pengaruh self-regulated learning goal orientation...
TRANSCRIPT
PENGARUH SELF-REGULATED LEARNING, GOAL
ORIENTATION DAN VARIABEL DEMOGRAFIS
TERHADAP PERILAKU MENYONTEK PADA
SISWA SMK NEGERI 41
JAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Disusun Oleh :
INDRI LESTARI
11140700000134
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H / 2018 M
V
MOTTO
Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridhaan
Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar
-QS. An-Nisa : 114-
“Jika hati senantiasa berniat baik, Allah akan pertemukan dengan hal
yang baik, orang-orang baik, tempat yang baik, dan kesempatan
berbuat baik.”
-Salim A Fillah-
PERSEMBAHAN
Karya tulis ini saya persembahkan untuk orang yang sangat spesial
dalam hidup saya. Mereka ialah Ibu Aminah, Bapak Adib Gunawan,
Alm. Bapak Iman, Emak Naidah, dan Engkong Neman
VI
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Oktober 2018
C) Indri Lestari
D) Pengaruh Self-Regulated Learning, Goal Orientation dan Variabel
Demografis terhadap Perilaku Menyontek pada Siswa SMK Negeri 41
Jakarta
E) xiv + 89 halaman + lampiran
F) Pendidikan merupakan proses pemberdayaan dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa. Proses pembelajaran menjadi tidak sehat ketika
tingkat perilaku menyontek tinggi. Banyak pihak yang menganggap
wajar untuk menyontek, padahal menyontek merupakan bibit korupsi.
Perilaku menyontek harus diminimalisir dengan mengetahui dan
mengantisipasi penyebab terjadinya menyontek. Penyebab terjadinya
menyontek diantaranya ialah self-regulated learning, goal orientation,
dan variabel demografis.
Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh self-regulated
learning (penggunaan strategi kognitif dan regulasi diri), goal
orientation (mastery goal orientation, performance approach goal
orientation, performance avoid goal orientation), dan variabel
demografis (jenis kelamin dan tingkat kelas) terhadap perilaku
menyontek.
Responden dalam penelitian ini berjumlah 220 siswa SMK Negeri
41 Jakarta, teknik pengambilan sampel dengan accidental sampling.
Hasil penelitian menggunakan analisis regresi berganda dengan
menunjukkan hasil bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari
seluruh variabel terhadap perilaku menyontek, proporsi varians yang
didapatkan ialah 10,2%. Sedangkan dari analisis masing-masing
variabel terdapat satu variabel (regulasi diri) yang signifikan
berpengaruh terhadap menyontek.
G) Bahan bacaan: 61; Buku: 7 + Jurnal: 48 + Artikel Online: 3 + Skripsi: 3
VII
ABSTRAK
A) Faculty of Psychology
B) Oktober 2018
C) Indri Lestari
D) The Influence of Self-Regulated Learning, Goal Orientation and
Demographic Variables on Cheating Behavior to 41 Public
Vocational High School Students in Jakarta
E) xiv + 89 pages + attachments
F) Education is an empowerment process in educating the life of the
nation. The learning process becomes less healthy when the level of
cheating behavior is high. Many parties consider it reasonable to
cheat, even though cheating is an act of corruption. Cheating
behavior must be minimized by knowing and anticipating the cause
of cheating. The causes of cheating include self-regulated learning,
goal orientation, and demographic variables.
The purpose of this study was to determine the effect of self-
regulated learning (cognitive strategy use and self-regulation), goal
orientation (mastery goal orientation, performance approach goal
orientation, and performance avoid goal orientation), and
demographic variables (gender and grade level) on behavior cheat.
Respondents in this study amounted to 220 students of State
41 Jakarta vocational high school, sampling techniques with
accidental sampling. The results of the study used multiple
regression analysis by showing the results that there is a significant
influence of all variables on cheating behavior, the proportion of
variance obtained is 10.2%. Whereas from the analysis of each
variable there are one variables (self-regulation) which is
significantly influence cheating.
G) Reading materials: 61; Books: 7 + Journals: 48 + Online Article: 3
+ Thesis: 3
VIII
KATA PENGANTAR
Puji serta syukur atas kehadirat Allah Ta’ala karena telah memberikan nikmat iman,
nikmat islam, karunia, dan keberkahannya. Berkat kekuasaan-Nya penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Self-Regulated Learning, Goal
Orientation dan Variabel Demografis terhadap Perilaku Menyontek pada
Siswa SMK Negeri 41 Jakarta”. Sholawat serta salam tak lupa penulis haturkan
kepada Baginda Nabi Muhammad Salallahu ‘alaihi wa salam atas bimbingan dan
kebaikannya yang sangat berarti bagi seluruh umat. Harapan tertinggi ialah
mendapatkan ridho Allah Ta’ala agar kelak berjumpa dengan-Nya, para Rasul,
sahabat, keluarga, dan umat muslim lainnya di surga.
Penulis menyadari akan kekurangan yang dimiliki, sehingga membuat
pihak lain ikut andil membantu kelancaran dalam menyusun skripsi ini. Peneliti
mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang bersangkutan karena telah
memberikan dukungan moril, materiil, dan do’a. Ucapan terima kasih dan do’a
yang terbaik saya haturkan kepada:
1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah yaitu Prof. Dr. Abdul
Mujib, M.Ag, M.Si, beserta jajarannya.
2. Dosen pembimbing skripsi Dr. Diana Mutiah, M.Si yang telah memberikan
bimbingan, kritik, dan saran kepada penulis demi kesempurnaan skripsi ini.
3. Dosen penguji skripsi Jahja Umar Ph.D dan Solicha, M.Si yang telah
memberikan bimbingan, kritik, dan saran kepada penulis untuk perbaikan
skripsi ini.
4. Dosen dan karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan bantuannya terkait bidang
akademik dan lainnya.
5. Seluruh responden (siswa-siswi SMK Negeri 41 Jakarta) yang ikut
berpartisipasi menjadi sumber data. Serta kepada guru, karyawan, dan rohis
SMK Negeri 41 Jakarta yang memberikan kesempatan penulis untuk
mendapatkan data di sekolah tersebut.
IX
6. Keluarga penulis yaitu Ibu Aminah, Bapak Adib Gunawan, Bapak Iman
(Rahimahullah), Emak, Engkong, Kakak, Adik, dan saudara sekalian yang
telah memberikan dukungan moril, materiil, dan do’a.
7. Mahasiswa Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, kelas E dan
angkatan 2014, Forkat An-naml, Komda Psikologi, LDK Syahid,
Kaderisasi 21, IQRAR 41, ASKR FAJR, Jasmine Grup, dan Aisyah Grup
yang telah memberikan motivasi dan saran ketika penulis mengalami
kesulitan.
8. Sahabat-sahabat pejuang skripsi psikologi 2014 yaitu Nia, Shafira, Inay,
Vero, Ni’mah, Novia, Eno, Ziah, Aidah, Sahida, Gio, Nabila, Ima, Atina,
Chida, Desri, Leli, Azizah, Diday, Dina dan teman-teman yang lainnya
sebagai pendamping dan penyemangat penulis di kampus. Serta telah
membantu penulis dalam mengatasi kesulitan penyusunan skripsi.
9. Kepada Guruku Ka Nunung, Ka Siti, Ibu Hasanah, Ka Dila, Ka Archan, Ka
Dian yang selalu memberikan wejangan dan bantuan, sehingga penulis
menjadi manusia yang lebih baik.
10. Kepada Srikandi Uhud (Syari, Ka Ina, Ka Iis, Ka Tika) dan sahabat SMK
ku (Syari, Gabrielle, Melinda, Dewi, Putri, Afri, Ily, Jihan) sebagai tempat
curhatku, penyemangat, dan yang telah membuatku selalu tersenyum.
11. Dan kepada pihak lain yang tidak dapat saya tuliskan satu persatu, terima
kasih atas bantuan dan do’anya.
Semoga Allah Ta’ala memberikan nikmat kepada pihak yang telah
membantu penulis menjadi lebih baik lagi. Semoga karya ini bermanfaat bagi
masyarakat luas. Penulis mengucapkan terima kasih. Karya ini masih terdapat
kekurangan, maka dari itu penulis menerima kritik dan saran untuk menjadikan
karya yang lebih baik lagi kualitasnya.
Jakarta, 9 Oktober 2018
Penulis
X
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN .......................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN .............................................................................. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN..................................................................... v
ABSTRAK .......................................................................................................... vi
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 1-20 1.1 Latar Belakang ................................................................................... 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................................. 16
1.2.1 Pembatasan masalah .................................................................. 16
1.2.2 Perumusan masalah ................................................................... 18
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 19
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 19
BAB 2 LANDASAN TEORI ......................................................................... 21-41 2.1 Perilaku Menyontek ........................................................................... 21
2.1.1 Pengertian Perilaku Menyontek ................................................ 21
2.1.2 Dimensi-dimensi perilaku menyontek ...................................... 22
2.1.3 Pengukuran perilaku menyontek .............................................. 23
2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menyontek .......... 24
2.2 Self-Regulated Learning .................................................................... 28
2.2.1 Pengertian self-regulated learning ........................................... 28
2.2.2 Dimensi-dimensi self-regulated learning ................................. 29
2.2.3 Pengukuran self-regulated learning ........................................... 30
2.3 Goal Orientation ................................................................................. 31
2.3.1 Pengertian goal orientation ........................................................ 31
2.3.2 Dimensi-dimensi goal orientation ............................................. 32
2.3.3 Pengukuran goal orientation ...................................................... 33
2.4 Kerangka Berpikir ............................................................................... 34
2.5 Hipotesis Penelitian ............................................................................. 40
BAB 3 METODE PENELITIAN .................................................................. 42-59 3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel ........................... 42
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ....................... 43
3.3 Instrumen Pengumpulan Data ............................................................. 45
3.4 Uji Validitas Konstruk ........................................................................ 47
3.4.1 Uji validitas konstruk perilaku menyontek................................. 48
XI
3.4.2 Uji validitas konstruk self-regulated learning .......................... 50
3.4.2.1 Muatan faktor item penggunaan strategi kognitif .......... 50
3.4.2.2 Muatan faktor item regulasi diri ..................................... 51
3.4.3 Uji validitas konstruk goal orientation ........................................ 52
3.4.3.1 Muatan faktor item mastery goal orientation ................ 52
3.4.3.2 Muatan faktor item performance approach
goal orientation .............................................................. 53
3.4.3.3 Muatan faktor item performance avoid goal orientation.54
3.5 Teknik Analisis Data ........................................................................... 55
BAB 4 HASIL PENELITIAN ....................................................................... 60-72
4.1 Gambaran Subjek Penelitian ............................................................. 60
4.2 Hasil Analisis Statistik Deskriptif ..................................................... 61
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian ............................................... 63
4.4 Uji Hipotesis Penelitian ..................................................................... 65
4.4.1 Analisis regresi variabel penelitian .......................................... 65
4.5 Pengujian Proporsi Varians pada Setiap Independent Variabel ........ 70
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ........................................ 73-83
5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 73
5.2 Diskusi .............................................................................................. 74
5.3 Saran ................................................................................................. 81
5.3.1 Saran teoritis ............................................................................ 81
5.3.2 Saran praktis ............................................................................ 82
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 84
LAMPIRAN ...................................................................................................... 90
XII
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Sampel Subjek ...................................................................................... 42
Tabel 3.2 Blue Print Skala Perilaku Menyontek .................................................... 46
Tabel 3.3 Blue Print Skala Self-Regulated Learning ............................................. 46
Tabel 3.4 Blue Print Skala Goal Orientation ........................................................ 47
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Perilaku Menyontek .............................................. 49
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Penggunaan Strategi Kognitif ............................... 51
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Regulasi Diri ........................................................ 52
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Mastery Goal Orientation ..................................... 53
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Performance Approach Goal Orientation ............ 54
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Performance Avoid Goal Orientation ................. 55
Tabel 4.1 Tabel Gambaran Umum Subjek Penelitian ............................................ 60
Tabel 4.2 Tabel Analisis Deskriptif ....................................................................... 62
Tabel 4.3 Norma Skor Variabel ............................................................................. 63
Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel .................................................................... 63
Tabel 4.5 Tabel R Square ...................................................................................... 65
Tabel 4.6 Tabel Anova Pengaruh Keseluruhan IV terhadap DV ........................... 66
Tabel 4.7 Koefisien Regresi .................................................................................. 67
Tabel 4.8 Proporsi Varians Independent Variabel ................................................. 70
XIII
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berfikir ................................................................... 40
XIV
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian ........................................................................... 90
Lampiran 2 Informed Consent .............................................................................. 91
Lampiran 3 Kuesioner Penelitian .......................................................................... 93
Lampiran 4 Syntax dan Path Diagram Uji Validitas ............................................ 100
Lampiran 5 Hasil Uji Hipotesis ........................................................................... 106
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Pendidikan merupakan proses pemberdayaan dalam mencerdaskan kehidupan
bangsa. Sesuai dengan upaya pemerintah Republik Indonesia dalam membangun
pendidikan di Indonesia berpegang pada pembukaan Undang-undang Dasar 1945
alinea ke empat yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa (Raharjo, 2012).
Mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan salah satu cita-cita Indonesia, maka
dari itu Indonesia memerlukan pendidikan yang berkualitas.
Menurut Sarbiran (dalam Jatirahayu, 2013) pendidikan berkualitas memiliki
lima tolok ukur, yaitu akuntabilitas, akreditasi, otonomi, manajemen, dan evaluasi.
Evaluasi dapat diketahui dari tingkat keberhasilan pendidikan di periode akhir masa
pendidikan, misalnya dengan nilai UN (Ujian Nasional) yang menjadi salah satu
indikator keberhasilan pendidikan. Namun, sekolah yang menjadikan UN adalah
tonggak utama dalam meraih kualitas pendidikan akan mengakibatkan sekolah
berlomba-lomba agar siswanya meraih nilai UN yang tinggi.
Setiap sekolah mengadakan evaluasi pembelajaran seperti mengadakan
Ujian Sekolah (US) dan Ujian Nasional (UN) untuk menilai kinerja dan
kemampuan siswa dalam belajar, kinerja guru, strategi pembelajaran, dan lainnya.
Sebagai tolok ukur pendidikan yang berkualitas, para siswa melaksanakan ujian
untuk mengetahui adakah perubahan peningkatan atau penurunan pada siswa dalam
hal pembelajaran. Tingginya tingkat menyontek pada siswa merupakan indikasi
sistem pembelajaran yang tidak sehat. Banyak pihak yang menganggap menyontek
2
sebagai hal yang wajar, padahal menyontek merupakan akar dari korupsi
(Rahmawati, dkk., 2015).
Perilaku menyontek merupakan masalah yang dapat meluas di ranah
pendidikan. Anderman dan kawan-kawan (1998) menyatakan bahwa siswa melihat
menyontek sebagai sarana dalam kelangsungan hidup ketika belajar di lingkungan
yang menekankan persaingan dan nilai. Pemilihan populasi pada penelitian ini
dilihat dari perbandingan hasil penelitian sebelumnya yang mengungkapkan
terjadinya perilaku menyontek di tingkat pendidikan. Penelitian Brandes (1986)
bahwa siswa SMA jauh lebih tinggi terjadinya perilaku menyontek daripada siswa
SD kelas enam. Siswa SMA memberikan peringkat perilaku menyontek yang lebih
tinggi dibandingkan siswa SMP karena mereka memiliki pengalaman sekolah yang
lebih dan perilaku menyontek meningkat pada tingkat kelas secara berurutan. Evan
dan Craig (1990) menyatakan bahwa siswa SMA dengan persentase 71,3 %
menganggap perilaku menyontek adalah suatu hal yang serius. Penelitian David
dan kawan-kawan (dalam Murdock & Anderman, 2006) menyatakan bahwa siswa
SMA sangat mengharapkan menyontek karena sudah tertanam pada diri mereka.
Siswa SMA menyontek sebelum lulus SMA sejumlah 80% sampai 90%.
Penelitian Anderman dan Midgley (2004) melaporkan bahwa siswa pada
masa SMA perilaku menyontek terlihat meningkat untuk mata pelajaran
matematika selama masa penelitian ini. Siswa merasa menyontek itu adalah suatu
hal yang tidak sesuai norma dan siswa yang belum pernah melakukannya dengan
persentase di bawah 90%, sedangkan persentase siswa melaporkan terjadinya
perilaku menyontek di SMA sebesar 76%, sehingga persentase pendapat siswa
3
tentang perilaku menyontek dengan persentase laporan terjadinya perilaku
menyontek tidak sesuai, persentase perilaku menyontek siswa SMA termasuk
tinggi, padahal siswa tersebut telah menilai bahwa perilaku menyontek merupakan
suatu hal yang tidak sesuai norma (Davis, 1992).
Perilaku menyontek merupakan perilaku yang sensitif, menyontek dapat
dimotivasi oleh tekanan eksternal, tetapi saat menyontek juga menimbulkan
ketakutan tidak bisa sukses (Finn & Frone, 2004). Perilaku menyontek merupakan
masalah yang umum dan dapat terus berlanjut di semua tingkat kelas (Anderman &
Midgley, 2004). Dan hasil penelitian Cizek mengungkapkan puncak terjadinya
menyontek ketika masa SMA (dalam Finn & Frone, 2004). Pada penelitian ini,
peneliti memilih populasi siswa SMA untuk dijadikan responden penelitian karena
puncak menyontek terjadi di kalangan siswa SMA. .
Fenomena perilaku menyontek juga terjadi pada pelajar di Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang, dan Bekasi. Kepala Perwakilan Ombudsman telah menemukan
adanya penyebaran soal dan kunci jawaban Ujian Sekolah Berstandar Nasional
(USBN) 2018 di daerah DKI Jakarta, Kota Bekasi, dan Kabupaten Bekasi. Soal dan
kunci jawaban USBN berasal dari tempat bimbingan belajar
(megapolitan.kompas.com). Kemudian Kepala Perwakilan Ombudsman Jakarta
Raya juga melaporkan bahwa adanya penyebaran soal ujian yang diketahui dari
laporan orang tua siswa, orang tua siswa mendapatkan informasi tersebut dari
bimbingan belajar, hal itu dilaporkan kepada pihak Ombudsman ketika sedang
melakukan evaluasi Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) 2018 di daerah
DKI Jakarta, Kota Bekasi, Depok, dan Bogor (Jawapos.com). Selain itu, siswa
4
menyontek saat Ujian Nasional 2015 di daerah Bekasi, Bogor, Bandung,
Lamongan, dan Jakarta. Cara siswa menyontek dengan menggunakan handphone
dan sontekan kertas (cnnindonesia.com).
Siswa SMA Negeri 1 Pleret Bantul masuk dalam kategori tingkat
menyontek “sedang”, kemudian untuk memperbaiki prestasi akademik dengan cara
menyontek (Priaswandy, 2015). Perilaku menyontek di SMA Negeri Kota Padang
termasuk ke dalam kategori yang tinggi. Siswa menyontek dengan menggunakan
catatan jawaban yang telah dipersiapkan, menyalin, dan melihat jawaban orang lain.
Siswa menyontek ketika ujian dikategorikan tinggi sejumlah 71,2% (Agustin, dkk.,
2013). Menurut Masada dan Dachmiati (2016) terdapat banyak cara untuk
menyontek, siswa menyontek dengan cara menggunakan alat komunikasi, catatan
kecil, fotocopian, membuka buku, dan bertanya pada teman disertai dengan
ancaman ataupun tidak. Menurut Prihantari (2017) siswa ketahuan menyontek oleh
pengawas dengan catatan kasus menggunakan catatan kecil di kertas, membuka
buku, bertanya kepada teman secara lisan atau isyarat, dan menggunakan
handphone. Menurut Hosny dan Fatima (2014) menyatakan bahwa menyontek
bukanlah fenomena baru, tetapi cara siswa menyontek menjadi satu-satunya
perubahan terbaru. Siswa menyontek dikarenakan teknologi modern seperti sumber
web, popularitas dari perangkat selular dan jaringan nirkabel. Teknologi modern
tersebut dapat digunakan untuk menyontek.
Peneliti juga melakukan wawancara kepada civitas akademika di SMK
Negeri 41 Jakarta. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru SMK Negeri 41,
siswa masih ada yang menyontek ketika ujian berlangsung, siswa menyontek pada
5
mata pelajaran yang sulit, seperti mata pelajaran olahraga dan produktif
multimedia, pelajaran tersebut tidak ada teorinya dan tidak diajarkan di kelas. Cara
siswa menyontek dengan menanyakan jawaban kepada temannya. Di sekolah tidak
membuat kesepakatan bersama akan konsekuensi yang akan diberikan kepada
siswa yang menyontek. Beberapa pernyataan dari siswa SMK Negeri 41 Jakarta,
siswa menyontek menggunakan handphone, catatan kecil, mencatat sontekan di
meja, bertanya dengan teman, membuka buku, melihat jawaban teman, dan
bertukar jawaban. Alasan siswa menyontek karena mengikuti temannya yang
menyontek, mendapatkan nilai yang baik dan prestasi akademik, sebelum ujian
tidak belajar, serta belum menguasai materi ujian.
Di kalangan siswa pada dasarnya perilaku menyontek sudah meluas, hal ini
harus segera diminimalisir. Apabila perilaku menyontek terus dibiarkan secara
langsung atau tidak langsung, maka akan sangat mempengaruhi pembentukan
karakter dan kepribadian siswa, rendahnya kualitas pendidikan, bangsa menjadi
tidak bermartabat karena memiliki generasi yang tidak jujur, pemalas, tidak percaya
diri, dan memiliki kecenderungan untuk mencari jalan pintas untuk mencapai tujuan
yang diinginkan, serta berpotensi menjadi koruptor atau penipu. Selain itu, siswa
menjadi kehilangan ide-ide orisinil dan tidak bisa berkreasi karena tidak mau
menyelesaikan soal secara mandiri dan lebih memilih untuk menyalin pekerjaan
orang lain (Prihantari, 2017). Kemudian apabila tidak diminimalisir akan
menyulitkan guru dalam mengukur tingkat keberhasilan pendidikan, sulitnya
mengukur kadar kesuksesan proses belajar mengajar karena siswa memperoleh
nilai yang tidak murni dari kemampuan siswa (Nasahi, dalam Ningsih & Praktikto,
6
2012). Perilaku menyontek dapat merusak penilaian data baik sebagai indikator
pembelajaran siswa maupun hasil dari umpan balik bagi guru untuk membuat
perencanaan pembelajaran selanjutnya (Anderman & Murdock, 2007).
Tindakan awal yang dilakukan untuk meminimalisir perilaku menyontek
ialah mendeteksi dan mencari tahu faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku
menyontek. Faktor yang mempengaruhi perilaku menyontek yaitu berasal dari
dalam dan luar diri siswa. Berikut ini ialah faktor yang mempengaruhi perilaku
menyontek dari dalam diri. Roig dan DeTomasso (dalam Anderman & Murdock,
2007) menyatakan bahwa siswa yang menyontek sering terjadi pada mereka yang
suka menunda-nunda daripada siswa yang merencanakan waktu belajar dengan
tepat. Siswa lebih sering menyontek ketika mereka tidak memiliki kesiapan dan
kurang percaya diri. Anderman dan Murdock (2007) siswa yang memiliki self-
efficacy yang tinggi cenderung tidak menyontek, dan siswa yang memiliki self-
efficacy rendah memiliki kecenderungan menyontek. Siswa dengan kontrol diri
yang rendah dapat mempengaruhi perilaku yang menyimpang, seperti menyontek
(Anderman & Murdock, 2007).
Perilaku menyontek juga dapat dilihat dari goal orientation seseorang.
Anderman dan Midgley (2004) mengartikan perilaku menyontek merupakan suatu
hal umum di lingkungan sekolah yang kompetitif dan fokus pada nilai atau
peringkat (performance goal) dan menyontek memiliki jenis strategi yang berbeda.
Siswa menyontek saat ujian karena lingkungan belajarnya berorientasi pada kinerja
(performance goal orientation), menyontek berlandaskan untuk mendapatkan nilai
yang bagus dan untuk tetap bertahan di kelasnya. Perilaku menyontek juga dilihat
7
dari pengaruh self-regulated learning. Anderman dan Murdock (2007) menyatakan
bahwa pembelajaran efekif seringkali menghalangi kebutuhan untuk menggunakan
strategi jalan pintas kognitif atau berpikir pendek, tetapi siswa lebih memilih untuk
menyontek dari pada menggunakan pembelajaran efektif. Siswa melakukan hal
tersebut karena tidak mengetahui bagaimana cara menggunakan strategi
pembelajaran yang efektif. Selain itu, siswa tidak menggunakan waktunya dengan
baik untuk melakukan strategi pembelajaran yang efektif. Siswa tidak
menggunakan strategi self-regulated learning yang baik.
Selain itu, Siswa menyontek karena memiliki konsep diri yang salah
terlepas dari agama (Masada & Dachmiati, 2015). Berbeda dengan siswa yang
berpikir positif akan memiliki harapan yang positif untuk menghadapi hambatan
dalam mengerjakan ujian sekolah, harapan positif tersebut mengarahkan perilaku
siswa untuk fokus kepada kesuksesan, optimis, pemecahan masalah yang
menghilangkan rasa takut gagal, dan menganggap perilaku menyontek tidak
berguna (Nurmayasari & Murusdi, 2015).
Selain faktor pengaruh dari dalam diri juga terdapat faktor yang
mempengaruhi perilaku menyontek dari luar diri. Berikut ini ialah fenomena
perilaku menyontek yang dipengaruhi oleh faktor dari luar diri. Perilaku menyontek
terjadi karena pengaruh teman sebaya. Ketika siswa yang merasa perilaku
menyontek adalah suatu hal yang tidak dapat diterima, menjadikan siswa tersebut
khawatir dalam mempertahankan hubungan dengan temannya, maka dari itu siswa
lebih memilih untuk terlibat dalam perilaku menyontek. Selain itu, siswa dapat
beranggapan menyontek menjadi suatu hal yang dapat diterima karena mencontoh
8
atau mengikuti temannya (Anderman & Murdock, 2007). Menurut Wade dan
Stinson (1993) perilaku menyontek mendorong siswa untuk memperluas perilaku
ketidakjujuran ke arah yang lain hingga memasuki karir mereka, hal itu terjadi
karena pengawas yang gagal dalam mengambil tindakan, siswa berpikir bahwa
teguran verbal dan nilai yang dikurangi oleh pengawas merupakan konsekuensi
yang normal. Selain itu, siswa menyontek karena adanya kesempatan, pengaruh
lingkungan, dan model yang mereka ikuti. Penelitian Masada dan Dachmiati (2015)
menyatakan bahwa siswa di Jakarta yang mengikuti penelitian ini menunjukkan
bahwa perilaku menyontek terjadi karena adanya kesempatan untuk menentukan
perilaku sesuai situasi, adanya pengaruh lingkungan, dan adanya model untuk
menetapkan perilaku mereka. Hal tersebut dapat mempengaruhinya untuk
berperilaku menyontek ataupun tidak.
Sesuai dengan fenomena yang menjelaskan tentang banyak faktor yang
mempengaruhi perilaku menyontek, di dalam penelitian ini peneliti memilih
variabel self-regulated learning, goal orientation, dan variabel demografis. Berikut
ini ialah fenomena lebih lanjut tentang variabel yang dipilih (self-regulated
learning) yang berkaitan dengan perilaku menyontek. Self-regulated learning
merupakan suatu indikasi yang mempertanyakan tentang alasan siswa memilih
untuk menggunakan strategi atau respon tertentu. Siswa yang berusaha memulai
dan menggunakan self-regulated learning memerlukan persiapan waktu,
kewaspadaan, dan usaha (Zimmerman, 1990). Kemudian, berdasarkan konteks
akademis, self-regulated learning pada siswa merupakan suatu usaha pribadi untuk
9
mengatur dirinya sendiri dan hasil dari kinerja yang dilakukan (Zimmerman &
Pons, 1990).
Apabila siswa memiliki self-regulated learning yang baik, kemudian
berusaha penuh untuk menggunakan strategi yang rumit dan menghargai strategi
belajarnya, maka siswa tersebut merasa bahwa perilaku menyontek dapat
terkalahkan (Anderman, dkk., 1998). Menurut Paris dan kawan-kawan, self-
regulation sebagai proses dimana siswa menggunakan sejumlah strategi
pembelajaran positif yang berorientasi pada pembelajaran (Panadero & Tapia,
2014). Boekaerts dan Corno (dalam Panadero & Tapia, 2014) menyatakan bahwa
siswa juga dapat bertujuan untuk melakukan penghindaran dan mengaktifkan
strategi yang merugikan untuk pembelajaran, seperti berpura-pura sakit, menyontek
ketika ujian, dan sebagainya. Menurut Anderman dan kawan-kawan (dalam Jurdi,
dkk., 2011), siswa sekolah menengah yang menggunakan strategi pengolahan
kognitif dengan tingkat tinggi saat mengerjakan pekerjaan atau tugas sains, secara
signifikan kemungkinannya kecil untuk melaporkan atau melakukan perilaku
menyontek. Penelitian Bong (2008) self-regulated signifikan berpengaruh secara
negatif dengan perilaku menyontek. Perilaku menyontek secara negatif dipengaruhi
oleh penggunaan strategi kognitif dan penggunaan strategi regulasi diri.
Di dalam konteks self-regulated learning, ketika siswa menganggap
prestasi akademik selalu dikaitkan dengan hasil (nilai) dan bukan dikaitkan dengan
proses belajar, hal tersebut menyebabkan siswa menjadi cenderung melakukan
tindakan curang atau menyontek (Sarirah, dkk., 2017). Ketika siswa berorientasi
pada hasil yang berupa nilai yang baik, tanpa melihat dan mementingkan proses
10
belajarnya, maka siswa cenderung akan menghalalkan segala cara seperti
menyontek. Siswa memiliki pengaruh self-regulated yang semakin tinggi, maka
perilaku menyontek semakin rendah, dan apabila pengaruh self-regulated semakin
rendah, maka perilaku menyontek semakin tinggi (Chotim & Sunawan, 2007).
Berbeda dengan hasil penelitian di atas yang menjelaskan bahwa self-
regulated learning mempunyai hubungan dan berpengaruh terhadap perilaku
menyontek. Berikut ini terdapat hasil penelitian yang mengungkapkan bahwa self-
regulated learning tidak memiliki hubungan dan pengaruh terhadap perilaku
menyontek. Penelitian Bintoro dan kawan-kawan (2013) menyatakan bahwa self-
regulated learning tidak memiliki hubungan secara negatif terhadap perilaku
menyontek. Perilaku menyontek merupakan kegiatan yang dilakukan secara
sengaja ataupun tidak sengaja untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Setiap siswa
memiliki self-regulated learning yang berbeda-beda, sehingga menyebabkan
perbedaan pada perilaku menyontek. Lingkungan dapat menjadi faktor eksternal
dari self-regulated learning yang membuat perbedaan dalam melakukan suatu
perilaku seseorang, seperti dalam perilaku menyontek.
Kemudian, Loppies, (2014) menyatakan bahwa self-regulated learning
tidak memiliki hubungan secara signifikan terhadap perilaku menyontek. Siswa
yang mempunyai self-regulated learning yang baik dalam mengontrol dan
meregulasi diri pada kesiapan belajar, menyebabkan siswa tidak selalu
menunjukkan perilaku menyontek. Kemudian siswa yang memiliki self-regulated
learning yang buruk tidak selalu menyontek dan sebaliknya tidak selalu tidak
menyontek. Dari beberapa penelitian yang meneliti tentang pengaruh self-regulated
11
learning terhadap perilaku menyontek terdapat ketidakselarasan hasil penelitian,
ada beberapa penelitian yang mengungkapkan bahwa ada pengaruh self-regulated
learning terhadap perilaku menyontek dan ada beberapa penelitian yang
mengatakan bahwa tidak ada pengaruh dan hubungan. Kemudian, dari
ketidakselarassan penelitian ini membuat peneliti tertarik untuk memilih dan
menguji lebih lanjut self-regulated learning sebagai independent variabel.
Selanjutnya berikut ini fenomena lebih lanjut tentang variabel yang dipilih
yaitu goal orientation terhadap perilaku menyontek. Penelitian Anderman dan
kawan-kawan (dalam Jordan, 2001) bahwa siswa yang memiliki keinginan untuk
belajar atau menguasai informasi tertentu cenderung tidak menyontek, sedangkan
siswa yang didorong oleh faktor ekstrinsik atau performance goal orientation,
seperti kedudukan akademik, nilai, atau beberapa evaluasi kinerja lainnya
cenderung untuk menyontek. Pada siswa sekolah menengah, perilaku menyontek
dipengaruhi secara positif oleh performance goal orientation dan dipengaruhi
secara negatif oleh mastery goal orientation. Semakin tinggi pengaruh performance
goal orientation, maka semakin tinggi perilaku menyontek. Dan semakin tinggi
pengaruh mastery goal orientation, maka semakin rendah perilaku menyontek.
Menurut Jordan (2011) bahwa siswa yang menyontek memiliki mastery
goal orientation yang lebih rendah dan tingginya performance goal orientation.
Siswa yang menyontek melaporkan peningkatan performance goal orientation dan
terjadinya penurunan pada mastery goal orientation, hal ini terjadi di mata pelajaran
tertentu. Penelitian Bong (2008) menyatakan bahwa perilaku menyontek signifikan
dipengaruhi secara positif oleh performance approach goal orientation dan
12
performance avoid goal orientation. Kuatnya pengaruh performance avoid goal
orientation akan meningkatkan perilaku menyontek. Penelitian Ehrlich dan kawan-
kawan (dalam Anderman & Murdock, 2007) bahwa siswa menyontek karena
mempertahankan citra tertentu pada diri mereka atau teman mereka. Penelitian
Tayan (2017) menyatakan alasan atau penyebab siswa menyontek karena
kebutuhan untuk mendapatkan nilai yang tinggi dengan persentase sejumlah 82%,
sedangkan siswa terpaksa untuk menyontek karena tingkat kesulitan ujian
persentase sejumlah 59%.
Siswa yang merasakan penekanan pada perfomance goal orientation lebih
menerima perilaku menyontek daripada siswa yang fokus pada mastery goal
orientation, kemudian siswa yang menyontek dalam sains menganggap di kelasnya
fokus pada performance goal orientation (Anderman, dkk., 1998). Siswa yang
menyontek pada pelajaran matematika meningkat karena berada di kelas yang
memegang mastery goal orientation rendah dan performance goal orientation
tinggi (Anderman, E.M. & Midgley, C., 2004). Murdock, T.B., Hale, N.M., dan
Weber, M.J (2001) menyatakan hasil penelitiannya yang mengaitkan antara
perilaku menyontek dengan orientasi motivasi. Di dalam motivasi memegang
personal performance goal orientation dan menganggap kelasnya kurang fokus
pada mastery goal orientation, sehingga hal tersebut meningkatkan perilaku
menyontek. Goal orientation dapat dilihat pada siswa yang ingin mendapatkan nilai
A di kelas, apakah alasannya karena siswa itu terlihat lebih baik daripada teman
sekelasnya atau agar dapat menguasai konten mata pelajaran?. Alasan siswa
13
berperilaku seperti yang ia lakukan didapat dari goal orientation (McCollum &
Kajs, 2007).
Menurut Rahmawati dan kawan-kawan (2015) bahwa siswa yang
menyontek merupakan refleksi dari orientasi belajar siswa yang cenderung
mengejar nilai daripada kompetensi. Siswa yang mendapatkan nilai ujian yang
bagus akan mendapatkan predikat positif (pandai), sedangkan siswa yang
mendapatkan nilai rendah mendapat predikat negatif (kurang pandai). Sehingga
siswa fokus mendapatkan penilaian positif (performance approach goal
orientation) dan menghindari penilaian negatif (performance avoid goal
orientation). Bagi siswa yang berorientasi pada tujuan penguasaan (mastery goal
orientation), perilaku menyontek tidak akan memberikan manfaat. Siswa lebih
memilih untuk mengerti, memahami, dan menguasai materi, siswa memiliki tujuan
sekolah atau belajar untuk memperoleh kompetensi dari bidang yang dipelajari.
Selain dari penelitian yang mengungkapkan bahwa goal orientation
memiliki pengaruh dan berkaitan dengan perilaku menyontek, berikut ini terdapat
penelitian yang menyatakan bahwa goal orientation tidak berpengaruh terhdap
perilaku menyontek. Penelitian Andrestia (2011) bahwa goal orientation tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku menyontek. Goal orientation tidak
berpengaruh terhadap perilaku menyontek karena sampel memiliki aturan dan cara
pandang yang baru, mereka memiliki keinginan dan nilai yang baru, dan mereka
memiliki eksistensi yang berfokus pada proses (mastery goal orientation) daripada
hasil (performance goal orienttaion). Sehingga mereka tidak memilih untuk
menyontek.
14
Penelitian Apostolou (2015) mengatakan bahwa performance approach
goal orientation dan performance avoid goal orientation tidak memiliki pengaruh
terhadap perilaku menyontek. Tetapi hanya mastery approach goal orientation
memiliki pengaruh terhadap perilaku menyontek, mastery performance approach
dapat mencegah perilaku menyontek di dalam pengaturan akademik. Berbeda
dengan penelitian Niiya dan kawan-kawan (2008) bahwa siswa yang memiliki
performance avoid goal orientation mempengaruhi menyontek dengan arah yang
positif. Apabila performance avoid goal orientation tinggi, maka akan
mempengaruhi perilaku menyontek menjadi tinggi. Dan siswa yang memiliki
performance approach goal orientation juga mempengaruhi perilaku menyontek,
tetapi pada penelitian ini performance approach goal orientation memiliki
pengaruh yang rendah terhadap perilaku menyontek. Kemudian, mastery goal
orientation tidak mempengaruhi dan tidak mencegah perilaku menyontek. Siswa
yang memegang mastery goal orientation tidak menyontek ketika sendirian. Dan
siswa yang belajar lebih giat untuk ujian tidak menganggap ujian sebagai suatu hal
yang sangat sulit.
Dari pendapat McCollum dan Kajs (2007) bahwasannya siswa melakukan
suatu perilaku karena didapatkan dari goal orientation yang dipegangnya. Sehingga
variabel goal orientation ini menjadi suatu hal yang menarik untuk diteliti karena
perilaku menyontek kemungkinan muncul atas dasar goal orientation yang dimiliki
siswa. Kemudian dari beberapa peneliti mengungkapkan bahwa adanya
ketidakselarasan hasil penelitian antara goal orientation terhadap perilaku
menyontek, ada yang mengatakan memiliki pengaruh dan ada beberapa penelitian
15
yang menyatakan tidak memiliki pengaruh. Dari ketidakselarsan penelitian ini
membuat peneliti tertarik untuk memilih dan meneliti lebih lanjut goal orientation
sebagai independent variable.
Fenomena selanjutnya tentang variabel yang dipilih yaitu variabel
demografis (jenis kelamin dan tingkat kelas) yang berkaitan dengan perilaku
menyontek. Variabel demografis (jenis kelamin) signifikan berhubungan dengan
perilaku menyontek. Siswa berjenis kelamin laki-laki menyontek lebih sering
dibandingkan siswa perempuan dan tingkat persentase menyontek lebih tinggi
dilakukan oleh siswa berjenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan (Davis,
Becker, & McGregor, 1992; Genereux dan McLeod, 1995; Anderman, dkk., 1998;
Finn & Frone, 2004). Berbeda dengan penelitian Leming (1980) bahwa siswa
berjenis kelamin perempuan memiliki perilaku meyontek yang lebih tinggi
dibandingkan siswa berjenis kelamin laki-laki apabila resiko hukuman rendah.
Kemudian penelitian Yang dan kawan-kawan (2013) bahwa jenis kelamin tidak
berpengaruh terhadap perilaku menyontek dan tidak ada perbedaan antara jenis
kelamin laki-laki dan perempuan dalam melaporkan perilaku menyontek. Dari
perbedaan hasil penelitian ini membuat peneliti tertarik dan ingin meneliti lebih
lanjut tentang variabel jenis kelamin untuk diprediksi apakah memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap perilaku menyontek atau tidak.
Pada variabel demografis tingkat kelas, penelitian Newstead dan kawan-
kawan (dalam Anderman, dkk., 1998) bahwa siswa yang lebih muda melaporkan
menyontek lebih sering dibandingkan siswa yang lebih tua, hal tersebut terjadi
karena terdapat alasan ekstrinsik. Alasan ekstrinsik tersebut siswa menyontek
16
karena lingkungannya menekankan kinerja. Berbeda dengan hasil penelitian
Anderman dan Midgley (2004) menyatakan bahwa siswa akhir kelas delapan dan
siswa akhir kelas sembilan menunjukkan ada peningkatan menyontek. Dari
penelitian terkait variabel tingkat kelas memiliki hasil yang berbeda pada tingkat
kelas yang lebih rendah atau tingkat kelas yang lebih tinggi yang memiliki
persentase menyontek tinggi, maka dari itu peneliti ingin meneliti lebih lanjut
dengan mengambil variabel tingkat kelas.
Berdasarkan fenomena dan penelitian-penelitian yang telah dipaparkan
sebelumnya, maka peneliti ingin mengetahui ada atau tidaknya pengaruh dari self-
regulated learning, goal orientation, dan variabel demografis terhadap perilaku
menyontek di ranah pendidikan. Peneliti ingin melakukan penelitian ini kepada
siswa SMK Negeri 41 Jakarta. Dari pemikiran tersebut, peneliti tertarik dan ingin
melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh self-regulated learning, goal
orientation, dan variabel demografis terhadap perilaku menyontek pada siswa
SMK Negeri 41 Jakarta”.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan masalah
Pembatasan masalah dilakukan agar lebih terarah dan tidak melebar lebih luas,
maka dari itu peneliti membatasi permasalahan sesuai dengan variabel-variabel dan
sampel yang ingin diteliti, berikut pembatasan masalah yang dilakukan:
1. Perilaku menyontek yang dimaksud dalam penelitian ialah suatu tindakan atau
perbuatan yang berupa memberi, mengambil, menerima informasi yang tidak
diperbolehkan, menggunakan materi atau peralatan yang tidak diperbolehkan,
17
memanfaatkan kelemahan orang lain untuk menyontek dan mendapatkan
keuntungan pada saat ujian berlangsung.
2. Self-Regulated Learning (SRL) yang dimaksud dalam penelitian ini ialah usaha
aktif dan konstruktif ketika seorang siswa menetapkan tujuan pembelajaran,
kemudian melakukan pemantauan dan melakukan pengaturan diri dengan
mengendalikan kognisi dan metakognisi dalam rangka agar tujuan belajarnya
tercapai. Di dalam hal ini ada dua macam self-regulated learning yang diukur
yaitu penggunaan strategi kognisi dan regulasi diri dengan memanfaatkan
strategi metakognisi karena kedua hal ini sangat berkaitan dengan strategi
pembelajaran.
3. Goal orientation yang dimaksud dalam penelitian ini ialah alasan atau tujuan
seorang siswa yang berkaitan dengan perilaku akademik. Secara umum goal
orientation siswa dalam belajar terdapat dua macam yaitu mastery goal
orientation dan performance goal orientation. Tetapi khusus dalam penelitian
ini performance goal orientation yang diukur terdapat dua bentuk yaitu
performance approach goal orientation (tujuan siswa untuk menunjukkan
kompetensi atau kemampuannya) dan performance avoid goal orientation
(tujuan siswa untuk menghindari suatu hal yang menunjukkan
ketidakmampuannya).
4. Variabel demografis yang dimaksud adalah jenis kelamin dan tingkat kelas
sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku menyontek.
5. Penelitian ini dilakukan di SMK Negeri 41 Jakarta.
18
1.2.2 Perumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat difokuskan dan dirumuskan
pada penelitian ini sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara self-regulated learning, goal
orientation, dan variabel demografis terhadap perilaku menyontek pada
siswa SMK Negeri 41 Jakarta?
2. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara penggunaan strategi kognitif
terhadap perilaku menyontek pada siswa SMK Negeri 41 Jakarta?
3. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara regulasi diri terhadap perilaku
menyontek pada siswa SMK Negeri 41 Jakarta?
4. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara mastery goal orientation
terhadap perilaku menyontek pada siswa SMK Negeri 41 Jakarta?
5. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara performance approach goal
orientation terhadap perilaku menyontek pada siswa SMK Negeri 41
Jakarta?
6. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara performance avoid goal
orientation terhadap perilaku menyontek pada siswa SMK Negeri 41
Jakarta?
7. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara jenis kelamin terhadap
perilaku menyontek pada siswa SMK Negeri 41 Jakarta?
8. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara tingkat kelas terhadap perilaku
menyontek pada siswa SMK Negeri 41 Jakarta?
19
1.3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan pembahasan masalah di atas, maka didapatkan tujuan penelitian ini
sebagai berikut:
1. Menguji pengaruh variabel self-regulated learning, goal orientation, dan
variabel demografis terhadap perilaku menyontek pada siswa SMK Negeri
41 Jakarta.
2. Menguji adanya besaran sumbangan self-regulated learning, goal
orientation, dan variabel demografis terhadap perilaku menyontek pada
siswa SMK Negeri 41 Jakarta.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan agar memberikan manfaat yang bersifat teoritis
maupun praktis kepada pembaca, berikut manfaat dari penelitian ini:
1. Manfaat teoritis
Penelitian ini diharapkan untuk dapat memberikan manfaat keilmuan secara
teoritis dan ilmiah terkait hasil penelitian menyontek dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Selain itu, penelitian ini dapat menjadi rujukan dan
pembanding bagi penelitian selanjutnya. Kemudian menambah wawasan
pengetahuan pada ranah pendidikan.
2. Manfaat praktis
Dari penelitian ini dapat menambah pengetahuan guru, siswa, dan orangtua
siswa terkait menyontek dan faktor yang mempengaruhinya, sehingga pihak
yang terkait dapat meminimalisir penyebab siswa menyontek.
20
Dan manfaatnya bagi siswa, menjadikannya sadar bahwa menyontek itu
merugikan. Jika, siswa ingin mendapatkan nilai yang baik, maka belajar
dengan tekun sesuai dengan metode pembelajaran mandiri. Selain untuk
meminimalisir siswa yang menyontek, tujuannya untuk mengurangi
perilaku korupsi dan kejahatan.
21
BAB 2
KAJIAN TEORI
2.1 Perilaku Menyontek
2.1.1 Pengertian perilaku menyontek
Ehrlich dan kawan-kawan (dalam Anderman & Murdock, 2007) mendefinisikan
perilaku menyontek yaitu suatu tindakan tidak jujur atau tidak adil yang dilakukan
secara sengaja untuk mendapatkan beberapa keuntungan, manfaat, keberhasilan
akademik, dan menghindari kegagalan dalam bidang akademik. Menurut
Anderman dan Murdock (2007), pengertian perilaku menyontek ditinjau dari
perspektif pembelajaran merupakan tindakan dengan suatu strategi yang berfungsi
sebagai jalan pintas kognitif atau berpikir pendek.
Perilaku menyontek merupakan strategi yang digunakan untuk
mendapatkan nilai yang baik dengan cara yang tidak dibenarkan dan untuk bertahan
hidup pada konteks lingkungan yang menekankan persaingan dan pendapatan nilai
(Anderman, dkk., 1998). Sheard dan Dick (2003) menyatakan bahwa perilaku
menyontek merupakan serangkaian praktik yang dianggap tidak legal, tidak etis,
tidak bermoral, dan bertentangan dengan peraturan institusi.
Perilaku menyontek menurut Merriam dan Webster (dalam Finn & Frone,
2004) merupakan suatu tindakan untuk menghilangkan sesuatu yang berharga
dengan melakukan penipuan atau kecurangan. Cizek (dalam Finn & Frone, 2004)
mendefinisikan perilaku menyontek merupakan tindakan yang melanggar aturan
yang telah ditentukan untuk menyelesaikan tugas dan ujian.
22
Definisi perilaku menyontek menurut Cizek (2003), pertama perilaku
menyontek adalah suatu tindakan yang melanggar aturan yang telah ditetapkan
secara administratif pada saat ujian dan penyelesaian tugas yang telah diberikan.
Kedua, perilaku menyontek dicerminkan dengan bentuk pemberian keuntungan
kepada seorang siswa dan menjadi hal yang tidak adil terhadap siswa yang lain saat
ujian ataupun pemberian tugas. Ketiga, perilaku menyontek merupakan tindakan
siswa atas hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan kinerjanya dalam ujian dan
tugas, sehingga tindakan tersebut dapat mengurangi keakuratan menilai
kemampuan siswa dalam ujian dan pengerjaan tugas.
Pada penelitian ini, peneliti mengacu pada definisi perilaku menyontek yang
dinyatakan oleh Cizek (2003). Alasan dari pemilihan teori ini karena pada
pemaparannya menjelaskan secara lengkap bahwa perilaku menyontek suatu
tindakan yang melanggar aturan, memberikan keuntungan bagi pelaku, hasil yang
didapatkan dari menyontek tidak sesuai kemampuan dan mengurangi keakuratan
penilaian. Di dalam pengertian ini mencakup penjelasan tentang perilaku atau
tindakannya, cara mnyontek, dan akibat dari tindakan yang dilakukan secara lebih
jelas, sehingga definisi ini cocok untuk kebutuhan penelitian.
2.1.2 Dimensi-dimensi perilaku menyontek
Penelitian ini menggunakan dimensi Cizek (2003) perilaku menyontek yang
memiliki tiga dimensi dalam teori taxonomy for cheating, di antaranya yaitu:
1. Memberi, mengambil, dan menerima informasi
Memberi, mengambil, atau menerima informasi dari orang lain, hal ini
bertentangan dengan peraturan penugasan dan pegujian yang telah
23
disepakati. Siswa yang membisikan jawaban kepada teman sekelasnya saat
ujian, dan siswa yang berkerjasama dalam pekerjaan rumah (PR) yang
seharusnya diselesaikan secara mandiri.
2. Menggunakan bahan-bahan yang tidak diperbolehkan
Siswa menggunakan bahan terlarang untuk menyelesaikan tugas atau ujian,
salah satu contohnya yaitu menggunakan lembar sontekan.
3. Memanfaatkan kelemahan orang lain, prosedur, atau proses untuk
memperoleh keuntungan
Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan keuntungan dalam tugas dan
ujian. Contoh perilaku menyontek yang mengerikan yaitu siswa yang
mendapatkan akses melihat buku penilaian guru yang tertinggal, lalu siswa
tersebut merubah nilai tugas dan ujiannya.
2.1.3 Pengukuran perilaku menyontek
Berdasarkan instrumen pengukuran perilaku menyontek Finn dan Frone (2004)
yang menggunakan lima skala likert. Pengukuran perilaku menyontek terdapat
empat tipe yaitu (a) menyontek pada ujian, (b) menyalin PR (Pekerjaan Rumah)
yang telah diselesaikan oleh orang lain, (c) memperoleh PR (Pekerjaan Rumah)
yang diselesaikan oleh orang lain, dan (d) plagiarisme.
Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan alat ukur berdasarkan
dimensi dari teori Cizek (2003). Alasannya karena dimensi dari teori Cizek (2003)
lebih mewakili kebutuhan-kebutuhan dalam penelitian ini. Siswa yang menyontek
dapat digambarkan melalui dimensi-dimensi ini. Pada penelitian ini, skala
24
menyontek terdiri dari pernyataan-pernyataan yang menggambarkan perilaku
menyontek siswa.
2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menyontek
Ada banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku menyontek. Berikut ini
ialah faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku menyontek:
1. Faktor Demografis
Setiap siswa terdapat perbedaan dalam perilaku menyontek, hal tersebut
dikaitkan dengan faktor demografis. Faktor demografis berupa jenis
kelamin, usia dan tingkat kelas, perbedaan budaya, etnik, status sosio-
ekonomi, status pernikahan atau pekerjaan, dan agama.
Menurut Calabrese dan Cochran (Anderman & Murdock, 2007)
pada faktor demografis jenis kelamin, siswa berjenis kelamin laki-laki
menyontek lebih banyak dibandingkan perempuan. Anderman dan Midgley
(Anderman & Murdock, 2007) menyatakan pada faktor demografis usia dan
tingkat kelas, pada pelajaran matematika tingkat menyontek meningkat
selama masa transisi dari kelas VIII ke kelas IX. Pada faktor demografis
budaya menurut Evans dan kawan-kawan (Anderman & Murdock, 2007)
bahwa siswa di Jerman pada kelas XI memiliki tingkat menyontek yang
rendah dan memandang menyontek sebagai masalah yang kurang serius di
sekolah mereka daripada siswa Costa Rican atau Amerika. Faktor
demografis etnik menurut Calabrese dan Cochran, siswa SMA yang berasal
dari etnik Caucasian lebih cenderung menyontek dibandingkan temannya
25
yang berasal dari etnik Hispanic atau Asian (dalam Anderman & Murdock,
2007).
Faktor demografis pada status sosio-ekonomi, Calabrese dan
Cochran (Anderman & Murdock, 2007) menyatakan bahwa siswa yang
cenderung menyontek ialah siswa yang sekolah di swasta dan memiliki
tingkat sosio-ekonomi yang tinggi daripada siswa SMA Negeri. Faktor
demografis status pernikahan atau pekerjaan menurut Haines dan kawan-
kawan (Anderman & Murdock, 2007), siswa yang belum menikah lebih
cenderung menyontek dibandingkan dengan siswa yang sudah menikah.
Faktor demografis agama menurut Sutton dan Huba (Anderman &
Murdock, 2007), siswa yang beragama memiliki kemungkinan yang kecil
untuk membenarkan perilaku menyontek.
2. Faktor Karakteristik Akademik
Di dalam faktor karakteristik akademik terdapat jenis kemampuan dan area
subjek. Faktor karakteristik akademik pada jenis kemampuan menurut
Newstead dan kawan-kawan (Anderman & Murdock, 2007) siswa
cenderung menyontek karena memiliki kemampuan yang lebih rendah.
Faktor karakteristik akademik pada jenis area subjek menurut Bowers
(Anderman & Murdock, 2007) perilaku menyontek sering terjadi pada
bidang sains, bisnis, dan teknik dibandingkan dengan bidang seni rupa dan
ilmu sosial.
26
3. Faktor Motivasi
Dua indikator dalam motivasi berprestasi yang berkaitan dengan perilaku
menyontek ialah academic self-efficacy dan goal orientation. Berdasarkan
Anderman & Murdock (2007) bahwa siswa yang memiliki self-efficacy
yang tinggi cenderung tidak menyontek, dan siswa yang memiliki self-
efficacy rendah memiliki kecenderungan menyontek. Dweck dan Sorich
(Anderman & Murdock, 2007) berdasarkan hasil penelitiannya menyatakan
bahwa siswa Sekolah Dasar (SD) yang memiliki goal tertentu akan
mempengaruhi keputusannya untuk menyontek.
4. Karakteristik Kepribadian
Di dalam karakteristik kepribadian terdapat beberapa bagian yaitu
impulsivitas, sensation-seeking, dan self-control. Ketiga bagian tersebut
berkaitan dengan perilaku menyontek. Penelitian Anderman dan Murdock
(2007) menyatakan bahwa bagi individu yang memiliki kebutuhan yang
tinggi akan impulsivitas dan sensation-seeking menyebabkan akan lebih
sering menyontek. Kemudian, individu dengan self-control yang rendah
dapat mempengaruhi perilaku yang menyimpang, seperti menyontek.
5. Strategi Pembelajaran
Anderman dan Murdock (2007) menyatakan bahwa pembelajaran efekif
seringkali menghalangi kebutuhan untuk menggunakan strategi jalan pintas
kognitif atau berpikir pendek, tetapi siswa lebih memilih untuk menyontek
dari pada menggunakan pembelajaran efektif. Siswa melakukan hal tersebut
karena tidak mengetahui bagaimana cara menggunakan strategi
27
pembelajaran yang efektif. Selain itu, siswa tidak menggunakan waktunya
dengan baik untuk melakukan strategi pembelajaran yang efektif. Siswa
tidak menggunakan strategi self-regulated learning yang baik.
6. Pengaruh Teman Sebaya
Ketika siswa yang merasa perilaku menyontek adalah suatu hal yang tidak
dapat diterima, menjadikan siswa tersebut khawatir dalam mempertahankan
hubungan dengan temannya, maka dari itu siswa lebih memilih untuk
terlibat dalam perilaku menyontek. Selain itu, siswa dapat beranggapan
menyontek menjadi suatu hal yang dapat diterima karena mencontoh atau
mengikuti temannya (Anderman & Murdock, 2007).
Berdasarkan faktor-faktor penyebab terjadinya perilaku menyontek di atas,
peneliti memilih variabel self-regulated learning, goal orientation, dan variabel
demografis. Alasan peneliti memilih variabel tersebut karena berdasarkan
penelitian-penelitian sebelumnya yang telah menjelaskan bahwa variabel self-
regulated learning, goal orientation, dan variabel demografi yang menghasilkan
adanya dan tidak adanya pengaruh terhadap perilaku menyontek. Sehingga terdapat
kesenjangan antar hasil penelitian sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk
meneliti lebih lanjut. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan civitas
akademika SMK Negeri 41 Jakarta, siswa cenderung menyontek karena tidak
belajar ketika ingin ujian, belum menguasai materi belajar, menyontek pada mata
pelajaran yang sulit, dan mempunyai tujuan untuk mendapatkan nilai yang baik
dengan cara menyontek. Penelitian ini ditujukan kepada siswa SMK Negeri 41
Jakarta agar subjek penelitian lebih luas.
28
2.2 Self-Regulated Learning
2.2.1 Pengertian self-regulated learning
Ormrod (2009) mendefinisikan self-regulated learning ialah pengaturan diri
terhadap proses-proses kognitif yang dilakukan sendiri agar hasil belajarnya sukses.
Self-regulated learning bisa timbul dari co-regulated learning (pembelajaran yang
diatur bersama-sama), proses belajar dilakukan oleh guru dan siswa yang berbagi
tanggung jawab untuk mengarahkan berbagai aspek proses belajar, seperti
menetapkan tujuan, mengidentifikasi strategi belajar yang efektif, mengevaluasi
kemajuan, dan sebagainya.
Berdasarkan konteks akademis, self-regulated learning pada siswa
merupakan suatu usaha pribadi untuk mengatur dirinya sendiri dan hasil dari kinerja
yang dilakukan. Self-regulated learning merupakan suatu usaha untuk memahami
dampak lingkungan terhadap siswa, dan menjadikan siswa berperilaku untuk
memperbaiki lingkungan itu dengan menggunakan berbagai strategi (Zimmerman
& Pons, 1990). Self-regulated learning merupakan suatu pengaturan diri yang
berindikasi dalam bagaimana dan mengapa siswa memilih untuk menggunakan
strategi atau respon tertentu. Siswa yang berusaha memulai dan menggunakan self-
regulated learning memerlukan persiapan waktu, kewaspadaan, dan usaha
(Zimmerman, 1990).
Menurut Pintrich (dalam Schunk, 2005), menyatakan bahwa self-regulated
learning merupakan usaha aktif dan konstruktif dengan menetapkan tujuan
pembelajaran, pemantauan, pengaturan, pengendalian kognisi, motivasi, dan
perilaku. Definisi self-regulated learning menurut Bandura (dalam Mukhid, 2008)
29
suatu perencanaan yang hati-hati dan kegiatan memonitoring proses-proses kognitif
dan afektif dalam penyelesaian tugas dengan baik.
Zimmerman (1990) mendefinisikan self-regulated learning siswa menjadi
tiga fitur, di antaranya ialah suatu usaha untuk menggunakan strategi self-regulated
learning, responsif terhadap feedback efektifitas belajar yang berorientasi pada diri
sendiri, dan proses motivasi yang ada pada diri masing-masing siswa. Siswa dengan
self-regulated lebih memilih dan menggunakan strategi self-regulated learning
untuk mencapai hasil akademik yang diinginkan dan sesuai dengan feedback
efektivitas belajar dan keterampilan.
Definisi self-regulated learning yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan teori Pintrich (dalam Schunk, 2005) yang menyatakan bahwa self-
regulated learning merupakan usaha aktif dan konstruktif dengan menetapkan
tujuan pembelajaran, pemantauan, pengaturan, pengendalian kognisi, motivasi, dan
perilaku. Alasan memilih definisi dari teori Pintrich karena di dalam definisi ini
menjelaskan tentang suatu kemampuan dalam mengatur banyak aspek, seperti
kognisi, motivasi, dan perilaku. Dari pengertian ini cocok dipilih untuk penelitian
ini karena siswa yang memiliki self-regulated learning mampu mengatur aspek
kognisi, motivasi, dan perilaku.
2.2.2 Dimensi-dimensi self-regulated learning
Menurut Pintrich dan DeGroot (1990) dalam teori penelitiannya membagi self-
regulated learning menjadi dua dimensi. Berikut ini merupakan penjelasan
dimensi-dimensi yang terdapat dalam variabel self-regulated learning:
30
1. Penggunaan Strategi Kognitif
Penggunakan strategi kognitif ialah strategi yang digunakan dalam belajar,
seperti strategi latihan dengan mengucapkan kata-kata berulang untuk
membantu mengingat, strategi elaborasi dengan meringkas, strategi
pengorganisasian dengan menguraikan bab-bab dalam buku.
2. Regulasi Diri
Regulasi diri ialah strategi yang digunakan yang di dalamnya terdapat strategi
metakognitif dengan perencanaan pembelajaran, membaca cepat (skimming),
dan melakukan pemahaman pada suatu materi yang dipelajari secara berulang-
ulang. Selain itu, strategi manajeman usaha ada di dalam regulasi diri, siswa
memiliki kegigihan dan ketekunan dalam mengerjakan tugas yang sulit.
2.2.3 Pengukuran self-regulated learning
Pengukuran self-regulated learning oleh Zimmerman dan Pons (1986) yang
bernama Self-Regulated Learning Interview Schedule (SRLIS), metode yang
digunakan ialah mewawancarai siswa SMA di ruangan terpisah pada waktu yang
sudah dijadwalkan, target wawancara terkait strategi belajar dan menilai jawaban
siswa, konsistensi jawaban siswapun diuji.
Pintrich dan DeGroot (1990) menggunakan alat ukur Motivated Strategies
for Learning Questionnaire (MSLQ). Pada penelitian ini, peneliti mengadaptasi
self-regulated learning components beserta dua dimensi yang ada di dalam MSLQ.
Alasan memilih pengukuran self-regulated learning dari alat ukur MSLQ karena
pengukuran ini cocok untuk siswa SMA. Di dalam MSLQ ini memiliki banyak
strategi belajar mandiri yang dapat diterapkan siswa dalam sistem pembelajarannya
31
yang diatur sendiri, maka dari itu strategi belajar mandiri yang dilakukan sehari-
hari oleh siswa dapat diukur melalui alat ukur MSLQ ini.
2.3 Goal Orientation
2.3.1 Pengertian goal orientation
Meece dan kawan-kawan mendefinisikan goal orientation sebagai seperangkat
tujuan perilaku yang menentukan bagaimana siswa melakukan pendekatan dan
terlibat dalam kegiatan belajar (McCollum & Kajs, 2007). Goal orientation
menurut Wolfolk-Hoy dan Hoy (dalam McCollum & Kajs, 2007) ialah seperangkat
keyakinan mengenai tujuan mereka, goal orientation merupakan suatu hal yang
dapat menjelaskan mengapa tujuan tersebut penting bagi mereka.
Goal orientation merupakan tujuan siswa yang berdasarkan usaha dalam
melakukan suatu hal untuk mendapatkan nilai A di kelas, alasan siswa melakukan
hal tersebut karena ingin terlihat lebih baik daripada teman sekelasnya atau agar
dapat menguasai konten mata pelajaran. Siswa berperilaku seperti yang ia lakukan
didapat dari goal orientation (McCollum & Kajs, 2007). Menurut Ames (Kaplan &
Maehr; 2007) goal orientation didefinisikan sebagai orientasi yang terletak pada
tindakan dalam pencapaian tugas.
Turner dan kawan-kawan (Shumow & Schmidt, 2014) menyatakan bahwa
goal orientation merupakan suatu sifat yang tidak stabil, namun dapat bervariasi
sesuai dengan situasi. Orang memegang tujuan pembelajaran yang berbeda untuk
tugas yang berbeda dan dapat dimotivasi oleh banyak tujuan untuk setiap tugas
tertentu. Menurut Ames (Shumow & Schmidt, 2014) goal orientation merupakan
suatu pengarahan pada tujuan tertentu, seperti keyakinan yang mengarah pada cara
32
mendekati, melibatkan, dan merespon situasi pencapaian yang berbeda. Goal
orientation dapat dibentuk dan sangat bergantung pada jenis konteks pendidikan
yang dialami mereka.
Goal orientation merupakan suatu alasan atau tujuan yang dimiliki
berhubungan dengan perilaku akademik. Tujuan yang berbeda menggambarkan
pola respon yang berbeda pula. Pola tersebut mencakup komponen kognitif, afektif,
dan perilaku yang mencerminkan adaptabilitas seseorang (Midgley., dkk, 2000).
Sheldon dan kawan-kawan (dalam Imawati, dkk., 2014) mendefinisikan goal
orientation yaitu suatu tujuan yang dimiliki seseorang yang meliputi suatu hasil
atau keadaan ideal yang diinginkan oleh individu, kemudian individu akan berusaha
demi terwujudnya hasil tersebut.
Pengertian goal orientation menurut Midgley dan kawan-kawan (2000)
digunakan dalam penelitian ini. Jadi, kesimpulan dari pengertian goal orientation
ialah suatu alasan atau tujuan yang dimiliki berhubungan dengan perilaku
akademik, tujuan masing-masing orang berbeda sesuai dengan pola respon yang
mencakup komponen kognitif, afektif, dan perilaku.
2.3.2 Dimensi-dimensi goal orientation
Dimensi-dimensi goal orientation menurut Midgley dan kawan-kawan (2000)
terbagi menjadi tiga dimensi, berikut penjelasan ketiga dimensi goal orientation:
1. Mastery goal orientation
Mastery goal orientation adalah tujuan siswa dalam setting untuk
mengembangkan kompetensi dan kemampuannya. Siswa berusaha untuk
memperluas penguasaan dan pemahaman mereka, yang menjadi perhatian
33
mastery goal orientation berfokus pada tugas. Mastery goal orientation
dikaitkan dengan pola pembelajaran yang adaptif. Contohnya seperti benar-
benar dalam memahami pekerjaan atau tugas kelas yang diberikan.
2. Performance approach goal orientation
Performance approach goal orientation yang menjadi tujuan siswa dalam
setting prestasi adalah untuk menunjukan kompetensi atau kemampuan
mereka. Perhatian ini berfokus pada diri, performance approach goal
orientation diasosiasikan pada pola pembelajaran adaptif dan maladaptif.
Contohnya seperti seseorang memiliki tujuan untuk tampil cerdas
dibandingkan siswa lain di kelas.
3. Performance avoid goal orientation
Performance avoid goal orientation yang menjadi tujuan siswa dalam
setting prestasi untuk menghindari suatu hal yang menunjukkan
ketidakmampuan mereka. Perhatiannya fokus pada diri dan orientasi
performance avoid goal orientation dikaitkan dengan pola pembelajaran
yang maladaptif. Contohnya seseorang memiliki tujuan untuk menghindari
terlihat seperti mengalami kesulitan dan terlihat tidak pintar dalam
melakukan pekerjaan kelas.
2.3.3 Pengukuran goal orientation
Pengukuran goal orientation yang digunakan oleh Elliot dan McGregor (2001)
dengan skala yang bernama Achievement Goal Orientation Questionnaire (AGQ),
Cronbach alpha (0.87) dan 12 item. Di dalamnya terdapat empat dimensi yaitu
34
mastery-approach goal, mastery-avoidance goal, performance-approach goal, dan
performance-avoidance goal.
Di dalam pengukuran goal orientation, Midgley dan kawan-kawan (2000)
menggunakan alat ukurnya yang bernama Patterns of Adaptive Learning Scales
(PALS). Di dalam instrumen alat ukur PALS menggunakan skala personal
achievement goal orientation dengan tiga dimensi (mastery goal orientation,
performance approach goal orientation, dan performance avoid goal orientation).
2.4 Kerangka Berpikir
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan perilaku menyontek sebagai dependent
variable. Perilaku menyontek merupakan suatu tindakan yang melanggar aturan
yang sudah ditentukan, menyontek dapat memberikan keuntungan bagi pelakunya
dan dapat merugikan orang lain. Selain itu, siswa yang menyontek dapat
menyebabkan kurang akuratnya penilaian karena hasil yang didapatkan tidak sesuai
dengan kemampuan asli yang dimiliki siswa. Biasanya, penilaian yang tidak akurat
terjadi ketika evaluasi pembelajaran yang berupa pemberian ujian sekolah atau
ujian nasional. Siswa yang telah melaksanakan ujian dengan perilaku menyontek
mengakibatkan hasilnya tidak menggambarkan kemampuan yang dimiliki dan tidak
menunjukkan perubahan akan peningkatan atau penurunan yang terjadi pada diri
siswa.
Perilaku menyontek merupakan suatu masalah yang sudah melebar luas di
dalam ranah pendidikan. Tujuan siswa menyontek di antaranya ialah ingin
mendapatkan nilai yang baik, mendapatkan prestasi, mendapatkan citra diri yang
baik, menjadi diterima di kalangan teman-temannya, dan lain sebagainya. Perilaku
35
menyontek menjadi tertanam di dalam diri siswa dan perilaku tersebut sangat
diharapkan untuk dapat dilakukan ketika ujian berlangsung. Siswa yang menyontek
akan memperjuangkan berbagai macam cara untuk mendapatkan keberhasilan
ujian, nilai dan prestasi yang baik.
Perilaku menyontek dipengaruhi oleh berbagai faktor dari dalam dan luar
diri siswa. Faktor pengaruh tersebut di antaranya ada self-regulated learning, goal
orientation, dan variabel demografis (jenis kelamin dan tingkat kelas). Dari salah
satu faktor penyebab perilaku menyontek yaitu self-regulated learning. Self-
regulated learning menurut Pintrich (dalam Schunk, 2005) merupakan usaha aktif
dan konstruktif dengan menetapkan tujuan pembelajaran, pemantauan, pengaturan,
pengendalian kognisi, motivasi, dan perilaku. Self-regulated learning Pintrich dan
DeGroot (1990) memiliki dua dimensi yaitu penggunaan strategi kognitif dan
regulasi diri.
Di dalam proses pembelajaran, bagi siswa yang menggunakan strategi
kognitif, siswa tersebut menggunakan strategi latihan dengan mengulang materi
belajar untuk mempertajam daya ingatnya, menggunakan strategi elaborasi dengan
meringkas materi yang dipelajari, dan menggunakan strategi pengorganisasian
dengan menguraikan bab-bab dalam buku pelajaran.
Siswa yang menggunakan regulasi diri akan memanfaatkan strategi
metakognitif dengan melakukan perencanaan pembelajaran, membaca cepat, dan
mencoba untuk melakukan pemahaman terhadap materi yang dipelajari. Siswa juga
melakukan strategi manajemen usaha dalam meregulasi diri dan siswa tidak mudah
menyerah dalam mengerjakan tugas yang sulit karena memiliki kegigihan dan
36
ketekunan dalam belajar. Bagi siswa yang menerapkan strategi pembelajaran
kognitif di dalam metode pembelajarannya, maka siswa akan lebih merasa
tertantang dan tidak menyerah apabila menemukan soal ujian atau tugas yang sulit,
siswa akan mengerjakan tugas tersebut sampai tuntas tanpa menyontek.
Siswa yang menggunakan strategi belajar self-regulated learning akan
berusaha untuk belajar secara maksimal dengan berbagai metode belajar, seperti
membuat jadwal belajar, menganalogikan suatu materi, membaca ulang materi
untuk membantu mengingat, membaca cepat (skimming), tidak mudah menyerah
ketika menghadapi pelajaran atau soal yang sulit, dan lain sebagainya. Siswa yang
menghargai proses belajar dengan strategi self-regulated learning akan
menghindari berpikir untuk mengambil jalan pintas dengan menyontek. Di saat
siswa sudah memiliki kemampuan penguasaan materi pelajaran, maka siswa tidak
akan perduli akan tekanan yang dihadapi, seperti sulitnya soal ujian yang dihadapi
karena siswa tersebut sudah menerapkan dan mengetahui cara menghadapi masalah
ini. Siswa akan terus berusaha untuk tidak menyerah begitu saja. Tetapi, ketika
siswa memilih untuk menyontek, maka strategi self-regulated learning yang sudah
dipelajari menjadi tidak ternilai.
Siswa menyontek juga dapat dipengaruhi oleh faktor lain, faktor
penyebabnya ialah goal orientation. Pengertian goal orientation menurut Midgley
dan kawan-kawan (2000) mengacu pada alasan atau tujuan seseorang yang
berhubungan dengan perilaku akademik. Siswa yang memiliki tujuan yang berbeda
akan menggambarkan pola respon yang berbeda pula. Pola-pola yang dimaksud
37
ialah komponen kognitif, afektif, dan perilaku yang mencerminkan adaptabilitas
seseorang.
Goal orientation memiliki tiga dimensi yang digagas oleh Midgley dan
kawan-kawan (2000). Dimensi-dimensi tersebut ialah mastery goal orienttion.
performance approach goal orientation, dan performance avoid goal orientation.
Mastery goal orientation ialah tujuan siswa untuk mengembangkan kompetensi dan
kemampuan yang dimilikinya. Fokus perhatian goal orientation pada tugas
pembelajaran, siswa berusaha untuk memperluas penguasaan dan pemahamannya
dalam belajar. Performance approach goal orientation adalah tujuan siswa untuk
menunjukan kompetensi atau kemampuan siswa. Fokus perhatian performance
approach goal orientation berfokus pada diri siswa, perhatian tersebut
diasosiasikan pada pola pembelajaran adaptif dan maladaptif. Performance avoid
goal orientation adalah tujuan siswa untuk menghindari suatu hal yang
menunjukkan ketidakmampuan siswa. Fokus perhatian performance avoid goal
orientation pada diri dan orientasinya berkaitan dengan pola pembelajaran yang
maladaptif.
Goal orientation setiap siswa berbeda, goal orientation sangat terkait di
dalam ranah pendidikan dan pembelajaran, terutama dalam hal meraih prestasi
akademik. Siswa yang memiliki mastery goal orientation akan meraih prestasi
dengan cara atau pola pembelajaran yang adaptif dan cenderung berperilaku sesuai
norma yang berlaku di lingkungan, seperti ketika ingin mendapatkan nilai yang
baik, maka belajar yang tekun dan berusaha untuk meningkatkan kemampuannya.
Siswa yang memegang teguh mastery goal orientation akan menghindari perilaku
38
menyontek dan tidak akan memperdulikan perkataan atau penilaian orang lain
terkait prestasi yang akan diraihnya. Bagian terpenting yang menjadi tujuannya
ialah menguasai materi yang telah dipelajari dan untuk meningkatkan
kompetensinya, sehingga orientasi ini dapat mencegah terjadinya kecurangan
dalam ranah pembelajaran.
Berbeda dengan siswa yang memiliki goal orientation untuk meraih prestasi
dengan cara atau pola pembelajaran yang maladaptif, siswa cenderung melakukan
berbagai cara yang melanggar aturan di masyarakat untuk mendapatkan prestasi
dan nilai yang baik, seperti menyontek dan melakukan perbuatan kecurangan
lainnya. Dari goal orientation yang dimiliki siswa tersebut yang dapat menjelaskan
arah perilaku menyontek dapat terjadi atau tidak. Apabila siswa memegang
performance approach goal orientation dan orientasi mereka sangat berambisi pada
prestasi dan nilai, maka siswa dapat melakukan tindakan yang tidak sesuai norma
seperti menyontek. Dari menyontek mereka akan mendapatkan prestasi dan nilai
yang baik, tanpa harus bersusah payah melakukan proses pembelajaran.
Kemudian, alasan utama dari performance avoid goal orientation yaitu
untuk menghindari penilaian orang lain akan ketidakmampuan terhadap dirinya.
Sehingga, siswa yang memilih performance avoid goal orientation akan
menyebabkan memilih perilaku menyontek untuk menjaga nama baiknya dan
menghindari penilaian orang lain yang negatif tentang dirinya.
Faktor selanjutnya yang diprediksi dapat berpengaruh terhadap perilaku
menyontek ialah variabel demografis, salah satunya jenis kelamin. Siswa sekolah
tinggi melaporkan tingkat persentase perilaku menyontek lebih tinggi dilakukan
39
oleh siswa berjenis kelamin laki-laki dibandingkan perempuan (Davis, Becker, &
McGregor, 1992). Terdapat banyak penelitian yang mengungkapkan bahwa jenis
kelamin laki-laki memiliki tingkat menyontek yang lebih tinggi dibandingkan
perempuan. Dan ada beberapa penelitian yang menyatakan bahwa siswa berjenis
kelamin perempuan memiliki tingkat menyontek yang lebih tinggi daripada siswa
berjenis kelamin laki-laki. Tetapi tidak menutup kemungkinan karena akan selalu
ada hasil yang berbeda dari hasil penelitian sebelumnya.
Variabel demografis lain yang dapat mempengaruhi perilaku menyontek
ialah tingkat kelas. Penelitian Anderman dan Midgley (2004) menyatakan bahwa
siswa akhir kelas delapan dan siswa akhir kelas sembilan menunjukkan ada
peningkatan perilaku menyontek. Siswa dengan tingkat kelas yang semakin tinggi
akan lebih tinggi juga tingkat menyontek dari pada siswa yang berada pada tingkat
kelas yang lebih rendah.
Siswa yang berada pada tingkat kelas yang lebih tinggi akan lebih sering
menyontek dibandingan siswa yang berada pada tingkat kelas yang lebih rendah,
hal ini terjadi karena tuntutan mata pelajaran dan tugas tingkat kelas atas akan lebih
sulit dibandingan tingkat kelas yang lebih rendah. Selain itu, siswa tingkat kelas
atas sudah memiliki banyak pengalaman di sekolah, sehingga perilaku menyontek
akan meningkat secara berurutan pada tingkatannya.
Dari kerangka berpikir penelitian yang telah dipaparkan, maka terbentuklah
skema kerangka berpikir seperti pada gambar bagan 2.1 berikut:
40
Gambar 2.1. Bagan Kerangka Berpikir
2.5. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian disusun berdasarkan kerangka berpikir, sehingga hipotesis
penelitian dirumuskan sebagai berikut:
H1 : Ada pengaruh yang signifikan antara self-regulated learning (penggunaan
strategi kognitif, regulasi diri), goal orientation (mastery goal orientation,
performance approach goal orientation, performance avoid goal
orientation), dan faktor demografi (jenis kelamin, tingkat kelas) terhadap
perilaku menyontek pada siswa SMK Negeri 41 Jakarta.
Goal Orientation
Tingkat Kelas
Performance Avoid Goal Orientation
Performance Approach Goal
Orientation
Mastery Goal Orientation
Regulasi Diri
Penggunaan Strategi Kognitif
Perilaku
Menyontek
Variabel Demografis
Jenis Kelamin
Self-Regulated Learning Self-Regulated Learning
41
H2 : Ada pengaruh yang signifikan penggunaan strategi kognitif pada self-
regulated learning terhadap perilaku menyontek.
H3 : Ada pengaruh yang signifikan regulasi diri pada self-regulated learning
terhadap perilaku menyontek.
H4 : Ada pengaruh yang signifikan mastery goal orientation pada goal
orientation terhadap perilaku menyontek.
H5 : Ada pengaruh yang signifikan performance approach goal orientation
pada goal orientation terhadap perilaku menyontek.
H6 : Ada pengaruh yang signifikan performance avoid goal orientation pada
goal orientation terhadap perilaku menyontek.
H7 : Ada pengaruh yang signifikan jenis kelamin pada variabel demografis
terhadap perilaku menyontek.
H8 : Ada pengaruh yang signifikan tingkat kelas pada variabel demografis
terhadap perilaku menyontek.
42
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah siswa SMK Negeri 41 Jakarta yang berjumlah
687 orang dengan rincian kelas X berjumlah 252 orang, kelas XI berjumlah 236
orang, dan kelas XII berjumlah 199 orang. Peneliti memilih populasi pada
penelitian ini dengan kriteria tersebut karena menurut Cizek puncak terjadinya
menyontek ada di masa SMA (dalam Finn & Frone, 2004).
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik non
probability sampling, setiap unsur (anggota) yang ada di dalam populasi tidak
memiliki kesempatan atau peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Teknik
yang digunakan adalah teknik pengambilan sampel aksidental dengan menentukan
sampel yang dipilih berdasarkan kriteria yang ada seperti waktu, situasi, dan tempat
yang sesuai (Priyono, 2016).
Peneliti menyebarkan kuesioner penelitian kepada siswa pada hari Jum’at,
8 Juni 2018. Jumlah subjek yang mengisi kuesioner sebanyak 220 siswa. Gambaran
penyebaran kuesioner yang sesuai dengan jumlah subjek pada penelitian ini
dijelaskan pada tabel berikut:
Tabel 3.1
Jumlah Subjek
Tingkat Kelas Jumlah Subjek
Kelas X
Kelas XI
Total
113
107
220
43
3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
Pada penelitian ini mengandung dua macam variabel yang disesuaikan dengan
kajian teori dan perumusan hipotesis. Dua macam variabel tersebut yaitu variabel
terikat (dependent variabel) dan variabel bebas (independent variabel).
Adapun variabel terikat yaitu perilaku menyontek pada siswa SMK Negeri
41 Jakarta. Sedangkan variabel bebasnya yaitu self-regulated learning, goal
orientation, dan variabel demografis. Dari masing-masing variabel memiliki
definisi operasional yang akan dijelaskan pada sub bab ini. Definisi operasional dari
masing-masing variabel penelitian ini yaitu:
1. Perilaku menyontek yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu tindakan
atau perbuatan seorang peserta ujian ketika ujian berlangsung dengan memberi,
mengambil, menerima informasi yang tidak diperbolehkan, menggunakan
materi atau peralatan yang tidak diperbolehkan, memanfaatkan kelemahan
orang lain untuk menyontek dan mendapatkan keuntungan.
2. Self-regulated learning adalah usaha aktif dan konstruktif ketika seseorang
menetapkan tujuan pembelajaran, kemudian melakukan pemantauan dan
melakukan pengaturan diri dengan mengendalikan kognitif dan metakognitif
dalam rangka agar tujuan belajarnya tercapai. Self-regulated learning memiliki
dua dimensi di antaranya:
a. Penggunaan strategi kognitif didefinisikan sebagai penggunaan strategi latihan
dengan mengulang materi belajar untuk mempertajam daya ingat, strategi
elaborasi dengan meringkas materi yang dipelajari, dan menggunakan strategi
pengorganisasian dengan menguraikan bab-bab dalam buku pelajaran.
44
b. Regulasi diri didefinisikan sebagai pemanfaatan strategi metakognitif dengan
melakukan perencanaan pembelajaran, membaca cepat, dan mencoba untuk
melakukan pemahaman terhadap materi yang dipelajari. Siswa juga melakukan
strategi manajemen usaha dalam meregulasi diri dan siswa tidak mudah
menyerah dalam mengerjakan tugas yang sulit karena memiliki kegigihan dan
ketekunan dalam belajar.
3. Goal orientation dalam penelitian ini adalah alasan atau tujuan seseorang yang
berkaitan dengan perilaku akademik. Secara umum goal orientation siswa
dalam belajar ada dua macam di antaranya mastery goal orientation dan
performance goal orientation. Tetapi khusus dalam penelitian ini performance
goal orientation diukur dalam dua bentuk di antaranya performance approach
goal orientation dan performance avoid goal orientation. Sehingga goal
orientation yang diukur dalam penelitian ini terdapat tiga macam yaitu:
a. Mastery goal orientation merupakan tujuan siswa untuk mengembangkan
kompetensi dan kemampuan yang dimilikinya. Fokus perhatian pada tugas
pembelajaran, siswa berusaha untuk memperluas penguasaan dan
pemahamannya dalam belajar.
b. Performance approach goal orientation merupakan tujuan siswa untuk
menunjukan kompetensi atau kemampuan siswa. Fokus perhatian pada diri
siswa, perhatian tersebut diasosiasikan pada pola pembelajaran adaptif dan
maladaptif.
c. Performance avoid goal orientation orientation merupakan tujuan siswa untuk
menghindari suatu hal yang menunjukkan ketidakmampuan siswa. Fokus
45
perhatian pada diri dan orientasinya berkaitan dengan pola pembelajaran yang
maladaptif.
4. Variabel demografis yang digunakan dalam penelitian ini di antaranya :
a. Jenis kelamin merupakan perbedaan bentuk, sifat, dan fungsi biologi antara laki-
laki dan perempuan, sehingga dapat menentukan perbedaan peran keduanya.
b. Tingkat kelas merupakan jenjang pendidikan (kelas X dan XI) yang sedang
dijalani siswa dalam proses pembelajaran di sekolah.
3.3 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen pengumpulan data dilakukan dengan memberikan skala atau kuesioner
yang terdiri dari tiga skala yaitu skala yang mengukur perilaku menyontek, self-
regulated learning, dan goal orientation. Kuesioner tersebut berisikan rangkaian
pernyataan mengenai suatu masalah atau bidang yang akan diteliti kepada
responden penelitian. Kuesioner yang digunakan berbentuk dalam skala Likert.
Instrumen penelitian yang diberikan pada siswa SMK Negeri 41 Jakarta, sebagai
berikut :
1. Isian biodata subjek penelitian, terdiri dari pertanyaan terkait nama
responden, jenis kelamin, kelas yang sedang dijalani, suku bangsa, usia, dan
nomer telepon.
2. Skala perilaku menyontek yang terdiri dari dimensi pertama (memberi,
mengambil, dan menerima informasi), dimensi kedua (menggunakan
bahan-bahan yang tidak diperbolehkan), dan dimensi ketiga (memanfaatkan
kelemahan orang lain, prosedur, atau proses untuk memperoleh
keuntungan). Skala yang digunakan untuk mengukur perilaku menyontek
46
pada penelitian ini dibuat sendiri oleh peneliti dengan mengikuti aspek-
aspek variabel menurut Cizek (2003) dan mempertimbangkan aktivitas
siswa ketika ujian, skala ini terdiri dari 25 item.
Tabel 3.2 Blue Print Skala Perilaku Menyontek
Dimensi Indikator F U Jml
1. Memberi, mengambil,
atau menerima informasi
a. Memberi informasi
jawaban
b. Mengambil atau
menerima informasi
jawaban
8, 22
15, 16, 18,
19, 21, 23
10, 12
10
2. Menggunakan bahan-
1. Bahan yang tidak
Diperbolehkan
a. Menggunakan
catatan
b. Menggunakan media
2, 4, 6, 24
14, 20, 25
7
3. Memanfaatkan
kelemahan orang lain,
prosedur, ataupun proses
untuk memperoleh
keuntungan
a. Memanfaatkan
kelemahan orang
lain
b. Memanfaatkan
kelemahan prosedur
atau proses
9, 11
1, 3, 17
13
5, 7
8
Total 20 5 25
3. Skala self-regulated learning menggunakan self-regulated learning
strategies yang diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia pada alat ukur
Motivated Strategies for Learning Questionnaire (MSLQ) milik Pintrich
dan DeGroot (1990) yang terdiri dari 22 item. Terdapat dua dimensi self-
regulated learning yaitu penggunaan strategi kognitif dan regulasi diri.
Tabel 3.3 Blue Print Skala Self-Regulated Learning
Dimensi Indikator F U Jml
1. Penggunaan
2. Strategi Kognitif
a. Strategi latihan
b.Strategi elaborasi seperti meringkas
c. Strategi pengorganisasian
8,12,19
1, 2, 6, 7,
14,17,22
9, 20
4
13
2. Regulasi Diri a. Strategi metakognitif
b. Strategi manajemen usaha
3, 13, 18
10, 11, 21
15, 16
5
9
Total 18 4 22
47
4. Skala goal orientation yang mencakup tiga dimensi yaitu mastery goal
orientation, performance approach goal orientation, dan performance
avoid goal orientation. Skala yang digunaka ialah personal achievement
goal orientations dengan mengadaptasi ke dalam bahasa Indonesia pada alat
ukur Patterns of Adaptive Learning Scales (PALS) yang terdiri dari 14 item.
Tabel 3.4 Skala Blue Print Goal Orientation
Dimensi Indikator F Jml
3. 1. Mastery goal
Orientation
a.Mengembangkan dan meningkatkan
kompetensi
b. Penguasaan untuk memahami tugas kelas
3, 4, 6, 12
8
5
2. Performance
approach goal
orientation
3. Performance
avoid goal
orientation
a. Orientasi kinerja untuk menunjukan
kemampuan
a. Berorientasi pada kinerja dan menghindari
ketidakmampuan
2, 5, 9, 10,
11
1, 7, 13, 14
5
4
Total 14 14
3.4 Uji Validitas Konstruk
Peneliti menggunakan CFA (Confirmatory Factor Analysis) untuk pengujian
validitas instrumen dengan 61 item dari 3 skala, yaitu perilaku menyontek, self-
regulated learning, dan goal orientation. Menurut Umar (dalam Suryadi, dkk.,
2014) teknik CFA memiliki beberapa prosedur yaitu konsep atau trait didefinisikan
secara operasioanal, kemudian untuk mengukur trait diperlukan indikator dan item
(stimulus) yang berupa pernyataan. Hipotesis atau teori disusun, kemudian seluruh
item yang dibuat harus valid (mengukur apa yang hendak diukur), hanya ada satu
faktor yang diukur (model unidimensional) berupa konstruk yang didefinisikan oleh
48
teori (hipotesis). Setelah memperoleh data, hitung matriks korelasi antar item.
Kemudian, menghitung matriks korelasi yang seharusnya terjadi menurut teori atau
model yang ditetapkan, semua item semestinya hanya mengukur satu faktor saja
(unidimensional).
Langkah-langkah mendapatkan matriks korelasi dengan menghitung
parameter dari model atau teori, hal tersebut terdiri dari koefisien muatan faktor dan
varian kesalahan pengukuran (residual). Setelah mendapatkan nilai parameter
hitunglah korelasi antar item, sehingga diperoleh korelasi antar item berdasarkan
hipotesis atau teori yang diuji. Kemudian menguji hipotesis dengan menggunakan
uji chi-square, jika chi-square tidak signifikan (p>0,05), maka hipotesis nihil tidak
ditolak, sehingga dapat diartikan semua item hanya mengukur satu konstruk saja
terbukti (fit) dengan data. Selanjutnya, menggunakan t-test untuk menguji apakah
item signifikan dalam mengukur apa yang hendak diukur, jika hasil t-test tidak
signifikan, maka item tersebut tidak mengukur apa yang hendak diukur dan item
tersebut perlu di drop dan sebaliknya. Di lihat dari nilai t bagi koefisien muatan
faktor item untuk mengetahui signifikan atau tidak item tersebut mengukur satu
faktor. Jika t>1,96, maka item tersebut signifikan dan sebaliknya. Di dalam
pengujian analisis CFA dapat menggunakan softwaare LISREL 8.70.
3.4.1 Uji validitas konstruk perilaku menyontek
Peneliti menggunakan CFA (Confirmatory Factor Analysis) untuk pengujian
validitas instrumen dengan skala perilaku menyontek. Peneliti menguji apakah 25
item dari perilaku menyontek bersifat unidimensional, artinya benar hanya
mengukur perilaku menyontek saja. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan
49
dengan model satu faktor, ternyata tidak fit dengan Chi-Square=1254,31, df=275,
P-value=0.00000, RMSEA=0.128. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi
terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi
satu sama lain. Setelah dilakukan modifikasi sebanyak 55 kali, maka diperoleh
model fit dengan Chi-Square = 226.57, df = 220 , P-Value = 0.36616, RMSEA =
0.012.
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Perilaku Menyontek
No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan
ITEM 1 0.36 0.03 13.51 √
ITEM 2 0.56 0.03 18.35 √
ITEM 3 0.61 0.03 20.14 √
ITEM 4 0.53 0.03 18.88 √
ITEM 5 0.26 0.03 9.57 √
ITEM 6 0.67 0.03 23.45 √
ITEM 7 0.17 0.03 5.97 √
ITEM 8 0.49 0.03 17.24 √
ITEM 9 0.62 0.03 19.16 √
ITEM 10 0.15 0.03 5.36 √
ITEM 11 0.63 0.03 22.72 √
ITEM 12 0.13 0.03 4.38 √
ITEM 13 0.30 0.03 11.25 √
ITEM 14 0.78 0.03 24.74 √
ITEM 15 0.49 0.03 14.03 √
ITEM 16 0.64 0.03 22.57 √
ITEM 17 0.25 0.03 8.79 √
ITEM 18 0.64 0.03 20.96 √
ITEM 19 0.61 0.03 20.97 √
ITEM 20 0.71 0.03 24.84 √
ITEM 21 0.50 0.03 16.74 √
ITEM 22 0.42 0.03 14.38 √
ITEM 23 0.70 0.03 22.35 √
ITEM 24 0.61 0.03 21.50 √
ITEM 25 0.67 0.03 21.52 √
50
Keterangan : tanda √ = signifikan
Selanjutnya, melihat signifikan atau tidaknya item dalam mengukur faktor
yang hendak diukur, sekaligus menentukan manakan item yang perlu digugurkan
atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-Value dan muatan faktor, jika
nilai t > 1,96 berarti item tersebut signifikan dan sebaliknya. Berdasarkan tabel 3.5
terlihat bahwa 25 item yang mengukur perilaku menyontek, semua item tersebut
signifikan (t > 1,96), maka dari itu tidak ada item yang digugurkan.
3.4.2 Uji validitas konstruk self-regulated learning
3.4.2.1 Muatan faktor item penggunaan strategi kognitif
Pada variabel penggunaan strategi kognitif yang dilakukan dengan model fit, satu
faktor menghasilkan model yang tidak fit dengan Chi-Square=307.53, df=65, P-
value=0.00000, RMSEA=0.131. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi
terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi
satu sama lain. Setelah dilakukannya modifikasi sebanyak 16 kali, maka diperoleh
model fit dengan Chi-Square=65.83, df=49, P-value=0.05451, RMSEA=0.040.
Selanjutnya melihat signifikan atau tidaknya item dalam mengukur faktor
yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang perlu didrop atau
tidak. Pengujinya dilakukan dengan melakukan T-value dan muatan faktor, jika
nilai t > 1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Berdasarkan tabel 3.6
terlihat bahwa terdapat 13 item yang mengukur penggunaan strategi kognitif, ada
12 item tersebut signifikan (t > 1,96), maka dari itu 12 item tidak digugurkan dan
dapat dianalisis. Namun ada satu item (item 7) yang tidak signifikan (t < 1,96),
maka item 7 di gugurkan atau didrop.
51
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Penggunaan Strategi Kognitif
No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan
ITEM 1 0.40 0.07 5.68 √
ITEM 2 0.64 0.07 8.87 √
ITEM 4 0.25 0.07 3.46 √
ITEM 6
ITEM 7
ITEM 8
ITEM 9
ITEM 12
ITEM 14
ITEM 17
ITEM 19
ITEM 20
ITEM 22
0.54
0.11
0.50
0.32
0.59
0.47
0.41
0.42
0.48
0.81
0.07
0.07
0.07
0.07
0.07
0.07
0.07
0.07
0.07
0.07
7.80
1.50
7.34
4.59
8.74
6.91
5.84
6.04
6.92
12.39
√
X
√
√
√
√
√
√
√
√
Keterangan : tanda √ = signifikan
Selanjutnya melihat signifikan atau tidaknya item dalam mengukur faktor
yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang perlu didrop atau
tidak. Pengujinya dilakukan dengan melakukan T-value dan muatan faktor, jika
nilai t > 1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Berdasarkan tabel 3.6
terlihat bahwa terdapat 13 item yang mengukur penggunaan strategi kognitif, ada
12 item tersebut signifikan (t > 1,96), maka dari itu 12 item tidak digugurkan dan
dapat dianalisis. Namun ada satu item (item 7) yang tidak signifikan (t < 1,96),
maka item 7 di gugurkan atau didrop.
3.4.2.2 Muatan faktor item regulasi diri
Pada variabel regulasi diri yang dilakukan dengan model fit, satu faktor
menghasilkan model yang tidak fit dengan Chi-Square=149.75, df=27, P-
value=0.00000, RMSEA=0.144. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi
52
terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi
satu sama lain. Setelah dilakukannya modifikasi sebanyak enam kali, maka
diperoleh model fit dengan Chi-Square = 29.44, df = 21, P-Value = 0.10373,
RMSEA = 0.043.
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Regulasi Diri
No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan
ITEM 3 0.42 0.07 5.82 √
ITEM 5 0.33 0.08 4.34 √
ITEM 10 0.56 0.07 7.84 √
ITEM 11
ITEM 13
ITEM 15
ITEM 16
ITEM 18
ITEM 21
0.52
0.65
0.29
0.28
0.63
0.39
0.08
0.07
0.08
0.08
0.07
0.07
6.57
9.39
3.82
3.49
8.43
5.36
√
√
√
√
√
√
Keterangan : tanda √ = signifikan
Selanjutnya, melihat signifikan atau tidaknya item dalam mengukur faktor
yang hendak diukur, sekaligus menentukan manakah item yang perlu digugurkan
atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-Value dan muatan faktor, jika
nilai t > 1,96 berarti item tersebut signifikan dan sebaliknya. Berdasarkan tabel 3.7
terlihat bahwa dari 9 item yang mengukur regulasi diri, terdapat 9 item yang
signifikan (t > 1,96), maka tidak ada item yang digugurkan dan seluruh item dapat
dianalisis.
3.4.3 Uji validitas konstruk goal orientation
3.4.3.1 Muatan faktor item mastery goal orientation
Pada variabel mastery goal orientation yang dilakukan dengan model fit, satu faktor
menghasilkan model yang tidak fit dengan Chi-Square =19.78, df =5, P-Value =
53
0.00137, RMSEA = 0.116. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi terhadap
model, di mana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi satu sama
lain. Setelah dilakukannya modifikasi sebanyak dua kali, maka diperoleh model fit
dengan Chi-Square =1.09, df = 3, P-Value = 0.78043, RMSEA = 0.000.
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Mastery Goal Orientation
No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan
ITEM 3 0.76 0.07 10.52 √
ITEM 4 0.57 0.07 8.10 √
ITEM 6 0.70 0.07 10.09 √
ITEM 8
ITEM 12
0.61
0.48
0.08
0.07
7.64
6.52
√
√
Keterangan : tanda √ = signifikan
Selanjutnya, melihat signifikan atau tidaknya item dalam mengukur faktor
yang hendak diukur, sekaligus menentukan manakan item yang perlu digugurkan
atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-Value dan muatan faktor, jika
nilai t > 1,96 berarti item tersebut signifikan dan sebaliknya. Berdasarkan tabel 3.8
terlihat bahwa 5 item yang mengukur mastery goal orientation, semua item tersebut
signifikan (t > 1,96), maka dari itu tidak ada item yang digugurkan.
3.4.3.2 Muatan faktor item performance approach goal orientation
Pada variabel performance approach goal orientation yang dilakukan dengan
model fit, satu faktor menghasilkan model yang tidak fit dengan Chi-Square=50.35,
df=5, P-value=0.00000, RMSEA=0.204. Oleh karena itu, peneliti melakukan
modifikasi terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan
berkorelasi satu sama lain. Setelah dilakukannya modifikasi sebanyak dua kali,
54
maka diperoleh model fit dengan Chi-Square=2.21, df=3, P-Value = 0.53086,
RMSEA = 0.000.
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Performance Approach Goal Orientation
No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan
ITEM 2 0.69 0.07 10.18 √
ITEM 5 0.60 0.07 8.49 √
ITEM 9 0.61 0.07 8.73 √
ITEM 10
ITEM 11
0.76
0.67
0.07
0.08
11.09
8.84
√
√
Keterangan : tanda √ = signifikan
Selanjutnya, melihat signifikan atau tidaknya item dalam mengukur faktor
yang hendak diukur, sekaligus menentukan manakan item yang perlu digugurkan
atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-Value dan muatan faktor, jika
nilai t > 1,96 berarti item tersebut signifikan dan sebaliknya. Berdasarkan tabel 3.9
terlihat bahwa 5 item yang mengukur performance approach goal orientation,
semua item tersebut signifikan (t > 1,96), maka dari itu tidak ada item yang
digugurkan.
3.4.3.3 Muatan faktor item performance avoid goal orientation
Pada variabel performance avoid goal orientation yang dilakukan dengan model
fit, satu faktor menghasilkan model yang tidak fit dengan Chi-Square=5.81, df=2,
P-value=0.05461, RMSEA=0.093. Oleh karena itu, peneliti melakukan modifikasi
terhadap model, di mana kesalahan pengukuran pada item dibebaskan berkorelasi
satu sama lain. Setelah dilakukannya modifikasi sebanyak satu kali, maka diperoleh
model fit dengan Chi-Square = 1.01, df = 1, P-Value = 0.31448, RMSEA = 0.007.
55
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Performance Avoid Goal Orientation
No. Koefisien Standar Error Nilai T Signifikan
ITEM 1 0.52 0.07 7.04 √
ITEM 7 0.76 0.09 8.73 √
ITEM 13 0.63 0.09 7.11 √
ITEM 14 0.65 0.08 8.32 √
Keterangan : tanda √ = signifikan
Selanjutnya, melihat signifikan atau tidaknya item dalam mengukur faktor
yang hendak diukur, sekaligus menentukan manakan item yang perlu digugurkan
atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat T-Value dan muatan faktor, jika
nilai t > 1,96 berarti item tersebut signifikan dan sebaliknya. Berdasarkan tabel 3.10
terlihat bahwa 4 item yang mengukur performance avoid goal orientation, semua
item tersebut signifikan (t > 1,96), maka dari itu tidak ada item yang digugurkan.
3.5 Teknik Analisis Data
Penelitian ini dalam menguji hipotesis mengenai pengaruh self-regulated learning,
goal orientation, dan variabel demografi terhadap perilaku menyontek, maka
peneliti mengolah data dengan menggunakan analisis regresi berganda (multiple
regression).
Metode analisis regresi berganda ini digunakan untuk mengetahui besarnya
pengaruh lebih dari satu variabel bebas (IV) terhadap variabel terikat (DV). Setelah
melakukan analisis faktor dengan metode CFA (Confirmatory Factor Analysis),
kemudian didapatkannya data variabel berupa true score, selanjutnya data tersebut
akan dijadikan input untuk dianalisis dengan regresi berganda (multiple
regression). Oleh karena itu, penelitian ini akan diuji hipotesis dengan
menggunakan analisis statistik, maka hipotesis penelitian yang ada diubah menjadi
56
hipotesis nihil. Hipotesis ilmiah inilah yang akan diuji dalam analisis statistik
nantinya. Penelitian ini terdapat tujuh independent variabel (IV) dan satu dependent
variable (DV). Adapun persamaan regresi berganda untuk penelitian ini yaitu :
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + e
Keterangan :
Y = Nilai Y (Perilaku Menyontek)
a = Intercept (Konstan Intersepsi)
b = Koefisien Regresi untuk Masing-masing X
X1 = Penggunaan Strategi Kognitif
X2 = Regulasi Diri
X3 = Mastery Goal Orientation
X4 = Performance Approach Goal Orientation
X5 = Performance Avoid Goal Orientation
X6 = Jenis Kelamin
X7 = Tingkat Kelas
e = Residual
Melalui analisis regresi berganda akan diperoleh nilai R2, yaitu koefisien
determinasi yang menunjukkan besarnya proporsi atau presentase dari Dependent
Variabel (DV) yang dapat dijelaskan oleh bervariasinya Independent Variabel (IV)
secara keseluruhan. Ketika untuk mendapatkan nilai R2, maka digunakan rumus
sebagai berikut:
𝑅2 =𝑆𝑆𝑟𝑒𝑔
𝑆𝑆𝑦
57
Keterangan :
R2 = Proporsi varians yang dapat dijelaskan oleh keseluruhan Independent
Variabel (IV)
SSreg = Sum of Square Regression (jumlah kuadarat regresi yang dapat dihitung
jika koefisien regresi telah diperoleh)
Ssy = Sum of Square Y (jumlah kuadrat dari dependent variabel / Y)
Kemudian, R2 dapat diuji signifikansinya dengan uji F. Adapun rumus untuk
melakukan uji F dan rumus untuk uji F terhadap R2, berikut rumusnya :
𝐹 = 𝑅2/𝑘
(1−𝑅2)/(𝑁−𝑘−1) dengan df=K dan (N – k – 1)
Definisi K merupakan banyaknya Independent Variabel (IV). Sedangkan,
N merupakan besarnya sampel. Apabila nilai F tersebut signifikan (p < 0,05), maka
seluruh Independent Variabel (IV) secara bersama-sama memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap Dependent Variabel (DV).
Langkah berikutnya ialah menguji signifikansi pengaruh masing-masing
Independent Variabel (IV) terhadap Dependent Variabel (DV). Pengujian tersebut
dilakukan dengan uji t (t-test) terhadap setiap koefisien regresi. Jika, nilai t > 1,96,
maka Independent Variabel (IV) yang bersangkutan memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap Dependent Variabel (DV) dan sebaliknya.
Rumus t-test yang dapat digunakan ialah sebagai berikut:
𝑡 =𝑏𝑖
𝑆𝑏1
Pengertian bi merupakan koefisien regresi untuk IV(i), sedangkan Sbi
merupakan standar deviasi dari bi.
58
Langkah terakhir ialah uji signifikan terhadap proporsi varian yang
disumbangkan oleh masing-masing Independent Variabel (IV) dalam
mempengaruhi Dependent Variabel (DV). Setiap dilakukannya analisis regresi
akan memperoleh nilai R2. Setiap kali ditambahkan Independent Variabel (IV) baru
diharapkan terjadi peningkatan R2 secara signifikan.
Jika terdapat pertambahan R2 change signifikan secara statistik, maka
Independent Variabel (IV) baru yang ditambahkan tersebut cukup penting secara
statistik, maupun dalam upaya memprediksi Independent Variabel (IV), serta untuk
menguji hipotesis apakah Independent Variabel (IV) bersangkutan signifikan
pengaruhnya. Setiap pertambahan R2 disaat satu Independent Variabel (IV) baru
ditambahkan menunjukkan besarnya sumbangan unik Independent Variabel (IV)
tersebut terhadap bervariasinya Dependent Variabel (DV) setelah pengaruh dari
beberapa Independent Variabel (IV) terdahulu diperhitungkan dampaknya. Oleh
karena itu, analisis regresi secara sequential seperti hal ini dikenal dengan sebutan
stepwise regression.
Rumus yang digunakan untuk menguji signifikan atau tidaknya
pertambahan proporsi varian (R2 change) ialah sebagai berikut:
𝐹 = (𝑅𝑇
2− 𝑅𝑠2)/(𝑇−𝑆)
(1−𝑅𝑇2)/(𝑁−𝑇−1)
dengan df = (T – S) dan (N – T – 1)
Pengertian dari 𝑅𝑇2 nilai R2 yang dihasilkan setelah Independent Variabel
(IV) baru ditambahkan ke dalam persamaan, sedangkan 𝑅𝑆2 ialah nilai R2 yang
diperoleh sebelum Independent Variable (IV) baru ditambahkan. Selanjutnya, T
ialah banyaknya Independent Variable (IV) pada 𝑅𝑇2 dan S merupakan banyaknya
59
Independent Variable (IV) pada 𝑅𝑆2. Kemudian, N merupakan besarnya sampel
penelitian.
Rumus ini bersifat generik yang artinya dapat digunkan untuk menguji
signifikan atau tidaknya pertambahan R2 untuk pertambahan satu Independent
Variable (IV) dan pertambahan beberapa Independent Variable (IV). Jika, nilai F
yang dihasilkan signifikan artinya proporsi varian yang dapat dijelaskan dan
merupakan sumbangan dari Independent Variable (IV) yang ditambahkan ialah
signifikan secara statistik. Jadi, rumus ini dapat diuji signifikan atau tidaknya
pertambahan Independent Variable (IV) baik dengan menambahkan satu
Independent Variable (IV) ataupun menambahkan beberapa Independent Variable
(IV) sekaligus. Contohnya untuk menguji hipotesis mayor dalam penelitian ini,
rumus tersebut digunakan untuk mengetahui apakah sumbangan proporsi varian
sekelompok Independent Variable (IV) yang mengukur penggunaan strategi
kognitif signifikan atau tidak secara keseluruhan, begitu pula dengan regulasi diri.
Teknis analisis data regresi berganda (multiple regression) yang telah dijelaskan
akan menggunakan bantuan software statistik 17.0.
60
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Subjek Penelitian
Gambaran umum mengenai latar belakang subjek penelitian akan menampilkan
gambaran banyaknya subjek penelitian, hal ini berdasarkan jenis kelamin dan
tingkat kelas yang sedang dijalani siswa-siswi SMK Negeri 41 Jakarta. Subjek pada
penelitian ini berjumlah 220 orang. Berikut ini ialah gambaran sampel yang
menjadi subjek dalam penelitian ini :
Tabel 4.1
Tabel Gambaran Umum Subjek Penelitian (N = 220)
Sampel Penelitian Frekuensi (%)
Jenis Kelamin
Laki-laki 93 42,3
Perempuan 127 57,7
Tingkat Kelas
Kelas X 113 51,4
Kelas XI 107 48,6
Berdasarkan data pada tabel 4.1 dapat diketahui bahwa subjek dengan jenis
kelamin laki-laki sebanyak 93 orang dan perempuan sebanyak 127 orang. Sebagian
besar subjek penelitian ini dengan jenis kelamin perempuan yaitu sebesar 57,7%
dan laki-laki sebesar 42,3%.
Selain gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin, selanjutnya gambaran
subjek berdasarkan tingkat kelas. Tingkat kelas ialah jenjang kelas yang sedang
dijalani siswa dan siswi SMK Negeri 41 Jakarta. Terdapat dua tingkat kelas, di
antaranya ialah kelas X dan XI. Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa subjek
61
atau responden dalam penelitian ini didominasi oleh siswa tingkat kelas X sebanyak
113 orang dengan persentase 51,4 %, sedangkan siswa tingkat kelas XI sebanyak
107 orang dengan persentase 48,6 %.
4.2 Hasil Analisis Statistik Deskriptif
Di dalam analisis deskriptif penelitian ini digunakannya skor yang berupa skor
faktor. Skor faktor didapatkan dari merubah semua item yang ada pada dimensi
yang sama menjadi satu skor yaitu factor score pada software SPSS. Penggunaan
factor score untuk menghindari estimasi bias dari kesalahan dalam pengukuran.
Selanjutnya, factor score diubah menjadi true score dengan tujuan untuk
menghilangkan bilangan negatif dengan cara melakukan pengitungan melalui
formula T-score = 50 + (10.z). Di penelitian ini true score hanya digunakan untutk
analisis statistik deskriptif untuk mendapatkan angka yang positif. Proses ini
dilakukan agar lebih mudah dalam membandingkan antar skor hasil pengukuran
variabel-variabel yang diteliti.
Analisis statistik deskriptif telah dilakukan, maka akan didapatkannya
deskripsi statistik masing-masing variabel pada penelitian ini. Peneliti
mengklasifikasikan perilaku menyontek, penggunaan strategi kognitif, regulasi diri,
mastery goal orientation, performance approach goal orientation, dan
performance avoid goal orientation. Hal tersebut dijadikan skor rendah (minimum)
dan tinggi (maximum). Semua skor telah ada pada skala yang sama, maka mean
pada skala ini ialah 50. Berikut analisis deskriptif yang disajikan dalam tabel 4.2:
62
Tabel 4.2
Tabel Analisis Deskriptif (N = 220)
N Minimum Maximum Mean Std.
Deviation
Perilaku Menyontek 220 31,75 84,83 50,0000 9,41162
Peng. Strategi
Kognitif
220 22,06 69,48 50,0000 8,83580
Regulasi Diri 220 29,02 69,37 50,0000 8,08792
Mastery Goal
Orientation
220 24,01 65,65 50,0000 8,31165
Performance
Approach GO
Performance Avoid
GO
220
220
29,39
23,97
72,68
68,85
50,0000
50,0000
9,33102
8,18906
Valid N (listwise)
Dari tabel 4.2 dapat diketahui deskripsi statistik pada setiap variabel. Kolom
N menjelaskan bahwa sampel pada setiap variabel berjumlah 220. Pada kolom
minimum dan maksimum menjelaskan banyaknya nilai minimum dan maksimum
pada setiap variabel. Pertama dilihat bahwa variabel perilaku menyontek memiliki
nilai minimum dengan nilai 31,75 dan nilai maksimum 84,83. Kedua, variabel
penggunaan strategi kognitif memiliki nilai minimum 22,06 dan nilai maksimum
69,48. Ketiga, variabel regulasi diri memiliki nilai minimum 29,02 dan nilai
maksimum 69,37. Keempat, variabel mastery goal orientation memiliki nilai
minimum 24,01 dan nilai maksimum 65,65. Kelima, variabel performance
approach goal orientation memiliki nilai minimum 29,39 dan nilai maksimum
72,68. Keenam, variabel performance avoid goal orientation memiliki nilai
minimum 23,97 dan nilai maksimum 68,85.
63
4.3 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Berdasarkan alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini terdapat kategorisasi
skor yang dibuat menjadi tiga kategori. Ketiga kategori tersebut ialah rendah,
sedang, dan tinggi. Dari nilai mean dan standar deviasi yang digunakan, maka dapat
ditetapkannya norma kategorisasi variabel penelitian. Norma skor variabel
dijelaskan pada tabel 4.3 berikut:
Tabel 4.3
Norma Skor Variabel
Kategori Rumus
Rendah
Sedang
X < (M – 1SD)
(M – 1SD) < X ≤ (M + 1SD)
Tinggi X < (M – 1SD)
Selanjutnya, nilai persentase kategori masing-masing variabel penelitian
akan didapatkan setelah kategori di atas sudah diketahui. Masing-masing variabel
akan dikategorisasikan dengan kategori rendah, sedang, dan tinggi. Penjelasan
tersebut akan dijelaskan ditabel 4.4 berikut:
Tabel 4.4
Kategorisasi Skor Variabel
Variabel Frekuensi (Percent (%))
Rendah Sedang Tinggi
Perilaku Menyontek 32 (14,5) 159 (72,3) 29 (13,2)
Peng. Strategi Kognitif 25 (11,4) 165 (75) 30 (13,6)
Regulasi Diri 24 (10,9) 172 (78,2) 24 (10,9)
Mastery Goal Orientation 17 (7,7) 174 (79,1) 29 (13,2)
Performance Approach GO 23 (10,5) 167 (75,9) 30 (13,6)
Performance Avoid GO 24 (10,9) 172 (78,2) 24 (10,9)
Berdasarkan tabel kategorisasi skor variabel di atas, maka penjelasannya
yaitu sebagai berikut:
64
1. Kategorisasi skor variabel perilaku menyontek secara mayoritas ada pada tingkat
kategori sedang dengan jumlah 159 orang (72,3%), tetapi apabila dibandingkan
antara tingkat kategori perilaku menyontek rendah dan tinggi lebih dominan
pada tingkat kategori rendah (14,5%) dibandingkan dengan tingkat kategori
tinggi (13,2%).
2. Kategorisasi skor variabel penggunaan strategi kognitif secara mayoritas ada
pada tingkat kategori sedang dengan jumlah 165 orang (75%), tetapi apabila
dibandingkan antara tingkat kategori penggunaan strategi kognitif rendah dan
tinggi lebih dominan pada tingkat kategori tinggi (13,6%) dibandingkan dengan
tingkat kategori rendah (11,4%).
3. Kategorisasi skor variabel regulasi diri secara mayoritas ada pada tingkat
kategori sedang dengan jumlah 172 orang (78,2%), tetapi pada tingkat kategori
regulasi diri rendah dan tinggi memiliki persentase yang sama yaitu 10,9%.
4. Kategorisasi skor variabel mastery goal orientation secara mayoritas ada pada
tingkat kategori sedang dengan jumlah 174 orang (79,1%), tetapi pada tingkat
kategori mastery goal orientation rendah dan tinggi lebih dominan pada tingkat
kategori tinggi (13,2%) dibandingkan dengan tingkat kategori rendah (7,7%).
5. Kategorisasi skor variabel performance approach goal orientation secara
mayoritas ada pada tingkat kategori sedang dengan jumlah 167 orang (75,9%),
tetapi pada tingkat kategori performance approach goal orientation rendah dan
tinggi lebih dominan pada tingkat kategori tinggi (13,6%) dibandingkan dengan
tingkat kategori rendah (10,5%).
65
6. Kategorisasi skor variabel performance avoid goal orientation secara mayoritas
ada pada tingkat kategori sedang dengan jumlah 172 orang (78,2%), tetapi pada
tingkat kategori performance avoid goal orientation rendah dan tinggi memiliki
persentase yang sama yaitu 10,9%.
4.4 Uji Hipotesis Penelitian
4.4.1 Analisis regresi variabel penelitian
Peneliti menggunakan teknik analisis regresi dengan software SPSS 17
untuk uji hipotesis pada penelitian ini dan menggunakan rumus yang telah
dipaparkan pada bab 3. Di dalam regresi ada tiga hal yang dapat menjadi perhatian.
Pertama, melihat R square untuk mengetahui berapa persen (%) varians Dependent
Variable (DV). Kedua, apakah keseluruhan Independent Variable (IV) berpengaruh
secara signifikan terhadap Dependent Variable (DV). Ketiga, melihat signifikan
atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing Independent Variable (IV).
Selanjutnya, pada tabel R Square dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut ini:
Tabel 4.5
Tabel R Square
Model R R Square Adjusted
R Square
Std. Error of the Estimate
1 ,319a ,102 ,072 9,06608
a. Predictors: (Constant), Tingkat Kelas, Performance Avoid GO, JK, Regulasi
Diri, Mastery GO, Performance Approach GO, Penggunaan Strategi Kognitif
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perolehan R-Square sejumlah 0,102
atau persentase sejumlah 10,2%, hal tersebut dapat diartikan bahwa proporsi dari
perilaku menyontek yang dijelaskan oleh variabel self-regulated learning
(penggunaan strategi kognitif dan regulasi diri), goal orientation (mastery goal
66
orientation, performance approach goal orientation, dan performance avoid goal
orientation), dan variabel demografi (jenis kelamin dan tingkat kelas) ialah sebesar
10,2 %, sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini. Pada
langkah kedua, peneliti menganalisis dampak Independent Variabel (IV) terhadap
perilaku menyontek. Hasil uji F tersebut dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini:
Tabel 4.6
Tabel Anova Pengaruh Keseluruhan IV terhadap DV
ANOVAa
Model Sum of Squares Df Mean
Square
F Sig.
1 Regression 1973,634 7 281,948 3,430 ,002b
Residual 17425,083 212 82,192
Total 19398,717 219
a. Dependent Variable: Perilaku Menyontek
b. Predictors: (Constant), Predictors: (Constant), Tingkat Kelas, Performance Avoid
GO, JK, Regulasi Diri, Mastery GO, Performance Approach GO, Peng Strategi
Kognitif
Berdasarkan tabel di 4.6 dapat diketahui bahwa nilai Sig. sebesar 0.002.
Dari nilai Sig. tersebut diketahui bahwa nilai Sig < 0.05, maka hipotesis nol yang
menyatakan bahwa “tidak ada pengaruh self-regulated learning, goal orientation,
dan variabel demografis terhadap perilaku menyontek” ditolak. Hasil sebenarnya
ialah “ada pengaruh yang signifikan self- regulated learning (penggunaan strategi
kognitif dan regulasi diri), goal orientation (mastery goal orientation, performance
approach goal orientation, dan performance avoid goal orientation), dan variabel
demografis (jenis kelamin dan tingkat kelas) terhadap perilaku menyontek”.
Selanjutnya, peneliti melihat koefisien regresi dari setiap Independent
Variabel (IV). Jika, nilai Sig < 0.05, maka koefisien regresi tersebut signifikan yang
artinya Independent Variabel (IV) tersebut memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap perilaku menyontek. Hal tersebut dapat dijelaskan melalui tabel berikut ini:
67
Tabel 4.7
Koefisien Regresi
a.Dependent Variable : Perilaku Menyontek
Berdasarkan persamaan koefisien regresi pada tabel 4.7 di atas, maka dapat
diketahui persamaan regresi sebagai berikut : (*signifikan)
Perilaku menyontek = 56,416 – 0,051 penggunaan strategi kognitif – 0,314*
regulasi diri + 0,119 mastery goal orientation – 0,058 performance approach goal
orientation + 0,152 performance avoid goal orientation + 0,883 jenis kelamin +
1,323 tingkat kelas.
Dari persamaan regresi di atas dapat dilihat bahwa koefisien regresi variabel
regulasi diri yang signifikan, sedangkan variabel lainnya tidak signifikan.
Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh dari masing-masing
Independent Variabel (IV) adalah sebagai berikut:
1. Variabel penggunaan strategi kognitif
Di dalam hal pengaruh variabel penggunaan strategi kognitif terhadap perilaku
menyontek ditemukan nilai koefisien regresi sebesar -0,051 dengan nilai
probability sebesar 0,614 yang dalam hal ini (sig > 0.05). Dapat disimpulkan
bahwa nilai koefisien regresi penggunaan strategi kognitif tidak signifikan, maka
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std.
Error
Beta
1 (Constant) 56,416 5,914 9,539 ,000
Peng. Strategi Kognitif -,051 ,100 -,048 -,505 ,614
Regulasi Diri -,314 ,102 -,270 -3,075 ,002*
Mastery GO ,119 ,089 ,105 1,342 ,181
Performance Approach GO -,058 ,079 -,057 -,733 ,464
Performance Avoid GO ,152 ,089 ,132 1,695 ,092
Jenis Kelamin ,883 1,319 ,046 ,669 ,504
Tingkat Kelas 1,323 1,281 ,070 1,033 ,303
68
hipotesis nihil tidak ditolak, yang berarti tidak ada pengaruh yang signifikan
variabel penggunaan strategi kognitif terhadap perilaku menyontek.
2. Variabel regulasi diri
Di dalam hal pengaruh variabel regulasi diri terhadap perilaku menyontek
ditemukan nilai koefisien regresi sebesar -0,314 dengan nilai probability sebesar
0,002 yang dalam hal ini (sig < 0.05). Dapat disimpulkan bahwa nilai koefisien
regresi regulasi diri signifikan, maka hipotesis nihil ditolak, yang berarti ada
pengaruh yang signifikan variabel regulasi diri terhadap perilaku menyontek.
Arah negatif menunjukkan bahwa semakin tinggi regulasi diri, maka semakin
rendah perilaku menyontek.
3. Variabel mastery goal orientation
Di dalam hal pengaruh variabel mastery goal orientation terhadap perilaku
menyontek ditemukan nilai koefisien regresi sebesar 0,119 dengan nilai
probability sebesar 0,181 yang dalam hal ini (sig > 0.05). Dapat disimpulkan
bahwa nilai koefisien regresi mastery goal orientation tidak signifikan, maka
hipotesis nihil tidak ditolak, yang berarti mastery goal orientation tidak ada
pengaruh yang signifikan variabel mastery goal orientation terhadap perilaku
menyontek.
4. Variabel performance approach goal orientation
Di dalam hal pengaruh variabel performance approach goal orientation
terhadap perilaku menyontek ditemukan nilai koefisien regresi sebesar -0,058
dengan nilai probability sebesar 0,464 yang dalam hal ini (sig > 0.05). Dapat
disimpulkan bahwa nilai koefisien regresi performance approach goal
69
orientation tidak signifikan, maka hipotesis nihil tidak ditolak, yang berarti tidak
ada pengaruh yang signifikan variabel performance approach goal orientation
terhadap perilaku menyontek.
5. Variabel performance avoid goal orientation
Di dalam hal pengaruh variabel performance avoid goal orientation terhadap
perilaku menyontek ditemukan nilai koefisien regresi sebesar 0,152 dengan nilai
probability sebesar 0,092 yang dalam hal ini (sig > 0.05). Dapat disimpulkan
bahwa nilai koefisien regresi performance avoid goal orientation tidak
signifikan, maka hipotesis nihil tidak ditolak, yang berarti tidak ada pengaruh
yang signifikan variabel performance avoid goal orientation terhadap perilaku
menyontek.
6. Variabel jenis kelamin
Di dalam hal pengaruh variabel jenis kelamin terhadap perilaku menyontek
ditemukan nilai koefisien regresi sebesar 0,883 dengan nilai probability sebesar
0,504 yang dalam hal ini (sig > 0.05). Dapat disimpulkan bahwa nilai koefisien
regresi jenis kelamin tidak signifikan, maka hipotesis nihil tidak ditolak, yang
berarti tidak ada perbedaan tinggi dan rendahnya perilaku menyontek antara
jenis kelamin laki-laki dengan perempuan.
7. Variabel tingkat kelas
Di dalam hal pengaruh variabel tingkat kelas terhadap perilaku menyontek
ditemukan nilai koefisien regresi sebesar 1,323 dengan nilai probability sebesar
0,303 yang dalam hal ini (sig > 0.05). Dapat disimpulkan bahwa nilai koefisien
regresi tingkat kelas tidak signifikan, maka hipotesis nihil tidak ditolak, yang
70
berarti tidak ada perbedaan tinggi dan rendahnya perilaku menyontek antara
tingkat kelas X (sepuluh) dengan tingkat kelas XI (sebelas).
4.5 Pengujian Proporsi Varians Pada Setiap Independent Variabel
Pada penelitian ini ingin mengetahui seberapa besar proporsi varians dari masing-
masing variabel bebas (independent variabel), peneliti melakukan perhitungan nilai
R-Square Change dengan cara menganalisis regresi satu persatu variabel bebas
(independent variabel) yang diteliti.
Di lakukannya langkah perhitungan analisis regresi satu persatu variabel
bebas untuk melihat besarnya R-Square Change setiap kali menambahkan variabel
bebas ke dalam analisis regresi. Selain itu, R-Square Change untuk masing-masing
variabel bebas (independent variabel) pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel
4.8 sebagai berikut:
Tabel 4.8
Proporsi varians independent variabel
Model Summaryj
Model R R Square
Change Statistics
R Square
Change F Change df1 df2
Sig. F
Change
1 ,154a ,024 ,024 5,327 1 218 ,022
2 ,268b ,072 ,048 11,157 1 217 ,001
3 ,283c ,080 ,008 1,982 1 216 ,161
4 ,283d ,080 ,000 ,011 1 215 ,917
5 ,307e ,094 ,014 3,277 1 214 ,072
6 ,312f ,097 ,003 ,771 1 213 ,381
7 ,319g ,102 ,005 1,067 1 212 ,303
Berdasarkan data yang ada pada tabel 4.8, dapat disampaikan informasi sebagai
berikut :
71
1. Sumbangan variabel penggunaan strategi kognitif terhadap perilaku menyontek
sebesar 2,4%. Sumbangan tersebut dapat dilihat dari F change=5,327 df1=1,
df2=218, dan Sig. F change=0,022. Sumbangan pengaruh variabel penggunaan
strategi kognitif dikatakan signifikan terhadap perilaku menyontek karena
dilihat dari Sig. F change=0,022 (Sig. F change < 0,05).
2. Sumbangan variabel regulasi diri terhadap perilaku menyontek sebesar 4,8%.
Sumbangan tersebut dapat dilihat dari F change=11,157, df1=1, df2=217, dan
Sig. F change=0,001. Sumbangan pengaruh variabel regulasi diri dikatakan
signifikan terhadap perilaku menyontek karena dilihat dari Sig. F change=0,001
(Sig. F change < 0,05).
3. Sumbangan variabel mastery goal orientation terhadap perilaku menyontek
sebesar 0,8%. Sumbangan tersebut dapat dilihat dari F change=1,982, df1=1,
df2=216, dan Sig. F change=0,161. Sumbangan pengaruh variabel mastery goal
orientation dikatakan tidak signifikan terhadap perilaku menyontek karena
dilihat dari Sig. F change=0,161 (Sig. F change > 0,05).
4. Sumbangan variabel performance approach goal orientation terhadap perilaku
menyontek sebesar 0%. Sumbangan tersebut dapat dilihat dari F change=0,011,
df1=1, df2=215, dan Sig. F change=0,917. Sumbangan pengaruh variabel
performance approach goal orientation dikatakan tidak signifikan terhadap
perilaku menyontek karena dilihat dari Sig. F change=0,917 (Sig. F change >
0,05).
5. Sumbangan variabel performance avoid goal orientation terhadap perilaku
menyontek sebesar 1,4%. Sumbangan tersebut dapat dilihat dari F
72
change=3,277 df1=1, df2=214, dan Sig. F change=0,072. Sumbangan pengaruh
variabel performance avoid goal orientation dikatakan tidak signifikan terhadap
perilaku menyontek karena dilihat dari Sig. F change=0,072 (Sig. F change >
0,05).
6. Sumbangan variabel jenis kelamin terhadap perilaku menyontek sebesar 0,3%.
Sumbangan tersebut dapat dilihat dari F change=0,771 df1=1, df2=213, dan Sig.
F change=0,381. Sumbangan pengaruh variabel jenis kelamin dikatakan tidak
signifikan terhadap perilaku menyontek karena dilihat dari Sig. F change=0,381
(Sig. F change > 0,05).
7. Sumbangan variabel tingkat kelas terhadap perilaku menyontek sebesar 0,5%.
Sumbangan tersebut dapat dilihat dari F change=1,067 df1=1, df2=212, dan Sig.
F change=0,303. Sumbangan pengaruh variabel jenis kelamin dikatakan tidak
signifikan terhadap perilaku menyontek karena dilihat dari Sig. F change=0,303
(Sig. F change > 0,05).
73
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan didapatkan setelah melakukan beberapa prosedur, seperti menentukan
tema penelitian, fenomena-fenomena yang ingin diteliti, menetapkan alat ukur,
menentukan sampel dan menyebarkan kuesioner, mendapatkan data penelitian, dan
menganalisis data. Kesimpulan ini merupakan jawaban dari permasalahan
penelitian.
Kesimpulan pertama yang didapatkan pada penelitian ini berdasarkan hasil
uji F diketahui hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada pengaruh dari seluruh
Independent Variable (IV) terhadap Dependent Variable (DV) ditolak. Hipotesis
nihil ditolak, maka hipotesis alternatif diterima, artinya adanya pengaruh yang
signifikan dari self-regulated learning, goal orientation, dan variabel demografis
terhadap perilaku menyontek pada siswa SMK Negeri 41 Jakarta.
Di lihat dari hasil uji hipotesis yang menguji signifikansi koefisien regresi
dari masing-masing Independent Variable (IV) terhadap Dependent Variable (DV),
hasilnya menunjukkan bahwa terdapat satu dari tujuh Independent Variable (IV)
yang signifikan memengaruhi Dependent Variable (DV) yaitu regulasi diri.
Variabel yang tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku
menyontek yaitu penggunaan strategi kognitif, mastery goal orientation,
performance approach goal orientation, performance avoid goal orientation, jenis
kelamin, dan tingkat kelas.
74
5.2 Diskusi
Tujuan dari penelitian ini untuk melihat apakah ada pengaruh Independet Variable
(IV) yaitu self-regulated learning, goal orientation, dan variabel demografis
terhadap perilaku menyontek. Dari hasil penelitian didapatkan adanya pengaruh
Independent Variable (DV) yaitu self-regulated learning, goal orientation, dan
variabel demografis terhadap perilaku menyontek pada siswa SMK Negeri 41
Jakarta.
Bagi siswa yang memiliki dan menggunakan strategi kognitif cenderung
mempraktikan metode-metode dalam belajar, seperti mengucapkan kata-kata
berulang untuk membantu mengingat, meringkas materi, dan menguraikan bab-bab
dalam buku. Selanjutnya, siswa yang memiliki regulasi diri cenderung baik dalam
belajar, seperti melakukan perencanaan dalam belajar, membaca cepat, berusaha
memahami suatu materi yang dipelajari, memiliki strategi manajeman usaha,
memiliki kegigihan, dan ketekunan dalam mengerjakan tugas yang sulit.
Siswa yang memiliki mastery goal orientation, tujuannya ialah berusaha
untuk mengembangkan kompetensi dan kemampuannya. Selain itu, siswa berusaha
untuk memperluas penguasaan dan pemahaman mereka, perhatiannya berfokus
pada tugas, dan pola pembelajarannya adaptif. Sedangkan, siswa yang cenderung
memiliki performance approach goal orientation, tujuan siswa dalam setting
prestasi adalah untuk menunjukan kompetensi atau kemampuan mereka. Siswa
berfokus pada diri, dan tujuannya diasosiasikan pada pola pembelajaran adaptif dan
maladaptif. Pada variabel performance avoid goal orientation, siswa dengan
performance avoid goal orientation memiliki tujuan dalam setting prestasi untuk
75
menghindari suatu hal yang menunjukkan ketidakmampuan mereka. Perhatiannya
fokus pada diri dan tujuannya dikaitkan dengan pola pembelajaran yang maladaptif.
Kemudian peneliti melakukan analisis untuk mengetahui variabel mana dari
self-regulated learning, goal orientation, dan variabel demografis yang
memberikan pengaruh terhadap perilaku menyontek. Hasil analisis koefisien
regresi yang didapatkan dari penelitian ini ditemukan bahwa ada satu variabel yang
memiliki pengaruh terhadap perilaku menyontek, variabel tersebut ialah regulasi
diri.
Pada variabel regulasi diri memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
perilaku menyontek dengan arah yang negatif. Alasan dari variabel regulasi diri
berpengaruh secara signifikan terhadap perilaku menyontek karena mayoritas siswa
ada pada tingkat regulasi diri sedang. Menurut Pintrich dan DeGroot (1990) siswa
yang memiliki regulasi diri dapat mengatur dirinya dengan baik untuk belajar dan
merencanakan kegiatan atau jadwal belajarnya dengan baik. Kemudian siswa
menggunakan metode belajar yang tepat untuk dirinya sendiri, seperti membaca
cepat ketika belajar, dan berusaha memahami suatu materi yang dipelajari. Selain
itu, siswa memiliki strategi untuk memanajemen usahanya dalam belajar, memiliki
kegigihan yang tinggi dalam belajar, dan memiliki ketekunan dalam mengerjakan
tugas yang sulit. Ketika siswa mengalami kesulitan dalam belajar dan mengerjakan
soal ujian, maka siswa lebih cenderung untuk berjuang meregulasi dirinya untuk
tidak menyerah dan berusaha untuk menemukan solusi dalam mengatasi dan
menyelesaikan tugas maupun soal ujian. Siswa lebih memilih untuk meregulasi diri
dan tidak menyontek saat menemukan tugas dan soal ujian yang sulit.
76
Hal tersebut didukung oleh penelitian-penelitian terdahulu, seperti
penelitian yang dilakukan oleh penelitian Bong (2008) bahwa terdapat pengaruh
yang negatif antara regulasi diri terhadap perilaku menyontek, apabila seseorang
memiliki pengaruh regulasi diri yang tinggi, maka perilaku menyontek rendah,
begitu juga sebaliknya. Kemudian, penelitian Chotim dan Sunawan (2007) bahwa
regulasi diri memiliki pengaruh yang negatif dengan perilaku menyontek. Siswa
lebih memilih untuk meregulasi diri dan tidak menyontek saat menemukan tugas
dan soal ujian yang sulit. Siswa yang memiliki regulasi diri yang tinggi akan
merencanakan kegiatan atau jadwal belajarnya dengan baik. Kemudian siswa
menggunakan metode belajar yang tepat untuk dirinya sendiri, seperti membaca
cepat ketika belajar, dan berusaha memahami suatu materi yang dipelajari. Selain
itu, siswa memiliki strategi untuk memanajemen usahanya dalam belajar, memiliki
kegigihan yang tinggi dalam belajar, dan memiliki ketekunan dalam mengerjakan
tugas yang sulit. Ketika regulasi diri siswa tinggi, maka akan mempengaruhi
perilaku menyontek menjadi rendah.
Selanjutnya, pada variabel penggunaan strategi kognitif, mastery goal
orientation, performance approach goal orientation, performance avoid goal
orientation, jenis kelamin, dan tingkat kelas ketika dianalisis secara terpisah, tidak
memiliki pengaruh terhadap perilaku menyontek. Pada variabel penggunaan
strategi kognitif tidak berpengaruh terhadap perilaku menyontek. Menurut Pintrich
dan DeGroot (1990), bagi siswa yang memiliki dan menggunakan strategi kognitif
cenderung mempraktikan metode-metode dalam belajar, seperti mengucapkan
kata-kata berulang untuk membantu mengingat, meringkas materi untuk
77
mempermudah proses belajar, dan menguraikan bab-bab dalam buku. Variabel
penggunaan strategi kognitif ini diharapkan memberikan sumbangan pengaruh
dengan arah yang negatif, dapat dikatakan bahwa siswa yang semakin
menggunakan strategi kognitif, maka semakin berkurang tingkat menyontek. Hasil
penelitian ini menyatakan bahwa penggunaan strategi kognitif tidak memiliki
pengaruh terhadap perilaku menyontek. Hasil penelitian ini bertentangan dengan
penelitian Anderman dan kawan-kawan (dalam Jurdi, dkk., 2011) bahwa siswa
SMA yang menggunakan strategi pengolahan kognitif yang tinggi ketika
mengerjakan pekerjaan atau tugas sains, secara signifikan kecil kemungkinan untuk
menyontek.
Pada hasil analisis koefisien regresi pada penelitian ini menunjukkan bahwa
dimensi goal orientation yaitu mastery goal orientation, performance approach
goal orientation, dan performance avoid goal orientation tidak berpengaruh
terhadap perilaku menyontek. Pada variabel mastery goal orientation tidak
berpengaruh terhadap perilaku menyontek. Menurut Midgley dan kawan-kawan
(2000) siswa yang memiliki mastery goal orientation, tujuannya ialah berusaha
untuk mengembangkan kompetensi dan kemampuannya. Selain itu, siswa berusaha
untuk memperluas penguasaan dan pemahaman mereka, perhatiannya berfokus
pada tugas, dan pola pembelajarannya adaptif. Variabel mastery goal orientation
ini diharapkan memberikan sumbangan pengaruh dengan arah yang negatif, dapat
dikatakan bahwa siswa yang semakin memegang mastery goal orientation, maka
semakin berkurang tingkat menyontek. Hasil penelitian ini menyatakan bahwa
mastery goal orientation tidak memiliki pengaruh terhadap perilaku menyontek.
78
Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian Niiya dan kawan-kawan (2008) bahwa
mastery goal orientation tidak mempengaruhi dan tidak mencegah perilaku
menyontek. Siswa yang memegang mastery goal orientation tidak menyontek
ketika sendirian. Siswa yang belajar lebih giat untuk ujian dan tidak menganggap
ujian sebagai suatu hal yang sangat sulit. Kemudian menurut Anderman (dalam
Koul, 2012) bahwa menyontek bukan tujuan siswa untuk mastery goal orientation
karena tidak mengarah pada pembelajaran asli dan perbaikan diri. Perilaku
menyontek lebih kepada tujuan untuk memaksimalkan nilai atau menghindari nilai
rendah. Murdock dan Anderman menyatakan bahwa pendidik melakukan upaya
untuk meminimalkan perilaku menyontek dengan mengatur konteks pembelajaran
yang menekankan peningkatan mastery goal orientation dan mengevaluasi
pembelajaran, namun dengan menuntut dan mempersulit tugas yang diberikan akan
menyebabkan lebih mementingkan nilai akhir dari pada mementingkan
pembelajaran dan kemajuan (dalam Apostolou, 2015).
Pada variabel performance approach goal orientation tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap perilaku menyontek. Menurut Midgley dan kawan-
kawan (2000) siswa yang memegang performance approach goal orientation,
maka siswa memiliki tujuan untuk mencapai prestasi dengan menunjukkan
kompetensi dan kemampuannya, siswa juga memiliki pola pembelajaran adaptif
dan maladaptif. Variabel performance approach goal orientation ini diharapkan
memberikan sumbangan pengaruh dengan arah yang positif, dapat dikatakan bahwa
siswa yang semakin memegang performance approach goal orientation, maka
semakin bertambah tingkat menyontek. Hasil penelitian ini, performance approach
79
goal orientation tidak berpengaruh terhadap perilaku menyontek, hal ini selaras
dengan hasil penelitian Apostolou (2015) dan Andrestia (2011) yang mengatakan
bahwa performance approach goal orientation, tidak memiliki pengaruh terhadap
perilaku menyontek.
Pada variabel performance avoid goal orientation tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap perilaku menyontek. Menurut Midgley dan kawan-kawan
(2000) siswa yang memiliki performance avoid goal orientation bertujuan untuk
menghindari suatu hal yang dapat menunjukkan ketidakmampuan mereka, fokus
perhatiannya pada diri dan orientasinya dikaitkan dengan pola pembelajaran yang
maladaptif, seperti memiliki tujuan untuk menghindari terlihat tidak pintar dalam
mengerjakan tugas. Hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian Apostolou
(2015) bahwa performance avoid goal orientation bukanlah variabel yang
mempengaruhi perilaku menyontek. Jadi, performance avoid goal orientation tidak
berpengaruh terhadap perilaku menyontek.
Kemudian, variabel yang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
perilaku menyontek ialah jenis kelamin dan tidak ada perbedaan tinggi dan
rendahnya perilaku menyontek antara jenis kelamin laki-laki dengan perempuan.
Hasil penelitian ini tidak selaras dengan penelitian Finn dan Frone (2004) bahwa
jenis kelamin signifikan berpengaruh dengan perilaku menyontek dan siswa
berjenis kelamin laki-laki menyontek lebih sering dibandingkan perempuan. Selain
itu, pada penelitian Genereux dan McLeod (1995) bahwa siswa berjenis kelamin
laki-laki memiliki skor menyontek yang tinggi. Selain itu, penelitian ini selaras
dengan penelitian Cahyo dan Solicha (2017), jenis kelamin tidak berpengaruh
80
secara signifikan terhadap perilaku menyontek karena tidak terdapat perbedaan
pada tingkat menyontek antara laki-laki dan perempuan. Kemudian penelitian ini
juga selaras dengan hasil penelitian Yang dan kawan-kawan (2013) bahwa jenis
kelamin tidak berpengaruh terhadap perilaku menyontek dan tidak ada perbedaan
antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan dalam melaporkan perilaku
menyontek. Di lihat dari penelitian Finn dan Frone, serta penelitian Genereux dan
McLeod bahwa siswa berjenis kelamin laki-laki memiliki skor menyontek lebih
tinggi dari siswa berjenis kelamin perempuan, hal ini bisa terjadi secara kebetulan
dan sesuai dengan keadaan lingkungan sekolah siswa. Selanjutnya, bisa
dikarenakan laporan yang diberikan pada penelitian ini tidak sesuai dengan kondisi
sampel sesungguhnya.
Selanjutnya variabel yang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
perilaku menyontek ialah tingkat kelas. Tingkat kelas X dengan tingkat kelas XI
tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam memengaruhi perilaku
menyontek. Hasil penelitian ini tidak selaras dengan hasil penelitian Anderman dan
Midgley (2004) yang menyatakan bahwa siswa akhir kelas delapan dan siswa akhir
kelas sembilan memiliki peningkatan dalam menyontek.
Besarnya persentase pengaruh seluruh independent variable terhadap
dependent variable sekitar sepuluh persen, sehingga sisa dari sumbangan tersebut
dapat dipengaruhi oleh faktor lain. Sedikitnya persentase pengaruh seluruh IV
terhadap DV juga dapat dipengaruhi oleh harapan sosial (social desirability) yang
disadari oleh siswa. Yang dan kawan-kawan (2013) menyatakan bahwa siswa yang
menyadari bahwa perilaku menyontek merupakan pelanggaran norma yang tidak
81
etis. Kemungkinan siswa memiliki kesadaran akan hal ini sehingga akan
memberikan kontribusi dalam penelitian ini. Penelitian ini memiliki sifat yang
sensitif, sehingga siswa tidak mau mengakui perilakunya karena takut melanggar
harapan sosial (social desirability) dan siswa melaporkan suatu hal yang berbeda
dari kondisi kenyataannya.
5.3 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti merasakan masih banyak keterbatasan.
Berdasarkan pengalaman dan hasil penelitian ini, peneliti memberikan beberapa
saran untuk meningkatkan kualitas penelitian selanjutnya yang menggunakan
Dependent Variable (DV) perilaku menyontek. Pada bagian saran terdapat dua
kategori yaitu saran teoritis dan saran praktis.
5.3.1 Saran teoritis
Ada beberapa saran teoritis pada penelitian ini, saran ini diajukan kepada pembaca
sebagai pertimbangan untuk penelitian selanjutnya dengan Dependent Variable
(DV) perilaku menyontek. Berikut ialah saran teoritis:
1. Pada penelitian disarankan untuk mempertimbangkan Independent Variable,
seperti variabel eksternal yaitu dukungan sosial, tekanan dari orangtua,
tekanan dari teman, pengaruh lingkungan, pengawasan yang kurang ketat,
dan sebagainya. Selain itu, faktor penyebab internalnya yaitu self-esteem
(harga diri), self-concept, sikap siswa, dan kepribadian.
2. Perbanyak jumlah sampel penelitian, sehingga hasil penelitiannya lebih
akurat, bervariasi, dan dapat menambah persentase sumbangan terhadap
perilaku menyontek.
82
3. Mempertimbangkan dalam pemilihan sampel dan memperluas wilayah
penelitian. Jika, penelitian dalam satu sekolah dengan mengikutsertakan
seluruh tingkat kelas dan seluruh siswa. Selain itu, populasi sampel juga
dapat menggunakan sekolah swasta agar hasilnya lebih bervariasi. Kemudian
penelitian yang dilakukan di wilayah Jabodetabek untuk mengetahui wilayah
mana yang lebih tinggi tingkat menyontek pada siswa, lebih baik langsung
mendatangi sekolah tersebut untuk melakukan pendekatan kepada siswa,
kemudian baru memberikan kuesioner. Selanjutnya, ketika ingin memilih
sampel menggunakan teknik probability sample dan dilakukan secara offline,
agar peneliti dapat bertemu langsung dengan sampel dan meyakinkan sampel
untuk mengisi kuesioner dengan jujur.
4. Memperbanyak item pada skala self-regulated learning dan goal orientation
agar mengurangi penilaian social desirability yang menyebabkan reliabilitas
skala pengukuran self-regulated learning dan goal orientation rendah atau
kecil.
5.3.2 Saran praktis
Saran praktis berdasarkan hasil penelitian ini kepada beberapa pihak yang
berkepentingan dan berkaitan dengan hasil penelitian ini sebagai berikut:
1. Perilaku menyontek di ranah pendidikan harus segera diminimalisir dan
ditindaklanjuti agar tidak semakin meluas dan memberikan pengaruh yang
negatif kepada pelajar.
2. Bagi siswa tidak hanya belajar ketika menghadapi ujian saja, lebih disiplin
waktu untuk belajar di sekolah dan di rumah. Menggunakan strategi self-
83
regulated learning ketika belajar, seperti membuat jadwal kegiatan belajar,
meringkas materi, membuat analogi terkait materi, belajar dengan tekun,
sering mempelajari atau mengulang materi yang telah dipelajari, meregulasi
diri, dan tidak mudah menyerah dalam mengerjakan tugas yang sulit.
3. Siswa memfokuskan tujuannya untuk meningkatkan kualitas dan
kemampuannya, melakukan regulasi diri yang lebih saat ujian berlangsung
agar tidak menyontek, berpegang teguh untuk tidak menyontek karena akan
merugikan diri sendiri dan orang lain.
84
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, V., Sano, A., & Ibrahim, I. (2013). Perilaku menyontek siswa sma negeri
di kota padang serta upaya pencegahan oleh guru bk. Jurnal Ilmiah
Konseling, 2(1), 71-75.
Anderman, E.M., & Midgley, C. (2004). Changes in self-reported academic
cheating across the transition from middle school to high school.
Contemporary Educational Psychology, 29, 499-517.
Anderman, E.M., & Murdock, T.B. (2007). Psychology of Academic Cheating. San
Diego: Academic Press Inc.
Anderman, E.M., dkk. (1998). Motivation and cheating during early adolescence.
Journal of Educational Psychology, 90(1), 84-93.
Andrestia, Maihan. 2010. “Pengaruh Locus of Control dan Goal Orientation
terhadap Cheating Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta”. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Apostolou, M. (2015). Four personal achievement goals and self-reported cheating
behavior. International Journal of School and Cognitive Psychology, 2(10),
1-7.
Bintoro, W., dkk. (2013). Hubungan self regulated learning dengan kecurangan
akademik mahasiswa. Educational Psychology Journal, 2(1), 57-64.
Bong, M. (2008). Effects of parent-child relationships and classroom goal structures
on motivation, help-seeking avoidance, and cheating. The Journal of
Experimental Education, 76(2), 191-217.
Brandes, B. (1986). Academic Honesty: a Special Study of California Students.
Sacramento: Bureau of Publications.
Cahyo, S.D., & Solicha. (2017). Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
menyontek pada pelajar dan mahasiswa di jakarta. JP3I, 6(1), 87-96.
Cizek, G. J. (2003). Detecting and Preventing Classroom Cheating, Promoting
Integrity in Assessment. California: Corwin Press Inc.
Chotim, M., & Sunawan. (2007). Perilaku menyontek siswa sekolah menengah
pertama dari segi regulasi diri dan atribusi. Jurnal Ilmu Pendidikan, 14(2),
100-107.
85
Davis, S.F., Grover, C.A., Becker, A.H., & McGregor, L.N. (1992). Academic
dishonesty: Prevalence, determinants, techniques, and punishment.
Teaching of Psychology, 19(1), 16-20.
Elliot, E.D., & McGregor, H.A. (2001). A 2 X 2 achievement goal framework.
Journal of Personality and Social Psychology, 80(3), 501-519.
Evans, E.D., & Craig. D. (1990). Teacher and student perceptions of academic
cheating in middle and senior high school. The Journal of Education
Research, 84(1), 44-53.
Finn, K.V., & Frone, M.R. (2004). Academic performance and cheating:
moderating role of school identification and self-efficacy. The Journal of
Educational Research, 97(3), 115-121.
Fitrah, R. 2016. “Adversity Quotient dengan Perilaku Menyontek pada Siswa
SMP”. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.
Genereux, R., & McLeod, B. A. (1995). Circumstances surrounding cheating: a
questionnaire study of college students. Research in Higher Education,
36(6), 687-704.
Hosny, M., & Fatima, S. (2014). Attitude of students towards cheating and
plagiarism: University case study. Journal of Applied Scienex, 14(8), 748-
757. Doi: 10.3923/jas.2014.748.757.
Imawati, R., dkk. (2014). Hubungan self-efficacy dan goal orientation terhadap
career development pada para pencari kerja pt. bina talenta. Jurnal Al-Azhar
Indonesia Seri Humaniora, 2(3), 177-188.
Jatirahayu, W. (2013). Guru berkualitas kunci pintu mutu pendidikan. Jurnal Ilmiah
Guru COPE, 2, 46-53.
Jordan, A.E. (2001). College student cheating: the role of motivation, perceived
norms, attitudes, and knowledge of institutional policy. Ethics and
Behavior, 11(3), 233-247.
Jurdi, R., dkk. (2011). Academic dishonesty in the canadian classroom: behaviors
of a sample of university students. Canadian Journal of Higher Education,
41(3), 1-35.
Kalhori, Z. (2014). The relationship between teacher-student rapport and students
willingness to cheat. Procedia Social and Behavioral Science, 136(14), 153-
158.
86
Kaplan, A., & Maehr, M.L. (2007). The countibutions and prospects of goal
orientation theory, Educ Psychol Rev, 19, 141-184. Doi: 10.1007/s10648-
006-9012-5.
Koul, R. (2012). Cheating behavior among high school and college students:
student characteristics and situational factors. Proceedings Behavioral
Science and Social Problems, 4(4), 1-14.
Leming, J. S. (1980). Cheating behavior, subject variables, and components of the
internal external scale under high and low risk conditions. Journal of
Educational Research, 74 (2), 83–87.
Linggasari, Y. (2015, April 16). Fsgi jumlah lapran kecurangan un menurun.
Diunduh pada tanggal 29 Agustus 2018, dari
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20150416042205-20-46990/fsgi-
jumlah-laporan-kecurangan-un-menurun
Loppies, A.M. 2014. “Hubungan Self-Regulated Learning dengan Kecurangan
Akademik pada Mahasiswa Fakultas Teknologi Informasi Program Studi
Teknik Informatika UKSW”. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas
Kristen Satya Wacana Salatiga.
Masada, C., & Dachmiati, S. (2016). Faktor pemengaruh perilaku siswa dan
mahasiswa menyontek. Sosio E Kons, 8(3), 227-233.
McCollum, D.L, & Kajs, L.T. (2007) Applying goal orientation theory in an
exploration of student motivations in the domain of educational leadership.
Educational Research Quarterly, 31(1), 45-59.
Midgley, C., dkk. (2000). Manual for the Patterns of Adaptive Learning Scales.
Ann Arbor: University of Michigan.
Mukhid, A. (2008). Strategi self-regulated learning (perspektif teoritik). Tadris,
3(2), 222-239.
Murdock, T.B., & Anderman, E.M. (2006). Motivational perspectives on student
cheating: toward an integrated model academic dishonesty. Educational
Psychologist, 41(3), 129-145.
Murdock, T.B., Hale, N.M., & Weber, M.J. (2001). Predictors of cheating among
early adolescents: academic and social motivations. Contemporary
Educational Psychology, 26, 96-115.
Ningsih, R., & Praktikto, H. (2012). Konsep diri, kematangan emosi dan
kecenderungan menyontek. Jurnal Psikologi, 7(2), 594-604.
87
Niiya, Y., dkk. (2008). Gender, contingencies of self-worth, and achievement goals
as predictors of academic cheating in a controlled laboratory setting.
Psychology Press, 30(1), 76-83. Doi: 10.1080/01973530701866656.
Nurmayasari, K., & Murusdi, H. (2015). Hubungan antara berpikir positif dan
perilaku menyontek pada siswa kelas x smk koperasi yogyakarta. Jurnal
Fakultas Psikologi, 3(1), 8-15.
Ormrod, J.E. (2008). Educational Psychology Developing Learners. Terj. Amitya
Kumara. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Panadero, E., & Tapia, J.A. (2014). How do students self-regulate? Review of
zimmerman’s cylical model of self-regulated learning. Anales de
Psicologia, 30(2), 450-462.
Pintrich, P.R., & DeGroot, E.V. (1990). Motivational and self-regulated learning
components of classroom academic performance. Journal of Educational
Psychology, 82(1), 33-40.
Pradewo, B. (2018, April 6). Kebocoran kunci jawaban usbn, sandi: enggak ada
integritas!. Diunduh pada tanggal 30 Agustus 2018, dari
https://www.jawapos.com/metro/metropolitan/06/04/2018/kebocoran-
kunci-jawaban-usbn-sandi-enggak-ada-integritas
Priaswandy, G.M. (2015). Hubungan antara self-efficacy dengan perilaku
menyontek paada siswa kelas xi di sma negeri pleret bantul yogyakarta.
Jurnal Bimbingan dan Konseling, 6(4), 1-12.
Prihantari, R. (2017). Menurunkan kebiasaan mencontek melalui metode apa?
lantas, bagaimana? dan sekarang bagaimana? dalam bimbingan kelompok
pada peserta didik kelas viii 1 smpn 1 citereup. Jurnal Bimbingan dan
Konseling, 6(1), 40-49.
Priyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif. Surabaya: Zifatama Publishing.
Raharjo, S.B. (2012). Evaluasi trend kualitas pendidikan di Indonesia. Jurnal
Penelitian dan Evaluasi Pendidikan, 2(16), 298-319.
Rahmawati., dkk. (2015). Perilaku menyontek ditinjau dari orientasi tujuan belajar
siswa sma/ma di surakarta. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan
Ekonomi dan Bisnis.
Rinthapol, N., & Duran, R. (2011). Validation of goal orientation measure in pals
among latino. US China Educational Revies, 6, 825-830.
88
Roig, M., & DeTommaso, L. (1995). Are college cheating and plagiarism related.
Psychology Reports, 77, 691-698.
Sari, N. (2018, April 5). Temuan ombudsman, bimbel dan sekolah diduga bocorkan
soal usbn di jakarta dan bekasi. Diunduh pada tanggal 29 Agustus 2018,
dari https://megapolitan.kompas.com/read/2018/04/05/08325521/temuan-
ombudsman-bimbel-dan-sekolah-diduga-bocorkan-soal-usbn-di-jakarta
Sarirah, T., dkk. (2017). Peran academic dishonesty dalam menjelaskan hubungan
antara self-regulated learning dan dukungan sosial teman sebaya dengan
prestasi akademik. Mediapsi, 3(1), 1-8.
Schunk, D.H. (2005). Self-regulated learning: the educational legacy of paul
r.pintrich. Educational Psychologist, 40(2), 85-94.
Sheard, J., & Dick, M. (2003). Influences on cheating practice of graduate students
in it courses: What are the factors?. Acm Iticse, 3, 45-49.
Shumow, L., & Schimidt, J.A. (2014). Enchancing adolescents motivation for
science. California: Corwin A SAGE Company.
Suryadi, B., Mutiah, D., Miftahuddin., Dewi, M.S., Muchtar, Y.D., & Treaniasari,
N. (2014). Metodologi Penelitian. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
Tayan, B. M. (2017). Academic misconduct: an investigation into male students
perceptions, experiences & attitudes toward cheating and plagiarism in a
middle eastern university context. Journal of Education and Learning, 6(1),
158-166.
Wade, B.K., & Stinson, R.F. (1993). Student cheating: understanding and
prevention, Nacta Journal, 26(1), 13-20.
Yang, S.C., Huang, C.L., & Chen, A.S. (2013). An investigation of college students
perceptions of academic dishonesty, reasons for dishonesty, achievement
goals, and willingness to report dishonest behavior. Ethics and Behavior,
23(6), 501-522. Doi: 10.1080/10508422.2013.802651.
Zimmerman, B.J. (1990). Self-regulated learning and academic achievement: an
overview. Educational Psychologist, 25(1), 3-17.
Zimmerman, B.J., & Pons, M.M. (1990). Students differences in self-regulated
learning: relating grade, sex, and giftedness to self-efficacy and strategy use.
Journal of Educational Psychology, 82(1), 51-59.
89
Zimmerman, B.J., & Pons, M.M. (1986). Development of a structured interview for
assessing student use of self-regulated learning strategies. American
Educational Research Journal, 23(4), 614-628.
90
Lampiran 1
Surat Izin Penelitian
91
Lampiran 2
INFORMED CONSENT
Lembar Persetujuan Keikutsertaan Penelitian
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa saya setuju untuk secara
sukarela menjadi partisipan penelitian yang dilakukan oleh Indri Lestari mengenai
aktivitas siswa. Data yang saya berikan adalah data yang sebenar-benarnya dan saya
menyetujui bahwa data saya akan digunakan dalam keperluan penelitian.
Nama Lengkap :
Jenis Kelamin :
Kelas :
Suku Bangsa / Budaya :
Usia :
No. HP :
Menyatakan kesediaan untuk berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan oleh
Indri Lestari, data saya dijamin kerahasiaannya, dan hanya digunakan untuk
penelitian semata.
Jakarta, ................................. 2018
Partisipan
(TTD & Nama Jelas)
92
Bukti Pengisian Informed Consent
Pengisian Informed Consent Secara Langsung
93
Lampiran 3
Kuesioner Penelitian
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Selamat pagi/siang/sore,
Salam sejahtera saya ucapkan, semoga Anda selalu mendapatkan berkah
serta perlindungan dari Allah Ta’ala, sehingga dapat melaksanakan aktivitas sehari-
hari.
Peneliti merupakan mahasiswa Program Sarjana Strata-1 (S1) Fakultas Psikologi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang saat ini sedang melakukan penelitian dalam
rangka penyelesaian skripsi. Peneliti mengharapkan kesediaan Anda untuk dapat
berpartisipan dalam penelitian ini.
Anda dipersilakan untuk mengisi kuesioner ini dengan mengikuti petunjuk
pengisian yang diberikan dan TIDAK ADA JAWABAN SALAH dalam kuesioner
ini. Anda diharapkan mengisi jawaban sesuai dengan keadaan Anda saat ini. Data
diri dan semua jawaban Anda akan diolah secara umum, bukan perorangan. Data
dalam penelitian ini akan dijaga KERAHASIAANNYA dan hanya untuk
kepentingan penelitian. Atas perhatian dan bantuannya peneliti ucapkan terima
kasih.
Hormat Saya,
(Indri Lestari)
Data Partisipan
Jenis Kelamin :
Kelas :
Usia :
Suku Bangsa / Budaya :
No. HP :
94
SKALA 1
Berikut ini terdapat butir-butir pernyataan, baca, dan pahami dengan baik setiap
pernyataan. Anda diminta untuk mengemukakan apakah pernyataan-pernyataan
tersebut sesuai dengan diri Anda, dengan cara memberi tanda checklist (˅) pada
salah satu dari empat pilihan yang tersedia, pada kolom bagian kanan.
Jika jawaban Anda :
Tidak Pernah, beri tanda pada kolom TP
Jarang, beri tanda pada kolom J
Sering, beri tanda pada kolom S
Selalu, beri tanda pada kolom SL
No. Pernyataan TP J S SL
1. Saya mencari informasi mengenai soal ujian kepada
teman yang sudah melaksanakan ujian
2. Saya membuat catatan kecil untuk digunakan saat
ujian
3. Ketika ujian, saya pura-pura ke toilet untuk mencari
jawaban
4. Saya membuat catatan dianggota tubuh, seperti
telapak tangan, agar dapat dilihat saat ujian
5. Saya percaya diri dalam mengerjakan soal ujian
sendiri daripada menyontek dengan teman yang lain
6. Ketika terdesak, saya membuka buku catatan saat
ujian
7. Saya berusaha mengerjakan soal ujian sampai tuntas
dengan kemampuan saya sendiri
8. Ketika ujian, saya memberikan jawaban kepada
teman yang bertanya
9. Ketika pengawas ujian lengah, saya memanfaatkan
keadaan untuk menyontek
10. Saya berpura-pura tidak mendengar saat teman
menanyakan jawaban ujian
95
SKALA 1 (Lanjutan)
No. Pernyataan TP J S SL
11. Saya berpura-pura berpikir dan membaca soal ujian,
padahal saya sedang menyontek
12. Saya berusaha menyembunyikan lembar jawaban
ujian dari teman
13. Saya berusaha menjawab ujian dengan jujur,
walaupun pengawas sedang lengah
14. Saya menyimpan foto catatan di handphone untuk
dilihat ketika ujian
15. Ketika kesulitan mengerjakan soal ujian, saya
menanyakan jawaban kepada teman
16. Saya menyalin jawaban teman ketika tidak belajar
untuk ujian
17. Di sekolah saya, menyontek merupakan hal yang
wajar saat ujian
18. Saya melihat jawaban teman tanpa sepengetahuan
orang yang bersangkutan
19. Saya menerima bocoran ujian agar saya dapat
mengerjakan ujian dan mendapat nilai bagus
20. Saya bertukar jawaban ujian dengan teman-teman
menggunakan handphone
21. Saya menanyakan jawaban ujian kepada teman
untuk memeriksa jawaban saya
22. Saya memberikan jawaban ujian kepada teman, agar
saya tidak di katakan pelit
23. Saya menerima jawaban ujian dari teman ketika
batas waktu ujian tinggal sedikit
24. Saya melihat catatan saat ujian, karena jawaban ujian
dituntut untuk sama dengan materi di buku
25. Saya menggunakan handphone untuk mencari
jawaban ujian di internet
96
SKALA 2
Berikut ini terdapat butir-butir pernyataan, baca, dan pahami dengan baik setiap
pernyataan. Anda diminta untuk mengemukakan apakah pernyataan-pernyataan
tersebut sesuai dengan diri Anda, dengan cara memberi tanda checklist (˅) pada
salah satu dari empat pilihan yang tersedia, pada kolom bagian kanan.
Jika jawaban Anda :
Sangat Tidak Setuju Sangat Setuju, beri tanda pada kolom STS
Tidak Setuju, beri tanda pada kolom TS
Setuju, beri tanda pada kolom S
Sangat Setuju, beri tanda pada kolom SS
No. Pernyataan STS TS S SS
1. Ketika saya belajar untuk ujian, saya mencoba
untuk mengumpulkan informasi dari yang
dipelajari di kelas dan buku
2. Ketika saya mengerjakan PR, saya mencoba
mengingat apa yang dikatakan guru di kelas,
sehingga saya bisa menjawab pertanyaan dengan
benar
3. Saya mengajukan pertanyaan pada diri sendiri
untuk memastikan bahwa saya megetahui materi
yang telah saya pelajari
4. Sulit bagi saya untuk menentukan gagasan utama
(ide pokok) dalam apa yang saya baca
5. Ketika saya bekerja keras, saya menyerah atau
hanya mempelajari bagian-bagian yang mudah
saja
6. Ketika saya belajar, saya menempatkan ide-ide
yang penting ke dalam kata-kata saya sendiri
7. Saya selalu mencoba memahami apa yang
dikatakan guru, meskipun jika perkataan itu tidak
masuk akal
8. Ketika saya belajar untuk ujian, saya mencoba
mengingat sebanyak mungkin fakta-fakta yang saya
bisa
9. Ketika belajar, saya menyalin catatan saya untuk
membantu saya dalam mengingat materi
97
SKALA 2 (Lanjutan)
No. Pernyataan STS TS S SS
10. Saya mengerjakan latihan soal dan menjawab
pertanyaan pada akhir bab, meskipun ketika saya
tidak memerlukan itu
11. Ketika bahan belajar membosankan dan tidak
menarik, saya tetap mengerjakan pekerjaan sampai
saya selesai
12. Ketika saya belajar untuk ujian, saya berlatih
mengucapkan fakta-fakta penting secara berulang-
ulang kepada diri saya sendiri
13. Sebelum saya mulai belajar, saya memikirkan hal-
hal yang perlu saya lakukan untuk belajar
14. Saya menggunakan apa yang telah saya pelajari dari
tugas-tugas lama dan textbook untuk mengerjakan
tugas-tugas baru
15. Saya sering merasa telah membaca suatu
pelajaran, tetapi saya tidak mengetahui maksud
materi tersebut
16. Saya merasa bahwa ketika guru berbicara, saya
memikirkan hal lain dan tidak mendengarkan apa
yang dikatakannya
17. Ketika saya mempelajari suatu topik, saya mencoba
membuat segala sesuatunya menjadi sesuai
18. Ketika saya membaca, saya berhenti sesekali dan
memahami apa yang telah saya baca
19. Ketika saya membaca materi untuk suatu pelajaran,
saya mengucapkan kata-kata secara berulang kali
kepada diri sendiri untuk membantu saya
mengingat
20. Saya menguraikan bab-bab dalam buku saya untuk
membantu saya belajar
21. Saya bekerja keras untuk mendapatkan nilai yang
baik, bahkan ketika saya tidak menyukai pelajaran
itu
22. Ketika membaca, saya mencoba untuk
menghubungkan hal-hal yang saya baca dengan
apa yang sudah saya ketahui
98
SKALA 3
Berikut ini terdapat butir-butir pernyataan, baca, dan pahami dengan baik setiap
pernyataan. Anda diminta untuk mengemukakan apakah pernyataan-pernyataan
tersebut sesuai dengan diri Anda, dengan cara memberi tanda checklist (˅) pada
salah satu dari empat pilihan yang tersedia, pada kolom bagian kanan.
Jika jawaban Anda :
Sangat Tidak Setuju, beri tanda pada kolom STS
Tidak Setuju, beri tanda pada kolom TS
Setuju, beri tanda pada kolom S
Sangat Setuju, beri tanda pada kolom SS
No. Pernyataan STS TS S SS
1. Penting bagi saya untuk tidak terlihat bodoh di
kelas
2. Penting bagi saya bahwa siswa lain di kelas
menganggap saya pandai dalam mengerjakan
pekerjaan kelas
3. Penting bagi saya untuk belajar banyak konsep atau
materi baru di tahun ini
4. Salah satu tujuan saya di kelas adalah belajar
sebanyak mungkin
5. Salah satu tujuan saya adalah menunjukkan kepada
orang lain bahwa saya baik dalam pekerjaan kelas
saya
6. Salah satu tujuan saya adalah menguasai banyak
keterampilan baru di tahun ini
7. Salah satu tujuan saya adalah menjaga agar orang
lain tidak berpikir bahwa saya tidak pintar di kelas
8. Penting bagi saya untuk benar-benar memahami
pekerjaan atau tugas kelas yang diberikan
9. Salah satu tujuan saya adalah menunjukkan kepada
orang lain bahwa pekerjaan kelas itu mudah bagi
saya
10. Salah satu tujuan saya adalah tampil cerdas
dibandingkan dengan siswa lain di kelas
11. Penting bagi saya terlihat cerdas dibandingkan
dengan orang lain di kelas saya
99
SKALA 3 (Lanjutan)
No. Pernyataan STS TS S SS
12. Penting bagi saya untuk memperbaiki keterampilan
saya di tahun ini
13. Penting bagi saya bahwa guru saya tidak berpikir
kalau saya kurang pandai dibandingkan siswa lain
di kelas
14. Salah satu tujuan saya di kelas adalah menghindari
terlihat seperti mengalami kesulitan dalam
melakukan pekerjaan kelas
Mohon periksa kembali jawaban Anda, jangan sampai ada jawaban yang
terlewatkan
Semoga Allah lipat gandakan pahala kebaikan Anda
TERIMA KASIH
100
Lampiran 4
Syntax dan Path Diagram Uji Validitas
Skala Perilaku Menyontek
UJI VALIDITAS KONSTRUK MENYONTEK DA NI=25 NO=220 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10
ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19
ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ITEM24 ITEM25 PM SY FI=MENYONTEK.COR MO NX=25 NK=1 LX=FR TD=SY ME=UL LK MENYONTEK FR TD 12 10 TD 10 3 TD 13 5 TD 7 5 TD 13 7 TD 12 3 TD 25 14 TD 10
5 TD 13 10 TD 11 9 TD 2 1 TD 17 14 TD 21 14 TD 15 8 TD 22 6 TD 16
15 TD 23 14 TD 20 19 TD 18 17 TD 9 3 TD 17 15 TD 22 8 TD 19 13 TD
24 9 TD 21 7 TD 3 2 TD 4 3 TD 7 3 TD 11 7 TD 15 9 TD 12 5 TD 25 18
TD 25 23 TD 25 15 TD 10 8 TD 18 2 TD 18 4 TD 22 2 TD 18 14 TD 9 8
TD 23 6 TD 21 6 TD 21 2 TD 20 12 TD 15 12 TD 16 9 TD 22 20 TD 24 3
TD 12 8 TD 6 5 TD 19 15 TD 23 15 TD 15 2 TD 21 15 TD 5 2 PD OU TV SS MI
101
Skala Self-Regulated Learning
Dimensi Penggunaan Strategi Kognitif
UJI VALIDITAS KONSTRUK SRL PENGGUNAAN STRATEGI KOGNITIF DA NI=13 NO=220 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11 ITEM12 ITEM13 PM SY FI=SRL1.COR MO NX=13 NK=1 LX=FR TD=SY LK SRL1 FR TD 11 8 TD 12 11 TD 11 4 TD 10 4 TD 8 6 TD 7 6 TD 12 7 TD 5 2 TD 11 5 TD 4 3 TD 11 7 TD 13 2 TD 10 5 TD 9 1 TD 12 8 TD 10 6 PD OU TV SS MI AD=OFF
102
Skala Self-Regulated Learning
Dimensi Regulasi Diri
UJI VALIDITAS KONSTRUK SRL REGULASI DIRI DA NI=9 NO=220 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 PM SY FI=SRL2.COR MO NX=9 NK=1 LX=FR TD=SY LK SRL2 FR TD 7 6 TD 6 2 TD 7 2 TD 8 4 TD 3 2 TD 7 4 PD OU TV SS MI
103
Skala Goal Orientation
Dimensi Mastery Goal Orientation
UJI VALIDITAS KONSTRUK GO1 MASTERY GO DA NI=5 NO=220 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 PM SY FI=GO1BARU.COR MO NX=5 NK=1 LX=FR TD=SY LK GO1
FR TD 5 4 TD 4 1 PD OU TV SS MI
104
Skala Goal Orientation
Dimensi Performance Approach Goal Orientation
UJI VALIDITAS KONSTRUK GO2 PERFORMANCE APPROACH GO DA NI=5 NO=220 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 PM SY FI=GO2.COR MO NX=5 NK=1 LX=FR TD=SY LK GO2 FR TD 5 4 TD 5 2 PD OU TV SS MI
105
Skala Goal Orientation
Dimensi Performance Avoid Goal Orientation
UJI VALIDITAS KONSTRUK GO3 PERFORMANCE AVOID GO DA NI=4 NO=220 MA=PM LA ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 PM SY FI=GO3.COR MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY LK GO3 FR TD 3 2 PD OU TV SS MI
106
Lampiran 5
Hasil Uji Hipotesis
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 1973,634 7 281,948 3,430 ,002b
Residual 17425,083 212 82,194
Total 19398,717 219
a. Dependent Variable: MENYONTEK
b. Predictors: (Constant), TK, GO3, SRL2, JK, GO1, GO2, SRL1
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
MENYONTEK 220 31,75 84,83 50,0000 9,41162
SRL1 220 22,06 69,48 50,0000 8,83580
SRL2 220 29,02 69,37 50,0000 8,08792
GO1 220 24,01 65,65 50,0000 8,31165
GO2 220 29,39 72,68 50,0000 9,33102
GO3 220 23,97 68,85 50,0000 8,18906
Valid N (listwise) 220
Model Summary
Model R R
Square
Adjusted
R
Square
Std. Error
of the
Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change
df1 df2 Sig. F
Change
1 ,319a ,102 ,072 9,06608 ,102 3,430 7 212 ,002
a. Predictors: (Constant), TK, GO3, SRL2, JK, GO1, GO2, SRL1
107
Coefficientsa
Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
t Sig.
B Std. Error Beta
1
(Constant) 56,416 5,914 9,539 ,000
SRL1 -,051 ,100 -,048 -,505 ,614
SRL2 -,314 ,102 -,270 -3,075 ,002
GO1 ,119 ,089 ,105 1,342 ,181
GO2 -,058 ,079 -,057 -,733 ,464
GO3 ,152 ,089 ,132 1,695 ,092
JK ,883 1,319 ,046 ,669 ,504
TK 1,323 1,281 ,070 1,033 ,303
a. Dependent Variable: MENYONTEK
Model Summary
Model R R Square Adjusted
R
Square
Std.
Error of
the
Estimate
Change Statistics
R
Square
Change
F
Change
df1 df2 Sig. F
Change
1 ,154a ,024 ,019 9,31999 ,024 5,327 1 218 ,022
2 ,268b ,072 ,063 9,11018 ,048 11,157 1 217 ,001
3 ,283c ,080 ,067 9,08964 ,008 1,982 1 216 ,161
4 ,283d ,080 ,063 9,11053 ,000 ,011 1 215 ,917
5 ,307e ,094 ,073 9,06266 ,014 3,277 1 214 ,072
6 ,312f ,097 ,072 9,06750 ,003 ,771 1 213 ,381
7 ,319g ,102 ,072 9,06608 ,005 1,067 1 212 ,303
a. Predictors: (Constant), SRL1
b. Predictors: (Constant), SRL1, SRL2
c. Predictors: (Constant), SRL1, SRL2, GO1
d. Predictors: (Constant), SRL1, SRL2, GO1, GO2
e. Predictors: (Constant), SRL1, SRL2, GO1, GO2, GO3
f. Predictors: (Constant), SRL1, SRL2, GO1, GO2, GO3, JK
g. Predictors: (Constant), SRL1, SRL2, GO1, GO2, GO3, JK, TK