pengencerkan semen babi dengan ekstrak buah … filepenggunaan inseminasi buatan pada babi telah...
TRANSCRIPT
PENGENCERKAN SEMEN BABI DENGAN EKSTRAK BUAH
TOMAT (Solanum lycopersicum) DALAM UPAYA
MEMPERTAHANKAN KUALITAS SPERMATOZOA DAN
JUMLAH ANAK YANG LAHIR A.A. P. P. Wibawa
1), I N. Ardika
1), N.L.G. Sumardani
1) dan M. Wirapartha
1)
1)Fakultas Peternakan Universitas Udayana
ABSTRAK
Penelitian telah dilaksanakan di Depo Sperma Peternakan Gianyar selama empat
bulan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari kualitas semen babi
yang diencerkan dengan ekstrak buah tomat (Solanum lycopersicum). Rancangan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan acak l kelompok ( RAK)
dengan empat perlakuan yaitu T0 = semen segar, T1= semen segar ditambah 2,5%
ekstrak buah tomat, T2 = semen segar ditambah 5,0% ekstrak buah tomat, T3 =
semen segar ditambah 7,5% ekstrak buah tomat dan dua kelompok yang
dibedakan berdasarkan kisaran beranak. Kelompok I adalah induk babi yang
pernah beranak empat kali, kelompok II adalah induk babi yang telah beranak
lima kali. Setiap unit penelitian menggunakan dua ekor babi landrace sehingga
jumlah induk babi seluruhnya 16 ekor. Variabel yang diamati dalam penelitian ini
adalah volume, bau, pH, warna, kekentalan, gerakan masa, gerakan individu,
konsentrasi dan spermatozoa yang hidup baik pada semen yang segar maupun
semen yang telah diencerkan dengan ekstrak buah tomat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengenceran semen dengan konsentrasi ekstrak buah tomat
5,0%(T2) dan 7,5%(T3) dapat mempertahankan kualitas semen yang sama dengan
semen segar (T0), sedangkan pengenceran dengan 2,5% (T1) ekstrak buah tomat
menghasilkan kualitas semen jauh lebih rendah dari semen segar. Pengenceran
semen dengan konsentrasi ekstrak buah tomat 5,0%(T2) dan 7,5%(T3)
menghasilkan jumlah anak yang tidak jauh berbeda dengan semen segar,
sedangkan pengenceran dengan konsentrasi 2,5%(T1) menghasilkan jumlah anak
lebih sedikit. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pengenceran dengan
konsentrasi ekstrak buah tomat 5,0% dan 7,5% dapat mempertahankan kualitas
semen yang sama dengan semen segar, sedangkan penenceran dengan 2,5%
ekstrak buah tomat menghasilkan kualitas semen jauh lebih rendah dari semen
segar dan jumlah anak lebih sedikit.
Kata kunci: semen, pengenceran, ekstrak buah tomat, jumlah anak.
DILUTED SEMEN PORK WITH TOMATO FRUIT
EXTRACT (Solanum lycopersicum) IN EFFORTS TO
MAINTAIN THE QUALITY OF SPERMATOZOA AND
LITTER SIZE
A A. Pt. Putrawibawa1)
, I N. Ardika1)
, L.G. Sumardani1)
and I M. Wirapartha1)
1) Faculty of Animal Husbandry Udayana University
ABSTRACT
The research has been conducted in Depo Sperma Peternakan Gianyar for
four months. The purpose of this study was to study the quality of pig semen
diluted with tomato extract (Solanum lycopersicum).
The design used in this study was a randomized block design with four treatments:
T0 = fresh semen, T1 = fresh semen plus 2.5% tomato extract, T2 = fresh semen
plus 5.0% tomato extract, T3 = Fresh semen plus 7.5% tomato extract and two
groups distinguished by the range of sow. Group I was the sow who had four
born, group II was a sow who had five born. Each research unit uses two landrace
pigs so that the total number of sow is 16 heads. The variables observed in this
study are volume, odor, pH, color, viscosity, mass movement, individual
movement, concentration and live spermatozoa in both fresh and semen that has
been diluted with tomato extract. The results showed that semen dilution with
concentration of tomato extract of 5.0% (T2) and 7.5% (T3) could maintain the
same semen quality as fresh semen (T0), while dilution with 2.5% (T1) extract
tomatoes produce a much lower quality of semen than fresh semen. Dilution of
semen with a concentration of tomato extract of 5.0% (T2) and 7.5% (T3) yielded
litter size not significant different when compared with fresh semen, whereas
dilution with 2.5% concentration (T1) resulted in fewer litter size. From the result
of the research, it can be concluded that dilution with concentration of tomato
extract 5,0% and 7,5% can maintain the same semen quality with fresh semen,
whereas dilution with 2.5% tomato extract yielded semen quality much lower than
fresh semen and resulted in fewer litter size.
Keywords: semen, dilution, tomato extract, litter size.
PENDAHULUAN
Babi merupakan ternak penghasil daging yang cukup produktif dan banyak
dikembangkan oleh peternak dibandingkan dengan ternak lain. Pada saat ini
peternakan babi diusahakan secara intensif guna memenuhi kebutuhan daging
yang semakin meningkat dan sebagai pemenuhan gizi masyarakat serta berbagai
kepentingan lain termasuk sebagai komoditi eksport dan sumber devisa
(Girisonta, 1989).
Babi yang dipelihara secara intensif memerlukan perhatian yang lebih,
sungguh-sungguh pada semua aspek kehidupannya. Kelalaian dan ketidak
pedulian terhadap kehidupan babi tersebut menyebabkan kegagalan atau
kemerosotan produksi atau bahkan dapat mengganggu lingkungan usaha. Usaha
peternakan besarpun belum dapat menjamin keberhasilan usaha karena peternakan
babi merupakan industri yang bergerak dengan dukungan ilmu dan teknologi
(Aritonang, 1993).
Beberapa teknologi telah dikembangkan untuk dapat meningkatkan
produksi babi. Teknik-teknik tersebut untuk meningkatkan efisiensi reproduksi
dari individu unggul sebagai penghasil bibit atau pengembangbiakan pada
generasi berikutnya. Teknik tersebut adalah Inseminasi Buatan (IB), yang telah
terbukti efektif dalam menyebar luaskan bibit pejantan dengan materi genetik
yang unggul.
Penggunaan inseminasi buatan pada babi telah berkembang cukup baik.
Semen dengan mudah dapat dikumpulkan dari pejantan kemudian
diinseminasikan kedalam saluran reproduksi babi induk. Keuntungan inseminasi
buatan pada babi yaitu dapat mengurangi penyebaran penyakit, pemanfaatan
pejantan unggul, penghematan waktu dan biaya dan dapat memanfaatkan pejantan
unggul yang tidak mampu kawin. Melalui program inseminasi buatan pejantan
unggul dapat digunakan secara efektif dan efisien (Toelihere, 1985).
Dalam penerapan inseminasi buatan faktor yang berpengaruh untuk
keberhasilannya adalah kualitas dari semen babi itu sendiri dan untuk
memperbanyak dosis inseminasi perlu semen yang bersangkutan diencerkan.
Selama ini telah banyak usaha yang dilakukan untuk mendapatkan bahan
pengencer yang sesuai dengan kehidupan spermatozoa agar dapat bertahan hidup
dengan fertilitas yang optimum. Pengenceran semen dengan bahan pengencer
tertentu bertujuan untuk memperbanyak volume, menydiakan zat-zat makanan
sebagai sumber energy bagi spermatozoa, mengatur pH dengan mengatur larutan
buffer, mengatur keseimbangan elektrolit, mencegah pertumbuhan bakteri dengan
menambah antibiotika dan melindungi spermatozoa dari pengaruh temperatur
pada waktu penyimpanan (Hafez, 1987).
Pengenceran semen dengan bahan pengencer sederhana dapat digunakan
antara lain sitrat kuning telur, fosfat kuning telur, air susu dan air kelapa (Djanuar,
1985). Selanjutnya pelarut kimia lebih komplek dan umum digunakan adalah
Illionis Variable Temperature (IVT, Belltsvile Liquid Extennder (Bl-1)) dan Keiv
(Dircks et al., 1990).
Susilawati dan Hernawati (1992) menyatakan bahwa bahan pengencer
lokal seperti ekstrak buah tomat dan buah papaya dapat digunakan sebagai
pengencer semen domba. Ekstrak buah tomat mempunyai kandungan zat yang
dapat menunjang kebutuhan hidup spermatozoa seperti protein, vitamin, mineral,
karbohidrat dan lemak.
Berdasarkan hal diatas, maka perlu dilakukan penelitian mengenai
pengenceran semen babi dengan ekstrak buah tomat (Solanum lycopersicum)
dengan harapan mampu mempertahankan kualitas spermatozoa dan jumlah anak
yang dilahirkan. Hal ini dapat dikaitkan dengan penyediaan semen babi untuk
diinseminasi, mengingat jumlah pejantan babi unggul sebagai pemacek sampai
saat ini masih sangat terbatas.
MATERI DAN METODE
Materi
1. Ternak.
Ternak yang digunakan pada penelitian ini adalah tiga ekor babi landrace
jantan berumur ± 2 tahun untuk diambil semennya dengan cara massage. Hasil
ejakulat dari ketiga pejantan tersebut digabung menjadi satu kemudian
dihomogenkan dan dibagi sesuai dengan perlakuan. Jumlah induk babi yang
digunakan sebanyak 16 ekor terbagi menjadi dua kelompok yaitu induk babi yang
telah melahirkan empat kali dan lima kali.
2. Pakan
Pakan yang diberikan pada pejantan dan induk babi landrace tersaji pada tabel
1 dan tabel 2 dibawah ini.
Tabel 1. Komposisi bahan pakan yang diberikan pada babi pejantan dan induk
babi.
Bahan Pakan (Kg) Pejantan Induk
Jagung kuning
Katul
Tepung tulang
Dedak gandum
Premix B
51,5
25
7
15
1,5
56
25
5
12,5
1,5
Total 100 100
Tabel 2. Komposisi zat-zat makanan dalam ransum babi pejantan dan induk babi
Zat makanan Pejantan Standar Induk Standar
Energy metabolism (Kkal/kg)
Protein kasar (%)
Lemak kasar (%)
Serat kasar (%)
Kalsium (%)
Fospor (%)
Histidin (%)
Isoleusin (%)
Leusin (%)
Lisin (%)
Metionin (%)
Penilalanin (%)
Treonin (%)
Triptopan (%)
Valine (%)
3160
14,3
6,09
4,32
0,64
0,55
0,54
0,98
1,43
1,63
0,56
1,01
0,93
0,22
1,16
3200
14,5
7-10
3-8
0,75
0,5
0,39
0,39
0,7
0,42
0,36
0,85
0,43
0,12
0,55
3201
13,2
6,05
4,10
0,47
0,49
0,49
0,88
1,21
1,37
0,48
0,91
0,83
0,19
1,034
3200
14
7-10
3-8
0,75
0,5
0,15
0,37
0,42
0,43
0,23
0,52
0,34
0,09
0,46
3. Kandang
Kandang terbuat dari anyaman besi, lantai beton, dan atap asbes. Ukuran
kandang 3x3x1 meter untuk pejantan dan untuk induk babi 2,5x3x1 meter.
4. Alat-alat.
Alat yang digunakan adalah tabung reaksi, saringan, aluminium foil, spuit
masing-masing 1 ml, 3 ml, dan 10 ml, coper glass, objek glass, mikroskop, api
Bunsen, batang pengaduk, hemocytometer, kasa steril, kain lap, dan kertas
lakmus.
Metode
1. Tempat dan Waktu Penelitian
Pengambilan dan evaluasi semen dilakukan di Depo Sparma Dinas
Peternakan Kabupaten Gianyar. Penelitian dilaksanakan selama empat bulan.
2. Penampungan Semen
Sebelum penampungan semen dilakukan alat penampungan semen terlebih
dahulu disterilkan. Demikian juga bulu-bulu disekitar prepotium babi pejantan
dicukur agar tidak terpegang/ketarik sewaktu menangkap ujung penis.
Pejantan yang telah terlatih akan menaiki induk buatan (dummy sow), urut-
urut prepotium dan scrotum untuk merangsang pejantan mengeluarkan penisnya.
Segera pegang ujung penis yang berbentuk bulir (derat) waktu dikeluarkan.
Usahakan jari tengah dan jari manis berada diantara lekukan bulir-bulir tersebut
serta lubang saluran penis berada diluar genggaman.
Lakukan pijatan lembut berirama pada bagian penis yang terpegang untuk
merangsang pengeluaran semen. Sesekali lakukan sentuhan lembut pada ujung
penis atau batang penis dengan ibu jari. Biarkan terbuang cairan bening yang
pertama kali keluar dari penis karena selain tidak mengandung spermatozoa juga
kemungkinan mengandung bibit penyakit. Penampungan semen baru dilakukan
ketika keluar cairan yang berwarna putih. Alat penampung semen dapat dipakai
gelas yang pada permukaannya ditutup dengan penyaringan berupa kain kasa
yang steril.
Penampungan dilakukan sampai babi pejantan tidak mengeluarkan semen
lagi, penis melemah, pejantan menarik penis kedalam prepotiumnya dan turun
dari induk buatan. Proses penampungan dapat berlangsung antara 10-15 menit
dengan volume semen berkisar antara 100-250 ml atau lebih.
3. Pembuatan Bahan dan Pengenceran Semen
a. Buah tomat yang matang dibersihkan dengan air, kemudian ditimbang
beratnya. Masing-masing 1,5 g, 3,0 g, dan 4,5 g. selanjutnya diblender
dan masing-masing ditempatkan pada beker glas.
b. Masing-masing beker glas ditambahkan aquades sebanyak 60 ml.
selanjutnya diaduk sampai homogen dan disaring dengan menggunakan
kasa steril sehingga kadar ekstrak buah tomat dalam aquades masing-
masing 2,5%, 50% dan 7,5%.
c. Ekstrak buah tomat selanjutnya ditambahkan larutan penyangga fosfat
dengan perbandingan 1:4 antara ekstrak buah tomat dengan penyangga
fosfat.
d. Tambahkan antibiotika streptomycin sebanyak 1000 µ/ml kedalam bahan
pengencer dan diaduk sampai homogen.
e. Semen yang telah ditampung kemudian diencerkan dengan ekstrak buah
tomat dengan kadar 2,5%, 50% dan 7,5% dengan perbandingan 1:3 antara
semen dan bahan pengencer.
4. Evaluasi Semen
Setelah semen ditampung dilakukan evaluasi secara makroskopis dan
mikroskopis yang meliputi:
A. Makroskopis
a. Volume. Volume semen diukur setelah penampungan dengan
menggunakan gelas ukur.
b. Bau. Pemeriksaan bau dilaksanakan setelah semen ditampung kemudian
dibandingkan antara semen segar dengan semen yang telah diencerkan
dengan ekstrak buah tomat.
c. Warna. Pengamatan warna semen dilaksanakan setelah semen ditampung
dan diencerkan dengan berbagai pengencer ekstrak buah tomat.
d. pH. Pengamatan pH semen dilakukan dengan kertas lakmus. Kertas
lakmus dicelupkan kedalam semen yang telah ditampung dan diencerkan
dengan berbagai ekstrak buah tomat, kemudian dicocokkan dengan warna
standar yang tersedia sesuai dengan pH tertentu.
e. Kekentalan. Untuk pemeriksaan kekentalan semen dilakukan dengan cara
menggoyang-goyangkan tabung reaksi yang telah berisi semen secara
perlahan-lahan.
B. Mikroskopis
a. Gerakan Massa
Untuk mengamati gerakan massa semen dilakukan dengan menggunakan
mikroskop dengan urutan kerja sebagai dibawah ini.
1. Tabung reaksi yang berisi semen digoyang-goyangkan sampai homogen.
Semen diambil dengan batang glas steril dan ditaruh pada objek glas.
2. Dilakukan mengamatan dibawah mikroskop dengan pembesaran 10x10
akan terlihat gerakan seperti gelombang. Ada empat katagori gelombang
masa yaitu: 1). Sangat baik sekalai (+++), bila gelombang besar, tebal dan
bergerak aktif. 2). Baik (++), bila gelombang tipis, jarang, kurang jelas,
dan bergerak lamban. 3). Lumayan (+), bila gerakan gelombang tidak
terlihat hanya gerakan individu aktif progresif. 4). Buruk (0), bila hanya
sedikit atau tidak ada gerakan individu.
b. Gerakan Individu
Gerakan individu diamati dibawah mikroskop dengan pembesaran 45x10,
pada selapis tipis semen diatas objek glas yang ditutup penutup akan terlihat
gerakan individu. Kemudian dilakukan penghitungan gerakan individu dengan
empat kali lapang pandang dan hasilnya dirata-ratakan.
c. Konsentrasi Spermatozoa
Alat yang digunakan untuk menghitung konsentrasi spermatozoa adalah
hemocytometer, dengan prosedur kerja sebagai berikut.
1. Semen digoyang-goyangkan sampai homogen. Semen diisap sebanyak
0.005 ml dengn pipet hemocytometer atau sampai sekala 0,5.
2. Larutan NaCl 3% diisap sampai skala 101, lalu ujung pipetnditutup dengan
ibu jari dan jari tengah. Larutan dihomogenkan dengan cara diayun-
ayunkan membentuk angka delapan.
3. Larutan dalam pipet dibuang 4-5 tetes. Selanjutnya diteteskan kedalam
glas objek hemocytometer tepat di tepi penutup glas penutup sehingga
larutan menyebar keseluruh bagian.
4. Penghitungan konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan menghitung
jumlah spermatozoa pada lima kotak yaitu empat kotak disetiap sudut dan
satu kotak ditengah dengan pembesaran 45x10. Apabila spermatozoa pada
kelima kotak adalah A maka konsentrasi spermatozoa adalah Ax107/ml
semen.
d. Spermatozoa hidup
Untuk menghitung spermatozoa yang hidup digunaka metode pewarnaan
dengan urutan kerja sebagai berikut:
1. Pewarna yang dipakai adalah eosin-negrosin sitrat dengan komposisi 0,1 g
eosin + 0,5g negrosin + 2,5 g Na citrate + 100 ml aquades.
2. Tabung yang berisi semen segar digoyang-goyangkan dengan hati-hati
sampai homogen. Semen diambil dengan batang steril dan ditaruh pada
objek glas. Kemudian ditambahkan satu tetes zat warna, dihomogenkan
dengan memutar ujung batang glas pada campuran yang ada pada objek
glas.
3. Setelah homogeny dibuat preparat ulas dengan cara semen diambil dengan
batang glas ditaruh pada objek glas, kemudian ambil satu tetes campuran
iosin-negrosin, kemudian dibuat ulas.
4. Penghitungan dilakukan dibawah mikroskop dengan pembesaran 10x45,
sperma yang berwarna merah adalah spermatozoa yang mati dan yang
tidak berwarna adalah spermatozoa hidup. Penghitungan dilakukan
sampai 200 spermatozoa untuk menentukan persentase spermatozoa yang
hidup.
5. Inseminasi Buatan.
Sebelum inseminasi terlebih dahulu dilakukan penyerentakan berahi pada
induk babi dengan menyuntikan prostavet yang mengandung PGF2α. Penyuntikan
dilakukan dua kali dengan dosis 5 mg/ekor. Pengulangan penyuntikan kedua
dilaksanakan pada hari ketujuh dan berahi akan muncul 2-3 hari setelah
penyuntikan yang kedua. Inseminasi dilakukan pada hari kedua sejak mulai
munculnya berahi.
6. Rancangan Percobaan
Rancangan penelitian yang diterapkan adalah rancangan acak kelompok
(RAK) dengan empat perlakuan dan dua kelompok. Keempat perlakuan yaitu
T0= semen tanpa diencerkan, T1 = semen diencerkan dengan 2,5% ekstrak buah
tomat, T2 = semen diencerkan dengan 5,0% ekstrak buah tomat, dan T3 = semen
diencerkan dengan 7,5% ekstrak buah tomat. Masing-masing perlakuan diulang
sebanyak tiga kali. Kelompok I adalah induk babi yang telah beranak empat kali
dan kelompok II adalah induk babi telah beranak lima kali. Masing-masing
kelompok menggunakan dua ekor induk babi landrace sebagai ulangan. Dengan
demikian jumlah induk babi seluruhnya 4x2x2 = 16 ekor.
7. Variabel yang Diamati
Variabel yang diamati adalah kualitas semen tanpa dan diencerkan
dengan ekstrak buah tomat yang meliputi:
a. Pemeriksaan makroskopis terdiri atas volume, bau, warna, pH dan
kekentalan.
b. Pemeriksaan mikroskopis terdiri atas gerakan masa, gerakan individu,
konsentrasi spermatozoa, persentase spermatozoa hidup.
c. Jumlah anak yang dilahirkan
8. Analisis Data
Data gerakan masa, bau, warna, kekentalan, pH dan volume semen
dianalisis dengan analisis deskripsi, sedangkan data konsentrasi spermatozoa,
persentase spermatozoa hidup dan gerakan individu dianalisis dengan analisis
ragam (Steel dan Torrie, 1989).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan makroskopis ketiga ekor pejantan babi landrace menghasilkan
semen sebanyak 800 ml, dan setiap pejantan masing-masing menghasilkan 267
ml. Hardjopranjoto (1984) menyatakan bahwa babi landrce dapat menghasilkan
semen berkisar antara 214-293 ml. Dalam penelitian ini menggunakan volume
semen yang diinseminasikan sebanyak 100 ml untuk semua perlakuan (Tabel 3).
Volume 100 ml yang digunakan ini merupakan volume yang dianjurkan untuk
digunakan dalam satu dosis inseminasi. Hardjopranjoto (1984) menyatakan untuk
melakukan inseminasi pada ternak babi menggunakan volume berkisar antara 50-
100 ml dengan mempertimbangkan konsentrasi spermatozoa yang terkandung.
pH semen segar (T0) pada penelitian ini adalah 7,0. Toelihere (1981)
menyatakan pH ini masih berada pada kisaran normal antara 7,0-7,4. Setelah
diencerkan dengan berbagai konsentrasi ekstrak buah tomat, perlakuan T1, T2,
dan T3 mempunyai pH yang sama dengan semen segar yaitu 7,0 (Tabel 3 ). Hal
ini disebabkan karena bahan pengencer yang dibuat menggunakan PBS
(Phosphate Buffer Saline) mempunyai pH standar 7,0.
Tabel 3. Volume, pH, Bau, Warna, Kekentalan Semen dan Gerakan Masa
Spermatozoa yang Diencerkan dengan Ekstrak Buah Tomat.
Variabel Perlakuan
T0 T1 T2 T3
Volume 100 100 100 100
Ph 7,0 7,0 7,0 7,0
Bau Khas Tomat Tomat Tomat
Warna Krem Bening Bening Bening
Kekentalan Baik Encer Encer Encer
Gerakan masa +++ + + +
Keterangan:
1) T0= semen segar, T1 = Semen segar + 2,5% ekstrak buah tomat, T2 = Semen segar +
5,0% ekstrak buah tomat, T3 = Semen segar + 7,5% ekstrak buah tomat.
Bau semen segar (T0) mempunyai bau semen yang khas, sedangkan semen
yang diencerkan dengan ekstrak buah tomat (T1, T2, dan T3) terjadi perubahan
bau dengan sedikit berbau tomat. Hal ini disebabkan karena pengaruh aroma buah
tomat sebagai bahan pengencer.
Warna semen segar (T0) didapat berwarna krem, merupakan warna semen
yang normal pada ternak babi (Toelihere, 1981). Semen setelah diencerkan (T1,
T2, dan T3) warnanya menjadi agak bening (Tabel 3). Hal ini disebabkan bahan
pengencer sebagai pelarut ekstrak buah tomat Phosphate Buffer Saline berwarna
bening.
Kekentalan semen perlakuan T1, T2, dan T3 menjadi lebih encer
dibandingkan dengan T0 (Tabel 3). Pengenceran semen babi dilakukan dengan
perbandinagan 1:3 antara semen segar dan bahan pengencer, dengan
mempertimbangkan konsentrasi spermatozoa per satu dosis inseminasi.
Pengenceran semen babi masih bisa dilakukan 4-5 kali tanpa mempengaruhi
fertilitas asalkan konsentrasi spermatozoa masih mencukupi (Putra, 2001).
Pemeriksaan gerakan masa semen segar (T0) memberikan hasil +++ (Tabel
4) yang berarti bahwa gerakan masa tersebut dapat dikatagorikan baik sekali.
Gerakan masa spermatozoa dipengaruhi oleh konsentrasi spermatozoa terkandung
didalam semen. Semakin tinggi konsentrasi spermatozoase makin baik dan
semakin tebal gerakan gelombangnya. Setelah pengenceran, perlakuan T1, T2,
dan T3 gerakan gelombang masa semakin berkurang ditandai dengan gelombang
yang semakin kecil dan berwarna agak terang. Ini disebabkan dari pengaruh
pengenceran sehingga konsentrasi spermatozoa yang terdapat pada semen menjadi
lebih rendah.
Konsentrasi spermatozoa yang didapat pada semen segar sebanyak 150
juta/ml semen (Tabel 4). Konsentrasi ini merupakan konsentrasi yang sangat baik
bagi seekor pejantan babi. Putra (2001) mendapatkan konsentrasi spermatozoa
babi berkisar antara 100-150 juta/ml semen. Perlakuan dengan pengenceran (T1,
T2, dan T3) mempunyai konsentrasi masing-masing 4,9 juta/ml, 50 juta/ml dan
48,9 juta/ml. Konsentrasi ini sesuai dengan Toelihere (1981) yang menyatakan
bahwa pada babi cukup menggunakan konsentrasi spermatozoa (4-5)x109/ml.
Menurut Sorensen (1979) konsentrasi spermatozoa babi minimal untuk bias
dipakai untuk inseminasi sebanyak 2x109/ml.
Persentase gerakan individu yang bergerak progresif perlakuan T0, semen
yang telah diencerkan (T1, T2, dan T3) masing-masing 95,0; 76,5, 93,5 dan 94,0
seperti terlihat pada tabel 4. T0 mempunyai gerakan individu progresif jauh lebih
baik dengan T1 (P<0,01) dan tidak berbeda nyata (P>0,05) dengan T2 dan T3.
Sedangkan antara T2 dan T3 menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05).
Hal ini berarti bahwa pengenceran dengan ekstrak buah tomat perlakuan T2 dan
T3 berpengaruh terhadap gerakan individu progresif, sebaliknya T1 mempunyai
gerakan individu progresif yang lebih rendah. Hal ini disebabkan oleh
konsentrasi buah tomat 2,5% kurang mampu mempertahankan persentase gerakan
individu spermatozoa yang progresif. Gerakan individu T1 yang paling rendah
dibandingkan dengan T0, T2, dan T3 ini berkaitan dengan nilai gizi buah tomat
yang terkandung dalam bahan pengencer. Susilawati dan Hernawati (1992)
menyatakan bahwa lemak dan protein yang terkandung pada ekstrak buah tomat
dapat dimanfaatkan untuk pembentukan lipoprotein yang berguna untuk
melindungi spermatozoa sehingga membran sel menjadi lebih kuat terhadap
gangguan temperaatur dan lingkungan. Karbohidrat pada ekstrak buah tomat
bermanfaat sebagai sumber energy untuk kehidupan dan pergerakan spermatozoa
(Toelihere, 1985). Vitamin dapat membantu aktivitas metabolisme dan juga
sebagai antioksidan yang dapat mencegah kerusakan sel (Linder, 1992).
Walaupun T1 mempunyai gerakan individu progresif paling rendah diantara
perlakuan (76,5%) akan tetapi kualitas semen ini masih layak untuk
diinseminasikan, karena menurut Toelihere (1981) semen yang layak untuk
diinseminasikan mengandung spermatozoa yang bergerak progresif sebanyak
60%.
Tabel 4. Gerakan Individu, Konsentrasi dan Konsentrasi Spermatozoa yang
Diencerkan dengan Ekstrak Buah Tomat.
Variabel Perlakuan
T0 T1 T2 T3
Gerakan Individu (%) 95,0a 76,5
b 93,5
a 94,0
a
Konsentrasi (juta/ml) 150,0 a 49,5
b 50,0
b 48,5
b
Spermatozoa Hidup (%) 97,0 a 79,0
b 95,5
a 97,0
a
Keterangan:
1 T0= semen segar, T1 = Semen segar + 2,5% ekstrak buah tomat, T2 = Semen segar +
5,0% ekstrak buah tomat, T3 = Semen segar + 7,5% ekstrak buah tomat.
2) Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata
(P<0,05) atau sangat nyata (P<0,01)
Tabel 4 menunjukkan persentase spermatozoa hidup diantara perlakuan T0,
T1, T2, dan T3 menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). Perlakuan
T1 (79,0%) mempunyai spermatozoa yang hidup paling rendah diantara perlakuan
T0 (97,0%), T2 (95,5%) dan T3 (97,0%), sedangkan antara T0, T2, dan T3 tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata (P>0,05). Hal ini disebabkan karena T1
mempunyai konsentrasi ekstrak buah tomat yang paling rendah, sehingga belum
mampu mendukung kehidupan spermatozoa seperti tingkat konsentrasi ekstrak
buah tomat yang lebih tinggi (T2 dan T3).
Rataan jumlah anak yang lahir pada perlakuan T0, T1, T2, dan T3,
masing-masing 10,5; 6,5; 9,5 dan 9,75 ekor (Tabel 5). Analisis statistika
menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (P<0,01) diantara perlakuan tersebut.
Perlakuan T1 menghasilkan anak yang paling sedikit (P<0,01) dibandingkan
dengan T0, T2, dan T3. Sedangkan antara T0, T2, dan T3 tidak terdapat
perbedaan yang nyata (P>0,05) terhadap jumlah anak yang lahir. Kualitas
spermatozoa pada perlakuan T1 mempunyai persentase gerakan individu yang
bergerak progresif dan jumlah spermatozoa hidup yang lebih rendah jika
dibandingkan dengan perlakuan T0, T2 dan T3. Dengan demikian, semakin
berkurang gerakan spermatozoa yang hidup dan bergerak secara progresif
berhubungan erat dengan fertilitas spermatozoa untuk membuahi sel telur.
Spermatozoa yang hidup dan bergerak progresif sangat dibutuhkan dalam
transportasi spermatozoa menuju tempat terjadinya fertilisasi pada sepertiga
bagian atas tuba fallopii (Hardjopranjoto, 1984).
Pada inseminasi dengan menggunakan semen segar (T0) mempunyai
jumlah anak yang lahir tidak berbeda nyata (P>0,05) dibandingkan dengan T2 dan
T3. Hal ini menunjukkan bahwa pengenceran semen dengan ekstrak buah tomat
dengan konsentrasi 5,0% dan 7,5% mampu mempertahankan kualitas semen
hampir sama dengan semen segar sehingga mampu menghasilkan jumlah anak
yang lahir tidak jauh berbeda atau hampir sama dengan inseminasi dengan semen
segar.
Tabel 5. Jumlah anak perkelahiran setelah diinseminasi dengan semen tanpa dan
telah diencerkan dengan ekstrak buah tomat.
Variabel Perlakuan
T0 T1 T2 T3
Rataan jumlah anak yang dilahirkan (ekor) 10,5a
6,5 b 9,5
a 9,75
a
Keterangan:
1) T0= semen segar, T1 = Semen segar + 2,5% ekstrak buah tomat, T2 = Semen segar +
5,0% ekstrak buah tomat, T3 = Semen segar + 7,5% ekstrak buah tomat.
2) Nilai dengan huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata
(P<0,05) atau sangat nyata (P<0,01)
Rataan induk yang melahirkan empat kali pada T0, T1, T2, dan T3 masing-
masing 10,5; 7,0; 9,5; dan 10,0 ekor dan beranak lima kali 10,5; 6,0; 9,5; dan 9,5
ekor. Pengelompokkan induk beranak empat dan lima kali tidak memberikan
pengaruh yang nyata (P>0,05) terhadap jumlah anak yang dilahirkan. Hal ini
disebabkan karena induk babi yang beranak empat dan lima kali digolongkan
kedalam babi yang sedang produktif (Toelihere, 1981).
SIMPULAN
SIMPULAN
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan Pengenceran dengan ekstrak
buah tomat 5% dan 7,5% dapat mempertahankan kualitas semen sama dengan
semen segar, sedangkan pengenceran 2,5% menghasilkan kualitas semen yang
lebih rendah. Pengenceran dengan ekstrak buah tomat 5% dan 7,5% menghasilkan
jumlah anak yang dilahirkan hampir sama dengan menggunakan semen segar,
sedangkan pengenceran 2,5% menghasilkan jumlah anak yang lebih sedikit.
DAFTAR PUSTAKA
Aritonang . 1983. Beternak Babi. Penerbit Mutiara, Jakarta.
Djanuar, R. G. 1985. Fisiologi Reproduksi dan Inseminasi Buatan pada Sapi.
Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Dirck, B., D. Hellow, and B. Kirsop. 1990. Pig Breeding by Artificial
Insemination Manual. UNAIR. Surabaya.
Girisonta. 1989. Pedoman Lengkap Beternak Babi. Kanisius, Yogyakarta.
Hardjopranjoto, S. 1984. Ilmu Inseminasi Buatan. Edisi ke-5, Fakultas
Kedokteran Hewan, UNAIR. Surabaya.
Hardjopranjoto, S. 1984. Physiologi Reproduksi. Edisi ke-2, Fakultas
Kedokteran Hewan, UNAIR. Surabaya.
Hafez, E.S.E. 1987. Artificial Insemination. In E.S.E. Hafez, Ed. Reproduction
in Farm Animals. Lea & Febiger Phyladelphia.
Linder, M.C. 1992. Biokimia Nutrisi dan Metabolisme dengan Pemakaian Secara
Klinis. Penerbit Universitas Indonesia.
Putra, I D.K.H. 2001. Penerapan tekhnik inseminasi buatan dalam upaya
peningkatan populasi ternak babi. J. Vet. 2(3):65-72.
Stell, R. G. D. and J. M. Torrie. 1989. Prinsip dan Prosedur Statistika.
Penerjemah Bambang S. Edisi ke-2. Penerbit Gramedia Jakarta.
Susilowati, S. dan T. Hernawati. 1992. Penggunaan pengencer larutan buah
untuk semen domba. Media Kedokteran Hewan Vol 8, no. 3.
Toelihere, M. R. 1981. Inseminasi Buatan pada Ternak. Penerbit Angkasa
Bandung.
Toelihere, M. R. 1985. Fisiologi Reproduksi pada Ternak. Penerbit Angkasa
Bandung.