajur BPI dan Bapak Safrodin, M. Ag, selaku
Sekjur BPI Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang.
6. Segenap Bapak atau Ibu Dosen yang telah mendidik penulis selama belajar di
Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang.
7. Seluruh karyawan dan karyawati Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang.
Kepada mereka semua, tiada yang pantas untuk dihaturkan kecuali ucapan
terimakasih, semoga amal baiknya mendapat balasan dari Allah SWT.
Setelah melalui proses yang cukup panjang dan melelahkan, akhirnya penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini. Dan tentunya skripsi ini masih banyak kekurangan yang
harus dikritisi demi perkembangan wacana dan kebaikan bersama.
Akhirnya penulis memohon kepada Allah SWT, semoga buah karya ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi siapa saja yang membacanya, terutama
Civitas Akademi IAIN Walisongo Semarang.
Semarang,
Penulis,
Nofian Rahman Amar
NIM: 1104077
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL..................................................................................... i
HALAMAN NOTA PEMBIMBING.......................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN...................................................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN...................................................................... v
HALAMAN MOTTO................................................................................... vi
ABSTRAKSI................................................................................................. vii
HALAMAN KATA PENGANTAR............................................................ viii
DAFTAR ISI................................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah............................................................ 10
1.3. Tujuan dan manfaat Penelitian......................................... 10
1.4. Tinjauan Pustaka.............................................................. 11
1.5. Metode Penelitian............................................................ 12
1.6. Sistematika Penulisan skripsi........................................... 16
BAB II KERANGKA TEORITIK
2.1. Peran.............................................................................. 18
2.1.1. Definisi Peran....................................................... 18
2.1.2. Konsep Tentang Peran.......................................... 18
2.2. Bimbingan Rohani......................................................... 18
2.2.1. Definisi Bimbingan Rohani.................................. 18
2.2.2. Dasar atau Landasan Bimbingan Rohani............. 21
2.2.3. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Rohani................. 22
2.2.4. Materi dan Metode Bimbingan Rohani................. 25
2.3. Stres............................................................................... 27
2.3.1. Definisi Stres........................................................ 27
2.3.2. Jenis-Jenis Stres.................................................... 28
2.3.3. Faktor-Faktor Penyebab Stres.............................. 29
2.3.4. Stres Kerja............................................................ 33
2.3.5. Strategi Mengatasi Stres....................................... 39
2.3.6. Tingkatan Stres..................................................... 41
2.3.7. Dampak Stres........................................................ 43
2.4. Perawat.......................................................................... 44
2.4.1. Definisi Perawat................................................... 44
2.4.2. Peran Dan Fungsi Perawat.................................... 45
2.4.3. Jenis Tanggung Jawab Perawat............................ 46
BAB III GAMBARAN UMUM RSI SULTAN AGUNG SEMARANG
3.1. Gambaran Umum RSI Sultan Agung Semarang........... 56
3.1.1. Sejarah Singkat RSI Sultan Agung Semarang...... 56
3.1.2. Letak Geografis.................................................... 57
3.1.3. Sarana dan Fasilitas.............................................. 57
3.1.4. Visi-Misi dan Tujuan............................................ 60
3.1.5. Struktur Organisasi............................................... 61
3.2. Faktor-Faktor Stres Perawat di Rumah Sakit Islam
Sultan Agung Semarang................................................ 63
3.3. Pelaksanaan Bimbingan Rohani Bagi Perawat
di RSI-SA Semarang...................................................... 68
3.4. Peran Bimbingan Rohani Dalam Mengatasi
Stres Perawat di RSI-SA Semarang.............................. 70
BAB IV ANALISA HASIL PENELITIAN
4.1. Analisis Faktor-Faktor Stres Perawat di RSI Sultan Agung
Semarang....................................................................... 79
4.2. Analisa Pelaksanaan Bimbingan Rohani Bagi
Perawat di RSI-SA Semarang........................................ 82
4.3. Analisa Peran Bimbingan Rohani Dalam Mengatasi
Stres Perawat di RSI-SA Semarang............................... 86
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan.................................................................... 93
5.2. Saran-Saran.................................................................... 94
5.3. Penutup.......................................................................... 94
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP PENULIS
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Manusia ialah makhluk yang tertinggi martabatnya di muka bumi, terdiri
dari badan dan jiwa. Jiwa bukan jisim dan bukan pula suatu daya dalam jisim,
maka dari itu jiwa akan kekal setelah badan hancur karena kematian. Manusia
merupakan bagian dari alam yang terjadi dari wujudnya berupa jasad kemudian
kedudukan jasad sebagai alat peletak bagi jiwa, dengan demikian jiwa akan
memperoleh kesempurnaan. Manusia yang tercipta akal pikiran yang dapat
menginterpretasikan apa yang ada di sekililingnya.
Apalagi di era modernisasi dan teknologi yang telah membawa banyak
perubahan dunia. Akibat dari kemajuan diberbagai sektor misalnya perhubungan,
komunikasi, pertanian, perdagangan, dan lain-lain. Sehingga mempunyai prinsip
yang menghasilkan produktifitas tinggi dengan waktu sesingkat mungkin. Dampak
dari semua itu adalah orientasi hidup lebih materialis karena tuntutan akan
kebutuhan hidup semakin banyak dan mahal. Orientasi hidup berubah menjadi
sebagai pemburu waktu maupun materi. Bagaikan mesin yang tidak mengenal
lelah. Seperti kata Caplan dan Nelson (1973) hubungan orang dan lingkungan
merupakan proses timbal balik, lingkungan dapat mempengaruhi tingkah laku
orang, tetapi orang mempunyai kapasitas untuk membentuk lingkungan
(Martaniah, 2000: 22).
2
Bekerja adalah fitrah dan sekaligus merupakan salah satu identitas manusia,
sehingga bekerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman tauhid, bukan saja
menunjukkan fitrah seseorang muslim, tetapi sekaligus meninggikan martabat
dirinya sebagai hamba Allah (Tasmara, 1995: 2). Dalam dunia yang serba modern
seperti sekarang ini, manusia dituntut untuk lebih kreatif dan bersemangat untuk
dapat memenuhi kebutuhan hidup yang semakin meningkat. Menurut Abraham
Maslow dalam kehidupannya, manusia mempunyai lima kebutuhan dasar yaitu:
Pertama, fisiologis atau meliputi lapar, haus, perlindungan, dan kebutuhan badani
lainya. Kedua, keamanan atau meliputi keamanan dan proteksi dari bahaya fisik
dan emosional. Ketiga, cinta atau mencakup ketergantungan, rasa memiliki, rasa
diterima, dan persahabatan. Keempat, percaya diri atau mencakup faktor percaya
diri internal dan eksternal seperti prestasi, status, perhatian, dan lain sebagainya.
Kelima, aktualisasi diri atau termasuk perkembangan, pencapaian potensi, dan
pemenuhan hasrat diri (Jabir, 2005: 103).
Untuk menangkal dan mengatasi masalah pribadi perlu dipersiapkan insan
dan sumber daya manusia Indonesia yang bermutu. Manusia Indonesia yang
bermutu yaitu manusia yang harmonis lahir dan batin, sehat jasmani dan rohani,
bermoral, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi secara profesional, serta
dinamis dan kreatif (Nurihsan, 2006: 3).
Hubungan kemanusiaan yang awalnya persahabatan berubah menjadi sebuah
kepentingan, antara satu dengan yang lain saling bersaing untuk memenuhi
kebutuhan yang semakin meningkat. Hidup pada akhirnya membawa manusia
dalam keresahan, gelisah, dan renggang satu sama lain (Daradjad, 2001: 4).
3
Humanisme apalagi yang masih kokoh dijadikan sandaran manusia modern
manakala pada saat yang sama krisis demi krisis kemanusiaan tumbuh dengan
mekar dan menjadi panorama keseharian disetiap sudut kehidupan, sehingga
manusia modern menjadi tidak berharga sama sekali karena kehilangan jati diri.
Rasionalisme apalagi yang patut dijadikan acuan hidup ketika kemodernan itu
manusia kehilangan makna hidup yang membuat manusia rentan terhadap penyakit
kehidupan. Bahagiakah manusia modern dengan kemoderen yang diciptakannya
sendiri dengan penuh keyakinan dan keangkuhan (Nasir, 1997: 9).
Perkataan Haidar Nasir ini merupakan refleksi modernitas yang menilai
secara jujur tentang hilangnya makna hidup dalam kehidupan. Pendapat senada
diungkapkan pula oleh Hanna Djumhana Bastaman bahwa satu hal pokok dari
kehidupan modern adalah hilangnya makna hidup yang berakibat pada hilangnya
orientasi, hilangnya tujuan hidup, hilangnya moralitas, dan ‘kesemrawutan pola
kehidupan’ (Bastaman, 1995: 191).
Setiap permasalahan kehidupan yang menimpa pada diri seseorang dapat
mengakibatkan gangguan fungsi tubuh. Oleh karena itu dalam diri manusia itu
antara fisik dan psikis itu tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya (saling
mempengaruhi). Reaksi tubuh (fisik) ini dinamakan stres, dan manakala fungsi
organ tubuh itu sampai terganggu dinamakan distres (Hawari, 1999: 44).
Stres ialah interaksi antara individu dan lingkungan yang ditandai dengan
ketegangan emosional dengan berpengaruh terhadap kondisi mental, dan fisik
seseorang (Harvey dan Bowrn, 1995:131).
4
Stres merupakan salah satu penyakit psikis yang dapat berdampak pada fisik.
Keadaan tersebut sangat berpengaruh pada perkembangan suatu pemikiran.
Apalagi dalam keaadaan yang tidak stabil juga berdampak pada kejiwaan
seseorang. Bila tidak dapat dikendalikan dan terjerumus dalam hal yang negatif,
maka nyawa seseorang pun tidak akan selamat. Tidak berdampak pada diri sendiri
melainkan pada orang lain khususnya keluarga dan umumnya masyarakat.
Sebagaimana firman Allah SWT yang diterangkan dalam Surat Al-Ma’arij
ayat 19-23:
*¨βÎ) z⎯≈ |¡ΣM}$# t, Î=äz% ·æθè=yδ∩⊇®∪ # sŒ Î) çµ ¡¡tΒ• ¤³9 $# $Yãρâ“ y_∩⊄⊃∪ # sŒ Î) uρçµ ¡¡tΒç ö sƒ ø:$# $̧ãθãΖ tΒ∩⊄⊇∪
ωÎ) t⎦, Íj#|Áßϑø9 $# ∩⊄⊄∪ t⎦⎪ Ï% ©! $# öΝ èδ4’ n? tã öΝ Íκ ÍE Ÿξ |¹ tβθßϑÍ←!# yŠ ∩⊄⊂∪ Artinya: Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.
Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan
ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat, yang mereka itu tetap
mengerjakan shalatnya.
Dari paparan tersebut, terlihat bahwa kepribadian sangat menentukan.
Apalagi kepribadiannya utuh dan jiwanya sehat, ia akan menghadapi semuanya
dengan tenang. Kepribadian di dalamnya terdapat unsur-unsur keimanan yang
kuat, teguh, dan berbagai masalah yang dihadapinya dengan tenang tanpa resah,
cemas, gundah, panik. Namun orang yang jauh dari agama boleh jadi ia akan
marah tanpa sasaran yang jelas, atau memarahi orang lain sebagai sasaran
kemarahannya (Sururin, 2004:188).
5
Gibson et al mengemukakan bahwa stres kerja dilihat dari beberapa titik
pandang, yaitu stres sebagai stimulus, stres sebagai respon dan stres sebagai
stimulus-respon. Stres sebagai stimulus merupakan pendekatan yang
menitikberatkan pada lingkungan. Definisi stimulus memandang stres sebagai
suatu kekuatan yang menekan individu untuk memberikan tanggapan terhadap
stresor. Pendekatan ini memandang stres sebagai konsekuensi dari interaksi antara
stimulus lingkungan dengan respon individu. Pendekatan stimulus-respon
mendefinisikan stres sebagai konsekuensi dari interaksi antara stimulus lingkungan
dengan respon individu. Stres dipandang tidak sekedar sebuah stimulus atau
respon, melainkan stres merupakan hasil interaksi unik antara kondisi stimulus
lingkungan dan kecenderungan individu untuk memberikan tanggapan. Luthans
(Yulianti, 2000:10) mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam
menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses
psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa
yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena
tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat
berbeda. Masalah Stres kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang
penting diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan.
Akibat adanya stres kerja tersebut yaitu orang menjadi nervous, merasakan
kecemasan yang kronis, peningkatan ketegangan pada emosi, proses berifikir dan
kondisi fisik individu.
6
Selain itu, sebagai hasil dari adanya stres kerja karyawan mengalami
beberapa gejala stres yang dapat mengancam dan mengganggu pelaksanaan kerja
mereka, seperti: mudah marah dan agresi, tidak dapat relaks, emosi yang tidak
stabil, sikap tidak mau bekerja sama, perasaan tidak mampu terlibat, dan kesulitan
dalam masalah tidur. Di kalangan para pakar sampai saat ini belum terdapat kata
sepakat dan kesamaan persepsi tentang batasan stres. Baron & Greenberg
(Margiati, 1999:71), mendefinisikan stres sebagai reaksi-reaksi emosional dan
psikologis yang terjadi pada situasi dimana tujuan individu mendapat halangan dan
tidak bisa mengatasinya. Aamodt (Margiati, 1999:71) memandangnya sebagai
respon adaptif yang merupakan karakteristik individual dan konsekuensi dan
tindakan eksternal, situasi atau peristiwa yang terjadi baik secara fisik maupun
psikologis. Berbeda dengan pakar di atas, Landy (Margiati,1999:71)
memahaminya sebagai ketidakseimbangan keinginan dan kemampuan
memenuhinya sehingga menimbulkan konsekuensi penting bagi dirinya. Robbins
memberikan definisi stres sebagai suatu kondisi dinamis di mana individu
dihadapkan pada kesempatan, hambatan dan keinginan dan hasil yang diperoleh
sangatlah penting tetapi tidak dapat dipastikan (Dwiyanti, 2001:75).
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa terjadinya stres kerja adalah
perasaan tertekan yang dialami karyawan dalam menghadapi pekerjaan, yang
disebabkan oleh stresor yang datang dari lingkungan kerja seperti faktor
lingkungan, organisasi dan individu. Tinggi rendahnya tingkat stres kerja
tergantung dari manajemen stres yang dilakukan oleh individu dalam menghadapi
stresor pekerjaan tersebut.
7
Perawat merupakan satu jenis profesi yang dewasa ini banyak dibutuhkan.
Oleh karena itu, organisasi tempat para perawat bekerja senantiasa mengusahakan
peningkatan kualitas profesionalisme mereka. Tugas pokok seorang perawat adalah
merawat pasien untuk mempercepat proses penyembuhan. Kondisi tubuh yang
kurang menguntungkan akan berakibat seorang perawat mudah patah semangat
bilamana saat bekerja ia mengalami kelelahan fisik, kelelahan emosional, dan
kelelahan mental. Pekerjaan seorang perawat sangatlah berat. Dari satu sisi,
seorang perawat harus menjalankan tugas yang menyangkut kelangsungan hidup
pasien yang dirawatnya. Di sisi lain, keadaan psikologis perawat sendiri juga harus
tetap terjaga. Kondisi seperti inilah yang dapat menimbulkan rasa tertekan pada
perawat, sehingga ia mudah sekali mengalami stres. Stres merupakan ketegangan
mental yang mengganggu kondisi emosional, proses berpikir, dan kondisi fisik
seseorang. Stres yang berlebihan akan berakibat buruk terhadap individu untuk
berhubungan dengan lingkungannya secara normal. Akibatnya kinerja mereka
menjadi buruk dan secara tidak langsung berpengaruh terhadap organisasi di mana
mereka bekerja.
Lebih lanjut, Santosa (Hadi, 1987) mengatakan bahwa dalam melaksanakan
tugasnya sehari-hari, perawat selalu berhadapan dengan hal-hal yang monoton dan
rutin ruang kerja yang sesak dan sumpek bagi yang bertugas di bangsal, harus
berhati-hati menangani peralatan di ruang operasi, harus dapat bertindak cepat
namun tepat dalam menangani penderita yang masuk Unit Gawat Darurat.
Seorang perawat sering dihadapkan pada suatu usaha penyelamat kelangsungan
hidup atau nyawa seseorang, adanya tuntutan-tuntutan baik yang berasal dari
orang-orang di sekitarnya maupun dari kode etik profesi.
8
Schaufeli dan Jauczur (1994) mengatakan bahwa dalam menjalankan peran
dan fungsinya seorang perawat dituntut memiliki keahlian, pengetahuan, dan
konsentrasi yang tinggi. Selain itu pula seorang perawat selalu dihadapkan pada
tuntutan idealisme profesi dan sering menghadapi berbagai macam persoalan baik
dari pasien maupun teman sekerja. Itu semua menimbulkan rasa tertekan pada
perawat, sehingga mudah mengalami stres. Menurut Leatz dan Stolar (Rosyid dan
Farhati, 1996) apabila keadaan stres terjadi dalam jangka waktu yang lama dengan
intensitas yang cukup tinggi, ditandai dengan kelelahan fisik, kelelahan emosional,
dan kelelahan mental, maka akan mengakibatkan perawat mengalami gejala
burnout. Bernardin (Rosyid, 1996) menggambarkan burnout sebagai suatu keadaan
yang mencerminkan reaksi emosional pada orang yang berkerja pada bidang
pelayanan kemanusiaan (human services) dan bekerja erat dengan masyarakat.
Melihat hasil dari banyak penelitian klinis yang mencari hubungan antara
komitmen agama dengan kesehatan (fisik maupun kesehatan jiwa), ditemukan
indikasi yang kuat bahwa komitmen agama mampu mencegah dan melindungi
seseorang dari penyakit, serta adanya ketimpangan antara bimbingan rohani dalam
mengatasi stres seseorang sehingga mempertinggi kemampuan seseorang dalam
mengatasi penderitaan dan mempercepat proses penyembuhan.
Suatu permasalahan yang muncul ialah penyakit psikis (stres) yang melekat
pada jiwa kita, sehingga perasaan kita mulai terbebani dengan masalah itu.
Pekerjaan pun tidak maksimal. Jadi, selain petugas rohani membimbing pasien
yang sedang sakit (keluarga), juga berdampak positif terhadap para karyawan atau
perawat untuk mendapatkan bimbingan. Apalagi perawat yang memiliki kinerja
9
yang tinggi dituntut pada profesionalisme kerja. Walaupun berbagai persoalan
melanda, dia harus bersikap profesional dalam suatu pekerjaan.
Dalam hal ini perawat yang ada di RSI Sultan Agung Semarang telah
memiliki tekanan psikis yang di akibatkan oleh suatu pekerjaan sehingga dapat
menimbulkan stres. Mereka ada yang tertekan dalam kejenuan atau monoton dalam
ruangan, apalagi ruangan yang golongan menengah ke bawah yang dominan dari
masyarakat dari pedesaan pasien sedikit- sedikit memanggil perawat. Ada juga
tekanan dari atasan yang terlalu banyak tuntutan dan aturan, apalagi ada juga yang
dari para perawat sendiri yang lebih senior mentang- mentang berkuasa. Dari
situlah peran petugas bimbingan rohani untuk dapat menjadi konsultan atau teman
curhat yang berlandaskan karena para petugas rohani yang berpedoman kepada Al-
Qur’an dan Al- Hadist.
Di RSI Sultan Agung dari awal berdiri Rumah Sakit sudah sudah terprogram
untuk memiliki petugas bimbingan rohani, karena disamping Rumah Sakit
dibangun untuk keperluan medis, juga tujuan utama untuk berdakwah menurut
Sugito (22 Juli 2009) selaku petugas bimbingan rohani. Tetapi para petugas
bimbingan rohani masih memiliki kendala yang diakibatkan kekurangan karyawan
sebagai petugas bimbingan rohani. Dan akhirnya dari tahun ke tahun pihak yang
berwenang dari Rumah Sakit mengadakan tes untuk para calon karyawan atau
karyawati, tetapi harus melalui beberapa tahap tes. Baik yang tertulis maupun
wawancara.
Tentunya hal ini perlu dikaji lebih mendalam, mengapa muncul stres
tersebut, bagaimana latar belakang dan sebab-sebab munculnya stres tersebut, serta
upaya mengatasinya.
10
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk meneliti Peran Petugas
Bimbingan Rohani Dalam Mengatasi Stres Perawat di RSI Sultan Agung
Semarang.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan di atas maka permasalahan yang
akan diteliti adalah
1.2.1. Apakah faktor-faktor penyebab perawat mengalami stres?
1.2.2. Bagaimanakah peran petugas bimbingan rohani dalam mengatasi stres
perawat di RSI Sultan Agung Semarang?
1.3. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dari
penelitian ini adalah “Untuk mendeskripsikan dan menganalisa peran dari petugas
bimbingan rohani dalam mengatasi stres perawat”.
Adapun hasil penelitian ini diharapkan akan bermanfaat dalam kajian
berikutnya yang berbentuk:
1.3.1. Secara Teoritik
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
pengembangan ilmu dakwah atau khususnya BPI.
1.3.2. Secara Praktik
Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perawat
dalam mengatasi stresnya, serta perbaikan terhadap kekurangan-kekurangan
peran petugas bimbingan rohani di RSI Sultan Agung Semarang.
11
1.4. Tinjauan Pustaka
Sebagai bahan telaah pustaka dalam penelitian ini, peneliti mengambil
beberapa hasil penelitian yang ada relevansinya dengan penelitian ini, diantaranya
adalah:
Penelitian yang ditulis oleh Taufik pada tahun 2005 dengan judul “Peran
Rohaniawan Islam di RSI Sultan Agung Semarang Dalam Memotivasi
Kesembuhan Pasien”. Dalam penelitian ini penulis memaparkan bahwa
rohaniawan memiliki peran yang sangat besar dalam memotivasi kesembuhan
pasien, hal ini dikarenakan kehadirannya bisa memberikan sugesti kepada pasien.
Muhlisin pada tahun 2005 dengan judul “Terapi Holistik Menurut Dadang
Hawari Dalam Menangani Stres Dan Implikasinya Terhadap Pribadi Efektif
(Studi Analisis Bimbingan Dan Konseling Islam)”. Dalam penelitian ini
dinyatakan bahwa stres dipahami sebagai gangguan kejiwaan terhadap seseorang
yang diakibatkan karena tidak tercapainya suatu keinginan dan ketidak mampuan
manusia untuk mengatasi konflik yang terjadi di dalam dirinya.
Konflik disini bisa terjadi berupa konflik fisik seperti cacat tubuh atau konflik non
fisik seperti konflik psikis yang muncul karena beberapa faktor yaitu permasalahan
keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan kerja dan sebagainya.
Ketiga adalah “Pengaruh Bimbingan Rohani Islam Terhadap Penurunan
Kecemasan Pada Pasien Pra Operasi Di RSI Sultan Agung Semarang” yang
dilakukan oleh Zulfa pada tahun 2009. Dia mendefinisikan bahwa dengan adanjya
petugas bimbingan rohani dapat memberikan pengaruh sehingga dapat mengurangi
kecemasan pada pasien.
12
Kelebihan penelitian pertama, peran dari petugas bimbingan rohani dapat
memotivasi kesembuhan pasien, serta akan sadar bahwa semua itu ada yang
mengatur skenario tersebut. Akan sadar dengan adanya Sang Khalik. Penelitian
kedua akan sadar dengan penyakit psikis yaitu stres yang dapat mempengaruhi
semua kondisi tubuh. Sedangkan penelitian ketiga, dengan adanya petugas
bimbingan rohani dapat mengurangi kecemasan pada pasien pra operasi, serta
memberikan kesadaran akan manfaat dari penyakit tersebut.
Sementara dalam penelitian ini, peneliti ingin memfokuskan mengenai peran
petugas bimbingan rohani bukan hanya ditujukan kepada pasien melainkan juga
bisa dimanfaatkan untuk perawat atau pegawai Rumah Sakit. Dengan adanya
petugas bimbingan rohani punya peran khusus juga bisa dijadikan tempat curhat
ataupun memberikan saran dan masukan, yang dikarenakan tekanan psikis. Dari
gangguan penyakit psikis tersebut maka kinerja dari perawat atau pegawai tidak
maksimal. Apabila pekerjaan mereka maksimal maka citra baik Rumah Sakit akan
populer. Karena petugas bimbingan rohani selalu berpedoman Al-Qur’an dan
Hadist. Dampak dari bimbingan rohani tersebut dapat mengatasi stres perawat.
Peneliti ingin menawarkan dengan menggunakan pendekatan bimbingan rohani
dan pendekatan psikologi sehingga dapat mengatasi stres.
1.5. Metode Penelitian
1.5.1. Jenis dan Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek
penelitian, secara holistic dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan
13
bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan
berbagai metode alamiah (Moleong, 2006: 6).
Berkaitan dengan judul yang diangkat, maka diperlukan pendekatan yang
diharapkan mampu memberikan pemahaman yang mendalam dan
komperehensif. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan psikologi
dikarenakan dengan pendekatan psikologi dapat mengetahui perkembangan
kondisi stres perawat di RSI Sultan Agung Semarang setelah mendapatkan
bimbingan rohani, khususnya lebih pada periode tahun 2009. Secara praktis
penelitian ini berlangsung sejak bulan juni 2009 sampai bulan juli 2009.
1.5.2. Sumber Dan Jenis Data
Adapun sumber dan jenis data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua
macam, antara lain:
1.5.2.1. Data Primer
Data primer adalah pelaksanaan hubungan rohani Islam yang
dilaksanakan oleh pembimbing rohani Islam di RSI Sultan Agung Semarang.
1.5.2.2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data lain yang menunjang seperti:
1.5.2.2.1. Jumlah petugas bimbingan rohani
1.5.2.2.2. Kedudukan bimbingan rohani Islam di RSI Sultan Agung
Semarang
1.5.2.2.3. Sejarah Rumah Sakit Islam Sultan Agung Semarang.
Sumber data primer adalah petugas bimbingan rohani Islam dan
perawat di RSI Sultan Agung Semarang. Sumber data sekunder adalah buku-
buku atau referensi yang berkaitan dengan skripsi.
14
1.5.3. Metode Pengumpulan Data
Dalam teknik pengumpulan data ini penulis mengkatagorikan jenis
penelitian lapangan atau field research. Dimana dalam penelitian lapangan
atau field research ini merupakan penelitian yang didapat sendiri oleh peneliti
secara langsung dari subyek penelitian yaitu perawat di RSI Sultan Agung
Semarang untuk memperoleh data yang berkaitan dengan penelitian ini.
Untuk melakukan field research selanjutnya penulis melakukan langkah-
langkah pengumpulan data dengan menggunakan teknik sebagai berikut:
1.5.3.1. Metode Observasi
Metode observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara
sistematik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau
gejala-gejala pada obyek penelitian (Hadari, 1991: 74). Metode observasi
yaitu metode penelitian dengan pengamatan yang dicatat secara
sistematik fenomena yang diselidiki (Hadi, 2001: 316).
1.5.3.2. Metode Wawancara
Metode interview atau wawancara adalah alat pengumpul data
berupa tanya jawab antara pihak pencari informasi dengan sumber
informasi yang berlangsung secara lisan (Hadari, 1991: 98).
Metode ini disebut juga metode wawancara artinya metode
pengumpulan data yang tata caranya dilakukan dengan tanya jawab
sepihak dengan cara sistematis berdasarkan tujuan penelitian (Hadi,
1991: 193). Dalam penelitian ini menggunakan teknik wawancara
terbuka, yaitu obyek yang diwawancari mengetahui bahwa mereka
15
sedang diwawancarai dan mengetahui pula apa maksud wawancara itu
(Lexy, 2002: 137).
Wawancara ini dilakukan untuk mendukung dan menunjang data
penelitian. Wawancara dilakukan dengan perawat RSI Sultan Agung
Semarang ditujukan untuk mengetahui gambaran umum dengan adanya
petugas bimbingan rohani para perawat dalam mengatasi stresnya, serta
hal-hal yang mendukung perolehan data.
1.5.3.3. Studi Dokumentasi
Studi dokumen adalah pencarian data mengenai variabel yang
berupa catatan, transkip, buku-buku, surat kabar, agenda dan sebagainya
(Suharsimi, 1998: 234). Metode ini digunakan untuk mengumpulkan
data berupa data statistik dari RSI Sultan Agung Semarang serta berbagai
catatan lain yang berkaitan dengan penelitian yang saya ajukan.
1.5.4. Teknik Analisis Data
Setelah data-data terkumpul, maka penulis menggunakan metode
kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
dapat diamati (Lexy, 2002: 3). Dan untuk mengahasilkan hasil yang
optimal dan kesimpulan yang benar, maka penulis juga menggunakan
metode analisa deskriptif.
Metode ini bertujuan untuk menguraikan penelitian dan
menggambarkan secara lengkap dalam suatu bahasa, sehingga ada suatu
pemahaman antara kenyataan dilapangan dengan bahasa yang digunakan
untuk menguraikan data-data yang ada (Anton, 1990: 51). Metode ini
16
digunakan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan peran petugas
bimbingan rohani dalam mengatasi stres perawat.
1.6. Sistematika Penulisan Skripsi
Dalam rangka menguraikan pembahasan masalah diatas, maka peneliti
berusaha menyusun kerangka penelitian secara sistematis, agar pembahasan lebih
terarah dan mudah dipahami, sehingga tercapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan
sebelum memasuki bab pertama, maka penulisan skripsi diawali dengan bagian
yang memuat: Halaman Judul, Nota Pembimbing, Pengesahan, Motto,
Persembahan, Pernyataan, Kata Pengantar dan Daftar Isi.
Bab pertama adalah pendahuluan, Bab ini berisi tentang latar belakang,
rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode
penelitian, dan sistematika penulisan skripsi.
Bab kedua adalah landasan teori yang menjelaskan tentang bimbingan
rohani dan stres. Pada sub bagian peran akan dikaji devinisi peran, konsep tentang
peran. Sedangkan bimbingan rohani akan dikaji tentang devinisi bimbingan rohani,
dasar atau landasan bimbingan rohani, tujuan dan fungsi bimbingan rohani, materi
dan metode bimbingan rohani. Pada sub bagian stres akan dikaji tentang definisi
stres, jenis-jenis stres, faktor-faktor penyebab stres, cara mengatasi stres atau
coping stres, reaksi terhadap stres berat dan gangguan penyesuaian, tingkatan stres,
dampak stres, dampak stres pada kesehatan, stres kerja, sumber-sumber stres kerja,
dampak stres kerja. Pada sub bagian perawat akan dikaji tentang definisi perawat,
peran dan fungsi perawat, jenis tanggung jawab perawat, dan peran bimbingan
rohani Islam guna mengatasi stres para perawat.
17
Bab ketiga, dibagi menjadi tiga, bab pertama berisi tentang profil atau
gambaran umum RSI Sultan Agung Semarang (sejarah singkat, letak geografis,
struktur organisasi, sarana dan fasilitas, visi-misi dan tujuan). Bab kedua gambaran
umum pelaksanaan bimbingan rohani bagi perawat (jadwal penceramah do’a pagi,
jadwal kultum sholat dluhur, dan jadwal kegiatan dinas pagi menggunakan audio
oleh bagian syiar dan dakwah). Bab ketiga peran bimbingan rohani dalam
mengatasi stres perawat di RSI Sultan Agung Semarang.
Bab keempat, analisa pada bab ini merupakan pembahasan atas fakta data
yang telah dituangkan dalam bab sebelumnya. Dari hasil analisis yang telah
dipaparkan, dari penelitian tersebut dapat dipahami bagaimana peran petugas
bimbingan rohani dalam mengatasi stres perawat di RSI Sultan Agung Semarang.
Bab kelima, merupakan penutup, yaitu bab terakhir yang berisi kesimpulan,
saran-saran, kata penutup, dan riwayat hidup penulis serta lampiran-lampiran.
1
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1. Peran
2.1.1. Definisi Peran
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain
terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam, suatu system. Peran dipengaruhi
oleh keadaan sosial baik dari dalam maupun dari luar dan bersifat stabil. Peran
adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari seesorang pada situasi sosial
tertentu. (Kozier Barbara, 1995:21).
2.1.2. Konsep tentang peran (role) menurut Komarudin (1994, hlm: 768) dalam buku
“Ensiklopedia Manajemen” mengungkapkan sebagai berikut:
2.1.2.1. Bagian dari tugas utama yang harus dilakukan
2.1.2.2. Pola perilaku yang diharapkan dapat menyertai suatu status
2.1.2.3. Bagian suatu fungsi seseorang dari seseorang atau menjadi
karakteristik yang ada padanya
2.1.2.4. Fungsi setiap variabel dalam hubungan sebab akibat
2.2. Bimbingan Rohani
2.2.1. Definisi Bimbingan Rohani
Dalam bahasa Inggris kata bimbingan disebut “Guidance”. Menurut H.
Prayitno, bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh orang
yang ahli kepada seorang atau beberapa orang individu, baik anak-anak, remaja,
2
maupun dewasa, agar orang yang dibimbing dapat mengembangkan kemampuan
dirinya sendiri dan mandiri, dengan memanfaatkan kekuatan individu dan sarana
yang ada dan dapat dikembangkan, berdasarkan norma-norma yang berlaku
(Prayitno, 1999: 99).
Sedangkan menurut Bimo Walgito, bimbingan adalah bantuan atau
pertolongan yang diberikan kepada individu dalam menghindari atau mengatasi
kesulitan didalam kehidupan agar individu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya
(Walgito, 1995: 4).
Bimbingan adalah proses yang digunakan sepenuhnya dalam rangka
membantu individu untuk mengerti diri mereka sendiri dan dunia mereka (Shelley
dan Shertzer, 1996: 40).
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan
adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli kepada
seseorang atau beberapa orang agar mampu mengatasi persoalan- persoalan dirinya
sehingga mereka dapat menentukan sendiri jalannya secara bertanggung jawab tanpa
tergatung kepada orang lain.
Setelah mengetahui bimbingan dari sudut pandang umum, maka perlu
dikemukakan juga definisi bimbingan dari sudut pandang Islam. Dalam penelitian
ini penulis mengistilahkan bimbingan keagaman Islam dengan bimbingan rohani
Islam, menurut (Musnawar, 1995: 143) bahwa bimbingan keagamaan Islam adalah
proses pemberian bantuan terhadap individu agar dalam kehidupan agamanya
senantiasa selaras dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sedangkan menurut (Salim, 2005: 1) bimbingan
3
rohani Islam merupakan tindakan yang di dalamnya terjadi proses bimbingan dan
pembinaan rohani kepada pasien di rumah sakit sebagai upaya menyempurnakan
ikhtiar medis dengan ikhtiar spiritual yang dilakukan oleh tenaga kerohanian dalam
usaha untuk memberikan ketenangan dan kesejukan hati dengan dorongan dan
motivasi untuk tetap bersabar, bertawakal, dan senantiasa menjalankan
kewajibannya sebagai hamba Allah.
Bimbingan rohani juga dapat diartikan sebagai suatu aktifitas memberikan
bimbingan, pelajaran, dan pedoman kepada individu yang meminta bantuan (klien)
dalam hal bagaimana seharusnya seorang klien dapat mengembangkan potensi akal
pikiranya, kejiwaannya, keimanannya, serta dapat menanggulangi problematika
hidup dengan baik dan benar secara mendiri yang berpandangan pada Al-Qur’an dan
Sunah Rasul SAW (Adz-Dzaky, 2001:189).
Dari beberapa definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan
rohani Islam dapat diartikan sebagai suatu proses pemberian bantuan kepada pasien
di rumah sakit, akan tetapi karyawan atau perawat pun bisa mendapatkan bimbingan
rohani. Sehingga kinerja dari karyawan ataupun perawat dapat bekerja maksimal
tanpa ada tekanan karena yang berpedoman pada Al- Qur’an dan Al- Hadist.
Dalam kaitannya dengan bimbingan rohani di dalam al-Qur’an dijelaskan
dalam Surat Al- Baqarah: 208:
$y㕃 r'̄≈ tƒ š⎥⎪ Ï% ©! $#(#θãΖtΒ# u™(#θè= äz÷Š $#’ ÎûÉΟ ù= Åb¡9 $#Zπ ©ù!$Ÿ2Ÿωuρ (#θãèÎ6 ®K s? ÅV≡ uθäÜ äzÇ⎯≈ sÜ ø‹ ¤±9 $#4
…çµ ¯Ρ Î)öΝà6 s9 Aρ ߉tã ×⎦⎫ Î7 •Β∩⊄⊃∇∪
4
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam
keseluruhan,dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan.
Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu (Q.S. Al- Baqarah:208).
2.2.2. Dasar atau Landasan Bimbingan Rohani
Dasar atau landasan utama bimbingan rohani Islam adalah Al- Qur’an dan
Sunnah Rasul, sebab keduanya merupakan sumber dari segala sumber pedoman
kehidupan umat Islam, seperti yang terdapat dalam hadist Rasulullah SAW, sebagai
berikut:
ÊóÑóßúÊõ Ýöíúßõãú ãóÇáóäú ÊóÖáøõæúÇ ÈóÚúÏóåõ
Åöäö ÇÚúÊóÕóãúÊõãú Èöåö ßöÊóÇÈó Çááåö æóÓóäøóÉó
ÑóÓõæúáöåö.
(ÑæÇå ÇÈä ãÇÌå)
Artinya:
Aku tinggalkan sesuatu bagi kalian semua yang jika kalian selalu berpegang
teguh kepadanya niscaya selama-lamanya tidak akan pernah salah langkah
tersesat jalan, sesuatu itu kitabullah dan sunah rasulnya (H.R. Ibnu Majjah). .
Al-Qur’an dan Sunnah Rasul dapat diistilahkan sebagai landasan ideal dan
konseptual bimbingan rohani Islam. Dari Al-Qur’an dan Sunnah Rasul itulah
gagasan, tujuan, dan konsep-konsep (pengertian, makna hakiki) (faqih, 2001: 5).
5
ô‰s) ©9 tβ%x. öΝä3 s9 ’ ÎûÉΑθß™ u‘ «! $#îο uθó™é& ×π uΖ |¡ym ⎯ yϑÏj9 tβ%x. (#θã_ ö tƒ ©!$# tΠ öθu‹ø9 $# uρt ÅzFψ$#
t x. sŒ uρ ©!$# #Z ÏV x. ∩⊄⊇∪ Artinya:
Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu
(yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan
dia banyak menyebut Allah (Q.S. Al- Ahzab: 21).
ÎóÇyèø9 $#uρ ∩⊇∪ ¨βÎ) z⎯≈ |¡ΣM} $# ’ Å∀s9 Aô£ äz ∩⊄∪ ω Î) t⎦⎪ Ï% ©! $# (#θ ãΖtΒ#u™ (#θè=Ïϑtã uρ ÏM≈ ys Î=≈ ¢Á9 $#
(# öθ|¹# uθs? uρ Èd, ysø9 $$Î/ (#öθ|¹# uθs? uρ Îö9¢Á9 $$Î/ ∩⊂∪
Artinya:
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian,
Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat
menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi
kesabaran (Q.S. Al-ashr: 1-3).
2.2.3. Tujuan dan Fungsi Bimbingan Rohani
6
Tujuan bimbingan Islam yaitu untuk meningkatkan dan menumbuh suburkan
kesadaran manusia tentang eksistensinay sebagai makhluk dan khalifah Allah SWT
di muka bumi ini, sehingga setiap aktivitas tingkah lakunya tidak keluar dari tujuan
hidupnya yaitu untuk menyembah atau mengabdi kepada Allah SWT (Hallen, 2002:
14).
Ainur Rakhim Faqih berpendapat bahwa tujuan bimbingan rohani terbagi
menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
2.2.3.1. Tujuan umum
Membantu individu mewujudkan dirinya menjadi manusia seutuhnya
agar mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
2.2.3.2. Tujuan khusus
2.2.3.2.1. Membantu individu agar tidak menghadapi masalah,
2.2.3.2.2. Membantu individu mengatasi masalah yang sedang dihadapinya,
2.2.3.2.3. membantu individu memelihara dan mengembangkan situasi dan
kondisi yang baik atau yang telah baik agar tetap baik atau menjadi
lebih baik, sehingga tidak akan menjadi sumber masalah bagi
dirinya dan orang lain.
Sedangkan fungsi bimbingan rohani, menurut Faqih adalah:
2.1.3.1. Fungsi prefentif, yaitu membantu individu menjaga atau mencegah
timbulnya masalah baginya.
2.1.3.2. Fungsi kuratif, yaitu membantu individu memecahkan masalah yang
sedang dihadapi atau dialaminya.
7
2.1.3.3. Fungsi preservatif, yaitu membantu individu menjaga agar situasi dan
kondisi yang semula tidak baik (mengandung masalah) menjadi baik
(terpecahkan) dan kebaikan itu bertahan lama.
2.1.3.4. Fungsi developmental, yaitu membantu individu memelihara dan
mengembangkan situasi dan kondisi yang telah baik agar tetap baik atau
menjadi lebih baik, sehingga memungkinkannya menjadi sebab
munculnya masalah baginya (Faqih, 2001:37).
Menurut Payitno (1999: 96), pelaksanaan bimbingan agar berjalan dengan
baik ada beberapa fungsi, yaitu:
2.1.3.2. Fungsi pemahaman
Pemahaman tentang klien meerupakan titik tolak upaya pemberian
bantuan terhadap klien, maka pembimbing perlu terlebih dahulu memahami
individu yang akan dibimbing. Pemahan tentang masalah klien, ketika proses
bimbingan memasuki upaya penanganan masalah, maka pemahaman terhadap
masalah klien merupakan sesuatu yang wajib.
2.1.3.3. Fungsi pencegahan
Fungsi pencegahan yaitu menghindari timbulnya atau meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah, penilaian positif terhadap diri sendiri,dan
lingkungan kelompok, melalui upaya pencegahan, yaitu:
2.1.3.3.1.1. Mendorong perbaikan kondisi diri klien
2.1.3.3.1.2. Mendorong perbaikan lingkungan yang kalau dibiarkan akan
berdampak negatif terhadap individu yang bersangkutan
8
2.1.3.3.1.3. Mendorong individu untuk tidak melakukan sesuatu yang akan
memberikan resiko yang besar, dan melakukan sesuatu yang
memberikan manfaat.
2.1.3.4. Fungsi pengentasan
Orang yang mengalami masalah dianggap berada dalam suatu keadaan
yang tidak mengenakan, sehingga perlu dikeluarkan dari keadaan yang tidak
mengenakan tersebut.
2.1.3.5. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan
Fungsi pemeliharaan berarti memelihara segala sesuatu yang baik pada
diri individu baik hal itu merupakan pembawaan maupun hasil perkembangan
yang telah dicapai. Pemeliharaan yang baik bukanlah sekedar
mempertahankan, melainkan juga mengusahakan agar hal tesebut bertambah
baik dari pada waktu sebelumnya.
2.1.4. Materi dan Metode Bimbingan Rohani
Adapun materi yang disampaikan dalam proses bimbingan rohani ini adalah:
2.1.4.1. Akidah, yaitu ketentuan-ketentuan dasar mengenai keimanan seorang
muslim yang merupakan landasan dari segala perilakunya (Daradjat, 1984:
318).
2.1.4.2. Syari’ah, yaitu ketentuan-ketentuan agama yang merupakan pegangan
bagi manusia di dalam kehidupan untuk meningkatkan kualitas hidupnya
9
dalam rangka mencapai kebahagian dunia dan akhirat (Daradjat, 1984:
302).
2.1.4.3. Akhlak, yaitu adat, tabiat atau sistem perilaku yang dibuat. Secara bahasa
bisa baik atau buruk tergantung pada tata nilai yang dipakai sebagai
landasan (Daradjat, 1984: 254).
Sedangkan metode yang digunakan dalam proses bimbingan rohani ialah:
2.1.4.1. Metode langsung, merupakan metode dimana pembimbing melakukan
komunikasi langsung (bertatap muka) dengan orang yang dibimbingnya
(Faqih, 2001: 54).
2.1.4.2. Metode keteladanan, merupakan metode dimana pembimbing sebagai
contoh ideal dalam pandangan seseorang yang tingkah laku sopan
santunnya ditiru (suri tauladan).
Menurut Faqih (2001: 54) metode yang digunakan dalam bimbingan rohani
adalah sebagai berikut:
2.1.4.1. Metode Langsung
Merupakan metode dimana pembimbing melakukan komunikasi
langsung (bertatap muka) dengan orang yang dibimbingnya. Metode ini dibagi
menjadi:
2.1.4.1.1. Metode individual, pembimbing dalam hal ini melakukan
komunikasi langsung secara individual dengan pihak yang
dibimbing.
2.1.4.1.2. Metode kelompok, pembimbing melakukan komunikasi langsung
dengan klien dalam kelompok.
10
2.1.4.2. Metode Tidak Langsung
Merupakan metode dimana bimbingan dilakukan melalui
komunikasi masa, hal ini dilakukan secara individual maupun kelompok.
2.1.4.3. Metode Keteladanan
Merupakan metode dimana pembimbing sebagai contoh ideal dalam
pandangan seseorang yang tingkah laku sopan santunnya akan ditiru.
2.2. Stres
2.2.1. Definisi Stres
Menurut Djalaluddin Ancok dan Fuad Ansori, stres adalah gangguan jiwa
yang disebabkan oleh karena ketidakmampuan masyarakat untuk mengatasi konflik
dalam diri, tidak terpenuhinya kebutuhan hidup, perasaan kurang diperhatikan dan
perasaan rendah diri (Ancok, 1995: 93). Dalam kamus Filsafat dan psikologi, karya
Sudarsono disebutkan bahwa stres adalah ketegangan, tekanan konflik, suatu
rangsangan yang menegangkan psikologi maupun fisiologi dari suatu organisme
atau tekanan fisik dan psikis yang menekankan organ tubuh dan atau diri sendiri
atau suatu keadaan ketegangan psikologis karena adanya anggapan ketakutan atau
kecemasan (Sudarsono, 1993: 247).
Stres adalah suatu ketidakseimbangan diri atau jiwa dan realitas kehidupan
setiap hari yang tidak dapat dihindari dari perubahan yang memerlukan penyesuaian.
Sering dianggap sebagai kejadian atau perubahan negatif yang dapat menimbulkan
11
stress, seperti cedera, sakit atau kematian orang yag dicintai, putus cinta. Perubahan
positif juga dapat menimbulkan stres, seperti naik pangkat, perkawinan, jatuh cinta
(http://lensakomunika.blogspot.com).
Sarafino berpendapat bahwa stres muncul akibat terjadinya kesenjangan
antara tuntutan yang dihasilkan oleh transaksi antara individu dan lingkungan
dengan sumber daya biologis, psikologis atau sistem sosial yang dimiliki individu
tersebut (Sarafino, 1998: 70). Sementara itu, Atwater lebih berfokus pada tuntutan
untuk melakukan respon adaptif dalam melakukan penyesuaian diri (Atwater, 1998:
49). Pendapat lain tentang stres didapat dari Lahey dan Ciminero yang menjelaskan
stres dengan penekanan pada peristiwa- peristiwa dan situasi-situasi negatif yang
dialami individu yang dapat menimbulkan efek yang tidak teratur pada perilakunya
(Lahey& Ciminero, 1980: 76).
Dari beberapa pengertian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa stres
merupakan gangguan emosional dan perilaku yang terjadi dalam melakukan respon
penyesuaian diri terhadap peristiwa atau situasi karena adanya perbedaan antara
tuntutan yang diakibatkan oleh peristiwa atau situasi tesebut dengan sumber daya
yang dimiliki individu.
2.2.2. Jenis-jenis Stres
Quick dan Quick (1984) mengategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:
2.3.1.1. Eustress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat,
positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk
kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan
12
pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat
performance yang tinggi.
2.3.1.2. Distress, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat tidak sehat,
negatif, dan destruktif (bersifat merusak). Hal tersebut termasuk
konsekuensi individu dan juga organisasi seperti penyakit
kardiovaskular dan tingkat ketidakhadiran (absenteeism) yang tinggi,
yang diasosiasikan dengan keadaan sakit, penurunan, dan kematian.
2.2.3. Faktor- faktor penyebab stres
Penyebab stres (stressor) adalah bioekologis dan psikososial.
2.2.3.1. Bioekologis adalah stres yang muncul karena keadaan biologis
seseorang yang dipengaruhi oleh tingkah laku orang tersebut.
Menurut Girdano (dalam Thomas, htttp:// shkv/ 122. Multiply.
Com), stresor bioekologis terdiri dari bioritme, kebiasaan makan,
minum, obat-obatan, polusi udara, dan perubahan pada cuaca. Bioritme
adalah ritme-ritme tubuh manusia. Salah satu ritme tubuh manusia
tersebut adalah ritme circadion, yaitu ritme tubuh manusia dimana
tekanan darah, temperatur, dan beberapa substansi dalam tubuh manusia
dapat meningkat dan menurun secara teratur seiring berjalannya waktu.
13
2.2.3.2. Psikososial adalah stres yang muncul karena pengaruh keadaan
lingkungan.
Stresor psikososial adalah setiap keadaan atau peistiwa yang
menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang (anak-anak,
remaja, dewasa) sehingga orang tersebut terpaksa mengadakan adaptasi
atau mengadakan penanggulangan terhadap stresor yang muncul.
Namun, tidak semua orang mampu mengadakan adaptasi dan mampu
menanggulanginya, sehingga timbullah keluhan-keluhan kejiwaan,
antara lain depresi (Hawari, 1997: 45-48).
Sedangkan pada umumnya jenis stresor psikososial dapat
digolongkan antara lain: faktor dari perkawinan, problem orang tua,
hubungan interpersonal, pekerjaan, lingkungan hidup, keuangan, hukum,
penyakit fisik atau cacat (Hawari, 1997: 45-48).
Luthans (1992) menyebutkan bahwa penyebab stres (stressor) terdiri atas
empat hal utama, yakni:
2.2.3.1. Extra organizational stressors, yang terdiri dari perubahan
sosial/teknologi, keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan,
ras dan kelas, dan keadaan komunitas/tempat tinggal.
2.2.3.2. Organizational stressors, yang terdiri dari kebijakan organisasi,
struktur organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang
terjadi dalam organisasi.
14
2.2.3.3. Group stressors, yang terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup,
kurangnya dukungan sosial, serta adanya konflik intraindividu,
interpersonal, dan intergrup.
2.2.3.4. Individual stressors, yang terdiri dari terjadinya konflik dan
ketidakjelasan peran, serta disposisi individu seperti pola kepribadian
Tipe A, kontrol personal, learned helplessness, self-efficacy, dan daya
tahan psikologis.
Sedangkan Cooper dan Davidson (1991) membagi penyebab stres dalam
pekerjaan menjadi dua, yakni:
2.2.3.1. Group stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari situasi
maupun keadaan di dalam perusahaan, misalnya kurangnya kerjasama
antara karyawan, konflik antara individu dalam suatu kelompok,
maupun kurangnya dukungan sosial dari sesama karyawan di dalam
perusahaan.
2.2.3.2. Individual stressor, adalah penyebab stres yang berasal dari dalam diri
individu, misalnya tipe kepribadian seseorang, kontrol personal dan
tingkat kepasrahan seseorang, persepsi terhadap diri sendiri, tingkat
ketabahan dalam menghadapi konflik peran serta ketidakjelasan peran.
15
Reaksi terhadap stres berat dan gangguan penyesuaian
2.2.3.1. Karakteristik terdiri dari:
2.2.3.1.1.Suatu stres kehidupan yang luar biasa, yang menyebabkan
reaksi stres akut
2.2.3.1.2.Suatu perubahan penting dalam kehidupan, yang menimbulkan
situasi tidak nyaman yang berkelanjutan, dengan akibat terjadii
suatu gangguan penyesuaian.
2.2.3.2. Reaksi stres akut
Pedoman Diagnostik
2.2.3.2.1. Harus ada kaitan waktu kejadian yang jelas antara terjadinya
stressor luar biasa (fisik atau mental) dengan onset dari gejala,
biasanya setelah beberapa menit atau segera setelah kejadian.
2.2.3.2.2. Selain itu ditemukan gejala-gejala:
2.2.3.2.2.1. Terdapat gambaran gejala campuran yang biasanya
berubah-ubah, selain gejala permulaan berupa keadaan
“terpaku” semua hal berikut dapar terlihat: depresi,
anxietas, kemarahan, kecewa, overaktif, dan penarikan
diri akan tetapi tidak satupun dari gejala tersebut yang
mendominasi gambaran klinisnya untuk waktu yang
lama.
2.2.3.2.2.2. Pada kasus-kasus yang dapat dialihkan dari lingkup
stressor-nya gejala-gejala dapat menghilang dengan cepat
(dalam beberapa jam) dalam hal dimana stres menjadi
16
berkelanjutan atau tidak dapat dialihkan, gejala-gejala
biasanya baru mereda setelah 24-48 jamdan biasanya
hampir menghilang dari setelah 3 hari.
2.2.3.2.2.3. Diagnosis ini tidak boleh digunakan untuk keadaan
kambuhan mendadak dari gejala-gejala pada individu
yang sudah menunjukkan gangguan psikiatrik lainnya.
2.2.3.2.2.4. Kerentanan individual dan kemampuan menyesuaikan
diri memegang peranan dalam terjadinya atau beratnya
suatu reaksi stres akut.
2.2.3.3.Gangguan stres pasca trauma
Pedoman Diagnostik
2.2.3.3.1. Diagnostik baru ditegakkan bilamana gangguan ini timbul
dalam kurun waktu 6 bulan setelah kejadian traumatik berat
(masa laten yang berkisar antara beberapa minggu sampai
beberapa bulan, jarang sampai melampaui 6 bulan).
Kemungkinan diagnosis dapat ditegakkan apabila tertundanya
waktu mulai saat kejadian dan onset gangguan melebihi waktu
6 bulan, asal saja manifestasi klinisnya adalah khas dan tidak
didapat alternatif kategori gangguan lainnya.
17
2.2.3.3.2. Sebagai bukti tambahan selain trauma, harus didapatkan
bayang-bayang atau mimpi-mimpi dari kejadian traumatik
tersebut secara berulang-ulang kembali (flashbacks).
2.2.3.3.3. Suatu “sequelae” menahun yang terjadi lambat setelah stres
yang luar biasa, misalnya saja beberapa puluh tahun setelah
trauma, diklasifikasi dalam kategori F62.0 (perubahan
kepribadian yang berlangsung lama setelah mengalami
katastrofa) (Maslim, 2001: 78-79).
2.2.4. Stres Kerja
2.2.4.1. Definisi stres kerja dapat dinyatakan sebagai berikut :
Berdasarkan definisi di atas, stres kerja dapat diartikan sebagai
sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa
reaksi fisiologis, psikologis, dan perilaku. Seperti yang telah
diungkapkan di atas, lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stressor
kerja. Stressor kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang
dipersepsikan karyawan sebagai suatu tuntutan dan dapat menimbulkan
stres kerja (Selye, dalam Beehr, et al., 1992: 623).
2.2.4.2. Sumber-sumber Stres Kerja
Banyak ahli mengemukakan mengenai penyebab stres kerja itu
sendiri. Soewondo (1992) mengadakan penelitian dengan sampel 300
karyawan swasta di Jakarta, menemukan bahwa penyebab stres kerja
terdiri atas 4 (empat) hal utama, yakni:
2.2.4.2.1. Kondisi dan situasi pekerjaan
18
2.2.4.2.2. Pekerjaannya
2.2.4.2.3. Job requirement seperti status pekerjaan dan karir yang tidak
jelas
2.2.4.2.4. Hubungan interpersonal
Cooper (dalam Rice, 1999) memberikan daftar lengkap stressor dari
sumber pekerjaan yang tertera pada tabel berikut:
Stressor Dari
Stres Kerja
Faktor Yang Mempengaruhi (Hal-hal Yang Mungkin Terjadi Di
Lapangan)
Konsekuensi Kondisi YangMungkin Mncul
Kondisi pekerjaan • Beban kerja berlebihan secara kuantitatif
• Beban kerja berlebihan secara kualitatif
• Assembly-line hysteria • Keputusan yang dibuat oleh
seseorang • Bahaya fisik • Jadwal bekerja • Technostress
• Kelelahan mental dan/atau fisik
• Kelelahan yang amat sangat dalam bekerja (burnout)
• Meningkatnya kesensitivan dan ketegangan
Stress karena peran • Ketidakjelasan peran • Adanya bias dalam
membedakan gender dan stereotype peran gender
• Pelecehan seksual
• Meningkatnya kecemasan dan ketegangan
• Menurunnya prestasi pekerjaan
Faktor interpersonal
• Hasil kerja dan sistem dukungan sosial yang buruk
• Persaingan politik, kecemburuan dan kemarahan
• Kurangnya perhatian manajemen terhadap karyawan
• Meningkatnya ketegangan
• Meningkatnya tekanan darah
• Ketidakpuasan kerja
Perkembangan karir • Promosi ke jabatan yang lebih rendah dari kemampuannya
• Promosi ke jabatan yang lebih tinggi dari kemampuannya
• Keamanan pekerjaannya • Ambisi yang berlebihan
• Menurunnya produktivitas
• Kehilangan rasa percaya diri
• Meningkatkan kesensitifan dan
19
sehingga mengakibatkan frustrasi
ketegangan • Ketidakpuasan kerja
Struktur organisasi • Struktur yang kaku dan tidak bersahabat
• Pertempuran politik • Pengawasan dan pelatihan
yang tidak seimbang • Ketidakterlibatan dalam
membuat keputusan
• Menurunnya motivasi dan produktivitas
• Ketidakpuasan kerja
Tampilan rumah-pekerjaan
• Mencampurkan masalah pekerjaan dengan masalah pribadi
• Kurangnya dukungan dari pasangan hidup
• Konflik pernikahan • Stres karena memiliki dua
pekerjaan
• Meningkatnya konflik dan kelelahan mental
• Menurunnya motivasi dan produktivitas
• Meningkatnya konflik pernikahan
2.2.4.3. Dampak Stres Kerja
Pada umumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan
maupun perusahaan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat
berupa menurunnya gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustrasi dan
sebagainya (Rice, 1999). Konsekuensi pada karyawan ini tidak hanya
berhubungan dengan aktivitas kerja saja, tetapi dapat meluas ke aktivitas
20
lain di luar pekerjaan. Seperti tidak dapat tidur dengan tenang, selera
makan berkurang, kurang mampu berkonsentrasi, dan sebagainya.
Sedangkan Arnold (1986) menyebutkan bahwa ada empat
konsekuensi yang dapat terjadi akibat stres kerja yang dialami oleh
individu, yaitu terganggunya kesehatan fisik, kesehatan psikologis,
performance, serta mempengaruhi individu dalam pengambilan
keputusan. Penelitian yang dilakukan Halim (1986) di Jakarta dengan
menggunakan 76 sampel manager dan mandor di perusahaan swasta
menunjukkan bahwa efek stres yang mereka rasakan ada dua. Dua hal
tersebut adalah:
2.2.4.3.1. Efek pada fisiologis mereka, seperti: jantung berdegup
kencang, denyut jantung meningkat, bibir kering,
berkeringat, mual.
2.2.4.3.2. Efek pada psikologis mereka, dimana mereka merasa tegang,
cemas, tidak bisa berkonsentrasi, ingin pergi ke kamar mandi,
ingin meninggalkan situasi stres.
Bagi perusahaan, konsekuensi yang timbul dan bersifat tidak langsung
adalah meningkatnya tingkat absensi, menurunnya tingkat produktivitas, dan
secara psikologis dapat menurunkan komitmen organisasi, memicu perasaan
teralienasi, hingga turnover (Greenberg & Baron, 1993; Quick & Quick, 1984;
Robbins, 1993). Terry Beehr dan John Newman (dalam Rice, 1999) mengkaji
ulang beberapa kasus stres pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stres
pada individu, yaitu:
21
2.2.7.1. Gejala psikologis
Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis yang sering ditemui pada
hasil penelitian mengenai stres pekerjaan :
2.2.7.1.1. Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung
2.2.7.1.2. Perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian)
2.2.7.1.3. Sensitif dan hyperreactivity
2.2.7.1.4. Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi
2.2.7.1.5. Komunikasi yang tidak efektif
2.2.7.1.6. Perasaan terkucil dan terasing
2.2.7.1.7. Kebosanan dan ketidakpuasan kerja
2.2.7.1.8. Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan
konsentrasi
2.2.7.1.9. Kehilangan spontanitas dan kreativitas
2.2.7.1.10. Menurunnya rasa percaya diri
2.2.7.2. Gejala fisiologis
Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres kerja adalah:
2.2.7.2.1. Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderungan
mengalami penyakit kardiovaskular
2.2.7.2.2. Meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh: adrenalin dan
noradrenalin)
2.2.7.2.3. Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung)
2.2.7.2.4. Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan
22
2.2.7.2.5. Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom
kelelahan yang kronis (chronic fatigue syndrome)
2.2.7.2.6. Gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi yang ada
2.2.7.2.7. Gangguan pada kulit
2.2.7.2.8. Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot
2.2.7.2.9. Gangguan tidur
2.2.7.2.10. Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi kemungkinan
terkena kanker
2.2.7.3. Gejala perilaku
Gejala-gejala perilaku yang utama dari stres kerja adalah:
2.2.7.3.1. Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan
2.2.7.3.2. Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas
2.2.7.3.3. Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan
2.2.7.3.4. Perilaku sabotase dalam pekerjaan
2.2.7.3.5. Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai
pelampiasan, mengarah ke obesitas
2.2.7.3.6. Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai bentuk
penarikan diri dan kehilangan berat badan secara tiba-tiba,
kemungkinan berkombinasi dengan tanda-tanda depresi
2.2.7.3.7. Meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi, seperti
menyetir dengan tidak hati-hati dan berjudi
2.2.7.3.8. Meningkatnya agresivitas, vandalisme, dan kriminalitas
23
2.2.7.3.9. Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan
teman
2.2.7.3.10. Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri.
2.2.5. Strategi Mengatasi Stres
Mengurangi tingkatan stres mengakibatkan berkurangnya resiko
memburuknya atau kambuhnya suatu penyakit. Selain itu keadaan yang
diakibatkan oleh kondisi stres seringkali menimbulkan perasaan tidak
nyaman. Oleh karena itu, manusia termotivasi untuk melakukan sesuatu untuk
mengurangi stres yang disebut juga dengan coping.
Beberapa devinisi tentang coping telah dikemukakan oleh para ahli.
Lazarus menekankan bahwa coping merupakan suatu proses dalam mengatur
tuntutan internal dan eksternal yang berat bahkan sangat sulit (Lazarus dalam
Wortman, Loftus& Weaver, 1999, hlm: 418).
Pendapat senada dikemukakan oleh Sarafino yang menyatakan: coping
juga merupakan suatu proses dimana individu mencoba untuk memperbaiki
atau menguasai permasalahan yang diakibatkan oleh terjadinya kesenjangan
antara tuntutan yang muncul dan sumber daya yang ada dalam suatu situasi
yang memicu terjadinya stres (Sarafino, 1998, hlm: 13).
Blair berpendapat bahwa coping merupakan usaha yang dilakukan
individu untuk mengatur stres, kesulitan, dan tantangan yang dialaminya
(Blair, 1988, hlm: 16).
Dari ketiga pendapat di atas, dapat ditari kesimpulan bahwa coping
adalah suatu proses dimana seseorang berusaha mengatur kesenjangan antara
24
tuntutan yang dialaminya dengan sumber daya yang dimilikinya sehingga ia
dapat mengurangi stres yang dialaminya.
2.2.5.1. Jenis Coping
Coping terbagi kedalam dua jenis yaitu emotion –focused dan
problem focused.
2.2.5.1.1. Emotion –Focused Coping
Bentuk coping ini bertujuan untuk mengontrol
respon emosional yang muncul dalam menghadapi stressor.
Individu cenderung menggunakan bentuk ini jika mereka
yakin bahwa mereka dapat melakukan sesuatu untuk
mengubah keadaan (Lazarus& Folkman dalam Sarafino,
1998). Beberapa strategi yang berhubungan dengan bentuk
coping ini antara lain kontrol diri, mengambil jarak dengan
stressor, berusaha untuk melihat dari sudut pandang lain,
menerima keadaan dan melarikan diri dari keadaan
(Wortman, Loftus& Weaver, 1990).
2.2.5.1.2. Problem Focused Coping
Bentuk coping ini bertujuan untuk mengurangi
tuntutan stressor atau mengembangkan sumber daya dalam
menghadapi tuntutan tersebut. Individu cenderung
25
menggunakan bentuk ini jika mereka yakin bahwa tuntutan
stressor atau sumber daya mereka masih dapat diubah
(Lazarus& Folkman dalam Sarafino, 1998). Beberapa
strategi yang berhubungan dengan bentuk coping ini antara
lain melakukan konfrontasi degan menolak perubahan atau
berusaha mengubah keyakinan orang lain, bergantung pada
dukungan sosial dan melakukan strategi pemecahan
masalah yang terencana.
2.2.6. Tingkatan stres
Gangguan stres biasanya timbul secara lamban, tidak jelas kapan
mulainya dan seringkali pelaku tidak menyadari. Namun meskipun demikian
dari pengalaman praktek psikiater, para ahli coba membagi stres tersebut
dalam enam tahapan. Setiap tahapan memperlihatkan sejumlah gejala-gejala
yang dirasakan oleh yang bersangkutan, yang mana berguna bagi seseorang
dalam rangka mengenali gejala stres. Tingkatan stres tersebut dikemukakan
oleh Robert J. Van Amberg (Hawari, 1997: 51-53).
2.2.6.1. Stres tingkat satu
Tahapan ini merupakan tingkat stres yang paling ringan dan
ditandai dengan perasaan-perasaan diantaranya: semangat besar,
penglihatan tajam tidak sebagaimana biasanya, gugup berlebihan,
kemampuan menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya. Tahapan ini
biasanya menyenangkan tanpa disadari bahwa energinya akan habis.
2.2.6.2. Stres tingkat dua
26
Dalam tahapan ini dsampak stres yang menyenangkan mulai
menghilang dan timbul keluhan dikarenakan cadangan energi tidak lagi
cukup sepanjang hari. Keluhan yang sering dikemukakan diantaranya:
merasa letih sewaktu bangun pagi, merasa lelah menjelang sore hari,
terkadang dalam gangguan sistem pencernaan, perasaan tegang, takut,
perasaan tidak bisa santai.
2.2.6.3. Stres tingkat tiga
Pada tahapan ini keluhan keletihan semakin nampak disertai
dengan gejala-gejala, diantaranya: gangguan usus lebih terasa, tegang
pada otot, mengalami perasaan yang tegang yang semakin tinggi,
gangguan tidur. Pada tahapan ini sudah harus berkonsultasi pada
dokter, kecuali beban stres atau tuntutan dikurangi, dan tubuh mendapat
kesempatan untuk beristirahat atau relaksasi, guna memulihkan suplai
energi.
2.2.6.4. Stres tingkat empat
Tahapan ini sudah menunjukkan keadaan yang lebih buruk,
yang ditandai dengan ciri-ciri diantaranya: untuk bisa bertahan
sepanjang hari terasa sangat sulit, kegiatan-kegiatan yang semula
menyenangkan kini terasa sulit, kehilangan kemampuan untuk
menanggapi situasi, tidur semakin sukar, mimpi-mimpi menegangkan,
seringkali terbangun dini hari, perasaan negatif, kemampuan
berkonsentrasi menurun tajam.
2.2.6.5. Stres tingkat lima
27
Tahapan ini merupakan keadaan yang lebih mendalam dari
tahapan yang keempat, yaitu: keletihan yang mendalam, untuk
pekerjaan yang sederhana terasa kurang mampu, sering mengalami
gangguan sistem pencernaan, sukar buang air besar, perasaan takut.
2.2.6.6. Stres tingkat enam
Tahapan ini merupakan tahapan puncak yang merupakan
keadaan gawat darurat. Tidak jarang dalam tahapan ini dibawa ke
ICCU. Gejala-gejalanya diantaranya: debaran jantung terasa amat
keras, nafas sesak, badan gemetar, tubuh dingin, keringat bercucuran,
tenaga untuk hal-hal yang ringan tidak kuasa lagi.
2.2.7. Dampak Stres
Stres mempengaruhi banyak aspek dalam kehidupan manusia. Dalam
aspek kognisi, stres dapat menyebabkan gangguan pada fungsi kognitif
dengan menurunkan atau meningkatkan perhatian pada sesuatu. Dalam aspek
emosi, stres dapat menimbulkan rasa ketakutan yang merupakan reaksi yang
umum ketika individu merasa terancam, memunculkan perasaan sedih atau
depresi, serta memicu rasa marah terutama ketika individu mengalami situasi
yang membahayakan atau membuat frustasi.
Dalam aspek perilaku sosial, stres dapat mengubah perilaku individu
dalam menghadapi orang lain. Dalam aspek jender dan perbedaan sosial
budaya, ditemukan bahwa wanita dan anggota kelompok minoritas pada
28
umumnya melaporkan mengalami lebih banyak peristiwa yang menimbulkan
stres dibandingkan dengan pria (Sarafino, 1998).
2.3. Perawat
2.3.1. Definisi perawat
Perawat adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan
bagian integral dari pelayanan kesehatan yang di dasarkan ilmu dan kiat
keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spritual yang komprehensif
serta di tujukan kepada individu, keluarga, dan masyarakat baik sakit maupun
sehat yang mencakup seluruh siklus kehidupan manusia (Lokakarya keperawatan
Nasional 1986).
Perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan formal dalam bidang
keperawatan yang program pendidikannya telah disyahkan oleh pemerintah,
sedangkan perawat profesional adalah perawat yang mengikuti pendidikan
keperawatan sekurang-kurangnya Diploma III keperawaatan. Keperawatan
sebagai profesi terdiri atas komponen disiplin dan praktik (Gartinah.dkk, 1999).
Dari kedua pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa perawat
merupakan pekerjaan yang berkaitan dengan pengabdian sosial yang dilakukan
untuk kesejahteraan dan kesembuhan orang lain, maka perawat sebaiknya
memperlihatkan sikap menaruh minat, mendengarkan dengan penuh perhatian apa
yang dikeluhkan oleh pasien tanpa menghiraukan usia, jenis kelamin, latar
belakang dan status ekonominya agar perawatan dapat berjalan dengan baik dan
efektif.
29
2.3.2. Peran dan fungsi perawat
Gartinah,dkk (1999) mengemukakan bahwa dalam praktek keperawatan,
perawat melakukan peran dan fungsi sebagai berikut :
2.3.2.1. Sebagai pelaku atau pemberi asuhan keperawatan langsung kepada
pasien dengan menggunakan proses keperawatan.
2.3.2.2. Sebagai advokat pasien, perawat berfungsi sebagai penghubung pasien
dengan tim kesehatan yang lain, membela kepentingan pasien dan
membantu klien dalam memahami semua informasi dan upaya
kesehatan yang diberikan. Peran advokasi sekaligus mengharuskan
perawat bertindak sebagai narasumber dan fasilitator dalam pengambilan
keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh pasien atau
keluarganya.
2.3.2.3. Sebagai pendidik pasien, perawat membantu pasien meningkatkan
kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan
keperawatan dan tindakan medik sehingga pasien dan keluarganya dapat
menerimanya.
2.3.2.4. Sebagai koordinator, perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan
potensi yang ada secara terkoordinasi.
2.3.2.5. Sebagai kolaborator, perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain
dan keluarga dalam menentukan rencana maupun pelaksanaan asuhan
keperawatan guna memenuhi kesehatan pasien.
30
2.3.2.6. Sebagai pembaharu, perawat mengadakan inovasi dalam cara berpikir,
bersikap, bertingkah laku dan meningkatkan keterampilan pasien atau
keluarga agar menjadi sehat.
2.3.2.7. Sebagai pengelola, perawat menata kegiatan dalam upaya mencapai
tujuan yang diharapkan yaitu terpenuhinya kepuasan dasar dan kepuasan
perawat melakukan tugasnya (http:// wordpress.com).
2.3.3. Jenis tanggung jawab perawat
Tanggung jawab (Responsibility) perawat dapat diidentifikasi sebagai
berikut :
2.3.3.1. Responsibility to God (tanggung jawab utama terhadap Tuhannya)
Dalam sudut pandang etika Normatif, tanggung jawab perawat
yang paling utama adalah tanggung jawab dihadapan Tuhannya.
Sesungguhnya penglihatan, pendengaran dan hati akan dimintai
pertanggung jawabannya dihadapan Tuhan. Dalam sudut pandang etik
pertanggung jawaban perawat terhadap Tuhannya terutama yang
menyangkut hal-hal berikut ini ;
2.3.3.1.1. Apakah perawat berangkat menuju tugasnya dengan niat
ikhlas karena Allah ?
2.3.3.1.2. Apakah perawat mendo’akan klien selama dirawat dan
memohon kepada Allah untuk kesembuhannya ?
2.3.3.1.3. Apakah perawat mengajarkan kepada klien hikmah dari sakit
?
31
2.3.3.1.4. Apakah perawat menjelaskan mafaat do’a untuk
kesembuhannya ?
2.3.3.1.5. Apakah perawat memfasilitasi klien untuk beribadah selama
di RS?
2.3.3.1.6. Apakah perawat melakukan kolaborasi dalam pemenuhan
kebutuhan spiritual klien?
2.3.3.1.7. Apakah perawat mengantarkan klien dalam sakaratul maut
menuju Khusnul khotimah?
2.3.3.2. Responsibility to Client and Society (tanggung jawab terhadap klien
dan masyarakat)
Tanggung jawab merupakan aspek penting dalam etika perawat.
Tanggung jawab adalah kesediaan seseorang untuk menyiapkan diri dalam
menghadapi resiko terburuk sekalipun, memberikan kompensasi atau
informasi terhadap apa-apa yang sudah dilakukannya dalam melaksanakan
tugas.
Tanggung jawab seringkali bersipat retrospektif, artinya selalu
berorientasi pada perilaku perawat di masa lalu atau sesuatu yang sudah
dilakukan. Tanggung jawab perawat terhadap klien berfokus pada apa-apa
yang sudah dilakukan perawat terhadap kliennya. Perawat dituntut untuk
bertanggung jawab dalam setiap tindakannya khususnya selama
melaksanakan tugas di rumah sakit, puskesmas, panti, klinik atau
masyarakat. Meskipun tidak dalam rangka tugas atau tidak sedang
meklaksanakan dinas, perawat dituntut untuk bertangung jawab dalam
32
tugas-tugas yang melekat dalam diri perawat. Perawat memiliki peran dan
fungsi yang sudah disepakati. Perawat sudah berjanji dengan sumpah
perawat bahwa ia akan senantiasa melaksanakan tugas-tugasnya.
Contoh bentuk tanggung jawab perawat selama dinas; mengenal
kondisi kliennya, melakukan operan, memberikan perawatan selama jam
dinas, tanggung jawab dalam mendokumentasikan, bertanggung jawab
dalam menjaga keselamatan klien, jumlah klien yang sesuai dengan
catatan dan pengawasannya, kadang-kadang ada klien pulang paksa atau
pulang tanpa pemberitahuan, bertanggung jawab bila ada klien tiba-tiba
tensinya drop tanpa sepengetahuan perawat, dsb.
Tanggung jawab perawat erat kaitanya dengan tugas-tugas
perawat. Tugas perawat secara umum adalah memenuhi kebutuhan dasar.
Peran penting perawat adalah memberikan pelayanan perawatan (care)
atau memberikan perawatan (caring). Tugas perawat bukan untuk
mengobati (cure). Dalam pelaksanaan tugas di lapangan adakalanya
perawat melakukan tugas dari profesi lain seperti dokter, farmasi, ahli gizi,
atau fisioterapi. Untuk tugas-tugas yang bukan tugas perwat seperti
pemberian obat maka tanggung jawab tersebut seringkali dikaitkan dengan
siapa yang memberikan tugas tersebut atau dengan siapa ia berkolaborasi.
Dalam kasus kesalahan pemberian obat maka perawat harus turut
bertanggung-jawab, meskipun tanggung jawab utama ada pada pemberi
tugas atau atasan perawat, dalam istilah etika dikenal dengan Respondeath
Superior.
33
Istilah tersebut merujuk pada tanggung jawab atasan terhadap
perilaku salah yang dibuat bawahannya sebagai akibat dari kesalahan
dalam pendelegasian. Sebelum melakukan pendelegasian seorang
pimpinan atau ketua tim yang ditunjuk misalnya dokter harus melihat
pendidikan, skill, loyalitas, pengalaman dan kompetensi perawat agar
tidak melakukan kesalahan dan bisa bertanggung jawab bila salah
melaksanakan pendelegasian.
Dalam pandangan etika penting sekali memahami tugas perawat
agar mampu memahami tanggung jawabnya. Perawat perlu memahami
konsep kebutuhan dasar manusia. Konsep Kebutuhan dasar yang paling
terkenal salah satunya menurut Maslow sebagai berikut :
Berdasarkan konsep kebutuhan dasar tersebut, perawat memegang
tanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan dasar klien. Perawat
diharapkan memandang klien sebagai mahluk unik yang komprehensif
dalam memberikan perawatan. Komprehensif artinya dalam memenuhi
kebutuhan dasar klien, tidak hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan
fisiknya atau psikologisnya saja, tetapi semua aspek menjadi tanggung
jawab perawat. sebagai contoh ketika merawat klien fraktur perawat tidak
hanya memenuhi kebutuhan istirahat, rasa nyaman dan terhindar dari
nyeri, tetapi memandang klien sebagai mahluk utuh yang berdampak pada
gangguan psikologisnya seperti cemas, takut,
sedih, terasing sebagai dampak dari fraktur, atau masalah-masalah sosial
seperti (tidak bisa bekerja, rindu pada keluarga, terpisah dari teman,
34
sampai masalah spiritual seperti berburuk sangka pada Allah, tidak mau
berdo’a dan perasaan berdosa.
Etika perawat melandasi perawat dalam melaksanakan tugas-tugas
tersebut. Dalam pandangan etika keperawatan perawat memiliki tanggung
jawab (responsibility) terhadap-tugas- tugasnya terutama keharusan
memandang manusia sebagai makhluk yang utuh dan unik. Utuh artinya
memiliki kebutuhan dasar yang kompleks dan saling berkaitan antara
kebutuhan satu dengan lainnya, unik artinya setiap individu bersifat khas
dan tidak bisa disamakan dengan individu lainnya sehingga memerlukan
pendekatan khusus kasus per kasus, karena klien memiliki riwayat
kelahiran, riwayat masa anak, pendidikan, hobby, pola asuh, lingkungan,
pengalaman traumatik, dan cita-cita yang berbeda. Kemampuan perawat
memahami riwayat hidup klien yang berbeda-beda dikenal dengan Ability
to know Life span History dan kemampuan perawat dalam memandang
individu dalam rentang yang panjang dan berlainan dikenal dengan
Holistic.
2.3.3.3. Responsibility to Colleague and Supervisor (tanggung jawab terhadap
rekan sejawat dan atasan)
Ada beberapa hal yang berkaitan dengan tanggung jawab perawat
terhadap rekan sejawat atau atasan. Diantaranya adalah sebagai berikut :
2.3.3.3.1. Membuat pencatatan yang lengkap (pendokumentasian)
tentang kapan melakukan tindakan keperawatan, berapa kali,
dimana dengan cara apa dan siapa yang melakukan. Misalnya
35
perawat A melakuan pemasangan infus pada lengan kanan
vena brchialis, dan pemberian cairan RL sebanyak 5 labu,
infus dicabut malam senin tanggal 30 juni 2007 jam 21.00.
keadaan umum klien Compos Mentis, T=120/80 mmHg,
N=80x/m, R=28x/m S=37C.kemudian dibubuhi tanda tangan
dan nama jelas perawat.
2.3.3.3.2. Mengajarkan pengetahuan perawat terhadap perawat lain yang
belum mampu atau belum mahir melakukannya. Misalnya
perawat belum mahir memasang EKG diajar oleh perawat yang
sudah mahir. Untuk melindungi masyarakat dari kesalahan,
perawat baru dilatih oleh perawat senior yang sudah mahir,
meskipun secara akademik sudah dinyatakan kompeten tetapi
kondisi lingkungan dan lapangan seringkali menuntut adaptasi
khusus.
2.3.3.3.3. Memberikan teguran bila rekan sejawat melakukan kesalahan
atau menyalahi standar. Perawat bertanggung jawab bila
perawat lain merokok di ruangan, memalsukan obat,
mengambil barang klien yang bukan haknya, memalsukan
tanda tangan, memungut uang di luar prosedur resmi,
melakukan tindakan keperawatan di luar standar, misalnya
memasang NGT tanpa menjaga sterilitas.
2.3.3.3.4. Memberikan kesaksian di pengadilan tentang suatu kasus yang
dialami klien. Bila terjadi gugatan akibat kasus-kasus
36
malpraktek seperti aborsi, infeski nosokomial, kesalahan
diagnostik, kesalahan pemberian obat, klien terjatuh,
overhidrasi, keracunan obat, over dosis dsb. Perawat
berkewajiban untuk menjadi saksi dengan menyertakan bukti-
bukti yang memadai.
Dalam penelitian ini kami mengadopsi beberapa teori stressor dari sumber
pekerjaan menurut Cooper (dalam Rice, 1999) untuk dikaitkan dengan penelitian
mengatasi stres perawat di RSI Sultan Agung Semarang, antara lain:
Stressor dari stres kerja kondisi pekerjaan; seorang perawat akan banyak
dihadapkan pada kondisi pekerjaan yang monoton, yang setiap hari dihadapkan
dalam ruangan serta bertemu pasien yang berbeda karakteristik dan seorang
perawat harus dapat menyesuaikan kondisi tersebut. Apalagi dalam ruangan
tersebut tidak ada hiburan yang sedikit mengurangi ketegangan. Beratnya lagi
apabila perawat tersebut dalam kondisi tidak fit, padahal atasan tidak mau tau
alasannya harus bekerja secara profesional. Harus dapat menjaga citra baik
Rumah Sakit. Dalam kondisi itulah meningkatnya kesensitivan dan ketegangan
pada perawat. Perawat tidak hanya lelah mental, melainkan juga lelah psikis.
Bahkan tidak bisa santai dalam melakukan pekerjaannya, waktu bekerja terasa
berat sehingga mengganggu dalam aktifitas pekerjaannya.
Stressor dari stres kerja faktor interpersona; Permasalahan yang
menghadapi perawat sebelum terpengaruh dari lingkungan pekerjaan juga muncul
dari faktor internal. Mungkin dari masalah penyakit yang dihadapi sendiri ataupun
ketidakcocokkan dalam lingkungan Rumah Sakit sehingga setiap hari tertekan
37
terus. Lama- kelamaan apabila tidak dapat di atasi atau dikurangi dapat
menyebabkan meningkatnya ketegangan dan tekanan darah menjadi naik. Apalagi
dalam bidang pekerjaannya tidak merasa terpuaskan. Dari meningkatnya tekanan
darah makanya harus berkonsultasi pada dokter untuk didiagnosa, setelah
mengetahui hasil dari diagnosa maka dokter akan memberikan masukan baik yang
tuntutan dikurangi sehingga tubuh mendapatkan kesempatan untuk beristirahat
untuk memulihkan kondisi tubuh.
Stressor dari stres kerja struktur organisasi; Perawat sangat membutuhkan
lembaga organisasi guna untuk menampung aspirasi dari perawat sendiri. Apabila
ada struktur organisasi di Rumah Sakit yang bekerjanya menyalahi prosedur serta
tidak menyampaikan aspirasi dari perawat juga dapat menimbulkan
permasalahan. Semisal kebijakan yang tidak profesional yang dilakukan oleh
atasa, mungkin itu akan menurunkan motivasi dari perawat sendiri dalam bekerja.
Serta tidak adanya kepuasan dalam diri perawat waktu sedang bekerja.
Di dalam penjelasan di atas faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi
kondisi psikis perawat di RSI Sultan Agung Semarang. Oleh karena itu dengan
mengetahui segala kemungkinan yang akan terjadi, para petugas bimbingan
rohani dapat menemukan beberapa solusi dalam memberikan bimbingan untuk
mengatasi suatu permasalahan.
Dalam hal ini termasuk gejala reaksi stres akut yang dikarenakan harus
ada kaitan waktu kejadian yang jelas antara terjadinya stressor luar biasa (fisik
atau mental) dengan onset dari gejala biasanya setelah beberapa menit atau segera
setelah kejadian didalam pedoman diagnostik. Sehingga dari memikul tanggung
38
jawab yang berat kerentanan individual dan kemampuan menyesuaikan diri
memegang peranan dalam terjadinya reaksi stres akut.
Uraian peran bimbingan rohani Islam dalam mengatasi stres perawat di RSI
Sultan Agung Semarang sebagai berikut:
Fungsi prefentif, bertujuan untuk memabantu individu menjaga situasi dan
kondisi yang semula tidak baik (mengandung masalah) menjadi baik (terpecahkan)
dan kebaikan itu dapat bertahan lama (in state of good), dalam hal ini lebih
berorientasi pada pemahaman individu mengenai keadaan dirinya, baik kelebihan
maupun kekurangan, situasi dan kondisi yang dialami saat ini.
Kerap kali perawat tidak paham dengan dirinya sendiri atau bahkan perawat
itu tidak merasakan dan tidak menyadari akan kesalahan serta masalah yang sedang
dihadapinya. Perawat sering tidak mengahargai dirinya sendiri, hal ini terbukti
ketika perawat tidak diterima rekan kerjanya, maka mereka rela melakukan apa
saja. Sekalipun itu bertentangan dengan hati nuraninya. Ketika perawat sudah
memandang dirinya lemah, tidak berdaya, putus asa, maka akan mudah bagi mereka
melakukan pelanggaran terhadap nilai dan norma agama. Oleh karena itu fungsi
preservatif akan sangat dibutuhkan dalam membantu perawat memahami keadaan
yang dihadapi, memahami sumber masalah, dan perawat akan mampu secara
mandiri mengatasi permasalahan yang dihadapi.
Fungsi kuratif atau pengentasan diartikan membantu individu memecahkan
masalah yang dihadapinya. Tekanan psikis pada umumnya merupakan masalah
39
yang dihadapi oleh perawat. Para petugas rohani mempunyai peran penting dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi perawat. Perawat seringkali mengalami
kecemasan, emosi yang tidak stabil, frustasi, dan melakukan pelanggaran terhadap
ajaran agama. Petugas rohani mempunyai kewajiban yang lebih besar kaitannya
dengan mengontrol dan memanaj stres perawat. Berhubungan dengan hal tersebut
maka dalam memberikan bimbingan rohani diperlukan materi syariat atau materi
Islamiyah. Ini akan mendorong seseorang untuk dapat menyesuaikan diri dengan
segala permasalahan yang dihadapi perawat. Sehingga tercipta keseimbangan psikis
pada perawat.
Fungsi developmental, merupakan fungsi bimbingan rohani yang terfokus
pada upaya pemberian bantuan berupa pemeliharaan dan pengembangan situasi dan
kondisi yang telah baik agar tetap menjadi baik atau bahkan lebih baik, sehinggga
memungkinkannya menjadi sebab muculnya masalah. Dengan memelihara dan
mengembangkan sikap yang tertanam mulai dari aqidah, syari’ah, dan akhlak pada
diri perawat. Fungsi bimbingan rohani ini, berorientasi pada upaya pengembangan
fitrah manusia, yaitu sebagai mahluk ciptaan Allah yang memiliki kelebihan dan
kekurangan serta menjadi mahluk sosial. Dengan fitrah tersebut maka mampu
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan di akhirat.
BAB III
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
3.1. Gambaran Umum RSI Sultan Agung Semarang
3.1.1. Sejarah Singkat Berdirinya RSI Sultan Agung Semarang
RSI Sultan Agung Semarang pada awalnya berdirinya merupakan Health
Center yang pada perkembangan selanjutnya ditingkatkan menjadi rumah sakit
yaitu RSI Sultan Agung atau Medical Center Sultan Agung. RSI Sultan Agung
merupakan lembaga pelayanan kesehatan masyarakat dibawah naungan Yayasan
Badan Wakaf Sultan Agung.
RSI Sultan Agung Semarang yang terletak di jalan raya Kaligawe Km. 4
yang berdekatan dengan terminal Terboyo dan pusat pertumbuhan industri. RSI
Sultan Agung Semarang dibangun pada tahun 1971, yang diresmikan sebagai
rumah sakit umum pada tanggal 23 Oktober 1973 dengan SK dari Menkes No.
1024/Yan Kes/1.0/75 tertanggal 23 Oktober 1975 diresmikan sebagai rumah sakit
tipe C (rumah sakit tipe Madya).
Sesuai dengan program YBWSA (Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung),
untuk menjadikan RSI Sultan Agung Semarang sebagai “Teaching Hospital”,
maka perlu diadakannya penambahan sarana dan prasarana baik berupa gedung
atau bangsal, peralatan medis, maupun man powernya.
Seiring dengan kebutuhan pelayanan kesehatan saat ini, Rumah Sakit
Islam Sultan Agung Semarang telah memperluas pelayanan dengan pelayanan
unggulan Semarang Eye Center, yang merupakan pusat pelayanan kesehatan mata
terlengkap di Jawa Tengah. Eye Center ini dibuka tanggal 21 Mei 2005 yang
diresmikan oleh Gubernur Jawa Tengah Bapak Mardiyanto.
3.1.2. Letak Geografis
RSI Sultan Agung beralamat di Jalan Kaligawe Km.4 Semarang, berada di
Kelurahan Genuk. Lingkungan RSI Sultan Agung Semarang dikelilingi oleh
industri LIK dan industri Terboyo Park, didekatnya terdapat terminal Terboyo dan
Kampus UNISSULA (Universitas Sultan Agung).
Walaupun letaknya dikelilingi industri dan berdekatan dengan terminal
namun keadaan suasananya sangat tenang dan tidak bising. Apotik, Mushola, dan
Masjid RSI Sultan Agung berada di lingkungan Rumah Sakit (Ibu Zid, 13 Juli
2009).
3.1.3. Sarana dan Fasilitas
RSI Sultan Agung Semarang didirikan tidak semata-mata hanya untuk
memperoleh keuntungan semata, tetapi tujuan utama adalah sebagai sarana
dakwah dan pengembangan Islam. Untuk itulah dalam rangka mencapai tujuan
perlu adanya sarana sebagai penunjang, antara lain:
3.1.3.1. Instalasi Pelayanan Kesehatan, meliputi:
3.1.3.1.1. Pelayanan Poliklinik Umum dan IGD (24 jam)
3.1.3.1.2. Pelayanan Poliklinik spesialis dan sub spesialis (jam 08.00-21.00
WIB) yang terdiri dari:
3.1.3.1.2.1. Anak
3.1.3.1.2.2. Penyakit Dalam
3.1.3.1.2.3. Kebidanan dan Kandungan
3.1.3.1.2.4. Badan Umum
3.1.3.1.2.5. THT
3.1.3.1.2.6. Mata
3.1.3.1.2.7. Bedah Onkologi
3.1.3.1.2.8. Jantung
3.1.3.1.2.9. Syaraf
3.1.3.1.2.10. Paru-paru
3.1.3.1.2.11. Bedah Orthopedi
3.1.3.1.2.12. Bedah Digesif
3.1.3.1.2.13. Bedah Urologi
3.1.3.1.2.14. Kesehatan Gigi dan Mulut
3.1.3.2. Pelayanan Penunjang Kesehatan (24 jam)
3.1.3.2.1. Instalasi Radiologi
3.1.3.2.2. Instalasi Farmasi
3.1.3.2.3. Laboratorium Patologo Klinik
3.1.3.2.4. Fisio Terapi
3.1.3.2.5. Klinik Gizi
3.1.3.2.6. Laboratorium Patologi Anatomi
3.1.3.2.7. Klinik Psikologi
3.1.3.2.8. Lithoclast
3.1.3.2.9. CT Scan
3.1.3.3. Pelayanan Rawat Inap
3.1.3.3.1. VIP
3.1.3.3.2. Kelas I A
3.1.3.3.3. Kelas I B
3.1.3.3.4. Kelas II
3.1.3.3.5. Kelas III A
3.1.3.3.6. Kelas III B
3.1.3.4. Rehabilitasi Medik
3.1.3.4.1. Exercise Massage
3.1.3.4.2. Infra Red
3.1.3.4.3. Nebulizer
3.1.3.4.4. Ultra Sonic
3.1.3.4.5. Diathermi
3.1.3.5. Pelayanan Lain Meliputi:
3.1.3.5.1. Medical Chek Up
3.1.3.5.2. Hearing Centre
3.1.3.5.3. Pelayanan Ambulance
3.1.3.5.4. Perawatan Jenazah
3.1.3.5.5. Konsultasi Kerohanian
Fasilitas Unggulan RS. Islam Sultan Agung menurut (Samsudin
Salim, M.Ag 22 Juli 2009)
3.1.3.1. ASKES Pegawai Negeri Rawat Jalan& Rawat Inap
3.1.3.2. ASKES Sukarela
3.1.3.3. Jamsostek JPK& Trauma Center
3.1.3.4. Lithoclast (Alat Pemecah Batu Saluran Kemih)
3.1.3.5. CT Scan Hellical 3D (Tiga Dimensi)
3.1.3.6. Semarang Eye Center
3.1.4. Visi- Misi dan Tujuan
3.1.4.1. Visi-Misi
3.1.4.1.1. Visi RSI Sultan Agung Semarang
Rumah Sakit Islam terkemuka dalam pelayanan kesehatan yang
selamat menyelamatkan, pelayanan pendidikan dalam rangka membangun
generasi khaira ummah, dan pengembangan peradaban islam menuju
masyarakat sehat sejahtera yang dirahmati Allah.
3.1.4.1.2. Misi RSI Sultan Agung Semarang
3.1.4.1.3. Mengembangkan pelayanan kesehatan atas dasar nilai-nilai
Islam yang selamat menyelamatkan, dijiwai semangat
“Mencintai Allah Menyayangi Sesama”, berpegang teguh pada
Etika Rumah Sakit Islam dan Etika Kedokteran Islam,
3.1.4.1.4. Membangun jamaah SDI yang memiliki komitmen pelayanan
kesehatan Islami,
3.1.4.1.5. Mengembangkan pelayanan untuk pendidikan kedokteran dan
kesehatan bagi mahasiswa UNISSULA dan peserta didik dari
lembaga pendidikan milik Yayasan Badan Wakaf Sultan
Agung, juga dari lembaga pendidikan lain,
3.1.4.1.6. Mengembangkan pelayanan untuk penelitian dan
pengembangan ilmu kedokteran dan ilmu kesehatan sesuai
standar yang tertinggi,
3.1.4.1.7. Mengembangkan pengabdian kepada masyarakat dijiwai
dakwah Islamiyah melalui pelayanan kesehatan untuk
membangun peradaban Islam menuju masyarakat sehat
sejahtera yang dirahmati Allah SWT,
3.1.4.1.8. Mengembangkan gagasan, kegiatan dan kelembagaan sejalan
dengan dinamika masyarakat, perkembangan rumah sakit, dan
perkembangan iptek kedokteran dan kesehatan.
3.1.4.1.9. Adapun tujuan dari RSI Sultan Agung Semarang
3.1.4.1.9.1. Menjadi pusat riset, pendidikan, dan pelayanan kesehatan
serta sebagai sarana dakwah,
3.1.4.1.9.2. Sebagai perwujudan amal sholeh untuk menolong penderita
meningkatkan kualitas kehidupan dan menyantuni
masyarakat yang tidak mampu (Kaum Dzu’afa),
3.1.4.1.9.3. Mewujudkan rumah sakit yang profesional dan Islami sesuai
dengan kaidah hukum yang berlaku.
3.1.5. Struktur Organisasi RSI Sultan Agung Semarang
3.2. Faktor-faktor Stres Perawat di RSI Sultan Agung Semarang
Stres yang berkaitan dengan pekerjaan hampir menyentuh setiap orang.
Beberapa jenis pekerjaan penuh dengan stres karena sifat dasarnya mempunyai
andil yang besar terhadap timbulnya gangguan kesehatan. Jenis pekerjaan ini
misalnya, pengatur lalu lintas udara, polisi, perawat ruang gawat darurat, paramedis
dan pemadam kebakaran (Ardan, 2006).
Penelitian dari National Institute for Occupational Safety and Health
(NIOSH) menetapkan perawat sebagai profesi yang beresiko sangat tinggi terhadap
stress (Schultz dan Schultz, 1994) hasil penelitian selye (1996) menunjukkan alasan
mengapa profesi perawat mempunyai resiko yang sangat tinggi terpapar oleh stres
adalah karena perawat memiliki tugas dan tanggungjawab yang sangat tinggi
terhadap keselamatan nyawa manusia. Selain itu ia juga mengungkapkan pekerjaan
perawat mempunyai beberapa karakteristik yang dapat menciptakan tuntutan kerja
yang tinggi dan menekan. Karakteristik tersebut adalah otoritas bertingkat ganda,
heterogenitas personalia, ketergantungan dalam pekerjaan dan spesialisasi, budaya
kompetitif di rumah sakit, jadwal kerja yang ketat dan harus siap kerja setiap saat.
Serta tekanan–tekanan dari teman sejawat. Hasil penelitian numerof dan abramis
(dalam bery) menyatakan bahwa perawat di instalasi perawatan intensif dan unit
gawat darurat memiliki tingkat stres lebih tinggi dibanding dengan perawat di unit
lain.
Stres kerja yang dihadapi oleh perawat akan sangat mempengaruhi kualitas
pelayanan keperawatan yang diberikan kepada pasien (Robin, 1998) sedangkan
menurut penelitian Baker. dkk (1998) stres yang dialami seseorang akan merubah
cara kerja system kekebalan tubuh. Akibatnya, orang tersebut cenderung sering
mudah terserang penyakit yang cenderung lama penyembuhannya karena tubuh
tidak banyak memproduksi sel–sel kekebalan tubuh ataupun sel–sel antibodi banyak
yang kalah. Kesehatan dan efektifitas kerja karyawan karena memiliki efek pada
aspek fisik dan psikologis. Faktor-faktor Penyebab Stres Kerja:
Terdapat dua faktor penyebab atau sumber muncuinya stres atau stres kerja, yaitu
faktor Lingkungan kerja dan faktor personal (Dwiyanti, 2001:75). Faktor
lingkungan kerja dapat berupa kondisi fisik, manajemen kantor maupun hubungan
sosial di lingkungan pekerjaan. Sedang faktor personal bisa berupa tipe kepribadian,
perisliwa/pengalaman pribadi maupun kondisi sosial-ekonomi keluarga di mana
pribadi berada dan mengembangkan diri.
Betapapun faktor kedua tidak secara langsung berhubungan dengan kondisi
pekerjaan, namun karena dampak yang ditimbulkan pekerjaan cukup besar, maka
faktor pribadi ditcmpatkan sebagai sumber atau penyebab munculnya stres. Secara
umum dikelompokkan sebagai berikut (Dwiyanti, 2001:77-79):
3.2.1. Tidak adanya dukungan sosial.
Artinya, stres akan cendcrung muncul pada para karyawan yang
tidak mendapat dukungan dari lingkungan sosial mereka. Dukungan sosial
di sini bisa berupa dukungan dari lingkungan pekerjaan maupun lingkungan
keluarga. Banyak kasus menunjukkan bahwa, para karyawan yang
mengalami stres kerja adalah mercka yang tidak mendapat dukungan
(khususnya moril) dari keluarga, seperti orang tua, mertua, anak, teman dan
semacamnya. Begitu juga ketika seseorang tidak memperoleh dukungan dari
rekan sekerjanya (baik pimpinan maupun bawahan) akan cenderung lebih
mudah terkena sires. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya dukungan social
yang menyebabkan ketidaknyamanan menjalankan pekerjaan dan tugasnya.
3.2.2. Tidak adanya kesempatan berpartisipasi dalam pembuatan keputusan di
kantor.
Hal ini berkaitan dengan hak dan kewenangan seseorang dalam
menjalankan tugas dan pekerjaannya. Banyak orang mengalami stres kerja
ketika mereka tidak dapat memutuskan persoalan yang menjadi tanggung
jawab dan kewcnangannya. Stres kerja juga bisa terjadi ketika seorang
karyawan tidak dilibatkan dalam pembuatan keputusan yang menyangkut
dirinya.
3.2.3. Pelecehan seksual.
Yakni, kontak atau komunikasi yang berhubungan atau
dikonotasikan berkaitan dengan seks yang tidak diinginkan. Pelecehan
seksual ini bisa dimulai dart yang paling kasar seperti memegang bagian
badan yang sensitif, mengajak kencan dan semacamnya sampai yang paling
halus berupa rayuan, pujian bahkan senyuman yang tidak pada konteksnya.
Dari banyak kasus pelecehan seksual yang sering menyebabkan stres kerja
adalah perlakuan kasar atau pengamayaan fisik dari lawan jenis dan janji
promosi jabatan namun tak kunjung terwujud hanya karena wanita.. Stres
akibat pelecehan seksual banyak terjadi pada negara yang tingkat kesadaran
warga (khususnya wanita) terhadap persamaan jenis kelamin cukup tinggi,
namun tidak ada undang-undang yang melindungnya (Baron and Greenberg
dalam Margiati, 1999:72).
3.2.4. Kondisi lingkungan kerja.
Kondisi lingkungan kerja fisik ini bisa berupa suhu yang terlalu
panas, terlalu dingin, tcrlalu sesak, kurang cahaya, dan semacamnya.
Ruangan yang terlalu panas menyebabkan ketidaknyamanan seseorang
dalam menjalankan pekerjaannya, begitu juga ruangan yang terlalu dingin.
Panas tidak hanya dalam pengertian temperatur udara tetapi juga sirkulasi
atau arus udara. Di samping itu, kebisingan juga memberi andil tidak kecil
munculnya stres kerja, sebab beberapa orang sangat sensitif pada kebisingan
dibanding yang lain (Muchinsky dalam Margiati, 1999:73).
3.2.5. Manajemen yang tidak sehat.
Banyak orang yang stres dalam pekerjaan ketika gaya kepemimpinan
para manajernya cenderung neurotis, yakni seorang pemimpin yang sangat
sensitif, tidak percaya orang lain (khususnya bawahan), perfeksionis, terlalu
mendramatisir suasana hati atau peristiwa sehingga mempengaruhi
pembuatan keputusan di tempat kerja. Situasi kerja atasan selalu mencurigai
bawahan, membesarkan peristiwa/kejadian yang semestinya sepele dan
semacamnya, seseorang akan tidak leluasa menjalankan pekerjaannya, yang
pada akhirnya akan menimbulkan stres (Minner dalam Margiati, 1999:73).
3.2.6. Tipe kepribadian.
Seseorang dengan kepribadian tipe A cenderung mengalami sires
dibanding kepribadian tipe B. Beberapa ciri kepribadian tipe A ini adalah
sering merasa diburu-buru dalam menjalankan pekerjaannya, tidak sabaran,
konsentrasi pada lebih dan satu pekerjaan pada waktu yang sama, cenderung
tidak puas terhadap hidup (apa yang diraihnya), cenderung berkompetisi
dengan orang lain meskipun dalam situasi atau peristiwa yang non
kompetitif. Dengan begitu, bagi pihak perusahaan akan selalu mengalami
dilema kctika mengambil pegawai dengan kepribadian tipe A. Sebab, di satu
sisi akan memperoleh hasil yang bagus dan pekerjaan mereka, namun di sisi
lain perusahaan akan mendapatkan pegawai yang mendapat resiko
serangan/sakit jantung (Minner dalam Margiati, 1999:73).
3.2.7. Peristiwa atau pengalaman pribadi.
Stres kerja sering disebabkan pengalaman pribadi yang
menyakitkan, kematian pasangan, perceraian, sekolah, anak sakit atau
gagal sekolah, kehamilan tidak diinginkan, peristiwa traumatis atau
menghadapi masalah (pelanggaran) hukum. Banyak kasus menunjukkan
bahwa tingkat stres paling tinggi terjadi pada seseorang yang ditinggal
mati pasangannya, sementara yang paling rendah disebabkan oleh
perpindahan tempat tinggal. Disamping itu, ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan sehari-hari, kesepian, perasaan tidak aman, juga termasuk
kategori ini (Baron & Greenberg dalam Margiati, 1999:73).
Merujuk dari faktor-faktor diatas seperti belum sepenuhnya rumah sakit
memberikan rasa aman, dan nyaman, mereka mengelu dan mengatakan bahwa saat
ini stres yang dialami perawat muncul dari lingkungan pekerjaan (Khoiriandoh
AMK, 22 Juli 2009).
3.2. Pelaksanaan Petugas Bimbingan Rohani Bagi Perawat Di RSI Sultan Agung
Semarang
Secara harfiah istilah bimbingan merupakan terjemahan dari “guidance”
dari akar kata “guide” berarti 1) mengarahkan (to direct), 2) memandu (to pilot),
3) mengelola (to manage), dan 4) menyetir (to steer). Dari definisi diatas dapat
diangkat makna sebagai berikut: bimbingan merupakan suatu proses yang
berkesinambungan, bukan kegiatan yang seketika atau kebetulan. Bimbingan
merupakan serangkaian tahapan kegiatan yang sistematis dan berencana yang
terarah kepada pencapaian tujuan (Yusuf dan Nasution, 2005:6).
Sedangkan menurut Sukardi (1995:2), bimbingan adalah proses pemberian
bantuan yang diberikan seseorang atau sekelompok orang secara terus menerus
dan sistematis oleh pembimbing agar individu atau sekelompok individu menjadi
pribadi yang mandiri.
Sedangkan kata rohani dalam agama Islam berasal dari kata al-ruh,
diantaranya para ahli sendiri juga tidak memperoleh kata sepakat mengenai
batasannya. Dengan berpedoman kitab suci Al-qur’an, pada beberapa terjemahan
berbahasa Indonesia, ditemukan kata-kata yang sama, diartikan dengan jiwa, yaitu
al-ruh dan al-nafs, yang keduanya itu manusia mempunyai daya hidup (hayat).
Menurut pendapat Muhammad Wakid, manusia hidup adalah manusia yang
terdapat dalam dirinya roh, nafs, dan hayat. Dengan hayatlah manusia dapat
hidup, bernafas dengan paru-paru, dan dengan nafs dia dapat merasa melalui
panca indera. Dengan roh manusia selalu meningkat dalam perkembangan
hidupnya. Ketiga unsur tersebut merupakan satu kesatuan yang saling
mempengaruhi satu sama lainnya (Anshori, 2003:55). Menurut jumhur ulama, al-
ruh berarti roh yang ada dalam badan, hal ini sesuai dalam Al-qur’an surat Al-
Isra’ ayat 85:
štΡθè= t↔ ó¡o„ uρ Ç⎯ tã Çyρ ”9 $# ( È≅ è% ßyρ ”9 $# ô⎯ ÏΒ Ì øΒr& ’ În1u‘ !$tΒuρ Ο çF Ï?ρé& z⎯ ÏiΒ ÉΟ ù=Ïèø9 $# ωÎ) WξŠ Î= s% ∩∇∈∪
Artinya:
Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah: “Roh itu
termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan
sedikit”.(Departemen Agama RI,2006:145)
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka bimbingan rohani Islam
adalah proses pemberian bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras
dengan ketentuan dan petunjuk Allah, sehingga dapat mencapai kebahagiaan di
dunia dan akhirat. Bimbingan Islami merupakan proses pemberian bantuan,
artinya bimbingan tidak menentukan atau mengharuskan, melainkan sekedar
membantu individu. Individu dibantu, dibimbing agar mampu hidup selaras
dengan ketentuan dan petunjuk Allah (Faqih, 2001:4).
Perawat memerlukan metode ilmiah dalam melakukan proses terapeutik
tersebut, yaitu proses keperawatan. Penggunakan proses keperawatan membantu
perawat dalam melakukan praktik keperawatan, menyelesaikan masalah
keperawatan klien, atau memenuhi kebutuhan klien secara ilmiah, logis,
sistematis, dan terorganisasi (Budi, Ria, & Novy, 2006: 1).
Kegiatan pelaksanaan bimbingan rohani bagi perawat diterapkan dengan
metode kelompok, akan tetapi tidak memungkinkan apabila perawat meminta
tambahan waktu disediakan oleh petugas bimbingan rohani diluar jadwal yang
telah ditentukan oleh pihak Rumah Sakit dapat berjalan dengan bimbingan secara
individu atau antar personal.
Sebuah konsep yang dilakukan oleh para petugas bimbingan rohani dan
kebijakan dari pihak Rumah Sakit sendiri. Adanya kebijakan dari Rumah Sakit
menyelenggarakan do’a pagi yang dilaksanakan setiap hari senin, rabu, dan jumat
yang dimulai dari jam 07.15- 07.45 WIB. Kegiatan tersebut dimaksudkan agar
nilai- nilai ajaran Islam dapat terinternalisasi dalam kehidupan sehari- hari.
3.3. Peran Petugas Bimbingan Rohani Dalam Mengatasi Stres Perawat Di RSI
Sultan Agung Semarang
Sejak individu terbentuk sebagai suatu organisme yaitu pada masa konsepsi
(masa dibuahinya telur oleh sperma) yang terjadi dalam kandungan ibu, individu
terus tumbuh dan berkembang. Proses perkembangan ini dipengaruhi berbagai
faktor, baik dari dalam maupun dari luar. Dari dalam dipengaruhi oleh pembawaan
dan kematangan, sedangkan dari luar dipengaruhi oleh faktor lingkungan.
Perkembangan dapat berhasil dengan baik jika faktor tersebut dapat saling
melengakapi. Untuk mencapai pekembangan yang baik harus ada asuhan yang
terarah yaitu bimbingan.
Menurut Djumhur dan Surya (1975: 26) bimbingan merupakan suatu proses
membantu individu, membantu mengarahkan inidividu ke arah tujuan yang sesuai
dengan potensi yang dimiliki secara maksimum.
Orang-orang yang mengalami permasalahan tertentu tidak boleh dianggap
tidak sehat atau tidak normal, sebaliknya mereka adalah orang-orang yang secara
jasmaniah dan rohaniah sehat atau normal. Permasalahan yang sedang dialami itu
bukanlah sesuatu penyakit yang serta merta dikaitkan pada pelayanan dokter atau
psikater. Memang disadari sering adanya hubungan antara permasalahan tertentu
dengan ketidakseimbangan jasmaniah rohaniah. Apalagi permasalahan pada stres
perawat di RSI Sultan Agung Semarang.
Pelaksanaan bimbingan rohani terhadap perawat dapat berjalan sesuai
dengan jadwal tersebut di atas. Dalam pelaksanaan bimbingan rohani Islam
menggunakan dua metode, yaitu
3.3.1. Metode individual, pembimbing dalam hal ini melakukan komunikasi
langsung secara individual dengan pihak yang dibimbingnya dengan
langsung menemui orang yang bersangkutan.
3.3.2. Metode kelompok, pembimbing melakukan komunikasi langsung dengan
klien dalam kelompok dengan menggunakan teknik kelompok yang hanya
menyampaikan bimbingan dan tidak ada diskusi atau tanya jawab (Hidayat,
23 Juli 2009).
Dalam konsep tentang tugas seorang perawat sangatlah berat. Yang harus
dapat menempatkan semua tugas-tugasnya terselesaikan secara tepat dan hasil yang
memuaskan. Apalagi mendapat tekanan dari atasan harus bekerja secara
profesionalisme. Yang akan berdampak pada mutu dan pelayanan Rumah Sakit
dimata umum. Untuk itu, perlu adanya bimbingan rohani dari petugas rohani yang
telah dipersiapkan oleh pihak Rumah Sakit. Dari hasil wawancara dengan Ahmad
Muhid, SHI (21 Juli 2009).
Penulis memperoleh keterangan bahwa penanaman jiwa spiritual (Muhit, 21
Juli 2009) sangatlah penting bagi perawat di Rumah Sakit Islam Sultan Agung
Semarang. Karena dengan menanamkan jiwa spiritual kepada perawat akan
membuat perawat lebih sabar dan tawakal. Penanaman jiwa spiritual tersebut
diantaranya adalah:
3.3.1. Aqidah
3.3.2. Takwa dan beramal saleh
3.3.3. Berdo’a, bertasbih, dan mengerjakan shalat
3.3.4. Memperkirakan kemungkinan terburuk dan melihat orang yang keadaannya
lebih parah
3.3.5. Berpandangan realistis dalam hidup dan menjahui khayalan
3.3.6. Berbaik sangka
3.3.7. Cara menanggapi penganiayaan orang lain
3.3.8. Harapan.
Adanya beberapa kasus stres yang dialami oleh perawat di RSI Sultan
Agung Semarang dan peran petugas bimbingan rohani Islam mengatasi kasus-
kasus tersebut antara lain:
Seorang perawat yang menginginkan sikap demokratis dari atasan. Karena
ada sebuah kejadian jabatan kosong yang diisi oleh seseorang yang tidak memiliki
skill yang memadai. Mungkin dia perawat yang cukup mampu untuk jabatan
tersebut, karena dari atasan langsung memilih tanpa mengadakan penyeleksian
ataupun tes untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut, sehingga Khoiriandoh
AMK (22 Juli 2009) agak kecewa. Lama-kelamaan dengan kejadian tersebut dia
dalam melaksanakan pekerjaannya setiap hari agak malas dan tidak semangat
sebelum adanya kejadian tersebut. Dia juga pernah satu ruangan waktu mengikuti
pelatihan dan pengenalan Flu Babi yang diadakan oleh pihak Rumah Sakit seperti
tidak kenal. Apalagi bertatap muka, langsung aja membalikkan muka. Selain itu
Khoiriandoh juga mendapat perintah dari orang yang tidak disukainya atau
saingannya langsung aja banyak alasan dan langsung pergi meninggalkan.
Dalam kasus yang dialami oleh Khoiriandoh AMK petugas bimbingan
rohani Islam melakukan beberapa bimbingan. Dengan menggunakan pendekatan
person- centered (terpusat pada individu) menurut (Hidayat, 23 Juli 2009). Karena
dengan melihat realita sebelum kejadian Khoiriandoh bekerja secara maksimal
tanpa membeda-bedakan, akan tetapi setelah dengan adanya kejadian tersebut
perilakunya berubah drastis dalam pekerjaan. Apalagi ada kaitannya dengan orang
yang tidak disukai, wajah dan sikap langsung beda. Semua itu imbasnya juga pada
Rumah Sakit. Pernah ada kejadian pasien yang minta tolong malah dimarahi karena
melihat saingannya sedang dipuji sama teman-teman seperjuangan mungkin
Khoiriandoh tidak rela dalam hati kecilnya pujian itu malah lebih pantas untuk
dirinya. Dalam waktu yang luang dan santai petugas bimbingan rohani menemuinya
sambil mengajak ngobrol dan bergurau terus memberikan bimbingan dan
menjelaskan bahwa pentingnya mentaati perintah dari atasan. Dalam Firman Allah
SWT QS. An- Nisa ayat 59:
$pκš‰ r'̄≈ tƒ t⎦⎪ Ï% ©! $# (#þθãΨ tΒ#u™ (#θãè‹ ÏÛ r& ©! $#(#θãè‹ÏÛ r& uρ tΑθ ß™§9 $#’ Í<'ρé& uρÍ ö∆F{ $#óΟ ä3Ζ ÏΒ (βÎ* sù÷Λ ä⎢ ôã t“≈ uΖs?
’Îû &™ó© x« çνρ–Š ã sù ’n< Î)«! $#ÉΑθß™§9 $#uρ βÎ)÷Λ ä⎢Ψ ä. tβθ ãΖÏΒ÷σ è? «! $$Î/ ÏΘöθu‹ ø9 $#uρ ÌÅzFψ $# 4
y7 Ï9≡ sŒ ×ö yzß⎯ |¡ ômr& uρ¸ξƒ Íρù' s? ∩∈®∪ Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul
(nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat
tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
Bukhori juga meriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah SAW
bersabda: “Sungguh kelak kalian akan kemaruk jabatan, sementara jabatan itu akan
menjadi sumber penyesalan bagi pelakunya pada hari kiamat (jika tidak diemban
dengan benar).
Muslim meriwayatkan dari Abdullah bin Amr ia berkata: Rasulullah SAW
bersabda: “Sesungguhnya orang- orang yang berlaku adil kelak akan berada pada
kedudukan tinggi dan terpuji di sisi Allah, yakni mereka yang berlaku adil dalam
menetapkan keputusan, dalam keluarga mereka, dan dalam jabatan mereka.
Tak lupa petugas bimbingan rohani juga menjelaskan bahwasannya orang
yang beriman adalah saudara. Yang tertera dalam QS. Al Hujuraat ayat 10:
$yϑ ¯ΡÎ) tβθãΖ ÏΒ÷σ ßϑø9 $# ×ο uθ÷zÎ) (#θßs Î=ô¹ r' sù t⎦ ÷⎫ t/ ö/ ä3 ÷ƒ uθyzr& 4 (#θà) ¨? $#uρ ©!$# ÷/ ä3 ª=yès9 tβθçΗ xq ö è? ∩⊇⊃∪
Artinya: “Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu
damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah
terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat”.
Mudrikah AMK (22 Juli 2009) seorang perawat yang cekatan dalam
bertindak. Makanya dia ditunjuk oleh pihak Rumah Sakit untuk ditempatkan
dibagian UGD (Unit Gawat Darurat). Dalam kesehariannya dia termasuk perawat
yang kritis. Apalagi kalau ada suatu permasalahan yang muncul di Rumah Sakit.
Ada sebuah kejadian waktu dia menangani kasus kecelakaan, akan tetapi beliau
sudah bertindak sesuai dengan prosedur keperawatan. Akan tetapi dia masih juga
disalahkan oleh atasan. Dia juga pernah disindir dalam sebuah rapat. Lama-
kelamaan dia mencari sumber permasalahan kenapa dirinya disalahkan terus.
Setelah beberapa hari ternyata ada sebuah tim khusus yang diberikan wewenang
untuk mengawasi para karyawan khususnya perawat. Dari tim khusus tersebut
dipilih orang-orang yang memiliki jabatan agak tinggi di Rumah Sakit, ternyata dari
salah satu mereka ada yang tidak suka dengan keberadaannya. Mudrikah agak
kecewa pada kebijakan tersebut. Padahal para perawat pun sudah mempunyai
wewenang, kenapa dijadikan obyek permasalahan. Dalam benak dia sendiri kenapa
tidak dikembalikan aja pada hati nurani perawat masing-masing. Berikan saja
tanggung jawab sepenuhnya, apabila tidak sesuai atau melenceng dari prosedur
tinggal diberi sanksi yang tegas. Sehingga dalam bekerja Mudrikah sendiri tidak
ikhlas.
Kasus yang dialami Mudrikah dia ingin adanya kebebasan, apalagi dengan
adanya tim pemantau. Mungkin dari pihak Rumah Sakit sangatlah beruntung,
dengan adanya TIM tersebut dapat menilai kinerja perawat. Akan tetapi dari
perawat sendiri tidak mengetahui dengan keberadaannya. Dari situlah petugas
bimbingan rohani memberikan penjelasan dan pengertian. Seumpama ada kebijakan
dari atasan kalau yang tidak suka dengan hal tersebut terus mengeluarkan mandat
untuk PHK yang susah siapa.
Petugas bimbingan rohani juga menjelaskan hadist sebagai berikut: Bukhari-
Muslim meriwayatkan dari Umar, dia berkata: “Aku pernah mendengar Rasulullah
SAW bersabda: “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niatnya dan
sesungguhnya balasan yang akan diperoleh seseorang dari amalnya juga sesuai
dengan niatnya. Barangsiapa yang hijrahnya diniatkan untuk meraih keridhaan
Allah dan Rasul-Nya, maka dia akan mendapatkan keridhaan Allah dan Rasul-Nya.
Charisma AMK (23 Juli 2009) tidak suka karena terlalu beda jauh dengan
sanksi yang diberikan baik pada karyawan atau atasan. Dari pengalamannya dia
datang terlambat waktu mengikuti apel pagi, sehingga dia tidak ikut. Setelah apel
pagi selesai para karyawan atau perawat sejajar yang terlambat atau tidak ikut
dipanggil untuk menghadap atasan serta dikenakan sanksi, sedangkan atasan
semisal dokter, kepala bagian-bagian atau yang lain dibebaskan malah pada ngobrol
sendiri. Charisma agak iri dengan kejadian tersebut. Apakah bawahan akan seperti
itu dijadikan budak terus. Sampai sempat berkeinginan membuat kesepakatan antar
perawat untuk menindaklanjuti kebijakan tersebut. Akan tetapi hasilnya tetap nihil.
Setelah kejadian tersebut charisma berupaya untuk datang lebih awal untuk dapat
mengikuti apel pagi, walaupun dari hati kecilnya berkata lain.
Petugas bimbingan rohani dulunya belum mengetahui permasalahan yang
dialami oleh charisma, akan tetapi petugas bimbingan rohani melihat dia sering
menyendiri akhirnya bertanya kepada yang satu ruangan. Apakah ada problem dari
keluarga, tetangga, apa juga dipekerjaannya. Dengan mengetahui permasalahan
tersebut petugas rohani sedikit memaparkan Firman Allah SWT dalam QS. An-
Nahl ayat 90:
*¨βÎ)©! $# ããΒù'tƒ ÉΑ ô‰yèø9 $$Î/ Ç⎯≈ |¡ ômM} $#uρÇ› !$ tGƒ Î)uρ “ÏŒ 4†n1ö à) ø9 $#4‘sS ÷Ζtƒ uρ
Ç⎯ tã Ï™!$t± ós x ø9 $#Ì x6Ψ ßϑø9 $#uρ Ä©øö t7ø9 $# uρ4öΝä3 Ýà Ïètƒ öΝ à6 ¯=yè s9 šχρ ã©. x‹s? ∩®⊃∪
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji,
kemungkaran dan permusuhan. dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat
mengambil pelajaran”.
Dari penjelasan ayat tesebut petugas bimbingan rohani memberikan
pengarahan kepada charisma apabila dalam kehidupan mempunyai permasalahan,
sebaiknya dapat kita petik pelajaran dari permasalahan tersebut. Kita hidup pasti
memiliki permasalahan, akan tetapi bagaimana kita menyikapi permasalahan
tersebut, apa dalam hal yang negatif atau sebaliknya dalam hal yang positif.
Desi Ariyani AMK (23 Juli 2009) dia mengalami permasalahan dalam
waktu sapa, salam, senyum untuk semuanya pada waktu bertugas di RSI Sultan
Agung Semarang. Padahal itu kewajiban yang sudah disepakati bersama dan harus
dilaksanakan oleh semua petugas Rumah Sakit. Pengalamannya Desi sering
menemukan beberapa atasan yang cuek pada karyawan, padahal karyawan sudah
menerapkan hal tersebut. Tetapi sebaliknya apabila karyawan lupa waktu bertugas
tidak menerapkan sapa, salam, senyum akan dikenakan sanksi. Desi juga pernah
langsung ditegur oleh atasan karena dia tergesa- gesa dengan keadaan pasiennya
jadi lupa untuk mengucapkan hal tersebut. Padahal itu dimuka umum, malunya
minta ampun.
Dalam kasus yang dialami oleh Desi petugas bimbingan rohani memberikan
pengertian bahwa apabila kita ingin dihargai oleh orang lain, sebaiknya kita
menghargai orang lain. Serta mengutarakan Firman Allah SWT didalam QS. An-
Nisaa ayat 86:
#sŒ Î)uρ Λ ä⎢Š Íh‹ ãm 7π ¨Š Ås tFÎ/ (#θ–Š ys sù z⎯ |¡ôm r'Î/ !$pκ ÷] ÏΒ÷ρ r& !$yδρ –Š â‘ 3¨βÎ)©! $# tβ% x. 4’ n?tã Èe≅ ä. >™ó© x« $·7Š Å¡ym ∩∇∉∪ Artinya: “Apabila kamu diberi penghormatan dengan sesuatu
penghormatan, Maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik dari
padanya, atau balaslah penghormatan itu (dengan yang serupa)[327]. Sesungguhnya
Allah memperhitungkan segala sesuatu”.
Di dalam hadis juga disebutkan. Bukhari-Muslim meriwayatkan dari
Abdullah bi Amr bahwa seseorang pernah bertanya kepada Rasulullah SAW:
Manakah amalan yang sangat utama dalam Islam? “Beliau menjawab:
“Memberikan makanan dan mengucapkan salam kepada sesama muslim baik yang
sudah engkau kenal maupun belum”.
Petugas bimbingan rohani juga menuturkan apabila dalam kita menyikapi
hal tersebut secara ikhlas dan positif, kita juga tidak akan terbebani dengan hal
tersebut. Serta kita tidak melupakan untuk mengabdikan diri kita kepada Sang
Khalik. Semua kejadian yang ada dimuka bumi ini sudah ada skenarionya.
1
BAB IV
ANALISIS PERAN PETUGAS BIMBINGAN ROHANI
DALAM MENGATASI STRES PERAWAT
DI RSI SULTAN AGUNG SEMARANG
4.1. Analisa Faktor-faktor Stres Perawat di RSI Sultan Agung Semarang
4.1.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Stress
Kondisi-kondisi yang cenderung menyebabkan stress disebut stressors.
Meskipun stress dapat diakibatkan oleh hanya satu stressors, biasanya perawat
mengalami stress karena kombinasi stressors. Menurut (Khusnul Khotimah, 24
Juli 2009) ada tiga sumber utama yang dapat menyebabkan timbulnya stress yaitu
4.1.1.1. Faktor Lingkungan
Keadaan lingkungan yang tidak menentu akan dapat menyebabkan
pengaruh pembentukan struktur organisasi yang tidak sehat terhadap
karyawan. Dalam faktor lingkungan terdapat tiga hal yang dapat
menimbulkan stress bagi karyawan yaitu ekonomi, politik dan teknologi.
Perubahan yang sangat cepat karena adanya penyesuaian terhadap ketiga
hal tersebut membuat seseorang mengalami ancaman terkena stress. Hal
ini dapat terjadi, misalnya perubahan teknologi yang begitu cepat.
Perubahan yang baru terhadap teknologi akan membuat keahlian seseorang
dan pengalamannya tidak terpakai karena hampir semua pekerjaan dapat
terselesaikan dengan cepat dan dalam waktu yang singkat dengan adanya
teknologi yang digunakannya.
2
4.1.1.2. Faktor Organisasi
Di dalam organisasi terdapat beberapa faktor yang dapat
menimbulkan stress yaitu role demands, interpersonal demands,
organizational structure dan organizational leadership. Pengertian dari
masing-masing faktor organisasi tersebut adalah sebagai berikut:
4.1.1.2.1. Role Demands
Peraturan dan tuntutan dalam pekerjaan yang tidak jelas
dalam suatu organisasi akan mempengaruhi peranan seorang
karyawan untuk memberikan hasil akhir yang ingin dicapai
bersama dalam suatu organisasi tersebut.
4.1.1.2.2. Interpersonal Demands
Mendefinisikan tekanan yang diciptakan oleh karyawan
lainnya dalam organisasi. Hubungan komunikasi yang tidak jelas
antara karyawan satu dengan karyawan lainnya akan dapat
menyeba bkan komunikasi yang tidak sehat. Sehingga
pemenuhan kebutuhan dalam organisasi terutama yang berkaitan
dengan kehidupan sosial akan menghambat perkembangan sikap
dan pemikiran antara karyawan yang satu dengan karyawan
lainnya.
4.1.1.2.3. Organizational Structure
Mendefinisikan tingkat perbedaan dalam organisasi
dimana keputusan tersebut dibuat dan jika terjadi ketidak jelasan
dalam struktur pembuat keputusan atau peraturan maka akan
dapat mempengaruhi kinerja seorang karyawan dalam organisasi.
3
4.1.1.2.4. Organizational Leadership
Berkaitan dengan peran yang akan dilakukan oleh seorang
pimpinan dalam suatu organisasi. Empat faktor organisasi di atas
juga akan menjadi batasan dalam mengukur stress perawat.
Pengertian dari stress itu sendiri adalah muncul dari adanya
kondisi-kondisi suatu pekerjaan atau masalah yang timbul yang
tidak diinginkan oleh individu dalam mencapai suatu kesempatan,
batasan-batasan, atau permintaan-permintaan dimana semuanya
itu berhubungan dengan keinginannya dan dimana hasilnya
diterima sebagai sesuatu yang tidak pasti tapi penting (Khusnul
Khotimah, 24 Juli 2009)
4.1.1.3. Faktor Individu
Pada dasarnya, faktor yang terkait dalam hal ini muncul dari
dalam keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik pribadi dari
keturunan. Hubungan pribadi antara keluarga yang kurang baik akan
menimbulkan akibat pada pekerjaan yang akan dilakukan karena akibat
tersebut dapat terbawa dalam pekerjaan seseorang. Sedangkan masalah
ekonomi tergantung dari bagaimana seseorang tersebut dapat
menghasilkan penghasilan yang cukup bagi kebutuhan keluarga serta
dapat menjalankan keuangan tersebut dengan seperlunya.
Karakteristik pribadi dari keturunan bagi tiap individu yang dapat
menimbulkan stress terletak pada watak dasar alami yang dimiliki oleh
seseorang tersebut. Sehingga untuk itu, gejala stress yang timbul pada
tiap-tiap pekerjaan harus diatur dengan benar dalam kepribadian
4
seseorang. Apalagi dilihat dari beberapa kasus diatas, perawat cenderung
mengalami stres diwaktu melakukan pekerjaan.
4.2. Analisa Pelaksanaan Bimbingan Rohani Bagi Perawat di RSI Sultan Agung
Semarang
Bimbingan rohani adalah sebagai suatu proses pemberian bantuan yang
terus menerus dan sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang
dihadapinya, sehingga tercapainya kebahagiaan di dunia dan akhirat (Hidayatul,
22 Juli 2009).
Pola yang diterapkan oleh petugas bimbingan rohani di RSI Sultan Agung
Semarang hanyalah sekedar penyampaian materi. Materipun disesuaikan pada
kemampuan para petugas bimbingan rohani. Kalau ada selain petugas bimbingan
rohani ingin memberikan bimbingan, semisal dokter yang memiliki ilmu agama
yang lebih diperbolehkan oleh petugas bimbingan rohani. Yang terpenting materi
yang disampaikan dapat mengena untuk dijadikan referensi, sehingga dapat
diterapkan dikehidupan sehari- hari, baik dilingkungan keluarga, masyarakat,
ataupun dalam wilayah pekerjaan (Ibu Zid, 21 Juli 2009).
Bimbingan yang dilakukan oleh petugas rohani Islam di RSI Sultan Agung
Semarang mempunyai tugas untuk memberikan pendidikan agama dalam arti
secara keseluruhan. Bimbingan rohani terhadap perawat merupakan proses
pemberian bantuan oleh petugas rohani dalam rangka mendidik, membina serta
mengarahkan agar sejalan dengan ajaran Islam. Karena perawat merupakan
sebuah profesi yang harus dijalankan serta bertanggung jawab dalam sebuah
pekerjaan. Tidak lain perawat juga sebagai ayah atau ibu di dalam rumah tangga.
Mereka juga butuh bimbingan rohani dalam kehidupan sehari-hari dan mereka
5
juga mempunyai permasalahan. Perawat juga paham akan hak dan kewajiban serta
berusaha untuk mendapatkan bimbingan yang sesuai dengan ajaran Islam
(Samsudin, 21 Juli 2009).
Dari hasil penelitian penulis dapat menganalisa bahwa peran bimbingan
rohani terhadap perawat di RSI Sultan Agung Semarang pada dasarnya adalah
sekedar penyampaian bimbingan rohani tanpa mengetahui stres yang sedang
dihadapi perawat. Jadi bimbingan rohani yang sebenarnya memiliki fungsi positif
bagi perawat tidak maksimal dalam proses pelaksanaannya. Pada umunya pola
bimbingan yang diterapkan oleh petugas rohani tidak mampu mengimbangi atau
tidak sesuai dengan perkembangan saat ini (khoiriandoh, 22 Juli 2009). Disamping
itu sebenarnya, juga perlu diketahui bagaimana keadaan psikis perawat itu sendiri.
Kadang-kadang mereka sendiri memerlukan bantuan. Akan tetapi kemungkinan
besar mereka tidak mau menerima kenyataan (Khusnul Khotimah, 24 Juli 2009).
Dilihat dari berbagai karakteristik ataupun dari asal daerah masing-masing
perawat juga berbeda. Semisal dari daerah pesisir yang dominan bersifat keras dan
kasar. Apabila setiap ada permasalahan langsung diungkapkan walaupun itu
dilingkungan umum, tanpa memperdulikan efeknya. Sedangkan perilaku lain dari
daerah pegunungan mungkin malah sebaliknya dilihat dari sifatnya yang lemah
lembut dengan nada yang kecil pula. Semua itu harus dipahami betul oleh para
petugas bimbingan rohani yang ada di RSI Sultan Agung Semarang. Sehingga
mampu mengetahui psikologis dari para perawat.
Peranan bimbingan rohani yang ada di RSI Sultan Agung Semarang untuk
perawat belum efektif. Yang dapat dilihat dari absensi para perawat mengikuti
bimbingan rohani baik dalam apel pagi ataupun yang lain khusus dalam bidang
6
bimbingan rohani. Dari sinilah tugas dari para pembimbing rohani untuk
menyelidiki kasus-kasus tersebut. Apakah dari diri perawat sendiri tidak ada
motivasi guna untuk mengikuti bimbingan rohani atau sebaliknya bimbingan
rohani yang bersifat monoton dalam memberikan bimbingan sehingga mengalami
kejenuhan.
Tak lain juga yang dilakukan oleh petugas bimbingan rohani Islam di RSI
Sultan Agung seperti bimbingan kepada tokoh ulama (Pak Yai), yang hanya
memberikan ceramah atau hanya bersifat membimbing. Karena tidak
menggunakan prosedur konseling yang melihat permasalahan dari awal sampai
tuntasnya permasalahan yang dihadapi klien (khoiriandoh, 22 Juli 2009).
Di sinilah kadang-kadang terjadi pemaksaan kehendak atas proses
pemberian bimbingan rohani pada perawat, yang tidak sesuai dengan tarjet
petugas bimbingan rohani. Mereka lebih banyak menuntut apa yang sudah
dikerjakan sesuai dengan keprofesionalisme pekerjaan.
Unsur-unsur yang mendasari penyikapan terhadap permasalahan, antara
lain (Khusnul Khotimah, 24 Juli 2009):
4.2.1. Pemahaman dan penghayatan bahwa dalam perjalanan hidup seseorang
dapat mengalami berbagai permasalahan.
4.2.2. Pemahaman dan penghayatan bahwa faktor-faktor lingkungan sangat
besar pengaruhnya terhadap pola berfikir seseorang.
4.2.3. Pemahaman dan pengahayatan bahwa permasalahan seseorang besar
kemungkinan tidak sama, oleh karena itu diperlukan upaya yang
mendalam agar dapat mencapai pemahaman yang lengkap dan mantab
berkenaan dengan permasalahan itu.
7
4.2.4. Pemahaman dan penghayatan bahwa dalam menangani permasalahan
seseorang perlu dilibatkan berbagai pihak, sumber, dan unsur secara
efektif dan efisien mengatasi atau memecahkan permasalahan tersebut.
Parahnya lagi muncul anggapan keliru tentang peran petugas bimbingan
rohani dari dalam Rumah Sakit, misalnya pandangan menganggap ajaran Islam
hanya sebagai urusan akhirat saja. Dampaknya adalah penyimpangan sikap dan
perilaku perawat. Untuk itu perlu dicari solusi bagaimana cara membatasi perawat
dari kemungkinan akan terjadinya penyimpangan. Selanjutnya mencari jalan
terbaik bagi perawat untuk dapat mencegah dari penyakit psikis dengan cara dan
jalan yang sesuai dengan berpedoman Al-Qur’an dan Al-Hadist. Usaha-usaha
untuk membimbing dan membina perawat, antara lain (Sugito, 24 juli 2009):
4.1.1. Mengelola perasaan (nafsu amarah, pengendalian lisan, mengelola
pandangan mata, menelola pendengaran, mengelola selera makan)
4.1.2. Mengelola emosi dan stres
4.1.3. Mengelola waktu (membiasakan tertib dan teratur, melakukan segalanya
dengan terancana, membiasakan diri dengan data serta informasi yang
akurat, jelas, dan detail)
4.1.4. Mengelola rasa empati dan simpati
4.1.5. Mengefektifkan komunikasi dan pergaulan
8
4.3. Analisa Peran Petugas Bimbingan Rohani Dalam Mengatasi Stres Perawat
Di RSI Sultan Agung Semarang
Bimbingan rohani merupakan proses pemberian bantuan bagi perawat
yang memiliki fungsi agar perawat dapat memiliki kemampuan untuk
merealisasikan potensi yang dimilikinya sejalan dengan nilai-nilai ajaran Islam
(Samsudin, 24 Juli 2009). Berkaitan dengan optimalisasi bimbingan rohani pada
perawat, maka penulis menganalisa bagaimana hubungan antara optimalisasi
fungsi bimbingan rohani dengan permasalahan yang dihadapi oleh perawat di RSI
Sultan Agung Semarang.
Perawat merupakan sebuah profesi yang dominan dihadapkan pada
penyakit psikis, jika tidak diimbangi dengan pemberian bimbingan rohani secara
benar oleh petugas rohani akan membahayakan. Akan tetapi jika diimbangi
dengan pemberian bimbingan rohani secara benar, maka perawat-pun akan dapat
memanaj permasalahan dengan baik, perawat juga dapat mengatasi penyaki psikis
yang sedang mereka hadapi dengan kekuatan iman yang telah ditanamkan pada
dirinya. Sehingga perawat mampu hidup tentram serta konstruktif pada zaman
global nanti. Jadi bimbingan rohani untuk perawat sangatlah perlu (Ibu Zid, 21
Juli 2009).
Di RSI Sultan Agung Semarang, yang terjadi adalah tidak sedikit dari
perawat yang mempercayakan seratus persen bimbingan rohani dari petugas
rohani merasa upaya itu telah mencukupi. Dengan cara ini petugas bimbingan
rohani mengira bahwa perawat akan menjadi individu yang beriman dan bertakwa.
Tindakan petugas rohani seperti itu merupakan tindakan yang tidak salah, tetapi
9
ternyata belum mencukupi kebutuhan perawat itu sendiri (Mudrikah, 22 Juli
2009).
Dikarenakan perawat juga mahkluk sosial yang harus bisa bersosialisasi
dan beradaptasi dengan orang lain. Apabila hal tersebut tidak bisa teratasi, maka
akan menimbulkan sebuah masalah. Dalam hal ini adalah stres. Perawat yang
mengalami stres tidak hanya diakibatkan di dalam pekerjaan saja, juga bisa dari
lingkungan yang lain dari keluarga ataupun masyarakat (Samsudin, 21 juli 2009)
Peranan bimbingan rohani di RSI Sultan Agung Semarang untuk
mengatasi stres perawat belum efektif dengan apa yang dihadapi oleh perawat,
hanya sekedar penyampaian materi tentang agama. Tetapi apakah itu saja dapat
langsung diterima oleh perawat secara hati terbuka atau justru malah sebaliknya
bisa jadi dijadikan dongeng. Karena dilihat dari keimanan perawat satu dengan
perawat yang lain berbeda jauh. Dari sinilah peran petugas bimbingan rohani
harus ekstra dalam mengatasi stres perawat (Samsudin, 21 juli 2009).
Macam-macam stres yang dialami oleh perawat di RSI Sultan Agung
Semarang, antara lain:
4.3.1. Stres dalam lingkungan pekerjaan (Ketidak cocokan dengan teman atau
kebijakan atasan yang tidak disukai oleh perawat)
Semisal seorang perawat yang menginginkan sikap demokratis dari
atasan. Karena ada sebuah kejadian jabatan kosong yang di isi oleh
seseorang yang tidak memiliki skill yang memadai. Mungkin dia perawat
yang cukup mampu untuk jabatan tersebut, karena dari atasan langsung
memilih tanpa mengadakan penyeleksian ataupun tes untuk mengisi
kekosongan jabatan tersebut sehingga Khoiriandoh AMK (22 Juli 2009)
10
agak kecewa. Lama-kelamaan dengan kejadian tersebut dia dalam
melaksanakan pekerjaannya setiap hari agak malas dan tidak semangat
sebelum adanya kejadian tersebut. Dari situlah khoiriandoh mengalami
stres dalam pekerjaan.
4.3.2. Stres dalam lingkungan keluarga
4.3.2.1. Anak rewel saat mau berangkat kerja
Dewi Mudasari (25 Juli 2009) memiliki beberapa anak. Akan tetapi
anak yang terakhir ini sering membuat ibunya kerja keras. Apa yang dia
inginkan harus dituruti, kalau tidak akan menangis dan membuang barang
apapun yang ada disekitar. Malah-malah beberapa perabotan banyak yang
rusak. Apalagi disaat ibunya mau berangkat kerja, yang semuanya harus
terburu-buru. Sehingga sampai di tempat kerja sifatnya hanya pengen
marah terus, dan sudah habis tenaganya di rumah. Dan akhirnya dalam
bekerja-pun tidak maksimal.
4.3.2.2. Stres kekurangan ekonomi sehingga suami dan istri sering bertengkar
Kehidupan yang bahagia telah hilang, yang dikarenakan dari
pertengkaran antara suami-istri yang dialami oleh Dewi Trilestari (25 Juli
2009). Yang berdampak negatif dalam pekerjaannya. Dia tidak semangat
untuk bekerja. Dari berangkat bekerja yang sering terlambat, sering
melamun dalam bekerja, sampai-sampai menyendiri dalam suatu ruangan.
Padahal sebelum terjadinya pertengkaran tersebut dia termasuk perawat
yang rajin dalam suatu hal, apalagi menyangkut nyawa seseorang.
11
Peran dari petugas bimbingan rohani untuk mengatasi stres perawat
di atas. Petugas bimbingan rohani hanya menyampaikan materi agama
yang sudah tertera di dalam jadwal. Kalau berkenan perawat sendiri yang
menemui petugas bimbingan rohani di dalam kantor untuk meminta saran
dan masukan guna untuk mengatasi stres yang dialami perawat. Berarti
petugas bimbingan rohani tidak pro-aktif dalam memberikan bimbingan
kepada perawat yang stres. Padahal dampak dari perawat yang stres
berkemungkinan negatif pada Rumah Sakit. Sehingga dalam melaksanakan
pekerjaan tidak maksimal, serta membuat citra nama baik Rumah Sakit
menurun dimata umum.
Dalam upaya memberikan bimbingan rohani pada perawat yang stres, para
petugas bimbingan rohani ternyata mengahadapi beberapa hambatan yang
dirasakan sangat mempengaruhi proses bimbingan rohani. Hambatan-hambatan
tersebut menurut Sugito (22 Juli 2009) selaku petugas bimbingan rohani:
3.3.1. Kurangnya kesadaran dari perawat dengan adanya petugas rohani
3.3.2. Salah pengertian antara perawat dengan petugas rohani
3.3.3. Tidak dapat meluangkan waktu untuk berkonsultasi, karena yang
disibukkan dengan pekerjaannya.
Dengan penelitian yang diangkat, maka penulis menentukan bahwa
bimbingan rohani harus tetap dilaksanakan dalam rangka untuk mengatasi stres
perawat. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan arahan mupun pijakan kepada
perawat dalam upaya menemukan solusi untuk memanaj stres. Upaya penemuan
tersebut dapat dilakukan oleh dirinya sendiri ataupun dengan bantuan orang lain,
12
yang dalam hal ini adalah petugas rohani Rumah Sakit. Mereka bisa bertindak
sebagai konselor dalam membantu mengatasi permasalaha psikis.
Banyaknya persoalan yang berujung pada stres yang harus dihadapi oleh
perawat seringkali terjadi dalam banyak hal dalam lingkungan yang berbeda-beda.
Salah satu lingkungan yang paling potensial menghadirkan stres adalah
lingkungan kerja di mana beban tugas dari pekerjaan yang bersangkutan benar-
benar dapat mengganggu perawat. Stres kerja sendiri pasti dapat dijumpai pada
hampir semua pekerjaan, hanya saja ada beberapa pekerjaan tertentu yang
memiliki stres kerja di atas rata-rata pekerjaan yang lainnya dan salah satu
pekerjaan itu adalah perawat. Karena itu perawat yang sedang memiliki gejolak
permasalahan, yang kurang mendapat bimbingan dan pengarahan moral dan
agama, mudah terseret kepada hal yang bersifat praktis tanpa melihat jangka
panjang. Oleh karena itu perawat mengalami berbagai konflik.
Konflik pertama yang pada umumnya dialami perawat adalah konflik
antara kebutuhan untuk mengendalikan diri dan kebutuhan untuk bebas. Perawat
membutuhkan penerimaan sosial dan penghargaan serta kepercayaan orang lain
kepadanya. Untuk itulah perawat membutuhkan orang yang mengajarkannya
kepada perilaku yang diterima dalam berbagai kesempatan dan situasi (suri
tauladan). Akan tetapi di lain pihak ia membutuhkan rasa bebas, karena ia merasa
dirinya sudah dewasa. Oleh karenanya ia tidak memerlukan orang yang akan
menunjukkan kepadanya cara bertindak atau berperilaku. Konflik antar kebutuhan
pada diri perawat sehingga menyebabkan stres. Di sini tampak jelas pentingnya
peran petugas bimbingan rohani bagi perawat.
13
Konflik kedua adalah konflik antara kebutuhan akan kebebasan dan
kebutuhan akan keprofesionalisme dalam suatu pekerjaan. Perawat ingin bebas
dan mandiri, yang bekerja sesuai dengan keadaan. Sementara itu pada waktu yang
bersamaan adanya konflik keluarga yang belum menemukan solusi yang tepat.
Konflik tersebut dapat meningkat apabila dibawa dalam suatu pekerjaan. Padahal
di dalam suatu pekerjaan harus bertindak secara profesionalisme. Dari situlah
peran petugas bimbingan rohani yang bertindak sebagai konselor.
Konflik ketiga yang selalu dialami perawat adalah konflik nilai-nilai, yaitu
konflik antara prinsip-prinsip dan nilai-nilai yang dipelajari perawat ketika di
lingkungannya sehari-hari. Hal itu menyebabkan perawat mengalami kebingungan
dan keraguan. Kadang-kadang perawat tidak mampu membedakan tindakan yang
benar dan tindakan yang salah, mana yang prinsip dan mana hal yang sesat. Sering
kali kebingungan dan keraguan sementara perawat mendorong untuk lari dalam
permasalahan atau mengabaikannya.
Selanjutnya konflik keempat yang dihadapi perawat adalah konflik
menghadapi masa depan. Ini adalah konflik yang disebabkan kebutuhan untuk
menentukan masa depan. Kecenderungan dalam hal PHK, apabila kita tidak
bekerja masa depan kita akan kemana.
Dari uraian di muka, penulis menganalisa bahwa perawat di RSI Sultan
Agung Semarang perawat yang masih memiliki sifat egosentris tinggi. Keegoisan
perawat nampak pada sikap mereka yang menganggap dirinya sebagai individu
yang berbeda. Apabila di dalam suatu pekerjaan dikerjakan secara ikhlas, maka
tubuh kita akan menerima tidak berat. Serta diimbangi dengan ikhtiar dan
dikembalikan kepada Sang Khalik, karena beliau yang menciptakannya.
14
Berbeda dengan perawat yang memiliki pola asuh yang berlandasan pada
Al-Qur’an dan Al-Hadist, serta menjalankan norma-norma didalam suatu
pekerjaan. Perawat dilatih untuk dapat bertanggung jawab atas segala tindakannya,
sehingga perawat menjadi seorang suri tauladan baik di dalam sebuah pekerjaan
maupun di lingkungan keluarga atau masyarakat.
1
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Setelah dikemukakan kajian dari peran petugas bimbingan rohani dalam
mengatasi stres di RSI Sultan Agung Semarang, maka dapat diambil kesimpulan:
5.1.1. Faktor-faktor yang menyebabkan seorang perawat stres
5.1.1.1. Faktor Lingkungan, dalam hal ini lingkungan dapat mempengaruhi
psikis seseorang yaitu perawat. Lingkungan yang positif akan
mempengaruhi, dan sebaliknya lingkungan yang negatif. Semisal
dalam menjalankan suatu pekerjaan.
5.1.1.2. Faktor Organisasi, meliputi dari pemimpin, teman dalam pekerjaan.
Semua itu sangat berdampak pada jiwa perawat khususnya.
5.1.1.3. Faktor Individu, dari lingkungan keluarga. Baik dari tuntutan
ekonomi ataupun yang lainnya.
5.1.2. Peran petugas bimbingan rohani di RSI Sultan Agung Semarang untuk
mengatasi stres perawat belum efektif, dikarenakan hanya sekedar
memberikan bimbingan rohani tanpa melihat permasalahan yang dihadapi
perawat diantaranya stres.
Dapat dilihat dari absensi para perawat mengikuti bimbingan rohani
baik dalam apel pagi maupun yang lain khususnya dalam bidang bimbingan
rohani. Dari sinilah tugas dari para pembimbing rohani untuk menyelidiki
kasus-kasus tersebut. Apakah dari diri perawat sendiri tidak ada motivasi
guna untuk mengikuti bimbingan rohani atau sebaliknya bimbingan rohani
2
yang bersifat monoton dalam memberikan bimbingan sehingga mengalami
kejenuhan.
5.2. Saran – Saran
Setelah melakukan kajian tentang peran petugas bimbingan rohani di RSI
Sultan Agung Semarang, penulis melihat ada beberapa topik penting untuk
ditindaklanjuti dalam penelitian-penelitian berikutnya.
Pertama, persoalan tentang pengaruh bimbingan rohani terhadap stres
perawat. Bagaimana pengaruhnya jika ditinjau dari aspek psikologi?
Kedua, persoalan tentang profesionalitas petugas bimbingan rohani dalam
memotivasi kinerja perawat. Sejauhmana validitas bimbingan rohani dalam
memotivasi kinerja perawat?
Demikianlah laporan skripsi yang penulis kemukakan, semoga Allah SWT
selalu melimpahkan rahmat, taufiq, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan lancar dan tidak ada halangan suatu apapun.
3
DAFTAR PUSTAKA
Adz-Dzaky, Hamdani Bakran, Konseling Dan Psikoterapi Islam, Pustaka Baru,
Yogyakarta, 2001
Ancok, Djamaluddin dan Anshori, Fuad, Psikologi Islam (Solusi Islam Atas Problem-
Problem Psikologi), Pustaka Pelajar,Yogyakarta, 1995
Anton, Bakker, Metode Penelitian Filsafat, Kanisius, Yogyakarta, 1990
Azwar, Saifuddin, Metodologi Penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1997
Bastaman, Hanna Djumhana, Integrasi Psikologi dengan Islam (Menuju Psikologi
Islami), Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1997
Budi Anna Keliat, Ria Utami Panjaitan, Novy Helena, Proses Keperawatan Kesehatan
Jiwa, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, 2006
Daradjat, Zakiah, Pembinaan Remaja, Bulan Bintang, Jakarta, 1972
Faqih, Ainur Rokhim, Bimbingan Dan Konseling Islam, UII Pres, Yogyakarta, 2001
Hadari, Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta, 1991
Hawari, Dadang, Al- Qur’an (Ilmu Kedokteran Jiwa Dan Kesehatan Jiwa), PT. Dana
Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta, 1999
Hallen, Bimbingan Dan Konseling Dalam Islam, Ciputat Pres, Jakarta, 2002
Hermawan, Warsito, Pengantar Metodologi Penelitian, Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta, 1997
http: //lensakomunika.blogspot.com
Lexy J, Moleong, Metodologi Penelitan Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 2002
4
Martaniah, Peran Psikologi Di Indonesia (Kumpula Pidato Pengukuhan Guru Besar
Fakultas Psikologi UGM), Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2000
Maslim, Rusdi, Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas PPDGJ-III, Bagian Ilmu
Kedokteran Jiwa FK Unika Atma Jaya, Jakarta, 2001
Nasir, Haedar, Agama dan Krisis Kemanusiaan Modern, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
1997
Nurihsan, Achmad Juntika, Bimbingan Dan Konseling (Dalam Berbagai Latar
Kehidupan), PT Refika Aditama, Bandung, 2006
Noeng, Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif, Rake Sararin, Yogyakarta, 1998
Prayitno, Dasar-Dasar Bimbingan Dan Konseling, Rineka Cipta, Jakarta, 1999
Shetzer, Bruce and Stone, Shelly, Metode Penelitian Survei, LP3S, Jakarta, 1987
Subagyo, P. Joko, Metode Penelitian Dalam Teori Dan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta,
1996
Sudarsono, Kamus Filsafat Dan Psikologi, Rineka Cipta, Jakarta, 1993
Suharsimi, Arikunto, Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktek), Rineka Ilmu,
Jakarta, 1996
Sururin, Psikologi Agama, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004
Taha Jabir, Al-Alwani (ED), Bisnis Islam (terjemahan Suharsono), AK Group,
Yogyakarta, 1995
Toto Tasmara, Etos Kerja Pribadi Muslim, PT. Dana Bhakti Prima Yasa, Yogyakarta,
1995
Walgito, Bimo, Bimbingan Dan Penyuluhan Di Sekolah, UGM, Yogyakarta, 1964
http:// wordpress.com/01/07/2009
DAFTAR RIWAYAT PENULIS
Bahwa yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Nofian Rahman Amar
Nim : 1104077
Fak / Jur : Dakwah / BPI, IAIN Walisongo Semarang
TTL : Kendal, 13 Nofember 1986
Alamat : Damarsari Rt 01 Rw 01 Cepiring Kendal
Nama Orangtua : Ruji Mulyadi
Pendidikan : TK Mayasari Cepiring-Kendal
SD-N 3 Cepiring-Kendal
SMP-N 1 Cepiring-Kendal
MAN Kendal
IAIN Walisongo Semarang
Semarang, 06 januari 2010
Nofian Rahman Amar
Lampiran Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Islam Sultan Agung Nomor : 086D/KPTS/RDI-SA/V/2008 tentang SRTUKUR ORGANISASI DIBAWAH JAJARAN RUMAH SAKIT SULTAN AGUNG
Ditetapkan di : Semarang Tanggal : 13 Jumadil Awwal 1429 H 19 Mei RS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG Prof. DR. H. RIFKI MUSLIM, SpB, SpU. Direktur Utama
TEMBUSAN Yth : 1. Ketua Umum yayasan Badan Wakaf Sultan Agung 2. Pejabat Struktural yang bersangkutan 3. Arsip
JADWAL PENCERAMAH DO’A PAGI
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG
BULAN JUNI 2009
No
Hari/ Tanggal Penceramah Bagian Materi Pemandu
1 Senin,1Juni2009 Samsudin Salim, M.Ag SDI Kajian Tafsir Tematis
M.Hidayatul M,S.Ag
2 Rabu,3Juni2009 H.Saekun Rais Saputra,SH,SHI
Hukum Sosok pemimpin yng cerdas
Sugito
3 Jum’at,5Juni2009 Khusnul Khotimah SpdI
Kerohanian
Perhiasan yang baik adalah wanita sholehah
Ahmad Muhith
4 Senin,8Juni2009 H.Heri Purbantoro,SE,MM,Akt
Direksi (Sholat Dhuha) Rejeki di cari atau di jemput
Samsudin Salim,M.Ag
5 Rabu,10Juni2009 Sugito Kerohanian
Meningkatkan Iman dan Taqwa
Samsudin Salim,M.Ag
6 Jum’at,12Juni2009
Jamil Kerohanian
Kajian Fiqih Ibadah
M.Hidayatul M,S.Ag
7 Senin,15Juni2009 Dr.Nur Anna C Sa’diyah,Sp,PD
Direksi Menyeimbangkan kebutuhan Jasmani dan Rohani
Khusnul Khotimah,SpdI
8 Rabu,17Juni2009 M.Hidayatul M,S.Ag Kerohanian
Kajian Aqidah Islam
Ahmad Muhith,SHI
9 Jum’at,19Juni2009
Dr.Fatah Yasin Medis Pentingnya memperhatikan kesehatan
Jamil
10 Senin,22Juni2009 Ahmad Muhith, SHI Kerohanian
Kiat praktis mencapai keikhlasan
Khusnul khotimah
11 Rabu,24Juni2009 Dr.H.Makmur Santoso,MARS
Direksi Customer Satisfaction dalam pelayanan kesehatan
Jamil
12 Jum’at,26juni2009 Dr.HMN.Jennie,Sp.S Medis Iman adalah kehidupan
Sugito
13 Senin,29Juni2009 Dr.H.Imam Soemardjo,M.Kes
MEdis Problem kesehatan pada tenaga kerja perempuan
M.Hidayatul M,S.Ag
Mengetahui, Semarang,25 Mei2009
Manajer SDI Kabag Kerohanian
(Samsudin Salim, M.Ag) (M.Hidayatul Mursyidin,S.Ag)
JADWAL PENCERAMAH DO’A PAGI
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG
BULAN JULI 2009
No
Hari/ Tanggal Penceramah Bagian Materi Pemandu
1 Senin,6Juli2009 Samsudin Salim, M.Ag SDI Kajian Istiqamah M.Hidayatul M,S.Ag
2 Rabu,8Juli2009 H.Saekun Rais Saputra,SH,SHI
Hukum Jangan menundsa taubat
Sugito
3 Jum’at,10Juli2009 Khusnul Khotimah SpdI
Kerohanian Menunbuhkan sifat sabar
Ahmad Muhith
4 Senin,13Juli2009 H.Heri Purbantoro,SE,MM,Akt
Direksi Hakikat niat dalam beribadah
Samsudin Salim,M.Ag
5 Rabu,15Juli2009 Sugito Kerohanian Meningkatkan amal shalih
Samsudin Salim,M.Ag
6 Jum’at,17Juli2009 Jamil Kerohanian Hikmah shalat M.Hidayatul M,S.Ag
7 Senin,20Juli2009 Dr.Nur Anna C Sa’diyah,Sp,PD
Direksi Tawadlu’ Merupakan akhlak mulia
Khusnul Khotimah,SpdI
8 Rabu,22Juli2009 M.Hidayatul M,S.Ag Kerohanian Mengikuti Sunnah Rasul
Ahmad Muhith,SHI
9 Jum’at,24Juli2009 Dr.Fatah Yasin Medis Menanam rasa takut pada Allah
Jamil
10 Senin,22Juni2009 Ahmad Muhith, SHI Kerohanian Bahaya dengki Khusnul khotimah
11 Rabu,27Juli2009 Dr.H.Makmur Santoso,MARS
Direksi Memahami Al- Qur’an
Jamil
12 Jum’at,29juli2009 Dr.HMN.Jennie,Sp.S Medis Iman dan Jihad Sugito
Mengetahui, Semarang,22 Juni 2009
Manajer SDI Kabag Kerohanian
(Samsudin Salim, M.Ag) (M.Hidayatul Mursyidin,S.Ag)
UNIT KEROHANIAN
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG Jl. Raya Kaligawe Km. 4 Telp (024)6580019 Psw. 540 Fax. (024) 658928
SEMARANG
JADWAL KULTUM SHOLAT DLUHUR
RUMAH SAKIT SULTAN AGUNG
BULAN JUNI 2009 No Hari/ Tanggal Muadzin Imam Penceramah
1 Senin,1Juni2009 A. Muhith, SHI A. Muhith, SHI A. Muhith, SHI
2 Selasa,2Juni2009 A. Muhith, SHI Samsudin,M.Ag Samsudin,M.Ag
3 Rabu,3Juni2009 Jamil Dayat -
4 Kamis,4Juni2009 Dayat A. Muhith, SHI -
5 Senin,8Juni2009 Dayat Jamil Jamil
6 Selasa,9Juni2009 Sugito Dayat -
7 Rabu,10Juni2009 Dayat A. Muhith, SHI -
8 Kamis,11Juni2009 Dayat Sugito Jamil
9 Senin,15Juni2009 A. Muhith, SHI Samsudin,M.Ag -
10 Selasa,16Juni2009 Dayat Sugito Sugito
11 Rabu,17Juni2009 A. Muhith, SHI Dayat -
12 Kamis,18Juni2009 A. Muhith, SHI Dayat Dayat
13 Sabtu,20Juni2009 Sugito Samsudin,M.Ag -
14 Senin,22Juni2009 A. Muhith, SHI Dr.H.Imam Dr.H.Imam
15 Selasa,23Juni2009 Dayat Sugito -
16 Rabu,24Juni2009 Dayat Rosyidi Rosyidi
17 Kamis,25Juni2009 Jamil Dayat -
18 Sabtu,27Juni2009 Dayat Dayat -
19 Senin,29Juni2009 Dayat Sugito -
20 Selas,30Juni2009 A. Muhith, SHI Samsudin,M.Ag -
Semarang,25 Juni 2009
Mengetahui,
Manajer SDI Kabag Kerohanian
(Samsudin Salim,M.Ag) (M.Hidayatul Mursyidin,S.Ag)
UNIT KEROHANIAN
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG Jl. Raya Kaligawe Km. 4 Telp (024)6580019 Psw. 540 Fax. (024) 658928
SEMARANG
JADWAL KULTUM SHOLAT DLUHUR
RUMAH SAKIT SULTAN AGUNG
BULAN JULI 2009 No Hari/ Tanggal Muadzin Imam Penceramah
1 Rabu,1Juli2009 A. Muhith, SHI Dayat -
2 Kamis,2Juli2009 A. Muhith, SHI Samsudin,M.Ag Samsudin,M.Ag
3 Sabtu,4Juli2009 Jamil Dayat -
4 Senin,6Juli2009 Dayat A. Muhith, SHI -
5 Selasa,7Juli2009 Dayat Jamil Jamil
6 Rabu,8Juli2009 Sugito Dayat -
7 Kamis,9Juli2009 Dayat A. Muhith, SHI -
8 Sabtu,11Juli2009 Dayat Sugito Jamil
9 Senin,13Juli2009 A. Muhith, SHI Samsudin,M.Ag -
10 Selasa,14Juli2009 Dayat Sugito Sugito
11 Rabu,15Juli2009 A. Muhith, SHI Dayat -
12 Kamis,16Juli2009 A. Muhith, SHI Dayat Dayat
13 Sabtu,18Juli2009 Sugito Samsudin,M.Ag -
14 Selasa,21Juli2009 A. Muhith, SHI Dr.H.Imam Dr.H.Imam
15 Rabu,22Juli2009 Dayat Sugito -
16 Kamis,23Juli2009 Dayat Rosyidi Rosyidi
17 Sabtu,25Juli2009 Jamil Dayat -
18 Senin,27Juli2009 Dayat Dayat -
19 Selasa,28Juli2009 Dayat Sugito -
20 Rabu,29Juli2009 A. Muhith, SHI Samsudin,M.Ag -
21 Kamis,30Juli2009 A. Muhith, SHI Dr.Fatah Yasin Dr.Fatah Yasin
Semarang,25 Juni 2009
Mengetahui,
Manajer SDI Kabag Kerohanian
(Samsudin Salim,M.Ag) (M.Hidayatul Mursyidin,S.Ag)
JADWAL KEGIATAN DINAS PAGI
MENGGUNAKAN MEDIA AUDO
BAG. SYIAR & DAKWAH RSI- SA
WAKTU KEGIATAN
07.00 s/d 08.00 Memperdengarkan Murattal Al- Qur’an
08.15 s/d 08.30 Menyampaikan Seruan Do’a Umum Kepada Pasien
08.30 s/d 08.45 Memperdengarkan Ceramah Agama/ Lagu-lagu Rohani
11.30 s/d 11.45 Mengumandangkan Seruan Adzan
11.45 s/d 11.50 Seruan Kepada Karyawan dan Pengunjung Untuk
Menunaikan Sholat Dluhur
11.50 s/d 11.55 Mengumandangkan Seruan Adzan
JADWAL KEGIATAN DINAS PAGI
MENGGUNAKAN MEDIA AUDO
BAG. SYIAR & DAKWAH RSI- SA
WAKTU KEGIATAN
14.45 s/d 14.55 Memperdengarkan Murattal Al- Qur’an
14.55 s/d 15.00 Seruan Kepada Karyawan dan Pengunjung Untuk
Menunaikan Sholat Ashar
15.00 s/d 15.05 Mengumandangkan Seruan Adzan
15.30 s/d 15.45 Menyampaikan Seruan Do’a Umum Kepada Pasien
16.00 s/d 17.00 Memperdengarkan Lagu-lagu Rohani
17.00 s/d 17.30 Memperdengarkan Murattal Al- Qur’an
17.30 s/d 17.35 Seruan Kepada Karyawan dan Pengunjung Untuk
Menunaikan Sholat Maghrib
17.35 s/d 17.40 Mengumandangkan Seruan Adzan
Kabag Syiar& Dakwah
M. Hidayatul Mursyidin S.Ag
PEDOMAN WAWANCARA
UNTUK PERAWAT
Penelitian tentang: Peran Petugas Bimbingan Rohani Dalam Mengatasi Stres
Perawat di RSI Sultan Agung Semarang
1. Sejak kapan anda mendapatkan bimbingan rohani oleh petugas bimbingan rohani?
2. Apa yang menjadi motivasi anda mengikuti bimbingan rohani?
3. Rutinkah anda mengikuti bimbingan rohani?
4. Seberapa dekatkah anda dengan petugas bimbingan rohani?
5. Media apa yang dipergunakan oleh petugas bimbingan rohani untuk membimbing
perawat?
6. Bagaimana respon teman-teman perawat terhadap metode yang disampaikan oleh
petugas bimbingan rohani?
7. Menurut anda, bagaimana kondisi religiusitas teman-teman perawat?
8. Bagaimana petugas bimbingan rohani dalam menyampaikan bimbingan? Apakah
dengan menyampaikan materi-materi atau hanya bimbingan saja?
9. Apa yang anda rasakan setelah mendapatkan bimbingan rohani dari petugas
bimbingan rohani yang ada di Rumah Sakit?
PEDOMAN WAWANCARA
UNTUK PETUGAS BIMBINGAN ROHANI
Penelitian tentang: Peran Petugas Bimbingan Rohani Dalam Mengatasi Stres
Perawat di RSI Sultan Agung Semarang
1. Bagaimana sejarah bimbingan rohani di RSI Sultan Agung Semarang?
2. Apa tujuan didirikannya bimbingan rohani?
3. Apa saja fasilitas penunjang petugas bimbingan rohani?
4. Bagaimana cara bimbingan rohani memberikan bimbingan kepada perawat?
5. Metode apa saja yang diterapkan dalam memberikan bimbingan rohani?