pengaruh perbedaan konsentrasi asam asetat …
TRANSCRIPT
i UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PENGARUH PERBEDAAN KONSENTRASI ASAM
ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK GELATIN
YANG DIEKSTRAKSI DARI KULIT KAMBING
PERANAKAN ETAWA DENGAN PROSES BUANG
BULU SECARA KIMIA
SKRIPSI
DINI FITRIYANI
NIM: 1113102000012
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
AGUSTUS 2017
ii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PENGARUH PERBEDAAN KONSENTRASI ASAM
ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK GELATIN
YANG DIEKSTRAKSI DARI KULIT KAMBING
PERANAKAN ETAWA DENGAN PROSES BUANG
BULU SECARA KIMIA
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Farmasi
DINI FITRIYANI
NIM: 1113102000012
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
AGUSTUS 2017
iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama : Dini Fitriyani
Program Studi : Farmasi
Judul : Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Asam Asetat
terhadap Karakteristik Gelatin yang Diekstraksi dari
Kulit Kambing Peranakan Etawa dengan Proses Buang
Bulu Secara Kimia
Gelatin banyak dimanfaatkan di bidang farmasi dan industri makanan.
Penggunaan gelatin di Indonesia masih dipenuhi dengan cara impor. Penggunaan
gelatin impor menimbulkan keraguan akan kehalalan terhadap bahan baku yang
digunakan. Oleh karena itu perlu dilakukan pencarian sumber bahan baku gelatin
halal di Indonesia. Penelitian ini menggunakan kulit kambing sebagai alternatif
penghasil gelatin. Kulit kambing yang digunakan adalah peranakan etawa
dikarenakan banyak mengandung kolagen yang dapat dihidrolisis menjadi gelatin.
Kulit kambing dibuang bulunya secara kimia menggunakan Na2S dan Ca(OH)2.
Kulit kemudian dihidrolisis menggunakan asam asetat 6%, 9% dan 12% selama
48 jam dan diektraksi dengan air panas pada suhu 60-70oC selama 9 jam. Gelatin
yang dihasilkan dikarakterisasi dan dibandingkan dengan standar SNI dan GMIA.
rendemen yang dihasilkan pada hidrolisis menggunakan asam asetat 6%, 9% dan
12% tidak berbeda secara nyata yaitu berturut-turut 3,19 ± 0,91, 3,07 ±0,79 dan
4,13 ±2,1. Variasi konsentrasi asam asetat tidak berpengaruh terhadap nilai
rendemen sehingga, tidak dihasilkan nilai rendemen tertinggi. Karakterisasi sifat
fisikokimia yang dihasilkan sudah memenuhi persyaratan SNI dan GMIA, kecuali
nilai kadar nitrogen lebih besar dari standar GMIA. Analisis statistik sifat
fisikokimia gelatin menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan secara nyata pada
nilai kadar air, kadar abu, kadar lemak dan sifat busa. Serta ada perbedaan secara
nyata pada nilai kekuatan gel, sifat emulsifikasi, pH, kadar nitrogen dan
kejernihan.
Kata Kunci : Ekstraksi, gelatin, impor, karakterisasi, kulit kambing
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name : Dini Fitriyani
Major : Pharmacy
Title : Effect of Acetic Acid Concentration Difference on
Gelatin Characteristic Extracted from Etawa Goat
Leather by Chemical Fur Process
Gelatin is widely used in pharmacy and food industry. Gelatin uses in indonesia
still filled by import. The import gelatin makes doubt about halal problem due to
the material its used. Therefore, its important to find halal materil of gelatin in
order to fill the need gelatin market in Indonesia especially for the muslim
citizens. Research chosen halal material goat skin. Goat skin that used is atawa.
Etawa goat has many colagen that able to hidrolisis become gelatin. The goat skin
had trown fur away chemicaly by Na2S and Ca(OH)2. The skin was hydrolized by
acetic acid 6%, 9% and 12% for 48 hours and extracted in hot water 60-70oC for 9
hours. Produced gelatin was characterized and compared based on SNI and GMIA
standards. The yield value from hydrolisis process in 6%, 9% and 12% was not
signifantly difference that is 3,19 ± 0,91, 3,07 ±0,79 and 4,13 ±2,1. Variation of
acetic acid did not affect the rendement value the highest value of the yield was
not obtained. Characterization of psychochemical properties from produced
gelatin is is fulfill SNI and GMIA standards, except the total nitrogen content
value was greater than GMIA standard. Statistical analysis showed that
psychochemical of gelatin was not significantly difference in moisture content,
ash content and fat content. However, there are significantly difference in gel
strength, emulsion activity index and clarity value.
Keywords : Characterization, extraction, gelatin, goat skin, import
viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. Sholawat beserta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda nabi besar kita Muhammad SAW
beserta keluarga, sahabat dan pengikutnya. Skripsi yang diajukan sebagai
persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi Program Studi Farmasi
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta berjudul “Pengaruh Perbedaan
Konsentrasi Asam Asetat terhadap Karakteristik Gelatin yang Diekstraksi
dari Kulit Kambing Peranakan Etawa dengan Proses Buang Bulu Secara
Kimia”.
Skripsi dan penelitian dapat dilaksanakan dengan baik berkat dukungan
dari berbagai pihak. Penulis menyampaikan ucapan terimakasih banyak atas ilmu
pengetahuan, bimbingan, pengarahan, bantuan materi, semangat dan motivasi
yang telah diberikan. Semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-
Nya kepada:
1. Ibu Dr. Zilhadia, M.Si., Apt selaku pembimbing I dan Ibu Ofa Suzanti
Betha. M.Si., Apt selaku pembimbing II yang telah memberikan ilmu
pengetahuan, pengarahan, waktu, tenaga, pikiran, kepercayaan dan
kesabaran dalam membimbing untuk menyelesaikan penelitian hingga
penyusunan skripsi.
2. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes., selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak/Ibu dosen dan Staf Akademika Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitasi Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5. Kedua orang tua, ibunda tercinta Masniyati dan ayahanda tercinta Ahmad
Jaeni, adik-adiku tersayang Ahamad Bakti Saputra dan Ahmad Adin
Wildani atas segala do’a yang senantiasa mengiringi setiap perjalanan
hidup penulis. Terimakasih banyak atas kasih sayang, motivasi, dukungan
moral, materi dan nasehat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
untuk mendapatkan gelar Sarjana Farmasi.
6. Bundaku Muziyati yang senantiasa mendo’akan kelancaran dan
kesuksesan untuk penulis
7. Bapak Drs. H. Masriya Ma’mun selaku paman yang senantiasa
memberikan dukungan moral maupun materi.
8. Saudaraku tercinta Nani Humairoh, Maria Ulfah, Mumu Muaziyah dan
bibi Mahdiyah atas segala motivasi, semangat dan nasehat dalam
menyelesaikan penelitian dan skripsi.
9. Sahabat bidadari surga, diffa dan tausiyah girls (Aul, Pidia, Nida, Silvi,
Farah, Ihat, Fitriyah, Cici, Ajeng, Vivi, Dara, YunI dan Fitrah). Teman
seperjuangan (Fatih, Iffa dan Dedes) yang telah menjadi teman
penyemangat dalam menyelesaikan penelitian dan skripsi.
10. Partner penelitian (Al, Pidia dan Nida) terimakasih atas kesabaran dan
semangat selama penelitian sampai penyusunan skripsi
11. Teman-teman farmasi angkatan 2013 khususnya kelas AC yang telah
memberikan sebuah persahabatan dan kekeluargaan yang terjalin dengan
baik.
12. Semua pihak yang banyak membantu penulis dalam penelitian dan
penyelesaian skripsi yang tidak dapat disebutkan satu persatu, semoga
Allah SWT. membalas kebaikan yang telah diberikan dengan kenikmatan
dan keberkahan hidup.
x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ...........................................................................................i
HALAMAN JUDUL
..............................................................................................ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
................................................iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
.................................................iv
HALAMAN PENGESAHAN ...............................................................................v
ABSTRAK
.............................................................................................................vi
ABSTRACT .........................................................................................................vii
KATA PENGANTAR ........................................................................................viii
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
.........................xi
DAFTAR ISI ........................................................................................................xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................xv
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................xvi
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xvii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................1
1.1 Latar Belakang
.......................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah
..................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian
...................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian
.................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
.............................................................................4
2.1 Kambing Peranakan Etawa
....................................................................4
2.1.1 Definisi Kambing Peranakan Etawa
...................................................4
2.1.2 Karakteristik Utama Kambing Peranakan Etawa
................................4
2.2 Gelatin
....................................................................................................5
2.2.1 Definisi Gelatin
...................................................................................5
2.2.2 Sifat Fisika Kimia Gelatin
...................................................................6
2.2.2.1 Kekuatan Gel ...................................................................................7
2.2.2.2 Kadar Air .........................................................................................8
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.2.3 Kadar Abu
........................................................................................8
2.2.2.4 Kadar Lemak
....................................................................................9
2.2.2.5 pH ....................................................................................................9
2.2.2.6 Sifat
Busa........................................................................................10
2.2.2.7 Sifat Emulsifikasi
...........................................................................10
2.2.3 Komposisi Gelatin ............................................................................11
2.2.4 Tipe Gelatin ......................................................................................12
2.2.5 Manfaat dan Fungsi Gelatin
..............................................................12
2.2.6 Bahan Baku Pembuatan Gelatin
........................................................13
2.2.7 Proses Pembuatan Gelatin
.................................................................14
2.2.8 Mutu Gelatin
.....................................................................................15
2.3 Kolagen
................................................................................................16
2.4 Protein
..................................................................................................17
2.4.1 Definisi Protein
.................................................................................17
2.4.2 Struktur Protein
.................................................................................18
2.4.3 Protein Berdasarkan Bentuk
..............................................................18
2.4.4 Protein Berdasarkan Fungsi
..............................................................19
2.5 Asam Amino
........................................................................................20
2.6 Spektrofotometer Ultraviolet dan Visible
.............................................23
2.6.1 Teori Spektrofotometri
......................................................................23
2.6.2 Sampel Spektrofotometri UV-Vis
.....................................................23
2.6.3 Komponen Spektrofotometri UV-Vis
...............................................25
2.6.4 Analisa Kualitatif
..............................................................................26
2.6.5 Analisa Kuantitatif
............................................................................26
BAB 3 METODE PENELITIAN
........................................................................27
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
................................................................27
3.2 Alat dan Bahan
.....................................................................................27
3.2.1 Alat ...................................................................................................27
3.2.2 Bahan ................................................................................................27
3.3 Tahapan Penelitian
...............................................................................28
3.3.1 Penyiapan Sumber Bahan Baku Gelatin
............................................28
3.3.2 Proses Pembuangan Bulu
..................................................................28
3.3.3 Proses Hidrolisis
Gelatin....................................................................28
3.3.4 Proses Ekstraksi Gelatin....................................................................28
3.3.5 Nilai Rendemen.................................................................................29
3.4 Karakterisasi Sifat Fisikokimia Gelatin
...............................................29
3.4.1 Kekuatan Gel ....................................................................................29
3.4.2 Kadar air
............................................................................................29
3.4.3 Kadar Abu
.........................................................................................30
3.4.4 Kadar Lemak
.....................................................................................30
3.4.5 Kadar Nitrogen..................................................................................31
3.4.6 pH
Gelatin..........................................................................................31
3.4.7 Sifat Busa
..........................................................................................31
3.4.8 Sifat
Emulsifikasi...............................................................................32
3.4.9 Komposisi Asam
Amino....................................................................33
3.4.10 Kejernihan
.......................................................................................33
3.4.11 Analisis Data Statistik
.....................................................................33
BAB 4 PEMBAHASAN
.......................................................................................34
4.1 Pembuatan Gelatin
..............................................................................34
4.2 Rendemen.............................................................................................35
4.3 Karakterisasi Sifat Fisika kimia Gelatin
..............................................36
4.3.1 Organoleptik .....................................................................................36
4.3.2 Kekuatan Gel.....................................................................................37
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.3.3 Kadar Air ..........................................................................................38
4.3.4 Kadar
Abu..........................................................................................39
4.3.5 Kadar Lemak ....................................................................................40
4.3.6 Kadar nitrogen...................................................................................41
4.3.7 pH......................................................................................................42
4.3.8 Sifat
Busa...........................................................................................43
4.3.9 Sifat
Emulsifikasi...............................................................................45
4.3.10 Susunan Asam Amino
.....................................................................46
4.3.11 Kejernihan
......................................................................................47
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
................................................................49 5.1 Kesimpulan
..........................................................................................49
5.2 Saran ....................................................................................................49
DAFTAR PUSTAKA
...........................................................................................50
xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Standar Mutu Gelatin .................................... ............................15
Tabel 2.2 Daftar Asam Amino Essensial ............................................... ...21
Tabel 2.3 Daftar Asam Amino Non Essensial ....................................... ...22
Tabel 2.4 Gugus Kromofor .......................................................................24
Tabel 4.1 Nilai Rendemen Gelatin Kulit Kambing PE ........................... .35
Tabel 4.2 Nilai Kekuatan Gel Gelatin Kulit Kambing PE ....................... .37
Tabel 4.3 Nilai Kadar Air Gelatin Kulit Kambing PE ............................. .39
Tabel 4.4 Nilai Kadar Abu Gelatin Kulit Kambing PE ........................... . 39
Tabel 4.5 Nilai Kadar Lemak Gelatin Kulit Kambing PE ...................... . 40
Tabel 4.6 Nilai Kadar Nitrogen Gelatin Kulit Kambing PE .................... .41
Tabel 4.7 Nilai pH Gelatin Kulit Kambing PE ........................................ .42
Tabel 4.8 Sifat Busa Gelatin Kulit Kambing PE .................................... ...44
Tabel 4.9 Nilai Indeks Aktivitas dan Stabilitas Emulsi
.............................45
Tabel 4.10 Susunan Asam Amino Gelatin Kulit Kambing PE .................. 46
Tabel 4.11 Nilai Kejernihan Gelatin Kulit Kambing PE............................. 47
xvii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kambing Peranakan Etawa .............................................................5
Gambar 2.2 Reaksi Pembentukan Gelatin ..........................................................5
Gambar 2.3 Struktur Kimia Gelatin ..................................................................11
Gambar 2.4 Sumber Bahan Baku Pembuatan Gelatin ......................................13
Gambar 2.5 Struktur Umum Asam Amino .......................................................20
Gambar 2.6 Komponen Spektrofotometri UV-VIS ..........................................25
Gambar 4.1 Lembaran Gelatin Kering ..............................................................37
xviii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Kerangka Penelitian ............................................................ 58
Lampiran 2 Perhitungan Rendemen Gelatin Kulit Kambing PE ........... 59
Lampiran 3 Analisis Statistik Rendemen Gelatin Kulit Kambing PE .... 60
Lampiran 4 Kekuatan Gel Gelatin Kulit Kambing PE ............................ 60
Lampiran 5 Analisis Statistik Kekuatan Gel Menggunakan SPSS ..........61
Lampiran 6 Perhitungan Kadar Air Gelatin Kulit Kambing PE ............ 62
Lampiran 7 Analisis Statistik Kadar Air Menggunakan SPSS ................ 63
Lampiran 8 Perhitungan Kadar Abu Gelatin Kulit Kambing PE............ 64
Lampiran 9 Analisis Statistik Kadar Abu Menggunakan SPSS ............. 65
Lampiran 10 Perhitungan Kadar Lemak Gelatin Kulit Kambing PE ....... 66
Lampiran 11 Analisis Statistik Kadar Lemak Menggunakan SPSS ......... 67
Lampiran 12 Kadar Nitrogen Gelatin Kulit Kambing PE 6% .................. 68
Lampiran 13 Kadar Nitrogen Gelatin Kulit Kambing PE 9% ................... 68
Lampiran 14 Kadar Nitrogen Gelatin Kulit Kambing PE 12% ................. 69
Lampiran 15 Analisis Statistik Kadar Nitrogen
..........................................70
Lampiran 16 Nilai pH Gelatin Kulit Kambing PE .................................... 71
Lampiran 17 Analisis Statistik pH Menggunakan SPSS ........................... 72
Lampiran 18 Data Perhitungan Tinggi dan Stabilitas Busa ....................... 72
Lampiran 19 Analisis Statistik Sifat Busa ............................................ .....74
Lampiran 20 Perhitungan Indeks Aktivitas dan Stabilitas Emulsi Gelatin
Kulit Kambing PE ................................................................ 76
Lampiran 21 Analisis Statistik Uji Sifat Emulsifikasi .............................. 77
Lampiran 22 Susunan Asam Amino Gelatin Kulit Kambing PE............... 78
xix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 23 Kejernihan Gelatin Kulit Kambing PE ................................. 78
Lampiran 24 Analisis Statistik Kejernihan Menggunakan SPSS .............. 79
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gelatin merupakan suatu biopolimer yang diperoleh dari hasil hidrolisis
kolagen yang terdapat pada kulit, tulang dan jaringan ikat hewan. Gelatin banyak
dimanfaatkan dalam bidang farmasi dan industri makanan. Dalam bidang farmasi
gelatin berfungsi untuk bahan pembuat kosmetik, pembuat kapsul lunak dan
keras. Dalam bidang industri makanan gelatin berfungsi untuk penstabil,
pengental, pengemulsi, pembentuk jelly dan pembungkus makanan (Iqbal, M.
dkk, 2015).
Penggunaan gelatin di Indonesia beragam setiap tahunnya, namun tidak
diimbangi dengan produksi gelatin dalam negeri sehingga kebutuhan gelatin
dipenuhi dengan cara impor. Gelatin diimpor dari negara Cina, Jepang, Perancis,
Australia, India dan Selandia baru. Impor gelatin pada tahun 2010 sebanyak
3.149.776 kg setara dengan 143,5 milyar, tahun 2013 sebanyak 3.872.104 kg
setara dengan 311,8 milyar. Impor gelatin mengalami kenaikan dalam waktu tiga
tahun sebanyak 722.328 kg setara dengan 168,3 milyar (BPS, 2014 ).
Penggunaan gelatin impor ini menimbulkan keraguan akan kehalalan
terhadap bahan baku yang digunakan dalam pembuatan gelatin, karena sebagian
besar bahan baku yang digunakan berasal dari kulit dan tulang babi. Hal ini
menjadi permasalahan di Indonesia yang mayoritas penduduknya beragama Islam.
Agama Islam, melarang umatnya untuk mengonsumsi produk yang mengandung
zat berasal dari babi. Selain itu, gelatin impor juga biasanya adalah produk hasil
pengolahan tulang dan kulit sapi. Penggunaan sapi menjadi masalah bagi
masyarakat Indonesia yang beragama Hindu. Agama Hindu melarang umatnya
untuk mengonsumsi sapi. Selain itu juga adanya isu dunia mengenai penyakit sapi
gila (Setiawati, 2009).
Adanya larangan dan kekhawatiran dalam menggunakan bahan baku
gelatin dari babi dan sapi, membuat beberapa peneliti mencari bahan baku lain
yang terjamin kehalalan dan keamanannya. Penelitian ini menggunakan kulit
kambing PE sebagai alternatif penghasil gelatin. Kulit kambing PE memiliki
2 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
beberapa keunggulan yaitu harganya relatif terjangkau, sumber bahan baku gelatin
yang halal dan gelatin yang dihasilkan mempunyai karakteristik yang baik. Selain
itu, kulit kambing PE mudah untuk didapatkan karena populasinya mencapai
726.717 ekor (Budiarsana, 2005). Banyaknya populasi kambing PE akan
mempermudah produksi gelatin dalam jumlah yang banyak untuk mencukupi
kebutuhan gelatin di Indonesia, sehingga tidak diperlukan impor gelatin dari luar
negeri.
Gelatin diperoleh dengan melakukan proses hidrolisis. Proses hidrolisis ini
dapat menggunakan larutan asam maupun basa. Larutan asam yang sering
digunakan adalah asam organik dan anorganik. Larutan asam organik yang dapat
digunakan adalah asam asetat, asam fumarat, asam sitrat, asam malat dan asam
askorbat, sedangkan asam anorganik yang dapat digunakan adalah asam klorida,
asam sulfat, asam fosfat dan asam perklorat. Larutan basa yang sering digunakan
adalah natrium karbonat, kalium karbonat dan kalium hidroksida (Choi dan
Regenstein, 2000).
Penggunaan larutan asam dapat menghidrolisis serat kolagen dari bentuk
triple heliks menjadi single heliks. Sedangkan menggunakan larutan basa hanya
mampu menghidrolisis serat kolagen dari bentuk triple heliks menjadi double
heliks. Hal ini menyebabkan pada waktu yang sama jumlah kolagen yang
terhidrolisis oleh larutan asam lebih banyak daripada menggunakan larutan basa,
sehingga hidrolisis menggunakan larutan basa membutuhkan waktu yang lebih
lama (Kusumawati dkk, 2008).
Penelitian ini menggunakan asam asetat untuk menghidrolisis kulit
kambing PE yang telah mengalami proses buang bulu secara kimia menggunakan
campuran Na2S dengan Ca(OH)2. Asam asetat digunakan karena biaya lebih
murah dan memerlukan waktu yang relatif singkat untuk menghidrolisis serat
kolagen (Agustin dan Sompie, 2015). Selain itu, penggunaan asam asetat dapat
menghasilkan gelatin dengan bau yang tidak menyengat dan warna tidak gelap.
Konsentrasi asam asetat yang digunakan adalah 6%, 9% dan 12%.
Variasi konsentrasi asam asetat diperoleh dari penggunaan asam asetat
tertinggi pada ekstraksi gelatin kulit ikan, konsentrasi optimum pada ekstrasi
gelatin kulit kambing dan konsentrasi maksimum asam asetat yang digunakan
3 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk pangan. Konsentrasi asam asetat tertinggi pada kulit ikan menurut
penelitian Yenti (2016), adalah 6% dengan nilai rendemen yaitu 5.8279%.
konsentrasi optimum pada ekstraksi gelatin kulit kambing menurut penelitian
Triatmojo (2011), adalah 9% dengan nilai rendemen 6.32%. Konsentrasi asam
asetat tertinggi yang aman untuk pangan adalah 12% (SNI. No. 01-3711-1995).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah pengaruh perbedaan konsentrasi asam asetat terhadap nilai
rendemen yang dihasilkan?
2. Berapakah nilai rendemen tertinggi yang dihasilkan dari proses ekstraksi
kulit kambing PE menggunakan variasi konsentrasi asam asetat?
3. Apakah perbedaan konsentrasi asam asetat terhadap karakteristik gelatin
yang dihasilkan sudah memenuhi persyaratan SNI dan GMIA?
1.3 Tujuan
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk memanfaatkan kulit
kambing PE sebagai bahan baku pembuatan gelatin. Tujuan khusus adalah untuk:
1. Mengetahui pengaruh perbedaan konsentrasi asam asetat terhadap nilai
rendemen yang dihasilkan.
2. Mengetahui nilai rendemen tertinggi yang dihasilkan dari proses ekstraksi
kulit kambing PE menggunakan variasi konsentrasi asam asetat.
3. Mengetahui perbedaan konsentrasi asam asetat terhadap karakteristik
gelatin yang memenuhi persayratan SNI dan GMIA.
1.4 Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk:
1. Memberikan informasi bagaimana proses ekstraksi gelatin kulit kambing
peranakan etawa menggunakan hidrolisis asam asetat pada kulit yang
mengalami proses buang bulu secara kimia.
2. Mendapatkan gelatin yang sesuai dengan persyaratan untuk produksi
kebutuhan farmasi.
4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Mendapatkan gelatin dari bahan baku yang halal sehingga dapat
menghilangkan keraguan dalam mengonsumsi produk yang mengandung
gelatin.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kambing Peranakan Etawa
2.1.1 Definisi Kambing Peranakan Etawa
Kambing peranakan etawa merupakan hasil persilangan antara kambing
etawa dari India dengan kambing kacang (lokal) yang sudah beradaptasi dengan
kondisi Indonesia. Sifat dan bentuk tubuh kambing peranakan etawa berada
diantara kambing etawa dan kacang (Budiarsana,2005).
Populasi kambing di Indonesia sebanyak 55% terkonsentrasi di pulau
jawa, sisanya tersebar merata di seluruh indonesia. Sebagian besar populasi yang
ada di pulau jawa, terkonsentrasi di Jawa Tengah yang sebagian besar adalah
kambing peranakan etawa (Sodiq dan zainal, 2008).
2.1.2 Karakteristik Utama Kambing Peranakan Etawa
Berdasarkan Badan Litbang Pertanian Edisi 19-25 Oktober (2011), secara
umum karakteristik kambing peranakan etawa adalah sebagai berikut
Wajah : Cembung (Roman nose).
Tanduk : Pipih, kecil dan melengkung ke belakang
Telinga : Panjang sekitar 18-30 cm, menggantung dan melipat
Warna Bulu : Bagian tubuh berwarna putih, bagian kepala berwarna coklat atau
hitam
Tebal bulu : Bagian paha, leher dan pundak lebih tebal dan panjang
dibandingkan bagian yang lain
Tinggi badan : Jantan 70-100 cm
Berat badan : Jantan 40-80 kg dan betina 30-50 kg
5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 2.1 Kambing Peranakan Etawa
[http://specindo.com/harga-kambing-etawa-terbaru]
2.2 Gelatin
2.2.1 Definisi Gelatin
Gelatin merupakan salah satu produk turunan protein yang diperoleh dari
hasil hidrolisis kolagen hewan yang terkandung dalam tulang dan kulit (Gomez-
Guillen dan Montero 2001). Selain itu, gelatin juga dapat diperoleh dari kartilago
(Barbooti et al.,2008). Reaksi pembentukan gelatin dapat dilihat pada Gambar 2.2.
C102H149N31O38 + H2O C102H151N31O39
Kolagen gelatin
Gambar 2.2 Reaksi Pembentukan Gelatin
[Munda, 2013]
Kata gelatin berasal dari kata “gelatus” yang berarti kaku atau beku dan
“gelata” yang berarti membentuk gel dalam air (Sartika, 2009). Gelatin larut
dalam air panas dan apabila didinginkan akan membentuk gel. Daya pembentukan
gel pada gelatin cukup besar dan bersifat heat reversible yang artinya gel yang
sudah terbentuk akan kembali menjadi cair dengan adanya pemanasan. Sifat yang
dimiliki gelatin pun berbeda-beda tergantung pada jenis asam amino penyusunnya
dan memiliki berat molekul antara 20.000 g/mol- 250.000 g/ mol (Munda, 2013).
6 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Istilah gelatin diperkenalkan pertama kali oleh Papin dari Perancis pada
tahun 1682 yang bersumber dari tulang. Namun, istilah gelatin ini mulai resmi
digunakan di Eropa sekitar tahun 1700-an yang banyak dipakai untuk keperluan di
berbagai bidang, misalnya bidang farmasi, industri, kosmetik dan fotografi
(Sartika, 2009).
Gelatin adalah salah satu hidrokoloid yang dapat digunakan sebagai
gelling, bahan pengental maupun penstabil. Namun, gelatin berbeda dengan
hidrokoloid lain, karena kebanyakan hidrokoloid adalah polisakarida seperti
pektin dan karagenan. Sedangkan gelatin merupakan protein yang mudah dicerna
dan mengandung asam amino essensial kecuali triptofan (Munda, 2013).
2.2.2 Sifat Fisikokimia Gelatin
Sifat fisikokimia gelatin meliputi larut dalam air, asam asetat, gliserol,
propilen glycol, sorbitol dan manitol. Namun, tidak larut dalam alkohol, aseton,
karbon tetraklorida, benzen dan petroleum eter. Tidak berbau dan tidak berasa
(Guillen et al.,2011). Terdapat dalam bentuk lembaran translusen atau tembus
cahaya, granul, atau dalam bentuk serbuk kasar (Rowe et al, 2009). Memiliki
kelembaban 8-13% dan berat jenis 1.3-1.4 g/cm3
(Gelatin Manufactures Institute
of America, 2012). Bersifat padat, terang, rapuh, agak kekuningan sampai jernih.
Pemanasan yang dilakukan untuk melarutkan gelatin sekurang-kurangnya 490C
atau biasanya pada suhu 60 – 700C.
Gelatin memiliki sifat dapat berubah secara reversible dari bentuk sol ke
gel, mengembang dalam air dingin, membentuk film, mempengaruhi viskositas
suatu bahan, dan dapat melindungi sistem koloid (Miskah, 2013. Sifat-sifat seperti
itulah yang membuat gelatin lebih disukai dibandingkan gum xantan, keragenan
dan pektin (Yenti, 2015). Sifat kekuatan gel dan viskositas gelatin dapat menurun
karena adanya pemanasan pada suhu diatas 400C dalam jangka waktu yang lama.
Selain itu, gelatin dapat terdegradasi deengan adanya pH yang ekstrim dan enzim
proteolitik yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Gelatin Manufactures Institute
of America, 2012). Gelatin merupakan bahan yang aman digunakan karena tidak
toksik dan tidak mengiritasi (Singh et al., 2002).
7 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sifat fisik seperti kekuatan gel,viskositas dan titik leleh dapat
mempengaruhi kualitas gelatin. Sifat-sifat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor,
seperti konsentrasi larutan gelatin, waktu pemanasan gel, suhu pemanasan gel, pH
dan kandungan garam (Tazwir, 2007). Selain itu faktor dalam proses ekstraksi
gelatin sendiri, seperti keasaman larutan perendam, lama perendaman dan suhu
ekstraksi diduga juga mempengaruhi sifat gelatin tersebut.
2.2.2.1 Kekuatan Gel
Kekuatan gel gelatin adalah besarnya kekuatan yang diperlukan probe
untuk menekan gel sedalam 4 mm sampai gel pecah. Satuan untuk menunjukkan
kekuatan gel yang dihasilkan dari suatu konsentrasi tertentu disebut gram bloom
(Wahid, 2015). Kekuatan gel menunjukkan kemampuan gelatin untuk berubah
dari dari fase gel menjadi sol dan sebaliknya. Gel terbentuk karena adanya ikatan
silang rantai-rantai polimer membentuk struktur yang kompak dan kaku yang
tahan terhadap aliran dibawah tekanan. Pada waktu sol dari gelatin mendingin,
konsistensinya menjadi lebih kental dan selanjutnya akan berbentuk gel
(Nugrahaningsih dkk, 2014).
kekuatan gel dipengaruhi oleh peningkatan bobot molekul gelatin, ikatan
hidrogen dan panjang rantai asam amino. Gelatin dengan molekul yang lebih
besar mempunyai rantai yang dihubungkan dengan ikatan kovalen. Ikatan kovalen
antar rantai mengurangi jumlah ikatan hidrogen sehingga jaringan ikat antar
molekul lemah. Semakin banyak ikatan kovalennya akan mempercepat gel
mencair. Sehingga kekuatan gel sangat bergantung pada ikatan hidrogen antara
molekul air dengan hidroksil bebas dari asam amino (Said dkk, 2014). Semakin
baik ikatan hidrogen, maka kekuatan gelnya akan meningkat. Gelatin dengan
kekuatan gel yang tinggi umumnya lebih disukai karena penerapannya lebih
mudah (Jaswir, 2007).
Sedangkan menurut Ward dan Courts (1977), kekuatan gel tergantung dari
panjang rantai asam aminonya. Semakin panjang rantai asam amino kekuatan gel
akan meningkat. Pemanjangan rantai amino dapat diperoleh bila kolagen telah
dihidrolisis secara sempurna.
8 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.2.2 Kadar Air
Air merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi aktivitas
metabolisme seperti aktivitas enzimatis, aktivitas mikroba dan aktivitas kimiawi
seperti terjadinya ketengikan dan reaksi-reaksi non enzimatis, sehingga
menimbulkan perubahan sifat-sifat organoleptik dan nilai gizinya. Kadar air
merupakan parameter penting yang harus diperhatikan karena erat kaitannya
dengan umur simpan gelatin, sehingga dapat mempengaruhi mutu dan kualitas
suatu bahan (Ulfah, 2011). Serta akan mempengaruhi aktivitas metabolisme pada
gelatin selama penyimpanan (Trilaksani dkk, 2012).
Penurunan kadar air disebabkan oleh struktur kolagen yang semakin
terbuka (Astawan dan Aviana, 2002), sehingga ikatan gelatin pun menjadi lemah.
Hal ini menyebabkan daya ikat air pada gelatin juga lemah. Daya ikat air yang
lemah pada gelatin akan membuat air mudah menguap pada saat pengeringan
menggunakan oven pada suhu 600C, sehingga kadar air gelatin kering menjadi
lebih rendah.
Gelatin mampu menyerap dan mengeluarkan kelembaban, sehingga
penentuan kadar air ini sangat dibutuhkan. Syarat kandungan air yang
diperbolehkan adalah 8-12%. Jika lebih dari 16%, maka gelatin akan menggumpal
dan memungkinkan terjadinya pertumbuhan mikroba (Schrieber dan Garies,
2007).
2.2.2.3 Kadar Abu
Penentuan kadar abu digunakan untuk menunjukkan kemurnian suatu
bahan. Abu merupakan residu anorganik dari hasil pembakaran bahan-bahan
organik. Kadar abu menunjukkan kandungan garam mineral dalam suatu bahan
(Idiawati et al., 2014).
Kadar abu merupakan parameter yang penting, terutama pada industri
makanan (Ulfah, 2011). Abu merupakan residu anorganik yang tidak ikut terbakar
dalam proses pembakaran zat organik (Haris, 2008). Kadar abu gelatin yang
dihasilkan bervariasi tergantung pada bahan dan metode yang digunakan pada
proses pebuatannya (Gelatin Manufactures Institue of America, 2012).
9 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.2.4 Kadar Lemak
Kadar lemak merupakan parameter penting terhadap mutu gelatin selama
penyimpanan. Gelatin yang bermutu tinggi memiliki kandungan lemak yang
rendah bahkan diharapkan tidak mengandung lemak. Kadar lemak yang tidak
melebihi batas 5% merupakan salah satu persyaratan mutu penting gelatin agar
serbuk gelatin dapat disimpan dalam waktu yang relatif lama (De Man, 1997).
Adanya lemak pada gelatin dapat menyebabkan terjadinya proses oksidasi
sehingga menimbulkan bau dan rasa tengik (Yenti, 2016).
2.2.2.5 pH
pH merupakan parameter penting karena dapat mempengaruhi proses lebih
lanjut dari gelatin. Misalnya, pH dapat mempengaruhi interaksi gelatin dengan
komponen yang ada pada formulasi dan dapat berpengaruh terhadap pembentukan
busa (Schrieber dan garies, 2007).
pH diperoleh dengan cara mengukur produk gelatin yang dilarutkan dalam
aquadest. Proses perendaman dalam asam cenderung menghasilkan gelatin dengan
pH yang rendah. Pengukuran pH ini penting, karena akan mempengaruhi sifat
gelatin lainnya seperti viskositas dan kekuatan gel (Astawan 2002). Pengukuran
pH dilakukan untuk menentukan kondisi dan jenis muatan yang terdapat pada
gelatin.
Gelatin tersusun dari asam amino yang memiliki gugus fungsi negatif
(COO-) dan gugus fungsi positif (NH3+). Sehingga asam amino bersifat amfoter,
yaitu dapat besifat asam, netral maupun basa sesuai dengan kondisi
lingkungannya (Winarno, 2002). Nilai pH tergantung pada proses pencucian
setelah proses perendaman asam maupun basa. Proses pencucian yang baik akan
menyebabkan kandungan maupun yang terperangkap di dalam kulit semakin
sedikit, sehingga nilai pH akan semakin mendekati netral.
10 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.2.6 Sifat Busa
Sifat busa merupakan parameter yang penting dalam evaluasi gelatin.
Terdapat beberapa produk yang memanfaatkan pembentukan busa dan stabilitas
busa misalnya permen, marshmallow serta pembuatan kapsul atau gel (Schrieber
dan Gareis. 2007). Stabilitas busa dipengaruhi oleh besarnya interaksi protein-
protein dalam matriks film yang mengelilingi gelembung udara. Stabilitas busa
juga berhubungan dengan fleksibilitas atau struktur peptida. sedangkan
pembentukan busa terjadi karena adanya kekuatan protein dalam mengabsorpsi
antar muka (Gimenez et al., 2008).
2.2.2.7 Sifat Emulsifikasi
Emulsi merupakan sistem dispersi antara dua cairan yang tidak dapat
bercampur, misalnya minyak dan air, dimana salah satu cairan tersebar merata
sebagai droplet dalam cairan lainnya. Terdapat beberapa aplikasi penting untuk
emulsi, antara lain di bidang farmasi dan dibidang industri makanan seperti susu,
mayones dan margarin. Sistem emulsi ini terdiri dari emulsi minyak dalam air
(O/W), dimana minyak merupakan fase terdispersi dan air merupakan fase
kontinyu. Emulsi air dalam minyak (W/O), dimana air terdispersi dalam fase
minyak (Molnes, 2013).
Emulsi merupakan suatu sistem yang tidak stabil secara termodinamika,
hal ini disebabkan karena adanya energi tinggi bebas permukaan yang terbentuk.
Sehingga akan menyebabkan ketidakstabilan emulsi seperti terbentuknya
flokulasi, creaming, koalesen dan demulsifikasi. Flokulasi terjadi karena adanya
pembentukan globul-globul yang letaknya tidak beraturan di dalam emulsi.
Creaming terjadi karena adanya lapisan-lapisan dengan konsentrasi yang berbeda-
beda di dalam emulsi. Lapisan tersebut terjadi karena pengaruh faktor gravitasi.
Pada peristiwa flokulasi dan creaming emulsi masih dapat diperbaiki dengan cara
pengocokan. Koalesen terjadi karena adanya penggabungan globul-globul
menjadi lebih besar, sedangkan demulsifikasi terjadi akibat proses lanjutan dari
11 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
koalesen. Pada peristiwa koalesen dan demulsifikasi, emulsi tidak dapat diperbaiki
melalui pengocokan (Molnes, 2013).
2.2.3 Komposisi Gelatin
Struktur kimia gelatin (C102H151N31) tersusun dari asam amino, dimana
asam amino pada gelatin mirip dengan kolagen yaitu 2/3 penyusunnya adalah
glisin (Gly), 1/3 adalah prolin (Pro) dan hidroksiprolin (4Hyp) (Ockerman dan
Hansen, 2000). Susunan asam amino pada protein yaitu Gly-X-Y dimana X
adalah prolin dan Y adalah hidroksiprolin (Jaswir,2007).
hidroksiprolin berperan penting pada kekuatan gelatin. Semakin tinggi
asam amino ini, maka kekuatan gelnya akan lebih baik. Struktur umum gelatin
adalah –Ala-Gly-Pro-Arg-Gly-Glu-4Hyp-Gly-Pro-. Gelatin merupakan suatu
protein yang tidak lengkap karena tidak mengandung triptofan (Trp) yang
merupakan asam amino essensial, serta rendahnya kandungan sistein (Cys) dan
tirosin (Tyr) (Jaswir,2007).Struktur kimia gelatin dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 Struktur Kimia Gelatin
[Sumber : Tazwir et al.,2007]
Komposisi asam amino ini akan mempengauhi sifat fisika kimia gelatin.
Kandungan asam amino yang berbeda akan menunjukkan struktur molekul gelatin
yang berbeda pula (Hafidz et al., 2011). Komposisi asam amino gelatin bervariasi
tergantung pada sumber kolagen yang digunakan. Komposisi asam amino juga
dapat menurun tergantung dari proses pembuatannya. Proses pembuatannya terdiri
dari proses asam maupun basa.
12 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.4 Tipe Gelatin
Proses hidrolisis kolagen menjadi gelatin dibagi menjadi dua berdasarkan
sifat bahannya (Munda, 2013):
1. Tipe A (proses asam), bahan baku yang sering digunakan yaitu kulit babi,
kulit ikan dan tulang. Kolagen dibuat dalam kondisi asam sekitar pH 4,
Kemudian dipanaskan secara bertahap mulai dari suhu 500C hingga
mendidih supaya kolagen larut. Setelah itu kolagen dibersihkan lemaknya
melalui proses degreasing, kemudian disaring supaya jernih dan
dipekatkan melalui proses penguapan vakum atau membran ultra filtrasi.
Setelah terbentuk, gelatin dikeringkan dan digiling. Gelatin yang diperoleh
biasanya memiliki titik isoionik 7-9 dan siap digunakan untuk kebutuhan
pelanggan.
2. Tipe B (proses alkali), bahan baku yang sering digunakan yaitu kulit sapi.
mulanya kolagen dilakukan proses pengapuran panjang sebelum ekstraksi.
Setelah melalui peroses alkali, kolagen dicuci supaya bebas alkali dan
kemudian diberi perlakuan suasana asam dengan pH ekstraksi yang
diinginkan. kolagen kemudian didenaturasi dan dilakukan proses
pemanasan untuk mengubah kolagen menjadi gelatin. Pada proses alkali
perlu dilakukan proses demineralisasi tujuannya untuk menghilangkan
jumlah garam yang berlebih melalui proses ultrafiltrasi maupun pertukaran
ion. Setelah proses demineralisasi, proses selanjutnya sama dengan pada
proses asam yaitu penguapan, filtrasi, gelatinisasi, pengeringan,
penggilingan. Gelatin yang dihasilkan biasanya memiliki titik isionik 4.8-
5.2. Namun, apabila proses perlakuan alkali diperpendek (7 hari atau
kurang) nilai isoionik adalah 6.
2.2.5 Manfaat dan Fungsi Gelatin
Gelatin dimanfaatkan diberbagai bidang misalnya bidang farmasetika,
kosmetik, obat-obatan, industri makanan dan fotografi (Molnes, 2013). Di bidang
13 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
farmasetika gelatin dapat digunakan untuk pembuatan kapsul lunak, tablet salut
gula, tablet dan vitamin enkapsulasi. Pada bidang kosmetik, gelatin digunakan
untuk pembuatan krim, masker wajah dan lotion. Pada produksi obat-obatan,
gelatin digunakan untuk pembuatan sirup, larutan, tablet, tablet salut gula, pasta,
suppositoria, inhalant, dental, vaginal dan injeksi. Penggunaan gelatin pada
bidang farmasi berfungsi untuk melindungi obat-obatan dari pengaruh cahaya dan
oksigen (Sahilah et al., 2012).
Dibidang industri makanan gelatin digunakan untuk bahan penstabil
(stabilizer), pengental (tickenner), pengemulsi (emulsifier), pembungkus makanan
(edible coating), dan pembentuk jelly, pemberi tekstur (texturizer), penjernih jus
buah atau sayuran (Lee dan Lee, 1999). Aplikasi gelatin dibidang makanan,
digunakan dalam produk susu, roti, es krim, yoghurt, keju dan kue. Selain itu juga
dapat digunakan untuk pembuatan agar-agar, marshmallow, cokelat, permen,
permen karet dan sosis (Sahilah et al., 2012) Sedangkan dibidang fotografi
digunakan untuk memperpanjang daya simpan dalam menyimpan foto, yaitu
sebagai fotoresist yang dapat menghindari (coating) dari adanya cahaya yang
sensitif (Ockerman dan Hansen, 2000).
2.2.6 Bahan Baku Pembuatan Gelatin
Bahan baku pembuatan gelatin adalah tulang, kulit sapi, kambing maupun
babi. Sumber lain yang dapat digunakan sebagai bahan baku gelatin adalah ayam
dan ikan. Bahan-bahan yang tidak ada kaitannya dalam pembuatan gelatin seperti
mineral yang terdapat dalam tulang serta lemak dan albumin yang terdapat pada
kulit dihilangkan sehingga diperoleh kolagen yang murni (Gelatin Manufactures
Institute of America, 2012). Berikut sumber bahan pembuatan gelatin:
Gambar 2.4 Sumber Bahan Baku Pembuatan Gelatin
14 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
[Sumber: GMIA, 2012]
Bahan baku utama pembuatan gelatin adalah kulit babi (Hidaka dan Liu,
2003). Penggunaan kulit babi sebagai bahan baku gelatin sebesar 46% sedangkan
kulit sapi 29.4% (Guillen et al., 2011). Penggunaan babi dan sapi dalam
pembuatan gelatin ini menjadi masalah bagi negara yang mayoritas beragama
Islam dan sebagian beragama Hindu. Dimana agama Islam melarang umatnya
mengonsumsi babi dan derivatnya. Begitu pun dengan agama Hindu melarang
umatnya mengonsumsi sapi. selain itu juga penggunaan sapi sebagai bahan baku
gelatin menimbulkan masalah tersendiri yaitu adanya penyakit sapi gila (Bovine
Spongioform Encephalopathy). Oleh karena itu perlu mencari bahan baku
alternatif yang halal. Salah satu bahan baku yang berpotensi besar sebagai bahan
baku pembuatan gelatin adalah kulit kambing, yang kaya akan kolagen. Kolagen
merupakan komponen utama dalam proses produksi gelatin.
2.2.7 Proses Pembuatan Gelatin
Proses pembuatan gelatin dibagi menjadi 2 tipe yaitu tipe A dan B. Tipe
A, bahan baku pembuatan gelatin direndam dalam larutan asam sehingga
prosesnya disebut proses asam dengan titik isoelektrik antara pH 6-9. Sedangkan
tipe B, bahan baku pembuatan gelatin direndam dalam larutan basa sehingga
prosesnya disebut proses alkali dengan titik isoelektrik antara pH 4.7-5 (Yenti
dkk, 2015). Tipe A biasanya diproduksi dari gelatin kulit babi dan ikan.
Sedangkan, tipe B biasanya diproduksi dari gelatin kulit kambing sapi maupun
tulang yang sudah dihilangkan mineralnya (Hastuti, 2007).
Proses hidrolisis gelatin menggunakan larutan asam lebih disukai
dibandingkan menggunakan larutan basa. Karena larutan asam mampu memecah
ikatan kolagen dari yang triple heliks menjadi single heliks. Sedangkan larutan
basa hanya mampu menghidrolisis ikatan kolagen triple heliks menjadi double
heliks. Sehingga dalam waktu hidrolisis yang sama proses menggunakan asam
mampu menghidrolisis kolagen lebih banyak dibandingkan basa (Ward dan Court,
1977).
15 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Secara umum proses pembuatan gelatin dibagi menjadi 3 yaitu proses
penghilangan bahan-bahan non kolagen, konversi kolagen menjadi gelatin dan
pemurnian serta perolehan gelatin dalam bentuk kering (Junianto, 2006).
Penghilangan bahan non kolagen seperti proses menghilangkan bulu dan lemak
untuk bahan gelatin dari kulit dan menghilangkan sisa-sisa daging sampai bersih
untuk bahan gelatin dari tulang. Pada tulang dilakukan proses demineralisasi yaitu
penghilangan garam-garam mineral hingga terbentuk osein (Yenti dkk, 2015).
Kulit yang sudah dibersihkan dan osein yang sudah diperoleh dari tulang
dilakukan proses hidrolisis menggunakan larutan asam misalnya asam asetat,
sitrat, fumarat, askorbat, malat, suksinat dan tartrat (Choi dan Reenstein, 2000).
Kulit yang telah dihidrolisis kemudian diekstraksi. Ekstraksi tujuannya adalah
untuk mengonversi kolagen menjadi gelatin dengan proses pemanasan dengan air
pada suhu 40-50°C hingga suhu 100°C. Setelah ekstraksi, gelatin yang diperoleh
di keringkan di dalam oven pada suhu 30-60°C (Viro, 1992).
2.2.8 Mutu Gelatin
Mutu gelatin dapat dipengaruhi oleh sifat fisika, kimia maupun fungsional
(Setiawati, 2009). Berikut standar mutu gelatin berdasarkan standar SNI dan
GMIA dijabarkan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1 Standar Mutu Gelatin
Karakteristik SNI GMIA
Tipe A Tipe B
Warna Tidak berwarna
sampai kuning pucat
- -
Bau, rasa Normal (dapat
diterima konsumen )
- -
Kadar air (%) Maksimum 16% - -
Kadar abu (%) Maksimum 3.25 %
Kekuatan gel (bloom) - 50-300 50-300
pH - 3,8-5,5 4,7-5,4
[Sumber: SNI, 1995 dan Gelatin Manufactures Institute of America, 2012]
16 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.3 Kolagen
Kolagen berasal dari bahasa Yunani yang artinya “ sesuatu yang bersifat
lekat atau menghasilkan lekat” sehingga sering digunakan untuk menggambarkan
jaringan ikat yang akan menghasilkan gelatin pada keadaan mendidih
(Bhattacharjee, A., 2005). Jaringan ikat pada kolagen terdiri dari serat yang
kemudian akan membentuk fibril kolagen. Kolagen merupakan komponen
struktural utama dari jaringan ikat putih yang meliputi hampir 30% dari total
protein pada jaringan dan organ tubuh vertebrata dan invertebrata. kolagen
terdapat di kulit, tendon, jaringan ikat dan tulang rawan (pada mamalia), dan
terdapat di dinding sel (pada invertebrata). sepertiga protein pada tubuh vertebrata
berada sebagai kolagen. Semakin besar suatu hewan maka semakin banyak pula
protein yang merupakan kolagen (Katili, A.S., 2009).
Di dalam tubuh, kolagen berfungsi sebagai bantalan antar sel, penjaga
bentuk dan struktur tubuh serta sebagai lapisan penguat tendon misalnya
penyokong kulit dengan organ-organ bagian dalam. Kolagen memiliki asam
amino glisin yang tinggi, dan asam amino lainnya seperti prolin dan
hidroksiprolin yang berfungsi sebagai penstabil struktur kolagen. Kumpulan asam
amino ini, akan membentuk pilinan ganda tiga yang berulang yang disebut
sebagai tropokolagen (Perwitasari, 2008).
Kolagen sangat sensitif terhadap reaksi kimiawi dan enzimatis. Sehingga
kolagen dapat dikonversikan ke dalam gelatin melalui hidrolisis menggunakan
pelarut alkali maupun asam. Penyusun dasar kolagen adalah tropokolagen yang
mempunyai BM 300.000 dengan bentuk struktur batang. Tropokolagen terdiri dari
tiga rantai polipeptida yang sama panjang dan membentuk struktur heliks.
Struktur triple heliks polipeptida terjadi karena adanya ikatan hidrogen pada
gugus NH dari residu glisin pada rantai yang satu dengan gugus CO pada rantai
lainnya. Selain itu cincin pirolidin, prolin, dan hidroksiprolin membantu
pembentukan rantai polipeptida dan memperkuat triple heliks (Haris, 2008).
17 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tropokolagen dapat terdenaturasi dengan adanya pemanasan atau dengan
adanya penambahan asam, basa, urea maupun potasium permanganat. Serabut
kolagen mampu mengalami penyusutan apabila dipanaskan pada suhu
penyusutannya. Bila kolagen dipanaskan lebih dari suhu penyusutannya, maka
serabut triple heliks kolagen akan menjadi lebih panjang. Kolagen yang sudah
terdenaturasi akan membentuk struktur acak yang larut di dalam air inilah yang
disebut dengan gelatin (Haris, 2008).
2.4 Protein
2.4.1 Definisi Protein
Protein berasal dari kata protos yang artinya= pertama. Sehingga protein
merupakan komponen utama sel tubuh manusia ataupun hewan. Protein sangatlah
penting dan dapat diperoleh dari makanan yang berfungsi sebagai zat utama dalam
pembentukan dan pertumbuhan tubuh. Protein merupakan heteropolimer dari
asam-asam amino yang terikat satu sama lain melalui ikatan peptida. protein
banyak terdapat di dalam sel, lebih dari 50% berat kering sel terdiri dari protein
(Youlanda, 2016).
Protein merupakan makromolekul yang tersusun dari asam amino. Asam
amino penyusun protein tersusun dari 20 asam amino yang terikat satu sama lain
membentuk ikatan peptida. ikatan peptida terbentuk dari ikatan antara gugus
karboksil pada asam amino yang satu dengan gugus amin pada asam amino yang
lain. Apabila asam amino yang saling terikat banyak, maka ikatan yang terbentuk
disebut ikatan polipeptida. Protein ada yang larut dalam air dan ada yang tidak
larut dalam air. Namun, semua protein tidak larut dalam pelarut non polar seperti
etil eter. Protein yang ditambahkan garam akan membentuk endapan sehingga
daya larut protein berkurang. Protein juga bersifat amfoter karena mengandung
gugus karboksil yang bermuatan negatif dan gugus amin yang bemuatan positif
(Winarno. F.G, 1992).
Protein mudah dipengaruhi oleh adanya suhu yang tinggi, pH dan pelarut
organik. Sumber protein dapat diperoleh dari hewani maupun nabati. Sumber
protein hewani dapat diperoleh dari daging, ikan, susu dan telur. Sedangkan
sumber protein nabati dapat diperoleh dari kacang-kacangan seperti kacang
18 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kedelai, kacang hijau dan kacang tanah (Koeswardhani, 2008). Kandungan protein
terdiri dari 50% karbon, 7% hidrogen, 23% oksigen, 16% nitrogen, 0-3%
belerang dan 0-3% fosfor (Indra, 2014).
2.4.2 Struktur Protein
Menurut Sari (2007), protein terdapat 4 tingkatan struktur yaitu struktur
primer, sekunder, tersier dan kuartener, berikut penjelasannya:
1. struktur primer merupakan protein yang tersusun oleh ikatan peptida
secara linier dan tidak terdapat percabangan pada rantai.
2. Struktur sekunder terdiri dari α heliks, β sheet, loop. α heliks terjadinya
ikatan hidrogen dari gugus nitrogen amida dengan atom oksigen dari
gugus karbonil. Setelah ikatan ini terbentuk maka akan terbentuk struktur
heliks (ulir). β sheet, ikatan hidrogen terjadi antara oksigen karbonil dari
satu ikatan peptida dan nitrogen dari ikatan peptida lainnya.
3. Struktur tersier merupakan struktur tiga dimensi. Struktur dibentuk dengan
mengemas struktur sekunder ke dalam globular kompak yang disebut
dengan domain
4. Sedangkan struktur kuartener menggambarkan pengaturan subunit protein
dalam ruang. Subunit tersebut disatukan oleh jenis interaksi nonkovalen
yang sama berperan dalam struktur tersier yaitu interaksi elektrostatik dan
hidrofobik serta ikatan hidrogen. Struktur kuartener adalah protein akhir
yang mengandung beberapa rantai polipeptida yang dikemas dalam
struktur kuartener.
2.4.3 Protein Berdasarkan Bentuk
Menurut Sari (2011), berdasarkan bentuknya dibagi menjadi tiga yaitu:
1. Protein globular
Protein ini terdapat di dalam cairan jaringan tubuh dan berbentuk bulat.
Larut dalam asam encer dan larutan garam. Mudah berubah warna karena
adanya pengaruh suhu. Contoh protein ini adalah albumin, globulin, histon
dan protamin
2. Protein bentuk serabut (fibrous)
19 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Protein ini berbentuk spiral yang tersusun atas beberapa rantai peptida
yang terikat satu sama lain sehingga menyerupai suatu batang yang kaku.
Karakteristik protein ini, memiliki daya larut yang rendah, kekuatan
mekanisme yang tinggi dan tahan terhadap enzim pencernaan. Contoh
protein ini terdapat dalam unsur-unsur struktur tubuh seperti elastik,
keratin, kolagen dan miosin.
3. Protein konjugasi
Protein ini merupakan protein sederhana yang terikat dengan bahan non
asam amino. Contohnya adalah glikoprotein, kromoprotein, lesitoprotein,
lipoprotein dan nukleoprotein.
2.4.4 Protein Berdasarkan Fungsi Biologisnya
Menurut Sari (2011), protein berdasarkan fungsi biologisnya, yaitu:
1. Protein enzim
Protein enzim berfungsi sebagai biokatalisator dan biasanya berbentuk
globular. Kerja dari protein enzim ini spesifik karena hanya bekerja pada
substrat tertentu. Contoh yang termasuk ke dalam golongan ini adalah
a. Pepsin berfungsi sebagai katalisator pemutusan ikan peptida
b. Peroksidase berfungsi sebagai katalisator penguraian hidrogen
peroksida
c. Polinukleotidase befungsi sebagai katalisator hidrolisa polinukleotida
2. Protein hormon
Protein hormon dihasilkan oleh kelenjar endokrin fungsinya untuk
membantu mengatur aktivitas metabolisme di dalam tubuh.
3. Protein cadangan
Protein cadangan merupakan protein yang disimpan untuk proses
metabolisme
4. Protein pelindung
Protein pelindung terdapat di dalam darah berfungsi untuk melindungi
organisme dari serangan zat asing yang masuk ke dalam tubuh.
5. Protein kontraktil
20 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Protein kontraktil berfungsi untuk memberi kemampuan pada sel untuk
mengubah bentuk. Protein ini berperan dalam proses gerak. Contohnya
adalah aktin dan miosin.
6. Protein pengangkut
Protein pengangkut berfungsi untuk membawa ion atau molekul tertentu
dari suatu organ ke organ lain melalui aliran darah. Contohnya adalah:
a. Hemoglobin berfungsi untuk mengangkut oksigen
b. Lipo protein berfungsi untuk mengangkut lipid
7. Protein struktural
Protein struktural berfungsi untuk membentuk struktur sel jaringan serta
memberi kekuatan pada jaringan. Contohnya adalah keratin, elastin dan
fibrin.
2.5 Asam Amino
Asam amino tersusun dari gugus asam karboksilat (COOH) dan gugus
amino (NH2). Dimana posisi NH2 terletak pada posisi α dari asam karboksilat
(Rediatning, 1987). Asam amino yang terdapat dalam protein merupakan asam
amino α, dimana gugus amino (NH2) dan gugus asam karboksilat (COOH) terikat
pada suatu atom karbon α. Sehingga atom karbon α menjadi pusat kiral dan
memiliki aktivitas optik (Gly, 2015).Struktur umum asam amino dapat dilihat
pada Gambar 2.5
Gambar 2.5 Struktur Umum Asam Amino
[sumber: http://repository.usu.ac.id. Diakses pada 17 Februari 2017 pukul 20:38]
Asam amino secara umum larut dalam air dan tidak larut dalam pelarut
organik seperti aseton, eter, maupun kloroform (Poejiadi. A, 1994). Klasifikasi
21 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Asam amino berdasarkan proses pembentukannya terbagi menjadi 2 yaitu asam
amino essensial dan asam amino non essensial. Asam amino essensial adalah
asam amino yang tidak dapat diproduksi sendiri oleh tubuh, sehingga perlu asupan
dari luar misalnya dari makanan. Asam amino non essensial merupakan asam
amino yang dapat dibuat dalam tubuh (Sitompul, 1997).
Tabel 2.2 Daftar Asam Amino Essensial
Asam amino essensial Struktur
Histidin (His)
Isoleusin (Ile)
Leusin (Leu)
Lisin (Lys)
Metionin (Met)
Fenilalanin (Phe)
Threonin (Thr)
22 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Triptofan (Trp)
Valin (Val)
[sumber: http://www.biologimediacentre.com dan http://www.duhs.edu.pk]
Tabel 2.3 Daftar Asam Amino Non Essensial
Asam amino non essensial Struktur
Alanin
Arginin
Asparagin
Asam aspartat
Sistein
Asam glutamat
Glutamin
Glisin
Prolin
23 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Serin
Tirosin
[sumber: http://www.biologimediacentre.com dan http://www.duhs.edu.pk]
2.6 Spektrofotometer Ultraviolet dan Visibel
2.6.1 Teori Spektrofotometri
Spektrofotometri merupakan suatu metode pelewatan cahaya pada panjang
gelombang tertentu yang melewati suatu sampel. Cahaya yang dilewatkan
terhadap sampel sebagian ada yang diserap dan sebagian diteruskan ke fotometer.
Fotometer akan mengukur intensitas cahaya dan dikonversikan menjadi satuan
serapan (absorbansi), yang kemudian digunakan untuk mengukur konsentrasi
sampel dengan persamaan Lambert-Beer (Praira, 2008).
logI
I l
Keterangan :
A = serapan cahaya (absorbansi)
T = Transmitan
I = intensitas cahaya yang diteruskan oleh sampel
T I
I
I = intensitas cahaya tanpa absorpsi
C = konsentrasi
logT = koefisien absorpsi molekul
l = ketebalan lapisan larutan sampel
Spektrofotometri UV-Vis merupakan pengukuran panjang gelombang dan
intensitas sinar ultraviolet dan cahaya tampak yang diabsorpsi oleh sampel.
Kegunaan spektrofotometri UV-Vis adalah untuk mengukur konsentrasi analit
dalam suatu larutan dengan mengukur absorbansi pada panjang gelombang
24 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tertentu dengan menggunakan hukum Lambert-Beer. Kelemahan spektrum ini
adalah hanya sedikit informasi tentang struktur yang dapat diperoleh. Sinar UV
memiliki panjang gelombang antara 200-400 nm, sedangkan sinar tampak
memiliki panjang gelombang antara 400-800 nm (Relani, 2016).
2.6.2 Sampel Spektrofotometri UV-Vis
Sampel yang digunakan dalam analisa menggunakan spektrofotometer
UV-Vis adalah sampel yang memiliki gugus kromofor dan ausokrom. Gugus
kromofor adalah gugus atau atom dari suatu senyawa yang mampu menyerap
sinar UV-Vis.
Tabel 2.4 Gugus Kromofor
Kromofor Senyawa λmax (nm)
C-I 259
C-Br 208
C-Cl 173
C=C=O Et2=C=C=O 375
227
N=O Me3NO2 276
N=O Me3NO 665
300
C=N (NH2)2C=NH 265
C=O Amida 205
C=O Ester 210
C=O Karboksilat 210
C=O Asam karboksilat 200
C=O Aldehid / keton 270
189
166
C-S R-S-H 195
C-N Amino 190-200
25 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
C-O R-O-R’ 180
C-O R-O-R 180
C=C R- R’ 223
196
178
C=C=C C3H4 227
170
C=C C2H4 174
103
C-C C2H6 135
C-H CH4 122
[Sumber: Gandjar dan Rohman ,2007]
2.6.3 Komponen Spektrofotometri UV-Vis
Gambar 2.6 Komponen Spektrofotometri UV-Vis
[Sumber : http://www.uni-salzburg.at/fileadmin/oracle_file_imports/359201.PDF]
Berikut adalah fungsi dari masing-masing komponen spektrofotometri
UV-Vis menurut Mustikaningrum (2015) :
26 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1. Sumber cahaya untuk UV digunakan lampu deuterium (D2O). Sedangkan
sumber cahaya sinar tampak digunakan lampu tungsten xenon (Auc).
2. Monokromator digunakan untuk mengubah cahaya polikromatik menjadi
monokromatik.
3. Sample cell digunakan untuk meletakkan sampel atau disebut juga sebagai
kuvet
4. Detektor digunakan untuk mendeteksi respon cahaya yang diterima pada
berbagai panjang gelombang. Detektor dihubungkan dengan sistem
pencatat
5. Readout system merupakan suatu sistem baca yang menangkap besarnya
isyarat listrik yang berasal dari detektor.
2.6.4 Analisa Kualitatif
Perangkat spektrofotometri UV-Vis perlu dikombinasikan dengan
perangkat lainnya seperti spektroskopi inframerah, spektroskopi massa dan
resonansi magnet inti supaya dapat mengidentifikasi secara kualitatif suatu
senyawa obat atau metabolitnya. Data yang diperoleh dari spektrofotometri UV-
Vis dibandingkan dengan data yang sudah dipublikasikan. Data yang diperoleh
dari spektrofotometri UV-Vis meliputi panjang gelombang, intensitas, efek
pelarut dan pH (Gandjar dan Rohman, 2007).
2.6.5 Analisa Kuantitatif
Menurut Gandjar dan Rohman (2007), analisa kuantitatif dibagi menjadi
tiga berdasarkan jumlah zat yang dianalisi :
1. Analisa zat tunggal
Suatu zat tunggal, dibuat berbagai seri konsentrasi kemudian diukur pada
panjang gelombang, suhu, kondisi pelarut yang sama. Masing-masing
absorbansi yang diperoleh dari seri konsentrasi diplotkan terhadap
konsentrasinya hingga diperoleh garis yang linier.
2. Analisa campuran dua zat
27 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengukuran dua zat dilakukan pada masing-masing panjang gelombang.
Sehingga diperoleh dua persamaan dari masing-masing absorbansi yang
diplotkan terhadap konsentrasi pada dua panjang gelombang tersebut.
Masing-masing konsentrasi dua zat tersebut dapat dihitung dari pesamaan
yang diperoleh.
3. Analisa campuran tiga zat atu lebih
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dimulai pada bulan Januari-Juni 2017 di Laboratorium Kimia
Obat Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2 Alat dan Bahan Alat
3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sikat, talirafia, kantong
plastik, handscone, masker, nampan, cu tter, baskom, lemari pendingin [General
Gensui], erlenmeyer [Pyrex], corong butchner [Iwaki], vacuum filtration [Ulvac
DTC-21], alumunium foil [Klinpak], pH indikator [Nesco/Merck], batang
pengaduk, gelas piala, gelas ukur [Herma], termometer, stopwatch, vortex, pipet
tetes, penanggas air [Eyela Digital SB-1000], hot plate [Cimare], oven
[Memmert], timbangan analitik [Kren], magnetik stirrer, spatula, labu ukur
[Pyrex], kertas saring, tabung reaksi [Pyrex], cawan, desikator [Vacumfest],
28 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
lemari asam [Ogawa Seiki], cawan pengabu, Spektrofotometer UV-Vis [Hitachi
U-2910], tanur [Thermolyne], gunting, homogenizer, penggaris, cetakan gelatin,
sentrifuge [Hettich-EBA 20 Zentrifugen], brookfield digital viscometer, spindle
No. 1, kertas perkamen, kuvet, kerras saring [Whatman No. 1], tissue, tabung
sentrifugasi, Beckman Amino Acid Analyzer Model 119 CL. Textur analyzer
[Stable Micro System], Kulkas [Liebheer] dan gelas beaker [Duran].
3.2.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit kambing
peranakan etawa umur 1- 1,5 tahun, aquadest, asam asetat [Emsure] 6, 9, dan 12%
, Na2S [VWR Chemical Prolabo] dan Ca(OH)2 [Merck], 6 N NaOH, 6 N HCl [J.T.
Baker], minyak kacang kedelai [Sigma], larutan SDS 0.1 % [Merck], buffer
asetat/ sitrat [Merck], 0.3 M NaCl, 7% (w/v) kloramin T [Aldrich], p-
dimetilaminobenzaldehid [Merck], asam perklorat 60% (v/v) [Merck],
merkaptoetanol 0.1% [Merck], dan kalium hidroksida [Merck].
3.3 Tahapan Penelitian
3.3.1 Penyiapan Sumber Bahan Baku Gelatin
Sumber bahan baku gelatin yang digunakan yaitu kulit kambing peranakan
etawa umur 1,5 tahun yang diperoleh dari tempat penjualan kambing di Jalan
Masjid Al Ahyar. Bahan baku yang telah diperoleh kemudian dicuci dengan
bersih menggunakan sabun dan dibilas dengan air mengalir selama 30 menit.
Setelah itu, dipotong menjadi empat bagian kemudian dikemas dalam kantong
plastik putih dan dimasukkan ke dalam freezer.
3.3.2 Proses Pembuangan Bulu
Proses pembuangan bulu secara kimia dilakukan dengan cara kulit
kambing peranakan etawa 400 gram direndam dalam larutan natrium sulfida
(Na2S) dan kalsium hidroksida (Ca(OH)2 ) selama ± 1 jam atau sampai bulu
terlepas semua. Kulit kambing tanpa bulu dipotong kecil-kecil.. Kulit dicuci
dengan air mengalir selama 24 jam hingga pH 6-7 (Triatmojo dkk, 2011).
29 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.3 Proses Hidrolisis Gelatin
Proses hidrolisis gelatin dilakukan dengan cara kulit tanpa bulu yang
sudah dinetralkan sebanyak 200 gram dimasukkan ke dalam erlenmeyer yang
berisi larutan asam asetat dengan konsentrasi 6, 9 dan 12%. Kulit dihidrolisis
selama 48 jam pada refrigerator suhu 50C. setelah proses hidrolisis selesai kulit
ditimbang dan dicuci dengan air mengalir hingga pH 6-7 (Ockerman dan Hansen,
2000).
3.3.4 Proses Ekstraksi Gelatin
Kulit yang sudah dinetralkan dari proses hidrolisis dimasukkan ke dalam
erlenmeyer yang berisi aquadest hingga seluruh permukaan kulit terendam.
Setelah itu ditutup menggunakan alumunium foil dan dimasukkan ke dalam water
bath untuk dilakukan ekstraksi. Ekstraksi berlangsung selama 9 jam pada suhu 60-
70OC. Gelatin yang sudah diekstraksi difiltrasi menggunakan vacuum filtration.
Filtrat yang dihasilkan dituang ke dalam gelas beaker dengan volume yang sama
dan dimasukkan ke dalam refrigerator 50C selama 48 jam sampai membentuk gel.
Gel yang sudah terbentuk dipindahkan ke loyang dan dikeringkan di dalam oven
pada suhu 600C hingga membentuk lapisan film gelatin padat. Gelatin padat
kemudian digunting menjadi beberapa bagian kemudian ditimbang untuk
menentukan nilai rendemen. Gelatin yang dihasilkan disimpan di dalam desikator
untuk kemudian dilakukan karakterisasi sifat fisikokimia gelatin (Ockerman dan
Hansen, 2000).
3.3.5 Nilai Rendemen
Nilai rendemen gelatin dapat dihitung menggunakan persamaan (Giménez
et al., 2005).
Rendemen( ) berat akhir produk (gram) ( )
berat a al bahan baku (gram) (B)
3.4 Karakterisasi Sifat Fisikokimia Gelatin
3.4.1 Kekuatan Gel
30 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kekuatan gel ditentukan dengan menggunakan tekstur analyzer. Larutan
gelatin dibuat dengan konsentrasi 6,67 %. Larutan diaduk dan didiamkan selama 1
jam, tujuannya supaya gelatin mengembang terlebih dahulu karena adanya
penyerapan air oleh gelatin. Botol bloom kemudian diletakkan di water bath suhu
65oC selama 25 menit, sambil sesekali diaduk untuk melarutkan gelatin. Botol
bloom diangkat dari water bath dan didinginkan pada suhu kamar selama 15 menit
dan kemudian ditempatkan di cold-water bath pada suhu 10 ± 0.1oC selama 16-18
jam (Shyni et al., 2013).
3.4.2 Kadar air
Cawan porselen beserta tutup dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C
selama 30 menit, kemudian didingankan dalam desikator dan ditimbang. Gelatin ±
1 gram dimasukkan ke dalam cawan, dioven pada suhu 105 ± 2°C hingga berat
konstan (FI IV, 1995).
Kadar air dapat dihitung dengan rumus:
Kadar air ( ) W W
Bobot sampel
Keterangan
W1: berat (sampel + cawan) sebelum dikeringkan
W2: berat (sampel + cawan) sesudah dikeringkan
3.4.3 Kadar Abu
Cawan kosong dioven pada suhu 105°C selama 30 menit. Gelatin
sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam cawan. Parafin 1.5 gram ditambahkan ke
dalam cawan untuk menghindari kehilangan zat akibat pengembangan. Cawan
kemudian dipijarkan dalam tanur pada suhu 550°C selama ± 3 jam sampai
berubah warna menjadi abu-abu, kemudian ditimbang (FI IV, 1995).
Kadar abu dapat dihitung dengan rumus:
31 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kadar abu( ) berat abu
berat sampel
3.4.4 Kadar Lemak
Gelatin ditimbang sebanyak 1 gram yang dibungkus dengan kertas saring
whatman diekstraksi dalam sokhlet dengan pelarut N-heksan. Ektraksi dilakukan
selama 16 jam. Lemak yang terekstraksi dipanaskan di water bath suhu 98 ± 5°C
untuk menghilangkan N-heksan. Kemudian diletakkan di desikator dan ditimbang
(AOAC, 2005).
Kadar lemak dapat dihitung menggunakan rumus:
3.4.5 Kadar Nitrogen
Kadar nitrogen dilakukan dengan cara gelatin ditimbang sebanyak 5 gram,
ditambahkan katalisator yaitu campuran CuSO4 dan K2SO4 dengan perbandingan
1:9 dan 15 ml H2SO4 pekat. Blanko dibuat berisi campuran diatas tanpa gelatin.
Setelah itu dimasukan ke dalam alat FOSS pada suhu ± 410°C untuk di destruksi
selama 1 jam hingga larutan berubah warna menjadi jernih. Hasil destruksi
kemudian didinginkan dan ditambahkan 60 ml aquadest secara perlahan.
Selanjutnya ditambahkan indikator campuran bromocresol green dan methyl red,
25 ml asam borat 4 dan NaOH 40 . Kemudian didestilasi dan dititrasi dengan
HCl 0.2 N hingga berubah warna (AOAC, 2000).
Kadar protein dapat dihitung menggunakan rumus:
N r Nitrogen N H l
mg sampel
3.4.6 pH
Kadar lemak berat lemak
berat sampel
32 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Larutan gelatin dibuat dengan konsentrasi 1.5 (b/v), menggunakan
aquadest. Kemudian larutan didiamkan selama 1-3 jam. Larutan dipanaskan pada
suhu 65°C dan dihomogenkan menggunakan magnetic stirrer. pH gelatin diukur
menggunakan pH meter (Alfaro et al., 2013).
3.4.7 Sifat Busa
Larutan gelatin konsentrasi 1% (b/v) dipanaskan pada suhu 600C.
kemudian didinginkan hingga suhu 300C. larutan dihomogenisasi pada suhu ruang
(~25°C) menggunakan homogenizer dengan kecepatan 10.000 rpm selama 5
menit. Larutan yang sudah dihomogenisasi dimasukkan ke dalam gelas ukur dan
diamati pada waktu 0, 10, 30 dan 60 menit (Jellouli et al., 2011)
Tinggi busa (TB) dan stabilitas busanya (SB), dihitung menggunakan rumus:
Stabilitas busa Vt
V
Tinggi busa V
Va
Keterangan
Va: volume awal sebelum dihomogenisasi (ml)
Vt: volume setelah didiamkan pada suhu ruang pada menit ke 10, 30 dan 60 (ml)
V : volume setelah dihomogenisasi (ml)
3.4.8 Sifat Emulsifikasi
Sifat emulsifikasi diukur untuk menentukan indeks aktivitas emulsi (IAE)
dan indeks stabilitas emulsi (ISE). Cara menentukannya dengan menambahkan
minyak kedelai sebanyak 2 ml kedalam larutan gelatin 1% sebanyak 6 ml.
Kemudian dihomogenisasi menggunakan homogenizer dengan kecepatan 20.000
rpm selama 1 menit. Emulsi yang terbentuk diambil sebanyak 50 µl pada menit ke
33 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
0 dan 10. Setelah itu, dicampur dengan SDS 0,1% sebanyak 5 ml dan di vortex
selama 10 detik supaya homogen. Kemudian diukur menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 500 nm (Balti et al.,2011).
IAE dan ISE dapat dihitung menggunakan rumus:
Indeks emulsi (m g) ( . F)
L
Indeks stabilitas emulsi(menit)
t
Keterangan
A : absorbansi (500 nm)
DF : faktor pengenceran (100)
L : panjang kuvet (cm)
Ø : fraksi minyak (ml)
C : konsentrasi protein pada fase air (g/cm3)
A0 : absorbansi (A500) pada waktu ke-0 menit
A10 : absorbansi (A500) pada waktu ke-10 menit
t : 10 menit
3.4.9 Komposisi Asam Amino
Gelatin ditimbang sebanyak 20-25 mg, dimasukkan ke dalam tabung
hidrolisis yang sudah berisi 10 ml 6N HCl dan 0.1 % merkaptoetanol. Tabung
ditutup dan dimasukkan ke dalam oven pada suhu 110oC selama 24 jam. Tabung
didinginkan pada suhu kamar dan larutan disaring menggunakan kertas saring
whatman no. 1. Filtrat yang dihasilkan digenapkan volumenya hingga 25 ml di
dalam labu ukur. Filtrat diambil 5 ml dimasukkan ke dalam gelas beaker dan
disimpan dalam desikator. Residu yang dihasilkan dilarutkan dengan buffer sitrat
34 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pH 2.2 dan disimpan ke dalam refrigerator suhu 4oC. Komposisi asam amino
dianalisis menggunakan alat Beckman Asam Amino Analyzer Model 119 C
(Mostafa, 2015).
3.4.10 Kejernihan
Larutan gelatin dibuat pada konsentrasi 6,67% (b/v) dan dipanaskan
menggunakan penanggas air pada suhu 60oC selama 1 jam. Kemudian diukur
transmittan (%T) menggunakan spektorofotometer pada panjang gelombang 620
nm (Shyni et al., 2013).
3.4.11 Analisis Statistik
Karakteristik sifat fisikokimia yang telah diuji meliputi nilai rendemen,
kadar air, kadar abu, kadar nitrogen, kadar lemak, pH, sifat busa, sifat
emulsifikasi, susunan asam amino dan kekuatan gel gelatin dilakukan analisis
dengan SPSS.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembuatan Gelatin
Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah kulit kambing
peranakan etawa. Kulit kambing ini memiliki beberapa keunggulan yaitu
harganya terjangkau, sumber bahan baku gelatin yang halal dan gelatin yang
dihasilkan memiliki karakteristik yang baik.
Proses pembuatan gelatin kulit kambing peranakan etawa dilakukan
dengan cara kulit dibersihkan dari kotoran seperti darah, lemak dan sisa-sisa
daging yang masih menempel. Kulit yang sudah dibersihkan, dibuang bulunya
menggunakan campuran larutan natrium sulfida (Na2S) dan kalsium hidroksida
(Ca(OH)2). Kulit yang sudah dibersihkan bulunya, dinetralkan menggunakan air
mengalir. Setelah netral, kulit dipotong kecil-kecil untuk meningkatkan luas
permukaan sehingga pada saat hidrolisis dapat berlangsung lebih cepat dan
sempurna (Junianto et al, 2006).
35 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kulit yang sudah dipotong kecil-kecil, dihidrolisis menggunakan larutan
asam asetat 6, 9 dan 12% selama 48 jam dan didiamkan di kulkas 5°C. Asam
asetat dipilih dalam penelitian dikarenakan ramah lingkungan, tidak toksik, tidak
korosif, tidak menyebabkan iritasi dan dapat diterima sebagai bahan tambahan
pada makanan (Rowe et al., 2009). Selain itu, Asam asetat digunakan karena
biaya lebih murah dan memerlukan waktu yang relatif singkat untuk
menghidrolisis serat kolagen. Selain itu, penggunaan asam asetat dapat
menghasilkan gelatin dengan bau yang tidak menyengat dan warna tidak gelap
(Agustin dan Sompie, 2015).
Hidrolisis menggunakan asam akan terjadi interaksi ion H+
dari larutan
asam yang akan memutus ikatan triple heliks dari kolagen menjadi single heliks
yang siap untuk diekstraksi (Triatmojo dkk, 2011). Kulit yang sudah dihidrolisis,
dinetralkan hingga pH 6-7, karena umumnya pH tersebut merupakan titik
isoelektrik dari komponen protein non kolagen pada kulit sehingga mudah
terkoagulasi dan dihilangkan (Martianingsih, 2009).
Kulit yang sudah netral kemudian dieksraksi. Ekstraksi tujuannya adalah
untuk mengonversi kolagen menjadi gelatin dengan proses pemanasan (Viro,
1992). Proses pemanasan dilakukan dalam sistem penanggas air pada suhu 60-
70°C selama 9 jam. Pemanasan dilakukan pada suhu 60-70°C dikarenakan gelatin
larut pada suhu tersebut. Selain itu, proses pemanasan ini akan memecah lebih
lanjut serat fibril kolagen sehingga akan membentuk rantai tunggal yang panjang
sehingga gelatin yang dihasilkan lebih banyak (Junianto, 2006).
Gelatin yang sudah diekstraksi, kemudian difiltrasi hingga diperoleh filtrat
yang jernih (Marzuki et al., 2011). Filtrat yang dihasilkan dicampur menjadi satu
supaya homogen untuk dipekatkan di dalam oven suhu 70oC selama 2 jam.
Setelah itu, didinginkan ke dalam refrigerator suhu 5oC sampai membentuk gel.
Gel yang sudah terbentuk dituang ke dalam loyang dan dioven pada suhu 60oC
hingga membentuk lapisan film dengan konsistensi rapuh yang disebut dengan
gelatin padat (Triatmojo dkk, 2011). Lapisan gelatin padat ditimbang untuk
menentukan nilai rendemen. Gelatin yang sudah diperoleh dimasukkan ke dalam
36 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
plastik klip dan disimpan di dalam desikator untuk dilakukan evaluasi
karakteristik sifat fisika kimia sesuai standar SNI dan GMIA.
4.2 Rendemen
Rendemen merupakan salah satu parameter yang penting dalam
pembuatan gelatin. Nilai rendemen merupakan indikator untuk mengetahui
efisiensi terhadap metode yang diterapkan dalam penelitian. Semakin tinggi nilai
rendemen maka perlakuan yang diterapkan pada penelitian tersebut semakin
efisien (Triatmojo dkk, 2011). Hasil nilai rendemen gelatin kulit kambing PE,
dijabarkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Nilai Rendemen Gelatin Kulit Kambing PE Konsentrasi 6%, 9% dan
12%
Gelatin Kambing PE Rendemen (%)
6% 3,19 ± 0,91
9% 3,07 ± 0,79
12% 4,13 ± 2,1
Keterangan : - Nilai rata-rata ± standar deviasi
Hasil analisis statistik ANOVA-LSD, variasi konsentrasi asam asetat
terhadap nilai rendemen gelatin kulit kambing PE memperlihatkan bahwa
(P>0,05), ini menyatakan bahwa variasi konsentrasi asam asetat terhadap nilai
rendemen gelatin tidak berbeda secara nyata.
Nilai rendemen pada konsentrsi 6%, 9% dan 12% tidak berbeda secara
nyata. Hal ini dikarenakan pengaruh ion H+
dari masing-masing konsentrsi kurang
lebih memiliki kekuatan yang sama untuk menghidrolisis serat kolgen dari rantai
triple heliks menjadi rantai single heliks.
Nilai rendemen dari masing-masing konsentrasi masih rendah. Rendahnya
nilai rendemen ini karena larutan asam asetat belum mampu menghidrolisis dan
memecah struktur ikatan peptida pada protein kulit. Ketidakmampuan larutan
asam asetat untuk meningkatkan rendemen dalam proses produksi dapat
disebabkan oleh masih rendahnya konsentrasi asam asetat yang digunakan.
37 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sehingga, perlu ditingkatkan konsentrasinya karena sangat besar pengaruhnya
dalam meningkatkan nilai rendemen (Said, 2014).
4.3 Karakterisasi Sifat Fisikokimia Gelatin
4.3.1 Organoleptik
Organoleptik mempunyai peranan penting dalam penerapan mutu.
Organoleptik berhubungan langsung dengan selera konsumen (Agustin dan
Sompie, 2015). Organoleptik gelatin kulit kambing peranakan etawa konsentrasi
6%, 9% dan 12% memiliki warna sedikit kekuningan, bau sedikit amis dan
transparan (Gambar 4.1). Hasil yang diperoleh pada penelitian ini dari segi warna
sudah sesuai dengan persyaratan SNI (1995) yakni produk yang dihasilkan
sebaiknya tidak berwarna sampai kuning pucat, namun dari segi bau gelatin kulit
kambing PE tidak memenuhi persyaratan karena bau yang dihasilkan sedikit amis.
Bau sedikit amis akan mengurangi minat konsumen terhadap produk gelatin
.
38 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Persyaratan (SNI, 1995) Gelatin tidak berwarna sampai kuning
pucat dan memiliki bau yang normal
(dapat diterima konsumen)
Gambar 4.1 Lembaran Gelatin Kering
4.3.2 Kekuatan Gel
Kekuatan gel merupakan salah satu sifat fisika gelatin yang penting,
karena kekuatan gel menunjukkan kemampuan gelatin dalam pembentukan gel
(Yenti, 2015). Kekuatan gel yang dihasilkan oleh gelatin kulit kambing PE akan
dijabarkan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Nilai Kekuatan Gel Gelatin Kulit Kambing PE konsentrasi 6%, 9% dan
12%
Kekuatan Gel ( gram bloom)
Gelatin Kambing PE 6% 241,5 ± 0,70
9% 155,95 ± 1,90
12% 287,45 ± 1,76
Persyaratan (GMIA,2012) 50-300
Keterangan : - Nilai rata-rata ± standar deviasi
Hasil pengujian kekuatan gel gelatin kulit kambing PE konsentrasi 6%,
9% dan 12% sesuai dengan standar GMIA (2012) yaitu 50-300 bloom. Nilai
kekuatan gel rata-rata tertinggi terdapat pada gelatin konsentrasi 12% yaitu 287,45
bloom dan nilai kekuatan gelatin terendah terdapat pada gelatin konsentrasi 9%
yaitu 155,95 bloom. Rendahnya kekuatan gel yang dihasilkan dimungkinkan
karena proses konversi kolagen menjadi gelatin belum berlangsung dengan baik
(Yenti, 2015). Kekuatan gel dipengaruhi oleh pH. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa nilai pH gelatin pada konsentrasi 9% juga rendah dibandingkan dengan
konsentrasi yang lain yaitu 5,01. Rendahnya nilai pH ini dapat menggangu ikatan
antara gugus hidrogen dari asam amino gelatin dengan gugus hidroksil. Sehingga,
ikatannya menjadi lemah dan nilai kekuatan yang dihasilkan menjadi rendah
(Setiawati, 2009).
39 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Aplikasi gelatin sesuai dengan kekuatan gel yang dihasilkan. Gelatin
konsentrasi 6% dengan kekuatan gel sebesar 241,5 bloom diaplikasikan untuk
produk makanan gummy bears, marsmallows, circus peanut, bakery fillings dan
produk farmasi untuk pembuatan hard capsule. Gelatin konsentrasi 9% dengan
kekuatan gel sebesar 155,95 bloom diaplikasikan untuk produk makanan dairy
product, gellatin dessert dan produk farmasi untuk pembuatan soft capsule.
Gelatin konsentrasi 12% dengan kekuatan gel sebesar 287,45 bloom diaplikasikan
untuk produk farmasi yaitu pembuatan hard capsule (GMIA,2012).
Hasil analisis statistik ANOVA-LSD, kekuatan gel gelatin kulit kambing
PE konsentrasi 6%, 9% dan 12% memperlihatkan bahwa (P<0,05), ini
menyatakan bahwa kekuatan gel gelatin gelatin kambing PE konsentrasi 6%, 9%
dan 12% berbeda secara nyata.
4.3.3 Kadar Air
Kadar air merupakan salah satu parameter penting yang harus diperhatikan
karena erat kaitannya dengan umur simpan gelatin, sehingga dapat mempengaruhi
mutu dan kualitas gelatin yang dihasilkan (Ulfah, 2011). Pengujian kadar air
bertujuan untuk mengetahui kandungan air yang terdapat dalam gelatin. Adanya
air yang terkandung di dalam gelatin akan mempengaruhi aktivitas enzim,
mikroba, kimia serta reaksi-reaksi non enzimatis, sehingga menimbulkan
perubahan pada sifat organoleptik, tekstur, citarasa dan nilai gizi (Astawan, 2003).
Hasil pengukuran diperoleh nilai kadar air gelatin dijabarkan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Nilai Kadar Air Gelatin Kulit Kambing PE Konsentrasi 6%, 9% dan
12%
Kadar air (%)
Gelatin Kambing PE 6% 8,91 ± 0,12
9% 9,31 ± 0,69
12% 8,70 ± 0,42
Persyaratan (SNI, 1995) Maksimum 16%
Keterangan : - Nilai rata-rata ± standar deviasi
40 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil analisis statistik ANOVA-LSD kadar air gelatin kulit kambing PE
konsentrasi 6%, 9% dan 12% memperlihatkan bahwa (P>0,05), ini menyatakan
bahwa kadar air gelatin konsentrasi 6%, 9% dan 12% tidak berbeda secara nyata.
Kadar air gelatin kulit kambing PE 6%, 9 % dan 12% telah memenuhi persyaratan
Standar Nasional Indonesia (SNI) (1995), yaitu maksimum 16%.
4.3.4 Kadar Abu
Abu merupakan zat anorganik yang tidak ikut terbakar dalam proses
pembakaran zat organik. Zat tersebut adalah besi, kalsium, kalium, magnesium,
mangan dan natrium. Kadar abu merupakan parameter penting untuk
menunjukkan kemurnian suatu bahan. Nilai kadar abu suatu bahan menunjukkan
besarnya jumlah mineral yang terkandung di dalam bahan tersebut (Yenti, 2016).
Tabel 4.4 Nilai Kadar Abu Gelatin Kulit Kambing PE Konsentrasi 6%, 9% dan
12%
Keterangan : - Nilai rata-rata ± standar deviasi
Hasil analisis statistik ANOVA-LSD kadar abu gelatin kulit kambing PE
konsentrasi 6%, 9% dan 12% memperlihatkan bahwa (P>0,05), ini menyatakan
bahwa kadar abu gelatin konsentrasi 6%, 9% dan 12% tidak berbeda secara nyata.
Konsentrasi asam asetat tidak berpengaruh terhadap kadar abu yang dihasilkan.
Hal ini disebabkan karena asam asetat yang digunakan untuk merendam kulit
kambing merupakan asam organik dan tidak mengandung mineral sehingga pada
saat diabukan akan ikut terbakar (Ulfah, 2011).
Gelatin yang dihasilkan mengandung mineral, sehingga pada saat
diabukan tidak akan hilang tetapi ikut menjadi abu sehingga akan menyumbang
kadar abu gelatin (Astawan, 2002). Kadar abu gelatin menurut Standar Nasional
Indonesia SNI (1995), maksimum 3,25%. Kadar abu gelatin kulit kambing yang
Kadar abu (%)
Gelatin Kambing PE 6% 1,080 ± 0,010
9% 1,075 ± 0,007
12% 1,055 ± 0,049
Persyaratan (SNI, 1995) Maksimum 3,25%
41 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 1,055-1,080% sehingga masih
memenuhi persayaratan SNI.
4.3.5 Kadar Lemak
Kadar lemak merupakan parameter penting terhadap mutu gelatin selama
penyimpanan. Gelatin yang bermutu tinggi memiliki kandungan lemak yang
rendah bahkan diharapkan tidak mengandung lemak.
Tabel 4.5 Nilai Kadar Lemak Gelatin Kulit Kambing PE Konsentrasi 6%, 9% dan
12%
Kadar lemak (%)
Gelatin Kambing PE 6% 1,450 ± 0,21
9% 1,055 ± 0,06
12% 1,635 ± 0,023
Persyaratan (De Man, 1997) 5%
Keterangan : - Nilai rata-rata ± standar deviasi
Hasil analisis statistik ANOVA-LSD kadar lemak gelatin kulit kambing
PE konsentrasi 6%, 9% dan 12% memperlihatkan bahwa (P>0,05), ini
menyatakan bahwa kadar lemak gelatin konsentrasi 6%, 9% dan 12% tidak
berbeda secara nyata. Kadar lemak gelatin kulit kambing PE masih berada dalam
batas yang ditentukan yaitu 5% (De Man, 1997). Kandungan lemak yang terdapat
pada gelatin kulit kambing PE cukup tinggi bila dibandingkan dengan penelitian
sebelumnya oleh Triatmojo dkk, (2011) terhadap kulit kambing yang diproduksi
melalui proses asam yaitu sebesar 0,24%.
Hasil pengukuran kadar lemak yang cukup tinggi ini sangat bergantung
pada perlakuan selama proses pembuatan gelatin, baik pada tahap pembersihan
kulit hingga pada tahap penyaringan filtrat hasil ekstraksi, dimana setiap
perlakuan dalam pembuatan gelatin yang kurang baik akan menghasilkan kadar
lemak yang tinggi (Yenti, 2015). Adanya kandungan lemak yang cukup tinggi
pada gelatin kulit kambing PE ini akan mempengaruhi kualitas gelatin selama
42 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
penyimpanan karena akan menyebabkan terjadinya proses oksidasi sehingga
menimbulkan bau dan rasa tengik.
4.3.6 Kadar Nitrogen
Kadar nitrogen gelatin menunjukkan seberapa besar kandungan nitrogen
dalam suatu gelatin. kadar nitrogen dianalisa dengan metode kjeldahl. Hasil kadar
nitrogen pada CH3COOH 6%, 9% dan 12% dijabarkan pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Nilai Kadar Nitrogen Gelatin Kulit Kambing PE Konsentrasi 6%, 9%
dan 12%
Kadar Nitrogen (%)
Gelatin Kambing PE 6% 21,731 ± 0,18
9% 23,332 ± 0,46
12% 23,282 ± 0,52
Persyaratan (GMIA,2012) 16,2
Keterangan : - Nilai rata-rata ± standar deviasi
Kadar nitrogen gelatin kulit kmbing PE dari masing-masing konsentrasi
ini tinggi karena tidak sesuai dengan standar kadar nitrogen yang ditetapkan yaitu
16,2% (GMIA, 2102). Kadar nitrogen yang tinggi ini dapat disebabkan karena
banyaknya kandungan protein dalam gelatin. Nitrogen dalam protein dipecah
melalui proses destruksi menggunakan H2SO4 pekat. Banyaknya nitrogen yang
dipecah menghasilkan kadar nitrogen yang tinggi.
Hasil analisis statistik ANOVA-LSD kadar nitrogen gelatin kulit kambing
PE konsentrasi 6% terhadap konsentrasi 9% dan 12% memperlihatkan bahwa
(P<0,05) menyatakan bahwa kadar nitrogen gelatin konsentrasi 6% terhadap
konsentrasi 9% dan 12% berbeda secara nyata. Hasil analisis statistik konsentrasi
9% terhadap konsentrasi 12% memperlihatkan bahwa (P>0,05) menyatakan
bahwa kadar nitrogen gelatin konsentrasi 9% terhadap konsentrasi 12% tidak
berbeda secara nyata.
4.3.7 pH
43 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Salah satu sifat kimia gelatin yang penting adalah derajat keasaman (pH),
karena akan mempengaruhi sifat gelatin seperti kekuatan gel (Astawan, 2002).
Nilai pH akan berpengaruh terhadap aplikasi gelatin. Gelatin dengan pH netral
sangat baik untuk produk daging, farmasi, fotografi dan cat. Gelatin dengan pH
rendah akan sangat baik untuk digunakan dalam produk jelly, sirop dan juice
(Astawan dkk, 2002). Hasil pengukuran diperoleh nilai derajat keasaman gelatin
(pH), dijabarkan pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Nilai derajat keasaman (pH) gelatin kulit kambing PE Konsentrasi 6%,
9% dan 12%
pH
Gelatin Kambing PE 6% 5,32 ± 0,02
9% 5,01 ± 0,11
12% 5,45 ± 0,04
Persyaratan (GMIA,2012) 3,8-5,5
Keterangan : - Nilai rata-rata ± standar deviasi
Nilai pH gelatin yang dihasilkan dipengaruhi oleh proses perendaman
menggunakan variasi konsentrasi asam asetat 6%, 9% dan 12%. Dimana pada saat
perendaman, serabut kolagen kulit kambing mengalami pembengkakan
(swelling). Pada saat swelling, struktur ikatan asam amino pada kolagen
mengalami pembukaan dan asam asetat terperangkap ke dalam ikatan tersebut.
Asam asetat yang terperangkap ini sulit untuk dicuci atau dihilangkan sehingga
mempengaruhi pH akhir gelatin (Agustin dan Sompie, 2015).
Nilai pH sangat tergantung pada proses pencucian setelah proses
perendaman asam. Proses pencucian yang baik akan menyebabkan kandungan
asam yang terperangkap didalam kulit semakin sedikit, sehingga nilai pH akan
semakin mendekati netral (Setiawati, 2009).
Nilai pH gelatin menurut Gelatin Manufactures Institute of America
GMIA (2012) yang melalui proses asam adalah 3,8-5,5. Nilai pH gelatin kulit
kambing PE yang dihasilkan pada penelitian ini berkisar antara 5,01-5,45,
sehingga masih memenuhi persayaratan GMIA. Hasil analisis statistik ANOVA-
44 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LSD nilai pH gelatin kulit kambing PE konsentrasi 6% terhadap konsentrasi 12%
memperlihatkan bahwa (P>0,05), ini menyatakan bahwa nilai pH gelatin
konsentrasi 6%, terhadap konsentrasi 12% tidak berbeda secara nyata. Sedangkan,
nilai pH gelatin kulit kambing PE konsentrasi 9% terhadap konsentrasi 6% dan
12% memperlihatkan bahwa (P<0,05), ini menyatakan bahwa nilai pH gelatin
konsentrasi 9%, terhadap konsentrasi 6% dan 12% berbeda secara nyata.
4.3.8 Sifat Busa
Sifat busa diuji untuk melihat kemampuan gelatin kulit kamping PE
konsentrasi 6%, 9% dan 12% terhadap pembentukan dan stabilitas busa.
Pembentukan busa dapat terjadi karena kekuatan protein dalam mengadsorpsi
diantarmuka. Sedangkan stabilitas busa dipengaruhi oleh besarnya interaksi
protein-protein dalam matriks film yang mengelilingi gelembung udara (Gimenez
et al., 2008).
Tabel 4.8 Sifat Busa Gelatin Kulit Kambing PE Konsentrasi 6%, 9% dan 12%
Sampel Tinggi
busa (%)
Stabilitas busa (%)
0 (menit) 10 (menit) 30 (menit) 60 (menit)
Gelatin kulit
kambing PE
6% 219 ± 1,41 93,6 ± 3,83 90,1 ± 5,44 84,45 ± 10,25
9% 156 ± 2,82 97,4 ± 1,76 97,4 ± 1,76 97,40 ± 1,76
12% 216 ± 11,31 98,1 ± 1,2 97,2 ± 1,13 95,80 ± 3,03
Keterangan : - Nilai rata-rata ± standar deviasi
Tinggi busa digunakan untuk melihat kenaikan busa yang dihasilkan
dengan membandingkan busa yang terbentuk dengan volume awal sebelum
45 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
terbentuk busa. Stabilitas busa digunakan untuk melihat kestabilan busa yang
sudah terbentuk dengan mengamatinya selama 10, 30, dan 60 menit. Tinggi
dan stabilitas busa yang terbentuk dapat dimanfaatkan untuk pembuatan kapsul,
permen dan marsmallow (Schrieber dan Gareis. 2007).
Tinggi busa gelatin kulit kambing PE konsentrasi 9% lebih rendah
dibandingkan dengan konsentrasi yang lain. Hal ini mungkin dikarenakan pada
saat pembentukan busa tidak optimal dan rendahnya kekuatan protein dalam
mengadsorpsi diantarmuka sehingga, busa yang terbentuk sedikit.
Stabilitas busa gelatin semakin menurun selama waktu pengujian kecuali,
pada konsentrasi 9% stabilitas busa dari menit ke-10 sampai ke-60 tetap stabil
nilainya. Hal ini mungkin dikarenakan stabilnya interaksi protein-protein dalam
matriks film yang mengelilingi gelembung udara sehingga, stabilitas busa yag
dihasilkan tetap stabil selama waktu pengujian
Hasil analisis statistik ANOVA-LSD tinggi busa gelatin kulit kambing PE
konsentrasi 6% terhadap konsentrasi 12% memperlihatkan bahwa (P>0,05)
menyatakan bahwa tinggi busa gelatin konsentrasi 6% terhadap konsentrasi 12%
tidak berbeda secara nyata. Hasil analisis statistik stabilitas busa gelatin kulit
kambing konsentrasi 6%, 9% dan 12% memperlihatkan bahwa (P>0,05)
menyatakan bahwa sifat busa tidak berbeda secara nyata.
4.3.9 Sifat Emulsifikasi
Emulsi merupakan sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi
dalam cairan lain dalam bentuk tetesan kecil (globul) yang stabil dengan adanya
emulgator. Dalam sistem emulsi minyak dalam air, gelatin mempunyai
kemampuan sebagai emulgator. Hal ini disebabkan adanya bagian hidrofobik pada
rantai peptida dari gelatin.
Gelatin sebagai emulgator bekerja dengan cara mengelilingi tetesan fase
dalam sebagai suatu lapisan tipis yang diadsorpsi pada permukaan dari tetesan
fase terdispersi. Lapisan tipis yang terbentuk dapat mencegah terjadinya
berkumpulnya kembali globul sehingga kestabilan emulsi tetap terjaga (Marzuki
et al., 2011).
46 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 4.9 Nilai Indeks Aktivitas Emulsi (IAE) dan Indeks Stabilitas Emulsi (ISE)
Gelatin Kulit Kambing PE Konsentrasi 6%, 9% dan 12%
Sampel IAE (m2/g) ISE (menit)
Gelatin kambing PE 6% 12,29 ± 0,04 13,23 ± 0,01
9% 7,190 ± 0,01 16,70 ± 0,09
12% 16,26 ± 0,04 27,86 ± 0,14
Keterangan : - Nilai rata-rata ± standar deviasi
- IAE adalah Indeks aktivitas emulsi
- ISE adalah Indeks stabilitas emulsi
Sifat emulsifikasi gelatin diuji untuk mengetahui indeks aktivitas dan
stabilitas emulsi. Indeks aktivitas emulsi (IAE) mencerminkan kemampuan
protein untuk membantu dalam pembentukan dan stabilitas emulsi pada unit
daerah antarmuka yang stabil per unit berat protein (Gimenez et al., 2008).
Indeks aktivitas emulsi mengalami peningkatan dari konsentrasi 6% ke
konsentrasi 12%, namun mengalami penurunan pada konsentrasi 9%. Hal ini
disebabkan karena perbedaan faktor intrinsik, komposisi asam amino dan
konformasi protein. Selain itu, dikarenakan rendahnya kelarutan protein pada fase
dispersi, sehingga dapat menurunkan efisiensi emulsifikasi (Balti et al., 2011).
Indeks stabilitas emulsi (ISE) terendah terdapat pada gelatin kulit kambing
PE konsentrasi 6%. Hal ini kemungkinan dikarenakan protein tidak cukup besar
untuk menyelimuti seluruh globul minyak sehingga globul lebih bebas bergerak
dan membentuk agregat satu sama lain sehingga emulsi menjadi kurang stabil
(Astawan dkk, 2002).
Hasil analisis statistik ANOVA-LSD, indeks aktivitas emulsi (IAE) dan
indeks stabilitas emulsi (ISE) gelatin kulit kambing PE konsentrasi 6%, 9% dan
12% memperlihatkan bahwa (P < 0,05), ini menyatakan bahwa indeks aktivitas
emulsi (IAE) dan indeks stabilitas emulsi (ISE) gelatin kambing PE konsentrasi
6%, 9% dan 12% berbeda secara nyata.
4.3.10 Komposisi Asam Amino
47 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil pengujian komponen asam amino gelatin kulit kambing peranakan
etawa, dijabarkan pada Tabel 4.10
Tabel 4.10 Komposisi Asam Amino Gelatin Kulit Kambing PE
Parameter Asam Amino (%)
L-Threonin 2,49
L-Histidin 1,41
L-Tirosin 0,78
L-Leusin 3,29
L-Asam aspartat 6,01
L-Lisin HCl 4,54
L-Arginin 7,75
L-Valin 2,52
L-Isoleusin 1,47
L-Fenilalanin 2,57
L-Serin 4,00
L-Prolin 13,70
Glisin 26,48
L-Alanin 10,19
L- Asam glutamat 12,17
Total 100 %
Gelatin kulit kambing PE menunjukkan bahwa nilai asam amino glisin dan
prolin lebih besar dibandingkan dengan asam amino yang lain. Hal ini sesuai
dengan teori Ockerman dan Hansen (2000), yaitu asam amino pada gelatin mirip
dengan kolagen yaitu 2/3 penyusunnya adalah glisin, 1/3 adalah prolin.
Nilai asam amino terendah pada gelatin kulit kambing PE terdapat pada
asam amino tirosin yaitu 0,786968. Hal ini sesuai dengan teori Jaswir (2007),
yaitu gelatin merupakan suatu protein yang tidak lengkap karena tidak
mengandung triptofan serta rendahnya kandungan sistein dan tirosin.
4.3.11 Kejernihan
48 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kejernihan yang dihasilkan oleh gelatin kulit kambing PE dijabarkan pada
Tabel 4.11
Tabel 4.11 Nilai Kejernihan Gelatin Kulit Kambing PE Konsentrasi 6%, 9% dan
12%
Sampel Transmittan (%)
Gelatin Kambing PE 6% 33,80 ± 0,14
9% 38,15 ± 0,21
12% 12,05 ± 0,07
Keterangan : - Nilai rata-rata ± standar deviasi
Kejernihan itu penting bagi sifat estetika gelatin. Hasil analisis statistik
ANOVA-LSD, nilai kejernihan gelatin kulit kambing PE konsentrasi 6%, 9% dan
12% memperlihatkan bahwa (P<0,05), ini menyatakan bahwa nilai kejernihan
gelatin kambing PE konsentrasi 6%, 9% dan 12% berbeda secara nyata.
Nilai kejernihan gelatin kulit kambing PE konsentrasi 6%, 9% dan 12%
yang dihasilkan rendah. Rendahnya nilai kejernihan gelatin kulit kambing PE
konsentrasi 6%, 9% dan 12% dikarenakan adanya komponen inorganik, protein
dan kontaminasi mukosubkutan yang tidak hilang selama proses ekstraksi.
Nilai transmittan konsentrasi 12% lebih rendah dibandingkan dengan
konsentrasi yang lain, hal ini dikarenakan proses pencucian yang kurang bersih
sehingga kotoran ikut terekstraksi, selain itu karena proses filtrasi yang kurang
sempurna selama proses ekstraksi sehingga menimbulkan kekeruhan pada gelatin
yang dihasilkan (Shyni, 2013).
Tingkat kejernihan yang tinggi dapat diperoleh dengan melakukan proses
filtrasi yang efisien selama ekstraksi gelatin sehingga, larutan bebas dari partikel
yang dapat menyebarkan cahaya dan menyebabkan kekeruhan terhadap larutan
gelatin. Idealnya, kejernihan gelatin harus sama dengan air destilasi, namun hal ini
tidak mungkin dikarenakan berbagai alasan teknis.
49 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa
rendemen yang dihasilkan pada hidrolisis menggunakan asam asetat 6%,
9% dan 12% tidak berbeda secara nyata yaitu berturut-turut 3,19 ± 0,91,
3,07 ±0,79 dan 4,13 ±2,1.
2. Variasi konsentrasi asam asetat tidak berpengaruh terhadap nilai rendemen
sehingga, tidak dihasilkan nilai rendemen tertinggi.
50 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Karakterisasi sifat fisikokimia yang dihasilkan sudah memenuhi
persyaratan SNI dan GMIA, kecuali nilai kadar nitrogen lebih besar dari
standar GMIA.
4. Analisis statistik sifat fisikokimia gelatin menunjukkan bahwa tidak ada
perbedaan secara nyata pada nilai kadar air, kadar abu, kadar lemak dan
sifat busa.
5. Analisis statistik sifat fisikokimia gelatin menunjukkan bahwa ada
perbedaan secara nyata pada nilai kekuatan gel, sifat emulsifikasi, pH,
kadar nitrogen dan kejernihan.
5.2 Saran
Perlu dilakukan pengujian lanjutan terhadap variasi konsentrasi asam
asetat sebagai larutan penghidrolisis untuk menghasilkan rendemen tertinggi dan
karakterisasi sifat fisikokimia gelatin sesuai standar SNI dan GMIA.
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, A.T., dan M. Sompie. 2015. Kajian Gelatin Kulit Ikan Tuna (Thunnus
albacares) yang Diproses Menggunakan Asam Asetat. Pros Sem Nas Masy
Biodiv Indon, 1(5): 1186-1189
Akhmad Sodiq dan Zainal Abidin. 2008. Sukses Penggemukan Domba. Agro
media. Jakarta
Alfaro, A. D. T., G. G. Fonseca, E. Balbinot, A. Machado dan C. Prentice, 2013.
Physical And Chemical Properties Of Wami Tilapia Skin Gelatin. Food
Science and Technology Campinas
51 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Anonim, 2012. Gelatin Handbook. Gelatin Manufacturers Institute of America.
USA
AOAC. 2000. Official methods benzoic acid in nonsolid food and beverages
spectrophotometric method. USA: AOAC internasional
AOAC. 2005. Official Methods of Analysis. Association of Official Analytical
Chemists. Benjamin Franklin Station, Washington.
Astawan, M. Dan Aviana A. (2002). Pengaruh jenis larutan perendam serta
metode pengeringan terhadap sifat fisik, kimia, dan funsional dari kulit
ikan cucut. Proseding Seminar Nasional PATPI. ISBN: 979-95249-6-2,
Malang
Badan Litbang Pertanian. 2011. Kambing Peranakan Etawah Sumberdaya Ternak
Penuh Berkah. Sinartani Agroinovasi. Edisi 19-25 Oktober, No. 3427
Tahun XLII.
Balti, R., M. Jridi, A. Sila, N. Souissi dan N. N. Arroume. 2010. Extraction and
Functional Properties of Gelatin from The Skin of Cuttlefish (Sepia
officinalis) using Smooth Hound Crude Acid Protease-Aided Process.
Food Hydrocolloids, 25(5): 943-950
Barbooti, M.M., S.R. Raouf and F.H.K. AlHamdani. 2008. Optimization of
production of food grade gelatin from bovine hide wastes. Eng and Tech
[BPS]. Biro Pusat Statistik. 2014. Statistik Perdagangan Ekspor-Impor Indonesia.
https://www.bps.go.id/Subjek/view/id/8. Diakses pada tanggal 26/01/2017
pukul 22:56
Bhattacharjee, Arnab and bansal, manju. 2005. Collagen structure: the madras
triple helix and the curent scenario. Molecular biophysics unit, indian institute of
science, bangalore, india. Taylor and francis group. ISSN 1521-6543
print/ ISSN 1521-6551 DOI: 10.1080/15216540500090710
Budiarsana, I-GM. 2005. Performan Kambing Peranakan Etawah (PE) Di Lokasi
Agroekosistem Yang Berbeda. Seminar Nasional Teknologi Peternakan
dan Veteriner. Balai Penelitian Ternak Bogor.
Choi, S. S. dan J. M. Regenstein. 2000. Physicochemical and Sensory
Characteristics of Fish Gelatin. Journal of Food Science, 65(2): 194-199
52 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
De Man, J.M., 1997. Kimia Makanan. Penerjemah Kosasih Padmawinata,
Penerbit ITB, Bandung
Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope
Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Gandjar, I. G. dan A. Rohman. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Cetakan Pertama.
Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Gimenez, B., Gomes Guillen, M.C dan Montero, P. 2005. Storage Of Dried Fish
Skins On Quality Characteristics Of Extracted Gelatin. Food
hydrocolloids. 19 : 958-963
Gimenez, B., A. Aleman, P. Montero dan M. C. G. Guillen. 2008. Antioxidant
and Functional Properties of Gelatin Hydrolysates Obtained from Skin of
Sole and Squid. Food Chemistry. 114(2009): 976-983
Gomez-Guillen, M.C. and Montero, P. 2001. Extraction of gelatin from megrin
(Lepidor hombus boscil) skin with several or formic acid. J. Food Sci.
66(2): 213– 216
Guillen, M, C, G., B. Gimenez., M. E. L. Caballero and M.P. Montero. 2011.
Functional and bioactive properties of collagen and gelatin from
alternative sources. Food Hydrocolloids. 25 :1813-1827
Hafidz, R. M. R. N., Yaakob, C. M., Amin, I. dan Noorfaizan, A. 2011. Chemical
And Functional Properties Of Bovine And Porcine Skin Gelatin.
International Food Research Journal, 18: 813-817
Haris, M. A. 2008. Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan Nila (Oreochromis
niloticus) sebagai Gelatin dan Pengaruh Lama Penyimpanan pada Suhu
Ruang. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Perikanan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor
Hastuti, D dan Sumpe, I. 2007. Pengenalan Dan Proses Pembuatan Gelatin. Jurnal
Ilmu Pertanian. Fakultas Peternakan Perikanan Dan Ilmu Kelautan
UNIPA (Papua). Volume, 3. No. 1. Hal 39-48
Http://www.biologimediacentre.com Diakses pada tanggal 10 februari 2017 pukul
21:15
53 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Http://www.uni-salzburg.at/fileadmin/oracle_file_imports/359201.PDF. Diakses
pada tanggal 17 Februari 2017 pukul 20:05
Http://repository.usu.ac.id diakses pada tanggal 17 februari 2017 pukul 20:38
Http://specindo.com/harga-kambing-etawa-terbaru/diakses pada tanggal 12 Mei
2017 pukul 13:03
Idiawati, N., R. Maulida dan L. Arianie. 2014. Pengaruh Konsentrasi Asam
Klorida pada Ekstraksi Gelatin dari Ikan Tulang Tenggiri. Jurnal Sains
dan Teknologi Kimia, 5(1): 1-9
Indra,S, N. 2014. Biologi Nannochloropsis Sp. Http: // digilib .unila .ac .id /2029
/7 /bab% 20ii .pdf. Diakses pada tanggal 28 februari 2017 pukul 17:16
Iqbal, Muhammad., Anam, Choirul dan Ridwan, Achmad. 2015. Optimasi
Rendemen Dan Kekuatan Gel Gelatin Ekstrak Tulang Ikan Lele Dumbo
(Clarias gariepinus Sp). Jurnal Teknosains Pangan. Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Jaswir, I. 2007. Memahami Gelatin. http//www.BeritaIptek.com. 18 Februari 2017
(19:43)
Jellouli, K, Balti, R., bougatef, A., Hmidet, N., Barkia, A., and Nasri., M. 2011.
Chemical Composition And Characteristics Of Skin Gelatin From Grey
Triggerfish (Balistes Capriscus). LWT-Food science and technology 44:
1965-1970
Junianto, Haetami K., Maulina, I. 2006. Produksi Gelatin Dari Tulang Ikan Dan
Pemanfaatannya Sebagai Bahan Dasar Pembuatan Cangkang Kapsul.
Skripsi. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjajaran
Bandung.
Katili, A. S. 2009. Struktur dan Fungsi Protein Kolagen. Jurnal Pelangi Ilmu.
Volume 2 No. 5
Koeswardhani, M. 2008. Modul 1: Dasar-Dasar Teknologi Pengolahan Pangan.
Http://repository.ut.ac.id/4619/1/pang4312-m1.pdf. Diakses Pada Tanggal
28 Februari 2017 Pukul 17:02
54 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kusumawati, Rinta., Tazwir., Dan Wawasto, Ari. 2008. Pengaruh Perendaman
Dalam Asam Klorida Terhadap Kulaitas Gelatin Tulang Kakap Merah
(Lutjanus Sp.). Jurnal Pascapanean dan Bioteknologi Kelautan Dan
Prikanan. Volume. 3 No.1
Lee, Y.C. dan Lee, S.W. (1999). Quality changes during storage in Korean clear
pear juice concentrated by three methods. Journal of Food Quality 22 :
565- 571.
Martianingsih, N. dan L. Atmaja. 2009. Analisis Sifat Kimia, Fisik dan Termal
Gelatin dari Ekstraksi Kulit Ikan Pari (Himantura gerrardi) Melalui Variasi
Jenis Larutan Asam. Skripsi. Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
Marzuki, A., E. Pakki dan F. Zulfikar. 2011. Ekstraksi dan Penggunaan Gelatin
dari Limbah Tulang Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal) sebagai Emulgator
dalam Formulasi Sediaan Emulsi. Majalah Farmasi dan Farmakologi
Miskah, S., Ramadianti, 1, M dan Hanif, A, F. 2013. Pengaruh Konsentrasi
CH3COOH Dan HCl Sebagai Pelarut Dan Waktu Perendaman Pada
Pembuatan Gelatin Berbahan Baku Tulang/ Kulit Kaki Ayam. Artikel.
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya
Molnes, S. N. 2013. Physical Properties of Gelatin Based Solid Emulsions:
Effects on Drug Release in The GI Tract. Norwegian University of Science and
Technology
Mostafa, Aliaa G. M., et al. 2015. Physicochemical Characteristics of Gelatin
Extracted from Catfish (Clarias gariepinus) and Carp (Cyprinus carpio)
Skins. Mesir: Middle East Journal of Agriculture Research. ISSN: 2077-
4605.
Munda, M. 2013. Pengaruh Konsentrasi Asam Asetat Dan Lama Demineralisasi
Terhadap Kuantitias Dan Kualitas Gelatin Tulang Ayam. Skripsi. Fakultas
Peternakan Universitas Hasanuddin. Makassar.
Mustikaningrum, M. 2015. Aplikasi Metode Spektrofotometri Visisble Genesys-
20 Untuk Mengukur Kadar Curcuminoid Pada Temulawak (Curcuma
55 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Xanthorrhiza). Tugas Akhir. Program Studi Diploma III Teknik Kimia.
Universitas Diponegoro Semarang.
Nugrahaningsih., Lukiati, B., Sholikah, S,I Dan Setiawati, F, K. 2014. Profil
Kekuatan Tarik Gelatin Dari Kulit Kaki Ayam Dan Kecepatan Penutupan
Luka Pada Mus Musculus Pasca Pemberian Gelatin. Artikel. Jurusan
Biologi FMIPA Universitas Negeri Malang. 11-091
Ockerman, H. W and C. L.Hansen, C. L. 2000. Animal By Product Processing
and Utilization. CRC Press, USA.
Perwitasari, D. S. 2008. Hidrolisis Tulang Sapi Menggunakan HCl untuk
Pembuatan Gelatin. Makalah Seminar Nasional Soebardjo Brotohardjono:
1978-0427
Poedjiadi, A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Universitas Indonesia (UI-Press).
Jakarta
Praira, willy. 2008. Identifikasi Gelatin Dalam Beberapa Bentuk Obat. Sediaan
Tablet Menggunakan Metode Spektrofotometri. Skripsi. Program Studi
Biokimia Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Bogor
Rediatning, W Dan Kartini, N. 1987. Analisis Asam Amino Dengan Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi Secara Derivatisasi Prakolom Dan Pascakolom.
Proceedings ITB. Volume 20, No. ½
Relani, N,I. 2016. Uji Aktivitas Penangkap Radikal Bebas Ekstrak Metanol Daun
Pepaya (Carica papaya L) Beserta Fraksinya Dengan Metode DPPH (1,1-
Difenil-2-Pikrilhidrazil). Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas
Muhammadiyah Purwokerto.
Rowe, R. C., P. J. Sheskey dan M. E. Quinn. 2009. Handbook of Pharmaceutical
Excipients Sixth Edition. Pharmaceutical Press and American Pharmacists
Association. USA
Sahilah, A.M., Mohd, F. L., Norrakiah, A. S., Aminah, A., Wan, A. W. M.,
Ma’ruf, A. G. dan Mohd, K. A. 2012. Halal Market Surveillance of Soft
and Hard Gel Capsules in Pharmaceutical Products using PCR and
SouthernHybridization on the Biochip Analysis. International Food and
Research Journal, 19(1): 371-375
56 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Said, M, I., Abustam, E., Likadja, J, C. 2014. Pengaruh Penerapan Jenis dan Suhu
Ekstraktan Dalam Proses Ekstraksi Tulang Broiler Pada Sifat-Sifat
Kolagen. Artikel Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan.
Universitas Hasanuddin
Sari, M, I. 2007. Struktur Protein. Artikel. Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara
Sari, Mayang. 2011. Identifikasi Protein Menggunakan Fourier Transform
Infrared (FTIR). Skripsi. Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik
Universitas Indonesia Depok
Sartika. D. 2009. Pengembangan Produk Marshmallow dari Gelatin Kulit Ikan
Kakap Merah. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Schrieber, R., dan H. Gareis. 2007. Gelatine Handbook: Theory and Industrial
Practice.Wiley-Vch Verlag Gmbh & Co.Kgaa. German
Setiawati, I. H. 2009. Karakterisasi Mutu Fisika Kimia Gelatin Kulit Ikan Kakap
Merah (Lutjanus sp.) Hasil Proses Perlakuan Asam. Skripsi. Program
Studi Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut
Pertanian Bogor.
Shyni, K., G. S. Hema, G. Ninan, S. Mathew, C. G. Joshy dan P. T. Lakshmanan.
2013. Isolation And Characterization Of Gelatin From The Skins Of
Skipjack Tuna (Katsuwonus pelamis), Dog Shark (Scoliodon sorrakowah),
And Rohu (Labeo rohita). Food Hydrocolloids, 39(2014): 68-76
Singh, S., K. V. R. Rao, K. Venugopal, dan R. Manikandan. 2002. Alteration in
Dissolution Characteristics of Gelatin-Containing Formulations: A Review
of the Problem, Test Methods and Solutions. Pharmaceutical
Technology: 36-43
Sitompul, S. 1997. Komposisi Asam-Asam Amino Dari Biji-Bijian Dan Kacang-
Kacangan. Lokakarya Fungsional. Balai Penelitian Ternak Ciawi
[SNI]. Standar Nasional Indonesia. 063735.1995. Mutu dan Cara Uji Gelatin.
Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. http:// www. bsn. go. Id
/main/sni/isi_sni/5. Diakses pada tanggal 26 februari 2017 pukul 11: 34
57 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tazwir, D. L. A. dan R. Peranginangin. 2007. Optimasi Pembuatan Gelatin dari
Tulang Ikan Kaci-Kaci (Plectorhynchus chaetodonoides Lac.)
Menggunakan Berbagai Konsentrasi Asam dan Waktu Ekstraksi. Jurnal
Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, 2(1): 35-43
Triatmojo, S., Said, M, I., Erwanto, Y., Dan Fudholi, A. 2011. Karakteristik
Gelatin Kulit Kambing Yang Diproduksi Melalui Proses Asam Dan Basa.
Jurnal Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Agritech,
Volume 3, No. 3
Trilaksani, W., Nurilmala, M Dan Setiawati, I, H. 2012. Ekstraksi Gelatin Kulit
Ikan Kakap Merah (Lutjanus Sp.) Dengan Proses Perlakuan Asam.
Jurnal Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan
IPB. Volume 15 Nomor 3
Ulfah, M. 2011. Pengaruh Konsentrasi Larutan Asam Asetat dan Lama Waktu
Perendaman terhadap Sifat-Sifat Gelatin Ceker Ayam. Agritech, 31(3):
161167
Viro F. 1992. Gelatin. Di dalam Hui YH (ed). Encyclopedia of Food Science and
Technology Vol 2: 650-651. New York: John Wiley and Sons, Inc.
Wahid, A,M. 2015. Pengaruh Lama Perendaman Dan Perbedaan Konsentrasi
Etanol Terhadap Nilai Rendemen Dan Sifat Fisiko-Kimia Gelatin Tulang
Sapi. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan.
Universitas Hasanuddun Makassar
Ward,A.G. dan Court. 1977. The Science and Technology of Gelatin. Academic
Press. New York
Winarno FG 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Winarno, F.G., 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Yenti, Revi., Nofiandi, Dedi dan Rosmaini. 2015. Pengaruh Beberapa Jenis
Larutan Asam Pada Pembuatan Gelatin Dari Kulit Ikan Sepat Rawa
(Trichogaster Trichopterus) Kering Sebagai Gelatin Alternatif. Jurnal Scientia
Vol.5 No. 2. Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Perintis Padang
Yenti, Revi., Nofiandi, Dedi Dan Fitriyah, Rimzatul. 2016. Pengaruh Variasi
Konsentrasi Asam Asetat Terhadap Kuantitas Gelatin Dari Kulit Ikan
58 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sepat Rawa (Trichogaster trichopterus) Kering Dan Karakteristiknya. Jurnal
Scientia Vol.6 No. 1. Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Perintis Padang
Youlanda, H. 2016. Ekstraksi Dan Evaluasi Gelatin Dari Kulit Sapi Yang Telah
Mengalami Proses Buang Bulu Menggunakan Hidrolisis Asam. Skripsi.
Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Kerangka Penelitian
Kulit kambing
peranakan etawa
Preparasi
59 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rendemen
Sifat emulsifikasi pH
Kejernihan
Kadar nitrogen Kadar air
Kadar lemak
Sifat busa Kadar abu
Kekuatan gel
Komposisi asam amino
Lampiran 2. Perhitungan Rendemen Gelatin Kulit Kambing PE
Contoh perhitungan
Sampel 6%
Rendemen( ) berat akhir produk (gram) ( )
berat a al bahan baku (gram) (B)
Ekstraksi
Lembaran gelatin
Karakterisasi sifat
fisikokimia
Analisis hasil
Kesimpulan
60 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rendemen( )
gram
Sampel Rendemen (%)
6%
4,10
3,20
2,27
Rata-rata 3,19
SD 0,91
9% 2,70
3,99
2,53
Rata-rata 3,07
SD 0,79
12% 4,80
2,06
6,25
Rata-rata 4,13
SD 2,10
Lampiran 3. Analisis Statistik Rendemen Gelatin Kulit Kambing PE
Multiple Comparisons
Rendemen
LSD
(I) sampel (J) sampel
Mean
Difference
Std.
Error Sig.
95% Confidence
Interval
61 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(I-J) Lower
Bound
Upper
Bound
gelatin PE-
6
gelatin PE-9 .11667 1.15493 .923 -2.7094 2.9427
gelatin PE-12 -1.18000 1.15493 .346 -4.0060 1.6460
gelatin PE-
9
gelatin PE-6 -.11667 1.15493 .923 -2.9427 2.7094
gelatin PE-12 -1.29667 1.15493 .304 -4.1227 1.5294
gelatin PE-
12
gelatin PE-6 1.18000 1.15493 .346 -1.6460 4.0060
gelatin PE-9 1.29667 1.15493 .304 -1.5294 4.1227
Lampiran 4. Kekuatan Gel Gelatin Kulit Kambing PE
Sampel Kekuatan gel
6% I 241
II 242
Rata-rata 241,5
SD 0,70
9% I 154,6
II 157,3
Rata-rata 155,95
SD 1,90
12% I 288,7
II 286,2
Rata-rata 287,45
SD 1,76
Lampiran 5. Analisis Statistik Kekuatan Gel Menggunakan SPSS
Multiple Comparisons
Kekuatangel
LSD
62 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(I) sampel
(J)
sampel
Mean
Difference
(I-J)
Std.
Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper
Bound
gelatinPE-6 gelatin
PE-9 85.55000
* 1.55671 .000 80.5959 90.5041
gelatin
PE-12 -45.95000
* 1.55671 .000 -50.9041 -40.9959
gelatinPE-9 gelatin
PE-6 -85.55000
* 1.55671 .000 -90.5041 -80.5959
gelatin
PE-12
-
131.50000
*
1.55671 .000 -136.4541 -126.5459
gelatinPE-12 gelatin
PE-6 45.95000
* 1.55671 .000 40.9959 50.9041
gelatin
PE-9
131.50000
*
1.55671 .000 126.5459 136.4541
*. The mean difference is significant at the
0.05 level.
Lampiran 6. Perhitungan Kadar Air Gelatin Kulit Kambing PE
Kadar air ( ) W W
Bobot sampel
63 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Contoh perhitungan
Sampel 6%
Kadar air ( )
,
Sampel Berat
sampel
Sebelum
dikeringkan
(W1)
Sesudah
dikeringkan
(W2)
kadar air (%)
6% 1,02 47,08 46,99 8,82
1,00 34,67 34,58 9,00
Rata-rata 8,91
SD 0,12
9% 1,02 35,76 35,67 8,82
1,02 39,92 39,82 9,80
Rata-rata 9,31
SD 0,69
12% 1,00 37,88 37,79 9,00
1,07 29,8 29,71 8,40
Rata-rata 8,70
SD 0,42
Lampiran 7. Analisis Statistik Kadar Air Menggunakan SPSS
Multiple Comparisons
kadarair
LSD
64 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(I) sampel (J) sampel
Mean
Difference
(I-J)
Std.
Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper
Bound
gelatin PE-6 gelatin
PE-9 -.40000 .47483 .461 -1.9111 1.1111
gelatin
PE-12 .21000 .47483 .688 -1.3011 1.7211
gelatin PE-9 gelatin
PE-6 .40000 .47483 .461 -1.1111 1.9111
gelatin
PE-12 .61000 .47483 .289 -.9011 2.1211
gelatin PE-12 gelatin
PE-6 -.21000 .47483 .688 -1.7211 1.3011
gelatin
PE-9 -.61000 .47483 .289 -2.1211 .9011
Lampiran 8. Perhitungan Kadar Abu Gelatin Kulit Kambing PE
Kadar abu( ) berat abu
berat sampel
65 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Contoh perhitungan
Sampel 6%
Kadar abu( )
,
Sampel Berat sampel Berat abu kadar abu (%)
6% 0,91 0,01 1,09
0,93 0,01 1,07
Rata-rata 1,08
SD 0,01
9% 0,92 0,01 1,08
0,93 0,01 1,07
Rata-rata 1,075
SD 0.007
12% 0,91 0,01 1,09
0,98 0,01 1,02
Rata-rata 1,05
SD 0,04
Lampiran 9. Analisis Statistik Kadar Abu Gelatin Kambing PE
Multiple Comparisons
Kadarabu
LSD
66 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(I) sampel (J) sampel
Mean
Difference
(I-J)
Std.
Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
gelatin PE-6 gelatin
PE-9 .01000 .02915 .754 -.0828 .1028
gelatin
PE-12 .03000 .02915 .379 -.0628 .1228
gelatin PE-9 gelatin
PE-6 -.01000 .02915 .754 -.1028 .0828
gelatin
PE-12 .02000 .02915 .542 -.0728 .1128
gelatin PE-12 gelatin
PE-6 -.03000 .02915 .379 -.1228 .0628
gelatin
PE-9 -.02000 .02915 .542 -.1128 .0728
Lampiran 10. Perhitungan Kadar Lemak Gelatin Kulit Kambing PE
Kadar lemak berat lemak
berat sampel
67 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Contoh perhitungan
Sampel 6%
Kadar lemak
,
Sampel Berat sampel Berat lemak Kadar lemak (%)
6% 1,02 0,013 1,30
1,02 0,017 1,60
Rata-rata 1,45
SD 0,21
9% 1,02 0,0114 1,10
1,02 0,0104 1,01
Rata-rata 1,05
SD 0,06
12% 1,02 0,019 1,80
1,02 0,015 1,47
Rata- rata 1,63
SD 0,23
Lampiran 11. Analisis Statistik Kadar Lemak Gelatin Kambing PE
Multiple Comparisons
68 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
kadarlemak
LSD
(I) sampel (J) sampel
Mean
Difference
(I-J)
Std.
Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
gelatin PE-6 gelatin
PE-9 .39500 .18574 .123 -.1961 .9861
gelatin
PE-12 -.18500 .18574 .393 -.7761 .4061
gelatin PE-9 gelatin
PE-6 -.39500 .18574 .123 -.9861 .1961
gelatin
PE-12 -.58000 .18574 .052 -1.1711 .0111
gelatin PE-12 gelatin
PE-6 .18500 .18574 .393 -.4061 .7761
gelatin
PE-9 .58000 .18574 .052 -.0111 1.1711
Lampiran 12. Kadar Nitrogen Gelatin Kulit Kambing PE 6%
Singplo
N r Nitrogen N H l
mg sampel
69 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
N , , ,
,
Duplo
N r Nitrogen N H l
mg sampel
N , , ,
,
Sampel Kadar Nitrogen (%)
Gelatin kambing PE 6% I 21,861
II 21,601
Rata-rata 21,731
SD 0,18
Lampiran 13. Kadar Nitrogen Gelatin Kulit Kambing PE 9%
Singplo
N r Nitrogen N H l
mg sampel
N , , ,
,
Duplo
N r Nitrogen N H l
mg sampel
N , , ,
,
Sampel Kadar Nitrogen (%)
Gelatin kambing PE 9% I 23,004
II 23,660
Rata-rata 23,332
SD 0,46
Lampiran 14. Kadar Nitrogen Gelatin Kulit Kambing PE 12%
singplo
N r Nitrogen N H l
mg sampel
70 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
N , , ,
,
Duplo
N r Nitrogen N H l
mg sampel
N , , ,
Sampel Kadar Nitrogen (%)
Gelatin kambing PE 12% I 23,656
II 22,908
Rata-rata 23,282
SD 0,52
Lampiran 15. Analisis Statistik Kadar Nitrogen Gelatin Kambing PE
Kadar Nitrogen
71 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(I) sampel (J) sampel
Mean
Difference
(I-J)
Std.
Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower
Bound Upper Bound
gelatinPE-6 gelatinPE-
9 -1.601000
* .419809 .032 -2.93702 -.26498
gelatinPE-
12 -1.551000
* .419809 .034 -2.88702 -.21498
gelatinPE-9 gelatinPE-
6 1.601000
* .419809 .032 .26498 2.93702
gelatinPE-
12 .050000 .419809 .913 -1.28602 1.38602
gelatinPE-
12
gelatinPE-
6 1.551000
* .419809 .034 .21498 2.88702
gelatinPE-
9 -.050000 .419809 .913 -1.38602 1.28602
Lampiran 16. Nilai pH Gelatin Kulit Kambing PE
Sampel Bobot sampel
(g)
pH
72 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
I II
6% 0,75 5,38 5,30
5,32 5,32
5,33 5,31
Rata-rata 5,34 5,31 5,32
SD 0,02
I II
9% 0,75 5,07 4,92
5,15 4,94
5,07 4,98
Rata-rata 5,09 4,94 5,01
SD 0,11
I II
12% 0,75 5,44 5,46
5,42 5,51
5,41 5,48
Rata-rata 5,42 5,48 5,45
SD 0,04
Lampiran 17. Analisis Statistik pH Gelatin Kambing PE
73 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
pH- LSD
(I) sampel (J) sampel
Mean
Difference
(I-J)
Std.
Error Sig.
95% Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
gelatin PE-6 gelatin
PE-9 .31000
* .09037 .042 .0224 .5976
gelatin
PE-12 -.17500 .09037 .148 -.4626 .1126
gelatin PE-9 gelatin
PE-6 -.31000
* .09037 .042 -.5976 -.0224
gelatin
PE-12 -.48500
* .09037 .013 -.7726 -.1974
gelatin PE-12 gelatin
PE-6 .17500 .09037 .148 -.1126 .4626
gelatin
PE-9 .48500
* .09037 .013 .1974 .7726
Lampiran 18. Data dan Perhitungan Tinggi dan Stabilitas Busa Gelatin Kulit
Kambing PE
Sampel VA (ml) V0 (ml) Vt-10 (ml) Vt-30 (ml) Vt-60 (ml)
6% 50 ml 109 105 102,5 100
110 100 95 85
9% 50 ml 79 76 76 76
77 76 76 76
12% 50 ml 104 103 102 102
112 109 108 105
Rumus Tinngi dan Stabilitas Busa
74 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tinggi busa V
Va
Stabilitas busa Vt
V
Contoh perhitungan
Sampel 6%
Tinggi busa
Stabilitas busa ( )
Sampel % TB
(0 menit)
% SB
(10 menit)
% SB
(30 menit)
% SB
(60 menit)
6% 218 96,3 94 91,7
220 90,9 86,3 77,2
Rata-rata 219 93,6 90,1 84,45
SD 1,41 3,83 5,44 10,25
9% 158 96,2 96,2 96,2
154 98,7 98,7 98,7
Rata-rata 156 97,4 97,4 97,4
SD 2,82 1,76 1,76 1,76
12% 208 99 98 98
224 97,3 96,4 93,7
Rata-rata 216 98,1 97,2 95,8
SD 11,31 1,2 1,13 3,03
Lampiran 19. Analisis Statistik Sifat Busa Gelatin Kambing PE
Multiple Comparisons
75 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LSD
Dependen
t Variable (I) sifatbusa
(J)
sifatbusa
Mean
Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
menit_0 gelatin PE 6% gelatin
PE 9% 63.00000
* 6.78233 .003 41.4156 84.5844
gelatin
PE 12% 3.00000 6.78233 .688 -18.5844 24.5844
gelatin PE 9% gelatin
PE 6% -63.00000
* 6.78233 .003 -84.5844 -41.4156
gelatin
PE 12% -60.00000
* 6.78233 .003 -81.5844 -38.4156
gelatin PE 12% gelatin
PE 6% -3.00000 6.78233 .688 -24.5844 18.5844
gelatin
PE 9% 60.00000
* 6.78233 .003 38.4156 81.5844
menit_10 gelatin PE 6% gelatin
PE 9% -3.85000 2.52653 .225 -11.8905 4.1905
gelatin
PE 12% -4.55000 2.52653 .170 -12.5905 3.4905
gelatin PE 9% gelatin
PE 6% 3.85000 2.52653 .225 -4.1905 11.8905
gelatin
PE 12% -.70000 2.52653 .800 -8.7405 7.3405
gelatin PE 12% gelatin
PE 6% 4.55000 2.52653 .170 -3.4905 12.5905
gelatin
PE 9% .70000 2.52653 .800 -7.3405 8.7405
menit_30 gelatin PE 6% gelatin
PE 9% -7.30000 3.36898 .119 -18.0216 3.4216
76 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
gelatin
PE 12% -7.05000 3.36898 .127 -17.7716 3.6716
gelatin PE 9% gelatin
PE 6% 7.30000 3.36898 .119 -3.4216 18.0216
gelatin
PE 12% .25000 3.36898 .946 -10.4716 10.9716
gelatin PE 12% gelatin
PE 6% 7.05000 3.36898 .127 -3.6716 17.7716
gelatin
PE 9% -.25000 3.36898 .946 -10.9716 10.4716
menit_60 gelatin PE 6% gelatin
PE 9% -13.05000 6.26498 .129 -32.9880 6.8880
gelatin
PE 12% -11.40000 6.26498 .166 -31.3380 8.5380
gelatin PE 9% gelatin
PE 6% 13.05000 6.26498 .129 -6.8880 32.9880
gelatin
PE 12% 1.65000 6.26498 .809 -18.2880 21.5880
gelatin PE 12% gelatin
PE 6% 11.40000 6.26498 .166 -8.5380 31.3380
gelatin
PE 9% -1.65000 6.26498 .809 -21.5880 18.2880
*. The mean difference is significant at the 0.05
level.
Lampiran 20. Perhitungan Indeks Aktivitas dan Stabilitas Emulsi Gelatin Kulit
Kambing PE
77 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(m g) ( . F)
L
(menit)
t
Contoh perhitungan
Sampel 6%
(m g) . ,
cm
. ,
g
(menit)
, ,
Sampel IAE (m2/g) ISE
6% 12,32 13,24
12,27 m2/g 13,22
Rata-rata 12,29 13,23
SD 0,04 0,01
9% 7,20 16,64
7,18 16,77
Rata-rata 7,19 16,70
SD 0,01 0,09
12% 16,30 27,76
16,23 27,97
Rata-rata 16,26 27,86
SD 0,04 0,14
Lampiran 21. Analisis Statistik Uji Sifat Emulsifikasi Gelatin Kambing PE
Menggunakan SPSS
78 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Multiple Comparisons
LSD
Depen
dent
Variabl
e
(I)
sifatemulsifika
si
(J)
sifatemulsifi
kasi
Mean
Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
IAE gelatinPE-6 gelatinPE-9 5.105000* .027386 .000 5.01785 5.19215
gelatinPE-
12 -3.985000
* .027386 .000 -4.07215 -3.89785
gelatinPE-9 gelatinPE-6 -5.105000* .027386 .000 -5.19215 -5.01785
gelatinPE-
12 -9.090000
* .027386 .000 -9.17715 -9.00285
gelatinPE-12 gelatinPE-6 3.985000* .027386 .000 3.89785 4.07215
gelatinPE-9 9.090000* .027386 .000 9.00285 9.17715
ISE gelatinPE-6 gelatinPE-9 -3.475000* .101160 .000 -3.79694 -3.15306
gelatinPE-
12
-
14.635000*
.101160 .000 -14.95694 -14.31306
gelatinPE-9 gelatinPE-6 3.475000* .101160 .000 3.15306 3.79694
gelatinPE-
12
-
11.160000*
.101160 .000 -11.48194 -10.83806
gelatinPE-12 gelatinPE-6 14.635000* .101160 .000 14.31306 14.95694
gelatinPE-9 11.160000* .101160 .000 10.83806 11.48194
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 22. Susunan Asam Amino Gelatin Kulit Kambing PE
79 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Asam amino ppm (mg/kg) Hasil (%)
L-Threonin 20761,38 2,49
L-Histidin 11756,58 1,41
L-Prolin 114171,92 13,70
L-Tirosin 6556,72 0,78
L-Leusin 27463,26 3,29
L-Asam aspartat 50124,39 6,01
L-Lisin HCl 42406,21 4,54
Glisin 220685,48 26,4
L-Arginin 64639,60 7,75
L-Alanin 84934,56 10,19
L-Valin 21062,77 2,52
L-Isoleusin 12290,05 1,47
L-Fenilalanin 21450,24 2,57
L- Asam glutamat 101466,72 12,17
L-Serin 33392,38 4,00
Total 833161,66 100 %
Lampiran 23. Kejernihan Gelatin Kulit Kambing PE
Sampel Berat sampel % Transmittan (620 nm)
6% I 0,6663 33,7
II 0,6622 33,9
Rata-rata 33,8
SD 0,14
9% I 0,6658 38,3
II 0,6639 38,0
Rata-rata 38,15
SD 0,21
12% I 0,6643 12,1
II 0,6678 12,0
Lampiran 24. Analisis Statistik kejernihan Gelatin Kambing PE
80 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Multiple Comparisons
Kejernihan
LSD
(I) sampel (J) sampel
Mean
Difference
(I-J)
Std.
Error Sig.
95% Confidence
Interval
Lower
Bound
Upper
Bound
gelatinPE-6 gelatinnPE-9 -4.35000* .15275 .000 -4.8361 -3.8639
gelatinPE-12 21.75000* .15275 .000 21.2639 22.2361
gelatinnPE-9 gelatinPE-6 4.35000* .15275 .000 3.8639 4.8361
gelatinPE-12 26.10000* .15275 .000 25.6139 26.5861
gelatinPE-12 gelatinPE-6 -21.75000* .15275 .000 -22.2361 -21.2639
gelatinnPE-9 -26.10000* .15275 .000 -26.5861 -25.6139
*. The mean difference is significant at the 0.05
level.