penggolongan obat menurut permenkes no

23
1 Penggolongan Obat Menurut Permenkes No.917 Tahun 1993 Penggolongan obat menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 917/Menkes/Per/X /1993 yang kini telah diperbaiki dengan Permenkes RI Nomor 949/Menkes/Per/ VI/2000 penggolongan obat dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi. Penggolongan obat ini terdiri atas : obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek, obat keras, psikotropika dan narkotika. a. Obat Bebas Peratuan daerah Tingkat II tangerang yakni Perda Nomor 12 Tahun 1994 tentang izin Pedagang Eceran Obat memuat pengertian obat bebas adalah obat yang dapat dijual bebas kepada umum tanpa resep dokter, tidak termasuk dalam daftar narkotika, psikotropika, obat keras, obat bebas terbatas dan sudah terdaftar di Depkes RI. Di buku ISO ada tanda atau tulisan B. Contoh : Minyak Kayu Putih, Tablet Parasetamol, tablet Vitamin C, B Compleks, E dan Obat batuk hitam, Oralit, Ibuprofen 200 mg. Penandaan obat bebas diatur berdasarkan SK Menkes RI Nomor 2380/A/SK/VI/1983 tentang tanda khusus untuk untuk obat bebas dan untuk obat bebas terbatas. Tanda khusus untuk obat bebas yaitu bulatan berwarna hijau dengan garis tepi warna hitam, seperti terlihat pada gambar berikut : Gambar 1. Penandaan Obat Bebas b. Obat Bebas Terbatas Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan obat- obatan ke dalam daftar obat “W” (Waarschuwing) memberikan pengertian obat bebas terbatas adalah obat keras yang dapat

Upload: kadeq-ditya-putra

Post on 21-Jan-2016

2.960 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

wwweweee

TRANSCRIPT

Page 1: Penggolongan Obat Menurut Permenkes No

1

Penggolongan Obat Menurut Permenkes No.917 Tahun 1993

Penggolongan obat menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

917/Menkes/Per/X /1993 yang kini telah diperbaiki dengan Permenkes RI Nomor

949/Menkes/Per/ VI/2000 penggolongan obat dimaksudkan untuk peningkatan keamanan

dan ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusi. Penggolongan obat ini terdiri

atas : obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek, obat keras, psikotropika

dan narkotika.

a. Obat Bebas

Peratuan daerah Tingkat II tangerang yakni Perda Nomor 12 Tahun 1994 tentang

izin Pedagang Eceran Obat memuat pengertian obat bebas adalah obat yang dapat dijual

bebas kepada umum tanpa resep dokter, tidak termasuk dalam daftar narkotika,

psikotropika, obat keras, obat bebas terbatas dan sudah terdaftar di Depkes RI. Di buku

ISO ada tanda atau tulisan B.

Contoh : Minyak Kayu Putih, Tablet Parasetamol, tablet Vitamin C, B Compleks, E

dan Obat batuk hitam, Oralit, Ibuprofen 200 mg. Penandaan obat bebas diatur

berdasarkan SK Menkes RI Nomor 2380/A/SK/VI/1983 tentang tanda khusus untuk untuk

obat bebas dan untuk obat bebas terbatas. Tanda khusus untuk obat bebas yaitu bulatan

berwarna hijau dengan garis tepi warna hitam, seperti terlihat pada gambar berikut :

Gambar 1. Penandaan Obat Bebas

b. Obat Bebas Terbatas

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan obat-obatan ke

dalam daftar obat “W” (Waarschuwing) memberikan pengertian obat bebas terbatas

adalah obat keras yang dapat diserahkan kepada pemakainya tanpa resep dokter, bila

penyerahannya memenuhi persyaratan sebagai berikut :

1.    Obat tersebut hanya boleh dijual dalam bungkusan asli dari pabriknya atau pembuatnya.

2.    Pada penyerahannya oleh pembuat atau penjual harus mencantumkan tanda peringatan.

Di buku ISO ditandai dengan tulisan T. Tanda peringatan tersebut berwarna

hitam,berukuran panjang 5 cm, lebar 2 cm dan memuat pemberitahuan berwarna putih

sebagai berikut :

Page 2: Penggolongan Obat Menurut Permenkes No

2

Gambar 2. Peringatan Obat Bebas Terbatas

Penandaannya diatur berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI

No.2380/A/SK/VI/83 tanda khusus untuk obat bebas terbatas berupa lingkaran berwarna

biru dengan garis tepi berwarna hitam, seperti pada gambar berikut:

Gambar 3. Penandaan Obat Bebas Terbatas

Sebagai contoh peringatannya :

P No. I : awas obat keras, bacalah aturan pemakaiannya.

Dulcolax tablet

Acetaminofen = >600 mg/tab atau >40 mg/ml (kep Menkes no.66227/73)

SG tablet.

P No. 2 : awas obat keras, hanya untuk kumur , jangan ditelan

Gargarisma khan

Betadin gargarisma

P NO. 3 : awas obat keras hanya untuk bagian luar badan

Anthistamin pemakain luar , misal dalam bentuk cream, caladin, caladril.

Lasonil

Liquor burowl

P No. 4 : awas obat keras hanya untuk dibakar

Dalam bentuk rokok dan sebuk untuk penyakit asma yang mengandung

scopolamin.

P No.5 ; awas obat keras tidak boleh ditelan

Dulcolax Suppos

Page 3: Penggolongan Obat Menurut Permenkes No

3

Amonia 10 % ke bawah

P No. 6 : awas obat keras wasir jangan ditelan:

Varemoid

c. Obat Keras

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI yang menetapkan/memasukkan obat-

obatan kedalam daftar obat keras, memberikan pengertian obat keras adalah obat-obat

yang ditetapkan sebagai berikut :

1.    Semua obat yang pada bungkus luarnya oleh si pembuat disebutkan bahwa obat itu

hanya boleh diserahkan dengan resep dokter.

2.    Semua obat yang dibungkus sedemikian rupa yang nyata-nyata untuk dipergunakan

secara parenteral.

3.    Semua obat baru, terkecuali apabila oleh Departemen Kesehatan telah dinyatakan

secara tertulis bahwa obat baru itu tidak membahayakan kesehatan manusia.

Contoh :

Andrenalinum

Antibiotika

Antihistaminika, dan lain-lain

Adapun penandaannya diatur berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI No.

02396/A/SK/VIII/1986 tentang tanda khusus Obat Keras daftar G (Gevarrlijk) adalah

“Lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan hurup K yang

menyentuh garis tepi”, dan di penandaanya harus dicantum kalimat “Harus dengan

Resep Dokter”. seperti yang terlihat pada gambar berikut:

Gambar 4. Penandaan Obat Keras

d. Obat Wajib Apotek

Obat wajib apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker

di apotek tanpa resep dokter. Menurut keputusan menteri kesehatan RI Nomor

347/Menkes/SK/VIII/1990 yang telah diperbaharui Mentri Kesehatan Nomor

924/Menkes/Per/X/1993 dikeluarkan dengan pertimbangan sebagai berikut :

1.    Pertimbangan utama untuk obat wajib apotek ini sama dengan pertimbangan obat yang

diserahkan tanpa resep dokter, yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat dalam

menolong dirinya sendiri guna mengatasi masalah kesehatan, dengan  meningkatkan

pengobatan sendiri secara tepat, aman dan rasional.

Page 4: Penggolongan Obat Menurut Permenkes No

4

2.    Pertimbangan yang kedua untuk meningkatkatkan peran apoteker di apotek dalam

pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi serta pelayanan obat kepada masyarakat.

3.    Pertimbangan ketiga untuk peningkatan penyediaan obat yang dibutuhkan untuk

pengobatan sendiri. Obat yang termasuk kedalam obat wajib apotek misalnya : obat

saluran cerna (antasida), ranitidine, clindamicin cream dan lain-lain.

Berdasarkan keputusan Menkes No. 347/ menkes/SK/VII/1990 tentang obat wajib

Apotek (OWA 1) No. I, dan keputusan Menkes : 924/93 (OWA 2) maka menurut cara

memperolehnya, obat keras terbagi 2:

a. Harus dengan resep dokter ( G1)

Untuk semua injeksi

Antibiotika dan virus

Obat-obat jantung

Obat-obat psikotropika.

b. Disarankan oleh apoteker di apotek

pil kb

analgetik-antipiretik ( antalgin, asam mefenamat)

antihistamin dan obat asma

Psikotropika Kombinasi

Obat Keras tertentu

Menurut UU No. 49/1949 pasal 3 ayat 2, Apoteker hanya dapat menjual obat keras

kepada:

1. pasien dengan resep dokter untuk obat yang bukan OWA

2. apoteker

3. dokter/dokter gigi

4. dokter hewan

Yang berhak memiliki serta menyimpan obat daftar G dalam jumlah yang patut

disangka bahwa obat tersebut tidak akan digunakan sendiri adalah:

1. PBF (pedagang besar farmasi)

2. APA (apoteker pengelola apotik)

3. Dokter yang berizin (dr,drg)

4. Dokter hewan (dalam batas haknya)

OWA merupakan obat keras yang dapat diberikan oleh Apoteker Pengelola Apotek

(APA) kepada pasien. Walaupun APA boleh memberikan obat keras, namun ada

persayaratan yang harus dilakukan dalam penyerahan OWA.

Page 5: Penggolongan Obat Menurut Permenkes No

5

1. Apoteker wajib melakukan pencatatan yang benar mengenai data pasien (nama,

alamat, umur) serta penyakit yang diderita.

2. Apoteker wajib memenuhi ketentuan jenis dan jumlah yang boleh diberikan kepada

pasien. Contohnya hanya jenis oksitetrasiklin salep saja yang termasuk OWA, dan

hanya boleh diberikan 1 tube.

3. Apoteker wajib memberikan informasi obat secara benar mencakup: indikasi, kontra-

indikasi, cara pemakaian, cara penyimpanan dan efek samping obat yang mungkin

timbul serta tindakan yang disarankan bila efek tidak dikehendaki tersebut timbul.

Tujuan OWA adalah memperluas keterjangkauan obat untuk masyarakat, maka obat-

obat yang digolongkan dalam OWA adalah obat ang diperlukan bagi kebanyakan

penyakit yang diderita pasien. Antara lain: obat antiinflamasi (asam mefenamat), obat

alergi kulit (salep hidrokotison), infeksi kulit dan mata (salep oksitetrasiklin), antialergi

sistemik (CTM), obat KB hormonal.

Sesuai permenkes No.919/MENKES/PER/X/1993, kriteria obat yang dapat diserahkan:

1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2

tahun dan orang tua di atas 65 tahun.

2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan

penyakit.

3. Penggunaannya tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan oleh

tenaga kesehatan.

4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia.

5. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan

untuk pengobatan sendiri.

Tabel. Contoh OWA

Obat Indikasi Jumlah yang boleh diberikan

Asam mefenamat Antiinflamasi dan anagesik 10 tablet

Salep hidrokortison Antialergi topikal 1 tube

Obat KB antifertilitas 1 siklus (28 hari)

Page 6: Penggolongan Obat Menurut Permenkes No

6

e. Obat Golongan Narkotika

Pengertian narkotika menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang

narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik

sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan

kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan yang dibedakan

kedalam golongan I, II dan III. Contoh :

Tanaman Papaver Somniferum

Tanaman Koka

Tanaman ganja

Heroina

Morfina

Ovium

Kodeina

Obat narkotika ditandai dengan lingkaran warna putih ada palang merah di

tengah-tengahnya dan termasuk daftar O (Opiat). Untuk memperolehnya harus dengan

resep dokter dan apotik wajib melaporkan jumlah dan macamnya. Peresepan tidak boleh

diulang dan ada tanda tangan dokter penulis resep. Di buku ISO ditandai dengan N.

Gambar 5. Penandaan Obat Narkotika

UU Narkotika No. 9 thn 1976 yang terdiri atas 10 bab 55 pasal diganti dengan UU no. 22

tahun 1997 tentang Narkotika dengan 15 BAB 104 pasal.

BAB I

pasal 1

Narkotika : zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik

sintesis maupun semisintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan

kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat

menimbulkan ketergantungan.

Oleh karena itu, obat-obat ini mulai dari pembuatannya sampai pemakaiannya

diawasi dengan ketat oleh Pemerintah dan hanya boleh diserahkan oleh apotek atas

resep dokter. Tiap bulan apotek wajib melaporkan pembelian dan pemakaiannya pada

pemerintah.

BAB II

Pasal 2

Page 7: Penggolongan Obat Menurut Permenkes No

7

Narkotika digolongkan menjadi:

a. Narkotika golongan I- kokain, heroin

b. Narkotika golongan II= Metadon, morfina, opium, petidin, tebain

c. Narkotika golongan III- kodein.

Tujuan pengaturan Narkotika

1. menjamin ketersediaannya narkotika untuk keperluan pelayanan kesehatan dan

atau pengembangan ilmu pengetahuan.

2. mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika

3. memberantas peredaran gelap narkotika.

Pasal 4

Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau

pengembangan ilmu pengetahuan.

Pasal 5

Narkotika golongan I hanya digunakan untuk kepentingan pengembangan ilmu

pengetahuan dan dilarang digunakan untuk kepentingan lainnya.

BAB III. Pengadaan

Pasal 6

I. Menkes : mengupayakan tersedianya narkotika untuk pelayanan kesehatan atau

pengembangan ilmu pengetahuan

Pasal 9

I. narkotika golongan I dilarang diproduksi atau digunakan dalam proses produksi,

kecuali jumlah sangat terbatas untuk pengembangan ilmu pengetahuan dengan

pengawasan ketat dari Menkes.

BAB V PEREDARAN

Pasal 33

Narkotika dalam bentuk obat jadi hanya dapat diedarkan setelah terdaftar pada Depkes

Pasal 37

Narkotika golongan I hanya dapat disalurkan oleh pabrik obat tertentu atau

pedagang besar farmasi tertentu kepada lembaga ilmu pengetahuan untuk kepentingan

pengembangan ilmu pengetahuan.

Page 8: Penggolongan Obat Menurut Permenkes No

8

Pasal 39

1. penyerahan narkotika hanya dilakukan oleh: apotek, rumah sakit, Puskesmas,

balai pengobatan dan dokter.

2. apotek hanya dapat menyerahkan narkotika kepada : rumah sakit, puskesmas,

apotik lain , balai pengobatan, dokter, pasien.

3. rumah sakit, apotek, puskesmas, balai pengobatan hanya dapat menyerahkan

narkotika kepada pasien berdasarkan R/ dokter.

4. Penyerahan narkotika oleh dokter hanya dilakukan dalam:

a. menjalankan praktek dan diberikan melalui suntikan.

b. Menolong orang sakit dalam keadaan darurat melalui suntikan.

c. Menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.

5. narkotika dalam bentuk suntikan dalam jumlah tertentu , disarankan dokter

dimaksud ayat 4 hanya dapat diperoleh di apotek.

BAB XII. KETENTUAN PIDANA ( PASAL 78-99)

Pasal 84

Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum:

a. menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika

golongan I untuk orang lain, dipidana paling lama 15 tahun dan didenda 750 jt

b. menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika

golongan II untuk orang lain, dipidana paling lama 10 tahun dan didenda 500 jt.

c. Menggunakan narkotika terhadap orang lain atau memberikan narkotika

golongan III untuk orang lain, dipidana paling lama 5 tahun dan didenda 250 jt.

Pasal 99

Dipidana penjara paling lama 10 tahun dan didenda 200 juta bagi pimpinan Rumah

Sakit, Puskesmas, Balai Pengobatan, sarana penyimpanan pemerintah, apotek, dan

dokter yang mengedarluaskan narkotika golongan II dan III bukan untuk pelayanan

kesehatan.

f. Obat Psikotropika

Pengertian psikotropika menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang

psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang

berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang

menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku. Contoh :

Lisergida

Amphetamin

Codein

Page 9: Penggolongan Obat Menurut Permenkes No

9

Diazepam

Nitrazepam

Fenobarbital

Untuk Psikotropika penandaan yang dipergunakan sama dengan penandaan untuk

obat keras, hal ini karena sebelum diundangkannya UU RI No. 5 tahun 1997 tentang

Psikotropika, maka obat-obat psikotropika termasuk obat keras, hanya saja karena

efeknya dapat mengakibatkan sidroma ketergantungan sehingga dulu disebut Obat Keras

Tertentu.

Sehingga untuk Psikotropika penandaannya : lingkaran bulat berwarna merah,

dengan huruf K berwarna hitam yang menyentuh garis tepi yang berwarna hitam.

Tanda Obat Psikotropik

Menurut Undang-undang RI no. 5 tahun 1997 tentang PSIKOTROPIKA yang terdiri

atas 16 bab 74 pasal, tertanggal 11 maret 1997, PSIKOTROPIKA adalah zat atau obat

baik alamiah maupun bukan narkotik yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif

pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan

perilaku.

Pasal 2 ayat 2 tentang penggolongan psikotropika:

Penggolongan psikotropika:

2. psikotropika golongan I

3. psikotropika golngan II

4. psikotropika golongan III

5. psikotropika golongan IV

Pasal 4

1. psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan atau

ilmu pengetahuan.

2. psikotropika golongan I untuk ilmu pengetahuan

3. selain pasal 4 ayat 2 psikotropika golongan I dinyatakan sebagai barang terlarang.

Pasal 14 ayat 5

Dokter hanya diperbolehkan menyerahkan obat psikotropika apabila:

Page 10: Penggolongan Obat Menurut Permenkes No

10

a. menjalankan praktek dan diberikan dengan suntikan

b. menolong orang sakit dalam keadaan darurat

c. menjalankan tugas di daerah terpencil yang tidak ada apotek.

BAB XIV. Ketentuan Pidana ( 13 pasal)

Pasal 59

1. Barang Siapa:

a. menggunakan psikotropika selain yang dimaksud pasal 4

ayat 2

b. memproduksi atau menggunakan psikotropika golongan I

c.mengedarkan psikotropika golongan I

d. mengimpor selain kepentingan ilmu pengetahuan

e. secara tanpa hak memiliki menyimpan atau membawa

psikotropika golongan I dipidana penjara paling sedikit 4 tahun dan selama-

lamanya 15 tahun dan membayar denda paling sedikit 150 juta dan paling bayak

750 jt.

2. Jika terorganisasi maka akan dipidana mati atau seumur hidup dan membayar denda

750 juta.

Pasal 68 : tindak pidana di bidang Psikotropika sebagaimana diatur dalam undang-

undang ini adalah kejahatan.

Golongan psikotropika

Psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan sindroma ketergantungan

digolongkan menjadi4 golongan, yaitu:

1. Psikotropika golongan I : yaitu psikotropika yang tidak digunakan untuk tujuan

pengobatan dengan potensi ketergantungan yang sangat kuat

2. Psikotropika golongan II : yaitu psikotropika yang berkhasiat terapi tetapi dapat

menimbulkan ketergantungan.

3. Psikotropika golongan III : yaitu psikotropika dengan efek ketergantungannya

sedang dari kelompok hipnotik sedatif.

4. Psikotropika golongan IV : yaitu psikotropika yang efek ketergantungannya ringan.

Berdasarkan Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa tentang pemberantasan peredaran

narkotika dan psikotropika, tahun 1988 tersebut maka psikotropika dapat digolongkan

sebagai berikut : (didahului dengan nama International dan nama kimia diletakkan dalam

tanda kurung)

Page 11: Penggolongan Obat Menurut Permenkes No

11

Psikotropika golongan I

Broloamfetamine atau DOB ((±)-4-bromo-2,5-dimethoxy-alpha-

methylphenethylamine)

Cathinone ((x)-(S)-2-aminopropiophenone)

DET (3-[2-(diethylamino)ethyl]indole)

DMA ( (±)-2,5-dimethoxy-alpha-methylphenethylamine )

DMHP ( 3-(1,2-dimethylheptyl)-7,8,9,10-tetrahydro-6,6,9-trimethyl-6H-

dibenzo[b,d]pyran-1-olo )

DMT ( 3-[2-(dimethylamino)ethyl]indole)

DOET ( (±)-4-ethyl-2,5-dimethoxy-alpha-phenethylamine)

Eticyclidine - PCE ( N-ethyl-1-phenylcyclohexylamine )

Etrytamine ( 3-(2-aminobutyl)indole )

Lysergide - LSD, LSD-25 (9,10-didehydro-N,N-diethyl-6-methylergoline-8beta-

carboxamide)

MDMA ((±)-N,alpha-dimethyl-3,4-(methylene-dioxy)phenethylamine)

Mescaline (3,4,5-trimethoxyphenethylamine)

Methcathinone ( 2-(methylamino)-1-phenylpropan-1-one )

4-methylaminorex ( (±)-cis-2-amino-4-methyl-5-phenyl-2-oxazoline )

MMDA (2-methoxy-alpha-methyl-4,5-(methylenedioxy)phenethylamine)

N-ethyl MDA ((±)-N-ethyl-alpha-methyl-3,4-(methylenedioxy)phenethylamine)

N-hydroxy MDA ((±)-N-[alpha-methyl-3,4-

(methylenedioxy)phenethyl]hydroxylamine)

Parahexyl (3-hexyl-7,8,9,10-tetrahydro-6,6,9-trimethyl-6H-dibenzo[b,d]pyran-1-ol)

PMA (p-methoxy-alpha-methylphenethylamine)

Psilocine, psilotsin (3-[2-(dimethylamino)ethyl] indol-4-ol)

Psilocybine (3-[2-(dimethylamino)ethyl]indol-4-yl dihydrogen phosphate)

Rolicyclidine - PHP,PCPY ( 1-(1-phenylcyclohexyl)pyrrolidine )

STP, DOM (2,5-dimethoxy-alpha,4-dimethylphenethylamine)

Tenamfetamine - MDA (alpha-methyl-3,4-(methylenedioxy)phenethylamine)

Tenocyclidine - TCP (1-[1-(2-thienyl)cyclohexyl]piperidine)

Tetrahydrocannabinol

TMA ((±)-3,4,5-trimethoxy-alpha-methylphenethylamine)

Psikotropika golongan II

Amphetamine ((±)-alpha-methylphenethylamine)

Dexamphetamine ((+)-alpha-methylphenethylamine)

Fenetylline (7-[2-[(alpha-methylphenethyl)amino] ethyl]theophylline)

Levamphetamine ((x)-(R)-alpha-methylphenethylamine)

Page 12: Penggolongan Obat Menurut Permenkes No

12

Levomethampheta-mine ((x)-N,alpha-dimethylphenethylamine)

Mecloqualone (3-(o-chlorophenyl)-2-methyl-4(3H)- quinazolinone)

Methamphetamine ((+)-(S)-N,alpha-dimethylphenethylamine)

Methamphetamineracemate ((±)-N,alpha-dimethylphenethylamine)

Methaqualone (2-methyl-3-o-tolyl-4(3H)-quinazolinone)

Methylphenidate (Methyl alpha-phenyl-2-piperidineacetate)

Phencyclidine - PCP (1-(1-phenylcyclohexyl)piperidine)

Phenmetrazine (3-methyl-2-phenylmorpholine)

Secobarbital (5-allyl-5-(1-methylbutyl)barbituric acid)

Dronabinol atau delta-9-tetrahydro-cannabinol ((6aR,10aR)-6a,7,8,10a-tetrahydro-

6,6,9-trimethyl-3-pentyl-6H- dibenzo[b,d]pyran-1-ol)

Zipeprol (alpha-(alpha-methoxybenzyl)-4-(beta-methoxyphenethyl)-1-

piperazineethanol)

Psikotropika golongan III

Amobarbital (5-ethyl-5-isopentylbarbituric acid)

Buprenorphine (2l-cyclopropyl-7-alpha-[(S)-1-hydroxy-1,2,2-trimethylpropyl]-6,14-

endo-ethano-6,7,8,14-tetrahydrooripavine)

Butalbital (5-allyl-5-isobutylbarbituric acid)

Cathine / norpseudo-ephedrine ((+)-(R)-alpha-[(R)-1-aminoethyl]benzyl alcohol)

Cyclobarbital (5-(1-cyclohexen-1-yl)-5-ethylbarbituric acid)

Flunitrazepam (5-(o-fluorophenyl)-1,3-dihydro-1-methyl-7-nitro-2H-1,4-

benzodiazepin-2-one)

Glutethimide (2-ethyl-2-phenylglutarimide)

Pentazocine ((2R*,6R*,11R*)-1,2,3,4,5,6-hexahydro-6,11-dimethyl-3-(3-methyl-2-

butenyl)-2,6-methano-3-benzazocin-8-ol)

Pentobarbital (5-ethyl-5-(1-methylbutyl)barbituric acid)

Psikotropika golongan IV

Allobarbital (5,5-diallylbarbituric acid)

Alprazolam (8-chloro-1-methyl-6-phenyl-4H-s-triazolo[4,3-a][1,4]benzodiazepine)

Amfepramone (diethylpropion 2-(diethylamino)propiophenone)

Aminorex (2-amino-5-phenyl-2-oxazoline)

Barbital (5,5-diethylbarbituric acid)

Benzfetamine (N-benzyl-N,alpha-dimethylphenethylamine)

Bromazepam (7-bromo-1,3-dihydro-5-(2-pyridyl)-2H-1,4-benzodiazepin-2-one)

Butobarbital (5-butyl-5-ethylbarbituric acid)

Brotizolam (2-bromo-4-(o-chlorophenyl)-9-methyl-6H-thieno[3,2-f]-s-triazolo[4,3-a]

[1,4]diazepine)

Page 13: Penggolongan Obat Menurut Permenkes No

13

Camazepam (7-chloro-1,3-dihydro-3-hydroxy-1-methyl-5-phenyl-2H-1,4

benzodiazepin-2-one dimethylcarbamate (ester))

Chlordiazepoxide (7-chloro-2-(methylamino)-5-phenyl-3H-1,4-benzodiazepine-4-

oxide)

Clobazam (7-chloro-1-methyl-5-phenyl-1H-1,5-benzodiazepine-2,4(3H,5H)-dione)

Clonazepam (5-(o-chlorophenyl)-1,3-dihydro-7-nitro-2H-1,4-benzodiazepin-2-one)

Clorazepate (7-chloro-2,3-dihydro-2-oxo-5-phenyl-1H-1,4-benzodiazepine-3-

carboxylic acid)

Clotiazepam (5-(o-chlorophenyl)-7-ethyl-1,3-dihydro-1-methyl-2H-thieno [2,3-e] -

1,4-diazepin-2-one)

Cloxazolam (10-chloro-11b-(o-chlorophenyl)-2,3,7,11b-tetrahydro-oxazolo- [3,2-d]

[1,4]benzodiazepin-6(5H)-one)

Delorazepam (7-chloro-5-(o-chlorophenyl)-1,3-dihydro-2H-1,4-benzodiazepin-2-

one)

Diazepam (7-chloro-1,3-dihydro-1-methyl-5-phenyl-2H-1,4-benzodiazepin-2-one)

Estazolam (8-chloro-6-phenyl-4H-s-triazolo[4,3-a][1,4]benzodiazepine)

Ethchlorvynol (1-chloro-3-ethyl-1-penten-4-yn-3-ol)

Ethinamate (1-ethynylcyclohexanolcarbamate)

Ethyl loflazepate (ethyl 7-chloro-5-(o-fluorophenyl)-2,3-dihydro-2-oxo-1H-1,4-

benzodiazepine-3-carboxylate)

Etil Amfetamine / N-ethylampetamine (N-ethyl-alpha-methylphenethylamine)

Fencamfamin (N-ethyl-3-phenyl-2-norborananamine)

Fenproporex ((±)-3-[(alpha-methylphenylethyl)amino]propionitrile)

Fludiazepam (7-chloro-5-(o-fluorophenyl)-1,3-dihydro-1-methyl-2H-1,4-

benzodiazepin-2-one)

Flurazepam (7-chloro-1-[2-(diethylamino)ethyl]-5-(o-fluorophenyl)-1,3-dihydro-2H-

1,4-benzodiazepin-2-one)

Halazepam (7-chloro-1,3-dihydro-5-phenyl-1-(2,2,2-trifluoroethyl)-2H-1,4-

benzodiazepin-2-one)

Haloxazolam (10-bromo-11b-(o-fluorophenyl)-2,3,7,11b-tetrahydrooxazolo [3,2-d]

[1,4]benzodiazepin-6(5H)-one)

Ketazolam (11-chloro-8,12b-dihydro-2,8-dimethyl-12b-phenyl-4H-[1,3]oxazino[3,2-

d][1,4]benzodiazepine-4,7(6H)-dione)

Lefetamine - SPA ((x)-N,N-dimethyl-1,2-diphenylethylamine)

Menurut Jenisnya Obat Dapat Dibedakan Menjadi :

Obat baku/bahan Substansi yang ditetapkan oleh Farmakope Indonesia atau

Page 14: Penggolongan Obat Menurut Permenkes No

14

obat buku resmi lainnya yang ditetapkan pemerintah.

Obat jadi Obat standart, obat generik: obat dengan komposisi dan

nama teknis standart seperti dalam Farmakope Indonesia

atau buku lain yang ditetapkan pemerintah.

Obat paten Trade name: obat jadi dengan nama dagang yang

terdaftar seperti nama pabrik atau yang dikuasakannya

dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang

memproduksinya dan obat tersebut obat yang masih

dilindung oleh hak patennya. Obat paten tidak tersedia

dalam bentuk generik, dan tidak boleh suatu perusahaan

membuat nama paten yang lain dengan kandungan yang

sama selama masa paten obat ini masih dikuasai oleh

perusahaan leadernya atau selama hak paten

kandungannya tidak dijual atau dilisensikan ke perusahaan

lain yang berminat.

Obat Off Paten obat yang telah habis masa patennya

Obat Generik obat dengan nama generik, nama resmi yang telah

ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan INN

(International Non-propietary Names) dari WHO (World

Health Organization) untuk zat berkhasiat yang

dikandungnya. Nama generik ini ditempatkan sebagai

judul dari monografi sediaan-sediaan obat yang

mengandung nama generik tersebut sebagai zat tunggal

(Obat Generik Berlogo). Obat Generik bisa berupa obat off

paten yang terdiri atas branded generik dan generik

(berlogo).

Obat asli Obat tradisional, jamu, fitofarmaka: obat yang didapat

langsung dari bahan-bahan alamiah Indonesia.

Obat dengan

Nama Dagang

Obat generik yang dibuat oleh pabrik dengan nama yang

berbeda dengan nama generiknya tetapi komposisinya

sama dengan generiknya. Yang membedakan adalah

bentuk sediaan, rasa, kemasan dan promosi.

Menurut Cara Pemberiannya, Obat Dibedakan Menjadi:

Obat sistemik, yaitu cara pemberian obat yang memungkinkan obat masuk dalam

tubuh dan beredar dalam sirkulasi sistemik sehingga efek kerjanya bersifat sistemik.

Cara pemberian obat sistemik ini misalnya pemberian per oral dan parenteral.

Page 15: Penggolongan Obat Menurut Permenkes No

15

Obat lokal, yaitu cara pemberian obat yang menghasilkan efek setempat atau hanya

pada tempat pemberian. Obat lokal ini tidak atau minimal ditemukan dalam sirkulasi

sistemik. Cara pemberian obat dengan efek lokal misalnya obat topikal seperti salep

kulit, sampho anti ketombe, dan pemberian per inhalasi.

Menurut khasiat/efek obat, obat dibedakan menjadi kelas terapi seperti tercantum

dalam Daftar Obat Essensial Nasional ( DOEN).

Penggolongan Berdasar Efek Farmakologi

Contoh : Fenobarbital; dapat dikategorikan menurut:

Tempat kerja dalam tubuh; merupakan obat yang bekerja pada SSP

Aktivitas terapeutik; merupakan obat sedatif-hipnotik.

Mekanisme kerja farmakologi; merupakan depressan SSP

Sumber asal/ sifat-sifat kimia; merupakan turunan asam barbiturat.

Menurut bentuk dan struktur kimia:

Asam; contoh acetosal, acidum ascorbinium, barbitalum

Basa; contoh alucol, bisacodyl, hidrochlorothiazida

Garam; contoh : natrium chlorida, papaverine HCI, atropine sulfas

Garam/senyawa kompleks; contoh: magnesium trisilikat, cynacobalamin, aluminium/

kalium sulfat.

Ester; contoh: chloramphenicol palmitat, adrenaline bitartrat, gliceryl guayacolate

Kristal mengandung aior: contoh ampiciline trihiodrat, calcii lactas, codein HCI

Isotop radioaktif: contoh : chlormerodin Hg, natrii yodida.

Hubungan antara struktur kimia-sifat kimia dan aktivitas biologis obat.

Struktur kimia Sifat kimia-fisika Aktifitas biologis obat

Jumlah Kelarutan Respon

Macam Koefisien partisi Kenaikan jumlah ikatan

obat reseptor

Susunan dari atom molekul obat Adsorpsi

Derajat ionisasi

Penggolongan Obat Tradisional

Penggolongan obat di atas adalah obat yang berbasis kimia modern, padahal juga

dikenal obat yang berasal dari alam, yang biasa dikenal sebagai obat tradisional. Obat

tradisional Indonesia semula hanya dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu obat tradisional

Page 16: Penggolongan Obat Menurut Permenkes No

16

atau jamu dan fitofarmaka. Namun, dengan semakin berkembangnya teknologi, telah

diciptakan peralatan berteknologi tinggi yang membantu proses produksi sehingga

industri jamu maupun industri farmasi mampu membuat jamu dalam bentuk ekstrak.

Namun, sayang pembuatan sediaan yang lebih praktis ini belum diiringi dengan

perkembangan penelitian sampai dengan uji klinik. Saat ini obat tradisional dapat

dikelompokkan menjadi 3, yaitu jamu, obat ekstrak alam, dan fitofarmaka.

1. Jamu (Empirical based herbal medicine)

 

Jamu adalah obat tradisional yang disediakan secara tradisional, misalnya dalam

bentuk serbuk seduhan, pil, dan cairan yang berisi seluruh bahan tanaman yang

menjadi penyusun jamu tersebut serta digunakan secara tradisional. Pada

umumnya, jenis ini dibuat dengan mengacu pada resep peninggalan leluhur yang

disusun dari berbagai tanaman obat yang jumlahnya cukup banyak, berkisar antara

5 – 10 macam bahkan lebih. Bentuk jamu tidak memerlukan pembuktian ilmiah

sampai dengan klinis, tetapi cukup dengan bukti empiris. Jamu yang telah

digunakan secara turun-menurun selama berpuluh-puluh tahun bahkan mungkin

ratusan tahun, telah membuktikan keamanan dan manfaat secara langsung untuk

tujuan kesehatan tertentu.

2.Obat Herbal Terstandar (Scientific based herbal

medicine)

 

Adalah obat tradisional yang disajikan dari ekstrak atau penyarian bahan alam yang

dapat berupa tanaman obat, binatang, maupun mineral. Untuk melaksanakan

proses ini membutuhkan peralatan yang lebih kompleks dan berharga mahal,

ditambah dengan tenaga kerja yang mendukung dengan pengetahuan maupun

ketrampilan pembuatan ekstrak. Selain proses produksi dengan tehnologi maju,

jenis ini pada umumnya telah ditunjang dengan pembuktian ilmiah berupa penelitian-

penelitian pre-klinik seperti standart kandungan bahan berkhasiat, standart

pembuatan ekstrak tanaman obat, standart pembuatan obat tradisional yang

higienis, dan uji toksisitas akut maupun kronis.

3. Fitofarmaka (Clinical based herbal medicine)

Page 17: Penggolongan Obat Menurut Permenkes No

17

 

Merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alam yang dapat disejajarkan dengan

obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang dengan

bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia. Dengan uji klinik akan lebih

meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan obat herbal di sarana

pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk menggunakan obat

herbal karena manfaatnya jelas dengan pembuktian secara ilmiah.