“pengendalian persediaan barang groceries dengan metode …
TRANSCRIPT
“PENGENDALIAN PERSEDIAAN BARANG GROCERIES DENGAN
METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ) DI FOUR POINTS BY
SHERATON BANDUNG”
PROYEK AKHIR
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
dalam menempuh studi pada
Program Diploma IV
oleh:
SABILA RASYAD
Nomor Induk: 201520620
PROGRAM STUDI
ADMINISTRASI HOTEL
SEKOLAH TINGGI PARIWISATA
BANDUNG
2019
MOTTO
“The starting point of all achievement is desire”
- Napoleon Hill
LEMBAR PERSEMBAHAN
Kepada Allah SWT.,
keluarga,
dan semuanya.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk meneliti biaya pemesanan, biaya
penyimpanan, safety stock, lead time, dan reorder point pada 7 sampel barang
groceries yang ada di Four Points by Sheraton Bandung. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Data yang digunakan
yaitu data persediaan barang periode Agustus – Oktober 2018, dan data sekunder
meliputi biaya pemesanan dan biaya penyimpanan. Teknik anaisis yang
digunakan adalah metode EOQ. Metode Economic Order Quantity (EOQ) adalah
suatu metode dalam pembelian yang dapat digunakan untuk mengetahui berapa
jumlah pemesanan dan berapa kali pemesanan yang ekonomis dilihat dari segi
biaya pemesanan dan biaya penyimpanan agar tidak terjadi tingginya biaya
pemesanan dan juga biaya penyimpanan. Dari hasil perhitungan Metode
Economic Order Quantity, penulis mendapatkan hasil perhitungan pembelian
dengan EOQ untuk Rice Pandan Wangi adalah 1.936 kg dengan frekuensi
pembelian 22 kali. Hasil perhitungan EOQ tersebut dapat mempengaruhi tingkat
pemesanan kembali yang ideal dan menyesuaikan terhadap persediaan barang
groceries di gudang. Hal ini dilakukan agar adanya keseimbangan antara jumlah
pembelian dan pemakaian untuk menghindari penumpukan barang groceries di
gudang.
Kata kunci: pengendalian persediaan, Economic Order Quantity (EOQ), Four
Points by Sheraton Bandung
vi
ABSTRACT
This research aims to examine the ordering cost, storage cost, safety stock,
lead time, and reorder point on 7 samples of groceries items at Four Points by
Sheraton Bandung. The methods used in this research are descriptive quantitative
method. The data used are the data of inventory items for the period August-
October 2018, and secondary data includes ordering cost and storage cost. The
analysis technique used is the EOQ method. Economic Order Quantity Method
(EOQ) is a method of purchasing that determines the numbers of orders and times
of economic order based on terms of ordering cost and carrying cost in order to
avoid the high ordering cost and carrying cost. From the calculation results of
Economic Order Quantity method, author has achieved the purchase number for
Rice Pandan Wangi should be in 1.936 kg with 22 times frequency of purchase.
The results of this EOQ calculation can affect the level of the ideal reorder point
and adjust to the inventory of groceries items in the store. This method is good to
reach balancy between the number of purchases and usage to avoid stacking of
groceries items in store.
Keywords: inventory control, Economic Order Quantity (EOQ), Four Points by
Sheraton Bandung
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Proyek Akhir ini dengan
judul “PENGENDALIAN PERSEDIAAN BARANG GROCERIES DENGAN
METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ) DI FOUR POINTS BY
SHERATON BANDUNG.”
Adapun penyusunan Proyek Akhir ini adalah sebagai salah satu syarat
untuk menyelesaikan studi pada Program Diploma IV Jurusan Hospitaliti Program
Studi Administrasi Hotel.
Dalam menyelesaikan Proyek Akhir ini, penulis banyak mendapatkan
bantuan dan dorongan dari beberapa pihak. Pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan rasa terima kasih kepada:
1. Bapak Faisal, MM.Par., CHE., Selaku Ketua Sekolah Tinggi Pariwisata
Bandung.
2. Bapak Andar Danova L. Goeltom, S.Sos., M.Sc. selaku Kepala Bagian
Administrasi dan Kemahasiswaan Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung.
3. Bapak Edison, S. Sos., MM. selaku Ketua Jurusan Hospitaliti dan
Pembimbing I yang telah membimbing, meluangkan waktu, memberikan
semangat, ide, serta dorongan agar penulisan Proyek Akhir ini selesai tepat
pada waktunya.
4. Bapak Pudin Saepudin, SST.Par., MP.Par., selaku Ketua Program Studi
Administrasi Hotel Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung
viii
5. Bapak Dr. Sutanto, Dipl, TESL, M.Ed. selaku Pembimbing II yang telah
banyak meluangkan waktu dan tenaga serta banyak memberikan masukan
dalam penulisan Proyek Akhir ini.
6. Seluruh dosen dan karyawan Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung yang
telah memberikan waktu dan dukungan kepada penulis dalam
penyelesaian Proyek Akhir ini.
7. Ibu Novi selaku Assistant Training Manager serta Ibu Ina, Bapak Rian dan
Bapak Erfin selaku karyawan Finance Department Four Points by
Sheraton Bandung yang telah memberikan izin juga memberikan data agar
Proyek Akhir ini dapat berjalan sebagai mana mestinya.
8. Mama dan keluarga penulis tercinta yang senantiasa selalu memberikan
do’a serta dukungan baik secara materiil maupun moril kepada penulis
agar dapat menyelesaikan Proyek Akhir ini tepat pada waktunya.
9. Rekan-rekan Badja 2015 atas kebersamaan selama 4 tahun yang selalu
membantu dan memberikan semangat untuk menyelasaikan Proyek Akhir
ini baik dalam suka maupun duka.
10. Pihak-pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari Proyek Akhir ini tidak luput dari berbagai kekurangan.
Penulis memngharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan agar Proyek Akhir
ini dapat bermanfaat kedepannya, baik bagi penulis maupun pembaca.
Bandung, Juli 2019
Penulis
ix
DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. v
ABSTRACT .......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ......................................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xi
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6
D. Batasan Penelitian ..................................................................................... 6
E. Manfaat Penelitian .................................................................................... 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 8
A. Manajemen Persediaan ............................................................................. 8
B. Kajian Pengendalian Persediaan ............................................................. 12
C. Kajian Economic Order Quantity (EOQ) ............................................... 13
1. Biaya Pemesanan (Ordering Cost) .................................................. 15
2. Biaya Penyimpanan (Carrying Cost) ............................................... 15
3. Total penggunaan tahunan (Total Annual Usage) ........................... 16
D. Kerangka Pemikiran................................................................................ 20
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................... 22
A. Pendekatan Penelitian ............................................................................. 22
B. Objek Penelitian ...................................................................................... 22
C. Populasi dan Sampling ............................................................................ 23
D. Metode Pengumpulan Data ..................................................................... 23
E. Definisi Operasional Variabel ................................................................. 25
F. Analisis Data ........................................................................................... 25
G. Jadwal Penelitian .................................................................................... 30
x
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 31
A. Hasil Penelitian ....................................................................................... 31
1. Hasil Penelitian Mengenai Perhitungan Biaya Pemesanan dan Biaya
Penyimpanan .................................................................................... 36
2. Hasil Penelitian Mengenai Perhitungan Safety Stock ...................... 48
3. Hasil Penelitian Mengenai Perhitungan Lead Time ......................... 50
4. Hasil Penelitian Mengenai Perhitungan Reorder Point ................... 52
B. Pembahasan............................................................................................. 53
1. Analisis Perhitungan Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan ... 54
2. Analisis Perhitungan Safety Stock .................................................... 59
3. Analisis Perhitungan Lead Time ...................................................... 59
4. Analisis Perhitungan Reorder Point ................................................ 60
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI ................................................... 61
A. Simpulan ................................................................................................. 61
B. Rekomendasi ........................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 65
LAMPIRAN ......................................................................................................... 67
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1 Pembelian Bahan Dasar Groceries Periode Bulan Agustus – Oktober
2018 ................................................................................................. . 4
Tabel 2 Matriks Operasional Variabel .......................................................... . 25
Tabel 3 Jadwal Penelitian ............................................................................. . 30
Tabel 4 Beginning Inventory, Total Purchase, Total Consume and Ending
Inventory Periode Agustus 2018...................................................... . 32
Tabel 5 Beginning Inventory, Total Purchase, Total Consume and Ending
Inventory Periode September 2018.................................................. . 33
Tabel 6 Beginning Inventory, Total Purchase, Total Consume and Ending
Inventory Periode Oktober 2018...................................................... . 34
Tabel 7 Beginning Inventory, Total Purchase, Total Consume and Ending
Inventory Periode Agustus - Oktober 2018 ..................................... . 35
Tabel 8 Ordering Cost Periode Agustus – Oktober 2018............................. . 37
Tabel 9 Inventory Value Periode Agustus – Oktober 2018 .......................... . 38
Tabel 10 Carrying Cost Periode Agustus – Oktober 2018 ............................. . 40
Tabel 11 Perhitungan EOQ Periode Agustus – Oktober 2018 ....................... . 41
Tabel 12 Frekuensi Pembelian EOQ dan Aktual Periode Agustus – Oktober
2018 ................................................................................................. . 42
Tabel 13 Hasil Perhitungan Biaya EOQ dan Aktual Sampel Barang Groceries
Periode Agustus – Oktober 2018 ..................................................... . 44
Tabel 14 Total Pembelian EOQ dan Aktual Periode Agustus – Oktober 2018.. 47
xii
Tabel 15 Total Cost EOQ Periode Agustus – Oktober 2018 .......................... . 48
Tabel 16 Nilai Safety Stock Periode Agustus – Oktober 2018 ....................... . 50
Tabel 17 Nilai Anticipated Lead Time Demand Periode Agustus – Oktober
2018 ................................................................................................. . 51
Tabel 18 Nilai Reorder Point Periode Agustus – Oktober 2018 .................... . 53
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 1 Kerangka Pemikiran ...................................................................... . 21
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1 Data Inventory Groceries di Four Points by Sheraton Bandung. 68
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian ................................................................. 76
Lampiran 3 Surat Konfirmasi Izin Penelitian .............................................. . 77
Lampiran 4 Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian ............ 78
Lampiran 5 Formulir Bimbingan ................................................................. . 79
Lampiran 6 Turnitin ..................................................................................... . 82
Lampiran 7 Biodata Penulis ......................................................................... . 83
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pada saat ini pariwisata telah menjelma menjadi peluang bisnis yang besar.
Hal ini dikarenakan kegiatan pariwisata membutuhkan beberapa jenis penyediaan
jasa pelayanan, mulai dari akomodasi, pelayanan jasa transportasi, perjalanan
wisata, wahana rekreasi dan juga bisnis wisata lainnya yang terkait dengan
pemenuhan kebutuhan bagi wisatawan.
Salah satu hal yang memiliki kaitan penting dengan pariwisata adalah
hotel. Bardi (2003) menyatakan sebuah hotel biasanya menawarkan akomodasi
dan pelayanan yang lengkap kepada tamu, termasuk reservasi, fasilitas makan
untuk umum, banquet, lounge, area hiburan, layanan kamar, ruang rapat, laundry,
kolam renang, dan kegiatan rekreasi lainnya. Dapat disimpulkan jika hotel tidak
hanya menyediakan kamar, tetapi memiliki beberapa fasilitas lain seperti yang
telah disebutkan sebelumnya. Salah satu fasilitas hotel yang tidak dapat
terpisahkan adalah restoran.
Untuk memenuhi kebutuhan pelayanan makanan dan minuman di restoran
ini diperlukan adanya pengadaan barang. Menurut Weele (2010) pengadaan
merupakan kegiatan memperoleh barang serta jasa yang menguntungkan apabila
barang atau jasa yang dibeli sesuai serta dengan biaya paling baik dengan harapan
agar kebutuhan pelanggan terpenuhi. Oleh karena itu dalam proses produksi,
dibutuhkan seorang karyawan yang efisien juga efektif dalam melakukan
pengadaan barang.
2
Pada sebuah hotel, Purchasing memiliki fungsi utama dalam pengadaan
barang, sehingga kunci dalam tersedianya persediaan barang, bahkan baik atau
tidaknya kualitas barang operasional yang disediakan di sebuah hotel menjadi
tanggung jawab Purchasing. Segala barang yang tersedia di hotel, baik itu barang
operasional maupun barang kebutuhan pribadi departemen pasti diadakan oleh
Purchasing.
Kelancaran proses produksi sebuah hotel dipengaruhi atau ditentukan oleh
jumlah persediaan, oleh sebab itu diperlukan adanya pengendalian dalam
persediaan barang. Pengendalian persediaan adalah sebuah aktivitas yang begitu
penting dalam suatu perusahaan karena berpengaruh terhadap biaya yang
dikeluarkan serta kelancaran produksi perusahaan. Witjaksono (2006)
mengungkapkan bahwa manajemen persediaan yang tepat adalah hal bernilai yang
harus diperhatikan, dan hal tersebut mengacu kepada suatu kebijaksanaan
mengenai persediaan.
Terlalu banyak dalam menetapkan jumlah persediaan dapat
mengakibatkan pemborosan dalam biaya penyimpanan, namun jika terlalu sedikit
maka dapat berakibat terhadap hilangnya kesempatan dalam mendapatkan profit
bagi perusahaan apabila ternyata permintaan yang sebenarnya lebih besar
dibandingkan dengan permintaan yang diperkirakan. Sesuai dengan pernyataan
Johns and Harding (2001) dimana dalam melakukan persediaan diperlukan kehati-
hatian karena persediaan merupakan suatu keputusan pemodalan yang bernilai.
Pada persediaan terdapat modal kerja, dimana modal untuk memenuhi
persediaan tersebut bisa dimanfaatkan sebagai modal utnuk hal lainnya yang lebih
penting atau menguntungkan. Oleh sebab itu dalam melakukan persediaan bahan
3
baku ini, hotel seharusnya dapat mengambil keputusan serta strategi yang tepat
sehingga investasi dalam pengadaan sesuai kebutuhan dan tidak berlebihan.
Dalam pembelian persediaan barang ini, pengambilan keputusan berguna untuk
meminimalkan biaya sehingga perputaran persediaan dapat berjalan secara
maksimal.
Persediaan terdiri mulai dari persediaan bahan dasar, bahan pelengkap,
sampai barang yang siap digunakan. Pada industri hotel, barang tersebut
berbentuk makanan atau minuman untuk dijual yang bertujuan untuk menambah
penghasilan bagi hotel tersebut. Terdapat dua jenis bahan baku makan yang dapat
dikelompokkan menjadi perishable food (bahan makanan yang mudah rusak) dan
non-perishable food (bahan makanan yang tidak mudah rusak). Widanaputra
(2009) menyampaikan jika besar atau kecilnya sebuah persediaan itu bergantung
pada fasilitas, total kamar, serta tingkat perputaran pada persediaan yang dimiliki.
Persediaan pada bahan makanan perlu dijaga kualitas dan kuantitasnya
agar tidak disimpan terlalu lama karena penyimpanan yang telalu lama dapat
menyebabkan kerusakan pada bahan tersebut. Perencanaan dengan perhitungan
yang tepat dapat menghindari terjadinya penumpukkan yang beresiko kerugian
atau pun kekurangan barang yang dapat mengganggu bahkan menghentikan
kegiatan proses produksi. Jika barang yang dibutuhkan sudah habis, biaya dalam
melakukan pengadaan barang yang bersifat darurat akan lebih mahal, maka
alangkah lebih baik apabila sebuah hotel melakukan perencanaan dengan tepat.
Persediaan yang kurang baik biasanya terjadi akibat adanya permasalahan
dalam menentukan kebijakan persediaan itu sendiri. Permasalahan dalam
kebijakan persediaan merupakan permasalahan pada sistem persediaan yang
4
berhubungan dengan bagaimana cara sipaya semua pesanan dari pemakai dapat
terpenuhi dan terjamin dengan meminimalisir biaya yang perlu dikeluarkan. Jenis
permasalahan ini dapat dikuantifikasikan dengan jawaban yang berkaitan dengan
menggunakan jenis metode pengendalian persediaan terbaik (Bahagia, 2006).
Oleh karena itu, dibutuhkan adanya perhitungan yang benar dalam
pengendalian persediaan barang, salah satunya dengan menggunakan metode
Economic Order Quantity (EOQ). Spears & Gregoire (2003) menyebutkan jika
"Konsep Economic Order Quantity (EOQ) berasal dari keseimbangan yang masuk
akal antara safety stock, lead time, dan reorder point". Dimana dengan metode
EOQ ini diharapkan pembelian dapat menjadi lebih ekonomis.
Berikut data mengenai pembelian dan pemakaian barang groceries di Four
Points by Sheraton Bandung:
Tabel 1.1
Pembelian Barang Groceries
Periode Bulan Agustus – Oktober 2018
NO ITEM Unit Total Purchase
Agustus September Oktober Total
1 Egg Noodle Atom Bulan pcs 342 40 200 582
2 Bihun AAA pcs 100 40 80 220
3 Salt kg 60 18 47 125
4 Rice Pandan Wangi kg 750 750 500 2,000
5 Santan Kara ltr 100 24 48 172
6 Icing Sugar kg 93 48 61 202
7 Sagu Tani kg 45 22 62 129
TOTAL 1,490 942 998 3,430
Sumber: Data Cost Controller Four Points by Sheraton Bandung, 2019.
Dari data diatas, terlihat adanya pembelian barang groceries yang tidak
stabil. Sebagai contoh, pembelian Salt pada bulan Agustus adalah sebanyak 60 kg,
turun menjadi sebanyak 18 kg pada bulan September dan naik menjadi 47 kg pada
5
bulan Oktober. Penulis menduga proses pengendalian persediaan barang yang ada
belum berjalan sebagaimana mestinya.
Hasil wawancara penulis dengan pihak Cost Controller di Four Points by
Sheraton Bandung, diketahui bahwa periode pengadaan barang groceries selama
ini dilakukan satu kali dalam sebulan dan tidak menetapkan metode apapun.
Namun apabila barang habis pada masa periode, maka pihak hotel akan
melakukan tambahan pengadaan barang pada saat itu, sehingga sering terjadi
pembelian yang tidak beraturan.
Berdasarkan kepada latar belakang masalah tersebut, penulis merasa
tertarik untuk melakukan penelitian dengan mengambil proyek akhir ini yang
berjudul:
“PENGENDALIAN PERSEDIAAN BARANG GROCERIES DENGAN
METODE ECONOMIC ORDER QUANTITY (EOQ) DI FOUR POINTS BY
SHERATON BANDUNG”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, terdapat masalah pengendalian persediaan
barang groceries yang belum optimal akibat perencanaan pembelian yang
dilakukan belum tepat. Penulis merumuskan masalah yang muncul di Four Points
by Sheraton Bandung ke dalam beberapa pertanyaan seperti berikut.
1. Bagaimana perhitungan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan pada
barang groceries yang ada di Four Points by Sheraton Bandung?
2. Bagaimana perhitungan safety stock pada barang groceries yang ada di
Four Points by Sheraton Bandung?
6
3. Bagaimana perhitungan lead time pada barang groceries yang ada di
Four Points by Sheraton Bandung?
4. Bagaimana perhitungan reorder point pada barang groceries yang ada
di Four Points by Sheraton Bandung?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Formal
Tujuan formal dari penyusunan proyek akhir ini yaitu sebagai syarat
kelulusan yang harus dipenuhi selama menempuh pendidikan Diploma
IV Administrasi Hotel, Jurusan Hospitaliti, Sekolah Tinggi Pariwisata
NHI Bandung.
2. Tujuan Operasional
a. Untuk mengetahui nilai biaya pemesanan dan biaya penyimpanan
pada barang groceries yang ada di Four Points by Sheraton
Bandung.
b. Untuk mengetahui nilai safety stock pada barang groceries yang
ada di Four Points by Sheraton Bandung.
c. Untuk mengetahui nilai lead time pada barang groceries yang ada
di Four Points by Sheraton Bandung.
d. Untuk mengetahui nilai reorder point pada barang groceries yang
ada di Four Points by Sheraton Bandung.
D. Batasan Penelitian
Penulis membatasi masalah proyek akhir ini dalam satu variable, yaitu
metode Economic Order Quantity (EOQ) untuk menganalisis proses pengadaan
dan perhitungan persediaan barang. Adapun jenis barang yang diteliti akan
7
dibatasi lagi, yaitu barang groceries yang pembeliannya tidak stabil pada setiap
bulan.
E. Manfaat Penelitian
1. Menerapkan teori mengenai Economic Order Quantity (EOQ) yang
penulis peroleh selama menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi
Pariwisata NHI Bandung terhadap masalah yang ada di lapangan
nyata.
2. Sebagai objek pertimbangan dan evaluasi bagi Four Points by Sheraton
Bandung dalam meningkatkan efektifitas pada persediaan barang
groceries.
8
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Manajemen Persediaan
Manajemen persediaan adalah kemampuan sebuah industri dalam
mengontrol serta mengendalikan kebutuhan tiap barang, mulai dari barang yang
masih mentah, barang sudah setengah jadi, maupun barang yang sudah siap
digunakan yang bertujuan guna menjaga persediaan agar selalu ada baik dalam
kondisi pasar yang stabil ataupun berfluktuasi (Fahmi, 2014).
Tujuan dari manajemen persediaan yaitu meminimalisir pemodalan dalam
melakukan persediaan barang namun tetap menjaga kualitas pelayanan yang
dipesan dengan tingkat penyediaan yang konsisten. Sebagaimana diungkapkan
dimana jumlah persediaan yang tidak sesuai dapat menyebabkan kerugian yang
besar dikarenakan terdapat permintaan yang tidak dapat dipenuhi (Riyanto, 2008).
Margaretha (2004) menyebutkan terdapat beberapa kelebihan jika
memiliki persediaan yang memadai, yaitu:
a. memiliki kesempatan untuk menjual produk,
b. berpotensi untuk mendapat diskon,
c. meminimalisir biaya pemesanan, dan
d. lancarnya proses produksi dapat terjamin.
Menurut Atmaja (2001), manajemen persediaan dapat difokuskan pada 2
pertanyaan dasar sebagai berikut:
a. berapa besar unit barang yang harus dipesan pada satu waktu, dan
9
b. kapan barang tersebut harus dipesan.
Persediaan adalah sebuah harta milik perusahaan yang mencakup barang-
barang yang memiliki tujuan untuk dijual pada suatu wakktu, atau persediaan
barang yang sedang dikerjakan atau diproduksi, maupun persediaan barang yang
masih menunggu waktu untuk digunakan (Rangkuti, 2004). Dari pernyataan
tersebut dapat disimpulkan jika persediaan memiliki dua karakterik penting,
yakni:
a. persediaan adalah barang milik perusahaan, dan
b. persediaan siap untuk dijual kepada konsumen.
Persediaan memiliki jenis, karakteristik, serta cara pengelolaan yang
berbeda-beda. Supaya fungsi persediaan dapat berjalan secara optimal
sebagaimana mestinya, persediaan tersbeut perlu diklompokkan.
Herjanto (2008) mengelompokkan persediaan menurut fungsinya kedalam
empat jenis:
1) Fluctuation Stock, adalah persediaan yang dilakukan dengan tujuan
untuk meghindari terjadinya fluktuasi atas permintaan yang tidak
terprediksi, juga menangani adanya penyimpangan dalam melakukan
perkiraan penjualan, waktu untuk produksi, atau saat pengiriman
barang.
2) Anticipation Stock, adalah persediaan dengan tujuan mengatasi
permintaan yang terprediksi, contohnya saat periode permintaan
sedang tinggi, namun kemampuan produksi pada masa itu tidak dapat
memenuhi. Persediaan ini juga ditujukan untuk mengamankan apabila
mungkin saja bisa terjadi sulitnya mendaatkan barang yang
10
dibutuhkan, sehingga tidak berakibat pada berhentinya proses
produksi.
3) Lot-size Inventory, adalah persediaan yang jumlahnya disediakan lebih
banyak dibandingkan dengan jumlah yang dibutuhkan. Persediaan ini
dilakukan agar perusahaan untung karena adanya potongan harga
dikarenakan barang yang dibeli berjumlah besar, atau biaya angkut per
unit yang didapatkan menjadi lebih rendah sehingga perusahaan
menjadi lebih hemat.
4) Pipeline Inventory, adalah persediaan yang masih ada dalam kondisi
pengiriman dari tempat dimana barang tersebut berasal menuju ke
tempat barang tersebut akan digunakan. Contohnya barang yang
dikirim dari pemasok menuju tempat penjualan, dimana proses
pengiriman ini dapat memakan waktu beberapa hari atau minggu.
Heizer & Render (2011) membagi persediaan kepada beberapa jenis yang
terdiri dari:
1) Raw Material Inventory (persediaan bahan mentah).
Bahan yang sudah dibeli tetapi belum diproduksi.
2) Work-in-process / WIP Inventory (persediaan barang masih dalam
proses).
Barang yang dibeli adalah bahan mentah yang sudah melalui beberapa
proses namun masih belum selesai. WIP ada dikarekan dalam
membuat sebuah produk diperlukan waktu (disebut juga waktu
siklus). Sehingga dengan adanya WIP maka waktu yang dibutuhkan
unutuk proses produksi menjadi lebih sedikit.
11
3) MRO (maintenance/repair/operating). Persediaan ini bertujuan agar
produktivitas mesin dan proses tetap terjaga. MRO ada dikarenakan
kebutuhan serta waktu untuk memelihara serta memperbaiki beberapa
peralatan tidak dapat diprediksi.
4) Finished-good Inventory (persediaan barang jadi).
Produk yang sudah selesai diproduksi dan siap dijual ke pelanggan.
Pada dasarnya pengelompokkan jenis-jenis persediaan memiliki maksud
yang sama untuk perusahaan. Di antara jenis persedian yang satu dngan yang lain
saling berkaitann untuk memenuhi kegiatan produksi pada perusahaan.
Terdapat beberapa fungsi atau tujuan dari persediaan. Herjanto (2008)
mengemukakan fungsi dari persediaan sebagai berikut:
a. Mengurangi risiko apabila pengiriman barang datangnya terlambat.
b. Mengurangi risiko apabila barng yang dipesan ternyata tidak sesuai
dengan standar sehingga perlu dikembalikan.
c. Mengurangi risiko apabila harga barang naik atau terjadi inflasi.
d. Menyimpan barang yang hanya bisa didapat secara musiman apabila
barang tersebut tidak tersedia di pasaran.
e. Mendapatkan diskon dari pembelian dengan kuantitas tertentu.
f. Memberikan pelayanan yang maksimal kepada pelanggan karena
brang yang diperlukan tersedia.
Tujuan diadakannya persediaan menurut Indrajit dan Djokopranoto (2011)
antara lain:
a. Untuk memenuhi kebutuhan saat kondisi normal.
b. Untuk memenuhi kebutuhan saat kondisi mendesak.
12
c. Memungkinkan pembelian atas dasar jumlah ekonomis.
Dapat dikatakan jika perusahaan berjalan dengan memiliki persediaan.
Walaupun sebetulnya persediaan hanya suatu sumber dana yang menganggur
karena saat persediaan itu belum digunakan berarti dana yang berada di dalamnya
tidak dapat digunakan untuk kepentingan hal yang lain.
B. Kajian Pengendalian Persediaan
Pengendalian persediaan dapat diartikan sebagai rangkaian keputusan
dalam pengendalian yang memiliki maksud dalam memutuskan berapa nilai untuk
menjaga tingkat persediaan, kapan melakukan pesanan kembali agar persediaan
bertambah dan berapa besar pesanan harus diadakan (Herjanto, 2008). Penjelasan
lain menuturkan jika, pengendalian tingkat persediaan adalah suatu kegiatan yang
berkaitan yaitu dimulai dari proses perencanaan, pelaksanaan serta pengawasan
dalam menentukan kebutuhan barang sedemikian rupa sehingga pada satu sisi
kebutuhan untuk operasional dapat tercukupi pada waktunya dan pada sisi lain
investasi persediaan barang tersebut dapat ditekan secara optimal (Indrajit &
Djokopranoto, 2011).
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan jika pengendalian
persediaan adalah proses perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan dalam
memenuhi kebutuhan barang dengan memutuskan berapa nilai tingkat persediaan
yang harus dijaga, berdasarkan waktu dan jumlah pesanan yang tepat.
Pengendalian persediaan yang optimal bukan merupakan hal yang mudah.
Jika jumlah nilai persediaan terlalu banyak, akan mengakibatkan pada munculnya
dana besar yang mengendap (yang tertanam dalam persediaan), tingginya biaya
penyimpangan, serta kerusakan pada barang akan lebih besar resikonya. Tetapi,
13
apabila persediaan barangnya terlalu sedikit, dapat berisiko terhadap kekurangan
pada persediaan sebab barang yang dibutuhkan tersebut tidak dapat disediakan
secara mendesak atau sebanyak yang dipesan, dimana hal tersebut dapat
mengakibatkan terhentinya proses produksi, tertundanya penjualan, bahkan
hilangnya pelanggan.
Menurut Spears & Gregoire (2003) terdapat 3 alat yang dapat digunakan
dalam pengendalian persediaan yang biasa digunakan dalam foodservice
operations, yaitu:
1) ABC Method,
2) Minimum-Maximum Method, dan
3) Economic Order Quantity (EOQ).
C. Kajian Economic Order Quantity (EOQ)
Dalam pengendalian persediaan, manajemen perusahaan harus melakukan
beberapa keputusan penting, yaitu seberapa besar jumlah barang yang harus
dipesan pada setiap kali pengadaan persediaan, dan kapan waktu yang tepat untuk
melakukan pemesanan barang. Setiap ketentuan yang diambil akan memiliki
dampak terhadap besarnya biaya persediaan. Maka dari itu agar keputusan dapat
diambil dengan lebih mudah, ada beberapa perkembangan model yang digunakan
dalam melakukan manajemen persediaan, salah satunya adalah dengan metode
persediaan kuantitas pesanan ekonomis / Economic Order Quantity (EOQ).
Pernyataan diatas sesuai dengan apa yang diungkapkan oleh Heizer &
Render (2011) bahwa EOQ merupakan salah satu teknik dalam pengendalian
persediaan yang paling tua dan terkenal secara luas, dimana jenis metode
14
pengendalian persediaan ini akan menjawab dua pertanyaan penting yaitu
pemesanan harus dilakukan kapan dan pesanan tersebut harus berapa banyak.
Richard (2006) menyebutkan jika arti dari EOQ adalah sebuah metode
dalam memutuskan nilai persediaan optimal (ukuran lot ekonomi) yang
berdasarkan pada dimensi berikut ini : Reorder Point, Safety Stock serta Lead
Time. Hal ini dipertegas oleh teori dari Spears dan Gregoire (2003) yang
mengungkapkan bahwa “Konsep Economic Order Quantity (EOQ) berasal dari
keseimbangan yang masuk akal antara safety stock, lead time, dan reorder point.”
Sedangkan berdasarkan penjelasan dari Nafarin (2004), EOQ berarti
banyaknya jumlah barang yang didapatkan dengan biaya yang optimal. Fahmi
(2014) mengungkapkan bahwa ada tiga bentuk variable dalan EOQ yang terlihat
jelas, yaitu:
a. Total cost atau biaya total. Adalah total biaya yang dikeluarkan pada suatu
periode.
b. Ordering cost atau biaya pemesanan. Adalah biaya-biaya yang dikeluarkan
selama dalam proses pembelian.
c. Carrying cost atau biaya penyimpanan. Adalah keseluruhan biaya yang
dikeluarkan yang berkaitan dengan penyimpanan barang.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa EOQ
dipengaruhi oleh beberapa hal berikut:
1) Biaya pemesanan (Ordering Cost),
2) Biaya penyimpanan (Carrying Cost), dan
3) Total penggunaan tahunan (Annual Usage).
15
1. Biaya Pemesanan (Ordering Cost)
Penjelasan biaya pemesanan menurut Herjanto (2008) adalah
munculnya biaya yang berkaitan dengan kegiatan pada saat melakukan
pemesanan barang, mulai dari melakukan pemesanan sampai barang tersedia
di gudang. Biaya pemesanan ini mencakup seluruh biaya yang dikeluarkan
dalam melakukan pengadaan pemesanan barang, yang dapat melingkupi
biaya administrasi dan penempatan order, biaya pemilihan vendor, biaya
pengangkutan dan bongkar muat, biaya penerimaan dan pemeriksaan barang.
Formula perhitungan ideal dalam menghitung ordering cost menurut Indrajit
dan Djokopranoto (2011) adalah sebagai berikut:
�������� �� = � � �
Keterangan:
n = Frekuensi optimal dalam periode
P = Biaya pemesanan per pesanan
2. Biaya Penyimpanan (Carrying Cost)
Wiyasha (2011) menjelaskan bahwa carrying cost adalah biaya yang
timbul akibat memiliki persediaan bahan makanan. Biaya yang termasuk
diantaranya yaitu biaya penyimpanan, biaya pemeliharaan tempat
penyimpanan barang, serta biaya kerusakan dan kehilangan barang. Biaya
penyimpanan ini menggunakan pendekatan sebesar 10 – 25% dari nilai
persediaan dalam satu periode, hal ini sesuai dengan pernyataan Feinstein and
Stefanelli (2008).
16
Formula perhitungan yang ideal untuk menghitung biaya
penyimpanan adalah sebagai berikut:
������� �� = � �
Keterangan:
C = Biaya penyimpanan barang per periode
A = Biaya pesediaan barang per periode
3. Total penggunaan tahunan (Total Annual Usage)
Spears dan Gregoire (2003) menerangkan jika Total Annual Usage
adalah “The number of units to be used annually”. Dimana Total Annual
Usage adalah kuantitas dari suatu komponen atau bahan yang digunakan
dalam satu tahun.
Dari pengaruh-pengaruh tersebut, dapat ditentukan perhitungan EOQ dengan
formula sebagai berikut:
��� = �� � �������� ��� ���� ����� � ���� ������ ����������� ���
Sumber : Spears and Gregoire (2003:172)
Selain itu, terdapat rumus EOQ yang dijabarkan oleh Feinstein dan
Stefanelli (2008) yang disebut dengan Ways of calculating EOQ, yaitu seperti di
bawah ini:
17
To calculate the EOQ, Dollar value:
���= �� � �������� ��� ��� ���������� ���� � ����� � ���� ���� �� �� ���� ��� ������� ����� ��� ��� ����, �� ����������� � �"����� ����� "���� � ��"�����
To calculate the EOQ, Number of units:
���= �� � �������� ��� ��� ���������� ���� � ����� � ���� ���� �� �� ���� ��� ������ ����� ��� ��� ����, �� �� ���� � ���� ���������� ��� �������
Menurut Herjanto (2008) dalam memesan sebuah barang hingga barang
tersebut datang dibutuhkan waktu yang berbeda-beda, bisa dalam hitungan jam
hingga hitungan bulan. Ada beberapa ketidakpastian yang dapat terjadi di dalam
pemesanan, seperti jangka waktu pemesanan yang berubah atau bertambahnya
permintaan.
Agar persediaan terkendali dengan baik selama masa pemesanan, setelah
menentukan EOQ perusahaan harus memperhatikan faktor-faktor berikut:
a) Nilai persediaan pengaman (Safety Stock)
Safety stock merupakan keahlian suatu perusahaan agar persediaan
barang selalu tercipta dalam keadaan yang aman atau penuh pengamanan
yang bertujuan agar kekurangan persediaan tidak akan pernah dialami oleh
perushaan (Fahmi, 2014). Selain itu, berdasarkan penjelasan Herjanto (2008)
safety stock merupakan persediaan yang menjadi cadangan untuk memenuhi
kebutuhan saat menunggu barang yang dipesan datang.
18
Menurut Assauri (2008) terdapat 2 faktor penentu dalam menghitung
besarnya safety stock, antara lain:
Penggunaan bahan baku rata-rata, merupakan satu dari sekian dasar
yang digunakan dalam memprediksi penggunaan bahan baku pada
periode tertentu, khususnya pada saat periode pemesanan.
Faktor waktu, merupakan suatu perbedaan waktu antara saat
melakukan pesanan sampai barang tersebut diterima.
Formula menghitung safety stock yaitu:
����� ��# = $%% � '���� (��� � )��� *���
Sedangkan perhitungan yang digunakan untuk menentukan besarnya
nilai pemakaian rata-rata adalah sebagai berikut:
'���� (��� = '���� +���,��-�� � .��� � /��#�
Keterangan:
Usage Rate = Nilai pemakaian rata–rata
Usage Item = Nilai pemakaian keseluruhan
Number of Days or Weeks = Jumlah hari selama periode
Lead Time = Waktu tenggang
b) Waktu Tenggang (Lead Time)
Herjanto (2008) mengartikan lead time sebagai selisih antara waktu
pada saat memesan barang hingga waktu pada saat kedatangan barang. Lead
time ini sangat dipengaruhi oleh tersedia atau tidaknya barang tersebut, serta
19
jarak antara lokasi pembeli dan lokasi pemasok berada.
Barang terkadang tidak datang sesuai dengan waktunya akibat adanya
masalah di pihak supplier, oleh karena itu dibutuhkan adanya antisipasi
kebutuhan persediaan barang atau dapat disebut dengan anticipated lead time
demand agar ketersediaan barang tetap terjaga selama waktu pemesanan.
Formula perhitungan anticipated lead time demand adalah sebagai
berikut:
����������� )��� *��� .����� = '���� (��� � )��� *���
Keterangan:
Usage Rate = Nilai pemakaian rata–rata
Lead Time = Waktu tenggang
c) Titik pemesanan kembali (Reorder Point)
Reorder point menurut Fahmi (2014) merupakan sebuah titik nilai
dimana pemesanan barang harus dilakukan kembali oleh perusahaan guna
menghasilkan keadaan persediaan barang yang terus terkendali.. Adapun
beberapa faktor untuk menentukan Reorder Point (ROP) diantaranya:
Menurut Keown et al. (2005) faktor-faktor penentu ROP adalah:
a. Pengadaan atau persediaan barang pada masa pengiriman
b. Nilai pengamanan yang diinginkan
Selain itu, berdasarkan penjelasan dari Riyanto (2008) faktor-
faktornya adalah:
a. Penggunaan barang saat tenggang waktu untuk mendapatkan barang.
b. Besarnya nilai safety stock.
20
Dari kedua pendapat ahli di atas menyimpulkan beberapa faktor yang
mempengaruhi ROP adalah:
a. Lead Time (LT), merupakan waktu yang diperlukan antara saat barang
dipesan sampai barang tiba di perusahaan.
b. Nilai pemesanan barang pada rata-rata saat periode waktu tertentu.
c. Persediaan Pengaman (Safety Stock).
Formula untuk menghitung reorder point seperti yang disampaikan
oleh Indrajit dan Djokopranoto (2011) yaitu seperti di bawah ini:
(����� ���� = ����������� )��� *��� .����� + ����� ��#
Keterangan:
Anticipated Lead Time Demand = Antisipasi kebutuhan persediaan
Safety Stock = Persediaan pengaman
D. Kerangka Pemikiran
Kerangka berpikir merupakan contoh ideal mengenai bagaimana kaitan
anata teori dengan macam-macam faktor yang sebelumnya telah diidentifikasi
sebagai masalah yang penting, menurut Sugiyono (2014). Dari teori tersebut,
penulis mencoba merancang kerangka pemikiran yang berhubungan dengan
pengendalian persediaan barang di Four Points by Sheraton bandung sebagai
berikut:
21
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
Pengendalian Persediaan
Metode EOQ
Ordering Cost Carrying Cost
Harga per unit
Frekuensi Pembelian
Jumlah Pemesanan
Biaya Penyimpanan
per unit
Rata-Rata Level
Inventory
Kuantitas dan
Frekuensi Pemesanan
yang Ekonomis
22
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam menyusun proyek akhir ini
adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, yaitu penelitian dengan
menggunakan data kuantitatif yang bertujuan untuk mendeskripsikan suatu
masalah. Penjelasan metode deskriptif yaitu sebagai metode yang dilakukan
dengan melihat sekumpulan data yang telah didapatkan untuk kemudian dilakukan
analisis serta pembuatan kesimpulan secara umum. Metode ini berfungsi untuk
menggambarkan objek yang diteliti (Sugiyono, 2014).
Adapun metode penelitian kuantitatif merupakan penelitian populasi atau
sampel tertentu, dimana sampel tersebut diambil secara random, serta ada
penggunaan instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian,
dimana kemudian analisis data yang dilakukan bersifat kuantitatif agar hipotesis
yang sudah diputuskan sebelumnya dapat diuji (Sugiyono, 2014).
B. Objek Penelitian
Objek penelitian menggambarkan mengenai apa, siapa, kapan dan dimana
dilakukannya penelitian tersebut, termasuk hal-hal lainnya yang perlu penulis
tambahkan (Umar, 2005). Penulis menjadikan biaya pemesanan, biaya
penyimpanan, safety stock, lead time, dan reorder point pada barang groceries di
Four Points by Sheraton Bandung sebagai objek penelitian.
23
C. Populasi dan Sampling
Populasi adalah generalisasi suatu obyek atau subyek yang memiliki
kualitas dan karakteristik tertentu sesuai dengan kebutuhan peneliti untuk
selanjutnya dapat ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2014). Pada penelitian ini,
penulis mengambil populasi yaitu barang groceries di dry store Four Points by
Sheraton Bandung.
Sedangkan sampel merupakan jumlah serta karakteristik yang diambil
beberapa bagian dari populasi tersebut (Sugiyono, 2014). Sampel yang penulis
ambil dalam penelitian ini adalah barang groceries yang pembelian dan
pemakaiannya tinggi yang ada di dry store Four Points by Sheraton Bandung.
D. Metode Pengumpulan Data
Dalam metode pengumpulan data penelitian ini, penulis menggunakan
beberapa sumber data, yaitu:
a) Observasi
Pengertian observasi adalah sebuah cara dalam mengamati suatu
kegiatan yang sedang berlangsung utnuk kemudian diambil datanya
(Sukmadinata, 2011). Penulis mengobservasi lokasi penelitian dengan
mengamati dan meninjau langsung mengenai beberapa hal yang
berkaitan dengan persediaan barang groceries yang bertujuan untuk
mendapatkan gambaran nyata mengenai hal yang diteliti.
b) Wawancara
Wawancara berfungsi sebagai teknik dalam mengumpulkan data
agar permasalahan yang diteliti dapat ditemukan, serta untuk
mengetahui informasi-informasi yang lebih mendalam. Hal ini
24
dilakuakn pada saat peneliti akan melaksanakan studi pendahuluan
(Sugiyono, 2014).
Untuk mendapatkan informasi-informasi yang lebih mendetail,
penulis melaksanakan wawancara dengan pihak Purchasing dan Cost
Controller sebagai riset awal kelapangan agar permasalahan yang
diteliti dapat ditemukan. Penulis memilih narasumber tersebut karena
bagian tersebut bertanggung jawab langsung terhadap persediaan
barang. Pada saat wawancara penulis menjadikan pedoman wawancara
sebagai alat untuk mengetahui beberapa informasi menyangkut hal-hal
yang tentang persediaan barang groceries.
c) Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi adalah sebuah kegiatan penelitian dengan cara
melakukan pengumpulan data berupa data serta laporan yang berkaitan
dengan masalah dalam penelitian. Hamidi (2004) menyampaikan
bahwa metode dokumentasi adalah informasi catatan penting dari
sebuah lembaga atau organisasi maupun dariperorangan. Dokumentasi
penelitian ini merupakan pengambilann gambar oleh peneliti yang
bertujuan untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih kuat. Penulis
mengumpulkan data aktual berbentuk dokumen dari purchasing dan
cost controller yang menunjukkan total pembelian serta pemakaian
barang groceries. Dokumen ini didapatkan setelah penulis melakukan
observasi dan wawancara langsung dengan pihak terkait.
25
E. Definisi Operasional Variabel
Menurut Agus dan Ratih (2011) operasionalilasi adalah variabel-variabel
dalam penelitian yang memampukan peneliti untuk mengkategorikan
penelitiannya kedalam suatu kategori dimana variable tersebut didapat dari
turunan teori dan konsep yang digunakan dalam kegiatan penelitian. Sedangkan
pengertian variabel menurut Sugiyono (2014) merupakan suatu objek yang
menjadi ukuran pada suatu penelitian agar peneliti memperoleh informasi dalam
penelitian tersebut. Operasionalisasi variable dibuthkan untuk menentukan jenis
dan indicator dari variable-variable yang bersangkutan dalam penelitian.
Penjelasan mengenai operasionalisasi variabel pada penelitian ini dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3.1
Matriks Operasional Variabel
Sumber: Spears & Gregoire (2003)
F. Analisis Data
Setelah mengumpulkan data-data yang dibutuhkan dalam peneiltian,
prosedur yang harus dilakukan kemudian adalah proses analisis data. Dalam
26
membantu proses analisis data ini dibutuhkan sebuah alat atau instumen. Alat atau
instrumen pengolahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah :
1) Analisis menggunakan Metode Economic Order Quantity (EOQ)
Metode EOQ memperhitungkan permintaan secara pasti yaitu
dengan pemesanan yang dibuat secara konstan dan juga tidak adanya
kekurangan dalam persediaan barang. Herjanto (2008) mengemukakan
adanya asumsi yang perlu diingat dalam penggunaan EOQ, yaitu:
a. Barang yang disimpan dan dipesan hanya sejenis
b. Kebutuhan atau permintaan barang diketahui dan konstan
c. Biaya pemesanan dan biaya penyimpanan diketahui dan konstan
d. Barang yang dipesan diterima dalam satu kelompok
e. Harga barang tetap dan tidak tergantung pada jumlah yang dibeli
f. Waktu tenggang diketahui dan konstan.
Variabel yang dibutuhkan dalam penerapan metode EOQ adalah
sebagai berikut:
��� = ���.� 1
Keterangan :
EOQ = Kuantitas pesanan ekonomis per pesanan
D = Jumlah kebutuhan barang per tahun
S = Biaya pemesanan untuk satu kali pesanan
H = Biaya penyimpanan per unit/tahun
27
Untuk menentukan biaya pemesanan pada setiap kali pesanan,
biaya penyimpanan dan kuantitas barang yang ekonomis pada setiap
pesanan (EOQ), makan dibutuhkan variabel sebagai berikut:
Q (quantity) = Jumlah barang untuk setiap pesanan
Q* = Jumlah barang yang optimal pada setiap pesanan (EOQ)
D (demand) = Permintaan tahunan dalam unit untuk barang persediaan
S (set up) = Biaya setup atau biaya pemesanan untuk setiap pesanan
H (holding) = Biaya penyimpanan atau penggudangan per unit per tahun
Setelah nilai-nilai dari variabel di atas telah diketahui, metode EOQ
untuk mendapatkan nilai persediaan yang efektif bagi suatu barang dapat
diterapkan dengan menggunakan rumus berikut:
a) Biaya pemesanan dalam setahun
= 2 3456789::8 9:;<8:8=<6>:; <879 ?:>:6 @497:A A4@:8:8B C DEFGF HIJKL FJFK MEFGFLINIHFOFO LIP LIHFOFOQ
= 2RSB �T�
= RS T
b) Biaya penyimpanan setahun
= 2U<:8979:@ A4@:8:8V B �MEFGF LIOGENLFOFO LIP KOEJ LIP JFℎKO�
= 2SVB �X�
= SV X
c) Kuantitas pesanan optimal
YZ T = Z2 X
28
d) Jumlah barang yang optimum dalam setiap pesanan
2 YT = Z2X e) Jumlah frekuensi pesanan dalam setahun
N = 2 A456789::8U<:8979:@ A4@:8:8B atau RS∗
f) Waktu antar-pemesanan yang diperkirakan
T = 2]<6>:; ;:57 U45]: A459:;<8^ B
2) Analisis Frekuensi Pembelian
Analisis frekuensi pembelian dilakukan untuk mengetahui jumlah
pemesanan yang dilakukan pada setiap tahun itu terdiri dari berapa kali.
Dibawah ini merupakan rumus yang digunakan dalam melakukan
perhitungan berapa jumlah frekuensi pemesanan dengan meggunakan
acuan dari hasil perhitungan dengan metode EOQ.
+ = .���
Keterangan :
I = Frekuensi pembelian
D = Jumlah kebutuhan atau pemakaian barang
EOQ = Jumlah pembelian optimal yang ekonomis
3) Analisis Total Biaya Persediaan Bahan Baku
Total biaya persediaan (total cost) merupakan hasil biaya dari
penjmlahan biaya pemesanan dan biaya penyimpangan.
*��� ��� = -���� ��������� � � + -���� ������������1�
29
4) Analisis Reorder Point
Reorder Point dapat ditemukan dengan menerapkan penggunaan
saat masa lead time dan ditambah dengan penggunaan selama periode
tertentu sebagai safety stock, dengan menggunakan rumus berikut:
a) ROP dengan tingkat pemakaian barang tetap
Pada contoh ini, tidak terdapat adanya penambahan pada
persediaan karena besarnya pemakaian tetap.
Rumusnya adalah :
(�� = � � )*
Keterangan :
ROP = titik pemesanan kembali (unit)
d = pemakaian bahan baku tahunan/jumlah hari kerja tahun
LT = tenggang waktu untuk pemesanan baru (hari)
b) ROP dengan tingkat pemakaian bahan baku tidak tetap
Pada contoh ini, jumlah pemakaian besarannya tidak tetap, maka
rumusnya menjadi :
(�� = �� � )*� +
Keterangan :
ROP = titik pemesanan kembali (unit)
d = pemakaian bahan baku tahunan/jumlah hari kerja tahun
LT = tenggang waktu untuk pemesanan baru (hari)
SS = nilai persediaan pengaman (unit)
30
G. Jadwal Penelitian
Tabel 3.2
Jadwal Penelitian
31
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan menjabarkan hasil penelitian disertai dengan
pembahasannya bedasarkan rumusan masalah yang penulis angkat dalam
penelitian ini. Rumusan masalah tersebut antara lain bagaimana perhitungan biaya
pemesanan dan biaya penyimpanan di Four Points by Sheraton Bandung,
bagaimana perhitungan safety stock di Four Points by Sheraton Bandung,
bagaimana perhitungan lead time di Four Points by Sheraton Bandung, serta
bagaimana perhitungan reorder point di Four Points by Sheraton Bandung.
A. Hasil Penelitian
Pengendalian persediaan barang akan mampu berjalan dengan baik apabila
memperhatikan faktor-faktor seperti safety stock, lead time dan re-order point.
Nilai dari faktor-faktor ini dapat menjadi lebih ekonomis jika pembelian barang
ditentukan dengan menggunakan metode EOQ. Untuk metode EOQ kedalam
sistem pembelian, serta menentukan nilai dari faktor-faktor yang telah disebutkan
sebelumnya, terdapat beberapa hal yang harus dilihat terlebih dahulu, yaitu nilai
beginning inventory, total purchase, total consume, dan ending inventory dari
persediaan barang tersebut.
Berikut adalah tabel beginning inventory, total purchase, total consume,
dan ending inventory di dry store Four Points by Sheraton Bandung.
32
Tabel 4.1
Beginning Inventory, Total Purchase,
Total Consume and Ending Inventory
Periode Agustus 2018
NO ITEM Unit
Beginning
Inventory
Total
Purchase
Total
Consume
Ending
Inventory
Qty Qty Qty Qty
1 Egg Noodle Atom
Bulan pcs 20 342 139 223
2 Bihun AAA pcs 67 100 78 89
3 Salt kg 40 60 40 60
4 Rice Pandan Wangi kg 50 750 625 175
5 Santan Kara ltr 12 100 55 57
6 Icing Sugar kg 41 93 71 63
7 Sagu Tani kg 25 45 40 30
TOTAL 255 1,490 1,048 697
Sumber: Data hasil olahan penulis, 2019.
Tabel 4.1 menunjukkan jumlah beginning inventory, total purchase, total
consume, dan ending inventory pada bulan Agustus 2018. Data tersebut
merupakan pedoman yang selanjutnya akan diolah untuk mendapatkan nilai dari
penerapan Economic Order Quantity. Dapat dilihat total beginning inventory yaitu
sebesar 255 unit. Sedangkan untuk ending inventory pada bulan ini ialah sebesar
697 unit. Angka tersebut didapat dari hasil perhitungan beginning inventory
ditambah dengan total purchase yang dikurangi dengan total consume. Jumlah
total purchase pada bulan ini adalah 1.490 unit dengan total consume 1.048 unit.
Pada bulan ini, dapat dilihat jika total pembelian barang lebih besar
daripada total pemakaiannya. Hal tersebut menyebabkan total ending inventory
menjadi lebih banyak dibandingkan total beginning inventory.
33
Tabel 4.2
Beginning Inventory, Total Purchase,
Total Consume and Ending Inventory
Periode September 2018
NO ITEM Unit
Beginning
Inventory
Total
Purchase
Total
Consume
Ending
Inventory
Qty Qty Qty Qty
1 Egg Noodle Atom
Bulan pcs 223 40 145 118
2 Bihun AAA pcs 89 40 58 71
3 Salt kg 60 18 38 40
4 Rice Pandan Wangi kg 175 750 625 300
5 Santan Kara ltr 57 24 50 31
6 Icing Sugar kg 63 48 56 55
7 Sagu Tani kg 30 22 45 7
TOTAL 697 942 1,017 622
Sumber: Data hasil olahan penulis, 2019.
Tabel 4.2 menunjukkan total beginning inventory, total purchase, total
consume, dan ending inventory pada bulan September 2018. Dapat dilihat total
beginning inventory pada bulan ini yaitu sebesar 697 unit, beginning inventory
pada bulan ini didapat dari total ending inventory bulan sebelumnya. Untuk total
ending inventory pada bulan ini ialah sebesar 622 unit, yang didapat dari hasil
penhitungan beginning inventory ditambah dengan total purchase yang dikurangi
dengan total consume. Jumlah total purchase pada bulan ini adalah 942 unit
dengan total consume 1.017 unit.
Pada bulan ini, dapat dilihat jika total pembelian barang lebih sedikit
daripada total pemakaian. Hal tersebut menyebabkan total ending inventory
menjadi sedikit lebih kecil dibandingkan total beginning inventory.
34
Tabel 4.3
Beginning Inventory, Total Purchase,
Total Consume and Ending Inventory
Periode Oktober 2018
NO ITEM Unit
Beginning
Inventory
Total
Purchase
Total
Consume
Ending
Inventory
Qty Qty Qty Qty
1 Egg Noodle Atom
Bulan pcs 118 200 243 75
2 Bihun AAA pcs 71 80 93 58
3 Salt kg 40 47 61 26
4 Rice Pandan Wangi kg 300 500 650 150
5 Santan Kara ltr 31 48 56 23
6 Icing Sugar kg 55 61 68 48
7 Sagu Tani kg 7 62 42 27
TOTAL 622 998 1,213 407
Sumber: Data hasil olahan penulis, 2019.
Tabel 4.3 di atas menunjukkan total beginning inventory, total purchase,
total consume, dan ending inventory pada bulan Oktober 2018. Dapat dilihat total
beginning inventory pada bulan ini yaitu sebesar 622 unit, beginning inventory
pada bulan ini didapat dari total ending inventory bulan sebelumnya. Untuk total
ending inventory pada bulan ini ialah sebesar 414 unit, yang didapat dari hasil
perhitungan beginning inventory ditambah dengan total purchase yang dikurangi
dengan total consume. Jumlah total purchase pada bulan ini adalah 977 unit
dengan total consume 1.185 unit.
Pada bulan ini, dapat dilihat jika total pembelian barang lebih sedikit
daripada total pemakaian. Hal tersebut menyebabkan total ending inventory
menjadi lebih sedikit dibandingkan total beginning inventory.
35
Tabel 4.4
Beginning Inventory, Total Purchase,
Total Consume and Ending Inventory
Periode Agustus - Oktober 2018
NO ITEM Unit
Beginning
Inventory
Total
Purchase
Total
Consume
Ending
Inventory
Qty Qty Qty Qty
1 Egg Noodle Atom
Bulan pcs 361 582 527 416
2 Bihun AAA pcs 227 220 229 218
3 Salt kg 140 125 139 126
4 Rice Pandan Wangi kg 525 2,000 1,900 625
5 Santan Kara ltr 100 172 161 111
6 Icing Sugar kg 159 202 195 166
7 Sagu Tani kg 62 129 127 64
TOTAL 1,574 3,430 3,278 1,726
Sumber: Data hasil olahan penulis, 2019.
Tabel 4.4 di atas menunjukkan total beginning inventory, total purchase,
total consume, dan ending inventory pada periode bulan Agustus - Oktober 2018.
Dapat dilihat total beginning inventory pada periode bulan ini yaitu sebesar 1.574
unit, beginning inventory pada periode bulan ini didapat dari total ending
inventory bulan sebelumnya. Untuk total ending inventory pada periode bulan ini
ialah sebesar 1.726 unit, yang didapat dari hasil perhitungan beginning inventory
ditambah dengan total purchase yang dikurangi dengan total consume. Jumlah
total purchase pada periode bulan ini adalah 3.430 unit dengan total consume
3.278 unit.
Pada periode ini, dapat dilihat jika total pembelian barang lebih banyak
daripada total pemakaian. Hal tersebut menyebabkan total ending inventory
menjadi lebih besar dibandingkan dengan total beginning inventory.
36
1. Hasil Penelitian Mengenai Perhitungan Biaya Pemesanan dan Biaya
Penyimpanan
Untuk menghitung estimasi total pemesanan barang yang akan
digunakan dalam operasional dengan menerapkan metode EOQ, terdapat 2
biaya yang diperlukan untuk menjadi pedoman sebelum menentukan nilai
ekonomis sebuah pesanan, yang bertujuan, yaitu biaya pemesanan dan biaya
penyimpanan.
a. Biaya Pemesanan
Dalam melakukan pemesanan barang kepada supplier diperlukan
biaya yang harus dikeluarkan, contohnya yaitu biaya saat membuat
Purchase Order (PO) serta biaya operating expense yang meliputi biaya
komunikasi, alat tulis dan sebagainya. Untuk pembuatan PO pihak Four
Points by Sheraton Bandung metapkan biaya sebesar Rp. 500,- sedangkan
untuk biaya operating expense yaitu sebesar Rp. 2.000,-, sehingga total
biaya pemesanan pada tiap barang yaitu sebesar Rp 2.500,- untuk setiap kali
pemesanan. Berikut ini merupakan biaya pemesanan yang telah penulis
dapatkan:
37
Tabel 4.5
Biaya Pemesanan
Periode Agustus - Oktober 2018
No Item Unit
Ordering
Cost per
order
Frekuensi Ordering Cost
Aktual
1 Egg Noodle Atom Bulan pcs Rp 2,500 17 Rp 42,500
2 Bihun AAA pcs Rp 2,500 10 Rp 25,000
3 Salt kg Rp 2,500 8 Rp 20,000
4 Rice Pandan Wangi kg Rp 2,500 26 Rp 65,000
5 Santan Kara ltr Rp 2,500 24 Rp 60,000
6 Icing Sugar kg Rp 2,500 20 Rp 50,000
7 Sagu Tani kg Rp 2,500 11 Rp 27,500
Sumber: Data hasil olahan penulis, 2019.
Tabel 4.5 menunjukkan nilai biaya pemesanan pada satu kali
pemesanan, frekuensi pembelian aktual, serta total biaya pemesanan aktual.
Biaya pemesanan aktual didapatkan dari hasil perhitungan biaya pemesanan
pada setiap kali pemesanan yaitu Rp 2.500,- dikali dengan frekuensi
pembelian. Contoh perhitungan untuk Bihun AAA yaitu sebagai berikut:
Ordering Cost Aktual = Ordering Cost (unit) x Frekuensi Aktual
= Rp. 2.500,- x 10
= Rp. 25.000,-
Total biaya pemesanan setiap barang pada satu periode akan
berbeda-beda karena frekuensi pembeliannya juga berbeda-beda. Terlihat
biiaya pemesanan paling tinggi ada pada Rice Pandan Wangi yaitu sebesar
Rp 65.000,- dengan frekuensi 26 kali. Sednagkan yang paling rendah adlah
biaya pemesanan Salt sebesar Rp 20.000,- dengan frekuensi pembelian 8
kali.
38
b. Biaya Penyimpanan
Biaya penyimpanan adalah biaya yang harus dikeluarkan dalam
sebuah investasi persediaan dimana persediaan barang yang disimpan di
gudang harus tetap terpelihara. Sebelum menghitung biaya penyimpanan,
perlu dilakukan perhitungan mengenai nilai persediaan atau inventory value
untuk menunjukkan seberapa besar investasi yang ada di gudang. Berikut
adalah tabel nilai persediaan yang dibutuhkan:
Tabel 4.6
Nilai persediaan
Periode Agustus - Oktober 2018
No Item Unit Price Item
Amount
Inventory
Value
1 Egg Noodle Atom Bulan pcs Rp 4,800 416 Rp 1,996,800
2 Bihun AAA pcs Rp 8,700 218 Rp 1,896,600
3 Salt kg Rp 10,300 126 Rp 1,297,800
4 Rice Pandan Wangi kg Rp 12,300 625 Rp 7,687,500
5 Santan Kara ltr Rp 30,500 111 Rp 3,385,500
6 Icing Sugar kg Rp 17,200 166 Rp 2,855,200
7 Sagu Tani kg Rp 18,800 64 Rp 1,203,200
TOTAL 1,726 Rp 20,322,600
Sumber: Data hasil olahan penulis, 2019.
Tabel 4.6 meunjukkan nilai persediaan barang groceries pada satu
periode. Nilai persediaan tersebut didapatkan dari hasil perhitungan antara
total persediaan barang yang terdapat di gudang dikalikan dengan harga
masing-masing barang. Contohnya yaitu Egg Noodle Atom Bulan dengan
total persediaan di gudang sebanyak 416 unit dan harga per pcs sebesar Rp.
4.800,- maka perhitungan nilai persediaannya sebagai berikut:
39
Inventory Value Egg Noodle = 416 unit x Rp. 4.800,-
= Rp. 1.996.800,-
Berdasarkan data tabel di atas dapat dilihat jika biaya nilai
persediaan paling tingginadalah Rice Pandan Wangi yaitu sebesar Rp
7,687,500,- dengan jumlah persediaan 625 kg. Sedangkan yang paling
rendah ada pada Sagu Tani dengan biaya nilai persediaan sebesar Rp
1.203.200,- dengan jumlah perseiaan 64 kg. Hasil dari perhitungan di atas
kemudian akan dilakukan ke seluruh sampel, dimana hasil dari perhitungan
tersebut akan digunakan untuk menghitung biaya penyimpanan yang ada
pada tabel 4.7.
Setelah hasil perhitungan nilai persediaan ditemukan, maka hal yang
harus dilakukan selanjutnya yaitu mencari nila biaya penyimpanan. Pihak
Four Points by Sheraton Bandung menetapkan besarnya biaya penyimpanan
yaitu 10% dari nilai persediaan barang di gudang. Hasil perhitungan biaya
penyimpanan dan biaya penyimpanan per unit dapat dilihat pada tabel
berikut:
40
Tabel 4.7
Biaya Penyimpanan
Periode Agustus - Oktober 2018
No Item Inventory
Value
Carrying Cost
10% Carrying
Cost (unit)
1 Egg Noodle Atom Bulan Rp 1,996,800 Rp 199,680 Rp 480
2 Bihun AAA Rp 1,896,600 Rp 189,660 Rp 870
3 Salt Rp 1,297,800 Rp 129,780 Rp 1,030
4 Rice Pandan Wangi Rp 7,687,500 Rp 768,750 Rp 1,230
5 Santan Kara Rp 3,385,500 Rp 338,550 Rp 3,050
6 Icing Sugar Rp 2,855,200 Rp 285,520 Rp 1,720
7 Sagu Tani Rp 1,203,200 Rp 120,320 Rp 1,880
TOTAL Rp 20,322,600 Rp 2,032,260 Rp 10,260
Sumber: Data hasil olahan penulis, 2019.
Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat dilihat nilai persediaan selama
periode 3 bulan didapat dari tabel 4.6 yang kemudian dikaliikan dengan
10% sehingga menghasilkan biaya penyimpanan (10%). Sedangkan utnuk
biaya penyimpanan (unit) didapat dari hasil perhitungan biaya penyimpanan
(10%) dibagi dengan jumlah persediaan barang. Contoh perhitungannya
adalah sebagai berikut:
Carrying Cost Salt = Inventory Value x 10%
= Rp. 1.297.800,- x 10%
= Rp. 129.780,-
Carrying Cost / Unit = Carrying Cost
Item Amount
= Rp. 129.780,-
126 unit
= Rp. 1.030,-
41
Berdasarkan dari beberapa data yang sudah didapatkan sebelumnya,
selanjutnya yang perlu dilakukan yaitu penghitungan metode EOQ. Berikut
ini merupakan contoh perhitungan EOQ dalam unit untuk sampel Bihun
AAA:
_`Z = �2 a `PbIPEOc deHJ �LIP ePbIP� a FNeKOJ ef EJIN KHIbTJePFcI deHJ
= �2 a gL. 2.500, − a 229gL. 870, −
= 36,28 unit atau dibulatkan menjadi 36 unit
Hasil keseluruhan perhitungan sampel yang telah dijabarkan seperti
diatas kemudian di masukkan ke dalam tabel berikut ini:
Tabel 4.8
Perhitungan EOQ
Periode Agustus - Oktober 2018
No Item Issued
Item
Ordering
Cost
(Unit)
Carrying
Cost
(Unit)
EOQ
(Unit)
1 Egg Noodle Atom
Bulan 527 Rp 2,500 Rp 480 74
2 Bihun AAA 229 Rp 2,500 Rp 870 36
3 Salt 139 Rp 2,500 Rp 1,030 26
4 Rice Pandan Wangi 1,900 Rp 2,500 Rp 1,230 88
5 Santan Kara 161 Rp 2,500 Rp 3,050 16
6 Icing Sugar 195 Rp 2,500 Rp 1,720 24
7 Sagu Tani 127 Rp 2,500 Rp 1,880 18
Sumber: Data hasil olahan penulis, 2019.
Tabel 4.8 menunjukkan total pemakaian barang, biaya pemesanan
per unit, biaya penyimpanan per unit, dan hasil perhitungan nilai EOQ per
unit. Setelah perhitungan tersebut didapatkan, terlihat hasil dari perhitungan
EOQ untuk sampel Bihun AAA dalam unit yaitu sejumlah 36 pcs.
42
Kemudian, perhitungan yang dibutuhkan selanjutnya yaitu perhitungan
frekuensi pemesanan yang berasal dari total nilai pemakaian pada setiap
barang dibagi dengan jumlah EOQ unit untuk masing-masing barang. Di
bawah ini merupakan contoh perhitungan frekuensi EOQ untuk Bihun
AAA:
Frekuensi = Total nilai pemakaian
EOQ (unit)
= 229
36
= 6,31 atau dibulatkan menjadi 6.
Berdasarkan perhitungan di atas, dapat dilihat jika frekuensi
pembelian untuk sampel Bihun AAA adalah sebanyak 6,31 kali atau
dibulatkan menjadi 6 kali pemesanan dalam periode 3 bulan. Berikut ini
merupakan hasil perhitungan frekuensi untuk seluruh sampel:
Tabel 4.9
Frekuensi Pembelian EOQ dan Aktual
Periode Agustus - Oktober 2018
No Item Frekuensi
EOQ
Frekuensi
Aktual
1 Egg Noodle Atom
Bulan 7 17
2 Bihun AAA 6 10
3 Salt 5 8
4 Rice Pandan Wangi 22 26
5 Santan Kara 10 24
6 Icing Sugar 8 20
7 Sagu Tani 7 11
Sumber: Data hasil olahan penulis, 2019.
Tabel 4.9 tersebut menunjukkan perbedaan frekuensi pembelian
EOQ dan aktual, dimana frekuensi pembelian EOQ didapatkan dari hasil
43
perhitungan sebelumnya, sedangkan frekuensi pembelian aktual didapatkan
dari data Four Points by Sheraton Bandung. Frekuensi terbanyak ada pada
Rice Pandan Wangi yaitu dengan frekuensi aktual 26 kali dan frekuensi
EOQ 22 kali, sedangkan yang paling sedikit ada pada Salt dengan frekuensi
aktual 8 kali dan frekuensi EOQ 5 kali.
Perhitungan yang sudah ditemukan tersebut selanjutnya akan
digunakan pada setiap sampel dengan hasil perhitungan seperti berikut:
44
Tabel 4.10
Hasil Perhitungan Biaya EOQ dan Aktual Sampel Barang Groceries
Periode Agustus - Oktober 2018
No Item Ordering Cost
(EOQ)
Ordering Cost
(Aktual) Variance
Carrying Cost
EOQ
Carrying Cost
Aktual Variance
1 Egg Noodle Atom Bulan Rp 17,500 Rp 42,500 Rp 25,000 Rp 248,640 Rp 279,360 Rp 30,720
2 Bihun AAA Rp 15,000 Rp 25,000 Rp 10,000 Rp 187,920 Rp 191,400 Rp 3,480
3 Salt Rp 12,500 Rp 20,000 Rp 7,500 Rp 133,900 Rp 128,750 -Rp 5,150
4 Rice Pandan Wangi Rp 55,000 Rp 65,000 Rp 10,000 Rp 2,381,280 Rp 2,460,000 Rp 78,720
5 Santan Kara Rp 25,000 Rp 60,000 Rp 35,000 Rp 488,000 Rp 524,600 Rp 36,600
6 Icing Sugar Rp 20,000 Rp 50,000 Rp 30,000 Rp 330,240 Rp 347,440 Rp 17,200
7 Sagu Tani Rp 17,500 Rp 27,500 Rp 10,000 Rp 236,880 Rp 242,520 Rp 5,640
Total Rp 162,500 Rp 290,000 Rp 127,500 Rp 4,006,860 Rp 4,174,070 Rp 167,210
Sumber: Data hasil olahan penulis, 2019.
45
Dari Tabel 4.10 terlihat hasil dari perhitungan untuk biaya pemesanan
EOQ dan aktual, biaya penyimpanan EOQ dan aktual, dan juga selisih dari
keduanya. Biaya pemesanan EOQ didapatkan dari hasil perhitungan antara
biaya pemesanan setiap kali pemesanan, yaitu Rp. 2.500,- dikali dengan
frekuensi pembelian EOQ masing-masing item. Untuk biaya pemesanan
aktual didapat dari biaya pemesanan setiap kali pemesanan, yaitu Rp. 2.500,-
dikali frekuensi pembelian aktual yang berasal dari data Four Points by
Sheraton Bandung. Sedangkan untuk variance biaya pemesanan didapat dari
selisih biaya pemesanan aktual dikurangi biaya pemesanan EOQ. Di bawah
ini merupakan contoh perhitungan biaya pemesanan EOQ untuk Santan Kara:
Ordering Cost EOQ = Ordering Cost (unit) x Frekuensi
= Rp. 2.500,- x 10
= Rp. 25.000,-
Untuk nilai biaya pemesanan tertinggi ada pada sampel Rice Pandan
Wangi dengan nilai aktual yaitu dengan besaran Rp 65.000,- dan nilai EOQ
sebesar Rp 55.000,- dengan variance Rp 10.000,-. Sedangkan untuk nilai
biaya pemesanan paling rendah ada pada sampel Salt dengan nilai aktual
dengan besaran Rp 20.000,- dan niali EOQ sebesar Rp 12.500,- dengan
variance 7.500,-. Hasil perhitungan membuktikan penggunaan metode EOQ
menimbulkan nilai biaya pemesanan yang jauh lebih ekonomis jika
dibandingkan dengan biaya pemesanan aktual.
Adapun untuk perhitungan biaya penyimpanan EOQ didapatkan dari
hasil biaya penyimpanan sebesar 10% dikali nilai pemesanan ekonomis dikali
frekuensi EOQ. Sedangkan biaya penyimpanan aktual didapatkan dari data
46
Four Points by Sheraton Bandung. Untuk variance biaya penyimpanan
merupkan selisih antara biaya penyimpanan aktual dikurangi biaya
penyimpanan EOQ. Contoh perhitungan biaya penyimpanan EOQ untuk
Santan Kara adalah berikut ini:
Carrying Cost = Carrying Cost Unit (10%) x EOQ (unit) x Frekuensi
= Rp. 3.050,- x 16 x 10
= Rp. 488.000,-
Selanjutnya adalah perhitungan total pembelian dengan
menggunakan metode EOQ. Sebagai contoh yaitu seperti perhitungan Rice
Pandan Wangi berikut ini:
Pembelian EOQ dalam unit = EOQ (unit) x Frekuensi EOQ
= 88 x 22
= 1.936 kg
Dari perhitungan diatas dapat diketahui total pembelian dengan
menggunakan metode EOQ untuk Rice Pandan Wangi adalah sebnayak
1.936 kg. di bawah ini merupakan hasil perhitungan untuk seluruh sampel:
47
Tabel 4.11
Total Pembelian EOQ dan Aktual
Periode Agustus - Oktober 2018
No Item Unit Pembelian
EOQ
Pembelian
Aktual Variance
1 Egg Noodle Atom Bulan pcs 518 582 64
2 Bihun AAA pcs 216 220 4
3 Salt kg 130 125 (5)
4 Rice Pandan Wangi kg 1,936 2,000 64
5 Santan Kara ltr 160 172 12
6 Icing Sugar kg 192 202 10
7 Sagu Tani kg 126 129 3
Sumber: Data hasil olahan penulis, 2019.
. Setelah itu adalah perhitungan total cost dengan menggunakan
metode EOQ. Sebagai contoh yaitu seperti perhitungan Rice Pandan Wangi
berikut ini:
Total Cost EOQ = Ordering Cost + Carrying Cost
= Rp. 55.000,- + Rp. 2.381.280,-
= Rp. 2.436.280,-
Dari hasil perhitungan di atas diketahui total cost sebesar untuk Rice
Pandan Wangi sebesar Rp. 2.436.280,- dalam periode 3 bulan. Berikut
merupakan hasil perhitungan untuk seluruh sampel:
48
Tabel 4.12
Total Cost EOQ
Periode Agustus - Oktober 2018
No Item Ordering Cost
(EOQ)
Carrying Cost
(EOQ) Total Cost
1 Egg Noodle Atom Bulan Rp 17,500 Rp 248,640 Rp 266,140
2 Bihun AAA Rp 15,000 Rp 187,920 Rp 202,920
3 Salt Rp 12,500 Rp 133,900 Rp 146,400
4 Rice Pandan Wangi Rp 55,000 Rp 2,381,280 Rp 2,436,280
5 Santan Kara Rp 25,000 Rp 488,000 Rp 513,000
6 Icing Sugar Rp 20,000 Rp 330,240 Rp 350,240
7 Sagu Tani Rp 17,500 Rp 236,880 Rp 254,380
Total Rp 162,500 Rp 4,006,860 Rp 4,169,360
Sumber: Data hasil olahan penulis, 2019.
Tabel 4.12 di atas memperlihatkan biaya pemesanan dan biaya
penyimpanan EOQ yang diperlukan oleh perusahaan, yang mana biaya
tersebut merupakan biaya persediaan selama satu periode atau 3 bulan.
2. Hasil Penelitian Mengenai Perhitungan Safety Stock
Safety stock atau persediaan pengaman bermanfaat dalam memenuhi
kebutuhan persediaan barang saat menunggu barang yang dipesan datang
dengan tujuan supaya hotel tidak mengalami kekurngan barang. Untuk
menghitung safety stock, dibutuhkan data awal yaitu usage rate dan lead
time.
a) Usage Rate
Usage rate atau nilai pemakaian rata-rata adalah nilai rata-rata
dari pemakaian barang dalam satu periode, dimana pada penelitian
ini berarti nilai pemakaian rata-rata dari 7 sampel selama 3 bulan.
49
Berikut merupakan contoh perhitungan usage rate untuk Salt:
oHFcI gFJI = oHFcI pJINqKNMIP ef YFGH eP rIIsH
= 139
92
= 1,51 kg
Hasil perhitungan diatas menunjukkan pemakaian rata-rata Salt
adlaah 1,51 kg atau dibulatkan menjadi 2 kg.
b) Lead Time
Waktu untuk proses selama pemesanan dilaukukan sampai
barang tersebut datang memilki jeda selama 1 hari. Sebagai contoh
yaitu apabila pemesanan dilakukan pada hari Rabu maka barang
tersebut akan datang pada hari Kamis, maka dari itu jeda waktu
sampai barang datang adalah 1 hari.
Dari data-data diatas, kemudian dapat dilakukan perhitungan nilai
persediaan pengaman atau safety stock. Sebagai contoh, perhitungan safety
stock untuk Salt adalah sebagai berikut:
Safety Stock = 50% x Usage Rate x Lead Time
= 50% x 2 x 1
= 1
Nilai safety stock yang dianjurkan untuk item Salt adalah sebanyak 1
kg. Kemudian penerapan perhitungan tersebut akan dilakukan pada semua
sampel, yang hasilnya ada pada tabel berikut:
50
Tabel 4.13
Nilai Safety Stock
Periode Agustus - Oktober 2018
NO Item Unit Usage
Rate
Lead
Time Safety
Stock 1
1 Egg Noodle Atom Bulan pcs 6 1 3
2 Bihun AAA pcs 2 1 1
3 Salt kg 2 1 1
4 Rice Pandan Wangi kg 21 1 10
5 Santan Kara ltr 2 1 1
6 Icing Sugar kg 2 1 1
7 Sagu Tani kg 1 1 1
Sumber: Data hasil olahan penulis, 2019.
Tabel 4.13 menunjukkan bahwa usage rate memiliki nilai yang
berbeda-beda pada tiap barang. Kemudian pada kolom lead time diketahui
waktu tenggang dalam pemesanan barang yaitu 1 hari, dimana waktu
tersebut dibutuhkan mulai dari proses pemesanan sampai barang diterima.
Dapat dilihat dari hasil perhitungan di atas menunjukkan nilai safety stock
dalam satu periode yaitu 3 bulan atau selama 92 hari dengan jumlah
terntinggi yaitu Rice Pandan Wangi sebanyak 10 kg.
3. Hasil Penelitian Mengenai Perhitungan Lead Time
Selama proses pemesanan sampai barang yang dipesan tersebut
datang terdapatt adanya waktu tenggang atau disebut juga dengan lead time.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, di Four Points by Sheraton
Bandung jangka waktu kedatangan barang yaitu 1 hari, maka lead time = 1.
Pada saat tenggang waktu berjalan diperlukan antisipasi kebutuhan
persediaan barang atau disebut dengan anticipated lead time demand. Untuk
51
menghitung anticipated lead time demand dibutuhkan data usage rate dan
lead time yang bisa dilihat dari perhitungan sebelumnya. Berikut adalah
contoh perhitungan anticipated lead time demand untuk Rice Pandan
Wangi:
Anticipated Lead Time Demand = Usage Rate x Lead Time
= 21 x 1
= 21
Nilai antisipasi kebutuhan persediaan barang yang dianjurkan untuk
Rice Pandan Wangi adlah sebanyak 21 kg. Perhitungan diatas kemudian
diterapkan pada semua sampel groceries, yang hasilnya ada pada tabel
berikut:
Tabel 4.14
Nilai Anticipated Lead Time Demand
Periode Agustus - Oktober 2018
NO Item Unit Usage
Rate
Lead
Time Anticipated
Lead Time
Demand 1
1 Egg Noodle Atom Bulan pcs 6 1 6
2 Bihun AAA pcs 2 1 2
3 Salt kg 2 1 2
4 Rice Pandan Wangi kg 21 1 21
5 Santan Kara ltr 2 1 2
6 Icing Sugar kg 2 1 2
7 Sagu Tani kg 1 1 1
Sumber: Data hasil olahan penulis, 2019.
Tabel 4.14 menunjukkan nilai pemakaian rata-rata pada tiap barang
itu berbeda-beda, lalu lead time yaitu 1 hari, dan hasil perhitungan
anticipated lead time demand. Nilai anticipated lead time demand tersebut
52
didapatkan dari hasil perkalian usage rate dengan lead time. Dari Tabel 4.14
dapat dilihat nilai lead time yang ditetapkan yaitu 1 hari dengan nilai
anticipated lead time demand paling tinggi yaitu Rice Pandan Wangi
sebanyak 21 kg dan yang paling srendah yaitu Sagu Tani sebanyak 1 kg.
4. Hasil Penelitian Mengenai Perhitungan Reorder Point
Pada bagian ini adlah perhitungan untuk menentukan titik dimana
harus melakukan pemesanan kembali atau disebut dengan reorder point.
Reorder point ini berguna sebagai acuan dalam menetapkan kapan waktu
yang tepat bagi perusahaan unruk melakukan pemesanan kembali.
Contohnya adalah perhitungan reorder point untuk Rice Pandan Wangi
seperti berikut:
Reorder Point = Anticipated Lead Time + Safety Stock
= 21 + 10
= 31
Nilai reorder point untuk barang Rice Pandan Wangi yang
disarankan adalah sebesar 31 kg.Untuk hasil keseluruhan perhitungan reoder
point semua sampel dapat dilihat di bawah ini:
53
Tabel 4.15
Nilai Reorder Point
Periode Agustus - Oktober 2018
NO Item Unit Safety
Stock
Anticipated
Lead Time
Demand
Reorder
Point
1 Egg Noodle Atom Bulan pcs 3 6 9
2 Bihun AAA pcs 1 2 4
3 Salt kg 1 2 2
4 Rice Pandan Wangi kg 10 21 31
5 Santan Kara ltr 1 2 3
6 Icing Sugar kg 1 2 3
7 Sagu Tani kg 1 1 2
Sumber: Data hasil olahan penulis, 2019.
Tabel 4.15 memperlihatkan nilai safety stock, anticipated lead time
demand dan reorder point untuk setiap sampel barangUntuk nilai reorder
point paling banyak yaitu Rice Pandan Wangi sebanyak 31 kg, sedangkan
yang paling sedikit yaitu Sagu Tani sebanyak 2 kg. Nilai reorder point ini
menunjukkan titik nilai persediaan barang dimana agar terhindar dari
kekurangan persediaan barang maka perusahaan harus melakukan
pemesanan kembali.
B. Pembahasan
Setelah melakukan perhitungan–perhitungan untuk menerapkan metode
EOQ serta menentukan nilai safety stock, lead time, dan reorder point, selanjutnya
penulis akan melakukan analisis permasalahan berdasarkan rumusan masalah
dalam penelitian. Rumusan masalah yang diangkat yaitu bagaimana perhitungan
biaya pemesanan dan biaya penyimpanan di Four Points by Sheraton Bandung,
bagaimana perhitungan safety stock di Four Points by Sheraton Bandung,
54
bagaimana perhitungan lead time di Four Points by Sheraton Bandung, dan
bagaimana perhitungan reorder point di Four Points by Sheraton Bandung.
1. Analisis Perhitungan Biaya Pemesanan dan Biaya Penyimpanan
Dapat dilihat pada analisa mengenai hal–hal yang mempengaruhi
tentang penerapan Economic Order Quantity, yaitu biaya pemesanan
(ordering cost), dan biaya penyimpanan (holding cost). Pada bagian ini
penulis akan menjabarkan mengenai analisis hasil perhitungan biaya
pemesanan dan biaya penyimpanan yang dimana hasilnya juga akan
menunjukkan nilai kuantitas pemesanan ekonomis.
a. Analisis Biaya Pemesanan (Ordering Cost)
Pada tabel 4.10 dapat dilihat data nilai pada biaya pemesanann
dengan menggunakan metode EOQ dan aktual serta selisihnya secara
berurutan untuk 7 sampel barang groceries, yaitu Egg Noodle Atom Bulan
setelah EOQ adalah sebesar Rp 17.500,- dengan frekuensi pemesanan 7 kali,
sedangkan aktual Rp 42.500,- dengan frekuensi pembelian 17 kali, dengan
selisih Rp 25.000,-. Bihun AAA setelah EOQ adalah sebesar Rp 15.000,-
dengan frekuensi pemesanan 6 kali, sedangkan aktual Rp 25.000,- dengan
frekuensi pembelian 10 kali, dengan selisih Rp 10.000,-. Salt setelah EOQ
adalah sebesar Rp 12.500,- dengan frekuensi pemesanan 5 kali, sedangkan
aktual Rp 20.000,- dengan frekuensi pembelian 8 kali, dengan selisih Rp
7.500,-. Rice Pandan Wangi setelah EOQ adalah sebesar Rp 55.000,-
dengan frekuensi pemesanan 22 kali, sedangkan aktual Rp 65.000,- dengan
frekuensi pembelian 26 kali, dengan selisih Rp 10.000,-. Santan Kara
setelah EOQ adalah sebesar Rp 25.000,- dengan frekuensi pemesanan 10
55
kali, sedangkan aktual Rp 60.000,- dengan frekuensi pembelian 24 kali,
dengan selisih Rp 35.000,-. Icing Sugar setelah EOQ adalah sebesar Rp
20.000,- dengan frekuensi pemesanan 8 kali, sedangkan aktual Rp 50.000,-
dengan frekuensi pembelian 20 kali, dengan selisih Rp 30.000,-. Sagu Tani
setelah EOQ adalah sebesar Rp 17.500,- dengan frekuensi pemesanan 7 kali,
sedangkan aktual Rp 27.500,- dengan frekuensi pembelian 11 kali, dengan
selisih Rp 10.000,-. Total biaya pemesanan setelah EOQ adalah Rp
162.500,- sedangkan total aktual adalah Rp 290.000,- sehingga selisihnya
yaitu sebesar Rp 127.500,-. Dari hasil perhitungan tersebut dapat dilihat jika
frekuensi pembelian secara aktual melebihi batas EOQ, sehingga
menyebabkann biaya pemesanan aktual lebih besar dibandingkan dengan
menggunakan EOQ.
Setelah dilakukan analisis terhadap biaya pemesanan oleh penulis,
tabel 4.10 memperlihatkan hasil jika dengan menggunakan metode EOQ
maka biaya pemesanan juga frekuensi pembelian yang diperlukan memiliki
nilai di bawah biaya pemesanan dan frekuensi aktual. Keadaan ini
menunjukkan jika penggunaan metode EOQ berdampak pada nilai biaya
pemesanan yang lebih ekonomis apabila dibandingkan dengan keadaan
aktual.
b. Analisis Biaya Penyimpanan (Carrying Cost)
Nilai biaya penyimpanan bisa didapatkan dngan menghitung nilai
persediaan, dimana nilai persediaan tersebut dapat dilihat pada tabel 4.6,
sedangkan perhitungan untuk nilai biaya penyimpanan sendiri ada di
halaman 40 dan hasil perhitungan keseluruhan sampel ada pada tabel 4.7.
56
Selanjutnya dapat mulai menghitung total biaya penyimpanan dimana
hasilnya ada pada tabel 4.10.
Berdasarkan tabel 4.10 dapat diketahui nilai biaya penyimpanan per
unit untuk 7 sampel barang groceries. Besarnya nominal secara berurutan
yaitu Egg Noodle Atom Bulan Rp 480,-, Bihun AAA Rp 870,-, Salt Rp
1.030,-, Rice Pandan Wangi Rp 1.230,-, Santan Kara Rp 3.050,-, Icing
Sugar Rp 1.720,-, dan Sagu Tani Rp 1.880,-. Dilihat dari data tersebut dapat
dianalisis adanya nilai biaya penyimpanan yang berbeda pada setiap
barangnya, bergantung pada harga barang tersebut. Biaya tersebut adalah
biaya pemeliharaan dalam persediaan yang harus dikeluarkan oleh
perusahaann. Maka dari itu, apabila terjadi kelebihan dalam melakukan
pembelian maka akan menghasilkan penumpukan persediaan di gudang dan
biaya penyimpanan yang diperlukan pun akan semakin besar. Oleh sebab itu
perencanaan dalam pembelian perlu diadakan, dimana salah satunya adalah
dengan menggunakan metode EOQ.
Jika melihat hasil perhitungan biaya penyimpanan EOQ dengan
biaya penyimpanan aktual, maka akan terlihat adanya selisih atau disebut
dengan variance biaya penyimpanan yang dapat dilihat pada tabel 4.10.
Untuk kategori Egg Noodle Atom Bulan setelah dihitung dengan EOQ
adalah sebesar Rp 248.640,- sedangkan aktual adalah Rp 279.360,- dengan
selisih Rp 30.720,-. Bihun AAA setelah dihitung dengan EOQ adalah
sebesar Rp 187.920,- sedangkan aktual adalah Rp 191.400,- dengan selisih
Rp 3.480,-. Salt setelah dihitung dengan EOQ adalah sebesar Rp 133.900,-
sedangkan aktual adalah Rp 128.750,- dengan selisih -Rp 5.150,-. Rice
57
Pandan Wangi setelah dihitung dengan EOQ adalah sebesar Rp 2.381.280,-
sedangkan aktual adalah Rp 2.460.000,- dengan selisih Rp 78.720,-. Santan
Kara setelah dihitung dengan EOQ adalah sebesar Rp 448.000,- sedangkan
aktual adalah Rp 524.600,- dengan selisih Rp 36.600,-. Icing Sugar setelah
dihitung dengan EOQ adalah sebesar Rp 330.240,- sedangkan aktual adalah
Rp 347.440,- dengan selisih Rp 17.200,-. Sagu Tani setelah dihitung dengan
EOQ adalah sebesar Rp 236.880,- sedangkan aktual adalah Rp 242.520,-
dengan selisih Rp 5.640,-. Data di atas menunjukkan jika penggunaan
metode EOQ berdampak pada nilai biaya penyimpanan yang lebih
ekonomis apabila dibandingkan dengan keadaan aktual.
Selanjutnya perhitungan total pembelian dapat dilihat di halaman 46
dan hasilnya ada pada tabel 4.11. Dari tabel tersebut terlihat adanya
perbedaan di dalam menentukan jumlah pembelian ideal barang groceries
dalam periode 3 bulan, dimana untuk sampel Egg Noodle Atom Bulan
pembelian dengan menggunakan EOQ sebesar 518 pcs tetapi pembelian
dalam aktual yaitu sebesar 582 pcs sehingga terjadi kelebihan pemesanan
sebanyak 64 pcs. Bihun AAA pembelian dengan menggunakan EOQ
sebesar 216 pcs tetapi pembelian dalam aktual sebesar 220 pcs sehingga
terjadi kelebihan pemesanan sebanyak 4 pcs. Salt pembelian dengan
menggunakan EOQ sebesar 130 kg tetapi pembelian dalam aktual sebesar
125 kg sehingga terjadi kekurangan pemesanan sebanyak 5 kg. Rice Pandan
Wangi pembelian dengan menggunakan EOQ sebesar 1.936 kg tetapi
pembelian dalam aktual sebesar 2.000 kg sehingga terjadi kelebihan
pemesanan sebanyak 64 kg. Santan Kara pembelian dengan menggunakan
58
EOQ sebesar 160 liter tetapi pembelian dalam aktual sebesar 172 liter
sehingga terjadi kelebihan pemesanan sebanyak 12 liter. Icing Sugar
pembelian dengan menggunakan EOQ sebesar 192 kg tetapi pembelian
dalam aktual sebesar 202 kg sehingga terjadi kelebihan pemesanan
sebanyak 10 kg. Sagu Tani pembelian dengan menggunakan EOQ sebesar
126 kg tetapi pembelian dalam aktual sebesar 129 kg sehingga terjadi
kelebihan pemesanan sebanyak 3 kg.
Dapat dilihat jika frekuensi pembelian EOQ lebih sedikit
dibandingkan frekuensi pembelian aktual. Hal ini disebabkan karena
seringnya melakukan pemesanan barang secara tidak terstruktur. Dengan
melakukan pembelian berdasarkan frekuensi EOQ maka biaya pemesanan
yang harus dikeluarkan oleh pihak hotel akan menjadi lebih rendah.
Hasil perhitungan total cost EOQ untuk 7 sampel barang groceries
secraa berurutan adlah Egg Noodle Atom Bulan Rp 266.140,-, Bihun AAA
Rp 202.920,-, Salt Rp 146.400,-, Rice Pandan Wangi Rp 2.436.280,-,
Santan Kara Rp 513.000,-, Icing Sugar Rp 350.240,-, dan Sagu Tani Rp
254.380,-, dengan total keseluruhan yaitu Rp 4.169.360,-.
Setelah melaksanakan perhitungan sebgai uji coba untuk
menerapkan metode EOQ terhadap 7 sampel, penulis melihat dengan hasil
selisih tersebut artinya dngan menerapkan metode EOQ maka perusahaan
bisa mendapatkan jumlah pembelian yang ekonomis sehingga biaya beban
yang timbul menjadi lebih rendah dibandingkaan data aktual sebelumnya.
Analisis ini berguna supaya perencanaan pembelian yang dilakukan oleh
59
pihak hotel menjadi lebih terstruktur, memenuhi kuantitas yang dibutuhkan
namun tidak berlebih dan teteap sesuai dengan fungsinya.
2. Analisis Perhitungan Safety Stock
Kebutuhan untuk operasional perlu dijaga persediannya supaya tetap
aman dengan menentukan nilai safety stock. Nilai safety stock didapatkan
dari perkalian antara nilai usage rate dan lead time. Cara perhitungannya
dapat dilihat pada halaman 49, dimana kemudian cara perhitungan tersebut
diterapkan pada 7 sampel, sehingga didapatkan hasil seperti pada Tabel
4.13. Hasil perhitungan menunjukkan nilai safety stock untuk 7 sampel
secara berurutan adalah Egg Noodle Atom Bulan sebanyak 3 pcs, Bihun
AAA sebanyak 1 pcs, Salt sebanyak 1 kg, Rice Pandan Wangi sebanyak 10
kg, Santan Kara sebanyak 1 liter, Icing Sugar sebanyak 1 kg, dan Sagu Tani
sebanyak 1 kg. Angka tersebut adalah jumlah ideal untuk persediaan
pengaman yang diperlukan untuk mengantisipasi kebutuhan disaat
pemesanan sedang dilakukan, sehingga tidak terjadi kekosongan di gudang.
3. Analisis Perhitungan Lead Time
Lead time adalah jeda waktu yang muncul saat antara waktu
pemesanan barang sampai datangnya barang tersebut. Lead time ini muncul
disebabkan karena tidak semua pesanan dapat dipenuhi pada saat itu juga
sehingga membutuhkan waktu atau selalu ada jeda. Pada saat tenggang
waktu berjalan diperlukan anticipated lead time demand untuk menjaga
ketersediaan barang selama waktu pemesanan. Nilai anticipated lead time
demand didapatkan dari hasil perkalian usage rate dengan lead time. Dari
Tabel 4.14 dapat dilihat nilai lead time yang ditetapkan yaitu 1 hari dengan
60
nilai anticipated lead time demand masig-masing barang, yaitu Egg Noodle
Atom Bulan sebanyak 6 pcs, Bihun AAA sebanyak 2 pcs, Salt sebanyak 2
kg, Rice Pandan Wangi sebanyak 21 kg, Santan Kara sebanyak 2 liter, Icing
Sugar sebnyak 2 kg, dan Sagu Tani Sebanyak 1 kg. Nilai anticipated lead
time demand akan berbeda-beda pada setiap barang karena tergantung dari
pemakaian rata-rata barang itu sendiri.
4. Analisis Perhitungan Reorder Point
Rumus untuk menentukan nilai reorder point terdapat pada halaman
52, dimana nilai tersebut didapat dari hasil perhitungan dari nilai anticipated
lead time demand ditambah nilai safety stock. Tabel 4.15 memperlihatkan
nilai safety stock, anticipated lead time demand dan reorder point untuk
setiap sampel barang.
Nilai reorder point ini berarti titik dimana pihak hotel harus
melakukan pemesanan kembali dengan tujuan agar persediaan barang selalu
terjaga dan tidak mengalami kekurangan. Untuk nilai reorder point pada
Egg Noodle Atom Bulan sebanyak 9 pcs, Bihun AAA sebanyak 4 pcs, Salt
sebanyak 4 kg, Rice Pandan Wangi sebanyak 31 kg, Santan Kara sebanyak
3 liter, Icing Sugar sebnyak 3 kg, dan Sagu Tani sebanyak 2 kg.
61
BAB V
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Pada bab ini penulis akan mencantumkan simpulan dari hasil penelitian
yang telah dilakukan, serta memberikan rekomendasi kepada pihak Four Points by
Sheraton Bandung sebagai bahan pertimbangan dan evaluasi dalam melakukan
pengendalian persediaan barang groceries untuk kedepannya.
A. Simpulan
Setelah melakukan penelitian dan menganalisis data yang
didapatkan dari Four Points by Sheraton Bandung, terdapat beberapa
simpulan yang dapat ditarik, antara lain:
1. Economic Order Quantity (EOQ) merupakan sebuah metode
pengendalian persediaan barang yang mengatur nilai jumlah ekonomis
pemesanan saat melakukan pembelian barang dilihat dari biaya
pemesanan dan biaya penyimpanan, serta untuk mengetahui berapa
kali pemesanan ekonomis yang harus dilakukan. Dengan penerapan
EOQ jumlah barang yang ada di gudang aka tekontrol dengan baik
sehingga menghindari adanya penumpukan attau kekurangan bahan
dasar makanan. Berdasarkan tabel 4.10 menunjukkan biaya
pemesanan dengan metode EOQ memiliki nilai yang lebih rendah
dibandingkan dengan aktual. Dari hasil tersebut bisaa disimpulkan
jika pemesanan yang dilakukan oleh pihak hotel belum optimal jika
dibandingkan dengan pemesanan setelah EOQ. Oleh karena itu,
penetapan nilai pembelian barang dengan EOQ akan menghasilkan
61
62
jumlah yang lebih ekonomis dan biaya yang harus dikeluarkan oleh
pihak hotel relatif lebih rendah daripada biaya aktual sebelumnya
2. Safety stock atau nilai persediaan pengaman akan berpengaruh
terhadap waktu pemesanan, namun pihak hotel belum mengadakan
penetapan nilai tersebut. Dengan perhitungan ini, hotel dapat
merencanakan pembelian dengan lebih mudah. Hasil perhitungan
menunjukkan nilai safety stock dapat dilihat pada tabel 4.13. Nilai
tersebut dapat dikatakan aman untuk memenuhi kebutuhan persediaan
braang pada saat barang groceries sedang dalam proses pemesanan.
3. Lead time atau waktu tenggang, dibutuhkkan antara waktu saat
pemesanan barang sampai datangnya barang itu sendiri. Pada waktu
tersebut berjalan diperlukan anticipated lead time demand untuk
menjaga ketersediaan barang selama waktu pemesanan. Nilai lead
time yang ditetapkan yaitu 1 hari dengan hasil perhitungan nilai
anticipated lead time demand masig-masing barang, dimana hasil
perhitungannya dapat dilihat pada tabel 4.14.
4. Reorder point atau titik pemesanan kembaliakan menjadi acuan dalam
memutuskan kpaan waktu yang tepat untuk melakukan pemesanan
kembali. Nilai reorder point pada sampel yang telah dihitung dapat
dilihat pada tabel 4.15. Perhitungan tersebut perlu dilaksanakan guna
terhindar dari kondisi kekurangan ataupun kelebihan persediaan
barang di gudang. Sebab jika terjadi kekurangan persediaan maka
proses berjalannya operasional akan terhambat, selain itu jika
63
persediaan yang ada terlalu berlebihan maka akan menyebabkann
hotel perlu mengeluarkan biaya yang lebih besar.
B. Rekomendasi
Berdasarkan hasil analisis yang telah penulis lakukan, serta setelah
ditarik kesimpulan sebagaimana telah dijabarkan sebelumnya, penulis
mencoba untuk memberikan beberapa rekomendasi untuk pihat Four Poins
by Sheraton Bandung berkaitan dengan pengendalian persediaan barang
groceries. Berikut adalah beberapa rekomendasi penulis:
1. Pihak Four Points by Sheraton Bandung dapat menerapkan metode
EOQ dalam menentukan jumlah pemesanan dan frekuensinya. Karena
persediaan barang termasuk pada salah satu pengeluaran hotel yang
besar, maka agar pengendalian persediaan dapat berjalan dengan
optimal, melakukan perencanaan pembelian dengan memperhatikan
jumlah pemesanan ekonomis merupakah hal yang penting. Oleh sebab
itu, jumlah pemesanan ekonomis ini dpat menekan biaya-biaya untuk
persediaan yang perlu dikeluarkan oleh hotel menjadi lebih rendah,
seperti biaya pemesanan dan penyimpanan. Jumlah pemesanan yang
ekonomis tersebut didapatkan dari perhitungan setelah menggunakan
metode EOQ.
2. Pihak Four Points by Sheraton Bandung dapat menetapkan nilai safety
stock dalam melakukan oengendaliaan persediaan supaya terhindar
dari kekosongan barang pada akhir periode dan juga menjaga
persediaan supaya ada dalam keadaan aman sewaktu masa pemesanan
sedang berjalan.
64
3. Pihak Four Points by Sheraton Bandung dapat menjaga ketersediaan
barang apabila terdapat hambatan pada kedatangan barang saat masa
lead time, yaitu dengan menetapkan nilai anticipated lead time
demand.
4. Pihak Four Points by Sheraton Bandung dapat menetapkan nilai
reorder point yang tepat dan ideal sesuai dengan kebutuhan
operasional sehingga menguntungkan perusahaan karena terhindar
dari kebutuhan operasional yang mendadak, kurangnya persediaan
barang maupun jumlah pemesanan berlebihan yang akan berakibat
pada menumpuknya modal perusahaan.
65
DAFTAR PUSTAKA
Agus, E. & Ratih, D. (2011) Metode Penelitian Kuantitatif Untuk Administrasi
Publik dan Masalah-Masalah Sosial. Yogyakarta: Gaya Media.
Assauri, S. (2008). Manajemen Operasi Dan Produksi. Jakarta: Lembaga penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Atmaja, L.S. (2001) Manajemen Keuangan: Edisi Revisi. Yogyakarta: Andi.
Bahagia, S. N. (2006). Sistem Inventori. Bandung: Penerbit ITB.
Bardi, J.A. (2003). Hotel Front Office Management. Kanada: John Wiley and
Sons, Inc.
Feinstein, A.H. & Stefanelli, J.M. (2008). Purchasing selection and Procurement
for The Hospitality Industry 7th
edition. New Jersey: John Wiley and Sons,
Inc.
Hamidi. 2004. Metode Penelitian Kuantitatif: Aplikasi Praktis Pembuatan
Proposal dan Laporan Penelitian. Malang: UMM Press.
Heizer, J. & Render, B., 2011, Operations Management 10th
edition, New Jersey:
Prentice Hall-Inc.
Herjanto, E., 2008, Manajemen Operasi, Jakarta: Grasindo.
Indrajit, R.E. & Djokopranoto, R., 2011, Strategi Manajemen Pembelian dan
Supply Chain, Jakarta: Grasindo.
Irham F., 2014, Manajemen Produksi dan Operasi, Bandung: Alfabeta.
Keown, A. J., Martin, J. D., Petty, J. W., dan Scott, D. F. (2005). Financial
Management: International Edition. New Jersey: Prentice Hall.
Margaretha F., 2004, Teori dan Aplikasi, Manajemen Keuangan, Investasi dan
Sumber Dana Jangka Pendek, Jakarta: Grasindo.
Nafarin, M., 2004, Penganggaran Perusahaan, Jakarta: Salemba Empat.
Rangkuti, F., 2004, Manajemen Persediaan Aplikasi di Bidang Bisnis, Jakarta:
Erlangga.
Riyanto, B. (2008). Dasar-dasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta: Penerbit
GPFE.
Spears, M.C., & Gregoire, M. B. (2003). Foodservice Organizations. New Jersey:
Prentice-Hall Inc.
66
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sukmadinata. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Remaja
Rosadakarya.
Umar, H. (2005). Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
Weele, A. J. V. (2010). Purchasing and Supply Chain Management, 5th
edition.
Cengege Learning: London.
Widanaputra. (2009). Akuntansi Perhotelan Pendekatan SIA. Yogyakarta: Graha
Ilmu.
Witjaksono, A. (2006). Akuntansi Biaya. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Wiyasha, I. (2011). F&B Cost Control: Untuk Hotel dan Restoran. Yogyakarta:
Andi.
67
LAMPIRAN
BIODATA PENULIS
A. DATA PRIBADI
1. Nama : Sabila Rasyad
2. Tempat Lahir : Bandung
3. Tanggal Lahir : 24 April 1997
4. Agama : Islam
5. Alamat : Jl. Binong Tengah No. 7 RT 005/002 Bandung
B. DATA ORANG TUA
1. Nama Ibu : Masyrikiah
2. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
3. Alamat : Jl. Binong Tengah No. 7 RT 005/002 Bandung
C. PENDIDIKAN FORMAL
1. Sekolah Tingi Pariwisata Bandung 2015 – 2019
2. SMKN 9 Bandung 2012 – 2015
3. SMPN 13 Bandung 2009 – 2012
4. SD Kartika X-1 Bandung 2003 – 2009
D. PENGALAMAN KERJA
1. Job training di Padma Hotel Bandung Departemen F&B Product
Periode Februari – Agustus 2014.
2. Job training di Four Points by Sheraton Bandung Departemen Front
Office Periode Januari - Juli 2017.
3. Job training di Grand Mercure Bandung Setiabudi Departemen
Finance & Accounting Periode Juli 2018 – Januari 2019.