pengaruh konsentrasi dan lama perendaman ekstrak …repository.uts.ac.id/169/1/skripsi gita...
TRANSCRIPT
i
PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN EKSTRAK
DAUN SALAM (Syzygium polyanthum) TERHADAP MUTU DAGING SAPI
(Bos primigenius taurus) PADA SUHU RUANG
HALAMAN SAMPUL
SKRIPSI
Oleh:
GITA CAHYANI
NIM. 15.01.042.008
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS TEKNOLOGI SUMBAWA
SUMBAWA BESAR
2019
ii
LEMBAR LOGO
-
iii
PENGARUH KONSENTRASI DAN LAMA PERENDAMAN EKSTRAK
DAUN SALAM (Syzygium polyanthum) TERHADAP MUTU DAGING SAPI
(Bos primigenius taurus) PADA SUHU RUANG
HALAMAN JUDUL
SKRIPSI
Diajukan kepada
Universitas Teknologi Sumbawa
sebagai salah satu persyaratan menyelesaikan
Program Sarjana Strata Satu (S1)
Oleh:
GITA CAHYANI
NIM. 15.01.042.008
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS TEKNOLOGI SUMBAWA
SUMBAWA BESAR
2019
iv
Skripsi ini disusun oleh
Gita Cahyani
NIM 15.01.042.008
telah diperiksa dan disetujui untuk diuji
Sumbawa Besar, 29 Juli 2019
Pembimbing I : Nurkholis, S.T., M.Eng
NIDN. 0824129102
Pembimbing II : Dinar Suksmayu Saputri S.TP., M.P.
NIDN. 0728048501
Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian
Nurkholis, S.T., M.Eng
NIDN. 0824129102
v
Skripsi ini disusun oleh
Gita Cahyani
NIM. 15.01.042.024
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Skripsi
Tanggal 30 Juli 2019
Ketua :
Nurkholis, S.T., M.Eng
NIDN. 0824129102
Anggota 1 :
Dinar Suksmayu Saputri, S.TP.,M.P.
NIDN. 0728048501
Anggota 2 :
Chairul Anam Afgani, S.TP., M.P.
NIDN. 0805039301
Mengetahui,
Ketua Program Studi
Teknologi Industri Pertanian
Nurkholis, S.T., M.Eng
NIDN. 0824129102
Dekan
Fakultas Teknologi Pertanian
drh. Samuyus Nealma, M.Vet
NIDN. 0828089002
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENG
vi
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Gita Cahyani
NIM : 15.01.042.008
Program Studi : Teknologi Industri Pertanian
Fakultas : Teknologi Pertanian
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar
tulisan saya, kecuali kutipan atau ringkasan yang semuanya telah saya jelaskan
sumbernya. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan bahwa skripsi
ini hasil plagiasi, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Sumbawa, 30 Juli 2019
Yang membuat pernyataan
Gita Cahyani
vii
ABSTRAK
Cahyani, G. 2019. Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Ekstrak Daun
Salam (Syzygium polyanthum) Terhadap Mutu Daging Sapi (Bos
primigenius taurus) Pada Suhu Ruang. Skripsi. Program Studi Teknologi
Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Teknologi
Sumbawa. Pembimbing (I) Nurkholis, S.T., M.Eng. (II) Dinar Suksmayu
Saputri, S.TP., M.P.
Daging merupakan bahan makanan hewani yang digemari oleh seluruh
lapisan masyarakat karena rasanya yang lezat dan mengandung nilai gizi yang
tinggi. Salah satu daging yang banyak disukai oleh masyarakat sumbawa selain
daging ayam dan daging kambing adalah daging sapi. Daging sapi merupakan
produk pangan yang asal hewan yang bersifat mudah rusak (perishable) dan
merupakan media untuk berkembangnya mikroba yang diakibatkan karena
kandungan gizinya yang lengkap terutama protein yang sangat tinggi sehingga
mikroorganisme mudah berkembang baik pathogen (menyebabkan sakit) maupun
pembusuk. Pengawetan daging adalah usaha untuk mencegah terjadinya
kerusakan atau perubahan pada daging, salah satunya dengan menggunakan
pengawet alami yaitu daun salam (Syzygium polyanthum) karena mengandung
senyawa seperti minyak atsiri, tanin, dan flavonoid yang bersifat anti
mikroorganisme. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi
dan lama perendaman ekstrak daun salam terhadap mutu kimia, mikrobiologi dan
organoleptik daging sapi pada suhu ruang. Rancangan penelitian yang digunakan
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan dua faktor. Faktor 1 yaitu
konsentrasi ekstrak daun salam : 0%, 25%, dan 42%. Faktor 2 yaitu lama
perendaman : 20 menit, dan 30 menit. Penelitian ini dilakukan pengulangan
sebanyak 3 kali ulangan. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil bahwa
terdapat pengaruh penggunaan ekstrak daun salam dan lama perendaman terhadap
mutu kimia dan mikrobiologi daging sapi dimana terjadi penurunan kadar air
daging sapi setelah menggunakan ekstrak daun salam serta dapat menghambat
pertumbuhan bakteri, akan tetapi tidak berpengaruh terhadap pH daging sapi.
Selain pada mutu kimia dan mikrobiologi, penggunaan ekstrak daun salam juga
berpengaruh terhadap mutu organoleptik daging sapi dimana terjadi perubahan
warna dan aroma tetapi tidak terjadi perubahan pada tekstur daging sapi.
Kata Kunci : Daging Sapi, Ekstrak Daun Salam, Pengawet Alami, Umur Simpan.
viii
ABSTRACT
Cahyani, G. 2019. Effect of Concentration and Soaking Time of Salam Leaves
Extract (Syzygium polyanthum) on the Quality of Beef (Bos primigenius
taurus) at Room Temperature. Thesis. Agroindustrial Technology
Department. Faculty of Agricultural Technology. Sumbawa University of
Technology. Advisors: (I) Nurkholis, S.T., M.Eng. (II) Dinar Suksmayu
Saputri, S.TP., M.P.
Meat is an animal-based food that is favored by all levels of society
because it tastes delicious and contains high nutritional value. One of the meat
that is liked by Sumbawanese besides chicken and lamb is beef. Beef is ananimal-
based food product that is perishable and as a medium for the development of
microbes caused by its complete nutritional content, especially very high protein
so that microorganisms can develop both pathogens and decay. Preservation of
meat is an attempt to prevent the occurrence of damage or changes in meat, one
of them by using natural preservatives, namely Salam leaves (Syzygium
polyanthum) because they contain compounds such as essential oils, tannins, and
flavonoids that are anti-microorganism. This study aims to determine the effect of
concentration and soaking time of Salam leaf extract on the quality and
organoleptic properties of beef at room temperature. The research design used
was a Completely Randomized Design (CRD) with two factors. Factor 1 was the
concentration of Salam leaf extract: 0%, 25%, and 42%. Factor 2 was soaking
time 20 minutes, and 30 minutes. This study was repeated three times. Based on
the results of the study, it was found that there was an effect of the use of Salam
leaf extract and soaking time on the quality of beef where there was a decrease in
the water content of beef after using Salam leaf extract and could inhibit bacterial
growth, but did not affect the pH of beef. In addition to quality, the use of Salam
leaf extract also affect the organoleptic properties of beef where there were
changes in color and aroma but there was no change in the texture of beef.
Keywords : Beef, Salam Leaves Extract, Natural Preservatives, Shelf life. .
ix
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami persembahkan kehadirat Tuhan Yang Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi
dengan judul “Pengaruh Konsentrasi dan Lama Perendaman Ekstrak Daun Salam
(Syzygium polyanthum) Terhadap Mutu Daging Sapi (Bos primigenius taurus)
Pada Suhu Ruang”.
Penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan
kelulusan pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Teknologi Sumbawa. Penulis menyadari dalam pembuatan
tugas akhir ini tidak mudah dan banyak mendapatkan kendala. Tetapi karena
dukungan dari banyak pihak, baik secara moril maupun materil, penulis dapat
menjalani semua kegiatan ini dengan ikhlas dan penuh semangat. Maka pada
kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Bapak Sabram dan Ibu Titen Sumarni yang telah memberikan
dukungan penuh baik moral maupun material
2. Bapak Nurkholis, S.T., M.Eng., selaku Dosen Pembimbing I
3. Ibu Dinar Suksmayu Saputri, S.TP., M.P., selaku Dosen Pembimbing
II
4. Bapak Nurkholis, S.T., M.Eng., selaku Ketua Program Studi
Teknologi Industri Pertanian
5. Bapak drh. Samuyus Nealma, M.Vet., selaku Dekan Fakultas
Teknologi Pertanian
6. Seluruh Bapak/Ibu Dosen dan Staf Akademika Fakultas
7. Sofyan Hadi, Abdul Fajar, Rizki Jaya Putra, Kholis Abdu Subagia,
Maulana Fansyuri, Yuni Ariyasmi, Dan teman-teman Fateta angkatan
15 yang tidak bisa disebutkan namanya satu persatu.
Walaupun demikian, dalam skripsi ini, penulis menyadari bahwa skripsi
ini masih belum sempurna dan perlu banyak perbaikan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan skripsi ini. Namun demikian
adanya, semoga skripsi ini dapat dijadikan acuan tindak lanjut penelitian
selanjutnya dan bermanfaat bagi kita semua terutama bagi Teknologi Pertanian.
Sumbawa, 30 Juli 2019
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ........................................................... vi
ABSTRAK ........................................................................................................... vii
ABSTRACT ......................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... ix
DAFTAR ISI .......................................................................................................... x
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 2
1.4 Hipotesis Penelitian .................................................................................. 2
1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 4
2.1 Daging Sapi .............................................................................................. 4
2.3 Daun salam (Syzygium polyanthum) ........................................................ 8
2.4 Metode Ekstraksi Maserasi .................................................................... 11
2.5 Total Plate Count (TPC) ........................................................................ 12
2.6 Derajat Keasaman (pH) .......................................................................... 13
2.7 Kadar Air ................................................................................................ 13
2.8 Uji Organoleptik ..................................................................................... 14
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ......................................................... 16
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................ 16
3.2 Alat dan Bahan Penelitian ...................................................................... 16
3.3 Prosedur Penelitian ................................................................................. 16
3.4 Analisis Hasil Penelitian ........................................................................ 18
3.5 Rancangan Penelitian ............................................................................. 19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................ 21
4.1 Analisis Kadar Air .................................................................................. 21
4.2 Analisis pH ............................................................................................. 23
xi
4.3 Analisis Total Plate Count (TPC) .......................................................... 26
4.4 Uji Organoleptik ..................................................................................... 30
BAB V PENUTUP ............................................................................................... 39
5.1 Kesimpulan ............................................................................................. 39
5.2 Saran ....................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 40
LAMPIRAN ......................................................................................................... 45
RIWAYAT HIDUP
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Komposisi Daging Sapi tiap 100 gram bahan ................................................... 5
2.2 SNI Daging Segar 7388-2009 ........................................................................... 6
3.1 Rancangan Penelitian ...................................................................................... 20
4.1 Uji ANOVA Kadar Air Daging Sapi Ekstrak Daun Salam ............................ 22
4.2 Uji Lanjut Duncan Kadar Air Daging Sapi Ekstrak Daun Salam ................... 23
4.3 Uji ANOVA pH Daging Sapi Ekstrak Daun Salam........................................ 26
4.4 Data Uji Total Plate Count (TPC) Daging Sapi Ekstrak Daun Salam ........... 27
4.5 Uji ANOVA Warna Daging Sapi Ekstrak Daun Salam .................................. 31
4.6 Uji Lanjut Duncan Warna ............................................................................... 32
4.7 Uji ANOVA Kadar Air Daging Sapi Ekstrak Daun Salam ............................ 34
4.8 Uji ANOVA Aroma Daging Sapi Ekstrak Daun Salam ................................. 37
4.9 Uji Lanjut Duncan Aroma ............................................................................... 38
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Daging Sapi (Ilmi, 2016)................................................................................... 4
2.2 Daun Salam (Tammi, 2016) .............................................................................. 9
3.1 Diagram Alir Penelitian (Modifikasi Septianty, 2016) ................................... 17
4.1 Grafik Kadar Air Daging Sapi Ekstrak Daun Salam ...................................... 21
4.2 Grafik pH Daging Sapi Ekstrak Daun Salam .................................................. 24
4.3 Grafik Rata-Rata Uji Warna Daging Sapi Ekstrak Daun Salam ..................... 30
4.4 Reaksi perubahan warna pada daging (Lukman, 2009) .................................. 32
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Data Sekunder Uji Organoleptik ........................................................................ 45
2 Gambar Alat Dan Bahan .................................................................................... 48
3 Uji Total Plate Count Daging Sapi Ekstrak Daun Salam ................................. 50
4 Uji Kadar Air Daging Sapi Ekstrak Daun Salam ............................................... 51
5 Organoleptik Daging Sapi Ekstrak Daun Salam ................................................ 52
6 Hasil Uji Kadar Air di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Fakultas
Peternakan Universitas Mataram ....................................................................... 53
7 Hasil Uji pH di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Peternakan Unversitas
Mataram ............................................................................................................. 54
8 Hasil Uji TPC di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Peternakan Universitas
Mataram ............................................................................................................. 55
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Daging merupakan bahan makanan hewani yang digemari oleh seluruh lapisan
masyarakat karena rasanya yang lezat dan mengandung nilai gizi yang tinggi.
Salah satu daging yang banyak disukai oleh masyarakat sumbawa selain daging
ayam dan daging kambing adalah daging sapi. Alasan-alasan konsumen menyukai
daging sapi ini antara lain karena pertimbangan gizi, status sosial, pertimbangan
kuliner, dan pengaruh budaya barat (Fahrurozi, 2011). Menurut Data Badan Pusat
Satistik Sumbawa (BPS) tahun 2018 rata-rata pemotongan hewan ternak
khususnya sapi dalam 5 tahun terakhir mulai dari tahun 2013 sebanyak 4.888
ekor, tahun 2014 sebanyak 4.912 ekor, tahun 2015 sebanyak 4.415 ekor, tahun
2016 sebanyak 3.461 ekor, dan pada tahun 2017 sebanyak 3.634 ekor.
Jumlah mikroba yang melebihi ambang batas normal dapat membahayakan
kesehatan manusia. Aktivitas mikroorganisme ini dapat mengakibatkan perubahan
fisik maupun kimiawi yang tidak diinginkan, sehingga daging tersebut rusak dan
tidak layak dikonsumsi (Suarlan, 2017). Usaha untuk meningkatkan kualitas
daging dilakukan melalui pengolahan atau penanganan yang lebih baik sehingga
dapat mengurangi kerusakan atau kebusukan selama penyimpanan (Raharjo,
2010).
Pengawetan daging adalah usaha untuk mencegah terjadinya kerusakan atau
perubahan pada daging. Metode pengawetan yang digunakan bertujuan untuk
mengontrol aktivitas mikroorganisme yang menyebabkan aktivitas enzimatik dan
reaksi kimia pada daging. Penyimpanan daging segar pada umumnya
menggunakan metode pengemasan dan penyimpanan pada suhu rendah. Selain
itu, masyarakat sering menggunakan pengawet sintetis yang berbahaya seperti
formalin untuk mengawetkan daging. Penggunaan formalin untuk pengawet
makanan tidak dianjurkan karena dapat mengganggu kesehatan (Sahputra, 2015).
Berdasarkan hasil penelitian, bahan-bahan tersebut dapat menimbulkan dampak
negatif bagi kesehatan, sehingga sebagai alternatif pemecahannya dapat
digunakan bahan-bahan pengawet alami yang lebih aman untuk dikonsumsi
(Wulandari, 2014).
Di Indonesia banyak bahan pengawet alami yang lebih aman untuk digunakan
salah satunya yaitu daun salam (Sahputra, 2015). Daun salam merupakan tanaman
yang telah banyak dikenal oleh masyarakat, dan biasanya banyak dimanfaatkan
sebagai bumbu dapur atau rempah-rempah penyedap masakan karena memiliki
aroma khas. Kandungan kimia yang terdapat pada daun salam meliputi flavonoid,
saponin,triterpen, tanin, polifenol, alkaloid, dan minyak atsiri. Daun salam dapat
digunakan sebagai pengawet alami karena memiliki komponen bakterisidal,
2
bakteriostatik, fungisidal, fungistatik dan germisidal (menghambat germinasi
spora bakteri) aktivitas mikroba. Penelitian mengenai daun salam sebagai
pengawet telah banyak dilakukan, diantaranya penelitian yang dilakukan oleh
Suada (2018) hasil peneliitian menunjukkan bahwa perendaman menggunakan
infusa daun salam mampu mempertahankan kualitas daging sapi bali. Penelitian
Arhiono ( 2018), menunjukkan bahwa perendaman daging ayam broiler dengan
infusa daun salam mampu mempertahankan kualitas daging ayam broiler pada
suhu ruang. Hasil penelitian Paramita (2018), menunjukkan bahwa daya tahaan
daging kambing setelah diberikan perlakuan perendaman dengan infusa daun
salam dan diletakkan pada suhu ruang mengalami perubahan bau khas menjadi
bau daun salam, mengalami perubahan warna, penurunan pH, dan penurunan
kadar air.
Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu dilakukan penelitian tentang
pengaruh konsentrasi dan lama perendaman ekstrak daun salam (Syzygium
polyanthum) sebagai pengawet alami terhadap mutu daging sapi (Bos primigenius
taurus) pada suhu ruang.
1.2 Rumusan Masalah
1) Bagaimana pengaruh konsentrasi dan lama perendaman ekstrak daun
salam terhadap mutu kimia daging sapi pada suhu ruang?
2) Bagaimana pengaruh konsentrasi dan lama perendaman ekstrak daun
salam terhadap mutu mikrobiologi daging sapi pada suhu ruang?
3) Bagaimana pengaruh konsentrasi dan lama perendaman ekstrak daun
salam terhadap mutu fisik daging sapi pada suhu ruang?
1.3 Tujuan Penelitian
1) Mengetahui pengaruh konsentrasi dan lama perendaman ekstrak daun
salam terhadap mutu kimia daging sapi pada suhu ruang
2) Mengetahui pengaruh konsentrasi dan lama perendaman ekstrak daun
salam terhadap mutu mikrobiologi daging sapi pada suhu ruang
3) Mengetahui pengaruh konsentrasi dan lama perendaman ekstrak daun
salam terhadap mutu fisik daging sapi pada suhu ruang
1.4 Hipotesis Penelitian
Terdapat pengaruh konsentrasi dan lama perendaman ekstrak daun salam
terhadap mutu kimia, mikrobiologi dan fisik daging sapi pada suhu ruang
3
1.5 Manfaat Penelitian
1) Masyarakat
Penelitian ini dapat menjadi informasi bagi masyarakat untuk dapat
mengetahui bahwa daun salam memiliki kandungan antimikroba yang dapat
digunakan sebagai pengawet alami bahan pangan.
2) Pendidikan
Peneltian ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya
tentang potensi daun salam (Syzygium polyanthum) sebagai pengawet alami.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Daging Sapi
Daging sapi (beef) adalah jaringan otot yang diperoleh dari sapi yangumum
digunakan untuk keperluan konsumsi makanan. Daging sapi merupakan
komoditas daging disukai konsumen Indonesia selain daging ayam, daging
kambing, domba, dan lain-lainnya. Alasan–alasan konsumen menyukai daging
sapi ini antara lain karena, pertimbangan gizi, status sosial, pertimbangan kuliner,
dan pengaruh budaya barat (Arifin, 2015). Menurut Data Badan Pusat Statistik
Sumbawa (BPS) tahun 2018 rata-rata pemotongan hewan ternak khususnya sapi
selama 5 tahun terakhir mulai tahun 2013 sebanyak 4.888 ekor, tahun 2014
sebanyak 4.912 ekor, tahun 2015 sebanyak 4.415 ekor, tahun 2016 sebanyak
3.461 ekor, dan pada tahun 2017 sebanyak 3.634 ekor.
Gambar 2.1 Daging Sapi (Ilmi, 2016)
Daging sapi merupakan salah satu bahan pangan dari ternak yang
mengandung nutrisi berupa air, protein, lemak, mineral, dan sedikit karbohidrat
sehingga dengan kandungan tersebut menjadikan medium yang baik untuk
pertumbuhan bakteri dan menjadikan mudah mengalami kerusakan. Bahan
pangan dari ternak menjadi berbahaya dan tidak berguna apabila tidak aman oleh
karena itu, perlu penjagaan yang mutlak dalam keamanan pangan supaya
menjadikan berguna bagi tubuh (Ilmi, 2016).
Daging sapi memiliki warna merah terang, mengkilap, dan tidak
pucat.Secara fisik daging elastis, sedikit kaku dan tidak lembek. Jika dipegang
masih terasa basah dan tidak lengket di tangan dibedakan dari jenis kelamin
danumur, dimana dengan perbedaan tersebut akan membedakan mutu dari
dagingsapi. Pada saat hewan dipotong akan diperoleh karkas dan non karkas. Dari
seekor sapi yang beratnya 500 kg, akan diperoleh 350 kg karkas dan 270 kg
daging (Agustina, 2012).
5
Tabel 2.1 Komposisi Daging Sapi tiap 100 gram bahan
Komponen Jumlah
Kalori (kal) 207,00
Protein (g) 18,80
Lemak (g) 14,00
Karbohidrat (g) 0
Kalsium (mg) 11,00
Fosfor (mg) 170,00
Besi (mg) 2,80
Vitamin A (SI) 30,00
Vitamin B1 (mg) 0,08
Vitamin C (mg) 0
Air (g) 66,00
Sumber : Agustina, 2012
2.1.1 Pembusukan Pada Daging Sapi (Dengen, 2015)
Daging adalah semua jaringan hewan dan produk hasil pengolahan
jaringan-jaringan tersebut yang sesuai untuk dimakan serta tidak menimbulkan
gangguan kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Daging kaya dengan nutrien
matriks yang sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri pembusuk dan bakteri
patogen. Parameter kebusukan makanan antara lain perubahan warna, aroma
(bau), tekstur, bentuk, terbentuknya lendir, terbentuknya gas, dan akumulasi
cairan.
Pembusukan makanan oleh mikroba terjadi lebih cepat daripada
pembusukan karena enzim intraseluler dan ekstraseluler. Makanan mentah dan
yang telah diproses mengandung berbagai macam kapang, khamir, dan bakteri
yang mempunyai kemampuan untuk berkembang biak dan menyebabkan
kebusukan. Perkembangbiakan mikroba ini menjadi sangat penting pada proses
pembusukan karena bakteri memerlukan waktu yang cepat, diikuti oleh khamir
dan kapang. Mikroorganisme pembusuk memperoleh kebutuhan dari makanan
untuk tumbuh yang berasal dari karbon, nitrogen, vitamin, dan mineral.
Ketersediaan zat-zat ini dalam makanan bervariasi tergantung temperatur,
ketersediaan air, tekanan osmose, pH, potensial oksidasi reduksi, dan tekanan
atmosfer. Kebusukan pada daging ditandai dengan bau busuk, pembentukan
lendir, perubahan tekstur, terbentuknya pigmen (perubahan warna), dan perubahan
rasa.
Pembusukkan makanan disebabkan oleh faktor-faktor intrinsik antara lain
aktivitas air (aw), pH, potensi oksidasi-reduksi, kandungan nutrisi, dan struktur
protein. Makanan yang mengandung AW rendah (kurang dari 0,90) dan pH yang
6
rendah (kurang dari 5,3) lebih tahan terrhadap pembusukkan dibandingkan dengan
makanan yang mengandung aw lebih dari 0,90 dan pH lebih tinggi dari 6,4.
Pertumbuhan mikroba yang tampak pada makanan tampak dengan
munculnyalendir atau koloni, degradasi struktur komponen pada makanan yang
menyebabkanrusaknya tekstur, dan manifestasi yang paling dominan adalah
produk kimia hasilmetabolisme mikroba, terbentuknya gas, pigmen, polisakarida,
bau busuk danperubahan rasa. Kontaminasi makanan ditimbulkan oleh
lingkungan misalnya melalui udara, manusia, dan permukaan peralatan.
Permukaan peralatan memegang kunci utama pada kontaminasi makanan.
Kualitas mikrobiologi daging sangat bergantung pada status fisiologis pada saat
pemotongan hewan, kontaminasi pada saat pemotongan, suhu saat penyimpanan
dan distribusi.
Tabel 2.2 SNI Daging Segar 7388-2009
No.Kategori
Pangan Kategori Pangan
Jenis cemaran
mikroba Batas Maksimum
08.1.1
Daging segar, beku
(karkas dan tanpa
tulang) dan cincang
ALT (30◦C, 72 jam 1 x 106 koloni/ g
Koliform 1 x 102
koloni/g
Escherichia coli 1 x 101
koloni/g
Salmonella sp Negatif/25 g
Staphylococccus
aerus
1 x 102
koloni/g
Campylobacter sp Negatif/25 g
Berdasarkan Standar Nasional Indonesia 7388 tahun 2009 mengenai
batasmaksimum cemaran mikroba dalam pangan, ditetapkan bahwa batas
maksimum cemaran mikroba (BMCM) pada daging segar, beku (karkas dan tanpa
tulang), dan cincang adalah sebesar 1x106cfu/gr. Perubahan-perubahan yang
terjadi pada daging yang mengalami kebusukan adalah :
1) Bau, disebabkan oleh produksi produk akhir volatil.
2) Warna, disebabkan oleh produksi pigmen bakteri tersebut atau karena
oksidasi alami komponen daging seperti oksidasi mioglobin.
3) Tekstur, tekstur menjadi lunak karena proteinase.
4) Akumulasi gas, disebabkan oleh produksi CO2, H2, H2S.
5) Lendir, disebabkan oleh produksi dekstran, eksopolisakarida atau
banyakny a sel mikroba yang tumbuh.
6) Cairan, disebabkan oleh pecahnya struktur penahan hidrasi pada
daging
7
2.2 Pengawet alami
Pengawet alami adalah pengawetan yang dilakukan dengan cara yang
sederhana dan menggunakan bahan yang alami (Nahak, 2014). Bahan-bahan
alami memiliki aktivitas menghambat mikroba yang disebabkan oleh komponen
tertentu yang ada didalamnya (Jaelani, 2018). Pengawet alami merupakan bahan
pengawet pengganti bahan pengawet kimia yang lebih aman, dan lebih potensial
sebagai bahan antimikroba alami yang dapat mengawetkan makanan (Arizka,
2017).
Bahan pengawet alami merupakan jenis pengawet yang memiliki banyak
khasiat, terutama sebagai bahan pengawet makanan. Bahan pengawet alami relatif
aman dibandingkan bahan pengawet sintetis yang jika terjadi ketidaksempurnaan
proses dapat mengandung zat-zat yang berbahaya bagi kesehatan dan kadang-
kadang bersifat karsinogenik (Septiana, 2018).
Penggunaan bahan aktif alamiah sebagai bahan bertujuan untuk
menghindari penggunaan bahan kimia yang berbahaya seperti formalin dan klorin
yang berpengaruh buruk untuk kesehatan. Penggunaan bahan pengawet alamiah
bertujuan untuk mendapatkan produk aman, sehat, utuh dan halal (ASUH) (Sari,
2017).
Rempah-rempah merupakan bahan yang umum digunakan oleh
masyarakat di Indonesia yang dapat dimanfaatkan untuk memberikan aroma yang
khas pada makanan, juga memberikan manfaat bagi pemakainya dan berpengaruh
positif terhadap kesehatan, serta memberi sifat ketahanan serta pengawetan pada
bahan pangan. Rempah-rempah tertentu juga mempunyai aktivitas menghambat
pertumbuhan mikroba, baik kapang, khamir, maupun bakteri. Aktivitas
antimikroba ini diduga karena adanya senyawa kimia pada rempah-rempah yang
bersifat racun terhadap mikroba tertentu. Senyawa antimikroba ini sering
ditambahkan ke dalam makanan untuk mencegah pertumbuhan mikroba
pembusuk dan perusak. Bahan tambahan yang umum digunakan adalah asam
organik dan garamnya. Penambahan senyawa antimikroba dapat menghambat
pertumbuhan mikroba yang disebabkan oleh : (1) rusaknya dinding sel sehingga
terjadi lisis atau terhambatnya pembentukan dinding sel pada sel yang tumbuh, (2)
berubahnya permeabilitas membran sitoplasma yang mengakibatkan kebocoran
nutrien dari dalam sel, (3) denaturasi protein, dan (4) terhambatnya kerja enzim di
dalam sel (Septiana, 2018).
Tanaman yang berpotensi digunakan sebagai pengawet sekaligus
penambah aroma produk pangan adalah salam (Syzygium polyanthum) yang
termasuk dalam famili Myrtaceae (Murhadi, 2007). Daun salam mengandung
beberapa senyawa seperti minyak atsiri, tanin, dan flavonoid yang bersifat anti
mikroorganisme (Rahayu, 2015). Senyawa minyak atsiri dari tanaman pangan dan
rempah-rempah termasuk ke dalam kelompok GRAS (Generally Recognized and
8
Safe) sehingga relatif aman digunakan sebagai bahan pengawet pada produk
pangan (Murhadi, 2007).
2.3 Daun salam (Syzygium polyanthum)
2.3.1 Deskripsi DaunSalam
Salam adalah nama tumbuhan yang merupakan penghasil rempah
danmerupakan salah satu tanaman obat di Indonesia. Tumbuhan salam merupakan
tumbuhan yang banyak ditanam untuk dimanfaatkan daunnya. Beberapa nama
yang dimiliki oleh tumbuhan ini yaitu ubai serai (Melayu), manting (Jawa), dan
gowok (Sunda). Nama ilmiah dari tumbuhan ini yaitu Syzygium polyanthum
(Wight.) Walp atau Eugenia polyantha Wight (Mahardianti, 2014).
2.3.2 Klasifikasi Daun Salam
Secara ilmiah, daun salam bernama Eugenia polyantha wight dan memiliki
nama ilmiah lain, yaitu Syzygium polyantha wight. dan Eugenia lucidula Miq.
Tanaman ini masuk di dalam suku myrtaceae. Adapun nama yang sering
digunakan dari daun salam, di antaranya ubar serai, meselengan (Malaysia);
Indonesia Bay leaf, Indonesian laurel, Indian bay leaf (Inggris); Salamblatt
(Jerman); dan Indonesische lorbeerblatt (Belanda). Di beberapawilayah
Indonesia, daun salam dikenal sebagai salam (Sunda, Jawa, Madura); gowok
(Sunda); manting (Jawa); kastolam (kangean, Sumenep); danmeselengan
(Sumatera) (Mahardianti, 2014).
Menurut Mahardianti (2014), klasifikasi daun salam sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Superdivisi : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Order : Myrtales
Family : Myrteceae
Genus : Syzygium
Species : Syzygium polyanthum
2.3.3 Morfologi Daun Salam
Tumbuhan salam tumbuh di ketinggian 5 meter sampai 1.000 meter di atas
permukaan laut. Pohon salam dapat tumbuh di dataran rendah sampai pegunungan
dengan ketinggian 1.800 meter diatas permukaan laut. Tumbuhan salam termasuk
dalam tumbuhan menahun atau tumbuhan keras karena dapat mencapai umur
bertahun-tahun (Mahardianti, 2014). Pemeliharaan tanaman ini cukup mudah
dengan lahan yang jumlah air di dalam tanah yang cukup serta dapat tumbuh
9
dengan baik di daerah terbuka dengan unsur hara dalam tanaman seimbang
(Sudirman, 2014).
Daun salam merupakan daun tunggal yang berbentuk lonjong sampai
elips, letak berhadapan, panjang tangkai 0,5-1 cm, ujung meruncing, pangkal
runcing, tepi rata, panjang daun 5-15 cm dengan lebar 3-8 cm, pertulangan
menyirip, permukaan atas daun licin berwarna hijau tua, dan permukaan bawah
berwarna hijau muda serta daun salam memiliki bau wangi (Sudirman, 2014).
Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau muda dan jika diremas berbau
harum (Mahardianti, 2014). Bunganya bunga majemuk, tersusun dalam malai
yang keluar dari ujung ranting, berwarna putih dan berbau harum. Buahnya buah
buni, bulat, diameter 8-9 mm, berwarna hijau jika masih muda, setelah masak
menjadi merah gelap, rasa agak sepat. Biji bulat, penampang sekitar 1 cm, dan
berwarna coklat (Yulianti, 2012).
Gambar 2.2 Daun Salam (Tammi, 2016)
2.3.4 Manfaat Daun Salam
Tumbuhan salam banyak digunakan sebagai rempah-rempah pengharum
makanan dan dikenal pula sebagai tumbuhan berkhasiat obat oleh masyarakat
Indonesia. Daun salam sering digunakan sebagai salam satu ramuan tradisional
jamu untuk mengobati penyakit diabetes. Ekstrak metanol daun salam telah
dilaporkan sebagai antioksidan, antibakteri dan antidiabetes. Ekstrak etanol daun
salam juga dapat berperan sebagai antibakteri mampu menurunkan kadar asam
urat dan berpotensi sebagai obat antidiabetes dengan menurunkan kadar gula
dalam darah. Minyak atsiri salam dapat digunakan sebagai antijamur.
2.3.5 Kandungan Kimia Daun Salam Sebagai Pengawet Alami
Daun salam merupakan tanaman yang telah banyak dikenal oleh
masyarakat, dan biasanya banyak dimanfaatkan sebagai bumbu dapur atau
rempah-rempah penyedap masakan karena memiliki aroma khas. Selain itu, daun
10
salam sering dimanfaatkan masyarakat untuk pengobatan alternatif karena
tumbuhan ini banyak terdapat di masyarakat dan mudah didapatkan (Novira,
2018). Daun salam mengandung minyak atsiri (sitral, eugenol), tanin, dan
flavonoid (Mahardianti, 2014). Komponen zat aktif pada daun salam yaitu minyak
atsiri, tanin, flavonoid dapat bersifat bakterisidal, bakteriostatik, fungisidal,
fungistatik, dan germisidal (menghambat germinasi spora bakteri) (Septianty,
2016).
Berdasarkan beberapa penelitian, senyawa yang terkandung dalam daun
salam yang dapat menjadi antibakteri adalah sebagai berikut:
1) Flavonoid
Merupakan senyawa polar yang umumnya mudah larut dalam pelarut
polar seperti etanol, menthanol, butanol, dan aseton. Flavonoid adalah
golongan terbesar dari senyawa fenol. Senyawa fenol memiliki
kemampuan antibakteri dengan cara mendenaturasi protein yang
menyebabkan terjadinya kerusakan permeabilitas dinding sel bakteri.
Flavonoid mempunyai aktivitas antibakteri karena mempunyai
kemampuan berinteraksi dengan DNA bakteri dan menghambat fungsi
membran sitoplasma bakteri dengan mengurangi fluiditas dari membran
dalam dan membran luar sel bakteri. Terjadi kerusakan permeabilitas
dinding sel bakteri membran dan membran tidak berfungsi sebagaimana
mestinya. Hasil interaksi tersebut menyebabkan terjadinya kerusakan
permeabilitas dinding sel bakteri, mikrosom dan lisosom. Ion hidroksil
secara kimia menyebabkan perubahan komponen organik dan transport
nutrisi sehingga menimbulkan efek toksik terhadap sel bakteri
(Septianty, 2016).
2) Tanin
Merupakan senyawa inti berupa glukosa yang dikelilingi oleh lima
gugus ester galoil atau lebih dengan inti molekulnya berupa senyawa
dimer asam galat, yaitu asam heksahidroksidifenat yang berikatan dengan
glukosa. Tanin merupakan senyawa fenol berfungsi untuk menghambat
pertumbuhan bakteri dengan memunculkan denaturasi protein dan
menurunkan tegangan permukaan, sehingga permeabilitas bakteri
meningkat serta menurunkan konsentrasi ion kalsium, menghambat
produksi enzim, dan menganggu proses reaksi enzimatis pada bakteri
S.aureus sehingga menghambat terjadinya koagulasi plasma yang
diperlukan oleh S.aureus. Tanin memiliki sasaran terhadap polipeptida
dinding sel yang menyebabkan kerusakan pada dinding sel. Tanin dalam
konsentrasi rendah mampu menghambat pertumbuhan kuman, sedangkan
pada konsentrasi tinggi, tanin bekerja sebagai antimikroba dengan cara
mengkoagulasi atau menggumpalkan protoplasma kuman, sehingga
11
terbentuk ikatan yang stabil dengan protein kuman dan pada saluran
pencernaan, tanin juga diketahui mampu mengugurkan toksin (Sari, 2018).
3) Minyak atsiri
Adalah campuran berbagai persenyawaan organik yang mudah
menguap, mudah larut dalam pelarut organik serta mempunyai aroma khas
sesuai dengan jenis tanamannya. Minyak atsiri juga berperan sebagai
antibakteri dengan cara mengganggu enzim yang membantu pembentukan
energi sehingga memperlambat pertumbuhan sel. Minyak atsiri dalam
jumlah banyak dapat juga mendenaturasi protein. Proses denaturasi protein
melibatkan perubahan dalam stabilitas molekul protein dan menyebabkan
perubahan struktur protein dan terjadi proses koagulasi. Protein yang
mengalami proses denaturasi akan kehilangan aktifitas fisiologi dan
dinding sel akan meningkatkan permeabilitas sel sehingga akan terjadi
kerusakan (Sudirman, 2014).
2.4 Metode Ekstraksi Maserasi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa
aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dari massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan
(Lukman, 2016).
Metode ekstraksi yang digunakan untuk mengisolasi suatu senyawa dari bahan
alam tergantung pada tekstur, kandungan senyawa dan sifat senyawa yang di
isolasi. Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang
terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan
massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada
lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut (Hidayah, 2013).
Salah satu metode ekstraksi yaitu maserasi. Maserasi adalah proses dimana bahan
alam secara keseluruhan berupa serbuk kasar ditempatkan dalam wadah tertutup
dan ditambahkan pelarut dalam wadah yang tertutup pada suhu kamar dalam
jangka waktu minimal 3 hari dengan pergantian pelarut baru. Campuran kemudian
disaring dan dianginkan hingga diperoleh ekstrak kental. Pada penyarian dengan
cara maserasi, perlu dilakukan pengadukan. Pengadukan diperlukan untuk
meratakan konsentrasi larutan diluar bulir serbuk simplisia, sehingga dengan
pengadukan tersebut tetap terjaga adanya derajat perbedaan konsentrasi yang
sebesar-besarnya antara larutan di dalam sel dengan larutan di luar sel.
Penggunaan mesin pengaduk yang berputar terus-menerus, waktu proses maserasi
dapat disingkat menjadi 6 sampai 24 jam (Damarini, 2011).
12
Maserasi merupakan penyarian secara sederhana. Maserasi dilakukan dengan
cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan
menembus dinding sel dan masuk rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif
akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan dan zat aktif di
dalam sel dan di luar sel maka larutan didesak keluar. Peristiwa ini berulang-ulang
kali terjadi keseimbangan konsetrasi antara larutan diluar dan didalam sel
(Lukman, 2016). Cairan penyari yang digunakan dapat berupa air, etanol, air-
etanol, atau pelarut lain (Sitepu, 2010).
Keuntungan cara penyairan dengan menggunakan metode maserasi adalah
cara pengerjaan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan (Sitepu, 2010).
Metode maserasi sangat menguntungkan karena pengaruh dapat dihindari, suhu
yang tinggi memungkinkan terdegradasinya senyawa-senyawa metabolit
sekunder. Pemilihan pelarut yang digunakan untuk proses maserasi akan
memberikan efektivitas yang tinggi dengan memperhatikan kelarutan senyawa
bahan alam dalam pelarut akibat kontak langsung dan waktu yang cukup lama
dengan sampel. Kekurangan dari metode maserasi adalah membutuhkan waktu
yang lama untuk mencari pelarut organik yang dapat melarutkan dengan baik
senyawa yang akan diisolasi dan harus mempunyai titik didih yang tinggi pula
sehingga tidak mudah mengguap (Hidayah, 2013). Menurut Sitepu (2010), selain
membutuhkan waktu yang lama dalam pengerjaannya juga penyariannya kurang
sempurna karena adanya kejenuhan konsentrasi didalam larutan penyari, dimana
konsentrasi didalam simplisia dengan didalam penyari sama.
2.5 Total Plate Count (TPC)
Total plate count (TPC) atau angka lempeng total (ALT) adalah jumlah
bakteri yang dihitung yaitu 25-250 koloni dan di ingkubasi selama 24-48 jam
diamati dan dihitung. Dalam pengenceran dan penuangan harus secara aseptis
juga alat dan bahan yang digunakan harus disterilisasi terlebih dahulu dalam
autoclav (SNI, 2009). TPC memberikan gambaran kualitas dan higiene secara
keseluruhan, akan tetapi metode ini memiliki kemampuan yang terbatas dalam
mengidentifikasi sumber kontaminasi bakteri (Elmoslemanya, 2010).
Prinsip dari metode hitungan cawan adalah jka sel jasad renik yang masih
hidup ditumbuhkan pada medium agar maka sel mikroba tersebut akan
berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung dengan
mata tanpa menggunakan mikroskop. Metode hitungan cawan merupakan metode
yang paling sensitif untuk menghitung jumlah mikroba, karena hanya sel yang
masih hidup yang dapat dihitung sekaligus, dapat digunakan untuk isolasi dan
identifikasi mikroba karena koloni yang terbentuk mungkin berasal dari satu sel
mikroba dengan penampakan pertumbuhan spesifik (Barus, 2017).
13
Koloni yang nampak pada biakan tidak selalu berasal dari satu sel
mikroorganisme, tetapi dapat berasal dari sekelompok mikrorganisme. Jumlah
mikroorganisme yang diperoleh dengan metode ini hanya merupakan prakiraan
(estimasi) dan terdapat kemungkinan bahwa jumlah mikroorganisme yang
diperoleh lebih banyak dibandingkan dengan mikroorganisme sesungguhnya
(Barus, 2017). Jumlah koloni yang diperoleh dinyatakan dengan colony forming
unit (cfu) per gram atau per ml atau luasan tertentu (Dengen, 2015). Menurut SNI
7388:2009, tentang Batas maksimum cemaran mikroba bahan makanan asal
hewan (daging sapi segar) adalah angka lempeng total (ALT) 1x 106 cfu/g.
2.6 Bakteri Pada Daging (Dengen, 2015)
Untuk berkembang biak bakteri membutuhkan air jika terlalu kering bakteri
tersebut akan mati. Zat-zat organik, Gas, CO2 penting aktivitas metaboliknya.
Kebanyakan bakteri tumbuh dengan baik pada medium yang netral (pH 7,2-7,6).
Temperatur bakteri akan tumbuh optimal pada suhu tubuh ± 37°C. Daging
mengandung protein yang tinggi, sehingga proses yang terjadi pada kerusakan
daging oleh aktifitas mikroba dari mulai pemotongan sampai diolah sangat
mudah. Kerusakan daging mengakibatkan terjadinya dekomposisi senyawa kimia,
khususnya protein dipecah menjadi polipeptida dan asam-asam amino melalui
proses deaminasi terbentuk amonia dan daging menjadi busuk.
Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri yaitu waktu, air,
temperatur, pH dan kesediaan oksigen. Temperatur merupakan faktor yang harus
diperhatikan untuk mengatur pertumbuhan bakteri sebab semakin tinggi
temperatur semakin besar pula tingkat pertumbuhannya. Demikian juga kadar pH
ikut mempengaruhi pertumbuhan bakteri, hampir semua bakteri tumbuh secara
optimal pada pH 7 dan tidak akan tumbuh pada pH 4 atau diatas pH 9. Setelah
penyembelihan pH daging turun menjadi 5,6-5,8, pada kondisi ini bakteri asam
laktat dapat tumbuh dengan baik dan cepat.
2.6 Derajat Keasaman (pH)
Derajat keasaman (pH) menunjukkan keasaman atau kebebasan relatif suatu
substansi. pH daging segar berkisar antara 5,3-6,0 dan tergantung pada kandungan
glikogen otot pada saat pemotongan. Nilai pH digunakan untuk menunjukkan
tingkat keasaman dan kebasaan suatu substansi. Nilai pH adalah sebuah indikator
penting dilakukan karena perubahan pH berpengaruh terhadap kualitas daging
yang dihasilkan (Ranti, 2016).
2.7 Kadar Air
Kadar air dalam bahan pangan sangat mempengaruhi kualitas dan daya
simpan dari bahan pangan. Oleh karena itu, Penentuan kadar air dari suatu bahan
14
pangan sangat penting agar dalam proses pengolahan maupun pendistribusian
mendapat penanganan yang tepat. Kadar air adalah persentase kandungan air
suatu bahan yang dapat dinyatakan berdasarkan berat basah (wet basis) atau berat
kering (dry basis) (Aulia,2017).
Batas ambang kadar air daging sapi yaitu 65 - 80%. Kadar air dalam daging
segar tercatat memiliki rata-rata 75%, untuk batas normal antara 65 - 80%. Kadar
air daging sekitar 75,83%. Kadar air yang tersedia dalam daging sangat
mempengaruhi tingkat pertumbuhan mikroorganisme. Kualitas karkas yang
berhubungan dangan umur dan lemak intramuskuler mempunyai pengaruh
terhadap kadar air daging dan sapi yang mendapat pakan berenergi tinggi akan
menimbun lemak intramaskular lebih cepat dibanding sapi yang diberikan pakan
berenergi rendah sehingga jumlah deposisi lemak intramaskular lebih banyak dan
berdampak pada presentase kadar air yang rendah. Kadar air dalam daging juga
dipengaruhi oleh kandungan lemak intramuskuler yang terdapat dalam otot.
Kadar air pada daging selain dipengaruhi oleh lemak intramaskuler pada otot
dipengaruhi pula oleh umur ternak, ternak muda memiliki kadar air yanglebih
tinggi daripada yang lebih tua karena semakin meningkatnya umur semakin
meningkat deposisi lemak intramaskuler yang menjadikan penurunan kadar air.
Penurunan kadar air disebabkan karena adanyan tekanan osmosis. Tekanan
osmosis merupakan pertukaran air antara sel dengan lingkungan karena perbedaan
konsentrasi. Kebusukan pada daging sapi berhubungan dengan kadar air yang ada,
dengan terjadi kebusukan menjadikan perubahan nilai kadar air (Ilmi, 2016).
2.8 Uji Organoleptik
Uji organoleptik adalah pengujian yang didasarkan pada proses penginderaan.
Bagian organ tubuh yang berperan dalam penginderaan adalah mata, telinga,
indera pencicip, indera pembau, dan indera perabaan atau sentuhan (Negara,
2016).
Penilaian organoleptik sangat banyak digunakan untuk menilai mutu dalam
industri pangan dan industri hasil pertanian lainnya. Dalam beberapa hal
peneltian dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat yang paling sensitif.
Untuk melaksanakan penelitian organoleptik diperlukan diperlukan panel. Dalam
penilaian mutu atau analisis sifat-sifat sensori suatu komoditi, panel bertindak
sebagai instrument atau alat.Panel ini terdiri dari orang atau kelompok yang
bertugas menilai sifat atau mutu komoditi berdasarkan kesan subjektif. Orang
yang menjadi anggota panel disebut panelis (Negara, 2016).
Menurut Negara (2016) Analisis organoleptik pada daging sapi ini dilakukan
dengan memperhatikan parameter:
15
1) Warna
Warna daging adalah salah satu kriteria penilaian mutu daging yang dapat
dinilai langsung. Warna daging ditentukan oleh kandungan dan keadaan
pigmen daging yang disebut mioglobin dan dipengaruhi oleh jenis hewan,
umur hewan, pakan, aktivitas otot, penanganan daging dan reaksi-reaksi
kimiawi yang terjadi di dalam daging.
Warna daging sapi segar yang baik adalah warna merah cerah. Warna
daging sapi yang baru dipotong yang belum terkena udara adalah warna
merah-keunguan, lalu jika telah terkena udara selama kurang lebih 15-30
menit akan berubah menjadi warna merah cerah. Warna merah cerah tersebut
akan berubah menjadi merah-coklat atau coklat jika daging dibiarkan lama
terkena udara.
2) Bau
Bau daging segar tidak berbau masam/busuk, tetapi berbau khas daging
segar. Bau daging dipengaruhi oleh jenis hewan, pakan, umur daging, jenis
kelamin, lemak, lama waktu, dan kondisi penyimpanan. Bau daging dari
hewan yang tua relatif lebih kuat dibandingkan hewan muda, demikian pula
daging dari hewan jantan memiliki bau yang lebih kuat daripada hewan betina.
Kebusukan akan kerusakan daging ditandai oleh terbentuknya senyawa-
senyawa berbau busuk seperti amonia, H2S, indol, dan amin, yang merupakan
hasil pemecahan protein oleh mikroorganisme.
3) Tekstur
Daging segar bertekstur kenyal, padat dan tidak kaku, bila ditekan dengan
tangan, bekas pijatan kembali ke bentuk semula. Daging yang tidak baik
ditandai dengan tekstur yang lunak dan bila ditekan mudah hancur.
4) Kenampakan
Daging segar tidak berlendir, tidak terasa lengket ditangan dan terasa
kebasahannya. Daging yang busuk sebaliknya berlendir dan terasa lengket di
tangan.Selain itu permukaan daging berwarna kusam, kotor dan terdapat noda
merah, hitam, biru, putih kehijauan akibat kegiatan mikroba.
16
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama ± 1 bulan mulai dari April-Mei 2019.
Pembuatan ekstrak dan preparasi sampel dilakukan di Laboratorium Analisis
Fakultas MIPA Universitas Mataram. Pengujian bakteridan pH dilakukan di
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Peternakan Universitas Mataram. Pengujian
kadar air dilakukan di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Faakultas
Peterrnakan Universitas Mataram.
3.2 Alat dan Bahan Penelitian
3.2.1 Alat
Timbangan analitik, plastik clip, pinset, pisau/scapel, baskom/wadah,
stopwatch, kertas saring, korek api, kertas label, tissue, maxi max II/vortex, pipet
10 ml, erlenmeyer, corong, evaporator, tabung reaksi, oven binder), incubator,
autoclave, laminar air flow, colony counter, hot plate, mesin pH meter, botol
sampel, bunsen, cawan porselin/silica disk, desikator/eksikator, tang penjepit.
3.2.2 Bahan
Daun salam diperoleh dari Desa Aimual Kecamatan Lantung Kabupaten
Sumbawa, daging sapi segar diperoleh dari Rumah Potong Hewan (RPH) Majeluk
Mataram, air, alkohol, nutrient agar, NaCL fisiologis, etanol 70%, aquades.
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Preparasi Sampel
Sampel daun salam diperoleh dari Desa Aimual Kecamatan Lantung
Kabupaten Sumbawa. Daun yang digunakan adalah daun salam segar, tidak rusak
dan tidak berjamur. Daun salam yang telah diambil, dicuci bersih dengan air
mengalir, dipotong kecil-kecil kemudian dikeringkan didalam ruangan selama
lima hari.
Daging sapi yang digunakan adalah daging sapi segar yang diperoleh dari
rumah potong hewan (RPH) Majeluk, Mataram.
3.3.2 Pembuatan Ekstrak Daun Salam
Sampel daun salam kering ditimbang sebanyak 500 gr, dimasukkan
kedalam maserator ditambahkan pelarut etanol 70%, kemudian di maserasi selama
48 jam sambil sekali-sekali diaduk. Maserat dipisahkan dengan cara penyaringn
menggunakan kertas saring, kemudian dievaporasi menggunakan vacum rotary
evaporator dengan suhu 70˚C sehingga didapatkan larutan yang lebih kental.
17
Adapun komposisi dalam pembuatan ekstrak daun salam yang akan
digunakan yaitu ;
Ekstrak 0% = Tanpa daun salam dan etanol
Ekstrak 25% = 20 gram daun salam/80 ml etanol (b/v)
Ekstrak 42% = 30 gram daun salam/70 ml etanol (b/v)
3.3.3 Perlakuan Penelitiaan
Perendaman sampel dilakukan pada ekstrak dengan konsentrasi 0%, 25%,
42% selama 20 menit dan 30 menit. Kemudian dilakukan analisis kimia,
mikrobiologi dan uji organoleptik (warna, tekstur, dan aroma) seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Diagram Alir Penelitian (Modifikasi Septianty, 2016)
Perendaman Ekstrak Daun Salam
Mulai
Daging Sapi Segar
500gr
Ekstrak 0% selama 20 menit
Ekstrak 25% selama 20 menit
Ekstrak 42% selama 20 menit
Ekstrak 0% selama 30 menit
Ekstrak 25% selama 30 menit
Ekstrak 42% selama 30 menit
Penirisan Daging yang telah direndam ekstrak
Analisis Kimia, Mikrobiologi dan Organoleptik
Total Plate Count
Kadar Air
pH
Warna
Aroma
Tekstur
Analisis Data
Pengecilan Ukuran
18
3.4 Analisis Hasil Penelitian
Pada penelitian mengenai pembuatan pengawet alami dengan menggunakan
daun salam dengan daging, adapun analisis yang ingin didapatkan antara lain :
3.4.1 Total Plate Count (TPC) (Modifikasi Madina 2018)
Uji mikrobiologi pada penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan
metode Total Plate Count (TPC) terhadap bakteri aerob. Pengambilan sampel
dilakukan dengan cara tuang dengan media Nutrient Agar. Prosedur analisa
penetapan total mikroba adalah sebagai berikut :
1) Persiapan sampel
Sampel Daging sapi ditimbang sebanyak 1 g kemudian dimasukkan
kedalam alat stomacher untuk dihancurkan.
2) Pengenceran
Dari larutan sampel diambil sebanyak 1 ml dengan menggunakan
biomate dimasukkan ke dalam tabung berisi 9 ml larutan NaCl
fisiologis untuk mendapatkan pengenceran 101.
3) Pengambilan Sampel
Hasil larutan tiap-tiap pengenceran diambil 1 ml dimasukkan ke dalam
cawan petri dan kemudian ditambahkan sekitar 15 ml media nutrient
agar yang sudah diencerkan.
4) Inkubasi
Setelah media agar menjadi beku, cawan yang telah terisi tadi
diinkubasi dengan suhu inkubator 35°C selama 24-48 jam.
5) Perhitungan
Data jumlah mikroba yang diperoleh secara duplo dihitung pada setiap
contoh pengambilan sampel. Jumlah total bakteri hasil analisa dihitung
dengan menggunakan alat colony counter. Perhitungan koloni diambil
yang mempunyai jumlah koloni 25-250. Rumus perhitungan :
Jumlah Koloni (per ml) =
3.4.2 Kadar Air (AOAC, 2005)
Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunakan metode oven.
Prinsip dari penetapan kadar air yaitu menguapkan air yang terdapat dalam bahan,
dengan pengeringan dalam oven dengan suhu 105 sedikit diatas titik didih air,
pada tekanan 1 atm, dalam jangka waktu tertentu (3–24 jam) hingga seluruh air
yang terdapat dalam bahan menguap atau bobot bahan tidak susut lagi.
Prosedur kerja penentuan kadar air sebegai berikut: cawan porselin yang
sudah bersih dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 105 selama 1 jam.
19
Selanjutnya cawan porselin didinginkan dalam desikator selama1 jam (setara
dengan suhu kamar), kemudian ditimbang dalam keadaan tertutup (A g). Sampel
sebanyak 1,5–2,0 g dimasukkan ke dalam cawan porselin (B g). Kemudian
dikeringkan dalam oven 105 selama 8–12 jam. Setelah itu cawan yang berisi
sampel didinginkan di dalam desikator selama 1 jam, kemudian ditimbang (C g).
Perhitungan kadar air dilakukan sebagai berikut:
Kadar Air (%) =
x 100%
Keterangan : A = Berat cawan kosong (gram)
B = Berat cawan + daging sapi awal (gram)
C = Berat cawan + daging sapi kering (gram)
3.4.3 Nilai pH Daging
Pengujian pH daging dilakukan dengan menggunakan metode Boutonet al
yaitu sampel daging sebesar 10 g dihaluskan kemudian dicampur dengan 10 ml
aquadest kemudian diaduk hingga homogen. pH meter dibersihkan dengan
aquadest dan dimasukkan buffer pH 7 untuk disesuaikan pH-nya. Setiap larutan
diukur pH-nya sebanyak tiga kali dan hasilnya direnta sebagai nilai pH daging
(Suarlan, 2017).
3.4.4 Uji Organoleptik
Uji organoleptik yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaan
panelis terhadap produk. Pada pengujian ini ada 20 panelis tidak terlatih yang
memberikan penilaiannya berdasarkan tingkat kesukaannya terhadap produk
meliputi warna, aroma, tekstur dan kenampakan. Pengujian yang dilakukan adalah
menggunakan metode hedonik (uji hedonik) dengan skala penilaian 1 sampai 5
yaitu: (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka , (3) agak suka, (4) suka dan (5) sangat
suka.
3.5 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan dua faktor. Faktor 1 yaitu konsentrasi ekstrak daun salam : 0%,
25%, dan 42%. Faktor 2 yaitu lama perendaman : 20 menit, dan 30 menit.
Penelitian ini dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali ulangan.
Hasil penelitian akan di analisa dengan menggunakan uji ANOVA. Setiap
perlakuan diulang sebanyak 3 kali ulangan, Jadi dalam penelitian ini terdapat 18
unit percobaan. Jika terdapat perbedaan nyata, maka dilakukan uji Duncan dengan
taraf siginifikan 5%. Pengolahan data dilakukan menggunakan aplikasi IBM SPSS
Statistics 25. Parameter penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.1.
20
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian
Lama
Perendaman
Konsentrasi Ekstrak
0% 25% 42%
20 menit
Y111 Y121 Y131
Y112 Y122 Y132
Y113 Y123 Y133
30 menit
Y211 Y221 Y231
Y212 Y222 Y232
Y213 Y223 Y233
Model matematika rancangan sebagai berikut:
Yijk = µ + αi + βj+ (αβ)ij + ijk
Keterangan:
Yijk = data pengamatan pada unit percobaan ke-k yang memperoleh
perlakuan kombinasi ij (level ke-i faktor A dan level ke-j faktor B).
µ = rata-rata umum atau rata-rata sebenarnya.
αi = pengaruh sebenarnya faktor A pada level ke-i.
βj = pengaruh sebenarnya faktor B pada level ke-j.
(αβ)ij = pengaruh sebenarnya interaksi level ke-i faktor A dan level ke-j
faktor B.
ijk = pengaruh sebenarnya galat unit percobaan ke-k yang memperoleh
perlakuan kombinasi ke-ij.
21
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Kadar Air
Air merupakan komponen penting dalam bahan makanan karena air dapat
mempengaruhi penampakan, tekstur, serta flavour makanan. Kandungan air dalam
bahan makanan menentukan acceptability, kesegaran dan daya tahan bahan
tersebut. Kadar air merupakan salah satu sifat kimia dari bahan yang
menunjukkan banyaknya air yang terkandung di dalam bahan pangan (Winarno,
2004).
Hasil dari kadar air dari daging sapi dengan berbagai perbedaan konsentrasi
dan lama perendaman dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Grafik Kadar Air Daging Sapi Ekstrak Daun Salam
Gambar 4.1 menunjukkan bahwa semakin banyak ekstrak daun salam yang
digunakan semakin rendah kadar air daging sapi sedangkan semakin lama
perendaman maka kadar air akan semakin besar. Kadar air tertinggi diperoleh
pada konsentrasi ekstrak 0% (kontrol) dengan waktu perendaman 30 menit yaitu
sebesar 78,00%, sedangkan kadar air terendah diperoleh pada konsentrasi 42%
dengsn waktu 20 menit yaitu sebesar 72,13%. Penurunan kandungan kadar air ini
terus berlangsung dengan semakin banyaknya konsentrasi ekstrak daun salam.
Tetapi kadar air dalam daging semakin meningkat jika direndam dengan waktu
yang cukup lama hal ini sesuai dengan pernyataan Lestari 2016, menyatakan
bahwa semakin singkat perendamannya maka kadar air dalam semakin rendah
dan semakin lama perendamannya akan semakin banyak jumlah kadarn aairnya.
Terdapat aktivitas metabolisme dari mikroorganisme yang akan menghasilkan air,
77.75 73.05 72.13 78.00 73.58 72.74
0
10
20
30
40
50
60
70
80
0 25 42
Nil
ai
Ka
da
r A
ir (
%)
Konsentrasi Ekstrak Daun Salam (%)
20 Menit 30 Menit
22
selain itu dengan perendaman yang lama maka air akan meresap pada tubuh
daging dan menyebabkan jumlah kadar air tinggi.
Daging akan lebih cepat rusak bila kadar airnya tinggi, sehingga daging yang
berkualitas tinggi, kadar airnya harus dalam batas yang normal. Kadar air normal
daging sapi, yaitu 60%-75% (Agustina, 2012). Menurut Arhiono (2018),
perendaman daging ayam broiler dalam infusa daun salam mampu
mempertahankan kadar air daging yang diletakkan pada suhu ruang. Hal ini
disebabkan oleh efek inhibisi antimikroba yang disebabkan oleh ekstrak daun
salam. Konsentrasi ekstrak daun salam yang tinggi menyebabkan jumlah bakteri
yang terdapat pada daging berkurang. Dengan demikian, jumlah air hasil
metabolisme juga semakin sedikit. Penelitian Paramita (2018) menujukkan bahwa
terdapat penurunan kadar air dalam daging kambing yang diberikan konsentrasi
infusa daun salam yang artinya terdapat kadar air yang hilang dimana pada
daging kambing yang diberikan perlakuan perendaman infusa daun salam, kadar
air yang dimaksud adalah kadar air yang terikat sangat kuat secara kimia oleh
gugus reaktif protein dan air bebas yang berbeda diantara molekul protein. Pada
penambahan ekstrak daun salam sebagai antibakteri mampu menghambat proses
perombakan protein yang dapat menyebabkan rusaknya protein oleh bakteri dapat
terhambat sehingga air yang terikat tidak dapat bebas. Hal ini akan menyebabkan
kadar airnya rendah (Rahmah, 2017).
Untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi dan lama perendaman ekstrak
daun salam terhadap kadar air daging sapi selanjutnya dilakukan uji analisa ragam
(ANOVA). Adapun hasil analisa ragam dapat dilihat pada Tabel 4.1
Tabel 4.1 Uji ANOVA Kadar Air Daging Sapi Ekstrak Daun Salam
Source
Type III
Sum of
Squares
Df Mean
Square Sig.
Corrected Model 103.570a 5 20.714 103.050 .000
Intercept 100017.742 1 100017.742 497575.304 .000
Lama_Perendaman .973 1 .973 4.841 .048
Konsentrasi 102.489 2 51.245 254.936 .000
Lama_Perendaman *
Konsentrasi
.108 2 .054 .268 .769
Error 2.412 12 .201
Total 100123.725 18
Corrected Total 105.982 17
Hasil uji ANOVA terhadap kandungan kadar air daging sapi pada perlakuan
lama perendaman menunjukkan nilai F hitung (4,841) > F tabel (4,747) serta nilai
23
P-value (0,048) < nilai α (0,05) dengan demikian dapat disimpulkan bahwa lama
perendaman berpengaruh terhadap kandungan kadar air daging sapi, pada
perlakuan konsentrasi diperoleh nilai F hitung (254,936) > F tabel (3,885) serta
nilai P-value (0,000) < nilai α (0,05) dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
konsentrasi berpengaruh terhadap kandungan kadar air daging sapi, sedangkan
untuk interaksi keduanya antara lama perendaman dan konsentrasi nilai F hitung
(0,268) < nilai F tabel (3,885) serta nilai P-value (0,769) > nilai α (0,05) dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa lama perendaman dan konsentrasi tidak
berpengaruh terhadap kadar air daging sapi.
Karena terdapat pengaruh pada kedua perlakuan maka dilakukan uji lanjut
duncan untuk melihat perbedaan pada kedua perlakuan tersebut. Hasil uji lanjut
duncan dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Uji Lanjut Duncan Kadar Air Daging Sapi Ekstrak Daun Salam
Konsentrasi N Subset
1 2 3
42% 6 72.4345
25% 6 73.3137
0% 6 77.8784
Sig. 1.000 1.000 1.000
Berdasarkan hasil uji Duncan diperoleh konsentrasi ekstrak daun salam 42%,
25%, dan 0% berbeda nyata artinya konsentrasi 42%, 25%, dan 0% menghasilkan
kadar air yang tidak sama/berbeda.
4.2 Analisis pH
Tingkat keasaman (pH) adalah indikator untuk menetukan derajat keasaman
atau kebasaan dari daging segar ataupun produk yang dihasilkan (Merthayasa,
2015). Hasil dari derajat keasaman atau pH dari daging sapi dengan berbagai
perbedaan konsentrasi dan lama perendaman dapat dilihat pada Gambar 4.2.
24
Gambar 4.2 Grafik pH Daging Sapi Ekstrak Daun Salam
Gambar 4.2 menunjukkan pH daging sapi mengalami perubahan sebelum
direndam menggunakan ekstrak daun salam dan setelah direndam menggunakan
ekstrak daun salam. Hasil rata-rata pH daging sapi yang tidak direndam
menggunakan ekstrak daun salam (0%) dengan waktu 20 menit yaitu 5,67, pH
daging sapi yang direndam menggunakan ekstrak daun salam 25% dengan waktu
perendaman 20 menit yaitu 5,30 dan pH daging sapi yang direndam
menggunakan esktrak daun salam 30% dan lama perendaman 20 menit yaitu
5,61 sedangkan nilai pH daging sapi yang tidak diberi perlakuan ekstrak daun
salam (0%) dengan waktu 30 menit yaitu 5,30, nilai pH daging sapi yang
direndam menggunakan ekstrak daun salam 25% dan waktu perendaman 30 menit
yaitu 5,76 dan nilai pH daging sapi yang direndam menggunakan ekstrak daun
salam 42% dan waktu perendaman 30 menit yaitu5,93.
. Hasil tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi daun salam memberikan hasil
relatif sama terhadap pH daging sapi yang artinya penambahan ekstrak daun
salam tidak mempengaruhi nilai pH daging sapi secara signifikan. Hal ini sesuai
dengan pendapat Suada (2018) yang menyatakan bahwa nilai pH yang hampir
sama dari kedua bahan menyebabkan pH pada perlakuan perendaman infusa daun
salam pada daging sapi bali menjadi tidak berbeda terrhadap pH daging sapi bali.
Derajat keasamaan pH mencapai 5,0-6,0 menunjukkan pH daging masih
dalam keadaan normal. Menurut Soeparno (2011) menyatakan pada kondisi
normal daging postmortem mempunyai pH 5,3-6,5.
Terjadinya peningkatan pH pada daging disebabkan karena mikroba-mikroba
yang mendeaminasi asam-asam amino dalam daging sehingga menghasilkan
senyawa-senyawa bersifat basa seperti amoniak atau NH4 (Wala, 2016).
Peningkatan pH daging sapi dapat disebabkan karena terjadinya perusakan protein
oleh mikroorganisme. Perombakan protein oleh senyawa yang bersifat basa kuat
5.67 6.06
5.61 5.30
5.76 5.93
0
1
2
3
4
5
6
7
0 25 42
Nil
ai
pH
(%
)
Konsentrasi Ekstrak Daun Salam (%)
20 Menit 30 Menit
25
seperti indol, skeatol, senyawa-senyawa amin dan kandavarin (Tikasari, 2008)
Nilai pH yang tinggi juga dapat disebabkan karena zat aktif yang terdapat didalam
daun salam yaitu flavonoid dapat menghambat aktivitas enzim ATP-ase sehingga
proses glikolisis berjalan lambat dan pH daging masih tinggi (Sari, 2017).
Untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi dan lama perendaman ekstrak
daun salamterhadap pH dagingsapi selanjutnya dilakukan uji analisa ragam
(ANOVA). Adapun hasil analisa ragam dapat dilihat pada Tabel 4.4
26
Tabel 4.3 Uji ANOVA pH Daging Sapi Ekstrak Daun Salam
Source Type III Sum
of Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 1.069a 5 .214 .955 .482
Intercept 589.274 1 589.274 2631.407 .000
Lama_Perendaman .066 1 .066 .295 .597
Konsentrasi .569 2 .284 1.270 .316
Lama_Perendaman *
Konsentrasi
.435 2 .217 .970 .407
Error 2.687 12 .224
Total 593.031 18
Corrected Total 3.756 17
Hasil uji ANOVA terhadap kandungan pH daging sapi pada perlakuan lama
perendaman menunjukkan nilai F hitung (0,295) < F tabel (4,747) serta nilai P-
value (0,597) > nilai α (0,05) dengan demikian dapat disimpulkan bahwa lama
perendaman tidak berpengaruh terhadap pH daging sapi, pada perlakuan
konsentrasi diperoleh nilai F hitung (1,270) < F tabel (3,885) serta nilai P-value
(0,316) > nilai α (0,05) dengan demikian dapat disimpulkan bahwa konsentrasi
tidak berpengaruh terhadap pH daging sapi, sedangkan untuk interaksi keduanya
antara lama perendaman dan konsentrasi nilai F hitung (0,970) < nilai F tabel
(3,885) serta nilai P-value (0,407) > nilai α (0,05) dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa perendaman dan konsentrasi tidak berpengaruh terhadap pH
daging sapi.
Karena tidak terdapat pengaruh pada semua perlakuan maka tidak dilakukan
uji lanjut duncan.
4.3 Analisis Total Plate Count (TPC)
Kandungan gizi yang tinggi pada daging merupakan media yang baik bagi
pertumbuhan mikroba, sehingga daging merupakan salah satu bahan pangan yang
mudah rusak atau perishable. Kerusakan pada daging disebabkan karena adanya
perubahan kimia, dan aktivitas mikroba (Afrianti, 2013). Uji TPC dilakukan untuk
membandingkan cemaran bakteri yang mengontaminasi daging dengan ambang
Batas Maksimum Cemaran Mikroba (BMCM) yang telah ditetapkan oleh SNI
(Dengen, 2015). Berdasarkan SNI 7388:2009 batas maksimum cemaran bakteri
adalah sebesar 1x106 cfu/gr, sehingga daging yang telah terkontaminasi melebihi
ambang batas tersebut artinya sudah tidak memenuhi kriteria ASUH. Kontaminasi
bakteri yang tinggi dapat memicu terjadinya pembusukan lebih cepat, akibatnya
27
daya simpan daging menjadi lebih cepat, dan yang lebih berbahaya karena dapat
menimbulkan penyakit utamanya jika terkandung bakteri patogen (Dengen, 2015).
Hasil total koloni bakteri yang terdapat pada daging sapi ekstrak daun
salamdengan berbagai perbedaan konsentrasi dan lama perendaman dapat dilihat
pada Tabel 4.5
Tabel 4.4 Data Uji Total Plate Count (TPC) Daging Sapi Ekstrak Daun Salam
Kode 0 Jam 6 Jam 18 Jam
Y13 91 x 10² cfu/gr 192 x 10² cfu/ gr TBUD cfu/gr
Y21 11 x 10² cfu/gr 9 x 10² cfu/ gr 4 x 10² cfu/ gr
Y33 0 cfu/gr 5 x 10² cfu/ gr 4 x 10² cfu/ gr
Z12 90 x 10² cfu/gr 135 x 10² cfu/ gr TBUD cfu/ gr
Z23 1 x 10² cfu/gr 0 cfu/ gr 5 x 10² cfu/ gr
Z33 0 cfu/gr 0 cfu/ gr 2 x 10² cfu/ gr
Keterangan:
- Y13: Konsentrasi 0% lama perendaman 20 menit
- Y21: Konsentrasi 25% lama perendaman 20 menit
- Y33: Konsentrasi 42% lama perendaman 20 menit
- Z12:Konsentrasi 0% lama perendaman 30 menit
- Z23: Konsentrasi 25% lama perendaman 30 menit
- Z33:Konsentrasi 42% lama perendaman 30 menit
Hasil penelitian (Tabel 4.5) menunjukkan bahwa jumlah koloni bakteri daging
sapi yang tidak menggunakan ekstrak daun salam lebih banyak dibandingkan
dengan jumlah koloni bakteri daging yang menggunakan ekstrak daun salam. Hal
ini menunjukkan bahwa ekstrak daun salam dapat mempengaruhi jumlah koloni
bakteri yang terdapat di dalam daging sapi.
Semakin tinggi penggunaan ekstrak daun salam pada daging akan
menghasilkan daya hambat bakteri yang lebih tinggi, terlihat dari total bakteri
yang semakin sedikit pada perlakuan konsentrasi makin tinggi. Namun lamanya
pengamatan tidak meningkatkan jumlah bakteri pada daging sapi.
Hal ini disebabkan karena senyawa aktif yang berupa tanin, flavonoid, yang
berperan menghambat bakteri yang ada pada daging . Kemampuan tanin sebagai
anti mikroba diduga karena tanin akan berikatan dengan dinding sel bakteri
sehingga akan menginaktifkan kemampuan menempel bakteri, menghambat
pertumbuhan, aktivitas enzim protease dan dapat membentuk ikan kompelk
28
dengan polisakarida. Kemampuan flavonoid sebagai antimikroba dengan cara
mengganggu aktivitas transpeptidase peptidoglikan sehingga pembentukan sel
bakteri atau virus terganggu dan sel mengalami lisis. Selain itu , juga disebakan
karena semakin meningkatnya konsentrasi ekstrak maka larutan semakin pekat
dan larutan ekstrak sulit berpenetrasi pada otot daging (Afrianti, 2013).
Tingginya jumlah TPC dapat disebabkan oleh adanya kontaminasi dengan
lingkungan. Daging sapi dapat mengalami kontaminasi pada udara terbuka.
Menurut Septianty (2016), Udara bisa dijadikan salah satu faktor yang
menyebabkan kontaminasi, jumlah mikroorganisme dari udara dipengaruhi oleh
tingkat kelembaban, ukuran dan jumlah partikel debu, suhu, dan kecepatan udara.
Perkembangbiakan mikroorganisme juga dapat dipengaruhi oleh faktor
kelembaban, temperatur dan ketersediaan oksigen (Lawrie, 2003). Ketersediaan
dipengaruhi oleh pengemas plastik pada saat penyimpanan suhu ruang. Buckle et
al., (2010) menjelaskan bahwa daya tembus plastic PE dengan ketebalan 2,1 (mm
x 102) adalah 10,5 (cm
3/cm
2/mm/det/cmHg) x 10
10. Menurut Yanti et al., (2008),
mengatakan bahwa penggunaan plastik PP lebih efektif dibandingkan PE, karena
dapat menurunkan total bakteri pada daging dipasar Arengka Pekanbaru sebesar
5,5 x 105 dibandingkan penggunaan plastik PE 6,5 x 10
5.
Kontaminasi pada penelitian ini kemungkinan dapat terjadi pada saat
perendaman daun salam. Perendaman daging yang menggunakan wadah botol dan
tidak tertutup rapat. Ada kemungkinan larutan daun salam mengalami pencemaran
oleh mikroorganisme dari udara sehingga mempengaruhi jumlah mikroorganisme
pada pengamatan TPC. Mikrooganisme dapat tumbuh dalam waktu dan tempat
yang berbeda (Barus, 2017).
Kontaminasi mikroorganisme pada daging juga dapat terjadi dalam proses
penirisan daging dari rendaman daun salam. Ada kemungkinan kontaminasi
berasal dari tangan atau benda yang digunakan dalam proses penirisan tidak steril
sehingga mempengaruhi jumlah TPC (Barus, 2017). Hal ini sesuai dengan
pendapat Sopandi et al.(2014), sumber kontaminasi manusia bisa berasal dari
tangan dan pakaian yang tidak bersih serta rambut dapat menjadi sumber
kontaminasi utama pada bahan pangan.
Bakteri pada daging dapat menyebabkan daging mudah busuk. Minyak atsiri
pada daun salam berperan sebagai antibakteri dengan cara mengganggu proses
terbentuknya membran atau dinding sel bakteri sehingga tidak terbentuk atau
terbentuk tetapi tidak sempurna. Adanya senyawa aktif yang terkandung di dalam
daun salam akan memperpanjang masa simpan daging serta menghambat
pertumbuhan bakteri pada daging sapi (Wulandari, 2014). Menurut Susilowati
(2017) tanin dan flavonoid termasuk dalam senyawa fenol. Mekanisme senyawa
fenol dalam menghambat pertumbuhan bakteri adalah dengan cara denaturasi dan
koagulasi protein.
29
Senyawa antibakteri yang terkandung dalam daun salam memiliki kemampuan
untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen, seperti Salmonella sp., Bacillus
cereus, Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, E. coli, dan Pseudomonas
fluorescens. Jenis bakteri yang dapat tumbuh pada suhu ruang adalah bakteri
mesofilik, bakteri ini dapat tumbuh baik pada temperatur 25-40˚C. Menurut
Raharjo (2010), daging mulai membusuk apabila koloni bakteri sudah mencapai
jumlah lebih dari 5 x 106 cfu/gr. Jika dilihat pada tabel di atas, pada konsentrasi
20% dan 30% daging sapi belum mengalami pembusukan sampai dengan waktu
penyimpanan 18 jam sedangkan daging sapi tanpa ekstrak (kontrol) hanyak
bertahan selama waktu penyimpanan 6 jam. Jadi dapat disimpulkan bahwa daging
yang telah menggunakan ekstrak daun salam dengan lama perendaman masih
layak untuk dikonsumsi karena masih memenuhi standar yaitu jumlah bakteri
masih dibawah standar batas maksimum cemaran bakteri 1 x 106 cfu/gr.
30
4.4 Uji Organoleptik
4.4.1 Warna
Warna suatu produk pangan merupakan daya tarik utama sebelum
konsumen mengenal dan menyukai sifat yang lainnya. Konsumen sudah dapat
memberikan penilaian mutu bahan pangan dengan cepat dan mudah dengan
melihat warna (Marlina, 2012).
Warna biasanya merupakan tanda kemasakan atau kerusakan dari
makanan, seperti perlakuan penyimpanan yang memungkinkan adanya perubahan.
Suatu bahan pangan meskipun dinilai enak dan teksturnya sangat baik, tetapi
memiliki warna yang kurang sedap dipandang atau memberikan kesan
menyimpang dari warna yang seharusnya, maka tidak layak dikonsumsi.
Penentuan mutu suatu bahan pangan pada umumnya tergantung pada warna,
karena warna tampil terlebih dahulu (Winarno, 2004).
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui tanggapan kesukaan panelis
terhadap kenampakan warna daging sapi. Hasil uji hedonik (kesukaan) daging
sapi pada parameter warna dengan perlakuan perbedaan konsentrasi dan lama
perendaman dapat dilihat pada Gambar 4.3
Gambar 4.3 Grafik Rata-Rata Uji Warna Daging Sapi Ekstrak Daun Salam
Gambar 4.3 menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai warna daging
yang tidak diberi perlakuan ekstrak daun salam pada berbagai waktu perendaman
dibandingkan dengan warna daging sapi yang diberi ekstrak daun salam yaitu
dengan nilai rata-rata 4,00 yang berarti tingkat kesukaan panelis berada pada skala
suka dimana semakin tinggi konsentrasi ekstrak daun salam pada berbagai waktu
perendaman daging sapi semakin tidak disukai dengan nilai rata-rata hedonik
sebesar 2,92, pada konsentrasi 25% dengan waktu perendaman 20 menit yang
4.00
2.92
2.08
3.52
2.40 2.12
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
0 25 42
Nil
ai
Ra
ta-R
ata
Wa
rna
Konsentrasi Ekstrak Daun Salam (%)
20 Menit 30 Menit
31
berarti tingkat kesukaan panelis berada pada skala tidak suka. Pada konsentrasi
42% dengan waktu perendaman 20 menit nilai rata-rata hedonik sebesar 2,08
berarti tingkat kesukaan panelis berada pada skala tidak suka.
Untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi dan lama perendaman
ekstrak daun salam terhadap warna daging sapi selanjutnya dilakukan uji analisa
ragam (ANOVA). Adapun hasil analisa ragam dapat dilihat pada Tabel 4.6
Tabel 4.5 Uji ANOVA Warna Daging Sapi Ekstrak Daun Salam
Source Type III Sum
of Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 75.521a 5 15.104 24.492 .000
Intercept 1158.722 1 1158.722 1.879E3 .000
Konsentrasi Ekstrak 68.847 2 34.423 55.820 .000
Lama Perendaman 3.842 1 3.842 6.229 .014
Konsentrasi Ekstrak *
Lama Perendaman 2.090 2 1.045 1.695 .187
Error 85.720 139 .617
Total 1349.000 145
Corrected Total 161.241 144
Hasil uji ANOVA terhadap kandungan warna daging sapi pada perlakuan
konsentrasi ekstrakmenunjukkan nilai F hitung (55,820) > F tabel (4,747) serta
nilai P-value (0,000) < nilai α (0,05) dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
konsentrasi ekstrak berpengaruh terhadap warna daging sapi, pada perlakuan lama
perendaman diperoleh nilai F hitung (6,229) > F tabel (3,885) serta nilai P-value
(0,014) < nilai α ( 0,05) dengan demikian dapat disimpulkan bahwa lama
perendaman berpengaruh terhadap warna daging sapi, sedangkan untuk interaksi
keduanya antara lama perendaman dan konsentrasi nilai F hitung (1,695) > nilai F
tabel (3,885) serta nilai P-value (0,187) < nilai α (0,05) dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa perendaman dan konsentrasi berpengaruh terhadap warna
daging sapi.
Hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan warna daging setelah
diberi perlakuan menggunakan ekstrak daun salam. Daging sapi yang baik harus
berwarna merah segar, mengkilat, tidak pucat. Perubahan ini dapat disebabkan
oleh adanya pengaruh dari perendaman infusa daun salam dimana warna infusa
daun salam sendiri yaitu berwarna coklat gelap sehingga mempengaruhi warna
daging setelah direndam. Hal ini sejalan dengan penelitian Paramita (2018) makin
pekat konsentrasi infusa daun salam yang digunakan pada perendaman maka
32
semakin coklat warna yang dihasilkan, hal ini kurang baik karena daging yang
baik adalah daging yang berwarna merah segar. Perubahan warna daging menjadi
merah kecoklatan dapat juga disebabkan oleh kandungan tanin dalam infusa daun
salam. Sehingga terjadinya oksidasi pigmen daging menjadi metmyoglobin
(MMb) (Utami, 2008). Selain itu warna daging menjadi lebih gelap juga
dikarenakan daging mengalami oksidasi sejak disembelih lalu disimpan karena
adanya kontak dengan udara terbuka (Agustina, 2017). Hal ini didukung juga
dengan pendapat Arhiono ( 2018) yang menyatakan bahwa perubahan disebabkan
oleh pigmen daging pada ruang terbuka akan berinteraksi dengan oksigen
sehingga warna daging akan berubah menjadi merah kecokelat-cokelatan dalam
waktu beberapa jam. Hal ini disebabkan karena terjadi reduksi pigmen daging
menjadi metmyoglobin (MMb).
Gambar 4.4 Reaksi perubahan warna pada daging (Lukman, 2009)
Karena terdapat pengaruh pada kedua perlakuan maka dilakukan uji lanjut
duncan untuk melihat perbedaan pada kedua perlakuan tersebut. Hasil uji lanjut
duncan dapat dilihat pada Tabel 4.7
Tabel 4.6 Uji Lanjut Duncan Warna
Konsentrasi Ekstrak N Subset
1 2 3
42% 45 2.09
25% 50 2.66
0% 50 3.76
Sig. 1.000 1.000 1.000
Berdasarkan hasil uji Duncan diperoleh konsentrasi ekstrak daun salam 42%,
25%, dan 0% berbeda nyata artinya konsentrasi 42%, 25%, dan 0% menghasilkan
warna daging yang tidak sama/berbeda.
33
Gambar 4.5 warna daging sapi tanpa direndam ekstrak daun salam
Gambar 4.6 warna daging setelah direndam menggunakan esktrak daun salam
4.4.2 Tekstur
Tekstur daging merupakan salah satu unsur kualitas daging yang menjadi
tolak ukur daya tarik konsumen dalam memilih daging (Agustina, 2017).
Penilaian tekstur makanan dapat dilakukan dengan jari, gigi, dan langit-langit
(tekak). Dari nilai yang diperoleh diharapkan dapat diketahui kualitas makanan.
Faktor tekstur diantaranya adalah rabaan oleh tangan, keempukan, kemudahan
dikunyah serta kerenyahan makanan.Kadar air dan aktivitas air dalam bahan
pangan sangat besar peranannya terutama dalam menentukan tekstur bahan
pangan.
Hasil uji hedonik daging sapi pada parameter tekstur dengan perlakuan
perbedaan konsentrasi dan lama perendaman dan waktu Gambar 4.7.
34
Gambar 4.7 Grafik Rata-Rata Uji Tekstur Daging Sapi Ekstrak Daun Salam
Gambar 4.7 menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur
daging sapi pada berbagaai konsentrasi dan waktu perendaman tidak jauh berbeda
yaitu dengan nilai berkisar antara 2,72-3,38 yang berarti tingkat kesukaan panelis
berada pada skala agak suka .
Untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi dan lama perendaman
ekstrak daun salam terhadap tekstur daging sapi selanjutnya dilakukan uji analisa
ragam (ANOVA). Adapun hasil analisa ragam dapat dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.7 Uji ANOVA Kadar Air Daging Sapi Ekstrak Daun Salam
Source Type III Sum of
Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 5.440a 5 1.088 1.281 .275
Intercept 1314.240 1 1314.240 1.547E3 .000
Konsentrasi Ekstrak 3.360 2 1.680 1.978 .142
Lama Perendaman .960 1 .960 1.130 .290
Konsentrasi Ekstrak
* Lama Perendaman 1.120 2 .560 .659 .519
Error 122.320 144 .849
Total 1442.000 150
Corrected Total 127.760 149
Hasil uji ANOVA terhadap kandungan tekstur daging sapi pada perlakuan
konsentrasi ekstrakmenunjukkan nilai F hitung (1,978) < F tabel (4,747) serta
nilai P-value (0,142) > nilai α (0,05) dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
2.88 2.96 2.80 3.12 3.28
2.72
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
0 25 42
Nil
ai
Ra
ta-R
ata
Tek
stu
r
Konsentrasi Ekstrak Daun Salam (%)
20 Menit 30 Menit
35
konsentrasi ekstrak tidak berpengaruh terhadap tekstur daging sapi, pada
perlakuan lama perendaman diperoleh nilai F hitung (1,130) < F tabel (3,885)
serta nilai P-value (0,290) > nilai α (0,05) dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa lama perendaman tidak berpengaruh terhadap warna daging sapi,
sedangkan untuk interaksi keduanya antara lama perendaman dan konsentrasi
nilai F hitung (0,695) < nilai F tabel (3,885) serta nilai P-value (0,519) > nilai α
(0,05) dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perendaman dan konsentrasi
tidak berpengaruh terhadap tekstur daging sapi.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Rosita (2019) bahwa konsentrasi infusa
daun salam dapat mempertahankan tekstur daging karena mengandung zat
antibakteri (Flavonoid) yang dapat menghambat bakteri untuk mendegradasi
protein daging dan membuat daging tetaphalus (masih segar). Tektur daging
ditentukan oleh kandungan protein miofibril yang berkaitan dengan pH dan daya
ikat air. Aktivitas mikroba pada suhu ruang akan mendegradasi struktur protein
pada daging sehingga tekstur daging akan berubah menjadi kasar.
4.4.3 Aroma
Aroma adalah rasa dan bau yang sangat subyektif serta sulit diukur, karena
setiap orang mempunyai sensitifitas dan kesukaan yang berbeda. Meskipun
mereka dapat mendeteksi, tetapi setiap individu memiliki kesukaan yang
berlainan. Timbulnya aroma makanan disebabkan oleh terbentuknya senyawa
yang mudah menguap. Aroma adalah bau yang ditimbulkan oleh rangsangan
kimia yang tercium oleh syaraf-syaraf olfaktori yang berada dalam rongga hidung
ketika makanan masuk dalam mulut. Aroma menentukan kelezatan bahan
makanan, flavour dari bahan pangan sesungguhnya terdiri dari tiga komponen
bau, rasa, dan rangsangan mulut. Bau yang dihasilkan dari makanan banyak
menentukan kelezatan bahan pangan tersebut. Dalam hal bau lebih banyak
berhubungan dengan alat panca indera penciuman (Winarno, 2004). Aroma dalam
bahan pangan sangat penting karena pada umumnya konsumen memilih bahan
pangan yang uatama dari segi abu ataupun aroma yang dapat mempengaruhi
ketertarikan pada bahan pangan tersebut. Apabila makanan sudah memiliki bau
tidak sedap kana konsumen akan mengira bahan makanan tersebut sudah busuk
atau sudah tidak layak di konsumsi (Lestari, 2016).
Pengujian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat respon
dari panelis terhadap aroma dari daging sapi pada masing-masing perlakuan. Hasil
uji hedonik daging sapi pada parameter aroma dengan perlakuan perbedaan
konsentrasi dan lama perendaman dapat dilihat pada Gambar 4.8
36
Gambar 4.8 Grafik Rata-Rata Uji Aroma Daging Sapi Ekstrak Daun Salam
Gambar 4.8 menunjukkan bahwa panelis cenderung menyukai aroma
daging sapi yang tidak menggunakan ekstrak daun salam dibandingkan dengan
aroma daging sapi yang menggunakan ekstrak daun salam. Hal ini dapat dilihat
dari nilai rata-rata skala hedonik pada ekstrak daun salam 0% (kontrol) pada
berbagai waktu perendaman 4,40 dan 4,00 yang berarti tingkat kesukaan panelis
berada pada skala suka lebih tinggi dari konsentasi 25% pada berbagai waktu
perendaman yang berkisar antara 2,00-1,60 yang berarti tingkat kesukaan panelis
berada pada skala tidak suka dan pada konsentrasi 42% pada berbagai waktu
perendaman berkisar antara 1,72-1,68 yang berarti tingkat kesukaan panelis
berada pada skala tidak suka
Untuk mengetahui adanya pengaruh konsentrasi dan lama perendaman
ekstrak daun salam terhadap aroma daging sapi selanjutnya dilakukan uji analisa
ragam (ANOVA). Adapun hasil analisa ragam dapat dilihat pada Tabel 4.9
4.40
2.00 1.72
4.00
1.60 1.68
0.0
1.0
2.0
3.0
4.0
5.0
0 25 42
Nil
ai
Ra
ta-R
ata
Aro
ma
Konsentrasi Ekstrak Daun Salam (%)
20 Menit 30 Menit
37
Tabel 4.8 Uji ANOVA Aroma Daging Sapi Ekstrak Daun Salam
Source Type III Sum
of Squares Df Mean Square F Sig.
Corrected Model 203.253a 5 40.651 48.202 .000
Intercept 1761.307 1 1761.307 2.089E3 .000
Konsentrasi Ekstrak 198.813 2 99.407 117.874 .000
Lama Perendaman 3.227 1 3.227 3.826 .052
Konsentrasi Ekstrak *
Lama Perendaman 1.213 2 .607 .719 .489
Error 121.440 144 .843
Total 2086.000 150
Corrected Total 324.693 149
Hasil uji ANOVA terhadap kandungan aroma daging sapi pada perlakuan
konsentrasi ekstrakmenunjukkan nilai F hitung (117,894) < F tabel (4,747) serta
nilai P-value (0,000) < nilai α (0,05) dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
konsentrasi ekstrak berpengaruh terhadap aroma daging sapi, pada perlakuan lama
perendamandiperoleh nilai F hitung (3,826) > F tabel (3,885) serta nilai P-value
(0,052) > nilai α (0,05) dengan demikian dapat disimpulkan bahwa lama
perendaman tidak berpengaruh terhadap aroma daging sapi, sedangkan untuk
interaksi keduanya antara lama perendaman dan konsentrasi ekstrak nilai F hitung
(0,719) < nilai F tabel (3,885) serta nilai P-value (0,489) > nilai α (0,05) dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa perendaman dan konsentrasi ekstrak tidak
berpengaruh terhadap aroma daging sapi.
Hal ini disebabkan karena terjadinya perubahan aroma daging setelah diberi
perlakuan menggunakan ekstrak daun salam. Semakin banyak dosis ekstrak daun
salam maka aroma ekstrak daun salam akan mempengaruhi bau daging sapi segar.
Hal ini sejalan dengan pendapat Paramita (2018) yang mengatakan bahwa
terjadinya perubahan bau karena adanya prekursor yang terlarut dalam air dan
lemak, serta adanya pembebasan senyawa volatile dengan senyawa flavor yang
spesifik. Pada hasil perlakuan daging sapi dengan perendaman ekstrak daun salam
dengan konsentrasi 25% dan 42% pada berbagai waktu perendaman daging sapi
menjadi berbau daun salam diakibatkan karena pengaruh perendaman infusa daun
salam yang mengandung minyak atsiri, tanin, flavonoid dan triterpenoid setelah
beberapa jam perendaman pada daging sapi. Hal ini sejalan dengan pendapat
Arhiono (2018) yang menyatakan bahwa pada perlakuan dengan perendaman
infusa daun salam daging menjadi berbau daun salam.
38
Karena terdapat pengaruh pada kedua perlakuan maka dilakukan uji lanjut
duncan untuk melihat perbedaan pada kedua perlakuan tersebut. Hasil uji lanjut
duncan dapat dilihat pada Tabel 4.10.
Tabel 4.9 Uji Lanjut Duncan Aroma
Konsentrasi Ekstrak N
Subset
1 2
0% 50 1.80
25% 50 4.18
42% 50 4.30
Sig. 1.000 .515
Berdasarkan hasil uji Duncan diperoleh konsentrasi ekstrak daun salam 42%,
25%, dan 0% berbeda nyata artinya konsentrasi 42%, 25%, dan 0% menghasilkan
aroma yang tidak sama/berbeda.
39
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1) Penggunaan ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum) sebagai pengawet
alami dan lama perendaman pada daging sapi berpengaruh terhadap mutu
daging sapi dimana terjadi penurunan kadar air daging sapi setelah
menggunakan ekstrak daun salam. Tetapi penggunaan ekstrak daun salam
tidak memiliki pengaruh terhadap pH daging sapi karena pH daging masih
normal.
2) Penggunaan ekstrak daun salam (Syzigium Polyanthum) sebagai pengawet
alami dan lama perendaman pada daging sapi berpengaruh terhadap mutu
mikrobiologi daging sapi ekstrak daun dapat menghambat pertumbuhan
bakteri yang terdapat didalam daging sapi dimana terdapat perbedaaan
yang signifikan antara total bakteri daging sapi yang tidak menggunakan
ekstrak daun salam dan yang menggunkan ekstrak daun salam
3) Penggunaan ekstrak daun salam (Syzygium polyanthum) sebagai pengawet
alami pada daging sapi memiliki pengaruh terhadap mutu fisik daging sapi
dimana terjadi perubahan warna dan aroma tetapi tidak terjadi perubahan
tektur dari daging sapi tersebut.
5.2 Saran
1) Perlu penelitian lanjutan mengenai pemanfaatan ekstrak daun salam
sebagai bahan pengawet terhadap uji kadar lemak, uji residu alkohol dan
protein daging sapi dan jenis bakteri yang ditemukan.
2) Perlu penelitian lanjutan mengenai pemanfaatan ekstrak daun salam
dengan penambahan konsentrasi dan lama perendaman yang lebih lama.
40
DAFTAR PUSTAKA
Afrianti, M., Dwiloka, B., dan Setiani, B.E. 2013. Total Bakteri, pH, dan Kadar
Air Daging Ayam Broiler Setelah Direndam dengan Ekstrak Daun
Senduduk (Melastoma malabathricum L.) Selama Masa Simpan. Jurnal
Pangan dan Gizi, Vol. 04, No. 07, hal 49-55.
Agustina. 2012. Ragam Asam-Asam Lemak Daging Kambing dan Sapi Segar
Serta Olahannya Pada Lokasi Karkas Yang Berbeda. Skripsi. Bandar
Lampung: Universitas Lampung.
Agustina, K.K., Cahya, I.M.R.D., Widyantara, G.M., Swacita, I.B.N.,
Dharmayudha, A.A.G.O., dan Rudyanto, M.D. 2017. Nilai Gizi dan
Kualitas Fisik Daging Sapi Bali Berdasarkan Jenis Kelamin dan Umur.
Jurnal Buletin Veteriner Udayana, Vol. 9, No. 2, hal 156-163.
Arhiono, H.N.P., Suada, I.K., dan Budiasa, K. 2018. Pengaruh Infusa Daun
Salam (Syzygium polyanthum) Terhadap Kualitas Daging Ayam Broiler
Pada Suhu Ruang. Jurnal Indonesia Medicus Veterinus, Vol. 7, No. 6, hal
664-674.
Arifin, I.M. 2015. Deteksi Salmonella sp. Pada Daging Sapi Di Pasar Tradisional
dan Pasar Modern Di Kota Makassar. Skripsi. Makassar: Universitas
Hasanuddin.
Arizka, N.D. 2017. Kualitas dan Daya Simpan Ikan Kakap Merah Dengan Daun
Kelor Sebagai Pengawet Alami. Skripsi. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Association of Official Analytical Chemist (AOAC). 2005. Official Methods of
Analysis (18 Edn). Association of Official Analytical Chemist Inc.
Mayland. USA.
Aulia, F. 2017. Pengaruh Umur Pemotongan Terhadap Kadar Air, Abu, dan
Lemak Kasar Indigofera zollingeriana. Skripsi. Bandar Lampung:
Universitas Lampung.
Barus, J.G. 2017. Pengaruh Lama Perendaman Dengan Menggunakan Larutan
Daun Salam (Syzygium polyanthum) Sebagai Pengawet Terhadap Total
Plate Count dan Salmonella Pada Daging Broiler. Skripsi. Bandar
Lampung: Universitas Lampung.
Barus, J.G, Santosa, P.E., dan Septinova, D. 2017. Pengaruh Lama Perendaman
Dengan Menggunakan Larutan Daun Salam (Syzygium polyanthum)
Sebagai Pengawet Terhadap Total Plate Count dan Salmonella Daging
Broiler. Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan, Vol. 1, No. 3, hal 42-47.
Buckle, K.A. dkk. 2010. Ilmu pangan. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
BPS. 2018. Kabupaten Sumbawa Dalam Angka 2018. Sumbawa: BPS Kabupaten
Sumbawa.
41
Damarini, M.R. 2011. Pengaruh Lama Proses dan Kecepatan Putar Pada
Maserasi Daging Buah Asam Jawa. Skripsi. Yogyakarta: Universitas
Sanata Dharma.
Dengen, P.M.R. 2015. Perbandingan Uji Pembusukan Dengan Menggunakan
Metode Uji Postma, Uji Eber, Uji H2S, dan Pengujian Mikroorganisme
Pada Daging Babi di Pasar Tradisional Sentral Makassar. Skripsi.
Makassar: Universitas Hasanuddin.
Elmoslemanya, A.M., G.P. Keefe, I.R. Dohoo, J.J Witchel, H.Stryhn, and R.T
Dingwell. 2010. The Association BetweenBulk Tank Milk Analysis
ForRaw Milk Quality and On-farm Management Practices. J Essentials of
Food Microbiology. Prev Vet Med 95 (1-2): 32-40
Fahrurozi. 2011. Kajian Sifat Fisikokimia Daging Sapi Terhadap Lama
Penyimpanan. Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negri.
Hidayah, T. 2013. Uji Stabilitas Pigmen dan Antioksidan Hasil Ekstraksi Zat
Warna Alami Dari Kulit Buah Naga (Hylocereus undatus). Skripsi.
Semarang: Universitas Negeri Semarang.
Ilmi, A.A.J. 2016. Total Koloni Bakteri, Nilai pH dan Kadar Air Daging Sapi Di
Berbagai Grade Pasar Tradisional Di Kabupaten Semarang. Skripsi.
Semarang: Universitas Diponegoro.
Jaelani, A., Widaningsih, N., dan Hariadi, S. 2018. Jumlah Mikroba dan Sifat
Organoleptik Daging Ayam Broiler Yang Direndam Air Perasan Kunyit
(Curcuma domestica Val) Dengan Lama Penyimpanan Yang Berbeda.
Jurnal Ziraa’ah, Vol. 43, No. 1, hal 85-95.
Khairi, A. 2011. Analisis Angka Lempeng Total dan pH Daging Serta Sikap dan
Tindakan Sanitasi Oleh Pedagang Daging Ayam Broiler di Pasar Inpres
Bangkinang. Skripsi. Pekanbaru: Universitas Islam Negeri Sultan Syarif
Kasim Riau.
Kusuma, I.W.,H. Kuspradini, E. T. Arung, F. Aryani, Y. Min, J. Kim, Y. Kim.
2011. Biological Activity and Phytochemical Analysisof Three
Indonesian Medical Plants, Murraya koenigii, Syzygium polyanthum and
Zingiberpurpurea. J acuputnct Meridian Stud., 49 (1) : 75-79.
Lawrie, 2003. Ilmu Daging .Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Lestari, P.H. 2016. Kualitas dan Daya Sumpan Ikan Bandeng Menggunakan
Konsentrasi Daun Sirih Hijau dan Lama Perendaman yang berbeda.
Publikasi Ilmiah. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakata.
Lukman, D.W. 2009. Higiene Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Lukman, A. 2016. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum
sanctum.) Terhadap Bakteri Patogen Dengan Metode KLT Bioautografi.
Skripsi. Makassar: Universitas Islam Negeri Alauddin.
42
Madina, H. 2018. Efek Antioksidan Cabai Rawit (Capsicum frutescens L)
Terhadap Stabilitas Oksidatif Produk Sosis Sifat Fisik, Jumlah Bakteri dan
Kualitas Organoleptik. Skripsi. Mataram: Fakultas Peternakan Universitas
Mataram.
Mahardianti, M. 2014. Uji Daun Salam (Syzygium polyanthum) Sebagai Zat
Penolak Alami Bagi Kecoa Amerika (Periplaneta Americana) Dewasa.
Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Marlina, E.T., Balia, R.L., dan Hidayati, Y.A. 2012. Uji Organoleptik Daging
Ayam yang Diberi Ransum yang Mengandung Lumpur Susu
Terfermentasi oleh Aspergillus niger. Jurnal Ilmu Ternak, Vol. 12, No. 1,
hal 20-23
Murhadi., Suharyono, AS., dan Susilawati. 2007. Aktivitas Anti Bakteri Ekstrak
Daun Salam (Syzygium polyanthum) dan Daun Pandan (Pandanus
amaryllifolius). Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. Vol. XVIII, No. 1,
Hal 17-24.
Nahak, R.J., Khotimah, S., dan Turnip, M. 2014. Aspek Mikrobiologis Susu Sapi
Murni Dengan Penambahan Sari Rimpang Bangle (Zingiber cassumunar
Roxb). Jurnal Protobiont, Vol. 3, No. 3, hal 69-74.
Negara, J.K., Sio, A.K., Rifkhan., Arifin, M., Oktaviana, A.Y., Wihansah, R.R.S.,
dan Yusuf, M. 2016. Aspek Mikrobiologis Serta Sensori (Rasa, Warna,
Tekstur, Aroma) Pada Dua Bentuk Penyajian Keju Yang Berbeda. Jurnal
Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan. Vol. 04, No. 2, Hal 286-
290.
Novira, P.P., dan Febrina, E. 2018. Review Artikel: Tinjauan Aktivitas
Farmakologi Ekstrak Daun Salam (Syzygium polyanthum (Wight) Walp).
Jurnal Farmaka. Vol. 16, No. 2, Hal 288-297.
Paramita, N.M.D.P., Suada, I.K., dan Budiasa, K. 2018. Daya Tahan Daging
Kambing yang Diberikan Infusa Daun Salam (Syzygium polyanthum)
pada Suhu Ruang. Jurnal Indonesia Medicus Veterinus, Vol. 7, No. 6, hal
717-727.
Prabowo, A.T. 2015. Pengaruh Tingkat Pemberian Tepung Asap Hasil
Pengeringan Beku (Freeze Drying) dan Lama Penyimpanan Terhadap
Kualitas Daging Sapi Bali . Skripsi. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Purnama, M.G. 2018. Pengaruh Konsentrasi Pelarut dan Lama Waktu Maserasi
Terhadap Sifat Fisiko kimia Daun Black Mulberry (Morusnigra L.).
Skripsi. Bandung: Universitas Pasundan.
Raharjo, S. 2010. Aplikasi Madu Sebagai Pengawet Daging Sapi Giling Segar
Selama Proses Penyimpanan. Skripsi. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret.
43
Rahmah, Wijaya, M., dan Mustarin, A. 2017. Pengaruh Penambahan Lengkuas
Merah (Alppinia purpurata) Terhadap Kualitas Dendeng Sayat Ikan
Bandeng (Chanoschanos) Selama Penyimpanan. Jurnal Pendidikan
Teknologi Pertanian, Vol. 3, hal 180-194.
Ranti, N.F. 2016. Karakterikstik Fisik dan Organoleptik Daging Sapi Bali Pada
Berbagai Lokasi Otot yang Berbeda. Skripsi. Kendari: Universitas Halu
Oleo.
Rosita. 2019. Pengaruh Perendaman Daging Sapi Dalam Berbagai Konsentrasi
Blend Jahe (Zingiber officinale Roscoe) Terhadap pH, Daya Ikat Air, dan
Susut Masak. Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Sari, S.H. 2017. Pengaruh Lama Perendaman Dengan Larutan Daun Salam
(Syzygium polyanthum) Sebagai Pengawet Terhadap Sifat Fisik Daging
Broiler. Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Sari, S.H., Septinova, S., Santosa, P.E. 2017. Pengaruh Lama Perendaman
Dengan Larutan Daun Salam (Syzygium polyanthum) Sebagai Pengawet
Terhadap Sifat Fisik Daging Broiler. Jurnal Riset dan Inovasi Peternakan,
Vol 1(3), Hal 10-15.
Sari, P.E. 2018. Pengaruh Lama Perendaman Dengan Menggunakan Larutan
Daun Salam (Syzygium polyanthum) Sebagai Pengawet Terhadap
Komposisi Kimia dan Awal Kebusukan Daging Broiler. Skripsi. Lampung:
Universitas Lampung.
Sahputra, N.W. 2015. Daya Simpan Ikan Bandeng yang Diawetkan Menggunakan
Pengawet Alami Kombinasi Daun Salam (Eugenia polyantha, Weight.)
dan Garam. Skripsi. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Septiana, W. 2018. Pengaruh Penggunaan Ekstrak Daun Salam, Daun Sirih, dan
Serai Sebagai Pengawet Alami Tahu Terhadap Sifat Organoleptik.
Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung.
Septianty, D., Sutardjo, D.S., dan Balia, R.L. 2016. Pengaruh Konsentrasi
Perendaman Sari Daun Salam (Syzygium polyanthum) Terhadap Daya
Awet Daging Ayam Petelur Afkir. Padjadjaran: Universitas Padjadjaran.
Sitepu, J.S.G. 2010. Pengaruh Variasi Metode Ekstraksi Secara Maserasi Dan
Dengan Alat Soxhlet Terhadap Kandungan Kurkuminoid Dan Minyak
Atsiri Dalam Ekstrak Etanolik Kunyit. Skripsi. Yogyakarta: Universitas
Sanata Dharma.
SNI 7338-2009. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Dalam Pangan. Jakarta:
BSN.
Sopandi, Tatang dan Wardah. 2014. Mikrobiologi Pangan – Teori dan Praktik.
Andi Offset . Yogyakarta.
Soeparno, 2011. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada University Press.
Yogyakarta.
44
Suada, I.K., Purnama, D.I.D., Agustina, K.K,. 2018. Infusa Daun Salam
Mempertahaankan Kualitas dan Daya Tahan Daging Sapi Bali. Buletin
Veteriner Udayana, Vol.10 No. 1, Hal 100-109.
Suarlan, E. 2017. Sifat Organoleptik, Fisik, dan Kimia Daging Sapi Bali Yang
Dimarinasi Dalam Jus Gambir (Uncaria gambir Roxb). Skripsi.
Universitas Halu Oleo. Kendari.
Sudirman, T.A. 2014. Uji Efektivitas Ekstrak Daun Salam (Eugenia polyantha)
Terhadap Pertumbuhan Staphylococus aureus Secara In Vitro. Skripsi.
Makassar: Universitas Hasanuddin.
Susilowati, I.T., dan Harningsih T. 2017. Potensi Ekstrak Daun Salam (Syzygium
polyanthum) Sebagai Pengawet Pada Ikan Layur (Trichiurus sp.). Jurnal
Kesehatan Kusuma Husada, Hal 116-122.
Tammi, A. 2016. Perbandingan Daya Hambat Ekstrak Daun Salam (Syzygium
polyantum [Wight.]Walp.) Terhadap Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus aereus dan Escherichia coli secara In Vitro. Skripsi.
Universitas Lampung. Bandar Lampung
Tikasari, C. 2008. Kualitas Mikrobiologis Daging Sapi Segar Dengan
Penambahan Bakteriosin Dari Lactobacillus sp. Galur SGG 1223 Yang
Diisolasi Dari Susu Sapi. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Utami, I,W. 2008. Efek Fraksi Air Ekstrak Etanol Daun Salam (Syzygium
polyanthum Wight.) Terhadap Penurunan Kadar Asam Urat Pada Mencit
Putih (Mus Musculus) Jantan Galur Balb-C Yang Diinduksi Dengan
Kalium Oksonat. Skripsi. Universitas Muhammadiyah. Surakarta.
Wala, J., Ransalaleleh, T., Wahyuni, I., Rotinsulu, M. 2016. Kadar air, pH dan
Total Mikroba Daging Ayam Yang Ditambahkan Kunyit Putih (Curcuma
mangga Val.). Jurnal Zootek. Vol. 36 No. 2, Hal 405-416.
Winarno. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Wulandari, F. 2014. Total Jumlah Bakteri Pada Daging Sapi Segar Yang
Dibungkus Daun Jati Dengan Variasi Lama Penyimpanan. Skripsi.
Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Yanti H, Hidayati, dan Elfawati. 2008. Kualitas Daging Sapi Dengan Kemasan
Platik PE (Polyethylen) dan Plastik PP (Polypropylen) Di Pasar Arengka
Kota Pekanbaru. Jurnal Peternakan 5 (1). Hal, 22-27.
Yulianti, M. 2012. Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Daun Salam (Syzygium
polyanthum (Wight) Walp.) Terhadap Beberapa Mikroba Patogen Secara
KLT-Bioautografi. Skripsi. Makassar: Universitas Islam Negeri Alauddin.
45
LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Sekunder Uji Organoleptik
1) Warna
No. Perlakuan
Jumlah Rata-
Rata Y1 Y2 Y3 Z1 Z2 Z3
1 4 3 2 4 2 2 17 2.83
2 4 3 3 4 3 4 21 3.50
3 4 2 2 4 2 2 16 2.67
4 4 3 3 4 4 3 21 3.50
5 4 3 2 2 2 2 15 2.50
6 4 4 3 3 2 3 19 3.17
7 5 5 1 4 4 4 23 3.83
8 4 2 2 4 2 1 15 2.50
9 4 3 2 3 2 1 15 2.50
10 4 2 1 4 2 1 14 2.33
11 4 3 2 3 2 1 15 2.50
12 4 2 2 4 4 2 18 3.00
13 3 2 3 3 1 1 13 2.17
14 5 3 2 4 2 2 18 3.00
15 4 2 2 4 2 1 15 2.50
16 4 5 2 3 4 4 22 3.67
17 4 3 2 4 2 1 16 2.67
18 4 2 2 3 2 2 15 2.50
19 3 2 2 3 3 2 15 2.50
20 4 3 3 4 3 3 20 3.33
21 4 2 2 4 3 1 16 2.67
22 4 3 1 4 2 2 16 2.67
23 4 3 1 2 1 4 15 2.50
24 5 4 2 3 2 2 18 3.00
25 3 4 3 4 2 2 18 3.00
Julmah 100 73 52 88 60 53 426
Rata-
Rata 4 2.92 2.08 3.52 2.4 2.12 2.84
46
2) Aroma
No. Perlakuan
Jumlah Rata-
Rata 20 30 2520 2530 5025 5030
1 4 4 4 4 4 4 24 4.00
2 4 4 4 4 4 4 24 4.00
3 4 4 4 4 4 4 24 4.00
4 4 4 4 4 4 4 24 4.00
5 5 4 4 4 4 4 25 4.17
6 3 3 4 3 2 2 17 2.83
7 4 4 3 4 2 2 19 3.17
8 2 3 3 4 3 4 19 3.17
9 4 3 2 4 4 2 19 3.17
10 2 1 1 2 4 2 12 2.00
11 4 2 5 5 5 5 26 4.33
12 4 2 4 2 4 3 19 3.17
13 1 3 4 3 3 3 17 2.83
14 4 4 4 3 3 4 22 3.67
15 4 3 2 1 1 2 13 2.17
16 5 4 3 3 4 3 22 3.67
17 4 4 4 3 3 2 20 3.33
18 4 4 3 3 4 3 21 3.50
19 4 3 4 3 4 4 22 3.67
20 3 3 4 4 4 2 20 3.33
21 3 4 3 4 3 3 20 3.33
22 3 3 4 4 3 4 21 3.50
23 4 4 4 3 4 3 22 3.67
24 4 4 3 3 3 4 21 3.50
25 4 4 4 4 4 3 23 3.83
Julmah 91 85 88 85 87 80 516
Rata-
Rata 3.64 3.4 3.52 3.4 3.48 3.2 3.44
47
3) Tekstur
No. Perlakuan
Jumlah Rata-
Rata 20 30 2520 2530 5025 5030
1 2 2 3 4 1 2 14 2.33
2 4 4 4 4 2 4 22 3.67
3 3 2 3 3 2 2 15 2.50
4 3 2 3 2 2 2 14 2.33
5 4 5 3 5 4 3 24 4.00
6 1 3 3 3 2 3 15 2.50
7 2 3 2 4 2 2 15 2.50
8 2 2 2 2 2 3 13 2.17
9 3 3 1 2 2 2 13 2.17
10 3 3 2 4 1 3 16 2.67
11 1 2 4 3 3 4 17 2.83
12 2 3 3 1 3 2 14 2.33
13 1 2 2 2 2 1 10 1.67
14 4 4 3 3 3 4 21 3.50
15 2 3 4 2 4 4 19 3.17
16 3 3 4 3 2 2 17 2.83
17 4 4 3 3 3 3 20 3.33
18 3 4 4 4 2 3 20 3.33
19 3 4 4 4 3 4 22 3.67
20 4 3 4 3 2 3 19 3.17
21 4 2 3 3 3 4 19 3.17
22 3 2 3 3 4 3 18 3.00
23 3 3 3 4 4 3 20 3.33
24 3 3 3 3 3 4 19 3.17
25 4 3 3 4 3 2 19 3.17
Julmah 71 74 76 78 64 72 435
Rata-
Rata 2.84 2.96 3.04 3.12 2.56 2.88 2.90
48
Lampiran 2 Gambar Alat dan Bahan
DagingSapi Daun Salam
Nutrient Agar TimbanganAnalitik
Oven Alkohol Maxi Max II/Vortex
49
Autoclave Colony Counter
Evaporator Ekstrak daun salam
50
Lampiran 3 Uji Total Plate Count Daging Sapi Ekstrak Daun Salam
Penghitungan Jumlah Bakteri
Kultur di media Natrium Agar
dengan Metode sebar
Jumlah Bakteri Konsentrasi 0%
Jumlah Bakteri Konsentrasi 20%
51
Lampiran 4 Uji Kadar Air Daging Sapi Ekstrak Daun Salam
Jumlah Bakteri Konsentrasi 30%
Penuangan Natrium Agar ke Cawan Petri
Proses Pengovenan Daging Sapi
Proses Perhitungan berat daging sapi
52
Lampiran 5 Organoleptik Daging Sapi Ekstrak Daun Salam
Proses Perendaman Daging Sapi
RPH manjeluk
Uji Organoleptik Daging Sapi
Warna Daging Yang Menggunakan Ekstrak Daun Salam
53
Lampiran 6 Hasil Uji Kadar Air di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan
Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Mataram
54
Lampiran 7 Hasil Uji pH di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Peternakan Unversitas Mataram
55
Lampiran 8 Hasil Uji TPC di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas
Peternakan Universitas Mataram
56
RIWAYAT HIDUP
Gita Cahyani dilahirkan di Lantung, Kabupaten
Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat pada tanggal
30 Mei 1997, anak dari Bapak Sabram dan Ibu Titien
Sumarni. Penulis menempuh Pendidikan Dasar di SDN
1 Lantung (lulus tahun 2009), melanjutkan ke SMPN 3
Sumbawa (lulus tahun 2012), dan SMAN 3 Sumbawa
Jurusan Teknik Komputer Jaringan (lulus tahun 2015).
Pendidikan berikutnya ditempuh di Universitas
Teknologi Sumbawa, Program Studi Teknologi Industri
Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama menjadi mahasiswa pada Program Studi
Teknologi Industri Pertanian, penulis terlibat dalam organisasi kemahasiswaan
yaitu Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian (HIMATITAN), selain
itu penulis juga terlibat dalam beberapa kepanitiaan yaitu Resfak Fakultas
Teknologi Pertanian 2016-2017 dan Latihan Keterampilan Manajerial Mahasiswa
Tingkat Dasar (LKMM-TD) 2016. Pada semester akhir penulis melakukan
penelitian tugas akhir dengan judul “Pengaruh Konsentrasi Dan Lama
Perendaman Ekstrak Daun Salam (Syzygium polyanthum) Terhadap Mutu Daging
Sapi (Bos primigenius taurus) Pada Suhu Ruang”