pengaruh kemampuan bahasa, kemampuan …/pengaruh... · menyelesaikan soal fisika pada pokok...
TRANSCRIPT
34
PENGARUH KEMAMPUAN BAHASA, KEMAMPUAN MATEMATIKA
DAN SIKAP SISWA TERHADAP KEMAMPUAN MENYELESAIKAN
SOAL FISIKA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1
PURWODADI TAHUN PELAJARAN 2008/2009
Skripsi
Oleh :
Yogi Prasidayanto
K 2302532
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
35
PENGARUH KEMAMPUAN BAHASA, KEMAMPUAN MATEMATIKA
DAN SIKAP SISWA TERHADAP KEMAMPUAN MENYELESAIKAN
SOAL FISIKA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1
PURWODADI TAHUN PELAJARAN 2008/2009
Oleh:
Yogi Prasidayanto
K 2302532
Skripsi
Ditulis Dan Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar
Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Fisika
Jurusan P.NIPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
36
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing Skripsi untuk dipertahankan di
hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta, Februari 2010
Pembimbing I
Drs. Yohanes Radiyono NIP. 19540831 198303 1 002
Pembimbing II
Drs. Darianto NIP. 19460809 198303 1 001
37
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada hari :
Tanggal :
Tim Penguji Skripsi:
Nama Terang Tanda Tangan
1. Ketua : 1. ……………
2. Sekretaris : 2.
……………
3. Anggota I : Drs. Yohanes Radiyono 3. ……………
4. Anggota II : Drs. Darianto 4.
……………
Disahkan oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
38
Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd NIP. 19600727 198702 1 001
ABSTRAK
Yogi Prasidayanto. PENGARUH KEMAMPUAN BAHASA, KEMAMPUAN MATEMATIKA DAN SIKAP SISWA TERHADAP KEMAMPUAN MENYELESAIKAN SOAL FISIKA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 1 PURWODADI TAHUN PELAJARAN 2008/2009. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu pendidikan. Universitas Sebelas Maret Surakarta, Januari 2009.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidak adanya
pengaruh yang signifikan: (1) antara kemampuan bahasa terhadap kemampuan
menyelesaikan soal fisika pada pokok bahasan gerak, (2) antara kemampuan
matematika terhadap kemampuan menyelesaikan soal fisika pada pokok bahasan
gerak, (3) antara sikap siswa terhadap kemampuan menyelesaikan soal fisika
pada pokok bahasan gerak, (4) interaksi antara kemampuan bahasa dan
kemampuan matematika terhadap kemampuan menyelesaikan soal fisika pada
pokok bahasan gerak, (5) interaksi antara kemampuan bahasa dan sikap siswa
terhadap kemampuan menyelesaikan soal fisika pada pokok bahasan gerak, (6)
interaksi antara kemampuan matematika dan sikap siswa terhadap kemampuan
menyelesaikan soal fisika pada pokok bahasan gerak, dan (7) interaksi antara
kemampuan bahasa, kemampuan matematika, dan sikap siswa terhadap
kemampuan menyelesaikan soal fisika pada pokok bahasan gerak.
Penelitian ini menggunakan teknik komparatif. Populasi penelitian adalah
seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 1 Purwodadi Tahun Pelajaran 2008/2009,
yaitu sebanyak 349 siswa. Sampel diambil dengan teknik random sampling
sebanyak 2 kelas. Kelas yang terpilih yaitu kelas VII-A sebanyak 30 siswa dan
kelas VII-C sebanyak 40 siswa. Teknik pengumpulan data kemampuan bahasa
yang berupa skor kemampuan bahasa menggunakan teknik dokumentasi, data
kemampuan matematika yang berupa skor kemampuan matematika menggunakan
teknik dokumentasi, data sikap siswa terhadap fisika menggunakan teknik angket,
39
dan data kemampuan menyelesaikan soal fisika menggunakan teknik tes. Teknik
analisis data yang digunakan adalah anava tiga jalan dengan sel tak sama.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) ada pengaruh yang
signifikan kemampuan bahasa terhadap kemampuan menyelesaikan soal fisika
pada pokok bahasan gerak (Fa = 1039.1765 > 4.00 = F0.05;2;62), (2) ada pengaruh
yang signifikan kemampuan matematika terhadap kemampuan menyelesaikan
soal fisika pada pokok bahasan gerak (Fb = 1036.0713 > 4.00 = F0.05;2;62), (3) tidak
ada pengaruh yang signifikan sikap siswa terhadap kemampuan menyelesaikan
soal fisika pada pokok bahasan gerak (Fc = 0.1842 < 4.00 = F0.05;1;62), (4) ada
interaksi yang signifikan antara kemampuan bahasa dan kemampuan matematika
terhadap kemampuan menyelesaikan soal fisika pada pokok bahasan gerak (Fab =
523.1716 > 4.00 = F0.05;4;62), (5) tidak ada interaksi yang signifikan antara
kemampuan bahasa dan sikap siswa terhadap kemampuan menyelesaikan soal
fisika pada pokok bahasan gerak (Fac = 3.1231 < 4.00 = F0.05;2;62), (6) tidak ada
interaksi yang signifikan antara kemampuan matematika dan sikap siswa terhadap
kemampuan menyelesaikan soal fisika pada pokok bahasan gerak (Fbc = 0.1035 <
4.00 = F0.05;2;62), dan (7) tidak ada interaksi yang signifikan antara kemampuan
bahasa, kemampuan matematika, dan sikap siswa terhadap kemampuan
menyelesaikan soal fisika pada pokok bahasan gerak (Fabc = 1.5707 < 4.00 =
F0.05;4;62).
40
MOTTO
“....Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum sehingga kaum itu mengubah nasibnya sendiri”
(Q.S. Ar ro’du: 11)
“Sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang
lain dan kepada Tuhanmulah hendaknya kamu berharap” (Q.S Al Insyirah: 6-8)
41
PERSEMBAHAN
Dengan hati yang tulus ku persembahkan karya ini untuk:
Ibu dan Ayah tercinta, untuk semua kasih sayang, pengorbanan dan doa-doanya,
Adikku tersayang terima kasih atas motivasinya,
Nenekku, untuk semua bantuan dan dukungannya,
Semua keluarga dan teman-teman atas motivasinya
Rekan-rekan fisika, untuk semua motivasinya,
Almamater.
42
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Allah Rabb semesta alam karena atas nikmat dan
rahmat-Nya skripsi ini dapat diselesaikan untuk memenuhi sebagian persyaratan
mendapatkan gelar sarjana pendidikan. Shalawat dan salam dihaturkan ke
pangkuan Rasulullah SAW.
Banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan dalam penyelesaian
penulisan skripsi ini, namun berkat bantuan berbagai pihak akhirnya kesulitan
yang timbul dapat teratasi. Atas segala bentuk bantuannya, disampaikan terima
kasih kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. M. Fuqon Hidayatulah, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin
penyusunan skripsi.
2. Dra. Kus Sri Martini, M.Si, Ketua Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta
yang telah menyetujui permohonan penyusunan skripsi.
3. Dra. Rini Budiharti, M.Pd, Ketua Program Pendidikan Fisika Jurusan PMIPA
FKIP UNS Surakarta yang telah menyetujui permohonan penyusunan skripsi.
4. Drs. Yohanes Radiyono, Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan
dan pengarahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
5. Drs. Darianto, Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan
pengarahan sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
6. Drs. Djauhari, M.M, Kepala Sekolah SMP Negeri 1 Purwodadi yang telah
memberikan ijin try out dan ijin penelitian.
43
7. Bapak dan Ibu, atas segala do’a dan motivasi kalian yang membuat penulis
selalu tetap tegar.
8. Rekan-rekan seperjuangan, mahasiswa Pendidikan Fisika yang selalu
memberikan dorongan dan pengertian dalam penyelesaian skripsi ini.
9. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari Allah
Yang Maha Kuasa.
Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat khususnya bagi penulis dan
umumnya bagi para pembaca semuanya.
Surakarta, Juli 2009
Penulis
44
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i
HALAMAN PENGAJUAN ................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN................................................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................. iv
HALAMAN ABSTRAK......................................................................................... v
HALAMAN MOTTO............................................................................................. vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................. viii
KATA PENGANTAR ............................................................................................ ix
DAFTAR ISI........................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xvi
DAFTAR TABEL .................................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................... xvii
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................................. 1
A. Latar Belakang ................................................................................ 1
B. Identifikasi Masalah ....................................................................... 3
C. Pembatasan Masalah ....................................................................... 4
D. Perumusan Masalah ........................................................................ 4
E. Tujuan Penelitian ............................................................................ 5
F. Manfaat Penelitian .......................................................................... 6
BAB II. LANDASAN TEORI ............................................................................ 7
A. Tinjauan Pustaka ............................................................................. 7
1. Belajar ....................................................................................... 7
2. Mengajar ................................................................................... 16
3. Kemampuan bahasa .................................................................. 19
45
4. Kemampuan matematika........................................................... 20
5. Sikap Siswa Terhadap Fisika .................................................... 20
6. Kemampuan Menyelesaikan Soal ............................................. 23
7. Gerak ......................................................................................... 25
B. Kerangka Berpikir .......................................................................... 31
C. Hipotesis ......................................................................................... 32
BAB III. TEKNIK PENELITIAN ........................................................................ 34
A. Tempat dan Waktu Penelitian ......................................................... 34
1. Tempat ...................................................................................... 34
2. Waktu Penelitian ....................................................................... 34
B. Teknik Penelitian ............................................................................ 34
C. Populasi dan Sampel ....................................................................... 35
1. Populasi ..................................................................................... 35
2. Sampel....................................................................................... 35
3. Teknik Pengambilan Sampel..................................................... 35
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 35
1. Definisi Operasional Variabel................................................... 35
2. Teknik Pengumpulan Data........................................................ 37
3. Instrumen................................................................................... 38
E. Teknik Analisis Data ...................................................................... 42
1. Uji Prasayarat Anava................................................................. 43
2. Uji Hipotesis.............................................................................. 44
3. Uji Komparasi Ganda................................................................ 50
BAB IV. HASIL PENELITIAN ........................................................................... 52
A. Deskripsi Data ................................................................................ 52
1. Data Penelitian Skor Kemampuan Menyelesaikan Soal ............ 52
B. Pengujian Persyaratan Analisis ...................................................... 58
1. Uji Normalitas ........................................................................... 58
2. Uji Homogenitas......................................................................... 59
C. Pengujian Hipotesis ........................................................................ 60
4. Analisis Variansi Tiga Jalan Sel Tak Sama................................ 60
46
5. Uji Komparasi Ganda (Scheffe) ................................................. 61
D. Pembahasan Hasil Analisis Data .................................................... 62
1. Hipotesisi Petama ....................................................................... 62
2. Hipotesisi Kedua ........................................................................ 63
3. Hipotesis Ketiga ......................................................................... 64
4. Hipotesis Keempat ..................................................................... 64
5. Hipotesis Kelima ........................................................................ 66
6. Hipotesis Keenam....................................................................... 66
7. Hipotesis Ketujuh ....................................................................... 67
BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ....................................... 68
A. Kesimpulan ..................................................................................... 68
B. Implikasi ......................................................................................... 69
1. Implikasi Teoritis ....................................................................... 69
2. Implikasi Praktis......................................................................... 69
C. Saran ............................................................................................... 70
1. Bagi Siswa.................................................................................. 70
2. Bagi Huru ................................................................................... 70
3. Bagi Orang Tua .......................................................................... 70
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 71
LAMPIRAN ........................................................................................................... 73
47
DAFTAR GAMBAR
halaman
Gambar 1 Bagan Penelitian .................................................................................... 32
48
DAFTAR TABEL
halaman
Tabel 4.1 Deskripsi Data Skor Kemampuan Menyelesaikan soal Fisika
Berdasarkan Kelompok Kemampuan bahasa . ..................................... 52
Tabel 4.1.1 Distribusi Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal Berdasarkan
Kelompok Kemampuan bahasa Tinggi ............................................... 53
Tabel 4.1.2 Distribusi Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal Berdasarkan
Kelompok Kemampuan bahasa Rendah.............................................. 54
Tabel 4.2 Deskripsi Data Skor Kemampuan Menyelesaikan soal Fisika
Berdasarkan Kelompok Kemampuan matematika .............................. 55
Tabel 4.2.1. Distribusi Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal Berdasarkan
Kelompok Keterampilan Hitung Tinggi. .............................................. 55
Tabel 4.2.2. Distribusi Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal Berdasarkan
Kelompok Keterampilan Hitung Rendah. ............................................ 56
Tabel 4.3 Deskripsi Data Skor Kemampuan Menyelesaikan soal Fisika
Berdasarkan Kelompok Sikap Siswa Terhadap Fisika ........................ 57
Tabel 4.3.1. Distribusi Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal Berdasarkan
Kelompok Sikap Siswa Mendukung..................................................... 57
Tabel 4.3.2. Distribusi Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal Berdasarkan
Kelompok Sikap Siswa Tidak Mendukung. ......................................... 58
Tabel 4.4 Rangkuman Uji Normalitas dengan Teknik Lilliefors ........................ 59
Tabel 4.5 Rangkuman Uji Homogenitas .............................................................. 60
Tabel 4.6 Rangkuman Analisis Variansi Tiga Jalan Sel Tak Sama ..................... 61
Tabel 4.7 Rangkuman Uji Komparasi Ganda pada Variabel
Kemampuan bahasa .............................................................................. 61
Tabel 4.8 Rangkuman Uji Komparasi Ganda pada Variabel
49
Kemampuan matematika ..................................................................... 61
Tabel 4.9 Rangkuman Uji Komparasi Ganda pada Interaksi antara Variabel
Kemampuan bahasa, Kemampuan matematika dan Sikap Siswa ........ 62
Tabel 4.10 Rata-rata Nilai Kemampuan Menyelesaikan soal Fisika pada
Variabel Kemampuan bahasa .............................................................. 63
Tabel 4.11 Rata-rata Nilai Kemampuan Menyelesaikan soal Fisika pada
Variabel Kemampuan matematika ....................................................... 64
Tabel 4.12 Rata-rata Nilai Kemampuan Menyelesaikan soal Fisika pada
Interaksi Kemampuan bahasa dan Kemampuan matematika .............. 65
Tabel 4.13 Rata-rata Nilai Kemampuan Menyelesaikan soal Fisika pada
Interaksi Kemampuan bahasa dan Sikap Siswa ................................... 66
Tabel 4.14 Rata-rata Nilai Kemampuan Menyelesaikan soal Fisika pada
Interaksi Kemampuan matematika dan Sikap Siswa ........................... 67
Tabel 4.16 Rata-rata Nilai Kemampuan Menyelesaikan soal Fisika pada Interaksi
Kemampuan bahasa, Kemampuan matematika dan Sikap Siswa ........ 67
50
DAFTAR LAMPIRAN
halaman
Lampiran 1 Kisi-kisi Soal Obyektif Try Out ....................................................... 73
Lampiran 2 Lembar Soal Try Out ....................................................................... 74
Lampiran 3 Kunci Jawaban ................................................................................. 85
Lampiran 4 Lembar Jawab ................................................................................... 86
Lampiran 5 Kisi-kisi Soal Obyektif Penelitian .................................................... 87
Lampiran 6 Lembar Soal Penelitian ..................................................................... 88
Lampiran 7 Kunci Jawaban Penelitian ................................................................. 97
Lampiran 8 Lembar Jawab Penelitian ................................................................. 98
Lampiran 9 Angket Try Out Sikap Siswa Terhadap Fisika ................................. 99
Lampiran 10 Angket Sikap Siswa Terhadap Fisika ............................................... 103
Lampiran 11 Data Pengamatan ............................................................................. 106
Lampiran 12 Uji Validitas Dan Reliabilitas Soal .................................................. 108
Lampiran 13 Uji Validitas Dan Reliabilitas Angket ............................................. 117
Lampiran 14 Anava ............................................................................................... 127
Lampiran 15 Uji Homogenitas .............................................................................. 132
Lampiran 16 Uji Normalitas .................................................................................. 138
Lampiran 17 Tabel Statistika ................................................................................. 137
Lampiran 18 Surat-surat Ijin ................................................................................. 142
51
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah negara berkembang. Pembangunan di segala
bidang ditingkatkan baik secara kuantitas maupun kualitas. Pembangunan yang
sedang digalakkan mempunyai tujuan utama untuk mensejahterakan kehidupan
rakyat dalam usaha mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur serta merata
baik lahir maupun btin berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Salah satu upaya
untuk mewujudkan tujuan tersebut adalah melalui pendidikan, karena pendidikan
itu sendiri adalah upaya sadar yang dilakukan dengan tujuan membimbing
manusia dalam perkembangannya. Proses membimbing, mengarahkan dan
membentuk pribadi manusia dalam perkembangan itulah dapat digolongkan
sebagai pendidikan. Masalah pendidikan sangat fundamental bagi perkembangan
dan kemajuan suatu bangsa. Melalui pendidikan akan melahirkan karakteristik
manusia yang berkualitas. Melalui pendidikan itulah diharapkan dapat tercapai
peningkatan kehidupan manusia ke arah yang lebih baik.
Dewasa ini, ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang sangat pesat, hal
ini dapat dilihat dari bermunculannya teknologi canggih di segala bidang
kehidupan. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua
pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat dan mudah dari
berbagai sumber dan tempat di dunia. Untuk itulah perlu dimiliki kemampuan
memperoleh, memilih dan mengelola informasi untuk bertahan pada keadaan
yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Kemampuan ini membutuhkan
pemikiran kritis, sistematis, logis, kreatif dan kemampuan bekerjasama yang
efektif. Cara berpikir seperti ini dapat dikembangkan melalui belajar fisika karena
fisika memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya
sehingga memungkinkan kita terampil berpikir rasional.
Kondisi pengajaran fisika sampai saat ini masih menunjukkan perlunya
upaya perbaikan. Kritik dan sorotan masih sering dikemukakan, antara lain masih
rendahnya mutu lulusan yang ditandai oleh rendahnya prestasi belajar siswa pada
52
pelajaran fisika. Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah untuk
mengantisipasi permasalahan tersebut, misalnya dengan penataan guru fisika,
perubahan kurikulum fisika, dan sebagainya. Selain itu perlu juga untuk ditinjau
kembali faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya mutu lulusan tersebut.
Penyelesaian terhadap faktor-faktor eksternal yang berpengaruh saja belum cukup,
perlu pula diketahui dan diteliti faktor-faktor internal yang berpengaruh secara
dominan. Faktor-faktor ini secara minimal dapat digunakan sebagai dasar
pemilihan strategi dalam pengelolaan proses belajar mengajar.
Kemampuan merupakan suatu penunjuk kekuatan intern dalam pola asli
seseorang terhadap penghayatan pengalaman-pengalamannya, baik itu
kemampuan umum maupun kemampuan khusus. Kemampuan bahasa merupakan
kemampuan khusus untuk membaca suatu bahan dengan pemahaman, pengertian
isi, dan logis dalam penerapan situasi praktis. Dalam pelajaran fisika, kemampuan
bahasa diperlukan dalam menyelesaikan soal fisika. Untuk memahami soal
mungkin dibutuhkan kemampuan bahasa yang tinggi sehingga siswa dapat
mengetahui apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan dari soal tersebut.
Apabila kemampuan tersebut kurang dikuasai siswa, kemungkinan mereka akan
mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal fisika. Kemampuan matematika
merupakan sebuah kemampuan khusus dalam matematika-mengmatematika
dengan angka. Kurangnya latihan menyebabkan kemampuan matematika siswa
menjadi rendah. Banyak dijumpai kesalahan matematika yang dilakukan siswa
dalam mengerjakan soal-soal fisika. Hal ini tentu saja mempengaruhi kemampuan
siswa di dalam menyelesaikan soal-soal dalam fisika.
Di lapangan seringkali dijumpai sikap acuh siswa dalam mengikuti
pelajaran fisika. Siswa pada umumnya mengikuti pembelajaran fisika karena
kewajiban saja tanpa memperhatikan manfaatnya. Bahkan mereka merasa biasa
mendapatkan nilai rendah dalam pelajaran fisika. Sikap yang demikian tentu saja
mempengaruhi daya tangkap siswa terhadap pelajaran fisika. Sikap siswa terhadap
pelajaran fisika dapat dilihat dari cara siswa merespon pelajaran fisika, misalnya
keingintahuan, perhatian, usaha dan keinginan belajar fisika.
53
Fisika merupakan materi pelajaran yang mempunyai karakteristik
tersendiri. Karakteristik tersebut berkaitan dengan konsep-konsep mengenai gejala
dan fenomena alam.
Sehubungan dengan uraian tesebut diatas, penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian mengenai “Pengaruh Kemampuan bahasa Dan
Ketrampilan Matematika Ditinjau Dari Model Tugas Terhadap Kemampuan
Kognitif Dalam Menyelesaika Soal Fisika Siswa Kelas VII SMP”.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang yang telah diuraikan, terdapat beberapa masalah antara lain:
1. Rendahnya prestasi belajar akan berakibat pada kemerosotan mutu lulusan, sehingga perlu
dikaji faktor-faktor penyebab dan upaya untuk mengantisipasi masalah tersebut.
2. Pemahaman soal memerlukan kemampuan bahasa yang baik. Kemampuan bahasa yang
rendah membuat siswa kesulitan menyelesaikan soal.
3. Siswa kurang banyak berlatih dalam bermatematika sehingga kemampuan bermatematikanya
rendah.
4. Sikap siswa terhadap fisika mempengaruhi daya tangkap siswa terhadap pelajaran fisika.
Adanya siswa yang bersikap apatis saat pengajaran fisika menyebabkan kurangnya respon
mendukung pembelajaran fisika.
5. Pentingnya sebuah pendidikan bagi kemajuan negara sehingga semua negara di dunia
menempatkan pendidikan sebagai prioritas nomor satu.
6. Adanya anggapan masyarakat bahwa guru adalah pusat dari proses pembelajaran fisika di
sekolah.
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini lebih terarah, maka penulis akan membatasi masalah dalam penelitian.
Dengan demikian diharapkan masalah dapat dikaji lebih mendalam untuk memperoleh hasil
maksimal, maka penelitian ini dibatasi pada hal-hal sebagai berikut:
1. Kemampuan bahasa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan membaca suatu
bahan dengan pemahaman pengertian isi, serta logis dalam situasi praktis.
2. Kemampuan matematika diambil dari nilai ulangan matematika.
54
3. Sikap siswa dalam penelitian ini dikategorikan menjadi dua, yaitu sikap yang mendukung dan
tidak mendukung terhadap pembelajaran fisika.
4. Kemampuan menyelesaikan soal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan
memecahkan soal yang berhubungan dengan pokok bahasan gerak.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, permasalahan yang ada dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan bahasa terhadap kemampuan
menyelesaikan soal fisika pada pokok bahasan gerak?
2. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan matematika terhadap kemampuan
menyelesaikan soal fisika pada pokok bahasan gerak?
3. Apakah ada pengaruh yang signifikan antara sikap siswa terhadap kemampuan menyelesaikan
soal fisika pada pokok bahasan gerak?
4. Apakah ada interaksi pengaruh antara kemampuan bahasa dan kemampuan matematika
terhadap kemampuan menyelesaikan soal fisika pada pokok bahasan gerak?
5. Apakah ada interaksi pengaruh antara kemampuan bahasa dan sikap siswa terhadap
kemampuan menyelesaikan soal fisika pada pokok bahasan gerak?
6. Apakah ada interaksi pengaruh antara kemampuan matematika dan sikap siswa terhadap
kemampuan menyelesaikan soal fisika pada pokok bahasan gerak?
7. Apakah ada interaksi pengaruh antara kemampuan bahasa, kemampuan matematika dan sikap
siswa terhadap kemampuan menyelesaikan soal fisika pada pokok bahasan gerak?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui ada atau tidak ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan bahasa
terhadap kemampuan menyelesaikan soal fisika pada pokok bahasan gerak.
2. Untuk mengetahui ada atau tidak ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan
matematika terhadap kemampuan menyelesaikan soal fisika pada pokok bahasan gerak.
3. Untuk mengetahui ada atau tidak ada pengaruh yang signifikan antara sikap siswa terhadap
kemampuan menyelesaikan soal fisika pada pokok bahasan gerak.
4. Untuk mengetahui ada atau tidak ada interaksi pengaruh antara kemampuan bahasa dan
kemampuan matematika terhadap kemampuan menyelesaikan soal fisika pada pokok
bahasan gerak.
5. Untuk mengetahui ada atau tidak ada interaksi pengaruh antara kemampuan bahasa dan sikap
siswa terhadap kemampuan menyelesaikan soal fisika pada pokok bahasan gerak.
55
6. Untuk mengetahui ada atau tidak ada interaksi pengaruh antara kemampuan matematika dan
sikap siswa terhadap kemampuan menyelesaikan soal fisika pada pokok bahasan gerak.
7. Untuk mengetahui ada atau tidak ada interaksi pengaruh antara kemampuan bahasa,
kemampuan matematika, dan sikap siswa terhadap kemampuan menyelesaikan soal fisika
pada pokok bahasan gerak.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Siswa
Mengingatkan siswa tentang pentingnya kemampuan bahasa, kemampuan
matematika dan sikap siswa dalam menyelesaikan soal fisika.
2. Manfaat Bagi Guru
Informasi-informasi tentang pengaruh kemampuan bahasa, kemampuan matematika
dan sikap siswa terhadap kemampuan menyelesaikan soal fisika pada pokok bahasan gerak
diharapkan dapat bermanfaat untuk menentukan strategi mengajar. Dengan menentukan
strategi mengajar yang sesuai, maka akan dapat meningkatkan efektifitas belajar fisika siswa
khususnya dalam menyelesaikan soal fisika pada pokok bahasan gerak.
56
BAB II
LANDASAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR
DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Belajar
a. Definisi Belajar
Belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku yang relatif menetap. Perubahan
itu terjadi akibat adanya interaksi individu dengan lingkungan yang mengakibatkan adanya
pengalaman bagi yang bersangkutan. Lingkungan bukan hanya terdiri dari buku pelajaran, tetapi
juga meliputi sekolah, orang tua, masyarakat, alam dan kebudayaan. Oleh karena itu hasil kegiatan
belajar dapat diamati dan diukur. Kimble dan Garmezy seperti yang dikutip oleh Burhan
Nurgiyantoro menyatakan bahwa, "Belajar adalah kecenderungan dalam perubahan tingkah laku
yang relatif bersifat permanen dan sebagai hasil dari suatu praktik yang bersifat menguatkan".
Selanjutnya Burhan Nurgiyantoro (1988:58) mengatakan bahwa, “Belajar adalah suatu proses
yang memungkinkan organisme untuk mengubah tingkah laku dengan cepat dan bersifat permanen
sehingga perubahan serupa tidak perlu terjadi berulangkali setiap menghadapi situasi yang sama”.
Selain itu, Sumadi Suryabrata (1983:5) mengemukakan ciri-ciri kegiatan belajar yaitu:
1) Belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang belajar. 2) Perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kemampuan baru, yang berlaku
dalam waktu yang relatif lama. 3) Perubahan itu terjadi karena usaha.
Dalam dunia pendidikan, keberhasilan belajar tersebut sering disebut prestasi belajar.
Prestasi belajar merupakan wujud dari keberhasilan belajar yang menunjukkan kecakapan dalam
penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang menuntut ketekukan dan keseanggupan dalam
berupaya.
Belajar menurut Nana Sudjana (1989:5), “Belajar adalah suatu proses yang ditandai
dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat
ditunjukkan dalam bentuk seperti perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap, dan tingkah laku,
ketrampilan, kebiasaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada idividu yang belajar.
”Abu Ahmadi dan Widodo S (1991:121) mengemukakan, “Belajar adalah suatu proses usaha yang
dilakukan individu untuk memperoleh perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan
sebagai hasil pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungan”. Ada pendapat lain dari
beberapa ahli tentang pengertian belajar:
1) Cronbach mendefinisikan: “Learning is shown by a change in behavior as result of
experience”. Yang dalam bahasa indonesia belajar menunjuk pada perubahan perilaku sebgai
hasil dari pengalaman.
57
2) Geoch menyatakan: “Learning is a change in performance as result of practice”. Yang
dalam bahasa indonesi belajar adalah perubahan penampilan sebagai hasil dari latihan.
3) Harold Spears memberikan batasan: “Learning is to observe, to read, to imitate, to trying
something themselves, to listen, to follow direction”. Yang dalam bahasa indonesia belajar
adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu untuk dirinya, mendengarkan, dan
kemudian menindak lanjuti
Dari ketiga arti yang disebutkan dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah proses yang
dilakukan oleh seseoarng untuk memperoleh perubahan tingkah laku baik secara keseluruhan atau
sebagian sebagai hasil pengalaman individu.
Belajar ialah perubahan individu dalam kebiasaan, pengetahuan dan sikap”. (Roestiyah
N.K, 1982:17). Dalam definisi ini dikatakan bahwa seseorang belajar kalau ada perubahan dari
tidak tahu menjadi tahu, dalam menguasai ilmu pengetahuan. Belajar di sini merupakan suatu
proses dimana guru terutama melihat apa yang terjadi selama murid menjalani pengalaman
edukatif, untuk mencapai suatu tujuan. Yang kita perhatikan ialah pola pengetahuan selama
pengalaman belajar itu berlangsung. Menurut Gagne yang dikutip oleh Ratna Wilis Dahar
(1988:12) bahwa: “Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisme
berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”. Pendapat yang serupa juga dikemukakan oleh
Morgan yang dikutip oleh Ngalim Purwanto (1990:84) bahwa: “Belajar adalah setiap perubahan
yang relatif menetap dalam tingkah laku yang terjadi sebagai hasil dari latihan atau pengalaman”.
Menurut Crow and Crow (terjemahan Kasijan, 1984:123), "Belajar dikatakan berhasil atau sukses
bila dari pelajar dapat diharapkan suatu hasil yang tinggi". Prestasi belajar yang dicapai siswa
dinyatakan dengan nilai, sebagaimana tertera dalam raport. Menurut pengertian secara psikologis
belajar merupakan suatu proses perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungan. Perubahan tersebut tampak dalam segala aspek tingkah laku. Menurut Slameto
(1995:2) “Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya.”
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa belajar sebagai suatu proses
perubahan tingkah laku yang relatif menetap akibat adanya usaha dan interaksi dengan
lingkungannya sehingga diperoleh pengalaman. Oleh karena itu, kegiatan belajar yang dilakukan
seseorang dapat diamati pada perubahan tingkah laku yang diperoleh berdasarkan pengalaman dan
akan tercermin pada prestasi belajarnya. Disamping itu dapat pula ditarik kesimpulan bahwa
belajar merupakan usaha yang dilakukan oleh individu dengan sengaja sehingga terjadi perubahan
tingakah laku sebagai akibat interaksi dengan lingkungan. Perubahan yang terjadi terlihat dari
pola-pola respon yang baru seperti kebiasaan, sikap dan perilaku.
b. Tujuan Belajar
58
Tujuan belajar merupakan kmponene sistem pembelajaran yang sangat penting, karena
semua komponen yang dlam sistem pembelajaran dilaksanakan atas dasar pencapaian tujuan
belajar. Dalam usaha pencapaian tujuan belajar yang baik perlu diciptakan lingkungan atau kondisi
yang relevan. Yang terdiri dari komponen-komponen pendukung antara lain tujuan belajar yang
akan dicapai, bahan pengajaran yang digunakan untuk mencapai tujuan, guru dan siswa yang
memainkan peranandan memiliki hubungan sosial tertentu. Tujuan belajar bermacam dan
bevariansi tetapi dapat diklasifkaskan menjadi dua (1) yang eksplisit diusahakan untuk dicapai
tindakan instruktusional, (2) lazim dinamakan instruktusional efeks (Instruktusional Effects)
biasanya berbentuk pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan hasil sampingan yang di peroleh,
misalnya kemampuan berfikir kritis, kreatif, dan sikap terbuka. Hasil sampingan disebut Nurturant
Effects menurut Sudirman R.M (1987: 28).
Winarno, S (1985:65) mengemukakan tujuan. “Belajar dapat dibedakan menjadi tiga
macam yaitu pengumpulan pengetahuan, penanaman konsep dan kecekatan, pembentukan sikap
dan perbuatan”. Tujuan belajar tersebut meliputi tiga aspek yaitu: aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor. Aspek kognitif yaitu pengetahuan (knowledge) dan pemahaman konsep
(understanding), aspek afektif merupakan sikap dan respon emosional terhadap tugas-tugas
tertentu, sedangkan aspek psikomotor adalah kemampuan (skill) dalam mengaplikasikan prinsip
belajar.
Menurut Bloom tujuan belajar dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu kognitif,
psikomotor, dan afektif.
1) Ranah Kognitif
Ranah kognitif dibai menjadi enam tingkatan yaitu:
a) Pengetahuan (Knoledge)
b) Pemahaman (Comprehension)
c) Penerapan (Aplication)
d) Analisa (Anakysis)
e) Sintesis (Synthesis)
f) Evaluasi (Evaluation)
2) Ranah Afekti atau Sikap
a) Kemampuan Menerima (Receiving)
b) Kemauan Menanggapi (Responding)
c) Berkeyakinan (Valuing)
d) Penerapan Kerja (Organization)
e) Ketelitian (Correction by Value)
3) Ranah Psikomotor
a) Gerakan Tubuh (Body Movement)
b) Koordinasi gerak (Finlly Coordinated Movement)
59
c) Komunikasi Non Bahasa (Non Bahasa Communication Set)
d) Perilaku Bicara (Speech Behaviors)
c. Teori Belajar
1) Teori Gestalt
“Gestalt is a German word that means whole or form, but as a design concept the
meaning of this term is not so simple. A commonly held definition of gestalt is the whole is greater
than the sum of its parts. When instructional designers optimize gestalt in instruction, they are
helping learners to see the big picture. Specifically, Edward Tufte (1990) stated that good design
is grounded in simple message, but holds rich content in detail. Simplicity is a challenge for
designers to structure an underlying message and provide learners with access to supportive
information all together”. Yang dalam bahasa indonesianya Gestalt adalah kata yang berasal dari
bahasa Jerman yang berarti seluruh atau bentuk, tetapi pendidik dalam menggunakan konsep ini
tidak begitu mudah. Definisi umum gestalt adalah bagian terbesar dari suatu bagian. Ketika
pendidik mengoptimalkan instruksional gestalt dalam instruksinya, mereka akan membantu
peserta didik untuk melihat gambar besar. Secara khusus, Edward Tufte (1990) menyatakan bahwa
desain yang baik berdasarkan pesan sederhana, tetapi banyak mengandung pendapat secara rinci.
Kesederhanaan adalah sebuah tantangan bagi desainer untuk sebuah pesan terstruktur dan
menyediakan akses informasi untuk mendukung semua peserta didiknya.
Dalam Roestiyah N. K. (1982:20) disebutkan tentang teori Gestalt. Teori ini
dikemukakan oleh Koffka dan Kohler dari Jerman, menyatakan bahwa prinsip-prinsip belajar
menurut teori ini adalah sebagai berikut :
a) Belajar berdasarkan keseluruhan
Orang berusaha menghubungkan pelajaran dengan pelajaran yang lain sebanyak mungkin.
Mata pelajaran yang bulat lebih mudah dimengerti daripada bagian-bagiannya.
b) Belajar adalah suatu proses perkembangan
Anak-anak baru dapat mempelajari dan mencernakan bila ia telah matang untuk menerima
bahan pelajaran itu. Manusia sebagai suatu organisme berkembang, kesediaan mempelajari
sesuatu tidak hanya ditentukan oleh kematangan batiniyah, tetapi juga perkembangan anak
karena lingkungan dan pengalaman.
c) Anak sebagai organisme keseluruhan
Anak belajar tak hanya inteleknya saja, tetapi juga emosional dan jasmaniah. Dalam
pengajaran modern disamping mengajar pada anak, juga mendidik untuk membentuk
pribadinya.
d) Terjadi transfer
Belajar pada pokoknya yang terpenting penyesuaian pertama ialah memperoleh respon yang
tepat. Mudah atau sukarnya problem itu terutama adalah masalah pengamatan, bila dalam
60
suatu kemampuan telah menguasai betul-betul, maka dapat dipindahkan untuk kemampuan
yang lain.
e) Belajar adalah reorganisasi pengalaman
Pengalaman adalah suatu hasil interaksi antara individu dengan lingkungannya. Belajar itu
baru timbul bila seseorang menemui suatu situasi baru/soal. Dalam menghadapi itu ia akan
menggunakan segala pengalaman yang telah dimiliki. Anak mengadakan analisa –
reorganisasi pengalamannya.
f) Belajar harus dengan insight
Insight adalah suatu saat dalam proses belajar dimana seseorang melihat pengertian tentang
sangkut paut dan hubungan tertentu dalam unsur yang mengandung suatu problem.
g) Belajar lebih berhasil bila dengan minat, keinginan dan tujuan anak.
Hal itu terjadi bila banyak berhubungan dengan apa yang diperlukan murid dalam kehidupan
sehari-hari.
h) Belajar berlangsung terus menerus
Anak memperoleh pengetahuan tak hanya di sekolah tetapi juga di luar sekolah, dalam
pergaulan, memperoleh pengalaman sendiri-sendiri karena itu sekolah harus bekerja sama
dengan orang tua di rumah dan masyarakat agar semua badan turut serta membantu
perkembangan anak secara harmonis.
2) Teori belajar “cognitive developmental”.
Piaget's constructivist starting point is that knowledge does not exist outside the cognitive
system but that it is being constructed by individuals through their interactions with the
environment (e.g. Piaget & Garcia 1991). In this respect, Piaget distinguishes cognitive processes
as interpretations of the world within the framework of existing cognitive structures (assimilation)
from those processes in which parts of the cognitive structures change (accommodation). Piaget's
term for these parts of the cognitive structure is schema. Yang dalam bahasa indonesianya adalah
Konstruktivisme Piaget berawal bukan dari luar tetapi sistem kognitif dibangun oleh individu
melalui interaksi dengan lingkungan (misalnya Piaget Garcia & 1991). Dalam hal ini, Piaget
membedakan proses kognitif sebagai interpretasi dunia yang ada dalam kerangka struktur kognitif
(assimilation) dari proses mengubah bagian dalam struktur kognitif (akomodasi). Istilah Piaget's
untuk bagian struktur kognitif disebut dengan skema.
Dalam H. J. Gino (1998:10), menurut Piaget perkembangan kognitif merupakan proses
genetik, artinya proses yang didasarkan atas mekanisme biologis yakni perkembangan sistem
syaraf. Dengan makin bertambahnya umur seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syaraf
61
dan makin meningkat pula kemampuannya. Pendapat Piaget mengenai perkembangan proses
belajar pada anak-anak adalah sebagai berikut:
1) Anak mempunyai struktur mental yang berbeda dengan orang dewasa. Mereka bukan merupakan orang dewasa dalam bentuk kecil, mereka mempunyai cara yang khas untuk menyatakan kenyataan dan untuk menghayati dunia sekitarnya. Mereka memerlukan pelayanan tersendiri dalam belajar.
2) Perkembangan mental pada anak melalui tahap perkembangan itu melalui suatu urutan tertentu tetapi jangka waktu untuk berlatih dari satu tahap ke tahap yang lain tidaklah selalu sama pada setiap anak.
3) Perkembangan mental pada anak dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu: a) Kemasakan b) Pengalaman c) Interaksi sosial d) Equilibration
(H. J. Gino 1998:12) 3) Teori belajar Ausubel
Dalam buku karangan Ratna Wilis Dahar (1988:134) Ausubel mengklasifikasikan belajar
menjadi dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi disajikan kepada
siswa, melalui penerimaan atau penemuan. Belajar penerimaan terjadi jika informasi atau materi
pelajaran disampaikan pada siswa dalam bentuk final. Siswa tidak menemukan sendiri informasi
atau pengetahuan itu tetapi hanya menerima saja pelajaran yang disampaikan kepadanya. Cara
belajar penemuan konsep yang akan dipelajari tidak diberikan, tetapi harus ditemukan sendiri oleh
siswa. Sehingga belajar dengan cara penemuan diperlukan proses mental yang lebih tinggi.
Dimensi yang kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengaitkan informasi itu
pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif adalah fakta-fakta, konsep-konsep, dan
generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa. Ada dua bentuk belajar pada dimensi ini
yaitu bentuk hafalan dan bentuk bermakna. Belajar hafalan terjadi bila siswa hanya menghafalkan
informasi tanpa mengaitkan pada konsep yang telah diterimanya.
Perbedaan antara belajar penerimaan dan belajar penemuan adalah pada belajar
penerimaan isi utama yang dipelajari dalam bentuk final, dimana siswa tidak menemukan sesuatu.
Sedangkan belajar konsep isi utama dari suatu hal yang akar dipelajari tidak diberikan, tetapi
harus ditemukan sendiri sebelum siswa menggunakannya. Dasar dari belajar bermakna adalah
perubahan dalam jumlah atau ciri-ciri saraf penyimpanan pada otak yang berperan serta dalam
belajar bermakna. Belajar penerimaan dapat diusahakan menjadi belajar bermakna dengan cara
menghubungkan antar konsep.
d. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Belajar Fisika
Belajar sebagai proses aktivitas,banyak faktor-faktor yang mempengaruhi untuk
mencapai tujuan pengajaran yang dilewati dengan fase-fase tersebut maka ada kecenderungan
subyek didik kurang mampu mencapai kriteria keberhasilan belajar.Hambatan-hambatan yagn
62
dialami peseta didik ini mungki disadari dan mungkin tidak sadari, hambatan ini dapat bersifat
psikologi, sosiologis, ataupun fisiologis. Alan O Rose mengungkapkan ”A learnirng difficulty
represent a discrepancy between a child’s estimade academic patential and his actual level of
academic performance (1974.98), yang dalam bahasa indonesianya sebuah kesulitan belajar
menggambarkan sebuah ketidakcocokan tingkat akademik diantara anak-anak baik potensi
akademik dan prestasi akademik mereka. Dalam proses belajar didapati berbagai masalah-masalah
diantaranya:
1) Kemampuan belajar rendah
2) Kemampuan daya serap terlalu rendah
3) Sikap dan kebiasaan belajar yang tidak memadai
4) Bakat dan minat yang tidak sesuai
Hal ini di karenakan adanya berbagai hambatan, baik yang berasal dari faktor dalam
diri(faktor internal) dan dari luar diri(faktor eksternal) individu. Kondisi internal adalah kondisi
yang ada dalam diri individu sendiri. Dan kondisi eksternal adalah kondisi yang ada di luar baik
dari keluarga maupun dari lingkungan sekitar.
Yang tergolong faktor interanal adalah:
1) Faktor jasmaniah (fisiologis), baik yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh.
2) Faktor psikologis, terdiri atas:
a) Faktor intelektif yang meliputi:
(1) Faktor potensial, yaitu kecerdasan dan bakat.
(2) Faktor kecakapan nyata, yaitu prestasi yang telah dimiliki.
b) Faktor non intelektif ialah unsur-unsur kepribadian tertentu seperti sikap,
kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi dan lain-lain.
3) Faktor kematangan fisik maupun psikis.
Yang tergolong faktor eksternal adalah:
1) Faktor sosial yang terdiri atas:
a) lingkungan keluarga
b) lingkungan sekolah
c) lingkungan masyarakat
d) lingkungan kelompok
2) Faktor budaya seperti adat istiadat, ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.
3) Faktor lingkungan fisik seperti fasilitas rumah, fasilitas belajar dan iklim.
4) Faktor lingkungan spiritual atau keagamaan.
Faktor-faktor di atas saling berinteraksi secara langsung maupun tidak langsung dalam
mencapai prestasi belajar.
Faktor lain yang juga mempengaruhi prestasi belajar ialah beberapa sifat peserta didik
dalam belajar, yaitu:
63
2) cepat dalam belajar
3) lambat dalam belajar
4) anak kreatif
5) anak dropout
6) anak berprestasi kurang (A. Tabrani Rusyan, Atang Kusdinar, B.A., Zaenal Arifin,
1989:81-82)
Pada dasarnya masalah merupakan suatu kondisi tertentu yang ditandai dengan
adanyahambatan-hambatan dalam kegiatan mencapai suatu tujuan, sehingga memerlukan usaha
yang lebih keras lagi untuk dapat mengatasinya.
2. Mengajar
a. Definisi Mengajar
Mengajar adalah suatu proses yang kompleks. Kegiatan mengajar tidak hanya diartikan
sebagai penyampaian informasi kepada siswa. Kegiatan yang dilakukan meliputi banyak hal,
sehingga pengertian mengajar tidaklah sederhana. Pada dasarnya mengajar merupakan usaha yang
dilakukan guru untuk menciptakan situasi yang memungkinkan untuk belajar. Menurut Slameto
(1991:29): “definisi mengajar adalah penyerahan kebudayaan berupa pengalaman-pengalaman dan
kecakapan kepada anak didik kita, atau usaha mewariskan kebudayaan masyarakat pada generasi
berikut sebagai generasi penerus”. Menurut Sardiman (1992:3): “Mengajar adalah kegiatan
penyediaan kondisi yang merangsang serta mengarahkan kegiatan belajar siswa atau subjek belajar
untuk memperoleh pengetahuan, kemampuan, nilai dan sikap yang dapat membawa perubahan
tingkah laku maupun perubahan serta kesadaran diri sebagai pribadi.”. Kondisi membantu
perkembangan anak secara optimal baik jasmani maupun rohani, baik fisik maupun mental.
Pengertian mengajar ini memberikan petunjuk bahwa fungsi pokok mengajar adalah menciptakan
kondisi yang mendukung kegiatan pembelajaran, sedang yang berperan aktif dan yang melakukan
kegiatan adalah siswa, dalam upaya menemukan dan memecahkan masalah. Menurut Rochman
Nata Wijaya (1992:23): “memberikan batasan mengajar merupakan upaya guru untuk
membangkitkan motivasi, yang berarti mendorong siswa untuk belajar.” Dalam hal ini guru
diharapkan dapat menimbulkan semangat untuk mendorong siswanya dengan jalan penyajian
bahan yang menarik dengan menggunakan metode dan alat belajar yang disesuaikan dengan
materi dan tujuannya, serta memberikan pengatan untuk mendorong siswa agar belajar lebih baik.
Uzer Usman (1991:3) juga mengemukakan tentang definisi dari mengajar, yaitu: “Mengajar pada
prinsipnya adalah membimbing siswa dalam kegiatan belajar mengajar atau mengandung
pengertian bahwa mengajar merupakan suatu usaha mengorganisasi lingkungan dalam
hubungannya dengan anak didik dan bahan pengajaran yang menimbulkan terjadinya proses
belajar mengajar”. Sedangkan menurut Nana Sudjana (1989:7) “Mengajar adalah membimbing
kegiatan siswa belajar. Mengajar adalah mengatur dan mengorganisasi lingkungan yang ada di
64
sekitar siswa sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan siswa melakukan kegiatan belajar”.
Rumusan ini disamping berpusat pada siswa yang belajar juga melihat hakikat mengajar sebagai
proses yaitu proses belajar mengajar atau pembelajaran yang menghasilkan perubahan tingkah
laku.
Dari berbagai pengertian mengajar yang telah disebutkan diatas dapat ditarik suatu
kesimpulan bahwa mengajar merupakan usaha guru untuk membimbing aktivitas, membantu
pengetahuan, membimbing pengalaman dan membantu siswa berkembang dan menyesuaikan diri
terhadap lingkungan melalui proses belajar mengajar serta mengorganisasi proses belajar.
b. Hakikat Fisika
Ilmu Pegetahuan Alam (IPA) adalah kumpulan pengetahuan tentang gejala-gejala alam
yang tersusun secara sistematis. Produk IPA diperoleh dari proses ilmiah seperti merumuskan
masalah, melakukan pengamatan, mengajukan hipotesis, mengumpulkan data, mengolah data,
serta menarik kesimpulan.
Fisika merupakan salah satu cabang dari IPA, maka ciri-ciri fisika tidak jauh berbeda dari
IPA, yang mana hasil-hasil fisika juga meliputi fakta, konsep, hukum, dan teori. Brockhaus
memberikan definisi bahwa, “Fisika adalah ilmu yang mempelajari kejadian alam, yang
memungkinkan penelitian dengan percobaan, pengukuran apa yang dibuat, penyajian secara
sistematis, dan berdasarkan peraturan-peraturan umum”( Herbert Druxes, 1986 : 3). Gejala-gejala
alam tersebut diteliti melalui suatu eksperimen sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan secara
umum yang dapat menerangkan gejala alam tersebut. Fisika mengajarkan pengukuran terhadap
gejala yang ada di alam, sehingga dengan fisika dapat diciptakan alat pengukuran. Selain itu fisika
menggunakan pendekatan matematis sehingga banyak digunakan rumusan matematis dalam
konsep-konsepnya.
Dalam (Herbert Druxes, 1986 : 3) Grethsen menyatakan bahwa “Fisika adalah suatu teori
yang yang menerangkan gejala-gejala alam sesederhana-sederhananya dan berusaha menemukan
hubungan antara kenyataan-kenyataanya. Persyaratan dasar untuk pemecahan persoalannya ialah
mengamati gejala-gejala tersebut.”. Pengamatan gejala-gejala alam tersebut dilakukan untuk
memecahkan persoalan yang berkaitan dengan fisika. Teori dalam fisika menjelaskan gejala dan
menghubungkan antara teori dan kenyataan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa fisika adalah cabang Ilmu Pengetahuan
Alam yang mempelajari tentang gejala-gejala di alam beserta interaksinya, serta melakukan
penyelidikan dengan berbagai percobaan tentang gejala alam tersebut melalui kegiatan
pengamatan, pencatatan, analisis, serta mengumpulkan dan menerangkan baik secara kualitatif
maupun kuantitatif.
65
c. Pengajaran fisika di SMP
Pengajaran fisika di SMP erat kaitannya dengan mata pelajaran fisika di SMU.
Berdasarkan Dirjen Dikti Depdikbud bahwa:
“Mata pelajaran fisika sekolah menengah umum sebagai bagian dari mata pelajaran IPA di SMA, merupakan kelanjutan pelajaran fisika di SMP yang mempelajari tentang materi dan energi. Selain itu, juga mempelajari keterkaitan konsep-konsep dengan kehidupan nyata dan pengembangan sikap dan kesadaran terhadap Ilmu Pengetahuan Alam dan teknologi serta dampaknya. (Depdikbud. 1995:1)
Berdasarkan pendapat dari Depdikbud di atas diketahui betapa pentingnya pembelajaran
Fisika di SMP. Pembelajaran Fisika di SMP merupakan landasan teori pada pembelajaran Fisika di
SMA.
3. Kemampuan bahasa
Kemampuan bahasa merupakan suatu petunjuk kekuatan intern dalam pola asli
seseorang, mewujudkan suatu modifikasi penghayatan pengalaman-pengalamannya. Menurut
Dewa Ketut Sukardi (1997:114) dalam tes kemampuan bahasa bertujuan untuk menilai
kemampuan siswa dalam mengabstraksi atau meringkas atau menggeneralisasikan serta berpikir
secara konstruktif dibandingkan kefasihan atau pengenalan perbendaharaan kata. Kemampuan
bahasa merupakan kemampuan membaca suatu bahan dengan pemahaman pengertian isi, serta
logis pada penerapan situasi praktis. Kemampuan ini menunjang pola pikir yang bersifat umum
dan praktis logis. Dapat pula dikatakan bahwa kemampuan bahasa menunjukkan kepada keahlian
khusus yang dimiliki seseorang dalam bahasa. Pola tindakan keahlian khusus itu adalah sebagai
berikut:
a. Kesanggupan melihat keterhubungan antara serangkaian kata dalam kaitannya
dengan rangkaian kata-kata lainnya atau tanggapan kata bagi perangsang kata
lainnya.
b. Kesanggupan yang berhubungan dengan pengambilan keputusan (kesimpulan)
bagian dari yang umum, adanya ide-ide yang terdapat pada sekitar obyek.
c. Kesanggupan membedakan dan sekaligus penggeneralisasian kata dalam rangkaian
kalimat tertentu.
4. Kemampuan Matematika
Kemampuan adalah prosedur atau aturan-aturan yang digunakan untuk memecahkan atau
menyelesaikan soal-soal (Lalu M. Azhar, 1993:33). Penguasaan kemampuan matematika adalah
kemampuan berpikir siswa untuk melakukan operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan
pembagian dan prosedur-prosedurnya dalam waktu cepat dan teliti.
Dalam kegiatan belajar mengajar, kemampuan dimaksudkan agar peserta didik mampu
menjalankan prosedur atau aturan-aturan dalam fisika secara cepat. Herman Hudoyo (1990 :164)
menyatakan bahwa "kemampuan yang dimiliki peserta didik didasarkan atas pemahaman konsep
66
dan teorema yang dipelajari". Kemampuan siswa pada pokok bahasan gerak dapat dikuasai siswa,
bila dalam mengerjakan kemampuan tersebut pengajar menerapkan konsep-konsep dalam bentuk
latihan-latihan, mengaitkan dengan kemampuan sebelumnya serta mengaitkan dengan ide-ide
dasar seperti: fakta, konsep dan prinsip. Agar latihan dapat memberikan hasil yang efektif, hal-hal
yang perlu diperhatikan adalah latihan mengingat, latihan bahasa, konsentrasi sejumlah kecil
konsep, dan mempelajari konsep kembali".
Jadi siswa dinilai dapat menguasai kemampuan bila konsep yang telah dipahami dapat
diterapkan untuk menyelesaikan berbagai jenis soal dalam berbagai situasi.
5. Sikap Siswa Terhadap Fisika
a. Sikap
Dalam kehidupan sehari-hari sikap mempunyai peranan yang penting. Sikap merupakan
faktor yang ada dalam diri manusia yang mendorong melakukan perbuatan terhadap obyek
tertentu. Sedangkan Cliford T. Morgan (1986) merumuskan attitudes is that they express an
evaluation of some object. Evaluation an expressed by terms such as liking-disliking, pro-anti,
favoring-not favoring, and positive negative, (yang dalam bahasa indonesia sikap adalah penilaian
yang cepat tanpa tekanan dari suatu obyek. Penilaian yang cepat tanpa tekanan seperti suka-tidak
suka, pro-anti, sayang-benci, dan positif-negatif). Dengan melihat rumusan di atas tampak bahwa
sikap merupakan bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Dengan kata lain sikap merupakan bentuk
respon evaluatif.
Pada prinsipnya sikap membrikan arah kepada perbuatan atau tindakan seseorang. Hal
ini tidak berarti bahwa tindakan seseorang identik dengan sikapnya. Sikap siswa sangat besar
pengaruhnya terhadap proses dan hasil belajar siswa di sekolah. Sehingga pemahaman sikap
individu siswa dapat membantu menyelesaikan masalah belajar siswa yang bersangkutan.
Perilaku seseoarang didasari oleh situasi pikiran, perasaan, dan kemauan sesaat. Sehingga
sikap-sikap penentu perilaku memiliki dimensi kognisi, konasi, dan afeksi. Perubahan pad asituasi
pikiran perasaan maupun kecenderungan dan kemampuan akan mempengaruhi tingkah lakunya.
Dan perubahan dapat terjadi setiap saat atau dalam waktu relatif lama. Sehingga sikap dapat
berubah atau diubah, dan dengan perubvahntersbut maka pengukuran sikap dilakukan dengan
tujuan mendapatkan informasi tentang keadaan tingkat serta kualitas perubahan sikap sebagai
dasar pemberian layanan bimbingan konseling. Pengukuran sikap dapat diketahui dengan
menggunakan teknik pengukuran antara lain:
1) Teknik laporan diri
Bentuk laporan diri adalah bentuk yang sangat sederhana, yaitu responden sekedar
menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan “ya” atau “tidak”. Asumsi yang digunakan
teknik adalah: Individu itulah yang paling tahu tentang dirinya.
2) Observasi tingkah laku yang tampak
67
Tiga pedoman yang dikemukakan oleh MD. Dahlan adalah:
a) Arah, baik negatif maupun positif.
b) Tingkat arah sikap dalam bentuk kontinen dari yang paling moderat, kuat,
hingga kuat sekali.
c) Intensitas atau kedalaman.
3) Penafsiran stimulasi berstruktur yang terpisah-pisah
Dengan rangsangan obyek yang tidak jelas strukturnya, subyek diminta memberikan
pendapatnya tentangn obyek tersebut.
4) Wawancara
5) Skala sikap yang disusun Thrustone
6) Skala Likert
Dari hasil pengukuran sikap, terutama yang mempergunakan skala sikap akan diperoleh
data dalam bentuk skor dari seperangkat pertanyaan yang diajukan.
Seseorang yang mendukung pada obyek tertentu akan bersikap positif, sebaliknya
bila tidak mendukung akan bersikap negatif. Intensitas atau kekuatan sikap setiap orang
belum tentu sama. Sikap positif dan negatif terhadap suatu obyek mempunyai derajat
kekuatan yang bertingkat-tingkat. Yang dimaksud keluasan sikap adalah luas tidak cakupan
obyek yang disetujui atau tidak disetujui seseorang. Sedangkan konsistensi sikap ditujukkan
oleh kesesuaian antara pernyataan sikap yang dikeluarkan seseorang dengan responnya
terhadap suatu obyek. Sedangkan spontanitas pada umumnya tidak dapat diukur (Saiffudin
Azwar, 1988)
Dari beberapa rumusan sikap di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kesiapan
mental seseorang yang dapat ditampakkan dalam bentuk prilaku aktual, baik secara lisan
maupun perbuatan dalam kecenderungan perasaan ke arah positif atau negatif terhadap
suatu obyek secara konsisten yang berdasarkan pada tingkat kepercayaan atau pengetahuan
terhadap obyek tersebut.
Saiffudin Azwar (2003:24) mengemukakan terdapat tiga komponen yang saling
menunjang dalam struktur sikap, yaitu 1) komponen kognitif yaitu berisi kepercayaan
seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi obyek sikap, 2) komponen
afektif menyangkut masalah emosional subyektif seseorang terhadap suatu obyek sikap, 3)
komponen perilaku menunjukkan kecenderungan perilaku seseorang berkaitan dengan
obyek yang dihadapinya.
Menurut Saiffudin Azwar (2003:30) faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya
sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media
massa, institusi, serta faktor emosi dalam diri individu.
68
b. Sikap Siswa Terhadap Fisika
Dalam proses belajar mengajar terdapat hubungan antara siswa dengan lingkungan
belajar yaitu guru, teman, mata pelajaran. Keberhasilan belajar fisika dipengaruhi oleh banyak
aspek, salah satu di ataranya adalah sikap siswa terhadap mata pelajaran fisika.
Orang cenderung menerima atau menolak suatu obyek berdasarkan penilaian terhadap
obyek itu. Bila obyek dinilai baik maka dia bersiakap positif, bila obyek dinilai jelek, maka dia
akan bersikap negatif. Demikian halnya dengan sikap siswa terhadap mata pelajaran fisika. Bila
siswa menganggap fisika pelajaran yang baik (menyenangkan) maka siswa akan memiliki sikap
yang positif (mendukung) terhadap fisika, sebaliknya jika siswa menganggap fisika pelajaran yang
jelek (membosankan/tidak perlu) maka siswa akan memiliki sikap yang negatif (tidak mendukung)
terhadap mata pelajaran fisika.
6. Kemampuan Menyelesaikan Soal
Kemampuan memecahkan soal adalah kemampuan menyelesaikan persoalan yang
berbentuk suatu peristiwa atau kejadian yang diselesaikan dengan menggunakan model fisika.
Kemampuan siswa dalam memecahkan soal dalam penelitian ini dibatasi pada pokok bahasan
gerak.
Menurut Nandang (Syafri Ahmad, 2001:172) ada empat langkah untuk menyelesaikan
soal, yaitu (1) memahami soal dengan menentukan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan
dari soal tersebut, (2) menerjemahkan soal itu ke dalam model (kalimat) fisika, (3) menyelesaikan
model/kalimat fisika, dan (4) memeriksa kembali hasil (jawaban) yang diperoleh.
Dalam menyelesaikan soal-soal banyak anak yang mengalami kesulitan. Tingkat
kesulitan soal berbeda dengan tingkat kesulitan soal bentuk hitungan (kalimat fisika) yang dapat
dilakukan komputasinya. Penyelesaian soal memerlukan tingkat pemahaman yang tinggi
dibandingkan dengan penyelesaian soal berbentuk hitungan. (Syafri Ahmad, 2001:172)
Menurut Syafri Ahmad (2001:173), “Siswa mengalami kesulitan dalam memahami soal,
menerjemahkan soal ke dalam model (kalimat) fisika, menyelesaikan model (kalimat) fisika, dan
melihat (memeriksa) kembali hasil (jawaban) yang diperoleh”. Jadi dalam menyelesaikan soal
siswa dituntut untuk dapat memahami bacaan dalam soal kemudian merubahnya ke dalam model
(kalimat) fisika, kemudia untuk dapat menyelesaikan model (kalimat) fisika dengan baik dan benar
siswa dituntut agar memiliki kemampuan matematika yang baik pula.
Kemampuan siswa dalam memecahkan suatu soal dalam penelitian ini dibatasi pada
pokok bahasan gerak.
Peranan soal pada proses belajar mengajar sangat baik untuk memecahkan soal-soal
fisika pada kehidupan sehari-hari. Hal ini sesuai dengan pendapat Herman Maier (1985:77) yang
menyatakan “ fisika berorientasi pada dunia sekelilingnya, dan pelajar bertugas untuk memastikan
keadaan sekeliling, artinya menyelidiki sekelilingnya mengenai keadaan fisika”.
69
Oemar Hamalik (1995:28) berpendapat “belajar dianggap berhasil apabila si pelajar
telah sanggup mentransfer dan menerapkan dalam bidang pratek sehari-hari”. Untuk dapat
memecahkan soal secara efektif herman hudoyo (1990 :168) mengemukakan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Mengerti masalah, karena apabila peserta tidak mengerti masalah siswa tidak
tertarik untuk memecahkan.
b. Merencanakan penyelesaian, yakni untuk dapat menyelesaikan masalah peserta
didik harus mamapu menemukan hubungan data dengan yang ditanyakan.
c. Melaksanakan penyelesaian.
d. Melihat kembali, artinya penyelesaian yang sudah diperoleh harus dicek kembali.
John L. Mark (1998:256) mengemukakan beberapa pemecahan soal yang efektif dengan cara
sebagai berikut:
b. Mempelajari kembali dan memperluas beberapa metode yang tersedia, dengan ini
mereka dapat menyelidiki sesuatu soal dan menemukan bebagai kemungkinan
untuk memecahkannya.
c. Membrikan garis-garis besar cara-cara yang memungkinkan guru membantu murid
membaca dan memahami situasi dari soal.
d. Mengilustrasikan meodel-model fisika yang sangat berguna dalam
menterjemahkan data dari kalimat biasa ke kalimat fisika.
e. Memberikan garis-garis besar cara membimbing murid agar mereka dapat
memeriksa sendiri jawaban yang diperoleh.
f. Memberikan berbagai percobaan yang melalui ini diharapkan program pemecahan
soal dapat dijadikann lebih bersifat perseorangan.
Berdasarkan petunjuk tersebut, maka untuk dapat melakukan kegiatan pemecahan soal
secara efektif, haruslah melalui tahap-tahap pemahaman masalah, perencanaan penyelesaian,
pelaksanaan penyelesaian, dan pengecekan kembali terhadap penyelesaian tadi.
Dari pengeritian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa soal adalah suatu
persoalan yang dihadapkan pada siswa berbentuk suatu peristiwa atau kejadian, terdapat suatu
masalah yang harus diselesaikan dengan menggunakan analisis, sintesis, dan model fisika.
7. Gerak
Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak pernah terlepas dari gerakan. Sebuah benda
dikatakan bergerak apabila mengalami perubahan kedudukan terhadap suatu tititk yang ditetapkan
sebagai acuan. Misal sebuah bus yang begerak meninggalkan halte bus, bila halte ditetapkan
sebagai titik acuan maka bus dikatakan bergerak terhadap halte (titik acuan). Keadaan ini sering
disebut gerak bersifat relatif artinya benda dapat dikatakan bergerak terhadap titik acuan tertentu,
tetapi tidak bergerak terhadap benda lain.
70
Semua benda bergerak besifat relatif, artinya kita bisa mengatakan suatu benda bergerak
jika posisi benda tersebut berubah terhadap suatu titik acuan tertentu tetapi tidak bergerak terhadap
benda lain. Gerak relatif dapat diamati kitika kita duduk di dalam mobil yang sedang bergerak.
Terhadap mobil yang kita naiki, kita diaktakan tidak bergerak, terhadap pohon-pohon di pinggir
jalan, kita dikatakan bergerak. Selain gerak relatif ada juga gerak yang bersifat semu, yaitu seolah-
olahh bergerak. Misalnya kamu berada di dalam kereta atau mobil. Jika melihat keluar pohon-
pohon dan benda yang berada di tepi jalan begerak lalu lalang menuju dan meninggalkan kita.
Seolah-olah benda yang berada di tepi jalan begerak terhadap kita.
a. Gerak Lurus Beraturan (GLB)
Sebuah benda dikatakn begerak lurus beraturan(GLB) jika lintasan yang dilalui atau
ditempuh benda tersebut berupa garis lurus dengan kecepatan tetap dimana dalam setiap
selang waktu yang sama benda menempuh jarak yang sama atau dengan kata lain gerak suatu
benda yang menempuh lintasan garis lurus dengan kelajuan tetap.
i. Kecepatan dan Kalajuan
Kita dalam kehidupan sehari-hari sering mendengar kata kelajuan. Misalnya,
kelajuan sebuah mobil yang bergerak di jalan raya 70 km/jam. Artinya mobil dalam
waktu 1 jam akan menempuh jarak sejauh 70 km. Jadi kelajuan adalah jarak yang
ditempuh dibagi dengan waktu, jarak adalah panjang keseluruhan dari lintasan yang telah
ditempuh oleh benda. Kelajuan suatu benda didefinisikan sebagai hasil bagi antara jarak
yang ditempuh dibagi dengan selang waktu yang diperlukan benda untuk menempuh
jarak tersebut. Sedangkan kecepatan adalah perpindahan selama selang waktu tertentu,
perpindahan adalah jarak yang ditepuh benda pada suatu arah tertentu dengan
menghubungkan titk awal ke titik akhir. Apabila kecepatan dan kelajuan di nyatakan
dengan v, perpindahan jarak dinyatakan s dan waktu tempuh t secara matematis
dirumuskan sebagai:
ts
=v
Keterangan:
v = kecepatan, kelajuan (m/s)
s = Perpindahan atau jarak (m)
t = waktu tempuh (s)
Kecepatan dan kelajuan hanya dibedakan oleh arahnya saja, sehingga keduanya
mempunya satuan yang sama yaitu m/s.
ii. Kecepatan Rata-rata
Kecepatan rata-rata hail bagi perpindahan dan selang waktu
Dx
B A
Dt
x2 x1
t2t1
71
Dari gambar diatas perpindahan Dx ditempuh dalam selang waktu Dt, maka
kecepatan rata-rata v dirumuskan sebagai:
tx
vDD=
Keterangan:
v = Kecepatan (m/s)
xD = Selisih perpindahan (m)
xD = X1 - X2
tD = Selisih waktu tempuh (s)
tD = t2 - t1
Contoh soal
Jarak kota A ke kota B 180 km jika ditempuh selama 3 jam berapa kecepatan rata-
ratanya?
Penyelesaian
Diketahui: s = 180 km
t = 3 jam
Ditayakan: v =…?
v =ts
= jamKm
3180
= 60 km/jam
iii. Kelajuan Rata-rata
Kelajuan rata-rata adalah hasil bagi jarak total yang ditempuh dengan waktu
tempuh.
ts
vSS
=
Keterangan:
v = Kelajuan rata-rata (m/s)
sS = Jarak total (m)
72
tS = Waktu tempuh total (s)
Contoh soal
Budi bersepeda ke pantai akan bermain bola, tetapi setiba di pantai bola Budi ketinggalan
di rumah. Bila jarak rumah dan pantai diempuh selama 10 menit berapa kelajuan rata-rata
jika jarak rumah Budi dengan pantai 3 km.
Penyelesaian
Diketahui: s = 3 x 3 km
= 9 km
= 9000 m
t = 3 x 10 menit
= 30 menit
= 1800 s
Ditayakan: v =…?
Jawab v =ts
SS
= sm
18009000
= 5m/s
b. Gerak Lurus Berubah Beraturan (GLBB)
Gerak lurus berubah beraturan adalah gerak benda dengan lintasan garis lurus dan
memiliki kecepatan setiap saat berubah.
Gerak lurus berubah beraturan dapat kita amati ketika kita melihat buah mangga
yang jatuh dari pohonnya. Kalau diperhatikan dengan seksama, akan kita dapati bahwa
kelajuan buah mangga semakin lama semakin besar dengan pertambahan yang teratur.
Kelajuanya bertambah sebesar 10m/s setiap detik. Pada awalnya keajuan buah mangga adalah
nl, maka 1s berikutnya kelajuan buah mangga akan menjadi 10m/s, selanjutnya pada 1s
berikutnya(detik ke-2) keajuan buah mangga menjadi (10+10) m/s=20 m/s. begitu seterusnya,
kelajuan buah mangga akan bertambah 10m/s setiap sekonnya (detiknya).
1) Pecepatan dan Perlambatan
Perubahan kecepatan setiap sekon dari benda yang mengalami gerak lurus
berubah beraturan tidak lan adalah percepatan. Percepatan adalah perubahan kecepatan
setiap selang waktu. Apabila perubahan kecepatan dinyatakan sebagai Dv dan perubahan
waktu diyatakan sebagai Dt, maka percepatan dinyatakan sebagai.
a = tv
ttvv
DD
=--
01
01
Keterangan:
73
a = Percepatan
V1 = Kelajuan akhir
V0 = Kelajuan awal
t1 = Waktu akhir
t0 = Waktu awal
Dv = Perubahan kelajuan
Dt = Perubahan waktu
Apabil dalam pehitungan percepatan hasil yang dihasilkan bernilai
negatif maka beda tersebut mengalami perlambatan.
Contoh soal:
Jjika sebuah mobil bergerak dengan kecepatan 90 km/jam dalam waktu 10 detik. Hitung
berapa percepatan yang dihasilkan oleh mobil.
Penyelesaian:
Diketahui: v = 90 km/jam
= 6060
100090x
x
= 3600
90000
= 25 m/s
S = 10 s
Ditanyaan: a =….?
Jawab a = tv
ttvv
DD
=--
01
01
= ss
smsm010
/0/25--
= s
sm10
/25
= 2,5 m/s2
74
B. Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian teori yang telah diuraikan di atas, maka dapat dikemukakan
kerangka pemikiran sebagai berikut.
Kemampuan bahasa adalah kemampuan yang dimiliki siswa dalam membaca suatu
bahan dengan pemahaman pengertian isi, serta logis pada penerapan situasi praktis. Kemampuan
ini menunjang pola pikir yang bersifat umum dan praktis logis. Kemampuan bahasa dapat juga
dikatakan sebagai kemampuan khusus yang dimiliki seseorang dalam bahasa. Bahasa yang
digunakan dalam fisika adalah bahasa lambang atau bahasa simbol, sehingga pernyataan dalam
fisika menjadi jelas, spesifik dan informatif. Dengan demikian kemampuan bahasa yang dimiliki
siswa akan sangat mempengaruhi daya paham siswa terhadap bahasa fisika yang sarat dengan
simbol-simbol, terutama dalam menyelesaikan soal-soal fisika.
Dalam mempelajari pelajaran fisika pada pokok bahasan gerak banyak dijumpai
perhitungan-perhitungan untuk menyelesaikan soal tersebut sehingga dalam mempelajari pelajaran
fisika pada pokok bahasan gerak tidak akan terlepas dari perhitungan matematika. Dengan
demikian diperlukan kemampuan matematika dalam menyelesaikan soal dengan baik.
Kemampuan matematika merupakan hal yang tidak dapat diabaikan dalam kemampuan
menyelesaikan soal.
Sikap siswa terhadap fisika ikut berperan penting. Jika siswa merasa tertarik dengan
fisika, maka siswa akan belajar lebih baik lagi. Dengan berbagai usaha yang dilakukan, seperti
mengerjakan latihan soal-soal, memanfaatkan waktu luang untuk belajar fisika, tidak cepat putus
asa jika mengalami kesulitan dalam belajar, diharapkan siswa mencapai prestasi belajar yang baik.
Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa. Secara khusus dalam hal
menyelesaikan soal tentang gerak, bebarapa faktor yang berpengaruh adalah kemampuan bahasa,
kemampuan matematika dan sikap siswa terhadap fisika.
Dari uraian di atas dapat dibuat bagan sebagai berikut:
75
C. Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan kerangka pemikiran serta pemasalahan yang diajukan,
hipotesis dirumuskan sebagai berikut :
1. Ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan bahasa terhadap kemampuan
menyelesaikan soal pada pokok bahasan gerak.
2. Ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan matematika terhadap kemampuan
menyelesaikan soal pada pokok bahasan gerak.
3. Ada pengaruh yang signifikan antara sikap siswa terhadap kemampuan menyelesaikan soal
pada pokok bahasan gerak.
4. Ada interaksi antara kemampuan bahasa dan kemampuan matematika terhadap kemampuan
menyelesaikan soal pada pokok bahasan gerak.
5. Ada interaksi antara kemampuan bahasa dan sikap siswa terhadap kemampuan
menyelesaikan soal pada pokok bahasan gerak.
6. Ada interaksi antara kemampuan matematika dan sikap siswa terhadap kemampuan
menyelesaikan soal pada pokok bahasan gerak.
7. Ada interaksi antara kemampuan bahasa, kemampuan matematika, dan sikap siswa terhadap
kemampuan menyelesaikan soal pada pokok bahasan gerak.
Kelas Sampel
Sikap Siswa
Kemampuan matematika
Kemamapuan Bahasa
Kemampuan Menyelesaikan
Soal
76
77
BAB III
TEKNIK PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian.
1. Tempat
Penelitian telah dilaksanakan di SMP Negeri 1 Purwodadi kecamatan Purwodadi
kabupaten Grobogan. Karena SMP Negeri 1 Purwodadi adalah sekolah favorit di kabupaten
Grobogan, siswanya berasal dari berbagai pelosok kabupaten. Hal ini diharapkan berpengaruh
terhadap keberagaman kemampuan bahasa yang dimiliki siswa.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan dalam beberapa tahapan, yaitu:
a. Tahap Persiapan dan Perijinan
Tahap ini meliputi pengajuan judul skripsi, pembuatan proposal skripsi, permohonan
ijin penelitian dan konsultasi instrumen penelitian dengan dosen pembimbing.
b. Tahap Penelitian
Tahap ini meliputi semua kegiatan yang berlangsung di lapangan yaitu uji coba instrumen dan
pelaksanaan pengambilan data baik dengan tes, angket dan dokumentasi. Penelitian dilaksanakan
pada bulan Maret 2009.
c. Tahap Penyelesaian
Tahap ini meliputi analisis data dan penyusunan laporan hasil penelitian.
B. Teknik Penelitian
Teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik komparatif (comparative
research), yaitu untuk menyelidiki perbedaan pengaruh dari variabel-variabel bebas terhadap
variabel terikat (dependent variable) kemampuan menyelesaikan soal yang dipengaruhi oleh
kemampuan bahasa, kemampuan matematika dan sikap siswa.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian (Suharsimi Arikunto, 2002:108). Populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Negeri 1 Purwodadi tahun ajaran
2008/2009.
2. Sampel
78
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Suharsimi Arikunto,
2002:109). Dalam penelitian ini, hanya diteliti sebagian dari populasi yang ada sehingga penelitian
ini merupakan penelitian sampel. Sample dari penelitian ini adalah para siswa kelas 1 SMP Negeri
I Purwodadi yang terdiri dari 6 kelas yaitu kelas 1-1, 1-2, 1-3, 1-4, 1-5, dan 1-6.
Dari populasi diambil dua kelas kontrol dan dua kelas eksperimen. Untuk kelas 1-1 dan
1-3 sebagai kelas kontrol untuk kelas 1-2 dan 1-4 sebagai kelas eksperimen. Dalam penelitian ini
cacah sampel 70 siswa atau 22.92% dari populasi. Suharsimi Arikunto (2002:112) berpendapat
jika jumlah subyeknya lebih dari 100 dapat diambil antara 10-15% atau 20-25%.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dilakukan secara random sampling, yaitu penentuan sampel dengan
cara undian untuk mengambil 2 kelas dari 6 kelas yang ada.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Definisi Operasional Variabel
Untuk pengumpulan data, dalam penelitian ini terdapat dua variabel.
Variabel-variabel tesebut adalah sebagai berikut :
a Variabel Bebas
1) Kemampuan bahasa
a) Definisi operasional: kemampuan membaca suatu bahan dengan pemahaman
pengertian isi.
b) Indikator: skor tes kemampuan bahasa siswa.
c) Skala pengukuran: skala interval yang diubah menjadi ordinal dengan tiga kategori,
kemampuan bahasa tinggi, sedang dan rendah.
Kriteria:
skor ≥ x = kemampuan bahasa tinggi
skor ≤ x = kemampuan bahasa rendah
d) Simbol: ai, untuk i = 1, 2.
a1 = kemampuan bahasa tinggi
a2 = kemampuan bahasa rendah
2) Kemampuan matematika
79
a) Definisi operasional: kemampuan siswa untuk melakukan operasi penjumlahan,
pengurangan, perkalian dan pembagian dengan benar dalam jangka waktu yang
ditetapkan.
b) Indikator: skor tes kemampuan matematika.
c) Skala pengukuran: skala interval yang diubah menjadi ordinal dengan tiga kategori,
kemampuan matematika tinggi, sedang dan rendah.
Kriteria:
skor ≥ x = kemampuan matematika tinggi
skor ≤ x = kemampuan matematika rendah
d) Simbol: bi, untuk i= 1, 2, 3.
b1 = kemampuan matematika tinggi
b2 = kemampuan matematika rendah
3) Sikap siswa
a) Definisi operasional: sikap senang atau tidak senang siswa terhadap pelajaran
fisika.
b) Indikator: skor angket sikap siswa.
c) Skala pengukuran: skala interval yang diubah menjadi ordinal dengan dua kategori,
sikap yang mendukung dan tidak mendukung.
Kriteria:
skor ≥ x = sikap mendukung
skor < x = sikap tidak mendukung
d) Simbol: ci, untuk i = 1, 2.
c1 = sikap mendukung
c2 = sikap tidak mendukung
b Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kemampuan menyelesaikan soal.
2. Definisi operasional: kemampuan menyelesaikan soal pada pokok bahasan
gerak.
3. Indikator: nilai kemampuan menyelesaikan soal pada pokok bahasan gerak
4. Skala pengukuran: skala interval. 2. Teknik Pengumpulan Data
Untuk dapat menguji hipotesis, diperlukan beberapa data yang akan diuji. Teknik
pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Teknik Dokumentasi
80
Teknik dokumentasi adalah cara pengumpulan data dengan melihatnya dalam dokumen-
dokumen yang telah ada (Budiyono, 2003: 54). Dalam penelitian ini digunakan untuk
mengumpulkan data tentang kemampuan bahasa siswa.
b. Teknik Tes
Tes adalah sederetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur
kemampuan, pengetahuan, intelegensi., kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu
atau kelompok (Suharsimi Arikunto, 2002: 127). Pada penelitian ini digunakan untuk
mengumpulkan data tentang kemampuan matematika dan kemampuan menyelesaikan soal
yang dimiliki siswa.
c. Teknik Angket
Definisi angket sama dengan kuesioner. Suharsimi Arikunto (2002:128) mendefinisikan
bahwa, “Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh
informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui”.
Sebelum angket digunakan untuk mengumpulkan data, terlebih dahulu diujicobakan. Teknik ini
dilakukan untuk mengumpulkan data tentang sikap siswa. Dalam penelitian ini teknik angket
digunakan untuk mengumpulkan data mengenai sikap siswa terhadap fisika. Penskoran untuk butir
angket dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut:
1) Skor untuk butir angket yang bernilai positif
· Skor 5 untuk jawaban sangat setuju
· Skor 4 untuk jawaban setuju
· Skor 3 untuk jawaban ragu-ragu
· Skor 2 untuk jawaban tidak setuju
· Skor 1 untuk jawaban sangat tidak setuju
2) Skor untuk butir angket yang bernilai negatif.
· Skor 1 untuk jawaban sangat setuju
· Skor 2 untuk jawaban setuju
· Skor 3 untuk jawaban ragu-ragu
· Skor 4 untuk jawaban tidak setuju
· Skor 5 untuk jawaban sangat tidak setuju
3. Instrumen
Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini ada dua, yaitu soal dan angket sikap
siswa dan tes kemampuan menyelesaikan soal pada pokok bahasan gerak. Tes kemampuan
matematika diambil dari nilai matematika siswa di sekolah. Sebelum instrumen digunakan,
terlebih dahulu harus dianalisis. Tes kemampuan matematika dan tes kemampuan menyelesaikan
81
soal dianalisis dengan uji validitas instrumen dan reliabilitas tes, sedangkan angket sikap siswa
dianalisis dengan uji validitas instrumen dan reliabilitas angket.
a. Validitas Instrumen
Suatu instrumen disebut valid jika dapat dengan tepat mengukur apa yang hendak diukur
atau dapat memenuhi fungsinya sebagai alat ukur. Tinggi rendahnya validitas instrumen
menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran variabel yang
dimaksud.
Yang dimaksud dengan bagian instrumen adalah butir-butir soal tes. Sedangkan
instrumen secara keseluruhan adalah nilai total subyek. Jadi untuk menguji validitas setiap butir
soal maka skor-skor yang ada pada butir-butir instrumen yang dimaksudkan dikorelasikan dengan
skor total. Skor butir dipandang sebagai nilai X dan skor total dipandang sebagai nilai Y. dengan
diperolehnya indeks validitas setiap butir tes yang dilambangkan dengan r, dapat diketahui dengan
pasti butir-butir mana yang tidak memenuhi syarat ditinjau dari validitasnya.
Selanjutnya, untuk mengmatematika indeks validitas digunakan rumus Koefisien Korelasi
Pearson Product Moment yaitu :
( )( ) ( )( )å åå åå å å
--
-=
2222xy
YYN.XXN.
YXXYNr
Keterangan :
rxy = koefisien korelasi antara skor item dengan skor total
X = skor butir item
Y = skor total
N = banyaknya subyek/responden uji coba.
( Suharsimi Arikunto,2002:146)
Setelah diperoleh harga rxy, kemudian kita lihat nilai harga r product moment tabel pada
N = banyaknya observasi pada taraf signifikansi 5%. Apabila rxy lebih besar daripada rtabel, maka
dikatakan butir soal tes valid.
Setelah dilakukan uji Validitas intrumen yang diujicobakan sebanyak 40 soal dengan
menggunakan rumus korelasi momen produk dari Karl Pearson pada 70 responden diperoleh 36
soal yang valid. Sedangkan 4 soal yaitu pada nomor 1, 3, 9, dan 15 tidak valid, karena rmatematika <
rtabel = 0.361.
Dari 4 soal yang tidak valid tidak digunakan dalam penelitian. Sedangkan soal yang
valid digunakan dalam penelitian, yaitu sebanyak 36 soal. Perhitungan uji Validitas tes
kemampuan matematika disajikan pada Lampiran 10.
b. Reliabilitas Tes
82
Reliabilitas adalah ketetapan ketelitian suatu alat ukur. Alat ukur dikatakan reliabel
apabila dapat dipercaya, konsisten atau stabil. Mengenai reliabilitas yang dimaksud pada
prinsipnya menunjukkan sejauh mana pengukuran itu dapat memberikan hasil yang relatif tidak
berbeda bila dilakukan kembali untuk mengukur terhadap subyek yang sama.
Reliabilitas soal tes dinyatakan dengan indeks reliabilitas (r11) yang diukur dengan rumus
Kuder dan Richardson 20 yang dikenal dengan rumus K-R 20 yang dirumuskan sebagai :
úúû
ù
êêë
é -úûù
êëé
-= å
2
2
11 S
pqS
1nn
r
Keterangan :
r11 = indeks reliabilitas tes secara keseluruhan
p = proporsi subyek yang menjawab benar
q = proporsi subyek yang menjawab salah
n = jumlah butir soal
S2 = variansi total
Setelah diperoleh harga r11 kemudian dikonsultasikan dengan tabel r product moment.
Apabila r11 lebih besar dari rtabel dikatakan instrumen tersebut reliabel. Namun ada cara lain yang
lebih sederhana dan mudah, yaitu menggunakan interpretasi terhadap koefisien korelasi yang
diperoleh atau nilai r, digunakan patokan dari Suharsimi Arikunto (2002) sebagai berikut :
Besarnya nilai r Interpretasi
Antara 0,800 sampai dengan 1,000 Tinggi
Antara 0,600 sampai dengan 0,800 Cukup
Antara 0,400 sampai dengan 0,600 Agak rendah
Antara 0,200 sampai dengan 0,400 Rendah
Antara 0,000 sampai dengan 0,200 Sangat rendah
Dari perhitungan uji reliabilitas tes kemampuan matematika dengan menggunakan
rumus K-R 20 diperoleh r11 = 0.877. Setelah dikonsultasikan dengan rtabel = 0.361 diperoleh bahwa
r11 = 0.877 lebih besar dari rtabel , dimana nilai r11 = 0.877 terletak antara 0.800 sampai dengan
1.000. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa tes kemampuan matematika yang digunakan
dalam penelitian ini reliabel dengan interpretasi tinggi. Perhitungan uji reliabilitas tes kemampuan
matematika disajikan pada Lampiran 11.
c. Validitas Angket
Yang dimaksud dengan bagian instrumen adalah butir-butir soal tes. Sedangkan
instrumen secara keseluruhan adalah nilai total subyek. Jadi untuk menguji validitas setiap butir
angket maka skor-skor yang ada pada butir-butir instrumen yang dimaksudkan dikorelasikan
dengan skor total. Skor butir dipandang sebagai nilai X dan skor total dipandang sebagai nilai Y.
83
dengan diperolehnya indeks validitas setiap butir amgket yang dilambangkan dengan r, dapat
diketahui dengan pasti butir-butir mana yang tidak memenuhi syarat ditinjau dari validitasnya.
Selanjutnya, untuk mengmatematika indeks validitas digunakan rumus Koefisien Korelasi
Pearson Product Moment yaitu :
( )( ) ( )( )å åå åå å å
--
-=
2222xy
YYN.XXN.
YXXYNr
Keterangan :
rxy = koefisien korelasi antara skor item dengan skor total
X = skor butir item
Y = skor total
N = banyaknya subyek/responden uji coba.
( Suharsimi Arikunto,2002:146)
Setelah diperoleh harga rxy, kemudian kita lihat nilai harga r product moment tabel pada
N = banyaknya observasi pada taraf signifikansi 5%. Apabila rxy lebih besar daripada rtabel, maka
dikatakan butir soal tes valid.
Dari perhitungan uji Validitas angket sikap siswa terhadap fisika yang diujicobakan
sebanyak 45 butir pertanyaan dengan menggunakan rumus korelasi momen produk dari Karl
Pearson pada 70 responden uji coba diperoleh 39 butir angket yang valid, karena rhit > rtabel =
0.361. Sedangkan 6 butir angket tidak valid, yaitu pada nomor 3, 25, 32, 35, 41, dan 43, karena rhit
< rtabel = 0.361. Selanjutnya dari 39 butir angket yang valid digunakan dalam penelitian.
Perhitungan uji Validitas angket sikap siswa terhadap fisika disajikan pada Lampiran 12.
d. Reliabilitas angket
Untuk menguji reliabilitas angket menggunakan rumus Alpha :
÷÷ø
öççè
æ-÷
øö
çèæ
-= å
21
2b
11 σ
σ1
1kk
r
Dimana :
r11 = reliabilitas tes
k = banyaknya butir soal
å 2bσ = jumlah variansi butir
21σ = variansi soal
Rumus Alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang skornya bukan 0 dan
1, misalnya angket atau soal yang berbentuk uraian.
( Suharsimi Arikunto, 2002 :171)
Dengan menggunakan rumus Alpha diperoleh hasil perhitungan reliabilitas angket sikap
siswa terhadap fisika yaitu r11 = 0.892. Nilai r11 = 0.892 > 0.361 = rtabel dan terletak antara 0.800
84
sampai dengan 1.000. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa angket sikap siswa terhadap fisika
tersebut termasuk reliabel dengan interpretasi tinggi. Perhitungan uji reliabilitas angket sikap siswa
terhadap fisika disajikan pada Lampiran 13.
E. Teknik Analisis Data
Untuk menguji hipotesis akan digunakan statistik uji analisis variansi tiga jalan. Tujuan
dari analisis ini adalah untuk menguji signifikansi perbedaan efek (pengaruh) tiga variabel bebas
terhadap variabel terikat. Disamping itu analisis tersebut bertujuan untuk menguji signifikansi "
kombinasi efek" (interaksi) ketiga variabel bebas terhadap variabel terikat.
Ada 3 syarat sebelum melakukan analisis tiga jalan yaitu a) sampel dipilih secara acak, b)
variabel terikat berskala interval, c) variabel bebas berskala nominal. Kemudian dilakukan uji
prasyarat yaitu uji normalitas, uji homogenitas dan uji independensi. Uji independensi tidak
dilakukan karena tes kemampuan menyelesaikan soal dilakukan secara serentak dan diawasi secara
ketat. Hal ini dilakukan agar tidak ada saling mempengaruhi di antara mereka, sehingga jika ada
perbedaan di antara mereka, perbedaan itu semata-mata hanya karena kemampuan bahasa,
kemampuan matematika dan sikap siswa yang berbeda.
1. Uji Prasyarat Anava
a. Uji Normalitas Untuk menguji apakah data yang diperoleh berdistribusi normal atau tidak, maka
digunakan uji normalitas(Lilliefors), dengan prosedur:
1) Hipotesis
H0 : sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1 : sampel tidak berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
2) Dipilih taraf signifikansi a = 0,05
3) Statistik uji yang digunakan:
Setiap data xi diubah menjadi bilangan baku zi dengan transformasi:
sxx
z ii
-=
L = Maks |F(zi) – S(zi)|; dengan F(Zi) = P(Z£zi); Z ~ N(0,1);
dan S(zi) = proporsi cacah z £ zi terhadap seluruh zi
4) Daerah kritik
DK = {L|L>La;n} dengan n adalah ukuran sampel
5) Keputusan Uji
Ho ditolak jika L Î DK
(Budiyono, 2004: 170-171)
85
b. Uji Homogenitas
Untuk uji homogenitas digunakan uji Bartlett dengan prosedur sebagai berikut :
1) Hipotesis
Ho : 22
21 ss = (populasi–populasi homogen)
H1 : tidak semua variansi sama (variansi-variansi tidak homogen)
2) Dipilih tingkat signifikansi a=0,05
3) Statistik Uji yang digunakan
)s log f -RKG log (203,2 2
jj2 å= f
cc
(Budiyono, 2004:176)
dengan :
c2 ~ c2 (k-1)
k = banyaknya sampel
f = derajat kebebasan untuk RKG=N-k
fj = derajat kebebasan untuk 2js =nj-1
j =1,2,3,…k
N =banyaknya seluruh nilai (ukuran)
nj = banyaknya nilai (ukuran) sampel ke-j = ukuran sampel ke-j
÷÷ø
öççè
æ-
-+= å å jj f
1f1
)1k(31
1c
åå=
j
i
f
SSRKG ;
( ) ( )å å -=-= 2jj
j
2
j2jj S1n
n
xxSS
4) Daerah Kritik
DK = {c2| c2 > 21k; -ac }
5) Keputusan Uji
Ho ditolak jika c2 Î DK
2. Uji Hipotesis
a. Tujuan
Analisis ini bertujuan untuk menguji signifikansi efek tiga variabel (faktor) bebas A, B, dan C
terhadap variabel terikat. Selain itu juga bertujuan untuk menguji signifikansi interaksi AB,
AC, BC, dan ABC terhadap variabel terikat.
b. Model
86
Dengan mengingat tiga hipotesis yang harus diuji dalam penelitian ini maka model pada
Anava Tiga Jalan ialah :
Xijkl = m + ai + bj + gk + abij + agik + bgjk + abgijk + eijkl
Dimana :
Xijkl = pengamatan ke-l di bawah faktor A kategori ke-i, faktor B kategori ke-j, dan
faktor C kategori ke-k.
m = rerata besar
ai = efek faktor A kategori i
bj = efek faktor B kategori j
gk = efek faktor C kategori k
abij = interaksi faktor A dan B
agik = interaksi faktor A dan C
bgjk = interaksi faktor B dan C
abgijk = interaksi faktor A, B dan C
eijkl = deviasi data Xijkl terhadap rataan populasinya (mij) yang berdistribusi normal
dengan rataan 0.
i = 1, 2, 3
j = 1,2, 3
k = 1, 2
l = 1,2,3,…,n ; n = cacah pengamatan per sel
c. Notasi dan Tata Letak Data
B b1 b2 C A c1 c2 c1 c2
A1 a1b1c1 a1b1c2 a1b2c1 a1b2c2
A2 a2b1c1 a2b1c2 a2b2c1 a2b2c2 Keterangan :
A = variabel kemampuan bahasa
B = variabel kemampuan matematika
C = variabel sikap siswa
a1 = kemampuan bahasa tinggi
a2 = kemampuan bahasa rendah
b1 = kemampuan matematika tinggi
b2 = kemampuan matematika rendah
c1 = sikap siswa mendukung
c2 = sikap siswa tidak mendukung
d. Hipotesis
87
H0A : ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan bahasa terhadap kemampuan
menyelesaikan soal.
H1A : tidak ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan bahasa terhadap
kemampuan menyelesaikan soal.
H0B : ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan matematika terhadap
kemampuan menyelesaikan soal.
H1B : tidak ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan matematika terhadap
kemampuan menyelesaikan soal.
H0C : tidak ada pengaruh yang signifikan antara sikap siswa terhadap kemampuan
menyelesaikan soal.
H1C : ada pengaruh yang signifikan antara sikap siswa terhadap kemampuan
menyelesaikan soal.
H0AB : ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan bahasa dan kemampuan
matematika terhadap kemampuan menyelesaikan soal.
H1AB : tidak ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan bahasa dan kemampuan
matematika terhadap kemampuan menyelesaikan soal.
H0AC : tidak ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan bahasa dan sikap siswa
terhadap kemampuan menyelesaikan soal.
H1AC : ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan bahasa dan sikap siswa terhadap
kemampuan menyelesaikan soal.
H0BC : tidak ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan matematika dan sikap
siswa terhadap kemampuan menyelesaikan soal.
H1BC : ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan matematika dan sikap siswa
terhadap kemampuan menyelesaikan soal.
H0ABC : tidak ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan bahasa, kemampuan
matematika, dan sikap siswa terhadap kemampuan menyelesaikan soal.
H1ABC : ada pengaruh yang signifikan antara kemampuan bahasa, kemampuan matematika, dan
sikap siswa terhadap kemampuan menyelesaikan soal.
e. Komputasi
1) Besaran
(1) = pqrG 2
(2) = åk,j,i
ijkSS
(3) = åi
2i
qrA
(4) = åj
2j
pr
B
35
(5) = åk
2k
pq
C
(6) = åj,i
2ij
r
AB
(7) = åk,i
2ik
q
AC
(8) = åk,j
2jk
p
BC
(9) = åk,j,i
2ijkABC
hn =
åk,j,i ijkn
1pqr
34
2) Jumlah Kuadrat
JKA = hn {(3) – (1)}
JKB = hn {(4) – (1)}
JKC = hn {(5) – (1)}
JKAB = hn {(1) + (6) – (3) – (4)}
JKAC = hn {(1) + (7) – (3) – (5)}
JKBC = hn {(1) + (8) – (4) – (5)}
JKABC = hn {(3) + (4) + (5) + (9) – (1) – (6) – (7) – (8)}
JKG = (2)
JKT = hn {(9) – (1)} + (2)
(atau JKT = JKA + JKB + JKC + JKAB + JKAC + JKBC + JKABC + JKG)
3) Derajat kebebasan
dkA = (p-1)
dkB = (q-1)
dkC = (r-1)
dkAB = (p-1)(q-1)
dkAC = (p-1)(r-1)
dkBC = (q-1)(r-1)
dkABC = (p - 1)(q - 1)(r - 1)
dkG = N - pqr
dkT = N - 1
4) Rataan Kuadrat
RKA = JKA/dkA
RKB = JKB/dkB
RKC = JKC/dkC
RKAB = JKAB/dkAB
RKAC = JKAC/dkAC
RKBC = JKBC/dkBC
RKABC = JKABC/dkABC
RKG = JKG/dkG
f. Statistik Uji
Fa = RKA/RKG
Fb = RKB/RKG
Fc = RKC/RKG
Fab = RKAB/RKG
xxxvii
xxxvii
Fac = RKAC/RKG
Fbc = RKBC/RKG
Fabc = RKABC/RKG
g. Daerah kritik
Daerah kritiknya adalah sebagai berikut:
1) Daerah kritik untuk Fa adalah DK = {Fa | Fa > Fa; p-1; N-pqr}
2) Daerah kritik untuk Fb adalah DK = {Fb | Fb > Fa; q-1; N-pqr}
3) Daerah kritik untuk Fc adalah DK = {Fc | Fc > Fa; r-1; N-pqr}
4) Daerah kritik untuk Fab adalah DK = {Fab | Fab > Fa; (p-1)(q-1); N-pqr}
5) Daerah kritik untuk Fac adalah DK = {Fac | Fac > Fa; (p-1)(r-1); N-pqr}
6) Daerah kritik untuk Fbc adalah DK = {Fbc | Fbc > Fa; (q-1)(r-1); N-pqr}
7) Daerah kritik untuk Fabc adalah DK = {Fabc | Fabc > Fa; (p-1)(q-1)(r-1); N-pqr}
Dimana a adalah taraf signifikan, a = 0,05
N = cacah semua pengukuran
h. Rangkuman analisis
Tabel Rangkuman Analisis Variansi
Sumber JK dk RK Fobs Fa P A JKA p-1 RKA Fa F* < a atau > a
B JKB q-1 RKB Fb F* < a atau > a
C JKC r-1 RKC Fc F* < a atau > a
AB JKAB (p-1)(q-1) RKAB Fab F* < a atau > a
AC JKAC (p-1)(r-1) RKAC Fac F* < a atau > a
BC JKBC (q-1)(r-1) RKBC Fbc F* < a atau > a
ABC JKABC (p-1)(q-1)(r-1) RKABC Fabc F* < a atau > a
Galat JKG N-pqr RKG - - -
Total JKT N-1 - - - -
Keterangan: p adalah probabilitas amatan; F* adalah nilai F yang diperoleh dari tabel.
(Budiyono, 2004:234-239)
3. Uji Komparasi Ganda
Untuk mengetahui perbedaan rerata setiap pasangan baris, setiap pasangan kolom dan setiap
pasangan sel dilakukan uji komparasi ganda dengan menggunakan teknik Scheffe, karena teknik
tersebut akan menghasilkan beda rerata dengan tingkat sifnifikansi yang kecil. Jadi uji komparasi
ganda ini digunakan terhadap setiap pasangan baris, setiap pasangan kolom dan setiap pasangan sel
yang daerah kritiknya ditolak.
Langkah-langkah dalam menggunakan teknik Scheffe adalah:
a. Mengidentifikasi semua pasangan komparasi.
xxxviii
xxxviii
b. Merumuskan hipotesis yang bersesuaian dengan komparasi tersebut.
c. Mencari harga statistik uji F dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
(1) Komparasi rerata antar baris ke-i dan ke-j,
( )
÷÷ø
öççè
æ+
-=-
..j..ig
2
..j..i..j..i
n1
n1
RK
XXF
(2) Komparasi rerata antar kolom ke-i dan ke-j,
( )
÷÷ø
öççè
æ+
-=-
.j..i.g
2
.j..i..j..i.
n1
n1
RK
XXF
(3) Komparasi rerata antar sub kolom ke-i dan ke-j,
( )
÷÷ø
öççè
æ+
-=-
j..i..g
2
j..i..j..i..
n1
n1
RK
XXF
(4) Komparasi rerata antara interaksi baris-kolom ke-ij dan interaksi baris-kolom ke-jk
( )
÷÷ø
öççè
æ+
-=-
.jk.ijg
2
.jk.ij.jk.ij
n1
n1
RK
XXF
(5) Komparasi rerata antara interaksi baris-subkolom ke-ij dan interaksi baris-subkolom ke-jk
( )
÷÷ø
öççè
æ+
-=-
k.jj.ig
2
k.jj.ik.jj.i
n1
n1
RK
XXF
(6) Untuk komparasi rerata antara interaksi kolom-subkolom ke-ij dan interaksi kolom-subkolom
ke-jk
( )
÷÷ø
öççè
æ+
-=-
jk.ij.g
2
jk.ij.jk.ij.
n1
n1
RK
XXF
(7) Untuk komparasi rerata antar sel ke-ijk dan ke-ljk,
xxxix
xxxix
( )
÷÷ø
öççè
æ+
-=-
ljkijkg
2
ljkijkljkijk
n1
n1
RK
XXF
d. Menentukan tingkat signifikansi a = 0,05
e. Menentukan daerah kritik (DK)
(1) DKi..-j.. = {Fi..-j.. > (p-1) Fa; F0.05;1;62}
(2) DK.i.-.j. = {F.i.-.j. > (p-1) Fa; F0.05;1;62}
(3) DK..i-..j = {F..i-..j > (r-1) Fa; F0.05;1;62}
(4) DKij.-lj. = {Fij.-lj. > (pq-1) Fa; F0.05;2;62}
(5) DKi.j-l.j = {Fi.j-l.j > (pr-1) Fa; F0.05;2;62}
(6) DK.ij-.lj = {F.ij-.lj > (qr-1) Fa; F0.05;2;62}
(7) DKijk-ljk = {Fijk-ljk > (pqr-1) Fa; F0.05;4;62}
f. Menentukan keputusan uji (beda rerata) untuk setiap pasang komparasi rerata.
g. Menyusun rangkuman analisis (komparasi ganda).
(Budiyono, 2004: 213-215).
xl
xl
BAB IV
HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
Data penelitian yang digunakan dalam pembahasan ini adalah data hasil uji coba instrumen
dan data skor kemampuan menyelesaikan soal pokok bahasan gerak pada siswa kelas VII tahun
pelajaran 2008/2009.
1. Data Penelitian Skor Kemampuan Menyelesaikan Soal
a. Kemampuan Bahasa
Kemampuan bahasa siswa dibagi atas 2(dua) kelompok yaitu kelompok kemampuan bahasa
tinggi dan kemampan verbal rendah. Pengelompokan tersebut berdasarkan hasil tes kemampuan
bahasa siswa. Dari hasil tes kemampuan bahasa siswa diperoleh X = 74.242857. Untuk skor X > =
75 dikelompokkan dalam kemampuan bahasa tinggi dan skor < X = 74 dikelompokkan dalam
kemampuan bahasa rendah. Perhitungan kriteria kemampuan bahasa selengkapnya disajikan pada
Lampiran 16.
Deskripsi tentang data skor kemampuan menyelesaikan soal untuk masing-masing
kelompok kemampuan bahasa disajikan dalam Tabel 4.1, sedangkan distribusi frekuensi, perhitungan
mean, median, modus, dan variansi disajikan dalam
Lampiran 11.
Tabel 4.1. Deskripsi Data Skor Kemampuan Menyelesaikan Soal Berdasarkan Kelompok
Kemampuan bahasa.
Kemampuan Bahasa
N Mean Median Modus Variansi Maks. Min.
Tinggi 33 71.5948 71.11 75 94.767357 88.88 52.77 Rendah 37 76.34676 76.34676 77.77 50.79927 90.55 58.33
Tabel 4.1.1 Distribusi Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal Berdasarkan Kelompok
Kemampuan bahasa Tinggi.
No Interval Kelas Xi fi fiXi Xi2 fiXi
2
1 00.00 - 52.00 - - - - - 2 52.01 - 60.00 56 7 392 3136 21952 3 60.01 - 68.00 64 8 512 4096 32768 4 68.01 - 76.00 72 8 576 5184 41472 5 76.01 - 84.00 80 2 160 6400 12800
xli
xli
6 84.01 - 92.00 88 6 528 7744 46464 7 92.01 - 100.00 96 2 192 9216 18432
Jumlah 33 2360 35776 173888 Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang distribusi frekuensi kemampuan
menyelesaikan soal berdasarkan kelompok kemampuan bahasa tinggi dapat dilihat pada diagram
batang gambar 4.1.1.
Tabel 4.1.2. Distribusi Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal Berdasarkan Kelompok
Kemampuan bahasa Rendah.
No Interval Kelas Xi fi fiXi Xi2 fiXi
2
1 00.00-52.00 - - - - - 2 52.01-60.00 56 6 336 3136 18816 3 60.01-68.00 64 5 320 4096 20480 4 68.01-76.00 72 5 360 5184 25920 5 76.01-84.00 80 11 880 6400 70400 6 84.01-92.00 88 6 528 7744 46464 7 92.01-100.00 96 4 384 9216 36864
Jumlah 37 2808 35776 218944 Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang distribusi frekuensi kemampuan
menyelesaikan soal berdasarkan kelompok kemampuan bahasa rendah dapat dilihat pada diagram
batang gambar 4.1.2
b. Kemampuan Matematika
Gambar 4.1.1: Histogram Distribusi Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal Berdasarkan Kelompok Kemampuan Verbal Tinggi
2
6
2
88
7
0
2
4
6
8
10
0 56 64 72 80 88 96
Nilai Tengah (Xi)
Fre
ku
en
si (f
)
Gambar 4.1.2: Histogram Distribusi Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal Berdasarkan Kelompok Kemampuan Verbal Rendah.
6
11
556
4
0
2
4
6
8
10
12
0 56 64 72 80 88 96
Nilai Tengah (Xi)
Fre
ku
en
si (f
)
xlii
xlii
Kemampuan matematika siswa dibagi atas 2(dua) kelompok yaitu kelompok kemampuan
matematika tinggi dan kemampuan matematika rendah. Pengelompokan tersebut berdasarkan skor tes
kemampuan matematika siswa. Dari skor tes kemampuan matematika siswa diperoleh X =
74.58571429. Untuk skor > X = 75 dikelompokkan dalam kemampuan matematika tinggi, skor < X
= 74 dikelompokkan dalam kemampuan matematika rendah. Perhitungan kriteria kemampuan
matematika selengkapnya disajikan pada Lampiran 16.
Deskripsi tentang data skor kemampuan menyelesaikan soal untuk masing-masing
kelompok keterampilan verbal disajikan dalam Tabel 4.2, sedangkan distribusi frekuensi, perhitungan
mean, median, modus dan variansi disajikan dalam Lampiran 11.
Tabel 4.2. Deskripsi Data Skor Kemampuan Menyelesaikan Soal Berdasarkan Kelompok
Kemampuan matematika.
Kemampuan Matematika
N Mean Median Modus Variansi Maks. Min.
Tinggi 35 75.7891 75.00 74.44 54.75421 88.88 58.33 Rendah 35 72.4240 75.00 75.00 93.98187 90.55 52.77
Tabel 4.2.1. Distribusi Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal Berdasarkan Kelompok
Kemampuan matematika Tinggi.
No Interval Kelas Xi fi fiXi Xi2 fiXi
2
1 0.00-52.00 - - - - - 2 52.01-60.00 56 6 336 3136 18816 3 60.01-68.00 64 6 384 4096 24576 4 68.01-76.00 72 8 576 5184 41472 5 76.01-84.00 80 7 560 6400 44800 6 84.01-92.00 88 4 352 7744 30976 7 92.01-100.00 96 4 384 9216 36864
Jumlah 35 2592 35776 197504
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang distribusi frekuensi kemampuan
menyelesaikan soal berdasarkan kelompok kemampuan matematika tinggi dapat dilihat pada diagram
batang gambar 4.2.1.
Gambar 4.2.2: Histogram Distribusi Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal Berdasarkan Kelompok Keterampilan Hitung Tinggi
40
6 6
8
7
4
0
2
4
6
8
10
0 56 64 72 80 88 96
Nilai Tengah (Xi)
Fre
ku
en
si (f
)
xliii
xliii
Tabel 4.2.2. Distribusi Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal Berdasarkan Kelompok
Kemampuan matematika Rendah.
No Interval Kelas Xi fi fiXi Xi2 fiXi
2
1 0.00-52.00 - - - - - 2 52.01-60.00 56 7 392 3136 21952 3 60.01-68.00 64 7 448 4096 28672 4 68.01-76.00 72 5 360 5184 25920 5 76.01-84.00 80 6 480 6400 38400 6 84.01-92.00 88 8 704 7744 61952 7 92.01-100.00 96 2 192 9216 18432
Jumlah 35 2576 35776 195328 Untuk mendapatkan gambaran tentang kemampuan menyelesaikan soal berdasarkan
kelompok kemampuan matematika rendah yang lebih jelas dapat dilihat pada diagram batang gambar
4.2.2
c. Sikap Siswa
Sikap siswa terhadap fisika dibagi atas 2 (dua) kelompok yaitu kelompok sikap mendukung
dan kelompok sikap tidak mendukung. Dari skor angket siswa diperoleh X =116.9857.
Pengelompokan tersebut berdasarkan atas skor angket sikap siswa terhadap fisika, yaitu skor ≥ X =
117 dikelompokkan dalam sikap mendukung dan skor < X = 116 dikelompokkan dalam sikap tidak
mendukung selengkapnya disajikan pada Lampiran 16.
Deskripsi tentang data skor kemampuan menyelesaikan soal untuk masing-masing
kelompok sikap siswa terhadap fisika disajikan dalam Tabel 4.3, sedangkan distribusi frekuensi,
perhitungan mean, median, modus, dan variansi disajikan dalam Lampiran 11.
Tabel 4.3. Deskripsi Data Skor Kemampuan Menyelesaikan Soal Berdasarkan Kelompok Sikap Siswa
Terhadap Fisika.
Sikap Siswa
N Mean Median Modus Variansi Maks. Min.
Mendukung 36 76.1067 76.66 75.00 69.22935 90.55 52.77 Tidak Mendukung
34 71.9888 71.94 58.33 76.83859 88.88 55.55
Gambar 4.2.2: Histogram Distribusi Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal Berdasarkan Kelompok Keterampilan Hitung Rendah
2
8
7 6
5
7
0
2
4
6
8
10
56 64 72 80 88 96
Nilai Tengah (Xi)
Fre
ku
en
si (f
)
xliv
xliv
Tabel 4.3.1. Distribusi Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal Berdasarkan Kelompok Sikap
Siswa Mendukung.
No Interval Kelas Xi fi fiXi Xi2 fiXi
2
1 0.00-52.00 - - - - - 2 52.01-60.00 56 7 392 3136 21952 3 60.01-68.00 64 5 320 4096 20480 4 68.01-76.00 72 7 504 5184 36288 5 76.01-84.00 80 7 560 6400 44800 6 84.01-92.00 88 6 528 7744 46464 7 92.01-100.00 96 4 384 9216 36864
Jumlah 36 2688 35776 206848
Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas tentang distribusi frekuensi kemampuan
menyelesaikan soal berdasarkan kelompok sikap siswa mendukung dapat dilihat pada diagram batang
gambar 4.3.1
Tabel 4.3.2. Distribusi Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal Berdasarkan Kelompok Sikap
Siswa Tidak Mendukung.
No Interval Kelas Xi fi fiXi Xi2 fiXi
2
1 00.00-52.00 - - - - - 2 52.01-60.00 56 6 336 3136 18816 3 60.01-68.00 64 8 512 4096 32768 4 68.01-76.00 72 6 432 5184 31104 5 76.01-84.00 80 6 480 6400 38400 6 84.01-92.00 88 6 528 7744 46464 7 92.01-100.00 96 2 192 9216 18432
Jumlah 34 2480 35776 185984 Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas distribusi frekuensi kemampuan
menyelesaikan soal berdasarkan kelompok sikap siswa tidak mendukung dapat dilihat pada diagram
batang gambar 4.3.2
Gambar 4.3.1: Histogram Distribusi Frekuensi Kemampuan Menyelesaikan Soal Berdasarkan Kelompok Sikap Siswa Mendukung
4
677
5
7
0
2
4
6
8
10
56 64 72 80 88 96
Nilai Tengah (Xi)
Fre
ku
en
si (f
)
2
6
8
666
0
2
4
6
8
10
56 64 72 80 88 96
Nilai Tengah (Xi)
Fre
ku
en
si (f
)
xlv
xlv
B. Pengujian Persyaratan Analisis
1. Uji Normalitas
Uji normalitas dikenakan pada data variabel terikat. Data tersebut adalah data skor
kemampuan menyelesaikan soal dengan kategori kelompok kemampuan bahasa, kelompok
kemampuan matematika dan kelompok sikap siswa. Metode yang digunakan dalam uji normalitas
adalah Metode Lilliefors, dan hasilnya pada Tabel 4.4, sedangkan perhitungan selengkapnya pada
Lampiran 16.
Tabel 4.4. Rangkuman Uji Normalitas dengan Metode Lilliefors.
No. Kelompok Banyak Data
Lhitung Ltabel Keputusan Keterangan
1. Kemampuan Bahasa Tinggi
33 0.0601 0.1542 H0 diterima Normal
2. Kemampuan Bahasa Rendah 37 0.0695 0.1457 H0 diterima Normal
3. Kemampuan Matematika Tinggi
35 0.0853 0.1498 H0 diterima Normal
4. Kemampuan Matematika Rendah
35 0.0967 0.1498 H0 diterima Normal
5. Sikap Mendukung
36 0.0743 0.1477 H0 diterima Normal
6. Sikap Tidak Mendukung 34 0.0865 0.1519 H0 diterima Normal Dari Tabel 4.4 di atas tampak bahwa semua nilai Lhitung < Ltabel, sehingga semua H0
diterima. Hal ini berarti sampel untuk kategori kemampuan bahasa tingg dan rendah, kategori
kemampuan matematika tinggi dan rendah, maupun kategori sikap siswa mendukung dan tidak
mendukung berasal dari populasi yang berdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas
Dalam uji homogenitas digunakan metode Bartlet, dimana variabel terikatnya adalah
kemampuan menyelesaikan soal, dengan faktornya adalah kemampuan bahasa, kemampuan
matematika dan sikap siswa.
Rangkuman hasil perhitungan uji homogenitas disajikan dalam Tabel 4.5, sedangkan
perhitungan selengkapnya disajikan dalam Lampiran 15.
Tabel 4.5 Rangkuman Uji Homogenitas.
xlvi
xlvi
No. Variabel Banyak Kelompok c2
hitung c2tabel Keputusan Kesimpulan
1. Kemampuan bahasa
2 3.0931 3.841 H0 diterima Homogen
2. Kemampuan matematika
2 2.3113 3.841 H0 diterima Homogen
3. Sikap Siswa 2 0.0871 3.841 H0 diterima Homogen
Dari tabel di atas tampak bahwa semua nilai c2hitung < c2
tabel, sehingga semua H0 diterima.
Hal ini berarti kelompok-kelompok kemampuan bahasa, kemampuan matematika dan sikap siswa
berasal dari populasi yang homogen.
C. Pengujian Hipotesis
1. Analisis Variansi Tiga Jalan Sel Tak Sama
Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14. Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa
H0A ditolak, H0B ditolak, H0C ditolak, H0AB diterima, H0AC diterima, H0BC diterima serta H0ABC ditolak.
Berarti kesimpulannya sebagai berikut:
8. Ada pengaruh yang signifikan kemampuan bahasa terhadap kemampuan menyelesaikan soal
fisika pada pokok bahasan gerak.
9. Ada pengaruh yang signifikan kemampuan matematika terhadap kemampuan menyelesaikan
soal fisika pada pokok bahasan gerak.
10. Tidak ada pengaruh yang signifikan sikap siswa terhadap kemampuan menyelesaikan soal fisika
pada pokok bahasan gerak.
11. Ada interaksi antara kemampuan bahasa dan kemampuan matematika terhadap kemampuan
menyelesaikan soal fisika pada pokok bahasan gerak.
12. Tidak ada interaksi antara kemampuan bahasa dan sikap siswa terhadap kemampuan
menyelesaikan soal fisika pada pokok bahasan gerak.
13. Tidak ada interaksi antara kemampuan matematika dan sikap siswa terhadap kemampuan
menyelesaikan soal fisika pada pokok bahasan gerak.
14. Tidak ada interaksi antara kemampuan bahasa, kemampuan matematika dan sikap siswa
terhadap kemampuan menyelesaikan soal fisika pada pokok bahasan gerak.
Hasil perhitungan Anava tiga jalan sel tak sama disajikan pada Tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6. Rangkuman Analisis Variansi Tiga Jalan Sel Tak Sama
Sumber JK Dk RK Fhitung Ft P Keputusan
A 181582.17 1 181582.17 4615.38 4.00 p < 0.05 Ho ditolak B 181239.47 1 181239.47 4606.67 4.00 p < 0.05 Ho ditolak C 106.11 1 106.11 2.70 4.00 p > 0.05 Ho diterima
AB 95027.27 1 95027.27 2415.36 4.00 p < 0.05 Ho ditolak AC 53.29 1 53.30 1.36 4.00 p > 0.05 Ho diterima BC 109.21 1 109.21 2.78 4.00 p > 0.05 Ho diterima
xlvii
xlvii
ABC 68.34 1 68.34 1.74 4.00 p > 0.05 Ho diterima Galat 2439.26 62 39.34
Total 460625.13 69
2. Uji Komparasi Ganda (Scheffe)
Dari hasil perhitungan Anava diperoleh bahwa H0A, H0B, H0C, dan H0ABC ditolak. Untuk
melihat manakah yang secara signifikan mempunyai rataan yang berbeda maka perlu dilakukan uji
komparasi ganda. Komparasi ganda dilakukan pada variabel kemampuan bahasa, variabel kemampuan
matematika serta interaksi antara variabel kemampuan bahasa dengan kemampuan matematika.
Table 4.7. Uji Komparasi Ganda pada Variabel Kemampuan bahasa.
Komparasi ( )2XX -
÷øö
çèæ +
nn11
RKG F Kritik Keputusan
µ11 vs µ12 22.58 0.0573 39.34 10.01 4.00 Ho ditolak
Dari hasil uji komparasi ganda pada variabel kemampuan bahasa dapat dilihat bahwa H0
dari µ11 vs µ12, ditolak, berarti terdapat beda rerata yang signifikan.
Tabel 4.8. Uji Komparasi Ganda pada Variabel Kemampuan matematika.
Komparasi ( )2XX -
÷øö
çèæ +
nn11
RKG F Kritik Keputusan
µ11 vs µ12 11.32 0.0571 39.34 5.04 4.00 Ho ditolak
Dari hasil uji komparasi ganda pada variabel kemampuan bahasa dapat dilihat bahwa H0
dari µ11 vs µ12, ditolak, berarti terdapat beda rerata yang signifikan
Tabel Uji 4.9. Komparasi Ganda pada Variabel Kemampuan matematika dan Kemampuan bahasa.
Komparasi ( )2XX -
÷øö
çèæ +
nn11
RKG F Kritik Keputusan
m11 vs m21 219.7752 0.1213 39.3428 46.0435 8.28 Ho ditolak
m12 vs m22 50.4889 0.1082 39.3428 11.8619 8.28 Ho ditolak
m11 vs m21 40.2194 0.1151 39.3428 8.8792 8.28 Ho ditolak
m21 vs m22 243.0012 0.1082 39.3428 57.0909 8.28 Ho ditolak
Rangkuman uji komparasi ganda pada variabel kemampuan bahasa dapat dilihat pada Tabel
4.7 di bawah ini, sedangkan perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 14. Dari hasil uji
komparasi ganda dapat dilihat bahwa H0 dari m11 vs m2, m12 vs m22, m vs m2, dan m2 vs m22
ditolak, berarti terdapat beda rerata yang signifikan.
D. Pembahasan Hasil Analisis Data
1. Hipotesis Pertama
Berdasarkan hasil analisis variansi tiga jalan dengan jumlah sel tak sama diperoleh Fa =
1039.1765 > 4.00 = F0.05;2;62, berarti ada pengaruh yang signifikan kemampuan bahasa terhadap
÷÷øççè + ji nn
xlviii
xlviii
kemampuan menyelesaikan soal fisika pada pokok bahasan gerak. Rata-rata nilai kemampuan
menyelesaikan soal pada variabel kemampuan bahasa dapat dilihat pada Tabel 4.10 di bawah ini.
Tabel 4.10 Rata-rata Nilai Kemampuan Menyelesaikan Soal pada Variabel Kemampuan bahasa.
Kemampuan bahasa Tinggi Kemampuan bahasa Rendah
Rata-rata Kemampuan Menyelesaikan Soal 71.5948 76.3468
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada kelompok kemampuan bahasa tinggi
mempunyai rata-rata 71.60 dan pada kelompok kemampuan bahasa rendah mempunyai rata-rata
76.35.
Dari hasil komparai ganda dengan metode Scheffe diperoleh kesimpulan bahwa terdapat
beda rerata yang signifikan antara kemampuan bahasa tinggi dan kemampuan bahasa rendah.
Jadi dapat dikatakan bahwa siswa yang memiliki kemampuan bahasa tinggi kemampuan
menyelesaikan soalnya lebih redah dibanding dengan siswa yang mempunyai kemampuan bahasa
rendah kemampuan menyelesaikan soalnya lebih tinggi.
Kemampuan bahasa merupakan kemampuan membaca suatu bahan dengan pemahaman
pengertian isi, serta logis pada penerapan situasi praktis, sedangkan kemampuan memecahkan soal
adalah kemampuan menyelesaikan persoalan yang berbentuk suatu peristiwa atau kejadian yang
diselesaikan dengan menggunakan model fisika. Terjadinya perbedaan kemampuan menyelesaikan
soal dari siswa pada kemampuan bahasa tinggi, kemampuan bahasa sedang, dan kemampuan bahasa
rendah karena adanya perbedaan kemampuan pemahaman soal yang dimiliki siswa, dimana
pemahaman siswa tersebut berpengaruh terhadap kemampuan membuat model fisika yang merupakan
tahapan dalam memecahkan soal.
2. Hipotesis Kedua
Berdasarkan hasil analisis variansi tiga jalan dengan jumlah sel tak sama diperoleh Fb =
1036.0713 > 4.00 = F0.05;2;62, berarti ada pengaruh yang signifikan kemampuan matematika terhadap
kemampuan menyelesaikan soal pada pokok bahasan gerak. Rata-rata nilai kemampuan
menyelesaikan soal pada variabel kemampuan matematika dapat dilihat pada Tabel 4.11 di bawah ini.
Tabel 4.11 Rata-rata Nilai Kemampuan Menyelesaikan Soal pada Variabel Kemampuan matematika. Kemampuan
matematika Tinggi Kemampuan matematika Rendah
Rata-rata Kemampuan Menyelesaikan Soal
75.7891 72.4240
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pada kelompok kemampuan matematika tinggi
mempunyai rata-rata 75.79 dan pada kelompok kemampuan matematika rendah mempunyai rata-rata
72.42.
xlix
xlix
Dari hasil uji komparasi ganda dengan metode Scheffe diperoleh kesimpulan bahwa
terdapat beda rerata yang tidak signifikan antara kemampuan matematika tinggi dan kemampuan
matematika rendah.
Jadi dapat dikatakan bahwa siswa yang memiliki kemampuan matematika tinggi akan
mempunyai kemampuan menyelesaikan soal yang hampir sama dengan siswa yang memiliki
kemampuan matematika rendah. Dan dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi kemampuan
matematika siswa maka akan semakin tinggi kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal.
Penguasaan kemampuan matematika adalah kemampuan berpikir siswa untuk melakukan
operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian dan prosedur-prosedurnya dalam waktu
yang cepat dan teliti. Kemampuan matematika pada persamaan linear dengan dua variabel dibagi pada
kemampuan matematika dalam menentukan himpunan penyelesaian dan menyelesaikan gerak.
Terjadinya perbedaan kemampuan menyelesaikan soal dari siswa pada kemampuan matematika
tinggi, kemampuan matematika sedang, dan kemampuan matematika rendah karena perbedaan
kemampuan matematika dalam menentukan himpunan penyelesaian dan menyelesaikan gerak.
3. Hipotesis Ketiga
Berdasarkan hasil analisis variansi tiga jalan dengan jumlah sel tak sama diperoleh Fc =
0.1842 < 4.00 = F0.05;2;62, berarti tidak ada pengaruh yang signifikan sikap siswa terhadap kemampuan
menyelesaikan soal pada pokok bahasan gerak. Nilai kemampuan menyelesaikan soal pada kelompok
sikap mendukung mempunyai rata-rata 76.11, dan pada kelompok sikap tidak mendukung mempunyai
rata-rata 71.99.
Table 4.12 Rata-Rata Nilai Kemampuan Menyelesaikan Soal pada Variabel Sikap. Sikap Mendukung Sikap Tidak Mendukung
Rata-rata Kemampuan Menyelesaikan Soal
76.11 71.99
Jadi dapat dikatakan bahwa siswa yang memiliki sikap mendukung memiliki kemampuan
menyelesaikan soal sama dengan siswa yang memiliki sikap tidak mendukug.
Sikap merupakan faktor yang ada dalam diri manusia yang mendorong melakukan
perbuatan terhadap obyek tertentu. Orang cenderung menerima atau menolak suatu obyek berdasarkan
penilaian terhadap obyek itu. Bila obyek dinilai baik maka dia bersiakap positif, bila obyek dinilai
jelek, maka dia akan bersikap negatif. Demikian halnya dengan sikap siswa terhadap mata pelajaran
fisika. Bila siswa menganggap fisika pelajaran yang baik (menyenangkan) maka siswa akan memiliki
sikap yang positif (mendukung) terhadap fisika, sebaliknya jika siswa menganggap fisika pelajaran
yang jelek (membosankan/tidak perlu) maka siswa akan memiliki sikap yang negatif (tidak
mendukung) terhadap mata pelajaran fisika. Terjadinya perbedaan kemampuan menyelesaikan soal
dari siswa pada sikap mendukung, dan sikap tidak mendukung karena perbedaan sikap siswa yang
mempengaruhi keberhasilan belajar fisika, dalam hal ini kemampuan menyelesaikan soal.
4. Hipotesis Keempat
l
l
Berdasarkan hasil analisis variansi tiga jalan dengan jumlah sel tak sama diperoleh Fab =
523.1716 > 4.00 = F0.05;4;62, berarti ada pengaruh yang signifikan interaksi kemampuan bahasa dan
kemampuan matematika terhadap kemampuan menyelesaikan soal pada pokok bahasan gerak. Rata-
rata nilai kemampuan menyelesaikan soal pada interaksi kemampuan bahasa dan kemampuan
matematika dapat dilihat pada Tabel 4.12.
Tabel 4.13 Rata-rata Nilai Kemampuan Menyelesaikan Soal pada Interaksi Kemampuan Bahasa dan Kemampuan Matematika.
Kemampuan Matematika Tinggi
Kemampuan Matematika Rendah
Kemampuan Bahasa Tinggi 79.23 64.41
Kemampuan Bahasa Rendah 72.89 80.00
Untuk siswa dengan kemampuan bahasa tinggi, utuk siswa dengan ketrampilan hitung
tinggi kemampuan menyelesaikan soalnya berbeda dengan siswa yang kemampuan matematika
rendah. Dari rataan marginal masing-masing antar sel, pada siswa dengan kemampuan bahasa tinggi,
siswa kemampuan matematika tinggi dan siswa dengan ketrampilan hitung rendah, diketahui bahwa
rataan marginal siswa dengan kemampuan matematika tinggi = 79.23 > kemampuan matematika
rendah = 64.41. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk siswa dengan kemampuan matematika
tinggi memiliki kemampuan menyelesaikan soal lebih baik dari pada siswa dengan kemampuan
bahasa rendah.
Untuk siswa dengan kemampuan bahasa rendah, untuk siswa dengan ketrampilan hitung
tinggi kemampuan menyelesaikan soalnya berbeda dengan siswa yang kemampuan matematika
rendah. Dari rataan marginal masing-masing antar sel, pada siswa dengan kemampuan bahasa rendah,
siswa kemampuan matematika rendah dengan siswa ketrampilan hitung tinggi, diketahui bahwa rataan
marginal siswa dengan kemampuan matematika rendah = 80.00 < kemampuan matematika tinggi =
72.89. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk siswa dengan kemampuan matematika rendah
memiliki kemampuan menyelesaikan soal lebih baik dari pada siswa dengan kemampuan bahasa
tinggi.
Untuk siswa dengan kemampuan matematika tinggi ternyata siswa dengan kemampuan
bahasa tinggi kemampuan menyelesaikan soalnya berbeda dengan yang kemampuan bahasanya
rendah. Dari rataan marginal masing-masing sel, pada siswa dengan kemampuan matematika tinggi
diketahui bahwa rataan marginal siswa dengan kemampuan bahasa tinggi = 79.23 > kemampuan
bahasa rendah = 72.89. Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk siswa dengan kemampuan bahasa
tinggi memiliki kemampuan menyelesaikan soal lebih baik dari pada siswa dengan kemampuan
bahasa rendah.
Untuk siswa dengan kemampuan matematika rendah, untuk siswa dengan kemampun
verbal tinggi kemampuan menyelesaikan soalnya berbeda dengan siswa yang kemampun verbal
rendah. Dari rataan marginal masing-masing antar sel, pada siswa dengan kemampuan bahasa rendah,
li
li
siswa kemampun verbal rendah dengan siswa kemampun verbal tinggi, diketahui bahwa rataan
marginal siswa dengan kemampun verbal rendah = 80.00 < kemampun verbal tinggi = 64.41.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa untuk siswa dengan kemampun verbal rendah memiliki
kemampuan menyelesaikan soal lebih baik dari pada siswa dengan kemampuan bahasa tinggi.
5. Hipotesis Kelima
Berdasarkan hasil analisis variansi tiga jalan dengan jumlah sel tak sama diperoleh Fac =
3.1231 < 4.00 = F0.05;2;62, berarti tidak ada pengaruh yang signifikan interaksi kemampuan bahasa dan
sikap siswa terhadap kemampuan menyelesaikan soal pada pokok bahasan gerak. Rata-rata nilai
kemampuan menyelesaikan soal pada interaksi kemampuan bahasa dan sikap siswa dapat dilihat pada
Tabel 4.13.
Tabel 4.14 Rata-rata Nilai Kemampuan Menyelesaikan Soal pada Interaksi Kemampuan bahasa dan Sikap Siswa.
Sikap Mendukung
Sikap Tidak Mendukung
Kemampuan bahasa Tinggi 78.88 72.22
Kemampuan bahasa Rendah 79.47 73.39
6. Hipotesis Keenam
Berdasarkan hasil analisis variansi tiga jalan dengan jumlah sel tak sama diperoleh Fbc =
0.1035 < 4.00 = F0.05;2;62, berarti tidak ada pengaruh yang signifikan interaksi kemampuan matematika
dan sikap siswa terhadap kemampuan menyelesaikan soal pada pokok bahasan gerak. Rata-rata nilai
kemampuan menyelesaikan soal pada interaksi kemampuan matematika dan sikap siswa dapat dilihat
pada Tabel 4.
Tabel 4.15 Rata-rata Nilai Kemampuan Menyelesaikan Soal pada Interaksi Kemampuan matematika dan Sikap Siswa.
Sikap
Mendukung Sikap Tidak Mendukung
Kemampuan matematika Tinggi 74.995 73.51
Kemampuan matematika Rendah 75.00 72.36
7. Hipotesis Ketujuh
Berdasarkan hasil analisis variansi tiga jalan dengan jumlah sel tak sama diperoleh Fabc =
1.5707 < 4.00 = F0.05;4;62, berarti tidak ada interaksi yang signifikan antara kemampuan bahasa,
kemampuan matematika dan sikap siswa terhadap kemampuan menyelesaikan soal pada pokok
bahasan gerak. Rata-rata nilai kemampuan menyelesaikan soal pada interaksi kemampuan bahasa,
kemampuan matematika dan sikap siswa dapat dilihat pada Tabel 4.15 di bawah ini.
Tabel 4.16 Rata-rata Nilai Kemampuan Menyelesaikan Soal pada Kemampuan bahasa, Kemampuan matematika dan Sikap Siswa.
lii
lii
Kemampuan matematika Tinggi
Kemampuan matematika Rendah
Sikap Mendukung
Sikap Tidak Mendukung
Sikap Mendukung
Sikap Tidak Mendukung
Kemampuan bahasa Tinggi
72.4700 76.1080 67.4557 70.2730
Kemampuan bahasa Rendah
78.0811 72.2180 80.8611 74.6856
liii
liii
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dikemukakan dalam Bab IV, maka dapat disimpulkan
bahwa pada siswa-siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Purwodadi:
1. Ada pengaruh signifikan kemampuan bahasa terhadap kemampuan menyelesaikan soal pada
pokok bahasan gerak. Siswa yang memiliki kemampuan bahasa rendah kemampuan
menyelesaikan soalnya lebih tinggi dibanding dengan siswa yang mempunyai kemampuan bahasa
tinggi.
2. Ada pengaruh yang signifikan kemampuan matematika terhadap kemampuan menyelesaikan soal
pada pokok bahasan gerak. Siswa dengan kemampuan matematika tinggi mempunyai
kemampuan menyelesaikan soal lebih tinggi di anding dengan siswa yang memiliki kemampuan
matematika rendah.
3. Tidak ada pengaruh yang signifikan sikap siswa terhadap kemampuan menyelesaikan soal pada
pokok bahasan gerak.
4. Ada interaksi yang signifikan antara kemampuan bahasa dan kemampuan matematika terhadap
kemampuan menyelesaikan soal pada pokok bahasan gerak. Untuk siswa dengan kemampuan
bahasa tinggi, untuk siswa dengan kemampuan matematika tinggi kemampuan menyelesaikan
soalnya lebih tinggi dibanding dengan siswa yang memiliki kemampuan matematika rendah.
Untuk siswa dengan kemampuan bahasa rendah dengan kemampuan matematika. Untuk siswa
dengan kemampuan bahasa rendah pada siswa dengan kemampuan matematika rendah memiliki
kemampuan menyelesaikan lebih tinggi dibanding dengan siswa yang memiiki kemampuan
matematika tinggi.
Sedangkan iteraksi antara keteramian hitung dengan kemamuan verbal. Untuk kemampuan
matematika tinggi, siswa dengan kemampuan bahasa tinggi kemampuan menyelesaiakn soalnya
lebih baik dibading dengan siswa yang memiliki kemampuan bahasa rendah. Sedangn pada
kemampuan bahasa rendah, siswa degan kemampuan matematika rendah kemampuan
menyelesaikan soalnya lebih baik dibanding siswa dengan kemampuan matematika tinggi.
5. Tidak ada interaksi yang signifikan antara kemampuan bahasa dan sikap siswa terhadap
kemampuan menyelesaikan soal pada pokok bahasan gerak.
6. Tidak ada interaksi yang signifikan antara kemampuan matematika dan sikap siswa terhadap
kemampuan menyelesaikan soal pada pokok bahasan gerak.
7. Tidak ada interaksi yang signifikan antara kemampuan bahasa, kemampuan matematika, dan
sikap siswa terhadap kemampuan menyelesaikan soal pada pokok bahasan gerak.
B. Implikasi
liv
liv
Berdasarkan pada kajian teori serta mengacu pada kesimpulan penelitian, maka dapat dikaji
implikasi yang berguna baik secara teoritis maupun secara praktis dalam rangka pengembangan dan
penerapan penelitian.
1. Implikasi Teoritis
Hasil penelitian ini menyatakan bahwa siswa dengan kemampuan bahasa tinggi mempunyai
kemampuan yang lebih tinggi dalam menyelesaikan soal dibandingkan dengan siswa yang memiliki
kemampuan bahasa sedang, Sedangkan siswa dengan kemampuan bahasa sedang mempunyai
kemampuan yang lebih tinggi dalam menyelesaikan soal dibandingkan dengan siswa yang memiliki
kemampuan bahasa rendah.
Perbedaan kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal juga terlihat jika dilihat dari
kemampuan matematika yang dimiliki siswa. Dari hasil penelitian terlihat bahwa semakin tinggi
kemampuan matematika yang dimiliki siswa maka semakin tinggi kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal pada pokok bahasan gerak.
2. Implikasi Praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan bagi guru dan calon guru untuk
memperhatikan kemampuan bahasa, kemampuan matematika dan sikap terhadap fisika yang dimiliki
siswa untuk meningkatkan prestasi belajar fisika siswa, terutama kemampuan dalam menyelesaikan
soal.
C. Saran
Berdasarkan kesimpulan, maka dapat disampaikan saran-saran sebagai berikut:
1. Bagi Siswa
Siswa diharapkan dapat meningkatkan kemampuan bahasa dan kemampuan matematika
dengan berlatih mengerjakan soal-soal, serta memberikan sikap yang mendukung terhadap fisika,
karena hal tersebut dapat meningkatkan prestasi belajar fisika, khususnya kemampuan menyelesaikan
soal pada pokok bahasan gerak.
2. Bagi Guru
Dari penulisan skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua guru dan diharapkan.
a. Guru dapat mengembangkan dan mencari strategi pembelajaran yang tepat, untuk meningkatkan
kemampuan bahasa dan kemampuan matematika siswa.
b. Guru dapat memberikan bimbingan dan arahan kepada siswa agar selalu mempunyai sikap yang
mendukung terhadap fisika, sebagai upaya peningkatan prestasi belajar fisika.
3. Bagi Orang Tua
lv
lv
Orang tua diharapkan juga dapat memberikan arahan dan bimbingan akan pentingnya fisika,
baik guna melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi, maupun aplikasinya dalam kehidupan
sehari-hari di masyarakat, sehingga siswa akan mempunyai sikap yang mendukung terhadap fisika.
lvi
lvi
DAFTAR PUSTAKA
Budiyono. 2004. Statistika Untuk Penelitian. Surakarta: Sebelas Maret University Press Burhan Nurgiyantoro. 1988. Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah. Yogyakarta: BPFE Cliford, T Morgan. 1986. Introduction to Psychology. Singapore: Mc. Graw Hill Book Co. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1993. Kurikulum Pendidikan Dasar. Jakarta: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Herman Hudoyo. 1979. Pengembangan Kurikulum Fisika dan Pelaksanaannya di Depan Kelas.
Surabaya: Usaha Nasional Herman Hudoyo. 1990. Strategi Belajar Mengajar Fisika. Malang: IKIP Malang Press John L Mark. 1988. Metode Pengajaran Fisika Untuk Sekolah Dasar. Jakarta: Erlangga Karso, dkk. 1993. Dasar-dasar Pendidikan MIPA. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Lalu M Azhar. 1993. Proses Belajar Mengajar Pola CBSA. Surabaya: Usaha Nasional TAP MPR. 1993. Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) Raden Cahaya Prabu AA. 1984. Perkembangan Taraf Intelegensi Anak. Bandung: Angkasa Ruseffendi ET. 1988. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya Dalam
Pengajaran Fisika Untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito Saifudin Azwar. 1988. Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Liberty Sudjana. 1991. Desain dan Analisis Eksperimen. Bandung: Tarsito Suharno. 2000. Belajar dan Pembelajaran II. UNS Press Suharsimi Arikunto. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : Rineka Cipta Sumadi Suryabrata. 1983. Proses Belajar Mengajar di Perguruan Tinggi. Yogyakarta: Andi Offset Tabrani Rusyan. A, Atang Kusdinar, Zainal Arifin. 1989. Pendekatan Dalam Proses Belajar
Mengajar. Jakarta: Remaja Rosda Karya Wasty Sumanto. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Bina Aksara Winkell. 1991. Psikologi Pengajaran. Jakarta : Grasindo