pengawasan komisi kejaksaan terhadap kinerja jaksa...
TRANSCRIPT
Pengawasan Komisi Kejaksaan Terhadap Kinerja Jaksa
Pengadilan Tinggi Jakarta Tahun 2013-2014
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh:
Galuh Hayu Nastiti
1110048000055
KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015 M / 1436H
ABSTRAK
Nama : Galuh Hayu Nastiti
NIM : 1110048000055
Prodi/Konsentrasi : Ilmu Hukum/Hukum Kelembagaan Negara
Judul Skripsi : Pengawasan Komisi Kejaksaan Terhadap Kinerja Jaksa PengadilanTinggi Jakarta Tahun 2013-2014
Komisi Kejaksaan adalah lembaga non struktural yang dalam melaksanakan tugas danwewenang secara mandiri, bebas dari pengaruh kekuasaan manapun, seperti yang terdapat dalamPeraturan Presiden No. 18 Tahun 2011. Dalam penelitian ini, penulis bermaksud untukmemaparkan pengawasan Komisi Kejaksaan terhadap kinerja jaksa, eksistensi lembaga KomisiKejaksaan dalam menjaga kinerja jaksa di pengadilan Tinggi Jakarta, serta faktor apa saja yangmenghambat pengawasan Komisi Kejaksaan terhadap Jaksa di pengadilan Tinggi Jakarta.Metode yang di gunakan dalam penelitian ini adalah metode sosio legal. Metode sosio-legaladalah suatu pendekatan alternatif yang menguji studi dontrinal terhadap hukum, sementara darisifatnya maka dari penelitan ini termasuk kedalam jenis penelitian deskriptif yang berbentukdiagnostik dan evaluatif dengan menggunakan pemaparan secara kualitatif. Hasil dari penelitianyang diperoleh adalah bahwa pengawasan Komisi Kejaksaan sebagai lembaga yang memilikiperan dan tugas dalam mengawasi kinerja kejaksaan khususnya para jaksa atau pegawaikejaksaan. Adapun eksistensi Komisi Kejaksaan dalam mengawasi kinerja jaksa pada periode2013-2014 cukup terlihat penurunan terhadap laporan pengaduan yang masuk di KomisiKejaksaan namun belum menunjukkan kinerja yang optimal. Hambatan Komisi Kejaksaandalam mengawasi kinerja jaksa di Pengadilan Tinggi Jakarta belum terbentuk kelompok kerjasesuai PerPres No. 18 tahun 2011 sebagai tenaga ahli yang diharapkan membantu kelancarandalam melaksanakan, belum maksimalnya dukungan adminstratif khususnya terbatasnya jumlahSDM.
Kata kunci: Pengawasan, Komisi Kejaksaan, Kinerja Jaksa, Pengadilan Tinggi Jakarta
Dosen Pembimbing : Dr. H. Djawahir Hejazziey, SH, MA.
Daftar Pustaka : Tahun 1986 s.d Tahun 2011
v
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan masa kuliah di
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Shalawat serta salam semoga selalu dicurahkan kepada Baginda
Rasulullah Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat, para tabi’in serta
kaum muslimin yang tetap berpegang teguh kepada risalahnya hingga akhir
zaman dan membawa manusia keluar dari kubangan lumpur Jahiliyah menuju
jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.
Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai salah satu persyaratan
untuk menadapatkan gelar S1 Sarjana Hukum (S.H). Penulis berharap semoga
skripsi ini sangat berguna dan bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.
Dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis betul-betul menyadari adanya
rintangan dan ujian, namun pada akhirnya selalu ada jalan kemudahan, tentunya
tidak terlepas dari berbagai pihak yang sepanjang penulisan skripsi ini banyak
membantu dalam memberikan bimbingan dan masukan yang berharga kepada
penulis guna menyempurnakan skripsi ini.
Oleh karena itu, dari lubuk hati yang paling dalam penulis mengucapkan
banyak terimakasih kepada:
1. Dr. Asep Saefuddin Jahar MA, Ph.D. Dekan Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
2. Dr. H. Djawahir Hejazziey, SH, MA. Sebagai ketua program studi
Ilmu Hukum dan Dosen Pembimbing, serta Arip Purkon, SH.I, MA.
Selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum Konsentrasi Hukum
Kelembagaan Negara.
3. Seluruh dosen Konsentrasi Hukum Kelembagaan Negara, Fakultas
Syariah dan Hukum, serta karyawan-karyawan dan staf perpustakaan
utama dan perpustakaan fakultas yang telah memfasilitasi penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini.
4. Orang tua tercinta, Ayahanda Djoko Erwanto dan Ibunda Rosmiati
yang telah mencurahkan kasih sayangnya kepada penulis, tak henti-
hentinya memberikan nasehat, dukungan baik moril dan materiil yang
tak terhingga, motivasi serta doa yang tak pernah lelah dipanjatkan
untuk penulis, memberikan semangat kepada penulis sehingga bisa
menyelesaikan studi S1 ini.
5. Adik-adik tersayang, Aghni Wicaksono, Syarah Hayu Pertiwi, Ranti
Hayu Indraswari, dan Aisyah Hayu Wandari yang selalu mendukung
dan mendoakan penulis dalam menimba ilmu untuk menyelesaikan
studi S1 ini. Dan seluruh keluarga besar Alm. Djumari yang selalu
memberikan motivasi bagi penulis.
6. Teman-teman yang tak pernah terlupakan yang juga memberikan
dukungan tanpa henti kepada penulis, Movitri Rosmela, Ilham
Herdinata, Faizal, Mona Hasinah, Risyda Azizah, Siti Annisa
Mahfuzhoh, Shapat, Aulia Dhaifullah, Keluarga besar LF UINJKT,
vii
teman-teman di “untung-untungan”, serta teman-teman seperjuangan
di Jurusan Ilmu Hukum khususnya angkatan 2010.
7. Semua pihak yang telah memberikan kontribusi terhadap penyelesaian
skripsi ini yang tidak dapat disebut satu persatu.
Akhirnya, kepada Allah SWT jualah penulis serahkan segalanya dan
semoga amal kebajikan mereka semua diterima disisi-Nya dan diberikan pahala
yang berlipat ganda sesuai dengan amal perbuatannya.Penulis berharap semoga
skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, dan masyarakat umumnya.
Jakarta, 9 Maret 2015
Penulis
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ............................................................ ii
LEMBAR PERNYATAAN............................................................................. iii
ABSTRAK ....................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................... v
DAFTAR ISI.................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ........................ 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ................................................ 7
D. Kajian Studi Terdahulu ............................................................. 8
E. Metode Penelitian ..................................................................... 10
F. Sistematika Penulisan ............................................................... 12
BAB II KERANGKA TEORITIS
A. Pengertian Pengawasan .............................................................. 14
1. Internal ................................................................................. 19
2. Eksternal............................................................................... 20
B. Kinerja Jaksa ............................................................................. 21
1. Teori Kinerja ........................................................................ 21
2. Jaksa ..................................................................................... 21
ix
3. Kedudukan Jaksa ................................................................. 24
4. Wewenang Jaksa .................................................................. 24
BAB III PROFIL KOMISI KEJAKSAAN DAN PENGADILAN
TINGGI JAKARTA
A. Komisi Kejaksaan...................................................................... 27
1. Kedudukan Komisi Kejaksaan Dalam Sistem
Ketatanegaraan Indonesia ................................................... 27
2. Visi, Misi Strategis serta kode etik komisi kejaksaan
Republik Indonesia ............................................................. 31
3. Tugas dan wewenang .......................................................... 33
4. Keanggotaan Komisi Kejaksaan Republik Indonesia ......... 34
5. Landasan Hukum Komisi Kejaksaan ................................. 35
B. Pengadilan Tinggi Jakarta
1. Kedudukan Pengadilan Tinggi Jakarta ............................... 35
2. Visi Misi Tujuan dan sasaran strategis ............................... 39
3. Fungsi tugas dan yurisdiksi ................................................ 41
BAB IV PENGAWASAN TERHADAP KINERJA JAKSA OLEH
KOMISI KEJAKSAAN
A. Mekanisme dan prosedur pengawasan pegawai komisi
kejaksaan oleh komisi kejaksaan .............................................. 43
B. Pelaksaan tugas pengawasan, pemantauan, penilaian atas
kinerja dan/ atau prilaku jaksa/pegawai kejaksaan oleh komisi
x
kejaksaan RI di pengadilan tinggi negeri DKI Jakarta ............. 48
C. Hambatan komisi kejaksaan RI dalam pelaksaan tugas ........... 52
D. Analisis penulis ......................................................................... 54
BABV PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................... 57
B. Saran .......................................................................................... 58
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945, maka penegakan
hukum dan keadilan merupakan salah satu syarat mutlak dalam mencapai
tujuan nasional, yaitu mewujudkan tata kehidupan berbangsa, bernegara, dan
bermasyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan nilai-nilai yang
terkandung dalam Pancasila yang menjadi filosofi tujuan hidup masyarakat
Indonesia sejak dahulu sampai saat ini, menurut Undang-undang nomor 16
Tahun 2004 Pasal 1 Ayat 1, tentang Kejaksaan RI.
Setelah hampir empat tahun, implementasi dari perubahan UUD 1945
masih belum menemukan bentuknya yang ideal. Sistem ketatanegaraan
Indonesia masih saja gamang dan mencari bentuk. Salah satu bentuk wajah
ketatanegaraan Indonesia transisi, serta setelah perubahan UUD 1945 adalah
lahirnya “komisi negara independen” (independent regulatory agencies)
maupun lembaga non struktural lainnya, seperti komisi eksekutif (executive
branch agencies)1.
Komisi Kejaksaan adalah lembaga non struktural yang dalam
melaksanakan tugas dan wewenang secara mandiri, bebas, dari pengaruh
kekuasaan manapun, seperti yang terdapat dalam Peraturan Presiden nomor 18
1Denny Indrayana, Negara Antara Ada Dan Tiada (Reformasi HukumKetatanegaraan),(Jakarta:Kompas:2008), h.265.
2
tahun 2011 Komisi Kejaksaan memiliki wewenang yaitu melakukan
pengawasan, pemantauan dan penilaian terhadap kinerja jaksa dan pegawai
kejaksaan dalam melaksanakan tugas kedinasannya serta sikap dan perilaku
mereka baik di dalam maupun di luar tugas kedinasannya juga kondisi
organisasi kelengkapan sarana dan prasarana serta sumberdaya manusia di
lingkungan kejaksaan.
Pengawasan merupakan salah satu cara untuk mewujudkan check’s and
balance’s dalam kehidupan bernegara, agar pelaksanaan kekuasaan negara
tetap terkontrol sehingga tidak merugikan masyarakat sebagai unsur penting
dalam negara. Pengawasan diperlukan untuk memperbaiki manajemen
pemerintahan melalui penataan kelembagaan pemerintah secara sistematis dan
komprehensif, meliputi struktur, kultur, dan aparaturnya. Penataan
kelembagaan tersebut merupakan esensi dari pelaksanaan good governance2 di
lingkungan pemerintahan yang berlaku untuk pemerintah pusat dan pemerintah
daerah.
Hasil pengawasan ini harus dapat menunjukkan sampai di mana terdapat
kecocokkan dan ketidakcocokkan dan menemukan penyebab ketidakcocokkan
yang muncul. Dalam konteks membangun manajemen pemerintahan publik
yang bercirikan good governance (tata kelola pemerintahan yang baik),
pengawasan merupakan aspek penting untuk menjaga fungsi pemerintahan
berjalan sebagaimana mestinya.
2 Encep Syarief Nurdin, “Pembangunan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik (GoodGovernance) dan Pemberantasan Korupsi”, Negarawan, No.18 (November ,2010), h. 109
3
Dalam kaitannya dengan akuntabilitas publik, pengawasan merupakan
salah satu cara untuk membangun dan menjaga legitimasi warga masyarakat
terhadap kinerja pemerintahan dengan menciptakan suatu sistem pengawasan
yang efektif, baik pengawasan internal (internal control) maupun pengawasan
eksternal (external control). Di samping mendorong adanya pengawasan
masyarakat (social control).3
Yang mana keberadaan komisi kejaksaan berperan mengawasi untuk
menghindari penyalahgunaan wewenang. Komisi ini bertugas membantu
presiden untuk memberdayakan kejaksaan RI dan memberikan pertimbangan
kepada presiden dalam hal pengangkatan dan pemberhentian Jaksa Agung dan
jajaran eselon satu dibawahnya. Untuk menjamin independensi Komisi ini,
para anggotanya hendak berasal dari unsur pemerintah (eksekutif), akademisi,
pakar dari kejaksaan, dan tokoh-tokoh masyarakat. Mengingat kewenangan,
sebaiknya masa jabatan komisi dimaksud di batasi.4
Sedangkan lembaga kejaksaan republik Indonesia adalah salah satu
badan yang berfungsi melakukan proses penegakkan hukum sebagai penuntut
umum. Dalam undanng-undang nomor 16 tahun 2004 pasal 1 ayat 1, tentang
Kejaksaan RI menjelaskan bahwa Jaksa adalah pejabat fungsional yang diberi
wewenang oleh undang-undang untuk bertindak sebagai penuntut umum dan
pelaksana putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum yang tetap serta
wewenang lain berdasarkan undang-undang. Adapun tugas dan wewenang
3 https://malikazisahmad.wordpress.com/2012/01/13/pengertian-pengawasan/ diaksespada tanggal 05 april 2015.
4Marwan Effendy, Kejaksaan RI: Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum,(Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama, 2005), h.141.
4
yang jaksa miliki antara lain:
1. Pidana, yaitu:
a. Melakukan penuntutan;
b. Melaksanakan penetapan hakim dan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap;
c. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana
bersyarat, putusan pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat;
d. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan
undang-undang;
e. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan
pemeriksaan tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan yang
dalam pelaksanaannya dikoordinasikan dengan penyidik;
2. Perdata dan tata usaha negara, yaitu: dengan kuasa khusus dapat bertindak
baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama negara atau
pemerintah.
3. Di bidang ketertiban dan ketentraman umum, kejaksaan turut
menyelenggarakan kegiatan:
a. Peningkatan kesadaran hukum masyarakat;
b. Pengamanan kebijakan penegakan hukum;
c. Pengawasan peredaran barang cetakan;
d. Pengawasan aliran kepercayaan yang dapat membahayakan
masyarakat dan negara;
e. Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan agama;
5
f. Penelitian dan pengembangan hukum serta statistik kriminal;
Melihat tugas dan wewenang jaksa yang terdapat dalam undang-undang
tersebut, maka penegakan hukum di indonesia akan berjalan dengan baik dan
keadilan pun akan tercipta.
Pada kenyataannya dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya
penuntut umum sering kali melakukan penyimpangan-penyimpangan dan
memikirkan kepentingan pribadi yang berupa financial sehingga keadilan
tidak terwujud.
Belakangan ini banyak peristiwa yang tidak memuaskan berkaitan
dengan kinerja jaksa datang menghampiri seperti sering kali terjadi
penyimpangan-penyimpangan dan memikirkan kepentingan pribadi yang
berupa financial sehingga keadilan tidak terwujud, sebagai contoh beberapa
oknum jaksa menerima suap dan terjadi tindak pidana korupsi. Dimana tugas
dan wewenang jaksa sangat penting dalam membentuk hukum, menciptakan
keadilan serta menentukan siapa yang dituntut dalam proses peradilan.
Upayapun dilakukan untuk mengatasinya yaitu dengan membentuk
pengawasan eksternal Kejaksaan5 salah satunya Komisi Kejaksaan. Jaksa6
sebagai objek pengawasan merupakan salah satu dari penegak hukum di
Indonesia, untuk itu perlu adanya pembinaan organisasi untuk ditingkatkannya
pengawasan.
5Pengawasan eksternal Kejaksaan lainnya yaitu Komisi Etik PERJASA (Persatuan JaksaRI), BPK, DPR dan Presiden. Lihat Maissy Sabardiah, “Pembaharuan Pengawasan di KejaksaanSuatu Tinjauan”, Teropong, vol.IV, no. 2, (April 2005),h.49.
6Jaksa berasal dari bahasa Sansekerta, yaitu “Superintendant” berarti pengawas ataupengontrol soal-soal kemasyarakatan. Lihat Ilham Gunawan, Penegak Hukum dan PenegakanHukum,cet.ke-10,(Bandung:Angkasa,1993), h.10.
6
Maka disinilah akuntabilitas Komisi Kejaksaan dipertaruhkan untuk
mengantisipasi penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan. Penyimpangan
terjadi biasanya mengenai pemberian pelayanan kepada masyarakat, serta
berkaitan dengan proses rekruitmen.
Cukup banyak peristiwa pelanggaan hukum maupun kode etik profesi
oleh jaksa maupun pegawai tata usaha kejaksaan. Dalam tahun 2 tahun
terakhir 2013-2014 komisi kejaksaan mencatat bahwa di Kejaksaan DKI
Jakarta menduduki peringkat ke dua setelah Aceh. Contoh kecil seperti baru-
baru ini kejadian di sebuah kejaksaan negeri jakarta selatan yang pernah
menangani perkara kasus bioremediasi yang jaksa melakukan pemerasan
yakni Burdju Ronni Allan Felix dan Cecep Sunarto yang di berhentikan secara
tidak hormat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Melihat kasus yang terjadi
seperti ini manakala sebuah kejaksaan Negeri belum benar-benar bersih dari
KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme).
Dengan adanya peran Komisi Kejaksaan seharusnya tercipta kejaksaan
negeri yang bersih dari penyimpang-penyimpangan karena sebuah
pelanggaran yang dilakukan oleh jaksa baik kinerja ataupun mengenai kode
etik jaksa menjadi acuan sebuah kejaksaan yang bersih terbebas dari
peyimpangan tersebut.
Dimana Kejaksaan Tinggi Negeri DKI Jakarta saat ini yang menjadi
bahan penelitian karena terdapat hampir melebihi banyak kasus penyimpangan
mengenai kinerja jaksa.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk mengajukan suatu judul yaitu
7
“Pengawasan Komisi Kejaksaan Terhadap Kinerja Jaksa Pengadilan
Tinggi Jakarta Tahun 2013-2014 ”.
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah
Adapun yang menjadi fokus dari penelitian ini adalah:
1. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak terlalu meluas, maka
penelitian ini hanya dibatasi pada pengawasan terhadap kinerja jaksa oleh
Komisi Kejaksaan dengan studi di Pengadilan Tinggi Jakarta yang
berdasarkan kode etik jaksa diatur dalam PERJA nomor: PER-
067/A/JA/07/2007 dan mengacu pada PerPres No. 18 tahun 20011 tentang
Komisi Kejaksaan RI.
2. Perumusan Masalah
Untuk memperjelas masalah dalam pembahasan ini, maka
dirumuskan masalah-masalah sebagai berikut:
a. Bagaimana pengawasan Komisi Kejaksaan terhadap kinerja jaksa?
b. Bagaimana eksistensi lembaga Komisi Kejaksaan dalam menjaga kinerja
Jaksa di Pengadilan Tinggi Jakarta?
c. Faktor-faktor yang menghambat pengawasan Komisi Kejaksaan terhadap
jaksa di Pengadilan Tinggi Jakarta?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin penulis capai melalui penelitian ini adalah
8
sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pengawasan yang dilakukan Komisi Kejaksaan
terhadap kinerja jaksa.
b. Untuk mengetahui eksistensi lembaga komisi kejaksaan dalam menjaga
kinerja jaksa di pengadilan tinggi jakarta.
c. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat pengawasan komisi
kejaksaan.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian yang penulis lakukan adalah :
a. Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini memberi pengetahuan terhadap
masyarakat mengenai kewenangan Komisi Kejaksaan dalam menangani
jaksa yang melakukan pelanggaran kode etik kejaksaan dan diharapkan
memberikan kontribusi dalam peningkatan pengawasaan kinerja jaksa
yang sesuai dalam Undang-undang kejaksaan.
b. Manfaat Praktis
Secara praktis manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat
digunakan dan dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi Komisi
Kejaksaan untuk meningkatkan kinerjanya dalam mengawasi jaksa.
D. Kajian Studi Terdahulu
Kajian terkait dengan Komisi Kejaksaan pasca reformasi khususnya,
tengah menjadi bahan diskusi hangat dan mengalami perkembangan yang
cukup signifikan. Berbagai karya ilmiah dan tulisan baik berupa jurnal, buku,
9
maupun tulisan-tulisan lainnya banyak yang telah membahas hal ini.
Namun,terkait dengan pembahasan tentang “Pengawasan Komisi Kejaksaan
Terhadap Kinerja Jaksa Pengadilan Tinggi Jakarta Tahun 2013-2014”, sejauh
penelusuran penulis belum ada yang pernah melakukannya. Maka untuk
memposisikan skripsi ini kiranya perlu memaparkan penelitian-penelitian
sebelumnya agar kemungkinan terjadinya pengulangan penelitian dapat
dihindari.
Tesis tentang “peran komisi kejaksaan sebagai perwujudan partisipasi
publik dalam rangka pengawasan lembaga kejaksaan”, ditulis oleh Aditya
Rakatama dari program Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum Universitas
Diponegoro Semarang pada tahun 2008. Tesis ini menjelaskan tentang
pengawasan internal di lembaga kejaksaan dan pengawasan dari komisi
kejaksaan..Sedangkan penelitian penulis fokus terhadap eksistensi Komisi
Kejaksaan dalam pengawasan kinerja Jaksa di Pengadilan Tinggi Jakarta.
Skripsi yang berjudul “Peran Komisi Kejaksaan dalam Pengawasan
Kinerja Kejaksaan ”, ditulis oleh Karlos Kriantadipa dari Fakultas Hukum
Reguler Mandiri Universitas Andalas Padang pada tahun 2011. Skripsi ini
membahas tentang bagaimana peran komisi kejaksaan dalam mengawasi
kinerja di kejaksaan sedangkan penulis membahas bagaimana pengawasan
yang dilakukan komisi kejaksaan dalam mengawasi kinerja jaksa di pengadilan
tinggi jakarta.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa skripsi yang penulis
ajukan tidak sama dengan ketiga skripsi diatas.
10
E. Metode Penelitian
Untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam
penelitian ini, digunakan suatu metode penelitian dengan pemaparan sebagai
berikut :
1. Jenis Penelitian
Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada
metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk
mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan cara
menganalisanya, untuk kemudian mengusahakan pemecahan atas
permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan7.
Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalahnya, tipe penelitian
yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sosio-legal research,
penelitian hukum empiris sosiologis8.
2. Pendekatan Masalah
Sehubung dengan tipe masalah yang digunakan empiris sosiologis, maka
pendekatan yang digunakan adalah pendekatan perundang-undangan
(statute approach) dan pendekatan konsep (conceptual approach).
Pendekatan perundang-undangan (statute approach) digunakan untuk
meneliti aturan-aturan yang penormaannya justru kondusif untuk
mengetahui lebih dalam mengenai kewenangan Komisi Kejaksaan dan
7 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet. III,(Jakarta: UniversitasIndonesia Press,1986),h.43.
8Penelitian hukum empiris sosiologis yaitu untuk melihat bagaimana hukum dipraktikkan,bukan hanya dipandang sebagai kaidah perilaku saja, melainkan sebuah proses sosial atau lembagasosial. Dalam buku Fahmi Muhammad dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum,cet.I(Ciputat:Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2010), h.47.
11
Pengawasaan kinerja Jaksa.
Sedangkan pendekatan konseptual digunakan untuk memahami konsep
tentang kewenangan Komisi Kejaksaan dan Pengawasan Kinerja Jaksa
sehingga diketahui dampak yang ditimbulkan dari kewenangan tersebut.
3. Sumber Data
Sumber data yang diperoleh dalam penulisan skripsi ini, yaitu:
a. Data Primer
Bahan hukum primer yaitu bahan yang berisi ketentuan hukum mengikat
dan tertulis. Seperti halnya peraturan perundang-undangan maupun
peraturan pemerintah yang terkait. Selain itu juga data secara langsung
yang oleh penulis dianggap perlu dan terkait dengan penelitian ini, yaitu
dengan wawancara. Wawancara adalah proses tanya jawab dalam
penelitian yang berlangsung secara lisan dimana dua orang atau lebih
bertatap muka dan mendengarkan secara langsung informasi-informasi
atau keterangan-keterangan.
b. Data Sekunder
Data Sekunder yang diperoleh dari hasil penelitian dalam bentuk
laporan, skripsi, tesis, disertasi dan peraturan perundang-undangan,
maupun kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-
komentar atau putusan hakim.9
4. Pengumpulan dan Teknik Analisis Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis, karena
9Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, h.106.
12
tujuan dari penelitian mendapatkan data. Bila dilihat dari sumber hukum,
maka pengumpulan data yang dilakukan yaitu:
a. Studi pustaka
Dimana penulis melakukan studi terhadap bahan atau literatur kepustakaan
seperti halnya terhadap peraturan yang terkait. Data yang diperoleh melalui
data-data yang telah diteliti dan dikumpulkan oleh pihak lain yang berkaitan
dengan permasalahan penelitian ini baik berupa buku, koran, jurnal hukum,
majalah maupun melalui media internet
b. Observasi
Mengenai hal yang terkait dengan penelitian ini dengan melakukan
wawancara dan pemantauan terhadap objek penelitian ini yaitu Pengadilan
Tinggi Jakarta.
5. Teknik Penulisan
Teknik penulisan skripsi ini berdasarkan pada buku “Pedoman Penulisan
Skripsi” yang dikeluarkan oleh Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.
F. Sistematika Penulisan
Untuk dapat menuangkan hasil penelitian kedalam bentuk penulisan yang
teratur dan sistematis, maka skripsi ini disusun dengan sistematika penulisan
yang terdiri dari lima bab.
BAB I : PENDAHULUAN
Bab satu membahas tentang latar belakang, pembatasan dan perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian (review) studi terdahulu,
13
metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : KERANGKA TEORI
Bab dua membahas tentang teori pengawasan secara internal maupun
eksternal dan membahas mengenai pengertian kinerja dan jaksa.
BAB III : PROFIL KOMISI KEJAKSAAN DAN PENGADILAN TINGGI
JAKARTA
Bab tiga membahas tentang kedudukan komisi kejaksaan dalam sistem
ketatanegaraan indonesia, visi, misi, strategis serta kode etik Komisi
Kejaksaan Republik Indoensia, tugas dan wewenang, keanggotaan,
landasan hukum komisi kejaksaan, kedudukan pengadilan tinggi jakarta,
visi, misi, tujuan dan sasaran strategis, fungsi tugas dan yuridis.
BAB IV : PENGAWASAN TEHADAP KINERJA JAKSA OLEH KOMISI
KEJAKSAAN
Dalam bab ini dipaparkan tentang mekanisme dan prosedur pengawasan
pegawai kejaksaan oleh Komisi Kejaksaan, pelaksanaan tugas
pengawasan, pemantauan, penilaian atas kinerja dan/ atau perilaku Jaksa/
pegawai Kejaksaan oleh Komisi Kejaksaan RI di pengadilan tinggi
Jakarta, hambatan Komisi Kejaksaan RI dalam pelaksanaan tugas, analisis
penulis.
BAB V : PENUTUP
Berisi kesimpulan dan saran penulis yang didapatkan berdasarkan
pemaparan pada bab-bab sebelumnya.
14
BAB II
KERANGKA TEORI
A. Pengertian Pengawasan
Salah satu prinsip negara modern sebagaimana dikemukakan oleh Jimly
Assiddiqe yakni transparansi dan kontrol sosial. Salah satu keterpurukan
hukum yang terjadi pasca reformasi pada 1998 adalah tidak terdapatnya
keterbukaan dan kontrol sosial dalam pengambilan keputusan-keputusan yang
menyangkut hajat hidup orang banyak. Lord Acton telah mengarai bahwa
kekuasaan itu memiliki kecenderungan untuk disalah gunakan (corrupt).
Penyalahgunaan itu yang harus dibatasi, oleh karena itu aspek pengawasan
menjadi titik sorotan yang penting saat ini.
Menurut Sunaryati Hartono, perkembangan Negara Hukum pada abad
ke 21 ini telah mengarah kepada konsep Negara Hukum yang bertanggung
jawab (Verantwoordings Rechtsstaat). Akibat pergeseran itu, pilar kekuasaan
negara sebagaimana dirintis oleh Montesqiueu yang terdiri atas Eksekutif,
Legislatif dan Yudikatif telah bertambah dengan pilar ke empat yakni lembaga
(lembaga) pengawasan seperti Ombudsman maupun Badan Pengawas
Keuangan1.
Sebagai bahan perbandingan diambil beberapa pendapat para sarjana
di bawah ini antara lain:
Menurut Prayudi: “Pengawasan adalah proses kegiatan-kegiatan yang
1 Sunaryati Hartono, “Peran State Auxiliary bodies dalam Rangka Konsolidasi KonstitusiMenuju Grand Design Sistem dan Politik Hukum Nasional”, Makalah disampaikan dalamKonvensi hukum Nasional tentang Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945sebagai Landasan Konstitusional Grand Design Sistem dan Politik Hukum Nasional.Diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, di Hotel Borobudur, Jakarta, 15-16April 2008, hal.3
15
membandingkan apa yang dijalankan, dilaksanakan, atau diselenggarakan itu
dengan apa yang dikehendaki, direncanakan, atau diperintahkan”.2
Menurut Saiful Anwar: “Pengawasan atau kontrol terhadap tindakan
aparatur pemerintah diperlukan agar pelaksanaan tugas yang telah ditetapkan
dapat mencapai tujuan dan terhindar dari penyimpangan-penyimpangan.3
Menurut M. Manullang mengatakan bahwa: “Pengawasan adalah suatu
proses untuk menetapkan suatu pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan,
menilainya, dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksana
pekerjaan sesuai dengan rencana semula”.4
Sedangkan pengawasan (controlling) menurut pengertian komisi
kejaksaan ialah salah satu piranti kekuatan manajemen/organisasi disamping
fakta SDM, Financial, sebagai tugas Pengawasan menjadi kekuatan sebagai
alat kontrol atas gerak langkah organisasi beserta seluruh isinya, tentang
apakah organisasi tersebut berjalan sesuai dengan kaidah-kaidah yang telah
ditetapkan. Apakah tupoksinya berjalan sesuai aturan-aturan dan apakah
KINERJA nya sudah dalam ukuran “berhasil”.
Dari beberapa definisi yang dikemukakan di atas dapat di tarik
kesimpulan bahwa:
a. Pengawasan adalah merupakan proses kegiatan yang terus-menerus di
laksanakan untuk mengetahui pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan,
kemudian di adakan penilaian serta mengoreksi apakah pelaksanaannya
2 Slamet Prajudi, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: Ghalia Indonesia,1994), h. 84.3 Saiful Anwar, Sendi-Sendi Hukum Administrasi Negara, (Glora Madani Press:2004),
h.127.4 M. Manullang, Dasar-dasar Manajemen, (Jakarta:Ghalia Indonesia,1996), h.18.
16
sesuai dengan semestinya atau tidak.
b. Selain itu pengawasan adalah suatu penilaian yang merupakan suatu
proses pengukuran dan pembandingan dari hasil-hasil pekerjaan yang
nyata telah di capai dengan hasil-hasil yang seharusnya di capai. Dengan
kata lain, hasil pengawasan harus dapat menunjukkan sampai di mana
terdapat kecocokkan atau ketidakcocokkan serta mengevaluasi sebab-
sebabnya.
Pengawasan dalam pandangan islam dilakukan untuk meluruskan yang
tidak lurus, mengoreksi yang salah dan membenarkan yang hak.
Pengawasan (control) dalam ajaran islam (hukum syari’ah). Yaitu: kontrol
yang berasal dari diri sendiri yang bersumber dari tauhid dan keimanan
kepada Allah Swt. Seseorang yang yakin bahwa Allah pasti mengawasi
hambanya, maka ia akan bertindak hati-hati. Ketika sendiri, ia yakin
bahwa Allah adalah yang kedua dan ketika berdua ia yakin bahwa Allah
yang ketiga. Seperti yang diungkap dalam Al-Quran Surat Al-Mujadalah
ayat 7 :
)٧: المجادلة(
17
Artinya: tidakkah kamu perhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah
mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? tiada pembicaraan rahasia
antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. dan tiada (pembicaraan
antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. dan tiada (pula)
pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak,
melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada.
kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa
yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala
sesuatu. (QS. Al Mujadallah : 7)
Ini adalah kontrol yang paling efektif yang berasal dari dalam diri sendiri.
Akan tetapi kalau diterjemahkan begitu saja istilah controlling dari bahasa
Inggris, maka pengertiannya lebih luas dari pengawasan yaitu dapat diartikan
sebagai pengendalian, padahal kedua istilah ini berbeda karena dalam
pengendalian terdapat unsur korektif.
Tujuan utama dari pengawasan itu sendiri adalah mengusahakan agar apa
yang direncanakan menjadi kenyataan. Agar suatu sistem pengawasan dapat
dengan efektif merealisasikan tujuannya, maka suatu sistem pengawasan
setidak-tidaknya harus dengan segera melaporkan adanya penyimpangan-
penyimpangan dari rencana. Apa yang telah terjadi dapat disetir ketujuan
tertentu, dan dapat diambil tindakan untuk pelaksanaan selanjutnya agar
pelaksanaan keseluruhan benar-benar dapat sesuai atau mendekati apa yang
direncanakan sebelumnya5. Titik berat pengawasan sesungguhnya berkisar
5 M. Manullang, Dasar-dasar Manajemen, (Jakarta:Ghalia Indonesia,1996), h.129.
18
pada manusia, sebab manusia itulah yang melakukan kegiatan-kegiatan badan
usaha atau organisasi bersangkutan. Hakikat pengawsan mencegah sedini
mungkin terjadinya peyimpangan, pemborosan, penyelewengan, hambatan,
kesalahan dan kegagalan dalam mencapai tujuan dan pelaksanaan tugas-tugas
organisasi.
Jaksa Aagung Basrief Arief dalam seminar yang diselenggarakan oleh
Komisi Kejaksaan dengan tema “Peran Komisi Kejaksaan Republik Indonesia
dalam meningkatkan kinerja Jaksa” yang diadakan pada tanggal 23 November
2011 bertempat di hotel Le Meredien, menyampaikan Kejaksaan sebagai
sebuah organisasi memiliki visi dan misi. Adapun visi Kejaksaan adalah
Kejaksaan sebagai lembaga penegak hukum yang bersih, efektif, efisien,
transparan, akuntabel, untuk dapat memberikan pelayanan prima dalam
mewujudkan supremasi hukum secara profesional, proposional dan
bermartabat yang berlandaskan keadilan, kebenaran, serta nilai-nilai
kepatutan6 sedangkan misi Kejaksaan diantaranya adalah mengoptimalkan
pelaksanaan fungsi Kejaksaan dalam pelaksanaan tugas dan wewenang, baik
dalam segi kualitas maupun kuantitas penanganan seluruh tindak pidana,
penanganan perkara perdata dan Tata Usaha Negara, serta mengoptimalkan
kegiatan intelijen Kejaksaan, secara profesional, proposional dan bermartabat
melalui penerapan Standard Operating Procedure (SOP) yang tepat, cermat,
terarah, efektif dan efisien.7
6 Kejaksaan Agung RI, Rencana Strategis (Renstra) Kejaksaan Republik Indonesia tahun2010-2014, Jakarta, 2010, H.25.
7Kejaksaan Agung RI, Rencana Strategis (Renstra) Kejaksaan Republik Indonesia tahun2010-2014, Jakarta, 2010, h.25
19
Untuk mencapai visi dan misi tersebut, maka kejaksaan sebagai organisasi
harus melaksanakan tugas dan wewenangnya dengan berpegang pada fungsi
manajemen yakni perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
pelaksanaan (actuating) dan pengawasan (controlling). Dengan demikian
keharusan melaksanakan manajemen yang berdaya guna khususnya dalam
proses pengawasan merupakan landasan fungsional yang dilaksanakan setiap
pejabat Kejaksaan yang menempati posisi manajemen dari tingkat tertinggi
sampai tingkat rendah. Pengawasan adalah salah satu fungsi manajemen yang
sangat diperlukan dan mutlak dibutuhkan di dalam suatu organisasi
pemerintah atau negara. Dalam pelaksanaannya pengawasan salah satu pilar
dalam manajemen yang baik, lemahnya pengawasan akan membawa dampak
yang negatif pada seluruh produktifitas lembaga manapun.8
Pengawasan ini terbagi menjadi dua yaitu pengawasan internal dan
pengawasan eksternal. Pengertian masing-masing pengawasan berikut ini:
1. Internal
Pengawasan Internal sering mengalami kendala berupa resistensi dari
masyarakat. Karena hasil-hasil pemeriksaan yang dilakukan terhadap jaksa
maupun pegawai kejaksaan, publik terkadang kurang mempercayainya.
Masyarakat menilai bahwa pengawasan internal dalam melakukan
pengusutan terhadap mereka yang diduga melakukan penyimpangan,
kepada publik, umumnya mereka meragukan kesungguhannya.
8Harkrisnowo, Harkristuti, Membangun Strategi Kinerja Kejaksaan Bagi PeningkatanProduktifitas, Profesionalisme, dan akuntabilitas Publik: suatu usulan pemikiran, makalahdisampaikan dalam rangka seminar mewujudkan supremasi hukum, Puslitbang Kejagung, Jakarta,22 Agustus 2011
20
Pengertian Pengawasan Internal ini sendiri ialah pengawasan yang
dilakukan oleh badan atau orang yang ada di lingkungan unit organisasi
yang diperiksa. Hubungan antar aparat pengawasan dengan pihak yang
diawasi adalah keduanya berada dalam satu unit organisasi yang sama.9
Pihak internal adalah pihak didalam komisi kejaksaan yang mengajukan
usulan kerjasama,baik yang bersifat Rencana Kerja Tahunan maupun
karena pertimbangan-pertimbangan tertentu setelah melalui Rapat Pleno.
2. Eksternal
Suatu pengawasan disebut pengawasan ekstern, bilamana orang-orang
yang melakukan pengawasan itu adalah orang-orang luar organisasi
bersangkutan. Pengawasan jenis terakhir ini lain pula disebut pengawasan
sosial (social control) atau pengawasan informal. Pengertian dari
Pengawasaan eksternal adalah pengawasan yang dilakukan oleh badan
atau orang yang berasal dari unit organisasi lain selain unit organisasi yang
diperiksa. Hubungan antara aparat pengawasan dengan pihak yang diawasi
adalah ketuanya tidak berbeda dalam satu unit organisasi yang sama.10
Pihak Eksternal adalah pihak diluar komisi kejaksaan (instansi pemerintah,
lembaga swasta, dan lembaga masyarakat) yang mengajukan usulan
kerjasama.
9http://perpusunpas.wordpress.com/2009/05/07/pengawasaan/ Pengawasan |UPTperpustakaan Universitas Pasundan, diakses pada 28 Desember 2014
10http://perpusunpas.wordpress.com/2009/05/07/pengawasaan/ Pengawasan |UPTperpustakaan Universitas Pasundan, diakses pada 28 Desember 2014
21
B. Kinerja Jaksa
1. Teori Kinerja
Kinerja adalah penampilan hasil karya personel baik kuantitas
maupun kualitas dalam suatu organisasi, kinerja dapat merupakan
penampilan individu maupun kelompok kerja personel. Penampilan hasil
karya tidak terbatas kepada personel yang memangku jabatan fungsional
maupun struktural, tetapi juga kepada keseluruhan jajaran personel di
dalam organisasi.
Deskripsi dari kinerja menyangkut komponen penting yaitu: tujuan,
ukuran, dan penilaian. Penentuan tujuan dari setiap unit organisasi
merupakan strategi untuk meningkatkan kinerja. Tujuan ini akan
memberikan arah dan mempengaruhi bagaimana seharusnya perilaku kerja
yang diharapkan organisasi terhadap setiap personel. Walaupun demikian,
penentuan tujuan saja tidaklah cukup, sebab itu dibutuhkan ukuran apakah
seorang personel telah mencapai kinerja yang diharapkan. Untuk itu
ukuran kuantitatif dan kualitatif standar kinerja untuk setiap tugas dan
jabatan personel memegang peranan penting.11
2. Jaksa
Pengertian Jaksa Ditinjau dari Sudut Etimologi Bahasa. Menurut konsep
pemikiran dari R. Tresna antara lain menyatakan:
“Bahwa nama Jaksa atau Yaksa berasal dari India dengan gelar itu
di Indonesia diberikan kepada pejabat yang sebelum pengaruh hukum
11 Yaslis ilyas, KINERJA Teori, Penilaian, dan Penelitian, Cet.III (Depok:FKMUI:2002),h.65
22
hindu masuk di Indonesia, sudah bisa melakukan pekerjaan yang sama”.
DR. Saherodji, menjelaskan bahawa:
“Kata Jaksa berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti Pengawas
(Superintedant) atau pengontrol yaitu pengawasan soal-soal
kemasyarakatan”. Kemudian sesuai dengan lampiran surat Keputusan
Jaksa Agung RI tahun 1978, menyatakan bahwa pengertian Jaksa ialah:
“Jaksa asal dari kata Seloka Satya Adhy Wicaksana yang merupakan
Trapsila Adyaksa dan mempunyai arti serta makna sebagai berikut:
Satya : Kesetiaan yang bersumber pada rasa jujur, baik terhadap
Tuhan Yang Maha Esa, terhadap diri pribadi dan keluarga
maupun sesama manusia.
Adhi : Kesempurnaan dalam bertugas dan yang berunsur utama
pemikiran rasa tanggung jawab baik terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, terhadap keluarga dan terhadap sesama manusia.
Wicaksana : Bijaksana dalam tutur kata dan tingkah laku khususnya dalam
penerapan kekuasaan dan wewenangnya”.
Dalam Bahasa Inggris, pengertian Jaksa adalah Public Prosecutor
(Jaksa Umum atau Jaksa Biasa), Jaksa Agung (Attorney General), Kantor
Kejaksaan (Office of A Public Prosecutor, Office of Council of the
Presecutor, Police Prosecutor dan Prosecutor by Private Citizen dan
Bondies). Kemudian di Amerika Serikat, istilah Jaksa adalah District
Attorney, sebab seorang Jaksa di pilih oleh masyarakat di dalam suatu
23
distrik atau daerah. Jadi status tersebut diartikan sebagai Jaksa daerah.12
Pengertian Jaksa Ditinjau dari Segi Yuridis
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Kejaksaan Nomor 5 Tahun 1991:
a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk
bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
b. Penuntun Umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang
ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim.
c. Penuntutan adalah tindakan umum untuk melimpahkan perkara ke
pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang
diatur dalam Hukum Acara Pidana dengan permintaan supaya diperiksa
dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan.
d. Jabatan fungsional adalah jabatan yang bersifat keahlian teknis dalam
organisasi kejaksaan yang karena fungsinya memungkinkan kelancaran
pelaksanaan tugas kejaksaan (Pasal 1). Kejaksaan adalah satu-satunya
lembaga pemerintah pelaksana kekuasaan negara yang mempunyai tugas
dan wewenang di bidang penuntutan dalam penegakan hukum dan
keadilan di lingkungan peradilan umum. Yang dimaksud dengan
Kejaksaan adalah satu dan tidak terpisahkan merupakan satu landasan
dalam pelaksanaan tugas dan wewenang di bidang penuntutan sehingga
dapat menampilkan ciri khas yang menyatu dalam tata pikir, tata laku, dan
12Media Informasi dan Hukum, 22 Juli 2003, Cakrawala Edisi Khusus UlangTahunKejaksaan, Media Hukum Vol 2 No. 1 Jakarta: Kejaksaan Republik Indonesia, 56-57.
24
tata kerja kejaksaan. Oleh karena itu kegiatan penuntutan di pengadilan
oleh kejaksaan tidak akan berhenti hanya karena jaksa yang semula
bertugas berhalangan. Tugas penuntutan oleh kejaksaan akan tetap
berlangsung sekalipun dilakukan oleh jaksa lainnya sebagai pengganti.
1. Kedudukan Jaksa
a. Kejaksaan Republik Indonesia, selanjutnya dalam undang-undang ini
disebut kejaksaan, adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan
kekuasaan negera di bidang penuntutan.
b. Kejaksaan adalah satu dan tidak terpisah-pisahkan dalam melakukan
penuntutan (Pasal 2).
2. Wewenang Jaksa
a. Jaksa adalah Pejabat Fungsional yang diangkat dan diberhentikan oleh
Jaksa Agung.
b. Dalam melakukan penuntutan jaksa bertindak untuk dan atas nama
negara serta bertanggung jawab menurut saluran hierarki.
c. Demi keadilan dan kebenaran berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,
jaksa melakukan penuntutan dengan keyakinan berdasarkan alat bukti
yang sah.
d. Dalam melaksanakan tugas dan wewenang, jaksa senantiasa bertindak
berdasarkan hukum dan mengindahkan norma-norma keagamaan,
kesopanan, dan kesusilaan serta wajib menggali nilai-nilai
kemanusiaan, hukum, dan keadilan yang hidup dalam masyarakat
(Pasal 8). Jabatan jaksa sebagai fungsional, terkait dengan fungsi yang
25
secara khusus dijalankan oleh jaksa dalam bidang penuntutan sehingga
memungkinkan organisasi kejaksaan menjalankan tugas pokoknya.
Sebagaimana badan negara yang menjalankan fungsi
penegakan hukum, Kejaksaan dalam melaksanakan fungsinya tersebut
membutuhkan, kemandirian dan independensi bersifat tidak memihak,
tanpa membeda-bedakan asal-usul, kewarganegaraan, agama atau
etnik, dan mempunyai posisi sentral dalam penegakan hukum, karena
pertama sebagai penyandang azas dominus litis institusi yang dapat
menyatakan seseorang menjadi terdakwa, kedua sebagai executive
abmtenaar pelaksana keputusan Pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap, ketiga hanya Jaksa Agung yang dapat
mengesampingkan perkara demi kepentingan umum berdasarkan azas
oportunitis dan keempat sebagai pengacara negara kesatuannya itu
sulit terwujud jika secara struktural Kejaksaan Republik Indonesia
masih berada di bawah presiden masuk lingkup eksekutif.13 Dari sudut
ketatanegaraan Jaksa Agung merupakan tangan kanan dari
pemerintahan pusat dan perdana menteri, dan bertanggung jawab
kepada mereka dan parlemen. Di bawah Undang-Undang No. 15
Tahun 1961, kedudukan kejaksaan ditegaskan kembali dan menjadi
departemen tersendiri yang setingkat dengan menteri. Dari uraian di
atas jaksa dalam ketatanegaraan disebut sebagai Pengacara negara.
Kejaksaan merupakan bagian dari kekuasaan eksekutif di bawah
13Media Informasi dan Hukum, 22 Juli 2004, Edisi Khusus Ulang Tahun Kejaksaan.MediaHukum Vol. 2 No. 10. Jakarta: Kejaksaan Republik Indonesia, hal 58-59
26
presiden sehingga struktur lembaga kejaksaan itu sendiri sebagaimana
layaknya sebuah organisasi harus memiliki pengawas baik itu internal
maupun eksternal. Aparatur pengawasan membutuhkan instrumen di
dalam melaksanakan fungsi pengawasan. Aparatur kejaksaan seperti yang
disebutkan pada Pasal 9 ayat (1) huruf “h” (untuk jaksa) dan Pasal 29 ayat
(1), ayat (2) UU No. 16 tahun 2004 tentang kejaksaan RI, bahwa aparatur
kejaksaan yang terdiri dari jaksa dan Tata Usaha adalah Pegawai Negeri
Sipil (PNS) sehingga terikat oleh peraturan pemerintah No. 53 tahun 2010
tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Secara umum PP No. 53 tahun
2010 tentang digunakan sebagai instrumen untuk melakukan pengawasan
PNS di lingkungan Kejaksaan. Adapun secara khusus terkait dengan
jabatan fungsional Jaksa ada Peraturan Pemerintah No. 20 tahun 2008
tentang Tata Cara Pemberhentian dengan Hormat, pemberhentian tidak
dengan Hormat, dan Pemberhentian Sementara, Serta Hak Jabatan
Fungsional Jaksa Yang Terkena Pemberhentian. Di dalam lingkungan
internal kejaksaan ada pula instrumen yang dibuat untuk melakukan
pengawasan aparatur kejaksaan, yang terbaru yaitu Peraturan Jaksa Agung
Nomor : PER-022/A/JA/03/2011 tentang Penyelenggaraan Pengawasan
Kejaksaan RI.
27
BAB III
PROFIL KOMISI KEJAKSAAN DAN PENGADILAN TINGGI JAKARTA
A. Komisi Kejaksaan
1. Kedudukan komisi kejaksaan dalam sistem ketatanegaraan Indonesia
Untuk lebih memantapkan kedudukan dan peranan kejaksaan RI
sebagai “badan negara” yang terpisah dari lembaga eksekutif, ditunjuk
seorang Jaksa Agung yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden
berdasarkan persetujuan DPR. Kejaksaan RI bertanggung jawab kepada
publik secara transparan, dan konsekuensinya lembaga ini harus
melaksanakan kekuasaan negara di bidang penuntutan secara bebas dan
lepas dari pengaruh kekuasaan pemerintah (eksekutif) dan kekuasaan
lainnya, walau perlu juga dibentuk Komisi Kejaksaan yang mengawasi
untuk menghindari penyalahgunaan kewenangan. Komisi ini bertugas
membantu Presiden untuk memberdayakan Kejaksaan RI dan memberikan
pertimbangan kepada Presiden dalam hal pengangkatan dan
pemberhentian Jaksa Agung dan Jajaran eselon satu di bawahnya.1
Sejak tanggal 22 juli 1960 yaitu ketika Presiden Sukarno
mengeluarkan Keputusan Presiden No. 204 Tahun 1960 yang secara tegas
memisahkan Kejaksaan dari Kementerian Kehakiman dan Mahkamah
Agung, dan menjadikannya sebagai suatu institusi yang berdiri sendiri dan
merupakan bagian langsung dari kabinet. Inilah landasan hukum pertama
1 Marwan Effendy,Kejaksaan RI: Posisi dan Fungsinya Dari Perspektif Hukum,(Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama,Anggota IKAPI,2005), h.142.
28
yang menempatkan Kejaksaan sepenuhnya sebagai bagian dari ranah
kekuasaan Eksekutif.2 Namun beberapa pendapat sarjana hukum bahwa
kejaksaan di bawah kabinet pemerintah menyebabkan independensi
lembaga Kejaksaan dipertanyakan. Salah satunya adalah Prof. Dr. Jur.
Andi Hamzah, SH.
Dari tahun 1945-1959, memang disebut Jaksa Agung pada
Mahkamah Agung. Sayang dalam amandemen UUD, kurang diperhatikan
faktor sejarah ini, sehingga Jaksa Agung menjadi “pembantu” presiden.
Undang-undang tentang kejaksaan No. 5 tahun 1991 menyebutkan bahwa
kejaksaan (Jaksa Agung) adalah alat Pemerintah (yang kemudian
diperkuat di dalam Undang-undang No.16 tahun 2004 tentang Kejaksaan
di dalam Konsideran dan pada Pasal 2 ayat (1) menyatakan Kejaksaan
Republik Indonesia yang selanjutnya dalam Undang-undang ini disebut
kejaksaan adalah lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan
negara di bidang penuntutan serta kewenangan lain berdasarkan undang-
undang). Jadi, mundur dari semula “Kejaksaan adalah alat negara penegak
hukum”. Dengan demikian Jaksa Agung menjadi tidak independen,
sehingga sulit diharapkan penegakan hukum yang independen terbatas dari
pengaruh politik.
Pendapat lain mengenai independensi kejaksaan disampaikan oleh
Mappi (masyarakat pemantauan peradilan indonesia) dalam sebuah
publikasi opini bahwa Kejaksaan saat ini masih berada di bawah bayang-
2 Yusril Ihza Mahendra “Kedudukan Kejaksaan Dan Posisi Jaksa Agung Dalam SistemPresidensial Di Bawah UUD 1945” (makalah di http://yusril.Ihzamahendra.com/ diakses padatanggal 3 november 2014
29
bayang kekuasaan eksekutif, sehingga nampak sulit bagi Jaksa, khususnya
Jaksa Agung untuk mandiri. Kenyataan tersebut tidak dapat dipungkiri,
karena Pasal 2 ayat 1 Undang-undang No.16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia menyatakan bahwa Kejaksaan adalah
lembaga pemerintah yang melaksanakan kekuasaan negara di bidang
penuntutan. Beberapa kejadian telah membuktikan bahwa dengan
Kejaksaan tidak mandiri sangatlah berpengaruh kepada proses penegakan
hukum itu sendiri dan akhirnya betul-betul tergantung pada itikad politik
pemerintah, dalam hal ini Presiden.3 Khusus untuk lembaga Kejaksaan di
dalam Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan bahwa
dimungkinkan adanya lembaga pengawas eksternal berdasarkan Pasal 38
disebutkan bahwa untuk meningkatkan kualitas kinerja Kejaksaan maka
Presiden dapat membentuk sebuah komisi yang susunan dan
kewenangannya diatur oleh Presiden. Keberadaan komisi ini merupakan
tuntutan publik untuk mendorong penegakan hukum oleh Kejaksaan lebih
efektif, pemerintah dan DPR sepakat membahas mengenai pembentukan
sebuah komisi.
Amanah Perpres No. 18 tahun 2010 tentang Komisi Kejaksaan
Republik Indonesia mengisyaratkan dibentuknya Komisi Kejaksaan
Republik Indonesia adalah dalam rangka upaya meningkatkan kinerja
Kejaksaan, amanah tersebut dijabarkan oleh Komisi Kejaksaan Republik
Indonesia dalam misinya yang berbunyi: Mewujudkan Kejaksaan yang
3Asep Rahmat Fajar, S.H. Wajah Lembaga Peradilan Inonesia: Kenyataan Dan Harapan.H.5.
30
Lebih Baik.
Lahirnya Perpres No. 28 Tahun 2010 sebagai implementasi UU
No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia tentu tidak
muncul begitu saja, tetapi didasari oleh kondisi yang nyata terutama
kinerja Kejaksaan yang dipandang (Publik/Masyarakat) belum lagi
memadai terutama dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Masalah
perilaku para Jaksa dan Pegawai Tata Usaha yang terjaring melakukan
perbuatan tercela masalah profesionalisasi para Jaksa dalam melaksanakan
tugas penegakan hukum, juga menjadi dasar penilaian publik/masyarakat
terhadap Kejaksaan.
Komisi Kejaksaan Republik Indonesia dengan peran utama sebagai
lembaga yang bertugas mengawasi perilaku maupun “kinerja” para Jaksa
dan Pegawai Tata Usaha sekaligus juga berperan mencermati proses
penegakan “disiplin” para Jaksa dan Pegawai Tata Usaha, disamping
Kewenangan memberikan reward kepada para Jaksa dan Pegawai Tata
Usaha yang berprestasi. Peran lain yang cukup penting dari Komisi
Kejaksaan Republik Indonesia adalah memberikan penilaian terhadap
Organisasi dan Tata Laksana, Saran dan Prasarana, Sumber Daya Manusia
dan Keuangan.
Dari Uraian diatas tergambar sebuah ruang lingkup tugas yang luas,
strategis dengan tujuan terwujudnya Kejaksaan yang lebih baik di masa
datang.
Pilar penyanggah sebuah organisasi (seperti Kejaksaan) antara lain
31
adalah : Sumber Daya Manusia (personail) yang dalam hal ini adalah para
Jaksa dan Pegawai Tata Usaha, yang secara fungsional berarti semua
pegawai Kejaksaan yang berstatus Jaksa/Jaksa Penuntut Umum; secara
struktural adalah semua pemangku jabatan mulai dari esselon IV sampai
dengan esselon I.
Pilar kedua adalah Tata Laksana Organisasi, aturan-aturan baik
tentang kepegawaian, keuangan, maupun aturan-aturan yang mengatur
tentang masalah teknis operasional, sedangkan pilar ketiga adalah sarana
prasarana dan keuangan.
Komisi Kejaksaan Republik Indonesia pada rapat Kerja (Rakornas)
tahun 2011 ini dalam posisi sebagai mitra dari pengawasan internal
menyampaikan tulisan ini sebagai bagian tanggung jawab Komisi
Kejaksaan Republik Indonesia terhadap amanah Undang-undang yang
menjadi dasar keberadaan Komisi Kejaksaan Republik Indonesia.
2. Visi, Misi Strategis serta Kode Etik Komisi Kejaksaan Republik
Indonesia
Komisi Kejaksaan Republik Indonesia sebagai sebuah lembaga
independen memandang amat perlu membuat Visi, Misi, Strategis serta
Kode Etik sebagai kompas yang akan menentukan arah serta kebijakan
Komisi Kejaksaan Republik Indonesia dalam bekerja, dari membaca serta
menerjemahkan visi, misi, strategis serta kode etik Komisi Kejaksaan
Republik Indonesia tersebut para Jaksa dan Pegawai Tata Usaha
Kejaksaan akan dapat memahami gerak langkah Komisi Kejaksaan
32
Republik Indonesia yang di semangati dengan motto Komisi Kejaksaan
Republik Indonesia adalah mitra strategis dari Kejaksaan yang secara
eskplisit dapat dibaca mitra strategis dan pengawasan internal Kejaksaan
yang dalam hal ini adalah Jaksa Agung Muda Pengawasaan.
Visi : Komisi Kejaksaan yang mandiri dan terpercaya
Misi : Mewujudkan Kejaksaan yang lebih baik
Strategi : Menggerakkan partisipasi masyarakat dan komponen lain,
membangun kemitraan strategis berlandaskan kemandirian
untuk mewujudkan Kejaksaan yang lebih baik
Kode Etik : Santun, Profesional, Efektifitas, dan Kebersamaan
Visi Komisi Kejaksaan yang mandiri dan terpercaya.
Mandiri artinya terbebas dari pengaruh manapun.
Terpercaya artinya semua gerak langkah tugasnya yang konsisten dan
konsekuen untuk semua pihak.
Misi mewujudkan Kejaksaan yang lebih baik merupakan sebuah misi yang
tulus dari Komisi Kejaksaan Republik Indonesia dalam upaya bersama-
sama dengan seluruh insan Adyaksa Kejaksaan untuk memacu
“perubahan” kedepan sehingga dalam kurun waktu yang pasti Kejaksaan
yang kita cita-citakan, yang diharapkan oleh publik/masyarakat dapat
terwujud.
Strategis, Komisi Kejaksaan Republik Indonesia menyadari bahwa tugas
yang diemban sangat berat dan luas dalam wilayah dari hampir 600 Satker
Kejaksaan Republik Indonesia (Kejati, Kejari, Cabjari) yang tersebar di
33
seluruh nusantara, dengan 9 orang Komisioner mustahil tugas tersebut
dapat dilaksanakan oleh karena itu, strategi Komisi Kejaksaan Republik
Indonesia adalah memberdayakan partisipasi/keikutsertaan masyarakat
untuk berperan sebagai mata dan telinga Komisi Kejaksaan Republik
Indonesia sebagai Konsultan/Ahli dan lain sebagainya.
Kode Etik, secara internal para Komisioner dalam bekerja juga memiliki
acuan yang jelas, tegas dan gamblang yang di dalamnya tersirat makna
bahwa Komisi Kejaksaan Republik Indonesia juga memahami arti
Independensi Profesionalisme dan etika yang harus dijaga dalam
pelaksanaan tugas.
3. Tugas dan Wewenang
a. Tugas Komisi Kejaksaan4
1) Melakukan pengawasan, pemantauan, dan penilaian terhadap
kinerja jaksa dan pegawai Kejaksaan dalam melaksanakan tugas
kedinasannya;
2) Melakukan pengawasan, pemantauan, dan penilaian terhadap sikap
dan perilaku Jaksa dan pegawai Kejaksaan baik di dalam maupun
di luar tugas kedinasan;
3) Melakukan pemantauan dan penilaian atas kondisi organisasi,
kelengkapan sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia di
lingkungan Kejaksaan;
4) Menyampaikan masukan kepada Jaksa Agung atas hasil
4http://www.komisi-kejaksaan.go.id/tugas-dan-wewenang# di akses hari minggu 8desember 2014.
34
pengawasan, pemantauan, dan penilaian sebagaimana tersebut
huruf a, huruf b, dan huruf c utnuk ditindaklanjuti.
b. Wewenang Komisi Kejaksaan
1) Menerima laporan masyarakat tentang perilaku Jaksa dan pegawai
Kejaksaan dalam melaksanakan tugas baik di dalam maupun di
luar kedinasan
2) Meminta informasi dari badan pemerintah, organisasi, atau anggota
masyarakat berkaitan dengan kondisi dan kinerja di lingkungan
Kejaksaan atas dugaan pelanggaran peraturan kedinasan Kejaksaan
maupun berkaitan dengan perilaku Jaksa dan pegawai Kejaksaan di
dalam atau di luar kedinasan
3) Memanggil dan meminta keterangan kepada Jaksa dan pegawai
Kejaksaan sehubungan dengan perilaku dan/atau dugaan
pelanggaran peraturan kedinasan Kejaksaan
4. Keanggotaan Komisi Kejaksaan RI
Dalam Pasal 15 Perpres No. 18 Tahun 2011 Keanggotaan Komisi
Kejaksaan terdiri dari:
a. Unsur masyarakat sebanyak 6 (enam) orang, terdiri dari
praktisi/akademisi hukum, tokoh masyarakat, dan/atau pakar tentang
Kejaksaan.
b. Yang mewakili pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang, yaitu 2
keanggotaan dari unsur pemerintah sebagaimana di maksud pada ayat
1 huruf b dapat berasal dari kalangan dalam maupun luar aparatur
35
pemerintah.
5. Landasan Hukum Komisi Kejaksaan
a. Pasal 38 Undang-undang No.16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan R.I.
b. Peraturan Presiden No. 18 Tahun 2011 tentang Komisi Kejaksaan.
c. Peratuan Jaksa Agung No. PER-071/A/JR/08/2006 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Sekretariat.
d. Nota Kesepahaman antara Jaksa Agung dengan Ketua Komisi
Kejaksaan No. KEP-099/A/JA/05/2011 tentang Mekanisme Kerja
Antara Kejaksaan dengan Komisi Kejaksaan dalam Pelaksanaan.
B. Pengadilan Tinggi Jakarta
1. Kedudukan Pengadilan Tinggi Jakarta
Pengadilan Tinggi (biasa disingkat: PT) merupakan sebuah
lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Umum yang berkedudukan di
ibu kota Provinsi sebagai Pengadilan Tingkat Banding terhadap perkara-
perkara yang diputus oleh Pengadilan Negeri. Pengadilan Tinggi juga
merupakan Pengadilan tingkat pertama dan terakhir mengenai sengketa
kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah hukumnya.
Susunan Pengadilan Tinggi dibentuk berdasarkan Undang-Undang
dengan daerah hukum meliputi wilayah Provinsi. Pengadilan Tinggi
terdiri atas Pimpinan (seorang Ketua PT dan seorang Wakil Ketua PT),
Hakim Anggota, Panitera, dan Sekretaris.5
Kantor Pengadilan Tinggi Jakarta yang terletak di Jalan Letjen.
5http://id.wikipedia.org/wiki/Pengadilan_Tinggi diakses pada tanggal 2 Maret 2015
36
Suprapto Cempaka Putih Jakarta Pusat diresmikan pada tanggal 26
Pebruari 1983 oleh Menteri Kehakiman RI. Kantor Pengadilan Tinggi
Jakarta terdiri dari 2 unit gedung yaitu gedung depan 2 lantai dan gedung
belakang 6 lantai, seluas 4.679,5 m2 yang berdiri di atas tanah seluas
3.845 m2 dengan status Hak Pakai atas nama Direktorat Jenderal Badan
Peradilan Umum berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta tanggal
28 April 1980 Nomor 227/27/I/HP/P/1980.6
Pada tahun 2012, jumlah pegawai berdasarkan jabatan dan
golongan di Pengadilan Tinggi Jakarta sebanyak 111 (seratus sebelas)
orang dengan rincian sebagai berikut :
Ketua/Wakil Ketua : 2 orang
Hakim Tinggi : 22 orang
Hakim Ad Hoc : 4 orang
Pansek/Wapan/Wasek : 3 orang
Panmud/Kasub : 7 orang
Panitera Pengganti : 38 orang
Staf : 35 orang
Wilayah hukum Pengadilan Tinggi Jakarta pada awal
terbentuknya hanya membawahi 3 (tiga) Pengadilan Tingkat pertama
yaitu:
a. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
b. Pengadilan Negeri Jakarta Timur dan Utara
6http://www.pt-jakarta.go.id/situs2/diakses pada tanggal 2 Maret 2015
37
c. Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan Selatan
Dengan adanya pemekaran wilayah dan meningkatnya volume
perkara, maka dengan Keputusan Menteri Kehakiman Nomor: JB.1/1/3
tanggal 23 Maret 1978, 3 (tiga) Pengadilan Negeri tersebut dipecah
menjadi 5 (lima) Pengadilan Tingkat Pertama yaitu:
a. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
b. Pengadilan Negeri Jakarta Timur.
c. Pengadilan Negeri Jakarta Utara.
d. Pengadilan Negeri Jakarta Barat.
e. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
2 Tugas pokok Pengadilan Tinggi sebagaimana yang telah
diamanatkan dalam Pasal 51 dan Pasal 52 Undang-Undang No. 2 tahun
1986 Jo. Undang-Undang No. 8 Tahun 2004 Jo. Undang-Undang No. 48
Tahun 2009, antara lain :
a. Pengadilan Tinggi bertugas dan berwenang mengadili perkara pidana
dan perkara perdata di tingkat banding;
b. Pengadilan Tinggi bertugas dan berwenang mengadili di tingkat
pertama dan terakhir mengenai sengketa kewenangan mengadili antar
Pengadilan Negeri didaerah hukumnya;
c. Pengadilan Tinggi dapat memberikan keterangan, pertimbangan dan
nasihat tentang hukum kepada instansi Pemerintah didaerahnya,
apabila diminta;
d. Selain tugas dan kewenangan tersebut, Pengadilan Tinggi dapat
38
diserahi tugas dan kewenangan lain oleh atau berdasarkan undang-
undang;
e. Melakukan pengawasan terhadap jalannya peradilan tingkat pertama.
Pengadilan Tinggi Jakarta dalam menjalankan tugas dan
fungsinya dituangkan dalam dokumen Rencana Strategis (Renstra)
Pengadilan Tinggi Jakarta, dalam hal ini Renstra tahun 2010-2014.
a. Renstra Pengadilan Tinggi Jakarta merupakan pelaksanaan misi dalam
mewujudkan visinya secara bertahap. Rencana yang sedang
dilaksanakan Pengadilan Tinggi Jakarta pada saat ini adalah
menyesuaikan dengan Rencana Mahkamah Agung tahun 2010-2014.
b. Renstra sebagai pedoman pelaksanaan kegiatan Pengadilan Tinggi
Jakarta lima tahun ke depan, rencana strategis ini dijabarkan ke dalam
program-program yang kemudian diuraikan ke dalam rencana
tindakan (action plan). Rencana strategis ini diharapkan didukung oleh
anggaran yang memadai, dilaksanakan oleh sumber daya manusia
yang kompeten, ditunjang oleh sarana dan prasarana serta
memperhitungkan perkembangan lingkungan Pengadilan Tinggi
Jakarta,baik lingkungan internal maupun eksternal.
c. Pengadilan Tinggi Jakarta sebagai bagian dari unit organisasi
Mahkamah Agung dalam menjalankan tugas dan fungsi atau
kegiatannya tersebut adalah untuk mendukung tercapainya visi dan
misi Mahkamah Agung yaitu terwujudnya Badan Peradilan Indonesia
yang agung.
39
2. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Strategis
a. Visi
Visi merupakan gambaran yang menantang tentang keadaan
masa depan yang diinginkan untuk mewujudkan tercapainya Tugas
Pokok dan Fungsi Pengadilan Tinggi Jakarta. Visi Pengadilan Tinggi
Jakarta mengacu pada Visi Mahkamah Agung RI, yaitu
:“MEWUJUDKAN PENGADILAN TINGGI JAKARTA YANG
AGUNG”
b. Misi
Misi adalah sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan
sesuai visi yang telah ditetapkan agar tujuan organisasi dapat
terlaksana dan terwujud dengan baik.
Misi Pengadilan Tinggi Jakarta adalah sebagai berikut :
1) Mewujudkan peradilan yang sederhana, cepat, biaya ringan dan
transparan.
2) Meningkatkan kualitas Sumber Daya Aparatur Peradilan dalam
rangka peningkatan pelayanan pada masyarakat.
3) Melaksanakan pengawasan dan pembinaan yang efektif dan
efisien.
4) Melaksanakan tertib administrasi dan manajemen peradilan secara
efektif dan efisien.
5) Mengupayakan tersedianya sarana dan prasarana peradilan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
40
6) Peningkatan kualitas sumber daya manusia.
7) Peningkatan penyediaan sarana dan prasarana.
c. Tujuan
Tujuan adalah sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan
dalam jangka waktu satu sampai dengan lima tahun. Penetapan tujuan
disesuaikan dengan pernyataan visi dan misi Pengadilan Tinggi
Jakarta.
Tujuan yang hendak dicapai oleh Pengadilan Tinggi Jakarta
adalah sebagai berikut :
1) Peningkatan penyelesaian pekara;
2) Terpenuhinya kebutuhan dan kepuasan pencari keadilan;
3) Peningkatan pengelolaan penyelesaian perkara;
4) Peningkatan aksesibiltas masyarakat terhadap peradilan (acces to
justice);
5) Peningkatan kualitas pengawasan;
6) Peningkatan kualitas sumber daya manusia;
7) Peningkatan penyediaan sarana dan prasarana;
d. Sasaran Strategis
Sasaran adalah penjabaran dari tujuan secara terukur, yaitu
sesuatu yang akan dicapai atau dihasilkan dalam jangka waktu lima
tahun kedepan dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014.
Sasaran strategis yang hendak dicapai Pengadilan Tinggi
Jakarta adalah sebagaiberikut :
41
1) Penyelesaian perkara.
2) Aksesibilitas putusan hakim.
3) Efektifitas pengelolaan penyelesaian perkara.
4) Aksesibilitas masyarakat terhadap peradilan (acces to justice).
5) Kepatuhan terhadap putusan pengadilan.
6) Pengawasan yang berkualitas.
7) Sumber Daya Manusia yang berkualitas
8) Penyediaan sarana dan prasana
3. Fungsi Tugas Dan Yurisdisi
Pengadilan Tinggi sebagai salah satu pelaksana kekuasaan
kehakiman di lingkungan peradilan umum mempunyai tugas dan
kewenangan sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang RI Nomor 2
Tahun 1986 tentang Peradilan Umum, yang telah diubah dengan Undang-
undang RI Nomor 8 Tahun 2004, dan yang kedua dengan Undang-undang
RI Nomor 49 Tahun 2009, di mana dalam pasal 51 dinyatakan bahwa :
a. Pengadilan Tinggi bertugas dan berwenang mengadili perkara pidana
dan perkara perdata di Tingkat Banding.
b. Pengadilan Tinggi juga bertugas dan berwenang mengadili di Tingkat
Pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan
Negeri di daerah hukumnya.
Disamping tugas dan kewenangan sebagaimana tersebut di atas,
Pengadilan Tinggi juga dapat memberikan keterangan, pertimbangan, dan
nasehat tentang hukum kepada instansi pemerintah di daerahnya apabila
42
diminta (pasal 52 ayat 1 UU RI No. 2 Tahun 1986). Selain tugas dan
kewenangan di atas, Pengadilan Tinggi juga diserahi tugas dan
kewenangan lain oleh atau berdasarkan undang-undang (Pasal 52 ayat 2
UU RI No. 2 Tahun 1986).7
7http://www.pt-jakarta.go.id/situs2/index.php?option=com_content&view=article&id=244&Itemid=285 diakses padatanggal 2 Maret 2015
43
BAB IV
PENGAWASAN TERHADAP KINERJA JAKSA
OLEH KOMISI KEJAKSAAN
A. Mekanisme dan Prosedur Pengawasan Pegawai Kejaksaan Oleh Komisi
Kejaksaan
Dalam isi Perpres 18 Tahun 2011 tentang Komisi Kejaksaan sebagian
besar kewenangan Komisi Kejaksaan ialah menerima laporan pengaduan dari
masyarakat. Penerimaan laporan pengaduan masyarakat merupakan salah satu
kewenangan Komisi Kejaksaan yang paling populer di tengah masyarakat.1
Sehingga hal tersebut yang menjadi fokus dari komisi kejaksaan yakni
menitikberatkan pemrosesan laporan pengaduan yang diterima dari
masyarakat. Untuk itu bagaimana memproses laporan pengaduan yang
diterima sehingga dapat terpantau proses kelanjutan dari pengaduan apakah
ditindak lanjuti oleh pihak pengawasan internal dari pengadilan tinggi jakarta
itu sendiri dan menjadi tantangan untuk Komisi Kejaksaan menyusun suatu
peraturan di dalam internal Komisi Kejaksaan baagaimana tata cara
penanganan laporan pengaduan oleh masyarakat yang efektif, efisien dan
mendetail dengan dukungan teknologi informasi.
Bagaimana Komisi Kejaksaan mengatur mekanisme dan prosedur
pengawasan pegawai kejaksaan oleh Komisi Kejaksaan di pengadilan tinggi
jakarta. Mekanisme pengawasan tertuang dalam peraturan internal yang dibuat
Komisi Kejaksaan sebagai acuan dan panduan bagi Komisioner dan sekretariat
1 Laporan Akhir Tahun 2011 Komisi Kejaksaan, h.2.
44
dalam melaksanakan tugas Komisi Kejaksaan dengan membuat beberapa
peraturan di dalam internal Komisi Kejaksaan diantaranya:
1. Peraturan Komisi Kejaksaan Republik Indonesia Nomor: PER-
01/KK/04/2012 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Komisi Kejaksaan.
2. Peraturan Komisi Kejaksaan Republik Indonesia Nomor: PER-
02/KK/04/2012 Tentang Kelompok Kerja Komisi Kejaksaan.
3. Peraturan Komisi Kejaksaan Republik Indonesia Nomor: PER-
03/KK/04/2012 Tentang Penyelenggaraan Rapat Dan Pengambilan
Keputusan.
4. Peraturan Komisi Kejaksaan Republik Indonesia Nomor: PER-
04/KK/04/2012 Tentang Hubungan Kelembagaan Dan Masyarakat.
5. Peraturan Komisi Kejaksaan Republik Indonesia Nomor: PER-
05/KK/04/2012 Tentang Tata Cara Penanganan Laporan Pengaduan
Masyarakat.
Laporan pengaduan yang diterima Komisi Kejaksaan berasal dari
berbagai pihak baik itu masyarakat yang terlibat secara langsung maupun tidak
langsung dengan Jaksa/ Pegawai Kejaksaan ketika sedang melaksanakan tugas
kedinasan maupun diluar tugas kedinasan bahkan menerima laporan
pengaduan dari pihak internal dalam hal ini laporan dari Jaksa/Pegawai
Kejaksaan yang melaporkan rekan sesama Jaksa/Pegawai Kejaksaan.
Komisi Kejaksaan menerima laporan pengaduan melalui beberapa
sumber. Baik itu pelapor membawa secara langsung ke kantor Komisi
Kejaksaan atau mengirimkan berkas laporan pengaduan baik itu melalui jasa
45
Pos atau PO Box atau pengaduan melalui surat elektronik (email) di alamat
Laporan pengaduan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia
oleh pelapor atau kuasanya dengan memuat:
1. Identitas pelapor yang lengkap; Nama, Alamat, Pekerjaan, No. Telp
disertai dengan Fotokopi KTP pelapor. Jika pelapor bertindak selaku
kuasa, disertai dengan surat kuasa;
2. Identitas terlapor (Jaksa/Pegawai Kejaksaan) secara jelas; Nama, Jabatan,
NIP, Alamat lengkap Unit Kerja Terlapor;
3. Uraian mengenai hal yang menjadi dasar laporan pengaduan. Alasan
pengaduan diuraikan secara jelas dan rinci disertai alat bukti yang
diperlukan berupa surat-surat bukti, saksi dan lain-lain;
4. Laporan pengaduan ditandatangani oleh pelapor/kuasanya;
5. Dan dikirmkan ke alamat Komisi Kejaksaan RI.
Untuk pengaduan melalui email maka dilengkapi dengan
KTP/Indentitas diri Pelapor/ kuasanya dan surat kuasa (jika pelapor bertindak
selaku kuasa) yang telah discan dalam bentuk soft copy (file).
Setelah berkas laporan pengaduan diterima berkas akan di regristrasi
pada bagian sekretariat Komisi Kejaksaan yang kemudian akan di serahkan ke
Komisioner untuk di telaah terlebih dahulu sebelum di bawa ke dalam rapat
pleno. Komisioner masaing-masing melakukan telaah administratif dan
substansif atas Laporan Pengaduan dengan dukungan Kelompok Kerja paling
lambat 5(lima) hari sejak diterima dari sekretaris berdasarkan disposisi Ketua,
46
dalam hal ini tidak memenuhi syarat administrasi, Pelapor atau Kuasa Pelapor
diminta untuk melengkapi dan menyampaikan kepada Komisi Kejaksaan,
maka Laporan Pengaduan diregister sebagai kategori Informasi.
Hasil telaah yang sudah lengkap kemudian disampaikan dalam rapat
pleno, di dalam rapat pleno kemudian akan dibahas oleh seluruh komisioner.
Hasil dari rapat pleno berupa:
1. Rekomendasi Tindak Lanjut (untuk dilakukan inspeksi kasus atau
pemeriksaan);
2. Rekomendasi Klarifikasi;
3. Diteruskan pada instansi data kepada Pelapor;
4. Dimintakan kelengkapan data kepada Pelapor;
5. Diinformasikan kepada Pelapor;
6. Diarsipkan.
Kemudian rekomendasi akan diserahkan kepada pihak pengawas
internal, kemudian secara periodik akan dipantau oleh Komisi Kejaksaan
untuk mengetahui proses penanganan dan pemeriksaan, serta bagaimana
tindak lanjut pengaduan dan rekomendasi yang diberikan.
Keseluruhan hasil pemantauan akan disusun dalam berkas laporan
pemantauan. Laporan tersebut akan kembali ditelaah oleh Komisioner guna
mengetahui apakah ada bukti atau informasi baru yang belum dan perlu
diklarifikasi lebih lanjut. Hasil atas telaah pemantauan digunakan untuk
mengetahui apakah ada pemeriksaan yang tidak dikoordinasikan dengan
Komisi Kejaksaan, dan atau untuk mengetahui apakah pihak pengawasan
47
internal bersungguh-sungguh melakukan pemeriksaan. Serta untuk
mengetahui apakah rekomendasi dilaksanakan pengawas internal.
Dalam hal pemeriksaan ulang atau pemeriksaan tambahan dan
pengambilalihan pemeriksaan hal tersebut dapat dilakukan apabila ada bukti
atau informasi baru yang dalam pemeriksaan sebelumnya belum diklarifikasi
dan/atau memerlukan klarifikasi lebih lanjut dan apabila pemeriksaan oleh
aparat pengawas internal Kejaksaan tidak dikoordinasikan sebelumnya dengan
Komisi Kejaksaan. Pengambilalihan pemeriksaan sebagaimana dimaksud
dalam pasal 4 huruf e Perpres 18 Tahun 2011 tentang Komisi Kejaksaan dapat
dilakukan apabila pemeriksaan oleh aparat pengawas internal Kejaksaan tidak
menunjukkan kesungguhan atau belum menunjukkan hasil nyata dalam waktu
3 (tiga) bulan sejak laporan masyarakat atau laporan Komisi Kejaksaan
diserahkan ke aparat pengawas internal Kejaksaan; diduga terjadi kolusi dalam
pemeriksaan oleh aparat pengawas internal Kejaksaan. Dalam melakukan
pemeriksaan ulang atau pemeriksaan tambahan dan pengambilanalihan
pemeriksaan Komisi Kejaksaan memberitahukan kepada Jaksa Agung.
Tidak terlibat perubahan secara mendasar mengenai Tugas Komisi
Kejaksaan antara Perpres No.18 tahun 2005 tentang Komisi Kejaksaan dengan
Perpres 18 Tahun 2011 tentang Komisi Kejaksaan, pada Perpres No.18 tahun
2011 dibedakan antara pengawasan terhadap kinerja, sikap, dan perliaku di
dalam melaksanakan tugas dan kewenangnya dengan perilaku di luar tugas
kedinasannya dengan tambahan selain mendasarkan pengawasan, pemantauan
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku juga berdasarkan kode etik
yang ada.
48
Sedangkan tugas menyampaikan masukan kepada Jaksa Agung atas
hasil pengawasan, pemantauan, dan penilaian disebutkan pada pasal yang
terpisah. Jadi, terkesan memberikan masukan kepda Jaksa Agung bukan
menjadi tugas atau kewajiban Komisi Kejaksaan hanya dalam kondisi tertentu
saja Komisi Kejaksaan dapat memberikan masukan kepada Jaksa Agung,
sehingga Komisi Kejasaan tidak lagi leluasa memberikan masukan kepada
Jaksa Agung perihal temuan yang didapat oleh Komisi Kejaksaan.
B. Eksistensi lembaga Komisi Kejaksaan RI dalam menjaga kinerja jaksa di
Pengadilan Tinggi Jakarta
Sebagai langkah awal mendukung pelaksanaan tugas, Komisi
Kejaksaan telah membuat peraturan Internal dan prosedur standar penanganan
laporan pengaduan masyarakat yang berbentuk Peraturan Komisi Kejaksaan
Republik Indonesia Nomor: PER-05/KK/04/2012 Tentang Tata Cara
Penanganan Laporan Pengaduan Masyarakat sebagaimana telah di jelaskan
pada bab sebelumnya.
Komisi Kejaksaan di dalam melaksanakan fungsi pengawasan
menitikberatkan memproses laporan pengaduan dari masyarakat. Sebagaimana
telah di jelaskan pada bab sebelumnya mengenai mekanisme dan prosedur
pengawas, Komisi Kejaksaan telah membuat peraturan internal mengenai hal
tersebut. Laporan pengaduan yang masuk terlebih dahulu baru akan diPleno.
Setelah di pleno, sesuai keputusan pleno rekomendasi diberikan kepada Jaksa
Agung agar aparat pengawas internal menindak lanjuti.
Mengenai rapat pleno yang membahas laporan pengaduan masyarakat,
49
telah dijadwalkan dalam peraturan internal Peraturan Komisi Kejaksaan
Republik Indonesia Nomor: PER-0/KK/04/2012 Tentang Penyelenggaraan
Rakyat Dan Pengambilan Keputusan dilakukan sekurang-kurangnya satu kali
dalam seminggu.2 Bila melihat tata cara penyelenggaraan dan pengambilan
keputusan dalam peraturan tersebut pada pasal 8 yang berisi:
1. Rapat Pleno diselenggarakan oleh Ketua yang didahului dengan adanya
undangan dari Ketua kepada Anggota Komisioner. Dalam hal Ketua
berhalangan, undangan rapat dapat dilakukan oleh Wakil Ketua atau
Sekretaris Komisi.
2. Rapat Pleno dapat diusulkan oleh Anggota Komisi. Usulan Rapat Pleno
dapat disampaikan baik secara tertulis ataupun lisan di dalam pleno.
3. Rapat Pleno dihadiri oleh diseluruh Anggota Komisi atau sekurang-
kurangnya oleh 5 (lima) Anggota Komisi.
4. Hak suara dalam pengambilan keputusan dalam rapat pleno dimiliki oleh
setiap anggota Komisi yang hadir dalam pleno.
5. Apabila ada anggota Komisi yang tidak dapat hadir dikarenakan satu dan
lain hal dengan alasan yang sah, maka anggota Komisi bersangkutan dapat
menyampaikan pendapatnya secara tertulis untuk dibahas di dalam Rapat
Pleno.
6. Rapat pleno di pimpin oleh Ketua Komisi dalam hal Ketua berhalangan,
rapat dipimpin oleh Wakil Ketua, dan dalam hal Wakil Ketua
berhalanganrapat dipimpin oleh Sekretaris Komisi, dan dalam hal
2 Indonesia Peraturan Komisi Kejaksaan Nomor : PER-03/KK/04/2012 TentangPenyelenggaraan Rapat Dan Pengambilan Keputusan, Pasal 8 Nomor 15.
50
Sekretaris berhalangan maka rapat dipimpin oleh salah satu Anggota
Komisi yang hadir dalam rapat.
7. Pegambilan keputusan dalam Rapat Pleno dilakukan secara musyawarah
untuk mencapai mufakat.
8. Apabila pengambilan keputusan secara musyawarah untuk mufakat tidak
tercapai, pengambilan keputusan dilakukan dengan suara terbanyak.
9. Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) adalah sah
apabila rapat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 5(lima) orang Anggota
Komisi Kejaksaan.
10. Keputusan Pleno adalah merupakan keputusan lembaga yang bersifat
mengikat anggota Komisi Kejaksaan.
11. Hasil Rapat Pleno disusun dalam bentuk notulen Rapat Pleno.
12. Notulen Rapat Pleno dibuat dan ditandatangani oleh notulis serta diketahui
oleh pimpinan rapat, yang selanjutnya disampaikan kepada sekretaris
Komisi.
13. Notulen Rapat Pleno diberikan kepada Anggota Komisi, baik yang hadir
maupun yang tidak hadir.
14. Keputusan Rapat Pleno mengikat Anggota Komisi, baik yang hadir
maupun yang tidak hadir.
15. Khusus rapat pleno tentang pembahasan lapdu dilaksanakan sekurang-
kurangnya 1 (satu) kali dalam satu minggu.
51
Berikut kinerja Komisi Kejaksaan berdasarkan 2 tahun belakangan ini
2013-2014 mengenai laporan rekapitulasi data Lapdu/Lapmas wilayah hukum
DKI Jakarta.3
No. WilayahJumlah
Lapdu/Lapmas2013
JumlahLapdu/Lapmas
20141 Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta 30 25
2 Kejaksaan Negeri Pusat 38 31
3 Kejaksaan Negeri Selatan 23 16
4 Kejaksaan Negeri Timur 12 8
5 Kejaksaan Negeri Utara 19 12
6 Kejaksaan Negeri Barat 14 9
Jumlah 136 94
Melihat laporan diatas terjadi penurunan laporan aduan yang terjadi
dalam 2 tahun terakhir. Meskipun penurunan di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta
tersebut belum signifikan Komisi Kejaksaan tetap menelusuri laporan yang
masuk dengan di bantu lembaga yang sudah bekerja sama dalam melakukan
penilaian terhadap Jaksa. Keikutsertaan masyarakat sangat membantu dalam
pemrosesan pengawasan terhadap kinerja Jaksa dalam persidangan maupun di
luar persidangan yang dilakukan Komisi Kejaksaan.
Eksistensi Komisi Kejaksaan belum secara maksimal dan tidak efektif
jika hanya mempunyai 9 komisioner dengan menangani Kejaksaan yang ada
di Indonesia secara Nasional.
Adapun unsur atau poin dalam menjadi penilaian perilaku Jaksa adalah
33 Hasil wawancara dengan salah seorang kepala Sekretariat Komisi Kejaksaan RI padatanggal 16 Januari di kantor Komisi Kejaksaan
52
ucapan,sopan santun, etika bersikap, perbuatan dari seorang Jaksa dalam
menjalankan tugas kedinasannya di Pengadilan.
C. Hambatan Komisi Kejaksaan RI dalam pelaksanaan Tugas
Komisi Kejaksaan RI telah merencanakan untuk merencanakan untuk
melakukan pengambilalihan pemeriksaan namun masih terkendala persoalan
teknis pelaksanaan di lapangan sehingga Komisi Kejaksaan belum dapat
menentukan untuk memulai kegiatan mengambil langkah konkrit tersebut.
Ada beberapa masalah yang menyebabkan kinerja Komisi Kejaksaan
belum berjalan secara maksimal, diantaranya adalah:
1. Belum terbentuknya kelompok kerja sesuai Perpres No. 18 tahun 2011
sebagai tenaga ahli yang diharapkan akan membantu kelancaran
pelaksanaan tugas anggota Komisi Kejaksaan serta dapat membuat lebih
tajam dan akuratnya penelaahan terhadap laporan masyarakat yang
diterima Komisi Kejaksaan.
2. Terjadinya masa kekosongan anggota Komisi Kejaksaan RI periode I ke
periode II selama 1 (satu) tahun, sehingga semua kegiatan diambil alih
oleh sekretaris Komisi Kejaksaan RI dan Rencana Anggaran dibuat oleh
sekretariat Komisi berdasarkan kebutuhan normal saja, tanpa melalui
konsultasi anggota Komisi Kejaksaan periode II yang terbentuk
belakangan setelah Rencana Anggaran diserahkan ke Bappenas.
3. Belum maksimalnya dukungan administratif, khususnya dari sumber daya
manusia dengan jumlah yang terbatas, yaitu dari PNS Kejaksaan Agung
yang diperbantukan kepada Komisi Kejaksaan. Pada saat ini sudah terjadi
53
integrasi dari PNS Kejaksaan Agung ke PNS Menkopolhukam sesuai
amanat dari Perpres No. 18 tahun 2011, namun sumber daya manusia yang
dibutuhkan tetap belum terpenuhi secara lengkap, baik jumlah maupun
kompetensinya.
4. Sangat tingginya ekspektasi atau harapan masyarakat terhadap penegak
hukum untuk membuat bentuk keadilan pada masyarakat belum terwujud
sampai saat ini.
5. Belum digunakannya teknologi informasi secara penuh dalam
menjalankan kegiatan penghimpunan dan penelaahan tugas laporan
masyarakat, sehingga belum terjadi efisiensi kerja dan tenaga.
6. Belum selesainya perangkat Peraturan internal di Komisi Kejaksaan
sebagai pendukung kinerja anggota Komisi.
Untuk mengatasi masalah yang ada Komisi Kejaksaan sudah
melakukan langkah-langkah yang diperlukan untuk mengatasi masalah
tersebut seperti telah selesainya pembuatan peraturan internal guna
mendukung kegiatan kerja komisi kejaksaan.
Pendukung Komisi Kejaksaan seperti sarana, prasarana dan staf
pendukung juga menambah permasalahan yang dihadapi Komisi Kejaksaan.
Masalah jumlah pegawai yang belum memenuhi kondisi ideal dan masalah
kompetensi pegawai sekretariat terutama di bidang pelayanan teknik yang
menangani laporan pengaduan masyarakat seharusnya memikili latar belakang
pendidikan hukum guna menunjang pekerjaan di bidang teknis.
54
D. Analisis Penulis
Pada dasarnya, kedudukan Komisi Kejaksaan dalam ketatanegaraan
Indonesia sebagai lembaga eksternal dalam pengawasan kinerja Jaksa ini
cukup membantu JamWas selaku pengawasan internal dari Kejaksaan Agung
itu sendiri.
Dalam hal pengawasan yang dilakukan oleh Komisi Kejaksaan dalam
mengawasi Kinerja Jaksa terlihat eksistensinya di Pengadilan tinggi Jakarta.
Namun terlihat dalam 2 tahun terakhir sebagai contoh Laporan aduan dari
masyarakat masih terlihat sedikit penurunan dengan komisioner yang ada di
Komisi Kejaksaan yang hanya berjumlah 9 orang dan dalam pengambilalihan
tindaklanjut dari laporan yang didapat komisi kejaksaan seharusnya bisa di
selesaikan secara langsung oleh Komisi Kejaksaan bukan hanya sekedar
bersifat rekomendasi.
Jika kewenangan Komisi Kejaksaan dalam pengawasan kinerja Jaksa
tidak hanya bersifat rekomendasi atau saran berdasarkan dalam Undang-
Undang Perpres no 18 tahun 2011 dan perkuat lagi maka kinerja Komisi
Kejaksaan semakin terlihat dalam menangani pengawasan kinerja Jaksa sesuai
dengan Standard Operating Procedure (SOP).
Penulis melihat kinerja komisi kejaksaan di pengadilan tinggi jakarta
dalam pengawasan diberlakukan atas pelaksanaannya cenderung kepada
pengawasan internal yang dilakukan oleh aparat pengawas internal. Peran
komisi kejaksaan hanya sampai pada menindaklanjuti laporan serta
memberikan rekomendasi kepada aparat pengawas internal untuk diberikan
55
jawaban apakah hasil pengawasan, pemantauan, penilaian tersebut ada bukti
atau informasi baru yang belum dan perlu diklarifikasi lebih lanjut. Hasil atas
telaah pemantauan digunakan untuk mengetahui apakah ada pemeriksaan yang
tidak dikoordinasikan dengan Komisi Kejaksaan, dan atau untuk mengetahui
apakah pihak pengawasan internal bersungguh-sungguh melakukan
pemeriksaan. Serta untuk mengetahui apakah rekomendasi dilaksanakan
pengawas internal.
Tanggungjawab untuk melakukan koordinasi yang baik diantara para
pihak terkait tersebut merupakan bagian dari pelaksanaan amanat yang diberikan
oleh rakyat. Sebagai daerah yang mayoritas penduduknya muslim, pelaksanaan
amanat merupakan kewajiban dan perintah agama, sebagaimana termaktub dalam
Al-Quran surat An-nisa ayat 58:
)الّنساء
:٥٨(Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepadayang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukumdi antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allahmemberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allahadalah Maha mendengar lagi Maha melihat. (QS. An-Nisa : 58)
Kesadaran atas tanggung jawab besar Komisi Kejaksaan,aparat
pengawas internal, pengadilan tinggi negeri jakarta selaku pemegang amanat
rakyat daerah DKI Jakarta wajib diperlukan. Maka jika terjadi penyelewengan
maka pihak-pihak tersebut tidak hanya harus bertanggung jawab terhadap
rakyat, tetapi juga terhadap Allah SWT. Dengan demikian, maka diharapkan
56
keluhan masyarakat terhadap penyimpangan dan penyelewengan yang
dilakukan oleh Jaksa atau pegawai tata usaha yang dianggap masih banyak
terjadi dapat teratasi dan semakin berkurang karena selain mereka taat
terhadap hukum yang berlaku tapi juga takut akan adanya hukum islam bagi
pemeluk agama islam. Sehingga seorang jaksa sedang melaksanakan tugas
dalam pengadilan dan memberikan tuntutan atau menjalankan tugas tersebut
dengan berhati-hati karena menjalankan tugasnya adalah tanggung jawabnya.
57
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari perumusan masalah yang penulis kemukakan serta
pembahasannya baik yang berdasarkan teori maupun data-data yang penulis
dapatkan selama mengadakan penelitian, maka penulis mengambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Pengawasan Komisi Kejaksaan terhadap kinerja jaksa adalahSebagai
lembaga yang memiliki peran dan tugas dalam mengawasi
kinerjakejaksaan khususnya para jaksa atau pegawai kejaksaan, komisi
kejaksaan memiliki berbagai kendala-kendala seperti halnya komisi
kejaksaan hanya memiliki satu sekretariat yang berkedudukan di ibukota
negara, kemudian keterbatasan anggota yang hanya berjumlah 9
(sembilan) orang. Hal ini akan sangat mempengaruhi kinerja maupun
peran yang dijalankan komisi kejaksaan sebagai lembaga pengawasan,
karena lembaga atau institusi yang diawasi berada di seluruh provinsi di
Indonesia.kurang maksimal dengan adanya anggota komisioner yang
hanya 9 orang dalam peranannya melakukan pengawasan, penilaian, serta
pemantauan di seluruh Kejaksaan secara Nasional se-Indonesia.
2. Adapun eksistensi Komisi Kejaksaan dalam menjaga kinerja jaksa di
pengadilan tinggi Jakarta cukup menunjukkan kinerjanya bahwa terlihat
ada penurunan yang laporan dalam periode 2013-2014 tersebut sebagai
58
lembaga pengawas eksternal meskipun penurunan ini tidak sesuai dengan
harapan.
3. Ada beberapa pengaruh pengawasan yang dilakukan Komisi Kejaksaan
yaitu: (1) belum terbentuknya kelompok kerja sesuai dengan Perpres No.
18 tahun 2011 sebagai tenaga ahli yang diharapkan akan membantu
kelancaran pelaksanaan tugas komisi kejaksaan serta dapat membuat lebih
tajam dan akuratnya penelaahan terhadap laporan masyarakat yang
diterima komisi kejaksaan. (2) belum maksimalnya dukungan
administratif, khususnya sumber daya manusia dengan jumlah terbatas. (3)
belum selesai perangkat peraturan internal di Komisi Kejaksaan sebagai
pendukung kinerja anggota Komisi.
B. Saran
Berdasarkan simpulan tersebut maka penulis menyarankan kepada
Komisi Kejaksaan untuk: (1) Dalam hal peranan komisi kejaksaan sebagai
lembaga pengawasan kinerjakejaksaan yang mana memiliki fungsi dan peran
yang sama dengan pengawas internal kejaksaan, maka prinsip koordinasi
hendaknya dilaksanakan dengan baik antara kedua lembaga tersebut, sehingga
tumpang tindih akan peranan, tugas dan wewenang akan dapat di atasi dengan
baik pula. (2) Pengawasan yang dilakukan komisi kejaksaan agar diperkuat
dengan penambahan anggota komisioner sehingga dapat berjalan efektif. (3)
mekanisme hasil dari proses pengawasan, pemantauan, penilaian terhadap
jaksa yang dilakukan oleh komisi kejaksaan seharusnya tidak berbelit, yang
59
membuat kinerja komisi kejaksaan menjadi panjang. (4) Seharusnya dalam hal
pengambilalihan pemeriksaan yang dilakukan Komisi Kejaksaan tidak usah
diberitahukan kepada Jaksa Agung terlebih dahulu namun langsung diberikan
hasil dari pemeriksaan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Ali,Zainuddin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2011.
Anwar,Saiful, Sendi-Sendi Hukum Administrasi Negara, (Glora MadaniPress:2004).
Effendy Marwan, Kejaksaan RI: Posisi dan Fungsinya dari Perspektif Hukum,Jakarta:PT. Gramedia pustaka utama, 2005.
Harkrisnowo, Harkristuti, Membangun Strategi Kinerja Kejaksaan BagiPeningkatan Produktifitas, Profesionalisme, dan akuntabilitas Publik:suatu usulan pemikiran, makalah disampaikan dalam rangka seminarmewujudkan supremasi hukum, Puslitbang Kejagung, Jakarta, 22Agustus 2011.
Ilham Gunawan, Penegak Hukum dan Penegakan Hukum,cet.ke-10,Bandung:Angkasa,1999.
Indrayana,Denny, Negara Antara Ada Dan Tiada (Reformasi HukumKetatanegaraan),Jakarta:kompas:2008.
Kejaksaan Agung RI, Rencana Strategis (Renstra) Kejaksaan Republik Indonesiatahun 2010-2014, Jakarta, 2010.
M. Manullang, Dasar-dasar Manajemen, Jakarta:Ghalia Indonesia,1996.
Media Informasi dan Hukum, 22 Juli 2003, Cakrawala Edisi Khusus UlangTahun Kejaksaan, Media Hukum Vol 2 No. 1 Jakarta: KejaksaanRepublik Indonesia.
Muhammad, Fahmi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum,cet.ICiputat:Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2010.
Prajudi,Slamet,Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Ghalia Indonesia,1994.
Syarief Nurdin, Encep “Pembangunan Tata Kelola Pemerintahan Yang Baik (GoodGovernance) dan Pemberantasan Korupsi”, Negarawan, No.18 (November,2010)
Sabardiah Maissy, “Pembaharuan Pengawasan di Kejaksaan Suatu Tinjauan”,Teropong, vol.IV, no. 2, (April 2005),h.49.
SoekantoSoerjono, Pengantar Penelitian Hukum, cet. III,Jakarta: UniversitasIndonesia Press,1986.
Sunaryati Hartono, “Peran State Auxiliary bodies dalam Rangka KonsolidasiKonstitusi Menuju Grand Design Sistem dan Politik Hukum Nasional”,Makalah disampaikan dalam Konvensi hukum Nasional tentang Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sebagai LandasanKonstitusional Grand Design Sistem dan Politik Hukum Nasional.Diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, di HotelBorobudur, Jakarta, 15-16 April 2008.
Yaslis Ilyas, KINERJA Teori, Penilaian, dan Penelitian, Cet.IIIDepok:FKMUI:2002.
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Undang-undang nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI
PerPres No. 18 Tahun 2011 Tentang Komisi Kejaksaan
PP No. 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil
PP No. 20 Tahun 2008 Tentang Tata Cara Pemberhentian Dengan Hormat,Pemberhentian Tidak Hormat dan Pemberhentian Sementara, Serta StafJabatan Fungsional Jaksa yang Terkena Pemberhentian.
WEBSITE
http://www.komisi-kejaksaan.go.id/tugas-dan-wewenang#http://id.wikipedia.org/wiki/Pengadilan_Tinggi
http://www.pt-jakarta.go.id/situs2/
http://www.pt-jakarta.go.id/situs2/index.php?option=com_content&view=article&id=244&Itemid=285
http://perpusunpas.wordpress.com/2009/05/07/pengawasaan/
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 18 TAHUN 2011
TENTANG
KOMISI KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan peran Komisi Kejaksaan
Republik Indonesia, perlu dilakukan pengaturan kembali mengenai
tugas, wewenang, dan kelembagaan Komisi Kejaksaan Republik
Indonesia:
b. bahwa Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2005 tentang Komisi
Kejaksaan Republik Indonesia dipandang sudak tidak sesuai lagi
dengan kebutuhan sehingga perlu disempurnakan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pda
huruf a dan huruf b serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 38
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia perlu menetapkan Peraturan Presiden tentang
Komisi Kejaksaan Republik Indonesia;
Mengingat : 1. Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Republik Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4401);
MEMUTUSKAN;
Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG KOMISI KEJAKSAAN
REPUBLIK INDONESIA
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Presiden Ini yang dimaksud dengan:
1. Komisi Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut
Komisi Kejaksaan adalah Komisi sebagaimana dimaksud dalam
pasal 38 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia
2. Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Kejaksaan
adalah lembaga pemerintahan sebaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang
Kejaksaan Republik Indonesia
3. Jaksa Agung adalah pimpinan Kejaksaan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tentang
Kejaksaan Republik Indonesia.
4. Jaksa adalah pejabat sebaimana dimaksud dalam Paal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan
Republik Indonesia
BAB II
KEDUDUKAN, TUGAS, DAN WEWENANG
Bagian Pertama
Kedudukan
Pasal 2
(1) Komisi Kejaksaan merupakan lembaga non structural yang dalam
melaksanakan tugas dan wewenagnya bersifat mandiri.
(2) Komisi Kejaksaan berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Presiden.
Bagian Kedua
Tugas
Pasal 3
Komisi Kejaksaan mempunyai tugas :
a. Melakukan pengawasan, pemantauan dan penilaian terhadap
kinerja dan perilaku Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan dalam
melaksanakan tugas dan wewenangnya yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan dan kode etik;
b. Melakukan pengawasan, pemantauan dan penilaian terhadap
perilaku jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan baik di dalam maupun
di luar tugas kedinasan; dan
c. Melakukan pemantauan dan penilaian atas kondisi organisasi, tata
kerja, kelengkapan sarana dan prasarana, serta sumber daya
manusia di lingkungan Kejaksaan
Bagian Ketiga
Wewenang
Pasal 4
Dalam melaksanakan tugas sebaimana dimaksud dalam Pasal 3, Komisi
Kejaksaan berwenang:
a. menerima dan menindaklanjuti laporan atau pengaduan
masyarakat tentang kinerja dan perilaku Jaksa dan/atau pegawai
Kejaksaan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya;
b. meneruskan laporan atau pengaduan masyarakat kepada Jaksa
Agung untuk ditindaklanjuti oleh aparat pengawas internal
Kejaksaan;
c. meminta tindak lanjut pemeriksaan dari Jaksa Agung terkait
laporan masyarakat tentang kinerja dan perilaku Jaksa dan/atau
pegawai Kejaksaan;
d. melakukan pemeriksaan ulang atau pemeriksaan tambahan atas
pemeriksaan yang telah dilakukan oleh aparat pengawas internal
Kejaksaan;
e. mengambil alih pemeriksaan yang telah dilakukan oleh aparat
pengawas internal Kejaksaan; dan
f. mengusulkan pembentukan Majelis Kode Perilaku Jaksa.
Pasal 5
(1) Pemeriksaan ulang atau pemeriksaan tambahan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 huruf d dapat dilakukan apabila:
a. Ada bukti atau informasi baru yang dalam pemeriksaan
sebelumnya belum diklarifikasi dan/atau memerlukan
klarifikasi lebih lanjut;
b. Pemeriksaan oleh aparat pengawas internal Kejaksaan tidak
dikoordinasikan sebelumnya dengan Komisi Kejaksaan
sebagaimana dimaksud dalam peraturan ini.
(2) Pengambilan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
huruf e dapat dilakukan apabila:
a. Pemeriksaan oleh aparat pengawas internal Kejaksaan tidak
menunjukan kesungguhan atau belum menunjukan hasil
nyata dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak laporan masyarakat
atau laporan Komisi Kejaksaan diserahkan ke aparat
pengawas internal kejaksaan;
b. Diduga terjadi kolusi dalam pemeriksaan oleh aparat
internal Kejaksaan.
c. Dalam melakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2), Komisi Kejaksaan
memberitahukan kepada Jaksa Agung.
Pasal 6
(1) Seluruh Jaksa dan pegawai Kejaksaan wajib memberikan
keterangan dan/atau data yang diminta Komisi Kejaksaan dalam
rangka melakukan pemeriksaan ulan atau pemeriksaan tambahan
atau mengambil alih pemeriksaan.
(2) dalam hal Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak memberikan keterangan dan/atau
data yang diminta, Komisi Kejaksaan mengajukan usul kepada
atasan yang bersangkutan agar menjatuhkan sanksi sesuai
peraturan perundang-undangan.
Pasal 8
Dalam melaksanakan tugas sebaimana dimaksud dalam Pasal 3, Komisi
Kejaksaan berwenang meminta informasi dari badan pemerintah, organisasi
atau anggota masyarakat berkaitan dengan kinerja dan perilakuk Jaksa
dan/atau pegawai Kejaksaan.
Pasal 9
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal
4, Komisi Kejaksaan dapat menyampaikan rekomendasi berupa :
a. penyempurnaan organisasi dan tata kerja serta peningkatan kinerja
Kejaksaan;
b. pemberian penghargaan kepada Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan
yang berprestasi dalam melaksanakan tugas kedinasaannya;
dan/atau
c. pemberian sanksi terhadap Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan
sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang
disiplin Pegawai Negeri Sipil, Kode etik, dan/atau peraturan
perundang-undangan.
Pasal 10
Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal
4, Komisi Kejaksaan
a. berhak mengikuti gelar perkara terhadap kasusu-kasus yang
menarik perhatian public yang dipimpin oleh Jaksa Agung;
b. berhak mengikuti gelar perkara terhadap kasus-kasus dan/atau
perkara yang dilaporkan masyarakat kepada Komisi Kejaksaan;
c. dapat diangkat menjadi anggota dalam Majelis Kode Perilaku
Jaksa
Pasal 11
Komisi Kejaksaan wajib memberitahukan secara tertulis rencana
pengambilalihan pemeriksaan dan/atau pemeriksaan ulang dan atau
pemeriksaan tambahan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Jaksa
dan/atau pegawai Kejaksaan kepada aparat pengawasan internal Kejaksaan.
Pasal 12
(1) Komisi Kejaksaan wajib melaporkan hasil pemeriksaannya
kepada:
a. Kepolisian dalam hal terdapat dugaan tindak pidana umum
yang dilakukan oleh Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan;
b. Jaksa Agung, Kepolisian dan/atau Komisi Pemberantasan
Korupsi dalam hal terdapat dugaan tindak pidana korupsi
yang dilakukan oleh Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan.
(2) Komisi Kejaksaan memberitahukan hasil pemeriksaannya kepada
Pelapor/Pengadu dalam hal dugaan pelanggaran Jaksa dan/atau
pegawai Kejaksaan berasal dari pengaduan masyarakat.
Pasal 13
Pelaksanaan tugas dan kewenangan Komisi Kejaksaan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4, tidak boleh mengganggu kelancaran
tugas kedinasan Jaksa dan/atau pegawai Kejaksaan atau mempengaruhi
kemandirian Jaksa dalam melakukan penuntutan.
Pasal 14
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 dan Pasal 4, Komisi Kejaksaan wajib:
a. menaati norma hukum dan ketentuan peraturan perundang-
undangan; dan
b. menjaga kerahasiaan keterangan yang karena sifatnya merupakan
rahasia yang diperoleh berdasarkan kedudukannya sebagai anggota
Komisi Kejaksaan.
BAB III
SUSUNAN ORGANISASI DAN TATA KERJA
Bagian Kesatu
Susunan Keanggotaan
Pasal 15
(1) Keanggotaan Komisi Kejaksaan terdiri atas :
a. Unsur masyarakat sebanyak 6 (enam) orang, terdiri dari
praktisi/akademisi hukum, tokoh masyarakat, dan/atau
pakar tentang Kejaksaan
b. Yang mewakili Pemerintah sebanyak 3 (tiga) orang.
c. Keanggotaan dari unsur Pemerintah sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf b dapat berasal dari kalangan dalam
maupun luar aparatur pemerintah.
Pasal 16
Susunan keanggotaan Komisi Kejaksan terdiri atas :
a. Ketua merangkap anggota;
b. Wakil Ketua merangkap anggota;
c. Sekretaris merangkap anggota;
d. 6 (enam) orang Anggota.
Pasal 17
(1) Ketua dan Wakil Ketua Komisi Kejaksaan dipilih dan ditetapkan
oleh Presiden.
(2) Jabatan Sekretaris dalam susunan keanggotaan Komisi Kejaksaan
dipilih dari dan oleh anggota melalui tata cara yang diatur oleh
Komisi Kejaksaan.
Bagian Kedua
Sekretariat Komisi Kejaksaan
Pasal 18
(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, Komisi Kejaksaan
dibantu Sekretariat Komisi Kejaksaan.
(2) Sekretariat Komisi Kejaksaan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), berada di lingkungan Kementerian Koordinator Bidang Politik,
Hukum, dan Keamanan.
(3) Sekretariat Komisi Kejaksaan mempunyai tugas memberikan
dukungan teknis dan administratif kepada Komisi Kejaksaan.
(4) Sekretariat Komisi Kejaksaan secara fungsional berada dibawah
dan bertanggung jawab kepada Komisi Kejaksaan dan secara
administratif bertanggung jawab kepada Menteri Koordinator
Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
Pasal 19
(1) Sekretariat Komisi Kejaksaan dipimpin oleh Kepala
Sekretariat Komisi Kejaksaan.
(2) Kepala Sekretariat Komisi Kejaksaan adalah jabatan
struktural Eselon IIa yang diangkat dan diberhentikan oleh
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
atas usul Komisi Kejaksaan.
Pasal 20
(1) Sekretariat Komisi Kejaksaan terdiri dari beberapa
Bagian dan masing-masing Bagian terdiri dari beberapa Sub
Bagian.
(2) Kepala Bagian adalah jabatan struktural Eselon IIIa.
(3) Kepala Sub Bagian adalah jabatan struktural Eselon IVa.
(4) Ketentuan mengenai organisasi dan tata kerja Sekretariat
Komisi Kejaksaan diatur lebih lanjut oleh Menteri
Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan
berdasarkan usulan Komisi Kejaksaan setelah mendapat
persetujuan dari menteri yang bertanggung jawab di bidang
pendayagunaan aparatur negara dan reformasi birokrasi.
Bagian Ketiga
Kelompok Kerja
Pasal 21
(1) Untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi
Kejaksaan, Ketua Komisi Kejaksaan membentuk Kelompok
Kerja sesuai dengan kebutuhan.
(2) Kelompok Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
merupakan tenaga ahli yang berasal dari instansi pemerintah,
akademisi, dan masyarakat.
(3) Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak dapat
mengatasnamakan dan/atau mewakili Komisi Kejaksaan.
(4) Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3),
dikoordinasikan oleh Sekretaris Komisi Kejaksaan.
(5) Dalam melaksanakan tugasnya, Kelompok Kerja
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4) difasilitasi oleh Sekretaris Komisi Kejaksaan.
(6) Ketentuan mengenai susunan keanggotaan, rincian tugas, dan
tata kerja Kelompok Kerja sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), ayat(2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) diatur lebih lanjut
oleh Komisi Kejaksaan.
Bagian Keempat
Tata Kerja
Pasal 22
(1) Pengambilan keputusan Komisi Kejaksaan dilakukan secara
musyawarah untuk mencapai mufakat.
(2) Apabila pengambilan keputusan secara musyawarah tidak
tercapai, pengambilan keputusan dilakukan dengan suara
terbanyak.
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
adalah sah apabila rapat dihadiri oleh sekurang-kurangnya 5
(lima) orang Anggota Komisi Kejaksaan.
Pasal 23
(1) Komisi Kejaksaan melakukan rapat sekurang-kurangnya 1
(satu) kali dalam 1 (satu) bulan atau sewaktu-waktu jika
diperlukan
(2) Dalam rapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Komisi
Kejaksaan dapat mengundang pimpinan instansi dan/atau
pihak terkait.
Pasal 24
Komisi Kejaksaan menyampaikan laporan triwulan, laporan tahunan,
dan laporan akhir tugas kepada Presiden mengenai:
a. pelaksanaan tugas; dan
b. pertimbangan dan rekomendasi.
c. Selain laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Komisi
Kejaksaan dapat menyampaikan laporan sewaktu-waktu
kepada Presiden.
d. Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
disampaikan pula kepada Jaksa Agung
Pasal 25
Ketentuan mengenai tata kerja Komisi Kejaksaan diatur lebih lanjut
oleh Komisi Kejaksaan.
BAB IV
PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN
Bagian Kesatu Pengangkatan
Pasal 26
Anggota Komisi Kejaksaan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Pasal 27
Untuk dapat diangkat sebagai anggota Komisi Kejaksaan harus
memenuhi syarat;
a. Warga Negara Indonesia;
b. Bertaqwa kepada Tuhan Yang M aha Esa;
c. Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun dan paling
tinggi 65 (enam puluh lima) tahun pada saat proses pemilihan;
d. Diutamakan mempunyai pengalaman di bidang hukum paling
singkat 15 (lima belas) tahun;
e. Memiliki integritas dan kepribadian tidak tercela;
f. Sehat jasmani dan rohani;
g. Tidak pernah dijatuhi pidana karena melakukan tindak
kejahatan; dan
h. Melaporkan harta kekayaan.
Pasal 28
(1) Calon anggota Komisi Kejaksaan yang mewakili Pemerintah
diajukan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum,
dan Keamanan kepada Presiden.
(2) Calon anggota Komisi Kejaksaan dari unsur masyarakat
dipilih melalui proses seleksi oleh Panitia Seleksi Calon
Anggota Komisi Kejaksaan.
(3) Panitia Seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Presiden atas usul Menteri Koordinator
Bidang Politik, Hukum dan Keamanan paling lambat 6
(enam) bulan sebelum masa jabatan anggota Komisi
Kejaksaan berakhir.
(4) Anggota Panitia Seleksi terdiri dari wakil pemerintah,
pemerhati
hukum dan tokoh masyarakat.
Pasal 29
(1) Seleksi Calon Anggota Komisi Kejaksaan dilaksanakan
secara transparan dan akuntabel.
(2) Ketentuan mengenai tata cara seleksi Calon Anggota Komisi
Kejaksaan diatur lebih lanjut oleh Ketua Panitia Seleksi
Calon Anggota Komisi Kejaksaan.
Pasal 30
(1) Panitia Seleksi Calon Anggota Komisi Kejaksaan
menyampaikan kepada Presiden nama-nama calon Anggota
Komisi Kejaksaan sebanyak 2 (dua) kali jumlah Anggota Komisi
Kejaksaan yang dibutuhkan untuk dipilih Presiden.
(2) Nama-nama calon Anggota Komisi Kejaksaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat 3 (tiga)
bulan sebelum berakhirnya masa jabatan Anggota Komisi
Kejaksaan.
Pasal 31
(1) Anggota Komisi Kejaksaan diangkat untuk masa jabatan 4
(empat) tahun.
(2) Anggota Komisi Kejaksaan dapat dipilih kembali untuk 1
(satu) kali masa jabatan berikutnya.
(3) Masa jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhitung
sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Presiden mengenai
pengangkatan Anggota Komisi Kejaksaan.
(4) Anggota Komisi Kejaksaan yang telah berakhir masa
jabatannya secara otomatis tetap menjabat sebelum
ditetapkannya anggota Komisi Kejaksaan yang baru.
Pasal 32
Pegawai Negeri yang diangkat sebagai anggota Komisi Kejaksaan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 selama menjabat sebagai
anggota Komisi Kejaksaan tidak kehilangan statusnya sebagai Pegawai
Negeri.
Pasal 33
(1) Pegawai Negeri yang berhenti atau telah berakhir masa
jabatannya sebagai anggota Komisi Kejaksaan, kembali ke
instansi induknya apabila belum mencapai batas usia pensiun.
(2) Pegawai Negeri yang diangkat menjadi anggota Komisi
Kejaksaan diberhentikan dengan hormat sebagai Pegawai
Negeri apabila telah mencapai batas usia pensiun dan
diberikan hak-hak kepegawaiannya sesuai dengan ketentuan
peraturan yang berlaku.
Pasal 34
(1) Sebelum memangku jabatannya, Anggota Komisi Kejaksaan
wajib diambil sumpah atau janji secara bersama-sama
menurut agamanya oleh Presiden.
(2) Anggota Komisi Kejaksaan yang berhalangan diambil
sumpah atau janji secara bersama-sama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diambil sumpah atau janji oleh Ketua
Komisi Kejaksaan
Pasal 35
Anggota Komisi Kejaksaan yang berasal dari unsur masyarakat
dilarang merangkap menjadi:
a. Pejabat negara menurut peraturan perundang-undangan;
b. Hakim atau Jaksa;
c. Advokat;
d. Notaris dan/atau Pejabat Pembuat Akta Tanah;
e. Pengusaha, pengurus, atau karyawan badan usaha milik
negara atau badan usaha swasta; atau
f. Pengurus partai politik.
Bagian Kedua
Pemberhentian
Pasal 36
Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Kejaksaan diberhentikan
dengan hormat dari jabatannya oleh Presiden apabila:
a. Meninggal dunia;
b. Permintaan sendiri;
c. Sakit jasmani atau rohani terus menerus; atau
d. Berakhir masa jabatannya.
Pasal 37
(1) Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Komisi Kejaksaan
diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatannya oleh
Presiden apabila:
a. Melanggar sumpah jabatan;
b. Dijatuhi pidana karena bersalah melakukan tindak
pidana kejahatan berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
c. Melakukan perbuatan tercela;
d. Terus menerus melalaikan kewajiban dalam menjalankan
tugas pekerjaannya; atau
e. Melanggar larangan rangkap jabatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 35.
f. Pengusulan pemberhentian tidak dengan hormat dengan
alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dan
huruf d dilakukan setelah yang bersangkutan diberi
kesempatan secukupnya untuk membela diri di
hadapan Komisi Kejaksaan
Pasal 38
Anggota Komisi Kejaksaan dapat diberhentikan sementara dari
jabatannya oleh Presiden, apabila:
a. Terdapat perintah penangkapan yang diikuti penahanan;
b. Dituntut di muka pengadilan dalam perkara pidana.
Pasal 39
(1) Dalam hal terjadi kekosongan keanggotaan Komisi
Kejaksaan, Presiden dapat memilih dan mengangkat Anggota
Komisi Kejaksaan Pengganti berdasarkan usulan Menteri
Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan.
(2) Anggota Komisi Kejaksaan Pengganti sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat berasal dari calon hasil Panitia Seleksi
yang pernah diajukan kepada Presiden dengan
memperhatikan unsur keterwakilan Anggota Komisi
Kejaksaan.
(3) Masa jabatan Anggota Komisi Kejaksaan Pengganti
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir bersamaan
dengan masa jabatan anggota yang digantikannya.
(4) Anggota Komisi Kejaksaan Pengganti diambil sumpah atau
janji oleh Ketua Komisi Kejaksaan.
BAB V
PEMBIAYAAN DAN HAK KEUANGAN
Pasal 40
Segala biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan tugas dan wewenang
Komisi Kejaksaan dibebankan kepada anggaran pendapatan dan
belanja negara cq. Anggaran Kementerian Koordinator Bidang Politik,
Hukum dan Keamanan.
Pasal 41
(1) Kepada anggota Komisi Kejaksaan diberikan hak keuangan dan
fasilitas lainnya yang diatur dengan Peraturan Presiden.
(2) Anggota Komisi Kejaksaan apabila berhenti atau telah berakhir
masa jabatannya, tidak diberikan pensiun dan/atau pesangon.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 42
Hasil seleksi Calon Anggota Komisi Kejaksaan yang dilakukan oleh
Panitia Seleksi yang dibentuk oleh Jaksa Agung sebelum
ditetapkannya Peraturan Presiden ini dipertimbangkan sebagai calon
anggota Komisi Kejaksaan dengan memperhatikan komposisi
keanggotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15.
Pasal 43
Sekretariat Komisi Kejaksaan sebagaimana diatur dalam peraturan ini
sudah harus terbentuk selambat-lambatnya 1 (satu) tahun sejak
Peraturan Presiden ini ditetapkan.
Pasal 44
Pada saat Peraturan Presiden ini mulai berlaku, maka :
a. Sekretariat Komisi Kejaksaan sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2005 tentang Komisi
Kejaksaan Republik Indonesia tetap melaksanakan tugasnya
sampai dikeluarkannya ketentuan yang baru berdasarkan Peraturan
Presiden ini;
b. Sekretariat Komisi Kejaksaan sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2005 tentang Komisi
Kejaksaan Republik Indonesia dalam jangka waktu paling lama 1
(satu) tahun terhitung sejak ditetapkannya Peraturan Presiden ini
menyerahkan seluruh arsip, dokumen, barang inventaris dan
peralatan kantor lainnya yang berkaitan dengan tugasnya kepada
Sekretariat Komisi Kejaksaan;
c. Biaya pelaksanaan tugas dan wewenang Komisi Kejaksaan
dibebankan kepada anggaran belanja Kejaksaan Republik
Indonesia sampai dengan Komisi Kejaksaan dan Sekretariat
Komisi Kejaksaan memiliki anggaran sendiri yang merupakan
bagian anggaran Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan
Keamanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Pasal 45
Peraturan pelaksanaan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2005
tentang Komisi Kejaksaan Republik Indonesia masih tetap berlaku
sepanjang belum diubah dan/atau diganti dengan peraturan yang baru
berdasarkan Peraturan Presiden ini.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 46
Dengan berlakunya Peraturan Presiden ini, maka Peraturan Presiden
Nomor 18 Tahun 2005 tentang Komisi Kejaksaan Republik Indonesia,
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 47
Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 4 Maret 2011
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
Dr.H.SUSILO BAMBANG YUDHOYONO