pengaruh model pembelajaran problem...
TRANSCRIPT
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP HASIL BELAJAR GEOGRAFI
Nurul Siti Masholekhatin1; Budi Handoyo; Sumarmi2
Universitas Negeri Malang
Abstract. One of the problem based learning predominance is this learning model let the students learn based on the problems which they face in real life so that they can learn how to think critically and creatively to solve those cases. PBL learning model is able to optimize students potentials, whether it physical or mental potential, so that they can think critically. Based on the conclusion of this study, it gives suggestion to the geography students to use PBL as alternative while they are teaching to increase the students gain outcome. For the further researchers who will use PBL model, they should give more allocation time to several repetitions in the implementation of this model. Moreover, the groping should base on the students’ heterogeneity ability.
Key Word: Problem Based Learning (PBL), Gain Score
Pembelajaran geografi yang merupakan bagian dari mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial
khususnya kelas XI pada Kompetensi Dasar ”Menganalisis pelestarian lingkungan hidup”
memerlukan suatu model pembelajaran yang tepat sehingga dapa tmencapai tujuan yang diharapkan
dan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Pemilihan model pembelajaran yang digunakan guru
untuk menyampaikan materi seharusnya dapat melibatkan siswa aktif sehingga siswa tidak merasa
bosan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di dalam kelas. Hal ini dikarenakan dalam satu kelas
terdiri dari berbagai macam karakteristik siswa yang berbeda-beda berkaitan dengan penyerapan
informasi yang mereka terima, sehingga akan berpengaruh terhadap kemampuan siswa memecahkan
suatu masalah yang berdampak terhadap hasil belajar geografi siswa. Pembelajaran geografi dalam
praktiknya masih bersifat konvensional. Model pembelajaran yang dapat diterapkan untuk tujuan
tersebut adalah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yaitu suatu pendekatan
pembelajaran melalui upaya-upaya mengahadapkan siswa dengan permasalahan riil yang memancing
proses belajar mereka (Mukhlis, dkk.2005:11). PBL memberikan kebebasan kapada siswa untuk
belajar sesuai dengan minat dan perhatiannya, sehingga dalam PBLsiswa akan terlibat intensif dan
aktif, yang pada akhirnya bisa membuat siswa untuk terus belajar dan dapat meningkatkan hasil
belajar.
Berpikir mengandung tujuan untuk memecahkan masalah sehingga menemukan hubungan dan
menentukan sangkut paut antara masalah yang satu dengan yang lainnya. Kemampuan berpikir yang
dimaksudkan salah satunya adalah dengan mengerti, memahami, menganalisis, bahkan mengingat
materi pelajaran yang telah disampaikan oleh guru. Tingkat kemampuan berpikir ini dikatakan baik
jika pada saat seorang guru memberikan soal tentang pemahaman sebuah konsep geografi, maka
1 Nurul Siti Masholekhatin adalah mahasiswa jurusan geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang. 2 Budi Handoyo dan Sumarmi adalah dosen geografi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Malang.
siswa mampu menjawab pertanyaan tersebut dengan baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Zubaidah
(dalam Fatchan 2009: 98) berpikir merupakan eksplorasi pengalaman yang dilakukan secara sadar
dalam mencapai suatu tujuan, yaitu menyangkut pengetahuan, pemahaman, kemampuan
mengaplikasikan, mngevaluasi, dan bahkan menyimpulkan informasi yang diterima.
Model pembelajaran problem based learning (PBL) merupakan suatu model pembelajaran
yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang tata
cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan
konsep yang esensial dari materi pelajaran. Model ini dapat mengoptimalkan semua potensi yang ada
pada diri siswa secara aktif, baik aktif secara fisik maupun mental. Pembelajaran PBL dapat melatih
siswa aktif dan berpikir kritis, selain itu adanya kerjasama dalam kelompok untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang sama dan siswa memperoleh pengalaman sendiri untuk menyelesaikan suatu
masalah.
Nur (2011) mengatakan bahwa problem based learning adalah proses berpikir tentang
masalah kehidupan riil di sekitar siswa. Dalam mencapai tujuannya, PBL memiliki trik/cara. Salah
satu trik tersebut terletak pada permasalahan baik yang diberikan oleh guru maupun yang ditemukan
dan diselesaikan oleh siswa sendiri. Permasalahan ini tentunya permasalahan dalam konteks riil.
”Suatu pembelajaran yang berlangsung dalam konteks riil berpeluang besar menjadi pembelajaran
bermakna dan dalam pembelajaran bermakna inilah kemampuan berpikir berpeluang
besardiberdayakan” (Corebima, 2010). Permasalahan dalam konteks riil yaitu permasalahan yang
terjadi di sekitar siswa dan masih baru-baru terjadi/menimpa masyarakat sekitar.
Pemberian permasalahan yang riil akan merangsang rasa ingin tahu, keinginan untuk
mengamati, serta keinginan untuk terlibat dalam suatu masalah akan semakin besar. Rasa
keingintahuan sebuah permasalahan akan memicu siswa untuk ingin mempelajari dan memahami
konsep sebagai bahan untuk mencari beberapa solusi sampai pada kesimpulan solusi yang tepat dalam
memecahkan sebuah permasalahan. Konteks riil bukan hanya permasalahan yang terjadi di sekitar
namun juga konteks dimana pengetahuan yang siswa pelajari dari sebuah permasalahan dapat
digunakan. Jadi, ada keterkaitan antara masalah dengan materi pembelajaran. Tujuan dari ketepatan
konteks sebuah permasalahan terhadap materi pembelajaran yaitu agar siswa dapat menggali,
mempertahankan, dan menerapkan pengetahuannya dengan tepat.
Fungsi guru dalam pembelajaran PBL yaitu menjadi fasilitator untuk menciptakan kondisi
yang memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan yang
dipelajarinya.Dalamhalini guru memberikan kesempatan siswa untuk mandiri dalam belajar,
berdiskusi, mencari sumber pembelajaran, membuat laporan serta mempresentasikan permasalahan
baik yang disajikan maupun yang ditemukan sendiri oleh siswa. Langkah-langkah dalam PBLyaitu
”orientasi siswa terhadap masalah, mengorganisasi siswa untuk belajar, membimbing penyelidikan
individual dan kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, menganalisis dan
mengevaluasi proses pemecahan masalah” (Nur, 2011). Kelima langkah dalam PBL menuntun siswa
untuk menemukan masalah, menganalisis, memecahkannya, serta mengevaluasi sebuah
permasalahan. Melalui langkah tersebut,siswa akan terlibat langsung dalam memecahkan masalah,
pengalaman dan konsep-konsep yang akan ditemukan pada pemecahan masalah yang disajikan. PBL
juga memiliki beberapa kelebihan di antaranya adalah dapat meningkatkan pemahaman atas materi
pembelajaran, meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan, membangun kerja tim,
kepemimpinan dan keterampilan sosial, membangun kecakapan belajar (life-long learning skill) dan
memotivasi pembelajar (Amir, 2010).
Menurut Pannen, dkk (2001:86) “Problem based learning mempunyai asumsi utama, yaitu: a)
permasalahan sebagai pemandu, b) permasalahan sebagai kesatuan dan alat evaluasi, c) permasalahan
sebagai contoh, d) permasalahan sebagai sarana yang memfasilitasi terjadinya proses, e) permasalahan
sebagai stimulus dalam aktivitas belajar”. Asumsi-asumsi tersebut selengkapnya dijabarkan sebagai
berikut.
1. Permasalahan sebagai pemandu Permasalahan menjadi acuan konkret yang harus menjadi perhatian siswa. Bacaan diberikan sejalan dengan permasalahan dan siswa ditugaskan membaca sambil selalu mengacu pada permasalahan. Permasalahan menjadi kerangka berpikir bagi siswa siswa dalam mengerjakan tugas.
2. Permasalahan sebagai kesatuan dan alat evaluasi Permasalahan disajikan kepada siswa setelah tugas-tugas dan penjelasan diberikan. Tujuan utamanya memberikan kesempatan kepada siswa untuk menerapkan pengetahuan yang diperolehnya dalam memecahkan masalah.
3. Permasalahan sebagai contoh Permasalahan adalah salah satu contoh dan bagian dari bahan belajar siswa. Permasalahan digunakan untuk menggambarkan teori, konsep, atau prinsip, dan dibahas dalam diskusi antara siswa dan guru.
4. Permasalahan sebagai sarana yang memfasilitasi terjadinya proses Dalam hal ini, fokusnya pada kemampuan berpikir kritis dalam hubungan dengan permasalahan. Permasalahan menjadi alat untuk melatih siswa dalam bernalar dan berpikir kritis.
5. Permasalahan sebagai stimulus dalam aktivitas belajar Dalam hal ini, fokusnya pada pengembangan keterampilan pemecahan masalah dari kasus-kasus serupa. Keterampilan tidak diajarkan oleh guru, tetapi ditemukan dan dikembangkan sendiri oleh siswa melalui aktivitas pemecahan masalah.
Sebagaimana metode pembelajaran yang lain, Problem Based Learning memiliki kelebihan,
yaitu sebagaibeikut.
Siswa lebih memahami konsep yang diajarkan sebab mereka sendiri yang menemukan masalah tersebut
Guru dapat melibatkan siswa secara aktif memecahkan masalah dan menuntut keterampilan berpikir siswa yang lebih tinggi
Pengetahuan tertanam berdasarkan skema yang dimiliki siswa, sehingga pembelajaran lebih bermakna
Pembelajaran menjadikan siswa lebih mandiri dan lebih dewasa, mampu memberi aspirasi dan menerima pendapat orang lain, menanamkan sikap sosial yang positif diantara siswa
Siswa dapat merasakan manfaat pembelajaran sebab masalah yang diselesaikan dikaitkan langsung dengan kehidupan sehari-hari
Pengkondisian siswa dalam belajar kelompok akan mempermudah pencapaian ketuntasan belajar yang diharapkan
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah, maka rumusan masalah yang dapat
dikemukakan dalam penelitian ini adalah: apakah model pembelajaran problem based learning (PBL)
berpengaruh terhadap hasil belajar geografi siswa kelas XI IPS SMA Negeri 6 Malang?
METODE
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental semu (quasi
experiment) dengan desain penelitian prates and pascates control group design. Dalam desain ini
kelompok eksperimen dan kontrol dilakukan ujian dua kali, yaitu prates dan pascates. Kedua
kelompok ini mendapatkan perlakuan pengajaran yang sama dari segi tujuan dan isi materi
pembelajaran. Perbedaan antara kedua kelompok tersebut adalah penggunaan model pembelajaran
PBL dan penggunaan metode ceramah, tanya jawab, dan kerja kelompok. Kelompok pertama sebagai
kelompok eksperimen diberi pengajaran menggunakan model PBL, sedangkan kelompok kedua
sebagai kelompok kontrol diberi pengajaran dengan menggunakan ceramah, tanya jawab, dan kerja
kelompok.
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPS SMA Negeri 6 Malang, semester genap
tahun ajaran 2012/2013 yang terdiri dari 4 kelas. Subjek yang diambil untuk penelitian ini adalah 2
kelas yang memiliki kemampuan akademik relatif sama (setara) dan jumlah siswa yang relatif sama.
Selanjutnya untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol ditentukan secara acak. Dari 4
kelas diambil satu kelas sebagai kelas eksperimen yaitu kelas XI IPS-1 yang mendapat perlakuan
penggunaan model pembelajaran Problem Based Learning dan satu kelas sebagai kelas kontrol yaitu
XI IPS-2 yang menggunakan pembelajaran konvensional ceramah, tanya jawab, dan diskusi
kelompok.
Instrumen penelitian adalah alat atau sarana yang digunakan dalam menentukan atau
mengumpulkan data yang dibutuhkan dalam rangka menjawab permasalahan yang diteliti pada suatu
penelitian. Instrumen penelitian dalam penelitian ini menggunakan tes uraian/esai. Tes digunakan
untuk mengetahui kemampuan siswa dalam bentuk hasil belajar. Tes uraian/esai ini dilakukan dua
kali, yaitu prates dan pascates. Instrumen penelitian ini diuji cobakan pada kelas uji coba yang bukan
menjadi kelas dalam penelitian. Purwanto (2005: 58) menyatakan ”penguji cobaan instrumen
penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui kesesuaian soal dengan tujuan belajar
(indikator), ketetapan jumlah soal, dan kebenaran konsep yang digunakan”. Pengujian instrumen
penelitian ini meliputi analisis tingkat kesukaran, analisis daya beda item soal, validitas, dan
reliabilitas.
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif berupa hasil belajar
yang diperoleh melalui tes. Tes dalam penelitian ini berupa prates yang diberikan diawal sebelum
perlakuan dan pascates yang diberikan setelah perlakuan. Selisih antara prates dan pascates tersebut
merupakan hasil belajar (Gain score). Metode analisis data dari bentuk penelitian quasi eksperiment
(eksperimen semu) ini adalah dengan menggunakan metode statistik inferensial. Dalam metode
statistik inferensial terdapat statistik parametrik dan non parametrik. Maka dalam analisisnya, terlebih
dahulu harus dilakukan uji beda rata-rata (mean), uji prasyarat, dan uji hipotesis dapat diselesaikan
dengan bantuan program SPSS 16.00 for Windows.
HASIL
Data yang diperoleh dalam penelitian ini hasil belajar antara kelompok siswa yang dalam
proses pembelajarannya menggunakan pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) dan
kelompok siswa yang tidak menggunakan pembelajaran berbasis masalah. Hasil belajar pada
penelitian ini adalah selisih antara skor hasil belajar yang dihasilkan melalui kegiatan prates dan skor
kemampuan akhir hasil belajar yang dihasilkan melalui kegiatan pascates.
Data hasil penelitian ini meliputi: (1) Kemampuan awal siswa yang diperoleh dari hasil
belajar siswa (prates) kelas eksperimen dan kontrol sebelum mendapatkan perlakuan, (2) kemampuan
akhir siswa yang diperoleh dari hasil belajar siswa (pascates) kelas eksperimen dan kontrol setelah
mendapatkan perlakuan dan materi disampaikan, (3) Hasil belajar siswa (Gain Score) yang diperoleh
dari selisih hasil akhir (pascates) dikurangi hasil awal (prates).
1. Data Kemampuan Awal (Prates)
Kemampuan awal adalah skor yang diperoleh dari hasil tes sebelum diberi perlakuan. Berikut
ini diuraikan data tes awal untuk kedua kelas.
a. Data Kemampuan Awal (Prates) Kelas Kontrol
Distribusi frekuensidata tentang hasil kemampuan awal (prates) kelas kontrol disajikan dalam
Tabel 1. Tabel 1 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Awal (Prates) Kelas Kontrol
Interval F % Mean 0 – 10 0 0
11 – 20 0 0 Mean = 54,53 21 – 30 1 3,1 SD = 12,08 31 – 40 3 9,4 41 – 50 7 21,8 51 – 60 11 34,4 61 – 70 6 18,8 71 – 80 4 12,5 81 – 90 0 0
91 – 100 0 0 32 100
Berdasarkan Tabel 1 dapat menyimpulkan hasil belajar awal siswa pada kelas kontrol dengan
jumlah 32 siswa dapat diketahui sebanyak 34,4% siswa yang berada pada rentangan 51-60 memiliki
frekuensi terbesar yaitu sejumlah 11 siswa, dan sebanyak 3,1% siswa berada pada rentang 21-30
memiliki frekuensi terkecil yaitu sebesar 1 siswa. Nilai rata-rata hasil belajar kelas kontrol adalah
54,53, sedangkan nilai modus yaitu 42,00.
b. Data Kemampuan Awal (Prates) Kelas Eksperimen
Distribusi frekuensi data tentang kemampuan awal (prates) kelas eksperimen disajikan dalam
Tabel 2.
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Data Kemampaun Awal (Prates) Kelas Eksperimen Interval F % Mean 0 – 10 0 0
11 – 20 0 0 Mean = 53,78 21 – 30 2 6,3 SD = 12,96 31 – 40 3 9,4 41 – 50 7 21,8 51 – 60 10 31,2 61 – 70 6 18,8 71 – 80 4 12,5 81 – 90 0 0 91 – 100 0 0 Jumlah 32 100
Berdasarkan Tabel 2 menyimpulkan hasil awal kemampuan berpikir tingkat tinggi siswa pada
prates kelas eksperimen dapat diketahui sebanyak 31,2% siswa yang berada pada rentangan 51-60
memiliki frekuensi terbesar yaitu sejumlah 10 siswa, dan sebanyak 6,3% siswa berada pada rentang
21-30 memiliki frekuensi terkecil yaitu sebesar 2 siswa. Nilai rata-rata yang didapat dari kemampuan
awal berpikir tingkat tinggi kelas eksperimen adalah 53,78, sedangkan nilai modus yaitu 42,00.
2. Data Kemampuan Akhir (Pascates)
Kemampuan akhir (pascates) merupakan tes yang diberikan kepada siswa baik kelas kontrol
maupun eksperimen sesudah diberi perlakuan atau sesudah materi diberikan. Data kemampuan akhir
hasil belajar siswa ini merupakan skor yang diperoleh siswa masing-masing siswa pada pascates.
Berikut ini diuraikan data tes akhir hasil belajar siswa untuk kedua kelas.
1) Data Kemampuan Akhir (Pascates) Kelas Kontrol
Distribusi frekuensi data tentang kemampuan akhir (pascates) kelas kontrol disajikan dalam
Tabel 3.
Tabel 3 Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Akhir (Pascates) Kelas Kontrol Interval F % Mean 0 – 10 0 0 11 – 20 0 0 Mean = 68,25 21 – 30 0 0 SD = 10,91 31 – 40 0 0 41 – 50 1 3,1 51 – 60 7 21,8 61 – 70 10 31,2 71 – 80 11 34,4 81 – 90 3 9,4
91 – 100 0 0 Jumlah 32 100
Berdasarkan Tabel 3 dapat menyimpulkan perolehan hasil belajar akhir siswa pada
pascates kelas kontrol dapat diketahui sebanyak 34,4% siswa yang berada pada rentangan 71-
80 memiliki frekuensi terbesar yaitu sejumlah 11 siswa, dan sebanyak 3,1 % siswa berada
pada rentang 41-50 memiliki frekuensi terkecil yaitu sebesar 1 siswa. Nilai rata-rata yang
didapat dari kemampuan awal hasil belajar kelas eksperimen adalah 68,25, sedangkan nilai
modus yaitu 54,00.
2) Data Kemampuan Akhir (Pascates) Kelas Eksperimen
Distribusi frekuensi data tentang kemampuan akhir (pascates) kelas eksperimen
disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Akhir (Pascates) Kelas Eksperimen Interval F % Mean 0 – 10 0 0
11 – 20 0 0 Mean = 76,65 21 – 30 0 0 SD = 13,40 31 – 40 0 0 41 – 50 2 6,3 51 – 60 4 12,5 61 – 70 2 6,3 71 – 80 10 31,2 81 – 90 9 28,1 91 – 100 5 15,6 Jumlah 32 100
Berdasarkan Tabel 4 dapat menyimpulkan hasil belajar akhirsiswa pada pascates kelas
eksperimen dapat diketahui sebanyak 31,2 % siswa yang berada pada rentangan 71-80 memiliki
frekuensi terbesar yaitu sejumlah 10 siswa, dan sebanyak 6,3% siswa berada pada rentang 41-50
memiliki frekuensi terkecil yaitu sebesar 2 siswa. Nilai rata-rata yang didapat dari kemampuan awal
hasil belajar siswa adalah 76,65, sedangkan nilai modus yaitu 86,00.
Perbandingan nilai rata-rata hasil belajar awal siswa (prates) dan hasil belajar akhir siswa
(pascates) kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat divisualisasikan pada Diagram 1 berikut.
Diagram 1. Data Prates-Pascates Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
3. Data (Gain Score)
Data gain score diperoleh dari peningkatan skor siswa yaitu skor kemampuan akhir (pascates)
dikurangi skor kemampuan awal (prates). Adapun hasil perhitungan diperoleh distribusi frekuensi
kelompok kontrol dan kelompok eksperimen pada Tabel 5 dan Tabel 6.
1) Data Gain Score Kelas Kontrol
Distribusi frekuensi data gain score kelas kontrol disajikan dalam Tabel 5. berikut ini.
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Data Gain Score Kelas Kontrol Interval F % Mean 0 – 10 7 21,8
11 – 20 21 65,7 Mean = 13,71 21 – 30 4 12,5 SD = 5,61 31 – 40 41 – 50 51 – 60 61 – 70 71 – 80 81 – 90 91 – 100 Jumlah 32 100
Berdasarkan Tabel 5 menyimpulkan bahwa perolehan selisih hasil belajar siswa (Gain Score)
pada kelas kontrol sebanyak 65,7% siswa berada pada rentang 11-20 memiliki frekuensi terbesar yaitu
sejumlah 21 siswa, dan sebanyak 12,5 % siswa berada pada rentang 21-30 memiliki frekuensi terkecil
0
20
40
60
80
PratesPascates
TES HASIL BELAJAR SISWA
Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen
yaitu sejumlah 4 siswa. Rata-rata hasil belajar siswa geografi kelas kontrol adalah 13,71, dengan nilai
modus yang sering muncul yaitu 12,00.
2) Data Gain Score Kelas Eksperimen
Distribusi frekuensi data gain score kelas eksperimen disajikan dalam Tabel 6 berikut ini.
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Data Gain Score Kelas Eksperimen Interval F % Mean 0 – 10 1 3,1
11 – 20 10 31,2 Mean = 22,87 21 – 30 17 53,2 SD = 6,90 31 – 40 4 12,5 41 – 50 51 – 60 61 – 70 71 – 80 81 – 90
91 – 100 Jumlah 32 100
Berdasarkan Tabel 6 menyimpulkan bahwa perolehan hasil belajar siswa (Gain Score) pada
kelas eksperimen sebanyak 3,1% siswa berada pada rentang 0-10 memiliki frekuensi terkecil yaitu
sejumlah 1 siswa, dansebanyak 53,2% siswa berada pada rentang 21-30 memiliki frekuensi terbesar
yaitu sejumlah 17 siswa. Rata-rata hasil belajar siswa Geografi kelas eksperimen adalah 22,87,
dengan nilai modus yang sering muncul yaitu 26,00.
Perbandingan gain score antara kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat divisualisasikan pada
Diagram 2 berikut.
Diagram 2 Data Gain Score Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
0
5
10
15
20
25
Kelas Kontrol Kelas EksperimenHasil rata-rata 13.71 22.87
Hasil rata-rata
PEMBAHASAN
Berdasarkan analisis uji t dapat diketahui bahwa nilai probabilitas (sig) = 0,000. Nilai
probabilitas yang menunjukkan 0,000 < 0,05, maka Ho ditolak, artinya ada perbedaan hasil belajar
siswa (gain score) antar kelas eksperimen dan kelas kontrol, dengan hasil perolehan mean kelas
eksperimen sebesar 22,87 lebih besar daripada mean kelas kontrol sebesar 13,72. Disimpulkan bahwa
ada pengaruh model pembelajaran problem based learning (PBL) terhadap hasil belajar geografi
siswa kelas XI IPS-1 SMA Negeri 6 Malang.
Berdasarkan hasil analisis yang sudah dipaparkan diperoleh bahwa terdapat pengaruh
signifikan dari hasil belajar geografi siwa yang belajar menggunakan model pembelajaran problem
based learning (PBL) dengan siswa yang hanya belajar dengan model pembelajaran konvensional. Di
samping itu dapat dikemukakan pula bahwa penggunaan model pembelajaran PBL lebih baik dari
pada model pembelajaran konvensional khususnya pada materi lingkungan hidup. Hal ini dapat dilihat
dari rata-rata hasil belajar siswa kelas eksperimen lebih tinggi daripada siswa kelas kontrol. Rata-rata
hasil belajar siswa kelas eksperimen adalah 22,87 sedangkan rata-rata hasil belajar siswa kelas kontrol
adalah 13,72.
Berdasarkan hasil penelitian ini juga diperoleh bahwa hasil belajar geografi siswa kelas
eksperimen dan kelas kontrol sama-sama mengalami peningkatan. Namun, peningkatan ini lebih
didominasi oleh kelas eksperimen yang menggunakan model pembelajaran PBL, artinya peningkatan
hasil belajar geografi siswa kelas eksperimen ini lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa model pembelajaran PBL berpengaruh terhadap hasil belajar
geografi siswa. Hal ini dibuktikan dari nilai sig sebesar 0,000 < 0,05 sehingga terdapat perbedaan
yang signifikan antara siswa yang mendapatkan perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran
PBL dan siswa yang mendapatkan materi dengan model pembelajaran konvensional. Dengan
demikian penelitian ini menunjukkan hasil bahwa model pembelajaran PBL berpengaruh terhadap
hasil belajar geografi siswa kelas XI IPS SMA Negeri 6 Malang.
Pada kelas kontrol proses pembelajarannya menggunakan model pembelajaran konvensional,
menunjukkan hasil belajar geografi siswa yang cenderung lebih rendah daripada kelas eksperimen.
Hal ini dikarenakan pembelajaran konvensional proses pembelajaran di kelas menjadi sepenuhnya
berpusat pada guru (teacher centered) sehingga siswa cenderung sebagai pendengar yang pasif. Selain
itu, jumlah siswa dalam kelas tidak memungkinkan untuk diberikan perhatian dan bimbingan secara
menyeluruh kepada setiap siswa. Proses pembelajaran yang ada di dalam kelas merupakan proses
transmisi pengetahuan dan kebanyakan bernuansa mengatur kebebasan peserta didik. Hal ini sangat
berdampak pada kebiasaan siswa untuk senantiasa menunggu informasi dari guru tanpa berupaya
mencari informasi baru yang dapat menambah pengetahuan siswa. Oleh karena itu, pola pembelajaran
seperti ini kurang mampu mendorong siswa untuk lebih aktif.
Pada kelas eksperimen, model pembelajaran yang digunakan adalah problem based learning.
Model pembelajaran PBL dapat meningkatkan hasil belajar siswa karena dalam pembelajaran ini,
menuntut siswa untuk aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data, dan akhirnya
menyimpulkan. Pembelajaran PBL harus ada masalahnya, tanpa masalah tidak mungkin ada proses
pembelajaran. Permasalahan dapat diambil dari buku teks atau dari sumber-sumber lain. Hal ini
sejalan dengan pernyataan Sanjaya (2008:214-215) yang menyatakan bahwa ”tiga ciri utama dari PBL
yaitu rangkaian aktivitas pembelajaran, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan
masalah, dan pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara
ilmiah”.
Menunjang pendekatan pendekatan pembelajaran learning centered dan menekankan pada
keterlibatan pembelajar untuk selalu aktif, serta membangun pengetahuannya sendiri sedangkan
pengajar hany berfungsi sebagai pendorong dan pemberi fasilitas pembelajaran. Hal ini dijelaskan
oleh Nurhadi dkk (2004:57) yang menyatakan bahwa cirri-ciri PBL ”pengajuan pertanyaan atau
masalah, berfokus pada keterkaitan antar disiplin, penyelidikan autentik, menghasilkan produk/karya
dan memamerkannya”.
Model pembelajaran PBL dipercaya dapat meningkatkan hasil belajar siswa karena model
pembelajaran PBL dapat melatih siswa untuk bekerjasama dan bertukar pikiran dalam proses
pembelajaran sehingga siswa akan lebih mudah untuk memahami suatu materi. Selain itu, sintak
model pembelajaran PBL yang terdiri dari orientasi siswa kepada masalah, mengorganisasikan siswa
untuk belajar, membimbing penyelidikan individual dan kelompok, mengembangkan dan menyajikan
hasil karya, menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Oleh karena itu, model
pembelajaran PBL dapat membantu siswa untuk aktif dan mengembangkan kemampuan berpikir
siswa sehingga dapat meningkatkan hasil belajar geografi siswa.
Penggunaan model pembelajaran PBL dapat meningkatkan hasil belajar siswa karena
kemampuan berpikir kreatif yang lebih baik dan memiliki keunggulan, antara lain: (1) pembelajaran
ini merupakan pendidikan di sekolah yang relevan dengan kehidupan khususnya dunia kerja, (2)
pembelajaran ini membiasakan siswa menghadapi masalah di kehidupan masyarakat bekerja keras
dan memiliki kemampuan yang sangat bermakna bagi kehidupan, (3) pembelajaran ini merangsang
pengembangan kemampuan berpikir siswa secara kreatif dan menyeluruh, karena siswa banyak
melakukan serta dengan melihat permasalahn bagi berbagai segi dalam rangka solusi suatu
permasalahan.
Dalam model pembelajaran PBL, siswa dapat mengoptimalkan semua potensi yang ada pada
diri siswa secara aktif, baik aktif secara fisik maupun mental. Pembelajaran PBL dapat melatih siswa
aktif dan berpikir kritis, selain itu adanya kerjasama dalam kelompok untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang sama dan siswa memperoleh pengalaman sendiri untuk menyelesaikan suatu
masalah. Hal tersebut sesuai dengan Sizer dan Johnson (2002:182) bahwa untuk membantu siswa
mengembangkan potensi intelektual mereka, contextual teaching and learning (salah satunya model
PBL) mengajarkan langkah-langkah yang dapat digunakan dalam berpikir kritis dan kreatif serta
memberikan kesempatan untuk menggunakan keahlian berpikir dalam tingkatan yang lebih tinggi ini
dalam dunia nyata.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan Ariani (2007) dalam
penelitiannya yang berjudul ”Peningkatan Pemahaman Geografi dengan Strategi PBL dalam
Kerangka Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) Kleas X SMA” menyimpulkan bahwa penerapan
PBL pada mata pelajaran Geografi dapat meningkatkan pemahaman siswa.
Penelitian yang dilakukan oleh Satuna (2009), yang berjudul ”Penerapan Pembelajaran
Kooperatif Model Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah
Pada Siswa Kleas XI IPS-2 SMAN 1 Kesamben” menyimpulkan bahwa pembelajaran model PBL
dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah.
Penelitian lain juga dilakukan oleh Intan (2010) dengan judul ”Penerapan Model Pembelajaran
Berbasis Masalah (Problem Based Learning) dalam Mata Pelajaran Geografi Untuk Meningkatkan
Keaktifan Belajar Siswa Kelas XI IPS-1 MAN Malang 1”. Hasil analisis data menunjukkan bahwa
penerapan model pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) dalam mata pelajaran
geografi dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Agustina (2012) yang berjudul “Pengaruh Model
Pembelajaran Berdasarkan Masalah Terhadap Kemampuan Berpikir Kritis dan Kreatif Mahasiswa
Universitas Kanjuruhan Malang Pada Matakuliah Hidrologi”. Penelitian tersebut membuktikan bahwa
berfikir kritis dan kreatif mahasiswa pada matakuliah hidrologi lebih tinggi dibandingkan mahasiswa
yang mendapat pembelajaran konvensional.
Berdasarkan teori-teori dan hasil-hasil penelitian yang telah dipaparkan, penelitian ini
dimaksudkan untuk menggali lebih dalam mengenai penerapan model pembelajaran PBL terhadap
hasil belajar geografi siswa SMA. Dimana pada penelitian sebelumnya telah menerapkan model
pembelajaran PBL terhadap pemahaman, memecahkan masalah, keatifan belajar, berpikir kritis dan
kreatif siswa SMA, pendidikan tinggi, dan jenjang lainnya. Oleh karena itu, penelitian ini relevan dan
dapat mendukung penelitian sebelumnya tentang penerapan model pembelajaran PBL
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan temuan penelitian, maka diperoleh kesimpulan bahwa ada
pengaruh penggunaan model pembelajaran problem based learning (PBL) terhadap hasil belajar
geografi siswa kelas XI IPS-1 SMA Negeri 6 Malang. Hasil belajar kelas eksperimen yang
menggunakan pembelajaran problem based learning (PBL) di dalam kegiatan belajar mengajar lebih
tinggi daripada kelas kontrol yang tidak menggunakan model pembelajaran problem based learning
(PBL) di dalam kegiatan belajar mengajarnya.
Saran
Berdasarkan masalah , hipotesis, hasil, dan pembahasan hasil penelitian maka saran yang
dapat dikemukakan oleh peneliti adalah sebagai berikut:
1. Bagi guru Geografi disarankan untuk menggunakan model pembelajaran problem based learning
(PBL) sebagai alternatif pembelajaran untuk meningkatkan hasil belajar geografi siswa.
2. Model pembelajaran PBL sebaiknya disesuaikan dengan materi, sebaiknya materi yang
digunakan adalah materi yang dapat dianalisis.
3. Bagi peneliti selanjutnya, dapat mengelola kelas dengan maksimal agar tercipta pembelajaran
yang kondusif dan tidak saling mengganggu antar kelompok.
DAFTAR RUJUKAN
Agustina, Sri. 2012. Pengaruh Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah Terhadap Kemampuan
Berpikir Kritis dan Kreatif Mahasiswa Universitas Kanjuruhan Malang Pada Matakuliah Hodrologi. Tesis tidak diterbitkan. Malang: Program Pascasarjana (PPS) Universits Negeri Malang.
Amir, M. Taufik. 2010. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta: Kencana. Corebima, A.D. 2010. Berdayakan Keterampilan Berpikir Selama Pembelajaran Sain dan Masa
Depan Kita. Makalah disajikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Sains untuk Memberdayakan Manusia, Prodi Pendidikan Sains PPS UNESA, Surabaya, 16 Januari.
Johnson, D.W., & Johnson R.T. 2002. Meaningful Asessment. Boston: Alin and Bacon. Mukhlis, dkk. 2005. Pengembangan Life Skill Mahasiswa Melalui Pembelajaran Mata Kuliah
Ekonomi Mikro Menengah Dengan Pendekatan Berbasis Masalah (Problem Based Learing). Laporan Hasil Penelitian Program Hibah Kompetisi A2 Jurusan Ekonomi Pembangunan FE-UM.
Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Maalang: Penerbit Universitas Negeri Malang.
Nur, Muhammad. 2011. Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: Pusat Sain Dan Matematika Sekolah UNISA.
Pannen, dkk. 2001. Kontruktivisme Dalam Pembelajaran. Jakarta: DIKTI DEPDIKNAS. Purwanto, Edy. 2005. Strategi Belajar Mengajar. FMIPA: Universitas Negeri Malang. Sanjaya, Wina. 2008. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana. Universitas Negeri Malang. 2011. Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah: Skripsi, Tesis, Desertasi,
Makalah, Laporan Penelitian, Edisi Kelima.Malang:Biro Administrasi Akademik, perencanaan dan Sistem Informasi Bekerja sama dengan Penerbit Universitas Negeri Malang.