pengaruh penambahan eucheuma cottonii yang dipanen …repository.ub.ac.id/6316/1/rahman, ardi...

86
PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN PADA UMUR 30 HARI TERHADAP KANDUNGAN GIZI, SIFAT FISIKOKIMIA, ORGANOLEPTIK DAN INDEKS GLIKEMIK JENANG SKRIPSI Oleh: ARDI AULIA RAHMAN NIM. 115080301111029 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2017

Upload: others

Post on 07-Dec-2020

10 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN PADA

UMUR 30 HARI TERHADAP KANDUNGAN GIZI, SIFAT FISIKOKIMIA,

ORGANOLEPTIK DAN INDEKS GLIKEMIK JENANG

SKRIPSI

Oleh:

ARDI AULIA RAHMAN

NIM. 115080301111029

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2017

Page 2: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN PADA

UMUR 30 HARI TERHADAP KANDUNGAN GIZI, SIFAT FISIKOKIMIA,

ORGANOLEPTIK DAN INDEKS GLIKEMIK JENANG

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Universitas Brawijaya

Oleh:

ARDI AULIA RAHMAN

NIM. 115080301111029

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

OKTOBER 2017

Page 3: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

SKRIPSI

PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii UMUR PANEN 30 HARI

TERHADAP KANDUNGAN GIZI, SIFAT FISIKOKIMIA, ORGANOLEPTIK DAN

INDEKS GLIKEMIK JENANG

Oleh:

ARDI AULIA RAHMAN

NIM. 115080301111029

telah dipertahankan di depan penguji

pada tanggal 5 September 2017

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

(Dr. Ir. Muhamad Firdaus, MP) (Dr. Ir. Yahya, MP) NIP. 19680919 200501 1 001 NIP. 19630706 199003 1 003 Tanggal: Tanggal:

Mengetahui,

Ketua Jurusan MSP

(Dr. Ir. Arning Wilujeng Ekawati, MS NIP. 19620805 198603 2 001 Tanggal:

Page 4: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

Judul : PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii UMUR PANEN 30

HARI TERHADAP KANDUNGAN GIZI, SIFAT FISIKOKIMIA,

ORGANOLEPTIK DAN INDEKS GLIKEMIK JENANG

Nama Mahasiswa : ARDI AULIA RAHMAN

NIM : 115080301111029

Program Studi : Teknologi Hasil Perikanan

PENGUJI PEMBIMBING:

Pembimbing 1 : Dr. Ir. Muhamad Firdaus, MP

Pembimbing 2 : Dr. Ir. Yahya, MP

PENGUJI BUKAN PEMBIMBING:

Dosen Penguji 1 : Dr. Sc. Asep Awaludin P., S.Pi., MP

Dosen Penguji 2 : Rahmi Nurdiani, S.Pi., M.App.Sc., Ph.D

Tanggal Ujian : 5 September 2017

Page 5: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi yang saya tulis ini benar-

benar merupakan hasil karya saya sendiri, dan sepanjang pengetahuan saya

juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh

orang lain kecuali yang tertulis dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar

pustaka.

Apabila kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil

penjiplakan (plagiasi), maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan

tersebut, sesuai hukum yang berlaku di Indonesia.

Malang, Juli 2017

Mahasiswa

Ardi Aulia Rahman

NIM. 115080301111029

Page 6: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

RINGKASAN

ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang Dipanen Pada Umur 30 Hari Terhadap Kandungan Gizi, Sifat Fisikokimia, Organoleptik Dan Indeks Glikemik Jenang di bawah bimbingan Dr. Ir. Muhamad Firdaus, MP dan Dr. Ir. Yahya, MP.

Jenang merupakan olahan pangan tradisional Indonesia. Bahan yang umum digunakan dalam pembuatan jenang adalah tepung ketan. Namun jenang berbahan tepung ketan memiliki indeks glikemik yang tinggi. Indeks glikemik merupakan respon glukosa darah terhadap jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi. Faktor yang mempengaruhi tingginya nilai indeks glikemik jenang adalah bahan baku yang digunakan yaitu tepung ketan yang mengandung amilopektin lebih tinggi dibandingkan amilosa dan kandungan serta yang sangat kecil. Oleh karena itu dibutuhkan bahan tambahan yang memiliki kandungan tinggi serat dan mampu menurunkan jumlah amilopektin.

Rumput laut E. cottonii adalah salah satu alternatif yang dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan jenang karena E. cottonii memiliki kandungan serat yang larut air yaitu berupa karaginan serta kandungan amilosa yang lebih tinggi daripada kandungan amilopektin. Pembentukan karagenan pada E. cottonii dimulai sejak hari pertama penanaman. E. cottonii sudah dapat dipanen pada umur 30 hari guna mencukupi kebutuhan produksi. Selain itu rendemen karagenan yang dihasilkan pada umur panen 30 hari tidak berbeda jauh dengan yang dipanen pada umur 45 hari.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan E. cottonii yang dipanen pada umur 30 hari terhadap kandungan gizi, sifat fisikokimia, organoleptik dan indeks glikemik jenang. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli – Desember 2015 di Laboraturium Perekayasaan Hasil Perikanan, Laboraturium Pengolahan Hasil Perikanan dan Makanan Ikan, Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Laboratorium Kimia dan Laboratorium Pengujian Mutu dan Keamanan Pangan Universitas Brawijaya Malang.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen dengan rancangan percobaan acak lengkap sederhana (RAL). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah perbandingan tepung ketan dengan rumput laut E. cottonii yang berbeda yaitu A (100:0), B (75:25), C (50:50), dan D (25:75). Variabel terikat penelitian ini adalah parameter yang diamati, yaitu indeks glikemik, kadar air, kadar lemak, kadar protein, kadar abu, kadar karbohidrat, kadar serat kasar, kadar iodium, kekerasan, warna, tekstur, aroma, dan rasa.

Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh penambahan E. cottonii yang dipanen pada umur 30 hari terhadap kandungan gizi, sifat fisikokimia, organoleptik dan indeks glikemik jenang diambil kesimpulan bahwa perlakuan terbaik berdasarkan perhitungan De Garmo adalah perlakuan D dengan konsentrasi perbandingan 25 g tepung ketan dan 75 g rumput laut E. cottonii dengan nilai indeks glikemik sebesar 42,70, kadar air sebesar 46,96%, kadar lemak 0,63%, kadar abu 2,27%, kadar protein 5,90%, kadar karbohidrat 44,22%, serat kasar 1,85%, serat pangan total 4,48%, terdiri dari 2,80% serat tak larut dan 1,68% serat larut, iodium 23,48 ppm, kekerasan 5,17 N, nilai organoleptik aroma 2,00, warna 1,63, tekstur 4,87, rasa 1,90.

Page 7: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

KATA PENGANTAR

Segala puji kehadirat Allah SWT atas petunjuk rahmat, dan hidayah-Nya,

sehingga penelitian ini dapat terselesaikan. Sholawat serta salam semoga

senantiasa tercurahkan kepada junjungan nabi Muhammad SAW, yang telah

membimbing umatnya menuju jalan yang diridhoi Allah SWT.

Suatu kenikmatan yang tidak dapat dipungkiri, yang telah Allah SWT

berikan kepada hamba-Nya, sehingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi

yang berjudul “Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang Dipanen Pada

Umur 30 Hari Terhadap Kandungan Gizi, Sifat Fisikokimia, Organoleptik dan

Indeks Glikemik Jenang”

Sangat disadari bahwa dengan kekurangan dan keterbatasan yang dimiliki

penulis, karya skripsi ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu penulis

mengharapkan saran dan masukan yang membangun agar karya tulis ini dapat

bermanfaat dan berkah untuk masyarakat.

Malang, Juli 2017

Penulis

Page 8: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

UCAPAN TERIMAKASIH

Terimakasih yang teramat sangat penulis ucapkan. Dalam proses

penyusunan tugas akhir ini penulis banyak menghadapi tantangan berupa rasa

malas, namun berkat bimbingan, dorongan, arahan, koreksi, dan saran yang

bersifat akademis, psikologi maupun rohani dari berbagai pihak, penulis pada

akhirnya dapat menyelesaikan tanggung jawab ini. Oleh karena itu penulis

mengucapkan banyak terimakasih kepada :

1. Allah Azza wa Jalla yang telah memberikan perlindungan, kesabaran serta

energi yang teramat sangat banyak untuk menyelesaikan tugas dan

tanggung jawab ini.

2. Orang yang paling luar biasa di dunia ini, Bapak Agus Supriyadi (Pak

Gaguk) serta Ibu Suwardiningsih (Bu Ningsih) yang selalu bersabar

menghadapi segala tingkah laku saya selama ini dan yang selalu tekun

dalam ikhtiar untuk proses belajar formal selama kurang lebih 18 tahun dan

pengembangan bakat dari anak terakhirnya.

3. Dosen Pembimbing (I dan II) masing-masing Dr. Ir. Muhamad Firdaus, MP

dan Dr. Ir. Yahya, MP yang telah banyak meluangkan waktu guna

memberikan arahan kepada penulis selama proses penelitian dan

penulisan skripsi ini.

4. Teramat rindu kepada para sahabat saya yang telah mendahului menuju

gerbang wisuda. M. Nasir, Pany Rudianto, Aldefa Manggala, Vebryawan,

Nurul Huda, Zaky Ulul, Rohmat Arifin, Fikri Arindra, Zufri Yahya, Indra,

Danang, dan seluruh alumni kelas F khususnya dan seluruh anggota THP

2011.

5. Dulur ketemu gedhe dari alumni kontrakan MT. Haryono Gang 2, Syifaul

Qulub, Rizal Rifada, Panji Tamura, Galih Artoko, Rahmad Suhadi, Arya

Wisnu yang telah sempat memberi motifasi yang teramat sangat untuk

menyelesaikan skripsi ini

6. Kawan-kawan kos N2 yang telah sabar menemani saya dalamm bermain

maupun bertugas.

Semoga Allah SWT membalas kebaikan dan ketulusan semua pihak yang

telah membantu menyelesaikan skripsi ini dengan melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya.

Page 9: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

Malang, Juli 2017

Penulis

Page 10: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

ix

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL ........................................................................................ i LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. ii IDENTITAS PENGUJI .................................................................................... iii PERNYATAAN ORISINALITAS ..................................................................... iv RINGKASAN .................................................................................................. v KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................. vii DAFTAR ISI ................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ............................................................................................ xii DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xiii DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .................................................................................. 1 1.2. Rumusan Masalah ............................................................................ 3 1.3. Tujuan ............................................................................................... 3 1.4. Hipotesis ........................................................................................... 3 1.5. Waktu dan Tempat ............................................................................ 4

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rumput Laut (Eucheuma cottonii) ..................................................... 5 2.2 Jenang .............................................................................................. 6 2.3 Bahan-Bahan Pembuatan Jenang .................................................... 7

2.3.1 Tepung Ketan ........................................................................ 7 2.3.2 Gula Pasir dan Gula Merah ................................................... 8 2.3.3 Santan Kelapa ....................................................................... 8 2.3.4 Air .......................................................................................... 9

2.4 Karakteristik Jenang .......................................................................... 9 2.4.1 Indeks Glikemik ..................................................................... 9 2.4.2 Kadar Air ............................................................................... 10 2.4.3 Kadar Lemak ......................................................................... 11 2.4.4 Kadar Abu.............................................................................. 12 2.4.5 Kadar Protein ......................................................................... 13 2.4.6 Kadar Karbohidrat .................................................................. 13 2.4.7 Serat Kasar ............................................................................ 14 2.4.8 Serat Pangan ......................................................................... 15 2.4.9 Amilosa dan Amilopektin ........................................................ 16 2.4.10 Iodium .................................................................................... 17 2.4.11 Kekerasan ............................................................................. 19 2.4.12 Organolpetik .......................................................................... 19

3. MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1 Materi Penelitian ............................................................................... 21

3.1.1 Bahan Penelitian.................................................................... 21 3.1.2 Alat Penelitian ........................................................................ 21

3.2 Metode Penelitian ............................................................................. 21

Page 11: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

x

3.2.1 Penelitian Tahap Pertama ..................................................... 22 3.2.1.1 Perlakuan ................................................................. 22 3.2.1.2 Prosedur Penelitian Tahap Pertama ........................ 22

3.2.2 Penelitian Tahap Kedua......................................................... 23 3.2.3 Peubah Penelitian .................................................................. 23 3.2.4 Analisis Data .......................................................................... 23

3.3 Rancangan Percobaan ..................................................................... 23 3.4 Prosedur Penelitian ........................................................................... 24

3.4.1 Formulasi Bahan Pembuatan Jenang E. cottonii ................... 24 3.4.2 Persiapan Bahan Tambahan ................................................. 25 3.4.3 Pembuatan Jenang ................................................................ 25

3.5 Analisis .............................................................................................. 26 3.5.1 Indeks Glikemik ..................................................................... 26 3.5.2 Uji Proksimat ......................................................................... 27

3.5.2.1 Kadar Air .................................................................. 27 3.5.2.2 Kadar Lemak ............................................................ 28 3.5.2.3 Kadar Protein ........................................................... 29 3.5.2.4 Kadar Abu ................................................................ 29 3.5.2.5 Kadar Karbohidrat .................................................... 30

3.5.3 Kadar Serat Kasar ................................................................. 30 3.5.4 Kadar Serat Pangan .............................................................. 31 3.5.5 Kadar Iodium ......................................................................... 34 3.5.6 Kekerasan ............................................................................. 35 3.5.7 Uji Organoleptik ..................................................................... 35

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Indeks Glikemik ................................................................................. 37 4.2 Uji Proksimat ..................................................................................... 39

4.2.1 Kadar Air ............................................................................... 39 4.2.2 Kadar Lemak ......................................................................... 40 4.2.3 Kadar Abu ............................................................................. 42 4.2.4 Kadar Protein ........................................................................ 43 4.2.5 Kadar Karbohidrat ................................................................. 44

4.3 Kadar Serat Kasar............................................................................. 46 4.4 Kadar Serat Pangan Total ................................................................. 47

4.4.1 Kadar Serat Pangan Tak Larut .............................................. 49 4.4.2 Kadar Serat Pangan Larut ..................................................... 51

4.5 Kadar Iodium ..................................................................................... 52 4.6 Kekerasan ......................................................................................... 54 4.7 Organoleptik...................................................................................... 55

4.7.1 Aroma .................................................................................... 55 4.7.2 Warna .................................................................................... 57 4.7.3 Tekstur .................................................................................. 58 4.7.4 Rasa ...................................................................................... 59

4.8 Perlakuan Terbaik ............................................................................. 61

5. PENUTUP 5.1 Kesimpulan ....................................................................................... 64 5.2 Saran ................................................................................................ 64

Page 12: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

xi

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 65

LAMPIRAN ..................................................................................................... 72

Page 13: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

xii

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Komposisi Bahan kimia Rumput Laut E. cottonii .................................... 6 2. Standar Mutu Jenang Menurut SNI 01-2986-1992 ................................. 7 3. Desain Percobaan Perbandingan Tepung Ketan terhadap

Nilai Indeks Glikemik dan Mutu jenang .................................................. 23 4. Formulasi Bahan Pembuatan Jenang E. cottonii .................................. 23

Page 14: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Diagram Alir Pembuatan Jenang E. cottonii ........................................... 25 2. Nilai Indeks Glikemik Jenang E. cottonii dengan Perbandingan Tepung Ketan dan Rumput Laut yang Berbeda .................................................. 37 3. Kadar Air Jenang E. cottonii dengan Perbandingan Tepung Ketan dan Rumput Laut yang Berbeda ................................................................... 39 4. Kadar Lemak Jenang E. cottonii dengan Perbandingan Tepung Ketan dan Rumput Laut yang Berbeda ............................................................ 41 5. Kadar Abu Jenang E. cottonii dengan Perbandingan Tepung Ketan

dan Rumput Laut yang Berbeda ............................................................ 42 6. Kadar Protein Jenang E. cottonii dengan Perbandingan Tepung Ketan dan Rumput Laut yang Berbeda ............................................................ 43 7. Kadar Karbohidrat Jenang E. cottonii dengan Perbandingan Tepung Ketan dan Rumput Laut yang Berbeda ..................................... 45 8. Kadar Serat Kasar Jenang E. cottonii dengan Perbandingan Tepung Ketan dan Rumput Laut yang Berbeda ..................................... 46 9. Kadar Serat Pangan Total Jenang E. cottonii dengan Perbandingan

Tepung Ketan dan Rumput Laut yang Berbeda ..................................... 48 10. Kadar Serat Pangan Tak Larut Jenang E. cottonii dengan

Perbandingan Tepung Ketan dan Rumput Laut yang Berbeda ............. 50 11. Kadar Serat Pangan Larut Jenang E. cottonii dengan Perbandingan

Tepung Ketan dan Rumput Laut yang Berbeda ..................................... 51 12. Kadar Iodium Jenang E. cottonii dengan Perbandingan Tepung Ketan dan Rumput Laut yang Berbeda ............................................................ 53 13. Kekerasan Jenang E. cottonii dengan Perbandingan Tepung Ketan dan Rumput Laut yang Berbeda ............................................................ 54 14. Organoleptik Aroma Jenang E. cottonii dengan Perbandingan Tepung ketan dan Rumput Laut yang Berbeda ...................................... 55 15. Organoleptik Warna Jenang E. cottonii dengan Perbandingan Tepung ketan dan Rumput Laut yang Berbeda ...................................... 57 16. Organoleptik Tekstur Jenang E. cottonii dengan Perbandingan

Tepung Ketan dan Rumput Laut yang Berbeda ..................................... 58 17. Organoleptik Rasa Jenang E. cottonii dengan Perbandingan Tepung Ketan dan Rumput Laut yang Berbeda ..................................... 60

Page 15: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Pembuatan Jenang E.cottonii ................................................................ 72 2. Data dan Analisis Indeks Glikemik ......................................................... 73 3. Data dan Analisis Kadar Air ................................................................... 74 4. Data dan Analisis Kadar Lemak ............................................................. 75 5. Data dan Analisis Kadar Abu ................................................................. 76 6. Data dan Analisis Kadar Protein ............................................................ 77 7. Data dan Analisis Kadar Karbohidrat ..................................................... 78 8. Data dan Analisis Serat Kasar ............................................................... 79 9. Data dan Analisa Serat Pangan Total .................................................... 80 10. Data dan Analisa Serat Pangan Tak Larut ............................................. 81 11. Data dan Analisa Serat Pangan Larut .................................................... 82 12. Data dan Analisis Iodium ....................................................................... 83 13. Data dan Analisis Kekerasan ................................................................. 84 14. Data dan Analisis Aroma ....................................................................... 85 15. Data dan Analisis Warna ....................................................................... 86 16. Data dan Analisis Tekstur ...................................................................... 87 17. Data dan Analisis Rasa ......................................................................... 88 18. Data dan Analisa De Garmo .................................................................. 89 19. Kuisioner Uji Organoleptik ..................................................................... 91

Page 16: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

1

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jenang merupakan olahan pangan tradisional Indonesia. Berdasarkan

bahan baku yang digunakan jenang digolongkan kedalam dua jenis, jenis

pertama yaitu jenang yang berbahan baku tepung-tepungan seperti tepung beras

dan tepung ketan dan jenang jenis kedua yaitu jenang yang berbahan baku

buah-buahan (Wahyuni, 2012). Bahan baku lain yang biasa digunakan yaitu

gula, santan dan kelapa parut (Hidayati, 2011). Namun jenang yang terbuat dari

bahan baku tepung ketan dan tepung beras memiliki indeks glikemik yang cukup

tinggi.

Indeks glikemik merupakan nilai yang digunakan untuk menggolongkan

pangan berdasarkan pengaruh fisiologisnya terhadap kadar gula darah. Faktor

yang mempengaruhi indeks glikemik diantaranya kadar serat pangan, kadar

amilosa dan amilopektin, kadar lemak dan protein, daya cerna pati, dan cara

pengolahan pangan itu sendiri. Daya cerna terhadap pati berbanding lurus

terhadap nilai indeks glikemik, sedangkan nilai/kadar serat pangan total, rasio

amilosa/amilopektin, serta lemak dan protein berbanding terbalik dengan nilai

indeks glikemik (Arif et al., 2013).

Jenang berbahan tepung ketan memiliki nilai indek glikemik yang tinggi

hal ini disebabkan kandungan amilopektin yang lebih tinggi daripada amilosa. Arif

et al. (2013) menyatakan bahwa pangan yang memiliki kandungan amilopektin

yang tinggi akan memiliki nilai indeks glikemik yang tinggi, sedangkan pangan

yang memiliki kandungan amilosa yang tinggi memiliki nilai indeks glikemik yang

rendah. Amilopektin akan mempercepat proses pencernaan sehingga

menyebabkan respon glukosa darah semakin tinggi. Respon glukosa darah yang

tinggi menyebabkan nilai indeks glikemik meningkat. Dengan demikian diadakan

Page 17: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

2

upaya guna menurunkan nilai indeks glikemik pada jenang dengan

menambahkan bahan yang memiliki serat yang larut air dan menurunkan jumlah

amilopektin.

Salah satu jenis serat pangan yang larut dalam air adalah karagenan.

Distantina (2010), menjelaskan bahwa karagenan adalah galaktan tersulfatasi

linear hidrofilik. Polimer ini merupakan pengulangan unit disakarida. E.cottonii

merupakan jenis rumput laut yang memiliki kandungan karagenan yang tinggi

sebesar 61,52% (Namvar et al. (2012); Sirat dan Sukesi (2012); dan Yani (2006).

Kandungan karagenan pada E. cottonii dipengaruhi oleh umur panen.

Umur panen merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kualitas

karagenan E. cottonii. Pada umumnya E. cottonii dipanen pada umur 45-60 hari.

Widyastuti (2010), menjelaskan bahwa kandungan karagenan E. cottonii

meningkat seiring bertambahnya umur panen. Pembentukan karagenan pada E.

cottonii dimulai sejak awal penanaman. E. cottonii yang dipanen pada umur 30

hari menghasilkan rendemen karagenan yang tidak berbeda jauh dengan yang

dipanen pada umur 45 hari. Marseno (2010), dalam penelitiannya menjelaskan

bahwa kandungan protein menurun dengan meningkatnya umur panen.

Sedangkan untuk kandungan lemak pada umur panen 45 hari lebih tinggi

dibandingkan pada umur panen 30 dan 60 hari. Kadar sulfat karaginan yang

diperoleh pada usia panen 45 hari dan 60 hari lebih tinggi dibandingkan pada

usia panen 30 hari. Kadar sulfat berbanding lurus terhadap tingkat kekerasan

suatu produk. Sehingga penambahan rumput laut E. cottonii umur panen 30 hari

pada jenang diharapkan mampu memberikan nilai gizi berupa protein yang yang

lebih tinggi dan rendah lemak serta tekstur yang tidak terlalu keras apabila

dibandingkan dengan E. cottonii umur panen 45 dan 60 hari.

Page 18: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

3

Proses penambahan E. cottonii pada jenang akan mempengaruhi nilai

indeks glikemik dan mutu jenang. Penelitian yang telah dilakukan yaitu

penambahan buah naga super merah berpengaruh terhadap kualitas jenang

(Wahyuni, 2012). Sedangkan Vindayanti (2012) menambahkan terong ungu

dalam pembuatan jenang sebagai sumber vitamin A. Namun belum ada peneliti

yang melaporkan mengenai pengaruh penambahan E. cottonii terhadap nilai

indeks glikemik jenang. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui pengaruh penambahan E. cottonii yang dipanen pada umur 30 hari

dengan perbandingan tepung ketan yang berbeda terhadap nilai indeks glikemik

dan mutu jenang, sehingga bisa menghasilkan produk jenang dengan nilai

indeks glikemik yang rendah dan bermutu baik.

1.2 Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh

perbedaan perbandingan rumput laut E. cottonii yang dipanen pada umur 30 hari

dan tepung ketan terhadap nilai indeks glikemik dan mutu jenang?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perbedaan

perbandingan rumput laut E. cottonii yang dipanen pada umur 30 hari dan

tepung ketan terhadap nilai indeks glikemik dan mutu jenang.

1.4 Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

H0 : Diduga perbandingan rumput laut E. cottonii yang dipanen pada umur 30

hari dengan tepung ketan tidak mempengaruhi nilai indeks glikemik dan mutu

jenang.

Page 19: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

4

H1 : Diduga perbandingan rumput laut E. cottonii yang dipanen pada umur 30

hari dengan tepung ketan depat mempengaruhi nilai indeks glikemik dan mutu

jenang.

1.5 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanankan pada bulan Juni – Desember 2015 di

Laboratorium Perekayasaan Hasil Perikanan dan Laboratorium Pengolahan Hasil

Perikanan dan Makanan Ikan Universitas Brawijaya Malang. Pengujian indek

glikemik di Laboratorium Pengolahan Hasil Perikanan dan Makanan Ikan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang. Pengujian

serat kasar di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas Peternakan

Universitas Brawijaya Malang. Pengujian Iodium di Laboratorium Kimia Fakultas

Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Brawijaya Malang.

Pengujian kekerasan atau tekstur di Laboratorium Pengujian Mutu dan

Keamanan Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang.

Page 20: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

5

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Rumput Laut E. cottonii

Salah satu jenis rumput laut yang sering digunakan dalam dunia industri

adalah E. cottonii. E. cottonii termasuk kedalam jenis alga merah (Rhodophyta)

(Prasetyowati, 2008; Soenardjo, 2011). Ciri-ciri fisik yang dimiliki alga merah

(Rhodophyta) adalah mempunyai talus silindris, permukaan licin, berwarna

merah atau merah coklat, memiliki benjolan dan duri, bercabang ke berbagai

arah dengan batang-batang utama keluar saling berdekatan (Dianitami, 2009;

Prasetyowati, 2008).

Klasifikasi rumput laut E. cottonii menurut Anggadiredja et al. (2009),

Amora dan Sukesi (2013), dan Zipcodezoo (2014) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Plantae

Divisi : Rhodophyta

Kelas : Rhodophyceae

Ordo : Gigartinales

Famili : Solieracea

Genus : Eucheuma

Spesies : E. cottonii

Widyastuti (2010), menyatakan bahwa kandungan nutrisi rumput laut jenis

E. cottonii cukup lengkap yaitu air, protein, karbohidrat, lemak, serat kasar dan

abu. Yani (2006), menambahkan kandungan karagenan dalam E. cottonii bisa

bermanfaat dalam dunia pangan maupun non pangan. Komposisi kimia dari

rumput laut E. cottonii dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 21: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

6

Tabel 1. Komposisi Bahan Kimia Rumput Laut E. cottonii

Komposisi Nilai

Air (%) 13,90 Protein (%) 2,69 Lemak (%) 0,37 Serat kasar (%) 0,95 Mineral Ca (ppm) 22,39 Mineral Fe (ppm) 0,121 Mineral Cu (ppm) 2,763 Tiamin (mg/100g) 0,14 Riboflamin (mg/100g) 2,7 Vitamin C (mg/100g) 12,00 Karagenan (%) 61,52 Abu (%) 17,09 Kadar Pb (ppm) 0,04

Sumber: Yani (2006)

Astawan (2004), menambahkan kandungan serat pangan rumput laut E.

cottonii adalah 78,94% terdiri dari 55,05% serat tidak larut air dan 23,89% serat

larut air. Dwiyitno (2011), menyatakan bahwa serat tidak larut adalah serat

pangan yang tidak larut dalam air panas atau dingin, biasanya berupa komponen

struktural tanaman seperti selulosa pada umbi-umbian, sayuran berdaun, dan

bagian luar biji-bijian serta lignin pada batang dan kulit sayuran. Serat pangan

tidak larut memiliki efek kamba dan tidak dapat difermentasi oleh bakteri kolon.

Adapun serat larut air adalah serat yang mampu mengikat air dan membentuk

gel selama proses pencernaan berfungsi menangkap karbohidrat dan

memperlambat penyerapan glukosa sehingga dapat menurunkan kadar gula

darah.

2.2 Jenang

Jenang merupakan jenis makanan semi basah, terbuat dari tepung ketan,

santan, gula dan air. Jenang digolongkan kedalam dua jenis, yaitu jenang yang

terbuat dari tepung-tepungan seperti tepung beras dan tepung ketan dan jenang

yang terbuat dari buah-buahan (Wahyuni, 2012). Astawan (1991), menambahkan

bahwa jenang memiliki sifat agak basah sehingga dapat langsung dikonsumsi.

Page 22: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

7

Makanan semi basah seperti jenang memiliki daya simpan yang rendah sekitar

4-5 hari (Omega, 2011). Di daerah Garut, jenang dikenal sebagai Dodol Garut,

daerah Kudus lebih dikenal dengan Jenang Kudus, sedangkan untuk daerah

Sumatera Barat dikenal dengan nama Kalamai. Proses pembuatan jenang

secara umum meliputi pembuatan santan, pelarutan gula, pencampuran tepung

ketan dan santan, pemasakan dan pengadukan, dan pendinginan (Suriaty,

2002). Proses pembuatan jenang yang dijelaskan oleh Widyaningrum (2011),

adalah pengolahan bahan, pemasakan, pencetakan dan pengemasan. Syarat

mutu jenang menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Standar Mutu Jenang Menurut SNI 01-2986-1992

Uraian Persyaratan

Keadaan (aroma, rasa dan warna) Normal Air Maks 20% Abu Maks 1,5% Gula dihitung sebagai sukrosa Min 40% Protein Min 3% Lemak Min 7% Serat kasar Maks 1,0% Pemanis buatan Tidak boleh ada Logam-logam berbahaya Tidak ternyata Arsen Tidak ternyata Kapang Tidak boleh ada

Sumber: SNI, 1992

2.3 Bahan Pembuatan Jenang

2.3.1 Tepung ketan

Tepung ketan merupakan bahan baku pembuatan berbagai makanan

khas jawa, salah satunya yaitu jenang. Bentuk dan penampakan tepung ketan

mirip dengan tepung lainnya. Tepung ketan digunakan dalam pembuatan jenang

karena memiliki kandungan amilosa sebanyak 17% dan amilopektin sebanyak

83% (Tangketasik, 2013).

Tepung ketan berfungsi sebagai pengikat bahan-bahan lain dalam

komposisi jenang sehingga jenang yang memiliki kandungan tepung ketan lebih

Page 23: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

8

tinggi akan lebih lengket daripada jenang yang memiliki kandungan tepung ketan

sedikit. Selain itu tepung ketan memiliki kandungan karbohidrat, sehingga bisa

menambah nilai gizi jenang (Rini et al., 2001).

2.3.2 Gula Pasir dan Gula Merah

Gula pasir merupakan hasil dari penguapan air tebu atau nira tebu. Gula

pasir atau sukrosa memiliki rasa yang manis dan berwarna putih. Gula pasir

memiliki kandungan sukrosa sebanyak 97,1%, gula reduksi 1,24%, kadar air

0,61%, dan senyawa organik bukan gula 0,7% (Sularjo, 2010). Sedangkan gula

merah merupakan hasil dari nira kelapa yang telah diuapkan.

Gula pasir dapat mengubah rasa dan sifat makanan (Sugiyarni, 2010),

sebagai pemberi rasa manis pada jenang, sebagai pengawet dan dapat

membantu dalam pembentukan tekstur jenang (Qinah, 2009). Pada gula merah,

fungsi yang paling utama adalah memberikan warna coklat dan aroma yang khas

pada jenang. Gula pasir dan gula merah ditambahkan air kemudian dipanaskan

hingga meleleh dan tercampur.

2.3.3 Santan Kelapa

Santan merupakan hasil dari pemerasan buah kelapa yang telah

dihaluskan dagingnya terlebih dahulu. Santan adalah emulsi minyak dalam air

dengan kandungan air yang lebih banyak. Santan memiliki kandungan air, lemak

dan protein yang cukup tinggi (Sidik et al., 2013).

Santan memiliki kandungan lemak sehingga sering digunakan untuk

membuat makanan menjadi sedap dan gurih. Karakteristik santan adalah mudah

rusak apabila dipanaskan dan bertahan hanya 10 jam apabila dibiarkan di suhu

ruang (25-300C). Pada saat pemasakan, santan terus diaduk agar tidak

mengalami kerusakan (Srihari, 2010).

Page 24: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

9

2.3.4 Air

Koswara (2009), menyatakan bahwa air berfungsi sebagai media reaksi

antara gluten dan karbohidrat, melarutkan garam, dan membentuk sifat kenyal

gluten. Pati dan gluten akan mengembang dengan adanya air. Air yang

digunakan sebaiknya memiliki pH antara 6 – 9, hal ini disebabkan absorpsi air

makin meningkat dengan naiknya pH.

Air adalah pelarut yang mampu melarutkan garam, vitamin, mineral dan

senyawa-senyawa cita rasa. Air dapat mendispersi berbagai bahan yang ada

dalam bahan makanan. Air juga dapat berfungsi sebagai pelarut untuk beberapa

bahan (Winarno, 2004).

2. 4 Karakteristik Jenang

2.4.1 Indeks Glikemik

Indeks glikemik adalah tingkatan pangan menurut efeknya terhadap gula

darah (Adhi, 2012). Indeks glikemik berguna untuk menentukan respon

glukosa darah terhadap jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi (Hasan et

al., 2011). Pangan yang menaikkan gula darah dengan cepat memiliki indeks

glikemik tinggi. Sebaliknya, pangan yang menaikkan kadar gula darah dengan

lambat memiliki indeks glikemik rendah (Purwani et al., 2007).

Nilai indeks glikemik pangan dapat didefinisikan sebagai nisbah antara

luas area kurva glukosa darah makanan yang diuji yang mengandung

karbohidrat total setara 50 g gula terhadap luas glukosa darah setelah makan 50

g glukosa pada hari yang berbeda dan pada orang yang sama. Berdasarkan

definisi tersebut, glukosa standar memiliki nilai indeks glikemik 100. Nilai indek

glikemik pangan dikelompokkan menjadi indeks glikemik rendah (< 55), sedang

(55-70) dan tinggi (>70) (Hasan et al., 2011).

Page 25: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

10

Pangan dengan indeks glikemik rendah memiliki potensi sebagai pangan

fungsional (Hasan et al., 2011), karena indeks glikemik yang rendah dapat

mengendalikan kadar glukosa dalam darah (Ratnawati et al., 2012). Pangan

dengan indeks glikemik tinggi akan mengakibatkan berkembangnya diabetes

serta komplikasi yang diakibatkan oleh diabetes (Nurjanah dan Uken, 2007).

Jenang merupakan olahan pangan tradisional Indonesia. Berdasarkan

bahan baku yang digunakan jenang digolongkan kedalam dua jenis, jenis

pertama yaitu jenang berbahan baku tepung-tepungan seperti tepung beras dan

tepung ketan dan jenis kedua adalah jenang yang berbahan baku buah-buahan

(Wahyuni, 2012). Jenang berbahan baku tepung ketan memiliki nilai indeks

glikemik yang tinggi dikarenakan komponen utama tepung ketan adalah pati.

Kandungan pati pada beras ketan hampir keseluruhan berupa amilopektin

(Winarno, 2004). Singgih (2015), menambahkan bahwa tepung ketan memiliki

kandungan amilopektin yang lebih besar dibanding dengan tepung-tepung

lainnya. Menurut Rimbawan dan Siagian (2004), respon gula darah akan

meningkat apabila mengkonsumsi makanan yang tinggi kandungan amilopektin.

Tepung beras ketan / beras amilosa rendah memiliki nilai indeks glikemik antara

91-105 per 150 g takaran saji (Ginting, 2011).

2.4.2 Kadar Air

Kadar air pada permukaan bahan dipengaruhi oleh kelembaban nisbi

(RH) udara di sekitarnya. Apabila kadar air bahan rendah sedangkan RH di

sekitarnya tinggi, maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga

bahan menjadi lembab atau kadar airnya menjadi lebih tinggi (Winarno, 2002).

Penentuan kadar air yang dilakukan adalah menggunakan metode pengeringan

(Thermogravimetri) dalam oven dengan cara memanaskan sampel pada suhu

100-1050C sampai diperoleh berat konstan (Sudarmadji et al., 2010).

Page 26: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

11

Jenang merupakan jenis makanan semi basah, terbuat dari tepung ketan,

santan, gula dan air (Wahyuni, 2012). Makanan semi basah mempunyai

kandungan air tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Makanan semi basah

mempunyai kadar berkisar antara 20 - 50%. Kadar air sangat berpengaruh

dengan daya simpan jenang. Semakin tinggi kadar air, maka semakin singkat

daya simpan. Kerusakan yang sering terjadi pada jenang adalah pertumbuhan

jamur dan timbulnya aroma tengik (Omega, 2011).

2.4.3 Kadar Lemak

Lemak merupakan zat makanan yang penting untuk kesehatan tubuh

manusia. Selain itu lemak juga terdapat pada hampir semua bahan pangan

dengan kandungan yang berbeda-beda (Winarno, 2004). Penentuan kadar

lemak total dilakukan dengan metode goldfisch. Prinsip dari metode ini adalah

dengan mengekstraksi lemak dari sampel dengan pelarut heksan atau eter

dengan menggunakan alat ekstraksi goldfisch (Sudarmadji et al., 2010).

Kadar lemak jenang berfariasi tergantung bahan baku dan bahan

tambahan yang digunakan. Kadar lemak jenang berkisar antara 1-32%. Menurut

SNI 01-2986-1992, kadar lemak minimal jenang adalah 7%. Widyaningrum

(2011), pada penelitiannya tentang jenang kudus menghasilkan nilai kadar lamak

sebesar 1,1624% sedangkan Savitri (2012), pada penelitiannya mengenai

jenang krasikan menghasilkan nilai kadar lemak sebesar 32,25%.

2.4.4 Kadar Abu

Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik.

Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan dan cara

pengabuannya. Penentuan abu total dapat digunakan untuk menentukan baik

tidaknya suatu proses pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan dan

Page 27: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

12

untuk mengetahui parameter gizi suatu bahan makanan (Sudarmadji et al.,

2010). Kadar abu suatu bahan adalah kadar residu hasil pembakaran komponen-

komponen organik di dalam suatu bahan. Penentuan kadar abu didasarkan pada

berat residu pembakaran (oksidasi dengan suhu tinggi sekitar 5000C sampai

6000C) terhadap semua senyawa organik dalam bahan. Penentuan kadar abu

digunakan untuk bahan atau hasil perikanan beserta produk olahannya yang

telah kering atau diketahui kadar airnya (Sumardi dan Bambang, 2007).

Jenang menggunakan santan sebagai bahan tambahan untuk

mendapatkan tekstur dan aroma yang baik. Perlakuan santan sangat

berpengaruh terhadap kadar abu. Widyaningrum (2011), menggunakan santan

kelapa cair pada jenang kudus dan menghasilkan kadar abu sebesar 1,1598%.

Sedangkan Savitri (2012), menggunakan parutan kelapa tanpa diperas sebagai

sumber santan pada jenang krasikan dan mendapatkan kadar abu sebesar

2,35%. SNI 01-2986-1992, menyatakan bahwa kadar abu jenang maksimal

adalah 1,5%.

2.4.5 Kadar Protein

Protein adalah sumber asam amino yang mengandung unsur C, H, O dan

N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung

unsur logam seperti besi dan tembaga. Pada umumnya kadar protein dalam

bahan pangan menentukan mutu bahan pangan itu sendiri (Winarno, 2004).

Protein merupakan zat gizi yang sangat penting bagi tubuh karena selain

sebagai sumber energi, protein juga berfungsi sebagai zat pembangun tubuh dan

zat pengatur di dalam tubuh (Muchtadi, 2009).

Jenang rumput laut yang ditambahkan kacang hijau pada proses

pembuatannya memiliki kadar protein 4,3 - 4,7% (Hatta, 2012). Menurut

Widyaningrum (2011), kadar protein pada jenang kudus sebesar 2,848%,

Page 28: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

13

sedangkan menurut Savitri (2012), kadar protein pada jenang krasikan adalah

24,514%.

2.4.6 Kadar Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi manusia. Secara kimia

karbohidrat dapat didefinisikan sebagai turunan aldehid atau keton dari alkohol

polihidrik atau sebagai senyawa yang menghasilkan turunan tersebut apabila

terhidrolisis (Muchtadi, 2009). Karbohidrat juga mempunyai peranan penting

dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur,

dan lain-lain. Karbohidrat di dalam tubuh berguna untuk mencegah timbulnya

ketosis, pemecahan protein tubuh yang berlebihan,kehilangan mineral, dan

berguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno, 2004).

Karbohidrat dalam bahan pangan yang dapat dimanfaatkan secara baik

sebagian besar adalah pati dan sukrosa. Sekitar 80% energi yang dibutuhkan

oleh manusia juga berasal dari karbohidrat (Sasmito, 2006). Untuk menentukan

kadar karbohidrat total dalam suatu bahan pangan menggunakan metode by

difference, yaitu dengan perhitungan% Karbohidrat = 100% - (% protein +%

lemak +% abu +% air) (Sudarmadji et al., 2010).

Kadar karbohidrat jenang cukup tinggi apablia dilihat dari bahan baku

yang digunakan. Tepung ketan memiliki kandungan karbohidrat sebesar 85%

(Rahman, 2007). Jannah et al. (2014), menyatakan bahwa kandungan

karbohidrat suatu produk sangat dipengaruhi oleh tepung yang digunakan.

Menurut Singgih (2015), tepung beras ketan memiliki kandungan pati yang tinggi

yaitu 79,45%.

Nilai indeks glikemik jenang berbahan tepung ketan relatif tinggi.

Komponen utama beras ketan adalah pati. Pati adalah karbohidrat yang

merupakan polimer glukosa, terdiri dari amilosa dan amilopektin (Herawati,

Page 29: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

14

2011). Kandungan pati pada beras ketan hampir keseluruhan berupa amilopektin

(Winarno, 2004). Rimbawan dan Siagian (2004), mengatakan bahwa respon gula

darah akan meningkat apabila mengkonsumsi makanan yang tinggi kandungan

amilopektin.

Pencemaan karbohidrat sudah dimulai sejak makanan masuk ke dalam

mulut. Makanan bercampur dengan air ludah yang mengandung enzim amilase.

Enzim amilase bekerja memecah karbohidrat rantai panjang seperti amilum dan

dekstrin menjadi molekul yang lebih sederhana seperti maltosa. Hanya sebagian

kecil amilum yang dapat dicema di dalam mulut, oleh karena itu makanan

sebentar saja berada di dalam rongga mulut. Proses pemecahan amilum

diteruskan di dalam lambung, selama makanan bereaksi dengan asam lambung.

Maltosa, sukrosa dan laktosa yang berasal dari makanan maupun dari hasil

penguraian karbohidrat kompleks akan diubah menjadi monosakarida dengan

bantuan enzim-enzim yang terdapat diusus halus. Maltosa menjadi dua molekul

glukosa oleh bantuan enzim maltase, laktosa menjadi galaktosa dan glukosa

oleh bantuan enzim laktase, dan sukrosa menjadi fruktosa dan glukosa oleh

bantuan enzim sukrase (Hutagalung, 2004).

2.4.7 Kadar Serat Kasar

Serat merupakan senyawa karbohidrat yang tidak dapat dicerna, fungsi

utamanya untuk mengatur kerja usus. Komponen utama dari serat adalah

selulosa (Sitompul dan Martini, 2005). Serat juga dapat diartikan sebagai bagian

dari tanaman yang tidak dapat diserap oleh tubuh (Kusharto, 2006). Serat

mempunyai peran penting dalam proses pencernaan makanan dalam tubuh.

Kekurangan serat dapat menyebabkan konstipasi, apenaistis, alverculity,

hemoroid, diabetes mellitus, penyakit jantung coroner dan batu ginjal (Kurniawan

et al., 2012).

Page 30: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

15

Serat kasar adalah bahan organik yang tidak dapat dihidrolisa oleh asam

atau alkali (Wibowo dan Evi, 2012). Serat kasar merupakan bagian dari

karbohidrat dan didefinisikan sebagai fraksi yang tersisa setelah didigesti dengan

larutan asam sulfat standard dan sodium hidroksida pada kondisi yang terkontrol

(Putri et al., 2012) dan tidak dapat diserap oleh tubuh (Kusharto, 2006). Serat

kasar mengandung selulosa, hemiselulosa, lignin dan beberapa polisakarida lain

(Zakariah, 2011).

Komponen yang terbanyak dari serat makanan ditemukan pada dinding

sel tanaman. Komponen ini termasuk senyawa struktural seperti selulosa,

hemiselulosa, pektin dan lignin. Serat kasar atau crude fiber tidak identik dengan

serat makanan. Serat kasar adalah komponen sisa hasil hidrolisis suatu bahan

pangan dengan asam kuat selanjutnya dihidrolisis dengan basa kuat sehingga

terjadi kehilangan selulosa sekitar 50% dan hemiselulosa 85%. Sementara itu

serat makanan masih mengandung komponen yang hilang tersebut sehingga

nilai serat makanan lebih tinggi daripada serta kasar (Tensiska, 2008).

Hemiselulosa mempunyai kemampuan menahan air dan dapat

membentuk cairan kental dalam saluran pencernaan. Sehingga makanan kaya

akan serat, waktu dicerna lebih lama dalam lambung, kemudian serat akan

menarik air dan memberi rasa kenyang lebih lama sehingga mencegah untuk

mengkonsumsi makanan lebih banyak. Makanan dengan kandungan serat kasar

yang tinggi biasanya mengandung kalori rendah, kadar gula dan lemak rendah

yang dapat membantu menurunkan kadar gula darah (Santoso, 2011).

Jenang memiliki kadar serat kasar yang rendah. Bahan baku jenang

berupa tepung ketan memiliki kandungan serat yang kecil yaitu 0,5% (Rahman,

2007). Mardwiana (2013), menambahkan kandungan serat tepung beras ketan

cukup rendah yaitu 0,4%. Savitri (2012), pada penelitiannya tentang jenang

krasikan menghasilkan nilai kadar serat kasar sebesar 1,0%. Hasil ini sama

Page 31: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

16

dengan yang ditetapkan oleh SNI 01-2986-1992 yaitu kadar serat kasar

maksimal 1,0%. Muchtadi (2001), menyatakan kadar serat kasar nilainya lebih

rendah daripada serat pangan. Rasio perbandingan antara serat kasar dan serat

pangan dalam suatu makanan yaitu 1:5. Kusharto (2006), menambahkan bahwa

kandungan serat pangan biasanya beberapa kali lipat dari serat kasar.

2.4.8 Kadar Serat Pangan

Serat pangan sering dibedakan berdasarkan kelarutannya dalam air, yaitu

serat pangan yang larut air (soluble dietary fiber) dan serat tidak larut air

(insoluble dietary fiber). Serat pangan total (TDF) terdiri atas serat pangan larut

dan serat tidak larut (Hudaya, 2008). Serat larut air ini merupakan serat pangan

yang dapat larut dalam air dingin, hangat atau panas serta dapat terendapkan

dengan larutan etanol. Serat pangan ini bersifat menyerap air selama melewati

saluran pencernaan. Adapun serat tidak larut adalah serat pangan yang tidak

larut dalam air panas atau dingin. Selain itu, serat pangan tidak larut merupakan

serat yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan pada saat proses

pencernaan berlangsung (Dwiyitno, 2011).

Serat merupakan senyawa karbohidrat yang tidak dapat dicerna serta

memiliki fungsi utama sebagai pengatur kerja usus. Komponen utama dari serat

pada umumnya berupa selulosa. Menurut Kurniawan et al. (2011), menjelaskan

bahwa serat sebagai komponen dalam tubuh juga memiliki peranan yanga

sangat penting, kaitannya pada proses pencernaan makanan. Konstipasi,

apenaistis, alverculity, hemoroid, diabetes melitus, penyakit jantung coroner dan

batu ginjal merupakan penyakit yang ditimbulkan akibat kekurangan serat.

Kadar serat memiliki hubungan erat dengan nilai indeks glikemik bahan

pangan. Semakin tinggi nilai kadar serat pangan yang terkandung di dalam

bahan, maka nilai indeks glikemik akan semakin rendah. Menurut Arief et al.

Page 32: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

17

(2013), menjelaskan bahwa nilai indeks glikemik suatu bahan dipengaruhi oleh

beberapa faktor seperti kadar serat pangan total, amilosa dan amilopektin serta

cara pengolahan. Menurut Santoso (2011), serat pangan memiliki sifat resisten

terhadap proses pencernaan. Hal ini menyebabkan proses pencernaan berjalan

lebih lambat dan mempengaruhi nilai indeks glikemik.

2.4.9 Amilosa dan Amilopektin

Amilosa dan amilopektin merupakan komponen penyusun utama pati.

Pati merupakan bentuk homopolimer dari glukosa dengan ikatan α-glikosidik.

Pati terdiri atas dua polimer yang berbeda, yaitu senyawa yang lurus (amilosa)

dan senyawa bercabang (amilopektin). Amilosa adalah homopolimer lurus α-

Dglukosa yang dihubungkan oleh ikatan α-(1,4) bersifat larut dalam air panas.

Kandungan amilosa dalam bahan pangan berpati digolongkan menjadi empat

kelompok yaitu kadar amilosa sangat rendah dengan kadar < 10%, kadar

amilosa rendah 10-20%, dan kadar amilosa sedang 20-24%, dan kadar amilosa

tinggi > 25% (Aliawati 2003).

Amilopektin akan membentuk lapisan yang transparan, yaitu larutan

dengan viskositas tinggi dan berbentuk lapisan-lapisan seperti untaian tali. Pada

amilopektin cenderung tidak terjadi pembentukan gel, kecuali pada konsentrasi

tinggi (Belitz dan Grosch 1999).

Kadar amilosa pada pangan olahan kering lebih tinggi daripada

pangan olahan basah. Jenang merupakan jenis pangan semi basah dengan

menggunakan pengolahan basah sehingga proses gelatinisasinya berjalan

lebih cepat dan mempengaruhi jumlah pati yang larut. Hal ini menyebabkan

struktur gel pati terutama amilosa akan melemah karena diabsorbsi oleh

air. Ikatan yang lemah memudahkan air masuk ke dalam granula sehingga

amilosa larut dalam air (Suardi, 2002). Kandungan amilosa sering digunakan

Page 33: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

18

untuk memprediksi tingkat daya cerna pati, indeks glikemik respon glukosa

darah dan respon insulin terhadap beras. Beras yang memiliki kandungan

amilosa tinggi cenderung memiliki aktivitas hipoglikemik tinggi dan nilai GI

rendah (Septianingrum et al., 2016).

2.4.10 Kadar Iodium

Iodium merupakan elemen sangat penting bagi tubuh manusia. Iodium

berperan dalam pembentukan hormon tiroid yang berfungsi untuk mengontrol

laju metabolism dasar dan reproduksi (Riyanto, 2004). Iodium yang terdapat

dalam makanan sebagian besar adalah iodida dan sebagian kecil berikatan

dengan asam amino secara kovalen. Sumber iodium umumnya hanya dari

makanan dan kandungannya relatif rendah yaitu dalam tingkat μg/kg sampai

mg/kg (Gunanti et al., 1999).

Iodium dalam tubuh berfungsi sebagai komponen esensial tiroksin dan

tiroid. Selain itu iodium diperlukan juga dalam proses reproduksi wanita yang

sedang hamil (Riyanto, 2004). Kebutuhan iodium terendah adalah pada bayi dan

anak yaitu kurang lebih 40-120 μg/hari, sedang yang tertinggi adalah pada

wanita hamil dan menyusui yaitu sekitar 200 μg/hari (Hartono, 2002). Konsumsi

iodium yang berlebihan akan menurunkan pelepasan hormon tiroid, sehingga

konsentrasi hormon tiroid dalam serum menurun dan menstimulasi tirotropin

(Budiman dan Iman, 2007), sedangkan kekurangan mengkonsumsi iodium akan

mengakibatkan gondok, kretin, menurunnya kecerdasan, gangguan otak dan

pendengaran (Saksono, 2002).

Kandungan iodium pada jenang tergolong rendah apabila dilihat dari

bahan baku berupa tepung ketan. Tepung ketan berasal dari beras ketan / beras

beramilosa rendah. Rahayu (2003), menyatakan bahwa kadar rata-rata iodium

Page 34: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

19

pada tumbuhan darat adalah 1 mg/kg berat kering dan tumbuhan laut umumnya

0,7 - 0,45 g/kg.

Kekurangan iodium disebut hipotiroid. Mirella (2011), menyebutkan

bahwa penyakit diabetes dan penyakit tiroid cenderung berdampingan, dimana

diabetes mellitus dan penyakit tiroid melibatkan sistem endokrin. Penyakit tiroid

memberikan dampak utama pada kontrol glukosa darah. Hormon tiroid dapat

meningkatkan laju metabolik basal tubuh secara keseluruhan. Indah (2004),

menjelaskan bahwa insulin disekresikan dari pankreas 40-50 unit/hari (15 – 20%

dari penyimpanan ) sekresi insulin dapat berlangsung tanpa adanya rangsangan

eksogen atau disebut sekresi insulin basal, dengan kata lain peningkatan hormon

tiroid akan meningkatkan sekresi insulin secara basal sehingga bisa menurunkan

nilai gula darah.

2.4.11 Kekerasan

Karakteristik fisik seperti kekerasan (hardness) termasuk ke dalam kajian

reologi produk. Karakteristik ini perlu dipelajari karena dapat mempengaruhi

bentuk fisik, tekstur dan penampakan. Kekerasan (hardness) merupakan

indikator penting dalam menganalisis tekstur makanan (Pratama et al., 2014).

Jenang merupakan jenis makanan setengah basah atau semi basah.

Menurut Omega (2011), makanan semi basah (Intermediate Moisture Food)

mempunyai kadar air 10 - 40%; Aw 0,70 - 0,85; tekstur lunak, mempunyai sifat

elastis, dapat langsung dimakan. Hatta (2011), pada penelitiannya tentang

jenang yang ditambahkan rumput laut jenis E. cottonii menyatakan bahwa tekstur

jenang akan semakin keras seiring penambahan rumput laut.

Page 35: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

20

2.4.12 Uji Organoleptik

Uji organoleptik meliputi warna, tekstur, aroma, dan rasa. Uji organoleptik

yang dilakukan adalah uji multiple comparison. Menurut Winarno (2004), uji

organoleptik adalah pengujian yang dilakukan secara sensorik yaitu pengamatan

dengan indera manusia. Uji organoleptik dilakukan dengan cara menyajikan

sampel dan nomor kode sedemikian rupa sehingga tidak diketahui panelis. Uji ini

memegang peranan penting dalam memutuskan pertimbangan apakah suatu

makanan pantas dikonsumsi.

Parameter aroma, warna dan rasa yang ditetapkan oleh SNI 01-2986-

1992 adalah normal. Widyaningrum (2011), pada penelitiannya tentang jenang

kudus menyatakan bahwa aroma, rasa dan warna yang dihasilkan normal.

Parameter rasa jenang yang normal adalah gurih dan manis sesuai bahan yang

digunakan dan rasa khas jenang dan tidak ada rasa getir. Aroma normal dari

jenang adalah aroma alami yang dihasilkan dari karamelisasi gula sesui dengan

aroma khas jenang yang tidak apek. Sedangkan warna jenang yang normal

adalah warna coklat atau coklat tua. Terbentuknya warna pada jenang terjadi

saat pencampuran bahan pangan dengan dipengaruhi oleh zat warna alami.

Selama proses pemanasan berlangsung, gula akan mengalami karamelisasi atau

penggosongan.

Page 36: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

21

3. MATERI DAN METODE PENELITIAN

3.1 Materi Penelitian

3.1.1 Bahan Penelitian

Bahan baku dari produk ini adalah tepung ketan yang pada umumnya

digunakan oleh masyarakat. Bahan tambahan berupa rumput laut E. cottonii

segar umur 30 hari diperolaeh dari perairan Banyuwangi, Jawa Timur. Bahan

yang digunakan untuk merendam E. cottonii adalah kapur tohor (CaO), jeruk

nipis dan air. Bahan yang digunakan untuk analisa adalah silika jel, kertas saring,

benang kasur, petroleum eter, H2SO4 pekat 0,1N, 0,3N, 0,4N, KI 10%, akuades,

tablet Kjeldahl, NaOH, metilen orange, indikator amilum, K2SO4, alkohol 95%.

3.1.2 Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan jenang adalah kompor,

wajan, panci pengukus, sutil, timbangan digital, nampan, piring, thermometer dan

pisau. Alat yang digunakan dalam analisa proksimat adalah cawan petri, gelas

piala, mortar dan alu, oven, loyang, desikator, timbangan digital, timbangan

analitik, gelas piala, sample tube, Goldfish, muffle, magnetik stirer, curs porselin,

erlnmayer, labu kjeldhal, alat destruksi, destilator, erlenmayer 300 mL, spatula,

beaker glass 1000 mL, gelas ukur, pipet tetes, pipet volume, bola hisap, buret

dan statif, spektofotometer UV vis.

3.2 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen.

Metode eksperimen adalah metode yang digunakan untuk mencari pengaruh

perlakuan tertentu terhadap terhadap yang lain dalam kondisi yang terkontrol.

Page 37: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

22

Metode ini merupakan metode kuantitatif yang memiliki ciri khas berupa adanya

kontrol.

3.2.1 Penelitian Tahap Pertama

Penelitian tahap pertama digunakan untuk mencari komposisi yang

terbaik antara tepung ketan, rumput laut, air, gula putih, gula merah, dan santan.

Penelitian juga digunakan untuk menentukan waktu pengadukan, suhu

pemasakan yang tepat pada pembuatan jenang E. cottonii yang nantinya akan

digunakan untuk penelitian tahap kedua.

3.2.1.1 Perlakuan

Perlakuan yang dilakukan pada penelitian tahap pertama adalah

banyaknya tepung ketan, E. cottonii dan air yang digunakan dalam komposisi

jenang E. cottonii. Lama waktu pemasakan, pengukusan, dan pendinginan juga

termasuk dalam perlakuan pada penelitian ini.

3.2.1.2 Prosedur Penelitian Tahap Pertama

Rumput laut E. cottonii dikukus selama 10 menit, kemudian menentukan

perbandingan antara tepung ketan dan rumput laut yaitu 100:0 (kontrol), 75:25,

50:50 dan 25:75. Air yang digunakan untuk setiap perlakuan yaitu 350 mL. E.

cottonii dikukus selama 10 menit sebelum digunakan, kemudian ditambahkan air

dengan perbandingan 1:2 dan dihaluskan dengan blender. Gula merah dan gula

pasir ditambah air 50 mL lalu dicairkan secara bersamaan. Tepung ketan

ditambah air dengan perbandingan 1:2 untuk setiap perlakuan. Santan kental

sebanyak 50 mL ditambah air sebanyak 100 mL, kemudian dimasukkan kedalam

wajan penggorengan, kemudian gula merah dan gula pasir yang telah dicairkan.

Tepung ketan dan E. cottonii yang telah halus dimasukkan dalam wajan yang

Page 38: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

23

telah berisi gula dan santan. Bahan-bahan tersebut diaduk selama 30 menit

dalam suhu 750C. Adonan jenang yang telah matang kemudian dituang kedalam

nampan dan didiamkan pada suhu ruang selama 24 jam.

3.2.2 Penelitian Tahap Kedua

Penelitian tahap kedua dilakukan dengan menggunakan perlakuan

terbaik dari penelitian tahap pertama.

3.2.3 Variabel Penelitian

Variabel bebas dari penelitian ini adalah perbandingan tepung ketan dan

rumput laut yaitu 100:0, 75:25, 50:50 dan 25:75. Variabel terikatnya adalah kadar

air, kadar lemak, kadar abu, kadar protein, kadar karbohidrat, nilai serat kasar,

kadar iodium, kekerasan, warna, tekstur, aroma, rasa dan indeks glikemik.

3.2.4 Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian kuantitatif bisa berupa data nominal,

ordinal, interval maupun rasio. Pengolahan data diperlukan untuk mendapatkan

data dari setiap variabel penelitian. Pengolahan ini meliputi pengeditan,

transformasi, serta penyajian data sehingga diperoleh data yang lengkap dari

masing-masing obyek untuk setiap variabel yang diteliti (Nuraedi, 2010).

3.3 Rancangan Percobaan

Rancangan yang digunakan dalam penlitian ini adalah Rancangan Acak

Lengkap (RAL) dengan menggunakan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan

dan ulangan dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 39: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

24

Tabel 3. Desain Percobaan Perbandingan Tepung ketan Terhadap Nilai Indek Glikemik dan Mutu Jenang E. cottonii.

Perlakuan Ulangan

Total Rata-rata 1 2 3

A A1 A2 A3 TA RA B B1 B2 B3 TB RB C C1 C2 C3 TC RC D D1 D2 D3 TD RD

Keterangan :

A : Perlakuan perbandingan tepung ketan : rumput laut (100 : 0) B : Perlakuan perbandingan tepung ketan : rumput laut (75 : 25) C : Perlakuan perbandingan tepung ketan : rumput laut (50 : 50) D : Perlakuan perbandingan tepung ketan : rumput laut (25 : 75)

Penelitian ini menggunakan analisis data statistik dengan metode

Analysis of Variance (ANOVA), dengan model analisis sebagai berikut :

Yij = μ + Ti + €ij

Keterangan :

Yij : hasil pengamatan

Μ : nilai rata-rata umum Ti : perbandingan tepung ketan pada taraf ke-i €ij : galat percobaan pada taraf ke-i dan ulangan pada taraf ke-j i : konsentrasi gula ke-i j : ulangan ke-j Selang kepercayaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 95%.

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Formulasi Bahan Pembuatan Jenang E. cottonii

Formulasi bahan yang digunakan dalam pembuatan jenang E. cottonii

dengan perbandingan tepung ketan yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Formulasi Bahan Pembuatan Jenang E. cottonii

Jenis Bahan Jenang A Jenang B Jenang C Jenang D

Tepung ketan (g) 100 75 50 25 E.cottonii (g) 0 25 50 75 Gula merah (g) 50 50 50 50 Gula pasir (g) 50 50 50 50 Santan (mL) 50 50 50 50 Air (mL) 350 350 350 350

Page 40: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

25

3.4.2 Persiapan Bahan Tambahan

Bahan tambahan pada produk penelitian ini adalah rumput laut dari jenis

E. cotonii. E. cottonii didapat dari hasil budidaya yang bertempat di desa

Andelan, kecamatan Wongsorejo, kabupaten banyuwangi. E. cottonii yang

digunakan yaitu yang berumur 30 hari penanaman. Rumput laut E. cottonii

dipucatkan (bleaching) sebelum digunakan. Menurut Maulana (2015), pemucatan

rumput laut E. cottonii dapat dilakukan sebagai berikut; E. cottonii direndam

menggunakan air bersih selama 2 hari dengan pergantian air setiap 12 jam.

Setelah proses perendaman dengan air selesai kemudian dilanjutkan dengan

proses perendaman dengan menggunakan air kapur (CaO) 5% selama 24 jam.

Perendaman dengan menggunakan kapur (CaO) ini bertujuan untuk

memaksimalkan proses pemucatan. E. cottonii yang telah pucat kemudian

direndam lagi dengan air jeruk 1% selama 24 jam.

3.4.3 Pembuatan Jenang

Proses pembuatan jenang dapat dilihat pada Lampiran 1. Tahapan

pembuatan jenang yaitu dimulai dengan pengukusan E. cottonii yang telah pucat

selama 10 menit, kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender agar saat

pemasakan E.cottonii dapat tercampur rata. Setelah itu dilakukan proses

pemasakan dengan menuangkan santan yang telah diencerkan terlebih dahulu.

Gula merah dan gula pasir yang telah dicairkan kemudian ditambahkan dalam

adonan jenang, lalu diaduk beberapa saat. Tepung ketan yang telah

ditambahkan air dimasukkan ke wajan disusul E. cottonii yang telah dihaluskan.

Adonan yang telah masuk kedalam wajan diaduk selama 30 menit. Adonan

jenang yang telah matang dituangkan keatas cetakan, diamkan pada suhu ruang

selama 24 jam kemudian potong sesuai ukuran. Diagram alir pembuatan jenang

E. cottonii dapat dilihat pada Gambar 1.

Page 41: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

26

Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Jenang E. cottonii

3.5 Analisis

3.5.1 Indeks Glikemik (Hasan et al., 2011)

Prinsip dari penentuan indeks glikemik adalah pengukuran kadar gula

darah setelah mengkonsumsi sampel uji dan sampel standar. Proses

pengukuran indeks glikemik adalah sebagai berikut :

• Disiapkan 10 orang sukarelawan yang telah lolos seleksi(sehat, non diabetes,

kadar glukosa normal 70 – 120 mg/dl, IMT 18,5 – 25 kg/m2).

• Relawan puasa kecuali air putih selama 10 jam sebelum dilakukan pengujian.

Rumput Laut E. cottonii

Pengukusan 10 menit

Penghalusan dengan blender

Rumput laut halus (0 g, 25 g, 50 g, 75 g)

• Gula pasir

• Gula merah

• Santan kelapa

• air

Tepung ketan

(100 g, 75 g, 50 g, 25 g )

Pencampuran adonan

Pemasakan suhu 700C selama 30 menit

Pendinginan pada suhu

ruang selama 24 jam

Pencetakan jenang E. cottonii

Jenang E. cottonii

• Indeks glikemik

• Uji Proksimat

• Kadar serat kasar

• Kadar Serat Pangan

• Kadar Iodium

• Kekerasan

• Organoleptik

Page 42: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

27

• Diambil darah relawan sebanyak 0,5 µL dengan menggunakan finger prick

setiap 0 menit (kadar gula darah puasa), 30 menit, 60 menit, 90 menit, dan

120 menit setelah mengkonsumsi sampel uji.

• Nilai kadar gula darah diplotkan menjadi grafik dengan sumbu x sebagai

waktu pengukuran dan sumbu y sebaga kadar gula darah.

• Perhitungan indeks glikemik merupakan perbandingan antara luas kurva

kenaikan kadar gula darah setelah mengkonsumsi sampel dan glukosa

sebagai standar.

• Rumus perhitungan dari indeks glikemik adalah :

IG=a

b x 100

Dimana :

a = luas area di bawah kurva respon glikemik sampel

b = luas area di bawah kurva respon glikemin standar glukos

3.5.2 Uji Proksimat

3.5.2.1 Kadar Air (Sudarmadji et al., 2010)

Cara kerja thermogravimetry dalam menentukan kadar air adalah dengan

menguapkan air bebas sampel dengan cara dipanaskan bahan pada suhu 1050C

selama 3 jam hingga berat sampel konstan. Prosedur penentuan kadar air

adalah sebagai berikut :

• Timbang bahan yang telah dihaluskan sebanyak 2 g dalam botol timbang

yang telah diketahui beratnya.

• Dikeringkan dalam oven bersuhu 100 – 105 0C selama 3 – 5 jam. Kemudian

didinginkan dalam eksikator dan ditimbang.

• Pengurangan berat bahan merupakan banyaknya air dalam bahan.

Persentase kadar air dalam bahan dapat dihitung dengan menggunakan

rumus berikut :

Page 43: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

28

Berat basah (% WB)=(A+B)- C

B x 100%

Dimana : A : berat botol timbang B : berat sampel C : berat akhir (botol timbang +sampel) yang telah dikeringkan

3.5.2.2 Kadar Lemak (Sudarmadji et al., 2010)

Prinsip dari metode Goldfisch untuk analisis kadar lemak adalah

melarutkan lemak yang ada di dalam bahan selama beberapa jam dengan

menggunakan bahan pelarut lemak. Prosedur dari metode ini adalah sebagai

berikut :

• Timbang bahan yang telah dihaluskan sebanyak 5 g dan diletakkan dalam

kertas saring, kemudian dimasukkan ke dalam thimble.

• Pasang thimble yang telah berisi sampel pada sample tube yang berupa gelas

penyangga dengan bagian bawah terbuka dan berada tepat di bawah

kondensor Goldfisch.

• Masukkan pelarut petroleum eter secukupnya ke dalam gelas piala yang telah

diketahui beratnya. Kemudian pasang gelas piala pada kondensor hingga

tidak dapat diputar-putar lagi.

• Alirkan air pada kondensor. Naikkan pemanas sampai menyentuh bagian

bawah gelas piala. Kemudian nyalakan aliran listrik.

• Lakukan ekstraksi selama 4 jam. Setelah selesai, turunkan pemanasnya dan

tunggu hingga tidak ada pelarut yang menetes lagi.

• Lepaskan gelas piala dari kondensor dan oven pada suhu 105 0C hingga

pelarut menguap semua.

• Timbang berat gelas piala. Selisih berat gelas piala merupakan banyaknya

lemak pada bahan. Persentase lemak dalam bahan dapat dihitung dengan

rumus berikut :

Page 44: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

29

% Lemak= berat gelas piala akhir-gelas piala awal

berat sampel x 100%

3.5.2.3 Kadar Protein (Sudarmadji et al., 2010)

Prinsip dari metode Kjeldahl untuk analisis kadar protein adalah

menentukan jumlah nitrogen (N) total pada bahan melalui 3 tahapan, yaitu

destruksi, destilasi, dan titrasi. Prosedur dari metode Kjeldahl adalah sebagai

berikut :

• Timbang bahan yang telah dihaluskan sebanyak 1 g dan masukkan ke dalam

labu Kjeldahl.

• Tambahkan 15 mL H2SO4 pekat dan 1/3 tablet Kjeldahl sebagai katalisator.

• Masukkan ke dalam ruang asam dan panaskan sampai larutan berwarna

bening dan berhenti berasap, kemudian dinginkan. Siram bagian dalam

dinding labu Kjeldahl dengan 30 mL akuades.

• Tambahkan 100 mL akuades dan 50 mL NaOH kemudian didestilasi.

Tampung hasil destilat pada 100 mL larutan H3BO3 dan tetesi dengan metilen

oranye sebanyak 1 tetes.

• Titrsasi dengan H2SO4 0,3 N hingga berubah warna menjadi merah muda.

Porsentase protein bahan dapat dihitung dengan rumus berikut :

% P =(mL H2SO4 sampel - mL H2SO4blanko )

g contoh x N H2SO4 x 1,4008 x 6,25

3.5.2.4 Kadar Abu (Sudarmadji et al., 2010)

Prinsip dari metode pengabuan kering untuk analisis kadar abu ini adalah

pembakaran bahan organik pada suhu tinggi selama beberapa jam sehingga

hanya tersisa bahan anorganik dalam bentuk abu. Prosedur dari metode ini

adalah sebagai berikut :

Page 45: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

30

• Timbang bahan sebanyak 2 – 10 g dalam kurs porselin kering yang telah

diketahui beratnya.

• Pijarkan pada muffle suhu 600 0C selama 4 jam hingga berwarna keputih-

putihan.

• Masukkan krus dan abu ke dalam eksikator dan ditimbang berat abu. Kadar

abu dalam bahan dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

% Abu=berat kurs porselin akhir-berat porselin awan

berat sampel x 100%

3.5.2.5 Kadar Karbohidrat (Andarwulan et al., 2011)

Prinsip dari metode by difference untuk analisa kadar karbohidrat adalah

hasil pengurangan 100% dengan% komponen lain (air, abu, lemak dan protein).

% Karbohidrat = 100% -% kadar (air + abu + lemak + protein)

3.5.3 Kadar Serat Kasar (Sudarmadji et al., 2010)

Prinsip dari analisis kadar serat kasar adalah ekstraksi bahan dengan

asam dan basa untuk memisahkan serat kasar dengan bahan lainnya. Prosedur

dari analisis ini adalah sebagai berikut :

• Haluskan bahan dan timbang sebanyak 2 g.

• Ekstrasksi lemaknya dengan Soxhlet.

• Pindahkan bahan yang telah diekstraksi ke dalam erlenmeyer 600 mL.

Tambahkan 0,5 g asbes yang telah dipijarkan dan 3 tetes antifoam agent.

• Tambahkan 200 mL H2SO4 mendidih (1,25 g H2SO4 pekat/100 mL = 0,255 N

H2SO4) tutup dengan pendingin balik dan didihkan selama 30 menit sambil

sesekali digoyang-goyang.

Page 46: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

31

• Saring suspensi dengan kertas saring dan residu yang tertinggal dalam

erlenmeyer dicuci dengan akuades mendidih. Cuci kertas saring yang berisi

residu dengan air hingga netral.

• Pindahkan residu dari kertas saring ke erlenmeyer dengan spatula, dan

sisanya dicuci dengan larutan NaOH mendidih (1,25 g NaOH/100 mL = 0,313

N) sebanyak 200 mL sampai semua residu masuk ke erlenmeyer. Didihkan

dengan pendingin balik selama 30 menit dan sesekali digoyang-goyang.

• Saring dengan kertas saring kering yang diketahui beratnya (A) sambil dicuci

dengan larutan K2SO4 10%. Cuci lagi residu dengan akuades mendidih dan

cuci kembali dengan alkohol 95% sebanyak 15 mL.

• Keringkan kertas saring pada suhu 110 0C sampai berat konstan (1 – 2 jam),

dinginkan dengan desikator dan timbang (B). Kurangkan dengan berat asbes

jika digunakan.

• Berat residu merupakan berat serat kasar dari bahan. Porsentase serat kasar

bahan dapat dihitung dengan rumus berikut :

% SK=B-A

Berat sampel x 100%

3.5.4 Kadar Serat Pangan (Aspet al., 1992)

Analisa total serat pangan dilakukan dengan menggunakan metode

enzimatik gravimetri. Prinsip dari metode enzymatic-gravimetric pada analisa

total serat pangan yaitu hidrolisis pati dan protein dengan menggunakan enzim.

Enzim tersebut nantinya digunakan untuk menghidrolisis pati dan protein

merupakan enzim fisiologis yang terdapat di saluran pencernaan pada tubuh

manusia (Jelita, 2011).

Page 47: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

32

Prosedur kerja analisis total serat pangan dengan metode enzimatik

gravimetri adalah sebagai berikut:

• Penimbangan sampel sebanyak 0,5 g

• Penambahan 12,5 mL 0,1 M buffer fosfat pH 6,0 dan 0,05 ml -amylase

• Penghomogenan dengan menggunakan Waterbath Shaker dengan suhu

80oC selama 15 menit

• Pendinginan pada suhu kamar

• Penambahan 10 mL aquades

• Pengaturan pH menjadi 1,5 dengan menambahkan HCl 0,1 M

• Penambahan 0,05 g pepsin

• Penghomogenan dengan menggunakan Waterbath Shaker dengan suhu

40oC selama 60 menit

• Penambahan 10 mL aquades

• Pengaturan pH menjadi 6,8 dengan menambahkan NaOH 0,1 M

• Penambahan 0,05 g pankreatin

• Penghomogenan dengan menggunakan Waterbath Shaker dengan suhu

40oC selama 60 menit

• Pengaturan pH menjadi 4,5 dengan menambahkan HCl 0,1 M

• Filtrasi dengan menggunakan crucible porositas yang mengandung cellite

sebanyak 0,5 g

• Pencucian dengan menggunakan 5 mL aquades sebanyak 2 kali

Prosedur perhitungan serat pangan tak larut (Insoluble dietary fiber)

• Pencucian residu dengan 5 mL etanol 90% sebanyak 2 kali

• Pencucian residu dengan menggunakan 5 mL aseton sebanyak 2 kali

• Pengeringan dengan menggunakan oven suhu 105oC hingga konstan

Page 48: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

33

• Penimbangan residu yang telah dikeringkan dengan menggunakan oven

yang telah disiapkan (D1)

• Pengabuan dengan menggunakan muffle bersuhu 550oC

• Pendinginan dalam desikator selama 15 menit

• Penimbangan berat akhir (I1)

Prosedur perhitungan serat pangan terlarut (Soluble dietary fiber)

• Pencucian filtrat dengan menggunakan 5 mL aquades sebanyak 2 kali

• Penambahan 50 mL air bilasan dan 200 mL etanol 95% (60oC)

• Pengendapan selama 1 jam

• Filtrasi dengan crucible porositas yang mengandung cellite 0,5 g

• Pencucian residu dengan menggunakan 5 mL larutan etanol 78%

sebanyak 2 kali

• Pencucian residu dengan menggunakan 5 mL etanol 95% 2 kali

• Pengeringan dengan menggunakan oven suhu 105oC hingga konstan

• Penimbangan residu yang telah dikeringkan menggunakan oven (D2)

• Pengabuan dengan menggunakan muffle bersuhu 550oC

• Pendinginan dalam desikator selama 15 menit

• Penimbangan berat akhir (I2)

• Rumus perhitungan total serat pangan adalah sebagai berikut:

• IDF = D1 – I1 – B1

x 100% (1)

W

SDF = D2 – I2 – B2

X 100% (2)

W

TDF = (1) + (2)

Page 49: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

34

Keterangan :

W = berat sampel (g)

I = berat setelah pengabuan (g)

D = berat setelah pengeringan (g)

B = berat blanko bebas pengabuan (g)

3.5.5 Kadar Iodium (Febriati et al., 2013)

Prinsip dari analisis kadar iodium adalah pembentukan kompleks amilum-

iodida menggunakan oksidator iodat. Prosedur dari analisis ini adalah sebagai

berikut :

• Timbang bahan sebanyak 2 g, dan masukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL

kemudian tambahkan H2SO4 0,1 N sebanyak 50 mL, kocok sengan shaker

selama 15 menit.

• Saring dan masukkan filtrat ke dalam labu ukur 100 mL kemudian tambahkan

akuades sama tanda batas, kocok hingga homogen.

• Ambil 10 mL larutan dan masukkan ke dalam tabung reaksi.

• Tambahkan 1 mL H2SO4 4 N, kocok dan tambahkan larutan KI 10% sebanyak

1 mL kocok kembali.

• Tambahkan 1 mL indikator amilum, kocok hingga homogen.

• Baca dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 410 nm dan catat

absorbansinya.

• Persamaan kurva :

y=0,010x+0,313

Dimana: y = nilai absorbansi x = kadar iodium

Page 50: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

35

3.5.6 Kekerasan (Mudiyanto dan Yuwono, 2014)

Penentuan kekerasan bahan prinsipnya adalah mengukur kekuatan

bahan untuk menahan gaya (N) persatuan luas (kg/cm2) melalui jarum alat

tensile strength. Cara kerja dari alat ini adalah :

• Hidupkan mesin tensile strength dan pasang alat sesuai dengan sampel yang

akan dianalisa (tekanan atau tarikan).

• Hidupkan komputer dan masuk ke program software untuk mesin tensile

strength (ZP Recorder).

• Setelah muncul tampilan program, letakkan kursor di ZERO dan ON kan

supaya antara alat tensile strength dan monitor komputer menunjukkan angka

0,0 pada waktu pengujian.

• Letakkan sampel si bawah aksesoris penekan atau penjepit sampel dengan

aksesoris penjepit.

• Letakkan kursor pada tanda [ ] dan ON kan sehingga secara otomatis

komputer akan mencatat GAYA (N) dan jarak yang ditempuh oleh tekanan

atau tarikan terhadap sampel.

• Tekan tombol [ ] untuk penekanan (COMPRESSION) yang ada pada alat

tensile strength.

• Setelah pengujian selesai tekan tombol [ ] untuk berhenti dan menyimpan.

• Catat hasil pengukuran dan matikan komputer serta alat tensile strength.

• Bersihkan alat dari sisa sampel.

3.5.7 Uji Organoleptik (Jaya et al., 2013)

Prinsip dari metode multiple comparison pada uji organoleptik adalah

membandingkan parameter yang telah ditentukan antara sampel uji dengan

sampel standar. Parameter yang digunakan dalam uji ini adalah warna,

Page 51: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

36

kekenyalan, rasa, dan aroma. Prosedur dari uji organoleptik adalah sebagai

berikut :

• Disiapkan semua sampel yang akan diuji dan disiapkan pula sampel dari

produsen sebagai standar.

• Beri kode sampel yang akan diuji dengan kode yang telah ditentukan dan beri

kode sampel dari produsen dengan R.

• Panelis diberi sampel R untuk diuji terlebih dahulu kemudian baru diberi

sampel uji, lalu panelis membandingkan sampel uji dengan sampel R dalam

segi warna, tekstur, aroma, dan rasa.

• Sebelum mencicipi sampel panelis diwajibkan untuk meminum air putih

terlebih dahulu agar tidak terjadi kesalahan saat pengujian.

• Panelis mencatat hasil pengamatan pada lembar kuisioner yang telah

disediakan.

Page 52: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

37

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Indeks Glikemik

Data pengamatan dan analisa data indeks glikemik jenang dengan

perbandingan tepung ketan dan rumput laut E. cottonii yang berbeda dapat

dilihat pada Lampiran 2. Hasil analisa menunjukkan bahwa perbandingan tepung

ketan dan rumput laut E. cottonii memberikan pengaruh yang nyata (p > 0,05)

terhadap indeks glikemik jenang. Indeks glikemik jenang dengan perbandingan

tepung ketan dan rumput laut E. cottonii yang berbeda dapat dilihat pada

Gambar 2.

Gambar 2. Nilai Indeks Glikemik Jenang E. cottonii dengan Perbandingan Tepung Ketan dan Rumput Laut yang Berbeda

Gambar di atas menunjukkan indeks glikemik jenang E. cottonii pada tiap

perbandingan. Perlakuan A perbandingan 100 g tepung ketan dan 0 g rumput

laut E. cottonii menghasilkan indeks glikemik tertinggi yaitu sebesar 90,55.

Perlakuan D perbandingan 25 g tepung ketan dan 75 g rumput laut E. cottonii

menghasilkan indeks glikemik terendah yaitu 42,70.

90,55 d

69,40 c

53,14 b

42,70 a

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

80.00

90.00

100.00

A (100:0) B (75:25) C (50:50) D (25:75)

Ind

eks

Gli

kem

ik

Page 53: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

38

Indeks glikemik semakin menurun seiring peningkatan konsentrasi rumput

laut E. cottonii yang ditambahkan. Hardoko (2007), menyatakan bahwa rumput

laut E. cottonii memiliki kemampuan untuk menurunkan gula darah. Kemampuan

ini meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi rumput laut yang

ditambahkan. Penurunan indeks glikemik ini diduga karena E. cottonii memiliki

kandungan serat dalam jumlah besar.

Astawan (2011), menyebutkan kandungan serat pangan total dari rumput

laut E. cottonii adalah sebesar 78,94% terdiri dari 55,05% serat tak larut air dan

23,89% serat larut air. Dwiyitno (2011), menambahkan bahwa serat tidak larut

adalah serat pangan yang tidak larut dalam air panas atau dingin, biasanya

berupa komponen struktural tanaman seperti selulosa pada umbi-umbian,

sayuran berdaun, dan bagian luar biji-bijian serta lignin pada batang dan kulit

sayuran. Adapun serat larut air adalah serat yang mampu mengikat air dan

membentuk gel selama proses pencernaan berfungsi menangkap karbohidrat

dan memperlambat penyerapan glukosa sehingga dapat menurunkan kadar gula

darah.

Salah satu jenis serat larut air adalah karagenan. Karagenan merupakan

polisakarida yang tidak dapat dicerna oleh manusia sehingga menyebabkan

daya cerna menurun. Daya cerna yang menurun akan memperlambat laju

peningkatan glukosa darah sehingga dapat menurunkan nilai indeks glikemik

(Setiawati et al., 2014).

Tepung ketan yang digunakan dalam pembuatan jenang juga sangat

berpengaruh dalam menentukan nilai indeks glikemik. Komponen utama beras

ketan adalah pati. Kandungan pati pada beras ketan hampir keseluruhan berupa

amilopektin (Winarno, 2004). Menurut Rimbawan dan Siagian (2004), respon

gula darah akan meningkat apabila mengkonsumsi makanan yang tinggi

Page 54: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

39

kandungan amilopektin. Maka semakin sedikit konsentrasi tepung ketan yang

ditambahkan, membuat nilai indeks glikemik semakin menurun.

4.2 Uji Proksimat

4.2.1 Kadar Air

Data pengamatan dan analisa data kadar air jenang dengan

perbandingan tepung ketan dan rumput laut E. cottonii yang berbeda dapat

dilihat pada Lampiran 3. Hasil analisa menunjukkan bahwa perbandingan tepung

ketan dan rumput laut E. cottonii memberikan pengaruh yang nyata (p > 0,05)

terhadap kadar air jenang. Kadar air jenang dengan perbandingan tepung ketan

dan rumput laut E. cottonii yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Kadar Air Jenang E. cottonii dengan Perbandingan Tepung Ketan dan Rumput Laut yang Berbeda

Gambar di atas menunjukkan konsentrasi kadar air jenang pada tiap

perbandingan. Kadar air berkisar antara 38,08 – 46,96%. Perlakuan D

perbandingan 25 g tepung ketan dan 75 g rumput laut memiliki kadar air tertinggi

yaitu sebesar 49,96%. Perlakuan A perbandingan 100 g tepung ketan dan 0 g

rumput laut E. cottonii menghasilkan kadar air terkecil yaitu 38,08%. Kadar air ini

lebih kecil daripada kadar air jenang buah naga 58,97% tetapi tidak berbeda jauh

38,08 a41,36 ab

44,10 bc46,96 c

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

A (100:0) B (75:25) C (50:50) D (25:75)

Ka

da

r A

ir (

%)

Page 55: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

40

dengan jenang buah apel yang ada di pasaran yaitu sebesar 43,12% (Wahyuni,

2012). Kadar air pada penelitian ini lebih tinggi apabila dibandingkan dengan SNI

yaitu nilai maksimal 20%.

Gambar 3 juga menunjukkan bahwa perbedaan perbandingan tepung

ketan dengan rumput laut E. cottonii memberikan pengaruh terhadap jumlah

kadar air. Semakin banyak perbandingan rumput laut semakin tinggi pula kadar

air pada jenang. Hal tersebut diduga karena E. cottonii memiliki sifat hidrofilik

yang dapat mengikat air atau gugus hidroksil lainnya (Rismawati, 2012).

Trisnawati dan Fithri (2015), juga menyatakan bahwa senyawa hidrokoliod yang

dimiliki rumput laut mampu mengikat air. Dengan demikian semakin banyak

penambahan rumput laut E. cottonii akan berbanding lurus dengan kadar air

pada jenang.

4.2.2 Kadar Lemak

Data pengamatan dan analisa data kadar lemak jenang E. cottonii

dengan perbandingan tepung ketan dan rumput laut E. cottonii yang berbeda

dapat dilihat pada Lampiran 4. Hasil analisa menunjukkan bahwa perbandingan

tepung ketan dan rumput laut E. cottonii tidak memberikan pengaruh yang nyata

(p < 0,05) terhadap kadar lemak jenang. Kadar lemak jenang dengan

perbandingan tepung ketan dan rumput laut E. cottonii yang berbeda dapat

dilihat pada Gambar 4.

Page 56: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

41

Gambar 4. Kadar Lemak Jenang E. cottonii dengan Perbandingan Tepung

Ketan dan Rumput Laut yang Berbeda

Gambar 4 menunjukan kadar lemak jenang. Gambar diatas menunjukkan

kandungan kadar lemak jenang E. cottonii antara 0,50 – 0,63%. Kadar lemak

tertinggi pada perlakuan D perbandingan 25 g tepung ketan dan 75 g rumput laut

E. cottonii yaitu sebesar 0,63%, sedangkan perlakuan A perbandingan 100 g

tepung ketan dan 0 g rumput laut E. cottonii menghasilkan kadar lemak sebesar

0,50%. Kadar lemak jenang pada penelitian ini lebih kecil daripada SNI 01-2986-

1992 yaitu minimal 7%.

Hasil analisa menunjukkan bahwa perbedaan perbandingan tepung ketan

dengan rumput laut E. cottonii dalam pembuatan jenang tidak memberikan

pengaruh yang nyata. Hal tersebut diduga karena rumput laut memiliki

kandungan lemak yang kecil (Nafed, 2011), selain itu bahan baku berupa tepung

ketan juga memiliki kandungan lemak yang cukup rendah yaitu sebesar 0,3%

(Rahman, 2007). Sehingga perbedaan perbandingan tepung ketan dan rumput

laut E. cottonii tidak mempengaruhi jumlah lemak pada jenang.

0.500.55 0.52

0.63

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

0.70

0.80

A (100:0) B (75:25) C (50:50) D (25:75)

Ka

da

r L

em

ak (

%)

(%)

Page 57: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

42

4.2.3 Kadar Abu

Data pengamatan dan analisa data kadar abu jenang dengan

perbandingan tepung ketan dan rumput laut E. cottonii yang berbeda dapat

dilihat pada Lampiran 5. Hasil analisa menunjukkan bahwa perbandingan tepung

ketan dan rumput laut E. cottonii memberikan pengaruh yang nyata (p > 0,05)

terhadap kadar abu jenang. Kadar abu jenang dengan perbandingan tepung

ketan dan rumput laut E. cottonii yang berbeda dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Kadar Abu Jenang E. cottonii dengan Perbandingan Tepung

Ketan dan Rumput Laut yang Berbeda

Gambar 5 menunjukkan kadar abu jenang. Kadar abu yang didapat yaitu

antara 1,29 – 2,27%. Kadar abu tertinggi yaitu sebesar 2,27% pada perlakuan D

perbandingan 25 g tepung ketan dan 75 g rumput laut E. cottonii, sedangkan

perlakuan A perbandingan 100 g tepung ketan dan 0 g rumput laut E. cottonii

memiliki nilai kadar abu terkecil yaitu sebesar 1,29%. Kadar abu ini lebih tinggi

daripada yang ditetapkan oleh SNI 01-2986-1992 yaitu nilai maksimal sebesar

1,5%.

Gambar di atas menunjukkan bahwa penambahan rumput laut jenis E.

cottonii berbanding lurus dengan kadar abu yang dihasilkan. Hal ini diduga

karena rumput laut E. cottonii yang ditambahkan memiliki kandungan abu yang

1,29 a

1,68 b1,94 c

2,27 d

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

A (100:0) B (75:25) C (50:50) D (25:75)

Ka

da

r A

bu

(%

)

Page 58: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

43

cukup tinggi yaitu sebesar 27,01% (Widyastuti, 2010). Rumput laut E. cottonii

memiliki kandungan mineral yang cukup tinggi. Mineral utama yang terkandung

dalam rumput laut E. cottonii yaitu Na, K, Ca, Mg (Mustamin, 2012).

4.2.4 Kadar Protein

Data pengamatan dan analisa data kadar protein jenang dengan

perbandingan tepung ketan dan rumput laut E. cottonii yang berbeda dapat

dilihat pada Lampiran 6. Hasil analisa menunjukkan bahwa perbandingan tepung

ketan dan rumput laut E. cottonii tidak memberikan pengaruh yang nyata (p <

0,05) terhadap kadar protein jenang. Kadar protein jenang dengan perbandingan

tepung ketan dan rumput laut E. cottonii yang berbeda dapat dilihat pada

Gambar 6.

Gambar 6. Kadar Protein Jenang E. cottonii dengan Perbandingan Tepung

Ketan dan Rumput Laut yang Berbeda

Gambar 6 menunjukkan kadar protein jenang. Kadar protein jenang yaitu

berkisar antara 4,46 – 5,90%. Kadar protein tertinggi diperoleh perlakuan D

perbandingan 25 g tepung ketan dan 75 g rumput laut E. cottonii sebesar 5,90%.

Sedangkan perlakuan A perbandingan 100 g tepung ketan dan 0 g rumput laut E.

cottonii memiliki kadar protein terendah yaitu 4,46%. Kadar protein pada

4.465.01 5.27

5.90

0.00

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

A (100:0) B (75:25) C (50:50) D (25:75)

Ka

da

r P

rote

in (

%)

Page 59: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

44

penelitian ini sudah sesuai dengan SNI 01-2986-1992 yaitu kandungan minimal

protein sebesar 3%.

Hasil analisa menunjukkan bahwa pemberian rumput laut E. cottonii tidak

memberikan pengaruh yang nyata pada kadar protein jenang E. cottonii. Hal ini

diduga karena bahan baku maupun bahan tambahan yang digunakan tidak

memiliki kandungan protein yang tinggi. Menurut Rahman (2007), Bahan baku

yaitu tepung ketan memiliki kandungan protein yang kecil yaitu 0,5 – 0,7%,

sedangkan kandungan protein rumput laut E. cottonii sebesar 2,69% (Yani,

2006).

4.2.5 Kadar Karbohidrat

Data pengamatan dan analisa data kadar karbohidrat jenang dengan

perbandingan tepung ketan dan rumput laut E. cottonii yang berbeda dapat

dilihat pada Lampiran 7. Hasil analisa menunjukkan bahwa perbandingan tepung

ketan dan rumput laut E. cottonii memberikan pengaruh yang nyata (p > 0,05)

terhadap kadar karbohidrat jenang. Kadar karbohidrat jenang dengan

perbandingan tepung ketan dan rumput laut E. cottonii yang berbeda dapat

dilihat pada Gambar 7.

Page 60: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

45

Gambar 7. Kadar Karbohidrat Jenang E. cottonii dengan Perbandingan

Tepung Ketan dan Rumput Laut yang Berbeda

Gambar 7 menunjukkan kadar karbohidrat jenang. Kadar karbohidrat

berkisar antara 44,22 – 55,67%. Kadar karbohidrat tertinggi pada perlakuan A

perbandingan 100 g tepung ketan dan 0 g rumput laut E. cottonii sebesar

55,67%, sedangkan perlakuan D perbandingan 25 g tepung ketan dengan 75 g

rumput laut E. cottonii memiliki kandungan karbohidrat paling kecil yaitu 44,22%.

Kadar karbohidrat ini lebih kecil daripada kadar karbohidrat yang dihasilkan pada

penelitian Vindayanti (2012), yang menggunakan terong ungu sebagai bahan

tambahan yaitu sebesar 68,46%.

Hasil analisa menunjukkan perbandingan tepung ketan dan rumput laut E.

cottonii memberikan pengaruh yang nyata terhadap kandungan karbohidrat

jenang. Penambahan rumput laut E. cottonii berbanding terbalik dengan kadar

karbohidrat jenang. Hal ini diduga karena bahan baku yang digunakan berupa

tepung ketan yang memiliki kandungan karbohidrat yang tinggi. Jannah et al.

(2014), menyatakan kandungan karbohidrat suatu produk dipengaruhi oleh

tepung yang digunakan. Rahman (2007), menambahkan tingginya kandungan

karbohidrat pada tepung ketan yaitu sebesar 85% mampu mempengaruhi

kandungan karbohidrat produk. Rumput laut yang digunakan memiliki kandungan

55,67 d 51,82 c48,17 b

44,22 a

0.00

10.00

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

A (100:0) B (75:25) C (50:50) D (25:75)

Ka

da

r K

arb

oh

idra

t (%

)

Page 61: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

46

karbohirat yang lebih kecil daripada tepung ketan yaitu sebesar 29,07%

(Widyastuti, 2010).

4.3 Kadar Serat Kasar

Data pengamatan dan analisa data kadar serat kasar jenang dengan

perbandingan tepung ketan dan rumput laut E. cottonii yang berbeda dapat

dilihat pada Lampiran 8. Hasil analisa menunjukkan bahwa perbandingan tepung

ketan dan rumput laut E. cottonii memberikan pengaruh yang nyata (p > 0,05)

terhadap kadar serat kasar jenang. Kadar serat kasar jenang dengan

perbandingan tepung ketan dan rumput laut E. cottonii yang berbeda dapat

dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Kadar Serat Kasar Jenang E. cottonii dengan Perbandingan

Tepung Ketan dan Rumput Laut yang Berbeda

Gambar 8 menunjukkan kadar serat kasar pada jenang. Kadar serat

berkisar antara 0,19 – 1,85%. Kadar serat tertinggi pada perlakuan D

perbandingan 25 g tepung ketan dan 75 g rumput laut E. cottonii sebesar 1,85%.

Sedangkan kadar serat kasar terkecil didapat pada perlakuan A perbandingan

100 g tepung ketan dan 0 g rumput laut E. cottonii yaitu 0,19%. Kadar serat

0,19 a

0,74 b

1,16 c

1,85 d

0.00

0.50

1.00

1.50

2.00

2.50

A (100:0) B (75:25) C (50:50) D (25:75)

Ka

da

r S

era

t K

asa

r (%

)

Page 62: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

47

kasar pada penelitian ini lebih tinggi daripada yang telah ditetapkan oleh SNI 01-

2986-1992 yaitu maksimal 1%.

Pada penelitian ini, kadar serat kasar semakin meningkat seiring

penambahan rumput laut E. cottonii yang ditambahkan pada jenang. Hal ini

sesuai dengan pendapat Lubis et al., (2013) yang menyatakan bahwa

kandungan utama dari rumput laut adalah karbohidrat yang sebagian besar

terdiri dari polimer polisakarida yang berbentuk serat, jadi penambahan rumput

laut E. cottonii akan meningkatkan kadar serat kasar jenang tersebut. Sedangkan

tepung ketan tidak terlalu berpengaruh terhadap kandungan serat kasar karena

memiliki kandungan serat yang kecil yaitu 0,5% (Rahman, 2007).

Astawan (2004) menambahkan bahwa produk yang dihasilkan dengan

penambahan rumput laut akan memiliki kandungan serat pangan yang tinggi.

Muchtadi (2001) menyatakan serat pangan adalah bagian dari bahan pangan

yang tidak dapat dihidrolisis oleh enzim pencernaan. Kadar serat kasar nilainya

lebih rendah daripada serat pangan. Rasio perbandingan antara serat kasar dan

serat pangan dalam suatu makanan yaitu 1 : 5. Kusharto (2006) dalam

penelitiannya mengatakan bahwa kandungan dietary fiber (serat pangan) dalam

makanan biasanya beberapa kali lipat dari crude fiber (serat kasar).

4.4 Kadar Serat Pangan Total

Data pengamatan dan analisa data kadar serat pangan total jenang

dengan perbandingan tepung ketan dan rumput laut E. cottonii yang berbeda

dapat dilihat pada Lampiran 9. Hasil analisa menunjukkan bahwa perbandingan

tepung ketan dan rumput laut E. cottonii memberikan pengaruh yang nyata (p >

0,05) terhadap kadar serat pangan total jenang. Kadar serat pangan total jenang

dengan perbandingan tepung ketan dan rumput laut E. cottonii yang berbeda

dapat dilihat pada Gambar 9.

Page 63: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

48

Gambar 9. Kadar Serat Pangan Total Jenang E. cottonii dengan Perbandingan Tepung Ketan dan Rumput Laut yang Berbeda

Gambar 9. Menunjukkan kadar serat pangan total pada jenang. Kadar

serat berkisar antara 2,31-4,48%. Kadar serat pangan tertinggi pada perlakuan D

perbandingan 25 g tepung ketan dan 75 g rumput laut E. cottonii sebesar 4,48%.

Sedangkan kadar serat pangan terkecil didapat pada perlakuan A perbandingan

100 g tepung ketan dan 0 g rumput laut E. cottonii yaitu 2,31%.

Penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan kadar serat pangan total

seiring dengan bertambahnya konsentrasi rumput laut yang diberikan. Hal ini

dikarenakan rumput laut E. cottonii kandungan terbesarnya adalah serat pangan

yaitu 78,94%. Kadar serat pangan yang meningkat ini juga sejalan dengan

penjelasan Astawan et al., (2004) dan Hudaya (2008), yaitu penggantian tepung

ketan dengan bubur rumput laut akan memberikan pengaruh yang nyata

terhadap nilai kadar serat pangan total produk.

Menurut Fernandes et al., (2005), keberadaan serat pangan dapat

mempengaruhi kadar glukosa darah. Kadar serat pangan total berpengaruh

terhadap indeks glikemik suatu produk. Hal ini berkaitan dengan sifat serat

pangan yang mampu memperlambat pencernaan, memberikan rasa kenyang

2,31 a2,74 a

3,34 b

4,48 c

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

A (100:0) B (75:25) C (50:50) D (25:75)

Ka

da

r S

era

t P

an

gan

To

tal

(%)

Page 64: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

49

yang lebih lama dan memperlambat respon glukosa darah (Santoso, 2011).

Sehingga semakin tinggi kadar serat pangan total, semakin rendah nilai indeks

glikemik suatu produk dan semakin rendah kadar serat pangan total maka

semakin tinggi nilai indeks glikemik suatu produk pangan tersebut. Arif et al.,

(2013), juga menjelaskan bahwa dalam bentuk utuh, serat dapat bertindak

sebagai penghambat fisik pada pencernaan. Serat dapat memperlambat laju

makanan pada saluran pencernaan dan menghambat aktivitas enzim sehingga

proses pencernaan khususnya pati menjadi lambat dan respon glukosa darah

pun akan lebih rendah. Dengan demikian IG-nya cenderung lebih rendah.

4.4.1 Kadar Serat Pangan Tak Larut

Data pengamatan dan analisa data kadar serat pangan tak larut jenang

dengan perbandingan tepung ketan dan rumput laut E. cottonii yang berbeda

dapat dilihat pada Lampiran 10. Hasil analisa menunjukkan bahwa perbandingan

tepung ketan dan rumput laut E. cottonii memberikan pengaruh yang nyata (p >

0,05) terhadap kadar serat pangan tak larut jenang. Kadar serat pangan tak larut

jenang dengan perbandingan tepung ketan dan rumput laut E. cottonii yang

berbeda dapat dilihat pada Gambar 10.

Page 65: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

50

Gambar 10. Kadar Serat Pangan Tak Larut Jenang E. cottonii dengan Perbandingan Tepung Ketan dan Rumput Laut yang Berbeda

Gambar 10 menunjukkan kadar serat pangan tak larut pada jenang. Kadar

serat tak larut berkisar antara 1,56-2,80%. Kadar serat pangan tak larut tertinggi

pada perlakuan D perbandingan 25 g tepung ketan dan 75 g rumput laut E.

cottonii sebesar 2,80%. Sedangkan kadar serat pangan tak larut terkecil didapat

pada perlakuan A perbandingan 100 g tepung ketan dan 0 g rumput laut E.

cottonii yaitu sebesar 1,56%.

Serat pangan tak larut merupakan bagian dari serat pangan secara

keseluruhan. Rumput laut E. cottonii memiliki kandungan serat tak larut sebesar

55,05% (Astawan, 2004). Kandungan serat tak larut yang meningkat pada

penelitian ini mengikuti kadar serat pangan secara keseluruhan atau kadar serat

pangan total. Hudaya (2008), juga menjelaskan bahwa perlakuan penambahan

rumput laut memberikan pengaruh terhadap kandungan total serat makanan,

serat tidak larut dan serat larut pada produk pangan.

Menurut Dwiyitno (2011), serat tak larut adalah serat pangan yang tidak

larut dalam air panas atau dingin. Selain itu, serat pangan tak larut merupakan

1,56 a1,83 a

2,23 b

2,80 c

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

A (100:0) B (75:25) C (50:50) D (25:75)

Ka

da

r S

era

t P

an

gan

Ta

k L

aru

t

(%)

Page 66: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

51

serat yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan. Arif et al., (2013),

menjelaskan bahwa fungsi utama serat pangan tak larut adalah mencegah

penyakit yang berhubungan dangan saluran pencernaan. Serat pangan yang

tidak larut ini termasuk selulosa, hemiselulosa dan lignin yang banyak terdapat

pada tanaman (Santoso, 2011).

4.4.2 Kadar Serat Pangan Larut

Data pengamatan dan analisa data kadar serat pangan larut jenang

dengan perbandingan tepung ketan dan rumput laut E. cottonii yang berbeda

dapat dilihat pada Lampiran 11. Hasil analisa menunjukkan bahwa perbandingan

tepung ketan dan rumput laut E. cottonii memberikan pengaruh yang nyata (p >

0,05) terhadap kadar serat pangan larut jenang. Kadar serat pangan larut jenang

dengan perbandingan tepung ketan dan rumput laut E. cottonii yang berbeda

dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11. Kadar Serat Pangan Larut Jenang E. cottonii dengan Perbandingan Tepung Ketan dan Rumput Laut yang Berbeda

Gambar 11 menunjukkan kadar serat pangan larut pada jenang. Kadar

serat larut berkisar antara 0,74-1,68%. Kadar serat pangan larut tertinggi pada

0,74 a0,91 ab

1,11 b

1,68 c

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

1.60

1.80

2.00

A (100:0) B (75:25) C (50:50) D (25:75)

Ka

da

r S

era

t P

an

gan

La

rut

(%

)

Page 67: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

52

perlakuan D perbandingan 25 g tepung ketan dan 75 g rumput laut E. cottonii

sebesar 1,68%. Sedangkan kadar serat pangan larut terkecil didapat pada

perlakuan A perbandingan 100 g tepung ketan dan 0 g rumput laut E. cottonii

yaitu sebesar 0,74%.

Penelitian ini menunjukkan adanya peningkatan kadar serta pangan larut

pada jenang seiring penambahan konsentrasi rumput laut E. cottonii. Hal ini

sejalan dengan yang telah dijelaskan oleh Astawan et al., (2004), pada

penelitiannya tentang dodol bahwa penambahan rumput laut mempengaruhi

kadar serat larut pada produk dodol dari 0,80% hingga mencapai 2,37%

sedangkan pada penelitian ini mampu meningkatkan kadar serat larut dari 0,74%

hingga mencapai 1,68% . Selain itu, Hudaya (2008), juga menjelaskan bahwa

penambahan rumput laut memberikan pengaruh terhadap total serat makanan,

serat tak larut dan serat larut.

Serat larut air merupakan serat pangan yang dapat larut dalam air dingin,

hangat atau panas serta dapat terendapkan dengan larutan etanol. Serat pangan

ini bersifat menyerap air selama melewati saluran pencernaan (Dwiyitno, 2011).

Arif et al.,(2013), juga menjelaskan bahwa fungsi utama serat pangan larut

adalah memperlambat pencernaan di dalam usus, memberikan rasa kenyang

lebih lama, dan memperlambat laju peningkatan glukosa darah sehingga insulin

yang dibutuhkan untuk mentransfer glukosa ke dalam sel-sel tubuh dan

mengubahnya menjadi energi semakin sedikit. Sehingga kandungan ini sangat

dibutuhkan untuk menurunkan penyerapan glukosa.

4.5 Kadar Iodium

Data pengamatan dan analisa data kadar iodium jenang dengan

perbandingan tepung ketan dan rumput laut E. cottonii yang berbeda dapat

dilihat pada Lampiran 12. Hasil analisa menunjukkan bahwa perbandingan

Page 68: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

53

tepung ketan dan rumput laut E. cottonii memberikan pengaruh yang nyata (p >

0,05) terhadap kadar iodium jenang. Kadar iodium jenang dengan perbandingan

tepung ketan dan rumput laut E. cottonii yang berbeda dapat dilihat pada

Gambar 12.

Gambar 12. Kadar Iodium Jenang E. cottonii dengan Perbandingan Tepung Ketan dan Rumput Laut yang Berbeda

Gambar 12 menunjukkan kadar iodium jenang. Kadar iodium berkisar

antara 7,87 – 23,48 ppm. Kadar iodium tertinggi pada perlakuan D perbandingan

25 g tepung ketan dan 75 g rumput laut E. cottonii sebesar 23,48 ppm,

sedangkan perlakuan A perbandingan 100 g tepung ketan dan 0 g rumput laut E.

cottonii memiliki kandungan iodium paling kecil yaitu 7,87%. Kandungan iodium

ini lebih besar apabila dibandingkan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh

Astawan (2004) yaitu sebesar 19,57%.

Hasil analisa menunjukkan penambahan rumput laut E. cottonii mampu

meningkatkan kadar iodium jenang. Hal ini diduga karena kandungan gizi rumput

laut yang terpenting adalah trace element, khususnya iodium. Kandungan iodium

rumput laut 2.400 sampai 155.000 kali lebih banyak dibandingkan dengan sayur-

sayuran yang tumbuh di darat (Murniyati et al., 2010). Astawan (2004),

menyebutkan kandungan iodium rumput laut E. cottonii sebesar 282,93 µg/g.

7,87 a

11,53 b

18,26 c

23,48 d

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

A (100:0) B (75:25) C (50:50) D (25:75)

Ka

da

r Io

diu

m (

pp

m)

Page 69: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

54

Rahayu (2003), menambahkan bahwa kadar rata-rata iodium pada tumbuhan

darat adalah 1mg/kg berat kering dan tumbuhan laut umumnya 0,7 - 0,45 g/kg.

4.6 Kekerasan

Data pengamatan dan analisa data kekerasan jenang dengan

perbandingan tepung ketan dan rumput laut E. cottonii yang berbeda dapat

dilihat pada Lampiran 13. Hasil analisa menunjukkan bahwa perbandingan

tepung ketan dan rumput laut E. cottonii memberikan pengaruh yang nyata (p >

0,05) terhadap kekerasan jenang. Kekerasan jenang dengan perbandingan

tepung ketan dan rumput laut E. cottonii yang berbeda dapat dilihat pada

Gambar 13.

Page 70: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

55

Gambar 13. Kekerasan Jenang E. cottonii dengan Perbandingan Tepung Ketan dan Rumput Laut yang Berbeda

Gambar 13 menunjukkan nilai hasil analisa kekerasan. Nilai kekerasan

berkisar antara 0,47 – 5,17 N. Nilai kekerasan tertinggi terdapat pada perlakuan

D perbandingan 25 g tepung ketan dan 75 g rumput laut E. cottonii. Perlakuan A

perbandingan 100 g tepung ketan dan 0 g rumput laut memiliki nilai paling kecil

yaitu 0,47 N

Hasil analisa menunjukkan penambahan rumput laut E. cottonii mampu

meningkatkan nilai kekerasan jenang. Hal ini diduga karena rumput laut mampu

membentuk gel seperti yang telah dijelaskan oleh Juwita et al. (2014), bahwa

karagenan mampu meningkatkan nilai kekerasan dengan cara pembentukan

struktur doble helix. Semakin luas pembentukan double helix maka kekuatan gel

meningkat mekanisme pembentukan double helix adalah dengan pemanasan.

Pemanasan mengakibatkan karagenan menjadi random coil (acak). Bila suhu

diturunkan maka polimer akan membentuk struktur double helix (pilinan ganda)

kemudian double helix ini akan terikat silang secara kuat dan berpengaruh

terhadap nilai kekerasan suatu produk. Astawan (2004), juga menyatakan bahwa

pembentukan gel dari rumput laut begitu kuat dan elastis dan sulit dipecah

sehingga berpengaruh besar terhadap kekerasan.

0,47 a0,97 a

2,23 b

5,17 c

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

A (100:0) B (75:25) C (50:50) D (25:75)

Ke

ke

ras

an

(N

)

Page 71: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

56

4.7 Organoleptik

4.7.1 Aroma

Data pengamatan dan analisa data organoleptik aroma jenang dengan

perbandingan tepung ketan dan rumput laut E. cottonii yang berbeda dapat

dilihat pada Lampiran 14. Hasil analisa menunjukkan bahwa perbandingan

tepung ketan dan rumput laut E. cottonii memberikan pengaruh yang nyata (p >

0,05) terhadap organoleptik aroma jenang. Organoleptik aroma jenang dengan

perbandingan tepung ketan dan rumput laut E. cottonii yang berbeda dapat

dilihat pada Gambar 14.

Gambar 14. Organoleptik Aroma Jenang E. cottonii dengan Perbandingan Tepung Ketan dan Rumput Laut yang Berbeda

Gambar 14 menunjukkan nilai organoleptik aroma jenang dengan metode

multiple comparisson. Penilaian panelis terhadap aroma jenang semakin

menurun seiring peningkatan konsentrasi rumput laut E. cottonii yang

ditambahkan. Jenang kontrol (R) adalah jenang yang sudah ada di pasaran,

3,10 c2,90 c

2,43 b

2,00 a

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

A (100:0) B (75:25) C (50:50) D (25:75)

Aro

ma

Page 72: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

57

didapatkan di Pasar Merjosari Malang pada saat penelitian ini dilaksanakan. Nilai

tertinggi didapat pada perlakuan A perbandingan 100 g tepung ketan dan 0 g

rumput laut E. cottonii sebesar 3,10 yang berarti sama beraroma jenang dengan

R dan terendah pada perlakuan D perbandingan 25 g tepung ketan dan 75 g

rumput laut E. cottonii sebesar 2,00 yang berarti agak kurang beraroma jenang

dari R

Semakin tinggi konsentrasi rumput laut yang ditambahkan, maka semakin

kecil nilai organoleptik aroma. Hal ini diduga karena rumput laut memiliki aroma

khas laut yang mampu mempengaruhi produk. Dwiyitno (2011), mengatakan

bahwa rumput laut memiliki aoma khas yang kurang menarik sehingga bisa

menurunkan daya tarik dari produk itu sendiri. Santoso et al., (2006),

menambahkan bahwa aroma rumput laut yang khas dapat diaplikasikan pada

produk pangan tertentu yang membutuhkan aroma khas dari rumput laut.

4.7.2 Warna

Data pengamatan dan analisa data organoleptik warna jenang dengan

perbandingan tepung ketan dan rumput laut E. cottonii yang berbeda dapat

dilihat pada Lampiran 15. Hasil analisa menunjukkan bahwa perbandingan

tepung ketan dan rumput laut E. cottonii memberikan pengaruh yang nyata (p >

0,05) terhadap organoleptik warna jenang. Organoleptik warna jenang dengan

perbandingan tepung ketan dan rumput laut E. cottonii yang berbeda dapat

dilihat pada Gambar 15.

Page 73: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

58

Gambar 15. Organoleptik Warna Jenang E. cottonii dengan Perbandingan Tepung Ketan dan Rumput Laut yang Berbeda

Gambar 15 menunjukkan nilai organoleptik warna jenang dengan metode

multiple comparisson. Penilaian panelis semakin menurun seiring peningkatan

konsentrasi rumput laut yang ditambahkan. Jenang kontrol (R) adalah jenang

yang sudah ada di pasaran, didapatkan di Pasar Merjosari Malang pada saat

penelitian ini dilaksanakan. Nilai organoleptik warna tertinggi pada perlakuan A

perbandingan 100 g tepung ketan dan 0 g rumput laut E. cottonii dengan nilai

3,17 yang berarti sama berwarna jenang dengan R. Sedangkan perlakuan D

perbandingan 25 g tepung ketan dan 75 g rumput laut E. cottonii memiliki nilai

terendah yaitu 1,63 yang berarti kurang berwarna jenang dari R.

Semakin tinggi konsentrasi rumput laut maka semakin rendah nilai

organoleptik warna. Hal ini diduga karena banyaknya rumput laut yang

digunakan sebagai bahan tambahan mampu mempengaruhi warna jenang.

Rumput laut yang digunakan telah dipucatkan sehingga tidak memiliki pigmen

warna, sehingga penambahan rumput laut akan menyebabkan jenang berwarna

coklat tua atau semakin gelap dari R. Jenang dengan konsentrasi E. cottonii

tinggi memiliki kadar air yang tinggi pula. Manab (2007), menambahkan bahwa

3,17 c 3,03 c

2,23 b

1,63 a

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

A (100:0) B (75:25) C (50:50) D (25:75)

Warn

a

Page 74: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

59

kadar air yang tinggi pada sistem pangan menahan pengaruh utama dari reaksi

Mailard. Air dapat mempengaruhi pengontrolan viskositas fase cairan dan melalui

disolusi, pemekatan atau dilusi reaktan. Selain itu jumlah tepung ketan juga

berpengaruh terhadap warna jenang. Rahman (2007), menambahkan tepung

ketan dalam pembuatan produk dapat memberikan warna putih sehingga dapat

menghasilkan produk dengan warna yang lebih cerah.

4.7.3 Tekstur

Data pengamatan dan analisa data organoleptik tekstur jenang dengan

perbandingan tepung ketan dan rumput laut E. cottonii yang berbeda dapat

dilihat pada Lampiran 16. Hasil analisa menunjukkan bahwa perbandingan

tepung ketan dan rumput laut E. cottonii memberikan pengaruh yang nyata (p >

0,05) terhadap organoleptik tekstur jenang. Organoleptik tekstur jenang dengan

perbandingan tepung ketan dan rumput laut E. cottonii yang berbeda dapat

dilihat pada Gambar 16.

Gambar 16. Organoleptik Tekstur Jenang E. cottonii dengan Perbandingan Tepung Ketan dan Rumput Laut yang Berbeda

2,97 a3,20 b

4,00 c

4,87 d

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

A (100:0) B (75:25) C (50:50) D (25:75)

Te

ks

tur

Page 75: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

60

Gambar 16 menunjukkan nilai organoleptik tekstur jenang dengan metode

multiple comparisson. Jenang kontrol (R) adalah jenang yang sudah ada di

pasaran, didapatkan di Pasar Merjosari Malang pada saat penelitian ini

dilaksanakan. Penilaian panelis semakin meningkat seiring peningkatan

konsentrasi rumput laut yang ditambahkan. Nilai organoleptik tekstur tertinggi

pada perlakuan D perbandingan 25 g tepung ketan dan 75 g rumput laut E.

cottonii dengan nilai 4,87 yang berarti memiliki tekstur lebih kenyal dari R.

Sedangkan perlakuan A perbandingan 100 g tepung ketan dan 0 g rumput laut E.

cottonii memiliki nilai terendah yaitu 2,97 yang berarti memiliki tekstur sama

dengan R.

Semakin tinggi perbandingan rumput laut yang diberikan maka semakin

tinggi nilai organoleptik tekstur jenang. Hal ini diduga karena rumput laut E.

cottonii memiliki kandungan karagenan yang berperan dalam pembentukan

tekstur produk. Karagenan memiliki fungsi sebagai stabilisator, bahan pengental,

pembentuk gel atau pengemulsi (Winarno, 2002). Rahardiyan (2004),

menambahkan bahwa karagenan mampu menstabilkan emulsi dengan cara

menurunkan tegangan permukaan melalui pembentukan lapisan pelindung yang

menyelimuti globula terdispersi sehingga senyawa yang tidak larut akan lebih

terdispersi dan lebih stabil.

4.7.4 Rasa

Data pengamatan dan analisa data organoleptik rasa jenang dengan

perbandingan tepung ketan dan rumput laut E. cottonii yang berbeda dapat

dilihat pada Lampiran 17. Hasil analisa menunjukkan bahwa perbandingan

tepung ketan dan rumput laut E. cottonii memberikan pengaruh yang nyata (p >

0,05) terhadap organoleptik rasa jenang. Organoleptik rasa jenang dengan

Page 76: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

61

perbandingan tepung ketan dan rumput laut E. cottonii yang berbeda dapat

dilihat pada Gambar 17.

Gambar 17. Organoleptik Rasa Jenang E. cottonii dengan Perbandingan Tepung Ketan dan Rumput Laut yang Berbeda

Gambar 17 menunjukkan nilai organoleptik rasa jenang dengan metode

multiple comparisson. Jenang kontrol (R) adalah jenang yang sudah ada di

pasaran, didapatkan di Pasar Merjosari Malang pada saat penelitian ini

dilaksanakan. Penilaian panelis semakin menurun seiring peningkatan

konsentrasi rumput laut yang ditambahkan. Nilai organoleptik rasa tertinggi pada

perlakuan A perbandingan 100 g tepung ketan dan 0 g rumput laut E. cottonii

dengan nilai 3,03 yang berarti memiliki rasa sama dengan R. Sedangkan

perlakuan D perbandingan 25 g tepung ketan dan 75 g rumput laut E. cottonii

memiliki nilai terendah yaitu 1,90 yang berarti kurang berasa jenang dari R.

Semakin tinggi konsentrasi rumput laut yang diberikan maka semakin

rendah nilai organoletik rasa yang dihasilkan atau semakin tidak berasa jenang.

Handayani (2011), menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi rumput laut

yang ditambahkan pada suatu produk menyebabkan menurunnya tingkat

kesukaan panelis terhadap produk tersebut. Hal ini disebabkan karena rumput

3,03 c 2,90 c

2,53 b

1,90 a

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

A (100:0) B (75:25) C ( 50:50) D(25:75)

Ra

sa

Page 77: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

62

laut memiliki rasa yang khas yang tidak disukai oleh masyarakat umum. Listiyana

(2014), menambahakan bahwa rasa khas rumput laut akan semakin bisa

dirasakan dengan semakin banyaknya konsentrasi rumput laut yang

ditambahkan.

4.11 Perlakuan Terbaik

perlakuan terbaik berdasarkan perhitungan De Garmo adalah perlakuan

D dengan konsentrasi perbandingan 25 g tepung ketan dan 75 g rumput laut E.

cottonii dengan nilai indeks glikemik sebesar 42,70, kadar air sebesar 46,96%,

kadar lemak 0,63%, kadar abu 2,27%, kadar protein 5,90%, kadar karbohidrat

44,22%, serat kasar 1,85%, serat pangan total 4,48%, terdiri dari 2,80% serat tak

larut dan 1,68% serat larut, iodium 23,48 ppm, kekerasan 5,17 N, nilai

organoleptik aroma 2,00, warna 1,63, tekstur 4,87, rasa 1,90.

Jenang perlakuan D dengan perbandingan (25 g tepung ketan : 75 g

rumput laut E. cottonii) memiliki kadar air 46,96%. Hal ini sudah sesuai dengan

pernyataan Omega (2011), yang menyatakan bahwa makanan semi basah

seperti jenang memiliki kadar air berkisar antara 20 – 50%. Kadar lemak yang

diperoleh pada perlakuan D sebesar 0,63%. Kadar lemak pada penelitian ini

lebih rendah apabila dibandingkan dengan SNI 01-2986-1992 yaitu minimal 7%,

sedangkan menurut Widyaningrum (2011) pada penelitiannya tentang jenang

kudus, kadar lemak jenang yaitu sebesar 1,1624%. Hal ini diduga karena

sedikitnya bahan berlemak yang digunakan dalam proses pembuatan jenang.

Kadar abu didapat hasil sebesar 2,27%. Kadar abu pada penelitian ini lebih

tinggi dari SNI 01-2986-1992 yaitu kadar abu maksimal sebesar 1,5%. Kadar

protein jenang pada penelitian ini sebesar 5,90%. Kadar protein ini lebih tinggi

apabila dibandingkan dengan penelitian Widyaningrum (2011), yaitu sebesar

2,84% sedangkan menurut SNI 01-2986-1992 kadar protein jenang sudah sesuai

Page 78: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

63

yaitu minimal 3%. Kadar karbohidrat yang didapat yaitu sebesar 44,22%. Kadar

karbohidrat pada penelitian ini cukup tinggi. Hal ini diduga karena bahan utama

yang digunakan adalah tepung ketan yang memiliki kandungan karbohidrat

sebesar 85% (Rahman, 2007).

Jenang perlakuan D dengan perbandingan (25 g tepung ketan : 75 g

rumput laut E. cottonii) memiliki kadar serat kasar sebesar 1,85%. Kadar serat ini

lebih besar dari yang telah ditetapkan oleh SNI 01-2986-1992 yaitu maksimal

1,0%. Serat pangan total jenang perlakuan D sebesar 4,48%, terdiri dari 2,80%

serat tak larut dan 1,68% serat larut. Kadar iodium yaitu sebesar 23,48 ppm.

Kadar iodium ini dipengaruhi oleh bahan yang digunakan yaitu rumput laut dan

tepung ketan yang digunakan. Kadar iodium pada tumbuhan darat adalah 1

mg/kg berat kering sedangkan pada tumbuhan laut umumnya 0,7 - 0,45 g/kg

(Rahayu, 2003). Sedangkan nilai kekerasan sebesar 5,17 N.

Nilai parameter organoleptik pada jenang perlakuan D dengan

perbandingan (25 g tepung ketan : 75 g rumput laut E. cottonii) adalah aroma

2,00, warna 1,63, tekstur 4,87, rasa 1,90. Nilai tersebut menjelaskan bahwa

seiring penambahan jumlah rumput laut dalam adonan jenang memberikan

penurunan nilai organoleptik pada aroma, warna dan rasa yang berarti kurang

mirip dengan jenang kontrol (R) yang digunakan. Nilai organoleptik tekstur

mengalami kenaikan yang berarti lebih kenyal dari jenang kontrol (R) yang

digunakan.

Page 79: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

5. PENUTUP

5.1.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diambil kesimpulan bahwa

perbandingan tepung ketan dan rumput laut E. cottonii yang dipanen pada umur

30 hari dapat mempengaruhi nilai indeks glikemik dan mutu jenang. Perlakuan

terbaik didapatkan oleh perlakuan D perbandingan 25 g tepung ketan dan 75 g

rumput laut E. cottonii dengan nilai indeks glikemik sebesar 42,70; kadar air

46,96%; kadar lemak 0,63%; kadar abu 2,27%; kadar protein 5,90%; kadar

karbohidrat 44,22%; kadar serat kasar 1,85%; kadar serat pangan total 4,48%

terdiri dari serat pangan tak larut 2,80% dan serat pangan larut 1,68%; kadar

iodium 23,48 ppm; kekerasan 5,17 N; aroma 2,00; warna 1,63; tekstur 4,87; rasa

1,90.

5.2 Saran

Makanan dengan indeks glikemik rendah berpotensi menjadi pangan

fungsional, namun penambahan rumput laut E. cottonii menghasilkan bau dan

rasa khas rumput laut yang cenderung tidak disukai oleh masyarakat. Perlu

adanya penelitian lebih lanjut tentang penambahan rumput laut E. cottonii pada

jenang untuk mendapatkan nilai organoleptik yang baik dan dapat diterima oleh

masyarakat.

Page 80: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

65

DAFTAR PUSTAKA Adhi, D. H. 2012. Asupan Asupan Zat Gizi Makro, Serat, Indeks Glikemik Pangan

Hubungannya dengan Persen Lemak Tubuh pada Polisi Laki-laki Kabupaten Purworejo Tahun 2012. Skripsi. Unpublish. Universitas Indonesia.

Aliawati G. 2003. Teknik analisis kadar amilosa dalam beras. Buletin Teknik

Pertanian. 8 (2) : 82-84. Amora, S. D. dan Sukesi. 2013. Ekstraksi Senyawa Antioksidan pada Nugget

Rumput Laut Merah, Eucheuma cottonii. Jurnal Sains dan Seni Pomits. 2 (2) : 2337-3520

Andarwulan, N., F. Kusnandar dan D. Herawati. 2011. Analisis Pangan. Dian

Rakyat. Jakarta. Anggadiredja, T. Jana. 2009. Rumput Laut; Pembudidayaan, Pengolahan, &

Pemasaran Komoditas Perikanan Potensial. Depok : Penebar Swadaya. Hal. 65.

Arif, A.B., A. Budiyanto, Hoerudin. 2013. Nilai indeks glikemik produk pangan dan

faktor-faktor yang mempengaruhinya. Jurnal Litbang Pert. 32 (3) : 91-99. Astawan, M., M. Wahyuni. 1991. Teknologi Pengolahan Nabati Tepat Guna.

Akademika Presindo. Bogor. Astawan, S. Koswara., F. Herdiani. 2004. Pemanfaatan Rumput Laut (Eucheuma

cottonii) untuk Meningkatkan Kadar Iodium dan Serat Pangan pada Selai dan Dodol. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 15 (1) : 61-69.

Belitz, H.D. and W. Grosch. 1999. Food Chemistry. Springer Verlag, Berlin. Budiman, B. dan I. Sumarno. 2007. Hubungan antara konsumsi iodium dan

gondok pada siswi berusia 15-17 tahun. Jurnal Gizi dan Makanan. 26 (2) : 80-89.

Dianitami, R. 2009. Efek Rumput Laut Eucheuma sp. terhadap Kadar Glukosa

Darah dan Jumlah Trombosit Tikus Wistar yang Diinduksi Alokan. Laporan Akhir Penelitian Karya Tulis Ilmiah. Universitas Diponegoro. Semarang.

Distantina, S., Fadhilah, Rochmadi, M. Fahrurrozi dan Wiratni. 2010. Proses

Ekstraksi Karagenan dari Eucheuma cottonii. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses. Hlm. C21 1-6.

Dwiyitno. 2011. Rumput Laut Sebagai Sumber Serat Pangan Potensial. Squalen.

6 (1) : 9-17

Page 81: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

66

Febrianti, S., H. Sulistyarti, Atikah. 2013. Penentuan kadar iodida secara spektrofotometri berdasarkan pembentukan kompleks amilum iodium menggunakan oksidator iodat. Kimia Student Journal. 1 (1) : 50- 56.

Fernandes G, Velangi A, Wolever TM. 2005. Glycemic index of potatoes

commonly consumed in North America. J Am Diet Assoc 105 : 557-562. Ginting, E., J. S. Utomo, R. Yulifianti, dan M. Yusuf. 2011. Potensi Ubi Jalar Ungu

sebagai Pangan Fungsional. Iptek Tanaman Pangan. 6 (1) : 116-138 Gunanti, I. R., Suhardjo, C. M. Kusharto, Rimbawan, B. Wirjatmadi. 1999.

Kandungan Iodium Pada Beberapa Bahan Makanan Di Daerah Pantai Endemik dam Nonendemik. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 3 (1) : 1-15.

Handayani, R., S. Aminah. 2011. Variasi subtitusi rumput laut terhadap kadar

serat dan mutu organoleptik cake rumput laut (Eucheuma cottonii). Jurnal Pangan dan Gizi. 2 (3) : 67-74

Hardoko. 2007. Studi penurunan glukosa darah diabet dengan konsumsi rumput

laut Eucheuma cottonii. Jurnal Perikanan. 9 (1): 116-124 Hartono, B. 2002. Perkembangan fetus dalam kondisi definisi yodium dan cukup

yodium. Jurnal GAKY Indonesia. 1 (1) : 19-31. Hasan, V., S. Astuti, Susilawati. 2011. Indeks glikemik oyek dan tiwul dari umbi

garut (Marantha arundinaceae l.), suweg (Amorphallus campanullatus bi) dan singkong (Manihot utillisima). Jurnal Teknologi Industri dan Hasil Pertanian. 16 (1) : 34-50.

Hatta, R. 2012. Studi Pembuatan Dodol Dari Rumput Laut (Eucheuma cottonii)

dengan Penambahan Kacang Hijau (Phaseolus eureus). Skripsi. Fakultas Pertanian, Universitas Hasanuddin Makasar

Herawati, H. 2011. Potensi pengembangan produk pati tahan cerna sebagai

pangan fungsional. Jurnal Litbang. 1 (30) : 31-39 Hidayati, N. 2011. Penambahan salak jawa sebagai upaya meningkatkan

kualitas jenang salak pondoh. Jurnal Ilmu-ilmu Pertanian. 8 (2) : 138-150.

Hudaya, Rijal Nasirul. 2008. Pengaruh Penambahan Tepung Rumput Laut

(Kaooaoycus alvarezzii) Untuk Peningkatan Kadar Iodium dan Serat Pangan Pada Tahu Sumedang. Skripsi. Bogor. Institut Pertanian Bogor.

Hutagalung, H. 2004. Karbohidrat. Fakultas Kedokteran. Universitas Sumatera

Utara Indah, M. 2004. Mekanisme Kerja Hormon. Fakultas kedokteran. Universitas

Sumatera Utara.

Page 82: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

67

Jannah, R., Sukatiningsih, N. Diniyah. 2014. Formulasi tepung komposit dari terigu, kecambah jagung, dan rumput laut pada pembuatan mi kering. Jurnal Teknologi Pertanian. 15 (1) : 15-24.

Jaya, F., D. Amertaningtyas, H. Tistiana. 2013. Evaluasi organoleptik mayonaise

dengan bahan dasar minyak nabati dan kuning telur ayam buras. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. 8 (1) : 30-34.

Juwita, W. P., H. Rusmarilin, dan E. Yusriani. 2014. Pengaruh konsentrasi pektin

dan karagenan terhadap mutu permen jely jahe. Jurnal Rekayasa Pangan dan Pertanian. 2 (2) : 42-50.

Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Mie. eBookPangan.com. Diakses pada

tanggal 17 September 2015. Kurniawan, A. B., A. N. Al-Baarri, Kusrahayu. 2012. Kadar serat kasar, daya ikat

air, dan rendemen bakso ayam dengan penambahan karaginan. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 1 (2) : 23-27.

Kusharto, C. M. 2006. Serat makanan dan peranannya bagi kesehatan. Jurnal

Gizi dan Pangan. 1 (2) : 45-54. Listiyana, D. 2014. Subtitusi Tepung Rumput Laut (Eucheuma cottonii) pada

Pembuatan Ekado Sebagai Alternatif Makanan Tinggi Yodium pada Anak Sekolah. Skripsi. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarkat. Fakultas Ilmu Keolahragaan. Universitas Negeri Semarang.

Lubis, Y. M., N. M. Erfiza, Ismaturrahmi, Fahrizal. 2013. Pengaruh konsentrasi

rumput laut (Eucheuma cottonii) dan jenis tepung pada pembuatan mie basah. Jurnal Teknik Pertanian. 6 (1) : 414-415.

Marseno, D. W., M.S. Medho dan Haryadi. 2010. Pengaruh umur panen rumput

laut Eucheuma cottonii terhadap sifat fisik, kimia dan fugsional karagenan. Jurnal Agritech. 38 (4) : 212-217.

Mardwiana, A. 2013. Eksperimen Pembuatan Krasikan dari Tepung Gaplek dan

Tepung Beras Ketan dengan Perbandingan yang Berbeda. Skripsi. Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang.

Masita, H. I., Sukesi. 2015. Pengaruh penambahan rumput laut terhadap

kekerasan nugget ikan. Jurnal Sains dan Seni ITS. 4 (1) : 2337-3520 Maulana, V. E. S. 2015. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Gula Terhadap Nilai

Indeks Glikemik Dan Mutu Dodol Eucheuma Cottonii yang Dipanen pada Umur 60 Hari. Skripsi. Jurusan Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Brawijaya Malang.

Mirella, H. 2011. Thyroid Disorders and DM. American University of Beirut

Medical Center. Lebanon Muchtadi, D. 2001. Sayuran sebagai sumber serat pangan untuk mencegah

timbulnya penyakit degeneratif. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 12 (1) : 61-71

Page 83: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

68

_______. 2009. Pengantar Ilmu Gizi. Cetakan kesatu Alfabet Bandung. Hlm. 191. Murniyati, Subaryono dan Irma, H. 2010. Pengolahan mie yang difortifikasi

dengan ikan dan rumput laut sebagai sumber protein, serat kasar dan iodium. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan. 5 (1) : 65-75.

Midayanto, D. N. dan S.S. Yuwono. 2014. Penentuan atribut mutu tekstur tahu

untuk direkomendasikan sebagai syarat tambahan dalam standar nasional indonesia. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 2 (4) : 250- 257.

Mustamin, S. T. F. 2012. Studi Pengaruh Konsentrasi KOH dan Lama Ekstraksi

terhadap Karakteristik Karagenan dari Rumput Laut (Eucheuma cottonii). Fakultas Pertanian. Universitas Hasanuddin Makassar.

Nafed, K. 2011. Rumput Laut dan Produk Turunannya. Kementerian

Perdagangan Republik Indonesia. Warta Ekspor Edisi Oktober. Namvar, F., S. Mohamed, S.G. Fard, J. Behravan, N.M. Mustapha, N.B.M.

Alitheen, F. Othman. 2012. Polyphenol-rich seaweed (Eucheuma cottonii) extract suppresses breast tumor via hormone modulation and apoptosis induction. Journal Food Chemistry. 130 (2) : 476-382.

Nuraedi. 2010. Bahan Belajar Mandiri Metode Penelitian Pendidikan

“Pengolahan dan Analisis Data Hasil Penelitian”. Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia.

Nurjanah, N. dan U. Soetrisno. 2007. Pengujian indeks glikemik dari beras

kesehatan. Puslitbang Gizi dan Makanan. 30 (2) : 75-81. Prasetyowati, A., C. Jasmine, D. Agustiawan. 2008. Pembuatan tepung

karaginan dari rumput laut (E. cottonii) berdasarkan perbedaan metode pengendapan. Jurnal Teknik Kimia. 15 (2) : 28-32.

Omega, F. F. L. G., 2011. Pengaruh Penambahan Gliserol Dengan Berbagai

Konsentrasi Terhadap Kualitas Jenang Dodol Selama Penyimpanan. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret.

Pratama, R. I., I. Rostini, E. Liviawati. 2014. Karakteristik biskuit dengan

penambahan tepung tulang ikan jangilus (Istiophorus Sp). Jurnal Akuatika. 5 (1) : 30-39.

Purwani, E. Y., S. Yuliani, S.D. Indrasari, S. Nugraha, R. Thahir. 2007. Sifat

fisikokimia beras dan indeks glikemiknya. Jurnal Tekno dan Industri Pangan. 18 (1) : 59-66.

Putri, D. R., Agustono, S. Subekti. 2012. Kandungan bahan kering, serat kasar

dan protein kasar pada daun lamtoro (Leucaena glauca) yang difermentasi dengan probiotik sebagai bahan pakan ikan. Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. 4 (2) : 161-167.

Page 84: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

69

Qinah, E. 2009. Pengaruh Konsentrasi Gula Pasir dan Tepung Ketan Terhadap Sifat Kimia, Organoleptik serta Daya Simpan Dodol Ubi Jalar Ungu. Skripsi. Unpublished. Universitas Sumatera Utara.

Rahardiyan, D. 2004. Bakso (Traditional Indonesian Meatball) Properties With

Postmortem Condition and Frozen Storage. Thesis The Interdepartmental Program of Animal and Dairy Sciences. Brawijaya University. Indonesia.

Rahayu, R. 2003. Penambahan Rumput Laut (Eucheuma cottonii) untuk

Memperkaya Kandungan Iodium dan Serat Pangan Makanan Jajanan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian Bogor.

Rahman, A. M. 2007. Mempelajari Karakteristik Kimia dan Fisik Tepung Tapioka

dan Mocal (Modified Cassava Flour) Sebagai Penyalut Kacang pada Produk Kacang Salut. Fakultas Teknologi Pertanian. Intitut Pertanian Bogor.

Ratnawati, B. Bahar, S. Sirajuddin. 2012. Pengaruh penambahan agar-agar

terhadap tingkat kesukaan, kadar serat, dan indeks glikemik nasi putih. Artikel Penelitian Media Gizi Masyarakat Indonesia. 2 (1) : 38-43.

Rini, C. S., A. Supriyono, V. U. Pratiwi dan S. Handayani. 2001. Penentuan

Pemakaian Dosis Gula Jawa dan Tepung Ketan Dalam pembuatan Dodol dari Kulit Pisang terhadap Selera Konsumen. Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian Masyarakat. Fakultas Pertanian Universitas Veteran Bangun Nusantara Sukoharjo. Sukoharjo.

Rismawati. 2012. Studi Laju Pengeringan Semi-Refined Carrageenan (SRC)

yang Diproduksi Dari Rumput Laut Eucheuma cottonii Dengan Metode Pemanasan Konvensional dan Pemanasan Ohmic. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Hasanuddin Makasar.

Riyanto. 2004. Optimasi metode penentuan kandungan iodium dalam garam

dapur dengan spektrofotometer uv-vis. Jurnal Logika. 1 (2) : 31-37. Saksono, N. 2002. Studi pengaruh proses pencucian garam terhadap komposisi

dan stabilitas yodium garam konsumsi. Jurnal Teknologi. 6 (1) : 7-16. Santoso, A. 2011. Serat Pangan (Dietary Fiber) dan Manfaatnya Bagi

Kesehatan. Magistra. 23 (75) : 35-40. Sasmito, B. B. 2006. Kimia Pangan, Tijauan Karbohidrat dalam Pangan. Fakultas

Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya Malang. Hlm. 1, 55. Savitri, E. 2012. Pengendalian Mutu dan Konsep HACCP pada Jenang Krasikan

“Bunga Melati”. Laporan Tugas Akhir. Program D3 Teknologi Hasil Pertanian. Universitas Sebelas Maret.

Sediaoetama, A. D. 2010. Ilmu Gizi untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid 1. Dian

Rakyat. Jakarta. Hlm. 294, 298, 300, 305.

Page 85: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

70

Septianingrum, E., Liyanan, B. Kusbiantoro. 2006. Review indeks glikemik beras: faktor-faktor yang mempengaruhi dan keterkaitannya terhadap kesehatan tubuh. Jurnal Kesehatan. 1 (1) : 1-9.

Setiawati, N. P., J. Santoso dan S. Purwaningsih. 2014. Karakteristik beras tiruan

dengan penambahan rumput laut eucheuma cottonii sebagai sumber serat pangan. Jurnal Ilmu dan Teknolohi Kelautan Tropis. 6 (1) : 197-208.

Sidik, S. L., F. Fatimah dan M. S. Sangis. 2013. Pengaruh penambahan

emulsifier dan stabilizer terhadap kualitas santan kelapa. Jurnal MIPA UNSRAT online. 2 (2) 79-83.

Singgih, W. D., dan Harijono. 2015. Pengaruh subtitusi proporsi tepung beras

ketan dengan kentang pada pembuatan wingko kentang. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3 (4) : 1573-1583.

Sirat, D. W. dan Sukesi. 2012. Antioksidan dalam bakso rumput laut merah

Eucheuma cottonii. Jurnal Sains dan Seni. 1 (1) : 1-4. Sitompul, S. dan Martini. 2005. Penetapan Serat Kasar dalam Pakan Ternak

Tanpa Ekstraksi Lemak. Prosiding Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian. Unpublish. Balai Penelitian Ternak.

SNI. 1992. Standar Mutu Jenang. No. 01-2986-1992. Soenardjo, N. 2011. Aplikasi budidaya rumput laut Eucheuma cottonii (weber van

bosse) dengan metode jaring lepas dasar (net bag) model cidaun. Ejournal Oseanografi Marina. 1 (1) : 6-44.

Srihari, E., F.S Lingganingrum, R. Hervita, H. Wijaya S. 2010. Pengaruh

Penambahan Maltodekstrin pada Pembuatan Santan kelapa Bubuk. Seminar Rekayasa Kimia dan Proses, 4-5 Agustus 2010. Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Surabaya.

Suardi, Suarni, A. Prabowo. 2002. Prosesing Sorgum sebagai Bahan Pangan.

Seminar Nasional Balai Pengkajian Pertanian Sulawesi Selatan. Sudarmadji, S., B. Haryono dan Suhardi. 2010. Analisa Bahan Makanan dan

Pertanian. Liberty. Yogyakarta. Sugiyarni, A. 2010. Penentuan Konsentrasi Glukosa dalam Gula Pasir

Menggunakan Metode Efek Faraday. Skripsi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sebelas Maret Surakarta. Surakarta. Hlm. 33-34.

Sularjo. 2010. Pengaruh perbandingan gula pasir dan daging buah terhadap

kualitas permen pepaya. Magistra. 1 (74) : Hal 39-48. Sumardi. J. A dan B. B. Sasmito. 2007. Petunjuk Praktikum Metode Analisa dan

Manajemen Laboratorium. Fakultas Perikanan Universitas Brawijaya Malang. Hlm. 14, 18.

Page 86: PENGARUH PENAMBAHAN Eucheuma cottonii YANG DIPANEN …repository.ub.ac.id/6316/1/Rahman, Ardi Aulia.pdf · RINGKASAN ARDI AULIA RAHMAN. Pengaruh Penambahan Eucheuma cottonii yang

71

Suriaty. 2002. Pengaruh Penambahan Santan Kelapa Terhadap Mutu Dodol Rumput Laut Dari Jenis Eucheuma cottonii. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Tangketasik, I. 2013. Subtitusi tepung tapioka (Manihot esculenta) dalam

pembuatan dodol. Jurnal. Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Samratulangi.

Tensiska. 2008. Serat Makanan. Fakultas Teknologi Industri Pertanian.

Universitas Padjadjaran. Trisnawati, M. L. dan Fithri C. N. 2015. Pengaruh penambahan konsentrat

protein daun kelor dan karagenan terhadap kualitas mie kering tersubstitusi mocaf. Jurnal Pangan dan Agroindustri. 3 (1) : 237-247.

Vindayanti, O. 2012. Pemanfaatan Terung Ungu Dalam Pembuatan Dodol yang

Bermanfaat Sebagai Sumber Vitamin A. Proyek akhir. Fakultas Teknik. Universitas Negeri Yogyakarta.

Wahyuni, R. 2012. Pemanfaatan buah naga super merah (Hylocereus

costaricensis) dalam pembuatan jenang dengan perlakuan penambahan daging buah yang berbeda. Jurnal Teknologi Pangan. 4 (1) : 71-92.

Wibowo, L., E. Fitriyani. 2012. Pengolahan rumput laut (Eucheuma cottonii)

menjadi serbuk minuman instan. Jurnal Vokasi. 8 (2) : 101-109. Widyaningrum, E. 2011. Pengendalian Mutu dan Rencana HACCP Terhadap

Produk jenang Kududs “RIZQINA”. Tugas Akhir. Program Studi D3 Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. Hlm. 10.

Widyastuti, S. 2010. Sifat fisik dan kimia karagenan yang diekstraksi dari rumput

laut Eucheuma cottonii dan Eucheuma spinosum pada umur panen yang berbeda. Jurnal Agroteksos. 20 (1) : 41-50.

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia. Jakarta. Hlm. 8-10. _______, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia. Jakarta. Yani, H. I. 2006. Karakteristik Fisika Kimia Permen Jelly dari Rumput Laut E.

spinosum dan E. cottonii. Skripsi. Unpublished. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Zakariah, M. A. 2011. Pengaruh Penggunaan Serat Terhadap Kadar Kolesterol

Unggas. Skripsi. Unpublish. Universitas Gajah Mada. Zipcodezoo. 2014. http://zipcodezoo.com/Plants/e/Eucheuma_cottonii. Diakses

tanggal 12 September 2014 pukul 20.30 WIB.