pengaruh ph, suhu hidrolisis enzim α-amilase dan
TRANSCRIPT
PENGARUH pH, SUHU HIDROLISIS ENZIM α-AMILASE DAN
KONSENTRASI RAGI ROTI UNTUK PRODUKSI ETANOL
MENGGUNAKAN PATI BEKATUL
Skripsi
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh gelar Sarjana Sains
Oleh :
Risha Tiara Jayanti
NIM. M0406052
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2011
ii
iii
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya sendiri
dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar
kesarjanaan yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.
Surakarta, Januari 2011
Risha Tiara Jayanti NIM. M0406052
iv
PENGARUH pH, SUHU HIDROLISIS ENZIM α-AMILASE DAN KONSENTRASI RAGI ROTI UNTUK PRODUKSI ETANOL
MENGGUNAKAN PATI BEKATUL
Risha Tiara Jayanti
Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Universitas Sebelas Maret, Surakarta
ABSTRAK
Selama ini bekatul hanya digunakan untuk pakan ternak. Sebagai sumber biomassa, bekatul berpotensi sebagai alternatif sumber energi berbasis etanol karena karbohidratnya yang tinggi. Karbohidrat melalui proses fermentasi dapat diubah menjadi etanol. Untuk mempercepat proses fermentasi karbohidrat, dibutuhkan katalis untuk mengubahnya menjadi gula sederhana (monosakarida), yaitu dengan menggunakan enzim α-amilase. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pH dan suhu optimum yang dapat menghasilkan gula reduksi paling tinggi pada proses hidrolisis pati bekatul oleh enzim α-amilase dan mengetahui kadar etanol tertinggi yang dihasilkan setelah difermentasikan dengan menggunakan variasi konsentrasi ragi roti.
Penelitian ini dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga faktor yaitu suhu hidrolisis (700C, 800C dan 900C), pH (5,2; 5,4 dan 5,6) dan konsentrasi ragi roti (0,5 mg, 1 mg dan 1,5 mg) dengan 3 ulangan. Bekatul dihidrolisis menggunakan enzim α-amilase dengan variasi pH dan suhu hidrolisis, dilanjutkan dengan fermentasi menggunakan ragi roti dalam botol fermentor. Waktu fermentasinya yaitu 3 hari. Kadar etanol dianalisis dengan AOAC tabel kadar etanol metode destilasi. Data dianalisis dengan ANAVA, dan jika terdapat beda nyata antar perlakuan variasi ketersediaan air dilanjutkan dengan Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) taraf 5%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan variasi pH dan suhu hidrolisis tidak berpengaruh terhadap konsentrasi gula reduksi. Kadar etanol tertinggi sebesar 2,84% ditunjukkan dengan penambahan ragi roti 1,5 mg pada suhu hidrolisis 700C dan pH 5,6. Tetapi dari uji statistik (α=0,05) hasil tersebut di atas tidak berbeda nyata dengan kadar etanol dengan penambahan ragi roti 1 mg. Sehingga ditinjau dari segi efisiensinya, penggunaan 1 mg ragi roti lebih ekonomis. Kata kunci : bekatul, pH, suhu, enzim α-amilase, gula reduksi, etanol.
v
EFFECT OF pH, HYDROLISIS TEMPERATURE α-AMYLASE ENZYME
AND BREAD YEAST CONCENTRATION FOR ETHANOL
PRODUCTION USING RICE POLISH STARCH
Risha Tiara Jayanti
Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Science,
Sebelas Maret University, Surakarta
ABSTRACT
All this time rice polish have been use only for cattle food. As a biomass source, rice polish is potential to be used as alternative ethanol based energi source cause it contains high carbohydrate. The carbohydrate through the fermentation process can be converted into ethanol. To accelerate the fermentation process of carbohydrate, α-amylase enzyme is need to catalyzed fermentation of simple sugar (monosaccharide). This research were aimed at studying pH and temperature optimum to produce the highest reduction sugar through hydrolysis of rice polish starch using α-amylase enzyme and to asses the highest ethanol concentration after fermentation by varying bread yeast concentration.
Completely Randomized Design was used in this research with three factorial : hydrolisis temperature (700C, 800C and 900C), pH (5,2;, 5,4 and 5,6) and bread yeast concentration (0,5 mg, 1 mg and 1,5 mg) each with 3 repetition. Rice polish was hidrolyzed using α-amylase enzyme by varying pH and hydrolisis temperature, followed by fermentation using bread yeast on fermentor bottle. The fermentation time was 3 days. Ethanol concentration was analyzed with a distillation method AOAC table-ethanol level. Data were analyzed with ANAVA, and if found a significant different from the treatments would be continued with Duncan’s Multiple Range Test (DMRT) at level of 5%.
The results show that pH and hydrolisis temperature variation treatment not effecting the reduction sugar concentration. The highest ethanol concentration as much 2,84% showed by adding bread yeast 1,5 mg in hydrolisis temperature 700C and pH 5,6. However, statistic analysis (α= 0,05) revealed no significant different between adding 1 mg and 1,5 mg of bread yeast during fermentation process. Therefore, application of 1mg of bread yeast is considered to be more economics. Keyword : rice polish, pH, temperature, α-amilase enzyme, reduction sugar,
ethanol.
vi
MOTTO
Buah paling manis dari berani bermimpi adalah kejadian-kejadian menakjubkan
dalam perjalanan menggapainya (Andrea Hirata)
vii
PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan dengan segenap cinta untuk
Allah SWT
Ayah dan ibuku terima kasih untuk segalanya
Karina Dwi Jayanti dan Shakira Tika Jayanti
jangan berhenti untuk meraih mimpi
Pebriana Nurcahyani, Andika Paramita, Iis Mucharomah,Dian Oktaviana, Ida Liana, Asti Mayasari, Yoga Sandi Perdana dan Hiba Rahmad Budiman
terima kasih untuk segala dukungan dan perhatian yang memberikan semangat
Teman-teman Biologi 2006
viii
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat, karunia serta hidayah-Nya yang tak tehingga sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul : “Pengaruh
pH, Suhu Hidrolisis Enzim α-Amilase dan Konsentrasi Ragi Roti untuk Produksi
Etanol menggunakan Pati Bekatul”. Penyusunan skripsi ini merupakan suatu
syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan strata 1 (S1) pada Jurusan Biologi,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Dalam pelaksanaan penelitian maupun penyusunan skripsi ini penulis
mendapatkan banyak masukan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang
sangat bermanfaat baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu
pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang setulusnya
kepada:
Prof. Drs. Sutarno, M.Sc. Ph.D., selaku Dekan FMIPA Universitas Sebelas
Maret Surakarta yang telah memberikan arahan serta ijin penelitian skripsi.
Dra. Endang Anggarwulan, M.Si., selaku Ketua Jurusan Biologi FMIPA
Universitas Sebelas Maret Surakarta atas ijin penelitian untuk keperluan skripsi.
Tjahjadi Purwoko, M.Si., selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, arahan serta dukungan selama penelitian hingga
selesainya penyusunan skripsi.
Elisa Herawati, M.Eng., selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, arahan serta dukungan selama penelitian hingga
selesainya penyusunan skripsi.
Sunarto, M.S., selaku dosen penelaah I yang telah memberikan bimbingan
dan petunjuk selama penelitian sampai selesainya penyusunan skripsi.
Prabang Setyono, M.Si., selaku dosen penelaah II sekaligus pembimbing
akademik yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk selama penelitian
sampai selesainya penyusunan skripsi.
ix
Seluruh dosen, karyawan, staf Laboratorium Jurusan Biologi FMIPA
Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah dengan sabar dan tiada henti-
hentinya memberikan dorongan baik spiritual maupun materil sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
Kepala dan staf Laboratorium Pusat MIPA Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah mengijinkan dan membantu penulis untuk melakukan
penelitian di laboratorium.
Keluarga besar Harjoko atas doa, dukungan dan perhatian yang
memberikan semangat bagi penulis.
Keluarga besar Biologi 2006, terutama kepada Lilin Indah, Mita Mutia,
Nina Kurnianingrum, Cintya Sandra, Ikke Irmawati, Idhyas Ayu, Pramesti Dwi A,
Siska, Hartini, Rhosid Fajar, Prasasti Wahyu, Rianita, Nur Ana Fiatun, Galih
Septia, Septiana W dan Setyabudi, untuk semangat, kebersamaan, dan
persaudaraan yang luar biasa. Serta semua pihak yang telah memberikan
dukungan yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Dengan kerendahan hati penulis menyadari bahwa dalam penelitian dan
penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik
yang membangun dari para pembaca akan sangat membantu. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.
Surakarta, Januari 2011
Penyusun
x
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ....................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN .....................................................................
HALAMAN PERNYATAAN .....................................................................
ABSTRAK ....................................................................................................
ABSTRACT..................................................................................................
HALAMAN MOTTO ..................................................................................
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................
DAFTAR TABEL ........................................................................................
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
DAFTAR SINGKATAN .............................................................................
BAB I. PENDAHULUAN ...........................................................................
A. Latar Belakang..........................................................................
B. Rumusan Masalah ....................................................................
C. Tujuan Penelitian......................................................................
D. Manfaat Penelitian ...................................................................
BAB II. LANDASAN TEORI .....................................................................
A. Tinjauan Pustaka ......................................................................
1. Bekatul ..................................................................................
2. Pati ........................................................................................
3. Ragi roti ................................................................................
4. Enzim α-amilase ...................................................................
5. Fermentasi etanol .................................................................
B. Kerangka Pemikiran .................................................................
BAB III. METODE PENELITIAN .............................................................
A. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................
B. Alat dan Bahan .........................................................................
i
ii
iii
iv
v
vi
vii
viii
x
xii
xiii
xiv
xv
1
1
3
3
3
4
4
4
5
6
8
11
15
17
17
17
xi
C. Cara Kerja .................................................................................
1. Penyiapan Alat dan Bahan...................................................
2. Pembuatan Bubur Bekatul ...................................................
3. Proses Hidrolisis...................................................................
4. Proses Fermentasi ................................................................
5. Pengukuran Kadar Etanol ....................................................
E. Analisis Data.............................................................................
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................
A. Pemecahan Pati Bekatul menjadi Gula Reduksi oleh Enzim
α-amilase dengan Menggunakan Variasi Suhu dan pH .........
B. Fermentasi Etanol oleh Ragi Roti ...........................................
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................
A. Kesimpulan ...............................................................................
B. Saran..........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
LAMPIRAN..................................................................................................
RIWAYAT HIDUP PENULIS ....................................................................
17
17
17
18
18
18
19
20
20
23
31
31
31
32
33
53
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Konsentrasi gula reduksi (mg / ml) pada bubur bekatul
dengan variasi suhu hidrolisis dan pH ....................................
Tabel 2. Kadar etanol pada konsentrasi ragi roti yang berbeda ...........
Tabel 3. Absorbansi gula reduksi standar .............................................
22
26
41
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Amilosa ..............................................................................
Gambar 2. Amilopektin........................................................................
Gambar 3. Cara kerja α-amilase ..........................................................
Gambar 4. Fase pertumbuhan bakteri pada kultur curah ...................
Gambar 5. Jalur fermentasi etanol oleh S. Cerevisiae .......................
Gambar 6. Alur Kerangka Pemikiran ................................................
Gambar 7. Kurva standar gula reduksi ...............................................
Gambar 8. Konsentrasi gula reduksi (mg/ml) pada bubur bekatul
dengan variasi suhu hidrolisis dan pH ..............................
Gambar 9. Kadar etanol pada konsentrasi ragi roti yang berbeda.....
Gambar 10. Bekatul................................................................................
Gambar 11. Ragi roti ..............................................................................
Gambar 12. Proses hidrolisis .................................................................
Gambar 13. Enzim α-amilase ................................................................
Gambar 14. Uji gula reduksi ..................................................................
Gambar 15. Proses fermentasi ...............................................................
Gambar 16. Destilasi ..............................................................................
Gambar 17. Etanol ..................................................................................
5
5
10
12
14
16
41
42
44
48
51
51
51
51
52
52
52
52
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Penyediaan Reagen ..................................................................
Lampiran 2. Pengukuran Parameter .............................................................
Lampiran 3. Hasil pengukuran parameter ...................................................
Lampiran 4. Hasil analisis ANAVA perlakuan suhu hidrolisis dan pH
terhadap hasil konsentrasi gula reduksi ..................................
Lampiran 5. Hasil analisis ANAVA perlakuan konsentrasi ragi roti
terhadap kadar etanol ...............................................................
Lampiran 6. Tabel etanol ..............................................................................
Lampiran 7. Gambar .....................................................................................
37
38
41
45
48
50
51
xv
DARTAR SINGKATAN
Singkatan Keterangan ºC ANAVA ATP CO2
DMRT g H H2O J. Biosci. Bioeng J. Biotechnol J. Sci. & Technol l mg ml nm O2 RAL
derajat celcius analisis varian adenosine tri phospphate gas karbondioksida Duncan’s multiple range test gram hidrogen dihidrogen oksida Jurnal Bioscience Bioenergy Jurnal Biotechnology Jurnal Science and Technology liter mili gram mili liter nanometer gas oksigen rancangan acak lengkap
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Energi sangat dibutuhkan oleh masyarakat tetapi cepat atau lambat
cadangan minyak bumi dunia akan habis. Ini disebabkan oleh persediaan bahan
bakar fosil yang terbatas dan tidak dapat diperbaharui. Indonesia merupakan salah
satu negara yang sedang menghadapi persoalan energi yang serius akibat
ketergantungan yang sangat besar terhadap energi fosil. Etanol merupakan salah
satu bahan bakar alternatif yang dapat diperoleh dari proses fermentasi biomassa
yang mengandung karbohidrat dengan bantuan mikroorganisme (Yetty, 2007).
Indonesia adalah negara agraris, karena tanahnya subur dan dapat
ditumbuhi berbagai tanaman. Padi, singkong dan jagung merupakan tanaman
yang paling banyak ditanam di Indonesia dan tanaman tersebut merupakan
sumber karbohidrat tinggi.
Pada proses pengolahan padi menjadi beras, dihasilkan limbah berupa
jerami, dedak, dan bekatul. Bekatul merupakan lapisan sebelah dalam butiran
beras (lapisan aleuron/kulit ari) dan sebagian kecil endosperma berpati. Bekatul
mengandung karbohidrat cukup tinggi, yaitu 51-55 g / 100 g (Kompas, 2009).
Tingginya kandungan karbohidrat ini sangat menguntungkan karena dapat
digunakan sebagai sumber energi alternatif.
Proses pembentukan etanol dari pati / amilum melalui dua tahap yaitu
hidrolisis dan fermentasi. Tahap pertama adalah tahap hidrolisis yaitu pati
2
dikonversi menjadi glukosa dengan katalisis enzim α-amilase. Pada tahap
kedua yaitu fermentasi, glukosa yang terbentuk dikonversi menjadi etanol dan
karbondioksida oleh khamir Saccharomyces cerevisiae (Banati dkk., 2007).
Secara umum S.cerevisiae di Indonesia digunakan untuk pembuatan tape
dan roti. Oleh karena itu, isolat S.cerevisiae dapat dijumpai pada ragi tape dan ragi
roti. Ragi roti dapat menjadi salah satu alternatif pengganti penggunaan isolat
S.cerevisiae dalam proses fermentasi produksi etanol. Hal ini disebabkan ragi roti
mudah diperoleh di pasaran dan tidak memerlukan perlakuan yang spesifik (Reed,
1991).
Ketidakmampuan S.cerevisiae memfermentasi pati / amilum menjadi
etanol karena tidak memiliki enzim amilase yang cukup. Fardiaz (1988)
melaporkan bahwa pati dapat dipecah oleh enzim amilase menjadi komponen
dengan berat molekul lebih rendah dan lebih larut. Enzim tersebut memecah
ikatan α-1,4-glikosida dari molekul pati.
Proses hidrolisis amilum menjadi glukosa kurang sempurna apabila tidak
ditambahkan enzim α-amilase. Hal ini disebabkan tidak ada pemutusan ikatan
spesifik pada homopolimer rantai ikatan α-1,4-glikosida amilum sehingga glukosa
yang dihasilkan tidak optimal.
Enzim a-amilase adalah enzim ekstraseluler. Aktivitas enzimatiknya
tergantung pada suhu dan pH eksternal. Menurut Reed (1991), temperatur
optimum untuk enzim α-amilase berkisar 70-900C. Selain itu, enzim α-amilase
aktif pada kisaran pH 5,2 –5,6 (Novozyme, 2010).
3
B. Rumusan Masalah
1. Berapakah pH dan suhu optimum yang dapat menghasilkan gula reduksi
paling tinggi pada proses hidrolisis pati bekatul oleh enzim α-amilase ?
2. Berapakah kadar etanol tertinggi yang dihasilkan setelah difermentasikan
dengan menggunakan variasi konsentrasi ragi roti ?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pH dan suhu optimum yang dapat menghasilkan gula reduksi
paling tinggi pada proses hidrolisis pati bekatul oleh enzim α-amilase.
2. Mengetahui kadar etanol tertinggi yang dihasilkan setelah difermentasikan
dengan menggunakan variasi konsentrasi ragi roti.
D. Manfaat Penelitian
1. Dapat menambah informasi ilmiah dan pengetahuan kepada penulis dan
masyarakat luas terutama dalam pemanfaatan bekatul untuk produksi etanol.
2. Dapat meningkatkan nilai ekonomi hasil samping penggilingan padi yang
bersifat limbah yaitu bekatul.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Bekatul
Bekatul merupakan salah satu hasil samping proses penggilingan padi
yang jumlahnya cukup banyak. Pada proses penggilingan beras pecah kulit
diperoleh hasil samping dedak 8-9% dan bekatul sekitar 2-3%. Ketersediaan
bekatul di Indonesia cukup banyak dan mencapai 4.5-5 juta ton setiap tahunnya
(Damayanthi dan Listyorini, 2006).
Pada penyosohan beras dihasilkan dua macam limbah, yaitu dedak (rice
bran) dan bekatul (rice polish). Badan Pangan Dunia (FAO = Food and
Agriculture Organization) telah membedakan pengertian dedak dan bekatul.
Dedak merupakan hasil sampingan dari proses penggilingan padi yang terdiri atas
lapisan sebelah luar butiran beras (perikarp dan tegmen) dan sejumlah lembaga
beras. Bekatul merupakan lapisan sebelah dalam butiran beras (lapisan
aleuron/kulit ari) dan sebagian kecil endosperma berpati. Dalam proses
penggilingan padi di Indonesia, dedak dihasilkan pada proses penyosohan
pertama, bekatul pada proses penyosohan kedua (Kompas, 2009).
Menurut Luh (1991), nilai gizi bekatul yaitu protein 12-15,6%; lemak 15-
19,7%; karbohidrat 34,1-52,3%; abu 6,6-9,9% dan serat kasar 7-11,4%. Bekatul
juga mengandung asam lemak tidak jenuh dan oryzanol (ester asam firulat).
5
2. Pati
Karbohidrat yang tersusun atas lebih dari delapan satuan monosakarida
disebut polisakarida. Pati merupakan polisakarida yang banyak ditemukan pada
tanaman. Senyawa ini disimpan dalam bentuk granula dengan ukuran dan
karakteristik yang spesifik untuk setiap spesies tanaman (van der Maarel, dkk.,
2002). Beberapa contoh tanaman yang memiliki kandungan pati dengan
konsentrasi tinggi yaitu jagung, sorghum, beras, dan singkong, masing-masing
sebesar 72,4%; 73%; 78,9% dan 34,7% (Endah dkk., 2009).
Pati merupakan polimer yang tersusun dari unit satuan α-D-glukosa yang
dihubungkan oleh ikatan α-1,4 glikosidik dan ikatan α-1,6 glikosidik pada
percabangan rantainya. Secara alami, pati merupakan campuran dari amilosa dan
amilopektin yang kedua-duanya merupakan suatu polimer dari α-D-glukosa.
(Kunamneni dkk., 2005).
Amilosa merupakan suatu polimer rantai tunggal tidak bercabang,
terbentuk dari 500-20.000 monomer α-D-glukosa yang dihubungkan oleh ikatan
α-1,4 glikosidik. Amilopektin merupakan suatu polimer rantai bercabang,
terbentuk dari 100.000 monomer glukosa yang dihubungkan oleh ikatan α-1,4
glikosidik pada rantai utama dan α-1,6 glikosidik pada percabangannya
(Kunamneni dkk., 2005).
Gambar 1. Amilosa Gambar 2. Amilopektin
6
3. Ragi roti
Ragi roti terdiri atas 3 jenis yaitu (a) Ragi basah (fresh yeast) yaitu ragi
yang mengandung 70% air, harus disimpan pada suhu 2-40C dan bisa langsung
digunakan pada saat pengadukan dengan jumlah pemakaian 2-5% dari jumlah
tepung. Contoh merk dagang : Red Star dan Fleishcmann’s; (b) Ragi koral (active
dry yeast) yaitu ragi yang mengandung 7% air dan daya simpannya lama. Jika
akan digunakan, harus diaktifkan dengan cara mencampur satu bagian ragi dengan
empat bagian air hangat (suhu 400C) selama 10-30 menit. Jumlah pemakaiannya
sebesar 1,5-3% dari jumlah terigu. Contoh merk dagang : Red Star, Fleishcmann’s
dan Rize; (c) Ragi instan (instant yeast) yaitu ragi yang mengandung air 1-2% dan
daya simpannya lama. Penggunaannya langsung pada saat pengadukan dengan
jumlah pemakaian 0,75-3% dari jumlah tepung. Contoh merk dagang : Fermipan
dan Saf instant (Chan, 2009).
Ketiga jenis ragi roti tersebut sudah beredar di Indonesia. Akan tetapi ragi
instan lebih sering digunakan karena menghasilkan fermentasi yang lebih
konsisten dan penyimpanannya yang sangat mudah (pada suhu ruang normal)
(Stefanie and Nicko, 2008).
Ragi roti hanya mengandung S.cerevisiae sehingga tidak ada mikroba lain
di dalamnya. Hal ini dapat diketahui dari proses pembuatannya. Dalam proses
pembuatan ragi roti instan/kering, ragi dipanaskan lalu dikeringkan hingga
berbentuk butiran kecil halus yang mengandung 2%–7% air dan 94%–95% materi
kering dengan jumlah sel ragi 105-107 per gram ragi. Selanjutnya dikemas dalam
kemasan tanpa udara (vacuum packed) dan memiliki umur kadaluwarsa 2 tahun
7
dalam kemasannya (Pelczar dan Chan, 1988). Selain itu, dapat juga diketahui dari
kemasannya, komposisi ragi roti terdiri dari ragi (S.cerevisiae) dan pengemulsi
(sorbitan monostearate).
Fungsi utama ragi roti adalah memfermentasikan glukosa yang ada di
dalam tepung menghasilkan etanol dan CO2. Karbondioksida yang dihasilkan
akan terperangkap sebagai gelembung-gelembung kecil sehingga adonan roti
dapat mengembang pada saat dipanaskan (Stefanie dan Nicko, 2008).
Pada pembuatan roti secara modern, biakan murni galur-galur S.cerevisiae
terpilih dicampur dengan adonan roti untuk menghasilkan perubahan-perubahan
yang dikehendaki dalam hal tekstur, rasa dan aroma. Galur-galur S.cerevisiae
yang dipilih untuk memproduksi ragi roti secara komersial memiliki kemampuan
untuk memfermentasi gula dengan baik di dalam adonan dan tumbuh dengan
cepat. Karbondioksida yang dihasilkan selama fermentasi itulah yang membuat
adonan mengembang. Mutu produk bergantung pada seleksi khamir yang baik,
keadaan inkubasi dan pemilihan bahan mentah (Pelczar dan Chan, 1988).
Fungsi alternatif ragi roti antara lain dapat digunakan dalam pembuatan
etanol, produksi minyak kelapa fermentasi (Hariawanty dan Nita, 2010) dan
induksi tunas pisang Cavendish. (Ikasari, 2004).
Menurut Cheng dkk. (2009), ragi roti merupakan salah satu strain
S.cerevisiae yang digunakan secara intensif untuk memproduksi SCP (single cell
protein) dan etanol dari gula yang difermentasi. Strain yeast tersebut dapat
memproduksi etanol berkonsentrasi tinggi dan banyak digunakan untuk
fermentasi etanol.
8
4. Enzim α-amilase
Hidrolisis adalah suatu proses antara reaktan dengan air agar suatu
senyawa pecah terurai. Pada reaksi hidrolisis pati dengan air, air akan menyerang
pati pada ikatan α-1,4-glukosida menghasilkan dextrin, sirup atau glukosa
tergantung pada derajat pemecahan rantai polisakarida dalam pati. Reaksi antara
air dan pati ini berlangsung sangat lambat sehingga diperlukan bantuan katalisator
untuk memperbesar kereaktifan air. Katalisator ini bisa berupa asam maupun
enzim. Katalisator asam yang biasa digunakan adalah asam klorida, asam nitrat
dan asam sulfat. Dalam industri umumnya digunakan asam klorida sebagai
katalisator. Pemilihan ini didasarkan bahwa garam yang terbentuk setelah
penetralan hasil merupakan garam yang tidak berbahaya yaitu garam dapur.
Faktor – faktor yang berpengaruh pada reaksi hidrolisa pati adalah suhu reaksi,
waktu reaksi , dan konsentrasi katalisator (Endah dkk., 2009).
Enzim adalah biokatalisator yang merupakan molekul biopolimer dan
tersusun dari serangkaian asam amino dalam komposisi dan susunan rantai yang
teratur dan tetap. Enzim memiliki peranan yang sangat penting dalam berbagai
reaksi kimia yang terjadi di dalam sel yang mungkin sangat sulit dilakukan oleh
reaksi kimia biasa (Darmajana dkk., 2008).
Enzim merupakan protein yang berfungsi sebagai biokatalis dalam sel
hidup. Kelebihan enzim dibandingkan katalis biasa adalah (1) dapat meningkatkan
produk lebih tinggi; (2) bekerja pada pH yang relatif netral dan suhu yang relatif
rendah; dan (3) bersifat spesifik dan selektif terhadap substrat tertentu. Enzim
telah banyak digunakan dalam bidang industri pangan, farmasi dan industri kimia
9
lainnya. Enzim dapat diisolasi dari hewan, tumbuhan dan mikroorganisme (Azmi,
2006).
Pati dapat dipecah oleh enzim amilase menjadi komponen dengan berat
molekul lebih rendah dan lebih larut. Enzim tersebut memecah ikatan α-1,4-
glikosida dari molekul pati (Fardiaz, 1988).
Amilase terdiri atas 3 jenis yaitu a-amilase, b-amilase, dan glukoamilase.
Enzim a-amilase bekerja dengan memutus ikatan α-1,4-glikosidik pada rantai
lurus amilum sehingga menghasilkan glukosa dalam konfigurasi alpha, maltosa
dan dekstrin. Enzim β-amilase bekerja dengan memecah ikatan α-1,4 glikosidik
dan tidak mampu melewati ikatan percabangan α-1,6 glikosidik sehingga
menghasilkan maltosa dalam konfigurasi beta. Enzim glukoamilase bekerja
dengan menghidrolisis ikatan α-1,4 dan α-1,6 glikosidik dari gugus non pereduksi
sehingga menghasilkan D-glukosa (Moo Yong, 1985).
Enzim α-amilase (endo-α-1,4-glucan glucanohydrolase) merupakan enzim
amilase endospliting yang memutuskan ikatan glikosidik pada bagian dalam rantai
pati secara acak. Enzim α-amilase hanya spesifik untuk menghidrolisis ikatan α-
1,4-glikosidik tetapi mampu melewati titik percabangan (ikatan α-1,6-glikosidik)
untuk memutuskan ikatan-ikatan α-1,4-glikosidik diseberangnya sehingga
menghasilkan isomaltase. Hasil hidrolisis pati dan glikogen oleh α-amilase adalah
oligosakarida (maltodekstrin), maltosa, dan sejumlah kecil glukosa yang
mempunyai konfigurasi gula α, seperti substrat awal (Sivaramakrishnan dkk.,
2006; Kunamneni dkk., 2005). Menurut Reed (1991), temperatur optimum untuk
enzim α-amilase berkisar 70 - 900C. Selain itu, enzim α-amilase aktif pada
10
kisaran pH 5,2 –5,6 (Novozyme, 2010). Hal ini didukung oleh Fogarty (1983),
enzim α-amilase umumnya stabil pada kisaran pH 5 - 8.
Mikroorganisme yang paling banyak menghasilkan enzim α-amilase dan
paling banyak digunakan adalah jamur dan bakteri seperti Aspergillus oryzae,
Bacillus amyloliquefaciens, dan Bacillus licheniformis (Sivaramakrishnan, 2006).
Sejumlah ragi dapat memproduksi amilase dengan menggunakan media pati
sebagai sumber karbon dan energi. Kebanyakan α-amilase adalah calcium
metallo-enzyme yang mengandung minimal satu atom kalsium per molekul enzim
(Moo Young, 1985). Aktivitas atau kinerja enzim amilase dipengaruhi oleh
banyak faktor. Terdapat lima faktor utama yang mempengaruhi aktivitas enzim
yaitu pH, temperatur, konsentrasi enzim, dan konsentrasi substrat (Sukandar dkk.,
2009). Skema kerja α-amilase dapat dilihat pada gambar 3.
a. G G G G G G G G G G G G
b. G G G G G G G G G G G G
G
G
G G G G
G
Gambar 3. Skema kerja α-amilase.
(a) Hidrolisis amilosa oleh α-amilase, (b) Hidrolisis amilopektin oleh
α-amilase.
Keterangan : : tempat hidrolisis.
11
G : glukosa.
Cara kerja α-amilase terjadi melalui dua tahap yaitu pertama degradasi
amilosa menjadi maltosa dan maltotriosa yang terjadi secara acak. Degradasi ini
terjadi sangat cepat dan diikuti dengan menurunnya viskositas dengan cepat.
Tahap kedua relatif lambat yaitu pembentukan glukosa dan maltosa sebagai hasil
akhir secara tidak acak. Keduanya merupakan kerja enzim α-amilase pada
molekul amilosa saja. Kerja α-amilase pada molekul amilopektin akan
menghasilkan glukosa, maltosa dan berbagai jenis limit dekstrin yaitu
oligosakarida yang terdiri dari empat atau lebih residu gula yang semuanya
mengandung α-1,6-glikosidik (Norman, 1980).
5. Fermentasi Etanol
Menurut Judoamidjojo (1992), fermentasi adalah peruraian senyawa
organik menjadi senyawa sederhana dengan bantuan mikroorganisme sehingga
menghasilkan energi. Kebanyakan fermentasi etanol skala komersial dilakukan
oleh khamir, salah satunya S.cerevisiae yang menghasilkan etanol.
Penggunaan S.cerevisiae dalam produksi etanol secara fermentasi telah
banyak dikembangkan di beberapa negara, seperti Brasil, Afrika Selatan, dan
Amerika Serikat. Hal ini disebabkan S.cerevisiae dapat memproduksi etanol
dalam jumlah besar (Basso dkk., 2008).
Metode fermentasi ada tiga macam yaitu fermentasi curah (batch),
fermentasi semi kontinyu (extended culture), dan fermentasi kontinyu. Fermentasi
curah umumnya digunakan untuk memproduksi etanol. Dalam fermentasi curah,
12
semua bahan dimasukkan sekaligus di awal proses dan dikeluarkan secara
sekaligus pula setelah proses, kecuali oksigen atau udara dialirkan secara kontinyu
(Crueger and Crueger, 1988). Keuntungan metode ini yaitu produktivitas tinggi,
waktu fermentasi cepat dan efek toksik direduksi pada komponen media
(Stanbury and Whitaker, 1984).
Gambar 4. Fase pertumbuhan bakteri pada kultur curah; 1 fase adaptasi; 2 fase
perbanyakan; 3 fase statis; 4 fase kematian (Purwoko, 2007).
Fase pertumbuhan mikroba ketika ditumbuhkan pada kultur curah (batch
culture) terdiri atas 4 fase yaitu fase adaptasi (log fase), fase perbanyakan
(exponential fase), fase statis (stationer fase), dan fase kematian (death fase).
Pada fase eksponensial, sel meningkat sampai batas tertentu sehingga memasuki
fase statis. Pada fase ini, sel melakukan konsumsi nutrien dan proses fisiologis
lainnya. Etanol merupakan salah satu produk senyawa yang dihasilkan pada fase
eksponensial (Purwoko, 2007). Kultur curah yang optimal menggunakan glukosa
dan etanol untuk pertumbuhan sel yeast (Ghahremani dkk., 2009).
Penurunan aktivitas fermentasi dapat terjadi saat suhu fermentasi kurang
dari 250C. Selain itu, suhu yang rendah dapat menyebabkan produktivitas etanol
menjadi rendah (Khongsay dkk., 2010).
13
Produksi etanol melalui proses sakarifikasi dan fermentasi simultan.
Proses konversi pati menjadi etanol dilakukan melalui dua tahap yang berjalan
secara simultan di dalam satu reaktor. Tahap pertama adalah tahap sakarifikasi,
yaitu pati dikonversi menjadi glukosa dengan katalisis amilase. Pada tahap kedua,
setiap glukosa yang terbentuk sebagai hasil sakarifikasi, langsung secara simultan
dikonversi menjadi etanol dan karbondioksida oleh ragi S.cerevisiae yang sudah
ada dalam reaktor yang sama. Dengan proses ini, hambatan substrat dalam
produksi etanol dan hambatan produk dalam hidrolisis pati secara enzimatik dapat
diminimalkan (Rendra dan Ginanjar, 2007).
Reaksi yang terjadi pada proses produksi etanol secara sederhana
ditujukkan pada reaksi :
(C6H10O5)n N C6H12O6
(pati) enzim amilase (glukosa)
(C6H12O6)n 2 C2H5OH + 2 CO2
(glukosa) yeast (ragi) (etanol)
Pada proses ini, glukosa difermentasikan dengan menggunakan enzim
zimase dan invertase yang dihasilkan oleh S.cereviseae. Fungsi enzim zimase
adalah untuk memecah polisakarida (pati) yang masih terdapat dalam proses
hidrolisis untuk diubah menjadi monosakarida (glukosa). Selanjutnya enzim
invertase mengubah monosakarida menjadi alkohol dengan proses fermentasi.
Pada awal fermentasi masih diperlukan oksigen untuk pertumbuhan dan
perkembangan S.cerevisiae kemudian tidak dibutuhkan lagi karena kondisi proses
yang diperlukan adalah anaerob (Endah dkk., 2009).
14
Saccharomyces cerevisiae menggunakan jalur EMP (Embden Meyerhoff
Parnas) untuk memfermentasi glukosa menjadi etanol pada kondisi netral atau
sedikit asam dan anaerob. Pada kondisi mikroaerofil, S.cerevisiae mampu
merespirasi 10% glukosa menjadi CO2. Fermentasi etanol oleh S.cerevisiae dapat
menghasilkan etanol kurang dari 50% (Purwoko, 2007).
Glukosa 6-fosfat Fruktosa 1,6-bifosfat Gliseraldehid 3-fosfat Gliserol Piruvat Etanol
Gambar 5. Jalur fermentasi etanol oleh S. cerevisiae
Pada konsentrasi yang rendah, laju hidrolisis pati menjadi glukosa
berlangsung lambat. Rendahnya laju hidrolisis tersebut mempengaruhi proses
fermentasi glukosa menjadi etanol. Pada konsentrasi substrat yang tinggi,
viskositas medium fermentasi sangat tinggi, sehingga mempengaruhi
pencampuran substrat (homogenitas) dan perpindahan massa dalam fermentor
(Rendra dan Ginanjar, 2007).
ATP
ADP
Dihidroksi-aseton fosfat
2H ADP
ATP Pi
2H
2H
CO2
Asetat
2 ATP
2 ADP
15
B. Kerangka Pemikiran
Keterbatasan energi merupakan salah satu permasalahan utama dunia
karena konsumsi bahan bakar fosil yang semakin tinggi. Bioetanol merupakan
salah satu bahan bakar alternatif non fosil yang diperoleh dari proses fermentasi
biomassa yang mengandung karbohidrat dengan bantuan mikroorganisme.
Bekatul merupakan salah satu hasil samping proses penggilingan padi yang
jumlahnya cukup banyak dan mengandung karbohidrat yang cukup tinggi
sehingga dapat digunakan sebagai substrat fermentasi. Penggunaan enzim α-
amilase dengan berbagai variasi pH dan suhu pada saat hidrolisis perlu dilakukan
agar diketahui pH dan suhu optimumnya. Selain itu digunakan ragi roti sebagai
salah satu alternatif pengganti penggunaan isolat S.cerevisiae karena mudah
diperoleh di pasaran dan tidak memerlukan perlakuan spesifik. Proses fermentasi
dengan menggunakan ragi roti akan menghasilkan etanol dan CO2. Alur dari
kerangka pemikiran penelitian ini ditunjukkan pada gambar 4.
16
Gambar 6. Alur Kerangka Pemikiran
Meningkatnya konsumsi bahan bakar fosil
Bekatul merupakan hasil samping proses penggilingan
padi dan mengandung karbohidrat tinggi
Glukosa (C6H12O6)n + gula
pereduksi lain
Hidrolisis dengan variasi pH dan suhu
enzim α-amilase
Etanol (C2H5OH)
Fermentasi etanol dengan variasi
konsentrasi ragi roti
Pati bekatul sebagai substrat fermentasi
untuk produksi etanol
Ketersediaan sumber energi terbatas
CO2
17
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan, pada bulan Agustus – Oktober
2010 di Laboratorium Pusat MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta.
B. Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi erlenmeyer, hot plate,
pipet volum, spektrofotometer, pH meter, cawan petri, tabung reaksi, laminary air
flow, autoclave, inkubator, rotary evaporator, gelas ukur, beaker glass,
piknometer, labu alas bulat, hemasitometer Levy dan oven.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah bekatul,
akuades, larutan HCl 0,1%, larutan arsenomolybdat, reagen Nelson, alkohol,
enzim α-amilase (Novozyme) 0,09 gram dan ragi roti (Fermipan) 0,5 mg; 1 mg
dan 1,5 mg.
C. Cara kerja
1. Penyiapan alat dan bahan
Alat dan bahan yang digunakan disterilisasi dengan autoclave pada suhu
1210C selama 15 menit.
2. Pembuatan bubur bekatul
18
Bekatul sebanyak 20 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml
kemudian dilarutkan dengan akuades 100 ml dan dibuat tiga ulangan setiap
proses. Selanjutnya bubur bekatul disterilisasi dengan menggunakan autoclave.
3. Proses hidrolisis
Bubur bekatul yang sudah disterilisasi, diatur pH-nya menjadi 5,2; 5,4 dan
5,6 dengan penambahan HCl 0,1%. Enzim α-amilase sebanyak 0,09 gram (Banati
dkk., 2007) ditambahkan ke dalam erlenmeyer kemudian dipanaskan di atas hot
plate. Proses pemanasan berlangsung ± 1 jam dengan variasi suhu pemanasan
700C, 800C dan 900C. Proses hidrolisis selesai ditandai dengan parameter dimana
bubur yang diproses menjadi lebih cair seperti sup. Setelah dihidrolisis, dilakukan
pengukuran konsentrasi gula reduksi berdasarkan metode Nelson-Somogyi
(lampiran 2). Selanjutnya diinkubasi pada suhu kamar.
4. Proses fermentasi
Bubur bekatul yang telah terhidrolisis ditambahkan ragi roti masing-
masing sebanyak 0,5 mg; 1 mg; dan 1,5 mg. Selanjutnya erlenmeyer ditutup
dengan kapas dan diinkubasi selama 3 hari pada suhu kamar.
5. Pengukuran kadar etanol
Tabung distilasi dan labu godok 250 ml disiapkan, selanjutnya 50 ml
sampel cairan hasil fermentasi pati bekatul dicampur dengan 100 ml akuades,
kemudian didestilasi, sampai dihasilkan ± 50 ml distilat.
19
Sementara dilakukan destilasi, piknometer dikalibrasi. Piknometer diisi
akuades destilasi dan ditutup. Piknometer dan akuades ditimbang, berat yang
didapat adalah C. Piknometer dikosongkan kemudian dikeringkan dengan oven.
Piknometer yang telah kering ditimbang, berat yang didapatkan adalah B. Berat
akuades (W) dihitung dengan cara C-B.
Distilat dipindahkan ke dalam gelas beaker kering. Distilat diaduk supaya
homogen sebelum diisikan ke piknometer. Piknometer kering diisi dengan distilat,
permukaan luar piknometer dikeringkan dan ditimbang. Hasil yang didapat adalah
A.
Berat distilat adalah A - B = L. Berat distilat (L) dihitung dengan “specific
gravity” atau spg = L/W. Nilai spg ditentukan dengan menggunakan tabel AOAC
(Analysis of the Association of Official Analitical Chemists) dan selanjutnya
persentase etanol dihitung (Horwits and Franklin, 1975).
D. Analisis Data
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Masing-
masing perlakuan dilakukan dengan 3 ulangan. Data dianalisis secara statistik
dengan menggunakan ANAVA pada taraf kepercayaan 95% (α = 0,05) kemudian
dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT) untuk mengetahui beda
nyata perlakuan.
20
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pemecahan pati bekatul menjadi gula reduksi oleh enzim α-amilase dengan
menggunakan variasi suhu dan pH.
Produk etanol dari hasil fermentasi dapat dipengaruhi oleh penambahan
enzim α-amilase, dimana enzim α-amilase dapat menghidrolisis amilum dengan
memutus ikatan α-1,4-glukosida menjadi monomer-monomer glukosa sebagai
gula sederhana yang digunakan untuk fermentasi alkohol. Tanpa adanya
penambahan enzim α-amilase, dapat menyebabkan proses hidrolisis amilum
menjadi glukosa kurang sempurna sebab tidak ada pemutusan ikatan spesifik pada
homopolimer rantai ikatan α-1,4-glikosida amilum sehingga glukosa
(monosakarida) yang dihasilkan dari hidrolisis, secara mekanis tidak optimal
(Banati dkk., 2007).
Enzim α-amilase yang digunakan berasal dari Bacillus licheniformis
yang dapat menghidrolisis pati dengan hasil utama maltoheksosa, malopentosa
dengan jumlah glukosa yang lebih tinggi (8 – 10%). Enzim ini berupa cairan
dengan berat jenis 1,20 – 1,25 g/ml dan stabil dalam suhu 110oC (Darmajana dkk.,
2008).
21
Dalam proses hidrolisis, pati dipecah menjadi gula reduksi dengan
menggunakan enzim α-amilase.
(C6H10O5)n N C6H12O6
(pati) enzim amilase (glukosa)
Proses setelah hidrolisis adalah fermentasi dengan menggunakan ragi.
Glukosa hasil hidrolisis diubah oleh ragi menjadi etanol. Kemampuan ragi
menghasilkan etanol bergantung pada kadar glukosa, pH, kadar oksigen dan
faktor lingkungan lainnya (Wulan dkk., 2007). Pentingnya pra fermentasi
menyebabkan pengaturan kondisi optimum untuk lingkungan ragi dilakukan pada
penelitian ini. Salah satunya adalah kadar glukosa sebagai media pertumbuhan
ragi.
Pengukuran kadar glukosa dilakukan pada hasil hidrolisis bubur bekatul
yang sudah diberi 0,09 gr enzim α-amilase. Pada penelitian ini digunakan variasi
suhu hidrolisis (700C, 800C dan 900C) dan pH (5,2; 5,4 dan 5,6) untuk mengetahui
konsentrasi gula reduksi paling tinggi.
Enzim memperlihatkan aktivitas katalitik maksimum pada kisaran pH
tertentu yang disebut pH optimum kerja enzim. Enzim umumnya aktif pada
rentang pH yang sempit. Oleh karena enzim merupakan protein, perubahan pH
akan mempengaruhi gugus-gugus amino dan karboksilat dari protein enzim. Di
luar pH optimumnya, aktivitas katalitik enzim dapat menjadi rendah atau bahkan
dapat kehilangan aktivitas katalitiknya (Sukandar dkk., 2009).
Aktivitas kerja enzim α-amilase terjadi pada pH 5,2-5,6. Untuk
menyediakan pH tersebut maka sebelum enzim α-amilase dimasukkan, substrat
22
terlebih dulu ditambah HCl 0,1%. Dalam hal ini penambahan HCl bertujuan untuk
menurunkan pH awal bubur bekatul yang ber-pH 6.
Suhu dapat menentukan laju suatu reaksi. Pada reaksi yang melibatkan
biokatalis, suhu juga dapat mempengaruhi kestabilan enzim yang merupakan
suatu protein. Kenaikan suhu sampai sedikit di atas suhu optimumnya dapat
menurunkan aktivitas enzim sedangkan suhu jauh di atas suhu optimumnya enzim
akan mengalami denaturasi sehingga enzim akan kehilangan aktivitas katalitiknya
(Sukandar dkk., 2009). Hasil pengukuran konsentrasi gula reduksi pada tiap
perlakuan dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Konsentrasi gula reduksi (mg/ml) pada bubur bekatul dengan variasi
suhu hidrolisis dan pH.
Suhu
pH 700C 800C 900C
5,2
5,4
5,6
1,125 ± 0,161661
0,998 ± 0,132990
1,116 ± 0,148500*
1,03 ± 0,103184
1,082 ± 0,112583
1,063 ± 0,099711
1,082 ± 0,112583
1,071 ± 0,067735
1,161 ± 0,078937
Keterangan : *) = Perlakuan pH dan suhu hidrolisis yang efisien secara ekonomis.
Dari tabel 1 terlihat bahwa suhu hidrolisis 900C dan pH 5,6 menghasilkan
konsentrasi gula reduksi lebih tinggi (1,161 mg/ml). Hal ini didukung oleh
penelitian Vickers dkk. (1996), sebagai kandidat untuk proses malting pada
gandum, aktivitas enzim α-amilase yang berasal dari Bacillus licheniformis
optimum pada suhu 900C dan pH 5,5. Pada rentang suhu 40-900C, aktivitas enzim
23
α-amilase semakin naik. Sedangkan pada suhu >1000C, aktivitas enzim α-amilase
menurun.
Selanjutnya dengan menggunakan analisis anava antara pH dan suhu
hidrolisis terhadap konsentrasi gula reduksi menunjukkan tidak signifikan, dimana
p > 0,05 yang artinya tidak berbeda nyata antar perlakuan yaitu 0,815. Hal ini
menunjukkan bahwa perbedaan suhu dan pH yang diberikan tidak berpengaruh
besar terhadap kadar gula reduksi yang dihasilkan. Tetapi jika berdasarkan
efisiensinya, perlakuan suhu hidrolisis 700C dengan pH 5,6 lebih efisien dalam
proses hidrolisis.
Glikolisis merupakan pengubahan glukosa menjadi dua molekul piruvat.
Pada kondisi anaerobik, piruvat direduksi menjadi etanol dan CO2. Menurut
Wulan dkk. (2007), kadar glukosa yang dibutuhkan untuk fermentasi berada pada
konsentrasi 10-18%. Konsentrasi glukosa di atas 25% akan memperlambat
fermentasi sedangkan di atas 70% proses fermentasi akan berhenti. Hal ini
disebabkan adanya tekanan osmotik. Pada konsentrasi gula substrat sekitar 16%
akan mempercepat pertumbuhan ragi pada awal fermentasi. Dari perhitungan
kadar glukosa, gula reduksi bubur bekatul sebesar 9,98-11,61% maka gula reduksi
hasil hidrolisis bubur bekatul dapat digunakan sebagai substrat pada proses
fermentasi.
B. Fermentasi etanol oleh ragi roti
Fermentasi adalah peruraian senyawa organik menjadi senyawa
sederhana dengan bantuan mikroorganisme sehingga menghasilkan energi (Banati
24
dkk., 2008). Ada tiga komponen yang terlibat dalam proses fermentasi yaitu
substrat, mikroba dan produk. Dalam penelitian ini, substrat yang digunakan
adalah larutan hasil sakarifikasi pati bekatul 20% yang diberi enzim α-amilase
dengan perlakuan suhu 700C dan pH 5,6. Hal ini karena energi yang digunakan
pada proses hidrolisis dengan suhu 700C lebih sedikit daripada suhu 800C atau
900C. Selain itu digunakan pH 5,6 karena mendekati pH awal bubur bekatul
sebelum dihidrolisis yaitu pH 6.
Fermentasi oleh yeast (S. cerevisiae) dapat menghasilkan etil alkohol
(etanol) dan CO2. Untuk memisahkan alkohol dan air dapat dilakukan
penyulingan atau destilasi sehingga dapat diperoleh alkohol dengan kadar kurang
lebih 90% (Fessenden and Fessenden, 1991). Destilasi adalah suatu proses
penguapan dan pengembunan kembali, yaitu untuk memisahkan campuran dua
atau lebih zat cair ke dalam fraksi-fraksinya berdasarkan perbedaan titik didihnya
(Bustaman, 2008).
Mikroba yang digunakan dalam fermentasi etanol adalah S. cerevisiae
yang dikeringkan hingga berbentuk butiran kecil halus yang disebut ragi roti. Ragi
roti mengandung 2%–7% air dan 94%–95% materi kering dengan jumlah sel ragi
105-107 per gram ragi (Stefanie and Nicko, 2008).
Saccharomyces cerevisiae menggunakan jalur EMP (Embden Meyerhoff
Parnas) untuk memfermentasi glukosa menjadi etanol pada kondisi netral atau
sedikit asam dan anaerob. Pada kondisi mikroaerofil, S.cerevisiae mampu
merespirasi 10% glukosa menjadi CO2. Fermentasi etanol oleh S.cerevisiae dapat
menghasilkan etanol kurang dari 50% (Purwoko, 2007).
25
Etanol merupakan produk metabolit primer karena dalam fermentasi
etanol, produk etanol dihasilkan bersamaan dengan pertumbuhan sel. Gula reduksi
dipakai oleh ragi untuk pertumbuhannya dan selama metabolisme berlangsung
akan dihasilkan etanol. Besarnya etanol yang dihasilkan dan pertumbuhan sel
sangat dipengaruhi oleh besarnya substrat yang tersedia (Wulan dkk., 2007).
Tinggi rendahnya konsentrasi etanol selain ditentukan oleh mikroba juga
ditentukan oleh tinggi rendahnya konsentrasi gula reduksi yang digunakan sebagai
substrat dalam fermentasi (Wen and Cheng, 2000). Sehingga semakin tinggi
konsentrasi gula reduksi yang digunakan sebagai substrat maka semakin tinggi
juga konsentrasi yang dihasilkan dalam fermentasi oleh ragi.
Dalam fermentasi kadar gula total semakin lama akan semakin menurun.
Hal ini dapat terjadi karena gula-gula tersebut akan di metabolisme oleh
Saccharomyces cerevisiae yang tumbuh dalam media sebagai nutrisi untuk
pertumbuhan sehingga semakin lama waktu fermentasi gula akan diubah menjadi
etanol (Isnawati, 1997).
Konsentrasi etanol dapat diketahui dengan menggunakan rumus sebagai
berikut :
A - B Konsentrasi etanol = X 1
C - B
Keterangan :
A = berat destilat (gr)
B = berat kering piknometer (gr)
C = berat aquades (gr)
26
Kadar etanol ditentukan dengan menggunakan tabel AOAC (Analysis of
the Association of Official Analitical Chemists) dan selanjutnya persentase etanol
dapat diketahui (Horwits and Franklin, 1975).
Tabel 2. Kadar etanol pada konsentrasi ragi roti yang berbeda
Konsentrasi ragi roti (mg) Kadar etanol (% v/v)
0,5 0,95 ± 0,57813a
1 2,64 ± 0,31754b
1,5 2,84 ± 0,77112b
Keterangan : Angka yang diikuti huruf sama tidak berbeda nyata (α=0,05).
Dari data tabel 2, dapat diketahui bahwa ragi roti 1,5 mg menghasilkan
kadar etanol tertinggi yaitu sebesar 2,84 %. Selanjutnya dengan menggunakan
analisis anava antara kadar etanol dengan perlakuan penambahan ragi roti,
menunjukkan hasil yang signifikan yaitu p < 0,05. Artinya perbedaan konsentrasi
ragi roti berpengaruh terhadap hasil etanol yang diperoleh, dengan tingkat
signifikan sebesar 0,013.
Hal ini menunjukkan bahwa penambahan konsentrasi ragi roti sebesar 1
mg tidak berbeda nyata dengan konsentrasi ragi roti sebesar 1,5 mg. Dengan kata
lain, konsentrasi ragi roti sebesar 1 mg dapat menghasilkan kadar etanol yang
hampir sebanding dengan konsentrasi ragi roti sebesar 1,5 mg. Selain itu menurut
Sari (2009), jumlah yeast yang digunakan harus tepat sebab jika ragi yang
digunakan untuk mengkonversi glukosa menjadi alkohol sedikit maka
27
kemampuan yeast untuk fermentasi menjadi berkurang. Begitupula jika ragi yang
digunakan berlebihan akan menghambat proses fermentasi dimana akan terjadi
fase pertumbuhan lag (lambat). Disamping itu, adanya penambahan biomasa
dapat terjadi jika botol untuk fermentasi tidak tertutup rapat sehingga udara masuk
ke dalam botol dan mengakibatkan pertumbuhan biomassa yang mengakibatkan
berkurangnya kadar alkohol. Fermentasi haruslah dalam keadaan anaerob
sehingga biomassa tidak bertambah tetapi mengkonversi glukosa menjadi etanol.
Penurunan kadar etanol dapat juga diakibatkan karena berubahnya alkohol
menjadi senyawa lain (senyawa asam).
Pada penelitian ini juga dilakukan uji sampling berdasarkan jumlah sel
khamir untuk mengetahui apakah jumlah ragi roti yang digunakan sudah
mencukupi untuk proses fermentasi. Jumlah sel khamir ragi roti pada 1 jam
fermentasi diperoleh sebesar 1,4 x 107 sel/mg. Hasil yang diperoleh ini
menunjukkan bahwa jumlah ragi roti yang digunakan sudah mencukupi untuk
fermentasi. Hal ini didukung oleh penelitian Elevri dan Surya (2006), 1 jam
fermentasi pada kurva pertumbuhan sel S.cerevisiae, diperoleh jumlah sel khamir
sebesar 1,1 x 107 sel/ml.
Selain itu menurut Sari (2009), semakin besar konsentrasi ragi roti maka
akan semakin besar pula kadar alkohol yang diperoleh. Hal ini dikarenakan
konsentrasi ragi roti dipengaruhi lag phase. Semakin besar konsentrasi ragi maka
semakin pendek lag phase, sehingga cepat mencapai fase exponensial yaitu yeast
tumbuh dengan sempurna dan mampu beradaptasi dengan baik. Hal ini
28
menyebabkan glukosa dapat terkonversi dengan maksimal dan mulai terbentuknya
produk.
Glukosa dimanfaatkan untuk metabolisme oleh mikroba dengan
mengeluarkan hasil samping berupa alkohol dan karbon dioksida. Ditunjukkan
dalam reaksi berikut ini :
(C6H12O6)n 2 C2H5OH + 2 CO2
(glukosa) yeast (ragi) (etanol)
Ragi roti mengandung nutrisi tambahan (additive nutrition) yang
menunjang viabilitas sel S. cerevisiae yang diawetkan dalam kemasan. Sumber
karbohidrat dalam bentuk monosakarida (sukrosa, fruktosa, dan glukosa) di dalam
ragi roti berfungsi sebagai agen nutrisi untuk pertumbuhan. Sodium karbonat
untuk kontrol pH, dan vitamin B sebagai pembawa gugus asetaldehida (Reed,
1991).
Fermentasi etanol pada penelitian ini dilakukan selama tiga hari.
Berdasarkan hasil penelitian Khongsay dkk. (2010), pada jam ke-60 pertumbuhan
sel telah memasuki fase stasioner, dimana jumlah sel yang hidup dan sel yang
mati seimbang. Jika fermentasi diteruskan maka akan banyak sel yang mati.
Faktor inilah yang membatasi produksi etanol oleh sel.
Kadar etanol yang dihasilkan substrat bubur bekatul pada penelitian ini
sebesar 2,84%. Dengan demikian kadar etanol yang dihasilkan dengan substrat
bubur bekatul secara fermentasi termasuk etanol dalam kadar yang rendah. Hal ini
sesuai dengan Pratama (2009), bioetanol hasil fermentasi memiliki tingkat
kemurnian yang rendah yaitu sekitar 5-20%. Apabila konsentrasi etanol yang
29
dihasilkan melebihi 15% maka etanol akan merusak dinding sel dan membekukan
plasma sehingga mikroorganisme mati.
Bioetanol merupakan salah satu alternatif bahan bakar nonfosil bagi
kendaraan bermotor. Sumber bahan baku bioetanol merupakan limbah pertanian
yang tidak bernilai ekonomis dan berasal dari hasil pertanian budidaya yang dapat
diperoleh dengan mudah. Oleh karena itu, biaya produksi bioetanol cenderung
lebih rendah daripada BBM. Hal yang terpenting dalam penggunaan bioetanol
sebagai bahan bakar adalah penghematan sumber daya alam tak terbarui yang
semakin lama semakin menipis cadangannya di bumi. Keuntungan penggunaan
bioetanol sebagai bahan bakar adalah meningkatkan efisiensi dan emisi gas buang
yang lebih ramah lingkungan. Selain itu, penggunaan bioetanol yang bersumber
dari limbah serta produk pertanian membuka peluang bagi para petani.
Interaksi etanol dengan hidrogen bisa dimanfaatkan sebagai sumber
energi fuel cell ataupun pada mesin pembakaran dalam (internal combustion
engine) konvensional (Endah dkk., 2009). Bioetanol dapat digunakan sebagai
pengganti bahan bakar minyak (BBM) tergantung dari tingkat kemurniannya.
Bioetanol dengan kadar 95-99% dapat dipakai sebagai bahan substitusi premium
(bensin), sedangkan kadar 40% dipakai sebagai bahan substitusi minyak tanah
(Bustaman, 2008).
Selain itu, etanol dapat digunakan sebagai pelarut untuk zat organik
maupun anorganik, bahan dasar industri asam cuka, ester, spirtus, asetaldehid,
antiseptik topical dan sebagai bahan baku pembuatan eter dan etil ester. Etanol
juga untuk campuran minuman dan dapat digunakan sebagai bahan bakar
30
(gasohol) (Endah dkk., 2007). Penambahan beberapa persen etanol dalam air akan
menurunkan tegangan permukaan air secara drastis. Campuran etanol dengan air
yang lebih dari 50% etanol bersifat mudah terbakar dan mudah menyala
(Sukandar, 2009).
Gasohol adalah campuran etanol absolut >99% dengan premium yang
dipakai sebagai bahan bakar aternatif. Penggunaan gasohol dengan komposisi 10 :
90 telah berdampak positif bagi lingkungan. Uji coba BPPT (Badan Pengkajian
dan Penerapan Teknologi) menunjukkan bahwa E10 (etanol 10% dalam bensin)
menghasilkan emisi karbon (CO2 dan CO) dan sulfur dioksida lebih rendah
dibandingkan dengan bensin. Di Indonesia sudah dipasarkan Biopremium dan
Biopertamax dengan kadar etanol 5-10 % oleh Pertamina (Endah dkk., 2007).
31
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. Pada proses hidrolisis oleh enzim α-amilase, suhu hidrolisis 900C dan pH 5,6
menghasilkan gula reduksi paling tinggi yaitu 1,161 mg/ml.
2. Konsentrasi ragi roti 1,5 mg (suhu hidrolisis 700C dan pH 5,6) menghasilkan
kadar etanol tertinggi yaitu sebesar 2,84%.
B. SARAN
1. Kebutuhan akan etanol semakin besar karena itu perlu penelitian lebih lanjut yang
berkaitan dengan bioetanol pada substrat yang berbeda.
2. Dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penambahan konsentrasi ragi roti untuk
meningkatkan konsentrasi etanol.