pengaruh variasi proporsi cairan ekstrak ubi jalar …

68
PENGARUH VARIASI PROPORSI CAIRAN PENGEKSTRAKSI TERHADAP AKTIVITAS EKSTRAK UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L.) SEBAGAI INHIBITOR ENZIM TIROSINASE SITIH NUR DJANNA RENFAAN N111 09 506 PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013

Upload: others

Post on 02-Apr-2022

4 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

PENGARUH VARIASI PROPORSI CAIRAN PENGEKSTRAKSI TERHADAP AKTIVITAS

EKSTRAK UBI JALAR UNGU (Ipomoea batatas L.) SEBAGAI INHIBITOR ENZIM TIROSINASE

SITIH NUR DJANNA RENFAAN N111 09 506

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2013

ii

PENGARUH VARIASI PROPORSI CAIRAN PENGEKSTRAKSI TERHADAP AKTIVITAS EKSTRAK UBI JALAR UNGU (Ipomoea

batatas L.) SEBAGAI INHIBITOR ENZIM TIROSINASE

SKRIPSI

Untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana

SITIH NUR DJANNA RENFAAN N111 09 506

PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

2013

iii

PERSETUJUAN

PENGARUH VARIASI PROPORSI CAIRAN PENGEKSTRAKSI TERHADAP AKTIVITAS EKSTRAK UBI JALAR UNGU (Ipomoea

batatas L.) SEBAGAI INHIBITOR ENZIM TIROSINASE

SITIH NUR DJANNA RENFAAN

N111 09 506

Disetujui oleh :

Pembimbing Utama Pembimbing Pertama,

Dra.Hj. Aisyah Fatmawaty, M.Si., Apt Dr. Mufidah, S.Si., M.Si., Apt NIP. 19541117 198301 2 001 NIP. 19730309 199903 2 002

Pada tanggal, 22 November 2013

iii

iv

PENGESAHAN

PENGARUH VARIASI PROPORSI CAIRAN PENGEKSTRAKSI TERHADAP AKTIVITAS EKSTRAK UBI JALAR UNGU (Ipomoea

batatas L.) SEBAGAI INHIBITOR ENZIM TIROSINASE Oleh :

SITIH NUR DJANNA RENFAAN

N111 09 506

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi

Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin

Pada Tanggal 22 November 2013

Panitia Penguji Skripsi

1. Ketua

Dra. Hj. Nursiah Hasyim, CES., Apt. :………………..

2. Sekretaris

Dr. Herlina Rante, S.Si., M.Si., Apt : ……………….

3. Ex Officio

Dra.Hj. Aisyah Fatmawaty, M.Si., Apt : ……………….

4. Ex Officio

Dr. Mufidah, S.Si., M.Si., Apt. : ……………….

5. Anggota

Dr. Risfah Yulianty, S.Si., M.Si., Apt : ……………….

Mengetahui :

Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Hasanuddin

Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA., Apt. NIP. 19560114 198601 2 001

iv

v

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya saya

sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh

gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi dan sepanjang pengetahuan

saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau

diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam

naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila dikemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak

benar, maka skripsi dan gelar yang diperoleh, batal demi hukum.

Makassar, 22 November 2013

Penyusun,

Sitih Nur Djanna Renfaan

v

vi

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur sebesar-besarnya kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas

perkenaan-Nya sehingga penulis mampu merampungkan penyusunan skripsi ini

sebagai salah satu syarat dalam memperoleh gelar kesarjanaan pada Program

Studi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin.

Banyak kendala yang penulis hadapi dalam penyusunan skripsi ini,

namun berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak, akhirnya penulis dapat

melewati kendala-kendala tersebut. Oleh karena itu, penulis menghaturkan

banyak terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Dra. Hj. Aisyah Fatmawaty, M.Si., Apt. sebagai pembimbing utama

yang telah meluangkan waktu, tenaga dan arahan selama

penyusunan skripsi ini. Dr. Mufidah, S.Si., M.Si., Apt. sebagai

pembimbing pertama yang telah meluangkan waktu dalam memberi

petunjuk, motivasi dan nasehat-nasehat dalam membimbing mulai

saat perencanaan penelitian sampai selesainya penulisan skripsi ini.

2. Dekan dan para Wakil Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Hasanuddin atas bantuan dalam mempermudah pengurusan berkas-

berkas yang ada, serta motivasi-motivasi yang diberikan.

3. Bapak Drs. Syahruddin Kasim, M.Si., Apt selaku penasehat akademik

yang selama perkuliahan di Fakultas Farmasi telah membantu dan

membimbing penulis hingga memperoleh gelar kesarjanaan.

vi

vii

4. Kedua orang tuaku yaitu Ayahanda tercinta Endi Renfaan S.Kom.,

M.Si dan Ibunda terkasih Masat Renfaan, penulis haturkan terima

kasih atas segala kasih sayang, doa, dukungan, dorongan dengan

penuh kasih sayang baik dalam bentuk material maupun spiritual

dalam meraih cita-citaku.

5. Seluruh dosen dan staf pegawai Fakultas Farmasi Universitas

Hasanuddin.

6. Kakak dan adik penulis (Nurlaila Fitria Renfaan S.KM, Gasandi

Rahman Renfaan, Muhammad Sutrisno Renfaan dan Holida

Rachmawati Renfaan) terima kasih atas dukungan dan kasih sayang

kalian selama ini.

7. Rekan seperjuangan penulis, Pricilia Angelin Helaha, Meiyoritha Silvia

Molle, Julyana Wulan Beribe yang telah membantu dalam

menyelesaikan penelitian ini.

8. Untuk sahabat-sahabatku: Ginkgo 09, Mience Ubyaan, Riny

Rumakey, Indah Rosade Said, Melisa Amir, Kak Lukman S.Si, Kak

Risma, Kak Zulfikar yang telah memberikan dukungan dan doanya

serta tak sungkan untuk membagi ilmunya, terimakasih atas

persahabatan yang telah terjalin.

9. Kepada pihak yang tidak sempat disebut namanya, penulis mohon

maaf dan semoga Allah membalas semua kebaikan kalian selama ini.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ini sangat jauh dari kesempurnaan,

karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari

vii

viii

pembaca demi terciptanya suatu karya yang lebih bermutu. Akhirnya semoga

karya kecil ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan

kedepannya.

Makassar, 22 November 2013

Sitih Nur Djanna Renfaan

viii

ix

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian uji penghambatan aktivitas enzim tirosinase ekstrak ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) yang dipersiapkan dengan berbagai variasi proporsi pelarut-sampel. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui variasi proporsi pelarut terhadap sampel dengan aktivitas tertinggi sebagai inhibitor enzim tirosinase Ubi jalar ungu diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan campuran pelarut etanol 96%-asam asetat-air (25:1:5) dengan perbandingan sampel-pelarut 1:3 dan 1:5. Aktivitas penghambatan dari masing-masing proporsi dibandingkan dengan asam kojat sebagai kontrol positif. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu sampel ubi jalar ungu yang diekstraksi dengan menggunakan proporsi pelarut 1:3 memiliki aktivitas penghambatan yang paling tinggi dengan nilai IC50 sebesar 27.09 µg/ml dan proporsi pelarut 1:5 dengan nilai IC50 sebesar 28.04 μg/ml. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa variasi proporsi pelarut terhadap sampel yang digunakan pada ekstraksi akan mempengaruhi aktivitas penghambatan, namun peningkatan proporsi tidak mutlak menunjukkan peningkatan aktivitas penghambatan tirosinase. Kata kunci : ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.), proporsi pelarut, asam

kojat, enzim tirosinase

ix

x

ABSTRACT

An investigation concerning inhibitory activity of tyrosinase enzyme of

extracts purple sweet potato (Ipomoea batatas L.) which prepared with a

solvent-sample proportions has been carried out. The research was aimed

to find out the solvent proportion toward sample with the highest as

inhibitory activity of tyrosinase enzyme. Purple sweet potato was extracted

using maceration method with solvent mixture of etanol 96%- acetid acid -

water (25:1:5) with solvent ratio of 1:3, 1:5. Inhibitory activity of each

extracts was compared with kojic acid as a positive control. The research

indicates that samples extracted with solvent-sample proportion 1:3 have

the highest inhibitory activity of tyrosinase, reaching IC50 of 27.09 µg/ml

and proportion 1:5 reaching IC50 of 28.04 µg/ml. The result of this research

shows that solvent proportion to the sample used in the extraction will

affect the inhibitory activity of tyrosinase. Nevertheles, the increasing

proportion does not always increase the inhibitory activity of tyrosinase

enzyme.

Keywords : purple sweet potato (Ipomoea batatas L.), solvent proportion,

kojic acid, tyrosinase enzyme.

x

xi

DAFTAR ISI

halaman HALAMAN PERSETUJUAN ..................................................................... iii

HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iv

HALAMAN PERNYATAAN ........................................................................ v

UCAPAN TERIMA KASIH .......................................................................... vi

ABSTRAK .................................................................................................. ix

ABSTRACT ................................................................................................. x

DAFTAR ISI ............................................................................................... xi

DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvi

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................4

II.1 Uraian Tanaman ...................................................................................4

II.1.1 Klasifikasi ..........................................................................................4

II.1.2 Nama Daerah.....................................................................................4

II.1.3 Morfologi Tanaman ............................................................................4

II.1.4 Ekologi .............................................................................................6

II.1.5 Jenis Ubi Jalar ..................................................................................6

II.1.6 Kandungan Kimia ............................................................................. 7

II.1.7 Kegunaan ......................................................................................... 8

II.2 Ekstraksi ...............................................................................................8

xi

xii

II.3 Antosianin .......................................................................................... 10

II.3.1 Sumber Antosianin ...........................................................................10

II.3.2 Struktur Kimia Antosianin .................................................................12

II.3.3 Kegunaan Antosianin .......................................................................14

II.3.4 Ekstraksi Antosianin .........................................................................14

II.3.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Antosianin ..............18

II.4 Tinjauan Tentang Kulit .......................................................................20

II.5 Hubungan Melanin dan Pigmentasi .................................................. 22

II.6 Tinjauan Tentang Enzim ................................................................... 25

II.6.1 Reaksi Enzimatik .............................................................................25

II.6.2 Faktor yang Mempengaruhi Reaksi Enzimatik .................................26

II.6.3 Penghambatan Aktivitas Enzim .......................................................26

II.6.3.1 Inhibisi Kompetitif ..........................................................................26

II.6.3.2 Inhibisi Non- Kompetitif .................................................................27

II.6.3.3 Inhibisi Campuran .........................................................................27

II.6.4 Enzim Tirosinase .............................................................................27

II.7 Asam Kojat .........................................................................................28

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN .....................................................30

III.1 Penyiapan Alat dan Bahan ................................................................30

III.2 Metode Kerja .....................................................................................30

III.2.1 Pengambilan Sampel .....................................................................30

III.2.2 Pengolahan Sampel .......................................................................30

III.2.3 Ekstraksi Sampel ............................................................................31

xii

xiii

III.3 Pembuatan Larutan Dapar Fosfat pH (6,5) ...................................... 31

III.4 Pembuatan Larutan L- Tirosin .......................................................... 31

III.5 Pembuatan Larutan Enzim Tirosinase (25KU Mushroom) ............... 32

III.6 Pembuatan Larutan Stok Ekstrak Ubi Jalar Ungu .............................32

III.7 Pembuatan Larutan Asam Kojat .......................................................32

III.8 Penentuan Inhibisi Tirosinase .......................................................... 32

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................34

IV.1 Hasil Penelitian ..................................................................................34

IV.2 Pembahasan .....................................................................................35

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................38

BAB V.1 Kesimpulan.................................................................................38

BAB V.2 Saran ..........................................................................................38

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................39

LAMPIRAN ...............................................................................................43

xiii

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel halaman

1. Kandungan gizi ubi jalar

2. Beberapa jenis antosianin dan gugus substitusinya

3. Hasil ekstraksi Ubi Jalar Ungu

4. Hasil penghambatan ekstrak Ubi Jalar Ungu

5. Hasil pengukuran penghambatan tirosinase proporsi 1:3

7

12

34

34

45

6. Hasil pengukuran penghambatan tirosinase proporsi 1:5

7. Pengukuran penghambatan tirosinase oleh asam kojat

46

47

xiv

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman

1. Struktur Kimia Antosianin

2. Reaksi Pembentukan Melanin

3. Struktur Kimia Asam Kojat

4. Grafik Hubungan antara Konsentrasi Ekstrak Proporsi

1:3 dengan Nilai % Penghambatan Tirosinase.

5. Grafik Hubungan antara Konsentrasi Ekstrak Proporsi

1:5 dengan Nilai % Penghambatan Tirosinase

6. Grafik Hubungan antara Konsentrasi Asam Kojat

dengan Nilai % Penghambatan Tirosinase

7. Gambar Tanaman

8. Gambar Hasil Pengukuran Ekstrak Ubi Jalar Ungu

9. Gambar Hasil Pengukuran Asam Kojat

17

23

29

48

48

49

49

50

50

xv

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran halaman

1. Skema Kerja Pembuatan Ekstrak

2. Skema Kerja Uji Penghambatan Enzim Tirosinase

3. Gambar

4. Perhitungan IC50

43

44

49

51

xvi

1

BAB I

PENDAHULUAN

Negara beriklim tropis, seperti indonesia tentunya paparan sinar

matahari tidak dapat dihindari. Sinar matahari tidak selalu merugikan,

karena sinar matahari juga memiliki efek yang sangat menguntungkan,

antara lain untuk pencegahan dan pengobatan ricketsia dengan jalan

mengaktivasi provitamin D menjadi vitamin D dengan bantuan sinar

matahari (UV B) serta pembentukan melanin. Warna kulit pada umumnya

ditentukan oleh jumlah melanin yang terdapat pada kulit. Melanin

melindungi tubuh dari pengaruh buruk radiasi. Paparan sinar matahari

(sinar UV) dapat mengaktifkan hormon yang akan menstimulasi sintesis

pigmen melanin dan menyebabkan warna kulit tampak lebih gelap (1).

Pembentukan melanin yang berlebih dapat menyebabkan

hiperpigmentasi kulit yang berupa melasma. Sebaliknya, hipopigmentasi

kulit dapat terjadi bila pembentukan melanin sedikit atau berkurang di

dalam tubuh. Pada dasarnya melanin melindungi tubuh dari pengaruh

buruk radiasi ultraviolet (UV) dan disintesis dalam melanosit yang

normalnya ditemukan pada lapisan dasar dari epidermis. Pada kulit

terdapat enzim yang berperan dalam pembentukan melanin yaitu enzim

tirosinase (1, 2,).

Enzim tirosinase berperan dalam biosintesis melanin di dalam

tubuh makhluk hidup. Biosintesis melanin oleh enzim tirosinase dilakukan

dengan mengkatalisis orto-hidroksilasi tirosin menjadi 3,4-

2

dihidroksifenilalanin atau DOPA (monofenolase) dan oksidasi DOPA

menjadi dopakuinon (difenolase). Senyawa dopakuinon mempunyai

kereaktifan yang sangat tinggi sehingga dapat mengalami polimerisasi

secara spontan membentuk dopakrom yang kemudian menjadi melanin

(3,4).

Adanya inhibitor tirosinase akan menghambat reaksi pencoklatan

atau pembentukan melanin. Banyak perhatian terfokus pada pembuatan

produk kosmetik dengan fungsi sebagai pemutih. Namun, beberapa

produk kosmetik pemutih dari bahan kimia dengan konsentrasi tinggi tidak

aman dipakai karena mengandung senyawa berbahaya, seperti

hidrokuinon, merkuri, arbutin dan asam kojat. Hal tersebut melandasi

banyaknya penelitian untuk mencari potensi tanaman atau bahan alam

sebagai pemutih. Diharapkan senyawa aktif pemutih dari bahan alam

tidak memberikan efek samping kepada konsumen. Senyawa bahan alam

yang dilaporkan memiliki aktivitas menghambat enzim tirosinase yakni

golongan flavonol, golongan isoflavon, flavanol, kalkon, dan stilbenoid.

Beberapa tanaman yang memiliki aktivitas antitirosinase yakni ekstrak

licorice, mulberi, dan teh hijau dalam sediaan skin whitening (4,5,6).

Salah satu tanaman yang mengandung antosianin adalah ubi jalar

ungu (Ipomoea batatas Linn). Ubi jalar ungu merupakan salah satu jenis

ubi yang semua bagian umbinya berwarna ungu hingga ungu muda.

Senyawa antosianin yang banyak terdapat dalam tanaman ini tidak hanya

3

berperan sebagai pigmen, namun juga merupakan sumber antioksidan

(7).

Hasil penelitian penentuan kadar antosianin dan uji antioksidan

dengan metode penangkapan radikal bebas DPPH menunjukkan bahwa

cairan pengekstraksi ubi jalar ungu dengan campuran pelarut etanol –

asam asetat – air dengan perbandingan (25:1:5) dengan variasi proporsi

pelarut dan sampel 1:3 dan 1:5 menghasilkan kadar antosianin masing-

masing sebesar 0,542 % b/b dan 0,457 % b/b dengan nilai IC50 untuk

proporsi 1:3 dan 1:5 masing-masing sebesar 112,05 μg/ml 112,39 μg/ml

(8,9).

Adapun rumusan permasalahan penelitian ini adalah bagaimana

pengaruh variasi proporsi pelarut – sampel terhadap aktivitas ekstrak ubi

jalar ungu (Ipomoea batatas Linn) sebagai inhibitor enzim tirosinase.

Penelitian ini adalah penelitian lanjutan untuk mengembangkan ubi

jalar ungu sebagai bahan pemutih alami. Tujuan penelitian adalah untuk

mengetahui pengaruh variasi proporsi cairan pengekstraksi terhadap

aktivitas ekstrak ubi jalar ungu (Ipomoea batatas Linn) sebagai inhibitor

enzim tirosinase.

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.I Uraian Tanaman Ubi Jalar Ungu (Ipomoe batatas L)

II.I.1 Klasifikasi

Tanaman ubi jalar dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan

diklasifikasikan sebagai berikut (13):

Kerajaan : Plantae

Anak kerajaan : Tracheobionta

Divisi : Spermatophyta

Anak divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Anak kelas : Asteridae

Bangsa : Solanales

Keluarga : Convulvulaceae

Marga : Ipomoea

Jenis : Ipomoea batatas L.

II.1.2 Nama Daerah

Jawa : telo rambat. Sunda :mantang. Melayu : ubi keledek.

Bugis/makassar : lame jawa. Manado : watata. Ambon: patatas (13).

II.1.3 Morfologi Tanaman

Ubi jalar berbatang lunak, tidak berkayu, berbentuk bulat, dan teras

bagian tengah bergabus. Batang ubi jalar beruas-ruas dan panjang ruas

antara 1-3 cm. Setiap ruas ditumbuhi daun, akar, dan tunas.Panjang

5

batang utama amat beragam, yakni berkisar 2-3 meter untuk varietas ubi

jalar merambat dan 1-2 meter untuk varietas ubi jalar tidak merambat

(bertipe tegak).Daun ubi jalar berbentuk bulat hati, bulat lonjong, dan bulat

runcing, tergantung pada varietasnya.Daun ubi jalar yang berbentuk hati

memiliki tepi daun rata, berlekuk dangkal, atau menjari.Daun ubi jalar

berwarna hijau tua dan hijau kuning.Sedangkan warna tangkai daun dan

tulang daun bervariasi, yakni antara hijau dan ungu sesuai dengan warna

batangnya (14).

Bunga tanaman ubi jalar berbentuk terompet yang panjangnya

antara 3-5 cm dan lebar bagian ujung antara 3-4 cm. Mahkota bunga

berwarna ungu keputih-putihan dan bagian dalam mahkota bunga

berwarna ungu muda. Kepala putik melekat pada bagian ujung tangkai

putik. Tangkai putik dan kepala putik terletak di atas bakal buah. Di dalam

bunga juga terdapat lima buah tangkai sari yang terletak di sekitar tangkai

putik. Pada setiap ujung-ujung tangkai sari terdapat kotak menyerupai

kepala yang didalamnya berisi tepung sari. Buah ubi jalar berkotak tiga. Di

dalam buah banyak berisi biji yang sangat ringan. Biji buah memiliki kulit

yang keras (14).

Umbi tanaman ubi jalar memiliki ukuran, bentuk, warna kulit, dan

warna daging bermacam-macam, tergantung pada varietasnya. Ukuran

umbi tanaman ubi jalar, ada yang besar dan ada pula yang kecil.

Bentuknya ada yang bulat, oval, dan bulat panjang. Kulit umbi ada yang

berwarna putih, kuning, ungu, jingga, dan merah. Demikian pula, daging

6

umbi tanaman ubi jalar ada yang berwarna putih, kuning, jingga, dan ungu

muda. Struktur kulit umbi tanaman ubi jalar juga bervariasi antara tipis

sampai tebal dan bergetah (14).

II.1.4 Ekologi

Ubi jalar tumbuh baik di daerah beriklim panas dan lembap, dengan

suhu optimum 27oC dan lama penyinaran 11-12 jam per hari. Tanaman ini

dapat tumbuh sampai ketinggian 1.000 meter dari permukaan laut.Ubi

jalar tidak membutuhkan tanah subur untuk media tumbuhnya (14).

II.1.5 Jenis Ubi Jalar

Berdasarkan warna umbi, ubi jalar dibedakan menjadi beberapa

golongan sebagai berikut (14).

1. Ubi jalar putih, yakni ubi jalar yang memiliki daging umbi berwarna

putih. Misalnya varietas tembakur putih, varietas Taiwan 45, dan

varietas MLG 12659-20P.

2. Ubi jalar kuning, yakni jenis ubi jalar yang memilki daging umbi

berwarna kuning, kuning mudam atau putih kekuning-kuningan.

Misalnya varietas lapis 34, varietas South Queen 27.

3. Ubi jalar orange, yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi

berwarna orange. Misalnya varietas Gedang dan varietas Borobudur.

4. Ubi jalar jingga, yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi

berwarna jingga hingga jingga muda. Misalnya varietas mendut dan

varietas ciceh 32.

7

5. Ubi jalar ungu, yakni jenis ubi jalar yang memiliki daging umbi

berwarna ungu hingga ungu muda.

II.1.6 Kandungan Kimia

Ubi jalar merupakan sumber karbohidrat dan sumber kalori yang

cukup tinggi.Ubi jalar merupakan sumber vitamin dan mineral, vitamin

yang terkandung dalam ubi jalar antara lain vitamin A, vitamin C, thiamin,

dan riboflavin. Sedangkan mineral dalam ubi jalar diantaranya adalah zat

besi, fosfor,dan kalsium dan mengandung antosianin juga β- karoten (14).

Tabel 1 Kandungan gizi ubi jalar (15)

No. Kandungan Gizi

Banyaknya dalam :

Ubi

putih

Ubi ungu Ubi

kuning

Daun

1. Kalori (kal) 123,00 123,00 136,00 47,00

2. Protein (g) 1,80 1,80 1,10 2,80

3. Lemak (g) 0,70 0,70 0,40 0,40

4. Karbohidrat (g) 27,90 27,90 32,30 10,40

5. Kalsium (mg) 30,00 30,00 57,00 79,00

6. Fosfor (mg) 49,00 49,00 52,00 66,00

7. Zat besi (mg) 0,70 0,70 0,70 10,00

8. Natrium (mg) - - 5,00 -

9. Kalium (mg) - - 393,00 -

10. Niasin (mg) - - 0,60 -

11. Vitamin A (mg) 60,00 7.700,00 900,00 6.105,00

12. Vitamin B1 (mg) 0,90 0,90 0,10 0,12

13. Vitamin B2 (mg) - - 0,04 -

14. Vitamin C (mg) 22,0 22,0 35,00 22,00

15. Air (g) 68,50 68,50 - 84,70

16. Bagian yang dapat

dimakan

86,00 86,00 - 73,00

8

II.I.7 Khasiat/Kegunaan

Kegunaan ubi jalar adalah menunjang kesehatan jantung,

gangguan anemia, mengendalikan tekanan darah. Ubi jalar juga kaya

akan serat dan vitamin B6 yang berkhasiat untuk mengurangi kelebihan

kolesterol. Ubi jalar maupun ubi kayu dapat digunakan sebagai salah satu

menu diet dan khusus untuk ubi jalar dapat diekstrak sebagai pewarna

makanan yang aman bagi kesehatan (7).

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya diketahui bahwa

pemberian ekstrak air ubi jalar ungu dapat menurunkan kadar

malondialdehid (MDA) pada darah, pada hati, pada jantung dan pada

usus setelah pemberian beban maksimal pada mencit. Ekstrak ubi jalar

ungu dapat sebagai antioksidan eksogen (16).

II.2 Ekstrak dan Ekstraksi (17, 18)

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan

mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani

menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua

pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan

sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari

bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Ekstraksi adalah

sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati

atau hewani menurut cara yang cocok, diluar pengaruh sinar matahari

langsung.

9

Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam

rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena

adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan di luar

sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa tersebut

berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar

sel dan di dalam sel (19).

Secara umum ekstraksi dapat dibedakan menjadi : (19)

A. Cara Dingin

1. Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan

menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau

pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Secara teknologi

termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi

pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan

yang kontinyu (terus menerus). Remaserasi berarti dilakukan

pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyaringan

maserat pertama, dan seterusnya.

2. Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai

sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada

temperatur ruangan. Proses terdiri dari tahapan pengembangan

bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya

(penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh

ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.

10

B. Cara Panas

1. Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,

selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan

dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan

proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk

proses ekstraksi sempurna.

2. Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang

umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi

kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya

pendingin balik.

3. Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) pada

temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu

secara umum dilakukan pada temperatur 40 – 50ºC.

4. Infus adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 90oC selama 15 menit.

5. Dekok adalah proses penyarian dengan menggunakan pelarut air pada

temperatur 90oC selama 30 menit.

II.3 Antosianin

II.3.1 Sumber Antosianin

Antosianin merupakan pigmen yang memberikan warna merah

keunguan pada sayuran, buah-buahan, dan tanaman bunga. Kata

antosianin berasal dari bahasa Yunani, yaitu anthos yang berarti bunga

dan ky-neos yang berarti ungu kemerah-merahan. Antosianin biasanya

11

ditemukan pada bagian epidermis dan sel mesofil periferal dari suatu

bahan pangan. Antosianin paling sedikit ditemukan pada buah pisang,

asparagus, kacang polong, buah pir, dan kentang (20).

Antosianin merupakan pigmen alami yang dapat menghasilkan

warna biru, ungu, violet, magenta, dan kuning. Pigmen ini larut dalam air

yang terdapat pada bunga, buah, dan daun. Antosianin tergolong ke

dalam turunan benzopiran. Struktur utama benzopiran ditandai dengan

adanya dua cincin aromatik benzen (C6H6) yang dihubungkan dengan tiga

atom karbon yang membentuk cincin. (21).

Kebanyakan antosianin ditemukan dalam enam bentuk antosianidin

yaitu pelargonidin, sianidin, peonidin, delfinidin, petunidin, dan malvidin.

Gugus gula pada antosianin bervariasi, namun kebanyakn dalam bentuk

glukosa, ramnosa, galaktosa, atau arabinosa. Gugus gula ini bisa dalam

bentuk mono atau disakarida dan dapat diasilasi dengan asam fenolat

atau asam alifatis (22).

Dua komponen, sianidin 3-O-(2-O-(6-O(E)-caffeoly-D-

Glucopyranocyl-D-Glucopyranoide)-5-O-D-Glucopyraniside dan peonidin

3-O-(2-O-(6-O-(E)-caffeoly-D-Glucopyranocyl-D-Glucopyranoide-5-O-D-

Glucopyraniside dari antosianin pada ubi ungu terdeteksi di plasma yang

menunjukkan aktivitas antioksidan (23).

12

II.3.2 Struktur Kimia Antosianin

Antosianin merupakan senyawa flavonoid yang dapat melindungi

sel dari sinar ultraviolet. Warna yang diberikan oleh antosianin berkat

susunan ikatan rangkap terkonjugasinya yang panjang sehingga mampu

menyerap cahaya pada rentang sinar tampak. Sistem ikatan rangkap

terkonjugasi ini juga mampu menjadikan antosianin sebagai antioksidan

dengan mekanisme penangkapan radikal (23).

Umumnya senyawa flavonoid memang berfungsi sebagai

antioksidan primer, khelator, dan scavenger terhadap superoksida anion.

Kemampuan antioksidatif antosianin timbul dari reaktifitasnya yang tinggi

sebagai pendonor hidrogen atau elektron, dan kemampuan radikal

turunan polifenol untuk menstabilkan dan mendelokalisasi elektron tidak

berpasangan, serta kemampuannya mengkhelat ion logam (24).

Antosianin terbagi atas tiga kelompok besar, yaitu antosianidin,

aglikon, dan glukosida. Hingga saat ini telah ditemukan lebih dari 550 jenis

antosianidin (24).

Tabel 2 Beberapa jenis antosianin dan gugus substitusinya (25)

Antosianidin Struktur dasar R1 R2 R3 R4 R5 R6 R7 Aurantinidin

-H -OH -H -OH -OH -OH -OH Cyanidin -OH -OH -H -OH -OH -H -OH Delphinidin -OH -OH -OH -OH -OH -H -OH Europinidin -OCH3 -OH -OH -OH -OCH3 -H -OH Luteolinidin -OH -OH -H -H -OH -H -OH Pelargonidin -H -OH -H -OH -OH -H -OH Malvidin -OCH3 -OH -OCH3 -OH -OH -H -OH Peonidin -OCH3 -OH -H -OH -OH -H -OH Petunidin -OH -OH -OCH3 -OH -OH -H -OH Rosinidin -OCH3 -OH -H -OH -OH -H -OCH3

13

Antosianin merupakan glikosida dari turunan polihidroksi dan

polimetoksi kation 2-fenilbenzopirilium atau kation flavilium. Bagian utama

antosianin adalah aglikon / kation flavilium yang mengandung ikatan

rangkap terkonjugasi yang berperan untuk menyerap energi pada panjang

gelombang 500 nm. Aglikon ini disebut antosianidin yang merupakan

penta-substituted (3,5,7,3’,4’) atau hexa-substituted (3,5,7,3’,4’,5’). Aglikon

berbeda pada jumlah gugus hidroksil dan metoksil pada cincin B dari

kation flavilium (26,27).

Sifat dan warna antosianin di dalam jaringan tanaman dipengaruhi

oleh beberapa faktor seperti : jumlah pigmen, letak dan jumlah gugus

hidroksi dan metoksi, kopigmentasi, dan sebagainya. Konsentrasi pigmen

yang tinggi di dalam jaringan akan menyebabkan warna merah,

konsentrasi sedang menunjukkan warna jingga hijau ungu, sedangkan

konsentrasi rendah menyebabkan warna biru (28).

Warna antosianin berubah dengan berubahnya pH. Pada pH tinggi

antosianin akan berwarna biru, kemudian berwarna violet dan akhirnya

berwarna merah pada pH rendah. Jumlah gugus hidroksi yang dominan

menyebabkan warna cenderung biru dan relatif tidak stabil. Sedangkan

jumlah gugus metoksi yang dominan dibandingkan gugus hidroksi pada

struktur antosianidin, menyebabkan warna cenderung merah dan relatif

lebih stabil. Selain pengaruh pH, warna antosianin dipengaruhi oleh

konsentrasi pigmen dan adanya campuran dengan pigmen lain

14

(kopigmentasi) serta terbentuknya ikatan dengan partikel gula atau koloid

(28).

II.3.3 Kegunaan Antosianin

Sejak abad ke-12 antosianin telah digunakan sebagai obat-obatan

tradisional. Pada zaman perang dunia ke-2, antosianin dipercaya dapat

meningkatkan penglihatan sewaktu malam. Antosianin juga diketahui

mengobati berbagai penyakit yang berbahaya seperti kanker, diabetes

mellitus, dan serangan jantung. Antosianin sangat bermanfaat

menghambat sel tumor. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sianidin

dan delphinidin sangat bermanfaat untuk mencegah tumbuhnya sel

kanker, sedangkan malvidin kurang efektif. Antosianin pada bilbery juga

diyakini dapat mencegah infeksi pada perut (24).

II.3.4 Ekstraksi Antosianin

Antosianin adalah bagian senyawa fenol yang tergolong flavonoid.

Antosianin jumlahnya sekitar 90-96 % dari total senyawa fenol. Pigmen ini

berperan terhadap timbulnya warna merah hingga biru pada beberapa

bunga, buah, dan daun. Antosianin bersifat polar sehingga dapat

dilarutkan pada pelarut polar seperti etanol, aseton, dan air. Dalam

penelitian ini untuk ekstraksi digunakan pelarut air karena lebih aman,

murah, dan ketersediannya melimpah. Namun bila dilihat tingkat

polaritasnya antara antosianin sebagai zat terlarut dan air sebagai pelarut

tidak seimbang (29).

15

Tingkat polaritas antosianin digolongkan semipolar (dielektrik

konstan 30-40) sedang air adalah sangat polar (dielektrik konstan).

Karena itu untuk meningkatkan efisiensi ekstraksi antosianin polaritas air

sebagai pelarut harus diturunkan sampai mendekati polaritas antosianin

(30).

pH suatu sistem akan sangat mempengaruhi aktivitas antioksidan

antosianin. Antosianin kurang efektif sebagai metal chelators pada kondisi

pH rendah (asam). Tetapi kemampuan mendonorkan hidrogen (hydrogen

donating activity) dari antosianin meningkat pada kondisi yang semakin

asam. pH juga akan mempengaruhi stabilitas dari antosianin disamping

berpengaruh terhadap warna dari antosianin tersebut. Antosianin lebih

stabil pada pH asam dibanding dalam pH netral atau basa. Ekstraksi

antosianin dapat dilakukan dengan beberapa jenis solven, seperti air,

etanol, metanol, tetapi yang paling efektif adalah dengan menggunakan

metanol yang diasamkan dengan HCl. Tetapi karena sifat toksik dari

metanol biasanya dalam sistem pangan digunakan air atau etanol yang

diasamkan dengan HCl (31, 32)

Suhu dan pH berpengaruh terhadap efisiensi ekstraksi antosianin

dan koefisien difusinya, semakin rendah pH maka koefisien distribusi

semakin tinggi, demikian juga semakin tinggi temperaturnya. Tetapi

antosianin merupakan senyawa yang labil dan mudah rusak akibat

pemanasan, sehingga berakibat pada penurunan biokativitasnya.

Pengaruh suhu menjadi tidak signifikan dengan penambahan HCl pada

16

pelarut yang digunakan untuk ekstraksi, karena pengaruh HCl lebih besar

dari pada pengaruh suhu. Penggunaan HCl 1% dalam ekstraksi

antosianin akan menyebabkan hidrasi sebagian hingga total antosianin

yang terasetilasi sehingga akan mempengaruh absorbsinya dalam tubuh

(33,34).

Penambahan asam sebagai pelarut tidak selalu diperlukan. Metode

ekstraksi yang digunakan untuk analisis kuantitatif harus diperika secara

menyeluruh pada tanaman dan jenis pigmen tertentu.Jika terdapat gugus

asil pada antosianin, maka penggunaan asam sebagai campuran harus

dihindarkan. Hal ini disebabkan ikatan asil ini mudah terhidrolisis (35).

Pada beberapa antosianin, residu gula diasilasi dengan asam-

asam aromatik, meliputi asam p-kumarat, kafeat, ferulat, sinapat, galat,

atau p-hidroksibenzoat serta asam-asam alifatik seperti asam malonat,

asetat, malat, suksinat, dan oksalat.Asam-asam organik berikatan dengan

unit glikosil melalui ikatan ester. Asam-asam organik berikatan pada C-3

gugus gula, diesterifikasi pada gugus 6-OH atau 4-OH dari gula.

Antosianin dari dua atau lebih gugus asil telah dilaporkan.Asam fenolik

aromatik dan alifatik yang umumnya berikatan dengan antosianin

ditunjukkan pada gambar 1.Gambar 2 menunjukkan beberapa macam

antosianin yang berikatan dengan gugus gula dan asam organik (27).

17

Gambar 1a. Unit asil yang berikatan dengan antosianin

Gambar 1b. Struktur kimia antosianin

18

II.3.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kestabilan Antosianin

Secara umum stabilitas antosianin dapat dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti struktur dan konsentrasi antosianin, derajat

keasaman, oksidator, cahaya, suhu, dan sebagainya (36).

1. Struktur dan konsentrasi antosianin

Adanya glikosilasi dan asilasi pada struktur antosianin dapat

meningkatkan stabilitas antosianin.Glikosilasi pada struktur antosianidin

umumnya terjadi pada karbon no 3 atau 5. Beberapa jenis gula yang

dapat terglikosilasi misalnya jenis monosakarida hingga disakarida.

Glikosilasi struktur antosianidin dengan disakarida relatif lebih stabil

dibandingkan monosakarida. Jumlah gugus yang terikat juga

mempengaruhi stabilitas warna antosianin. Malvidin 3,5- diglikosida

memiliki stabilitas warna lebih tinggi dibandingkan malvidin 3-glikosida.

2. Derajat keasaman

Antosianin umumnya lebih stabil pada larutan asam dibandingkan

pada larutan netral atau alkali.Dalam keadaan asam, struktur dominan

antosianin berada dalam bentuk inti kation flavilum yang terprotonisasi

dan kekurangan elektron. Peningkatan nilai PH menyebabkan kation

flavilum menjadi tidak stabil dan mudah mengalami transformasi struktural

menjadi seyawa tidak berwarna seperti kalkon.

Harper (1968) berpendapat bahwa pada kisaran pH 1-3, pigmen

antosianin berada dalam bentuk oksonium (I) yang berwarna merah dan

merupakan bentuk yang paling stabil.Bentuk tersebut dapat mengalami

19

hidrolisis pada pH yang lebih tinggi membentuk pseudobasa yang mulai

kehilangan warna. Pseudobasa yang terbentuk ini mengalami

kesetimbangan tautomerik. Kesetimbangan yang terbentuk ini mengalami

kesetimbangan antara bentuk keto dan bentuk anol menghasilkan alfa

diketon yang menghasilkan warna biru.

3. Oksidator

Oksidator dapat menstimulasi terjadinya proses degradasi

antosianin secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung

oksidator mampu menyebabkan oksidasi antosianin membentuk senyawa

tidak berwarna yang menurunkan stabilitas warna antosianin.

4. Cahaya

Cahaya merupakan faktor yang turut berperan dalam proses

degradasi antosianin. Cahaya memiliki energi tertentu yang mampu

menstimulasi terjadinya reaksi fotokimia dalam molekul antosianin.Reaksi

fotokimia dapat menyebabkan pembukaan cincin aglikan pada antosianin

yang diawali oleh pembukaan cincin karbon no.2. Pada akhirnya reaksi

fotokimia tersebut mampu membentuk senyawa tidak berwarna seperti

kalkon sebagai indikator degradasi antosianin.

5. Suhu

Peningkatan suhu pengolahan hingga penyimpanan dapat

menyebabkan kerusakan dan perubahan antosianin terjadi secara cepat

melalui tahapan yaitu terjadinya hidrolisis pada ikatan glikosidik antosianin

20

dan menghasilkan aglikon-aglikon yang labil dan terbukanya cincin aglikon

sehingga terbentuk gugus karbonil dan kalkon yang tidak berwarna.

II.4 Tinjauan Tentang Kulit (37, 38)

Kulit merupakan organ terluar dari tubuh manusia yang mempunyai

fungsi yang sangat penting untuk perlindungan, khususnya melindungi

organ bagian dalam dari tubuh manusia terhadap rangsangan dari luar

tubuh, baik itu rangsangan mekanis, kimia, maupun radiasi sekalipun.

Disamping itu kulit juga masih mempunyai fungsi lainnya yaitu untuk

mempertahankan kelembaban tubuh dengan cara mengatur keluarnya

sejumlah cairan tubuh. Total wilayah dari kulit manusia, memiliki rentang

sekitar 2500 cm2 pada saat lahir, dan pada saat dewasa bertambah

menjadi sekitar 18000 cm2.

Secara histologis kulit tersusun atas 3 lapisan utama yaitu: (39)

1. Lapisan Epidermis atau Kutikula

Lapisan epidermis dibentuk oleh 5 lapisan sel yaitu stratum corneum

(lapisan tanduk), stratum lusidum, stratum granulosum, stratum

spinosum dan stratum basale.

Stratum corneum merupakan lapisan tanduk yang terdiri dari sel-

selkulit mati. Daerah yang paling tebal adalah daerah telapak

tangan dan kaki (sekitar 0,4-0,6 mm) tetapi lebih tipis dari daerah

muka.

Stratum lusidum berada tepat di bawah stratum korneum dan

dianggap sebagai lapisan yang berada di antara lapisan

21

korneum dan lapisan granuler. Lapisan ini mengontrol keluar

masuknya air melalui kulit. Lapisan ini jelas tampak pada telapak

tangan dan kaki.

Stratum granulosum atau lapisan granuler mengandung

keratohialin. Ketebalan lapisan ini bervariasi, lapisan yang

paling tebal pada telapak tangan dan kaki.

Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk

poligonal yang besarnya berbeda. Sel-sel stratum spinosum

mengandung banyak glikogen.

Stratum basale merupakan dasar epidermis, berproduksi dengan

sitosis. Stratum basale terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang

tersusun vertikal pada perbatasan dermo epidermal dan berbasis

seperti pagar. Lapisan ini terdiri dari dua jenis sel yaitu selber

bentuk kolumnar dan sel pembentuk melanin (melanosit); sel ini

mengandung butir pigmen (melanosomes).

2. Lapisan Dermis

Lapisan dermis adalah lapisan di bawah dermis yang jauh lebih

tebal dari pada epidermis, terbentuk oleh jaringan elastis dan fibrosa

dengan elemen seluler, kelenjar rambut sebagai adneksa kulit, secara

garis besar dibagi menjadi dua bagian yaitu :

Pars papilare yaitu bagian yang menonjol ke epidermis berisi ujung

serabut saraf dan pembuluh darah.

22

Pars retikulare yaitu bagian di bawahnya yang menonjol ke arah

subkutan, bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang

misalnya serabut kolagen, elastin, dan retikulin.

3. Lapisan Subkutis

Lapisan subkutis ini merupakan kelanjutan dari lapisan dermis, yang

terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak. Lapisan ini

berfungsi sebagai cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-

ujung saraf tepi, pembuluh darah dan getah bening.

II.5 Hubungan Melanin dan Pigmentasi

Pigmen melanin memegang peranan yang sangat penting dalam

melindungi kulit terhadap fotokarsinogenesis.Warna kecoklatan sampai

kehitaman pada kulit manusia diakibatkan oleh jumlah pigmen melanin

yang bervariasi. Warna kulit juga dipengaruhi oleh ketebalan kulit,

vaskularisasi kulit, kemampuan refleksi permukaan kulit serta kemampuan

absorbs epidermis dan dermis. Proses pembentukan melanin pada kulit

terjadi dengan bantuan biokatalis (enzim) dan sinar matahari. Melanin

memiliki 2 bentuk, yaitu eumelanin dan feomelanin.Eumelanin yang

memberikan warna gelap, terutama hitam, coklat dan variasinya, mislanya

member warna pada retina mata.Pigmen ini tidak larut hampir disemua

macam pelarut, mempunyai beratmolekul yang tinggi, mengandung

nitrogen, terjadi karena oksidasipolimerisasi dari bentuk intermediate yang

berasal dari DOPA sedangkan feomelanin memiliki sifat larut dalam basa

dan memberikan warna kuning-merah mengandung nitrogen dan sulfur.

23

Terutama terdiri dari Benzotiazin dan Benzotiazol, berasal dari

sistenildopa, misalnya terdapat pada rambut manusia dan melanoma.

Kedua bentuk melanin ini disintesis dari oksidasi tirosin oleh enzim

tirosinase.

Melanin terbentuk melalui rangkaian oksidasi dari asam amino

tirosin dengan melibatkan enzim tirosinase. Tirosinase mengubah tirosin

menjadi DOPA dengan bantuan oksigen, kemudian menjadi dopakuinon.

Dopakuinon diubah menjadi dopakrom melalui auto oksidasi sehingga

menjadi dihydroxy indole atau indol dihidroksi (DHI) atau dihydroxy indole

carboxy acid (DHICA) untuk membentuk eumelanin (pigmen berwarna

coklat). Dengan adanya sistein atau glutation, dopakuinon diubah menjadi

sisteinil dopa, reaksi ini membentuk feomelanin (pigmen berwarna kuning)

(2,40)

Gambar 2. Reaksi Pembentukan Melanin

Tirosinase Tirosinase

Tirosin Dopa Dopakuinon

O2 O2

5,6 – Dihidroksiindol-2- Leucodopakrom 5 – Sistenildopa

asam karboksilat

Dopkarom 5-Sistenildopa-

Kuinon

5,6-Dihidroksiindol

Indol-5,6 5-Hidroksi-1,4-

Kuinon Benzotiazinilalanin

+protein +protein

Eumelanin Eumelanosum Feomelanosu Feomelanin

24

Sifat utama dari melanin adalah kemampuannya untuk menyerap

dan memantulkan radiasi sinar UV (280-400 nm) dan melindungi

kerusakan DNA. Hasil antara pada biosintesis melanin dapat juga

membahayakan, kuinon yang dihasilkan oleh reaksi tirosinase adalah

sitotoksik dan perantara kematian sel bila terakumulasi dalam jumlah

yang banyak. Lebih lanjut melanin juga meningkatkan radiasi UVA(320-

400 nm) yang menginduksi perombakan DNA. Melanin bereaksi dengan

DNA yaitu fotoreaktif dan mampu menghasilkan oksigen reaktif yang

merusak respon terhadap UVA. Berdasarkan panjang gelombang, sinar

UV dibagi menjadi 3 yaitu: UVA (320-400 nm), UVB(290-320 nm), dan

UVC (200-290 nm) (41).

Radiasi UVA dalam jumlah besar dapat menyebabkan pigmentasi

baik pigmentasi yang segera (immediate tanning atau immediate pigment

darkening) atau pigmentasi yang lambat (delayed tanning reaction). Pada

pigmentasi cepat terjadi perubahan-perubahan pada melanosom yang

ada pada melanosit dan keratinosit akibat reaksi foto-oksidasi, sehingga

melanin yang tidak berwarna atau berwarna merah muda dioksidasi

menjadi lebih gelap. Pada pigmentasi lambat terjadi peningkatan

jumlah melanosit, ukuran melanosit, aktivitas melanosit dan aktivitas

enzim tirosinase sehingga dihasilkan melanin baru yang ditransfer ke

keratinosit. Radiasi sinar UVC mempunyai efek pigmentasi yang lemah.

25

II.6. Tinjauan Tentang Enzim

Enzim adalah protein yang khusus disintesis oleh sel hidup untuk

mengkatalisis reaksi yang berlangsung di dalamnya. Oleh karena reaksiitu

banyak sekali, maka biokatalisator yang dibentuk, jumlah maupun

jenisnya tak terhitung banyaknya (42,43).

Fungsi suatu enzim ialah sebagai katalis untuk proses biokimia

yang terjadi di dalam sel maupun di luar sel. Suatu enzim dapat

mempercepat reaksi 108 sampai 1011kali lebih cepat dari pada apabila

reaksi tersebut dilakukan tanpa katalis. Jadi enzim dapat berfungsi

sebagai katalis yang sangat efisien, disamping itu mempunyai derajat

kekhasan yang tinggi. Sama seperti katalis lainnya, enzim juga dapat

menurunkan aktivasi suatu reaksi kimia. Reaksi kimia ada yang

membutuhkan energi (reaksi endergonik) dan yang menghasilkan energi

atau mengeluarkan energi (eksergonik) (44).

II.6.1. Reaksi Enzimatik (45)

Reaksi umum dari enzim dan substrat dapat digambarkan sebagai

berikut :

Catalytic step

Subtstrat Binding

Reaksi diatas dikenal dengan Kinetika Henri – Michaelis – Menten.

E + S ES E + P

26

Pada kenetika enzim, reaksi enzim dibagi dalam dua tahapan.

Pada tahap pertama, substrat terikat pada enzim secara reversible,

membentuk kompleks enzim substrat.Kompleks ini kadang disebut

sebagai kopleks michaelis.Pada tahap kedua enzim mengatalisasi reaksi

kimia, dan terurai membentuk enzim bebas dan produknya.

II.6.2 Faktor–Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Reaksi

Enzimatik

Aktivitas atau kinerja enzim dipengaruhi oleh banyak faktor.

Terdapat lima faktor utama yang mempengaruhi aktivitas enzim yaitu: pH,

temperatur, konsentrasi enzim, konsentrasi substrat, dan konsentras

kofaktor.

II.6.3 Penghambatan (Inhibisi) dari Aktivitas Enzim (3)

Banyak senyawa yang dapat menghambat reaksi yang dikatalisis

oleh enzim. Penghambatan aktivitas enzim disebut inhibitor. Mekanisme

inhibisi dibagi menjadi inhibisi kompetitif, inhibisi non kompetitif dan

inhibisi campuran.

II.6.3.1 Inhibisi Kompetitif

Pada inhibisi kompetitif, inhibitor dan substrat berkompetisi untuk

berikatan dengan enzim.Seringkali inhibitor kompetitif memiliki struktur

yang sangat mirip dengan substrat asli enzim. Sebagai contoh,

metotreksat adalah inhibitor kompetitif untuk enzim dihidrofolat reduktase.

Pengikatan inhibitor tidaklah perlu terjadi pada tapak pengikatan

substrat. Apabila pengikatan inhibitor mengubah konformasi enzim

27

sehingga menghalangi pengikatan substrat. Pada inhibisi kompetitif,

kelajuan maksimal reaksi tidak berubah, namun memerlukan konsentrasi

substrat yang lebih tinggi untuk mencapai kelajuan maksimal tersebut,

sehingga meningkatkan Kelajuan maksimal.

II.6.3.2 Inhibisi Non-Kompetitif

Inhibitor non-kompetitif dapat mengikat enzim pada saat yang sama

substrat berikatan dengan enzim. Baik kompleks Enzim Inhibitor dan

Enzim Inhibitor Substrat tidak aktif. Karena inhibitor tidak dapat

dilawan dengan peningkatan konsentrasi substrat, Vmax reaksi berubah.

Namun, karena substrat masih dapat mengikat enzim, Kalajuan maksimal

tetaplah sama.

II.6.3.3 Inhibisi Campuran

Inhibisi jenis ini mirip dengan inhibisi non-kompetitif, kecuali

kompleks EIS memiliki aktivitas enzimatik residual. Pada banyak

organisme, inhibitor dapat merupakan bagian dari mekanisme umpan

balik.Jika enzim memproduksi terlalu banyak produk, produk tersebut

dapat berperan sebagai inhibitor bagi enzim tersebut. Hal ini akan

menyebabkan produksi produk melambat atau berhenti.

II.6.4 Enzim Tirosinase (46)

Tirosinase adalah enzim yang mengkatalisis reaksi oksidasi fenol

(seperti tirosin) dan tersebar luas pada tumbuhan dan hewan. Tirosinase

adalah enzim yang mengandung tembaga yang berada dalam jaringan

tumbuhan dan hewan yang mengkatalisis produksi melanin dan pigmen

28

lainnya dari tirosin oleh oksidasi, seperti pada menghitamnya kentang

ketika dikupas atau diiris dan terkena udara. Ketika terjadi gangguan pada

enzim tirosinase dalam tubuh maka produksi melanin ikut terganggu.

Enzim tirosinase dikenal juga sebagai polifenol oksidase,

merupakan suatu enzim multifungsi yang mengandung unsur tembaga

(Cu), tersebar secara luas di alam meliputi bakteri, jamur, tanaman tingkat

tinggi, binatang dan manusia. Fungsi enzim ini termasuk aktivitas

monofenolase (kreolase) dan difenolase (katekolase).

Sifat dari bagian aktif (active site) dan reaktivitas enzim tirosinas

telah diisolasi dan pada umumnya berhubungan dengan hemosianin,

suatu protein dari molluska dan antropoda yang berwarna kebiru-biruan

dan mengandung unsur tembaga (Cu).

Dua atom tembaga dalam situs aktif dari enzim tirosinase

berinteraksi dengan oksigen membentuk molekul kimia yang sangat

reaktif yang kemudian mengoksidasi substrat.Kegiatan tirosinase mirip

dengan oksidasi katekol.Tyrosinases dan oxidases katekol secara kolektif

disebut oxidases polifenol.

II.7 Asam Kojat (5)

Asam kojat (Kojic acid) (5-hydroxy-2-(hydroxymethyl)-4H-pyran-4-

one) merupakan penghambat tirosinase yang diperoleh dari jamur jenis

Aspergillus dan Pennicillium. Asam kojat banyak digunakan sebagai

bahan pemutih pada produk-produk kosmetik dengan konsentrasi

penggunaan maksimum 1%. Senyawa ini berfungsi mengkhelat logam Cu

29

pada sisi aktif dari enzim tirosinase dan menangkap radikal bebas. Asam

kojic memiliki efek sebagai inhibitor kompetitif dan reversible pada

oksidase polifenol baik pada tanaman maupun hewan, yaitu menghambat

tirosinase, yang mengkatalisis perubahan tirosin menjadi melanin. Asam

kojic menghambat melanosis dengan cara mengganggu pengambilan

oksigen yang diperlukan untuk proses “pencoklatan’ (browning) secara

enzimatik. Metode spektrofotometri dan kromatografi menunjukkan bahwa

asam kojic mampu mengurangi o-kuinon menjadi diphenols untuk

mencegah terbentuknya hasil akhir yaitu pigmen melanin. Karena itulah

banyak digunakan sebagai agen pencerah kulit dalam preparat kosmetik

dan dermatologis lainnya.

Gambar 3. Struktur Kimia Asam Kojat

30

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan adalah Alat–alat gelas (Pyrex®), Bejana

maserasi, Cawan Porselin, Elisa Reader (Bio-Rad Model 680), Microplate

reader 96 Well (Iwaki®), Mikropipet (Acura 825®), Oven simplisia, pH

meter (Schott®), Rotavapor, Tabung ependorf, Timbangan analitik (Mettler

AE 160®).

Bahan-bahan yang digunakan adalah air suling, aluminium foil,

asama setat, asam kojat, ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L), enzim

tirosinase 25 KU Mushroom (Sigma Chemical ®), etanol, kalium

dihidrogen fosfat(KH2PO4), Kalium hidroksida (KOH), L-tirosin 0,1 mM

(Sigma).

III.2. Metode Kerja

III.2.1 Pengambilan Sampel

Ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L) diperoleh dari desa Kandreapia,

Kecamatan Tombolo Pao, Kabupaten Gowa.

III.2.2 Pengolahan Sampel

Ubi jalar ungu dibersihkan dengan air mengalir, kemudian dipotong

kecil-kecil dan dikeringkan dalam oven simplisia padasuhu 50°C..

31

III.2.3 Ekstraksi Sampel (10)

Ubi jalar ungu yang diperoleh dari desa Kandreapia, Kecamatan

Tombolo Pao, Kabupaten Gowa, disortasi basah dan dicuci

permukaannya hingga bersih. Dipotong kecil-kecil dan dikeringkan dalam

oven simplisia pada suhu 50oC. Sampel ubi jalar ungu keing diserbukkan

dengan menggunakan blender dan ditimbang sebanyak 100 gram.

Sampel dimasukkan kedalam bejana maserasi dan diekstraksi secara

maserasi dengan penambahan pelarut sesuai perlakuan. Ekstraksi

dilakukan selama 3-4 hari dengan melakukan pengadukan sesekali.

Pelarut yang digunakan adalah etanol - asam asetat - air (25 : 1: 5)

dengan perbandingan variasi proporsi sampel : pelarut yaitu 1:3, dan 1:5

(b/v). Setelah maserat diperoleh, pelarut diuapkan dengan menggunakan

rotavapor sehingga diperoleh ekstrak kental.

III.3. Pembuatan Larutan Dapar Fosfat pH 6,8 (11)

Sebanyak 680,45 mg KH2PO4 dilarutkan dengan 100 ml aquades.

Larutan kemudian diukur pHnya menggunakan pH meter, kemudian

ditambahkan larutan KOH 1 M sedikit demi sedikit hingga mencukupi pH

6,5.

III.4 Pembuatan larutan L-Tirosin

Sebanyak 18,2 mg L-tirosin dimasukkan kedalam labu tentukur

100ml kemudian ditambahkan dapar fosfat sedikit demi sedikit,

dihomogenkan dan volumennya dicukupkan hingga 100 ml dengan larutan

dapar fosfat.

32

III.5 Pembuatan larutan Enzim Tirosinase (25KU mushropom)

Enzim tirosinase ditimbang dan dimasukkan kedalam labu tentukur

100 ml kemudian dilarutkan dalam 10 ml dapar fosfat yang didinginkan,

dihomogenkan dan volumenya dicukupkan hingga 100 ml dengan larutan

dapar fosfat.

III.6 Pembuatan larutan stok ekstrak ubi jalar ungu (Ipomoea batatas

L)

Ekstrak ubi jalar ungu ditimbang sebanyak 5 mg, dilarutkan dengan

Dapar Fosfat sebanyak 100μl, dihomogenkan dan dicukupkan dengan

dapar fosfat hingga 1000μl dan diperoleh larutan stok 5000bpj. Larutan

stok kemudian diencerkan dan diperoleh konsentrasi 2, 4, 8,16 dan 32 bpj.

III.7 Pembuatan larutan Asam Kojat

Sebanyak 5 mg asam kojat dimasukkan kedalam tabung ependorf,

dilarutkan dalam 1000 μl air suling dan diperoleh larutanstok 5000 bpj.

Larutan stok diencerkan dan diperoleh konsentrasi 1, 2, 4 dan 8 bpj.

III.8 Penentuan inhibisi tirosinase (12)

Sebanyak 150 µL larutan dapar fosfat 0,1 M (pH 6,8), 50 µL L-

Tirosin 0,1 mMdan 20 µL larutan enzim tirosinase dimasukkan dalam

micro plate A (kontrolnegatif). Kemudian sebanyak 50 µL larutan dapar

fosfat 0,1 M (pH 6,8), 50µL L-Tirosin 0,1 mM, 100 µL larutan sampel, dan

20 µL larutan enzim tirosinase dimasukkan dalam micro plate B (sampel

uji), dilakukan berulang sampaitiga kali kemudian diinkubasi selama 30

menit pada suhu kamar.

33

Sebanyak 50 µL larutan dapar fosfat 0,1 M (pH 6,8), 50 µL L-

tirosin 0,1 mM, 20 µL larutan enzim tirosinase dan 100µL larutan asam

kojat dimasukkan dalam micro plate C (kontrolpositif), dilakukan berulang

sampai tiga kali kemudian diinkubasi selama 30 menit pada suhu kamar.

Sebagai blanko, digunakan 50 µL L-tirosin 0,1 mM dan 170 µL dapar

fosfat yang juga diibuat tiga kali dengan perlakuan yang sama dengan

Kontrol positif dan sampel.

Absorbansi diukur dengan menggunakan Micro plate reader pada

panjang gelombang 490 nm. Persen inhibisi enzim tirosinase dapat

dihitung dengan menggunakan rumus :

%InhibisiTirosinase =(A − blanko) −(B − blanko)

� − �������100%

Catatan :

A :Absorban tanpa penambahan inhibitor

B :Absorban dengan penambahan inhibitor

34

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Hasil Penelitian

1. Hasil Ekstraksi

Tabel 3. Hasil Ekstraksi Ubi Jalar Ungu dengan Proporsi Cairan

Pengekstraksi etanol, asam asetat dan air.

Proporsi pelarut ubi

jalar ungu

Bobot sampel

(g)

Bobot ekstrak

(g)

Rendamen

(%)

1:3 100 8,19 8,19

1:5 100 14,18 14,18

Berdasarkan tabel di atas sampel ubi jalar ungu yang dimaserasi

dengan proporsi pelarut 1:3 diperoleh berat ekstrak kering sebanyak 8,19

g dengan rendamen 8,19%. Sedangkan proporsi 1:5 memiliki berat

ekstrak kering sebanyak 14,18 g dengan rendamen 14,18%.

2. Hasil Penghambatan Ekstrak Ubi Jalar Ungu

Tabel 4. Penghambatan Aktivitas Enzim Tirosinase dengan variasi

proporsi pelarut etanol, asam asetat dan air Ubi Jalar Ungu (Ipomoea

batatas L).

Sampel Nilai IC50 aktivitas antitirosinase (bpj)

Proporsi Pelarut Ubi Jalar Ungu 1:3 27,09 bpj

Proporsi Pelarut Ubi Jalar Ungu 1:5 28,04 bpj

Asam Kojat 3,65 bpj

Aktivitas penghambatan enzim tirosinase untuk ekstrak dengan

proporsi 1:3 sebesar 27,09 bpj dan untuk ekstrak proporsi 1:5 sebesar

35

28,04 bpj. Asam kojat sebagai kontrol positif memiliki aktivitas

penghambatan yang tinggi dengan nilai IC50 sebesar 3,65 bpj.

IV.2. Pembahasan

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah ubi jalar ungu

(Ipomoea batatas L). Ubi jalar ungu diekstraksi menggunakan metode

maserasi dengan menggunakan campuran pelarut etanol 96%, asam

asetat dan air dengan variasi proporsi sampel : pelarut yaitu 1:3 dan 1:5.

Pelarut dengan polaritas yang berbeda dibuat dengan variasi proporsi

untuk menghasilkan ekstrak antosianin dengan kapasitas tinggi sebagai

inhibitor enzim tirosinase. Selain itu telah dilaporkan bahwa campuran

pelarut tersebut menghasilkan kadar antosianin yang tertinggi (8).

Penelitian sebelumnya telah dilaporkan senyawa aktif bahan alam

yang dapat menghambat enzim tirosinase diantaranya asam kojat,

arbutin, artokarpanon, asam askorbat, dan kloroforin. Senyawa yang

digunakan sebagai kontrol positif dalam penelitian ini adalah asam kojat

yang merupakan inhibitor dengan daya inhibisi enzim tirosinase terbesar.

Pengujian aktivitas penghambatan tirosinase dengan

menggunakan metode Spektrofotometri menggunakan alat microplate

reader. Prinsip kerja microplate reader tidak berbeda dengan

spektrofotometri yaitu sumber cahaya menyinari sampel yang akan diukur

dengan panjang gelombang tertentu (diatur dengan filter cahaya atau

monokromator). Kemudian detektor menghitung banyaknya cahaya awal

36

yang ditransmisikan oleh sampel. Banyaknya cahaya yang ditransmisikan

berhubungan dengan konsentrasi molekul yang akan dicari (47).

Penelitian ini menggunakan enzim tirosinase yang berperan

sebagai katalisator dan L- tirosin sebagai substratnya.Prinsip pengukuran

yaitu enzim tirosinase akan mengkatalisis pembentukan L-tirosin menjadi

L-DOPA dan mengoksidasi L-DOPA menjadi dopakuinon. Dopakuinon

yang terbentuk akan bereaksi spontan membentuk dopakrom yang dapat

terukur pada panjang gelombang 490 nm.

Inhibisi pada reaksi yang menggunakan biokatalisis dapat terjadi

apabila penggabungan substrat pada bagian aktif enzim mengalami

hambatan dengan adanya penambahan inhibitor. Dengan terjadinya

hambatan terhadap aktivitas tirosinase dalam reaksi tirosin-tirosinase

akan dapat menghambat pembentukan melanin.

Dari hasil perhitungan diketahui bahwa ekstrak ubi jalar ungu

(Ipomoea batatasL.) dengan variasi proporsi pelarut dengan perbandingan

1:3 menunjukkan aksi penghambatan terhadap aktivitas enzim tirosinase

yang lebih baik dibandingkan dengan ekstrak dengan variasi proporsi 1:5.

Hal ini ditunjukkan dengan nilai konsentrasi yang dapat menghambat 50%

aktivitas enzim tirosinase untuk ekstrak dengan variasi proporsi 1:3

sebesar 27,09 μg/ml sedangkan untuk ekstrak dengan variasi proporsi 1:5

sebesar 28,04 μg/ml. Hal ini dikarenakan senyawa flavonoid yang berada

dalam ubi jalar ungu terekstraksi baik pada proporsi pelarut yang rendah,

37

sehingga pada proporsi 1:3 dapat memiliki aktivitas penghambatan enzim

tirosinase yang lebih baik.

Hasil yang sama juga diperoleh dari penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Amelia (2013) menunjukkan bahwa ekstrak dengan variasi

proporsi pelarut - sampel (1:3) memiliki aktivitas antioksidan yang paling

kuat dan total antosianin tertinggi dibanding dengan proporsi (1:5). Hal ini

ditunjukkan dengan nilai IC50 pengikat radikal bebas DPPH proporsi 1:3

sebesar 112,05 μg/ml dan proporsi 1:5 sebesar 112,39 μg/ml, dan jumlah

antosianin dengan variasi proporsi 1:3 sebesar 0,542% sedangkan variasi

proporsi 1:5 sebesar 0,457%. Hal ini dikarenakan kemampuan dari

masing-masing proporsi pelarut dalam menarik senyawa antosianin

berbeda-beda dan dari hasil yang diperoleh proporsi pelarut 1:3

merupakan proporsi yang paling optimal untuk menarik antosianin

terbanyak.

Hasil ini menunjukkan bahwa variasi proporsi pelarut terhadap

sampel yang digunakan pada ekstraksi akan mempengaruhi aktivitas

penghambatan namun peningkatan proporsi pelarut terhadap sampel

tidak mutlak menunjukkan peningkatan aktivitas penghambatan.

38

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, analisis data dan pembahasan dapat

disimpulkan bahwa ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.) memiliki efek

penghambatan enzim tirosinase dengan nilai IC50 dari ekstrak ubi jalar

ungu dengan variasi proporsi pelarut 1:3 dan 1:5 masing-masing sebesar

27.09 μg/ml dan 28.04 μg/ml, aktivitas sebagai inhibitor tirosinase dari

kedua proporsi 7 kali lebih rendah dibandingkan dengan asam kojat yang

memiliki IC50 3,65 μg/ml.

V.2. Saran

Sebaiknya dibuat formulasi sediaan dari ekstrak ubi jalar ungu yang

berfungsi sebagai inhibitor enzim tirosinase.

39

DAFTAR PUSTAKA

1. Su, E. G. An Overview on skin whitening, Sino Lion (USA) Ltd.,Jackson, New jersey, 2003,USA

2. Ebanks, J. D., Wickett, R. R., and Boissy, R. E. Mechanisms

Regulating Skin Pigmentation : The Rise and Fall Complexion Coloration, Int. J. Mol. Science., 2009,10, page : 4066-4087..

3. Muray, R.K., Daryl K.G, Peter, A. M, Victor W. R, Biokimia harper edisi

25. Terjemahan oleh dr. Anna P. Bani dan dr. Tiara M. N. Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta : 2003, hal. 236-240.

4. Djajadisastra, J. Cosmetic Stability. Disampaikan pada “Seminar Setengah Hari HIKI” Rabu, 18 Nopember 2004, Hotel Menara Peninsula, Slipi, Jakarta

5. Lin, J. W., Chiang, H. M., Lin, Y. C and Wen, K. C. Natural Product

With Skin – Whitening Effect. Journal of Food and Drug Analysis. 2008,16(2), hal. 1-10.

6. Arung, Shimizu, K., Kondo, R. Inhibitory effect of artocarpanone from

Artocarpus heterophyllus on melanin biosynthesis. J. Biol., 2009, 29:1966-1969.

7. Juanda, Dede dan Bambang Cahyono. Ubi Jalar.Yogyakarta. Penerbit Kanisius. 2000

8. Winarti, S., Ulya Sarofa, dan Dhini A. Ekstraksi dan Stabilitas Warna Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.) Sebagai Pewarna Alami. Jurnal Teknik Kimia, Vol.3, No.1. 2008. hal. 207-213.

9. Amelia. Uji Aktivitas Antioksidan Dan Ekstrak Ubi Jalar Ungu

(Ipomoea batatas L.) dengan Variasi Proporsi Cairan Pengekstraksi. 2013

10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1986. Sediaan Galenik,

Jakarta, Direktorat Jendral POM, hal. 11

11. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Farmakope Indonesia edisi IV, Departemen kesehatan RI, 1995, Jakarta.

40

12. Kamkaen, N., Mulsri, N., Treesak C. Screening of Some Tropical Vegetables for Anti-tyrosinase Activity. Thai Pharmaceutical and Healt Science Journal, 2007, 2(1), hal. 15-19

13. Heyne, K. Tumbuhan Berguna Indonesia, Badan Litbang Kehutanan.

Yayasan Sarana Wana Jaya. Jakarta. 1988.

14. Juanda, Dede dan Bambang Cahyono. Ubi Jalar. Yogyakarta. Penerbit Kanisius. 2000.

15. Harnowo, D., S.S. Antarlina, dan H. Mahagyosuko. Pengolahan Ubi Jalar Guna Mendukung Diversifikasi pangan dan agroindustri. Malang. Balittan. 1994. hal.145-157.

16. Made, I Jawi., Dewa Ngurah Suprapta, dan I Nyoman Arcana. Efek Antioksidan Ekstrak Air Umbi Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L.) terhadap Darah dan Berbagai Organ pada Mencit yang Diberikan Beban Aktivitas Fisik Maksimal. Pusat Studi Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada. 2009.

17. Direktorat Jenderal POM, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. 2000, (5) hal. 10-11

18. Harborne, J.B. Metode Fitokimia. Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Penerbit Institut Teknologi bandung. Bandung 1987, (5) hal. 238

19. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. Sediaan Galenik edisi 2. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 1979.

20. Astawan, Made., Andreas L. Khasiat Warna-Warni Makanan. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. 2008.hal. 135-140

21. Moss, BW. The Chemistry of Food Colour. Di dalam : D.B. MacDougall (ed). Colour in Food : Improving Quality. Washington : CRC Press. 1985.

22. Andarwulan, Nuri dan RH Fitri Faradilla. Senyawa Fenolik pada Beberapa Sayuran Indigenous dari Indonesia. Tropical Plant Curriculum (TPC) Project. Seafast Center 2012. IPB Bogor. 2012. Hal.23-25.

41

23. Anonim. Pengaruh PH dan Penambahan Gula terhadap Aktivitas Antioksidan pada Produk Olahan Ubi Jalar Ungu Nata de PSP (Purple Sweet Potato). FFMIPA UPI. 2010.

24. Rice-Evans, C., Miller, N. J., dan Panganga, G. Antioksidant

Properties of Phenolic Compounds.Trends in Plant Science, 2,.1997. hal. 152-159.

25. Delpech, Roger. The Importance of Red Pigments to Plant Life : Experiment with Anthocyanins. Journal of Biological Education. United Kingdom. 2000. Hal. 206-207.

26. R. Brouillard. Anthocyanins as Food Colors, ed. P. Markakis. New York. Academic Press. 1982. hal. 1-40.

27. Giusti, M.M. and Wrolstad, R.E. Acylated Anthocyanins from Edible Sources and Their Applications in Food Systems.Biochem. Eng. Journal. 14(3). 2003. hal. 217-225.

28. Winarno, F.G.Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta. PT Gramedia. 1997. 29. Durst, R. W., & Wrolstad, R.E,. 20Unit F1.2 : Characterization and

Measurement of Anthocyanin by UV-visible Spectroscopy. Di dalam R. E. Wrolstad (Ed.).Handbook of analytical food chemistry. New York. John Wiley & Sons. 2005. hal. 33-45

30. Ricter, P., M.I Toral, and C.Toledo,. Subcritical Water Extraction and Determination of Nifedipine in Pharmaceutical Formulation Drugs, Cosmetics, Forensic, Sciences. Journal Of AOAC International. Vol.89, No.2. 2006.

31. Pokorny, J., N. Yanishlieva, M. Gordon. Antioxidants in Food. Washington, D.C. CRC Press. 2001.

32. Yu Gao dan Cahoon, G.A. Cluster Thinning Effects on Fruit Weight, Juice Quality and Fruit Skin Characteristics ini ‘Reliance’ Grapes. Fruit Crops : A Summary of Research. 1998.

33. Turker, N., dan Erdogdu, F. Effects oh pH and Temperature od Extraction Medium on Effective Diffusion Coefficient of Anthocyanin Pigments of Black Carrot(Daucus carota var L.). Journal of food Engineering 76. 2006. Hal. 579-583.

34. Revilla, E. Comparation of Several Procedures Used for the Extraction of anthocyanin from Red Grape. Journal Agric Food Chem. 1998.

42

35. Strack D, V Wray. The anthocyanins. Di dalam : JB Harborne (ed). The flavonoid : Advances in Research since 1986. London. Chapman and Hall. 1993.

36. Jackman, R.L. dan J.L. Smith. Anthocyanin and Betalains. Di dalam GAF Hendry. JD Houghton (Ed). Natural Food Colourants. Second Edition. London. Chapman and Hall. 1996.

37. Sylvia A. Price, Lorraine m. Wilson, Patofisiologi konsep klinis proses- proses penyakit, edisi 6, Penerbit buku kedokteran, EGC, Jakarta: 2005, hal 1415

38. Wasitaatmadja, S. M., Penuntun ilmu kosmetik medic. Universitas

Indonesia Press, Jakarta, 1998, hal177

39. Freedberg, I.M. Dermatology in General Medicine. McGraw Hill Medical Publishing Division. New York. 2002,6(1), hal 133-141

40. Tranggono, R.I., dan Fatma L. Buku Pegangan ilmu Pengetahuan Kosmetik. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 2007.

41. Briganti, S., Camera, E., & Picardo, M.,. J Pigment Cell Res. Innovative Technology Chemical and Instrumental Approaches to Treat Hyperpigmentation. 2003. hal. 16: 101 -110.

42. Djide M. Natsir, Sartini, Dasar-dasar mikrobiologi farmasi, Lembaga Penerbitan Unhas (Lephas), Makassar, 2008, hal 133-134

43. Hardjono Mardjono, Biokimia 1. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta, 2007, Halaman 91.

44. Poedjiadi, Dasar-dasar biokimia, Universitas Indonesia Press,

Bandung, 2000,hal 142. 45. Sadikin,M. Biokimia enzim, Universitas Gadjah mada Press,

Jogjakarta, 1986, hal 125-191.

46. Likhitwitayawuid, K, Stilbenes With Tyrosinase Inhibitory Activity, Current Science, 2008, 94 (1).

47. Ganske, F. Boosting Microplate Reader Functionally. Available from : htttp://www.bmglabtech.com. Diakses pada tanggal 29 Oktober 2013

43

LAMPIRAN I

Skema Kerja Pembuatan Ekstrak Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L)

Ubi Jalar Ungu (Ipomea batatas L)

Serbuk Ubi Jalar Ungu

- Disortasi basah - Disortasi Kering - Dipotong kecil-kecil - Dikeringkan - Diserbukkan

Maserasi dengan etanol : as. asetat : air (25 :1:5)

1

Sampel : Pelarut

(1:3)

2

Sampel : Pelarut

(1:5)

Ekstrak Kental

A1

Ekstrak Kental

A2

44

LAMPIRAN II

Skema Kerja Uji Penghambatan Aktivitas Enzim Tirosinase

Keterangan :

A : Absorban tanpa penambahan inhibitor

B : Absorban dengan penambahan inhibitor

Ekstrak Kental A1 dan Ekstrak

Kental A2

Asam Kojat

Pengukuran Serapan Dengan

Micro Plate Reader Pada λ 490 nm

Pengumpulan Data dan

Analisis Data

Pembahasan Hasil

Kesimpulan

4 ppm 2 ppm 8 ppm 16 ppm

A B

32 ppm 1 ppm 2 ppm 4 ppm 8 ppm

45

Tabel 5. Hasil Pengukuran Penghambatan Tirosinase oleh Ekstrak

Ubi Jalar Ungu (ipomoea batatas L).

Proporsi 1 : 3

Konsentrasi (μg/ml)

Absorban Absorban rata-rata

Persentase Penghambatan (%)

2

0.103

0.107 10.84 0.110

0.107

4

0.104

0.103 15.66 0.101

0.103

8

0.096

0.095 25.30 0.094

0.094

16

0.078

0.081 42.16 0.081

0.086

32

0.076

0.072 53.01 0.070

0.071

Kontrol Negatif 0.116 0.116

Blanko 0.033 0.033

% Penghambatan Aktivitas Tirosinase

(����������������� − ���������) − (��������� − ���������)

(AbsKontrolnegatif − AbsBlanko)x100%

Contoh : Ekstrak Ubi Jalar Ungu Konsentrasi 2 μg/ml

(0.166 − 0.033) − (0.107− 0.033)

(0.116 − 0.033)x100% = 10.84

46

Tabel 6. Hasil Pengukuran Penghambatan Tirosinase oleh Ekstrak

Ubi Jalar Ungu (ipomoea batatas L).

Proporsi 1 : 5

Konsentrasi (μg/ml)

Absorban Absorban rata-rata

Persentase Penghambatan (%)

2

0.103

0.107 10.84 0.109

0.108

4

0.105

0.102 16.86 0.100

0.102

8

0.100

0.099 20.48 0.098

0.099

16

0.088

0.086 36.14 0.084

0.087

32

0.065

0.071 54.21 0.073

0.075

Kontrol Negatif

0.116 0.116

Blanko 0.033 0.033

% Penghambatan Aktivitas Tirosinase

(����������������� − ���������) − (��������� − ���������)

(AbsKontrolnegatif − AbsBlanko)x100%

Contoh : Ekstrak Ubi Jalar Ungu Konsentrasi 2 μg/ml

(0.116 − 0.033) − (0.107− 0.033)

(0.116 − 0.033)x100% = 10.84

47

Tabel 7. Hasil Pengukuran Penghambatan Tirosinase oleh Asam

Kojat

Konsentrasi (μg/ml) Absorban

Absorban rata-rata

Persentase Penghambatan (%)

1

0.13

0.132 20.93

0.138

0.129

2

0.111

0.113 35.65

0.109

0.119

4

0.087

0.084 58.13

0.088

0.077

8

0.051

0.044 89.14

0.034

0.049

Kontrol Negatif 0.159 0.159

Blanko 0.03 0.03

% Penghambatan Aktivitas Tirosinase

(����������������� − ���������) − (��������� − ���������)

(AbsKontrolnegatif − AbsBlanko)x100%

Contoh : Ekstrak Ubi Jalar Ungu Konsentrasi 1 μg/ml

(0.159 − 0.030) − (0.132 − 0.030)

(0.159− 0.030)x100% = 20.93

48

LAMPIRAN III. Gambar

Gambar 4. Grafik hubungan antara konsentrasi ekstrak proporsi 1:3

dengan nilai % Penghambatan Tirosinase.

Gambar 5. Grafik hubungan antara konsentrasi ekstrak proporsi 1:5

dengan nilai % Penghambatan Tirosinase.

y = 1.403x + 11.99R² = 0.922

0

10

20

30

40

50

60

0 5 10 15 20 25 30 35

% P

en

gha

mb

ata

n T

iro

sin

ase

Konsentrasi

Proporsi 1 : 3

y = 1.425x + 10.04R² = 0.984

0

10

20

30

40

50

60

0 5 10 15 20 25 30 35

% P

en

gham

ba

tan

Tir

osi

na

se

Konsentrasi

Proporsi 1 : 5

49

Gambar 6. Grafik hubungan antara konsentrasi Asam Kojat dengan nilai

% Penghambatan Tirosinase.

Gambar 7. Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas L .)

y = 9.510x + 15.29R² = 0.983

0102030405060708090

100

0 2 4 6 8 10

% P

en

gham

bat

an

Konsentrasi

Asam Kojat

50

Ekstrak Variasi Proporsi 1:3 Ekstrak Variasi Proporsi 1:5

Gambar 8.

Larutan Uji Pengukuran ekstrak ubi jalar ungu (Ipomoea batatas L.)

dengan variasi proporsi 1 : 3 dan 1 : 5 dalam microplate reader.

Gambar 9. Asam Kojat dalam Microplate reader

Proporsi 1 : 3 Proporsi 1 : 5

Kontrol ( - ) Blanko

Kontrol Positif

51

LAMPIRAN IV. Perhitungan IC50

1. Ekstrak Proporsi 1 : 3

y = a + bx x = (y – a) / b

x = Konsentrasi

a = 11.99

b = 1.403x

y = % Penghambatan = 50

y = a + bx

y = 1.403x + 11.99

x = y – a

b

IC50 = ����.���

��.��= 27.09���

2. Ekstrak Proporsi 1 : 5

y = a + bx x = (y – a) / b

x = Konsentrasi

a = 10.04

b = 1.425x

y = % Penghambatan = 50

y = a + bx

y = 1.425x + 10.04

� =y − a

b

IC50 = �����.��

�.���= 28.04���

52

3. Asam Kojat

y = a + bx x = (y – a) / b

x = Konsentrasi

a = 15,29

b = 9,510x

y = % Penghambatan = 50

y = a + bxs

y = 9,510x – 15,29

� =y − a

b

IC50 = �����,��

�,���= 3,65���