pengembanan p e ran g kat p e m b e l aj aran m ate m i k
TRANSCRIPT
Pengembanan Perangkat Pembelajaran Matematika Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd
i
PENGEMBANGAN
PERANGKAT PEMBELAJARAN
MATEMATIKA
ii
iii
PENGEMBANGAN PERANGKAT
PEMBELAJARAN
MATEMATIKA
Penulis
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd
iv
PENGEMBANGAN PERANGKAT
PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Penulis:
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd
Editor:
Apriani Sijabat, S.Si., M.Pd
Lay Out: Hamdan
Desain Cover: Tim Penerbit FP. Aswaja
ISBN: 978-623-6636-05-3
Cetakan Pertama: Agustus 2020
Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002.
Dilarang memperbanyak/menyebarluaskan sebagian atau seluruh isi
buku dalam bentuk dan dengan cara apapun
Tanpa izin penulis dan penerbit.
Diterbitkan oleh:
Forum Pemuda Aswaja
Jl. Kamp. Srigangga, Tiwugalih, Praya, Lombok Tengah
Nusa Tenggara Barat
Email. [email protected]
WhatsApp: 085333011184
v
KATA PENGANTAR
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari
perkembangan teknologi modern. Perkembangan pesat di
bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini
dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori
bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, dan matematika
diskrit. Untuk dapat menguasai dan menciptakan teknologi di
masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak
dini. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua
peserta didik untuk membekali peserta didik dengan
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif,
serta kemampuan bekerja sama. Salah satu karakteristik
matematika adalah mempunyai objek yang bersifat abstrak.
Sifat abstrak ini yang menyebabkan banyak siswa kesulitan
belajar matematika.
Pentingnya peranan matematika dalam kehidupan
masyarakat, seperti sejarah matematika mengarahkan
bagaimana konsep matematika berkembang. Matematika
seharusnya menjadikan mata pelajaran yang menyenangkan
dan digemari oleh peserta didik. Sebaliknya, peserta didik
menganggap matematika adalah pelajaran yang paling sulit dan
tidak mudah dipahami karena terdapat banyak hal yang perlu
dipecahkan, dari rumus hingga menghafal atau mengartikan
dalam bahasa matematikanya.
vi
Masalah dalam pembelajaran matematika adalah siswa
tampak tidak antusias dan kurang ceria dalam mengikuti
pembelajaran matematika. Bahkan siswa mengantuk saat
diberikan LKS (Lembar Kerja Siswa) oleh guru yang mengajar.
Proses pembelajaran menjadi pemicu kuat rendahnya hasil
belajar matematika siswa, selain itu berpikir kritis juga
diperlukan agar siswa tidak mudah melupakan rumus-rumus
dan materi yang diajarkan sebelumnya.
Komunikasi matematis siswa harus ditanamkan agar
mampu menjadi perisai terhadap masa depan bangsa yang
semakin membutuhkan unsur-unsur matematika dalam
menyelesaikan problematika yang. Salah satu cara yang dapat
dipakai adalah berusaha mengembangkan perangkat
pembelajaran yang kontekstual dan sesuai dengan taraf
psikologi siswa sehingga akan menghasilkan siswa komunikatif
terhadap matematika dan pelajaran lain.
Dan akhirnya, ucapan terima kasih kepada semua pihak,
karena telah meluangkan banyak waktu untuk mendengarkan
curhatan penulis,, sehingga proses penyusunan buku ini selesai
pada waktu yang diharapkan. Semoga buku “Pengembangan
Perangkat Pembelajaran Matematika” ini bisa menjadi inspirasi
bagi diri pribadi dan semua orang dari berbagai unsur. Kritik
dan saran sangat diharapkan untuk perbaikan buku sederhana
ini.
Padang, 5 Agustus 2020
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd
vii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................ v
Daftar Isi ...................................................................... vii
BAB 1 BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
A. Hakikat Belajar .................................................................. 1
1. Pengertian Belajar ........................................................ 1
2. Ciri-ciri Belajar ............................................................. 6
3. Tujuan Belajar .............................................................. 11
B. Konsep Pembelajaran ...................................................... 17
1. Definisi Pembelajaran ................................................ 17
2. Prinsip-prinsip Pembelajaran .................................... 20
3. Tujuan Pembelajaran ................................................. 23
BAB 2 EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN
A. Konsep Efektivitas Pembelajaran .................................. 25
B. Indikator Keefektifan Pembelajaran .............................. 31
BAB 3 PENTINGNYA PEMBELAJARAN
MATEMATIKA
A. Hakikat Matematika ......................................................... 37
B. Pembelajaran Matematika ............................................... 43
C. Pentingnya Pembelajaran Matematika ........................... 47
BAB 4 PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
A. Definisi Pembelajaran Berbasis Masalah ....................... 53
B. Ciri Utama Pembelajaran Berbasis Masalah ................. 58
viii
C. Tahapan-tahapan dalam Pembelajaran Berbasis
Masalah .............................................................................. 64
D. Keuntungan dan Kerugian Pembelajaran Berbasis
Masalah .............................................................................. 70
1. Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah .............. 70
2. Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah .......... 72
E. Dukungan Teoritis Pembelajaran Berbasis Masalah .. 74
BAB 5 KOMUNIKASI MATEMATIS
A. Konsep Komunikasi Matematis ..................................... 79
B. Indikator Komunikasi Matematika ................................ 88
C. Proses Komunikasi Sebagai Sarana untuk
Membelajarkan Matematika ............................................ 96
BAB 6 PENGEMBANGAN PERANGKAT
PEMBELAJARAN
A. Hakikat Perangkat Pembelajaran .................................... 101
B. Langkah-langkah Pengembangan Perangkat
Pembelajaran ..................................................................... 105
Daftar Pustaka ............................................................. 115
Biodata Penulis ........................................................... 123
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 1
BAB 1
BELAJAR DAN PEMBELAJARAN
A. Hakikat Belajar
1. Pengertian Belajar
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah
kegiatan belajar merupakan kegiatanyang paling pokok ini
berati bahwa berhasil tidaknya pencapaian tujuan
pendidikan banyak bergantung kepada bagaimana proses
belajar yang dialami oleh siswa sebagai anak didik. Untuk
memperoleh pengertian yang objektif tentang belajar di
sekolah, perlu dirumuskan secara jelas tentang pengertian
dan belajar.
Menurut James O. Whittaker dalam Aunurrahman (
2013: 35), belajar adalah proses dimana tingkah laku
ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau penglaman.
Soejanto (dalam Saefuddin, 2016) menyatakan bahwa
belajar adalah segenap rangkaian aktivitas yang dilakukan
dengan penambahan pengetahuan secara sadar oleh
seseorang dan mengakibatkan perubahan dalam dirinya
yang menyangkut banyak aspek, baik karena kematangan
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 2
maupun karena latihan. Perubahan ini memang dapat
diamati dan berlaku dalam waktu relatif lama. Perubahan
yang relatif lama tersebut disertai dengan berbagai usaha.
Belajar pada hakikatnya merupakan proses kegiatan
secara berkelanjutan dalam rangka perubahan tingkah laku
siswa secara konstruktif yang mencakup aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik. Proses belajar di sekolah adalah
proses yang sifatnya kompleks, menyeluruh, dan
berkesinambungan. Slameto (2010: 2) merumuskan sebagai
suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk
memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamanya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya.
Belajar merupakan suatu proses dasar dari
perkembangan hidup manusia yang dilakukan secara
bertahap untuk melakukan perubahan-perubahan dalam
dirinya dalam rangka untuk mencapai tujuan tertentu dalam
kehidupan dunia. Dengan belajar merupakan suatu proses
yang berlangsung secara aktif dengan menggunakan
berbagai bentuk perubahan mencapai tujuan kegiatan
belajar. Belajar adalah suatu aktivitas yang dilakukan secara
sadar untuk mendapatkan sejumlah kesan dari bahan yang
telah dipelajari. Hasil dari aktivitas belajar terjadilah
perubahan dalam diri individu. Sebaliknya, bila tidak terjadi
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 3
perubahan dalam diri individu, maka belajar dikatakan tidak
berhasil.
Pengertian belajar sangat bervariasi menurut para
tokoh, namun pada kesamaannya belajar merupakan suatu
proses. Belajar adalah proses memperoleh pengetahuan
melalui informasi dengan melihat suatu struktur secara
keseluruhan lalu menyederhanakan struktur pengetahuan
tersebut agar lebih mudah dipahami (Sugihartono, dkk
2012: 107).
Belajar merupakan suatu proses usaha yang
dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil
pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan
lingkungan. Ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam
pengertian belajar, yaitu:
1. Perubahan yang terjadi secara sadar
Individu yang sedang belajar menyadari adanya
perubahan dalam dirinya. Misal, ia menyadari
pengetahuannya bertambah, kecakapannya bertambah
dan kebiasaannya bertambah.
2. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional
Perubahan yang terjadi dalam individu
berlangsung terus menerus dan tidak statis. Satu
perubahan yang terjadi akan menyebabkan perubahan
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 4
dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses
belajar berikutnya.
3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Perubahan-perubahan dalam belajar senantiasa
bertambah dan tertuju untuk memperoleh suatu yang
lebih baik daripada sebelumnya. Perubahan bersifat
aktif artinya perubahan itu terjadi akibat dari usaha
individu sendiri bukan terjadi dengan sendirinya.
4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Perubahan yang bersifat sementara atau temporer
yang terjadi hanya untuk beberapa saat saja, seperti
keringat, keluar air mata, menangis, dan sebagainya,
tidak dapat digolongkan sebagai perubahan dalam arti
belajar. Perubahan yang terjadi karena proses belajar
bersifat menetap atau permanen. Ini berarti bahwa
tingkah laku yang terjadi setelah belajar akan bersifat
permanen.
5. Perubahan dalam belajar, bertujuan atau terarah
Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu
terjadi karena ada tujuan yang akan dicapai. Perubahan
belajar terarah merupakan perubahan tingkah laku yang
benar-benar disadari.
6. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan yang diperoleh individu setelah
melalui suatu proses belajar, meliputi perubahan
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 5
keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar
sesuatu, sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan
tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan,
keterampilan, pengetahuan dan sebagainya.
Beragamnya definisi belajar yang diungkapkan oleh
para ahli, bukan berarti menghilangkan substansi dari
makna belajar yang sesungguhnya. Inti dari belajar adalah
berubahnya tingkah laku individu dari proses pemberian
ilmu oleh seorang guru. Berhasil atau gagalnya pencapaian
tujuan pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar
yang dialami siswa baik ketika berada di sekolah, keluarga,
dan masyarakat. Dari pengertian belajar dari beberapa
tokoh di atas, dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan
suatu proses yang membuat seseorang berubah dari sisi
pola pikir, maupun perubahan tingkah laku, dan membuat
seseorang yang tadinya tidak tahu tentang suatu hal jadi
mengerti, serta proses dalam menambah pengetahuan dan
pengalaman pada diri seseorang.
Dalam makna yang lebih konprehensif belajar bukan
tentang suatu hasil atau tujuan, melainkan suatu proses
untuk berubah baik dalam hal pengetahuan maupun dalam
keterampilan dan sikap. Belajar itu berubah dari tidak tahu
menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak baik
menjadi baik dari dan tidak mengerti menjadi mengerti.
Belajar juga berarti suatu proses untuk mengubah
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 6
performansi yang tidak terbatas pada keterampilan, tetapi
juga meliputi fungsi-fungsi seperti skill, persepsi, emosi dan
proses berfikir, sehingga dapat menghasilkan perbaikan
performansi (Riyanto, 2010: 6).
2. Ciri-ciri Belajar
Oemar Hamalik (1994: 48) yang mengutip
pendapatnya Hilgrad dan Gordon mengemukakan
menjelaskan bahwa belajar menunjuk ke perubahan tingkah
laku si subyek dalam situasi tertentu berkat pengalamannya
yang berulang-ulang, dan perubahan tingkah laku tersebut
tak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan-
kecenderungan respon bawaan, kematangan atau keadaan
temporer dari si subyek (misalnya keletihan dan
sebagainya).
Hakikat belajar sebagaimana penjelasan di atass
adalah adalah perubahan tingkah laku, maka ada beberapa
perubahan tertentu yang dimasukkan ke dalam ciri-ciri
belajar menurut Djamarah (2002: 15-16) yang menekankan
kepada perubahan tingkah laku sebagai berikut:
1. Perubahan yang terjadi secara sadar
Individu yang belajar akan menyadari terjadinya
perubahan atau sekurangkurangnya individu merasakan
telah terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 7
2. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi
dalam diri indiviu berlangsung terus-menerus dan tidak
statis. Suatu perubahan yang terjadi akan menyebabkan
perubahan berikutnya dan akan berguna bagi
kehidupan atau proses belajar berikutnya.
3. Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Dalam perbuatan belajar, perubahan selalu
bertambah dan tertuju memperoleh suatu yang lebih
baik dari sebelumnya. Makin banyak usah belajar
dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan
yang diperoleh.
4. Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Perubahan bersifat sementara yang terjadi hanya
untuk beberapa saat saja seperti berkeringat, keluar air
mata, menangis dan sebagainya. Perubahan terjadi
karena proses belajar bersifat menetap atau permanen.
5. Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan yang diperoleh individu setelah
melalui suatu proses belajar meliputi perubahan
keseluruhan tingkah laku jika seseorang belajar sesuatu
sebagai hasil ia akan mengalami perubahan tingkah laku
secara menyeluruh dalam sikap kebiasaan,
keterampilam, pengetahuan.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 8
Menurut pandangan dan teori Konstruktivisme yang
dikemukakan Sardiman, (2006: 37) belajar merupakan
proses aktif dari si subyek belajar untuk merekonstruksi
makna sesuatu baik tes, kegiatan dialog, pengalaman fisik
dan lain-lain. Belajar merupakan proses mengasimilasi dan
menghubungkan dengan pengalaman atau bagian yang
dipelajarinya dari pengertian yang dimiliki sehingga
pemahamannya menjadi berkembang.
Maka dengan berpandangan terhadap makna belajar
yang diungkapkan Sardiman, ada beberapa ciri atau prinsip
dalam belajar menurut Paul Suparno seperti dikutip oleh
Sardiman (2006: 38) yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Belajar mencari makna. Makna diciptakan siswa dari
apa yang mereka lihat,dengar, rasakan, dan alami.
2. Konstruksi makna adalah proses yang terus menerus.
3. Belajar bukanlah kegiatan mengumpulkan fakta, tetapi
merupakan pengembangan pemikiran dengan
membuat pengertian yang baru. Belajar bukanlah
hasil perkembangan tetapi perkembangan itu sendiri.
4. Hasil belajar dipengaruhi oleh pengalaman subyek
belajar dengan dunia fisik dengan lingkungannya.
5. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang telah
diketahui si subyek belajar, tujuan, motivasi yang
mempengaruhi proses interaksi dengan bahan
yangtelah dipelajari.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 9
Masih dalam konteks perubahan tingkah laku yang
dihasilkan oleh belajar mengundang banyak ahli
mengungkapkan cirri-ciri dari belajar. Salah satunya Borton
yang pendapatnya dikutip Oemar Hamalik (2015)
menyebutkan bahwa terdapat ciri-ciri dari belajar yaitu:
1. Proses belajar ialah pengalaman, berbuat, mereaksi, dan
melampaui.
2. Proses itu melalui bermacam-macam ragam
pengalaman dan
mata pelajaran-mata pelajaran yang terpusat pada suatu
tujuan tertentu.
3. Pengalaman belajar secara maksimum bermakna bagi
kehidupan murid.
4. Pengalaman belajar bersumber dari kebutuhan dan
tujuan
murid sendiri yang mendorong motivasi yang kontinu.
5. Proses belajar dan hasil belajar disyarati oleh
hereditas dan lingkungan.
6. Proses belajar dan hasil usaha belajar secara materiil
dipengaruhi oleh perbedaan-perbedaan individual di
kalangan murid-murid.
7. Proses belajar berlangsung secara efektif apabila
pengalaman-pengalaman dan hasil-hasil yang
diinginkan disesuaikan dengan
kematangan murid.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 10
8. Proses belajar yang terbaik apabila murid mengetahui
status dan kemajuan.
9. Proses belajar merupakan kesatuan fungsional dari
berbagai prosedur.
10. Hasil-hasil belajar secara fungsional bertalian satu
sama lain, tetapi dapat didiskusikan secara terpisah.
11. Proses belajar berlangsung secara efektif di bawah
bimbingan yang merangsang dan membimbing tanpa
tekanan dan paksaan.
12. Hasil-hasil belajar adalah pola-pola perbuatan,
nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi,
abilitas, dan keterampilan.
13. Hasil-hasil belajar diterima oleh murid apabila member
kepuasan pada kebutuhannya dan berguna serta
bermakna baginya.
14. Hasil-hasil belajar dilengkapi dengan jalan serangkaian
pengalaman-pengalaman yang dapat dipersamakan dan
dengan pertimbangan yang baik
15. Hasil-hasil belajar itu lambat laun dipersatukan
menjadi kepribadian dengan kecepatan yang berbeda-
beda.
16. Hasil-hasil belajar yang telah dicapai adalah bersifat
kompleks dan dapat berubah-ubah (adabtable), jadi
tidak sederhana dan statis.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 11
Belajar juga tidak hanya berkenaan dengan jumlah
pengetahuan tetapi juga meliputi seluruh kemampuan
individu. Dengan demikian, maka ciri-ciri belajar juga dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan
perilaku pada diri individu. Perubahan tersebut tidak
hanya pada aspek pengetahuan atau kognitif saja tetapi
juga meliputi aspek sikap dan nilai (afektif) serta
keterampilan (psikomotor).
2. Perubahan itu harus merupakan buah dari pengalaman.
Perubahan prilaku yang terjadi pada diri individu
karena adanya interaksi antara dirinya dengan
lingkungan. Interaksi ini dapat berupa interaksi fisik.
Misalnya, seorang anak akan mengetahui bahwa api itu
panas setelah ia menyentuh api yang menyala pada lilin.
Di samping melalui interaksi fisik, perubahan
kemampuan tersebut dapat diperoleh melalui interaksi
psikis.
3. Tujuan Belajar
Menurut Muhibbinn Syah (2010: 129) Belajar
merupakan proses kegiatan untuk mengubah tingkah laku
siswa, ternyata banyak faktor yang mempengaruhinya
belajar siswa dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu: a)
Faktor internal (faktor dari dalam diri siswa), yakni keadaan
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 12
atau kondisi jasmani dan rohani siswa. b) Faktor eksternal
(faktor dari luar diri siswa), yakni kondisi lingkungan sekitar
siswa. c) Faktor pendekatan belajar (approach to lerning),
yakni jenis upaya belajar siswa meliputi strategi dan metode
yang digunakan siswa untuk melakukan kegiatan
pembelajaran materi-materi pelajaran.
Tujuan belajar adalah sejumlah hasil belajar yang
menunjukkan bahwa siswa telah melakukan perbuatan
belajar. Tujuan belajar adalah suatu deskripsi mengenai
tingkah laku yang diharapkan tercapai oleh siswa setelah
berlangsungnya proses belajar. Tujuan pembelajaran
(instructional goal) dan tujuan belajar (learning objectives)
berbeda, namun saling berhubungan erat.
Sedangkan komponen-komponen tujuan belajar
adalah sebagai berikut.
1. Tingkah laku terminal
Tingkah laku terminal adalah komponen tujuan
belajar yang menentukan sejumlah tingkah laku siswa
setelah belajar. Tingkah laku terminal harus
dirumuskan dengan menggunakan kata kerja.
Rumusannya dalam bentuk tingkah laku sehingga dapat
diamati dan diukur tingkat ketercapaiannya.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 13
2. Kondisi-kondisi tes
Komponen kondisi tes tujuan belajar yang
menentukan situasi di mana siswa dituntut untuk
menunjukkan tingkah laku terminal. Ada tiga jenis
kondisi yang dapat mempengaruhi perilaku suatu tes.
Pertama, alat dan sumber yang harus digunakan oleh
siswa dalam upaya mempersiapkan diri untuk
menempuh suatu tes, misalnya buku sumber, diktat
dan sebagainya. Kedua, tantangan yang disediakan
terhadap siswa, misalnya pembatasan waktu dalam
mengerjakan tes. Ketiga, cara menyajikan informasi,
misalnya dengan tulisan, rekaman dan sebagainya.
Tujuan-tujuan belajar yang lengkap seharusnya memuat
kondisi-kondisi di mana perilaku akan diuji.
3. Ukuran-ukuran perilaku
Komponen ini merupakan suatu pernyataan
tentang ukuran yang digunakan untuk membuat
pertimbangan mengenai perilaku siswa. Ukuran
perilaku tersebut merupakan kriteria untuk
mempertimbangkan keberhasilan pada tingkah laku
terminal.
Menurut Bloom (2003: 120), tujuan belajar
dikelompokkan dalam tiga matra, yaitu kognitif, afektif dan
psikomotorik.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 14
1. Matra kognitif
Matra kognitif menitikberatkan pada proses
intelektual. Jenjang-jenjang tujuan kognitif sebagai
berikut
a. Pengetahuan: merupakan pengingatan bahan-bahan
yang telah dipelajari, mulai dari fakta sampai ke
teori, yang menyangkut informasi yang bermanfaat.
b. Pemahaman: kemampuan untuk menguasai
pengertian.pemahaman tampak pada alih bahan dari
satu bentuk ke bentuk yng lainnya, penafsiran, dan
memperkirakan
c. Penerapan (aplikasi): kemampuan untuk
meggunakan bahan yang telah dipelajari ke dalam
situasi baru yang nyata meliputi aturan, metode,
konsep, prinsip, hukum teori.
d. Analisis (pengkajian): kemampuan untuk merinci
bahan menjadi bagian-bagian supaya struktur
organisasinya lebih mudah dipahami, meliputi
identifikasi bagian-bagian, mengkaji hubungan
antara bagianbagian, mengenali prinsip-prinsip
organisasi.
e. Sintesis: kemampuan mengkombinasikan bagian-
bagian menjadi suatu keseluruhan baru , yang
menitikberatkan pada tingkah laku kreatif dengan
cara memformulasikan pola dan struktur baru.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 15
f. Evaluasi: kemampuan untuk mempertimbangkan
nilai bahan untuk maksud tertentu berdasarkan
kriteria internal dan kriteria eksternal.
2. Matra Afektif
Matra afektif adalah sikap, perasaan, emosi dan
karakteristik moral yang merupakan aspek-aspek
penting perkembangan siswa. Hierarki matra ini terdiri
dari:
a. Penerimaan (receiving): suatu keadaan sadar,
kemauan untuk menerima, perhatian terpilih.
b. Sambutan (responding): suatu sikap terbuka ke arah
sambutan; kemauan untuk merespon; kepuasan yang
timbul karena sambutan.
c. Menilai (valuing): penerimaan nilai-nilai, preferensi
terhadap suatu nilai, membuat kesepakatan
sehubungan dengan nilai.
d. Organisasi (organization): suatu konseptualisasi
tentang suatu nilai, suatu organisasi dari suatu sistem
nilai.
e. Karakterisasi dengan suatu kompleks nilai: suatu
formasi mengenai perangkat umum, suatu
manifestasi daripada kompleks nilai. Tidak seperti
pada matra kognitif tingkat-tingkat pada hierarki ini
tampak kurang jelas perbedaannya antara yang satu
dengan yang lainnya kurang tampak pada siswa.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 16
3. Matra Psikomotorik
Matra psikomotorik adalah kategori ke tiga tujuan
pendidikan, yang menunjuk pada gerakan-gerakan
jasmaniah dan kontrol jasmaniah. Kecakapan-
kecakapan fisik dapat berupa pola-pola gerakan atau
ketrampilan fisik yang khusus atau urutan ketrampilan.
Struktur hierarki tujuan-tujuan psikomotorik adalah
sebagai berikut:
a. Persepsi (perseption): penggunaan lima organ indra
untuk memperoleh kesadaran tentang tujuan dan
untuk menerjemahkannya menjadi tingkah laku
(action).
b. Kesiapan (set): dalam keadaan siap merespon secara
mental, fisik dan emosional.
c. Respon terbimbing (guided response): bantuan
yang diberikan kepada siswa melalui pertunjukan
peran model, misalnya setelah guru
mendemonstrasikan suatu tingkah laku, lalu siswa
mempraktekkannya sendiri.
d. Mekanisme: respon fisik yang telah dipelajari
menjadi suatu kebiasaan, misalnya menunjukkan
ketrampilan kerja kayu setelah mengalami pelajaran
sebelumnya.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 17
e. Respon yang unik (complex overt response): suatu
tindakan motorik yang rumit dipertunjukkan
dengan trampil dan efisien.
f. Adaptasi (adaption): mengubah respon-respon
dalam situasi baru.
g. Organisasi: menciptakan tindakan-tindakan baru
B. Konsep Pembelajaran
1. Definisi Pembelajaran
Pengertian pembelajaran ialah suatu proses yang
dilakukan oleh individu untuk memperoleh suatu
perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai
hsail dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi
dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya (Surya, 2004: 7).
Menurut Miarso dalam Siregar (2011: 12),
pembelajaran adalah usaha pendidikan yang dilaksanakan
secara sengaja, dengan tujuan yang telah ditetapkan terlebih
dahulu sebelum proses dilaksanakan, serta pelaksanaannya
terkendali. Sedangkan menurut Winkel, pembelajaran
adalah seperangkat tindakan yang dirancang untuk
mendukung proses belajar siswa, dengan memperhitungkan
kejadian-kejadian ekstern yang berperan terhadap rangkaian
kejadian-kejadian intern yang berlangsung dialami siswa.
Sementara Gagne mendefinisikan pembelajaran sebagai
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 18
pengaturan peristiwa secara seksama dengan maksud agar
terjadi belajar dan membuatnya agar berhasil dan berguna.
Pembelajaran harus dikemas menjadi proses
„mengkontruksi‟ bukan „menerima‟ pengetahuan. Dalam
proses pembelajaran, siswa membangun sendiri
pengetahuannya melalui keterlibatan aktif dalam proses
pembelajaran. Disini siswa yang menjadi pusat kegiatan,
bukan guru. Hal ini didasari pada hakikat siswa sebagai
individu yang mempunyai potensi untuk mencari dan
mengembangkan dirinya (Yuhasriati, 2012: 83).
Pembelajaran harus dikemas menjadi proses mengkontruksi
bukan menerima pengetahuan. Dalam proses pembelajaran,
siswa membangun sendiri pengetahuannya melalui
keterlibatan aktif dalam proses pembelajaran. Disini siswa
yang menjadi pusat kegiatan, bukan guru. Hal ini didasari
pada hakikat siswa sebagai individu yang mempunyai
potensi untuk mencari dan mengembangkan dirinya
(Yuhasriati, 2012: 83).
Kokom Komalasari (2013: 3) pembelajaran
merupakan upaya penataan lingkungan yang memberi
nuansa agar program belajar tumbuh dan berkembang
secara optimal. Pembelajaran dapat didefenisikan sebagai
suatu sistem atau proses membelajarkan subjek
didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain,
dilaksanakan, dan dievaluasi secara sistematis agar subjek
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 19
didik/pembelajar dapat mencapai tujuan-tujuan
pembelajaran secara efektif dan efisien.
Menurut Suprijono (2011: 13) Pembelajaran
berdasarkan makna leksikal berarti proses, cara, perbuatan
mempelajari. Perbedaan esensiil istilah ini dengan
pengajaran pada tindak ajar. Pada pengajaran guru
mengajar, siswa belajar, sementara pada pembelajaran guru
mengajar diartikan sebagai upaya guru mengorganisir
lingkungan terjadi pembelajaran. Guru mengajar dalam
perspektif pembelajaran adalah menyediakan fasilitas
belajar bagi siswanya untuk mempelajarinya. Jadi, subjek
pembelajaran adalah siswa. Pembelajaran berpusat pada
siswa. Pembelajaran adalah dialog interaktif. Pembelajaran
merupakan proses organic dan konstruktif, bukan mekanis
seperti halnya pengajaran.
Secara sederhana dapat diartikan sebagai sebuah
usaha mempengaruhi emosi, intelektual, dan spiritual
seseorang agar mau belajar dengan kehendaknya sendiri.
Melalui pembelajaran akan terjadi proses pengembangan
moral keagamaan, aktivitas, dan kreativitas peserta didik
melalui berbagai interaksi dan pengalaman belajar.
Pembelajaran berbeda dengan mengajar yang pada
prinsipnya menggambarkan aktivitas guru, sedangkan
pembelajaran menggambarkan aktivitas peserta didik.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 20
2. Prinsip-prinsip Pembelajaran
Menurut Eveline Siregar dan Nara Hartini (2011:
12), dalam pelaksanaan pembelajaran, agar dicapai hasil
yang lebih optimal perlu diperhatikan beberapa prinsip
pembelajaran. Beberapa prinsip pembelajaran dengan
mengadaptasi pemikiran Fillbeck, adalah sebagai berikut:
1. Respon-respon baru (new responses) diulang sebagai
akibat dari respon yang terjadi sebelumnya.
Implikasinya adalah perlunya pemberian umpan balik
positif dengan segera atas keberhasilan atau respon
yang benar dari siswa; siswa harus aktif membuat
respon, tidak hanya duduk, diam dan mendengarkan
saja.
2. Perilaku tidak hanya dikontrol oleh akibat dari respon,
tetapi juga dibawah pengaruh kondisi atau tanda-tanda
di lingkungan siswa. Implikasinya adalah perlunya
menyatakan tujuan pembelajaran secara jelas kepada
siswa sebelum pelajaran dimulai agar siswa bersedia
belajar lebih giat. Juga penggunaan berbagai metode
dan media agar dapat mendorong keaktifan siswa
dalam proses belajar.
3. Perilaku yang ditimbulkan oleh tanda-tanda tertentu
akan hilang atau berkurang frekuensinya bila tidak
diperkuat dengan akibat yang menyenangkan.
Implikasinya adalah pemberian isi pembelajaran yang
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 21
berguna pada siswa di dunia luar ruangan kelas dan
memberikan balikan (feedback) berupa penghargaan
terhadap keberhasilan siswa. Juga siswa sering
diberikan latihan dan tes agar pengetahuan,
keterampilan dan sikap yang baru dikuasainya sering
dimunculkan pula.
4. Belajar yang berbentuk respon terhadap tanda-tanda
yang terbatas akan ditransfer kepada situasi lain yang
terbatas pula. Implikasinya adalah pemberian kegiatan
belajar kepada siswa yang melibatkan tanda-tanda atau
kondisi yang serupa dengan kondisi dunia nyata. Juga
penyajian isi pembelajaran perlu diperkaya dengan
penggunaan berbagai contoh penerapan apa yang telah
dipelajarinya.
5. Belajar mengeneralisasikan dan membedakan adalah
dasar untuk belajar sesuatu yang kompleks seperti yang
berkenaan dengan pemecahan masalah. Implikasinya
adalah perlu digunakan secara luas bukan saja contoh-
contoh yang poisitif, tetapi juga yang negatif.
6. Situasi mental siswa untuk menghadapi pelajaran akan
mempengaruhi perhatian dan ketekunan siswa selama
proses belajar. Implikasinya adalah pentingnya menarik
perhatian siswa untuk mempelajari isi pembelajaran,
antara lain dengan menunjukkan apa yang akan
dikuasai siswa setelah selesai proses belajar, bagaimana
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 22
nmenggunakan apa yang dikuasainya dalam kehidupan
sehari-hari, bagaimana prosedur yang harus diikuti atau
kegiatan yang harus dilakukan siswa agar mencapai
tujuan pembelajaran dan sebagainya.
7. Kegiatan belajar yang dibagi menjadi langkah-langkah
kecil dan disertai umpan balik menyelesaikan tiap
langkah, akan membantu siswa. Implikasinya adalah
guru harus menganalisis pengalaman belajar siswa
menjadi kegiatan-kegiatan kecil, disertai latihan dan
balikan terhadap hasilnya.
8. Kebutuhan memecah materi yang kompleks menjadi
kegiatankegiatan kecil dapat dikurangi dengan
mewujudkan dalam suatu model. Implikasinya adalah
penggunaan media dan metode pembelajaran yang
dapat menggambarkan materi yang kompleks kepada
siswa.
9. Keterampilan tingkat tinggi (kompleks) terbentuk dari
keterampilan dasar yang lebih sederhana. Implikasinya
adalah tujuan pembelajaran harus dirumuskan dalam
bentuk hasil belajar yang operasional.
10. Belajar akan lebih cepat, efisien dan menyenangkan bila
siswa diberi informasi tentang kualitas penampilannya
dan cara meningkatkannya.
11. Perkembangan dan kecepatan belajar siswa sangat
bervariasi, ada yang maju dengan cepat ada yang lebih
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 23
lambat. Implikasinya adalah pentingnya penguasaan
siswa terhadap materi prasyarat sebelum mempelajari
materi pembelajaran selanjutnya.
12. Dengan persiapan, sisa dapat mengembangkan
kemampuan mengorganisasikan kegiatan belajarnya
sendiri dan menimbulkan umpan balik bagi dirinya
untuk membuat respon belajar yang benar.
Implikasinya adalah pemberian kemungkinan bagi
siswa untuk memilih waktu, cara dan sumber-sumber
selain dari yang telah ditentukan, agar dapat membuat
dirinya mencapai tujuan pembelajaran.
3. Tujuan Pembelajaran
Segala sesuatu yang memiliki dasar dan orientassi
pasti memiliki tujuan, meskipun secara langsung tidak
diungkapkan. Begitu juga dengan pembelajaran, dan yang
menjadi kunci dalam rangka menentukan tujuan
pembelajaran adalah kebutuhan siswa, mata ajaran, dan
guru itu sendiri. Berdasarkan kebutuhan siswa dapat
ditetapkan apa yang hendak dicapai, dikembangkan, dan
diapresiasi. Berdasarkan mata ajaran dapat ditentukan hasil-
hasil pendidikan yang diinginkan. Guru sendiri adalah
sumber utama belajar bagi siswa, dan dia harus mampu
menulis dan memilih tujuan-tujuan pendidikan bermakna
dan dapat diukur.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 24
Suatu tujuan pembelajaran hendaknya memenuhi
kriteria sebagai berikut:
1. Tujuan itu menyediakan situasi atau kondisi belajar.
2. Tujuan mendefinisikan tingkah laku siswa dalam
bentuk dapat diukur dan diamati.
3. Tujuan menyatakan tingkah laku minimal perilaku yang
dikehendaki. Mager merumuskan konsep tujuan
pembelajaran yang menitikberatkan pada tingkah laku
siswa atau perbuatan (performance) sebagai output
pada diri siswa yang dapat diamati. Output tersebut
menjadi petunjuk, bahwa siswa telah melakukan
kegiatan belajar. Tujuan merupakan dasar untuk
mengukur hasil pembelajaran, dan juga menjadi
landasan untuk menentukan isi pembelajaran dan
metode mengajar.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 25
BAB 2
EFEKTIVITAS PEMBELAJARAN
A. Konsep Efektivitas Pembelajaran
Dalam Undang-Undang RI No.20 tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional menjelaskan bahwa
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan negara”.
Efektivitas berasal dari bahasa Inggris effective yang
berarti berhasil, tepat, atau manjur. Efektivitas
menunjukkan tingkat keberhasilan pencapaian suatu tujuan.
Jadi, suatu upaya dikatakan efektif apabila upaya tersebut
mampu mencapai tujuannya. Dalam kamus bahasa
Indonesia, efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti
memiliki efek, pengaruh, atau akibat. Efektif juga dapat
diartikan sebagai memberikan hasil yang memuaskan
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 26
(Depdiknas, 2003: 374).
Hal tersebut berarti bahwa efektivitas adalah
keaktifan, daya guna, adanya kesesuaian dalam suatu
kegiatan orang yang melaksanakan tugas dengan sasaran
yang dituju. Efektivitas pada dasarnya menunjukkan taraf
tercapainya hasil, sering atau senantiasa dikaitkan dengan
pengertian efisien, meskipun sebenarnya ada pebedaan
diantara keduanya. Efektivitas menekankan pada hasil yang
dicapai, sedangkan efisiensi lebih melihat pada bagaimana
cara mencapai hasil yang dicapai itu dengan
membandingkan input dan outputnya (Siagian, 2001: 24).
Menurut Sutikno (2005: 25) pembelajaran yang
efektif adalah pembelajaran yang memungkinkan siswa
untuk dapat belajar dengan mudah dan menyenangkan
sehingga tercapai tujuan pembelajaran sesuai dengan yang
diharapkan. Sejalan dengan hal tersebut Mulyasa (2006:
193) mengungkapkan bahwa pembelajaran yang efektif
adalah pembelajaran yang mampu memberikan pengalaman
baru, membentuk kompetensi peserta didik, dan
mengantarkan mereka ke tujuan yang ingin dicapai secara
optimal.
Pendapat lain juga dikemukakan oleh Hamalik
(2004:171) bahwa pembelajaran yang efektif adalah
kesempatan yang diberikan kepada siswa dalam
pembelajaran untuk belajar sendiri dengan melakukan
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 27
aktivitas-aktivitas belajar. Kesempatan yang diberikan
kepada siswa diharapkan dapat membantu siswa dalam
memahami makna pembelajaran yang sedang dipelajarinya
dengan demikian tujuan yang diinginkan tercapai.
Pembelajaran yang efektif menuntut guru agar mampu
merancang bahan belajar yang menarik dan memotivasi
siswa.
Dengan demikian, dalam pembelajaran yang efektif,
hendaknya siswa tidak hanya belajar untuk mengetahui,
tetapi juga belajar melakukan, belajar memahami, belajar
bagaimana harusnya belajar dan belajar bersosialisasi.
Dalam pembelajaran seperti itu, akan terjadi interaksi dan
komunikasi antara siswa, guru dan siswa lain. Siswa juga
bisa mengaitkan konsep yang dipelajarinya dengan konsep-
konsep lain yang relevan, serta belajar memecahkan
masalah sebagai latihan untuk membiasakan belajar dengan
tingkat kognitif tinggi. Dengan pembelajaran seperti itu,
diharapkan kelas menjadi lebih hidup karena siswa merasa
senang dan berpartisipasi aktif dalam pembelajaran.
Efektivitas menunjukkan keberhasilan dari segi
tercapai tidaknya sasaran yang telah ditetapkannya. Jika
hasil kegiatan semakin mendekati sasaran, berarti semakin
tinggi pula tingkat efektivitasnya (Munirah, 2011: 8).
Pembelajaran yang efektif hanya mungkin terjadi jika
didukung oleh guru yang efektif. Menurut Gilbert H. Hunt
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 28
dalam Suyono dan Hariyanto (2011: 208) ada tujuh
kriterioa yang harus dimiliki oleh seorang guru agar
pembelajaran efektif, yaitu:
1. Sifat, guru harus memiliki sifat antusias, memberi
rangsangan, mendorong siswa untuk maju, hangat,
beroirentasi kepada tugas dan pekerja keras, toleran,
sopan dan bijaksana, dapat dipercaya, fleksibel dan
mudah menyesuaikan diri, demokratis, penuh harapan
bagi siswa, bertanggung jawab terhadap kegiatan
belajar.
2. Pengetahuan, memiliki pengetahuan yang memadai
dalam mata pelajaran yang diampunya dan terus
menerus mengikuti perkembangan dalam bidang
keilmuannya.
3. Apa yang disampaikan, mampu memnerikan jaminan
bahwa materi yang disampaikan mencakup semua unit
bahasan, semua kompetensi dasar yang diharapkan
siswa secara maksimal.
4. Bagaimana mengajar, mampu menjelaskan berbagai
informasi secara jelas dan terang, memberikan layanan
yang variatif (menerapkan metode mengajar secara
bervariasi), menciptakan dan memelihara momentum,
menggunakan kel;ompok kecil secara efektif,
mendorong semua siswa untuk berpartisipasi,
memonitor bahkan sering mendekati siswa.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 29
5. Harapan, mampu memberi harapan kepada siswa dan
mendorong partisipasi orang tua dalam memajukan
kemampuan akademik siswanya.
6. Reaksi guru terhadap siswa, mau dan mampu
menerima berbagai masukan, selalu memberikan
dukungan kepada siswanya.
7. Manajemen, mampu menunjukkan kehlian dalam
perencanaan, mampu memlihara waktu bekerja serta
menggunakannya secara efisien dan konsisten.
Menurut Khanifatul (2013: 15) menjelaskan
pembelajaran yang efektif adalah proses belajar mengajar
yang bukan saja terfokus pada hasil yang dicapai peserta
didik, melainkan bagaimana proses pembelajaran yang
efektif mampu memberikan pemahaman yang baik,
kecerdasan, ketekunan, kesempatan, dan mutu serta dapat
memberikan perubahan perilaku yang diaplikasikan dalam
kehidupan.
Pada dasarnya pembelajaran dikatakan efektif jika
tujuan pembelajaran tercapai. Menurut pandangan
konstruktivis tujuan akan tercapai jika siswa aktif
membangun pengetahuannya dalam pembelajaran. Dengan
demikian keefektifan juga dipengaruhi oleh aktivitas.
Menurut Eggen dan Kauchak (1988: 1).
“effective instruction occur when students are actively involved
in organizing and finding relationships in the information they
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 30
encounter rather than being the passive recipients of teacher-delivered
bodies of knowledge. This activity results not only in increased
Instruction and retention of content but also in improved thinking
skills.”
Menurut popham dan Baker dalam Istarani &
Intan Pulungan (2015: 109), bahwa pada hakekatnya
proses pembelajaran yang efektif terjadi jika guru dapat
mengubah kemampuan dan persepsi siswa dari yang
sulit mempelajari sesuatu menjadi mudah mempelajari.
Lebih jauh mereka menjelaskan bahwa proses belajar
dan mengajar yang efektif sangat tergantung pada
pemilihan dan penggunaan metode pembelajaran, untuk
dapat memaksimalkan pembelajaran yang efektif.
Penjelasan di atas mengemukakan bahwa
Pembelajaran dikatakan efektif apabila siswa secara aktif
dilibatkan dalam pengorganisasian, penemuan informasi
atau pengetahuan, dan keterkaitan informasi yang
diberikan. Siswa tidak hanya secara pasif menerima
pengetahuan yang diberikan guru. Hasil pembelajaran
ini tidak hanya meningkatkan pemahaman dan daya
serap siswa saja tetapi juga meningkatkan keterampilan
berpikir siswa.
Pembelajaran yang efektif ditandai dengan adanya
proses belajar dalam diri siswa. Seseorang dikatakan telah
mengalami proses belajar apabila di dalam dirinya telah
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 31
terjadi perubahan, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak
mengerti menjadi mengerti dan sebagainya. Dalam proses
pembelajaran hasil belajar dapat dilihat langsung. Oleh
sebab itu, agar dapat dikontrol dan berkembang secara
optimal melalui proses pembelajaran di kelas, maka
program pembelajaran tersebut harus dirancang oleh guru
dengan memperhatikan berbagai prinsip yang telah terbukti
keunggulannya secara empirik (Aunurrohman, 2009: 34-
35).
B. Indikator Keefektifan Pembelajaran
Dengan demikian dalam pembelajaran perlu
diperhatikan bagaimana keterlibatan siswa dalam
pengorganisasian pelajaran dan pengetahuannya. Semakin
aktif siswa maka ketercapaian ketuntasan pembelajaran
dikatakan efektif apabila mencapai sasaran yang diinginkan,
baik dari segi tujuan pembelajaran dan prestasi siswa
(penguasaan content dan performance) yang maksimal.
Pembelajaran efektif juga menghendaki guru agar
mengetahui bagaimana para siswa memandang fenomena
yang menjadi objek pembelajaran atau dengan kata lain
bagaimana gagasan anak mengenai topik yang akan dibahas
sebelum topik itu dimulai. Pembelajaran kemudian
dikembangkan dari gagasan yang telah ada itu mungkin
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 32
melalui langkah yang sederhana, dan berakhir dengan
gagasan yang telah mengalami modifikasi.
Menurut Slavin (1994: 310) Keefektifan
pembelajaran terdiri dari empat indicator, yaitu kualitas
pembelajaran (quality of instruction), kesesuaian tingkat
pembelajaran (appropriate level of instruction), insentif (incentive),
dan waktu (time).
1. Kualitas pembelajaran adalah banyaknya informasi atau
ketrampilan yang disajikan sehingga siswa dapat
mempelajari dengan mudah atau makin kecil tingkat
kesalahan yang dilakukan. Semakin kecil tingkat
kesalahan yang dilakukan berarti semakin efektif
pembelajaran. Penentu tingkat keefektifan pembelajaran
bergantung pada penguasaan tujuan pembelajaran
tertentu, pencapaian tingkat penguasaan tujuan
pembelajaran biasanya disebut ketuntasan belajar yang
merupakan salah satu indikator keefektifan
pembelajaran.
2. Kesesuaian tingkat pembelajaran adalah sejauh mana
guru memastikan tingkat kesiapan siswa (mempunyai
ketrampilan dan pengetahuan) untuk mempelajari
materi baru. Dengan kata lain, materi pembelajaran
yang diberikan tidak terlalu sulit atau tidak terlalu
mudah.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 33
3. Insentif adalah seberapa besar guru memotivasi siswa
untuk mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru
kepada siswa. Semakin besar motivasi yang diberikan ,
keefektifan siswa semakin besar pula.
4. Waktu adalah lamanya waktu yang diberikan pada siswa
untuk mempelajari materi yang disajikan.
Selanjutnya menurut Wotruba and Wright (2011)
menyimpulkan ada 7 indikator yang menunjukkan
pembelajaran efektif, yaitu:
1. Pengorganisasian belajar yang baik,
2. Komunikasi secara efektif,
3. Penugasan dalam mata pelajaran,
4. Sikap positif terhadap peserta didik,
5. Pemberian ujian dan nilai adil.
6. Keluwesan dalam pendekatan pembelajaran,
7. Hasil belajar peserta didik yang baik.
Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran yang efektif tidak hanya melihat hasil akhir
tetapi juga mementingkan proses yaitu bagaimana
pembelajaran dapat melibatkan siswa secara aktif dan dari
pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan indikator
efektivitas sehingga yang merupakan indikator keefektifan
pembelajaran berupa:
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 34
1. Ketercapaian ketuntasan belajar (seorang siswa
dinyatakan lulus belajar bila memiliki daya serap paling
sedikit 65% sedangkan ketuntasan klasikal tercapai bila
paling sedikit 80% siswa dikelas telah tuntas belajar);
2. Ketercapaian keefektifan aktivitas siswa, yaitu
pencapaian waktu ideal yang digunakan siswa untuk
melakukan setiap kegiatan termuat dalam rencana
pembelajaran dengan toleransi 5%;
3. Respon siswa terhadap pembelajaran yang positip yaitu
terdapat rata-rata persentase jawaban (respon) siswa
untuk kategori senang, baru dan berminat lebih besar
atau sama dengan 80%. Jika keempat aspek di atas
terpenuhi maka pembelajaran matematika dengan
penerapan pembelajaran masalah dikatakan efektif.
Dalam pembelajaran matematika, ketuntasan hasil
belajar matematika siswa (ketuntasan individual) ditandai
dengan nilai hasil belajar siswa ≥ KKM yang telah
ditetapkan oleh pihak sekolah. Sedangkan ketuntasan
belajar suatu kelas (ketuntasan klasikal) tercapai apabila ≥
75% siswa di kelas tersebut telah mencapai nilai KKM.
Penekanan dalri keberhasilan seorang guru dalam
mengantarkan pembelajaran yang efektif adalah dengan
indicator keberhasilan guru dalam merancang strategi
mengajar yang kreatif, yang dapat menciptakan suasana
kelas yang aktif dan kondusif. Hal ini bertujuan agar siswa
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 35
dapat memiliki pengetahuan, pengalaman, dan komunikasi
matematis yang baik. Sedangkan Wicaksono (2011: 1)
mengemukakan pembelajaran dikatakan efektif apabila
mengacu pada strategi pembelajaran yang meningkatkan
hasil belajar siswa apabila secara statistik hasil belajar siswa
menunjukkan perbedaan yang signifikan antara pemahaman
awal dengan pemahaman setelah pembelajaran.
Kemudian pembelajaran efektif yang mengarahkan
kepada peeembentukan kepribaddian siswa dimaksudkan
dengan pembelajaran efektif adalah kombinasi yang
tersusun meliputi manusiawi, material, fasilitas,
perlengkapan dan prosedur diarahkan untuk mengubah
perilaku siswa ke arah yang positif dan lebih baik sesuai
dengan potensi dan perbedaan yang dimiliki siswa untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 36
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 37
BAB 3
PENTINGNYA PEMBELAJARAN MATEMATIKA
A. Hakikat Matematika
Pembelajaran matematika memiliki peranan yang
sangat penting, tidak hanya dalam dunia pendidikan, tetapi
juga dalam kehidupan sehari-hari, anggapan mengenai
matematika sebagai pelajaran yang sangat penting itu
terlihat dari jatah jam pelajaran yang cukup banyak di setiap
sekolah di Indonesia khususnya di wilayah Cirebon. Namun
pun demikian, seiring dengan peranannya yang sangat
penting, matematika dianggap sebagai pelajaran yang sulit
untuk dipahami. Hal tersebut bisa dilihat dari hasil belajar
siswa yang kurang begitu memuaskan pada pelajaran
matematika.
Kata matematika berasal dari bahasa Yunani yakni
“Mathema” yang berarti pengkajian, pembelajaran, atau
ilmu. Kata sifatnya “Mathematikos” atau yang berkaitan
erat dengan pengkajian dan tekun belajar. Jadi berdasarkan
etimologis matematika dapat berarti sebagai ilmu
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 38
pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar (Elea Tinggih,
dalam Eman Suherman, dkk, 2003: 16).
Dalam literatur yang lain dijelaskan kata matematika
berasal dari kata mathematics (Inggris) atau mathematica
yang diambil dari kata mathematike (Yunani) yang berarti
mempelajari. Perkataan ini mempunyai asal kata mathema
yang berarti pengetahuan atau ilmu. Kata mathematike
berhubungan erat dengan kata lain yang serupa, yaitu
mathenein yang mengandung arti belajar (berpikir).
Hans Freudental dalam Ahmad Susanto (2013: 189)
mengatakan bahwa Matematika merupakan aktivitas insani
(human activities) dan harus dikaitkan dengan realitas.
Dengan demikian, matematika merupakan ilmu berpikir
logis yang dipresentasikan dalam bilangan, ruang dari
bentuk dengan aturan-aturan yang telah ada dan tak lepas
dari aktivitas insani tersebut. Pada hakikatnya, matematika
tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari dalam arti
matematika memiliki kegunaan yang praktis dalam
kehidupan sehari-hari. Semua masalah kehidupan yang
membutuhkan pemecahan secara cermat dan teliti mau
tidak mau harus berpaling kepada matematika.
Definisi dari matematika yang diungkapkan oleh
berbagai pakar matematika itu sendiri sangatlah beragam.
Herman Hudojo (2005: 103) menyatakan, matematika
merupakan suatu ilmu yang berhubungan atau menelaah
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 39
bentuk-bentuk atau struktur-struktur yang abstrak dan
hubungan-hubungan di antara hal-hal itu. Hubungan di
antara hal-hal itu diatur dan dikembangkan berdasarkan
logika dengan menggunakan pembuktian deduktif, yaitu
pembuktian yang dimulai dari hal-hal yang besifat umum
menuju hal-hal yang bersifat khusus.
Menurut Hamzah B Uno (2007: 126) matematika
merupakan salah satu jenis dari enam materi ilmu. Keenam
materi ilmu tersebut adalah matematika, fisika, biologi,
psikologi, dan ilmu- ilmu sosial dan linguistik. Dengan
istilah yang berbeda, keenam materi ilmu tersebut
dikonotasikan sebagai ide abstrak, benda fisik, jasa hidup,
gejala rohani, peristiwa sosial, dan proses tanda.
Dikarenakan matematika sebagai salah satu jenis ilmu,
maka matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang
dipelajari di lembaga pendidikan.
Matematika dikenal sebagai ilmu deduktif, ini berarti
proses pengerjaan matematis harus bersifat deduktif.
Matematika tidak menerima generalisasi berdasarkan
pengamatan (induktif), tetapi harus berdasarkan
pembuktian deduktif (umum). Pada ilmu matematika baik
isi maupun maupun metode mencari kebenaran berbeda
dengan ilmu pengetahuan alam dan ilmu pengetahuan lain
(Sri Purwanti).
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 40
Ruseffendi, dalam Eman Suherman, dkk, (2003:16)
menyatakan bahwa matematika sebagai hasil pemikiran
manusia yang berhubungan dengan ide, proses, dan
penalaran. Pada tahap awal matematika terbentuk dari
pengalaman siswa berdasarkan realita atau kenyataan yang
ada, karena matematika sebagai aktivitas manusia kemudian
pengalaman itu diproses dengan penalaran, diolah secara
analisis dan sintesis dengan penalaran di dalam
pengetahuan sehingga sampailah pada suatu kesimpulan
berupa konsep-konsep matematika.
Dengan menggunakan bahasa Ingggris Courant &
Robbins (1996: 1) mendefinisikan matematika sebagai
berikut. “Mathematics as an expression of the human mind
reflect the active will, the contemplative reason, and the
desire for aesthetic perfection. Its basic elements are logic
and intuition, analysis and construction, generality and
individuality”.
Sedangkan menurut Asep Jihad (Destiana Vidya
Prastiwi, 2011: 33-34) dapat diidentifikasi bahwa
matematika jelas berbeda dengan mata pelajaran lain dalam
beberapa hal berikut yaitu:
1. Objek pembicaraannya abstrak, sekalipun dalam
pengajaran di sekolah anak diajarkan benda kongkrit,
siswa tetap didorong untuk melakukan abstraksi;
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 41
2. Pembahasan mengandalkan tata nalar, artinya info awal
berupa pengertian dibuat seefisien mungkin, pengertian
lain harus dijelaskan kebenarannya dengan tata nalar
yang logis;
3. Pengertian/konsep atau pernyataan sangat jelas
berjenjang sehingga terjaga konsistennya;
4. Melibatkan perhitungan (operasi);
5. Dapat dipakai dalam ilmu yang lain serta dalam
kehidupan sehari hari.
Sampai saat ini belum ada definisi tunggal tentang
matematika. Hal ini terbukti adanya puluhan definisi
matematika yang belum mendapat kesepakatan di antara
para matematikawan (Herman Hudojo, 2003: 35). Namun
demikian, bila dilihat dari definisi matematika di atas dapat
disimpulkan bahwa matematika selalu berhubungan dengan
logika dan hal-hal yang abstrak.
Untuk meninjau bagaimana hakikat matematika
adalah dengan melihat beberapa pendapat para ahli
matematika yang berusaha mengklasifikasi matematika
berdasarkan jenis keilmuan yang melekat padanya. Menurut
Sumardyono dalam Abdul Fathani (2012) secara umum
matematika dapat dideskripsikan sebagai berikut, di
antaranya:
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 42
1. Matematika sebagai struktur yang terorganisasi Sebagai
sebuah struktur, matematika terdiri atas beberapa
komponen yang meliputi aksioma/postulat, pengertian
pangkal/primitif, dan dalil/teorema.
2. Matematika sebagai alat (tool) Matematika sering
dipandang sebagai alat untuk menarik solusi dalam
berbagai masalah yang ada dalam kehidupan sehari-
hari.
3. Matematika sebagai pola pikir dedukatif Matematika
merupakan ilmu pengetahuan yang memiliki pola pikir
dedukatif. Maksudnya, suatu teori atau pernyataan
dalam matematika dapat diterka kebenarannya apabila
telah dibuktikan secara deduktif (umum).
4. Matematika sebagai cara bernalar (the way of thinking)
Matematika dipandang sebagai cara bernalar, karena
beberapa hal, seperti matematika memuat cara
pembuktian yang sahih.
5. (valid), rumus-rumus atau aturan yang umum, atau sifat
penalaran matematika yang sistematis. 5) Matematika
sebagai bahan artifisial Matematika tidak lepas dari
adanya simbol-simbol. Bahasa matematika adalah
bahasa simbol yang bersifat artifisial, yang baru
memiliki arti bila dikenakan pada suatu konteks. 6)
Matematika sebagai seni yang kreatif Penalaran yang
logis dan efisien serta perbendaharaan ide-ide dan pola-
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 43
pola kreatif dan menakjubkan, maka matematika sering
pula disebut seni, khususnya seni berpikir yang kreatif.
Pada bagian ke enam ini, senada dengan pendapat
Susanto (2015:17), bahwa untuk bisa menikmati dan
menghargai matematika, tidak hanya diperlukan logika,
tetapi juga perasaan, seperti halnya seni dan sastra.
B. Pembelajaran Matematika
Dalam pembelajaran matematika disetiap jenjang
pendidikan, mulai dari Sekolah Dasar hingga Perguruan
Tinggi, terkadang dianggap sebagai hantu di siang bolong.
Anggapan ini sudah mentradisi hingga saat ini yang
mempengaruhi tingkat keefektifan pembelajaran. Namun,
yang perlu disadari dan menjadi dasar adalah, pembelajaran
matematika di sekolah dapat efektif apabila guru merancang
pembelajaran sesuai dengan situasi dan kondisi. Artinya
guru harus melihat dulu objek atau sasaran pembelajaran
yang dituju, guru harus mengetahui latar belakang siswa.
Dengan seperti itu, guru dapat menentukan pembelajaran
seperti apa yang tepat untuk diterapkan proses
pembelajaran tersebut.
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah,
pembelajaran merupakan aktivitas yang paling utama
sebagaimana sudah diulas pada bagian sebelumnya. Pada
pembelajaran matematika, terdapat beberapa pendekatan,
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 44
metode, model, maupun strategi pembelajaran. Namun
demikian, tidak ada cara belajar yang paling benar dan cara
mengajar yang paling baik (Nisbet melalui Erman
Suherman, 2003: 70). Maka dari itu, guru perlu mengadopsi
beberapa pendekatan yang karakteristiknya berbeda untuk
belajar, karena kemampuan intelektual, sikap dan
kepribadian setiap siswa pun berbeda-beda.
Untuk mengefektifkan pembelajaran yang terjadi,
guru harus memiliki banyak ide dan cara menyelingi materi
pelajaran yang diajarkan agar nuansa pembelajaran menjadi
hidup. Hal ini dimungkinkan dengan melihat realita bahwa
dalam pembelajaran matematika seringkali hal monoton
terjadi. Guru lebih aktif daripada siswa.
Hal ini sesuai dengan ungkapan bahwa matematika
sebagai salah satu bidang ilmu yang merupakan alat pikir,
alat komunikasi, alat untuk memecahkan berbagai
persoalan praktis yang unsur-unsurnya logika dan intuisi,
analisis dan kontruksi, generalitas dan individualitas (Uno,
2009: 127).
Pembelajaran matematika adalah suatu bentuk
kegiatan pembelajaran yang mengutamakan keterlibatan
siswa untuk membangun pengetahuan matematika dengan
caranya sendiri. Dalam kegiatan tersebut guru berperan
sebagai fasilitator dan mediator. Sebagai fasilitator, guru
diharapkan menyediakan berbagai sarana pembelajaran
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 45
yang memudahkan siswa membangun pengetahuan
matematikanya sendiri. Sebagai mediator, guru menjadi
perantara dalam interaksi antar siswa dengan ide
matematikanya dan menghindari pemberian pendapatnya
sendiri ketika siswa sedang mengemukakan pendapat
(Mulyani, 2012: 4-5).
Gatot Muhsetyo dalam Rahayu (2012: 2)
mendefinisikan bahwa pembelajaran matematika adalah
proses pemberian pengalaman belajar kepada peserta didik
melalui serangkaian kegiatan yang terencana sehingga
peserta didik memperoleh kompetensi tentang bahan
matematika yang diajari.
Menurut Muhsetyo (2008: 126) pembelajaran
matematika adalah proses pemberian pengalaman belajar
kepada peserta didik melalui serangkaian kegiatan yang
terencana sehingga peserta didik memperoleh kompetensi
tentang bahan matematika yang dipelajari.
Dalam kurikulum Depdiknas (2006) menjelaskan
menjelaskan bahwa “pembelajaran matematika di Sekolah
Dasar ditujukan pula agar siswa memiliki kemampuan
memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi,
untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah-
ubah, tidak pasti dan kompetitif”. Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar matematika dalam kurikulum disusun
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 46
sebagai landasan pembelajaran untuk mengembangkan
kemampuan tersebut.
Dalam setiap pembelajaran matematika untuk
meningkatkan keaktifan pembelajaran seorang guru
dituntut untuk menggunakan model pembelajaran yang
tepat agar setiap proses pembelajaran matematika dapat
diserap dengan baik oleh siswa. Untuk mengembangkan
kreatifitas dan potensi siswa, maka guru hendaknya dapat
menyajikan pembelajaran yang efektif dan efisien sesuai
dengan kurikulum dan pola pikir siswa. Dalam mengajarkan
matematika, seorang guru harus memahami bahwa
kemampuan setiap siswa berbeda-beda serta tidak semua
siswa menyukai mata pelajaran matematika.
Sehingga menjadi sebuah kesimpulan bahwa
pembelajaran matematika dapat diartikan sebagai suatu
upaya yang dilakukan dengan tujuan untuk menyediakan
suatu kondisi yang mampu menjadikan proses belajar
matematika dapat berlangsung dengan lebih baik dengan
adanya interaksi yang baik antara peserta didik, pendidik
(guru) dan sumber belajar matematika. Mengingat begitu
pentingnya pelajaran matematika di sekolah, seharusnya
matematika merupakan salah satu pelajaran yang digemari
oleh siswa. Namun pada kenyataannya, keluhan dan
kekecewaan terhadap hasil yang dicapai siswa dalam
pelajaran matematika hingga kini masih sering
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 47
diungkapkan. Dalam upaya mengatasi masalah tersebut,
sangat dibutuhkan trik atau metode yang harus dikuasai
oleh setiap guru. Keberhasilan suatu proses pembelajaran
tergantung pada kualitas pembelajaran yang dilakukan.
Kualitas pembelajaran matematika dapat dilihat dalam dua
segi, yaitu kualitas proses dan kualitas hasil. Dari segi
kualitas proses siswa masih cenderung pasif dalam
pembelajaran, sementara diharapkan siswa aktif terlibat
dalam pembelajaran yang sedang dilaksanakan. Dari segi
kualitas hasil dapat dilihat dari prestasi belajar atau
ketuntasan hasil belajar yang dicapai siswa.
C. Pentingnya Pembelajaran Matematika
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
memacu pengelolah pendidikan untuk melakukan usaha
guna meningkatkan mutu pendidikan. Ketika pendidikan
ingin dikatakan bermutu atau maju prestasinya dapat dilihat
secara objektif dan jelas. Basis pendidikan yang mengarah
pada perkembangan teknologi salah satunya adalah
Matematika. Matematika merupakan bidang studi yang
dipelajari oleh semua siswa dari SD hingga SMA dan
bahkan di Perguruan Tinggi. Matematika juga mampu
menjadi salah satu sarana untuk meningkatkan daya nalar
dan dapat meningkatkan kemampuan dalam
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 48
mengaplikasikan matematika untuk menghadapi tantangan
dalam memecahkan masalah.
Matematika merupakan bidang studi yang dipelajari
oleh semua siswa dari SD hingga SLTA dan bahkan juga di
perguruan tinggi. Ada banyak alasan tentang perlunya siswa
belajar matematika. Cornelius dalam Yamin (2006: 180)
mengemukakan lima alasan perlunya belajar matematika
karena matematika merupakan:
1. Sarana berfikir yang jelas dan logis.
2. Sarana untuk memecahkan masalah kehidupan sehari-
hari.
3. Sarana mengenal pola-pola hubungan dan generalisasi
pengalamanpengalaman.
4. Sarana untung mengembangkan kreativitas.
5. Sarana untuk meningkatkan kesadaran terhadap
perkembangan budaya.
Pentingnya kajian matematika, sehingga dalam
segala unsure dan jenjang pendidikan matematika selalu
dimasukkan sebagai mata pelajaran yang urgen dalam
mengembangkan pola pikir siswa sebagaimana
diungkapkan di atas. Matematika sebagai bidang atau
sebagai mata pelajaran yang dipelajari di setiap jenjang
pendidikan, bahkan tanpa disadari metamtika diperlukan
orang dalam kehidupan sehari-hari. Di tingkat pendidikan
dasar, mata pelajaran matematika bertujuan untuk
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 49
mengembangkan kemampuan berkomunikasi dengan
menggunakan bilangan dan simbolsimbol serta ketajaman
penalaran sehingga dapat membantu memecahkan masalah
matematika maupun permasalahan dalam kehidupan sehari-
hari (Munirah, 2011: 15).
Pembelajaran matematika merupakan proses
komunikasi antara siswa dengan guru dan siswa dengan
siswa dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir agar
siswa memiliki kemampuan, pengetahuan dan keterampilan
matematis yang bertujuan untuk mempersiapkan siswa
dalam menghadapi perubahan di sekelilingnya agar selalu
berkembang. Dalam pembelajaran matematika terdapat
aktivitas yang dapat memfasilitasi siswa dalam
menghubungkan konsep yang sesuai dengan konteks yang
dipahami siswa dalam kehidupan sehari-hari.
R. Soedjadi (2000: 37) menjelaaskan matematika
sekolah mempunyai fungsi sebagai alat, pola pikir dan ilmu
atau pengetahuan. Sebagai alat, matematika berfungsi untuk
memahami atau menyampaikan informasi; sebagai pola
pikir, matematika berfungsi dalam pemahaman suatu
pengertian maupun dalam penalaran suatu hubungan
diantara pengertian-pengertian; sedangkan sebagai ilmu
atau pengetahuan, matematika berfungsi untuk
menunjukkan betapa matematika selalu mencari kebenaran,
dan bersedia meralat kebenaran yang sementara diterima,
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 50
bila ditemukan kesempatan untuk mencoba
mengembangkan penemuan-penemuan sepanjang
mengikuti pola pikir yang sah.
Pola komunikasi yang diharapkan dalam
pembelajaran matematika adalah proses berkomunikasi
antara guru dan siswa dengan menggunakan akal fikiran
dan logika serta intuisi yang benar untuk memecahkan
masalah dan memahami simbol-simbol serta menalar pola-
pola untuk menghubungkannya dalam kehidupan sehari-
hari.
Sehingga dengan berlandaskaan kepada asumsi yang
dibangun di atas, tidak berlebih jika pembelajaran
matematika lebih ditekankan kepada perkembangan teori
kontruktivisme. Asumsinya adalah bahwa pembelajaran
matematika teori belajar yang menonjol adalah
kognitivisme dan teori kontruktivisme. Teori belajar yang
sesuai dengan model TGT adalah teori konstruktivisme.
Dalam kontruktivisme, kontruksi pengetahuan dilakukan
sendiri oleh siswa, sedangkan guru berperan sebagai
fasilitator dan menciptakan iklim yang kondusif. Teori
kontruktivisme menekankan bahwa individu tidak
menerima begitu saja informasi dari orang lain tetapi
membangun sendiri dalam pikiran mereka informasi
tentang berhitung dari pengalaman sebelum mereka
mendapat pelajaran matematika di sekolah. Jadi pengajaran
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 51
matematika yang telah didapatkan siswa beserta informasi
yang telah dibentuk siswa akan disimpan dalam struktur
kognitif mereka sendiri.
Menurut Erman Suherman, dkk (tt: 58) menjelaskan
tujuan pembelajaran matematika di sekolah tertuang dalam
GBHN dan diungkapkan dalam GBPP matematika yang
meliputi:
1. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi
perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia
yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas
dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat,
jujur, efektif dan efisien.
2. Mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan
matematika dan pola piker matematika dalam
kehidupan sehari-hari, dan dalam mempelajari berbagai
ilmu pengetahuan.
Pentingnya pembelajaran matematika dikarenakan
matematika merupakan ilmu universal yang mendasari
perkembangan teknologi modern, mempunyai peran
penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir
manusia. Perkembangan pesat dibidang teknologi informasi
dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan
matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori
peluang dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan
mencipta teknologi di masa depan diperlukan penguasaan
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 52
matematika yang kuat sejak dini (Ibrahim Suparni, 2009: 35
-36).
Secara detail, dalam pendidikan Nasional RI nomor
22 Tahun 2006, dijelaskan bahwa tujuan pelajaran
matematika di sekolah adalah agar siswa memiliki
kemampuan sebagi berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep
atau algoritma secara luwes, akurat, dan tepat dalam
pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
menggunkaan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan
dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan maslah yang meliputi kemampuan
memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang
diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,
diagram, atau media lain, untuk memperjelas keadaan
atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika
dalam kehidupan, yaitu: rasa ingin tahu, perhatian dan
minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet
dan percaya diri dalam memecahkan masalah.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 53
BAB 4
PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
A. Definisi Pembelajaran Berbasis Masalah
Model mengajar merupakan sebuah perencanaan
pengajaran yang menggambarkan proses yang ditempuh
pada proses belajar mengajar agar dicapai perubahan
spesifik pada perilaku peserta didik seperti yang diharapkan.
Model pembelajaran merupakan strategi yang digunakan
guru untuk meningkatkan motivasi belajar, sikap belajar di
kalangan peserta didik, mampu berpikir kritis, memiliki
keterampilan sosial, dan pencapaian hasil pembelajaran
yang lebih optimal.
Sejalan dengan ditemukan dan dikembangkannya
berbagai model pembelajaran yang inovatif, guru dituntut
untuk mampu memilih dan menerapkan model
pembelajaran yang dapat mengembangkan keterampilan
berpikir rasional siswa, kreativitas siswa, kemampuan
berpikir kritis, kemampuan siswa memecahkan masalah
serta yang mampu memotivasi siswa untuk belajar. Salah
satu model pembelajaran yang dapat mewujudkan harapan
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 54
itu salah satunya dengan menerapkan model pembelajaran
berbasis masalah (PBM) sebagai pedoman dalam
melaksanakanproses pembelajaran. pembelajaran berbasis
masalah termasuk salah satu model pembelajaran yang
sangat populer.
Pada tahap perkembangan, ditemukanlah sebuah
model pembelajaran yang kemudian dikenal dengan model
pembelajaran berbasis massalah. Model pembelajaran
berbasis masalah dikenal dengan Problem Based
Learning(PBL) yang artinya strategi pembelajaran dengan
menghadapkan siswa pada permasalahan- permasalahan
praktis sebagai pijakan dalam belajar atau dengan kata lain
siswa belajar melalui permasalahan-permasalahan (Wena,
2009: 176).
Pembelajaran berbasis masalah dirancang terutama
untuk membantu siswa:
1. Mengembangkan keterampilan berpikir, pemecahan
masalah, dan intelektual;
2. Belajar peran-peran orang dewasa dengan menghayati
peran-peran itu melalui situasi-situasi nyata atau yang
disimulasikan; dan
3. Menjadi mandiri maupun siswa otonom (Nur 2008: 7).
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 55
Dari manfaat tersebut maka pembelajaran berbasis
masalah sangat cocok digunakan untuk pembelajaran yang
melatihkan keterampilan berpikir, perilaku karakter dan
keterampilan sosial siswa. Pembelajaran ini membantu
siswa untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam
benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri
tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok
untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun
komplek (Ibrahim dan Nur, 2000: 123 ).
Pembelajaran berbasis masalah adalah suatu
pembelajaran yang berpusat kepada siswa (student centered
instruction). Fokus pengajaran tidak begitu banyak pada apa
yang dilakukan siswa melainkan kepada apa yang mereka
pikirkan pada saat melakukan pembelajaran tersebut. Peran
guru dalam pembelajaran ini terkadang melibatkan
presentasi dan penjelasan sesuatu hal kepada siswa, namun
pada intinya dalam pembelajaran berbasis masalah guru
berperan sebagai pembimbing dan fasilitator sehingga siswa
belajar untuk berpikir dan memecahkan masalah dengan
cara mereka sendiri. Selanjutnya Yazdani (Nur, 2008: 13)
menyatakan bahwa pembelajaran berbasis masalah berpusat
pada siswa, guru sebagai fasilitator atau pembimbing,
bertujuan untuk mengembangkan pengetahuan-
pengetahuan dasar dalam kaitannya dengan konteks dunia
nyata, mengembangkan keterampilan-keterampilan
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 56
penalaran ilmiah dan mengembangkan sikap-sikap sadar
akan nilai kerja tim.
Wina Sanjaya (2008: 214) mendefinisikan
pembelajaran berbasis masalah adalah rangkaian aktivitas
pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian
masalah yang dihadapi secara ilmiah. Keterlibatan siswa
dalam pembelajaran berbasis masalah menurut Baron
(dalam Rusmono, 2012: 75) meliputi kegiatan kelompok
dan kegiatan perorangan. Melalui kegiatan kelompok, siswa
melakukan berbagai kegiatan sebagai berikut: 1) Membaca
kasus; 2) Menentukan masalah mana yang paling relevan
dengan tujuan pembelajaran; 3) Membuat rumusan
masalah; 4) Membuat hipotesis; 5) Mengidentifikasi sumber
informasi, diskusi, dan pembagian tugas; dan 6)
Melaporkan, mendiskusikan penyelesaian masalah yang
mungkin, melaporkan kemajuan yang dicapai setiap
anggota kelompok, dan presentasi di kelas.
Definisi yang lebih kontemporer digunakan oleh
Weda Wena (2010: 91) yang menjelaskan pembelajaran
berbasis masalah merupakan suatu pembelajaran yang
menuntut aktivitas mental siswa untuk memahami suatu
konsep pembelajaran melalui situasi dan kondisi masalah
yang disajikan pada awal pembelajaran. Pengajaran berbasis
masalah dikenal dengan nama lain seperti Project Based
Teaching, (pembelajaran proyek), Experience Based
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 57
Education (pendidikan berdasarkan pengalaman),
Authentic Learning (pembelajaran autentik) dan Anchored
Instruction (pembelajaran berakar pada kehidupan nyata).
Dalam pembelajaran berbasis masalah (problem-based
learning) ditekankan bahwa pembelajaran dikendalikan
dengan masalah. Oleh karena itu, pembelajaran berbasis
masalah dimulai dengan memecahkan masalah, dan
masalah yang diajukan kepada siswa harus mampu
memberikan informasi (pengetahuan) baru sehingga siswa
memperoleh pengetahuan baru sebelum mereka dapat
memecahkan masalah itu. Dalam pembelajaran yang
dilakukan tujuannya bukan hanya mencari jawaban tunggal
yang benar, tapi lebih dari itu siswa harus dapat
menginterpretasikan masalah yang diberikan,
mengumpulkan informasi yang penting, mengidentifikasi
kemungkinan pemecahan masalah, mengevaluasi pilihan,
dan menarik kesimpulan.
Hal ini menunjukkan bahwa model Pembelajaran
Berbasis Masalah (Problem Based Learning) adalah suatu
proses pembelajaran yang efektif, yang menghadapkan
siswa kepada suatu permasalahan dalam kehidupan mereka
sehari-hari untuk mengembangkan kemampuan berpikir
dan kemampuan pemecahan masalah siswa yang dimulai
dengan menyelesaikan suatu masalah.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 58
B. Ciri Utama Pembelajaran Berbasis Masalah
Fokus utama dalam pembelajaran berbasis masalah
adalah masalah yang dipecahkan. Sebagai suatu model
pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata,
model ini menjadi suatu konteks bagi siswa untuk belajar
tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan
masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep
yang esensial dari materipelajaran. Siswa dituntut
melakukan pemecahan masalah-masalah yang disajikan
dengan cara menggali informasi sebanyak-banyaknya.
Pengalaman ini diperlukan dalam kehidupan sehari-hari
dimana berkembangnya pola pikir dan pola kerja seseorang
bergantung pada bagaimana dia membelajarkan diri.
Model pembelajaran pembelajaran berbasis masalah
dirancang untuk memberikan masalah-masalah yang
menuntut peserta didik untuk mencari tahu dan mendapat
pengetahuan penting dari masalah yang diberikan, yang
membuat mereka mahir dalam memecahkan masalah, dan
memiliki model belajar sendiri serta memiliki kecakapan
berpartisipasi dalam kelompok. Proses pembelajarannya
menggunakan pendekatan yang sistematik untuk
memecahkan masalah atau menghadapi tantangan yang
nanti diperlukan dalam kehidupan sehari-hari sehingga
membantu siswa mengembangkan kemampuan dan
keterampilannya karena, siswa dituntut aktif dalam
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 59
memecahkan masalah sehingga mampu menyusun
pengetahuannya sendiri, menubuhkembangkan
keterampilan yang lebih tinggi, membangun kerjasama yang
baik, memandirikan siswa, serta meningkatkan kepercayaan
diri.
Sehingga berkenaan dengan konteks di atas, Nur
(2008: 3) mengemukakan, ada 5 ciri-ciri atau fitur-fitur
utama pembelajaran berbasis masalah. Ciri-ciri tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pengajuan masalah atau pertanyaan
Pembelajaran berbasis masalah lebih menekankan
pada mengorganisasikan pembelajaran di sekitar
pertanyaan-pertanyaan atau masalah-masalah yang
penting secara sosial dan bermakna secara pribadi bagi
siswa. Pelajaran-pelajaran diarahkan pada situasi
kehidupan nyata, menghindari jawaban sementara, dan
memperbolehkan adanya keragaman solusi yang
kompetitif beserta argumentasinya.
2. Berfokus pada interdisiplin
Meskipun suatu pembelajaran berbasis masalah
dapat berpusat pada mata pelajaran tertentu, masalah
nyata sehari-hari dan otentik itulah yang diselidiki
karena solusinya menghendaki siswa melibatkan
banyak mata pelajaran.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 60
3. Penyelidikan otentik
Pembelajaran berbasis masalah menghendaki para
siswa menggeluti penyelidikan otentik dan berusaha
memperoleh pemecahan-pemecahan nyata terhadap
masalah-masalah nyata. Siswa harus menganalisis dan
mendefinisikan masalah itu, mengembangkan hipotesis
dan membuat prediksi, mengumpulkan dan
menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen dan
membuat simpulan.
4. Menghasilkan karya nyata dan memamerkan
Pembelajaran berbasis masalah menghendaki
siswa menghasilkan produk dalam bentuk karya nyata
dan memamerkannya. Produk ini mewakili solusi-solusi
mereka. Karya nyata dan pameran itu, kemudian akan
dibahas, dirancang untuk mengkomunikasikan kepada
pihak-pihak terkait apa yang telah mereka pelajari.
5. Kolaborasi
Pada pembelajaran berbasis masalah ditandai oleh
siswa yang bekerja sama dengan siswa lain bekerja sama
mendatangkan motivasi untuk keterlibatan
berkelanjutan dalam tugas-tugas kompleks dan
memperkaya kesempatan-kesempatan berbagi inkuiri
dan berdialog, dan untuk perkembangan keterampilan-
keterampilan sosial.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 61
Richard Arends (2008: 42) menyatakan bahwa
model pembelajaran berdasarkan masalah memiliki
karakteristik sebagai berikut:
1. Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran
berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di
sekitar masalah sosial yang penting bagi peserta didik.
Peserta didik dihadapkan pada situasi kehidupan nyata,
mencoba membuat pertanyaan terkait masalah dan
memungkinkan munculnya berbagai solusi untuk
menyelesaikan permasalahan.
2. Berfokus pada keterkaitan antardisiplin. Meskipun
pembelajaran berdasarkan masalah berpusat pada
pelajaran tertentu (IPA, matematika, sejarah), namun
permasalahan yang diteliti benar-benar nyata
untukdipecahkan. Peserta didik meninjau permasalahan
itu dari berbagai mata pelajaran.
3. Penyelidikan autentik. Pembelajaran berdasarkan
masalah mengharuskan peserta didik untuk melakukan
penyelidikan autentik untuk menemukan solusi nyata
untuk masalah nyata. Peserta didik harus menganalisis
dan menetapkan masalah, kemudian mengembangkan
hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan
menganalisis informasi, melaksanakan percobaan (bila
diperlukan), dan menarik kesimpulan.
4. Menghasilkan produk dan mempublikasikan.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 62
Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut peserta
didik untuk menghasilkan produk tertentu dalam
bentuk karya nyata atau peragaan yang dapat mewakili
penyelesaian masalah yang mereka temukan.
5. Kolaborasi. Pembelajaran berdasarkan masalah
ditandai oleh peserta didik yang saling bekerja sama,
paling sering membentuk pasangan dalam kelompok-
kelompok kecil. Bekerja sama memberi motivasi untuk
secara berkelanjutan dalam penugasan yang lebih
kompleks dan meningkatkan pengembangan
ketrampilan sosial.
Dalam literature yang lain dijelaskan bahwa dalam
upaya pemecahan masalah tersebut, terdapat berbagai
karakteristik pembelajaran yang terdiri dari:
1. Permasalahan menjadi starting point dalam belajar;
2. Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang
ada di dunia yata yang tidak terstruktur;
3. Permasalahan membutuhkan perspektif ganda
(multiple perspective);
4. Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki
oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian
membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan
bidang baru dalam belajar;
5. Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama;
6. Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam,
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 63
penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi
merupakan proses yang essensial dalam pembelajaran
berbasis masalah;
7. Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif;
8. Pengembangan keterampilan inquiry dan pemecahan
masalah sama pentingnya dengan penguasaan isi
pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah
permasalahan;
9. Keterbukaan proses dalam pembelajaran berbasis
masalah meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah
proses belajar; dan
10. Pembelajaran berbasis masalah melibatkan evaluasi dan
review pengalaman siswa dan proses belajar. (Rusman,
2011: 232)
Beberapa pernyataan diatas, jelas bahwa karakteristik
model pembelajaran berdasarkan masalah adalah
menekankan pada upaya penyelesaian permasalahan.
Peserta didik dituntut aktif untuk mencari informasi dari
segala sumber berkaitan dengan permasalahan yang
dihadapi. Hasil analisis peserta didik nantinya digunakan
sebagai solusi permasalahan dan dikomunikasikan.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 64
C. Tahapan-tahapan dalam Pembelajaran Berbasis
Masalah
Dalam membuat suatu rencana pembelajaran perlu
dibuat tahapan-tahapan yang akan digunakan dalam
pembelajaran, tujuannya adalah agar pembelajaran yang
akan dilaksanakan benar-benar terlaksana dengan baik dan
memperoleh hasil yang diinginkan. Pembelajaran berbasis
masalah adalah pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Oleh karena itu guru harus dapat merancang rencana
pembelajaran yang benar-benar dapat merangsang rasa
ingin tahu siswa serta memotivasi siswa untuk dapat
menjadi pembelajar yang mandiri, sehingga memudahkan
dalam pelaksanaan berbagai tahap pembelajaran model
pembelajaran berbasis masalah dan pencapaian tujuan
pembelajaran yang diinginkan. Dalam pembelajaran ini
guru harus terlebih dahulu menetapkan tujuan
pembelajaran sehingga tujuan itu dapat dikomunikasikan
dengan jelas kepada siswa. Setelah guru menetapkan tujuan
kemudian guru harus merancang situasi masalah yang
sesuai dengan materi. Situasi masalah yang baik seharusnya
otentik, mengandung teka-teki, dan tidak terdefinisikan
dengan ketat, memungkinan kerja sama, bermakna bagi
siswa, dan konsisten dengan tujuan Kurikulum.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 65
Secara terstruktur, Nur (2008:62) menyatakan bahwa
sintaks pembelajaran berbasis masalah mengikuti lima
tahapan utama (sintaks), sebagaimana yang disajikan dalam
Tabel: sebagai berikut:
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 66
Tabel: Sintaks Pembelajaran Berbasis Masalah (MPBM)
Fase Perilaku Guru
Fase 1:
Mengorientasikan
siswa kepada
masalah.
Guru menginformasikan tujuan-tujuan pembel-
ajaran, mendeskripsikan kebutuhan-kebutuhan
logistik penting dan memotivasi siswa agar terlibat
dalam kegiatan pemecahan masalah yang mereka
pilih sendiri.
Fase 2:
Mengorganisasikan
siswa untuk
belajar.
Guru membantu siswa menentukan dan mengatur
tugas-tugas belajar yang berhubungan dengan
masalah itu.
Fase 3:
Membantu
penyelidikan
mandiri dan
kelompok.
Guru mendorong siswa mengumpulkan informasi
yang sesuai, melaksanakan eksperimen, mencari
penjelasan, dan solusi.
Fase 4:
Mengembangkan
dan menyajikan
hasil karya serta
memamerkannya.
Guru membantu siswa dalam merencanakan dan
menyiapkan hasil karya yang sesuai seperti laporan,
rekaman video, dan model, serta membantu mereka
berbagi karya mereka.
Fase 5:
Menganalisis dan
meng-evaluasi
proses pemeca-
han masalah.
Guru membantu siswa melakukan refleksi atas
penyelidikan dan proses-proses yang mereka
gunakan.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 67
Sejalan dengan pendapat di atas, Nursalam (2013:
13) menjelaskan bahwa pembelajaran berbasis masalah
dioperasionalkan dalam lima tahapan utama yang dimulai
dari guru memperkenalkan siswa-siswi pada situasi masalah
dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa-
siswi. Secara prosedural, detail tahapan-tahapan tersebut
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Tahap pertama adalah orientasi siswa-siswi terhadap
masalah. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi
siswasiswi agar terlibat dalam aktivitas pemecahan
masalah yang dipilih.
2. Tahap kedua adalah mengorganisasi siswa-siswi untuk
belajar. Guru membantu siswa-siswi mendefinisikan
dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut.
3. Tahap ketiga adalah membimbing penyelidikan
individual dan kelompok. Guru mendorong siswa siswi
untuk mengumpulkan informassi yang sesuai,
melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan
penjelasan dan penyelesaian masalahnya.
4. Tahap keempat adalah mengembangkan dan
menyajikan hasil karya. Guru membantu siswa-siswi
merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 68
dengan laporan, video dan model serta membantu
mereka berbagi tugas dengan temannya.
5. Tahap kelima adalah menganalis dan mengevaluasi
proses penyelesaian masalah. Guru membantu siswa-
siswi melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka
gunakan.
Banyak ahli yang menjelaskan bentuk penerapan
PBL. John Dewey dalam Jumanta Hamdayana (2014: 242)
menjelaskan 6 langkah PBL yang kemudian dia namakan
metode pemecahan masalah (problem solving), yaitu:
1. Merumuskan masalah yaitu langkah siswa menentukan
masalah yang akan dipecahkan.
2. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau
masalah secar kritis dari berbagai sudut pandang.
3. Merumuskan hipotesis yaitu langkah siswa
merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai
dengan pengetahuan yang dimilikinya.
4. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan
menggambarkan informasi yang diperlukan untuk
pemecahan masalah.
5. Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil
atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan
penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 69
6. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah yang
dapat dilakukan sesuia rumusan hasil pengujian
hipotesis dan rumusan kesimpulan.
Berdasarkan tahapan-tahapan pembelajaran berbasis
masalah di atas jelaslah bahwa pembelajaran berbasis
masalah menuntut siswa lebih aktif, karena dalam
pembelajaran berbasis masalah siswa dilibatkan secara
langsung dalam penyelidikan dan menemukan penyelesaian
masalah, sehingga pada akhirnya siswa terbantu menjadi
pebelajar yang otonom yang mampu membantu diri mereka
sendiri, di dalam memecahkan permasalahan yang
dihadapinya.
Selain itu pembelajaran berbasis masalah yang
melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri,
memungkinkan siswa menginterpretasikan dan menjelaskan
fenomena dunia nyata dan membangun pemahamannya
tentang fenomena itu. Karena pembelajaran berbasis
masalah terlebih dahulu memberikan masalah yang
kompleks kepada siswa maka, pembelajaran ini tergolong
kepada pembelajaran top-down maksudnya adalah
pembelajaran diawali dengan pemberian masalah yang
kompleks, selanjutnya dalam memecahkan masalah
diperoleh masalah-masalah yang lebih spesifik dengan
maksud mencari solusi dari masalah tersebut.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 70
D. Keuntungan dan Kerugian Pembelajaran Berbasis
Masalah
Setiap model ataupun strategi pembelajaran
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hal
penting yang harus diperhatikan dalam penerapan model
itu sendiri harus menyesuaikan dengan konsep atau materi
yang akan disampaikan dan tujuan pembelajaran. Seperti
layaknya model pembelajaran lain, Problem Based Learning
(PBL) pun memiliki keunggulan dan kelemahannya.
1. Kelebihan Pembelajaran Berbasis Masalah
Keuntungan pembelajaran berbasis masalah (Nur
2008: 33)
a. Menekankan pada makna, bukan fakta.
Dengan mengganti ceramah dengan forum
diskusi, pemonitoran guru, dan penelitian kolaboratif
siswa menjadi terlibat dalam pembelajaran bermakna.
b. Meningkatkan pengarahan diri.
Ketika siswa berupaya keras mencari solusi atas
masalah kelas mereka, mereka cenderung menganggap
tanggungjawab untuk pembelajaran mereka meningkat.
c. Pemahaman lebih tinggi dan pengembangan
keterampilan yang lebih baik.
Siswa dapat berlatih pengetahuan dan
keterampilan dalam konteks fungsional, sehingga
diharapkan mereka akan lebih baik dalam penerapan
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 71
pengetahuan dan keterampilan itu dalam bekerja kelak.
d. Keterampilan-keterampilan interpersonal dan kerja tim.
e. Sikap memotivasi diri sendiri
Siswa berpikir pembelajaran berbasis masalah
lebih menarik, merangsang, menyenangkan, dan
pembelajaran ini menawarkan cara belajar yang lebih
fleksibel dan mengasuh.
f. Hubungan tutor-siswa.
Pembelajaran berbasis masalah lebih menekankan
pada pembimbingan dan merupakan pembelajaran
yang menyenangkan, dan yakin bahwa pening-katan
kontak antar siswa itu bermanfaat bagi pertumbuhan
kognitif siswa.
Ada beberapa kelebihan model Pembelajaran
Berbasis Masalah menurut Sitiatava Rizema Putra (2012:
82) antara lain:
a. Siswa lebh memahami konsep yang diajarkan lantaran
ia yang menemukan konsep tersebut
b. Melibatkan siswa secara aktif dalam memecahkan
masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa
yang lebih tinggi
c. Pengetahuan tertanam berdasarkan skemata yang
dimiliki oleh siswa, sehingga pembelajaran lebih
bermakna
d. Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran, karena
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 72
masalah-masalah yang diselesaikan langsung dikaitkan
dengan kehidupan nyata. Hal ini bisa meningkatkan
motivasi dan ketertarikan siswa terhadap bahan yang
dipelajarinya
e. Menjadikan siswa lebih mandiri dan dewasa, mampu
memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain,
serta menanamkan sikap sosial yang positif dengan
siswa lainnya
f. Pengondisian siswa dalam belajar kelompok yang saling
berinteraksi terhadap pebelajar dan temannya, sehingga
pencapaian ketuntasan belajar siswa dapat diharapkan
g. Pembelajaran berbasis masalah diyakini pula dapat
menumbuh kembangkan kemampuan kreativitas siswa,
baik secara individual maupun kelompok, karena
hampir disetiap langkah menuntut adanya keaktifan
siswa
2. Kekurangan Pembelajaran Berbasis Masalah
Kerugian pembelajaran berbasis masalah (Nur 2008:
35):
a. Keterbatasan hasil belajar akademik siswa yang terlibat
dalam pembelajaran berbasis masalah,
b. Keterbatasan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk
implementasi
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 73
c. Keterbatasan perubahan peran siswa dalam proses
pembelajaran,
d. Keterbatasan perubahan peran guru dalam proses
pembelajaran,
e. Keterbatasan perumusan masalah yang sesuai, dan
f. Keterbatasan penilaian yang valid atas program dan
pembelajaran siswa.
Menurut Aris Shoimin (2014: 132) menjelaskan
beberapa kekurangan dari pembelajaran berbasis masalah
adalah:
a. Membutuhkan banyak waktu dalam pelaksanaannya.
b. PBL tidak dapat diterapkan untuk setiap materi
pelajaran, ada bagian guru berperan aktif dalam
pembagian materi. PBL lebih cocok untuk
pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu
yang kaitannya dengan pemecahan masalah.
c. Dalam suatu kelas yang memiliki tingkat keragaman
siswa yang tinggi akan terjadi kesulitan dalam
pembagian tugas.
Dengan demikian Seorang guru adalah pendidik
yang membelajarkan siswa, maka guru harus melakukan
pengorganisasian dalam penyajian bahan pembelajaran
dengan pendekatan tertentu dan melakukan evaluasi hasil
belajar. Guru yang profesional seharusnya berusaha untuk
mendorong siswa agar mencapai tujuan pembelajaran.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 74
Kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam model
pembelajaran problem based learning bukan berarti model
pembelajaran tersebut tidak berhasil dalam penerapannya,
akan tetapi seharusnya seorang guru berusaha melakukan
inovasi-inovasi baru agar dalam pembelajaran itu dapat
menjadi efektif dan efisien.
E. Dukungan Teoritis Pembelajaran Berbasis
Masalah (PBM)
Menurut Arends (2008: 45), PBM mengambil
psikologi kognitif sebagai dukungan teoritisnya. Fokusnya
tidak banyak pada apa yang sedang dikerjakan siswa
(perilaku), tetapi pada apa yang mereka pikirkan (kognisi)
selama mereka mengajarkannya.
Meskipun peran guru dalam pembelajaran yang
berbasis masalah, kadang-kadang juga melibatkan diri
dalam menginterpretasikan dan menjelaskan berbagai hal
kepada siswa, tetapi lebih sering memfungsikan diri sebagai
pembimbing dan fasilitator sehingga siswa dapat belajar
untuk berpikir dan menyelesaikan masalahnya sendiri.
Lebih lanjut, Nur (2008: 18) mengungkapkan tiga
arus utama pemikiran abad kedua puluh yang mendukung
model pembelajaran berbasis masalah.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 75
1. Dewey dan kelas berorientasi masalah
PBM menemukan akar intelektualnya dalam hasil
karya John Dewey yang mendeskripsikan pandangan
tentang pendidikan dengan sekolah sebagai cermin
masyarakat yang lebih besar dan kelas akan menjadi
laboratorium untuk penyelidikan dan pengatasan
masalah kehidupan nyata. Pedagogi Dewey mendorong
guru untuk melibatkan siswa di berbagai proyek
berorientasi masalah dan membantu mereka menyelidiki
berbagai masalah sosial dan intelektual penting.
Dewey dan penganutnya (Nur, 2008) menegaskan
bahwa pembelajaran di sekolah seharusnya lebih
bermakna (purposeful), tidak terlalu abstrak. Visi
pembelajaran yang purposeful dalam problem centered
(berpusat pada masalah) yang didukung oleh keinginan
bawaan siswa untuk mengeksplorasi situasi-situasi yang
secara personal berarti baginya jelas berhubungan
dengan PBM kontemporer dengan filosofi dan pedagogi
pendidikan Dewey.
2. Piaget, Vygotsky dan Konstruktivisme
Aspek psikologi banyak memberikan dukungan
teoritis pada PBM. Para psikologis Jean Piaget dan Lev
Vygotsky, memiliki peran instrumental dalam
mengembangkan konsep constructivism (konstruktivisme)
yang banyak menjadi sandaran PBM kontemporer.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 76
Jean Piaget mempelajari bagaimana anak-anak
berpikir dan proses-proses yang terkait dengan
perkembangan intelektual mereka yang memiliki sifat
bawaan ingin tahu serta terus-menerus berusaha
memahami dunia di sekitarnya. Keingintahuan ini
memotivasi mereka untuk mengkonstruksikan secara
aktif representasi-representasi di benaknya tentang
lingkungan yang mereka alami. Dalam seluruh tahapan
perkembangannya, kebutuhan anak untuk memahami
lingkungannya memotivasi mereka untuk
menginvestigasi dan mengkonstruksi teori yang
menjelaskannya. Prespektif kognitif konstruktivis
menurut Piaget, bahwa pelajar dengan umur berapa pun
terlibat secara aktif dalam proses mendapatkan informasi
dan mengkonstruksikan pengetahuannya sendiri (Nur,
2008).
Lev Vygotsky meyakini bahwa intelek
berkembang ketika individu menghadapi pengalaman
baru dan membingungkan dan ketika mereka berusaha
mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh
pengalaman-pengalaman ini. Dalam usaha menemukan
pemahaman ini, individu menghubungkan pengetahuan
baru dengan pengetahuan sebelumya dan
mengkonstruksikan pengetahuan baru. Vygotsky
menekankan pentingnya aspek sosial belajar karena
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 77
interaksi sosial dengan orang lain memacu
pengkonstruksian ide-ide baru dan meningkatkan
perkembangan intelektual pelajar.
Menurut Vygotsky pelajar memiliki dua tingkat
perkembangan yang berbeda, yaitu tingkat
perkembangan aktual dan tingkat pengembangan
potensial. Tingkat pengembangan aktual menemukan
fungsi intelektual individu saat ini dan kemampuannya
untuk mempelajari sendiri hal-hal tertentu. Tingkat
perkembangan potensial merupakan tingkat yang dapat
difungsikan atau dicapai oleh individu denga bantuan
orang lain, misalnya guru, orangtua atau teman sebaya
yang lebih maju. Zona yang terletak di antara tingkat
perkembangan aktual dan tingkat perkembangan
potensial pelajar dinamakan zone of proximal development.
3. Bruner dan Discovery Learning
Jerome Bruner memberikan dukungan teoritis
yang penting terhadap discovery learning, sebuah model
pengajaran yang menekankan pentingnya membantu
siswa memahami struktur atau ide-ide kunci suatu
disiplin ilmu, kebutuhan akan keterlibatan aktif siswa
dalam proses belajar, dan keyakinan bahwa pembelajaran
sejati terjadi melalui personal discovery (penemuan pribadi).
Ketika discovery learning diterapkan di bidang sains dan
ilmu sosial, Bruner menekankan penalaran induktif dan
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 78
proses penyelidikan yang menjadi karakter khas metode
ilmiah.
PBM juga menyadarkan diri pada konsep lain
yang berasal dari Bruner, yaitu idenya tentang scaffolding.
Menurut Bruner, scaffolding sebagai sebuah proses dari
pelajar yang dibantu untuk mengatasi masalah tertentu
yang berada di luar kapasitas perkembangannya dengan
bantuan guru atau orang yang lebih mampu.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 79
BAB 5
KOMUNIKASI MATEMATIS
A. Konsep Komunikasi Matematis
Pentingnya pembelajaran matematika tidak dapat
dipisahkan dari peran dalam semua aspek kehidupan.
Mengkomunikasikan ide-ide dengan menggunakan
matematika bahasa bahkan lebih praktis, sistematis, dan
efisien. Dalam rangka untuk mengatasi kesulitan siswa yang
kurang memahami matematika materi, komunikasi yang
baik harus dibangun dalam proses pembelajaran. Secara
umum, komunikasi matematika adalah mengembangkan
koleksi sumber daya untuk menggabungkan metode siswa
dalam menulis dan berbicara tentang matematika, baik
untuk tujuan pembelajaran matematika atau belajar untuk
berkomunikasi seperti yang hebat matematika.
Komunikasi dan hubungan manusiawi guru dengan
siswa merupakan faktor yang sangat penting dalam
menunjang keberhasilan pembelajaran, terutama pada
pembelajaran matematika. Proses komunikasi dalam
pembelajaran matematika tidak hanya berlangsung dalam
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 80
satu arah, komunikasi terjadi melalui banyak arah secara
timbal balik dari guru ke siswa, siswa ke siswa dan dari
siswa ke guru.
Dengan kata lain, Komunikasi merupakan salah satu
kemampuan penting dalam pendidikan matematika karena
komunikasi merupakan cara berbagi ide dan dapat
memperjelas suatu pemahaman. Melalui komunikasi, ide-
ide matematika dapat disampaikan dalam bentuk simbol-
simbol, notasi-notasi, grafik, dan istilah.
Menurut Suherman (dalam Asep, 2013: 11)
komunikasi didefinisikan sebagai proses dimana para
partisipan atau siswa menciptakan dan saling berbagi
informasi satu sama lain guna mencapai pengertian timbal
balik. Dalam pengertian tersebut komunikasi sekurang-
kurangnya harus melibatkan dua pihak yakni pendidik dan
peserta didik, dengan pendidik memegang peranan utama
sebagai komunikator dan peserta didik sebagai komunikan.
Atau antar peserta didik dengan saling bertukar informasi
dalam suatu diskusi.
Komunikasi secara umum, dapat diartikan sebagai
suatu proses berbagi informasi antara pemberi informasi
dan penerima informasi. Proses tersebut dapat dilakukan
baik antara dua orang maupun lebih, ataupun antara
kelompok satu dengan kelompok lainnya atau bisa juga
penyampaian secara global. Komunikasi matematika
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 81
merupakan suatu proses atau cara penyampaian informasi
matematika antara pemberi dan penerima informasi.
Informasi matematika tersebut berupa materi matematika.
Komunikasi berarti juga menyampaikan materi matematika
kepada teman atau seseorang yang memiliki keinginan
untuk mengetahui materi matematika.
Komunikasi secara umum dapat diartikan sebagai
suatu cara untuk menyampaikan suatu pesan dari pembawa
pesan ke penerima pesan untuk memberitahu, pendapat,
atau perilaku baik langsung secara lisan, maupun tak
langsung melalui media. Di dalam berkomunikasi tersebut
harus dipikirkan bagaimana caranya agar pesan yang
disampaikan seseorang itu dapat dipahami oleh orang lain.
Untuk mengembangkan kemampuan berkomunikasi, orang
dapat menyampaikan dengan berbagai bahasa termasuk
bahasa matematis.
Istilah komunikasi atau communication berasal dari
bahasa latin communicatio yang berarti pemberitahuan,
pemberian bagian (dalam sesuatu), pertukaran, dimana si
pembicara mengharapkan pertimbangan atau jawaban dari
pendengarnya untuk ikut mengambil bagian (Anwar Arifin,
2006: 19). Menurut Edward Depari dalam H.A.W Widjaja
(2000: 19), komunikasi adalah proses penyampaian gagasan,
harapan, dan pesan yang disampaikan melalui lambang
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 82
tertentu, mengandung arti, dilakukan oleh penyampai pesan
dan ditujukan kepada penerima pesan.
Berdasarkan hal ini, komunikasi matematika
mencakup komunikasi tertulis maupun lisan atau verbal.
Komunikasi tertulis dapat berupa penggunaan katakata,
gambar, tabel, dan sebagainya yang menggambarkan proses
berpikir siswa. Komunikasi tertulis juga dapat berupa
uraian pemecahan masalah atau pembuktian matematika
yang menggambarkan kemampuan siswa dalam
mengorganisasi berbagai konsep untuk menyelesaikan
masalah. Sedangkan komunikasi lisan dapat berupa
pengungkapan dan penjelasan verbal suatu gagasan
matematika. Komunikasi lisan dapat terjadi melalui
interaksi antarsiswa misalnya dalam pembelajaran dengan
setting diskusi kelompok.
Hari Suderadjat (2004: 44) berpendapat bahwa
komunikasi matematis memegang peranan penting dalam
membantu siswa membangun hubungan antara aspek-
aspek informal dan intuitif dengan bahasa matematika yang
abstrak yang terdiri atas simbol-simbol matematika serta
antara uraian dengan gambaran mental dari gagasan
matematika. National Council of Teachers of Mathematics
(2000:268), menyatakan bahwa: “In classrooms where
students are challenged to think and reason about
mathematics, communication is an essential feature as
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 83
students express the results of their thinking orally and in
writing”.
Menurut Departemen Agama (2004: 222),
menyatakan bahwa komunikasi matematika adalah
kemampuan menyatakan dan menafsirkan gagasan
matematika secara lisan,tertulis, tabel, dan grafik.
Komunikasi dalam matematika atau komunikasi matematik
merupakan suatu aktivitas baik fisik maupun mental dalam
mendengar, membaca, menulis, berbicara, merefleksikan
dan mendemonstrasikan gagasan-gagasan matematika.
Poyla (Ruseffendi 1991: 177) menyatakan bahwa:
“Untuk mengetahui apakah seorang siswa mengerti
persoalan siswa dapat menuliskan kembali soal itu dengan
kata-katanya sendiri, menulis soal itu dengan bentuk lain,
menulis dalam bentuk yang lebih operasional, menulis
dalam bentuk rumus, menyatakan soal itu dalam bentuk
gambar”. Sedangkan kemampuan komunikasi matematis
dapat diartikan sebagai suatu kemampuan siswa dalam
menyampaikan sesuatu yang diketahuinya melalui peristiwa
dialog atau saling hubungan yang terjadi di lingkungan
kelas, dimana terjadi pengalihan pesan. Pesan yang
dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari
siswa, misalnya berupa konsep, rumus, atau strategi
penyelesaian suatu masalah. Pihak yang terlibat dalam
peristiwa komunikasi di dalam kelas adalah guru dan siswa.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 84
Cara pengalihan pesannya dapat secara lisan maupun
tertulis.
Pemahaman matematis erat kaitannya dengan
komunikasi matematis. Siswa yang sudah mempunyai
kemampuan pemahaman matematis dituntut juga untuk
bisa mengkomunikasikannya, agar pemahamannya bisa
dimanfaatkan oleh orang lain. Dengan kemampuan
komunikasi matematis siswa juga bisa memanfaatkan
konsepkonsep matematika yang sudah dipahami orang lain.
Dengan mengkomunikasikan ideide matematisnya kepada
orang lain, seseorang bisa meningkatkan pemahaman
matematisnya (Herdian: 2014).
Matematika tidak hanya soal suatu materi yang
bernialai abstrak, tetapi matematika juga bahasa yang
memberikan kita pengetahuan tentang suatu data, bentuk,
grafik atau yang lainnya yang masih berupa simbol atau
pola rumus-rumus tertentu. Dalam mempelajari
matematika, kita tidak pernah lepas dari simbol-simbol atau
rumus-rumus yang masih perlu untuk dijabarkan. Dan
kemampuan komunikasi matematika merupakan
kemampuan untuk menjabarkan suatu pola yang masih
abstrak dan juga menjelaskan pemahaman materi tersebut
kepada orang lain. Kemampuan komunikasi matematika
akan membuat siswa bisa memahami materi matematika
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 85
dengan baik, selain itu juga siswa dapat menganalisis dan
memcahkan masalah matematika.
Within (1992) menyatakan kemampuan komunikasi
menjadi penting ketika diskusi antar siswa dilakukan,
dimana siswa diharapkan mampu menyatakan, menjelaskan,
menggambarkan, mendengar, menanyakan dan
bekerjasama sehingga dapat membawa siswa pada
pemahaman yang mendalam tentang matematika. Di dalam
proses pembelajaran matematika di kelas, komunikasi
gagasan matematika bisa berlangsung antara guru dengan
siswa, antara buku dengan siswa, dan antara siswa dengan
siswa. Menurut Yamin ( 2012 : 149 ) bahwa:
Media dalam komunikasi merupakan bagian dari
komponen yang tidak dapat tidak mesti ada, yaitu :
komunikator adalah seorang yang menyampaikan
informasi, komunikan adalah seseorang yang menerima
informasi, pesan merupakan isi yang disampaiakan dalam
berkomunikasi dan media merupakan perangkat penyalur
informasi.
Setiap kali kita mengkomunikasikan gagasan-gagasan
matematika, kita harus menyajikan gagasan tersebut dengan
suatu cara tertentu. Ini merupakan hal yang sangat penting,
sebab bila tidak demikian, komunikasi tersebut tidak akan
berlangsung efektif. Gagasan tersebut harus disesuaikan
dengan kemampuan orang yang kita ajak berkomunikasi.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 86
Kita harus mampu menyesuaikan dengan sistem
representasi yang mampu mereka gunakan. Tanpa itu,
komunikasi hanya akan berlangsung dari satu arah dan
tidak mencapai sasaran.
Sedangkan indikator kemampuan siswa dalam
komunikasi matematis pada pembelajaran matematika
menurut NCTM (1989 : 214) dapat dilihat dari : (1)
Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui
lisan, tertulis, dan mendemonstrasikannya serta
menggambarkannya secara visual; (2) Kemampuan
memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide
Matematika baik secara lisan maupun dalam bentuk visual
lainnya; (3) Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah,
notasi-notasi Matematika dan struktur-strukturnya untuk
menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan
model-model situasi.
Kemampuan komunikasi menjadi penting ketika
diskusi antar siswa dilakukan, dimana siswa diharapkan
mampu menyatakan, menjelaskan, menggambarkan,
mendengar, menanyakan dan bekerjasama sehingga dapat
membawa siswa pada pemahaman yang mendalam tentang
matematika. Anak-anak yang diberikan kesempatan untuk
bekerja dalam kelompok dalam mengumpulkan dan
menyajikan data, mereka menunjukkan kemajuan baik di
saat mereka saling mendengarkan ide yang satu dan yang
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 87
lain, mendiskusikannya bersama kemudian menyusun
kesimpulan yang menjadi pendapat kelompoknya. Ternyata
mereka belajar sebagian besar dari berkomunikasi dan
mengkontruksi sendiri pengetahuan mereka.
Baroody berpendapat bahwa pembelajaran harus
dapat membantu siswa mengkomunikasikan ide
matematika melalui 5 aspek komunikasi yaitu:
1. Representasi (Representing)
Konsep yang mempunyai beberapa pengertian. Ia
adalah proses sosial dari „representing‟. Representasi
baik pada proses maupun produk dari pemaknaan
suatu tanda. Representasi juga bisa berarti proses
perubahan konsep-konsep ideology yang abstrak dalam
bentuk-bentuk yang konkrit.
2. Mendengar (Listening)
Siswa dapat menangkap suara dengan telinga
kemudian memberi respon terhadap apa yang di
dengar. Siswa akan mampu memberikan respon atau
komentar dengan baik apabila telah mendengar dan
menyimak penjelasan dengan baik.
3. Membaca (Reading)
Melalui membaca siswa mengkontruksi makna
matematika. Membaca tidak hanya melafalkan sajian
tertulis saja, tetapi dengan menggunakan
pengetahuannya, minatnya, nilainya, membaca dapat
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 88
mengembangkan makna yang termuat di dalam teks
yang sedang dibaca.
4. Berdiskusi (Discussing)
Merupakan kegiatan pertukaran pemikiran
mengenai suatu masalah. Siswa dikatakan mampu
berdiskusi dengan baik apabila mempunyai
kemampuan membaca, mendengar dan keberanian.
5. Menulis (Writing)
Menulis adalah melahirkan pikiran atau perasaan
(seperti mengarang, membuat surat) dengan tulisan.
Menulis berarti menuangkan isi hati si penulis kedalam
bentuk tulisan, sehingga maksud hati penulis bisa
diketahui banyak orang melalui tulisannya.
Kemampuan seseorang dalam menuangkan isi hatinya
ke dalam sebuah tulisan sangatlah berbeda, dipengaruhi
oleh latar belakang penulis. Dengan demikian, mutu
atau kualitas tulisan setiap penulis berbeda pula satu
sama lain (Wahid Umar, 2012).
B. Indikator Komunikasi Matematika
Secara sederhana kemampuan komunikasi
matematis merupakan suatu cara bagi siswa untuk
mengkomunikasikan ide-ide, strategi maupun solusi
matematika baik secara lisan (berbicara) maupun tertulis
serta merefleksikan pemahaman tentang matematika
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 89
sehingga siswa yang mempelajari matematika mampu
memahami dan menggunakan tata bahasa matematika yang
meliputi kosakata dan struktur matematika, memahami
serta mendeskripsikan informasi-informasi penting dari
suatu wacana matematika, mengetahui informasi-informasi
kultural atau sosial dalam konteks permasalahan
matematika, dan dapat menguraikan sandi/kode dalam
pesan-pesan matematika.
Menurut NCTM (National Council of Teacher of
Mathematics) menyebutkan indikator kemampuan
komunikasi siswa, sebagai berikut:
1. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika
melalui lisan, tulisan, dan mendemonstrasikannya serta
menggambarkannya secara visual;
2. Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan
mengevaluasi ide-ide matematika baik secara lisan
maupun dalam bentuk visual lainnya;
3. Kemampuan menggunakan istilah, notasi matematika
dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide,
menggambarkan hubungan dan model situasi.
Mengenai indikator dari komunikasi dijelaskan pada
dokumen peraturan dirjen dikdasmen Nomor.
506/C/PP/2004, yang dikutip Utari Sumarmo (1999: 31)
bahwa penalaran dan komunikasi merupakan kompetensi
yang ditunjukkan siswa dalam melakukan penalaran dan
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 90
mengkomunikasikan gagasan matematika. Menurut
dokumen diatas, dan hal lain yang menjadi sangat penting
terkait dengan penilaian penalaran ini, indikator yang
menunjukkan penalaran dan komunikasi antara lain adalah:
1. Menyajikan pernyataan matematika secara lisan,
tertulis, gambar dan diagram.
2. Mengajukan dugaan (konjektur).
3. Melakukan manipulasi matematika.
4. Menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti
terhadap beberapa solusi.
5. Menarik kesimpulan dari pernyataan.
6. Memeriksa kesahihan suatu argumen.
7. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk
membuat generalisasi.
Sedangkan dalam kajiannya, Sumarno menjelaskan
kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat dari
kemampuan mereka dalam hal-hal berikut:
1. Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke
dalam ide matematika;
2. Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara
lisan dan tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik,
dan aljabar;
3. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau
simbol matematika;
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 91
4. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang
matematika;
5. Membaca dengan pemahaman suatu presentasi
matematika tertulis;
6. Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan
definisi, dan generalisasi.
7. Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang
matematika yang telah dipelajari.
Sedangkan indikator kemampuan komunikasi
matematis siswa pada pembelajaran matematika menurut
NCTM (2000: 60), dapat dilihat sebagai berikut:
1. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika
melalui lisan, tertulis, dan mendemonstrasikannya serta
menggambarkannya secara visual;
2. Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan
mengevaluasi ide-ide matematika baik secara lisan
maupun dalam bentuk visual lainnya;
3. Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-
notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk
menyajikan ide, menggambarkan hubungan- hubungan
dan model-model situasi.
Pada dokumen peraturan dirjen dikdasmen no
506/C/PP/2004, dijelaskan bahwa komunikasi merupakan
kompetensi yang ditujukan siswa dalam
mengkomunikasikan gagasan matematika. Menurut
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 92
dokumen diatas indikator yang menunjukkan komunikasi
matematik antara lain adalah:
1. Menyajikan pernyataan matematika secara lisan,
tertulis, gambar dan diagram.
2. Mengajukan dugaan (conjectures)
3. Melakukan manipulasi matematika.
4. Menarik kesimpulan, menyusun bukti, memberikan
alasan atau bukti terhadap beberapa solusi.
5. Menarik kesimpulan dari pernyataan.
6. Memeriksa kesahihan suatu argument.
7. Menemukan pola atau sifat dari gejala matematis untuk
membuat generalisasi.
Berdasar pendapat beberapa ahli di atas, Depdiknas
(2004: 6) menyatakan yang menjadi indicator kemampuan
komunikasi siswa secara spesifik, bahwa karakteristik
komunikasi matematis setingkat SMP, meliputi:
1. Membuat model dari suatu situasi melalui lisan, tulisan,
benda-benda konkret, grafik, dan metode-metode
aljabar.
2. Menyusun refleksi dan membuat klarifikasi tentang ide-
ide matematika.
3. Mengembangkan pemahaman dasar matematika
termasuk aturan-aturan definisi matematika.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 93
4. Menggunakan kemampuan membaca, menyimak, dan
mengamati untuk menginterpretasi dan mengevaluasi
suatu ide matematika.
5. Mendiskusikan ide-ide, membuat konjektur/prediksi,
menyusun argumen, merumuskan definisi dan
generalisasi.
6. Mengapresiasi nilai-nilai dari suatu notasi matematis
termasuk aturanaturannya dalam mengembangkan ide
matematika.
Sedangkan aspek komunikasi matematis menurut
Elliot dan Kenney (1996: 220-224), dapat dilihat dari:
1. Kemampuan tata bahasa (grammatical competence)
Yang dimaksud dengan kemampuan tata bahasa
adalah kemampuan siswa dalam menggunakan tata
bahasa matematika. Tata bahasa dalam konteks ini
meliputi kosakata dan struktur matematika yang terlihat
dalam hal: memahami definisi dari suatu istilah
matematika serta menggunakan simbol/notasi
matematika secara tepat.
2. Kemampuan memahami wacana (discourse competence)
Kemampuan memahami wacana dapat dilihat
dari kemampuan siswa untuk memahami serta
mendeskripsikan informasi-informasi penting dari
suatu wacana matematika. Wacana matematika dalam
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 94
konteks discourse competence meliputi: permasalahan
matematika maupun pernyataan/pendapat matematika.
3. Kemampuan sosiolinguistik (sociolinguistic competence)
Kemampuan sosiolinguistik dapat diartikan
sebagai kemampuan siswa dalam mengetahui
permasalahan kultural atau sosial yang biasanya muncul
dalam konteks permasalahan matematika.
Permasalahan kultural dalam hal ini adalah
permasalahan kontekstual dalam matematika. Siswa
dilatih untuk mampu menyelesaikan permasalahan
matematika yang menyangkut persoalan dalam
kehidupan sehari-hari.
4. Kemampuan strategis (strategic competence)
Kemampuan strategis adalah kemampuan siswa
untuk dapat menguraikan sandi/kode dalam pesan-
pesan matematika. Menguraikan sandi/kode dalam
pesanpesan matematika adalah menguraikan unsur-
unsur penting (kata kunci) dari suatu permasalahan
matematika kemudian menyelesaikannya secara runtut
seperti: membuat konjektur prediksi atas hubungan
antar konsep dalam matematika; menyampaikan
ide/relasi matematika dengan gambar, grafik maupun
aljabar; dan menyelesaikan persoalan secara runtut.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 95
Pentingnya komunikasi matematis siswa bisa
dijelaskan bahwa untuk menunjukkan kemampuan
komunikasi matematis siswa dalam berbagai aspek
komunikasi, dapat dilakukan dengan melihat kemampuan
siswa dalam mendiskusikan masalah dan membuat ekspresi
matematika secara tertulis, baik gambar, model matematika,
maupun simbol atau bahasa sendiri. Pugalee (Qohar, 2013)
menyarankan bahwa untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis, siswa harus didorong untuk
menjawab pertanyaan disertai dengan alasan yang relevan
dan mengomentari pernyataan matematika yang
diungkapkan siswa, sehingga siswa menjadi memahami
konsepkonsep matematika dan argumennya bermakna.
Urgensi dari kemampuan komunikasi pada siswa ini
perlu digalakkan oleh semua unsure sekolah. Kemampuan
komunikasi matematis itu sangat penting dimiliki oleh
seorang siswa dengan beberapa alasan mendasar, yaitu: 1)
Kemampuan komunikasi matematis menjadi kekuatan
sentral bagi siswa dalam merumuskan konsep dan strategi.
2) Kemampuan komunikasi matematis sebagai modal
keberhasilan bagi siswa terhadap pendekatan dan
penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematika 3)
Kemampuan komunikasi matematis sebagai wadah bagi
siswa dalam berkomunikassi dengan temannya untuk
memperoleh informasi, berbagai pikiran.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 96
C. Proses Komunikasi Sebagai Sarana untuk
Membelajarkan Matematika
Pembelajaran matematika perlu dirancang
sedemikian sehingga dapat menstimulasi siswa untuk
berkomunikasi dengan baik. Proses komunikasi yang
baik ini diharapkan dapat menstimulasi siswa untuk
mengembangkan berbagai ide-ide matematika atau
membangun pengetahuannya. Hal demikian tidak akan
terjadi apabila dalam pembelajaran matematika, semua
siswa menggunakan pendekatan yang sama untuk
menemukan suatu solusi tunggal dari masalah yang
diberikan. Jawaban dan strategi yang tunggal terhadap suatu
masalah kurang mendorong siswa untuk saling
berkomunikasi karena masing-masing siswa akan lebih
memfokuskan diri pada strategi mereka sendiri.
Sebaliknya, jika siswa menggunakan berbagai pendekatan
yang berbeda dalam menemukan solusi, maka akan
memungkinkan mereka untuk bertukar ide dan
menjelaskan ide-ide mereka.
Dalam situasi demikian, proses komunikasi akan
terjadi dengan baik. Dalam konteks demikian, penggunaan
masalah terbuka (open-ended problem) menjadi sangat relevan
dalam pembelajaran matematika dengan maksud untuk
mengembangkan kemampuan komunikasi matematik
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 97
sekal igus menstimulas i siswa untuk
mengembangkan ide-ide matematikanya.
Menurut Takahashi (2006 : 46) menyatakan bahwa :
“Masalah terbuka (open-ended problem) adalah masalah
atau soal yang mempunyai banyak solusi atau strategi
penyelesaian”. Pada mulanya, penggunaan masalah
terbuka merupakan hasil dari proyek penelitian
pengembangan metode evaluasi keterampilan berpikir
tingkat tinggi dalam pendidikan matematika dari tahun
1971 sampai 1976. Meskipun proyek ini dimaksudkan
untuk mengembangkan teknik evaluasi keterampilan
berpikir siswa, tetapi selanjutnya peneliti menyadari
bahwa pembelajaran matematika yang menggunakan
masalah terbuka mempunyai potensi yang kaya dalam
meningkatkan kualitas pembelajaran. Peneliti merangkum
manfaat dalam menggunakan masalah terbuka dalam
pembelajaran matematika sebagai berikut.
1. Siswa menjadi lebih aktif dalam
mengekspresikan ide-ide mereka dalam
pembelajaran matematika.
2. Siswa mempunyai banyak kesempatan untuk secara
komprehensif menggunakan pengetahuan dan
keterampilan mereka.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 98
3. Siswa mempunyai pengalaman yang kaya dalam
proses menemukan dan menerima persetujuan dari
siswa lain terhadap ide-ide mereka.
Novi Komariyatiningsih, dkk (2012: 3) menjelaskan
bahwa komunikasi matematik juga merupakan salah satu
tujuan pembelajaran matematika dan menjadi salah satu
standar kompetensi lulusan siswa sekolah dari pendidikan
dasar sampai menengah tentang Standar Kompetensi
Kelulusan dalam bidang matematika yang secara lengkap
disajikan sebagai berikut:
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep
atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat
dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat,
melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan
dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan
memahami masalah, merancang model matematika,
menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang
diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,
diagram, atau media lain.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 99
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika
dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu,
perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika,
serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 100
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 101
BAB 6
PENGEMBANGAN PERANGKAT
PEMBELAJARAN
A. Hakikat Perangkat Pembelajaran
Perangkat pembelajaran merupakan bagian
terpenting dalam proses pembelajaran, dimana proses
pembelajaran akan berjalan secara efisien, efektif dan juga
terstruktur karena adanya perangkat pembelajaran. Selain
itu, perangkat pembelajaran merupakan perlengkapan
seorang guru dalam melakukan proses pembelajaran. Salah
satu yang paling popular dalam dunia pembelajaran yang
berkaitan dengan perangkat pembelajaran adalah RPP,
kepanjangan dari Rencana Perangkat Pembelajaran.
Perangkat pembelajaran yang dikembangkan yaitu Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) adalah Rencana yang menggambarkan
Prosedur dan pengorganisasian pembelajaran untuk
mencapai satu kompetensi dasar yang ditetapkan dalam
Standar Isi dan dijabarkan dalam silabus. Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dijabarkan dari silabus
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 102
untuk mengarahkan kegiatan belajar siswa dalam upaya
mencapai kompetensi dasar.
Untuk memudahkan pemahaman tentang perangkat
pengembangan, sebagai langkah awal dalam semua
literartur atau referensi adalah dengan mengemukakan
definisi dari masing-masing kata yang mendukung terhadap
pengembangan sebuah materi. Punaji Setyosari (2010: 197)
mendefinisikan pengembangan didefinisikan tumbuh,
merubah bertahap secara perlahan (evolusi). Tumbuh
berarti suatu proses yang menuju kesempurnaan melalui
pengembangan, sedangkan berubah berarti perubahan
menuju kesempurnaan dan lebih baik. Agar terwujud
pendidikan ideal dan sempurna perlu ketepatan
perencanaan agar tercapai sesuai tujuan, perencanaan yang
matang, evaluasi dalam setiap menjalankan program
tertentu serta manifestasi dalam program tertentu yang
teruntut.
Perangkat pembelajaran merupakan suatu persiapan
yang disusun oleh guru agar pelaksanaan dan evaluasi
pembelajaran dapat dilakukan secara sistematis dan
memperoleh hasil seperti yang diinginkan, meliputi: analisis
minggu efektif, program tahunan, program semester,
silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), Lembar
Kerja Peserta Didik (LKPD), insrumen evaluasi, dan
kriteria ketuntasan minimum (KKM).
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 103
Dalam pengertian lain, perangkat pembelajaran
adalah beberapa alat dalam bentuk lembaran atau dokumen
terstruktur, yang digunakan sebagai persiapan melakukan
proses pembelajaran sehingga guru dapat dengan mudah
mengetahui hal-hal yang dilakukan secara bertahap pada
pembelajaran untuk satu tahun ajaran, mengetahui
pencapaian tujuan pembelajaran dan melakukan evaluasi
pada kegiatan pembelajaran selanjutnya.
Menurut Andy Rusdi (2008), perangkat
pembelajaran adalah sekumpulan media atau sarana yang
digunakan oleh guru dan siswa dalam proses pembelajaran
di kelas. Perangkat pembelajaran adalah sejumlah bahan,
alat, media, petunjuk dan pedoman yang akan digunakan
dalam proses pembelajaran. Jadi, perangkat pembelajaran
adalah sejumlah media yang digunakan guru dan siswa
untuk melakukan proses pembelajaran di kelas, dan
perangkat pembelajaran diharapkan dapat membantu guru
dan siswa menciptakan pembelajaran yang efektif guna
mencapai tujuan yang diinginkan. Menurut Ibrahim dalam
Trianto (2009: 22) perangkat pembelajaran yang diperlukan
dalam mengelola proses belajar mengajar dapat berupa:
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), Lembar
Kegiatan Siswa (LKS), Instrumen Evaluasi atau Tes Hasil
Belajar (THB), media pembelajaran, serta buku ajar siswa.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 104
Sedangkan menurut Muhammad Rohman dan Sofan
Amri (2013: 217) pengembangan perangkat pembelajaran
adalah serangkaian proses atau kegiatan yang dilakukan
untuk menghasilkan suatu perangkat pembelajaran
berdasarkan teori pengembangan yang telah ada. Zuhdan
dkk. (2013: 16) menyatakan bahwa perangkat pembelajaran
adalah alat atau perlengkapan untuk melaksanakan proses
yang memungkinkan pendidik dan peserta didik melakukan
kegiatan pembelajaran.
Terdapat beberapa alasan perangkat pembelajaran
merupakan hal yang penting dalam proses pembelajaran,
antara lain:
1. Perangkat pembelajaran sebagai panduan Perangkat
pembelajaran memberi panduan yang harus dilakukan
oleh seorang guru di dalam kelas. Memberi panduan
dalam mengembangkan teknik mengajar dan memberi
panduan untuk merancang perangkat yang lebih baik.
2. Perangkat pembelajaran sebagai tolak ukur Guru dapat
mengevaluasi dirinya sendiri untuk mengetahui sejauh
mana perangkat pembelajaran yang telah dirancang
teraplikasi di dalam kelas. Hal ini penting untuk terus
meningkatkan profesionalisme seorang guru.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 105
3. Perangkat pembelajaran sebagai peningkatan
profesionalisme Profesionalisme seorang guru dapat
ditingkatkan dalam perangkat pembelajaran. Artinya
perangkat pembelajaran tidak hanya sebagai kelengkapan
administrasi, tetapi lebih sebagai media peningkatan
profesionalisme.
4. Mempermudah fasiltasi pembelajaran Memiliki
perangkat pembelajaran sangat mempermudah seorang
guru dalam membantu proses fasilitasi pembelajaran.
Adanya perangkat pembelajaran menjadikan seorang
guru bisa dengan mudah menyampaikan materi hanya
dengan melihat perangkatnya tanpa harus banyak
berpikir dan mengingat.
B. Langkah-langkah Pengembangan Perangkat
Pembelajaran
Untuk menghasilkan perangkat pembelajaran yang
baik, perlu ditempuh suatu prosedur tertentu, yakni dengan
mengacu pada model pengembangan perangkat
pembelajaran. Menurut Nieveen (Sinaga, 2007), suatu
model pembelajaran dikatakan baik jika model tersebut (1)
valid, (2) praktis, dan (3) efektif. Aspek validitas dikaitkan
dengan dua hal yaitu: (a) apakah model yang dikembangkan
didasarkan pada rasional teoretik yang kuat, dan (b) apakah
terdapat konsistensi internal. Sedangkan aspek kepraktisan
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 106
dipenuhi jika (a) para ahli dan praktisi menyatakan bahwa
apa yang dikembangkan dapat diterapkan, dan (b)
kenyataan menunjukkan bahwa apa yang dikembangkan
tersebut dapat diterapkan. Untuk aspek ketiga, Nieveen
memberikan indikator (a) ahli dan praktisi berdasar
pengalamannya menyatakan bahwa model tersebut efektif,
dan (b) secara operasional model tersebut memberikan
hasil sesuai dengan yang diharapkan.
Untuk aspek yang pertama dibutuhkan ahli dan
praktisi untuk memvalidasi model pembelajaran yang
dikembangkan. Sedangkan untuk aspek yang kedua dan
ketiga diperlukan suatu perangkat pembelajaran untuk
melaksanakan model pembelajaran yang dikembangkan.
Sehingga untuk melihat aspek kepraktisan dan keefektifan
perlu dikembangkan suatu perangkat pembelajaran untuk
suatu topik tertentu yang sesuai dengan model
pembelajaran yang dikembangkan. Selain dikembangkan
perangkat pembelajaran yang sesuai dengan model
pembelajaran yang dikembangkan, untuk melihat
keefektifan juga perlu dikembangkan instrumen penelitian
yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Ada 4 (empat) model pengembangan sistem
pembelajaran yaitu: (1) Model PPSI (Prosedur
Pengembangan Sistem Instruksional); (2) Model Dick and
Carey; (3) Model Kemp; dan (4) Model Thiagarajan, dkk.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 107
Namun Model pengembangan yang akan digunakan untuk
mengembangkan perangkat pembelajaran dalam penelitian
ini adalah model Thiagarajan dkk yang dikenal dengan 4-D
Models (Model 4D) sehingga model inilah yang akan
dijelaskan. Model 4D dipilih karena sistematis dan cocok
untuk mengembangkan perangkat pembelajaran.
Thiagarajan ( Trianto 2010 : 189) menguraikan bahwa
ada 4 tahap yang harus dilaksanakan dalam pengembangan,
yang dikenal dengan nama 4-D model, yaitu define, design,
develop dan disseminate. Berikut uraian singkat dari langkah-
langkah tersebut.
1. Define (mendefinsikan)
Tujuan dari langkah ini adalah untuk menetapkan
dan mendefinisikan apa yang dibutuhkan dalam
instruksional. Ada lima langkah yang ditempuh pada
tahap ini:
a. Front-end analysis (analisis kebutuhan)
Menyelidiki tentang masalah dasar yang dihadapi
guru, mengetahui tingkat kinerja guru. Selama
penyelidikan inilah alternatif pembelajaran yang lebih
baik dan lebih efisien dapat dipertimbangkan.
b. Learner analysis (analisis siswa)
Mengidentifikasi karakter dari siswa yang akan
dihadapi. Karakter yang dimaksud adalah kompetensi
dan latar belakang pengalaman siswa, perilaku umum
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 108
terhadap topik pembelajaran, pemilihan media,
format dan bahasa.
c. Task analysis (analisis tugas)
Mengidentifikasi keterampilan utama yang
dibutuhkan dan menguraikannya ke dalam
keterampilan-keterampilan yang lebih khusus yang
perlu dan cukup.
d. Concept analysis (analisis konsep)
Mengidentifikasi konsep-konsep utama yang
harus diajarkan, menata konsep tersebut ke dalam
suatu hierarki dan merinci sifat atau ciri-ciri dari
masing-masing konsep. Analisis ini membantu
mengidentifikasi sekumpulan pemikiran tentang
contoh dan bukan contoh yang dapat dibawakan
dalam alur pengembangan.
e. Specifying instructional objectives (menetapkan tujuan
pembelajaran)
Mengkonversi hasil analisis tugas dan analisis
konsep menjadi tujuan berupa perilaku yang
diharapkan. Kumpulan tujuan ini menjadi dasar dalam
penyusunan tes dan perancangan pembelajaran. Dan
selanjutnya tujuan ini diintegrasikan ke dalam materi
pembelajaran.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 109
Gambar: Tahap Pendefinisian dalam Model 4-D
2. Design (merancang)
Tujuan dari tahap ini adalah merancang draft awal
dari materi pembelajaran. Tahap ini dapat dimulai jika
tujuan dari materi pembelajaran telah ditetapkan pada
tahap sebelumnya. Terdapat empat langkah pada tahap
ini:
Front- end analysis
Stage I:
Define
Define
Task analysis Concept analysis
Specification of objectives
Learner analysis
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 110
Gambar: Tahap Perancangan dalam Model 4-D
a. Constructing criterion-referenced test (menyusun tes
acuan/patokan)
Langkah ini merupakan jembatan yang
menghubungkan tahap I dan tahap II. Kriteria yang
dikembangkan mengkonversi tujuan menjadi
kerangka dari materi pembelajaran.
b. Media selection
Pemilihan media yang sesuai untuk menyajikan isi
dari pembelajaran. Proses ini mencakup penyesuaian
analisis konsep dan anlisis tugas dengan karakter dari
Specification
of objectives
Stage II:
Design
Learner analysis
Criterion-test construction
Media selection
Format selection
Initial design
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 111
siswa, sumber produksi, rencana penyebaran
berkenaan dengan sifat-sifat media.
c. Format selection
Langkah ini sangat terkait dengan pemilihan
media sebelumnya. Istilah format pembelajaran
sendiri mengacu pada kombinasi media, strategi
mengajar, dan teknik penggunaan. Sebagai contoh:
format visual, format audiovisual, format non verbal,
dll. Pemilihan format yang sesuai ini tergantung pada
banyaknya faktor-faktor yang didiskusikan.
d. Initial design
Menyajikan hal-hal dasar dari pembelajaran
melalui media yang tepat dan dalam urutan yang
sesuai. Langkah ini juga mencakup menyusun
berbagai kegiatan belajar seperti membaca buku,
mewawancarai siswa tertentu, dan menerapkan
keahlian yang berbeda dengan memperhatikan setiap
siswa.
3. Develop (mengembangkan)
Tujuan dari langkah ini adalah memodifikasi
materi pembelajaran pada draft awal. Hasil dari tahap
perancangan harus dipertimbangkan sebagai versi awal
sehingga perlu modifikasi sehingga diperoleh versi akhir
yang efektif. Ada dua langkah dalam tahap ini:
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 112
Gambar 2.3: Tahap Pengembangan dalam Model 4-D
a. Expert appraisal
Merupakan teknik untuk memperoleh saran
untuk memperbaiki materi. Sejumlah ahli diminta
untuk mengevaluasi materi dari sudut pandang
pembelajaran dan teknik. Berdasarkan umpan balik
dari ahli inilah draft awal tadi dimodifikasi.
b. Developmental testing
Mengujicobakan materi terhadap siswa untuk
menetapkan bagian yang memerlukan revisi.
Berdasarkan respon, reaksi dan komentar siswa,
materi dapat dimodifikasi. Siklus menguji, merevisi
dan menguji ulang dilakukan hingga diperoleh materi
yang berlaku konsisten dan efektif.
Stage III:
Develop
Criterion-test construction
Initial design
Expert appraisal
Developmental testing
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 113
4. Disseminate (menyebarkan)
Pada penelitian ini tahap desiminasi tidak
dilakukan, sehingga tahap keempat ini tidak dijelaskan
secara mendalam.
Dalam rangka pengembangan perangkat yang
telah diuraikan sebelumnya digunakanlah model
pengembangan Thiagarajan, sebab langkah-langkah
pengem-bangan dengan model ini lebih sistematis. Hal
ini memudahkan untuk melakukan proses
pengembangan perangkat pembelajaran. Model
perancangan pendidikan di atas masih terlalu umum
untuk diterapkan dalam pengembangan model
pembelajaran, sehingga karena keterbatasan peneliti
dipandang perlu melakukan modifikasi. Tahap-tahap
pengembangan perangkat pembelajaran dengan model
pembelajaran, dan instrumen penelitian ini akan
disajikan pada Bab III.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 114
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 115
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Muin, “Pendekatan Metakognitif Untuk
Meningkatkan Kemampuan Matematika SMA”,
Algoritma, Jurnal Matematika dan Pendidikan
Matematika: CeMED, Vol. 1 no. 1.
Abdul Qohar, Komunikasi Matematis: Apa dan Bagaimana
Mangembangkan Komunikasi Matematika dalam
Pembelajaran Matematika, (Malang: Universitas
Malang, 2011.
Abdulah, A.G danRidwan, T, Implementasi Problem Based
Learning (PBL) Pada Proses Pembelajaran Jakarta:
PT Grafindo, 2008.
Afifatu Rohmawati, Efektivitas Pembelajaran, Jurnal
PAUD PPs Universitas Negeri Jakarta.
Ahmad Susanto, Teori Belajar dan Pembelajaran Disekolah
Dasar, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2013.
Arends, Richard, Learning to Teach, Penerjemah: Helly
Prajitno & Sri Mulyani. New York: McGraw Hill
Company, 2008.
Aris Shoimin, 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam
Kurikulum 2013, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 116
Aunurrohman, Belajar dan Pembelajaran”. Bandung:
Alfabeta, 2009.
Asep Saefudin, dkk. Statistika Dasar. Jakarta: Grasindo,
2009.
Ayu Handani, dkk, (2012), Analisis Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa Melalui Pendekatan
Pendidikan Matematika Realistik (PMR) Bagi Siswa
Kelas VII MTsN Lubuk Pakam Buaya Padang
Tahun Pelajaran 2013/2014, Jurnal Pendidikan
Matematika FMIPA UNP, Vol 1, No 1
Buchari Alma, Guru Profesional Menguasai Metode dan
Terampil Mengajar, Bandung: Alfabeta, 2008.
Depag, Standar Kompetensi, Jakarta: Dirjen Kelembagaan
Agama Islam, 2004.
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa
Indonesia Pusat Bahasa, Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 2008.
Depdiknas. Kurikulum 2004: Standar Kompetensi Mata
Pelajaran Matematika SMP dan MTS. Jakarta:
Depdiknas, 2003.
Depdiknas. 2006. Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan. Jakarta: Badan Standar, 2006.
Depdiknas. Rencana Strategis (Renstra) Departeman
Pendidikan Nasional 2010-2014, 2010.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 117
Djamarah, S. B. Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi
Edukatif. Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
Erman Suherman et,all, Strategi Pembelajaran Matematika
Kontemporer, Malang: Universitas Pendidikan
Indonesia, 2003.
Esny Cholistiati, Analisis Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa, Purwokerto: FKIP UMP, 2015.
Fachrurazi, “Strategi Jitu Mencapai Kesuksesan Belajar”.
Jakarta: Alex Media Komputindo, 2011.
Fadjar Shadiq, Kemahiran Matematika, Jogjakarta:
Departemen Pendidikan Nasional, PPPPTK
Matematika, 2009.
Gusni Satriawati, “Pembelajaran Dengan Pendekatan
Open-Ended untuk Meningkatkan Pemahaman dan
Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa”,
Algoritma, Jurnal Matematika dan Pendidikan
Matematika: CeMED, Vol. 1 no. 1.
H.A.W Widjaja, Ilmu Komunikasi Pengantar Studi. Jakarta:
PT. Rineka Cipta, 2000.
Hamalik, Oemar, Perencanaan Pengajaran Berdasarkan
Pendekatan Sistem. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005.
Hamalik, Oemar, Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi
Aksara, 2010.
Hamiyah, Nur dan Muhammad Jauhar. Strategi Belajar
Mengajar Di Kelas. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2014.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 118
Hamzah B. Uno, Orientasi Baru dalam Psikologi
Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2008.
Hasan Sastra Negara, Konsep Dasar Matematika Untuk
PGSD, Lampung: Aura Printing & Publishing, 2014.
Haryanto, Sains jilid lima untuk kelas V, Jakarta: Penerbit
Erlangga 2004.
Hendriana, Heris. Dkk. Hard Skills dan Soft Skills
Matematik Siswa. Bandung: PT Refika Aditama,
2017.
Heruman, Model Pembelajaran Matematika Di Sekolah
Dasar, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008.
Jamil Suprihatiningrum, Strategi Pembelajaran:Teori &
Aplikasi, Jogjakarta: Ar-Ruz Media, 2016.
Jauhar Mohammad, Implementasi PAIKEM, (Prestasi
Pustakarya: Jakarta, 2011.
Jihad, Asep dan Abdul Haris. Evaluasi Pembelajaran”.
Yogyakarta: Multi Pressindo, 2013.
Jumanta Hamdayana,Model dan Metode Pembelajaran
Kreatif dan Berkarakter, Bogor: Ghalia Indonesia,
2014.
Khanifatul, Pembelajaran Inovatif: Strategi Mengelola
Kelas Secara Efektif dan Menyenangkan, Jogjakarta:
Ar -Ruzz Media, 2013.
Lefudin. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta: CV Budi
Utama, 2017.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 119
M. Abdul Ghoffar E.M, dkk, Tafsir Ibnu Katsir, Bogor:
Pustaka Imam Asy-Syafi’I, 2004.
Made Wina, Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer,
Jakarta: Bumi Aksara, 2009.
Meity Taqdir Qodratillah dkk., Kamus Bahasa Indonesia
untuk Pelajar, Jakarta: Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa, Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan, 2011
Muhibbin Syah. Psikologi Belajar. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada, 2003.
Mulyani, Sri. Tt. “Pembelajaran Matematika dengan Alat
Peraga Papan Berpasangan”. Surabaya: E-Jurnal
Dinas Pendidikan Kota Surabaya Vol. 5.
Mulyasa. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2006.
Munandar. Model Pembelajaran, Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2003.
Naim, Ngainun. Dasar-dasar Komunikasi Pendidikan”.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011.
NCTM, Principles And Standards For School Mathematics,
Reston VA: NCTM, 2000.
Ni, Made, Penerapan Model Problem Base Learning untuk
Meningkatkan Partisipasi Belajar dan Hasil Belajar
Teori Akuntansi Mahasiswa Jurusan Ekonomi
Undiksha, Laporan Penelitian, 2008.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 120
Ngalimun, Strategi dan Model Pembelajaran, Yogyakarta:
Aswaja Pressindo, 2012.
Novi Komariyatiningsih, dkk., Keterkaitan Kemampuan
Komunukasi Matematis Dengan Pendekatan
Matematika, Palembang: Universitas PGRI
Palembang, 2012
Nurhayati, Eti. Bimbingan Keterampilan dan Kemandirian
Belajar”. Bandung: Batik Press, 2010.
Nurohmah, Aprih. Peningkatan Kemampuan Komunikasi
Matematika Melalui Strategi Pembelajaran
Kooperatif Tutor Sebaya”. Solo: Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2009.
Nursalam, Strategi Pembelajaran Matematika: Teori dan
Aplikasi Bagi Mahasiswa PGMI, Makassar: Alauddin
University Press, 2013.
Onong Uchjana Effendy, ILMU KOMUNIKASI Teori
dan Praktek, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004.
Purwanto. Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka
Belajar, 2009.
Popham, James. W dan Eva L. Baker. Teknik Mengajar
Secara Sistematis. Jakarta: Rineka Cipta, 2011.
Ruseffendi. Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang
Non-Eksakta Lainnya. PT. Tarsito: Bandung, 2005.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 121
Rusman, Model-model Pembelajaran: Mengembangkan
Profesionalisme Guru (Ed.2, Cet. VI: Jakarta:
Rajawali Pers, 2016.
Sagala, Syaiful. Konsep dan Makna Pembelajaran.Bandung:
Alfabeta, 2008.
Saefuddin, Asis dan Berdiati, Ika, Pembelajaran Efektif.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2016.
Sanjaya, W. Strategi Pembelajaran, Jakarta: Prenada Media
Group, 2007.
Siagian, Sondang P., Manajemen Sumber Daya Manusia”.
Jakarta: Bumi Aksara, 2001.
Sitiatava Rizema Putra. Desain Belajar Mengajar Kreatif
Berbasis Sains. Yogyakarta: Diva Press, 2012
Siregar, Eveline dan Nara Hartini. Teori Belajar dan
Pembelajaran”. Bogor: Ghaila Indonesia, 2011.
Suherman, H. Erman, dkk. Common Textbook (Edisi
Revisi), Strategi Pembelajaran Matematika
Kontemporer. Bandung: IMSTEP JICA, 2003.
Sumardyono, Karakteristik Matematika dan Implikasinya
terhadap Pembelajaran Matematika, Yogyakarta:
Pusat Pengembangan Penataran Guru Matematika,
2004.
Suyono dan Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2011.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 122
Sri Purwanti, “Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan
Berpikir Kritis Matematis Siswa Sekolah Dasar
dengan Model (MMP)”, Terampil: Jurnal Pendidikan
dan Pembelajaran Dasar, no 2 (2015), p-ISSN 2355-
1925.
Trianto, Model-Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi
Kontruktivistik. Jakarta: Prestasi Pustaka, 2010.
Undang-undang Republik Indonesia No 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Depdiknas.
Utari Sumarmo, Rujukan Filsafat, Teori dan Praksis Ilmu
Pendidikan, Bandung: UPI Press, 2008.
Utari Sumarmo, “Pembelajaran Keterampilan Membaca
Matematika Pada Siswa Sekolah Menengah”, Jurnal
FPMIPA UPI, 2006.
Wahid Umar, Membangun Kemampuan Komunikasi
Matematis DalamPembelajaran Matematika, Jurnal
Ilmiah Program Studi Matematika STKIP Siliwangi
Bandung, Vol 1, No.1, Februari 2012.
Wijayanti, Dyana. Tt. “Analisis Soal Pemecahan Masalah
pada Buku Sekolah Elektronik Pelajaran Matematika
SD/MI”. Semarang: FKIP Universitas Islam Sultan
Agung Semarang.
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan, Jakarta: Kencana, 2014.
Wono Setya Budhi, Matematika. Jakarta: Erlangga, 2008.
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd.
Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika 123
BIODATA PENULIS
Christa Voni Roulina Sinaga, M.Pd., Lahir di Parluasan Balata tepat pada tanggal 08 September 1982 dari pasangan seorang ayah M. Sinaga (Alm) dan ibu S. Hutagaol. Ia merupakan anak keempat dari 4 bersaudara. Penulis menempuh pendidikan S-1 di Universitas HKBP Nommensen tahun 2002, dan
melanjut S-2 di Universitas Negeri Medan (UNIMED) Kota Medan pada tahun 2013. Pada tahun 2007 s/d 2019 mengajar di Sekolah Yayasan Umum Sentosa Mandoge dan berlanjut pada tahun 2010 mengajar di Sekolah Negeri SD PLUS. Dari tahun 2011 s/d sekarang sebagai dosen di Universitas Nommensen. Tahun 2009 penulis menikah dan telah dikaruniai anak 3 laki-laki.