pengelolaanzakat produktif sebagai upaya...
TRANSCRIPT
PENGELOLAANZAKAT PRODUKTIF SEBAGAI UPAYA PENGENTASAN KEMISKINAN
(Study Kasus Lembaga Amil Zakat Maal Dukuh, Sidomukti, Salatiga)
SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh
Gelar Sarjana dalam Hukum Islam (S.H.I)
OLEH: AHMAD HASANUDIN
21110023
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2015
NOTA PEMBIMBING
Lamp : 4 (Empat) eksemplar Hal : Pengajuan Naskah Skripsi
Kepada Yth, Dekan Fakultas SyariahIAIN Salatiga Di Salatiga Assalamualaikum Wr. Wb. Disampaikan dengan hormat, Setelah dilaksanakan bimbingan, arahan dan koreksi maka naskah skripsi mahasiswa:
Nama : AHMAD HASANUDIN
NIM : 21110023
Fakultas : Syariah
Jurusan : Ahwal Al-Syakhsyiyyah
Judul : PENGELOLAAN ZAKAT PRODUKTIF SEBAGAI UPAYAPENGENTASAN KEMISKINAN (Study Kasus Lembaga Amil Zakat Maal Dukuh, Sidomukti, Salatiga)
dapat diajukan kepada Fakultas Syariah IAIN Salatiga untuk diujikan dalam sidang munaqasyah.
Demikian nota pembimbing ini dibuat, untuk menjadi perhatian dan digunakan sebagaimana mestinya.
Billahitaufiq wal Hidayah Wassalamualaikum Wr. Wb.
Salatiga, 25 Maret 2015 Pembimbing,
Dr. Adang Kuswaya, M. Ag. NIP: 19720531 199803 1002
KEMENTERIAN AGAMA RI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)SALATIGA
FAKULTAS SYARI’AH Jl. Nakula Sadewa No. 9 Telp (0298) 3419400 Salatiga 50722
http//www.iainsalatiga.ac.id e-mail: [email protected]
PENGESAHAN
Skripsi Berjudul:
PENGELOLAANZAKAT PRODUKTIF
SEBAGAI UPAYA PENGENTASAN KEMISKINAN (Study Kasus Lembaga Amil Zakat Maal Dukuh, Sidomukti, Salatiga)
Oleh:
AHMAD HASANUDIN NIM: 21110023
Telah dipertahankan di depan sidang munaqasyah skripsi Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, pada tanggal 25 Maret 2015 dan telah dinyatakan memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar sarjana dalam hukum Islam.
Dewan Sidang Munaqasyah
Ketua Penguji :Dra. Siti Zumrotun, M.Ag. ....................................
Sekretaris : Dr. Adang Kuswaya, M.Ag. ....................................
Penguji I : Drs. Badwan, M.Ag. ....................................
Penguji II : Tri Wahyu Hidayati, M.Ag. ....................................
Salatiga, 25 Maret 2015 Dekan Fakultas Syariah
Drs. Siti Zumrotun, M.Ag. NIP. 19670115 199803 2002
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, Saya:
Nama : AHMAD HASANUDIN
NIM : 21110023
Fakultas : Syariah dan Ekonomi Islam
Jurusan : Ahwal Al-Syakhsyiyyah
Menyatakan bahwa, skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan jiplakan (plagiat), saduran atau terjemahan dari karya tulis orang lain. pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Salatiga, 27 Januari 2015 Yang menyatakan,
AHMAD HASANUDIN NIM : 21110023
MOTTO
“kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari
yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah
orang-orang yang fasik” (Al-Imran/3: 110)
PERSEMBAHAN Untuk Orang-Orang yang Ku Sayangi
Karya ini aku persembahkan kepada kedua orang tuaku yang tersayang, Bapak Ahsan dan Ibu Sri Anah
Adik Tercinta, Maria Ulfa
Teman-teman seperjuangan di perkuliahan (Akhwal Al Syakhsiyyah)
Teman-teman Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Salatiga
Terima kasih
Atas doa dan support yang telah diberikan
ABSTRAK
Hasanudin, Ahmad. 2015. Pengelolaan Zakat Produktif Sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan (Studi Kasus di Lembaga Amil Zakat Maal Dukuh, Sidomukti, Salatiga). Skripsi. Fakultas Syariah. Jurusan Ahwal Al-Syakhsyiyyah. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
Kata Kunci: Zakat Produktif, LAZAM, Pengelolaan Zakat, Kemiskinan Penelitian ini mengkaji pengelolaan zakat yang dilakukan oleh Lembaga Amil Zakat Maal(LAZAM) di Kelurahan Dukuh Salatiga sebagai upaya pengentasan kemiskinan. Fokus penelitian yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana sistem pengelolaan dan pendayagunaan zakat produktif LAZAM Salatiga. (2) Bagaimana faktor-faktor penghambat dan pendukung dalam pendayagunaan zakat produktif LAZAM Salatiga ditinjau melalui analisis SWOT. (3) Apakah metode zakat produktif mampu mengentaskan kemiskinan masyarakat Dukuh. Penelitian kualitatif deskriptif ini menggunnakanmetode pengumpulan data, wawancara, observasi, dokumentasi dan studi kepustakaan. Analisis data interpretasinya menerapkan prinsip deduksi induksi. Temuan penelitian inibahwa pengelolaan zakat LAZAM menggunakan sistem penghimpunan dana zakat yang dikumpulkan dari muzakki kemudian didistirbusikan kepada mustahiq menggunakan dua metode yaitu konsumtif dan produktif. Distribusi secara konsumtif dilakukan dengan cara membagikan secara langsung kepada mustahiq untuk dimanfaatkan secara konsumtif berupa beras, minyak goreng dan mie instan.Distribusi secara produktif LAZAM memberikan dalam bentuk bantuan modal usaha dan bantuan beasiswa kepada siswa-siswi dari keluarga kurang mampu. Dalam menjalankan perannya sebagai lembaga pengelola zakat LAZAM mengalami banyak faktor pendukung dan penghambat baik yang datang dari luar (eksternal) maupun dari dalam (internal). Meskipun LAZAM belum mampu mengentaskan kemiskinan secara utuh di Kelurahan Dukuh, akan tetapi lahirnya LAZAM telah membantu perekonomian masyarakat sehingga mendapat sambutan hangat dari masyarakat sekitar.
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahminirrahim,Alhamdulillahirobbil ‘alamin,
Peneliti menyampaikan rasa syukur yang mendalam atas nikmat yang Allah
SWT anugerahkan, sehingga peneliti dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini
dengan judul “PENGELOLAANZAKAT PRODUKTIF SEBAGAI UPAYA
PENGENTASAN KEMISKINAN(Study Kasus Lembaga Amil Zakat Maal
Dukuh, Sidomukti, Salatiga)” dengan baik dan penuh dedikasi.
Penulisan ini dapat terselesaikan dengan baik berkat bantuan beberapa
pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd selaku Rektor IAIN Salatiga
2. Drs. Siti Zumrotun, M.Ag selaku dekan fakultas syariah
3. Dr. Adang Kuswaya, M. Ag selaku pembimbing skripsi yang telah sudi kiranya
meluangkan waktunya untuk membimbing dalam penulisan skripsi.
4. Ketua LAZAM, Bapak Mukarrom beserta jajaran pengurus yang telah mau
memberikan waktunya untuk keperluan penggalian informasi
5. Kepada semua pihak yang belum dapat penulis sampaikan satu persatu.
Semoga Allah berkenan untuk membimbing dan memberikan hidayah
dalam setiap langkah hidupnya. Kemudian, semoga karya sederhana ini dapat
bermanfaat untuk pembaca.
Kesongo, Tuntang, 17 Februari 2015
Ahmad Hasanudin
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ....................................................................................... i
NOTA PEMBIMBING ................................................................................... ii
PENGESAHAN ............................................................................................... iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ...................................................... iv
MOTTO ............................................................................................................ v
PERSEMBAHAN ............................................................................................ vi
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
PENGANTAR ................................................................................................. viii
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................... 1
B. Penegasan Istilah .................................................................. 5
C. Rumusan Masalah ................................................................ 6
D. Tujuan Penelitian ................................................................. 6
E. Kegunaan Penelitian ............................................................ 7
F. Telaah Pustaka ..................................................................... 8
G. Metodologi Penelitian .......................................................... 10
H. Sistematika Penulisan ........................................................... 12
BAB II KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Umum Zakat ........................................................ 14
1. Pengertian Zakat ........................................................... 14
2. Prinsip-prinsip Zakat .................................................... 15
3. Macam-macam Zakat ................................................... 16
4. Syarat Zakat .................................................................. 17
5. Hikmah Zakat ............................................................... 18
B. Harta yang Wajib Dizakati ................................................. 18
C. Pengelolaan Zakat .............................................................. 24
D. Pendayagunaan Zakat ........................................................ 26
E. Islam, Zakat dan Kemiskinan ............................................ 30
F. Sistem Analisis SWOT dalam Organisasi ......................... 34
BAB III DATA HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Kelurahan Dukuh ................................ 38
B. Profil LAZAM Kelurahan Dukuh Salatiga ......................... 43
1. Sejarah Berdirinya LAZAM ......................................... 43
2. Tujuan LAZAM ............................................................ 45
3. Struktur LAZAM .......................................................... 48
4. Kegiatan LAZAM ......................................................... 50
C. Sistem Pengelolaan Zakat di LAZAM ................................ 51
1. Sistem Penghimpunan Dana Zakat ............................... 51
2. Sistem Pendistribusian Dana Zakat ............................... 52
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Analisis Sistem Pengelolaan Zakat di LAZAM .................. 56
B. LAZAM dalam Analisis SWOT .......................................... 63
1. Strength (Kekuatan) ...................................................... 64
2. Weakness (Kelemahan) ................................................. 64
3. Opportunity (Peluang) ................................................... 66
4. Threats (Ancaman) ........................................................ 66
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ......................................................................... 68
B. Saran ................................................................................... 70
DARTAR PUSTAKA .................................................................................... 71
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemiskinan dan orang-orang miskin sudah dikenal oleh manusia dan jauh
sejarah, semenjak zaman-zaman lampau. Oleh karena itu beralasan sekali bila kita
mengatakan bahwa kebudayaan umat manusia dalam satu kurunnya tidak pernah
sepi dari orang-orang yang berusaha membawa kebudayaan itu memperhatikan
nilai manusiawi dasar, perasaan merasa tersentuh melihat penderitaan orang-orang
lain dan berusaha melepaskan mereka dari kemiskinan dan kepapaan atau paling
kurang meringankan nasib yang mereka derita terdebut. Namun situasi yang
dihadapi oleh orang-orang miskin pada kenyataanya tidak memungkinkan maksud
itu tercapai dan hal itu sudah merupakan noda hitam yang mengotori muka umat
manusia, dimana masyarakat tidak tersentuh lagi oleh nasehat para budiman dan
peringatan para cerdik pandai(Qardhawi, 1991: 42).
Pada dasarnya semua agama, bahkan agama-agama ciptaan manusia yang
tidak mengenal hubungan dengan kitab suci yang berasal dari langit (samawi),
tidak kurang perhatianya pada segi sosial yang tanpa segi ini persaudaraan dan
kehidupan yang sentosa tidak mungkin terwujud (Qardhawi, 1991: 44).
Salah satu cara menanggulangi kemiskinan adalah dukungan orang yang
mampu untuk mengeluarkan harta kekayaan mereka berupa dana zakat kepada
mereka yang kekurangan. Zakat yang merupakan rukun islam ketiga dan menjadi
salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam.Oleh sebab itu hukum zakat
2
adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim. Di samping itu zakat juga bisa
menumbuhkan akhlak mulia dengan rasa kemanusian yang tinggi, menghilangkan
sifat fekir, rakus dan materalistis,menumbuhkan ketenangan hidup,sekaligus
membersihkan dan mengembangkan harta yang dimiliki (Hafidhuddin, 2002: 10).
Tujuan zakat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sulit terwujud
apabila tidak ada peran aktif dari para muzakki dan pengelola zakat. Para muzakki
harus sadar betul bahwa tujuan mereka berzakat tidak hanya semata-mata
menggugurkan kewajibannya akan tetapi lebih luas yaitu untuk mengentaskan
kemiskinan. Pengelola zakat (amil) juga dituntut harus profesional dan inovatif
dalam pengelolaan dana zakat. Salah satu model pengelolaan zakat yang inovatif
adalah pengelolaan zakat secara produktif, di mana dengan motode ini diharapkan
akan mempercepat upaya mengentaskan masyarakat dari garis kemiskinan,
mereka pada awalnya adalah golongan mustahik kemudian menjadi seorang
muzakki.
Pengelolaan distribusi zakat yang diterapkan di Indonesia terdapat dua
macam kategori, yaitu distribusi secara konsumtif dan produktif. Zakat produktif
merupakan zakat yang diberikan kepada mustahik sebagai modal untuk
menjalankan suatu kegiatan ekonomi dalam bentuk usaha, yaitu mengembangkan
tingkat ekonomi dan potensi produktifitas (Qadir, 2001:46).
Saat ini, masyarakat menyalurkan hasil zakatnya secara konsumtif, akan
tetapi sudah mulai muncul pendayagunaanya secara produktif di daerah-daerah
maupun desa-desa, bahkan dusun-dusun semisal di Krajan Dukuh RW 1 Salatiga.
Kinerja lembaga tersebut telah mengalami peningkatan yang sangat pesat untuk
3
memperdayakan mustahiq zakat berupa bengkel tambal ban. Dengan metode
tersebut supaya mustahiq mampu mempunyai penghasilan yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup, serta kedepan diharapkan menjadi muzakki dari hasil
tambal ban tersebut.
Pengembangan metode pendayagunaan zakat di Krajan Dukuh RW 1
Salatiga sudah mulia di rintis pada tahun 2011 dan berjalan sampai sekarang. Pada
awalnya gagasan ini muncul dari warga sekitar langsung panitia mempunyai
interpretasi baru bahwa zakat itu disamping sebagai ibadah individu, dalam zakat
juga terkandung misi pengembangan ekonomi umat. Pada awalnya gagasan
konsep baru yang dirumuskan oleh warga sekitar zakat di Krajan Dukuh RW 1
Salatiga tersebut mendapatkan banyak kendala. Banyak masyarakat yang masih
memahami bahwa zakat hanya sebagai sebuah pemindahan harta tanpa konsep
yang berbasis pada produktifitas. Akan tetapi berkat kerja keras dari panitia zakat
dalam memberikan pemahaman dan penyadaran akan pentingnya reorientasi
pendayagunaan zakat dari orientasi konsumtif menjadi produktif, Akhirnya
gagasan pengelolaan zakat secara produktif mendapatkan dukungan dari semua
lapisan masyarakat.
Sistem pengelolaan pendisrtibusian zakat di LAZAM Dukuh Krajan
Salatiga dengan cara konsumtif dan produktif yang telah di lakukan oleh panitia.
Di Dukuh Krajan Salatiga, dana hasil zakat oleh LAZAM diserahkan kepada para
mustahiq diwujudkan berupa usaha tambal ban agar dikembangbiakkan menjadi
Bengkel. Sistem pengelolaan pendistribusian zakat yang sudah berjalan dua tahun
4
tersebut merupakan suatu terobosan baru dalam menyelenggarakan zakat sebagai
alternatif solusi persoalan kemiskinan.
Kembali pada persoalan-persoalan yang kerap terjadi dalam urusan
manajemen zakat, ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap pengelolaan
zakat baik itu yang bersifat eksternal dan internal. Dari dua arah inilah semua data
dari sekian faktor yang mungkin diperoleh akan dijadikan dasar didalam
mengambil sebuah keputusan yang diharapkan mampu memberikan penyelesaian
praktis terhadap semua persoalan yang dihadapi. Sehingga tidaklah cukup jika
sebuah keputusan hanya didasarkan pada data-data internal semata akan tetapi
data-data eksternal pun juga harus diutamakan guna menghasilkan sebuah
keputusan strategi yang komprehensif, efektif dan efisien terhadap pengembangan
organisasi.
Untuk mendapatkan informasi yang akurat serta dapat dipertanggung
jawabkan dalam pengambilan sebuah keputusan. Maka para ahli menawarkan
sebuah konsep analisa SWOT yaitu suatu cara untuk mengidentifikasi berbagai
faktor secara sistematis dalam rangka merumuskan strategi dalam organisasi
(Marimin, 2004: 58). Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Albert
Humphrey.
Jika dilihat dari kaca mata SWOT (Strengt, Weakness, Opportunity,
Threats), maka akan terlihat pola yang menarik dari LAZAM dalam segi
pendayagunaan zakat. LAZAM yang terbilang masih baru didirikan tentu akan
banyak sekali mempunyai faktor-faktor penghambat maupun pendukung. Untuk
5
itulah analisis SWOT cocok digunakan untuk mengetahui lebih dalam mengenai
konsep pemberdayaan zakat produktif yang dilakukan oleh LAZAM.
Oleh sebab itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian sebagai ikhtiar
untuk mengetahui lebih mendalam terhadap praktik pengelolaan pendistribusian
zakat di Dukuh Salatiga, penulis memilih judul skripsi “PENGELOLAAN
ZAKAT PRODUKTIF SEBAGAI UPAYA PENGENTASAN KEMISKINAN”
(Studi Kasus LAZAM di Dukuh, Sidomukti, Salatiga).
B. Penegasan Istilah
Sebelum memulai menyusun skripsi ini perlu penulis sampaikan bahwa
judul skripsi adalah PENGELOLAAN ZAKAT PRODUKTIF SEBAGAI
UPAYA PENGENTASAN KEMISKINAN” (Studi Kasus LAZAM di Dukuh,
Sidomukti, Salatiga). Untuk menghindari kesalahfahaman pengertian, maka
penulis kemukakan pengertian serta sekaligus penegasan judul skripsi ini sebagai
berikut:
1. Zakat: derma yang wajib diberikan oleh umat Islam kepada fakir miskin.
Harta yang jumlahnya sudah ditentukan untuk dikeluarkan umat Islam
kepada yang berhak menerima (merupakan rukun Islam ke-5) (Fajri dan
Senja, tt: 864).
2. Produktif: mampu menghasilkan dalam jumlah besar; mampu menciptakan
hasil karya secara baik dan banyak (Fajri dan Senja, tt: 671).
6
Jadi, zakat produktif merupakan zakat yang diberikan kepada mustahik
sebagai modal untuk menjalankan suatu kegiatan ekonomi dalam bentuk usaha,
yaitu untuk mengembangkan tingkat ekonomi dan potensi produktifitas mustahik.
C. Rumusan Masalah
Hal yang akan menjadi rumusan masalah dari deskripsi latar belakang di
atas adalah:
1. Bagaimana sistem pengelolaan dan pendayagunaan zakat produktif LAZAM
Salatiga?
2. Bagaimana faktor-faktor penghambat dan pendukung dalam pendayagunaan
zakat produktif LAZAM Salatiga ditinjau melalui analisis SWOT?
3. Apakah metode zakat produktif mampu dalam mengentaskan kemiskinan
masyarakat Dukuh?
D. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang menjadi target skripsi ini, maka tujuan
dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui sistem pengelolaan dan pendayagunaan zakat produktif
LAZAM Salatiga.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor penghambat dan pendukung dalam
pendayagunaan zakat produktif LAZAM Salatiga ditinjau melalui analisis
SWOT.
7
3. Untuk mengetahui apakah metode zakat produktif mampu dalam
mengentaskan kemiskinan masyarakat Dukuh
E. Kegunaan Penelitian
Dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara
teoritis maupun secara praktis diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Secara Teoritis
Dengan penelitian ini penulis mengharapkan dapat menerapkan teori
yang telah penulis dapat dalam perkuliahan serta membandingkan dengan
realitas yang ada dalam masyarakat. Dari hasil penelitian ini diharapkan
dapat bermanfaat pula bagi seluruh civitas akademika khususnya dalam
program studi AkhwalusSyakhsiyyah Jurusan Syariah STAIN Salatiga
sebagai bahan informasi dan bahan penelitian terhadap permasalahan zakat.
2. Secara Praktis
Selain kegunaan secara teoritis, diharapkan hasil penelitian ini juga
mampu memberikan manfaat secara praktis, yaitu dapat bermanfaat bagi
masyarakat umum, sehingga mampu menumbuhkan keimanan dan
ketaqwaan kepada Allah Swt, selain itu juga dapat dijadikan bahan bacaan
tentang manajemen pelaksanaan, pengelolaan dan pendayagunaan zakat
dengan baik sesuai dengan hukum Islam.
F. Telaah Pustaka
8
Penulis mengambil judul “Pengelolaan Zakat Produktif Sebagai Upaya
Pengentaskan Kemiskinan” (Studi Kasus LAZAM di Dukuh, Sidomukti,
Salatiga). Sepengetahuan penulis belum pernah ada penelitian tentang analisis
pengembangan zakat produktif di tinjau dari tujuan zakat untuk mengentaskan
kemiskinan. Akan tetapi tetapi ada beberapa penelitian yang terkait dengan
masalah zakat ini.
Rebin, mahasiswa STAIN Salatiga, pernah melakukan penelitian tentang
peranan badan amil zakat infak dan sodaqoh (BAZIS) terhadap perekonomian
masyarakat kabupaten Semarang. Dalam pengelolaan zakat di kabupaten
Semarang, BAZIS melakukan pengumpulan dana zakat dengan cara dipungut dari
para pegawai di kabupaten Semarang yang jumlahnya sudah di tentukan batas
minimalnya. Dari hasil pengumpulan zakat tersebut kemudian di distribusikan
kepada 8 asnaf. Dengan prosentase 50% untuk fakir miskin, 40% untuk Sabilillah
dan 10% untuk Ibnusabil, Mu’alaf dan Ghorim. Dalam pemberdayaannya bazis
mengenalkan pada program - program yang memberi manfaat jangka panjang
untuk peningkatan ekonomi dan kesejahteraan mustahik. Kondisi masyarakat di
Kabupaten Semarang dalam perekonomian ditunjang oleh sektor perdagangan,
pertanian, dan aneka jasa. Dalam hal kesejahteraan sosial masyarakat, masih
banyak terdapat warga yang mengalami kesulitan dalam kesejahteraan sosial.
Oleh karena itu, dibutuhkan wadah pengembangan wadah swadaya masyarakat.
Kondisi masyarakat kabupaten semarang di dominasi oleh agama Islam. Muslim
di kabupaten Semarang ini keberadaannya sangat kuat meskipun terdapat juga
agama lain yang saling mengembangkan misinya. Kepedulian terhadap sesama
9
semakin meningkat hal ini terbukti dengan adanya wadah swadaya masyarakat
seperti BAZIS sehingga mereka saling menolong saudaranya (mustahiq). BAZIS
berperan untuk memaksimalkan kerja dalam meningkatkan kesejahteraan
mustahiq (fakir miskin), yaitu dengan menciptakan iklim usaha kecil bagi mereka.
Selain itu bazis telah ikut serta meningkatkan sumber daya manusia yaitu dengan
pemberian bantuan beasiswa bagi siswa yang tidak mampu di beberapa SD, MI,
SLTP, dan MTs di kabupaten Semarang. Adapun jumlah bantuan tersebut belum
begitu banyak mengingat usia BAZIS yang masih muda dan terbatasnya dana
yang terkumpul.
Arif Maslah, mahasiswa STAIN Salatiga lulus tahun 2012 melakukan
penelitian dengan judul skripsi tentang pengelolaan zakat secara produktif
sebagai upaya pengentasan kemiskinan (studi kasus bazis di Tarukan, Candi,
Bandungan, Semarang) dengan mendapatkan kesimpulan sistem pengelolaan
dengan pendistribusian yang di wujudkan hewan ternak (kambing), oleh BAZIS
hasil pengumpulan zakat didistribusikan kepada mustahiq berwujud uang tunai
dan beras.
Sigit Purnomo, mahasiswa STAIN Salatiga yang lulus tahun 2006 dalam
penelitianya yang berjudul Pengentasan Kemiskinan Melalui Zakat dan Shadaqoh
Wajib (Studi pemikiran K.H Mahfudz Ridwan tentang zakat dan shadaqoh wajib
di desa Gedangan Kec. Tuntang Kab. Semarang) dengan mendapatkan
kesimpulan menurut K.H Mahfudz Ridwan, fenomena kemiskinan yang terjadi di
Indonesia adalah kemiskinan buatan atau kemiskinan yang terstruktur. Artinya
kemiskinan yang dialami kebanyakan masyarakat Indonesia tidak terjadi serta
10
merta diciptakan oleh Tuhan (takdir) atau karena malas bekerja, tetapi dalam
kehidupan sehari–hari ada struktur besar yang melingkupi masyarakat yang
membuat penghalang masyarakat untuk keluar dari jeram kemiskinan, baik dari
kebijakan pemerintah, mekanisme pasar global yang didukung kapitalis atau
sebuah rekayasa sosial tertentu.
Penelitian tentang zakat memang sudah pernah dilakukan namun
berdasarkan pengamatan penulis belum ada yang meneliti tentang Pengelolaan
Zakat Produktif Sebagai Upaya Pengentaskan Kemiskinan”(Studi Kasus LAZAM
di Dukuh, Sidomukti, Salatiga).
G. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan (field
research) yaitu penelitian yang objeknya adalah mengenai mekanisme
pelaksanaan, pengelolaan, dan pendayagunaan zakat produktif oleh Lembaga
Amil Zakat dan Mal (LAZAM) jl. Abiyoso Krajan Dukuh RW 1 Salatiga.
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif analitik, yaitu mendeskripsikan
objek yang diteliti. Dalam hal ini mengenai mekanisme pelaksanaan,
pengelolaan, dan pendayagunaan zakat produktif oleh Lembaga Amil Zakat
dan Mal (LAZAM) jl. Abiyoso Krajan Dukuh RW 1 Salatiga, kemudian
melakukan analisis terhadap pelaksanaan tersebut.
2. Lokasi Penelitian
11
Penelitian ini dilakukan di lembaga amil zakat dan mal (LAZAM) Jl.
Abiyoso Krajan Dukuh RW 1 Salatiga.
3. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Sumber data primer; yaitu hasil temuan data di lapangan melalui
wawancara dengan pengurus Lazam.
b. Sumber data sekunder; yaitu data yang diperoleh dari literatur buku-
buku, perundang-undangan tentang zakat dan kepustakaan ilmiah lain
yang menjadi referensi maupun sumber pelengkap penelitian.
4. Prosedur Pengumpulan Data
a. Wawancara
Pengumpulan data dengan cara mengadakan wawancara langsung
dengan pihak-pihak yang berkaitan. Wawancara dilakukan penulis dengan
beberapa sumber:
1. Ketua lembaga lazam sendiri untuk mengetahui pemgelolaan zakat.
2. Bendahara lazam untuk mengetahui sumberdana
b. Observasi
Metode pengumpulan data dengan cara pengamatan langsung dan
pencatatan secara sistematis atas pelaksanaan, pengelolaan dan
pendayagunaan zakat produktif oleh Lazam jl. Abiyoso Krajan Dukuh RW
1 Salatiga.
c. Dokumentasi
12
Adalah cara pengumpulan data melalui peninggalan tertulis, seperti
arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori, dalil atau
hukum-hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian
(Margono, 2004:23). Teknik dokumentasi ini akan penulis gunakan untuk
memperoleh data-data tentang praktek pelaksanaan, pengelolaan dan
pendayagunaan zakat oleh Lazamjl. Abiyoso Krajan Dukuh RW 1 Salatiga.
5. Analisis Data
Data yang diperoleh, baik dari studi lapangan maupun studi pustaka pada
dasarnya merupakan data tataran yang dianalisis secara deskriptif kualitatif,
yaitu data yang terkumpul di dituangkan diuraikan secara logis dan sistematis
dan selanjutnya dianalisis dan ditarik kesimpulan.
H. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan dalam pembahasan dan pemahaman yanglebih lanjut
dan jelas dalam membaca penelitian ini, maka disusunlahsistematika penulisan
penelitian ini sebagai berikut:
1. Bab I adalah pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, fokus
penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian,penegasan istilah, metode
penelitian yang berisi tentang pendekatan dan jenis penelitian, kehadiran
peneliti, lokasi penelitian, sumber data, prosedurpengumpulan data, analisis
data, pengecekan keabsahan data, tahap- tahappenelitian, dan sistematika
penulisan
13
2. Bab II adalah kajian pustaka yang berisi pembahasan tentang makna zakat,
kemiskinan dan produktifitas zakat yang meliputi makna zakat, hikmah dan
tujuan zakat, harta yang wajib dizakati kadar dan syarat-syaratnya, distribusi
zakat, Islam dan kemiskinan, Teori analisis SWOT dan produktifitas
pengelolaan zakat.
3. Bab III adalah data hasil penelitian yang berisi gambaran umum kondisi
sosial keagamaan masyarakat di Dukuh Krajan Sidomukti Salatiga yang
meliputi: letak geografis Dukuh Krajan Salatiga, penduduk Dukuh Krajan
Salatiga dalam angka, potret kehidupan beragama serta kondisi umum
LAZAM di Dukuh Krajan Salatiga yang meliputi sejarah berdiri dan
program-program dalam mengelola pendistribusian zakat.
4. Bab IV adalah analisis hasil penelitian yang berisi bagian teknik
pelaksanaan zakat produktif yang dilakukan oleh LAZAM, sistem
pengelolaan dan pendayagunaan zakat produktif LAZAM Salatiga dan
dampak dari sistem pengelolaan pendistribusian zakat produktif LAZAM
Salatiga menggunakan analisis SWOT.
5. Bab V adalah penutup yang berisi kesimpulan, saran-saran, dan penutup.
14
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Tinjauan Umum Zakat
1. Pengertian Zakat
Dari segi bahasa, kata zakat merupakan masdar dari zaka yang berarti
berkembang, tumbuh, bersih dan baik (Qardhawi, 1991:34). Menurut istilah fiqh
Islam, zakat berarti harta yang wajib dikeluarkan dari kekayaan orang-orang
kaya untuk disampaikan kepada mereka yang berhak menerimanya, dengan
aturan-aturan yang telah ditentukan di dalam syara’ (Anshori, 2006:12).
Berdasarkan pengertian secara istilah tersebut, meskipun para ulama
mengemukakan dengan redaksi yang agak berbeda antara satu dengan yang
lainnya, akan tetapi pada prinsipnya sama. Jadi zakat adalah bagian dari harta
dengan dengan persyaratan tertentu, yang Allah SWT mewajibkan kepada
pemiliknya, untuk diserahkan kepada pihak yang berhak menerimanya, dengan
persyaratan tertentu pula. Sedangkan menurut ketentuan umum pasal 1 ayat 2
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan
Zakat, yang dimaksud dengan zakat adalah harta yang wajib di keluarkan oleh
seorang muslim atau badan usaha untuk diberikan kepada yang berhak
menerimanya sesuai dengan syari’at Islam.
Pengertian zakat menurut bahasa dan istilah mempunyai hubungan yang
erat sekali, yaitu bahwa setiap harta yang dikeluarkan zakatnya akan menjadi
15
berkah, tumbuh, berkembang dan bertambah, suci dan baik (Hafidhuddin,
2002:7 ).
2. Prinsip-prinsip Zakat
Sebagai suatu kewajiban yang harus ditunaikan, tidak setiap harta harus
dikeluarkan zakatnya. Namun ada prinsip-prinsip yang mengatur. Diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Prinsip keyakinan agama (faith)
Bahwa orang yang membayar zakat yakin bahwa pembayaran tersebut
merupakan salah satu manifestasi keyakinan agamanya, sehingga orang yang
belum menunaikan zakat merasa tidak sempurna dalam menjalankan
ibadahnya.
b. Prinsip pemerataan (equity) dan keadilan
Prinsip pemerataan dan keadilan cukup jelas menggambarkan tujuan
zakat, yaitu membagi lebih adil kekayaan yang telah diberikan Tuhan kepada
umat manusia.
c. Prinsip produktifitas (productivity) dan kematangan
Prinsip produktivitas dan kematangan menekankan bahwa zakat
memang wajar harus dibayar karena milik tertentu telah menghasilkan produk
tertentu. Hasil produksi tersebut hanya dapat dipungut setelah melampaui
jangka waktu satu tahun yang merupakan ukuran normal memperoleh hasil
tertentu.
d. Prinsip nalar (reason)
16
Bahwa menurut nalar manusia harta yang disimpan dan dibelanjakan
untuk Allah, tidak akan berkurang melainkan akan bertambah banyak.
e. Prinsip kebebasan (freedom)
Prinsip kebebasan menjelaskan bahwa zakat hanya dibayarkan oleh
orang yang bebas dan sehat jasmani serta rohaninya, yang mempunyai
tanggung jawab untuk membayar zakat untuk kepentingan bersama.
f. Prinsip etik (ethic) dan kewajaran
Prinsip etik dan kewajaran menyatakan bahwa zakat tidak dipungut
secara semena-mena tanpa memperhatikan akibat yang akan ditimbulkan
(Anshori, 2006: 20-21).
3. Macam-macam Zakat
Zakat terdiri atas 2 macam, yaitu:
a. Zakat nafs (jiwa)
Disebut juga dengan zakat fitrah, merupakan zakat untuk menyucikan
diri. Dikeluarkan dan disalurkan kepada yang berhak pada bulan ramadhan
sebelum tanggal 1 Syawal (hari raya Idul Fitri). Zakat fitrah diwajibkan pada
tahun kedua hijriyah. Ukuran zakat perjiwa yang dikeluarkan adalah satu sha’
(31/2 liter) makanan pokok (Depag, 1983:267) atau bisa berupa uang yang
nilainya sebanding dengan ukuran/harga bahan pangan atau makanan pokok
tersebut.
b. Zakat Mal atau zakat harta
17
Yaitu zakat yang dikeluarkan untuk menyucikan harta, apabila harta itu
telah memenuhi syarat-syarat wajib zakat. (Qardhawi, 1991:121).
Dari penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa kewajiban
mengeluarkan zakat itu dikenakan pada setiap harta kekayaan yang halal dan
diperoleh dengan cara yang halal pula, baik hasil usaha atau jasa, maupun
berupa buah-buhan, binatang ternak, dan kekayaan lain-lainnya.
4. Syarat Zakat
Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi terhadap harta kekayaan yang
dipunyai oleh saeorang muslim. Syarat-syarat tersebut adalah:
a. Pemilikan yang pasti, halal dan baik. Artinya, sepenuhnya berada dalam
kekuasaan yang punya, baik kekuasaan pemanfaatan maupunkekuasaan
menikmati hasilnya.
b. Berkembang. Artinya, harta itu berkembang, baik secara alami
berdasarkan sunnatullah maupun bertanbah karena ikhtiar atau usaha
manusia.
c. Melebihi kebutuhan pokok. Harta yang dimiliki oleh seseorang itu
melebihi kebutuhan pokok yang diperlukan bagi diri sendiri dan
keluarganya untuk hidup wajar sebagai manusia.
d. Bersih dari hutang
e. Mencapai nishab, harta yang dimiliki oleh muzaki telah mencapai jumlah
(kadar) minimal yang harus dikeluarkan zakatnya.
f. Mencapai haul, harta mencapai waktu tertentu pengeluaran zakat, biasanya
dua belas bulan qomariyah, atau setiap kali setelah menuai. Harta yang
18
tidak ditentukan haul setiap tahun adalah tumbuh-tumbuhan ketika menuai
dan barang temua ketika ditemukan (Anshori, 2006:28-29).
5. Hikmah Zakat
Zakat adalah ibadah dalam bidang harta yang mengandung manfaat dan
hikmah yang demikian besar dan mulia, baik yang berkautan dengan muzaki,
mustahiq, harta yang dikeluarka zakatnya, maupun bagi masyarakat keseluruhan.
Adapun hikmah tersebut antara lain sebagai berikut:
a. Zakat merupakan pertolongan bagi orang-orang fakir dan orang-orang
yang sangat membutuhkan bantuan. Zakat bisa mendorong mereka untuk
bekerja dengan semangat dan bisa meraih kehidupan yang layak. Dengan
demikian masyarakat akan terhindar dari kemiskinan (Zuhayly, 1995:87).
b. Membersihkan dan menyuburkan harta
c. Mewujudkan rasa syukur terhadap nikmat yang dikaruniakan oleh Allah
SWT (Anshori, 2006:55).
d. Mensucikan jiwa dari penyakit kikir dan bakhil, dengan zakat dapat
melatih seorang mukmin untuk bersifat dermawan (Zuhayly, 1995:88).
e. Mewujudkan kesatuan di kalangan masyarakat islam dalam urusan
ekonomi dan keuangan. Sehingga zakat akan menciptakan kesejahteraan
dari sudut ekonomi dan kebudayaan (Anshori, 2006:56).
B. Harta Yang Wajib di Zakati
Pada hakikatnya, semua yang dihasilkan dari usaha seorang muslim, apapun
sumbernya, pasti ada hak dari sebagian harta tersebut yang harus diberikan kepada
19
kaum yang membutuhkan, dalam arti harta itu harus dikeluarkan zakatnya , tetapi
disisi lain juga ada harta yang tidak terkena atau wajib zaka. Pada umumnya harta
yang harus dikelurkan zakatnya ada lima jenis, yaitu emas dan perak, barang
tambang dan barang temuan, harta perdagangan, tanaman dan buah-buahan, dan
binatang ternak yaitu unta, sapi dan kambing (Zuhayly, 1995:126).
a. Emas dan Perak
Para fuqoha sepakat bahwa emas dan perak wajib dikeluarkan zakatnya,
baik yang berupa potongan, yang dicetak ataupun yang berbentuk bejana.
Bahkan dalam mazhab Hanafi, mengharuskan zakat kepada perhiasan yang
terbuat dari bahan tersebut (Zuhayly, 1995:126). Berbeda dengan Hanafi, Jika
perak dan emas digunakan sebagai perhiasan yang diperbolehkan, keduanya
tidak wajib dizakati menurut Imam Syafi’i (al Mawardi, 2007:213).
Adapun nisab zakat emas adalah 200 dinar, atau menurut jumhur
ukuran emas tersebut sama dengan 91 gram. Sedangkan nisab perak adalah
200 dirham yang kira-kira, menurut Mazhab Hanafi, sama dengan 700 gram
perak, dan menurut jumhur ulama adalah 643 gram. Sedangkan zakat uang
disesuaikan dengan nisab emas dan disesuaikan dengan nilai tukar yang ada.
Kadar zakat yang harus dikeluarkan dari emas dan perak adalah 2,5%.
Dengan demikian, jika seseorang memiliki nisab itu dalam waktu setahun,
maka ia wajib mengeluarkan zakatnya (Zuhayly, 1995:127). Untukpenetapan
nisab emas terdapat berbagai pandangan. Ada yang berpendapat 85 gram, 91
gram, 93,6 gram, 94 gram dan 96 gram. Hal ini karena disebabkan
20
ketidaksamaan dalam mengkonversi alat ukur yang dipergunakan dari masa
lalu dan sekarang (Muhammad dan Mas’ud, 2005:46).
b. Zakat Barang Tambang
Ada beberapa hal yang diperselisihkan oleh para fuqaha, yaitu makna
barang tambang atau ma’din, barang temuan atau rikaz, atau harta simpanan
atau kanz. Zakat yang mesti dikeluarkan dari harta tambang menurut mazhab
Hanafi dan maliki adalah seperlima atau khumus, sedangkan menurut mazhab
Syafi’i dan Hanbali sebanyak seperempat puluh (2,5 %). Barang tambang
menurut mazhab Maliki dan Syafi’i adalah emas dan perak sedangkan
menurut mazhab Hanafi, barang tambang adalah setiap yang dicetak dengan
menggunakan api. Adapun Mazhab Hanbali berpendapat bahwa yang
dimaksud dengan barang tambang adalah semua jenis tambang, baik yang
berbentuk padat maupun cair.
c. Zakat Harta Terpendam
Harta terpendam adalah harta yang ditemukan terpendam sejak zaman
jahiliyah di lahan kosong atau jalanan. Harta tersebut menjadi milik
penemunya dan besar zakatnya adalah 20%. Apa saja yang ditemukan di
tanah milik seseorang, maka barang temuan tersebut menjadi milik pemilik
tanah dan penemunya tidak punya hak di dalamnya. Ada pun barang yang
ditemukan sesudah zaman Islam, baik terpendam atau tidak maka namanya
adalah luqatah (barang temuan). Luqatah tersebut harus diumumkan selama
setahun. Jika pemiliknya datang penemunya harus menyerahkan barabg
tersebut kepada pemiliknya. Jika tidak ada seorangpun yang datang
21
kepadanya pemiliknya berhak memilikinya dengan jaminan ia menggantinya
jika suatu saat pemiliknya datang kepadanya (al Mawardi, 2007: 214).
d. Zakat Harta Perdagangan
Harta perdagangan adalah semua aset dari benda-benda yang diperjual-
belikan, termasuk rumah yang diperjual oleh pemiliknya. Besar zakat yang
dikeluarkan adalah 2,5% dari jumlah keseluruhan harta dagangan yang
dimiliki. Dalil mengenai kewajiban zakat harta perdagangan tercantum dalam
Alquran, yaitu:
”Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (Depag, 1974:67 ).
Sebelum mengeluarkan harta perdangan harus memenuhi beberapa
syarat, yang menurut jumhur ulama, ada 3 (tiga) syarat yang harus dipenuhi,
yaitu :
1) Nisab harta perdagangan harus telah mencapai nisab senilai 94
gram emas. Harga tersebut disesuaikan dengan harga yang berlaku
di setiap daerah.
22
2) Harta dagang harus telah mencapai haul, yaitu satu tahun sejak
dimilikinya harta tersebut. Jadi, zakat barang dagang dikeluarkan
setiap tutup buku setelah perdagangan berjalan satu tahun.
3) Niat melakukan perdagangan saat membeli barang-barang
dagangan. Pemilik barang harus berniat berdagang ketika
membelinya. Adapun jika niat dilakukan setelah harta dimiliki,
niatnya harus dilakukan ketika kegiatan perdagangan dimulai.
e. Zakat Profesi
Zakat profesi itu bisa dilaksanakan setahun sekali atau sebulan sekali,
atau berapa bulan sekali. Yang jelas, bila ditotal setahun besar zakat yang
dikeluarkan harus sama. Namun zakat tersebut wajib dikeluarkan jika
penghasilannya, ditotal selama setahun setelah dikurangi kebutuhan-
kebutuhannya selama setahun melebihi nisab. dengan ketentuan nisab setara
dengan 84 gram emas 24 karat, dan kadar zakatnya sebesar 2,5%. Jika tidak
mencapai nishab, tidak wajib untuk dizakati (Hafidhuddin, 2002:94). Semua
penghasilan melalui kegiatan profesional tersebut, apabila telah mencapai
nisab, maka wajib dikeluarkan zakatnya. Hal ini berdasarkan nash-nash yang
bersifat umum, misalnya firman Allah dalam Surat al-Baqarah ayat 267 yang
sudah disebutkan di atas.
f. Zakat Tanaman dan Buah-buahan
Pada dasarnya, zakat ini diwajibkan berdasarkan dalil dari alqur’an,
sunnah, ijma’ dan akal. Dalil yang diambil dari alqur’an diantaranya, yaitu :
23
“Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang
tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya). makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila Dia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin); dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” (QS. Al-An’am : 141)
Mengenai zakat tanaman yang tumbuh dari tanah, para fuqaha
mempunyai dua pendapat. Pendapat yang pertama menyatakan bahwa
tanaman yang wajib dikeluarkan zakatnya mencakup semua jenis tanaman.
Sedangkan pendapat kedua menyatakan bahwa tanaman yang wajib dizakati
adalah khusus tanaman yang berupa makanan yang mengenyangkan dan bisa
disimpan. Nisab zakat tanaman adalah 1350 kg gabah atau 750 kg beras.
Kadar zakatnya adalah 5% jika pengairannya atas usaha penanam dan 10%
jika pengairanya berasal dari hujan tanpa usaha penanam.
g. Zakat Hewan atau Binatang Ternak
Zakat dikenakan atas binatang-binatang ternak seperti unta, sapi dan
domba (kambing). Abu Hanifah berbeda pendapat dengan Syafi’i dan Maliki
24
dengan menambahkan kewajiban zakat pada kuda. Sedangkan Syafi’i dan
Maliki tidak mewajibkan kecuali jika kuda itu diperdagangkan.
C. Pengelolaan Zakat
Dalam ayat al-Qur’an disebutkan bahwa orang-orang yang berhak dan
berwenang untuk mengelola zakat adalah petugas khusus yang ditunjuk oleh
pemerintah atau penguasa dan negara atau pemerintah bertanggung jawab penuh
atas pengumpulan, pendayagunaan dan pendistribusian hingga sampai
menentukan mustahiq (Shihab, 1994:326). Hal ini berdasarkan pada firman Allah
dalam surat at-Taubah ayat 60 yang berbunyi:
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-
orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana” (Depag, 1974:288 ).
Pada ayat di atas disebutkan bahwa salah satu golongan yang berhak
menerima zakat (mustahiq) adalah ‘amil. Menurut Yusuf Qardhawi, ‘amil zakat
adalah semua orang yang ikut aktif dalam organisasi kezakatan, termsuk
penanggung jawab, para pengumpul, pembagi, bendaharawan, penulis dan
sebagainya.
25
Pada awal islam para ‘amil diangkat langsung oleh Rasulullah SAW, tetapi
pada masa pemerintahan ‘Utsman RA, kebijaksanaan pengumpulan zakat diubah.
Karena pada masa ‘Utsman harta kekayaan melimpah, dan demi kemashlahatan
umum, beliau mengalihkan wewenang pembagian kepada pemilik harta secara
langsung. Keterlibatan para penguasa dalam pengumpulan dan pembagian zakat
berangsur-angsur berkurang. Hal ini disebabkan, antara lain karena keengganan
kaum muslim sendiri untuk menyerahkan dengan alasan adanya para penguasa
yang tidak islami, dan tidak mustahil disebabkan juga karena keengganan para
penguasa sendiri untuk melaksanakan tugas-tugas tersebut dengan berbagai
pertimbangan (Shihab, 1994:327).
Di samping amil zakat, menurut Masjfuk Zuhdi (1989:210) ada lagi
sebuah lembaga yang mempunyai tugas yang sama dengan amil zakat, yaitu baitul
mal. Namun baitul mal ini ada 4 (empat) macam, yakni:
a. Baitul mal yang khusus mengelola zakat
b. Baitul mal yang khusus mengelola pajak yang ditarik dari non muslim
c. Baitul mal yang khusus mengelola rampasan perang dan barang temuan
(rikaz)
d. Baitul mal yang khusus mengelola harta benda yang tidak diketahui
pemiliknya, termasuk harta peninggalan orang yang tidak punya ahli
waris.
26
Dalam bukunya, Fiqh Al-Zakat, Yusuf Qardhawi (1991:745-747)
memperinci pendapat beberapa mazhab tentang penyerahan zakat kepada imam
atau amil, yaitu sebagai berikut:
1. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa al-amwal al-zhahirah(harta yang
terlihat) seperti, binatang ternak dan barang dagang maka harus diserahkan
kepadakhalifah atau amil yang mewakili, sedangkan al-amwal al-
bathinah(harta yang tak terlihat) seperti uang (nuqud) maka
pembagiaannya terserah kepada pemilik harta.
2. Mazhab Maliki berpendapat bahwa pada dasarnya zakat wajib diserahkan
kepada imam yang adil. Imam Al-Qurthubi menambahkan bahwa “kalau
imam yang menerima bersifat adil (dalam penerimaan dan atau
pembagiannya), maka tidak dibenarkan si pemilik untuk membagi-baginya
sendiri”.
3. Mazhab Syafi’i berpendapat bahwa “untuk harta yang bersifat bathin, si
pemilik dapat membagi-baginya sendiri. Sedang dalam bentuk zhahir,
terdapat dua pilihan yaitu, ja’iz (boleh) dan tidak. Kalau ja’iz (boleh),
maka dapat diperselisihkan lagi, yaitu apakah wajib atau tidak”.
4. Mazhab Hanafi berpendapat bahwa “tidak diwajibkan penyerahan dan
pembagian oleh imam atau amil. tetapi apabila si pemilik menyerahkan,
maka kewajibannya telah gugur.
Pengertian pengelolaan zakat menurut Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 23 Tahun 2011, terdapat pada pasal 1 ayat 1 yaitu suatu kegiatan
27
perencanaan, pelaksanaan, dan pengkoordinasian dalam pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan zakat.
a. Azas dan Tujuan Pengelolaan Zakat
Azas dan tujuan pengelolaan zakat dijelaskan pada pasal 2 (dua) dan
3 (tiga). Pengelolaan zakat berasaskan pada:
1) Syari’at islam
2) Amanah; pengelolaan zakat harus dapat dipercaya.
3) Kemanfaatan; pengelolaan zakat dilakukan untuk memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi mustahik
4) Keadilan; pengelolaan zakat dalam pendistribusiannya dilakukan
secara adil.
5) Kepastian hukum; dalam pengelolaan zakat terdapat jaminan
kepastian hukum bagi mustahik dan muzaki
6) Terintegrasi; pengelolaan zakat dilaksanakan secara hierarkis dalam
upaya meningkatkan pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat.
7) Akuntabilitas; pengelolaan zakat dapat dipertanggungjawabkan dan
diakses oleh masyarakat.
Pengelolaan zakat bertujuan;
1) Meningkatkan efektifitas dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan
zakat
2) Meningkatkan manfaat zakat untuk mewujudkan kesejahteraan
masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
28
b. Lembaga Pengelola Zakat
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011, organisasi pengelola
zakat yang diakui oleh pemerintah terdiri dari dua macam. Yaitu Badan
Amil Zakat Nasional (BAZNAS) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). Badan
Amil Zakat Nasional dibentuk oleh pemerintah, sedangkan Lembaga Amil
Zakat didirikan oleh masyarakat.
1) Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)
Badan Amil Zakat atau yang disingkat dengan BAZNAS
merupakan lembaga yang berwenang melakukan tugas pengelolaan zakat
secara nasional yang berkedudukan di ibu kota negara. BAZNAS adalah
lembaga pemerintah nonstruktural yang bersifat mandiri dan bertanggung
jawab kepada Presiden melalui Menteri.
Dalam melaksanakan tugas, menurut pasal 6 BAZNAS
menyelenggarakan fungsi sebagai berikut:
a) Perencanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat
b) Pelaksanaan pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat
c) Pengendalian pengumpulan, pendistribusian, dan pendayagunaan
zakat
29
d) Pelaporan dan pertanggungjawaban pelaksanaan pengelolaan
zakat.
Kepengurusan badan ini terdiri dari 11 (sebelas) orang anggota, 8
(delapan) orang dari unsur masyarakat dan 3 (tiga) orang dari unsur
pemerintah. Unsur masyarakat terdiri atas unsur ulama, tenaga profesional,
dan tokoh masyarakat Islam. Untuk unsur pemerintah ditunjuk dari
kementerian/ instansi yang berkaitan dengan pengelolaan zakat.
BAZNAS dipimpin oleh seorang ketua dan seorang wakil ketua. Masa
kerja anggota BAZNAS dijabat selama 5 (lima) tahun dan dapat dipilih
kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Anggota BAZNAS diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri. Anggota BAZNAS dari
unsur masyarakat diangkat oleh Presiden atas usul Menteri setelah mendapat
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Sedangkan
ketua dan wakil ketua BAZNAS dipilih oleh anggota.
Untuk menjadi anggota BAZNAS, dalam pasal 11 diatur persyaratan
sebagai berikut:
a) Warga negara Indonesia
b) Beragama islam
c) Bertakwa kepada Allah SWT
d) Berakhlak mulia
e) Berusia 40 (empat puluh) tahun
f) Sehat jasmani dan rohani
30
g) Tidak menjadi anggota partai politik
h) Memiliki kompetensi di bidang pengelolaan zakat
i) Tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana kejahatan yang
diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
Dalam pasal 12 (dua belas) dijelaskan, anggota BAZNAS akan diberhentikan
apabila:
a) Meninggal dunia
b) habis masa jabatan
c) mengundurkan diri
d) tidak dapat melaksanakan tugas selama 3 (tiga) bulan secara terus
menerus atau tidak memenuhi syarat lagi sebagai anggota.
Dalam pelaksanaan pengelolaan zakat pada tingkat provinsi dan
kabupaten/kota dibentuk BAZNAS provinsi dan BAZNAS kabupaten/kota.
BAZNAS provinsi dibentuk oleh Menteri atas usul gubernur setelah mendapat
pertimbangan BAZNAS. BAZNAS kabupaten/kota dibentuk oleh Menteri atau
pejabat yang ditunjuk atas usul bupati/walikota setelah mendapat pertimbangan
BAZNAS. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, BAZNAS, BAZNAS
provinsi, dan BAZNAS kabupaten/kota dapat membentuk UPZ (Unit Pengumpul
Zakat) pada instansi pemerintah, badan usaha milik negara, badan usaha milik
daerah, perusahaan swasta, dan perwakilan Republik Indonesia di luar negeri
sertadapat membentuk UPZ pada tingkat kecamatan, kelurahan atau nama lainnya,
dan tempat lainnya.
31
2) Lembaga Amil Zakat (LAZ)
Seperti yang dijelaskan di atas bahwa salah satu organisasi pengelola zakat
yang diakui oleh pemerintah adalah Lembaga Amil Zakat (LAZ) disamping
Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS). LAZ adalah lembaga yang dibentuk
masyarakat yang memiliki tugas membantu pengumpulan, pendistribusian, dan
pendayagunaan zakat. Dalam pasal 18 ayat 2, untuk membentuk LAZ maka harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a) Terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola
bidang pendidikan, dakwah, dan sosial
b) Berbentuk lembaga berbadan hukum
c) Mendapat rekomendasi dari BAZNAS
d) Memiliki pengawas syariat
e) Memiliki kemampuan teknis, administratif, dan keuangan untuk
melaksanakan kegiatannya
f) Bersifat nirlaba
g) Memiliki program untuk mendayagunakan zakat bagi kesejahteraan umat
h) Bersedia diaudit syariat dan keuangan secara berkala.
D. Pendayagunaan Zakat
Dalam Undang-Undang nomor 23 tahun 2011 disebutkan bahwa
pengumpulan zakat didayagunakan untuk mustahiq sesuai dengan syari’at islam.
32
Pendayagunaan tersebut dilakukan berdasarkan skala prioritas dengan
memperhatikan prinsip pemerataan, keadilan dan kewilayahan. Bahkan zakat juga
dapat didayagunakan untuk usaha produktif dalam rangka penanganan fakir
miskin dan peningkatan kualitas umat.
Prosedur pendayagunaan dana zakat juga diatur dalam Keputusan Menteri
Agama Republik Indonesia pasal 28 Nomor 373 Tahun 2003, dikatakan bahwa
pendayagunaan dana zakat untuk mustahiq dilakukan berdasarkan persyaratan:
1. Hasil pendataan dan penelitian kebenaran mustahiq delapan asnaf yaitu
fakir, miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah, dan ibnussabil.
2. Mendahulukan orang-orang yang paling tidak berdaya memenuhi kebutuhan
dasar secara ekonomi dan sangat memerlukan bantuan.
3. Mendahulukan mustahiq dalam wilayah masing-masing.
Menurut Mursyid (2006:87) penyaluran dana zakat secara produktif dapat
dilakukan melalui:
1. Pemberian modal kerja dan pendampingan (dapat menggunakan Lembaga
Keuangan Syari’ah atau Lembaga Keuangan Mikro Syari’ah)
2. Penjaminan dana bagi mustadh’afiin apabila usahanya bermasalah
(gharimin)
3. Pendirian sektor produksi/pabrik dan dikerjakan oleh mustadh’affin
4. Usaha-usaha produktif lainnya.
33
Disamping dana zakat dapat dipergunakan untuk usaha-usaha yang bersifat
produktif, dana zakat juga dapat digunakan dalam bentuk pemberian secara
konsumtif. Peruntukan dana zakat secara konsumtif tersebut ditujukan kepada:
1. Fakir
Secara umum pengertian faqir adalah orang-orang yang tidak memiliki
usaha/pekerjaan dan penghasilan tetap sehingga dengan keadaan yang
demikian orang tersebut tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok hidupnya
sehari-hari (Mursyid, 2006:88). Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 273
mengelompokkan fakir sebagai berikut:
a. Fakir yang terikat jihad di jalan Allah
b. Mereka-mereka yang tidak dapat berusaha
c. Fakir-fakir yang lain seperti: fakir yang disebabkan karena
memelihara dari meminta-minta, dan fakir yang terlihat.
2. Miskin
Golongan miskin sama halnya dengan golongan fakir dalam hal sama-
sama memperolah manfaat dari dana zakat. Kata miskin mencakupsemua orang
yang lemah tak berdaya yang tidak memperolah penghasilan yang cukup untuk
menjamin dirinya sendiri dan keluarganya (Muhammad dan Mas’ud, 2005:55).
Adapun definisi pada terjemah Khulashah Kifayatul Akhyar, orang
miskin adalah orang yang mempunyai tempat tinggal, namun tidak bisa
memenuhi kebutuhannya yang sederhana (kebutuhan pokok). Kebutuhan
pokok tersebut diantaranya: makan, minum, dan dalam pakaian yang dalam
34
batas sederhana (sekedar bisa untuk memenuhi kebutuhan hidup) (Rifa’i,
1978:142). Misalnya orang yang berpenghasilan Rp. 750.000,- padahal
kebutuhan minimalnya Rp. 1.000.000,-.
3. Amil zakat
Amil adalah orang yang mengelola zakat, menghimpun, menghitung, dan
mencari orang-orang yang butuh (mustahiq), serta membagikan kepada
mereka. Adapun syarat untuk menjadi amil adalah muslim, baligh, dapat
dipercaya, mengetahui hukum-hukum tentang zakat dan mampu melaksanakan
tugas-tugas yang dibebankan kepadanya (Shihab, 1994:326).
4. Muallaf
Yaitu sekelompok orang yang dianggap masih lemah imannya, karena
baru masuk islam (Hafidhuddin, 2002:134). Pada masa sekarang ini, hak
muallaf dapat diberikan dalam bentuk:
a. Lembaga-lembaga training ke-islaman bagi orang-orang yang baru
masuk islam
b. Memberikan beasiswa, bantuan kesehatan, modal usaha kepada orang-
orang yang baru masuk islam (Mursyid, 2006:91).
5. Riqab
Riqab adalah para budak muslim yang perlu segera dimerdekakan yang
telah membuat perjanjian dengan tuannya bahwa dia akan dibebaskan bila
biaya pembebasannya sudah dilunasi (Zuhayly, 1995:285). Pada masa sekarang
ini, riqab sudah jarang diremukan atau malah tidak ada sama sekali. Menurut
Mursyid (2006:91), hak riqab dapat dialihkan kepada Tenaga Kerja Indonesia
35
(TKI) yang mempunyai masalah dengan majikannya, kemudian ingin keluar
dari lingkungan pekerjaannya dan membutuhkan dana, lalu diberi zakat atas
nama fir-riqab.
6. Gharim
Yaitu orang yang mempunyai hutang. Orang yang berhutang adakalanya
untuk kepentingan agama, kebutuhan keluarga dan untuk memenuhi nafsu.
Orang yang mempunyai hutang untuk tujuan-tujuan baik (seperti membangun
masjid, madrasah, juga pemeliharaan keluarga) berhak menerima pembagian
zakat. Tetapi kalau hutangnya itu untuk maksiat (kebutuhan hawa nafsu) tidak
boleh diberi zakat dan tidak berhak menerima zakat (Rifa’i, 1982:144).
7. Sabilillah
Sabilillah adalah sukarelawan penegak agama Allah SWT dan
pemerintah atau dengan kata lain sabilillah adalah orang yang berjuang di jalan
Allah tanpa mendapatkan gaji (Mursyid, 2006:92).
8. Ibnusabil
Adalah musafir yang kehabisan bekal dalam melakukan perjalanan yang
bukan dalam maksiat (Depag, 1983:262). Seperti orang yang menuntut ilmu,
orang yang melakukan perjalanan dalam mencari rejeki/nafkah, mencari
keluarga dan lain-lain.
E. Islam, Zakat dan Kemiskinan
Kemiskinan adalah keadaan penghidupan di mana orang tidak amapu
memenuhi kebutuhan dasar. Zakiyah Darajat mendefinisikan kemiskinan bahwa
orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam kekurangan. Bambang
36
Sudibyo mengukur ketetapan miskin dengan memakai standar nisab zakat
(Muhammad dan Mas’ud, 2005:70). Akan tetapi yang terjadi di dalam masyarakat
tidak jarang adanya perdebatan dalam kategorisasi seseorang dikatakan miskin,
hal tersebut karena masyarakat memandang bahwa kurang atau tidaknya
pemenuhan sehari-hari itu bersifat relatif.
Sebagai salah satu ukuran kemiskinan adalah apa bila seseorang memiliki
harta di bawah ukuran nisab zakat maka seseorang tersebut digolongkan miskin.
Penentuan seseorang atau keluarga dikategorikan miskin berdasarkan sampai
berapa jauh terpenuhinya kebutuhan pokok atau konsumsi nyata yang meliputi
pangan sandang, pemukiman, pendidikan dan kesehatan. Kebutuhan pokok ini
dinyatakan secara kuantutatif (bentuk uang) berdasarkan harga tiap tahunnya
(Muhammad dan Mas’ud, 2005:71). Ukuran tersebut di atas menurut hemat
penulis cukup untuk dijadikan landasan penentuan kategorisasi miskin karena
sudah mencakup kebutuhan-kebutuhan dasar seseorang dalam kehidupan sehari-
hari.
Jika ditinjau dari pendapatan, kemiskinan ada dua macam yaitu kemiskinan
relatif dan absolut. Kemiskinan relatif adalah kemiskinan yang dilihat antara satu
tingkatan pendapatan dengan tingkat pendapatan lainnya, sebagai contohnya
seseorang dalam kelompok masyarakat tertentu dapat digolongkan kaya akan
tetapi dalam kelompok lain dapat digolongkan miskin. Sedangkan kemiskinan
absolut adalah suatu keadaan kemiskinan yang ditentukan terlebih dahulu
menetapkan garis tingkat pendapatan di atas tingkat pendapatan minimum
tersebut dikategorikan bukan orang miskin (Muhammad dan Mas’ud, 2005:70).
37
Kemiskinan jika ditinjau dari penyebabnya ada dua macam yaitu sebab
mental (kultural) dan struktural. Kemiskinan yang disebabkan oleh kultural yaitu
kemiskinan yang disebabkan oleh budaya seperti malas, boros, dan lainnya.
Sedangkan Kemiskinan yang disebabkan struktural adalah kemiskinan yang
disebabkan oleh sistem pembangunan yang tidak adil dan diakibatkan oleh faktor-
faktor ulah rekayasa manusia.
Di Indonesia dari total penduduk yang berjumlah 240.000.000 jiwa,
penduduk yang tergolong miskin sebanyak 30.018.930 jiwa. Dari jumlah
penduduk miskin tersebut sebanyak 11.046.750 jiwa berdomisili di Kota dan yang
berdomisili di Desa sebanyak 18.972.180 jiwa (BPSNAS, 2011), artinya
penduduk miskin di Desa lebih banyak dibandingkan di Kota dengan
perbandingan 63,2% di pedesaandan dan 36,8% di Kota. Secara umum ada
beberapa faktor penyebab terjadinya kemiskinan di pedesaan, di antaranya adalah:
1) Kurangnya pengembangan SDM
2) Adanya struktur yang menghambat pengembangan ekonomi rakyat
pedesaan
3) Ketidakberuntungan kelompok masyarakat miskin pedesaan
4) Ketimpangan distribusi pembangunan antara Kota dan Desa.
Kemiskinan, dalam Islam menjadi perhatian serius. Hal tersebut terbukti
dengan banyaknya ayat-ayat al qur’an yang memerintahkan untuk memberikan
makanan kepada orang-orang yang kelaparan dan saling mengingatkan untuk
menolong fakir miskin. Begitu pentingnya menolong orang orang miskin,
sehingga Allah menyatakan sebagai pendusta agama orang yang tidak mau
38
memberi makan orang miskin, dengan Firman-Nya dalam surat Al-maa’uun ayat
1-3 sebagai berikut:
“Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin” (Q.S. al Ma’un: 1-3).
Nabi Muhammad selalu mengajarkan kepada umatnya agar memberikan
bantuan sosial kepada yang membutuhkan. Sebagai contohnya adalah ketika bani
Nadir berpindah dan harta bendanya dimiliki oleh umat Islam Rasululloh
membagikan harta tersebut dengan bagian yang sama kepada kaum Muhajirin.
Orang-orang Ansar yang miskin dan tidak punya sumberkehidupan juga diberi
harta tersebut. Rasululloh selanjutnya berusaha menyediakan kebutuhan-
kebutuhan pokok bagi setiap anggota masyarakat miskin dan cacat serta bagi yang
tidak mampu menyediakan kebutuhan pokok bagi dirinya atau keluarganya
(Muhammad dan Mas’ud, 2005:82).
Islam memerintahkan kepada umatnya agar melawan kemiskinan. Di
samping umat Islam diperintah untuk berjuang merubah diri mereka sendiri
dengan bekerja keras, juga diajarkan agar tanggap terhadap kondisi lingkungan
sekitar untuk memeratakan pendapatan dan kekayaan terutama bagi masyarakat
pedesaan. Sebagai salah satu cara untuk mempersempit ketimpangan ekonomi
39
dalam masyarakat, maka umat Islam dianjurkan untuk bersodaqoh, berinfaq dan
diwajibkan untuk berzakat.
F. Sistem Analisis SWOT dalam Organisasi
Proses manajemen yang baik jika manajemen tersebut memiliki strategi
yang baik pula dalam menjalankan kinerjanya. Menurut Freddy Rangkuti (2001:
18) Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi perusahaan atau organisasi. Analisis ini didasarkan pada
logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang
(Opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan
(Weaknesses) dan ancaman (Threats). Proses pengambilan keputusan strategis
selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan
organisasi. Dengan demikian perencanaan strategis (strategicplanner) harus
menganalisis faktor-faktor strategis organisasi (kekuatan, kelemahan, peluang,
dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini.
Seperti ditulis oleh Wikipedia, bahwa Analisis SWOT adalah
metode perencanaan strategis yang digunakan untuk mengevaluasi kekuatan
(strengths), kelemahan (weaknesses), peluang (opportunities), dan ancaman
(threats) dalam suatu proyekatau suatu spekulasi bisnis. Keempat faktor itulah
yang membentuk akronim SWOT (strengths, weaknesses, opportunities, threats).
Proses ini melibatkan penentuan tujuan yang spesifik dari spekulasi bisnis atau
proyek dan mengidentifikasi faktor internal dan eksternal yang mendukung dan
yang tidak dalam mencapai tujuan tersebut. Analisis SWOT dapat diterapkan
40
dengan cara menganalisis dan memilah berbagai hal yang mempengaruhi keempat
faktornya, kemudian menerapkannya dalam gambar matrik SWOT, dimana
aplikasinya adalah bagaimana kekuatan (strengths) mampu mengambil
keuntungan (advantage) dari peluang (opportunities) yang ada, bagaimana cara
mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mencegah keuntungan (advantage) dari
peluang (opportunities)yang ada, selanjutnya bagaimana kekuatan (strengths)
mampu menghadapi ancaman (threats) yang ada, dan terakhir adalah bagaimana
cara mengatasi kelemahan (weaknesses) yang mampu membuat ancaman (threats)
menjadi nyata atau menciptakan sebuah ancaman baru
(http://id.wikipedia.org/wiki/Analisis_SWOT, diakses 10/2/2015).
Konsep SWOT merupakan tehnik pengupulan data dari suatu lembaga
organisasi sekaligus menganalisanya untuk dijadikan dasar pengambilan sebuah
keputasan. Dimana data-data yang dikumpulkan adalah dari serangkaian
permasalahan yang sedang dihadapi baik dari sektor internal maupun eksternal
yang kemudian dirumuskan serta diformulasikan menjadi sebuah keputusan yang
strategis dan mampu memberikan pengaruh bagi pengembangan sumberdaya
organisasi.
Analisa SWOT terdiri dari empat faktor, yaitu: pertama, Strenghts
(Kekuatan) merupakan kondisi kekuatan yang terdapat dalam organisasi, proyek
atau konsep manajemen yang ada. Kekuatan yang dianalisis merupakan faktor
yang terdapat dalamtubuh organisasi, proyek atau konsep manajemen itu
sendiri.Kedua, Weakness (Kelemahan) merupakan kondisi kelemahan yang
terdapat dalam organisasi, proyek ataukonsep manajemen yang ada.Kelemahan
41
yang dianalisis merupakan faktor yangterdapat dalam tubuh organisasi, proyek
atau konsep manajemen itu sendiri. Ketiga, Opportunity (Peluang) merupakan
kondisi peluang berkembang di masa datang yang terjadi. Kondisiyang terjadi
merupakan peluang dari luar organisasi, proyek atau konsep manajemen
itusendiri.misalnya kompetitor, kebijakan pemerintah, kondisi lingkungan
sekitar.Keempat, Threaths (Ancaman) merupakan kondisi yang mengancam dari
luar. Ancaman ini dapat menggangguorganisasi, proyek atau konsep manajemen
itu sendiri.
Secara mendasar analisis SWOT mempunyai tiga aspek yaitu:
1. Aspek Global
Dalam aspek global ini kita harus mengetahui SWOT kita yang berkaitan
dengan aspek global, aspek yan bersifat garis besar, yang kadang-kadang
bersifat internasional serta tidak jarang bernuansa religius. Aspek global ini
sangat berkaitan dengan “Misi” dan “Visi” yang harus dikembangkan oleh
organisasi.
2. Aspek Strategis
Aspek strategis ini merupakan penjabaran yang lebih rinci kedalam
rencana kerja yang lebih bersifat jangka menengah (biasanya 5 tahunan) guna
merealisasikan apa yang sudah dirumuskan oleh rencana global di atas. Dalam
tahap strategis ini kita harus mampu untuk memikirkan berbagai alternatif
strategi yang mungkin dapat kita lakukan untuk merealisasikan rancangan
global, dengan tetap memperhatikan SWOT yang ada pada organisasi.
3. Aspek Operasional
42
Aspek operasional merupakan aspek yang bersifat jangka pendek atau
tahunan, atau bahkan kurang dari setahun. Rencana operasional ini akan
menjabarkan secara operasional serta rinci terhadap rencana strategis.
Operasionalisasi terhadap strategi yang dipilih dan ditetapkan harus ditindak
lanjuti dalam bentuk keterampilan atau keahlian yang harus dikuasai, bentuk-
bentuk latihan yang harus dilaksanakan, alat-alat macam apa yang harus
disiapkan, begitu pula siapa personalis yang harusmelakukannya dan
sebagainya.
43
BAB III
DATA HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Kelurahan Dukuh
Kelurahan Dukuh secara geografis terletak di kecamatan Sidomukti Kota
Salatiga. Kelurahan Dukuh terletak pada kilometer 50 Jl. Solo-Semarang. Terletak
pada ketinggian ± 2. 540 mpl, mempunyai iklim tropis dengan hawa yang sejuk.
Musim hujan terjadi dalam kurun waktu 130-160 mm/tahun dengan curah hujan
rata-rata 2.583 mm/tahun. Suhu udara terendah rata-rata 23 derajat Celcius, terjadi
pada bulan September-Oktober dan suhu tertinggi rata-rata 32 derajat Celcius,
terjadi pada bulan April-Mei.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa kelurahan Dukuh berbatasan dengan
Kelurahan Pulutan Kecamatan Sidorejo di sebelah utara. Kemudian di sebelah
Timur berbatasan dengan Kelurahan Sidorejo Lor Kecamatan Sidorejo, Kelurahan
Mangunsari Kecamatan Sidomukti. Di sebelah selatan berbatasan dengan Desa
Gemolong Kecamatan Getasan Kabupaten Semarang dan di sebelah Barat
berbatasan dengan Desa Gedangan Kecamatan Tuntang Kabupaten Semarang.
Letak Kelurahan Dukuh terbilang sangat strategis, karena selain jarak
dengan pusat kota tidak terlalu jauh, sarana dan prasarana transportasi pun sudah
cukup memadahi. Sehingga memudahkan masyarakat Dukuh dalam menjalankan
roda perekonomian. Adapun jarak dengan pusat Pemerintahan Kecamatan
Sidomukti kurang lebih 1,5 Km. Kemudian jarak dari Pusat Pemerintahan Kota
44
Salatiga yaitu 1 Km dan jarak dari Ibu kota Provinsi Jawa Tengah kira-kira 52
Km.
Wilayah Kelurahan Dukuh adalah salah satu wilayah yang ada di Kota
Salatiga yang terkenal akan buah salak dan buah duku. Hal tersebut disebabkan
karena sebagian besar lahan penduduk ditanami buah salak dan atau buah duku.
Walaupun begitu, ada juga masyarakat yang memanfaatkan lahan sebagai kolam
pembenihan lele dan persawahan.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa Kelurahan Dukuh mempunyai luas wilayah
4006,6 Ha. Secara geografis pemanfaatan tanahnya cukup variatif. Ini terbukti
dari sekitar 2,5% atau 10 Ha oleh masyarakat Dukuh digunakan untuk
pemanfaatan tanah sawah. Kemudian ada juga masyarakat yang memanfaatkan
tanahnya sebagai tanah pekarangan atau perumahan berkisar 18,72% atau sekitar
75 Ha. Untuk pemanfaatan tanah yang digunakan sebagai tanah tegaloan atau
perkebunan mencapai 69,40 persen atau sekitar 278%. Sehingga sisanya
digunakan untuk pemukiman sebesar 5,99% atau 24 Ha dan lain-lain sebesar
3,39% atau 13,60 Ha.
Mengenai struktur pemerintahan Kelurahan Dukuh berdasarkan PP No. 10
Tahun 2004, struktur orgnisasi yang ada di Kelurahan Dukuh terdiri atas 1 orang
Lurah, 1 orang Sekretaris Lurah, 4 orang Kasi dan dibantu oleh kelompok jabatan
fungsional lainnya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran berupa bagan
struktur organisasi Kelurahan Dukuh.
45
Mengenai jumlah penduduk, Kelurahan Dukuh dapat dibilang tidak terlalu
padat. Ini bisa terlihat dari penjelasan di atas mengenai pemanfaatan tanah untuk
pemukiman hanya sebesar 5,99% atau 24 Ha. Berdasarkan data monografi yang
didapatkan dari kantor kelurahan, jumlah penduduk untuk per-tanggal 29 Agustus
2014 mencapai 13.287 dengan ketentuan jumlah penduduk laki-laki sebesar 6.561
dan jumlah penduduk perempuan sebesar 6.726 orang. Kemudian jika dihitung
berdasarkan angka Kepala Keluarga (KK), tercatat keluarga yang dikepalai oleh
seorang laki-laki sejumlah 3.465 dan keluarga yang dikepalai oleh seorang
perempuan mencapai 650 orang. Mengenai informasi lebih lanjut dapat dilihat
pada lampiran.
1. Kondisi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Dukuh
Berdasarkan potret penulis mengenai keadaan masyarakat Dukuh,
penulis dapat mengetahui bahwa keadaan sosial dan ekonomi masyarakat
Dukuh berada pada tahap balance. Namun pada kenyataannya masyarakat
masih banyak yang berada pada tahap masyarakat menengah ke bawah. Hal ini
karena walaupun pedapatan dengan pengeluaran mengalami balance, akan
tetapi masyarakat ini belum bisa dikatakan terbebas dari kemiskinan. Karena
masyarakat belum sepenuhnya dapat mandiri dalam mengelola
perekonomiannya.
Dalam hubungan sosial, tergambar masyarakat Dukuh yang memiliki
kerukunan terhadap sesama. Proses gotong royong dan rewangan masih terjadi
pada masyarakat Dukuh. Walaupun sedikit masih kental akan budaya zaman
46
dulu, akan tetapi masyarakat Dukuh telah memiliki pemikiran yang modern
dan kosmopolitan.
Kemudian jika mengacu pada pekerjaan atau mata pencaharian
masyarakat Dukuh, dapat terlihat berbagai profesi yang bermacam-macam.
Berdasarkan data yang didapatkan dari kantor kelurahan Dukuh per-tanggal 29
Agustus 2014, tercatat masyarakat Dukuh yang belum dan atau tidak bekerja
mencapai angka 2.509 orang terdiri atas 1259 laki-laki dan 1250 perempuan.
Adapun penduduk yang mempunyai profesi sebagai seorang pelajar atau
mahasiswa mencapai 2.614 yang terdiri atas 1.363 laki-laki dan 1.251
perempuan. Selain itu, penduduk yang bekerja menjadi buruh harian lepas pun
cukup tinggi, mencapai angka 1.445 terdiri atas 895 laki-laki dan 550
perempuan. Walaupun pemanfaatan tanah di kelurahan Dukuh banyak yang
digunakan untuk perkebunan dan persawahan akan tetapi jumlah penduduk
bermatapencaharian sebagai petani atau pekebun hanya mencapai 77 orang saja
yang terdiri atas 55 petani laki-laki dan 22 petani perempuan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa keadaan sosial ekonomi masyarakat
Dukuh perlu mendapat dorongan sebagai upaya proses survive terhadap
perkembangan zaman yang semakin plural. Masyarakat perlu mendapatkan
bimbingan agar dapat meningkatkan perekonomiannya. Pemanfaatan sumber
daya alam perlu mendapat perhatian khusus yang didorong oleh peningkatan
sumber daya manusia. Maka dari itulah masyarkat Dukuh dapat mampu
mengatasi beban perekonomian dan terhindar dari kemiskinan.
47
2. Kondisi Pendidikan dan Keagamaan Masyarakat Dukuh
Pedidikan merupakan pondasi dalam menentukan masa depan.
Sepertinya slogan ini sudah tidak asing lagi oleh masyarakat Dukuh. Mereka
sudah cukup sadar akan pentingnya pendidikan. Untuk itulah masyarakat
Dukuh berbondong-bondong menyekolahkan anak-anaknya baik dari SD
hingga perguruan tinggi, berharap memperbaiki perekonomian keluarga. Oleh
sebab itulah sesuai dengan data dari kantor Kelurahan Dukuh per-tanggal 29
Agustus tercatat 1.258 penduduk yang telah memiliki gelar Sarjana. Meskipun
angka ini tidak lebih tinggi dari angka penduduk yang belum dan atau tidak
sekolah yang mencapai angka 2.178 penduduk yang terdiri atas 1.070 laki-laki
dan 1108 perempuan. Untuk lebih rincinya dapat dilihat pada lampiran.
Kemudian, mengenai kondisi keagamaan masyarakat Dukuh,
kebanyakan memeluk agama Islam, meskipun semua agama yang dianjurkan di
Indonesia rata-rata ada yang memeluknya. Kendati begitu, meskipun berbeda
agama yang dianut, masyarakat Dukuh tetap menjunjung tinggi toleransi dan
harmonisasi dalam bermasyarakat. Hal ini bisa terlihat pada semangat gotong
royong, tidak adanya konflik agama dan tingginya kepedulian sosial antar
sesama masyarakat. Berdasarkan data yang didapat dari Kelurahan Dukuh per-
tanggal 29 Agustus 2014, tercatat penduduk yang memeluk agama Islam
sebanyak 10.732 terdiri atas 5.291 laki-laki dan 5.441 perempuan. Kemudian
selebihnya diisi dengan penganut agama Kristen, Katolik, Hindu dan Budha.
Walaupun begitu, jumlah penganut agama Islam tetap mendominasi dalam segi
jumlah. Dengan ketentuan lebih rinci dapat dilihat pada lampiran.
48
B. Profil Lembaga Amil Zakat Maal (LAZAM) Kelurahan Dukuh
1. Sejarah Berdirinya LAZAM
LAZAM merupakan sebuah lembaga yang bergerak di bidang
pengkoordinasian zakat maal. LAZAM berdiri pada tahun 2011, lembaga ini
dibentuk berdasarkan realita yang ada di masyarakat tentang pengelolaan zakat.
LAZAM merupakan representasi kegelisahan dan keprihatinan sebagian
masyarakat terhadap mekanisme pengelolaan zakat di kelurahan Dukuh
terutama di RW 1. Maka dibentuklah sebuah lembaga yang mengurusi masalah
zakat bernama Lembaga Amil Zakat Maal yang disingkat dengan nama
LAZAM.
Selama mengarungi kiprahnya kurang lebih tiga tahun, LAZAM semakin
memiliki posisi yang signifikan. Menurut beberapa penuturan masyarakat,
LAZAM sedikit banyak telah membantu perekonomian mereka. Meskipun
masyarakat belum sepenuhnya terhindar dari kemiskinan, akan tetapi hadirnya
LAZAM telah membuat sistem pengelolaan zakat menjadi lebih baik dan lebih
merata. Karena sebelum lahirnya LAZAM, pengelolaan zakat dirasa kurang
baik dan terlihat tidak merata. Hal ini karena tidak adanya mekanisme yang
jelas dalam pengelolaannya. Masyarakat Dukuh masih menggunakan metode
tradisional dalam mengelola zakat.
Seperti namanya, LAZAM bukanlah lembaga zakat yang dibentuk oleh
pemerintah seperti Badan Amil Zakat (BAZ). LAZAM masih bersifat sosial,
sehingga dalam pengelolaan dan manajemen sering banyak mengalami
kendala. Seperti halnya, relasi kepada lembaga lain maupun mekanisme
49
sosialisasi terhadap masyarakat dalam menghimpun dana zakat. Meskipun
telah berusia tiga tahun, LAZAM baru akan mengusulkan agar LAZAM
dikukuhkan secara pemerintahan. Hingga sekarang, kesekretariatan LAZAM
berada di Jl. Abiyoso Krajan Dukuh RW 1.
Di samping itu mengingat bahwa pemahaman masyarakat Dukuh
mengenai zakat dirasa kurang. Zakat merupakan salah satu rukun iman yang
belum banyak dipahami esensinya, tidak seperti halnya sholat, puasa dan haji.
Zakat merupakan potensi umat Islam yang gemilang dalam upaya pengentasan
kemiskinan dan pemberdayaan umat Islam. Sehingga adanya lembaga yang
mengelola zakat secara profesional, amanah, tanggung jawab dan transparan
yang dilakukan oleh masyarakat maupun lembaga. Sangat membantu dalam
pembentukan perekonomian masyarakat. Maka hal ini menjadi salah satu unsur
revival dalam perekonomian umat Islam.
Pada mulanya, zakat hanya dimaknai sebuah bentuk kewajiban saja oleh
masyarakat Muslim Dukuh. Padahal jika ditilik lebih dalam, zakat memiliki
dimensi horizontal atau hamblum minannash selain fungsinya sebagai dimensi
vertikal (hamblum minallah). Masyarakat Dukuh belum banyak yang
memahami konsep zakat dalam Islam. hal ini pun terlihat dari segi
distribusinya. Sebelum berdirinya LAZAM, zakat hanya dibagikan secara
konsumtif kepada para mustahiq. Kurangnya mekanisme yang baik
mengakibatkan kurang meratanya pembagian yang dilakukan oleh panitia
zakat.
50
Oleh sebab itu, meskipun LAZAM masih bersifat sosial dan banyak
mengalami kekurangan, namun LAZAM telah mampu menumbuhkan spirit
keislaman masyarakat Dukuh dalam memandang zakat. Dalam perjalanannya,
LAZAM memakai sistem distribusi yang dibagi menjadi tiga, yakni distribusi
secara konsumtif, distributif dan beasiswa. Dalam pembahasan yang lebih
mendalam mengenai mekanisme pengelolaan maupun pendistribusian zakat di
LAZAM akan dijelaskan pada bagian sendiri.
2. Tujuan LAZAM
Tujuan didirikannya LAZAM adalah untuk mengelola dan
mengkoordinasi zakat maal yang masuk dari muzakki kemudian disalurkan
kepada mustahiq. Dengan sistem pengelolaan dan pendistribusian yang baik,
diharapkan LAZAM mampu untuk mensukseskan cita-cita lembaga zakat
yakni menjadikan yang dulunya seorang mustahiq (penerima zakat), akan
mampu menjadi seorang muzakki (pemberi zakat). Untuk itulah LAZAM
merumuskan tujuannya sebagai lembaga zakat. Meskipun secara rinci tidak
merumuskan visi dan misi, akan tetapi semangat pengurus dalam mengelola
zakat telah memberikan sumbangsih yang kuat terhadap LAZAM.
Adapun tujuan Lembaga Amil Zakat Maal (LAZAM) yang berada di
kelurahan Dukuh Krajan berdasarkan data yang diperoleh dari pihak LAZAM
ialah sebagai berikut:
a. Menegakkan syariat Islam
51
Zakat merupakan salah satu bagian dari rukun Iman yang memiliki
dimensi vertikal dan horizontal. Zakat juga memiliki peran yang cukup
penting dalam menumbuh kembangkan perekonomian masyarakat. Untuk
itulah LAZAM dengan mengelola zakat secara baik, sehingga menimbulkan
kepercayaan kepada masyarakat maupun muzakki. Akan memberikan
kesadaran kepada masyarakat terhadap pentingnya amalan zakat. Sehingga
syariat Islam yang berupa zakat. Akan semakin produktif dan efisien seperti
yang diharapkan oleh Islam.
b. Untuk memberdayakan ZAKAT Maal
Dalam perannya sebagai lembaga zakat, LAZAM tentu bertujuan
untuk memberdayakan maupun mengelola zakat yang masuk dari muzakki.
Memberikan pelayanan dan mekanisme yang baik merupakan upaya dalam
pencapaian tujuan didirikannya LAZAM sebagai lembaga yang mengurusi
masalah zakat. Sehingga zakat dapat memberikan dampak positif bagi
masyarakat. Tidak hanya memberikan kebutuhan konsumtif akan tetapi juga
memberikan kebutuhan yang bersifat produktif agar mampu dikembangkan
lebih jauh.
c. Meningkatkan kesadaran sosial masyarakat
Kebutuhan hidup masyarakat merupakan kebutuhan yang harus
dipenuhi. Untuk itulah LAZAM merumuskan tujuan ini yang bermaksud
untuk memberikan kesadaran terhadap masyarakat akan pentingnya sebuah
pembangunan perekonomian. Di samping itu LAZAM memberikan spirit
(semangat) kepada masyarakat dalam menjalankan kehidupan sehari-hari,
52
sehingga nilai-nilai dalam amalan zakat dapat diimplementasikan dalam
kehidupan bermasyarakat.
d. Mempererat hubungan antara yang kaya dan miskin.
Zakat memiliki dimensi horizontal yakni hamblum minannash
(hubungan sesama manusia). Zakat menimbulkan bentuk kepedulian
terhadap sesama antar yang kaya dan yang miskin. Hal ini karena nilai-nilai
keislaman dalam diri masyarakat telah terbangun, maka status dan derajat
tidak memberikan perbedaan di antara mereka. Selain itu, adanya LAZAM
diharapkan mampu menjadi penyambung tangan antara muzakki (si kaya)
dan mustahiq (si miskin).
e. Memudahkan para Agniak untuk mentasyaropkan Zakat maalnya
Hadirnya Lembaga Zakat Maal (LAZAM) di tengah-tengah
masyarakat Dukuh. LAZAM berperan untuk menghimpun dana zakat.
Sehingga memudahkan para agniak untuk menyalurkan bantuannya
terhadap orang yang kurang mampu. Muzakki tidak harus memberikan satu
per satu kepada para mustahiq jika ingin berzakat. Lebih lanjut LAZAM
berupaya untuk memberikan sosialisasi yang baik kepada semua elemen
masyarakat agar mau untuk memberikan kepercayaan zakat kepada
LAZAM untuk dikelola sebaik-baiknya.
f. Mengentaskan kemiskinan
Zakat merupakan investasi berharga dalam umat Islam. Fungsinya
sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap sesama, mampu menjadi
media dalam menjembatani proses pertumbuhan perekonomian kaum
53
miskin. Pengelolaan zakat secara produktif dengan baik akan dapat menjadi
jalan dalam memberantas kemiskinan. Untuk itulah LAZAM berdiri sebagai
manifestasi kegelisahan masyarakat akan keadaan ekonomi di masyarakat
Dukuh. Kemiskinan merupakan sebuah momok yang mengerikan bagi
setiap individu. Setiap orang pasti akan dapat mengalami kemiskinan dalam
waktu sekejap. Peranan zakat sebagai upaya dalam memberantas
kemiskinan menjadi salah satu terobosan baru bagi umat Islam.
pemanfaatan zakat secara berkala diyakini akan dapat membangun
perekonomian umat Islam. sehingga nantinya akan dapat bersaing dengan
kaum non-Muslim yang telah lama mengalami kejayaan finansial.
3. Sturktur Lembaga Amil Zakat Maal (LAZAM)
Lembaga Amil Zakat Maal (LAZAM) merupakan organisasi pengelolaan
zakat yang dibentuk oleh masyarakat. Berbeda dengan organisasi pengelolaan
zakat yang dibentuk oleh pemerintah, LAZAM masih bersifat sosial
kemasyarakatan. Cakupan dalam distribusi zakat hanya pada sekitar
masyarakat RW 1 Dukuh Krajan. Jumlah muzakki masih sangat terbatas. Tidak
sebanding dengan jumlah asnaf yang berada di lingkungan masyarakat Dukuh.
Hal ini mengakibatkan perlunya mekanisme yang baik dalam pengelolaan
zakat. Supaya zakat dapat benar-benar tersalurkan manfaatnya bagi kaum yang
membutuhkan. Dalam hal inipun pengelola zakat memperoleh hak berupa gaji
dari dana zakat tersebut. Gaji yang diterima hanya berkaitan dengan
pekerjaannya mengelola zakat. Upaya yang diterima ditetapkan besar kecilnya
tanggung jawab yang diemban. Maka, pengelola zakat berkewajiban untuk
54
memungut, menghimpun dan mendistribusikan dengan amanah dan
profesional.
Adapun struktur kepengurusan Lembaga Amil Zakat Maal (LAZAM)
periode awal (2011 – sekarang) adalah sebagai berikut:
1) Pelindung : Ketua RW 01
2) Penasehat : Bp K.H Muslih
Bp Sukamto
3) Ketua : K. Mukarom
4) Sekretaris : Imam Ahmad Shodikin, S.Pd
5) Bendahara :Fatchurrohman, M.Pd
6) Anggota :
a) Ir. Hidayatullah Daha (Kordinator Muzakki)
b) Agus Ahmad, SE
c) Ruwadi (Kordinator Humas)
d) Joko Sulistyo
e) Bp. Tolhah (Kordinator Mustahiq)
f) Mustaqim
Dalam perjalanannya, LAZAM belum pernah mengalami pergantian
pengurus. Mengenai mekanisme pergantian pengurus seperti penuturan ketua
LAZAM akan dilakukan setiap tiga tahun sekali.
55
4. Kegiatan LAZAM
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya sebagai lembaga pengelola
zakat, LAZAM banyak melakukan kegiatan distribusi zakat. Akan tetapi dalam
kesehariannya LAZAM belum mempunyai kegiatan rutin ataupun program
kerja. Hal ini dikarenakan sifatnya yang masih sosial. Para pengurus bekerja
jika ada dana yang masuk kemudian dikelola dan didistribusikan. Biasanya
para pengurus menyalurkannya dengan cara membelikan beras, minyak goreng
dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Barang-barang itu diberikan kepada para
janda tua dan para fakir miskin. Selanjutnya penyaluran bantuan berupa
konsumtif biasanya dilakukan secara merata dengan melakukan giliran dari
tiap-tiap RT. Agar pembagiannya merata, LAZAM melakukan pembukuan
ataupun pencatatan atas distribusi tersebut.
Selain itu, kegiatan LAZAM tidak dapat terlepas dari fungsinya sebagai
pengelola zakat. Menurut Ridwan (2005) dalam Mochlasin (2014: 31),
organisasi pengelola zakat apapun bentuk dan posisinya secara umum
mempunyai dua fungsi yaitu sebagai financial mediator; berarti amil berperan
menghubungkan antara pihak muzakki dengan mustahiq. Kemudian fungsi
yang kedua yaitu sebagai agen of empowerment (pemberdayaan). Maka, dalam
bentuk kegiatannya dapat disimpulkan bahwa LAZAM melakukan bentuk
kegiatan sosialisasi kepada masyarakat baik melalui media cetak, audio
maupun visual seperti khotbah jumat dan pengajian.
56
C. Sitem Pengelolaan Zakat di LAZAM
Dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai organisasi pengelola zakat.
LAZAM melakukan manajemen pengelolaan zakat, diharapkan dengan
melakukan mekanisme pengelolaan dengan baik akan dapat menjadikan para
mustahiq dapat berubah menjadi muzakki. Untuk itulah LAZAM melakukan
pengelolaan yang terdiri atas penghimpunan dana zakat dan pendistribusian zakat.
Untuk lebih jelasnya akan dibahas dengan sistematis dan jelas agar mudah untuk
dipahami. Adapun sistem pengelolaan yang dilakukan oleh Lembaga Amil Zakat
Maal (LAZAM) yang berada di Kelurahan Dukuh adalah sebagai berikut:
1. Sistem Penghimpunan Dana Zakat
Pola pengumpulan zakat yang dilakukan oleh LAZAM biasanya
dilakukan dengan berberapa cara, ada pihak muzakki yang langsung
mendatangi kesekretariatan LAZAM untuk memberikan zakatnya dan ada pula
yang menyerahkan zakatnya kepada para pengurus LAZAM.
Selanjutnya dalam mensukseskan pengelolaan zakat, sebagai organisasi
pengelola zakat melakukan sosialisasi sebagai sarana untuk meningkatkan
kesadaran para muzakki agar mau menyalurkan zakatnya melalui LAZAM.
Sosialisasi biasanya dilakukan melalui khotbah jumat, pengajian maupun
menggunakan media cetak sebagai bahan informasi.
Kendati begitu, LAZAM sedikit banyak mengalami beberapa kendala
dalam proses penghimpunan dana zakat seperti, sedikitnya jumlah muzakki dari
pada mustahiq mengakibatkan tidak ada keseimbangan antara pemasukan dan
pengeluaran. Selain itu, kurangnya profesionalisme para pengurus menambah
57
pasifnya LAZAM. Para pengurus hanya mau bekerja hanya saat ada uang
masuk. Menurut keterangan ketua LAZAM kurangnya biaya operasional dan
kesibukan para pengurus menambah daftar kendala yang dialami LAZAM di
Kelurahan Dukuh Krajan.
Sifat LAZAM yang masih sosial mengakibatkan keterbetasan ruang
gerak dalam melakukan relasi ataupun kerjasama dengan lembaga lain. usianya
yang masih dini juga sangat mempengaruhi, karena LAZAM yang masih
berusia sekitar tiga tahun menyebabkan ketidaktahuan masyarakat mengenai
peran dan fungsi LAZAM.
Kendati begitu, dalam perjalanannya LAZAM telah sedikit banyak
membantu perekonomian masyarakat sekitar. Untuk itulah manajemen
pengelolaan harus lebih ditingkatkan. Sosialisasi harus sering dilakukan
sebagai langkah awal dalam mensukseskan tujuan LAZAM.
2. Sistem Pendistribusian Zakat
Secara umum terdapat dua pendapat masalah pendayagunaan dana zakat.
Pertama, bahwa zakat lebih bersifat konsumtif dan disalurkan secara langsung
kepada para mustahiq untuk kepentingan konsumtif. Kedua, bahwa
pendayagunaan dana zakat mengedepankan aspek sosial ekonomi yang luas
tidak sekedar konsumtif (Maslah, 2012: 42).
Dalam pengelolaan zakat menurut Khasanah (2010), pengumpulan dan
pendistribusian zakat merupakan dua hal yang sama pentingnya. Namun
Alquran lebih memperhatikan masalah pendistribusiannya. Hal ini menurutnya
58
mungkin disebabkan pendistribusian mencakup pula pengumpulan. Lagi pula,
zakat tidak begitu sukar dikumpulkan karena muzakki lebih suka menyetorkan
zakat daripada menunggu untuk dipungut, sedangkan pendistribusiaanya jauh
lebih sulit dan memerlukan sarana dan fasilitas serta aktivitas pendataan dan
pengawasan. Tanpa itu, Khasanah menambahkan akan sangat mungkin dana
zakat dapat diselewengkan dan kurang efektif (Khasanah, 2010: 64).
Sistem distribusi zakat yang merupakan salah satu sarana pemberdayaan
ekonomi umat, dapat dikategorikan kepada dua hal yaitu secara konsumtif dan
secara distributif. Secara konsumtif berarti harta zakat dibagikan langsung
kepada mustahiq untuk dimanfaatkan secara konsumtif. Sementara harta zakat
didistribusikan secara produktif berarti mustahiq tidak menerima harta zakat
yang langsung dimanfaatkan untuk dikonsumsi tetapi harus diusahakan terlebih
dahulu, baik oleh mustahiq sendiri maupun oleh lembaga amil, yang
dikonsumsikan adalah hasil dari usaha tersebut (Mubasirun, Vol. 7, No. 2,
2013: 500).
a) Distribusi Zakat Konsumtif
Bentuk distibusi zakat yang dilakukan menggunakan cara konsumtif,
LAZAM biasanya memberikan bantuan biaya pendidikan berupa beasiswa
kepada keluarga yang anaknya sedang menempuh pendidikan Sekolah
Dasar (SD) atau sederajat, Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau
sederajat, Sekolah Menengah Atas (SMA) atau sederajat. Tentu yang
diberikan beasiswa ialah yang berasal dari keluarga kurang mampu. Adapun
siswa yang pernah diberikan bantuan beasiswa ialah, siswi bernama Siwi
59
yang berada di RT 09 RW 1, Lia RT 03 RW 1, Reka RT 04 RW 1, Hesti RT
03 RW 1, dan Inka RT 03 RW 1.
LAZAM biasanya memberikan bantuan tersebut melalui pihak
sekolahan langsung, akan tetapi pernah juga diberikan kepada orang tua.
Tidak adanya proses controling mengakibatkan ketidaktahuan dana
beasiswa yang telah diberikan kepada orang tua murid. Konsekwensinya
ialah tidak digunakan untuk membayar sekolah akan tetapi digunakan
sebagai biaya hidup (konsumsi).
Selain itu, zakat konsumtif diberikan melalui bantuan biaya hidup.
Biasanya pihak LAZAM memberikan berupa beras, minyak goreng dan
kebutuhan lain kepada para fakir miskin dan janda-janda tua yang berada di
sekitar RW 1 Krajan Dukuh. Adapun masyarakat yang pernah mendapat
bantuan dana zakat untuk pemenuhan kehidupan sehari-hari ialah, Mbah Sri
bertempat di RT 09 RW 1, Mbah Parmi RT 01 RW 1, Tuminah RT 04 RT 1,
Masirah RT 03 RW 1, Tumini RT 04 RW 1, Mbah Kirah RT 03 RW 1,
Mbah Mini RT 06 RW 1, Pak Karim RT 03 RW 1, Mbah Rasidah RT 05
RW 1, dan Mbah Masiyem RT 05 RW 1.
Lebih lanjut, LAZAM juga mengalokasikan dana zakat berupa
bantuan biaya kesehatan kepada masyarakat yang tidak mampu. Semua
bentuk bantuan secara konsumtif itu diberikan secara bergilir dari masing-
masing RT. Agar pendistribusiaanya dapat merata, LAZAM melakukan
pembukuan ataupun pencatatan terhadap distribusi tersebut.
60
b) Distribusi Zakat Produktif
Model pendistribusian zakat produktif biasanya LAZAM memberikan
dana zakat dalam bentuk modal maupun alat-alat produksi yang dibutuhkan
oleh mustahiq atau kaum ekonomi lemah yang ingin berproduksi, baik
mereka yang baru memulai usahanya maupun yang telah berusaha untuk
pengembangan usaha yang telah ada. Adapun masyarakat yang pernah
mendapat bantuan dana zakat untuk pengembangan usaha ialah Muh Tarom
warga Kelurahan Dukuh Krajan RT 03 RW 1 dan Shobirin yang bertempat
di RT 06 RW 1.
Selain itu, LAZAM menginisiasi manajemen zakat produktifnya
denga cara melakukan sistem peminjaman modal dan bagi hasil. Biasanya
mustahiq diberikan pinjaman modal dengan konsekwnesi harus
mengembalikan modal tersebut jika telah berhasil untuk digulirkan kepada
mustahiq lain. Akan tetapi, tidak adanya proses pembimbingan dan
pengawasan menjadikan seringnya kegagalan di pihak mustahiq yang
tengah mengembangkan usahanya. Alhasil modal tidak bisa dikembalikan
kepada lembaga amil. Padahal, jika sistem ini dapat berhasil pihak LAZAM
mengatakan bahwa akan mampu mengubah statusnya dari mustahiq berubah
menjadi muzakki.
61
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Analisis Sistem Pengelolaan Zakat di LAZAM Kelurahan Dukuh
Realitas sosial yang berkembang saat ini cenderung mengarah
padameningkatnya jumlah fakir miskin. Hal ini salah satunya disebabkan
akibatgejolak ekonomi yang tidak stabil. Kebutuhan pangan menjadi
prioritasutama mayoritas masyarakat. Sehingga tidak heran apabila ada
fenomenakejahatan dengan alasan memenuhi kebutuhan hidup. Untuk
mengatasipermasalah ini dibutuhkan peran dari semua pihak baik dari
pemerintah,lembaga-lembaga sosial, ataupun masyarakat itu sendiri, dan lainnya.
Melalui agamayang lurus, yakniagama Islam, telahmemerintahkan kepada kita
untuk melaksanakan kewajiban membayar zakatdan sekaligus memerintahkan
untuk mengelola zakat tersebut dengan baik.
Menurut Mahmudah (2009) sebagaimana dikutip oleh Nafi’ati (2013: 90-
91), zakat sebagai salah satu rukun Islam yang lima yakni Syahadat, Shalat,Zakat,
Puasa, dan Haji sangat penting peranaannya dan tidak boleh diabaikan.Bahkan di
dalam Al Qur’an setiap perintah shalat hampir selalu diikutidengan perintah zakat.
Shalat merupakan ibadah pokok yang berdimensivertikal atau transendental, yaitu
habluminallah, sedangkan zakat merupakanibadah pokok dalam Islam yang
berdimensi sosial atau habluminannaas.
Dalam istilah ekonomi, zakat merupakan tindakan pemindahan kekayaan
dari golongan kaya kepada golongan tidak punya. Transfer kekayaan berarti
62
transfer sumber-sumber ekonomi. Tindakan ini tentu saja akan mengakibatkan
perubahan tertentu yang bersifat ekonomis;umpamanya saja, seseorang
yangmenerima zakat bisa mempergunakannya untuk berkonsumsi atau
berproduksi. Dengan demikian, zakat walaupun pada dasarnya merupakan ibadah
kepada Allah, bisa mempunyai arti ekonomi.
Sebagaimana yang diungakapkan oleh Ambar (2004) dalam Subhan (2014:
98), kriteriakemiskinan yang membandingkan tingkat pendapatan untuk
memenuhikebutuhan pokok minimum terbagi menjadi dua, yaitu
kemiskinanabsolute dan relatif. Kemiskinan absolute adalah mereka yang
tidakmampu memenuhi kebutuhan pokok minimum (fakir), sedangkankemiskinan
relatifadalah mereka yang memiliki kemampuan untukmemenuhi kebutuhan
pokok minimum (miskin), tetapi secara relatifmereka berada di bawah rata-rata
pendapatan masyarakat yang ada disekitar dengan jumlah ketentuan di bawah
penghasilan 1 juta berdasarkan Upah Minimum Regoinal (UMR).
Menurut Suyanto (2005) yang dikutip oleh Subhan (2014: 104),
pembangunan berbasis pemberdayaan dengan ciri utama adanyapartisipasi
masyarakat, menempatkan masyarakat dalam prosespembangunan tidak hanya
sebagai obyek tapi sebagai subyek.Atau pelaku pembangunan, dimana dalam
aktifitasnyamasyarakat ikut serta dalam menjawab dan merumuskan
setiappermasalahan kehidupan. Terkait dengan masalah ekonomi,
masyarakatsecara bertahap akan dilatih dan dibiasakan untuk dapat
melakukansesuatu secara sendiri dalam kegiatan ekonomi.
63
Dalam melaksanakan pengelolaan zakat kemudian didistribusikan kepada
para mustahiq, LAZAM masih menerapkan sistim distribusi yang bersifat
produktif tradisional. Seperti yang dijelaskan oleh Arif (2006) dalam Subhan
(2014: 105), menyebutkan bahwa pendayagunaan zakat yang bersifat produktif
tradisional, biasanya zakat diberikan dalam bentuk barang-barang yang produktif
seperti kambing, alat cukur dll. Dalam hal ini, LAZAM juga melakukan bentuk
kegiatan distribusi produktif dengan cara memberikan modal maupun bentuk
barang seperti alat bengkel. Menurut LAZAM pemberian dalam bentuk ini akan
dapat menciptakan suatu usaha yang membuka lapangan kerja bagi fakir miskin.
Pendayagunaan zakat untuk usaha produktif yang digunakan dalam jangka
hampir satu tahun dapat menghasilkan keuntungan. Keuntungantersebut dapat
dilihat dari sebelum mendapatkan bantuan dana modal dari LAZAM dengan
sesudah mendapatkan bantuan modal. Keuntungan mulaidari 10% - 15%. Ada
juga yang masih sama antara pendapatan awaldengan pendapatan akhir setelah
dapat bantuan modal dari LAZAM.Akan tetapi ada juga yang akhirnya gagal
untuk mengembangkan usahanya karena kehabisan modal.
Pemberian modal kepada masyarakat miskin yang dilakukan oleh LAZAM
memiliki tujuan membantu masyarakat miskin agar dapat mandiridalam
memenuhi kebutuhan rumah tangga melalui bantuan modal, yangdigunakan untuk
kegiatan usaha sebagai jalan pendapatan yang bisadiputar sebagai modal dan
dikonsumsi untuk kebutuhan lain, denganbegitu pendapatan rumah tangga akan
bertambah.
64
Menurut Ali (2005) dalam Subhan (2014: 107), menerangkan bahwa model
seperti ini merupakan bentuk strategi pertumbuhan atauThe grow strategy, yaitu
penerapan strategi yang pada umumnya dimaksuduntuk mencapai peningkatan
secara cepat dalam nilai ekonomi, melaluipeningkatan pendapatan perkapitan
penduduk, produktivitas, pertanian,pemodalan dan kesempatan kerja yang di
barengi dengan kemampuankonsumsi masyarakat desa.
Lebih lanjut Ali juga menerangkan seperti yang dikutip oleh Subhan (2014:
108), menunjukan bahwa program ini termasuk bentuk strategi kesejahteraan atau
theresponsitive strategy, sebuah strategi kesejahteraan yang
dimaksudkanmenanggapi kebutuhan yang dirumuskan masyarakat sendiri
denganbantuan pihak luar (self need and assistance) untuk memperlancar
usahamandiri melalui pengadaan teknologi serta sumber-sumber yang sesuaibagi
kebutuhan proses pembangunan.
Selain itu, melihat kondisi sosial ekonomi masyarakat Dukuh, yang
notabene adalah masyarakat yang melek pendidikan, bagi LAZAM dalam
melaksanakan program distribusi zakat produktif tidaklah begitu sulit. Karena
dengan pemanfaatan potensi dari mustahik yang sudah adamaka tingkat
keseriusan untuk ikut serta dalam proses pemberdayaanmelalui program dapat
lancar dan bisa dipertanggungjawabkan sebagaianggota yang ingin berusaha skala
mikro kemudian usaha skala mikrodapat mudah diterapkan serta sesuai dengan
keadaan mustahik, mudahdalam pendiriannya, dan terakhir tidak perlu
membutuhkan manajemendan pemodalan yang begitu besar sehingga mudah
dalam penerapan dandilaksanakan oleh semua kalangan masyarakat dengan
65
bertujuan untukmenjadi usaha yang tangguh dan mandiri untuk ikut serta
meningkatkanperan usaha mikro dalam pembangunan daerah menciptakan
lapanganpekerjaan, pemerataan pendapat, pertumbuhan ekonomi dan yangpaling
penting pengentasan rakyat dari kemiskinan.Alhasil sehinggausaha yang bersifat
skala mikro akan berkembang menjadi makro (Alidkk 2010, dalam Subhan, 2014:
113).
Para pengurusLAZAM dalam kaitannya pendayagunaan zakat produktif
terkait langsung dengan hukum zakatyaitu berdasarkan Al-Quran dan Hadits. Di
dalam Al-Quran disebutkanbahwa penyaluran zakat kepada mustahik atau
masyarakat yang masihproduktif memang tidak ada, akan tetapi di dalam hadits,
Rasulullah SAW pernah melakukan pemberian zakat kepada masyarakat yang
masih keadaan produktif.
“Dari Ubaidillah bin ‘Adi bin al khiyar bahwa ada dua sahabatmengabarkan kepadanya bahwa mereka berdua pernah menemuiNabi SAW. Meminta zakat kepadanya, maka Rasulullahmemperhatikan mereka berdua dengan seksama dan Rasulullahmendapatkan mereka sebagai orang-orang yang gagah. KemudianRasulullah bersabda, “jika kamu berdua mau, akan saya beri, tetapi(sesungguhnya) orang yang kaya dan orang yang kuat berusaha, tidakmempunyai bagian untuk menerima zakat,”
Dari hadits di atas, dapat dipahami bahwa pemberian zakat kepada seorang
mustahiq yang dalam keadaan gagah merupakanindikasi masih produktif, itu
boleh. Karena Rasulullah SAW tidakmelihat dari segi fisiknya tetapi dari segi
keadaan untuk memenuhikebutuhan sehari-hari yang belum bisa mencukupi
kebutuhannya. ArifMufraini (2006) sebagaimana dinukil oleh Subhan, yang
berpendapat bahwa termasuk dalamgolongan mustahik yaitu fakir miskin dengan
66
memiliki indikatorketidak mampuan dalam materi dan keahlian supaya dapat
hidup untukusaha. (Subhan, 2014: 114-115).
Dalam pengembangan distribusi zakat produktif, membutuhkan
pendampingan dan pengawasan dalam pengembangan usaha. Dengan adanya
pendampingan dan pengawasan, kelompok bisa terbantuuntuk tumbuh dan
berfungsi sebagai suatu kelompok kegiatan yangmandiri atau tidak tergantung
pada pihak luar. Untuk itu, pendampingdiharapkan menjadi tenaga ahli yang
membantu kelompok dalam masa-masatertentu dan diharapkan kelompok
nantinya dapat berfungsi secara mandiri. Pengawasan juga berfungsi sebagai
kontrol terhadap penggunaan usaha modal dalam mengembangkan usahanya
tersebut. Akan tetapi belum adanya pendampingan dan pengawasan yang
dilakukan oleh LAZAM, menimbulkan beberapa distribusi zakat produktif banyak
menuai kegagalan. Seharusnya pihak LAZAM sudah harus memikirkan hal ini
sebagai upaya pengentasan kemiskinan yang lebih ideal dan tepat sasaran.
Karena menurut Ridwan (2004) dalam Subhan (2014: 118), menyebutkan
betapa pentingnya sebuah pendampingan yang dilakukan oleh pihak amil.
Pendampingan yang meliputi membimbing dan memberikanpenyuluhan ini
berfungsi untuk menjaga agar usahanya tetap berjalandan berkembang serta
mengamankan dana zakat. Tanpa fungsi ini,dikhawatirkan dana zakat akan
disalahgunakan untuk kepentingan yangtidak sesuai dengan usulannya (Subhan,
2014: 118).
Selain itu, menurut Eri (2004) seperti yang dikutip oleh Subhan, proses
pengembangan distribusi zakat produktif membutuhkancommunity education for
67
development(CED), yaitu sebuah kegiatan yang diupayakan untuk
mendoronganggota masyarakat secara bersama-sama dalam
mengidentifikasimasalah dan kebutuhannya, mencari pemecahan atas
problem,memobilisasi sumber-sumber yang penting dan melaksanakan
sebuahrencana tindakan, terutama ketidakmampuan di bidang SDM
ataukemampuan untuk mengasah, mengembangkan kwalitas pengetahuandan
keterampilan yang pasif menjadi produktif (Subhan, 2014: 119-120).
Dalam pemberian modal usaha, LAZAM bisanya memberikan pinjaman
modal kepada mustahiq untuk mengembangkan sebuah usaha. Dengan ketentuan
bahwa pihak mustahiq harus mengembalikan modal yang telah diberikan. Karena
untuk proses pergantian peminjaman modal dengan para mustahiq.Pinjaman ini
biasanya dimanfaatkan sebagai modal untuk kegiatan usaha, kemudian
digulirkandana yang sudah dipinjamkan oleh orang lain dan kemudian
kembaliakan dipinjamkan lagi kepada masyarakat yang membutuhkan
untukkegiatan produktif.
Menurut Hikmat (2008) dalam Subhan (2014: 123) menyebutkan
penggunaan zakat untuk proyek produksi ini dari segi ekonomidan sosial sebagai
tindakan merealisasikan perubahan kelompokmasyarakat miskin dan
pengangguran menjadi kelompok produktif,sebagaimana ia ikut andil dalam
mengatasi problem pengangguran,anak jalanan, kriminalitas dan semua bentuk
kerusakan ekonomi dansosial yang tersebar dimana-mana.
Selain itu, ditambahkan oleh Arif (2006), pendayagunaan zakat untuk
menambah modal termasukpendayagunaan zakat yang bersifat produktif kreatif.
68
Yaitu zakat yangdiwujudkan dalam bentuk permodalan, baik untuk membangun
proyeksosial atau menambah modal pedagang pengusaha kecil (Subhan, 2014:
124).
Jika mengacu kepada Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun
2011 tentang pengelolaan zakat, apa yang dilakukan oleh LAZAM telah sesuai
dengan prinsip yang telah ada walaupun belum pada keseluruhannya. Hal ini
terlihat pada sisi tujuan pengelolaan zakat. Di dalam Undang-undang tersebut
dijelaskan bahwa tujuan pengelolaan zakat ialah untuk meningkatkan efektivitas
dan efisiensi pelayanan dalam pengelolaan zakat dan meningkatkan manfaat zakat
untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan penanggulangan kemiskinan.
Maka, hal ini jugalah yang dilakukan oleh LAZAM selama berdirinya terus
mengupayakan penekanan angka kemiskinan dengan distribusi produktifnya
maupun konsumtif.
Kemudian lagi dari sisi pendistribusian dan pendayagunaan zakat yang
dilakukan oleh LAZAM nampaknya tidak jauh berbeda dengan apa yang telah
diatur oleh UU No. 23 tahun 2011 yakni pendistribusian menggunakan dua
metode, yaitu konsumtif dan produktif dengan catatan bahwa distribusi produktif
dilakukan jika kebutuhan konsumtif telah terpenuhi. Hal ini mengindikasikan
bahwa pemenuhan kebutuhan sehari-hari jauh lebih penting ketimbang
pengembangan usaha. Untuk itulah menjadi catatan penting untuk LAZAM
bahwa, tidak semerta-merta melaksanakan distribusi produktif sehingga
mengabaikan kebutuhan konsumtif.
69
B. LAZAM dalam Analisis SWOT
Dalam menjalankan perannya sebagai lembaga pengelola zakat, selama ini
LAZAM telah banyak melewati dinamika organisasi. Letak kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman yang dimiliki dan dihadapi oleh LAZAM dalam konstelasi
masyarakat madani dan perubahan sosial yang terjadi dari berbagai aspek. Sebagai
organisasi yang masih tergolong muda (belum mencapai lima tahun) dalam
memerankan dirinya sebagai organisasi pengelola zakat tentu akan memiliki
kekuatan, kelemahan, peluangdan ancaman.
Seperti dikutip oleh Nafi’ati, menurut Freddy Rangkuty (2007)
penelitianmenunjukkan bahwa kinerja perusahaan dapat ditentukan oleh
kombinasifaktor Internal dan Eksternal. Kedua faktor tersebut harus
dipertimbangkan dalam analisis SWOT (Nafi’ati, 2013: 104).
Menurutnya, SWOT adalah singkatan dari lingkungan Internal, yaitu
Strengths danWeaknesses, serta lingkungan eksternal, yaitu Opportunities dan
Threats yangdihadapi dunia bisnis. Analisis SWOT membandingkan anatara
faktoreksternal peluang (Opportunity) dan ancaman (Threats) dengan
faktorinternal Kekuatan (Strength) dan kelemahan (Weaknesses) (Nafi’ati, 2013:
104).
1. Strength (Kekuatan)
Strength merupkan kondisi kekuatan yang terdapat dalam organisasi,
proyekatau konsep bisnis yang ada. Kekuatan yang dianalisis merupakan faktor
yangterdapat dalam tubuh organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri.
70
a) Sebagai satu-satunya lembaga pengelola zakat yang berada di sekitar
masyarakat RW 1. Menimbulkan kekuatan sentral yang terletak pada satu
titik. Sehingga, pendistribusian maupun penghimpunannya menjadi lebih
komprehensif.
b) Kedua, LAZAM telah memiliki konsep panduan yang jelas serta
manajemen dalam mengelola zakat.
c) Loyalitas dan integritas pengurus dalam menjalankan proses roda
organisasi dalam pengembangan distribusi zakat sebagai bentuk
pengabdian kepada masyarakat.
d) Telah memiliki muzakki tetap.
e) Medapat dukungan penuh dari masyarakat sekitar maupun lembaga atau
instansi pemerintah.
2. Weakness (Kelemahan)
Weakness merupakan kondisi kelemahan yang terdapat dalamorganisasi,
proyek atau konsep bisnis yang ada, meliputi:
a) Tidak seimbangnya antara jumlah muzakki dan mustahiq. Mengakibatkan
kurangnya jumlah dana dalam alokasi distribusi produktif.
b) Kurangnya profesionalisme kepengurusan, mengakibatkan
ketidaksinambungan organisasi. Maka dalam hal ini seharusnya pengurus
LAZAM bisa lebih cermat dalam mengurusi dinamika organisasi dan
mampu mengalokasikan waktu di sela kesibukan masing-masing. Jadi,
71
kesinambungan organisasi dalam mengelola zakat akan lebih
komprehensif.
c) sifat lembaga LAZAM yang masih berbasis sosial. Hal ini
mengakibatkan kurangnya relasi maupun kerjasama dari pihak luar.
Selain itu, sifatnya yang masih sosial juga menimbulkan kekurangan
biaya operasional sehingga menghambat ruang gerak para pengurus
dalam melejitkan pengelolaan zakat produktif. Jadi, adapaun solusinya
ialah, segera untuk mengusulkan kepada pemerintah agar disahkan secara
pemerintahan. Sehingga akan lebih mudah membangun jaringan kerja
dan biaya operasional akan lebih lancar.
d) Tidak adanya pengawasan terhadap kinerja lanjut dalam distribusi
produktif. Mengakibatkan seringnya terjadi penyelewengan dana zakat
yang telah diberikan oleh LAZAM.
e) Belum adanya pendampingan dan pelatihan bagi kaum mustahiq dalam
mengembangkan usaha dan modal yang telah diberikan oleh pihak
LAZAM.
3. Opportunity(Peluang)
Opportunity merupakan kondisi peluang berkembang di masa datang
yang terjadi. Kondisi yang terjadi merupakan peluang dari luar
organisasi,proyek atau konsep bisnis itu sendiri. Misalnya kompetitor,
kebijakanpemerintah, kondisi lingkungan sekitar, meliputi:
72
a) Adanya stakeholder (muzaki, lembaga-lembaga sosial, lembaga
pemerintah, lembaga swasta, dan lainnya) yang peduli dengan
masalahkemiskinan.
b) Menjadi lembaga yang terdaftar di pemerintahan. Atau dengan kata lain,
tidak lagi bersifat sosial.
c) Menjadi lembaga profesional yang berbasis kemasyarakatan, dengan
menerapkan sistem kepercayaan.
4. Threats (Ancaman)
Threats merupakan kondisi yang mengancam dari luar.Ancaman inidapat
mengganggu organisasi, proyek atau konsep bisnis itu sendiri, meliputi:
a) Jumlah kemiskinan yang semakin bertambah.
b) Banyaknya lembaga konfensional yang menawarkan pinjaman
usahadengan pengembalian secara kredit berbunga.
c) Berkurangnya jumlah muzakki. Keterbatasan jumlah muzakki yang
diiringi dengan masih banyaknya para mustahiq, menimbulkan
ketidakseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran. Hal ini
menimbulkan masih banyak dari kalangan mustahiq yang belum
mendapat jatah bantuan dana zakat. Sehingga proses penggiliran yang
dilakukan oleh LAZAM terbilang cukup lama. Sehingga dalam upaya
pengentasan kemiskinan relatif memakan waktu yang cukup lama. Jadi,
konsekwensi logis yang harus diterima ialah, LAZAM tidak mampu
bergerak dengan cepat dalam menyelesaikan problematika umat Islam,
73
yaitu kemiskinan. Oleh sebab itu, solusi yang dapat penulis berikan ialah,
menambah jadwal terbang para pengurus dalam melakukan sosialisasi
terhadap masyarakat terutama kalangan menengah atas, untuk mau dan
suka rela dalam memberikan kepercayaannya menyalurkan dana zakat
kepada LAZAM. Sosialisasi bisa dilakukan dalam beberapa hal, seperti
dalam pengajian, khotbah jum’at, maupun koran dan iklan. Maka, akan
dicapai keseimbangan pemasukan dan pengeluaran jikalau jumlah
muzakki bertambah lebih banyak.
d) Kurangnya pengetahuan masyarakat akan urgensi nilai zakat. Lazimnya
masyarakat hanya memahami ibadah zakat hanya sebagai bentuk
rutinitas dalam menjalankan perintah Allah. Akan tetapi masyarakat
belum mampu memahami nilai-nilai yang terkandung dalam ibadah zakat
pada dasarnya juga mengandung nilai horizontal (hamblum mninannash).
Oleh sebab itu, intensitas dalam melaksanakan zakat hanya terpaku pada
satu sudut ibadah mahdhah.
74
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pada prakteknya, mekanisme pengelolaan dan pendayagunaan dana zakat
produktif diawali dengan cara menghimpun dana zakat. Biasanya muzakki
menyetorkan lebih dahulu zakatnya kepada pengurus LAZAM, ketimbang
menunggu untuk ditarik oleh pengurus LAZAM. Dana yang telah dikumpulkan
kemudian dikelola dengan mekanisme distribusi produktif. Distribusi produktif
diwujudkan dalam bentuk bantuan modal untuk membangun usaha berupa
bengkel dan tambal ban. Modal disalurkan kepada muztahiq secara bergantian
untuk membangun usaha. Jika usaha yang dilakukan oleh muztahiq berkembang
dengan baik, maka dalam pripsip peminjaman modal ini menerapkan sistem bagi
hasil dengan presentase 60% untuk muztahiq dan 40% untuk LAZAM. Sehingga
modal dapat digulirkan kepada muztahiq yang lain. Selain itu, distribusi produktif
di samping bermaksud untuk menciptakan lapangan pekerjaan, juga dimaksudkan
untuk memberdayakan kaum muztahiq untuk mau bekerja dan kreatif dalam
menjalankan usahanya sehingga mampu menjadi muzakki baru. Maka, laju angka
kemiskinan di Kelurahan Dukuh dapat ditekan dengan praktek pemberdayaan
zakat produktif.
2. LAZAM sebagai lembaga yang mengelola zakat, tentu tidak akan terlepas dari
kondisi internal dan eksternal. Dalam analisis SWOT didapatkan bahwa LAZAM
memiliki kekuatan dan peluang dalam mengembangkan dana zakat seperti
75
munculnya dukungan dari kalangan masyarakat akan pentingnya sebuah
pemberdayaan zakat yang terbukti dengan hadirnya beberapa muzakki tetap.
Selain itu, LAZAM juga memiliki jajaran pengurus yang loyalitas dan integritas
dalam mengabdikan dirinya kepada masyarakat. Akan tetapi LAZAM juga
mendapat ancaman dan kelemahan berupa sifatnya yang masih sosial menjadikan
sempitnya ruang gerak dan kurangnya biaya operasional dalam memberdayakan
zakat. Ditambah lagi belum adanya sistem pengawasan dan pendampingan
terhadap muztahiq yang dilakukan oleh LAZAM, sehingga berpotensi terjadinya
kecurangan dan kegagalan dalam membangun usaha.
3. Peran dan fungsi LAZAM sebagai organisasi pengelola zakat, memang belum
begitu signifikan. Akan tetapi dalam perjalanannya telah banyak membantu
kebutuhan masyarakat Dukuh. Walaupun upaya pengentasan kemiskinan yang
ingin dicapai belum terealisasi, terbukti LAZAM telah banyak membantu
perekonomian masyarakat serta menciptakan lapangan pekerjaan untuk
masyarakat Dukuh.
B. Saran
LAZAM hendaknya lebih meningkatkan implementasi fungsi actuating
(penggerak) secara optimal sebagai wujud tindak lanjut dari perencanaan program
yang sudah dilakukan dengan baik. Penambahan aspek pemberian bimbingan dan
pengawasan kepada bidang pendayagunaan zakat produkitf sehingga
pengembangan zakat produktif bisa ditingkatkan secara optimal untuk dapat
mencapai kesejahteraan masyarakat (welfare state)
76
DAFTAR PUSTAKA
Al-Mawardi, Imam. 2007. Al Ahkam As Sulthoniyyah; Hukum-Hukum Penyelenggaraan Negara. Terjemahan oleh Bahri Fadli. Jakarta: Darul Falah.
Ansori, Abdul Ghofur. 2006. Hukum dan Pemberdayaan Zakat: Upaya Sinergis Wajib Pajak di Indonesia. Yogyakarta: Pilar Media (ANGGOTA IKAPI).
Departemen Agama. 1974. Al Qur’an dan Terjemahanya. Jakarta: PT. Bumi Restu.
Departmen Agama. 1983. Ilmu Fiqh Jilid I. Jakarta: Direktorat Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam.
Fajri, Em Zul dan Senja, Ratu Aprilia. tth.Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Dofa Publiser.
Hafidhuddin, Didin. 2002. Zakat dalam Perekonomian Modern. Jakarta: Gema Insani.
Khasanah, Umrotul 2010.Manajemen Zakat Modern; Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat. Malang: UIN Maliki Press.
Margono, S. 2004. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT Pineka Cipta.
Marimin. 2004. Tehnik Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta: PT Gresindo.
Mas’ud, Muhammad Ridwan. 2005. Zakat & Kemiskinan Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat. Yogyakarta: UII Press.
Maslah, Arif. 2012. Pengelolaan Secara Produktif Sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan. Skripsi, Jurusan Syariah, STAIN Salatiga.
Mochlasin. 2014. Manajemen Zakat dan Wakaf di Indonesia. Salatiga: STAIN Salatiga Press.
Mubasirun. 2013. Distribusi Zakat dan Pemberdayaan Ekonomi Umat. Inferensi, Vol. 7, No. 2 :493-512.
77
Mursyid, 2006. Mekanisme Pengumpulan Zakat dan Shodaqoh (Menurut Hukum Syara’ dan Undang-undang). Yogyakarta: Magistra Insania Press.
Nafi’ati. 2013. Pemberdayaan Mustahiq Melalui Pendayagunaan Zakat Produktif; Studi Kasus di Baitul Maal Hudatama Semarang 2011. Skripsi, Fakultas Dakwah, IAIN Walisongo Semarang.
Qadir, Abdurrachman. 2001. Zakat: dalam Dimensi Mahdah dan Sosial. Jakarta: Raja Grafndo Persada.
Qardhawi, Yusuf. 1991. Fiqh Al-Zakat. Bogor: Litera Antar Nusa.
Rangkuti, Freddy. 2001. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Rifa’i, Moh, dkk. 1982. Tarjamah Khulashah Kifayatul Akhyar. Semarang: CV Toha Putra.
Shihab, Quraish. 1994. Membumikan Al-Qur’an Fungsi dan Pperan Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan.
Subhan. 2014. Strategi Pendayagunaan Zakat Untuk Membangun Ekonomi Masyarakat; Studi Kasus di Pos Keadilan Peduli Umat PKPU Semarang. Skripsi, Fakultas Dakwah dan Komunikasi, IAIN Walisongo Semarang.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2011 Tentang Pengelolaan Zakat.
Zuhayly, Wahbah. 1995. Zakat Kajian Berbagai Mazhab. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
http://id.wikipedia.org/wiki/Analisis_SWOT, diakses 10/2/2015