pengertian progresivisme ok
TRANSCRIPT
BAB II
PEMBAHASAN
A. ALIRAN PROGRESSIVISME
1. PENGERTIAN PROGRESSIVISME
Progressivisme adalah gerakan pendidikan yang mengutamakan penyelenggaraan pendidikan
di sekolah berpusat pada anak didik (child-centered), sebagai reaksi terhadap pelaksanaan
pendidikan yang masih berpusat pada guru (teacher-centered) atau bahan pelajaran (subject-
centered).
Filsafat Pendidikan Progresivisme bukan merupakan bangunan filsafat atau aliran filsafat
yang berdiri sendiri, melainkan merupakan suatu gerakan dan perkumpulan yang didirikan pada
tahun 1918. Aliran ini berpendapat bahwa pengetahuan yang benar pada masa kini mungkin
tidak benar di masa mendatang. Pendidikan harus terpusat pada anak bukannya memfokuskan
pada guru atau bidang muatan. Beberapa tokoh dalam aliran ini : George Axtelle, william O.
Stanley, Ernest Bayley, Lawrence B.Thomas, Frederick C. Neff
Progresivisme memandang bahwa lingkungan yang ada, baik yang mengenai manusi maupun
yang lain, tidak bersifat sama atau statis, tetapi selalu mengalami perubahan. Perubahan-
perubahabn tersebut disebabkan oleh kemampuan manusia dalam mempelajari banyak hal dan
memikirkan serta mengantisipasi hal- hal yang akan datang. Meskipun dalam kehidupan manusia
ada hal- hal yang mengecewakan, seperti kekurangan berbagai percobaan yang ada. Namun
kekurang berhasilan itu dapat dikoreksi yang akhirnya dapat dikembangkan menjadi lebih
positif. Sebagai contoh, berbagai ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh manusia dapat
mengungkap rahasia alam sehingga manusia mempu memanfaatkan dan bahkan menguasainya.
1
Dengan menampilkan contoh tersebut, dapat diperkirakan bahwa progresivisme menaruh
perhatian yang positif terhadap kemampuan manusia. Perhatian yang positif itu juga berarti
kepositifan terhadap kemampuan manusia, kemampuan untuk belajar dan kemampuan untuk
mereka-reka tentang manusia atau lingkungannya.
Dengan demikian bila pandangan tersebut dikaitkan dengan aspek kontinuitas dan
diskontinuitas, progresivisme berpendapat bahwa karena potensi yang dimiliki oleh manusia,
perubahan lingkungan yang dihadapi diharapkan tidaak berakibat negative pada perjalanan hidup
sampai ia mengalami dikontinuitas. Bahkan progresivisme berpendapat bahwa peserta didik
mempunyai kemampuan untuk bereksperimen dalam perjalanan hidupnnya karena adanya bekal-
bekal pengetahuan dan keterampilan yang telah dipelajari dan dimiliki. Yang dimaksud dengan
bereksperimen adalah mampu menemukan permasalahan dan mencari alternative-alternatif
pemecahannya. Pada progresivisme, menculnya kemungkinan adanya diskontinuitas diharapkan
dapat diselesaikan oleh manusia(peserta didik).
2. SEJARAH ALIRAN PROGRESIVISME
Tokoh Francis W. Parker (1837-1902) dilahirkan di New Hampshire. Ayahnya meninggal
pada waktu berusia enam tahun. Dua tahun kemudian ia magang di pertanian sambil mengikuti
sekolah dasar. Ketika berusia 13 tahun ia meninggalkan pertanian dan mengikuti pendidikan
secara penuh.
Pada usia 16 tahun ia mengajar di sebuah sekolah desa, dan pada usia 20 tahun ia diangkat
menjadi kepala sekolah di Carrolton, Illinois, tempat ia berhenti karena pecah perang sipil dan
menjadi tentara selama beberapa tahun. Setelah perang selesai, ia kembali mengajar di berbagai
tempat hingga 1872.
Ia pergi ke Jerman untuk belajar filsafat dan pendidikan serta mengadakan observasi dari
dekat terhadap sekolah yang didirikan oleh Pestalozzi dan Froebel. Setelah pulang ke Amerika,
ia mulai lagi mengajar dan menjadi inspektur sekolah di Quincy, Massachusstes, 1875. Disini ia
memperkenalkan gagasan-gagasan dan praktek-praktek pendidikannya, yang kemudian dikenal
sebagai dasar dari pendidikan progresif.
2
Kemudian menjadi Kepala Sekolah Guru Cook Country di Chicago. Sebelum akhir abad 18,
ia diangkat menjadi Kepala Institut Chicago yang didirikan yang didirikan terutama untuk
melakukan eksperimen pendidikan. Institut ini kemudian menjadi bagian Universitas Chicago,
tetapi sebelum ia meyelesaikan tugasnya, ia meninggal dunia 1902.
3. BEBERAPA FAKTOR PENDORONG LAHIRNYA PROGRESIVISME :
a) Semangat radikalisme dan reformasi yang dimulai di sekolah yang dipimpin oleh Francis
W. Parker.
b) Masuknya aliran Froebelianisme, yang menekankan perwujudan diri melalui kegiatan
sendiri, dan penggunaan metode Montessori yang menekankan pada pendidikan diri
sendiri.
c) Perluasan studi tentang perkembangan anak secara ilmiah (psikologi perkembangan).
4. DASAR FILOSOFIS ALIRAN PROGRESIVISME :
1. Realisme Spiritualistik
Gerakan Pendidikan Progresif bersumber dari prinsip-prinsip spiritualistik dan kreatif dari
Froebel dan Montessori serta ilmu baru tentang perkembangan anak.
2. Humanisme Baru
Paham ini menekankan pada penghargaan terhadap martabat dan harkat manusia sebagai
individu. Dwengan demikian orientasinya individualistik.
5. TEORI PENDIDIKAN PROGRESIVISME :
1. Tujuan Pendidikan
Ia menyatakan bahwa tujuan keseluruhan pendidikan adalah melatih anak agar kelak
dapat bekerja, bekerja secara sistematis, mencintai kerja, dan bekerja dengan otak dan hati.
3
Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan harusnya merupakan pengembangan sepenuhnya
bakat dan minat setiap anak.
2. Kurikulum
Kurikulum pendidikan progresf adalah kurikulum yang berisi pengalaman-pengalaman
atau kegiatan-kegiatan belajar yang diminati oleh setiap siswa (experience curriculum). Contoh
kurikulum pendidikan progresif dari Lewster Dix adalah berisi tentang :
- Studi tentang dirinya sendiri
- Studi tentang lingkungan sosial dan alam
- Studi tentang seni
3. Metode Pendidikan
Ada beberapa metode yang diperguanakan dalam pendidikan progresif :
a. Metode Belajar Aksecara
Metode ini lebih berupa penyediaan lingkungan dan fasiltas yang memungkinkan
berlangsungnya proses belajar secara bebas pada setiap anak untuk mengembangkan bakat dan
minatnya.
b. Metode Memonitor Kegiatan Belajar
Mengikuti proses kegiatan-kegiatan anak belajar sendiri, sambil memberikan bantuan-
bantuan tertentu apabila diperlukan yang sifatnya memperlancar proses berlangsungnya
kegiatan-kegiatan belajar tersebut. Bantuan-bantuan yang diberikan sebagai campur tangan dari
luar diusahakan sesedikit mungkin.
c. Metode Penelitian Ilmiah
Progresif merintis digunakannya motode penelitian ilmiah yang tertuju pada penyusunan
konsep, sedangkan metode pemecahan masalah lebih tertuju pada pemecahan masalah-masalah
kritis.
4
d. Pemerintahan Belajar
Progresif memperkenalkan pemerintahan pelajar dalam kehidupan sekolah (student
government) dalam rangka demokratisasi dalam kehidupan sekolah, sehingga pelajar diberikan
kesempatan untuk turut serta dalam penyelenggaraan kehidupan di sekolah.
e. Kerjasama Sekolah dengan Keluarga
Pendidikan Progresif mengupayakan adanya kerjasama antara sekolah dengan keluarga
dalam rangka menciptakan kesempatan seluas-luasnya untuk dapat ter-ekspresi-kan secara
alamiah semua minat dan kegiatan yang diperlukan anak. Upaya ini mendorong didirikannya
sebuah organisasi guru dan orangtua murid, yang dipelopori F.W. Parker di Chicago. Organisasi
ini berfungsi sebagai forum komunikasi dan kerjasama dalam upaya pembaharuan pendidikan di
sekolah.
f. Sekolah sebagai Laboratorium Pembaharuan Pendidikan
Pendidikan progresif menganjurkan peranan baru sekolah, tidak lagi hanya tempat anak
belajar, tetapi berperanan pula sebagai laboratorium pengembangan gagasan baru pendidikan.
Hal ini baru dilaksanakan oleh J. Dewey.
4. Pelajar
a. Pendidikan berpusat pada anak-anak
Pendidkan progresivisme menganut prinsip pendidikan berpusat pada anak. Anak
merupakan pusat dari keseluruhan kegiatan-kegiatan pendidikan. Manurut Parker, mengajar yang
bermutu berarti aktivitas siswa, pengembangan keproibadian siswa, studi ilmiah tentang
pendidikan, dan latihan guru sebagai seniman pendidikan.
b. Tiap anak adalah unik
Pendidikan progresivisme sangat memuliakan harkat dan artabat anak dalam pendidikan.
Anak bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini, anak adalah anak yang sangta berbeda dengan
orang dewas. Setiap anak (menurut Parker), mempunyai individualitas sendiri, anak mempunyai
5
alur pemikiran sendiri, mempunyai keinginan sendiri, mempunyai harapan dan kecemasan
sendiri, yang berbeda dengan orang dewasa. Dengan demikian anakn harus diperlakukan berbeda
dengan orang dewasa.
5. Pengajar
a. Guru dalam melakukan tugasnya dalam praktek pendidikan berpusat pada anak mempunyai
peranan sebagai :
1) Fasilitator,
2) Motivator,
3) Konselor
b. Guru perlu mempunyai pemahaman yang baiktentang karakterisatik siswa, dan teknik-teknik
memimpin perkembangan siswa, serta kecintaan kepada anak, agar dapat melaksanakan peranan-
peranan dengan baik.
6. PERKEMBANGAN PROGRESIVISME
Atas bantuan Ny. Emmons Blaine akhirnya terbentuklah Sekolah Pendidikan (School of
Education) di lingkungan Universitas Chicago, dibawah pimpinan Parker pada tahun 1901.
Untuk menghormati jasa-jasanya, didirikan Sekolah Dasar Progresif di Chicago, dengan nama
Sekolah Francis W. Parker, dengan kepala sekolah Flora Cook, salah seorang pembantu
dekatnya, pada tahun 1901, atas bantuan Ny. Baline juga. Selain itu, banyak pula bersiri sekolah
progresif lain.
Semenjak tahun 1930, sekolah-sekolah progresif sudah tersebar ke seluruh Amerika Serikat.
Sekolah-sekolah tesebut hampir semuanya swasta, dan hampir semuanya berorientasi pada anak,
tetapi tidak ada yang betul-betul merupakan sekolah Instrumental. Baru pada tahun 1896 John
Dewey mendirikan Laboratory School.
Progresivisme mendapat kritik dari berbagai pihak antara lain :
6
1. John Dewey mengatakan :
a. Progresivisme terlampau menekankan pada pendidikan individu, sebagaimana dikemukakan
pula oleh Dr. Bode dan Counts.
b. Kelas sekolah progresif artifisial / dibuat-buat dan tidak wajar.
c. Progresivisme bergantung pada minat sewaktu dan spontan.
d. Siswa merencanakan sesuatu sendiri dan mereka tidak bertanggung jawab terhadap hasil dari
tugas-tugas yang dikerjakan.
2. George S. Counts dkk menghendaki agar sekolah berperanan mengambil bagian dalam
membangun masyarakat Amerika.
3. Kalangan Gereja Katolik di Amerika Serikat, membentuk gerakan pendidikan yang disebut
aliran ”Perennialisme” yang dipelopori Robert M. Hutchin, kemudian ada pula kalangan yang
menghendaki pendidikan kembali pada kebudayaan lama yang menjadi inti peradaban manusia,
mereka membentuk aliran ”Essensialime” yang dipelopori William C. Bagley.
4. Kaum Eksistensialisme menghendaki agar sekolah menjadi sebuah forum yang melibatkan
dialog antara siswa dan guru, yang dipelopori A.S. Neil.
7
B. ALIRAN ESENSIALISME
1. PENGERTIAN ALIRAN ESENSIALISME DAN SEJARAHNYA
Aliran Filsafat Esensialisme adalah suatu aliran filsafat yang menginginkan agar manusia
kembali kepada kebudayaan lama. Mereka beranggapan bahwa kebudayaan lama itu telah
banyak memperbuat kebaikan-kebaikan untuk umat manusia. Yang mereka maksud dengan
kebudayaan lama itu adalah yang telah ada semenjak peradaban manusia yang pertama-tama
dahulu. Akan tetapi yang paling mereka pedomani adalah peradaban semenjak zaman
Renaissance, yaitu yang tumbuh dan berkembang disekitar abad 11, 12, 13 dan ke 14 Masehi.
Didalam zaman Renaissance itu telah berkembang dengan megahnya usaha-usaha untuk
menghidupkan kembali ilmu pengetahuan dan kesenian serta kebudayaan purbakala, terutama
dizaman Yunani dan Romawi purbakala. Renaissance itu merupaka reaksi terhadapa tradisi dan
sebagai puncak timbulnya individualisme dalam berpikir dan bertindak dalam semua cabang dari
aktivitas manusia. Sumber utama dari kebudayaan itu terletak dalam ajaran para ahli filsafat,
ahli-ahli pengetahuan yang telah mewariskan kepada umat manusia segala macam ilmu
pengetahuan yang telah mampu menembus lipatan qurun dan waktu dan yang telah banyak
menimbulkan kreasi-kreasi bermanfaat sepanjang sejarah umat manusia.
Esensialisme modern dalam pendidikan adalah gerakan pendidikan yang memprotes terhadap
skeptisisme dan sinisme dari gerakan progrevisme terhadap nilai-nilai yang tertanam dalam
warisan budaya/ sosial. Menurut Esensialisme, nilai-nilai kemanusiaan yang terbentuk secara
berangsur-angsur dengan melalui kerja keras dan susah payah selama beratus-ratus tahun, dan
didalamnya berakar gagasan-gagasan dan cita-cita yang telah teruji dalam perjalanan waktu.
Bagi aliran ini “Education as Cultural Conservation”, Pendidikan Sebagai Pemelihara
Kebudayaan. Karena ini maka aliran Esensialisme dianggap para ahli “Conservative Road to
Culture” yakni aliran ini ingin kembali kekebudayaan lama, warisan sejarah yang telah
membuktikan kebaikan-kebaikannya bagi kehidupan manusia. Esensialisme percaya bahwa
pendidikan itu harus didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada sejak awal
peradaban umat manusia.
8
Karena itu esensialisme memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang
memiliki kejelasan dan tahan lama sehinga memberikan kestabilan dan arah yang jelas.
2. CIRI-CIRI UTAMA ALIRAN ESENSIALISME
Esensialisme yang berkembang pada zaman Renaissance mempunyai tinjauan yang berbeda
dengan progressivisme mengenai pendidikan dan kebudayaan. Jika progressivisme menganggap
pendidikan yang penuh fleksibelitas, serba terbuka untuk perubahan, tidak ada keterkaitan
dengan doktrin tertentu, toleran dan nilai-nilai dapat berubah dan berkembang, maka aliran
Esensialisme ini memandang bahwa pendidikan yang bertumpu pada dasar pandangan
fleksibilitas dalam segala bentuk dapat menjadi sumber timbulnya pandangan yang berubah-
ubah, mudah goyah dan kurang terarah dan tidak menentu serta kurang stabil. Karenanya
pendidikan haruslah diatas pijakan nilai yang dapat mendatangkan kestabilan dan telah teruji
oleh waktu, tahan lama dan nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan terseleksi
Nilai-nilai yang dapat memenuhi adalah yang berasal dari kebudayaan dan filsafat yang
korelatif, selama empat abad belakangan ini, dengan perhitungan zaman Renaisans, sebagai
pangkal timbulnya pandangan-pandangan Esensialistis awal. Puncak refleksi dari gagasan ini
adalah pada pertengahan kedua abad ke sembilan belas.
Idealisme dan Realisme adalahaliran-aliran filsafat yang membentuk corak Esensialisme.
Sumbangan yang diberikan oleh masing-masing ini bersifat eklektik, artinya dua aliran filsafat
ini bertemu sebagai pendukung Esensialisme, tetapi tidak lebur menjadi satu. Berarti, tidak
melepaskan sifat-sifat utama masing-masing.
Realisme modern yang menjadi salah satu eksponen esensialisme, titik berat tinjauannya
adalah mengenai alam dan dunia fisik; sedangkan idealisme modern sebagai eksponen yang lain,
pandangan-pandangannya bersifat spiritual.
Idealisme modern mempunyai pandangan bahwa realita adalah sama dengan substansi
gagasan-gagasan(ide-ide). Di balik duni fenomenal ini ada jiwa yang tidak terbatas yaitu Tuhan,
yang merupakan pencipta adanya kosmos. Manusia sebagai makhluk yang berpikir berada dalam
9
lingkungan kekuasaan Tuhan. Dengan menguji menyelidiki ide-ide serta gagasan-gagasannya,
manusia akan dapat mencapai kebenaran, yang sumbernya adalah Tuhan sendiri.
Sedangkan, ciri-ciri filsafat pendidikan esensialisme yang disarikan oleh William C. Bagley
adalah sebagai berikut :
1. minat-minat yang kuat dan tahan lama sering tumbuh dari upaya-upaya belajar awal yang
memikat atau menarik perhatian bukan karena dorongan dari dalam diri siswa.
2. pengawasan pengarahan, dan bimbingan orang yang dewasa adalah melekat dalam masa
balita yang panjang atau keharusan ketergantungan yang khusus pada spsies manusia.
3. oleh karena kemampuan untuk mendisiplin diri harus menjadi tujuan pendidikan, maka
menegakan disiplin adalah suatu cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut.
4. esensialisme menawarkan sebuah teori yang kokoh, kuat tentang pendidikan, sedangkan
sekolah-sekolah pesaingnya (progresivisme) memberikan sebuah teori yang lemah.
3. POLA DASAR PENDIDIKAN ESSENSIALISME
Uraian berikut ini akan memberikan penjelasan tentang pola dasar pendidikan aliran
esensialisme yang didasari oleh pandangan humanisme yang merupakan reaksi terhadap hidup
yang mengarah kepada keduniaan, serba ilmiah dan materialistik.
Untuk mendapatkan pemahaman pola dasar yang lebih rinci kita harus mengenal dari
referensi pendidikan esensialisme. Imam Barnadib (1985)11) mengemukakan beberapa tokoh
terkemuka yang berperan dalam penyebaran aliran essensialisme dan sekaligus memberikan pola
dasar pemikiran mereka.
1) Desidarius Erasmus, humanis Belanda yang hidup pada akhir abad ke15 dan permulaan
abad ke 16, adalah tokoh pertama yang menolak pandangan hidup yanag berbijak pada
“dunia lain”. Ia berusaha agar kurikulum di sekolah bersifat humanistis dan bersifat
internasional, sehingga dapat diikuti oleh kaum tengahan dan aristokrat.
10
2) Johann Amos Comeniuc (1592-1670), tokoh Reinaissance yang pertama yang berusaha
mensistematiskan proses pengajaran. Ia memiliki pandangan realis yang dogmatis, dan
karena dunia ini dinamis dan bertujuan, maka tugas kewajiban pendidikaan adalah
membentuk anak sesuai dengan kehendak Tuhan.
3) John Lock (1632-1704), tokoh dari inggris dan populer sebagai “pemikir dunia”
mengatakan bahwa pendidikan hendaknya selalu dekat dengan situasi dan kondisi.
4) Johann Henrich Pestalozzi (1746-1827), mempunyai kepercayaan bahwa sifat-sifat alam
itu tercermin pada manusia, sehingga pada diri manusia terdapat kemampuan-
kemampuan wajarnya. Selain itu ia percaya kepada hal-hal yang transendental, dan
manusia mempunyai hubungan transendental langsung dengan Tuhan.
5) Johann Frederich Frobel (1782-1852), seorang tokoh transendental pula yang corak
pandangannya bersifat kosmissintetis, dan manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang
merupakan bagian dari alam ini. Oleh karena itu ia tunduk dan mengikuti ketentuan dari
hukum-hukum alam. Terhadap pendidikan ia memandang anak sebagai makhluk yang
berekspresi kreatif, dan tugas pendidikan adalah memimpin peserta didik kearah
kesadaran diri sendiri yang murni, sesuai fitrah kejadiannya.
6) Johann Fiedrich Herbart (1776-1841), salah seorang murid Immanuel Kant yang
berpandangan kritis. Ia berpendapat bahwa tujuan pendidikan adalah menyesuaikan jiwa
seseorang dengan kebajikan dari Yang Mutlak, berarti penyesuaian dengan hukum-
hukum kesusilaan, dan ini pula yang disebut “pengajaran yang mendidik” dalam proses
pencapaian pendidikan.
7) Tokoh terakhir dari Amerika Serikat, William T. Harris (1835-1909)-pengikut Hegel,
berusaha menerapkan Idealisme Obyektif pada pendidikan umum. Menurut dia bahwa
tugas pendidikan adalah mengizinkan terbukanya realita berdasarkan susunan yang pasti,
berdasarkan kesatuan spiritual. Keberhasilan sekolah adalah sebagai lembaga yang
memelihara nilai-nilai yang telah turun temurun dan menjadi penuntun penyesuaian diri
setiap orang kepada masyarakat
11
4. BEBERAPA PANDANGAN DALAM ESENSIALISME
Sebagai reaksi dalam tuntutan zaman yang ditandai oleh suasana hidup yang menjurus
kepada keduniaan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang mulai terasa sejak abad
ke15, realisme dan idealisme perlu menyusun pandangan-pandangan yang modern. Untuk itu
perlu disusun kepercayaan yang dapat menjadi penuntun bagi manusia agar dapat jadi penuntun
bagi manusia agar dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan keadaan itu. Kepercayaan yang
dimaksud diusahakan tahan lama, kaya akan isinya dan mempunyai dasar-dasar yang kuat.
Dasar-dasar yang telah diketemukan, yang akhirnya dirangkum menjadi konsep filsafat
pendidikan esensialisme ini, tamapk manifestasinya dalam sejarah dari zaman Renaisans sampai
timbulnya Progresivisme.
1. PANDANGAN MENGENAI REALITA
Sifat yang menonjol dari ontologi esensialisme adalah suatu konsepsi bahwa dunia ini
dikuasai oleh tata yang tiada cela, yang mengatur dunia beserta isinya dengan tiada cela pula, ini
berarti bagaimanapun bentuk, sifat, kehendak dan cita-cita manusia haruslah disesuaikan dengan
tata tersebut. Dibawah ini adalah uraian mengenai penjabarannya menurut realisme dan
idealisme.
a. Realisme yang mendukung esensialisme disebut realisme obyektif karena mempunyai
pandangan yang sistematis mengenai alam serta tempat manusia didalamnya. Terutama
sekali ada dua golongan ilmu pengetahuan yang mempengaruhi realisme ini.
Dari fisika dan ilmu-ilmu lain yang sejenis dapat dipelajari bahwa tiap aspek dari alam fisik
ini dapat dipahami berdasarkan adanya tata yang jelas khusus. Ini berarti bahwa suatu
kejadian yang sederhanapun dapat ditafsirkan menurut hukum alam, seperti misalnya daya
tarik bumi.
b. Idealisme obyektif mempunyai pandangan kosmis yang lebih optimis dibandingkan dengan
realisme obyektif. Yang dimaksud dengan ini adalah bahwa pandangan-pandangannya
12
bersifat menyeluruh yang boleh dikatakan meliputi segala sesuatu. Dengan landasan pikiran
bahwa totalitas dalam alam semesta ini pada hakikatnya adalah jiwa atau spirit, idealisme
menetapkan suatu pendirian bahwa segala sesuatu yang ada ini nyata. Ajaran-ajaran Hegel
memperjelas pandangan tersebut diatas.
2. PANDANGAN MENGENAI NILAI
Nilai, seperti halnya pengetahuan berakar pada dan diperoleh dari sumber-sumber obyektif.
Sedangkan sifat-sifat nilai tergantung dari pandangan yang timbul dari realisme dan idealisme.
Kedua aliran ini menyangkutkan masalah nilai dengan semua aspek peri kehidupan manusia
yang berarti meliputi pendidikan. Pandangan dari dua aliran ini, yang mengenai nilai pada
umumnya dan nilai keindahan pada khususnya akan dipaparkan berikut ini.
Untuk hal yang pertama, dapatlah ditunjukan bahwa nilai mempunyai pembawaan atas dasar
komposisi yang ada. Misalnya, kombinasi warna akan menimbulkan kesan baik, bila penempatan
dan fungsinya disesuaikan dengan pembawaan dari komponen-komponen yang ada.
Untuk hal yang kedua, dapatlah diutarakan bahwa sikap, tingkah laku dan ekspresi perasaan
juga mempunyai hubungan dengan kualitas baik dan buruk.
3. PANDANGAN MENGENAI PENDIDIKAN
Pandangan mengenai pendidikan yang diutarakan disini bersifat umum, simplikatif dan
selektif, dengan maksud agar semata-mata dpat memberikangambaran mengenai bagian-bagian
utama dari esensialisme. Disamping itu karena tidak setiap filsuf idealis dan realis mempunyai
faham esensialistis yang sistematis, maka uraian ini bersifat eklektik.
Esensialisme timbul karena adanya tantangan mengenai perlunya usaha emansipasi diri
sendiri, sebagaimana dijalankan oleh para filsuf pada umumnya ditinjau dari sudut abad
pertengahan. Usaha ini diisi dengan pandangan-pandangan yang bersifat menanggapi hidup yang
mengarah kepada keduniaan, ilmiah dan teknologi, yang ciri-cirinya telah ada sejak zaman
Renaisans.
13
Tokoh yang perlu dibicarakan dalam rangka menyingkap sejarah esensialisme ini adalah
William T. Harris (1835-1909). Sebagai tokoh Amerika Serikat yang dipengaruhi oleh Hegel ini
berusaha menerapkan idealisme obyektif pada pendidikan umum. Menurut Harris, tugas
pendidikan adalah mengijinkan terbukanya realita berdasarkan susunan yang tidak terelakan
(pasti) bersendikan kesatuan spiritual. Sekolah adalah lembaga yang memelihara nilai-nilai yang
telah turun-menurun, dan menjadi penuntun penyesuaian orang kepada masyarakat.
Oleh karena terasaskan adanya saingan dari progresivisme, maka pada sekitar tahun 1930
timbul organisasi yang bernama Esentialist Comittee for the Advancement of Education. Dengan
timbulnya Komite ini pandangan-pandangan esensialisme (menurut tafsiran abad xx), mulai
diketengahkan dalam dunia pendidikan.
4. PANDANGAN MENGENAI PENGETAHUAN
Pada kacamata realisme masalah pengetahuan ini, manusia adalah sasaran pandangan sebagai
makhluk yang padanya berlaku hukum yang mekanistis evolusionistis. Sedangkan menurut
idealisme, pandangan mengenai pengetahuan bersendikan pada pengertian bahwa manusia
adalah makhluk yang adanya merupakan refleksi dari Tuhan dan yang timbul dari hubungan
antara makrokosmos dan mikrokosmos.
5. PANDANGAN MENGENAI BELAJAR
Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individual dengan
menitikberatkan pada aku, menurut idealisme, seseorang belajar pada taraf permulaan adalah
memahami akunya sendiri, terus bergerak keluar untuk memahami dunia obyektif. Dari
mikrokosmos menuju kemakrokosmos.
Sebagai contoh, dengan landasan pandangan diatas, dapatlah dikemukakan pandangan
Immanuel Kant (1724-1804). Dijelaskan bahwa segala pengetahuan yang dicapai oleh manusia
lewat indera memerlukan unsur a priori, yang tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu.
14
6. PANDANGAN MENGENAI KURIKULUM
Beberapa tokoh idealisme memandang bahwa kurikulum itu hendaklah berpangkal pada
landasan ideal dan organisasi yang kuat. Bersumber atas pandangan ini, kegiatan-kegiatan
pendidikan dilakukan. Pandangan dari dua tokoh dipaparkan dibawah ini.
Herman Harrell Horne menulis dalam bukunya yang berjudul This New Education
mengatakan bahwa hendaknya kurikulum itu bersendikan atas fundamental tunggal, yaitu watak
manusia yang ideal dan ciri-ciri masyarakat yang ideal. Kegiatan dalam pendidikan perlu
disesuaikan dan ditujukan kepada yang serba baik tersebut. Atas dasar ketentuan ini berarti
bahwa kegiatan atau keaktifan anak didik tidak terkekang, asalkan sejalan dengan fundamen-
fundamen itu.
Bogoslousky, dalam bukunya The Ideal School, mengutarakan hal-hal yang lebih jelas dari
Horne. Disamping menegaskan supaya kurikulum dapat terhindar dari adanya pemisahan mata
pelajaran yang satu dengan yang lain, kurikulum dapat diumpamakan sebagai sebuah rumah
yang mempunyai empat bagian, ialah :
a) Universum. Pengetahuan yang merupakan latar belakang dari segala manifestasi hidup
manusia, diantaranya adalah adanya kekuatan-kekuatan alam, asal-usul tata surya dan lain-
lainnya. Basis pengetahuan ini adalah ilmu pengetahuan alam kodrat yang diperluas.
b) Sivilisasi. Karya yang dihasilkan manusia sebagai akibat hidup masyarakat. Dengan
sivilisasi manusia mampu mengadakan pengawasan terhadap lingkungannya, mengejar
kebutuhan, hidup aman dan sejahtera.
c) Kebudayaan. Karya manusia yang mencakup diantaranya filsafat, kesenian, kesusasteraan,
agama, penafsiran dan penilaian mengenai lingkungan.
d) Kepribadian. Bagian yang bertujuan pembentukan kepribadian dalam arti riil yang tidak
bertentangan dengan kepribadian yang ideal.
Jadi, tujuan umum aliran esensialisme adalah membentuk pribadi bahagia didunia dan
akhirat. Isi pendidikannya mencakup ilmu pengetahuan, kesenian dan segala hal yang mampu
menggerakan kehendak manusia. Kurikulum sekolah bagi esensialisme merupakan semacam
miniatur dunia yang bisa dijadikan sebagai ukuran kenyataan, kebenaran dan kegunaan. Maka
dalam sejarah perkembangannya, kurikulum esensialisme menerapkan berbagai pola kurikulum,
15
seperti pola idealisme, realisme dan sebagainya. Sehingga peranan sekolah dalam
menyelenggarakan pendidikan bisa berfungsi sesuai dengan prinsip-prinsip dan kenyataan sosial
yang ada dimasyarakat.
16
C. ALIRAN PERENIALISME
1. Pengertian Aliran Perenialisme
Perenialisme berasal dari kata perenial, yang dalam oxford advanced learner`s dictionary of
current english diartikan sebagai ”continuiting throughout the whole year” atau ”lasting for a
very long time” – ”kekal atau abadi” dan dapat pula berarti pula ”terus tiada akhir” dengan
demikian esensi kepercayaan filsafat perenialisme adalah berpegang pada nilai-nilai atau norma-
norma yang bersifat kekal abadi.
Di zaman kehidupan modern ini banyak menimbulkan krisis diberbagai bidang kehidupan
manusia, terutama dalam bidang pendidikan. Untuk mengembalikan keadaan krisis ini, maka
perenialisme memberikan jalan keluur yaitu berupa kembali kepada kebudayaan masa lampau
yang dianggap cukup ideal dan teruji ketangguhannya. Untuk itulah pendidikan harus lebih
banyak mengarahkan pusat perhatiannya kepada kebudayaan ideal yang telah teruji dan tangguh.
Jelaslah bila dikatakan bahwa pendidikan yang ada sekarang ini perlu kembali kepada masa
lampau, karena dengan mengembalikan keadaan masa lampau ini, kebudayaan yang dianggap
krisis ini dapat teratasi melalui perenialisme karena ia dapat mengarahkan pusat perhatiannya
pada pendidikan zaman dahulu dengan sekarang. Perenialisme rnemandang pendidikan sebagai
jalan kembali atau proses mengembalikan keadaan sekarang. Perenialisme memberikan
sumbangan yang berpengaruh baik teori maupun praktek bagi kebudayaan dan pendidikan
zaman sekarang.
Perenialisme merupakan suatu aliran dalam pendidikan yang lahir pada abad kedua puluh.
Aliran ini lahir sebagai suatu reaksi terhadap pendidikan progresif. Keadaan sekarang adalah
zaman yang mempunyai kebudayaan yang terganggu oleh kekacauan, kebingungan dan
kesimpangsiuran. Perenialisme memandang situasi dunia dewasa ini penuh kekacauan,
ketidakpastian, dan ketidakteraturan, terutama dalam kehidupan moral, intelektual dan sosio
kultual. Oleh karena itu perlu ada usaha untuk mengamankan ketidakberesan tersebut, yaitu
dengan jalan menggunakan kembali nilai-nilai atau prinsip-prinsip umum yang telah menjadi
17
pandangan hidup yang kukuh, kuat dan teruji. Beberapa tokoh pendukung gagasan ini adalah:
Robert Maynard Hutchins dan Mortimer Adler.
Berhubung dengan itu dinilai sebagai zaman yang membutuhkan usaha untuk mengamankan
lapangan moral, intelektual dan lingkungan sosial kultural yang lain. Perenialisme mengambil
jalan regresif, yakni kembali kepada prinsip umum yang telah menjadi dasar tingkah laku dan
perbuatan zaman Kuno dan Abad Pertengahan. Yakni kepercayaan-kepercayaan aksiomatis
mengenai pengetahuan, realita dan nilai dari zaman-zaman tersebut.
a. Ontologi Perenialsime:
1). Asas Teleologi
Perenialisme dalam bidang ontologi berasas pada teleologi yakni memandang bahwa realita
sebagai subtansi selalu cenderung bergerak atau berkembang dari potensialitas menuju aktualitas
(teleologi). Bila dihubungkan dengan manusia, maka manusia itu setiap waktu adalah
potensialitas yang sedang berubah menjadi aktualitas. Di samping asas teleologi, juga asas
supernatural bahwa tujuan akhir bersifat supernatural, bahkan ia adalah Tuhan sendiri. Manusia
tak mungkin menyadari asas teleologis itu tanpa iman dan dogma. Segala yang ada di alam ini
terdiri dari materi dan bentuk atau badan dan jiwa yang disebut dengan substansi, bila
dihubungan dengan manusia maka manusia itu adalah potensialitas yang di dalam hidupnya tidak
jarang dikuasai oleh sifat eksistensi keduniaan, tidak jarang pula dimilikinya akal, perasaan dan
kemauannya semua ini dapat diatasi. Maka dengan suasana ini manusia dapat bergerak untuk
menuju tujuan (teleologis) dalam hal ini untuk mendekatkan diri pada supernatural (Tuhan) yang
merupakan pencipta manusia itu dan merupakan tujuan akhir.
2). Individual thing, essence, accident and substance
Perenialisme membedakan suatu realita dalam aspek-aspek perwujudannya menurut istilah
diatas. Penganut ajaran Aristatoles biasanya mengerti dari sesuatu dari yang kongkrit, yang
khusus sebagai individual thing yang kita amati di mana-mana, seperti baru, rumput, dan
aktivitas tertentu. Tetapi eksistensi realita tersebut tetap mengandung sifat asasi sebagai
identitasnya, yakni essence (esensi) sebagai wujud realita itu. Dalam suatu individual thing
terdapat suatu accident (hal-hal kebetulan), dan keseluruhan individual thing yang mempunyai
18
esensi dan accident yang terbentuk atas unsur-unsur jasmaniah dan rohaniah dengan segala
kepribadiannya inilah sebagai realita substance atau disebut juga hylomorphisme.
3). Asas supernatul
Paham perenialisme memandang bahwa tujuan akhir atau supremend dari substansi dunia
adalah supernatul, bahkan ia Tuhan sendiri. Namun Tuhan sebagai sprit murni, sebagai
aktualisasi murni hanya dapat dipahami melalui iaman (faith). Seluruh realita teleologis hanya
dapat dipahami dengan iman dan biasanya bersifat dogmatis-doktriner.
b. Epistemologi Perenialisme:
Dalam bidang epistemologi, perenialisme berpendapat bahwa segala sesuatu yang dapat
diketahui dan merupakan kenyataan adalah apa yang terlindung pada kepercayaan. Kebenaran
adalah sesuatu yang menunjukkan kesesuaian antara pikir dengan benda-benda. Benda-benda
yang dimaksudkan ialah hal-hal yang adanya bersendikan atas prinsip-prinsip keabadian.
Menurut perenialisme, filsafat yang tertinggi adalah ilmu metafisika. Sebab science sebagai ilmu
pengetahuan menggunakan metode induktif yang bersifat analisis empiris kebenarannya terbatas,
relativ atau kebenaran probabiliti. Tetapi filsafat dengan metode deduktif bersifat anological
analysis, kebenaran yang dihasilkannya bersifat self evidence universal, hakiki dan berjalan
dengan hukum-hukum berpikir sendiri yang berpangkal pada hukum pertama, bahwa
kesimpulannya bersifat mutlak asasi.
c. Aksiologi Perenialisme:
Dalam bidang aksiologi, perenialisme memandang masalah nilai berdasarkan prinsip-
prisinsip supernatural, yakni menerima universal yang abadi. Khususnya dalam tingkah laku
manusia, maka manusia sebagai subjek telah memiliki potensi-potensi kebaikan sesuai dengan
kodratnya, di samping itu ada pula kecenderungan-kecenderungan dan dorongan-dorongan
kearah yang tidak baik. Tindakan manusia yang baik adalah persesuaian dengan sifat rasional
(pikiran) manusia. Kebaikan yang teringgi ialah mendekatkan diri pada Tuhan sesudah tingkatan
ini baru kehidupan berpikir rasional.
Beberapa prinsip pendidikan perenialisme secara umum, yaitu:
19
1. Menghendaki pendidikan kembali kepada jiwa yang menguasai Abad Pertengahan, karena
jiwa pada Abad Pertengahan telah merupakan jiwa yang menuntun manusia hingga dapat
dimengerti adanya tata kehidupan yang telah dapat menemukan adanya prinsip-prinsip pertama
yang mempunyai peranan sebagai dasar pegangan intelektual manusia dan yang dapat menjadi
sarana untuk menemukan evidensi-evidensi diri sendiri (Imam Barnadib, 2002). Tujuan
pendidikan adalah sama dengan tujuan hidup, yaitu untuk mencapai kebijakan dan kebajikan.
2. Rasio merupakan atribut manusia yang paling tinggi. Manusia harus menggunakannya untuk
mengarahkan sifat bawaannya, sesuai dengan tujuan yang ditentukan. Tugas pendidikan adalah
memberikan pengetahuan yang kebenarannya pasti, dan abadi. Kurikulum diorganisir dan
ditentukan terlebih dahulu oleh orang dewasa, dan ditujukan untuk melatih aktivitas akal, untuk
mengembangkan akal. Yang dipentingkan dalam kurikulum adalah mata pelajaran general
education yang meliputi bahasa, sejarah, matematika, IPA, filsafat dan seni dan 3 R’S (membaca,
menulis, berhitung). Mata-mata pelajaran tersebut merupakan esensi dari general education.
3. Siawa seharusnya mempelajari karya-karya besar literature yang menyangkut sejarah, filsafat,
seni, begitu juga dalam literature yang berhubungan dengan kehidupan social, terutama politik
dan ekonomi. Dalam literature-literatur tersebut manusia sepanjang masa telah melahirkan hasil
yang maha besar.
2. TOKOH-TOKOH PERENIALISME
1. Plato
Plato (427 – 347 SM) hidup pada zaman kebudayaan yang syarat denganketidakpastian, yaitu
sedang berkembangnya filsafat sofisme. Ukuran kebenarandan ukuran moral menurut sofisme
adalah manusia secara pribadi, sehingga pada zaman itu tidak ada kepastian dalam moral, tidak
ada kepastian dalam kebenaran,tergantung pada masing-masing individu. Bahaya perang dan
kejahatan mengancam bangsa Athena. Siapa yang bisa memperoleh kebenaran secara retorik,
maka dialah yang benar. Plato ingin membangun dan membina tata kehidupan dunia yang ideal,
di atas tata kebudayaan yang tertib dan sejahtera,membina cara yang menuju kepada
kebaikan.Dalam pandangan Plato, bahwa realitas yang hakiki itu tetap, tidak berubah. Realitas
20
atau kenyataan itu telah ada pada diri manusia sejak dariasalnya yang berasal dari realitas yang
hakiki. Dunia idea bersumber dari idemutlak, yaitu Tuhan. Kebenaran, pengetahuan dan nilai
sudah ada sebelum manusia lahir, yang semuanya bersumber dari idea yang mutlak tadi.
Manusia tidak menciptakan kebenaran, pengetahuan dan nilai moral, melainkan bagaimana
menemukan semuanya itu. Dengan menggunakan akal dan rasio, semuanya itudapat ditemukan
kembali oleh manusia.
2. Aristoteles
Aristoteles (384 – 322 SM), adalah murid Plato, namun dalam pemikirannya ia mereaksi
terhadap filsafat gurunya yaitu idealisme. Cara berpikir Aristoteles berbeda dengan gurunya,
Plato, yang menekankan berpikir rasional spekulatif. Aristoteles menggunakan cara berpikir
rasional empiris realistis. Cara berpikir ini kemudian disebut filsafat Realisme.Meski hidup pada
abad sebelum masehi, namun Aristoteles dinayatkansebagai pemikir abad pertengahan. Karya-
karya Aristoteles merupakan dasar berpikir abad pertengahan yang melahirkan renaissance.
Menurut Aristoteles, manusia adalah makhluk materi dan rohani sekaligus. Sebagai materi, ia
menyadari bahwa manusia dalam hidupnya beradadalam kondisi alam materi dan sosial. Sebagai
makhluk rohani manusia sadar, ia akan menuju pada proses yang lebih tinggi yang menuju
kepada manusia ideal,manusia sempurna. Perkembangan budi merupakan titik pusat perhatian
pendidikan dengan filsafat sebagai alat mencapainya. Ia menganggap penting pula pembentukan
kebiasaan pada tingkat pendidikan usia muda dalam menanamkan kesadaran menurut aturan
moral. Aristoteles juga menganggap kebahagiaan sebagai tujuandari pendidikan yang baik. Ia
mengembangkan individu secara bulat, totalitas.Aspek-aspek jasmaniah, emosi, dan intelek sama
dikembangkan, walaupun ia mengakui bahwa kebahagiaan tertinggi ialah kehidupan berpikiran.
3. Thomas Aquinas
Tomas Aquinas mencoba mempertemukan suatu pertentangan yang muncul pada waktu itu,
yaitu antara ajaran Kristen dengan ajaran filsafat Aristoteles. Menurutnya di antara keduanya
sebenarnya tidak terdapat perbedaan, keduanya bisa berjalan secara beriringan dalam
lapangannya masing-masing. Pandangannya tentang realitas, ia mengamukakan bahwa segala
sesuatu yang ada, adanya itu karena diciptakan oleh Tuhan, dan tergantung kepada-Nya.Ia
21
mempertahankan bahwa Tuhan bebas menciptakan dunia. Ia tidak setuju tentang teori emanasi
dalam penciptaan alam sebagaimana dikemuakan oleh Neopaltonisme. Tomas Aquinas
menekankan dua hal dalam pemikiran tentang realitas, yaitu :
a) dunia tidak diadakan semacam bahan dasar.
b) penciptaan tidak terbatas pada satu saja
Dalam masalah pengetahuan, Aquinas mengemukakan bahwa pengetahuan itu diperoleh
sebagai persentuhan antara dunia luar dan / oleh akal budi, yang kemudian menjadi pengetahuan.
Sumber pengetahuan selain bersumber dari akal budi, juga berasal dari wahyu Tuhan. Disinilah
dia menggabungkan pemikiran filsafat idealisme dan realisme dengan diktrin-doktrin Gereja),
sehingga filsafat Aqinas disebut filsafat tomisme.
Dalam konteks pendidikan, dia menyatakan bahwa pendidikan adalah suatu usaha dalam
menuntun kemampuan-kemampuan yang masih tidur menjadi aktif atau nyata tergantung pada
kesadaran tiap-tiap individu. Seorang guru bertugas untuk menolong membangkitkan potensi
yang masih tersembunyi dari anak agar menjadi aktif dan nyata.
3. IMPLIKASI ALIRAN FILSAFAT PENDIDIKAN PERENIALISME TERHADAP
DISIPLIN
Teori dasar dalam belajar menurut perenialisme adalah mental disiplin sebagai teori dasar
penganut perenialisme sependapat bahwa latihan dan pembinaan berfikir (mental dicipline)
adalah salah satu kewajiban dari belajar, atau keutamaan dalam proses belajar (yang tertinggi).
Karena itu teori dan program pendidikan pada umumnya dipusatkan kepada pembinaan
kemampuan berfikir.
Anak didik yang diharapkan menurut perenialisme adalah mampu mengenal dan
mengembangkan karya-karya yang menjadi landasan pengembangan disiplin mental. Karya-
karya ini merupakan buah pikiran tokoh-tokoh besar pada masa lampau. Berbagai buah pikiran
mereka yang oleh zaman telah dicatat menonjol dalam bidang-bidang seperti bahasa dan sastra,
22
sejarah, filsafat, politik, ekonomi, matematika, ilmu pengetahuan alam dan lain-lainnya, telah
banyak yang mampu memberikan ilmunisasi zaman yang sudah lampau.
Dengan mengetahui tulisan yang berupa pikiran dari para ahli yang terkenal tersebut, yang
sesuai dengan bidangnya maka anak didik akan mempunyai dua keuntungan yakni:
1. Anak-anak akan mengetahui apa yang terjadi pada masa lampau yang telah dipikirkan oleh
orang-orang besar.
2. Mereka memikirkan peristiwa-peristiwa penting dan karya¬-karya tokoh tersebut untuk diri
sendiri dan sebagai bahan pertimbangan (reverensi) zaman sekarang.
Jelaslah bahwa dengan mengetahui dan mengembangkan pemikiran karya-karya buahpikiran
para ahli tersebut pada masa lampau, maka anak-anak didik dapat mengetahui bagaimana
pemikiran para ahli terse¬but dalam bidangnya masing-masing dan dapat mengetahui bagaimana
peristiwa pada masa lampau tersebut sehingga dapat berguna bagi diri mereka sendiri, dan
sebagai bahan pertimbangan pemikiran mereka pada zaman sekarang ini. Hal inilah yang sesuai
dengan aliran filsafat pereni¬alisme tersebut.
23