pengaruh model pembelajaran kooperatif …mahasiswa.mipastkipllg.com/repository/jurnal tgt.pdf1...
TRANSCRIPT
1
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TEAM GAMES TOURNAMENT
(TGT) TERHADAP HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS X SMA NEGERI PURWODADI
TAHUN PELAJARAN 2014/2015
Dwi Purwanto1, Tri Ariani, M.Pd.Si
2, Ahmad Amin, M.Si.
3
1Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Matematika
dan Ilmu Alam, STKIP-PGRI Lubuklinggau,
Jl. Mayor Toha Lubuklinggau, Indonesia
ABSTRACT
This study aims to determine the effect of learning model Team Games Tournament (TGT) to the
learning outcomes physics class X SMA Negeri Purwodadi academic year 2014/2015. This type of
research is experimental, with a design that is used is the Control group pre-test post-test. The
population in this study were all students of class X SMA Negeri Purwodadi in the school year
2014/2015, amounting to 204 students. Two classes taken as a random sample, ie X.5 class numbered
31 students as an experimental class and X.6 class is 31 students as classroom control. The results
obtained final test score data were analyzed using t-test. Based on the results of the analysis of the t-
test with a level of α = 0.05, obtained t = 6.110 and 1.671 for thitung table > ttable, with an average
grade of 80.70 experimental and control class is 69.09, it can be concluded that No influence learning
model Team Games Tournament (TGT) to the learning outcomes physics class X SMA Negeri
Purwodadi academic year 2014/2015.
Kata Kunci: Team Games Tounament (TGT), Hasil Belajar, Fisika.
A. PENDAHULUAN
Pendidikan sebagai salah satu upaya untuk mencetak sumber daya manusia yang berkualitas
dan berdedikasi tinggi memerlukan suatu pendukung mutu. Banyak pihak menduga rendahnya
mutu pendidikan saat ini berkaitan erat dengan rendahnya motivasi siswa dalam belajar.
Tuntutan dalam dunia pendidikan sudah banyak berubah, kita tidak bisa lagi mempertahankan
paradigma lama yaitu teacher centered (guru memberikan pengetahuan kepada siswa yang
cenderung pasif). Tetapi hal ini tampaknya masih banyak diterapkan dalam proses pembelajaran
dikelas dengan alasan pembelajaran seperti ini lebih praktis dan tidak menyita waktu.
Keberhasilan proses pembelajaran merupakan hal utama yang didambakan dalam
melaksanakan pendidikan disekolah. Dalam proses pembelajaran, komponen utama adalah guru
dan siswa. Agar proses pembelajaran berhasil, guru harus membimbing siswa. Oleh kerena itu
diperlukan suatu model pembelajaran yang tepat, karena model pembelajaran merupakan sarana
interaksi antara guru dan siswa dalam kegiatan belajar mengajar. Sebab penggunaan model yang
2
kurang tepat dapat menimbulkan kebosanan, kurang dipahami dan monoton, sehingga siswa
tidak termotivasi untuk belajar.
Solusi pengembangan pembelajaran yang diajukan saat ini adalah pembelajaran yang
inovatif dan kreatif yang memberikan iklim kondusif dalam pengembangan daya nalar dan
kreatif siswa. Usaha guru untuk mencapai tujuan pembelajaran antara lain memilih model yang
tepat, sesuai materinya dan menunjang terciptanya kegiatan belajar mengajar yang kondusif.
Salah satunya adalah dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif yaitu belajar
mengajar dengan jalan menggelompokkan siswa dengan tingkat kemampuan yang berbeda
kedalam kelompok-kelompok kecil.
Belajar dengan pengajaran kelompok kecil membuat siswa belajar lebih kreatif dan
menggembangkan sifat kepemimpinan pada siswa serta dapat memenuhi kebutuhan siswa secara
optimal. Dalam kegiatan belajar mengajar yang ada disekolah selama ini, sebenarnya sudah
menerapkan belajar kelompok. Namun, kegiatan kelompok tersebut hanya cenderung
menyelesaikan tugas. Siswa yang berkemampuan rendah kurang berperan dalam mengerjakan
tugas. Sedangkan pada pembelajaran kooperatif tujuan kelompok tidak hanya menyelesaikan
tugas yang diberikan, tetapi juga memastikan bahwa setiap kelompok menguasai tugas yang
diterimanya dan dapat menjelaskan dengan baik hasil analisa tugas yang diberikan.
Berdasarkan penelitian awal peneliti melalui wawancara dengan bapak Indramaya, S.Pd.
yang merupakan guru Fisika SMA Negeri Purwodadi pada tanggal 11 September 2014 diperoleh
informasi bahwa hasil ulangan harian mata pelajaran IPA terpadu khususnya pembelajaran fisika
masih menunjukkan nilai yang belum maksimal. Hal ini dapat dilihat dari nilai rata-rata siswa
pada tahun ajaran 2013/2014 pada semester 1 yang masih di bawah tingkat Kriteria Ketuntasan
Minimum (KKM) yang ditetapkan sebesar 72. Berdasarkan nilai rata-rata ulangan harian siswa
kelas X terlihat bahwa masih banyak siswa yang belum tuntas berdasarkan Kriteria Ketuntasan
Minimum (KKM) yang ditetapkan. Sedangkan salah satu fungsi Kriteria Ketuntasan Minimum
(KKM) itu sendiri adalah sebagai target pencapaian penguasaan materi sesuai dengan Standar
Kompetensi (SK) atau Kompetensi Dasar (KD) nya. Persentase siswa yang di atas Kriteria
Ketuntasan Minimum (KKM) dari kelas X hanya mencapai 43,75% dan sebanyak 56,25% masih
di bawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) dengan rata-rata nilai sebesar 69,92. Oleh
karena itu perlu ada perubahan model pembelajaran yang lebih baik untuk membangkitkan
motivasi siswa dalam pelajaran fisika.
3
Untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut, sebagai alternatif dapat diterapkan
jenis metode kooperatif, diantaranya adalah model pembelajaran kooperatif tipe Team Games
Tournament (TGT). Model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT)
merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif dengan dibentuk kelompok-kelompok
kecil dalam kelas yang terdiri dari 4 sampai 5 orang siswa yang heterogen, baik prestasi
akademik, jenis kelamin, ras atau etnis.
Di dalam pembelajaran kooperatif tipe TGT, terdapat tiga dimensi utama; Team, di
dalamnya kerjasama kelompok diarahkan pada kegiatan pembelajaran sesuai materi pelajaran
yang telah ditentukan; Games, proses kegiatan pembelajaran didesain dalam bentuk game
(permainan). Tournament, setelah kegiatan pembelajaran siswa juga diberikan motivasi, karena
didalam Tournament, siswa akan mendapatkan nilai dan juga reward yang mampu memotivasi
siswa dalam kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka permasalahan dalam penelitian
ini yaitu “ Apakah ada pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament
terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri Purwodadi Tahun Pelajaran
2014/2015?”.
Sejalan dengan rumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini, yaitu untuk
mengetahui pengaruh yang signifikan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games
Tournament (TGT) terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri Purwodadi Tahun
Pelajaran 2014/2015.
B. LANDASAN TEORI
1. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT
Model pembelajaran kooperatif tipe Teams Games Tournament (TGT), atau
pertandingan permainan tim dikembangkan secara asli oleh David De Vries dan Keath
Edward. Pada model ini siswa memainkan permainan dengan anggota-anggota tim lain untuk
memperoleh tambahan poin untuk skor tim mereka (Slavin, 2010:163).
Teams Games Tournament (TGT) adalah salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang
menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang memiliki kemampuan, jenis
kelamin, suku kata atau ras yang berbeda. Guru menyajikan materi dan siswa bekerja dalam
kelompok masing-masing. Tugas yang diberikan dikerjakan bersama-sama dengan anggota
4
kelompoknya. Apabila ada dari anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang
diberikan maka anggota kelompok lain bertanggung jawab untuk memberikan jawaban atau
menjelaskannya, sebelum mengajukan pertanyaan tersebut kepada guru. Permainan dalam
Team Games Tournament (TGT) dapat berupa pertanyaan-pertanyaan yang ditulis pada
kartu-kartu yang diberi angka. Tiap siswa akan mengambil sebuah kartu yang diberi angka
tadi dan berusaha menjawab pertanyaan yang sesuai dengan angka tersebut.
Adapun kesimpulan dari langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe
Team Games Tournament (TGT) adalah :
a) Mengajar, mengajar dengan model ini sama dengan pembelajaran pada umumnya, yaitu
guru mempresentasikan pelajaran yang akan dibahas, ketika guru mempresentasikan
pelajaran, siswa sudah berada pada kelompok-kelompok kecil.
b) Kelompok Belajar, selama siswa belajar, anggota kelompok bertugas memahami materi
yang telah dipresentasikan dan membantu kelompok lainnya dalam memahami materi
tersebut.
c) Kompetisi atau turnamen, siswa berkompetisi diantara tiap satu meja yang terdiri dari
tiga sampai empat orang yang berkemampuan sama. Setiap meja turnamen terdiri dari
lembar penempatan tournament table, satu lembar game yang terdiri dari pertanyaan,
satu lembar jawaban game, satu lembar skor game dan kartu bernomor, korespondensi
dari nomor pertannyaan pada lembar game.
d) Penghargaan Kelompok, setelah turnamen selesai, usahakan sesegera mungkin tulis
skor kelompok dan persiapkan sertifikasi atau penghargaan lainnya.
2. Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan bagian terpenting dalam pembelajaran. Menurut Hamalik
(2008:30), hasil belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut,
misalnya dari tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Sedangkan
menurut Sudjana (2005:3), hasil belajar adalah perubahan tingkah laku siswa setelah melalui
proses pembelajaran.
Menurut Jihad dan Haris (2008:14), hasil belajar merupakan pencapaian bentuk
perubahan perilaku yang cenderung menetap dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris
dari proses belajar yang dilakukan dalam waktu tertentu.
5
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah
hasil perubahan tingkah laku siswa, perubahan tingkah laku ini meliputi segenap ranah
kognitif, afektif dan psikomotorik dan masing ranah tersebut memiliki penilaian yang
berbeda-beda, dalam artian bahwa pembelajaran yang dilaksanakan penilaian tidak hanya
mengerti akan materi yang diajarkan, akan tetapi pembelajaran yang dilaksanakan dapat
dipahami dan diimplementasikan dalam kehidupannya atau tidak. Dengan demikian hasil
belajar adalah perubahan yang terjadi pada individu setelah mengalami pembelajaran.
Hasil belajar dapat dilihat melalui kegiatan evaluasi yang bertujuan untuk mendapatkan
data pembuktian yang akan menunjukkan tingkat kemampuan siswa dalam mencapai tujuan
pembelajaran. Menurut Benjamin Bloom (dalam Yamin, 2012:41), hasil belajar terbagi
menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
3. Materi Perpindahan Kalor
Ada tiga cara perpindahan kalor yaitu dengan konveksi, konduksi, dan radiasi.
a. Konveksi
Konveksi adalah perpindahan kalor yang disertai perpindahan partikel-partikel zat.
Terdapat dua jenis konveksi yaitu konveksi alami dan konveksi paksa. Pada konveksi
alami, pergerakan atau aliran energi kalor terjadi akibat perbedaan massa jenis. Pada
konveksi paksa, aliran panas dipaksa dialirkan ke tempat yang dituju dengan bantuan alat.
Laju perpindahan kalor secara konveksi bergantung pada 1) Luas permukaan benda (A),
2) Suhu benda (T), 3) Koofisien konveksi benda (h) dan Waktu (t). Besarnya kalor yang
merambat tiap satuan waktu dapat dirumuskan dengan persamaan sebagai berikut :
H = 𝑸
𝒕 = h A ΔT (Giancoli, 2001:493)
b. Konduksi
Konduksi adalah perpindahan kalor yang tidak disertai perpindahan zat
penghantar. Misalnya pada batang logam yang dipanaskan salah satu ujung batang yang
lain ikut terasa panas. Laju perpindahan kalor secara konduksi bergantung pada 1)
Panjang benda (ℓ), 2) Luas penampang benda (A), 3) Konduktivitas termal bahan (k) dan
4) Beda suhu (ΔT). Banyaknya kalor yang berpindah selama waktu t dapat dirumuskan
dengan persamaan sebagai berikut :
H = 𝑸
𝒕 = k A
𝚫𝐓
𝓵 atau Q = k A t
𝚫𝐓
𝓵 (Giancoli, 2001:493)
6
c. Radiasi
Radiasi adalah perpindahan energi kalor dalam bentuk gelombang
elektromagnetik. Contohnya adalah sinar matahari sampai kebumi. Pancaran panas
sebagian dipantulkan, permukaan hitam dan kusam adalah penyerap dan pemancar radiasi
yang baik. Sedangkan permukaan putih dan mengkilap adalah penyerap dan pemancar
radiasi yang buruk. Secara matematis, laju kalor radiasi untuk permukaan hitam
sempurna ditulis dalam persamaan sebagai berikut :
H = 𝑸
𝒕 = 𝝈 A T
4 (Giancoli, 2001:507)
Adapun laju kalor radiasi untuk setiap permukaan dengan emisivitas e (0 ≤ e ≤ 1)
dapat dirumuskan sebagai berikut :
H = 𝑸
𝒕 = e 𝝈 A T
4 (Giancoli, 2001:507)
Dengan : H adalah kalor yang dipindahkan tiap sekon (J/s), k adalah koefisien konduksi
termal (J/smK), A adalah luas permukaan benda (m2), 𝛥T adalah perbedaan suhu ujung-
ujung benda (K), ℓadalah panjang/tebal benda (m), h adalah koefisien konveksi benda
(J/sm2K), 𝜎 adalah konstanta Stefan-Boltzmann (5,67 x 10
-8 W/m
2K
4), e adalah emisivitas
benda.
C. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang dilakukan yaitu penelitian kuantitatif menggunakan metode penelitian
eksperimen dengan pre-test post-test control group design atau desain kelompok kontrol eksperimen.
Pada penelitian ini terdapat dua variabel yang diteliti, yaitu satu variabel bebas dan satu variabel
terikat. Model pembelajaran Team Games Tournament (TGT) merupakan variabel bebas,
sedangkan untuk variabel terikat yaitu hasil belajar siswa. Penelitian ini dilakukan untuk
membandingkan antara model pembelajaran kooperatif tipe TGT pada kelas eksperimen dengan
metode pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.
Populasi penelitian meliputi seluruh siswa kelas X SMA Negeri Purwodadi pada tahun pelajaran
2014/2015 yang berjumlah 204 siswa. Sampel penelitian terdiri dari dua kelas yang dilakukan secara
simple random sampling.
Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu menggunakan tes. Tes diberikan sebanyak dua
kali yaitu tes kemampuan awal (pre-test) dan tes kemampuan akhir (post-test). Pre-test digunakan
7
untuk mencari sampel apakah sampel diterima atau ditolak. Sampel dipakai jika nilai thitung < ttabel,
maka ada kesamaan dua rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Data hasil pre-test selanjutnya dianalisis dengan mencari nilai rata-rata dan simpangan baku,
uji normalitas, uji homogenitas pre-test, uji kesamaan dua rata-rata pre-test.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Analisis data tes hasil belajar
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah adata berdistribusi normal atau
tidak. Data yang dikatakan normal jika jumlah siswa yang nilainya sedang atau disekitar rata-
rata lebih banyak daripada jumlah siswa yang nilainya kecil dan besar. Rumus yang digunakan
dalam uji normalitas adalah chi kuadrat (2), dengan kriteria pengujian jika nilai 22
tabelhitung
maka data berdistribusi normal sedangkan jika nilai 22 > tabelhitung
artinya distribusi data tidak
normal. Hasil uji normalitas data post-test dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1.
Hasil Uji Normalitas Post-test
Kelas 2
hitung dk 2
tabel Keterangan
Eksperimen 3,047 5 11,070 Normal
Kontrol 3,196 5 11,070 Normal
Berdasarkan hasil uji normalitas data post-test pada kedua kelompok diperoleh nilai
22
tabelhitung , maka dapat dinyatakan bahwa kedua kelas berdistribusi normal. Data hasil uji
normalitas post-test selanjutnya digunakan untuk uji prasyarat berikutnya yakni uji homogenitas.
Uji homogenitas merupakan uji kesamaan dua varians, dengan kriteria pengujiannya jika
Fhitung
Ftabel, maka kedua varians kelompok data tersebut homogen sedangkan Fhitung Ftabel, maka kedua
varian kelompok data tersebut tidak homogen. Hasil uji homogenitas data post-test dapat dilihat
pada tabel 2.
Tabel 2.
Hasil Uji Homogenitas Post-test
Kelas hitungF tabelF Keterangan
Eksperimen dan Kontrol 1,06 1,84 Homogen
8
Berdasarkan uji homogenitas pada tabel 4.2 diketahui nilai Fhitung = 1,06 dan Ftabel = 1,84.
Artinya Fhitung Ftabel, maka dapat disimpulkan bahwa kedua kelas baik kelas eksperimen dan kelas
kontrol memiliki varians yang homogen. Kemudian langkah berikutnya yaitu melakukan pengujian
hipotesis atau uji kesamaan dua rata-rata. Uji kesamaan dua rata-rata ini dilakukan untuk
mengetahui apakah ada kesamaan dua rata-rata pada kedua kelompok. Denganakriteria
pengujiannya adalah thitung ≥ ttabel maka Ho ditolak atau Ha diterima sedangkan thitung < ttabel
maka Ho diterima atau Ha ditolak. Hasil uji hipotesis data post-test dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3.
Hasil Uji Hipotesis Data Post-test
Kelas hitungt tabelt Keterangan
Eksperimen dan Kontrol 6,110 1,671 Ha diterima
Berdasarkan hasil uji hipotesis data post-test diketahui nilai thitung = 6,110 dan ttabel = 1,671 Jadi,
nilai thitung ttabel maka Ho ditolak dan sebaliknya Ha diterima. Artinya nilai kedua rata-rata kelas
eksperimen dan kelas kontrol berbeda, sehingga dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang
signifikan model pembelajaran kooperatif tipe Team Games Tournament (TGT) terhadap hasil
belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri Purwodadi.
2. Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe TGT
terhadap hasil belajar siswa. Untuk melihat pengaruh pembelajaran kooperatif tipe TGT
dilakukan pre test dan post test. Pretest yang dilakukan terhadap kedua kelompok bertujuan
untuk mengukur pengetahuan awal siswa mengenai pelajaran fisika pada materi perpindahan
kalor. Setelah setiap kelas mulai diberlakukan model yang berbeda, post test baru dilakukan
dengan tujuan untuk mengukur sejauh mana peningkatan hasil belajar siswa setelah
menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT.
Pada kelas eksperimen selama proses pembelajaran berlangsung guru melakukan
pembelajaran sesuai dengan tahapan-tahapan pada model pembelajaran kooperatif tipe TGT.
Guru berperan sebagai fasilitator, sehingga proses pembelajaran membuat siswa antusias dan
mengikuti pembelajaran dengan baik.
Pada pertemuan pertama, guru memberikan penjelasan materi dengan mengaitkan
beberapa contoh dalam kehidupan sehari-hari. Disini guru memberikan kesempatan kepada
9
setiap peserta didik untuk secara langsung terlibat dalam proses belajar yaitu peserta didik
mengamati contoh yang diberikan dan selanjutnya guru memberikan kesempatan kepada siswa
untuk bertanya tentang permasalahan atau materi. Pada tahap pengajaran atau menyampaikan
pelajaran guru membuat siswa penasaran dengan fenomena yang terkait dengan materi
perpindahan kalor. Guru memberikan siswa sebuah pertanyaan yang dapat menggali
keingintahuan siswa terhadap fenomena yang dipelajari. Selain itu guru pun di dalam proses
menyampaikan materi dapat mengaitkan fakta-fakta yang terjadi di sekitar dengan materi yang
dipelajari, sehingga proses pembelajaran menjadi lebih menarik siswa untuk belajar lebih baik,
sementara dalam proses menyampaikan pelajaran siswa dapat mengembangkan pengetahuan
dengan baik, pada tahap ini siswa mampu menjawab pertanyaan yang disampaikan guru dengan
baik.
Tahapan selanjutnya adalah belajar tim, dimana siswa duduk berdasarkan kelompoknya
untuk mendiskusikan lembar kerja siswa atau lembar diskusi siswa. Dalam fase belajar tim ini,
siswa akan mengumpulkan data. Disini siswa bekerja sama untuk berdiskusi dalam menjawab
soal-soal LKS dari guru, yaitu siswa yang bekemampuan tinggi mengajari siswa yang
berkemampuan rendah dan siswa yang berkemampuan rendah mau mendengarkan penjelasan
dari temannya yang memiliki kemampuan lebih tinggi sehingga semua siswa lebih mudah untuk
memahami materi yang dipelajari. Kegiatan ini dapat memperkuat pemahaman siswa tentang
konsep-konsep atau pengetahuan yang telah diterima di kelas. Siswa mendiskusikan setiap soal-
soal atau permasalahan yang diajukan guru dalam LKS tersebut secara kelompok. Kemudian,
masing-masing anggota kelompok melakukan presentasi tentang konsep yang sudah
didiskusikan secara bergantian. Pada saat kondisi tersebut siswa secara tidak langsung
melakukan sebuah proses pembelajaran mengenai hasil yang telah ditemukan pada saat diskusi
dengan kelompoknya masing-masing dan dapat menjelaskan konsep yang ditemukan dengan
menggunakan kalimat siswa sendiri. Sehingga siswa merasakan sebuah pembelajaran yang siswa
sendiri menemukan konsep tentang materi yang sedang dipelajari. Oleh karena itu, hasil belajar
siswa tentang materi menjadi semakin meningkat.
Tahap ketiga setelah pengajaran dan belajar tim dalam model pembelajaran kooperatif tipe
TGT adalah turnamen. Sebelum sampai pada tahap ini siswa sudah tertarik dengan materi
pelajaran dan mulai mengerti proses pembelajaran menggunakan TGT, hal tersebut memudahkan
guru untuk dapat mengarahkan siswa membangun pengetahuan siswa secara mandiri. Pada tahap
10
inilah peran guru sebagai fasilitator yang membimbing sekaligus mendorong dan mengarahkan
siswa untuk dapat menggali pengetahuan siswa secara mandiri melalui turnamen, siswa selama
mengikuti turnamen dapat melaluinya dengan baik dan berusaha untuk menjawab setiap
pertanyaan yang ada di dalam kartu soal.
Pada tahap keempat yaitu rekognisi, dalam tahap ini guru dan siswa bekerjasama
memeriksa poin-poin turnamen yang terdapat pada lembar skor permainan. Lalu, memindahkan
poin-poin turnamen dari setiap siswa tersebut ke lembar rangkuman timnya masing-masing, dan
guru menentukan tim yang meraih poin terbesar. Guru dan siswa pada tahap akhir pembelajaran
Teams Games Tournament ini dapat melewatinya dengan baik, guru berhasil mendorong siswa
untuk berpartisipasi di dalam turnamen dan secara sadar maupun tidak hasil belajar siswa
terhadap materi perpindahan kalor semakin meningkat.
Selanjutnya pada pertemuan kedua proses pembelajaran dikelas eksperimen pada intinya
sama dengan pertemuan pertama dengan materi yang berbeda. Pelaksanaan pembelajaran pada
kelas eksperimen berjalan dengan baik, walaupun pada awal pelajaran siswa cukup gaduh,
karena guru mempersiapkan peralatan. Namun hal itu tidak menjadi masalah, karena guru segera
mengkondisikan kelas dan siswa sangat antusias, dengan penerapan model pembelajaran TGT
yang digunakan dalam proses pembelajaran. Hal ini disebabkan juga karena TGT memiliki
dimensi kegembiraan yang diperoleh dari penggunaan permainan, sehingga dapat memotivasi
siswa untuk menjadikan pembelajaran yang menyenangkan.
Dalam berkelompok, siswa dituntut untuk saling bekerja sama dalam satu tim. Teman satu
tim akan saling membantu dalam mempersiapkan diri untuk permainan, dengan mempelajari
lembar kegiatan dan menjelaskan masalah-masalah satu sama lain. Meskipun demikian, pada
saat siswa sedang bermain dalam game temannya tidak boleh membantu, sehingga dibutuhkan
kerjasama yang baik antara satu tim. Ini dapat memberikan motivasi kepada siswa, agar lebih
semangat dan mendorong siswa untuk lebih serius dalam mempelajari suatu materi pelajaran.
Hal ini dikarenakan pembelajaran dengan menerapkan model TGT dapat menciptakan
kondisi yang variatif dalam kegiatan belajar mengajar seperti terlihat siswa aktif dan dapat
mengikuti proses pembelajaran dengan semangat dan kelas menjadi dinamis. Terlihat juga dari
antusias siswa dalam mengikuti permainan pada saat turnament, dimana siswa saling bersaing
untuk mendapatkan penghargaan yang paling tinggi, yaitu super team. Hal ini dapat memberikan
11
motivasi belajar kepada siswa yang lebih tinggi, mengedepankan keaktifan siswa, sehingga
menghasilkan hasil belajar yang lebih baik.
Pembelajaran yang digunakan pada kelas kontrol adalah dengan dengan metode ceramah
dan tanya jawab. Dalam proses pembelajaran ini pendidik menjelaskan materi dan memberikan
kesempatan bagi peserta didik untuk bertanya dan mencatat. Waktu yang digunakan dalam
penelitian ini adalah 1 kali pertemuan (2 jam pelajaran).
Dalam kegiatan belajar mengajar peserta didik hanya duduk dan memperhatikan
penjelasan materi dari pendidik. Selanjutnya guru memberikan contoh soal dan memberikan
tanya jawab kepada peserta didik tentang materi yang baru saja dipelajari. Tetapi kenyataannya
hanya sedikit peserta didik yang memberikan pertanyaan. Proses kegiatan belajar mengajar
seperti ini hanya berpusat pada pendidik (teacher centered) sehingga peserta didik terlihat jenuh
dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini juga dirasakan oleh pendidik yang terus berceramah
menjelaskan materi pelajaran. Dalam proses pembelajaran kelas kontrol peneliti hanya
melakukan wawancara dengan salah satu siswa bagaimana proses pembelajaran yang sedang
berlangsung. Pada akhir pembelajaran sebagai evaluasi akhir peserta didik diberikan post test
seperti halnya kelas eksperimen dengan jumlah dan bentuk soal yang sama.
Perbedaan nilai rata-rata hasil belajar setelah menggunakan model pembelajaran kooperatif
tipe TGT dengan yang tidak menggunakan model TGT cukup signifikan yaitu 80,70 untuk nilai
rata-rata hasil belajar yang menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan 69,09
untuk nilai rata-rata hasil belajar yang tidak menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
TGT. Tingginya nilai rata-rata disebabkan karena pembelajaran kooperatif tipe TGT adalah salah
satu model pembelajaran kooperatif yang mudah diterapkan, melibatkan aktivitas seluruh siswa
tanpa harus ada perbedaan status, melibatkan peran siswa sebagai tutor sebaya dan mengandung
unsur permainan. Aktivitas belajar dengan permainan yang dirancang dalam pembelajaran
kooperatif tipe TGT memungkinkan siswa dapat belajar lebih rileks disamping menumbuhkan
tanggung jawab, kerja sama, persaingan sehat dan keterlibatan belajar (Slavin, 2010:166)
Pembelajaran kooperatif tipe TGT juga memberikan kesempatan guru untuk menggunakan
kompetisi dalam suasana yang konstruktif. Para siswa menyadari bahwa kompetisi merupakan
sesuatu yang selalu mereka hadapi setiap saat, tetapi TGT memberikan peraturan dan strategi
untuk bersaing sebagai individu setelah menerima bantuan dari temannya. Siswa membangun
12
ketergantungan atau kepercayaan dalam tim asal siswa yang memberikan kesempatan untuk
merasa percaya diri ketika bersaing dalam turnamen (Slavin, 2010:168).
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penelitian ini dapat menjawab semua
permasalahan yang telah dirumuskan yaitu model pembelajaran kooperatif tipe TGT
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
E. PENUTUP
1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data hasil penelitian dan pembahasan, diperoleh thitung = 6,110 >
ttabel = 1,671 dan nilai rata-rata kelas yang menggunakan Model Pembelajaran kooperatif tipe
Team Games Tournament (TGT) sebesar 80,70 sedangkan nilai rata-rata kelas yang
menggunakan model pembelajaran konvensional hanya sebesar 69,09. Berdasarkan hasil
analisis data tersebut dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh model pembelajaran kooperatif
tipe Team Games Tournament (TGT) terhadap hasil belajar fisika siswa kelas X SMA Negeri
Purwodadi tahun pelajaran 2014/2015.
2. Saran
Peneliti mempunyai beberapa saran kepada pihak yang terkait dengan penelitian ini
diantaranya :
a. Untuk sekolah, agar dapat menggunakan model pembelajaran TGT (Teams Games
Tournament) untuk mengingkatkan hasil belajar siswa, karena model pembelajaran TGT
(Teams Games Tournament) terbukti dapat meningkatkan hasil belajar siswa berdasarkan
hasil penelitian ini.
b. Untuk guru, dapat meningkatkan kualitas model pembelajaran, khususnya dalam
pembelajaran fisika.
c. Untuk siswa, agar dapat meningkatkan hasil belajarnya terutama mata pelajaran fisika
dengan menggunakan model pembelajaran TGT (Teams Games Tournament).
DAFTAR PUSTAKA
Giancoli, Dauglas. 2001. Fisika Edisi kelima Jilid I. Jakarta: Erlangga.
Hamalik, Oemar. 2008. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara
Jihad, Asep dan Abdul Haris. 2008. Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Presindo
13
Slavin, Robert E. 2010. Pembelajaran Kooperatif: Teori, Riset dan Praktik. Bandung: Nusa Media
Sudjana, Nana. 2005. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Suprijono, Agus. 2009. Cooperative Learning (Teori dan Aplikasi PAKEM). Yogyakarta : Pustaka
Belajar
Trianto. 2010. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif Progesif. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group
Yamin, Martinis. 2012. Desain Baru Pembelajaran Konstruktivistik. Jakarta: Ciputat Mega Mall