pengatar pendidikan book report
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat TUHAN Yang Maha Esa karena berkat dan
rahmat-Nya penulis bisa menyelesaikan book report yang berjudul pengantar pendidikan. Book
report ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah pengantar pendidikan.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga
book report ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Book report ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan
demi sempurnanya book report ini.
Semoga book report ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.
Sekian dan terima kasih.
Kupang, … November 2014
Penulis
I
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .......................................................................................................I
DAFTAR ISI .................................................................................................................. II
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................... 1
A. IDENTITAS BUKU ........................................................................................... 1
B. GAMBARAN ISI BUKU ................................................................................... 1
C. ALASAN PEMILIHAN BUKU ......................................................................... 2
D. LATAR BELAKANG MASALAH ................................................................... 3
E. RUMUSAN MASALAH ................................................................................... 3
F. TUJUAN ............................................................................................................. 4
BAB II ISI DAN PEMBAHASAN BUKU ..................................................................... 5
A. BAB I: HAKIKAT MANUSIA DAN PENDIDIKAN ....................................... 5
B. BAB II: LANDASAN PENDIDIKAN ................................................................ 9
C. BAB III: LINGKUNGAN PENDIDIKAN ....................................................... 14
D. BAB IV: AGERAKAN-GERAKAN PENDIDIKAN ....................................... 26
E. BAB V: KONDISI PENDIDIKAN DI INDONESIA ....................................... 38
F. BAB VI: ANTROPOLOGI PENDIDIKAN ...................................................... 48
G. BAB VII: PERUBAHAN SOSIAL DAN PENDIDIKAN ................................ 50
H. BAB VIII: SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL ............................................ 56
I. BAB IX: INOVASI PENDIDIKAN .................................................................. 65
BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 80
A. SIMPULAN ....................................................................................................... 80
B. SARAN .............................................................................................................. 80
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 81
II
BAB I
PENDAHULUAN
A. IDENTITAS BUKU
Pengarang : 1. Drs. Din Wahyudin, M.A
2. Dra. Kurniasih, M.Pd
3. Drs. Tatang Saripudin, M.Pd
4. Dra. Ocih Setiasih, M.Pd
Judul buku : Pengantar Pendidikan
Tahun terbit :2008
PENERBIT : PT. Rajagrafindo Persada
Kota : Jakarta
Halaman : 384
B. GAMBARAN ISI BUKU
Adapun gambaran isi buku tersebut yaitu :
1. BAB 1 : HAKIKAT MANUSIA DAN PENDIDIKAN
Kegiatan Belajar 1: Pengertian dan Aspek-aspek Hakikat Manusia
Kegiatan Belajar 2: Hubungan Hakikat Manusia dengan Pendidikan
Kegiatan Belajar 3: Pendidikan, Martabat, dan Hak Asasi Manusia
2. BAB II : LANDASAN PENDIDIKAN
Kegiatan Belajar 1: Landasan Yuridis dan Landasan Filosofis
Pendidikan
Kegiatan Belajar 2: Landasan Ilmiah Pendidikan
3. BAB III : LINGKUNGAN PENDIDIKAN
Kegiatan Belajar 1: Lingkungan Pendidikan Tripusat Pendidikan:
Keluarga, Sekolah, & Masyarakat.
Kegiatan Belajar 2: Pendidikan sebagai Suatu Proses
4. BAB IV : AGERAKAN-GERAKAN PENDIDIKAN
Kegiatan Belajar 1: Progresivisme dan Esensialisme
Kegiatan Belajar 2: Perenialisme dan Konstruktivisme
5. BAB V : KONDISI PENDIDIKAN DI INDONESIA
Kegiatan Belajar 1: Kondisi Pendidikan di Indonesia
1
Kegiatan Belajar 2: Aliran Pendidikan di Indonesia
6. BAB VI : ANTROPOLOGI PENDIDIKAN
Kegiatan Belajar 1: Kebudayaan, Kepribadian dan Pendidikan
Kegiatan Belajar 2: Karakteristik dan Kemajemukan Sosial Budaya
Indonesia
Kegiatan Belajar 3: Impian Karakteristik Manusia Indonesia terhadap
Pendidikan
7. BAB VII : PERUBAHAN SOSIAL DAN PENDIDIKAN
Kegiatan Belajar 1: Aspek-aspek Penyebab Perubahan Sosial
Kegiatan Belajar 2: Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia
8. BAB VIII : SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
Kegiatan Belajar 1: Sistem dan Sistem Pendidikan
Kegiatan Belajar 2: Sistem Pendidikan Nasional
9. BAB IX : INOVASI PENDIDIKAN
Kegiatan Belajar 1: Inovasi dan Difusi Inovasi Pendidikan
Kegiatan Belajar 2: Adopsi dan Pelaksanaan Inovasi Pendidikan
C. ALASAN PEMILIHAN BUKU
Pendidikan merupakan unsur terpenting dalam kehidupan manusia,bahkan
pendidikan menjadi prioritas yang utama setelah kebutuhan primer. Pendidikan yang
seharusnya, tidak mungkin berjalan dengan baik tanpa adanya unsur-unsur yang terlibat
didalamnya untuk mengantar manusia lebih cerdas dengan adanya pendidikan.
Mengingat pentingnya hal diatas, sehingga dirasakan perlu untuk mengkaji buku
yang membahas hal tersebut. Penulis memilih buku ini sebagai book report untuk mata
kuliah”Pengantar Pendidikan”yang dibimbing oleh bapak Drs.S.P.Taneo S.Pd,M.Si.
2
D. LATAR BELAKANG MASALAH
Perkembangan pendidikan semakin lama semakin berkembang,hal tersebut sesuai
dengan majunya dan meningkatnya kualitas pendidkan pada saat ini. Hal ini memicu agar
pendidikan tetap berjalan dengan baik. Oleh sebab itu diperlukan cara dan tindak yang
efektif untuk membangun pendidikan dimasa sekarang.
Pendidikan merupakan faktor utama dalam pembentukan pribadi manusia.
Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi manusia
menurut ukuran normatif. Dalam pengertian umum pendidikan adalah proses budaya oleh
generasi yang mengambil peran penting dalam sejarah,walaupun pendidikan merupakan
proses budaya masa kini yang akan mengantar ke budaya pendidikan masa depan.
Pengantar pendidikan bertujuan menyajikan berbagai konsep esensial tentang
pendidikan yang berkembang dalam dunia modern baik secara langsung dan tidak
langsung mempengaruhi teori-teori dan prakteknya pendidikan di Indonesia dewasa ini.
Bagaimanapun, pengantar pendidikan sebagai proses menghantar manusia untuk
mengembangkan kemampuan potensi individu,sehingga bisa hidup optimal baik sebagai
pribadi maupun sebagai anggota masyarakat serta memiliki nilai-nilai moral dan social
sebagai pedoman hidup.
E. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas,adapun rumusan masalah yaitu sebagai berikut :
1. Apa dan bagaimana hakikat manusia yang mengharuskan aktif menyelenggarakan
pendidikan?
2. Bagaimana menyatakan karakteristik sosial manusia Indonesia sebagai manusia
berkualitas dan kompetitif?
3. Bagaimana mengintegrasikan landasan dan asas-asas pendidikan?
4. Apa itu pendidikan sebagai proses?
5. Apa itu situasi pendidikan dan unsur-unsurnya?
6. Apa itu pendidikan sebagai system?
7. Apa itu Sistem Pendidikan Nasional?
8. Apa itu pengertian perubahan social dan pembangunan?
3
9. Apa itu kebijaksanaan pembangunan pendidikan dan hasil-hasilnya?
10. Apa itu pengertian dan perlunya pendidikan?
11. Apa itu ruang lingkup inovasi pendidikan?
12. Bagaimana cara melakukan inovasi pendidikan?
F. TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, adapun tujuan yaitu sebagai berikkut:
1. Mendeskripsikan hakikat manusia yang mengharuskan aktif menyelenggarakan
pendidikan
2. Menyatakan karakteristik sosial manusia Indonesia sebagai manusia berkualitas dan
kompetitif.
3. Mengintegrasikan landasan dan asas-asas pendidikan
4. Menjelaskan pendidikan sebagai proses
5. Menjelaskan situasi pendidikan dan unsur-unsurnya
6. Menjelaskan pendidikan sebagai system
7. Menjelaskan Sistem Pendidikan Nasional
8. Menjelaskan pengertian perubahan social dan pembangunan
9. Menjelaskan kebijaksanaan pembangunan pendidikan dan hasil-hasilnya
10. Menjelaskan pengertian dan perlunya pendidikan
11. Menjelaskan ruang lingkup inovasi pendidikan
12. Melakukan inovasi pendidikan
4
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN BUKU
A. BAB I: HAKIKAT MANUSIA DAN PENDIDIKAN
Kegiatan Belajar 1: Pengertian dan Aspek-aspek Hakikat Manusia
a. Pengertian Hakikat Manusia
Manusia adalah makhluk bertanya, ia mempunyai hasrat untuk mengetahui segala
sesuatu. Atas dorongan hasrat ingin tahunya, manusia tidak hanya bertanya tentang
berbagai hal yang di luar dirinya, tetapi juga bertanya tentang dirinya sendiri, ia
mempelajarinya melalui berbagai pendekatan (commonsense, ilmiah, filosofis,religi)
atau melalui sudut pandang (biologo, sosiologi, antropologi, psikologi, politik). Sebab
itu, kita dapat menemukan berbagai ragam pengetahuan dengan karakteristiknya
malam-malam khazanah pengetahuan tentang manusia.
Dapat disimpulkan bahwa pengertian hakikat manusia adalah seperangkap
gagasan atau konsep yang mendasar tentang manusia dan makna eksistensi manusia
di dunia. Pengertian hakikat manusia berkenaan dengan “prinsip adanya “ (principe
de’etre) manusia. Hakikat manusia adalah seperangkap gagasan tentang “sesuatu
yang olehnya” manusia menjadi apa yang terwujud, manusia memiliki karakteristik
yang khas, ia merupakan sebuah nila yang unik, yang memiliki suatu martabat khusus
(Louis Leahy, 1985).
b. Aspek-aspek Hakikat Manusia
1. Manusia sebagai makhluk Tuhan
Manusia adalah subjek memilki kesadaran (consciousness) dan
penyadaran diri (self-awarness). Selain mempertanyakan asal-usul alam semesta
manusiapun mempertanyakan asal-usul keberadaannya.
Terdapat dua pandangan filsafat tentang asal-usul alam semesta, yaitu
a) Evolusionisme, alam semesta menjadi ada bukan karena diciptakan oleh Sang
pencipta atau Prima Causa, melainkan ada dengan sendirinya sebagi hasil
evolusi. Dianut oleh Herbert Spencer (S.E. Frost Jr. 1957) dan Konosuke
Matsushita(1997).
5
b) Kreasionisme, adanya alam semesta sebagai suatu ciptaan suatu Creative
Cause atau Personality atau Tuhan Yang Maha Esa. (J. Donal Butler, 1968).
Dianut oleh Thomas Aquinas (S.E. Frost Jr.,1957) dan Al-Ghazali (Ali Issa
Othman, 1987).
Dari pandangan di atas memang tidak dapat dipungkiri tentang adanya
proses evolusi namun atas dasar keyakinan agama tentu saja kita tak dapat
menerima bahwa keberadaan manusia di alam semesta sebagai hasil evolusi tanpa
pencita.
2. Manusia Sebagai Kesatuan Badan-Roh.
Terdapat empat paham mengenai permasalahan aspek yang esensial pada diri
manusia, yaitu materialisme, idealisme, dualisme, dan paham yang menyatakan
bahwa manusia adalah kesatuan badan-roh.
a) Materialisme; manusia merupakan bagian dari alam semsta sehingga manusia
tidak berbeda dari alam itu sendiri.
b) Idealisme; esensi diri manusia adalah jiwanya atau spiritnya atau rohani. Dalam
hubungannya dengan badan, jiwa berperan sebagai pemimpin badan, badan
mempunyai ketergantungan kepada jiwa.
c) Dualisme; pandangan pihak pertama bersifat monis-materialis, sedangkan pihak
kedua bersifat monis-spiritualis.
d) E.F. Schumacher (1980) memandang manusia sebagai kesatuan dari hal yag
bersifat badani dan rohani.
Jelaslah bahwa manusia itu adalah kesatuan badani-rohani. Implikasinya maka
manusia itu berinteraksi atau berkomunikasi, memiliki historisitas dan dinamika.
3. Manusia Sebagai Makhluk Individu
Kesadaran manusia akan dirinya sendiri merupakan perwujudan individualisme
manusia. Manusia sebagai individu merupakan kanyataan yang paling rill dalam
kesadran manusia, dan sebagai individu manusia adalah kesatuan yang tak dapat
dibagi antara aspek badani dan rohaninya. Setiap manusia mempunyai dunianya
sendiri dan secara sadar berupaya menunjukan eksistensinya. Theo Huijbers
menyatakan “manusia mempunyai kesendirian yang ditunjukan dengan kata pribadi”.
6
4. Manusia Sebagai Makhluk Sosial
Manusia adalah makhluk individual namun tak mungkin hidup sendirian. Manusia
hidup dalam dalam keterpautan dengan sesamanya. Dalam hidup bersama dengan
sesamanya (masyarakat) setiap individu menempati kedudukan (status) tertentu dan
mempunyai dunia bersama dan tujuan hidup bersama. Aritoteles menyebut manusia
sebagai makhluk sosial atau makhluk bermasyarakat. Adanya hubungan tibal balik
antara individu dengan sesama maka hubungan itu merupakan hubungan antar subjek
dengan subjek. Maka hendaknya terdapat keseimbangan antara individualitas dan
sosialitas.
5. Manusia Sebagi Makhluk Berbudaya
Kebudayaan bertautan dengan kehidupan manusia sepenuhnya, kebudayaan
menyakut sesuatu yang nampak dalam bidang eksistensi setiap manusia. Manusia
tidak terlepas dari kebudayaan, bahkan manusia itu baru menjadi manusia karena dan
bersama kebudayaannya (C.A. Van Peursen, 1957).
Adanya dampak positif dan negatif dari kebudayaan masyarakat kadang-kadang
terombang-ambing diantara dua relasi. Disatu pihak ada yang melestarikan bentuk-
bentuk lama (tradisi), sedangkan dilain pihak ada yang menciptakan hal-hal baru
(inovasi)
6. Manusia Sebagai Makhluk Susila
Manusia memiliki aspek kesusilaan karena pada manusia terdapat rasio praktis
yang memberikan printah mutlak “categoricalimperative”, (Immanuel Kant). Adapun
kebebasan berbuat ini juga selalu berhubungan dengan norma-norma moral dan nila-
nilai moral yang juga harus dipilihnya. Karena manusia mempunyai kebebasan
memilih dan menentukan perbuatannya secara otonom maka selalu ada penilaian
moral atau tuntutan pertangggung jawaban atas perbuatannya.
7. Manusia Sebagai Makhluk Beragama
Aspek keberagamaan merupakan karakteristik esensial eksistensi manusia yang
terungkap dalam bentu7k pengakuan atau keyakinan akan kebenaran suatu agama. Ini
terdapat pada manusia dalam rentang waktu (dulu-sekarang-akan datang), dan dalam
rentang geografis. Agama ialah; “satu sistem credo (tata keimanan atau keyakinan)
atas adanya suatu yang mutlak diluar manusia.
7
Kegiatan Belajar 2: Hubungan Hakikat Manusia dengan Pendidikan
a. Asas-Asas Keharusan atau Perlunya Pendidikan Bagi Manusia
1. Manusia sebagai makhluk yang belum selesai
Manusia secara aktif “mengadakan” dirinya, tetapi bukan dalam arti
menciptakan dirinya sebagaimana Tuhan menciptakan manusia, ia harus
bertanggung jawab atas keberadaan dirinya dan bertanggung jawab menjadi apa
atau menjadi siapa nantinya. Manusia memiliki historisitas dan hidup bertujauan
karena itu, eksistensi manusia terpaut dengan masa lalunya dan sekaligus
menjangkau masa depan untuk mencapai tujuan hidupnya. Manusia berada dalam
perjalanan hidup, perkembangan dan pengembangan diri. Ia adalah manusia,
tetapi sekaligus “belum selesai” mewujudkan diri sebagai manusia.
2. Tugas dan Tujuan Manusia adalah Menjadi Manusia
Sejak kelahirannya manusia memang adalah manusia, namun kesadaran akan
tujuan hidupnya, kemampuan untuk hidup sesuai individualitas, sosialitanya,
tidak dibawa sejak kelahirannya, melainkan harus diperoleh manusia melalui
bantuan berupa pengajaran.
b. Asas-Asas Kemungkinan Pendidikan
1. Asas Potensialitas
Manusia memiliki potensi untuk berbuat baik, potensi yang ada pada
manusia yang memungkinkan ia akan mampu menjadi manusia, untuk itu
manusia memerlukan pendidikan.
2. Asas Dinamika
Pendidikan dilakukan dalam rangka membantu manusia (peserta didik)
agar menjadi manusia ideal.
3. Asas Individualitas
Individu memiliki kesendirian (subjektivitas) yang bebas dan aktif untuk
berupaya mewujudkan dirinya.
4. Asas Sosialitas
Sebagai insan sosial, setia individu akan menerima pengaruh dari individu
yang lainnya ini memberikan kemungkinan bagi manuisa untuk dapat dididik.
8
5. Asas Moralitas
Manusia memiliki kemampuan untuk berperilaku baik atas dasar
kebebasan dan tanggung jawab (aspek moralitas).
Kegiatan Belajar 3: Pendidikan, Martabat dan Hak Asasi Manusia
a. Pendidikan Sebagai Humanisasi
Hakikat tugas dan tujuan hidup manusia adalah menjadi manusia. Tugas dan
tujuan hidup manusia adalah membangun atau “mengadakan” dirinya mendekati
manusia ideal. Manusia bertugas dan bertujuan untuk menjadi manusia melalui
pendidikan. Maka pendidikan didefinisikan sebagai humanisasi (upaya
memanusiakan manusia) agar mampu hidup sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Sebagai humanisasi pendidikan mempunyai arti yang cukup luas dan
komprehensif yang meliputi berbagai pengertian pendidikan berdasarkan pendekatan
mono disipliner. Sebagai hamunisasi pendidikan berarti sebagai upaya pengembangan
potensi manusia (sudut pandang psikologi).
b. Pendidikan dan Hak Asasi Manusia
John locke menyatakan bahwa hak adlah milik manusia karena naturanya,
namun karena natura ini adalah natura sosial maka dengan apa yang saya anggap
sebagai hak saya, saya juga diwajibkan mengakui adanya hak orang lain (Henderson,
1959). Hak asasi adalah hak yang dasar atau pokok (KBBI, 1959). Hak asasi
merupakan hak-hak alamiah yang tidak dapat dicabut karena ini adalah karunia
Tuhan.
Hak-hak tersebut antara lain hak hidup, kebebasan, pengejaran,
kebahagiaan, kebebasan berbicara, kebebasan beragama, kebebasan berkumpul,
berserikat dan hak perlindungan. Kesempatan pendidikan yang memadai harus
menjadi hak bawaan setiap anak (United States Information Agency,1991).
Pendidikan sebagai upaya agar manusia memperoleh hak-haknyanyang asasi.
B. BAB II: LANDASAN PENDIDIKAN
Kegiatan Belajar 1: Landasan Yuridis dan Landasan Filosofis Pendidikan
1) Landasan Pendidikan
Landasan pendidikan adalah asumsi-asumsi yang menjadi dasar pijakan atau titik
tolak dalam rangka praktik praktik pendidikan. Fungsi landasan pendidikan adalah
9
memberikan dasar pijakan atau titik tolak bagi seseorang, sekelompok orang atau
lembaga dalam rangka praktik pendidikan.
2) Landasan Yuridis Pendidikan
Landasan yuridis pendidikan adalah seperangkat asumsi yang bersumber dari
peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai titik tolak dalam rangka
pengelolaan, penyelengaraan dan kegiatan pendidikan dalam suatu sistem pendidikan
nasional.
Landasan yuridis sistem pendidikan nasional Indonesia, anatara lain berbentuk
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-undang RI
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, beserta berbagai
Peraturan Pemerintah (PP) yang berkenaan dengan pendidikan yang menyertainya.
Landasan yuridis pendidikan bersifat ideal dan normatif, artinya merupakan
sesuatu yang diharapkan dilaksanakan dan mengikat untuk dilaksanakan oleh setiap
pengelola, penyelenggara dan pelaksana pendidikan di dalam sistem pendidikan
nasional.
3) Landasan Filosofis Pendidikan
Landasan filosofis pendidikan merupakan seperangkat asumsi pendidikan yang
dideduksi dari asumsi-asumsi filsafat umum (metafisika, epistemologi, dan aksiologi)
yang bersifat prekskriptif dari suatu aliran filsafat tertentu.
Metafisika (Hakikat Realitas)
Sebagaimana diyakini, realitas atau alam semesta tidaklah ada dengan
sendrinya, melainkan sebagai ciptaan (makhluk) Tuhan Yang Maha Esa.
Epistemologi (Hakikat Pengetahuan)
Segala pengetahuan hakikatnya bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Tuhan
telah menurunkan pengetahuan baik melalui utusan-Nya (berupa wahyu) maupun
berbagai hal yang ada di alam semesta termasuk hukum-hukumnya. Manusia dapat
memperoleh pengetahuan melalui berpikir, pengalaman empiris, penghayatan, dan
intuisi dalam konteks interaksi/ komunikasi dengan segala yang ada dalam
hidupnya.
10
Aksiologi (Hakikat Nilai)
Sumber segala nilai hakikatnya adalah Tuhan Yang Maha Esa. Manusia
adalah makhluk ciptaan Tuhan, insan pribadi/ individual sekaligus insane sosial
maka hakikat nilai diturunkan dari Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat dan
individu. Nilai-nilai individual dan nilai-nilai sosial tidak boleh bertentangan satu
sama lain, dan juga kedua-duanya tidak boleh bertentangan dengan nilai dari
Tuhan (nilai-nilai agama) sesuai keyakinan agama masing-masing.
Kegiatan Belajar 2: Landasan Ilmiah Pendidikan
1) Landasan Psikologi Pendidikan
Landasan psikologi pendidikan adalah asumsi-asumsi yang bersumber dari hasil
studi disiplin psikologi yang dijadikan titik tolak dalam rangka praktik pendidikan.
a) Perkembangan Individu dan Implikasinya terhadap Pendidikan
Dalam perjalanan hidup, setiap individu mengalami perkembangan
(development), yaitu proses perubahan yang berlangsung terus-menerus sejak
terjadinya pembuahan (conception) hingga meninggal dunia.
Yelon dan Weinstein (1977) mengemukakan lima prinsip perkembangan
individu, yaitu:
Perkembangan individu berlangsung terus-menerus sejak perubahan hingga
meninggal dunia.
Kecepatan perkembangan setiap individu berbeda-beda tetapi pada umumnya
mempunyai perkembangan yang normal.
Semua aspek perkembangan yang bersifat fisik, sosial, mental dan emosional
satu sama lainnya saling berhubungan atau saling mempengaruhi.
Arah perkembangan individu dapat diramalkan.
Perkembangan berlangsung secara bertahap. Tahap perkembangan berlangsung
terus-menerus dan bersifat over-laping.
Anak menjadi dewasa melalui suatu proses pertumbuhan bertahap mengenai
keadaan fisik, sosial, emosional, moral, dan mentalnya. Implikasi dari konsep
perkembangan individu terhadap pendidikan, yaitu
Perkembangan individu semenjak lahir tidak mengalir ibarat aliran air
melainkan berlangsung secara bertahap.
11
Pendidikan merupakan upaya membantu peserta didik untuk dapat
menyelesaikan tugas-tugas perkembangan sesuai dengan tahap
perkembangannya.
Perkembangan peserta didik mengandung tugas-tugas perkembangan yang
harus diselesaikannya.
Pendidikan yang dilaksanakan menyimpang dari tahapan dan tugas-tugas
perkembangan individu akan berakibat negatif bagi perkembangan selanjutnya.
Prinsip dan arah perkembangan individu.
b) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Individu dan Implikasinya
terhadap Pendidikan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan individu dapat dikelompokkan
menjadi 3 yaitu:
Nativisme
Penganut teori ini berasumsi bahwa setiap individu dilahirkan kedunia
dengan membawa factor-faktor heredity (hereditas) yang berasal dari orang tuanya,
hereditas inilah faktor penentu perkembangan individu.
Empirisme
Penganut teori ini berasumsi bahwa setiap anak dilahirkan ke dunia dalam
keadaan bersih ibarat papan tulis yang belum ditulisi (as a blank slate atau tabula
rasa).
Konvergensi
Penganut teori ini berasumsi bahwa perkembangan individu ditentukan oleh
faktor hereditas maupun oleh faktor lingkungan (pengalaman).
c) Teori Belajar dan Implikasinya terhadap Pendidikan
Teori belajar dapat dikelompokkan menjadi tiga aliran yaitu:
Behaviorisme
Teori belajar ini didasarkan pada asumsi bahwa hasil belajar berupa
perubahan tingkah laku yang dapat diobservasi dan dimodifikasi oleh kondisi-
kondisi lingkungan, komponen teori behaviorisme berupa stimulus, respon, dan
konsekuensi dan kondisi lingkungan sebagai faktor pendukung.
Kognitif
12
Teori belajar ini didasarkan pada asumsi bahwa individu mempunyai
kemampuan memproses informasi tergantung pada faktor kognitif, belajar adalah
proses internal yang kompleks, hasil belajar berupa perubahan struktur kognitif,
cara belajar pada anak-anak dan orang dewasa berbeda sesuai tahap
perkembangannya.
Humanisme
Teori belajar ini didasarkan pada asumsi bahwa individu yang mempunyai
kebebasan memilih untuk menentukan hidupnya, mepunyai hasrat untuk
mengetahui, hasrat untuk bereksplorasi dan mengasimilasi pengalamn-
pengalamannya, belajar adalah fungsi seluruh kepribadian individu, dan belajar
melibatkan aspek intelektual dan emosional individu.
2) Landasan Sosiologis Pendidikan
Landasan sosiologis pendidikan adalah seperangkat asumsi yang bersumber
dari hasil studi disiplin sosiologi yang dijadikan titik tolak dalam rangka praktik
pendidikan.
a) Individu dan Masyarakat serta Implikasinya terhadap Pendidikan
Kesatuan yang tak dapat dibagi, unik, dan otonom. Masyarakat
didefinisikan Ralph Linton sebagai “setiap kelompok manusia yang telah hidup
dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka
dan menganggap diri mereka sebagai satu kesatuan sosial degan batas-batas
yang dirumuskan Individu adalah manusia perseorangan yang mempunyai
karakteristik bahwa ia sebagai dengan jelas”.
b) Pendidikan masyarakat
Sudarja Adiwikarta (1988) mengemukakan terdapat hubungan pendidikan
dan masyarakat, yaitu
o Hubungan yang tetap dan positif antara derajat pendidikan dengan
kehidupan ekonomi, dalam arti makin tinggi derajat pendidikan suatu
masyarakat makin tinggi pula derajat ekonominya.
o Di dalam masyarakat terdapat stratifikasi sosial (pelapisan sosial).
o Pendidikan berpengaruh terhadap mobilitas sosial.
o Pendidikan mempunyai peranan dalam rangka perubahan sosial.
13
3) Landasan Antropologis Pendidikan
Landasan antropologis pendidikan adalah seperangkat asumsi yang
bersumber dari hasil studi disiplin antropologi yang dijadikan titik tolak dalam
rangka praktik pendidikan.
Ditinjau dari antroplogi pendidikan berarti enkulturasi. Enkulturasi dilakukan
masyarakat karena kebudayaan menjadi milik manusia tidak dibawa sejak lahir,
dan demi mempertahankan eksistensi masyarakat itu sendiri.
4) Landasan Historis Pendidikan
Landasan historis pendidikan merupakan seperangkat konsep dan praktik
pendidikan masa lampau sebagai titik tolak sistem pendidikan masa kini yang
terarah ke masa depan. Pendidikan ditinjau dari sudut pandang historis adalah
enkulturasi khusus, yaitu suatu proses pembudayaan yang selaras dengan warisan
sosial.
5) Ladasan Ekonomik Pendidikan
Ekonomika merupakan studi tentang kemakmuran materil manusia. Ditinjau
dari sudut pendidikan ekonomi, pendidikan adalah human investment atau upaya
penanaman modal pada diri manusia (Odang Muchtar, 1976).
Hubungan antara pendidikan dan ekonomi, antara lain melalui pendidikan
tenaga kerja prokduktif dapat dihasilkan. Sebaliknya, pelaksanaan pendidikan
memerlukan sejumlah dana yang harus dimanfaatkan secara efisien dan efektif.
C. BAB III: LINGKUNGAN PENDIDIKAN
Kegiatan Belajar 1: Lingkungan Pendidikan Tripusat Pendidikan: Keluarga,
Sekolah dan Masyarakat.
Lingkungan adalah segala sesuatu yang di luar diri individu. Lingkungan dapat
dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu:
Lingkungan alam, dan
Lingkungan sosial budaya.
Dalam arti yang luas, pendidikan adalah hidup atau kehidupan itu sendiri, artinya
semua pengalaman hidup yang berlangsung di dalam lingkungan dan berpengaruh positif
bagi perkembanagan individu (pribadi) adalah pendidikan. Di dalam lingkungannyalah
14
setiap indidvidu mendapatkan pendidikan. Sebab itu, lingkungan tempat individu hidup
merupakan lingkungan pendidikan baginya.
Hakikatnya pendidikan berlangsung sepanjang hayat. Dalam konteks ini, pendidikan
dapat berlangsung di dalam berbagai lingkungan, yaitu dalam lingkungan pendidikan
informal (keluarga), di dalam lingkungan formal (sekolah), dan di dalam lingkungan
pendidikan nonformal (masyarakat). Berkenaan dengan ketiga lingkungan pendidikan ini
Ki Hajar Dewantara mengemukakan konsep yang di kenal sebagai Tri pusat pendidikan.
Adapun dalam pasal 13 UU RI No. 20 Tahun 2003 Tentang “sistem pendidikan nasional”
dinyatakan bahwa “jalur pendidikan terdiri atas pendidikan formal,informal, dan
nonformal”. Karena itu, dalam konteks sistem pendidikan nasional bahwa keluarga,
sekolah, dan masyarakat merupakan komponen sistem pendidikan.
a. Keluarga (Lingkungan Pendidikan Informal)
Keluarga merupakan unit sosial terkecil yang bersifat universal, artinya
terdapat disetiap tempat di dunia (universe). Keluarga adalah unit sosial berdasarkan
hubungan darah atau keturunan, yang terdiri atas beberapa keluarga dalam arti
sempit.
1. Bentuk Keluagra
Ada berbagai jenis bentuk keluarga, menurut Komato Sunarto (1993)
Berdasarkan keanggotaannya, keluarga di bedakan menjadi keluarga adalah
keluarga batih (nuclear family ) dan keluarga luas (extended family).
Selain itu,berdasarkan pemegang kekuasaannya, keluarga dibedakan
menjadi: keluarga patriarhat (patriarchal), keluarga matriarhat (matriarchl)
dan kelurga equilitarian.
2. Fungsi Keluarga
Kelurga memiliki berbagai fungsi, fungsi keluarga antara lain fungsi
biologis, fungsi ekonomis, fungsi edukatif, fungsi religius, fungsi sosialisasi,
fungsi rekreasi, fungsi orientasi. Menurut ahli antropologi ada fungsi- fungsi
kelurga yang bersift universal, George Peter Murdock (Sudardja Adiwikarta,
1988) mengemukakan empat fungsi kelurga yang bersifat universal, yaitu
sebagai berikut.
15
Sebagai perantara yang membenarkan hubungan seksual antara pria dan
wanita dewasa berdasarkan pernikahan.
Mengembankan keturunan
Melaksanakan pendidikan.
Sebagai kesatuan ekonomi.
3. Penanggung Jawab Pendidikan Dalam Kelurga
Sebagai satu fungsi kelurga adalah melaksanakan pendidikan. Dalam hal
ini orang tua (ibu dan ayah) adalah pengemban tanggung jawab atas pendidikan
anak. Secara kodrati orang tua bertanggung jawab atas pendidikan anak, dan atas
kasih sayangnya orang tua mendidikan anak. Orang yang berperan sebagai
pendidik bagi anak di dalam keluarga utamanya adalah ayah dan ibu. Dalam
kelurga luas (extended family), kakek, nenek, paman, bibi, bahkan pembantu
rumah tangga pun turut serta bergaul dengan anak, mereka juga akan turut
mempengaruhi atau mendidik anak.
4. Kelurga merupakan Lingkungan Pendidikan yang Bersifat Wajar atau
Informal
Pendidikan dalam kelurga dilaksanakan atas dasar tanggung jawab kodrati
dan atas dasar kasih sayang yang secara naluriah muncul pada diri orang tua.
Sejak anak itu lahir orang tua sudah terpanggil untuk menolongnya,
melindunginya, dan membantunya. Pelaksanan pendidikan berlangsung tidak
dengan cara- cara yang arti fisial, melainkan secara alamiah atau berlansung
secara wajar. Karena itu, pendidikan dalam keluarga disebut pendidikan
informal.
5. Tujuan dan Isi Pendidikan Dalam Keluarga
Sekalipun tidak ada tujuan pendidikan di dalam keluarga yang di rumuskan
secara tersurat, tetapi secara tersirat di pahami bahwa tujuan pendidikan dalam
keluarga pada umumnya adalah agar anak menjadi pribadi yang mantap,
beragama, bermoral, dan menjadi anggota masyarakat yang baik.
6. Situasi Keluarga Mempengaruhi Pendidikan Anak
16
Berbagai faktor yang ada dan terjadi di dalam keluarga akan turut
menentukan kualitas hasil pendidikan anak. Jenis kelurga, gaya kepemimpinan
oang tua, kedudukan anak dalam urutan keanggotaan keluarga, fasilitas yang ada
dalam keluarga, hubungan keluarga dengan dunia luar, status sosial ekonomi
orang tua, dan sebagainya akan turut mempengaruhi situasi pendidikan dalam
kelurga, yang pada akhirnya akan turut pula mempengaruhi pribadi anak.
7. Karasteristik Lingkungan Pendidikan Informal (Kelurga)
Lingkungan pendidikan tergolong jalur pendidikan informal, adapun
karakteristik antara lain:
Tujuan pendidikannya lebih menekankan pada pengembangan karakter;
Peserta didiknya bersifat heterogen;
Isi pendidikannya tidak terprogram secara formal/ tidak ada kurikulum
tertulis;
Tidak berjenjang;
Waktu pendidikan terjadwal secara ketat, relatif lama;
Cara pelaksanaan pendidikan bersifat wajar;
Evaluasi pndidikan tidak sistematis dan tidak sistematis dan insidental;
Credentials tidak ada dan tidak penting.
b. Sekolah (Lingkungan Pendidikan Formal)
Sekolah adalah suatu satuan (unit) sosial atau lembaga sosial yang secara sengaja
dibangun dengan kekhususan tugasnya untuk melaksanakan proses pendidikan
(Odang Muchtar, 1991 ).
1. Bentuk Sekolah
Sebagai lingkungan pendidikan informal, sekolah dibagi atas tiga jenjang
pendidikan (sekolah), yaitu pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi.
2. Tujuan Pendidikan Sekolah
Sekolah mempunyai tujuan pendidikan sesuai dengan jenjang bentuk dan
jenisnya. Tujuan sekolah dapat anda temukan di dalam sekolah yang
bersangkutan. Tujuan sekolah umumnya adalah memberikan bekal kemampuan
peserta didik dalam mengembangkan kehidupannya sebagai pribadi, anggota
17
masyarakat, warga negara, makhluk Tuhan, serta memprsiapkan peserta didik
untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya.
3. Fumgsi Sekolah
Sekolah memiliki fungsi konservasi dan fungi inovasi. Fungsi konservasi,
yaitu upaya- upaya sekolah dalam melestarikan nilai- nilai sosial- budaya
masyarakat. Sedangkan fungsi inovasi adalah upaya- upaya sekolah dalam rangka
melakukan pembruan di dalam masyarakat. Selain itu sekolah juga memiliki
fungsi personalisasi (individualisasi), sosialisasi, nasionalisasi, universalisasi, dan
profesionalisasi.
4. Kurikulum Sekolah
Di dalam Pasal 36 UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional dinyatakan bahwa kurikulum di susun dengan jenjang pendidikan dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan:
Peningkatan iman dan takwa;
Peningkatan akhlak mulia;
Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
Keragaman potensi daerah dan lingkungan;
Tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
Tuntutan dunia kerja;
Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
Agama;
Dinamika perkembangan global;
Persatuan nasional dan nilai- nilai kebangsaan.
Selanjutnya, pada pasal 37 dikemukakan bahwa kurikulum pendidikan dasar
dan menengah wajib memuat:
Pendidikan agama;
Pendidikan kewarganegaraan;
Bahasa;
Matematika;
Ilmu pengetahuan alam;
Ilmu pengetahuan sosial;
18
Seni dan Budaya;
Pendidikan jasmai dan olahraga;
Ketrampilan dan Kejuruan;
Muatan lokal
Sedangkan pendidikan tinggi wajib memuat;
Pendidikan agama;
Pendidikan kewarga negaraan;
Bahasa, ketentuan mengenai kurikulum sebagaimana di maksud di atas diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Guru perlu memahami latar belakang kelarga peserta didiknya, melalui
jalinan kerja sama yang baik antara guru dengan orang tua anak didik, guru akan
memperoleh berbagai masukan sebagai dasar pertimbangan dalam membantu
peserta didik mengembangkan kepribadiannya. Sebab pada dasarny antara
pendidikan sekolah dan di dalam keluarga tidak boleh ada pertentangan yang akan
merugikan perkembangan anak.
5. Karakteristik Sekolah
Lingkungan pendidikan sekolah tergolong jalur pendidikan formal, adapun
karakteristiknya, antara lain:
Secara faktual tujuan pendidikannya lebih menekankan pada perkembangan
intelektual;
Peserta didiknya bersifat homogen;
Isi pendidikannya terprogram secara formal/ kurikulumnya tertulis;
Terstruktur, berjenjang dan bersinambungan;
Waktu pendidikan terjadwal secara ketat, dan relatif lama;
Cara pelaksanaan pendidikan bersifat formal dan artificial ;
Evaluasi pendidikan dilaksanakan secara sistematis;
Credentials ada dan penting.
c. Masyarakat (Lingkungan Pendidikan Nonformal)
19
Masyarakat adalah sekelompok manusia yang berintegrasi secara
terorganisasi, menenpati daerah tertentu, dan mengikuti suatu cara hidup atau budaya
tertentu. Masyarakat dapat dibedakan dalam berbagai jenis. Jenis masyarakat, antara
lain masyarakat pedesaan (rural community) dan masyarakat perkotaan (urban
community).
1. Masyarakat Sebagai Lingkungan Pendidikan Nonformal
Di dalam lingkungan masyarakat, setiap orang akan memperoleh pengalaman
tentang berbagai hal, misalnya tentang lingkungan alam, tentang hubungan
sosial, politik, kebudayaan, dan sebagainya.
Di dalam lingkungan setiap orang akan memperoleh pengaruh yang sifatnya
mendidik dari orang- orang yang di sekitarnya, baik dari teman sebaya maupun
orang dewasa melalui interaksi sosial secara langsung atau tatap muka.
2. Bentuk Lingkungan Pendidikan Nonformal
Masyarakat sebagai lingkungan nonformal hendaknya kita pahami sebagai
lingkungan pendidikan di luar keluarga dan di luar sekolah. Pendidikan
nonformal dapat terselenggara secara tidak terstruktur dan tidak terjenjang, dapat
pula di selenggarakan secara terstuktur dan berjenjang.
3. Tanggung Jawab dan Fungsi Lingkungan Pendidikan Nonformal
Pendidikan nonformal selain menjadi tanggung jawab pemerintah, juga
menjadi tanggung jawab bersama para orang dewasa (masyarakat) yang ada di
lingkungan masyarakat yang bersangkutan. Pendidika dalam lingkungan
masyarakat dapat berfunfsi sebagai pengganti, pelengkap, penambah, dan
mungkin juga pengembang pendidikan di lingkungan keluarga dan sekolah.
4. Karakteristik Lingkungan Pendidikan Nonformal
Lingkungan pendidikan masyarakat, seperti kursus,kelompok belajar dan
lainnya, tergolong jalur pendidikan nonformal, adapun karakteristiknya antara
lain:
Secara faktualtujuan pendidikannyan lebih menekankan pada pengembangan
ketrampilan praktis;
Peserta didiknya bersifat heterogen;
20
Isi pendidikannya terprogram secara tertulis, dan ada pula yang tidak
terprogram secara tertulis;
Dapat terstruktur, berjenjang dan bersinambungan dan dapat pula tidk
terstruktur, tidak berjenjang dan tidak bersinambungan;
Waktu pendidikan secara terjadwal dan tidak terjadwal , dan relatif singkat;
Cara pelaksanaan pendidikan bersifat formal dan artificial mungkin pula
bersifat wajar ;
Evaluasi pendidikan mungkin dilaksanakan secara sistematis dapat pula tidak
sistematis;
Credentials mungkin ada dan mungki pula tidak ada.
d. Hubungan Keluarga, Sekolah Dan Masyarakat
Pada masyarakat tradisional pendidikan cukup di lingkungan masyarakat saja.
Akan tetapi dalam masyarakat modern, kelurga tidak dapat lagi memenuhi semua
kebutuhan dan inspirasi pendidikan bagi anak- anaknya, baik menyangkut
pengetahuan, sikap, maupun ketrampilan utuk melaksanakannya di dalam
masyarakat.
Kegiatan Belajar 2: Pendidikan sebagai Suatu Proses
a. Pengertian Pendidikan
1. Unsur- unsur Pendidikan
Menurut Suatn Zanti Arbi dan Syahniar Syahrun, 1992/ 1993, Pendidikan
memiliki berbagai unsusr- unsur pendidikan antara lain;
Tujuan pendidikan
Pendidik
Anak didik atau peserta didik
Isi atau materi pendidikan
Metode dan alat pendidikan, serta
Lingkungan pendidikan
2. Proses Pendidikan
Proses pendidikan merupakan interaksi antaraberbagai unsur pendidikan
dalam rangkai mencari tujuan pendidikan. Maksudnya proses pendidikan itu
merupakan kegiatan sosial atau pergaulan antara pendidikan denga peserta didik
21
dengan menggunakan isi atau materi pendidikan, metode, dan alat pendidikan
tertentu yang berlangsung dalam suatu lingkungan untuk mencapai tujuan
pendidikan yang telah ditetapkan.
3. Proses Pendidikan Bukan Proses Pembentukan Seseorang
Proses pendidikan berlangsung dalam suatu kegiatan sosial atau pergaulan
antara pendidikan dengan peserta didik. Karena itu, proses pendidikan tidak boleh
disamakan dengan proses reaksi kimiawi atau proses produksi yang bersifat
mekanistik.
Atas dasar kekuasaannya, memang orang dewasa (pendidik) dapat saja
kehendak hatinya, menentukan tujuan tertentu bagi siswa peserta didik (peserta
didik) dan metode tertentu seorang pendidik dapat memaksa peserta didik untuk
mencapai tujuan tersebut.
4. Proses Pendidikan Sebagai Upaya Pengembangan Potensis Peserta Didik
Atas Dasar Kedaulatan Peserta Didik dan Kewibawaan Pesertadidik
Dalam proses pendidikan, pendidik harus memberi kebebasan kepada
peserta didik untuk tumbuh dan mengembangkan kodrat alamnya. Dalam proses
pendidikan, peranan pendidikan bukanlah membentuk pribadi peserta didik
melainkan memberikan bantuan atau memberikan tuntutan agar peserta didik
tumbuh dan perkembangan sesuai dengan kekuatan lahir batinnya atau kodrat
alamnya. Kewibawaan merupakan syarat mutlak pendidikan sebab hanya atas
dasar hubungan kewibawaan, peserta didik akan mengikuti atau menurut kepada
pendidik. Dasar hubungan sesuai dengan kodrat alamnya.
b. Proses Pendidikan Berlangsung Dalam Pergaulan (Interaksi Sosial)
1. Pergaulan dan Jenis- jenisnya
Ada berbagai jenis pergaulan di tinjau berdasarkan pelakunya, pergaulan
dapat dibedakan menjadi 3 jenis yakni :
Pergaulan orang dewasa dengan orang dewasa
Pergaulan orang dewasa denga anak atau orang yang belum dewasa
Pergaulan anak dengan anak
22
Dalam setiap pergaulan akan mencipta situasi tertentu yaitu suatu keadaan,
bentuk, dan tujuan tindakanyang terdapat dalam pergaula, pergaulan secara umum
dapat membedakan menjadi 2 macam sebagai berikut :
Situasi pendidikan bisa atau situasi pergaulan bukan pendidikan.
Situasi pendidikan.
Menurut pernyataan M.J. Langeveld. 1980 mengemukakan 2 ciri karakteristik
pergaulan yang mengandung situasi pendidikan dalam rangka proses pendidikan
yaitu :
Bahwa dalam pergaulan orang berusaha mempengaruhi
Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa atau di ciptakan pleh orang
dewasa, seperti sekolah, buku, peraturan, pola hidup sehari-hari yang
ditunjukan kepada anak agar mencapai kedewasaan.
Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa atau di ciptakan pleh orang dewasa,
seperti sekolah, buku, peraturan, pola hidup sehari-hari yang ditunjukan kepada
anak agar mencapai kedewasaan.
2. Sifat- sifat yang Harus Diperhatikan dalam Mengubah Situasi Pergaulan
Biasa Menjadi Situasi Pendidikan
Menurut Langaveld, 1980 mengemukakn dua sifat yang herus di perhatikan
apabila pendidik akan mengubah situasi pergaulan biasa menjadi situasi
pendidikan. Yaitu :
Kewajaran (wajar)
Mengubah situasi pergaulan biasa menjadi situasi pendidikan
hendaknya dilakukan secara wajar agar tidak tanpak jelas kesengajaan
oleh anak peserta didik sekalipun sesungguhnya mengubah setuasi
pergaulan itu sengaja diciptakan oleh pendidik.
Ketegasan (tegas)
Pergaulan setuasi seperti ini dapat memberikan kejelasan bagi anak
didik tentang apa yang positif di kehendaki oleh pendidik, agar anak
menyadari bahwa ia melakukan hal hal yang sifat negatif tidak bleh
dilakukan.
23
3. Kepercayaan sebagai Syarat Teknik Proses Pendidikan
Dalam pengubahan situasi pergaulan biasa menjadi situasi pendidikan
sebagaimna di kemukakan berbagai hal yang baik dan berguna bagi anak didik
“dimasukan” kedalam pergaulan oleh pendidik dikeluarkan dan mengawasi.
Semua ini merupakan indikasi bahwa anak didik tidak lagi percaya bahwa
pendidikan merupakan orang yang menyayanginya, orang yang baik, orang yang
dapat memberikan bantuan dan sebagainya.
Pergaulan antara orang dewasa dengan anak atau atau orang yang belum atau
orang yang belum dewasa mengandung kemungkinan untuk memunculkan setuasi
pendidikan. Pergaulan anak dengan anak akan tetapi akan di tinggalkan sebagai
pergaulan biasa.
c. Hubungan Kewibawaan Dalam Proses Pendidikan
Kewibawaan (kewibawaan pendidikan) adalah suatu kekuatan atau kelebihan
pribadi pendidik yang di akui dan diterima secara sadar dan tulus oleh anak didik
sehingga anak didik dengan kebebasannya mau menuruti pengaruh pendidik.
Menurut M.J. Langeveld (1980) dalam hubungan kewibawaan ada beberapa
faktor :
Kasih sayang terhadap anak
Kepercayaan bahwa anak akan mampu dewasa
Kedewasaan
Identitas terhadap anak
Tanggung jawab pendidikan
Ada faktor kepenurutan dan menurutnya anak peserta didik kepada pendidik yakni:
Kemampuan anak dalam memahami bahasa
Kepercayaan anak kepada pendidik
Kebebasan anak untuk menentukan sikap, perbuatan dan masa depannya
Identifikasi
Imitasi dan simpati
24
Pendidkan seharusnya orang dewasa adalah orang dewasa artinya orang yg
menentukan diri atas tanggung jawab sendiri. Kedewasaan ini mempunyaidua arti
kedewasaan yaitu :
Individu artinya bahwa orang dewasa itu telah menjadi manusia tertentu
Sebagai kesatuan nilai-nilai dan norma-norma yang di identifikasikan oleh
manisia
Orang dewasa adalah orang yang sudah jelas siapa sesungguhnya dya; ia
mempunyai kelebihan pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai, dan norma di banding
anak, yang sudah di realisasikan dari setiap perbuatannya.
Hasil dasi kepenurutan yang bersifat aktif inilah yang disebut sebagai hasil upaya
pendidikan yang sesungguhnya, sebab dengan demikian anak mencapai
kedewasaannya. Kewibaan sangat diperlukan dan harus ada dalam pendidikan. Ada
dua alasan mengenai harus adanya kewibawaan dalam pergaulan pendidikan:
Apabila kewibawaan tidak ada maka suatu perintah, ajakan, petunjuk, dan
tindakan- tindakan lainnya dari pendidik akan di turuti oleh anak hanya atas
dasar “ pengaruh keterikatan anak kepada pendidiknya”.
Apabila kewibawaan tidak ada maka kepenurutan anak akan terjadi berkat
pemhaman anak atas pengalamanya sendiri.
Tanggung Jawab Pendidikan. Dari semua uraian di atas, dapat kita pahami bahwa
dalam situasi pendidikan yang terjadi dalam pergaulan antara orang dewasa
(pendidik) dengan anak didik (orang yang belum dewasa atau peserta didik) pada
awalnya tanggung jawab berada pada orang dewasa (pendidik). Dapat dipahami pula
bahwa kewibawaan itu bersifat bipolaritet atau berada pada keeganagan polair (M. J.
Lavengeveld, 1980), yaitu di satu pihak pendidik menuntut kepenurutan dari anak
didik, di pihak lain pendidik mengakui bahwa anak didik harus mampu berdiri
sendiri. Namun demikian, hal ini dalah wjar adanya dan dapat di selesaikan denagn
syarat adanya percaya mempercayai antara pendidik dan anak didik yang muncul atas
dasar kasih sayang.
D. BAB IV: AGERAKAN-GERAKAN PENDIDIKAN
25
Kegiatan Belajar 1: Progresivisme dan Esensialisme
a. Progresivisme
1. Latar Belakang
Progresivisme adalah gerakan pendidikan yang dilakukan oleh suatu
perkumpulan yang dilandasi konsep-knsep filsafat tertentu, dan sanagt
berpengaruh dalam pendidikan bangsa Amerika pada permulaan abad ke-20.
Perkumpulan Pendidikan Progresivisme (The Progressive Education Association)
didirikan pada tahun 1918, selama 20 tahun atau lebih Progresivisme merupakan
“jiwa” yang merasuki pendidikan bangsa Amerika.
Progresivisme memberikan perlawan terhadap formalisme yang berlebihan
dan membosankan dari sekolah atau pendidikan yang tradisional. Contohnya,
progresivisme menolak pendidikan yang bersifat otoriter, menolak penekanan atas
disiplin yang keras, menolak cara belajar yang bersifat pasif, menolak konsep dan
cara-cara pendidikan yang hanya berperan untuk mentransfer kebudayaan
masyarakat kepada generasi muda dan berbagai hal lainnya. Progresivisme anti
terhadap otoritarianisme dan absolutism dalam berbagai bidang kehidupan.
Progresivisme melancarkan suatu gerakan untuk perubahan sosial dan budaya
dengan penekanan pada perkembangan individual dan mencakup cita-cita seperti
cooperation, sharing, dan adjustment. Sebab itulah Progresivisme menjadi
popular, banyak para guru di Amerika pada saat itu menjadi pendukungnya.
Pada awal tahun 1944 The Progressive Education Association diusulkan
untuk berubah nama menjadi The American Education Fellowship. Progresivisme
mengalami kemunduran setelah Uni Soviet meluncurkan Sputnik. Namun
demikian, gerakan ini tidaklah mati, sebab masih terus dilanjutkan melalui kerja
individual oleh para pendukungnya seperti dilakukan oleh ; George Axtelle,
WWilliam O. Stanley, Ernest Bayles, Lawrence G. Thomas, dan Frederich C.
Neff.
2. Filsafat Pendukung yang Melandasi
Progresivisme didukung atau dilandasi oleh filsafat Pragmatisme dari John
Dewey(1859-1952). Dewey memang merupakan orang yang paling dikenal
mempengaruhi dan berperan dalam rangka pendirian serta perkembangan
26
Progresivisme. Apabila ditelusuri, konsep-konsep filsafat yang mendasari
progresivisme bahkan berasal dari para filsuf yang hidup pada zaman Yunani
Kuno dan para filsuf lainnya yang hidup kemudian, seperti Heraklitos (536-470
SM), Socratos(470-399 SM), Phitagoras (480-410 SM), W. James (1842-1910),
Francis Bacon (1561-1626), Jean Jascues Rousseau (1712-1778), Immanuel Kant
(1724-1804), Hegel (1770-1831). Selain itu tokoh-tokoh pelopr bangsa Amerika,
seperti Benjamin Franklin, Thomas Paine, dan Thomas Jefferson pun telah
mempengaruhi perkembangan Progresivisme.
3. Pandangan Ontology
a. Evolusionistis dan Pluralistis
Progresivisme bersifat anti metafisika. Alam semesta yang disebut
dunia memang diakui adanya sebagai suatu realita, teatapi hal ini tidak
dipandang sebagai sesuatu yang bersiafat substansial. Realitas tidak
ditafsirkan sebagai spirit, atau ide, atau atom, atau tanah yang tergolong
kedalam doktrin metafisika melainkan ditafsirkan sebagai suatu kenyataan
dimana manusia berada, hIdup, dan proses kehidupan terus berlangsung.
Progresivisme memandang eksistensi alam atau dunia dari sudut prosesnya.
b. Manusia
Progresivisme memandang manusia sebagai subyek yang bebas dan
memiliki potensi inteligensi (akal dan kecerdasan) sebagai instrument untuk
mampu menghadapi dan memecahkan berbagai masalah sehingga ia memiliki
kemampuan untuk menghadapi dunia dan lingkungan hidupnya yang
multikompleks berubah dan berkembang. Intelegensi adalah alat untuk hidup,
untuk kesejahteraan, untuk mengembangkan kepribadian manusia.
c. Pengalaman sebagai realitas
Pengalaman adalah cirri dinamika hidup, sedangkan hidup adalah
perjuangan, tindakan dan perbuatan, oleh sebab itu maka pengalaman adalah
perjuangan pula. Oleh karena hakikat realitas pada hakikatnya terus berubah,
hidup pun selalu berubah. Dalam konteks ini bahwa kesempatan, sesuatu
yang tidak terduga-duga, sesuatu yang baru dan sesuatu yang tak teramalkan
selalu ikut peran dalam berbagai peristiwa kehidupan. Hidup penuh
27
tantangan dan masalah yang harus diselesaikan. Manusia, sebagaimana juga
makhluk lain, akan tetap hidup dan berkembang jika ia mampu berjuang
mengatasi tantangan dan masalh yang dating silih berganti dalam proses
perubahan yang sering terjadi. Asas ontology ini jelas didasarkan ats
pengalaman karena itu jelas bersumber dari teori evolusi.
Pengalaman manusia mempunyai 4 karakteristik yaitu :
1) Pengalaman itu spatial : pengalaman selalu terjadi di suatu tempat
tertentu dalam lingkungan hidup manusia.
2) Pengalaman itu temporal: sebagaimana alam, kebudayaan,
pengalamanpun selalu mengalami perkembangan dan perubahan dari
waktu ke waktu.
3) Pengalaman itu dinamis: hidup selalu dinamis menuntut adaptasi dan
readaptasi dalam sebuah variasi perubahan yang terjadi terus-menerus.
4) Pengalaman itu pluralistis: pengalaman itu terjadi seluas adanya
hubungan dan antaraksi dalam mana individu terlibat.
d. Pengalaman dan pikiran
Manusia memiliki fungsi-fungsi jiwa yang dikenal sebagai pikiran
(mind) sehingga ia mempunyai berbagai potensi intelegensi seperti
kecerdasan,kemampuan mengingat, imajinasi, membuat lambang atau symbol,
menghbung-hubungkan, merumuskan, memecahkan masalah, mempunyai
gambaran masa depan. Semua itu memberikan kemungkinan ia dapat
berkomunikasi atau dapat berhubungan dengan orang lain dan lingkungan lain
yang lebih luas. Dalam kegiatan sehari-hari, pikiran memberikan isi dan
kemungkinan untuk berbuat.
Sebagaimana telah dikemukakan terdahulu, pengalaman terjadi bila
berlangsung interaksi antara individu dengan lingkungannya. Pengalaman
merupakan bagian perjuangan untuk hidup karena itu pengalaman menjadi
berarti bagi manusia apabila dapat memberikan sumbangan bagi perjuangan
tersebut. Untuk itu pengalaman harus diolah oleh pikiran. Sebaliknya, pikiran
bukanlah sesuatu yang atang dengan sendirinya, melainkan harus diuji dalam
pengalaman.
28
4. Pandangan Epistemologi
a. Sumber pengetahuan
Progresivisme mengajarkan bahwa pengetahuan dapat diperoleh
melalui pengalaman di mana manusia kontak langsung dengan segala realita
dalam lingkungan hidupnya atau juga melalui pengalaman secara tidak
langsung yaitu melalui catatan-catan yang diwariskan seperti buku atau
literature lainnya.
b. Kriteria “kebenaran”
Suatu pengetahuan dikatakan benar apanila dapat diverifikasi dan
diaplikasikan atau diimplementasikan dalam kehidupan, adapun criteria
kebenaran adalah workability (dapat dipraktikan, satisfaction (memuaskan)
dan result (memberikan hasil).
c. Sifat pengetahuan: relatif dan berubah
Penegtahuan diperoleh melalui pengalaman tentang fenomena karena
fenomena realitas hakikatnya adalah berubah maka pengetahuan dan
kebenaran pengetahuan pun akan berubah dan ini berarti juga bersifat relative.
Bagaimanapun, pengetahuan dan kebenaran pengetahuan hari ini harus juga
dipertimbangkan mungkin berubah esok hari.
5. Pandangan Aksiologi
a. Sumber nilai: kondisi riil manusia/pengalaman
Progresivisme menafsirkan hakikat nilai (etika) secara empiris, yaitu
berdasarkan pengalaman atau kondisii riil manusia. Nilai tidak diturunkan dari
sesuatu yang bersifat nonempiris atau yang bersifat super natural, seperti
Wahyu Tuhan.
b. Sifat nilai : berada dalam proses, relative, kondisiona, memiliki kualitas
social, dan idifidual, serta dinamis.
Nilai tidak bersifat eksklusif, tidak berdiri sendiri, melainkan ada dan
selalu ada dalam proses, yaitu dalam perbuatan manusia. Oleh karena
perbuatan manusia selalu di arahkan untuk mencapai tujuan tertentu, misalnya
untuk survive maka progresifisme tidak membedakan dan tidak memisahkan
antara nilai intristik dengan nilai instrumental.
29
Nilai memiliki kualitas social: pada dasarnya semua nilai merupakan
produk dari kenyataan social. Contohnya : nilai kesehatan di pahami indifidu
berkat antar hubungan dengan indifidu-indifidu lainnya di dalam masyarakat.
Dalam konteks inilah nilai-nilai memiliki kualitas individual, dan hal ini
mengimplikasikan adanya sifat perubahan dan perkembangan nilai karena itu
nilai bersifat dinamis.
c. Kriteria nilai: Berguna adalah baik
Sesuatu dikatakan baik apabila berguna dalam praktik hidup dan
kehidupan, adapun sesuatu di katakana berguna jika bermakna untuk
kehidupan yang intelligent, yaitu hidup yang sukses, produktif dan bahagia
(Callahan and Clark, 1983)
d. Demokrasin Sebagai Nilai
Progresivisme memandang demokrasi sebagai nilai ideal yang wajib
dilaksanakan dalam semua bidang kehidupan.. Secara axiologis, demokrasi
terutama merupakan nilai instrumental dari nilai intrinsic. Dalam arti ideal,
demokrasi adalah jalan menuju kebahagiaan. Demokrasi adalah nilai
individual sekaligus nilai social. Dengan demokrasi tiap individu memiliki
hak asasi, kemerdekaan dan kesempatan untuk mengembangkan kepribadian,
Self Realizasion. Sekaligus dengan demokrasi tiap indifidu mengemban
kewajiban untuk menghormati individu lain, untuk memikul tanggung jawab
social. Nilai pelaksanaan asas demikian akan di nikmati baik oleh indiviu
maupn oleh masyarakat (Negara, bangsa) bahkan oleh umat manusia (M.
Noor Syam, 1984)
6. Pandangan tentang Pendidikan
a. Pendidikan
Menurut progresivisme pendidikan selalu dalam
prosesperkembangan.kualitas khusus pendidikan bukan ditentukan oleh
aplikasi standar-standar yang menetap mengenai kebaikan, kebenaran dan
keindahan, melainkan memandang pendidikan sebagai suatu rekontruksi
pengalaman yang terus-menerus.
30
Progresivist memandang education as cultural transition. Pendidikan
adalah lembaga yang mampu membina manusia untuk dapat menyesuaikan
diri dengan perubahan-perubahan cultural dan tantangan-tantangan zaman
demi survive-nya manusia (M. Noor Syam,1984)
b. Tujuan pendidikan
Tujuan dalam progressive adalah agar peserta didik memiliki
kemampuan memecahkan berbagai masalah baru dalam kehidupan social atau
dalam berinteraksi dengan lingkungan sekitar yang berada dalam proses
perubahan dan membantu peserta didik menjadi warga Negara yang
demokratis.
c. Sekolah
Progresivisme menentang pemisah antara sekolah dan masyarakat
karna manusia dan lingkungan saling berpengaruh satu sama lain. Dewey
memandang sekolah sebagai suatu masyarakat demokratis dalam ukuran kecil
yang murid-muridnya dapat belajar dan mempraktikan ketrampilan yang
diperlukan untuk hidup dalam suasana demokrasi.
d. Kurikulum : child center, community centered, experience centered,
flexible, interdisipliner.
Kurikulum tidak ada yang universal, melainkan berbeda-beda sesuai
kondisi yang ada, sesuai sifat-sifat peserta didik. Kurikulum hendaknya
bersumber dari kehidupan yang riil dan wajar yaitu dari lingkungan.
Kurikulum bersifat fleksible, statis, mungkin berubah atau dapat direvisi.
Kurikulum yang ideal hendaknya interdisipliner yang dihasilkan dalam bentuk
pertanyaan dan pengalaman anak didik. Dengan demikian, mata pelajaran
hanyalah alat untuk memecahkan berbagai masalah dan buku sebagai alat
proses belajar.
e. Metode
Yang diutamakan adalah metode pemecahan masalah, metode
penyelidikan dan penemuan. Guru harus memberi kesempatan,bersahabat,
membimbing,berpandang terbuka, kreatf, bermasyarakat, antusias,
cooperative dan sincere.
31
f. Peranan guru dan peserta didik
Guru berperan sebagai penyedia berbagai pengalaman yang akan
memunculkan motivasi belajar,pemandu, perencana tujuan individual atau
kelompok untuk memecahkan masalah,memimpin dan membimbing
pengalaman belajar tanpa terlalu ikut campur terlalu jauh atas minat dan
kebutuhan peserta didik. Peserta didik memiliki kemampuan berpikir,
menjelajahi kebutuhan, masalah dan minatnya.
b. Essensialisme
1. Latar Belakang
Essensial berusaha mencari dan mempertahankan hal-hal yang esensial yaitu
suatu yang bersifat inti atau hakikat fundamental. Essensialisme tergolong
tradisionalisme. Menurut Essensialisme pendidikan harus bersendikan nilai-nilai
yang dapat mendatangkan kestabilan. Essensialisme berakar pada dua aliran
filsafat yaitu idealisme dan realisme.
2. Filsafat pendukung/yang melandasi
Essensialisme didukung oleh filsafat idealisme dan realisme. Contoh filsuf
besar realisme yaitu Aristoteles pada zaman klasik dan David Hume pada zaman
modern. Contoh filsuf idealism yaitu plato pada zaman klasik dan Leibniz pada
zaman modern. Essensialisme adalah konsep yang meletakan sebagaian dari cirri-
ciri pikiran modern.
3. Pandangan Ontologis
Pandanga ontologism essensialisme merupakan suatu konsepsi bahwa dunia
atau relita dikuasai oleh tata tertentu yang mengatur dunia beserta isinya. Konsep
tata atau orde menurut realisme dan idealisme diuraika sebagai berikut :
a. Ontology Idealisme. Plato meyakini adanya dunia ideal yang abadi dan dunia
material yang temporal serta fana. Realitas adalah pikiran yang mutlak yang
mengekspresikan dirinya dalam dunia luar karena itu hukum pikiran adalah
hukum realitas.
b. Ontology Realisme. Ralisme pendukung essensialisme adalah realism objektif
artinya berada diluar subyek atau manusia dan independen dari pikiran
32
manusia. Manusia memiliki intelegensi. Dalam keevolusi kehidupan
intelegensi adalah alat adaptasi manusia terhadap perubahan lingkungan.
4. Pandangan Epistemologis
a. Epistemology Idealisme
Sumber pengetahuan. Kemampuan manusia untuk berpikir logis,
dalam mengambil kesimpulan yang valid adalah suatu perwujudan proses
yang sistematis yang juga kita temukan dalam makrosmos. Sekalipun
kesadaran manusia kesadaran manusia bersifat terbatas jika manusia tak dapat
mengetahui hokum universal makrosmos, ia sesungguhnya dapat memahami
melalui mikrosmos.
b. Epistemology Realisme
Sumber pengetahuan. Sumber pengetahuan adalah dunia luar subjek,
pengetahuan diperoleh dari pengalaman atau pengamatan. Criteria kebenaran.
Suatu pengetahuan dikatakan benar jika pengetahuan itu sesuai dengan
realitas eksternal dan independen.
5. Pandangan aksiologis
a. Aksiologis idealisme
Idealisme nilai hakikatnya diturunkan dari realitas absolute, karena
itu nilai-nilai adalah abadi. Idealisme mungkin melandasi totalitarianisme,
mungkin juga mendukung demokrasi.
b. Aksiologi realisme
Para filsuf percaya bahwa standar tingkah laku manusia diatur oleh
hukum alam dan pada taraf yang lebih rendah diatur melalui konvensi atau
kebiasaan, adat-istiadat di dalam masyarakat. Moral berasal dari adat istiadat,
kebiasaan atau kebudayaan masyarakat.
6. Pandangan tentang pendidikan
a. Pendidikan
Pendidikan merupakan upaya untuk memelihara kebudayaan.
Pendidikan harus didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada
sejak awal peradaban umat manusia.
b. Tujuan pendidikan
33
Pendidikan bertujuan mentransmisikan kebudayaan untuk menjamin
solidaritas social dan kesejahteraan umum.
c. Sekolah
Sekolah yang baik adalah sekolah yang berpusat pada masyarakat
“society centered school”, yaitu sekolah yang mengutamakan kebutuhan dan
minat masyarakat.
d. Kurikulum
Kurikulum direncanakan dan diorganisasikan oleh orang dewasa atau
guru sebagai wakil masyarakat, society centered. Kurikulum terdiri atas
berbagai mata pelajaran yang dipandang esensial.
e. Metode
Pendidikan Essensialisme menyarankan agar sekolah mempertahankan
metode tradisional yang berhubungan dengan disiplin mental.
f. Peranan guru dan peserta didik
Guru berperan sebagai mediator antara dunia masyarakat atau orang
dewasa dengan dunia anak. Peranan peserta didik adalah belajar, bukan untuk
mengatur pelajaran.
Kegiatan Belajar 2: Perenialisme dan Konstruktivisme
a. Perenialisme
1. Latar Belakang
Watak umum Perenialisme terkandung dalam makna asal katanya
“perenis”(bahasa latin) atau “perenial”(bahasa inggris) yang berarti tumbuh terus
melalui waktu, hidup terus dari waktu ke waktu atau abadi. Perenialisme muncul
atau berkembang sebagai reaksi dan solusi yang diajukan atas terjadinya suatu
keadaan yang disebut krisis kebudayaan dalam kehidupan manusia modern.
2. Filsafat Pendukung/yang Melandasi
Perenialisme dilandasi atau didukung oleh Idealisme (Plato), Realisme
(Aristoteles), Humanisme Rasional dan Supernaturalisme (Thomas Aquinas).
3. Pandangan Ontologis
34
Menurut Perenialisme manusia terutama membutuhkan jaminan bahwa
realitas bersifat universal, realitas bertujuan akhir kepada Tuhan (asas
supernatural), mempunyai bentuk dan materi (hylemorphisme). Dalam
pengalaman, ditemukan individual thing dan di dalam individual thing, ditemukan
hal-hal yang kebetulan (accident). Di dalam realitas terdapat sifat asasi sebagai
identitas (esensi),yaitu wujud hakiki dari suatu realita yang membedakan
jenisnya.
4. Pandangan Epistemologi
Pengetahuan diperoleh manusia melalui berpikir deduktif sehingga harus
bersandar pada self-evidence. Perenialisme mengakui adanya hubungan antara
science dengan filsafat, tetapi filsafat mempunyai kedudukan lebih tinggi karena
science mempunyai ketergantungan kepada filsafat untuk mendapatkan asas-asas
mendasar yang diperlukan
5. Pandangan Aksiologi
Hal yang Absolut atau Ideal (Tuhan) adalah sumber nilai dab oleh karena itu
nilai selalu bersifat teologis.
6. Pandangan tentang Pendidikan
a. Pendidikan
Perenialisme memandang pendidikan sebagai cultural
regression(pendidikan sebagai jalan kembali. Prinsip-prinsip pendidikan
bersifat universal dan abadi dan pendidikan dipandang sebagai suatu
persiapan untuk hidup.
b. Tujuan pendidikan
Tujuan pendidikan adalah membantu peserta didik menyingkap dan
menginternalisasikan nilai-nilai kebenaran yang abadi agar mencapai
kebijakan dan kebaikan dalam hidup.
c. Sekolah
Sekolah merupakan lembaga tempat latihan elit intelektual yang
mengetahui kebenaran dan msuatu waktu akan meneruskannya kepada
generasi pelajar yang baru.
d. Kurikulum
35
Kurikulum pendidikan bersifat subject centered atau berpusat pada
materi pelajaran yang bersifat uniform, universal, dan abadi.
e. Metode
Metode yang biasa digunakan dalam pendidikan, yaitu membaca dan
diskusi.
f. Peranan guru dan peserta didik
Guru harus mempunyai aktualitas yang lebih sebagai perantara antara
dunia dengan jiwa anak.
b. Konstruktivisme
1. Latar Belakang
Konstruktivisme adalah aliran filsafat yang tema utamanya adalah berkenaan
dengan hakikat pengetahuan. Konstruktivisme berimplikasi terhdap pendidikan,
khususnya dalam bidang pendidikan sains dan matematika. Ada 3 jenis
Konstruktivisme, yaitu a) Konstruktivisme Psikologis Personal yang menekankan
bahwa pribadi sendiri yang mengonstruksikan pengetahuan; b) Konstruktivisme
Sosiologis yang lebih menekankan masyarakat sebagai pembentuk pengetahuan;
dan c) Sosiokulturalisme yang mengakui baik peranan aktif personal maupun
masyarakat dan lingkungan dalam pembentukan pengetahuan.
2. Filsafat Pendukung/yang Melandasi
Gagasan pokok konstruktivisme dimulai oleh Giambatista Vico, seorang
epistemolog dari Italia, yang merupakan cikal bakal konstruktivisme.
3. Pandangan Ontologi
Menurut Konstruktivisme, manusia tidak pernah dapat mengerti realitas yang
sesungguhnya secara ontologis karena konstruktivisme memang tidak bertujuan
mengerti realitas, tetapi lebih hendak melihat bagaimana manusia menjadi tahu
akan sesuatu.
4. Pandangan Epistemologi
a. Sumber pengetahuan
Bagi Konstruktivisme, sumber pengetahuan berasal dari dunia luar
tetapi dikonstruksikan dari dalam diri individu. Pengetahuan bukanlah suatu
36
gambaran dunia kenyataan yang ada, melainkan hasil konstruksi atau
bentukan kenyataan melalui kegiatan subjek.
b. Kriteria kebenaran
Kebenaran pengetahuan diletakkan pada viabilitas. Dengan kriteria ini
maka pengetahuan manusia ada taraf atau tingkatannya.
c. Sifat pengetahuan
Pengetahuan memiliki sifat :
1) Pengetahuan lebih menunjuk pada pengalaman seseorang akan dunia itu
sendiri
2) Pengetahuan tidak dapat ditransfer begitu saja dari seseorang kepada
orang lain
3) Pengetahuan adalah suatu proses yang terus berkembang
4) Pengetahuan bersifat relative
5. Pandangan tentang Pendidikan
a. Pendidikan (mengajar)
Mengajar bukan memindahkan pengetahuan dari guru kepada murid,
melainkan suatu kegiatan yang memungkinkan siswa membangun sendiri
pengetahuannya.
b. Tujuan Pendidikan (pengajaran)
Tujuan pengajaran konstruktivisme lebih menekankan pada
perkembangan konsep dan pengertian (pengetahuan) yang mendalam sebagai
hasil konstruksi aktif pelajar.
c. Kurikulum
Kurikulum adalah program aktivitas di mana pengetahuan dan
keterampilan dikonstruksikan atau permasalahn yang perlu dipecahkan oleh
siswa untuk lebih mengerti
d. Metode
Berbagai metode harus dipertimbangkan dan digunakan untuk
membantu pelajar untuk belajar.
e. Peranan Guru dan Peserta Didik
37
Guru dan pelajar (peserta didik) lebih sebagai mitra uang bersama-
sama dalam membangun pengetahuannya.
E. BAB V: KONDISI PENDIDIKAN DI INDONESIA
Kegiatan Belajar 1: Kondisi Pendidikan di Indonesia
a. Kondisi Pendidikan sebelum Kemerdekaan
Dalam pembelajaran ini akan mengkaji kondisi pendidikan sebelum
kemerdekaan, yang meliputi zaman purba, zaman kerajaan Hindu-Buddha, zaman
kerajaan Islam, pengaruh Portugis dan Spayol, zaman kolonial Belanda, zaman
pendukung Jepang, kondisi pendidikan periode 1945-1969 serta kondisi pendidikan
pada PJP I (1969-1983).
1. Zaman Purba
Latar Belakang Sosial Budaya. Pada zaman ini kebudayaan yang
berkembang pada penduduk asli disebut kebudayaan Paleoliti(kebudayaan lama
atau tua), seperti suku Kubu, Wedda, dan Negrito. Sedangkan kebudayaan nenek
moyang bangsa Indonesia pada kurang lebih 1500 SM disebut kebudayaan
Neolitis (kebudayaan baru), seperti di pedalaman Kalimantan dan Sulawesi. Ciri-
ciri kebudayaannya adalah tergolong kebudayaan maritim.
Kondisi Pendidikan. Tujuan pendidikan adalah agar generasi muda dapat
mencari nafkah, membela diri dan hidup bermasyarakat, yaitu mempunyai
semangat gotong royong, menghormati para empu, dan taat terhadap adat.
Kurikulum pendidikannya meliputi pengetahuan, sikap, dan keterampilan
mengenai keagamaan melalui upacara-upacara keagamaan dalam rangka
menyembah nenek moyang. Keterampilan mencari nafkah (laki-laki) dengan cara
mengikutsertakan mereka dalam memburu, menangkap ikan, mencari buah atau
umbi-umbian, dan hidup bermasyarakan serta bergotong royong melalui
kehidupan riil dalam kehidupan masyarakatnya.
2. Zaman Kerajaan Hindu-Buddha
Latar Belakang Sosial Budaya. Sejarah Indonesia bahwa nenek moyang
kita pada umumnya tinggal di daerah subur dekat pesisir pantai. Mereka pada
akhirnya melakukan hubungan perdagangan dengan orang-orang dari India yang
singgah dari perjalanannya. Hubungan dagang mereka semakin meningkat.
38
Kondisi Pendidikan. Pada zaman ini sebagaimana di kerajanaan
Tarumanegara, Kutai, selain telah dilangsungkannya pendidikan informal di
dalam keluarga masing-masing, juga sudah berkembang pendidikan yang
lembaganya berbentuk Perguruan atau Pesantren.
Pada awalnya yang menjadi pendidik (guru atau pandita) adalah kaum
Brahmana, kemudian lama-kelamaan para empu menjadi guru menggantikan
kedudukan para Brahmana. Ada tingkatan guru pertama, guru (perguruan)
keraton, yang menjadi murid-muridnya adalah para anak raja dan bangsawan,
kedua adalah guru (perguruan) pertapa, yang menjadi murid-muridnya berasal
dari kalangan rakyat jelata.
Tujuan pendidkan umumnya agar para peserta dididik menjadi penganut
agama yang taat, mampu hidup bermasyarakat sesuai tatanan masyarakat yang
berlaku pada saat itu, mampu membela diri dan membela negara. Kurikulum
pendidikannya meliputi agama, bahasa sansekerta, keterampilan.
Pada zaman berkembangnya agama Buddha yang berpusat di kerajaan
Sriwijaya, Palembang, telah terdapat “Perguruan Tinggi Buddha”. Selain dalam
negeri, murid-muridnya juga berasal dari Tiongkok, Jepang dan Indocina.
Darmapala sangat terkenal sebagai maha guru Buddha. Perguruan-perguruan
Buddha meyebar ke seluruh wilayah kekuasaan pusat-pusat pendidikan agama
Buddha
3. Zaman Kerajaan Islam
Latar Belakang Sosial Budaya. Dengan berlangsungnya perdagangan
bertaraf internasional berdatanganlah ke negeri kita para saudagar beragama
Islam. Melalui mereka para raja dan masyarakat pesisir memeluk agama Islam.
Sama halnya dengan zaman Hindu-Buddha, pemerintahan dipimpin oleh
raja. Umumnya masyarakat tidak menganut stratifikasi sosial berdasarkan kasta.
Sesuai ajaran islam masyarakat tidak membedakan manusia berdasarkan kasta
atau keturunan. Sekalipun zaman ini masih terdapat kelompok raja dan para
bangsawan disatu pihak, dan kelompok rakyat jelata dipihak lain, namun
feodalisme dikalangan masyarakat pada umumnya sudah mulai terkikis.
39
Kondisi Pendidikan. Pada umumnya pendidikan bertujuan untuk
menghaslkan manusia yang taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa melalui
pelaksanaan iman dan amal. Selain berlangsung di dalam keluarga, pendidikan
berlangsung di lembaga-lembaga lainnya, yaitu di langgar-langgar, mesjid dan
pesantreen.
Pendidikan adalah hak semua orang, bahkan semua orang wajib mendidik
diri (bekajar). Jadi pendidikan saat ini bersifat demokratis, tidak otokratis, seperti
zaman kerajaan Hindu. Metoode atau cara-cara pendidikan dilakukan dengan
metode yang bervariasi, tergantung dengan sifat materi pendidikan, tujuan, dan
peserta didiknya. Contohya metode yang sering digunakan adalah ceramah atau
tabligh (wetonan) untuk menyampaikan materi ajar bagi orang banyak. Cara-cara
belajar dilakukan pula melalui nadoman atau lantunan lagu.
4. Zaman Pengaruh Portugis dan Spanyol
Latar Belakang Sosial Budaya. Pada awal abad ke-16 yang datang ke
negeri kita adalah bangsa Portugis, kemudian disusul dengan bangsa
Spanyol.selain untuk berdagang kedatangan mereka juga disertai oleh
missionaris yang bertugas menyebarkan agama katolik. Pada akhir abad ke-16
mereka meninggalkan negeri ini karena sering mendapatkan pemberontakan
terutama dari sultan Ternate karena perdagangan rempah-rempah sudah tidak
menguntungkan lagi, dan karena kalah dalam peperangan melawan Belanda.
Kondisi Pendidikan. Pengaruh bangsa portugis dalam bidang pendidikan
utamanya berkenan dengan penyebaran agama katolik. Demi kepentingan
tersebut, tahun 1536 mereka mendirikan sekolah (seminari) di Ternate.
Kurikulum pendidikannya adalah pelajaran agama katolik, membaca, menulis
dan berhitung.
5. Zaman Kolonial Belanda
Latar Belakang Sosial Budaya. Bangsa Belanda datang di negeri kita pada
tahun 1596. Mereka datang dengan tujuan untuk berdagang, mereka mendirikan
VOC pada tahun 1602. Oleh karena VOC merupakan badan perdagangan milik
orang-orang Belanda yang beragama pprotestan, maka selain berusaha
menguasai daerah untuk berdagang, juga untuk menyebarkan agama
40
Protestan.kekuasaan VOC akhirnya diserahkan pada pemerintah negeri Belanda,
implikasinya sejak tahun 1800-1942 dan negara kita menjadi jajahan Belanda.
Karakteristik kondisi sosial budaya pada zaman ini, antara lain:
a. berlangsungnya penjajahan, kolonialisme.
b. berlangsung monopoli perdagangan
c. terdapat stratifikasi sosial berdasarkan ras atau suku bangsa.
Sejak berkuasanya bangsa Belanda, bangsa kita ditindas dan diiadu domba,
kekuasaan kerajaan dirampas, kekayaan Indonesia diangkut. Sesungguhnya
bangsa Indnesia telah berjuang melawan penjajahan, perlawanan dan
pemberontakan dilakukan oleh berbagai kelompok bangsa kita di berbagai
daerah perdagangan rempah sudah tidak menguntungkan lagi, dan karena kalah
dalam peperangan melawan Belanda.
Kondisi Pendidikan. Implikasi dari kondisi politik, ekonom dan sosila
budaya di Indonesia, secara umum dapat kita membedakan dua garis pelaksanaan
pendidikan, yaitu pendidikan yang dilaksanakan oleh pemerintal kolonial
Belanda sesuai kepentingan penjajahannya, dan pendidikan yang dilaksanakan
oleh kaum pergerakan sebagai sarana perjuangan demi mencapai kemerdekaan.
Pendidikan Pemerintahan Kolonial Belanda Zaman VOC. Pendidikan di
bawah kekuasaan Kolonial Belanda diawali dengan pelaksanaan pendidikan
yang dilakukan oleh VOC. VOC menyelenggarakan sekolah dengan tujuan untuk
misi keagamaan (Protestan), bukan untuk misi intelektualitas, adapun tujuan
lainnya adalah untuk menghasilkan pegawai administrasi rendahan di
pemerintahan dan gereja.
Ciri-ciri kondisi pendidikan zaman ini, antara lain : (a) minimnya
partisipasi pendidikan bagi kalangan Bumi Putera, (b) pendidikan bertujuan
untuk untuk menghasilkan tenaga kerja murah atau pegawai rendahan.
6. Zaman Pendudukan Jepang
Kondisi sosial budaya. Kekuasaan pemerintah kolonial Belanda berakhir
pada tanggal 8 maret 1942, ketika mereka menyerah kepada militer kekaisaran
Jepang, dan bangsa Indonesia berada di bawah kekuasaan kependudukan
mliterismeJepang selama hampir 3,5 tahun. Ada dua kebijakan pemerintah
41
pendudukan militer Jepang: (1) menghapuskan semua pengaruh Barat di
Indonesia melalui penjepangan, dan (2) memobilisasi segala kekuatan dan
sumber yang ada untuk mencapai kemenangan perang Asia Timur Raya.
Keadaan Pendidikan. Implikasi kekuasaan pemerintahan pendudukan
militer Jepang dalam bidang pendidikan di Indonesia yaitu sebagai berikut:
a. Tujuan dan isi pendidikan diarahkan demi kepentingan Perang Asia Timur
Raya.
b. Hilangnya sistem dualisme dalam pendidikan.
c. Sistem pendidikan menjadi lebih merakyat.
b. Kondisi Pendidikan Periode 1945-1969
1. Zaman Revolusi Fisik Kemerdekaan
Setelah proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945, pada tanggal 18 Agustus
1945 PPKI menetapkan UUD 1945 yang memuat Pancasila sebagai dasar
negara. Sejak saat ini jenjang dan jenis pendidikan mulai disempurnakan dan
disesuaiikan dengan kebutuhan bangsa Indonesia. Contoh : sekolah menengah
zaman Jepang (Skoto Cu Dakko dan Coto Cu Gakko) diubah menjadi SMTP dan
SMTA.
2. Peletakkan Dasar Pendidikan Nasional
Mulai tanggal 18 Agustus 1945, sejak PPKI menetapkan UUD 1945
sebagai konstitusi negara yang didalamnya memuat Pancasila, implikasinya
bahwa sejak saat itu dasar sistem pendidikan nasional kita adalah Pancasila dan
UUD 1945. Namun setelah Konferensi Meja Bundar, tahun 1949, terbentuklah
Republik Indonesia Serikat (RIS) yang memberlakukan UUD RIS. Pada saat RIS
kembali ke negara Kesatuan RI, UUD RIS diganti dengan UUD Sementara RI
atau UU no. 7 tahun 1950. Setelah pemilu tahun 1955 karena konstituante gagal
menyusun UUD maka pada tanggal 5 Juli 1959 keluarlah Dekrit Presiden yang
menyatakan bahwa bangsa dan negara Kesatuan Republik Indonesia kembali
kepada UUD 1945.
3. Demokrasi Pendidikan
Sesuai dengan amanat UUD 1945 dan UU RI No. 4 Tahun 1950, meskipun
menghadapi berbagai kesulitan, pemerintahan mengusahakan terselenggaranya
42
pendidikan yang bersifat demokratis, yaitu kewajiban belajar sekolah dasar bagi
anak-anak yang berumur 8 tahun. Rencana kewajiban belajar sekolah dasar ini
derencanakan selama 10 tahun (1950-1960) pelaksanaan program ini didukung
dengan PP No. 65 Tahun 1951, oleh karenaa pelaksanaan kewajiban belajar ini
menghadapi masalah kekurangan guru dan jumlah sekolah maka berdasarkan
keputusan Menteri Pendidikan No. 5033/F tanggal 5 Juli 1950. Didirikan kursus
pengajar untuk kursus pengantar kepada kewajiban belajar (KPKPKB). Pada
tahun 1952 jumlah KPKPKB (Kursus Pengantar Kewajban Belajar) sebagai
embrio SD atau SD kecil telah mencapai 3.372 dengan jumlah siswa sekitar
setengah juta orang. Pada saat ini demokrasi pendidikan (kewajiban belajar)
tampak sudah dilaksanakan. Selanjutnya KPKPKB ditingkatkan menjadi SGB
dan SGA, selain itu didirikan pula kursus-kursus persamaan SGB dan SGA.
4. Lahirnya LPTK Pada Tingkat Universiter
Dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan maka atas dorongan Prof.
Moh. Yamin pada tahun 1954 didirikan Perguruan Tinggi Pendidikan Guru
(PTPG) di 4 tempat, yaitu di Batu Sangkar, Bandung, Malang dan Tondano. Atas
dasar konferensi antar Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) negeri
seluruh Indonesia di Malang tanggal 21-2 Agustus 1960 maka berbagai lembaga
pendidikan tenaga guru (PGSLP, Kursus BI, BII, dan PTPG) diintegrasikan ke
dalam FKIP pada Universitas. Selanjunya pada tahun 1960-an didirikan IKIP
yang berdiri sendiri sebagai perpindahan dari PTPG sesuai dengan UU PT No.
22 Tahun 1961 sekalipun demikian dibeberapa Universitas FKIP tetap berdiri.
5. Lahirlah Perguruan Tinggi
Pada taggal 4 Desember 1961 lahir UU No. 22 Tahun 1961 tentang
Perguruan Tinggi. Pokok-pokok yang menonjol dalam UU ini sampai sekarang
masih dipertahankan adalah prinsip Tridharma Perguruan Tinggi, yaitu
pendidikan/pengajaran, penelitian dan pengabdian pada masyarakat.
c. Kondisi Pendidikan Pada PJP I: 1969-1993
1. UU tentang Sistem Pendidikan Nasional
43
Dalam rangka membangun sistem pendidikan nasional yang mantap,
keberadaan UU No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(UUSPN) merupakan acuan penting yang patut dicatat. UUSPN yang disahkan
pada tanggal 27 Maret 1989 mengatur berbagai aspek dan bidang pendidikan,
yaitu dasar, fungsi dan tujuan pendidikan; hak warga negara dalam pendidikan:
jalur satuan, jenis dan jenjang pendidikan, peserta didik, tenaga kependidikan,
sumber daya pendidikan, peran serta masyarakat Badan Pertimbangan
Pendidikan Nasional (BPPN); pengelolaan; pengawasan; dilengkapi ketentuan
pidana dan ketentuan peralihan, jadi cakupannya cukup komprehensif.
2. Taman Kanak-Kanak
Masyarakat khususnya orang tua harus menyadari akan pentingnya
pendidikan prasekolah sebagai wahan untuk menyiapkan anak dari segi sikap,
pengetahuan dan keterampilan funa memasuki sekolah dasar.
3. Pendidikan Dasar
Prestasi yang sangat mengesankan yang dicapai selama Pembangunan Jangka
Panjang Pertama (PJP I) ialah melonjaknya jumlah peserta didik pada Sekolah
Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) yang merupakan penggal pertama
pendidikan dasar 9 tahun.
Namun keberhasilan yang dicapai masih dihadapkan terhadap berbagai
kendala, antala lain masih tingginya angka putus sekolah dan angka tinggal
kelas. Mutu pendidikan tingkat SD belum begitu tinggi disamping terdapat
keragaman yang luas pada mutu pendidikan antar sekolah-sekolah yang beada di
lokasi geogrfis yang berbeda-beda.oleh sebab itu tantangan utama yang dihadapi
bukan lagi mrnyangkut peningkatan angka partisipasi, melainkan peningkatan
mutu dan kesangkilan pendidkan.
4. Pendidikan Menengah
Persoalan yang menonjol pada SLTA Umum adalah tentang mutu lulusan
yang terutama diukur dari kesiapannya untuk memasuki jenjang pendidikan
tinggi. Nilai ebtanas murni dan skor ujian masuk perguruan tinggi (UMPTN)
menunjukkan adanya keragaman yang lebar dalam mutu SLTA antara sekolah
dan lokasi geografis yang berbeda-beda. Perbedaan ini mengakibatkan akses ke
44
perguruan tinggi, terutama ke perguruan tinggi yang memiliki reputasi yang naik,
menjadi tidak merata. Itulah sebabnya, upaya memperbanyak jumlah SLTA
Umum yang bermutu menjadi prioritas melalui pengembangan SMU plus yang
dilakukan melalui pengerahan peran serta masyarakat.
5. Pendidikan Tinggi
Baik Perguruan Tinggi Negeri (PTN) atau Perguruan Tinggi Swasta (PTS)
sama-sama menghadapi tantangan mengeenai masih rendahnya proporsi
mahasiswa yang mempelajari bidang teknologi dan MIPA (Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam), sementara sebagian besar mahasiswa berada pada
jurusan/program studi ilmu-ilmu sosial dan pendidikan.keadaan ini kurang
mengutungkan dan dapat menimbulkan bernagai dampak negatif pada saat para
lulusan terjun ke dunia kerja.
6. Pendidikan Luar Sekolah
Pembangunan pendidikan luar sekolah diprioritaskan pada pemberantasan
buta aksara melalui perluasan jangkauan Kejar Paket A. Usaha ini merupakan
kelanjutan dari pelita-pelita sebelumnya. Hasilnya dalah semakin menurunnya
jumlah warga masyarakat yang buta huruf.
7. Tantangan, Kendala, dan Peluang
Ada sejumlah tantangan yang dihadapi oleh pembangunan pendidikan
Indonesia, yaitu : (a) belum mampunya pendidikan mengimbangi perubahan
struktur ekonomi dari pertanian tradisional ke industri dan jasa; (b) mesih
rendahnya relevansi pendidikan; (c) masih rendah dan belum meratanya mutu
pendidikan; (d) masih tingginya angka putus sekolah dan tinggal kelas, dll.
Ada juga kendala yang dihadapi dalam meningkatkan kinerja pendidikan
nasional, yaitu (a) dari pihak masyarakat, kendala tersebut adalah kemiskinan
dan keterbelakangan; (b) terbatasnya jumlah guru yang bermutu; (c) terbatasnya
sarana dan prasarana; dll.
Adapun peluang yang dimiliki oleh pendidikan nasional, yaitu (a)
keberhasilan wajib belajar 6 tahun; (b) semakin meningkatnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya pendidikan; (c) semakin luasnya sarana komunikasi;
dll.
45
Kegiatan Belajar 2: Aliran Pendidikan di Indonesia
a. Muhammadiyah
Latar belakang muhammadiyah: didirikan oleh Kiai Haji Ahmad Dahlan, ia
juga menyiarkan agama dan mengajar dimana-mana. Sebelum mendirikan
Muhammadiyah, K.H Ahmad Dahlan mengajar agama kepada anak-anak sekolah
negeri .
Atas dasar kesadarannya pendidikan yang diberikan oleh pemerintahan
kolonial Belanda tidak sesuai dengan kebutuhan rakyat, melainkan dilaksanakan
hanya untuk kepentingan pemerintah kolonial Belanda, melihat gejala ini maka pada
tanggal 18 November 1912, K.H Ahmad Dahlan mendrikan organisasi perkumpulan
Muhammadiyah di Yogyakarta. Muhammadiyah merupakan salah satu organisasi
yang memiliki asas :
1. Gerak amalnya : Islam
2. Tujuannya : mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya
3. Perjuangannya : Dakwah Islamiah
4. Usahanya : mencakup semua bidang kegiatan dan kehidupan masyarakat.
Dasar atau Asas Pendidikan. Pendidikan Muhammadiyah berasaskan Islam
dan berpedoman Alquran dan Hadits. Adapun dasar-dasar pendidikan
Muhammadiyah adalah sebagai berikut :
1. Kemasyarakatan
2. Tajdid pembaruan
3. Aktvitas
4. Kreativitas
5. Optimisme
Tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan Muhammadiyah adalah membentuk
manusia muslim berakhlak mulia, cakap, percaya diri dan berguna bagi masyarakat.
Penyelenggaraan Pendidikan. Untuk mencapai tujuan, Muhammadiyah mendirikan
sekolah-sekolah yang tersebar dari sabang sampai merauke. Semboyan
Muhammadiyah adalah: sediit bicara, banyak bekerja.
b. Taman Siswa
46
Latar Belakang Taman Siswa : didirikan oleh Ki Hajar Dewantara pada
tanggal 3 Juli 1922 di Yogyakarta. Lembaga pendidikan ini pada awalnya bernama
National Onderwijs Institud Taman Siswa yang kemudian menjadi Perguruan
Nasional Taman Siswa.
Dasar atau Asas Pendidikan. Tujuh asas pendidikan Taman Siswa sebagai
berikut :
1. Hak seseorang yang akan mengatur dirinya sendiri dengan wajib mengingat
tertibnya kehidupan umum.
2. Pengajaran
3. Pendidikan hendaknya berasaskan kebudayaan
4. Pendidikan harus diberikan kepada seluruh rakyat umum
5. Bekerja menurut kekuatan sendiri
6. Hidup dengan berdiri sendiri
7. Mempunyai hak.
Asas Taman siswa 1922 pada tahun 1947 diubah menjadi Panca Dharma
Taman Siswa yaitu sebagai berikut :
a. Kebebasan atau kemerdekaan
b. Kebudayaan
c. Kodrat Alam
d. Kebangsaan
e. Kemanusiaan
Tujuan Pendidikan. Pendidikan yaitu tuntunan di dalam hidup tumbuhnya
anak-anak. Maksudnya pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang
ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat
dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya.
c. Institut Nasional Sjafei (INS) Kayutanam
Latar belakang Indonesisch Nederland School (INS): didirikan oleh
Muhammad Sjafei pada tanggal 31 Oktober 1926 di Kayutanam, Sumatera Barat.
Pada tahun 1950 kepanjangan INS diubah menjadi Indonesia Nasional School, dan
selanjutnya menjadi Institut Nasional Sjafei.
47
Dasar Pendidikan. Sebagaimana dikemukan oleh Ag. Soejono (1979) pada
awal didirikannya INS mempunyai dasar pendidikan sebagai berikut :
1. Berpikir secara logis atau rasional
2. Kektifan atau kegiatan
3. Pendidikan kemasyarakatan
4. Memperhatikan bakat anak
5. Menentang intelektualisme
Tujuan Pendidikan. Tujuan pendidikan INS Keyutanam sebagaimana
dikemukakan Umar Tirtarahadja dan La Sulo (1994) adalah sebagai berikut :
1. Mendidik rakyat kearah kemerdekaan.
2. Memberi peendidikan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
3. Mendidik para pemuda agar berguna untuk masyarakat.
4. Menanamkan keprcayaan terhadap diri sendiri dan berani bertanggrung jawab.
5. Mengusahakan mandiri dalam pembiayaan.
Penyelenggaraan Pendidikan. Terdapat berbagai usaha yang dilakukan
dalam mengembangkan gagasan dan upaya mewujudkannya. Baik yang berkaitan
dengan Ruang Pendidik INS maupun tentang pendidikan serta
perjuangan/ppembangunan bangsa indonesia pada umumnya. Beberapa usaha yang
dilakukan Ruang Pendidik INS Kayutanam seperti Ruang Rendah (7 tahun, setara
Sekolah Dasar), Ruang Dewasa (4 tahun sesudah Ruang Rendah, setara sekolah
menengah, dan sebagainya.
F. BAB VI: ANTROPOLOGI PENDIDIKAN
Kegiatan Belajar 1: Kebudayaan, Kepribadian dan Pendidikan
Dalam arti sempit kebudayaan ditafsirkan orang sama dengan kesenian,
sedangkan dalam arti luas, kebudayaan adalah seluruh total dari pikiran, karya dan hasil
karya manusia yang tidak berakar kepada nalurinya karena itu hanya bisa dicetuskan oleh
manusia sesudah suatu proses belajar (Koentjaraningrat, 1984). Dalam masyarakat
majemuk, kebudayaan dapat digolongkan ke dalam kebudayaan suku bangsa
(kebudayaam daerah), kebudayaan umum lokal, dan kebudayaan nasional. Kebudayaan
berfungsi sebagai dasar atau alat bagi manusia dalam menghadapi realita kehidupan dan
menangani permasalahan dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan demi
48
kelangsungan hidupnya. Kebudayaan memiliki karateristik organik dan super organik,
overt dan covert, ideal dan aktual, serta stabil dan berubah.
Pendidikan merupakan salah satu pranata kebudayaan, pendidikan merupakan
bagian dari kebudayaan. Terdapat hubungan komplementer antara kebudayaan dan
pendidikan. Kebudayaan menjadi input bagi pendidikan, sebaliknya pendidikan memiliki
funngsi konservasi dan inovasi bagi kebudayaan. Dalam perubahan kebudayaan kadang
terjadi cultural lag yang mengimplikasikan munculnya masalah sosial budaya.
Kegiatan Belajar 2: Karakteristik dan Kemajemukan Sosial Budaya Indonesia
Manusia atau masyarakat Indonesia bersifat mejemuk, tetapi tetap satu, yaitu
bagsa Indonesia.kemajemukan bangsa Indonesia meiputi karakteristik fisiknya,
karakteristik lingkungan fisiknya, dan sosial-budayanya. Karakteristiknya, yakni bahwa
suku-suku bangsa masyarakat Indonesia secara fisik dapat digolongkan ke dalam 3 ras,
yaitu negroid (kulit hitam), vedoid (kulit sawo matang), dan mongoloid (kulit agak
kuning). Sulit untuk menentukan ras mana yang dominan di Indonesia, tetapi dapat
dikatakan bahwa masyarakat Indonesia merupakan campuran dari ketiga ras di atas.
Lingkungan fisik Kepulauan Nusantara di mana masyarakat (bangsa) Indonesia
tinggal juga bersifat majemuk. Kemajemukan tersebut baik ditinjau secara topografi
maupun hidrologi.
Kemajemukan terwujud juga dalam realitas sosial – budaya Indonesia. Ada 3
golongan kebudayaan, yaitu (1) kebudayaan suku bangsa atau kebudayaan daerah, (2)
kebudayaan umum lokal, dan (3) kebudayaan nasional. Masing – masing kebudayaan
tersebut bukan hanya menjadi landasan bagi corak pranata – pranata sosialnya, tetapi juga
mewarnai corak dari berbagai situasi – situasi sosial yang secara keseluruhan merupakan
suasana-suasana (spheres) kehidupan sosial yang dapat digolongkan ke dalam (1) suasana
suku bangsa, (2) suasana umum lokal, dan (3) suasana nasional. Kemajemukan
masyarakat dan kebudayaan Indonesia tampak pula dalam unsur-unsur kebudayaan
universal berbagai suku bangsa yang terdapat di beberapa daerah di Indonesia, yaitu
berkenaan dengan pola perkampungan /desa, sistem kemasyarakatan, sistem kekerabatan,
mata pencaharian hidup, bahasa, kesenian, dan agama/religi.
49
Kegiatan Belajar 3: Implikasi Karakteristik Manusia Indonesia terhadap
Pendidikan
Pancasila dan UUD 1945 tergolong wujud ideal kebudayaan nasional. Pancasila
berfungsi sebagai falsafah hidup bangsa, serta jiwa dan kepribadian bangsa Indonesia.
Adapun wujud ideal dari kebudayaan berfungsi sebagai dasar dan alat bagi manusia
untuk dapat mengatasi berbagai masalah dalam menghadapi lingkungannya,
dalamramngka memenuhi kebutuhan hidupnya dan bagi kelangsungan hidupnya.
Implikasinya bahwa Pancasila dan UUD 1945 menjadi dasar bagi pendidikan nasional
sebagai salah satu pranata kebudayaannya.
Profil karakteristik fisik, lingkungan fisik dan kemajemukan sosial budaya
Indonesia anatara lain berimplikasi terhadap sifat pengelolaan pendidikan, wajib belajar
pendidikan dasa sembilan tahun, gerakan nasional orang tua asuh, dan kurikulum
pendidikan. Adapun karakteristik kebudayaan akan berimplikasi bagi praktik pendidikan
khususnya terhadap pendidik dalam rangka melaksanakan peranannya dalam konteks
konservasi dan melakukan perubahan kebudayaan. Selain itu juga terhadap peranan
pendidik dalam rangka menyelaraskan antara kebudayaan aktual dengan kebudayaan
ideal.
G. BAB VII: PERUBAHAN SOSIAL DAN PENDIDIKAN
Kegiatan Belajar 1: Aspek-aspek Penyebab Perubahan Sosial
Dalam pandangan orang awam, sering terjadi kerancuan antara istilah perubahan
sosial denga istilah perubahan budaya. Hal in di sebabkan adanya kenyataan bahwa setap
terjadi proses perubahan budaya mengakibatkan stuktur dan fungsi masyarakatnya akan
berubah juga sehingga kita sering mengatakan dengan istilah perubahan sosial budaya.
Namun demikian, para ahli ilmu sosial termasuk antropologi secara tegas membedakan
pengertian perunbahan sosial dengann perubahan budaya. Pada perubahan budaya, hal
yang berubah itu adalah unsur-unsur budayanya, sedangkan pada perubahan sosial hal
yang berubah adalah struktur dan sistem sosial yang mengatur pola kehidupan
masyarakat ( Yad Mulyadi, 1999 ).
a. Demokratisasi
Gelombang reformasi total yang melanda kehidupan masyarakat dan berbangsa
Indonesia dewasa inni telah menimbulkan berbagai perubahan yang mendasar daam
50
segala aspek kehidupan manusia yang meliputi biang politik, ekonomi, hukum,
kebudayaan dan pendidikan.
Sebelum kita terkungkunng oleh kehidupan yang seba seragam, paradigma yang
sentralistik atau terpusat yang tampak dalam segala aspek kehidupan termasuk dalam
penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan. Dalam kehidupan yang otokratis,
manusia tidak memiliki kebebasan berpikir kebebasan menyampaikan dan
menyatakan pendapat, apalagi pendapat yang berbeda.
Demokrasi bukan hanya masalah prosedur atau susunan pemerintahan, akan tetapi
merupakan masalah internalisasi nilai-nilai. Nilai-nilai dalam demokrasi adalah nilai-
nilai yang mengakui kehormatan dan martabat manusia (human dignity). Pendidikan
bukan hanya sekadar meghidupi peserta didik tetapi juga mengembankannya sebagai
manusia (human being).
b. Globalisasi
Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah mengantarkan manusia
memasuki gerbang kehidupan masyarakat global. Globalisasi terjadi dalam berbagai
bidang kehidupan, seperti politik, ekonomi, budaya, dan teknologi. Sunaryo
Kartadinata (2000) mengemukakan kehidupan masyarakat global ditandai dengan
kehidupan yang interdependent, interconnected, dan networking. Interdependent
artinya kehidupan yang saling tergantung, saling membutuhkan antarnegara yang satu
dengan yang lainnya; Interconnected artinta adanya saling berhubungan antara
negara/bangsa dalam berbagai aspek kehidupan, dan networking artinya
negara/bangsa yang satu dengan yang lain memiliki jaringan yang sangat erat
sehingga menghilangkan batas-batas negara tersebut.
Globalisasi dapat menguntungkan, tetapi juga sekaligus merugikan terutama
bagi individu atau masyarakat yang belum siap mengahadapi tuntutan global tersebut.
Dalam kaitannya dengan dampak positif kehidupan global, Sunaryo Kartadinata
(2000) mengemukakan, “kehidupan global telh berdampak positif karena telah
meningkatkan harapan manusia akan status dan mutu kehidupan yang lebih baik serta
menempatkan penguasaan pengetahuan dan keterampilan setra kemampuan
berkomunikasi sebagai peranti utama untuk mewujudkan harapan tersebut.”
51
Globalisasi juga menimbulkan dampak negatif, terutama bagi individu atau
masyarakat yang belum siap untuk menghadapi kehidupan tersebut, globalisasi
mungkin akan menimbulkan berbagai persoalan yang lebih kompleks serta sulit
dihadapi.
Emil Salim (1990) mengemukakan terdapat empat kekuatan gelombang
globalisasi yang paling kuat dan menonjol daya dobraknya. Beberapa kecendrungan
globalisasi dari keempat bidang tersebut diuraikan sebagai berikut.
1. Bidang iptek yang mengalami perkembangan yang semakin cepat, utamanya
dengan penggunaan berbagai teknologi canggih seperti komputer dan satelit.
2. Bidang ekonomi yang mengakar pada ekonomi regional dan atau ekonomi global
tanpa mengenal batas-batas negara.
3. Bidang lingkungan hidup telah menjadi bahan pembicaraan dalam berbagai
pertemuan internasional, yang puncaknya pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT)
Bumi atau nama resminya Konferensi PBB Mengenai Lngkungan Hidup dan
Pembangunan (UNCED) pada awal Juni 1992 di Rio de Jeneiro, Brazil.
4. Bidang pendidikan dengan kaitannya dengan identitas bangsa, termasuk budaya
nasional dan budaya nusantara.
Memperhatikan uraian di atas, dapat dikemukakan bahwa arus globalisasi
sangat kuat mempengaruhi kehidupan manusia dalam berbagai bidang. Pengaruh
tersebut ada yang positif, tetapi ada juga yang negatif.
c. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Hidup manusia sangat dipengaruhi oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Temuan-temuan baru hasil riset secara langsung atau tidak merupakan
kenyataan yang tidak bisa dipungkiri bahwa peradaban manusia salah satunya sangat
bergantung pada ilmu dan teknologi.
Metode ilmiah pun telah mengalami perkembangan yang demikian pesat.
Dalam kaitannya dengan perkembangan metode ilmiah berdasarkan tonggak-tonggak
tersebut, Redja Mudyahardjo (1998) mengemukakan karakteristik metode ilmiah
sebagai berikut.
52
1. Tonggak Aristoteles
Aristoteles sebagai bapak ilmu mmandan penyelidikan ilmiah sebagai gerak maju
dari kegiatan observasi, menuju pada penyusunan prinsip umum dan kembali
pada observasi.
2. Tonggak Francis Bacon
Francis Bacon menerima teori Aristoteles tentang prosedur ilmiah, namun
sekaligus ia mengkritik secara keras prosedur ilmiah tersebut. Menurunya,
Aristoteles dan pengikutnya mempraktikkan suatu pengumpulan data yang
serampangan, tidak cermat, cara menggeneralisasikan yang dilakukan kaum
Aristoteles terlampau teruru-buru berdasarkan sedikit observasi dan mendasarkan
induksi pada penjumlahan sederhana. Atas dasar itu, Bacon menekankan
pentingnya penggunaan instrumen-instrumen ilmiah dalam pengumpulan data.
3. Tonggak Ketiga (Perkembangan dalam abad XIX)
Tokoh dari abad ini, antara lain John Stewart Mill (1806-1873). Mill
merumuskan teknik-teknik induktif untuk menilai hubungan antara kesimpulan
dengan evidensi (bukti-bukti) atau hal-hal yang menjadi sumbernya.
Penyelidikan ilmiah adalah generalisasi induktif dari hasil-hasil observasi dan
eksperimen. Sebuah hukum atau teori dikatakan benar hanya apabila evidensi
sesuai dalam mendukung skema induktif.
4. Tonggak Keempat (perkembangan abad XX)
Tokoh dari perkembangan abad XX, antara lain Percy Williams Bridgeman
(1882-1961). Ia memperjuangkan sebuah orientasi metodologis yang dikenal
sebagai operasionalisme, yaitu metode yang lebih menekankan kecenderungan
penelitian yang menggunakan pengukuran secara operasional. Sebuah konsep
ilmiah yang daoat dipercaya harus dihubungkan, betapapun hubungan itu bersifat
tidak langsung dengan prosedur pengkuran.
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut berdampak positif
maupun negatif, bergantung pada kesiapan individu atau masyarakat beserta kondisi
sosial budayanya untuk menerima karena pada prinsipnya ilmu pengetahuan dan
teknologi bersifat netral. Berpengaruh positif atau negatifnya bergantung pada
pemakainya (user).
53
Kegiatan Belajar 2: Perubahan Sosial Masyarakat Indonesia
a. NasionalismePerkembangan nasionalisme berkembang sesuai dengan zamannya.
Nasionalisme menyatakan bahwa Negara kebangsaan adalah cita dan satu-satunya
bentuk sah organisasi politik dan bahwa bangsa adalah sumber dari tenaga
kebudayaan kreatif dan kesejahteraan ekonomi. Pendapat lain mengemukakan tentang
pengertian nasionalisme ada yang didasarkan atas manusia dan yang didasarkan atas
perpaduan politik ekonomi dan social budaya.
Redja Mudyahardjo (2002) mengemukakan ciri-ciri nasionalisme Indonesia
sebagai berikut:
1. Nasionalisme kerakyatan/persatuan yang anti penjajahan.
Pernyataan kemerdekaan yang dirumuskan oleh bangsa Indonesia adalah
pernyataan kemerdekaan bangsa dan bukan pernyataan kemerdekaan
perseorangan.
2. Nasionalisme kerakyatan/persatuan yang patriotik yang religius
Nasionalisme Indonesia lahir dari perjuangan gerakan kemerdekaan
Indonesia dan bersumber dari rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan keinginan
luhur untuk membentuk kehidupan kebangsaan yang bebas.
3. Nasionalisme kerakyatan/persatuan yang berdasarkan Pancasila
Nasionalisme Indonesia adalah nasionalisme yang bersendikan kedaulatan
rakyat yang berdasarkan pancasila yang dalam pelaksaannya bertujuan
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia untuk
mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan perdamaian dunia yang abadi dan yang berkeadilan sosial.
Mengingat kegagalan masa lampau, maka sejak tahun 1908 bangsa Indonesia
berjuang dengan cara baru, yaitu melalui organisasi pergerakan. Gerakkan nasional
yang dilakukan mencakup berbagai bidang kehidupan antara lain bidang politik,
ekonomi, sosial budaya, agama dan pendidikan.
Suparman mengemukakan bahwa timbuknya nasionalisme di Indonesia pada
zaman penjajahan dipengaruhi oleh berbagai factor, antara lain sebagai berikut:
a. Pendidikan
54
b. Diskriminasi
c. Pengaruh Paham Baru
Sejak merdeka, masyarakat Indonesia dapat menikmati kebebasan yang asalnya
terbelenggu oleh penjajah meskipun beberapa kali terjadi pemberontakkan yang
ditimbulkan oleh orang-orang Indonesia yang tidak bertanggung jawab. Sebagai
Negara kesatuan, masyarakat Indonesia dari Sabang sampai Merauke merasa bersatu
di bawah naungan Bhineka Tunggal Ika.
b. Otonomi DaerahSalah satu hasil dari gelombang reformasi total di Indonesia adalah lahirnya 2
undang-undang yaitu UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU
No.25 Tahun 1999 tentang Perimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah. Dua undang-undang di atas merupakan dasar hokum bagi
pelaksanaan otonomi daerah sehingga dalam penyerahan kewenangan pusat pada
pemerintah daerah, daerah memiliki keluasan untuk merencanakan dan melaksanakan
sendiri urusan-urusan yang disarankan pemerintah pusat.
Undang-undang Pemerintah Daerah pada dasarnya mengatur pembagian
wewenag kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat sesuai
dengan peraturan perundang-undangan. Tujuan penyerahan wewenang beberapa
urusan Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah, antara lain agar penyelenggaran
pemerintah dapat dilaksanakan lebih demokratis, layanan pemerintah terhadap
masyarakat dapat dilakukan secara cepat, mendorong peran serta masyarakat dalam
pembangunan sehingga dapat mewujudkan pemerataan dan keadilan sekaligus
memberikan perhatian dan peluang bagi pembangunan potensi dan keanekaragaman
daerah.
Salah satu kewenangan pemerintah pusat yang diserahkan kepada daerah adalah
yang menyangkut urusan di bidang pendidikan. Keberhasilan pembangunan di bidang
pendidikan akan sangat bergantung dan dipengaruhi oleh factor-faktor baik potensi
maupun kendala-kendala yang ada di daerah itu sendiri akan bergantung pada sejauh
mana pemerintah daerah mampu menggali potendi dan memanfaatkan sumber daya
serta mendorong partisipasi masyarakat. Dalam kondisi seperti sekarang ini,
55
kabupaten dan kota memegang peranan yang sangat penting, karena dengan otonomi
daerah diharapkan layanan di bidang pendidikan akan lebih efisien dan efektif.
H. BAB VIII: SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL
Kegiatan Belajar 1: Sistem dan Sistem Pendidikan
a. Sistem
Pengertian system menunjuka kepada 2 hal pokok yaitu (1) kepada suatu wujud
(entity) atau benda tertentu dan (2) kepada suatu tata cara atau metode pemecahan
masalah, yang dikenal sebagai pendekatan system. Pendekatan system digunakan
orang dalam rangka memahami sesuatu sebagai keseluruhan yang terpadu dan atau
dalam rangka memecahkan permasalahan-permasalahan tertentu, misalnya tentang
pendidikan, pendidikan nasional.
Oleh karena konsep system (system concept) merupakan dasar untuk munculnya
pandangan system (system view) dan pendekatan system (system approach) maka
sebelum kita membahas pendidikan sebagai suatu system.
1. Konsep Sistem
Terdapat empat hal pokok yang perlu dipelajari dalam rangka memahami
konsep system yaitu definisi system, jenis-jenis system, cirri-ciri system, dan
model system.
a. Definisi Sistem
Istilah system berasal dari bahasa Yunani “systema” yang berarti
sehimpunan bagian atau komponen yang saling berhubungan secara teratur
dan merupakan satu keseluruhan. Selanjutnya, system dapat didefinisikan
sebagai satu keseluruhan dari sejumlah komponen yang saling berhubungan
dan berfungsi dalam mengubah masukan (input) menjadi hasil (output) sesuai
tujuan yang telah ditetapkan. Contohnya, mobil, sepeda motor, computer, jam
tangan, tubuh manusia, organisasi kemahasiswaan, pendidikan, perusahaan,
ilmu, filsafat, masing-masing wujud tersebut dapat dipandang sebagai system.
b. Jenis-jenis system
Ragam wujud system dibedakan menjadi jenis-jenis system. Berdasarkan
pengelompokan jenis system menurut Gordon B. Davis, William A. Shrode
56
dan Dan Voich (Tatang M. Amirin, 1996:59-61), kita dapat mengenal jenis-
jenis system sebagai berikut.
1) Berdasarkan wujudnya, system dapat dibdakan menjadi 4 jenis, yaitu:
a) System fisik, contohnya : mobil, computer televise, tap rcorder, jam
tangan,
b) System konseptual, contohnya: ideology,filsafat, ilmu,
c) System biologi, contohnya: manusia(tubuh mansia), sebatang pohon,
seeko hewan,
d) System social, contohnya: keluarga, sekolah dan berbagai organisasi.
2) Berdasarkan asal-usul kejadiannya system dapat dibedakan menjadi 2
jenis, yaitu:
a) System alamiah, misalnya system tata surya,
b) System buatan manusia a man made system, misalnya pendidikan,
computer, sepeda motor, organisasi kemahasiswaan.
3) Berdasarkan daya gerak yang ada di dalamnya system dibedakan menjadi
2 jenis,yaitu:
a) System mekanistik(deterministik), seperti jam tangan, sepeda motor,
b) System organismik (probabilistic), seperti hewan, organisasi.
4) Berdasarkan hubungan dengan lingkungannya, system dibedakan menjadi
2 jenis, yaitu:
a) System terbuka, yaitu system yang berinteraksi dan memiliki
ketergantungan kepada lingkungan atau sstem-sistem lain yang ada
didalam suprasistemnya, menganmbil input dari lingkungannya dan
memberikan output kepada lingkungannya.
b) System tertutup (kebalikan dari system terbuka), yaitu system yang
tidak berhubungan dengan lingkungan.
c. Ciri-ciri system
Dalam kehidupan sehari-hari secara faktal kita dapat menemukan berbagai
ragam wujud system,tetapi karena semuanya adalah system maka setiap
system mempunyai sejumlah cirri umum yang sama. Adapn cirri-ciri umum
system adalah sebagai berikut.
57
1) Hierarchy. Suatu system terdiri dari sejumlah subsistem atau komponen.
2) Differentiation. Setiap subsistem atau komponen yang membentuk system
melakukan fungsi khusus.
3) Interrelated and interpendence. Setiap komponen pembentuk system saling
berhubungan dan saling tergantung satu sama lainnya.
4) Wholism. Semua komponen yang membentuk sistem merupakan
keseluruhan yang kompleks dan terorganisasi.
5) Goal seeking. Setiap system memiliki tujuan karena itu setiap kegiatan
atau perilakunya mengarah kepada pencapaian tujuan tersebut.
6) Transformation. Untuk mencapai tujuan, setiap system melakukan
transformasi, yaitu mengubah input menjadi output.
7) Feedback and correction. Untuk kelangsungan hdup dan mempertahankan
prestasinya setiap system melakukan fungsi control yang mencakup
monitoring dan koreksi berdasarkan umpan balik.
8) Equifinality. Pada setiap system terbuka keadaan akhir yang sama dapat
dicapai dari berbagai macam titik tolak, hasil yang sama dapat dicapai
melalui cara-cara atau aneka macam sebab yang berbeda.
9) Setiap sstem berada di dalam suatu lingkungan berupa suprasistem yang
terdiri atas berbaga system yang secara keseluruhan membangun suatu
system besar.
10) System boundaries. Setiap system memiliki batas-batas pemisah dari
lngkungannya atau sstem lainnya.
11) Sekalipun system memiliki batas-batas pemisah dari lingkungannya,
namun ada sstem yang bersifat terbuka dan ada pula yang bersifat tertutup.
d. Model Sistem
Suatu system biasanya disajikan dalam bentuk model. Menurut Elias M.
Awad, model adalah suatu representasi system yang nyata atau yang
direncanakan, sedangkan Murdick dan Ross menjelaskan bahwa model
merupakan abstraksi realitas, namun karena model tidak mampu menyajkan
realitas secara rinci atau detail maka model hanya menyajikan bagian-bagian
58
atau ciri-ciri tertentu yang penting saja dari realitas (Tatang M.
Amirin,1996:78).
2. Pendekatan Sistem
Apabila kita telah memahami konsep system (system concept)
sebagaimana telah dikemukakan terdahulu dan diintegrasikan kedalam pemikiran
kita maka kita akan memiliki suatu pandangan system (system view or system
thinking), adapun aplikasi pandangan system dalam upaya memahami sesuatu
atau memecahkan permasalahan tertentu disebut pendekatan system(system
approach). Hal ini sebagaimana dikemukakan Blla H. Banathy (1968:13) bahwa “
the system approach appears to be the application of the systems view or system
thinking to human endeavors”.
Analisis system erat sekali hubungannya dengan metode ilmiah karena ia
meliputi: kesadaran akan adanya masalah, identifikasi variable yang berhubungan
analisis dan sintesis berbagai factor dan berakhir dengan penentuan tindakan
pemecahan masalah yang terbaik. Adapun manajemen system merupakan aplkasi
teori system dalam rangka mengelola system oganisasi. Hal ini, antara lain
pengenalan atas model umum transformasi, input menjadi output dengan jalan
mengetahui arus tenaga, energy, informasi, selain itu diperhatikan pula saling
hubungan antara subsistem dengan subsistem lainnya maupun antara system
dengan suprasistemnya.
b. Pendidikan Sebagai Sistem
Apabila kita menggunaka pendekatan system dalam mempelajari pendidikan
maka dapat dipahami bahwa pendidikan merupakan suatu system. Pendidikan
dapatdidefinnisikan sebagai keseluruhan yang terpadu dari sejumlah komponen yang
saling berinteraksi dan melaksanakan fungsi fungsi tertentu dalam rangka membantu
anak didik agar menjadi manusia terdidik sesuai tujuan yang telah ditetapkan.
Ditinjau dari asal usul kejadiannya, pendidikan tergolong kepada system buatan
manusia (a man made system) ditinjau dari wujudnya, pendidikan tergolong kepada
system social, sedangkan jika ditinjau dari segi hubungan dengan lingkungannya
pendidikan meruoakan system terbuka.
59
System pendidikan berada di dalam suatu suprasistem, adapun yang dimaksud
suprasistem bagi pendidikan adalah masyarakat. Selain system pendidikan, didalam
suprasistem tersebut terdapat pula berbagai system lainnya seperti system ekonomi,
system politik, system social budaya. Oleh karena system pendidikan merupakan
system terbuka maka system pendidikan memiliki ketergantungan dan saling
berhubungan dengan lingkungan atau system-sistem lainnya yang ada di dalam
suprasistemnya.
System Pendidikan
Di Dalam Suprasistemnya
Sebagai system terbuka, system pendidikan mengambil masukan (input) dari
masyarakat dan memberikan hasilnya (output) kepada masyarakat. Philip H. Coombs
(Odang Muchtar, 1976:8) mengelompokan 3 jenis sumber input utama bagi system
pendidikan, yaitu sebagai berikut :
1. Ilmu pengetahuan, nilai-nilai, dan tujuantujuan yang berlaku di dalam masyarakat.
2. Penduduk dan tenaga kerja yang tersedia
3. Factor ekonomi.
Terhadap ketiga sumber utama input system pendidikan diatas dilakukan seleksi
berdasarkan tujuan, kebutuhan, efisiensi, dan relevansinya bagi pendidikan.
Disamping itu, seleksi dilakukan pula berdasarkan norma-norma tertentu dengan
alasan karena pendidikan bersifat normative. Hasil seleksi tersebut selanjutnya masuk
atau dimasukkan ke dalam system pendidikan (menjadi input). Input system
pendidikan dibedakan dalam 3 jenis yaitu:
a. Input mentah(raw input), yaitu anak didik atau siswa,
b. Input alat (instrumental input), seperti kurikulum, pendidik atau guru,gedung
peralatan, kegiatan belajar-mengajar, metode;
c. Input lingkungan (environmental input),seperti keadaan cuaca, keamanan
masyarakat. Input lingkungan ini secara langsung maupun tidak langsung dapat
mempengaruhi proses pendidikan.
60
Berbagai jenis input system pendidikan hasil seleksi sebagaimana telah
dikemukakan diatas, selanjutnya akan membentuk komponen-komponen atau
berbagai subsistem pendidikan. Phillip H. Coombs (Depdikbud,1984/1985:68)
mengidentifikasi adanya 12 komponen pokok system pendidikan yaitu:
a. Tujuan dan prioritas. Fungsinya adalah untuk mengarahkan kegiatan system.
b. Anak didik (siswa). Fungsinya adalah belajar hingga mencapai tujuan pendidikan.
c. Pengelolaan. Fungsinya adalah merencanakan, mengkoordinasikan, mengarahkan
dan menilai system.
d. Struktur dan jadwal. Fungsinya adalah mengatur waktu dan mengelompoa anak
didik berdasarkan tujuan-tujuan tertentu.
e. Isi(kurikulum). Fungsinya sebagai bahan yang harus dipelajari anak-anak.
f. Pendidik (guru). Fungsinya untuk menyediakan bahan, menciptakan kondisi
belajar, dan menyelenggarakan pendidikan.
g. Alat bantu belajar. Fungsinya memungkinkanproses belajar mengajar sehingga
menarik, lengkap dan bervariasi.
h. Fasilitas. Fungsinya sebagai tempat terselenggaranya pendidikan.
i. Teknologi. Fungsinya mempermudah atau memperlancar pendidikan.
j. Pengawasan mutu. Fungsinya membina peraturan-peraturan dan standar
pendidikan (peraturan penerimaan anak didik, pemberian nilai ujian, criteria
buku).
k. Penelitian. Fungsinya mengembangkan pengetahuan, penampilan system, dan
hasil kerja system
l. Biaya. Fungsinya sebagai petunjuk efisiensi system.
Dalam system pendidikan terjadi proses transformasi, yaitu proses mengubah raw
input (anak didik) agar menjadi manusia terdidik sesuai tujuan yang telah ditetapkan.
Dalam hal ini, semua omponen pendidikan melaksanakan fungsinya masing-masing
dan berinteraksi satu sama lain yang mengarah kepada pencapaian tujuan pendidikan.
Pelaksanaan fungsi komponen ini dalam proses transformasi akan menghasilkan
umpan balik yang digunakan untuk melaksanakan koreksi atau perbaikan untuk
proses transformasi berikutnya. Dengan adanya control kualitas yang menghasilkan
feddback untuk melakukan perbaikan dalam proses transformasi berikutnya, ini
61
diharapkan agar system pendidikan mampu mengatasi entropi atau mampu
mempertahankan eksistensi dan meningkatkan prestasinya. System pendidikan
sebagaimana telah diuraikan diatas dapat digambarkan dalam bentuk model berikut
Model Sistem Pendidikan
Kegiatan Belajar 2: Sistem Pendidikan Nasional
a. Pendidikan Nasional Sebagai Sistem
Pendidikan Nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai
agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan
zaman.
62
Masyarakat
Ilmu pengetahuan Penduduk dan tenaga kerja Ekonomi/penghasilan masyarakat
Feedback
Output
Lulusan(manusia terdidik)
ProsesInteraksi antar komponenTujuan dan prioritasPeserta didikPengelolaanStruktur dan jadwalIsi kurikulumPendidikAlat bantu belajarFasilitasControl kualitasTeknologiPenelitianBiaya
InputRaw inputInstrumentalInputEnvironmentalInput
Pendidikan nasional sebagai sistem atau system pendidikan nasional adalah
“keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk
mencapai tujuan nasional.
Terdapat sumber input utama sistem pendidikan nasional, yaitu terdiri atas (1)
Ilmu pengetahuan, nilai-nilai, dajn tujuan-tujuan yang berlaku di masyarakat; (2)
penduduk dan tenaga kerja yang tersedia; (3) factor ekonomi.
Dari berbagai sumber input yang ada, dibentuk berbagai komponen sistem
pendidikan nasional. Komponen-komponen system pendidikan nasional terdiri atas :
(1) Tujuan dan prioritas, (2) Anak didik (siswa), (3) Pengelolaan, (4) Struktur dan
jadwal, (5) Isi (kurikulum), (6) Pendidik (guru), (7) Alat bantu belajar, (8) Fasilitas,
(9) Teknologi, (10) Pengawasan mutu, (11) Penelitian, dan (12) Biaya pendidikan.
Transformasi sistem pendidikan nasional dilakukan sebagai upaya mencapai tujuan
pendidikan nasional dan diarahkan untuk mencapai tujuan nasional. Secara umum
terdapat dua bentuk transformasi di dalam sistem pendidikan nasional, yaitu (1)
pengelolaan pendidikan dan (2) proses pendidikan.
Selain input sistem pendidikan nasional, terdapat output sistem pendidikan
nasional. Output sistem pendidikan nasional yaitu manusia terdidik, yaitu manusia
yang lebih mampu memnuhi kebutuhan baik untuk dirinya sendiri maupun
masyarakatnya.
b. Deskripsi Sistem Pendidikan Nasional
1. Landasan Yuridis Sistem Pendidikan Nasional
Landasan yuridis sistem pendidikan nasional merupakan seperangkat
undang-undang, peraturan atau keputusan yang harus dijadikan titik tolak dalam
rangka pengelolaan, penyelenggaraan dankegiatan pendidikan dan kegiatan di
dalam sistem pendidikan nasional. Landasan yuridis ini bersifat ideal dan
normatif
2. Jalur, Jenjang, Jenis, dan Satuan Pendidikan
a. Jalur dan jenjang pendidikan
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk
mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai
dengan tujuan pendidikan. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidkan yang
63
ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan
dicapai, dan kemampuan yang dikembangkan. Dalam sistem pendidikan
nasional diselenggarakan melalui tiga jalur,yaitu :
1. Jalur pendidikan formal
2. Jalur pendidikan nonfomal
3. Jalur pendidikan informal
b. Jalur pendidikan
Jenis pendidikan mencakup, antara lain :
1) Pendidikan umum;
2) Pendidikan kejuruan;
3) Pendidikan akademik;
4) Pendidikan profesi;
5) Pendidikan vokasi;
6) Pendidikan keagamaan;
7) Pendidikan khusus;
c. Satuan pendidikan
Satuan pendidikan adalah kelompok layanan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan
informal pada setiap jenjang dan jenis pendidikan.
d. Satuan pendidkan pada jalur pendidikan formal
Pada jalur pendidikan formal terdapat berbagai satuan pendidikan, mulai
dari satuan pendidikan untukpendidikan anak usia dini, jenjang pendidikan
dasar, menengah dan tinggi. Bentuk satuan pendidikan pada jenjang
pendidikan tinggi dapat berbentuk akademi, poloteknik, sekolah tinggi,
institute, atau universitas.
c. Kegiatan Dan Pengelolaan Pendidikan
1. Kegiatan Pendidikan
Kegiatan pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
64
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
2. Pengelolaan Pendidikan
Pengelolaan pendidikan dalam sistem pendidikan nasional bersifat
dekonsentrasi. Dalam hal ini pengelolaan sistem pendidikan nasional merupakan
tanggung jawab Menteri (Menteri Pendidikan Nasional).
3. Pengelolaan Satuan Pendidikan
Pengelolaan satuan pendidikan tinggi dilaksananakan berdasarkan prinsip
otonomi akuntabilitas, jaminan mutu dan evaluasi yang transparan. Pengelolaan
satuan pendidikan nonformal dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat.
I. BAB IX: INOVASI PENDIDIKAN
Kegiatan Belajar 1: Inovasi dan Difusi Inovasi Pendidikan
a. Pengertian dan Ciri-ciri Inovasi
Banyak buku tentang kegiatan inovasi yang memuat berbagai definisi tentang
inovasi. Ihwal inovasi dan difusi inovasi, termasuk ivonasi pendidikan, sudah banyak
dirumuskan oleh para ahli. Keragaman definisi tersebut merupakan hal yang wajar.
Everret M. Rogers (1983) mendefinisikan inovasi adalah suatu ide, gagasan, praktik
atau objek/benda yang disadari dan diterima sebagai suatu hal yang baru oleh
seseorang atau kelompok untuk diadopsi. Kata kunci dari definisi tersebut adalah
gagasan, benda, atau proses adopsi yang dilakukan oleh perorangan atau kelompok
masyarakat terhadap inovasi yang ditawarkan, termasuk di bidang pendidikan.
Dalam kadar tertentu, ada kesan dimana ada persamaan antara pembaharuan
(inovasi) dengan perubahan. Namun, tidak semua perubahan dapat dikatakan
pembaharuan atau inovasi. Perubahan dikatakan sebagai inovasi apabila perubahan
tersebut dilakukan dengan sengaja, untuk memperbaiki suatu keadaan menjadi lebih
baik. Perubahan itu diawali dengan adanya suatu ide, gagasan atau praktik untuk
memperbaiki suatu keadaan atau untuk memecahkan suatu masalah , kemudian
dilakukan berbagai usaha dan penelitian, hingga menghasilkan produk atau hasil baru
yang berbeda dengan keadaan sebelumnya.
65
Hal yang kedua adalah produk dan jasa, yaitu hasil langkah lanjutan dari
adanya gagasan baru yang ditindaklanjuti dengan berbagai aktivitas, kajian,
penelitian, dan percobaan sehingga terbentuk konsep yang lebih konkret, dalam
bentuk produk dan jasa yang siap dikembangkan termasuk hasil inovasi di bidang
pendidikan.
Hal yang ketiga dalah usaha sistematis untuk melakukan penyempurnaan dan
melakukan perbaikan (improvement) yang terus-menerus sehingga buah inovasi itu
dapat dirasakan manfaatnya.
Karya inovatif sebagai inofasi dalam bidang pendidikan dilakukan sebagai
upaya sengaja untuk memperbaiki suatu keadaan atau kondisi tertentu dalam bidang
pendidikan, baik dalam bentuk ide, praktik, ataupun produk baru untuk mecapai
tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.
Sementara itu, Mattew B. Miles (1973) dalam bukunya Innovation in
Education mendefinisikan inovasi sebagai spesies dari jenis perubahan. Inovasi
adalah perubahan yang sifatnya khusus (specific), memiliki nuansa kebaruan (novel),
dan disengaja melalui suatu program yang jelas dan direncanakan terlebih dahulu
(planned and deliberate), serta dirancang untuk mencapai tujuan yang diharapkan
dari suatu sistem tertentu (goals of the system). Menurut Mile, (1973) terdapat empat
ciri utama inovasi, termasuk inovasi di dalam pendidikan. Keempat ciri utama
tersebut adalah sebagai berikut :
1. Memiliki kekhasan/khusus. Artinya suatu inovasi memiliki cirri khas dalam arti
ide, sistem, termasuk kemungkinan hasil yang diharapkan.
2. Memiliki ciri atau unsur kebaruan. Dalam arti suatu inovasi harus memiliki
karakteristik sebagai buah karya dan buah pikir yang memiliki kadar orosinalitas
dan kebaruan.
3. Program inovasi dilaksanakan melalui program yang terencana. Artinya inovasi
dilakukan melalui suatu proses yang dipersiapkan secara matang atau
direncanakan terlebih dahulu.
4. Inovasi yang digulirkan memiliki tujuan. Program inovasi yang dilakukan harus
memiliki arah yang ingin dicapai, termasuk arah dan strategi untuk mencapai
tujuan tersebut dengan kaitan untuk memperbaiki suatu keadaan.
66
Huberman seperti dikutip Ishak Abdulhak (2000) membagi sifat perubahan
dalam inovasi kedalam enam kelompok berikut :
1. Penggantian (substitution), misalnya inovasi dalam penggantian jenis sekolah
atau sistem ujian yang lama diganti dengan yang baru.
2. Perubahan (alternation), sebagai contoh mengubah kurikulum sekolah
menengah umum yang semula bercorak teoretis akademis, menjadi
kurikulum dan mata pelajaran yang berorientasi bernuansa keterampilan
hidup praktis.
3. Penambahan (addition). Dalam inovasi yang bersifat penambahan ini tidak
ada penggantian atau perubahan. Contohnya pengenalan cara penyusunan dan
analisis item tes objektif di kalangan guru sekolah dasar dengan tidak
mengganti atau mengubah cara penilaian yang sudah ada.
4. Penyusunan kembali (restructuring), yaitu upaya penyusunan kembali
berbagai komponen yang ada dalam sistem dengan maksud untuk
menyesuaikan dengan tuntutan dan kebutuhan. Contoh, upaya penyusunan
kembali urutan mata-mata pelajaran atau keseluruhan sistem pengajaran
dalam upaya pengembangan keseluruhan sumber daya manusia dalam sistem
pendidikan.
5. Penghapusan (elimination), adalah upaya pembaharuan dengan cara
menghilangkan aspek-aspek tertentu dalam pendidikan, atau pengurangan
komponen-komponen tertentu dalam pendidikan, atau penghapusan pola atau
cara-cara lama. Contohnya, upaya menghapuskan mata-mata pelajaran
tertentu, dan menghapus fasilitas tertentu.
6. Penguatan (reinforcement), yaitu upaya peningkatan untuk memantapkan
kemampuan atau pola dan cara-cara yang sebelumnya terasa lemah.
Misalnya, upaya pemantapan kemampuan tenaga dan fasilitas sehingga
berfungsi optimal.
b. Difusi Inovasi Pendidikan
Everett M. Rogers (1983) mendefinisikan difusi inovasi sebagai suatu proses
untuk mengkomunikasikan suatu inovasi kepada anggota suatu sistem sosial melalui
saluran komunikasi tertentu dan berlangsung sepanjang waktu.
67
Oleh karena difusi adalah proses komunikasi untuk menyebarluaskan gagasan,
ide, karya sebagai suatu produk inovasi maka aspek komunikasi menjadi sangat
penting dalam menyebarluaskan gagasan, ide, ataupun produk tersebut. Jadi, difusi
inovasi merupakan penyebarluasan suatu inovasi untuk kemudian diadopsi oleh
kelompok masyarakat tertentu.
Sebelumnya telah dibahas bahwa inovasi termasuk inovasi pendidikan
merupakan pemikiran cemerlang yang bercirikan hal baru atau berupa praktik
tertentu dari suatu hasil olah pikir dan olah teknologi yang diterapkan melalui
tahapan tertentu yang dimaksudkan untuk memecahkan persoalan dan memperbaiki
suatu keadaan tertentu ataupun proses tertentu yang terjadi di masyarakat.
Sementara itu, difusi inovasi pendidikan diartikan sebagai penyebarluasan dari
gagasan inovasi pendidikan melalui suatu proses komunikasi yang dilakukan dengan
menggunakan saluran tertentu dalam rentang waktu tertentu diantara anggota sistem
sosial masyarakat. Dengan demikian difusi inovasi pendidikan adalah proses untuk
mengkomunikasikan suatu inovasi dalam bidang pendidikan kepada anggota suatu
sistem sosial melalui saluran komunikasi tertentu dan berlangsung sepanjang waktu.
c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Difusi Inovasi
Dalam kaitan dengan proses difusi inovasi, Rogers (1983) mengemukakan
empat ciri penting yang mempengaruhi difusi inovasi termasuk inovasi pendidikan,
yaitu :
1. Esensi Inovasi itu Sendiri
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, inovasi merupakan hal baru yang
diadopsi oleh seseorang atau kelompok. Namun, proses adopsi inovasi ini tidak
dating serentak dan tiba-tiba. Dalam kaitannya dengan esensi inovasi, paling
tidak ada tiga hal yang barkaitan erat yaitu, teknologi, informasi pertimbangan
ketidakpastian, dan reinovasi.
Secara sederhana, reinvention adalah penemuan kembali, setelah melalui
proses modifikasi. Rogers (1983) menyebut reinvention mengacu kepada tingkat
dimana inovasi berubah atau dimodifikasi oleh penggunanya selama dalam
proses adopsi dan implementasi. Itulah sisi lain dari proses difusi, yaitu proses
penyebarluasan inovasi.
68
Proses penemuan kembali (reinvention) ini lazim dilakukan dalam inovasi
pendidikan yang dilaksanakan. Misalnya pada tahun 1980-an, dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan dasar di Indonesia, diujicobakan pendekatan
pembelajaran melalui Sistem Pembinaan Cara Belajar Siswa Aktif (SP-CBSA).
Pada tahun 2000, melalui program peningkatan mutu pendidikan dasar
digulirkan Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM)
sebagai bentuk perubahan, penyesuaian, dan modifikasi dari SP-CBSA. Program
ini merupakan hasil dari proses reinvention CBSA .
Perjalanan dan proses difusi inovasi ini, tak sedikit memunculkan
penyimpangan dalam arti proses inovasi tersebut ditolak ataupun tidak
dilanjutkan. Persepsi masyarakat terhadap inovasi juga beragam. Hal ini
dikarenakan latar belakang situasi, masalah yang dihadapi, ataupun kebutuhan
individu dan kelompok.
2. Saluran Komunikasi
Komunikasi adalah suatu proses dimana partisipan berbagi informasi untuk
mencapai pengertian satu sama lain. Dari pengertian tersebut tampak bahwa kata
kunci komunikasi adalah diperolehnya saling pengertian. Lasswell (1948)
menyatakan bahwa komponen dasar komunikasi adalah sesuatu yang berkaitan
dengan “siapa mengatakan atau mengemukakan apa, dengan saluran komunikasi
apa, kepada siapa, dan apa dampaknya (hasil yang dicapai).
Dengan kata lain, komunikasi dimaknai sebagai proses penyampaian pesan
dari pengirim pesan melalui saluran tertentu untuk tujuan tertentu. Hal ini
menunjukan betapa erat hubungan antara difusi inovasi sebagai proses
penyebarluasan ide, dengan proses komunikasi dimana suatu ide disampaikan
kepada pihak lain. Komponen saluran komunikasi merupakan medium untuk
menyebarluaskan gagasan ide agar bisa diadopsi oleh masyarakat sebagai
adopter.
Ragam komunikasi, baik komunikasi satu arah maupun multi arah
merupakan proses saling mempengaruhi dan menyampaikan informasi sehingga
pada akhirnya diperoleh saling pengertian.
69
Ciri utama dari komunikasi konvergen adalah adanya informasi
(information), ketidakmenentuan (uncertainty), konvergen (convergence),
adanya saling pemahaman (mutual understanding), adanya saling persetujuan
(mutual agreement), kegiatan bersama (collective action), dan hubungan jaringan
(network relationship).
Proses komunikasi tersebut sangat mempengaruhi proses difusi inovasi yang
dilakukan. Saluran komunikasi selain linier dan konvergen diklasifikasikan pada
dua bentuk, yaitu (a) komunikasi homofil, dan (b) komunikasi heterofil.
Komunikasi homofil adalah proses komunikasi yang dilakukan oleh dua
individu atau kelompok yang dikategorikan memiliki kesamaan satu sama lain.
Lazarsfeld dalam Rogers (1983) menyebut komunikasi homofil sebagai suatu
proses komunikasi yang berlangsung antara dua pasangan atau kelompok
individu, dimana keduanya memiliki ciri yang sama. Ciri itu antara lain
kepercayaan, pendidikan, status sosial, dan sejenisnya. Hasil komunikasi ini
dapat berupa diperolehnya saling pengertian yang mendalam antara keduanya.
Jenis komunikasi lainnya disebut komunikasi heterofil, yaitu proses
komunikasi yang dilakukan oleh dua orang atau lebih, di mana pengirim pesan
dan penerima pesan memiliki latar belakang yang berbeda.
Karena proses komunikasi yang dilakukan bersifat heterofil maka proses
difusi inovasi tidak senantiasa berjalan mulus karena perbedaan latar belakang
tersebut. Disini tampak bahwa difusi inovasi tidak serta merta mudah
dilaksanakan. Hal ini disebabkan oleh adanya pemisah antara dua pihak yang
berkomunikasi termasuk perbedaan pandangan tentang produk inovasi, dan
kemungkinan implementasinya di masyarakat.
3. Faktor Waktu dan Proses Pengambilan Keputusan
Waktu adalah hal yang penting dalam proses difusi inovasi. Proses
keputusan inovasi pada hakikatnya adalah suatu proses yang dilalui individu atau
kelompok, mulai dari pertama kali adanya inovasi, kemudian dilanjutkan dengan
keputusan sikap terhadap inovasi, implementasi inovasi, dan konfirmasi atas
70
keputusan inovasi yang dipilih. Berikut adalah tahapan dari model proses
keputusan inovasi.
a. Tahap Pengetahuan (knowledge)
Tahap ini berlangsung pada saat individu/kelompok membuka diri terhadap
suatu inovasi serta ingin mengetahui bagaimana fungsi dan peran inovasi
tersebut memberi kontribusi perbaikan di masa mendatang.
b. Tahap Bujukan (persuasion)
Tahap ini berlangsung pada saat individu atau kelompok mulai membentuk
sikap menyenangi atau bahkan tidak menyenangi terhadap inovasi.
c. Tahap Pengambilan Keputusan (decision making)
Tahap ini berlangsung pada saat seseorang atau kelompok melakukan
aktivitas yang mengarah kepada keputusan untuk menerima atau menolak
inovasi tersebut.
d. Tahap Implementasi (implementation)
Tahap ini berlangsung ketika seseorang atau kelompok menerapkan atau
menggunakan inovasi itu dalam kegiatan organisasinya.
e. Tahap Konfirmasi (confirmation)
Tahap ini berlangsung ketika seseorang atau kelompok mencari penguatan
terhadap keputusan inovasi yang dilakukannya.
4. Sistem Sosial
Sistem sosial merupakan berbagai unit yang saling berhubungan dalam
tatanan masyarakat dalam mencapai tujuan yang diharapkan. Beberapa hal yang
dikelompokkan sebagai bagian atau unit dalam sistem sosial kemasyarakatan,
meliputi individu anggota masyarakat, tokoh masyarakat, pemimpin formal,
kelompok tertentu dalam masyarakat.
a. Struktur Sosial
Struktur sosial pada dasarnya merupakan susunan yang terpola dari
berbagai unit dalam suatu sistem. Adanya struktur sosial, menghasilkan
beberapa keuntungan dalam perkembangan menghadapi dinamika sosial
kemasyarakatan.
b. Norma Sosial dan Difusi
71
Norma merupakan hal yang penting dalam proses difusi inovasi.
Norma yang dianut oleh masyarakat dapat dipandang sebagai pengikat dan
pengukuh pola perilaku masyarakat yang bersangkutan sesuai dengan
kaidah sistem sosial yang berlaku.
Berikut ini merupakan beberapa sistem sosial yang melaksanakan
kegiatan inovasi pendidikan :
1) soperation), yaitu suatu sistem sosial dalam garapan pendidikan yang
secara nyata membatasi (melalui in dan out) dari pelaksanaan suatu
perubahan pendidikan yang dilakukan. Contohnya pelaksanaan
sertifikasi guru yang mempersyaratkan batasan tertentu.
2) Ukuran dan kewilayahan (size and territoriality), yaitu suatu sistem
sosial yang secara jelas mempersyaratkan kelompok orang ataupun
geografis untuk melaksanakan suatu inovasi. Misalnya, konsolidasi
atau pelaksanaan penggabungan sekolah (school merger) di tingkat
kecamatan.
3) Fasilitas fisik (physical facilities), yaitu sistem sosial yang mengaitkan
berbagai fasilitas dan teknologi termasuk sumber daya manusia yang
akan terlibat untuk melaksanakan suatu proyek inovasi pendidikan.
Misalnya, terdapat laboratorium bahasa sebagai salah satu fasilitas
untuk siswa.
4) Penggunaan waktu (time use), yaitu suatu sistem sosial yang
mempersyaratkan faktor waktu sebagai ciri dominan suatu inovasi
pendidikan. Misalnya, program kuliah trisemester per tahun.
5) Tujuan yang ingin dicapai (goals), yaitu suatu sistem sosial yang
mempersyaratkan faktor tujuan sebagai ciri dominan. Misalnya,
reformasi kurikulum melalui metode pembelajaran tertentu, memiliki
tujuan untuk meningkatkan relevansi, serta efektivitas dan efisiensi
pendidikan.
6) Prosedur yang digunakan (procedure), yaitu suatu sistem sosial yang
mengaitkan berbagai prosedur dan teknologi untuk melaksanakan
72
suatu proyek inovasi pendidikan yang dilakukan. Misalnya,
pembelajaran dengan menggunakan multi media.
7) Definisi peran (role definition), yaitu suatu sistem sosial yang
mengaitkan berbagai peran sosial, sesuai dengan tugas dan
kewenangannya untuk melaksanakan sesuai proyek inovasi. Misalnya,
pelaksanaan penelitian tindakan kelas yang melibatkan guru sebagai
mitra ataupun pengamat.
8) Kondisi normatif (normative beliefs), yaitu sistem sosial mengaitkan
mempersyaratkan perlunya norma dan ciri normatif lainnya untuk
melaksanakan suatu proyek inovasi. Misalnya, kegiatan yang berkaitan
dengan disiplin di sekolah/kelas.
9) Sistem struktur sosial (structure), yaitu sistem sosial yang mengaitkan
berbagai struktur dan hubungan antarmanusia dalam organisasi atau
sistem sosial lainnya untuk melaksanakan suatu proyek inovasi.
Misalnya, dibentuknya Komite Sekolah ataupun Dewan Pendidikan di
tingkat kabupaten/kota.
10) Metode sosialisasi (socialization method), yaitu suatu sistem sosial
yang menghubungkan berbagai metode sosialisasi atau prosedur
tertentu untuk melaksanakan suatu proyek inovasi. Misalnya, program
penyetaraan guru MI dan MTS.
Keterkaitan dengan sistem/instansi lain (linkage with other system), yaitu
suatu sistem sosial yang mengaitkan berbagai sistem lain atau instansi lain dalam
implementasi inovasi yang akan dilakukan. Misalnya, proyek community
colleges melibatkan berbagai pihak termasuk LSM dan masyarakat.
Kegiatan Belajar 2: Adopsi dan Pelaksanaan Inovasi Pendidikan
a. Adopsi Inovasi
Ada beberapa tahapan proses keputusan inovasi, yaitu :
1. Tahap pengetahuan (knowledge), yaitu tahapan dimana individu/ kelompok
membuka diri terhadap adanya suatu inovasi;
2. Tahap bujukan (persuasion), yaitu tahap pada saat individu atau kelompok
mulai membentuk sikap menyenangi atau tidak menyenangi terhadap inovasi;
73
3. Tahap pengambilan keputusan (decision making), yaitu tahap dimana
seseorang/kelompok melakukan aktivitas yang mengarah kepada keputusan
untuk menerima atau menolak inovasi;
4. Tahap implementasi (implementation), yaitu ketika seseorang atau kelompok
menerapkan atau menggunakan inovasi;
5. Tahap confirmasi (confirmation), yaitu tahap dimana seseorang atau
kelompok mencari penguatan terhadap keputusan inovasi yang dilakukannya.
Dengan demikian, proses adopsi inovasi dipengaruhi oleh sistem internal
organisasi kemasyarakatan yang bersangkutan. Organisasi atau tatanan
kemasyarakatan yang baik dan stabil akan mengadopsi suatu inovasi memenuhi
syarat-syarat berikut :
1. Memiliki tujuan yang jelas.
2. Memiliki pembagian tugas yang dideskripsikan secara jelas.
3. Memiliki kejelasan struktur otoritas atau kewenangan.
4. Memiliki peraturan dasar dan peraturan umum.
5. Memiliki pola hubungan informasi yang teruji.
Namun dalam adopsi inovasi paling tidak ada lima kategori perbedaan, individu
atau kelompok yang harus diperhatikan, yaitu :
1. Para pembaharu atau pioneer/perintis (innovators), yaitu mereka yang paling
cepat mengadopsi inovasi dalam masyarakat.
2. Para adopter awal (early adopters), yaitu orang-orang yang tergolong cepat
mengikuti kelompok innovator, mereka adalah kelompok rasional yang telah
melihat beberapa perubahan ke arah yang lebih baik.
3. Para kelompok mayoritas awal (early majority), yaitu kelompok kebanyakan
yang mau meniru cara baru apabila hal tersebut telah benar-benar
menunjukan hasil yang diharapkan. Mereka tidak mau mengambil resiko.
4. Kelompok mayoritas akhir (late majority). Kelompok ini merupakan
kelompok massal yang umumnya ragu-ragu terhadap pengetahuan baru.
Mereka cenderung skeptis.
5. Adopter akhir (late adopters), yaitu kelompok yang sangat skeptis, dan
senantiasa menolak perubahan. Mereka sangat tradisional dalam berpikir
74
serta cenderung menolak dan mengadakan perlawanan terhadap inovasi yang
ditawarkan.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Adopsi dan Inovasi
Dalam sistem sosial, salah satu komponen penting adopsi inovasi adalah
pemimpin yang berpengaruh (opinion leaders) dan agen perubahan.
Selain faktor agen perubahan, tingkat percepatan adopsi suatu hasil inovasi juga
tergantung pada karakteristik atau ciri dari inovasi itu sendiri. Karakteristik inovasi,
yang sangat mempengaruhi cepatnya adopsi inovasi adalah sebagai berikut :
1. Adanya keuntungan relatif (relative advantages), artinya sampai sejauh mana
suatu inovasi yang diperkenalkan memberi manfaat dan keuntungan bagi
perorangan atau masyarakat yang akan mengadopsinya. Semakin tinggi
kemungkinan peluang keuntungan relatif yang akan diperoleh dari adopsi suatu
inovasi, semakin tinggi pula kemungkinan percepatan adopsi oleh masyarakat.
2. Memiliki kekompakan dan kesepahaman (compatibility), artinya sampai sejauh
mana suatu inovasi dapat sejalan dan sesuai dengan sistem nilai yang ada, atau
sejalan dengan pengalaman masa lalu masyarakat yang akan mengadopsi.
3. Memiliki derajat kompleksitas (complexity), artinya sampai sejauh mana derajat
kompleksitas, kesukaran dan kerumitan suatu produk inovasi dirasakan oleh
masyarakat. Hal ini artinya, semakin kecil derajat kerumitan atau semakin
gampang dicerna dan dipahami suatu hasil inovasi maka akan semakin besar
kemungkinan inovasi yang diajarkan diadopsi oleh perorangan atau masyarakat.
4. Dapat dicobakan (trialability), artinya sampai sejauh mana suatu inovasi dapat
diujicobakankeandalan dan manfaatnya. Suatu hasil inovasi dapat dengan mudah
diadopsi, apabila hal tersebut dapat dilihat dan diujicobakan melalui pengalaman
lapangan.
5. Dapat diamati (observability), yaitu sampai sejauh mana suatu hasil inovasi
dapat diamati. Semakin mudah suatu hasil inovasi diamati maka akan semakin
tinggi peluang inovasi tersebut diadopsi.
c. Hambatan dalam Adopsi Inovasi
Proses adopsi inovasi bisa juga terhambat oleh berbagai faktor. Ada 3 hambatan
utama, yang berpotensi timbul dalam setiap adopsi inovasi.
75
Pertama, Mental block barriers, yaitu hambatan yang lebih disebabkan oleh sikap
mental, seperti :
1. Salah persepsi atau asumsi,
2. Cenderung berpikir negatif,
3. Dihantui oleh kecemasan dan kegagalan,
4. Tidak mau mengambil resiko terlalu dalam,
5. Malas,
6. Sudah merasa berada pada daerah nyaman dan aman, serta
7. Cenderung resisten/menolak terhadap setiap perubahan.
Kedua, hambatan yang sifatnya culture block (hambatan budaya). Hal ini lebih
dilatarbelakangi oleh hal-hal berikut, seperti :
1. Adat yang sudah mengakar dan mentradisi,
2. Ketaatan terhadap tradisi setempat, dan
3. Ada perasaan berdosa bila mengubah tradisi yang sudah berlaku.
Ketiga, hambatan social block (hambatan sosial), yaitu hambatan inovasi sebagai
akibat dari faktor sosial dan pranata masyarakat sekitar. Hambatan tersebut, antara
lain disebabkan oleh :
1. Perbedaan suku dan agama ataupun ras,
2. Perbedaan sosial ekonomi,
3. Nasionalisme yang sempit,
4. Arogansi primordial, serta
5. Fanatisme daerah yang kurang terkontrol.
d. Pelaksanaan dan Kontribusi Inovasi Pendidikan
Pada umumnya pembaruan pendidikan tersebut mempunyai kecenderungan
mengemban misi untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi khususnya dalam
bidang pendidikan. Permasalahan tersebut antara lain meliputi pemerataan
kesempatan memperoleh pendidikan, peningkatan mutu dan relevansi pendidikan,
serta efektivitas dan efisien pendidikan.
Poensoen dalam Santoso S. Hamidjojo (1974) mengungkap secara gamblang
tentang tiga kecenderungan kontribusi dan misi difusi inovasi, khususnya dalam
bidang pendidikan, sebagai berikut.
76
Pertama, difusi inovasi pendidikan cenderung mengembangkan dimensi
demokratis. Artinya difusi inovasi yang dilaksanakan mengemban misi atau
kecenderungan untuk meninggalkan konsepsi pendidikan yang terbatas bagi
kepentingan elite tertentu, menuju pada konsepsi pendidikan yang lebih demokratis.
Kedua, inovasi pendidikan mengemban misi yang cenderung bergerak dari
konsepsi pendidikan yang berat sebelah dalam peningkatan kemampuan pribadi di
antara pengetahuan, sikap, dan keterampilan, menuju pada konsepsi pendidikan yang
mengembangkan pola dan isi yang lebih komprehensif dalam rangka pengembangan
seluruh potensi manusia secara menyeluruh dan utuh.
Ketiga, pendidikan mengemban misi yang cenderung bergerak dari konsepsi
pendidikan yang bersifat individual perorangan, menuju ke arah konsepsi pendidikan
yang menggunakan pendekatan yang lebih kooperatif. Dari konsepsi pendidikan
yang boros menuju pada konsepsi yang lebih efektif, efisien, dan relevan dengan
kebutuhan pembangunan.
Menoleh pada beberapa pengalaman pembaharuan yang sudah dan sedang
berjalan, pada dasarnya upaya pembaharuan pendidikan tersebut tertuju pada
peningkatan mutu proses dan produk sistem pendidikan nasional kita, yang
menyangkut peningkatan pemerataan kesempatan belajar. Dari uraian tersebut dapat
dikemukakan bahwa perhatian utama pembaharuan pendidikan yang dilaksanakan di
Negara kita tertuju pada upaya mengadakan perubahan ke arah yang lebih baik
dalam arti meningkatkan pemerataan kesempatan pendidikan.
Dalam kenyataanya, berhasil tidaknya gagasan baru disebarluaskan akan
bergantung pula pada situasi dan kondisi kehidupan sosial, ekonomi, politik, dan
budaya di mana sistem yang akan dikenai pembaharuan berada.
Dalam praktiknya banyak para agen pembaharuan yang mengkombinasikan
inovasi yang bersumber dari bawah dengan yang bersunber dari atas. Penggunaan
kombinasi sumber inovasi antara atas dan bawah secara seimbang dan bijaksana,
menunjukkan hasil yang lebih efektif.
Dalam inovasi pendidikan, unsur strategi merupakan suatu hal penting. Salah satu
dimensi strategi yang digunakan adalah Tipologi Strategi Inovasi Pendidikan
77
(Miler.1983) yang pada dasarnya membedakan antara target system dan other
system.
1. Target system, yaitu sistem target yang menjadi sasaran inovasi dilaksanakan.
Misalnya, sekolah atau kelompok masyarakat tertentu.
2. other system, yaitu sistem lain diluar yang menjadi target. Misalnya, lembaga
swadaya masyarakat atau institusi pemerintahan (dari luar).
Baik dalam strategi target system dan other system, terdapat empat tahapan yang
dilakukan dalam menghadapi inovasi. Keempat tahapan tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Design, yaitu tahap perencanaan atau perancangan.
2. Wareness-interest, yaitu tahap komunikasi untuk penyadaran terhadap
masyarakat yang diharapkan dapat mengadopsi inovasi yang ditawarkan.
3. Evaluation, yaitu melakukan kajian atau evaluasi terhadap kemungkinan pro-
kontra ataupun kajian terhadap masyarakat yang menerima atau menolak.
4. Trial, yaitu uji coba atas produk inovasi untuk melihat sampai sejauh mana
kemungkinan diterima atau ditolaknya inovasi kepada target sistem.
Sementara itu, pada sisi yang lain penerapan strategi target system ataupun sistem
lain dalam penyebarluasan inovasi, menuntut dua struktur sosial, berikut :
1. Existing structure, yaitu struktur sosial ataupun struktur organisasi
kemasyarakatan yang sudah ada.
2. New structure, yaitu struktur kemasyarakatan yang baru sebagai konsekuensi
atas adanya inovasi.
Dengan diluncurkan slogan struggle for national survival (berjuang untuk
kemajuan bangsa) di AS, semua komponen bangkit termasuk bidang pendidikan
melalui program inovasi di berbagai bidang. Hal tersebut menjadikan AS maju pesat
dalam kurun waktu beberapa decade berikutnya. Ini pelajaran bagi Indonesia, bahwa
berikhtiar untuk mencari yang terbaik bagi perbaikan sistem pendidikan nasional kita
perlu dilakukan.
Mengingat pentingnya inovasi dalam bidang pendidikan, sebagai guru kita
merupakan salah satu agen perubahan. Melalui gurulah, suatu inovasi dapat
disebarluaskan dan dilaksanakan. Guru dituntut untuk menemukan inovasi baru,
78
khususnya dalam bidang pendidikan, dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan
kualitas pembelajaran sehingga proses dan hasil belajar siswa menjadi optimal. Guru
juga dituntut mendatangkan pembaruan yang positif terhadap sikap dan perilaku
anggota masyarakat melalui proses pembelajaran di sekolah dan melalui interaksi
dengan anggota masyarakat.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Pendidikan di Indonesia saat ini sudah meluas.oleh karena itu teori-teori
pendidikan perlu dikembangkan dan dipahami. Pendidikan merupakan faktor utama
79
dalam pembentukan pribadi manusia. Pendidikan sangat berperan dalam membentuk baik
atau buruknya pribadi manusia menurut ukuran normatif. Pengantar pendidikan
diperlukan untuk menghantar masyarakat mengetahui pendidikan itu yang sebenarnya
dan komponen-komponen pendidikan.
B. Saran
Pengantar pendidikan sebaiknya ditanam dari sejak dini agar masa depan bangsa
kita bisa lebih maju lagi dari pada sekarang ini.
DAFTAR PUSTAKA
Wahyudin, Din dkk.2008.materi pokok pengantar pendidikan.Jakarta: Universitas
Terbuka
80