penggunaan metildopa pada ibu hamil dengan hipertensi kronik

6
PENGGUNAAN METILDOPA PADA IBU HAMIL DENGAN HIPERTENSI KRONIK Oleh: Dessy Roseta Wijaya, S.Farm (078115047) Masa kehamilan adalah kondisi yang memerlukan perhatian khusus akan kesehatan ibu dan janin atau bayi. Salah satu penyakit yang perlu diwaspadai adalah hipertensi. Hipertensi merupakan penyakit umum yang didefinisikan secara sederhana sebagai peningkatan tekanan darah. Penyakit tersebut dapat menjadi penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian baik pada ibu dan janin/ bayi yang dilahirkan. Wanita hamil dengan hipertensi memiliki resiko terjadinya komplikasi lebih, seperti penyakit pembuluh darah dan organ, sedangkan janin atau bayi berisiko terkena komplikasi penghambatan pertumbuhan. Oleh karena itu, perlu adanya penatalaksanaan khusus pada ibu hamil. Sebagian besar ibu hamil tidak menyadari bahwa mereka mengalami hipertensi karena ibu hamil terlihat sehat dan tidak menunjukkan gejala yang spesifik. Oleh karena itu diperlukan monitoring terhadap tekanan darah, yang dapat diukur menggunakan tensimeter. Pada kehamilan normal tekanan sistolik sedikit berubah, sedangkan tekanan diastolik menurun kurang lebih 10 mmHg pada awal kehamilan (minggu ke 13-20) dan akan naik kembali pada trimester ketiga. Hipertensi pada kehamilan digambarkan sebagai kondisi dengan variasi tekanan darah yang besar. Dalam melakukan penatalaksanaan ini, perlu dipahami klasifikasi hipertensi pada

Upload: babalkhan

Post on 15-Apr-2016

227 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

kjsakd aujhbaioda akjbdad ajsbadhiudhwd ajhsaoidhad auhsausa abdaidajk

TRANSCRIPT

Page 1: Penggunaan Metildopa Pada Ibu Hamil Dengan Hipertensi Kronik

PENGGUNAAN METILDOPA PADA IBU HAMIL

DENGAN HIPERTENSI KRONIK

Oleh: Dessy Roseta Wijaya, S.Farm (078115047)

Masa kehamilan adalah kondisi yang memerlukan perhatian khusus akan kesehatan ibu dan janin

atau bayi. Salah satu penyakit yang perlu diwaspadai adalah hipertensi. Hipertensi merupakan

penyakit umum yang didefinisikan secara sederhana sebagai peningkatan tekanan darah.

Penyakit tersebut dapat menjadi penyebab tingginya angka kesakitan dan kematian baik pada ibu

dan janin/ bayi yang dilahirkan. Wanita hamil dengan hipertensi memiliki resiko terjadinya

komplikasi lebih, seperti penyakit pembuluh darah dan organ, sedangkan janin atau bayi berisiko

terkena komplikasi penghambatan pertumbuhan. Oleh karena itu, perlu adanya penatalaksanaan

khusus pada ibu hamil.

Sebagian besar ibu hamil tidak menyadari bahwa mereka mengalami hipertensi karena ibu hamil

terlihat sehat dan tidak menunjukkan gejala yang spesifik. Oleh karena itu diperlukan monitoring

terhadap tekanan darah, yang dapat diukur menggunakan tensimeter. Pada kehamilan normal

tekanan sistolik sedikit berubah, sedangkan tekanan diastolik menurun kurang lebih 10 mmHg

pada awal kehamilan (minggu ke 13-20) dan akan naik kembali pada trimester ketiga. Hipertensi

pada kehamilan digambarkan sebagai kondisi dengan variasi tekanan darah yang besar. Dalam

melakukan penatalaksanaan ini, perlu dipahami klasifikasi hipertensi pada kehamilan. Menurut

laporan National High Blood Pressure Education Program Working Group tahun 2000 tentang

hipertensi pada kehamilan, terdapat klasifikasi hipertensi pada ibu hamil yaitu hipertensi kronik,

hipertensi gestasional, dan preeklamsia.

Diagnosis hipertensi kronik didasarkan pada riwayat hipertensi sebelum kehamilan atau

kenaikan tekanan darah lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg sebelum kehamilan minggu

ke-20 dengan minimal dua kali pengukuran menunjukkan hasil yang relatif sama. Hipertensi

kronik sendiri dibagi menjadi dua yaitu hipertensi kronik ringan dengan tekanan diastolik kurang

dari 110 mmHg dan hipertensi kronik parah dengan tekanan diastolik 110 mmHg atau lebih.

Wanita hamil dengan hipertensi kronik ini dapat meningkatkan resiko terjadinya preeklamsia,

pengasaran plasenta, morbiditas dan mortalitas bayi, penyakit kardiovaskuler dan ginjal.

Page 2: Penggunaan Metildopa Pada Ibu Hamil Dengan Hipertensi Kronik

Hipertensi gestasional sendiri merupakan perkembangan peningkatan tekanan darah lebih besar

atau sama dengan 140/90 mmHg tanpa gejala preeklamsia, setelah kehamilan minggu ke-20.

Umumnya tekanan darah akan kembali normal tanpa terapi obat. Preeklamsia digambarkan

sebagai kejadian hipertensi, udem, dan proteinuria (protein dalam urin) setelah kehamilan

minggu ke-20 dengan tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg. Preeklamsia dapat dibagi menjadi

preeklamsia ringan dan parah. Preeklamsia disebabkan oleh kegagalan perpindahan

trompoblastik ke arteri uterus sehingga terjadi kerusakan pada plasenta dan kegagalan adaptasi

sistem kardiovaskuler (peningkatan volume plasma dan penurunan resistensi pembuluh

sistemik). Perubahan tersebut menyebabkan pengurangan perfusi pada plasenta, ginjal, liver, dan

otak. Resiko preeklamsia pada ibu hamil adalah kejang, hemoragi otak, pengasaran plasenta,

udem pada paru, gagal ginjal, hemoragi hati dan kematian. Pada bayi dapat beresiko

pertumbuhan yang lambat, hipoksemia, asidosis, prematur, dan kematian.

Oleh karena hipertensi kronik ini dapat berkembang menjadi preeklamsia atau lebih parah,

maka deteksi dini dan pengobatan pada keadaan ini diperlukan. Sasaran terapi dalam

pengobatan hipertensi kronik pada kehamilan adalah tekanan darah. Tujuan terapi adalah untuk

menurunkan tekanan darah pada level tekanan darah diastolik dibawah 110 mmHg, yang akan

mengurangi morbiditas dan mortalitas, menurunkan insiden preeklamsia, pengasaran plasenta,

kematian janin/ bayi dan ibu, komplikasi strok dan kardiovaskuler. Strategi terapi dapat

dilakukan dengan terapi nonfarmakologi maupun terapi farmakologi. Terapi nonfarmakologis

merupakan terapi tanpa obat yang umum dilakukan pada wanita hamil, terutama pada hipertensi

kronik ringan (tekanan diastolik kurang dari 110 mmHg). Penatalaksanaan yang dilakukan antara

lain pembatasan aktivitas, banyak istirahat, pengawasan ketat, pembatasan konsumsi garam,

mengurangi makan makanan berlemak, tidak merokok, dan menghindari minuman beralkohol.

Terapi farmakologis dapat dilakukan dengan penggunaan obat-obatan antihipertensi golongan

α2-agonis sentral (metildopa), β-bloker (labetalol), vasodilator (hidralazin), dan diuretik (tiazid).

Obat antihipertensi golongan Angiotensin-Converting Enzym Inhibitor (ACE Inhibitor) dan

Angiotensin II Receptor Blockers (ARBs) mutlak dikontraindikasikan pada ibu hamil dengan

hipertensi. Meskipun ACE Inhibitor dan ARBs memiliki factor resiko kategori C pada kehamilan

trimester satu, dan kategori D pada trimester dua dan tiga, namun obat tersebut berpotensi

menyebabkan tetatogenik.

Page 3: Penggunaan Metildopa Pada Ibu Hamil Dengan Hipertensi Kronik

Dari beberapa obat yang telah disebutkan diatas, metildopa merupakan obat pilihan

utama untuk hipertensi kronik parah pada kehamilan (tekanan diastolik lebih dari 110 mmHg)

yang dapat menstabilkan aliran darah uteroplasenta dan hemodinamik janin. Obat ini termasuk

golongan α2-agonis sentral yang mempunyai mekanisme kerja dengan menstimulasi reseptor α2-

adrenergik di otak. Stimulasi ini akan mengurangi aliran simpatik dari pusat vasomotor di otak.

Pengurangan aktivitas simpatik dengan perubahan parasimpatik akan menurunkan denyut

jantung, cardiac output, resistensi perifer, aktivitas renin plasma, dan refleks baroreseptor.

Metildopa aman bagi ibu dan anak, dimana telah digunakan dalam jangka waktu yang lama dan

belum ada laporan efek samping pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Metildopa

memiliki faktor resiko B pada kehamilan.

Metildopa

Nama Dagang: Dopamet (Alpharma) tablet salut selaput 250 mg, Medopa (Armoxindo) tablet

salut selaput 250 mg, Tensipas (Kalbe Farma) tablet salut selaput 125 mg, 250

mg, Hyperpax (Soho) tablet salut selaput 100 mg

Indikasi: Hipertensi, bersama dengan diuretika, krisis hipertensi jika tidak diperlukan efek

segera.

Kontraindikasi: depresi, penyakit hati aktif, feokromositoma, porfiria, dan hipersensitifitas

Efek samping: mulut kering, sedasi, depresi, mengantuk, diare, retensi cairan, kerusakan hati,

anemia hemolitika, sindrom mirip lupus eritematosus, parkinsonismus, ruam kulit,

dan hidung tersumbat

Peringatan: mempengaruhi hasil uji laboratorium, menurunkan dosis awal pada gagal ginjal,

disarqankan untuk melaksanakan hitung darah dan uji fungsi hati, riwayat depresi

Dosis dan aturan pakai: oral 250mg 2 kali sehari setelah makan, dosis maksimal 4g/hari, infus

intravena 250-500 mg diulangi setelah enam jam jika diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

Page 4: Penggunaan Metildopa Pada Ibu Hamil Dengan Hipertensi Kronik

Anonim, 2000, IONI (Informatorium Obat Nasional Indonesia) 2000, 47-49, 57, DepKes RI,

Jakarta

Anonim, 2007, ISO (Informasi Spesialite Obat Indonesia) Volume 42, Ikatan Sarjana Farmasi

Indonesia, Jakarta

Lacy, C.F., et all, 2006, Drug Information Hanbook 14th edition, 1034, 1921, Lexi

Company,USA

Saseen, J.J, dan Carter, B.L., 2005, Hypertension, in DiPiro, J.T., Talbert, R.L., Yee, G.C., Matzke, G.R., Wells, B.G., and Posey, L.M., (Eds.), Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 6th Edition, 202-210, McGraw-Hill Companies, USA

Sibai, B.M., 1996, “Treatment of Hypertension in Pregnant Women”, The New England Journal of Medicine, Volume 335, 257-265

Sibai, B.M., dan Chames, M., 2003, “Treatment of Hypertension in Pregnant Women”, The

Journal of Family Practice, Volume 15

Rubin, P., 1998, “Drug treatment during pregnancy”, British Medical Journal, 1-7