pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe...

19
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO STRAY TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII SMP NEGERI 1 AMBARAWA SEMESTER 2 TAHUN PELAJARAN 2015/2016 JURNAL Disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Oleh Agus Kurniawan 202012065 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2016

Upload: trinhhanh

Post on 14-Mar-2019

214 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO

STRAY TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII

SMP NEGERI 1 AMBARAWA SEMESTER 2

TAHUN PELAJARAN 2015/2016

JURNAL

Disusun untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Agus Kurniawan

202012065

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2016

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TWO STAY TWO

STRAY TERHADAP HASIL BELAJAR MATEMATIKA DITINJAU DARI

KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA KELAS VIII

SMP NEGERI 1 AMBARAWA SEMESTER 2

TAHUN PELAJARAN 2015/2016

Agus Kurniawan1 , Sutriyono

2 , Lilik Linawati

3

Program Studi Pendidikan Matematika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Kristen Satya Wacana Jl. Diponegoro 52-60 Salatiga 50711 1Mahasiswa Pendidikan Matematika FKIP UKSW

2,3Dosen Pendidikan Matematika FKIP UKSW

1email: [email protected]

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS

terhadap hasil belajar matematika, ada atau tidaknya pengaruh kemampuan komunikasi matematis terhadap hasil belajar

matematika, dan ada atau tidaknya interaksi efek model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS dan kemampuan

komunikasi matematis terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Ambarawa. Jenis penelitian ini

adalah penelitian eksperimen semu. Populasi dalam penelitian adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1

Ambarawa semester 2 tahun pelajaran 2015/2016 sebanyak 266 siswa. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik

Cluster Random Sampling dan diperoleh siswa kelas VIII B sebagai kelompok eksperimen dan siswa VIII C sebagai

kelompok kontrol dengan jumlah siswa masing-masing kelas sebanyak 34 siswa. Penelitian ini menggunakan dua

instrumen pengumpulan data yaitu tes hasil belajar matematika dan tes kemampuan komunikasi matematis. Desain

penelitian ini menggunakan Pretest-Postest Control Group Desaign dengan analisis yang digunakan untuk uji

normalitas dengan teknik Kolmogorov-Smirnov, uji homogenitas dengan teknik Levene serta uji beda rata-rata dengan

uji Independen Sample T-test dimana kondisi awal pada hasil belajar matematika siswa dalam kondisi seimbang dengan

nilai signifikan 0.073. Kemudian data dianalisis dengan menggunakan uji Anava dua jalan dan uji Sceffee. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa nilai signifikan sebesar 0.026<0.05 yang berarti ada pengaruh model pembelajaran

kooperatif tipe TS-TS terhadap hasil belajar matematika siswa, nilai signifikan sebesar 0.800>0.05 yang berarti tidak

ada pengaruh kemampuan komunikasi matematis terhadap hasil belajar matematika siswa, dan nilai signifikan

0.711>0.05 yang berarti tidak terdapat interaksi efek model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS dan kemampuan

komunikasi matematis terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Ambarawa.

Kata Kunci : Two Stay Two Stray (TS-TS), hasil belajar, komunikasi matematis, kooperatif

PENDAHULUAN

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) mengeluarkan Prinsip-prinsip dan

Standar Matematika Sekolah (Principles and Standars for Schooll Mathematics) dimana salah

satunya adalah Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah yang menyatakan bahwa proses

pembelajaran matematika pada satuan pendidikan menengah harus memuat lima standar proses

yang pertama adalah pemecahan masalah (problem solving) yaitu pembelajaran matematika harus

membangun pengetahuan melalui pemecahan masalah. Siswa dituntut mengembangkan ide-ide

matematika untuk menerapkan dan menyesuaikan berbagai strategi yang cocok untuk memecahkan

soal matematika. Yang kedua adalah pengomunikasian (communication) dimana pembelajaran

matematika menitikberatkan pada pentingnya dapat berbicara, menulis, menggambarkan, dan

menjelaskan konsep-konsep matematika. Siswa dituntut aktif dan berinteraksi mengungkapkan ide-

ide kepada orang lain. Yang ketiga adalah koneksi (connection), siswa dituntut menghubungkan

keterkaitan antar materi matematika yang dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Yang

keempat adalah penalaran (reasoning), siswa dituntut melakukan penyelidikan dan memberikan

alasan yang logis atas jawaban yang diberikan. Yang terakhir adalah penyajian (representation)

dimana siswa menyajikan hasil dari ide-ide dan hubungan matematika dalam bentuk simbol, bagan,

grafik, dan diagram agar materi lebih jelas tersampaikan. (Van de Walle, 2006).

Dalam kenyataannya, belum semua proses pembelajaran matematika berjalan sesuai dengan

standar proses pada satuan pendidikan menurut NCTM. Hal itu dapat dilihat dalam beberapa proses

pembelajaran matematika sekarang ini, guru hanya berfokus pada upaya menuangkan pengetahuan

tentang matematika sebanyak mungkin kepada siswa (Darkasyi dkk, 2014). Senada dengan

pendapat tersebut, Harahap (2015) memperlihatkan bahwa dalam proses pembelajaran, guru

berperan dominan dan informasi hanya berjalan satu arah dari guru ke siswa sehingga kesempatan

siswa untuk mengutarakan pendapat dan gagasanya pun sangat sedikit, sehingga siswa sangat pasif

untuk berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan.

Berdasarkan hasil observasi proses pembelajaran matematika di salah satu sekolah menengah

pertama di Kabupaten Semarang yaitu SMP N 1 Ambarawa menunjukan bahwa dalam proses

pembelajaran matematika guru masih menggunakan pembelajaran konvensional dengan anggapan

metode ini lebih mudah untuk menjelaskan materi sesuai dengan alokasi waktu yang telah

ditentukan oleh kurikulum. Pada pembelajaran konvensional kegiatan bepusat pada guru sementara

siswa hanya mendengar, mencatat, dan mengerjakan latihan soal. Proses pembelajaran seperti itu

bisa berdampak terhadap kurang maksimalnya pencapaian hasil belajar siswa.

Suatu proses pembelajaran dikatakan berhasil jika hasil belajar siswa lebih baik daripada hasil

belajar sebelumnya dan telah mencapai target yang ditentukan. Sudjana (2004) mengatakan bahwa

hasil belajar adalah perubahan kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman

belajar yang dituangkan dalam bentuk angka-angka berupa penilaian hasil belajar. Penilaian hasil

belajar merupakan salah satu penentu yang menjadi indikator untuk mengetahui keberhasilan suatu

proses pembelajaran (Imaniatun, 2013). Menurut BNSP (2015), hasil belajar matematika di SMP N

1 Ambarawa masih rendah. SMP N 1 Ambarawa berada pada peringkat 21 dari 35 sekolah, untuk

hasil Ujian Nasional (UN) matematika tahun pelajaran 2014/2015 dengan nilai rata-rata yaitu 59.84,

ini merupakan nilai paling rendah dengan mata pelajaran yang lain, dan diikuti standar deviasi

19.93, yang merupakan standar deviasi paling tinggi dibandingkan mata pelajaran lainnya. Besarnya

standar deviasi menunjukan adanya kesenjangan kemampuan matematika siswa yang tinggi. Oleh

Karena itu, perlu adanya perbaikan dalam proses pembelajaran matematika yaitu dengan cara

memilih dan menerapkan model pembelajaran yang tepat.

Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan standar proses NCTM dalam pembelajaran

matematika adalah model pembelajaran kooperatif. Menurut Suprijono (2010), model

pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran dimana dalam proses pembelajaran yang

berlangsung menerapkan konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk

bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Dalam pembelajaran

kooperatif keterlibatan dengan orang lain membuka kesempatan untuk mereka mengevaluasi dan

memperbaiki pemahaman. Dengan cara ini, pengalaman konteks sosial memberikan ruang gerak

untuk berkembangnya pemikiran siswa. Salah satu tujuan proses pembelajaran dalam pendidikan

nasional yang tercantum dalam Undang-Undang No.20 tahun 2003 yaitu menciptakan suasana

belajar yang aktif, kreatif, inovatif dan komunikatif. Model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay

Two Stray (TS-TS) bisa dijadikan suatu alternatif model pembelajaran untuk menjadikan suasana

belajar menjadi aktif, kreatif, inovatif dan komunikatif dalam pembelajaran matematika khususnya

di sekolah. Kegiatan dalam model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS menuntut siswa untuk

berperan aktif serta memicu timbulnya sikap siswa untuk mengikuti belajar mengajar secara

menyeluruh. Tidak hanya itu, model pembelajaran ini dapat menciptakan pembelajaran yang efektif

dengan adanya komunikasi antar siswa yang tidak hanya menekankan pada apa yang dipelajari tapi

menenkankan bagaimana siswa harus belajar mengutarakan gagasan, ide dan pendapat sehingga

keterampilan komunikasi dan pemahaman konsep bisa berkembang.

Model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS atau teknik dua tinggal dua tamu ini dikembangkan

oleh Specer Kagan pada tahun 1992. Menurut Huda (2014), model pembelajaran kooperatif dengan

teknik TS-TS. “dua tinggal dua tamu” digunakan dalam pembelajaran untuk memberikan

kesempatan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Hal ini

dilakukan karena banyak kegiatan belajar mengajar yang mewarnai dengan kegiatan-kegiatan

individu. Siswa bekerja sendiri dan tidak diperbolehkan melihat pekerjaan siswa yang lain. Padahal

dalam kenyataannya diluar sekolah, kehidupan dan dalam dunia kerja manusia saling bergantung

satu sama lainnya. Pada teknik ini siswa bekerja dalam kelompok secara kooperatif untuk

menuntaskan materi belajar. Kelompok dibentuk secara heterogen.

Tujuan dalam teknik ini siswa dihadapkan pada kegiatan mendengarkan apa yang diutarakan

oleh temannya ketika sedang bertamu, yang secara tidak langsung siswa akan dibawa untuk

menyimak apa yang diutarakan oleh anggota kelompok yang menjadi tuan rumah tersebut. Dalam

proses ini, akan terjadi transfer ilmu ketika proses komunikasi seperti membaca, menulis, dan

berbicara yang dilakukan antar kelompok dari dua siswa yang bertamu dengan dua siswa yang

menjadi tuan rumah. Ketika proses komunikasi berlangsung, siswa diajak untuk bergotong royong

dalam menemukan konsep serta mengarahkan siswa untuk aktif, baik dalam berdiskusi, tanya

jawab, mencari jawaban, menjelaskan dan menyimak materi yang dijelaskan oleh temannya.

Pembagian tugas dalam kerja kelompok juga jelas terlihat bagi tiap anggota kelompok. Ketika dua

siswa sebagai tuan rumah menjelaskan materi kepada dua siswa sebagai tamu dari kelompok lain

yang berkunjung, maka siswa yang berkunjung tersebut melakukan kegiatan menyimak atas apa

yang dijelaskan oleh dua siswa sebagai narasumer dari kelompok yang dikunjungi. Demikian juga

ketika dua siswa sebagai tamu kembali ke kelompok asal untuk menjelaskan materi apa yang

didapat dari kelompok yang dikunjungi kepada dua siswa kelompok asal. Dalam proses

pembelajaran dengan teknik TS-TS secara sadar ataupun tidak, siswa terlibat aktif dan

memunculkan semangat siswa dalam belajar. Kemudian dengan cara mencocokan materi yang

didapat dari kelompok satu dan yang lain dengan begitu siswa dapat mengevaluasi sendiri, seberapa

tepatkah pola pikirnya terhadap suatu konsep dengan pola pikir nara sumber. Model pembelajaran

kooperatif tipe TS-TS dikembangkan sebagai suatu strategi alternatif dalam pembelajaran guna

mendapatkan hasil belajar yang lebih baik. Oleh karena itu, model pembelajaran kooperatif tipe TS-

TS bisa dijadikan salah satu model pembelajaran yang efektif dalam pembelajaran guna mencapai

hasil belajar yang baik (Mahyuni dan Wayan,2013).

Keberhasilan siswa dalam mencapai hasil belajar tidak hanya dipengaruhi faktor dari luar siswa

seperti halnya penggunaan model pembelajaran namun juga bergantung pada faktor dari dalam

siswa, salah satunya adalah kemampuan komunikasi matematis. Menurut Askin dalam Darkasyi

(2014), komunikasi matematis dapat diartikan sebagai suatu peristiwa saling hubungan/dialog yang

terjadi dalam suatu lingkungan kelas, dimana terjadi pengalihan pesan yang berisi tentang materi

matematika yang dipelajari di kelas, komunikator di lingkungan kelas adalah guru dan siswa.

Sedangkan cara pengalihan pesan dapat secara tertulis maupun lisan yang disampaikan guru kepada

siswa atau siswa dengan siswa untuk saling komunikasi. Komunikasi matematis dapat berjalan

dengan lancar ketika guru dan siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran seperti tanya jawab

dan berdiskusi. Untuk itu kemampuan komunikasi matematis dirasa sangat penting di dalam proses

pembelajaran matematika khususnya. Hal ini sesuai dengan tujuan dalam pembelajaran matematika

oleh National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) tahun 2000 mengenai lima standar

kemampuan matematis yang harus dimiliki siswa yaitu kemampuan memecahkan masalah,

kemampuan komunikasi, kemampuan koneksi, kemampuan penalaran, dan kemampuan

representasi. Selain itu Johson (2004) mengutarakan tiga aspek kemampuan komunikasi matematis

yaitu kemampuan dalam penulisan bahasa matematis, kemampuan dalam pembuatan model

matematika, dan kemampuan dalam perhitungan hasil. Menurut Hirschfel dalam Manullang (2009)

menyatakan bahwa komunikasi dalam proses pembelajaran matematika merupakan bagian penting

dari matematika dan pendidikan matematika yang menunjang dalam keberhasilan dalam belajar

matematika. Hal ini menyebabkan hasil belajar yang diraih akan lebih baik apabila mempunyai

kemampuan komunikasi matematis yang baik atau tinggi.

Berdasarkan dari permasalahan tersebut maka dapat dirumuskan tujuan penelitian ini yaitu

untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray

terhadap hasil belajar matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Ambarawa, mengetahui ada tidaknya

pengaruh kemampuan komunikasi matematis siswa terhadap hasil belajar matematika siswa kelas

VIII SMP N 1 Ambarawa, mengetahui ada tidaknya interaksi efek model pembelajaran kooperatif

tipe Two Stay Two Stray dan kemampuan komunikasi matematis siswa terhadap hasil belajar

matematika siswa kelas VIII SMP N 1 Ambarawa.

METODE PENELITIAN

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pre Eksperimental Design. Menurut

Sandjaja (2006:105), Pre Eksperimental Design sering kali dipandang sebagai eksperimen tidak

sebenarnya. Oleh karena itu, sering disebut dengan quasi experimental atau eksperimen semu.

Penelitian eksperimen semu, dilakukan untuk menguji hipotesis tentang ada tidaknya pengaruh

suatu tindakan bila dibandingkan dengan tindakan lain dengan pengontrolan variabelnya sesuai

dengan kondisi yang ada (situasional). Sebagai variabel terikat adalah hasil belajar matematika,

variabel bebas adalah model pembelajaran dan kemampuan komunikasi matematis. Model

pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray (TS-

TS) pada kelas eksperimen dan konvensional pada kelas kontrol. Kedua kelompok ini akan dilihat

perbedaanya berdasarkan hasil belajar matematika pada siswa ditinjau dari kemampuan komunikasi

matematis.

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah cluster random sampling. Teknik ini

merupakan teknik yang digunakan untuk menentukan sampel bila objek yang akan diteliti atau

sumber data sangat luas, dalam hal ini dengan cara mengundi kelas dari populasi penelitian yaitu

kelas VIII SMP N 1 Ambarawa sebanyak 8 kelas. Dari 8 kelas yang ada diperoleh 2 kelas, yaitu

kelas VIII B terpilih secara acak sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII C terpilih secara acak

sebagai kelas kontrol. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pretest-posttest

control group design. Dalam desain ini sebelum dilakukanya perlakuan kedua kelas maka perlu

mengetahui kemampuan awal antara kelas eksperimen dan kontrol menggunakan nilai Ulangan

Tengah Semester (UTS) sebagai pretest. Kemudian di akhir pembelajaran sampel diberi posttest

(tes akhir) untuk mengetahui keberhasilan siswa dalam pembelajaran.

Metode pengumpulan data menggunakan metode tes berupa tes hasil belajar matematika dan tes

kemampuan komunikasi matematis. Metode tes dilakukan untuk mengukur keberhasilan siswa

dalam mengikuti pembelajaran dan kemampuan komunikasi matematis yang dimiliki siswa.

Instrumen tes digunakan satu kali yaitu posttest. Bentuk soal yang digunakan berupa soal pilihan

ganda dan uraian dengan 10 soal pilihan ganda dan 5 uraian. Instrumen yang digunakan terlebih

dahulu divalidasi oleh para ahli (expert judgement). Validator dalam penelitian ini adalah 2 dosen

pendidikan matematika dan 2 guru matematika.

Perbedaan hasil belajar siswa diketahui melalui tes antara model pembelajaran kooperartif tipe

TS-TS dan konvensional. Untuk mengetahui tingkat kemampuan komunikasi matematis siswa

menngunakan tes uraian berdasarkan materi dengan sistem penskoran mengacu pada Marryland

Math Communication Rubric, Maine Holistic Rubric, dan Quasar Communication Mathematic

Rubric yang sudah dimodifikasi oleh peneliti. Rubrik penskoran kemampuan komunikasi matematis

dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 . Pedoman Penskoran Komunikasi Matematis Mengacu Pada Marryland Math

Communication Rubric , Maine Holistic Rubric, Dan Quasar Communication Mathtematic

Rubric

No Indikator Skor Kriteria

1 Menuliskan

jawaban

menggunakan

bahasa matematis

(label, simbol,

tanda, operasi dan

istilah matematis)

4 Penulisan label, simbol, tanda, operasi dan istilah matematis

secara lengkap, dan benar

3 Penulisan label, simbol, tanda, operasi, dan istilah matematis

dengan lengkap tapi tidak benar

2 Penulisan label, simbol, tanda, operasi, dan istilah matematis

kurang lengkap tapi ada yang benar sebagian

1 Penulisan label, simbol, tanda, operasi, dan istilah matematis

tidak lengkap dan salah

0 Tidak ada jawaban, kosong atau tidak dikerjakan

2 Menuliskan

jawaban

matematika

dengan langkah-

langkah dalam

menjawab.

4 Langkah-langkah dalam pengerjaan rinci, runtut,lengkap,

tepat dan benar seperti perintah

3 Langkah-langkah dalam pengerjaan secara rinci,

runtut,kurang lengkap tapi benar

2 Langkah-langkah dalam pengerjaan kurang rinci, tidak runtut,

belum lengkap tapi ada yang benar sesuai perintah.

1 Langkah-langkah ada dan salah

0 Tidak ada jawaban, kosong atau tidak dikerjakan

3 Menyatakan hasil

pehitungan dari

langkah-langkah

setiap jawaban

suatu pernyataan

4 Perhitungan dari setiap langkah benar, benar dan hasil benar.

3 Perhitungan dari setiap langkah 75 % benar dan hasil akhir

salah

2 Perhitungan dari setiap langkah 25 % benar dan hasil salah

1 Perhitungan dari setiap langkah salah tapi ada pekerjaan ,

tidak kosong

0 Tidak ada jawaban, kosong atau tidak dikerjakan

Skor kemampuan komunikasi matematis dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu tinggi,

sedang, dan rendah. Pengkategorian kemampuan komunikasi matematis siswa menggunakan rumus

Sturges (Arifin,2012) yaitu:

Interval kelas = Range (Skor tertinggi – skor terendah)

Banyaknya kelas

Teknik analisis data yang digunakan adalah uji normalitas dengan uji Kolmogorov-Smirnov.

Sembiring (2003) mengungkapkan jumlah sampel yang diteliti dari kelas eksperimen dan kelas

kontrol lebih besar sama dengan 50 maka uji normalitas menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov.

Hipotesis penelitian diuji dengan independent sample t-test. Syarat uji independent sample t-test

adalah uji normalitas. Terdapat dua macam uji independent simple t-test yaitu aqual variance not

assummed (tidak diasumsikan bahwa memiliki variansi sama) dan aqual variance assummed

(diasumsikan bahwa memiliki variansi sama). Untuk mengetahui uji independent simple t-test yang

akan digunakan maka dilakukan uji homogenitas. Kemudian untuk mengetahui iteraksi dari tiga

variabel maka analisis data yang digunakan peneliti menggunakan uji anava dua jalan. Setelah data

diolah menggunakan uji anava dua jalan didapat keputusan uji. Jika H0 ditolak, maka harus

dilakukan uji lanjut pasca anava dari analisis variansi. Untuk uji lanjut pasca anava setelah analisis

variansi menggunakan metode Scheffe.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Validasi Instrumen

Hasil validasi soal dari para ahli melalui expert juggement menunjukkan instrumen penelitian

telah terpenuhi yaitu berupa soal tes hasil belajar matematika yang terdiri dari 15 butir soal yang

terdiri dari 10 soal pilihan ganda dan 5 soal uraian tentang luas permukaan dan volume bangun

ruang sisi datar untuk posttest dan tes kemampuan komunikasi matematis. Hal ini karena adanya

kesesuaian kisi-kisi instrumen terhadap materi ajar, penskoran tes, indikator soal dan kesesuaian

alokasi waktu dengan banyaknya soal serta bahasa yang digunakan sudah jelas dan mudah

dimengerti oleh siswa.

B. Kondisi Awal (sebelum diberikan perlakuan)

Untuk mengetahui kemampuan awal hasil belajar matematika siswa dari data nilai pretest maka

dilakukan dua analisis yaitu analisis deskriptif dan analisis inferensial. Hasil analisis deskriptif

disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Analisis Diskriptif Kemampuan Awal Nilai Hasil Belajar Pretest

Kelas N Nilai terendah Nilai tertinggi Rata-rata Standar Deviasi

Eksperimen 34 36 81 57.32 12.713

Kontrol 34 46 99 63.00 13.022

Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa pada kelas eksperimen nilai terendah yaitu 36 sedangkan

pada kelas kontrol yaitu 46, nilai tertinggi kelas eksperimen yaitu 81 dan pada kelas kontrol yaitu

99. Rata-rata kelas kontrol yaitu 63.00 lebih baik daripada kelas eksperimen yaitu 57.32 dengan

standar deviasi masing-masing sebesar 12.713 dan 13.022.

Selanjutnya, analisis inferensial yang digunakan adalah uji normalitas kemampuan awal untuk

mengetahui suatu sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Hasil

perhitungan uji normalitas untuk nilai pretest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat

pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov untuk Nilai Pretest pada Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.

Hasil 0.074 34 0.200

* 0.146 34 0.064

Belajar-pretest

Berdasarkan Tabel 3, diperoleh perhitungan uji normalitas hasil belajar matematika

menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov dengan taraf signifikansi 5% menunjukan kelas

eksperimen dengan nilai signifikansi 0.200 dan kelas kontrol sebesar 0.064 dimana kedua nilai

signifikan tersebut lebih dari 0.05 sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel kedua kelas berasal

dari populasi yang berdistribusi normal.

Kemudian uji homogenitas kemampuan awal dalam penelitian ini berfungsi untuk mengetahui

apakah variansi-variansi dari populasi sama atau tidak. Hasil uji homogenitas dan análisis uji-t nilai

pretest dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Uji Homogenitas dan Analisis Uji-t Nilai Pretest

Hasil_ pretest

Equal

Variances

assumed

Equal

Variances

not assumed

Levene's Test for

Equality of Variances

F 0.113

Sig 0.738

t-test for Equality of

Means

T -1.819 -1.819

Df 66 65.962

Sig. (2-tailed) 0.073 0.073

Mean Differences -5.676 -5.676

Std. Error Differences 3.121 3.121

95% Confidences Interval

of the Differences

Lower -11.908 -11.908

Upper 0.555 0.555

Berdasarkan Tabel 4 diperoleh hasil uji homogenitas ini menggunakan metode Levene dengan

taraf signifikansi 5%. menunjukan nilai signifikan sebesar 0.738 dimana nilai signifikan tersebut

lebih dari 0.05 maka dapat disimpulkan bahwa kelas eksperimen dan kelas kontrol berasal dari

populasi yang memiliki variansi yang sama (homogen). Jadi, analisi uji-t menggunakan asumsi

equal variance assumed. Uji-t menunjukan nilai signifikan sebesar 0.073 lebih dari 0.05 sehingga

dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan rata-rata nilai pretest antara kedua kelas tersebut.

Berdasarkan hasil uji normalitas, homogenitas, dan uji-t di atas maka tampaklah bahwa kedua kelas

tersebut memiliki kemampuan awal yang seimbang maka dapat diberikan perlakuan yang berbeda.

C. Kondisi Akhir (setelah diberi perlakuan)

Untuk mengetahui kondisi kemampuan akhir hasil belajar matematika siswa dari data nilai

posttest dan test kemampuan komunikasi matematis maka dilakukan dua analisis yaitu analisis

deskriptif dan analisis inferensial. Hasil analisis deskriptif hasil nilai belajar posttest dapat disajikan

pada Tabel 5.

Tabel 5. Analisis Diskriptif Kemampuan Akhir Nilai Hasil Belajar Posttest

Kelas N Nilai terendah Nilai tertinggi Rata-rata Standar Deviasi

Eksperimen 34 53 90 72.50 9.900

Kontrol 34 43 85 65.53 12.258

Berdasarkan Tabel 5, terlihat bahwa pada kelas eksperimen nilai terendah yaitu 53 sedangkan

pada kelas kontrol yaitu 43, nilai tertinggi kelas eksperimen yaitu 90 dan pada kelas kontrol yaitu

85. Rata-rata kelas eksperimen menunjukan nilai sebesar 72.50 lebih baik daripada kelas kontrol

yang menunjukan nilai rata-rata sebesar 65.53 dengan standar deviasi masing-masing sebesar 9.900

dan 12.258. Besarnya estandar deviasi tersebut menunjukan bahwa nilai posttest siswa kelas

eksperimen dan kelas kontrol memiliki nilai yang beragam.

Selanjutnya untuk hasil data tes kemampuan komunikasi matematis siswa masing-masing kelas

eksperimen dan kelas kontrol dikelompokan berdasarkan tiga kategori kemampuan komunikasi

matematis siswa yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Kemampuan komunikasi matematis lebih

memperhatikan cara penulisan berdasarkan aspek-aspek kemampuan komunikasi matematis. Maka

perhitungan tingkat kemampuan komunikasi matematis siswa hanya difokuskan dan dihitung

berdasarkan rubrik penskoran tes kemampuan komunikasi matematis. Hasil analisis deskriptif

kemampuan komunikasi matematis siswa dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Analisis Deskriptif Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

Kelas N Skor terendah Skor tertinggi Rata-rata Standar deviasi

Eksperimen 34 24 57 43.79 7.372

Kontrol 34 22 56 43.06 8.876

Berdasarkan Tabel 6, terlihat bahwa pada kelas eksperimen skor terendah yaitu 24 sedangkan

pada kelas kontrol yaitu 22 , skor tertinggi kelas eksperimen yaitu 57 dan pada kelas kontrol yaitu

56. Rata-rata kelas eksperimen menunjukan nilai sebesar 43.79 lebih baik daripada kelas kontrol

yang menunjukan nilai rata-rata sebesar 43.06 dengan standar deviasi masing-masing sebesar 7.372

dan 8.876.Selanjutnya distribusi frekuensi kategori kemampuan komunikasi matematis siswa pada

kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa

Kategori Interval N Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Frekuensi Presentase (%) Frekuensi Presentase (%)

Tinggi 46 ≤ KKm < 58 23 10 29.41 13 38.24

Sedang 34 ≤ KKm < 46 38 22 64.71 16 47.06

Rendah 22 ≤ KKm < 34 7 2 5.88 5 14.70

Total 68 34 100 34 100

Keterangan:

KKm : Kemampuan Komunikasi Matematis

Berdasarkan Tabel 7, menunjukan bahwa dari 68 siswa pada kelas eksperimen dan kontrol

sebagian besar masuk kategori kemampuan komunikasi matematis sedang dengan jumlah 38 siswa

diikuti dengan kategori tinggi dan rendah masing-masing sebanyak 23 siswa dan 7 siswa. Untuk

kategori siswa dengan kemampuan komunikasi matematis tinggi pada kelas eksperimen terdapat 10

siswa dan kelas kontrol sebanyak 13 siswa. Sedangkan kategori siswa dengan kemampuan

komunikasi matematis sedang pada kelas eksperimen terdapat 22 siswa dan kelas kontrol 16 siswa

serta pada kategori siswa dengan kemampuan komunikasi matematis rendah di kelas eksperimen

terdapat 2 siswa dan di kelas kontrol terdapat 5 siswa.

Selanjutnya untuk uji normalitas kemampuan akhir dari nilai hasil belajar dan kemampuan

komunikasi matematis dari nilai posttest. Hasil perhitungan uji normalitas nilai hasil belajar posttest

pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov untuk Nilai Posttest pada Kelas

Eksperimen dan Kelas Kontrol

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Statistic Df Sig. Statistic Df Sig.

Hasil 0.129 34 0.168 0.121 34 0.200

*

Belajar-posttest

Berdasarkan Tabel 8 menunjukan bahwa nilai signifikan untuk kelas eksperimen sebesar 0.168

dan nilai signifikan untuk kelas kontrol sebesar sama dengan atau lebih dari 0.200 dimana kedua

nilai signifikan tersebut lebih dari 0.05 sehingga disimpulkan bahwa hasil belajar matematika dari

kedua kelompok berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Selanjutnya perhitungan uji normalitas hasil belajar matematika berdasarkan kategori

kemampuan komunikasi matematis siswa tinggi, sedang dan rendah dilakukan untuk mengetahui

apakah hasil belajar matematika berdasarkan kemampuan komunikasi matematis siswa dari

kelompok eksperimen dan kontrol berasal dari populasi yang berdistribusi normal atau tidak. Hasil

perhitungan uji normalitas nilai hasil belajar posttest berdasarkan kemampuan komunikasi

matematis pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov untuk Nilai Posttest Berdasarkan

Kemampuan Komunikasi Matematis

Kemampuan Komunikasi Matematis

Kolmogorov-Smirnova

Statistic df Sig.

Hasil belajar-posttest

Tinggi 0.121 23 0.200*

Sedang 0.096 38 0.200*

Rendah 0.194 7 0.200*

Berdasarkan Tabel 9, hasil perhitungan uji normalitas hasil belajar matematika berdasarkan

kemampuan komunikasi matematis siswa diperoleh nilai signifikan yang sama dari ketiga data

kategori siswa yang mempunyai kemampuan komunikasi matematis tinggi, sedang maupun rendah

sebesar 0.200 dimana ketiga nilai signifikan tersebut lebih dari 0.05 yang berarti untuk kemampuan

akhir pada kategori siswa yang memiliki kemampuan komunikasi matematis tinggi, sedang dan

rendah berasal dari populasi yang berdistribusi normal.

Selanjutnya untuk uji homogenitas kemampuan akhir dari nilai hasil belajar dan kemampuan

komunikasi matematis dari nilai posttest. Hasil perhitungan uji homogenitas nilai hasil belajar

posttest pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Uji Homogenitas Nilai Hasil Belajar Posttest

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Hasil belajar-posttest 1.677 1 66 0.200

Berdasarkan Tabel 10, hasil uji homogenitas nilai hasil belajar posttest menunjukan bahwa nilai

signifikan sebesar 0.200 lebih dari 0.05 , hal ini berarti hasil belajar matematika dari kedua kelas

antara kelas eksperimen dan kontrol mempunyai variansi yang sama (homogen). Selanjutnya uji

homogenitas nilai hasil belajar posttest berdasarkan kemampuan komunikasi matematis pada kelas

eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil Uji Homogenitas Nilai Hasil Belajar Posttest Berdasarkan

Kemampuan Komunikasi Matematis

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Hasil belajar-posttest 0.137 2 65 0.872

Berdasarkan Tabel 11, hasil uji homogenitas hasil belajar posttest berdasarkan kemampuan

komunikasi matematis siswa menunjukan bahwa nilai signifikan sebesar 0.872 lebih dari 0.05 yang

artinya bahwa ketiga kelompok siswa kategori kemampuan komunikasi matematis antara tinggi,

sedang dan rendah memiliki variansi yang sama (homogen).

Dalam penelitian ini tidak hanya untuk mengetahui pengaruh TS-TS terhadap hasil belajar

matematika dan kemampuan komunikasi matematis terhadap hasil belajar saja, tetapi juga untuk

mengetahui interaksi efek antara TS-TS dan kemampuan komunikasi matematis terhadap hasil

belajar. Metode yang digunakan untuk mengetahui interaksi efek antara TS-TS dan kemampuan

komunikasi matematis terhadap hasil belajar adalah menggunakan uji anava dua jalan. Hasil

perhitungan uji anava dua jalan dari nilai hasil belajar posttest berdasarkan kemampuan komunikasi

matematis pada kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Hasil Uji Anava Dua Jalan Nilai Hasil Belajar Posttest

Source Type III Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Corrected Model 801.869a 5 160.374 1.229 0.255

Intercept 171157.119 1 171157.119 1.311E3 0.000

Kelas 396.290 1 396.290 3.036 0.030

KKm 45.432 2 22.716 0.174 0.931

Kelas * KKm 1.440 2 0.720 0.006 0.866

Error 8092.660 62 130.527

Total 331264.000 68

Corrected Total 8894.529 67

Keterangan:

KKm = Kemampuan Komunikasi Matematis

Berdasarkan hasil uji anava dua jalan pada Tabel 12 menunjukan bahwa: 1) nilai signifikan

antara variabel model TS-TS dan hasil belajar matematika adalah 0.030 kurang dari 0.05 artinya

bahwa ada pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran terhadap hasil belajar matematika.

Hal ini berarti, hasil belajar matematika siswa berbeda pada kelas eksperimen dengan kelas kontrol.

2) nilai signifikan antara variabel kemampuan komunikasi matematis terhadap hasil belajar

matematika adalah 0.931 dimana lebih dari 0.05 artinya bahwa tidak ada pengaruh tingkat

keamampuan komunikasi matematis siswa terhadap hasil belajar matematika. Hal ini berarti tidak

ada perbedaan hasil belajar matematika antara siswa yang memiliki kemampuan komunikasi

matematis tinggi , sedang, dan rendah. 3) nilai signifikan antara model pembelajaran dengan

kemampuan komunikasi matematis terhadap hasil belajar matematika adalah 0.866 dimana lebih

dari 0.05 artinya bahwa tidak ada interaksi antara model pembelajaran dengan tingkat kemampuan

komunikasi matematis terhadap hasil belajar matematika. Hal ini berarti tidak ada perbedaan hasil

belajar matematika antara kelas eksperimen dan kontrol pada siswa dengan tingkat kemampuan

komunikasi matematis tinggi, sedang maupun rendah. Karena pada hipotesis pertama terdapat

pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran terhadap hasil belajar maka perlu dilakukan

uji komparasi ganda yaitu uji lanjut pasca anava menggunakan rumus Scheffe. Uji komparasi yang

digunakan adalah uji komparasi ganda antar baris. Hasil uji komparasi ganda dapat dilihat pada

Tabel 13.

Tabel 13. Rata-rata Hasil Belajar Matematika Setiap Kelompok

Berdasarkan Kemampuan Komunikasi Matematis

Kelas Rata-rata Nilai kemampuan komunikasi matematis rata-rata

Tinggi Sedang Rendah

Eksperimen 72.50 73.30 71.86 70.00

Kontrol 65.53 66.31 65.50 63.60

Hasil komparasi ganda antar baris pada Tabel 13, rata-rata hasil belajar matematika pada kelas

eksperimen sebesar 72.50 dan kelas kontrol sebesar 65.53. Untuk rata-rata hasil belajar matematika

untuk kategori kemampuan komunikasi matematis tinggi, sedang, dan rendah pada kelas

eksperimen sebesar 73.30, 71.86 dan 70.00. Sedangkan nilai rata-rata hasil belajar matematika

untuk masing-masing kategori yang sama pada kelas kontrol sebesar 66.31, 65.50 dan 63.60.

Tampaklah bahwa rata-rata hasil belajar matematika kelas eksperimen berdasarkan kategori

kemampuan komunikasi matematis tinggi, sedang dan rendah lebih baik daripada rata-rata hasil

belajar matematika dengan kategori yang sama di kelas kontrol.

Pengujian prasyarat analisis yang terdiri dari uji normalitas dan uji homogenitas diperoleh

bahwa pada uji normalitas data hasil belajar matematika berdistribusi normal, pada uji normalitas

data kemampuan komunikasi matematis siswa berdistribusi normal, dan hasil dari uji homogenitas

data hasil belajar matematika berdasarkan model pembelajaran dan kemampuan komunikasi

matematis siswa mempunyai variansi yang sama. Dengan demikian pengujian hipotesis secara

statistik dapat dipertanggungjawabkan.

D. Analisis Efek Variabel Model Pembelajaran dan Kemampuan Komunikasi Matematis

Siswa

Hasil uji hipotesis pertama dengan taraf signifikan 0.05 untuk mengetahui terdapat ada atau

tidaknya perbedaan pengaruh penggunaan model pembelajaran terhadap hasil belajar matematika

siswa. Dari hasil uji anava dua jalan diperoleh signifikansi 0.030 kurang dari 0.05 berarti bahwa ada

pengaruh yang signifikan antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif tipe TS-TS dengan

siswa yang diberikan pembelajaran konvensional terhadap hasil belajar matematika pada materi

luas permukaan dan volume bangun ruang sisi datar kelas VIII di SMP N 1 Ambarawa.

Pada kelas eksperimen diperoleh rata-rata nilai hasil belajar matematika sebesar 72.50,

sedangkan pada kelas kontrol diperoleh rata-rata hasil belajar matematika sebesar 65.53. Karena

hasil rata-rata siswa yang diberi perlakuan model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS lebih baik

dibandingkan nilai rata-rata siswa yang diberikan model pembelajaran konvensional, maka

diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS lebih baik hasil belajarnya

dibandingkan model pembelajaran konvensional.

Dengan pembelajaran kooperatif, siswa dituntut untuk belajar secara aktif, komunikatif, dan

berpikir kreatif dalam memahami materi yang disampaikan guru dan siswa selaku pelaku dalam

pembelajaran. Dengan cara bertukar informasi melalui komunikasi baik lisan maupun tulisan dari

teman sendiri membuat siswa lebih berani dan percaya diri tidak malu-malu untuk bertanya jika

dirasa kurang jelas dalam penyampaian materi yang disampaikan. Hal ini mampu membantu

kesulitan siswa untuk mencari lambang, notasi, dan istilah yang sulit dimengerti. Dengan demikian

model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS mampu memberikan cara belajar yang santai,

menyenangkan, dan mudah kepada siswa untuk menyelesaikan masalah matematika secara baik,

benar dan terstruktur. Siswa dipaksa untuk menggunakan pendekatan bahasa matematika dan

representasi matematika untuk menyatakan informasi matematik. Setelah itu, siswa melakukan

bertukar informasi melalui proses komunikasi matematis dengan kelompok lain. Dengan adanya

kegiatan belajar tersebut siswa mampu memahami gagasan matematika yang disajikan.

Sedangkan untuk pembelajaran dengan model konvensional pokok bahasan luas permukaan

dan volume bangun ruang sisi datar, siswa kurang bersemangat dan komunikatif karena siswa

cenderung sulit memahami notasi-notasi, istilah-istilah, dan lambang yang dikaitkan dalam

kehidupan sehari-hari. Peneliti sudah memberikan contoh rill antar keterkaitan materi pembelajaran

dengan dunia nyata, tetapi daya imajinasi siswa belum mencapainya seperti membedakan prisma

dengan limas dan mencari sisi alas pada prisma jika posisi diubah. Tetapi jika siswa dihadapkan

pada soal yang mudah seperti bangun ruang beserta ukurannya dan mirip dengan yang ada di

lembar kerja siswa yang pernah dibahas hanya diganti ukurannya maka siswa akan rajin dalam

mempelajari materi tersebut secara serius dan terfokus walaupun masih banyak materi yang tidak

dapat mereka pahami sepenuhnya.

Hasil uji anava dua jalan untuk hipotesis kedua yaitu antara variabel kemampuan komunikasi

matematis dan hasil belajar adalah 0.931 lebih besar dari 0.05 artinya tidak ada pengaruh tingkat

kemampuan komunikasi matematis siswa terhadap hasil belajar matematika pada sub pokok materi

luas permukaan dan volume bangun ruang sisi datar. Rata-rata hasil belajar matematika yang

diperoleh dari siswa yang memiliki tingkat kemampuan komunikasi matematis tinggi tidak berbeda

secara signifikan dengan hasil belajar matematika siswa memiliki tingkat kemampuan komunikasi

matematis sedang dan rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa siswa yang memiliki

tingkat kemampuan komunikasi matematis tinggi mempunyai hasil belajar yang sama baiknya

dibandingkan siswa yang memiliki tingkat kemampuan komunikasi sedang maupun rendah.

Dari hasil uji anava dua jalan untuk hipotesis ketiga yaitu antara model pembelajaran dan

kemampuan komunikasi matematis terhadap hasil belajar diperoleh nilai signifikan 0.866 dimana

nilai signifikan tersebut lebih dari 0.05 yang artinya tidak ada interaksi yang signifikan antara

model pembelajaran dan tingkat kemampuan komunikasi matematis siswa terhadap hasil belajar

matematika. Tidak adanya interaksi antara model pembelajaran dan tingkat kemampuan komunikasi

matematis siswa terhadap hasil belajar matematika dikarenakan terdapat berbagai faktor yang

mempengaruhinya. Adapun faktor-faktor yang terdapat di dalam siswa itu sendiri, misalnya

kecerdasan, prestasi ,pergaulan, ketekunan, keuletan, motivasi, orang tua, latihan psikologi dan hal-

hal yang tidak diteliti oleh peneliti. Karena keterbatasan waktu yang dimiliki oleh peneliti.,

sehingga tidak dapat menjangkau berbagai faktor yang mempengaruhi hasil belajar matematika

siswa, sehingga interaksi yang diharapkan tidak ada. Selain faktor dari siswa faktor dari peneliti

juga mempengaruhi ketidakadaan interaksi tersebut, diantaranya karena peneliti dalam penelitian

dirasa kurang menguasai kelas dalam menangani siswa sehingga materi yang tersampaikan ke siswa

belum maksimal terserap oleh siswa.

Dalam penelitian ini, masalah yang dimaksud adalah soal matematika materi luas permukaan

dan volume bangun ruang sisi datar. Matematika membutuhkan banyak sekali latihan, maka tidak

salah jika model pembelajaran TS-TS dirasa tepat untuk digunakan dalam proses pembelajaran

matematika. Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe TS-TS antara lain dapat

membangkitkan semangat dan keinginan belajar siswa untuk belajar lebih giat dan memaksa belajar

berkomunikasi matematis baik lisan maupun tertulis. Dengan demikian, model pembelajaran

kooperatif tipe TS-TS memberikan peluang untuk berkembang mengasah ketrampilan

berkomunikasi sesuai dengan kemampuan dan minat masing-masing siswa.

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan dengan mengacu pada

hipotesis dengan taraf signifikan 0.05, maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran

kooperatif tipe TS-TS dapat memberikan hasil belajar matematika yang lebih baik daripada model

pembelajaran konvensional. Hal ini dapat dilihat melalui uji statistik dengan nilai signifikan

0.030<0.05 dengan rata-rata nilai hasil belajar matematika dari siswa yang dikenai model

pembelajaran kooperatif tipe TS-TS lebih baik daripada pembelajaran konvensional , yaitu

72.50>65.53. Mengenai kemampuan komunikasi matematis, tidak ada pengaruh yang signifikan

antara kemampuan komunikasi matematis terhadap hasil belajar matematika, dengan harga statistik

nilai signifikan 0.931>0.05. Sementara interaksi antara model model pembelajaran dengan

kemampuan komunikasi matematis siswa tidak ada imteraksi terhadap hasil belajar matematika

dengan harga statistik nilai signifikan 0.866>0.05.

B. Saran

Berikut beberapa saran yang dapat peneliti berikan berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh:

1. Bagi sekolah penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dalam

pembelajaran matematika dapat sebagai model pembelajaran yang efektif untuk

meningkatkan prestasi belajar siswa di sekolah .

2. Bagi guru penggunaan model pembelajaran koopertaif tipe Two Stay Two Stray dapat

disajikan sebagai alternatif model pembelajaran di dalam kelas. Lebih khusus lagi untuk

guru yang menginginkan keaktifan siswanya berkembang. Karena dalam pembelajaran

kooperatif ini, siswa dituntut belajar bekerja sama, bertanggungjawab dan berkomunikasi

dalam pembelajaran.

3. Bagi penelitian berikutnya, penelitian ini bisa digunakan sebagai acuan dan referensi. Dapat

pula mencoba penelitian pada materi yang berbeda untuk mengetahui apakah akan terjadi

perbedaan dengan tujuan sebagai perbandingan dengan penelitian yang telah ada.

4. Untuk penelitian selanjutnya untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis sebaiknya

menggunakan acuan rubrik yang lain yang sifatnya tidak umum agar ada interaksi yang

diharapan.

Daftar Pustaka

Arifin. 2012 . Pengelolaan Data Penelitian. Bandung: PT. Remaka Rosdakarya

Budiono. 2003 . Metodologi Penelitian Pendidikan (Edisi Pertama Cetakan Pertama). Surakarta:

Universitas Sebelas Maret

Darkasyi,dkk. 2014 . Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis dan MotivasiSiswa dengan

Pembelajaran Pendekatan Quantum Learning pada Siswa SMP Negeri 5 Lhokseumawe.

Jurnal Didaktik Matematika. Vol 1-2. Banda Aceh: Program Pendidikan Anak Usia Dini

Universitas Syah Kuala

Imaniatun, Esti. 2013. Meningkatkan Aktivitas dab Hasil Belajar Menggunakan Model

Pembelajaran Tutor Sebaya Kompetensi Dasar Laporan Keuangan Perusahaan Jasa (Studi

Kasus Pada Siswa SMK Cut Nya’ Dien Kota Semarang Tahun Ajaran 2012/2013). Jurnal

Pendidikan Ekonomi. Vol 1. Semarang : Fakultas Ekonomi Pendidikan Akutansi Universitas

Negeri Semarang.

Mahyuni dan Wayan. 2013 .Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay

Two Stray (TSTS) terhadap Hasil Belajar Kimia Kelas XI IPA SMA Negeri 1 Selemadeg

ditinjau dari Gaya Berpikir. Jurnal Penelitian Pascasarjana. Vol 4 No 1. Bali : UNDIKSA

Manullang, A.2010.Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Melalui

Strategi TTW. Jurnal Pendidikan. Vol 1.Medan : UNIMED

Harahap, Tua Halomoan. 2015. Penerapan Contextual Teaching and Learning Untuk

Meningkatkan Kemampuan Koneksi dan Representasi Matematika Siswa Kelas VII-2 SMP

Nurhasanah Medan Tahun Pelajaran 2012/2013. Jurnal EduTech.Vol 1 No 1 Maret

2015.ISSN :2442-6024. E-ISSN : 2442-7063. Medan : UMSU

Huda, Miftakhul. 2014 .Cooperative Learning: Metode , Teknik, Struktur,dan Model Penerapan.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Johnson. 2004 . Johnson Community College : Rubric Example. http: //www.jccc.net/home/depts/

6111/site/assmnt/cogout/comwrite , diakses tanggal 5 Januari 2016

Sembiring. 2003. Analisis Regresi Edisi Kedua. Bandung : ITB

Sudjana, Nana. 2004 . Penilaian Proses Belajar Mengajar. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Suprijono, Agus. 2010 . Cooperative Learning : Teori dan Aplikasi Paikem. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Van De Walle, John A. 2006 . Sekolah Dasar dan Menengah Matematika Pengembangan

Pengajaran Edisi Keenam Jilid 1. Jakarta: Erlangga.