pengendapan protein plasma

Upload: regita-ayu-lestari

Post on 02-Jun-2018

330 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 Pengendapan Protein Plasma

    1/9

    PENGENDAPAN PROTEIN PLASMA

    Dasar teori

    Penelitian farmakokinetik melibatkan penentuan kadar obat dalam sampel biologis. Metode

    analisis yang digunakan untuk penentuan kuantitatif kadar obat dalam suatu sampel biologis merupakan

    hal yang sangat penting dalam evaluasi dan interpretasi data farmakokinetika.

    Berbagai sampel biologis dapat diambil untuk penentuan kadar dalam tubuh untuk penelitian

    farmakokinetik, sebagai contoh darah, urine, feses, saliva, jaringan tubuh, cairan blister, cairan spinal

    dan cairan sinovial.

    Penentuan kadar suatu obat dalam sampel biologis merupakan hal yang kompleks disebabkan

    sampel biologis pada umumnya merupakan suatu matriks yang kompleks. Jika suatu obat ataumetabolitnya dalam sampel biologis dapat dianalisa langsung tanpa perlu dilakukan perlakuan awal

    terhadap sampel yang diperoleh maupun pemisahan obat atau metabolit yang ditentukan maka hal ini

    merupakan suatu hal yang menguntungkan. Akan tetapi perlakuan awal sampel maupun isolasi obat

    atau metabolit yang akan ditentukan dari matriks biologis yang diperoleh harus dilakukan.

    Hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan perlakuan awal sampel maupun metode untuk

    memisahkan atau mengisolasi obat dan/atau metabolitnya adalah tahapan dari prosedur yang dipilih

    harus seminimal mungkin untuk menghindari kehilangan obat dari obat atau metabolit yang akan

    ditentukan. Semakin panjang tahapan prosedur untuk perlakuan awal maupun untuk memisahkan atau

    mengisolasi obat atau metabolitnya makin besar kemungkinan hilangnya obat atau metabolit yang akan

    ditentukan sepanjang prosedur yang dilakukan.

    Darah merupakan sampel biologis yang paling umum digunakan dan mengandung berbagai

    komponen seluler seperti sel darah merah, sel darah putih, platelet,dan berbagai protein seperti

    albumin dan globulin. Pada umumnya bukan darah utuh (whole blood) tetapi plasma ataupun serum

    yang digunakan untuk penentuan kadar obat. Serum diperoleh dengan membiarkan darah untuk

    menggumpal dan supernatant yang dikumpulkan setelah sentrifugasi adalah serum. Sedangkan plasma

    diperoleh dengan penambahan antikoagulan pada darah yang diambil dan supernatant yang diperoleh

    setelah sentrifugasi merupakan plasma. Jadi, plasma dan serum dibedakan dari protein yang

    dikandungnya.

  • 8/10/2019 Pengendapan Protein Plasma

    2/9

    Adapun kandungan protein dalam sampel biologis yang akan dianalisa menyebabkan

    dibutuhkannya suatu tahap perlakuan awal dan/atau penyiapan sampel sebelum penentuan kadar obat

    dapat dilakukan. Hal ini untuk mengisolasi atau memisahkan obat yang akan diteliti dari matriks sampel

    yang diperoleh. Protein, lemak, garam dan senyawa endogen dalam sampel akan mengganggu

    penentuan kadar obat yang bersangkutan dan selain itu dalam hal analisa menggunakan metode seperti

    HPLC adanya zat-zat tersebut dapat merusak kolom HPLC sehingga usia kolom menjadi lebih singkat.

    Berbagai prosedur untuk mendenaturasi protein dapat digunakan sebagai perlakuan awal sampel

    biologis yang diperoleh dari suatu oenelitian farmakokinetik, meliputi penggunaan senyawa yang

    disebut sebagai zat pengendap protein (protein precipitating agent) seperti asam tungstat, amonium

    sulfat, asam trikoroasetat (tricloro acetic acid, TCA) asam perklorat, methanol dan asetonitril.

    Pengendapan protein dilakukan dengan denaturasi protein. Denaturasi dapat dilakukan akibat adanya

    perubahan pH, temperature, dan penambahan senyawa kimia. Cara denaturasi protein yang umum

    digunakan adalah dengan penambahan precipitating agent. Protein dapat diendapkan karena memiliki

    berbagai sifat diantaranya bersifat sebagai amfoter yakni memiliki 2 muatan yang berlainan dalam 1

    molekul, atau yang dikenal juga sebagai zwitter ion. Sifat ini membuat potein memiliki muatan yang

    berbeda pada pH yang berbeda pula. Akibatnya protein dapat larut pada rentang pH tertentu dimana

    protein bermuatan. Suatu saat di pH tertentu protein akan mencapai titik isoelektrik, yakni pH dimana

    jumlah total muatan protein sama dengan nol (muatan positif sebanding dengan muatan negatif), hal ini

    akan mempengaruhi kelarutan protein. Pada titik isoelektrik, kelarutan protein sangat rendah, sehingga

    potein dapat mengendap.

    Selain itu, protein juga dapat membentuk ikatan dengan logam dimana beberapa asam amino

    dapat terikat pada satu logam sehingga molekulnya menjadi besar, beratnya juga menjadi besar

    sehingga potein mengendap. Selain itu terdapat juga beberapa sifa lain yang berhubungan dengan

    presipitasi protein ini yang dijelaskan pada mekanisme pengendapan oleh masing-masing reagen.

    Penggunaan pelarut organik seperti methanol dan asetonitril sebagai zat pengendap protein

    sangat umum digunakan terutama yang melibatkan metode analisis HPLC. Pengendapan ini berkaitan

    dengan pI protein, dimana semakin jauh dari titik isoelektrik maka kelarutan akan semakin meningkat

    dan semakin dekat dengan titik isoelektrik maka kelarutan akan semakin menurun. Penambahan larutan

    organik seperti metanol ataupun asetonitril pada larutan protein dalam air akan menurunkan Kd

    (Konstanta Dielektrik) pelarut/air yang meningkatkan tarikan antara molekul-molekul bermuatan dan

    memfasilitasi interaksi elektrostatik protein. Selain itu pelarut organik ini juga akan menggantikan

  • 8/10/2019 Pengendapan Protein Plasma

    3/9

    beberapa molekul air di sekitar daerah hidrofob dari permukaan protein yang berasosiasi dengan

    protein sehingga menurunkan konsentrasi air dalam larutan dengan demikian kelarutan protein akan

    menurun dan memungkinkan terjadinya pengendapan. Penggunaan methanol dan asetonitril

    mempunyai suatu keuntungan karena kompabilitasnya dengan berbagai eluen yang digunakan dalam

    metode HPLC.

    Metode isolasi atau pemisahan obat yang banyak digunakan dalam penelitian farmakokinetik

    adalah ekstraksi padat-cair (solid-phase extraction) dan ekstraksi cair-cair. Ekstraksi padat-cair

    menggunakan cartridge khusus untuk memisahkan obat dari sampel dengan volume relatif lebih kecil

    (0.5-1mL) yang tersedia secara kom ersial dengan harga yang cukup mahal. Ekstraksi cair-cair

    merupakan suatu metode yang paling banyak digunakan karena relatif cepat,simpel, dan murah

    dibandingkan dengan ekstraksi padat-cair. Baik metode ekstraksi cair-cair maupun padat-cair pada

    umumnya diikuti dengan proses pemekatan obat yang akan dianalisa. Pemilihan pelarut pengekstraksi

    dalam ekstraksi cair-cair harus didasarkan pada sifat fitokimia obat maupun metabolit yang akan

    diisolasi. Berbagai faktor dapat menjadi pertimbangan dalam seleksi pelarut yang akan digunakan antara

    lain:

    Immisible (tidak bercampur) dengan air.

    Mempunyai kemampuan melarutkan obat yang diinginkan dalam jumlah yang besar sehingga

    memberikan nilai recovery yang besar.

    Mempunyai titik didih yang relatif rendah sehingga waktu evaporasi pelarut dapat lebih singkat.

    Sedapat mungkin volume yang digunakan untuk ekstraksi adalah minimal sehingga akan menekan

    biaya yang dikeluarkan.

    Jika memungkinkan gunakan pelarut dengan berat jenis yang lebih kecil dari berat jenis air

    sehingga proses pemisahan pelarut organik akan lebih mudah karena pelarut organik akan berada pada

    lapisan atas.

    Dalam proses ekstraksi tentu saja diharapkan perolehan kembali (recovery) obat yang akan diteliti

    dari matriks sampel yang diperoleh adalah sebesar mungkin, jika mungkin adalah 100%. Berbagai

    pendekatan dapat digunakan untuk mendapatkan perolehan kembali yang sempurna, seperti

    penggunaan volume pelarut pengekstraksi dalam jumlah yang besar ekstraksi berulang (repeat

    extraction) atau ekstraksi bertahap (multistep extraction). Pada ekstraksi berulang sampel yang sama

  • 8/10/2019 Pengendapan Protein Plasma

    4/9

    diekstraksi beberapa kali menggunakan pelarut baru sampai seluruh obat terekstraksi. Sedangkan pada

    ekstraksi bertahap dilakukan beberapa tahap ekstraksi menggunakan pelarut dengan pH yang berbeda.

    Akan tetapi 100% perolehan kembali pada umumnya tidak dapat diperoleh sehingga perlu ditentukan

    perolehan kembali yang optimal dengan mempertimbangkan jumlah obat telah cukup terekstraksi untuk

    memenuhi sensitifitas analisa, jumlah pelarut yang digunakan berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan

    dan juga waktu untuk melakukan keseluruhan proses ekstraksi termasuk evaporasi pelarut organik yang

    diperoleh. Perolehan kembali obat dari matriks biologis sampai serendah 50% masih dapat diterima

    dengan catatan parameter lain seperti sensitifitas, presisi, akurasi dan selektifitas memenuhi standard

    umum yang berlaku.

    Alat dan bahan

    Alat :

    1. Vortex

    2. Sentrifus

    3. Rotari evaporator vakum

    4. Tabung ependorf

    5. L Pipet

    Bahan :

    1. Zat pengendap protein (TCA, Metanol, Asetonitril)

    2. Plasma

    Prosedur Kerja

    A. Presipitasi Protein I

    a. Pipet 500 L plasma blanko ke dalam tabung ependorf.

    b. Tambahkan zat pengendap protein yang tersedia dengan perbandingan yang sesuai

    c. Vortex selama 15 detik

  • 8/10/2019 Pengendapan Protein Plasma

    5/9

    d. Sentrifus dengan kecepatan 10.000 g selama 2 menit

    e. Amati supernatant dan endapan yang diperoleh dan bandingkan hasil yang diperoleh

    menggunakan berbagai zat pengendap protein yang digunakan.

    f. Pisahkan supernatant yang diperoleh.

    B. Ekstraksi cair-cair

    a. Pipet 500 L olasma balanko ke dalam 3 tabung sentrifus

    b. Tambahkan pelarut pengekstraksi : asetonitril sebanyak 1 ml ke dalam tabung 1 dan metanol

    sebanyak 1 ml ke dalam tabung 2 kemudian vortex 15 detik.

    c. Sentrifus dengan kecepatan 3500 g selama 5 menit.

    d. Pisahkan supernatant yang diperoleh ke dalam tabung sentrifus yang baru.

    e. Tambahkan TCA kesetiap tabung sebanyak 1 mL.

    f. Sentrifus dengan kecepatan 3500 g selama 5 menit.

    g. Uapkan pelarut organik di bawah vakum.

    Data Pengamatan

    A. Presipitasi Protein B. Exraksi Cair-cair

    Semple

    Absoban

    Panjang

    Gelombang

    Metanol

    2,5

  • 8/10/2019 Pengendapan Protein Plasma

    6/9

    229 nm

    Asetonitril

    2,32

    214 nm

    TCA

    1,29

    273 nm

    Semple

    Absoban

    Panjang

    Gelombang

    Metanol

    0.4

    272 nm

    dan TCA

    Asetonitril

    0.3

    270 nm

    dan T

    Pembahasan

    Pada percobaan kali ini, digunakan sampel plasma blanko dan zat pengendap protein atau pelarut

    organik yaitu metanol, TCA (tri cloro asetat) dan asetonitril. Metode yang digunakan adalah ekstraksi

  • 8/10/2019 Pengendapan Protein Plasma

    7/9

    cair-cair. Langkah awal yang dilakukan dalam percobaan ini adalah presipitasi protein dengan

    mencampurkan 100 L plasma blanko dengan ke tiga zat pengendap protein yang ada yaitu

    metano,TCA, dan Asetonitril. Setelah dicampurkan ke dalam 3 tabung ependrof yang berbeda lalu

    sediaan itu divortex selama 15 menit dan disentrifuge selama 2 menit dengan kecepatan 10.000 g

    dengan tujuan ketika disentrifuga (dipusingkan) dengan kecepatan tinggi, maka komponen-komponen

    penyusun darah itu akan terpisah ke dalam lapisan-lapisan. Komponen lebih berat (bagian padat seperti

    sel-sel darah) didorong ke dasar tabung. Sementara yang lebih ringan seperti plasma terapung di lapisan

    atas. Lalu pisahkan supernatan yang diperoleh dengan tabung yang baru lagi, selanjutnya dihitung nilai

    absorban dari tiap tabung dengan spektrofotometer.

    Selanjutnya langkah berikut dengan metode ekstraksi cair-cair,pipet 500 L plasma lalu masukkan ke

    dalam tabung sentrifuge, tambahkan dengan zat pengekstraksi 1 mL Asetonitril ke dalam tabung 1 dan 1

    mL metanol ke dalam tabung 2. Sediaan tersebut divortex selama 15 menit dan disentrifuge dengan

    kecepatan 3500 g selama 5 menit, pisahkan supernatan ke dlam tabung baru lalu tambahkan TCA ke

    setiap tabung sebanyak 1 mL, sentrifuge lagi dengan kecepatan dan waktu yang sama. Selanjutnya

    dipisahkan lagi supernatan yang diperoleh ke dalam tabung yang baru. Selanjutnya dihitung nilai

    absorbannya dengan spektrofotometer.

    Setelah dihitung nilai absorbansinya diperoleh data sebagai berikut ; plasma adalah dengan zat

    pengendap protein tricloro asetat karena mempunyai niali absorbansi yang paling kecil yaitu 1,3

    sedangkan untuk metanol nilai absorbansinya 2,5 dan asetonitril nilai absorbansinya 2,31. Untuk yang

    ekstraksi cair-cair diperoleh nilai absorbansi metanol + TCA yaitu 0,4 sedangkan Asetonitril +TCA adalah

    0,3.

    Hal ini membuktikan bahwa, semakin tinggi nilai absorbansinya maka makin banyak kadar protein yang

    ada di dalam sediaan tersebut. sedangkan pada praktikum kali ini diharapkan denaturasi pada protein

    (yang menunjukkan nilai absorbansi yang paling rendah) dan dari data, bahwa TCA adalah pelarut

    organik atau zat pengendap protein yang paling baik karena nilai absorbansinya paling kecil yaitu 1,3.

    Karena TCA dapat menghentikan jalannya reaksi hidrolisis dengan cara mendenaturasi enzim karena

    sifat TCA adalah asam. Reagen ini menghentikan reaksi enzimatis karena sifatnya yang asam sehingga

    enzim menjadi inaktif dan kehilanagan fungsi katalitiknya. Sedangkan untuk ekstraksi cair-cair diperoleh

    zat yang paling baik adalah asetonitril dengan TCA yaitu 0,3. Ini membuktikan pada praktikum ini bahwa

    menggunakan 2 pelarut organic lebih efektif untuk mengendapkan protein

  • 8/10/2019 Pengendapan Protein Plasma

    8/9

    Protein dapat diendapkan karena memiliki berbagai sifat diantaranya bersifat sebagai amfoter yakni

    memiliki 2 muatan yang berlainan dalam 1 molekul, atau yang dikenal juga sebagai zwitter ion. Sifat ini

    membuat protein memiliki muatan yang berbeda pada pH yang berbeda pula. Akibatnya protein dapat

    larut pada rentang pH tertentu dimana protein bermuatan. Suatu saat di pH tertentu protein akan

    mencapai titik isoelektrik, yakni pH dimana jumlah total muatan protein sama dengan nol (muatan

    positif sebanding dengan muatan negatif), hal ini akan mempengaruhi kelarutan protein. Pada titik

    isoelektrik, kelarutan protein sangat rendah, sehingga potein dapat mengendap.

    Selain itu, protein juga dapat membentuk ikatan dengan logam dimana beberapa asam amino dapat

    terikat pada satu logam sehingga molekulnya menjadi besar, beratnya juga menjadi besar sehingga

    potein mengendap. Selain itu terdapat juga beberapa sifat lain yang berhubungan dengan presipitasi

    protein ini yang dijelaskan pada mekanisme pengendapan oleh masing-masing reagen. Karena

    sesungguhnya TCA itu adalah agen presipitasi atau agen pengendapan yakni ion negatif dari TCA akan

    bergabung dengan protein yang sedang berada pada kondisi sebagai kation (pH larutan dalam kondisi

    asam hingga pH isoelektrik protein) hingga membentuk garam protein. Beberapa garam yang dihasilkan

    tersebut tidak larut dengan demikian metode ini dapat digunakan untuk memisahkan protein dari

    larutan. Umumnya agen presipitasi akan melarut sedangkan garam protein akan terdekomposisi dengan

    adanya penambahan basa (membentuk protein yang bermuatan negatif atau anionic protein).

    Metanol dan Asetonitril juga merupakan pelarut organik yang dapat mengendapkan protein.

    Pengendapan ini berkaitan dengan pH protein, dimana semakin jauh dari titik isoelektrik maka kelarutan

    akan semakin meningkat dan semakin dekat dengan titik isoelektrik maka kelarutan akan semakin

    menurun. Penambahan larutan organik seperti metanol ataupun asetonitril pada larutan protein dalam

    air akan menurunkan Kd (Konstanta Dielektrik) pelarut/air yang meningkatkan tarikan antara molekul-

    molekul bermuatan dan memfasilitasi interaksi elektrostatik protein. Selain itu pelarut organik ini juga

    akan menggantikan beberapa molekul air di sekitar daerah hidrofob dari permukaan protein yang

    berasosiasi dengan protein sehingga menurunkan konsentrasi air dalam larutan dengan demikian

    kelarutan protein akan menurun dan memungkinkan terjadinya pengendapan. Pada hasil percobaan

    diperoleh bahwa keefektifan pelarut organik metanol lebih besar dibandingkan dengan asetonitril.

    Ekstraksi cair-cair merupakan salah satu metode untuk melakukan pengendapan protein, Proses ini

    digunakan secara teknis dalam skala besar misalnya untuk memperoleh vitamin, antibiotika, bahan-

    bahan penyedap, produk-produk minyak bumi dan garam-garam, logam. Proses inipun digunakan untuk

    membersihkan air limbah dan larutan ekstrak hasil ekstraksi padat cair.

  • 8/10/2019 Pengendapan Protein Plasma

    9/9

    Ekstraksi cair-cair terutama digunakan, bila pemisahan campuran dengan cara destilasi tidak mungkin

    dilakukan (misalnya karena pembentukan aseotrop atau karena kepekaannya terhadap panas) atau

    tidak ekonomis. Seperti ekstraksi padat-cair, ekstraksi cair-cair selalu terdiri atas sedikitnya dua tahap,

    yaltu pencampuran secara intensif bahan pada saat pencampuran terjadi perpindahan massa, yaitu

    ekstrak meninggalkan pelarut yang pertama (media pembawa) dan masuk ke dalam pelarut kedua

    (media ekstraksi). Sebagai syarat ekstraksi ini, bahan ekstraksi dan pelarut tidak saling melarut (atau

    hanya dalam daerah yang sempit). Agar terjadi perpindahan masa yang baik yang berarti performansi

    ekstraksi yang besar haruslah diusahakan agar terjadi bidang kontak yang seluas mungkin di antara

    kedua cairan tersebut. Untuk itu salah satu cairan distribusikan menjadi tetes-tetes kecil (misalnya

    dengan bantuan perkakas pengaduk).

    Kesimpulan

    1. Protein dapat mengganggu dalam penentuan kadar obat dalam proses analisa.

    2. Protein dapat merusak kolom HPLC.

    3. Semakin tinggi absorbansi maka semakin tinggi pula kadar protein di dalam larutan

    4. Zat pengendap protein paling baik adalah TCA (tricloro asetat) dengan nilai absorbansi sebesar 1,3.

    5. Campuran zat protein yang paling baik adalah asetonitril dengan TCA dengan nilai absorbansi 0,3.

    6. Campuran zat pengendap lebih efektif dalam mendenaturasi protein daripada menggunakan zat

    pengendap secara tunggal.

    Daftar Pustaka

    Anna Poedjiadi, 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Penerbit UI-Press: Jakarta.

    Lehninger.A.L, 1995. Dasar-Dasar Biokimia. Erlangga, Jakarta

    Winarno, F. G., 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia: Jakarta