pengaruh suhu dan waktu tahap ekstraksi pada …eprints.ums.ac.id/58051/4/vicka...
TRANSCRIPT
PENGARUH SUHU DAN WAKTU TAHAP EKSTRAKSI PADA PROSES PEMBUATAN
GELATIN DARI TULANG IKAN BANDENG (Chanos chanos)
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik
Oleh:
VICKA HANINGTYAS
D 500 150 157
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
i
ii
iii
1
PENGARUH SUHU DAN WAKTU TAHAP EKSTRAKSI PADA PROSES PEMBUATAN
GELATIN DARI TULANG IKAN BANDENG (Chanos chanos)
Abstrak
Tulang ikan bandeng mempunyai banyak kolagen sehingga tepat untuk bahan baku
pembutan gelatin. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu dan waktu
ekstraksi tulang ikan Bandeng terhadap rendemen gelatin, selanjutnya gelatin yang
dihasilkan diaplikasikan sebagai pengental sirup. Tahap yang digunakan dalam
pembuatan gelatin dari tulang ikan bandeng terdiri atas: tahap degreasing, tahap
demineralisasi, tahap ekstraksi, tahap pengeringan, tahap pengujian dan tahap
pengaplikasian. Penelitian ini menggunakan variasi suhu 50, 70, 90oC dan variasi waktu
90, 120, 150, 180 menit. Kandungan air terendah yang dihasilkan pada suhu 90oC waktu
180 menit, dihasilkan kadar air 5%. Kadar abu terendah dihasilkan pada suhu 70oC
waktu 120 menit, dihasilkan kadar abu 2%. Gelatin yang terbaik pada suhu 70oC waktu
150 menit dihasilkan rendemen 2,43%. Gelatin yang terbaik diaplikasikan ke resep
sirup setelah itu dibandingkan pH dan viskositas dengan sirup komersial dan gelatin
komersial. Gelatin terbaik juga diuji FT-IR untuk mengetahui gugus fungsi yang
terdapat pada gelatin hasil. Berat gelatin yang digunakan agar viskositas sesuai dengan
viskositas sirup komersial sebanyak 1,330 gram.
Kata Kunci: bandeng, ekstraksi, gelatin, pengental sirup.
Abstracts
Milkfish bone has a lot of collagen so that it is appropriate as raw material in the
making of gelatin. This research aimed to determine the effects of temperature and time
of milkfish bone extraction on the yield of gelatin, then gelatin was applied as a syrup
thickener. The steps used in the making of gelatin from milkfish bone, the included:
degreasing, demineralization, extraction, drying, testing and application. This research
used variations at temperature of 50, 70, 90oC and variations at time of 90, 120, 150,
180 minutes. The lowest produced water content was 90oC for 180 minutes, with water
content of 5%. The lowest produced ash content was 70oC for 120 minutes, with ash
content of 2%. The highest gelatin was obtained at 70oC for 150 minutes with a yield of
2,43%. The gelatin was then applied to the syrup and was compared to the commercial
syrup and commercial gelatin in terms of pH and viscosity. The sampel was also tested
with FT-IR to know the functional groups contained in gelatin results. The weight of
gelatin used for viscosity equivalent with commercial syrup was 1,330 grams.
Keywords: milkfish, extraction, gelatin, thickener.
1. PENDAHULUAN
Indonesia selama ini masih mengimpor gelatin dari luar negeri berdasarkan data impor pada tahun
2014 sebesar 651.119 kg, tahun 2013 sebesar 1.063.111 kg (Badan Pusat Statistik, 2016). Besarnya
impor gelatin menjadi peluang untuk memproduksi gelatin sendiri tanpa harus mengimpor dari luar
negeri. Dengan memproduksi gelatin sendiri, negara dapat mengurangi pengeluaran.
2
Gelatin banyak dimanfaatkan di industri pangan maupun non-pangan. Pada industri pangan
digunakan sebagai bahan pengikat (binder agent), penstabil (stabilizer), pembentuk gel (gelling
agent), perekat (adhesive), peningkat viskositas (viscosity agent) dan pengemulsi (emulsifier).
Sedangkan industry non-pangan digunakan dalam industri farmasi sebagai pembuat kapsul,
pengikat tablet dan pastilles, surgical powder, plasma expander, dan mikroenkapsulasi, industri
fotografi (sebagai pengikat bahan peka cahaya) dan industri kertas (sebagai sizing paper).
Berdasarkan kekuatan ikatan kovalen silang protein dan jenis bahan yang diekstrak, maka
penerapan jenis asam maupun basa organik dan metoda ekstraksi lainnya seperti lama hidrolisis, pH
dan suhu akan berbeda-beda (Peluetal., 1998 dalam Tazwir, 2007). Asam mampu mengubah serat
kolagen triple helixs menjadi rantai tunggal, sedangkan larutan perendam basa hanya mampu
menghasilkan rantai ganda Hal ini menyebabkan pada waktu yang sama jumlah kolagen yang
dihidrolisis oleh larutan asam lebih banyak dari pada larutan basa (Ward, 1977 dalam dalam
Tazwir, 2007).
Penelitian ini menggunakan tulang ikan bandeng. Pemilihan tulang ikan bandeng karena
banyaknya dan kurangnya pengolahan limbah tulang ikan bandeng. Pemilihan tulang Bandeng
karena tulang termasuk salah satu bagian tubuh yang mengandung banyak kolagen.
Tujuan dari penelitian ini antara lain mendapatkan gelatin dari tulang ikan Bandeng,
mengetahui apakah suhu dan waktu ekstraksi mempengaruhi rendemen gelatin yang dihasilkan, dan
mengetahui apakah gelatin tulang ikan bandeng dapat diaplikasikan sebagai pengental sirup.
2. METODE
2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam pembuatan gelatin dari tulang ikan bandeng yaitu: : botol
plastik, gelas beker, klem, statif, viskometer, oven, magnetic stirrer, kertas aluminium foil, isolasi
plastik, kertas label, termometer, desikator, kain saring, panci, baskom, saringan, gunting, kompor
listrik, pH meter, gelas ukur, labu ukur, mortal martil, pipet ukur dan cawan porselin.
Gambar 1. Rangkaian alat proses ekstraksi
3
2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan gelatin dari tulang ikan bandeng yaitu: tulang ikan
bandeng yang diperoleh dari limbah Toko Bandeng Juwana di Semarang, Jawa Tengah, Asam
Asetat, akuades, gula pasir dan resep sirup.
2.3 Lokasi
Penelitian ini dilakukan di laboratorium Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
2.4 Cara Kerja
Metode pembuatan gelatin dari tulang ikan Bandeng meliputi tahap degresing, tahap
demineralisasi, tahap ekstraksi, tahap pengeringan, tahap pengujian dan tahap pengaplikasian
produk. Berikut langkah - langkah pembuatan gelatin:
Tahap Degresing merupakan pembersihan tulang dari sisa–sisa daging dan lemak yang masih
menempel. Pada tahap ini tulang ikan bandeng dibersihkan lalu direndan dalam air mendidih dengan
rasio tulang dan air 1:1,5 selama 30 menit kemudian ukuran tulang diperkecil 1-2 cm. Setelah itu,
tulang dikeringkan dibawah sinar matahari.
Tahap Demineralisasi bertujan bertujuan menghilangkan kalsium dan garam – garam lainnya
yang terkandung pada tulang, sehingga tulang menjadi lebih lunak yang biasanya disebut ossein.
Tahap ini, tulang direndam dalam larutan asam asetat dengan konsentrasi 10% selama 24 jam sampai
terbentuk ossein (tulang lunak). Ossein disaring kemudian dicuci dengan menggunakan air sampai
Ph sekitar 6-7.
Tahap Ekstraksi ossein yang ber-Ph sekitar 6-7 dimasukkan kedalam beker, kemudian ossein
diekstraksi menggunakan pelarut akuades dengan perbandingan 1:3 dengan kecepatan pengadukan
520 rpm. Dengan variasi suhu 50, 70, 90oC dan variasi waktu 90, 120, 150, 180 menit. Hasil
ekstraksi disaring dengan menggunakan kain saring, kemudian filtrat dipekatkan di dalam gelas
beker yang berpenangas air sampai volume filtrat 25 mL pada suhu 80oC.
Tahap Pengeringan hasil pemekatan dikeringkan dalam oven dengan suhu 80oC selama 6 jam
sehingga diperoleh gelatin kering kemudian dihaluskan hingga didapat serbuk gelatin.
Tahap pengujian terdiri dari menghitung rendemen, kadar air, dan kadar abu. Rendemen
diperoleh dengan menghitung berat gelatin kering setelah oven dibagi berat tulang kering.
Mendapatkan data kadar air dengan cara cawan porselin dikeringkan pada suhu 105°C
selama 1 jam, didinginkan dan ditimbang. Sampel dimasukkan ke dalam cawan porselin, lalu
dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105°C sampai tercapai bobot konstan. Mendapatkan data kadar
4
abu dengan Sampel dimasukkan ke dalam tanur bersuhu 550oC selama 3 jam. Kemudian didinginkan
dalam desikator dan ditimbang.
Uji FT-IR dengan mencampurkan serbuk sampel dengan serbuk KBr. Campuran yang sudah
homogen kemudian dibuat pellet. Setelah berbentuk pellet, sampel siap dianalisis.
Tahap Pengaplikasian gelatin yang terbaik diaplikasikan ke resep sirup dengan cara dua gelas
beker diisi resep sirup dengan penambahan gelatin hasil dan gelatin komersial. Aquades sebanyak
10 mL ditambah 8 g gula pasir lalu diaduk dengan magnetic stirrer. Masukkan resep sirup tambah
0,5 g asam sitrat dan essens secukupnya. Sirup pertama ditambahkan dengan gelatin hasil sedikit
demi sedikit dan diaduk sampai merata. Sirup kedua ditambah dengan gelatin komersial sedikit demi
sedikit lalu diaduk. Penambahan gelatin dihentikan sampai viskositas sama dengan viskositas sirup
dipasaran/komersial.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hubungan antara rendemen dengan suhu pada berbagai variasi waktu dapat dilihat di pada
gambar 2.
Gambar 2. Hubungan antara rendemen dengan suhu pada berbagai variasi waktu
Berdasarkan dari gambar 2 diatas didapatkan rendemen pada suhu 70°C dengan waktu 150
menit sebanyak 2,43%. Sedangkan pada suhu 50°C dengan waktu 90 menit banyak rendemen yang
dihasilkan 0,23%. Pada suhu 90°C terjadi penurunan rendemen, contohnya pada waktu 150 menit
suhu 70°C rendemen yang dihasilkan 2,43% dan suhu 90°C pada waktu yang sama dihasilkan
rendemen 1,70%.
Rendemen yang dihasilkan pada suhu 50°C dengan waktu 90 menit lebih rendah dari suhu
lainnya dikarenakan waktu dan suhu kurang optimal untuk mengekstrak gelatin dari tulang.
Sedangkan rendemen terbanyak dihasilkan pada suhu 70°C dan pada suhu 90°C rendemen mulai
menurun. Hal ini didukung oleh Wulandari (2013). Penurunan rendemen pada suhu 90°C didukung
5
oleh Handayani (2008), bahwa penurunan rendemen dikarenakan suhu ekstraksi yang tinggi akan
menyebabkan nilai rendemen gelatin yang dihasilkan akan semakin menurun. Hal ini diduga suhu
yang tinggi menimbulkan adanya hidrolisis lanjutan sehingga sebagian gelatin turut terdegradasi
dan menyebabkan turunnya jumlah rendemen gelatin.
Pada gambar 2 hasil rendemen tertinggi pada waktu 150 menit dan terendah pada waktu 90
menit akan tetapi pada waktu 180 menit terjadi penurunan rendemen, sesuai dengan pernyataan
Tazwir (2007) semakin lama waktu ekstraksi, rendemen semakin meningkat. Hal ini diduga karena
jumlah ion H+ yang menghidrolisis kolagen lebih banyak, sementara semakin lama ekstraksi
menyebabkan kolagen terurai lebih banyak menjadi gelatin. Akan tetapi lama ekstraksi yang sangat
tinggi dan konsentrasi asam yang berlebihan diduga menyebabkan terjadinya hidrolisis lanjutan
pada kolagen yang sudah terkonversi menjadi gelatin.
Gambar 3. Hubungan Suhu vs Kadar Air dengan Variasi Waktu
Berdasarkan gambar 3 kadar air yang dihasilkan pada suhu 50°C terbanyak pada waktu 180
menit kadar air yang dihasilkan sebanyak 16%, sedangkan terkecil pada waktu 150 menit kadar air
yang dihasilkan sebanyak 7%. Kadar air yang dihasilkan pada suhu 70°C terbanyak pada waktu 90
menit dan 180 menit kadar air yang dihasilkan sebanyak 12%, sedangkan terkecil pada waktu 120
menit dengan kadar air yang dihasilkan 8%. Kadar air yang dihasilkan pada suhu 90°C terbanyak
pada waktu 120 menit kadar air yang dihasilkan sebanyak 13%, sedangkan terkecil pada waktu 180
menit dengan kadar air yang dihasilkan 5%.
Dari gambar 3 pada waktu 180 menit penelitian sesuai dengan pernyataan dari Sompie
(2015), yaitu nilai kadar air cenderung menurun dengan semakin meningkatnya suhu ekstraksi.
Sedangkan perbedaan jumlah kadar air yang jauh dikarenakan mudahnya gelatin bereaksi dengan
air. Kandungan kadar air sudah memenuhi Standar Mutu Gelatin (SNI 06-3735, 1995) yaitu dengan
kadar air maksimum 16%.
6
Gambar 4. Hubungan Suhu vs Kadar Abu dengan Variasi Waktu
Berdasarkan gambar 4 kadar abu terbanyak pada suhu 70°C dan 90°C waktu 180 menit
dengan kadar abu sebanyak 3,1%. Sedangkan kadar abu terkecil pada suhu 70°C waktu 120 menit
dengan kadar abu 2%. Kandungan kadar abu sudah memenuhi Standar Mutu Gelatin (SNI 06-3735,
1995) yaitu dengan kadar abu maksimum 3,25%.
Dari gambar 4 kadar abu yang dihasilkan pada waktu 90, 120, 150, dan 180 menit tidak
terlalu berbeda jauh, hal ini serupa dengan pernyataan Tazwir (2007) sedangkan faktor waktu
ekstraksi tidak berpengaruh nyata terhadap nilai kadar abu gelatin yang dihasilkan. Pada suhu 50°C
dan 70°C di waktu 90 dan 120 menit terjadi penurunan kadar abu, hal ini sesuai dengan pernyataan
Tazwir (2007) Semakin tinggi suhu maka kadar abu akan semakin rendah. Tetapi ada kenaikan
kadar abu pada suhu 90°C dikarenakan pada pembuatan gelatin secara proses asam, asam dapat
juga mengekstrak komponen non kolagen dan komponen tersebut terbawa dalam larutan.
Berat jenis yang didapatkan dari penelitian sebagai berikut gelatin hasil percobaan 1,257145
g/ml, Sirup komersil 1.246551 g/ml, dan gelatin komersial 1.206167 g/ml. Dari berat jenis yang
didapatkan digunakan untuk menghitung viskositas, dari perhitungan viskositas gelatin hasil
penelitian 2,236534 Cp, Sirup komersial 2,249970 Cp, dan gelatin komersial 2.207149 Cp.
Viskositas gelatin hasil penelitian mendekati sirup komersial. Dari pengujian didapatkan hasil pH
sebagai berikut gelatin hasil penelitian 3,69, Sirup komersial 3,18, dan gelatin komersial 2,42.
Selanjutnya mengaplikasikan gelatin terbaik pada resep sirup. Viskositas sirup dengan
gelatin penelitian dibandingkan dengan kekentalan sirup komersial dan gelatin komersial.
Didapatkan gelatin penelitian untuk pengentalan sirup dengan berat 1,33 gram, kekentalannya
hampir sama dengan sirup komersial dan gelatin komersial.
7
Gambar 5. Hasil analisis FTIR suhu 70°C 150 menit
Analisis FTIR berguna untuk membuktikan apakah senyawa yang diperoleh dari penelitian
ini adalah gelatin. Gelatin seperti umumnya protein memilki struktur yang terdiri dari karbon,
hidrogen, gugus hiroksil (OH), gugus karbonil (C=O), dan gugus amina (NH) (Martianingsih,2010).
Tabel 1. Dugaan gugus fungsi
No Peak Dugaan gugus fungsi
1 529.48
2 562.27
3 601.82
4 719.48
5 873.79
6 1031.96
7 1078.25
8 1112.97
9 1159.27
10 1241.25
11 1335.76
12 1403.27
13 1454.39
14 1536.37
15 1546.01
16 1656.92
17 1745.65
18 2853.81
19 2925.17
20 2955.07
21 3077.56
22 3292.63
C-Br
C-Br
C-Br
C-H aromatic
C-H aromatic
C-O ester
C-O ester
C-O ester
C-O ester
C-N amina
C-N amina
C-H alkane
C-H alkane
C=C aromatic
C=C aromatic
C=C aromatic
C=O stretching
C-H alkane
C-H alkane
C-H alkane
C-H alkena
NH stretching dari gugus amida
yang berasosiasi dengan ikatan
hydrogen dan OH dari hidroksi
prolin
7
8
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini:
1) Duri ikan Bandeng dapat digunakan sebagai bahan pembuatan gelatin.
2) Dari tahap pengujian produk didapatkan hasil sebagai berikut:
a. Rendemen terbanyak pada suhu 70°C dengan waktu 150 menit banyak rendemen yang
dihasilkan 2,43%.
b. Kadar air yang dihasilkan pada suhu 90°C terkecil pada waktu 180 menit kadar air yang
dihasilkan sebanyak 5%.
c. Kadar abu abu terkecil pada suhu 70°C pada waktu 120 menit dengan kadar abu
sebanyak 2%.
3) Syarat kadar air dan kadar abu gelatin sesuai dengan Standar Mutu Gelatin (SNI 06-3735,
1995) yaitu maksimum 16% dan 3,25%, sedangkan kadar air dan kadar abu gelatin
penelitian yaitu 5% dan 2% jadi syarat sesuai dengan Standar Mutu Gelatin (SNI 06-3735,
1995).
4) Didapatkan gelatin penelitian untuk pengentalan sirup dengan berat 1,330 gram, untuk
menyamai kekentalan dengan sirup komersial dan gelatin komersial.
5) Dari analisis FTIR gelatin hasil merupakan gelatin asli dilihat dari gugus fungsi yang
terkandung dalam gelatin hasil.
4.1 Saran
1) Melakukan penelitian lanjut untuk mengurangi atau menghilangkan bau amis yang terdapat
pada gelatin.
2) Mengkombinasikan duri ikan bandeng dengan duri ikan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2016. Data Impor.Diambil dari: http://www.bps.go.id (Maret 2016)
Badan Standarisasi Nasional., 1995. Mutu dan Cara Uji Gelatin. SNI 06-3735-1995. Badan
Standarisasi Nasional.
Day, L., 2016. Protein: Food Sources. Encyclopedia of Food and Health, 4, pp. 530-537.
Hanani, Z. A. N., 2016. Gelatin. Encyclopedia of Food and Health, 3, pp. 191-195.
Juliasti, R., Legowo, A.M., dan Pramono, Y.B., 2015. Pemanfaatan Limbah Tulang Kaki Kambing
sebagai Sumber Gelatin dengan Perendaman Menggunakan Asam Klorida. , 4(1), pp.5–10.
Katili, A.S., 2009. Struktur Dan Fungsi Protein Kolagen. Jurnal Pelangi Ilmu, 2(5).
Kirk, R. E. and Othmer, D. F., 1966. Encyclopedia of Chemical Technology. Vol X, p.p 499-507,
The Interscience Encyclopedia Inc., New York.
9
Martianingsih, N., dan Atmaja, L., 2010. Analisis Sifat Kimia , Fisik , dan Termal Gelatin Dari
Ekstraksi Kulit Ikan Pari (Himantura gerrardi) Malalui Variasi Jenis Larutan Asam. Prosiding
Skripsi. ITS.
Mas’ud, F., 2011. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 3,No. 1, April 2011 Pengaruh Ekstrak
Alga Cokelat (. , 3(1), pp.79–84.
Miskah, S., Ramadianti, I.M., dan Hanif, A.F., 2010. Pelarut Dan Waktu Perendaman Pada
Pembuatan Gelatin Berbahan Baku Tulang / Kulit Kaki Ayam. Jurnal Teknik Kimia, 17(1),
pp.1–6.
Sompie, M., Mirah, A.D., dan Karisoh, L., 2015. Pengaruh Perbedaan Suhu Ekstraksi terhadap
Karakteristik Gelatin Kulit Kaki Ayam, pp. 792-795.
Tazwir, Ayudiarti, D.L., dan Peranginangin, R., 2007. Optimasi Pembuatan Gelatin dari Tulang
Ikan Kaci-Kaci (Plectorhynchus chaetodonoides Lac.) Menggunakan Berbagai Konsentrasi
Asam dan Waktu Ekstraksi. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, 2(1).
Wulandari, 2013. Pengaruh Defatting dan Suhu Ekstraksi Terhadap Karakteristik Fisik Gelatin
Tulang Ikan Gabus (Channa striata). Vol. 2, No. 1, November 2013.