pengaruh perbedaan laba akuntansi dan laba...
TRANSCRIPT
PENGARUH PERBEDAAN LABA AKUNTANSI DAN LABA
FISKAL, DISCRETIONARY ACCRUAL, DAN ALIRAN KAS
TERHADAP PERSISTENSI LABA
(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia)
Oleh
ANIK SETIANINGSIH
NIM: 107082002978
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432H/2014
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menguji pengaruhperbcdaan laba akuntansi dan laba fiskal, discretionary accrual dan aliran kasterhadap persistensi laba ke pasar modal Indonesia. Data yang digunakan padapenelitian ini bcrasal dari laporan keuangan yang telah diaudit pada perusahaanmanufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012. Penentuansampel dilakukan dcngan menggunakan mctode plllposive sampling. Ada 27perusahaan yang dianalisis menggunakan regresi berganda. Hasil penelitian inimenemukan bahwa aliran kas memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadappersistensi laba sedangkan, perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal dandiscretiollGly acerual berpengaruh negatif.
Kata kunci: Perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal, discretionary aecrual alirankas terhadap persistensi laba.
IX
Semoga kita dapat menjadi anak yang menjalani harapan setiap kedua orang
tua yang ada di dunia ini. Aamiin.
3. Terima kasih kepada keluarga Bapak Rebu Setiawan sejak saya kecil sampai
akhimya masa kuliah ini berakhir.
4. Terima kasih kepada Bapak Dr. Amilin.,SE.,Ak.,M.Si sclaku Dosen
Pembimbing satu. Terima kasih atas bimbingannya, atas dukungannya, atas
bantuannya sehingga saya bersemangat menyelesaikan skripsi ini.
5. Terima kasih kepada Ibu Fitri Damayanti.,SE.,M.Si selaku Dosen Pembimbing
dua. Terima kasih atas bimbingannya, atas dukungannya, atas semangatnya,
atas bantuannya, sehingga saya bersemangat menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri SyarifHidayatullah Jakarta.
7. Ibu Dr. Rini, SE., M.Si, Ak dan Bapak Hepi Prayudiawan, SE., MM selaku
Ketua dan Sekretaris JUlusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Universitas Islam Negeri SyarifHidayatullah Jakarta
8. Ibu Yessi,SE,.M.Si selaku Dosen Penguji Komprehensif dan Penguji Ahli saat
siding skripsi penulis.
9. Ibu Reskino,SE.,M.si. selaku Dosen Penguji Komprehensifpenulis.
10. Bapak Indo Yama Nasarudin,.SE.,MAB selaku Dosen Penguji Komprehensif
penulis.
I I. Terima kasih kepada seluruh dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas
Syarif Hidayatullah tanpa terkeeuali.
Xl
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Beberapa tahun belakangan ini dunia usaha sedang menghadapi krisis
keuangan yang cukup hebat. Hal ini mengakibatkan banyak perusahaan
besar yang gulung tikar alias bangkrut. Keadaan ini akhirnya memaksa
perusahaan yang masih bertahan untuk dapat menjaga kelangsungan hidupnya
dengan dapat bersaing dengan perusahaan lain. Untuk dapat melakukan
aktivitasnya dan dapat bersaing dengan perusahaan lain maka membutuhkan
dana atau modal baik yang diperoleh dari investor maupun kreditur. Dana
tersebut tentunya akan diperoleh perusahaan jika mendapatkan kepercayaan
dari kreditur maupun investor. Kepercayaan itu dapat diperoleh jika perusahaan
mampu menunjukkan kinerja yang baik, yang dapat diukur dari laba yang
diperoleh perusahaan.
Pelaporan keuangan merupakan salah satu wujud pertanggungjawaban
manajemen atas pengelolaan sumber daya perusahaan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap perusahaan selama periode tertentu.Menurut standar
akuntansi keuangan di Indonesia (IAI, 2009) tujuan laporan keuangan untuk
tujuan umum adalah memberikan informasi tentang posisi keuangan, kinerja
dan arus kas perusahaan yang bermanfaat bagi sebagian besar kalangan
pengguna lapaoran dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta
2
menunjukkan pertanggungjawaban (stewardship) manajemen atas pengguna
sumber-sumber daya yang dipercayakan kepada mereka.Fokus utama
pelaporan keuangan adalah informasi mengenai laba dan komponennya.Selain
laba, investor dan kreditur juga menggunakan informasi aliran kas sebagai
ukuran kinerja perusahaan.
Tujuan utama dari laporan arus kas adalah memberikan informasi tentang
penerimaan kas perusahaan dan pembayaran kas selama suatu periode. Tujuan
kedua adalah untuk menyediakan informasi kas dasar tentang operasi
perusahaan, investasi, dan pendanaan (Kieso, et al, 2010:1244)
Informasi tentang laba (earnings) mempunyai peran sangat penting bagi
pihak yang berkepentingan terhadap suatu perusahaan.Pihak internal dan
eksternal perusahaan sering menggunakan laba sebagai dasar pengambilan
keputusan seperti pemberian kompensasi dan pembagian bonus kepada
manajer, pengukuran prestasi atau kinerja manajemen, dasar penentuan
besarnya pengenaan pajak, dan pembagian dividen.Oleh karena itu, kualitas
laba menjadi pusat perhatian bagi investor, kreditor, pembuat kebijakan
akuntansi, dan pemerintah. Laba yang berkualitas adalah laba yang
mencerminkan kelanjutan laba (sustainable earnings) di masa depan, yang
ditentukan oleh komponen akrual dan arus kasnya (Djamaluddin, 2008).
Laba merupakan salah satu tujuan perusahaan selain untuk dapat bertahan
hidup (going concern). Laba yang berkualitas adalah laba yang dapat
mencerminkan kelanjutan laba di masa depan (Djamaludin, 2008:55). Tujuan
laporan keuangan adalah untuk menyediakan informasi yang berguna untuk
3
pengambilan keputusan.Untuk memfasilitasi tujuan tersebut, Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) menetapkan suatu kriteria yang harus dimiliki
informasi akuntansi agar dapat digunakan dalam pengambilan
keputusan.Kriteria utama adalah relevan dan realibel (Kusuma,
2006:5).Informasi akuntansi dikatakan relevan apabila dapat mempengaruhi
keputusan dengan menguatkan atau mengubah pengharapan para pengambil
keputusan, dan informasi tersebut dikatakan realibel apabila dapat dipercaya
dan menyebabkan pemakaian informasi bergantung pada informasi tersebut.
Laba yang dilaporkan juga menjadi dasar dalam penetapan pajak. Sering
kali terjadi perbedaan antara laba akuntansi dengan laba fiskal. Perbedaan ini
disebabkan perbedaan tujuan masing-masing dalam pelaporan laba. Perbedaan
antara laba akuntansi dan laba fiskal (book-tax differences) dapat memberikan
informasi mengenai kualitas laba. Logika yang mendasarinya adalah adanya
sedikit kebebasan akuntansi yang diperbolehkan dalam pengukuran laba fiskal.
Perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal (book-tax differences) dapat
memberikan informasi tentang management discretion akrual (Djamaluddin,
2008: 56). Persistensi laba akuntansi adalah revisi dalam laba akuntansi yang
diharapkan di masa depan (expected future earnings) yang diimplikasi oleh
laba akuntansi tahun berjalan (Djamaluddin, 2008: 55). Besarnya revisi ini
menunjukkan tingkat persistensi laba. Persistensi laba merupakan salah satu
komponen nilai prediktif laba, oleh karena persistensi laba merupakan unsur
relevansi, maka beberapa informasi dalam book-tax differences yang dapat
mempengaruhi persistensi laba, dapat membantu investor dalam menentukan
4
kualitas laba dan nilai perusahaan. Namun masih banyak pendapat yang
mendukung dan menentang pernyataan mengenai apakah book-tax differences
dapat mencerminkan informasi tentang persistensi laba.
Menurut Penman (2001) bahwa laba yang berkualitas adalah laba yang
mencerminkan kelanjutan (suitanable earnings) di masa depan yang disebut
dengan persistensi laba. Menurut Meythi (2006) persistensi laba merupakan
revisi laba yang diharapkan di masa mendatang yang tercermin dalam laba
periode berjalan. Persistensi laba seringkali digunakan sebagai pertimbangan
kualitas laba karena persistensi laba merupakan komponen dari karakteristik
kualitatif relevansi yaitu predictive value. Laba yang bermanfaat bagi investor
adalah laba yang berkualitas. Oleh karena salah satu ukuran laba adalah
persistensi laba, maka laba yang persisten lebih bermanfaat dalam pengambilan
keputusan daripada laba yang tidak persisten.
Persistensi laba ditentukan oleh komponen akrual dan aliran kas yang
terkandung dalam laba saat ini yang memiliki sifat transitori dan permanen laba
(Hanlon, 2005). Berbeda dengan Meythi (2006) yang menemukan bahwa aliran
kas tidak berpengaruh terhadap persistensi laba. Peneliti lain yang meneliti
pengaruh aliran kas operasi terhadap harga saham dan persistensi laba sebagai
variabel interverning yaitu Mohamad Nasir dan Mariana Ulfah (2008), mereka
menemukan bahwa aliran kas operasi berpengaruh positif terhadap persistensi
laba. Sri Wineh (2008) menyatakan bahwa aliran kas operasi berpengaruh
terhadap persistensi laba.
5
Selain aliran kas faktor lain yang mempengaruhi persistensi laba adalah
perbedaan laba akuntansi dengan laba fiskal. Perbedaan laba akuntansi dengan
laba fiskal secara negatif berpengaruh signifikan terhadap persistensi laba, hal
ini mengindikasikan bahwa semakin besar selisih laba akuntansi dengan laba
fiskal, maka persistensi laba perusahaan itu juga akan semakin rendah
(Wijayanti, 2006). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Hanlon (2005).
Beberapa peneliti kualitas laba telah memusatkan perhatiannya pada
selisih antara laba akuntansi dan laba fiskal (Lev dan Nissim, 2004).Mereka
berpendapat bahwa laba fiskal (taxable income) dapat memberikan informasi
mengenai kualitas laba. Logika yang mendasarinya adalah adanya sedikit
kebebasan yang diperbolehkan dalam pengukuran laba fiskal sehingga
perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal (boox tax differences) dalam
memberikan informasi tentang keleluasaan manajemen (management
discretion) dalam proses akrual. Hanlon (2005) juga menyatakan bahwa laba
fiskal dapat digunakan sebagai benchmark untuk mengevaluasi laba akuntansi.
Apabila laba diduga oleh publik sebagai rekayasa manajemen, maka angka laba
tersebut dinilai mempunyai kualitas rendah, dan konsekuensinya adalah publik
akan merespon negatif angka laba yang dilaporkan tersebut.
Boox tax differences dapat mewakili keleluasaan manajemen dalam proses
akrual, maka banyak peneliti menggunakannya sebagai indikator manajemen
laba dalam menilai kualitas laba (Yuliati, 2004). Joss (2000) membuktikan
hubungan negatif antara laba dengan retrun saham pada perusahaan yang
6
mempunyai perbedaan besar antara laba akuntansi dan laba fiskal sebagai bukti
adanya manajemen laba.Mills dan Numberry (2001) membuktikan bahwa
perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal berhubungan positif dengan
intensif pelaporan keuangan seperti financial distress dan pemberian
bonus.Philips (2003) membuktikan adanya praktik manajemen laba dengan
menggunakan biaya pajak tangguhan sebagai proksi discretionary accrual. Lev
dan Nissim (2004) menemukan rasio laba akuntansi terhadap laba fiskal dapat
memprediksi pertumbuhan laba lima tahun ke depan, dan berhubungan kuat
(lemah) dengan retrun saham masa depan.
Penelitian-penelitian di atas telah memberikan bukti peranan boox tax
differences untuk menilai kualitas laba melalui praktik manajemen laba, namun
belum ada bukti secara langsung bahwa boox tax differences dapat
mempengaruhi persistensi laba, karena menurut Jonas dan Blanchet (2000),
persistensi laba tersebut ditentukan oleh komponen akrual dan aliran kas dari
laba sekarang.
Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti termotivasi untuk meneliti dalam
penelitian berjudul “Pengaruh Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskal,
Discretionary Accrualdan Aliran Kas terhadap Persistensi Laba” Studi
Empiris pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
Penelitian ini mengacu pada penelitian yang dilakukan Tuti Nur Asma
(2012). Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu
sebagai berikut:
7
1. Variabel independen: peneliti ini menambahkan variabel akrual sebagai
variabel independen karena penulis merasa akrual yang muncul akibat
diskresi manajemen atau berada di bawah manajemen. Hal ini biasanya
digunakan sebagai pengukur dalam manajemen laba dan besarnya
merupakan hasil modifikasi angka-angka pada laporan keuangan untuk
memenuhi tujuan manajemen sehingga keberadaan discretionary accrual
menandakan rendahnya kualitas laba.
2. Sampel penelitian: pada penelitian mengunakan sampel perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2009-2012
sedangkan penelitian sebelumnya menggunakan periode 2006-2010.
Karena tahun yang dipakai menggamarkan kondisi saat ini.
3. Teknik Penelitian: penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda
sedangkan pada penelitian sebelumnya menggunakan regresi sederhana.
Untuk keandalan daya analisis pengaruh variabel bebas dengan variabel
independennya, maka pengujian dilakukan dengan dengan menggunakan
regresi berganda, karena variabel independen lebih dari dua. Pengujian
yang dilakukan dengan menggunakan alat bantu program komputer statistik
terbaru SPSS versi 2.0.
8
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalah penelitian
ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal berpengaruh negatif
terhadap persistensi laba satu periode ke depan pada perusahaan
manufaktur di Bursa Efek Indonesia?
2. Bagaimanadiscretionary accrual berpengaruh negatif terhadap persistensi
laba satu periode ke depan pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek
Indonesia?
3. Bagaimana aliran kas berpengaruh positif terhadap persistensi laba satu
periode ke depan pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah dan latar belakang yang telah dijabarkan
diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah ingin memperoleh bukti
empiris tentang:
a. Perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal berpengaruh negatif
terhadap persistensi laba akuntansi satu periode ke depan pada
perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
b. Discretionary accrual berpengaruh negatif terhadap persistensi laba satu
periode ke depan pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
9
c. Aliran kas berpengaruh positif terhadap persistensi laba akuntansisatu
periode ke depan pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
2. Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
beberapa pihak, yaitu:
a. Bagi Manajemen
Memberikan petunjuk bagi manajemen perlunya kemampuan
manajemen mengelola perbedaan temporer (dalam pengakuan
pendapatan dan biaya) sedemikian rupa sehingga laba akuntansi tetap
dipersepsikan berkualitas atau direspon oleh investor.
b. Bagi Akademis
Penelitian ini dapat dijadikan tambahan pemahaman bagi dunia
akademik bahwa perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal (boox
tax differences) dapat digunakan untuk menilai laba kualitas akuntansi.
c. Bagi Pemakai Laporan Keuangan
Pengguna laporan keuangan dapat mengambil keputusan yang tepat
berdasarkan laporan keuangan yang berkualitas, handal, dan dapat
dipercaya sehingga informasi yang didapat tidak menyesatkan.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori yang Berkenaan dengan Variabel yang Terkait
1. Manajemen Laba
Manajemen sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atas kinerja
perusahaan akan berupaya untuk menunjukkan kinerja yang baik. Kinerja
suatu perusahaan dapat dilihat dari laba yang dihasilkan perusahaan melalui
laporan keuangan. Dalam membuat laporan keuangan, terkadang
manajemen memanfaatkan keleluasaan GAAP untuk memilih metode yang
sesuai dengan perusahaan, sehingga sering timbul praktik manajemen laba
dalam pelaksanaannya.
Definsi mengenai manajemen laba belum ada yang pasti. Banyak
pendapat yang menyatakan pengertian manajemen laba berdasarkan sudut
pandang masing-masing. Menurut Healey dan Walen dalam Kusuma (2006:
6) ditinjau dari sudut pandang badan penetapan standar menyatakan:
Manajemen laba terjadi ketika manajemen menggunakan kebijakan dalam
pelaporan keuangan dan dalam menyusun transaksi dan mengubah laporan
keuangan serta menyesatkam stakeholder mengenai kinerja ekonomi perusahaan
atau mempengaruhi contractual outcomes yang bergantung pada angka akuntansi
yang dilaporkan.
Pada dasarnya, definisi operasional dari manajemen laba (earning
management) menurut Belkaoui (2007:201) adalah:
11
Perilaku yang dilakukan oleh manajer perusahaan untuk meningkatkan atau
menurunkan laba dalam proses pelaporan keuangan eksternal dengan tujuan
untuk menguntungkan dirinya sendiri‖.
Manajemen laba adalah perilaku yang dilakukan manajer
menggunakan kebijakan (judgment) dalam pelaporan keuangan dan dalam
menyusun transaksi untuk mengubah laporan keuangan dan menyesatkan
stakeholdersmengenai kinerja ekonomi perusahaan, atau untuk
mempengaruhi contractual outcomes yang bergantung pada angka akuntansi
yang dilaporkan (Djamaludin, 2008:56).
Earning management dalam arti sempit didefinisikan perilaku manajer
―bermain‖ dengan komponen discretionary accruals dalam menentukan
besarnya earnings. Sedangkan dalam arti luas earnings management
didefinisikan tindakan manajer untuk meningkatkan (mengurangi) laba yang
dilaporkan saat ini atas suatu unit dimana manajer bertanggung jawab tanpa
mengakibatkan peningkatan (penurunan) probilitas ekonomis jangka
panjang (Yulianti, 2005:108).
Manajemen sebagai pihak yang paling bertanggungjawab atas kinerja
perusahaan akan berupaya untuk menunjukkan kinerja yang baik. Kinerja
suatu perusahaan dapat dilihat dari laba yang dihasilkan perusahaan melalui
laporan keuangan. Dalam membuat laporan keuangan, terkadang
manajemen memanfaatkan keleluasaan GAAP untuk memilih metode yang
sesuai dengan perusahaan, sehingga sering timbul praktik manajemen laba
dalam pelaksanaannya.
12
Berdasarkan definisi di atas, pengertian manajemen laba adalah suatu
usaha yang dilakukan oleh manajemen untuk memanipulasi angka-angka
akuntansi yang dilaporkan kepada pihak eksternal dengan tujuan untuk
keuntungan bagi dirinya sendiri dengan cara mengubah atau mengabaikan
standar akuntansi yang telah ditetapkan, sehingga menyajikan informasi
yang tidak sebenarnya.
Laporan keuangan digunakan sebagai indikator penilaian kinerja, maka
perilaku manajemen laba dimungkinkan dapat terjadi karena manajemen
mempunyai informasi lebih banyak dan lebih akurat daripada principal.
Beberapa tujuan manajemen dilakukan manajemen laba adalah menghindari
kerugian, menghindari pelaporan penurunan laba, Avoiding failing meet or
beat analyst forecast, dan Invoke dan earnings big bath (Suranggane,
2007:80).
Scoot (2000) membagi praktek manajemen laba yang biasa dilakukan
manajemen dibagi menjadi empat jenis:
a.Taking big bath, yaitu manajemen mencoba mengalihkan excepted future
cost ke periode kini agar memiliki peluang yang lebih besar
mendapatkan laba di masa datang. Biasanya dilakukan bila perusahaan
mengadakan restruksi atau reorganisasi.
b.Income minimization, yaitu manajemen mencoba memindahkan beban ke
masa kini agar memiliki peluang yang lebih besar mendapatkan laba di
masa mendatang.
13
c.Income maximization, manajemen mencoba meningkatkan laba masa kini
dengan memindahkan beban masa mendatang. Biasanya dilakukan
manajer dalam rangka memperoleh bonus tahunan.
d.Income smooting, yaitu tindakan manajemen di mana manajemen
memperhalus fluktuasi laba dari periode ke periode dengan cara
memindahkan laba dari periode yang memiliki laba tinggi ke periode
yang memiliki laba rendah.
Teknik merakayasa laba menurut Damayanti (2008:65) adalah sebagai
berikut:
a. Perubahan metode akuntansi
Mengubah metode akuntansi yang berbeda dengan metode sebelumnya
sehingga dapat menaikkan atau menurunkan angka laba. Misalnya:
merubah metode depresiasi aktiva tetap dengan metode jumlah angka
tahun ke metode depresiasi garis lurus, dan merubah metode penilaian
persediaan dengan LIFO ke FIFO atau sebaliknya.
b. Memainkan kebijakan perkiraan akuntansi
Manajemen mempengaruhi laporan keuangan dengan cara memainkan
kebijakan perkiraan akuntansi. Misalnya: kebijakan mengenai perkiraan
jumlah piutang tak tertagih dan kebijakan mengenai perkiraan umur
aktiva tetap berwujud dan tidak berwujud.
c. Menggeser periode biaya atau pendapatan
Menggeser periode biaya atau pendapatan sering juga disebut sebagai
manipulasi keputusan operasional. Misalnya: mempercepat atau
14
menunda pengeluaran promosi sampai periode akuntansi berikutnya,
mempercepat atau menunda pengiriman produk ke pelanggan.
Praktik-praktik manajemen laba dilakukan pihak manajemen
disesuaikan dengan motivasi melakukan manajemen laba. Manajemen laba
cenderung merekayasa labanya untuk menekan besarnya pajak yang
dikeluarkan. Manajemen laba yang dilakukan baik yang bersifat konservatif
sampai dengan yang ekstrim (froud) dapat menyesatkan para pengguna
laporan keuangan (users) karena informasi yang disajikan tidak
menunjukkan kinerja yang sesungguhnya. Manajemen laba bisa
dikategorikan sebagai suatu penipuan yang bisa merugikan pihak-pihak
yang berkepentingan seperti user, investor, dan pemerintah. Dengan
demikian informasi yang diberikan tidak mencerminkan kondisi ekonomi
perusahaan yang sebenarnya.
2. Laba Akuntansi
Salah satu alat ukur untuk mengukur keberhasilan dan prestasi
perusahaan ialah laba.Pengukuran laba ini bukan saja penting untuk menilai
kinerja perusahaan, tetapi juga penting sebagai informasi bagi investor
dalam pemberian deviden, bonus untuk manajer, pembayaran pajak, serta
untuk penentuan kebijakan investasi perusahaan di masa mendatang.
Laba akuntansi diartikan sebagai perubahan dalam ekuitas (net asset)
dari suatu entity selama satu periode tertentu yang diakibatkan oleh transaksi
dan kejadian atau peristiwa yang berasal dari pemilik (Harahap, 2007).
15
Income merupakan kenaikan manfaat ekonomi selama satu periode
akuntansi dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan
kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas yang tidak berasal dari
kontribusi penanaman modal (IAI).
Harahap (2007), mengartikan laba akuntansi sebagai perbedaan antara
revenue yang direalisasi yang timbul dari transaksi pada periode tertentu
dihadapkan dengan biaya-biaya yang dihadapkan pada periode
tersebut.Lima sifat yang terkandung di dalam definisi di atas adalah sebagai
berikut.
a. Laba akuntansi didasarkan pada transaksi yang benar-benar terjadi, yaitu
timbulnya hasil dan biaya untuk mendapatkan hasil tersebut.
b. Laba akuntansi didasarkan pada postulat ―periodic‖ laba itu, artinya
merupakan prestasi perusahaan itu pada periode tertentu.
c. Laba akuntansi didasarkan pada prinsip revenue yang memerlukan
batasan tersendiri tentang apa yang termasuk hasil.
d. Laba akuntansi memerlukan perhitungan terhadap biaya dalam bentuk
biaya historis yang dikeluarkan perusahaan untuk mendapatkan hasil
tertentu.
e. Laba akuntansi didasarkan pada prinsip maching artinya hasil dikurangi
biaya yang diterima atau dikeluarkan dalam periode yang sama.
Dari pengertian di atas, laba akuntansi dapat dibedakan menjadi
sebagai berikut:
16
a. Laba kotor
Laba kotor (gross profit) adalah selisih antara pendapatan dari
penjualan bersih dengan harga pokok penjualan.
b. Laba operasi
Laba operasi (operating profit) adalah selisih antara laba kotor dengan
beban operasi.Secara umum beban operasi adalah seluruh beban operasi
kecuali beban bunga dan beban pajak penghasilan.Sehingga laba
operasi dapat juga disebut laba sebelum bunga dan pajak (earning
before interest and taxes / EBIT).
c. Laba sebelum pajak penghasilan
Laba sebelum pajak penghasilan (earning before taxes/ EBT)
merupakan hasil dari laba operasi yang ditambah atau dikurangi dengan
pendapatan atau beban lain-lain.
d. Laba bersih
Laba bersih (net income) merupakan hasil pengurangan antara laba
sebelum pajak penghasilan dengan beban pajak penghasilan dan
disesuaikan dengan pos-pos luar biasa.Pos-pos luar biasa adalah
penghasilan atau beban yang timbul dari kejadian atau transaksi yang
secara jelas berbeda dari aktivitas normal perusahaan dan karenanya
tidak diharapkan untuk sering kali terjadi atau terjadi secara teratur.
e. Laba per saham
17
Laba per saham (earnings per share) adalah keuntungan yang diberikan
kepada pemegang saham untuk setiap lembar saham yang
dipegangnya.Laba per saham didapat dengan membagi laba bersih
dengan jumlah saham yang beredar.
Sedangkan menurut PSAK 46 paragraf ketujuh laba akuntansi adalah
laba atau rugi bersih selama satu periode sebelum dikurangi beban pajak.
Jadi, laba akuntansi adalah kenaikan manfaat ekonomi selama satu
periode akuntansi sebelum dikurangi beban pajak.
3. Laba Fiskal
Salah satu sumber pendapatan negara yang terbesar adalah dari sektor
pajak. Baik orang pribadi maupun badan sebagai objek pajak wajib
membayar pajak guna turut serta membangun pembangunan di negara ini.
Kontribusi pajak dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Indonesia
dapat dikatakan cukup besar. Untuk menghitung berapa besar pajak
penghasilan yang harus dibayar perusahaan kepada negara, terlebih dahulu
harus diketahui berapa laba fiskalnya.
Laba fiskal adalah laba selama satu periode yang dihitung didasarkan
peraturan perpajakan dan yang menjadi dasar perhitungan pajak penghasilan
(IAI, PSAK No.46).
Undang-undang Pajak Penghasilan beserta peraturan pelaksanaannya
membedakan penghasilan menjadi dua yaitu penghasilan yang merupakan
objek pajak dan penghasilan yang bukan merupakan objek pajak.
18
Penghasilan yang merupakan objek pajak pun dibedakan menjadi dua, yaitu
penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final dan
penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan yang tidak bersifat final.
Selain itu peraturan perpajakan membagi beban menjadi dua, yaitu beban
yang boleh dikurangkan (deductible expenses) dan beban yang tidak boleh
dikurangkan (non deductible expenses).
4. Perbedaan antara Laba Akuntansi dan Laba Fiskal
Manajemen menghitung laba perusahaan untuk dua tujuan setiap
tahunnya, yaitu tujuan untuk pelaporan keuangan berdasarkan prinsip
akuntansi berterima umum (PABU) dan pelaporan pajak berdasarkan
peraturan pajak untuk menentukan besarnya penghasilan kena pajak (taxable
income) atau laba fiskal. Peraturan pajak di Indonesia mengharuskan laba
fiskal dihitung berdasarka metode akuntansi yang menjadi dasar perhitungan
laba akuntansi, yaitu metode akrual, sehingga perusahaan tidak perlu
melakukan pembukuan ganda untuk dua tujuan pelaporan laba tersebut,
karena setiap akhir tahun perusahaan diwajibkan melakukan rekonsiliasi
fiskal untuk menentukan besarnya laba fiskal dengan cara melakukan
penyesuaian-penyesuaian laba akuntansi berdasarkan peraturan pajak
(Djamaludin, 2008:57).
Rekonsiliasi fiskal di akhir periode pembukuan menyebabkan terjadi
perbedaan antara laba fiskal dan laba akuntansi. Perbedaan tersebut
disebabkan oleh ketentuan pengakuan dan pengukuran yang berbeda antara
19
PABU dan peraturan pajak. Penyebab perbedaan tersebut secara umum
dikelompokkan dalam dua kelompok, yaitu:
a. Perbedaan Permanen (permanent differences)
Perbedaan permanen merupakan item-item yang dimasukkan di
salah satu ukuran laba, tetapi tidak pernah dimasukkan dalam ukuran
laba yang lain. Dengan kata lain, jika suatu item termasuk dalam ukuran
laba akuntansi, maka item tersebut tidak dimasukkan dalam ukuran laba
fiskal dan sebaliknya. Perbedaan permanen ini dikelompokkan menjadi
tiga yaitu:
1) Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan
menurut ketentuan pajak penghasilan bukan penghasilan.
Contoh: dividen yang diterima oleh Perseroan Terbatas sebagai
wajib pajak dalam negeri dari penyertaan modal sebesar 25% atau
lebih pada badan yang didirikan dan berkedudukan di Indonesia.
2) Menurut akuntansi komersial merupakan penghasilan, sedangkan
menurut ketentuan pajak penghasilan dikenakan PPh bersifat final.
Penghasilan ini dikenakan pajak tersendiri (pajak final) sehingga
dipisahkan (tidak perlu digabung) dengan penghasilan lainnya
dalam menghitung penghasilan lainnya.
Contoh: penghasilan atas bunga deposito atau gabungan lainnya
yang telah dipotong PPh final oleh bank sebesar 20%.
20
3) Menurut akuntansi komersial merupakan beban (biaya) sedangkan
menurut ketentuan PPh tidak dapat dibebankan sebagai pengurang
penghasilan bruto.
Contoh: biaya-biaya yang digunakan untuk memperoleh
penghasilan yang bukan objek pajak atau pengenaan pajaknya
bersifat final, penggantian/ imbalan sehubungan dengan pekerjaan
atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura atau kenikmatan,
sanksi perpajakan berupa bunga, denda, dan kenaikan, dan biaya-
biaya yang menurut ketentuan PPh tidak dapat memenuhi syarat-
syarat tertentu (misalnya: daftar normative, biaya intertainment,
daftar normative atas penghapusan piutang).
b. Perbedaan Temporer
Perbedaan temporer merupakan perbedaan dasar pengenaan pajak
(DPP) dari suatu aktiva atau kewajiban, yang menyebabkan laba fiskal
bertambah atau berkurang pada periode yang akan datang (Harnanto,
2003). Perbedaan temporer disebabkan oleh perbedaan persyaratan
waktu pengakuan item pendapatan dan biaya. Untuk tujuan laporan
keuangan, pendapatan diakui ketika diperoleh dan biaya diakui pada saat
terjadinya, atau accrual basic. PABU memberikan kebebasan kepada
para manajemen untuk memilih prosedur akuntansinya (Djamaludin,
2008).
Contoh: Manajer dapat memilih salah satu diantara beberapa metode
akuntansi yang berbeda, misalnya dalam penentuan depresiasi dan
21
pengestimasian periode depresiasi dan amortisasi, serta manajer bebas
menggunakan pertimbangannya untuk menentukan besarnya cadangan
dana yang dapat mengurangi laba, misalnya penentuan cadangan piutang
tidak tertagih, cadangan kompensasi, cadangan garansi, dan lain-lain
(Mills dan Newberry, 2001).
Beda waktu merupakan perbedaan metode yang digunakan antara
akuntansi komersial dengan ketentuan fiskal, misal:
1) Metode penyusutan
Dalam fiskal yang diperbolehkan hanya metode garis lurus dan
saldo menurun.
2) Metode penilaian persediaan
Dalam fiskal yang diperbolehkan hanya metode FIFO dan average.
3) Penyisihan piutang tak tertagih
Dalam fiskal yang diperbolehkan adanya penyisihan piutang tak
tertagih yaitu perusahaan yang bergerak di bidang asuransi, leasing,
perbankan, dan pertambangan.
4) Rugi laba selisih kurs.
5. Konsep Akuntansi Akrual
Dalam akuntansi dikenal dengan istilah basis akrual dan basis
kas.Pendekatan yang sering digunakan adalah pendekatan akrual.Akuntansi
akrual dianggap lebih baik daripada akuntansi berbasis kas.Akrual adalah
22
suatu metode perhitungan penghasilan dan biaya diakui pada waktu
terhutang (Muljono, 2009:28).
Teknik akuntansi berbasis akrual diyakini dapat menghasilkan laporan
keuangan yang lebih dapat dipercaya, lebih akurat, komprehensif, dan
relevan untuk pengambilan keputusan ekuitas (Elingga, 2008:52).Akrual
tidak tergantung kapan penghasilan diterima dan kapan biaya
dilunasi.Dengan pendekatan ini, mengakui pendapatan ketika dihasilkan dan
mengakui beban pada periode terjadinya, tanpa memperhatikan waktu
penerimaan atau pembayaran kas.
Menurut PSAK (2009), Laporan keuangan disusun berdasarkan akrual.
Dengan dasar ini, pengaruh transaksi dan peristiwa lain diakui pada saat
kejadian (bukan pada saat kas atau setara kas diterima atau dibayar) dan
dicatat dalam catatan akuntansi serta dilaporkan dalam laporan keuangan
pada periode yang bersangkutan.
Model akrual melibatkan perhitungan total akrual. Model-model akrual
menurut Belkaoui (2007:202) adalah sebagai berikut:
a. Model Heally (1985) menyatakan kelemahan model akrual adalah
menganggap keseluruhan akrual ditimbulkan oleh manajemen laba yang
dilakukan oleh manajemen. Padahal kenyataannya, sebagian akrual
perusahaan juga disebabkan oleh kegiatan operasional dan tidak
menggambarkan manajemen laba. Total akrual dalam manajemen laba
dibagi menjadi dua jenis yaitu:
1)Discretionary Accrual
23
Adalah pengakuan akrual laba atau beban yang bebas tidak
diatur dan merupakan pilihan kebijakan manajemen.Akrual yang
muncul akibat diskresi manajemen atau berada di bawah kebijakan
manajemen.Hal ini biasanya digunakan sebagai pengukur dalam
manajemen laba dan besarnya merupakan hasil modifikasi angka-
angka pada laporan keuangan untuk memenuhi tujuan manajemen
sehingga keberadaan discretionary accrual menandakan rendahnya
kualitas laba.
Efek dari kualitas laba yang rendah adalah tidak adanya
prediktif value dari laba, yang berarti informasi mengenai laba
perusahaan ini tidaklah menggambarkan keadaan sesungguhnya dari
perusahaan sehingga informasi laba menjadi bias bagi penggunanya.
2) Non Discretionary Accrual
Adalah sebaliknya, pengakuan akrual laba yang wajar yang
tunduk standar atau prinsip akuntansi yang berlaku umum.Total
Akrual terdiri atas dua komponen yaitu Discretionary Accrual (DA)
dan Non Discretionary Accrual (DNA). Model yang digunakan
untuk menghitung total akrual adalah sebagai berikut:
TACCit = IBEIit – (CFOit - EIDOit)
Keterangan:
TACCit= Total akrual perusahaan i untuk tahun t.
IBEIit=Income before extraordinary item perusahaan tahun t
CFOit= Cash flow operating activities perusahaan i untuk tahun t.
24
EIDOit= Extraordinary item & discontinued operations dari laporan
arus kas perusahaan i untuk tahun t.
Perekayasaan menaikan atau menurunkan akrual antara lain
dapat dilakukan dengan cara mempercepat pendapatan atau
mempercepat beban. Perekayasaan laba tersebut termasuk salah satu
praktek manajemen laba atau earnings management melalui
perekayasaan akrual.Discretionary accrual dapat dilakukan melalui
kebijakan akuntansi yang berkaitan dengan akrual namun bersifat
subjektif dan kontekstual, salah satu contoh cara memperbesar atau
memperkecil pencadangan aktiva pajak tangguhan dengan
pertimbangan laba yang akan datang dapat menutup atau tidak
menutup terpulihkannya aktiva pajak tangguhan yang bersangkutan.
b. ModelDe Angelo
Porsi pilihan dalam model De Angelo adalah perbedaan antara akrual
total di tahun peristiwa t disimbolkan dalam aktiva total (At-1) dan akrual
bukan pilihan (NDAt). Perhitungan akrual bukan pilihan (NDAt)
bergantung pada akrual total di periode sebelumnya (Tat-t) disimbolkan
dengan aktiva total keseluruhan (At-2) dengan kata lain:
NDAt= TAt– 1 / At-2
c. ModelJones
Tujuan utama dari model Jones adalah untuk mengendalikan pengaruh
perubahan dalam kondisi perusahaan pada akrual bukan pilihan. Akrual
bukan pilihan di tahun peristiwa disajikan sebagai berikut:
25
NDAt= α1(1 / At-1) + α2(ΔREVt/ At-1) + α3(PPEt / At-1)
Keterangan:
NDAt= akrual bukan pilihan di tahun t disimbolkan dengan aktiva total
keseluruhan.
ΔREVt= pendapatan di tahun t dikurangi pendapatan di tahun t – 1.
PPEt= aktiva tetap kotor di tahun t.
At-1= aktiva total diakhir tahun t – 1.
α1, α2, α3= parameter spesifikasi perusahaan.
Perbedaan utama antara model De Angelo dengan model Heallyadalah
bahwa model NDA mengikuti proses acak dalam model De Angelodan
suatu proses rata-rata kebalikan dalam model Heally. Berdasarkan
penelitian terdahulu model Heally paling baik mencerminkan manajemen
laba (discretionary accrual).
6. Aliran Kas
Aliran kas yang dimaksud merupakan aliran kas masuk dan aliran kas
keluar serta sumber dan pemakai kas perusahaan pada periode tertentu.
Menurut IAI dalam PSAK No.2 tahun 2009 aliran kas adalah aliran kas
masuk dan aliran kas atau setara kas adalah investasi yang sifatnya sangat
liquid, berjangka pendek dan dapat dengan cepat dijadikan kas dalam jumlah
tertentu tanpa menghadapi resiko perubahan pada nilai yang signifikan.
Informasi aliran kas sering digunakan sebagai indikator dari jumlah waktu
dan kepastian aliran kas masa depan.
26
a. Tujuan dan manfaat aliran kas
Kieso (2007:212) tujuan aliran kas adalah menyediakan informasi yang
relevan mengenai penerimaan dan pembayaran kas sebuah perusahaan
selama periode tertentu.Oleh karena itu manfaat aliran kas menurut
Harnanto (2002:129-130).
1) Memberikan informasi tentang penerimaan dan pengeluaran kas dalam
satu periode akuntansi.
2) Membantu para pemodal dan kreditur untuk menilai kemampuan
perusahaan.
3) Membantu para pemakai laporan untuk mengetahui alasan-alasan
tentang perbedaan antara laba bersih atau laba akuntansi dengan laba
tunainya.
4) Membantu para pemakai laporan keuangan untuk menentukan efek
dari transaksi-transaksi cash dan non cash investing, serta
pendanaannya terhadap posisi keuangan perusahaan.
b. Kategori Aliran Kas
1) Aliran kas dari aktivitas operasi
Merupakan aliran kas yang diperoleh dari kegiatan usaha
perusahaan.Kegiatan utama perusahaan adalah menghasilkan barang
atau jasa dan menjualnya.Kegiatan ini mencakupi kegiatan
penerimaan kas, misalnya penjualan barang atau jasa tunai dan
penerimaan piutang.Disamping itu, kegiatan perusahaan juga
27
mencakupi pengeluaran kas, misalnya pembelian bahan secara tunai
dan pembayaran utang usaha.
2)Aliran kas dari aktivitas investasi
Soemarso (2005:330) aliran kas dari aktivitas investasi adalah
perolehan dan pelepasan aktiva jangka panjang serta investasi lain
yang tidak termasuk setara kas, contoh aliran kas dari aktivitas
investasi adalah perolehan atau penjualan aktiva tetap dan investasi.
3) Aliran kas dari aktivitas pendanaan
Aliran kas dari aktivitas pendanaan adalah aktivitas yang
mengakibatkan perubahan dalam jumlah serta komposisi modal dan
pinjaman perusahaan.
7. Persistensi Laba
Sampai saat ini belum banyak peneliti yang memfokuskan penelitian
mengenai persistensi laba akuntansi.Persistensi laba akuntansi adalah revisi
dalam laba akuntansi yang diharapkan di masa mendatang (expected future
earnings) yang diimplikasi oleh laba tahun berjalan (current
earnings).Besarnya revisi ini menunjukkan tingkat persistensi laba. Inovasi
tehadap laba sekarang adalah informatif terhadap laba masa depan
ekspektasian, yaitu manfaat masa depan yang diperoleh pemegang saham
(Wijayanti, 2006).
28
Chandarin (2003) mengungkapkan bahwa laba yang persisten adalah
laba akuntansi yang memiliki sedikit atau tidak mengandung gangguan
(noise), dan dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan
sesungguhnya.Hal ini juga dikuatkan oleh pendapat Hayn (1995), gangguan
laba akuntansi disebabkan oleh peristiwa transitori (transitory event) atau
penerapan konsep akrual dalam akuntansi. Penman dan Zhang (2002)
mendefinisikan persistensi laba sebagai revisi dalam laba akuntansi yang
diharapkan di masa mendatang (expected future earning) yang disebabkan
oleh inovasi laba tahun berjalan (expected future earnings).
Persistensi laba adalah property laba yang menjelaskan kemampuan
perusahaan untuk mempertahankan jumlah laba yang diperoleh saat ini
sampai mendatang.
Persistensi laba merupakan salah satu alat ukur kualitas laba dimana
laba yang berkualitas dapat menunjukkan kesinambungan laba, sehingga
laba yang persistensi cenderung tidak terlalu berfluktuasi di setiap periode.
Persistensi laba sering kali dikategorikan sebagai salah satu pengukuran
kualitas laba karena persistensi laba mengandung unsur predictive value
sehingga dapat digunakan oleh pengguna laporan keuangan untuk
mengevaluasi kejadian-kejadian di masa lalu, sekarang, dan masa depan
(Leonardo, 2007).Predictive value adalah salah satu komponen relevansi
selain feedback value dan timeliness.Relevansi adalah salah satu karakter
kualitatif laporan keuangan.
29
Laba yang berkualitas adalah laba yang mencerminkan kelanjutan laba
(sustainable earnings) di masa depan, yang ditentukan oleh komponen
akrual dan aliran kasnya. Selain itu laba akuntansi yang berkualitas adalah
laba yang memiliki sedikit atau tidak mengandung gangguan persepsian
(perceived noise), dan dapat mencerminkan kinerja keuangan perusahaan
yang sesungguhnya (Djamaluddin, 2008).Salah satu penyebab rendahnya
kualitas laba adalah dikarenakan adanya manajemen laba (earnings
management).
B. Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai perbedaan laba akuntansi dan fiskal, discretionary
accrual dan aliran kas telah banyak dilakukan dalam penelitian-penelitian
sebelumnya.Penelitian-penelitian tersebut banyak memberikan kontribusi
tambahan bagi akuntan dan pihak perpajakan. Tabel 2.1 menunjukkan hasil
penelitian terdahulu mengenai kemampuan perbedaan laba akuntansi dan laba
fiskal, akrual, dan aliran dalam menentukan persistensi laba.
30
Tabel 2.1
Tabel Penelitian Terdahulu
Peneliti
(Tahun)
Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
Handayani
Tri
Wijayanti
(2006)
Analisis pengaruh perbedaan
antara laba akuntansi dan laba
fiskal terhadap persistensi
laba, akrual, dan arus kas
Variabel:
Perbedaan laba
akuntansi dan laba
fiskal (X1)
Teknik penelitian:
Analisis regresi
Variabel:
variabel
modernisasi
akrual dan
aliran kas
Boox tax differences berpengaruh
secara negatif signifikan terhadap
persistensi laba akuntansi satu
periode ke depan
Erna Sonya
Ginting
(2006)
Pengaruh perbedaan antara
laba akuntansi dan laba fiskal
terhadap persistensi laba
Variabel:
Perbedaan Laba
Akuntansi dan
Laba Fiskal (XI)
Teknik Penelitian:
Analisis Regesi
Tahun
Penelitian
Boox tax differences berpengaruh
secara negatif signifikan terhadap
persistensi laba akuntansi satu
periode ke depan
Djamaluddin
(2008)
Analisis perbedaan laba
akuntansi dan laba fiskal
terhadap persistensi laba dan
aliran kas pada perusahaan
perbankan yang terdaftar di
BursaEfek Jakarta
Variabel:
Persistensi laba
(Y), perbedaan
antara laba
akuntansi dan laba
fiskal (X1), aliran
kas (X2), akrual
(X3).
Variabel:
Laba sebelum
pajak masa
depan (Y)
Objek
penelitian:
perusahaan
perbankan
yang terdaftar
di Bursa Efek
Jakata
Semakin besar perbedaan laba
akunansi dan laba fiskal, maka
persistensi laba semakin kecil.
31
Mohamad
Nasir dan
Mariana
Ulfah
(2008)
Analisis pengaruh arus kas
terhadap harga saham melalui
peristensi laba sebagai
variable intervening.
Aliran kas operasi mempunyai
pengaruh postif terhadap pesistensi
laba mengisyaratkan bahwa
semakin tinggi aliran kas operasi
suatu perusahaan akan
meningkatkan persistensi laba yang
dimiliki oleh perusahaan tersebut.
Dwi Martani
dan Aulia
Eka Persada
(2008)
Pengaruh boox tax gap
terhadap persistensi laba
Variabel penelitian:
(XI) perbedaan
laba akuntansi dan
laba fiskal. (Y)
persistensi laba
Objek penelitian:
perusahaan
manufaktur yang
terdaftar di BEI
Objek
penelitian:
periode 2001-
2006
Teknik
penelitian:
metode panel
data (pooled
regression)
Boox tax differences berpengaruh
secara negatif signifikan terhadap
persistensi laba akuntansi satu
periode ke depan
Hanlon
(2009)
The persistence and pricing
of earnings, accrual, and
cash flow when firm have
large boox tax differences
Varibel penelitian:
Accrual (X2), Cash
Flows (X3)
Objek
penelitian:
dilakukan di
Amerika
Serikat
Large positive boox tax differences
dan large negative box tax
differencesmempunyai laba yang
kurang persisten dibandingkan yang
mempunyai boox tax differences
dalam jumlah kecil (small boox tax
differences)
Zaenal
Fanani
(2010)
Analisis faktor-faktor penentu
persistensi laba
Variabel: aliran kas
(X2), akrual (X3),
persistensi laba (Y)
Variabel:
Volatilitas
penjualan
(1) semakin besar aliran kas
perusahaan, maka semakin rendah
persistensi laba
32
Objek penelitian:
Perusahaan
manufaktur yang
terdaftar di Bursa
Efek Indonesia
(X1
Objek
penelitian:
tahun 2001-
2006
(2) semakin besar akrual suatu
perusahaan semakin rendah
persistensi laba
Tuti Nur
Asma
(2012)
Pengaruh aliran kas dan
perbedaan antara laba
akuntansi dengan laba fiskal
terhadap prsistensi laba
Variabel:
persistensi laba (Y)
Objek penelitin:
perusahaan
Manufaktur yang
terdaftar di Bursa
Efek Indonesia.
Objek
penelitian:
tahun 2006-
2010
Aliran kasoperasi (AKO)
berpengaruh signifikan positif
terhadap persistensi laba, perbedaan
laba akuntansi dengan laba fiskal
berpengaruh signifikan negatif
terhadap persistensi laba.
Sumber: Diolah dari berbagai referensi
33
C. Perumusan Hipotesis dan Kerangka Berpikir
1. Perumusan Hipotesis
a. Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskal dengan Persistensi Laba
Perbedaan laba akuntansi dengan laba fiskal karena adanya perbedaan
pencatatan laba berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dengan
peraturan perpajakan yang berlaku.Logika yang mendasarinya adalah
karena tidak semua peraturan akuntansi dalam Standar Akuntansi
Keuangan diperbolehkan dalam peraturan perpajakan.Berdasarkan
perbedaan laba akuntansi dengan laba fiskal (laba kena pajak) dianggap
sebagai sinyal kualitas laba.Semakin besar perbedaan yang terjadi
semakin rendah kualitas laba yang artinya semakin rendah
persistensinya. Wijayanti mengartikan perbedaan laba akuntansi dengan
laba fiskal secara negatif berpengaruh signifikan terhadap persistensi
laba, hal ini mengindikasi bahwa semakin besar selisih laba akuntansi
dengan dengan laba fiskal maka persistensi laba perusahaan juga akan
semakin rendah. Berdasarkan penelitian sebelumnya, maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H1: Perbedaan laba akuntansi dengan laba fiskal berpengaruh negatif
terhadap persistensi laba.
b. Discretionary Accrual dengan Persistensi Laba
Laba dalam laporan keuangan akuntansi sering digunakan oleh
investor maupun calon investor untuk pengambilan keputusan.
Keputusan tersebut akan menentukan di perusahaan mana mereka akan
34
berinvestasi. Sehingga oleh manajemen, ada kemungkinan untuk
merekayasa laba agar dapat menarik minat para investor dan calon
investor untuk menanamkan investasinya lebih banyak lagi. Jika begitu
maka tidaklah mustahil jika terjadi asimetri informasi antara pihak
manajemen dan pihak eksternal perusahaan.
Persistensi laba menjadi perhitungan lain di dalam pengambilan
keputusan. Laba akuntansi yang persisten adalah laba akuntansi yang
memiliki sedikit atau tidak mengandung akrual, dan dapat mencerminkan
kinerja keuangan perusahaan yang sesungguhnya (Chandrarin, 2003). Hayn
(1995) menjelaskan bahwa gangguan dalam laba akuntansi disebabkan oleh
peristiwa transitory (transitory events) atau penerapan konsep akrual dalam
akuntansi. Semakin akrual, maka semakin rendah persistensi laba.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, maka dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
H2= Pendekatanakrual berpengaruh negatif terhadap persistensi laba
c. Aliran Kas dengan Persistensi Laba
Aliran kas operasi merupakan aliran kas yang berasal dari kegiatan
operasi yang melibatkan pengaruh kas dari transaksi yang dilibatkan dalam
penentuan laba bersih, seperti penerimaan kas dari penjualan barang dan
jasa serta pembayaran kas kepada pemasok dan karyawan untuk
memperoleh persediaan serta untuk membayar beban. Dengan adanya
jumlah aliran kas dari aktivitas operasi yang cukup, perusahaan tidak perlu
mengandalkan pembiayaan dari luar (penerbitan saham atau utang pada
35
pihak eksternal), dengan demikian struktur modal perusahaan tetap. Dengan
demikian berarti dana yang diinvestasikan oleh investor dikelola secara
efektif dan efisien oleh perusahaan. Laporan aliran kas membantu para
pemakai untuk mengetahui alasan-alasan perbedaan antara laba bersih atau
laba akuntansi dengan laba tunainya. Pada dasarnya, ada tiga tipe
penyesuaian pokok yang harus dilakukan, yaitu: penyesuaian elemen
laporan laba rugi non kas, penyesuaian atas laba atau rugi dari penjualan
aktiva tidak lancar, dan penyesuaian atas perubahan aktiva dan kewajiban
lancar.
Contoh penyesuaian elemen laba rugi non kas adalah beban
penyusutan.Beban penyusutan adalah biaya, namun tidak memerlukan
pengeluaran kas pada tahun berjalan, karena itu harus ditambahkan pada
laba bersih untuk menentukan jumlah aliran kas dari aktivitas operasi.Aliran
kas operasi mempunyai pengaruh signifikan positif terhadap persistensi
laba. Aliran kas operasi mempunyai pengaruh positif terhadap persistensi
laba mengisyaratkan bahwa semakin tinggi aliran kas operasi suatu
perusahaan akan meningkatkan persistensi laba yang dimiliki oleh
perusahaan tersebut. Berdasarkan penelitian sebelumnya, maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
H3= Aliran kas berpengaruh positif terhadap persistensi laba
36
2. Kerangka Berpikir
Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka penelitian dapat digambarkan
pada bagan berikut:Gambar 2.1
Kerangka Penelitian
Judul:
Pengaruh Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskal,
Discretionary Accrual, dan Aliran Kas terhadap
Persistensi Laba
Masalah Kualitas Laba
Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia
Variabel Independen Variabel Dependen
Perbedaan Laba
Akuntansi dan
Laba Fiskal (X1)
Discretionary
Accrual (X2)
Persistensi Laba
(Y)
Aliran Kas (X3)
Model Regresi Linear Berganda
Hasil Pengujian dan Pembahasan
Kesimpulan
37
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Jenis penelitian ini adalah rancangan penelitian kausalitas yaitu tipe
penelitianyang bertujuan untuk melihat sejauhmana variabel dependen
mempengaruhi variabel independen (Indriantoro dan Supomo,
2002:27).Penelitian ini bertujuan untuk memberikan bukti empiris tentang
pengaruh antara variabel independen, yaitu perbedaan laba akuntansi dan laba
fiskal ,discretionary accrual dan aliran kas terhadap variabel dependen, yaitu
persistensi laba. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia terhitung dari tahun 2008 sampai dengan
tahun 2012.
B. Metode Penentuan Sampel
Populasi penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia selama periode 2008-2012. Metode pemilihan sampel
yang digunakan adalah purposive sampling. Metode purposive sampling
adalah teknik pengumpulan data atas dasar strategi kecakapan atau
pertimbangan pribadi semata. Dengan kata lainpenentuan sampel yang
diambil berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang telah dirumuskan terlebih
dahulu oleh penelitianterhadap sampel penelitian (Santosa dan Wedari,
2007:98).
38
Adapun kriteria perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
selama periode penelitian (2008-2012).
2. Perusahaan tersebut sudah terdaftar di BEI sejak 2008.
3. Perusahaan tidak delisting atau keluar dari BEI selama periode
pengamatan.
4. Menerbitkan laporan keuangan yang telah diaudit oleh auditor
independen per 31 Desember dari tahun 2008-2012.
5. Laporan keuangan tersebut terdapat informasi yang lengkap terkait
dengan semua variabel yang diteliti.
C. Jenis dan Metode Pengumpulan Data
Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan
jenis dan sumber data sekunder.Data sekunder merupakan sumber data
penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media
perantara (diperoleh dan dicatat oleh pihak lain). Data sekunder umumnya
berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusun dalam arsip
(data dokumenter) yang dipublikasikan dan yang tidak dipublikasikan
(Indriantoro dan Supomo, 2002:147).
Data sekunder yang digunakan berupa laporan keuangan perusahaan
manufakturyang go public dan terdaftar di BEI pada tahun 2008-2012 yang
telah dipublikasikan. Data tersebut diperoleh dari www.idx.co.iddan Pusat
39
Referensi Pasar Modal BEI.Pemilihan BEI sebagai sumber pengambilan data
dengan alasan BEI merupakan bursa efek terbesar dan representatif di
Indonesia, dimana dalam tahun 2008 hingga 2012 dianggap cukup mewakili
kondisi BEI yang relatif normal.
D. Metode Analisis Data
Metode statistik yang digunakan untuk menganalisis data dan menguji
hipotesis yaitu dengan menggunakan statistik deskriptif dan regresi berganda
dengan menggunakan bantuan perangkat lunak Microsoft Excel2007 dan
SPSS versi 20.0.
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif memberikan gambaran suatu data yang dilihat
dari nilai rata-rata (mean), standar deviasi, varian, maksimum, minimum,
sum, range, kurtosis dan skewness (kemencengan distribusi). Peneliti
menggunakan statistik deskriptif yang dilihat dari rata-rata (mean),
maksimum, minimum, dan standar deviasi (Ghozali, 2011:19)
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi,
variabel penganggu atau residual memiliki distribusi normal.
Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai
residual mengikuti distribusi normal.
40
Pengujian yang digunakan adalah kolmogorov semirnov, yaitu
subjek dengan taraf signifikan (α) 0,05 apabila nilai p > α maka
terdistribusi normal atau sebaliknya (Ghozali, 2011:160)
b. Uji Multikolinieritas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas
(independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi di antara variabel independen. Jika variabel independen
saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal.
Variabel ortogonal adalah variabel independen yang nilai
korelasi antar sesama variabel independen sama dengan nol. Untuk
mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam model
regresi adalah sebagai berikut:
1) Nilai R2
yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi
empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-variabel
independen banyak yang tidak signifikan mempengaruhi
variabel dependen.
2) Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen.
Jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi
(umumnya di atas 0.90), maka hal ini merupakan indikasi
adanya multikolonieritas.
3) Multikolonieritas dapat juga dilihat dari (a) nilai tolerance dan
lawannya (b) variance inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini
41
menunjukkan setiap variabel independen manakah yang
dijelaskan dari variabel independen lainnya. Jadi tolerance
yang rendah sama dengan VIF tinggi (karena VIF =
1/tolerance). Nilai cutoff yang umumnya dipakai untuk
menunjukkan adanya multikolonieritas adalah nilai Tolerance<
0.10 atau sama dengan nilai VIF >10 (Ghozali, 2011:105).
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam sebuah
model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu
pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya).
Autokorelasi digunakan pada model regresi yang datanya time
series. Cara mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dengan
menggunakan uji Durbin-Watson. Kriteria pengujian Durbin-
Watsonadalah sebagai berikut:
1) Bila DW < -2 berarti ada autokolerasi yang positif.
2) Bila DW -2 samapai dengan +2 berarti tidak ada autokolerasi.
3) Bila DW > +2 berarti ada autokolerasi yang negatif (Ghozali,
2011:110).
d. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedasitas bertujuan menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan kepengamatan yang lain. Jika variance dari residual
satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut
42
homoskedastisitas dan jika berbeda maka disebut
heteroskedatisitas. Model regresi yang baik adalah
homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas.
Deteksi ada tidaknya heteroskedastisitas dapat dilakukan
dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot
dimana sumbu Y adalah Y yang telah di prediksi dan sumbu X
adalah residual (Y prediksi-Y sesungguhnya) yang telah di
studentized. Dasar analisis, jika ada pola tertentu seperti titik-titik
yang ada membentuk pola tertentu yang teratur (bergelombang,
melebar kemudian menyempit), maka mengindikasikan telah
terjadi heteroskedasitas. Sebaliknya jika tidak ada pola yang jelas,
serta titik-titik menyebar di atas dan dibawah angka 0 pada sumbu
Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Dalam pengamatan ini uji
heterokedasitas yang digunakan adalah Gletifer-Test (Ghozali,
2011:139).
3. Uji Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan regresi
berganda. Analisis linier berganda berfungsi untuk menguji pengaruh
dari beberapa variabel bebas terhadap satu variabel terikat yang
berskala rasio. Analisis regresi berganda membantu dan memahami
seberapa banyak varians dalam variabel terikat yang dijelaskan dalam
sekelompok predictor (Singgih Santoso, 2010:163). Variabel
independen terdiri dari perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal,
43
akrual, dan aliran kas sedangkan variabel dependennya adalah
persistensi laba. Untuk menguji hipotesis tersebut, maka persamaan
rumus regresi berganda yang digunakan adalah:
PTBIt+1 = α +β1TAccit + β2AKOit+ β3DTE
Keterangan:
PTBI(t+1) = Laba akuntansi sebelum pajak periode mendatang
(persistensi laba)
α = Interceptatau konstanta
β =Koefisien regresi
β1TAccit =Totalakrual
β2AKOit = Aliran kas operasi
β3DTE = Perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal dengan
proksi beban pajak tangguhan
ε =Error
Dalam melakukan pengujian hipotesis analisis dilakukan melalui
analisis data:
a) Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa
jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel
dependen, nilai koefisien determinasi adalah antara nol atau satu.
Nilai R2
yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel
independen dalam menjelaskan variabel dependen amat terbatas
(Ghozali, 2011:97).
44
Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel
independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan
untuk memprediksi variasi variabel dependen.
b) Uji Statistik t
Uji statistik t digunakan untuk mengetahui hubungan masing-
masing variabel independen secara individual terhadap variabel
dependen. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh masing-
masing variabel dependen digunakan tingkat signifikansi 5 % (α) =
0,05. Jika probability t lebih besar dari 0,05 maka tidak ada
pengaruh dari variabel independen terhadap variabel dependen
(koefisien regresi tidak signifikan), sedangkan jika nilai probability
t lebih kecil dari 0,05 maka terdapat pengaruh variabel dependen
(koefisien signifikan) (Ghozali, 2011:98).
c) Uji Statistik F
Uji statistik F pada dasarnya menunjukkan apakah semua
variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model
mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel
dependen. Untuk mengetahui apakah variabel independen secara
bersama-sama mempengaruhi variabel dependen maka digunakan
tingkat signifikansi sebesar 0.05, jika nilai probability F lebih besar
dari 0.05, maka model regresi tidak dapat digunakan untuk
memprediksi variabel dependen dengan kata lain variabel
45
independen secara bersama-sama tidak berpengaruh terhadap
variabel dependen (Ghozali, 2011:98).
E. Operasionalisasi Variabel Penelitian
1. Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskal (X1)
Adanya dua jenis laba menyebabkan terjadi perbedaan antara laba
akuntansi dengan laba fiskal.Perbedaan tersebut disebabkan oleh ketentuan
pengakuan dan pengukuran yang berbeda antara SAK dan peraturan pajak.
Perbedaan antara laba akuntansi dan laba fiskal ditandai dengan
adanya koreksi fiskal atas laba akuntansi.Beberapa penghitungan laba
akuntansi mengalami koreksi fiskal untuk mendapatkan penghasilan kena
pajak karena tidak semua ketentuan dalam Standar Akuntansi Keuangan
digunakan dalam perarturan perpajakan.Beban pajak tangguhan
merupakan salah satu proksi untuk mengukur perbedaan antara laba
akuntansi dan laba fiskal. Selisih antara laba akuntansi dan laba fiskal akan
diproksikan kepada akun kewajiban pajak tangguhan yang akan menjadi
beban pajak tangguhan pada periode mendatang. Perbedaan antara laba
akuntansi dengan laba fiskal menggunakan proksi beban pajak tangguhan
(Wiryandari:2009), dengan formula sebagai berikut:
DTE it = Beban PajakTangguhan t
Total Asset (t - 1)
46
2. Discretionary Accrual (X2)
Dalam akuntansi dikenal istilah basis akrual dan basis kas. Istilah
akrual digunakan untuk menentukan penghasilan pada saat diperoleh dan
untuk mengakui beban yang sepadan dengan revenue pada periode yang
sama, tanpa memperhatikan waktu penerimaan kas dari penghasilan yang
bersangkutan. Komponen akrual merupakan pengakuan kejadian non kas
dalam laporan laba rugi namun diharapkan akan diterima atau dibayarkan
biasanya dalam kas dimasa yang akan datang (Belkaoui, 2007:14).Dalam
penelitian ini variabel akrual diproksi dengan discretionary accrual dari
Modified Jones Model yang merupakan model terbaik untuk mendeteksi
manajemen laba (Suranggane, 2008:85).
Langkah-langkah untuk memperoleh akrual:
TAccit = EBEIit – (CFOit - EIDOit)
Yang mana:
TAccit = Total accrual perusahaan i pada periode t
EBEIit = Income before extraordionary items pada tahun t
CFOit = Cash flows from operation pada tahun t
EIDOit = Extraordionary items and discontinued operation tahun t
47
3. Aliran Kas (X3)
Aliran kas adalah komponen aliran kas yang digunakan dalam
penelitian ini adalah arus kas operasi dengan metode langsung dari laporan
aliran kas. Aliran kas operasi adalah aliran kas yang aktivitas penghasilan
utama perusahaan dan bukan aktivitas lain yang merupakan aktivitas
investasi dan aktivitas pendanaan pada akhir tahun. Seperti penelitian
sebelumnya Tuti Nur Asma (2012) menggunakan total aliras kas operasi
pada tahun berjalan.
AKOt = total aliran kas operasi pada tahun berjalan
Berikut ini merupakan operasionalisasi variabel yang dijelaskan
melalui Tabel 3.1:
Tabel 3.1
Operasionalisasi Variabel
Variabel Indikator
Skala
Ukur
Data
X1 = Perbedaan
laba DTE it= beban pajak tangguhan t
Rasio Akuntansi dan laba total asset (t-1)
fiskal (DTE)
X 2 = Discretionary
Accrual (TAcc) TAccit = EBEIit + (CFOit - EIDOit) Rasio
X3 = Aliran Kas AKOit=
Aliran kas operasi pada Rasio
(AKOt) tahun berjalan
Sumber: Diolah dari berbagai referensi
48
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Dalam bab ini penulis menganalisis data yang telah terkumpul. Data yang
telah dikumpulkan tersebut berupa data laporan keuangan yang telah diaudit
dari perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia periode 2008-2012.
Pengolahan data pada penelitian ini menggunakan fasilitas elektronik dengan
menggunakan SPSS versi 20,0 untuk memudahkan pengolahan data sehingga
dapat menjelaskan variabel-variabel yang diteliti.
Langkah pertama dalam penelitian ini adalah melakukan
penentuansampel dengan purposive sampling atau penentuan sampel dengan
pertimbangan tertentu pada perusahaan manufaktur periode 2008-2013
berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.Berdasarkan pengambilan sampel
secara purposive sampling didapatkan hasil sampel berjumlah 27 perusahaan.
Proses seleksi sampel berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan tampak
dalam Tabel 4.1 berikut:
49
Tabel 4.1
Proses Seleksi Sampel
No Kriteria Jumah
1 Perusahaan Manufaktur yang terdaftar selama periode
penelitian 2008-2013
345
2 Terdaftar sebelum 1 Januari 2008 317
3 Perusahaan tidak delisting selama periode pengamatan 276
4 Perusahaan mempublikasikan laporan keuangan yang diaudit
oleh editor independen
251
5 Perusahaan memiliki informasi terkait variabel penelitian
27 * 4 = 108 perusahaan
108
Sumber: Data diolah sekunder
Berdasarkan Tabel 4.1 pengambilan sampel secara purposive sampling
diatas, sampel perusahaan yang memenuhi kriteria pertama yaitu perusahaan
yang terdaftar selama periode penelitian berjumlah 345 perusahaan.
Perusahaan yang memenuhi kriteria kedua yaitu perusahaan terdaftar sebelum
1 Januari 2008 berjumlah 317 perusahaan, untuk kriteria ketiga yang
memenuhi kriteria tidak delisting selama periode penelitian berjumlah 276
perusahaan. Perusahaan yang memenuhi kriteria keempat yaitu
mempublikasikan laporan keuangan berjumlah 251 perusahaan, sedangkan
untuk kriteria kelima yaitu memiliki informasi terkait variabel penelitian
berjumlah 27 perusahaan. Dari hasil pembatasan sampel maka dapat diperoleh
50
sampel penelitian yaitu 27 perusahaan yang dijelaskan dalam Tabel 4.2
dengan nama perusahaan sebagai berikut
Tabel 4.2
Sampel Data Penelitian
No. Kode Perusahaan
1 SMCB PT Holcim Indonesia Tbk
2 INTP PT Indocement Tunggal Perkasa Tbk
3 SMGR PT Semen Gresik (Persero) Tbk
4 ARNA PT Arwana Citra Mulia Tbk
5 AMFG PT Asahimas Flat Glass Tbk
6 IKAI PT Intikeramik Alamasri Tbk
7 TOTO PT Surya Toto Indonesia Tbk
8 BTON PT Beton Jaya Manunggal Tbk
9 CTBN PT Citra Tubindo Tbk
10 INAI PT Indal Alumunium Industry Tbk
11 JPRS PT Jaya Pari Steel Tbk
12 LION PT Lion Metal Works Tbk
13 LMSH PT Lion Mesh Prima Tbk
14 PICO PT Pelangi Indah Canindo Tbk
15 BUDI PT Budi Acid Jaya Tbk
16 ETWA PT Eterindo Wahanatama Tbk
17 UNIC PT Unggul Indah Cahaya Tbk
18 AKPI PT Arga Karya Prima Ind Tbk
19 BRNA PT Berlina Tbk
20 CYNA PT Dynaplast Tbk
21 IGAR PT Kageo Igar Jaya Tbk
22 TRST PT Trias Sentosa Tbk
23 JPFA PT JAPFA Comfeed Indonesia Tbk
24 MAIN PT Malindo Feedmill Tbk
25 SIPD PT Sierad Produce Tbk
26 FASW PT Fajar Surya Wisesa Tbk
51
27 SPMA PT Suparma Tbk
Sumber: Bursa Efek Indonesia
B. Hasil Pengujian
1. Hasil Uji Statistik Deskriptif
Sebelum melakukan pengujian secara kemaknaan pengaruh variabel
perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal dengan poksi beban pajak
tangguan, discretionary accrual, dan aliran kas terhadap persistensi laba,
terlebih dahulu akan ditinjau mengenai deskripsi variabel penelitian dengan
analisis deskriptif. Statistik deskriptif memberikan gambaran suatu data
yang dapat dilihat dari rata-rata (mean), standar deviasi, nilai maksimum,
dan nilai minimum.
Berikut ini adalah gambaran statistik deskriptif perusahaan sampel
secara keseluruhan:
Tabel 4.3
Hasil Uji Statistik Deskriptif
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
TAcc 108 -702857000000 2520254000000 436865370
37,03 343204377670,036
AKO 108 1110101000 2623472828000 137436369
935,18 337486312050,871
BPT 108 84322000 4701616714000 177968410
629,6 621803596160,42
PTBI t 108 330000000,0 3326000000000,0 211361388
888,889 546732074296,3669
Valid N
(listwise) 108
52
Sumber : Data sekunder diolah
Dari tabel 4.3 di atas merupakan hasil statistik deskritif dari data-data
yang dikumpulkan yang menunjukkan bahwa variabel independen
perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal dengan proksi beban pajak
tangguhan (BPT) memiliki nilai minimum sebesar 84.322 yang diperoleh
dari PT Sierad Produce Tbk pada tahun 2012, sedangkan untuk nilai
maksimumnya sebesar 4.701.616.714 diperoleh dari PT Indal Alumunium
Industry Tbk pada tahun 2009. Nilai rata-rata BPT 177.968.410, 63 dan
standar deviasinya sebesar 621.803.596, 160.
Variabel independen arus kas operasi (AKO) memiliki nilai minimum
sebesar 1.110 yang diperoleh dari PT Dynaplast Tbk pada tahun 2010,
sedangkan untuk nilai maksimumnya sebesar 2.623.473 yang diperoleh dari
PT Indocement Tunggal Perkasa Tbk pada tahun 2012. Nilai rata-rata AKO
sebesar 137.436, 42dan standar deviasi sebesar 337.486, 306.
Variabel independen akrual (TAcc) memiliki nilai minimum sebesar -
702.857 yang diperoleh dari PT Fajar Surya Wisesa Tbk pada tahun 2012,
sedangkan untuk nilai maksimum sebesar 2.520.254 diperoleh dari PT
Unggul Indah Cahaya Tbk pada tahun 2011. Nilai rata-rata TAcc sebesar
43.686, 54 dan untuk nilai standar deviasi sebesar 343.204, 378.
Variabel laba tahun berjalan (PTBIt) memiliki nilai minimum sebesar
330 yang diperoleh dari PT Indal Aumunium Tbk pada tahun 2010,
sedangkan untuk nilai maksimum diperoleh dari PT Semen Gresik (Persero)
53
Tbk sebesar 3.326.000 pada tahun 2012. Nilai rata-rata PTBItsebesar
211.361, 39 dan standar deviasi sebesar 546.732, 39.
2. Hasil Uji Asumsi Klasik
a. Hasil Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan dengan dengan menggunakan metode
histogram grafik dan normal probability-plot (P-Plot).Pengujian ini
dimaksudkan untuk mengetahui apakah dalam model regresi, variabel
pengganggu atau residual mempunyai distribusi normal.Pengujian
normalitas yang dilakukan dalam penelitian ini dapat digambarkan
sebagai berikut.
Gambar 4.1
Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik Histogram
Sumber: Data diolah
Pada gambar 4.1 di atas bahwa residual terdistribus secara normal dan
berbentuk simetris tidak melenceng ke kanan atau ke kiri. Selanjutnya
54
pada gambar 4.2 dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar dan berhimpit
di sekitar garis diagonal dan hal ini menunjukkan bahwa residual
terdistribusi secara normal.
Gambar 4.2
Grafik Normality Probability Plot
Sumber: Data diolah
b. Hasil Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya kolerasi antar variabel bebas (independent
variabel).Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi kolerasi antar
variabel independen.
55
Tabel 4.4
Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1
(Constant) 356140890
35,441
3558901
6771,889
1,001 ,319
TAcc -1,060 ,094 -,665 -11,322 ,000 ,970 1,031
AKO ,952 ,095 ,588 9,990 ,000 ,967 1,034
BPT -,008 ,051 -,009 -,156 ,004 ,997 1,003
a. Dependent Variable: PTBI t
Sumber: Data diolah
Melihat hasil besaran korelasi antara variabel pada tabel 4.4
menujukkan untuk VIF dan tolerance mengindikasi tidak terdapat
multikolinearitas yang serius. Nilai VIF tidak ada yang melebihi 10 dan
nilai tolerance tidak ada yang kurang dari 0,10. Maka, dapat dikatakan
dalam model regresi penelitian (Ghozali, 2011: 10).
c. Hasil Uji Autokolerasi
Autokolerasi digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi linear ada kolerasi antara kesalahan pengganggu pada periode t
dengan kesalahan periode sebelumnya t-1 (periode sebelumnya).Model
regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.
56
Tabel 4.5
Hasil Uji Autokorelasi
Model Summary
b
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-
Watson
1 ,807a ,652 ,642
327204820213,8
830 2,002
a. Predictors: (Constant), BPT, TAcc, AKO
b. Dependent Variable: PTBI t
Sumber: Data diolah
Berdasarkan tabel 4.5 terlihat angka Durbin-Waston sebesar 2,002,
angka ini terletak diatas du 1,7671 dan dl 1,185 pada tabel Durbin-
Waston. Nilai DW 2,002 lebih besar dari batas atas (du) 1,7671 dan
kurang dari 4-1,7671 (4-du), maka dapat disimpulkan tidak terdapat
autokorelasi positif atau negatif.
d. Hasil Uji Heteroskedasdisitas
Uji Heteroskedasdisitas dilakukan untuk menguji apakah model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual suatu pengamatan ke
pengamatan lain. Gambar 4.3 merupakan hasil uji heterokedasdisitas
untuk variabel independen yaitu: perbedaan laba akuntansi dan laba
fiskal dengan proksi beban pajak tanguhan, aliran kas, dan akrual
terhadap variabel dependen yaitu: persistensi laba.
57
Gambar 4.3
Hasil Uji Heterokedasdisitas
Sumber: Data diolah
Pada gambar 4.3 menunjukkan titik-titik menyebar secara acak dan
tidak membentuk suatu pola, baik diatas maupun dibawah angka pada
sumbu Yhal ini tidak berarti tidak terjadi heteroskedasdisitas pada model
regresi.Dapat disimpulkan bahwa instrument penelitian ini memenuhi
asumsi heteroskedasdisitas.
3. Hasil Uji Hipotesis
a. Hasil Uji Adj R2
Koefisien determinasi (R2) pada intinya untuk mengukur seberapa
jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel
58
independen.Hasil uji R2 penelitian dapat dilihat pada tabel 4.6 sebagai
berikut.
Tabel 4.6
Hasil Uji Adj R2
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 ,807a ,652 ,642 327204820213,8830
a. Predictors: (Constant), BPT, TAcc, AKO
b. Dependent Variable: PTBI t
Sumber: Data diolah
Dari tabel 4.6 diatas diketahui bahwa nilai R Square adalah sebesar
0,652. Hal ini berarti bahwa sebesar 65,2% variabel dependen atau
persistensi laba dipengaruhi oleh variabel independen yaitu perbedaan
laba akuntansi dan laba fiskal dengan proksi beban pajak tangguhan,
aliran kas, dan akrual. Sedangkan sisanya 34,8% dijelaskan oleh faktor-
faktor lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini.
b. Hasil Uji t
Hasil uji t dapat dilihat dari nilai signifikan perbedaan laba
akuntansi dan laba fiskal dengan proksi beban pajak tangguhan (BPT),
aliran kas (AKO), akual (TAcc) dalam menerangkan variabel dependen
yaitu persistensi laba, pada tabel dibawah ini.
59
Tabel 4.8
Hasil Uji t
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta Toleranc
e
VIF
1
(Constant) 356140890
35,441
355890167
71,889
1,001 ,319
TAcc -1,060 ,094 -,665 -11,322 ,000 ,970 1,031
AKO ,952 ,095 ,588 9,990 ,000 ,967 1,034
BPT -,008 ,051 -,009 -,156 ,004 ,997 1,003
a. Dependent Variable: PTBI t
Sumber: Data diolah
Uji statistik t digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
pengaruh masing-masing variabel independen secara individual
terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikansi 0,05.
Hasil uji statistik t hipotesis 1, jika nilai probability t lebih kecil dari
0,05 maka Ha diterima dan menolak H0, sedangkan jika nilai
probability t lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima dan menolak Ha.
Hasil perhitungan koefisien regresi memperlihatkan nilai
koefisien konstanta adalah sebesar 35614089035,441. Koefisien nilai
perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal dengan proksi beban pajak
tangguhan adalah sebesar -0,008 dengan tingkat signifikansi 0,004.
Koefisien aliran kas operasi sebesar 0,952 dengan tingkat signifikansi
0,000. Koefisien nilai akrual sebesar -1,060 dengan tingkat signifikansi
0,000. Koefisien laba tahun berjalan sebesar 1,663 dengan tingkat
60
signifikan 0,000.Berdasarkan table 4.8 maka dapat diperoleh model
persamaan regresi sebagai berikut:
PTBIt+1 =(35614089) +(-1,060)TAccit + (0,952)AKOit+ (-0,008)DTE
Keterangan:
PTBI(t+1) = Laba akuntansi sebelum pajak periode mendatang
(persistensi laba)
α = Interceptatau konstanta
β =Koefisien regresi
β1TAccit =Totalakrual
β2AKOit = Aliran kas operasi
β3DTE = Perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal dengan
proksi beban pajak tangguhan
ε =Error
c. Hasil Uji F
Uji F bertujuan untuk mengetahui apakah seluruh variabel
independen secara bersama-sama (simultan) memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap variabel dependen.Signifikan model regresi (sig)
yang ada pada tabel 4.7.
61
Tabel 4.7
Hasil Uji F
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 208494564192869400
00000000,000 3
6949818806428979
000000000,000 64,913 ,000b
Residual 111345514146047460
00000000,000 104
1070629943711994
80000000,000
Total 319840078338916860
00000000,000 107
a. Dependent Variable: PTBI t
b. Predictors: (Constant), BPT, TAcc, AKO
Sumber: Data diolah
Dari tabel 4.7 menunjukkan bahwa nilai F hitung sebesar 64,913
dengan nilai sig. sebesar 0,000. Hal ini menandakan bahwa model
regresi dapat digunakan untuk memprediksi nilai perusahaan karena nilai
sig. <alpha(α = 5%). Maka dapat disimpulkan Ha diterima yang
menunjukkan bahwa terdapat pengaruh simultan yang signifikan antara
perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal dengan proksi beban pajak
tangguhan, aliran kas, dan akrual.
62
Hasil Uji Hipotesis 1: Pengaruh Perbedaan Laba Akuntansi dan
Laba Fiskaldengan Proksi Beban Pajak Tangguhan terhadap
Persistensi Laba.
Dari hasil pengujian yang dilakukan, diperoleh bahwa beban pajak
tangguhan berpengaruh signifikan negatif terhadap persistensi laba,
dengan nilai signifikan sebesar 0,004 (sig < 0,005) maka perbedaan laba
akuntansi dan laba fiskal (BPT) mempunyai pengaruh yang signifikan
terhadap persistensi laba.Dan jika dilihat dari β yang negatif maka BPT
mempunyai hubungan yang negatif terhadap persistensi laba.Sehingga
dapat diambil kesimpulan bahwa perbedaan laba akuntansi dengan laba
fiskal (BPT) mempunyai pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap
persistensi laba.Dengan demikian hipotesis 1 diterima.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Handayani Tri Wijayanti (2006), Ginting (2006), Martanti dan Aulia
(2008), dan Tuti Nur Asma (2012) yang menyimpulkan bahwa boox tax
differences berpengaruh secara negative terhadap persistensi laba
akuntansi satu periode ke depan. Namun bertentangan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Djamaludin(2008).
Hasil Uji Hipotesis 2: Discretionary Accrual terhadap Persistensi
Laba.
Dari hasil pengujian yang dilakukan, diperoleh bahwa discretionary
accrualdengan persistensi laba berpengaruh signifikan negatif terhadap
persistensi laba, dengan nilai signifikan sebesar 0,000 (sig < 0,005)
63
maka discretionary accrual (TAcc) mempunyai pengaruh yang
signifikan terhadap persistensi laba.Dan jika dilihat dari β yang negatif
maka BPT mempunyai hubungan yang negatif terhadap persistensi
laba.Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa discretionary accrual
(TAcc) mempunyai pengaruh yang signifikan dan negatif terhadap
persistensi laba.Dengan demikian hipotesis 2 diterima.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dechow
dan Dichev (2002) yang menyatakan bahwa besaran akrual
mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap persistensi laba.
Besar kecilnya komponen akrual yang terjadi di perusahaan akan
menyebabkan gangguan (noise) yang dapat menyebabkan persistensi
laba. Komponen akrual dan current earning cenderung terulang lagi
atau persisten untuk menentukan laba masa depan karena didasarkan
pada akrual.
Hasil Uji Hipotesis 3: Aliran Kasterhadap Persistensi Laba.
Dari hasil pengujian yang dilakukan, diperoleh bahwa aliran kas operasi
berpengarun positif terhadap peristensi laba dengan sig sebesar 0,000
(sig < 0,005) dengan β yang positif maka aliran kas operasi (AKO)
mempunyai hubungan yang positif terhadap persistensi laba.Jadi
hipotesis yang telah dirumuskan sesuai dengan hasil penelitian bahwa
hipotesis 3 diterima.
64
Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi aliran kas operasi suatu
perusahaan maka akan meningkatkan persistensi laba perusahaan
tersebut. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Meythi (2006) yang menyatakan bahwa aliran kas operasi tidak
memepngaruhi persistensi laba. Tetapi hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mohamad Nasir dan Mariana
Ulfah (2008) dan Sloan (1996) yang menyatakan aliran kas operasi
berpengaruh positif terhadap persistensi laba mengisyaratkan semakin
tinggi aliran kas operasi suatu perusahaan maka akan meningkatkan
persistensi laba perusahaan tersebut.
65
BAB V
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI
A. Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh perbedaan laba
akuntansi dan laba fiskal dengan proksi beban pajak tangguhan, aliran kas
dan akrual terhadap persistensi laba pada tahun 2009 sampai dengan tahun
2012.Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan terhadap 27 sampel,
maka diperoleh kesimpulans ebagai berikut:
1. Perbedaan laba akuntansi dan laba fiskal dengan proksi beban pajak
tangguhan berpengaruh signifikan negatif terhadap persistensi laba.
Penelitian ini sesuai dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh
Handayani Tri Wijayanti (2006), Ginting (2006), Martanti dan Aulia
(2008), dan Tuti Nur Asma (2012) yang menyimpulkan bahwa boox
tax differences berpengaruh secara negative terhadap persistensi laba
akuntansi satu periode ke depan. Namun bertentangan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Djamaludin(2008).
2. Discretionry Accrualberpengaruh signifikan negatif terhadap persistensi
laba.Penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh
Dechow dan Dichev (2002) yang menyatakan bahwa besaran akrual
mempunyai pengaruh negatif dan signifikan terhadap persistensi laba.
Besar kecilnya komponen akrual yang terjadi di perusahaan akan
66
menyebabkan gangguan (noise) yang dapat menyebabkan persistensi
laba. Komponen akrual dan current earning cenderung terulang lagi
atau persisten untuk menentukan laba masa depan karena didasarkan
pada akrual.
3. Aliran kas operasi berpengaruh signifikan positif terhadap persistensi
laba. Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi aliran kas operasi suatu
perusahaan maka akan meningkatkan persistensi laba perusahaan
tersebut. Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Meythi (2006) yang menyatakan bahwa aliran kas operasi tidak
memepngaruhi persistensi laba. Tetapi hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Mohamad Nasir dan
Mariana Ulfah (2008) dan Sloan (1996) yang menyatakan aliran kas
operasi berpengaruh positif terhadap persistensi laba mengisyaratkan
semakin tinggi aliran kas operasi suatu perusahaan maka akan
meningkatkan persistensi laba perusahaan tersebut.
B. Implikasi
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka implikasi pada penelitian ini
dapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Investor
Investor sebagai salah satu pemilik modal dapat mengetahui
kelangsungan perusahaan tersebut, sehingga dapat mengambil
keputusan yang tepat atas resiko investasinya dan menentukan pilihan
67
atas investasi pada perusahaan manufaktur untuk masa yang akan
datang.
2. Bagi Akademis, peneliti serta pembaca diharapkan untuk dapat
melanjutkan penelitian yang berkaitan mengenai perbedaan laba
akuntansi dan laba fiskal, aliran kas, dan akrual sehingga bermanfaat
bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan.
68
DAFTAR PUSTAKA
Belkaoui, Ahmed R. 2007. Accounting Theory. Edisi Lima. Jakarta:Salemba
Empat.
Bambang Sutopo. 2005. Persistensi Laba dan Pengumuman Perubahan Deviden
sebagai Suatu Sinyal. Jurnal Akuntansi dan Bisnis Vol. 5 No 2. Surakarta.
Chandrarin, G. 2001. Laba (Rugi) Selisih Kurs sebagai Salah Satu Faktor yang
Mempengaruhi Koefisien Respon Laba Akuntansi: Bukti Empiris dari Pasar
Modal Indonesia.Disertasi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Damayanti, Theresia. 2008. Perbandingan Akrual dan Pajak Tangguhan dalam
Pengujian Aliran Kas Masa Datang dan Return Saham.Jurnal
Akuntansi/Tahun XII, No. 03. pp:250-259.
Djamaluddin, Subekti. 2008. Analisis Perbedaan Antara Laba Akuntansi dan Laba
Fiskal terhadap Persistensi Laba, Akrual dan Aliran Kas pada Perusahaan
Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Jurnal Riset Akuntansi
Indonesia, Vol. 11, No. 1, Januari 2008, Hal. 52-74.
Dwi Martanti dan Aulia Eka Persada. 2008. Pengaruh Box Tax Gap terhadap
Persistensi Laba. Jurnal Auntansi Keuangan. Jakarta.
Elingga, Muna. 2008. Pengaruh Komponen Akuntansi Akrual Sebagai Prediktor
Arus Kas Koperasi pada Saat Krisis dan Setelah Krisis. Jurnal
Akuntansi/Tahun XII, No. 02 (132:14).
Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
Semarang:Universitas Diponegoro.
Hanlon, M. 2005. The Persistence and Pricing of Earnings, Accrual, and Cash
Flow When Firm Have Large Boox-tax Differences.The Accounting Review
80 (March).Pp 137-167.
Harahap, Sofyan Syafri. 2007. Teori Akuntansi. PT. Raja Grafindo Persada.
Jakarta.
Harnanto. 2003. Akuntansi Perpajakan. Yogyakarta:BPFE-Yogyakarta.
Hayn, C. 1995. The Information Content of Losses.Journal of Accounting and
Economics, 20, 125-153.
69
http://www.idx.co.id.
Ikatan Akuntansi Indonesia. 2007. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan.
Jakarta:Salemba Empat.
Indriantoro, Nur dan Bambang Supomo.“Metodologi Penelitian Bisnis untuk
Akuntansi dan Manajemen”, BPFE, Yogyakarta, 2002.
Kieso, Donal.E. Jerry J. Weygant dan Terry D. Warfield. 2007. Accounting
Intermediate. Edisi 12. Yogyakarta: PT. Gelora Aksara Pratama.
Lev, B dan D. Nissim. 2004. Taxable Income, Future Earnings, and Equity Value.
The Accounting Review (Oktober). Pp 1039-1074.
Meythi.2006. Pengaruh Arus Kas Operasi terhadap Harga Saham dengan
Persistensi Laba sebagai Variabel Invertening.Simposium Nasional
Akuntansi 9, Padang.
Mohamad Nasir dan Mariana Ulfah.2008. Analisis Pengaruh Arus Kas terhadap
Harga Saham melalui Persistensi Laba sebagai Variabel Intervening. Jurnal
Maksi. Vol. 8.
Muljono, Djoko. 2009. ‖Akuntansi Pajak‖. Yogyakarta:Andi.
Penman, S.H. and X.J. Zhang. 2002. Accounting Conservatism, the Quality of
Earning and Stock Return. Working Paper, www.ssrn.com
Philips, Pincus dan S.O. Rego. 2003. ―Earnings Mangement :New Evidence
Based on Deferred Tax Expense‖. The Accounting Review. 78 pp 491-521
Santi Aryn Wiryandari. 2009. Hubungan Laba Akuntansi dan Laba Pajak dengan
Perilaku Manajemen Laba dan Persistensi Laba.Jurnal.
Santoso, Arga Fajar dan Linda Kusumaning Wedari.2007. Analisis Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Kecenderungan Penerimaan Opini Audit.JAAI vol. 11
no.2 Des 2007, 141—158.
Scott, William R. 2000.Financial Accounting Theory 3rd
Edition.Prentice Hall
Canada Inc.
Sri Wineh. 2008. Analisis Pengaruh Arus Kas Operasi terhadap Harga Saham
dengan Persistensi Laba sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris pada
Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI). Jurnal Akuntansi.
70
Suranggane, Zulaikha. 2007. Analisis Aktiva Pajak Tangguhan dan Akrual
Sebagai Prediktor Manajemen Laba.Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Indonesia.Vol. 4, No. 1, hal.77-49.
Tuti Nur Asma. 2012. Pengaruh Aliran Kas dan Perbedaan Laba Akuntansi
dengan Laba Fiskal terhadap Persistensi Laba. Jurnal Akuntansi. Padang.
Uyanto, Stanislaus S. 2006. Pedoman Analisis Data dengan SPSS.
Yogyakarta:Graha Ilmu.
Wijayanti, H.T. 2006.Analisis Pengaruh Perbedaan antara Laba Akuntansi dan
Laba Fiskal terhadap Persistensi Laba, Akrual, dan Arus Kas.Simposium
Nasional Akuntansi 9, Padang.
Yulianti. 2005. ―Kemampuan Beban Pajak Tanggguhan dalam Memprediksi
Manajemen Laba‖. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia Vol. 2, No. 1.
Juli, pp:107-129.
71
Lampiran 1
Beban Pajak Tangguhan Periode 2009-2012
(dalam ribuan rupiah)
No Kode 2009 2010 2011 2012
1 SMCB 433.437.000 260.944.000 288.785.000 365.902.000
2 INTP 646.660.000 569.061.887 300.496.984 658.307.236
3 SMGR 63.946.332 56.230.225 18.399.614 7.063.455
4 ARNA 451.394.966 403.564.427 156.219.669 144.823.672
5 AMFG 4.830.518 9.878.617 8.650.000 6.451.000
6 IKAI 3.690.290 31.224.178 26.235.457 23.820.327
7 TOTO 4.184.601.111 8.798.789 5.804.475 5.264.671
8 BTON 110.445 294.789 324.768 529.666
9 CTBN 9.573.216 8.373.470 7.492.480 143.154
10 INAI 4.701.616.714 1.458.775.348 3.485.814 1.343.701
11 JPRS 1.226.444 39.923.641 49.351.780 19.352.024
12 LION 10.923.156 12.281.193 13.326.393 13.811.729
13 LMSH 1.789.406 3.122.842 3.567.172 4.277.502
14 PICO 6.503.111 6.603.111 23.074.360 39.000.101
15 BUDI 68.094.000 58.896.000 65.346.000 70.806.000
16 ETWA 254.450 338.903 1.958.842 2.709.695
17 UNIC 8.779.158 7.512.901 3.197.446 4.255.007
18 AKPI 121.508.202 112.385.608 107.137.425 103.720.562
19 BRNA 8.456.309 10.141.587 8.303.894 3.209.630
20 CYNA 30.051.773 27.273.302 13.878.227 25.089.584
21 IGAR 3.744.623 4.601.722 3.636.047 4.601.722
22 TRST 240.513.216 210.306.386 174.854.924 167.483.906
23 JPFA 4.010.000 35.159.000 305.000.000 15.726.000
24 MAIN 12.218.932 12.516.398 3.718.711 4.067.282
25 SIPD 13.514.729 15.718.293 285.509 84.322
26 FASW 401.000.123 371.115.885 356.863.518 352.993.930
27 SPMA 5.176.638 5.920.477 42.638.748 5.129.372
Sumber: Bursa Efek Indonesia
72
Lampiran 2
Total Aset Periode 2008-2012
(dalam milyar rupiah)
No Kode 2008 2009 2010 2011 2012
1 SMCB 7.324 7.066 7.208 7.675 7.265
2 INTP 10.536 9.598 10.016 11.287 13.276
3 SMGR 7.297 7.496 8.515 10.603 12.951
4 ARNA 365 479 631 736 823
5 AMFG 1.566 30 1.760 1.993 1.972
6 IKAI 704 682 773 784 765
7 TOTO 848 908 914 1.031 1.011
8 BTON 28 34 46 71 70
9 CTBN 1.064 1.581 1.601 2.089 1.871
10 INAI 477 534 483 622 470
11 JPRS 205 189 269 399 354
12 LION 165 188 216 253 271
13 LMSH 42 44 63 62 73
14 PICO 251 271 453 589 543
15 BUDI 979 932 1.486 1.699 1.599
16 ETWA 470 516 440 418 536
17 UNIC 2.698 2.747 2.623 3.107 2.251
18 AKPI 1.463 1.460 1.545 1.644 1.588
19 BRNA 398 408 387 433 507
20 CYNA 1.074 329 1.123 1.235 1.291
21 IGAR 275 290 330 306 318
22 TRST 2.104 2.020 2.139 2.159 1.923
23 JPFA 3.339 3.622 4.043 5.385 6.070
24 MAIN 314 343 505 860 885
25 SIPD 1.158 1.114 1.295 1.385 1.641
26 FASW 2.882 3.422 3.770 3.719 3.671
27 SPMA 1.320 1.381 1.502 1.565 1.433
Sumber: Bursa Efek Indonesia
73
Lampiran 3
Laba Akuntansi Sebelum Pajak
(Periode 2009- 2013)
(Dalam Milyard Rupiah)
No Kode 2009 2010 2011 2012 2013
1 SMCB 176 169 282 896 950
2 INTP 593 984 1746 2747 4120
3 SMGR 1296 1775 2522 3326 5654
4 ARNA 28 43 54 64 122
5 AMFG 17 153 228 67 114
6 IKAI 3 12 3 36 38
7 TOTO 80 56 63 183 186
8 BTON 1 9 21 9 15
9 CTBN 211 220 215 133 175
10 INAI 13 0,33 1 13 25
11 JPRS 27 42 49 2 7
12 LION 21 25 38 34 45
13 LMSH 3 6 9 2 8
14 PICO 2 9 13 13 15
15 BUDI 21 46 33 146 150
16 ETWA 10 7 617 10 15
17 UNIC 11 33 40 39 42
18 AKPI 15 23 68 95 100
19 BRNA 5 10 21 20 24
20 CYNA 7 1 0,7 66 68
21 IGAR 10 15 7 65 70
22 TRST 26 18 58 144 172
23 JPFA 238 181 253 814 850
24 MAIN 47 28 4 76 80
25 SIPD 41 21 27 37 55
26 FASW 102 122 37 277 295
27 SPMA 23 27 14 27 35
Sumber: Bursa Efek Indonesia
74
Lampiran 4
Hasil Perhitungan Perbedaan Laba Akuntansi dan Laba Fiskal
(Proksi Beban Pajak Tangguhan)
No Kode 2009 2010 2011 2012
1 SMCB 0,0591 0,036 0,04 0,077
2 INTP 0,0613 0,059 0,041 0,078
3 SMGR 0,0087 0,007 0,042 0,079
4 ARNA 0,0034 0,842 0,043 0,08
5 AMFG 0,003 0,006 0,044 0,081
6 IKAI 0,005 0,045 0,045 0,082
7 TOTO 0,004 0,009 0,047 0,084
8 BTON 0,003 0,008 0,048 0,085
9 CTBN 0,008 0,005 0,049 0,086
10 INAI 0,009 0,002 0,05 0,087
11 JPRS 0,005 0,211 0,052 0,089
12 LION 0,066 0,065 0,053 0,09
13 LMSH 0,042 0,07 0,054 0,091
14 PICO 0,025 0,024 0,055 0,092
15 BUDI 0,069 0,063 0,056 0,093
16 ETWA 0,0005 0,0006 0,058 0,095
17 UNIC 0,003 0,002 0,059 0,096
18 AKPI 0,083 0,076 0,061 0,098
19 BRNA 0,021 0,024 0,063 0,1
20 CYNA 0,03 0,082 0,064 0,101
21 IGAR 0,013 0,015 0,065 0,102
22 TRST 0,114 0,104 0,067 0,104
23 JPFA 0,007 0,001 0,068 0,105
24 MAIN 0,038 0,036 0,069 0,106
25 SIPD 0,011 0,014 0,07 0,107
26 FASW 0,139 0,108 0,073 0,11
27 SPMA 0,03 0,004 0,075 0,112
Sumber: Bursa Efek Indonesia
75
Lampiran 5
Hasil Perhitungan Total Akrual (Periode 2009-2012)
(dalam Jutaan Rupiah)
No Kode 2009 2010 2011 2012
1 SMCB (111,284) (512,794) (447,334) 515,752
2 INTP 549,614 676,242 95,586 123,528
3 SMGR (447,589) 1,772,178 2,520,254 332,259
4 ARNA 3,062 386 43,914 61,622
5 AMFG 20,817 (7,122) (92,732) 63,688
6 IKAI (225,188) (248,097) (193,284) (702,857)
7 TOTO (5,483) (2,555) (6,819) (7,026)
8 BTON (14,637) 5,959 (732) (4,514)
9 CTBN 192,755 199,867 179,622 90,176
10 INAI 9,045 (519) (10,401) (7,341)
11 JPRS 245 37,399 (67,224) 0,571
12 LION (33,132) (38,152) (42,467) (93,049)
13 LMSH 327 2,681 6,052 0,785
14 PICO 344 7,638 (223,797) 2,181
15 BUDI 7 (108) (110) (9,138)
16 ETWA 6,692 753 612,954 6,121
17 UNIC 10,136 29,988 7,332 (29,662)
18 AKPI (109,656) (117,286) (160,478) (158,907)
19 BRNA (37,951) (27,093) (23) (2,839)
20 CYNA (5,174) (10,101) (21,847) 57,889
21 IGAR 10,022 (17,742) 5,598 9,258
22 TRST (42,742) (7,713) (448) 80,633
23 JPFA 223,996 167,768 226,127 (67,064)
24 MAIN 39,675 14,265 (15,919) 50,141
25 SIPD 24,321 11,949 (19,041) 16,937
26 FASW (83,732) (48,037) (13,165) 108,175
27 SPMA 19,529 2,145 (6,317) 19,608
Sumber: Bursa Efek Indonesia
76
Lampiran 6
Aliran Kas Operasi Periode 2009-2012
(dalam Ribuan Rupiah)
No Kode 2009 2010 2011 2012
1 SMCB 287.284.000.000 681.794.000.000 852.862.000.000 380.248.000
2 INTP 4.338.626.481.000 307.758.755.000 790.140.947.000 2.623.472.828.000
3 SMGR 1.743.589.294.000 2.822.280.000 3.746.684.000 3.410.263.000
4 ARNA 4.380.012.000 4.400.550.000 10.086.655.000 2.378.093.000
5 AMFG 4.830.518.000 9.878.617.000 320.732.000.000 312.726.000.000
6 IKAI 232.188.389.000 251.097.687.000 205.284.544.000 738.857.824.000
7 TOTO 85.483.143.000 58.555.480.000 131.190.541.000 190.026.740.000
8 BTON 15.673.210.000 14.959.590.000 21.732.250.000 13.514.188.000
9 CTBN 18.245.320.000 20.133.650.000 35.378.871.000 42.824.323.000
10 INAI 3.955.518.000 5.520.208.000 5.659.006.000 11.401.656.000
11 JPRS 2.500.580.000 4.601.227.000 116.224.303.000 1.429.771.000
12 LION 54.132.120.000 63.152.323.000 80.467.053.000 127.049.613.000
13 LMSH 2.673.143.000 3.319.174.000 2.948.837.000 1.215.176.000
14 PICO 1.656.819.000 1.362.147.000 23.679.703.000 10.819.797.000
15 BUDI 13.998.000.000 153.947.000.000 143.395.000.000 155.138.000.000
16 ETWA 3.308.645.000 6.247.958.000 4.046.728.000 3.879.767.000
17 UNIC 864.371.000.000 3.012.506.000 32.668.962.000 68.662.771.000
18 AKPI 124.565.430.000 140.256.383.000 228.478.702.000 253.907.815.000
19 BRNA 42.951.180.000 37.893.457.000 44.263.006.000 48.390.794.000
20 CYNA 12.174.771.000 1.110.101.000 22.547.815.000 8.111.189.000
21 IGAR 20.022.752.000 32.742.911.000 1.402.850.000 55.742.716.000
22 TRST 68.742.789.000 95.130.120.000 102.800.661.000 63.367.841.000
23 JPFA 13.004.000.000 13.232.000.000 26.873.000.000 67.878.000.000
24 MAIN 7.325.110.000 13.735.267.000 19.919.924.000 25.859.314.000
25 SIPD 16.679.001.000 9.051.640.000 46.041.313.000 20.063.628.000
26 FASW 185.732.199.000 170.037.898.000 168.650.812.000 168.825.519.000
27 SPMA 3.471.601.000 5.550.451.000 7.683.216.000 7.392.756.000
Sumber: Bursa Efek Indonesia
77
Lampiran 7
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
TAcc 108 -702857000000 2520254000000 436865370
37,03 343204377670,036
AKO 108 1110101000 2623472828000 137436369
935,18 337486312050,871
BPT 108 84322000 4701616714000 177968410
629,6 621803596160,42
PTBI t 108 330000000,0 3326000000000,0 211361388
888,889 546732074296,3669
Valid N
(listwise) 108
Hasil Uji Normalitas Menggunakan Grafik Histogram
78
GrafikNormality Probability Plot
Hasil Uji Multikolinearitas
Coefficientsa
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta Toleranc
e
VIF
1
(Constant) 356140890
35,441
355890167
71,889
1,001 ,319
TAcc -1,060 ,094 -,665 -11,322 ,000 ,970 1,031
AKO ,952 ,095 ,588 9,990 ,000 ,967 1,034
BPT -,008 ,051 -,009 -,156 ,004 ,997 1,003
a. Dependent Variable: PTBI t
79
Hasil Uji Autokorelasi
Model Summary
b
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Durbin-
Watson
1 ,807a ,652 ,642 327204820213,8830 2,002
a. Predictors: (Constant), BPT, TAcc, AKO
b. Dependent Variable: PTBI t
Hasil Uji Heterokedasdisitas
80
Hasil Uji Adj R2
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
1 ,807a ,652 ,642 327204820213,8830
Hasil Uji t
Model Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta Toleranc
e
VIF
1
(Constant) 356140890
35,441
355890167
71,889
1,001 ,319
TAcc -1,060 ,094 -,665 -11,322 ,000 ,970 1,031
AKO ,952 ,095 ,588 9,990 ,000 ,967 1,034
BPT -,008 ,051 -,009 -,156 ,004 ,997 1,003
a. Dependent Variable: PTBI t
Hasil Uji F
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1
Regression 20849456419286940000
000000,000 3
6949818806428979000
000000,000 64,913 ,000b
Residual 11134551414604746000
000000,000 104
1070629943711994800
00000,000
Total 31984007833891686000
000000,000 107
a. Dependent Variable: PTBI t
b. Predictors: (Constant), BPT, TAcc, AKO