pengembangan instrumen asesmen literasi kimia pilihan
TRANSCRIPT
Jurnal MIPA dan Pembelajarannya, 1(6), 2021, 464–481 ISSN: 2798-0634 (online) DOI: 10.17977/um067v1i6p464-481
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Pengembangan instrumen asesmen literasi kimia pilihan
ganda materi asam basa
Eli Khusmawardani, Muntholib*, Yudhi Utomo
Universitas Negeri Malang, Jl. Semarang No. 5 Malang, Jawa Timur, Indonesia
*Penulis korespondensi, Surel: [email protected]
Paper received: 01-06-2021; revised: 15-06-2021; accepted: 30-06-2021
Abstrak Literasi kimia merupakan kemampuan peserta didik dalam memecahkan masalah terkait suatu fenomena dalam kehidupan sehari-hari menggunakan konsep-konsep kimia yang dimiliki. Instrumen asesmen literasi kimia yang sudah dikembangkan hanya terbatas pada materi kimia seperti kesetimbangan kimia dan kinetika kimia dimana belum mencakup seluruh materi kimia di sekolah menengah. Kemampuan literasi kimia peserta didik dapat ditingkatkan menggunakan instrumen tes literasi kimia yang mendukung ketercapaian literasi kimia peserta didik. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan instrumen asesmen literasi kimia pilihan ganda materi asam basa untuk meningkatkan kemampuan literasi kimia peserta didik serta mengukur literasi kimia peserta didik pada materi asam-basa. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dalam menganalisis hasil uji coba instrumen yang melibatkan 138 peserta didik dan pendekatan deskriptif dalam analisis kemampuan literasi kimia yang melibatkan 64 peserta didik. Rancangan penelitian dan pengembangan dalam penelitian ini terdapat dua tahapan (1) pengambangan instrumen, dan (2) penelitian survei. Tahapan pengembangan instrumen (diadaptasi dari Chandrasegaran et.al., 2007; Wattanakasiwich et.al., 2013; Damanhuri et.al., 2016; Muntholib et.al., in press) terdiri dari lima tahapan: (1) studi literatur, (2) pengumpulan item, (3) penilaian ahli, (4) uji coba kepada 138 peserta didik, dan (5) hasil akhir instrumen. Instrumen hasil pengembangan digunakan untuk survei kemampuan literasi kimia peserta didik pada materi asam basa. Hasil penelitian dan pengembangan menunjukkan bahwa terdapat 26 butir soal litrasi kimia hasil pengembangan yang dikatakan valid dengan reliabilitas Cronbach’s Alpha tinggi sebesar 0,804. Ketercapian rata-rata literasi kimia peserta didik di SMA Negeri 1 Ngoro sebesar 57,75 persen dalam kategori sedang dengan rincian (a) aspek pengetahuan konten asam basa sebesar 66,54 persen; (b) aspek pengetahuan prosedural sebesar 59,16 persen; (c) aspek pengetahuan epistemik sebesar 41.93 persen, (d) kompetensei menjelaskan fenomena secara ilmiah sebesar 57,59 persen; (e) kompetensi mengevaluasi dan mendesain penyelidikan ilmiah sebesar 63,28 persen; dan (f) kompetensi menginterpretasikan data dan bukti secara ilmiah sebesar 58,01 persen.
Kata kunci: instrumen asesmen; literasi kimia; asam-basa
1. Pendahuluan
Literasi kimia merupakan bagian dari literasi sains (Mozeika & Bilbokaite, 2010) yang
kian diterima dan dinilai sebagai tujuan pembelajaran (Laderman, 2014). Dokumen
pendidikan sains juga telah menekankan pentingnya literasi sains sebagai transferable
outcome (Fives, et al., 2014), termasuk dokumen Kurikulum 2013 (Permendikbud No. 20
tahun 2016) yang saat ini berlaku di Indonesia. Konsekuensi penempatan literasi sains
sebagai tujuan pendidikan sains ini adalah tersedianya standar konten, pedagogi, dan
penilaian (Shwartz, et.al., 2006), termasuk standar penilaian literasi kimia.
Literasi kimia merupakan kemampuan dalam menggunakan konsep kimia dalam
mengidentifikasi pertanyaan dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti dalam rangka
memahami dan membuat keputusan tentang suatu fenomena. Literasi kimia ditunjukkan
sebagai upaya untuk memahami dan terlibat dalam diskusi kritis tentang isu-isu sains dan
teknologi dengan melibatkan tiga kompetensi spesifik dalam literasi sains yang dibutuhkan
Jurnal MIPA dan Pembelajarannya, 1(6), 2021, 464–481
465
yaitu menjelaskan fenomena sains secara ilmiah, mengevaluasi dan merancang penyelidikan
atau inkuiri, dan menafsirkan data secara ilmiah (PISA, 2016). Dalam ruang lingkup
pendidikan, literasi kimia ditunjukkan dengan kemampuan berpikir kritis dalam
menyelesaikan masalah terkait kimia dalam kehidupan sehari-hari menggunakan konsep
yang dimiliki peserta didik. Jadi, literasi kimia peserta didik memiliki peran penting dalam
keberhasilan pendidikan sains yang ditunjukkan dengan hasil belajar peserta didik.
Upaya dalam meningkatkan literasi kimia peserta didik salah satunya dengan
meluncurkan kurikulum baru 2013 (Rahayu, S., 2017). Kurikulum 2013 merupakan
pembaharuan dari kurikulum 2006. Pembaharuan kurikulum bertujuan untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran di Indonesia serta menciptakan pengalaman belajar yang
mengharuskan peserta didik aktif dalam memperoleh ilmu pengetahuan sehingga kegiatan
belajar yang dialami oleh peserta didik menjadi bermakna (Apriyanti & Suprapto, 2014) serta
melatih seseorang agar melek kimia dengan harapan peserta didik lebih mengenal konsep-
konsep dasar kimia sehingga dapat mendefinisikan konsep, menghubungkan konsep dengan
kehidupan sehari-hari, menghargai nilai pengetahuan kimia dan aplikasinya, serta sadar akan
dampak kimia dalam kehidupan bermasyarakat (Celik, S., 2014).
Kurikulum 2013 terlaksana dengan baik apabila peserta didik dilatih dalam
mengembangkan kemampuan literasi kimia yang dimiliki (Rahayu, 2017). Terlihat dalam
standar kompetensi lulusan sekolah menengah berdasarkan kurikulum 2013 (Permendikbud
No. 20 Tahun 2016) menunjukkan bahwa literasi kimia merupakan salah satu indikator
ketercapaian proses pembelajaran serta sebagai pedoman melakukan penilaian pendidikan
sesuai kurikulum 2013 dimana peserta didik diharapkan memperoleh pengetahuan dengan
melibatkan kompetensi yang dimiliki berdasarkan konteks pembelajaran kimia yang sering
dijumpai dalam kehidupan sehari-hari sebagai sumber informasi. Oleh karena itu literasi
kimia merupakan salah satu kemampuan yang diperhatikan dalam keterlaksanaan kurikulum
2013 di sekolah dan sebagai bukti ketercapaian pembelajaran sains yang sejalan dengan
(Shwartz, et.al., 2006) dimana tujuan pendidikan sains ini yakni tersedianya standar konten,
pedagogi, dan penilaian.
Penilaian literasi kimia dapat direalisasikan dengan adanya instrumen tes literasi
kimia. Beberapa instrumen literasi kimia yang telah dikembangkan berupa pertanyaan
subjektif dimana sulit digunakan apabila menggunakan subjek penelitian yang banyak serta
cara analisisnya membutuhkan proses yang rumit. Selain itu, instrumen literasi kimia yang
telah dikembangkan terbatas pada materi kimia umum (Thummathong & Thathong, 2018),
materi kesetimbangan kimia (Sadhu & Laksono, 2018), dan kinetika kimia (Muntholib et.al.,
in press). Salah satu materi kimia yang dapat digunakan sebagai konteks dalam
mengembangkan instrumen literasi kimia yakni asam-basa dimana merupakan materi pokok
yang harus dikuasai peserta didik untuk memahami materi kimia yang bersangkutan seperti
hidrolisis garam dan larutan penyangga.
Asam basa merupakan materi yang memiliki konsep bersifat abstrak dan banyak
diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat digunakan sebagai konteks
pembelajaran dalam mengukur kemampuan literasi kimia. Hal ini sesuai dengan prinsip
dasar pemilihan konten dalam PISA (2016), konten dalam pokok bahasan asam basa dan
titrasi asam basa memiliki konsep yang relevan dalam kehidupan sehari-hari; konsep
dimungkinkan masih relevan dalam kurun waktu yang lama; dan bersifat eksperimental
Jurnal MIPA dan Pembelajarannya, 1(6), 2021, 464–481
466
dimana tidak hanya melibatkan daya ingat peserta didik melainkan adanya keterlibatan
peserta didik dalam memperoleh pengetahuan mereka. Cigdemoglu, C., et al. (2016)
mengemukakan bahwa konsep dalam materi asam basa menempati sebagian besar
pembelajaran kimia dari tingkat dasar, menengah dan tinggi. Konsep asam-basa memiliki
cakupan yang luas dalam kehidupan sehari-hari terutama dalam bahan kimia rumah tangga
maupun dalam surat kabar seperti terjadinya hujan asam, dan dalam industri yang mana
semua konsep tersebut diketahui oleh peserta didik dan layak untuk diteliti.
Pengembangan soal-soal serta instrumen evaluasi literasi kimia dalam proses
pembelajaran dapat meningkatkan kemampuan literasi kimia peserta didik (Prastiwi, dkk.,
2017) karena pada kenyataan sebagian besar pendidik hanya menggunakan instrumen
penilaian teoretis tanpa berhubungan dengan kehidupan nyata (Ad’hiya & Laksono, 2018).
Pertanyaan dalam instrumen literasi kimia yang sudah dikembangkan dapat digunakan
sebagai bahan pengajaran dalam membantu meningkatkan literasi kimia peserta didik
(Muntholib, et.al., 2018) dan dapat digunakan untuk mengukur kemampuan literasi kimia
apabila diterapkan dalam proses pembelajaran menggunakan model dan metode pengajaran
yang sesuai (Sadhu & Laksono, 2018). Selain itu, instrumen literasi kimia sangat tepat
digunakan untuk menilai kemampuan literasi kimia dalam menyelesaikan masalah sosial
saintifik (Laius, et al., 2016).
Sampai saat ini belum ditemukan adanya instrumen literasi kimia dengan bentuk soal
pilihan ganda materi asam basa yang dikembangkan oleh peneliti. Instrumen literasi kimia
pilihan ganda materi asam basa diharapkan dapat meningkatkan dan mengukur kemampuan
literasi kimia peserta didik sehingga penting untuk dikembangkan karena sesuai dengan
tuntutan pembelajaran kimia dalam kurikulum 2013. Oleh karena itu, peneliti merasa perlu
melakukan penelitian dan pengembangan tes literasi kimia jenis pilihan ganda.
2. Metode
Penelitian ini terdiri dari tahapan pengembangan instrumen dan survei kemampuan
literasi kimia peserta. Tahapan pengembangan instrumen mengikuti model pengembangan
yang didaptasi dari Chandrasegaran et.al., 2007; Wattanakasiwich et.al., 2013; Damanhuri
et.al., 2016; dan Muntholib et.al., in press. Tahapan pengembangan instrumen disajikan dalam
Gambar 1. Responden uji coba instrumen terdiri dari 138 peserta didik kelas XI MIA-5 sampai
XI MIA-8 SMA Negeri 1 Mojosari. Teknik pengumpulan data yang dilakukan secara kuantitatif
dan kualitatif. Data kualitatif dilakukan berupa saran dan komentar. Data kuantitatif berupa
persentase kelayakan instrumen dan hasil analisis butir soal (validitas butir soal, reliabilitas,
taraf kesukaran butir soal, dan daya beda butir soal).
Survei literasi kimia asam basa peserta didik dilakukan untuk mengukur kemampuan
literasi kimia peerta didik dengan melibatkan 64 peserta didik kelas XI MIA-1 dan XI MIA-3
SMA Negeri 1 Ngoro. Teknik pengumpulan data secara kuantitatif. Data kuantitatif berupa
persentase rata-rata ketercapaian literasi kimia peserta didik secara keseluruhan dan pada
masing-masing aspek.
Jurnal MIPA dan Pembelajarannya, 1(6), 2021, 464–481
467
Gambar 1. Tahapan Pengembangan Instrumen (diadaptasi dari Chandrasegaran
et.al., 2007; Wattanakasiwich et.al., 2013; Damanhuri et.al., 2016; dan Muntholib et.al., in
press)
3. Hasil dan Pembahasan
3.1. Hasil
3.1.1. Instrumen Hasil Pengembangan
Produk hasil pengembangan berupa instrumen asesmen literasi kimia pilihan
ganda materi asam basa. Butir soal pada instrumen dikembangkan berdasarkan aspek-
aspek literasi kimia oleh PISA 2016. Instrumen hasil pengembangan terdiri dari
beberapa bagian, yaitu: (1) kisi-kisi soal, (2) petunjuk pengerjaan, (3) konteks bacaan,
(4) butir soal, dan (5) kunci jawaban dan pedoman penskoran. Butir soal yang valid
pada instrumen asesmen literasi kimia berdasarkan hasil analisis butir soal dari uji
coba terbatas dapat digunakan sebagai alat untuk meningkatkan kemampuan literasi
kimia peserta didik yang selanjutnya digunakan untuk survei kemampuan literasi
kimia peserta didik pada materi asam basa.
3.1.2. Validitas dan Reliabilitas Instrumen
3.1.2.1. Validasi Produk
Studi Literatur Mengidentifikasi inti dari konsep asam-basa (yakni protonasi dan deprotonasi) serta
titrasi asam-basa (yakni indikator asam-basa) sehingga dihasilkan peta konsep terkait
materi
Pengumpulan Item Mengembangkan 30 butir soal literasi kimia pilihan ganda
Validasi Ahli kimia (validator) mengulas 30 butir soal literasi kimia
Uji Coba pada 138 Peserta Didik 6 butir soal tidak valid dimana 2 butir soal diperbaiki 4 butir soal dibuang
Hasil Akhir Instrumen Literasi Kimia Pengembangan intrumen terdiri dari 26 butir soal literasi kimia yang valid dan memiliki
reliabilitas 0,804
Perbaikan instrumen Perbaikan bahasa serta opsi jawaban pada 2 butir soal yang tidak valid
Jurnal MIPA dan Pembelajarannya, 1(6), 2021, 464–481
468
Validasi produk dilakukan untuk mengetahui kesesuaian butir soal pada
instrumen yang sudah dikembangkan dengan materi pelajaran (Wattanakasiwich,
et.al., 2013) serta mengetahui tingkat kelayakan produk hasil pengembangan sebelum
digunakan untuk uji coba terbatas terhadap 138 peserta didik. Validasi dilakukan oleh
2 guru kimia dari SMAN 1 Mojosari, 1 guru kimia dari SMAN 1 Ngoro dan 1 dosen
kimia dari FMIPA Universitas Negeri Malang. Komentar dan saran yang yang diberikan
oleh ahli bertujuan untuk mengetahui kesalahan maupun kekurangan dalam
penyusunan instrumen yang digunakan sebagai pedoman dalam proses perbaikan
instrumen sehingga dihasilkan instrumen yang lebih baik dan layak diuji cobakan.
Berdasarkan hasil penilaian, diperoleh persentase rata-rata instrumen sebesar 92%
dikategorikan layak dengan rincian aspek petunjuk pengerjaan sebesar 95%, aspek
tampilan dan tata letak sebesar 91%, aspek penggunaan bahasa sebesar 93%, dan
aspek aspek isi sebesar 92%.
3.1.2.2. Validasi Butir Soal
Validitasi butir soal diakukan untuk mengetahui butir soal dapat digunakan atau
tidak dalam mengukur kemampuan peserta didik yang hendak diukur. Butir soal yang
tidak valid menunjukkan adanya kesalahan dalam penulisan soal sehinga peserta didik
tidak dapat memahami soal (Sadhu & Laksono, 2018). Berdasarkan hasil uji validasi
terhadap 30 butir soal pilihan ganda yang digunakan dalam uji coba terbatas, terdapat
24 butir soal yang valid dan 6 butir soal tidak valid. Terdapat 2 butir soal yang tidak
valid yakni soal nomor 2 dan 4 masih dapat dipertimbangkan karena kedua soal
tersebut memiliki nilai r hitung sedikit lebih kecil dari nilai r tabel sehingga dapat
digunakan dalam tahapan implementasi dengan adanya beberapa perbaikan seperti
perbaikan bahasa dan opsi jawaban. Kedua butir soal tersebut diharapkan valid dalam
uji coba terbatas yang kedua. Sehingga, terdapat 26 butir soal yang dapat digunakan
dalam penelitian survei untuk mengukur kemampuan literasi kimia peserta didik.
3.1.2.3. Reliabilitas Soal
Reliabilitas soal didapatkan dari perhitungan menggunakan rumus Croanbach’s
Alpha pada 26 butir soal yang dikatakan valid berdasarkan hasil uji validitas dan tahap
perbaikan. Reliabilitas 24 butir soal sebesar 0,804 dengan kategori sangat tinggi. Hal
ini menunjukkan bahwa hasil tes memiliki taraf kepercayaan yang tinggi dimana
apabila butir soal digunakan untuk tes yang dilakukan berkali-kali akan memberikan
hasil yang tetap dan apabila terdapat hasil tes yang berubah-rubah, perubahan
dikatakan tidak berarti. Uji reliabilitas dilakukan terhadap butir soal yang dikatakan
valid berdasarkan uji validitas.
3.1.2.4. Taraf Kesukaran Butir Soal
Analisis tingkat kesukaran berdasarkan hasil uji coba terbatas dilakukan untuk
mengetahui kesukaran masing-masing butir soal yang ditentukan berdasarkan kriteria
taraf kesukaran. Taraf kesukaran butir soal ditentukan untuk mengetahui proporsi
peserta tes yang menjawab dengan benar (Sadhu & Laksono, 2018). Terdapat 9 butir
soal dikatakan mudah, 12 butir soal dikatakan sedang, dan 9 butir soal dikatakan
sukar. Grafik taraf kesukaran butir soal dapat dilihat pada Gambar. 1. Persentase butir
soal berdasarkan uji taraf kesukaran dapat dilihat pada Gambar. 2.
Jurnal MIPA dan Pembelajarannya, 1(6), 2021, 464–481
469
3.1.2.5. Daya Beda Butir Soal
Analisis daya beda dilakukan berdasarkan hasil uji coba terbatas dimana untuk
mengetahui kemampuan butir soal dalam membedakan peserta didik yang pandai dan
kurang pandai. Terdapat 2 butir soal memiliki daya beda baik sekali, 15 butir soal
memiliki daya beda baik, 7 butir soal memiliki daya beda cukup, 4 butir soal memiliki
daya beda jelek, dan butir soal memiliki daya beda sangat jelek. Grafik hasil uji daya
beda butir soal dapat dilihat pada Gambar 2. Persentase butir soal berdasarkan uji
daya beda dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 2 Diagram Taraf Kesukaran Butir Soal
Gambar 3 Persentase Taraf Kesukaran Butir Soal
Gambar 4 Diagram Daya Beda Butir Soal
0
0,5
1
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
Taraf Kesukaran Butir Soal
P
-0,5
0
0,5
1
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29
Daya Beda Butir Soal
DB
Mudah
30%
Sedang
40%
Sukar
30%
Taraf Kesukaran
Jurnal MIPA dan Pembelajarannya, 1(6), 2021, 464–481
470
Gambar 5 Persentase Daya Beda Butir Soal
3.1.3. Literasi Kimia Asam Basa Peserta Didik
Literasi kimia asam basa peserta didik ditentukan dalam penelitian survei
menggunakan 26 butir soal yang valid berdasarkan hasil analisis butir soal. Sampel
identifikasi kemampuan literasi kimia adalah 64 peserta didik kelas XI MIA SMA
Negeri 1 Ngoro yang sudah mendapatkan materi asam basa. Ketercapaian literasi
kimia yang ditunjukkan pada nilai rata-rata masing-masing domain dipaparkan pada
Tabel 1.
Tabel 1 Nilai Responden dalam Aspek Literasi Kimia Asam Basa
Aspek Jumlah item Rata-rata Aspek Pengetahuan Konten Asam Basa 12 7.98 (66.54) Prosedural 8 4.73 (59.16) Epistemik 6 2.52 (41.93) Aspek Kompetensi
Menjelaskan fenomena secara ilmiah 14 8.06 (57.59) Mengevaluasi dan mendesain penyelidikan ilmiah 4 2.53 (63.28) Menginterpretasikan data dan bukti secara ilmiah 8 4.64 (58.01) Rata-Rata Skor Literasi Kimia 57.75
Secara keseluruhan, ketercapaian literasi kimia peserta didik kelas XI SMA
Negeri 1 Ngoro pada materi asam basa dalam kategori sedang.
3.2. PEMBAHASAN
3.2.1. Instrumen Asesmen Literasi Kimia Asam Basa
Intrumen asesmen literasi kimia asam basa hasil pengembangan terdiri dari 26
butir soal pilihan ganda dengan reliabilitas 0,804 dalam kategori tinggi. Butir soal
digunakan dalam penelitian survei untuk mengukur kemampuan literasi peserta didik
kelas XI MIPA di SMA Negeri 1 Ngoro. Instrumen asesmen hasil pengembangan terdiri
dari beberapa bagian sebagai berikut.
3.2.1.1. Petunjuk Pengerjaan Petunjuk pengerjaan instrumen memberikan gambaran secara keseluruhan
terkait produk hasil pengembangan serta memberikan pemahaman awal kepada
Baik
Sekali
7%
Baik
50%
Cukup
23%
Jelek
13%
Sangat
Jelek
7%
Persentase Daya Beda Butir Soal
Jurnal MIPA dan Pembelajarannya, 1(6), 2021, 464–481
471
peserta didik terkait hal-hal yang perlu mereka lakukan sebelum, ketika, dan setelah
mengerjakan soal.
3.2.1.2. Kisi-Kisi Soal
Kisi-kisi soal instrumen literasi kimia terdiri dari beberapa bagian. Bagian
pertama berisi beberapa keterangan seperti materi yang digunakan yaitu asam-basa,
nama sekolah tempat penelitian, mata pelajaran, program studi, kelas dan semester,
tahun pelajaran serta kompetensi dasar yang hendak dicapai yaitu KD 3.10 dan 3.13.
Bagian kedua terdapat konteks pembelajaran sebagai acuan peserta didik dalam
memperoleh informasi dalam mengerjakan soal. Bagian ketiga terdapat kisi-kisi soal
disajikan dalam bentuk tabel dengan beberapa kolom berisi: materi pokok, indikator
pencapaian kompetensi (IPK), indikator soal, aspek literasi kimia, level kognitif, uraian
soal, kunci jawaban serta nomor soal.
3.2.1.3. Butir Soal
Butir soal yang dikembangkan mencakup aspek-aspek literasi kimia menurut
PISA (Programme for International Student Assessment). Bentuk soal yang
dikembangkan dalam instrumen asesmen literasi kimia adalah pilihan ganda
menggunakan lima opsi jawaban dimana satu opsi jawaban merupakan jawaban yang
paling tepat sedangkan opsi lainnya hanya sebagai pengecoh. Terdapat 30 butir soal
literasi kimia yang dikembangkan mewakili aspek pengetahuan dan aspek kompetensi
sesuai dengan kerangka berpikir PISA 2016. Sebaran aspek-aspek literasi kimia yang
terdapat pada butir soal yang digunakan dalam penelitian survei dipaparkan dalam
Tabel. 2.
Tabel 2 Sebaran Aspek-Aspek Literasi Kimia dalam Soal Hasil Pengembangan
No Aspek Nomor soal Jumlah item
Pengetahuan
1. Pengetahuan Konten Kimia 1, 3, 4, 6, 7, 8, 10, 12, 14, 15, 16, 24
12
2. Pengetahuan Prosedural 5, 9, 13, 18, 19, 21, 22, 25 8 3. Pengetahuan Epistemik 2, 11, 17, 20, 23, 26 6 Kompetensi
1. Menjelaskan fenomena secara ilmiah 1, 2, 3, 4, 6, 7, 10, 11, 14, 15, 16, 17, 20, 23
14
2. Mengevaluasi dan mendesain penyelidikan ilmiah
5, 9, 18, 25 4
3. Menginterpretasi data dan bukti secara ilmiah
8, 12, 13, 19, 21, 22, 24, 26
8
3.2.1.4. Kunci Jawaban dan Pedoman Penskoran
Kunci jawaban butir soal pada instrumen dilengkapi dengan pedoman
penskoran untuk menentukan skor akhir yang diperoleh peserta didik setelah
mengerjakan soal. Peserta didik mendapatkan skor 1 apabila memilih jawaban dengan
tepat dan mendapar skor 0 apabila memilih jawaban yang kurang tepat (pengecoh).
Jurnal MIPA dan Pembelajarannya, 1(6), 2021, 464–481
472
Pedoman penskoran yang digunakan untuk memberikan nilai kepada peserta didik
yaitu penskoran tanpa koreksi dari Ainur Rofieq.
3.2.2. Literasi Kimia Asam Basa Peserta Didik
3.2.2.1. Tingkat Literasi Kimia Peserta Didik
Berdasarkan Tabel 4.2 terlihat bahwa ketercapaian rata-rata literasi kimia
peserta didik kelas XI MIA SMA Negeri 1 Ngoro (N=64) pada materi asam basa secara
keseluruhan sebesar 57,75% dalam kategori sedang. Persentase rata-rata hasil tes
masing-masing aspek pengetahuan dan kompetensi dari hasil penelitian menunjukkan
perolehan kemampuan literasi kimia peserta didik pada masing-masing aspek.
Ketercapaian rata-rata aspek literasi kimia paling tinggi sampai paling rendah
berturut-turut yakni: aspek pengetahuan konten kimia asam basa (66,54%), aspek
mengevaluasi dan mendesain penyelidikan ilmiah (63,28%), aspek
menginterpretasikan data dan bukti secara ilmiah (58,01%), aspek menjelaskan
fenomena secara ilmiah (57,59%), aspek pengetahuan prosedural (59,16%), dan aspek
pengetahuan epistemik (41,93%).
Ditinjau dari aspek pengetahuan, ketercapaian pengetahuan konten kimia terkait
asam basa lebih tinggi dibandingkan ketercapaian pengetahuan terkait prosedur ilmiah
dan pengetahuan epistemik. Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik mampu
menggunakan pengetahuan kontennya dengan baik dalam melakukan penyelidikan
terkait suatu masalah/kasus yang diberikan. Ditinjau dari aspek kompetensi, peserta
didik mengalami kelemahan dalam menjelaskan suatu fenomena secara ilmiah.
Rendahnya salah satu aspek literasi kimia dapat mempengaruhi ketercapaian aspek
literasi kimia lainnya terbukti dengan rendahnya kemampuan argumentasi peserta
didik dalam menjelaskan fenomena secara ilmiah dipengaruhi karena rendahnya
ketercapaian pengetahuan epistemik.
3.2.2.2. Literasi Kimia Siswa di Tingkat Domain
3.2.2.2.1. Literasi Pengetahuan Konten Asam Basa
Ketercapaian aspek pengetahuan konten dalam literasi kimia sebesar 66,54%
dikategorikan sedang. Kemampuan peserta didik dalam mengaitkan fenomena dalam
kehidupan sehari-hari dengan konsep kimia yang dimiliki menyebabkan terjadinya
peningkatan ketercapaian pengetahuan terkait konten kimia yang mana berpengaruh
terhadap peningkatan kemampuan literasi kimia peserta didik. Materi asam basa
memiliki beberapa konten (konsep-konsep kunci) terkait materi yang hendak
dipahami oleh peserta didik. Besarnya ketercapaian masing-masing konten pada
indikator pengetahuan konten pada materi asam-basa dapat dilihat pada Tabel 3.
Jurnal MIPA dan Pembelajarannya, 1(6), 2021, 464–481
473
Tabel 3 Ketercapaian Pengetahuan Konten pada Materi Asam Basa
Konten Nomor soal Ketercapaian Sifat larutan asam-basa 1, 3, 6, 12 88.28% Perkembangan konsep asam-basa 4, 14, 15, 16 29.29% Reaksi netralisasi 7 95.31% Indikator asam-basa 10 87.50% Penentuan pH larutan 24 50.00% Kurva titrasi asam-basa 8 95.31%
Pada tabel 3 terlihat ketercapaian pengetahuan konten kimia terkait
perkembangan konsep asam basa sangat rendah yakni sebesar 29.29%. Hal ini
menunjukkan peserta didik kurang mampu dalam memahami serta membedakan
masing-masing konsep asam-basa oleh Arrhenius, Bronsted-Lowry, dan Lewis
menggunakan pengetahuan konten yang mereka miliki. Upaya untuk meningkatkan
pemahaman konsep terkait konten kimia peserta didik salah satunya dengan adanya
proses pembelajaran yang bermakna. Kelebihan belajar bermakna menurut Ausuble
yakni peserta didik mampu mengaitkan informasi baru dengan konsep yang dikuasai
peserta didik sebelumnya sehingga peserta didik lebih mudah dalam melakukan
proses belajar mengajar dan mampu membedakan konsep-konsep yang memiliki
kemiripan. Pembelajaran bermakna dalam kelas efektif dalam meningkatkan
pemahaman konsep peserta didik terkait suatu produk dengan menggunakan
beberapa bantuan seperti peta konsep serta kerja kelompok yang mana memberikan
pengalaman baru dalam tugas-tugas sekolah sehingga dapat meningkatkan
pengetahuan peserta didik terkait suatu konsep (Vallori, 2014). Dukungan lain terkait
rendahnya ketercapaian pengetahuan konten ditemukan pada hasil penelitian
Sumarni, et al., (2017) mengatakan bahwa banyak peserta didik yang belum memiliki
kemampuan literasi kimia pada aspek konten dimungkinkan karena dalam proses
pembelajaran yang diterima pengajar tidak mengaitkan konsep materi dengan
kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pentingnya kemampuan literasi kimia yang
dimiliki pendidik dalam proses pembelajaran dalam mengaitkan konsep kimia yang
dimiliki dengan fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari dapat
meningkatkan kemampuan literasi kimia peserta didik yang berdampak pada
ketercapaian pengetahuan konten kimia.
Ketercapaian aspek pengetahuan konten pada soal nomor 1 dalam Gambar 6
sebesar 89,09% dengan kategori tinggi.
Gambar 6 Soal Literasi Kimia Nomor 6
6. Analisis suatu antasida menunjukkan bahwa antasida dapat menetralisir asam lambung. Hal ini menunjukkan bahwa antasida bersifat ….
A. asam
B. basa
C. netral D. hidrat
E. anhidrat
Jurnal MIPA dan Pembelajarannya, 1(6), 2021, 464–481
474
Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik mampu memahami sifat basa suatu
zat yakni obat maag. Pemahaman peserta didik didukung dengan adanya pemahaman
konsep terkait reaksi netralisasi asam dan basa antara obat maag dan asam lambung
dalam mengurangi rasa nyeri lambung berdasarkan pengalaman yang sering dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari.
3.2.2.2.2. Literasi Pengetahuan Prosedural
Ketercapaian aspek pengetahuan prosedural dalam literasi kimia sebesar
59,16% dikategorikan sedang. Pengetahuan prosedural merupakan pengetahuan
terkait suatu hal atau cara yang dapat dilakukan peserta didik dalam menyelesaikan
suatu masalah terkait fenomena kimia berdasarkan konsep kimia yang dimiliki.
Ketercapaian pengetahuan prosedural pada soal nomor 9 dalam Gambar 7 sebesar
39,06% dengan kategori rendah.
Gambar 7 Soal Literasi Kimia Nomor 9
Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik kurang memahami langkah
percobaan yang perlu dilakukan dalam melakukan titrasi asam basa penentuan kadar
obat maag. Upaya untuk meningkatkan pengetahuan prosedural peserta didik yakni
dengan adanya pendekatan pembelajaran yang melibatkan keikutsertaan peserta didik
dalam memperoleh pengetahuan mereka seperti adanya tahapan melakukan suatu
percobaan sederhana sehingga peserta didik lebih memahami langkah-langkah
maupun mengkontrol variabel-variabel yang hendak mereka lakukan khususnya
dalam melakukan titrasi. Pendekatan saintifik merupakan pendekatan pembelajaran
yang memiliki tahapan dimana peserta didik akan menggali pengetahuan mereka
sendiri yakni pada tahapan mengumpulkan informasi. Pada tahapan mengumpulkan
informasi, pendidik dan peserta didik diberikan kesempatan untuk mengidentifikasi
variabel percobaan dimana pendidik mendemonstasikan terlebih dahulu fenomena
nyata terkait hubungan antar variabel dan mengenalkan macam-macam variabel
percobaan (variabel bebas, variabel terikat dan variabel kontrol) yang dapat
meningkatkan pengetahuan prosedural peserta didik (Novili, W. I, dkk., 2017).
9. Seorang siswa ingin menentukan kadar obat maag yang dijual di toko dekat sekolah. Beberapa
langkah percobaan yang harus dilakukan siswa sebagai berikut.
1. Melarutkan serbuk obat ke dalam 200 ml aquades 2. Menambahkan indikator
3. Menambahkan HCl 0,1 M berlebih
4. Menitrasi menggunakan larutan NaOH 0,1 M
5. Menghaluskan obat maag 6. Menimbang berat tablet obat maag
7. Memasukkan 10 ml emulsi obat ke dalam Erlenmeyer
8. Menentukan kadar
Rancangan percobaan yang dilakukan oleh siswa adalah …. A. 5-6-1-2-7-3-4-8
B. 5-6-2-1-7-3-4-8
C. 6-5-7-1-2-3-4-8
D. 6-5-1-7-3-2-4-8 E. 6-5-1-7-2-3-4-8
Jurnal MIPA dan Pembelajarannya, 1(6), 2021, 464–481
475
3.2.2.2.3. Literasi Pengetahuan Epistemik
Ketercapaian aspek pengetahuan epistemik dalam literasi kimia sebesar 41,93%
dikategorikan sedang. Pengetahuan epistemik ditunjukkan dengan kemampuan
peserta didik dalam memberikan suatu alasan yang rasional seperti membuat
kesimpulan, memberikan asumsi, mengklaim suatu penemuan atau penyataan
menggunakan konsep kimia yang dimiliki dengan melibatkan kemampuan
argumentasi ilmiah. Kemampuan berargumentasi dapat meningkatkan pengetahuan
epistemik sehingga ketercapaian literasi kimia meningkat. Sampson & Clark, (2008)
mengatakan bahwa ketercapaian kemampuan argumentasi yang dimiliki peserta didik
dapat meningkatkan literasi kimia. Ketercapaian pengetahuan epistemik pada soal
nomor 11 dalam Gambar 8 sebesar 48,44% dengan kategori sedang.
Gambar 8 Soal Literasi Kimia Nomor 11
Peserta didik dapat dikatakan kurang mampu memberikan penjelasan terkait
pergeseran arah reaksi indikator yang terjadi pada perubahan warna bunga Hydrangea
yang disebabkan adanya perbedaan konsentrasi ion H+ dan ion OH- pada tanah
dibeberapa titik. Hal ini menunjukkan rendahnya kemampuan argumentasi peserta
didik dalam menggunakan konsep kimia untuk menjelaskan suatu fenomena yang
terjadi pada bunga Hydrangea yang memiliki kepekatan warna berbeda berdasarkan
pergeseran arah reaksi indikator asam basa. Kemampuan argumentasi berpengaruh
terhadap ketercapaian kemampuan literasi kimia peserta didik yang ditunjukkan
ketika peserta didik membuat kesimpulan dengan didasari bukti dan alasan yang
rasional. Pembelajaran mernggunakan pendekatan argumentasi merupakan suatu
perlakuan yang mengharuskan peserta didik dalam memperoleh dan meningkatkan
keterampilan literasi kimia (Cavagnetto, 2010). Hal tersebut sejalan dengan
Cigdemoglu, et. al (2017) yang menyatakan bahwa pembelajaran yang menekankan
kemampuan argumen memiliki peluang dalam mengembangkan literasi kimia peserta
didik dimana pembelajaran argumentasi yang berbeda dapat meningkatkan
pemahaman dalam mengejar ketrampilan literasi kimia.
11. Bila tanah bersifat basa, bunga Hydrangea berwarna merah, bila tanah bersifat sedikit basa
warnanya sedikit merah.
Sekelompok siswa menjelaskan bahwa kepekatan warna bunga Hydrangea dipengaruhi
konsentrasi ion hidroksida tanah.
Pernyataan yang paling sesuai dengan paparan di atas adalah ….
A. Konsentrasi OH- meningkat, ion H
+ dalam HIn tertarik kuat oleh ion OH
- sehingga
konsentrasi In- semakin besar dan warna bunga semakin pekat.
B. Konsentrasi OH- meningkat, ion H
+ dalam HIn tertarik kuat oleh ion OH
- sehingga
konsentrasi In- semakin kecil dan warna bunga semakin pudar.
C. Konsentrasi OH- berkurang, ion H
+dalam HIn bertambah sehingga konsentrasi In
-
semakin besar dan warna indikator semakin pekat.
D. Konsentrasi H+ meningkat, ion H
+ dalam HIn bertambah sehingga konsentrasi In
-
semakin kecil dan warna bunga semakin pekat.
E. Konsentrasi H+ meningkat, ion H
+ dalam HIn bertambah sehingga konsentrasi In
-
semakin besar dan warna bunga semakin pekat.
Jurnal MIPA dan Pembelajarannya, 1(6), 2021, 464–481
476
3.2.2.2.4. Kompetensi Menjelaskan Fenomena secara Ilmiah
Ketercapaian aspek kompetensi menjelaskan fenomena secara ilmiah dalam
literasi kimia sebesar 57,59% dikategorikan sedang. Menjelaskan fenomena secara
ilmiah merupakan keterlibatan pesera didik dalam memperoleh pengetahuan dengan
mengaitkan konsep kimia yang dimiliki untuk memecahkan suatu masalah atau isu-isu
ilmiah dalam kehidupan sehari-hari yang ditunjukkan dengan kemampuan peserta
didik dalam memberikan suatu penjelasan maupun mengartikan suatu fenomena.
Ketercapaian aspek menjelaskan fenomena secara ilmiah dapat dilihat pada soal
nomor 7 dalam Gambar 9 sebesar 95,31% dengan kategori tinggi.
Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik mampu menjelaskan proses
terjadinya reaksi netralisasi antara antasida dengan asam lambung yang menyebabkan
nyeri lambung berkurang. Kompetensi menjelaskan fenomena secara ilmiah peserta
didik dapat ditanamkan dalam pembelajaran kimia dengan beberapa cara,
diantaranya: menggunakan konteks pembelajaran yang relevan dan familiar bagi
peserta didik sebagai bahan bacaan yang terintegrasi beberapa pengetahuan
epistemik, melakukan kegiatan inkuiri melalui kegiatan guru dalam menyampaikan
suatu fenomena dan pengenalan topik yang akan dipelajari, merancang prosedur,
menyampaikan hasil penyelidikan dan membangun pengetahuan baru terkait
pemahaman konten dan epistemik (Fardan, 2016). Selain itu, pembelajaran
berorientasi NOS (nature of science) melatih peserta didik dalam meningkatkan
kompetensi dalam menjelaskan fenomena secara ilmiah peserta didik yang
menyebabkan kemampuan literasi kimia peserta didik juga meningkat. Penanaman
hakikat NOS dalam kurikulum sains membantu peserta didik memiliki kemampuan
literasi kimia sehingga mampu memecahkan masalah-masalah terkait sains dan
teknologi yang kompleks dalam kehidupan modern (PISA, 2016).
Gambar 9 Soal Literasi Kimia Nomor 7
3.2.2.2.5. Kompetensi Merancang dan Mengevaluasi Penyelidikan Ilmiah
Ketercapaian sspek kompetensi mengevaluasi dan mendesain penyelidikan
ilmiah dalam literasi kimia sebesar 63, 28% dikategorikan sedang. Mengevaluasi dan
mendesain penyelidikan ilmiah merupakan kemampuan peserta didik dalam
menyusun suatu prosedur atau langkah untuk memecahkan suatu masalah atau isu-isu
ilmiah dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan ketrampilan serta penguasaan
7. Mengkonsumsi antasida dapat mengurangi nyeri lambung sehinga cocok dikonsumsi ketika sakit
maag. Penjelasan mengenai hal tersebut adalah ….
A. Ion OH- dalam antasida akan bereaksi dengan protein melalui reaksi netralisasi di lambung
sehingga lambung mengkerut.
B. Ion H+ dalam antasida akan bereaksi dengan protein di lambung melalui reaksi netralisasi
sehingga lambung mengkerut. C. Ion OH- dalam antasida akan bereaksi dengan asam lambung melalui reaksi netralisasi
sehingga pH dalam lambung mendekati netral.
D. Ion H+ dalam antasida akan bereaksi dengan asam lambung melalui reaksi netralisasi sehingga
pH dalam lambung mendekati netral. E. Ion H+ dalam obat maag dapat meningkatkan produksi asam pada lambung yang
menyebabkan nyeri lambung berkurang.
Jurnal MIPA dan Pembelajarannya, 1(6), 2021, 464–481
477
konsep kimia yang dimiliki. Ketercapaian aspek mengevaluasi dan mendesain
penyelidikan ilmiah pada soal nomor 18 dalam Gambar 10 sebesar 46,88% dengan
kategori sedang.
Gambar 10 Soal Literasi Kimia Nomor 18
Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik kurang optimal dalam memahami
variabel-variabel penyelidikan ilmiah dalam menyusun suatu langkah atau mencari
alternatif yang perlu dilakukan dalam menyelesaikan masalah terkait pembuatan
larutan berdasarkan konsep pengenceran larutan. Mengevaluasi dan mendesain
penyelidikan ilmiah merupakan salah satu indikator ketrampilan proses sains sehingga
ketercapaian kompetensi mengevaluasi dan mendesain penyelidikan dapat diukur
denagan ketercapaian ketrampilan proses sains peserta didik. Ketrampilan proses
sains merupakan suatu kemampuan yang melibatan mental peserta didik dalam
memperoleh pengetahuan untuk mendukung ketercapaian literasi kimia. Ketrampilan
proses sains pada peserta didik dapat dicapai dengan menggunakan pendekatan
saintifik dalam proses pembelajaran. Karakteristik pendekatan saintifik salah satunya
memberikan fasilitas kepada peserta didik dan pendidik untuk merancang percobaan
berdasarkan pertanyaan penyelidikan dimana setelah melakukan percobaan, peserta
didik dapat mengevaluasi pekerjaaannya saat merancang maupun melakukan
percobaan (Novili, W. I., 2017). Hasil penelitian Janbuala, et.al. (2013) menunjukkan
bahwa proses pembelajaran dengan pendekatan saintifik dapat meningkatkan
ketrampilan proses sains peserta didik yang ditunjukkan dengan diperolehnya nilai
rata-rata peserta didik yang tinggi berdasarkan hasil pengukuran menggunakan
indikator ketrampilan proses sains dan didukung dengan hasil penelitian (Genci, 2015)
menunjukkan bahwa pendekatan saintifik memiliki dampak positif terhadap
ketercapaian akademik peserta didik dan proses belajar peserta didik yang lebih
bermakna sehingga berdampak terhadap kemampuan literasi kimia yang semakin
meningkat khususnya dalam mengevaluasi dan mendesain penyelidikan ilmiah.
3.2.2.2.6. Kompetensi Menginterpretasi Data dan Bukti Secara Ilmiah
Ketercapaian kompetensi menginterpretasikan data dan bukti secara ilmiah
dalam literasi kimia sebesar 58,01% dikategorikan sedang. Menginterpretasikan data
dan bukti secara ilmiah merupakan kemampuan peserta didik yang terlibat dalam
memperoleh pengetahuan dengan menafsirkan data dan bukti serta menggunakan
grafik, tabel, dan diagram dalam memperoleh suatu kesimpulan. Ketercapaian aspek
menginterpretasikan data dan bukti secara ilmiah pada soal nomor 24 dalam Gambar
11 sebesar 50,00% dengan kategori sedang.
18. Sekelompok siswa memerlukan larutan NaOH 0,1 M tetapi mereka tidak menemukannya di
laboratorium. Hal yang dapat mereka lakukan untuk memperoleh larutan NaOH 0,1 M adalah ….
A. mengencerkan 10 ml larutan NaOH 2 M sampai mencapai volume 40 ml
B. mengencerkan 10 ml larutan NaOH 2 M sampai mencapai volume 100 ml
C. mengencerkan 10 ml larutan NaOH 1 M sampai mencapai volume 100 ml D. mengencerkan 10 ml larutan NaOH 1 M sampai mencapai volume 50 ml
E. mengencerkan 10 ml larutan NaOH 1 M sampai mencapai volume 20 ml
Jurnal MIPA dan Pembelajarannya, 1(6), 2021, 464–481
478
Setengah dari peserta didik yang menjadi subjek penelitian tidak dapat
menentukan pH air sungai pada titik A berdasarkan data hasil penelitian
menggunakan beberapa indikator asam basa. Hal ini menunjukkan rendahnya
kemampuan peserta didik dalam menafsirkan data terkait suatu konsep. Pentingnya
pembelajaran dengan pendekatan inkuiri yang memiliki konsep dimana peserta didik
akan mengkonstruk pengetahuan mereka secara mandiri dalam mencari kesimpulan
berdasarkan bukti ilmiah sehingga dapat meningkatkan kemampuan literasi kimia
peserta didik khususnya ketercapaian kompetensi menginterpretasikan data dan bukti
ilmiah. Kemampuan literasi kimia dalam menginterpretasikan data dan bukti ilmiah
dapat ditingkatkan dengan menggunakan pendekatan inkuiri dalam proses
pembelajaran karena adanya keterlibatan peserta didik dalam menalar dan menarik
kesimpulan berdasarkan bukti ilmiah (Gormally et al., 2009).
Gambar 11 Soal Literasi Kimia Nomor 24
Ketercapaian literasi kimia peserta didik yang dikategorikan sedang
mencerminkan bahwa kemampuan berpikir kritis, inkuiri ilmiah dan kemampuan
argumentasi peserta didik masih dikategorikan kurang. Kemampuan literasi kimia
peserta didik yang rendah salah satunya disebabkan karena rendahnya ketrampilan
berargumentasi (PISA, 2016). Selain itu, terdapat beberapa hal yang dimungkinkan
sebagai penyebab rendahnya kemampuan literasi kimia peserta diantaranya: proses
pembelajaran dilakukan secara klasikal dimana guru tidak megaitkan beberapa
fenomena dalam kehidupan sehari-hari dalam proses pembelajaran hanya
menekankan pada pemahaman konsep peserta didik, kurangnya proses pembelajaran
yang menggunakan model serta pendekatan yang meningkatkan keterlibatan peserta
didik dalam memperoleh pengetahuan mereka, kurangnya kemampuan literasi kimia
guru, kurangnya soal evaluasi pembelajaran yang mengukur kemampuan literasi kimia
24. Hasil uji pH air sungai pada titik A menggunakan indikator asam-basa.
Indikator Trayek pH Perubahan Warna Warna
Metil jingga 3,1- 4,4 Merah ke kuning Kuning
Metil merah 4,4 – 6,2 Merah ke kuning Kuning
Bromtimol Biru 6,0 – 7,6 Kuning ke biru Biru
Fenoftalein 8,3 – 10,0 Tidak berwarna ke pink Pink
Air sungai yang tercemar deterjen pada titik A mempunyai pH sekitar ….
A. pH sekitar 7,6 – 8,3 B. pH sekitar 6,0 – 6,2
C. pH air sungai ≤ 7,6
D. pH air sungai = 8,3
E. pH air sungai ≥ 10,0
Jurnal MIPA dan Pembelajarannya, 1(6), 2021, 464–481
479
dimana sebagian besar pengajar membuat soal evaluasi hanya berbasis pada
penguasaan konsep dan perhitungan matematis, serta rendahnya minat baca peserta
didik.
Literasi kimia peserta didik dapat ditingkatkan dengan beberapa cara, diantara:
menggunakan pendekatan saintifik maupun inquiry dalam proses pembelajaran serta
meninggalkan proses pembelajaran dengan metode klasikal, mengaitkan proses
pembelajaran dengan berbagai fenomena dalam kehidupan sehari-hari (contextual
learning), membiasakan peserta didik untuk mengerjakan soal-soal berbasis literasi
kimia terutama dalam proses evaluasi pembelajaran. Selain itu, adanya Kurikulum
2013 serta kebijakan sekolah berbasis literasi merupakan salah satu upaya dalam
meningkatkan kemampuan literasi kimia peserta didik.
4. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebagaimana di kemukakan sebelumnya
dapat diambil kesimpulan bahwa instrumen asesmen literasi kimia pilihan ganda materi
asam-basa hasil pengembangan terdiri atas 26 butir soal yang valid dengan koefisien
reliabilitas Cronbach's Alpha sebesar 0,804. Literasi kimia materi asam basa peserta didik
SMA Negeri 1 Ngoro adalah 57,75% dengan kategori sedang dengan rincian: (a) aspek
pengetahuan konten asam basa sebesar 66,54%; (b) aspek pengetahuan prosedural sebesar
59,16%; (c) aspek pengetahuan epistemik sebesar 41.93%, (d) kompetensei menjelaskan
fenomena secara ilmiah sebesar 57,59%; (e) kompetensi mengevaluasi dan mendesain
inkuiri ilmiah sebesar 63,28%; dan (e) kompetensi menginterpretasi data dan bukti secara
ilmiah sebesar 58,01%. Hasil ini mengindikasikan bahwa pengetahuan konten peserta didik
berkategori upper medium tetapi pengetahuan epistemik (argumentasi) berkategori rendah.
Ucapan Terima Kasih
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing (1) Dr. Muntholib, M. Si
dan (2) Dr. H. Yudhi Utomo, M. Si yang sabar membimbing dan memberikan arahan dalam
melaksanakan penelitian ini serta peserta didik kelas XI MIPA 5 - XI MIPA 8 SMA Negeri 1
Mojosari dan peserta didik kelas XI MIA 1 & XI MIA 3 SMA Negeri 1 Ngoro yang telah bersedia
menjadi responden penelitian.
Daftar Rujukan Ad'hiya, E., & Laksono, E. W. (2018). Development and validation of an integrated assessment instrument to
assess students' analytical thinking skills in chemical literacy. International journal of instruction, 11(4), 241-256.
Apriyani, S. A., & Suprapto, K. A. (2014, October). Penerapan model 7e (elicit, engage, explore, explain, elaborated/extend, and evaluate, learning cycle) pada pelajaran fisika dalam implementasi kurikulum 2013. In prosiding seminar nasional fisika (e-journal) (Vol. 3, pp. 67-70).
Cavagnetto, A. R. (2010). Argument to foster scientific literacy: A review of argument interventions in K–12 science contexts. Review of Educational Research, 80(3), 336-371.
Celik, S. (2014). Chemical literacy levels of science and mathematics teacher candidates. Australian journal of teacher education, 39(1), 1.
Chandrasegaran, A. L., Treagust, D. F., & Mocerino, M. (2007). The development of a two-tier multiple-choice diagnostic instrument for evaluating secondary school students’ ability to describe and explain chemical reactions using multiple levels of representation. Chemistry education research and practice, 8(3), 293-307.
Jurnal MIPA dan Pembelajarannya, 1(6), 2021, 464–481
480
Cigdemoglu, C., Arslan, H. O., & Çam, A. (2017). Argumentation to foster pre-service science teachers’ knowledge, competency, and attitude on the domains of chemical literacy of acids and bases. Chemistry education research and practice, 18(2), 288-303.
Damanhuri, M. I. M., Treagust, D. F., Won, M., & Chandrasegaran, A. L. (2016). High school students' understanding of acid-base concepts: an ongoing challenge for teachers. International journal of environmental and science education, 11(1), 9-27.
Fardan, A., & Rahayu, S. (2016). Kajian penanaman pengetahuan epistemik secara eksplisit reflektif pada pembelajaran kimia dalam meningkatkan literasi sains siswa SMA. Pros semnas pend IPA pascasarjana UM, 1, 529-41.
Fives, H., Huebner, W., Birnbaum, A. S., & Nicolich, M. (2014). Developing a measure of scientific literacy for middle school students. Science Education, 98(4), 549-580.
Genc, M. (2015). The effect of scientific studies on students’ scientific literacy and attitude. Ondokuz mayıs üniversitesi eğitim fakültesi dergisi, 34(1), 141-152.
Gormally, C., Brickman, P., Hallar, B., & Armstrong, N. (2009). Effects of inquiry-based learning on students' science literacy skills and confidence. International journal for the scholarship of teaching and learning, 3(2), n2. https://doi.org/10.20429/ijsotl.2009.030216.
Janbuala, S., Dhirapongse, S., Issaramanorose, N., & Iembua, M. (2013, April). A study of using instructional media to enhance scientific process skill for young children in child development centers in northeastern area. In international forum of teaching and studies (Vol. 9, No. 2, p. 41). American scholars press, Inc..
Lederman, N. G. (2014). Nature of science and its fundamental importance to the vision of the next generation science standards. Science and children, 52(1), 8.
MOZEIKA, D., & BILBOKAITE, R. (2010). Teaching and learning method for enhancing 15-16 years old studentsknowledge as one of scientific literacy aspect in chemistry: Results based on research and approbation. International journal of educational researchers, 1(3), 1-16.
Muntholib, Khusmawardani, E., Utomo, Y., Muchson, & Yahmin. (2020, April). Development and implementation of multiple-choice chemical literacy survey in acid-base chemistry. In AIP conference proceedings (Vol. 2215, No. 1, p. 020013). AIP Publishing LLC.
Muntholib, M., Ibnu, S., Rahayu, S., Fajaroh, F., Kusairi, S., & Kuswandi, B. (2020). Chemical literacy: performance of first year chemistry students on chemical kinetics. Indonesian journal of chemistry.
Nomor, P. (20). Tahun 2016 (standar kompetensi lulusan pendidikan dasar dan menengah).
Novili, W. I., Utari, S., Saepuzaman, D., & Karim, S. (2017). Penerapan scientific approach dalam upaya melatihkan literasi saintifik dalam domain kompetensi dan domain pengetahuan siswa SMP pada topik kalor. Jurnal penelitian pembelajaran fisika, 8(1).
OECD (2016), PISA 2015 assessment and analytical framework: science, reading, mathematic and financial literacy, PISA, OECD publishing, Paris, https://doi.org/10.1787/9789264255425-en.
Prastiwi, M. N. B., Rahmah, N., Khayati, N., Utami, D. P., Primastuti, M., & Majid, A. N. (2017). Studi kemampuan literasi kimia peserta didik pada materi elektrokimia. The study of student’s chemistry literacy skills in electrochemistry.
Rahayu, S. (2017). Mengoptimalkan aspek literasi dalam pembelajaran kimia abad 21. In prosiding seminar nasional kimia UNY (pp. 1-16).
Sadhu, S., & Laksono, E. W. (2018). Development and validation of an integrated assessment for measuring critical thinking and chemical literacy in chemical equilibrium. International journal of instruction, 11(3), 557-572.
Shwartz, Y., Ben-Zvi, R., & Hofstein, A. (2006). The use of scientific literacy taxonomy for assessing the development of chemical literacy among high-school students. Chemistry education research and practice, 7(4), 203-225.
Sumarni, W., Rusilowati, A., & Susilaningsih, E. (2017). Chemical literacy of teaching candidates studying the integrated food chemistry ethnosciences course. Journal of turkish science education, 14(3), 40-72.
Thummathong, R., & Thathong, K. (2018). Chemical literacy levels of engineering students in Northeastern Thailand. Kasetsart journal of social sciences, 39(3), 478-487.
Jurnal MIPA dan Pembelajarannya, 1(6), 2021, 464–481
481
Vallori, A. B. (2014). Meaningful learning in practice. Journal of education and human development, 3(4), 199-209.
Wattanakasiwich, P., Taleab, P., Sharma, M. D., & Johnston, I. D. (2013). Construction and implementation of a conceptual survey in thermodynamics. International journal of innovation in science and mathematics education, 21(1).