pengaruh religiusitas dan penyesuaian diri...
TRANSCRIPT
PENGARUH RELIGIUSITAS DAN PENYESUAIAN DIRI
TERHADAP KEBAHAGIAAN PENSIUNAN PNS DAN BUMN
DI BANGKA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Psikologi (S.Psi)
Oleh :
Salma Zahwa
NIM: 11140700000147
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440H/2019M
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
B) April 2019
C) Salma Zahwa
D) Pengaruh Religiusitas dan Penyesuaian diri terhadap Kebahagiaan
Pensiunan PNS dan BUMN di Bangka
E) xiv + 81 halaman + lampiran
F) Penelitian ini dilakukan untuk menguji signifikansi pengaruh religiusitas
dan penyesuaian diri terhadap kebahagian pada pensiunan PNS dan BUMN
di Bangka. Subjek penelitian ini berjumlah 218 pensiunan di Bangka yang
diambil dengan teknik Non probability sampling. CFA (Confirmatory
Factory Analysis) digunakan untuk menguji validitas alat ukur dan multiple
linear regression digunakan untuk menguji hipotesis penelitian. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan yaitu variabel
variabel religiusitas dan penyesuaian diri terhadap kebahagiaan pensiunan
PNS dan BUMN di Bangka. Hasil uji hipotesis minor menunjukkan bahwa
ada tiga dari tujuh variabel yang memiliki nilai signifikan terhadap
kebahagiaan pensiunan PNS dan BUMN di Bangka yaitu, bagian dari
religiusitas adalah public practice dan bagian dari penyesuaian diri yaitu
persepsi sesuai dengan realitas dan gambaran diri yang positif. Sementara
itu, intellect, ideology, private practice, experience tidak memiliki pengaruh
yang signifikan terhadap kebahagiaan pensiunan PNS dan BUMN di
Bangka. Hasil penelitian juga menunjukkan proporsi varians dari
kebahagiaan yang dijelaskan oleh seluruh variabel independen adalah
54,8% sedangkan sisanya 45,2% dipengaruhi oleh variabel lain di luar
penelitian ini. Untuk penelitian lebih lanjut dapat disarankan untuk
menambahkan variabel lain seperti makna hidup dan dukungan sosial
dikarenakan peran keluarga sangat dibutuhkan untuk menyesuaikan diri
pada masa pensiun dan makna hidup akan mempengaruhi pandangan hidup
para pensiunan mengenai dunianya.
G) Buku bacaan: 44; buku: 9 + jurnal: 29+ tesis:2 +skripsi: 2 +artikel online: 4
ABSTRACT
A) Faculty of Psychology Jakarta Islamic State University
B) April 2019
C) Salma Zahwa
D) The Effect of Religiousity and Self-Adjusment towards the Happiness on
retired civil servants and employee of BUMN in Bangka
E) xiv + 81 pages + appendix
F) This study was conducted to test on the significance of the effect of religious
and self adjusment towards the happiness on retired civil servants in
Bangka. The subject in this research were 218 retired employee in Bangka
were taken by non-probability sampling technique. CFA (Confirmatory
Factor Analysis) was used to test the validity of instrument and multiple
linear regression analysis was used to test the research hypothesis. The
result showed that there is a significant effect of religiousity and self
adjusment towards the happiness on retired civil servants and employee of
BUMN in Bangka. Minor hypothesis test results indicated that three out of
seven variables was significantly influenced happiness on retired civil
servants and employee of BUMN in Bangka namely public practice,
perception of reality and positive self-image. Meanwhile ideology, intellect,
private practice, experience have no significant effect on happiness of
retired civil servants in Bangka. The result also showed the proportion of
the variance of happiness on retired civil servants and employee of BUMN
in Bangka described by all independent variables was 54.8%, while 45.2%
was influenced by other variables outside of this research. For future
research is suggested to investigate other variables, such as meaning life and
social support because the importance role of family is really needed for
self-adjusting on the period of retirement and meaning life will give effect
on how they see the world it self.
G) Reading book: 44; books: 9 + journals: 29 + theses: 2 + theses: 2 + articles
online: 4
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Pengaruh Religiusitas dan Penyesuaian Diri terhadap Kebahagiaan pada
Usia Pensiun Di Bangka”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada
junjungan kita, Rasulullah Muhammad SAW beserta para keluarga dan sahabat.
Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari doa,
dukungan dan bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Abdul Mujib, M. Ag., M.Si., Dekan Fakultas Psikologi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya.
2. Dr. Rena Latifa, M.Psi, dosen pembimbing skripsi yang telah banyak
meluangkan waktu serta ilmu dalam memberikan bimbingan, masukan serta
arahan selama pengerjaan skripsi ini.
3. Mulia Sari Dewi. M.Psi. Psi, dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan dukungan kepada penulis.
4. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, yang telah memberikan limpahan ilmu tidak ternilai dan banyak
membantu penulis.
5. Orangtua Penulis, Drs.Muslich.S, dan Susanti, S.pd.I yang telah mendoakan
dan selalu memberikan dukungan terus menerus baik secara moril maupun
materil serta menjadi motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini. Untuk adik-
viii
adikku Muhammad Al-Faatih dan Muhammad Nabiil, yang selalu
menyemangati penulis agar dapat secepat mungkin menyelesaikan
perkuliahan.
6. Derry Aprian. Terima kasih telah mendengarkan keluh kesah selama ini dan
selalu memberikan motivasi, semangat, waktu dan tenaga untuk menemani
penulis dalam proses penulisan skripsi ini.
7. Sahabat seperjuangan Annastasia Aulia, Zahrotul Afiffah, Izzati Kamilah
Saifa, Taufan Ari Putra dan Hasan Basri. Terima kasih telah menemani
selama empat tahun ini dan selalu membantu, memberikan motivasi serta
energi positif. Terima kasih atas semua kenangan dan warna-warni didalam
dunia perkuliahan. Teman-teman Psikologi 2014 dan seluruh pihak yang
tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih untuk bantuan yang telah
diberikan untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Bapak-Ibu pensiunan di Bangka yang telah meluangkan waktunya menjadi
sumber data dalam penulisan ini, penulis ucapkan terima kasih atas kerjasama
dan partisipasinya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.
Semoga Allah SWT membalas kebaikan yang telah diberikan seluruh pihak kepada
penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
dikarenakan keterbatasan dalam hal pengetahuan dan pengalaman. Penulis
berharap, semoga skripsi ini memberi manfaat, khususnya bagi penulis sendiri, para
pembaca dan seluruh pihak terkait.
Jakarta, Mei 2019
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………….. i
HALAMAN PERSETUJUAN…………………………………………….. ii
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………....... iii
LEMBAR PERNYATAAN…………………………………………....... iv
ABSTRAK………………………………………………………………….. v
KATA PENGANTAR………………………………….………………….. vii
DAFTAR ISI………………………………….……………………………. ix
DAFTAR TABEL………………………………….………………………. xi
DAFTAR GAMBAR………………………………….…………………… xii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………….………………… xiii
BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………... 1
1.1 Latar Belakang………………………………………………… 1
1.2 Perumusan dan Pembatasan Masalah…………………………. 12
1.2.1 Pembatasan Masalah…………………………………….. 12
1.2.2 PerumusanMasalah …………………………………........ 13
1.3 Tujuan Dan Manfaat Penelitian……………………………….. 14
1.3.1 Tujuan Penelitian………………………………………… 14
1.3.2 Manfaat Penelitian……………………………………….. 14
1.3.2.1 Manfaat Teoritis ………………………………………. 14
1.3.2.2 Manfaat Praktis ……………………………………….. 14
BAB 2 KAJIAN PUSTAKA………………………………….…………. 15
2.1 Pensiun ………………………………………………………... 15
2.2 Kebahagiaan ………....................................…………….......... 16
2.2.1 Definisi kebahagiaan…...................................................... 16
2.2.2 Aspek-aspek kebahagiaan ……………………….............. 17
2.2.3 Faktor-faktor yang mempegaruhi
kebahagiaan...........…………....…………....……………..........
21
2.2.4 Pengukuran kebahagiaan ……………....…………….... 24
2.3.Religiusitas …………… ………………………………………. 25
2.3.1 Pengertian Religiusitas ………........................................... 25
2.3.2 Aspek-aspek religiusitas……........................................... 27
2.3.3 Pengukuran Religiusitas……………………................... 33
2.4 Penyesuaian diri………………………………….…………….. 34
2.4.1 Definisi penyesuaian diri…………………………………. 34
2.4.2 Dimensi penyesuaian diri……………………………… 36
2.4.3 Pengukuran penyesuaian diri………………………….... 39
2.5 Kerangka Berpikir………………………………….…………. 39
2.6 Hipotesis Penelitian………………………………….………... 45
2.6.1 Hipotesis Mayor ……………....……………................... 45
2.6.2 Hipotesis Minor ……………....……………................... 45
BAB 3 METODE PENELITIAN………………………………………... 46
3.1 Populasi dan Sampel …………..……………....…………….... 46
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ………………….. 45
3.3 Instrumen Pengumpulan Data………………………………… 48
3.4 Uji Validitas Konstruk………………………………………….. 55
x
3.4.1 Uji validitas konstruk bahagia…………………………...... 56
3.4.2 Uji validitas konstruk religiusitas…………........................ 57
3.4.3 Uji validitas konstruk penyesuaian diri………………....... 59
3.4.3.1.Uji validitas konstruk persepsi sesuai dengan realitas 59
3.4.3.2.Uji validitas konstruk gambaran diri yang positif 60
3.5 Teknik Analisis Data………………………………….………. 61
BAB 4 HASIL PENELITIAN………………………………….………... 63
4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian………………………….. 63
4.2 Analisis Deksriptif………………………………….…………. 64
4.3 Katogori skor variabel …………………….……….................. 66
4.4 Hasil Uji Hipotesis Penelitian…………………………………. 69
4.4.1 Analisis regresi variabel penelitian……………………… 69
4.4.2 Pengujian proporsi varians independent variable………… 73
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN……………………… 75
5.1 Kesimpulan………………………………….………………… 75
5.2 Diskusi………………………………….…………………...… 75
5.3 Saran…………………………………………………...……… 79
5.3.1 Saran teoritis…………………………………………...… 79
5.3.2 Saran praktis………………………………….………..… 80
DAFTAR PUSTAKA………………………………….………… 82
LAMPIRAN………………………………….………………...…
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Blue Print Kebahagiaan .........................................……………… 50
Tabel 3.2 Blue Print Skala Religiusitas................................……………….. 52
Tabel 3.3 Blue Print Penyesuaian Diri…....……..………………………… 54
Tabel 3.4 Muatan faktor item kebahagiaan............................……………... 55
Tabel 3.5 Muatan faktor item religius.....................………........................ 58
Tabel 3.6 Muatan faktor item persepsi sesuai dengan realitas…………….. 60
Tabel 3.7 Muatan faktor item gambaran diri yang positif………………..... 61
Tabel 4.1 Subjek Penelitian……………………………………………......... 63
Tabel 4.2 Deskripsi statistik variabel penelitian……………………………. 65
Tabel 4.3 Norma skor……………………………………………………...... 66
Tabel 4.4 Kategorisasi skor variabel penelitian……………………………... 67
Tabel 4.5 Tabel R Square……………………………………....………….... 69
Tabel 4.6 Tabel Anova……………………………………….…………........ 70
Tabel 4.7 Tabel koefisien regresi independent variable…………………….. 71
Tabel 4.8 Proporsi varians variabel setiap independent variable……………. 73
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Gambar Bagan Kerangka Berpikir ............................................... 44
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Syntax dan Path Diagram Kebahagiaan .......................................... 85
Lampiran Syntax dan Path Diagram Religiusitas ............................................ 87
Lampiran Syntax dan Path Diagram Persepsi Sesuai Dengan Realitas ............ 89
Lampiran Syntax dan Path Diagram Gambaran Diri yang Positif ................... 91
Lampiran Output Regresi ............................................................................... 93
Lampiran Proporsi Varians ............................................................................. 94
Lampiran 3 Kuesioner ..................................................................................... 95
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Usia lanjut adalah periode perkembangan penutup dalam rentang hidup seseorang,
dimana pada periode ini individu telah melewati berbagai periode terdahulu. Ketika
individu telah melewati periode tertentu dan dapat dikatakan sedang memasuki
periode terakhir kehidupan, ia akan melihat masa lalunya dengan dua pandangan
yaitu dengan penyesalan atau kepuasan. Tahap terakhir dalam rentang kehidupan
sering dibagi menjadi usia lanjut dini, yang berkisar antara usia enam puluh sampai
tujuh puluh dan usia lanjut yang mulai pada usia tujuh puluh sampai akhir
kehidupan seseorang (Hurlock, 2008). Usia ini juga sebagai garis pemisah antara
usia dewasa madya dan usia lanjut. Ketika memasuki usia lanjut dini seseorang
akan beradaptasi pada perkembangan barunya, dimana akan ada perubahan-
perubahan baru yang harus disesuaikan.
Setiap periode perkembangan kehidupan seseorang pasti akan ditandai
dengan perubahan-perubahan tertentu, seperti perubahan fisik dan psikologis.
Sama halnya pada periode perkembangan usia lanjut ini, individu akan mengalami
perubahan-perubahan seperti kemunduran fisik dan mental yang terjadi secara
perlahan dan bertahap, dan pada waktu kompensasi terhadap penurunan ini dikenal
dengan istilah “senescene”, yaitu masa proses menjadi tua (Hurlock, 2008).
Penyebab kemunduran fisik ini terjadi karena suatu perubahan pada sel-sel tubuh
bukan karena suatu penyakit tertentu tetapi ini adalah proses menua. Kemunduran
2
psikologis juga terjadi karena faktor-faktor seperti sikap tidak senang terhadap diri
sendiri, orang lain, pekerjaan, dan kehidupan pada umumnya dapat menuju ke
keadaan senescence, karena terjadi penurunan pada lapisan otak.
Hurlock, (2008) menyatakan istilah “keuzuran” (senility) digunakan untuk
mengaju pada periode waktu selama usia lanjut apabila kemunduran fisik sudah
terjadi dan apabila terjadi kemunduran disorganisasi mental. Seseorang yang
menjadi eksentrik, kurang perhatian, dan terasing secara sosial, maka penyesuaian
dirinya pun buruk, biasanya disebut “senescence”. Akibat dari keuzuran inilah
yang nanti akan menurunkan fungsi fisik dan mental setiap individu.
Sebagian besar tugas perkembangan usia lanjut lebih banyak berkaitan
dengan kehidupan pribadi seseorang, mereka diharapkan mampu untuk
menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan dan menurunnya kesehatan
secara bertahap dan mereka juga diharapkan mampu mengganti tugas-tugas
terdahulu yang menghabiskan sebagian waktu ketika mereka masih muda.
Kemudian cepat atau lambat, sebagian besar orang berusia lanjut perlu
mempersiapkan dan menyesuaikan diri dengan peristiwa kematian suami atau istri.
Pada masa usia lanjut kebersamaan dengan anak semakin berkurang karena anak-
anak telah tumbuh besar dan mulai banyak terlibat dalam kegiatan keluarga
maupun pribadi. Selain itu, individu akan melakukan penyesuaian diri terhadap
berkurang income (penghasilan) keluarga pada masa pensiun.
Pada periode memasuki usia lanjut individu akan mengalami masa pensiun.
Corsini (1987) mengatakan bahwa pensiun adalah suatu kondisi dimana individu
3
tersebut telah berhenti bekerja pada suatu pekerjaan yang biasa dilakukan. Batasan
yang lebih jelas dan lengkap mengatakan bahwa pensiun adalah proses pemisahan
seorang individu dari pekerjaannya, dimana dalam menjalankan perannya
seseorang di gaji. Sedangkan berdasarkan pandangan psikologi perkembangan,
pensiun dapat dijelaskan sebagai suatu masa transisi ke pola hidup baru, ataupun
merupakan akhir pola hidup (Hurlock, 2008).
Di Indonesia sendiri, Undang-Undang tenaga kerja tidak menentukan batas
usia pensiun, penentuan mengenai batas usia pensiun biasanya merujuk pada
kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam perusahaan, atau berpedoman pada
beberapa Undang-Undang yang mengatur hak-hak yang berkaitan dengan masa
pensiun, seperti Undang-Undang Jamsostek, Undang-Undang mengenai dana
pensiun atau undang-undang kepegawaian serta undang-undang mengenai profesi
tertentu. Contohnya ada pasal 14 ayat 1 UU No.3 tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja menyebutkan bahwa jaminan hari tua (JHT) dibayarkan
kepada tenaga yang telah mencapai usia 55 tahun. Sama halnya dengan UU No.11
tahun 1992 tentang dana pensiun yang menyebutkan bahwa hak atas manfaat
pensiun dengan catatan batas usia pensiun normal adalah 55 tahun dan batas usia
pensiun wajib maksimum 60 tahun.
Pada masa pensiunan, individu akan merasakan perasaan yang berbeda-beda,
individu yang memiliki pandangan positif mengenai pensiun menganggap bahwa
pensiun merupakan suatu masa yang menyenangkan, namun bagi beberapa
individu yang memiliki pandangan negatif yang menganggap pensiun sebagai
suatu masa yang menakutkan dan tidak menyenangkan (Aiken, 2002). Individu
4
dengan pandangan positif akan merasa puas dan bahagia karena pada masa ini
target pencapaian hidupnya telah terpenuhi. Sebaliknya bagi individu dengan
pandangan negatif akan merasa gagal akibat tidak tercapai target pencapaian
hidupnya akan menyebabkan konflik baik itu fisik maupun psikis. Oleh karena itu
tidak semua individu siap memasuki masa pensiun. Hurlock (2008) ciri-ciri pada
usia pensiunan yaitu cenderung menuju dan membawa penyesuaian diri yang buruk
dari pada yang baik dan kepada kesengsaraan dari pada kebahagiaan, dan usia ini
lebih ditakuti dari pada usia sebelumnya dalam kebudayaan Amerika.
Ketika individu mempersepsikan pensiun sebagai sesuatu yang buruk maka
pensiun dianggap sebagai pukulan batin, setelah itu akan muncul perasaan sedih,
takut, cemas, putus asa, bingung, yang semuanya jelas mengganggu fungsi fungsi
kejiwaan dan organiknya. Jika gejala-gejala itu semua muncul pada individu yang
telah pensiun maka akan mengakibatkan dirinya menderita post power syndrome.
Post power syndrome merupakan sebuah perubahan keadaan yang dialami oleh
individu yang telah pensiun diikuti dengan munculnya berbagai macam gejala
penyakit baik fisik maupun psikis akibat status dari bekerja menjadi tidak bekerja,
tidak menjabat atau tidak berkuasa lagi (Kartono, 2000).
Thompson (dalam beck,1982) dalam penelitiannya the longitudinal Cornell
Study of Occupational Retirement, mengungkapkan pensiun mengakibatkan
tingkat ketidakpuasan yang tinggi terhadap kehidupan. Kehilangan pekerjaan
bukan faktor utamanya melainkan karena pendapatan yang lebih rendah (perasaan
kekurangan uang), kesehatan yang buruk, dan sikap negatif terhadap pensiun.
5
Dikutip dari Kompas.com (2018) yang ditulis oleh Sri Sayekti
mengungkapkan hasil survei The Power of Protection, Confidence in The Future
yang dilakukan Steven Suryana, Senior Vice President and Head of Wealth
Management HSBC Indonesia mengatakan, survei di Indonesia menunjukkan
bahwa dari 1.000 orang responden sebanyak 64 persen responden
mengkhawatirkan kesehatan fisik mereka di masa depan dan 54 persen responden
khawatir tentang kesehatan finansial mereka. Selain itu, 43 persen responden
cemas pada kualitas hidup masa tua.
Dari kutipan diatas peneliti menyimpulkan bahwa, masih ada dugaan yang
dibuat beberapa individu bahwa masa pensiun adalah masa yang
mengkhawatirkan. Dimana akan timbul masalah fisik maupun psikis yang akan
terjadi, meskipun juga ada beberapa yang lainnya menganggap pensiun adalah
masa beristirahat dari pekerjaan.
Masalah fisik yang dialami yaitu menurunnya kesehatan yang ditandai
dengan pengurangan fungsi-fungsi kognitif. Perubahan penampilan, perubahan
panca indera dan perubahan atau penurunan fungsi bagian dalam tubuh juga
merupakan masalah fisik yang dialami pada rentang usia lanjut dini. Kemunduran
fisik dapat menimbulkan masalah psikis seperti, sikap tidak senang terhadap diri
sendiri, orang lain, pekerjaan dan kehidupan pada umumnya yang semakin
berdampak pada penurunan fisik dan psikis sehingga menyebabkan kematian
(Hurlock, 2008).
6
Masalah psikis lainnya yang dihadapi para pensiunan adalah kecemasan,
stres dan depresi dan gangguan tidur. Berdasarkan hasil penelitian yang dilansir
oleh Daily Mail, peneliti Bertoni dan Brunello dari University of Padova , mereka
menemukan bahwa 47 persen wanita melaporkan masalah emosi ketika suami
mereka pensiun. Sekitar 41 persen wanita merasa stress, 23 persen lagi merasa
depresi, 16 persen mengalami masalah gangguan tidur. Meski pria juga mengalami
peningkatan stress dan penurunan kesehatan mental setelah pensiun, hal ini
ternyata juga berdampak pada pihak istri.
Kesehatan yang mulai menurun, kehilangan (teman, pasangan dan anggota
keluarga) serta kemungkinan besar tidak memiliki penghasilan sebanyak dulu
adalah perubahan-perubahan dalam kehidupan yang akan menimbulkan stres. Di
kutip dari Finance Detik.com (2018), Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan Agus
Susanto menyatakan, iuran Tunjangan Hari Tua (THT) atau pensiun di Indonesia
masih sangat rendah. Besaran iuran THT yang sebesar 3% dari upah itu hanya
sedikit lebih banyak dari Nigeria. Sedangkan Vietnam memiliki iuran pensiun
sebesar 20% dari upah. Bahkan, Timor Leste memiliki iuran pensiun lebih tinggi
dari Indonesia yakni sebesar 10%. "Di negara lain itu bahkan ada yang sampai
25%, 20%. Vietnam sudah 20%, Timor Leste 10%, kita bisa lihat di situ.
Dikutip dari Bangkapos.com (2015), seorang pensiunan PT.Timah Tbk.
berinisial A.M. mempermasalahkan tentang pengalihan jaminan kesehatan para
pensiun PT.Timah Tbk.(Persero) ke Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS)
yang dianggap merugikan pihak pensiunan PT Timah dikarenakan penurunan
7
standar kualitas pelayanan kesehatan yang didapatkan oleh para pensiunan sebelum
dan sesudah pengalihan program jauh berbeda. A.M. menjelaskan berbagai
penurunan kualitas seperti obat-obatan yang diberikan dan standar pelayanannya.
Sedangkan untuk dana pensiunan terkhusus jaminan dana kesehatan PT.Timah
adalah Rp. 355 M.
Bangkapos.com (2016), hampir 100 orang yang tergabung dalam pensiunan
PT.Timah Tbk membawa spanduk mendatangi kantor Timah untuk
mempertanyakan permasalahan dana kesehatan yang telah membuat rugi para
pensiunan.
Dari beberapa kutipan diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa tunjangan
pensiunan di Indonesia terbilang masih sangat minim dibandingkan negara lainnya.
Untuk penghasilan pensiunan BUMN menjadi lebih rendah dibandingkan gaji
ketika masa kerjanya, situasi perubahan ini harus melakukan penyesuaian diri. Hal
ini berarti bahwa kurangnya perhatian pemerintah RI dalam merumuskan iuran
dana pensiun dan kurangnya kesadaran atas jasa-jasa para pensiunan sehingga
mengakibatkan terabainya kesejahteraan mereka di masa pensiun.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti terhadap 11 orang
pensiunan, yang diantaranya 6 pensiunan PNS, dan 5 pensiunan BUMN, dengan
kisaran usia 55 tahun hingga 65 tahun. 100% pernah merasakan kesepian, baik itu
kesepian karena merasa jauh dengan anak dan kesepian karena jarang bertemu
dengan teman. Untuk masalah ekonomi pensiunan BUMN lebih merasakan
khawatir dikarenakan tunjangan pensiun mereka diberikan secara utuh, beda
8
halnya dengan pensiunan PNS yang tunjangannya diberikan berangsur setiap
bulan.
Pada usia pensiun tidak hanya hal-hal negatif yang terjadi, banyak hal-hal
positif yang bisa ditemukan pada usia ini. Memasuki usia pensiun, individu akan
memiliki waktu luang lebih banyak yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kondisi fisiknya seperti berolahraga, beristirahat dengan cukup, serta banyak
kesempatan untuk melakukan hal-hal yang menyenangkan seperti
mengembangkan hobi, aktif dalam kegiatan sosial, berkumpul bersama pasangan(
anak, cucu, dan kerabat), dan semakin mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Fukuda (2013) berpendapat bahwa pada usia 18-55 tahun kebahagiaan
individu tampak menurun, dan kembali meningkat pada usia 56-69 tahun, lalu
mulai stabil pada usia 70-79 tahun. Ini diperkuat dalam studi Latif (2011) pada
penelitian longitudinal dengan menggunakan National Population Health Survey
(NPHS) dari tahun 1994-2006 di Canada menunjukkan bahwa, orang yang pensiun
memiliki rata-rata kebahagiaan lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang
belum pensiun pada tiap tahunnya. Terdapat keuntungan dan kerugian pada
keadaan pensiun yang dikemukakan 329 responden, keuntungan pensiun adalah
orang mempunyai lebih banyak waktu luang, sedangkan kerugian pensiun adalah
menurunnya penghasilan dan status sosial dalam masyarakat (Mayring, 2000).
Seligman (2002) mendefinisikan kebahagiaan sebagai perasaan positif dan
kegiatan positif tanpa unsur paksaan sama sekali dari kondisi dan kemampuan
seseorang untuk merasakan emosi positif di masa lalu, masa depan dan masa
9
sekarang. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaan individu
menurut Seligman (2002) adalah usia, kesehatan, perkawinan, kehidupan sosial,
emosi negatif, religiusitas, jenis kelamin, uang.
Untuk mendapatkan kebahagiaan diperlukan penyesuaian diri yang baik. Eid
dan Larsen, (2008) berpendapat ”bahwa individu yang bahagia akan mampu
beradaptasi dengan baik dan cenderung sukses dalam berbagai bidang seperti
sosial, kesehatan, pemecahan masalah dan lainnya.
Menurut Schneiders (1964) mengemukakan bahwa penyesuaian diri
merupakan satu proses yang mencakup respon-respon mental dan tingkah laku,
yang merupakan usaha individu agar berhasil mengatasi kebutuhan, ketegangan,
konflik, dan frustasi yang dialami di dalam dirinya. Sama halnya dengan individu
pada masa pensiunan, penyesuaian diri pada periode ini sangat mempengaruhi laju
penyesuaian terhadap kemunduran perubahan fisik dan mental. Hurlock (2008)
menyatakan bahwa penyesuaian diri yang buruk merupakan ciri-ciri usia
pensiunan, dimana pada usia ini individu cenderung menyesuaikan diri secara
buruk dibandingkan individu yang usianya lebih muda.
Hurlock (2008) menyatakan bahwa secara umum, wanita menyesuaikan diri
dengan lebih baik dari pada pria terhadap masa pensiun. Dalam hal ini ada beberapa
alasan, yang pertama seperti perubahan peran yang terjadi tidak begitu radikal
karena dalam berbagai hal wanita selalu memainkan peran domestik terhadap peran
sebagai pekerja. Kedua, pekerjaan menghasilkan lebih sedikit manfaat psikologis
dan dukungan sosial terhadap pekerja wanita. Ketiga, sedikit wanita yang
10
memegang posisi jabatan atau posisi eksekutif maka mereka tidak merasa tiba-tiba
kehilangan kuasa atau prestise. Sebaliknya pria mempunyai sedikit sumber
pengganti yang dapat menghasilkan kepuasan untuk menggantikan sarana yang
diperoleh dari pekerjaannya dahulu, akibatnya bagi mereka pensiun dirasa lebih
sebagai beban mental (traumatic) yang menyebabkan ketidakbahagiaan (Hurlock,
2008).
Atchley (dalam Gall, Evans, Howard,1997) mengemukakan bahwa mungkin
akan ada perubahan pola penyesuaian dalam masa pensiun di sepanjang waktu,
yang mencerminkan tahapan atau fase pensiun yang berbeda. Pada tahap awal
bulan pensiun, pensiunan mungkin merasa lebih energik, sehat, dan puas ketika
mereka mengejar rencana yang diinginkan atau bereksperimen dengan aktivitas
dan peran baru. Pensiunan yang memiliki harapan pensiun yang tidak realistis
dapat berubah menjadi fase kekecewaan di mana mereka mengalami lebih sedikit
kepuasan dan atau lebih banyak kesusahan. Seiring berjalannya waktu, para
pensiunan memasuki fase reorientasi di mana mereka mengkaji kembali status
hidup mereka, menerima segala keterbatasan, dan mengubah prioritas mereka
untuk penyesuaian lebih lanjut. Ketika para pensiunan mendapatkan penerimaan,
mereka mulai menetap dalam pola kehidupan sehari-hari yang mudah diprediksi
dan nyaman selama fase stabilitas.
Religiusitas merupakan salah satu faktor pembentuk kebahagiaan, dan
menemukan bahwa individu yang memiliki religiusitas memilik kepuasan hidup
lebih tinggi dan cenderung bahagia, hal ini dapat dijelaskan karena religiusitas
11
memengaruhi berbagai aspek dalam kehidupan individu misalnya terhadap cara
berpikir, mereka yang religiusitas cenderung memandang hidup lebih positif dan
orang yang memandang hidup lebih positif, dapat bersyukur dan puas sehingga
lebih bahagia (Cohen dan Johnso,2011).
Religiusitas untuk berbagai aspek kesehatan bisa menjadi obat dalam
menghadapi masa pensiun. Banyak penelitian telah menyimpulkan bahwa ada
faktor protektif agama untuk kesehatan. Komitmen keagamaan tampaknya
memainkan peran dalam mencegah penyakit fisik dan mental, dalam memfasilitasi
mengatasi penyakit, dan memfasilitasi pemulihan, juga menciptakan kebahagiaan
bagi yang mejalankan terutama di masa pensiun (Meisenhelder dkk, 2002). Hasil
penelitian yang dilakukan Meisenhelder dkk (2002), religiusitas akan
menghilangkan rasa cemas, penyakit fisik dan mental lainnya pada individu dan
membentuk penerimaan diri dimasa pensiun yang menimbulkan kebahagiaan.
Berdasarkan pemaparan tersebut maka penulis tertarik untuk mengangkat
fenomena tersebut menjadi sebuah permasalahan pada penelitian ini. Penulis ingin
mengetahui apakah ada pengaruh yang signifikan penyesuaian diri, makna hidup
dan religiusitas terhadap kebahagiaan pada pensiun masyarakat Bangka. Sehingga,
penelitian ini akan diberi judul “Pengaruh Religiusitas dan Penyesuaian Diri
terhadap Kebahagiaan Pensiunan PNS dan BUMN di Bangka”.
12
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1. Pembatasan Masalah
Untuk mempermudah penelitian ini, peneliti membatasi permasalahan
sebagai berikut:
a. Kebahagiaan merupakan perasaan positif dan kegiatan positif tanpa unsur
paksaan sama sekali dari kondisi dan kemampuan seseorang untuk
merasakan emosi positif di masa lalu, masa depan dan masa sekarang
(Seligman, 2002).
b. Penyesuaian diri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses yang
mencangkup respon-respon mental dan tingkah laku, yang merupakan usaha
individu agar berhasil mengatasi kebutuhan, ketegangan, konflik, dan
frustasi yang dialami di dalam dirinya (Haber dan Runyon, 1994).
Penyesuaian diri mempunyai dimensi yaitu persepsi sesuai dengan realitas
dan gambaran diri yang positif.
c. Religiusitas adalah suatu kehidupan religius yang di bentuk dan dilakukan
secara keseluruhan melalui lima inti dimensi intelectual, ideology, public
practice, private practice, dan experience (Huber dan Huber, 2012). Terdapat
lima dimensi religiusitas seseorang yaitu intellect, ideology, public practice,
private practice, experiece.
d. Pensiunan yang dimaksud penelitian ini adalah pensiunan PNS maupun
pensiunan BUMN yang berusia 60-70 tahun dan berdomisili di Pulau Bangka
13
1.2.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah penulis uraikan, maka perumusan
masalah dari penelitian ini adalah:
1. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan religiusitas dan penyesuaian
diri terhadap kebahagiaan pada usia pensiun?
2. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi intellect dari variabel
religiusitas terhadap kebahagiaan pada usia pensiun?
3. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi ideology dari
religiusitas terhadap kebahagiaan pada usia pensiun?
4. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi publice practice dari
variabel religiusitas terhadap kebahagiaan pada usia pensiun?
5. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi private practice dari
variabel religiusitas terhadap kebahagiaan pada usia pensiun?
6. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi experience dari
variabel religiusitas terhadap kebahagiaan pada usia pensiun?
7. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi persepsi sesuai
dengan realitas dari variabel penyesuaian diri terhadap kebahagiaan
pada usia pensiun?
8. Apakah terdapat pengaruh yang signifikan dimensi gambaran diri yang
positif dari variabel penyesuaian diri terhadap kebahagiaan pada usia
pensiun?
14
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh religiusitas dan
penyesuaian diri terhadap kebahagiaan pada usia pensiun. Selain itu, penelitian ini
juga untuk mengetahui variabel atau dimensi mana yang memiliki pengaruh
terbesar terhadap kebahagiaan pada usia pensiun.
1.3.2. Manfaat Penelitian
1.3.2.1 Manfaat Teoritis
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat yaitu:
1. Memberikan sumbangan pemikiran bagi perusahaan atau kantor pemerintahan
untuk terus memperhatikan kesejahteraan para pegawai yang akan memasuki
masa pensiun.
2. Memberikan kontribusi literatur bagi khazanah kajian psikologi perkembangan
usia lanjut dan sebagai pijakan refrensi pada penelitian-penelitian selanjutnya
yang berhubungan dengan peningkatan kebahagiaan para pensiunan.
1.3.2.2. Manfaat Praktis
Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi
kepemerintahan PNS dan BUMN agar mempersiapkan program persiapan bagi
para pensiun, sehingga mereka bisa menyesuaikan diri dan mencapai kebahagiaan.
Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi masukan bagi para pekerja
yang akan segera memasuki masa pensiun agar mengetahui cara mencapai
kebahagiaan ketika memasuki usia pensiun.
15
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Pensiun
Pensiun adalah suatu kondisi dimana individu tersebut telah berhenti bekerja pada
suatu pekerjaan yang biasa dilakukan (Corsini, 1987). Batasan yang lebih jelas dan
lengkap oleh Corsini (1987) mengatakan bahwa pensiun adalah proses pemisahan
seorang individu dari pekerjaannya, dimana dalam menjalankan perannya
seseorang di gaji. Sedangkan berdasarkan pandangan psikologi perkembangan,
pensiun dapat dijelaskan sebagai suatu masa transisi ke pola hidup baru, ataupun
merupakan akhir pola hidup (Hurlock, 2008).
Pensiun menurut Turner dan Helms (1987) mengatakan bahwa pensiun
adalah akhir dari aktivitas seseorang dalam pekerjaan formal dan awal dari fase
baru dalam hidup mereka. Rentang usia bagi seseorang mendapatkan fase pensiun
mereka sekitar 55-60 tahun (PER-02/MEN/1995, Aturan Tenaga Kerja
Kementerian Republik Indonesia). Dalam fase ini, Erickson telah menjelaskan
bahwa kontinum pembangkitan dan fase stagnasi berasal dari kehendak diri untuk
menjadi produktif atau stagnan/tidak produktif lagi. Generativitas/produktif adalah
menjadi kreatif, berperan sebagai mentor, dan kemauan untuk pengembangan diri.
Karena fase pensiun, dalam rentang usia pekerja mulai berpikir tentang apa yang
berikutnya jika mereka mendapatkan pensiun.
Havighurst (Hurlock, 2008) membagi tugas perkembangan masa tua:
1. Menyesuaikan diri dengan menurunnya kekuatan fisik dan kesehatan.
16
2. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya income
(penghasilan) keluarga.
3. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup.
4. Membentuk hubungan dengan orang-orang yang seusia.
5. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan.
6. Menyesuaikan dengan peran sosial secara baik
Selain itu umumnya, ada empat faktor yang sangat mempengaruhi kepuasan
di masa pensiun yaitu keuangan, kesehatan, persiapan dan perencanaan untuk
pensiun dan keterlibatan aktif (Szinovacz, 2003). Tidak mengherankan, pensiunan
dengan laporan pendapatan yang lebih tinggi, atau setidaknya cukup keuangan,
yang mereka lebih puas dengan kehidupan mereka dan mengembangkan identitas
lebih positif sebagai pensiunan daripada mereka yang lebih rendah pendapatan
(Szinovacz, 2003).
2.2. Kebahagiaan
2.2.1. Definisi Kebahagiaan
Para ahli telah mencoba mendefinisikan kebahagiaan. Seligman (2002)
mendefinisikan kebahagiaan sebagai perasaan positif dan kegiatan positif tanpa
unsur paksaan sama sekali dari kondisi dan kemampuan seseorang untuk merasakan
emosi positif di masa lalu, masa depan dan masa sekarang.
Diener (2000) menyatakan bahwa kebahagiaan mempunyai makna yang
sama dengan subjective wellbeing dimana subjective wellbeing terbagi atas dua
komponen didalamnya. Kedua komponen tersebut adalah komponen afektif dan
komponen kognitif.
17
Menurut Biswas-Diener dan Dean (2007) kebahagiaan merupakan kualitas
dari keseluruhan hidup manusia apa yang membuat kehidupan menjadi baik secara
keseluruhan seperti kesehatan yang lebih baik, kreativitas yang tinggi, pendapatan
yang lebih tinggi dan tempat kerja yang baik.
Semiun (2006), kebahagiaan merupakan suatu bagian integral dan hasil
kehidupan yang berkenaan dengan orientasi produktif dan kebahagiaan itu
menyertai seluruh kegiatan produktif. Kebahagiaan bukan semata-mata suatu
perasaan atau suatu keadaan yang menyenangkan, tetapi juga merupakan suatu
kondisi yang meningkatkan seluruh organisme, menghasilkan, penambahan gaya
hidup, kesehatan fisik, dan pemenuhan potensi-potensi seseorang. Orang-orang
yang produktif adalah orang-orang yang berbahagia.
Dari pengertian di atas mengenai kebahagiaan, maka definisi yang
digunakan peneliti adalah definisi dari Seligman (2002) yang menyatakan bahwa
kebahagiaan merupakan perasaan positif dan kegiatan positif tanpa unsur paksaan
sama sekali dari kondisi dan kemampuan seseorang untuk merasakan emosi positif
di masa lalu, masa depan dan masa sekarang.
2.2.2. Aspek-aspek Kebahagiaan
Menurut Seligman (2002) jenis kebahagiaan dibagi menjadi tiga kategori emosi
berdasarkan waktu
1. Emosi Positif terhadap Kepuasan Hidup akan Masa Lalu
Menurut Seligman (2002), Emosi masa lalu mencangkup kepuasan,
kelegaan, kesuksesan, kebanggan, dan kedamaian. Pemahaman dan
penghayatan yang tidak memadai atas peristiwa masa lalu dan menekan
18
pada peristiwa buruk akan berdampak pada menurunnya ketenangan,
kelegaan, dan kepuasaan. Semua emosi tersebut sepenuhnya ditentukan
oleh pikiran seseorang tentang masa lalunya. Sebagai bukti pemahaman
tersebut, ketika seseorang di landa depresi maka akan lebih mudah baginya
mengingat kenangan yang menyedihkan dibanding kenangan yang
membahagiakan.
2. Emosi Positif terhadap Optimis akan Masa Depan
Emosi positif menganai masa depan mencangkup keyakinan, kepercayaan,
kepastian, harapan dan optimisme. Optimisme dan harapan memberikan
daya tahan yang lebih baik dalam menghadapi depresi ketika musibah
melanda; kinerja lebih tinggi ditempat kerja; terutama dalam tugas-tugas
yang lebih menantang; dan kesehatan fisik yang lebih baik.
3. Emosi Positif terhadap Kebahagiaan Masa Sekarang
Kebahagiaan masa sekarang terdiri dari kebahagiaan masa lalu dan masa
depan, dimana kebahagiaan tersebut terdapat kenikmatan dan gratifikasi.
Kenikmatan adalah kesenangan yang memiliki komponen indrawi yang
jelas dan emosi yang kuat, sedangkan gratifikasi datang dari kegiatan-
kegiatan yang kita sukai atau gemari tetapi tidak disertai dengan perasaan
dasar.
Kemudian, di tahun 2012 lima aspek kebahagiaan menurut Seligman adalah
1. Positive Emotions
Emosi positif lebih dari sekedar 'kebahagiaan'. Ada berbagai emosi positif,
termasuk hiburan, harapan, minat, sukacita, cinta, kasih sayang, rasa syukur,
19
dan harga diri. Bagian dari kapasitas kita untuk mengalami emosi positif
adalah genetik, namun kita semua memiliki kemampuan untuk secara
sengaja merasakan lebih banyak emosi positif.
2. Engagement
Engagement berarti “being one with the music, time stopping, and the loss
of self-consciousness during an absorbing activity”
3. Relationships
Relationships adalah perasaan dicintai, didukung, dan dihargai yang didapat
dari interaksi dengan pasangan, teman, keluarga, bos, kolega, anak-anak
dan/atau komunitas.
4. Meaning
Untuk merasakan suatu kebermaknaan, kita perlu menyadari bahwa apa yang
kita lakukan itu berharga dan berarti. Perasaan tersebut muncul saat kita
sadar bahwa ada sesutu yang lebih besar dari diri kita sendiri.
5. Accomplishment
Memiliki rasa prestasi berarti kita telah berusaha mencapai tujuan, berhasil
menguasai atas sebuah usaha dan memotivasi diri untuk menyelesaikan apa
yang telah dilakukan dengan baik.
20
Selain itu, Hilss dan Argyle (1998) mengemukakan terdapat tujuh aspek yang
mempengaruhi kebahagiaan secara positif, yaitu:
1. Satisfaction with Life
Satisfaction with life adalah kepuasan individu terhadap kehidupan yang
dijalani sehari-hari. Dalam kebahagiaan, kepuasaan akan kehidupan adalah
hal penting.
2. Efficacy
Efficacy adalah sikap optimis yang mengendalikan mental individu untuk
tahan dalam melakukan suatu hal. Dengan keyakinan akan berhasilnya
melakukan suatu kegiatan, maka akan timbul sikap optimisme individu.
3. Sociability/Empathy
Sociability atau Empathy adalah suatu ketertarikan secara ramah atau positif
kepada orang lain serta memiliki pengaruh yang baik kepada orang lain.
Sikap ini mendorong individu untuk bersosialisasi dan berempati kepada
orang lain.
4. Positive Outlook
Positive outlook merupakan variabel yang memandang positif hal yang
ingin dilakukan. Dengan pandangan yang positif, maka individu akan
dengan bahagia melakukan dengan suatu kegiatan.
5. Well-Being
Well-Being merupakan sesuatu yang dapat dirasakan ketika seseorang
mampu menerima keadaan dirinya serta lingkungan sekitarnya sehingga
21
dapat merasakan afek positif berupa kepuasan yang dapat mengarahkan
kepada kebahagiaan.
6. Cheerfulness
Cheerfulness merupakan gambaran ceria dan gembiranya individu dalam
melakukan suatu perilaku atau kegiatan.
7. Self-Esteem
Self-Esteem adalah sikap puas terhadap diri sendiri dan mudah dalam
mengambil sebuah keputusan. Hal ini didorong dengan adanya sikap positif
mengenai diri sendiri.
2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi Kebahagiaan
Menurut Seligman (2002) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kebahagiaan,
yaitu:
1. Usia
Sebuah penelitian otoritatif atas 60.000 orang dewasa dari empat puluh bangsa
membagi kebahagiaan ke dalam tiga komponen, yaitu kepuasan hidup, afek
menyenangkan, dan afek tidak menyenangkan. Kepuasan hidup sedikit
meningkat sejalan dengan bertambahnya usia, afek menyenangkan sedikit
melemah, dan afek negatif tidak berubah. yang berubah ketika menua adalah
intensitas emosi.
2. Kesehatan
Kesehatan yang objektif yang baik tidak begitu berkaitan dengan kebahagiaan,
terpenting adalah bagaimana persepsi subjektif individu terhadap kesehatannya.
Orang-orang yang masuk rumah sakit dengan hanya satu masalah kesehatan
22
yang kronis, seperti penyakit jantung, mereka menunjukkan peningkatan
kebahagiaan yang berarti pada tahun berikutnya. Namun mereka yang memiliki
lebih masalah kesehatan, kebahagiaan mereka berkurang sejalan dengan waktu.
Jadi, masalah ringan dalam kesehatan tidak lantas menyebabkan
ketidakbahagiaan, namun sebabnya adalah sakit yang parah.
3. Perkawinan
Perkawinan sangat erat dengan kebahagiaan. Pusat Riset Opini Nasional
Amerika menyurvei 35.000 warga Amerika selama 30 tahun terakhir, yaitu 40%
dari orang menikah mengatakan mereka “sangat bahagia” sedangkan hanya
24% dari orang yang tidak menikah, bercerai, berpisah, dan ditinggal mati
pasangannya mengatakan mereka bahagia.
4. Kehidupan Sosial
Orang-orang yang bahagia paling sedikit menghabiskan waktu sendirian dan
kebanyakan dari mereka bersosialisasi. Temuan ini sejalan dengan penelitian
mengenai perkawinan dan kebahagiaan. Kemampuan bersosialisasi yang
meningkat pada orang yang berbahagia itulah mungkin yang sebenarnya
merupakan penyebab dari temuan positif tentang perkawinan, dengan fakta
bahwa orang yang lebih bersosialisasi (yang juga lebih bahagia) untuk menikah.
5. Emosi Negatif
Hanya terdapat sedikit korelasi negatif antara emosi positif dan emosi negatif.
Ini berarti, jika memiliki banyak emosi negatif, seseorang mungkin memiliki
lebih sedikit emosi positif dibandingkan dengan rata-rata. Meskipun demikian,
23
tidak berarti seseorang menjauh dari kehidupan yang senang dan tidak berarti
pula seseorang terlindungi dari kesedihan.
6. Religiusitas
Data survei secara konsisten menunjukkan bahwa orang-orang yang religiusitas
lebih bahagia dan lebih puas terhadap kehidupan daripada orang yang tidak
religiusitas.
7. Jenis Kelamin
Tingkat emosi rata-rata antara laki-laki dan perempuan tidak banyak berbeda,
yang membedakan adalah perempuan cenderung lebih bahagia dan sekalipun
lebih sedih daripada laki-laki
8. Uang
Penilaian seseorang terhadap uang akan mempengaruhi kebahagiaannya, lebih
daripada uang itu sendiri. Orang yang menempatkan uang diatas tujuan lainnya
kurang puas dengan penghasilan mereka dan dengan kehidupan mereka secara
keseluruhan.
Selain itu, berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, terdapat beberapa
faktor yang dapat mempengaruhi kebahagiaan, di antaranya adalah penyesuaian
diri. Penyesuaian diri merupakan proses yang terus terjadi sepanjang hidup.
Penyesuain diri merupakan kompromi antara kebutuhan dengan keadaan atau
situasi yang ada. Untuk mencapai kebahagiaan, seseorang harus mampu
menyesuaikan diri dengan keadaannya (Agarwal dan Puri, 2017)
24
2.2.4 Pengukuran Kebahagiaan
Dari beberapa kajian literatur yang telah peneliti lakukan, ditemukan beberapa
alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kebahagiaan, di antaranya
adalah :
1. Authentic Happiness Inventory (AHI)
Skala ini dikembangkan oleh Seligman (2002) dan terdiri dari 24 item.
Skala ini dirancang untuk menangkap tingkat kebahagiaan seseorang. Lebih
khusus lagi, skala ini mengevaluasi perubahan emosi dan makna dalam diri
seseorang.
2. Satisfaction With Life Scale (SWLS)
Skala ini dikembangkan oleh Diener, et.al (1985) untuk mengukur evaluasi
kognitif seseorang terhadap kebahagiaannya dalam menjalani hidup. Skala
ini sendiri terdiri dari 5 item pernyataan.
3. Scale of Positive and Negative Experience (SPANE)
Skala ini dikembangkan oleh Diener (2009) untuk mengukur perasaan
positif dan negatif dalam diri seseorang. Skala ini terdiri dari 12 item,
dimana untuk mengukur komponen afektif positif terdiri dari 6 item dan
negatif terdiri dari 6 item (Diener et al., 2009).
4. The PERMA Profiler
Skala ini dikembangkan oleh Seligman (dalam Butler dan Kern, 2016).
Skala ini dirancang untuk mengukur kesejahteraan (kebahagiaan) dengan 5
aspek yaitu, PERMA (positive emotion, engagement, relationships,
meaning, accomplishment) bersama dengan negative emotion dan health.
25
Pada penelitian ini, peneliti mengukur kebahagiaan dengan menggunakan
modifikasi dari skala The PERMA Profiler. Skala ini dikembangkan oleh Seligman
(dalam Butler dan Kern, 2016). Skala ini dirancang untuk mengukur kebahagiaan
dengan 5 aspek yaitu, PERMA (positive emotion, engagement, relationships,
meaning, accomplishment) bersama dengan negative emotion, health dan item
keseluruhan kebahagiaan. Skala ini terdiri dari 23 item dimana 15 item untuk
mengukur PERMA (3 item setiap dimensi PERMA). dan sisa 8 item mengukur
health, negative emotion, loneliness, dan item keseluruhan kebahagiaan yang
berguna untuk memberikan informasi tambahan yang relevan mengenai
kebahagiaan. Untuk skala The PERMA Profiler, peneliti memodifikasi item yang
ada dari hanya sebuah kata pada tiap itemnya menjadi sebuah pernyataan agar lebih
mudah dipahami (Butler dan Kern, 2017)
2.3. Religiusitas
2.3.1 Pengertian Religiusitas
Menurut Fetzer (2003), religiusitas adalah seberapa kuat individu merasakan
pengalaman spiritual dalam kesehariannya, mengalami kebermaknaan hidup,
mengekspresikan agama sebagai sebuah nilai, meyakini ajaran agamanya, dapat
memaafkan, melakukan praktik agama secara pribadi, menggunakan agama sebagai
coping, mendapatkan dukungan dari penganut agama yang sama, mengalami
sejarah keberagamaan, komitmen dalam beragama, mengikuti organisasi
keberagamaan, dan meyakini pilihan agamanya. Religiusitas juga mempengaruhi
perilaku, sosial dan psikologis seseorang.
26
Shafranske dan Maloney (1990) mendefinisikan religiusitas sebagai
representasi kepatuhan terhadap praktik dan kepercayaan pada lembaga keagamaan
yang terorganisir. Menurut Glock dan Stark (dalam Huber dan Huber, 2012)
religiusitas adalah cara-cara individu dalam mengekspresikan kepentingan agama
dan keyakinannya yang dapat dilihat melalui aktivitas atau perilaku individu yang
bersangkutan dengan agama atau keyakinan iman yang dipercaya. Religiusitas
menurut Huber dan Huber,(2012) adalah suatu kehidupan religius yang di bentuk
dan dilakukan secara keseluruhan melalui lima inti dimensi intelectual, ideology,
public practice, private practice, dan experience.
Skinner (dalam Ancok dan Suroso, 2004), menjelaskan religiusitas
merupakan suatu ungkapan bagaimana manusia dengan pengkondisian peran
belajar hidup didunia yang dikuasai oleh hukum ganjaran. Jalaluddin (dalam
Prasetyanti dan Indriani,2006), mendefinisikan religiusitas sebagai susuatu keadaan
yang mendorong individu bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya
terhadap agama. Sedangkan (Nashori dan Mucharam (dalam Prasetyanti dan
Indriani,2006), religisuitas adalah seberapa jauh pengetahuan, keyakinan,
pelaksanaan ibadah dan kaidah, serta penghayatan atas agama yang dianut.
Berdasarkan seluruh definisi religiusitas di atas, maka definisi yang
digunakan peneliti adalah definisi dari Huber dan Huber (2012) adalah suatu
kehidupan religius yang di bentuk dan dilakukan secara keseluruhan melalui lima
inti dimensi intelectual, ideology, public practice, private practice, dan experience.
27
2.3.2. Aspek-aspek Religiusitas
Dalam sebuah laporan penelitian yang diterbitkan oleh John E. Fetzer Institute
(2003) yang berjudul “Multidimensional Measurement of Religiousness,
Spirituality for Use in Health Research” menjelaskan dua belas aspek religiusitas,
yaitu;
1. Daily Spiritual Experience
Merupakan dimensi yang memandang dampak agama dan spiritual dalam
kehidupan sehari-hari. Daily Spiritual Experiences mengukur persepsi
individu terhadap sesuatu yang berkaitan dengan hal transenden (Tuhan,
sifat-Nya) dan persepsi terhadap interaksinya dalam kehidupan sehari-hari,
sehingga Daily Spiritual Experiences lebih kepada pengalaman
dibandingkan kognitif.
2. Meaning
Meaning yang dimaksud disini adalah yang berkaitan dengan religiusitas
atau disebut religion-meaning, yang merupakan dimensi untuk mengukur
sejauh mana agama dapat menjadi tujuan hidupnya.
3. Value
Konsep values menurut Merton (dalam Fetzer, 2003) yaitu menggambarkan
nilai-nilai yang terkandung dalam agama sebagai tujuan hidup, dan norma-
norma sebagai sarana untuk tujuan hidup tersebut. Aspek ini menilai sejauh
mana perilaku individu mencerminkan ekspresi normatif atau keimanan
agamanya sebagai nilai tertinggi. Dengan kata lain, konsep values yang
dimaksud adalah pengaruh keimanan terhadap nilai-nilai kehidupan. Nilai-
28
nilai tersebut mengajarkan tentang nilai agama yang mendasarinya untuk
saling menolong, melindungi dan sebagainya.
4. Beliefs
Konsep beliefs menurut Idler (dalam Fetzer, 2003) merupakan sentral dari
religiusitas. Beliefs merupakan keyakinan akan konsep-konsep yang dibawa
oleh suatu agama.
5. Forgiveness
Dimensi forgiveness menurut Idler (dalam Fetzer, 2003) mencakup 5
dimensi turunan, yaitu:
1) Pengakuan Dosa (Confession)
2) Merasa diampuni oleh Tuhan (Feeling forgiven by God)
3) Merasa dimaafkan oleh orang lan (Feeling forgiven by others)
4) Memaafkan orang lain (Forgiving others)
5) Memaafkan diri sendiri (Forgiving one self)
6. Private Religious Practices
Pada dimensi private religious practices menurut Levin (dalam Fetzer,
2003) merupakan perilaku beragama dalam praktik beragama yang meliputi
ibadah, mempelajari kitab, dan kegiatan-kegiatan lain untuk meningkatkan
religiusitasnya.
7. Religion/Spiritual Coping
Pada dimensi religion/spiritual coping menurut Pragment (dalam Fetzer,
2003) merupakan coping stres dengan menggunakan pola dan metode
religiusitas. Bentuk coping stres seperti berdoa, beribadah untuk
29
menghilangkan stress dan sebaginya. Menurut Pargament (dalam
Fetzer,2003) menjelaskan bahwa ada tiga jenis coping secara religiusitas,
yaitu:
1) Deferring style, yaitu meminta penyelesaian masalah kepada Tuhan
saja. Yaitu dengan cara berdoa dan meyakini bahwa Tuhan akan
menolong hamba-Nya dan berserah diri kepada Tuhan.
2) Colaborative style, yaitu senantiasa berusaha untuk melakukan
coping dengan cara meminta solusi kepada Tuhan dan juga kepada
individu lainnya.
3) Self-directing style, yaitu individu bertanggung jawab sendiri dalam
menjalankan coping.
8. Religious Support
Pada dimensi Religious support, menurut Krause (dalam Fetzer, 2003) adalah
aspek hubungan sosial antara individual dengan pemeluk agama sesamanya.
Religious support juga dapat terjadi antara individual dengan
kelompok/lembaga dalam agamanya.
9. Religious/Spiritual History
Pada dimensi religious/spiritual history, menurut George (dalam Fetzer, 2003)
adalah seberapa jauh individu berpartisipasi untuk agamanya selama hidupnya
dan seberapa jauh agama dapat mempengaruhi perjalanan hidupnya.
30
10. Commitment
Pada dimensi commitment, menurut Williamd (dalam Fetzer,2003) adalah
seberapa jauh individu mementingkan agamanya, komitmen, serta
berkontribusi kepada agamanya.
11. Organizational Religiousness
Pada dimensi organizational religiousness, menurut Idler (dalam Fetzer,2003)
merupakan konsep yang mengukur seberapa jauh individu ikut serta dalam
organisasi keagamaan yang ada di masyarakat dan beraktifitas di dalamnya.
12. Religious Preference
Pada dimensi religious preference, menurut Ellison (dalam Fetzer, 2003 yaitu
memandang sejauh mana individu membuat pilihan dan memastikan pilihan
agamanya. Misalkan dia merasa yakin bahwa agama yang dianutnya akan
menyelamatkan kehidupannya kelak.
Sementara itu, menurut Glock dan Stark (dalam Holdcroft, 2006) menjelaskan
ada 5 dimensi inti dari religiusitas yaitu:
1. Pengalaman
Dimensi pengalaman berfokus pada pengalaman iman pribadi, seperti
perjumpaan transenden.
2. Ritualistik
Dimensi ritualistik melibatkan pengalaman ibadah yang terlibat dalam
komunitas.
31
3. Ideologis
Dimensi ideologis adalah didasari oleh harapan bahwa agama akan
berpegang pada keyakinan tertentu" (yaitu, doktrin yang diakui)”.
4. Intelektual
Intelektual merupakan dimensi harus dilakukan dengan harapan bahwa
orang yang beragama akan diberitahu dan berpengetahuan tentang prinsip-
prinsip dasar nya iman dan tulisan suci (yaitu, sejarah, sakramen, moralitas;
hal. 20
5. Konsekuensial
Dimensi ini berbeda dengan keempat dimensi sebelumnya dimana dimensi
ini berkaitan dengan kegiatan pemeluk agama untuk merealisasikan ajaran-
ajaran dan mengarah kepada kegiatan sesama manusia dalam kehidupan
sehari-hari yang berlandaskan pada etika dan spiritualitas agama yang
dianutnya.
Glock dan Stark mengakui bahwa kedua dimensi terakhir ini saling
berkaitan, karena pengetahuan tentang keyakinan adalah kondisi yang
diperlukan untuk penerimaannya. Tetapi, mereka juga mengakui bahwa
kepercayaan tidak selalu mengalir dari pengetahuan, juga tidak semua
pengetahuan agama menyertai keyakinan.
Berdasarkan kritik dari dimensi skala religiusitas yang dikembangkan oleh
Glock dan Stark, dimana mereka lebih berpusat pada lembaga agama dan
harapan sosial. Glock dan Stark mendefinisikan lima dimensi inti agama yang
merupakan kerangka acuan umum untuk penelitian empiris yaitu intelektual,
32
ideologis, ritualistik, pengalaman, dan dimensi konsekuensial (Huber dan Huber,
2012). Pada tahun 1968, Glock dan Stark (dalam Huber dan Huber, 2012)
menghilangkan dimensi konsekuensial dari model dan membagi dimensi ritual
menjadi public practice dan private practice, sehingga mempertahankan lima
dimensi. Oleh karena itu, Huber dan Huber mengembangkan skala CRS
(Centrality Religiousity Scale) CRS mengacu pada model agama multidimensi
oleh Charles Glock yang telah direvisi sebagaimana dijelaskan dibawah ini:
a. Intellect
Dimensi ini mengacu pada harapan sosial bahwa setiap individu memiliki
pengetahuan dan mampu menjelaskan pengetahuan dan pandangan
terhadap agamanya.
b. Ideology
Dimensi ini mengacu pada harapan sosial bahwa setiap individu memiliki
keyakinan terhadap agamanya. Keyakinan-keyakinan yang tidak
dipertanyakan dan pola kemasukakalannya.
c. Public Practice
Dimensi ini mengacu pada harapan sosial bahwa setiap individu yang
beragama dapat memanifestasikan agamanya dengan berpartisipasi dalam
berkegiatan ritual keagamaan secara publik.
d. Private Practice
Dimensi ini mengacu pada harapan sosial bahwa setiap individu yang
beragama dapat mengabdikan diri pada aktivitas dan ritual keagamaan
secara pribadi.
33
e. Experience
Dimensi ini mengacu pada harapan sosial bahwa individu yang beragama
memiliki kontak langsung kepada Tuhannya yang mempengaruhi individu
secara emosional.
2.3.3. Pengukuran Religiusitas
Dalam beberapa penelitian sebelumnya, ditemukan beberapa alat ukur yang dapat
digunakan untuk mengukur religiusitas, di antaranya adalah :
1. The centrality religiosity scale (CRS)
The centrality religiosity scale skala ini dikembangkan oleh Huber dan
Huber (2012) dan mengukur pentingnya arti agama dalam kepribadian.
Skala ini dibuat oleh Huber dan telah digunakan pada lebih dari 100 studi
sosiologi agama, psikologi agama, dan studi agama di 25 negara dengan
total partisipan lebih dari 100.000. Terdapat lima dimensi dalam skala CRS,
yaitu intellect, ideology, public practice, private practice, dan experience.
Terdapat tiga versi skala CRS, yaitu CRS-15 dengan tiga item pada setiap
dimensi, CRS-10 dengan dua item pada setiap dimensi, dan CRS-5. CRS-5
adalah versi yang paling ekonomis. Skor CRS model likert dengan rentangan
1-5.
2. Brief Multidimensional Measure of Religiousness (BMMRS).
BMMRS mengukur religiusitas berdasarkan dari 12 dimensi yang
dikembangkan oleh Fetzer Institute (2003) yaitu; daily spiritual experience,
meaning, value, belief, forgiveness, private religious practice,
religious/spiritual coping, religious support, religious/spiritual history,
34
commitment, organizational religiousness, religious preference. Skala ini
memiliki nilai reliabilitas sebesar 0.71-0.93 (Harris, et.al., 2008).
3. Daily Spiritual Experience Scale (DSES)
Daily spiritual experience scale adalah skala yang mengukur pengalaman spiritual
yang biasa atau sehari-hari dirasakan – bukan pengalaman mistis (contoh
mendengar suara mistis) - dan bagaimana pengalaman itu menjadi bagian dalam
kehidupan sehari-hari individu. Skala ini dikembangkan oleh Underwood dan
Teresi pada tahun 2002. DSES terdiri dari 16 item, dimana 15 item pertanyaan
diukur dengan enam poin skala likert dan 1 item menggunakan empat poin skala
likert.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan skala The centrality religiosity
scale skala ini dikembangkan oleh Huber dan Huber (2012) dan mengukur
pentingnya arti agama dalam kepribadian. Skala ini dibuat oleh Huber dan telah
digunakan pada lebih dari 100 studi sosiologi agama, psikologi agama, dan studi
agama di 25 negara dengan total partisipan lebih dari 100.000. Terdapat lima
dimensi dalam skala CRS, yaitu intellect, ideology, public practice, private practice,
dan experience.
2.4. Penyesuaian Diri
2.4.1. Definisi Penyesuaian Diri
Menurut Semiun (2006), penyesuaian diri merupakan suatu istilah yang
sangat sulit didefinisikan karena penyesuaian diri mengandung banyak arti. Kriteria
untuk menilai penyesuaian diri tidak dapat dirumuskan secara jelas dan karena
penyesuaian diri dan lawannya ketidakmampuan menyesuaikan diri
35
(maladjustment) memiliki batas yang sama sehingga akan mengaburkan perbedaan
di antara keduanya. Semiun (2006) juga mengatakan bahwa penyesuaian diri tidak
bisa dikatakan baik atau buruk, sehingga Semiun mendefinisikan penyesuaian diri
dengan sangat sederhana, yaitu suatu proses yang melibatkan respon-respon mental
dan tingkah laku yang menyebabkan individu berusaha menanggulangi kebutuhan-
kebutuhan, tegangan-tegangan, frustrasifrustrasi, dan konflik-konflik batin serta
menyelaraskan tuntutan-tuntutan batin dengan tuntutan-tuntutan yang dikenakan
kepada individu oleh dunia dimana individu hidup
Menurut Calhoun dan Acocella (1990), penyesuaian diri dapat didefinisikan
sebagai interaksi individu yang kontinu dengan diri individu sendiri, dengan orang
lain, dan dengan dunia individu. Schneiders (1964) mengemukakan bahwa
penyesuaian diri merupakan satu proses yang mencangkup respon-respon mental
dan tingkah laku, yang merupakan usaha individu agar berhasil mengatasi
kebutuhan, ketegangan, konfilk dan frustasi yang dialami di dalam dirinya. Usaha
individu tersebut bertujuan untuk memperoleh keselarasan di lingkungannya.
Menurut Haber dan Runyon (1994) penyesuaian diri merupakan proses yang
terus menerus berlangsung dalam kehidupan individu. Situasi dalam kehidupan
selalu berubah. Individu mengubah tujuan dalam hidupnya seiring dengan
perubahan yang terjadi dalam di lingkungannya. Berdasarkan konsep penyesuaian
diri sebagai proses, penyesuaian diri yang efektif dapat diukur dengan mengetahui
bagaimana kemampuan individu dalam mengahadapi lingkungan yang senantiasa
berubah. Desiningrum (2012) juga mengatakan bahwa penyesuaian diri merupakan
usaha individu untuk mengatasi keadaan yang tidak menyenangkan, antara lain
36
konflik, ketegangan, frustrasi, atau stres pada individu, yang dalam penelitian ini
dikarenakan masa pensiun yang dialaminya.
Berdasarkan seluruh definisi penyesuaian diri di atas, maka definisi yang
digunakan peneliti adalah definisi dari Haber dan Runyon (1994) mengemukakan
bahwa penyesuaian diri merupakan suatu proses yang terus berlangsung dalam
kehidupan individu dan dapat diukur dengan mengetahui bagaimana kemampuan
individu menghadapi lingkungan yang senantiasa berubah.
2.4.2. Dimensi Penyesuaian Diri
Menurut Haber dan Runyon (1984) karakteristik penyesuaian diri yang efektif
terdiri dari dua bagian, yaitu:
1. Persepsi sesuai dengan realitas
Hampir setiap individu percaya bahwa, individu yang dapat menyesuaikan
diri dengan baik adalah individu yang dapat mempersepsikan diri apa
adanya sesuai dengan realitas. Individu dengan tipe ini memiliki tujuan
hidup sesuai dengan realita atau sesuai dengan kondisi hidupnya saat ini.
2. Gambaran diri yang positif
Gambaran diri yang positif berkaitan dengan penilaian individu tentang
dirinya sendiri. Individu mempunyai gambaran diri yang positif baik
melalui penilaian pribadi maupun melalui penilaian orang lain, sehingga
individu dapat merasakan kenyamanan psikologis.
37
Kemudian Schneiders (1964), empat dimensi penyesuaian diri meliputi:
1. Self knowledge - self insight
Self knowledge yaitu usaha mengatasi konflik dan frustrasi, dan berusaha
secara efektif mengatasi masalah dalam berbagai situasi dengan
memahami kemampuan dan keterbatasan diri sendiri.
Self insight, berarti sebuah kesadaran dan perspektif mengenai salah satu
dasar motivasi, pengaruh motivasi ke dalam pikiran dan tingkah laku,
keadaan diri, dan fungsi pribadi yang aneh, mekanisme dan kebiasaan,
2. Self objectivity – self acceptance.
Self objectivity, yakni kemampuan untuk berperilaku dan berpikir yang
didasarkan atas pengetahuan obyektif
Self acceptance didasarkan atas pengetahuan yang objektif atau menerima
diri secara positif serta dapat menghargai diri sendiri secara lebih positif,
3. Self control – self development
Self development adalah kemampuan untuk mengarahkan dan meregulasi
impuls, pemikiran, kebiasaan, emosi, sikap dan tingkah laku untuk
mengatasi ketegangan dan masalah yang dihadapinya serta
pengembangan kepribadiannya pada tujuan yang matang.
Self-control adalah dasar dari self-development, yang berarti setahap demi
setahap dan berkelanjutan tumbuh dari kepribadian terhadap tujuan dari
kematangan dan prestasi pribadi.
38
4. Good interpersonal relationship
Adalah kemampuan untuk menunjukkan hubungan interpersonal yang baik
dengan kasih sayang, altruisme, ramah, menghargai hak, pendapat dan
perbedaan dengan orang lain yang pada dasarnya berbeda dengan dirinya
sendiri.
Menurut Alberlt dan Emmons (dalam Kumalasari dan Ahyani, 2012) ada empat
aspek dalam penyesuaian diri, yaitu:
a. Aspek self knowledge dan self insight,
yaitu kemampuan mengenal kelebihan dan kekurangan diri. Kemampuan
ini harus ditunjukkan dengan emosional insight, yaitu kesadaran diri akan
kelemahan yang didukung oleh sikap yang sehat terhadap kelemahan
tersebut.
b. Aspek self objectifity dan self acceptance,
yaitu apabila individu telah mengenal dirinya, ia bersikap realistik yang
kemudian mengarah pada penerimaan diri.
c. Aspek self development dan self control,
yaitu kendali diri berarti mengarahkan diri, regulasi pada impuls-impuls,
pemikiran-pemikiran, kebiasaan, emosi, sikap dan tingkah laku yang sesuai.
Kendali diri bias mengembangkan kepribadian kearah kematangan,
sehingga kegagalan dapat diatasi dengan matang.
d. Aspek satisfaction, yaitu adanya rasa puas terhadap segala sesuatu yang
telah dilakukan, menganggap segala sesuatu merupakan suatu pengalaman
39
dan bila keinginannya terpenuhi maka ia akan merasakan suatu kepuasan
dalam dirinya.
2.4.3. Pengukuran Penyesuaian Diri
1. Acceptance and self-Worth Adjusment Scale (AS-WAS) dikembangkan
oleh Tabrett dan Latham. Skala ini merupakan pengembangan dari 55
item Notthingham Adjusment Scale (NAS) terdiri dari 19 item yang
mencakup penerimaan, sikap, harga diri, self-efficacy, dan locus of
control.
2. Social Adjusment Scale-Self-Report (SAR-SR) dikembangkan oleh
Weissmen. Terdiri dari 54 item yang dibagi menjadi 2 versi, yaitu 24
item SAS-SR; short dan 14 item SAS-SR; screener.
3. Retirement Adjustment Scale yang dikembangkan oleh Wells (2006)
berdasarkan teori penyesuaian diri dari (Huber and Runyon,1984). Skala
ini terdiri dari 13 item pernyataan dengan rentangan skala likert 1-5.
Setelah peneliti melakukan tinjauan literatur, didapati satu alat ukur tentang
penyesuaian diri. Alat ukur tersebut adalah Retirement Adjustment Scale yang
dikembangkan oleh Wells (2006) berdasarkan teori penyesuaian diri dari (Huber
and Runyon,1984). Skala ini terdiri dari 13 item pernyataan dengan rentangan
model likert 1-5.
2.5. Kerangka Berfikir
Kebahagiaan adalah sesuatu yang ingin dicapai oleh semua orang, termasuk para
pekerja yang telah pensiun. Sikap seseorang dalam kehidupan sehari-hari sangat
mempengaruhi bahagia tidaknya orang tersebut. Kebahagiaan sendiri didefinisikan
40
sebagai perasaan positif dan kegiatan positif tanpa unsur paksaan sama sekali dari
kondisi dan kemampuan seseorang untuk merasakan emosi positif di masa lalu,
masa depan dan masa sekarang (Seligman, 2002).
Faktor-faktor yang membentuk kebahagiaan menurut Seligman (2002) yaitu
usia, kesehatan, perkawinan, kehidupan sosial, emosi negatif, religiusitas, jenis
kelamin, dan uang. Selain itu berdasarkan beberapa penelitian terdahulu, terdapat
beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kebahagiaan di antaranya adalah
penyesuaian diri.
Lalu bagaimana dengan kebahagiaan orang-orang di usia pensiun. Sedangkan
pada usia tersebut mereka akan mengalami penyesuaian terhadap perubahan-
perubahan baik perubahan fisiologis maupun psikologis, kemudian penyesuaian
diri seperti mulai berkurangnya income (penghasilan) keluarga, mempersiapkan
dan menyesuaikan diri dengan peristiwa kematian suami atau istri, ini semua akan
menimbulkan kecemasan, stress dan depresi sehingga menurunkan tingkat
kebahagiaan individu di usia pensiun. Oleh sebab itu, munculah pertanyaan yang
menjadi fokus dalam penelitian ini yaitu akan melihat bagaimana pengaruh dari
religiusitas dan penyesuaian diri terhadap kebahagiaan pensiunan.
Dalam penelitian peneliti menguji variabael religiusitas. Beberapa penelitian
terdahulu menemukan bahwa individu yang memiliki religiusitas memilik
kepuasan hidup lebih tinggi dan cenderung bahagia. Hal ini dapat dijelaskan karena
religiusitas memengaruhi berbagai aspek dalam individu misalnya terhadap cara
berpikir, mereka yang religiusitas cenderung memandang hidup lebih positif dan
41
orang memandang hidup lebih positif lebih dapat bersyukur dan puas sehingga lebih
bahagia (Cohen dan Johnso, 2011).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori dari Huber dan Huber
(2012) mengembangkan lima dimensi religiusitas yaitu : (a). Intellect, merupakan
dimensi yang mengukur sejauh mana individu memiliki pengetahuan dan mampu
menjelaskan pengetahuan dan pandangan terhadap agamanya. Bagi para pensiunan,
banyak dari pensiunan yang kemudian lebih serius dalam mempelajari ajaran
agamanya. Ketika seseorang mengetahui dan memahami ajaran-ajaran agamanya,
tentunya mereka akan merasa nyaman dan tenang ketika beribadah. Peneliti
memiliki dugaan dimensi ini akan memberikan pengaruh positif terhadap
kebahagiaan pensiunan. (b). Ideology, merupakan dimensi yang mengukur sejauh
mana individu memiliki keyakinan terhadap agamanya. Keyakinan-keyakinan yang
tidak dipertanyakan dan pola kemasukakalannya, seperti kepercayaan tentang
Tuhan, Malaikat, surga dan neraka. Ketika memasuki usia pensiun, para pensiunan
memiliki banyak waktu untuk mengikuti kegiatan keagamaan. Dengan demikian,
ajaran dogmatik dalam agamanya akan semakin melekat dalam pikiran dan
keseharian mereka. Konsep surga dan neraka semakin jelas bagi para pensiunan.
Hal ini akan mendorong mereka untuk terus berbuat baik sesuai dengan ajaran
agama mereka. Oleh karena itu, peneliti memiliki dugaan bahwa dimensi ini akan
memberikan pengaruh positif terhadap kebahagiaan pensiunan. (c) Public practice,
merupakan dimensi yang mengukur sejauh mana individu yang beragama dapat
memanifestasikan agamanya dengan berpartisipasi dalam berkegiatan ritual
keagamaan secara publik. Dalam sistem konstruksi keagamaan pribadi, dimensi ini
42
direpresentasikan sebagai pola tindakan dan sebagai tanggung jawab keagamaan
pribadi secara publik. Ketika seseorang memasuki masa pensiun, mereka akan
semakin merasa memiliki tanggung jawab untuk melakukan kegiatan keagamaan
di ruang publik. Pensiunan memiliki banyak waktu untuk mengikuti kegiatan
kegamaan di ruang publik. Ketika mereka mengikuti kegiatan keagamaan, mereka
juga sekaligus bersosialisasi dengan lingkungan tempat tinggal. Oleh karena itu,
peneliti memiliki dugaan bahwa dimensi ini memberikan pengaruh positif terhadap
kebahagiaan pensiunan. (d). Private practice, merupakan dimensi yang mengukur
sejauh mana individu yang beragama dapat mengabdikan diri pada aktivitas dan
ritual keagamaan secara pribadi. Ketaatan untuk melakukan kegiatan agama secara
individu dapat menghadirkan ketenangan dan kenyamanan dalam diri seseorang.
Oleh karena itu peneliti memiliki dugaan dimensi ini dapat memberikan pengaruh
positif terhadap kebahagiaan pensiunan. (e) experience. merupakan dimensi yang
mengukur bagaimana indivindu yang beragama memiliki kontak langsung kepada
Tuhannya yang mempengaruhi individu secara emosional. Misalnya individu
merasa dekat dengan Tuhan, merasa do’anya dikabulkan, dan merasa takut berbuat
dosa karena Tuhan selalu melihat hambanya. Semakin berkembangnya usia, tentu
saja pengalama religiusitas akan semakin banyak. Dengan semakin banyaknya
pengalaman religiusitas yang dialami, para pensiunan dapat mengembangkan
perasaan nyaman dan tenang dalam dirinya. Religiusitas memengaruhi berbagai
aspek dalam kehidupan individu misalnya terhadap cara berpikir, mereka yang
religiusitas cenderung memandang hidup lebih positif dan orang yang memandang
43
hidup lebih positif, dapat bersyukur dan puas sehingga lebih bahagia (Cohen dan
Johnso, 2011).
Dari semua dimensi ini maka peneliti memiliki dugaan bahwa akan
berdampak pada individu yang telah memasuki usia pensiun. Dan dimensi ini dapat
dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari sehingga membentuk kebahagiaan
individu diusia pensiunnya.
Variabel kedua dalam penelitian ini adalah penyesuaian diri. Penyesuaian diri
didefinisikan suatu proses yang terus berlangsung dalam kehidupan individu dan
dapat diukur dengan mengetahui bagaimana kemampuan individu menghadapi
lingkungan yang senantiasa berubah (Haber dan Runyon, 1994). Dalam memasuki
masa pensiun, tentunya seseorang memerlukan penyesuaian diri terhadap aktifitas
dan kebiasaan yang berubah setelah pensiun. Atchley (dalam Gall, Evans, Howard,
1997) mengemukakan bahwa mungkin akan ada perubahan pola penyesuaian diri
dalam masa pensiun di sepanjang waktu, yang mencerminkan tahapan atau fase
pensiun yang berbeda, baik itu tahap awal pensiun, tahap reorentasi dan tahap
stabilitas. Penyesuaian diri yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan 2
aspek dari Haber dan Runyon (1984) : (a) Persepsi sesuai dengan realitas, dimensi
ini mengukur bagaimana individu dapat percaya bahwa dirinya mampu
meyesuaikan diri dengan baik yaitu dapat mempersepsikan diri apa adanya sesuai
dengan realitas hidupnya. Seseorang memasuki usia pensiun maka mereka akan
menghadapi perubahan-perubahan tertentu seperti perubahan terhadap penghasilan,
perubahan terhadap berkurangnya kontak sosial dalam pekerjaan dan lainya. Ketika
para pensiunan mampu menyesuaikan diri dengan baik dan menerima bagaimana
44
realita hidupnya sekarang berati akan menimbulkan ketenangan hidupnya. Peneliti
memberikan dugaan bahwa dimensi ini memberikan pengaruh yang positif terhadap
kebahagiaan pensiunan. (b) Gambaran diri yang positif, dimensi ini berkaitan
dengan penilaian individu tentang dirinya sendiri. Ketika para pensiunan
mempunyai gambaran diri yang positif baik itu melalui penilaian pribadi maupun
melalui penilaian orang lain, mereka dapat merasakan kenyamanan psikologis.
Peneliti memberikan dugaan bahwa dimensi ini memberikan pengaruh yang positif
terhadap kebahagiaan pensiunan.
Secara ringkas, model penelitian ini dapat dilihat pada bagan kerangka
berfikir berikut :
Bagan Kerangka Berfikir
Gambar 2.1
Penyesuaian diri
Persepsi sesuai dengan realitas
Religiusitas
Gambaran diri yang positif
Intellect
Ideology
Public practice
Private practice
Religious experience
Kebahagiaan pada
Usia Pensiun
45
2.6. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan asumsi penelitian terhadap suatu permasalahan yang
masih harus diujikan. Berdasarkan kerangka berfikir penelitian di atas, maka
hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
2.6.1. Hipotesis Mayor
Ha1 : terdapat pengaruh yang signifikan religiusitas dan penyesuaian diri terhadap
kebahagiaan pada usia pensiun
2.6.2. Hipotesis Minor
Ha2 : terdapat pengaruh yang signifikan dimensi intellect dari religiusitas terhadap
kebahagiaan pada usia pensiun
Ha3 : terdapat pengaruh yang signifikan dimensi ideology dari variabel religiusitas
terhadap kebahagiaan pada usia pensiun
Ha4 : terdapat pengaruh yang signifikan dimensi publice practice dari variabel
religiusitas terhadap kebahagiaan pada usia pensiun
Ha5 : terdapat pengaruh yang signifikan dimensi private practice dari variabel
religiusitas terhadap kebahagiaan pada usia pensiun
Ha6 : terdapat pengaruh yang signifikan dimensi experience dari variabel religiusitas
terhadap kebahagiaan pada usia pensiun
Ha7: terdapat pengaruh yang signifikan dimensi persepsi sesuai dengan realitas
dari variabel penyesuaian diri terhadap kebahagiaan pada usia pensiun
Ha8: terdapat pengaruh yang signifikan dimensi gambaran diri yang positif dari
variabel penyesuaian diri terhadap kebahagiaan pada usia pensiun
46
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab tiga ini dipaparkan populasi dan sampel, variabel penelitian,
definisi operasional variabel, instrumen pengumpulan data, uji validitas instrumen
pengumpulan data, prosedur pengumpulan data, dan teknik analisis data.
3.1. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah pensiunan pegawai BUMN maupun pegawai
negeri yang berusia 60-70 tahun dan berdomisili di Pulau Bangka. Pengambilan
sampel pada penelitian ini menggunakan teknik non probability sampling yang
berarti peluang anggota-anggota populasi untuk dijadikan sampel tidak diketahui.
Teknik nonprobability sampling yang peneliti gunakan adalah convenience
sampling dimana partisipan dipilih berdasarkan kesediaan pensiunan untuk
merespon kuisioner dan didasari kemudahan saja. Jumlah penelitian sampel pada
penelitian ini berjumlah 218 orang yang dikumpulkan dengan cara offline yaitu
menyebarkan kuesioner mendatangi rumah dan kantor pos ketika pensiunan sedang
mengambil uang pensiun bulanan.
3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
a. Variabel dalam penelitian ini berjumlah delapan, dengan satu variabel
dependen dan tujuh variabel independen. Variabel dependen (outcome
variable) dalam penelitian ini adalah kebahagiaan, sedangkan variabel
47
Adapun definisi operasional masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah:
3. Kebahagiaan merupakan perasaan positif dan kegiatan positif tanpa unsur
paksaan sama sekali dari kondisi dan kemampuan seseorang untuk merasakan
emosi positif di masa lalu, masa depan dan masa sekarang (Seligman,2002).
Seligman (2012) dimensi kebahagiaan adalah pertama, positive emotions
dengan indikator evaluasi kepuasan hidup secara global. Kedua, engagement
dengan indikator melakukan aktivitas dengan penuh penghayatan. Ketiga,
relationships dengan indikator memiliki perasaan dicintai, didukung, dan
dihargai. Keempat, meaning dengan indikator memiliki arah tujuan hidup an
merasa hidup ini berharga. Kelima, accomplishment dengan indikator rasa
tanggung jawab terhadap pencapaian hidup.
4. Penyesuaian diri yang dimaksud dalam penelitian ini adalah proses yang
mencangkup respon-respon mental dan tingkah laku, yang merupakan usaha
individu agar berhasil mengatasi kebutuhan, ketegangan, konflik, dan frustasi
yang dialami di dalam dirinya (Haber dan Runyon, 1994). Penyesuaian diri
mempunyai dimensi yaitu Persepsi sesuai dengan realitas, Gambaran diri yang
positif. Dengan indikator kemampuan menyesuaikan diri dengan perubahan yg
datang sesuai dengan kondisi hidupnya saat ini dan Penilaian individu terhadap
dirinya sendiri baik melalui penilaian pribadi atau penilaian oranglain sehingga
merasakan kenyamanan psikologis.
5. Religiusitas adalah suatu kehidupan religius yang di bentuk dan dilakukan
secara keseluruhan melalui lima inti dimensi intelectual, ideology, public
practice, private practice, dan experience (Huber dan Huber, 2012). Terdapat
48
lima dimensi religiusitas seseorang yaitu pertama, Intellect dengan indikator
mengetahui ajaran agama dan ketertarikan mempelajari ilmu agama dan
mencari informasi mengenai ilmu agama. Kedua, ideology dengan indikator
percaya kepada Tuhan, adanya kehidupan setelah kematian, dan adanya
kekuatan Tuhan. Ketiga, public practice dengan indikator mengikuti dan
berperan dalam kegiataan keagamaan, dan memiliki komunitas keagamaan.
Keempat, private practice dengan indikator melaksanakan ajaran agama secara
pribadi dan berdoa secara spontanitas tergantung situasi yang dijalani. Terakhir,
religious experiece dengan indikator percaya bahwa doanya dijawab Tuhan dan
merasa selalu diawasi Tuhan.
Semua dimensi ini mengacu pada harapan sosial bahwa setiap individu
memiliki pengetahuan dan mampu menjelaskan pengetahuan dan pandangan
terhadap agamanya.
3.3. Instrumen Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data menggunakan skala sebagai alat
pengumpul data. Skala pengukuran merupakan kesepakatan yang digunakan
sebagai acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval yang ada dalam alat
ukur, sehingga alat ukur tersebut bila digunakan dalam pengukuran akan
menghasilkan data kuantitatif (Sugiono, 2009). Skala yang digunakan adalah model
skala Likert, yaitu pernyataan pendapat yang disajikan kepada responden yang
memberikan indikasi pernyataan setuju atau tidak setuju. Jawaban dari setiap item
instrument ini memiliki rentang dari tertinggi (sangat positif) sampai terendah
(sangat negatif). Tiap item diukur melalui empat kategori jawaban yaitu “Sangat
49
Setuju” (SS), “Setuju” (S), “Tidak Setuju” (TS), dan “Sangat Tidak Setuju” (STS).
Hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya pemusatan (central tendency) atau
menghindari jumlah respon yang bersifat netral 4.
Instrumen pengumpulan data ini terdiri dari pernyataan positif (favorable)
dan pernyataan negatif (unfavorable). Skor tertinggi diberikan pada pilihan jawaban
sangat setuju dan skor terendah diberikan pada pilihan jawaban sangat tidak setuju
untuk pernyataan favorable. Selanjutnya skor tertinggi untuk pernyataan
unfavorable diberikan pada pilihan jawaban sangat tidak setuju dan skor terendah
diberikan pada pilihan jawaban sangat setuju. Adapun cara subjek memberikan
jawaban terhadap skala model likert ini adalah dengan memberikan tanda silang
(X) atau ceklist (√) pada salah satu alternatif jawaban.
Bobot skor nilai untuk skala kebahagiaan, religiusitas dan penyesuaian diri
adalah sebagai berikut :
Skor Skala Likert
Pilihan SS S TS STS
Favorable 4 3 2 1
Unfavorable 1 2 3 4
50
Adapun alat ukur yang akan digunakan tersebut adalah :
1. Kebahagiaan
Pada penelitian ini, peneliti mengukur kebahagiaan dengan menggunakan
modifikasi dari skala The PERMA Profiler. Skala ini dikembangkan oleh Seligman
(dalam Butler dan Kern,2016). Skala ini dirancang untuk mengukur kesejahteraan
(kebahagiaan) dengan 5 aspek yaitu, PERMA (positive emotion, engagement,
relationships, meaning, accomplishment) bersama dengan negative emotion, health
dan item keseluruhan kebahagiaan. Skala ini terdiri dari 23 item dimana 15 item
untuk mengukur PERMA (3 item setiap dimensi PERMA). dan sisa 8 item
mengukur health, negative emotion, loneliness, dan item keseluruhan kebahagiaan
yang berguna untuk memberikan informasi tambahan yang relevan mengenai
kebahagiaan. Untuk skala The PERMA Profiler, peneliti memodifikasi item yang
ada dari hanya sebuah kata pada tiap itemnya menjadi sebuah pernyataan agar lebih
mudah dipahami. Alat ukur yang digunakan disesuaikan dengan usia responden
yaitu lansia, maka item yang digunakan terdiri dari satu atau dua item pada setiap
indikator yang berjumlah 13 item. Adapun pembagian item-item tiap aspek dapat
dilihat pada tabel 3.1 di bawah ini.
Tabel 3.1. Blue Print Kebahagiaan
No
.
Dimensi Indikator Item Total Contoh item
1. Positive
Emotion Evaluasi
kepuasan
hidup secara
global
2,11 2 Secara umum, saya
sering merasa
bahagia
2. Engagement Melakukan
aktivitas
dengan
penuh
penghayatan
6 1 Saya bersemangat
dan tertarik
melakukan aktivitas
saya
3. Relationships Memiliki
perasaan
dicintai,
9, 10 2 Saya merasa dicintai
oleh orang
disekeliling saya
51
didukung,
dan dihargai
4. Meaning Memiliki
arah tujuan
hidup dan
merasa
hidup ini
berharga
5 1 Saya merasa hidup
ini bermakna dan
berharga
5. Accomplishment Rasa
tanggung
jawab
terhadap
pencapaian
hidup
1, 13 2 Saya telah mencapai
tujuan hidup saya
6. Negative
Emotion Kecenderun
gan terhadap
perasaan
sedih,
cemas, dan
marah
3*, 8*
2 Secara umum, saya
sering merasa cemas
7. Health Perasaan
yang baik
dan merasa
sehat
4 1 Saya merasa sehat
8. Keseluruhan
kebahagiaan Perasaan
bahagia
secara
menyeluruh
selama
kehidupanny
a
12 1 Secara umum,
hingga saat ini saya
merasa hidup saya
bahagia
9. Loneliness Perasaan
kesepian
7* 1 Secara umum, saya
merasa puas dengan
hidup saya
Jumlah 13
Keterangan: Unfavorable(*)
52
2. Religiusitas
Pengukuran religiusitas dalam penelitian ini menggunakan modifikasi skala
religiusitas baku The Centrality of Religiosity Scale (CRS) yang menggambarkan
lima dimensi religiusitas dalam 15 item. Peneliti memodifikasi setiap item yang
sebelumnya berbentuk pertanyaan menjadi pernyataan yang menggambarkan
masing-masing dimensi. Alat ukur yang digunakan disesuaikan dengan usia
responden yaitu lansia, maka item yang digunakan terdiri dari satu atau dua item
pada setiap indikator. Instrumen ini berbentuk skala Likert dengan rentang lima
point, namun peneliti hanya menggunakan rentang skala empat point yaitu dari “1”
(sangat tidak setuju), “2” (tidak setuju), “3” (setuju) dan “4” (sangat setuju). Hal ini
dikarenakan agar mempermudah subjek dalam pengisian alat ukur dan mengurangi
kemungkinan munculnya kecenderungan subjek mengisi tengah-tengah (central
tendency). Adapun pembagian item-item tiap aspek dapat dilihat pada tabel 3.2 di
bawah ini.
Tabel 3.2. Blue Print Skala Religiusitas
No Dimensi Indikator Butir
Item
Jumlah Contoh Item
1 Intellect Mengetahui
ajaran agama
Ketertarikan
mempelajari
ilmu agama dan
mencari
informasi
mengenai ilmu
agama
1, 6,
11
3 Saya
memiliki
ketertarikan
yang besar
untuk
mendalami
ilmu agama
saya
53
2 Ideology Percaya kepada
Tuhan, adanya
kehidupan
setelah
kematian, dan
adanya kekuatan
Tuhan
2, 7,
12
3 Menurut saya,
ada Dzat yang
memiliki
kekuatan
yang
mengatur
dunia ini
3 Public
practice Mengikuti dan
berperan serta
dalam kegiatan
keagamaan
Memiliki
komunitas
kegamaan
3, 8,
13
3 Menurut saya
penting untuk
mengikuti
kegiatan
keagamaan
4 Private
practice Melaksanakan
ajaran agama
secara pribadi
Berdo’a secara
spontanitas
tergantung
situasi yang
dijalani
4, 9,
15
3 Saya tidak
pernah lupa
untuk
beribadah
5 Experience Percaya bahwa
do’anya dijawab
Tuhan
Merasa selalu
diawasi Tuhan
5, 10,
14
3 Saya yakin
Tuhan
memiliki
peran besar
dalam hidup
saya
Total 15
Keterangan: Unfavorable(*)
3. Penyesuian Diri
Alat ukur tersebut adalah Retirement Adjustment Scale yang dikembangkan oleh
Wells (2006) berdasarkan teori penyesuain diri dari Huber dan Runyon,(1984).
Skala ini terdiri dari 13 item pernyataan. Instrumen ini berbentuk skala Likert
dengan rentang enam point namun peneliti memodifikasi sehingga menggunakan
rentang skala empat point yaitu dari “1” (sangat tidak setuju), “2” (tidak setuju),
“3” (setuju) dan “4” (sangat setuju). Hal ini dikarenakan agar mempermudah subjek
54
dalam pengisian alat ukur. Alat ukur yang digunakan disesuaikan dengan usia
responden yaitu dewasa akhir, maka item yang digunakan terdiri dari satu atau dua
item pada setiap indikator Adapun blue print skala penyesuaian diri adalah sebagai
berikut.
Tabel 3.3 Blueprint Skala Penyesuaian diri
No
.
Dimensi Indikator Item Total Contoh item
1.
2.
Persepsi sesuai
dengan realitas
Gambaran diri
yang positif
Kemampuan
menyesuaikan
diri dengan
perubahan yg
datang sesuai
dengan kondisi
hidupnya saat
ini
Penilaian
individu
terhadap dirinya
sendiri baik
melalui
penilaian
pribadi atau
penilaian
oranglain
sehingga
merasakan
kenyaman
psikologis.
2, 4, 6,
8, 9,
10*
1, 3*,
5*, 7*,
11*
6
5
Saya dapat
menyesuaikan diri
dengan perubahan
yang terjadi ketika
masa pensiun
datang.
Saya menikmati
masa pensiun saya
Jumlah 11
Keterangan: Unfavorable(*)
55
3.4. Uji Validitas Konstruk
Untuk menguji validitas konstruk alat ukur pada penelitian ini, penulis
menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan bantuan software
Lisrel 8.70. Adapun logika dari CFA yang dikemukakan Umar (dalam Febriana,
2015) adalah sebagai berikut:
1. Bahwa ada sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefiniskan
secara operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan
untuk mengukurnya yang disebut faktor. Sedangkan pengukuran terhadap
faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon atas item-itemya.
Diteorikan setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun tiap
subtes hanya mengukur satu faktor saja. Artinya baik item maupun subtes
bersifat unidimensional.
2. Dengan data yang tersedia, dapat diestimasi matriks korelasi antar item yang
seharusnya diperoleh jika memang unidimensional. Matriks korelasi ini
disebut sigma (∑), kemudian dibandingkan dengan matriks dari data
empiris, yang disebut matriks S. Jika teori tersebut benar (unidimensional)
maka tidak ada perbedaa antara matriks ∑ - matriks S atau bisa juga
dinyatakan dengan ∑ - S = 0.
3. Pernyataan tersebut dijadikan hipotesis nihil yang kemudian diuji dengan
chi-square. Jika hasil chi-square tidak signifikan (p>0.05), maka hipotesis
nihil tersebut “tidak ditolak” artinya teori unidimensionalitas tersebut dapat
diterima. Sedangkan jika nilai chi-square signifikan (p<0.05), artinya item
tersebut mengukur lebih dari satu faktor atau bersifat multidimensional.
56
Maka perlu dilakukan modifikasi terhadap model pengukuran dengan cara
membebaskan parameter berupa korelasi kesalahan pengukuran.
4. Jika model fit, maka langkah selanjutnya menguji apakah item signifikan
atau mengukur apa yan hendak diukur, dengan menggunakn t-test. Jika hasil
t-test tidak signifikan (t<1.96) atau koefisien muatan faktornya negatif,
maka item tersebut tidak signifikan dalam mengukur apa yang hendak
diukur, sebaiknya item yang demikian dieliminasi atau didrop.
5. Terakhir, setelah dilakukan langkah-langkah sepertiyang disebutkan di atas
dan mendapatkan item dengan muatan faktor signifikan (t>1.96) dan positif.
Maka, selanjutnya item-item yang signifikan (t>1.96) dan positif tersebut
diolah untuk mendapatkan faktor skornya.
3.4.1. Uji Validitas Konstruk Bahagia
Penulis menguji apakah 13 item dari kebahagiaan bersifat unidimensional, artinya
benar-benar mengukur kualitas kebahagiaan. Berdasarkan hasil analisis CFA yang
dilakukan dengan model satu faktor ternyata tidak fit dengan chi-square= 556.96,
df= 65, P-value= 0.00000, RMSEA= 0.187. Penulis kemudian melakukan beberapa
kali modifikasi terhadap model, kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan chi-
square= 48.42, df= 35, P-value= 0.06521, RMSEA= 0.042. Nilai Chi-Square
menghasilkan P-Value >0,05 namun nilai RMSEA <0,05. Berdasarkan kriteria
tersebut model dapat dinyatakan fit, artinya model dengan satu faktor
(unidimensional) seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu kebahagiaan.
Selanjutnya, peneliti ingin melihat item mana yang memang mengukur apa yang
57
hendak diukur atau valid dan mana yang tidak. Kriteria valid dapat melihat nilai T-
value>1,96 dengan taraf signifikansi 0.05 atau 5%.
Tabel 3.4 Muatan faktor item bahagia
No. Koefisien Standar eror Nilai t Signifikan
ITEM1 0.82 0.06 13.11 √
ITEM2 0.80 0.06 12.88 √
ITEM3 0.50 0.08 6.52 √
ITEM4 0.76 0.06 12.07 √
ITEM5 0.76 0.06 11.25 √
ITEM6 0.77 0.07 11.80 √
ITEM7 0.67 0.07 10.18 √
ITEM8 0.63 0.07 9.31 √
ITEM9 0.21 0.07 2.82 √
ITEM10 0.23 0.07 3.13 √
ITEM11 0.60 0.07 8.91 √
ITEM12 0.97 0.06 17.35 √
ITEM13 0.36 0.07 4.82 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t >1.96); X = tidak signifikan
Pada tabel 3.5, terlihat tidak ada muatan faktor negatif pada salah satu item dan t-
value di atas 1.96 (t> 1.96), maka seluruh item tersebut dapat digunakan dalam
mengestimasi skor faktor untuk kebahagiaan.
3.4.2 Uji Validitas Konstruk Religiusitas
Penulis menggunakan CFA model multifakor dengan lima faktor dalam menguji
validitas alat ukur religiusitas beserta kelima dimensinya. Artinya, seluruh item dari
religiusitas diuji secara stimulant beserta lima dimensinya. Penulis menguji apakah
15 item dari religiusitas bersifat unidimensional atau semua item mengukur sesuai
dengan dimensinya masing-masing.
Berdasarkan hasil awal CFA yang dilakukan ternyata menghasilkan model
yang tidak fit dengan perolehan nilai Chi-Square=729.29, df=80, P-value=0.00000,
RMSEA=0.193. Oleh sebab itu, penulis melakukan modifikasi terhadap model,
58
dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu
sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square=54.36, df=41, P-
value=0.07897 RMSEA=0.039.
Langkah selanjutnya adalah melihat signifikan tidaknya item dalam
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan item manakah yang
perlu di drop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang
koefisien muatan faktor dari item. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Koefisien muatan faktor untuk item pengukuran
religiusitas disajikan pada tabel 3.5 berikut:
Tabel 3.5.Muatan faktor Religiusitas
No Item Koefisien Standar error Nilai t Signifikan
Intellect 1
0.62
0.07
9.12
√
2 0.82 0.06 12.71 √
3 0.79 0.07 12.04 √
Ideology
4
0.87
0.06
14.51
√
5 0.82 0.06 13.65 √
6 0.81 0.06 13.27 √
Public Practice
7
0.70
0.06
10.92
√
8 0.96 0.06 15.29 √
9 0.64 0.07 9.47 √
Private Practice 10
0.88
0.06
15.09
√
11 0.84 0.06 14.35 √
12 0.54 0.06 8.39 √
Experience 13
0.68
0.07
9.33
√
14 0.37 0.06 5.87 √
15 0.30 0.06 5.17 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t >1.96); X = tidak signifikan
59
Pada tabel 3.5, terlihat tidak ada muatan faktor negatif pada salah satu item dan t-
value di atas 1.96 (t> 1.96), maka seluruh item tersebut dapat digunakan dalam
mengestimasi skor faktor untuk religiusitas.
3.4.3 Uji Validitas Konstruk Penyesuaian Diri
Penulis menguji apakah item yang terdiri dari dimensi penyesuaian diri yaitu
persepsi sesuai dengan realita dan gambaran diri yang positif bersifat
unidimensional yang artinya benar hanya mengukur penyesuaian diri.
3.4.3.1 Uji Validitas Konstruk Persepsi Sesuai dengan Realitas
Penulis menguji apakah 6 item dari dimensi persepsi sesuai dengan realitas bersifat
unidimensional, artinya benar-benar mengukur persepsi sesuai dengan realitas.
Berdasarkan hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata
tidak fit dengan Chi-Square= 43.22, df= 9, P-value= 0.00000, RMSEA= 0.132.
Penulis kemudian melakukan beberapa kali modifikasi terhadap model, kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka
diperoleh model fit dengan Chi-Square= 9.23, df= 7, P-value= 0.2360, RMSEA=
0.038. Nilai Chi-Square menghasilkan P-Value >0,05 namun nilai RMSEA <0,05.
Berdasarkan kriteria tersebut model dapat dinyatakan fit, artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu
persepsi sesuai dengan realitas.
Selanjutnya, peneliti ingin melihat item mana yang memang mengukur apa yang
hendak diukur atau valid dan mana yang tidak. Kriteria valid dapat melihat nilai T-
value>1,96 dengan taraf signifikansi 0.05 atau 5%.
60
Tabel 3.6
Muatan faktor item persepsi sesuai dengan realitas
No. Koefisien Standar eror Nilai t Signifikan
ITEM1 0.60 0.07 8.47 √
ITEM2 0.60 0.07 8.62 √
ITEM3 0.73 0.07 10.98 √
ITEM4 0.67 0.07 9.89 √
ITEM5 0.83 0.07 13.47 √
ITEM6 0.65 0.07 9.56 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t >1.96); X = tidak signifikan
3.4.3.2 Uji Validitas Konstruk Gambaran Diri yang Positif
Penulis menguji apakah 5 item dari dimensi gambaran diri yang positif bersifat
unidimensional, artinya benar-benar mengukur gambaran diri yang positif.
Berdasarkan hasil analisis CFA yang dilakukan dengan model satu faktor ternyata
tidak fit dengan Chi-Square= 79.61, df= 5, P-value= 0.00000, RMSEA= 0.262.
Penulis kemudian melakukan beberapa kali modifikasi terhadap model, kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka
diperoleh model fit dengan Chi-Square= 1.22, df=2, P-value= 0.54291, RMSEA=
0.000. Nilai Chi-Square menghasilkan P-Value >0,05 namun nilai RMSEA <0,05.
Berdasarkan kriteria tersebut model dapat dinyatakan fit, artinya model dengan satu
faktor (unidimensional) seluruh item hanya mengukur satu faktor saja yaitu
persepsi sesuai dengan realitas.
Selanjutnya, peneliti ingin melihat item mana yang memang mengukur apa
yang hendak diukur atau valid dan mana yang tidak. Kriteria valid dapat melihat
nilai T-value>1,96 dengan taraf signifikansi 0.05 atau 5%.
61
Tabel 3.7
Muatan faktor item gambaran diri yang positif
No. Koefisien Standar eror Nilai t Signifikan
ITEM1 0.48 0.08 5.99 √
ITEM2 0.87 0.14 6.13 √
ITEM3 0.14 0.12 1.15 x
ITEM4 0.57 0.09 6.13 √
ITEM5 0.10 0.07 1.47 x
Keterangan: tanda √ = signifikan (t >1.96); X = tidak signifikan
Berdasarkan table 3.5, setelah dilakukan pengujian CFA, nilai t bagi koefisien
muatan faktor seluruh item bermuatan positif, artinya seluruh muatan faktor dari
item sesuai dengan sifat item. Akan tetapi, muatan faktor pada item nomor tiga dan
lima tidak signifikan karena nilai t<1.96. Dengan demikian item tiga dan lima di
drop dan tidak diikutkan pada analisis berikutnya.
3.5 Teknik Analisis Data
Untuk menguji hipotesis penelitian mengenai religiusitas dan penyesuaian diri yang
mempengaruhi kebahagiaan secara empiris, maka penulis mengolah data yang
didapat dengan menggunakan Multiple Regression Analysis (analisis regresi
berganda). Teknik analisis regresi berganda digunakan untuk menjawab hipotesis
nihil yang terdapat di bab 2. Dalam penelitian ini, dependent variablenya adalah
kebahagiaan dan independent variablenya adalah religiusitas dan penyesuaian diri,
maka susunan persamaan regresinya adalah:
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + e
Keterangan:
Y = kebahagiaan
a = konstanta/intercept
b = koefisien regresi
X1 = Intellect
X2 = Ideology
62
X3 = Public Practice
X4 = Private Practice
X5 = Experience
X6 = Persepsi sesuai dengan realitas
X7 = Gambaran diri yang positif
e = residu
Melalui analisis regresi berganda in akan diperoleh nilai R2, yaitu koefisien
determinasi yang menunjukan besarnya proporsi (presentase) varians dari DV yang
bisa dijelaskan oleh bervariasinya independent variable secara keseluruhan.
Adapun untuk mendapatkan nilai R2, digunakan rumus sebagai berikut:
R2 = SSreg
SSy
Uji R2 diuji untuk membuktikan apakah penambahan varians dari
independent variable satu persatu signifkan atau tidak penambahannya. Untuk
membuktikan apakah regresi X pada Y signifikan atau tidak, maka dapat diuji
dengan menggunkan uji F, untuk membuktikan hal tersebut digunakan rumus
sebagai berikut:
F = R2/k /(1-R2)/(N-k-1)
Keterangan:
R2 = proporsi varians
K = jumlah independent variable
N = jumlah sampel
Kemudian untuk menguji apakah pengaruh yang diberikan variabel-variabel
independen signifikan terhadap DV, maka penulis melakukan uji t. Uji t akan
dilakukan sesuai dengan variabel yang dianalisis. Uji t yang dilakukan
menggunakan rumus sebagai berikut:
t = b / sb
Keterangan:
b = koefisien regresi
sb = standar eror dari b
63
BAB 4
4.1. Gambaran Umum Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini terdiri dari 218 para pensiunan pegawai PNS dan para
pensiunan pegawai BUMN, berumur 60 tahun sampai dengan 70 tahun dan
berdomisili di Pulau Bangka. Berikut ini akan diuraikan gambaran subjek
berdasarkan jenis pensiunan, tahun pensiunan, usia, status pernikahan, dan jumlah
anak.
Tabel 4.1
Subjek Penelitian Kategori Jumlah Presentase
Jenis Pensiunan PNS 127 58.3%
BUMN 91 41.7% Tahun Pensiun < 2000 10 4.6%
2001-2009 69 31.6%
2010-2018 139 64.4%
Usia 60th-63th 105 48.2% 64th-70th 113 51.8%
Jenis Kelamin Laki-laki
Perempuan
184
34
84.4%
15.6% Status pernikahan Masih punya
pasangan
189 86.7%
Pasangan telah meninggal
29 13.3%
Jumlah Anak 1-5 179 82.1%
6-10 39 17.9%
Berdasarkan tabel 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah responden kategori
pensiunan PNS memiliki presentase sebesar 58.3% (127 orang), dan responden
kategori pensiunan BUMN memiliki presentase sebesar 41.7% (91 orang). Maka
dapat disimpulkan subjek penelitian terbanyak adalah pensiunan katagori PNS yang
berjumlah 127 orang (58.3%).
64
Berikutnya dijelaskan gambaran subjek berdasarkan tahun pensiun
responden. Responden yang pensiunnya pada tahun 2010-2018 lebih banyak
mendominasi yaitu sebanyak 139 orang (64.4%), selanjutnya responden tahun
pensiun 2001-2009 sebanyak 69 orang (31.6%), dan terakhir responden dengan
tahun pensiun dibawah 2000 sebanyak 10 orang (4.6%). Berdasarkan rentang usia
sebanyak 105 orang (48.2%) berada pada usia 56-63 tahun, dan 113 orang (51.8%)
berada pada usia 64-70 tahun. Berdasarkan jenis kelamin yaitu 184 orang (84.4%)
laki-laki dan 34 orang (15.6%) perempuan.
Berdasarkan tabel di atas juga dijelaskan gambaran subjek berdasarkan
status pernikahan. Sebanyak 189 orang (86.7%) berstatus masih memiliki
pasangan, dan 29 orang (13.3%) tidak lagi memiliki pasangan (meninggal).
Berdasarkan jumlah anak. Sebanyak 179 orang (82.1%) memiliki jumlah anak
dengan rentang 1-5 anak, dan 39 orang (17.9%) memiliki jumlah anak dengan
rentang 6-10 anak.
4.2.Analisis deskriptif
Skor yang digunakan dalam analisis data penelitian ini adalah skor murni (t-score)
yang merupakan hasil proses konversi dari raw score. Proses ini dilakukan untuk
memudahkan dalam melakukan perbandingan antar skor hasil penelitian variabel-
variabel yang diteliti. Dengan demikian, semua raw score pada setiap variabel harus
diletakkan pada skala yang sama. Untuk memperoleh deskripsi statistik, dihitung
item-item yang valid dan positif, sehingga didapatkan factor score. Factor score
tersebut dihitung untuk menghindari bias dari kesalahan pengukuran. Factor score
yang dianalisis adalah factor score yang bermuatan positif dan signifikan.
65
Setelah didapatkan factor score yang telah dirubah menjadi t score, nilai
baku inilah yang akan dianalisis dalam uji hipotesis korelasi dan regresi.
Selanjutnya untuk menjelaskan gambaran umum tentang statistik deskriptif dari
variabel-variabel dalam penelitian ini, indeks yang menjadi patokan adalah nilai
minimal dan maksimal, mean dan standar deviasi (SD) dari masing-masing
variabel. Nilai tersebut disajikan dalam tabel 4.2.
Tabel 4.2
Deskripsi statistik variabel penelitian
Variabel N Min Max Mean SD
Kebahagiaan 218 13.30 76.54 50.0000 9.42103
Intellect 218 20.68 67.97 50.0000 8.18887 Ideology 218 26.83 60.22 50.0000 8.84803
Public Practice 218 18.31 65.81 50.0000 8.54178
Private Practice 218 32.86 62.75 50.0000 8.67793
Experience 218 34.66 60.50 50.0000 6.06061 Persepsi sesuai
realitas
218 18.00 78.01 50.0000 8.79252
Gambaran diri yg positif
218 28.06 70.68 50.0000 7.81204
Valid N (listwise) 218
Pada tabel 4.2 terdapat penjelasan mengenai gambaran umum deskripsi
statistik dari variabel-variabel yang diteliti dengan indeks yang dijadikan acuan
dalam perhitungan ini adalah skor mean, standar deviasi (SD), maksimum dan
minimum tiap variabel penelitian
Dependen variabel yaitu kebahagiaan memiliki nilai minimum 13.30; nilai
maksimum 76.54 dan SD= 9.42, variabel intellect memiliki nilai minimum 20.68;
nilai maksimum 67.97 dan SD = 8.19, ideology memiliki nilai minimum 26.83;
nilai maksimum 60.22 dan SD = 8.85, public practice memiliki nilai minimum
18.31; nilai maksimum 65.81 dan SD = 8.54, private practice memiliki nilai
66
minimum 32.86; nilai maksimum 62.75 dan SD = 8.68, experience memiliki nilai
minimum 34.66; nilai maksimum 60.50 dan SD = 6.06, persepsi sesuai dengan
realitas memiliki nilai minimum 18.00; nilai maksimum 78.01 dan SD = 8.79,
gambaran diri yang positif memiliki nilai minimum 28.06; nilai maksimum 70.68
dan SD = 7.81. Nilai rata-rata yang diperoleh keseluruhan variabel adalah 50.
4.3.Katogori Skor Variabel
Setelah melakukan deskripsi statistik dari masing-masing variabel penelitian, maka
hal yang perlu dilakukan adalah kategorisasi terhadap data penelitian dengan
menggunakan standar deviasi dan mean dari t-score. Dalam hal ini, ditetapkan
norma pada table 4.3 .
Tabel 4.3
Norma Skor Kategorisasi
Norma Intepretasi
X < Mean – 1Standar Deviasi Rendah
Mean – 1Standar Deviasi ≤ X ≤ Mean + 1Standar Deviasi Sedang
X > Mean +1Standar Deviasi Tinggi
Setelah kategori tersebut didapatkan, maka akan diperoleh nilai persentasi
kategori masing-masing variabel penelitian. Masing-masing variabel akan
dikategorikan sebagai rendah, sedang, dan tinggi. Selanjutnya akan dijelaskan
perolehan nilai persentase kategorisasi untuk variabel bahagia, intellect, ideology,
public practice, private practice, experience, persepsi sesuai dengan realitas,
gambaran diri yang positif pada tabel 4.4.
67
Tabel 4.4
Kategorisasi Skor Variabel Frekuensi
Variabel Rendah Sedang Tinggi
Bahagia 12 (5,5%) 176 (80,7%) 30 (13,8%) Intellect 5 (2,3%) 185 (84,9%) 28 (12,8%)
Ideology 53 (24,3%) 86 (39,4%) 79 (36,2%)
Public Practice 7 (3,2%) 178 (81,7%) 33 (15,1%)
Private Practice 1 (5%) 173 (79,4%) 44 (20,2%) Experience 6 (2,8%) 189 (86,7%) 23 (10,6%)
Persepsi sesuai dengan
realitas
9 (4,1%) 187 (85,8%) 22 (10,1%)
Gambaran diri yang
positif
35 (16,1%) 171 (78,4%) 12 (5,5%)
Berdasarkan tabel 4.4 ditemukan bahwa pada variabel bahagia, 5.5% dari total
responden memiliki tingkat kebahagiaan rendah, sementara 80.7% responden
memiliki tingkat kebahagiaan sedang, dan 13.8% memiliki tingkat kebahagiaan
tinggi. Dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden yang diteliti,
kebahagiaan yang paling dominan berada pada kategori sedang.
Pada variabel intellect, 2.3% dari total responde memiliki tingkat intellect
rendah, sementara 84.9% responden memiliki tingkat intellect sedang, dan 12.8%
memiliki tingkat intellect yang tinggi. Dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan
responden yang diteliti, intellect yang paling dominan berada pada katagori sedang.
Pada variabel ideology, 24.3% dari total responde memiliki tingkat ideology
rendah, sementara 39.4% responden memiliki tingkat ideology sedang, dan 36.2%
memiliki tingkat ideology yang tinggi. Dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan
responden yang diteliti, ideology yang paling dominan berada pada katagori sedang.
Pada variabel public practice, 3.2% dari total responde memiliki tingkat
public practice rendah, sementara 81.7% responden memiliki tingkat public
practice sedang, dan 15.1% memiliki tingkat public practice yang tinggi. Dapat
68
disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden yang diteliti, public practice yang
paling dominan berada pada katagori sedang.
Pada variabel private practice, 5% dari total responde memiliki tingkat
private practice rendah, sementara 79.4% responden memiliki tingkat private
practice sedang, dan 20.2% memiliki tingkat private practice yang tinggi. Dapat
disimpulkan bahwa dari keseluruhan responden yang diteliti, private practice yang
paling dominan berada pada katagori sedang.
Pada variabel experience, 2.8% dari total responde memiliki tingkat
experience rendah, sementara 86.7% responden memiliki tingkat experience
sedang, dan 10.6% memiliki tingkat experience yang tinggi. Dapat disimpulkan
bahwa dari keseluruhan responden yang diteliti, experience yang paling dominan
berada pada katagori sedang.
Pada variabel persepsi sesuai dengan realitias, 4.1% dari total responde
memiliki tingkat persepsi sesuai dengan realitias rendah, sementara 85.8%
responden memiliki tingkat persepsi sesuai dengan realitias sedang, dan 10.1%
memiliki tingkat persepsi sesuai dengan realitias yang tinggi. Dapat disimpulkan
bahwa dari keseluruhan responden yang diteliti, persepsi sesuai dengan realitias
yang paling dominan berada pada katagori sedang.
Pada variabel gambaran diri yang positif, 16.1% dari total responde
memiliki tingkat gambaran diri yang positif rendah, sementara 78.4% responden
memiliki tingkat gambaran diri yang positif sedang, dan 5.5% memiliki tingkat
gambaran diri yang positif yang tinggi. Dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan
69
responden yang diteliti, gambaran diri yang positif yang paling dominan berada
pada katagori sedang.
4.4.Hasil Uji Hipotesis Penelitian
4.4.1. Analisis Regresi Variabel Penelitian
Pada tahap ini penulis menguji hipotesis dengan teknik anlisis regresi berganda
dengan menggunakan software SPSS 21. Seperti yang telah disebutkan pada bab 3,
dalam regresi ada tiga hal yang dilihat yaitu melihat besaran R-square untuk
mengetahui berapa persen (%) varians dependent variable yang dijelaskan oleh
independent variable, apakah secara keseluruhan independent variable
berpengaruh secara signifikan terhadap dependent variable dan melihat signifikan
atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing independent variable.
Tabel 4.5
Tabel R Square
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 ..740a .548 .533 6.44027
Pada tabel 4.5 dapat dilihat bahwa diperoleh R-square sebesar 0.548 atau
54.8%. Artinya, proporsi varians dari bahagia yang dijelaskan oleh religiusitas
(intellect, ideology, public practice, private practice, experience), dan penyesuian
diri (persepsi sesuai dengan realitas, gambaran diri yang positif adalah sebesar
54.8%, sedangkan 45.2% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian
ini.
Langkah kedua penulis menganalis pengaruh dari keseluruhan independent
variable terhadap kebahagiaan. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.6.
70
Tabel 4.6
Tabel Anova
Model Sum of
square
df Mean
square
F Sig.
1 Regression 10549.825 7 1507.118 36.336 .000a Residual 8710.188 210 41.477
Total 19260.013 217
a. Dependent variable: KEBAHAGIAAN
b. Predictors: (constant) G_DIRI, PUBLIC_PRACTICE, IDEOLOGY, P_S_REALITAS, INTLLECT, EXPERIENCE, PRIVATE_PRACTICE
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat pada kolom Sig bahwa (sig < 0.05),
maka hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan dari
intellect, ideology, public practice, private practice, experience, persepsi sesuai
dengan realitas, gambaran diri yang positif terhadap kebahagiaan ditolak, artinya
terdapat pengaruh yang signifikan dari intellect, ideology, public practice, private
practice, experience, persepsi sesuai dengan realitas, gambaran diri yang positif
terhadap kebahagiaan.
Langkah selanjutnya penulis melihat signifikansi koefisien regresi pada
setiap variabel pada kolom signifikan. Jika signifikansi < 0.05 maka koefisien
regresi berpengaruh secara signifikan terhadap kebahagiaan. Adapun tabel
koefisien regresi dari setiap independent variable terhadap dependent variable
ditampilkan pada tabel 4.7 berikut:
71
Tabel 4.7
Tabel koefisien regresi independent variable
Unstandardized
coefficients
Standardized
coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
1 (constant) -6.412 4.339 -1.478 .141
Intellect .112 .082 .097 1.357 .176
Ideology .106 .086 .099 1.233 .219
Public Practice
.169 .071 .153 2.374 .019*
private
Practice
-.005 .090 -.004 -.051 .960
Experience .120 .114 .077 1.048 .296
Persepsi
sesuai
dengan realitas
.461 .069 .430 6.705 .000*
Gambaran
diri yang positif
.166 .069 .138 2.408 .017
a. Dependent variable: KEBAHAGIAAN
Bedasarkan tabel 4.7 Dapat dipaparkan persamaan regresi sebagai berikut:
Kebahagiaan = -6.412 + 0.112 intellect + 0.106 ideology + 0.169 public practice*
– 0.005 private practice + 0.120 experience + 0.461 persepsi sesuai dengan realitas*
+ 0.166 gambaran diri yang positif
Keterangan: signifikan (*)
Pada tabel 4.7 terdapat tiga koefisien regresi yang signifikan, yaitu public
practice, persepsi sesuai dengan realitas dan gambaran diri yang positif. Variabel
lainnya menghasilkan koefisien regresi yang tidak signifikan. Penjelasan dari nilai
yang diperoleh pada masing-masing independent variable adalah sebagai berikut:
1. Variabel Intellect
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.112 dengan signifikansi sebesar
0.176 (sig > 0.05). Dengan demikian hipotesis nihil diterima, yang berarti tidak
terdapat pengaruh yang signifikan intellect terhadap kebahagiaan.
72
2. Variabel Ideology
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.106 dengan signifikansi sebesar
0.219 (sig > 0.05). Dengan demikian hipotesis nihil diterima, yang berarti
tidak terdapat pengaruh yang signifikan ideology terhadap kebahagiaan.
3. Variabel Public Practice
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.169 dengan signifikansi sebesar
0.019 (sig < 0.05). Dengan demikian hipotesis nihil ditolak, yang berarti
terdapat pengaruh yang signifikan public practice terhadap kebahagiaan.
Dengan arah positif menunjukkan bahwa semakin tinggi public practice maka
semakin tinggi kebahagiaan.
4. Variabel Private Practice
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.005 dengan signifikansi sebesar
0.960 (sig > 0.05). Dengan demikian hipotesis nihil diterima, yang berarti
tidak terdapat pengaruh yang signifikan private practice terhadap
kebahagiaan.
5. Variabel Experience
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.120 dengan signifikansi sebesar
0.296 (sig > 0.05). Dengan demikian hipotesis nihil diterima, yang berarti
tidak terdapat pengaruh yang signifikan experience terhadap kebahagiaan.
6. Variabel Persepsi Sesuai dengan Realitas
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.461 dengan signifikansi sebesar
0.000 (sig < 0.05). Dengan demikian hipotesis nihil ditolak, yang berarti
terdapat pengaruh yang signifikan persepsi sesuai dengan realitas terhadap
73
kebahagiaan. Dengan arah positif menunjukkan bahwa semakin tinggi
persepsi sesuai dengan realitas maka semakin tinggi kebahagiaan.
7. Variabel Gambaran Diri yang Positif
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.166 dengan signifikansi sebesar
0.017 (sig < 0.05). Dengan demikian hipotesis nihil ditolak, yang berarti
terdapat pengaruh yang signifikan gambaran diri yang positif terhadap
kebahagiaan. Dengan arah positif menunjukkan bahwa semakin tinggi
gambaran diri yang positif maka semakin tinggi kebahagiaan.
4.4.2. Pengujian Proporsi varians independent variable
Penulis ingin mengetahui bagaimana proporsi varian dari masing-masing
independent variable terhadap kebahagiaan. Besarnya proporsi varian pada
kebahagiaan dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut:
Tabel 4.8
Proporsi varians variabel setiap independent variable
Change statistic
Model R R
square
Adjusted
r square
Std.
Error
of the
estimate
R
square
change
F
change
df1 df2 Sig. F
change
1 .543a .295 .292 7.93102 .295 90.195 1 216 .000* 2 .580b .337 .331 7.70733 .042 13.720 1 215 .000*
3 .591c .349 .340 7.65623 .012 3.879 1 214 .050*
4 .592d .351 .339 7.66225 .002 .664 1 213 .416
5 .592e .351 .336 7.67851 .000 .099 1 212 .754 6 .732f .535 .522 6.51312 .184 83.654 1 211 .000*
7 .740g .548 .533 6.44027 .012 5.800 1 210 .017*
Predictors: (constant), intellect,ideology, public_practice, private_practice, experience, p_s_realitas, g_diri.
Keterangan: signifikan(*)
Berdasarkan tabel 4.8 Dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Variabel intellect memberikan sumbangan sebesar 0.295 atau 29.5% dengan
sig. F change = 0.000. Sumbangan tersebut signifikan.
74
2. Variabel ideology memberikan sumbangan 0.042 atau 4.2% dengan sig. F
change = 0.000. Sumbangan tersebut signifikan.
3. Variabel public practice memberikan sumbangan sebesar 0.012 atau 1.2%
dengan sig. F change = 0.050. Sumbangan tersebut signifikan.
4. Variabel private practice memberikan sumbangan sebesar 0.002 atau 0.2%
dengan sig. F change = 0.416. Sumbangan tersebut tidak signifikan.
5. Variabel experience memberikan sumbangan sebesar 0.000 atau 0.2% dengan
sig. F change = 0.754. Sumbangan tersebut tidak signifikan.
6. Variabel persepsi sesuai dengan realitas memberikan sumbangan sebesar 0.184
atau 18,4% dengan sig. F change = 0.000. Sumbangan tersebut signifkan.
7. Variabel gambaran diri yang positif memberikan sumbangan sebesar 0.012
atau 1.2% dengan sig. F change = 0.017 sumbangan tersebut signifikan.
Terdapat lima independent variable yang signifikan memberikan sumbangan
terhadap kebahagiaan yaitu variabel intellect sebesar 29.5%, variabel ideology
sebesar 4.2%, variabel public practice sebesar 1.2%, variabel persepsi sesuai
dengan realitas sebesar 18,4%, dan variabel gambaran diri yang positif sebesar
1.2%. Sedangkan variabel private practice dan variabel experience tidak
memberikan sumbangan yang signifikan terhadap kebahagiaan.
75
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis mayor, kesimpulan pertama yang diperoleh dari
penelitian ini adalah terdapat pengaruh yang signifikan secara bersama-sama dari
religiusitas dan penyesuaian diri terhadap kebahagiaan. Kemudian berdasarkan
hasil uji hipotesis minor yang menguji signifikansi masing-masing koefisien regresi
terhadap dependent variable. Pada variabel religiusitas, hanya ada satu dimensi
yang memberi pengaruh secara signifikan, yaitu public practice, dan empat dimensi
lainnnya tidak signifikan mempengaruhi kebahagiaan. Sedangkan untuk variabel
penyesuaian diri, kedua dimensinya memberi pengaruh yang signifikan, yaitu
persepsi sesuai dengan realitas dan gambaran diri yang positif.
5.2. Diskusi
Fokus pada penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kebahagiaan. Berdasarkan data yang diperoleh menunjukkan R
square sebesar 0.548 atau 54.8%. Hal ini berarti bahwa variabel religiusitas dan
penyesuaian diri memberikan pengaruh terhadap perubahan variabel kebahagiaan
sebesar 54.8%. Dengan demikian perubahan variabel kebahagiaan sebesar 45.2%
sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.
Dalam penelitian ini hasil hipotesis mayor, untuk variabel religiusitas
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kebahagiaan. Hal ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya yaitu religiusitas merupakan salah satu faktor pembentuk
76
kebahagiaan, dan menemukan bahwa individu yang memiliki religiusitas memilik
kepuasan hidup lebih tinggi dan cenderung bahagia (Cohen dan Johnso,2011). Hasil
dari penelitian ini hal ini dapat dijelaskan karena religiusitas memengaruhi berbagai
aspek dalam kehidupan individu misalnya terhadap cara berpikir, mereka yang
religiusitas cenderung memandang hidup lebih positif dan orang yang memandang
hidup lebih positif, dapat bersyukur dan puas sehingga lebih bahagia.
Untuk variabel penyesuaian diri memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap kebahagiaan. Hal ini tidak sejalan dengan pernyataan Hurlock (2008),
menyatakan bahwa penyesuaian diri yang buruk merupakan ciri-ciri usia
pensiunan, dimana pada usia ini individu cenderung menyesuaikan diri secara
buruk dibandingkan individu yang usianya lebih muda.
Dalam penelitian ini pada hipotesis minor, variabel ideology, intellect,
private practice, experience tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kebahagiaan. Variabel intellect dalam penelitian ini tidak signifikan dapat diduga
karena sebagian individu masih dalam fase kepada penyesuain awal masa pensiun
maka masih belum dapat memfokuskan kepada pengetahuan agamanya. Variabel
ideology individu masih mempertanyakan agamanya yang disebabkan stress
menghadapi perubahan-perubahan ketika memasuki usia pensiun. Variabel private
practice dalam penelitian ini tidak signifikan dapat diduga karena ketaatan dalam
melakukan keagamaan individu belum mencapai puncak yang dapat menghadirkan
ketenangan dan kenyamanan dalam dirinya. Variabel experiece dalam penelitian
ini tidak signifikan dapat diduga karena setiap individu yang telah mencapai usia
77
pensiun memiliki pengalaman hidup yang berbeda-beda terhadap Sang Pencipta
yang dapat mempengaruhi individu secara emosional.
Variabel public practice dalam penelitian ini memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kebahagiaan, hal ini sesuai dengan pernyataan Covalt (dalam
Hurlock,2008) bahwa kegiataan keagamaan mempunyai kelompok rujukan yang
memberi dorongan dan rasa aman kepada usia pensiunan, apapun alasan individu
dalam berpartisipasi dalam organisasi keagamaan itu akan memperkuat
penyesuaian secara baik pada usia pensiun. Hal ini juga sejalan dengan hasil
penelitian Chappel (dalam Agustini, 2012) yang menyatakan suatu gaya hidup
yang aktif dikaitkan dengan kesejahteraan psikologis pada orang-orang dewasa
lanjut, orang-orang dewasa lanjut yang pergi ke tempat peribadatan, pergi ke
pertemuan-pertemuan, bepergian, bermain golf, pergi ke dansa, dan latihan secara
teratur lebih puas dengan kehidupannya dibandingkan orang-orang dewasa lanjut
yang tinggal dan mengurung diri nya di rumah. Ketika seseorang memasuki masa
pensiun, mereka akan semakin merasa memiliki tanggung jawab untuk melakukan
kegiatan keagamaan di ruang publik. Pensiunan memiliki banyak waktu untuk
mengikuti kegiatan kegamaan di ruang publik. Ketika mereka mengikuti kegiatan
keagamaan, mereka juga sekaligus bersosialisasi dengan lingkungan mereka
tempat tinggal. Hal ini dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki public
practice yang tinggi maka akan lebih bahagia pada usia pensiunnya dibandingkan
individu yang memiliki public practice rendah.
78
Pada variabel persepsi sesuai dengan realitas, hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa persepsi sesuai dengan realitas memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kebahagiaan. Hal isi sesuai dengan penelitian penelitian
sebelumnya Atchley (dalam Gall, Evans, Howard,1997), pensiunan yang memiliki
harapan pensiun yang tidak realistis dapat berubah menjadi fase kekecewaan atau
kekecewaan di mana mereka mengalami lebih sedikit kepuasan dan / atau lebih
banyak kesusahan. Ketika para pensiunan mampu menyesuaikan diri dengan baik
dan menerima bagaimana realita hidupnya sekarang berati akan menimbulkan
ketenangan hidupnya. Hal ini dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki
persepsi sesuai dengan realitas maka akan lebih bahagia pada usia pensiunnya
dibandingkan individu yang tidak memiliki persepsi sesuai dengan realitas.
Variabel gambaran diri yang positif, hasil penelitian ini menujukkan
gambaran diri yang positif memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
kebahagiaan. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yaitu pentingnya
gambaran diri dibentuk pada awal tahun sebelum pensiun akan mempengaruhi
sikap individu pada usia pensiunnya, dari hasil survey berskala nasional oleh
Baverly (dalam Hurlock, 2008) tentang pendapat dari berbagai daerah terhadap
orang berusia lanjut dengan membandingkannya dengan pendapat diri dari individu
yang berusia lanjut, dengan hasil bahwa pada sebagian besar pendapat orang usia
lanjut lebih merasa bahagia terhadap keadaan diri mereka sendiri dari pada
pendapat kelompok lain tentang diri mereka.
Atchley (dalam Gall, Evans, Howard,1997) yaitu seiring dengan
berjalannya waktu, para pensiunan memasuki fase reorientasi di mana mereka
79
mengkaji kembali status hidup mereka, menerima segala keterbatasan, dan
mengubah prioritas mereka untuk penyesuaian lebih lanjut. Ketika para pensiunan
mendapatkan penerimaan, mereka mulai menetap dalam pola kehidupan sehari-hari
yang mudah diprediksi dan nyaman selama fase stabilitas. Ketika para pensiunan
mempunyai gambaran diri yang positif baik itu melalui penilaian pribadi maupun
melalui penilaian orang lain, mereka dapat merasakan kenyamanan psikologis. Hal
ini dapat disimpulkan bahwa individu yang memiliki gambaran diri yang positif
maka akan lebih bahagia pada usia pensiunnya dibandingkan individu yang tidak
memiliki gambaran diri yang positif.
5.3. Saran
Pada proses penulisan penelitian ini, penulis menyadari masih terdapat banyak
kelemahan dalam penelitian ini, maka penulis memberikan beberapa saran sebagai
bahan pertimbangan untuk menyempurnakan hasil penelitian selanjutnya.
5.3.1. Saran teoritis
1. Pada penelitian ini ditemukan tiga variabel yang signifikan yaitu public
practice, persepsi sesuai dengan realitas dan gambaran diri yang positif, yang
mempengaruhi kebahagiaan pada usia pensiun. Untuk penelitian lebih lanjut
dapat disarankan untuk menambahkan variabel lain seperti makna hidup dan
dukungan sosial dikarenakan peran keluarga sangat dibutuhkan untuk
menyesuaikan diri pada masa pensiun dan makna hidup akan mempengaruhi
pandangan hidup para pensiunan mengenai dunianya.
80
2. Dapat pula diteliti konsekuensi apa yang didapatkan oleh lansia jika individu
merasa bahagia seperti kesejahteraannya akan meningkat, harapan hidup lebih
meningkat, dan lain-lain.
3. Untuk penelitian lebih lanjut, dapat pula diteliti kebahagiaan pada lansia-lansia
yang tinggal di panti jompo sebagai pembanding tingkat kebahagiaan dengan
para pensiunan yang tinggal dirumah.
5.3.2. Saran Praktis
Terkait dengan hasil penelitian, variabel yang memiliki pengaruh terhadap
kebahagiaan pada usia pensiun adalah public practice, persepsi sesuai dengan
realitas dan gambaran diri yang positif, sehingga dapat disarankan sebagai berikut:
1. Saran untuk Keluarga
Meningkatkan peran keluarga dalam memberikan dukungan dan penilaian
positif terhadap stereotipe masa pensiun agar para pensiunan memiliki
gambaran diri yang positif dan mampu menyesuaikan diri dengan baik
yaitu dapat mempersepsikan diri apa adanya sesuai dengan realitas dalam
penyesuaian dimasa pensiun sehingga lebih bahagia.
2. Saran untuk Pensiunan
Individu yang telah memasuki masa pensiunan disarankan dapat
memfokuskan diri pada kegiatan religiusitas seperti kegiataan keagamaan
bersifat publik yang dapat dijadikan sebagai pengembangan diri dimasa
pensiun agar lebih bahagia.
81
3. Saran untuk Institusi
Kepada setiap perusahaan atau kantor pemerintahanan hendak membuat
suatu “program persiapan pensiunan” dengan baik agar terpenuhnya hak
pekerja yang akan memasuki masa pensiun seperti:
a. Memberikan gambaran tentang apa saja hak-hak dan kewajiban yang
akan didapatkan setelah masa pensiun
b. Melakukan deteksi akan bagaimana perasaan, kebutuhan, keinginan, dan
rencana kegiatan yang akan dilakukan oleh pegawai yang memasuki masa
pensiun agar terciptanya kesejahteraan dimasa pensiun.
82
DAFTAR PUSTAKA
Acocella, J. R., & Calhoun, J. F. (1990). Psychology of adjustment human relationship
(3th ed). New York : McGraw-Hill.
Agarwal, P., & Puri, P. (2017). A Comparative Study of Adjustment and Happiness
between Girls and Boys. The International Journal of Indian Psychology, 4 (93).
Agus susanto (2018). Iuran Penisun di RI Terkecil sedunia Setelah Nigeria. Diunduh
tanggal 21Maret 2018.Pukul 09:41amm https://finance.detik.com/moneter/d-
3853065/iuran-pensiun-di-ri-terkecil-sedunia-setelah-
nigeria?_ga=2.21977083.1734779637.1518024696-428423252.1512654119 Aiken, L. R. (2002). Psychological testing and assesment. Boston : Allyn Bacon.
Ajie Gusti Prabowo (2016).Mantan Karyawan Datangi Kantor PT.Timah Tbk Tuntut
Hak Dana Kesehatan. Diunduh tanggal 21Maret 2018.Pukul 09:41am
http://bangka.tribunnews.com/2016/01/28/mantan-karyawan-datangi-kantor-pt-
timah-tbk-tuntut-hak-dana-kesehatan
Aprilia Ika (2016). Ternyata, Kebanyakan Orang di Indonesia Tidak Siap Masuk Masa
Pensiun. Diunduh tanggal 21Maret 2018.Pukul 09:41am
http://ekonomi.kompas.com/read/2016/04/28/103959026/Ternyata.Kebanyakan
.Orang. diIndonesia.Tidak.Siap.Masuk.Masa.Pensiun
Atchley, R. C. (1976). Selected social and psychological differences between men and
women in later life. Journal of Gerontology, 31(2), 204-211.
Beck, S. H. (1982). Adjustment to and satisfaction with retirement. Journal of
Gerontology, 37(5), 616-624.
Biswas-Diener, R. & Dean, B. (2007). Positive Psychology Coaching: Putting the
Science of Happiness to Work for Your Clients. New Jersey: John Wiley &
Sons, Inc.
Butler, J., & Kern, M. L. (2016). The PERMA-Profiler: A brief multidimensional
measure of flourishing. International Journal of Wellbeing, 6(3).
Carlton, V., & Wells, Y. HEALTHY RETIREMENT PROJECT Incorporating
HEALTHY RETIREMENT PROJECT (1997-1999) HEALTH AND WELL-
BEING IN RETIREMENT (2000-2002).
Cohen, K., & Cairns, D. (2012). Is searching for meaning in life associated with reduced
subjective well-being? Confirmation and possible mediators. Journal of Happiness
Studies, 13, 313-331.
Corsini, R. J., & Auerbach, A. J. (1987). Concise encyclopedia of psychology. A.
Anastasi (Ed.). New York: Wiley.
Diener, E. (2000). Subjective well-being. The science of happiness and a proposal for
83
a national index. American Psychologist, 55, 34-43.
Diener, E. D., Emmons, R. A., Larsen, R. J., & Griffin, S. (1985). The satisfaction
with life scale. Journal of personality assessment, 49(1), 71-75.
Diener, E., Wirtz, D., Biswas-Diener, R., Tov, W., Kim-Prieto, C., Choi, D. W., &
Oishi, S. (2009). New measures of well-being. Assessing well-being, 247-266.
Eid, M., & Larsen, R. J. (Eds.). (2008). The science of subjective well-being. Guilford
Press.
Febriana, R. (2015). Uji validitas konstruk pada instrument PASS (Procrastinstion
Assessment Scale for Student) dengan metode confirmatory factor analysis
(CFA). Jurnal Pengukuran Psikologi dan Pendidikan Indonesia, 4(3), 267-277.
Fetzer. (1999). Multidimensional measurment of religiousness, spiritually for use in
health research. Fetzer Institute in Collaboration with The National Institute
on Aging: Kalmazoo.
Fukuda, K. (2013). A happiness study using age-period-cohort framework. Journal of
Happiness Studies, 14(1), 135-153.
Gall, T. L., Evans, D. R., & Howard, J. (1997). The retirement adjustment process:
Changes in the well-being of male retirees across time. The Journals of
Gerontology Series B: Psychological Sciences and Social Sciences, 52(3),
P110-P117.
Haber, A., & Runyon, R. P. (1984). Psychology of adjustment. Dorsey Press, the.
Hills, P., & Argyle, M. (2002). The Oxford Happiness Questionare: a compact scale for
the measurement of psychological well-being. Personality and Individual
Different.
Holdcroft, B. B. (2006). What is religiosity. Catholic Education: A Journal of inquiry and
practice, 10(1).
Huber, S. & Huber, O. W. (2012). The centrality of religiosity scale. Journal of
Religions 2012, 3, 710–724.
Hurlock, E. B. (2008). Psikologi Perkembangan: Suatu pengantar sepanjang rentang
kehidupan (edisi v). Jakarta, Erlangga.
Mayring, P. (2000). Retirement as crisis or good fortune? Results of a quantitative-
qualitative longitudinal study. Zeitschrift fur Gerontologie und Geriatrie, 33(2),
124-133.
Meisenhelder, J. B., & Chandler, E. N. (2002). Spirituality and health outcomes in the
elderly. Journal of religion and health, 41(3), 243-252.
84
Nurhidayah, S., & Agustini, R. (2012). Kebahagiaan lansia di tinjau dari dukungan sosial
dan spiritualitas. SOUL, 5(2), 15-32.
Ryan.A.Perkasa (2015).Pensiun PT Timah Protes Pengalihan Jaminan Kesehatan ke
BPJS. Diunduh tanggal 21Maret 2018.Pukul 09:41am
http://bangka.tribunnews.com/2015/09/21/pensiunan-pt-timah-protes-
pengalihan-jaminan-kesehatan-ke-bpjs
Schneiders, A. (1964). Personal Adjustment and Mental Health. New York: Rinehart &
Winston.
Seligman, M. (2002). Authentic Happiness: Menciptakan Kebahagiaan Sempurna
dengan Psikologi Positif. Bandung: Mizan Pustaka.
Shafranske, E., & Maloney, H. (1990). Clinical psychologists' religious and spiritual
orientations and their practice of psychotherapy. Journal, 27, 72‐78.
Szinovacz ME. 2003. Contexts and pathways: retirement as institution, process, and
experience. In Retirement: Reasons, Processes, and Results, ed. GA Adams,
TA Beehr, pp. 6–52. New York: Springer.
Turner, J. S & Helms, D. B. (1987) Life-span development (3th ed). London: Holt
Rinehart Winston.
85
LAMPIRAN 1 SYNTAX DAN PATH DIAGRAM
a. Kebahagiaan
UJI VALIDITAS KONSTRUK KEBAHAGIAAN
DA NI=13 NO=218 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11
ITEM12 ITEM13
PM SY FI=KEBAHAGIAAN.COR
MO NX=13 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
BAHAGIA
FR TD 13 10 TD 12 8 TD 6 3 TD 7 1 TD 5 4 TD 7 6 TD 13 9 TD 10 9 TD 13 12 TD 13 6 TD
10 5 TD 3 2 TD 8 7 TD 12 1 TD 11 1 TD 7 2 TD 4 2 TD 9 2 TD 11 6 TD 11 3 TD 9 4 TD 3 1
TD 6 1 TD 12 6 TD 8 3 TD 7 5 TD 9 6 TD 12 10 TD 9 1 TD 12 3
PD
OU SS TV MI
86
87
b. Religiusitas
UJI VALIDITAS KONSTRUK RELIGIUSITAS
DA NI=15 NO=218 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6 ITEM7 ITEM8 ITEM9 ITEM10 ITEM11
ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15
PM SY FI=RELIGIUSITAS.COR
MO NX=15 NK=5 PH=ST TD=SY
LK
INTELECT IDEOLOGY PUBLIC PRIVATE EXPERIEN
FR LX 1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 2 LX 5 2 LX 6 2 LX 7 3 LX 8 3 LX 9 3 LX 10 4 LX 11 4 LX
12 4 LX 13 5 LX 14 5 LX 15 5
PD
FR TD 11 5 TD 15 12 TD 13 2 TD 11 7 TD 8 4 TD 6 3 TD 5 2 TD 3 1 TD 4 1 TD 6 4 TD 11
9 TD 13 11
FR TD 7 1 TD 12 8 TD 8 1 TD 10 7 TD 7 4 TD 13 3 TD 14 3 TD 14 2 TD 10 2 TD 13 4 TD
8 3 TD 10 6
FR TD 5 3 TD 9 5 TD 15 10 TD 6 5 TD 8 5 TD 13 9 TD 10 1 TD 13 8 TD 9 1 TD 9 3 TD 15
9 TD 14 1 TD 14 7 TD 13 1 TD 10 9
OU SS TV MI AD=OFF
88
89
c. Persepsi Sesuai dengan Realitas
UJI VALIDITAS KONSTRUK PERSEPSI SESUAI REALITAS
DA NI=6 NO=218 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5 ITEM6
PM SY FI=PERSEPSI.COR
MO NX=6 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
PERSEPSI
FR TD 6 1 TD 4 2
PD
OU SS TV MI
90
91
d. Gambaran Diri yang Positif
UJI VALIDITAS KONSTRUK GAMBARAN DIRI YG POSITIF
DA NI=5 NO=218 MA=PM
LA
ITEM1 ITEM2 ITEM3 ITEM4 ITEM5
PM SY FI=GBDIRI.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY
LK
GBDIRI
FR TD 5 1 TD 3 1 TD 3 2
PD
OU SS TV MI AD=OFF ME=UL
92
93
LAMPIRAN 2 OUTPUT REGRESI
94
PROPORSI VARIANS
95
LAMPIRAN 3 KUESIONER
Assalamualaikum Wr. Wb.
Dengan hormat,
Saya mahasiswi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sedang melakukan penelitian
dalam rangka penyelesaian tugas akhir. Oleh karena itu, saya mengharapkan kesediaan Anda untuk
menjadi responden dalam penelitian ini dengan cara mengisi beberapa pernyataan dalam kuesioner ini.
Dalam hal ini tidak ada jawaban yang benar atau salah. Adapun informasi atau data yang Anda berikan
akan dijaga kerahasiaannya dan hanya akan dipergunakan untuk kepentingan penelitian. Atas perhatian
dan kesediaan dari Anda, saya ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Peneliti
Salma Zahwa
96
PERNYATAAN KESEDIAAN
Nama / Inisial : ________________________
Jenis Pensiunan & Tahun pensiun : ________________________
Usia : ________________________
Pasangan : MASIH / TIDAK
Jumlah Anak : ________________________
PETUNJUK PENGISIAN
Pada lembar berikut anda akan menemukan beberapa butir pernyataan. Bacalah setiap
pernyataan dengan seksama. Di bawah ini terdapat pilihan jawaban yang masing-masing
memiliki arti sebagai berikut :
SS = Sangat Setuju
S = Setuju
TS = Tidak Setuju
STS = Sangat Tidak Setuju
Berilah tanda (X) pada jawaban yang Anda anggap paling sesuai dengan keadaan diri Anda
seperti contoh dibawah ini :
Pernyataan
Jawaban
SS S TS STS
Hal yang penting bagi saya adalah segala sesuatu yang menyangkut kesehatan
X
Artinya : Anda tidak setuju bahwa segala hal yang menyangkut kesehatan adalah penting
Jika Anda ingin mengubah jawaban anda, berikan tanda ( = ) pada jawaban Anda sebelumnya
dan berikan tanda silang ( X ) pada jawaban yang anda anggap benar.
Pernyataan
Jawaban
SS S TS STS
Hal yang penting bagi saya adalah segala sesuatu yang menyangkut
kesehatan X X
97 Artinya : Anda setuju bahwa segala hal yang menyangkut kesehatan adalah penting
-------------- Selamat Mengerjakan -------------
KUESIONER
Skala 1
No PERNYATAAN SS S TS STS
1. Saya telah mencapai tujuan hidup saya
2. Secara umum, saya sering merasa bahagia
3. Secara umum, saya sering merasa cemas
4. Saya merasa sehat
5. Saya merasa hidup ini bermakna dan berharga
6. Saya bersemangat dan tertarik melakukan aktivitas saya
7. Saya merasa kesepian
8. Saya sering merasa sedih
9. Saya merasa dicintai oleh orang disekeliling saya
10. Saya merasa puas dengan pernikahan saya
11. Secara umum saya merasa puas dengan diri saya
12. Secara umum, hingga saat ini saya merasa hidup
saya bahagia
13. Saya telah membuat kemajuan dalam hidup saya
Skala 2
No. PERNYATAAN SS S TS STS
1. Saya senang berpikir tentang topik-topik keagamaan
2. Saya percaya Tuhan itu ada
3. Saya sering mengikuti kegiatan keagamaan
4. Saya tidak pernah lupa untuk beribadah
5. Saya yakin Tuhan memiliki peran besar dalam
hidup saya
6. Saya memiliki ketertarikan yang besar untuk mendalami ilmu agama saya
7. Saya percaya bahwa ada kehidupan setelah
kematian dan semua yang mati akan dibangkitkan kembali
98
8. Menurut saya penting untuk mengikuti kegiataan keagamaan
9. Saya yakin beribadah kepada Tuhan merupakan
sesuatu hal yang penting
PERNYATAAN SS S TS STS
10. Saya sering merasa Tuhan menyampaikan pesan-
Nya kepada saya dalam berbagai cara
11. Saya sering mempelajari ilmu agama dari guru, buku agama, radio, dan juga televisi
12. Menurut saya, ada Dzat yang memiliki kekuatan
yang mengatur dunia ini
13. Penting bagi saya untuk ikut dalam organisasi
keagamaan
14. Biasanya saya berdoa ketika saya menemukan kesuliatan dalam hidup
15. Saya dapat merasakan kehadiran tuhan saat
merasa kesulitan
Skala 3
No. PERNYATAAN SS S TS STS
1. Saya menikmati masa pensiun saya
2. Saya dapat menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi ketika masa pensiun datang
3. Kehidupan saya setelah masa pensiun tidak
sesuai dengan harapan saya
4. Masa pensiun saya lebih baik dari perkiraan saya
5. Saya merindukan kesibukan saya dalam bekerja
6. Meskipun telah pensiun, saya tetap sibuk dengan
berbagai kegiatan
7. Setelah pensiun, orang-orang tidak menghormati saya seperti sebelumnya
8. Saya menikmati menghabiskan banyak waktu
dengan pasangan saya setelah pensiun
9. Saya mampu menyesuaikan dengan perubahan
penghasilan setelah pensiun
10. Saya memiliki kekhawatiran tentang situasi keuangan saya setelah pensiun
99
11. Saya berharap dapat merencakan masa pensiun lebih awal
Terima Kasih Atas Partisipasi Anda