penulisan hukum ( skripsi ) tinjauan tentang kebijakan .../tinjauan... · tinjauan tentang...
TRANSCRIPT
i
PENULISAN HUKUM
( Skripsi )
TINJAUAN TENTANG KEBIJAKAN WHITE AREA YANG
DIKELUARKAN OLEH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA SEBAGAI
SALAH SATU UPAYA UNTUK MENERTIBKAN REKLAME
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat
Guna Memperoleh Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum
Pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Disusun oleh :
Rio Dicky Andreanto
NIM. E. 0003285
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
TINJAUAN TENTANG KEBIJAKAN WHITE AREA YANG
DIKELUARKAN OLEH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA SEBAGAI
SALAH SATU UPAYA UNTUK MENERTIBKAN REKLAME
Disusun oleh :
RIO DICKY ANDREANTO
NIM :E.0003285
Disetujui untuk Dipertahankan
Dosen Pembimbing
AMINAH, S.H., M.H.
NIP.130 935 225
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
TINJAUAN TENTANG KEBIJAKAN WHITE AREA YANG
DIKELUARKAN OLEH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA SEBAGAI
SALAH SATU UPAYA UNTUK MENERTIBKAN REKLAME
Disusun oleh :
RIO DICKY ANDREANTO
NIM :E.0003285
Telah diterima dan disahkan oleh Tim Penguji Penulisan Hukum (skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari :Senin
Tanggal :28 Januari 2008
TIM PENGUJI
1.Sunarno Danusastro,S.H.,M.H :………………………………
Ketua
2.M.Madalina, S.H.,M.Hum :……………………………….
Sekertaris
3.Aminah,.S.H.,M.H :………………………………..
Anggota
MENGETAHUI
Dekan,
Moh.Jamin,S.H.,M.Hum
NIP.131 570 154
iv
ABSTRAK
RIO DICKY ANDREANTO, E 0003285, TINJAUAN TENTANG
KEBIJAKAN WHITE AREA YANG DIKELUARKAN OLEH
PEMERINTAH KOTA SURAKARTA SEBAGAI SALAH SATU UPAYA
UNTUK MENERTIBKAN REKLAME. Fakultas Hukum Universitas Sebelas
Maret Surakarta Penulisan Hukum ( Skripsi ). 2008.
Penulisan Hukum (Skripsi) ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana konsep, serta pelaksanaan White Area sebagai salah satu upaya untuk menertibkan reklame, untuk mengetahui penertiban reklame yang selama ini dilakukan Pemerintah Kota Surakarta dalam usaha untuk menciptakan keindahan kota.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif. Penelitian ini memberikan gambaran lengkap tentang konsep White Area dan Penertiban reklame yang dilakukan Pemerintah Kota Surakarta dalam usaha menciptakan keindahan kota. Jenis data yang dipergunakan meliputi data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu melalui observasi, wawancara dan studi kepustakaan baik berupa buku-buku, peraturan perundang-undangan, dokumen-dokumen dan sebagainya. Analisis data menggunakan analisis data kualitatif dengan model interaktif.
Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh hasil bahwa Konsep White Area adalah suatu konsep disuatu jalan protokol tidak boleh dipasangi reklame. White Area di kota Surakarta diterapkan di tiga ruas jalan yaitu Jalan Slamet Riyadi, Jalan Jendral Sudirman, dan Jalan Dr. Muwardi.Dasar hukum White Area adalah pengumuman Walikota Nomor 5/0.3/043Tahun 2003. Dalam Pelaksanaannya White Area selama ini di terapkan terhadap reklame Incidental, tapi untuk tahun 2008 di Jalan Jendral Sudirman akan diterapkan juga untuk reklame non insidental. Reklame Incidental seperti yang tertuang dalam Keputusan Walikota Surakarta No 4 Tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Reklame Pasal 1 adalah Pemasangan reklame yang dilakukan secara temporer dengan durasi waktu harian, mingguan dan bulanan. Berdasarkan pasal 12 yang termasuk dalam kategori Reklame Insidental adalah
A. Reklame yang meliputi :umbul-umbul-,cover board ,Baaner B. Reklame yang terbuat dari bahan triplek atau sejenisnya disebut baliho C. Reklame lainnya termasuk Balon udara dan selebaran
Sebelum mengeluarkan kebijakan White Area pemerintah Kota Surakarta sudah membuat bebrapa langkah untuk menertibkan reklame seperti merivisi keputusan Walikota Surakarta Nomor 03 /Drt/1999 menjadi Keputusan Walikota Surakarta Nomor 4 Tahun 2001Tentang Penataan Reklame, Selain itu juga membentuk Tim Penataan Reklame dan Tim Penertib dan Pembongkar Reklame dan terahkir mengeluarkan kebijakan White Area. Untuk tahun depan menurut rencana White Area juga diterapkan di Jalan Diponegoro.
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Rabb semesta alam
atas segala Penciptaan-Nya, Keagungan dan Kebesaran-Nya. Shalawat serta salam
bagi sang teladan Nabi Muhammad SAW. Atas rahmat dan pertolongan-Nya lah
penulis dapat menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) dengan judul “Tinjauan
Tentang Kebijakan White Area Yang Dikeluarkan Oleh Pemerintah Kota
Surakarta Sebagai Salah Satu Upaya Untuk Menertibkan Reklame”.
Dalam menyelesaikan Penulisan Hukum (Skripsi) dan sepanjang
perjalanan hidup Penulis tidak lepas dari bimbingan dan bantuan yang sangat
berarti dari banyak pihak. Untuk itu, perkenankanlah penulis mengucapkan rasa
terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Bapak Mohammad Jamin, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Ibu Aminah, S.H. M.H, selaku Ketua Bagian Hukum Tata Negara.dan
selaku dosen Pembimbing Penulisan Hukum yang telah memberikan
bantuan, masukan, dan motivasi kepada penulis dalam menyusun skripsi
ini.
3. Kepala dan Staff Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta yang telah
memberi izin penulis melakukan penelitian dan memberikan data yang
penulis butuhkan untuk menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu Sri Lestari Rahayu, S.H,. selaku Pembimbing Akademik telah
memberi motivasi kepada penulis.
5. Ibu Adriana , S.H., M.Hum., selaku dosen HTN yang memberikan nasehat
dan bimbingan selama penulis berusaha mencari judul.
6. Segenap Dosen dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta, yang telah banyak memberikan ilmu dan membantu penulis
selama masa perkuliahan hingga dinyatakan mendapat gelar Sarjana
Hukum.
vi
7. Ayahanda dan Ibunda serta keluarga tercinta yang telah memberikan
segalanya kepadaku dan semoga aku dapat membalas budi jasa kalian.
Ribuan bahkan jutaan kata terima kasih dan cinta untuk kalian.
8. Saudaraku satu-satunya Tito S.
9. Teman-temanku di Fakultas Hukum : Rondom, Yudi, Angling, Agus,
Zusfarian, Victor, Chamid, Herry, Afif, Rahmat, Yusup, Atri, q-q (05),Aji
dan sahabat-sahabatku difakultas hukum baik dari angkatan 2003 sampai
2005 yang tidak bisa kusebutkan satu persatu.
10. Sahabat-sahabatku : Asep, Ayik, Abhe, Intan, Ryan, Rahardian, Efa,
Teguh, Putut, dan Cemeng.
Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum ini masih jauh dari sempurna.
Maka dari itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga
Penulisan Hukum ini dapat bermanfaat bagi penulis dan siapa saja yang
membacanya.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Surakarta, Januari 2008
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN.......................................................................... iii
ABSTRAK....................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
DAFTAR ISI.................................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ....................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 6
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 7
E. Metode Penelitian .......................................................................... 8
F. Sistematika Penulisan Hukum (Skripsi) ........................................ 13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................... 15
A. Tinjauan Umum Pemerintahan Daerah ......................................... 15
1. Pengertian Pemerintahan Daerah ............................................. 15
2. Asas-Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah................. 16
3. Prinsip Dasar Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah ............ 16
4. Bentuk dan Kewenangan Daerah............................................. 18
5. Otonomi Daerah……………………………………………… 19
B. Tinjauan Tentang Kebijakan.......................................................... 21
1. Pengertian Kebijakan ............................................................... 22
2. Azas-azas dan Teori Keberlakuan Hukum............................... 24
C. Tinjauan Tentang Reklame ............................................................ 27
1. Pengertian reklame................................................................... 27
2. Jenis-jenis papan reklame ........................................................ 28
3. Hal-hal yang perlu diperhatkan dalam menentukan titik reklame 29
viii
D. Kerangka Pemkiran ............................................................................. 31
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 35
A. Hasil Penelitian
1. White Area ...................................................................................... 35
1. Konsep White Area…………………………………………... 35
2. Dasar Hukum…………………………………………………. 36
3. Alasan dan Tujuan White Area……………………………….. 37
2. Penertiban Reklame ........................................................................ 39
1. Pemasangan Reklame .............................................................. 39
2. Tim Penataan Reklame ............................................................ 42
3. Tim Penertib dan Pembongkar Reklame ................................. 47
3. Pelaksanaan White Area …………………………………………. 50
B. Pembahasan
1. Konsep White Area dan Dasar Hukumnya ............................. 58
2. Upaya Pemerintah Kota Surakarta Dalam Meneritbkan Reklame 59
3. Pelaksanaan White Area ......................................................... 61
BAB IV PENUTUP ....................................................................................... 62
A. Kesimpulan .................................................................................... 62
B. Saran............................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
ix
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sebagai suatu negara yang sedang berkembang, Indonesia secara terus
menerus mengadakan pembangunan. Pembangunan tersebut meruapakan
rangkaian progam-progam pembangunan yang menyeluruh, terarah dan
terpadu, untuk mewujudkan Tujuan Nasional seperti yang termaksud dalam
Pembukaan UUD 1945, yaitu melindungi segenap Bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, keseimbangan dan peningkatan
pelaksanaan pembangunan nasional yang berdasarkan kekeluargaan, perlu
dipelihara dengan baik. Guna mencapai tujuan tersebut, maka pelaksanaan
pembagunan harus lebih memperhatikan keserasian, keselarasan,
kesinambungan unsur-unsur pembangunan dan stabilitas nasional termasuk di
bidang ekonomi dan keuangan.
Salah satu cara untuk mendukung perkembangan Indnesia adalah
dengan otonomi daerah. Dalam konteks hukum Indonesia aturan mengenai
otonomi daerah di awali dengan Pasal 18, Pasal 18A, dan Pasal 18B sebagai
satu-satunya sumber konstitusional. Secara operasional, dasar-dasar
konstitusional itu di tuangkan dalam UU No 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah. Undang undang ini memberikan kekuasaan pada daerah
untuk mengatur sendiri kepentingan daerahnya menurut asas otonomi dan
tugas-tugas pembantuan. Pertimbangan di keluarkannya Undang-Undang ini
x
adalah setiap daerah lebih tahu kebutuhannya masing –masing dan potensinya,
sehingga dengan dikeluarkannya Undang-undang ini di harapkan setiap daerah
bisa mandiri dan mengoptimalkan potensi yang di miliki daerah. Bagi daerah
yang kaya akan hasil bumi maupun kekayaan lain yang melimpah, di
keluarkannya Undang-Undang ini membuat daerah tersebut makin kaya
karena daerah tersebut bisa memanfaatkan sumber daya alam maupun sumber
penghasilan lain secara maksimal. Sementara bagi daerah yang tidak
mempunyai potensi sumber daya alam dan tergantung pada bantuan
pemerintah pusat maka daerah tersebut harus pintar-pintar mencari sumber
pendapatan lain.
Penerimaan daerah menurut Pasal 5(1) Undang-Undang No 33 Tahun
2004 terdiri dari Pendapatan Daerah dan Pembiayaan. Pendapatan daerah
berasal dari beberapa sumber yaitu pendapatan asli daerah, dana perimbangan
dan lain-lain pendapatan. Pendapatan Asli Daerah besumber dari pajak daerah,
retribusi daerah, hasil pengelolaan kekayaan negara yang di pisahkan dan lain-
lain PAD yang sah.
Tidak semua daerah memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah,
bagi daerah yang tidak mempunyai kekayaan alam yang melimpah salah satu
solusi untuk memenuhi kebutuhan daerah adalah dengan memaksimalkan
sektor pajak. Pajak yang di pungut oleh daerah ada yang masuk ke kas daerah
dan ada juga yang masuk ke pemerintah pusat. Sejak berlakunya Undang
Undang No 32 Tahun 2004, setiap daerah berupaya memaksimalkan sektor
pajak yang masuk ke kas daerah.
Salah satu potensi pajak yang menyumbang angka yang lumayan besar
adalah reklame. Pajak rekleme adalah salah satu sektor pajak yang
menyumbang pemasukan lumayan besar bagi daerah. Apalagi setiap daerah
memiliki potensi untuk pemasangan reklame tergantung dari izin dan
kepastian hukum dari pemerintah daerah tersebut. Harus di akui
xi
perkembangan dunia usaha sekarang ini yang semakin maju merupakan salah
satu hal yang mendukung perkembangan reklame. Di daerah-dareah seperti
kotamadya dan kabupaten sekarang ini sudah bisa kita temui pusat
perbelanjaan seperti mall, mini market ataupun super market. Setiap tempat
belanja tersebut memerlukan media promosi dan media promosi yang di
gunakan sebagian besar adalah Media Luar Ruang. Pemilihan Media Luar
Ruang ini di karenakan objek promosi adalah masyarakat sekitar dan
masyarakat yang kebetulan melintas di sekitar daerah tersebut. Selain pusat
perbelanjaan, acara-acara seperti pameran, konser musik juga mempergunakan
Media Luar Ruang sebagai alat untuk mempromosikan acara. Media luar
ruang juga bisa dimanfaatkan untuk memplubikasi suatu progam temporer.
Karena itu dianggap tepat apabila suatu toko yang sedang menyelanggarakan
suatu progam diskon lalu memasang spanduk, baliho, atau umbul-umbul
untuk mempromosikan progam diskon tersebut. Spanduk dan umbul-umbul
juga bisa dimanfaatkan untuk memandu calon konsumen datang ke suatu
lokasi. Media luar ruang jaga dianggap jagoan dalam membangun citra
perusahaan atau produk, meski untuk mencapai tujuan itu perlu pula promosi
terpadu yang melibatkan reklame jenis lain.
Reklame yang di pasang di pinggir jalan seperti billboard/papan,
balliho, reklame kain, reklame melekat stiker serta selebaran adalah Media
luar Ruang. Reklame-reklame seperti inilah yang memberikan konstribusi
pada pemasukan daerah, tapi saat ini dunia media luar ruang (MLR) justru
mulai turun kepercayaannya sebagai media alternatif berpromosi. Selain di
karenakan munculnya televisi swasta maupun berkembangnya media cetak
,menjadikan booming iklan di MLR(Media Luar Ruang) mengalami
penurunan yang sangat tajam. Terbukti tahun 2001 iklan melalui MLR(Media
Luar Ruang) hanya 1,9% dari belanja iklan nasional yang mencapai angka 9,7
triliyun(Sumber :Majalah Cakram edisi Mei 2002/219). Berkurangnya minat
pengiklan untuk menggunakan MLR (Media Luar Ruang) sebagai sarana
promosi selain karena munculnya ragam bentuk sarana komunikasi pemasaran
xii
baru, juga karena persoalan internal di lingkungan Media Luar Ruang .Adapun
persoalan tersebut antara lain:
1.Ketidakpastian Regulasi
2.Mahalnya biaya periklanan
3.Permainan antar oknum dan pengusaha
Sementara jika di kaji lebih jauh sebenarnya peluang Media Luar
Ruang (MLR) saat ini sangat terbuka. Salah satu diantaranya dengan adnya
regulasi larangan rokok masuk pada jam utama prime time di media televisi
menjadikan mereka mengalihkan anggaran promosi mereka ke media lainnya,
misalnya event organizer , Media Luar Ruang(MLR). Tidak heran jika
sekarang ini Media Luar Ruang cenderung di kuasai iklan rokok.
Nilai efektifitas suatu reklame Media Luar Ruang selama ini di ukur
dari indikator berapa banyak kendaraan yang melintas di area tempat di
pasangnya media tersebut. Sehingga dapat disimpulkan bahwa jalan besar
yang di lalui banyak kendaraan selama ini di anggap paling efektif untuk
beriklan. Di Solo jalan besar yang di anggap efektif untuk memasang reklame
adalah jalan protokol Selamet Riyadi, Jalan Jendral Sudirman dan Jalan Dr
Muwardi dimana jalan tersebut memang ramai di lalui kendaraan setiap
harinya. Tak heran jika di jalan Selamet Riyadi, Jalan Jendral Sudirman dan
Jalan Dr.Muwardi terdapat banyak iklan. Banyaknya iklan di satu sisi tentu
akan menambah penghasilan daerah. Di solo sendiri pajak reklame mengalami
kenaikan. Dimana dari sektor pajak dapat disedot dana
Rp.2.379.214.262(tahun 2005), belum lagi konstribusi dari retribusi reklame
unuk memberikan konstribusi dari retribusi kekayaan daerah sebesar
Rp.2.806511.120 ,-.Karena salah satu dari Peraturan Daerah nomor 11/1998
tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah di mana obyek retribusi
kekayaan daerah serta Keputusan Walikota Surakarta Nomor 04/Drt/1999
tentang Pedoman Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah yang isinya yaitu
Pasal 3 Perda NO 12 /1998 butir a tentang pemakaian tanah
xiii
Pasal 2 ayat (2)nomor 1 Keputusan Walikota Nomor 04/Drt/1999
yang isinya pemakaian tanah yang di maksud ayat (1) Pasal 2
Keputusan ini tediri dari Untuk Pemasangan Sarana Reklame
Media Luar.
Ahkir-ahkir ini keberadaan reklame semakin banyak di kota Solo.
Kita bisa melihat sekarang ini di kota Solo banyak sekali reklame yang
terpasang mulai dari yang kecil sampai yang ukurannya besar-besar. Salah
satu penyebabnya adalah target pendapatan daerah (PAD) yang berasal dari
reklame cukup besar. Untuk memenuhi target tersebut penerintah kota Solo
berusaha memaksimalkan sektor reklame dengan memperbanyak pemberian
izin dan meningkatkan pajak reklame. Banyaknya Reklame selain mempunyai
sisi positif juga mempunyai sisi negatif yaitu mengurangi keindahan kota. Saat
ini kita bisa melihat banyaknya reklame yang berada di jalan terlihat
amburadul. Banyak papan seperti billboard yang berukuran sangat besar
sehingga mengganggu pemandangan karena letaknya yang berada di pinggir
jalan besar belum lagi sepanduk yang di pasang di tempat yang di tentukan
tapi dalam kenyataanya sepanduk tersebut banyak yang hilang ,saling
menutupi dan kotor.
Salah satu upaya yang di lakukan pemerintah kota untuk menertibkan
reklame adalah dengan mengeluarkan white Area. White Area adalah suatu
konsep di mana di sepanjang jalan protokol tidak boleh berdiri reklame. Tidak
semua daerah di Indonesia mau menerapkan konsep white area karena
dampaknya sangat luas baik dari segi pendapatan daerah sendiri yang di
pastikan turun, lalu di bidang ekonomi tentu akan mengurangi pemasukan
terhadap biro iklan karena lahannya berkurang, sementara sisi positipnya
adalah menciptakan keindahan kota. Walupun banyak dampak yang di
tinbulkan tapi Pemerintah Kota Surakarta tetap mengeluarkan Konsep White
Area demi menciptakan keindahan kota di surakarta. Apalagi kota Surakarta
memiliki slogan “SOLO BERSERI”(Bersih,Sehat,Rapi,Indah). Selain itu
xiv
keberanian pemerintah Kota Surakarta mengeluarkan kebijakan White Area
tidak lepas dari munculnya mall-mall besar di Kota Surakarta. Dengan adanya
mall-mall tersebut pemerintah Kota Surakarta dapat mengambil pajak dari
mall-mall tersebut antara lain pajak parkir dan pajak restoran sehingga
ketergantungan dari sektor pajak reklame dapat dikurangi. White Area di kota
Surakarta di teapkan di sepanjang jalan Slamet Riyadi (Purwosari sampai
Gladak), jalan Jendral Sudirman( Gladak sampai Balaikota) dan Jalan Dr
Muwardi(Rel kereta Manahan sampai Gendengan). Konsep White Area
sendiri sekarang ini memang sudah dilaksanakan di tiga jalan utama yaitu
Jalan Jendral Sudirman, Jalan Slamet Riyadi dan Jalan Dr. Muwardi tapi
dalam pelaksanaannya memang di ketiga jalan tersebut tidak sama.
Berdasarkan apa yang telah di uraikan di atas ,maka penulis tertarik
mengambil judul : TINJAUAN TENTANG KEBIJAKAN WHITE AREA
YANG DIKELUARKAN OLEH PEMERINTAH KOTA SURAKARTA
SEBAGAI SALAH SATU UPAYA UNTUK MENERTIBKAN
REKLAME
B. Perumusan Masalah
Masalah adalah setiap kesulitan yang menggerakkan manusia untuk
memecahkannya (Winarno Surakhmad, 1994: 34).Perumusan masalah di
maksudkan untuk membatasi dan mempertegas masalah yang akan di
teliti,sehinnga bisa memudahkan dalam pengerjannya .Adapun beberapa
permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana konsep white area dan apa dasar hukumnya ?
2. Bagaimana upaya pemerintah Kota Surakarta dalam menertibkan
reklame dan pelaksanaan White Area selama ini ?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Objektif
xv
a. Untuk mengetahui konsep White Area dan dasar hukum yang di
gunakan untuk pelakasanaan White Area.
b. Untuk mengetahui penertiban reklame yang dilakukan Pemerintah
Kota Surakarta dan pelaksanaan White Area selama ini
2. Tujuan Subjektif
a. Melatih kemampuan peneliti dalam menerapkan teeori ilmu hukum
yang di dapat selama perkulihaan.
b. Melengkapi syarat-syarat guna memperoleh drajat sarjana dalam ilmu
hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian
Nilai dalam penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang
diperoleh dari penelitian tersebut ,adapun manfaat yang penulis harapkan dari
penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penlitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat pada
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu hukum pada
umumnya dan Hukum Tata Negara pada khususnya.
b. Hasil penelitian ini di harapkan dapat di pakai sebagai acuan terhadap
penelitian sejenis untuk tahap berikutnya.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai bahan
pertimbangan dalam menghadapi bermacam macam kasus yang
muncul dalam penerapan White Area.
b. Hasil penelitian ini di harapkan dapat memberikan masukan dan
tambahan pengetahuan terhadap pihak-pihak yang tertarik akan
masalah ini.
xvi
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan bagi
pemerintah Kota Surakarta dalam rencananya menjadikan White Area
sebagai salah satu pasal dalam Rancangan Peraturan Daerah mengenai
penataan dan pengaturan reklame.
E. Metode Penelitian
Metode merupakan suatu proses, prinsip, dan prosedur yang berfungsi
untuk menghasilkan analisis dan data yang valid dalam usaha mencari
jawaban atas permasalahan yang ada. Penelitian merupakan kegiatan ilmiah
guna menemukan, mengembangkan atau menguji kebenaran suatu
pengetahuan yang dilakukan secara metodelogis dan sistematis ( Soetrisno
Hadi, 1991 : 4 ).
Berdasarkan pengertian tersebut, metodelogi penelitian dapat diartikan
sebagai cara untuk memecahkan masalah dengan jalan menemukan,
mengumpulkan, dan menyusun data guna mengembangkan dan menguji
kebenaran suatu pengetahuan yang hasilnya dituangkan dalam penulisan
ilmiah.
Adapun metode penelitian yang digunakan Penulis adalah sebagai
berikut :
1. Jenis, Pendekatan dan Sifat Penelitian
Ditinjau dari segi bidang ilmu dan sumber data, penelitian ini
merupakan jenis penelitian hukum empiris dengan menggunakan pendekatan
kualitatif.
Penelitian hukum empiris yaitu penelitian di bidang hukum yang
mempunyai sumber data berasal dari pelaku anggota masyarakat, sedangkan
pendekatan kualitatif yaitu pendekatan penelitian di bidang hukum yang
menunjukkan bahwa pelaksanaan penelitian tidak menggunakan angka-angka
tetapi berupa kata-kata, gambar serta informasi yang terjadi secara ilmiah, apa
xvii
adanya, dalam situasi normal yang tidak dimanipulasi keadaan dan
kondisinya, menekankan pada deskripsi secara alami yang menurut
keterlibatan peneliti secara langsung di lapangan.
Sifat penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang
dimaksudkan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang manusia,
keadaan atau gejala-gejala lain ( Soerjono Soekanto, 1986 :10 ).
2. Lokasi Penelitian
Lokasi yang digunakan oleh penulis dalam melakukan Penelitian guna
penyusunan penulisan hukum ini adalah bertempat di Kantor Dinas
Pendapatan Daerah Kota Surakarta (DIPENDA) Kota Surakarta dan Kantor
Unit Pelayanan Terpadu, yang berkedudukan hukum di Jalan Jendral
Sudirman Nomor 2 Surakarta.
3. Jenis Data
a. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dan dikumpulkan secara
langsung dari lapangan yang menjadi objek penelitian atau yang diperoleh
langsung dari responden yang berupa keterangan atau fakta-fakta ( Soerjono
Soekanto, 1986 : 12 ).
Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui wawancara, dan
dalam penelitian ini adalah hasil dari wawancara dengan pihak-pihak yang
terkait seperti Staff Unit Pelayanan Terpadu sebagai pelaksana ,Dinas
Pendapatan Daerah sebagai pihak yang mengeluarkan kebijakan.
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang tidak langsung diperoleh dari lapangan,
tetapi diperoleh melalui studi kepustakaan. Dalam penelitian ini data sekunder
xviii
yang digunakan penulis adalah Undang-undang No.32 Tahun 2004 tentang
Otonomi Daerah,Keputusan Walikota No 4 Tahun 2001 Tentang Pedoman
Pelaksanaan Reklame buku-buku, literatur, tulisan ilmiah, koran, majalah,
artikel, jurnal, dan sumber-sumber tertulis lainnya yang berkaitan dengan
masalah yang diteliti penulis.
4. Sumber Data
a. Sumber Data Primer
Merupakan sumber data yang diperoleh secara langsung dari lapangan,
yaitu semua data yang salah satunya diperoleh dari Instansi yang terkait
dengan penertiban reklame, disamping pihak-pihak yang berkompeten
dibidangnya.
b. Sumber Data Sekunder
Merupakan sumber data yang mendukung sumber data primer, yaitu
berupa bahan dokumen, peraturan perundang-undangan, laporan, arsip,
literatur dan hasil penelitian lainnya. Seperti Pengumuman Walikota tentang
White Area, Keputusan Walikota No 4 Tahun 2001 dan sumber lainnya yang
berkiatan dengan penelitian
5. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data
sebagai berikut :
a. Wawancara
Merupakan suatu proses tanya jawab lisan, dalam mana dua orang atau
lebih berhadapan secara fisik yang satu dapat melihat muka yang lain dan
mendengar dengan telinga sendiri ( Sutrisno Hadi, 1991 : 192 ). Metode
wawancara yang digunakan adalah metode campuran yaitu dengan
menggabungkan antara metode terpimpin ( terstruktur ) dengan metode bebas
xix
( tidak terikat ) dengan cara Penulis membuat pedoman wawancara terlebih
dahulu yang kemudian digunakan dalam proses wawancara dengan
pengembangan secara bebas sebanyak mungkin sesuai kebutuhan data yang
ingin diperoleh.
Dalam Penelitian ini wawancara dilakukan dengan Staff DIPENDA
kota Surakarta bagian Dinas Bina Progam yaitu Bapak Ida dan Ibu Susi, selain
itu wawancara juga dilakukan dengan pimpinan Unit Pelayanan Terpadu
Bapak Totok. . Wawancara ini dilaksanakan secara bebas terpimpin mengenai
pokok persoalan yang telah ditentukan, yang berpedoman pada daftar
pertanyaan yang telah disiapkan oleh penulis, selain itu juga bisa diselingi
dengan pembicaraan-pembicaraan yang tidak terencana sebelumnya sehingga
suasana tidak terlalu kaku.
b. Studi Kepustakaan
Merupakan metode dengan jalan mencari keterangan-keterangan teori-
teori dan data lain yang diperlukan dalam pembahasan penelitian ini melalui
buku-buku literatur dan peraturan perundang-undangan.Perundang-undangan
yang penulis gunakan antara lain Peraturan Walikota No 4 Tahun 2001
,Undang-Undang No 32 Tahun 2004. Buku–buku yang penulis gunakan antara
lain buku Manajemen Periklanan dan Buku evaluasi kebijakan publik ,serta
buku lain yang ada kaitannyan dengan penelitian.
6. Teknik Analisis Data
Dalam suatu penelitian, analisis data merupakan tahap yang penting
karena analisis data sangat menentukan kualitas hasil penelitian. Pada tahap
analisis data, data yang dimanfaatkan dan dikerjakan sedemikian rupa
sehingga dapat menyimpulkan kebenaran yang dapat dipakai untuk menjawab
persoalan dalam penelitian yang dilaksanakan. Dalam penelitian ini, data yang
diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis kualitatif. Teknik
xx
Pengumpulan Data
Reduksi Data
Penarikan Kesimpulan/ Verifikasi
Sajian Data
kualitatif adalah suatu tata cara penelitian yang menghasilkan data deskriptif
analisis yaitu apa yang dinyatakan responden secara tertulis atau lisan dan
perilakunya yang nyata, yang teliti dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.
Model analisis data yang digunakan adalah analisis data interaktif. HB.Sutopo
menyajikan skema analisis data interaktif sebagai berikut :
Berdasarkan skema tersebut data yang terkumpul akan dianalisis
melalui tiga tahap, yaitu : mereduksi data, menyajikan data, kemudian
menarik kesimpulan. Selain itu dilakukan pula suatu proses siklus antara
tahap-tahap tersebut, sehingga data yang terkumpul akan berhubungan satu
dengan yang lainnya secara sistematis ( HB.Sutopo, 1998 : 34-38 ).
Dalam Penelitian ini awalnya penulis mencari / mengumpulkan data
yang berhubungan dengan skripsi ini melalui surat kabar juga internet setelah
itu peneliti mengadakan pra penelitian ke dinas terkait yaitu UPT dan
DIPENDA, kemudian penulis mengadakan observasi dengan mengelilingi
ketiga ruas jalan tersebut. Setelah itu penulis mengadakan penelitian dengan
mengadakan wawancara dengan dinas terkait yaitu UPT dan DIPENDA.
Penulis juga mencari data dari Keputusan Walikota No 4 Tahun 2001 dan UU
No 32 Tahun 2004. Setelah semua data terkumpul penulis mengadakan
seleksi, pemfokusan , penyederhanaan dan abstraksi data. Setelah itu diadakan
sajian data yaitu rakitan organisasi informasi yang memungkinkan kesimpulan
xxi
riset dapat dilakukan. Penulis kemudian menarik kesimpulan dari penelitian
yang dilakukan.
F. Sistematika Skripsi
Untuk lebih mempermudah dalam melakukan pembahasan,
penganalisaaan, serta penjabaran isi dari penelitian ini, maka penulis
menyusun sistematika penulisan hukum ini sebagai berikut :
PENDAHULUAN
BAB I : PENDAHULUAN
Tahap pendahuluan dalam suatu penulisan hukum terbagi menjadi
enam bagian. Keenam bagian tersebut adalah Latar Belakang Masalah,
Perumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian Metode Penelitian
dan Sistematika Penulisan Hukum (Skripsi). Dalam tahap pendahuluan
metode penelitian hukum diperlukan karena metode merupakan suatu proses,
prinsip dan prosedur yang berfungsi untuk menghasilkan analisis dan data
yang valid dalam usaha mencari jawaban atas permasalahan yang ada
(Soetrisno Hadi, 1991 : 4). Sedangkan Sistematika Penulisan hukum (skripsi)
diperlukan dengan tujuan untuk memberikan gambaran secara menyeluruh
dari penyusunan skripsi yang penulis telah hasilkan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Pemerintaah Daerah
1. Pengertian Pemerintah Daerah
2. Azas-Azas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
3. Perinsip Dasar Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
4. Bentuk dan Kewenangan Daerah
5. Otonomi Daerah
B. Tinjauan Tentang Kebijakan
1. Pengertian Kebijakan
xxii
2. Azas-azas dan Teori Keberlakuan Hukum
C. Tinjauan Tentang Reklame
1. Pengertian Reklame
2. Jenis-Jenis Papan Reklame
3. Hal-Hal Yang Perlu Diperhartikan Dalam Pemasangan Reklame
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Diskripsi White Area
1. Pengertian dan konsep White Area
2. Dasar Hukum White Area
3. Alasan dan tujuan Di keluarkannya White Area
B. Pelaksanaan Penertiban Reklame
1. Tim Penataan Reklame
2. Tim Pengawasan dan Pembongkaran Reklame
3. Pelaksaanaan White Area
BAB IV : PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xxiii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Pemerintah Daerah
a. Pengertian Pemerintah Daerah
Definisi tentang Pemerintah Daerah telah dikemukakan oleh Undang-
Undang ataupun oleh para sarjana. Yang dimaksud Pemerintah Daerah
Menurut Pasal 1 huruf b Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 adalah
Kepala Daerah beserta Perangkat Daerah Otonom yang lain sebagai badan
eksekutif daerah. Sedangkan menurut Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004, Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Walikota dan Perangkat
Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah yang diberi hak,
wewenang dan kewajiban untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan
pemerintah, dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan (hak otonom). Adapun yang dimaksud dengan
Pemerintahan Daerah dalam Pasal 1 huruf d Undang-Undang Nomor 22
Tahun 1999, yaitu penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Otonom oleh
Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas desentralisasi. Sedangkan
menurut Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004,
Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
Pemerintah Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan,
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
b. Asas-Asas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah
xxiv
Pengertian atau batasan mengenai asas-asas yang digunakan dalam
menyelenggarakan pemerintahan di daerah diatur dalam Pasal 1 Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 antara lain sebagai berikut :
1) Azas desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan
pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2) Azas dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan oleh
pemerintah kepada gubernur sebagai wakil pemerintah dan atau kepada
instansi vertikal di wilayah tertentu.
3) Azas tugas pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah
dan atau desa dari pemerintah provinsi kepada kabupaten/kota dan/atau
desa serta dari pemerintah kabupaten atau kota kepada desa untuk
melaksanakan tugas tertentu (Ni’matul Huda, 2005 : 307-314).
c. Prinsip Dasar Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
Daerah diberi kewenangan untuk mengelola daerahnya termasuk
didalam penyelenggaraan pemerintahan, agar penyelenggaraan pemerintahan
di daerah dapat berjalan dengan lancar berdasarkan Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004, maka dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah harus
memenuhi prinsip-prinsip sebagai berikut :
1) Prinsip otonomi seluas-luasnya, dalam arti daerah diberikan kewenangan
mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi
urusan pemerintah yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini.
2) Prinsip dimana daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah
untuk memberi pelayanan, peningkatan serta, prakarsa dan pemberdayaan
masyarakat
3) Prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung jawab. Prinsip otonomi nyata
adalah suatu prinsip bahwa untuk menangani urusan pemerintahan
dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban yang
xxv
senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup dan berkembang
sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah, sedangkan yang dimaksud
dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam
penyelenggaraannya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud
pemberian otonomi, yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah
termasuk meningkatkan kesejahteraan rakyat yang merupakan bagian
utama dari tujuan nasional
4) Penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan
kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat.
5) Penyelenggaraan otonomi daerah harus menjamin keserasian hubungan
antara daerah dengan daerah lainnya dan daerah dengan pemerintah (Dasar
pemikiran huruf b dalam penjelasan umum atas Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004).
Prinsip-prinsip tersebut diatas dapat dilaksanakan sejalan dengan
tujuan yang hendak dicapai apabila pemerintah memberi suatu pembinaan
berupa pemberian pedoman seperti dalam penelitian, pengembangan,
perencanaan dan pengawasan. Disamping itu diberi pula standar, arahan,
bimbingan, pelatihan, pengendalian, koordinasi, pemantauan dan evaluasi.
Bersamaan dengan itu, pemerintah wajib memberikan fasilitas yang berupa
pemberian peluang kemudahan, bantuan, dan dorongan kepada daerah agar
dalam melaksanakan otonomi dapat dilakukan secara efisien dan efektif sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
Suatu wilayah yang dibentuk menjadi suatu daerah yang diberi
kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri
berdasarkan undang-undang, adalah suatu badan hukum. Meskipun dalam
undang-undang tidak disebutkan bahwa daerah tersebut merupakan badan
hukum, tetapi dari “basiswetten” tentang pemeritahan daerah, dimana
pemerintah daerah itu dapat mempunyai kekayaan sendiri, mengadakan
xxvi
pinjaman uang, dapat mengadakan perjanjian dengan pihak lain, mempunyai
perangkat pemerintahan yang dapat bertindak untuk dan atas nama daerah
yang bersangkutan dan lain sebagainya (Dana Sugandha, 1981 : 3).
Sebagai suatu badan hukum publik, daerah diberi kewenangan khusus
yang tidak dapat dimiliki oleh badan hukum perdata lainnya. Kewenangan-
kewenangan tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
1) Kewenangan untuk membuat peraturan daerah yang berlaku untuk umum
dan dapat bersifat memaksa.
2) Hak budget.
3) Dan hak-hak lainnya (Dana Sugandha, 1981 : 4)
d. Bentuk dan Kewenangan Daerah
Menurut ketentuan pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004, urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah khususnya
kabupaten atau kotamadya meliputi :
1) Perencanaan dan pengendalian pembangunan.
2) Perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan tata ruang.
3) Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman masyarakat.
4) Penyediaan sarana dan prasarana umum.
5) Penanganan kesehatan.
6) Penyelenggaraan pendidikan.
7) Penanggulangan masalah sosial.
8) Pelayanan bidang ketenagakerjaan.
9) Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah.
10) Pengendalian lingkungan hidup.
11) Pelayanan pertanahan
12) Pelayanan kependudukan.
13) Pelayanan administrasi umum pemerintahan.
14) Pelayanan administrasi penanaman modal.
xxvii
15) Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan
16) Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh perundang-undangan.
Pelaksanaan otonomi daerah tidak lagi hanya otonomi daerah yang
nyata dan bertanggung jawab akan tetapi otonomi daerah yang luas, nyata dan
bertanggung jawab. Otonomi daerah yang luas, akan memberikan kepercayaan
bagi Kabupaten atau Kotamadya Daerah Tingkat II, untuk mengelola
kewenangan yang lebih besar dan luas.Kewenangan daerah tidak lagi hanya
sebagian urusan pemerintahan, akan tetapi menjadi kewenangan seluruh
bidang pemerintahan, kecuali sebagaimana telah disebutkan dalam ketentuan
pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004. Dengan demikian
daerah Kabupaten atau Kota nantinya harus menangani kewenangan wajib.
Pelaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab pasti
akan mengoptimalkan pelayanan dan pemberdayaan masyarakat.
e. Otonomi Daerah
Otonomi Daerah merupakan bagian sistem politik yang diharapkan
memberi peluang bagi warga negara untuk lebih mampu menyumbangkan
kreatifitasnya. Dengan demikian, otonomi daerah merupakan dalam era
globalisasi dan reformasi ini. Tanpa otonomi daerah, masyarakat akan
mengalami kesulitan menempatkan diri sejajar dengan manusia-manusia yang
lain di berbagai negara pada saat perdagangan bebas mulai berlaku ( Andi A.
Malarangeng, 2001 : 105 ).
Penyelenggaraan asas desentralisasi menghasilkan daerah otonomi,
sedangkan urusan yang diserahkan kepada daerah otonom yang menjadi hak
atau wewenangnya disebut “otonomi daerah” atau “otonomi” saja. Otonomi
menurut Amrah Muslimin berarti pemerintah sendiri ( zelfregering ), ( auto =
sendiri, nomes = pemerintahan ). Memeng otonomi itu berarti kemandirian,
seperti juga yang dikemukakan Bagir Manan yang menyatakan “otonomi”
xxviii
mengandung arti kemandirian untuk mengatur dan mengurus urusan ( rumah
tangganya ) sendiri.
Bagir Manan juga mendefinisikan “otonomi” sebagai kebebasan dan
kemandirian satuan pemerintahan lebih rendah untuk mengatur dan mengurus
sebagian urusan pemerintahan. Urusan pemerintahan yang boleh diatur dan
diurus secara bebas dan mandiri itu menjadi atau merupakan urusan rumah
tangga satuan pemerintahan yang lebih rendah tersebut. Kebebasan dan
kemandirian merupakan hakekat isi otonomi. Muh. Safei mendefinisikan
“otonomi seluas-luasnya” sebagai mengurus dan mengatur rumah tangga
daerah yang didasarkan pada kepentingan daerah dan kebutuhan masyarakat
daerah di dalam segala segi peri kehidupan masyarakat dan daerah seperti
dilapangan kemakmuran, kesejahteraan sosial, agama, kebudayaan, ketertiban
dan keamanan umum, keadilan dan sebagainya sepanjang kesemuanya itu
tidak termasuk atau ditark kedalam pengurusan pemerintahan pusat atau
daerah otonomi yang lebih atas.
Karena eratnya hubungan otonomi dan urusan rumah tangga, sehingga
seringkali otonomi diartikan sama dengan urusan rumah tangga itu sendiri.
Pengertian “Rumah Tangga” menurut The Liang Gie adalah pekerjaan bebas
dari suatu daerah yang dilakukan atas inisiatif sendiri. Kemudian Muh. Syafei
menyebutkan adapun isi dari otonomi yang seluas-luasnya ialah terletak di
dalam pengertian istilah “Rumah tangga daerah”. Dengan lain perkataan
rumah tangga itulah yang menetapkan garis-garis batas sampai dimana
ujungnya otonomi yang seluas-luasnya itu. Rumah tangga daerah adalah
mengenai segala urusan sepanjang tidak termasuk atau ditarik kedalam
pengurusan Pemerintah Pusat atau daerah otonom yang lebih luas. Menurut
Prajudi, ada empat teori mengenai rumah tangga atau otonomi itu, yaitu :
1) Teori Rumah Tangga atau Otonomi Formal
Menurut teori ini, rumah tangga adalah keseluruhan daripada urusan-
urusan yang diperinci dengan Undang-Undang.
xxix
2) Teori Rumah Tangga atau Otonomi Substansial
Teori otonomi substansial atau teori otonomi materiil atau isi menyatakan
bahwa rumah tangga itu adalah apa yang (tertinggal, tersisa ) belum
menjadi tugas kewajiban urusan aripada daerah otonom yang lebih tinggi
atau daripada negara (Pemerintah Pusat disebut juga aftrek theorie.
3) Teori Rumah Tangga Organik
Teori ini menyatakan bahwa rumah tangga adalah keseluruhan daripada
urusan–urusan yang menentukan mati hidup daripada badan otonomi atau
daerah otonomi.
4) Teori Rumah Tangga atau Otonomi Riil
Menurut teori ini rumah tangga adalah keseluruhan daripada urusan-
urusan yang secara nyata ( realitas ) mampu ditangani sendiri.
Kemampuan tersebut berdasarkan atas kemampuan personil, materiil,
finansial, dan sumber-sumber daya lainnya Andi (Mustari Pide, 1999 : 39-
47 ).
2. Tinjauan Tentang Kebijakan
a. Pengertian Kebijakan
Beberapa Sarjana mengemukakan pengertian tentang kebijakan antara
lain:
1) Istilah Kebijakan Pemerintah dipahami sebagai juga sebagai kebijakan
public (public policy) yang identik dengan pembuat keputusan (policy
marker) seperti yang di katakan James E.Anderson (1978) bahwa
Kebijaksanaan public adalah sebagai perilaku dari sejumalah aktor selaku
pejabat ,kelompok, dan instansi pemerintah dengan kata lain serangkaian
aktor dalam suatu bidang tertentu.(H.F. Abraham Amos,2004:112)
2) Sementara itu pakar ilmu sosial politik Carl Friederich, mengatakan bahwa
Kebijakan adalah seperangkat tindakan yang mengarah pada tujuan yang
diusulkan oleh seseorang, kelompok, atau pemerintah, yang dilakukan
xxx
dalam lingkungan tertentu, sehubungan dengan adanya hambatan-
hambatan tertentu seraya mencari peluang untuk mencapai tujuan atau
mewujudkan sasaran yang diinginkannya.(H.F.Abraham Amos,2004:112)
3) Sementara kebijakan menurut Thomas R. Dye kebijakan Negara adalah
pilihan tindakan berupa apapun bentuknya ,tidak peduli bahwa apakah
ingin dilakukan ataukah tidak dilakukan oleh pejabat
pemerintah.(H.F.Abraham Amos,2004:113)
4) Kebijakan sebagai field of study lebih meenekankan pada apa yang benar-
benar dikerjakan daripada apa yang diusulkan atau dikehendaki ,dengan
mengedapankan kedudukan aktor di dalamnya .Aktor dalam makna ini
bisa berupa orang atau badan hukum yang mencapai tujuan dengan
tindakan tertentu .(Damim,Sudarwan,2000:11)
5) Hoffebert kemudian mengutip pendapat sarajana lain bahwa yang
dimaksud dengan kebijakan adalah setiap hubungan antara lembaga
pemerintah dengan lingkungannya .Dengan demikian policy tidak selalu di
wujudkan dalam bentuk pernyataan tertulis yang diumumkan (yang
biasanya berupa aturan-aturan )melainkan juga setiap sikap tindakan
pemerintah.(Wibawa Samodra,1994:50)
6) Menurut Rose yang dikutip Dunn ,bahwa kebijakan public adalah
serangkaian pilihan tindakan pemerintah (termasuk pilihan untuk tidak
bertindak )guna menjawab tantangan-tantangan yang menyangkut
kehidupan masyarakat .(Wibawa Samodra,1994:50)
7) Menurut Amara Raksasataya sebagaimana dikutip Islamy mengemukakan
kebijakan sebagai suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk
mencapai tujuan tertentu.Oleh karena itu kebijakan memuat 3(tiga) elemen
yaitu:
a. Identifikasi dari tujuan yang dicapai
b. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk menccpai tujuan
yang diinginkan
c. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara
nyata dari taktik atau strategi.(Islamy,2000:17-18).
xxxi
Komponen-komponen dari kebijakan adalah sebagai berikut :
1) Pelaku kebijakan, yakni badan pemerintah maupun orang atau lembaga
non pemerintah yang terlibat dalam pembuatan kebijakan. Mereka dapat
mempengaruhi sekaligaus terkena pengaruh dari suatua kebijakan.
2) Lingkungan kebijakan, yang dimaksud dengan lingkungan bukannya
orang-orang atau lembaga yang berada di sekitar dan mempengaruhi
pemerintah selaku penentu ahkir suatu kebijakan ( mereka ini semua
termasuk dalam kontak pelaku/aktor kebijakan) melainkan lebih menunjuk
pada bidang-bidang kehidupan masyarakat yang dapat atau perlu
dipengaruhi oleh pelaku kebijakan. Misalnya, demokrasi, ketimpangan,
kriminalitas, efisiensi, urbanisasi, dan produktifitas kerja, pencemaran
alam, urbanisasi, diskriminasi, ketimpangan distribusi pendapatan, dsb.
3) Kebijakan publik, yakni serangakaian pilihan atau tindakan pemerintah
untuk menjawab tantangan (atau memecahkan masalah) kehidupan
masyarakat.(Samodra Wibawa,1994:50-51)
Berdasarkan penelitian White Area menyangkut Kebijakan sebagai
field of study lebih meenekankan pada apa yang benar-benar dikerjakan
daripada apa yang diusulkan atau dikehendaki ,dengan mengedapankan
kedudukan aktor di dalamnya .Aktor dalam makna ini bisa berupa orang atau
badan hukum yang mencapai tujuan dengan tindakan tertentu
.(Damim,Sudarwan,2000:11)
b. Azas-azas dan Teori Keberlakuan Hukum
Hukum adalah suatu peraturan yang mengatur tingkah laku manusia
dalam pergaulan bermasyarakat bersifat memaksa,di buat oleh pejabat yang
berwenang dan apabila di langgar akan di kenakan sanksi .Hukum untuk
berlakunya harus mengandung azas-azas tertentu .Azas yang perlu terkandung
dalam suatu peraturan hukum supaya berlaku mengikat adalah sebagai berikut
xxxii
1) Azas Pancasila
Pancasila merupakan azas hukum yang tertinggi karena berfungsi
sebagi jantungnya peraturan hukum dan landasan yang paling luas bagi
lahirnya suatu peraturan hukum.
2) Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hukum dasar yang memuat
aturan-aturan pokok mengnai penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan
bernegara. Dalam kedudukan yang demikian itu ,Undang-Undang Dasar
dalam rangka tata urutan atau tata tingkatan tertib hukum yang berlaku
merupakan hukum yang menempati kedudukan yang tertinggi.
3) Ius Constitutum dan Ius Constituendum
Ius Constitutum selalu di hubungkan dengan suatu masyarakat hukum
tertentu ,seiring dengan perkembangan jaman, ius constitutum sendiri akan
mengalami perubahan-perubahan mengikuti perkembangan masyarakat, untuk
dapat memenuhi kebutuhan masyarakat yang juga berkembang.Sedangkan ius
constituendum adalah hukum yang baru dan dicita-citakan akan berlaku di
kemudian hari.
4) Azas Delegasi
Delegasi merupakan suatu azas dalam sistem tata susunan hirearkis,
dimana azas ini menjamin sifat kesatuan system yang di selenggarakan .
5) Azas Legalitas
Legalitas merupakan suatu pekerjaan untuk meneliti sah atau tidaknya
suatu peraturan hukum di dalam tertib hukum positif. Dimana persyaratan
legalitas berlaku umum untuk suatu aturan hukum di dalam rangka tertib
hukum positif yang di selenggarakan setiap Negara, sehingga persyaratan
xxxiii
legalitas juga berlaku bagi aturan hukum yang di buat penegak hukum
(Sihombing Purwoatmodjo dkk,1993 :93-102).
Di samping azas-azas keberlakuan hukum tersebut di atas ,di dalam
hukum juga mengenal adanya teori-teori atau kaedah keberlakuan
hukum.Dalam teori ilmu hukum .kaedah atau teori berlakunya ilmu hukum di
bedakan menjadi tiga macam ,ketiga macam tersebut adalah sebagai berikut :
1) Hal berlakunya secara yuridis. artinya adalah bahwa hukum bebagai
kaedah yang berlaku (sah), apabila terbentuk menurut cara yang telah
ditentukan.
2) Hal berlakunya hukum secara sosiolaogis. Dimana dalam kaedah
keberlakuan hukum lebih menekankan pada efektivitas hukum dalam
masyarakat .
3) Hal berlakunya hukum secara filosofis. Artinya adalah, bahwa hukum
tersebut sesuai dengan cita-cita hukum ,sebagai nilai positif yang tertinggi
,misalnya Pancasila ,masyarakat yang adil dan makmur (Soerjono
Soekanto,1982 :265).
Agar berfungsi dengan baik maka hukum harus memenuhi ketiga
macam keberlakuan di atas. Hal ini disebabkan karena apabila hukum hanya
memenuhi keberlakuan yuridis, maka ada kemungkinan hukum tadi hanya
merupakan kaedah yang mati. Sedangkan apabila hanya mempunyai
keberlakuan sosiologis dalam arti teori kekuasaan ,maka kaedah hukum
tersebut mungkin semta-mata menjadi aturan pemaksa dan apabila dalam
kaedah hukum hanya mempunyai teori keberlakuan secra filosofis ,maka
hukum tersebut hanya boleh di sebutkan sebagai kaedah hukum yang di
harapkan atau di cita-citakan (Soerjono Soekanto,1982 :265-266).
Di samping ketiga teori di atas ada teori lain yang menyatakan bahwa
hukum berlaku bila memenuhi dua teori tersebut .Teori keberlakuan hukum
yang di maksudkan oleh H.L.A.Hart adalah sebagai berikut :
xxxiv
1) Primery Rules, di mana teori ini lebih menekankan pada kewajiban
manusia untuk bertindak atau tidak bertindak. Mengenai primery rules
sendiri terdapat dua model .Model tersebut adalah sebagai berikut:
a) Primery rules yang didalamnya berisi apa yang di sebut aturan sosial.
Aturan sosial yang perlu dimuat dalam suatu peraturan hukum
adalah meliputi adanya keteraturan perilaku di dalam bebrapa
kelompok social ,dan banyak di jumpai dalam masyarakat. Untuk
terciptanya situasi yang demikian di perlukan penyesuaian yang labih
menitik beratkan pada perlunya tekanan social dengan memusatkan
pada perbuatan yang menyimpang.
b) Aturan itu harus dirasakan sebagai suatu kewajiban oleh suatu dalam
anggota kelompok social yang relevan. Dari sudut pandang internal
,anggota masyarakat merasakan bahwa aturan yang hendaknya di
penuhi itu menyediakan alasan
2) Secondary rules, yang di sebut aturan tentang aturan .Dimana aturan-
aturan tersebut harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a) Aturan yang menetapkan persisnya aturan mana yang dianggap sah
(rules of recognation)
b) Bagajmana dan oleh siapa peraturan tersebut dapat di ubah(rules of
change)
c) Bagaimana dan oleh siapa peraturan tersebut dapat di kuatkan ,
dipaksakan atau di tegakkan(rules of adjudication) (Otje Salman .S
dkk,2005 : 90-91).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis White Area
menyangkut teori berlakuanya hukum secara yuridis, sosiologis dan filosofis.
3. Tinjaun Tentang Reklame
a. Pengertian Reklame
xxxv
Reklame menurut Peraturan Daerah Kota Surakarta No 9 Tahun 1999
adalah benda, alat, perbuatan atau media yang menurut bentuk susunan corak
ragamnya untuk tujuan komersial , dipergunakan untuk mempekenalkan,
menganjurkan dan memujikan suatu barang , jasa, atau orang, ataupun untuk
menarik perhatian kepada suatu barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau
yang dapat dilihat , dibaca, dan atau didengar dari suatu tempat umum ,
kecuali yang dilakukan oleh pemerintah.
Reklame menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
Pemberitahuan kepada umum tentang barang dagangan deengan kata-kata
yang menarik.
b. Jenis-jenis papan reklame
Reklame berdasarkan Peraturan walikota No 4 Tahun 2001 tentang
pedoman pelaksanaan reklame dibagi menjadi dua yaitu reklame insidental
dan reklame reklame non-insidental. Reklame Non Insidental adalah reklame
yang dipasang secara temporer dengan durasi waktu harian, mingguan dan
bulanan. Reklame yang masuk kategori ini adalah: umbul-umbul-,cover board
,Baaner, baliho. Balon udara dan selebaran. Sementara reklame non incidental
adalah reklame yang dipasang dengan durasi waktu satu tahun ini biasanya
terbuat dari board seperti billboard, miniboard, neon sign, Megatron /LCD
(Liquid Computer Display), Metropolitan Media Technology.
Papan reklame adalah poster dalam ukuran besar .Poster dalam ukuran
besar ini di desain untuk di lihat oleh orang-orang yang melakukan perjalanan
dengan kendaraan.Beberapa jenis reklame luar ruang adalah sebagai berikut:
1) Billboard adalah papan reklame yang menggunakan bahan logam
umumnya dilengkapi lampu sorot .
2) Miniboard ,billboard dengan ukuran lebih kecil sekitar 1 x 2 meter.
xxxvi
3) Neon sign dan neon box ,tidak beda dengan billboard yang di terangi
lampu dari bagian tengah papan reklame itu. Memanfaatkan listrik dan
lampu TL. Bahan yang dipilih tipis dan tembus pendar cahaya,umumnya
plastik yang lazim disebut acrylic. dibuat dari tabung kaca yang di bentuk
sesuai dengan kebutuhan dan diisi bubuk neon.
4) Megatron /LCD (Liquid Computer Display), papan reklame yang di buat
dari barisan lampu atau layar sangat lebar untuk menampilkan progam
iklan yang sudah dirancang komputer sebelumnya.
5) Metropolitan Media Technology , berupa neon box yang sudah tidak lagi
mengunakan acrylic sebagai bahan dasarnya tapi menggunakan calibret
,sejenis lembaran plastik kenyal yang tidak bisa pecah apabila dilempari
batu ,kecuali sengaja dipotong-potong.(SoloPos ,7 September 2001).
6) Spanduk, berupa kain rentang ( yang berisi slogan propaganda / berita
yang perlu diketahui umum ). (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1990 :856)
7) Baliho, Reklame yang terbuat dari triplek atau sejenisnya (Pasal 12
Keputusa Walikota No 4 Tahun 2001).
c. Hal –hal yang perlu di perlu diperhatikan dalam menentukan titik lokasi
papan reklame media luar ruang adalah sebagai berikut:
1) Arus Perjalanan. Lokasi yang dipilih hendaknya memperhatikan benar
apakah ada di sebelah kiri atau kanan jalan. Letak kiri atau kanan jalan ini
berhubungan erat dengan jarak yang ditempuh oleh manusia di sekitar
lokasi tersebut dari tempat tinggalnya ke tempat bekerja. Dengan demikian
maka perlu diperhatikan apakah letak lokasi berada pada arus pulang atau
arus berangkat.
2) Jenis Produk. Pemilihan lokasi pada arus berangkat atau arus pulang kerja
harus dihubungkan dengan jenis produk yang akan diiklankan dan suasana
psikologis yang melingkupi jalan pikiran calon pembeli. Asumsinya arus
berangkat adalah pagi hari ,seangkan arus pulang adalah sore atau malam
hari .Misalnya iklan bir yang dipasang di sebelah kiri jalan (arus berangkat
kerja). Dapat mengganggu kesiapan mental calon pembeli.
xxxvii
3) Jangkauan. Salah satu alat untuk mengukur eektivitas suatu media adalah
jangkauan atau pengukuran jangkauan media tersebut khalayak.
Sasarannya Media luar ruang mempunyai daya jangkau yang bersifat
sangat lokal, yakni daerah di sekitar papan reklame itu saja. Oleh
karenanya sangat penting memilih lokasi yang memiliki sudut pandang
seluas mungkin. Misalnya ketinggian tertentu yang bebas dari halangan
pandangan.
4) Kecepatan arus lalu lintas. Karena papan reklame di pasang untuk
menjangkau orang-orang yang berada di atas kendaraan, maka kecepatan
arus lalu lintas di sekitarnya perlu diperhatikan. Jika jalur tersebut adalah
jalur bebas hambatan, maka papan reklame harus didesain sedimikian rupa
sehingga dari jauh sudah dapat dibaca dan dikenali pesannya. Pada jalur
jalur tertentu seperti ini iklan luar ruang sudah harus selesai dibaca dalam
tempo kurang dari tujuh detik. Jika ingin menonjolkan detail maka jalur
yang dipilih haruslah jalur lalu lintas yang padat dan pada ketinggian
menengah .Jalur padat ini ditemui pada lokasi seperti :
a) Sektor pertokoan / perbelanjaan
b) Persimpangan
c) Jalan tiga jalur yang ada sekolah dengan sedikit tempat atau parkir
d) jalan leher botol yang ujungnya menyempit.
Ketinggian untuk media ini sedang-sedang saja. Dan ini disebabkan
oleh situasi yang tidak memugkinkan khalayak sasaran untuk melihat
papan reklame sambil mendongakkan kepala. Pada arus yang padat
dan lambat ,orang dapat membaca dengan santai pada titik yang dekat .
5) Presepsi orang terhadap lokasi. Papan reklame tidak hanya digunakan
untuk mencapai suatu tujuan yang sederhana, melainakan juga untuk
membangun citra. Papan reklame tampil anggun, besar dan modern di
daerah elite akan menimbulkan presepsi bahwa pemasangnya adalah suatu
perusahaan atau produk bonafid dan dapat dipercaya. Oleh karena itu,
produk yang pasar sasarannya kelas menengah ke atas perlu menentukan
lokasi yang dipandang elite ,meski jumlah kendaraan terbatas.
xxxviii
6) Keserasian dengan bangunan di sekitarnya. Meski jarang diperhatikan,
butuir terahkir ini turut menetukan keerhasilan papan reklame menyita
perhatian. Tanpa memperhatikan keserasian,papan reklame akan menjadi
“sampah kota”.Papan reklame harus memperhatikan keseimbangan
lingkungan yang justru dapat mempercantik kota. Iklan luar ruang harus
memperhatikan 7K, yaitu
a) Keindahan
b) Kesopanan
c) Ketertiban
d) Keamanan
e) Kesusilaan
f) Keagamaan
g) Kesehatan (Khasali Rhenald,1995 :138-139).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis White Area
menyangkut reklame insidental seperti: spanduk, umbul-umbul-,cover board
,Baaner, Reklame yang terbuat dari bahan triplek atau sejenisnya disebut
baliho dan Reklame lainnya termasuk Balon udara dan selebaran.
B. Kerangka Pemikiran
Pada tahun 2004 Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang no 32
Tahun 2004 tentang Otonomi Daerah. Undang-Undang ini memberikan
kebebasan kepada daerah untuk mengelola sendiri daerahnya termasuk dalam
hal keuangan. Sejak di berlakukan Undang-Undang otonomi daerah, setiap
daerah berusaha meningkatkan pendapatan untuk dapat memenuhi
kebutuhannya sendiri dengan mengoptimalkan potensi yang di milikinya.
Pajak adalah salah satu sektor yang dioptimlkan untuk menambah kas daerah
dan setiap daerah pasti bisa menarik pajak. Salah satu pajak yang memberikan
konstribusi besar pada daerah adalah pajak reklame. Cara yang di tempuh
pemerintah daerah untuk meningkatkan pemasukan dari sektor pajak reklame
adalah dengan memberikan kemudahan izin untuk pemasangan reklame,
xxxix
sehingga dengan semakin banyak orang memasang reklame otomatis
pendapatan pemerintah daerah juga akan meningkat. Sehingga tidak heran
kalau sekarang ini banyak daerah di Indonesia yang menjadi hutan reklame.
Banyaknya reklame ternyata tidak selamanaya berdampak positif. Dampak
positf dari reklame adalah meningkatnya pendapatan daerah sementara
dampak negatifnya adalah keindahan kota yang terlihat kotor dan kumuh
karena reklame yang terlalu banayak dan teratur.
Pengaturan reklame di kota Solo selama ini hanya berdasarkan
Peraturan Daerah No 5 tahun 1999 Tenang Pajak Reklame dan Keputusan
Walikota No 03 /Drt/1999 Tentang Pedoman Pelaksanaan Reklame yang
kemudian disempurnakan menjadi Keputusan Walikota No.04 Tahun 2001
tentang Perubahan Keputusan Walikota Surakarta No.03/Drt/1999 tentang
Pedoman Pelaksanaan Reklame. Jadi di kota Solo selama ini belum ada
Peraturan Daerah yang mengatur tentang penataan atau pengaturan reklame.
Penggunaan Peraturan Daerah tentang Pajak Reklame untuk mengatur
reklame ternyata tidak efektif karena banyak kelemahan yang terdapat pada
Peraturan Daerah ini. Hal ini berdampak pada keindahan kota yang menjadi
berkurang. Banyak reklame yang berukuran besar terpampang di badan jalan
sehingga menggangu pemandangan bahkan membahayakan pengguna jalan
bila reklame itu sewaktu-waktu roboh. Selain itu banyak pula reklame yang
melanggar izin dengan memasang di tempat yang sebenarnya terlarang untuk
memasang reklame. Menyadari kesremawutan pemasangan reklame pada
tahun 2001 pemerintah kota Surakarta mengeluarkan Keputusan Walikota No
4 Tahun 2001 tentang Penataan Reklame. Berdasarkan Keputusan Walikota
No 4 Tahun 2001juga dibentuk tim Penataan Reklame serta Tim
Pembongkaran dan Pengawasan Reklame. Pada tahun 2003 Pemerintah Kota
Surakarta juga mengeluarkan kebijakan Tentang White Area. Semua itu
dilakukan dengan tujuan untuk menertibkan reklame di Kota Surakarta.
xl
White Area adalah suatu kebijakan di mana suatu ruas jalan yang di
tunjuk oleh pemerintah kota tidak boleh di pasangi reklame. Tujuan utama
penetapan White Area adalah untuk menciptakan kebersihan dan keindahan
kota. Di Solo ruas jalan yang di tunjuk adalah Jalan Salmet Riyadi(Purwosari
sampai Gladak), jalan Jendral Sudirman (Gladak sampai depan Balaikota) dan
di Jalan Muwardi (reel kereta api manahan sampai Gendengan). Sampai
sekarang kebijakan White Area belum dibuat secara tertulis dalam suatu
Peraturan Daerah tetapi menurut informasi yang penulis dapat kebijakan ini
sudah umukan berdasarkan pengumuman Walikota Surakarta Nomor
510.3/043 yang dikeluarkan pada tanggal 31 Desember 2003.
Sementara untuk menertibkan dan menentukan titik reklame
Pemerintah Kota Surakarta membuat 2 tim yaitu Tim Penataan Reklame yang
bertugas menentukan titik reklame dan Tim Pengawas dan Pembongkaran
Reklame yang betugas mengawasi dan menertibkan reklame yang tidak
berizin dan tidak memperpanjang izin. Dari Tim Penataan Reklame inilah
Konsep White Area diusulkan.
xli
UU No 32 Tahun 2004
Kewenangan Daerah
Perda No 9 Tahun 1999 tentang pajak reklame
Keputusan Walikota No 4 Tahun 2001 Tentang Penataan Reklame
Penertiban Reklame Tim Pengawasan dan Pembongkaran Reklame
Tim Penataan Reklame
Mengusulkan kebijakan White Area
Walikota Surakarta
Pengumuman White Area Kewenangan Ada
di Dispenda
xlii
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. White Area
a. Konsep White Area
Berdasarkan wawancara dengan ibu Susi bagian Sub Dinas Bina
Progam Dipenda Kota Surakarta pengertian White Area adalah area bebas
reklame suatu konsep dimana suatu ruas jalan protocol tidak boleh dipasangi
reklame baik incidental maupun non-incidental. White Area di Kota Surakarta
berdasarkan pengumuman Walikota Nomor 5/0.3/043di terapkan di tiga ruas
xliii
jalan besar yaitu Jalan Slamet Riyadi, Jalan Jendral Sudirman dan jalan Dr.
Muwardi.
Di ruas jalan Slamet Riyadi White Area di terapkan di Purwosari
sampai Gladak, sementara untuk jalan Jendral Sudirman diterapkan di Gladak
sampai Jalan Jendral Sudirman dan di Jalan Dr. Muwardi di terapkan di reel
Kereta api Manahan sampai Gendengan.
Konsep White Area di ketiga ruas jalan tersebut diterapkan untuk
reklame insidental. Reklame Incidental seperti yang tertuang dalam Keputusan
Walikota Surakarta No 4 Tahun 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Reklame
Pasal 1 adalah Pemasangan reklame yang dilakukan secara temporer dengan
durasi waktu harian, mingguan dan bulanan. Berdasarkan pasal 12 yang
termasuk dalam kategori Reklame Insidental adalah
1) Reklame yang meliputi :umbul-umbul-,cover board ,Banner
2) Reklame yang terbuat dari bahan triplek atau sejenisnya disebut baliho
3) Reklame lainnya termasuk Balon udara dan selebaran
Reklame non incidental adalah reklame reklame yang permanent
seperti reklame papan/billboard, megatron, neoen sign/neon box dan
Metropolitan Media Tecnology. White Area di Jalan Jendral Sudirman untuk
sementara diterapakan untuk jenis reklame incidental tapi pada tahun 2008
khusus untuk wilayah Jalan Sudirman White Area juga akan diterapkan untuk
reklame non incidental selama reklame tersebut berada di tanah Negara jadi
bila reklame tersebut masih berada di tanah milik sendiri tentu tidak terkena
White Area.
b. Dasar hukum
Dasar Hukum Di tetapkannya White Area adalah suatu kebijakan yang
di keluarkan oleh Pemerintah Kota Surakarata. Kebijakan tersebut memang
belum di tuliskan dalam suatu Undang-Undang, tapi sudah ada surat
xliv
pemberitahuan tertulis dari walikota Surakarta tentang White Area.
Pemberitahuan itu dikeluarkan dalam bentuk pengumuman Nomor 5/0.3/043,
pengumuman ini dikeluarkan pada tangagal 31 Desember 2003. Dalam
pengumuman tersebut di sebutkan tiga area bebas reklame yaitu jalan Dr
Muwardi, Jalan Slamet Riyadi dan Jalan Jendral Sudirman. Walaupun sudah
dikeluarkan tiga tahun lalu tapi pengumuman tersebut belum dirumuskan
dalam suatu peraturan.
White Area belum dituangakan dalam suatu Undang-Undang
(Peraturan Daerah) memang membuat konsep White Area ini lemah dari sisi
hukum. Berdasarkan pendapat para ahli salah satunya Hoffebbet yang
mengutip pendapat sarjana lain bahwa kebijaksanaan adalah Setiap hubungan
antara lembaga pemerintah dan lingkungannya. Dengan demikian policy tidak
harus diwujudkan dalam pernyataan tertulis tapi yang diumumkan (yang
biasanya berupa aturan-aturan) melainkan juga setiap sikap tindakan
pemerintah(Wibawa Samodra,1994:50). Sehingga kebijakan yang dikeluarkan
tersebut memang tidak bermasalah tapi dari sisi hukum tetap ada kelemahan
mendasar yang terdapat pada kebijakan tidak tertulis di banding kebijakan
tertulis yaitu tidak adanya ketentuan pidana yang bisa di jatuhkan bila
kebijakan itu di langgar, berbeda tentunya bila kebijakan itu dibuat tertulis
dalam suatu peraturan, di mana sanksi pidana tertulis jelas dan pidana dapat
dijatuhkan, sehingga orang akan lebih patuh pada peraturan.Walaupun belum
ditetapkan secara tertulis dalam suatu peraturan, berdasarkan Undang-Undang
No 32 Tahun 2004 ada Prinsip dimana daerah memilki kewenangan membuat
kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan serta, prakarsa dan
pemberdayaan masyarakat. Terdapat pula kewenangan–kewenangan
pemerintah daerah seperti yang terdapat pada Undang-Undang No 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintah Daerah. Di mana dalam Undang-Undang No 32
Tahun 2004 terdapat kewenangan pemerintah daerah seperti yang terdapat
dalam pasal 14 ayat (1) salah satunya adalah Perencanaan, pemanfaatan dan
pengawasan tata ruang. Jadi Pemerintah Daerah berhak mengatur penggunaan
xlv
ruang termasuk tempat yang boleh ataupun tidak boleh di pasangi reklame
seperti White Area. Selain itu dalam Keputusan Walikota No 4 Tahun 2001
pasal 3 disebutkan Standart dan tempat Pemasangan Reklame diwilayah
Surakarta ditetapkan oleh Tim Pentaan Reklame yang keanggotannya
sebagaimana tersebut dalam lampiran 1.
c. Alasan dan Tujuan White Area
Berdasarkan wawancara dengan Ibu Susi bagian Sub Dinas Bina
Progam Dipenda Kota Surakarta alasan diterapkannya White Area di wilayah
kota Surakarta adalah keinginan Pemerintah Kota Surakarta untuk
memperindah Kota Surakarta. Beberapa langkah sudah dilakukan Pemerintah
Kota Surakarta untuk menertibkan reklame. Upaya ini dimulai ketika pada
Tahun 1999 Pemerintah Kota Surakarta mengeluarkan Keputusan Walikota
No 03 /Drt/1999 tentang Pedoman Pelaksanaan Reklame sebagai pelaksanaan
Perda No 5 Tahun 1999 tentang Pajak Reklame. Dua tahun kemudian
Keputusan Walikota tersebut diubah menjadi Keputusan Walikota No 4 Tahun
2001. Alasan perubahan ini karena Keputusan Walikota No 03 /Drt/1999
sudah tidak sesuai dengan keadaan saat itu. Tapi walaupun sudah diperbaruhi
Keputusan Walikota tersebut ternyata tidak sanggup untuk mengimbangi
permintaan pemasangan reklame yang semakin meningkat. Ini disebabkan
karena jumlah pusat perbelanjaan, hotel, toko dan pusat bisnis lainnya yang
semakin meningkat di Surakarta. Dimana setiap tempat tersebut pasti
memrlukan media promosi dan media yang dianggap tepat adalah Media Luar
Ruang. Sehingga walaupun sudah dibentuk dua tim untuk menertibkan
reklame tetapi hal ini ternyata tidak cukup untuk memperindah kota. Melihat
hal itu Pemerintah Kota Surakarta menerapkan kawasan yang benar-benar
bebas reklame. Tapi untuk penerapannya pemerintrah Kota Surakarta hanya
memilih tiga ruas jalan di kota Surakarta. Mengingat Pemerintah Kota
Surakarta tetap memerlukan pendapatan dari sektor pajak reklame sehingga
tidak mungkin White Area diterapkan diseluruh wilayah Surakarta.
xlvi
Dipilihnya dua ruas jalan besar di Solo yaitu ruas Jalan Slamet Riyadi,
Jalan Jendral Sudirman sebagai kawasan untuk White Area disebabkan karena
kedua jalan besar tersebut adalah wajah Kota Solo. Jalan Slamet Riyadi adalah
jalan utama di Surakarta, hampir setiap orang yang memasuki kota Surakarta
pasti melewati Jalan Slamet Riyadi, sementara Jalan Jendral Sudirman dipilih
karena wilayah itu adalah wilayah Heritage (Wilayah Budaya). Jalan Jendral
Sudirman dipilih sebagai wilayah Heritage ( Wilayah Budaya ) karena di
wilayah itu terdapat tempat bersejarah seperti benteng Vanstesburg dan jalan
tersebut merupakan akses masuk ke wilayah Keraton Kasunanan Surakarta
serta wilayah tersebut juga akan dijadikan jalur hijau. Sementara Jalan Dr.
Muwardi dipilih memnag tidak ada alasan kusus tapi yang jelas jalan ini
mempunyai akses penting ke jalan Slamet Riyadi dan Stadiaon Manahan Solo.
Berdasarkan wawancara dengan Ibu Susi bagian Sub Dinas Bina
Progam Tujuan Utama White Area ada tiga yaitu
1) Penataan Ruang untuk reklame dan Menertibkan Reklame kususnya di
jalan Jendral Sudirman, Jalan Slamet Riyadi dan Jalan Muwardi.
2) Menciptakan keindahan kota
3) Di jalan Sudirman White Area dimaksudkan untuk mendukung wilayah
tersebut menjadi Heritage Area karena wilayah tersebut akan di jadikan
jalur hujau (tamanisasi kota).
2. Penertiban Reklame
a. Pemasangan Reklame
Pemasangan reklame di kota Surakarta diatur dalam Surat Keputusan
Walikota Surakarta No 4 Tahun 2001. Dalam Keputusan Walikota No 4
Tahun 2001 Pasal 1 yang dimaksud dengan Titik Lokasi Reklame adalah tata
letak tepatnya tempat pemasangan reklame pada suatu lokasi penggalan jalan
xlvii
dan penentuan standar reklame yang dapat dipasang di tempat itu. Titik lokasi
pemasangan reklame yang ada di Kota Surakarta tersebar di seluruh ruas jalan
baik itu pada prasarana kota yaitu tanah atau bangunan milik perorangan atau
badan hukum di wilayah Kota Surakarta. Titik-titik lokasi reklame yang dapat
dipasang di prasarana Kota dikelompokkan kedalam jalan Protokol, Jalan
Ekonomi, Jalan Lingkungan.
Reklame yang dipasang diprasarana kota dilarang pada kantor
Pemerintah, Rumah Dinas, Ruang Sidang dan dilarang menutupi Ruang
Publik. Reklame yang dipasang diluar prasarana kota atau di tanah atau
bangunan milik perorangan atau badan hukum harus menggunakan standar
reklame yang memenuhi syarat estetika, kekuatan konstruksi dan tidak
mengganggu pemandangan serta menunjukkan keindahan kota. Pemasangan
reklame diluar prasarana kota yang tidak menempel pada bangunan gedung
atau toko–toko, tapi dipancangkan pada tanah atau bangunan milik sendiri
maka jenis dan ukurannya disesuaikan dengan standart reklame yang sudah
ditentukan oleh Tim Penata Reklame. Dalam pemasangannya ada tata tertib
yang berlaku, yaitu
1) Pemasangan alat perlengkapan reklame baik konstruksinya aupun
ukurannya tidak menganggu pemandangan lalu lintas, keindahan,
kesejahteraan dan ketertiban umum.
2) Bahasa yang digunakan baik untuk reklame suara maupun tulisan adalah
Bahasa Indonesia
3) Tulisan, suara dan gambar yang digunakan tidak bertentangan dengan
kesusialaan, kesopanan, ketertiban umum, keagamaan, kesehatan dan
keindahan.
4) Pemasangan wajib memelihara reklame yang bersangkutan agar tetap
terawat dengan baik sehingga tidak menggangu keindahan, keamanan,
kesehatan, dan ketertiban
5) Reklame dilarang di pasang pada bangunan Pemerintah yaitu Kantor,
Rumah Sakit, Ruang Sidang, Rumah Dinas, Tempat Ibadah, Tiag
xlviii
Listrik, Tiang Telepon, Gardu, Pohon Jalur Hijau dan Kendaraan Dinas
kecuali mendapat persetujuan terlaebih dahulu dari Walikota Kota
Surakarta.
Tata Cara Penyelesaian permohonan izin berdasarkan Pasal 18
Keputusan Walikota No 4 Tahun 2001 adalah sebagai berikut :
1) Kepala Dinas Pendapatan Daerah atau Pejabat yang ditunjuk meneliti
permohonan izin reklame yaitu tentang kebenaran keterangan-keterangan
dan kelengkapan berkas permohonan sebagaimana dimaksud pasal 17
keputusan Walikota No 4 Tahun 2001
2) Berkas permohonan izin reklame baru yang telah dipriksa oleh Kepala
Dinas Pendapatan Daerah dikiramkan kepada Kepala Dinas Kebersihan
dan Pertanaman.
3) Kepala Dinas Kebersiahan dan Pertanaman atau pejabat yang ditunjuk
memberikan rekomendasi atas permohonan izin reklame yang
bersangkutan setelah mempertimbangkan faktor-faktor keindahan dan
ketertiban umum
4) Rekomendasi Kepala Dinas Kebersihan dan Pertanaman atau pejabat yang
ditunjuk tersebut di atas, tidak diperlukan untuk permohonan
perpanjangan izin reklame serta permohonan izin yang telah memenuhi
persyaratan Satndarisasi dan perizinan yang diatur dalam keputusan ini.
5) Bagi reklamejenis billboard , berkontruksi atau dibuat dengan bahan
perlengkapan apapun juga yang didirikan diatas tanah /gedung /bangunan
diamping ketentuan tersebut diatas, permohonan izin reklame dimaksud
harus dimintakan rekomendasi pula dari Kepala Dians Tata Kota atau
pejabat yang ditunjuk.
6) Kepala Dinas Tata Kota atau pejabat yang ditunjuk mmberikan
rekomendasi atas permohonan izin reklame yang bersangkutan setelah
meneliti persyaratan persyaratan teknis reklame dimaksud sesuai denagan
ketentuan Peraturan Daerah tentang Bangunan.
xlix
7) Jika menurut Kepala Dinas Tata Kota suatu reklame yang dibuat dalam
bentuk konstruksi khusus, harus memperoleh izin Bangunan /IMBlebih
dahulu maka kepada Pemohon Izin wajib memohon sesuai dengan
ketentuan Peraturan Daerah tentang izin bangunan.
Berkas Permohonan izin reklame oleh Kepala Dinas Tata Kota atau
Kebersihan dan Pertanaman dikirimkan kembali kepada Dinas Pendapatan
Daerah beserta rekomendasinya dalam waktu selambat-lambatnya 5 hari sejak
diterma oleh masing-masing Pejabat yang dimaksud.
Disamping ketentuan tersebut diatas untuk pemasngan reklame jenis
non-board diatur sebagai berikut:
1) Untuk Spanduk dan Umbul-Umbul
a) Harus menggunakan dari kain dan dilarang dibuat dari bagor
b) Dipasang membujur jalan
c) Dilarang dikaitkan pada tiang listrik dan tiang telepon serta pada
pohon.
2) Dilarang menggunakan lampu berwarna yang menyala menyerupai
warna lampu lalu lintas.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Susi bagian Sub Dinas Bina
Progam Dipenda Beberapa langkah di tempuh Pemerintah Kota Surakarta
untuk menertibkan reklame lamgkah tersebut antara lain:
1) Memperbaruhi Keputusan Walikota No03 /Drt/1999 Tentang Penataan
Reklame menjadi Keputusan Walikota No 4 Tahun 2001.
2) Pembentukan Tim Penataan Reklame
3) Pembentukan Tim Pengawasan dan Pembongkaran Reklame
4) Kebijakan White Area
b. Tim Penataan Reklame
l
Tim penataan reklame adalah suatu tim yang dibentuk oleh Pemerintah
Daerah yang mengatur tata cara pemasangan reklame. Tim Penataan Reklame
lebih ke penataan reklame, menentukan suatu daerah tertentu apakah dapat
dipasang atau ditanam reklame atau tidak, menentukan daerah tersebut adalah
daerah bebas reklame atau daerah yang berpotensi dalam pemasangan reklame
dan mempertimbangankan bila ditanam di daerah tersebut bagaimana estetika
dari reklame tersebut dengan mempertimbangkan masukan dari beberapa
instansi yang terkait dengan pemasangan reklame.
Tim Penataan reklame merupakan bagian dari Pemerintah Kota akan
tetapi tidak ada dalam struktur organisasi Pemerintah Kota , maupun dalam
struktur organisasi dari Dinas Pendapatan Daerah. Tim ini kedudukannya
dalam Pemerintahan Daerah adalah fungsional , yang berarti bahwa
keanggotaannya yang lintas fungsioanal, yaitu terdiri dari unit-unit atau dinas-
dinas yang ada dalam Pemerintahan Kota Surakarta. Tim Penataan Reklame
merupakan wadah koordinasi antar fungsi yang menjadi media bagi dinas
untuk sling berkoordinasi. Tim ini dibentuk berdasarkan pada Surat Keputusan
Walikota No. 510.1.05/086/1/1999.
Keanggotaan Tim Penataan Reklame terdiri dari berbagai dinas yang
ada di Pemerintahan Kota Surakarta dengan maksud agar setiap dinas dapat
berkoordinasi satu sama lain. Ini sangat penting agar tidak ada pihak yang
merasa dirugikan. Dinas-dinas tersebut adalah Dinas Tata Kota, Dinas
Kebersihan dan Pertanaman, Dinas Pendapatan Daerah, Dinas Lalu Lintas
Angkutan Jalan dan DPU. Untuk lebih jelasnya disajikan keanggotaan Tim
Penataan Reklame
KEDUDUKAN DALAM TUGAS JABATAN
Ketua Tim Seketaris Daerah Kota Surakarta
Wakil Ketua I Kepala Dinas Kebersihan dan
Pertanaman Kota Surakarta
li
Wakil Ketua II Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota
Surakarta
Sekertaris I Kasi. Taman pada DKP Kota Surakarta
Sekertaris II Kasi Pendaftaran dan Pendataan pada
Dipenda Kota Surakarta
Anggota 1.Kepala Dinas Tata Kota Kota
Surakarta
2.Kepala DPU Kota Surakarta
3.Kepala Bagian Perkotaan Setda Kota
Surakarta
4.Kepala Bagian Hukum Kota
Surakarta
Pembagian kerja pada tim Penataan Reklame tersebut sebagai berikut
1) Ketua Tim Penataan Reklame : Ketua Tim berperan merencanakan
agenda kerja dari tim ,memimpin dan memutuskan hasil dari setiap rapat
atau pertemuan yang diadakan.
2) Wakil Ketua Tim Penataan Reklame : Memimpin jalannya rapat apabila
ketua tim berhalangan hadir, mengkoordinasi anggota tim unuk
mengadakan pertemuan.
3) Sekertaris Tim Penataan Reklame: Membuat berita acara dari setiap
pertemuan atau hasil dari keputusan pertemuan yang diadakan tersebut
dan menyerbarkan undangan untuk pertemuan.
4) Anggota Tim Penataan Reklame : yang terdiri dari beberapa instansi
seperti Dinas Kebersihan dan Pertanaman, Dinas Pekerjaan Umum,
Dinas Tata Kota, Bagian Hukum. Tugasnya adalah mensurvey lapangan,
merekomendasikan titik- titik lokasi untuk pemasangan reklame,
memberikan patok-patok disetiap lokasi pemasangan reklame,
menentukan penambahan dan pengurangan titik-titik lokasi reklame.
lii
Tugas Tim Penataan Reklame berdasarkan Pasal 4 Keputusan
Walikota Nomor 4 Tahun 2001 :
1) Menentukan standar reklame yang meliputi bentuk, bahan dan ukuran
reklame
2) Menentukan titik-titik lokasi pemasangan Reklame sesuai dengan
standarisasi Reklame yang ditentukan dengan pemancangan patok
reklame yang klasifikasinya diatur sebagai berikut
· Patok Merah : Untuk board reklame dengan ukuran besar
· Patok Hijau : Untuk board Reklame dengan ukuran sedang
· Patok Kuning :Untuk Board petunjuk arah dengan klasifikasi sebagai
berikut
Ø Single Objek :Pemasangan Reklame petunjuk arah
dengan ukuranyang cukup besar dan / atau untuk
Reklame yang menggunakan Standarisasi Logo yang
sudah dikenal
Ø Three in one yaitu reklame petunjuk arah dengan ukuran
kecil yang pemasangannya Tiga Objek atau lebih
dijadikan Satu
3) Menentukan besarnya konstribusi bagi reklame yang dipasang difasilitas
umum, seperti jembatan penyebrangan, halte, pos polisi dan lain-lainnya
4) Menyusun daftar titik Reklame yang berada dalam wilayah Surakarta.
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Ida bagia Sub Dinas Bina
Progam Dipenda bahwa dalam melaksanakan tugasnya Tim Penataan
Reklame membuthkan sarana untuk menunjang aktivitasnya. Sarana tersebut
berupa Keputusan-Keputusan atau Ketetapan-Ketetapan yang dibuat oleh
Walikota Surakarta yang berkaitan dengan penataan reklame di Kota
Surakarta. Sarana-sarana tersebut berupa :
1) Pemasangan patok-patok pada setiap ruas jalan di wilayah Kota Surakarta.
2) Peta lokasi pemasangan reklame. Memperlihatkan lokasi-lokasi yang
boleh dipasangi reklame.
liii
3) Penetapan standart-standart reklame yang disesuaikan dengan titik
pemasangan reklame.
4) Penyusunan daftar titik lokasi pemasangan reklame yang akan dilelang
5) Daftar harga dasar lelang titik reklame
Peran dari anggota Tim Penataan Reklame yaitu sebagai berikut:
1) Dinas Kebersihan Kota, memberikan rekomendasi tentang pertimbangan
faktor-faktor keindahan dan ketertiban umum.
2) Dinas Pekerjaan Umum, memberikan rekomendasi atas penataan jalan
bagi titik reklame.
3) Dinas Tata Kota, memberikan rekomendasi serta meneliti persyaratan
teknis konstruksi reklame apakah sesuai dengan ketentuan Peraturan
Daerah tentang bangunan, pemberian Izin Mendirikan Bangunan dan
mengevaluasi pemasangan reklame.
4) Bagian Hukum, memberikan gambaran-gambaran apakah keputusan yang
dibuat oleh Tim tersebut telah berdasarkan UU dan tidak bertentangnan
dengan UU.
5) Dinas Pendapatan Daerah, leading sector dari tim tersebut dan pelayanan
pajak reklame.
6) DLLAJ, memberikan pertimbangan mengenai aspek-aspek kelalulintasan,
apakah reklame tersebut mengganggu lalu lintas atau tidak.
Tugas utama dari Tim Penataan Reklme adalah menentukan titik
reklame. Dalam menentukan titik reklame ada dua sumber atau cara
ditemukannya titik reklame :
1) Tim menentukan suatu lokasi yang telah disetujui melalui forum Tim
Penataan Reklame untuk dijadikan titik-titik reklame dengan
pertimbangan estetika, marketable, layak dipasangi reklame.
2) Titik reklame ditemukan oleh penylenggara reklame. Suatu penyelanggara
reklame mengajukan surat permohonan kepada Walikota Surakarta yang
berisi bahwa di suatu lokasi bagus / berpotensi untuk dipasang titik
liv
reklame. Kemudian Tim penataan Reklame mengadakan pengujian
lapangan untuk pelulusannya apakah dilokasi tersebut baik dan layak
dipasangi reklame atau tidak dengan cara memberikan hak pengelolaan
selam satu tahun pada penyelanggara reklame tersebut. Setelah satu tahun,
pengelolaan dilakukan oleh Pemerintah dengan cara pelelangan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Ida Bagian Sub Dinas
Bina Progam Dipenda bahwa dalam melaksanakan tugasnya tim ini tidak
melakukan rapat setiap hari, ini disebabkan karena anggota dari tim ini adalah
orang yang mempunyai kedudukan penting di Dinas seperti kepala dinas dan
Kasi. Setiap Kepala Dinas dan Kasi mempunyai kesibukan lain selain
mengurusi penataan reklame. Rapat diselenggarakan setiap akan ada
pelelangan atau ada permintaan baru untuk pemasangan reklame. Pelelangan
dilakukan setiap tahun apabila kontrak untuk reklame non insidental telah
habis mengingat batas waktu maksimal untuk reklame incidental adalah satu
tahun.
c. Tim Penertib dan Pembongkaran Reklame
Tim Pengawasan dan Pembongkaran reklame merupakan tim yang di
bentuk untuk menertibkan reklame. Tim ini di bentuk berdasarkan Keputusan
Walikota Surakarta No 03 /Drt /1999 tentang Pedoman Pelaksanaan Reklame
yang kemudian di perbaruhi menjadi Keputusan Walikota No 4 Tahun 2001.
Anggota dari tim penertib dan pembongkaran reklame berasal dari beberapa
dinas yang berhubungan dengan reklame. Suusunan Keanggotaan Tim
Penertib dan Pembongkaran Reklame adalah sebagai berikut :
No KEDUDUKAN DALAM
TUGAS
JABATAN
1. Ketua Tim Kepala seksi Perencanaan, Pengendalian
Operasional/PPO Dipenda Kota Surakarta
lv
2. Sekertaris merangkap
Anggota
Staf Pendaftaran dan pendataan pada
Dipenda Kota Surakarta
3. Anggota 1.Unsur DKP Kota Surakarta
2.Unsur Bagian Hukum Setda Kota
Surakarta
3.Unsur Bagian Tata Pemerintahan Setda
Kota Surakarta (SATPOL PP)
4.Unsur Staff Dipenda Kota Surakarta
5.Unsur DPU Kota Surakarta
6.Unsur Dinas Tata Kota Kota Surakarta
Tujuan dibentuknya Tim Pemasangan dan Pembongkaran Reklame
untuk mengawasi penyelenggaraan dan pemasangan reklame luar ruang yang
dipasang di prasarana kota agar standar reklame dan tiik lokasi
pemasangannya sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Keputusan
Walikota No 4 Tahun 2001.
Tugas Tim Penertib dan Pembongkaran Reklame berdasarkan Pasal
51 Keputusan Walikota No 4 Tahun 2001 adalah
1) Mengawasi penyelenggaraan dan pemasangan reklame luar ruang , baik
yang dipasang diprasarana kota , maupun diluar prasarana kota, agar
standar reklame dan titik lokasi pemasangannya sesuai dengan ketentuan
yang diatur dalam keputuan ini.
2) Melakukan Pembongkaran reklame yang pemasangannya tidak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku , setelah menerima informasi dan
masukan-masukan dari dinas terkait atas adanya pelanggaran dan
penyimpangan pemasangan reklame.
3) Penyelesaian terhadap standarisasi penataan reklame sebagaimana
dimaksud dalam keputusan ini selambat-lambatnya 1(satu) tahun di
tetapkannya keputusan ini.
lvi
Tim Penertib dan Pembongkar Reklame berbeda dari Tim Penataan
reklame. Tim Penertib dan Pembongkaran Reklame adalah kepanjangan
tangan dari Tim Penataan Reklame. Tim inilah yang paling menentukan tertib
atau tidaknya reklame di Surakarta. Tim ini yang terjun kelapangan sementara
Tim Penataan Reklame berada dibelakang meja.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Ida Bagian Sub Dinas
Bina Progam Dipenda bahwa dalam keanggotaan Tim Pengawas dan
Pembongkar Reklame tidak terlihat adanya anggota dari unsur Unit Pelayanan
Terpadu (UPT). Padahal dalam kenyataanya UPT adalah dinas yang diberi
kewenangan untuk memberi kewenangan izin reklame insidental. Untuk
mengantisipasi hal ini Dinas Pendapatan Daerah menempatkan satu wakilnya
di UPT. Wakil Dinas Pendapatan Daerah ini juga merupakan anggota tim
Pengawas Dan Pembongkaran Reklame pada sore hari. Untuk berkomunikasi
dengan pihak UPT Tim ini menggunakan HT.
Dalam menjalankan tugasnya tim ini berkeliling setiap hari baik pagi
maupun sore hari. Tim ini juga tidak mengenal istilah hari libur karena ini
untuk mengantisipasi pemasang reklame yang kemungkunan akan
memanfaatkan hari libur jika Tim Penertib dan Pengawas Reklame ikut libur.
Di pagi hari petugas memang membutuhkan fasilitas yang cukup lengkap.
Untuk hal tersebut Pemerintah Kota Surakarta menyediakan fasilitas berupa
kendaraan Sky Walker (truk yang digunakan untuk membongkar reklame)
truk ini cukup lengkap bahkan untuk membongkar reklame yang tinggi
seklaipun karena truk ini dilengkapi tangga, HT, dan alat pertukangan. Tapi
ada kelemahan yang terdapat dalam truk ini yaitu ukurannya yang sangat besar
sehinnga sulit untuk masuk kedaerah yang jalannya sempit. Selain itu terdapat
dua unit mobil pik up untuk menertibkan reklame. Sementara untuk sore di
bagi menjadi empat tim yang terbagi menjadi tim kendaraan roda dua dan tim
mobil pick up. Di bentuknya dua tim ini untuk mengantisipasi apabila pihak
pemasang reklame dengan sengaja memanfaatkan waktu setelah tim penertib
lvii
dan pengawas reklame melakukan penertiban. Dengan adanya dua tim ini
hampir dipastikan tidak ada reklame terpasang tanpa izin.
Dalam pelaksanaannya Truk Sky Walker di gunakan pada pagi hari.
Sebelum mengunakan truk Sky Walker tim lebih dahulu pergi menggunakan
sepeda motor untuk berkeliling. Sepeda motor dipilih karena lebih efisien dan
juga dapat menjelajahi seluruh wilayah Surakarta. Setelah itu bila ada yang
reklame yang melanggar tim langsung berkoordinasi dengan UPT melalui HT
bila memang tidak ada izin maka akan langsung diturunkan tapi apabila tidak
mampu menurunkan atau membawanya karena besarnya reklame atau
tingginya reklame maka tim akan membawa pick up atau Sky Walker.
Untuk lebih mengevisiensi tugas Tim Penertib dan Pengawas Reklame,
Pemerintah Kota Surakarta merencanakan untuk membeli sepeda motor yang
dilengkapi dengan tangga seperti yang digunakan PT Telkom karena selama
ini yang digunakan hanya sepeda motor operasional tanpa fasilitas apa-apa.
Ini didasarkan pada pengalaman sebelumnya bahwa sepeda motor lebih efektif
digunakan daripada kendaraan lainnya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Ida Bagian Sub Dinas
Bina Progam Dipenda bahwa dalam melaksanakan tugasnya Tim Penertib dan
Pembongkar Reklame tidak banyak menemui kedala. Meskipun begitu ada
kendala yang dihadapi
1) Faktor alam yaitu hujan bila hujan tim ini tidak bisa melaksanankan
tugasnya
2) Perilaku dari pemasang reklame itu sendiri seperti memanfaatkan waktu
malam hari atau memasang dalam jumlah yang lebih banyak dari izin
yang diajukan dan memasang lebih dahulu baru kemudian melakukan izin
keesokan harinya.
3. Pelaksanaan White Area
lviii
Dalam pelaksanaanya Konsep White Area tidak terlepas dari
permohonan izin untuk memasang reklame. Di kota Surakarta permohonan
izin untuk memasang reklame sekarang ini di bedakan menjadi dua yaitu
untuk reklame incidental dan reklame non-incidental. Untuk permohonan izin
pememasangan reklame incidental (tidak permanen) izin dilakukan melalui
Unit Pelayanan Terpadu syaratnya cukup membawa reklame yang akan
dipasang. Sementara untuk izin reklame non-incidental melalui Dinas
Pendapatan Dareah.
Berikut akan diuraikan cara permohonan izin Pemasangan Reklame Di
Kota Surakarta. Sebelum reklame dipasang ke titik-titik lokasi pemasangan
reklame yang telah ditetapkan terlebih dahulu harus mendapatkan izin. Setiap
reklame baru dipasang setelah mendapat ijin terlebih dahulu dari Walikota
melalui Kepala Dinas Pendapatan Daerah. Izin memasang diperoleh dengan
cara mengajukan permohonan tertulis diatas formulir yang dasediakan oleh
Dinas Pendapatan Daerah Kota Surakarta. Selain itu untuk ketentuan lain
seperti yang diungkapkan dalam Pasal 17 Keputusan Walikota No 4 Tahun
2001
1) Untuk pemasangan reklame diatas tanah / gedung / bangunan milik dan /
atau yang dikuasai Pemerintah /BUMND /BUMN / harus dilampirkan
Surat Persetujuan dari pemilik yang bersangkutan
2) Untuk pemasangan reklame diatas tanah/ gedung/ bangunan milik swasta
/badan perorangan harus dilampirkan surat persetujuan dari pemilik yang
bersangkutan.
3) Atas surat permohonan tersebut, bagi reklame jenis billboard, papan atau
yang dibuat dengan bahan dan perlengkapan apapun juga yang didirikan
diatas tanah/gedung/bangunan disertakan pula gambar konstruksi reklame
yang bersangkutan.
4) Surat permohinan izin besrta berkas-berkas diserahkan kepad petugas
Dinas Pendapatan Daerah atau melalui Unit Pelayanan Terpadu .
lix
Untuk reklame Insidental permohonan izin dilakukan dengan cara
mengisi formulir yang disediakan Dinas Pendapatan Daerah. Formulir ini
sudah terdapat di Unit Pelayanan Terpadu. Sehingga pemohon reklame
insidental bisa langsung mengisi formulir tersebut di Unit Pelayanan Terpadu
sekaligus membayar pajaknya. Setelah itu biasanya reklme ditempeli striker
lunas pajak reklame. Ini juga merupakan bukti bahwa reklame tersebut telah
memiliki izin. Biasanya isi formulir berupa nama, jumlah reklame, dan tempat
yang diinginkan. Ini disebabkan harga reklame tidak sama untuk setiap
daerah. Sementara untuk menandatangani ijin reklame insidental memang
sebenarnya merupakan wewenang Walikota. Namun dalam pelaksanaannya
izin tersebut ditandatangani oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah. Ini
disebabkan karena Walikota menganggap Dinas Pendapatan Daerah lebih tahu
mengenai reklame Insidental sehingga Walikota menyerahkan wewenangnya
kepada Kepala Dinas Pendapatan Daerah. Sementara untuk reklame non
incidental dilkukan melalui pelelangan biasanya satu tahun sekalai dan izin
tetap ditandatangani Walikota
Dalam pelaksanaannya surat izin pemasangan reklame di tanda tangani
oleh Kepala Dinas Pndapatan Daerah atas nama Waliokota. Surat izin
memasang reklame hanya diterbitkan untuk pemasangan reklame tahunan,
sedangkan untuk reklame insidental cukup dengan bukti pelunasan Surat
Setoran Pajak Darah (SSDP).
Surat pemberiathuan berlakunya White Area memang sudah sejak
lama di gulirkan. Namun dalam pelaksanannya White Area memang tidak
bisa langsung dilaksanakan di ketiga ruas jalan yang disebut diatas. Bahkan
sejak dikeluarkan tiga tahun lalu sampai sekarang White Area masih belum
diundangkan dalam suatu peraturan hukum.
lx
Untuk pelaksanannya White Area memang tidak bisa diterapkan saat
itu juga ini disebabkan karena diketiga ruas jalan tersebut sudah terpasang
reklame insidental jadi pelaksanaannya dengan cara berkala yaitu Pemerintah
Kota Surakarta tidak memberikan izin lagi bagi pihak yang ingin memasang
reklame insidental diketiga ruas jalan tersebut sementara bagi pihak yang
sudah terlanjur diberi izin Pemerintah Kota akan menunggu sampai waktu izin
habis dan tidak memberi perpanjangan izin.
Pada awal pelaksanannya konsep White Area memang banyak
menemui kendala ini disebabkan masih banyaknya pemasang reklame yang
tetap memasang ditempat tersebut. Tapi seiring bergulirnya waktu dan
sosialisasi yang dilakukan Unit Pelayanan Terpadu sekarang sudah tidak ada
kendala yang berarti dalam pelaksanaan White Area karena pihak pemasang
reklame juga sudah mengetahui Konsep White Area.
Berdasarkan perbincangan singkat dengan Pimpinan UPT sebagai
pihak yang berwenang memberikan izin reklame insidental untuk masalah
White Area beliau mengatakan tidak ada masalah berarti karena beliau sudah
mensosialisasikan pemohon izin tentang White Area kususnya untuk jalan
Slamet Riyadi dan Jalan Jendral Sudirman serta jalan Dr. Muwardi bila ada
yang meminta wilayah tersebut pihak Unit Pelayanan Terpadu tidak akan
memberi izin dan akan menawarkan wilayah lain. Sementara bagi yang sudah
terlanjur di beri izin maka Pihak Unit Pelayanan Terpadu tidak akan memberi
izin perpanjangan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Ida dan Ibu Susi Bagian
Sub Dinas Bina Progam Dipenda bahwa dari ketiga ruas jalan yang ditunjuk
pun dalam pelaksanannya berbeda konsep. Untuk Jalan Slamet Riyadi konsep
White Area hanya di berlakukan kepada Reklame insidental. Di jalan Slamet
Riyadi juga masih dijumapi ada reklame incidental seperti baliho, tapi ini tetap
dengan izin dari Pemerintah Kota. Pertimbangan yang digunakan untuk
lxi
memberikan izin adalah aspek PAD, dimana harga dasar suatu titik reklame
ditentukan oleh nilai strategis temapat tersebut. Sehingga harga baliho di Jalan
Slamet Riyadi juga lebih mahal dari baliho dari tempat lain.
Dijalan Jendral Sudirman selama ini juga di kenakan pada reklame
insidental sementara untuk reklame non-incidental mulai tahun 2008 juga
akan dilarang sehingga untuk saat ini bagi pihak yang ingin mengajukan
permohonan izin untuk mendirikan reklame non-insidental di Jalan Jendral
Sudirman sudah tidak diberi izin dan bagi yang sudah terlanjur di beri izin
tidak akan memperoleh perpanjangan izin. Ini semua untuk mendukung
kawasan Jendral Sudirman sebagai kawasan Heritage.
Di Jalan Dr.Muwardi White Area sudah diterapkan di wilayah tersebut
untuk reklame incidental. Sebagai gantinya pemerintah memberikan neon box
yang dibuat menarik, dimana dibawahnya bisa dipasang reklame. Untuk saat
ini neon tersebut banyak terdapat di wilayah lapangan Kota Barat. dengan cara
ini diharapkan Pemerintah Daerah tetap mendapat PAD dan keindahan kota
tetap terjaga. Hal tersebut juga dimaksudkan untuk mendukung White Area.
Perbedaan konsep White Area diketiga jalan tersebut memang
didasarkan pada aspek latar belakang wilayah tersebut. Wilayah ruas jalan
Slamet Riyadi berlatar belakang bisnis dan pusat kota sehingga banyak pusat
perbelanjaan, toko yang berdiri di tempat tersebut, ini menjadikan wilayah
Jalan Slamet Riyadi menjadi lahan yang potensial untuk reklame, sehingga
White Area hanya bisa diterapkan untuk reklame insidental. Berbeda dengan
wilayah jalan Jendral Sudirman yang merupakan wilayah Heritage dan tidak
banyak tempat bisnis yang berdiri di tempat itu sehingga White Area untuk
reklame non incidental sangat memungkinkan.
Tidak di berinya izin untuk reklame non-insidental di wilayah Jendral
Sudirman ini ternyata sudah menimbulkan kasus. Seperti Kasus yang terjadi
lxii
antara PT Netra dengan Dinas Pendapatan Daerah seperti diberitakan di
Solopos pada tanggal 6 September 2007 di mana dalam kasus tersebut PT
Netra sudah meminta izin secara lisan kepada Kepala Dipenda Bapak Budi
Suharto tanggal 2 Juni lalu tanggal 19 Juli PT Netra membuat pengajuan
formal dalam bentuk surat permohonan lengkap kepada Kepala Dipenda,
Tanggal 4 Agustus setelah pengerjaaan rampung mencapai 80 % ternyata PT
Netra mendapat panggilan dari Dispenda yang isinya penghentian
pembangunan billboard dengan alasan kawasan ini termasuk kawasan White
Area. Berdasarkan tanggapan bapak Budi Suharto mengatakan bahwa
kawasan tersebut memang kawasan White Area dan beliau juga mengatakan
bahwa yang terpenting bukan PAD melainkan estetika kota. Kasus ini
sebenarnya tidak perlu terjadi jika pemerintah Kota Surakarta segera membuat
Peraturan Daerah tentang White Area, sehingga subtansinya jelas dan tidak
berubah-rubah. Sebenarnya apa yang dilakukan PT. Netra juga salah karena
berdasrakan Keputusan Walikota No 4 Tahun 2001 sebelum memasang
reklame hendaknya pemasang reklame mengajukan izin secara tertulis baru
setelah izin keluar pihak pemasang reklame membuat konstruksi bangunan
rekalme. Ini juga mengambarkan bagimana pihak pemasang tidak menaati
peraturan yang ada.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Ibu Susi Bagian Sub
Dinas Bina Progam Dipenda bahwa kawasan Jendral Sudirman dimasa yang
akan datang memang akan dibuat wilayah yang bersih dari reklame bukan
hanya reklame non–incidental, menurut rencana reklame yang boleh didirikan
hanya reklame yang mencerminkan indentitas suatu bangunan itupun
dilakukan dengan seleksi ketat termasuk ukuran dan reklame tersebut hanya
boleh memuat tulisan nama bangunan ini semua dilakukan karena jalan
Jendral Sudirman dijadikan wilayah Heritage dan wajah kota Surakarta.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Ida Bagian Sub Dinas
Bina Progam Dipenda bahwa Selain di ketiga ruas jalan tersebut untuk tahun
lxiii
2008 Jalan Diponegoro sampai depan Mangkunegaran juga akan dijadikan
wilayah White Area. Alasan White Area untuk wilayah ini adalah karena jalan
ini merupakan akses masuk ke wilayah Pura Mangkunegaran dan selama ini
Pura Mangkunegaran tidak tampak dari Jalan Slmet Riyadi. Sehingga
diharapkan dengan diterapkannya White Area di wilayah jalan Diponegoro
Pura Mngkunegaran akan kelihatan dari wilayah ruas Jalan Slamet Riyadi.
Setiap peraturan di buat pasti mempunyai tujuan. Peraturan dikatakan
efektif bila tujuan yang tertulis dalam peraturan itu tercapai. Tujuan
dikeluarkanya konsep White Area adalah untuk menciptakan kebersihan dan
keindahan kota Surakarta. Harus diakui untuk melihat hasil dari White Area
ini bukanlah hal mudah karena tujuan utama untuk menciptakan keindahan
kota, tidak cukup hanya dengan mengatur reklame. Keindahan kota juga
dipengaruhi hal-hal lain seperti hiasan yang terdapat di tempat tersebut (lampu
hias, patung), taman yang akan memperindah kota juga tata ruang tempat
tersebut. Walupun begitu reklame juga berperan menciptakan keindahan kota.
Reklame yang tidak teratur justru akan menimbulkan kesan kumuh disuatu
tempat. Sementara reklame yang di tata rapi dan di buat dengan variasi dan
bentuk yang di buat sedimikian rupa justru bisa menimbulkan keindahan kota.
Untuk mengetahui hasil White Area selama ini penulis sengaja menelusuri ke
tiga jalan tersebut yang terkena konsep White Area.
Untuk jalan Slamet Riyadi pada saat penulis mengamati memang
sudah tidak ada iklan insidental yang terdapat di tanah milik Negara, namun
yang penulis dapati hanya sepanduk yang terdapat di depan toko dan beberapa
bendera Partai Politik serta bebrapa kerangka bekas reklame insidental yang
sudah tidak terpakai. Bendera Partai Politik memang tidak termasuk dalam
reklame karena yang dimaksud reklame menurut Peraturan Daerah Kota
Surakarta No 9 Tahun 1999 adalah benda, alat, perbuatan atau media yang
menurut bentuk susunan corak ragamnya untuk tujuan komersial ,
dipergunakan untuk mempekenalkan, menganjurkan dan memujikan suatu
lxiv
barang , jasa, atau orang, ataupun untuk menarik perhatian kepada suatu
barang, jasa atau orang yang ditempatkan atau yang dapat dilihat , dibaca, dan
atau didengar dari suatu tempat umum , kecuali yang dilakukan oleh
pemerintah. Sementara bendera Partai Politik hanya berisi simbol parpol
tersebut tanpa mengajak orang untuk memilih ataupun tujuan komersial
lainnya. Sementara di sana memang masih ada sepanduk yang menempel di
toko walaupun menjorok ke jalan menurut hasil wawancara dengan Bapak Ida
Bagian Sub Dinas Bina Progam Dipenda penda reklame tersebut masih
ditanah sendiri dan dikenai dua pungutan yaitu pajak dan retibusi karena
memakai tanah Negara. Selain itu juga diberikan kompensasi terhadap toko
ataupun pusat perbelanjaan, bank yang akan mengadakan acara kusus seperti
pembukan, ataupun event lain asal dengan izin pemerintah kota dan setelah
selesai harus dilepas.
White Area memang sudah diterapkan di Jalan Slamet Riyadi tapi
keindahan kota memang belum terlalu tampak ini terjadi karena banyaknya
reklame non incidental yang terpasang dengan berbagai ukuran. Kita semua
tahu Jalan Slamet Riyadi merupakan pusat kota seklaigus pusat bisnis di
Surakarta, akibatnya di sana banyak terdapat Bank, Toko, Pusat Perbelanjaan,
Hotel, Rumah Makan yang jumlahnya mencapai puluhan. Setiap tempat itu
memerlukan minimal sebuah papan untuk nama. Belum lagi kalau toko
tersebut mengadakan acara seperti diskon atau event sepesial lain pasti
tempat-tempat tersebut memasang reklame luar ruang untuk pemberitahuan
kepada publik. Papan nama di Jalan Slamet Riyadi memnag tidak teratur ada
yang besar, ada yang kecil, bentuknya beragam ada yang bundar dan ada yang
kotak bahkan ada yang satu toko membuat dua papan nama. Walupun reklame
non insidental masih terlihat tidak rapi tapi keindahan Jalan Slamet Riyadi
masih sedikit tertolong dengan progam tamanisasi, pemasangan lampu hias
dan City Walk yang diselengarakan Pemerintah
lxv
Sementara untuk Jalan Dr. Muwardi White Area memang sudah
diterapkan dengan tidak memberikan izin reklame incidental dan waktu
penulis menelusuri tempat tersebut memang reklame incidental sudah tidak
ada tapi diganti dengan neon box yang juga dimanfaatkan untuk pemasangan
reklame. Neon Box ini ternyata cukup efektif untuk menambah keindahan
kota di tambah dengan perbaikan lapangan kota Barat membuat wilayah ini
cukup indah.
Untuk di Jalan Jendral Sudirman penulis merasakan perbedaan dengan
Jalan Slamet Riyadi maupun jalan lainnya, dimana di jalan Jendral Sudirman
memang terlihat lebih rapi dibandingkan dengan jalan lain. Hal ini di
sebabkan disepanjang Jalan Jendral Sudirman tidak banyak terdapat toko. Di
sana hanya terdapat Bank, Kantor Pemerintahan Kota, kantor pos, kantor
Telkom, Benteng Vanstesburg di mana bangunan-bangunan tersebut
jumlahnya lebih sedikit dari bangunan di Slamet Riyadi. Selain itu penerapan
White Area di sepanjang jalan Jendral Sudirman untuk reklame non incidental
di tahun 2008 juga membuat konsep White Area lebih nampak hasilnya.
Selain konsep White Area di jalan Jendral Sudirman juga dicanangkan progam
Tamanisasi dimana di jalan tersebut akan dibuat jalur hijau (di tanami pohon).
Ini semua dilakukan untuk mendukung Jalan Jendral Sudirman sebagai
Heritage Area. Selain dua konsep diatas pemerintah Kota Surakarta juga
berusaha mempertahankan bangunan Vonsterberg agar wilayah Heritage
benar-benar teras diwilayah Jalan Jendral Sudirman
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Ida Bagian Sub Dinas
Bina Progam Dipenda bahwa White Area sendiri sebenarnya menimbulkan
dampak bagi pendapatan daerah. Pendapatan Daerah yang berasal dari sektor
pajak Reklame memang turun pada tahun 2007. Bahkan ada istilah PAD vs
Keindahan Kota. Harus diakui untuk menerapkan White Area bukan persoalan
mudah apalagi kota Surakarta tidak memiliki Sumber Daya Alam sehingga
Pemerintah Kota Surakarta pada awalnya memang sangat bergantung pada
lxvi
pajak reklame. Masuknya beberapa investor yang mendirikan Mall besar
dikota Surakarta seperti Pusat Grosir Solo( PGS) dan BTC(Benteng Trade
Center) membuat pemerintah daerah bisa menarik bebrapa pajak antara lain
pajak restoran dan pajak parkir. Dengan tambahan penghasilan dari pajak
tersebut Pemerintah Kota Surakarta dapat mengurangi ketergantungan dari
sector pajak reklame dan berani menerapkan White Area dibeberapa ruas
jalan.
B. Pembahasan
1. Konsep White Area dan Dasar Hukumnya
White Area adalah suatu kebijakan yang berisi larangan untuk
memasang reklame di sepanjang jalan protocol. Di kota Surakarta kebijakan
White Area dikeluarkan pemerintah Kota Surakarta untuk reklame insidental.
Reklame insidental adalah pemasangan reklame yang dilakukan secara
temporer dengan durasi waktu harian, mingguan dan bulanan. . Berdasarkan
pasal 12 yang termasuk dalam kategori Reklame Insidental adalah
a. Reklame yang meliputi :umbul-umbul-,cover board ,Baaner, Spanduk
b. Reklame yang terbuat dari bahan triplek atau sejenisnya disebut baliho
c. Reklame lainnya termasuk Balon udara dan selebaran.
Whita Area di Kota Surakarta diterapkan ditiga ruas jalan yaitu
a. Jalan Slamet Riyadi ( Purwosari sampai Gendengan)
b. Jalan Jendral Sudirman ( Gladak sampai Balailkota )
c. Jalan Dr. Muwardi ( Reel Kereta Api Manahan samapai Gendengan)
Dasar Hukum diterapkannya White Area adalah pengumuman
Walikota Surakarta Nomor 5/0.3/043 pada tangal 31 Desember 2003.
Pengumuman ini yang mengeluarkan adalah Walikota Surakarta sehingga sah
secara hukum karena yang mengeluarkan adalah pejabat yang mempunyai
kewenangan. Berdasarkan Undang-Undang No 32 tahun 2004 Pemerintah
Daerah mempunyai wewenang mengatur daerahnya sendiri seperti yang
lxvii
terdapat dalam pasal 14 ayat (1) salah satunya adalah Perencanaan,
pemanfaatan dan pengawasan tata ruang. Di dalam Undang-Undang No 32
Tahun 2004 ada prinsip dimana daerah memilki kewenangan membuat
kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan serta, prakarsa dan
pemberdayaan masyarakat.
2. Upaya Pemerintah Kota Surakarata Dalam Menenrtibkan Reklame
Pemerintah Kota Surakarta sudah berusaha menrtibkan reklame ini
dibuktikan dengan pembentukan dua tim yang bertugas mengurus penataan
dan penertiban reklame di Kota Surakarta. Dua tim tersebut adalah Tim
Penataan Reklame serta Tim Penertib dan Pembongkar Reklame.Tim
Penataan Reklame adalah tim yang tugas pokoknya menentukan titik mana
yang boleh dipasangi reklame atau tidak. Dalam keanggotannya tim ini terdiri
dari bebrapa dinas ini bertujuan agar tidak ada satu dinaspun yang dirugikan
dalam penentuan titik reklame. Dalam menentukan titik reklame tim ini
menggunakan dua cara
a. Tim menentukan suatu lokasi yang telah disetujui melalui forum Tim
Penataan Reklame untuk dijadikan titik-titik reklame dengan
pertimbangan estetika, marketable, layak dipasangi reklame.
b. Titik reklame ditemukan oleh penylenggara reklame
Tim Penertib dan Pembongkar reklame berbeda dengan tim Penataan
Reklame. Perbedaanya adalah Tim Penataan Reklame berhubungan dengan
hal teknis yang menyangkut reklame seperti standart reklame dan menentukan
titik reklame. Sementara Tim Penertib dan Pembongkar reklame berhubungan
dengan kondisi dilapangan seperti menertibkan reklame yang tidak berizin.
Tim inilah yang merupakan ujung tombak penertiban reklame di Kota
Surakarta. Dalam melaksanakan tugasnya tim ini berkeliling setiap hari baik
pagi maupun sore hari. Untuk mendukung tugasnya tim ini dilengkapi dengan
fasilitas pendukung seperti mobil Sky Walker ,mobil pick up dua buah dan
untuk tahun depan tim ini akan dilengkapi dengan sepeda motor yang
lxviii
dilengkapi tangga seperti yang digunakan PT.TELKOM. Anggota dari tim ini
juga diambil dari berbagai dinas.
Walupun penertiban reklame sudah sering dilakukan baik pagi maupun
sore hari namun pelanggaran tetap saja terjadi salah satu penyebabnya adalah
peraturan tentang Penataan Reklame yang dituangkan dalam Keputusan
Walikota sehinnga tidak ada sanksi tegas bagi yang melanggar. Apabila terjadi
pelanggaran pihak Tim Penertib dan Pengawas Reklame hanya menurunkan
saja dan memberikan teguran keras tanpa memberikan hukum seperti denda.
Ini membuat pihak pemasang reklame tidak jera untuk melakukan
pelanggaran.
3. Pelaksanaan White Area
White Area sudah dikeluarkan sejak tiga tahun yang lalu tapi dalam
pelaksanannya memang harus bertahap. Langkah pertama yang dilakukan oleh
pemerintah Kota Surakarta adalah mensosialisaikan White Area sekaligus
tidak memberi izin bagi pihak yang ingin memasang reklame di kawasan
White Area. Langkah kedua Pemerintah Kota Surakarta menunggu reklame
yang terlanjur dipasang sampai habis masa izinnya setelah itu pihak
pemerintah daerah tidak memberi perpanjangan izin. Langkah ketiga yaitu
mencopot semua reklame insidental yang berdiri tanpa izin di wilayah White
Area.
White Area di Jalan Slamet Riyadi sudah ditrapkan sejak lama untuk
reklame insidental. Tapi disana masih ada satu titik yang boleh digunakan
untuk baliho, ini dilakukan dengan pertimbangan pendapatan daerah. Di Jalan
Dr. Muwardi White Area juga sudah diterapkan untuk reklame insidental dan
untuk mengganti reklame incidental pemerintah daerah menyediakan lampu
neon box yang dibagian tengah bisa dipasangi reklame. Neon box ini terletak
di sepanjang lapangan Kota Barat. Di Jalan Sudirman White Area selama ini
lxix
diterapkan unutk reklame incidental tapi mulai tahun depan White Area juga
akan diterapkan untuk reklame non insidental bahkan menurut rencana
reklame yang boleh dipasang disana adalah reklame menurut rencana reklame
yang boleh didirikan hanya reklame yang mencerminkan indentitas suatu
bangunan itupun dilakukan dengan seleksi ketat termasuk ukuran.
lxx
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil peneltian mengenai Tinjauan Tentang Kebijakan
Penetapan White Area Oleh Pemerintah Kota Surakarta Sebagai Salah Satu
Upaya Untuk Menertibkan Reklame adalah sebagai berikut
White Area adalah suatu kebijakan yang dikeluarkan pemerintah Kota
Surakarta yang berisi larangan untuk memasang reklame insidental di tiga ruas
jalan. Tiga ruas jalan tersebut yaitu Jalan Jendral Sudirman, Jalan Dr.
Muwardi dan Jalan Slamet Riyadi. Sementara yang dimaksud reklame
insidental menurut Keputusan Walikota No 4 Tahun 2001 Tentang Penataan
Reklame adalah Pemasangan reklame yang dilakukan secara temporer dengan
durasi waktu harian, mingguan dan bulanan. Berdasarkan pasal 12 yang
termasuk dalam kategori Reklame Insidental adalah
A. Reklame yang meliputi :umbul-umbul-,cover board ,Baaner
B. Reklame yang terbuat dari bahan triplek atau sejenisnya disebut
baliho
C. Reklame lainnya termasuk Balon udara dan selebaran
Dasar hukum White Area adalah pengumuman yang dikeluarkan
Pemerintah Kota Surakarta 5/0.3/043 pada tangal 3 Desember 2003.
Berdasarkan Undang-Undang No 32 tahu 2004 Pemerintah Daerah
mempunyai wewenang mengatur daerahnya sendiri. Di mana dalam Undang-
Undang No 32 Tahun 2004 terdapat kewenangan pemerintah daerah seperti
yang terdapat dalam pasal 14 ayat (1) salah satunya adalah Perencanaan,
pemanfaatan dan pengawasan tata ruang. Tujuan utama konsep White Area
adalah untuk menciptakan keindahan kota dan menertibkan reklame.
lxxi
Upaya Pemerintah Kota Surakarta untuk menertibkan reklame
memang sudah dimulai sejak dahulu. Langkah pertama ialah merevisi
Keputusan Walikota No 03 /Drt/1999 menjadi Keputusan Walikota No 4
Tahun 2001 tentang Penataan Reklame. Selanjutnya Pemerintah Kota
Surakarta juga membentuk Tim Penataan Reklame dan Tim Penerib dan
Pembongkar Reklame. Tim Penataan Reklame bertugas menentukan titik
mana yang boleh dipasang reklame ataupun tidak boleh dipasang reklame.Tim
Penataan Reklame menentukan titik pemasangan reklame melalui dua cara
yaitu :
1) Tim menentukan suatu lokasi yang telah disetujui melalui forum Tim
Penataan Reklame untuk dijadikan titik-titik reklame dengan pertimbangan
estetika, marketable, layak dipasangi reklame.
2) Titik reklame ditemukan oleh penylenggara reklame.
Tim Penertib dan Pembongkar Reklame merupakan tim yang terjun
langsung ke lapangan sehingga tim ini merupakan ujung tombak penertiban
reklame. Untuk mendukung tugasnya tim ini dilengkapi dengan fasilitas
pendukung seperti mobil Sky Walker ,mobil pick up dua buah dan untuk tahun
depan tim ini akan dilengkapi dengan sepeda motor yang dilengkapi tangga
seperti yang digunakan PT.TELKOM.
Penertiban reklame sudah sering dilakukan baik pagi maupun sore hari
namun pelanggaran tetap saja terjadi salah satu penyebabnya adalah peraturan
tentang Penataan Reklame yang dituangkan dalam Keputusan Walikota
sehinnga tidak ada sanksi tegas bagi yang melanggar. Apabila terjadi
pelanggaran pihak Tim Penertib dan Pengawas Reklame hanya menurunkan
saja dan memberikan teguran keras tanpa memberikan hukum seperti denda.
Ini membuat pihak pemasang reklame tidak jera untuk melakukan
pelanggaran.
lxxii
Pelaksanaan White Area di ketiga ruas jalan tersebut memang sudah
dilaksanakan tiga tahun lalu namun dalam pelaksanaannya memang tidak
sama. Untuk jalan Slamet Riyadi misalnya disana masih ada satu titik untuk
memasang baliho. Titik ini atas izin dari Pemerintah Kota Surakarta dengan
pertimbangan Pendapatan Daerah. Sementara di jalan Dr. Muwardi reklame
insidental diganti dengan neon box yang didesain khusus agar terlihat indah
dan ini bisa mendukung White Area seklaigus menambah pendapatan daerah.
Kawasan Jendral Sudirman dimasa yang akan datang memang akan dibuat
wilayah yang bersih dari reklame bukan hanya reklame non–incidental,
menurut rencana reklame yang boleh didirikan hanya reklame yang
mencerminkan indentitas suatu bangunan itupun dilakukan dengan seleksi
ketat termasuk ukuran dan reklame tersebut hanya boleh memuat tulisan nama
bangunan ini semua dilakukan karena jalan Jendral Sudirman dijadikan
wilayah Heritage dan wajah kota Surakarta. Selain itu White Area tahun depan
juga akan di terapkan di Jalan Diponegoro tujuannya agar Pura
Mangkunegaran kelihatan dari Jalan Slamet Riyadi. Pemerintah kota Surakarta
akan berusaha mengurangi ketergantungan pada pendapatan daerah dari sektor
pajak reklame dengan memaksimalkan sektor lain seperti pajak parkir dan
pajak restoran ini semua dilaksanakan untuk mendukung keindahan kota
Surakarta.
B. Saran
1) Pihak pemerintah kota hendaknya membuat suatu peraturan daerah
mengenai penataan reklame dilengkapi dengan sanksi pidana bagi yang
melanngar.
2) Pihak pemerintah kota hendaknya menyeragamkan ukuran reklame di
jalan Slamet Riyadi khususnya reklame non incidental termasuk juga tata
letaknya.
3) Pihak pemerintah kota hendaknya segera memasukkan White Area dalam
suatu aturan hukum sehingga konsepnya jelas.
lxxiii
4) Pihak pemerintah kota hendaknya mulai membuat suatu konsep untuk
reklame insidntal agar keberadaan reklame incidental itu menjadi menarik
seperti yang sudah dilakukannya dengan mendisain lampu neon box
sedemikian rupa sehingga menjadi menarik.
5) Istilah White Area hendaknya diganti dengan istilah bahasa Indonesia
sehingga lebih dimengerti banyak orang.