pengembangan klaster bisnis usaha kecil dan menengah...
TRANSCRIPT
PENGEMBANGAN KLASTER BISNIS USAHA KECIL DAN...( Wasifah Hanim, Yani Iriani ,Henny Utarsih) 373
PENGEMBANGAN KLASTER BISNIS USAHA KECIL DAN
MENENGAH DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS SWOT
Wasifah Hanim1, Yani Iriani
2 ,Henny Utarsih
3
1Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Widyatama
2Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Widyatama 3Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Widyatama
Jl. Cikutra No. 204A Bandung 40124
E-mail: [email protected]
E-mail: [email protected]
E-mail: [email protected]
Abstrak
Salah satu pendekatan untuk mengembangkan Usaha Kecil dan Menengah yang dianggap
berhasil adalah melalui pendekatan klaster/kelompok. Namun demikian dilakukan di beberapa sentra
industri di Indonesia. Namun masih banyak klaster di Indonesia dalam kondisi pasif. Dalam
pendekatan klaster, dukungan (baik teknis maupun keuangan) disalurkan kepada kelompok Usaha
Kecil dan Menengah bukan per individu UKM. Pendekatan kelompok diyakini lebih baik karena UKM
secara individual biasanya tidak sanggup menangkap peluang pasar dan Jaringan bisnis yang
terbentuk terbukti efektif meningkatkan daya saing usaha karena dapat saling bersinergi.
Kajian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan profil beberapa jenis pengrajin/industri di
Kabupaten Tasikmalaya dengan menggunakan pendekatan klaster, antara lain industri anyaman
bambu, pandan, mendong dan border. Dari keempat industri yang akan dibahas dalam makalah ini
hanya industri bordir, industri ini dipilih karena merupakan sektor unggulan di Kabupaten
Tasikmalaya yang telah memiliki brand image kuat dan merupakan industri skala kecil yang banyak
menyerap tenaga kerja lokal. dan telah tersebar di beberapa Kecamatan.. Selain itu kajian ini
mengidentifikasikan pula kekuatan, kendala, peluang, dan ancaman yang terjadi sebagai dasar
penyusunan kebijakan, strategi, dan rencana tindak pengembangan kawasan dalam rangka
peningkatan daya saing.
Data-data yang digunakan meliputi data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui
forum diskusi stakeholder, kuesioner, dan wawancara dengan pelaku-pelaku terkait, yaitu pemerintah
pusat dan daerah, lembaga pendidikan dan pelatihan, lembaga keuangan, lembaga penelitian dan
pengembangan, lembaga bantuan pengembangan bisnis (BDS), asosiasi usaha, serta unit-unit usaha
yang ada termasuk tenaga kerja yang bekerja di dalamnya. Observasi langsung ke unit usaha juga
dilakukan untuk mengetahui proses produksi dan kondisi usaha tersebut, terutama dalam menjaring
informasi mengenai kendala yang dihadapi. Sedangkan data sekunder yang digunakan adalah
dokumen-dokumen kebijakan di tigkat pusat dan daerah, data statistik daerah, dan literatur-literatur
yang relevan
Kata Kunci: Usaha Kecil dan Menengah (UKM), Pendekatan Klaster
I. Pendahuluan
Adanya globalisasi dan otonomi daerah membawa sebuah konsekuensi logis bahwa
tingkat persaingan semakin tajam, baik di tingkat regional, nasional, dan internasional. Setiap
daerah dituntut untuk lebih meningkatkan potensi-potensi yang dimilikinya dalam rangka
374 | Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
peningkatan perekonomian dan daya saing daerah tersebut. Saat ini, strategi klaster menjadi
salah satu alternatif untuk pengembangan daya saing daerah.
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa klaster dinilai cukup efektif karena
bersifat lokalitas, mampu mendorong terciptanya inovasi, serta sinergitas diantara pelaku-
pelaku terkait. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan kajian mengenai strategi
pengembangan kawasan berbasis klaster guna mendukung akselerasi peningkatan daya saing
daerah.
Kajian ini mengambil studi kasus di Kabupaten Tasikmalaya dengan fokus
pengembangan industri-industri yang menjadi unggulan di daerah tersebut. Industri atau
komoditi yang menjadi studi kasus adalah industri anyaman bambu, pandan, mendong dan
bordir. Adapun pemilihan komoditi ini didasarkan atas beberapa pertimbangan, yaitu
merupakan industri unggulan di daerah tersebut, telah memiliki brand image kuat dan
merupakan industri yang sebagian besar usahanya merupakan skala kecil yang banyak
menyerap tenaga kerja lokal. Akan tetapi dalam kualitas dan diversifikasi usahanya yang
harus dikembangkan sebagai dasar tuntutan pasar yang terus berkembang, disertai dengan
sistem promosi dan penjualan yang tidak bersifat retail namun menggunakan program
Teknologi Informasi secara on line, untuk memudahkan konsumen dalam pemesanannya,
dalam wilayah lokal, nasional, regional maupun Internasional.
Melalui pendekatan klaster sangat efektif karena memudahkan dalam membuat mapping
jenis produk yang dihasilkan dan menunjang dalam marketingnya serta dapat diminimalisir
kendala yang mungkin dapat menurunkan kualitas produk dan dapat diantisipasi secara
langsung.
Sentra-sentra kerajinan bordir yang tersebar di wilayah Kabupaten Tasikmalaya sesuai
kodisi eksisting belum mampu dalam menghasilkan kualitas yang mampu bersaing, sehingga
perlu dicarikan solusi dari kendala tersebut. Dalam kemampuan desain produk sesuai
skill/SDM yang dimiliki tersebut telah memenuhi persyaratan kualitas baik, namun
diantaranya belum dapat memenuhi kebutuhan pasar secara maksimal, serta daya dukung
sarana prasarana, hak paten dan adanya kendala dalam pemenuhan bahan baku yang saat ini
masih adanya ketergantungan pasokan dari luar daerah.
Melihat dari sudut pandang tersebut dalam analisis pengembangan klaster bisnis UMKM
diperlukan pemecahannya untuk secara aktif dalam menyusun agenda yang semua kelemahan
menjadi peluang bisnis yang kompetitif, profesional dan mampu bersaing.
II. Kerangka Teoritis
2.1 Konsep Klster Industri
Selama dua dekade terakhir, konsep klaster industri telah banyak mengundang perhatian
berbagai stakeholders baik akademisi, praktisi, politisi, birokrat, para ahli ekonomi serta
semua pihak yang concern terhadap pengembangan ekonomi lokal suatu wilayah. Pengertian
kluster industri hingga saat ini masih debatable disebabkan terdiri dari bermacam-macam
konsep dan metode pendekatan yang digunakan (David, 2004). Klaster industri merupakan
konsep multidimensi yang didasarkan atas sejumlah teori-teori ekonomi dan diukur
menggunakan metodologi pendekatan yang berbeda-beda. Namun demikian, secara teoritis
konsep klaster industri dibangun oleh teori ekonomi terutama sekali oleh teori ekonomi
eksternal dan aglomerasi.
PENGEMBANGAN KLASTER BISNIS USAHA KECIL DAN...( Wasifah Hanim, Yani Iriani ,Henny Utarsih) 375
Penggagas konsep klaster yang pertamakali adalah Porter (1990), memperkenalkan
konsep klaster industri (industrial cluster) dalam bukunya “The Competitive Advantage of
Nation” sebagai kebijakan untuk meningkatkan daya saing negara Amerika Serikat. Porter
mendefinisikan klaster sebagai kelompok perusahaan yang saling berhubungan, berdekatan
secara geografis dengan institusi-institusi yang terkait dalam suatu bidang khusus karena
kebersamaan dan saling melengkapi.
“cluster as a geographically proximate group of interconnected companies and
associated institutions in a particular field linked by commonalities and
complementarities (Porter, 1990)”.
Sedangkan menurut Bernat (1999) klaster didefinisikan sebagai grup perusahaan yang
berkumpul pada satu lokasi dan saling terhubung membentuk suatu jaringan (networking).
Sementara Ketels (2003), mendefinisikan klaster sebagai perusahaan-perusahaan yang
sejenis/sama atau yang saling berkaitan, berkumpul dalam suatu batasan geografis tertentu
dan terhubungkan karena saling ketergantungan dalam penyedian produk maupun jasa yang
sama/berhubungan. Pengertian klaster menurut UNIDO ( 2004) juga dapat didefinisikan
sebagai pemusatan geografis industri-industri terkait dan kelembagaan-kelembagaannya pada
suatu lokasi yang saling berdekatan.
Menurut Rosenfeld (1997), keberhasilan suatu klaster ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu
(1) spesialisasi, (2) kapasitas penelitian dan pengembangan, (3) pengetahuan dan
keterampilan, (4) pengembangan sumber daya manusia, (5) jaringan kerjasama dan modal
sosial, (6) kedekatan dengan pemasok, (7) ketersediaan modal, (8) jiwa kewirausahaan, serta
(9) kepemimpinan dan visi bersama. Mengutip dari penelitian yang dilakukan oleh Michael
Porter, terdapat faktor-faktor yang memicu inovasi dan perkembangan klaster yang kemudian
dikenal dengan ”Diamond Porter”, yaitu : (i) Faktor kondisi yang terdiri dari tenaga kerja
yang terspesialisasi, infrastruktur, bahan baku, dan modal; (ii) Permintaan yang meliputi
karakteristik, segmen, ukuran, dan jumlah permintaan; (iii) Industri pendukung dan terkait
yang meliputi industri pemasok dan komplementer; serta (iv) Struktur, strategi, dan
persaingan perusahaan. Selain itu, Porter juga menambahkan pemerintah yang juga berperan
penting dalam pengambangan klaster.
2.2 Definisi Klaster Industri
Pengembangan klaster industri dapat digunakan untuk mengembangkan industri yang
bersifat luas (broad base) dan terfokus pada jenis-jenis produk yang berpeluang memiliki
daya saing internasional yang tinggi di pasar domestik dan global.Lingkup geografis klaster
industri dapat sangat bervariasi, terentang dari satu desa saja atau salah satu jalan di daerah
perkotaan sampai mencakup sebuah kecamatan atau provinsi. Sebuah klaster industri dapat
juga melampaui batas negara menjangkau beberapa negara tetangga (misal Batam, Singapura,
Malaysia).
Klaster industri pada dasarnya bukan konsep yang sama sekali baru. Namun sejalan
dengan perkembangan jaman, telaah konsep/teori dan pengalaman empiris berbagai pihak
berkembang dari waktu ke waktu. Beragam definisi dan konsep tentang klaster industri dapat
376 | Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
dijumpai dalam berbagai literatur. Dari beberapa definisi tersebut di atas, maka dapat
disimpulkan definisi klaster industri adalah sebagai berikut :
“jaringan dari sehimpunan industri yang saling terkait (industri inti/core industries – yang
menjadi “fokus perhatian, “industri pemasok/supllier industries, industri
pendukungnya/supporting industries, dan industri terkait/related industries), pihak/lembaga
yang menghasilkan pengetahuan/teknologi (termasuk perguruan tinggi dan lembaga
penelitian, pengembangan dan rekayasa/litbangyasa), institusi yang berperan
menjembatani/bridging institutions (misalnya brokerdan konsultan), serta pembeli, yang
dihubungkan satu dengan lainnya dalam rantai proses peningkatan nilai (value adding
production chain)” Atau secara singkat:
“Klaster industri merupakan kelompok usaha spesifik yang dihubungkan oleh jaringan mata
rantai proses penciptaan/peningkatan nilai tambah, baik melalui hubungan bisnis maupun
non bisnis”
Secara skema, pendekatan klaster industri dapat dilihat pada gambar 1.
Para pelaku (stakeholders) dalam suatu klaster industri biasanya dikelompokkan kepada
industri inti, industri pemasok, industri Institusi Pendukung (Supporting Institution) Industri
Terkait (Related Industri) Industri Pemasok Pembeli(Buyer) (Supplier Industri) Industri
Pendukung (Supporting Industri) Industri Inti (Core Industri) Panduan Pnyusunan Kerangka
dan Agenda Pengembangan Klaster Industri pendukung, industri terkait, dan pembeli, serta
institusi pendukung (”non industri”).Istilah inti, pendukung dan terkait menunjukkan peran
pelaku dalam klaster industri tertentu dan tidak ada hubungan dengan tingkat kepentingan
para pelaku. Peran tersebut dapat dilakukan oleh siapa saja tergantung pada tingkat ekonomis
dari hubungan rantai nilai tertentu.
2.3 Keterkaitan Konsep Klaster Industri Dengan Peningkatan Daya Saing Industri
Pembangunan, khususnya pembangunan ekonomi, utamanya dirancang dan
diimplementasikan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam kaitan ini,
beragam kajian konsep dan empiris klaster industri mengungkapkan beragam ”temuan”
penting, yang antara lain adalah sebagai berikut:
a. Kesejahteraan/kemakmuran sangat ditentukan oleh “daya saing.” Karenanya, di antara
berbagai tujuan/kepentingan pembangunan yang multi dimensi (dan seringkali berbeda,
bahkan “bertentangan”), peningkatan daya saing merupakan salah satu fokus orientasi
agenda yang sangat penting.
b. Di antara ukuran yang paling sesuai dari daya saing adalah “produktivitas,” yang
merupakan hasil dari pemanfaatan SDM, modal dan SDA, dan tercermin dalam “nilai”
produk (barang dan/atau jasa) dan “efisiensi” bagaimana produk tersebut dihasilkan.
c. Sumber terpenting kesejahteraan/kemakmuran (yaitu daya saing) pada dasarnya
“diciptakan,” bukan diwariskan. Beragam faktor alamiah (seperti melimpahnya sumber
daya alam) tentu sangat penting, namun hal ini bermakna sangat terbatas jika tidak
diimbangi dengan kemajuan dalam kemampuan faktor-faktor “buatan” seperti SDM yang
semakin berkualitas, infrastruktur, teknologi dan lainnya.
d. Produktivitas suatu negara/daerah bergantung pada keseluruhan industrinya, yang pada
dasarnya tercermin dalam “klaster industri-klaster industri”. Keunggulan daya saing klaster
PENGEMBANGAN KLASTER BISNIS USAHA KECIL DAN...( Wasifah Hanim, Yani Iriani ,Henny Utarsih) 377
industri mencerminkan keadaan perkembangan ekonomi (the state of economy’s
development).
e. Inovasi semakin penting dalam menentukan produktivitas dan peningkatannya dalam
jangka panjang.
f. Faktor spesifik lokal/daerah seperti pengetahuan, hubungan, dan motivasi, semakin
menentukan keunggulan daya saing global.
g. Daerah akan “bersaing” dalam menawarkan lingkungan paling produktif bagi
bisnis/industri. Binis/perusahaanlah yang pada dasarnya akan bersaing (di arena
persaingan global) dalam arti sebenarnya.
.
III. METODOLOGI
Lokasi kajian dilakukan di beberapa pengrajin seperti pengrajin bambu, pandan, mendong dan
bordir di Kabupaten Tasikmalaya. Pengumpulan data meliputi data primer dan sekunder. Data
primer diperoleh melalui survei lapangan, wawancara dengan pemgrajin bambu, pandan,
mendong dan bordir dan pemasok bahan baku dengan alat bantu kuesioner. Data dianalisis
dengan menggunakan metode deskriptif, disamping itu dengan matriks Internal Strategic
Factors Analysis (IFAS), External Strategic Factors Analysis Summary (EFAS), Strengths,
Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT). Beberapa metode analisis yang digunakan
dapat dijabarkan sebagai berikut :
1. Analisis Deskriptif
Aspek yang dianalisis adalah sejarah pengrajin di Kabupaten Tasikmalaya karakteristik
industri, baik industri usaha mandiri maupun kelompok pengrajin, aspek keuangan yang
meliputi jumlah produksi, harga jual dan tingkat keuntungan, aspek produksi meliputi
ketersediaan bahan baku, teknologi yang dipakai, proses produksi, mutu produk dan
tenaga kerja, aspek pemasaran meliputi sistem promosi, pemasaran produk, serta
persaingan dan peluang pasar, aspek lingkungan eksternal meliputi sosial dan ekonomi,
pemerintah dan kemajuan teknologi.
2. Analisis Tiga Tahap Perumusan Strategi .
Analisis ini dilakukan untuk mengevaluasi keadaan umum pengrajin di Kabupaten
Tasikmalaya (usaha mandiri dan kelomok pengrajin) serta mengidentifikasi faktor-faktor
internal dan faktor eksternal industri. Hasil analisis tersebut akan dikembangkan menjadi
beberapa alternatif strategi berdasarkan skala prioritas untuk memilih strategi yang
terbaik. Tiga tahap formulasi strategi menurut David (2004) adalah:
a. Tahap Input
Analisis Lingkungan Internal dan Eksternal Perusahaan
Analisis lingkungan internal dimaksudkan untuk memahami kekuatan dan kelemahan
yang dimiliki industri sepatu dari seluruh aspek fungsional manajemen. Analisis
lingkungan ekster-nal menghasilkan sejumlah daftar peluang dan ancaman bagi
industri. Aspek yang dianalisa pada lingkungan internal antara lain keuangan, sumber
daya manusia, produksi dan pemasaran. Analisis lingkungan eksternal
mengidentifikasi aspek sosial dan ekonomi, pemerintah dan teknologi.
Teknik Pembobotan
378 | Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
Teknik yang digunakan untuk menentukan bobot dari faktor internal dan eksternal
adalah teknik Pairwise Comparison (Kinnear and Taylor, 1991). Teknik ini
membandingkan setiap peubah horizontal dengan peubah pada kolom vertikal.
Penentuan bobot pada setiap peubah yang dibandingkan menggunakan skala 1, 2 dan
3.
Matriks IFAS dan EFAS
Matriks IFAS dan EFAS yang telah disusun memberikan informasi faktor-faktor yang
mempengaruhi atau kurang mempengaruhi industri dalam lingkungan internal maupun
eksternal. Pada kolom analisis tiga matriks IFAS dan EFAS diberikan rating.
Penentuan rating oleh manajemen atau pakar dari perusahaan dilakukan terhadap
peubah-peubah dari hasil analisis situasi usaha. Pada EFAS untuk menunjukkan
seberapa efektif strategi usaha saat ini menjawab masing-masing peubah-peubah
tersebut digunakan sesuai peringkat dengan menggunakan skala 1, 2, 3 dan 4.
b. Tahap Pemaduan
Tahap pemaduan, yaitu tahapan menghasilkan strategi alternatif yang layak dengan
memadukan faktor internal dan eksternal yang telah dihasilkan pada tahap input. Pada
tahap ini digunakan alat analisis matriks Internal-External (IE) dan matriks SWOT.
Matriks IE
Matriks IE menempatkan berbagai divisi dari organisasi dalam diagram skematis yang
disebut matriks portofolio. Matriks IE dibagi menjadi tiga daerah utama yaitu:
- Daerah 1 meliputi sel I, II, atau IV termasuk dalam daerah grow and build.
Strategi yang sesuai dengan daerah ini adalah strategi intensif, misalnya penetrasi
pasar, pengembangan pasar, atau pengembangan produk dan strategi integratif,
misalnya integrasi horizontal dan vertikal.
- Daerah II meliputi sel III, V, atau VII. Strategi yang paling sesuai adalah strategi-
strategi hold and maintain. Yang termasuk dalam strategi ini adalah penetrasi
pasar dan pengembangan produk.
- Daerah III, meliputi sel VI, VIII, atau IX adalah daerah harvest dan divest.
Matriks SWOT
Pengembangan strategi pada matriks SWOT dilakukan berdasarkan hasil dari
matriks IE.
- Strategi SO, yaitu menggunakan kekuatan internal perusahaan untuk meraih
peluang-peluang yang ada di luar perusahaan.
- Strategi WO, bertujuan untuk memper-kecil kelemahan-kelemahan internal
perusahaan dengan memanfaatkan peluang-peluang eksternal. Strategi ST,
bertujuan untuk menghin-dari atau mengurangi dampak dari ancaman-ancaman
eksternal.
- Strategi ST, bertujuan untuk menghin-dari atau mengurangi dampak dari ancaman-
ancaman eksternal.
Strategi WT, merupakan taktik untuk bertahan dengan cara mengurangi
kelemahan internal dan menghindari ancaman.
Gambar 2 adalah proses analisis, yang disusun berdasarkan input-input data, proses
analisis, beserta hasil keluarannya.
PENGEMBANGAN KLASTER BISNIS USAHA KECIL DAN...( Wasifah Hanim, Yani Iriani ,Henny Utarsih) 379
IV. Analisis Data
4.1 Strategi Pengembangan Klaster Kerajinan Bordir di Kabupaten Tasikmalaya
Berdasarkan data temuan baik yang dilakukan dengan wawancara kepada pengrajin
maupun dari hasil penyebaran kuesioner diperoleh informasi lingkungan baik internal maupun
eksternal, yang kemudian disusun dalam matrik SWOT. Informasi yang telah didapatkan dari
hasil identifikasi faktor lingkungan internal dan eksternal Kerajinan pandan, kemudian
dirumuskan faktor-faktor kuncinya yang meliputi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman.
Faktor-faktor tersebut dievaluasi dalam matriks IFAS dan matriks EFAS. Matriks-matriks
tersebut digunakan sebagai data masukan untuk menentukan alternatif-alternatif strategi
pengembangan usaha.
Setelah dilakukan pengolahan matriks IFAS (tabel 1), diperoleh informasi bahwa faktor
kekuatan utama bagi kerajinan bordir adalah jumlah kelompok unit usaha banyak dengan
skor 0,716. Kekuatan terkecil bagi kerajinan bordir yaitu dukungan pemerintah untuk
mengembangkan komoditi kerajinan cukup tinggi dengan skor 0,023, sedangkan yang menjadi
kelemahan utama bagi kerajinan bordir adalah bahan baku tersedia, namun jumlahnya terbatas
sebesar 0,440 dan yang menjadi kelemahan terkecil yaitu teknologi produksi yang
digunakan pada umumnya masih manual. Selisih nilai antara jumlah skor factor kekuatan
dan jumlah skor faktor kelemahan adalah 0,431. Hal ini menunjukkan bahwa kerajinan
bordir berada pada posisi positif dalam lingkungan internal pengembangan usaha.
Dalam pengolahan matriks EFAS (table 2), diperoleh hasil, faktor peluang utama untuk
kerajinan bordir yaitu kerjasama dalam memasarkan produk cukup terbuka yang skornya
0,848. Peluang terkecil bagi kerajinan bordir yaitu trdapat balai latihan kerja yang berskor
0,019. Sedangkan yang menjadi ancaman utama bagi kerajinan bordir adalah munculnya alat
produksi mesin dengan system komputer sebesar 0,382 dan yang menjadi ancaman terkecil
yaitu bermnculannya produk serupa dari luar negeri. Selisih nilai antara jumlah skor faktor
kekuatan dan jumlah skor faktor kelemahan adalah 0,180. Hal ini menunjukkan bahwa
kerajinan bordir berada pada posisi positif dalam lingkungan eksternal pengembangan usaha.
Alternatif strategi dapat dirumuskan dengan merujuk pada model analisis matrik SWOT.
Model analisis SWOT dalam memformulasikan strategi didasarkan pada gabungan faktor
internal dan eksternal, dengan menggunakan dari matriks EFAS dan IFAS sebelumnya.
Diperoleh hasil analisis, seperti padaTabel 3 di bawah ini.
Rencana pengembangan klaster UMKM di Kabupaten Tasikmalaya berada pada strategi
SO (Strengths – Opportunities) , karena memberikan nilai yang paling tinggi dibanding yang
lainnya, seperti tampak pada tabel 3.. Dengan demikian pengembangan klaster bisnis
kerajinan bordir di Kabupaten Tasikmalaya, menjadi prioritas pemertintah daerah untuk
dillaksanakan. Untuk memberikan gambaran ditunjukkan oleh kurva hasil olahan yang berada
pada Kuadran I yang ditunjukkan pada gambar 3.
Dengan menggunakan analisis SWOT, maka pengembangan klaster bisnis kerajinan bordir
berada pada posisi Strategi SO (Strengths – Opportunity), yaitu menjadikan kekuatan sebagai
380 | Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
peluang dalam pengembangan usaha. Untuk memberikan arahan dalam pengembangan klaster
bisini kerajinan bordir, berikut ini disajikan dalam matrik SWOT.
4.2 Analisis Matriks SWOT
Strategi SO (Strengths-Opportunities) adalah strategi yang digunakan untuk
mengembangkan klaster bisnis UMKM. Penentuan strategi ini dirumuskan berdasarkan
model analisis matrik SWOT, dimana data yang digunakan adalah diperoleh dari matriks
EFAS dan IFAS sebelumnya. Hasilnya pada tabel 4
Berikut ini merupakan penjelasan dari hasil matriks SWOT (Tabel 4) yaitu didapatkan
alternatif strategi sebagai berikut :
Strategi SO (Strengths-Opportunities)
Strategi SO adalah strategi yang menggunakan kekuatan pada lingkungan internal
perusahaan untuk memanfaatkan peluang yang ada pada lingkungan eksternal perusahaan
sehingga memperoleh keuntungan bagi perusahaan. Strategi yang dapat digunakan yaitu :
1. Pembentukan Kelompok Pengrajin
Pembemtukan kelompok pengrajin diperlukan dalam upaya menjamin kelangsungan
produksi kelompok unit usaha dalam bentuk kerjasama dalam memasarkan produk.
2. Pembukaan Perwakilan Usaha
Dalam upaya memenuhi permintaan pasar luar negeri terhadap produk kerajinan yang
cukup tinggi, ditunjang oleh jumlah kelompok unit usaha yang banyak, maka hendaknya di
jajaki pembukaan perwakilan usaha di Negara tujuan pemasaran, hal ini dapat
mempermudah pengusaha ketika akan mempromosikan barang di Negara tersebut,
disamping sebagai media informasi bagi pengusaha dalam pengembangan kegiatan
usahanya.
Perkuatan Keterampilan Usaha
Dalam upaya membantu pembangunan di Kabupaten Tasikmalaya, peranan sector
kerajinan bordir cukup signifikan, oleh karena itu inovasi pengrajin dalam membuat
produk kerajinan dilakukan dengan memanfaatkan balai latihan kerja.
3. Pembentukan spesialisasi
Untuk menciptakan komoditi bordir yang mempunyai kualitas yang baik, maka harus
terjalin interaksi antar perusahaan sejenis, kondisi lingkungan kerja di perusahaan yang
baik, juga dengan pembagian kerja pada masing-masing unit pekerjaan.
Perkuatan Permodalan
Untuk membantu pengrajin dalam kegiatan usahanya maka perlu adanya dukungan
pemerintah untuk mengembangkan komoditi kerajinan, disamping setiap perusahaan
menyediakan dana CSR dalam membantu mengembangkan UMKM.
4. Program Pendampingan
Untuk membantu pengusaha dalam pengembangan kegiatan usahanya perlu adanya
program pendampingan yang diberikan kepada pengusaha, baik dari segi teknik produksi,
design produk, cara memasarakn, maupun manajemen pengelolaan perusahaan. Hal ini
ditunjang oleh dukungan pemerintah untuk mengembangkan komoditi kerajinan cukup
PENGEMBANGAN KLASTER BISNIS USAHA KECIL DAN...( Wasifah Hanim, Yani Iriani ,Henny Utarsih) 381
tinggi serta dukungan setiap perusahaan menyediakan dana CSR dalm membantu
mengembangkan UMKM
VI. Implikasi dan Keterbatasan
Dengan menggunakan analisis SWOT diperoleh variabel internal dan eksternal, yang
merupakan dasar untuk menentukan strategi pengelolaan klaster bisnis UMKM. Hasil analisis
menujukkan bahwa diperoleh strategi pengembangan untuk mengelola kerajinan bordir di
Kabupaten Tasikmalaya. Selanjutnya untuk mempermudah pelaksanaannya, maka strategi
tersebut di lanjutkan dengan rencana tindak pengembangan klaster. Adapun rencana tindak
meliputi tujuan, sasaran, indikator sasaran, program dan kegiatan, indikator kinerja program,
data capaian, unit kerja SKPD penanggung jawab dan lokasi, untuk kerajinan tsb dapat dilihat
pada tabel 5.
Daftar Referensi
1. Anonimous. 2003. Grand Strategi Pengembangan Sentra UKM. Kementrian Koperasi dan
UKM
RI, Jakarta.
2. Dong-Sung Cho Dan Hwy-Chang Moon, 2003, From Adam Smith to Michael Porter,
Evolusi Teori Daya Saing.
3. JICA, 2003, The Study in Strengthening Capacity of SME Cluster in Indonesia, Tidak
diterbitkan, KRI International Corp.
4. Kinnear, T.C. and J.R. Taylor. 1991. Marketing Research, An Applied Approach. Mc
Graw Hill, New York.
5. David, F.R. 2004. Konsep Manajemen Strategis. (Terjemahan). Prenhallindo, Jakarta
6. Kuncoro, Mudrajad dan Sumarno, Simon Bambangm, 2003, Indonesia’s Clove
Cigarette Industri : Scp and Cluster Analysis, 5th
7. Philip S. Purnama, 2003, Harapan Dunia Bisnis Indonesia untuk Memiliki Dya Saing
Nasional, Diskusi Panel MMA-IPB.
8. Porter (1990), The Competitive Advantage of Nation, New York, Free Press.
9. Porter, Michael E., 1993/1994, Keunggulan Bersaing, Menciptakan dan
Mempertahankan Kinerja Unggul, Harvard Busin
10. Rosenfeld, Stuart A, 1997, Bringing Business Clusters Into The Mainstream of Economic
Development, Eurepean Planning Studies, Volumes issues.
11. Soetrisno, Noer, 2002, Strategi Penguatan UKM Melalui Pendekatan Klaster Bisnis,
Konsep, Pengalaman Empiris dan Harapan Kerja Sama Bina Masyarakat Madani dengan
asosiasi BDS Indonesia
382 | Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
Lampiran
Gambar 1. Model Generik Klaster industri
PENGEMBANGAN KLASTER BISNIS USAHA KECIL DAN...( Wasifah Hanim, Yani Iriani ,Henny Utarsih) 383
Gambar 2.. Proses Analisis Pengembangan Klaster Bisnis UMKM
Gambar 3 Matriks SWOT Kerajinan Bordir
Tabel 1. Matriks IFAS Kerajinan Bordir
FAKTOR STRATEGIS INTERNAL
TOTAL
NILAI
BOBOT
KEKUATAN
Jumlah kelompok unit usaha banyak 0,716
Inovasi pengrajin dalam membuat produk kerajinan
cukup tinggi
0,466
Interaksi antar perusahaan sejenis cukup tinggi 0,080
Kondisi lingkungan kerja di perusahaan cukup tinggi 0,057
Dukungan pemerintah untuk mengembangkan
komoditi kerajinan cukup tinggi
0,023
TOTAL 1,342
KELEMAHAN
Bahan baku tersedia, namun jumlahnya terbatas 0,440
Kerjasama produksi antar unit usaaha masih rendah 0,034
Teknologi produksi yang digunakan pada umumnya 0,025
S= 1.342
KUADRAN IV KUADRAN I
T= 0.876 O= 1.056
KUADRAN III KUADRAN II
W= 0.911
384 | Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
masih manual
Keahlian tenaga kerja yang ada pada kerajinan belum
merata
O,384
Pada umumnya lokasi produksi terbatas 0,028
TOTAL 0,911
Sumber: hasil pengolahan data
Tabel 2 Matriks EFAS Kerajinan Bordir
FAKTOR STRATEGIS EKSTERNAL
TOTAL
NILAI
BOBOT
PELUANG
Kerjasama dalam memasarkan produk cukup terbuka 0,848
Permintaan pasar luar negeri terhadap produk kerajinan
cukup tinggi
0,099
Terdapat balai latihan kerja 0,019
Terdapat pembagian kerja pada masing-masing unit
pekerjaan
0,068
Setiap perusahaan menyediakan dana CSR dalam
membantu mengembangkan UMKM
0,022
TOTAL 1,056
ANCAMAN
Munculnya alat produksi mesin dengan system computer 0,170
Liberalisasi perdagangan 0,382
Persaingan dalam harga komoditi kerajinan 0,142
Bermunculannya produk serupa dari luar negeri 0,043
Masih sedikitnya pengusaha kerajinan yang mendapatkan
fasilitasi kredit dari perbankan
0,139
TOTAL 0,876
Sumber; hasil pengolahan data
Tabel 3 Total Bobot SWOT Kerajinan Bordir
FAKTOR STRATEGIS
INTERNAL
TOTAL NILAI BOBOT
KEKUATAN 1,342
KELEMAHAN 0,911
FAKTOR STRATEGIS
EKSTERNAL
TOTAL NILAI BOBOT
PELUANG 1,056
ANCAMAN 0,876
Sumber: hasil pengolahan data
PENGEMBANGAN KLASTER BISNIS USAHA KECIL DAN...( Wasifah Hanim, Yani Iriani ,Henny Utarsih) 385
Tabel 4 Matrik SWOT Strategi Pengembangan Klaster Bisnis Kerajinan Bordir di
Kabupaten Tasikmalaya
Faktor Internal
Faktor Eksternal
Strengths (S)
1. Jumlah kelompok unit usaha banyak
2. Inovasi pengrajin dalam membuat produk
kerajinan cukup tinggi
3. Interaksi antar perusahaan sejenis cukup
tinggi
4. Kondisi lingkungan kerja di perusahaan
cukup tinggiv
5. Dukungan pemerintah untuk
mengembangkan komoditi kerajinan cukup
tinggi
Opportunities (O) Strategi SO
1. Kerjasama dalam
memasarkan produk
cukup terbuka
2. Permintaan pasar luar
negeri terhadap produk
kerajinan cukup tinggi
3. Terdapat balai latihan
kerja
4. Terdapat pembagian
kerja pada masing-
masing unit pekerjaan
5. Setiap perusahaan
menyediakan dana CSR
dalam membantu
mengembangkan
UMKM
1. Pembentukan kelompok pengrajin (S1, O1)
2. Pembukaan pewakilan usaha (S1, O2)
3. Perkuatan keterampilan usaha (S2, O3)
4. Pembentukan spesiaalisasi (S3, S4, O4)
5. Perkuatan permodalan (S5, O5)
6. Program Pendampingan (S5, O5)
386 | Proceeding for Call Paper PEKAN ILMIAH DOSEN FEB – UKSW, 14 DESEMBER 2012
Tabel 5. Rencana Kegiatan Pada Kerajinan Bordir Di Kabupaten Tasikmalaya
TUJUAN SASARAN PROGRAM DAN
KEGIATAN
SKPD
PENANGGUNG
JAWAB
Pembentukan
kelompok
pengrajin
Meningkatnya
kebutuhan
pembentukan
kelompok pegrajin
diantara unit usaha
kerajinan
Lokakarya
pementukan
kelompok pengrajin
Lokakarya
kelembagaan
pengrajin
Dinas
Koperindag
Pembukaan
perwakilan
usaha
Menyediakan
perwakilan usaha di
daerah tujuan
pemasaran ekspor
Kajian tentang
survey peluang pasar
luar negeri
Studi kelayakan
pembukaan
perwakilan usaha di
Negara tujuan
pemasaran ekspor
Dinas
Koperindag
Kadin Kota
Tasikmalaya
Perkuatan
Keterampilan
Usaha dan
pembentukan
spesialisasi
Meningkatnya
kualitas penngusaha
kerajinan dan tenaga
kerja dalam teknik
produksi, teknik
design, teknik
packaging
Meningkatnya
kemampuan tenaga
kerja pada satu jenis
pekerjaan
Diklat teknik
produksi
Diklat teknik design
Diklat teknik
packaging
Diklat Pengelolaan
kerajinan
Diklat teknik
produksi
Dinas
Koperindag
Balai latihan
kerja
Perkuatan
permodalan
Meningkatnya
kemampuan unit
usaha kerajinan dalam
memperoleh kredit
dari perbankan
Seminar mengenai
pengelolaan modal
usaha
Diklat pembuatan
laporan keuangan
Diklat studi kelayakan
usaha
Dinas
Koperindag
Perguruan
Tinggi
Lembaga
Keuangan
Program
Pendampingan
Meningkatkan kualita
pengusaha dan tenaga
kerajinan
Diklat pengelolan unit
usaha kerajinan
Diklat teknik produksi
(teknik production)
Dinas
Koperindag
Perguruan
Tinggi