penjadwalan pesanan menggunakan algoritma …

13
176 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340 PENJADWALAN PESANAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA UNTUK TIPE PRODUKSI HYBRID AND FLEXIBLE FLOWSHOP PADA INDUSTRI KEMASAN KARTON Nora Azmi 1) , Irawadi Jamaran 2) , Yandra Arkeman 3) , Djumali Mangunwidjaja 4) 1) Staf pengajar Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti, Mahasiswa Program Doktor Teknologi Industri Pertanian, IPB 2), 3), 4) Staf pengajar Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pascasarjana, IPB ABSTRACT This research was intended to produce an order (job) scheduling model at Carton Packaging Industries (CPI) that is useful for giving information about the time delivery to customers. The proposed model is quite complicated because of the characteristic of Make to Order (MTO) varies production process greatly between each order. The job’s schedule for CPI is prepared for production process that consists of 5 stages where in each stage uses different type of machinery. Not all jobs can be processed by all machines at a given production stage. Every job flow through 5 stage in the same order, but not all stages have to visited by all jobs. Stages may be skipped for a particular job. This condition makes CPI is classified as Hybrid and flexible flowshop for machine eligibility (HFFME). HFFME is complicated and is difficult to calculate by using conventional heuristic model. This research used genetic algorithm for solving the complex problem of HFFME and the resulting model called the Genetic Algorithm for hybrid and flexible flowshop with machine eligibility (GA-HFFME). This model is developed to minimized makespan, the objective of scheduling. The experiment was conducted towards 11 orders and it was found that the GA-HFFME is effective to solve that problem. Keywords : hybrid and flexible flowshop, machine eligibility, genetics algorithm 1. PENDAHULUAN 1 Industri kemasan karton (IKK) adalah salah satu industri pendukung yang penting bagi berbagai jenis produk manufaktur, termasuk produk-produk agroindustri dan pangan. Hal ini disebabkan karena kemasan karton merupakan kemasan yang cukup aman untuk digunakan, termasuk bagi produk pangan dan agroindustri. Disamping itu kemasan karton bersifat mudah diuraikan sehingga tidak merusak lingkungan, dapat didaur ulang sebagai bahan baku untuk kemasan berikutnya, dan dapat digunakan sebagai sumber energi atau kompos (Coles, McDowell dan Kirwan, 2003). Sebagian besar IKK skala kecil dan menengah beroperasi berdasarkan pesanan (make-to-order/MTO). Hal ini disebabkan kenyataan bahwa kemasan karton seringkali merupakan pesanan yang dirancang secara khusus untuk konsumen tertentu sebagai Korespondensi : 1 Nora Azmi E-mail : [email protected] identitas atau pemberi informasi tentang perusahaan kepada konsumen. Produksi berdasarkan pesanan (MTO) membuat IKK menghadapi beberapa masalah. Salah satu masalah yang dihadapi adalah sulitnya memberikan informasi waktu penyelesaian yang akurat kepada konsumen terutama jika ada beberapa pesanan yang harus dikerjakan pada periode waktu yang sama. Kegagalan dalam mengestimasi waktu penyelesaian pesanan dapat mengakibatkan beberapa pesanan terlambat daripada waktu yang dijanjikan sehingga mengakibatkan kekecewaan konsumen. Pada penelitian ini dirancang suatu model penjadwalan pesanan sebagai metode yang terintegrasi dengan proses manajemen pemesanan (ordering management process) dengan tujuan agar dapat mengestimasi waktu penyelesaian pesanan secara lebih akurat. Permasalahan yang dihadapi dalam merancang model penjadwalan ini adalah karakteristik proses produksi kemasan karton yang memiliki banyak sekali variasi antara satu produk dengan produk lainnya,

Upload: others

Post on 02-Dec-2021

17 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENJADWALAN PESANAN MENGGUNAKAN ALGORITMA …

176 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

PENJADWALAN PESANAN MENGGUNAKAN ALGORITMA

GENETIKA UNTUK TIPE PRODUKSI HYBRID AND FLEXIBLE

FLOWSHOP PADA INDUSTRI KEMASAN KARTON

Nora Azmi1)

, Irawadi Jamaran2)

, Yandra Arkeman3)

, Djumali Mangunwidjaja4)

1)

Staf pengajar Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas Trisakti,

Mahasiswa Program Doktor Teknologi Industri Pertanian, IPB 2), 3), 4)

Staf pengajar Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Pascasarjana, IPB

ABSTRACT

This research was intended to produce an order (job) scheduling model at Carton

Packaging Industries (CPI) that is useful for giving information about the time delivery to

customers. The proposed model is quite complicated because of the characteristic of Make to

Order (MTO) varies production process greatly between each order. The job’s schedule for CPI

is prepared for production process that consists of 5 stages where in each stage uses different

type of machinery. Not all jobs can be processed by all machines at a given production stage.

Every job flow through 5 stage in the same order, but not all stages have to visited by all jobs.

Stages may be skipped for a particular job. This condition makes CPI is classified as Hybrid

and flexible flowshop for machine eligibility (HFFME). HFFME is complicated and is difficult

to calculate by using conventional heuristic model. This research used genetic algorithm for

solving the complex problem of HFFME and the resulting model called the Genetic Algorithm

for hybrid and flexible flowshop with machine eligibility (GA-HFFME). This model is developed

to minimized makespan, the objective of scheduling. The experiment was conducted towards 11

orders and it was found that the GA-HFFME is effective to solve that problem.

Keywords : hybrid and flexible flowshop, machine eligibility, genetics algorithm

1. PENDAHULUAN1

Industri kemasan karton (IKK) adalah

salah satu industri pendukung yang penting

bagi berbagai jenis produk manufaktur,

termasuk produk-produk agroindustri dan

pangan. Hal ini disebabkan karena kemasan

karton merupakan kemasan yang cukup

aman untuk digunakan, termasuk bagi

produk pangan dan agroindustri. Disamping

itu kemasan karton bersifat mudah

diuraikan sehingga tidak merusak

lingkungan, dapat didaur ulang sebagai

bahan baku untuk kemasan berikutnya, dan

dapat digunakan sebagai sumber energi atau

kompos (Coles, McDowell dan Kirwan,

2003).

Sebagian besar IKK skala kecil dan

menengah beroperasi berdasarkan pesanan

(make-to-order/MTO). Hal ini disebabkan

kenyataan bahwa kemasan karton seringkali

merupakan pesanan yang dirancang secara

khusus untuk konsumen tertentu sebagai

Korespondensi : 1Nora Azmi

E-mail : [email protected]

identitas atau pemberi informasi tentang

perusahaan kepada konsumen. Produksi

berdasarkan pesanan (MTO) membuat IKK

menghadapi beberapa masalah. Salah satu

masalah yang dihadapi adalah sulitnya

memberikan informasi waktu penyelesaian

yang akurat kepada konsumen terutama jika

ada beberapa pesanan yang harus

dikerjakan pada periode waktu yang sama.

Kegagalan dalam mengestimasi waktu

penyelesaian pesanan dapat mengakibatkan

beberapa pesanan terlambat daripada waktu

yang dijanjikan sehingga mengakibatkan

kekecewaan konsumen.

Pada penelitian ini dirancang suatu

model penjadwalan pesanan sebagai

metode yang terintegrasi dengan proses

manajemen pemesanan (ordering

management process) dengan tujuan agar

dapat mengestimasi waktu penyelesaian

pesanan secara lebih akurat.

Permasalahan yang dihadapi dalam

merancang model penjadwalan ini adalah

karakteristik proses produksi kemasan

karton yang memiliki banyak sekali variasi

antara satu produk dengan produk lainnya,

Page 2: PENJADWALAN PESANAN MENGGUNAKAN ALGORITMA …

Penjadwalan Pesanan Pada Industri Kemasan Karton (Nora Azmi) 177

sehingga membutuhkan proses penjadwalan

yang lebih kompleks untuk

penyelesaiannya.

Proses produksi pada industri kemasan

karton merupakan tipe seri (flow shop),

dengan jumlah tahapan proses yang lebih

dari tiga tahap dimana setiap tahapan terdiri

dari beberapa mesin yang tidak identik.

Setiap tahapan juga tidak harus dilewati

oleh setiap pesanan (job), sehingga kasus

penjadwalan flowshop ini bisa digolongkan

ke dalam hybrid flowshop sekaligus flexible

flowshop. Kasus penjadwalan hybrid

flowshop dan flexible flowshop dengan

jumlah tahapan lebih dari tiga dapat

digolongkan sebagai kasus non-

deterministic polynomial yang sulit untuk

diselesaikan (NP-hard) dan tidak ada suatu

model matematik yang mampu untuk

menghasilkan solusi optimal (Wadhwa,

Madaan, Raina, 2007; Ruiz dan Maroto,

2006). Ponnambalam, Aravindan dan

Chandrasekaran (2001) menyatakan bahwa

ketika suatu masalah penjadwalan flowshop

termasuk kasus yang NP-hard maka

penyelesaiannya hanya bisa dilakukan

melalui pengembangan suatu teknik

enumeratif. Namun ketika masalah

bertambah kompleks (contoh : ketika

jumlah job, jumlah stage dan jumlah mesin

bertambah), maka area pencarian dengan

teknik enumeratif akan sangat besar

sehingga akan memakan waktu yang sangat

lama untuk dihitung walaupun secara

komputasional. Pada kondisi ini, harus

digunakan suatu teknik heuristik yang bisa

membantu mencari solusi masalah untuk

kasus-kasus yang kompleks seperti pada

kasus ini.

Pada penelitian ini algoritma genetika

digunakan untuk membantu mencari solusi

optimal untuk masalah penjadwalan pada

lantai produksi kemasan karton yang

memproduksi kotak karton bergelombang

(corrugated box) dan karton lipat (folding

carton). Algoritma genetika adalah suatu

teknik pencarian metaheuristik yang

menggunakan mekanisme seleksi alam dan

genetika untuk memperoleh solusi optimal.

Solusi optimal ini pada algoritma genetika

direpresentasikan dalam bentuk kromosom

terbaik (Goldberg, 1989; Boukef, Benrejeb,

Borne, 2007). Kriteria (tujuan) penjadwalan

adalah untuk meminimasi waktu

penyelesaian semua pesanan (meminimasi

makespan) pada lantai produksi.

2. METODE

Asumsi dan Batasan Model

Proses produksi karton gelombang dan

karton lipat dikelompokkan menjadi lima

tahap (stage) yaitu pembuatan karton

gelombang (corrugating), pencetakan

desain kemasan (printing), pemotongan

pola kemasan (die cutting), tahap

penyambungan badan kemasan (finishing)

dan perlakuan tambahan (additional

treatment). Proses 1 (stage 1) terdiri dari

dua mesin corrugator, yaitu mesin C1 dan

C2. Proses cetak (stage 2) terdiri dari tiga

mesin printing yang disebut sebagai flexo

printing 1 (P1), flexoprinting 2 (P2) dan

mesin cetak offset (P3). Stage 3 atau proses

die cutting memiliki tiga mesin, yaitu mesin

die cut 1 (D1), die cut 2 (D2) dan die cut 3

(D3). Tahap ke 4 (stage 4) terdiri dari

mesin gluing semi atomatis (G1), mesin

gluing otomatis (G2) dan mesin Stitching

(S). Mesin-mesin yang terdapat pada stage

1 sampai 4 bersifat tidak identik (memiliki

spesifikasi dan kemampuan yang berbeda-

beda), sedangkan pada stage 5 terdapat tiga

unit mesin foil stamping yang bersifat

identik (Gambar 1).

Ciri-ciri dan gambaran lantai produksi

yang terdapat pada penelitian ini adalah

sebagai berikut :

Semua pengerjaan job mengikuti

urutan / aliran produksi yang sama

Pada setiap tahapan produksi terdapat

lebih dari satu mesin yang tidak

identik satu sama lain.

Setiap job tidak harus melalui semua

tahapan (stage), proses produksi untuk

suatu job dapat melompati salah satu

stage

Tidak semua mesin pada suatu stage

dapat memproses suatu job. Ada

mesin-mesin yang diperuntukkan

khusus untuk memproses job dengan

tipe tertentu (eligible machine).

Setiap job pada suatu waktu hanya

boleh dikerjakan pada satu mesin.

Page 3: PENJADWALAN PESANAN MENGGUNAKAN ALGORITMA …

178 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

Corrugating

Machine I

Corrugating

Machine II

Flexo Printing I

Flexo Printing II

Offset Printing

Die cut machine

I

Die cut machine

II

Die cut machine

III

Semi automatic

gluing machine

Automatic gluing

machine

Stitching

machine

Additional

Treatment (foil

stamping,

embossing/

debossing)

Gambar 1. Proses Produksi Kemasan Karton Gelombang dan Karton Lipat

Selain ciri-ciri di atas juga terdapat

beberapa asumsi yang digunakan pada

model penjadwalan ini, yaitu :

a. Satu pesanan dianggap sebagai satu

job, kecuali jika jumlah item yang

dipesan sangat banyak, maka pesanan

bisa dibagi menjadi beberapa job.

Proses pembagian pesanan menjadi

beberapa job dilakukan berdasarkan

kesepakatan dengan konsumen.

b. Pada saat proses produksi sedang

berlangsung, tidak diperkenankan

adanya job sisipan

c. Waktu proses setiap job pada setiap

mesin bersifat deterministik.

d. Waktu transportasi tidak

diperhitungkan dan dianggap

merupakan bagian dari waktu setup.

e. Waktu setup setiap mesin dihitung dan

digabungkan ke dalam waktu proses

setiap mesin.

f. Waktu proses setiap tahapan tidak

tergantung kepada urutan job (job

independent setup)

Adanya kondisi dimana setiap job

tidak harus melalui semua tahapan (dapat

melompati salah satu atau lebih tahapan)

membuat proses produksi kemasan karton

ini dapat disebut sebagai flexible flowshop

(Kurz dan Askin, 2003). Kondisi dimana

pada setiap stage terdapat lebih dari satu

mesin dan terdapat mesin-mesin tertentu

yang diperuntukkan untuk job tertentu

memberikan proses produksi kemasan

karton juga dapat disebut sebagai hybrid

flowshop with machine eligibility (Ruiz dan

Maroto, 2006). Selanjutnya kasus

penjadwalan pada industri kemasan karton

ini disebut sebagai Hybrid and Flexible

Flowshop with Machine Eligibility

(HFFME).

Algoritma Genetika untuk Penjadwalan

Hybrid dan flexible Flowshop

Penggunaan algoritma genetika

(Genetics Algorithm/GA) untuk

penjadwalan hybrid atau flexible flowshop

telah cukup banyak diteliti. Jin et al (2002)

meneliti kasus penjadwalan hybrid

flowshop yang terdiri dari tiga stages

dimana setiap stages terdiri dari mesin-

mesin yang bersifat paralel. Penelitian ini

menggunakan kriteria makespan, dan

membuat banyak eksperimen yang

merubah-rubah jumlah mesin pada setiap

stages dengan tujuan memperoleh

penjadwalan dapat meminimasi bottleneck

disamping meminimasi makespan.

Penjadwalan yang diselesaikan dengan GA

ini membuktikan bahwa GA dapat

menyelesaian kasus yang cukup kompleks

seperti pada penelitian ini. Lantai produksi

yang diteliti berbentuk hybrid flowshop,

namun tidak ada fleksibilitas dalam melalui

urutan produksi.

Penelitian penjadwalan hybrid

flowshop lainnya dilakukan oleh Ruiz dan

Maroto (2006) yang menyatakan bahwa

kasus penjadwalan flowshop yang terdiri

dari dua stages sudah merupakan kasus

yang sulit untuk diselesaikan secara

manual. Penelitian Ruiz dan Maroto

difokuskan pada penjadwalan pekerjaan

pada lantai produksi hybrid flowshop

dengan multiple processor dan waktu set up

Page 4: PENJADWALAN PESANAN MENGGUNAKAN ALGORITMA …

Penjadwalan Pesanan Pada Industri Kemasan Karton (Nora Azmi) 179

yang tergantung pada urutan job (sequence

dependents set up time/SDST). Penelitian

yang dilakukan pada pabrik keramik ini

diselesaikan menggunakan GA dengan

kriteria meminimasi makespan.

Kompleksitas kasus ini semakin bertambah

dengan karakteristik mesin-mesin yang

tidak paralel pada setiap stages, dan adanya

kendala peruntukan mesin untuk setiap job

(machine eligibility constraint). Penelitian

ini menunjukkan bahwa GA dapat

memecahkan masalah penjadwalan yang

kompleks ini dengan baik. Di sisi lain

kekurangan dari riset ini adalah adanya

keharusan setiap job untuk melewati setiap

stages, sehingga penjadwalan ini bukan

termasuk kasus fleksible flowshop.

Liu (2010) mengembangkan suatu

algoritma penjadwalan flowshop multi

pesanan (multiple order) yang terdiri dari

tiga mesin. Ketiga mesin merupakan mesin

proses per unit, mesin proses dalam bentuk

lot, dan mesin proses per batch. Berbeda

dengan dua penelitian sebelumnya, model

ini menggunakan kriteria meminimasi total

weighted tardines sebagai tujuan

penjadwalan. Kasus penjadwalan ini

menjadi semakin kompleks dengan adanya

kendala kapasitas job, jumlah job yang

dibatasi, ukuran pesanan yang tidak

seragam, waktu kedatangan job yang

random, adanya batas waktu penyelesaian

pesanan (job due dates) dan adanya

perbedaan kapasitas mesin proses perbatch.

Pada kasus ini penyelesaian dilakukan

dengan menggunakan GA yang juga

dibandingkan dengan beberapa teknik

heurustik lainnya. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa pendekatan

penjadwalan menggunakan GA Lebih baik

dibandingkan pendekatan heuristik lainnya

dan dapat memperoleh solusi yang

mendekati optimal dalam waktu pencarian

yang dapat diterima (reasonable).

Walaupun telah terdapat beberapa

penelitian yang menggunakan GA pada

kasus hybrid flowshop, kasus flexible

flowshop atau kasus-kasus flowshop

lainnya, namun belum ditemukan penelitian

yang mengaplikasikan GA pada kasus

HFFME seperti yang dilakukan pada

penelitian ini.

Rancangan Model Penjadwalan HFFME

pada Industri Kemasan Karton

Model penjadwalan ini dirancang

untuk mengestimasi waktu penyelesaian

pesanan (lead time) pada IKK secara lebih

akurat. Kriteria yang digunakan untuk

menjadwalkan adalah untuk meminimasi

makespan (Fmax). Kriteria makespan adalah

kriteria yang paling umum digunakan pada

penjadwalan flowshop. Makespan dari suatu

jadwal (schedule) adalah waktu selesainya

semua pekerjaan yang ditandai oleh waktu

selesai pekerjaan yang terakhir pada lantai

produksi. Penggunaan kriteria makespan

akan memungkinkan pihak perusahaan

melihat berapa banyak pesanan (job) yang

mampu untuk ditangani dalam periode

waktu tertentu (Raaymakers dan Weijters,

2003). Penjadwalan yang bertujuan untuk

meminimasi makespan dengan sendirinya

dapat meningkatkan jumlah job yang

mampu ditangani oleh perusahaan dalam

periode waktu tertentu. Pada saat yang

sama informasi mengenai kapan waktu

penyelesaian setiap pesanan tetap dapat

diberikan kepada konsumen.

Diagram alir deskriptif penjadwalan

pada lantai produksi HFMME dengan

menggunakan algoritma genetika dapat

dilihat pada Gambar 2.

Representasi atau pemberian kode

kromosom (encoding) merupakan tahap

awal dari penyelesaian masalah

penjadwalan menggunakan algoritma

genetika. Terdapat beberapa cara

representasi kromosom, seperti binary

encoding, octal encoding, hexadecimal

encoding dan permutation (real number)

encoding. Pada model ini digunakan real

number encoding karena menurut

Sivanandam dan Deepa (2008) cara

representasi kromosom ini paling sesuai

untuk masalah pengurutan (sequencing).

Page 5: PENJADWALAN PESANAN MENGGUNAKAN ALGORITMA …

180 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

Start

Jumlah stage (s)

Jumlah dan Jenis

mesin pada tiap

stage (m)

Waktu proses setiap

job pada setiap

mesin / waktu

subkontrak

pembentukan populasi awal

Hitung makespan dan nilai

fitness setiap kromosom

pada populasi awal

Seleksi kromosom

Pindah silang (Crossover)

Mutasi

Apakah g=G ?

Selesai

Hitung nilai fitness

Peluang

crossover (Pc)

Representasi kromosom

Jumlah

pesanan /

job

Jumlah Populasi

Jumlah generasi (G)

Peluang

mutasi (Pm)

Hitung makespan dan waktu

penyelesaian setiap job

ya

Penggantian

populasi

tidak

Gambar 2. Diagram Alir Deskriptif Algoritma Genetika Pada Penjadwalan HFFME

Pembentukan populasi awal atau

inisialisasi populasi bertujuan untuk

membangkitkan sebuah populasi yang

terdiri dari sejumlah kromosom. Dua aspek

penting dari inisialisasi populasi adalah

bagaimana cara membangkitkan populasi

tersebut dan berapa ukuran (jumlah

kromosom) yang terdapat pada populasi

tersebut (Suyanto, 2005; Sivanandam dan

Deepa, 2008). Pada model ini inisialisasi

populasi dilakukan secara random, tanpa

menggunakan bantuan suatu metode

heuristik. Pada beberapa penelitian

mengenai penjadwalan job pada lantai

produksi flowshop dengan algoritma

genetika, terkadang digunakan bantuan

metode heuristik tertentu untuk

mendapatkan populasi awal. Tujuan

penggunaan metode heuristik ini adalah

untuk mendapatkan nilai fitness yang cukup

baik pada populasi awal sehingga algoritma

genetika lebih cepat menemukan solusi

yang mendekati optimum. Namun

kompleksnya permasalahan pada model

HFFME yang disebabkan jenis mesin yang

tidak identik pada setiap stage,

Page 6: PENJADWALAN PESANAN MENGGUNAKAN ALGORITMA …

Penjadwalan Pesanan Pada Industri Kemasan Karton (Nora Azmi) 181

menyebabkan sulit untuk menerapkan

metode heuristik tertentu untuk

mendapatkan solusi (populasi) awal.

Setelah mendapatkan populasi awal,

langkah selanjutnya adalah menghitung

nilai kebugaran (fitness) dari setiap

kromosom yang terdapat pada populasi

tersebut. Pada algoritma genetika, individu

(kromosom) yang mempunyai nilai fitness

tinggi akan bisa bertahan hidup, sehingga

tujuan dari algoritma genetika adalah

memperoleh individu dengan nilai fitness

yang maksimal.

Nilai fitness dari suatu kromosom

merupakan fungsi tujuan dari penjadwalan

yang dilakukan. Dalam hal ini fungsi tujuan

penjadwalan adalah untuk meminimasi

makespan (Fmax). Makespan adalah waktu

penyelesaian paling akhir dari semua

pesanan (job) pada semua mesin dan stage.

Jika terdapat n pesanan dan s stage, maka :

Fmax= max Fi,j,(k) (1)

Karena tujuan penjadwalan adalah

untuk meminimasi makespan sementara

prinsip algoritma genetika adalah untuk

memaksimasi nilai fitness (f), maka nilai

fungsi fitness pada kasus ini menjadi :

(2)

Notasi yang dipergunakan pada

perhitungan makespan ini adalah sebagai

berikut :

i = pesanan (job) = 1, 2, ... n

j = stage = 1,..... s

(k) = urutan job, di mana k = 1,...n

ei,j,(k) = mesin yang eligible untuk job i

pada stage j dan urutan ke (k)

te(i),j,(k) = waktu proses mesin yang eligible

untuk job i pada stage j dan

urutan ke (k)

Mj = mesin-mesin yang terdapat pada

stage j

Ci,j,(k) = waktu selesai proses (completion

time) job i yang berada pada

urutan (k) di stage j

tc i,j = waktu subkontrak job i pada

stage j

jL = Stage terakhir (sebelumnya)

yang dilalui oleh job i

iL = job terakhir (sebelumnya) yang

menggunakan mesin-mesin yang

diperuntukkan (eligible) untuk

job i

= Completion time job i yang

berada pada urutan ke (k) pada

stage sebelum nya.

= Final time job i yang berada

pada urutan ke (k) pada stage j

= Waktu additional treatment job i

yang berada pada urutan ke (k)

Algoritma untuk perhitungan waktu

penyelesaian pesanan (makespan)

dikelompokkan menjadi dua, yaitu

algoritma untuk menghitung waktu

penyelesaian setiap pesanan (completion

time) pada stage 1, dan algoritma untuk

menghitung completion time pada stage 2

sampai stage 4.

Stage 1

1. Pada stage j=1, urutkan job i secara

acak dimana i = 1,....n, sehingga

diperoleh urutan ke (k) dimana k =

1,...n

2. Pada T=0, pilih mesin eligible

(e(i),1,(i)) yg tersedia dengan waktu

proses terkecil untuk memproses job i,

stage 1 urutan ke 1 (min te(i),1,(1))

dimana e(i),j, (k) Mj.

3. Hitung waktu selesai job i, stage 1

pada urutan (1)

Ci,1,(1) = 0 + min te(i),1(1)

Jika tidak ada mesin eligible yang

tersedia (job tidak diproses di j=1), set

Ci,1,(1) = 0.

4. Cek apakah masih ada mesin tersisa

pada stage 1 (M1≠0). Jika masih ada

mesin tersisa, tugaskan job pada urutan

berikutnya ((k) ) untuk diproses pada

t=0, jika tidak tunggu sampai ada

mesin yang selesai berproses.

5. Jika ada mesin selesai berproses,

tugaskan job pada urutan berikutnya

((k+1)) pada mesin tersebut, jika job

yang berada pada (k+1) tidak sesuai

dengan mesin yang tersedia, maka

penugasan bisa diberikan pada job

urutan berikutnya ((k+2)) dan

seterusnya.

6. Hitung waktu penyelesaian job i yang

telah ditugaskan terhadap satu mesin,

sehingga :

Page 7: PENJADWALAN PESANAN MENGGUNAKAN ALGORITMA …

182 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

Ci,1,(k) = waktu selesai job sebelumnya

pada mesin tsb + min te(i),1,(k)

7. Cek apakah i=n dan k=n ? Jika tidak,

kembali ke langkah 5. Jika ya,

penempatan job-job pada stage 1

selesai.

Stage 2, 3 dan 4:

1. Untuk stage j=2,...,s, urutkan job i

berdasarkan waktu selesai terkecil

pada stage sebelumnya (Ci,j-1,(k))

dimana i = 1,....n, sehingga diperoleh

urutan ke (k) dimana k = 1,...n

2. Untuk job i yang berada pada urutan

pertama ((1)) stage j, pilih mesin

eligible (e(i),j,(1)) yg tersedia

dengan waktu proses terkecil (min

te(i),j,(1)) dimana e(i),j,(1,) Mj

3. Hitung waktu selesai job i, stage j pada

urutan (1)

Ci,j,(1) = Ci,j-1,(1) + min t e(i),j,(1,)

Jika tidak ada mesin eligible yang

tersedia (job tidak diproses di j=1), set

Ci,j,(1) = Ci,j-1,(1)

4. Cek apakah masih ada mesin tersisa

pada stage j (Mj≠0). Jika masih ada

mesin tersisa, tugaskan job pada urutan

berikutnya ((k)) untuk diproses pada

t=0, jika tidak tunggu sampai ada

mesin yang selesai berproses.

5. Jika ada mesin selesai berproses,

tugaskan job pada urutan berikutnya

((k+1)) pada mesin tersebut, jika job

yang berada pada (k+1) tidak sesuai

dengan mesin yang tersedia, maka

penugasan bisa diberikan pada job

urutan berikutnya ((k+2)) dst.

6. Hitung waktu penyelesaian job i yang

telah ditugaskan terhadap satu mesin

(finish time), shg :

Ci,j,(k) = max {CiL,j,(kL), Ci,,j-1,(k)} +

min te(i),j,(k)

7. Cek apakah i=n dan k=n ? Jika tidak,

kembali ke langkah 5, jika ya lanjutkan

ke langkah berikutnya.

8. Cek apakah j=S ? Jika tidak kembali

ke langkah 1, jika ya, lanjutkan ke

langkah berikutnya

9. Hitung waktu penyelesaian akhir (final

time)

Fi,j,p(k) = Ci,j,p(k) + tai,p(k)

10. Tentukan makespan (Fmax) = max

Fi,j,p(k)

Proses perlakuan tambahan (additional

treatment) yang merupakan stage 5 tidak

melalui tahapan penjadwalan dengan

menggunakan algoritma genetika. Untuk

mendapatkan waktu penyelesaian akhir

(final time) dari suatu job, completion time

pada stage 4 ditambahkan dengan waktu

proses pada stage 5.

Setelah didapatkan nilai makespan dan

nilai fitness untuk setiap kromosom pada

populasi awal, tahap berikutnya adalah

seleksi kromosom. Seleksi kromosom

dilakukan untuk mendapatkan kromosom-

kromosom unggulan yang memiliki nilai

fitness yang baik untuk dipindah silangkan

(cross over). Seleksi kromosom pada model

ini dilakukan dengan dua cara, yaitu teknik

roda rolet (roulette wheel) dan seleksi

turnamen (tournament selection).

Pada metode roda rolet kromosom

orang tua (parents) yang akan dipindah-

silangkan dipilih berdasarkan nilai

fitnessnya. Nilai fitness dari masing-masing

kromosom dibagi dengan total nilai fitness

seluruh kromosom yang ada pada populasi.

Setiap kromosom dianggap merupakan

potongan/bagian dari roda rolet dengan

ukuran potongan yang proporsional dengan

nilai fitnessnya. Suatu nilai target antara

angka nol dan angka satu ditetapkan

secara acak. Kemudian roda rolet diputar

sebanyak N kali, dimana N adalah jumlah

individual atau kromosom dalam populasi.

Dari setiap putaran, kromosom dengan nilai

fitness yang berada di bawah nilai target

dipilih untuk menjadi parents bagi generasi

berikutnya.

Berbeda dengan seleksi roda rolet,

seleksi turnamen memilih kromosom

dengan cara mengadakan kompetisi/

turnamen di antara individu-individu yang

menjadi anggota populasi. Individu terbaik

dari hasil turnamen adalah yang memiliki

nilai fitness terbesar, yang disebut sebagai

pemenang (winner). Pemenang diletakkan

pada kolam kompetisi (mating pool).

Turnamen diulang hingga mating pool

untuk menghasilkan generasi baru penuh.

Mating pool akan berisi pemenang-

pemenang turnamen dengan nilai fitness

tertinggi (Sivanandam dan Deepa, 2008).

Pada proses seleksi kromosom ini

diterapkan prinsip elitisme. Elitisme adalah

Page 8: PENJADWALAN PESANAN MENGGUNAKAN ALGORITMA …

Penjadwalan Pesanan Pada Industri Kemasan Karton (Nora Azmi) 183

proses untuk mengcopy dan menempatkan

individu atau kromosom-kromosom terbaik

pada populasi baru dengan tujuan agar

individu-individu terbaik ini tidak hilang

atau rusak karena proses pindah silang atau

mutasi (Sivanandam dan Deepa (2008).

Kromosom-kromosom terpilih

kemudian dipindahsilangkan dengan

menggunakan teknik Partially Matched

Crossover (PMX). Langkah-langkah proses

pindah silang dengan teknik PMX adalah

sebagai berikut (Rajkumar dan

Shahabudeen, 2009) :

1. Tentukan dua titik secara random

untuk membagi parents. Area yang

terletak antara dua titik pada

kromosom orang tua (parents) disebut

area pemetaan (mapping).

Gambar 3. Pindah Silang dengan Metode PMX

2. Pertukarkan area mapping dari dua

parent untuk diturunkan kepada anak

(child /offspring). Area mapping dari

parent pertama dicopy untuk

diturunkan pada child ke 2, sedangkan

area mapping dari parent ke 2 dicopy

untuk diturunkan pada child pertama.

3. Definisikan pemetaan pada area

mapping antara dua parent. Pada

contoh kasus ini pemetaan gennya

adalah sebagai berikut :

4. Isi offspring dengan gen yang dicopy

secara langsung dari parent secara

berurutan dari kiri ke kanan. Jika gen

tersebut sudah terdapat pada area

mapping yang dicopykan sebelumnya,

lakukan pengisian gen dengan

melakukan pemetaan.

Salah satu parameter penting dalam

melakukan crossover adalah nilai peluang

crossover (Pc). Untuk mendapatkan hasil

terbaik, dilakukan uji coba beberapa nilai

Pc.

Setelah proses pindah silang tahap

berikutnya adalah mutasi kromosom. Tenik

mutasi yang digunakan pada model ini

adalah shift mutation. Pada teknik shift

mutation, salah satu gen dipilih secara acak

dan kemudian dimasukkan (di insert) pada

posisi lain secara acak juga.

Gambar 4. Shift mutation (Rajkumar dan

Shahabudeen, 2009)

Proses mutasi bertujuan untuk

mengurangi kemungkinan solusi yang

dihasilkan merupakan local optimum.

Proses mutasi bisa mengembalikan gen-gen

yang hilang, tapi sebaliknya juga bisa

merusak gen-gen yang ada sekarang. Pada

proses mutasi juga diperlukan parameter

nilai peluang mutasi (Pm).

Hasil pindah silang dan mutasi

menghasilkan kromosom anak (offsprings)

yang akan menggantikan populasi pada

generasi pertama. Kromosom anak yang

diperoleh dari hasil pindah silang dan

mutasi kemudian dihitung nilai fitnessnya.

Jika kriteria penghentian sudah

tercapai, maka proses pencarian dengan

algoritma genetika dihentikan. Kriteria

penghentian pada model ini adalah jumlah

generasi maksimum. Jika kriteria

penghentian belum tercapai, maka

dilakukan penggantian populasi generasi

sebelumnya dengan hasil operator genetika

(pindah silang dan mutasi) sehingga

terbentuk generasi baru. Proses

penjadwalan selanjutnya kembali ke

Page 9: PENJADWALAN PESANAN MENGGUNAKAN ALGORITMA …

184 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

langkah sebelumnya, yaitu seleksi

kromosom yang akan dipindah silangkan.

Keluaran dari model ini adalah

makespan, waktu selesai proses (final time)

untuk setiap job dan pada mesin mana saja

yang memproses masing-masing job pada

setiap stage. Jika konsumen menetapkan

batas waktu (due date) terhadap pesanan,

model pejadwalan ini bisa memperlihatkan

apakah perusahaan mampu memenuhi batas

waktu tersebut atau tidak. Jika tidak, maka

perusahaan dapat melakukan negosiasi

ulang mengenai waktu penyelesaian kepada

konsumen.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Model penjadwalan HFFME pada

industri kemasan karton ini diuji coba

dengan menggunakan data sebelas pesanan

kemasan. Setiap pesanan dianggap

merupakan satu job. Data urutan proses

produksi kesebelas job beserta waktu

prosesnya masing-masing dapat dilihat

pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Pesanan (Job), Urutan Proses Produksi dan Waktu Proses

No.

Job

Waktu Proses (jam) Add

treat

ment Stage I Stage 2 Stage 3 Stage IV

C1 C2 P1 P2 P3 D1 D2 D3 G1 G2 S

1 1,4 1,1 23,7 49,0 13,3 10,0 9,43 4,5 1,8

2 6,8 4,3 38,7 27,0 13,8

3 1,8 1,3 25,3 50,0 16,7 12,0 10,86 7,0 3,2

4 6,6 4,2 38,7 58,0 43,3 28,0 22,29 27,0 13,8

5 24,1 14,7 39,2 10,0 8,0 8,00 52,0 27,2

6 1,7 1,3 26,2 50,5 18,3 13,0 11,57 8,3 3,8 5,0

7 7,5 4,7 39,2 76,7 48,0 36,57 52,0 27,2

8 2,1 1,5 23,7 49,0 13,3 10,0 9,43 4,5 1,8

9 3,2 2,2 26,2 50,5 18,3 13,0 4,43 8,3 3,8

10 3,1 2,1 30,3 53,0 26,7 18,0 15,14 14,5 7,2

11 14,9 9,2 30,3 26,7 18,0 15,14 7,6

Tabel 1 memperlihatkan bahwa ada

job yang tidak diproses pada semua

tahapan, seperti job 2 yang tidak diproses

pada stage 3 (proses die cutting). Beberapa

job juga hanya bisa diproses pada mesin

tertentu pada setiap stage (contoh : job 5

dan job 7 hanya bisa diproses pada mesin

P1 di stage 2, sedangkan job 11 hanya bisa

diproses pada mesin S pada stage 4). Selain

itu hanya job 6 yang mendapatkan proses

perlakuan tambahan (additional treatment).

Penjadwalan ini diselesaikan dengan

menggunakan program penjadwalan

Genetics Algorithm for Hybrid and Flexible

Flowshop with Machine Eligibility (GA-

HFFME) yang dibuat pada sofware matlab

versi 10. Untuk menjalankan operator

genetika diperlukan input berupa cara

seleksi kromosom, operator pindah silang

(crossover), peluang pindah silang (Pc),

peluang mutasi (Pc), dan jumlah generasi.

Pada kasus ini dilakukan beberapa kali

percobaan untuk menghasilkan kromosom

dengan nilai makespan yang paling kecil.

Dari beberapa kali percobaan,

diperoleh hasil penjadwalan dengan nilai

fitness sebesar 0,0055 dan nilai makespan

180,74 jam. Hasil ini diperoleh dengan

menggunakan seleksi turnamen, nilai Pc

sebesar 0,7, Pm sebesar 0,01, jumlah

populasi 20 dan jumlah generasi 100

(Gambar 5).

Page 10: PENJADWALAN PESANAN MENGGUNAKAN ALGORITMA …

Penjadwalan Pesanan Pada Industri Kemasan Karton (Nora Azmi) 185

Gambar 5. Hasil Penjadwalan GA-HFFME

Gambar 6. Waktu Selesai Setiap Pesanan (Job)

Model ini juga menghasilkan output

berupa waktu penyelesaian (completion

time) setiap job yang diproses dengan

algoritma GA sampai stage 4, dan waktu

penyelesaian secara keseluruhan job sampai

stage 5 (final time). Pada Gambar 6 dapat

dilihat waktu penyelesaian job 1 yang

berada pada urutan pertama adalah 36 jam,

atau 4,5 hari jika dalam waktu satu hari

hanya tersedia waktu kerja selama 1 shift (8

jam).

Lebih jauh model ini memperlihatkan

mesin-mesin yang terpilih untuk

mengerjakan suatu job pada setiap stage

(Gambar 7 dan 8). Sebagai contoh, job 1

pada stage 1 diproses pada mesin C2

dengan waktu penyelesaian 1,074 jam, pada

stage 2 diproses pada mesin P2 dengan

waktu penyelesaian 24,74 jam, pada stage 3

menggunakan mesin D3 dengan waktu

penyelesaian 34,17, dan di stage 4 diproses

pada mesin G2 dengan waktu penyelesaian

36,002 jam.

Page 11: PENJADWALAN PESANAN MENGGUNAKAN ALGORITMA …

186 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

Gambar 7. Mesin Terpilih dan Waktu Penyelesaian Pada Stage 1 sampai 3

Gambar 8. Mesin Terpilih dan Waktu Penyelesaian Pada Stage 2 sampai 4

Gambar 9. Grafik Nilai Fitness dan Makespan Tiap Generasi Pada Penjadwalan GA-HFFME

10 20 30 40 50 60 70 80 90 1000

0.001

0.002

0.003

0.004

0.005

0.006

0.007

0.008

0.009

0.01Flowshop Hybird menggunakan Algoritme Genetika

Fitness terbaik: 0.0055

Min Makespan: 180.7407

Generasi

Fitness

Page 12: PENJADWALAN PESANAN MENGGUNAKAN ALGORITMA …

Penjadwalan Pesanan Pada Industri Kemasan Karton (Nora Azmi) 187

Gambar 9 menunjukkan grafik nilai

fitness dan makespan yang dihasilkan tiap

generasi oleh algoritma GA-HFFME. Dari

grafik dapat dilihat bahwa nilai fitness

maksimum (optimal) sudah mulai tercapai

pada generasi ke 30. Sebeum generasi ke 30

masih terjadi fluktuasi nilai fitness yang

disebabkan oleh proses pindah silang dan

mutasi yang dilakukan oleh operator

genetika.

Sampai generasi ke-30, jumlah

alternatif solusi (Na) yang telah dievaluasi

oleh algoritma genetika mencapai :

Na = 30 generasi x 20 alternatif

solusi/generasi = 600 alternatif solusi

Jumlah total alternatif solusi dalam ruang

pencarian (Ns) adalah :

Ns = jumlah permutasi job = 11! =

39.916.800 alternatif solusi

Pencarian yang dilakukan oleh algoritma

genetika dalam ruang pencarian (Psearch)

yang tersedia adalah :

Psearch = (Na/Ns) x 100 % =

(600/39.916.800) x 100% = 0,0015 %

Dari nilai di atas dapat dilihat bahwa

algoritma genetika bekerja sangat efisien,

dengan melakukan pencarian sebesar

0,0015% dari ruang pencarian yang ada,

algoritma genetika sudah bisa memperoleh

suatu solusi yang mendekati optimum.

Penggunaan algoritma genetika untuk

kasus penjadwalan flowshop yang

kompleks dan termasuk area NP-hard

seperti model GA-HFFME ini

menunjukkan bahwa suatu hasil yang

optimal bisa diperoleh dalam waktu yang

singkat dengan proses pencarian yang

efisien.

4. KESIMPULAN

Kesimpulan

Model penjadwalan flowshop untuk

industri kemasan karton terdiri dari 5 stage

dimana stage 1 sampai 4 terdiri dari mesin-

mesin yang tidak identik dan diperuntukkan

khusus untuk memproduksi kemasan

tertentu. Pesanan yang datang tidak harus

melewati setiap stage, tetapi dapat

melompati stage tertentu. Karakteristik ini

membuat kasus ini diklasifikasikan sebagai

hybrid and flexible flowshop with machine

eligibility (HFFME) dan model yang

dihasilkan disebut Genetic Algorithm for

Hybrid and Flexible Flowshop with

Machine Eligibility (GA-HFFME).

Model diuji cobakan pada 11 pesanan

dengan karakteristik proses produksi yang

berbeda-beda. Hasil pengujian

menunjukkan bahwa model GA-HFFME

dapat memberikan solusi penjadwalan yang

memuaskan. Nilai fitness dan makespan

yang mendekati optimum dapat diperoleh

dalam waktu running program yang singkat

dan efisien. Efisiensi pencarian dengan

model GA-HFFME ditunjukkan oleh

eksplorasi ruang pencarian yang hanya

sebesar 0,0015% dari seluruh ruang

pencarian yang tersedia.

Saran

Model penelitian ini dapat dilanjutkan

dengan algoritma genetika yang bersifat

hybrid, yaitu dengan mengkombinasikan

beberapa operator pindah silang dan

operator mutasi untuk mendapatkan solusi

yang lebih optimal. Kompleksitas model

juga dapat ditambah dengan menambah

jumlah stage dalam proses produksi dan

memberikan lebih banyak fleksibilitas

produksi melalui kemungkinan kasus

subkontrak pada salah satu atau beberapa

stage.

5. DAFTAR PUSTAKA

[1] Boukef, H., M. Benrejeb and P. Borne.

2007. A Proposed Genetic Algorithm

Coding for Flow-Shop Scheduling.

International Journal of Computers,

Communications & Control, II (3) :

229-240.

[2] Coles, R., D.M. Dowell dan M.J.

Kirwan. 2003. Food Packaging

Technology. London : Blackwell

Publishing, CRC Press.

[3] Goldberg, D. 1989. Genetic

Algorithms in Search, Optimization

and Machine Learning. Addison-

Wesley.

[4] Jin, Z.H., K. Ohno, T. Ito dan S.E.

Elmaghraby. 2002. Scheduling hybrid

flowshop in printed circuit board

assembly lines. POMS Series in

Technology and Operations

Management, Vol. 11.

Page 13: PENJADWALAN PESANAN MENGGUNAKAN ALGORITMA …

188 Jurnal Teknik Industri, ISSN:1411-6340

[5] Kurz, M.E. dan R.G. Askin. 2003.

Comparing scheduling rules for

flexible flow lines. Int. J. Production

Economics 85 : 371-388.

[6] Liu, C.H. 2010. A genetic algorithm

based approach for scheduling of jobs

containing multiple orders in a three-

machine flowshop. International

Journal of Production Research 48

(15) : 4379-4396

[7] Ponnambalam, S.G., P. Aravindan dan

S. Chandrasekaran. 2001. Constructive

and improvement flowshop scheduling

heuristics : an extensive evaluation.

Production Planning & Control 12 (4)

: 335-344.

[8] Rajkumar, R dan P. Shahabudeen.

2009. An improved genetic algorithm

for the flowshop scheduling problem.

International Journal of Production

Research 47(1) : 233-249.

[9] Raaymakers, W.H.M. dan A.J.M.M

Wejters. 2003. Makespan estimation in

batch process industries : A

comparioson between regression

analysis and neural networks.

European Journal of Operational

Research 145 : 14-30.

[10] Ruiz, R dan C. Maroto. 2006. A

genetic algorithm for hybrid flowshop

with sequence dependent setup times

and machine eligibility. European

Journal of Operational Research 169

: 781-800.

[11] Sivanandam, S.N. dan S.N. Deepa.

2008. Introduction to Genetic

Algorithms. Berlin : Springer-Verlag.

[12] Suyanto. 2005. Algoritma Genetika

Dalam Matlab. Yogyakarta : Penerbit

Andi.

[13] Wadhwa, S., J. Madaan dan R. Raina.

2007. A Genetic Algorithm Based

Scheduling for a Flexible System.

Global Journal of Flexible Systems

Management 8(3) : 15-24.