pengaruh tradisi lokal dalam tata cara ......pengaruh tradisi lokal dalam tata cara ibadah agama...

73
PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Theology (S.Th.I) Disusun Oleh: RUQOIDAH NIM: 102032124646 PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1429 H / 2008 M

Upload: others

Post on 12-Feb-2020

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA

IBADAH AGAMA CINA

(Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai

Gelar Sarjana Theology (S.Th.I)

Disusun Oleh:

RUQOIDAH

NIM: 102032124646

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H / 2008 M

Page 2: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA

IBADAH AGAMA CINA

(Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai

Gelar Sarjana Theology (S.Th.I)

Oleh:

RUQOIDAH

NIM: 102032124646

Di bawah bimbingan,

Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, MA

NIP: 150 273 478

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1429 H / 2008 M

Page 3: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

PENGESAHAN PANITIA SIDANG MUNAQOSYAH

Skripsi yang berjudul Pengaruh Tradisi Lokal dalam Tata Cara Ibadah

agama Cina (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio, di lingkungan komunitas Cina

Benteng, Tangerang), telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Ushuluddin

dan Filsafat, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, pada tanggal 18 Nopember 2008. Skripsi

ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Program Strata

1 (S-1) pada jurusan Perbandingan Agama.

Jakarta, 6 Januari 2009

Sidang Munaqosyah

Ketua Sekretaris

Drs. Agus Darmaji, M.Fils. Maulana,MA.

NIP: 150 326 915 NIP: 150 293 221

Anggota,

Penguji I Penguji II

Siti Nadroh, MA. Saiful Azmi, MA.

NIP: 150 282 310 NIP: 150 282 397

Pembimbing,

Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, MA.

NIP: 150 273 478

Page 4: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

KATA PENGANTAR

Alhamdulillaahirobbil’alamin, Segala puji dan syukur Penulis panjatkan ke

Hadirat Allah SWT. Tidak ada kekuatan apa pun dalam diri ini, selain Karunia dan

Ridho-Nya. Dan karena anugerah-Nya lah , penulis mampu menyelesaikan skripsi ini

dengan judul : “PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH

AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Komunitas Cina

Benteng, Tangerang)”, shalawat serta salam senantiasa selalu tercurahkan kepada sumber

inspirasi umat Islam, baginda Nabi Muhammad SAW, yang selalu menjadi tauladan bagi

seluruh pengikutnya hingga akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa perjalanan dalam upaya menyelesaikan kuliah dan

skripsi ini dihiasi dengan segala kekurangan dan kelemahan Penulis, dan diwarnai dengan

berbagai cobaan, tantangan dan penuh perjuangan serta kesabaran. Karena itu, tidak

berlebihan kiranya jika pada kesempatan ini, Penulis menyampaikan rasa terima kasih

yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Ayahanda dan Ibunda tercinta, H. A. Dasuki Mahmud dan Hj. Marwiyah, atas

semua pengorbanan, kesabaran, support dan kasih sayang yang tiada terperih,

baik berupa moril mau pun materiil, serta doa yang tidak pernah putus sepanjang

masa untuk keberhasilan dan kesuksesan studi Penulis.

2. Bapak Dr. M. Amin Nurdin, MA., Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,

univerasitas islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta. Beserta staff dan

jajarannya.

Page 5: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

3. Ibu Dra. Ida Rosyidah, MA., Ketua Program Studi Perbandingan Agama dan

Bapak Maulana, MA., selaku sekretaris Perbandingan Agama.

4. Prof. Dr. M. Ikhsan Tanggok, MA., terima kasih yang setulusnya kepada bapak

atas kesabaran yang sangat luar biasa dan telah bersedia meluangkan waktu untuk

mengoreksi san memberikan saran dalam penulisan skripsi ini. Tanpa pengarahan

dan kritikan yang telah bapak berikan, skripsi ini tidak akan pernah selesai.

5. Bapak Agus Darmaji, M.Fils., sebagai ketua dalam sidang Munaqosyah dan

Bapak Maulana, MA., sebagai sekretaris Sidang Munaqosyah. Penulis ucapkan

banyak terima kasih atas kesediaannya untuk memimpin dan turut memberi nilai

dalam Sidang Skripsi Penulis pada tanggal 18 November 2008.

6. Ibu Siti Nadroh, MA., dan Bapak Syaiful Azmi, MA., selaku Pengguji I dan II

dalam sidang Munaqosyah Penulis.

7. Bapak Eva Nugraha, MA., yang telah membimbing saat KKN di Desa Cinangsih,

Tasikmalaya, mau pun setelah KKN. Begitu banyak ilmu dan pengalaman yang

bapak berikan kepada Penulis dan teman-teman KKN IKHLAS. Terima kasih

juga Penulis sampaikan atas budi baik bapak dan keluarga yang selalu

meluangkan waktu dan menyediakan tempat ketika teman-teman KKN IKHLAS

berkumpul. Semoga Allah SWT membalasnya.

8. Para dosen yang telah memberikan ilmu kepada Penulis di Fakultas Ushuluddin

dan Filsafat, baik secara langsung mau pun tidak langsung, selama Penulis

menjalani perkuliahan di kampus tercinta.

9. Bapak Oey Tjin Eng, tidak cukup hanya dengan ucapan terima kasih yang

sedalam-dalamnya atas kerelaan waktu, tenaga dan pikirannya. Juga atas

Page 6: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

kesediaan bapak menjadi Informan Kunci dalam penulisan skripsi Penulis dengan

penuh kesabaran. Semoga kebaikan bapak dibalas dengan semestinya dan

keberkahan serta kesehatan selalu menyertai bapak.

10. Warga sekitar lokasi penyimpanan perahu keramat (komunitas Cina Benteng)

yang telah bersedia manjadi responden dan dapat mengisi questioner untuk

memperkuat pembahasan dalam penulisan skripsi ini.

11. Pimpinan dan staff Perpustakaan Utama dan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat,

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, yang telah

memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan dengan cukup

lengkap, sehingga dapat mempermudah Mahasiswa dalam menyelesaikan tugas-

tugas kuliah.

12. Keluarga besar kakak-kakak Penulis, ka’ Yayah, yang selalu memberikan

motivasi belajar dan membimbing dengan sabar sejak awal Penulis duduk di

bangku Sekolah Dasar sampai kuliah sehingga Penulis dapat menyelesaikan studi

S-1 ini. Terlalu banyak yang sudah ka’ Yayah berikan kepada Penulis, semua itu

tidak mungin terwujud tanpa dorongan dan bantuan ka’ Yayah. Dan ka’ Ali yang

telah memberikan kepercayaan kepada Penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi

ini. Ka’ Mimi, A Ujer, ka’ Nja, ka’ Robi, ka’ Hasbi, ka’ Irma, ka’ Wiwi, bang

Dilah, Sahid, dan adik-adik Penulis, Uut dan Nding, yang tidak pernah lelah

menanyakan penyelesaian skripsi ini dan memberikan semangat agar cepat-cepat

menyelesaikan studi S-1 ini.

Page 7: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

13. Keponakan-keponakan Penulis, Reza, Ulya, Sefi, Jamil, Mikhail, neng Sarah,

Aufan, Zaki, Nayla dan Sabrina, yang selalu membuat Penulis tertawa di sela-sela

kepenatan mendera saat mengerjakan skripsi.

14. Hamami Nashirudin, S.Sos., Curahan tenaga, pikiran dan waktu yang diberikan

demi kelancaran penyelesaian skripsi ini sangat berarti dan yang sangat berkesan,

hanya kata terima kasih saja tidak cukup untuk mengungkapkan semuanya.

15. Keluarga besar Bapak H. Tri Suheri dan Ibu Hj. Iroh Masturoh. Mba Ida, Mas

Boy dan Angga, semua ini tak lepas dari doa kalian semua. Terima kasih atas doa

dan dukungannya selama penulisan skripsi ini hingga Penulis dapat

menyelesaikannya walau dengan kurun waktu yang sangat lama.

16. Kawan-kawan seperjuangan di kelas Perbandingan Agama “Angkatan 2002”.

Nunu, Yeyeh, Sahal, Acun, Desi, Phei, Parida, Mia, Abew, MC, jeng Tati, mba

Eni, dan semua teman-teman yang tak dapat ditulis satu-persatu.

17. Kawan-kawan KKN IKHLAS 2005, Desi, Puji, Abew, MC, Adam, Amsari,

Aisyah, Norma, mpo Dhinul, Mely, Ida, Iwan, Ade, Sri, Nurur dan Anwari.

Pengalaman KKN bersama kalian selalu membuatku rindu. Semoga kebersamaan

kita akan selalu terjaga.

18. Teman-teman di MAN 1 Tangerang. Umroh, Dedeh, Elisa. Terima kasih untuk

nasehat dan dukungan semangat kepada Penulis. Tak lupa untuk teman-teman

Gatress lainnya: Yani, Atun, Eva, Iyom, Ina, Eni, Oom, dan Leni. I miss you all.

19. Teman-teman di Semanggi, Ical yang telah memberikan saran dan nasehatnya.

Ayik, terima kasih atas kritik dan saran yang sudah diberikan dalam penyusunan

skripsi ini.

Page 8: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

Penulis hanya dapat memohon kepada Allah SWT, semoga berkenan menerima

segala kebaikan dan ketulusan mereka. Terakhir, semoga skripsi ini dapat bermanfaat

dan dapat menambah khasanah dalam keilmuan kita semua. Amin.

Jakarta, 18 Nopember 2008

Penulis

Ruqoidah

Page 9: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ……………………………………………………………….... i

HALAMAN PERSETUJUAN ……………………………………………………… ii

HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………………………. iii

MOTTO ………………………………………………………………………………. iv

DEDIKASI …………………………………………………………………………. .. v

KATA PENGANTAR ……………………………………………………………… vi

DAFTAR ISI ………………………………………………………………………… ix

BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………….. 1-14

A. Latar belakang Penulisan ………………………………………….. 1

B. Perumusan masalah ………………………………………………... 9

C. Pembatasan Masalah .……………………………………………… 9

D. Metodologi Penelitian dan Tehnik Penulisan …………………….. 10

E. Kerangka dan Kajian Teori ……………………………………… 11

1. Tradisi Lokal …………………………………………….. 11

2. Praktek Agama …………………………………………... 12

3. Keramat ………………………………………………….. 14

F. Sistematika penulisan …………………………………………..... 14

BAB II. GAMBARAN UMUM KOMUNITAS CINA BENTENG ……… 16-30

A. Letak Geografis dan Keadaan Penduduk ……………………..…. 16

B. Sejarah Kedatangan dan Penyebutan Cina Benteng ……….. …... 20

C. Sistem Kekerabatan ……………………………………………… 23

Page 10: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

D. Kawin Campur (Integrasi) ……………………………………….. 24

E. Mata Pencaharian ………………………………………………… 26

F. Bahasa …………………………………………………………… 28

BAB III. PROSES AKULTURASI DALAM MASYARAKAT CINA

BENTENG ....……………………………………………………… 31-39

A. Peranan Tradisi Ritual dalam Masyarakat Lokal ………………… 33

B. Unsur Mitos dalam Tradisi Masyarakt Lokal ……………………. 37

BAB IV. PEMANDIAN PERAHU KERAMAT DALAM UPACARA PEH

CHUN ……………………………………………………………… 40-51

A. Persiapan Menyambut Upacara dan Perlengkapan yang Digunakan

dalam Upacara serta Simbolisasinya ……..……………………… 40

B. Tata Cara ………………………………………………………… 43

C. Perhitungan Waktu Pelaksanaan ………………………………… 46

D. Tujuan dan Manfaat …………………………………………….. 48

E. Analisis Kritis …………………………………………………… 48

BAB V. PENUTUP ………………………………………………………… 52-55

A. Kesimpulan ……………………………………………………… 52

B. Saran-saran …………………………………………………….... 54

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………………. 56-58

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 11: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penulisan

Tiongkok, atau Chung-kuo dalam bahasa Mandarin, artinya Negara Tengah.

Nama ini baru populer sekitar abad ke-19 dan awal abad ke-20, terutama setelah lahirnya

Republik Tiongkok pada tahun 1912.1 Negara Cina memiliki jumlah penduduk terbesar

di seluruh dunia, sekalipun program Keluarga Berencana dianjurkan. Sejak beberapa

ratus tahun sebelum masehi, peradaban Cina telah tumbuh dan berkembang dengan pesat

dalam bentuk kebudayaan masyarakat. Mulai dari fisik arsitektur bangunan, administrasi

pembangunan hingga tradisi spiritual dan agama. Dalam sejarah peradaban dunia,

masyarakat Cina dikenal dengan kebudayaannya yang sampai saat ini masih kental.

Ajaran-ajaran spiritual seperti Taoisme, Budhisme dan Konfusianisme dipercayai secara

luas oleh masyarakat Cina. Begitu kuatnya masyarakat memegang teguh tradisi spiritual

itu, berbagai praktek keagamaan tetap terpelihara sejak awal masuk ke negara Indonesia

sampai saat ini dan telah mewarnai kehidupan masyarakat Cina perantauan di Indonesia.

Kehidupan keagamaan komunitas Cina perantauan juga menggambarkan

fenomena ini. Meskipun berusaha sekuat tenaga untuk menyesuaikan diri dengan

masyarakat setempat, meskipun kehidupan mereka senantiasa dilandasi suatu upaya

memelihara kepercayaan tradisi yang diperoleh dari negara asalnya.

Keberadaan Cina sebagai etnis minoritas di Indonesia dengan berbagai

permasalahannya, sering disorot secara umum. Mereka dikelompokkan sebagai suatu

etnis yang memiliki karakteristik yang berbeda di masing-masing daerah, seperti

1 Ensiklopedi Indonesia, jilid 6, Jakarta: PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, hlm. 3561.

Page 12: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

komunitas Cina yang tinggal di Sumatra Barat, Medan, Pontianak, Surabaya, Tangerang

dan daerah-daerah lainnya yang tersebar di Indonesia. Perbedaan ini bisa jadi karena

pengaruh pada saat waktu kedatangan, perbedaan daerah asal, dialek bahasa, pekerjaan,

pendidikan, budaya serta adat istiadat daerah tempat tinggal mereka yang baru.2

Bahkan dalam sidang kabinet pada tanggal 27 Januari 1979 dengan tegas

mengatakan “Khonghucu bukan Cina”. Sejak itulah status agama Khonghucu menjadi

tidak jelas. Namun, akhirnya pada zaman pemerintahan presiden Abdurrahman Wahid

(Gusdur), agama Khonghucu mulai mendapat ketenangan. Hal ini dapat di lihat dari

pertemuan Abdurrahman Wahid dengan tokoh-tokoh agama di Bali pada bulan Oktober

1999, dan dalam pertemuannya dengan masyarakat Cina di Beijing pada November 1999.

ketenangan yang merupakan angin segar bagi pemeluk agama Khonghucu ini tidak

pernah dijumpai pada zaman Orde Baru. Pada tahun 2000, agama Khonghucu sudah

mulai mendapat pengakuan dari pemerintah, terutama pengakuan yang datangnya dari

presiden Abdurrahman Wahid (Gusdur). Menurut Gusdur,3 sebuah agama dapat

dikatakan agama atau tidak, bukan urusan pemerintah, sebab yang menghidupi agama

bukan jaminan pemerintah, tapi hati manusia. 4

Dalam Ensiklopedi Indonesia,5 dikatakan bahwa peranakan Tionghoa yang hidup

di Indonesia merupakan minoritas yang heterogen,6 dan kompleks. Secara kultural,

mereka terbagi atas: peranakan, yaitu Tionghoa yang berbahasa daerah sebesar 55% dan

lahir di tanah Indonesia. Peranakan yang dimaksud bukan hanya dalam artian biologis

2 Erniwati, Asap Hio di Ranah Minang, Yogyakarta: Ombak, 2007, hlm. xiii.

3 Nama panggilan dari Abdurrahman Wahid (presiden ke-4 Republik Indonesia) 4 M. Ikhsan Tanggok, Jalan Keselamatan Melalui Agama Khonghucu, Jakarta: PT. Gramedia

Pustaka Utama, 2000, hlm. 105-106.

5 Ensiklopedi Indonesia, Jilid 6, hlm. 3560.

6 Terdiri atas berbagai unsur yang berbeda, bervariasi, beraneka ragam. Lihat Kamus Lengkap Bahasa

Indonesia, Media Centre, hlm. 254.

Page 13: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

saja tetapi juga dalam arti kebudayaan. Di rumah, mereka memakai bahasa sehari-hari di

mana mereka tinggal, misalnya di Jawa, mereka memakai Bahasa Jawa, begitu juga

komunitas Cina Peranakan yang tinggal di Tangerang. Kebanyakan dari mereka tidak

bisa menggunakan bahasa Cina. Adat istiadat mereka juga tidak sepenuhnya Cina, tetapi

mereka telah mengambil adat istiadat daerah setempat,7 dan komunitas Cina Totok, yaitu

komunitas Cina yang berbahasa Cina sebanyak 45%, mereka sangat memegang teguh

adat istiadat Cina. Oleh sebab itu, komunitas Cina pun menganut kepercayaan yang

berbeda-beda, seperti: Budha, Tao, Islam, Kristen, Katolik, Khonghucu, Sam Kauw (Tri

Dharma) dan kebatinan.

Menelusuri jalan kehidupan sebagian dari penduduk Negeri Cina yang ingin

mengadu nasib di “negeri seberang”, maka sampailah beribu-ribu orang dalam waktu

puluhan tahun ke berbagai kawasan. Kisah keberanian suatu generasi yang mendobrak

keadaan untuk mengubah nasib keturunannya itu kemudian terangkai dalam kisah

bagaimana kaum pendatang berintegrasi dengan dunia barunya. Di Indonesia, Kaum

pendatang dari Cina itu cukup banyak sumbangsihnya dalam mengembangkan

perkebunan dan teknologi. Tanpa terasa kaum pendatang melebur melalui budaya,

teknologi, kuliner dan perkawinan dengan masyarakat pribumi.8

Meja leluhur adalah suatu ajaran Cina yang masih dipertahankan oleh masyarakat

Cina peranakan, tetapi dengan berbagai sifat yang sama sekali bukan adat Cina. Seperti

yang diketahui bahwa kebudayaan di Tiongkok 100% patrilokaal.9 Hal itu juga terlihat

7 Ong Hok Ham, Riwayat Tionghoa Peranakan di Jawa, Jakarta: Komunitas Bambu, 2005, hlm. 35. 8 Pribumi: Penduduk asli suatu wilayah. Lihat Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Media Centre,

hlm. 428.

9 Patrilokaal, patriarkat. Susunan masyarakat menurut garis bapak. Istilah yang menunjukkan ciri-

ciri tertentu pada keluarga atau kumpulan keluarga manusia, yang diatur, dipimpin, dan diperintah oleh

kaum laki-laki yang tertua. Hukum keturunan dalam patriarkat dalam menurut garis bapak. Nama, harta,

Page 14: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

pada meja sembahyang leluhur, ajaran yang paling penting bagi mereka. Di meja

sembahyang tidak diperbolehkan adanya sin-ci,10

pihak perempuan, namun di Jawa

larangan tersebut diabaikan.

Hari raya Ywan Yang, ialah hari suci bersujud ke hadirat Thia Yang Maha Esa

yang telah dilakukan umat Khonghucu sejak zaman purbakala. Kata Twan Yang berasal

dari bahasa Hokkian, Twan artinya lurus, terkemuka, terang, yang menjadi pokok atau

sumber, dan Yang artinya sifat positif atau matahari; jadi Twan Yang ialah matahari yang

memancarkan cahaya paling keras atau terang. Hari raya ini juga disebut Twan Ngo.

Ngo, artinya saat antara pukul 11:00–13:00; jadi perayaan ini tepatnya ialah pada saat

tengah hari. Saat itulah pada perayaan Peh Chun, matahai benar-benar melambangkan

curahnya Rahmat Tuhan. Sebagaimana telah kita ketahui bahwa cahaya

mataharimerupakan sumber kehidupan, lambing rahmat dan Kemurahan Thian atas

manusia dan segenap makhluk hidup.

Perayaan Peh Chun ialah waktunya untuk bersuci, bersujud, menyampaikan

sembah dan syukur kepada Thian. Perayaan ini dipercaya sebagai hari yang tepat untuk

memohon kapada Thian, dan mayarakat Cina percaya bahwa ramuan obat-obatanyang

dipetik pada saat hari itu akan lebih berkhasiat. Mereka pun percaya bahwa telur ayam

dapat berdiri tegak pada pukul 11:00-13:00, hal ini dikarenakan posisi matahari yang

tegak lurus. Peh Chun juga dapat diartikan merengkuh dayung atau beratus perahu,

milik, dan kekuasaan kepala keluarga (bapak) diwariska kepada laki-laki. Lihat Ensiklopedi Indonesia jilid

5, hlm. 2585. Patrilokaal (Bel.): menetap di rumah pihak keluarga suami setelah menikah.

10 Sin-ci (Hok.): sebuah papan penghormatan terhadap orang yang sangat dihormati -terutama

keluarga- yang telah meninggal dunia. Papan itu terdiri dari dua lapis. Lapis luar berisi informasi tentang orang yang dihormati, terutama jenis kelaminnya, nama resmi atau nama jabatan, jabatan semasa hidup

(bila ada), nama keturunan (anak, cucu dan buyut)-nya. Lapis dalam, berisi informasi khusus yang bersifat

pribadi, seperti nama kecil, tentang kelahiran (jam tanggal, bulan dan tahun) dan tentang beberapa hal

kematiannya (jam, tanggal, bulan, tahun, letak makam dan arah hadap makam menurut peritungan

fengshui).

Page 15: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

karena pada hari itu sering diadakan perlombaan perahu. Mengenai perlombaan perahu

itu dikaitkan dengan suatu peristiwa pada hari Twan Yang di zaman Cian Kok di negeri

Cho, yang kisahnya sebagai berikut:

“Dinasti Ciu pada zaman Cian Kok atau zaman peperangan (403-231 SM) sudah

tidak berarti lagi sebagai Negara pusat. Pada zaman itu, ada tujuh negara besar. Ketujuh

negara itu ialah Negeri Cee, Yan, Han, Thio, Gwi, Cho dan Chien. Negeri Chien adalah

negeri yang paling dan agresif, maka enam Negara lainnya itu sering bersekutu untuk

bersama-sama menghadapi Negeri Chien. Khut Gwan ialah seorang menteri besar dan

setia dari Negeri Cho, beliau seorang tokoh yang Cho paling berhasil menyatulkan

keenam negeri itu untuk menghadapi Negeri Chien. Oleh sebab itu, orang-orang Negeri

Chien terus-menerus berusaha menjatuhkan nama baik Khut Gwan, terutama ke hadapan

raja negeri Cho, Cho Hwai Ong.

Di negeri Cho ternyata banyak pula menteri-menteri yang tidak setia, seperti

Khongcu Lan, Siangkwan Taihu, Khien Sieng dan lain-lain. Dengan bantuan orang-orang

itu, Tio Gi, seorang menteri dari Negeri Chien yang cerdik dan licik telah berhasil

meretakkan dan merenggangkan hubungan Khut Gwan dengan raja Negeri Cho. Khut

Gwan dipecat dari persatuan keenam negeri itu. Bahkan Cho Hwai Ong, tebujuk dengan

janji-janji ynag menyenangkan, dan dating ke Negeri Chien untuk memenuhi undangan.

Sesampainya di sana, Cho Hwai Ong ditawan dan baru menyesali perbuatannya.

Raja negeri Cho yang baru, Cho Cing Siang Ong, kembali memberikan kepercayaan

kepada Khut Gwan. Keenam negeri tadi pun dapat dipersatukan kembali walaupun tidak

sekokoh dahulu. Pada 293 SM, Negeri Han dan Gwi yang melawan negeri Chien

dihancurkan dan dibinasakan 240.000 orang rakyatnya. Dengan adanya peristiwa tesebut,

Khut Gwan kembali difitnah akan membawa negeri Cho mengalami nasib seperti Negeri

Han dan Gwi. Akhirnya Khut Gwan dipecat kembali dan dibuang ke daerah danau Tong

Ting, dekat sungai Bik Loo. Di tempat pembuangan ini, Khut Gwan sering merasa

kesepian dan jenuh.

Pada saat itu, beliau berkenalan dngan seorang nelayan. Orang itu pandai

menyembunyikan nama aslinya, hanya menyebut dirinya Gi Hu (bapak nelayan). Dengan

Gi Hu ini Khut Gwan mendapat teman bicara meskipun pandangan hidupnyabtdak

sepaham. Di sana, Khut Gwan dikejutkan dengan berita hancurnya ibukota negeri Cho,

tempat bio leluhurnya itu diserbu oleh orang-orang negeri Chien.

Hal itu membuat Khut Gwan merasa kehidupannya tidak berari lagi. Suatu ketika,

di saat hari raya Twan Yang, Khut Gwan mendayung perahunya ke tengah sungai Bik

Loo, sambil dinyanyikan sajak-sajak ciptaannya yang telah dikenal rakyat sekitar, yang

isinya mencurahkan rasa cinta tanah air dan rakyatnya. Setelah sampai di tempat yang

sudah sangat jauh dari kerumunan orang itu, Khut Gwan menenggelamkan dirinya ke

dalam sungai yang deras alirannya. Beberapa orang yang mengetahui kejadian itu segera

berusaha menolong, tetapi hasinya nihil, jenazahnya tidak ditemukan. Gi Hu, seorang

nelayan yang berkawan dengan Khut Gwan mengerahkan kawan-kawannya untuk

mencari, tetapi hasilnya sia-sia belaka.”11

11 MATAKIN, Tata Agama dan Laksana Upacara Agama Khonghucu, hlm. 71-73.

Page 16: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

Demikianlah, kematian Khut Gwan tidak sia-sia, kematian itu mampu

menggerakkan hati rakyat kepada cinta yang luhur, bahkan telah mengubah sikap Gi Hu

yang telah mengingkari duniawi itu. Inilah kemenangan pengorbanan Khut Gwan.

Diadakannya perlombaanperahu yang dihiasi gambargambar naga (liong), mengingatkan

usaha mencari jenazah Khut Gwan, seorang yang berjiwa mulia dan luhur, berjiwa kuncu

dari negeri Cho itu. Di Kota Tangerang, pada hari suci Twan Yang, disamping

mengadakan perlombaan Perahu (Peh Chun), komunitas Cina Benteng juga mengadakan

Upacara pemandian Perahu. Dan upacara ini hanya dilakukan oleh komunitas Cina

lainnya, baik di dalam negeri mau pun di luar negeri, bahkan di negeri Tiongkok sendiri

tidak ada upacara pemandian perahu yang dikeramatkan pada hari perayaan Peh Chun.

Mengenai kronologi perahu ini di keramtkan, berawal pada sekitar tahun 1850,

ketika nenek buyut Rudi A. Kuhu menemukan potongan kayu yang merupakankayu

bekas kapal yang hanyut terbawa arus dan melewati Sungai Cisadane. Potongan kayu itu

akan dijadikan kayu bakar karena masyarakat Tangerang pada saat itu masih

menggunakan kayu untuk memasak. Setelah beberapa hari setelah kayu itu dijemur,

nenek buyut Rudi A. Kuhu bermimpi, bahwa kayu itu memohon agar dirawat dan jangan

dijadikan kayu bakar.

Nenek buyut Rudi A. Kuhu percaya, jika menyimpan dan merawat kayu tersebut,

maka ia akan selamat dan terhindar dari bahaya. Karena itulah, nenek membangun

sebuah tempat untuk menyimpan potongan kayu itu di daerah Karawaci. Tempat

penyimpanan perahu itu awalnya hanya berupa gubug yang sederhana, namun dengan

berjalannya perkembangan zaman bangunan itu direnovasi sehingga menkjadi lebih

bagus.

Page 17: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

Kemudian sekitar tahun 1900, seorang Kapitan yang bernama Oey Khe Tay

membuat perahu papak hijau dan dua tahun kemudian (tahun 1902), para hartawan dan

dermawan dari tiga gang (jalan) di depan Kelenteng Boen Tek Bio, yaitu gang Kalipasir,

gang Tengah (Cilangkap) dan gang Gula (Cirarab)membuat perahu papak merah untuk

disumbangkan kepada Kelenteng Boen Tek Bio. Pada perayaan Peh Chun tahun 1911,

saat perlombaan perahu papak hijau dan perahu papah merah, ada getek (rakit) yang

melintang di tengah sungai, sehinga perahu papak hijau menabrak dan terpantal hingga

jatuh di atas getek yang melintang itu. Hal ini mengakibatkan perahu papak hijau patah

pada bagian tengah badan perahu.

Perahu papak hijau yang terbelah menjadi dua itu kemudian disimpan dan

disatukan dengan potongan kayu yang ditemukan nenek buyut Rudi A. Kuhu di kawasan

Karawaci. Walaupun perahu itu telah terbelah dua, komunitas Cina Benteng tetap

merawatnya, dan menganggap perahu tersebut adalah perahu yang keramat. Mereka juga

percaya bahwa jika mereka tidak merawat potongan kayu dan perahu itu, maka kampung

halaman mereka akan tertimpa musibah. Dari cerita itulah, masyarakat Cina Benteng

menganggap perahu itu sebagai perahu yang keramat.

Tidak hanya pendatang dari Cina saja yang memberikan sumbangsih terhadap

masyarakat Indonesia yang didiami oleh mereka, para pendatang itu pun mendapat

sumbangsih melalui berbagai elemen, termasuk dalam bidang bahasa, budaya dan tata

cara ibadahnya. Bahkan, tata cara ibadah dalam agama Cina telah mengalami akulturasi.

Hal ini terlihat pada tradisi mengkeramatkan suatu benda yang biasanya dilakukan oleh

masyarakat lokal, pada perahu keramat ini, dilakuakn oleh komunitas Cina Benteng,

Page 18: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

padahal dalam tardisi Cina itu sendiri tidak mengenal keramat. Masalah akulturasi inilah

yang menjadi bahan pertimbangan Penulis dalam penulisan skripsi ini.

Tujuan Penulis membahas skripsi yang berjudul “PENGARUH TRADISI

LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA” (Studi Kasus Kelenteng

Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) ini, untuk mengetahui lebih

mendalam mengenai tradisi masyarakat lokal yang juga dipakai atau dilakukan oleh

masyarakat Cina Benteng, khususnya mengenai pemandian perahu keramat dalam

upacara Peh Chun. Dan seberapa besar pengaruh tradisi setempat terhadap peribadatan

agama Cina dalam kelenteng tersebut. Penulis juga ingin mendeskripsikan tradisi

keagamaan yang dijalankan oleh komunitas Cina Benteng. Mengenai pemilihan terhadap

lokasi Boen Tek Bio ini berawal dari pertimbangan bahwa tempat ini merupakan suatu

kelenteng tertua di kawasan Tangerang dan Kelenteng Boen Tek Bio ini memiliki hak

otonom dalam pelaksanaan upacara pemandian perahu keramat ini.

B. Perumusan Masalah

Komunitas Cina di berbagai daerah, masing-masing memiliki karakteristik

tertentu. Komunitas Cina Benteng di Tangerang memiliki karakteristik yang berbeda

dengan komunitas Cina lainnya, seperti yang terlihat dari segi bahasa, warna kulit,

kesenian, mata pencaharian dan juga ada perayaan-perayaan tertentu yang hanya ada di

Tangerang ini. Mengingat luasnya jarak dan waktu antara tradisi Cina asal dengan

kebudayaan lokal, maka Penulis merumuskan masalah skripsi ini, sebagai berikut:

Page 19: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

1. Apakah ada tradisi lokal yang mempengaruhi tata cara ibadah komunitas Cina

Benteng, khususnya mengenai pengkeramatan suatu benda (perahu)?

2. Mengapa perahu itu dikeramatkan oleh komunitas Cina Benteng?

C. Pembatasan Masalah

Praktek ibadah dalam agama Cina begitu banyak. Agar tidak menyimpang dari

pokok pembahasan, maka Penulis membatasi pada masalah, “Pengaruh Tradisi Lokal

dalam Tata Cara Ibadah Agama Cina, khususnya komunitas Cina Benteng di Kelenteng

Boen Tek Bio, Tangerang, dengan memfokuskan pada proses akulturasi antara tradisi

lokal terhadap upacara agama Cina, dalam hal ini pemandian perahu keramat.

D. Metodologi Penelitian dan Tehnik Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, Penulis menggunakan pendekatan:

1. Penelitian Kepustakaan (Library Researcah), Penulis mengumpulkan dan

membaca bahan dari berbagai buku, majalah, koran dan literatur lainnya. Setelah

mengumpulkan bahan-bahan dari berbagai sumber tersebut, Penulis mengadakan

studi perbandingan terhadap tulisan-tulisan yang kemudian diambil satu

kesimpulan.

2. Penelitian Lapangan (Field Research), dalam metode ini Penulis meneliti dan

datang ke objek-objek terkait dengan pendekatan dan mengadakan observasi baik

langsung maupun tidak langsung. Hal ini untuk mengetahui aspek lokalitas

Kelenteng Boen Tek Bio dan tempat penyelenggaraan upacara pemandian perahu

keramat dalam bingkai dinamika komunitas Cina Benteng. Penelitian lapangan ini

Page 20: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

bermaksud mempelajari secara intensif tentang latar belakang keadaan sekarang,

dan juga mempelajari interaksi dua kelompok. Dalam penelitian lapangan ini,

Penulis melakukan interview, yaitu Tanya jawab dengan pihak terkait yang

berhubungan dengan penulisan skripsi ini. Selain interview, Penulis juga

menyebar questioner dan yang berperan sebagai respondennya, yaitu beberapa

warga sekitar lokasi penyimpanan perahu keramat atau yang disebut komunitas

Cina Benteng, tepatnya jl. Imam Bonjol, Karawaci, Tangerang.

3. Antropologi, istilah antropologi berasal dari bahasa Yunani, Anthropos, yang

berarti ilmu yang berusaha mencapai pengertian tentang manusia, dengan

mempelajari tentang asal-usul, aneka warna bentuk fisik, adat istiadat,

kepercayaan pada masa lampau, masyarakat, dan kebudayaannya. Pendekatan

Antropologi ini dilakukan sebagai upaya untuk menunjang Penelitian

Kepustakaan (Library Research) dan Penelitian Lapangan (Field Research).

Berkaitan dengan tehnik penulisan, Penulis merujuk pada buku yang dijadikan

pedoman di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, yaitu “Pedoman

Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta”, yang

diterbitkan oleh Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2003, dengan

penyesuaian yang diperlukan.

Page 21: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

E. Kerangka dan Kajian Teori

1. Tradisi Lokal

Pengertian dan Fungsi Tradisi Lokal

Kata tradisi menurut Ensiklopedi Indonesia berasal dari bahasa latin, “tradition”,

yang artinya kabar, penerusan. Hal atau isi sesuatu yang diserahkan dari sejarah masa

lampau mengenai adat, bahasa, tata kemasyarakatan, keyakinan dan lain sebagainya,

maupun proses penyerahan atau penerusannya pada generasi berikutnya. Sering kali

proses penerusan terjadi tanpa dipertanyaka sama sekali, khususnya dalam masyarakat

tertutup. Di mana hal-hal yang telah lazim dianggap benar dan paling baik diambil alih

begitu saja. Memang, tidak ada kehidupan menusia tanpa suatu tradisi. Bahasa daerah

yang dipakai, dengan sendirinya diambil dari sejarahnya yang panjang.12

Sedangkan kata lokal juga berasal dari bahasa latin, “locus” yang artinya tempat.

Lokal merupakan ruang yang jelas, suatu daerah setempat. Jadi, pengertian tradisi lokal

dapat diartikan sebagai adanya kebiasaan yang diturunkan dari nenek moyang yang

dijalankan oleh masyarakat yang tinggal di suatu tempat atau daerah tertentu.

2. Upacara atau Ritual

Pengertian dan Fungsi Upacara atau Ritual

Upacara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia merupakan peringatan

pelaksanaan kegiatan yang dilakukan secara berkelompok atau sekumpulan manusia

untuk melakukan kegiatan rutin dalam rangka memperingati hari-hari bersejarah yang

dipimpin oleh pemimpin tertinggi dalam suatu organisasi atau biasa disebut dengan

12 Ensiklopedi Indonesia, Jilid 6, hlm. 3608.

Page 22: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

upacara suci. Religi dan upacara merupakan suatu unsur dalam kehidupan manusia di

dunia.13

Sedangkan kata upacara atau ritual berakar daru dua suku kata, yaitu upa dan

cara. Upa artinya mendekat. Dan cara berakar dari urutan car yang memiliki arti

harmonis, seimbang, selaras. Upacara artinya keseimbangan, keharmonisan dan

keselarasan dalam hidup akan mendekatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa.14

Dapat

dikatakan, upacara adalah suatu permohonan dalam pemujaan berterima kasih atau

pengabdian yang ditujukan kepada kekuasaan-kekuasaan leluhur yang menggenggam

kehidupan manusia dalam tangannya. Dan fungsi dari upacara adalah sebagai alat

komunikasi atau hubungan langsung dengan roh leluhur menurut keyakinan yang harus

ditaati.

Peranan upacara juga dapat dikatakan agar selalu mengingatkan manusia

berkenaan dengan eksistensi,15

dan hubungan dengan lingkungan mereka. Dengan adanya

upacara, suatu masyarakat tidak hanya diingatkan tetapi juga dibiasakan untuk

menggunakan symbol-simbol yang bersifat abstrak,16

yang berada pada tingkat

pemikiran untuk berbagai kegiatan sosial yang nyata yang ada dalam kehidupan mereka

sehari-hari. Hal ini mungkin terjadi karena upacara-upacara itu selalu dilakukan secara

rutin (menurut skala waktu tertentu). Sehingga beda antara yang bersifat imajinatif,17

dan

yang nyata menjadi kabur, dan upacara-upacara itu sendiri serta simbol-simbol sucinya

13 Ali Lukman dan kawan-kawan, Kamus Besar bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka

Depdikbud, 1996, hlm. 25.

14 Ida Pandita Mpu Jaya Wijayananda, Makna FilosofisUpacara dan Upakara, Surabaya: Paramita,

2004, hlm. 46. 15 Eksistensi: keberadaan, adanya. Lihat Tim Media, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Jakarta:

Media Centre, hlm. 197.

16 Abstrak: tidak berwujud, tidak berbentuk, tidak dapat dijangkau oleh panca indera.

17 Imajinatif: bersifat khayal; imajinasi:daya pikir untuk membayangkan atau menciptakan gambar-

gambar, karangan dan lain-lain.

Page 23: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

bukanlah sesuatu yang asing atau jauh dari kenyataan. Tetapi sebaliknya, telah menjadi

sebagian dari aspek kehidupan sehari-hari yang nyata.18

Upacara merupakan suatu perwujudan dari atau agama yang memerlukan studi

dan analisa yang khusus. Upacara agama, yang bersama-sama mempunyai fungsi sosial

untuk mengintensifkan solidaritas masyarakat. Para pemeluk suatu agama memang

menjalankan kewajiban mereka untuk melakukan upacara itu dengan sungguh-sungguh,

tetapi tidak sedikit pula yang hanya melakukannya setengah-setengah saja. Motivasi

mereka tidak hnya untuk berbakti kepada dewa atau Tuhannya, atau untuk mengalami

kepuasan secara pribadi, tetapi juga karena mereka menganggap bahwa mwlakukan

upacara adalah suatu kewajiban sosial.19

3. Keramat

Pengertian dan Fungsi Keramat

Kata keramat dalam Ensiklopedi Indonesia, yang ditulis oleh Hassan Shadily,

berasal dari bahasa arab dari kata keramah, yang artinya mulia, agung. Dalam pengertian

Sufi, berarti pekerjaan luar biasa yang dilakukan para wali.20

Keramat dapat juga diartikan sebagai tempat atau sesuatu yang suci atau

disakralkan. Menurut R. Otto, keramat atau sacer adalah suatu konsep tentang hal yang

gaib yang dianggap maha dahsyat, maha abadi, maha baik, adil, bijaksana. Dengan kata

lain, bahwa keramat dapat dipahami sebagai sesuatu yang dikeramatkan atau disucikan.

18 Clifford Geertz, Abangan, Santri, Priyayi dalam Masyarakat Jawa, Jakarta: Pustaka Jaya, 1983,

hlm. xi-xii.

19 Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi I, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1987, hlm. 67-

68.

20 Ensiklopedi Indonesia, jilid 3, hlm. 1750.

Page 24: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini terbagi dalam lima bab, yaitu:

BAB I : Pendahuluan; bab ini membahas mengenai Latar Belakang Penulisan,

Perumusan Masalah, Metodologi Penelitian dan Teknik Penulisan, kerangka

dan Kajian Teori, yang terdiri atas Tradisi Lokal, Upacara atau Ritualdan

Keramat, serta Sistematika Penulisan.

BAB II : Gambaran Umum Komunitas Cina Benteng; bab ini menjelaskan tentang

Letak Geografis dan keadaan Penduduk yang merupakan tempat di mana

Penulis melakukan penelitian. Kemudian dengan Sejarah Kedatangan dan

Penyebutan Cina Benteng, Sistem Kekerabatan, Kawin Campur (Integrasi),

Mata Pencaharian dan Bahasa.

BAB III : Proses Akulturasi dalam Komunitas Cina Benteng; dalam bab ini berisikan

tentang Peranan Tradisi Ritual dalam Masyarakat Lokal, dan Unsur Mitos

dalam Masyarakat Lokal.

BAB IV : Pemandian Perahu Keramat dalam Upacara Peh Chun; dalam bab ini akan

mendiskusikan tentang Persiapan Menyambut Upacara dan Perlengkapan

yang digunakan dalam Upacara serta Simbolisasinya, Tata Cara,

Perhitungan Waktu Pelaksanaan, Tujuan dan Manfaat sertabdiakhiri dengan

Analisis Kritis.

BAB V : Penutup; yang menjelaskan mengenai Kesimpulan dan Sara-saran.

Page 25: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

BAB II

GAMBARAN UMUM KOMUNITAS CINA BENTENG

A. Letak Geografis dan Keadaan Penduduk

Kota Tangerang yang mempunyai luas wilayah sekitar 17.729,746 hektar,21

lahir

melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1993, pada tanggal 28 Februari 1993. Kini

pertumbuhannya begitu pesat. Pesatnya pertumbuhan Kota Tangerang karena letak

geografisnya berbatasan dengan Ibukota Negara Republik Indonesia, DKI Jakarta, yang

senantiasa terkait langsung dengan dinamika pembangunan nasional.22

Secara geografis, Kota Tangerang terletak antara 6 6 Lintang Selatan sampai 6 13

Lintang Selatan dan 106 36 Bujur Timur sampai dengan 106 42 Bujur Timur.

Sedangkan batas wilayahnya, yaitu:

1) Sebelah Utara

Berbatasan dengan Kecamatan Teluk Naga dan Kecamatan Sepatan, Kabupaten

Tangerang.

2) Sebelah Selatan

Berbatasan dengan Kecamatan Curug, Kecamatan Serpong, Kecamatan Pondok

Aren, Kabupaten Tangerang.

3) Sebelah Timur

Berbatasan dengan DKI Jakarta

4) Sebelah Barat

Berbatasan dengan Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang.

21 Ziarah Budaya Kota Tangerang, hlm. 88.

22 Ziarah Budaya Kota Tangerang, hlm. 86.

Page 26: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

Sebagai daerah yang sedang berkembang, Kota Tangerang mempunyai visi misi.

Untuk mewujudkan visi pengembangan Kota Tangerang sebagai kota Industri dan

perdagangan yang modern, mau tidak mau pemerintah Kota Tangerang harus

mengarahkan kota ini menjadi kota yang mandiri. Visi Kota Tangerang yaitu “Menuju

kota industri, perdagangan dan pemukiman yang ramah lingkungan dalam masyarakat

yang ber-akhlaqulkarimah.”

Misi adalah kemauan yang kuat dengan memperhatikan kewenagna dan tanggung

jawabnya atas kepentingan umum untuk mewujudkan kondisi dan situasi yang diinginkan

pada akhir kurun waktu tertentu yang menyiratkan tujuan-tujuan yang harus dicapai

sebagai prasyarat terwujudnya visi. Dari rumusan visi diatas, dapat diuraikan misi yang

diemban Kota Tangerang adalah:

• Memulihkan dan mendorong pertumbuhan ekonomi kota

• Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik

• Peningkatan tata kepemerintahan yang baik dan mewujudkan

pemerintahan yang ramah lingkungan.

Sebelumnya, Kota Tangerang merupakan bagian dari wilayah Kabupaten

Tangerang dengan status wilayah Kota Administratif Tangerang berdasarkan Peraturan

Pemerintah Nomor 50 Tahun 1981. Dengan demikian, di Tangerang terdapat dua jenis

pemerintahan daerah yang setara, yaitu Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang.23

Berdasarkan sensus penduduk tahun 2008, penduduk Kota Tangerang, khususnya

wilayah Kelurahan Sukasari berjumlah 19.820 jiwa, yang terdiri atas 9.764 jiwa laki-laki

dan 10.053 jiwa perempuan. Rasio jenis kelamin laki-laki (sex ratio) penduduk Sukasari

23 Ziarah Budaya Kota Tangerang, hlm. 23.

Page 27: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

Tangerang tahun 2008 adalah 9.764, artinya komposisi penduduk laki-laki lebih sedikit

dibandingkan penduduk perempuan.

Di Kota Tangerang inilah, terdapat tempat ibadah tertua agama Cina yang disebut

Kelenteng Boen Tek Bio.24

Terletak di Jalan Bakti No. 4 Sukasari, Kecamatan

Tangerang. Di sekitar kawasan itu juga terdapat tempat tinggal dan pasar komunitas yang

disebut komunitas Cina Benteng. Keberadaan Kelenteng Boen tek Bio, yang didirikan

sekitar tahun 1684,25

ini sangat erat kaitannya dengan sejarah Kota Tangerang.

Luas wilayah Kelurahan Sukasari sendiri 187 hektar,26

dilihat dari kondisi

geografis, Kelurahan Sukasari berbatasan dengan Kelurahan Sukaasih di sebelah Utara

Sukasari, Kelurahan Babakan di sebelah Selatan, Kelurahan Sukajadi di sebelah Barat,

dan Kelurahan Buaran Indah di sebelah Timur.

Melihat sisi keagamaan yang dianut oleh masyarakat Tangerang, khususnya

Kelurahan Sukasari, sangat variatif. Sama seperti keagamaan yang tersebar di daerah-

daerah lainnya di Indonesia, agama Islam menduduki jumlah penduduk yang mayoritas

pemeluknya, sebanyak 10.948 jiwa. Dan pemeluk agama Budha berada di peringkat

kedua, sebanyak 5.949, termasuk Khonghucu dan Tao di dalamnya.

Berikut ini akan ditunjukkan data jumlah pemeluk agama di kelurahan Sukasari,

Tangerang pada Tabel I.

24 Boen Tek Bio, kata Boen: sastra, Tek: kebajikan, Bio: tempat ibadah), menurut Claudine Salmon,

dalam bukunya yang berjudul “Chinese Ephigraphic Materials in Indonesia” menyebut Kelenteng Boen

Tek Bio sebagai “Kelenteng Kebajikan Benteng”.

25 Kelenteng Boen Tek Bio, hlm. 2.

26 Buku Monografi Kelurahan, Keluran Sukasari.

Page 28: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

Tabel I

Jumlah Pemeluk Agama di Kelurahan Sukasari, Tangerang

No. Pemeluk Agama/ Religions Follower Jumlah

1. Islam 10.948

2. Kristen Protestan 2.844

3. Kristen Katolik 1.182

4. Hindu 127

5. Budha 5.949

Sumber: Buku Monografi Kelurahan Sukasari

Kelurahan sukasari memiliki sarana peribadatan dan beberapa majelis keagamaan

yang digunakan oleh berbagai agama yang dianut oleh masyarakat setempat. Yang mana

keberadaan musholla paling dominan di Kelurahan Sukasari ini. Sedangkan Majelis

Ta’lim dan Majelis Budha menduduki peringkat pertama dan kedua yang kelompok serta

anggotanya paling dominan. Hal ini membuktikan bahwa komunitas Cina di Kelurahan

Sukasari cukup banyak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel II dan Tabel III

berikut.

Table II

Sarana Peribadatan di Kelurahan Sukasari, Tangerang

No. Sarana Peribadatan/ Religions Facility Jumlah Gedung

1. Masjid 9

2. Musholla 15

3. Gereja 5

4. Vihara dan Kelenteng 3

Page 29: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

5. Pura -

Sumber: Buku Monografi Kelurahan Sukasari

Tabel III

Jumlah Majelis Keagamaan di Kelurahan Sukasari, Tangerang

JUMLAH

No.

Majelis Keagamaan Kelompok Anggota

1. Majelis Ta’lim 18 253

2. Majelis Gereja 1 30

3. Majelis Budha 3 79

4. Majelis Hindu 1 10

Sumber: Buku Monografi Kelurahan Sukasari

B. Sejarah Kedatangan dan Penyebutan Cina Benteng

Awal kedatangan orang Cina ke Tangerang belum diketahui secara pasti. Dalam

kitab sejarah Sunda yang berjudul “Tina Layang Parahyang” (catatan dari Parahyangan).

Kitab tersebut menceritakan tentang mendaratnya rombongan Tjen Tjie Lung (Halung) di

suatu daerah perkampungan nelayan di muara Sungai Cisadane, yaitu di Teluk Naga,

merupakan suatu tempat di mana awalya orang Cina datang ke Tangerang pada tahun

1407.27

Perahu rombongan Halung yang semula ingin mengunjungi Jayakarta, akhirnya

terdampar dan mengalami kerusakan serta perbekalan mereka telah habis.

Gelombang kedua, kedatangan orang Tionghoa ke Tangerang dalam buku “Nusa

Jawa Silang Budaya”, pada tahun 1740 di bawah pimpinan Gubernur Jenderal Andrian

27 Ziarah Budaya Kota Tangerang, hlm. 28.

Page 30: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

Valkenier telah terjadi pembantaian massal terhadap masyarakat Cina, lebih dari 10.000

orang Cina di benteng Belanda dibantai oleh Belanda28

, mereka adalah korban berbagai

peraturan yang ruang geraknya dibatasi Belanda, mereka dituduh merencanakan

pemberontakan dan ingin menghancurkan VOC (Veneenigde Oostindische Compagnie).

Belanda yang berhasil memadamkan pemberontakan tersebut mengirimkan orang-orang

Cina ke daerah Tangerang untuk bertani. Belanda mendirikan permukiman bagi orang

Cina pondok-pondok yang dikenal dengan nama: Pondok Cabe, Pondok Jagung, Pondok

Aren dan sebagainya. Di sekitar Tegal Pasir atau kali Pasir, Belanda mendirikan

perkampungan Tionghoa yang di kenal dengan nama Petak Sembilan.

Perkampungan ini kemudian dengan bertambahnya waktu berkembang menjadi

pusat perdagangan dan telah menjadi bagian dari Kota Tangerang. Dan rencananya

kawasan ini akan dijadikan sebagai kota Wisata Tangerang oleh pemerintah Kota

Tangerang. Daerah ini terletak di sebelah timur Sungai Cisadane, daerah Pasar Lama.

Berbicara mengenai sejarah Cina Benteng sulit dipisahkan dengan kawasan Pasar Lama

sebagai suatu permukiman pertama bagi komunitas Cina di Tangerang. Persaingan

perdagangan yang keras terjadi antara Banten dan Batavia (Jakarta saat ini). Di suatu

pihak, kompeni Belanda mendesakkan keinginannya untuk melakukan monopoli

perdagangan di wilayah kesultanan Banten. Akan tetapi di pihak lain, Sultan Banten

sendiri mempertahankan sistem perdagangan bebas dan kedaulatan negara. Karena terlalu

kerasnya persaingan itu, terjadilah konflik politik dan akhirnya terjadi konflik senjata.

Dalam suasana konflik itulah, kawasan Tangerang terjadi daerah pertahanan dan

merangkap sebagai medan pertempuran serta daerah rebutan antara Batavia dan Banten.

Kemudian Banten membangunan benteng pertahanan di sebelah barat Sungai Cisadane

28 Ziarah Budaya Kota Tangerang, hlm. 29.

Page 31: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

dan pihak kompeni Belanda membangun benteng pertahanan di sebelah timur Sungai

Cisadane untuk menahan serbuan Banten yang hendak merebut kembali Batavia dari

tangan Belanda. Benteng itu sekarang sudah rata dengan tanah. Akan tetapi sangat

disayangkan tidak ada keterangan tahun berapa benteng itu didirikan. Itulah sebabnya,

dahulu daerah Tangerang dikenal dengan nama “Benteng” dan saat ini masih ada

segelintir orang yang menyebutnya demikian. Jadi, Cina Benteng merupakan komunitas

Cina yang tinggal di Benteng (Tangerang).

Cina Benteng tidak seperti Cina peranakan pada umumya yang berkulit putih

meletak. Cina Benteng memang sering diidentifikasi dengan stereotip orang Cina berkulit

hitam dan gelap. Sehingga sulit dibedakan dengan “orang kampung” (pribumi atau

masyarakat lokal).

C. Sistem Kekerabatan

Para ahli antropologi lebih banyak memberi perhatian pada cara orang memberi

nama kepada sanak keluarga mereka dalam berbagai masyarakat.29

Apa yang terungkap

dalam peristilahan kekerabatan itu? Dari situ sudah pasti kita dapat memperoleh

gambaran yang baik tentang struktur keluarga, hubungan-hubungan mana yang dinggap

dekat atau jauh, dan kadang terlihat sikap terhadap hubungan yang mana yang dianggap

penting.30

Isilah-istilah kekerabatan berbau Cina juga sangat diperhatikan. Istilah ncik-ncim,

toaku-toakim, cek-kong-cimpo, dan lainnya masih dipetahankan. Sebagai perhormatan,

orang lain yang baru dikenal sering disapa dengan kode, kependekan dari koko gede

29 William A. Haviland, Antropologi edisi keempat Jilid 1, Jakarta: Erlangga, hlm. 378

30 Antropologi edisi keempat Jilid 1, hlm. 380.

Page 32: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

(kakak laki-laki besar), cide atau cici gede (kakak perempuan besar). Istilah ini aslinya

lambang kekerabatan seorang adik terhadap kakak laki-laki atau perempuan sulung.

Kedudukan perempuan bagi orang Cina dahulu adalah sangat rendah. Pada waktu

masih kecil, saudara laki-laki mereka memperlakukan mereka dengan baik, tetapi pada

waktu meningkat dewasa mereka dipingit di rumah. Setelah menikah, seorang perempuan

harus tunduk kepada suaminya. Mereka tidak mendapat bagian dalam kehidupan di luar

rumah. Keadaan seperti itu sudah lama ditinggalkan. Seorang perempuan dapat mengikuti

perkumpulan-perkumpulan, sekolah dan dalam kehidupan ekonomi peranan pembantu

suaminya dalam perdagangan memegang peranan penting. Pada masa sekarang ini,

wanita berhak mendapat harta yang sama dengan laki-laki dalam hal warisan. Bahkan

kadang mendapat tugas untuk mengurus abu leluhurnya sehingga suaminya yang harus

ikut tinggal di rumah orang tuanya. Dengan naiknya kedudukan wanita, tidak ada lagi

kecenderungan untuk memiliki anak laki-laki. Dalam sistem kekerabatan, komunitas

Cina menganut sistem patrilinier. Karena itu hubungan dengan kerabat pihak ayah lebih

erat, tetapi perkembangan sekarang menunjukkan hubungan antara keluarga pihak ibu

sama eratnya dengan pihak ayah.31

D. Kawin Campur (Integrasi)

Pada tahun 1407, sebuah perahu terdampar di daerah Teluk Naga yang dipimpin

oleh Tjen Tjie Lung (Halung), menurut kitab Babad Sunda Tina Layang Parahyang,

beliau membawa 9 orang gadis dari negeri Cina, 9 gadis ini dinikahi oleh wakilnya

adipati dan diberikan tanah, dan laki-lakinya mengalami integrasi, lalu berkembang dan

31 Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, cet. ke-22, Jakarta: Djambatan, 2007,

hlm. 364.

Page 33: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

pindah ke desa Pangkalan, makin lama semakin berkembang mereka pindah lagi ke

daerah Pasar Lama, Pasar Baru, Serpong, dan Teluk Naga. Hal ini dapat terlihat dengan

adanya bangunan Kelenteng-kelenteng tua yang terdapat di daerah-daerah tersebut.

Perkawinan merupakan masa penutupan dalam kehidupan sesorang, yaitu dari

masa lajang dan masa hidup tanpa beban keluarga. Orang Cina baru dianggap dewasa,

bila ia telah menikah. Upacara perkawinan orang Cina di Indonesia adalah tergantung

pada agamanya yang dianut. Oleh karena itu, perkawinan orang Cina yang satu berbeda

lain dengan Cina lainnya. Perkawinan orang Cina Totok berbeda pula dengan yang

dilakukan oleh orang Cina Peranakan. Sampai pada awal abad ke-20 perkawinan diatur

oleh orang tua kedua pihak. Yang menjadi calon suami dan istri tidak mengetahui calon

kawan-hidupnya, mereka baru saling melihat pada hari pernikahan. Sekarang keadaan

semacam itu sudah tidak banyak terjadi.

Orang Cina Peranakan dalam memilih jodoh mempunyai batasan-batasannya.

Perkawinan yang dilarang yaitu antara orang-orang yang mempunyai nama keluarga,

nama she, yang sama. Kini perkawinan antara orang-orang yang mempunyai mana she

yang sama tetapi bukan kerabat dekat (misalnya, saudara sepupu), dibolehkan.

Perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita yang masih ada hubungan

kekerabatan, tetapi dari generasi yang lebih tua dilarang (misalnya, seorang laki-laki

menikah dengan saudara sekandung atau saudara sepupu ibunya). Sebaliknya pernikahan

seorang wanita dengan seorang anggota keluarga dari genarasi yang lebih tua, dapat

diterima. Alasan dari keadaan ini ialah seorang suami tidak boleh muda atau rendah

tingkatannya dari istrinya.

Page 34: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

Peraturan lain ialah seorang adik wanita tidak boleh mendahului kakak wanitanya

menikah. Peraturan ini berlaku juga bagi saudara-saudara sekandung laki-laki. Tetapi

adik wanita boleh mendahului kakak laki-lakinya menikah, demikian juga adik laki-laki

boleh mendahului kakak wanitanya menikah. Akan tetapi, sering kali terjadi pelanggaran

terhadap peraturan ini, tetapi dalam hal itu si adik harus memberikan hadiah tertentu pada

kakaknya yang didahului menikah itu.32

E. Mata Pencaharian

Sebagian besar dari masyarakat Cina di Indonesia sekarang memang hidup dari

perdagangan dan hal ini suatu fakta terutama di Jawa. Dan diantaranya kebanyakan dari

mereka adalah orang Hokkian. Memang 50% dari orang Hokkian di Indonesia adalah

pedagang, tetapi di Jawa Barat dan di pantai Barat Sumatera ada banyak orang Hokkian

yang bekerja sebagai petani dan penanam sayur-mayur, sedangkan di Bagan Siapiapi

(Riau) orang Hokkian umumnya menjadi penangkap ikan. Orang Hakka di Jawa dan

Madura banyak yang menjadi pedagang, tetapi banyak juga yang menjadi pengusaha

industri kecil. Di Sumatera orang Hakka bekerja di pertambangan, sedangkan di

Kalimantan Barat banyak yang menjadi petani.

Masyarakat Cina yang datang dan telah mengalami akulturasi dengan masyarakat

lokal (Indonesia) berasal dari suku Hokkian, Hakka, Tao Chiu, Hai Lan atau Hai Nan,

dan Kong Hu. Dalam komunitas Cina Benteng, mayoritas berasal dari suku Hokkian yang

umumnya bermatapencaharian seperti petani, pedagang, nelayan, dan ahli perkebunan.33

Menurut penelitian seorang sarjana Seni Rupa dan Desain ITB Jurusan Desain

32 Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, hlm. 362-363.

33 Wawancara pribadi dengan Informan kunci, Bapak Oey Tjin Eng, pada Tanggal 20 Juli 2008.

Page 35: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

Komunikasi Visual, Y Sherly Marianne, kehidupan masyarakat Cina Benteng memang

keras, hal itu terjadi agar mereka bisa bertahan hidup.34

Keberadaan Cina Benteng menegaskan seakan tidak semua orang Cina

mempunyai posisi kuat dalam bidang ekonomi. Dengan keluguannya, mereka bahkan

tidak punya akses politik yang mendukung posisinya di bidang ekonomi. Realitas Cina

Benteng yang tinggal di pusat kekuasaan politik dan ekonomi menunjukkan, masyarakat

etnis Cina sesungguhnya sama dengan etnis lainnya. Ada yang punya banyak uang, tetapi

ada pula yang hidup di bawah garis kemiskinan. Bahkan, Ridwan Saidi, seorang

Pengamat Budaya dari Betawi, melihat realitas Cina Benteng sebagai wajah lain

Indonesia. Ada yang kaya, tetapi tidak sedikit pula yang miskin Sampai sekarang masih

banyak komunitas Cina Benteng yang ekonominya pas-pasan atau bahkan kekurangan,

misalnya, jika melihat di belakang bangunan Kelenteng Boen Tek Bio, masih ada

masyarakat Cina Benteng yang menjadi nelayan tepatnya di Sungai Cisadane, atau

tukang becak yang penghasilannya tidak menentu tiap harinya. Terlebih lagi kalau

melihat komunitas Cina Benteng yang tinggal di desa desa dan pesisir pantai (Tanjung

Kait dan Tanjung Pasir). Oey Tjin Eng pernah mengunjungi daerah tersebut dan

mendapati suatu rumah, yang terbuat dari anyaman dan bilik bambu, jika akan memasuki

rumah tersebut harus membungkukkan badan, karena terlalu kecil dan mudah rubuh jika

disentuh. Hal itu sangat berbeda dengan kehidupan di perkotaan, yang umumnya

berprofesi sebagai pedagang dan dapat dikategorikan kelas menengah.

Sedangkan, jika dilihat secara umum mata pencaharian dari penduduk Kelurahan

Sukasari memang mayoritas berprofesi sebagai wiraswasta atau pedagang. Hal ini dapat

dilihat pada Tabel IV berikut.

34 Ziarah Budaya Kota Tangerang, hlm. 33.

Page 36: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

Tabel IV

Mata Pencaharian di Kelurahan Sukasari

No. Mata Pencaharian Jumlah

1. Karyawan

1) Pegawai Negeri Sipil

2) ABRI

3) Swasta

117

8

1.120

2. Wiraswasta atau Pedagang 2030

3. Pertukangan 5

4. Buruh Tani 105

5. Pensiunan 97

6. Jasa 53

Sumber: Laporan Monografi Kelurahan Sukasari

F. Bahasa

Sejak dahulu orang sudah tahu bahwa manusia dari aneka warna asal dan bangsa

itu mengucapkan beraneka ragam bahasa pula, tetapi suatu hal yang menarik perhatian

para ahli kesusastraan abad ke-18 yang mulai mempelajari naskah-naskah kuno dalam

bahasa arab, Sanksreta, Cina dan lain-lain, adalah adanya berbagai persamaan azasi

dalam bahasa-bahasa Eropa dengan bahasa Sankserta, bahasa klasik di India, baik

dipandang dari sudut bentuk kata-katanya, maupun dari tata bahasanya.

Bahasa adalah sistem untuk mengkomunikasikan dalam bentuk lambang, segala

macam informasi. Setiap bahasa manusia, baik Inggris maupun Cina adalah sarana untuk

menyampaikan informasi dan pengalaman, baik yang bersifat cultural mau pun

Page 37: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

individual, dengan orang lain.35

Bahasa mencerminkan realita kebudayaan dan kalau

kebudayaan berubah, bahasa pun akan berubah.36

Orang Cina yang ada di Indonesia, sebenarnya merupakan bukan suatu kelompok

yang berasal dari satu daerah di negara Cina, tetapi terdiri dari beberapa suku bangsa

yang berasal dari dua propinsi, yaitu: Fukien dan Kwangtung, yang saling berjauhan

daerahnya. Setiap imigran datang ke Indonesia membawa ekbudayaan suku bangsanya

sendiri bersama dengan perbedaan bahasnya. Ada empat bahasa Cina di Indonesia ialah

bahasa Hokkien, Teo-Chiu, Hakka dan Kanton yang perbedaannya begitu besar, sehingga

pembicara dari bahasa yang satu tidak dapat mengerti dengan pembicara yang lain.37

Bentuk-bentuk bahasa yang berbeda tetapi cukup besar persamaannya sehingga

dapat saling dipahami, dikenal dengan nama dialek. Secara teknis, semua dialek adalah

bahasa –tidak ada sesuatu yang bersifat parsial atau sub-linguistik pada dialek- dan batas

di mana dua dialek yang berbeda itu menjadi dua bahasa yang terpisah, pada garis

besarnya adalah batas di mana orang-orang yang berbicara dalam dialek yang satu hampir

sama sekali tidak dapat berkomunikasi dengan orang-orang yang berbicara dalam dialek

yang lain. Batas-batas itu dapat bersifat psikologis, sosiologis atau ekonomis, dan tidak

begitu jelas. 38

Telah disebutkan di atas, bahwa tidak seperti Cina Totok yang sampai sekarang

masih memegang teguh adat dan bahasa Cina. Masyarakat Cina Peranakan sebagian

besar sudah tidak dapat lagi menggunakan bahasa Cina, khususnya komunitas Cina

Benteng. Keunikan dari komunitas Cina Benteng adalah bahwa mereka sudah

35 Antropologi edisi keempat, jilid ke-1, hlm. 360.

36 Antropologi edisi keempat, jilid ke-1, hlm. 377.

37 Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, hlm. 353.

38 Antropologi edisi keempat, jilid ke-1, hlm. 382.

Page 38: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

berakulturasi dan beradaptasi dengan lingkungan dan kebudayaan lokal. Dalam

percakapan sehari-hari, mereka sudah tidak dapat lagi berbahasa Cina. Logat mereka

bahkan sudah sangat kental dengan Sunda pinggiran bercampur dengan bahasa Betawi.

Hal ini sangat berbeda dengan masyarakat Cina Singkawang, Kalimantan Barat, yang

berbahasa Ina.

Logat Cina Benteng memang khas. Misalnya, ketika mengucapkan kalimat, “mau

ke mana”, kata “na” diucapkan lebih panjang, sehingga terdengar “mau kemanaaa”.39

Hal

ini dikarenakan komunitas Cina Benteng sangat membuka peluang masuknya kebiasaan

dan tata bahasa masyarakat lokal, yang sebagian besar menggunakan logat Betawi.

39 Ziarah Budaya Kota Tangerang, hlm. 33.

Page 39: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

BAB III

PROSES AKULTURASI DALAM MASYARAKAT CINA BENTENG

Proses akulturasi dalam masyarakat terjadi apabila kelompok-kelompok atau

individu-individu yang memiliki kebudayaan yang berbeda saling berhubungan langsung

secara intensif, dengan timbulnya perubahan-perubahan besar pada pola kebudayaan dari

salah satu atau kedua kebudayaan yang bersangkutan. Di antara variabel-variabel yang

banyak itu termasuk tingkat perbedaan kebudayaan; keadaan, intensitas, frekuensi, dan

semangat persaudaraan dalam hubungannya; siapa dan apakah datangnya pengaruh itu

timbal balik atau tidak. Akulturasi dapat diartikan sebagai, perubahan-perubahan besar

dalam kebudayaan yang terjadi sebagai akibat dari kontak antar kebudayaan yang

berlangsung lama40

Akulturasi merupakan suatu proses penyesuaian diri yang sesuai dengan hakikat

kebudayaannya. Proses ini mengarah kepada keserasian sosial yang bersifat wajar dan

manusiawi. Istilah akulturasi muncul sejak 1936 dikalangan Antropolog Amerika sebagai

reaksi terhadap studi rekontruksi histories yang dianggapnya kurang lengkap karena tidak

menceritakan seluruh perubahan sosio-kulturalnya. Oleh karena itu sampai sekarang studi

akulturasi dipandang sebagai salah satu bidang studi yang cukup terkenal mengenai

pemahaman proses sosio-kultural.

Akulturasi sebagai perubahan budaya ditandai dengan adanya hubungan antara

dua kebudayaan; keduanya saling memberi dan menerima, mengutip pendapat seorang

Antropolog, Shorter, yang mengatakan bahwa akulturasi adalah pertemuan antara dua

40 William A. Haviland, Antropologi edisi keempat Jilid 2, Jakarta: Erlangga, 1985, hlm 263.

Page 40: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

kebudayaan. Lebih lanjut seorang Antropolog lain, Bee (William A. Haviland:1985)

memberikan beberapa parameter mengenai pengertian akulturasi, diantaranya:

1. Akulturasi menunjukan kepada suatu jenis perubahan budaya yang terjadi

apabila dua sistem budaya bertemu;

2. Akulturasi menunjukan kepada suatu proses perubahan yang dibedakan

dari proses-proses difusi41

, inovasi,42

invensi,43

maupun penemuan; dan

3. Akulturasi dipahami sebagai suatu konsep yang dapat digunakan sebagai

kata sifat untuk menunjukan suatu kondisi, misalnya kondisi kelompok

budaya yang satu lebih terakulturasi dari budaya yang lain.

Oleh karena itu, beberapa studi akulturasi yang saling terkait dapat dibedakan

antara lain: beberapa sistem kultural; sifat dari situasi hubungan; keserasian atau

keakraban antara hubungan berbagai macam budaya; dan kehidupan proses budaya

karena adanya hubungan sistem.44

A. Peranan Tradisi Ritual dalam Masyarakat Lokal

Masyarakat Cina Benteng sudah berakulturasi dan berintegrasi dengan lingkungan

dan kebudayaan masyarakat lokal (Betawi). Seperti, yang terlihat jelas pada warna

kulitnya yang kecoklatan, tidak putih meletak pada umumnya komunitas Cina.

Mendengar mereka berbicara pun sudah sangat mirip dengan masyarakat lokal. Meski

demikian, masyarakat Cina Benteng masih mempertahankan dan melestarikan adat

41 Difusi, proses penyebaran sesuatu dari satu pihak ke pihak lain (tentang kebudayaan, teknologi,

dan sebagainya; pengaruh pengalihan pranata budaya melewati batas-batas bahasa. Lihat, Kamus Lengkap

Bahasa Indonesia, Jakarta: Media Centre, hlm. 185. 42 Inovasi, pembaharuan, pengenalan terhadap hal-hal yang masih baru. Lihat, Kamus Lengkap

Bahasa Indonesia, hlm. 269.

43 Invensi, penciptaan sesuatu yang sebelumnya belum pernah ada. Lihat, Kamus Lengkap Bahasa

Indonesia, hlm. 272.

44 Y. Sumandiyo Hadi, Seni dalam Ritual Agama, Yogyakarta: Pustaka. 2006, hlm.

Page 41: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

istiadat nenek moyang mereka yang sudah ratusan tahun. Salah satunya adalah tampak

pada keberadaan Meja Abu di setiap rumah orang Cina Benteng. Hal ini membuktikan

bahwa masyarakat Cina Benteng selain mereka berakulturasi dan beradaptasi dengan

budaya masyarakat lokal (Betawi) namun mereka masih tetap mempertahankan tradisi

dan adat istiadat kepercayaan leluhur mereka yang sudah ratusan tahun. Akulturasi

budaya masyarakat Cina Benteng dengan kebudayaan masyarakat lokal (Betawi) terlihat

pada busana pakaian pengantin yang merupakan campuran atau akulturasi budaya Cina

dengan Betawi, akulturasi bahasa, akulturasi kesenian dan sebagainya.

Melihat fenomena Cina Benteng Tangerang membuktikan bahwa betapa harmonis

dan toleransinya kebudayaan Cina dengan kebudayaan masyarakat lokal (Betawi). Hal ini

membuktikan bahwa masyarakat Cina Benteng Tangerang hampir tidak pernah

mengalami friksi (permusuhan atau perpecahan) dengan etnis lainya.

Dalam proses akulturasi budaya, tentu keduanya saling mempengaruhi antara

budaya lokal dan budaya Cina, artinya bahwa ada aspek-aspek yang berperan, katakanlah

peranan tradisi ritual dalam masyarakat lokal, atau ada unsur-usnur mitos dalam tradisi

masyarakat lokal. Tradisi budaya pengkeramatan dalam pemandian perahu pn ini

dikatakan tidak lain adalah pengaruh dari tradisi budaya masyarakat lokal Tangerang.

Koentjaranigrat membagi konsep kebudayaan kedalam tiga golongan,

diantaranya:

1) Gagasan

2) Kelakuan

3) Hasil-hasil kelakuan.

Page 42: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

Gagasan sebagai ide atau pengetahuan tidaklah sama hakekatnya dengan kelakuan

dan hasil kelakuan. Pengetahuan tidak dapat diamati sedangkan kelakuan atau hasil

kelakuan dapat diamati dan atau dapat diraba. Kelakuan dan hasil kelakuan adalah

produk atau hasil pemikiran yang berasal dari pengetahuan manusia. Jadi hubungan

antara gagasan atau pengetahuan dengan kelakuan dan hasil kelakuan adalah hubungan

sebab akibat; dan karena itu, gagasan atau pengetahuan tidaklah dapat digolongkan

sebagai sebuah golongan yang sama namanya kebudayaan.45

Dalam tataran peranan tradisi ritual dalam masyarakat lokal, Ritual keagamaan

merupakan sarana yang menghubungkan manusia dengan yang keramat; inilah agama

dalam praktek (in action). Ritual bukan hanya sarana yang memperkuat ikatan sosial

kelompok dan mengurangi ketegangan, tetapi juga suatu cara untuk merayakan peristiwa-

peristiwa penting, dan yang menyebabkan krisis, seperti kematian, tidak begitu

mengganggu masyarakat, dan bagi orang-orang yang bersangkutan lebih ringan untuk

diderita.

Para ahli antropologi telah mengklasifikasikan beberapa tipe ritual yang berbeda-

beda diantaranya

a. Upacara inisiasi / peralihan (rites of passage)46

yang mengenai tahapan-tahapan

dalam siklus kehidupan manusia.

b. Upacara peralihan (rites of passage) merupakan upacara keagamaan yang

berhubungan dengan tahapan-tahapan yang penting dalam kehidupan manusia,

seperti upacara kelahiran, perkawinan, dan kematian; dan

45 Seni dalam Ritual Agama, hlm.

46Antropologi edisi keempat Jilid 2, hlm. 207

Page 43: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

c. Upacara Intensifikasi (rites of intensifikasi), yang diadakan pada waktu kehidupan

kelompok mengalami krisis, dan penting untuk mengikat orang-orang menjadi

satu47

. Sedangkna upacara intensifikasi adalah upacara keagamaan yang diadakan

pada waktu kelompok menghadapi krisis real atau potensial. Upacara intensifikasi

dapat dikatakan upacara yang menyertai keadaan krisis dalam kehidupan

individu.

Ritual merupakan suatu bentuk upacara atau perayaan (celebration) yang

berhubungan dengan beberapa kepercayaan atau agama dengan ditandai oleh sifat

khusus, yang menimbulkan rasa hormat yang luhur dalam arti merupakan suatu

pengalaman yang suci.48

Pengalaman itu mencakup segala sesuatu yang dibuat atau

dipergunakan oleh manusia untuk menyatakan hubungannya dengan yang Tertinggi, dan

hubungan atau perjumpaan itu bukan sesuatu yang sifatnya biasa atau umum, tetapi

sesuatu yang bersifat khusus atau istimewa, sehingga manusia membuat suatu cara yang

pantas guna melaksanakan pertemuan itu, maka muncullah beberapa bentuk ritual agama

ibadah atau liturgi. Dalam ritual agama dipandang dari bentuknya secara lahiriah

merupakan hiasan atau semacam alat saja, tetapi pada intinya yang lebih hakiki adalah

pengungkapan iman. Oleh karena itu, upacara ritual agama diselenggarakan pada

beberapa tempat, dan waktu yang khusus, perbuatan yang luar biasa, dan berbagai

peralatan ritus lain yang bersifat sakral.

Berbagai macam bentuk ritual seperti itu merupakan transformasi simbolis dari

beberapa pengalaman kebutuhan primer manusia, maka ia merupakan kegiatan yang

spontan, tanpa rancangan, dan kadang kala tanpa disadari, namun polanya benar-benar

47 Antropologi edisi keempat Jilid 2, hlm. 207

48 Seni dalam Ritual Agama, hlm. 31

Page 44: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

alamiah. Kegiatan semacam ini dapat dilihat dalam pola-pola kepercayaan mitos dengan

jenis-jenis ritus magi, yang didalamnya mengandung kekuatan yang menghubungkan

kehendak manusia dengan penguasanya, roh-roh nenek moyangnya, dan mempengaruhi

kekuatan lainnya. Dalam masyarakat primitive (kuno) menirukan gerakan binatang

tertentu sebelum berburu merupakan ritus magi imitative atau simpatetis, dengan maksud

agar binatang yang diinginkan dapat ditangkap. Segala pengalaman manusia dari sejak

masyarakat primitive sampai sekarang, ternyata pengalaman religi dan pengalaman estetis

tidak dapat dipisahkan.

Ritual ataupun ibadah merupakan transformasi simbolis dari pengalaman-

pengalaman yang tidak dapat diungkapkan dengan tepat oleh media lain. Karena berasal

dari kebutuhan primer manusia, maka ia merupakan kegiatan yang spontan dalam arti

betapapun peliknya ia lahir tanpa niat, tanpa disesuaikan dengan tujuan yang disadari,

pertumbuhannya tanpa rancangan, polanya benar-benar alamiah.49

Manusia ataupun

masyarakat menjalankan ajaran yang ada di dalam agamanya hanya terbatas pada ritual

yang dilaksanakan tanpa memahami kandungan dan isi dari ritual-ritual yang

dijalankannya, terkadanag banyak juga yang sama sekali tidak memahami tetapi

menjalankan ritual tersebut. Agama merupakan sistem keyakinan yang dipunyai secara

individual yang melibatkan emosi-emosi dan pemikiran-pemikiran yang sifatnya pribadi,

dan diwujudkan dalam tindakan-tindakan keagamaan (upacara, ibadat, dan amal ibadat)

yang sifatnya individual ataupun kelompok dan sosial yang melibatkan sebagian atau

seluruh masyarakat.50

49 Thomas F. O’dea, Sosiologi Agama Suatu Pengantar Awal, Jakarta: Raja Grafindo Persada,

1985, hlm. 76. 50 Roland Robertson, ed., Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologi, hlm. viii.

Page 45: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

B. Unsur Mitos dalam Tradisi Masyarakat Lokal

Mitos pada dasarnya bersifat religius, karena memberi rasio pada kepercayaan

dan praktek keagamaan. Masalah yang dibicarakannya adalah masalah-masalah pokok

kehidupan manusia; dari mana asal kita dan segala sesuatu yang ada di dunia ini,

mengapa kita disini, dan kemana tujuan kita. Setiap aspek masalah-masalah yang sangat

luas itu dapat disebut mitos. Fungsi mitos adalah untuk menerangkan, memberi gambaran

dan penjelasan tentang alam semesta yang teratur, yang merupakan latar belakang

perilaku yang teratur. Mitos dapat diartikan secara istilah sebagai cerita tentang peristiwa-

peristiwa semihistoris yang menerangkan masalah-masalah akhir kehidupan manusia.

Van Peursen, seorang Antropolog mendefinisikan mitos sebagai sebuah cerita

yang memberikan pedoman dan arah tertentu kepada sekelompok orang, lebih lanjut Van

Peursen menjelaskan fungsi mitos yaitu untuk menyadarkan manusia bahwa ada

kekuatan-kekuatan ajaib/ghaib, memberi jaminan bagi masa kini, memberikan

pengetahuan tentang dunia. Mitos dimunculkan lewat kesenian rakyat, atau biasa disebut

sebagai kesenian tradisional. Pada dasarnya sebuah komunitas akan memiliki ragam

kebudayaannya masing-masing, seperti contoh dalam budaya dan kepercayaan

masyarakat Cina yaitu ada ritual perahu keramat dalam perayaan peh chun kemudian ada

tabur beras kuning dalam perkawinan chiou-thaou.

Sementara pengertian tradisi merupakan ekspresi cipta, karya, dan karsa manusia

(dalam masyarakat tertentu) yang berisi nilai-nilai dan pesan-pesan religiusitas, wawasan

filosofi dan kearifan lokal. Mitos juga dapat diartikan sebagai cerita sakral yang

ditempatkan dalam zaman yang berbeda dengan zaman pencerita, sambil

mengungkapkan pemahaman realitas yang menjelaskan beberapa adat kebiasaan dalam

Page 46: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

masyarakat sang pencerita. Dengan kata lain maka mitos ternyata juga lahir dari suatu

kebutuhan “intelektual” akan penjelasan yang memuaskan, dan bukan hanya ekspresi

perasaan primitive. Hanya sebagian kecil mitos adalah jelas berkaitan dengan ritus, kaitan

mana memungkinkan suatu masyarakat untuk masuk secara imajinatif ke dalam keadaan

yang digambarkan dalam mitos mereka. Maka kaitan seperti itu tidak boleh begitu saja

diandaikan, tetapi harus dapat ditunjukan.

Selama mitos belum ditulis dan masih diperankan kembali dalam masyarakat, isi

mitos dapat dan akan berubah agar tetap mencerminkan situasi politis, sosial dan

konomis yang sesuai zaman. Tetapi setelah ditulis, mitos dicocokan dengan situasi-situasi

yang berubah-ubah melalui interpretasi teologis. Kalau masyarakat bertambah rasional,

hubungan erat antara mitos yang kuno dan pemahaman situasi aktual melemah, bisa

sampai hampir menghilang. Tetapi mitos sendiri tidak menghilang. Karena mitos

mengandung pemahaman intuitif akan realitas yang memungkinkan orang untuk

melampaui keadaannya yang langsung, maka mitos tetap menjadi sumber untuk drama,

puisi, dan seni.

Sekalipun mitos sebagai fiksi cenderung dilawankan dengan sejarah, namun

demikian kisah-kisah tentang peristiwa-peristiwa sejarah dapat juga seperti mitos

berperan sebagai ekspresi dan peneguhan keyakinan-keyakinan serta nilai-nilai sebuah

masyarakat. Misalnya versi-versi popular cerita perang kemerdekaan akan memuliakan

kepahlawanan bangsa dan memperlihatkan bagaimana yang baik biarpun kurang berdaya

menang atas pihak jahat yang kuat. Proses ini dapat disebut mitologi sejarah. Karena itu

bagi sebagian peneliti distingsi lama antara mitos dan legenda menjadi kabur, kurang

berdasar dan kurang praktis.

Page 47: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

BAB IV

PEMANDIAN PERAHU KERAMAT DALAM UPACARA PEH CHUN

A. Persiapan Menyambut Upacara dan Perlengkapan yang Digunakan dalam

Upacara serta Simbolisasinya

Upacara pemandian perahu keramat biasanya diadakan secara meriah. Untuk

menyambut upacara itu, dibentuk kepanitian yang terdiri atas pengurus perahu keramat

dan perkumpulan Kelenteng Boen Tek Bio. Biasanya, sebelum upacara pemandian

perahu dimulai, panitia penyelenggara mengadakan pertunjukan-pertunjukan atau atraksi-

atraksi untuk memeriahkan upacara memandikan perahu pemandian perahu keramat.

Pertunjukan itu diadakan berbeda-beda setiap tahunnya. Seperti dua tahun yang lalu

(2006), acara ini dimeriahkan dengan pertunjukan jalan di atas bara api yang sedang

menyala, pertunjukan Liong danBarongsai,51

pertunjukan mandi minyak yang masih

mendidih (panas). Tetapi pada tahun 2008 ini, upacara diadakan tidak terlalu meriah dari

pada tahun sebelumnya, karena keadaan dana yang terbatas, jadi hanya dimeriahkan

dengan pertunjukan Gambang Kromong dan Barongsai.52

Upacara ini tidak hanya diramaikan oleh komunitas Cina Benteng, tetapi juga

diramaikan oleh masyarakat lokal. Bahkan, para turis yang datang dari Malaysia,

Singapura, dan Negara lainnya. Bagi para turis, upacara pemandian perahu keramat ini

etrbilang unik, karena tradisi ini tidak diadakan di temapt lain. Pada saat memandikan

perahu keramat, panitia menyiapkan air yang diambil dari Sungai Cisadane, kembang

51 Liong dan Barongsai: Seni tari yang berasal dari Cina yang menampilkan tiruan binatang buas,

diperankan oleh 2 orang atau lebih.

52 Wawancara dengan Bapak Willy, pada Tanggal 20 Juli 2008.

Page 48: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

tujuh rupa, dan kain merah,53

berbentuk segituga sebanyak 500 lembar kain. Air kembang

bekas memandikan perahu banyak diperebutkan oleh masyarakat yang datang. Bagi

mereka yang percaya, jika air tersebut dicampur dengan air biasa dan digunakan untuk

mandi atau membasuh muka, mereka akan diberi umur panjang, sembuh dari penyakit,

awet muda, dan enteng jodoh. Selain membawa air kembang, mereka juga menyimpan

kain merah tadi untuk dijadikan jimat,54

agar mereka diberi keselamatan dan rejeki yang

berlimpah. Dan uniknya lagi, menurut mereka, jika mengambil air kembang tersebut

secara berebut dan saling dorong, maka khasiatnya akan lebih manjur.

Sebelum upacara dimulai, panitia juga menyiapkan sesaji di depan Perahu

Keramat dan altar-altar para leluhur. Sesaji yang disediakan terdiri dari lima macam

buah, yang disebut Ngo Koo (Wu Guo).55

Seperti pisang dan jeruk, merupakan jenis

buah-buahan pokok yang digunakan dalam sembahyang, sedangkan tiga buah lainnya

boleh apa saja, kecuali jenis buah berduri, seperti durian, salak, karena buah berkulit

tajam itu dipercaya dapat melukai.

Khonghucu mengajarkan bahwa bersembahyang secara sederhana lebih baik dari

pada terlalu mewah. Ajaran konfusianisme juga tidak mengharuskan untuk menyediakan

sesaji yang sulit diperoleh. Selain bua-buahan, sesaji yang disediakan adalah masakan

matang seperti (maaf), daging Babi, merupakan salah satu sesaji yang biasa disediakan

oleh komunitas Cina Benteng. Selain itu, dalam upacara pemandian perahu keramat ini

wajib menyediakan Bacang dan Kue Cang. Bacang adalah makanan yang terbuat dari

53 Warna merah, dipercaya sebagai warna keberuntungan dan penolak bala (bahaya) dalam kepercayaan komunitas Cina.

54 Jimat , dari kata azimat, benda yang dianggap keramat dan mempunyai kekuatan magis.

55 Ngo Koo: lima jenis buah-buahan. Melambangkan lima hubungan, yakni hubungan raja dengan

menteri, ayah dengan anak, suami dengan istri, kakak dengan adik, kawan dengan sahabat. Lima perkara

inilah jalan suci yang ditempuh di dunia (Tiong YongXIX: 8).

Page 49: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

beras ketan yang dibungkus daun bambu dan di dalamnya diisi daging cincang yang

sudah diberi bumbu.

Pada awalnya, Bacang ini dibuat di dalam tempurung bambu, tetapi pada 338

tahun kemudian setelah peristiwa Khut Gwan menerjunkan diri ke Sungai Bik Loo (Mi

Loo), ada seseorang yang bernama Au Hui, yang berasal dari Chang Sha bermimpi.

Dalam mimpinya itu, Au Hui bertemu dengan Khut Gwan dan mengatakan bahwa,

makanan yang selama ini untuk Khut Gwan tidak dapat dinikmati atau tidak sampai ke

tujuan karena telah dimakan ikan-ikan dan naga-naga sungai. Khut Gwan meminta,

agarberas yang dikirimkan harus dibungkus dahulu dengna daun-daun yang kasap

(berduri), seperti daun bambu, dan mengikatnya dengan benang sutera merah, karena

daun berduri dan benang sutera merah dapat menakut-nakuti naga dan ikan. Maka

lahirlah Kue Cang yang berbentuk segitiga itu.56

Perbedaan antara bacang dengan kue cang, kalau bacang berisi daging Babi,

sedangkan kue cang tidak ada isinya, kue cang biasanya dilengkapi dengna air gula, dan

kue cang lebih kecil dari pada bacang. Bacang dan kue cang ini dibuat sehari sebelum

upacara pemandian perahu keramat dimulai. Esok harinya setelah pemandian perahu

keramat, yaitu pada perayaan Peh Chun, tepatnya pada tanggal 5 bulan V, bacang ini

dilempar ke sungai sebagai persembahan bagi Khut Gwan. Hal ini juga memiliki makna

yang sama seperti memandikan perahu keramat, agar masyarakat selalu dalam keadaan

selamat, sehat dan dimudahkan dalam mencari rejeki.

56 Peradaban Tionghoa Selayang Pandang, hlm. 157.

Page 50: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

B. Tata Cara

Semakin malam semakin banyak orang yang mendatangi tempat penyimpanan

Perahu Keramat yang juga sebagai tempat upacara diadakan. Sebelum upacara dimulai,

komunitas Cina Benteng yang datang melakukan sembahyang, termasuk para penari

Liong dan Barongsai. Setelah selesai melakukan pertunjukan, mereka wajib melakukan

sembahyang kepada Perahu Keramat sebagai tanda penghormatan. Sembahyang upacara

pemandian Perahu Keramat dilakukan dengan beberapa, yaitu:

a) Sembahyang kepada Thian

Setiap perayaan, komunitas cina benteng selalu bersembahyang kepada Thian

(Dewa Langit), sebelum sembahyang kepada dewa-dewa lainnya, mereka wajib

menyembah Thian. Dalam peersembahynagan kepada Thian ini, sambil

membakar tiga batang hio. Altar pemujaan kepada Thian terletak di muka

bangunan tempat Perahu Keramat disimpan.

b) Sembahyang kepada Dewa Bumi (Hok Tek Ceng Sin / Fu De Zheng Shen)

Setelah sembahyang kepada Thian, mereka sembahyang kepada Dewa Bumi,

dengan tujuan meminta izin, agar dalam pelaksanaan upacara bias berjalan secara

lancar tanpa ada ganggguan apa pun. Hio yang dibakar sebanyak tiga batang juga.

c) Sembahyang kepada Dewa Harimau

Setelah sembahyang kepada Dewa Bumi, lalumereka sembahyang kepada Dewa

harimau dengan membakar tiga batang hio juga, yang terletak di samping altar

Dewa Bumi. Dewa Harimau dipercaya sebagai penungggu rumah dan penjaga

pintu dengna tujuan yang sama dengan Dewa Bumi.

Page 51: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

d) Sembahyang kepada Empe Lumut dan Ema Lumut

Sebutan Empe Lumut dan Ema Lumut berasal dari sepasang batu nisan yang

ditemukan oleh Nenek Buyut Rudi A. Kuhu, bersamaan dengan potongan kayu di

tepi Sungai Casadane apada tahun 1850, yang kemuduian disimpan di tempat

yang sama di mana Perahu Keramat disimpan. Kemungkinan besar, batu nisan ini

adalah batu nisan sepasang suami istri yang disebut Empe Lumut dan Ema

Lumut. Nisan ini disembahyangi oleh komunitas Cina Benteng sebagai

penghormatan kepada Empe Lumut dan Ema Lumut yang diwakili oleh batu

nisan itu dengan membakar empat batang hio.

e) Sembahyang kepada Perahu Keramat

Sembahyang kepada Perahu Keramat adalah tahapan terakhir dari sembahyang

upacara pemandian perahu yang dilakukan sebelum upacara dimulai.

Kemudian membakar kertas sembahyang yang berwarna kuning emas (Siu Kim)

dan abunya diletakkan di Kim Loo.57

Setelah semua umat selesai sembahyang, tepat pada

pukul 23:00, keturunan Nenek Buyut Rudi A. Kuhu dan para pengurus Perahu Keramat

berdoa secara agama Budha yang ditujuakn kepada perahu keramat tersebut. Tahap ini

dilakukan memakan waktu sekitar setengah sampai satu jam. Stelah pembacaan doa-doa

selasai, sekitar pukul 23:40 upacara pemandian perahu keramat dimulai.

Pertama, keluarga Nenek Buyut Rudi A. Kuhu58

dan para pengurus (panitia)

termasuk perkumpulan Kelenteng Boen Tek Bio membuka kain penutup berwarna

merah,59

sepanjang 11 meter. Di atas kain merah itu terdapat kain berwarna-warni

57 Kim Lo, artinya tungku pembakaran kertas emas. 58 Nenek moyang Rudi A. Kuhu adalah orang yang menemukan dan memimpikan perahu keramat ini. 59 Warna merah dipercaya sebagai warna keberuntungan dan sebagai penolak bala (bahaya) dalam

kepercayaan masyarakat Cina.

Page 52: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

berbentuk bunga sejumlah lima lembar, yaitu: merah, yang berarti naga darat; kuning,

berarti naga langit; hijau, naga laut; putih dan biru atau hitam, sebagai simbol warna yin

yang. Masing-masing sepanjang 5 meter sebagai hiasan.

Sebagai giliran pertama, dimulai dengan keluarga Nenek Buyut Rudi A. Kuhu,

untuk memandikan Perahu Keramat, giliran kedua adalah para panitia. Kemudian

komunitas Cina Benteng lainnya mau pun masyarakat sekitar. Pada saat akan

memandikan perahu, panitia membagikan kain segitiga berwarna merah sebanyak 500

lembar kepada siapa saja yang ingin ikut serta memandikan Perahu Keramat.

Setelah itu, secara bergantian memandikan perahu dengan cara mencelupkan kain

merah ke dalam ember berisi air Sungai Cisadane dan kembang tujuh rupa, lalu

mengusapkan kain ke badan perahu secara perlahan sambil memohon doa dalam hati.

Suasana saat itu terlihat sangat ramai. Masyarakat yang datang saling berebut

mendapatkan giliran memandikan Perahu Keramat dengan harapan akan mendapatkan

banyak rejeki dan selalu dalam keadaan selamat, sehat dan enteng jodoh.

Setelah Perahu Keramat selesai dimandikan, kemudian ditutup kembali dengan

kain merah yang baru, dan penutup ini tidak boleh dibuka sampai perahu tersebut

dimandikan kembali pada tahun berikutnya. Walaupun penutup perahu tidak boleh

diganti dalam kurun waktu satu tahun, tetapi sejak perahu Keramat diurus oleh Ibu Ida,60

pada tahun 2000, penutup perahu boleh dibuka sebanyak dua kali dalam setahun.

Pertama, pada malam hari raya Peh Chun, kedua pada waktu menjelang Imlek, tepatnya

seminggu sebelum hari raya Imlek.

60 Ida Herawati Syalim adalah keluarga bapak Rudi A. Kuhu, beliau juga menjabat sebagai pengurus

perahu keramat, yang bertanggung jawab atas segala sesuatu yang berkaitan mengenai perahu keramat.

Page 53: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

Hal ini dilakukan hanya semata-mata karena pada hari raya Imlek, masyarakat

Cina selalu menginginkan segala sesatunya terlihat baru, agar perahu terlihat bersih.

Penggantian kain merah ini dilaksanakan lebih sederhana, hanya dilakukan oleh keluarga

keturunan Nenek Buyut Rudi A. Kuhu dan para penggurus Perahu Keramat.

C. Perhitungan Waktu Pelaksanaaan Upacara

Kronologi penanggalan Imlek (Khongcu Lek) dibuat oleh kaisar pertama, Oey

Tee / Huang Di (2698-2596 SM), bermarga Kongsun bernama Yu Kiong (Hoo Lam), Yu

HimKok, dan makamnya di Siamsay Kiau Ling. Wahyu Liok Tho atau peta Firman

diterima beliau ketika melakkan inspeksi antara Suangi Hoo dan Lo do pusaran air yang

bernama Cwi Kwi dan seekor ikan besar berenang mendekati beliau dengan membawa

peta tersebut. Dikenal dengan sebutan Bapak Ilmu Pengetahuan dan Kebuadayaan karena

dengan pembantunya, baginda membuat karya-karya besar bagi umat manusia, seperti:

a. Baginda senang mempelajari Ilmu falak dan ditemukannya kompas dan

pembantunya, Yong Sin menemukan teropong dan mendirikan observatorium

yang hebat.

b. Dengan dibantu oleh seorang ahli astronominya, dihitung tahun dengan sistem

Hwa Kak Cu / Lak Cap Kak Cie dan kemudian menjadi acuan umum penaggalan

Imlek / Khongcu Lek / Long Lek (Penanggalan Petani) sampai sekarang.

Penaggalan ini mulai dipakai oleh pendiri Dinasti He / Shia Yaitu Tay I / Da Yu

masa pemerintahan (2205-1766 SM), maka dinamakan He Lek (Penaggalan Dinasti He).

Setelah Dinasti He / Shia, berdirilah Dinasti Siang / Sang, kemudian oleh raja ditetapkan,

hari Tang Ce / Dong Zhi dianggap sebagai permulaan tahun. Setelah silih berganti

Page 54: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

dinasti, pada masa Dinasti Han (masa pemerintahan Han Bu Tee / Han Wu Di, 104 SM),

penanggalan Dinasti He Lek / Imlek / Long Lek mulai dipakai kembali sampai sekarang.

Han Bu Tee sangat menghormati Nabi Khongcu, karena itulah penanggalan dihitung

sejak kelahiran Nabi Khongcu, yaitu tahun 551 SM.

Persembahyangan pada hari Twan Yang disertai dengan sembahyang Yue (eling

dan takwa kepada Thian Yang Maha Esa), yang dilakukan oleh umat Khonghucu

mengartikan bahwa manusia diingatkan untuk selalu ingat pada kekuasaan Tuhan, yang

tidak boleh dilupakan dan tidak bisa dipungkiri. Dengan takwa kepada-Nya, manusia

memohon agar selalu diberi kekuatan dalam cobaan dan diberi keselamatan dalam

menjalani hidup ini.

Persembahyangan Twan Yang (Go Gwe Ce Go) dilakukan pada tengah hari.

Bersamaan dengan hari raya Twan Yang, setelah tragedi Khut Gwan, masyarakat Cina

sekarang lebih mengenal hari itu sebagai hari raya Peh Chun, dan pada malam hari

sebelumnya, komunitas Cina Benteng melakukan upacara pemandian Perahu Keramat,

tepatnya sekitar pukul 00:00 WIB.

D. Tujuan dan Manfaat

Tradisi pemandian Perahu Keramat bertujuan untuk memberi penghormatan

kepada perahu yang dianggap keramat itu. Karena mereka percaya bahwa jika perahu

tersebut dirawat, maka masyarakat tersebut akan diberikan keselamatan dan terhindar

dari mara bahaya. Sedangkan manfaatnya, mereka akan mendapatkan berkah. Selain itu,

dilihat dari segi sosialnya, pelaksanaan upacara tersebut dapat mempererat hubungan

sosial, karena di tempat itu mereka berkumpul, bertemu antar sesama komunitas Cina itu

Page 55: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

sendiri, juga dengan komunitas masyarakat lokal, serta untuk melestarikan tradisi Cina

yang sudah ada.

E. Analisis Kritis

Masyarakat Cina merupakan bagian komunitas masyarakat terbesar di dunia,

tetapi di Indonesia masyarakat Cina merupakan bagian komunitas yang minoritas dari

heterogenitas masyarakat Indonesia. Hal yang menarik dari komunitas Cina adalah

kebudayaanya yang estetis dan Maha Karya, dan begitu juga dengan agama komunitas

Cina. Inilah bukti bahwa komunitas Cina adalah sebuah komunitas yang kaya akan

budaya bernilai tinggi. Sejatinya, bahwa tradisi suatu masyarakat adalah sebuah cermin

dari pola konstruksi sosial itu sendiri atau hasil cipta, karsa, dan karya manusia.

Keunikan dari tradisi masyarakat Cina terlihat pada sebuah komunitas Cina

Benteng di Tangerang yaitu, tradisi perayaan Pek Cun (Duan Wu Jie), Ceng Beng ( Qing

Ming), hari raya Imlek (Chun Jie), Festifal lentera atau Cap Go Meh (Yuan Xiao Jie), dan

sebagainya. Terkait Cina Benteng Tangerang, tentu mempunyai sejarah tersendiri,

penjelasan mengenai bagaimana sejarah Cina Benteng Tangerang penulis sudah jelaskan

di atas.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menganalisa bahwa apakah ada pengaruh

tradisi lokal dalam tata cara ibadah agama Cina, dalam teori dasar antropologi, bahwa

sebuah tradisi budaya masyarakat merupakan pola hidup untuk berinteraksi dengan

komunitasnya. Tradisi merupakan simbolisme sebuah komunitas masyarakat. Dalam hal

ini masyarakat Cina mempunyai tradisi budaya tersendiri seperti, halnya Bangsa Inggris,

Indonesia, Arab, India, dan Afrika masing-masing mempunyai tradisi budaya dan cara

Page 56: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

masing-masing, sehingga jika dalam sebuah komunitas masyarakat terdapat tradisi

budaya yang berbeda. Dalam teori dasar antropologi disebutkan bahwa, akulturasi budaya

atau integrasi akan terjadi, karena adanya interaksi antara dua kebudayaan yang berbeda

di suatu tempat tertentu. Jika kita lihat bahwa dalam kajian skripsi ini tentu disini terjadi

adanya akulturasi atau integrasi antara kebudayaan Cina dengan kebudayaan masyarakat

Indonesia itu sendiri .

Sejarah komunitas masyarakat Cina yang datang atau bermigrasi ke Indonesia

untuk mencari peruntungan, merubah nasib dan ingin bertahan hidup di negeri orang,

bukan ingin mempengaruhi masyarakat lokal (Indonesia),61

tentu dengan membawa

tradisi budaya dan agama Nenek Moyang mereka yaitu konfuisianisme (Khonghucu),

inilah kemudian yang menjadi sebuah pangkal persoalan dan Penulis mengangkat

persoalan ini, sebuah pertanyaan sederhana adalah apakah ada pengaruhnya tradisi

masyarakat lokal dalam tata cara ibadah agama Cina. Dikatakan bahwa dalam tradisi

Cina tidak mengenal keramat (sesuatu yang dikeramatkan).62

Komunitas Cina Benteng mengenal keramat tidak lain karena adanya pengaruh

dari tradisi budaya masyarakat Indonesia pada umumnya, tetapi dalam tataran komunitas

masyarakat Cina Benteng Tangerang tentu sangat dipengaruhi oleh tradisi budaya

masyarakat setempat (Tangerang). Hal ini terlihat pada prosesi upacara pemandian

perahu keramat mpe Peh Chun, Pengkeramatan ini merupakan bagian dari tradisi budaya

masyarakat lokal yang merupakan bagian dari tradisi budaya masyarakat lokal, yang

kemudian mengalami proses akulturasi dengan tradisi budaya masyarakat Cina Benteng

pada khususnya.

61 Wawancara dengan informan kunci, Oey Tjin Eng, pada Tanggal 20 Juli 2008. 62 Wawancara dengan informan kunci, Oey Tjin Eng, pada Tanggal 20 Juli 2008.

Page 57: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

Indikasi pengaruh tradisi lokal dalam tata cara ibadah agama Cina dapat

disimpulkan bahwa, pengaruh budaya masyarakat lokal dalam tata cara ibadah agama

Cina memang ada. Hal ini disebabkan adanya interaksi sosial dua kebudayaan sehingga

memungkinkan terjadinya proses akulturasi antara dua tradisi kebudayaan. Dijelaskan

juga bahwa dalam akulturasi budaya Cina dengan budaya lokal terjadi pada prosesi

upacara pernikahan masyarakat Cina (Chiou Thaou).

Hal ini terlihat jelas dengan adanya perpaduan dua kebudayaan, yaitu pada busana

dan aksesories pengantin yang menggunakan pakaian kebesaran Panglima Tiongkok pada

pengantin pria dan pemakaian aksesories kembang goyang,63

pada pengantin wanita.

Serta dalam upacara pernikahannya terlihat juga unsur akulturasi pada tabur beras

kuning. Padahal sebenarnya, tabur beras kuning ini biasanya dilakukan oleh masyarakat

sunda. Walaupun demikian komunitas masyarakat Cina tetap tidak menghilangkan

estetika budaya mereka yang sesungguhnya. Hal ini untuk menjaga dan melestarikan

budaya nenek moyang dan leluhur mereka (masyarakat Cina).

63 Salah satu aksesoris pengantin wanita pada perayaan Chou Thaou menggunakan kembang goyang. Hal

ini menunjukkan adanya proses akulturasi antara masyarakat Cina Benteng dengan masyarakat lokal

(dalam hal ini dengan masyarakat Betawi)

Page 58: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Seorang Antropolog, Bee (William A Haviland: 1985), menyatakan bahwa, suatu

proses akulturasi menunjukan pada suatau proses perubahan yang dibedakan atas proses-

proses difusi, inovasi dan penemuan. Dalam hal pengkeramatan perahu yang dilakukan

oleh komunitas Cina Benteng ini, komunitas Cina Benteng mengalami proses difusi,

yaitu proses penyebaran sesuatu dari satu pihak ke pihak lain dan dapat juga dikatakan

sebagai pengaruh pengalihan pranata budaya melewati batas-batas bahasa karena

komunitas Cina Benteng menggunakan bahasa dengan logat Betawi Sunda dan mereka

tidak dapat menggunakan bahasa Cina bahkan tidak mengerti berbahasa Cina.

Secara umum, tidak ada pengaruhnya yang sangat signifikan yang diberikan oleh

tradisi lokal terhadap tata cara ibadah komunitas Cina Benteng. Tetapi bukan berarti tidak

ada sama sekali pengaruhnya, karena ada beberapa hal tradisi lokal yang mempengaruhi

komunitas Cina Benteng. Seperti contohnya: tabur beras kuning yang dilakukan pada saat

upacara Chiou Thaou (pernikahan adat Cina) dan tradisi ini biasanya dilakukan oleh

masyarakat lokal (Sunda). Selain tabur beras kuning dan bahasa yang mengalami proses

akulturasi, pengkeramtan benda juga dilakukan oleh komunitas Cina Benteng. Menurut

bapak Oey Tjin Eng, dalam agama Cina tidak ada ajaran mengenai pengkeramatan suatu

benda, dalam hal ini perahu. Menurutnya, pengkeramatan perahu ini merupakan hasil

proses akulturasi yang terjadi antara komunitas Cina Benteng dengan masyarakat lokal.

Page 59: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

Masyarakat lokal di sini bukanlah masyarakat Tangerang saja, tetapi juga ada campur

tangan masyarakat Jawa.

Kalau ditelisik secara luas, bangsa semua bangsa di dunia memiliki aneka suku

dan budaya, termasuk di Indonesia dan Cina. Dari berbagai suku dan budaya itulah

terdapat cirri khas yang berbeda, tapi ada juga yang satu sama lain memiliki kemiripan

(sama). Hal itu bisa saja terjadi dikarenakan lokasi yang tidak berjauhan. Dari zaman

dahulu sampai sekarang, banyak sekelompok masyarakat yang berasal dari satu suku

pindah ke tempat lain yang berlainan suku dan budaya. Misalnya, orang Jawa yang lebih

dikenal dengan melakukan ritual-ritual, menyimpan benda-benda pusaka atau keramat,

percaya dengan hal-hal yang magis dan mitos, seperti yang dipercaya dengan masyarakat

Indonesia pada umumnya, pindah ke Tangerang, yang mana masyarakat aslinya berasal

dari suku Sunda dan Betawi, dengan membawa budaya dan tradisi nenek moyang mereka

(Jawa).

Setelah berjalannya waktu, mereka yang datang membaur dengan kelompok

masyarakat lokal (Tangerang), kedua kelompok tersebut (Jawa-Betawi/Sunda)

mengalami suatu proses akulturasi dan integrasi. Begitu juga yang terjadi pada komunitas

Cina yang sekarang dikenal dengan sebutan Cina Benteng mengalami proses akulturasi

dengan masyarakat lokal dalam hal pengkeramatan perahu. Masyarakat lokal di sini

adalah masyarakat Jawa yang meninggalkan tradisi nenek moyangnya di tanah

Tangerang. Jadi, tradisi masyarakat Jawa lah yang mempengaruhi komunitas Cina

Benteng di Tangerang yang kemudian mengkeramatkan perahu. Pengkeramatan perahu

ini hanya ada di Tangerang. Mungkin di daerah lain banyak keramat-kaeramat lainnya,

hanya saja perahu keramat ini hanya ada di Tangerang.

Page 60: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

Walaupun sangat banyak masyarakat Cina Benteng yang ingin ikut serta dalam

upacara pemandian perahu keramat, tetapi sangat sedikit orang yang tahu sejarah perahu

keramat dan arti simbolisasi perahu keramat serta pengetahuan mereka mengenai proses

akulturasi yang terjadi pada pengkeramatan perahu tersebut. Masih banyak di antaranya

yang berpendapat bahwa tradisi pemandian perahu keramat merupakan tradisi asli Cina,

seperti yang diungkapkan oleh responden Nancyta.

Komunitas Cina Benteng melakukan pengkeramatan perahu ini dengan maksud,

memohon perlindungan (protect) kepada Thien melalui perantaranya, yaitu melalui

perahu keramat. Namun, dengan masuknya tradisi budaya lokal, tidak membuat

komunitas Cina Benteng meninggalkan tradisi leluhurnya begitu saja. Mereka masih

sangat menghormati dan tetap menjalankan ajaran nenek moyang.

Fenomena Cina Benteng, menurut sinolog dari Universitas Indonesia, Eddy

Prabowo Witanto MA, merupakan bukti nyata betapa harmonisnya kebudayaan Cina

dengan budaya lokal.

B. Saran-saran

Setelah Penulis mengambil sebagian dari ajaran agama Cina, khususnya agama

Khonghucu yang berasal dari berbagai literatur, maka di sini Penulis mencoba untuk

memberikan saran atau masukan untuk bahan kajian studi mengenai agama-agama, yaitu:

1. Semua pemeluk agama dapat mengembangkan sikap toleransi antar umat

beragama, tidak saling mencurigai dan tidak menganggap bahwa hanya agamanya

sajalah yang paling benar. Sehingga antar pemeluk agama tersebut dapat hidup

Page 61: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

saling rukun, damai dan tenteram. Karena pada dasarnya, semua agama itu

mengajarkan kebaikan, hanya saja tata caranya berbeda-beda.

2. Bagi Mahasiswa atau siapa pun yang belum pernah dan akan melakukan

penelitian, khususnya studi lapangan, sebaiknya koreksi kembali jawaban atau

hal-hal yang seharusnya diisi oleh responden, jangan sampai ada yang kosong,

karena hal itu akan sedikit mempersulit kita ketika mengolah hasil jawaban

tersebut.

3. Penulis sangat mengharapkan, agar buku-buku atau dalam bentuk literatur lainnya

mengenai agama-agama di dunia atau agama kepercayaan yang lebih spesifik

dapat diperbanyak, agar para pengkaji tidak mengalami kesulitan. Dan buku

mengenai komunitas Cina Benteng Tangerang diadakan di perpustakaan

khususnya perpustakaan kota Tangerang itu sendiri, agar masyarakat lebih banyak

mengetahui sejarah dan tradisi yang ada di Indonesia.

Page 62: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

DAFTAR PUSTAKA

A.Haviland, William, Antropologi, edisi ke-4, Jilid 1, Jakarta: Erlangga, 1985.

_________, Antropologi, edisi ke-4, Jilid 2, Jakarta: Erlangga.

Badudu, J. S., dan Zais, Sultan Muhammad, Kamus Umum Bahasa Indonesia, cet. Ke-3,

Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996.

Cheng, Albert, Thong Sing: buku Kebijaksanaan Cina, cet. Ke-2, Jakarta: Abdi Tandur,

2001.

Daruni, D., Su si: Kitab nan Empat, Solo: MATAKIN, 1985.

Erniwati, Asap Hio di Ranah Minang, Yogyakarta: Ombak, 2007.

Etnik Tionghoa di Indonesia, Jakarta: Intisari, 2006.

F.O’dea, Thomas, Sosiologi Agama Suatu Pengantar Awal, Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 1985.

Geertz, Clifford, Abangan, Santri, Priyayi dalam masyarakat Jawa, cet.ke-2, Jakarta:

Pustaka Jaya.

Hadi, Y. Sumandiyo, Seni dalam Ritual Agama,Yogyakarta: Pustaka, 2006.

Halim, Wahidin, Ziarah Budaya Kota Tangerang, Jakarta: Pendulum, 2005.

Ham, Ong Hok, Riwayta Tionghoa Peranakan di Jawa, Jakarta: Komunitas Bambu,

2005.

Hutomo, Suryo B. S., Tata Ibadah dan Dasar Agama Khonghucu, Jakarta: MATAKIN,

1983.

Kelenteng Boen Tek Bio Tangerang, http/www.Arsitekturindis.com, diakses pada tanggal

22 Mei 2007.

Kelenteng Boen Tek Bio, Tangerang, tanpa Penerbit, tanpa Tahun.

Kelenteng Pak Kik Bio: Hian Thia Shiang Tee, 1951-2001, Surabaya: Widya Karya,

2001.

Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan di Indonesia, cet.ke-22, Jakarta: Djambatan,

2007.

Page 63: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

_____________, Sejarah Teori Antropologi I, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1987.

Lan, Nio Joe, Peradaban Tionghoa Selayang Pandang, Jakarta: Keng Po, 1961.

Liliweli, Alo, makna Budaya Dalam Komunikasi Antar Budaya, Yogyakarta: Lkis, 2003.

Lombard, Dennys, Nusa Jawa: Silang Budaya, edisi 2, Jakarta: Gramedia Indo-Pustaka,

2000.

Lukman, Ali dan kawan-kawan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka

Depdikbud, 1996.

MATAKIN, Kitab Bakti (Hau King), 2001.

_________, Kitab Tata Agama dan Laksana Upacara Agama Khonghucu, tanpa tahun.

Ming, Chau, Mengenal Beberapa Aspek Filsafat Khongfusianisme, Taoisme dan

Budhisme, Jakarta: Akademi Budhis Nalanda, 1986.

MSH, Yoest, Tradisi dan Kultur Tionghoa, Jakarta: Gerak Insani Mandiri, 2004.

Pandita Mpu Jaya wijayananda, Ida, Makna Filosofis Upacara dan Upakara, Surabaya:

Paramita, 2004.

Shadily, Hasan, Ensyklopedia Indonesia, jilid 1, Jakarta: PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve,

tanpa tahun.

______, Ensyklopedia Indonesia, jilid 3, Jakarta: PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, tanpa

tahun.

______, Ensyklopedia Indonesia, jilid 4, Jakarta: PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, tanpa

tahun.

______, Ensyklopedia Indonesia, jilid 6, Jakarta: PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, tanpa

tahun.

Smith, Huston, Agama-agama Manusia (Terj.), Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1985.

Suryadinata, Leo, Kebudayaan Minoritas Tionghoa di Indonesia (Terj.), Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama, 1998.

Suyami, Upacara Ritual di Keraton Yogyakarta Yogyakarta: Kepel Press, 2008.

Tanggok, M. Ikhsan, Jalan Keselamatan Melalui Agama Khonghucu, Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama, 2000.

Page 64: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

Tim Media, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Media Centre, Tanpa Tahun.

Usman, H., dan Akbar, P.S., Metodologi Penelitian Sosiologi, Jakarta: Bumi Aksara,

2004.

Page 65: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

RUMUSAN WAWANCARA DENGAN KOMUNITAS

CINA BENTENG

Nama :

Agama :

Alamat :

Hari/Tanggal wawancara :

Pertanyaan : 1. Sebagai komunitas Cina Benteng, apakah Anda tahu mengenai perahu keramat?

a) Tahu d) Tidak Tahu

b) Kurang Tahu e) Sangat Tidak Tahu

c) Sangat Tahu

2. Apakah Anda percaya dengan perahu keramat?

a) Percaya d) Tidak Percaya

b) Kurang Percaya e) Sangat Tidak Percaya

c) Sangat Percaya

3. Apakah Anda selalu melakukan ritual pemandian perahu keramat setiap

tahunnya?

a) Ya (Selalu) d) Tidak Pernah

b) Kadang-kadang e) Tidak Pernah sama sekali

c) Jarang

4. Apa arti perahu keramat menurut anda?

Jawab:

5. Apakah Anda percaya jika melakukan pemandian ritual tersebut seseorang akan

diberikan kemudahan dalam mencari rejeki, jodoh, kesehatan dan sebagaianya?

a) Percaya d) Tidak Percaya

b) Kurang Percaya e) Sangat Tidak Tahu

c) Sangat Percaya

6. Apakah perahu keramat itu bagian dari kepercayaan agama Cina?

a) Ya b) Bukan c) Tidak Tahu

7. Apakah Anda setuju dengan pendapat yang mengatakan bahwa dalam agama Cina

tidak ada tradisi mengenai pengkeramatan suatu benda (dalam hal ini perahu)?

a) Setuju d) Tidak Setuju

b) Kurang Setuju e) Sangat Tidak Setuju

Page 66: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

c) Sangat Setuju

8. Apakah Anda tahu sejarah pengkeramatan perahu keramat?

a) Tahu d) Tidak Tahu

b) Kurang Tahu e) Sangat Tidak Tahu

c) Sangat Tidak Tahu

9. Apa arti pemandian perahu keramat menurut kepercayaan agama Cina?

Jawab :

10. Kapan pemandian perahu keramat itu dilakukan?

Jawab :

11. Apakah dalam ritual pemandian perahu keramat ada ritual-ritual tertentu, dan

biasanya pada jam berapakah pemandian perahu keramat itu dilakukan?

Jawab :

12. Apakah dalam ritual upacara pemandian perahu keramat tersebut dilakukan

berdasarkan cara asli kebudayaan Cina?

a) Ya b) Tidak c) Tidak Tahu

13. Apakah ritual pemandian perahu keramat mendapat pengaruh dari tradisi

masyarakat lokal?

a) Ya b) Tidak c) Tidak Tahu

14. Siapakah pemimpin yang memimpin dalam ritual pemandian perahu keramat?

Jawab :

TERIMA KASIH

(^_^)

Page 67: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

RUMUSAN HASIL WAWANCARA

Nama : Oey Tjin Eng

Jabatan : Budayawan dan mantan pengurus Kelenteng Boen Tek Bio

Agama : Khonghucu

Alamat : Jl. Ki Sama’un, Pasar Lama, Tangerang

Hari/Tanggal : 20 Juli 2008

Hasil wawancara.

1. Tanya Apakah Anda sangat mengenal tradisi budaya masyarakat Cina?

Jawab: Saya masih dalam taraf pembalajaran untuk mengetahui lebih banyak lagi.

Tetapi, kalau berbicara masalah budaya, banyak sekali, contohnya, bahasa

itu termasuk budaya. Dalam bentuk upacara keagamaan juga ada, tetapi

upacara dalam agama Cina terwarnai dengan agama khonghucu, karena

dalam agama Budha tidak ada ajaran mengenai upacara.

2. Tanya: Dalam Kelenteng Boen Tek Bio ini tradisi apa saja yang selalu

dirayakan?

Jawab: Saya akan sedikit menjelaskan dahulu mengenai inti dari pada kelenteng

itu sendiri, yaitu memuliakan Tuhan, menghormati leluhur. Seperti

perayaan Kwan Im Po Chou, perayaan ini dilaksanakan secara besar-

besaran di Tangerang, tepatnya pada tanggal 19 bulan 9, sebagai hari

pencapaian kesempurnaannya sampai kembali kepada penguasa langit dan

bumi.

3. Tanya: Apakah tradisi dalam Kelenteng Boen Tek Bio ini ada yang

mengalami proses akulturasi antara Cina dengan tradisi lokal? Tradisi apa

saja?

Jawab: Kalau yang mengalami proses akulturasi antara agama Cina dengan tradisi

lokal itu tidak ada. Tetapi kalau dilihat ke Kelenteng Sam Poo Kong, yang

telah kita ketahui bahwa tokohnya (Ceng Ho)itu beragama Islam, tetapi

penduduk lokal (Indonesia) ketika menziarahi tempat itu (Kelenteng Sam

Poo Kong) menggunakan hio. Akan tetapi akaua kita melihat dalam

Kelenteng Boen Tek Bio itu, tidak ada pengaruh dari tradisi lokal yang

mengalami proses akulturasi itu hanya terdapat pada perahu keramat.

Perahu keramat ini disimpan di sekitar jalan Imam Bonjo, Karawaci, kalau

dari Kelenteng menyeberangi Sungai Cisadane dapat menggunakan

sampan/getek.

4. Tanya: Pada tradisi pemandian perahu keramat dalam perayaan Peh Chun,

Anda katakana bahwa tradisi ini mengalami proses akulturasi, tolong

jelaskan!

Page 68: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

Jawab: Hal ini dapat dikatakan mengalami proses akulturasi. Karena dalam tradisi

agama tradisional, Cina tidak mengenal istilah keramat, yang biasanya

menggunakan istilah ini etrdapat pada tradisi masyarakat lokal (dalam hal

ini Jawa/kejawen)

5. Tanya: Apakah tujuan dan manfaat dari tradisi pemandian perahu keramat

tersebut?

Jawab: denganmandi air kembang bekas pemandian perahu keramat, bagi yang

percaya, air ini bermanfaat dan akan memperoleh keberkahan,

keselamatan, enteng jodoh bagi yang lajang, serta dimudahnkan

ekonominya.

6. Tanya: Apakah tradisi ini diadakan hanya oleh komunitas Cina Benteng

saja, atau mungkin diadakan juga oleh masyarakat Cina lainnya selain di

Tangerang?

Jawab: Tradisi pemandian perahu keramat ini hanya dilakukan di Tangerang ini.

7. Tanya: Dalam Kelenteng terdapat tiga agama Cina, apakah ketiga agama

tersebut mempunya tradisi yang sama?

Jawab: Dalam Tri Dharma ini mesing-masing memiliki tata ibadah sendiri, tetapi

untuk tradisi upacara tiga agama ini terwarnai oleh ajaran Khonghucu,

karena agama Khonghucu itu merupakan agama Negara (Tiongkok).

8. Tanya: Kapan upacara pemandian perahu keramat itu dilakukan?

Jawab: Pada malam Tanggal 5 bulan 5 Imlek, atau dikenal akrab oleh masyarakat

lokal dengan sebutan Go Gwe Che Go.

9. Tanya: Sejak kapan tradisi pemandian perahu keramat berlangsung?

Jawab: Sejak tahun 1912 Masehi

10. Tanya: Apakah dalam kitab suci terdapat ayat yang menyinggung tentang

pemandian perahu keramat ini?

Jawab: Tidak ada, karena pemandian perahu keramat merupakan tradisi lokal dan

bukan bukan tradisi Cina kuno.

11. Tanya: Persiapannya apa saja yang dilakukan untuk menyambut tradisi ini?

Jawab: Kira-kira sebulan sebelum diadakan acara pemandian perahu keramat,

kami membentuk kepanitiaan yang terdiri atas pengurus perahu keramat

(keluarga Rudi A. Kuhu) dan perkumpulan Kelenteng Boen Tek Bio. Dan

untuk memeriahkan acara tersebut, panitia menyusun berbagai acara,

Page 69: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

mulai dari pertunjukan Liong dan Barongsai, Gambang Kromong sampai

acara puncaknya, pemandian perahu keramat.

12. Tanya: Adakah sesajian yang khas dalam melaksanakan tradisi pemnadian

perahu keramat?

Jawab: Biasanya masyarakat Cina Benteng membuat Bacang dan Kue Cang

sehari sebelum upacara pemandian perahu keramat dilaksanakan sebagai

makanan khas hari raya Peh Chun. Bacang dan Kue Cang ini disajikan

dengan makanan-makanan yang akan dipersembahyangkan di depan

perahu keramat.

13. Tanya: Apa saja perlengkapan yang digunakan dalam tradisi ini? Serta apa

saja arti simbolisasinya?

Jawab: Panitia menyiapkan sesaji di depan perahu keramat dan altar-altar para

leluhur. Sesaji yang disediakan terdiri dari linma macam buah, yang

disebut Ngo Koo (Wu Guo). Seperti pisang dan jeruk yang merupakan

jenis buah-buahan pokok yang digunakan dalam sembahyang. Sedangkan

tiga buah lainnya boleh buah apa saja, kecuali jenis buah berduri seperti

durian atau salak, karena buah berkulit tajam itu dipercaya dapat melukai.

Pada saat memandikan perahu keramat, Panitia mempersiapkan air yang

diambil dari Sungai Cisadane, dicampur dengan kembang tujuh rupa, dan

kain merah (sebagai warna keberuntungan dan penolak bahaya), berbentuk

persegi sebanyak 500 lembar. Dan kain merah ini akan dibagikan kepada

siapa saja yang ingin ikut serta memandikan perahu keramat ini.

14. Tanya: Bagaimana tata cara dan waktu pelaksanaannya?

Jawab: Mendekati pukul 00:00, semua yang hadir di lokasi upacara berkumpul di

tempat penyimpanan perahu keramat, diawali dengan pembacaan doa-doa

yang dipimpin oleh pemuka agama Budha. Kemudian kain yang berwarna

merah sepanjang 11 meter yang menutupi perahu keramat itu dibuka. Dan

diatas kain tersebut terdapat kain yang berbentuk bunga sebanyak 5 ikat

dan beraneka warna, yaitu berwarna hijau, kuning, biru/hitam, putih dan

merah. Masing-masing sepanjang 5 meter. Setelah dibuka, perahu keramat

disiram dengan air yang diambil dari Sungai Cisadane (karena masyarakat

sekitar Sungai Cisadane percaya bahwa denag menggunakan air sungai itu

akan mendapatkan keberkahan). Dan agar lebih tercium aroma segar

ditambahkan shampoo. Pemandian perahu keramat ini dimulai oleh

keturunan keluarga nanak buyut Rudi A. Kuhu, kemudian para pengurus

perahu keramat dan perkumpulan Kelenteng Boen Tek Bio, kemudian

Page 70: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

diteruskan dengan warga yang ingin memandikan perahu keramat, baik

dari komunitas Cina Benteng maupun masyarakat lokal.

15. Tanya: kemudian, apa arti simbolisasi dari lima warna kain tersebut?

Jawab: Tiga warna dari kain, yaituhijau, kuning dan merah, melambangkan warna

naga. Hijau sebagai warna naga laut, kuning sebagai warna naga langit,

dan merah sebagai naga darat. Dan kedua warna lainnya, putih dan biru

atau dapat juga digantikan warna hitam, melambngkan Yin Yang

(keseimbangan).

16. Tanya: Apa yang membedakan antara Peh Chun dengan Twan Yang?

Jawab: Peh Chun (pesta air) dirayakan untuk mngenang jasa Khut Gwan yang

telah banyak berkorban untuk negaranya dan setelah negeri tercintanya

hancur, Khut Gwan merelakan dirinya mati dengan cara menceburkan diri

ke Sungai Bek Lo. Kejadian tersebut bertepatan dengan hari raya Twan

Yang. Jadi, sebelum adanya Peh Chun, masyarakat Cina sudah lebih dulu

merayakan hari Twan Yang.

17. Tanya: Menurut Anda, apakah pengertian dan makna “keramat”?

Jawab: Keramat adalah mensaksalkan sesuatu, baik berupa benda suci atau yang

mempunyai kekuatan supranatural, atau mensucikan orang yang telah

meninggal dunia dan telah berjasa kepada masyarakat sekitar selama

hidup di dunia.

18. Tanya: Mengenai kawin campur, perkawinan yang terjadi antara orang

Cina dengan masyarakat lokal, bagaimana hal itu bisa terjadi?

Jawab: Sebelumnya, saya akan menjelaskan bagaimana awal kedatangan orang-

orang Cina ke Tangerang. Karena hal ini sangat berhubungan erat dengan

terjadinya kawin campur antara Cina Benteng dengan penduduk lokal.

Pada tahun 1407 terdampar sebuah peraahu di Teluk Naga yang dibawa

oleh Tjen Tji Lung (Ha Lung). Perahu tersebut mengalami kerusakan dan

juga kehabisan perbekalan. Menurut kitab Babad Sunda yang berjudul

Tina Layang Parahyang (catatan dari Parahnyangan), Ha Lung membawa

9 orang gadis dari Cina dan para gadis itu dinikahi oleh pegawainya yang

berpenduduk lokal, Anggalarang, aeorang wakil adipati. Dan yang laki-

laki dari Cina menikah dengan wanita pribumi atau yang disebut kawin

campur. Seiring berjalannya waktu desa teluk Naga tersebut berkembang,

setelah berkembang mereka pindah ke desa Pangkalan, di sana mereka

semakin berkembang dan pindah lagi ke tempat lainnya.

Page 71: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

19. Tanya: Sebenarnya, dalam agama Cina apakah ada larangan kawin

campur?

Jawab: Tidak ada

20. Mengenai Cina Benteng, bagaimana asal usul penyebutan Cina Benteng itu?

Jawab: Dahulu di sepanjang pesisir Sungai Cisadane dari Babakan sampai

Benteng Makasar ada sebuah benteng yang dibangun oleh colonial

Belanda, benteng itu dibangun untuk tempat perlindungan atau benteng

pertahanan Belanda ketika berperang dengan kerajaan Banten. Tapi

sekarang benteng itu sudah hancur, ada yang bilang hancur karena terkikis

erosi. Di daerah tersebut dijadikan tempat pengungsian orang-orang Cina

samapai sekarang banyak komunitas Cina yang tinggal di sana. Orang-

orang itulah yang disebut komunitas Cina Benteng karena tinggal di

benteng.

21. Menurut Anda, apakah yang menjadi daya tarik atau ciri khas masyarakat

Cina Benteng Tangerang?

Jawab: Komunitas Cina Benteng ciri-cirinya berkulit hitam, bahasa sehari-harinya

berlogat Betawi-Sunda dan bicaranya canderung kasar, perekonomiannya

pas-pasan.

22. Apa sebutan orang yang memimpin upacara agama dalam hal ini upacara

tradisi pemandian perahu keramat?

Jawab: Dalam upacara pemandian perahu keramat, tidak ada sebutan tertentu

untuk sebutan orang yang memimpin upacara.

23. Tanya: Dalam hal bahasa, apakah ada pengaruh bahasa lokal yang mesuk

ke dalam dialektika bahasa Cina (Cina Benteng)?

Jawab: Jelas ada. Orang Cina Benteng mendapat pengaruh bahasa dari bahasa

Sunda dan Betawi. Mayoritas masyarakatnya sudah tidak bisa berbahasa

Hokkian (Cina), termasuk saya, saya tidak bisa berbahasa Cina, tetapi

kalau bahasa mandarin saya masih bisa.

24. Tanya: Apakah dalam keseharian masyarakat Cina Benteng menggunakan

abahasa Cina untuk berintegrasi dengan sesame Cina?

Jawab: Mayoritas menggunakan bahasa lokal

25. Sebagian besar komunitas Cina Benteng itu mata pencahariannya sebagai

apa?

Page 72: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi

Jawab: Mayoritas komunitas Cina Benteng pekerjaannya sebagai pedagang dan

ada juga yang berprofesi sebagai nelayan di Sungai Cisadane, tukang

becak. Sebagian besar komunitas Cina di Indonesia terdiri atas orang

Hokkian, yang biasanya berprofesi sebagai petani, nelayan, ahli

perkebunan, pedagang. Kemudian ada juga orang Hakka, biasanya sebagai

bekas kuli tambang batu bara,orang Tio Tjiu, biasanya sebagai juru masak,

kemudin ada orang Kong Hu, sebagai ahli pahat, orang Hai Lan (Hinan),

itu menurut Yan Qi Kwang, seorang guru besar universitas di Cina.

Page 73: PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA ......PENGARUH TRADISI LOKAL DALAM TATA CARA IBADAH AGAMA CINA (Studi Kasus Kelenteng Boen Tek Bio di Lingkungan Cina Benteng, Tangerang) Skripsi