penyelesaian sengketa konsumen jasa parkir...
TRANSCRIPT
PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN JASA PARKIR
KENDARAAN BERMOTOR
(Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2157 K/Pdt/2010)
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
Masyita Mustika Sariyani
11140480000118
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1439/2018 M
ii
iii
iv
v
ABSTRAK
Masyita Mustika Sariyani. NIM 11140480000118. PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN JASA PARKIR KENDARAAN BERMOTOR
(Studi Putusan Mahkamah Agung Nomor 2157 K/Pdt/2010). Program Studi
Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1439 H / 2018 M. Isi: ix +
77 halaman + 17 halaman lampiran + 4 halaman daftar pustaka.
Permasalahan utama dalam skripsi ini adalah mengenai mekanisme
penyelesaian sengketa konsumen jasa parkir serta untuk mengetahui apakah
pertimbangan hakim dalam kasus perparkiran antara Ramadhan M dan Ariyanti
dengan PT. Cipta Sumina Indah Satresna telah sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Metode penelitian ini
menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan mengidentifikasi berbagai
peraturan perundang-undangan di bidang Perlindungan Konsumen. Penelitian
menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach), dan
pendekatan kasus (case approach).
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan putusan Mahkamah Agung
Nomor 2157 K/ Pdt/ 2010 yaitu sengketa antara PT. Cipta Sumina Indah Satresna
sebagai pengelola parkir (Pemohon Kasasi/Tergugat) melawan Ramadhan M., dan
Ariyanti sebagai pemilik kendaraan bermotor (Termohon Kasasi/Penggugat).
Dengan kata lain apabila terjadi kerusakan dan bahkan kehilangan kendaraan di
area parkir merupakan tanggung jawab pengelola parkir.
Kata Kunci : Penyelesaian Sengketa, Parkir, Perlindungan Konsumen.
Pembimbing : Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H.
Drs. Abu Tamrin, S.H., M. Hum.
Daftar Pustaka : Tahun 1976 Sampai Tahun 2017
vi
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT Tuhan
semesta alam atas segala rahmat dan hidayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “PENYELESAIAN SENGKETA KONSUMEN JASA
PARKIR KENDARAAN BERMOTOR (Studi Putusan Mahkamah Agung
Nomor 2157 K/Pdt/2010)” Shalawat serta salam semoga senantiasa
tercurahkankan kepada baginda Nabi Muhammad SAW beserta para keluarga,
sahabat yang telah membawa kita ke luar dari zaman kegelapan menuju zaman
yang terang benderang saat ini. Semoga kita diberikan syafaat nya pada yaumil
akhir kelak. Aamiin.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini banyak pihak yang telah
membantu peneliti baik secara materiil maupun immaterial. Oleh karena itu,
peneliti mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A., Ph.D, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H., ketua Program Studi Ilmu Hukum
dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum., Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H., dan Drs. Abu Tamrin, S.H.,
M.Hum., dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan begitu banyak
arahan, dan telah meluangkan banyak waktunya untuk membimbing
peneliti dengan begitu sabar selama ini, sehingga Alhamdulillah berkat beliau
peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan lancar.
4. Nur Rohim Yunus, LL.M, Dosen pembimbing akademik yang begitu dengan
sabar membimbing sejak awal masuk perkuliahaan hingga sampai saat ini.
vii
5. Pimpinan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Pimpinan Pusat Perpustakaan Utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan
studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.
6. Orang tua peneliti Musdalifah S.Km dan Ir. Yani Suhaeb yang dengan sangat
sabar mendidik peneliti mulai dari lahir hingga sekarang tanpa merasa lelah
dan selalu memberikan doa kepada peneliti. Terimakasih juga kepada adik
peneliti Syamira Nurjanah Ramadhani dan Mutiara Ayu Indah Cahyani yang
selalu menyemangati serta memberi dukungan dalam pembuatan skripsi ini.
7. Sahabat-sahabat yang selalu bersama dan menemani peneliti selama peneliti
mengemban dunia pendidikan sejak semester awal hingga saat ini yaitu
Ahmad Adri, Hanifa Tri Agustina, Nabilah Nur Annisa, Putri Nur Aini,
Iqlimatul Annisa, Nurlia Fikawaty, Widy Mayunita, dan Adella Farah F.
Terimakasih selalu ada dan menyemangati peneliti sejak awal dimulainya
penulisan skripsi ini hingga selesai. Semoga persahabatan kita tidak terputus.
8. Teman-teman alumni Ilmu Hukum UIN Jakarta, terutama Bang Yusuf, Bang
Milzam, Bang rama, dan Kak Novia Indriani yang telah meluangkan
waktunya dalam membantu peneliti menyelesaikan penelitian skripsi ini.
9. Keluarga besar Ilmu Hukum 2014, HMPS Ilmu Hukum, DEMA Fakultas
Syariah, HMI Komfaksy, dan keluarga besar KKN Archery 169 UIN Jakarta
2017 yang selalu membantu dan menyemangati peneliti dalam proses
penyelesaian skripsi ini hingga selesai.
10. Serta kepada pihak-pihak yang tidak dapat di sebutkan satu persatu oleh
peneliti yang tidak bisa peneliti berikan untuk membalas jasa-jasa kalian
kecuali doa dan ucapan terima kasih.
Demikian peneliti ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya. Semoga
skripsi ini bermanfaat bagi peneliti pada khususnya dan bagi para pembaca pada
umumnya. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ........................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iv
ABSTRAK ...................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
DAFTAR ISI ................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah .................. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................. 8
D. Metode Penelitian ..................................................................... 9
E. Sistematika Penulisan ............................................................... 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA PERLINDUNGAN KONSUMEN ... 15
A. Kerangka Konseptual ............................................................... 15
B. Tinjauan Umum Hukum Perlindungan Konsumen .................. 17
1. Teori Perlindungan Hukum ................................................ 17
2. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen ..................... 19
3. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen......................... 21
4. Pihak-pihak Yang Terkait Perlindungan Konsumen ..........
C. Tinjauan Umum Klausula Baku ............................................... 28
1. Pengertian Klausula Baku .................................................. 28
2. Bentuk dan Jenis Perjanjian Klausula Baku ....................... 31
3. Klausula Eksonerasi ........................................................... 34
D. Tinjauan Review Terdahulu ..................................................... 35
BAB III DATA PENELITIAN .................................................................. 38
A. Akibat Hukum Klausula Baku dalam Perjanjian...................... 38
B. Penyimpangan Penggunaan Klausula Baku Pada Karcis
ix
Parkir Kendaraan Bermotor Terhadap UUPK .......................... 41
C. Hubungan Hukum Antara Pihak Pengelola Parkir dengan
Konsumen Jasa Parkir .............................................................. 45
D. Kronologis Kasus Hilangnya Kendaraan Bermotor di Area
Lahan Parkir Mall Lembuswana Samarinda ............................ 49
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS .............................................51
A. Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam Hal Tuntutan Ganti
Rugi Sebagai Akibat dari Penggunaan Jasa Parkir................... 51
B. Analisis Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Putusan
Mahkamah Agung Nomor 2157 K/Pdt/2010 ........................... 55
BAB V PENUTUP .................................................................................... 75
A. Kesimpulan ............................................................................... 75
B. Rekomendasi ............................................................................ 76
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 78
LAMPIRAN ....................................................................................................
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kenyamanan dan keamanan bagi konsumen parkir merupakan faktor
utama dalam pengoperasian lahan parkir. Rasa aman merupakan peran
lebih dari sekedar kenyamanan, namun juga merupakan tanggungjawab
moral demi mencapai standar pelayanan tertinggi. Menggiurkannya bisnis
perparkiran, pada praktiknya perparkiran tidak terlepas dari masalah yang
cukup serius bagi konsumen dan pengelola perparkiran. Konsumen
pengguna jasa parkir kerap kali menjadi pihak yang dirugikan jika terjadi
kehilangan atas kendaraannya maupun barang yang berada di dalam
kendaraannya maupun kerusakan-kerusakan yang terjadi selama waktu
penitipan di area parkir.
Perkembangan jumlah kendaraan di Indonesia selalu menunjukkan
grafik yang meningkat, yang memiliki arti bahwa jumlah kendaraan
semakin banyak. Semakin bertambahnya jumlah kendaraan bermotor
tersebut, memiliki implikasi terhadap kebutuhan parkir di tempat-tempat
umum seperti di kantor, pusat perbelanjaan, sekolah, kampus, tempat
rekreasi, dan tempat-tempat umum lainnya yang memiliki area parkir yang
cukup luas.1
Menurut Pasal 1 nomor 1 Keputusan Menteri Perhubungan Nomor
KM 65 Tahun 1993, yang dimaksud dengan parkir adalah “keadaan tidak
bergerak suatu kendaraan yang tidak bersifat sementara”. Fasilitas parkir
merupakan fasilitas pendukung kegiatan lalu lintas dan angkutan jalan.
Fasilitas parkir dapat dibedakan menjadi 2 (dua), pertama fasilitas parkir
pada badan jalan, yaitu fasilitas untuk parkir kendaraan dengan
menggunakan sebagian badan jalan dan kedua, fasilitas parkir di luar
badan jalan, yaitu fasilitas parkir yang dibuat khusus yang dapat berupa
taman parkir dan/atau gedung parkir. Fasilitas untuk umum adalah fasilitas
1 David M. L. Tobing, Hukum Perlindungan Konsumen dan Parkir, (Jakarta: Timpani,
2007), h. 2.
2
parkir di luar badan jalan berupa gedung parkir atau taman parkir yang
diusahakan sebagai kegiatan usaha yang berdiri sendiri dengan
menyediakan jasa pelayanan parkir untuk umum.2 Fasilitas parkir yang
hendak dibahas dalam skripsi ini adalah fasilitas parkir untuk umum.
Pengelolaan fasilitas parkir untuk umum dapat diselenggarakan oleh
pemerintah, badan hukum Indonesia atau warga negara Indonesia. Oleh
karena itulah muncul usaha perparkiran, yaitu suatu kegiatan usaha yang
menyediakan jasa pelayanan parkir untuk umum atau kegiatan usaha yang
menyediakan fasilitas parkir untuk umum.3
Pihak-pihak dalam usaha parkir ini adalah pihak pelaku usaha
perparkiran atau pengelola parkir dan pihak masyarakat sebagai konsumen
pemanfaat jasa parkir. Jika dikaitkan dengan banyaknya gedung-gedung
dan tempat-tempat umum, maka jasa pengelolaan parkir di Indonesia
mempunyai prospek yang sangat baik, karena dapat dipastikan gedung-
gedung dan tempat-tempat umum tersebut pastilah mempunyai fasilitas
berupa lapangan parkir. Sehingga hal tersebut sangatlah menguntungkan
pengelola parkir.
Dikarenakan usaha pengelolaan parkir memiliki prospek yang baik
dan memiliki keuntungan yang relatif besar, maka pengelola parkir harus
memiliki standar-standar keamanan yang harus diterapkan di tempat
parkir. Tidak hanya keselamatan dalam hal standar keamanan gedung
parkir, namun juga harus memperhatikan standar keamanan barang yang
dititipkan di tempat parkir tersebut, baik berupa kendaraan yang dititipkan
ataupun hal lain yang dititipkan di tempat parkir tersebut oleh konsumen.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) definisi penitipan itu
diartikan sebagai berikut:
“Definisi penitipan adalah proses menaruh barang (barang dan
sebagainya) supaya disimpan (dirawat, disampaikan kepada orang
lain, dan sebagainya)”.
2 David M. L. Tobing, Hukum Perlindungan Konsumen dan Parkir…, h. 5.
3 David M. L. Tobing, Hukum Perlindungan Konsumen dan Parkir…, h. 7.
3
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) juga
menjelaskan mengenai penitipan, hal tersebut terdapat dalam Pasal 1694
KUH Perdata yang berbunyi:
“Penitipan adalah terjadi, apabila seseorang menerima sesuatu barang
dari orang lain, dengan syarat bahwa ia telah menyimpannya dan
mengembalikannya dalam ujud asalnya”.
Dalam hal penitipan, apabila terjadi sesuatu hal yang terjadi dengan
barang yang dititipkan, baik itu berupa kerusakan ataupun kehilangan
barang yang dititipkan, maka hal tersebut haruslah menjadi tanggungjawab
orang yang dipercayakan untuk dititipkan barangnya tadi oleh konsumen.
Dalam KUH Perdata dijelaskan mengenai tanggungjawab bagi si penerima
penitipan barang, hal tersebut terdapat di dalam Pasal 1706 KUH Perdata
yang berbunyi:
“Si penerima titipan diwajibkan mengenai perawatan barang yang
dipercayakan padanya, memeliharanya dengan minat yang sama
seperti ia memelihara barang-barangnya sendiri”.
Seperti tidak langsung dalam pasal-pasal tersebut di atas menjelaskan
bahwa setiap barang yang dititipkan itu merupakan tanggungjawab si
penerima titipan. Apabila terjadi sesuatu dengan barang yang dititipkan,
baik itu berupa kerusakan ataupun kehilangan, maka hal tersebut tetaplah
menjadi tanggungjawab si penerima titipan. Jika dikaitkan dengan tulisan
ini, perjanjian yang telah dilakukan antara pengelola parkir dengan
konsumen adalah perjanjian penitipan, sehingga pengelola parkir harus
bertanggungjawab atas keamanan dan keselamatan kendaraan milik
konsumen dan pengelola parkir juga harus bertanggungjawab apabila ia
melakukan suatu kelalaian dengan rusaknya barang ataupun hilangnya
barang (dalam hal ini bisa berupa kendaraan yang dititipkan, ataupun
barang yang dititipkan di tempat perparkiran) sehingga menimbulkan
kerugian bagi pihak konsumen.
Hilangnya atau rusaknya barang yang dititipkan di tempat parkir,
maka pengelola parkir telah melakukan suatu ketidaktelitian atau
ketidakhati-hatian yang membuat ia melakukan perbuatan yang telah
4
melanggar kewajiban hukumnya untuk menjamin keamanan kendaraan
milik konsumen, sehingga pengelola parkir dapat dikenakan
tanggungjawab atas ketidaktelitian atau ketidakhati-hatian barang yang
telah dititipkan.4
Memang telah menjadi suatu kenyataan bahwa kedudukan konsumen
dalam jalannya dan berlangsungnya roda perekonomian cukup penting dan
vital. Namun sangat disayangkan bahwa keberadaan dan kedudukan
konsumen justru berada pada posisi yang sangat lemah baik secara sosial,
ekonomi, ataupun hukum. Dalam rangka mencapai sasaran usaha yang
mencapai untung yang setinggi-tingginya, para produsen pelaku usaha
harus bersaing antar sesama mereka dengan perilaku bisnisnya sendiri-
sendiri yang dapat merugikan konsumen.5 Lemahnya posisi konsumen ini
dalam banyak hal menimbulkan serangkaian eksploitasi oleh pelaku usaha
yang secara sosial dan ekonomi lebih kuat dari konsumen.6
Konsumen memiliki sejumlah hak hukum yang perlu mendapat
perlindungan dalam pemenuhannya. Hak-hak itu perlu mendapat
pemahaman dan penghargaan dari semua pihak, dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.7 Konsumen perlu menyadari akan hak-haknya
sebagai konsumen yang dilindungi oleh undang-undang perlindungan
konsumen sehingga dapat melakukan sosial kontrol terhadap perbuatan
dan perilaku pengusaha dan pemerintah. Untuk memberikan perlindungan
kepada konsumen dalam melakukan kegiatan konsumsi, pemerintah
mengeluarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen (selanjutnya disebut “UUPK”). Lahirnya UUPK
diharapkan agar upaya perlindungan konsumen di Indonesia untuk dapat
lebih diperhatikan sekaligus mengintegrasikannya sehingga dapat
4 David M. L. Tobing, Hukum Perlindungan Konsumen dan Parkir…, h. 7.
5 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia (Bandung: PT Citra
Aditya Bakti, 2014), h. 2.
6 Az Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media,
2007), h. 24.
7 Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia…, h. 2.
5
memperkuat penegakan hukum perlindungan konsumen di Indonesia. Di
dalam UUPK ini memuat aturan-aturan yang dijadikan payung hukum
yang menyangkut konsumen.8
UUPK telah memberikan perlindungan kepada konsumen jasa parkir,
salah satunya dengan masih mencantumkan klausula baku pada karcis
parkir yang jelas-jelas tidak diperbolehkan dalam Pasal 18 UUPK
mengenai ketentuan klausula baku. Melihat dari perikatan dasar yang
diberikan oleh pelaku usaha ke konsumen sering kali terlihat pada klausula
baku yang terdapat pada saat kita memarkirkan kendaraan kita di suatu
lokasi yang bersifat swasta. Pelayanan jasa parkir ini ditujukan untuk
memberi kenyamanan serta keamanan terhadap kendaraan, akan tetapi
apabila ditinjau lebih lanjut dari sisi klausula baku yang diberikan sama
sekali tidak memiliki nilai tanggungjawab. Kegiatan yang terjadi di
kalangan pelaku usaha dengan konsumen mengenai pelayanan jasa parkir
tersebut akan menimbulkan suatu permasalahan baru apabila terjadinya
suatu kerugian baik dari pihak pelaku usaha maupun konsumen.
Adanya klausula baku pada karcis parkir menyebabkan kedudukan
konsumen sangat lemah, sehingga segala kerugian dan kerusakan
ditanggung oleh konsumen walaupun kesalahan disebabkan oleh kelalaian
atau kurang profesionalnya manajemen pelaku usaha perparkiran.
Penggunaan klausula baku yang diwujudkan dalam karcis parkir
membuat bargaining power (posisi tawar) antara pengelola parkir dengan
konsumen menjadi berat sebelah, sehingga pilihan konsumen hanyalah
take it or leave it (menerima atau menolak) dan tidak ada kesempatan
bernegosiasi. Hal tersebut membuat konsumen tidak mempunyai daya
tawar dan tidak pernah diberi kesempatan untuk didengar pendapatnya
terutama pada perjanjian baku dimana perjanjian tersebut dibuat sepihak
oleh pelaku usaha yang secara nyata lebih kuat secara moral dan ekonomi.
8 Sebagaimana disebutkan di dalam penjelasan umum UUPK, sampai pada terbentuknya
UUPK telah ada 20 undang-undang yang materinya melindungi kepentingan konsumen sehingga
UUPK dijadikan sebagai payung hukum bagi perundang-undangan lain yang mengatur
perlindungan konsumen.
6
Rendahnya kesadaran para pihak, terutama pelaku usaha dalam
permasalahan ini mengindikasikan bahwa pelaku usaha belum menyadari
adanya larangan pencantuman klausula baku tersebut berdasarkan UUPK.
Para konsumen pun seharusnya mampu menyikapi setiap klausula baku
yang dapat merugikan dirinya sendiri secara kritis.
Jika dilihat perkembangan pelayanan yang diberikan oleh pelaku
usaha perparkiran pada saat ini telah banyak mendapat sorotan dari
masyarakat karena pengelolaan yang tidak professional, yaitu diantaranya
dalam hal keamanan dan kenyamanan. Salah satunya kasus kehilangan
kendaraan bermotor di tempat parkir yang akan dibahas dalam tulisan ini,
yaitu kasus gugatan oleh Ramadhan M dan Ariyanti terhadap PT Cipta
Sumina Indah Satresna selaku pihak pengelola parkir Mall Lembuswana
Samarinda.
Berdasarkan hal-hal tersebut, maka peneliti mencoba untuk meninjau
melalui penulisan ini dengan judul “Penyelesaian Sengketa Konsumen
Jasa Parkir Kendaraan Bermotor (Studi Putusan Mahkamah Agung
Nomor 2157 K/Pdt/2010)”.
B. Identifikasi, Pembahasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijabarkan
sebelumnya, maka identifikasi masalah yang muncul dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
a. Saat memarkirkan kendaraan bermotornya, konsumen tidak
menyadari akan dampak dari pencantuman klausula baku yang
tercantum didalam karcis parkir.
b. Terjadi ketidakseimbangan hak dan kewajiban antara pihak
konsumen dan pelaku usaha
c. Konsumen banyak dirugikan atas pengalihan tanggungjawab oleh
pihak pelaku usaha atas pencantuman klausula baku yang
tercantum didalam karcis parkir
7
d. Pelaku usaha mengabaikan pelarangan pencantuman klausula baku
yang telah diatur oleh UUPK.
2. Pembatasan Masalah
Permasalahan merupakan kesenjangan antara apa yang seharusnya
dengan apa yang sebenarnya, antara apa yang diperlukan dengan apa
yang tersedia, antara harapan dengan capaian atau singkatnya antara
das sollen dengan das sein.9 Untuk menghindari meluasnya
permasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini, maka peneliti
membatasi masalah yang akan diteliti dan hanya berfokus pada
penyelesaian sengketa konsumen jasa parkir kendaraan bermotor dan
analisis putusan sengketa konsumen jasa parkir putusan Mahkamah
Agung Nomor 2157 K/ Pdt/2010.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan
pembatasan masalah yang telah dijabarkan sebelumnya, permasalahan
utama dalam penelitian skripsi yang peneliti teliti ini adalah telah
dilanggarnya hak-hak konsumen parkir oleh pengelola parkir atas
hilangnya kendaraan bermotor sehingga konsumen selaku pengguna
jasa parkir menggunakan haknya untuk menempuh upaya penyelesaian
sengketa konsumen dalam menggugat haknya yang telah dilanggar
oleh pengelola jasa parkir. Maka pertanyaan penelitian dalam
permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Bagaimana mekanisme penyelesaian sengketa konsumen dalam
hal tuntutan ganti rugi akibat sebagai akibat dari penggunaan jasa
parkir?
b. Apakah pertimbangan hakim dalam perkara kasus sengketa
konsumen parkir dalam Putusan Pengadilan Nomor 2157
K/Pdt/2010/MA telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen?
9 Bambang Suggono, Metodologi Peneltian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2005), h. 103.
8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berangkat dari latar belakang dan perumusan masalah yang telah
dijabarkan di atas, maka tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui mekanisme penyelesaian sengketa konsumen
pengguna jasa parkir dalam hal hilangnya kendaraan bermotor di
area lahan parkir
b. Untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam perkara kasus
sengketa konsumen parkir dalam Putusan Pengadilan Nomor 2157
K/Pdt/2010/MA apakah telah sesuai dengan hukum perlindungan
konsumen.
2. Manfaat Penelitian
Adapun hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
yang baik yang tidak hanya untuk peneliti, tetapi juga untuk akademis
dan masyarakat umum.
a. Manfaat Akademis
1) Secara akademis, penelitian ini diharapkan berguna bagi
peneliti lain serta perkembangan ilmu hukum kedepannya,
khususnya dalam hukum bisnis,
2) Memberikan informasi dan pemahaman teori dan kepustakaan
mengenai perlindungan konsumen dari jasa layanan parkir yang
merugikan konsumen, dan hal-hal yang berkaitan dengannya;
3) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan kajian
bagi peneliti berikutnya dalam melakukan penelitian kebih
lanjut di bidang perlindungan konsumen.
b. Manfaat Praktis
1) Sebagai bahan masukan bagi pengelola jasa parkir dan
masyarakat dalam menggunakan jasa parkir serta resiko dan
langkah-langkah untuk memperoleh kepastian hukum,
9
2) Sebagai pedoman untuk menyelesaikan permasalahan sejenis
tentang perlindungan konsumen jasa parkir;
3) Sebagai bahan masukan bagi para konsumen dalam melakukan
upaya hukum untuk memperoleh haknya dalam apabila terjadi
kehilangan kendaraan bermotor
D. Metode Penelitian
Metode adalah pedoman cara seorang ilmuwan mempelajari dan
memahami lingkungan-lingkungan yang dipahami. Pada dasarnya sesuatu
yang dicari dalam penelitian ini tidak lain adalah pengetahuan atau lebih
tepatnya pengetahuan yang benar, dimana pengetahan yang benar ini
nantinya dapat dipakai untuk menjawab pertanyaan atau ketidaktahuan
tertentu.10
Pada penelitian ini akan digunakan metode penelitian hukum secara
yuridis normatif. Penelitian secara yuridis normatif adalah penelitian yang
dilakukan dengan mengkaji dan menganalisa substansi peraturan
perundang-undangan atas pokok permasalahan atau isu hukum dalam
konsistensinya dengan asas-asas hukum yang ada.11
Penelitian dengan
metode yuridis normatif ini merupakan proses dalam menemukan hukum
yang tepat untuk diterapkan dalam masyarakat masa kini melalui aturan-
aturan hukum yang telah berkembang dalam masyarakat, prinsip hukum,
dan doktrin hukum
1. Pendekatan Penelitian
Berkaitan dengan tipe penelitian yang peneliti lakukan, peneliti
menggunakan penelitian yuridis normatif, maka pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Pendekatan Undang-Undang (Statute Approach)12
10
Bambang Sunggono, Metodologi Peneltian Hukum, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2005), h. 27-28.
11 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2011), h. 140.
12 Johny Ibrahim, Teori & Metodologi Peneltiian Hukum Normatif, (Jawa Timur:
Bayumedia Publishing, 2007), h. 302.
10
Dalam hal pendekatan menggunakan perundang-undangan (Statute
Approach) peraturan perundang-undangan yang digunakan
khususnya pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
b. Pendekatan Kasus (Case Approach)
Pendekatan kasus (Case Approach) yaitu pendekatan dengan cara
beberapa kasus ditelaah untuk referensi bagi isu hukum.13
Pendekatan ini diperlukan guna mempelajari penerapan-penerapan
norma-norma atau kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik
hukum. Pendekatan kasus dalam penelitian normatif bertujuan
untuk mempelajari norma-norma atau kaidah hukum dalam praktek
hukum. Pada penggunaan pendekatan kasus yang perlu dipahami
oleh peneliti adalah ratio decidendi, yaitu alasan hukum yang
digunakan hakim untuk sampai kepada putusannya. Dalam hal ini
peneliti akan menganalisa kasus pelanggaran hak konsumen dalam
hilangnya kendaraan bermotor di area lahan parkir yang sudah
berkekuatan hukum tetap yaitu pada putusan Mahkamah Agung
Nomor 2157 K/Pdt/2010.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat deskriptif. Penelitian hukum deskriptif
bersifat pemaparan dan bertujuan untuk mendapatkan gambaran
(deskripsi) lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di tempat
tertentu dan pada saat tertentu, mengenai gejala yuridis yang ada, atau
peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat.14
Penelitian
ini memberikan gambaran pertimbangan hukum dari hakim dalam
menentukan kekuatan mengikat keputusan hakim dalam perjanjian
parkir.
13
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum…, h. 142.
14 Muhammad Abdul Kadir, Hukum dan Penelitian Hukum, (Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2004), h. 52.
11
3. Sumber Data
Berkaitan dengan data yang digunakan, sumber data yang
digunakan dalam penelitian terbagi dalam tiga jenis:
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai
kekuatan mengikat dan bersifat autoratif yang memiliki sifat
otoritas. Bahan hukum primer terdiri dari perundang-undangan.
Selain peraturan perundang-undangan, yang termasuk dalam
hukum primer yaitu catatan-catatan resmi atau risalah dalam
pembuatan peraturan perundang-undangan dan putusan hakim.15
Dalam penelitian peraturan perundang-undangan yang digunakan
yaitu:
1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999
Nomor 42 Tahun 1999 Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3281.
3) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan
4) Putusan Mahkamah Agung Nomor 2157 K/Pdt/2010
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang erat kaitannya
dengan bahan hukum primer dan dapat membantu menganalisa,
memahami, dan menjelaskan bahan hukum primer. Bahan hukum
sekunder diperoleh dari pendapat sarjana hukum, hasil karya dari
kalangan ahli hukum, skripsi, thesis, jurnal-jurnal hukum, makalah,
artikel-artikel imiah hukum, dan komentar-komentar para ahli
hukum dalam putusan pengadilan.16
Dalam penelitian ini, peneliti
15
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum…, h. 141.
16 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum…, h. 145.
12
menggunakan beberapa buku, jurnal, skripsi dan thesis terdahulu
yang berkaitan dengan judul penelitian.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan
petunjuk maupun kejelasan dari bahan-bahan hukum primer dan
sekunder. Bahan hukum tersier yang digunakan misalnya, Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus hukum, penelusuran
internet dan lain-lain.
4. Prosedur Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan prosedur pengumpulan
data dengan menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
a. Studi Kepustakaan (library research),
Studi Kepustakaan (library research) yaitu pengkajian informasi
tertulis mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan
dipublikaskan secara luas serta dibutuhkan dalam penelitian hukum
normatif dengan cara membaca, menelaah, dan mengutip peraturan
perundang-undangan, buku, dan literatur yang berkaitan dengan
penelitan. Dalam hal ini peneliti menggunakan buku-buku dan
perundang-undangan yang berkaitan dengan perlindungan
konsumen.
b. Studi Dokumen.
Studi Dokumen dalam hal ini berupa pengkajian informasi tertulis
mengenai hukum yang tidak dipublikasikan secara umum, tetapi
boleh diketahui oleh pihak tertentu, dalam hal ini peneliti mengkaji
dan menganalisa Putusan Mahkamah Agung Nomor 2157
K/Pdt/2010.
5. Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data yang digunakan peneliti adalah mengelola
data yang sedemikian rupa sehingga data dan bahan hukum tersebut
tersusun secara runtut dan sistematis, yang akan memudahkan peneliti
13
dalam melakukan analisis dan menarik kesimpulan dari pembahasan
masalah yang ada.
6. Analisis Bahan Hukum
Penelitian ini akan dikaji dengan analisis kualitatif. Analisis
kualitatif artinya dianalisis dengan data-data yang sudah ada. Metode
analisis data secara kualitatif yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh
peneliti untuk menentukan isi atau makna aturan hukum yang
dijadikan rujukan dalam menyajikan permasalahan hukum yang
menjadi objek kajian.17
Data yang sudah ada akan diolah dan dianalisis secara deduktif,
yang selanjutnya dikaitkan dengan norma-norma hukum, doktrin-
doktrin hukum, dan teori ilmu hukum yang ada. Penelitian secara
kualitatif ini mengacu pada norma hukum yang terdapat pada peraturan
perundang-undangan dan putusan pengadilan, serta norma-norma yang
hidup dan berkembang dalam masyarakat.18
7. Teknik Penulisan
Teknik penulisan dan pedoman yang digunakan oleh peneliti dalam
skripsi ini berdasarkan kaidah-kaidah dan teknik penulisan yang
terdapat dalam buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Tahun 2017”.
E. Sistematika Penulisan
Untuk menjelaskan isi skripsi ini secara menyeluruh ke dalam
penulisan yang sistematis dan terstruktur, maka skripsi ini disusun dengan
sistematika penulisan yang terdiri dari 5 (lima) bab sebagai berikut:
BAB I : Bab ini merupakan pendahuluan dalam penelitian skripsi
yang dilaukukan oleh peneliti. Isi pendahuluan merupakan
17
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT Sinar Grafika, 2011), h. 107.
18 Lexi J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2002), h. 103.
14
penjelasan yang erat sekali hubungannya dengan masalah
yang akan dibahas dalam bab-bab. Penjelasan-penjelasan
itu dirinci sebagai berikut yaitu: Latar Belakang Masalah;
Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah; Tujuan
dan Manfaat Penelitian; Metode Penelitian, dan Sistematika
Penulisan.
BAB II : Bab ini memuat kajian pustaka yang terbagi dalam
beberapa sub bab, yaitu di dalamnya menguraikan kerangka
konseptual yang terkait dengan penelitian ini, tinjauan
pustaka yang membahas tentang hukum perlindungan
konsumen , dan tinjauan (review) kajian terdahulu yang
sama-sama membahas mengenai perlindungan konsumen.
BAB III : Bab ini memuat tentang akibat hukum klausula baku pada
perjanjian, penyimpangan penggunaan klausula baku pada
karcis parkir kendaraan bermotor terhadap UUPK,
hubungan hukum antara pihak pengelola parkir dengan
konsumen jasa parker, dan kronologis kasus hilangnya
kendaraan bermotor di Areal Lahan Parkir Mall
Lembuswana Samarinda.
BAB IV : Bab ini memuat tentang hasil penelitian dan pembahasan.
Pada bab ini menguraikan penyelesaian sengketan
konsumen dalam hal tuntutan ganti rugi sebagai akibat
penggunaan jasa parkir, dan analisis dasar pertimbangan
hakim dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 2157
K/Pdt/2010.
BAB V : Bab ini merupakan bab penutup dalam skripsi ini. Pada bab
ini, peneliti menarik kesimpulan hasil penelitian dan
rekomendasi.
15
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA PERLINDUNGAN KONSUMEN
A. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah merupakan pedoman yang lebih konkrit
dari kerangka teori yang berisi definisi operasional yang menjadi pegangan
dalam penulisan skripsi.1 Sumber yang digunakan untuk menentukan
definisi diambil dari peraturan perundang-undangan dan penelitian
perpustakaan sehingga metode yang digunakan adalah metode paraphrase2
yaitu menjelaskan arti dengan menggunakan kalimat yang lain.
1. Perlindungan Konsumen
Pasal 1 angka 1 UUPK merumuskan bahwa perlindungan konsumen
adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk
memberi perlindungan kepada konsumen.3, yang dimaksud
perlindungan konsumen dalam penelitian skripsi ini adalah
perlindungan konsumen jasa parkir dalam hal hilangnya kendaraan di
area lahan parkir.
2. Konsumen
Konsumen menurut Pasal 1 angka 2 UUPK adalah setiap orang
pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik
bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk
hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.4 Konsumen yang
dimaksud dalam penelitian skripsi ini adalah yaitu pengguna jasa
parkir kendaraan bermotor.
3. Pelaku Usaha
1 Soerjono Seokanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: UI Press, 1984), h. 133.
2 Parafrase adalah istilah linguistic yang berarti pengungkapan kembali suatu konsep
dengan cara lain dalam bahasa yang sama, namun tanpa mengubah maknanya. Paraphrase
memberikan kemungkinan kepada sang penulis untuk memberi penekanan yang agak berlainan
dengan penulis asli.
3 Ahmadi Miru, dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo, 2004), h. 10.
4 Yusuf Shofie, Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi, (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 2002), h.1.
16
Pelaku usaha menurut pengertian Pasal 1 angka 3 UUPK adalah setiap
orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum
yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam
wilayah Hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun
bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha
dalam berbagai badan ekonomi. Pelaku usaha yang dimaksud dalam
penelitian skripsi ini adalah pengelola jasa parkir kendaraan bermotor.
4. Jasa
Jasa menurut pengertian Pasal 1 angka 5 UUPK adalah setiap layanan
yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi
masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen. Jasa yang dimaksud
dalam penelitian skripsi ini adalah jasa layanan parkir yang dikelola
oleh pelaku usaha atau pengelola jasa parkir.
5. Klausula baku
Klausula baku menurut pengertian Pasal 1 angka 10 UUPK adalah
setiap aturan dan ketentuan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan
ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang
dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat
dan wajib dipenuhi oleh konsumen.5
6. Kendaraan bermotor
Menurut Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang dimaksud dengan
kendaraan bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh
peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan di atas
rel. Pada pengertian lain, kendaraan bermotor adalah semua kendaraan
yang beroda dua atau lebih yang jalan di darat dan digunakan untuk
mengangkut orang dan/atau yang dijalankan oleh bensin, dengan
minyak lain, atau gas yang ada dalam lalu lintas bebas. Kendaraan
5 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta: PT. Grasindo, 2006), h.
2.
17
bermotor yang dimaksud dalam penelitian skripsi ini adalah mobil
dan/atau motor yang diparkirkan oleh konsumen di area lahan parkir.
7. Parkir
Parkir adalah keadaan tidak bergerak suatu kendaraan yang bersifat
sementara karena ditinggalkan oleh pengemudinya.
B. Tinjauan Umum Hukum Perlindungan Konsumen
1. Teori Perlindungan Hukum
Pada teori perlindungan hukum, ada beberapa ahli yang
menjelaskan tentang bahasan pada teori ini, antara lain yaitu
Fitzgerald, Satjipto Raharjo, Phillipus M Hanjon dan Lily Rasyidi.
Fitzgerald telah mengutip istilah teori perlindungan hukum dari
Salmond bahwa hukum bertujuan mengintegrasikan dan
mengkoordinasikan berbagai kepentingan dalam masyarakat karena
dalam sutu lalu lintas kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan
tertentu dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan
di lain pihak. Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan
kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi. Perlindungan
hukum harus melihat tahapan yakni perlindungan hukum lahir dari
suatu ketentuan masyarakat yang pada dasarnya merupakan
kesepakatan masyarakat tersebut untuk mengatur hubungan perilaku
antara anggota-anggota masyarakat dan antara perseorangan dengan
pemerintah yang dianggap mewakili kepentingan masyarakat.6
Menurut Satjipto Rahardjo, Perlindungan hukum adalah
memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang
dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat
agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.7
Selanjutnya menurut Phillipus M. Hadjon memberikan definisi
mengenai perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan
6 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 2000), h. 53.
7 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum..., h. 69.
18
pemerintah yang bersifat preventif dan represif. Perlindungan hukum
preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang
mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam
pengambilan keputusan berdasar pada diskresi dan perlindungan yang
represif adalah bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa,
termasuk penangannya di lembaga peradilan.8
Sedangkan menurut Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra bahwa hukum
dapat didisfungsikan untuk mewujudkan perlindungan yang sifatnya
tidak sekedar adaptif dan fleksibel, melainkan juga predektif dan
antisipatif.9
Sesuai dengan uraian di atas dapat dinyatakan bahwa fungsi hukum
adalah melindungi rakyat dari bahaya dan tindakan yang dapat
merugikan dan menderitakan hidupnya dari orang lain, masyarakat
maupun penguasa. Selain itu, berfungsi pula untuk memberikan
keadilan serta menjadai sarana untuk mewujudkan kesejahteraan bagi
seluruh rakyat.
Perlindungan hukum bisa pula diartikan sebagai perlindungan yang
diberikan terhadap hukum agar tidak ditafsirkan dan tidak dicederai
oleh aparat penegak hukum dan bisa pula perlindungan yang diberikan
oleh hukum terhadap sesuatu.
Hukum harus memberikan perlindungan terhadap semua pihak
sesuai dengan status hukumnya karena setiap orang memiliki
kedudukan yang sama dihadapan hukum. Aparat penegak hukum
wajib menegakkan hikum dan dengan berfungsinya aturan hukum,
maka secara tidak langsung pula hukum akan memberikan
perlindungan pada tiap hubungan hukum atau segala aspek dalam
kehidupan bermasyarakat yang diatur oleh hukum.
Perlindungan hukum bagi rakyat meliputi dua hal, yakni:
8 Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum…, h. 54.
9 Lili Rasjidi dan I.B Wysa Putra, Hukum Sebagai Suatu Sistem, (Bandung: Remaja
Rusdakarya, 1993), h. 118.
19
1. Perlindungan hukum preventif, yakni bentuk perlindungan hukum
dimana rakyat diberi kesempatan untuk mengajukan keberatan atau
pendapat sebelum suatu keputusan pemerintah mendapat bentuk
yang definitif.
2. Perlindungan hukum represif, yakni bentuk perlindungan hukum
dimana lebih ditujukan dalam penyelesaian sengketa.10
Perlindungan hukum yang diberikan bagi rakyat Indonesia
merupakan implementasi atas prinsip pengakuan dan perlindungan
terhadap harkat dan martabat manusia yang bersumber pada pancasila
dan prinsip negara hukum yang berdasarkan pancasila. Setiap orang
berhak mendapatkan perlindungan dari hukum. Hampir seluruh
hubungan hukum harus mendapatkan perlindungan dari hukum. Oleh
karena itu, terdapat banyak macam perlindungan hukum.
2. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen
Hukum Konsumen dan Hukum Perlindungan Konsumen
merupakan dua bidang hukum yang sulit dipisahkan dan ditarik
batasannya. Pada intinya hukum perlindungan konsumen merupakan
bagian dari hukum konsumen dan tidak dapat dipisahkan.11
Rumusan
pengertian perlindungan konsumen yang terdapat dalam pasal 1 angka
1 UUPK yang menyatakan Perlindungan Konsumen adalah segala
upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen. Kepastian hukum itu meliputi segala
upaya untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukan
pilihannya atas barang dan/atau jasa kebutuhannya serta
mempertahankan atau membela hak-haknya apabila dirugikan oleh
pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen tersebut.
10
Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2009), h.
38.
11 Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit
Media, 2007), h. 20-21.
20
Menurut Az. Nasution Hukum Konsumen adalah sebagai
keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan
masalah penyediaan penggunaan produk (barang dan/atau jasa) antara
penyedia dan penggunanya dalam kehidupan bermasyarakat,
sedangkan hukum perlindungan konsumen adalah keseluruhan asas-
asas dan kaidah-kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen
dalam hubungannya dengan masalah penyediaan dan penggunaan
produk (barang dan/atau jasa) antara penyedia dan penggunanya dalam
kehidupan bermasyarakat.12
Cakupan perlindungan konsumen itu dapat dibedakan dalam dua
aspek, yaitu:
a. Perlindungan terhadap barang yang diserahkan kepada konsumen
yang tidak sesuai dengan apa yang telah disepakati;
b. Perlindungan terhadap diberlakukannya syarat-syarat yang tidak
adil kepada konsumen.
Perlindungan hukum kepada konsumen ini dapat berasal dari
lingkup berbagai disiplin hukum, diantaranya hukum privat (hukum
perdata), maupun hukum publik (baik hukum pidana maupun hukum
administrasi). Keterlibatan berbagai disiplin hukum ini mempertegas
kedudukan hukum perlindungan konsumen dalam bidang hukum
ekonomi. Hal ini sesuai dengan sifat hukum ekonomi, khususnya
hukum ekonomi di Indonesia, yang melibatkan aspek-aspek hukum
perdata, dan pada saat yang bersamaan melibatkan aspek-aspek hukum
publik.
Al-Quran surat Al-Falaq ayat 1-5, yaitu:
ت ٣ومن شر غاسق إذا وقة ٢من شر ما خلق ١قل أعوذ ترب ٱلفلق ثومن شر ٱلنف
٥ومن شر حاسد إذا حسد ٤في ٱلعقد
Katakanlah: “Aku berlindung kepada Tuhan Yang Menguasai
subuh, dari kejahatan makhluk-Nya, dan dari kejahatan malam
apabila telah gelap gulita, dan dari kejahatan wanita-wanita
12
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar…, h. 22.
21
tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul, dan dari
kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki” (QS. Al-Falaq: 1-
5)
Dalam Surat Al-Falaq memerintahkan untuk memohon perlindungan
dari keburukan yang samar dan mengajarkan kepada manusia, hanya
kepada Allah-lah menyerahkan perlindungan diri dari segala kejahatan.
Ayat pada surat ini bisa menjadi acuan perlindungan konsumen pada
umumnya.
3. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
a. Asas Perlindungan Konsumen
Kamus Besar Bahasa Indonesia memberikan arti kata asas
mempuyai makna yaitu dasar, dasar cita-cita atau hukum dasar.
Sudikno Mertokusumo mendefinisikan asas hukum bukan sebagai
hukum konkrit merupakan pikiran dasar yang umum dan abstrak
atau merupakan latar belakang peraturan konkrit yang terdapat
dalam dan dibelakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam
peraturan perundang-undangan dan putusan hakim merupakan
hukum positif dan dapat ditemukan dengan mencari sifat-sifat atau
ciri-ciri yang umum dalam peraturan konkrit tersebut.13
Asas merupakan suatu dasar dari pelaksanaan hukum. Dalam
hal ini, diperlukannya dasar untuk melaksanakan Hukum
Perlindungan Konsumen. Asas Hukum Perlindungan Konsumen
dimuat dalam Pasal 2 UUPK, yang merumuskan bahwa
Perlindungan Konsumen didasari beberapa asas, antara lain adalah:
1) Asas manfaat adalah segala upaya dalam menyelenggarakan
perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-
besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara
keseluruhan.
13
Yusuf Shofie, Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi…, h. 25.
22
2) Asas keadilan adalah memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan
melaksanakan kewajibannya secara adil.
3) Asas keseimbangan adalah memberikan keseimbangan antara
kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam
arti materiil maupun spiritual.
4) Asas keamanan dan keselamatan konsumen adalah untuk
memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada
konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5) Asas kepastian hukum adalah pelaku usaha mauapun
konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen serta negara
menjamin kepastian hukum
b. Tujuan Perlindungan Konsumen
Selain merumuskan asas dalam Perlindungan Konsumen,
UUPK juga merumuskan tujuan Perlindungan Konsumen. Achmad
Ali mengatakan masing-masing Undang-Undang memiliki tujuan
khusus. Hal itu juga tampak dari pengaturan Pasal 3 UUPK yang
mengatur tujuan khusus perlindungan konsumen, sekaligus
membedakan dengan tujuan sebagaimana dikemukakan berkenaan
dengan Pasal 2 di atas. Perlindungan Konsumen perlu diwujudkan
dalam kegiatan ekonomi yang berhubungan dengan kepentingan
konsumen sebagaimana telah diatur di dalam pasal 3 UUPK yang
bertujuan untuk mewujudkan yakni14
:
1) Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian
konsumen untuk melindungi diri;
14
Elsi Kartika Sari dan Advendi, Hukum Dalam Ekonomi, (Jakarta: PT. Grasindo, 2007),
h. 159.
23
2) Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang
dan/atau jasa;
3) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
4) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses
untuk mendapatkan infomasi;
5) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggungjawab dalam berusaha;
6) Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan kualitas barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
UUPK ini bermaksud untuk melindungi kepentingan
konsumen. Yang dimaksud dengan kepentingan konsumen adalah
“setiap kepentingan dari benih hidup dalam rahim ibu sampai
dengan tempat pemakaman dan seluruh kepentingan di antara
keduanya”.15
Pasal 3 UUPK ini, merupakan isi pembangunan
nasional sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 sebelumnya,
karena tujuan perlindungan konsumen yang ada itu merupakan
sasaran akhir yang harus dicapai dalam pelaksanaan pembangunan
di bidang hukum perlindungan konsumen. Kepentingan konsumen
ini perlu dilindungi dikarenakan konsumen itu lemah, baik
kedudukan konsumen dari sudut social-ekonomi/keuangan,
pendidikan serta (dan kursif peneliti) daya tawar (bargaining
power).16
4. Pihak-pihak Terkait Dalam Perlindungan Konsumen
15
A.Z. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar…, h. 25.
16 Catatan Kuliah A.Z. Nasution (Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Pancasila, 2006)
24
Dalam hukum perlindungan konsumen terdapat pihak-pihak yang
terkait didalamnya yaitu:
a. Konsumen
Konsumen pada umumnya diartikan sebagai pemakai terakhir
dari produk yang diserahkan kepada mereka oleh pengusaha, yatu
setiap orang yang mendapatkan barang untuk dipakai dan tidak
diperdagangkan atau diperjualbelikan lagi. Pengertian konsumen
menurut Pasal 1 angka 2 UUPK adalah setiap orang pemakai
barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk
hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Pengertian konsumen sesungguhnya dapat terbagi dalam tiga
bagian, yang terdiri atas:
1) Konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai, pengguna,
dan/atau jasa pemanfaat barang dan/atau jasa untuk tujuan
tertentu;
2) Konsumen antara, yaitu pemakai, pengguna, dan/atau
pemanfaat barang dan/atau jasa untuk diproduksi (produsen)
menjadi barang dan/atau jasa lain atau untuk
memperdagangkan (distributor), dengan tujuan komersil;
3) Konsumen akhir, yaitu pemakai, pengguna, dan/atau pemanfaat
barang dan/atau jasa konsumen untuk memenuhi kebutuhan
diri sendiri, keluarga atau rumah tangganya dan tidak untuk
diperdagangkan kembali.
Pengertian konsumen dalam UUPK adalah konsumen akhir,
yakni pengguna terakhir atau pemanfaat akhir suatu produk (end
user).17
Konsumen sebagai pengguna akhir (end user) dimana tidak
17
Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen..., h. 7.
25
ada motif untuk memperoleh keuntungan dari transaksi yang
dilakukan konsumen dengan pelaku usaha.18
a) Hak dan Kewajiban Konsumen
(1) Hak Konsumen
Hak-hak konsumen dalam praktek sehari-hari sering
diabaikan bahkan tidak mengetahui hak-haknya sebagai
konsumen yang menyebabkan tidak ditetapkannya hak-hak
konsumen sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan
karena ketidaktahuan dan enggannya konsumen untuk
memanfaatkan dan mencari tahu hak-hak yang dimiliki.
Sementara itu, masih banyak produsen yang bertindak
semerta-merta dibalik ketidakberdayaan dan ketidaktahuan
konsumen tersebut dalam memproduksi barang dan/atau
jasa yang dihasilkannya dibalik ketidaktahuan konsumen
tersebut demi orientasi profit sebesar-besarnya. Masalah
perlindungan konsumen di Indonesia termasuk dalam
masalah baru, wajar apabila masih banyaknya konsumen
yang belum menyadari hak-haknya. Kesadaran akan hak
tidak dapat memungkiri sejalan dengan kesadaran hukum.
Semakin tingginya tingkat kesadaran hukum masyarakat,
maka makin tinggi penghormatannya pada hak-hak dirinya
dan orang lain.
Sebagai payung undang-undang (umbrella act), UUPK
seharusnya dapat mengatur hak-hak konsumen itu secara
komprehensif. Langkah untuk meningkatkan martabat dan
kesadaran konsumen harus diawali dengan upaya untuk
memahami hak-hak pokok konsumen, yang dapat dijadikan
18
Nurul Fibrianti, Perlindungan Konsumen dalam Penyelesaian Sengketa Konsumen
Melalui Jalur Litigasi , Jurnal Hukum Acara Perdata ADHAPER. Vol. 1 No. 1 Januari-Juni 2015,
h. 122.
26
sebagai landasan perjuangan untuk mewujudkan hak-hak
tersebut.
Dari pengertian di atas, konsumen dalam hal ini
mempunyai hak dan kewajiban yang harus dilindungi dan
diperhatikan. Istilah “perlindungan konsumen” berkaitan
dengan perlindungan hukum. Oleh karena itu, perlindungan
konsumen sesungguhnya identik dengan perlindungan yang
diberikan hukum terhadap hak-hak konsumen. Secara
umum ada 4 (empat) hak dasar konsumen, yaitu:
(a) Hak untuk mendapatkan keamanan (the right safety);
(b) Hak untuk mendapatkan informasi (the right to
informed);
(c) Hak untuk memilih (the right to choose);
(d) Hak untuk didengar (the right to be heard) 19
Empat hak dasar yang diakui secara internasional
dalam perkembangannya, organisasi-organisasi konsumen
yang tergabung dalam The International Organization of
Consumer Union (IOCU) menambahkan lagi beberapa hak,
seperti hak mendapatkan pendidikan konsumen, hak
mendapatkan ganti kerugian, dan hak mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat.20
Hak-hak yang dapat melindungi konsumen tersebut
menurut Pasal 4 UUPK, yang menjadi hak-hak konsumen
adalah sebagai berikut:21
A. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
19
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Grasindo, 2006), h. 16-17.
20 Celiana Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Sinar Grafika,
2011), h. 31.
21 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen…, h. 33-40.
27
B. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta
mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan;
C. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
D. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas
barang dan/atau jasa yang digunakan;
E. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan
upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen
secara patut;
F. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan
konsumen;
G. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif;
H. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi
dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang
diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya;
I. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundang-undangan lainnya.
Apabila konsumen benar-benar akan dilindungi, maka
hak konsumen yang disebutkan di atas harus dipenuhi, baik
oleh pemerintah maupun oleh produsen karena pemenuhan
hak-hak konsumen tersebut akan melindungi konsumen
dari kerugian.22
(2) Kewajiban Konsumen
Dalam UUPK juga telah diatur tentang kewajiban-
kewajiban yang harus dipenuhi oleh konsumen sebagai
22
Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen…, h. 14-15.
28
pemakai barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
Adapun kewajiban konsumen menurut Pasal 5 UUPK
adalah sebagai berikut:
(a) Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan
prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau
jasa, demi keamanan dan keselamatan;
(b) Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian
barang dan/atau jasa;
(c) Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
(d) Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa
perlindungan konsumen secara patut.
Menurut Ahmadi Miru, bahwa adanya kewajiban
konsumen membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan
prosedur pemakaian barang dan/atau jasa demi keamanan
dan keselamatan, merupakan hal penting mendapat
pengaturan.23
Adapun pentingnya kewajiban ini karena
sering pelaku usaha telah menyampaikan peringatan secara
jelas pada label suatu produk, namun konsumen tidak
membaca peringatan yang telah disampaikan kepadanya.
Adanya pengaturan kewajiban ini memberikan
konsekuensi pelaku usaha yang tidak bertanggungjawab
jika konsumen yang bersangkutan menderita kerugian
akibat mengabaikan kewajiban tersebut.24
b. Pelaku Usaha
Pengertian pelaku usaha berdasarkan UUPK diatur pada Pasal
1 angka 3 yang ditegaskan yaitu pelaku usaha adalah setiap orang
perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum
maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan
atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik
23
Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen…, h. 14
24 Ahmadi Miru & Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen…, h. 15
29
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Pada penulisan skripsi ini, maka pengertian pelaku usaha yang
digunakan adalah pengertian pelaku usaha menurut Pasal 1 angka 3
UUPK.
1) Hak Pelaku Usaha
Hak pelaku usaha telah diatur dalam pasal 6 UUPK. Pokok-
pokok hak dari produsen/ pelaku usaha adalah:
a) Menerima pembayaran;
b) Mendapat perlindungan hukum;
c) Membela diri; dan
d) rehabilitasi25
Hak-hak pelaku usaha yang diatur menurut pasal 6 UUPK
adalah sebagai berikut:
(1) Hak untuk menerima pembayaran sesuai dengna
kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang
dan/atau jasa yang diperdagangkan;
(2) Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari tindakan
konsumen yang beritikad tidak baik;
(3) Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam
penyelesaian hukum sengketa konsumen;
(4) Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbuti secara
hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
(5) Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan
lainnya.
2) Kewajiban Pelaku Usaha
25
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: PT Citra
Aditya Bakti, 2014), h. 72.
30
Sedangkan mengenai kewajiban produsen sebagaimana
termuat dalam pasal 7 UUPK. Kewajiban pelaku usaha yang
diatur dalam pasal 7 UUPK adalah sebagai berikut:
a) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
b) Memberikan infomasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta
memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan
pemeliharaan;
c) Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif;
d) Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi
dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar
mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
e) Memberikan kesempatan kepada konsumen untuk menguji
dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta
memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan;
f) Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
g) Memberikan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian
apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau
dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Dengan demikian, pokok-pokok kewajiban produsen/
pelaku usaha adalah:
(1) Beritikad baik;
(2) Memberi informasi;
(3) Melayani dengan cara yang sama;
(4) Memberi jaminan;
(5) Memberi kesempatan mencoba; dan
31
(6) Memberi kompensasi. 26
C. Tinjauan Umum Klausula Baku
1. Pengertian Klausula Baku
Perjanjian standar atau yang biasa disebut perjanjian baku (klausul
baku) sebenarnya dikenal sejak zaman Yunani Kuno. Plato (423-347
SM), misalnya pernah memaparkan praktik penjualan makanan yang
harganya ditentukan secara sepihak oleh si penjual. Dalam
perkembangannya, tentu saja penentuan secara sepihak oleh produsen/
penyalur produk (penjual), tidak lagi sekedar masalah harga, tetapi
mencakup syarat-syarat yang lebih detail. Selain itu, bidang-bidang
yang diatur dalam perjanjian standar pun semakin bertambah luas.
Tujuan dibuatnya perjanjian standar atau perjanjian baku yaitu
untuk memberikan kemudahan bagi para pihak yang bersangkutan.
Oleh karena itu, bertolak dari tujuan itu, Mariam Darul Badrulzaman
mendefinisikan perjanjian standar sebagai perjanjian yang isinya
dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir.27
Sultan Remi Sjahdeni mengartikan perjanjian standar atau
perjanjian baku sebagai perjajian yang hampir seluruh klausul-
klausulnya dibakukan oleh pemakainya dan pihak yang lain pada
dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta
perubahan. Sjahdeni menekankan, yang dibakukan bukan formulir
perjanjian tersebut, melainkan klausul-klausulnya.28
Definisi perjanjian baku (klausula baku) menurut para ahli
memang sangat bervariasi, sebagaimana diuraikan dibawah ini29
:
a. Prof. Abdulkadir Muhammad
26
Janus Sidabalok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia…, h. 73.
27 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen…, h. 146.
28 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen…, h. 147.
29 David M. L. Tobing, Parkir + Perlindungan Hukum Konsumen, (Jakarta: Timpani
Agung), h. 35-38.
32
Perjanjian baku artinya perjanjian yang menjadi tolak ukur yang
dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi setiap konsumen yang
mengadakan hubungan hukum dengan pengusaha. Yang dibukukan
dalam perjanjian baku ialah meliputi model, rumusan, dan ukuran.
b. Prof. Mariam Darus Badrulzaman
Perjanjian baku sebenarnya adalah perjanjian yang isinya
dibakukan syarat eksenorasi dan dituangkan dalam bentuk formulir
c. Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo
Perjanjian baku tetap merupakan perjanjian yang mengikat para
pihak yang menandatanganinya, walaupun harus diakui bahwa
klausula yang terdapat dalam perjanjian baku banyak mengalihkan
beban tanggungjawab dari pihak perancangan perjanjian baku
kepada pihak lawannya, namun setiap kerugian yang timbul
dikemudian hari akan tetap ditanggung oleh para pihak yang
bertanggungjawab berdasarkan klausula perjanjian tersebut,
kecuali jika klausula tersebut merupakan klausula yang dilarang
berdasarkan Pasal 18 UUPK.
d. Munir Fuadi
Yang dimaksud dengan kontrak baku adalah suatu kontrak tertulis
yang dibuat hanya oleh salah satu pihak dalam kontrak tersebut,
bahkan sering kali kontrak tersebut sudah tercetak (boilerplate)
dalam bentuk formulir-formulir tertentu oleh salah satu pihak yang
dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya para
pihak hanya mengisikan data-data informatif tertentu saja dengan
sedikit atau tanpa perubahan dalam klausula-klausulanya, dimana
pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan
atau hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah
klausula-klausula yang sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut,
sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah.
Di satu sisi, bentuk perjanjian seperti ini sangat menguntungkan
jika dilihat dari sisi waktu, tenaga dan biaya yang dapat di hemat.
33
Namun, dalam sisi lain bentuk perjanjian seperti ini tentu
menempatkan pihak yang tidak ikut membuat klausul-klausul di dalam
perjanjian itu sebagai pihak yang baik langsung maupun tidak sebagai
pihak yang dirugikan,yakni di satu sisi sebagai salah pihak dalam
perjanjian itu memiliki hak untuk memperoleh kedudukan seimbang
dalam menjalankan perjanjian tersebut, di sisi lain ia harus menurut
terhadap isi perjanjian yang disodorkan kepadanya.
Jadi, perjanjian standar adalah perjanjian yang ditetapkan secara
sepihak, yakni oleh produsen/pelaku usaha, dan mengandung
ketentuan yang berlaku umum, sehingga pihak lain (konsumen) hanya
memiliki dua pilihan yaitu menyetujui atau menolaknya.
Yang dimaksud dengan klausula baku menurut pasal 1 angka 10
UUPK adalah:
“Setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah
dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh
pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau
perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen."
Perjanjan baku atau klausula baku sangat penting diatur dalam
sebuah undang-undang karena dalam transaksi perdagangan baik
barang maupun jasa, perjanjian baku harus memenuh prinsip
kesetaraan para pihak untuk mengeliminir dominasi salah satu pihak
dalam menentukan isi perjanjian baku, sehingga jika timbul kerugian
yang diakibatkan kelalaian atau ketidak hati-hatian para pihak harus
dapat dimintakan pertanggungjawabannya kepada pihak yang salah
dengan menerapkan sanksi yang adil menurut hukum.
Terkait dengan penulisan skripsi berjudul “Penyelesaian Sengketa
Konsumen Jasa Parkir Kendaraan Bermotor (Studi Putusan MA
Nomor 2157 K/PDT/2010)”, maka pengertian klausula baku yang
digunakan adalah pengertian klausula baku menurut Pasal 1 angka 10
Undang-Undnag Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Klasula baku yang digunakan adalah klasula baku berupa
karcis parkir kendaraan bermotor.
34
2. Bentuk dan Jenis Perjanjian Klausula Baku
Dari definisi dan pendapat para ahli mengenai perjanjian baku
(klausula baku) yang telah dijabarkan sebelumnya, maka dapat diambil
ciri-ciri dari perjanjian baku yang dapat disimpulkan yaitu:
a. Perjanjian baku (klausula baku) bukanlah perjanjian murni karena
pada saat dibuat hanya ada satu pihak yang mengetahuinya yaitu si
pembuatan itu sendiri/ tidak ada negosiasi;
b. Perjanjian baku (klasula baku) memuat syarat-syarat eksonerasi
yang membuat pembatasan dan/atau pengalihan tanggungjawab
dari si pembuat perjanjian baku (produsen);
c. Isi perjanjian sudah dibuat dan ditetapkan terlebih dahulu oleh satu
pihak dan untuk diberlakukan secara berulang-ulang (biasanya oleh
pengusaha atau produsen dalam melakukan perjanjian dengan
konsumen);
d. Perjanjian baku (klausula baku) tersebut sudah tidak tercetak dalam
suatu kertas perjanjian dan tidak dapat dilakukan perubahan lagi
kecuali oleh yang membuat dan menetapkan;
e. Umumnya perjanjian baku (klausula baku) harus dimintakan tanda
tangan atau paraf dari pihak yang “terpaksa” menerima saja isi
perjanjian tersebut namun dalam praktek banyak perjanjian baku
yang tidak diperlukan tanda tangan dan atau paraf melainkan hanya
berupa ketentuan-ketentuan umum dalam satu produk seperti
halnya karcis parkir kendaraan.30
Prof Mariam Darus Badrulzaman membedakan macam-macam
jenis perjanjian dengan klausula baku dalam 4 (empat) jenis yaitu:
1) Perjanjian baku sepihak adalah perjanjian yang isinya ditentukan
oleh pihak yang kuat kedudukannya di dalam perjanjian itu. Pihak
yang kuat di sini adalah pihak kreditur yang lazimnya mempunyai
posisi (ekonomi) kuat dibanding pihak kreditur;
30
David M. L. Tobing, Parkir + Perlindungan Hukum Konsumen…, h. 38.
35
2) Perjanjian baku timbal balik adalah perjanjian baku yang isinya
ditentukan oleh kedua belah pihak, misalnya perjanjian baku yang
pihak-pihaknya terdiri dari pihak majikan (kreditur) dan pihak
lainnya buruh (debitur). Kedua pihak lazimnya terikat dalam
organisasi, misalnya dalam perjanjian buruh kolektif;
3) Perjanjian baku yang ditetapkan pemerintah, ialah perjanjian baku
yang isinya ditentukan pemerintah terhadap perbuatan-perbuatan
hukum tertentu, misalnya perjanjian-perjanjian yang mempunyai
obyek hak-hak atas tanah;
4) Perjanjian baku yang ditentukan di lingkungan notaris atau advokat
adalah perjanjian-perjanjian yang konsepnya sejak semula sudah
disediakan untuk memenuhi permintaan dari anggota masyarakat
yang minta bantuan notaris atau advokat yang bersangkutan. Di
dalam kepustakaan Belanda, jenis keempat ini disebut dengan
kontrak model.31
Secara umum bentuk perjanjian dengan syarat-syarat baku atau
klausula baku terdiri dari 2 bentuk, bentuk dokumen dan bentuk
persyaratan-persyaratan dalam perjanjian. Lebih lanjut, Az. Nasution
menjabarkan menjadi:
a) Dalam bentuk dokumen
Perjanjian baku dalam bentuk dokumen mempunyai bentuk-bentuk
lain, yaitu syarat-syarat khusus yang termuat dalam berbagai
kuitansi, tanda penerimaan atau tanda penjualan, kartu-kartu
tertentu, pada papan-papan pengumuman yang diletakkan di ruang
penerimaan tamu atau di lapangan atau secarik kertas tertentu yang
termuat di dalam kemasan atau wadah produk yang bersangkutan.
b) Dalam bentuk perjanjian
Perjanjian baku dalam bentuk perjanjian merupakan suatu
perjanjian yang konsepnya atau draftnya telah dipersiapkan terlebih
31
Mariam Darus Badrulzaman ©, “Beberapa Guru Besar Berbicara Tentang Hukum dan
Pendidikan Hukum”, Kumpulan Pidato Pengukuhan (Bandung: Alumni, 1981), h. 98.
36
dahulu oleh salah satu pihak, biasanya penjual atau produsen.
Perjanjian ini disamping memuat aturan-aturan yang umumnya
biasa tercantum dalam suatu perjanjian, memuat pula persyaratan-
persyaratan khusus baik berkenaan dengan pelaksanaan perjanjian,
syarat-syarat tentang risiko tertentu, hal-hal tertentu yang tidak
ditanggung dan/atau berbagai persyaratan lain yang pada umumnya
menyimpang dari ketentuan yang umum berlaku. Berkaitan dengan
masalah berlakunya ketentuan syarat-syarat umum yang telah
ditentukan atau ditunjuk oleh perusahaan tertentu, termuat pula
ketentuan tentang ganti rugi dan jaminan-jaminan tertentu dari
suatu produk.32
3. Klausula Eksonerasi
Rikjen mengatakan bahwa klausul eksonerasi adalah klausul yang
dicantumkan dalam suatu perjanjian dengan mana satu pihak
menghindarkan diri untuk memenuhi kewajibannya membayar ganti
rugi seluruhnya atau terbatas, yang terjadi karena ingkar janji atau
perbuatan melanggar hukum.33
Klausula Eksonerasi adalah klausul
yang mengandung, membatasi, atau bahkan menghapus sama sekali
tanggungjawab yang semestinya dibebankan kepada pihak produsen/
penyalur produk (penjual).
Tidak semua kontrak baku adalah klausula eksonerasi. Jika melihat
pada Pasal 18 ayat (1) UUPK, klausula baku dan klausula eksonerasi
berbeda dan tidak sama. Artinya klausula baku adalah klausula yang
dibuat sepihak oleh pelaku usaha, tetapi isinya tidak boleh mengarah
kepada klausula eksonerasi.34
Klausula eksonerasi hanya dapat
digunakan dalam pelaksanaan perjanjian dengan itikad baik.
Eksonerasi yang timbul karena kesengajaan pengusaha/ penyedia jasa
dan menyebabkan kerugian bagi konsumen, bertentangan dengan
32
Az. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar…, h. 99-101.
33 Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, (Bandung: Alumni, 1994), h. 47.
34 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen…, h. 121.
37
kesusilaan. Karena itu pengadilan dapat mengesampingkan klausula
eksonerasi tersebut.35
Pada umumnya syarat-syarat eksonerasi itu dituangkan dalam 3
(tiga) macam bentuk yuridis, yaitu:
a. Bentuk bahwa tanggungjawab untuk akibat hukum karena tidak
atau kurang baik memenuhi kewajiban-kewajiban, dikurangi atau
dihapuskan (misalnya ganti kerugian dalam hal ingkar janji);
b. Bentuk bahwa kewajiban-kewajiban sendiri, yang biasanya
dibebankan pada pihak untuk mana syarat dibuat, dibatasi atau
dihapuskan (misalnya perluasan pengertian keadaan darurat);
c. Bentuk bahwa kewajiban-kewajiban dicipta syarat-syarat
pembebasan (vrijwarings bedingen); salah satu pihak dibebankan
dengan kewajiban untuk memikul tanggungjawab pihak lain yang
mungkin ada untuk kerugian yang diderita oleh pihak ketiga.
Syarat-syarat eksonerasi ini merupakan suatu ketentuan yang dibuat
untuk menghindari adanya ketidakadilan yang menyebabkan kerugian
bagi salah satu pihak dalam pelaksanaan perjanjian.
D. Tinjauan (Review) Terdahulu
Penelitian skripsi ini, peneliti merujuk kepada beberapa penelitian
terdahulu dengan membedakan apa yang menjadi fokus masalah yang
terdapat dalam rujukan dengan masalah yang peneliti teliti, diantaranya:
1. Skripsi yang berjudul “PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS
KEHILANGAN BARANG (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG
NOMOR 3010 K/Pdt/2014 ATAS PERKARA KONSUMEN D’BATOE
BOUTIQUE HOTEL)” karya Novia Andriani, Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun
2016. Skripsi tersebut membahas tentang perlindungan konsumen atas
kehilangan barang yang terjadi di Hotel D’batoe Boutique Bandung.
35
Munir Fuady, Hukum Kontrak “Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis”, (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2001), h. 76.
38
Perbedaan yang mendasar dengan penelitian yang akan peneliti
lakukan adalah pada objek kajian penelitian. Peneliti membahas
tentang upaya hukum yang ditempuh oleh konsumen dalam hal
hilangnya kendaraan bermotor, sedangkan pada skripsi tersebut
membahas bagaimana bentuk perlindungan konsumen pada konsumen.
2. Skripsi yang bejudul “PERLINDUNGAN HUKUM PEMILIK
KENDARAAN YANG HILANG DI TEMPAT PARKIR BERDASARKAN
PERDA NO. 1 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN
PERPARKIRAN DAN RETRIBUSI PARKIR” karya Fikha Nailu Muna,
Fakultas Hukum, Universitas Surabaya, Tahun 2010. Skripsi tersebut
membahas tentang perlindungan hukum pemilik kendaraan yang
hilang di tempat parkir berdasarkan Perda No. 1 Tahun 2009 tentang
Penyelenggaraan Perparkiran dan Retribusi Parkir. Perbedaan yang
mendasar dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah pada bahan
hukum yang digunakan, pada skripsi di atas meninjau berdasarkan
Peraturan Daerah Kota Surabaya yang mengatur tentang
penyelenggaraan perparkiran dan retribusi parkir. Pada penelitian yang
akan peneliti lakukan, peneliti meninjau lebih lanjut melalui Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
3. Buku yang berjudul “Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia”
karya Janus Sidabalok tahun 2014. Dalam buku ini dijelaskan tentang
bagaimana perlindungan konsumen serta akibat hukum dari
pelanggaran terhadap konsumen peneliti menggunakan beberapa
peraturan dasar dari buku ini untuk menjadi landasan dasar dari setiap
penelitian yang akan dilakukan peneliti. Perbedaan antara buku di atas
banyak membahas tentang peraturan-peraturan tentang perlindungan
konsumen, sedangkan peneliti lebih memfokuskan mengenai
perlindungan konsumen dalam bisnis jasa yaitu perparkiran yang
mengalami kerugian akibat hilangnya kendaraan bermotor di area
lahan parkir, maka konsumen dapat melakukan berbagai upaya hukum
dalam menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
39
4. Jurnal yang berjudul “Hubungan Hukum Antara Pemilik Kendaraan
Dengan Pengelola Parkir” karya Indah Parmitasari, Fakultas Hukum,
UPN “Veteran” Jakarta, Tahun 2016. Penelitian dalam jurnal yuridis
Vol. 3 Nomor 1 Juni Tahun 2016, Universitas UPN “Veteran” Jakarta.
Disusun oleh Indah Parmitasari S.H., membahas tentang hubungan
hukum antara pemilik kendaraan dengan pengelola parkir dan
pertanggungjawaban pengelola parkir terhadap kehilangan kendaraan
dan barang milik konsumen di tempat parkir terkait adanya perjanjian
baku pengalihan tanggungjawab dalam karcis parkir. Perbedaan
penelitian tersebut dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah
penelitian di atas tidak membahas secara lebih mendetail tentang
hubungan hukum antara pemilik kendaraan dengan pengelola parkir,
sedangkan peneliti lebih pada penyelesaian sengketa konsumen jasa
parkir atas hilangnya kendaraan bermotor di area lahan parkir dan
sekaligus akan menganalisis pertimbangan hakim dalam Putusan
Nomor 2157 K/Pdt/2010/MA.
40
BAB III
DATA PENELITIAN
A. Akibat Hukum Klausula Baku dalam Perjanjian
Definisi perjanjian dalam Pasal 1313 KUH Perdata yaitu perjanjian adalah
suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang atau lebih.
Pasal 1320 KUH Perdata menentukan empat syarat sahnya perjanjian,
yaitu:
1. Adanya kesepakatan kedua belah pihak
2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum
3. Adanya objek
4. Adanya kausa yang halal.1
Menurut Abdulkadir, isi perjanjian terdiri dari syarat-syarat yang tegas
(expers term), syarat yang diam-diam (implied term) dan klausula
penyampingan. Syarat-syarat yang tegas adalah syarat-syarat yang secara
khusus disebutkan dan disetujui oleh pihak-pihak pada waktu membuat
perjanjian. Syarat-syarat yang diam-diam adalah syarat yang tidak ditentukan
secara tegas mengenai suatu hal dalam perjanjian. Klausula penyampingan
adalah untuk membatasi tanggung jawab salah satu pihak.2
Pada pembuatan suatu perjanjian, hukum perjanjian mempunyai unsur-
unsur sebagai berikut:
a. Adanya kaidah hukum
b. Subjek hukum
c. Adanya prestasi
d. Akibat hukum. 3
1 Syafrudin Makmur, Hukum Kontrak Dagang, (Jakarta: FSH Press, 2016), h. 57.
2 Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, (Bandung: Alumni, 1980), h. 8.
3 Syafrudin Makmur, Hukum Kontrak Dagang…, h. 10.
41
Namun, harus dipahami bahwa maksud dari Pasal 1320 KUH Perdata
yang merupakan hukum peninggalan kolonial Belanda adalah asas kebebasan
berkontrak dapat diterapkan apabila kedudukan para pihak seimbang. Apabila
kedudukan para pihak tidak seimbang, penerapan asas kebebasan berkontrak
akan membawa kecenderungan terjadinya eksploitasi dari pihak yang kuat
(produsen/pelaku usaha) kepada pihak yang lemah (konsumen).4
Di Indonesia, hukum perjanjian menganut beberapa asas hukum salah
satunya yaitu asas kebebasan berkontrak (freedom of contract). Dengan
adanya asas ini para pihak yang membuat dan mengadakan perjanjian
diperbolehkan untuk menyusun dan membuat kesepakatan atau perjanjian
yang melahirkan kewajiban apa saja, selama dan sepanjang prestasi yang
wajib dilakukan tersebut bukanlah sesuatu yang terlarang.
Sistem hukum perdata mengenal asas kebebasan berkontrak, sebagaimana
dianut di dalam KUH Perdata buku III Perikatan. Asas ini disebut dengan
freedom of contract atau laissez faire. Asas kebebasan berkontrak yang biasa
disebut dengan “sistem terbuka”, artinya bahwa setiap orang bebas untuk
mengadakan perjanjian baik yang sudah diatur maupun yang belum diatur di
dalam undang-undang.5 Asas ini terkandung secara implisit di dalam Pasal
1338 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku halnya sebagai undang-
undang bagi mereka yang membuatnya”.
Pasal 1338 KUH Perdata yang merupakan tiangnya hukum perdata
berkaitan dengan penjabaran dari asas kebebasan berkontrak, yaitu:
1) Bebas membuat jenis perjanjian apapun;
2) Bebas mengatur isinya;
3) Bebas mengatur bentuknya.6
4 Sudaryatmo, Hukum dan Advokasi Konsumen, (Bandung: Citra Aditya, 1999), h. 52.
5 Syafrudin Makmur, Hukum Kontrak Dagang…, h. 5.
6 Lukman Santoso, Hukum Perjanjian Kontrak, (Jakarta: Kompas Gramedia, 2012), h. 18.
42
Pengaturan mengenai klasula baku merupakan konsekuensi dari upaya
kebijakan untuk memberdayakan konsumen supaya dalam kondisi yang
seimbang, yakni terdapatnya suatu hubungan kontraktual antara produsen
(pelaku usaha) dan konsumen dalam prinsip kebebasan berkontrak.
Kebebasan berkontrak adalah apabila para pihak dalam melakukan perjanjian
berada dalam situasi dan kondisi yang bebas menentukan kehendaknya dalam
konsep atau rumusan perjanjian yang di sepakati.
Bebas diartikan sebagai tidak dalam keadaan dipaksa dan terpaksa bagi
semua pihak dalam melakukan perjanjian. Ini diartikan pula bahwa setiap
pihak-pihak menyadari sepenuhnya tentang isi dari perjanjian itu, dan
demikian pula setiap pihak tidak berada kondisi atau keadaan sulit
menentukan keinginan dan pilihan dalam melakukan perjanjian itu. Atas dasar
asas kebebasan berkontrak inilah yang dijadikan dasar eksistensi kontrak baku
dalam suatu perjanjian.
Perjanjian baku ini sendiri dalam teori kontrak termasuk dalam doktrin
ketidakadilan (unconscionability) yaitu suatu doktrin dalam ilmu hukum
kontrak yang mengajarkan bahwa suatu kontrak batal atau dapat dibatalkan
oleh pihak yang dirugikan manakala dalam kontrak tersebut terdapat klausula
yang tidak adil dan sangat memberatkan salah satu pihak, sungguhpun kedua
pihak telah menandatangani kontrak yang bersangkutan.
Suatu klausula dalam kontrak dianggap merupakan unfair surprise
manakala klausula tersebut bukan klausula yang diharapkan oleh seorang
yang normal dalam kontrak semacam itu, sementara pihak yang menulis
kontrak mempunyai alasan untuk mengetahui bahwa klausula tersebut tidak
akan sesuai dengan keinginan yang wajar dari pihak lain, tetapi pihak yang
43
menulis kontrak tersebut tidak berusaha menarik perhatian pihak lainnya
terhadap klausula tersebut.7
Contoh klausula yang bersifat unfair surprise adalah kontrak baku atau
kontrak standar. Pandangan yang modern dalam hukum kontrak mengajarkan
bahwa klausula dalam kontrak baku hanya mengikat klausula tersebut akan
dipandang sebagai klausula yang wajar dan adil. Jika ada klausula tersebut
bersifat sebaliknya, maka yang bersangkutan oleh hukum dianggap tidak
pernah ada.8
David M.L. Tobing dalam kesimpulan untuk mengartikan konsep
perjanjian baku dari berpendapat, bahwa klasula baku adalah:
a) Perjanjian baku bukanlah perjanjian murni karena pada saat dibuat hanya
ada satu pihak yang mengetahuinya yaitu si pembuat itu sendiri/tidak ada
negosiasi (perjanjian sepihak).
b) Perjanjian baku memuat syarat-syarat eksonerasi yang membuat
perbatasan dan/atau pengalihan tanggung jawab dari si pembuat perjanjian
baku (pelaku usaha).
c) Isi perjanjian sudah dibuat dan ditetapkan terlebih dahulu oleh satu pihak
dan untuk diberlakukan secara berulang-ulang. Biasanya oleh pengusaha
atau produsen dalam melakukan perjanjian dengan konsumen.
d) Perjanjian baku tersebut sudah dicetak dalam suatu kertas perjanjian dan
tidak dapat dilakukan perubahan lagi kecuali oleh yang mebuat dan
menetapkan (klausula baku). 9
Pengertian klausula baku dalam Pasal 1 angka 10 UUPK yang
memberikan rumusan tentang klausula baku sebagai setiap aturan atau
ketentuan dengan syarat yang telah disiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu
7 David M. L. Tobing, Hukum Perlindungan Konsumen dan Parkir, (Jakarta: Timpani, 2007),
h. 39.
8 David M. L. Tobing, Hukum Perlindungan Konsumen dan Parkir…, h. 40.
9 David M. L. Tobing, Hukum Perlindungan Konsumen dan Parkir…, h. 41.
44
secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen
dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
Berlakunya perjanjian baku tersebut memunculkan suatu permasalahan
bagi pihak lain, yakni bahwa perjanjian itu bersifat “berat sebelah”. Perjanjian
berat sebelah adalah bahwa perjanjian itu hanya mencantumkan hak-hak salah
satu pihak saja yaitu pihak yang mempersiapkan perjanjian baku tersebut
tanpa mencantumkan apa yang menjadi kewajiban pihak lainnya, sedangkan
apa yang menjadi hak-hak pihak lainnya itu tidak disebutkan.
B. Penyimpangan Penggunaan Klausula Baku Pada Karcis Parkir
Kendaraan Bermotor Terhadap UUPK
Keberadaan klausula baku tentu saja sangat menguntungkan bagi para
pelaku usaha, karena klausula baku sendiri dibuat dengan maksud tujuan
untuk memberikan keuntungan padanya. Proses pembuatan suatu klausula
baku pun harus memperhatikan ketentuan-ketentuan tentang pencantuman
klausula baku yang telah diatur dalam pasal 18 UUPK.
Suatu perusahaan pengelola parkir dalam melakukan kegiatan usaha parkir
tentu saja harus memberikan jasa pelayanan yang baik dan maksimal kepada
konsumen. Sebagaimana diatur dalam pasal 4 UUPK, bahwa konsumen
berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa. Namun ketika pengelola parkir lalai dalam
melaksanakan kewajibannya dalam menjaga kendaraan beserta isinya yang
menyebabkan terjadinya kerugian yang dialami oleh konsumen selaku
pengguna jasa parkir, maka pihak pengelola parkir telah merugikan pihak
konsumen pengguna jasa parkir.
Pihak konsumen yang merasa dirugikan oleh pengelola parkir dapat
menuntut ganti kerugian padanya. Akan tetapi, untuk menghindari
memberikan ganti rugi pada konsumen, biasanya pihak pengelola parkir
45
membuat suatu klausula baku/ klausula eksonerasi yang dicantumkan dalam
karcis parkir kendaraan bermotor.
Ketentuan yang mengatur tentang pencantuman klausula baku pada suatu
dokumen dan/atau perjanjian diatur dalam Pasal 18 ayat (1) dan (2) UUPK
yang menyatakan bahwa:
Pasal 18
(1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan
untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula
baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:
a. Menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha;
b. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
barang yang dibeli konsumen;
c. Menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali
uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh
konsumen;
d. Menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha
baik secara langsung maupun secara tidak langsung untuk melakukan
segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh
konsumen secara angsuran;
e. Mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau
pemanfaataan jasa yang dibeli oleh konsumen;
f. Memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa
atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi objek jual
beli jasa;
g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa
aturan baru, tambahan lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang
dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen
memanfaatkan jasa yang dibelinya;
46
h. Menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha
untuk pembebasan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan
terhadap barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran.
(2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak dan
bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang
pengungkapannya sulit dimengerti.
Larangan dan persyaratan tentang penggunaan klausula baku di atas
dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan konsumen agar setara dengan
pelaku usaha berdasarkan prinsip kebebasan berkontrak dan mencegah
kemungkinan timbulnya tindakan yang merugikan konsumen karena faktor
ketidaktahuan, kedudukan yang tidak seimbang, dan sebagainya yang dapat
dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk memperoleh keuntungan.10
Klausula-klausula pada karcis parkir telah membatasi hak-hak dari
konsumen dan lebih banyak mengatur mengenai kewajiban konsumen
pengguna jasa parkir serta meminimalisir kewajiban-kewajiban pihak
pengelola parkir.11
Ada beberapa penyimpangan klausula baku pada karcis
parkir terhadap Pasal 18 ayat (1) UUPK yaitu:
1. Pengalihan dan pembatasan tanggungjawab pengelola parkir
Kewajiban pihak pengelola parkir yang seharusnya bertanggung jawab
atas kehilangan kendaraan bermotor beserta kelengkapannya yang dialami
oleh konsumen yang justru malah mengalihkan tanggungjawab tersebut
kepada konsumen yaitu dengan adanya klausula “kerusakan dan
kehilangan kendaraan bermotor sepenuhnya menjadi tanggung jawab
pemilik kendaraan”. Ketika konsumen jasa parkir memarkirkan kendaraan
di area lahan parkir milik pengelola parkir tersebut, maka pihak pengelola
10
David M. L. Tobing, Hukum Perlindungan Konsumen dan Parkir…, h. 41-42.
11 David M. L. Tobing, Hukum Perlindungan Konsumen dan Parkir…, h. 42.
47
parkir yang seharusnya bertanggungjawab atas segala kerugian yang
dialami oleh konsumen tersebut.
2. Ketidakseimbangan kedudukan antara pihak pengelola parkir dengan
konsumen
Dengan adanya klausula baku yang merugikan tersebut telah
menunjukan bahwa konsumen berada dalam kedudukan yang tidak
seimbang dengan pihak pengelola parkir, karena konsumen berada pada
posisi yang lebih lemah dibanding dengan pihak pengelola parkir.
Ketidakseimbangan kedudukan konsumen ini juga dapat dilihat dari
klausula “apabila karcis parkir ini hilang, harap segera melaporkan
kepada petugas parkir dengan menunjukan bukti STNK asli yang berlaku
dan membayar denda kendaraan sebesar Rp. 25.000,- untuk motor dan
Rp. 50.000,- untuk mobil”.
Ketika konsumen ingin mendapatkan haknya yaitu kendaraannya akan
tetapi karena karcis parkir hilang, maka konsumen wajib untuk membayar
denda sesuai jenis kendaraan miliknya meskipun konsumen telah
menunjukan STNK asli yang berlaku. Padahal seharusnya hanya dengan
menunjukkan STNK asli kendaraan saja sudah cukup namun konsumen
juga diharuskan membayar dendanya. Dengan ketentuan tersebut mau
tidak mau konsumen diharuskan membayarkan denda tersebut untuk
mendapatkan kendaraannya kembali.
3. Adanya ketentuan yang menyatakan bahwa konsumen tunduk pada
peraturan yang berupa aturan baru yang dibuat oleh pelaku usaha dalam
masa konsumen memanfaatkan jasa
Ketentuan tersebut dapat dilihat dari klausula pada “mematuhi dan
menyetuji segala ketentuan yang berlaku”. Klausula mengenai tunduknya
konsumen pada peraturan yang berupa aturan baru yang dibuat oleh
pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa tersebut telah
melanggar pasal 18 ayat (1) huruf g UUPK.
48
Akibat adanya klausula tersebut, konsumen diharuskan tunduk pada
ketentuan-ketentuan yang telah dibuat secara sepihak oleh pihak pengelola
parkir, sehingga konsumen terikat pada ketentuan-ketentuan tersebut.12
Terikatnya konsumen pada ketentuan-ketentuan yang ada pada karcis
parkir tersebut, telah menjadikan konsumen berada dalam posisi yang
lemah dan dihadapkan pada situasi yang membuatnya harus menerima
klausula-klausula yang telah dibuat oleh pihak pengelola parkir.
Sebagaimana telah dijelaskan di atas, bahwa ada beberapa klausula baku
pada karcis parkir kendaraan bermotor yang telah melanggar ketentuan Pasal
18 ayat (1) UUPK. Dalam pasal 18 ayat (3) UUPK ditegaskan bahwa “setiap
klausula baku yang ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau
perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum”. Maka berdasarkan pasal tersebut,
hanya klausula pada karcis parkir yang melanggar UUPK yang bertentangan
dengan hukum saja yang berakibat batal demi hukum, sedangkan perjanjian
parkir adalah tetap sah.
C. Hubungan Hukum Antara Pihak Pengelola Parkir Dengan Konsumen
Pengguna Jasa Parkir
Perikatan adalah hubungan yang terjadi di antara dua orang atau lebih,
terletak dalam harta kekayaan, dengan pihak yang satu berhak atas prestasi
dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu.13
Menurut ketentuan pasal
1233 KUH Perdata dapat dirumuskan bahwa suatu perikatan dapat lahir dari
dua hal yaitu perjanjian dan undang-undang. Ketentuan tersebut dipertegas
lagi dengan rumusan ketentuan pasal 1313 KUH Perdata yang menyatakan
bahwa suatu perjanjian adalah suatu perbuatan yang terjadi antara satu orang
12
David M. L. Tobing, Hukum Perlindungan Konsumen dan Parkir…, h. 39.
13 Shidarta, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, 2002), h. 18.
49
atau lebih untuk mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
Pengertian perjanjian yang diberikan dalam ketentuan pasal 1313 KUH
Perdata tersebut menunjukkan bahwa suatu perjanjian adalah:
1. Suatu perbuatan;
2. Antara sekurangnya dua orang (dapat lebih dari dua orang);
3. Perbuatan tersebut melahirkan perikatan diatara pihak-pihak yang
membuat perjanjian tersebut.
Telah jelas bahwa suatu perikatan dapat melahirkan suatu perikatan.
Berdasarkan pengertian perikatan di atas, dapat diketahui bahwa unsur-unsur
yang terdapat dalam suatu perikatan adalah sebagai berikut:
a. Hubungan hukum;
b. Kekayaan;
c. Pihak-pihak;
d. Prestasi.14
Perikatan telah melahirkan hak dan kewajiban dalam lapangan hukum
harta kekayaan. Dengan demikian, suatu perjanjian akan melahirkan suatu
hak dan kewajiban dalam hal harta kekayaan bagi pihak-pihak yang membuat
perjanjian. Dalam membuat suatu perjanjian, para pihak akan secara sukarela
mengikatkan diri untuk menyerahkan sesuatu, berbuat sesuatu, atau untuk
tidak berbuat sesuatu dengan jaminan atau tanggungan berupa harta kekayaan
yang dimiliki atau akan dimiliki oleh pihak yang akan membuat perjanjian
atau yang telah mengikatkan diri tersebut.15
Maka dengan adanya sifat
sukarela, maka seharusnya perjanjian tersebut lahir dari kehendak para pihak
atau dengan kata lain bahwa suatu perjanjian tidak mungkin terjadi tanpa
dikehendaki oleh para pihak atau dengan kata lain bahwa suatu perjanjian
tidak akan terjadi tanpa dikehendaki oleh para pihak, dan apa yang telah
14
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, (Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 2008), h. 1.
15 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian…, h. 2.
50
disepakati oleh para pihak harus dilaksanakan sesuai dengan maksud dari
para pihak yang membuatnya.
Perjanjian antara para pihak sangat sering terjadi hanya sebatas
kesepakatan mengenai “harga” dan “barang/jasa” secara lisan, tanpa diikuti
atau ditindaklanjuti dengan suatu perjanjian tertulis yang dibuat dan
ditandatangani oleh para pihak. Namun, kesepakatan yang merupakan
pernyataan kehendak masing-masing pihak tidak hanya melalui lisan saja,
melainkan juga melalui perilaku para pihak yang mencerminkan adanya
kehendak untuk mengadakan perjanjian. Hal ini berlaku pula pada perjanjian
parkir, dimana perjanjian parkir tidak diikuti dengan suatu perjanjian tertulis
yang ditandatangani oleh para pihak.
Untuk mengetahui bentuk perlindungan hukum terhadap konsumen jasa
parkir maka yang pertama hendak diketahui adalah hubungan hukum antara
konsumen (pengguna jasa parkir) dengan pihak pengelola tempat parkir guna
mengetahui hak dan kewajiban. Dengan adanya hubungan hukum yang
terjadi diantara para pihak, maka melahirkan hak dan kewajiban pada masing-
masing pihak. Kewajiban bagi konsumen adalah membayar biaya parkir,
sedangkan kewajiban bagi pihak pengelola jasa parkir adalah diharuskan
untuk menjaga ketertiban dan keamanan terhadap kendaraan yang diparkir di
tempat parkir yang menjadi tanggungjawabnya, dengan kata lain pihak
pengelola jasa parkir bertanggungjawab untuk menjaga kendaraan beserta
isinya dengan sebaik-baiknya sehingga tidak berkurang suatu apapun
melainkan sama seperti ketika konsumen pengguna jasa parkir menyerahkan
kepadanya.
Pada bidang jasa parkir, secara implisit para pihak bersepakat untuk
melakukan perjanjian parkir ketika konsumen menerima penawaran dari jasa
pengelola parkir dan konsumen menerima karcis parkir, dengan adanya karcis
parkir yang diterima oleh konsumen merupakan sebagai bukti bahwa telah
51
terjadinya perjanjian parkir, mengingat bahwa perjanjiannya tidak dalam
bentuk tertulis yang ditandatangani oleh para pihak.
Berhubungan dengan masalah yang diteliti, jasa parkir merupakan suatu
perikatan yang timbul karena perjanjian atau perikatan yang timbul karena
undang-undang. Hubungan hukum antara pihak pengelola jasa parkir dengan
konsumen jasa parkir pada dasarnya disebut konsumen adalah hubungan
hukum penitipan barang.
Perjanjan penitipan barang dalam KUH Perdata diatur mulai dari Pasal
1694 sampai dengan Pasal 1729. Pasal 1694 menegaskan bahwa, penitipan
adalah terjadi apabila seseorang menerima sesuatu barang dari orang lain,
dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam
wujud asalnya.16
Pasal 1696 ayat (1) menegaskan bahwa, penitipan barang
sejatinya dianggap telah dibuat dengan cuma-cuma jika tidak diperjanjikan
dengan sebaliknya. Pasal 1706 KUH Perdata menegaskan bahwa, penerima
titipan wajib memelihara barang titipan itu dengan sebaik-baiknya seperti
memelihara barang-barang kepunyaan sendiri.
Pasal 1707 ketentuan dalam pasal di atas ini wajib diterapkan secara lebih
teliti, antara lain:
1) Jika penerima titipan itu yang mula-mula menawarkan diri untuk
meyimpan barang itu;
2) Jika ia meminta dijanjikan suatu upah untuk penitipan itu;
3) Jika penitipan itu terjadi terutama untuk kepentingan penerima titipan;
4) Jika diperjanjikan dengan tegas, bahwa penerima titipan
bertanggungjawab atas semua kelalaian dalam menyimpan barang titipan
itu.
Ketika konsumen memilih untuk melakukan jasa layanan parkir, maka
dilihat dari prosedur pelaksanaan parkir yaitu ketika konsumen memarkirkan
16
David M. L. Tobing, Hukum Perlindungan Konsumen dan Parkir…, h. 41.
52
kendaraan bermotornya di area lahan parkir, maka pada saat itu konsumen
mempunyai kepercayaan pada pihak penyelenggara parkir bahwa akan
menjaga kendaraannya dengan baik dan mengembalikannya dalam keadaan
seperti ujud asalnya serta percaya bahwa barang-barang yang ada di dalam
kendaraannya tidak akan hilang atau rusak. Kepercayaan tersebut diperlukan
oleh seseorang konsumen parkir karena telah memarkirkan dan menitipkan
kendaraannya kepada jasa pengelola layanan parkir.
Adanya kewajiban dari pihak pengelola parkir, apabila karena adanya
kesengajaan atau kelalaian dari pihak pengelola parkir sehingga terjadinya
kehilangan atau kerusakan kendaraan atau barang yang ada di dalam
kendaraan tersebut, maka ia harus bertanggungjawab atas kerugian yang
diderita oleh konsumen baik itu kerugian secara materiil maupun immaterial.
D. Kronologis Kasus Hilangnya Kendaraan Bermotor di Areal Lahan
Parkir Mall Samarinda
Kasus ini bermula saat Ramadhan berkunjung ke Mall Lembuswana
Samarinda yang berada di Jalan S Parman – M. Yamin pada tanggal 24
Agustus 2008 sekitar pukul 18.00 WITA. Saat memasuki area mall,
Ramadhan membayar karcis parkir sebesar Rp. 1000,00. Lantas, Ramadhan
pun memarkirkan motor Suzuki 150 dengan nomor polisi KT 3805 XB.
Setelah dua jam berjalan-jalan di mall tersebut, Ramadhan pun keluar mall
dan bergegas untuk pulang. Namun Ramadhan kaget sebab kendaraannya
sudah tidak ada di tempat sebelumnya ia memarkirkan kendarannya, lalu
Ramadhan bertanya kepada petugas parkir dan mencari ke seluruh pelosok
area lahan parkir mall tetapi hasilnya nihil. Setelah meyakini kendaraannya
hilang, Ramadhan lalu melaporkan ke pengelola parkir mall yaitu PT Cipta
Sumina Indah Satresna, namun pihak PT Cipta Sumina Indah Satresna
menolak untuk bertanggungjawab atas hal hilangnya kendaraan milik
Ramadhan. Alhasil, Ramadhan pun mengajukan gugatan ke Lembaga
53
Perlindungan Konsumen Kalimantan Timur pada tanggal 25 Agustus 2008.
Pada kasus kehilangan motor tersebut, Ramadhan mengalami kerugian
sebesar Rp. 17.500.000,00 atau seharga sepeda motor tersebut.
Tidak hanya dialami oleh Ramadhan, pada bulan Juli sebelumnya telah
terjadi kehilangan kendaraan bermotor di area lahan parkir Mall Lembuswana
Samarinda. Kehilangan yang dialami oleh pengunjung mall lainnya juga
dialami oleh Ariyani pada tanggal 6 Juli 2008. Ariyanti kehilangan sepeda
motor Suzuki 150 dengan nomor polisi KT 3639 NL saat ditinggal berkunjung
ke mall antara pukul 19.00-20.00 WITA. Ariyanti pun menggugat seperti
langkah yang diambil oleh Ramadhan untuk meminta pertanggungjawaban
ganti rugi sebesar Rp. 17.500.000 atau seharga sepeda motor tersebut.
Pada 15 Juni 2009, Pengadilan Negeri (PN) Samarinda mengabulkan
gugatan Ramadhan dan Ariyanti. Pengadilan Negeri menghukum PT Cipta
Sumina Indah Satresna untuk membayar masing-masing kerugian kepada
masing-masing penggugat sebesar Rp. 12.500.000,00. Putusan ini dikuatkan
oleh Pengadilan Tinggi (PT) Samarinda. Atas vonis ini, PT Cipta Sumina
Indah Satresna mengajukan kasasi, namun Mahkamah Agung (MA) justru
memperberat vonisnya.17
Tergugat/Pembanding mendalilkan bahwa klausula
baku tersebut mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
17
http://news.detik.com/berita/2263395/lagima-hukum-pengelola-parkir-gantikendaraan-
yang-hilang
54
BAB IV
PEMBAHASAN DAN ANALISIS
A. Penyelesaian Sengketa Konsumen dalam Hal Tuntutan Ganti Rugi
Sebagai Akibat dari Penggunaan Jasa Parkir.
UUPK tidak memberikan pengertian mengenai sengketa konsumen.1
Namun, dalam Pasal 1 Angka 11 UUPK hanyalah dijumpai kata-kata
sengketa konsumen yaitu, bahwa BPSK merupakan suatu lembaga yang
mempunyai tugas untuk menyelesaikan sengketa antara pelaku usaha dan
konsumen. Secara implisit, ketentuan tersebut memberikan arti bahwa
yang dimaksud dengan sengketa konsumen adalah sengketa yang terjadi
antara pelaku usaha dan konsumen. Berdasarkan Pasal 1 angka 8
Kepmerindag Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 yang dimaksud dengan
sengketa konsumen adalah:
“Sengketa antara pelaku usaha dengan konsumen yang menuntut ganti
rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau yang menderita kerugian
akibat mengkonsumsi barang dan/atau memanfaatkan jasa.”
Kerugian yang dialami oleh konsumen pengguna jasa parkir dapat pula
disebabkan oleh:
1. Adanya kesalahan dari pihak pengelola parkir baik karena
disengaja maupun karena kelalaian pihak pengelola parkir yang
menyebabkan hilangnya atau rusaknya kendaraan pemakai jasa
parkir atau barang-barang di dalamnya
2. Adanya keadaan yang memaksa (overmacht atau force majeur)
yang tidak dapat dilaksanakannya apa yang menjadi kewajiban
pengelola parkir, yaitu menjaga keamanan dari kendaraan bermotor
yang diparkirkan.
Konsumen pengguna jasa parkir sebagai pihak yang menggunakan
jasa parkir dari pihak pengelola parkir berhak untuk mendapatkan
advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa konsumen secara
1 Yusuf Shofie, Penyelesaian Sengketa Konsumen menurut Undang-Undang
Perlindungan Konsumen, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), h. 20-21.
55
patut ketika konsumen pengguna jasa parkir sedang mengalami sengketa
dengan pihak pengelola parkir.2
UUPK mengatur mengenai penyelesaian sengketa dalam bab
tersendiri, yakni dalam BAB X tentang Penyelesaian Sengketa. Pasal 45
ayat (1) UUPK mengatur bahwa:
“Setiap konsumen yang dirugikan dapat menggugat pelaku usaha
melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara
konsumen dan pelaku usaha atau melalui peradilan yang berada di
lingkungan peradilan umum.”
Pasal 45 ayat (1) UUPK ini memberikan kewenangan bagi konsumen
yang merasa dirugikan atau tidak terpenuhi haknya untuk melakukan
gugatan, baik melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa
antara konsumen dan pelaku usaha (dalam hal ini Badan Penyelesaian
Sengketa Konsumen) maupun melalui peradilan yang berada di
lingkungan peradilan umum.
Berdasarkan Pasal 45 ayat (2) UUPK, penyelesaian sengketa
konsumen terdiri dari dua macam, yaitu:
a. Penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan
b. Penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan
Penyelesaian sengketa konsumen sebagaimana dimaksud pada ayat ini
tidak menutup kemungkinan penyelesaian damai oleh para pihak yang
bersengketa. Pada setiap tahap diusahakan untuk menggunakan
penyelesaian damai oleh kedua belah pihak yang bersengketa. Yang
dimaksud dengan penyelesaian secara damai adalah penyelesaian yang
dilakukan oleh kedua belah pihak yang bersengketa (pelaku usaha dan
konsumen) tanpa melalui pengadilan atau badan penyelesaian sengketa
konsumen dan tidak bertentangan dengan UUPK.
Konsumen pengguna jasa parkir yang mengalami sengketa dengan
pihak pengelola parkir dan menderita kerugian, dapat menyelesaikan
2 David M. L. Tobing, Hukum Perlindungan Konsumen dan Parkir, (Jakarta: Timpani,
2007), h. 20.
56
sengketanya melalui jalur di luar pengadilan maupun pengadilan.3 Jika
kerugian yang diderita oleh konsumen tidak lebih besar dibandingkan
dengan biaya proses di pengadilan, maka lebih baik memilih
menyelesaikan melalui jalur non litigasi.
1) Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan
Untuk mengatasi keberlikuan proses pengadilan, UUPK memberi
jalan alternatif dengan menyediakan penyelesaian sengketa di luar
pengadilan. Pasal 45 ayat (4) UUPK menyebutkan, ”jika telah dipilih
upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan
melalui pengadilan hanya dapat ditempuh jika upaya itu tidak berhasil
oleh salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa”. Ini
berarti, penyelesaian di pengadilan pun tetap dibuka setelah para pihak
gagal menyelesaikan sengketa mereka di luar pengadilan.
Penyelesaian sengketa di luar pengadilan adalah upaya perdamaian
di antara pihak yang bersengketa, atau juga termasuk penyelesaian
melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK). Yang
dimaksud dengan “penyelesaian sengketa” di luar pengadilan ini
termasuk juga penyelesaian melalui BPSK yang tentu saja tidak
mungkin ada kesan bahwa salah satu pihak atau para pihak lain dapat
menghentikan perkaranya di tengah jalan sebelum BPSK menjatuhkan
putusan. Demikian kata-kata “dinyatakan tidak berhasil” pun tidak
mungkin dapat dilakukan begitu saja oleh salah satu pihak atau para
pihak. Sekali mereka memutuskan untuk memilih penyelesaian melalui
BPSK, maka mereka seterusnya terikat untuk menempuh proses
pemeriksaan sampai saat penjatuhan putusannya. Jika mereka tidak
dapat menerima putusan itu, barulah mereka diberi hak melanjutkan
penyelesaiannya di pengadilan negeri.
2) Penyelesaian sengketa melalui pengadilan
3 David M. L. Tobing, Hukum Perlindungan Konsumen dan Parkir…, h. 31.
57
Penyelesaian sengketa melalui pengadilan diatur dalam Pasal 45
ayat (4) UUPK menyebutkan, apabila telah dipilih upaya
penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, gugatan melalui
pengadilan hanya dapat ditempuh jika upaya itu tidak berhasil oleh
salah satu pihak atau oleh para pihak yang bersengketa.” Ini berarti,
penyelesaian di pengadilan pun tetap dibuka setelah para pihak gagal
menyelesaikan sengketa mereka di luar pengadilan.
Penyelesaian sengketa konsumen baik di luar pengadilan maupun
melalui pengadilan, berdasarkan ketentuan UUPK, mengatur beberapa
ketentuan tentang:
a) Pembuktian kesalahan dibebankan pada pelaku usaha
Pasal 22 UUPK, pembuktian terhadap ada tidaknya unsur
kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana yang dimaksud
dalam Pasal 19 ayat (4), Pasal 20, dan Pasal 21 UUPK
merupakan beban tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup
kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian.
Pasal 28 UUPK, pembuktian terhadap ada tidaknya unsur
kesalahan dalam gugatan ganti rugi sebagaiman dimaksud
dalam Pasal 19, Pasal 22, dan Pasal 23 UUPK merupakan
tanggung jawab pelaku usaha.
b) Pelaku usaha yang menolak atau tidak memberi tanggapan atau
tidak memenuhi unsur ganti rugi dapat digugat di BPSK atau
Pengadilan Negeri di tempat kedudukan konsumen.
c) Putusan perkara wajib dijatuhkan dalam waktu singkat
d) Pasal 64 UUPK menentukan bahwa UUPK diberlakukan
apabila masalahnya diatur secara khusus dalam UUPK atau
ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang mengatur
hal tertentu bertentangan dengan UUPK (lex specialis derogat
legi generalis).
Dalam kasus antara PT. Cipta Sumina Indah Satresna dengan
Ramadhan M., dan Ariyanti, penyelesaian sengketa telah sesuai dengan
58
Pasal 45 ayat (1) UUPK untuk memilih cara penyelesaian sengketa baik
melalui pengadilan maupun di luar pengadilan. Pada kasus ini Penggugat
memilih untuk melakukan penyelesaian sengketa melalui pengadilan,
dalam hal ini Pengadilan Negeri Samarinda. Hal ini telah sesuai dengan
Pasal 45 ayat (4) UUPK.
B. Analisis Dasar Pertimbangan Hakim Dalam Putusan Mahkamah
Agung Nomor 2157K/Pdt/2010.
Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagai badan tertinggi
pelaksana kekuasaan kehakiman yang membawahi 4 (empat) badan
peradilan di bawahnya, yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan
militer, dan peradilan tata usaha negara telah menentukan bahwa putusan
hakim harus mempertimbangkan segala aspek yang bersifat yuridis,
filosofis, dan sosiologi, sehingga keadilan yang ingin dicapai, diwujudkan,
dan dipertanggungjawabkan dalam putusan hakim adalah keadilan yang
berorientasi pada keadilan hukum (legal justice), keadilan moral (moral
justice), dan keadilan masyarakat (social justice).4
Putusan Mahkamah Agung Nomor 2157K/Pdt/2010 merupakan
putusan atas perkara antara:
1. PT. CIPTA SUMINA INDAH SATRESNA, berkedudukan di
Kompleks Mall Lembuswana Blok J No. 9 Jalan S. Parman-M.
Yamin, Kota Samarinda, dalam hal ini memberi kuasa kepada:
HAMZAH DAHLAN, S.H., dan AGUS WALUYO, S.H., Advokat
berkantor di Jalan Jend. Sudirman Bandar Balikpapan Blok G No.
7, Balikpapan, Pemohon Kasasi dahulu Tergugat/Pembanding.
2. RAMADHAN. M, bertempat tinggal dahulu Jalan Elang No. 68 RT
81, sekarang di Jalan Rajawali Dalam I No. 20 RT 10, Kota
Samarinda. Dan ARIYANTI, bertempat tinggal di Jalan Untung
Surapati, Komp. Carpolek Blok QQQ No. 16 RT 13, Kota
4 Achmad Rifa’I, Penemuan Hukum oleh Hakim (Dalam Perspektif Hukum Progesif),
(Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h. 126.
59
Samarinda, para Termohon Kasasi dahulu para Penggugat/para
Terbanding.
Sebelum perkara ini diajukan ke pengadilan, Penggugat telah meminta
pertanggungjawaban Tergugat, namun Tergugat enggan untuk
bertanggungjawab dengan alasan pengunjung/konsumen telah menyetujui
ketentuan yang tertera pada karcis retribusi parkir tersebut dan segala
kehilangan dan kerusakan atas kendaraan yang diparkirkan dan barang-
barang di dalamnya adalah resiko sendiri (tidak ada penggantian berupa
apapun) dan bukan tanggung jawab pengelola. Tidak puas dengan
tanggapan Tergugat tersebut, Penggugat I dan Penggugat II
menyampaikan pengaduan ke Lembaga Perlindungan Konsumen Kaltim
pada tanggal 25 Agustus 2008 dan 1 September 2008. Selanjutnya
Lembaga Perlindungan Konsumen Kaltim mengirim surat kepada
Tergugat sebagaimana suratnya tertanggal 10 September 2008, No.
31/LPK-KT/U/IX/2008, perihal: Tindak Lanjut Laporan Kehilangan
Kendaraan Konsumen. Karena merasa tidak puas, Penggugat kemudian
mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Samarinda.
Di tingkat pertama, PN Samarinda telah mengambil putusan, di dalam
Putusan Nomor 03/Pdt.G/2009/PN Smda tanggal 15 Juni yaitu
mengabulkan sebagian gugatan Penggugat. PN Samarinda menyatakan
bahwa Tergugat terbukti melakukan perbuatan melawan hukum,
menghukum Tergugat membayar sejumlah ganti kerugian, menghukum
Tergugat untuk membayar semua biaya yang timbul dalam perkara ini,
serta menolak gugatan Penggugat I dan II untuk selebihnya. Putusan ini
kemudian dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Samarinda dengan Putusan
Nomor 122/Pdt/2009/PT. Smda tanggal 11 Januari 2010.
Atas putusan judex facti tersebut, Tergugat kemudian mengajukan
permohonan Kasasi ke Mahkamah Agung. Dalam memori kasasinya
Tergugat/Pemohon Kasasi mendalilkan judex facti telah salah dalam
menerapkan hukum, oleh karena dalam pertimbangan hukumnya telah
mencampur adukkan antara konsep perbuatan melawan hukum dan konsep
60
wanprestasi, padahal dalil gugatan para Penggugat adalah hubungan
hukum antara Penggugat dengan Tergugat adalah merupakan hubungan
kontrak standar atau kontrak baku yang secara tertulis dan yuridis diakui
eksistensinya dalam hukum positif di Indonesia, yang salah satu ketentuan
yuridis normatif berkaitan dengan kontrak standar atau kontrak baku diatur
dalam Pasal 1 angka 10 UUPK.
Selain itu menurut Tergugat, judex facti juga telah keliru dalam
menafsirkan pemberlakuan/pencantuman klausula baku yang diterapkan
oleh Tergugat, dimana judex facti menafsirkan bahwa klausula dalam
karcis parkir tersebut haruslah ditafsirkan diberlakukan sepanjang tidak
ada kelalaian dari pihak pengelola parkir. Tergugat berpendapat bahwa
klausula dalam karcis parkir tersebut bunyina adalah sangat jelas sekali
dan sangat sejalan dengan ketentuan Pasal 1 angka 10 UUPK yang
mengatur tentang pentingnya konsumen dimana ditentukan klausula-
klausula tersebut sifatnya mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
Untuk menunjukkan bahwa klausula dalam karcis parkir tersebut tidaklah
perlu diberlakukan penafsiran Tergugat juga menunjukkan ketentuan Pasal
1342 BW, jika kata-kata suatu perjanjian jelas tidaklah diperkenankan
untuk menyimpang dari jalan penafsiran.
Menurut Tergugat, bahwa judex facti dalam putusannya halam 23
alinea 2 telah mempertimbangkan bahwa Tergugat tidak sepenuhnya lalai
dalam menjalankan kewajibannya, maka menurut pendapat Tergugat hal
ini sudah masuk dalam ranah wanprestasi.
Dan judex facti dalam putusannya halaman 23 alinea 1 telah
mempertimbangkan ketentuan Pasal 4 angka (1) UUPK. Tergugat
berpendapat bahwa judex facti tidak melaksakanan sesuai dengan Pasal 1
angka 10 UUPK tidak dilaksanakan, padahal secara jelas ditentukan
klausula dalam perjanjian baku mempunyai sifat mengikat dan wajib
dipenuhi.
Kasasi secara lisan diajukan oleh PT. Cipta Sumina Indah Satresna
pada tanggal 2 Maret 2010. Majelis Hakim dalam Perkara Nomor 2157
61
K/Pdt/2010 menyatakan bahwa judex facti (pengadilan tinggi5) tidak salah
dalam menerapkan hukum, bahwa terlepas dari pertimbangan tersebut,
menurut pendapat Mahkamah Agung amar putusan Pengadilan Tinggi
Samarinda yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Samarinda harus
diperbaiki sepanjang mengenai besarnya ganti kerugian dengan
pertimbangan sebagai berikut:
a. Bahwa telah terbukti Tergugat lalai dalam menjalankan usahanya
yang merugikan orang lain, oleh karena itu harus dihukum untuk
membayar ganti rugi seharga barang yang hilang
b. Bahwa adapun tergugat rugi biaya dan waktu adalah merupakan
akibat dari kelalaiannya sendiri, sehingga tidak dapat dibebankan
kepada para Penggugat
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka permohonan kasasi yang
diajukan oleh Pemohon Kasasi: PT CIPTA SUMINA INDAH
SATRESNA tersebut harus ditolak dengan perbaikan amar putusan
Pengadilan Tinggi Samarinda Nomor 122/Pdt/2009/PN. Smda tanggal 11
Januari 2010 yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri Samarinda
Nomor 03/Pdt.G/2009/PN. Smda.
Konsumen yang menitipkan kendaraan pada pengelola parkir sudah
pasti mempunyai hak dan kewajiban. Hak dan kewajiban ini timbul sejak
disetujui atau adanya kesepakatan dari pihak-pihak yang mengadakan
perjanjian tersebut. Namun untuk penitipan kendaraan, hak dan kewajiban
itu mulai timbul sejak diserahkannya barang yang berbentuk kendaraan
dari pemiliknya kepada pihak yang mengelola parkir tersebut. Adapun hak
dari pemilik kendaraan tersebut yaitu adalah untuk meminta ganti rugi
kepada pengelola parkir yang melalaikan barang yang dititipkan yang
menyebabkan terjadinya kehilangan atau kerusakan pada alat-alat
perlengkapan dari kendaraan yang dititipkannya.
5Perkara dalam Putusan Mahkamah Agung Nomor 2157 K/Pdt/2010 didahului dengan
adanya Putusan Nomor 122/Pdt/2009/PN. Smda dan Putusan Nomor 03/Pdt.G/2009/PT. Smda
62
Konsumen atau pengunjung pengguna jasa parkir Mall Lembuswana
selaku Termohon Kasasi yang telah dirugikan oleh lalainya pengawasan
jasa parkir oleh pengelola parkir Mall Lembuswana selaku Pemohon
Kasasi berhak untuk menuntut haknya atas kehilangan kendaraanya yang
telah dititipkan kepada petugas perparkiran Mall Lembuswana yaitu hak
atas keamanan, hal ini telah sesuai dengan dasar hukumnya yaitu pada
pasal 4 huruf a UUPK yaitu:
“Hak Konsumen adalah Hak atas kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.”
Karena itulah pihak pengelola parkir harus bertanggungjawab atas
kerugian tersebut yang akibat dari kelalaian dalam hal pelayanan jasa
keamanan sehingga konsumennya mengalami kehilangan barang.
Pengertian kerugian menurut Nieuwenhuis, adalah berkurangnya harta
kekayaan pihak yang satu, yang disebabkan oleh perbuatan (melakukan
atau membiarkan) yang melanggar norma oleh pihak lain.6 Kerugian yang
diderita seseorang secara garis besar dapat dibagi atas dua bagian, yaitu
kerugian yang menimpa diri dan kerugian yang menimpa harta benda
seseorang. Sedangkan kerugian harta benda sendiri dapat berupa kerugian
nyata yang dialami serta kehilangan keuntungan yang diharapkan.7
Dalam prinsip tanggung jawab, berdasarkan unsur kesalahan, yang
menyatakan seseorang baru dapat dimintakan pertanggungjawaban secara
hukum jika ada unsur kesalahan yang dilakukannya. Sesuai dengan Pasal
1365 KUHPerdata, yang lazim dikenal sebagai pasal tentang perbuatan
melawan hukum. Dimana ada 4 (empat) unsur pokok yang harus dipenuhi
yaitu:
1) Adanya perbuatan,
2) Adanya unsur kesalahan,
3) Adanya kerugian yang diderita,
6 J. H. Nieuwenhuis, Pokok-Pokok Hukum Perikatan terjemahan oleh Djasadin Saragih,
(Surabaya: Universitas Airlangga, 2005), h. 57.
7 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT Raja
Grafindo, 2004), h. 133.
63
4) Adanya hubungan kausalitas antara kesalahan dan kerugian.
Dalam kasus antara PT. Cipta Sumina Indah Satresna dengan M.
Ramadhan dan Ariyanti, ke-empat unsur tersebut telah terpenuhi. Apabila
dijabarkan dan dikaitan dengan kasus tersebut, melalui unsur pertama
adanya perbuatan yaitu yang dilakukan oleh pihak pengelola parkir PT.
Cipta Sumina Indah Satresna selaku pengelola jasa layanan parkir Mall
Lembuswana Samarinda telah terbukti melakukan tindakan wanprestasi
yaitu dilanggarnya perjanjian perparkiran yang telah disepakati antara
pihak pengelola parkir dengan pengguna jasa parkir sehingga terjadinya
kelalaian yang dilakukan oleh pihak petugas pengelola parkir serta
terbuktinya pihak pengelola parkir melakukan tindakan perbuatan
melawan hukum yaitu enggan untuk bertanggung jawab atas hilangnya
kendaraan bermotor di area lahan parkir Mall Lembuswana Samarinda.
Unsur kedua yaitu adanya kesalahan akibat dari perbuatan tersebut
terdapat unsur kesalahan pada pihak pengelola parkir yang telah lalai
dalam menjaga hak keamanan dan kenyamanan konsumennya. Unsur
ketiga, yaitu adanya kerugian yang diderita oleh konsumen pengguna jasa
parkir akibat dari hilangnya kendaraan bermotor tersebut, dan pada unsur
ke-empat yaitu hubungan kausalitas (sebab akibat) antara kesalahan dan
kerugian disini dapat dijelaskan bahwa akibat dari kesalahan pihak
pengelola parkir, maka konsumen pengguna jasa parkir telah dirugikan
dalam hal hilangnya kendaraan bermotor.
Pada praktik perparkiran, jika pembuatan jasa perparkiran tidak
digunakan untuk sendiri, maka umumnya jasa tersebut adalah dibuat dalam
rangka hubungan bisnisnya dengan konsumen. Pelaku usaha akan
memanfaatan jasa tersebut untuk kepentingan menyediakan jasa kepada
pelanggannya. Meskipun jika jasa tersebut tidak dibuatnya sendiri, namun
dalam hubungannya dengan konsumen, bukan berarti pelaku usaha
melepas tanggungjawabnya dan/atau mengalihkan tanggung jawabnya
terhadap jasa yang telah disediakannya. Terlepas dari apakah terdapat
perjanjian untuk secara bersama-sama menangggung risiko antara mitra
64
pembisnis, tetap saja pelaku usaha harus bertanggungjawab terlebih dahulu
selaku pihak yang berhubungan langsung dengan konsumen.
Lazimnya para pihak pengelola parkir tidak lupa untuk
mengasuransikan jasa yang diberikan terlebih dahulu sebelum
memutuskan berhubungan dengan konsumen agar dapat meminimalisir
segala risiko adalah salah satu bentuk pertanggungjawaban pengelola
parkir kepada konsumen. Selain tanggung jawab kepada konsumen, pelaku
usaha perparkiran juga bertanggungjawab untuk mengikuti standar yang
berlaku dalam jasa perparkiran dan/atau terhadap penerapan peraturan
pemerintah sebagai tolak ukur dalam melakukan upaya yang terbaik dalam
menjaga mutu penyelenggaraan jasanya.
Dalam praktek peradilan, badan hukum dapat pula melakukan tindakan
perbuatan melawan hukum dan karenanya dapat dipertanggungjawabkan
berdasarkan pada ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata yang berbunyi:
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada
pihak lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian
itu, mengganti kerugian tersebut.”
Yang dapat melakukan perbuatan melawan hukum adalah subjek
hukum. Menurut Chaidir Ali, subjek hukum adalah segala sesuatu yang
menurut hukum dapat mempunyai hak dan kewajiban.8 Selanjutnya yang
dapat dikatakan sebagai subjek hukum selain manusia yaitu badan hukum
(Rechtpersoon). Perbuatan melawan hukum dari organ badan hukum
dianggap sebagai perbuatan melawan hukum dari badan hukum, apabila
organ badan hukum tersebut bertindak dalam “formele king” dari
wewenangnya, yang artinya jika organ badan hukum tersebut bertindak
untuk memenuhi tugas yang dibebankan kepadanya.9 Untuk perbuatan
melawan hukum yang dilakukan oleh seorang wakil badan hukum yang
mempunyai hubungan kerja dengan badan hukum, dapat
8 Chadir Ali, Badan Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bhakti, 2005), h. 14.
9 R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, (Bandung: Binacipta, 1979), h. 80.
65
dipertanggungjawabkan berdasarkan ketentuan pasal 1367 ayat (1) KUH
Perdata yang berbunyi:
“Seseorang tidak saja bertanggungjawab untuk kerugian yang
disebabkan karena perbuatannya sendiri, tetapi juga untuk kerugian
perbuatan orang yang menjadi tanggungannya atau disebabkan oleh
barang-barang yang berada dibawah pengawasannya;”
Dalam pasal 1367 ayat (3) KUH Perdata juga menjelaskan yaitu:
“Majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang-orang lain
untuk mewakili urusan-urusan mereka, adalah bertanggungjawab
tentang kerugian yang diterbitjab oleh pelayan-pelayan atau bawahan-
bawahan mereka didalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-
orang dipakainya”
Dari hal tersebut maka diketahui bahwa PT. Cipta Sumina Indah
Satresna selaku Tergugat merupakan suatu subjek hukum yaitu badan
hukum, dikarenakan Tergugat telah memenuhi syarat-syarat badan hukum
sebagai subjek hukum, maka ia dapat melakukan perbuatan melawan
hukum dan dapat dituntut di muka peradilan. Pada kedua pasal tersebut
jelas bahwa atas perbuatan lalai yang dilakukan oleh petugas pengelola
parkir dianggap telah melanggar hak-hak Penggugat dan dapat dituntut
untuk bertanggungjawab atas kerugian yang dialami oleh Penggugat yang
telah disebabkan oleh perbuatan yang dilakukan oleh Penggugat.
Sudah seharusnya hak konsumen untuk mendapatkan haknya sesuai
dalam Pasal 4 huruf a UUPK yaitu untuk mendapatkan keamanan baik
jiwa maupun harta yang merupakan bagian dari tanggungjawab pelaku
usaha PT. Cipta Sumina Indah Satresna selaku pengelola parkir yang
menjual jasa pelayanan perparkiran di Mall Lembuswana Samarinda, yang
kemudian apabila terjadinya hal-hal yang menyebabkan kerugian bagi
konsumennya, maka disitulah hukum perlindungan konsumen berlaku dan
pengelola parkir selaku pelaku usaha wajib untuk bertanggung jawab atas
kerugian yang dialami oleh konsumen pengguna jasa parkirnya.
Pada dasarnya terdapat 4 (empat) alasan mengapa pengelola parkir
harus bertanggungjawab, antara lain yaitu:
a) Pengelola parkir melanggar ketentuan yang telah diatur dalam UUPK;
66
b) Pengelola parkir dinilai telah melanggar Pasal 1366 KUH Perdata yang
menyebutkan bahwa seseorang bertanggung jawab tidak saja untuk
kerugian yang disebabkan karena perbuatannya, tetapi juga untuk
kerugian yang disebabkan karena kelalaian/ kekurang hati-hatiannya;
c) Hilangnya kendaraan akibat kelalaian pengelola parkir;
d) Pengelola parkir yang dilakukan oleh perusahaan professional
sehingga harus bertanggungjawab secara hukum.10
Tanggung jawab produk (product liability) adalah tanggungjawab para
produsen untuk produk yang dibawanya ke dalam peredaran yang
menimbulkan atau menyebabkan kerugian karena cacat yang melekat pada
produk tersebut. Tanggung jawab produk ini dapat bersifat kontraktual
atau berdasarkan undang-undang, tetapi penekanannya terdapat pada yang
berdasarkan undang-undang.11
Hukum perdata mengenal adanya asas kebebasan berkontrak. Pada
asas kebebasan berkontrak, pihak dalam perjanjian bebas untuk
menentukan isi dari kontrak sehingga dalam perjanjian sewa menyewa
dapat diberikan batasan-batasan. Batasan-batasan ini biasanya dibuat
bukan karena ingin mengekang penggunaan manfaat dari barang yang
disewa tersebut, melainkan karena ingin mencegah dampak-dampak dari
dilanggarnya batasan-batasan yang telah dibuat tersebut.12
Konsumen jasa parkir nampaknya tidak pernah bisa lepas dari praktek
unsecure parking, seperti bodi mobil tergores, velg roda hilang, kaca spion
di congkel, hingga yang paling ekstrim sekalipun yaitu kendaraan yang
hilang. Kerugian konsumen mencapai puncaknya manakala pihak
pengelola parkir melepas diri dari tanggungjawab kerugian itu.
Sebagaimana kasus yang terjadi antara PT. Cipta Sumina Indah Satresna
dengan Ramadhan M., dan Ariyanti. Pihak PT. Cipta Sumina Indah
10
http://undang-undang-indonesia.com/forum/index.php?topic=74.0, diakses pada tanggal
18 Mei, 2018 pukul 19.30 WIB.
11 Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen…, h. 65.
12 Subekti, Hukum Perjanjian¸ (Jakarta: Intermasa, 2002), h. 43.
67
Satresna selaku pelaku usaha menolak untuk memberikan ganti rugi
kepada Ramadhan M., dan Ariyanti selaku konsumen dengan alasan dalam
karcis parkir telah disebutkan bahwa pengelola jasa parkir tidak
bertanggungjawab atas hilangnya kendaraan bermotor dari pengguna
parkir.
Pada dasarnya, pengelola parkir tidak dapat melempar tanggung
jawabnya dengan menggunakan Pasal 1 angka 10 UUPK dimana
ditentukan klausula-klausula tersebut sifatnya mengikat dan wajib
dipenuhi oleh konsumen. Di dalam konstruksi hukum penitipan barang,
pengelola parkir harus bertanggungjawab atas keamanan dari kehilangan
maupun kerusakan selama kendaraan berada di area parkir. Selain itu,
dasar hukum Penggugat untuk menggunakan Pasal 1 angka 10 UUPK
sebagai alasan untuk tidak mau memberikan kompensasi, ganti rugi
dan/atau penggantian karena adanya klausula tersebut juga telah
bertentangan dengan Pasal 18 ayat (1) huruf a dan g yang berbunyi:
Pasal 18
(1) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan
untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula
baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila:
a. Menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku usaha;
g. Menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa
aturan baru, tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang
dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen
memanfaatkan jasa yang dibelinya.
Dan berdasarkan Pasal 18 ayat (3) UUPK, konsekuensi terhadap
pencantuman klausula baku mengenai pengalihan tanggungjawab seperti
tersebut adalah batal demi hukum.
Mengenai hak konsumen terhadap ganti rugi ini juga secara yuridis
terdapat dalam Pasal 4 huruf h Undang-Undang Nomor 8 ayang berbunyi:
“Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai
dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya”
68
Dalam kasus ini, konsumen tidak pernah menyangka bahwa
kepercayaannya kepada jasa layanan parkir yang ditawarkan oleh Mall
Lembuswana Samarinda akan membawa kerugian pada dirinya, sehingga
konsumen berhak atas kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian karena
terjadinya kejadian tersebut.
Ganti rugi materiil bagi Penggugat merupakan haknya sebagai
konsumen apabila salah satu haknya yaitu untuk mendapatkan keamanan
dilanggar dan hal ini jelas tertuang dalam Pasal 4 huruf h UUPK, atas
dasar itu pihak pengelola parkir selaku Tergugat memiliki kewajiban untuk
melakukan pembayaran gantu kerugian yang dialami oleh Penggugat.
Sesuai dengan Pasal 19 ayat (1) UUPK, pelaku usaha
bertanggungjawab dalam memberikan ganti kerugian atas kerusakan
pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang
dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Berdasarkan pasal
tersebut maka konsumen pengguna jasa parkir Mall Lembuswana yang
dikelola oleh PT. Cipta Sumina Indah Satresna yaitu sebagai pemilik
kendaraan apabila terjadi kehilangan atau kerugian maka berhak untuk
menuntut kepada pihak pengeloa parkir Mall Lembuswana Samarinda.
Adanya hak atas ganti kerugian yang dimiliki konsumen, dimaksudkan
agar untuk memulihkan keadaan yang telah menjadi rusak (tidak
seimbang) akibat adanya penggunaan barang dan/atau jasa yang tidak
memenuhi harapan konsumen.
Majelis Hakim melalui putusannya yang mengadili sendiri dalam
pokok perkara menghukum Tergugat untuk membayar kerugian yang telah
dialami oleh Penggugat, yaitu menghukum Tergugat membayar ganti rugi
atas hilangnya sepeda motor milik Penggugat I dan II masing-masing
sebesar Rp. 17.500.000,- (tujuh belas juta lima ratus ribu rupiah) yang
dimana dalam putusan tingkat kasasi ini, Majelis Hakim semakin
memberatkan hukuman untuk Tergugat. Dalam pertimbangan hukum
Majelis Hakim, Tergugat terbukti lalai dalam menjalankan usahanya yang
merugikan orang lain, oleh karenanya harus dihukum untuk membayar
69
ganti rugi seharga barang yang hilang. Pada putusan tingkat pertama yaitu
tingkat Pengadilan Negeri Samarinda, Majelis Hakim menghukum
Tergugat untuk membayar ganti rugi atas hilangnya sepeda motor milik
Penggugat I dan II masing-masing sebesar Rp. 12.250.000,- (dua belas juta
dua ratus lima puluh ribu rupiah). Sehingga menurut peneliti, jumlah ganti
kerugian dalam pertimbangan putusan Majelis Hakim telah memberikan
rasa adil kepada Penggugat I dan II, karena jumlah kerugian tersebut
adalah jumlah kerugian yang seharga dengan sepeda motor milik
Penggugat yang hilang dan menyebabkan biaya tambahan sebesar Rp.
1.000.000.,- (satu juta rupiah) setiap bulan sampai dengan putusan tersebut
diputuskan.
Selanjutnya mengenai pertimbangan putusan Majelis Hakim mengenai
biaya perkara, apa yang sudah Majelis Hakim putuskan sudah sangatlah
adil bahwa biaya perkara ditanggung oleh pihak PT. Cipta Sumina Indah
Satresna selaku pihak yang kalah karena permohonanan kasasi yang
diajukan Pemohon ditolak. Hal ini sudah sangat sesuai dengan ketentuan
Pasal 181 HIR yaitu dimana biaya perkara haruslah dibebankan kepada
pihak yang kalah di dalam persidangan.
Selain dari segi peraturan perundang-undangan yang telah peneliti
bahas terkait halnya kasus yang dialami oleh konsumen pengguna jasa
parkir Mall Lembuswana Samarinda, seharusnya Majelis Hakim juga
dapat mempertimbangkan Pasal 1964 KUH Perdata tentang Penitipan
Barang untuk menguatkan argumentasi dan membebankan tanggung jawab
secara hukum kepada pelaku usaha.
Apabila dianalisa berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata
maka dapat dikategorikan bahwa hubungan hukum antara pihak pengguna
jasa parkir dengan pengelola parkir adalah merupakan perjanjian penitipan
barang yang sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1694 sampai dengan
Pasal 1792 KUH Perdata.
Dalam perlindungan konsumen konstruksi hukum perparkiran, yang
terjadi antara PT. Cipta Sumina Indah Satresna dengan Ramadhan. M, dan
70
Ariyanti adalah penitipan barang. Dalam Pasal 1694 KUH Perdata
menentukan bahwa penitipan adalah terjadi apabila seorang menerima
sesuatu barang dari seseorang lain, dengan syarat bahwa ia akan
menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya. 13
Unsur-
unsur dari perjanjian penitipan menurut pasal tersebut terbagi menjadi dua
macam, yaitu adanya serah terima barang yang akan dititipkan oleh si
penitip kepada penerima titipan dan adanya kewajiban bagi si penerima
titipan untuk menjaga dan mengembalikan barang yang dititipkan
kepadanya.
Pasal 1706 KUH Perdata menyatakan bahwa penerima titipan wajib
merawat dan memelihara barang yang dititipkan seperti milik sendiri. Pada
area parkir, petugas parkir akan membantu memarkir kendaraan dan
mengawasi kendaraan agar tidak saling menyerempet. Hilangnya sepeda
motor milik Penggugat selaku konsumen yang dititipkan di tempat parkir,
maka Tergugat yang dalam hal ini pengelola parkir telah melakukan suatu
ketidaktelitian atau ketidakhati-hatian yang membuat ia melakukan
perbuatan yang telah melanggar kewajiban hukumnyaa untuk menjamin
keamanan kendaraan milik konsumen, sehingga pengelola parkir dapat
dikenakan tanggungjawab atas ketidaktelitian atau ketidakhati-hatian
barang yang telah dititipkan. Pada kasus ini Tergugat telah melakukan
perbuatan melawan hukum. Petugas parkir dapat dikatakan merawat dan
memelihara seperti milik sendiri. Pada kasus yang terdapat dalam Putusan
Mahkamah Agung Nomor 2157 K/Pdt/2010, Petugas parkir PT. Cipta
Sumina Indah Satresna telah lalai dalam menjalankan tugasnya untuk
menjaga keamanan sepeda motor Penggugat I dan II yang di parkirkan di
area parkir Mall Lembuswana hingga sepeda motor tersebut hilang.
Apabila dilihat dari peraturan yang berlaku dan mengatur mengenai
Perlindungan Konsumen terkait dengan kasus ini, tidak ada peraturan yang
menyalahi aturan lainnya. Hasil Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung,
13
David M. L. Tobing, Hukum Perlindungan Konsumen dan Parkir…, h. 30.
71
menurut peneliti sudahlah cukup untuk memenuhi aspek yuridis sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Mengenai aspek filosofis merupakan aspek yang berintikan pada
kebenaran dan keadilan, sedangkan dalam aspek sosiologis
mempertimbangkan tata nilai budaya yang hidup dalam masyarakat.
Dalam penerapannya, aspek filosofis dan sosiologis sangat memerlukan
pengalaman dan pengetahuan yang luas serta kebijaksanaan yang mampu
mengikuti nilai-nilai yang ada dalam masyarakat yang terabaikan.
Penerapan kedua asas ini sangat sulit sebab tidak mengikuti asas legalitas
dan tidak terikat pada sistem. Pencantuman ketiga unsur tersebut tidak lain
agar putusan tersebut dianggap adil dan dapat diterima oleh masyarakat.14
Menurut analisis peneliti dalam putusan Mahkamah Agung Nomor
2157 K/Pdt/2010 atas perkara konsumen jasa parkir Mall Lembuswana
Samarinda apabila dilihat secara aspek filosofis, pertimbangan hakim
dalam memutuskan perkara dalam kasus perlindungan konsumen ini
memiliki dasar dari pemikirian salah satu mazhab yaitu mazhab
utilitarianisme yang pertama kali dicetuskan oleh seorang filsuf Inggris,
Jeremy Bentham (1742-1832).
Bentham berpandangan bahwa tujuan hukum adalah dapat
memberikan jaminan kebahagiaan kepada individu-individu. Karena
menurut kodratnya, tingkah laku manusia terarah pada kebahagiaan. Suatu
perbuatan dapat dinilai baik atau buruk apabila dapat meningkatkan atau
mengurangi kebahagiaan banyak orang. Moralitas dalam suatu tindakan
harus ditentukan dengan menimbang kegunaannya untuk mencapai
kebahagiaan umat manusia, dengan demikian, Bentham sampai pada the
principle of utility yang berbunyi: “the greatest happiness of the greatest
number.” yang artinya adalah “kebahagiaan terbesar dari jumlah orang
14
Achmad Rifa’I, Penemuan Hukum oleh Hakim, (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h. 126.
72
terbesar”. Prinsip kegunaan ini menjadi norma untuk tindakan-tindakan
kita pribadi maupun untuk kebijaksanaan pemerintah.15
Pertimbangan hakim melalui putusan ini, peneliti menilai bahwa
keadilan sangat ditonjolkan dalam pertimbangan hakim untuk memutuskan
putusan ini. Seperti yang kita ketahui, bahwa tujuan dari hukum itu sendiri
ada tiga yaitu keadilan, kepastian, dan kemanfaatan, kemudian
pertimbangan dari Majelis Hakim Mahkamah Agung mengenai hukuman
ganti rugi yang harus dibayar oleh pihak pengelola parkir menurut peneliti
juga telah cukup untuk memenuhi rasa keadilan bagi konsumen. Apalagi
jumlah nilai ganti kerugian yang telah diputuskan oleh Majelis Hakim
Mahkamah Agung telah sesuai dengan tuntutan gugatan ganti rugi oleh
pihak Penggugat pada tingkat pengadilan pertama yang akhirnya oleh
Majelis Hakim Mahkamah Agung para Terggugat wajib mengganti biaya
ganti kerugian karena kelalaian pihak pengelola parkir seharga dengan
barang yang hilang.
Mengenai keadilan maupun kebenaran sebagai dasar dari
pertimbangan hakim dalam memutuskan suatu perkara. Bukan sesuatu
yang mudah untuk memutuskan, karena definisi adil dari sisi konsumen
yang menuntut ganti rugi atas kehilangan barang yang kemudian
dikabulkan ganti ruginya tersebut belum tentu adil bagi pihak pengelola
parkir. Namun hakim dalam memutuskan perkara juga telah menimbang
berdasarkan fakta-fakta yang ditemukannya.
Tujuan hukum tidak hanya keadilan, tetapi juga kepastian, dan
kemanfaatan. Idealnya hukum memang harus mengakomodasi ketiganya.
Putusan hakim misalnya sedapat mungkin merupakan resultante dari
ketiganya.16
Dalam tahap penentuan, hakim sebagai pemutus yuridis melakukan 3
(tiga) tugas atau kegiatan pokoknya dalam memeriksa dan mengadili
15
M. Erwin, Filsafat Hukum (Refleksi Kritis terhadap Hukum), (Jakarta: Rajawali Press,
2012), h. 179-183.
16 Bisma Siregar, Rasa Keadilan, (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1996), h.7.
73
sengketa dalam persidangan di pengadilan, yaitu mengkonstitusi. Hal ini
dilakukan semata-mata untuk mencari suatu keadilan yang seadil-adilnya
bagi pihak-pihak yang berperkara. Perintah dalam menegakkan keadilan
terdapat dalam Al-Qur’an Surat An-Nisaa ayat 58:
أهلها وإذا حكمتم بيه ٱلىاس ت إلى ى وا ٱلم يأمركم أن تؤد ا يعظكم بهۦ ۞إن ٱلل وعم أن تحكمىا بٱلعدل إن ٱلل
ا بصيرا كان سميع إن ٱلل
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.”. [Q.S. (4) : (58)].17
Apabila dianalisis dari segi aspek sosiologis, pertimbangan hakim
sudah cukup untuk mempertimbangkan nilai-nilai yang ada di dalam
masyarakat, khususnya dalam praktek perlindungan konsumen. Antara
konsumen dan pelaku usaha, sama-sama memiliki hak maupun kewajiban
yang harus dipenuhi dalam perdagangan barang dan/atau jasa. Apabila hak
dan kewajiban tersebut dilanggar/ diabaikan, maka menjadi
tanggungjawab para pihak yang melanggar untuk memberikan ganti rugi
kepada pihak yang dirugikan. Oleh karena itu, pertimbangan hakim
mengabulkan ganti rugi yang diminta konsumen selaku pemberi titipan
kepada pihak pengelola parkir yang bertanggungjawab atas kehilangan
kendaraan bermotor sebagai penerima titipan telah sesuai dengan
kebiasaan masyarakat Indonesia.
Posisi konsumen dalam praktik perlindungan konsumen yang
berkembang di Indonesia seringkali memiliki kedudukan yang lemah
dalam hal mempertahankan hak-haknya dibandingkan dengan pelaku
usaha. Hal tersebut juga dipengaruhi faktor pengetahuan maupun
pemahaman yang kurang memadai mengenai perlindungan konsumen
dalam masyarakat, tepatnya kepada hak-hak yang dimiliki oleh konsumen
yang menyebabkan seringnya dilanggar dan/atau diabaikannya oleh pelaku
usaha ketika hal-hal yang tidak diinginkan terjadi. Menurut peneliti,
17
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Semarang: CV. Toha Putra,
1989), h. 124.
74
pertimbangan hakim dalam mengabulkan gugatan ganti rugi bagi
konsumen yang kehilangan barang telah sesuai.
Hakim dalam mengambil sebuah keputusan antara para pihak yang
bersengketa, tetap memiliki kedaulatan dalam mempertimbangkan suatu
permasalahan hukum konkret yang tidak terlepas dari peraturan
perundang-undangan yang berlaku di Indonesia untuk mencapai tujuan
hukum yaitu memenuhi rasa kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan
dalam putusan yang diambil.
Indonesia sebagai negara yang menganut sistem hukum sipil (civil law
system) yaitu sistem hukum yang mendasarkan sistem hukumnya kepada
undang-undang, dan hakim berperan sebagai pelaksana undang-undang
dan bukan pula sebagai pembuat undang-undang (hukum), sebagaimana
yang dilakukan oleh para hakim-hakim di negara yang menganut sistem
common law (kebiasaan), para hakim di Indonesia dapat pula melakukan
penemuan hukum (rechtsvinding) di dalam putusan-putusannya dengan
syarat ada aturan yang harus ditaati yaitu hakim tidak boleh menabrak isi
dan falsafah peraturan perundang-undangan yang sudah ada.18
Pertimbangan hakim pada perkara ini, hakim dalam memutuskan
putusan hukumnya mengikuti yurisprudensi yang ada mengenai kasus
sengketa konsumen parkir memelalui pertimbangannya dalam hal
pertanggungjawaban oleh pihak pengelola parkir kepada konsumen
pengguna jasa parkir yang mengalami kehilangan kendaraan bermotor
akibat kelalaian petugas pengelola parkir mall tersebut.
Dari pertimbangan hakim dalam putusan Mahkamah Agung Nomor
2157 K/ Pdt/2010, peneliti berkesimpulan bahwa hakim telah berdasarkan
pada berbagai aspek yang dibutuhkan untuk memenuhi tujuan dari hukum
itu sendiri yaitu memberikan rasa keadilan, kepastian hukum, maupun
kemanfaatan bagi para pihak yang berperkara. Pertimbangan ini baik
secara yuridis, filosofis, maupun sosiologis telah sesuai dengan peraturan
18
Achmad Rifa’I, Penemuan Hukum oleh Hakim…, h. 129.
75
hukum yang berlaku di masyarakat dan dapat dijadikan acuan dalam
penyelesaian sengketa konsumen-konsumennya terkhusus dalam hal
hilangnya kendaraan bermotor akibat pencantuman klausula baku yang
digunakan oleh pengelola parkir dalam hal menghilangkan tanggungjawab
dalam ganti kerugian.
Hasil dari putusan Mahkamah Agung Nomor 2157 K/ Pdt/2010
menurut analisis peneliti sudah termasuk kedalam putusan akhir yang
bersifat menghukum (condemnatoir) yaitu dimana putusan hakim bersifat
menghukum salah satu pihak untuk memenuhi prestasi. Pihak yang
menerima hukuman tersebut dalam perkara ini adalah pihak PT Cipta
Sumina Indah Satresna, yang mana pihak tersebut telah terbukti
dinyatakan melakukan perbuatan melawan hukum dan diwajibkan ganti
rugi kepada konsumennya.
Dalam usaha memberikan putusan yang memenuhi rasa keadilan bagi
konsumen dalam hal perlindungan konsumen jasa parkir tersebut sudah
memenuhi rasa keadilan bagi masyarakat (social justice) yang didasarkan
pada pencarian akan keadilan yang substansial itulah maka majelis hakim
di Mahkamah Agung menilai bahwa segala tuntutan agar pihak pengelola
jasa parkir untuk tidak mengganti biaya kerugian yang dialami oleh
konsumen pengguna jasa parkir haruslah ditolak dengan memperbaiki
amar putusan Pengadilan Tinggi Samarinda Nomor 122/Pdt/2009 dengan
memperbaiki total biaya ganti kerugian materiil dengan nilai yang sama
seharga dengan barang yang hilang.
Menurut pendapat peneliti, analisa kasus putusan Nomor 2157
K/Pdt/2010 atas perkara konsumen PT. Cipta Sumina Indah Satresna
tentang kehilangan kendaraan di area parkir yang menjadi objek dalam
penelitian ini sudah memenuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku dan
dapat dijadikan acuan untuk kedepannya apabila terjadi suatu
permasalahan hukum yang substansinya sama di kemudian hari ataupun
menjadi pelajaran agar tidak terulang kembali masalah hukum yang sama/
sejenis.
76
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dari bab-bab sebelumnya
maka peneliti dapat memberi kesimpulan bahwa:
1. Mekanisme penyelesaian sengketa konsumen pengguna jasa parkir
dalam hal hilangnya kendaraan bermotor di area lahan parkir dapat
menyelesaikan sengketanya melalui jalur di luar pengadilan maupun
pengadilan. Konsumen berhak untuk menggugat sepeda motor yang
hilang di area parkir, karena Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen menjamin hak konsumen untuk
menggugat pelaku usaha yang telah melakukan pelanggaran melalui
lembaga yang bertugas menyekesaikan sengketa antara konsumen dan
pelaku usaha (dalam hal ini Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen)
ataupun melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
Hak konsumen untuk menggugat kerugian yang terjadi ini diatur
dalam BAB III Pasal 4 (e) tentang Hak Konsumen dan Pasal 45 ayat
(1), Pasal 47, Pasal 48 UUPK tentang Penyelesaian Sengketa Undang-
Undang Perlindungan Konsumen. Penyelesaian sengketa antara
konsumen dan pelaku usaha tidak hanya dapat diselesaikan melalui
kedua lembaga tersebut, penyelesaian sengketa juga dapat dilakukan
melalui penyelesaian damai oleh para pihak yang bersengketa selama
tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku di Indonesia.
2. Dasar pertimbangan hakim yang memutuskan dalam Putusan
Mahkamah Agung Nomor 2157 K/ Pdt/2010 atas perkara sengketa
konsumen jasa parkir Mall Lembuswana yang dikelola oleh PT. Cipta
Sumina Indah Satresna telah sesuai dengan ketiga aspek yang ada
dalam pertimbangan hakim dalam mengambil keputusan yaitu aspek
yuridis, filosofis, dan sosiologis. Putusan yang menyatakan untuk
perbaikan amar Putusan Pengadilan Tinggi Negeri Samarinda Nomor
77
122/ Pdt/ 2009 yang dimana secara yuridis menggunakan dasar pada
Pasal 1367 KUH Perdata karena kelalaian yang dilakukan oleh pihak
pengelola jasa parkir sehingga terjadinya kerugian materiil yang
diderita oleh konsumen jasa parkir. Kemudian dilihat bahwa hubungan
antara pengguna jasa parkir dengan penyedia jasa parkir adalah
merupakan perjanjian penitipan barang sebagaimana ditentukan dalam
Pasal 1694 sampai dengan Pasal 1792 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata telah tepat. Sehingga, terdapat 4 (empat) alasan mengapa
pengelola parkir harus bertanggung jawab, yakni karena pengelola
parkir telah melanggar ketentuan yang diatur dalam Pasal 18 huruf a
Undang-Undang Perlindungan Konsumen, pengelola parkir telah
melanggar ketentuan dalam KUH Perdata Pasal 1365, 1366 dan 1367
atas hilangnya kendaraan yang terjadi akibat kelalaian pengelola
parkir. Pengelolaan parkir dilakukan oleh perusahaan profesional yang
merupakan badan hukum yaitu PT Cipta Sumina Indah Satresna dalam
hal ini selaku Tergugat harus bertanggung jawab secara hukum, dan
telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen. Secara filosofis pertimbangan hakim telah
mempertimbangkan mazhab utilitiarianisme yang dianut oleh Jeremy
Bentham yaitu mengenai kebahagiaan terbesar, sedangkan secara
sosiologis pertimbangan hakim telah sesuai dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam masyarakat dan budaya di Indonesia terkait
penitipan barang. Sehingga putusan yang diputuskan oleh hakim telah
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan telah
mengikuti yurisprudensi terkait sengketa parkir.
B. Rekomendasi
Berdasarkan permasalahan dalam penelitian ini, maka peneliti
mencoba memberikan rekomendasi agar terciptanya bisnis perparkiran
yang sesuai dengan kepentingan konsumen dan pihak pengelola parkir.
Adapun saran dari peneliti yaitu:
1. Pemerintah
78
Kepada pemerintah disarankan agar meningkatkan serta memperkuat
lagi sistem dan proses pengawasan terhadap pencantuman klausula
baku pada usaha jasa perparkiran yang menimbulkan kerugian bagi
konsumen jasa parkir.
2. Perusahaan Jasa Parkir
Sebagai pelaku usaha dalam membuat perjanjian pada dokumen parkir
harus memperhatikan hak dan kewajiban konsumen sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang ada, dan jika terjadi kelalaian
maka pengelola parkir harus mampu bertanggungjawab memberikan
ganti rugi atas hilangnya kendaraan yang diparkir di tempatnya,
pengelola parkir tidak dapat merujuk pada klausula eksonerasi dalam
perjanjian parkir, yaitu bahwa dirinya tidak bertanggungjawab atas
terjadinya kerusakan atau kehilangan kendaraan yang di parkir
ditempatnya. Pengelola tempat parkir tidak boleh melepaskan
tanggung jawab begitu saja.
3. Konsumen
Konsumen harus teliti akan hak dan kewajibannya dalam memahami
suatu perjanjian dengan pelaku usaha sebelum menyepakati perjanjian
tersebut.
79
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Al-Qur’an Al-Karim
Ali, Chadir, Badan Hukum, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005.
Ali, Zainuddin, Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT Sinar Grafika,
2011.
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Semarang: CV.
Toha Putra, 1989.
Erwin, M, Filsafat Hukum (Refleksi Kritis terhadap Hukum), Jakarta:
Rajawali Press, 2012
Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Pedoman
Penulisan Skripsi, Jakarta: FSH, 2017
Fuady, Munir, Hukum Kontrak “Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis”,
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2001.
Hamzah, Andi, Kamus Hukum, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1986.
I.B Wysa Putra dan Lili Rasjidi, Hukum Sebagai Suatu Sistem, Bandung:
Remaja Rusdakarya, 1993.
Ibrahim, Johny, Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif cet. III,
Jawa Timur: Bayumedia Publishing, 2007.
Makmur, Syafrudin, Hukum Kontrak Dagang, Jakarta: FSH Press, 2016.
Mariam, Darus Badrulzaman, “Beberapa Guru Besar Berbicara Tentang
Hukum dan Pendidikan Hukum”, Kumpulan Pidato Pengukuhan,
Bandung: Alumni, 1989
__________________________, Aneka Hukum Bisnis, Bandung: Alumni,
1994
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, 2011.
80
Miru, Ahmadi dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen,
Jakarta: PT Raja Grafindo, 2004.
Moleong Lexi J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2002.
Muhammad, Abdul Kadir, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2004.
_____________________, Hukum Perjanjian, Bandung: Alumni, 1980.
Muljadi Kartini dan Gunawan Widjaja, Perikatan Yang Lahir Dari
Perjanjian, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.
Nasution, A.Z, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar. Jakarta:
Diadit Media, 2007.
Nieuwenhuis, J. H, Pokok-Pokok Hukum Perikatan.Terjemahan oleh
Djasadin Saragih. Surabaya: Universitas Airlangga.
Poerwadinata, WJS., Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai
Pustaka, 1976
R. Setiawan, Pokok-pokok Hukum Perikatan, Bandung: Binacipta, 1979.
Raharjo, Sutjipto, Ilmu Hukum, Bandung: PT Cipta Aditya Bakti, 2000.
Rifa’I, Achmad, Penemuan Hukum oleh Hakim (Dalam Perspektif Hukum
Progesif), Jakarta: Sinar Grafika, 2011.
Santoso, Lukman, Hukum Perjanjian Kontrak, Jakarta: Kompas Gramedia,
2012.
Sidabalok, Janus, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung:
PT Citra Aditya Bakti, 2014.
Simangusong, Advendi dan Elsi Kartika Sari, Hukum dalam Ekonomi,
Jakarta: PT Grasindo, 2007.
Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, Jakarta: PT
Grasindo, 2006.
81
Shofie, Yusuf, Pelaku Usaha, Konsumen, dan Tindak Pidana Korporasi,
Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002.
Siregar, Bisma, Rasa Keadilan, Surabay: PT Bina Ilmu, 1996.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mahmudji, Peranan dan Penggunaan
Kepustakaan di dalam Penelitian Hukum, Jakarta: Pusat Dokumen
Universitas Indonesia, 1979
_________, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1984.
Subekti, R. Aneka Perjanjian, Bandung: Citra Aditya Bakti, 1992.
_________, Hukum Perjanjian, Jakarta: Intermasa, 2002.
Sudaryatmo, Hukum dan Advokasi Konsumen, Bandung: Citra Aditya,
1999.
Sunggono, Bambang, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2005.
Tobing, David M. L., Hukum Perlindungan Konsumen dan Parkir,
Jakarta: Timpani Agung, 2007.
Tri Siwi Celina Kristianyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta:
Sinar Grafika, 2011.
B. Jurnal
Indah Parmitasari, “Hubungan Hukum Antara Pemilik Kendaraan Dengan
Pengelola Parkir”, Jurnal Yuridis Fakultas Hukum UPN “Veteran”
Jakarta, Vol. 3 Nomor 1 Juni Tahun 2016.
Nurul Fibrianti, Perlindungan Konsumen dalam Penyelesaian Sengketa
Konsumen Melalui Jalur Litigasi, Jurnal Hukum Acara Perdata
ADHAPER, Vol. 1 No. 1 Januari-Juni 2015.
Basri. Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen Parkir. Perspektif Vol.
xx No. 1. 2015.
82
C. Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang
Mahkamah Agung.
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia
Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan
Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.
D. Internet
http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol19187/pengadilan-kembali-
menangkan-gugatan-konsumen-parkir, diakses pada tanggal 29 Oktober
2017, pukul 23:48 WIB.
http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt4febf6d28c5e3/tanggung-
jawab-pemilik-tempat-parkir, diakses pada tanggal 30 Oktober 2017,
pukul 00:02 WIB.
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
P U T U S A N
No. 2157 K/Pdt / 2010
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
M A H K A M A H A G U N G
memer iksa perkara perda ta dalam t i ngka t kasas i te l ah
memutuskan sebaga i ber i ku t da lam perkara :
PT. CIPTA SUMINA INDAH SATRESNA, berkedudukan
di Kompleks Mal l Lembuswana Blok J No. 9,
Ja lan S. Parman- M. Yamin, Kota Samar inda ,
da lam hal in i member i kuasa kepada: HAMZAH
DAHLAN, S.H. , dan AGUS WALUYO, S.H. , Advokat ,
berkan to r d i Ja lan Jend. Sudi rman Bandar
Bal i kpapan Blok G No. 7, Bal i kpapan , Pemohon
Kasas i dahulu Tergugat /Pemband ing ;
m e l a w a
n:
1. RAMADHAN. M, ber tempat t i ngga l dahulu
Ja lan Elang No. 68 RT 81, sekarang di
Ja lan Rajawal i Dalam I No. 20 RT 10, Kota
Samar inda ;
2. ARIYANTI , ber tempat t i ngga l d i Ja lan
Untung Surapa t i , Komp. Carpo lek Blok QQQ
No. 16 RT 13, Kota Samar inda , para
Termohon Kasas i dahu lu para Penggugat / pa ra
Terband ing ;
Mahkamah Agung te rsebu t ;
Membaca sura t - sura t yang bersangku tan ;
Menimbang, bahwa dar i sura t - sura t te rsebu t te rnya ta
bahwa sekarang para Termohon Kasas i dahu lu sebaga i para
Penggugat te l ah menggugat sekarang Pemohon Kasas i dahu lu
sebaga i Tergugat d i muka pers idangan Pengad i l an Neger i
Samar inda pada pokoknya atas dal i l - da l i l :
PENGGUGAT I :
Bahwa Penggugat I adalah pemi l i k dar i kendaraan
bermoto r roda 2 (sepeda motor ) dengan nomor po l i s i awal
Hal . 1 dar i 13 hal . Put . No. 2157 K/Pdt /2010
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
sesua i STNK sementara KT- 3805- XB Jen is Suzuk i FU 150 (CKD)
Lembar Formul i r Buku Tanda Coba KendaraanNo. 007877
H/KT/2008 , se lan ju t nya sesua i STNK No. 0114371/KT/2008
nomor po l i s i berubah menjad i KT.3646 NP, Nama Pemi l i k :
Ramadhan M, a lamat Ja lan Elang No. 68, RT 81, Kelu rahan
Supida Samar inda , Merk /Type : Suzuk i /PU 150 (CKD) ,
Jen is /Mode l : SPD-MTR/SPD. Motor , Tahun pembuatan : 2008,
Tahun perak i t an : 2008, Is i Sel i nde r 150 CC, Warna: Hi tam
Abu- Abu, Nomor Rangka/NK: MH8BG41CA8J- 199742, Nomor mesin :
G420- ID- 199311, Warna TNKB: Hi tam, Bahan bakar : bens in ,
No. Urut Pendaf t : 397/24 .07 .2008 /B ;
Bahwa pada tangga l 24 Agustus 2008 sek i t a r jam 18.00
wi ta Penggugat I berkun jung ke Mal l Lembuswana yang
bera lamat di Ja lan S. Parman – M. Yamin Samar inda untuk
belan ja dan sebe lum memasuki kawasan Mal l Lembuswana
Penggugat I membayar karc i s park i r sebesar Rp. 1.000 , -
(se r i bu rup iah ) dan mendapatkan karc i s park i r dengan nomor
ser i E: 736073 dan se lan ju t nya Penggugat I masuk keda lam
kawasan perpark i r an Mal l Lembuswana dan kemudian Penggugat
I memark i r kan sepeda motor d i tempat yang te lah
dised iakan ;
Bahwa sete lah memark i r kan sepeda motor Penggugat I
kemudian memasuk i Mal l Lembuswana untuk berbe lan j a sampai
dengan sek i t a r jam 20.00 wi ta Penggugat I ke lua r dan
menuju tempat park i r untuk mengambi l motor , namun motor
Penggugat I te rnya ta t i dak ada di tempat park i r . Akhi rnya
Penggugat I ke l i l i n g tempat park i r untuk mencar inya dan
menanyakan ke petugas park i r Mal l Lembuswana, namun motor
t i dak di temukan atau hi l ang ;
Bahwa sete lah mengetahu i motor h i l ang , Penggugat I
melaporkan keh i l angan kepada penge lo l a park i r Mal l
Lembuswana, da lam hal in i Tergugat (PT. Cip ta Sumina Indah
Sat resna) dan meminta per tanggung jawaban Tergugat untuk
menggant i motor Penggugat I , namun Tergugat menolaknya ;
Bahwa se lan ju t nya Penggugat I pada tangga l 25 Agustus
2008 menyampaikan pengaduan ke Lembaga Per l i ndungan
Hal . 2 dar i 13 hal . Put . No. 2157 K/Pdt /2010
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Konsumen Kal t im dan se lan ju t nya Lembaga Per l i ndungan
Konsumen Kal t im mengi r im sura t kepada Tergugat sebaga imana
sura tnya te r t angga l 10 September 2008, No. 31/LPK-
KT/U/ IX /2008 , per iha l : Tindak Lan ju t Laporan Kehi l angan
Kendaraan Konsumen;
Bahwa se lan ju t nya Tergugat menanggap i mela lu i
sura tnya No. 688/Wkl .GM- CSIS/SMD/ IX /2008 yang ber i s i :
- Sehubungan dengan sura t No. 31/LPK- KT/U/ IX /2008
per iha l : Tindak Lanju t Laporan Kehi l angan Kendaraan
Konsumen te r t angga l 10 September 2008, dengan in i
kami menyampaikan dan member i pen je l asan mengenai
perpark i r an di area Mal l Lembuswana;
- Ret r i bus i kendaraan bermoto r roda dua untuk park i r d i
area /kawasan Mal l Lembuswana sebesar Rp. 1.000 , -
(se r i bu rup iah ) hanya untuk pemakaian lahan park i r ;
- Keten tuan yang d i l akukan oleh pihak penge lo l a
(Management ) yang te r t e r a pada karc i s re t r i b us i
park i r sebaga i keten tuan /sya ra t memasuk i kawasan
perpark i r an ;
- Pada saat pengun jung /konsumen te l ah menyetu ju i
keten tuan yang te r t e r a di karc i s re t r i b us i te r sebu t
dan sega la keh i l angan dan kerusakan atas kendaraan
yang dipa rk i r k an dan barang- barang di da lamnya ada lah
res i ko send i r i ( t i dak ada penggant i an berupa apapun)
dan bukan tanggung jawab penge lo l a ;
- Pemer iksaan STNK di p in tu ke lua r untuk memin imalkan
pencur i an kendaraan bermoto r roda dua di
area l / k awasan Mal l Lembuswana;
Bahwa atas keh i l angan motor Penggugat I d i park i r
Mal l Lembuswana, Penggugat I menyampaikan laporan
keh i l angan ke Pol tabes Samar inda sebaga imana Sura t Tanda
Pener imaan Laporan No. Pol : K/1823/V I I I / 2 008 SPK
te r t angga l 24 Agustus 2008;
Bahwa atas keh i l angan motor Penggugat I d i Mal l
Lembuswana Penggugat I mender i t a kerug ian sebesar Rp.
17.500 .000 , - ( tu j uh be las ju ta l ima ra tus r i bu rup iah )
Hal . 3 dar i 13 hal . Put . No. 2157 K/Pdt /2010
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
seharga sepeda motor yang hi l ang dan se jak tangga l 1
September 2008 hingga sekarang keper l uan sehar i - har i
sebesar Rp. 1.000 .000 , - (sa tu ju ta rup iah ) set i ap bulan ;
PENGGUGAT I I :
Bahwa Penggugat I I ada lah pemi l i k dar i kendaraan
bermoto r roda 2 (sepeda motor ) dengan nomor po l i s i KT- 3639
NL, Merk /Type : Suzuk i /PU 150 (CKD), Jen is /Mode l : SPD-
MTR/SPD. Motor R2, Tahun pembuatan : 2007, Tahun rak i t an :
2007, Is i s i l i n de r : 150 CC, Warna: Abu- Abu Hi tam, Nomor
Rangka/NK: MH 8BG41CA7J- 163495, Nomor mesin : G420- ID-
163711, Warna TNKB: Hi tam, Bahan bakar : bens in , No. Urut
Pendaf t : 610/24 .01 .2008 /B ;
Bahwa pada tangga l 6 Ju l i sek i t a r jam 19.00- 20.00
wi ta Penggugat I I berkun jung ke Mal l Lembuswana di Ja lan
S. Parman – M. Yamin Samar inda untuk belan ja dan sebe lum
memasuk i kawasan Mal l Lembuswana Penggugat I I membayar
karc i s park i r sebesar Rp. 1.000 , - (se r i bu rup iah ) dan
mendapatk l an karc i s park i r dengan nomor ser i E: 392691 dan
se lan ju t nya Penggugat I I masuk keda lam kawasan perpark i r an
Mal l Lembuswana dan kemudian Penggugat I I memark i r kan
sepeda motor d i tempat yang te l ah dised iakan ;
Bahwa sete lah memark i r kan sepeda motor Penggugat I I
kemudian memasuk i Mal l Lembuswana untuk berbe lan j a sampai
dengan sek i t a r jam 20.00 wi ta Penggugat I I ke lua r dan
menuju tempat park i r untuk mengambi l motor , namun motor
Penggugat I I te rnya ta t i dak ada di tempat park i r . Akhi rnya
Penggugat I I ke l i l i n g tempat park i r untuk mencar inya dan
menanyakan ke petugas park i r Mal l Lembuswana, namun motor
t i dak di temukan atau hi l ang ;
Bahwa sete lah mengetahu i motor h i l ang , Penggugat I I
melaporkan keh i l angan kepada penge lo l a park i r Mal l
Lembuswana, da lam hal in i Tergugat (PT. Cip ta Sumina Indah
Sat resna) dan meminta per tanggung jawaban Tergugat untuk
menggant i motor Penggugat I I , namun Terguga t menolaknya ;
Bahwa se lan ju t nya Penggugat I I pada tangga l 1
September 2008 menyampaikan pengaduan ke Lembaga
Hal . 4 dar i 13 hal . Put . No. 2157 K/Pdt /2010
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Per l i ndungan Konsumen Kal t im dan se lan ju t nya Lembaga
Per l i ndungan Konsumen Kal t im mengi r im sura t kepada
Tergugat sebaga imana sura tnya te r t angga l 10 September
2008, No. 31/LPK- KT/U/ IX /2008 , per iha l : Tindak Lan ju t
Laporan Kehi l angan Kendaraan Konsumen;
Bahwa se lan ju t nya Tergugat menanggap i mela lu i
sura tnya No. 688/Wkl .GM- CSIS/SMD/ IX /2008 yang ber i s i :
- Sehubungan dengan sura t No. 31/LPK- KT/U/ IX /2008
per iha l : Tindak Lanju t Laporan Kehi l angan Kendaraan
Konsumen te r t angga l 10 September 2008, dengan in i
kami menyampaikan dan member i pen je l asan mengenai
perpark i r an di area Mal l Lembuswana;
- Ret r i bus i kendaraan bermoto r roda dua untuk park i r d i
area /kawasan Mal l Lembuswana sebesar Rp. 1.000 , -
(se r i bu rup iah ) hanya untuk pemakaian lahan park i r ;
- Keten tuan yang d i l akukan oleh pihak penge lo l a
(Management ) yang te r t e r a pada karc i s re t r i b us i
park i r sebaga i keten tuan /sya ra t memasuk i kawasan
perpark i r an ;
- Pada saat pengun jung /konsumen te l ah menyetu ju i
keten tuan yang te r t e r a di karc i s re t r i b us i te r sebu t
dan sega la keh i l angan dan kerusakan atas kendaraan
yang dipa rk i r k an dan barang- barang di da lamnya ada lah
res i ko send i r i ( t i dak ada penggant i an berupa apapun)
dan bukan tanggung jawab penge lo l a ;
- Pemer iksaan STNK di p in tu ke lua r untuk memin imalkan
pencur i an kendaraan bermoto r roda dua di
area l / k awasan Mal l Lembuswana;
Bahwa atas keh i l angan motor Penggugat I I d i park i r
Mal l Lembuswana, Penggugat I I menyampaikan laporan
keh i l angan ke Polsek ta Samar inda Ulu sebaga imana Sura t
Tanda Pener imaan Laporan No. Pol : K/84 /2008 /Sek Ulu
te r t angga l 6 Ju l i 2008;
Bahwa atas keh i l angan motor Penggugat I I d i Mal l
Lembuswana Penggugat I I mender i t a kerug ian sebesar Rp.
17.500 .000 , - ( tu j uh be las ju ta l ima ra tus r i bu rup iah )
Hal . 5 dar i 13 hal . Put . No. 2157 K/Pdt /2010
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
seharga sepeda motor yang hi l ang dan se jak tangga l 1
Agustus r 2008 hingga sekarang Penggugat I I te rpaksa
menyewa motor untuk menunjang keper l uan sehar i - har i
sebesar Rp. 1.000 .000 , - (sa tu ju ta rup iah ) set i ap bulan ;
Bahwa hubungan hukum anta ra Penggugat I dan Penggugat
I I dengan Tergugat ada lah hubungan anta ra konsumen dan
pelaku usaha sebaga imana dimaksud dalam Undang- Undang No.
8 Tahun 1999 Tentang Per l i ndungan Konsumen;
Bahwa Penggugat I dan Penggugat I I adalah konsumen
ya i t u sebaga i orang pemakai barang dan/a tau jasa yang
te rsed ia da lam masyaraka t , bag i kepent i ngan di r i send i r i
dan t i dak untuk dipe rdagangkan (Pasa l 1 angka 2 Undang-
Undang No. 8 Tahun 1999) ;
Bahwa Tergugat adalah pelaku usaha ya i t u badan usaha
yang berben tuk badan hukum yang did i r i k an dan berkedudukan
atau melakukan keg ia tan dalam wi layah hukum Negara
Republ i k Indones ia , ba ik send i r i maupun bersama- sama
mala lu i per jan j i a n menyelenggarakan keg ia tan usaha dalam
berbaga i b idang ekonomi ;
Bahwa keg ia tan usaha yang dise lenggarakan Tergugat
ada lah sebaga i penge lo la dan penyed ia jasa park i r d i Mal l
Lembuswana. Jasa ada lah set i ap layanan yang berben tuk
peker j aan atau pres tas i yang dised iakan bag i masyaraka t
untuk dimanfaa tkan konsumen;
Bahwa Penggugat I dan Penggugat I I sebaga i konsumen
pengguna jasa park i r Mal l Lembuswana te lah memenuhi
kewaj i ban membayar biaya park i r sebesar Rp. 1.000 , -
(se r i bu rup iah ) sesua i dengan re t r i b us i park i r yang
di t e t apkan Tergugat (Pasa l 5 huru f (c ) Undang- Undang No. 8
Tahun 1999) , o leh karenanya mempunyai hak atas kenyamanan,
keamanan dan kese lamatan dalam menggunakan jasa park i r
Mal l Lembuswana (Pasa l 4 huru f (a ) Undang- Undang No. 8
Tahun 1999) ;
Bahwa dengan hi l angnya sepeda motor Penggugat I dan
Penggugat I I saat d ipa rk i r d i park i r an Mal l Lembuswana
je l as menunjukkan pengaba ian te rhadap hak atas keamanan
Hal . 6 dar i 13 hal . Put . No. 2157 K/Pdt /2010
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
sepeda motor yang di park i r d i Mal l Lembuswana. Tergugat
te lah la l a i menjaga keamanan sepeda motor Penggugat I dan
Penggugat I I h ingga sepeda motor te rsebu t h i l ang ;
Bahwa pengaba ian hak atas keamanan oleh Tergugat
te rhadap sepeda motor Penggugat I dan Penggugat I I saat
d ipa rk i r d i Mal l Lembuswana hingga menyebabkan h i l ang ,
je l as merupakan perbua tan melawan hukum ya i t u t i dak
te rpenuh inya Pasa l 4 huru f (a ) Undang- Undang No. 8 Tahun
1999 Tentang Per l i ndungan Konsumen;
Bahwa sebaga i ak iba t dar i adanya perbua tan melawan
hukum yang di l akukan Tergugat , Penggugat I dan Penggugat
I I mender i t a kerug ian ;
Bahwa kerug ian mater i i l Penggugat I ada lah h i l angnya
sebuah sepeda motor Merk /Type : Suzuk i /PU 150 (CKD),
Jen is /Mode l : SPD-MTR/SPD.Motor , Tahun pembuatan : 2008,
Tahun perak i t an : 2008, Is i s i l i n de r : 150 CC, Warna: Hi tam
abu- abu, seharga Rp. 17.500 .000 , - ( tu j uh be las ju t a l ima
ra tus r i bu rup iah ) dan untuk menunjang keg ia tan dan
peker j aan Penggugat I harus sewa sepeda motor set i ap bulan
sebesar Rp. 1.000 .000 , - (sa tu ju ta rup iah ) , te rh i t ung
se jak bulan September 2008 h ingga saat in i ;
Bahwa kerug ian mater i i l Penggugat I I adalah hi l angnya
sebuah sepeda motor KT 3639 NL, Merk /Type : Suzuk i /FU 150
(CKD), Jen is /Mode l : SPD-MTR/S.Moto r R2, Tahun pembuatan :
2007, Tahun perak i t an : 2007, Is i s i l i n de r : 150 CC, Warna:
Abu- abu hi tam, Nomor Rangka/NK: MH8BG41CA7J- 163495, Nomor
Mesin : G420- ID- 163711, Warna TNKB: Hi tam, Bahan bakar :
Bens in , seharga Rp. 17.500 .000 , - ( tu j uh belas ju ta l ima
ra tus r i bu rup iah ) dan untuk menunjang keg ia tan har i - har i
Penggugat I I harus sewa sepeda motor set i ap bulan Rp.
1.000 .000 , - (sa tu ju ta rup iah ) te rh i t u ng se jak bulan
Agustus 2008 hingga saat in i ;
Bahwa Tergugat sebaga i pe laku usaha jasa park i r d i
Mal l Lembuswana berdasarkan Pasa l 19 ayat 1 Undang- Undang
No. 8 Tahun 1999 Tentang Per l i ndungan Konsumen, Tergugat
sebaga i pe laku usaha ber tanggung jawab member ikan gant i
Hal . 7 dar i 13 hal . Put . No. 2157 K/Pdt /2010
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
rug i atas kerug ian konsumen ak iba t menkonsumsi barang
dan/a tau jasa yang d ihas i l k an atau dipe rdagangkan ;
Bahwa oleh karena kerug ian yang dia lam i Penggugat I
dan Penggugat I I d isebabkan o leh perbua tan melawan hukum
Tergugat , maka sangat bera lasan dan berdasar hukum
Tergugat d ibeban i tanggung jawab membayar se lu ruh gant i
kerug ian yang dia lami Penggugat I dan Penggugat I I ;
Bahwa agar Tergugat bersed ia melaksanakan putusan
dalam perkara in i , mohon agar Terguga t d ihukum membayar
uang paksa (dwangsom) kepada Penggugat I dan Penggugat I I
masing- masing sebesar Rp. 1.000 .000 , - (sa tu ju ta rup iah )
set i ap bulannya , set i ap Tergugat la l a i memenuhi i s i
putusan te rh i t u ng se jak putusan d iucapkan sampai putusan
di l aksanakan ;
Bahwa berdasarkan hal - ha l te rsebu t d i atas Penggugat
I dan Penggugat I I mohon kepada Pengadi l an Neger i
Samar inda agar te r l eb i h dahu lu mele takkan s i ta jaminan
atas har ta mi l i k Tergugat dan se lan ju t nya menuntu t kepada
Pengad i l an Neger i te rsebu t agar member ikan putusan sebaga i
ber i ku t :
1. Mener ima dan mengabu lkan gugatan Penggugat I dan
Penggugat I I untuk se lu ruhnya ;
2. Menyatakan Tergugat melakukan perbua tan melawan hukum
dengan sega la ak iba t hukum yang t imbu l dar i padanya;
3. Menghukum Tergugat menggant i sebuah sepeda motor
Merk /Type : Suzuk i /PU 150 (CKD) , Jen is /Mode l : SPD-
MTR/SPD.Moto r , Tahun pembuatan : 2008, Tahun
perak i t an : 2008, Is i s i l i n de r : 150 CC, Warna: Hi tam
abu- abu atau membayar gant i rug i sebesar Rp.
17.500 .000 , - ( tu j uh be las ju t a l ima ra tus r i bu
rup iah ) seharga sepeda motor yang hi l ang secara tuna i
kepada Penggugat I ;
4. Menghukum Tergugat menggant i sebuah sepeda motor
Merk /Type : Suzuk i /PU 150 (CKD) , Jen is /Mode l : SPD-
MTR/S.Moto r R2, Tahun pembuatan : 2007, Tahun
perak i t an : 2007, Is i s i l i n de r : 150 CC, Warna Abu- abu
Hal . 8 dar i 13 hal . Put . No. 2157 K/Pdt /2010
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
hi t am, Nomor Rangka/NK: MH8BG41CA7J- 163495, Nomor
mesin : G420- ID- 163711, Warna TNKB: Hi tam, Bahan
bakar : Bens in atau membayar gant i rug i sebesar Rp.
17.500 .000 , - ( tu j uh be las ju t a l ima ra tus r i bu
rup iah ) seharga sepeda motor yang hi l ang secara tuna i
kepada Penggugat I I ;
5. Menghukum Tergugat membayar gant i rug i sewa motor
kepada Penggugat I sebesar Rp. 1.000 .000 , - (sa tu ju ta
rup iah ) set i ap bulan te rh i t u ng se jak bulan September
2008 sampai dengan Tergugat menyerahkan sepeda motor
penggant i atau membayar gant i rug i sebesar harga
sepeda motor yang hi l ang ;
6. Menghukum Tergugat membayar gant i rug i sewa motor
kepada Penggugat I I sebesar Rp. 1.000 .000 , - (sa tu
ju t a rup iah ) set i ap bulan te rh i t ung se jak bulan
Agustus 2008 sampai dengan Tergugat menyerahkan
sepeda motor penggant i atau membayar gant i rug i
sebesar harga sepeda motor yang h i l ang ;
7. Menghukum Tergugat membayar uang paksa (dwangsom)
set i ap bulan sebesar Rp. 1.000 .000 , - (sa tu ju ta
rup iah ) kepada Penggugat I set i ap Terguga t la l a i
melaksanakan putusan ;
8. Menghukum Tergugat membayar uang paksa (dwangsom)
set i ap bulan sebesar Rp. 1.000 .000 , - (sa tu ju ta
rup iah ) kepada Penggugat I I set i ap Terguga t la l a i
melaksanakan putusan ;
9. Menyatakan sah dan berharga s i ta jaminan yang
di l akukan Penggugat I dan Penggugat I I ;
10. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara ;
Atau: apab i l a Maje l i s Hakim berpendapat la i n , mohon
putusan yang sead i l - ad i l nya ;
Menimbang, bahwa te rhadap gugatan te rsebu t Tergugat
mengajukan ekseps i yang pada pokoknya atas dal i l - da l i l
sebaga i ber i ku t :
Bahwa gugatan para Penggugat kurang pihak , karena
organ pelaksana Tergugat pada pin tu masuk maupun pin tu
Hal . 9 dar i 13 hal . Put . No. 2157 K/Pdt /2010
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
ke lua r t i dak di ta r i k sebaga i Tergugat , padaha l pe laksana-
pelaksana te rsebu t l ah yang melaksanakan t i ndakan hukum
secara mater i i l ;
Bahwa gugatan para Penggugat prematu r (p rad in i ) atau
belum waktunya , karena para Penggugat te l ah mengadukan
pihak Terguga t kepa la Lembaga Per l i ndungan Konsumen dan
belum ada ke je l asan apakah sudah ada keputusan dar i
lembaga Per l i ndungan Konsumen mengena i pengaduan para
Penggugat te rsebu t ;
Bahwa berdasarkan hal - ha l te rsebu t d i atas Tergugat
mohon kepada Pengad i l an Neger i Samar inda agar menolak
gugatan Penggugat atau set i dak - t i daknya gugatan dinya takan
t i dak dapat d i t e r ima ;
Menimbang, bahwa te rhadap gugatan te rsebu t Pengad i l an
Neger i Samar inda te l ah mengambi l putusan , ya i t u putusan
No. 03/Pd t .G /2009 / PN.Smda tangga l 15 Jun i 2009 yang
amarnya sebaga i ber i ku t :
DALAM EKSEPSI:
- Menolak se lu ruh Ekseps i yang dia jukan Tergugat ;
DALAM POKOK PERKARA:
- Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebag ian ;
- Menyatakan Tergugat melakukan perbua tan melawan
hukum dengan sega la ak iba t hukum yang t imbu l
dar i padanya;
- Menghukum Tergugat membayar gant i rug i atas
hi l angnya sepeda motor mi l i k Penggugat I sebesar
Rp. 12.250 .000 , - (dua be las ju t a dua ra tus l ima
puluh r i bu rup iah ) ;
- Menghukum Tergugat membayar gant i rug i atas
hi l angnya sepeda motor mi l i k Penggugat I I
sebesar Rp. 12.250 .000 , - (dua belas ju ta dua
ra tus l ima puluh r ibu rup iah ) ;
- Menghukum Tergugat untuk membayar semua biaya
yang t imbu l da lam perkara in i , yang h ingga k in i
d ipe rh i t ungkan sebesar Rp. 291.000 , - (dua ra tus
sembi l an puluh satu r i bu rup iah ) ;
Hal . 10 dar i 13 hal . Put . No. 2157 K/Pdt /2010
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
- Menolak gugatan Penggugat I dan I I untuk
se leb ihnya ;
Menimbang, bahwa dalam t i ngka t band ing atas
permohonan Tergugat , putusan Pengadi l an Neger i te rsebu t
te lah dikua tkan o leh Pengadi l an Tingg i Samar inda dengan
putusan No. 122/Pd t / 2009 /PT .Smda tangga l 11 Januar i 2010;
Menimbang, bahwa sesudah putusan te rakh i r in i
d ibe r i t a hukan kepada Tergugat /Pemband ing pada tangga l 19
Februar i 2010, kemudian te rhadapnya oleh
Tergugat /Pemband ing , dengan peran ta raan kuasanya ,
berdasarkan sura t kuasa khusus tangga l 19 Maret 2010
dia j ukan permohonan kasas i secara l i s an pada tangga l 2
Maret 2010, sebaga imana te rnya ta dar i Akte Permohonan
Kasas i No. 03/Pdt .G /2009 /PN.Smda, yang d ibua t o leh
Pani te ra Pengad i l an Neger i Samar inda , permohonan mana
di i ku t i o leh memor i kasas i yang memuat a lasan- alasan yang
di t e r ima di Kepani t e r aan Pengad i l an Neger i te rsebu t pada
tangga l 8 Maret 2010;
Bahwa sete lah i t u oleh para Penggugat /pa ra Terband ing
yang pada tangga l 10 Maret 2010 te lah dibe r i t a hu ten tang
memor i kasas i dar i Terguga t / Pembanding , t i dak d ia j ukan
jawaban memor i kasas i ;
Menimbang, bahwa permohonan kasas i a quo beser ta
alasan- a lasannya te l ah d ibe r i t a hukan kepada pihak lawan
dengan seksama, dia j ukan da lam tenggang waktu dan dengan
cara yang di ten tukan dalam undang- undang, maka oleh karena
i t u permohonan kasas i te rsebu t fo rma l dapat d i t e r ima ;
Menimbang, bahwa alasan- a lasan yang d ia j ukan oleh
Pemohon Kasas i /Te rguga t da lam memor i kasas inya te rsebu t
pada pokoknya ia l ah :
1 . Bahwa judex fac t i te l ah sa lah dalam menerapkan hukum,
karena dalam per t imbangan hukumnya te l ah mencampur
adukkan anta ra konsep perbua tan melawan hukum dan
konsep wanpres tas i , padaha l da l i l gugatan para
Penggugat ada lah hubungan hukum anta ra para Penggugat
dengan Tergugat ada lah merupakan hubungan kont rak
Hal . 11 dar i 13 hal . Put . No. 2157 K/Pdt /2010
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
standar atau kont rak baku yang secara te r t u l i s dan
yur i d i s d iaku i eks is t ens i nya dalam hukum pos i t i f d i
Indones ia , yang sa lah satu keten tuan yur i d i s normat i f
berka i t an dengan kont rak standar atau kont rak baku
dia tu r dalam Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang
Per l i ndungan Konsumen menentukan di da lam Pasal 1
angka 10 yang berbuny i : "K lausu la baku ada lah set i ap
atu ran atau keten tuan dan syara t - syara t yang te lah
dipe rs i apkan dan di te t apkan te r l eb i h dahu lu secara
sep ihak o leh pelaku usaha yang di tuangkan da lam suatu
dokumen dan atau per jan j i a n yang mengika t dan waj ib
dipenuh i o leh konsumen;
2 . bahwa judex fac t i secara te rsu ra t te lah
memper t imbangkan ten tang kont rak standar atau kont rak
baku, d imana maje l i s Hakim mempert imbangkan k lausu la
yang te rdapa t pada karc i s E: 392691 dan E: 736073
yang menyatakan : "Terguga t t i dak ber tanggung jawab
atas hi l angnya kendaraan bermoto r dar i pengguna
park i r " , menuru t hemat Maje l i s Hakim harus lah
di ta f s i r k an bahwa k lausu la te rsebu t d ibe r l a kukan
sepan jang t i dak ada ke la l a i an dar i p ihak penge lo la
park i r . Per t imbangan te rsebu t ke l i r u , karena Maje l i s
Hakim te l ah menafs i r kan k lausu la kont rak standar atau
kont rak baku te rsebu t bahwa k lausu la da lam karc i s
park i r te r sebu t buny inya ada lah sangat je l as seka l i .
Menuru t keten tuan Pasa l 1342 BW, j i k a kata - kata suatu
per j an j i a n je l as t i dak l ah dipe rkenankan untuk
menyimpang dar i padanya dengan ja l an penafs i r an .
Bahwa keten tuan Pasa l 1342 BW te rsebu t sangat se ja l an
dengan keten tuan Pasa l 1 angka 10 Undang- Undang No. 8
Tahun 1999 ten tang pent i ngnya konsumen d imana
di ten tukan k lausu la - k lausu la te rsebu t s i f a t nya
mengika t dan waj ib dipenuh i o leh konsumen. Bahwa
penafs i r an yang di l akukan oleh Maje l i s Hakim yang
menguatkan k lausu la te rsebu t harus lah di ta f s i r k an
dibe r l a kukan sepan jang t i dak ada ke la l a i an dar i p ihak
Hal . 12 dar i 13 hal . Put . No. 2157 K/Pdt /2010
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
penge lo l a park i r merupakan t i ndakan yang sa lah dan
ke l i r u da lam menerapkan hukum Pasa l 1342 BW dan Pasal
1 angka 10 Undang- Undang No. 8 Tahun 1999;
3 . Bahwa judex fac t i da lam putusannya halaman 23 al i nea
2 te l ah memper t imbangkan bahwa Terguga t t i dak
sepenuhnya atau la l a i menja lankan kewaj i bannya , maka
hal in i sudah masuk dalam per t imbangan ten tang
wanpres tas i . Pernya taan la l a i dan ke la l a i an je l as
merupakan ranah dar i wanpres tas i ;
4 . Bahwa judex fac t i da lam putusannya halaman 23 al i nea
1 te lah memper t imbangkan keten tuan Pasa l 4 angka (1 )
Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 ten tang Per l i ndungan
Konsumen, akan te tap i keten tuan Pasa l 1 angka 10
Undang- Undang No. 8 Tahun 1999 ten tang Per l i ndungan
Konsumen t i dak di l aksanakan , padaha l secara je l as
di ten tukan k lausu la da lam per jan j i a n baku mempunyai
s i f a t mengika t dan waj ib d ipenuh i ;
Menimbang, bahwa te rhadap a lasan- a lasan te rsebu t
Mahkamah Agung berpendapat :
mengenai alasan ke 1 sampai dengan 4:
Bahwa alasan- alasan te rsebu t t i dak dapat d ibenarkan ,
karena judex fac t i t i dak sa lah da lam menerapkan hukum;
Menimbang, bahwa te r l epas dar i per t imbangan te rsebu t
d i atas , menuru t pendapat Mahkamah Agung amar putusan
Pengad i l an Tingg i Samar inda yang menguatkan putusan
Pengad i l an Neger i Samar inda harus dipe rba i k i sepan jang
mengenai besarnya gant i kerug ian dengan per t imbangan
sebaga i ber i ku t :
Bahwa te lah te rbuk t i Tergugat la l a i da lam menja lankan
usahanya yang merug ikan orang la i n , o leh karena i t u harus
dihukum untuk membayar gant i rug i seharga barang yang
hi l ang ;
Bahwa adapun Tergugat rug i b iaya dan waktu ada lah
merupakan ak iba t dar i ke la l a i annya send i r i , seh ingga t i dak
dapat d ibebankan kepada para Penggugat ;
Menimbang, bahwa berdasarkan per t imbangan di atas ,
Hal . 13 dar i 13 hal . Put . No. 2157 K/Pdt /2010
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
maka permohonan kasas i yang dia j ukan oleh Pemohon Kasas i :
PT. CIPTA SUMINA INDAH SATRESNA te rsebu t harus di to l ak
dengan perba i kan amar putusan Pengad i l an Tingg i Samar inda
No. 122/Pdt / 2009 /PN.Smda tangga l 11 Januar i 2010 yang
menguatkan putusan Pengad i l an Neger i Samar inda No.
03/Pdt .G /2009 /PN.Smda tangga l 15 Jun i 2009 seh ingga
amarnya seper t i yang akan disebu tkan di bawah in i ;
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan kasas i dar i
Pemohon Kasas i d i t o l a k , meskipun dengan perba ikan amar
putusan , maka Pemohon Kasas i d ihukum untuk membayar biaya
perkara da lam t i ngka t kasas i in i ;
Memperhat i kan pasa l - pasa l dar i Undang- Undang No. 48
Tahun 2009, Undang- Undang No. 14 Tahun 1985 sebaga imana
yang te lah diubah dengan Undang- Undang No. 5 Tahun 2004
dan perubahan kedua dengan Undang- Undang No. 3 Tahun 2009
ser ta pera tu ran perundang- undangan la i n yang bersangku tan ;
M E N G A D I L I :
Menolak permohonan kasas i dar i Pemohon Kasas i : PT.
CIPTA SUMINA INDAH SATRESNA te rsebu t ;
Memperba ik i amar putusan Pengad i l an Tingg i Samar inda
No. 122/Pdt / 2009 /PT .Smda tangga l 11 Januar i 2010 yang
menguatkan putusan Pengad i l an Neger i Samar inda No.
03/Pdt .G /2009 /PN.Smda tangga l 15 Jun i 2009, seh ingga amar
se lengkapnya sebaga i ber i ku t :
DALAM EKSEPSI:
- Menolak ekseps i dar i Tergugat ;
DALAM POKOK PERKARA:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebag ian ;
2. Menyatakan Tergugat melakukan perbua tan melawan hukum
dengan sega la ak iba t hukum yang t imbu l dar i padanya;
3. Menghukum Tergugat membayar gant i rug i atas h i l angnya
sepeda motor mi l i k Penggugat I sebesar Rp.
17.500 .000 , - ( tu j uh be las ju ta l ima ra tus r i bu
rup iah ) ;
4. Menghukum Tergugat membayar gant i rug i atas h i l angnya
sepeda motor mi l i k Penggugat I I sebesar Rp.
Hal . 14 dar i 13 hal . Put . No. 2157 K/Pdt /2010
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
17.500 .000 , - ( tu j uh be las ju ta l ima ra tus r i bu
rup iah ) ;
5. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara dalam
t i ngka t per tama sebesar Rp. 291.000 , - (dua ra tus
sembi l an puluh satu r i bu rup iah ) ;
6. Menolak gugatan Penggugat I dan I I untuk se la i n dan
se leb ihnya ;
- Menghukum Pembanding untuk membayar biaya perkara dalam
t i ngka t band ing sebesar Rp. 100.000 , - (se ra tus r i bu
rup iah ) ;
Menghukum Pemohon Kasas i /Te rguga t untuk membayar
biaya perkara dalam t i ngka t kasas i sebesar Rp 500.000 , -
( l ima ra tus r i bu rup iah ) ;
Demik ian lah d ipu tuskan da lam rapa t permusyawara tan
Mahkamah Agung pada har i Senin tangga l 31 Januar i 2011
oleh PROF. DR. MIEKE KOMAR, S.H. , MCL., Hakim Agung yang
di t e t apkan oleh Ketua Mahkamah Agung sebaga i Ketua
Maje l i s , SYAMSUL MA'ARIF, S.H. , LLM., Ph.D. dan DRS. H.
HABIBURRAHMAN, M.Hum., Hakim- Hakim Agung sebaga i Anggota ,
dan diucapkan dalam s idang te rbuka untuk umum pada har i
i t u juga o leh Ketua Maje l i s beser ta Hakim- Hakim
Anggota te rsebu t dan diban tu oleh DRS. H. ABD. GHONI,
S.H. , M.H. , Pani te ra Penggant i dengan t i dak dihad i r i o leh
para pihak ;
Hakim- Hakim Anggota;
Ketua;
t td / .
t td / .
SYAMSUL MA'ARIF, S.H. ,LLM. , Ph.D. PROF.DR.MIEKE KOMAR,
S.H. , MCL
t td / .
DRS. H. HABIBURRAHMAN, M.Hum.
Hal . 15 dar i 13 hal . Put . No. 2157 K/Pdt /2010
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Biaya kasasi :
Pani te ra Penggant i ;
1. Metera i …..……… Rp. 6.000 , -
t t d / .
2. Redaks i …..…….. Rp. 5.000 , - DRS. H. ABD.
GHONI, S.H. , M.H.
3. Admin is t r a s i kasas i Rp. 489.000 . -
Jumlah Rp. 500.000 , -
==========
Untuk Sal i nan
Mahkamah Agung R. I
a.n . Pani te ra
Pani te ra Muda Perdata
SOEROSO ONO, S.H. , M.H.
NIP: 040 044 809
Hal . 16 dar i 13 hal . Put . No. 2157 K/Pdt /2010
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Hal . 17 dar i 13 hal . Put . No. 2157 K/Pdt /2010
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : [email protected] : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17