pengaruh konsentrasi ekstrak etanol buah …/pengaruh...yang memiliki aktifitas yang sama dengan...

58
i PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK ETANOL BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia Linnaeus) DAN WAKTU PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS DAGING SAPI Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains Oleh: Ave Sonia Rahman NIM. M0406021 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Upload: ngodat

Post on 31-Mar-2019

217 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK ETANOL

BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia Linnaeus)

DAN WAKTU PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS DAGING SAPI

Skripsi

Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains

Oleh:

Ave Sonia Rahman

NIM. M0406021

JURUSAN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2010

ii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

SKRIPSI

PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK ETANOL BUAH MENGKUDU

(Morinda citrifolia Linnaeus) DAN WAKTU PENYIMPANAN TERHADAP

KUALITAS DAGING SAPI

Oleh Ave Sonia Rahman

M 0406021

Telah disetujui oleh Tim Pembimbing

Tanda Tangan

Pembimbing I : Tjahjadi Purwoko, M.Si NIP. 197011302000031002 ................... Pembimbing II : Estu Retnaningtyas N.,STP., M.Si NIP. 196807092005012001 ...................

Surakarta, Juli 2010

Mengetahui

Ketua Jurusan Biologi

Dra. Endang Anggarwulan, M. Si NIP. 195003201978032001

iii

PENGESAHAN

SKRIPSI

PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK ETANOL

BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia Linnaeus)

DAN WAKTU PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS DAGING SAPI

Oleh :

Ave Sonia Rahman M 0406021

Telah dipertahankan di depan Tim Penguji

pada tanggal 20 Juli 2010 dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Surakarta, ……………

Penguji I

Elisa Herawati S.Si.,M.Eng. NIP.198110182003122002

Penguji II

Dr. Sugiyarto, M.Si NIP. 196704301992031002

Penguji III

Tjahjadi Purwoko M.Si. NIP.197011302000031002

Penguji IV

Estu Retnaningtyas N.,STP., M.Si

NIP.196807092005012001

Mengesahkan

Dekan FMIPA UNS

Prof. Drs. Sutarno, M.Sc. Ph.D. NIP. 196008091986121001

Mengetahui Ketua Jurusan Biologi

Dra. Endang Anggarwulan, M.Si. NIP. 195003201978032001

iv

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil penelitian saya sendiri dan tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari dapat ditemukan adanya unsur penjiplakan maka gelar kesarjanaan yang telah diperoleh dapat ditinjau dan/atau dicabut.

Surakarta, Juli 2010 Ave Sonia Rahman NIM M0406021

v

PENGARUH KONSENTRASI EKSTRAK ETANOL BUAH MENGKUDU (Morinda citrifolia Linnaeus)

DAN WAKTU PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS DAGING SAPI

Ave Sonia Rahman

Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas Maret, Surakarta

ABSTRAK

Tingginya kadar protein pada daging menyebabkan daging mudah busuk

karena aktifitas bakteri. Penggunaan formalin sebagai bahan pengawet daging dapat berakibat buruk bagi kesehatan sehingga perlu dicari bahan pengawet alternatif sebagai pengganti formalin. Mengkudu (Morinda citrifolia) memiliki kandungan senyawa antibakteri terhadap beberapa bakteri pembusuk pada daging sapi sehingga mengkudu dapat dijadikan alternatif bahan pengawet alami pada daging. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak etanol buah mengkudu dan waktu simpan terhadap jumlah bakteri serta mengetahui konsentrasi yang memiliki aktifitas yang sama dengan formalin dalam menghambat pertambahan jumlah bakteri selama 16 jam penyimpanan.

Penelitian ini menggunakan RAL dua arah. Sampel yang digunakan adalah daging sapi segar yang akan direndam dengan ekstrak mengkudu konsentrasi 10%,20%,30%,40%,50%,60%,70%,80%,90%,100% dan formalin 1% sebagai pembanding. Daging tersebut kemudian disimpan pada suhu kamar selama 16 jam dan setiap 4 jam dilakukan uji kadar air, pH dan suhu daging serta uji angka lempeng total (ALT) dengan metode dilusi. Jumlah koloni bakteri yang tumbuh dilakukan perhitungan dengan batas jumlah bakteri yang aman untuk dikonsumsi yaitu tidak lebih dari 1 x 104 CFU/gram. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan ANOVA. Jika diperoleh hasil yang signifikan, maka dilanjutkan dengan uji DMRT dengan tingkat kesalahan 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi ekstrak mengkudu dan waktu penyimpanan memberikan pengaruh yang signifikan (p<0,05) terhadap jumlah bakteri. Konsentrasi 100% memiliki aktifitas yang sama dengan formalin dalam menghambat pertambahan jumlah bakteri selama 16 jam penyimpanan. Kata Kunci : Mengkudu, antibakteri, daging sapi, ALT.

vi

THE INFLUENCE OF ETHANOL EXTRACTS CONCENTRATION OF MENGKUDU FRUIT (Morinda citrifolia Linnaeus)

AND STORAGE TIME TOWARD BEEF QUALITY

Ave Sonia Rahman

Department of Biology, Faculty of Mathematic and Science, University of Sebelas Maret, Surakarta

ABSTRACT

The high protein content of beef make it easy to contamination caused activity of bacteria. The use of formalin as a preserfative substance especially for beef can make a damage to health, and so, it is a need to find preserfative substance as alternative to substitute formalin. Mengkudu (Morinda citrifolia L.) has antibacteria compounds to the decompose bacteria of beef so mengkudu fruit can be one of natural preserfative substance alternatives especially for beef. The purpose of this research is to know the influence of ethanol extracts concentration of mengkudu and storage-time effect toward bacteria amount and knowing the concentration has same activity with formalin to combate replication of bacteria.

This research used two way completely randomized design. The samples are fresh meat beef that would be submerged in mengkudu extract with concentration 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%,100% and formalin 1% as a comparator. After that, beef was storaged in room temperature during 16 hours and every 4 hours it was tested water content, pH, beef temperature, and so total plate count (TPC) test with dilution methode and then counted of bacteria colonies with the limit of the bacteria amount of the beef to consume may not be more than 1x104CFU/gram.The data was analyzed by ANOVA. If there were a significant, it would be continued by DMRT test with error rate 5%.

Research results showed that all extracts concentration of mengkudu and storage-time give a significant effect (p<0,05) toward bacteria amount. Concentration 100% has the same activity with formalin to combate replication of bacteria among 16 hour storage time. Keywords : Morinda citrifolia, antibakteria, beef, TPC.

vii

MOTTO

Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya (Al-Baqarah ayat 286)

Mencari ilmu itu wajib bagi seorang muslim laki-laki dan perempuan

(H.R. Buchori Muslim)

Hidup bahagia adalah dimana kita bisa membagi kebahagiaan itu dengan orang di sekitar kita (Savique)

Jangan selalu katakan apa yang kau ketahui tapi selalu ketahui apa yang kau katakan

(Claudius)

Belajarlah dari kesalahan orang lain. Anda tak dapat hidup cukup lama untuk melakukan semua kesalahan itu sendiri.

(Martin Vanbee)

viii

PERSEMBAHAN

Skripsi ini aku persembahkan untuk

Allah SWT yang menjadikan aku lebih sabar, lebih semangat menjalani hidup dan selalu yakin bahwa Allah selalu memberiku yang terbaik.

Ayah dan Ibuku yang selalu mendukungku dengan doa-doa terbaiknya, mudah-mudahan aku

bisa memberi yang terbaik untuk kalian

Kakakku Ave Olivia Rahman,dan Sabat-sahabatku Veneranda Sonya Ayu, Yashinta Novitasari , Fajar Kusuma Dewi dan Galih Septia Amiati yang senantiasa memberiku semangat.

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat-Nya sehingga penulis telah menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi yang berjudul “Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda citrifolia Linnaeus) Dan Waktu Penyimpanan Terhadap Kualitas Daging Sapi”. Penyusunan skripsi ini merupakan suatu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan strata 1 (S1) pada Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam ,Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Dalam pelaksanaan penelitian maupun penyusunan skripsi ini penulis mendapatkan banyak masukan, bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak yang sangat bermanfaat baik secara langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang setulusnya kepada:

Prof. Drs. Sutarno, M.Sc. Ph.D., selaku dekan FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta atas ijin penelitian untuk keperluan skripsi.

Dra. Endang Anggarwulan, M.Si., selaku Ketua Jurusan Biologi FMIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta atas ijin penelitian untuk keperluan skripsi.

Tjahjadi Purwoko, M.Si., selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, arahan serta dukungan selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi.

Estu Retnaningtyas N.,STP., M.Si., selaku pembimbing akademik dan dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan, arahan serta dukungan selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi.

Elisa Herawati S.Si, M. Eng., selaku dosen penelaah I yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi.

Dr. Sugiyarto M.Si., selaku dosen penelaah II yang telah memberikan bimbingan dan petunjuk selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi.

Seluruh dosen, karyawan, staf Laboratorium Jurusan Biologi FMIPA dan staf Sub-Laboratorium Biologi Pusat yang telah memberikan dukungan dan bantuan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Demikian semoga skripsi ini dapat berguna dan memberikan kontribusi dalam perkembangan IPTEK, terutama dalam perkembangan penelitian mengenai eksplorasi dan penemuan senyawa bioaktif dari bahan alam sebagai antibakteri yang dapat digunakan sebagai pengawet alami bahan pangan.

Surakarta, Juli 2010

Penulis

x

DAFTAR ISI

Halaman HALAMAN JUDUL…………………………………………………........

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………..

HALAMAN PENGESAHAN......................................................................

HALAMAN PERNYATAAN…………………………………………….

ABSTRAK…………………………………………………………...……

ABSTRACT……………………………………………………………….

HALAMAN MOTTO……………………………………………………..

HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………..

KATA PENGANTAR…………………………………………………….

DAFTAR ISI………………………………………………………………

DAFTAR GAMBAR……………………………………………………...

DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………

DAFTAR SINGKATAN.............................................................................

BAB I. PENDAHULUAN………………………………………………...

A. Latar Belakang…………………………………………………

B. Rumusan Masalah………………………………………...……

C. Tujuan Penelitian……………………………………………….

D. Manfaat Penelitian……………………………………………..

BAB II. LANDASAN TEORI…………………………………………….

A. Tinjauan Pustaka……………………………………………….

1. Uraian Mengkdu (Morinda citrifolia)………………….........

a. Klasifikasi…………………………………………….......

b. Nama Daerah…………………………………………......

c. Habitus Mengkudu……………………………………......

d. Kandungan Kimiawi Mengkudu…………….....................

e. Senyawa Antibakteri pada Mengkudu................................

2. Daging sapi…….....................................................................

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Daging..............

a. Kadar Air Daging................................................................

i

ii

iii

iv

v

vi

vii

viii

ix

xi

xiii

xiv

xv

1

1

3

3

4

5

5

5

5

5

6

7

7

8

9

9

xi

b. pH Daging...........................................................................

c. Suhu Daging........................................................................

4. Kerusakan pada Daging Sapi..................................................

5. Perhitungan Jumlah Koloni Bakteri.......................................

B. Kerangka Pemikiran……………………………………………

C. Hipotesis………………………………………………………..

BAB III. METODE PENELITIAN……………………………………….

A. Waktu dan Tempat Penelitian………………………………….

B. Alat Penelitian..……………………………………………......

1. Alat untuk ekstraksi………………....................................

2. Alat untuk pembuatan seri konsentrasi...............................

3. Alat untuk uji invivo….......................................................

4. Alat untuk uji ALT.............................................................

5. Alat untuk uji kadar air, pH dan suhu daging.....................

C. Bahan Penelitian..…………………………………………......

1. Bahan utama………………...............................................

2. Bahan untuk ekstraksi dan pembuatan seri konsentrasi......

3. Bahan untuk uji invivo…....................................................

4. Bahan untuk uji ALT..........................................................

5. Bahan untuk uji kadar air, pH dan suhu daging..................

D. Cara Kerja…….………………………………………………..

1. Penyiapan sampel……………………………………............

2. Ekstraksi dan pembuatan seri konsentrasi...............................

3. Uji invivo pada daging............................................................

4. Uji ALT daging…………………………...............................

5. Uji kadar air, pH, dan suhu daging.........................................

E. Rancangan Penelitian…………………………………………..

F. Analisis Data…………………………………………………...

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………

A. Tahap preparasi dan pengujian awal…………………………...

B. Hasil Uji ALT daging sapi……………………………………..

10

11

12

16

17

20

20

21

21

21

21

21

21

21

22

22

22

22

22

22

22

22

23

23

24

24

25

25

26

27

27

xii

C. Hasil uji faktor yang mempengaruhi kualitas daging sapi..........

1. Kadar air daging....................................................................

2. pH daging..............................................................................

3. Suhu daging...........................................................................

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………..

A. Kesimpulan…………………………………………………….

B. Saran……………………………………………………………

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………..

RIWAYAT HIDUP PENULIS……………………………………………

35

35

37

39

41

41

41

42

63

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Habitus Mengkudu (Morinda citrofolia Linnaeus.)........ Gambar 2.2 Alur Kerangka Pemikiran Penelitian............................... Gambar 4.1 ALT daging...................................................................... Gambar 4.2 Kadar air daging.............................................................. Gambar 4.3 pH daging........................................................................ Gambar 4.4 Suhu daging.....................................................................

6

19

29

35

37

39

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Hasil perhitungan jumlah bakteri dengan metode ALT……..

Lampiran 2. Hasil pengukuran faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas

daging sapi……………………………………………………

Lampiran 3. Gambar koloni bakteri hasil uji ALT pada daging sapi...........

Lampiran 4. Hasil uji SPSS……………………………………………….. Lampiran 5. Daftar riwayat hidup penulis………………………………...

46

47

48

60

64

xv

DAFTAR SINGKATAN

Singkatan Kepanjangan

ALT Angka Lempeng Total

ANOVA Analysis Of Variance

ATP Adenosine triposphate

Aw Aktivitas air

CFU Colony Forming Units

CMC Carboxyl Methyl Cellulose

CP Creatin phosphat

DMRT Duncan Multiple Range Test

LAF Laminar Air Flow

NA Nutrient Agar

PCA Plate Count Agar

RAL Rancangan Acak Lengkap

TMA Trimetilalamin

xvi

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Daging adalah bahan pangan yang bernilai gizi tinggi karena kaya

protein, lemak, mineral serta zat lainnya yang sangat dibutuhkan tubuh. Usaha

untuk meningkatkan kualitas daging dilakukan melalui pengolahan atau

penanganan yang lebih baik sehingga dapat mengurangi kerusakan atau

kebusukan selama penyimpanan dan pemasaran (Yanti et al., 2008).

Usaha penyediaan daging memerlukan perhatian khusus karena daging

mudah tercemar oleh pertumbuhan bakteri. Daging merupakan jenis bahan

pangan berprotein tinggi sehingga sangat baik untuk pertumbuhan dan

perkembangbiakan bakteri. Tingginya jumlah bakteri dapat mencemari daging

dan menurunkan kualitasnya. Penurunan kualitas tersebut terlihat pada

perubahan warna, rasa, aroma hingga pembusukan. Sebagian besar kerusakan

daging disebabkan oleh penanganan yang kurang baik, misalnya penyimpanan

pada suhu kamar dalam jangka waktu yang lama dan tanpa penutupan,

sehingga memberikan peluang hidup bagi pertumbuhan dan

perkembangbiakan bakteri perusak yang berdampak pada menurunnya daya

simpan dan nilai gizi daging (Yanti et al., 2008).

Sekarang ini banyak dilakukan usaha untuk mengawetkan bahan

makanan. Penggunaan formalin sebagai bahan pengawet makanan, sering

sekali digunakan oleh para pedagang terutama untuk mengawetkan daging

dan ikan agar tidak mudah busuk. Formalin dilarang digunakan sebagai

xvii

pengawet makanan karena memiliki efek buruk bagi kesehatan yaitu dapat

menyebabkan kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem syaraf,

dan ginjal (Setyabudi et al., 2008). Formalin juga bersifat karsinogenik

(Setyabudi, 2008) bahkan sampai menyebabkan kematian (Putra, 2009).

Dengan demikian, perlu dicari alternatif untuk bahan pengawet makanan,

terutama daging, yang aman bagi kesehatan.

Indonesia memiliki banyak tanaman yang berpotensi sebagai zat

antibakteri, salah satunya adalah mengkudu. Mengkudu banyak dijumpai dan

tersebar di Indonesia sehingga mudah didapatkan. Selama ini, mengkudu

digunakan sebagai obat antihipertensi, antikanker dan antibakteri. Senyawa

antibakteri yang terdapat pada mengkudu adalah alkaloid, flavonoid,

antrakuinon, skopoletin, glikosida, dan asam glukoronat. Senyawa tersebut

memiliki aktifitas antibakteri terhadap bakteri Escherecia coli, Salmonella,

Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Pseudomonas, Acinetobacter,

Enterobacter, dan Clostridium (Collins et al. 1989; Djaafar, 2007) yang

merupakan bakteri pembusuk pada daging. Dengan demikian, mengkudu

diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif bahan pengawet makanan

alami terutama daging. Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian tentang

pengaruh konsentrasi ekstrak buah mengkudu terhadap kualitas daging sapi.

B. Perumusan Masalah

xviii

1. Bagaimanakah pengaruh konsentrasi ekstrak etanol buah mengkudu

terhadap jumlah bakteri pada daging sapi ?

2. Bagaimanakah pengaruh waktu penyimpanan terhadap jumlah bakteri pada

daging sapi ?

3. Berapakah konsentrasi ekstrak etanol buah mengkudu yang memiliki

aktifitas yang sama dengan formalin dalam menghambat pertambahan

jumlah bakteri pada daging sapi ?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh konsentrasi ekstrak etanol buah mengkudu terhadap

jumlah bakteri pada daging sapi.

2. Mengetahui pengaruh waktu penyimpanan terhadap jumlah bakteri pada

daging sapi.

3. Mengetahui konsentrasi ekstrak etanol buah mengkudu yang memiliki

aktifitas yang sama dengan formalin dalam menghambat pertambahan

jumlah bakteri pada daging sapi?

D. Manfaat Penelitian

xix

1. Penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi tentang adanya

pengaruh konsentrasi ekstrak etanol buah mengkudu sebagai pengawet

makanan alami terhadap jumlah bakteri yang menyebabkan proses

pembusukan pada daging sapi.

2. Memberikan informasi tentang lamanya waktu penyimpanan terhadap

jumlah bakteri yang menyebabkan proses pembusukan pada daging sapi.

3. Memberikan informasi tentang konsentrasi ektrak etanol buah mengkudu

yang memiliki aktifitas yang sama dengan formalin dalam menghambat

pertambahan jumlah bakteri pada daging sapi.

BAB II

LANDASAN TEORI

xx

A. Tinjauan Pustaka

1. Mengkudu (Morinda citrifolia Linnaeus.)

a. Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Division : Magnoliophyta

Class : Magnoliopsida

Order : Gentianales

Family : Rubiaceae

Genus : Morinda

Species : Morinda citrifolia (Djauhariya, 2003)

b. Nama Daerah

Morinda citrifolia mempunyai nama daerah diantaranya adalah Eodu,

mengkudu, bengkudu, untuk daerah Sumatra. Sedangkan di daerah Jawa disebut

kudu, cengkudu, kemudu, pace. Di daerah Nusa Tenggara mengkudu biasa

disebut wangkudu, manakudu, bakulu. Sedangkan di Sulawesi disebut noni dan di

Kalimantan di kenal dengan nama mangkudu, wangkudu, dan labanan

(Djauhariya, 2003).

c. Habitus Mengkudu

Tinggi pohon mengkudu berkisar 4-6 meter, kulit batang cokelat keabu-

abuan (Djauhariya, 2003). Daun berbentuk bulat telur, melebar hingga

membentuk elips,ujung runcing dengan tepi rata mempunyai warna hijau tua

xxi

mengkilap. Kedudukan daun bertipe silang berhadapan dan bertangkai daun.

Daun mempunyai ukuran panjang 10-40 cm dan lebar 5-17 cm

(van Steenis, 1997).

Perbungaan mengkudu bertipe bonggol yang bertangkai, rapat, berbunga

banyak, dan berkelamin dua. Mahkota berbentuk tabung terompet, berwarna

putih, dan berambut di bagian dalamnya. Benang sari berjumlah 5, tumbuh jadi

satu dengan mahkota tinggi, tangkai sari berambut wol (van Steenis, 1997).

Bakal buah memiliki kelopak pada ujungnya yang berwarna hijau

kekuningan. Buah dengan tangkai buah yang panjangnya 3-5 cm. Buah bongkol

berbenjol-benjol tidak teratur, jika masak berdaging dan berair, kuning kotor atau

putih kekuningan, dengan panjang 5-10 cm (van Steenis, 1997).

Gambar 2.1. Habitus Mengkudu (Winarti, 2005).

d. Kandungan Kimiawi Mengkudu

Senyawa dalam mengkudu antara lain flavonoid, alkaloid, antrakuinon,

skopoletin, glikosida, asam glukoronat, sebagai zat antibakteri; morindin,

morindanigrin, soranjideol sebagai zat penenang dan memiliki efek analgesik;

damnakantal sebagai zat antikanker; khlororubin, asam kapron, asam kapryolat,

asam askorbat sebagai zat imunostimulan; vitamin C sebagai antioksidan (A. K.

xxii

Palu et al., 2008; Djauhariya, 2003), dan zat antidiabetes (Adnyana et al., 2004).

Senyawa antibakteri yang terkandung pada buah mengkudu dapat digunakan

sebagai obat batuk alami (Yulianto et al., 2008).

e. Senyawa Antibakteri pada Mengkudu

Salah satu zat aktif yang paling utama adalah antrakuinon dan skopoletin

yang yang terdapat dalam akar; flavonoid dan asam glukoronat pada buah

mengkudu yang memiliki aktifitas sebagai senyawa antibakteri

(Djauhariya, 2003).

Menurut hasil penelitian, ektrak metanol buah mengkudu efektif

menghambat pertumbuhan bakteri gram positif maupun gram negatif diantaranya

adalah bakteri Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Pseudomonas

aeroginosa, Bacillus substilis, Shigella flexneri, Enterobacter faecalis, Klebsiella

pneumoniae. Hasil signifikan didapatkan pada penghambatan bakteri Salmonella

paratyphi, Chromobacterium violaceum, Aeromonas hydrophila oleh ekstrak

metanol buah mengkudu (Jayaraman et al., 2008).

Zat alkaloid dalam buah mengkudu merupakan zat dasar organik yang

berguna untuk menghasilkan xeronin, yaitu aktivator enzim dan pengatur sintesis

protein. Buah mengkudu juga mengandung banyak protein nabati, dan

proxeronin, yaitu sejenis asam alkaloid yang tidak mengandung gula, asam

amino dan asam nukleat. Senyawa-senyawa itulah yang berperan sebagai bahan

aktif yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus

(Yulianto et al.,2008). Menurut Jawetz et al. (2001) pertumbuhan bakteri yang

terhambat atau kematian bakteri akibat suatu zat antibakteri dapat disebabkan

oleh penghambatan terhadap sintesis dinding sel, penghambatan terhadap fungsi

xxiii

membran sel, penghambatan terhadap sintesis protein, atau penghambatan

terhadap sintesis asam nukleat.

2. Daging sapi

Daging merupakan otot hewan yang tersusun dari serat-serat yang sangat

kecil yang masing-masing serat berupa sel memanjang (Anonimus, 2001).

Muchtadi et al. dalam Soputan (2004) menyatakan bahwa jaringan otot, jaringan

lemak, jaringan ikat, tulang dan tulang rawan merupakan komponen fisik utama

daging. Komposisi daging meliputi protein, lemak, karbohidrat, enzim, serta

mineral. Komposisi kimia daging terdiri dari air 75%, protein 18,5%, lemak 3%,

substansi non-protein nitrogen 1,5 %, karbohidrat dan substansi non-nitrogen 1%,

vitamin-vitamin yang larut dalam air 1% (Soeparno, 1994).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas daging

Pada umumnya, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri pada

daging ada dua macam, yaitu faktor intrinsik termasuk nilai nutrisi daging, kadar

air, pH, potensi oksidasi-reduksi dan faktor ekstrinsik, misalnya temperatur,

kelembaban relatif, ada tidaknya oksigen dan kondisi daging (Fardiaz, 1992).

a) Kadar air daging

Air dalam bahan pangan berperan sebagai pelarut dari beberapa

komponen. Air dapat ditemukan dalam 2 bentuk yaitu air bebas dan air

terikat. Air bebas terletak dibagian luar sehingga mudah hilang apabila terjadi

penguapan dan pengeringan, sedangkan air terikat adalah air yang sulit

dilepaskan karena terikat kuat pada rantai protein (Purnomo, 1995). Sesuai

xxiv

dengan pernyataan Muljanah dalam Wulandari et al. (2005) bahwa kadar air

merupakan salah satu faktor yang sangat mempengaruhi daya tahan suatu

bahan pangan. Makin rendah kadar air, maka makin lambat pertumbuhan

bakteri sehingga bahan pangan dapat tahan lama untuk disimpan. Sebaliknya

makin tinggi kadar air, makin cepat pertumbuhan bakteri.

Kadar air daging sapi yang direkomendasikan oleh American Meat

Institute Foundation adalah 66% (Muchtadi and Sugiyono dalam Yanti et

al., 2008). Apabila daging mempunyai kadar air antara kisaran 15 –

50% maka daging tersebut dapat tahan lama selama penyimpanan.

Berdasarkan hasil penelitian (Yanti et al., 2008), penurunan kadar air daging

sapi dengan perlakuan pengemasan plastik berkaitan dengan penurunan total

koloni bakteri pada daging. Hasil metabolisme bakteri antara lain adalah air

sehingga aktivitas metabolisme tersebut dapat meningkatkan kadar air pada

daging. Semakin tinggi total koloni bakteri pada daging maka semakin tinggi

pula kadar airnya. Pengemasan dapat mencegah terjadinya kontaminasi

mikroorganisme sehingga kadar airnya menjadi turun. Fardiaz (1992)

menyatakan bahwa semakin sedikit bakteri yang tumbuh, maka jumlah air

yang dihasilkan juga semakin rendah.

b) pH daging

Bakteri yang merusak daging dapat berasal dari infeksi ternak hidup dan

kontaminasi daging saat fase post mortem. Kontaminasi daging atau karkas

dapat terjadi sejak saat menyembelih ternak hingga saat akan dikonsumsi.

Banyaknya bakteri tersebut karena didalam daging mengandung kelembaban

xxv

yang tinggi, kaya akan sumber nitrogen, penyedia akan mineral-mineral serta

mempunyai pH yang cocok bagi pertumbuhan bakteri (Soeparno, 1994).

Menurut Buckle et al. dalam Yanti (2008), pH rendah menyebabkan

daging mempunyai stabilitas yang lebih baik terhadap kerusakan oleh

mikroorganisme sedangkan pH tinggi akan memungkinkan untuk

perkembangan mikroorganisme. Menurut Hadiwiyoto dalam Haryuni (2003)

pada umumnya daging yang sudah tidak segar dagingnya mempunyai pH

yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena timbulnya senyawa-senyawa

yang bersifat basa seperti amonia dan TMA. Dari hasil penelitian Yanti

(2008), rataan pH daging sapi yang didapatkan dari penelitian tersebut,

berbanding lurus dengan rataan total koloni bakteri. Hal ini menunjukkan

bahwa semakin rendah pH daging sapi, semakin sedikit jumlah koloni bakteri.

Nilai pH daging segar menurut Bahar dalam Yanti (2008) adalah 5,6.

Penurunan pH mengindikasikan bahwa bakteri yang tumbuh merupakan

golongan bakteri asam laktat yang dapat berfungsi sebagai pengawet

makanan karena mampu memproduksi asam organik, menurunkan pH

lingkungannya dan mengeksresikan senyawa yang mampu menghambat

mikroorganisme patogen (Kusmiati dan Amaria Malik, 2002).

c) Suhu daging

Pembusukan daging disebabkan antara lain adanya penguraian bahan-

bahan organik oleh bakteri yang menghasilkan gas dan bau busuk (Hamid

dalam Soputan, 2004). Winarno dalam Soputan (2004) menjelaskan bahwa

sel-sel yang terdapat dalam daging mentah masih terus mengalami proses

kehidupan, sehingga di dalamnya masih terjadi reaksi-reaksi metabolisme.

xxvi

Kecepatan proses metabolisme tersebut sangat tergantung pada suhu

penyimpanan. Semakin rendah suhu semakin lambat proses tersebut

berlangsung dan semakin lama daging dapat disimpan. Selain itu, suhu tinggi

akan menyebabkan perubahan pH yang cepat (Hadiwiyoto dalam Haryuni et

al., 2003).

Suhu penyimpanan yang rendah juga menghambat pertumbuhan dan

perkembangbiakan bakteri pembusuk yang terdapat pada permukaan daging.

Berdasarkan hasil penelitian Purwaningsih et al. (2005), menyatakan bahwa

batas maksimum penyimpanan daging pada suhu kamar adalah 5 jam.

4. Kerusakan pada daging sapi

Bahan pangan termasuk daging akan mengalami perubahan-perubahan

yang tidak diinginkan antara lain pembusukan dan ketengikan. Proses

pembusukan dan ketengikan disebabkan oleh adanya reaksi kimia yang

bersumber dari dalam dan dari luar bahan pangan tersebut (Barus, 2009).

Kerusakan daging maupun ikan oleh enzim yang berasal dari mikroba atau

dari dalam jaringan tubuh hewan itu sendiri (autolitik) tidak lain adalah

pemecahan atau penguraian terhadap makromolekul protein, lemak, dan lain-lain

yang menghasilkan senyawa lebih sederhana (Hasibuan dalam Ridwansyah,

2002). Sebenarnya, enzim yang menjadi salah satu penyebab kemerosotan mutu

atau pembusukan daging secara alami sudah terdapat didalam badan hewan itu

sendiri. Di antaranya yaitu enzim dari daging hewan ternak (cathepsin), enzim

pencernaan (trypsin, chymotrypsin dan pepsin), serta enzim-enzim dari

mikroorganisme itu sendiri. Karena daging sapi mengandung banyak protein,

maka yang berperan penting dalam proses kemunduran mutu adalah enzim-

xxvii

enzim proteolitis yang menguraikan protein (Moeljanto dalam Ridwansyah,

2002).

Pencemaran daging oleh bakteri tidak hanya disebabkan proses autolisis

saja, akan tetapi juga disebabkan oleh proses kematian hewan dan penanganan

hewan pasca kematian. Peredaran darah terhenti setelah hewan mati, hasilnya

adalah berlangsungnya serangkaian perubahan yang sangat kompleks dalam otot.

Makin banyak darah yang hilang dari tubuh hewan dapat meningkatkan umur

simpan dan kualitas daging yang dihasilkan, karena darah adalah media yang baik

bagi pertumbuhan mikrobia pembusuk. Pengaruh yang cepat dari berhentinya

peredaran darah dan penghilangan darah dari jaringan otot adalah kurangnya

pemasukan oksigen ke dalam jaringan. Akibatnya jaringan tidak mampu

membentuk kembali ATP, karena mekanisme transport elektron dan fosforilasi

oksidatif segera terhenti (Tranggono dalam Ridwansyah, 2002). Proses yang

terjadi setelah hewan mati meliputi proses pre rigor, rigor mortis dan post rigor.

Pre rigor

Tahap pertama pre-rigor yaitu perubahan biokimiawi yang terjadi sebelum

hewan menjadi kaku, pada fase ini yang paling banyak mengalami perubahan

adalah pembongkaran adenosine triphosphate (ATP) dan creatine phosphat (CP)

. Glikogen juga akan mengalami pembongkaran menjadi asam laktat melalui

peroses glikolisa menyebabkan keadaan daging menjadi asam sehingga aktifitas

enzim ATP-ase dan creatinfosfokinase meningkat. Tahap pre rigor terjadi selama

2 jam setelah hewan dimatikan. Tahap ini ditandai dengan jaringan daging ikan

yang masih lembut dan lentur (Nurjanah et al., 2004).

Rigor Mortis

xxviii

Rigor mortis adalah keadaan hewan ternak yang menjadi kaku setelah

penyembelihan. Tahap rigor mortis terjadi selama 10 jam (2-12 jam) setelah

hewan disembelih dengan keadaan daging yang kaku. Kekakuan atau hilangnya

kelenturan ini merupakan akibat serentetan kejadian biokimia yang kompleks

yang menyangkut hilangnya CP dan ATP dari otot, dan tidak berfungsinya sistem

enzim cytochrome, serta reaksi-reaksi kompleks lainnya. Hal ini yang

menyebabkan daging yang dipotong akan cenderung kaku yang akan

mempengaruhi karakteristik dari daging. Fase rigor mortis akan berakhir ketika

ATP telah habis terurai. Kandungan asam laktat yang tinggi akibat kondisi stres

sebelum mati akan menyebabkan nilai pH daging cepat menurun sehingga enzim

katepsin aktif. Enzim katepsin ini akan menguraikan daging ikan menjadi

senyawa yang lebih sederhana (Robb dalam Nurimala, 2009).

Post rigor

Pada proses post rigor, daging menjadi lebih lunak karena rusaknya

jaringan penyokong daging oleh enzim, dan daging berbau asam. Post-rigor

terjadi setelah 12 jam setelah hewan mati. Jumlah mikroba paling tinggi terjadi

pada daging telah mencapai fase postrigor (Nurjanah et al., 2004).

Daging dapat tercemar oleh beberapa spesies dari bakteri gram negatif dan

gram positif. Beberapa bakteri patogen yang biasa mencemari daging adalah

Escherecia coli, Salmonella (Djaafar, 2007), Aerobacter, Proteus, Micrococci dan

Sarcine (Buana, 2009) dari golongan bakteri gram negatif. Bacillus subtilis dan

Staphylococcus aureus dari golongan gram positif. Selain itu juga bakteri

pembusuk pada daging juga berasal dari genus Pseudomonas, Acinetobacter,

Enterobacter, dan Clostridium (Collins et al. 1989).

xxix

Proses kerusakan daging juga disebabkan karena adanya proses

ketengikan. Ketengikan biasa terjadi pada makanan yang mengandung lemak atau

minyak. Untuk menghindari kerusakan bahan pangan yang lebih cepat, dapat

digunakan suatu zat antioksidan pada suatu bahan pangan (Barus, 2009).

Antioksidan biasa ditambahkan pada makanan yang mengandung lemak atau

minyak. Penambahan ini untuk mencegah terjadinya ketengikan pada

makanan. Telah diketahui bahwa penyebab ketengikan tersebut adalah senyawa-

senyawa yang merupakan produk akhir dari reaksi autooksidasi. Reaksi

autooksidasi itu sendiri merupakan suatu reaksi berantai dimana inisiator dan

propagatornya adalah radikal bebas. Oleh karena itu, penghilangan atau deaktivasi

dari radikal bebas asam lemak maupun radikal bebas peroksida akan

menghentikan atau memutuskan reaksi oksidasi yang terjadi pada tahap awal. Hal

ini diharapkan akan memperlambat pembentukan senyawa-senyawa yang dapat

menimbulkan ketengikan (Rini, 2009).

Antioksidan merupakan suatu zat atau senyawa yang dapat

menghilangkan atau mendeaktifkan radikal-radikal bebas sehingga dapat

menghentikan proses oksidasi. Oksigen bebas di udara akan mengoksidaksi ikatan

rangkap pada asam lemak yang tidak jenuh. Kemudian radikal bebas yang

terbentuk akan bereaksi dengan oksigen sehingga akan menghasilkan peroksida

aktif. Prinsip kerja dari antioksidan dalam menghambat autooksidasi pada lemak

adalah dengan menghambat reaksi antara peroksida aktif dengan ikatan rangkap

lemak. Jadi apabila dalam suatu asam lemak yang terdapat dalam minyak tidak

mengandung antioksidan, maka peroksida aktif akan bereaksi dengan ikatan

rangkap lemak (Rini, 2009). Penambahan zat antioksidan dalam emulsi minyak

xxx

akan menghambat pembentukan bilangan peroksida. Hal ini didukung oleh hasil

penelitian Salamah et al., 2008 mengenai komponen bioaktif dari kijing Taiwan

(Anodonta woodiana Lea.) sebagai senyawa antioksidan bahwa ekstrak kijing

Taiwan yang mengandung flavonoid efektif sebagai antioksidan karena mampu

menghambat pembentukan peroksida pada emulsi minyak.

Senyawa alami antioksidan tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik

yang termasuk didalamnya adalah golongan flavonoid, turunan asam sinamat,

kumarin dan tokoferol. Senyawa flavonoid mampu menghambat antioksidan

melalui mekanisme penangkapan radikal bebas dengan cara menyumbangkan satu

elektron kepada elektron yang tidak berpasangan dalam radikal bebas sehingga

banyaknya radikal bebas menjadi berkurang. Gugus fungsi pada senyawa

flavonoid dapat berperan sebagai penangkap radikal bebas hidroksi (OH)

sehingga tidak mengoksidasi lemak. Flavonoid menjadi antioksidan yang baik

karena mempunyai sedikitnya dua gugus hidroksil pada posisi orto dan para

(Winarno dalam Salamah, 2008). Flavonoid mudah mengalami perusakan karena

panas, kerja enzim dan pH (Pokorni et al. dalam Yuswantina, 2009).

5. Perhitungan Jumlah Koloni bakteri

Salah satu metode untuk mengukur pertumbuhan bakteri adalah dengan

metode hitungan cawan atau biasa disebut uji ALT. Uji angka lempeng total

(ALT) merupakan salah satu uji yang disarankan oleh Departemen Kesehatan

untuk melakukan pemeriksaan suatu bahan terhadap cemaran mikroba. Uji ini

perlu dilakukan untuk memberi jaminan bahwa sampel tidak mengandung bakteri

nonpatogen melebihi batas yang ditetapkan (Reco, 2003).

xxxi

Jumlah koloni dapat dihitung dengan mengalikan jumlah koloni pada cawan

dengan 1/faktor pengenceran (Fardiaz, 1992). Standar Nasional Indonesia (SNI)

No. 01-6366-2000 merekomendasikan batas maksimal cemaran bakteri pada

daging segar yaitu 1x104 CFU/gram (Yanti et al., 2008).

B. Kerangka Pemikiran

Daging sapi sebagai sumber protein yang sering dikonsumsi oleh

masyarakat. Daging sapi termasuk perishabel food atau bahan makanan yang

mudah rusak sehingga waktu penyimpanannya relatif singkat. Penggunaan

formalin sebagai pengawet daging sering dijumpai, sementara itu formalin dapat

menyebabkan kanker sampai kematian sehingga berefek buruk bagi kesehatan .

Buah mengkudu mengandung senyawa kimia diantaranya adalah alkaloid,

flavonoid, antrakuinon, skopoletin, glikosida, asam glukoronat yang mampu

menghambat pertumbuhan bakteri Escherecia coli, Salmonella, Bacillus subtilis,

Staphylococcus aureus, Pseudomonas, Acinetobacter, Enterobacter, dan

Clostridium (Collins et al. 1989; Djaafar, 2007) yang merupakan bakteri

pembusuk pada daging. Berdasarkan penelitian Purwani et al.(2008) terdapat 10

jenis bakteri pembusuk yang dapat diisolasi dari daging dan ikan segar, bakteri

tersebut adalah Escherichia coli, Bacillus alvei, Bacillus cereus, Pseudomonas

aeroginosa, Enterobacter aerogenes, Klebsiella pneumoniae, Klebsiella oxytoca,

Bacillus licheniformis, Acinetobacter calcoacyticus, S. saprofiticus. Berdasarkan

hal tersebut, mengkudu mampu menekan pertambahan jumlah bakteri pada

daging sapi sehingga dapat memperpanjang waktu penyimpanannya. Adanya

xxxii

aktifitas antibakteri pada mengkudu ini, dapat menjadi bahan pengawet alami

alternatif yang aman bagi pengawetan daging sapi.

Penelitian ini diawali dengan pembuatan ekstrak etanol buah mengkudu.

Selanjutnya dari maserat mengkudu tersebut dibuat seri konsentrasi. Sebagai uji

invivo, daging tersebut kemudian direndam dengan berbagai seri konsentrasi

ekstrak mengkudu dan disimpan pada suhu kamar. Daging yang telah direndam

ekstrak kemudian diuji kualitasnya yang meliputi uji angka lempeng total, pH,

suhu serta kadar airnya setiap 4 jam. Alur kerangka pemikiran dapat

dilihat pada gambar berikut

xxxiii

Gambar 2.2. Alur Kerangka Pemikiran Penelitian

C. Hipotesis

Daging sapi

Protein tinggi (18,5 %)

Memacu pertumbuhan

bakteri

Mudah rusak

Buah mengkudu

Mengandung senyawa antibakteri

(flavonoid)

Pembuatan ekstrak etanol buah mengkudu

Uji invivo daging sapi

Uji pH Uji ALT

Uji suhu Uji Kadar air

Setiap 4 jam

Penentuan kualitas daging sapi berdasarkan standart yang diizinkan

xxxiv

1. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak etanol buah mengkudu maka jumlah bakteri

pada daging sapi akan semakin menurun.

2. Semakin lama waktu penyimpanan maka jumlah bakteri pada daging sapi akan

semakin meningkat.

3. Terdapat konsentrasi yang memiliki aktifitas yang sama dengan formalin dalam

menghambat pertambahan jumlah bakteri.

BAB III

METODE PENELITIAN

xxxv

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Sub Lab Biologi, Laboratorium Pusat

Universitas Sebelas Maret Surakarta selama Bulan Juni 2009 - Januari 2010.

B. Alat Penelitian

1. Alat untuk ekstraksi

Blender, Oven, toples maserasi, erlenmeyer, corong gelas, Rotary Evaporator.

2. Alat untuk pembuatan seri konsentrasi ekstrak mengkudu

Gelas arloji, neraca digital, botol flakon, spatula.

3. Alat untuk uji invivo

Gelas bekker, pinset.

4. Alat untuk uji ALT

Erlenmeyer, cawan petri, tabung reaksi, mikropipet, tip mikropipet,

drygalski, bunsen, laminar air flow (LAF) , inkubator, colony counter, sarung

tangan dan masker.

5. Alat untuk uji kadar air, pH dan suhu daging

Botol flakon, oven, pH meter, neraca digital, termometer.

C. Bahan Penelitian

1. Bahan utama

xxxvi

Bahan utama untuk penelitian ini adalah buah mengkudu berumur 4-5 bulan

dengan tingkat kematangan yang sedang (buah berwarna kuning keputihan) yang

didapatkan dari daerah desa Sukomangu kota Purwantoro Kabupaten Wonogiri

pada Bulan Juni 2009.

2. Bahan untuk ekstraksi dan pembuatan seri konsentrasi

Etanol 96 %, kertas saring, Carboxyl Methyl Celullose (CMC) 0,1%, aquades.

3. Bahan untuk uji invivo

Daging sapi segar dengan waktu 2 jam setelah penyembelihan (tahap

prerigor), ekstrak etanol buah mengkudu, pelarut CMC 0,1% dan formalin 1%

(sebagai kontrol).

4. Bahan untuk uji ALT

Larutan garam fisiologis 0,9%, pepton water 0,1 % media Nutrient Agar

(NA), aquades.

5. Bahan untuk uji kadar air, pH dan suhu daging

Daging sapi segar dengan waktu postmortem 2 jam, ekstrak etanol buah

mengkudu, pelarut CMC 0,1% dan formalin 1 % (sebagai kontrol), aquades.

D. Cara Kerja

1. Penyiapan sampel

Buah mengkudu yang didapat dari daerah desa Sukomangu kota

Purwantoro Kabupaten Wonogiri dicuci bersih. Selanjutnya buah mengkudu diiris

xxxvii

tipis dan dijemur dengan ditutup kain hitam hingga irisan buah mengkudu

berubah menjadi kering. Buah mengkudu yang sudah kering kemudian disimpan

di dalam oven bersuhu 450C. Buah mengkudu yang telah kering kemudian

dihancurkan hingga berbentuk serbuk.

2. Ekstraksi dan pembuatan seri konsentrasi

Serbuk mengkudu ditimbang dan dimaserasi menggunakan pelarut etanol

96 % selama 24 jam. Setelah 24 jam, rendaman disaring dengan corong gelas

yang telah dilapisi kertas saring. Residunya dipisahkan dan filtrat I yang diperoleh

diuapkan dengan rotary evaporator sehingga didapat ekstrak etanol kemudian

ekstrak dikeringkan. Residu dimaserasi ulang seperti cara di atas sebanyak tiga

kali perulangan sehingga diperoleh filtrat II dan III lalu diuapkan menggunakan

rotary evaporator.

Ekstrak etanol buah mengkudu ditimbang untuk dibuat seri konsentrasi

10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, dan 100%. Ekstrak dibuat

dengan menggunakan pelarut CMC 0,1%.

3. Uji invivo pada daging

Daging segar dari Rumah Pemotongan Hewan dicuci bersih. Daging

kemudian dipotong dan sampel daging ditimbang dengan rata-rata berat 6 gram.

Daging direndam dengan ekstrak mengkudu untuk masing-masing seri

konsentrasi, pelarut CMC 0,1% dan formalin 1% sebagai pembanding selama 2

menit. Daging yang sudah direndam kemudian disimpan pada suhu kamar.

4. Uji ALT pada daging

Uji ALT dilakukan setiap 4 jam terhadap sampel daging yang telah diuji

invivo. Daging tersebut selanjutnya dicacah dan dihomogenasi dengan larutan

xxxviii

garam fisiologis 0,9 % yang telah dicampur dengan pepton water 0,1 %. Hasil

homogenisasi sampel dipipet sebanyak 100 uL ke dalam tabung pertama sebagai

pengenceran 10-2 dan digojog hingga homogen. Pengenceran dilakukan hingga

pengenceran 10-8. Hasil pengenceran untuk tiap faktor pengenceran ditanam ke

dalam media NA steril sebanyak 100 uL kemudian cairan sampel diratakan

dengan drygalski. Uji ALT tersebut dilakukan secara aseptik di dalam LAF.

Cawan petri kemudian diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam. Jumlah koloni

yang tumbuh dihitung menggunakan colony counter (Depkes RI, 1995).

5. Uji kadar air, pH dan suhu daging

Daging yang telah diuji invivo kemudian diuji nilai suhunya dengan

menggunakan termometer. Setelah itu daging juga diuji nilai pH nya dengan

menggunakan kertas indikator pH skala 4-7. Selanjutnya dikakukan uji kadar air

daging. Uji kadar air daging dilakukan dengan penimbangan flakon kosong.

Setelah itu flakon diisi dengan daging seberat 2 gram yang sudah diuji invivo

untuk masing-masing konsentrasi ekstrak kemudian dilakukan penimbangan

kembali. Berat flakon kosong berisi daging dianggap sebagai berat sampel awal.

Flakon yang berisi daging kemudian dimasukkan kedalam oven dengan suhu

100oC selama 24 jam. Setelah 24 jam, flakon berisi daging ditimbang kembali dan

nilainya dianggap sebagai berat sampel akhir. Selisih antara berat awal dengan

berat akhir adalah nilai perubahan kadar air dalam daging. Kadar air daging

dihitung dengan rumus:

berat sampel awal-berat sampel akhir X 100% berat sampel awal

xxxix

E. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak

Lengkap (RAL) faktorial. Percobaan dilakukan dengan menggunakan 2 faktor

yaitu konsentrasi yang terdiri dari 12 perlakuan yaitu konsentrasi 0%,10%, 20%,

30%, 40%, 50%, 60%, 70%, 80%, 90%, 100%, formalin 1% dan faktor waktu

penyimpanan yang terdiri dari 2 perlakuan yaitu lama waktu penyimpanan 0, 4,

8, 12, 16 jam. Percobaan diatas dilakukan dengan dua kali perulangan perlakuan.

F. Analisis Data

Data hasil pengamatan dianalisis dengan ANOVA. Jika terdapat perbedaan

yang signifikan, maka dilanjutkan dengan uji DMRT dengan tingkat kesalahan

5%.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Tahap Preparasi Dan Pengujian Awal

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah mengkudu

sebanyak 20 kg yang berumur 4 bulan dan berwarna kuning keputihan. Hal ini

dikarenakan pada usia 4 bulan kandungan flavonoid di dalam buah mengkudu cukup

tinggi (Hilman, 2010). Sebelum buah mengkudu dibuat serbuk, sebelumnya

xl

dilakukan penyortiran, pencucian, pemotongan, pengeringan, serta penghancuran

buah mengkudu tersebut sehingga didapatkan simplisia serbuk sebanyak 1200 gram

dari buah mengkudu.

Pembuatan serbuk bertujuan untuk memperluas permukaan partikel yang

berinteraksi dengan pelarut sehingga penetrasi pelarut ke dalam jaringan tanaman

berlangsung efektif, hal ini mempermudah melarutkan metabolit sekunder (Cannell

dalam Ristiningsih, 2009), serta senyawa dapat terekstrak dengan sempurna. Setelah

itu dilakukan ekstraksi dan pembuatan seri konsentrasi ekstrak buah mengkudu.

Selanjutnya dilakukan ekstraksi dengan metode maserasi dengan etanol sebagai

pelarutnya.

Etanol digunakan sebagai pelarut dalam proses ekstraksi karena berdasarkan

beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa etanol merupakan pelarut semipolar yang

sangat baik untuk menarik senyawa golongan polifenol, fenol, glikosida, dan

flavonoid yang ada dalam biomassa tumbuhan (Virganita, 2009). Hal ini sesuai

dengan referensi yang didapatkan bahwa senyawa aktif antibakteri yang terkandung

di dalam buah mengkudu yaitu flavonoid (Djauhariya, 2003) tergolong dalam

senyawa polar sehingga untuk menarik senyawa polar yang ada pada buah mengkudu

dianjurkan untuk menggunakan pelarut yang memiliki sifat kepolaran yang sama.

Selanjutnya dilakukan pembuatan seri konsentrasi ekstrak buah mengkudu. Dalam

pembuatan ekstrak digunakan pelarut CMC. CMC merupakan turunan selulosa yang

mudah larut di dalam air yang berfungsi untuk melarutkan ekstrak dalam pembuatan

seri konsentrasi ekstrak buah mengkudu. Selanjutnya dilakukan uji invivo pada

daging. Setelah itu dilakukan pengujian terhadap kadar air, pH ,suhu dan ALT pada

daging.

xli

B. Uji ALT daging sapi

Uji ALT dilakukan terhadap sampel daging sapi yang telah mengalami uji

invivo setiap 4 jam secara aseptis. Semua peralatan yang digunakan telah

disterilisasikan menggunakan autoclave pada suhu 121°C selama 30 menit. Tahapan

dalam uji ALT ini meliputi proses penghancuran sampel, homogenisasi sampel,

pengenceran, penanaman pada media padat (inokulasi), tahap inkubasi dan

penghitungan jumlah koloni bakteri. Tahap penghancuran sampel, homogenisasi

sampel, pengenceran serta inokulasi dilakukan didalam LAF.

Tahap homogenisasi sampel merupakan tahap pendahuluan dalam pengujian.

Homogenisasi daging diawali dengan pencacahan menggunakan pisau steril,

kemudian daging hasil cacahan dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan selanjutnya

dilakukan tahap pengenceran. Homogenisasi bertujuan untuk membebaskan sel

bakteri yang mungkin terlindung partikel sampel dan untuk memperoleh distribusi

bakteri sebaik mungkin.

Pada tahap pengenceran, menggunakan larutan pengencer yang berfungsi

untuk mengaktifkan kembali sel-sel bakteri yang mungkin kehilangan vitalitasnya

karena kondisi di dalam sampel yang kurang menguntungkan. Pengenceran suspensi

sampel dilakukan untuk mendapatkan koloni yang tumbuh secara terpisah dan dapat

dihitung dengan mudah. Pengencer yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari

larutan NaCl 0,9% yang ditambah dengan pepton water 0,1%. Penggunaan NaCl

sebagai larutan pengencer ini sesuai dengan fungsi NaCl sebagai garam fisiologis

yang mengandung ion-ion terlarut dalam cairan tubuh organisme, sedangkan

xlii

peptone water berfungsi sebagai sumber nutrisi bagi bakteri untuk mempertahankan

fase tumbuh bakteri.

Dalam uji ALT ini digunakan media NA karena pada media NA terkandung

nutrisi terutama natrium yang berguna sebagai sumber karbon dan nitrogen yang

dibutuhkan untuk pertumbuhan bakteri pada sampel yang akan ditanam pada media.

Selanjutnya, cawan petri tersebut diinkubasi dalam inkubator pada suhu 370C selama

24 jam, yang bertujuan untuk menumbuhkan koloni bakteri. Selanjutnya jumlah

koloni bakteri yang tumbuh dihitung menggunakan colony counter.

ALT daging

2,00

3,00

4,00

5,00

0 4 8 12 16 20

waktu simpan (jam)

Log jum

lah b

akte

ri (cf

u/g

)

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

formalin1%

Gambar 4.1. ALT daging

Jika ditinjau dari pola grafik penghambatan jumlah bakteri dan rentang waktu

penyimpanan yang sama antara ekstrak dengan formalin 1% serta ditinjau dari

kualitas daging sapi yang masih bisa dikonsumsi berdasarkan batas jumlah bakteri

xliii

yang diizinkan untuk dikonsumsi (<10-4), tren grafik pertambahan jumlah bakteri

pada daging selama waktu penyimpanan 4 jam, cenderung mengalami kenaikan yang

diindikasikan dengan meningkatnya suhu pada daging, terkecuali grafik jumlah

bakteri daging yang direndam ekstrak 40%, 50%, 60%, 70% yang cenderung

mengalami penurunan dengan jumlah bakteri pada daging yang masih dalam batas

aman untuk dikonsumsi. Kondisi ini diindikasikan dengan menurunnya kadar air dan

pH pada daging pada waktu penyimpanan tersebut. Hal ini sesuai dengan pernyataan

Muljanah dalam Wulandari et al. (2005) bahwa makin rendah kadar air, maka makin

lambat pertumbuhan bakteri dan hasil penelitian Yanti (2008) yang menunjukkan

semakin rendah pH daging sapi, semakin sedikit jumlah koloni bakteri. Semua daging

yang direndam dengan ekstrak dan formalin 1% memiliki jumlah bakteri yang masih

dalam batas aman untuk dikonsumsi (<104). Namun untuk daging yang direndam

dengan konsentrasi ekstrak 10%, 20%, 30%, jumlah bakteri pada waktu

penyimpanan 4 jam sudah melebihi batas aman jumlah bakteri yang aman untuk

dikonsumsi. Hal ini diindikasikan dengan meningkatnya suhu pada daging.

Peningkatan suhu mengindikasikan peningkatan jumlah bakteri karena adanya

metabolisme bakteri akan menyebabkan peningkatan suhu. Sehingga konsentrasi

10%, 20% dan 30% tidak memiliki aktifitas penghambatan pertambahan jumlah

bakteri.

Untuk waktu penyimpanan 8 jam, tren grafik jumlah bakteri tidak

menunjukkan adanya tren yang spesifik. Daging yang direndam ekstrak konsentrasi

40%, 70%, 80%, 90% dan formalin 1% cenderung memiliki tren grafik jumlah

bakteri yang cenderung menurun. Sedangkan daging yang direndam dengan ekstrak

konsentrasi 50%, 60% dan 100% cenderung memiliki tren jumlah bakteri yang

xliv

cenderung naik. Meskipun demikian, semua daging yang direndam dengan

konsentrasi ekstrak diatas dan formalin 1% memiliki jumlah bakteri yang masih

dalam batas aman untuk dikonsumsi.

Pada waktu penyimpanan 12 jam, tren grafik jumlah bakteri tidak

menunjukkan adanya tren yang spesifik. Daging yang direndam dengan konsentrasi

ekstrak 40%, 50%, 60%, 70% memiliki tren grafik jumlah bakteri yang cenderung

naik dan kenaikan jumlah bakteri tersebut telah melebihi batas jumlah bakteri yang

aman untuk dikonsumsi. Sehingga konsentrasi 40%, 50%, 60% dan 70% mampu

menghambat pertambahan jumlah bakteri selama 8 jam penyimpanan.

Tingginya pertumbuhan bakteri bisa disebabkan adanya lemak yang terdapat dalam

daging yang mampu membentuk lapisan pada permukaan mikroba dan dapat

mencegah penetrasi zat antimikroba dari ekstrak ke dalam sel mikroba (Ting and

Deibel dalam Rahayu, 2000). Selain itu kandungan protein dan lemak yang cukup

besar dalam bahan pangan dapat menurunkan aktifitas zat antimikroba (Shelef dalam

Rahayu, 2000). Sedangkan daging yang direndam ekstrak konsentrasi 80%, 90%

100% dan formalin 1% memiliki tren grafik jumlah bakteri yang cenderung menurun

yang disertai penurunan kadar air dengan jumlah bakteri tersebut masih berada dalam

batas aman untuk dikonsumsi. Hal ini disebabkan konsentrasi 80%, 90%, dan 100%

memiliki kandungan senyawa aktif antibakteri dan antioksidan yang cukup tinggi

sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri dalam jangka waktu yang lama.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Pelczar dan Chan (1988), bahwa semakin tinggi

konsentrasi suatu bahan antibakteri maka aktifitas antibakterinya semakin kuat pula.

Pada waktu penyimpanan 16 jam, tren grafik jumlah bakteri menunjukkan

penurunan, kecuali untuk daging yang direndam dengan konsentrasi ekstrak 80%,

xlv

90%, 100% dan formalin 1% yang menunjukkan tren grafik jumlah bakteri yang

cenderung naik yang diindikasikan dengan meningkatnya suhu daging pada waktu

penyimpanan tersebut. Meskipun demikian, untuk konsentrasi ekstrak 100% dan

formalin 1% kenaikan jumlah bakteri tersebut masih dalam batas aman jumlah bakteri

yang aman untuk dikonsumsi. Akan tetapi untuk esktrak konsentrasi 80% dan 90%

kenaikan jumlah bakteri tersebut sudah melebihi batas aman jumlah bakteri yang

aman untuk dikonsumsi. Sehingga ekstrak konsentrasi 80% dan 90% aktif

menghambat jumlah bakteri selama 12 jam. Meskipun ekstrak tersebut memiliki

kandungan senyawa antibakteri yang cukup tinggi, namun pada waktu penyimpanan

yang cukup lama yaitu 16 jam, aktifitas ekstrak tersebut berkurang. Kondisi ini

disebabkan penurunan aktifitas zat antimikroba yang bisa terjadi jika komponen

antimikroba tersebut bereaksi atau berkaitan dengan komponen makanan atau terjadi

pemecahan dan pengurangan struktur kimia antimikroba.

Ekstrak 100% memiliki aktifitas yang sama dengan formalin 1% dalam

rentang waktu penyimpanan yang cukup panjang yaitu 16 jam. Daging yang

direndam dengan konsentrasi ekstrak 100% layak untuk dikonsumsi selama rentang

waktu 16 jam penyimpanan sehingga mampu menggantikan formalin sebagai bahan

pengawet makanan terutama daging. Kemampuan ekstrak 100% menghambat

pertambahan jumlah bakteri dalam jangka waktu yang lama disebabkan karena

tingginya kandungan senyawa aktif antibakteri dan antioksidan di dalam ekstrak

sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri dalam jangka waktu yang lama.

Hal ini sesuai dengan pernyataan Pelczar dan Chan (1988), bahwa semakin tinggi

konsentrasi suatu bahan antibakteri maka aktifitas antibakterinya semakin kuat pula.

xlvi

Dari hasil analisis statistik, ekstrak maupun waktu penyimpanan memberikan

pengaruh yang signifikan (p<0,05) terhadap jumlah bakteri pada daging. Jumlah

bakteri daging yang direndam dengan semua konsentrasi ekstrak dan formalin 1%

memiliki perbedaan yang nyata terhadap jumlah bakteri pada daging kontrol. Jumlah

bakteri daging yang direndam dengan ekstrak 100% tidak berbeda nyata dengan

jumlah bakteri pada daging yang direndam dengan formalin 1%. Berdasarkan uraian

di atas, maka ekstrak yang memiliki kemampuan untuk menghambat jumlah bakteri

yang lebih baik daripada kontrol dan memiliki aktifitas yang sama dengan formalin

yaitu ekstrak dengan konsentrasi 100%. Hal tersebut didukung dengan hasil analisis

statistik dengan uji T yang meperlihatkan hasil bahwa bakteri pada daging yang

direndam dengan ekstrak konsetrasi 100% pada awal penyimpanan (0 jam) tidak

berbeda nyata (p>0,05) dengan jumlah bakteri pada akhir penyimpanan (16 jam),

sehingga dapat diartikan bahwa ekstrak konsentrasi 100% mampu menghambat

jumlah bakteri selama 16 jam penyimpanan.

Berdasarkan hasil analisis statistik dengan uji T , terdapat perbedaan

pertumbuhan bakteri pada daging antara perlakuan kontrol dan formalin 1%. Pada

daging kontrol, bakteri mengalami pertumbuhan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah

bakteri pada akhir penyimpanan (16 jam) berbeda nyata (p<0,05) dengan jumlah

bakteri pada awal penyimpanan (0 jam). Sedangkan pada daging yang direndam

dengan formalin 1 % pertumbuhan bakteri cenderung ditekan yang dapat terlihat dari

jumlah bakteri pada akhir dan awal penyimpanan yang tidak berbeda nyata

(p>0,05) . Dari pernyataan di atas, dapat dilihat bahwa formalin mampu menghambat

pertumbuhan bakteri pada daging. Hal ini dikarena memiliki unsur aldehida yang

bersifat mudah bereaksi dengan protein, sehingga formalin akan mengikat unsur

xlvii

protein mulai dari bagian permukaan hingga meresap ke bagian dalam suatu bahan

makanan. Formalin membunuh bakteri dengan membuat jaringan dalam bakteri

dehidrasi (kekurangan air), sehingga sel bakteri akan kering dan membentuk lapisan

baru di permukaan. Artinya, formalin tidak saja membunuh bakteri, tetapi juga

membentuk lapisan baru yang melindungi lapisan di bawahnya, supaya tahan

terhadap serangan bakteri lain (Setyabudi et al., 2008).

Fenomena perbedaan aktifitas penghambatan masing-masing konsentrasi

ekstrak pada waktu penyimpanan tertentu seperti dalam penelitian ini sesuai dengan

pernyataan Pelczar dan Chan dalam Sedjati (2007), bahwa apabila bahan antibakteri

diaplikasikan, bahan tersebut tidak akan membunuh semua sel bakteri pada saat yang

sama, melainkan sel-sel itu akan terbunuh dalam suatu periode waktu dengan laju

eksponensial yang konstan. Adanya fluktuasi pertambahan jumlah bakteri selama

masa penyimpanan selain disebabkan oleh faktor eksternal seperti kadar air, pH dan

suhu daging, juga berhubungan dengan faktor internal seperti fase pertumbuhan

bakteri.

Tingginya kandungan senyawa antioksidan yaitu senyawa fenol (flavonoid) di

dalam ekstrak sangat mempengaruhi keawetan suatu bahan pangan karena

antioksidan bekerja untuk menghambat autooksidasi pada lemak adalah dengan

menghambat reaksi antara peroksida aktif dengan ikatan rangkap lemak (Rini,

2009). Aktivitas antioksidan yang dimiliki oleh senyawa metabolit sekunder tanaman

sangat penting karena dapat berfungsi sebagai penangkap radikal bebas. Selain itu

juga memiliki peran dalam mekanisme pertahanan terhadap mikroorganisme.

Aktivitas ini dimiliki karena kemampuannya membentuk kompleks dengan protein

yang larut dan protein ekstraseluler, dan dapat membentuk kompleks dengan dinding

xlviii

sel bakteri (Cowan dalam Kresnawaty, 2009), sehingga dapat berfungsi sebagai

antibakteri. Selain itu, penghambatan pertumbuhan sel mikroba oleh komponen fenol

dari suatu zat antimkroba disebabkan kemampuan fenol untuk mendenaturasi protein

dan merusak membran sel dengan cara melarutkan lemak yang terdapat pada dinding

sel, karena senyawa ini mampu melakukan migrasi dari fase cair ke fase lemak

(Pelczar dan Reid dalam Rahayu, 2000). Aktivitas antioksidan dan antibakteri ini

dapat dimanfaatkan sebagai bahan tambahan makanan yang akan menjaga makanan

dari ketengikan dan kontaminasi bakteri.

C. Hasil uji faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas daging sapi

1. Kadar air daging

kadar air daging

40%

45%

50%

55%

60%

65%

70%

75%

80%

85%

0 4 8 12 16 20waktu simpan (jam)

kad

ar a

ir

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

formalin1%

Gambar 4.2. kadar air daging

Dari grafik kadar air daging, dapat dilihat bahwa kadar air daging

yang direndam ekstrak pada 4 jam penyimpanan cenderung mengalami

xlix

penurunan hal ini disebabkan ekstrak pada awal waktu penyimpanan lebih

difokuskan untuk menyerap air yang ada pada daging melalui proses

osmosis. Sedangkan pada 8 jam penyimpanan, kadar air daging tidak

menunjukkan tren yang spesifik. Hal ini disebabkan jumlah bakteri pada

waktu penyimpanan tersebut juga tidak menunjukkan tren yang spesifik.

Untuk waktu penyimpanan 12 jam kadar air daging cenderung menurun

terkecuali daging yang direndam dengan ekstrak konsentrasi 40% dan

50% yang mengalami kenaikan hal ini didukung dengan meningkatnya

jumlah bakteri pada waktu penyimpanan tersebut. Hal tersebut sesuai

dengan pernyataan Fardiaz (1992) bahwa semakin banyak bakteri yang

tumbuh, maka jumlah air yang dihasilkan juga semakin banyak.

Sedangkan untuk waktu penyimpanan 16 jam kadar air daging cenderung

mengalami kenaikan, kecuali daging yang direndam dengan ekstrak

konsentrasi 40-100% yang cenderung mengalami penurunan. Hal ini

disebabkan tingginya kandungan zat antibakteri pada ekstrak yang mampu

menghambat pertambahan jumlah bakteri sehingga kadar air daging

menurun.

Rata-rata kadar air daging yang direndam dengan ekstrak

mengkudu dengan konsentrasi yang cukup tinggi (40-100%) memiliki

kadar air yang cukup rendah yaitu berkisar antara 60-66% selama 16 jam

penyimpanan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Muchtadi dan Sugiyono

dalam Yanti et al. (2008) bahwa kadar air daging sapi yang

direkomendasikan oleh American Meat Institute Foundation adalah

66%. Sehingga kadar air daging yang direndam dengan ekstrak mengkudu

l

dengan konsentrasi yang cukup tinggi memiliki kadar air yang memenuhi

standart tersebut.

2. pH daging

pH daging

4

4,2

4,4

4,6

4,8

5

5,2

5,4

5,6

5,8

6

0 4 8 12 16 20waktu simpan (jam)

nila

i pH

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

form1%

Gambar 4.3. pH daging

Berdasarkan grafik pengukuran pH diatas, pH daging cenderung

mengalami penurunan pada 4 jam penyimpanan mungkin disebabkan

ekstrak aktif bekerja selama 4 jam penyimpanan. Sedangkan selama 8

jam penyimpanan, pH daging cenderung stabil dan ada sebagian daging

yang mengalami penurunan pH hal ini mungkin disebabkan jenis bakteri

yang tumbuh pada daging adalah golongan bakteri asam laktat yang

menyebabkan pH menjadi rendah (Kusmiati dan Amaria Malik, 2002).

Untuk waktu penyimpan 12 jam, pH daging tidak menunjukkan tren yang

spesifik hal ini disebabkan karena pada waktu penyimpanan tersebut

li

jumlah bakteri mengalami fluktuasi. Sedangkan pH daging pada 16 jam

penyimpanan cenderung stabil.

Jika dibandingkan dengan kontrol, semua daging yang direndam

semua konsentrasi ekstrak maupun formalin 1% memiliki pH yang lebih

rendah dibandingkan kontrol. Hal ini memperlihatkan bahwa ekstrak

mengkudu memiliki efek memperpanjang waktu simpan daging yang

ditandai dengan rendahnya pH pada daging.

Nilai pH medium sangat mempengaruhi jenis mikroba yang

tumbuh. Nilai pH yang cukup rendah yaitu 4-5 menyebabkan bakteri pada

umumnya tidak dapat berkembangbiak dengan baik (Rahayu, 2000).

Dari hasil pengukuran pH daging sapi yang direndam ekstrak, rata-rata pH

daging berkisar antara 4,4-5,3 sehingga dapat dimungkinkan bahwa

bakteri yang terdapat pada daging tersebut adalah golongan bakteri asam

laktat, hal ini sesuai dengan hasil penelitian Nur (2009) tentang suksesi

mikroba pada fermentasi mandai (makanan tradisional yang dibuat dengan

fermentasi berkadar garam tinggi) bahwa kisaran pH yang terbentuk

selama fermentasi mandai berada dalam kisaran pH 3,71-6,02. Nilai pH

tersebut mengindikasikan bahwa bakteri yang ditemukan dalam produk

mandai adalah kelompok bakteri asam laktat. Bakteri asam laktat

umumnya akan memecah glukosa untuk menghasilkan asam laktat. Hal ini

menyebabkan pH menjadi rendah yang dapat menghambat pertumbuhan

bakteri lain sehingga dapat berfungsi sebagai pengawet makanan

(Kusmiati dan Amaria Malik, 2002).

lii

Kombinasi antara senyawa antimikroba dan pH asam dapat

memperkuat aktifitas antimikroba. Menurut Hugo dan Russel dalam

Rahayu (2000), senyawa fenolik menunjukkan keaktifan maksimum pada

pH asam. Dari hasil pengukuran nilai pH daging yang direndam dengan

ekstrak mengkudu mempunyai pH yang cukup rendah. Diduga pH yang

rendah pada mengkudu menyebabkan zat antimikroba dalam ekstrak

mengkudu menjadi lebih aktif dalam menghambat pertumbuhan bakteri.

3. Suhu daging

suhu daging

28

28,5

29

29,5

30

30,5

0 4 8 12 16 20

waktu simpan (jam)

suhu

(oC

)

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

formalin1%

Gambar 4.4. suhu daging

Selama 4 jam penyimpanan suhu daging cenderung mengalami

kenaikan. Sedangkan pada 8 jam penyimpanan suhu daging tidak

menunjukkan tren yang spesifik karena jumlah bakteri pada waktu

penyimpanan tersebut mengalami fluktuasi. Pada 12 jam penyimpanan, suhu

liii

daging cenderung menurun. Sedangkan pada 16 jam penyimpanan suhu

daging mengalami peningkatan

Nilai suhu daging dari semua perlakuan ekstrak tersebut lebih rendah

jika dibandingkan dengan kontrol sehingga dapat terlihat bahwa perendaman

daging dengan ekstrak memberikan efek memperpanjang waktu simpan

daging dibandingkan dengan daging yang tidak direndam ekstrak, hal ini

sesuai dengan pernyataan Hadiwiyoto dalam Haryuni et al. (2003) bahwa

kecepatan proses metabolisme untuk pertumbuhan bakteri tersebut sangat

tergantung pada suhu penyimpanan. Semakin rendah suhu semakin lambat

proses metabolisme tersebut berlangsung dan semakin lama daging dapat

disimpan. Selain itu, suhu tinggi akan menyebabkan perubahan pH yang

cepat, sehingga dapat diasumsikan jika suhu mengalami penurunan, maka

jumlah bakteri juga akan menurun.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat disimpulkan bahwa :

liv

1. Konsentrasi ekstrak etanol buah mengkudu memberikan pengaruh yang signifikan

terhadap jumlah bakteri pada daging sapi.

2. Waktu penyimpanan memberikan pengaruh yang signifikan terhadap jumlah

bakteri pada daging sapi.

3. Konsentrasi ekstrak 100% memiliki aktifitas yang sama dengan formalin dalam

menghambat jumlah bakteri selama waktu penyimpanan 16 jam.

B. Saran

1. Perlu adanya uji lanjutan untuk mengetahui aroma dan tesktur (uji

organoleptik) daging yang sudah diuji invivo.

2. Perlu adanya uji lanjutan untuk mengidentifikasi jenis bakteri yang tumbuh pada

daging yang sudah diuji invivo.

3. Perlu adanya uji lanjutan dengan penambahan proses pengeringan pada daging

setelah direndam ekstrak mengkudu

DAFTAR PUSTAKA Adnyana, I Ketut. , Elin Yulinah, Andreanus A. Soemardji, Endang Kumolosasi,

Maria Immaculata Iwo, Joseph Iskendiarso Sigit, Suwendar. 2004. Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.). Acta Pharmaceutica Indonesia 29(2):43-48.

A. K. Palu, Kim A. H.,West B. J., Deng S., Jensen J., White L. 2008. The Effects of

Morinda citrifolia L. ( noni ) On The Immune System : Its Molecular Mechanism of Action. Journal Ethnopharmacol 115 (3): 502-506.

lv

Anonimus. 2001. Materi Penyuluhan Bagi Perusahaan Makanan Industri Rumah Tangga. Dinas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Sleman.

Barus, Pina. 2009. Pemanfaatan Bahan Pengawet dan Antioksidan Alami Pada

Industri Bahan Makanan. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar. Fakultas MIPA Universutas Sumatera Utara.

Buana, Rika Fithri Nurani. 2009. Daya Antibakteri Ekstrak Bawang Putih (Allium

sativum) dalam Menghambat Pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli pada Daging Sapi. Skripsi. Jurusan Mikrobiologi Fakultas Biologi Institut Teknik Bandung.

Collins, C.H , Patricia M. Lyne, J.M. Grage. 1989. Microbiological Methods. 6th

Edition. London : Butterworth. Depkes R I. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Depkes R I. Djauhariya, Endjo. 2003. Mengkudu (Morinda citrifolia L) Tanaman Obat

Tradisional. Perkembangan Teknologi 15(1): 18-23. Djaafar, Titiek F. and Siti Rahayu. 2007. Cemaran Mikroba pada Produk Pertanian,

Penyakit yang Ditimbulkan dan Pencegahannya. Jurnal Litbang Pertanian 26(2): 68-69.

Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pengelolaan Pangan. Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

Hilman. 2009. Buah Mengkudu Untuk Obat Kanker.www.naturindonesia.com [14-3-

2010]. Haryuni, Ratna Dini, Suranto, Ratna Setyaningsih. 2003. Pengaruh Rempah-Rempah

terhadap Kualitas Fillet Ikan Mas (Cyprinus carpio L.). Enviro 3(1):10-17.

Jawetz E, Melnick GE, and Adelberg CA. 2001. Mikrobiologi kedokteran (diterjemahkan oleh Penerjemah Bagian Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga). 1st Edition. Surabaya : Salemba Medika.

Jayaraman, Satish Kumar, Muthu Saravanan Manoharan, Seethhalakshmi Illanchezian. 2008. Antibacterial, Antifungal and Tumor Cell suppression Potential of Morinda citrifolia Fruit Extracts. International Journal of Integrative Biology 3(1): 46-47.

Kresnawaty, Irma dan Achmad Zainuddin. 2009. Aktivitas Antioksidan Dan Antibakteri Dari Derivat Metil Ekstrak Etanol Daun (Uncaria gambir). Jurnal Littri 15(4):145 – 151.

lvi

Kusmiati dan Amaria Malik. 2002. Aktivitas Bakteriosin Dari Bakteri Leuconostoc mesenteroides Pbac1 Pada Berbagai Media. Makara Kesehatan 6(1):1-6.

Nur, Hasrul Satria. 2009. Suksesi Mikroba Dan Aspek Biokimiawi Fermentasi

Mandai Dengan Kadar Garam Rendah. Makara Sains 13(1):13-16. Nurjanah et al. 2004. Kemunduran Mutu Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.) Selama

Penyimpanan Pada Duhu Ruang. Buletin Teknologi Hasil Perikanan 7(1): 37-42.

Nurimala, Mala et al. 2009.Kemunduran Mutu Ikan Lele Dumbo (Clarias

gariepinus) Pada Penyimpanan Suhu Chilling Dengan Perlakuan Cara Mati. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia 12(1): 1-14.

Rahayu, Winiarti Puji. 2000. Aktifitas Antimikroba Bumbu Masakan Tradisional

Hasil Olahan Industri Terhadap Bakteri Patogen dan Perusak. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 11(2):22-34.

Sedjati, Sri et al. 2007. Studi Penggunaan Khitosan Sebagai Anti Bakteri Pada Ikan

Teri (Stolephorus heterolobus) Asin Kering Selama Penyimpanan Suhu Kamar. Jurnal Pasir Laut 2(2): 54-66.

Pelczar, Michael J. dan E.C.S Chan. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta : UI

Press. Purnomo, A., H. Khusnan, S. I. O Salasia and Soegiyono. 2006. Isolasi dan

Karakterisasi Staphylococcus aureus Asal Susu Kambing Peranakan Ettawa. MKH 22(3): 142-146.

Purwani, Eni., Estu Retnaningyas, Dyah Widowati. 2008. Pengembangan Pengawet

Alami Dari Ekstrak Lengkuas, Kunyit dan Jahe Pada Daging dan Ikan Segar. Laporan Penelitian. Jurusan Ilmu Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Muhamadiyah Surakarta.

Purwaningsih, Sri et al. 2005. Pengaruh Lama Penyimpanan Daging Rajungan

(Portunus pelagicus) Rebus Pada Suhu Kamar. Buletin Teknologi Hasil Perikanan 13 (1): 42-49.

Putra , Aan Kurnain. 2009 . Boraks dan Formalin pada Makanan. Jurnal

lingkungan. Reco, Bernadus and Yustina Sri hartini. 2003. Pengaruh Metode Pengeringan dengan

Oven dan Pengeringan di Bawah Sinar Matahari terhadap Cemaran S. aureus pada Simplisia Dlingo (Acorus calamus L.). Jurnal Farmasi Sains dan Komunitas 1(2): 89-96.

lvii

Ridwansyah. 2002. Pengaruh Konsentrasi Hidrogen Peroksida (H2O2) Dan Lama Perendaman Terhadap Mutu Ikan Kembung Yang Dipindang. Laporan Penelitian:Jurusan Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Rini, R. 2009. Produksi Antioksidan Dari Daun Simpur (Dillenia indica)

Menggunakan Metode Ekstraksi Tekanan Tinggi Dengan Sirkulasi Pelarut. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia. Jurusan Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik Universitas Indonesia.

Ristiningsih, Tahan. 2009. Uji Antibakteri Komponen Bioaktif Daun Lobak

(Raphanus sativus L.) Terhadap Staphylococcus aureus Rosenbach Dan Profil Kromatografi Lapis Tipisnya. Skripsi : Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Salamah, Ella et al. 2008. Penapisan Awal Komponen Bioaktif Dari Kijing Taiwan

(Anodonta woodianan Lea.) Sebagai Senyawa Antioksidan. Buletin Teknologi Hasil Perikanan 11(2):113-132.

Setyabudi, Dondy A., Christina Winarti, Risfaheri. 2008. Perlunya Standar Mutu

Buah Impor : Studi Kasus Kontaminan Pada Buah-Buahan Impor. Prosiding PPI Standardisasi 2008 Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Pangan. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada

Press. Soputan J E M Soputan J E M. 2004. Dendeng sapi Sebagai Alternatif Pengawetan

Daging. Makalah Ilmiah. Institut Pertanian Bogor. Van Steenis, Dr. C. G. G. J. 1997. Flora untuk Sekolah di Indonesia (terjemahan oleh

Ir. Moeso S et al.). Jakarta: PT. Pradnya Paramita. Virganita, Jenny. 2009. Uji Antibakteri Komponen Bioaktif Daun Lobak (Raphanus

sativus L.) Terhadap Escherichia coli Dan Profil Kromatografi Lapis Tipisnya. Skripsi : Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Wulandari, S., Irda Sayuti, dan Asnaini. 2005. Analisis Mikrobiologi; Produk Ikan

Kaleng (Sardines) Kemasan Dalam Limit Waktu Tertentu (Expire). Jurnal Biogenesis 2(1): 30-35.

Yanti H., Hidayati dan Elfawati. 2008. Kualitas Daging Sapi dengan Kemasan Plastik

PE (Polyethylen) dan Plastik PP (Polypropylen) Di Pasar Arengka Kota Pekanbaru. Jurnal Peternakan 5(1): 22 - 27.

lviii

Yulianto, Rudi., Nuning Merduwati, Kurrotun N. Azizah. 2008. Pemanfaatan Sari Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.) Sebagai Alternatif Anti Bakteri Penyebab Penyakit Batuk . Laporan Penelitian. Universitas Negeri Malang.

Yuswantina, Richa. 2009.Uji Aktivitas Penangkapan Radikal Dari Ekstrak Petroleum

Eter, Etil Asetat dan Etanol Rhizoma Binahong (Anredera cordifolia Steen.) Dengan Metode DPPH. Skripsi. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.