pengaruh mekanisme corporate …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec...dimulai...
TRANSCRIPT
PENGARUH MEKANISME CORPORATE GOVERNANCE DAN KINERJA
KEUANGAN TERHADAP FINANCIAL DISTRESS PADA PERUSAHAAN
MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI PERIODE 2011-2014
Rosmita Jumianti, Prima Aprilyani Rambe, Asri Eka Ratih
Fakultas Ekonomi Universitas Maritim Raja Ali Haji
Tanjungpinang, Kepulauan Riau
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh corporate governance dan kinerja keuangan
terhadap financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Mekanisme corporate governance dalam penelitian ini meliputi kepemilikan institusional, kepemilikan
manajerial, dewan direksi, dewan komisaris, dan komisaris independen, sementara kinerja keuangan
dalam penelitian ini meliputi profitabilitas. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2011-2014. Sampel ditentukan dengan metode purposive
sampling, sehingga diperoleh total sampel penelitian sebesar 96 sampel. Jenis data yang digunakan adalah
data sekunder yang diperoleh dari www.idx.co.id. Data dianalisis dengan menggunakan model analisis
regresi berganda dengan tingkat signifikan 5%. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan
institusional, dewan direksi, dewan komisaris dan profiabilitas berpengaruh signifikan terhadap financial
distress. Sedangkan kepemilikan manajerial dan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap
financial distress.
Kata Kunci : corporate governance, profitabilitas, financial distress.
PENDAHULUAN
Financial distress adalah suatu kondisi dimana perusahaan menghadapi masalah kesulitan
keuangan. Menurut Platt dan Platt (2000), financial distress didefinisikan sebagai tahap penurunan
kondisi keuangaan perusahaan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi. Masalah
keuangan yang tidak segera diatasi akan mengakibatkan terjadinya kebangkrutan. Financial distress dapat
dimulai dari kesulitan likuiditas (jangka pendek) sebagai indikasi financial distress yang paling ringan,
sampai ke pernyataan kebangkrutan yang merupakan financial distress yang paling berat
(Triwahyuningtias, 2012).
Pada umumnya, dalam meneliti kemungkinan terjadinya financial distress digunakan model
murni, yaitu model yang menggunakan indikator keuangan. Indikator keuangan ini diperoleh dari analisis
rasio-rasio keuangan yang terdapat pada informasi laporan keuangan yang di terbitkan perusahaan
(Triwahyuningtias, 2012). Salah satu rasio keuangan yang digunakan untuk memprediksi terjadinya
financial distress adalah rasio profitabilitas. Rasio profitabilitas menunjukkan kemampuan perusahaan
dalam menghasilkan laba. Rasio ini menggunakan proksi Return on Assets (ROA). ROA digunakan untuk
mengukur seberapa besar jumlah laba bersih yang akan dihasilkan dari setiap rupiah dana yang tertanam
dalam total aset (Hery, 2015). ROA merupakan rasio prifitabilitas yang paling sering digunakan oleh
peneliti sebelumnya.
Selain menggunakan indikator kinerja keuangan perusahaan dalam memprediksi terjadinya
kondisi financial distress, terdapat pula faktor lain yaitu corporate governance yang ada di dalam
perusahaan. Menurut Monks dan Minow (dalam Wardhani, 2006), Corporate Governance merupakan
tata kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipan dalam perusahaan yang
menentukan arah dan kinerja perusahaan. Penerapan mekanisme corporate governance yang baik akan
meminimalkan risiko perusahaan mengalami kondisi financial distress (Putri & Merkusiwati, 2014).
Mekanisme corporate governance yang diteliti dalam penelitian ini yaitu kepemilikan instirusional,
kepemilikan manajerial, dewan direksi, dewan komisaris, komisaris independen.
Kajian Pustaka
Financial Distress
Financial distress merupakan kondisi dimana perusahaan mengalami kesulitan keuangan dan
terancam mengalami kebangkrutan. Menurut Platt dan Platt (2002) Financial distress didefinisikan
sebagai tahap penurunan kondisi keuangan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun
likuidasi. Kondisi finansial distress tergambar dari ketidakmampuan atau tidak tersedianya dana untuk
membayar kewajiban yang telah jatuh tempo. Menurut Bridham dan Daves (2003) dalam Fachrudin
(2008) Financial distress dimulai ketika perusahaan tidak dapat memenuhi jadwal pembayaran atau
ketika proyeksi arus kas bahwa perusahaan tersebut akan segera tidak dapat memenuhi kewajibannya.
Teori Keagenan
Teori Agensi merupakan kontrak antara satu atau lebih prinsipal dan agen, dimana prinsipal
mendelegasikan wewenangnya kepada agen untuk mengelola perusahaan . Prinsipal dan agen memiliki
motivasi yang berbeda, pihak prinsipal atau pemegang saham memberikan instruksi kepada agen sesuai
dengan kehendak yang diharapkan oleh prinsipal sedangkan agen atau manajemen lebih mementingkan
untuk pencapaian hasil yang lebih baik untuk tujuan tertentu (Jensen & Meckling, 1976). Perbedaan
motivasi antara prinsipal dan agen sering sekali menyebabkan konflik keagenan (Rustiarini, 2010).
Dengan demikian, agency theory menganalisa dan mencari solusi atas dua permasalahan yang
muncul dalam hubungan antara para prinsipal (pemilik/pemegang saham) dan agen (manajemen puncak).
Agency theory inilah yang menjadi landasan model teoritis yang berpengaruh terhadap konsep good
corporate governance di berbagai perusahaan (Triwahyuningtias, 2012). Corporate governance
diperlukan untuk mengurangi agency theory antara pemilik dan manajer sehingga timbul keselarasan
kepentingan antara pemilik perusahaan dan manajer (Triwahyuningtias, 2012).
Corporate Governance
Menurut Monks & Minow (2001) dalam Wardhani (2006) Corporate governance merupakan tata
kelola perusahaan yang menjelaskan hubungan antara berbagai partisipasi dalam perusahaan yang
menentukan arah dan kinerja perusahaan. Corporate governance adalah sistem, proses, dan seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang berkepentingan, hubungan antara
pemegang saham, dewan komisaris dan dewan direksi demi tercapainya tujuan organisasi
(Triwahyuningtias, 2012). Corporate governance dimaksudkan untuk mengatur hubungan ini dan
mencegah terjadinya kesalahan signifikan dalam strategi korporasi dan untuk memastikan kesalahan yang
terjadi dapat segera di perbaiki (Triwahyuningtias, 2012). Variabel mekanisme corporate governance
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Kepemilikan Institusional
Kepemilikan institusional adalah persentase saham yang dimiliki oleh institusi dari keseluruhan
saham perusahaan yang beredar (Triwahyuningtias, 2012). Fungsi monitoring yang dilakukan oleh
pemilik institusional tersebut akan membuat perusahaan lebih efisien dalam penggunaan aset sebagai
sumber daya perusahaan dalam operasinya, walaupun pengawasan yang dilakukan investor sebagai
pemilik perusahaan dilakukan dari luar perusahaan (Mayangsari, 2015). Perusahaan dengan kepemilikan
institusional yang besar mengindikasikan kemampuan untuk memonitor manajemen. Semakin besar
kepemilikan institusional , maka pemanfaatan aktiva perusahaan semakin efisien (Hadi, 2014).
Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial adalah kepemilikan saham perusahaan yang dimiliki oleh manajemen
atau pengelola perusahaan tersebut (Mayangsari, 2015). Kepemilikan ini menunjukkan adanya peran
ganda seorang manajer, yakni manajer bertindak juga sebagai pemegang saham, sebagai manajer juga
sekaligus sebagai pemegang saham tidak ingin perusahaan dalam keadaan kesulitan keuangan bahkan
mengalami bangkrut (Hadi, 2014)
Dewan Direksi
Dewan direksi dalam suatu perusahaan akan menentukan kebijakan yang akan diambil atau
strategi perusahaan tersebut secara jangka pendek maupun jangka panjang (Wardhani, 2006). Dewan
direksi tidak mungkin dapat melakukan tugas dengan baik apabila mengedepankan self interest dan
mengabaikan kepentingan para stakeholders (Triwahyuningtias, 2012). Dengan demikian, anggota dewan
direksi harus memiliki reputasi moral yang baik dan kompetensi teknis yang mendukung. Oleh karena itu,
untuk memilih anggota dewan direksi diperlukan standar profesionalisme. Dewan direksi memiliki
kewajiban untuk menjaga transparansi dalam menjalankan operasional perusahaan, prinsip transparansi
tersebut tercermin dalam penyampaian informasi secara jujur kepada seluruh stakeholders
(Triwahyuningtias, 2012).
Dewan Komisaris
Komposisi dewan komisaris harus sedemikian rupa sehingga memungkinkan pengambilan
keputusan yang efektif, tepat dan cepat serta dapat bertindak secara independen dalam arti tidak
mempunyai kepentingan yang dapat mengganggu kemampuannya untuk melaksanakan tugasnya secara
mandiri dan kritis dalam hubungan satu sama lain dan terhadap direksi (Triwahyuningtias, 2012).
Menurut emirzon ( dalam Hanifah, 2013), suatu perseroan seyogyanya paling sedikit 20% dari anggota
dewan komisaris harus berasal dari kalangan luar perseroan, hal ini berguna untuk meningkatkan
efektifitas atas peran pengawasan dan transparansi dari pertimbangannya.
Komisaris Independen
Salah satu permasalahan dalam penerapan corporate governance adalah adanya CEO yang
memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan dewan komisaris. Padahal fungsi dari dewan
komisaris ini adalah untuk mengawasi kinerja dewan direksi yang dipimpin oleh CEO tersebut
(Wardhani, 2006). Oleh karena itu diperlukannya komisaris independen (independent commissioner)
yang berfungsi sebagai penyeimbang (controveiling power) (Triwahyuningtias, 2012).
Profitabilitas
Profitabilitas merupakan hasil akhir bersih dari berbagai kebijakan dan keputusan. Rasio
profitabilitas digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memperoleh keuntungan dari
setiap penjualan yang dihasilkan (Widarjo & Setiawan, 2009). Indikator profitabilitas yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu Return on Assets (ROA). Profitabilias yang semakin besar menunjukkan kinerja
yang semakin baik, sehingga perusahaan cenderung memberikan informasi tersebut kepada pihak-pihak
yang berkepentingan (Oktadella, 2011).
Hipotesis
Berdasarkan uraian pengembangan hipotesis, maka dalam penelitian ini peneliti mengajukan
hipotesis:
H1 = Kepemilikan Institusional berpengaruh signifikan terhadap financial distress
H2 = Kepemilikan Manajerial berpengaruh signifikan terhadap financial distress
H3 = Dewan Direksi berpengaruh signifikan terhadap financial distress
H4 = Dewan Komisaris berpengaruh signifikan terhadap financial distress
H5 = Komisaris Independen berpengaruh signifikan terhadap financial distress
H6 = Profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap financial distress
H7 = Kepemilikan Institusional, Kepemilikan Manajerial, Dewan Direksi, Dewan Komisaris, Komisaris
Independen, dan Profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap financial distress.
METODOLOGI PENELITIAN
Objek dan Ruang Lingkup Penelitian
Objek dan ruang lingkup penelitian dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2014. Objek penelitian ini adalah laporan tahunan dan
laporan keuangan akhir tahun setiap perusahaan manufaktur.
Operasionalisasi Variabel Penelitian
A. Variabel Dependen
Variabel dependen atau sering disebut variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi oleh
variabel bebas.
Financial distress diukur dengan menggunakan model altman sebagai berikut:
Z’ = 0,717 WC/TA + 0,847 RE/TA + 3,107 EBIT/TA + 0,420 BVE/BVD + 0,998 S/TA
WC/TA = working capital / total assets
RE/TA = retained earning / total assets
EBIT/TA = earning before interest and tax / total assets
BVE/BVD = book value of equity / book value of debt
S/TA = sale / total assets
Klasifikasi perusahaan yang mengalami financial distress dan yang tidak mengalami financial
distress menurut model Altman (2000) adalah sebagai berikut:
Jika nilai Z’ < 1,23 maka termasuk perusahaan yang mempunyai kemungkinan bangkrut atau
mengalami financial distress.
Jika nilai 1,23 < Z’ < 2,90 maka termasuk dalam daerah abu-abu atau gray area.
Jika nilai Z’ > 2,90 maka termasuk dalam perusahaan non-financial distress.
Variabel Independen
1) Kepemilikan Institusional
Dalam penelitian ini kepemilikan institusional diukur dari proporsi kepemilikan saham perusahaan
oleh institusi-institusi dari seluruh saham beredar (Mayangsari, 2015).
x 100%
2) Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial dalam penelitian ini diukur dari presentase tingkat kepemilikan oleh
dewan direksi dan komisaris (Wardhani, 2006).
x 100%
3) Dewan Direksi
Dalam penelitian ini, ukiran dewan direksi diukur dengan menghitung jumlah anggota dewan
direksi yang ada dalam perusahaan pada periode t, termasuk CEO (Wardhani, 2006).
4) Dewan Komisaris
Dalam penelitian ini, ukuran dewan komisaris diukur dengan menghitung jumlah dewan komisaris
yang ada dalam perusahaan pada periode t (Wardhani, 2006).
5) Komisaris Independen
Proporsi komisaris independen dihitung dengan cara:
6) Profitabilitas
Dalam penelitian ini profitabilitas diproksikan dengan Return on Asset (ROA).
Teknik Penentuan Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia periode 2011-2014. Sampel penelitian ditentukan berdasarkan purposive sampling
yang berarti pemilihan sampel berdasarkan kriteria tertentu. Pengambilan sampel dilakukan dengan
kriteria sebagai berikut:
1) Perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2011-2014.
2) Perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan keuangan secara berturut-turut selama periode
2011-2014.
3) Perusahaan manufaktur yang menggunakan mata uang rupiah yang berakhir pada 31 Desember
selama periode 2011-2014.
4) Perusahaan manufaktur yang mengalami laba selama tahun penelitian.
5) Perusahaan manufaktur yang menyajikan variabel kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial,
dewan direksi, dewan komisaris dan komisaris independen secara lengkap.
Metode Analisis
Analisis Regresi Berganda
Analisis data dilakukan dengan menggunakan regresi linear berganda untuk menguji dan
menganalisis apakah pengujian secara parsial dan simultan pengaruh kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial, dewan direksi, dewan komisaris, komisaris independen dan profitabilitas
terhadap financial distress pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Model
regresi yang sesuai untuk digunakan dalam penelitian ini yaitu:
Y = a + b1x1 + b2x2 + b3x3 + b4x4 + b5x5 + b6x6 + e
Keterangan:
Y = financial distress
a = konstanta
b1, ... , b6 = Koefisien Regresi
x1 = Kepemilikan Institusional
x2 = Kepemilikan Manajerial
x3 = Dewan Direksi
x4 = Dewan Komisaris
x5 = Komisaris Independen
x6 = Profitabilitas
e = Error term
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Hasil Uji Statistik Deskriptif
Tabel 4.2
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
ZSCORE 92 ,888603 7,23 2,7349 1,11328
INST 92 ,371125 1,41 ,7062 ,18456
MAN 92 ,000005 ,24 ,0512 ,07382
DIREKSI 92 2 15 5,01 2,963
KOMISARIS 92 2 12 4,52 2,650
KOM_IND 92 0 ,75 ,3494 ,11115
ROA 92 ,000606 ,47 ,0726 ,06091
Valid N (listwise) 92
(Sumber: Hasil output SPSS. V. 21, 2016)
Hasil Uji Asumsi Klasik
a. Hasil Uji Normalitas
Tabel 4.3
Hasil Uji Normalitas
(Sumber: Hasil output SPSS. V. 21, 2016)
Dari hasil uji normalitas di atas dapat dilihat nilai signifikansi 0.58, dengan demikian dapat
dinyatakan bahwa variabel dalam penelitian ini terdistribusi normal, karena nilai signifikansi variabel >
0,05.
b. Hasil Uji Autokolerasi
Tabel 4.4
Hasil Uji Autokolerasi
(Sumber: Hasil output SPSS. V. 21, 2016)
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi bebas dari autokorelasi, karena nilai
Durbin Watson 1.828, dimana nilai DW terletak antara 1.80 dan 2.20 atau 1.80 < 1.748 < 2.20, sehingga
persamaan regresi ini memenuhi syarat bebas autokorelasi.
c. Hasil Uji Heteroskedastisitas
Gambar 4.1
Hasil Uji Heteroskedastisitas
(Sumber: Hasil output SPSS. V. 21, 2016)
Dari grafik scatterplot di atas dapat dilihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar
baik di atas maupun di bawah angka 0 pada sumbu Y dan tidak membentuk pola tertentu. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas. Selain dengan melihat grafik
scatterplot, juga dapat dilakukan dengan uji spearman’s rho. Hasil uji Spearman’s rho dengan bantuan
SPSS 21 dapat dilihat dari tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5
Hasil Uji Spearman’s rho
Unstandardized Residual
Spearman's rho ZSCORE Correlation Coefficient ,541**
Sig. (2-tailed) ,000
N 92
INST Correlation Coefficient -,005
Sig. (2-tailed) ,963
N 92
MAN Correlation Coefficient -,054
Sig. (2-tailed) ,607
N 92
DIREKSI Correlation Coefficient ,047
Sig. (2-tailed) ,656
N 92
KOMISARIS Correlation Coefficient ,053
Sig. (2-tailed) ,613
N 92
KOM_IND Correlation Coefficient -,039
Sig. (2-tailed) ,709
N 92
ROA Correlation Coefficient ,076
Sig. (2-tailed) ,470
N 92
Unstandardized
Residual
Correlation Coefficient 1,000
Sig. (2-tailed) .
N 92
(Sumber: Hasil output SPSS. V. 21, 2016)
Karena nilai signifikan enam variabel independen tersebut > 0,05, maka model regresi yang
digunakan bebas dari heteroskedastisitas.
d. Hasil Uji Multikolinieritas
Tabel 4.6
Hasil Uji Multikolinieritas
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
Sig.
Collinearity Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) ,679 ,465 ,148
INST 1,681 ,423 ,279 ,000 ,780 1,282
MAN ,516 1,177 ,034 ,662 ,629 1,590
DIREKSI ,119 ,033 ,316 ,001 ,486 2,058
KOMISARIS -,162 ,034 -,386 ,000 ,570 1,754
KOM_IND -,037 ,646 -,004 ,955 ,920 1,087
ROA 13,696 1,215 ,749 ,000 ,866 1,154
(Sumber: Hasil output SPSS. V. 21, 2016)
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa nilai tolerance > 0,10 dan VIF < 10. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi gejala multikolinieritas antara variabel independen.
Dari hasil uji asumsi klasik dan uraian diatas dengan demikian dapat disimpulkan bahwa persamaan
regresi yang digunakan sebagai prediksi dalam penelitian ini bebas dari asumsi klasik.
Analisis Regresi Linier Berganda
Tabel 4.7
Analisis Regresi Linier Berganda
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) ,679 ,465 1,461 ,148
INST 1,681 ,423 ,279 3,977 ,000
MAN ,516 1,177 ,034 ,438 ,662
DIREKSI ,119 ,033 ,316 3,553 ,001
KOMISARIS -,162 ,034 -,386 -4,707 ,000
KOM_IND -,037 ,646 -,004 -,057 ,955
ROA 13,696 1,215 ,749 11,268 ,000
a. Dependent Variable: ZSCORE
(Sumber: Hasil output SPSS. V. 21, 2016)
Berdasarkan tabel di atas, diperoleh hasil persamaan model regresi linier berganda sebagai berikut:
Y = 0.679 + 1.681x1 + 0.516x2 + 0.119x3 – 0.162x4 – 0.037x5 + 13.696x6 + e
Keterangan:
Y = financial distress
x1 = Kepemilikan Institusional
x2 = Kepemilikan Manajerial
x3 = Dewan Direksi
x4 = Dewan Komisaris
x5 = Komisaris Independen
x6 = Profitabilitas
e = Error term
Hasil Uji Hipotesis
Uji statistik t ( Uji Parsial )
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) ,679 ,465 1,461 ,148
INST 1,681 ,423 ,279 3,977 ,000
MAN ,516 1,177 ,034 ,438 ,662
DIREKSI ,119 ,033 ,316 3,553 ,001
KOMISARIS -,162 ,034 -,386 -4,707 ,000
KOM_IND -,037 ,646 -,004 -,057 ,955
ROA 13,696 1,215 ,749 11,268 ,000
a. Dependent Variable: ZSCORE
(Sumber: Hasil output SPSS. V. 21, 2016)
Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa variabel yang berpengaruh signifikan adalah
Kepemilikan Institusional, Dewan Direksi, Dewan Komisaris, dan Profitabilitas. Sedangkan Kepemilikan
Manajerial, dan Komisaris Independen tidak berpengaruh signifikan terhadap Financial Distress.
Uji F ( Uji Simultan )
ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 76,053 6 12,675 29,332 ,000b
Residual 36,731 85 ,432
Total 112,784 91
a. Dependent Variable: ZSCORE
b. Predictors: (Constant), ROA, KOMISARIS, INST, KOM_IND, MAN, DIREKSI
(Sumber: Hasil output SPSS. V. 21, 2016)
Dari hasil uji di atas dapat dilihat nilai F test sebesar 29.332 dan signifikansi pada 0.000, dengan
demikian dapat dinyatakan bahwa variabel independen secara simultan mempengaruhi variabel dependen,
karena nilai signifikansi < 0,05. Hal ini berarti kelima variabel dependen yakni Kepemilikan Institusional,
Kepemilikan Manajerial, Dewan Direksi, Dewan Komisaris, Komisaris Independen, dan ROA seacara
simultan mempengaruhi variabel dependen, yakni Financial Distress
Koefisien Determinan ( Adjusted R2 )
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
1 ,821a ,674 ,651 ,65737
a. Predictors: (Constant), ROA, KOMISARIS, INST, KOM_IND, MAN, DIREKSI
b. Dependent Variable: ZSCORE
(Sumber: Hasil output SPSS. V. 21, 2016)
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai koefisien determinasi (Adjusted R Square) adalah
sebesar 0.651. Hal ini menunjukkan bahwa 65% Financial Distress dipengaruhi oleh Kepemilikan
Institusional, Kempemilikan Manajerial, Dewan Direksi, Dewan Komisaris, Komisaris Independen, dan
Profitabilitas. Dan sisanya 35% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak di kaji dalam penelitian ini.
Pembahasan Hasil Penelitian
Pengaruh kepemilikan institusional terhadap financial distress
Hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa variabel Kepemilikan Institusional (INST)
memiliki nilai signifikansi sebesar 0.000 yang artinya nilai signifikan lebih kecil dari taraf signifikansi
5% (0.05), serta nilai beta sebesar 1.681. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa variabel kepemilikan
institusional berpengaruh positif terhadap financial distress. Artinya, dengan meningkatnya kepemilikan
institusional maka akan meningkatkan nilai Z-Score, dimana semakin besar nilai Z-Score maka
perusahaan akan semakin jauh dari kondisi financial distress. Semakin besar kepemilikan institusional
maka pemanfaatan aset perusahaan akan semakin efisien, sehingga kemungkinan perusahaan mengalami
financial distress akan semakin kecil.
Pengaruh kepemilikan manajerial terhadap financial distress
Hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa variabel Kepemilikan Manajerial (MAN)
memiliki nilai signifikansi sebesar 0.662 yang artinya nilai signifikan lebih besar dari taraf signifikansi
5% (0.05), serta nilai beta sebesar 0,516. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa variabel kepemilikan
manajerial tidak berpengaruh terhadap financial distress. Hal ini dianggap akan memperburuk kondisi
perusahaan karena mereka akan cenderung melakukan tindakan-tindakan ekspropriasi yang dapat
menguntungkan secara pribadi. Sehingga berapapun persentase kepemilikan manajerial tidak akan
mempengaruhi perusahaan mengalami financial distress.
Pengaruh dewan direksi terhadap financial distress
Hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa variabel Dewan Direksi (DIREKSI) memiliki
nilai signifikansi sebesar 0.001 yang artinya nilai signifikan lebih kecil dari taraf signifikansi 5% (0.05),
serta nilai beta sebesar 0,119. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa variabel dewan direksi
berpengaruh positif terhadap financial distress. Artinya, dengan meningkatnya dewan direksi maka akan
meningkatkan nilai Z-Score, dimana semakin besar nilai Z-Score maka perusahaan akan semakin jauh
dari kondisi financial distress.
Pengaruh dewan komisaris terhadap financial distress
Hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa variabel Dewan Komisaris (KOMISARIS)
memiliki nilai signifikansi sebesar 0.000 yang artinya nilai signifikan lebih kecil dari taraf signifikansi
5% (0.05), serta nilai beta sebesar -0.162. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa variabel dewan
komisaris berpengaruh negatif terhadap financial distress. Artinya, dengan meningkatnya dewan
komisaris maka akan menurunkan nilai Z-Score, dimana semakin kecil nilai Z-Score maka perusahaan
akan semakin mendekati kondisi financial distress. Hal ini dikarenakan semakin banyak jumlah dewan
komisaris maka kemungkinan pengambilan keputusan yang efektif, tepat dan cepat serta dapat bertindak
secara independen dalam arti tidak memiliki kepentingan yang dapat mengganggu kemampuannya untuk
melaksanakan tugasnya secara mandiri dan kritis dalam hubungan satu sama lain dan terhadap direksi, hal
ini akan menaikkan potensi terjadinya financial distress.
Pengaruh komisaris independen terhadap financial distress
Hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa variabel Komisaris Independen (KOM_IND)
memiliki nilai signifikansi sebesar 0.995 yang artinya lebih besar dari taraf signifikansi 5% (0.05).
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa variabel komisaris independen tidak berpengaruh terhadap
financial distress. Berapapun besarnya proporsi komisaris independen dalam suatu perusahaan tidak
mampu untuk menghindari kemungkinan terjadinya financial distress. Hasil penelitian ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan Hanifah (2013) dan Setiawan, et al (2016) yang menyatakan bahwa Komisaris
Independen tidak berpengaruh terhadap financial distress.
Pengaruh profitabilitas terhadap financial distress
Hasil pengujian secara parsial menunjukkan bahwa variabel Profitabilitas (ROA) memiliki nilai
signifikansi sebesar 0.000 yang artinya lebih kecil dari taraf signifikansi 5% (0.05). Dengan demikian,
dapat diketahui bahwa variabel profitabilitas berpengaruh positif terhadap financial distress. Artinya,
dengan meningkatnya ROA maka akan meningkatkan nilai Z-Score, dimana semakin besar nilai Z-Score
maka perusahaan akan semakin jauh dari kondisi financial distress. Dengan adanya efektifitas dari
pemanfaatan aset perusahaan hal ini akan mampu mengurangi biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan,
dengan berkurangnya biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan akan berdampak pada penghematan dan
kecukupan dana untuk menjalankan usaha sehingga kemungkinan perusahaan mengalami financial
distress semakin kecil.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan hasil penelitian ini dikemukakan sebagai berikut:
1) Kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap financial distress.
2) Kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap financial distress.
3) Dewan direksi berpengaruh signifikan terhadap financial distress.
4) Dewan komisaris berpengaruh signifikan terhadap financial distress.
5) Komisaris independen tidak berpengaruh terhadap financial distress.
6) Profitabilitas berpengaruh signifikan terhadap financial distress.
7) Kepemilikan institusional, kepemilikan manajerial, dewan direksi, dewan komisaris, komisaris
independen, dan profitabilitas secara simultan berpengaruh terhadap financial distress.
Saran
Adapun saran yang dapat diberikan untuk penelitian selanjutnya yaitu:
1) Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan manufaktur dengan tahun pengamatan selama 4
periode. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya menambah tahun pengamatan, sehingga dapat
memperoleh hasil yang lebih baik dari penelitian sebelumnya.
2) Penelitian ini hanya fokus pada perusahaan manufaktur. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya
ditambahkan jenis perusahaan lain.
3) Penelitian ini menggunakan variabel mekanisme corporate governance (kepemilikan institusional,
kepemilikan manajerial, dewan direksi, dewan komisaris, dan komisaris independen) dan kinerja
keuangan (profitabilitas). Penelitian selanjutnya sebaiknya menambahkan variabel lain dengan
pengukuran yang lebih baik agar hasil yang diperoleh akan lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Agusti, Chalendra Prasetya, 2013. Analisis Faktor Yang Mempengaruhi Kemuungkinan Terjadinya
Financial Distress. Skripsi. Progran Studi akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas
Diponegoro. Semarang.
Almilia, Luciana Spica dan Kristijadi, 2003. Analisis Rasio Keuangan Untuk Memprediksi Kondisi
Financial Distress Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Jakarta. Jurnal
Akuntansi dan Auditing Indonesia, vol. 7, no. 2. p. 183-210. ISSN : 1410-2420.
Altman, Edward. I, 2000. Predicting Financial Distress Of Companies Revisiting The Z-Score Zeta
Models. Journal of Banking & Finance, 1-54.
Ardiyanto, Feri Dwi, 2011. Prediksi Rasio Keuangan Terhadap Kondisi Financial Distress ( Studi
Empiris pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek ). Fakultas ekonomi, Universitas
Diponegoro.
Ariesta, Dwiki Ryno dan Anis Chariri, 2013. Analisis Pengaruh Struktur Dewan Komisaris, Struktur
Kepemilikan Saham dan Komite Audit Terhadap Financial Distress. Diponegoro Journal of
Accounting, vol. 1, no. 1, p.1-9.
Bodroastuti, Tri, 2009. Pengaruh Struktur Corporate GovernanceTerhadap Kondisi Financial Distress.
Semarang: Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Widya manggala.
Boediono, Gideon SB, 2005. Kualitas Laba: Studi Pengaruh mekanisme Corporate Governance dan
Dampak Manajemen Laba Dengan Menggunakan Analisis Jalur. Simposium Nasional Akuntansi
VIII Solo, p.172-194.
Deviacita, Arieany Widya, 2012. Analisis Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap
Financial Distress. Skripsi. Fakultas Ekonimika dan Bisnis Universitas Diponegoro. Semarang.
Fachrudin, Khaira Amalia, 2008. Kesulitan Keuangan Perusahaan dan Personal. Medan: USU Press.
Ghozali, Imam, 2013. Aplikasi Analisis Multivariate dengan program IBM SPSS 21. Semarang: Badan
Penerbit Universitas Diponegoro.
Hadi, Selfi Anggraeni, 2014. Mekanisme Corporate Governance dan Kinerja Keuangan Pada Perusahaan
Yang Mengalami Financial Distress. Jurnal Ilmu dan Riset , vol.3 no.5, p.1-17.
Hanifah, Oktita Earning, 2013. Pengaruh Struktur Corporate Governance dan Financial Indicators
Terhadap Kondisi Financial Distress. Diponegoro Journal of Accounting vol. 2, no 2, p.1-15.
ISSN 2337-3806
Hery, 2015. Analisis Laporan Keuangan. Yogyakarta: Center for Academic Publishing Service.
Jensen, Michael C, and William H. Meckling, 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency
Costs and Ownership Structure. Journal of Financial Economic, p.1-78.
Jogiyanto, 2008. Metodologi Penelitian; Sistem Informasi. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
KNKG, 2006. Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. www.governance-
indonesia.com.
Marsuki, 2010. Analisis Kritis Laporan Keuangan Bank Sentral Asean,Asia dan Eropa. Jakarta: Mitra
Wacana Media.
Mayangsari, Lillananda Putri, 2015. Pengaruh Good Corporate Governance dan Kinerja Keuangan
Terhadap Financial Distress. Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi, vol. 4, no. 4, p.1-18.
Oktadella, Dewanti, dan Agus Purwanto, 2011. Analisis Corporate Governance Terhadap Integritas
Laporan Keuangan. Diponegoro Journal Of Accounting vol. 2, no. 2, p.1-15.
Platt, Harlan D, and Marjorie B. Platt, 2002. Predicting Corporate Financial Distress: Reflections on
Choice-Based Sample Bias. J Ecin Finan. Journal Of Economics and Finance, vol.26. no. 2.
Putri, Ni Wayan, dan Ni Kt Merkusiwati, 2014. Pengaruh Mekanisme Corporate Governance, Likuiditas,
Leverage, dan Ukuran Perusahaan Pada Financial Distress. Jurnal Akuntansi Universitas
Udayana 7.1, p.93-106. ISSN 2302-8556.
Rustiarini, Ni Wayan, 2010. Pengaruh Corporate Governance pada Hubungan Corporate Social
Responsibility dan Nilai Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi XIII Purwokerto, p.1-24.
Sekaran, Uma, 2006. Metodologi Penelitian untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.
Setiawan, Agung, Edi Sukarmanto dan Sri Fadilah, 2016. Pengaruh Ukuran Dewan Direksi, Ukuran
Dewan Komisaris, Komisaris Independen, Kepemilikan Manajerial dan Kepemilikan Institusional
terhadap Financial Distress. Prosiding Akuntansi, vol 1. no. 2, p. 285-292. ISSN : 2460-6561.
Triwahyuningtias, Meilinda dan Hajrum Muharam, 2012. Analisis Pengaruh Struktur Kepemilikan,
Ukuran Dewan, Komisaris Independen, Likuiditas, Dan Leverage Terhadap Terjadinya Kondisi
Financial Distress (Studi Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia
Tahun 2008-2010). Diponegoro Journal Of management , vol.1, no.1, p.1-14.
Wardhani, Ratna, 2006. Mekanisme Corporate Governance Dalam Perusahaan Yang Mengalami
Permaslahan Keuangan (Financially Distressed Firms). Simposium Nasional Akuntansi 9, p.1-26.
Warsono, Sony, Fitri Amalia dan Dian Kartika Rahajeng, 2009. Corporate Governance Concept and
Model. Yogyakarta: Center of Good Corporate Governance Fakultas Ekonomika dan Bisnis
UGM.
Widarjo, Wahyu dan Doddy Setiawan, 2009. Pengaruh Rasio Keuangan Terhadap Kondisi Financial
Distress Perusahaan Otomotif. Jurnal Bisnis dan Akuntansi Vol.11 No.2, p.107-119.