pengaruh dylon

52
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di zaman modern seperti saat ini, dimana teknologi berkembang pesat, banyak berkembang makanan cepat saji dengan warna warna yang menarik. Keberadaan zat warna pada makanan digunakan bukan hanya sebagai daya pikat agar konsumen tertarik namun juga digunakan sebagai bahan untuk menutupi kekurangan atau kecacatan pada makanan. Produsen pangan saat ini banyak yang beralih menggunakan pewarna sintetik dengan alasan untuk menekan biaya produksi dan agar warna makanan yang dijual bisa menarik minat konsumen. Zat pewarna sintetik yang paling banyak beredar dalam masyarakat kita adalah pewarna sintetik dylon karena harganya yang murah dan mudah didapatkan dipasaran. Padahal jika kita telaah lebih jauh lagi makanan yang mengandung zat aditif ini sangat berbahaya bagi kesehatan jika dikonsumsi dalam jangka panjang. Pengaruh adanya pewarna sintetik pada makanan sebenarnya tidak langsung menimbulkan dampak yang cepat karena pada tubuh organisme masih ada mekanisme ekskresi sehingga zat-zat yang karsinogenik masih bisa ditolerir oleh tubuh dalam jangka waktu tertentu. Namun tetap saja zat-zat karsinogenik tersebut dapat menimbulkan masalah bila dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama. Karena hal tersebut maka timbul keinginan untuk melakukan penelitian terkait dampak paparan dari zat pewarna pada tubuh suatu organisme. Penelitian ini dilakukan kepada Drosophila melanogaster atau dalam masyarakat umum lebih dikenal dengan nama lalat buah yang merupakan salah satu hewan yang sering digunakan sebagai objek penelitian dalam bidang Biologi khususnya bidang Genetika. Kelebihan lalat buah (D. melanogaster) sehingga sering dijadikan objek penelitian dikarenakan D. melanogaster merupakan organisme model bagi organisme multiseluler karena hanya memiliki empat pasang kromosom sehingga mudah dipelajari. Drosophila 1

Upload: praditya-langgeng

Post on 19-Feb-2016

83 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

genetik

TRANSCRIPT

Page 1: pengaruh dylon

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di zaman modern seperti saat ini, dimana teknologi

berkembang pesat, banyak berkembang makanan cepat saji dengan

warna warna yang menarik. Keberadaan zat warna pada makanan

digunakan bukan hanya sebagai daya pikat agar konsumen tertarik

namun juga digunakan sebagai bahan untuk menutupi kekurangan atau

kecacatan pada makanan. Produsen pangan saat ini banyak yang

beralih menggunakan pewarna sintetik dengan alasan untuk menekan

biaya produksi dan agar warna makanan yang dijual bisa menarik

minat konsumen. Zat pewarna sintetik yang paling banyak beredar

dalam masyarakat kita adalah pewarna sintetik dylon karena harganya

yang murah dan mudah didapatkan dipasaran. Padahal jika kita telaah

lebih jauh lagi makanan yang mengandung zat aditif ini sangat

berbahaya bagi kesehatan jika dikonsumsi dalam jangka panjang.

Pengaruh adanya pewarna sintetik pada makanan sebenarnya

tidak langsung menimbulkan dampak yang cepat karena pada tubuh

organisme masih ada mekanisme ekskresi sehingga zat-zat yang

karsinogenik masih bisa ditolerir oleh tubuh dalam jangka waktu

tertentu. Namun tetap saja zat-zat karsinogenik tersebut dapat

menimbulkan masalah bila dikonsumsi dalam jangka waktu yang lama.

Karena hal tersebut maka timbul keinginan untuk melakukan penelitian

terkait dampak paparan dari zat pewarna pada tubuh suatu organisme.

Penelitian ini dilakukan kepada Drosophila melanogaster atau dalam

masyarakat umum lebih dikenal dengan nama lalat buah yang

merupakan salah satu hewan yang sering digunakan sebagai objek

penelitian dalam bidang Biologi khususnya bidang Genetika.

Kelebihan lalat buah (D. melanogaster) sehingga sering dijadikan

objek penelitian dikarenakan D. melanogaster merupakan organisme

model bagi organisme multiseluler karena hanya memiliki empat

pasang kromosom sehingga mudah dipelajari. Drosophila

1

Page 2: pengaruh dylon

2

melanogaster (lalat buah) merupakan serangga (Insecta) yang cocok

digunakan sebagai obyek penelitian genetika, karena siklus hidupnya

relatif cepat, mudah untuk diamati, dan dapat dipelihara dalam jumlah

yang banyak (Ariyanto, 2008).

Pada peristiwa persilangan pada lalat buah ini, terdapat suatu

fenomena yang sering terjadi yakni pindah silang. Ayala dkk (1984,

dalam Corebima 2013) menyatakan bahwa pindah silang umumnya

terjadi selama meiosis pada semua makhluk hidup berkelamin betina

maupun jantan dan antara semua pasangan kromosom homolog,

namun pada Drosophila jantan tidak pernah mengalami pindah silang.

Banyak peneliti yang menyatakan bahwa pewarna sintetik ternyata

juga dapat mempengaruhi peristiwa pindah silang pada lalat buah.

Pada proyek ini, peneliti menggunakan lalat D. melanogaster strain N,

bcl dan ym karena pada ketiga strain yang digunakan memiliki sifat

yang berbeda dan dilakukan persilangan antara D. melanogaster (♂N

>< ♀bcl) dan (♂N >< ♀ym) beserta resiproknya untuk mengetahui

pengaruh pemberian pewarna sintetik dylon terhadap persilangan

tersebut. Berdasarkan uraian di atas, perlu dilakukan penelitian untuk

membuktikan teori crossing over. Untuk itu dilakukan penelitian

dengan judul “Pengaruh Pemberian Pewarna Sintetik Dylon terhadap

Frekuensi Pindah Silang “Crossing Over” pada Persilangan Drosophila

melanogaster Strain ♂N >< ♀bcl, ♂N ><♀ym beserta resiproknya”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut.

1. Apakah ada pengaruh pemberian pewarna sintetis Dylon dengan warna

merah (0%, 0,01%, 0,02%, 0,03%, 0,04%, 0,05%) terhadap frekuensi

pindah silang (crossing over) pada persilangan ♂N >< ♀bcl dan ♂N ><

♀ym beserta resiprok?

2. Apakah ada pengaruh macam strain terhadap frekuensi pindah silang

(crossing over) pada persilangan ♂N >< ♀bcl dan ♂N >< ♀ym beserta

resiprok?

Page 3: pengaruh dylon

3

3. Apakah ada hubungan antara pengaruh pemberian pewarna sintetis Dylon

yang berwarna merah (0%, 0,01%, 0,02%, 0,03%, 0,04%, 0,05%) dan

macam strain terhadap frekuensi pindah silang (crossing over) pada

persilangan ♂N >< ♀bcl dan ♂N >< ♀ym beserta resiprok?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah

sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian pewarna sintetis Dylon dengan

warna merah (0%, 0,01%, 0,02%, 0,03%, 0,04%, 0,05%) terhadap

frekuensi pindah silang (crossing over) pada persilangan ♂N >< ♀bcl

dan ♂N >< ♀ym beserta resiprok.

2. Untuk mengetahui pengaruh macam strain terhadap frekuensi pindah

silang (crossing over) pada persilangan ♂N >< ♀bcl dan ♂N >< ♀ym

beserta resiprok.

3. Untuk mengetahui hubungan pengaruh pemberian pewarna sintetis

Dylon yang berwarna merah (0%, 0,01%, 0,02%, 0,03%, 0,04%,

0,05%) dan macam strain terhadap frekuensi pindah silang (crossing

over) pada persilangan ♂N >< ♀bcl dan ♂N >< ♀ym beserta resiprok.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut :

1. menambah pengetahuan tentang fenomena pindah silang (crossing

over) pada Drosophila melanogaster persilangan ♂N >< ♀bcl dan ♂N

>< ♀ym beserta resiproknya.

2. meningkatkan pemahaman, ketrampilan, kecermatan, serta ketelitian

peneliti dalam melakukan kegiatan praktikum atau penelitian tentang

fenomena pindah silang (crossing over) pada Drosophila melanogaster

persilangan ♂N >< ♀bcl dan ♂N >< ♀ym beserta resiproknya.

Page 4: pengaruh dylon

4

1.5 Asumsi Penelitian

Asumsi pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. semua aspek biologi Drosophila melanogaster yang digunakan pada

penelitian ini dianggap sama kecuali warna mata, warna tubuh dan

bentuk sayap pada Drosophila melanogaster .

2. faktor internal Drosophila melanogaster seperti umur dianggap sama.

3. faktor eksternal Drosophila melanogaster seperti suhu, cahaya,

kelembapan, kondisi medium sebagai tempat pembiakan, pewarna

sintetik dylon dengan warna merah dan nutrisi yang dimakan

Drosophila melanogaster dianggap sama

1.6 Batasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian ini adalah:

1. persilangan dilakukan pada Drosophila melanogaster strain ♂N ><

♀bcl dan ♂N >< ♀ym beserta resiproknya.

2. pengamatan yang dilakukan adalah pengamatan jumlah anakan pada

keturunan F1 sampai dengan F2.

3. penelitian ini hanya membahas tentang pindah silang (crossing over)

pada Drosophila melanogaster strain N, bcl dan ym dari generasi F1

hingga F2.

4. Drosophila melanogaster yang disilangkan maksimal berumur 3 hari,

terhitung mulai menetasnya pupa (sebagai hari 1).

5. pengambilan data dimulai dari hari menetasnya pupa (sebagai hari ke-

1) sampai dengan hari ke-7.

6. penelitian ini dilakukan sampai F2.

7. masing-masing perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.

1.7 Definisi Istilah

1. strain adalah sekelompok intraspesifik yang memiliki hanya satu atau

sejumlah kecil ciri yang berbeda, biasanya dalam keadaan homozigot

untuk ciri-ciri tersebut atau galur murni (Corebima, 2013)

2. genotip adalah keseluruhan jumlah informasi genetic yang terkandung

pada suatu makhluk hidup (Ayala, 1984 dalam Corebima, 2013).

Page 5: pengaruh dylon

5

3. fenotip adalah suatu ekspresi gen yang Nampak dari luar. Hal ini

diperkuat oleh pernyataan Ayala, 1984 dalam Corebima, 2013 bahwa

karakter-karakter yang dapat diamati pada suatu individu (yang

merupakan interaksi antara genotip dan lingkungan tempat hidup dan

berkembang.

4. homozigot adalah karakter yang dikontrol oleh 2 gen (sepasang)

identik.

5. heterozigot adalah karakter yang dikontrol oleh 2 gen (sepasang) tidak

identik.

6. Chiasma adalah suatu pemutusan dan penyambungan kembali yang di

ikuti oleh suatu pertukaran resiproknya antara kedua kromatid di dalam

bentukan kovalen (suatu kromatid bersifat paternal sedangkan yang

lain bersifat maternal) (Corebima, 2003).

7. Pindah silang (Crossing Over) adalah peristiwa bertukarnya segmen

dari kromatid – kromatid bukan saudara (non-sister) dari sepasang

kromosom homolog (Campbell et al, 2008)

8. Tipe parental adalah keturunan yang memiliki fenotip sama dengan

induknya.

9. Rekombinan adalah turunan yang bukan parental (tidak mirip parental)

(Corebima, 2003).

Page 6: pengaruh dylon

6

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi Drosophila melanogaster

D. melanogaster atau lalat buah merupakan salah satu contoh dari serangga.

Hewan yang sering digunakan sebagai objek penelitian dalam bidang Biologi

khususnya bidang Genetika. Menurut Yatim (1995) Klasifikasi Drosophila

melanogaster :

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Anak Kelas : Pterygota

Bangsa : Diptera

Anak Bangsa : Cyclorrhapha

Suku : Drosophilidae

Anak Suku : Drosophilinae

Marga : Drosophila

Jenis : Drosophila melanogaster

Gambar 1. Drosophila melanogaster (Yatim, 1995)

Drosophila melanogaster jantan dan betina memiliki perbedaan dalam hal

morfologi. Lalat betina mempunyai panjang sekitar 2,5 milimeter, sedangkan

lalat jantan berukuran lebih kecil dari lalat betina. Dan mempunyai bintik hitam

di bagian abdomennya. Kimball (1983) menyebutkan D. melanogaster

digunakan dalam penelitian genetika karena beberapa alasan misalnya karena

Page 7: pengaruh dylon

7

ukuran tubuhnya yang relatif kecil, sehingga populasi yang besar mudah

dipelihara dalam laboratorium, mudah diamati, mempunyai daur hidup yang

sangat cepat, dalam dua minggu dapat dihasilkan satu generasi dewasa yang

baru, dan lalat betina menghasilkan ratusan telur yang dibuahi dalam siklus

hidupnya sangat pendek. Setiap makhluk hidup mempunyai kemampuan untuk

mempertahankan diri dan berkembang biak baik secara aseksual maupun

seksual.

2.2 Ekspresi Fenotip Kelamin

Sekalipun dikenal beragam pola ekspresi kelamin pada makhluk hidup, dan

salah satunya diantaranya adalah pola ekspresi kelaminkromosomal, yang

menentukan ekspresi kelamin adalah gen. Beberapa tipe penentuan jenis kelamin

yang dikenal yaitu tipe XY, ZO, XO dan ZW (Suryo, 1998). Inti tubuh D.

melanogaster hanya memiliki 8 buah kromosom yang dibedakan atas:

a) 6 buah kromosom (atau 3 pasang) yang pada lalat betina maupun jantan

bentuknya sama. Karena itu kromosom-kromosom ini disebut autosom

(kromosom tubuh), disingkat dengan huruf A.

b) 2 buah kromosom (atau 1 pasang) disebut kromosom kelamin (seks

kromosom), sebab bentuknya ada yang berbeda pada lalat betina dan

jantan. (Suryo, 1998)

Pada Drosophila melanogaster terdapat kromosom kelamin X dan

Y.Individu jantan memproduksi dua macam gamet (X dan Y) sehingga

dikatakan bersifat heterogametik.Sedangkan individu betina memproduksi satu

macam gamet (X), sehingga dikatakan bersifat homogametik. Dalam keadaan

normal ditemukan pasangan kromosom kelamin XX dan XY atau pasangan

kromosom secara lengkap sebagai AAXX dan AAXY (jumlah autosom

sebanyak tiga pasang). Mekanisme ekspresi kelamin pada Drosophila

melanogaster , dikenal suatu mekanisme perimbangan antara X dan A (X/A).

Pai (1985) dalam Corebima (2013) juga menyebutkan bahwa mekanisme itu

sebagai suatu mekanisme keseimbangan determinasi kelamin.

Bridges dalam Gardner (1991) juga memperkuat hal tersebut yaitu

menyatakan bahwa mekanisme penentuan jenis kelamin pada D. melanogaster

Page 8: pengaruh dylon

8

lebih tepat didasarkan atas teori perimbangan genetik.Teori tersebut menyatakan

bahwa untuk menentukan jenis kelamin digunakan indeks kelamin yaitu

banyaknya kromosom X dibagi banyaknya autosom (X/A). Perimbangan dari

dua kromosom X dengan dua pasang autosom akan berkembang menjadi betina.

Sedangkan perimbangan satu kromosom X dengan dua pasang autosom

menentukan jantan. Anonim (2002) menyebutkan bahwa jenis kelamin

tergantung pada perbandingan kromosom X dan autosom.

Singleton, (1962) dalam Anonim (2002) yang menyatakan bahwa kehadiran

kromosom kelamin Y bukan merupakan faktor penentu jenis kelamin akan tetapi

jenis kelamin ditentukan oleh perimbangan jumlah kromosom X dan jumlah

pasang autosom. Ayala dkk (1984) dalam Corebima (2013), menyatakan

mekanisme itu sebagai perimbangan antara jumlah X pada kromosom kelamin

dan jumlah A (autosom) pada tiap pasangan A. Anonim (2002) menyatakan

bahwa kehadiran kromosom Y bukan merupakan faktor penentu jenis kelamin,

melainkan ditentukan oleh perimbangan jumlah kromosom X dan jumlah

pasangan autosom. Selanjutnya Riley (1948) dalam Corebima (2013)

menyatakan bahwa adanya kromosom Y pada Drosophila melanogaster untuk

fertilitas jantan, yang diperlukan untuk membentuk jantan fertil.

Dalam penentuan jenis kelamin, yang menentukan jenis kelamin adalah gen

Dinyatakan lebih lanjut oleh bahwa gen yang bertanggung jawab atas penentuan

jenis kelamin makhluk hidup tidak hanya satu pasang, tetapi banyak pasangan

gen. Gen-gen itu terletak pada kromosom kelamin maupun autosom. Pada

kromosom kelamin X terdapat perangkat gen untuk kelamin betina, sedangkan

perangkat gen untuk kelamin jantan terdapat pada pasangan autosom.(Corebima,

2013).

2.3 Pindah Silang

Ayala dkk 1984, dalam Corebima 2013 menyatakan bahwa pindah silang

umumnya terjadi selama meiosis pada semua makhluk hidup berkelamin betina

maupun jantan dan antara semua pasangan kromosom homolog, namun pada

Drosophila jantan tidak pernah mengalami pindah silang. Peristiwa pindah

Page 9: pengaruh dylon

9

silang ini terjadi selama sinapsis dari kromosom-kromosom homolog pada

zygoten dan pachyten dari profase I meiosis (Gardner dkk, 1984 dalam

Corebima, 2013). Gadner dkk (1984) dalam Corebima (2013) menyatakan

bahwa peristiwa pindah silang dapat terjadi pada kromatid yang sesaudara dan

nonsesaudara. Pindah silang pada kromatid yang sesaudara sulit dideteksi karena

kromatid sesaudara identik. Pindah silang secara genetik mudah dideteksi

masalah pindah silang kromatid non sesaudara. Berikut ini adalah bagan

alternatif pindah silang :

Gambar 2. Bagan umum satu alternatif peristiwa pindah silang antara dua

kromatid bukan sesaudara dari satu pasang kromosom homolog (Gardner

dkk, 1984 dalam Corebima, 2013)

Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa terjadi pertukaran

segmen-segmen kromosom homolog, memang menyebabkan

perubahan posisi faktor (gen) tertentu dari suatu kromosom ke

pasangan homolognya. Keadaan semacam ini berakibat munculnya

tipe turunan yang bukan tipe parental disamping tipe parental. Tipe

turunan yang bukan tipe parental ini disebut dengan tipe rekombinan;

dan data turunan tipe rekombinan ini dapat direkam (Corebima, 2013).

Page 10: pengaruh dylon

10

Gambar 3. Hasil pindah silang selama meiosis (Campbell et al,

2008)

Menurut Campbell et al, 2008 ada tiga peristiwa yang terjadi

selama Meiosis I yaitu sinapsis dan pindah silang, homolog di lepeng

metafase dan pemisahan homolog. Pada sinapsis dan pindah silang

selama profase I, homolog tereplikasi berpasangan dan terhubung

secara fisik di sepanjang lengan oleh struktur protein serupa ritsleting,

komplek sinaptonemal (synatonemal complex). Proses ini disebut

sinapsis (synapsis). Penataan ulang genetik antara kromatid- kromatid

non saudara dikenal sebagai pindah silang diselesaikan pada tahap ini.

Setelah penguraian kompleks sinaptonemal pada profase akhir, kedua

homolog sedikit memisah namun tetap terhubung, setidaknya pada satu

daerah yang berbentuk X yang disebut kiasmata (chiasmata; tunggal

kiasma). Kiasmata merupakan perwujudan fisik dari pindah silang.

Page 11: pengaruh dylon

11

Kiasma tampak seperti palang karena kohesi kromatid saudara masih

tetap menyambungkan kedua kromatid saudara awal, bahkan didaerah-

daerah yang salah satu kromatidnya kini menjadi bagian dari homolog

lain.

Dalam proses persiapan bagi meiosis, DNA masing-masing

kromosom bereplikasi dan menghasilkan dua kromatid saudari yang

identik secara genetik (kecuali jika ada mutasi). Saat profase I,

kromosom homolog membentuk pasangan yang disebut sinapsis

dengan bantuan protein pada kompleks sinaptonema. Kompleks

protein yang amat besar, disebut modul rekombinasi (diameternya

kira-kira 90 nm) terjadi pada setiap jarak tertentu di sepanjang

kompleks sinaptonemal. Masing-masing modul rekombinasi itu diduga

berfungsi sebagai “mesin rekombinasi” multienzim yang

mempengaruhi sinapsis dan rekombinasi. Sebuah retas (nick) adalah

pembuangan ikatan fosfodiester antara nukleotida-nukelotida yang

bersebelahan dalam seuntai DNA.

Endonuklease dalam modul rekombinasi membuat retas pada

untai tunggal dari masing-masing kromatid, sehingga memungkinkan

untai nonsaudari untuk melakukan pertukaran, dan dengan demikian

mempengaruhi rekombinasi gen yang yang bertautan. Sebuah DNA

polymerase bisa memperpanjang untai yang dipertukarkan, dan sebuah

enzim yang disebut enzim ligase memperbaiki retas yang terjadi . Jika

bagian atas untai kromatid diputar 1800, dengan mikroskop dapat

terlihat sebuah struktur berbentuk silang yang disebut bentuk chi (χ)

struktur itu disebut juga sebgai model Holliday, sesuai dengan nama

R.Holliday yang mengajukannya tahun 1964. Endonuklease membuat

retas pada dua untai yang sebelumnya tidak terpotong di sekuens

tetranukleotida 5’-(A/T)TT(G/C)-3’. Celah (gap) dan retas lalu

diperbaiki, sehingga terbentuklah empat kromatid rekombinan yang

akan bersegregasi saat pembelahan meiosis kedua. Kromatid

Page 12: pengaruh dylon

12

rekombinan itu akan diinkorporasikan ke dalam gamet-gamet yang

berbeda (Corebima, 2013)

Sepasang kromosom yang bersinapsis terdiri atas empat

kromatid yang disebut tetrad. Setiap tetrad biasanya mengalami

setidaknya satu kiasma sepanjang untaiannya. Secara garis besar,

makin panjang kromosomnya, makin banyak jumlah kiasmanya.

Masing-masing tipe kromosom pada suatu spesies memiliki jumlah

kiasmata yang khas (atau rata-rata). Frekuensi terjadinya kiasma antara

dua lokus genetic mana pun juga memiliki probabilitas khas atau rata –

rata. Semakin jauh letak dua gen pada sebuah kromosom, makin besar

kemungkinan terbentuknya kiasma di antara keduanya. Semakin dekat

pertautan kedua gen, makin kecil kemungkinan terbentuknya kiasma

diantara keduanya. Probabilitas kiasma tersebut berguna dalam

menentukan proporsi gamet parental dan rekombinan yang diharapkan

terbentuk dari suatu genotip tertentu. Persentase gamet pindah silang

(rekombinan) yang dibentuk oleh sutau genotype tertentu merupakan

cerminan langsung dari frekuensi terbentuknya kiasma diantara gen-

gen yang diteliti. Rekombinasi akan terdeteksi hanya jika terbentuk

pindah silang antara lokus-lokus gen yang sedang diteliti (Corebima,

2013 ).

Berdasarkan Corebima, 2013 terdapat gen yang mengkode

recQ pada D. melanogaster yang terlibat dalam perbaikan kerusakan

unting ganda atau double strand break atau DSB. Dewasa ini pada

crossing over diketahui bahwa terjadinya pindah silang diinisiasi oleh

DNA formation double strand break dimana DSB ini adalah kondisi

yang dibutuhkan untuk terjadinya crossing over, katalisis hampir mirip

pada eukarisotik pada umumnya, yaitu dilakukan oleh protein spo11

yang mirip topoisomerase. Terjadinya DSB ini diikuti oleh formasi

heteroduplex DNA dan pengembalian single dan invasion intermediet.

Pada Drosophila melanogaster protein spo11 ini dikode oleh gen w68

yang bekerja sama dengan enzim lain.

Page 13: pengaruh dylon

13

Pada study lain dikatakan bahwa gen mus 309 ini mengontrol

pergantian tempat DNA, penguatan unting, dan penukaran unting. hasil

study yang utama adalah bahwa gen mus309 ini mereparasi atau

memperbaiki unting DNA yang rusak, mempengaruhi pada distribusi

pindah silang dan pengaruh pada pindah silang yang dipengaruhi oleh

usia betina. Kenyataanya bahwa pada organisme wild type gen mus309

ini tidak secara acak mereparasi bagian dari DSB artinya bahwa gen

mus309 ini bekerja secara perintah dan frekuensi pindah silang pada D.

melanogaster ini terikat oleh jarak gen (Suryo, 1991). Menurut Suryo,

1991, pindah silang dibedakan atas:

1. Pindah silang tunggal, ialah pindah silang yang terjadi pada satu tempat.

Dengan terjadinya pindah silang itu akan terbentuk 4 macam gamet. Dua

macam gamet memiliki gen-gen yang sama dengan gen-gen yang

dimiliki induk (parental), maka dinamakan gamet-gamet tipe parental.

Dua gamet lainnya merupakan gamet-gamet baru yang terjadi akibat

adanya pindah silang. Gamet ini dinamakan gamet tipe rekombinasi.

Gamet-gamet tipe parental jauh lebih banyak dibandingkan dengan

gamet tipe rekombinasi

2. Pindah silang ganda, ialah pindah silang yang terjadi pada dua tempat.

Jika pindah silang ganda (dalam bahasa Inggris: “double crssing over”)

berlangsung diantara dua gen yang terangkai, maka terjadinya pindah

silang ganda itutidak akan nampak dalam fenotip, sebab gamet-gamet

yang dibentuk hanya dari tipe parental saja atau dari tipe rekombinasi

saja atau dari tipe parental dan tipe rekombinasi akibat pindah silang

tunggal.

Dari keseluruhan penjelasan diatas jika dihubungkan dengan

penelitian yang dilakukan pada D. Melanogaster strain N, ym dan bcl

dapat disimpulakan agar lebih mudah dipahami seperti kerangka

konseptual berikut ini :

Pindah silang adalah pemotongan kromosom dan penyambungan

kembali yang terjadi pada Drosopila melanogaster selama profase

meiosis I, dimana dalam proses tersebut terjadi pertukaran gen

Page 14: pengaruh dylon

14

Peristiwa pindah silang (crossing over) dipengaruhi oleh

beberapa hal baik dari faktor luar maupun faktor dalam

Faktor Eksternal :

Zat kimia : Pewarna sintetis

(Dylon) warna merah dengan

konsentrasi 0%, 0,01%, 0,02%,

0,03%, 0,04%, 0,05%

Faktor Internal:

Macam Strain (N, bcl dan ym)

Persilangan D.melanogaster ♂N >< ♀ bcl dan ♂N >< ♀ym beserta

resiproknya dengan masing-masing konsentrasi Dylon warna merah

Muncul fenotip tipe rekombinan dan parental pada F2 dari

persilangan D.melanogaster ♂N >< ♀ bcl dan ♂N >< ♀ym beserta

resiproknya

Frekuensi pindah silang (crossing over) pada persilangan

D.melanogaster ♂N >< ♀ bcl dan ♂N >< ♀ym beserta

resiproknya

Page 15: pengaruh dylon

15

2.3 Macam Strain Drosophila melanogaster

Gambar 4. Peta parsial kromosom Drosophila melanogaster.

Kromosom IV tidak digambarkan sesuai dengan skala karena

ukurannya yang selatif kecil (Sumber: Klug, 2012)

Berdasarkan peta kromosom di atas, dapat diketahui strain yang

digunakan pada penelitian yaitu bcl terletak pada kromosom II, ym

terletak pada kromosom I. Pemetaan kromosom D.melanogaster

tersebut merupakan hasil kajian lebih lanjut mengenai pindah silang

Page 16: pengaruh dylon

16

yang dilakukan oleh A.H. Sturtevant, yang membuktikan bahwa

faktor-faktor (gen), tersusun secara linier sepanjang kromosom

(Corebima, 2013).

2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pindah Silang

Menurut Suryo, 1991 ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pindah

silang antara lain:

1. Temperatur atau suhu, temperatur yang melebihi atau kurang dari

temperatur yang dianjurkan dapat memperbesar kemungkinan tejadinya

pindah silang.

2. Umur, semakin tua suatu individu, semakin kurang mengalami pindah

silang

3. Zat kimia tertentu dapat memperbesar kemungkinan pindah silang.

4. Penyinaran dengan sinar X dapat memperbesar kemungkinan pindah

silang

5. Jarak antara gen-gen yang terangkai. Semakin jauh letak suatu gen dengan

gen yang lainnya, semakin besar kemungkinan pindah silang

6. Jenis kelamin. Pada umumnya pindah silang dijumpai pada makhluk

hidup betina maupun jantan. Namun demikian ada perkecualian, yaitu

pada ulat sutera

2.5 Pewarna tekstil Dylon

Pewarna tekstil Dylon hampir sama dengan wantex atau

pewarna lainnya. Pewarna ini berbentuk serbuk dengan aneka jenis

warna, perbedaannya dengan pewarna tekstil lainnya adalah Dylon

menghasilkan warna secerah warna bubuknya (Arini, 2012).

Proses pembuatan zat pewarna sintetik biasanya melalui

perlakuan pemberian asam sulfat atau asam nitrat yang sering kali

terkontaminasi oleh arsen atau logam berat lain yang bersifat racun.

Pada pembuatan zat pewarna organik sebelum mencapai produk akhir,

harus melalui suatu senyawa antara yang kadang-kadang berbahaya

dan sering kali tertinggal dalam hasil akhir, atau terbentuk senyawa-

Page 17: pengaruh dylon

17

senyawa baru yang berbahaya. Untuk zat pewarna yang dianggap

aman, ditetapkan bahwa kandungan arsen tidak boleh lebih dari

0,00014 persen dan timbal tidak boleh lebih dari 0,001 persen,

sedangkan logam berat lainnya tidak boleh ada (Arini, 2012).

Kelarutan pewarna sintetik ada dua macam yaitu dyes dan

lakes. Dyes adalah zat warna yang larut air dan diperjual belikan dalam

bentuk serbuk, cairan, campuran warna dan pasta. Digunakan untuk

mewarnai minuman berkarbonat, minuman ringan, roti, kue-kue

produk susu, pembungkus sosis, dan lain-lain. Lakes adalah pigmen

yang dibuat melalui pengendapan dari penyerapan dyes pada bahan

dasar, biasa digunakan pada pelapisan tablet, campuran adonan kue,

cake dan donat. Dylon termasuk pewarna dyes (Anonim, 2011).

Pada tahun 1876 Witt dalam penelitiannya mengungkapkan

bahwa molekul zat warna merupakan gabungan dari zat organik tidak

jenuh dengan kromofor sebagai pembawa warna dan auksokrom

sebagai pengikat warna dengan serat. Zat organik tak jenuh umumnya

berasal dari senyawa aromatik dan derivatifnya (benzene, toluene,

xilena, naftalena, antrasena, dsb.), Fenol dan derivatifnya (fenol,

orto/meta/para kresol, dsb.), senyawa mengandung nitrogen (piridina,

kinolina, korbazolum, dsb). Gugus kromofor adalah gugus yang

menyebabkan molekul menjadi berwarna. Pada tabel dapat dilihat

beberapa nama gugus kromofor dan memberi daya ikat terhadap serat

yang diwarnainya.

Tabel Nama dan Struktur Kimia Kromofor

Nama Gugus Struktur Kimia

Page 18: pengaruh dylon

18

Nitroso

Nitro

Grup Azo

Grup Etilen

Grup Karbonil

Grup Karbon –

Nitrogen

Grup Karbon Sulfur

NO atau (-N-OH)

NO2 ata (NN-OOH)

-NN-

-C=C-

-C O-

-C=NH ; CH=N-

-C=S ; -C-S-SC-

Auksokrom merupakan gugus yang dapat meningkatkan daya

kerja khromofor sehingga optimal dalam pengikatan. Auksokrom

terdiri dari golongan kation yaitu –NH2, -NH Me, – N Me2 seperti -

+NMe2Cl-, golongan anion yaitu SO3H-, -OH, -COOH. Auksokrom

juga merupakan radikal yang memudahkan terjadinya pelarutan: -

COOH atau –SO3H, dapat juga berupa kelompok pembentuk garam: –

NH2 atau –OH (Arifin, 2009).

Di dalam struktur Dylon terdapat ikatan dengan senyawa klorin

(Cl) dimana atom klorin tergolong sebagai senyawa halogen dan sifat

halogen yang berada di dalam senyawa organik sangat berbahaya dan

memiliki reaktivitas yang tinggi untuk mencapai kestabilan dalam

tubuh dengan cara berikatan terhadap senyawa-senyawa di dalam

tubuh yang menimbulkan efek toksik dan memicu kanker pada

manusia (Kusmayadi dan Sukandar 2009). Juga senyawa Alkilating

(CH3-CH3 ) dan bentuk struktur kimia yang poli aromatik hidrokarbon

(PAH) dimana bentuk senyawa tersebut bersifat sangat radikal,

Page 19: pengaruh dylon

19

menjadi bentuk metabolit yang reaktif setelah mengalami aktivasi

dengan enzim sitokrom P-450. Bentuk radikal ini akan berikatan

dengan protein, lemak dan DNA. Pemberian pewarna azo dapat

menunjukkan beberapa efek toksik, terutama menyebabkan kerusakan

DNA. Hal ini ditunjukkan dengan efek mutagenik dan beracun dari

berbagai pewarna pada konsentrasi yang berbeda pada D.

melanogaster. Kromofor zat warna reaktif biasanya merupakan sistem

azo dan antrakuinon dengan berat molekul relatif kecil. Gugus-gugus

penghubung dapat mempengaruhi daya serap dan ketahanan zat wama

terhadap asam atau basa. Gugus-gugus reaktif merupakan bagian-

bagian dari zat warna yang mudah lepas. Dengan lepasnya gugus

reaktif ini, zat warna menjadi mudah bereaksi. Pada umumnya agar

reaksi dapat berjalan dengan baik maka diperlukan penambahan alkali

atau asam sehingga mencapai pH tertentu. Disamping terjadinya reaksi

antara zat warna dengan serat membentuk ikatan primer kovalen yang

merupakan ikatan pseudo ester atau eter, molekul air pun dapat juga

mengadakan reaksi hidrolisa dengan molekul zat warna. Reaksi

hidrolisa tersebut akan bertambah cepat dengan kenaikan temperatur

(Levi,1987 ; Zakaria et al., 1996) dalam Universitas Sumatra Utara,

tanpa tahun.

Gambar 4: proses reaksi biodegradasi zat warna Azo dengan Proses

Anaerobik Aerobik (sumber : Universitas Sumatra Utara)

Page 20: pengaruh dylon

20

2.6 Hipotesis Penelitian

1. Ada pengaruh pemberian pewarna sintetis Dylon (0%, 0,01%, 0,02%,

0,03%, 0,04%, 0,05%) terhadap frekuensi pindah silang (crossing over)

pada persilangan ♂N >< ♀ bcl dan ♂N >< ♀ym beserta resiproknya.

2. Ada pengaruh macam strain terhadap frekuensi pindah silang (crossing

over) pada persilangan ♂N >< ♀ bcl dan ♂N >< ♀ym beserta resiproknya.

3. Ada hubungan antara pemberian pewarna sintetis Dylon (0%, 0,01%,

0,02%, 0,03%, 0,04%, 0,05%) dan macam strain terhadap frekuensi pindah

silang (crossing over) pada persilangan ♂N >< ♀ bcl dan ♂N >< ♀ym

beserta resiproknya.

Page 21: pengaruh dylon

21

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan dan Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian kuantitatif

eksperimental karena dilakukan beberapa perlakuan yaitu pemberian

bermacam-macam konsentrasi pewarna sintesis Dylon dengan warna

merah pada medium yang digunakan untuk mengembangbiakkan D.

Melanogaster dan melihat ada atau tidaknya pengaruh pemberian zat

warna sintetis dylon dan perbedaan macam strain yang dikawinkan

pada persilangan yang dilakukan lapangan dengan menggunakan data

kuantitatif. Penelitian ini menggunakan obyek berupa D. melanogaster

persilangan ♂N >< ♀ bcl dan ♂N >< ♀ym beserta resiprok masing-

masing sebanyak 3 kali ulangan, dan dilanjutkan dengan penghitungan

anakan F1 dan pengamatan fenotipnya dan dilanjutkan lagi pada

turunan F2.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di dalam Laboratorium Genetika,

gedung 05 Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Malang yang dimulai pada

bulan September 2015 hingga bulan November 2015.

3.3 Populasi dan Sampel

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh

strain atau spesies lalat buah (Drosophila melanogaster) yang berada

di Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

Universitas Negeri Malang. Sampelnya adalah Drosophila

melanogaster strain N, bcl, dan ym.

Page 22: pengaruh dylon

22

3.4 Variabel Penelitian

Variabel bebas : Konsentrasi Dylon warna merah dan

macam Strain Drosophila melanogaster

Variabel terikat : Frekuensi pindah silang

Variabel kontrol : jumlah ulangan

3.5 Alat dan Bahan

3.5.1 Alat

a. Botol Selai

b. Mikroskop Stereo

c. Kuas

d. Selang

e. Kain Kasa

f. Gunting

g. Spidol / Bolpoin

h. Busa

i. Pisau

j. Panci

k. Kompor Gas

l. Blender

m. Timbangan

n. Baskom

o. Sendok sayur

3.5.2 Bahan

a. Drosophila melanogaster strain N, bcl dan ym

b. Plastik

c. Kertas Label

d. Kertas Pupasi

e. Fermipan atau yeast

Page 23: pengaruh dylon

23

f. Pisang Raja Mala

g. Tape

h. Gula Jawa

i. Pewarna sintesis Dylon warna merah

3.6 Prosedur Kerja

3.6.1 Pembuatan Medium

a. Menimbang pisang, tape singkong dan gula jawa dengan perbandingan 7:2:1

untuk satu resep.

b. Memotong pisang, tape singkong, dan mengiris gula merah menjadi potongan

yang kecil.

c. Menambahkan air secukupnya pada potongan pisang dan tape singkong,

kemudian memblendernya sampai halus.

d. Memasukkan pisang dan tape singkong yang telah di blender ke dalam panci

besar kemudian memanaskannya diatas kompor dengan api sedang selama 45

menit.

e. Memanaskan gula jawa yang telah diiris kecil hingga mencair seluruhnya

dalam panci kecil sebelum medium matang.

f. Setelah panasan medium sudah 20 menit, kemudian mencampurnya dengan

gula jawa cair.

g. Setelah 45 menit, mengangkat medium dari kompor kemudian mengisi botol

selai yang telah dicuci dan di keringkan dengan medium dan segera

menutupnya dengan gabus penutup.

h. Kemudian mendinginkannya dengan cara memasukkan botol pada baskom

yang berisi air secukupnya.

3.6.2 Menyiapkan Stok

a. Medium yang telah didinginkan dalam botol selai ditambahkan ± 2 sampai 3

butir fermipan dan memasukkan kertas pupasi dalam botol tersebut.

b. Memasukkan beberapa pasangan Drosophila melanogaster (minimal 3

pasang) sesuai dengan strain pada setiap botol selai berisi medium yang telah

disiapkan.

Page 24: pengaruh dylon

24

c. Memberi identitas atau label yaitu dengan memberi tanda berupa tanggal

pemasukan Drosophila melanogaster dan nama strain pada botol.

d. Menunggu hingga ada pupa yang menghitam, kemudian mengampul pupa

tersebut ke dalam selang ampul yang telah diberi sedikit irisan pisang (tiap

selang ampul berisi dua pupa).

e. Menunggu hingga pupa menetas maksimal berumur 2 hari setelah menetas

sehingga siap untuk dikawinkan atau siap untuk melakukan persilangan.

3.6.3 Persilangan F1

3.6.3.1 Perlakuan Normal

a. Memasukkan satu ekor D. melanogaster strain ♂N dan ♀bcl, ♂N dan ♀ym

beserta resiproknya kemudian memberi nama persilangan pada botol yang

sudah berisi medium, fermipan, dan kertas pupasi.

b. Masing-masing persilangan diulang sebanyak 3 kali.

c. Setelah dua hari, Drosophila melanogaster jantan dari persilangan dilepas.

d. Setelah terdapat larva pada botol persilangan, betina dipindahkan ke medium

baru dengan diberi label botol B hingga D.

e. Setelah terdapat pupa yang menghitam, pupa tersebut di ampul dan

menuliskan kode pada botol ampul untuk persilangan F2nya.

f. Menghitung fenotip dan mengamati ciri-ciri fenotip yang muncul ketika pupa

;menetas pada persilangan selama 7 hari berturut-turut.

3.6.3.2 Perlakuan Dylon

a. Menyiapkan medium

b. Membuat perbandingan dan menimbang antara medium dan Dylon yang

berwarna merah (konsentrasi: 0,01%, 0,02%, 0,03%, 0,04% dan 0,05%),

yaitu dengan medium 50 gram maka Dylon yang dibutuhkan dengan

konsentrasi (0,01%) adalah 0,005 gram dan seterusnya.

c. Cara perhitungan :

Page 25: pengaruh dylon

25

Misal untuk konsentrasi 0,01 % = 0,01 / 100 x 50 = 0,005 gram dylon

warna merah

d. Mencampurkan antara medium dan Dylon warna merah yang sudah

ditimbang

sesuai dengan konsentrasi 0,01%, 0,02%, 0,03%, 0,04% dan 0,05%,

kemudian memasukkan ke dalam botol.

e. Menambahkan fermipan ± 2-3 butir beserta kertas pupasi

f. Melakukan persilangan strain ♂N dan ♀bcl, ♂N dan ♀ym beserta

resiproknya

3.6.4 Persilangan F2

3.6.4.1 Perlakuan Normal (0%)

a. Memasukkan satu ekor D.melanogaster strain N betina hasil ampulan

persilangan P1 dengan bcl, ym jantan resesif dari stok kemudian memberi

label pada botol.

b. Masing-masing persilangan dilakukan sesuai ulangannya.

c. Setelah dua hari Drosophila melanogaster jantan dari persilangan dilepas.

d. Setelah terdapat larva pada botol persilangan, betina dipindahkan ke medium

baru yaitu botol B hingga D.

e. Menghitung fenotip dan mengamati cirri-ciri fenotip yang muncul ketika

pupa menetas pada persilangan selama 7 hari berturut-turut.

3.6.4.2 Perlakuan Dylon

a. Menyiapkan medium

b. Membuat perbandingan dan menimbang antara medium dan Dylon warna

merah (konsentrasi: 0,01%, 0,02%, 0,03%, 0,04% dan 0,05%), yaitu dengan

medium 50 gram maka Dylon yang dibutuhkan dengan konsentrasi (0,01%)

adalah 0,005 gram dan seterusnya.

c. Cara perhitungan :

Page 26: pengaruh dylon

26

d. Mencampurkan antara medium dan Dylon warna merah yang sudah

ditimbang sesuai dengan konsentrasi, 0,01%, 0,02%, 0,03%, 0,04% dan

0,05%, kemudian memasukkan ke dalam botol.

e. Menambahkan fermipan ± 2-3 butir serta kertas pupasi

f. Melakukan persilangan dengan memasukkan satu ekor D.melanogaster strain

N betina hasil ampulan persilangan P1 dengan bcl, ym jantan resesif dari stok

kemudian memberi label pada botol.

g. Masing-masing persilangan dilakukan sesuai ulangannya.

h. Setelah dua hari Drosophila melanogaster jantan dari persilangan dilepas.

i. Setelah terdapat larva pada botol persilangan, betina dipindahkan ke medium

baru yaitu botol B hingga D.

j. Menghitung fenotip dan mengamati cirri-ciri fenotip yang muncul ketika

pupa menetas pada persilangan selama 7 hari berturut-turut.

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dari penelitian ini dilakukan dengan cara

pengamatan fenotip yang muncul pada hasil persilangan F1 dan F2 secara

langsung. Data yang diambil dimulai dari hari pertama sampai hari ke tujuh

untuk setiap ulangan dan data disajikan dalam bentuk tabel data pengamatan

seperti berikut ini :

Konsentrasi Fenotip Kelamin Ulangan Jumlah Jumlah

Total 1 2 3

0% N ♂

0,01% N ♂

0,02% N ♂

0,03% N ♂

Page 27: pengaruh dylon

27

0,04% N ♂

0,05% N ♂

3.8 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini menggunakan

rekonstruksi persilangan P1 dan P2. Presentase frekuensi pindah silang dan

jika data lengkap maka dilakukan uji statistik Analisis Varian Ganda karena

ada dua variabel bebas yaitu perbedaan konsentrasi pewarna sintetis Dylon

warna merah dan macam strain.

Presentase frekuensi pindah silang dapat dihitung menggunakan rumus

seperti berikut :

nilai pindah silang =

rekombinanparental

rekombinanX100 %

Page 28: pengaruh dylon

28

BAB IV

DATA DAN ANALISIS DATA

4.1 Data Pengamatan

4.1.1 Ciri-ciri

Strain D. melanogaster yang digunakan dalam penelitian ini adalah N,

bcl, dan ym dengan ciri-ciri sebagai berikut :

Strain N (normal):

a) Warna mata merah

b) Faset mata halus

c) Warna tubuh kuning kecokelatan

d) Bentuk sayap menutupi tubuh dengan sempurna

Gambar D. melanogaster strain N (sumber: dokumen pribadi)

Strain bcl (black body clote eyes):

a) Warna mata coklat gelap

b) Faset mata halus

c) Warna tubuh hitam

d) Bentuk sayap menutupi tubuh dengan sempurna

Gambar D. melanogaster strain bcl (sumber: dokumen pribadi)

Page 29: pengaruh dylon

29

Hasil persilangan P1

1) N heterozigot

a) Warna mata merah

b) Faset mata halus

c) Warna tubuh kuning kecokelatan

d) Bentuk sayap menutupi tubuh dengan sempurna.

Hasil persilangan P2

1) Strain N

a) Warna mata merah

b) Faset mata halus

c) Warna tubuh kuning kecokelatan

d) Bentuk sayap menutupi tubuh dengan sempurna.

2) Strain bcl (black body clote eyes):

a) Warna mata coklat gelap

b) Faset mata halus

c) Warna tubuh hitam

d) Bentuk sayap menutupi tubuh dengan sempurna.

3) b (black)

a) Warna mata merah

b) Faset mata halus

c) Warna tubuh hitam

d) Sayap menutupi tubuh dengan sempurna

Page 30: pengaruh dylon

30

Gambar D. melanogaster strain b (sumber: dokumen pribadi)

4) cl (clote eyes)

a) Warna mata coklat gelap

b) Faset mata halus

c) Warna tubuh kuning kecoklatan

d) Bentuk sayap menutupi tubuh dengan sempurna.

4.1.2 Data Perhitungan F2

Perhitungan F2

1. Persilangan ♂ ♀ N (♂ N >< ♀bcl) >< ♂ bcl (resesif)

Konsentrasi F2 Kelamin Ulangan

Jumlah Jumlah total 1 2 3

0%

N ♂ 82 86 0 168

285 ♀ 61 56 0 117

b ♂ 1 0 0 1

1 ♀ 0 0 0 0

cl ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

bcl ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

0,01%

N ♂ 85 95 0 180

284 ♀ 42 62 0 104

b ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

cl ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

bcl ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

0,02%

N ♂ 45 15 0 60

74 ♀ 7 7 0 14

b ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

cl ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

Page 31: pengaruh dylon

31

bcl ♂ 3 0 0 3

9 ♀ 0 6 0 6

N

♂ 48 33 81 135

0,03% ♀ 28 26 54

b

♂ 0 0 0 0 0

♀ 0 0 0 0

cl

♂ 0 0 0 0 0

♀ 0 0 0 0

bcl

♂ 0 0 0 0 0

♀ 0 0 0 0

0,04%

N ♂ 23 21 0 44

93 ♀ 22 27 0 49

b ♂ 0 0 0 0

1 ♀ 1 1

cl ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

bcl ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

0,05%

N ♂ 16 22 0 38

66 ♀ 14 14 0 28

b ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

cl ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

bcl ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

2. Persilangan ♀ N (♂ bcl >< N) >< ♂ bcl (resesif)

Konsentrasi F2 Kelamin Ulangan

Juml

ah

Juml

ah

total 1 2 3

0%

N ♂ 100 100 0 200

418 ♀ 97 121 0 218

b ♂ 1 0 0 1

1 ♀ 0 0 0 0

cl ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

Page 32: pengaruh dylon

32

bcl ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

0,01%

N ♂ 83 90 0 173

340 ♀ 78 89 0 167

b ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

cl ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

bcl ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

0,02%

N ♂ 58 98 0 156

279 ♀ 64 59 0 123

b ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

cl ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

bcl ♂ 3 0 0 3

9 ♀ 0 6 0 6

N

♂ 0 69 55 124 242

0,03% ♀ 0 61 57 118

b

♂ 0 0 0 0 0

♀ 0 0 0 0

cl

♂ 0 0 0 0 0

♀ 0 0 0 0

bcl

♂ 0 0 0 0 0

♀ 0 0 0 0

0,04%

N ♂ 0 40 43 83

156 ♀ 0 42 31 73

b ♂ 0 0 0 0

1 ♀ 1 1

cl ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

bcl ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

0,05%

N ♂ 30 21 0 51

97 ♀ 25 21 0 46

b ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

Page 33: pengaruh dylon

33

cl ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

bcl ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

3. Persilangan ♀ N (♂ N >< ♀ym) >< ♂ ym (resesif)

konsentrasi F2 Kelamin Ulangan

Jumlah Jumlah total 1 2 3

0%

N ♂ 79 80 0 159

316 ♀ 76 81 0 157

y ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

m ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

ym ♂ 2 2 0 4

4 ♀ 0 0 0 0

0,01%

N ♂ 62 64 0 126

241 ♀ 51 64 0 115

y ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

m ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

ym ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

0,02%

N ♂ 66 58 0 124

241 ♀ 62 55 0 117

y ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

m ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

ym ♂ 2 0 0 0

2 ♀ 0 6 0 0

N

♂ 67 49 0 116 218

0,03% ♀ 56 46 0 102

y

♂ 0 0 0 0 0

♀ 0 0 0 0

Page 34: pengaruh dylon

34

m

♂ 0 0 0 0 0

♀ 0 0 0 0

ym

♂ 1 0 0 1 1

♀ 0 0 0 0

0,04%

N ♂ 35 26 0 61

127 ♀ 41 25 0 66

y ♂ 0 0 0 0

1 ♀ 1 1

m ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

ym ♂ 0 0 0 0

2 ♀ 0 2 0 2

0,05%

N ♂ 20 19 0 39

78 ♀ 25 14 0 39

y ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

m ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

ym ♂ 1 0 0 1

1 ♀ 0 0 0 0

4. Persilangan ♀ N (♂ ym >< ♀N) >< ♂ ym (resesif)

konsentrasi F2 Kelamin Ulangan

Jumlah Jumlah

total 1 2 3

0%

N ♂ 104 102 0 206

393 ♀ 99 88 0 187

y ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

m ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

ym ♂ 1 2 0 3

4 ♀ 1 0 0 1

0,01%

N ♂ 99 101 0 200

372 ♀ 95 77 0 172

y ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

Page 35: pengaruh dylon

35

m ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

ym ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

0,02%

N ♂ 76 94 0 170

336 ♀ 87 79 0 166

y ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

m ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

ym ♂ 0 1 0 0

2 ♀ 0 1 0 0

N

♂ 60 65 0 125 251

0,03% ♀ 82 44 0 126

y

♂ 0 0 0 0 0

♀ 0 0 0 0

m

♂ 0 0 0 0 0

♀ 0 0 0 0

ym

♂ 0 2 0 2 3

♀ 1 0 0 1

0,04%

N ♂ 52 60 0 112

208 ♀ 48 48 0 96

y ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

m ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

ym ♂ 1 0 0 1

1 ♀ 0 2 0 0

0,05%

N ♂ 45 56 0 101

190 ♀ 44 45 0 89

y ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

m ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

ym ♂ 0 0 0 0

0 ♀ 0 0 0 0

Page 36: pengaruh dylon

36

4.2 ANALISIS DATA

4.2.1 Rekonstruksi kromosom

1. Rekonstruksi kromosom pada persilangan ♂N x ♀bcl

Strain bcl memiliki 2 gen yaitu gen b dan gen cl dimana kedua gen terletak

pada kromosom yang sama yaitu kromosom II sehingga dapat terjadi pindah

silang antara kedua macam gen tersebut.

P1 : ♂N (homozigot)><♀bcl (homozigot)

b+ cl+ >< bcl

b+cl+ bcl

G1: b+cl+, bcl

F1 : b+cl+ (N heterozigot)

b cl

P2 : ♀N (dari F1 ♂N >< ♀bcl) >< ♂bcl (jantan resesif dari stok)

G2 : b+cl+ ; bcl

b cl

F2 :

bcl

b+cl+

b+cl+ (N)

bcl

bcl

bcl (bcl)

bcl

Rasio fenotip F2 adalah N : bcl = 1:1

Seharusnya anakan yang diperoleh pada persilangan F2 adalah ♀N, ♂N,

♀bcl, dan ♂ bcl, namun pada penelitian yang kami lakukan anakan yang

muncul terdiri dari empat macam strain yaitu strain N, b, cl, dan bcl, hal ini

terjadi kemungkinan karena terjadi pindah silang. Hal ini sesuai dengan

rekonstruksi kromosom dibawah ini :

Page 37: pengaruh dylon

37

P2 : ♀N (dari F1 ♂N >< ♀bcl) >< ♂bcl (jantan resesif dari stok)

G2 : b+cl+ ; bcl

bcl

b+cl+ b+ b b+ b+ b b

bcl

cl+ cl cl+ cl + cl cl

b b+ b b b+ b+ b b

cl+ cl cl+ cl cl+ cl cl+ cl

G2 : bcl, b+ cl+, b+cl, bcl+ ; bcl

bcl b+cl+ b+cl bcl+

bcl bcl

bcl (bcl)

b+cl+

bcl (N)

b+cl

bcl (B)

bcl+

bcl (cl)

rasio N: bcl: b: cl adalah 1:1:1:1

2. Rekonstruksi kromosom pada persilangan ♂N x ♀ym:

Strain ym memiliki 2 gen yaitu gen y dan gen m dimana kedua gen terletak

pada kromosom yang sama yaitu kromosom I sehingga dapat terjadi pindah

silang.

Rekontruksi kromosom kelamin yang terletak pada kromosom yang

sama, tidak terjadi pindah silang (normal)

P1 : N ♂ >< ym ♀

><

G1 : y+m+ ; ¬ ; ym

F1 : (N♀) ; ( ym♂)

D

u

p

l

i

k

a

s

i

Page 38: pengaruh dylon

38

P2 : ♀N (F1) >< ♂ym

><

G2 : y+m+, ym ; ym, ¬

F2 :

Rekontruksi kromosom kelamin yang terletak pada kromosom yang

sama, terjadi pindah silang

P1 : ♂ N >< ♀ym

><

G1 : y+m+ , ¬ ; ym

F1 : (N♀) ; ( ym♂)

P2 : ♀N (F1) >< ♂ym

><

y+ y+ y y

m+ m+ m m

y m ¬

y+m+ N♀ N♂

y m ym♀ ym♂

Page 39: pengaruh dylon

39

y+ y+ y y y+ y+ y y

m + m+ m m m+ m m+ m

G2 : y+m+, y+m, ym+, ym, ym,

F2 :

♀ y m ¬

y+m+ N♀ N♂

y+m m♀ m♂

y m+ y♀ y♂

ym ym♀ ym♂

3. Rekontruksi kromosom pada persilangan ♂ ym><♀ N

Rekontruksi kromosom kelamin yang terletak pada kromosom yang

sama, tidak terjadi pindah silang (normal)

P1 : ♀N >< ♂ym

><

G1 : y+m+ ; ym, ¬

F1 : (N♀) ; (N♂)

P2 : ♀N (F1) >< ♂ym

><

G2 : y+m+, ym ; ym, ¬

F2 :

Page 40: pengaruh dylon

40

Rekontruksi kromosom kelamin yang terletak pada kromosom yang sama,

terjadi pindah silang

P1 : ♀ N >< ♂ym

><

G1 : y+m+ ; ym, ¬

F1 : (N♀) ; ( N♂)

P2 : ♀N (F1) >< ♂ym

><

y+ y+ y y

m+ m+ m m

y+ y+ y y y+ y+ y y

m + m+ m m m+ m m+ m

G2 : y+m+, y+m, ym+, ym, ym,

F2 :

♀ y m ¬

y+m+ N♀ N♂

♀ y m ¬

y+m+ N♀ N♂

y m ym♀ ym♂

Page 41: pengaruh dylon

41

y+m m♀ m♂

y m+ y♀ y♂

Ym ym♀ ym♂

4.2.2 Frekuensi Pindah Silang

Presentase frekuensi pindah silang dapat dihitung

menggunakan rumus berikut

nilai pindah silang =

rekombinanparental

rekombinanX100 %

Dari data yang diperoleh maka hanya sebagian yang dapat dihitung nilai pindah silang,

yaitu:

1. Pada persilangan ♀ N (♂N >< ♀ym) >< ♂ ym (resesif)

Konsentrasi 0,03 % U1

nilai pindah silang = 5 X100 %

254

= 1,97%

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 Pengaruh Pemberian Pewarna Sintetis (Dylon) Terhadap Frekuensi

Pindah Silang pada Persilangan N♂ >< bcl♀, N♂ >< ym♀ Beserta

Resiproknya

Page 42: pengaruh dylon

42

Berdasarkan data yang diperoleh pada seluruh persilangan, tidak dapat

dilakukan analisis anava ganda disebabkan data yang didapatkan belum cukup

memenuhi untuk dilakukannya analisis anava ganda sehingga tidak dapat

diketahui apakah pemberian pewarna sintetik dylon berpengaruh atau tidak.

Namun bisa dilakukan pendugaan yaitu dapat diduga berpengaruh dan tidak

berpengaruh. Pengaruh pemberian pewarna sintetis dylon terhadap frekuensi

crossing over atau pindah dapat berpengaruh. Hal ini dapat diketahui ketika ada

penurunan jumlah anakan dikarenakan akibat pemberian dylon. Menurut

Harwati (2000) pengaruh pemberian pewarna sintetik ini akan menyerang pada

tingkat sel dan juga DNA. Di mana pewarna sintetik termasuk sebagai bahan

kimia yang dapat menyebabkan kerusakan sel. Bahan tersebut dapat

menyebabkan kerusakan pada tingkat seluler dengan mengubah permeabilitas

membran, homeostasis osmotik, keutuhan enzim atau kofaktor dan dapat

berakhir dengan kematian seluruh organ. Zat kimia menginduksi cedera sel

melalui cara langsung bergabung dengan komponen molekuler atau organel

seluler. Bahan kimia seperti pewarna tekstil menerima atau mendonor elektron

bebas selama reaksi intrasel sehingga mengkatalisis pembentukan senyawa

racun. Terdapat 3 reaksi kerusakan sel yang diperantarai radikal bebas yaitu

peroksidase membran lipid, fragmentasi DNA, dan ikatan silang protein.

Interaksi radikal lemak menghasilkan peroksida yang tidak stabil dan reaktif

dan terjadi reaksi autokatalitik. Reaksi radikal bebas dengan timin pada DNA

mitokondria dan nuklear menimbulkan rusaknya untai tunggal.

Komposisi dylon salah satunya adalah senyawa azo, sifatnya karsinogen

dan mutagenic (Duta,2015). Pewarna azo merupakan yang penting kelas

mutagen lingkungan karena mereka banyak digunakan oleh industri yang

berbeda dan digunakan untuk tujuan pewarnaan yang dibuang ke lingkungan.

Hal ini ditunjukkan dengan efek mutagenik dan beracun dari berbagai pewarna

pada konsentrasi yang berbeda pada D. melanogaster. Efek mutagenik pewarna

yang mengakibatkan fenotipe mutan adalah bentuk mutasi diinduksi. Jenis

mutasi hasil dari pengaruh faktor-faktor luar. Ini mungkin hasil dari baik agen

alami atau buatan seperti berbagai bentuk radiasi, banyak agen hemical alami

dan sintetis. Selanjutnya, mutasi induksi timbul dari kerusakan DNA yang

Page 43: pengaruh dylon

43

disebabkan oleh bahan kimia dan radiasi. mutasi mungkin atau mungkin tidak

membawa perubahan terdeteksi dalam fenotipe. Sejauh mana mutasi mengubah

karakteristik suatu organisme tergantung pada di mana mutasi terjadi dan

sejauh mana mutasi mengubah fungsi dari produk gen. Satu studi menganalisis

mutagenik, sitotoksik dan efek genotoksik dari azo dye CI, dan hasilnya jelas

menunjukkan bahwa zat warna azo ini disebabkan efek tergantung dosis,

menginduksi pembentukan mikronukleus (MN), fragmentasi DNA (Duta,

2015).

Zat warna azo mempunyai sistem kromofor dari gugus azo (-N=N-) yang

berikatan dengan gugus aromatik dan juga bersifat sangat radikal dan mutagen.

Sehingga gugus azo akan menjadi sangat reaktiv apabila berikatan dengan

unsur organik seperti gen. Senyawa Radikal yang mengandung (-N=N-) akan

menyerangan atom H (H-). sehingga secara garis besar gugus azo yang

merupakan radikal bebas akan berikatan dengan atom H yang ada di DNA

yang secara langsung akan merubah komposisi dari DNA tersebut sehingga

DNA mengalami kerusakan. Senyawa radikal dan Mutagen ini bila menyerang

DNA akan menyebabkan fungsi dari DNA tersebut terganggu, Seperti di

ketahui sususan gen terdiri atas pasangan basa nitrogen yang memiliki ikatan

gugus kimia yang terdiri atas N - 0 – H, seperti yang di jelaskan bahwa gugus

azo sangatlah bersifat radikal dimana akan dengan mudah berikatan dengan

unsur H. Dalam masing masing basa memiliki gugus H, bila gugus H dari basa

tersebut berikatan dengan gugus (-N=N-) dari gugus azo maka hal tersebut

akan merubah susan kimia dari basa tersebut sehingga otomatis susunan kimia

dari basa tersebut berubah. Karena gugus H dari basa tersebut telah berikatan

dengan gugus N dari azo maka basa tersebut tidak dapat di kenali lagi oleh

pasangan basanya seningga tidak terbentuk ikatan antar basa yang

menyebabkan terjadinya kegagalan saat terjadi proses pindah silang karena

pasangan basa tidak dapat saling mengenali dan berikatan satu sama lain

dengan basa pasangannya (Duta, 2015).

Pada Universitas Sumatra Utara, tanpa tahun juga dijelaskan bahwa

pemberian pewarna azo dapat menunjukkan beberapa efek toksik, terutama

menyebabkan kerusakan DNA. Hal ini ditunjukkan dengan efek mutagenik

Page 44: pengaruh dylon

44

dan beracun dari berbagai pewarna pada konsentrasi yang berbeda pada D.

melanogaster. Kromofor zat warna reaktif biasanya merupakan sistem azo

dan antrakuinon dengan berat molekul relatif kecil. Gugus-gugus

penghubung dapat mempengaruhi daya serap dan ketahanan zat wama

terhadap asam atau basa. Gugus-gugus reaktif merupakan bagian-bagian dari

zat warna yang mudah lepas. Dengan lepasnya gugus reaktif ini, zat warna

menjadi mudah bereaksi. Pada umumnya agar reaksi dapat berjalan dengan

baik maka diperlukan penambahan alkali atau asam sehingga mencapai pH

tertentu. Disamping terjadinya reaksi antara zat warna dengan serat

membentuk ikatan primer kovalen yang merupakan ikatan pseudo ester atau

eter, molekul air pun dapat juga mengadakan reaksi hidrolisa dengan

molekul zat warna. Reaksi hidrolisa tersebut akan bertambah cepat dengan

kenaikan temperatur.

Adrian (1973) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa senyawa dalam

pewarna sintetik (Dylon) ini bekerja dengan cara menghambat proses

fosforilasi oksidatif yang berlangsung di mitokondria, pada konsentrasi tinggi,

pewarna sintetik ini menyebabkan hilangnya matrix protein. Zat ini dapat

berikatan dengan protein-protein yang akan menangkap ion H+, akibatnya

proses transfer electron yang akan menghasilkan ATP akan terhambat. Pada

dasarnya ATP digunakan individu dewasa untuk perbaikan kerusakan DNA

yang akan mengkode pembentukan enzim-enzim yang berperan dalam saat

terjadi pembelahan.

Pada dylon ditemukan adanya senyawa Alkilating (CH3-CH3 ) dan

bentuk struktur kimia yang poli aromatik hidrokarbon (PAH) dimana bentuk

senyawa tersebut bersifat sangat radikal, menjadi bentuk metabolit yang reaktif

setelah mengalami aktivasi dengan enzim sitokrom P-450. Bentuk radikal ini

akan berikatan dengan protein, lemak dan DNA (Levi,1987 ; Zakaria et al.,

1996) dalam Universitas Sumatera Utara, tanpa tahun. Adanya ikatan dengan

DNA dan protein ini. dimungkinkan akan mempengaruhi adanya kejadian

pindah silang, dimana DNA menjadi tidak stabil dan terganggu pada saat

mengalami pembelahan meiosis.

Page 45: pengaruh dylon

45

Pada saat pindah silang terjadi maka ada beberapa gen, dan protein yang

terlibat yaitu protein synaptonemal complex , dan gen mus 309. Jika

konsentrasi berpengaruh terhadap frekuensi pindah silang maka senyawa yang

terkandung dalam dylon apabila termakan oleh D. melanogaster dan

menyerang gen-gen pengkode protein synaptonemal complex maka dapat

terjadi gangguan yang dapat menurunkan frekuensi pindah silang. Bila gugus

H pada gen gen pengkode protein synaptonemal complex berikatan dengan

gugs N maka gen gen tersebut tidak akan terekspresikan menjadi protein

synaptonemal complex yang secara otomatis akan mempengaruhi terjadinya

proses pindah silang (Duta, 2015)

. Sedangkan berdasarkan teori menurut Portin, 2009 mus309 adalah gen

yang mengkode recQ pada D. melanogaster yang terlibat dalam perbaikan

kerusakan unting ganda atau double strand break atau DSB. Menurut Portin

(2009) diketahui bahwa terjadinya pindah silang diinisiasi oleh DNA formation

double strand break dimana DSB ini adalah kondisi yang dibutuhkan untuk

terjadinya crossing over, katalisis hampir mirip pada eukaryotik pada

umumnya, yaitu dilakukan oleh protein spo11 yang mirip topoisomerase.

Terjadinya DSB ini diikuti oleh formasi heteroduplex DNA dan pengembalian

single dan invasion intermediet.

Pemberian pewarna dylon tidak menimbulkan efek pada peristiwa pindah

silang artinya pemberian pewarna dylon tidak mempengaruhi proses pindah

silang apabila gen mus 309 yang bertugas dalam perbaikan kerusakan unting

ganda atau double strand break (DSB) memperbaiki kerusakan unting ganda

akibat senyawa aktif yang berada didalam dylon maka dapat memicu terjadinya

peningkatan frekuensi pindah silang. Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari

Portin (2009) yang menyatakan bahwa gen mus 309 yang bertugas dalam

perbaikan kerusakan unting ganda atau double strand break (DSB)

memperbaiki kerusakan unting ganda akibat senyawa aktif yang berada

didalam zat kimia maka dapat memicu terjadinya peningkatan frekuensi pindah

silang. Semakin banyak senyawa reaktif yang terkandung dalam dylon yang

mengakibatkan kerusakan unting ganda maka semakin banyak pula perbaikan

Page 46: pengaruh dylon

46

yang dilakukan oleh gen mus 309 ini maka frekuensi pindah silang akan

semakin meningkat.

Hasil lain yang diperoleh diduga pemberian pewarna dylon tidak

berpengaruh pada kejadian pindah silang, hal ini dimungkinkan karena proses

pindah silang merupakan proses rekombinasi. Pernyataan ini juga diperkuat

oleh pernyataan dari Tsuboy et al., (2007) dylon bersifat mutagenik.

Mutagenik yang dapat menyebabkan mutasi, sedangkan peristiwa pindah

silang tersebut bukan merupakan peristiwa mutasi melainkan peristiwa

rekombinasi, karena telah diatur oleh gen-gen yang mengkode pembentukan

Synaptonemal complex (Gardner dkk, 1984).

Jika senyawa reaktif yang terkandung dalam dylon tidak berikatan

dengan gen atau DNA pengkode peristiwa pindah silang maka senyawa reaktif

yang terdapat pada dylon tersebut tidak berpengaruh pada frekuensi pindah

silang, atau dapat dikatakan konsentrasi dylon yang diberikan tersebut tidak

berpengaruh terhadap frekuensi pindah silang. Dapat juga ketika senyawa

tersebut berikatan dengan gen atau DNA pengkode peristiwa pindah silang

sempat diperbaiki melalui proses rekombinasi. Hal ini sesuai dengan teori yaitu

pindah silang tidak hanya berfungsi dalam menimbulkan keanekaragaman

genetik namun fungsi vitalnya justru memperbaiki kerusakan DNA ((Watson,

dkk, 1987) dalam Corebima, 2012). Tidak berpengaruhnya konsentrasi dylon

kemungkinan dapat juga disebabkan karena jumlah dylon yang diberikan

terlalu sedikit sehingga tidak berpengaruh pada gen atu protein yang berperan

dalam proses pindah silang.

Pengaruh Macam Strain Terhadap Frekuensi Crossing Over

Macam strain yang digunakan dalam penelitian ini adalah strain ym, bcl

dan N. Strain ym terpaut pada kromosom kelamin (kromosom I) (Sciencekit,

2008) yang merupakan tipe mutan yang telah mengalami mutasi pada materi

genetiknya. Pemilihan strain ini dikarenakan gen yang terpaut pada

kromosom kelamin memiliki pola persilangan yang khas. Hal ini sesuai

dengan pernyataan Corebima (1997) yang menyebutkan bahwa pewarisan

Page 47: pengaruh dylon

47

sifat (fenotip) yang terpaut kromosom kelamin X mengikuti suatu pola yang

khas, yaitu crisscross pattern inheritance yang berarti pola pewarisan

menyilang. Sifat yang terpaut kromosom kelamin X yang memiliki pola

demikian lebih mudah dipahami pada sifat-sifat yang oleh gen-gen resesif.

Karmana (2010) menyatakan bahwa akan ada jumlah turunan berbeda untuk

strain yang berbeda pula namun belum ada informasi yang mengungkap

pengaruh macam strain terhadap jumlah turunan.

Pada penelitian ini kami menggunakan strain N, bcl, dan ym. Strain N

merupakan strain yang normal (tidak mengalami mutasi) dengan memiliki

ciri-ciri mata merah, faset mata halus, tubuh berwarna kuning kecoklatan,

dan sayap menutupi tubuh dengan sempurna, strain bcl memiliki dua gen

mutan yang terletak pada lokus b (black body) dan lokus cl (clot eye) yang

sama-sama terletak pada kromosom II. Pada strain bcl terdiri dari gen b

yang terletak pada titik 48,5 dan gen cl pada titik 16,5. Dengan demikian

jarak kedua lokus tersebut adalah adalah 48,5 – 16,5 = 32 map unit.

Sedangkan pada strain ym yang mengandung dua gen mutan yang terletak

pada lokus y (yellow) dan m (miniature) yang sama-sama terletak pada satu

kromosom yaitu kromosom dua. Gen y adalah 0.0 map unit dan gen m 36.1

map unit dengan demikian jarak antara gen y dengan m 36.1-0.0= 36.1 map

unit.

Menurut Suryo (2008) jarak antar gen-gen terangkai, makin jauh letak

satu gen dengan gen yang lainnya, makin besar kemungkinan terjadinya

pindah silang. Corebima (2003) juga menyatakan bahwa, ciasma adalah

bentukan yang dihasilkan setelah terjadi pemutusan dan penyambungan

kembali yang diikuti pertukaran resiprok antar kedua kromatid dalam bentuk

bentukan bivalven. Apabila dua gen terpisah jauh tetapi terletak pada satu

kromosom, maka kesempatan untuk terbentuknya suatu ciasma semakin

besar di antara mereka. Semakin dekat dua gen tersebut, semakin kecil

kesempatan untuk terbentuknya suatu ciasma di antara mereka. Dengan

demikian, semakin jauh jarak dua gen terpisah, maka kemungkinan terjadi

pindah silang di antara kedua gen tersebut semakin banyak karena

Page 48: pengaruh dylon

48

kemungkinan terbentuknya ciasma juga semakin banyak. Sesuai dengan

pernyataan tersebut, maka frekuensi terjadinya pindah silang yang terjadi

pada strain ym kemungkinan akan lebih besar daripada frekuensi terjadinya

pindah silang pada strain bcl. Dari kajian literatur tersebut, maka dapat

dikatakan bahwa macam strain berpengaruh terhadap frekuensi pindah silang

pada D. melanogaster. Akan tetapi, pada penelitian dengan menggunakan

strain bcl dan ym ini, belum cukup menunjukkan bukti pengaruh macam

strain terhadap frekuensi pindah silang, karena ketidak lengakapan data.

Kemungkinan macam strain juga dapat berpengaruh karena adanya

pindah silang ganda. Pindah silang ganda, ialah pindah silang yang terjadi

pada dua tempat. Jika pindah silang ganda (dalam bahasa Inggris: “double

crssing over”) berlangsung diantara dua gen yang terangkai, maka terjadinya

pindah silang ganda itu tidak akan nampak dalam fenotip, sebab gamet-

gamet yang dibentuk hanya dari tipe parental saja atau dari tipe rekombinasi

saja atau dari tipe parental dan tipe rekombinasi akibat pindah silang tunggal.

Pernyataan ini juga didukung oleh Snustad (2012) yang menyatakan bahwa

pindah silang akan menghasilkan kromatid yang rekombinan, namun apabila

terjadi peristiwa pindah silang sekali lagi akan menyebabkan kromatid

tersebut kembali kepada konfigurasi awalnya dan menyebakan kromatid

menjadi non rekombinan hal ini disebut dengan pindah silang ganda.

Macam strain juga dapat menurunkan frekuensi crossing over karena

rendahnya jumlah keturunan yang dihasilkan dari persilangan. Apabila

jumlah keturunannya rendah maka frekuensi terjadinya crossing over juga

rendah bahkan tidak sama sekali. Jumlah keturunan ini dapat dipengaruhi

oleh kemampuan strain yang bersangkutan untuk bertahan hidup dan

melakukan perkawinan. Dobzhansky dalam Indayati (1999), menyatakan

bahwa mutasi dapat mengubah tingkah laku spesies manapun yang

mempengaruhi kesuksesan kawin individu yang bersangkutan.

Macam strain dapat juga tidak berpengaruh pada kejadian pindah silang.

Hal ini diperkuat oleh pernyataan dari Corebima (2013) yang menyatakan

bahwa strain adalah sekelompok individu intraspesifik yang memiliki hanya

satu atau sejumlah kecil ciri yang berbeda, biasanya dalam keadaan

Page 49: pengaruh dylon

49

homozigot untuk ciri-ciri tersebut atau galur murni. Berdasarkan pernyataan

tersebut dapat disimpulkan bahwa macam strain tidak berpengaruh terhadap

frekuensi pindah silang, karena pindah silang pada D. Melanogaster

dikodekan oleh gen yang sama. Hal ini juga dibuktikan dengan pernyataan

dari Scott et all (2001) menyebutkan bahwa terdapat Gen yang berperan

dalam meregulasi pindah silang diantaranya c(3)G, mei-W68, mei-P22. Gen-

gen tersebut merupakan gen-gen yang mengkodekan protein esensial dalam

peristiwa pindah silang pada Drosophila. Selain itu ada juga PCH2 yang

turut dalam meregulasi pindah silang serta adanya mekanisme double strand

break (DSB) sebagai salah satu penyebab terjadinya pindah silang pada

Drosophila betina. Gen c(3)G mengkode terbentuknya transverse filaments

(TFs). TF adalah filamen yang menyusun synaptonemal complex berupa

kumparan yang berada di tengah bentukan synaptonemal complex. Dengan

tersintesisnya TF akan memicu terbentuknya synaptonemal complex diantara

dua kromosom yang homolog. Seperti yang telah diketahui bahwa

keberadaan synaptonemal complex sangat dibutuhkan dalam peristiwa

pindah silang.

Pengaruh Interaksi antara Perbedaan Konsentrasi Pemberian Pewarna

Sintetis (Dylon) dan Macam Strain Terhadap Frekuensi Pindah Silang

Terdapat dua kemungkinan pada penelitian proyek ini yaitu ada pengaruh

pemberian pewarna sintesis dan macam strain serta tidak ada pengaruh

diantara keduanya. Namun karena data yang diperoleh tidak mencukupi

untuk dilakukannya pengujian, maka peneliti menggunakan literatur sebagai

landasan membahas kedua kemungkinan tersebut.

Jika interaksi antara konsentrasi dylon dengan macam strain berpengaruh

terhadap frekuensi pindah silang maka pengaruh tersebut dapat

meningkatkan atau menurunkan frekuensi pindah silang. Pemberian pewarna

dylon dapat meningkatkan pindah silang seperti pada pernyataan portin

(2009) bahwa meningkatkan frekuensi pindah silang jika konsentrasi

semakin tinggi maka semakin banyak gen mus 309 yang memperbaiki

kerusakan unting ganda maka frekuensi pindah silang juga akan semakin

Page 50: pengaruh dylon

50

meningkat, dan apabila terjadi pada strain yang jarak lokusnya lebih besar

maka kemungkinan terbentuknya juga semakin besar. Menurunkan frekuensi

pindah silang jika konsentrasi semakin tinggi maka akan semakin banyak

protein synaptonemal complex yang terserang dan semakin rendah

kemungkinan kiasma yang terbentuk sehingga frekunsi pindah silang akan

semakin menurun, dan jika terjadi pada strain dengan jarak lokus yang

pendek maka juga akan semakin menurunkan frekuensi pindah silang.

Indikasi tidak berpengaruh dapat ditinjau dari adanya macam strain juga

dapat menurunkan pindah silang karena rendahnya jumlah keturunan yang

dihasilkan dari persilangan. Jumlah keturunan ini dapat dipengaruhi oleh

kemampuan strain yang bersangkutan untuk bertahan hidup dan melakukan

perkawinan kemampuan ini alami terjadi pada diri D. Melanogaster dan

tidak dipengaruhi oleh zat kimia apapun. Dobzhansky dalam Indayati (1999),

menyatakan bahwa mutasi dapat mengubah tingkah laku spesies manapun

yang mempengaruhi kesuksesan kawin individu yang bersangkutan. Selain

itu, proses perbaikan diri pada individu Droshophilla melanogaster juga

dapat mengurangi kejadian pindah silang yang dihasilkan.

Page 51: pengaruh dylon

51

BAB VI

PENUTUP

6.1 Kesimpulan

Karena proyek penelitian kami belum mendapatkan data yang

lengkap maka kesimpulan sementara pada proyek kami adalah :

1) Pemberian pewarna sintetis Dylon (0%, 0,01%, 0,02%, 0,03%, 0,04%,

0,05%) dapat berpengaruh dan dapat tidak berpengaruh terhadap

frekuensi pindah silang (crossing over) pada persilangan ♂N >< ♀bcl

dan ♂N >< ♀ym beserta resiprok.

2) Macam strain dapat berpengaruh dan tidak berpengaruh terhadap

frekuensi pindah silang (crossing over) pada persilangan ♂N >< ♀bcl

dan ♂N >< ♀ym beserta resiprok.

3) Interaksi antara pemberian konsentrasi pewarna sintetis Dylon (0%,

0,01%, 0,02%, 0,03%, 0,04%, 0,05%) dan macam strain terhadap

frekuensi pindah silang (crossing over) pada persilangan ♂N >< ♀bcl

dan ♂N >< ♀bdp beserta resiprok dapat berpengaruh dan tidak

berpengaruh.

6.2 Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan

a. Sebaiknya dalam melakukan penelitian hendaklah dilakukan

dengan sabar, teliti, hati-hati dan tekun sehingga didapatkan hasil

yang benar dan data yang akurat.

b. Sebaiknya lebih teliti dalam proses pemindahan botol, sehingga

tidak terjadi kesalahan dalam menghitung fenotip dari masing-

masing persilangan yang telah dilakukan.

c. Sebaiknya lebih berhati-hati dalam proses pembuatan medium,

pengampulan strain dan persilangan sehingga tidak terjadi hal-hal

yang tidak diinginkan.

Page 52: pengaruh dylon

52