pengenalan, pengendalian dan aplikasi peramalan opt … · vigna hosei, penutup tanah (p. mungo),...

33
PENGENALAN, PENGENDALIAN DAN APLIKASI PERAMALAN OPT UTAMA KEDELAI oleh Harsono Lanya (Kepala Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan Jatisari) HAMA TANAMAN KEDELAI Arthopoda yang berasosiasi dengan tanaman kedelai di Indonesia sebanyak 266 jenis, 111 spesies diketahui sebagai serangga berpotensi hama pada kedelai, 61 spesies sebagai predator, 41 spesies sebagai parasitoid, dan 53 spesies sebagai serangga bukan berpotensi hama. Dari 111 spesies yang berpotensi hama kedelai, hanya 11 di antaranya yang dinilai penting. Berdasarkan bagian tanaman yang diserang, hama kedelai digolongkan ke dalam hama perusak batang, daun, bunga, dan polong. Berdasarkan stadia tumbuh yang diserang, hama kedelai digolongkan ke dalam hama perusak tanaman muda, perusak fase vegetatif, perusak fase berbunga dan berpolong, perusak fase pertumbuhan polong dan biji, serta perusak fase pemasakan polong. Selain itu, hama kedelai dapat digolongkan berdasarkan tipe alat mulutnya, yaitu hama tipe mulut penusuk pengisap dan hama tipe mulut penggigit pengunyah. Penamaan hama umumnya didasarkan atas perilaku dan warnanya. Serangan hama pada tanaman kedelai terjadi sejak tanaman mulai tumbuh hingga panen. Besarnya kehilangan hasil tanaman karena serangan hama ditentukan oleh berbagai faktor antara lain tinggi rendahnya populasi hama, fase pertumbuhan tanaman, bagian tanaman yang dirusak, dan ketahanan varietas. Yang termasuk hama penting pada tanaman kedelai ialah (1) lalat kacang (Ophiomyia phaseoli), (2) kumbang daun kedelai (Phaedonia inclusa), (3) kutukebul (Bemisia tabaci), (4) kutu daun (Aphis glycines), (5) ulat grayak (Spodoptera litura), (6) ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites), (7) ulat buah (Helicoverpa armigera), (8) penggerek polong (Etiella zinckenella danE. hobsoni), (9) kepik hijau (Nezara viridula), (10) kepik hijau pucat (Piezodorus hybneri), (11) kepik coklat kedelai (Riptortus linearis). Dalam kaitannya dengan fase pertumbuhan tanaman, jenis hama yang mungkin hadir dan menyerang tanaman pada fase pertumbuhan tertentu sangat penting diketahui oleh petugas lapangan dan petani. Pengetahuan tersebut sangat mendukung berhasilnya pengamatan, peramalan maupun pelaksanaan pengendalian. Hubungan antara keberadaan hama penting tersebut dengan fase pertumbuhan kedelai seperti tercantum pada Tabel 1.

Upload: others

Post on 01-Jan-2020

29 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGENALAN, PENGENDALIAN DAN APLIKASI PERAMALAN OPT UTAMA KEDELAI

oleh Harsono Lanya

(Kepala Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan Jatisari)HAMA TANAMAN KEDELAI

Arthopoda yang berasosiasi dengan tanaman kedelai di Indonesia sebanyak 266 jenis, 111 spesies diketahui sebagai serangga berpotensi hama pada kedelai, 61 spesies sebagai predator, 41 spesies sebagai parasitoid, dan 53 spesies sebagai serangga bukan berpotensi hama. Dari 111 spesies yang berpotensi hama kedelai, hanya 11 di antaranya yang dinilai penting.

Berdasarkan bagian tanaman yang diserang, hama kedelai digolongkan ke dalam hama perusak batang, daun, bunga, dan polong. Berdasarkan stadia tumbuh yang diserang, hama kedelai digolongkan ke dalam hama perusak tanaman muda, perusak fase vegetatif, perusak fase berbunga dan berpolong, perusak fase pertumbuhan polong dan biji, serta perusak fase pemasakan polong.

Selain itu, hama kedelai dapat digolongkan berdasarkan tipe alat mulutnya, yaitu hama tipe mulut penusuk pengisap dan hama tipe mulut penggigit pengunyah. Penamaan hama umumnya didasarkan atas perilaku dan warnanya.

Serangan hama pada tanaman kedelai terjadi sejak tanaman mulai tumbuh hingga panen. Besarnya kehilangan hasil tanaman karena serangan hama ditentukan oleh berbagai faktor antara lain tinggi rendahnya populasi hama, fase pertumbuhan tanaman, bagian tanaman yang dirusak, dan ketahanan varietas.

Yang termasuk hama penting pada tanaman kedelai ialah (1) lalat kacang (Ophiomyia phaseoli), (2) kumbang daun kedelai (Phaedonia inclusa), (3) kutukebul (Bemisia tabaci), (4) kutu daun (Aphis glycines), (5) ulat grayak (Spodoptera litura), (6) ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites), (7) ulat buah (Helicoverpa armigera), (8) penggerek polong (Etiella zinckenella danE. hobsoni), (9) kepik hijau (Nezara viridula), (10) kepik hijau pucat (Piezodorus hybneri), (11) kepik coklat kedelai (Riptortus linearis).

Dalam kaitannya dengan fase pertumbuhan tanaman, jenis hama yang mungkin hadir dan menyerang tanaman pada fase pertumbuhan tertentu sangat penting diketahui oleh petugas lapangan dan petani. Pengetahuan tersebut sangat mendukung berhasilnya pengamatan, peramalan maupun pelaksanaan pengendalian. Hubungan antara keberadaan hama penting tersebut dengan fase pertumbuhan kedelai seperti tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1. Hubungan antara fase pertumbuhan tanaman dengan jenis hama penting

yang mungkin menyerang tanaman kedelai.

1. Lalat kacangOphiomyia (Agromyza) phaseoli Tryon

(Diptera: Agromyzidae)

a. Daerah sebar

Lalat kacang terdapat di seluruh Indonesia terutama menjadi hama penting di daerah sentra pertanaman kedelai, yaitu di provinsi Lampung, N.Aceh Darussalam, Jawa Tengah, NTB, Sulawesi Utara, Jawa Timur, Riau, Jawa Barat, Yogyakarta, Sumatera Selatan dan Sumatera Barat.

b. Bioekologi

Morfologi

Imago berbentuk seperti lalat rumah tetapi sangat kecil, yang jantan panjangnya 1,9 mm dan yang betina 2,2 mm; warnanya hitam mengkilat.

Telur berbentuk lonjong, berukuran panjang 0,31 mm dan lebar 0,15 mm. Warnanya putih berkilauan seperti mutiara.

Larva bentuknya memanjang dan ramping; panjang instar-3 mencapai 3,75 mm.

Tanaman Fase pertumbuhan Jenis hama penting dan vektor virus yang mungkin menyerang

Kedelai Fase tanaman muda

(tumbuh-10 hst)

Lalat kacang, kumbang kedelai, dan vektor virus (kutu daun dan kutukebul)

Fase vegetatif

(11-30 hst)

Kumbang kedelai, ulat grayak, ulat jengkal, ulat buah, dan vektor virus (kutu daun dan kutukebul)

Fase berbunga dan pembentukan polong

(31-50 hst)

Kumbang kedelai, ulat grayak, ulat buah, penggerek polong, kepik hijau, kepik hijau pucat, kepik coklat kedelai

Fase pertumbuhan polong dan biji

(51-70 hst)

Penggerek polong, kepik hijau, kepik hijau pucat, kepik coklat kedelai

Fase pemasakan polong dan pengeringan biji

(71 hst – panen)

Kepik hijau, kepik hijau pucat, kepik coklat kedelai

Larva yang baru keluar dari telur berwarna putih bening, sedangkan instar akhir kekuning-kuningan.

Pupa bentuknya lonjong, panjangnya 3 mm, dengan kedua ujungnya agak meruncing. Pupa yang baru terbentuk berwarna kekuning-kuningan, kemudian berubah menjadi kecoklat-coklatan, dan akhirnya menjadi hitam saat imago akan keluar.

Biologi dan perilaku

Imago sudah ditemukan pada permukaan daun antara pukul 6 00-7 30. Kopulasi terjadi 2 hari setelah keluar dari pupa, pada pagi hari pukul 7 00 – 11 00. Imago meletakkan telur satu-persatu pada pangkal kotiledon, pangkal daun tunggal dan daun majemuk pertama. Telur disisipkan di bawah epidermis. Puncak peletakan telur terjadi sekitar pukul 11 00. Telur diletakan sejak tanaman muncul ke permukaan tanah yaitu pada 4 hst. Populasi telur tertinggi terjadi pada 6 hst. Setelah telur menetas, larva menggerek jaringan kotiledon atau jaringan daun muda selama 2 hari, kemudian menuju kulit batang menuju ke arah pangkal batang dan kemudian berkepompong di bagian tersebut di bawah epidermis.

Stadia telur selama 2 hari, stadia larva 7 – 10 hari, dan stadia pupa 7 – 13 hari, masa pra-peneluran 1 – 2 hari, sehingga siklus hidupnya berlangsung antara 17 – 27 hari (rata-rata 21 hari). Lama hidup imago sekitar 1 minggu. Lalat betina mampu menghasilkan telur antara 94 – 183 butir selama hidupnya. Rata-rata seekor betina meletakkan telur sebanyak 12.7 butir/hari.

Ekologi

Tanaman inang lalat kacang ialah kedelai (Glycine max), kacang hijau (Phaseolus radiatus), dan tanaman kacang-kacangan lain yaitu kacang tunggak (Vigna sinensis), kacang hiris (Cajanus cajan), kacang jogo (P. Vulgaris), kacang kratok (P. Lunatus), kacang pedak/bado (Dolichos lablab), kacang bedog, orok-orok (Crotalaria juncea), Vigna hosei, penutup tanah (P. mungo), kacang uci (P. Calcaratus), P. Trilobus dan peleng-peleng/kacang monyet (P. Semierectus). Dari hasil penelitian diketahui bahwa lalat kacang lebih menyukai kacang hijau dan kacang tunggak dari pada kedelai varietas Orba, sedangkan antara kacang hijau dan kacang tunggak, kacang hijau lebih disukai.

Musuh alami lalat kacang ialah berbagai predator dan parasitoid. Ada beberapa jenis parasitoid pupa yang telah diketahui, yaitu Eurytoma poloni, Eurytoma sp., Cynipoide sp., Trigonogastra sp. Dan parasitoid larva-pupa Secodella sp. Predator lalat kacang yang sering ditemukan ialah laba-laba yaitu Lycosa sp. dan Oxyopes sp. Sebagai predator imago.

Dinamika populasi sebagai dasar penting untuk pengendalian. Imago datang ke pertanaman sejak kecambah muncul pada umur 4 hst. Populasi meningkat dan mencapai puncaknya pada umur 6 hst. Populasi larva mulai ditemukan pada umur 6 hst dan mencapai puncaknya pada umur 8 hst. Padat populasi imago lalat kacang berfluktuasi dari bulan ke bulan. Pada umumnya populasi tinggi terjadi pada musim kemarau, terutama pada pertanaman kedelai kedua (kedelai musim kemarau-II). Selain itu, pada umumnya kedelai yang ditanam terlambat (lebih dari 10 hari) akan mendapat serangan yang lebih tinggi.

Cuaca merupakan faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kelimpahan populasi lalat kacang. Populasi lalat kacang tidak bertahan pada curah hujan tinggi.

c. Gejala serangan dan kerusakan

Tanda serangan mulai terlihat jelas pada umur 6 hst, yaitu berupa bintik-bintik putih bekas tusukan alat peletak telur pada pangkal kotiledon, dan atau pangkal daun. Selanjunya bintik putih tersebut berubah menjadi coklat. Pada 7 hst di kotiledon dan helai daun mulai terlihat alur berkelok-kelok, yaitu lubang gerekan larva yang berwarna coklat. Selanjutnya gejala yang terlihat ialah tanaman mulai layu, kemudian mengering dan mati. Kematian tanaman terjadi mulai 14 hst sampai 30 hst.

d. Pengendalian

Kedelai yang ditanam di lahan tegalan pada musim hujan-I, atau setelah panen padi rendeng (pada musim kemarau-I), biasanya tidak ada masalah hama lalat kacang. Serangan lalat kacang biasanya terjadi pada tanaman kedelai yang ditanam terlambat, dan kedelai MK-II. Oleh karena itu waktu tanam kedelai termasuk kacang-kacangan yang lain dianjurkan secara serentak dalam suatu hamparan dengan selisih waktu tidak lebih dari 10 hari.

Di daerah endemis, pencegahan serangan lalat kacang dapat dilakukan dengan penggunaan mulsa jerami. Untuk daerah yang gulmanya tidak menjadi masalah dan pengairannya terbatas, penggunaan mulsa mempunyai nilai tambah, yaitu dapat mempertahankan kelembaban tanah dan menghambat pertumbuhan gulma, selain itu bermanfaat sebagai pupuk organik pada pertanaman padi mendatang.

Pemantauan imago lalat kacang dilakukan pada umur 5-6 hst, dan gejala serangan pada umur 7-8 hst.

Penggunaan insektisida efektif dan selektif dapat dilakukan apabila mencapai ambang pengendalian. Ambang pengendalian untuk lalat kacang yaitu populasi imago 2 ekor/30 rumpun pada umur tanaman 6 hst, atau intensitas serangan ≥ 2,5 % pada umur 7-8 hst.

2. Kumbang daun kedelaiPhaedonia inclusa Stal.

(Coleoptera: Chrysomelidae)

a. Daerah sebar

Kumbang daun kedelai menjadi hama penting di daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Selatan dan Sulawesi Utara. Menurut informasi serangga ini telah terdapat di Lampung, Yogyakarta dan sebagian Jawa Barat.

b. Bioekologi

Morfologi

Imago berbentuk seperti kumbang kubah, yang jantan panjangnya 4 – 5 mm dan yang betina 5 – 6 mm. Ciri khasnya ialah sayap depan atau elitra berwarna hitam kebiru-biruan mengkilat dan pinggirnya berwarna kuning. Kepala dan toraknya berwarna kemerah-merahan.

Telur berbentuk lonjong, berukuran panjang 1,3 mm warna kuning atau kuning pucat.

Larva berbentuk lonjong; instar akhir panjangnya 5 mm, larva instar awal berwarna hitam keabu-abuan, kemudian menjadi abu-abu keputih-putihan pada instar akhir.

Pupa bentuknya lonjong, tidak mempunyai kulit pupa, berukuran 3 – 5 mm dan berwarna kuning pucat. Pupa berada dalam rongga tanah, mempunyai rumah pupa yang terbuat dari tanah

Biologi dan perilaku

Imago lamban dan jarang sekali terbang; aktif pada pagi dan sore hari. Pada siang hari, apabila matahari terik akan bersembunyi pada permukaan daun bagian bawah atau di celah-celah tanah. Apabila disentuh kumbang menjatuhkan diri seperti mati. Serangga ini memencar ke tempat lain secara pasif, yaitu melalui pengangkutan hasil panen atau terbawa aliran air.

Imago bentina meletakkan telur setiap hari dan berkurang pada waktu mendekati mati. Imago meletakkan telur sejak 4 hari setelah menjadi imago sampai dengan menjelang mati. Telur diletakkan secara berkelompok pada permukaan bawah daun, tiap kelompok sebanyak 5 – 10 butir. Kemampuan bertelur dapat mencapai 877 butir dan rata-rata 200 butir. Kemampuan bertelurnya dipengaruhi oleh kualitas makanan yaitu umur daun dan varietas kedelai. Phaedonia inclusa yang diberi makanan daun tua varietas Kerinci dan Davros keperidiannya lebih rendah daripada yang diberi daun muda dan varietas yang lebih disukai.

Larva yang baru keluar dari telur sementara waktu tinggal diam di tempat bekas kelompok telur dan kemudian pindah ke pucuk, bunga, polong dan tinggal di situ selama perkembangannya. Larva terdiri atas empat instar. Larva instar akhir menuju ke tanah dan membuat rongga dalam tanah sebagai tempat berpupa.

Stadia telur selama 4 hari, stadia larva rata-rata 12 hari, stadia pupa rata-rata 8 hari, masa praoviposisi 4 hari, sehingga siklus hidupnya sekitar 28 hari. Dengan demikian dalam satu musim tanam terjadi tiga generasi. Lama hidup imago rata-rata 4 bulan dan maksimum dapat hidup sampai 7 bulan.

Ekologi

Tanaman inang lainnya ialah tumbuhan liar, yaitu Desmodium ovalivolium, D. Triflorum, D. gyroides dan Pueraria phaseoloides, sedang kacang hijau atau kacang-kacangan lain tidak terserang.

Musuh alami P. Inclusa yang telah diketahui ialah dua jenis semut predator, yaitu

Solenopsis geminata Fabr. Dan Pheidologeton sp. sebagai predator telur, larva dan pupa. Imago dan larva P.inclusa mempunyai perilaku memakan telur (kanibalisme).

Dinamika populasi atau fluktuasi populasi pada satu musim sangat ditentukan oleh populasi awal, musim, waktu terjadi serangan dan mortalitas telur. Kelembaban merupakan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap perkembangan serangga ini. Kelembaban nisbi udara optimum untuk peletakan telur ialah 60 – 80 %, pada suhu sekitar 27 0C. Penetasan telur optimum membutuhkan kelembaban nisbi 80 %. Apabila di sekitar lahan atau di lahan tersebut telah terdapat P. inclusa, biasanya imago akan segera ditemukan di petak lainya karena mudah terbawa air. Puncak populasi biasanya terjadi pada umur 35 hst. Apabila imago baru datang (terbawa air pengairan) di pertanaman pada saat menjelang berbunga maka puncak populasi akan tercapai pada umur 50 hst. Penurunan populasi terjadi apabila tanaman telah menderita kerusakan berat karena makanan berkurang atau habis

c. Gejala serangan dan kerusakan

Imago maupun larva dapat merusak tanaman kedelai sejak tanaman tumbuh sampai menjelang panen. Kedua stadia tersebut merusak bagian tanaman yang sama, yaitu daun, batang pucuk, tangkai daun pucuk, kuncup daun, kuncup bunga, bunga, polong muda dan kulit polong yang tua.

Gejala serangan awal oleh larva maupun imago berupa adanya bekas gigitan pada batang bagian pucuk, tangkai daun dan polong serta pucuk, sedang bunga dapat habis termakan. Serangan selanjutnya yang terjadi pada tangkai daun dan batang pucuk, atau apabila populasi cukup tinggi dapat menyebabkan daun dan pucuk serta beberapa daun pucuk terkulai layu dan kemudian mengering. Gejala serangan ini mirip dengan gejala serangan Agromyza dolichostigma (penggerek pucuk), tetapi dapat dibedakan oleh adanya bekas gigitan dan biasanya mudah ditemukan telur, larva dan imago P. inclusapada lahan yang terserang.

d. Pengendalian

Kumbang daun kedelai hanya merusak tanaman kedelai, sedangkan inang lainnya ialah tumbuhan liar. Oleh karena itu cara pengendalian dengan pola tanam dan bertanam serentak tidak lebih dari 10 hari dan pergiliran tanaman akan sangat berarti dalam menurunkan populasi awal.

Apabila hama itu masih dijumpai di lokasi yang telah bertanam serentak, maka bersamaan dengan pemantauan OPT lain juga dilakukan pemantauan kumbang kedelai setiap minggu mulai 7 hst sampai 49 hst. Penurunan populasi dapat dilakukan dengan cara pengumpulan dan pemusnahan imago pada pagi dan sore hari. Pengendalian dengan insektisida dapat dilakukan apabila berdasarkan analisis ekosistem populasi telah mencapai ambang kendali dengan pertimbangan bahwa populasi tersebut akan merusak labih lanjut.

Ambang pengendalian atau batas populasi yang dapat ditolerisasi sejak tanaman muda sampai dengan fase berbunga dan pembentukan polong ialah satu ekor imago atau larva/10 rumpun.

Cara lain menentukan ambang kendali adalah berdasarkan kerusakan bagian tanaman atau intensitas serangan, yaitu 2.5% dengan syarat ditemukan populasi.

3. KutukebulBemisia tabaci Gennadius(Homoptera: Aleyrodidae)

a. Daerah sebar

Kutukebul terdapat di seluruh Indonesia, menjadi salah satu hama di daerah sentra produksi kedelai dan kacang hijau terutama di Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Jawa Timur.

b. Bioekologi

Morfologi

Imago berukuran sangat kecil, panjangnya sekitar 1,0 mm, badannya kuning, sayapnya ditutupi lapisan tepung lilin yang berwarna putih.

Telur bentuknya bulat memanjang atau jorong kerapkali seperti pisang, panjangnya 0,2-0,3 mm, mempunyai pedisel atau tangkai telur yang pendek. Telur yang baru diletakkan berwarna kuning pucat, kemudian berubah menjadi kuning coklat, dan pada umur 2 hari mulai tampak dua bintik merah kecoklatan yang merupakan bakan mata faset.

Nimfa instar-1 bentuknya silindris-oval agak pipih, panjang tubuh 0,23 mm, bertungkai yang berfungsi untuk berjalan, sedang instar 2 dan 3 tidak bertungkai. Warna instar-1 hijau cerah, kemudian menjadi kuning kehijau-hijauan atau kuning pucat. Panjang tubuh instar akhir sekitar 0,5 mm.

Pupa berbentuk oval, agak pipih, berukuran 0,6 mm. Warnanya hijau pucat keputih-putihan sampai kekuning-kuningan.

Biologi dan perilaku

Imago menyukai hinggap pada daun-daun muda atas. Imago meletakkan telur pada daun muda; tangkai telur disisipkan dalam jaringan epidermis permukaan bawah daun. Imago lebih menyukai daun terserang virus untuk peletakan telurnya. Nimfa hidup dan berkembang di permukaan bawah daun. Nimfa terdiri atas tiga instar, instar-1 aktif bergerak, sedang instar-2 dan 3 menetap pada tempat mengisap makanan di daun selama perkembangannya. Nimfa kemudian menjadi pupa di tempat yang sama.

Siklus hidup kutukebul sekitar 25 hari. Rata-rata stadia telur 6,5 hari, stadia nimfa 10,2 hari, dan stadia pupa 8 hari. Rata-rata lama hidup imago betina ialah 21 hari dan yang jantan 7 hari. Banyaknya telur yang diletakkan oleh seekor betina berkisar antara 60-125 butir.

Ekologi

Tanaman inang kutukebul sangat banyak; selain tanaman kedelai serangga itu dapat hidup pada banyak spesies dari famili leguminosae, Compositae, Malvaceae, Euphorbiaceae, Solanaceae, Papilionaceae, Cucurbitaceae, Brassicaceae, dan famili tumbuhan lain.

Musuh alami kutukebul yang banyak ditemukan di lapangan ialah predator yaitu kumbang Coccinellidae (Menochillus sp. dan Scymnus sp.) dan tungau Amblyseius sp. Parasitoid yang telah diidentifikasi hanya Encarsia sp.

Dinamika populasi kutukebul dalam satu tahun sangat bergantung pada keadaan musim dan cuaca. Kelimpahan populasi kutukebul dan aktivitasnya lebih tinggi pada musim kemarau daripada musim hujan, karena didukung kelembaban yang rendah dan suhu tinggi. Hujan berpengaruh terhadap penekanan populasi kutukebul . Di Jawa Barat kepadatan populasi yang tinggi biasanya terjadi pada bulan Juli dan Agustus, karena curah hujan berkurang, kelembaban rendah dan suhu yang relatif meningkat. Imago kutukebul dapat memencar sampai ratusan meter dengan bantuan angin.

Populasi kutu dijumpai sejak tanaman kedelai masih muda hingga menjelang panen. Puncak populasi terjadi pada fase setelah pembungaan, kemudian menurun. Pada tanaman yang terinfeksi virus mosaik kuning, kutukebul meletakkan telur dalam jumlah yang lebih banyak dan perkembangannya lebih cepat.

c. Gejala serangan dan kerusakan

Imago dan nimfa merusak sel dan jaringan daun dalam upayanya mengisap cairan tanaman dan jaringan floem. Kegiatan ini menimbulkan gejala berupa bercak nekrotik kecil sehingga relatif sukar dilihat. Pada keadaan populasi tinggi pertumbuhan tanaman akan terhambat. Ekskreta kutu kebul yang berbentuk embun madu yang melekat pada permukaan atas daun merangsang tubuhnya cendawan embun jelaga yang berwarna hitam, sehingga daun-daun itu semakin hitam.

Serangga hama itu bertindak sebagai vektor penyakit virus belang tersamar kacang tunggak (VBTKT). Kerap kali serangan virus tersebut lebih berbahaya dari pada seranggan langsung oleh serangganya. Tanda serangan virus itu berupa perubahan warna daun kedelai yaitu menjadi belang-belang kuning dengan batas yang kurang jelas.

Kerusakan langsung karena isapan cairan tanaman oleh kutu kebul hanya menimbulkan kerugian secara ekonomis apabila kepadatan populasinya sangat tinggi, tetapi populasi rendahpun dapat menimbulkan kerugian bila serangga tersebut menularkan virus. Serangan VBTKT pada awal pertumbuhan menyebabkan tanaman tampak kerdil dan bila terjadi serangan berat tidak menghasilkan polong.

d. Pengendalian

Sumber serangan atau populasi awal, dan keadaan cuaca yang kering merupakan kondisi yang potensial untuk terjadinya peningkatan populasi. Sebelum tanaman kedelai hendaknya telah bersih dari pertanaman kacang-kacangan lain dan melakukan sanitasi tanaman inang lainnya. Waktu tanam pada musim kemarau jangan terlambat. Tanam

serempak pada hamparan yang cukup luas sangat dianjurkan.

Didaerah endemis disarankan menggunakan varietas toleran yaitu kerinci dan No.29.

Apabila dijumpai gejala VBTKT maka nilai ambang pengendalian serangga kutu kebul sangat rendah. Apabila pada fase vegetatif diketahui terdapat kutu kebul dan dijumpai gejala VBTKT perlu dilakukan pengendalian dengan insektisida yang efektif tetapi apabila tidak terdapat virus maka tidak perlu dilakukan penyemprotan.

4. Kutu daun kedelaiAphis glycines Matsumura(Homoptera: Aphididae)

a. Daerah sebar

Kutu daun ditemukan di semua daerah pertanaman kedelai di Indonesia.

b. Bioekologi

Morfologi

Imago berukuran kecil, panjangnya 0,8 – 1,6 mm, berwarna hijau kekuning-kuningan; mempunyai tanda khas yaitu adanya sepasang sifunkulus (semacam tabung yang terdapat pada pinggir kiri dan kanan ruas ke 5 abdomen), dan mempunyai kauda di ujung abdomen. Imago umumnya tidak bersayap, tetapi apabila populasi mulai meningkat, kualitas dan kuantitas makanan menurun maka akan terbentuk imago bersayap untuk dapat migrasi.

Nimfa berbentuk seperti serangga dewasa, berukuran lebih kecil dari 0,8 mm dan berwarna hijau atau hijau kekuningan; nimfa yang akan menjadi imago bersayap mempunyai bakal sayap.

Biologi dan perilaku

Perilaku migrasi A. glycine bergantung pada makanan, apabila populasi tinggi terjadi persaingan sehingga menjadi individu bersayap, apabila makanan cukup sebagian besar imago tidak bersayap, sebaliknya apabila makanan berkurang sebagian imago yang muncul bersayap. Kutu daun hidup dan mengisap cairan bagian tanaman yang muda, yaitu batang dan daun pucuk serta polong muda. Pada fase vegetatif kutu daun hidup berkoloni pada bagian pucuk, sedang pada fase generatif mengelompok pada polong muda. Di daerah tropis serangga ini berkembang biak secara partenogenetik sehingga populasinya dapat maningkat dengan cepat. Kutu daun dapat menimbulkan penyakit virus. Nimfa berkembang manjadi imago melalui empat instar.

Siklus hidupnya hanya 6 hari, dan seekor imago dapat malahirkan banyak nimfa sehingga berkembang biak sangat cepat.

Ekologi

Tanaman inangnya di lapangan hanya kedelai, tetapi di laboratorium serangga itu dapat berkembang dengan baik pada tanaman kacang gude.

Musuh alami A. glycines yaitu berbagai predator, parasitoid dan patogen. Beberapa jenis predator kutu daun antara lain Coccinella sexmaculata (Coccinellidae), Ishiodon scutellaris (Syrphidae) dan Chrysopa sp. (Chrysomelidae), Parasit yang banyak ditemukan ialagh Aphelinus sp. (Aphelinidae), sedangkan patogen yang menyerang A. glycines ialah Entomophtora sp. patogen ini sangat efektif pada suhu dan kelembaban yang tinggi, dan kerapkali bisa terjadi endemi.

Dinamika populasi A. glycines sangat dipengaruhi oleh musim terutama karena curah hujan. Curah hujan dapat berpengaruh langsung terhadap penurunan populasi dan secara tidak langsung dapat merangsang pertumbuhan cendawan patogen. Tanaman muda lebih sesuai untuk perkembangan kutu daun dibanding tanaman tua. Populasi kutu daun dijumpai sejak tanaman baru tumbuh, puncak populasi pertama biasanya terjadi sekitar umur 28 hst dan puncak populasi kedua terjadi sekitar 49 hst.

c. Gejala serangan dan kerusakan

Serangan yang terjadi sejak tanaman muda menyebabkan tanaman menjadi kerdil, daun menguning dan akhirnya gugur, polong dan biji tidak berkembang sempurna. Sebagai vektor virus, tanda seranganny tergantung dari jenis virus yang ditularkan; VKK menyebabkan tanaman kerdil; VMB menyebabkan mosaik kuning pada daun, VKKI menyebabkan ruas batang memendek sehingga tanaman menjadi pendek tetapi tangkai daunnya memanjang, daun mengkerut, kasar, tebal serta melengkung ke atas; SYMV menyebabkan mosaik kuning yang nyata pada daun, tetapi tanaman tidak kerdil. Virus yang ditularkan biji hanya VKK dan VMK. Sedangkan VKB, VKKI, dan SYMV tidak ditularkan melalui biji.

Kehilangan hasil karena serangan langsung kutu belum ada data kuantitatif. Kehilangan hasil oleh virus yang ditularkan oleh kutu itu nampaknya lebih dominan. Intensitas serangannya tergantung dari jenis virus sumber infeksi, dan fase pertumbuhan tanaman saat terjadi serangan. Serangan virus yang terjadi pada fase tanaman muda dapat menurunkan hasil secara nyata bahkan dapat mengagalkan panen.

d. Pengendalian

Pemantauan harus dilakukan sedini mungkin sejak umur 7 samapai 21 hst. Hal ini dikhawatirkan serangga akan manularkan virus, karena tanaman muda lebih rentan terhadap virus daripada tanaman yang lebih tua. Pengamatan nimfa dan imago pada rumpun contoh (sebanyak 10 rumpun) dilakukan dalam petak alami secara diagonal.

Usaha pengendalian yang diterapkan ialah menerapkan pergiliran tanaman, bertanam serentak pada areal yang cukup luas dan tidak ada tanam yang terlambat. Sebelum tanam kedelai hendaknya telah bersih dari pertanaman kacang-kacangan lain dan melakukan sanitasi tanaman inang lainnya. Penggunaan benih bermutu dan sehat (mulus dan tidak loreng) atau tidak menggunakan benih yang berasal dari lokasi pertanaman terserang.

Apabila masih terdapat gejala tanaman serangan virus ≤ 3% harus dilakukan pencabutan. Apabila dijumpai tanaman terserang tetapi tidak dijumpai kutu daun maka pengamatan perlu lebih intensif agar diwaspadai munculnya.

Ambang pengendalian untuk populasi serangga bukan sebagai vektor virus (tidak ada sumber virus) masih belum diketahui, namun diperkirakan tinggi. Apabila ada

populasi kutu dan ditemukan gejala virus yang dapat ditularkan olehnya serta dinilai masih mengkhawatirkan, maka nilai ambangnya akan rendah, sedang walaupun ditemukan populasi kutu tetapi tidak terdapat virus maka tidak perlu dilakukan

penyemprotan.

5. Ulat GrayakSpodoptera litura Fabricius(Lepidoptera: Noctuidae)

a. Daerah sebar

Ulat grayak merupakan hama penting tanaman kedelai terutama di daerah Jawa Tengah, Lampung, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, N. Aceh Darussalam, NTB, Jawa Barat, D.I. Yogyakarta, Sulawesi Utara, Riau, dan Sumatera Selatan.

b. Bioekologi

Morfologi

Imago betina panjangnya 16 mm dan yang jantan panjangnya 17 mm. Sayap depan pada umumnya berwarna agak keabu-abuan dengan pola gambar warna loreng putih; pola gambar pada yang betina dan jantan tampak berbeda.

Telurnya berkelompok; bentuk kelompok bundar atau agak lonjong, bergaris tengah sekitar 6 mm, ditutupi bulu-bulu halus berwarna merah sawo. Bentuk butir telur seperti buah anggur, mempunyai alur-alur dari atas ke bawah (pada bagian yang menempel pada butir telur yang lain), berwarna putih mengkilat seperti mutiara.

Larvanya hampir tidak berambut, panjang larva instar-1 ialah 1-2 mm dan larva instar akhir panjangnya dapat mencapai 50 mm.

Warna larva bervariasi, tubuh larva instar -1 transparan, tetapi setelah makan jaringan daun berwarna kahijau-hijauan. Kepalanya berwarna hitam kecoklatan, terdapat bintik hitam pada abdomen yang ditumbuhi rambut-rambut berwarna hitam kecoklatan. Instar -2 berwarna agak kehijau-hijauan. Larva yang terparasit berwarna hijau kekuning-kuningan dan tidak aktif. Larva instar akhir berwarna abu-abu gelap atau coklat, terdapat lima garis berwarna kuning pucat atau kehijau-hijauan memanjang sepanjang badannya. Pada umumnya terdapat bintik hitam arah lateral pada setiap ruas abdomen.

Pupa berbentuk lonjong atau silindris dengan panjang 25-30 mm, berwarna coklat.

Biologi dan perilaku

Ngengatnya aktif pada malam hari dan tertarik cahaya lampu. Meletakkan telur berkelompok pada permukaan bawah daun dan kadang-kadang pada permukaan atas daun.

Larva yang baru keluar dari telur untuk sementara tinggal berkelompok di sekitar kulit telur. Larva itu memekan epidermis bawah daun dan setelah daun tersebut habis kemudian larva berpencar untuk mendapatkan makanan pada rumpun di sekitarnya. Larva besar pada siang hari bersembunyi dalam celah tanah, tetapi menjelang malam aktif kembali untuk mencari makan. Menjelang prapupa larva masuk ke dalam tanah untuk membuat kokon dan membentuk pupa.

Siklus hidupnya berlangsung rata-rata 32 hari. Stadia telur antara 3 – 5 hari, stadia larva antara 15 – 30 hari (rata-rata 20 hari) dan pupa antara 7 – 10 hari. Keperidiannya sangat bervariasi terutama tergantung makanannya. Tiap betina meletakkan 4 – 8 kelompok telur dan tiap kelompok terdiri atas 30 sampai lebih dari 500 butir telur (rata-rata 350 butir). Kemampuan bertelur seekor betina dapat mencapai lebih dari 2.000 butir, yang berkisar atara 4 – 8 kelompok telur.

Ekologi

Tanaman inang selain kedelai, ialah berbagai jenis tanaman kacang-kacangan lain , jagung, ubi jalar, bawang merah, tembakau, talas, cabe dan bayam.

Musuh alami ulat grayak terdiri dari berbagai predator, parasitoid dan patogen. Predator yang telah diketahui ialah Andrallus sp., kumbang Carabidae, tabuhan Vespidae, dan kepik Reduviidae. Parasitoid ulat grayak, yaitu Peribaea sp. (Tachinidae), Microptilis similis, Euplectrus sp. (Eulophidae), Telenomus remus(Scelionidae), Phoridae, Brachymeria sp. (Chalcididae), Charops sp. (Ichneumonidae), Braconidae, Trichogrammatidae, dan Tachinidae lain.

Jenis patogen yang menyerang ulat garayak yaitu Nomurea sp., Bacillusthuringiensis dan Sl-NPV.

Dinamika populasi larva dalam satu musim tanam kedelai pada umumnya mempunyai dua puncak, namun biasanya hanya generasi pertama yang merusak, sedangkan generasi kedua relatif tidak merusak. Selama pertumbuhan tanaman atau selama satu musim tanam, infestasi hama mulai dijumpai pada 24 hst. Puncak populasi pertanam terjadi pada umur 36 hst, sedang puncak kedua terjadi pada 73 hst.

Di Jawa Timur puncak penerbangan ngengat terjadi pada akhir bulan Juli, awal Oktober, dan awal November, sedang di Jawa Barat terjadi pada bulan Juli – Agustus.

c. Gejala serangan dan kerusakan

Bagian tanaman yang diserang oleh ulat grayak ialah daun dan polong muda. Larva muda (instar 1 – 2) hidup bergerombol memakan efidermis daun bagian bawah sehingga daun menjadi transparan dan dari jauh tampak berwarna keputih-putihan, sedang tulang-tulang daun dan efidermis bagian atas tidak dimakan. Setelah daun-daun pada tanaman tersebut habis maka ulat-ulat berpencar ke tanaman sebelahnya.

Larva yang lebih tua memakan seluruh bagian helai daun muda, tetapi tidak memakan tulang daun yang tua. Larva juga dapat memakan bunga dan polong muda.

Serangan berat pada tanaman muda dapat menghambat pertumbuhan, dan dapat mematikan tanaman. Serangan pada fase pembungaan dan awal pembentukan polong dapat mengurangi hasil panen, dan apabila populasinya cukup tinggi dapat menggagalkan panen. Fase kritisnya ialah kerusakan daun pada fase pembentukan polong dan pengisian biji karena dapat menyebabkan penurunan hasil panen sangat besar.

d. Pengendalian

Pemantauan ulat grayak hendaknya memperhatikan pola sebaran populasi ulat yakni mengelompok sejak fase vegetatif sampai generatif. Pengamatan dilakukan setiap minggu sejak umur 14 hst. Untuk efisiensi waktu dan tenaga maka pemantauan dilakukan terhadap daun kedelai yang tampak keputih-putihan. Tanda tersebut merupakan gejala serangan larva instar-1, atau tanda adanya kelompok telur yang baru menetas.

Mortalitas ulat grayak pada musim hujan diketahui lebih tinggi daripada musim kemarau, sehingga nilai ambang pengendalian pada musim kemarau relatif lebih rendah daripada musim hujan. Hasil-hasil penelitian ambang pengendalian ulat grayak yang ada dilakukan pada musim kemarau, sehingga ambang pengendalian pada musim hujan belum dapat dirumuskan.

Beberapa informasi nilai ambang pengendalian yang didasarkan atas berbagai stadia hama, fase pertumbuhan tanaman, dan kerusakan daun diketahui sebagai berikut:

Bertanam serentak dan melakukan pergiliran tanaman merupakan prasyarat dalam usaha pengendalian hama, termasuk pengendalian ulat grayak. Antisipasi selanjutnya yaitu terhadap tanda populasi atau gejala serangan awal. Pengendalian populasi ulat grayak harus dilakukan sedini mungkin yaitu sejak adanya kelompok telur atau ulat instar-1 dan 2 yang masih berkelompok, dilakukan secara mekanis dengan cara pemetikan daun.

Ulat grayak sakit karena terserang virus (Sl-NPV) dapat digunakan sebagai

Stadia atau kerusakan Vegetatif Berbunga-berpolong Pengisian polong

- Kelompok telur 1,3 klp/m2 (mekanis)

1,3 klp/m2

(mekanis)

1,3 klp/m2

(mekanis)- larva instar-1 2 klp ins-1/30 rpn (300

ekor /30 rpn)2 klp ins -1/30 rpn (300 ekor /30 rpn)

2 klp ins -1/30 rpn (300 ekor /30 rpn)

- larva instar-2 180 ekor/30 rpn 180 ekor/30 rpn 180 ekor/30 rpn- larva instar-3 10 ekor/10 rpn 15 ekor/10 rpn 25 ekor/10 rpn- larva instar 4-6 Mekanis Mekanis Mekanis- kerusakan daun 25% daun rusak (ada

populasi)12,5% daun rusak (ada populasi)

12,5% daun rusak (ada populasi)

pengendali biologi, yaitu dengan cara menggerus ulat sakit kemudian dicampur air dan disemprotkan ke tanaman pada sore hari. Kebutuhan utuk tiap hektar ialah sebanyak 25 ekor larva instar 4-6 yang sakit dengan volume campuran 500 lt air.

Apabila tindakan pengendalian populasi terlambat maka dilakukan pengumpulan ulat (instar4-6) pada pagi dan sore hari. Apabila populasinya cukup tinggi dan gerombolan ulat telah berpencar ke rumpun sekelilingnya maka dapat dilakukan pengendalian dengan insektisida secara penyemprotan setempat (spot treatment). Pengendalian dengan insektisida dibatasi sampai dengan instar-3, karena afektivitas insektisida pada ulat instar 4-6 sangat rendah. Oleh karena itu pengendalian ulat yang sudah mulai besar hanya efektif dengan cara pengumpulan ulat.

6. Ulat JengkalChrysodeixis (Plusia) chalcites Esp.

(Lepidoptera: Noctuidae)

a. Daerah sebar

Serangan ulat jengkal sering terjadi dan menjadi masalah terutama di Jawa Tengah, Lampung, D.I. Yogyakarta, Jawa Timur, Dista Aceh, NTB, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan Jawa Barat.

b. Bioekologi

Morfologi

Imago C. Chalcites mempunyai sayap dengan berwarna khas, yaitu dasarnya hitam coklat dengan sepasang bintik putih pada masing-masing sayap, sedang pada ulat jengkal Trichoplusia orichalcea bagian ujung sayap depannya berwarna keemasan.

Telur berbentuk bundar agak pipih, berenda putih, dan berwarna keputih-putihan yang kemudian berubah kekuning-kuningan sebelum menetas.

Larva berkepala kecil, mempunyai tiga pasang tungkai palsu, berwarna hijau. Larva instar akhir berukuran antara 30-40 mm.

Pupa berada di dalam kokon yang transparan. Pupa C. Chalcites berwarna hijau muda dan pada punggungnya berwarna coklat hitam, sedangkan pupa jenis Trichoplusia orichalcea berwarna coklat.

Biologi dan perilaku

Ngengat aktif pada malam hari, tertarik cahaya lampu. Telur diletakkan secara tunggal dipermukaan bawa daun. Larva instar-1 sampai larva instar akhir biasanya tetap diam dipermukaan bawah helai daun. Larva bergerak seperti jari tangan menjengkal. Larva berpupa di lipatan daun yang direkat benang-benang sutra yang berwarna putih kotor.

Siklus hidupnya rata-rata berlangsung 30 hari. Stadia telur selama 3-4 hari, stadia larva antara 14-19 hari dan stadia pipa antara 6-11 hari. Lama hidup imago berkisar 5-12 hari. Kemampuan bertelur dapat mencapai 1250 butir.

Ekologi

Tanaman inang utama ulat jengkal ialah kedelai; selain itu dapat hidup pada tanaman jagung, kentang, tembakau, rami, rosela, kacang hijau, tomat, lombok, apel, Crotalaria sp., Centrosema sp., dan Pogonium sp.

Musuh alami ulat jengkal yaitu predator, parasitoid dan patogen. Predator yang telah diketahui ialah Andrallus sp., Rhinocoris sp., Vespidae dan Carabidae. Parasitoid yang telah diketahui ialah Apanteles sp., Microplitis sp., Tachinidae dan Braconidae. Patogen yang dapat menyerang ialah cendawan dan virus (NPV).

Dinamika populasi ulat jengkal pada tanaman kedelai sangat dipengaruhi saat kedatangan ngegatnya. Kedatangan ngegat dipertanaman kedelai biasanya pada umur 34 hst, dan puncak populasi akan terjadi sekitar umur 51 hst.

c. Gejala serangan dan kerusakan

Serangan oleh instar muda menyebabkan bercak-bercak putih pada daun karena jaringan dan dimakan, namun epidemis dan tulang daun ditinggalkan , sedang larva besar memakan habis helai daun menyebabkan daun yang terserang tinggal beberapa tulang daunya saja.

Kerusakan daun oleh ulat jengkal biasanya mulai pada awal pembungaan. Kerusakan terus meningkat hingga fase pengisian biji sekitar 60 hst.

Kehilangan hasil karena defoliasi dapat menurunkan bobot biji, dan pada akhirnya menurunkan hasil panen. Kerusakan daun 50 % pada awal pembungaan hingga pembungaan penuh dapat menurunkan hasil 9-18%, atau setara dengan 135 kg sampai 270 kg/ha. Kerusakan daun total pada fase pengisian biji dapat menurunkan hasil sebesar 80%, yaitu setara dengan 1200 kg/ha.

d. Pengendalian

Ulat jengkal menyebar secara berkelompok, umumnya terdapat pada daun muda dan sebagian besar terdapat pada permukaan bawah daun. Pengamatan populasi larva muda dilakukan sejak 35 sampai 56 hst dengan interval waktu 1 minggu. Tanaman contoh diambil secara diagonal sebanyak 10 rumpun per petak alami.

Ambang pengendalian ulat jengkal tergantung dari fase pertumbuhan tanaman yang diserang dan stadia larva. Diketagui bahwa kemampuan ulat jengkal dalam memakan daun adalah setengah daripada kemampuan ulat grayak.. Oleh karena itu penetapan ambang pengendaliannya mengacu pada ulat grayak, yaitu sebagai berikut:

Stadia/kerusakan Vegetatif Berbunga berpolong Pengisian polong- larva instar-1 200 ekor/10 rpn 200 ekor/10 rpn 200 ekor/10 rpn

Pengendalian ulat jengkal pada prinsipnya sama dengan pengendalian ulat perusak daun lainnya. Melakukan pergiliran tanaman dan bertanam serentak akan dapat memutus siklus hidup, mengurangi populasi awal dan mengecerkan populasi. Kalau masih terdapat serangan, maka pengumpulan dan pemusnahan larva instar 4 sampai dengan instar akhir perlu dilakukan.

Pengendalian dengan insektisida dapat dilakukan apabila populasi melampaui ambang pengendalian dan dibatasi sampai dengan instar -3, karena aplikasi insektisida pada ulat instar 4-6 sangat rendah. Oleh karena itu pengendalian ulat yang sudah mulai besar hanya efektif dengan cara pengumpulan.

7. Ulat buahHelicoverpa (Heliothis) armigera Hbn, dan Heliothis spp.

(Lepidoptera: Noctuidae)

a. Daerah sebar

Hama ulat buah dapat di temukan di seluruh daerah sentra produksi kedelai, terutama di Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Irian Jaya. Status ulat buah menjadi hama kedelai di Indonesia tercatat sejak tahun 1987.

b. Bioekologi

Morfologi

Ngegat ulat buah panjangnya 2 cm, berwarna sawo matang. Telur berbentuk bulat, tetapi agak datar pada bagian yang menempel di daun, dan beralur arah vertikal; berdiameter 1 mm; berwarna kuning muda dan menjadi kuning tua menjelang menetas. Pada telur yang akan menetas terlihat ada bintik hitam yang jelas. Bintik itu adalah bakal kepala yang membayang.

Larva instar-1 panjangnya 2,8 mm, instar-2 9,9 mm, dan instar akhir panjangnya dapat mencapai 40 mm. Instar-1 transparan, kepalanya berwarna hitam, instar-2 berwarna kuning, sedang warna instar-3 sampai instar-6 bervariasi tergantung jenis makanannya. Variasi warna tersebut yaitu hijau polos, hijau berwarna garis coklat muda, bergaris putih;. Kuning polos; kuning bergaris coklat dan hitam agak coklat.

Pupa bentuknya lonjong, panjangnya rata-rata 1,8 cm, berwarna coklat.

Biologi dan perilaku

Ngegatnya aktif pada malam hari. Ngegat betina menyukai meletakkan telur pada daun-daun yang muda. Telur diletakkan satu persatu di permukaan helai daun, pada

- larva instar-2 120 ekor/10 rpn 120 ekor/10 rpn 120 ekor/10 rpn- larva instar-3 20 ekor/10 rpn 30 ekor/10 rpn 50 ekor/10 rpn- larva instar-4-6 Mekanis Mekanis Mekanis- kerusakan daun 25% daun rusak (ada

populasi)12,5% daun rusak (ada populasi)

12,5% daun rusa (ada populasi)

pucuk tanaman atau pada bunga.

Larva mengalami lima atau enam instar. Larva muda makan jaringan daun dan setelah memasuki instar-3 akan pindah kebagian polonh untuk memakan bijinya. Larva merusak polong dengan cara menggigit atau memakan kulit polong kemudian makan biji. Bentuk lubang bekas makannya tidak beraturan. Setelah mencapai instar akhir, larva akan masuk kedalam tanah atau disela-sela bongkahan tanah untuk membentuk pupa.

Siklus hidup ulat buah rata-rata 42 hari. Stadia telur antara 3-5 hari. Larva mengalami enam instar, berturut-turut lama berkembang instar-1;-2;-3;-4;- 5 dan 6 ialah 3,0; 4,0; 2,5; 3,4; 3,6 dan 7,8 hari, sehingga stadia larva rata-rata adalah 24 hari. Stadia pupa antara 10-15 hari (rata-rata 12 hari). Masa pra-bertelur 2,3 hari. Lama hidup imago rata-rata selama 9 hari.

Nisbah kelamin (jantan:betina) ialah 1:1. Kemampuan bertelur seekor betina rata-rata sebanyak 1.062 butir, dengan kisaran 268-1. 820 butir. Sebagian besar telur diletakkan pada hari pertama bertelur sampai hari keempat.

Ekologi

Tanaman inang ulat buah diketahui cukup banyak sehingga dikatakan bersifat polifag; selain kedelai, ulat ini merusak tanaman jagung, kapas, sorgum, tembakau, kacang hijau, kacang buncis, jarak, jeruk, bunga matahari, tomat, linum, kentang.

Musuh alami ulat buah berupa predator, parasitoid dan patogen. Beberapa predator larva H. armigera yang pernah ditemukan tergolong dalam famili Mantidae, Asilidae, dan Vespidae dan ordo adonsida. Beberapa jenis parasitoid larva ialah Apanteles sp., Microplitis sp., Trichogramma sp., dan yang tergolong famili Tachinidae, Ichneumonidae dan Braconidae. Parasitoid telur H. armigera ialah Trichogramma sp. Parhogen yang menyerang larva ialah B .thuringiensis, Ha-NPV, dan Nematoda.

Dinamika populasi di lapangan di pengaruhi oleh keadaan iklim dan cuaca, tanaman inang dan musuh alami. Fluktuasi dalam satu musim tergantung dari waktu kedatangan imago ke pertanaman. Telur maupun larva biasanya ditemukan sejak tanaman berumur 35 hst, puncak populasi telur terjadi pada umur 39 hst, sedang puncak populasi larva terjadi pada umur 42 hst. Periode peletakan telur berakhir pada umur 54 hst, sedang populasi larva dijumpai terakhir pada tanaman umur 72 hst.

c. Gejala serangan dan kerusakan

Tanda serangan H. armigera larva instar-1 dan 2 pada daun mirip tanda serangan larva muda ulat jengkal karena pada stadia tersebut larva makan jaringan daun.

Mulai instar-3 ulat menyerang polong dan makan bijinya. Tanda serangan pada polong berupa lubang tidak beraturan, pada kulit polong dan bijinya habis dimakan. Ukuran lubang gerek itu jauh lebih besar daripada lubang gerek larva penggerek polong. Etiella spp.

Kerugian hasil karena serangan ulat buah tergantung pada kepadatan populasi

larva, fase pertumbuhan tanamna dan populasi musuh laiami. Secara umum, kerusakan daun hampir kurang berpengaruh terhadap hasil, oleh karena itu ulat buah pada kedelai digolongkan sebagai hama pemakan buah atau polong. Pada pertanaman yang tidak serentak dan waktu tanam yang tidak tepat maka kerusakan total dapat terjadi.

d. Pengendalian

Pemantauan dini perlu dilakuakan terhadap kedatangan ngengat, selanjutnya terhadap adanya telur. Apabila pemantauan itu sukar dilakukan maka pemantauan dilakukan terhadap larva instara awal yang masih makan daun pada bagian pucuk. Pengamatan terhadap telur dan larva dilakukan secara diagonal, dengan jumlah contoh sebanyak 10 rumpun dalam petak alami.

Ambang pengendalian ditetapkan berdasarkan gejala serangan dengan memperhitungkan keberadaan larva aktif, sejak adanya larva instar awal atau sejak periode pembentukan bunga. Ambang pengendalian yang didasarkan pada intensitas serangan pada polong yaitu sebesar ≥ 2%, dan ambang pengendalian berdasarkan populasi larva yaitu:

Pertananaman yang terlambat atau waktu tanam yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan berat karena pertanaman yang awal menjadi sumber serangan bagi tanaman berikutnya. Populasi awal yang berasal dari tanaman inang lain serta keadaan iklim cuaca yang mendukung akan memacu perkembangan populasi apabila makanan tersedia. Oleh karna itu cara pengendalian yang dianjurkan ialah bertanam serentak pada waktu yang tepat sesuai dengan keadaan setempat.

Penggunaan tanaman jagung sebagai tanaman perangkap peletakan telur H. armigera merupakan cara pengendalian yang sangat positif. Caranya yaitu tanaman tiga varietas jagung yang berbeda umurnya pada 3 minggu sebelum tanam kedelai agar selama periode kritis kedelai, ngegat Heliothis sp. bertelur pada bunga jagung.

Pengendalian dengan insektisida efektif dilakukan apabila telah mencapai ambang pengendalian, tetapi dibatasi sampai dengan instar-3, sedang pengendalian ulat instar 4 dan 6 hanya efektif dengan cara mekanis atau pengumpulan ulat.

8. Penggerek polongEtiella zinckenella dan E. Hobsoni Butler

(Lepidoptera: Pyralidae)

a. Daerah sebar

Stadia atau kerusakan Vegetatif Berbunga-berpolong Pengisian polong- Larva instar -1 50 ekor/10 rpn - -- Larva instrs-2 - 15 ekor/10 rpn 10 ekor/10rpn- Larva instar-3 - 10 ekor/10 rpn 10 ekor/10rpn- Larva instar-4 - Mekanis Mekanis- Larva instar-5 - 2 % polong rusak (ada

populasi) 2 % polong rusak (ada populasi)

Penggerek polong kedelai dijumpai di seluruh sentra produksi kedelai dan kacang hijau terutama di provinsi Jawa Tengan, Lampung, Dista Aceh, Sulawesi Selatan, NTB, Jawa Timur, Jawa Barat, Sulawesi Utara, DI. Yogyakarta, Sumatera Selatan dan Irian Jaya.

b. Bioekologi

Morfologi

Ngengat penggerek polong panjangnya 1,0 - 1,2 cm; E. Hobsoni lebih pendek daripada E. zinckenella. Ngegat penggerek polong berwarna keabu-abuan. Ciri khas ngegat E. zinckenella yaitu adanya garis putih pada pinggir sayap depan.

Telur berbentuk manyerupai buah alpukat, kadang-kadang bentuknya tidak beraturan, panjangnya 0.6 mm. Telur yang baru diletakkan berwarna putih mengkilap, sehari kemudian berubah menjadi kemerah-merahan, dan ketika akan menetas berubah menjadi jingga atau merah berbintik hitam.

Larva instar-1 mempunyai kepala yang lebih besar daripada badannya, sedang kepala larva instar 2-5 labih kecil daripada badannya. Larva instar-5 panjangya berkisar antara 13-15 mm dan lebarnya 2-3 mm.

Larva instar-1 berwarna putih kekuning-kuningan, kepalanya berwarna coklat sampai hitam. Larva instar-2 dan 3 berwarna kehijau-hijauan dengan garis merah memanjang yang di tumbuhi rambut. Larva instar-4 berwarna kemerah-merahan atau merah kebiru-biruan atau lembayung.

Pupa berbentuk lonjong, panjangnya 8-10 mm dan lebarnya 2 mm, berwarna coklat. Pupa E. Hobsoni lebih kecil dibanding dengan pupa E. zinckenella.

Biologi dan perilaku

Ngegatnya tertarik pada cahaya, meletakkan telur pada malam hari. Telur diletakkan satu-satu atau berkelompok 3 - 5 butir, di antara rambut-rambut polong, biasanya di dekat pangkal polong, juga dapat di selipkan di daun ketiak, di bagian bawah daun kelopak bunga, di batang muda dekat bunga atau polong.

Pupa terbentuk di dalam tanah yang di bungkus kokon berbentuk bulat telur yang terbuat dari butiran tanah dan benang pintal.

Siklus hidup penggerek polong berlangsung antara 32-39 hari (rata-rata 35 hari). Stadia telur rata-rata 4 hari, stadia ulat 13-18 hari (rata-rata 16 hari), stadia pra kepompong 3-4 hari dan stadia kepompong antara 9-15 hari. Lama hidup imago jantan dan bentina relatif sama, yaitu yang jantan berkisar 7-19 hari dan betina berkisar 8-17 hari. Masa praoviposisi imago 2 hari. Seekor betina mampu bertelur cukup banyak, rata-rata 73 butir dan maksimum 204 butir.

Ekologi

Tanaman inang Etiella spp terutama kedelai; selain itu dapat hidup dan

berkembang pada tanaman kacang hijau, kacang tunggak, kacang tanah, kacang kratok (Phaseolus vulgaris), Tephrosia sp., Crotalaria striata, dan C. juncea.

Musuh alami Etiella sp. berupa prasitoid dan predator. Beberapa jenis parasitoid yang telah di identifikasi ialah Agathis sp. (Braconidea), Apanteles sp., Antrocephalussp., Bracon sp. A, Bracon sp.B, Microbracon sp., Phanerotama sp., Pristmerus naitoi, Temelucha etiellae sp., Temelucha sp., Trahala sp., Trichogramma sp., dan satu spesies dari famili Tachinidae yang belum diidentifikasi. Selain itu, juga telah diketahui adanya parasitoid telur di lapangan. Predator imago yang biasa ditemukan antara lain Lycosa sp. dan Oxyopes sp.

Dinamika populasi tahunan terutama dipengaruhi oleh curah hujan, kelimpahan tanaman inang dan musuh alami. Oleh karena itu, populasi maupun intensitas serangan pada musim kamarau jauh lebih tinggi daripada musim hujan. Musuh alami diduga berpengaruh penting dalam menentukan kelimpahan populasi, sebab hama ini mempunyai banyak musuh alami.

Hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa penggerek polong biasanya datang di pertanaman pada awal pembungaan. Telur mulai ditemukan pada umur sekitar 40 hst dan puncak populasi terjadi pada 50 hst, tetapi dapat bergeser menurut keberadaan populasi di alam atau pada tanaman inang lain, pola pembungaan dan pembentukan polong.

Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa puncak populasi telur terjadi pada umur 55 hst pada musim kemarau dan 65 hst pada musim hujan. Selanjutnya populasi menurun dan telur terakhir dijumpai pada umur 75 hst.

c. Gejala serangan dan kerusakan

Bagian tanaman yang diserang penggerek polong ialah polong dan biji. Tanda serangan pada kulit polong berupa lubang gerek berbentuk bundar. Apabila terdapat dua lubang gerek pada satu polong berarti ulat sudah keluar. Di dalam polong terserang terdapat butir-butir kotoran ulat yang berwarna kuning coklat atau coklat muda yang menggumpal. Akibat serangan hama ini menyebabkan kuantitas dan kualitas hasil panen menurun.

Kerugian yang disebabkan oleh penggerek polong sangat bervariasi bergantung pada sumber populasi dan musim/waktu tanam. Intensitas serangan pada musim penghujan biasanya lebih rendah daripada musim kemarau, atau serangan berat dapat terjadi pada musim kemarau.

d. Pengendalian

Pemantauan terhadap populasi larva E. zinckenella pada petakan pada petak alami dilakukan secara diagonal, dengan rumpun contoh sebanyak 10 rumpun.

Ambang pengendalian yang didasarkan pada populasi larva yaitu 20 ekor/10 rumpun, sedangkan ambang pengendalian yang didasarkan kerusakan polong yaitu intensitas ≥ 2,5 % polong terserang.

Komponem pengendalian yang utama ialah bertanam serentak dalam kisaran 10 hari, melakukan pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inangnya, dan waktu tanam yang tepat dengan memperhatikan pola dinamika populasi selama setahun maka dapat di tentukan waktu tanam yang tepat.

Sanitasi terhadap inang alternatif sebelum tanam kedelai perlu dilakukan untuk meniadakan sumber populasi.

Mengingat hasil penelitian yang menunjukkan bahwa komplek musuh alami terutama parasitidnya cukup banyak, maka penggunaan pestisida pada awal pertumbuhan harus dengan pertimbangkan yang cermat agar kompleks musuh alami pada pertanaman kedelai sejak awal dapat bekerja baik.

Pada daerah endemis penggerek polong, perlu diterapkan cara pengendalian dengan menggunakan tanaman perangkap. Kedelai varietas Dieng telah diketahui lebih disukai ngengat penggerek polong untuk meletakkan telurnya, dengan demikian dapat digunakan sebagai tanaman perangkap. Hasil penelitian Balittan pada skala luas yang terbatas telah memberikan hasil positif tanaman perangkap itu (varietas Dieng) di tanamdi sekeliling lahan dan terutama di lokasi yang berbatasan dengan sumber serangan, lebih awal dua minggu dari tanggal tanam kedelai untuk produksi dengan proporsi sebesar 12% dari total luas lahan. Mengigat hal tersebut adalah teknologi baru, maka apabila dioperasionalkan pada berbagai agroekositem skala luas hendaknya direncanakan dengan baik, sehingga sekaligus dapat mengevaluasi hasil-hasilnya.

Pengendalian dengan menggunakan insektisida efektif dapat dilakukan apabila berdasarkan analisis ekosistem (pada fase kritis) di ketahui populasi larva atau intensitas serangan pada polong telah mencapai ambang pengendalian.

9. Kepik HijauNezara viridula L

(Hemiptera: Pentatomidae)

a. Daerah sebar

Kepik hijau tersebar di seluruh sentra kedelai dan kacang hijau terutama di Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan.

b. Bioekologi

Morfologi

Imago kepik hijau bentuknya agak jorong dan gepeng, panjangnya 1,4-1,6 cm. Terdapat tiga varietas kepik hijau, yaitu N. viridula var. smaragdula (berwarna hijau polos) ; var. torquata (berwarna hijau dengan kepala dan pronotum jingga atau kuning keemasan) dan var. aurantiaca (berwarna kuning kehijau-hijauan dengan tiga bintik hijau pada bagian atas). Juga di jumpai N. viridula yang berwarna kuning polos keemasan.

Telur berbentuk seperti cangkir, tingginya 1 mm dan diameternya 1,75 mm;

berwarna kuning dan berubah menjadi merah bata menjelang menetas. Telur yang terparasit berwarna kuning dan kemudian berubah manjadi hitam.

Nimfa tubuhnya berbentuk gepeng, nimfa instar-1; -2; -3; -4 dan -5 berturut-turut panjangnya 1,2, 2,0, 3,4, 6,9 dan 10,2 mm. Nimfa instar-1 semula berwarna kemerah-merahan kemudian berubah menjadi coklat muda. Nimfa instar-2 berwarna hitam dengan bintik-bintik putih, sedang nimfa instar-3, 4 dan 5 berwarna hijau berbintik-bintik hitam dan putih.

Biologi dan perilaku

Imago tertarik cahaya, meletakkan telur dalam kelompok antara 10-50 butir pada permukaan daun, batang dan polong. Imago meletakkkan telur mulai pukul 15.00 sampai 21.00. Imago dapat berkopulasi antar varietas. Imago maupun nimfa kalau di sentuh menjatuhkan diri atau pada siang hari imago akan terbang bila diusik.

Nimfa instar-1 hidup bergerombol di atas kulit telur tanpa makan, setelah berganti kulit (instar-2) akan pindah ke polong untuk makan dan masih hidup berkelompok. Nimfa instar-3,-4,-5 dan imago diam di permukaan atas daun pada pagi hari dan setelah sekitar pukul 9.00 akan pindah ke polong untuk makan.

Siklus hidup kepik hijau berlangsung rata-rata 29 hari. Stadia telur antara 5-7 hari. Stadia nimfa rata-rata 22hari yaitu nimfa instar-1,-2,-3,-4 dan 5 berturut-turut 3,0-3,0,4,0,4,5 dan 7,5 hari. Daur hidup rata-rata 29 hari. Seekor betina mampu bertelur sebanyak 100-250 butir.

Ekologi

Tanaman inang kepik hijau cukup banyak jenisnya, selain kedelai inang lainnya yaitu kacang hijau, kacang panjang, kacang tunggak, padi, wijen, jagung, Crotalariaspp., kentang, tembakau, Tephrosia sp., cabai dan kapas.

Musuh alami yang telah diketahui terutama berupa prasitoid telur yaitu Anastatus sp., Ooencyrtus sp., Telenomus sp., Trissolcus sp., dan Gryon C.

Dinamika populasi tahunan sangat ditentukan oleh kelimpahan dan ketersediaan tanaman inang sepanjang tahun. Selain itu musuh alami berpengaruh cukup besar, kerap kali tingkat parasitasi dapat mencapai 80%. Tampaknya dinamika populasi kepik hijau kurang dipengaruhi oleh musim.

Fluktulasi populasi dalam satu musim tanam dipengaruhi oleh tahap pertumbuhan tanaman. Imago mulai datang dipertanaman sekitar umur 35 hst dan tahap pertumbuhan tanaman yang paling disukai ialah sekitar 58 hst. Pertumbuhan populasi imago dan nimfa selama pertumbuhan tanaman dipengaruhi oleh padat populasi awal dan daya kerja musuh alami di lahan tersebut.

Populasi telur mulai di temukan bersamaan dengan hadirnya imago, puncak populasi terjadi pada 50 hst, kemudian populasi menurun sampai 70 hst.

c. Gejala serangan dan kerusakan

Nimfa dan kepik dewasa merusak polong dan biji kemudian menghisap cairan biji kedelai. Cara merusak dengan menusukkan alat mulutnya (stilet) pada kulit polong tembus ke biji kemudian mengisap cairan yang ada di dalam biji. Serangan hama ini dapat menurunkan hasil baik kualitas dan kuantitas, serta menurunkan daya kecambah. Cara merusak dan tanda serangannya sama dengan serangan R. linearis dan P. hybneri.

Gejala kerusakan dapat dilihat pada biji dan kulit polong bagian dalam berupa adanya bintik hitam-coklat. Bila serangan berat gejalanya mudah dilihat dengan mata, sedang bila populasinya rendah harus dilihat dengan kaca pembesar.

Tingkat kerusakan berbeda menurut frekuensi serangan dan umur polong. Tingkat kerusakan secara ekonomis di lapangan sukar ditaksir, karena biasanya kerusakan terjadi bersamaan dengan pengisap polong yang lainnya.

Serangan pada polong muda menyebabkan biji mengkerut dan sering kali polong gugur. Pada fase pertumbuhan polong dan pembentukan serta perkembangan biji menyebabkan biji dan polong hampa kemudian mengering. Serangan pada fase polong tua dan biji yang telah berisi penuh menyebabkan kualitas biji tutun oleh adanya bintik-bintik hitam pada biji atau kulit biji menjadi keriput.

d. Pengendalian

Serangan N. viridula menyebar secara berkelompok. Cara pengambilan contoh pengamatam dapat dilakukan secara diagonal, pada tiap petak alami sebanyak 10 rumpun. Pemantauan mulai dilakukan pada umur 49, 56, 63 dan 70 hst untuk lahan kedelai tanpa tanaman perangkap. Kalau digunakan tanaman perangkap maka perhatian dalam pemantauan dan pengendalian terutama dilakukan pada tanaman perangkap pad saat kedelai berumur 42, 49, 56 dan 63 hst.

Ambang pengendalian populasi nimfa dan imago kepik hijau ialah 2 ekor/10 rumpun pada pengamatan umur 42, 49, 56,63 dan 70 hst.

Cara pengendalian kepik N. Viriduka adalah sama dengan kepik P. Hybneri. Untuk menekan populasi kepik dianjurkan melakukan tanam serentak dan pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inangnya dan sanitasi inang lainnya.

Sampai saat ini varietas tanam belum ada pengunaan dan pemanfaatan musuh alami belum diteliti. Pengumpulan nimfa dan imago belum biasa dilakukan tetapi perlu dibiasakan, dan petani masih biasa menggunakan insektisida, oleh karena itu dalam mengatasi masalah hama pengisap polong kombinasi dengan penggunaan tanaman perangkap merupakan sistem pengendalian yang terbaik. Tanaman perangkap yang digunakan ialah kacang hijau (varietas Merak) di tanam pada saat tanam kedelai, dan atau S. rostrata yang ditanam dua minggu sebelum tanam kedelai.

Proporsi luas tanaman perangkap sekitar 10-12 % dari luas pertanaman kedelai. Petak-petak atau jalurtanaman peerangkap ditempatkan pada bagian pinggir atau sekeliling lahan, terutama dilokasi yang berbatasan dengan lokasi sumber serangan . Dengan adanya tanaman perangkap maka keberadaan musuh alami pada pertanaman kedelai tidak terganggu karena kalu pun insektisida digunakan akan terbatas hanya pada tanaman perangkap.

Adanya tanaman perangkap menyebabkan populasi imago kepik pengisap polong terkonsentrasi pada tanaman perangkap. Apabila populasi pada tanaman perangkap cukup tinggi malampaui batas ambang pengendalian, dan usaha pengendalian mekanis sudah dilakukan, maka perlu dilakukan pengendalian dengan insektisida pada tanaman perangkap tersebut.

10. Kepik hijau pucatPiezodorus hybneri Fabricius(Hemiptera: Pentatomidae)

a. Daerah sebar

Kepik hijau pucat terdapat diseluruh sentra produksi kedelai dan kacang hijau di Indonesia, terutama di Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.

b. Bioekologi

Morfologi

Imago berbentuk seperti kepik hijau yaitu agak jorong dan gepeng, panjangnya 8,8-12.0 mm. Tubuhnya berwarna hijau pucat, mata berwarna merah gelap dan antena berwarna jingga kemerahan. Pada pinggungnya terdapat garis melintang dari pangkal sayap depan bagian kiri ke pangkal sayap depan bagian kanan, berwarna merah, merah muda atau putih.

Telur berbentuk seperti tong, berdiameter 0,75 mm dan tingginya 1,0 mm. Telur berwarna abu-abu kehitam-hitaman dengan ban putih di tengah dingding lateral. Bagian atas telur, berwarna putih dan terdapat bulatan hitam ditenganya.. Telur diletakkan di permukaan atas halai daun dan dapat pula ditemukan di permukaan bawah daun serta pada polong.

Nimfa instar -1,-2,-3,-4 dan 5 panjangnya berturut-turut adalah 1,2, 2,2, 3,4, 5,3 dan 8,6 mm. Instar-1 berwarna agak hitam. Abdomen instar -2 kemerah-merahan dengan bercak hitam. Instar -3 berwarna agak kecoklatan dengan garis-garis membujur, pada bagian tengah berwarna agak terang, abdomen berwarna kekuning-kuningan yang diselingi warna kehijau-hijauan. Instar-4 kepalanya berwarna coklat, abdomen berwarna agak coklat dengan bercak-bercak melebar pada bagian tengah, berwarna agak merah yang diselingi warna coklat dan hijau. Instar -5 seluruh tubuhnya berwarna pucat kehijau-hijauan dan pada kepala terdapat garis membujur yang pada bagian tengah melebar dan berwarna agak coklat; pada abdomen terdapat bercak putih yang dikelilingi warna kehitam-hitaman.

Biologi dan perilaku

Imago meletakkan telur berkelompok pada permukaan atas daun, pada polong, batang dan rumput. Tiap kelompok terdiri atas dua baris, rata-rata 40 butir telur. Nimfa instra-1 berkelompok diatas kulit telur tanpa makan. Setelah berganti kulit nimfa akan pindah ke polong dan hidup berkelompok.

Siklus hidup kepik hijau pucat berkisar antara 18-34 hari. Stadia telur berlangsung selama 4 hari. Stadia nimfa antara 14-22 hari, sedang lama hidup imago berkisar 19-45 hari atau rata-rata 30 hari. Stadia nimfa terdiri atas lima instar. Rata-rata lamanya instar -1,-2,-3,-4 dan -5 berturut-turut ialah 2, 4, 3, 3 dan 5 hari.

Ekologi

Tanaman inang kepik hijau pucat selain kedelai kacang hijau, kacang panjang, kacang tunggak, kacang gude, Crotalaris sp., Indigofera arrecta, Sesbania rostrata, S. aculeata dan Veronica spp.

Musuh alaminya terutama adalah parasitoid telur, yaitu Anastatus sp., Ooencyrtus sp., Trissolcus sp., Telenomus sp., Gryon sp.B, dan parasitoid imago yaitu Conopid sp.

Dinamika dan kelimpahan populasi kepik hijau pucat sangat bergantung pada kelimpahan makanan, serta musuh alami (parasitoid telur dan predator) sepanjang tahun dan faktor iklim.

Fluktulasi populasi selama satu musim tanam dipengaruhi oleh fase pertumbuhan tanaman terutama ketersediaan polong dan biji, serta musuh alaminya. Pada umumnya serangga dewasa datang di pertanaman menjelang pembungaan sekitar umur 35 hst. Setelah umur tersebut populasi serangga dewasa terus meningkat baik yang berasal dari telur yang telah diletakkan di lahan pertanaman tersebut maupun dari yang imigran.

Telur mulai dijumpai setelah serangga dewasa datang di pertanaman dan jumlahnya mencapai puncak pada umur sekitar 50 hst, puncak kedua terjadi sekitar umur 70 hst.

c. Gejala serangan dan kerusakan

Bagian tanaman yang diserang oleh kepik ini ialah polong dan biji. Nimfa dan kepik dewasa menghisap cairan polong dan biji kedelai. Cara menyerangnya dengan menusukkan alat mulutnya ( stilet) pada kulit polong tembus ke biji kemudian menghisap cairan yang ada di dalam biji. Tanda serangannya sama seperti pada jenis pengisap polong lainnya. Pengaruh serangan hama ini menyebabkan turunnya kualitas dan kuantitas hasil panen.

Tingkat kerusakan maupun kerugian secara ekonomis yang ditimbulkan karena serangan kepik ini di lapangan sulit untuk ditaksir, karena biasanya kerusakan terjadi bersamaan dengan pangisap polong lainnya.

d. Pengendalian

Pemantauan di lahan kedelai yang telah menggunakan tanaman perangkap ( S. Rostrata dan atau kacang hijau) cukup nimfa dan imago, hanya dilakukan pada tanaman perangkap dan dilakukan pada saat tanaman kedelai berumur 42, 49, 56 dan 63 hst. Dilahan kedelai yang tidak ditanami tanaman nperangkap, pengamatan dilakukan mulai umur 49 hst, dilanjiutkan umur 49, 56, 63, dan 70 hst. Pengamatan dalam petak alami sebanyak 10 rumpun contoh yang diambil secara diagonal.

Ambang pengendalian kepik hijau pucat masih belum diteliti secara khusus, oleh karena itu penentuan ambangnya mengacu pada kepik hijau, yaitu 2 ekor / 10 rumpun.

Cara pengendalian kepik hijau pucat adalah sama dengan pengendalian kepik hijau. Tanam serentak, pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inangnya dan sanitasi tanaman inang lainnya dapat menekan populasi kepik.

Sampai saat ini varietas tahan belum ada, pengendalian pasti belum diteliti, pengumpulan nimfa dan imago belum membudaya, dan petani masih biasa menggunakan insektisida. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah hama pengisap polong perlu pengendalian mekanis dan pengendalian kimia. Tanaman perangkap kacang hijau varietas Merak ditanam pada saat tanam kedelai dengan proporsi maksimal 12 % dari luas lahan pertanaman kedelai. Apabila menggunakan Sesbania rostratamaka ditanam dua minggu sebelum tanam kedelai. Petak-petak atau jalur tanaman perangkap di tempatkan pada bagian pinggir atau sekeliling lahan, terutama di lokasi yang berbatasan dengan lokasi sumber serangan.

Tersedianya tanaman perangkap memberikan peluang kepada musuh alami mendapatkan tempat yang aman dari ancaman oleh insektisida , karena walaupun insektisida digunakan akan terbatas pada tanaman perangkap. Selain itu dengan adanya tanaman perangkap maka populasi kepik pengisap polong akan terkonsentrasi pada tanaman perangkap. Apabila populasi kepik pada tanaman perangkap cukup tinggi dan masih melampaui ambang pengendalian walaupun pengendalian cara mekanis sudah dilakukan, maka perlu dilakukan pengendalian dengan insektisida efektif.

11. Kepik coklat kedelaiRiptortus linearis Fabricius

(Hemiptera: Alydidae)

a. Daerah sebar

Serangga hama kepik coklat kedelai terdapat di berbagai daerah pusat produksi kedelai kacang hijau, terutama di Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Lamping, Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Irian Jaya.

b. Bioekologi

Morfologi

Imago berbentuk mirip walang sangit, berbadan panjang; imago betina panjangnya 13-14 mm dan yang jantan 11- 13 mm. Bagian tengah abdomen betina menggembung atau lebih gemuk, sedangkan abdomen imago jantan langsing. Warnanya coklat kekuning-kuningan, dapat dibedakan dengan walang sangit karena adanya garis putih agak kuning yang terdapat disepanjang sisi badannya. Pola garis tersebut merupakan salah satu ciri untuk membedakan antar spsies dari Riptortus.

Telur berbentuk bulat, diameternya 1,2 mm dan dibagian tengah pucuknya agak cekung. Telur yang baru diletakkan berwarna biru keabu-abuan dan kemudian berubah menjadi coklat kusam.

Nimfa instar-1 dan -2 menyerupai semut gramang, instar-3 mirip semut rang-rang, dan instar-4 serta -5 menyerupai semut polyrachis. Ukuran penjang nimfa instar-1, -2, -3, -4, dan -5 masing-masing 2,6, 3,4, 6,0, 7,0 dan 9,9 mm. Nimfa instar-1 dan -2 berwarna coklat kekuning-kuningan, instar-3 coklat tua, sedang instar-4 dan -5 berwarna hitam agak abu-abu.

Biologi dan perilaku

Perilaku imago dan instar-5 pad apagi hari (sebelum pukul 9.00 pagi) diam diatas permukaan daun. Setelah matahari terik akan pindah ke polong untuk makan. Imago meletakkan telur pada permukaan atas dan bawah helai daun, polong dan juga pad gulma. Telur diletakkan satu persatu dan kadang-kadang diletakkan berdekatan, sebanyak 3-4 butir.

Siklus hidup 29 hari. Stadia telur 6-7 hari, stadia nimfa yang terdiri atas lima instar berlangsung selama 23 hari, nimfa instar-1, -2, -3, -4, dan -5 berturut-turut ialah 1-3 hari,

2-4 hari, 2-6 hari, 3-6 hari dan 5-8 hari. Lama hidup imago berkisar antara 4-45 hari.

Ekologi

Kepik coklat kedelai bersifat polifag, yaitu selain hidup pada tanaman kedelai juga dapat hidup pada tanaman inang lain yaitu Tephrosia Spp., Casia villosa, dadap kacang gude, kacang panjang, kacang tunggak, kacang hijau, Desmodium sp., Crotalaria sp., jenis dari Solanaceae dan Convolvulaceae.

Musuh alami R. linearis terutama parasitoid dan predator. Telah ditemukan lima jenis parasitoid telur, yaitu Anaststus sp, Ooencyrtus sp., Gryon sp. A, Gryon sp. B, Gryon sp. C. Nematoda diketahui sebagai parasit imago, dan terdapat tiga jenis predator, yaitu Lycosa sp., Oxyopes sp., dan belalang sembah.

Dinamaika populasi serangga R. Linearis dari musim ke musim dipengaruhi oleh ketersediaan dan kelimpahan makanan atau tanaman inangnya. Fluktuasi populasinya selama fase pertumbuahan tanaman bergantung dari infestasi awal dan imigrasi atau emigrasi. Pada varietas Wilis biasanya imago datang di pertanaman menjelang pembungaan sekitar umur 35 hst. Puncak populasi terjadi pada sekitar umur 50 hst. Fase kritis atau fase pertumbuhan tanaman yang paling disukai imago untuk mendapatkan makanan ilah umur 58 hst. Preferensi bertelur tidak dipengaruhi oleh fase pertumbuhan tanaman

c. Gejala serangan dan kerusakan

Nimfa dan imago makan dengan cara menusukkan alat mulutnya (stilet) pada kulit polong langsung ke biji kemudian menghisap cairan dalam biji. Kerusakan karena serangan serangga ini bervariasi tergantung dari padat populasi atau frekuensi serangan dan umur polong.

Serangan pada fase awal perkembangan biji dan pertumbuhan polong menyebabkan polong dan biji kempis, kemudian mengering dan polong dapat gugur.

Serangan pada fase pengisian biji menyebabkan menjadi hitam dan busuk. Serangan pada polong tua menyebabkan kualitas biji menurun karena adanya bintik-bintik hitam pada biji atau biji menjadi keriput. Gejala serangan pada waktu populasi tinggi akan jelas terlihat pada kulit biji dan kulit polong bagian dalam berupa bitik hitam atau coklat.

Gejala/tanda serangannya tidak dapat dibedakan antara spesies pengisap polong dan antara stadia serangga. Kehilangan hasil karena serangan R. Linearis di lapangan sulit untuk ditaksir apabila terjadinya bersamaan dengan pengisap polong yang lainnya.

d. Pengendalian

Pemantauan serangga pengisap polong dilihat dengan nyata dan menghitung imago dan nimfa pada permukaan daun dan pada polong kedelai. Telur diamati pada permukaan bawah maupun atas helaian daun dan pada polong. Pengambilan contoh pengamatan pada petak alami dilakukan secara diagonal pada tanaman contoh sebanyak 10 rumpun.

Ambang pengendalian untuk imago R. Linearis ialah 2 ekor/10 rumpun. Pengamatan pada tanaman kedelai dilakukan pada umur 49, 56, 63, dan 70 hst, dan pada tanaman perangkap saat kedelai berumur 42, 49, 56, dan 63 hst.

Pengendalian dengan menggunakan varietas tahan terhadap Riptortus spp. belum ada. Penerapan tanam serentak dan pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inangnya akan sangat menekan populasi pengisap polong. Usaha awal ialah melakukan sanitasi tanaman iang liar jauh sebelum tanam.

Di daerah endemis dianjurkan menggunakan tanaman perangkap, dengan demikian populasi akan terkontaminasi pada tanaman perangkap tersebut, sehingga penggunan insektisida hanya terbatas pada tanaman perangkap. Dengan demikian keberadaan musuh alami pada pertanaman kedelai tidak terganggu sehingga dapat berfungsi maksimal.

Tanaman perangkap yang digunakan ialah kacang hijau varietas Merak, ditanam bersamaan dengan tanam kedelai dan seminggu setelah tanam kedelai dengan proporsi 10 – 12 % dari luas hamparan. Dengan adanya tanaman perangkap tersebut maka populasi pengisap polong akan terkonsentrasi pada tanaman perangkap sehingga apabila masih diperlukan penggunaan insektisida hanya dilakukan pada tanaman perangkap. Selain itu pengelolaan tanaman perangkap berfungsi untuk meningkatkan bekerjanya musuh alami pada pertanaman utama.

Penempatan tanaman perangkap dalam suatu hamparan kedelai yang dibatasi kampung atau semak-semak ditanam di sekeliling hamparan terutama di lokasi yang berbatasan dengan sumber serangan atau sumber populasi hama.

Catatan penulis: Ambang pengendalian harus selalu menyesuaikan dengan Pedoman dari Direktorat Perlindungan Tanaman, dan Penyempurnaan naskah ini sangat kami harapkan.

II. APLIKASI PERAMALAN OPT KEDELAI

1.  PERAMALAN ANTAR MUSIM

Tabel 1. Model Peramalan OPT Penting pada Tanaman Kedele Musim Hujan.

Keterangan:      YMH  = KLTS musim hujan,  YMK          = KLTS musim kemarau sebelumnya, YMH-1 = KLTS musim hujan sebelumnya, C.L. = Limit konfidensi, R*R = Koefisien determinasi

Contoh :

Ramalan KLTS Ulat Grayak pada Kedele Musim Hujan 2005/2006.

Model Peramalan: Log YMH = 0,2022 + 0,2533 Log (YMK) + 0,4745 Log (YMH-1)

Dilaporkan KLTS MK 2005 seluas 10 ha dan KLTS MH 2004/2005 seluas 100 ha.Maka dapat diramalkan:Log YMH = 0,2022 + 0,2533 Log (10) + 0,4745 Log (100)

Log YMH = 0,2022 + 0,2533 (1) + 0,4745 (2)

Log YMH = 0,2022 + 0,2533 + 0,949 = 1,4045

Jadi Ramalan KLTS MH 2005/2006 = 10 1,4045 = 25,38 ha,

Minimum = 10 (1,4045-0,12) = 10 1,2845 = 19,25 ha, dan

Maksimum = 10 (1,4045+0,12) = 10 1,5245 = 33,46 ha.Tabel 2. Model Peramalan OPT Penting pada Tanaman Kedele Musim Kemarau.

OPT Model C.L R*R

Ulat GrayakLog YMH = 0,2022 + 0,2533 Log (YMK) + 0,4745 Log (YMH-1)

0,12 0,41

Penggulung daunLog YMH = 0,2249 + 0,6489 Log (YMK) + 0,1772 Log (YMH-1)

0,09 0,60

Ulat JengkalLog YMH = 0,1704 + 0,2826 Log (YMK) + 0.5482 Log (YMH-1)

0,18 0,51

Lalat KacangLog YMH = 0,0448 + 0,6694 Log (YMK) + 0,1098 Log (YMH-1)

0,09 0,59

Penggerek PolongLog YMH = 0,0333 + 0,3608 Log (YMK) + 0,5237 Log (YMH-1)

0,08 0,53

TikusLog YMH = 0,0565 + 0,2858 Log (YMK) + 0,3940 Log (YMH-1)

0,09 0,46

OPT Model C.L. R*R

Ulat GrayakLog YMK = 0,2988 + 0,5174 Log (YMH) + 0,2609 Log (YMK-1) 0,11 0,49

Keterangan:      YMK                  = KLTS musim kemarau yang akan datang, YMH = KLTS musim hujan

sebelumnya, YMK-1 = KLTS musim kemarau sebelumnya, C.L. = Limit konfidensi, R*R = Koefisien determinasi.

Contoh :

Ramalan KLTS Ulat Grayak pada Kedele Musim Kemarau 2005.Model Peramalan: Log YMK = 0,2988 + 0,5174 Log (YMH) + 0,2609 Log (YMK-1)

Dilaporkan KLTS MH 2004/2005 seluas 10 ha dan KLTS MK 2004 seluas 100 ha.Maka dapat diramalkan:Log YMK = 0,2988 + 0,5174 Log (10) + 0,2609 Log (100)

Log YMH = 0, 2988 + 0,5174 (1) + 0,2609 (2)

Log YMH = 0, 2988 + 0,5174 + 0,5218 = 1,338

Jadi Ramalan KLTS MH 2005 = 10 1,338= 21,77 ha,

Minimum = 10 (1,338-0,11) = 10 1,228 = 16,9 ha, dan

Maksimum = 10 (1,338+0,11) = 10 1,448 = 28,05 ha.

2.   PERAMALAN DALAM MUSIM

Model peramalan kausal umumnya diaplikasikan dalam tenggang waktu (lag) yang pendek dan terjadi dalam musim tanam yang sedang berlangsung.

Model peramalan kausal yang telah dibangun adalah: 2.1. Kutu kebul (Bemisia tabaci) pada kedele.

Pengamatan populasi kutu kebul dilakukan dengan menghitung populasi yang tertangkap oleh perangkap lem pada papan yang ditempatkan di lokasi pertanaman.Model 1 : Peramalan populasi kutu kebul (G1) di daerah tanam kedele

terus menerus. Log G1 = 1,002 Log G0 – 0,17 ; (R2 = 0.65)Keterangan : G1 = Populasi kutu kebul generasi 1

Penggulung daunLog YMK = 0,2089 + 0,1957 Log (YMH) + 0,6491 Log (YMK-1) 0,08 0,62

Ulat JengkalLog YMK = 0,130 + 0,2850 Log (YMH) + 0,4683 Log (YMK-

1)0,05 0,48

Lalat KacangLog YMK = 0,2021 + 0,2579 Log (YMH) + 0,5388 Log (YMK-1) 0,08 0,58

Penggerek PolongLog YMK = 0,3021 + 0,2213 Log (YMH) + 0,5090 Log (YMK-1)  0,09 0,49

TikusLog YMK = 0,1740 + 0,2604 Log (YMH) + 0,5031 Log (YMK-1)  0,15 0,50

G0 = Populasi kutu kebul generasi pendatang

Model 2 : Peramalan populasi kutu kebul (G2) di daerah tanam kedele terus menerus.

Log G2 = 0,73 Log G1 – 0,66 ; (R2 = 0.74)Keterangan : G2 = Populasi puncak kutu kebul generasi 2G1 = Populasi kutu kebul generasi 1Model 3 : Peramalan populasi kutu kebul (G1) pada kedele di daerah pola

tanam padi-padi-palawija. Log G1 = 0,81 Log G0 + 0,21 ; (R2 = 0.93)Keterangan : G1 = Populasi kutu kebul generasi 1G0 = Populasi kutu kebul generasi pendatangModel 4 : Peramalan populasi kutu kebul (G2) pada kedele di daerah pola

tanam padi-padi-palawija. Log G2 = 0,77 Log G1 – 0,22 ; (R2 = 0.67)Keterangan : G2 = Populasi puncak kutu kebul generasi 2G1 = Populasi kutu kebul generasi 1

Model 5 : Peramalan intensitas serangan kutu kebul (I0) di daerah tanam kedele terus menerus.

Log I0 = 0,65 Log G0 – 0,01 ; (R2 = 0.83)Keterangan : I0 = Intensitas serangan pada periode G-0G0 = Populasi kutu kebul generasi pendatangModel 6 : Peramalan intensitas serangan kutu kebul (I1) di daerah tanam

kedele terus menerus. Log I1 = 0,80 Log G1 – 0,30 ; (R2 = 0.80)Keterangan : I1 = Intensitas serangan pada periode G1G1 = Populasi kutu kebul generasi satuModel 7 : Peramalan intensitas serangan kutu kebul (G2) di daerah tanam

kedele terus menerus. Log I2 = 0,56 Log G2 + 0,32 ; (R2 = 0.73)Keterangan : I2 = Intensitas serangan pada periode G2G2 = Populasi kutu kebul generasi 2Model 8 : Peramalan intensitas serangan kutu kebul (I1) pada kedele di

daerah pola tanam padi-padi-palawija. Log I1 = 0,96 Log G1 + 0,28 ; (R2 = 0.70)Keterangan :

I1 = Intensitas serangan pada periode G1G1 = Populasi kutu kebul generasi 1Model 9 : Peramalan intensitas serangan kutu kebul (I2) pada kedele di

daerah pola tanam padi-padi-palawija. Log I2 = 1,74 Log G2 – 1,37 ; (R2 = 0.66)Keterangan : I2 = Intensitas serangan pada periode G2G2 = Populasi kutu kebul generasi 2

2.2. Penggerek polong kedele (Etiella spp.)Model 1 : Peramalan intensitas polong terserang dengan populasi telur Y = 4,45 + 1,08 X ; (R2 = 0.56)Keterangan : Y = Intensitas polong terserangX = Rata-rata populasi telur per 3 rumpunModel 2 : Peramalan intensitas polong terserang dengan populasi larva Y = 1,83 + 3,49 X ; (R2 = 0.72)Keterangan : Y = Intensitas polong terserang (%)X = Rata-rata populasi larva penggerek polong per 3 rumpun Contoh aplikasi:

Hasil pengamatan terhadap polong ditemukan rata-rata populasi larva penggerek polong sebagai berikut:

Penghitungan:- Ramalan intens. polong terserang pd petak 1. = 1.83 + (3.49 * 10) = 36.73- Ramalan intens. polong terserang pd petak 2. = 1.83 + (3.49 * 20) = 71.63

Model 3 : Peramalan penurunan produksi oleh serangan penggerek polong Y = 138,0 – 4,38 X ; (R2 = 0.74)Keterangan : Y = Produksi per 20 tanaman sampel.X = Intensitas polong terserang Etiella spp.

Contoh aplikasi:

Hasil pengamatan terhadap kerusakan polong akibat serangan penggerek polong ditemukan intensitas serangan penggerek polong sebagai berikut:

No. Lokasi (desa/ petak) Populasi larva Pengg.polong/

3 rumpun

Prakiraan intensitas polong

terserang (%)1. Desa Narmada:

a. Petak 1b. Petak 2c. Petak 3d. Petak 4e. Petak 5

102051 3

36.7371.6319.285.3212.30

No. Lokasi (desa/petak) Intensitas polong Prakiraan

Last Updated On Tuesday, 08 May 2007 09:52:49 PM

Penghitungan:- Ramalan produksi kedelai/20 tanaman petak 1. = 138 – (4.38 * 5) = 116.10- Ramalan produksi kedelai/20 tanaman petak 2. = 138 – (4.38 * 10) = 94.20

2.3. Model Peramalan Ulat Grayak (Spodoptera litura) pada kedele.Model 1: Pendugaan intensitas kerusakan daun kedele pada periode kritis (Y)

yaitu fase pengisian polong (5-8 MST) berdasarkan kepadatan populasi larva pada generasi-2 (L2):

log Y = 0,023 + 0,14 L2 ; R = 0,90Model 2: Pendugaan kepadatan populasi larva pada generasi-2 (L2) berdasarkan populasi larva generasi-1 (L1):

log L2 = 0,57 + 0,92 log L1 ; R = 0,94

terserang (%) Produksi/20 tanaman

1. Desa Jatisari:a. Petak 1b. Petak 2c. Petak 3d. Petak 4e. Petak 5

510152025

116.1094.2072.3050.4028.50