pengaruh psak no. 55 (revisi 2006): pengakuan dan pengukuran

13
PENGARUH PSAK NO. 55 (REVISI 2006): PENGAKUAN DAN PENGUKURAN INSTRUMEN KEUANGAN, TERHADAP EARNINGS INFORMATIVENESS DAN KEMAMPUAN PASAR DALAM MEMPREDIKSI LABA MENDATANG Dianwicaksih Arieftiara Universitas Negeri Surabaya ABSTRACT This study examined whether the implementation of the accounting standard changes, specifically PSAK. 55 (revised 2006) affects the earnings information in the financial statements so that they can have an impact on earnings informativeness and the ability of markets to predict future earnings. The focus of this study was to compare whether the recognition and measurement of impairment provision for accounts receivable and allowance for losses caused differences in the Earnings Response Coefficient (ERC) and Forward Earnings Response Coefficient (FERC). Two results of this study, first, in post-PSAK No. 55 (revised 2006) the coefficient of current earnings increased compared with pre-PSAK No. 55 (revised 2006), however, the results were not significant. Second, the implementation of PSAK No. 55 (revised 2006) increasing the ability of the market to predict future earnings (FERC increases). Shown by coefficient of future earnings after the implementation of PSAK No. 55 (revised 2006) significantly greater than the pre-implementation. Kata Kunci: PSAK No. 55 (revisi 2006); earning response coefficient, forward earnings response coefficient I. PENDAHULUAN Paper ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan perubahan standar akuntansi yaitu PSAK No. 55 (revisi 2006) mempengaruhi informasi laba dalam laporan keuangan sehingga dapat berdampak pada earning informativeness dan kemampuan pasar dalam memprediksi laba mendatang. Berbagai literatur telah menyediakan perbedaan bukti mengenai dampak perubahan praktik/standar akuntansi pada earnings informativeness dan prediksi laba mendatang (forward earning response coefficient-FERC). Hanlon et al. (2008) menemukan bahwa perubahan standar akuntansi pada negara yang menyesuaikan dengan aturan pajaknya membuat earnings informativeness berkurang. Sebaliknya Ettredge et al. (2005) menemukan bahwa setelah perusahaan menerapkan SFAS No. 131 mengenai Business Segment Data, berakibat pada peningkatan kemampuan stock price informativeness pada perusahaan yang telah melaporkan multi segmen sebelumnya, Sejak 2006, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) telah melakukan berbagai revisi PSAK di Indonesia dengan mengkonvergen pada IFRS. Ikatan Akuntan Indonesia telah menetapkan bahwa untuk seluruh entitas yang berakuntabilitas publik, wajib menerapkan PSAK Besar (yaitu PSAK yang mengadopsi penuh IFRS) per 1 Januari 2011. Untuk PSAK No. 55 (revisi 2006) berdasarkan ketentuan oleh DSAK mulai diterapkan per 1 Januari 2009, namun pada praktiknya penerapan secara umum mundur satu tahun yaitu pada 1 Januari 2010. Fokus dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi apakah penerapan PSAK No. 55 (revisi 2006) berpengaruh pada earning informativeness dan kemampuan pasar dalam memprediksi future earnings. Mengapa perlu dilakukan penelitian ini? Selain adanya perbedaan hasil riset seperti telah disebutkan pada paragraf awal, yaitu hasil penelitian Hanlon et al. (2008) dan Ettredge et al. (2005), Laporan Keuangan harus memenuhi karakteristik kualitatif yaitu relevan dan reliabel. Salah satu contoh perubahan PSAK No. 55 (revisi 2006) adalah jika sebelum revisi PSAK, pengakuan piutang ialah sebesar nilai bersih yang dapat terealisasi, cadangan kerugian piutang dinilai berdasarkan umur

Upload: hatuong

Post on 31-Dec-2016

222 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: pengaruh psak no. 55 (revisi 2006): pengakuan dan pengukuran

PENGARUH PSAK NO. 55 (REVISI 2006): PENGAKUAN DAN

PENGUKURAN INSTRUMEN KEUANGAN, TERHADAP EARNINGS

INFORMATIVENESS DAN KEMAMPUAN PASAR DALAM

MEMPREDIKSI LABA MENDATANG

Dianwicaksih Arieftiara Universitas Negeri Surabaya

ABSTRACT

This study examined whether the implementation of the accounting standard changes,

specifically PSAK. 55 (revised 2006) affects the earnings information in the financial statements so

that they can have an impact on earnings informativeness and the ability of markets to predict future

earnings. The focus of this study was to compare whether the recognition and measurement of

impairment provision for accounts receivable and allowance for losses caused differences in the

Earnings Response Coefficient (ERC) and Forward Earnings Response Coefficient (FERC). Two

results of this study, first, in post-PSAK No. 55 (revised 2006) the coefficient of current earnings

increased compared with pre-PSAK No. 55 (revised 2006), however, the results were not significant.

Second, the implementation of PSAK No. 55 (revised 2006) increasing the ability of the market to

predict future earnings (FERC increases). Shown by coefficient of future earnings after the

implementation of PSAK No. 55 (revised 2006) significantly greater than the pre-implementation.

Kata Kunci: PSAK No. 55 (revisi 2006); earning response coefficient, forward earnings response

coefficient

I. PENDAHULUAN

Paper ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan perubahan standar akuntansi yaitu PSAK

No. 55 (revisi 2006) mempengaruhi informasi laba dalam laporan keuangan sehingga dapat

berdampak pada earning informativeness dan kemampuan pasar dalam memprediksi laba mendatang.

Berbagai literatur telah menyediakan perbedaan bukti mengenai dampak perubahan praktik/standar

akuntansi pada earnings informativeness dan prediksi laba mendatang (forward earning response

coefficient-FERC). Hanlon et al. (2008) menemukan bahwa perubahan standar akuntansi pada negara

yang menyesuaikan dengan aturan pajaknya membuat earnings informativeness berkurang. Sebaliknya

Ettredge et al. (2005) menemukan bahwa setelah perusahaan menerapkan SFAS No. 131 mengenai

Business Segment Data, berakibat pada peningkatan kemampuan stock price informativeness pada

perusahaan yang telah melaporkan multi segmen sebelumnya,

Sejak 2006, Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) telah melakukan berbagai revisi PSAK

di Indonesia dengan mengkonvergen pada IFRS. Ikatan Akuntan Indonesia telah menetapkan bahwa

untuk seluruh entitas yang berakuntabilitas publik, wajib menerapkan PSAK Besar (yaitu PSAK yang

mengadopsi penuh IFRS) per 1 Januari 2011. Untuk PSAK No. 55 (revisi 2006) berdasarkan

ketentuan oleh DSAK mulai diterapkan per 1 Januari 2009, namun pada praktiknya penerapan secara

umum mundur satu tahun yaitu pada 1 Januari 2010.

Fokus dari penelitian ini adalah untuk menginvestigasi apakah penerapan PSAK No. 55 (revisi

2006) berpengaruh pada earning informativeness dan kemampuan pasar dalam memprediksi future

earnings. Mengapa perlu dilakukan penelitian ini? Selain adanya perbedaan hasil riset seperti telah

disebutkan pada paragraf awal, yaitu hasil penelitian Hanlon et al. (2008) dan Ettredge et al. (2005),

Laporan Keuangan harus memenuhi karakteristik kualitatif yaitu relevan dan reliabel. Salah satu

contoh perubahan PSAK No. 55 (revisi 2006) adalah jika sebelum revisi PSAK, pengakuan piutang

ialah sebesar nilai bersih yang dapat terealisasi, cadangan kerugian piutang dinilai berdasarkan umur

Page 2: pengaruh psak no. 55 (revisi 2006): pengakuan dan pengukuran

historis piutang. Namun setelah revisi 2006, perusahaan harus mengestimasi penurunan nilai piutang,

yaitu harus ada bukti objektif bahwa terdapat peristiwa yang menyebabkan penurunan nilai, yakni

piutang tidak dapat tertagih sebesar nilai saat ini. Untuk menentukannya maka perusahaan

menggunakan nilai wajar dimana harus memperhatikan time value of money, tingkat diskonto sesuai

dengan kapan terjadinya piutang tersebut. Hal ini sangat berbeda dengan sebelumnya yang

menggunakan dasar pengukuran aset dan kewajiban keuangan adalah biaya historis. Sehubungan

dengan karakteristik kualitatif, konsep biaya historis dapat memenuhi kualitas reliabel karena mudah

memastikan kebenaran nilainya berdasarkan dokumen transaksi. Akan tetapi konsep historis tidak lagi

relevan apabila memperhitungkan time value of money. Sebaliknya konsep nilai wajar berdasarkan

PSAK No. 55 (revisi 2006) sangat relevan dalam menilai cadangan kerugian penurunan piutang

karena mempertimbangkan time value of money, namun estimasi nilai wajar tersebut tidak bisa

diyakini keandalannya karena penuh dengan subjektivitas penilai (appraisal), mengorbankan

reliability-nya. Hal ini sesuai dengan Richardson et al. (2005), yang mengungkapkan bahwa selalu

terjadi trade-off antara reliability dengan relevance. Pada papernya Richardson et al. (2005)

berargumen bahwa pengakuan terhadap estimasi akrual yang kurang reliabel akan membawa pada

kesalahan pengukuran (measurement error) yang dapat mengurangi persistensi earnings dan

membawa pada mispricing saham.

Penilaian piutang berdasarkan nilai wajar ini diadopsi dari standar akuntansi internasional/IFRS.

Banyak anggapan bahwa akuntansi nilai wajar memiliki relevansi nilai yang lebih dibandingkan

dengan biaya historis. Salah satunya adalah penelitian oleh Hassan et al. (2006) menginvestigasi

apakah informasi nilai wajar memiliki relevansi nilai untuk perusahaan di Australia khususnya pada

industri ekstraktif. Dimana standar akuntansi di Australia telah mengalami perubahan mengenai

pengukuran instrumen keuangan, yaitu AASB 139 mensyaratkan instrumen keuangan harus diukur

berdasarkan nilai wajar. Hasilnya bahwa nilai wajar bersih atas aset keuangan memiliki relevansi nilai

yang lebih dibanding biaya historis. Hasil yang sama diperoleh di Jordania, Nimer et al. (2011) telah

dilakukan penelitian mengenai efek implementasi IAS 39 mengenai financial instrument pada investor

Jordania (Nimer, et al., 2011). Hasilnya, dengan penerapan IAS 39, berpengaruh pada profit

perusahaan intermediaris dan perusahaan investasi. Terjadi volatilitas profit perusahaan intermediaris

dan investasi sejalan dengan konsentrasi aset mereka pada instrumen keuangan, konsekuensinya baik

itu investor individu maupun institusional mengurangi investasi mereka tiga tahun terakhir pada

perusahaan. Dapat disimpulkan dari hasil penelitian Nimer et al. (2011) bahwa pengakuan dan

pengukuran instrumen keuangan dengan nilai wajar berdasarkan IAS 39 memiliki relevansi nilai dan

berhubungan negatif dengan return perusahaan ditandai dengan berkurangnya investasi para investor

pada perusahaan.

Namun, hasil berbeda ditunjukkan di Finlandia, melalui bukti penelitian Jarva dan Lantto (2010)

menunjukkan bahwa laba yang dilaporkan dengan standar akuntansi IFRS tidak memiliki relevansi

nilai yang lebih tinggi daripada laba yang dilaporkan dengan standar akuntansi lokal yaitu Finland

Accounting Standard. Dimana standar akuntansi Finlandia mengacu pada biaya historis. Sejalan

dengan Jarva dan Lantto (2010), Al-Yaseen, et al. (2011) menemukan bahwa menurut persepsi

investor, volatilitas laba bersih historical cost merupakan ukuran risiko ekonomis yang lebih baik

dibanding dengan volatilitas laba bersih nilai wajar, dengan pengukuran nilai wajar akan berdampak

pada kemampuan pengukuran risiko yang relevan sehingga dapat mengurangi ketepatan keputusan

investor.

Beberapa hasil penelitian diatas menunjukkan adanya perbedaan mengenai relevansi nilai laporan

keuangan yang disusun menggunakan standar akuntansi yang mensyaratkan nilai wajar dengan standar

yang mensyaratkan biaya historis. Perbedaan hasil riset inilah yang mendorong peneliti melakukan

penelitian untuk mencari bukti lebih lanjut mengenai relevansi nilai dan fokus pada mengukur dampak

earnings informativeness atas perubahan standar akuntansi mengenai pengakuan dan pengukuran

instrumen keuangan. Kemudian, hal lain yang memotivasi peneliti adalah, pada penelitian terdahulu

belum mengkaitkan standar akuntansi mengenai pengakuan dan pengukuran instrumen keuangan

dengan kemampuan pasar dalam memprediksi laba mendatang (forward earnings responce

coefficient/FERC).

Page 3: pengaruh psak no. 55 (revisi 2006): pengakuan dan pengukuran

Pada penelitian ini, proksi yang digunakan untuk mengukur penerapan PSAK No. 55 (revisi

2006) adalah penyisihan kerugian/penurunan nilai piutang (mengingat pengukuran dan pengakuan

penurunan nilai aset keuangan merupakan salah satu hal terpenting dalam PSAK No. 55-revisi 2006).

Ini juga sesuai dengan Krishnakumar dan Kulkarni (2007) bahwa satu perubahan penting yang

diperkenalkan oleh IAS 39 mengenai Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran. Perubahan

tersebut terkait pengakuan dan pengukuran ‘impairment and uncollectability of financial assets’.

Proksi untuk mengukur earning informativeness adalah menggunakan Earnings Response Coefficient

(ERC) sesuai dengan penelitian Hanlon et al. (2008), sedangkan proksi untuk mengukur kemampuan

pasar dalam memprediksi future earnings adalah menggunakan Forward Earnings Response

Coefficient (FERC) sesuai penelitian Ettredge et al. (2005).

Penelitian sebelumnya mengenai perubahan standar akuntansi terhadap earning informativeness

dan prediksi laba mendatang memang telah ada (misal Hanlon et al., 2008 dan Ettredge et al., 2005).

Namun, penelitian tersebut bukan fokus pada perubahan standar mengenai pengukuran dan pengakuan

instrumen keuangan. Sedangkan pada penelitian ini fokus terhadap perubahan standar akuntansi

mengenai pengukuran dan pengakuan instrumen keuangan.

Penelitian mengenai penerapan perubahan PSAK di Indonesia umumnya menginvestigasi

implikasi penerapan PSAK dan mengkaitkan dengan kinerja keuangan. Namun, belum ada yang

mengkaitkan dengan kualitas laporan keuangan dan earnings informativeness serta kemampuan pasar

dalam memprediksi future earnings.

Selain dimotivasi oleh adanya perbedaan hasil penelitian di luar negeri, penelitian ini juga

dilakukan karena peneliti belum menemukan adanya penelitian sebelumnya di Indonesia yang meneliti

relevansi nilai atau implikasi penerapan PSAK 55 revisi 2006 terhadap investor atau harga saham.

Beberapa penelitian sebelumnya di Indonesia mengenai penerapan PSAK 55 revisi 2006 kebanyakan

adalah penelitian deskriptif, yaitu mendeskripsikan implikasi penerapan pada kinerja keuangan

perusahaan/entitas.

Permasalahan penelitian yang akan dicari jawabannya dalam penelitian ini adalah apakah

penerapan PSAK No. 55 (revisi 2006) berpengaruh terhadap earning informativeness dan

kemampuan pasar dalam memprediksi laba mendatang (future earnings)? Penelitian ini fokus

membahas salah satu perubahan penting di dalam PSAK No. 55 (revisi 2006), yaitu perubahan

mengenai pengakuan dan pengukuran atas penurunan nilai dan tidak tertagihnya aset keuangan (dalam

hal ini adalah piutang).

Kontribusi yang akan diberikan dari hasil penelitian ini adalah:

a. Menyediakan bukti empiris dampak perubahan standar akuntansi mengenai pengukuran dan

pengakuan instrumen keuangan (PSAK No. 55 revisi 2006) terhadap earnings informativeness

(ERC) dan kemampuan pasar dalam memprediksi future earnings (FERC). Belum ada penelitian

mengenai dampak penerapan standar pengakuan dan pengukuran instrumen keuangan yaitu PSAK

No. 55 (revisi 2006) di Indonesia terhadap ERC dan FERC.

b. Adanya perbedaan hasil riset mengenai relevansi nilai informasi dari laporan keuangan yang

disusun dengan standar akuntansi nilai wajar dibandingkan dengan standar akuntansi biaya historis,

yaitu bukti di Finlandia, Australia dan Jornania. Maka penelitian ini ingin mencari bukti lebih

lanjut.

c. Adanya perbedaan hasil riset mengenai dampak perubahan standar akuntansi (mengenai business

segment dan standar akuntansi yang conformity dengan aturan pajak) terhadap earnings

informativeness di luar negeri, maka penelitian ini diharapkan dapat memperoleh bukti empiris

dampak penerapan PSAK No. 55 (revisi 2006) mengenai pengakuan dan pengukuran instrumen

keuangan di Indonesia terhadap kualitas informasi laporan keuangan (yakni earnings

informativeness dan kemampuan pasar dalam memprediksi future earnings).

Sampel penelitian ini terdiri dari perusahaan publik sektor keuangan non bank pada 2009-2010.

Total observasi adalah 70 perusahaan-tahun. Metode pengolahan data menggunakan regresi OLS.

Hasilnya, pertama koefisien laba tahun ini meningkat setelah penerapan PSAK No. 55 (revisi 2006),

dibandingkan dengan sebelum penerapan. Meskipun sesuai prediksi bahwa koefisiennya lebih besar,

namun hasilnya tidak signifikan, sedangkan untuk periode sebelum penerapan PSAK No. 55 (revisi

2006) signifikan. Hasil ini mengindikasikan akuntansi nilai wajar atas pengakuan penurunan nilai

Page 4: pengaruh psak no. 55 (revisi 2006): pengakuan dan pengukuran

piutang/kerugian piutang tidak terbukti secara signifikan memiliki relevansi nilai yang lebih baik

dibanding dengan berdasarkan biaya historis. Kedua, penerapan PSAK No. 55 (revisi 2006) mampu

meningkatkan kemampuan pasar dalam memprediksi laba mendatang (FERC meningkat).

Ditunjukkan dari koefisien laba tahun depan (Et+1) setelah penerapan PSAK No. 55 (revisi 2006) lebih

besar dan signifikan daripada sebelum penerapan.

II. STUDI LITERATUR DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

Mekanisme Identifikasi Penurunan Nilai dan Tidak Tertagihnya Aset Keuangan sesuai PSAK

No. 55 (revisi 2006)

Salah satu perubahan dalam PSAK No. 55 (revisi 2006) dibandingkan sebelum revisi PSAK,

yaitu pengakuan piutang adalah sebesar nilai bersih yang dapat terealisasi. Cadangan kerugian piutang

dinilai berdasarkan umur historis piutang. Namun setelah revisi 2006, perusahaan harus mengestimasi

penurunan nilai piutang, yaitu harus ada bukti objektif bahwa terdapat peristiwa yang menyebabkan

penurunan nilai, yakni piutang tidak dapat tertagih sebesar nilai saat ini. Untuk menentukannya maka

perusahaan harus memperhatikan time value of money, tingkat diskonto sesuai dengan kapan

terjadinya piutang tersebut. Hal ini sangat berbeda dengan sebelumnya yang menggunakan dasar

pengukuran aset dan kewajiban keuangan adalah biaya historis. Sehubungan dengan karakteristik

kualitatif, konsep biaya historis dapat memenuhi kualitas reliabel karena mudah memastikan

kebenaran nilainya berdasarkan dokumen transaksi. Akan tetapi jika memperhitungkan time value of

money maka cadangan kerugian piutang berdasarkan nilai historis tidak relevan (makin lama nilai

uang akan semakin berkurang).

Konsep nilai wajar berdasarkan PSAK No. 55 (revisi 2006) sangat relevan dalam menilai

cadangan kerugian penurunan piutang karena mempertimbangkan time value of money, namun

estimasi nilai wajar tersebut tidak bisa diyakini keandalannya karena penuh dengan subjektivitas

penilai (appraisal), mengorbankan reliability-nya. Hal ini sesuai dengan Richardson et al. (2005),

yang mengungkapkan bahwa selalu terjadi trade-off antara reliability dengan relevance.

Hubungan perubahan standar akuntansi dengan earning informativeness (Earnings Response

Coefficient/ERC).

Dibanding dengan pengakuan dan pengukuran piutang dengan standar sebelumnya yang

menggunakan biaya historis dan dasar pengakuan kerugian penurunan piutang tidak mensyaratkan

adanya bukti obyektif. Konsep nilai wajar berdasarkan PSAK No. 55 (revisi 2006) sangat relevan

dalam menilai cadangan kerugian penurunan piutang karena mempertimbangkan time value of money.

Pengakuan awal piutang menggunakan nilai wajarnya, pengukuran piutang setelah pengakuan awal

adalah diukur pada biaya perolehan diamortisasi dengan menggunakan suku bunga efektif. Amortisasi

biaya perolehan dari piutang tersebut sebagai pendapatan bunga atau beban bunga selama periode

yang relevan. Pada setiap tanggal neraca entitas mengevaluasi apakah terdapat bukti obyektif bahwa

aset keuangan atau kelompok aset keuangan mengalami penurunan nilai. Jika terdapat bukti tersebut,

maka jumlah kerugian tersebut diukur sebagai selisih antara nilai tercatat aset dengan nilai kini

estimasi arus kas masa datang (tidak termasuk kerugian kredit di masa datang yang belum terjadi)

yang didiskonto menggunakan suku bunga efektif awal dari aset tersebut (yaitu suku bunga efektif

yang dihitung pada saat pengakuan awal). Nilai tercatat aset tersebut dikurangi, baik secara langsung

maupun menggunakan pos cadangan. Jumlah kerugian yang terjadi diakui pada laporan laba rugi.

Pengakuan dan pengukuran piutang berdasarkan nilai wajar dapat lebih informatif kepada

pemegang saham atau investor mengenai arus kas yang dapat diterima dikemudian hari atas pelunasan

piutang. Pemegang saham dan investor dapat memprediksi dengan lebih baik potensi arus kas masuk

dari pelunasan piutang, laba periode tersebut telah mengandung beberapa potensi kerugian yang akan

timbul dengan nilai yang wajar. Hal ini dikarenakan perubahan/penurunan nilai piutang diukur sesuai

bukti obyektif memperhitungkan adanya time value of money. Pengukuran seperti ini tidak terdapat

pada metode biaya historis.

Page 5: pengaruh psak no. 55 (revisi 2006): pengakuan dan pengukuran

Akuntansi nilai wajar menjadi opsi yang lebih disukai untuk akuntansi instrumen keuangan

dibandingkan dengan biaya historis. Utamanya adalah kerena: (a) biaya tidak relevan atau tidak dapat

dipahami, (b) mengukur instrumen keuangan pada nilai wajar adalah praktis, (c) nilai wajar

menghilangkan isu yang dapat muncul apabila menggunakan metode biaya, (d) nilai wajar ridak

terlalu berbeda dengan praktik saat ini, dan (e) manfaat nilai wajar tidak diperoleh pada biaya yang

masuk akal/reasonable cost (Hancock, 1996 dalam Hassan et al. 2006). Dengan beralih ke nilai wajar

diyakini bahwa informasi berbasis pasar merupakan data keuangan yang paling relevan untuk

pengguna laporan keuangan.

Hanlon et al. (2008) menemukan bahwa perusahaan pada negara yang standar akuntansinya

beralih dari cash accounting ke accrual accounting (standar akuntansi makin sesuai dengan aturan

pajak) membuat earnings informativeness turun. Hasil ini mengindikasikan bahwa perubahan standar

akuntansi menyebabkan berkurangnya ERC. Di Indonesia standar akuntansi jauh berbeda dengan

aturan pajak, khususnya mengenai pengakuan kerugian piutang. Oleh karena pengukuran kerugian

piutang menurut PSAK dan menurut aturan pajak sangat berbeda, maka indikasinya akan membuat

earning informativeness meningkat.

Dari beberapa penjelasan diatas, maka peneliti mengajukan hipotesis 1 sebagai berikut:

H1: Penerapan PSAK No. 55 (revisi 2006) meningkatkan earning informativeness perusahaan.

Hubungan perubahan standar akuntansi dengan kemampuan pasar dalam memprediksi laba

mendatang (Forward earnings response coefficient/FERC).

Pengakuan dan pengukuran aset keuangan di Indonesia telah mengadopsi kepada IFRS (IAS 39)

yaitu lebih pada pengukuran nilai wajar atas kemungkinan penurunan nilai aset keuangan tersebut.

Banyak penelitian telah dilakukan untuk menguji apakah dengan menggunakan penilaian nilai wajar

memberikan dampak bahwa laporan keuangan dapat menjadi lebih informatif dibanding berdasarkan

konsep biaya historis (Khurana dan Kim, 2003 dalam Hassan et al., 2006). Penelitian oleh Hassan et

al. (2006) menginvestigasi apakan informasi nilai wajar memiliki relevansi nilai untuk perusahaan di

Australia khususnya pada industri ekstraktif. Dimana standar akuntansi di Australia telah mengalami

perubahan mengenai pengukuran instrumen keuangan, yaitu AASB 139 mensyaratkan instrumen

keuangan harus diukur berdasarkan nilai wajar. Hasilnya bahwa nilai wajar bersih atas aset keuangan

memiliki relevansi nilai yang lebih dibanding biaya historis.

Ettredge et al. (2005) menguji dampak perubahan standar akuntansi terhadap kemampuan

kandungan informasi dari laporan keuangan dalam memprediksi laba mendatang. Ettredge et al.

(2005) menguji dampak SFAS No. 131 mengenai business segment data pada kemampuan pasar

dalam mengantisipasi future earnings. Hasilnya adalah terbukti bahwa kemampuan perusahaan dalam

memprediksi future earnings meningkat atau FERC bertambah setelah periode penerapan SFAS No.

131. Dari beberapa penjelasan diatas, maka hipotesis 2 yang diajukan dalam penelitian ini adalah:

H2: Penerapan PSAK No. 55 (revisi 2006) meningkatkan kemampuan pasar dalam memprediksi

future earnings perusahaan

Kerangka Berfikir

Alur berfikir penelitian ini dapat secara ringkas dapat dilihat pada gambar 1.

Page 6: pengaruh psak no. 55 (revisi 2006): pengakuan dan pengukuran

Gambar 1.

Kerangka Berpikir

Sumber: olahan penulis dari berbagai sumber.

III. METODA PENELITIAN

Jenis Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menginvestigasi apakah penerapan perubahan standar akuntansi

yaitu PSAK No. 55 (revisi 2006) mempengaruhi informasi laba dalam laporan keuangan sehingga

dapat berdampak pada earning informativeness dan kemampuan pasar dalam memprediksi laba

mendatang. Dilihat dari tujuan penelitian, maka jenis penelitian ini dapat dikategorikan jenis penelitian

kausal. Penelitian kausal menggambarkan suatu variabel disebabkan oleh satu atau dua variabel lain,

suatu variabel dipengaruhi satu atau beberapa variabel yang lain (Cooper et al., 2006:152). Analisis

data di penelitian ini menggunakan teknik multivariate regression analysis.

Sampel dan Data Penelitian

Sampel penelitian ini adalah Lembaga Keuangan non bank yang datanya tersedia di BEI tahun

2009 dan 2010. Pertimbangan tidak dimasukkannya bank dalam sampel penelitian adalah karena

menurut penjelasan Deputi Direktur Pengawasan Bank II BI Duddy Iskandar, dalam acara diskusi BI

dan wartawan di Jakarta (Antara News, 2010) bahwa sektor perbankan yang telah secara penuh

menerapkan PSAK 50 dan 55 adalah beberapa bank asing. Bank lokal hanya beberapa yang sudah

menerapkan, namun penerapannya tersebut belum secara penuh. Bank lokal belum memiliki data

historis dan untuk itu bank harus melakukan penilaian debitur berdasarkan data historis tiga tahun ke

belakang dan kewajiban membuat pencadangan kredit bermasalah pada hari dimana dia melaporkan

laporan keuangannya.

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data pool, meliputi laporan keuangan

perusahaan sampel sejak 2009 sampai 2010. Pertimbangan dipilihnya tahun-tahun tersebut adalah

penerapan PSAK No. 55 (revisi 2006) ini mulai berlaku efektif per tanggal 1 Januari 2010, sehingga

untuk menangkap dampak perubahan diambil laporan keuangan 1 tahun (2009) yang disusun tanpa

Laporan Keuangan

Sampai dengan tahun 31 Desember 2009

Mulai 1 Januari 2010

Earning informativeness

Harga saham/return saham

Prediksi pasar atas Future earnings

PSAK NO. 55 (revisi 2006) PSAK NO. 55 (revisi 1999)

Pengakuan dan Pengukuran

Penurunan nilai dan tidak tertagihnya Aset

Keuangan (Piutang)

Page 7: pengaruh psak no. 55 (revisi 2006): pengakuan dan pengukuran

PSAK No. 55 (revisi 2006) dan laporan keuangan 1 tahun (2010) yang disusun dengan memperhatikan

PSAK No. 55 (revisi 2006). Total observasi akhir adalah 70 perusahaan tahun.

Definisi operasional dan pengukuran variabel

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

a. Variabel dependen:

Return saham merupakan ratio harga saham pada saat penutupan minggu ini dengan harga saham

pada saat penutupan minggu sebelumnya. Return saham mingguan tersebut kemudian dijumlah

selama periode 12 bulan yang berakhir tiga bulan setelah akhir tahun pajak dengan cara:

(1)

Dimana:

Rit = return saham perusahaan i pada minggu t

Pit = Harga saham perusahaan i saat penutupan minggu ke-t

Pi(t-1) = Harga saham perusahaan i saat penutupan minggu ke t-1

b. Variabel Independen:

- Penyisihan Penurunan Nilai dan Tidak Tertagihnya Aset Keuangan (ALLOW) Sebagai proksi

penerapan perubahan PSAK No. 55. Allowance (ALLOW) ini merupakan besarnya nilai

penyisihan piutang ragu-ragu /penurunan nilai piutang yang dilaporkan perusahaan pada

laporan keuangan tahun berjalan, diskalakan dengan total aset.

- POST adalah periode/tahun. Bernilai 1 untuk periode setelah penerapan PSAK No. 55 (revisi

2006), dan bernilai 0 untuk periode lainnya

- Laba (Earnings/Et-1) merupakan laba bersih bersih pada tahun ke t-1, dibagi dengan total aset

tahun ke t-1.

- Laba (Earnings/Et) merupakan laba bersih bersih pada tahun ke t, dibagi dengan total aset

tahun ke t.

- Laba (Earnings/Et+1) merupakan laba bersih bersih pada tahun ke t+1, dibagi dengan total aset

tahun ke t+1.

c. Variabel kontrol:

- SIZE merupakan ukuran perusahaan yang dihitung dengan cara mencari natural logaritma dari

total aset.

- GROWTH merupakan pertumbuhan perusahaan yang diukur dari pertumbuhan penjualan,

yaitu persentase peningkatan penjualan pada tahun ini dibanding dengan penjualan tahun

sebelumnya seperti dalam Hanlon et al. (2008).

Uji Empiris

Pengujian hipotesis pada penelitian ini menggunakan regresi. Model empiris yang digunakan

untuk menguji hipotesis mengadopsi dari model yang digunakan oleh Ettredge et al. (2005) yaitu:

(2)

Dimana R merupakan return saham perusahaan selama periode 12 bulan yang berakhir tiga bulan

setelah akhir tahun pajak; ALLOW merupakan besaran nilai penyisihan kerugian/penurunan nilai

piutang; Et-1 merupakan laba tahun lalu; Et merupakan laba saat ini; koefisien Et merupakan

earnings informativeness atau ERC; Et+1 merupakan laba tahun mendatang; koefisien E t+1 merupakan

forward earnings response coeficient yaitu kemampuan pasar dalam memprediksi laba mendatang

atau FERC; POST adalah 1 untuk periode setelah penerapan PSAK No. 55 (revisi 2006), dan bernilai

Page 8: pengaruh psak no. 55 (revisi 2006): pengakuan dan pengukuran

0 untuk periode lainnya, SIZE adalau logaritma dari total aset; Untuk mengontrol pengaruh ERC dan

FERC berasal dari kondisi makro ekonomi maka variabel kontrol yang digunakan adalah variabel

GROWTH, yaitu persentase peningkatan penjualan pada tahun ini dibanding dengan penjualan tahun

sebelumnya.

Pengujian keakurasian model.

Penelitian ini menggunakan teknik analisis data dengan Ordinary Least Square (OLS). Setelah

menentukan model, selanjutnya adalah menentukan apakah model yang dipakai tersebut merupakan

model terbaik untuk mengukur pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Agar

memperoleh model yang Best Linear Unbiased Estimator (BLUE), maka dilakukan pengujian

normalitas data dan pengujian asumsi klasik terlebih dahulu atas data penelitian sebelum diolah.

Model regresi linear berganda yang baik harus memenuhi asumsi klasik, yaitu data berdistribusi

normal, tidak terjadi multikolinearitas, tidak terjadi heterokedastisitas, dan tidak terjadi autokorelasi.

Berikut pengujian asumsi klasik:

1. Normalitas

Model regresi yang baik harus memiliki residual yang berdistribusi normal. Untuk melihat

apakah model regresi berdistribusi normal yaitu dengan melihat grafik normal probability plot atau

grafik histogram (Lind et.al., 2008:533). Data residual berdistribusi normal apabila grafik plot

mengikuti garis diagonal dan penyebarannya tidak terlalu jauh dari garis diagonal atau dari hasil grafik

histogram menunjukkan kurva distribusi normal.

2. Multikolinearitas.

Suatu model dikatakan terjadi multikolinearitas apabila antar variabel independen terjadi korelasi

(Lind et. al, 2008). Korelasi diantara variabel independen menyulitkan dalam membuat kesimpulan

mengenai koefisien regresi individual dan pengaruh masing-masing variabel independen terhadap

variabel dependen. Suatu model dikatakan terjadi multikolinearitas apabila setelah diuji, nilai korelasi

antar variabel independen sangat besar yaitu 1 atau mendekati 1. Multikolinearitas juga dapat dilihat

dari koefisien korelasi antar variabel < 0,8.

3. Heterokedastisitas

Persamaan regresi yang baik adalah apabila memenuhi homokedastisitas (tidak terjadi

heterokedastisitas). Homokedastisitas adalah varian yang sama pada persamaan regresi untuk semua

variabel independen (Lind et. al., 2008). Untuk mendeteksi adanya heterokedastisitas yaitu dengan

melakukan uji white. Apabila p value < α maka terjadi heterokedastisitas.

4. Auto korelasi

Suatu model dikatakan terjadi autokorelasi apabila terjadi korelasi diantara eror term.

Autokorelasi ini umumnya terjadi apabila data dikumpulkan melebihi satu periode waktu (Gujarati dan

Potter, 2009:412). Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dengan melihat nilai Durbin-Watson saat

pengujian regresi. Hasil yang diharapkan dari pengujian Durbin-Watson ini adalah du < DW < 4 - du,

yang berarti tidak ada korelasi positif maupun negatif (Nachrowi & Usman, 2006).

Pengujian hipotesis

Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa salah satu perubahan penting dalam

standar akuntansi pengakuan instrumen keuangan adalah perubahan terkait pengakuan dan pengukuran

penurunan nilai dan tidaktertagihnya aset keuangan. Metode pengakuan penyisihan

kerugian/penurunan piutang berbeda setelah PSAK No. 55 (revisi 2006) berlaku dengan sebelumnya.

Dengan demikian diprediksi bahwa koefisien POST*ALLOW akan berbeda dengan koefisien

ALLOW (b3 akan berbeda nilainya dengan a2).

Selanjutnya, sesuai dengan hipotesis yang diajukan, peneliti menduga bahwa PSAK No. 55

(revisi 2006) membuat ERC dan FERC meningkat. Dengan demikian peneliti mengestimasi bahwa c1

> b1 (hipotesis 1) dan c2 > b2 (hipotesis 2).

Page 9: pengaruh psak no. 55 (revisi 2006): pengakuan dan pengukuran

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Statistik deskriptif

Tabel 1 merupakan hasil statistik deskriptif variabel independen (POST, ALLOW, Et-1, Et, Et+1),

variabel kontrol (SIZE dan GROWTH), dan variabel dependen R (return saham).

Tabel 1

Sumber: data diolah.

Uji Asumsi Klasik

Normalitas Data

Dari hasil pengujian normalitas data menunjukkan hasil bahwa data yang digunakan dalam

penelitian berdistribusi normal (lihat lampiran 3). Dari histogram pada lampiran 3 diagram batang

membentuk kurva distribusi normal. Dari hasil uji Jarque Bera diketahui bahwa probability JB 0,8356

(p value > dari α, dimana nilai α adalah 0,05) atau nilainya sangat berbeda dari 0 sehingga dikatakan

bahwa data penelitian berdistribusi normal.

Multikolinearitas

Uji multikolinearitas dilakukan untuk mendeteksi apakah antar variabel penelitian terdapat

hubungan linear sehingga dapat mengganggu dalam memprediksi hasil penelitian. Tabel 2 berikut

merupakan hasil pengujian multikolinearitas:

Tabel 2

Hasil Uji Multikolinearitas

R POST ALLOW SIZE GROWTH Et-1 Et Et+1

R 1 -0.04095 -0.11814 0.326215 0.11597 -0.32029 0.103243 -0.16217

POST -0.04095 1 0.030559 0.05325 -0.03646 -0.03355 0.120723 -0.2475

ALLOW -0.11814 0.030559 1 -0.14813 -0.18995 -0.25413 0.032268 -0.09385

SIZE 0.326215 0.05325 -0.14813 1 -0.09898 0.161452 0.085411 0.060261

GROWTH 0.11597 -0.03646 -0.18995 -0.09898 1 0.20887 0.174955 0.181629

Et-1 -0.32029 -0.03355 -0.25413 0.161452 0.20887 1 0.361761 0.106574

Et 0.103243 0.120723 0.032268 0.085411 0.174955 0.361761 1 0.083246

Et+1 -0.16217 -0.2475 -0.09385 0.060261 0.181629 0.106574 0.083246 1

R POST ALLOW SIZE GROWTH Et-1 Et Et+1

Mean 0.676322 0.50000 0.049129 20.49191 0.309497 -0.01845 0.010327 0.035528

Median 0.592178 0.50000 0.007052 20.29916 0.190266 0.031003 0.044145 0.032051

Maximum 2.823188 1.00000 0.447133 26.45376 1.381484 0.284027 0.280029 0.284027

Minimum -0.354505 0.00000 0.000000 17.49916 0.000000 -2.77109 -2.77109 -0.22248

Std. Dev. 0.594896 0.50361 0.100849 1.796592 0.322428 0.363773 0.341203 0.06387

Keterangan: R = return saham perusahaan selama periode 12 bulan yang berakhir tiga bulan setelah akhir tahun pajak; ALLOW = besaran nilai penyisihan kerugian/penurunan nilai piutang, diskalakan dengan total aset; Et-1 = laba tahun lalu; Et = laba saat ini; koefisien Et merupakan earnings informativeness atau ERC; Et+1 = laba tahun mendatang; koefisien Et+1 merupakan foward earnings response coeficient yaitu kemampuan

pasar dalam memprediksi laba mendatang atau FERC; POST = periode penerapan PSAK No. 55 (revisi 2006). Bernilai 1 untuk periode setelah penerapan PSAK No. 55

(revisi 2006), dan bernilai 0 untuk periode lainnya; SIZE = natural logaritma dari total aset; GROWTH = persentase peningkatan penjualan pada tahun ini dibanding dengan penjualan tahun sebelumnya. Untuk

mengontrol pengaruh ERC dan FERC yang berasal dari kondisi makro.

Page 10: pengaruh psak no. 55 (revisi 2006): pengakuan dan pengukuran

Keterangan: R = return saham perusahaan selama periode 12 bulan yang berakhir tiga bulan setelah akhir tahun pajak; ALLOW = besaran nilai penyisihan kerugian/penurunan nilai piutang, diskalakan dengan total aset; Et-1 = laba tahun lalu; Et = laba saat ini; koefisien Et merupakan earnings informativeness atau ERC; Et+1 = laba tahun mendatang; koefisien Et+1 merupakan foward earnings response coeficient yaitu kemampuan

pasar dalam memprediksi laba mendatang atau FERC; POST = periode penerapan PSAK No. 55 (revisi 2006). Bernilai 1 untuk periode setelah penerapan PSAK No. 55

(revisi 2006), dan bernilai 0 untuk periode lainnya; SIZE = natural logaritma dari total aset; GROWTH = persentase peningkatan penjualan pada tahun ini dibanding dengan penjualan tahun sebelumnya. Untuk

mengontrol pengaruh ERC dan FERC yang berasal dari kondisi makro.

Sumber: data diolah.

Tabel di atas menunjukkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas antar variabel penelitian, dilihat

dari hasil koefisien korelasi antar variabel sangat kecil (dibawah 0,8).

Heteroskedastisitas

Uji heteroskedastisitas dilakukan untuk mengetahui apakah data dalam penelitian ini adalah

homogen. Dikatakan homokedastisitas apabila data memiliki varian yang sama pada persamaan

regresi untuk semua variabel independen. Uji White dengan bantuan Eviews telah dilakukan dan

menghasilkan nilai probability chi square dengan 0,2256 (p value > 0,05) (lampiran 4). Hasil ini

berarti tidak terjadi heteroskedastisitas dalam persamaan regresi (Nachrowi & Usman, 2006).

Autokorelasi

Pengujian autokorelasi ini dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi diantara eror term.

Persamaan regresi dikatakan bebas dari autokorelasi jika memenuhi kriteria du < DW < 4 - du. Dari

output regresi diperoleh koefisien Durbin-Watson menunjukkan nilai 1,9354. Untuk k’= 5 dan n = 70,

maka diperoleh nilai du = 1,768 dan 4 – du = 2,252. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

persamaan regresi pada penelitian ini bebas dari autokorelasi karena 1,768 < 1,9354 < 2,252.

Hasil Uji Regresi

Dari hasil pengujian regresi menggunakan teknik cross section OLS dengan total observasi 70

menghasilkan nilai probability F statistik sebesar 0,000008; nilai R2 0,505595 dan nilai adjusted R

2

sebesar 0,411828. Hal ini menunjukkan bahwa model yang digunakan dalam penelitian ini sudah

baik/memadai dalam memprediksi earnings informativenes dan kemampuan memprediksi laba

mendatang. Dari nilai R2

menunjukkan bahwa kombinasi variabel POST, ALLOW, Et-1, Et, Et+1

mampu menjelaskan return saham sebesar 50,56%, dengan variabel kontrol SIZE dan GROWTH.

Untuk pengujian hipotesis, tabel berikut merupakan ringkasan hasil regresi masing-masing

variabel:

Tabel 3

Hasil Uji Regresi

Variabel Prediksi Tanda Koefisien t-statistik Probabilistik

t-statistik

Intercept -/+ -2,383015 -3,434529 0,0011*

POST + -0,190777 -1,470677 0.1468

ALLOW - -1,756980 -2,200550 0,0318*

SIZE + 0,149653 4,549313 0,0000*

GROWTH + 0,511508 2,702667 0,0090*

Page 11: pengaruh psak no. 55 (revisi 2006): pengakuan dan pengukuran

Et-1 - -3,127640 -2,558911 0,0131*

Et + 1,292477 2,669640 0,0098*

Et+1 + -0,635916 -0,571040 0,5702

POST*ALLOW + 1,931114 1,309819 0,1954

POST*ALLOW* Et-1 + 8,756844 1,869526 0,0666**

POST*ALLOW* Et + 15,61056 0,458244 0,6485

POST*ALLOW* Et+1 - -71,38153 -2,234474 0,0293*

Keterangan: R = return saham perusahaan selama periode 12 bulan yang berakhir tiga bulan setelah akhir tahun pajak; ALLOW = besaran nilai penyisihan kerugian/penurunan nilai piutang, diskalakan dengan total aset; Et-1 = laba tahun lalu; Et = laba saat ini; koefisien Et merupakan earnings informativeness atau ERC; Et+1 = laba tahun mendatang; koefisien Et+1 merupakan foward earnings response coeficient yaitu kemampuan

pasar dalam memprediksi laba mendatang atau FERC; POST = periode penerapan PSAK No. 55 (revisi 2006). Bernilai 1 untuk periode setelah penerapan PSAK No. 55

(revisi 2006), dan bernilai 0 untuk periode lainnya; SIZE = natural logaritma dari total aset; GROWTH = persentase peningkatan penjualan pada tahun ini dibanding dengan penjualan tahun sebelumnya. Untuk

mengontrol pengaruh ERC dan FERC yang berasal dari kondisi makro.

* Signifikan di level 5% ** Signifikan di level 10%

Sumber: data diolah.

Dari tabel diatas, diketahui bahwa koefisien ALLOW, SIZE, GROWTH, Et-1, Et,

POST*ALLOW, POST*ALLOW* Et-1, POST*ALLOW* Et, dan POST*ALLOW* Et+1 bertanda

sesuai prediksi. Sesuai prediksi bahwa pengakuan penyisihan kerugian/penurunan piutang berbeda

setelah PSAK No. 55 (revisi 2006) berlaku dengan sebelumnya. Diporelah nilai b3 lebih besar dari

nilai a2 (1,931114 > -1,756980), namun tidak signifikan dibanding a2. Ini berarti bahwa sebelum

PSAK No. 55 (revisi 2006) berlaku, ALLOW secara signifikan berhubungan negatif dengan return

saham. Namun setelah PSAK No. 55 (revisi 2006) berlaku, ALLOW tidak signifikan berhubungan

dengan return saham.

Hasil untuk c1 bernilai 15,61056 lebih besar dari nilai b1 yaitu 1,292477, ini berarti c1 > b1 sesuai

prediksi, namun, c1 tidak signifikan. Hasil ini mengindikasikan bahwa hipotesis 1 tidak dapat

didukung. Penerapan PSAK No. 55 (revisi 2006) tidak terbukti secara signifikan meningkatkan

earning informativeness (Earnings Responce Coefficient/ERC).

Untuk hasil c2 sesuai prediksi yaitu lebih besar dari b2 (-71,38153 lebih besar dari -0,635916).

Hasil c2 terbukti signifikan sehingga menunjukkan bahwa hasil uji empiris mendukung hipotesis 2.

Penerapan PSAK No. 55 (revisi 2006) terbukti secara signifikan meningkatkan kemampuan pasar

dalam memprediksi laba mendatang (forward earnings response coefficient/FERC).

Analisis Pembahasan

a. Hubungan perubahan standar akuntansi dengan earning informativeness (Earnings

Response Coefficient/ERC).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa setelah penerapan PSAK No. 55 (revisi 2006) terbukti

koefisien laba tahun ini (Et) meningkat dibanding dengan sebelumnya. Sebelum berlakunya PSAK No.

55 (revisi 2006) terbukti bahwa laba tahun ini yang dilaporkan perusahaan secara signifikan dapat

mempengaruhi keputusan investor/pemegang saham sehingga mempengaruhi return saham. Namun,

setelah penerapan PSAK No. 55 (revisi 2006) laba tahun ini (Et) tidak signifikan. Hasil tersebut

mengindikasikan bahwa penyisihan penurunan cadangan piutang berdasarkan nilai wajar tidak

memiliki relevansi nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan penyisihan berdasarkan nilai/biaya

historis.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian Jarva dan Lantto (2010) menunjukkan bahwa laba yang

dilaporkan dengan standar akuntansi IFRS tidak memiliki relevansi nilai yang lebih tinggi daripada

Page 12: pengaruh psak no. 55 (revisi 2006): pengakuan dan pengukuran

laba yang dilaporkan dengan standar akuntansi lokal yaitu Finland Accounting Standard yang

mengacu pada biaya historis. Penelitian ini sejalan dengan Al-Yaseen, et al. (2011) menemukan bahwa

penggunaan volatilitas laba bersih berdasarkan biaya historis merupakan ukuran risiko ekonomis yang

lebih baik dibanding dengan volatilitas laba bersih nilai wajar.

Tidak signifikannya koefisien laba saat ini (ERC) pada periode setelah penerapan standar

akuntansi yang baru diduga disebabkan karena penelitian ini mengamati untuk rentang waktu

pengamatan yang pendek. Yaitu hanya mengamati laporan keuangan setahun sebelum dan pada tahun

yang sama saat standar baru mulai efektif diberlakukan.

b. Hubungan perubahan standar akuntansi dengan kemampuan pasar dalam memprediksi

laba mendatang (Forward earnings response coefficient/FERC)

Dari hasil penelitian diperoleh bukti bahwa penerapan PSAK No. 55 (revisi 2006) mampu

meningkatkan kemampuan pasar dalam memprediksi laba mendatang (FERC meningkat).

Ditunjukkan dari koefisien laba tahun depan (Et+1) setelah penerapan PSAK No. 55 (revisi 2006) lebih

besar dari pada sebelumnya. Selain koefisien yang lebih besar, hasil penelitian menunjukkan bahwa

laba tahun depan signifikan berhubungan dengan return saham. Hal ini mengandung pengertian bahwa

pasar (ditunjukkan dari return saham) mampu memprediksi dengan baik laba tahun mendatang. Hasil

ini juga mengindikasikan bahwa komponen penyisihan penurunan nilai/kerugian piutang berdasarkan

akuntansi nilai wajar memiliki relevansi nilai yang lebih dibanding dengan penyisihan berdasarkan

akuntansi nilai historis dalam memprediksi laba mendatang yang tercermin pada return saham.

Hasil penelitian ini mendukung penelitian Ettredge et al. (2005) bahwa penerapan perubahan

standar akuntansi meningkatkan kemampuan pasar dalam memprediksi laba mendatang.

V. SIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN

Paper ini bertujuan untuk mengetahui apakah penerapan perubahan standar akuntansi yaitu PSAK

No. 55 (revisi 2006) mempengaruhi informasi laba dalam laporan keuangan sehingga dapat

berdampak pada earning informativeness dan kemampuan pasar dalam memprediksi laba mendatang.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama, koefisien laba tahun ini meningkat setelah penerapan

PSAK No. 55 (revisi 2006), dibandingkan dengan sebelum penerapan. Meskipun sesuai prediksi

bahwa koefisiennya lebih besar, namun hasilnya tidak signifikan, sedangkan untuk periode sebelum

penerapan PSAK No. 55 (revisi 2006) signifikan. Hasil ini mengindikasikan akuntansi nilai wajar atas

pengakuan penurunan nilai piutang/kerugian piutang tidak terbukti secara signifikan memiliki

relevansi nilai yang lebih baik dibanding dengan berdasarkan biaya historis.

Kedua, penerapan PSAK No. 55 (revisi 2006) mampu meningkatkan kemampuan pasar dalam

memprediksi laba mendatang (FERC meningkat). Ditunjukkan dari koefisien laba tahun depan (Et+1)

setelah penerapan PSAK No. 55 (revisi 2006) lebih besar dan signifikan daripada sebelum penerapan.

Penelitian ini memiliki keterbatasan oleh karena ketersediaan data yaitu hanya mengamati laporan

keuangan periode penelitian setahun sebelum dan tahun yang sama saat standar baru efektif

diterapkan. Hal ini diprediksi merupakan penyebab koefisien laba saat ini (ERC) tidak signifikan.

Untuk penelitian selanjutnya dapat memperpanjang periode pengamatan dan mengeluarkan periode

pengamatan tahun yang sama saat standar yang baru efektif diterapkan.

Acknowledgement

Terima kasih atas review dan masukan dari Prof. Sidharta Utama, CFA selaku dosen penulis pada

Program Doktoral Ilmu Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Page 13: pengaruh psak no. 55 (revisi 2006): pengakuan dan pengukuran

DAFTAR PUSTAKA

Al-Yaseen, Bashar S., & Husam Aldeen Al-Khadash. (2011). Risk relevance of fair value income

measures under IAS 39 and IAS 40. Journal of Accounting in Emerging Economies, 1(1), 9-32.

Retrieved October 14, 2011, from Accounting & Tax Periodicals. (Document ID: 2338927871).

Antara News (2010). BI: Bank Asing Paling Siap Terapkan PSAK. http://www.antaranews.com/print/

1273574464/bi-bank-asing-paling-siap-terapkan. Selasa 11 Mei 2010.

Cooper, Donald. Dan Pamela S. Schindler. (2006). Business Research Methods. Ninth Edition. Mc.

Graw Hill.

Ettredge, M.L., S.Y. Kwon, and D.B. Smith. (2005). The Impact of SFAS No. 131. Business Segment

Data on The Market’s Ability to Anticipate Future Earnings, Accounting Riview 80 (3), 773-

804.

Gujarati, Damodar N., dan Dawn C. Porter. 2009. Basic Econometrics. Fifth Edition. Mc. Graw Hill.

Hanlon, Michelle., Edward L. Maydew, Terry Shevlin. (2008). An Uninteded Consequence Of Book-

Tax Conformity: A Loss Of Earnings Informativeness, Journal of Accounting and Economics

46 (2008), 294-311.

Hassan, Mohamat Sabri., Majella Percy and Jenny Stewart (2006). The Value Relevance Of Fair

Value Disclosures In Australian Firms In The Extractive Industries. Asian Academy of

Management Journal of Accounting and Finance. AAMJAF, Vol. 2, No. 1, 41–61. http://

web.usm.my/journal/aamjaf/vol%202-1/2-1-3.pdf

Jarva, Henry dan Anna-Maija Lantto (2010). The Value-Relevance of IFRS versus Domestic

Accounting Standards: Evidence from Finland. http://nasdaqomx.com/digitalAssets/

68/68362_the_valuerelevance_of_ifrs_versus_domestic_accounting_standards.pdf

Krishnakumar, T. N., and CA. Vidyadhar Kulkarni. (2007). New International Accounting Concepts–

Impairment Losses of Financial Assets Under IAS 39-Financial Instruments: Recognition and

Measurement. The Chartered Accountant. April 2007. http://220.227.161.86/96491581-

1587.pdf

Lind, Douglas A., William G. Marchal, & Samuel A. Wathen. (2008). Statistic Techniques in Business

and Economics With Global Data Sets. Thirteenth Edition. Mc. Graw Hill

Nachrowi, Nachrowi D., & Hardius Usman (2006). Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika

Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia.

Nimer, Khalil., Mohammed Idris, Saleh Al-Okdeh, & Mahmoud Nassar. (2011). The Effect of The

Implementation of the IAS 39 on the Jordanian Investors. International Business Research. Vo.

4. No. 4. Oktober 2011. Pp. 276-285. www.ccsenet.org/ibr.

Richardson, S. A., R.G. Sloan, M.T. Soliman, and I. Tuna. (2005). Acrual Reliability, Earnings

Persistence, and Stock Prices, Journal of Accounting & Economics 39, 437-385.

RSM AAJ Associates.(2011). IFRS Workshop: Pemahaman dan Interpretasi PSAK 50 & 55. Makalah

disajikan dalam RSM AAJ Associate IFRS Workshop. Jakarta 8 – 9 Februari 2011.