pengaruh car, roa, npf, dan fdr terhadap...
TRANSCRIPT
PENGARUH CAR, ROA, NPF, DAN FDR TERHADAP
PENYALURAN PEMBIAYAAN SEKTOR UMKM PADA BPRS
DI INDONESIA PERIODE 2012-2016
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
Disusun Oleh :
MAHDA AFSARI
1113085000079
JURUSAN PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2018 M
ii
iii
iv
v
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Mahda Afsari
NIM : 1113085000079
Jurusan : Perbankan Syariah
Dengan ini menyatakan bahwa dalam penulisan skripsi ini saya:
1) Tidak menggunakan ide orang lain atau tanpa mampu mengembangkan dan
mempertanggungjawabkan.
2) Tidak melakukan plagiasi terhadap naskah karya orang lain.
3) Tidak menggunakan karya orang lain tanpa menyebutkan sumber asli atau
tanpa izin pemilik karya.
4) Tidak melakukan pemanipulasian dan pemalsuan data.
5) Mengerjakan sendiri karya ini dan mampu bertanggung jawab atas karya
ini.
Jikalau di kemudian hari ada tuntutan dari pihak lain atas karya saya dan telah
melalui pembuktian yang dapat dipertanggungjawabkan ternyata memang
ditemukan bukti bahwa saya telah melanggar pernyataan ini maka saya siap dikenai
sanksi berdasarkan aturan yang berlaku di Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Dengan pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, November 2017
Yang menyatakan
(Mahda Afsari)
vi
DATA RIWAYAT HIDUP
(Curriculum Vitae)
Data Pribadi
1. Nama Lengkap : Mahda Afsari
2. Alamat : Jl. Raya Cilangkap RT.001 RW.05 No. 61 Kel. Cilangkap Kec.
Cipayung, Jakarta Timur
3. Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 21 Agustus 1994
4. Jenis Kelamin : Perempuan
5. Agama : Islam
6. Kewarganegaraan : Indonesia
7. Tinggi Badan/ Berat Badan : 163 cm / 58 kg
8. Telepon : 089650868085
Latar Belakang Pendidikan
1. SD Islam Al-Ma’ruf Jakarta (2000 - 2006)
2. SMPN 9 SSN Jakarta (2006 – 2009)
3. SMA Negeri 58 Jakarta (2009 – 2012)
4. Fakultas Ekonomi dan Bisnis UIN Syarif Hidayatulloh Jakarta, Jurusan
Perbankan Syariah (2013 – Sekarang)
Pengalaman Bekerja
1. Data Entry di PT. Telkom Indonesia Pasar Rebo (2012)
2. Guru TPA (2014)
3. Guru Private Tingkat SD (2014)
4. Tutor Freelance LPBB Solusi Mandiri Cibubur (2016)
5. Guru Private Tingkat SD (2017)
Latar Belakang Organisasi
1. Staff Divisi Litbang Rohis 58 Jakarta (2009-2010)
2. Koordinator Departemen Kaderisasi Rohis 58 Jakarta (2010-2011)
3. Staff Forum Ilmu dan Keorganisasian ILUNI Rohis 58 Jakarta (2012-2015)
4. Ketua Forum Angkatan 2013 LDK Komda FEB UIN Syarif Hidayatullah
(2013 - sekarang)
5. Koordinator Keputrian LDK Komda FEB UIN Syarif Hidayatullah (2013-
2014)
6. Ketua Keputrian LDK Komda FEB UIN Syarif Hidayatulloh (2014-2015)
7. Staff Divisi Syiar LDK Syahid UIN Syarif Hidayatulloh (2015- sekarang)
8. Staff Divisi Litbang ILUNI Rohis 58 (2016)
vii
Pengalaman Pelatihan
1. Seminar Bedah Buku “Satanic Finance” dari LDK Komda FEB UIN Jakarta
2014
2. Pelatihan “Dazzle Island” dari LDK Syahid UIN Jakarta, 2014
3. Training Motivasi dan Seminar Beasiswa “Melangkah Pasti Menggenggam
Prestasi” dari LDK Komda FEB UIN Jakarta 2014
4. Seminar Talkshow BES (Bulan Ekonomi Syariah) dari Lingkar Studi
Ekonomi Syariah (LISENSI) 2013
5. Seminar “Muslimah Inspiring Day” dari Keputrian LDK Komda FEB UIN
Jakarta 2015
6. Company Visit Bank Indonesia “Peran Bank Indonesia di Bidang Moneter”
dari Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Perbankan Syariah UIN Jakarta
2014.
Sertifikasi yang Dimiliki
1. Sertifikasi LPIA-EPT (English Proficiety Test)
2. Sertifikasi Program Pendidikan dan Pelatihan Komputer
3. Sertifikasi Orientasi Pengenalan Akademik
4. Sertifikasi TOAFL
5. Sertifikasi TOEFL
Kemampuan Pribadi
1. Kemampuan umum di bidang Internet
2. Kemampuan dalam penguasaan Microsoft Word, Microsoft Power Point,
dan Microsoft Excel.
3. Kemampuan dibidang perbankan syariah.
4. Kemampuan umum di bidang mengajar.
viii
ABSTRACT
The study aims to determine the effect of CAR, ROA, NPF, and FDR, on the
Distribution of MSME Sector Financing in BPRS in Indonesia 2012-2016. Data
used in this research is time series data statistics syariah banking year 2012 until
2016. This research use multiple regression analysis method by using program of
SPSS 22 and Microsoft Excel 2013.
The result of research show that partially CAR variables significantly
influence to channeling of financing sector UMKM with sig value. 0.000 <0.005.
ROA has a significant effect on the Distribution of UMKM Sector Financing with
the value of sig.0.022 <0.005. NPF has an effect on MSMEs sector financing
distribution with sig value. 0.000 <0.005. FDR has a significant effect on the
channeling of UMKM sector financing with sig value. 0.041 <0.005. The results
showed that simultaneously or together CAR, ROA, NPF, and FDR variables,
affecting the channeling of MSME Sector Financing with sig value. 0.000.
Keywords: CAR, ROA, NPF, FDR, MSME Financing
ix
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh CAR, ROA, NPF, dan
FDR, terhadap Penyaluran Pembiayaan Sektor UMKM pada BPRS di Indonesia
tahun 2012-2016. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series
statistika perbankan syariah tahun 2012 s.d 2016. Penelitian ini menggunakan
metode analisis regresi berganda dengan menggunakan program SPSS 22 dan
Microsoft Excel 2013.
Hasil penelitian menunjukan bahwa secara parsial variabel CAR
berpengaruh secara signifikan terhadap Penyaluran Pembiayaan Sektor UMKM
dengan nilai sig. 0.000<0.005. ROA berpengaruh signifikan terhadap Penyaluran
Pembiayaan Sektor UMKM dengan nilai sig.0.022<0.005. NPF berpengaruh
terhadap Penyaluran Pembiayaan Sektor UMKM dengan nilai sig. 0.000<0.005.
FDR berpengaruh secara signifikan terhadap Penyaluran Pembiayaan Sektor
UMKM dengan nilai sig. 0.041<0.005. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara
simultan atau bersama-sama variabel CAR, ROA, NPF, dan FDR, berpengaruh
terhadap Penyaluran Pembiayaan Sektor UMKM dengan nilai sig. 0.000.
Kata kunci : CAR, ROA, NPF, FDR, Pembiayaan UMKM
x
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.
Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala yang telah melimpahkan segala
nikmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini yang berjudul “Pengaruh CAR, ROA, NPF, dan FDR, terhadap
Penyaluran Pembiayaan Sektor UMKM pada BPRS di Indonesia periode 2012-
2016 dengan baik. Shalawat serta salah penulis haturkan kepada Nabi Muhammad
salllallahu alaihi wassalam yang telah membawa dari zaman jahiliyah ke zaman
yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Selesainya skripsi ini tentu dengan dukungan, bimbingan dan
bantuan serta semangat dan doa dari semua orang disekeliling penulis selama proses
penyelesaian skripsi ini. Oleh karenanya izinkanlah penulis menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Orang tua penulis, Ayah dan Ibu yang selalu memberikan dukungan,
motivasi kepada penulis, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.
2. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., M.Si. selaku dekan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis yang telah memberikan ilmu yng sangat berharga selama
perkuliahan
3. Bapak Dr. Indoyama Nasaruddin, SE., MAB. selaku dosen pembimbing I
yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam proses penyelesaian
penulisan skripsi hingga skripsi ini selesai.
4. Ibu Ay Maryani, SE., MSi selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam proses penyelesaian penulisan
skripsi hingga skripsi ini selesai.
5. Ibu Cut Erika Ananda Fatimah, SE., MBA. selaku Ketua Jurusan Perbankan
Syariah yang telah memberikan arahan serta bimbingan yang sangat berarti
dalam penyelesaian perkuliahan strata satu ini.
xi
6. Ibu Endra Kasni Laila Yuda, S.Ag., M.Si. selaku dosen pembimbing
akademik.
7. Seluruh jajaran dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah memberikan
ilmu yang sangat berguna dan berharga bagi penulis selama perkuliahan
serta jajaran karyawan dan staff UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
melayani dan membantu penulis selama perkuliahan.
8. Teman-teman Perbankan Syariah 2013 yang sudah menenami dan selalu
memberikan motivasi selama kuliah.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan karena
keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman yang dimiliki penulis. Oleh sebab
itu, penulis mengharapkan segala bentuk kritik dan saran yang membangun untuk
pencapaian yang lebih baik.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.
Jakarta, November 2017
Mahda Afsari
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ....................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN SKRIPSI ....................................................... iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ............................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................... vi
ABSTRACT .......................................................................................................... viii
ABSTRAK ............................................................................................................. ix
KATA PENGANTAR ............................................................................................ x
DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 01
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 01
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................................11
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 12
D. Manfaat Penelitian .................................................................................... 12
BAB II TINJAUAN TEORI .................................................................................. 14
A. Landasan Teori .......................................................................................... 14
B. Penelitian Terdahulu ................................................................................. 39
C. Hipotesis Penelitian .................................................................................. 42
D. Kerangka Penelitian .................................................................................. 47
xiii
BAB III METODE PENELITIAN ........................................................................ 49
A. Variebel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel ............................. 49
B. Metode Penentuan Sampel ........................................................................ 51
C. Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 51
D. Metode Analisis Data ................................................................................ 53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 61
A. Gambaran Umum Objek Penelitian .......................................................... 61
B. Statistik Deskriptif .................................................................................... 65
C. Analisis Data ............................................................................................. 72
D. Interpretasi................................................................................................. 84
BAB V PENUTUP ................................................................................................ 89
A. Kesimpulan ............................................................................................... 89
B. Saran ......................................................................................................... 90
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 92
LAMPIRAN.......................................................................................................... 95
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1: Perkembangan Jumlah Perbankan Syariah ........................................... 02
Tabel 1.2: Hammbatan Akses Pendanaan oleh Perbankan .................................... 03
Tabel 1.3: Data Usaha Mikro, Kecil dan Menengah ............................................. 04
Tabel 1.4: Jumlah BPRS Berdasarkan Lokasi ....................................................... 05
Tabel 1.5: Jumlah Aset BPRS ............................................................................... 07
Tabel 1.6: Pembiayaan BPRS ............................................................................... 08
Tabel 1.7: Pembiayaan UMKM BPRS .................................................................. 09
Tabel 1.8: Rasio Keuangan BPRS di Indonesia ..................................................... 10
Tabel 2.1: Penelitian Terdahulu............................................................................. 39
Tabel 3.1: Definisi Operasional Variabel .............................................................. 50
Tabel 4.1: CAR BPRS Periode 2014-2016 ............................................................ 66
Tabel 4.2: ROA BPRS Periode 2014-2016 ............................................................ 67
Tabel 4.3: NPF BPRS Periode 2014-2016 ............................................................. 68
Tabel 4.4: FDR BPRS Periode 2014-2016 ............................................................ 70
Tabel 4.5: Pembiayaan Sektor UMKM Periode 2014-2016 .................................. 71
Tabel 4.6: Uji Kolmogorov-Smirnov .................................................................... 74
Tabel 4.7: Hasil Uji Multikolinieritas .................................................................... 75
Tabel 4.8: Uji Glesjer ............................................................................................ 77
Tabel 4.9: Hasil Uji Autokorelasi .......................................................................... 78
Tabel 4.8: Hasil Uji Heteroskedastisitas ................................................................ 79
Tabel 4.9: Uji Run Test ......................................................................................... 80
xv
Tabel 4.10: Hasil Uji t ........................................................................................... 80
Tabel 4.11: Hasil Uji F ...........................................................................................82
Tabel 4.12: Koefisien Determinasi ........................................................................ 82
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1: Kerangka Pemikiran ......................................................................... 48
Gambar 4.1: Uji Normalitas Histogram ................................................................. 73
Gambar 4.2: Uji Normalitas P-Plot ....................................................................... 73
Gambar 4.3: Grafik Scatterplot ............................................................................. 76
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perbankan merupakan salah satu agen pembangunan dalam kehidupan
bernegara, karena fungsi utama dari perbankan adalah sebagai lembaga
intermediasi keuangan, yaitu lembaga yang menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat
dalam bentuk kredit atau pembiayaan. Fungsi perbankan sebagai lembaga
intermediasi keuangan juga menjadi concern dari perbankan syariah,
disamping sebagai lembaga yang mengelola zakat, infaq, dan sedekah (ZIS).
Eksistensi perbankan syariah di Indonesia mengalami perkembangan yang
signifikan setelah diundangkannya Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan yang lebih mengakomodasi dan memberi peluang bagi
perkembangan perbankan syariah. Kehadiran undang-undang tersebut
diperkuat lagi dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah yang secara tegas mengakui eksistensi dari perbankan
syariah dan membedakannya dengan sistem perbankan konvensional. (Kara,
2013)
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia merupakan suatu
perwujudan dari permintaan masyarakat yang membutuhkan suatu sistem
perbankan alternatif yang selain menyediakan jasa perbankkan atau keuangan
2
yang sehat, juga memenuhi prinsip-prinsip syariah. Perkembangan sistem
keuangan syariah sebenarnya telah dimulai sebelum pemerintah secara formal
meletakkan dasar-dasar hukum operasionalnya. Dengan demikian, legalisasi
kegiatan perbankan syariah melalui UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
sebagaimana telah diubah dalam UU No. 10 Tahun 1998 serta UU No. 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia merupakan jawaban atas permintaan yang
nyata dari masyarakat serta Pasal 19 UU No. 21 Tahun 2008 tentang
Operasioanal Perbankan Syariah Secara Mandiri.
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia menunjukan arah
peningkatan, salah satunya pertumbuhan jumlah perbankan dari tahun ke
tahun. Berikut ini merupakan data perkembangan jumlah perbankan syariah di
Indonesia:
Tabel 1.1: Perkembangan Jumlah Perbankan Syariah
Perkembangan Jumlah Perbankan Syariah di Indonesia periode 2014-2016
Keterangan 2014 2015 2016
Bank Umum Syariah (BUS) 12 Bank 12 Bank 13 Bank
Unit Usaha Syariah (UUS) 22 Bank 22 Bank 21 Bank
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) 163 Bank 163 Bank 166 Bank
Sumber Data : Statistika Perbankan Syariah-OJK
Dari tabel di atas, dapat disimpulkan bahwa Unit Usaha Syariah
mengalami penurunan pada tahun 2016, sedangkan Bank Umum Syariah dan
Bank Pembiayaan Syariah mengalami peningkatan. Disini dapat diperhatikan
kembali bahwa BPRS mengalami peningkatan yang cukup drastis di tahun
2016 yakni 166 Bank dengan data tahun sebelumnya sebanyak 163 Bank.
Berbeda dengan Bank Umum Syariah yang hanya mengalami penambahan 1
bank saja.
3
Peran industri Bank Perkreditan Rakyat (BPR) baik yang konvensional
maupun syariah perlu ditingkatkan lagi, terutama komitmen mereka terhadap
usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Meski jargonnya tidak bisa
dipisahkan dengan UMKM, tetapi UMKM yang mengakses BPR-BPRS masih
rendah. Hal ini disebabkan adanya hambatan yang dialami oleh UMKM,
terutama untuk mengakses ke perbankan. Berikut ini merupakan hasil survei
BI mengenai hambatan UMKM dalam memperoleh pendanaan dari perbankan:
Tabel 1.2: Hambatan Akses Pendanaan oleh Perbankan
Hambatan Non
Perbankan
Perbankan
Tingkat Persaingan Terlalu Tinggi 8 6
Keterbatasan Infrastruktur 12 10
Alasan Psikologis 12 19
Biaya Utang Yang Tinggi 38 20
Hambatan Lain 12 22
Bank/L. Keu Lain Enggan Melayani
UMKM
12 25
Reputasi Buruk UMKM 15 28
Kurang Pengetahuan 42 62
Tidak Adanya Penjamin Kredit 38 70
Keterbatasan Aset Jaminan 70 135
Sumber: Hasil Survei BI th.2010
Responden: 146 institusi/dinas di 9 Provinsi
Dari tabel diatas, dapat dikatakan bahwa UMKM mengalami hambatan
terbesar mengenai keterbatasan aset jaminan dalam memperoleh pendanaan
dari perbankan. Menurut pernyataan Assisten Deputi Pembiayaan Non Bank
Kementrian Koperasi, Suprapto yang mengatakan bahwa “Jumlah UMKM di
seluruh Indonesia sangat banyak, karena mencapai angka 90 juta lebih. Namun
jumlah nasabah BPR baru mencapai 16 juta. Meski didominasi UMKM namun
tidak semuanya dari UMKM karena ada yang datang dari masyarakat umum.
4
Sebanyak 1.630 BPR baik syariah maupun konvensional sudah menjadi
kekuatan untuk meningkatkan peran mereka terhadap perkembangan UMKM.”
Berikut merupakan Data Jumlah UMKM pada tahun 2015”
Tabel 1.3: Data Usaha Mikro Kecil, dan Menengah (UMKM) Tahun 2015
No. Indikator Satuan Jumlah
1 Unit Usaha (A+B) Unit 59.267.759
A. Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UMKM)
Unit 59.262.772
- Usaha Mikro (UMi) Unit 58.521.987
- Usaha Kecil (UK) Unit 681.522
- Usaha Menengah (UM) Unit 59.263
B. Usaha Besar (UB) Unit 4.987
Sumber Data : Laporan Tahunan Kementrian KUMKM tahun 2016
Mempelajari lebih dalam mengenai BPRS, Bank Perkreditan Rakyat
Syariah (BPRS) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan
prinsip syariah yang dalam kegiatanya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Bentuk hukumnya dapat berupa: Perseroan Terbatas/PT,
Koperasi atau Perusahaan Daerah (Pasal 2 PBI No. 6/17/PBI/2004). Undang-
undang Nomor 21 Tahun 2008 menyebutkan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
(BPRS) yaitu Bank Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran. (Umam, 2009)
Industri perbankan merupakan salah satu komponen penting dalam
menjaga keseimbangan perekonomian nasional. Pada saat krisis ekonomi yang
melanda Indonesia pada tahun 1997 ini memberikan dampak yang kuat bagi
perkembangan ekonomi di Indonesia, perusahaan-perusahaan yang tidak
cukup kuat fondasinya dalam bertahan mengghadapi krisis mereka akan
5
mengalami kebangkrutan karena memang perusaahaan tersebut
menggantungkan sumber pendanaan pada faktor eksternal yaitu utang.
Pada krisis tahun 1997 usaha kecil menengah (UKM) justru
memperlihatkan kemampuan untuk tetap bertahan, meskipun mereka diterpa
badai krisis. Karena mereka eksis dengan usaha mereka sendiri dan sumber
daya yang mereka miliki. Dilihat dari daya tahan sektor UKM, sektor ini
sepantasnya mendapatkan perhatian dalam pengembanganya terutama masalah
pengadaan modal. Untuk itu perlu adanya bank yang dapat memberikan
bantuan kepada pengusaha-pengusaha kecil tersebut. Kehadiran BPR
diharapkan mampu memberikan solusi kepada UKM agar dapat
mengembangkan usahanya agar lebih maju. Serta diharapkan lebih
memberdayakan perekonomian masyarakat ekonomi lemah, seperti pedagang
sayur, pedagang buah, pedagang ikan serta kegiatan ekonomi lainnya yang
membutuhkan suntikan dana untuk menambah modal usaha agar usaha yang
digeluti lebih berkembang.
Tabel 1.4: Jumlah BPRS Berdasarkan Lokasi
Jumlah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Berdasarkan Lokasi
No. Provinsi 2012 2013 2014 2015 2016
1 Jawa Barat 27 28 28 28 28
2 Banten 8 8 8 8 8
3 DKI Jakarta 2 2 2 1 1
4 D.I. Yogyakarta 11 11 11 11 12
5 Jawa Tengah 24 25 25 26 26
6 Jawa Timur 31 31 31 29 29
7 Bengkulu 2 2 2 2 2
8 Jambi - - - - -
9 Nanggroe Aceh Darussalam 10 10 10 10 10
10 Sumatera Utara 8 8 8 8 8
11 Sumatera Barat 7 7 7 7 7
6
12 Riau 2 2 3 3 3
13 Sumatera Selatan 1 1 1 1 1
14 Kepulauan Bangka Belitung 1 1 1 1 1
15 Kepulauan Riau 2 2 1 1 1
16 Lampung 7 8 8 10 11
17 Kalimantan Selatan 1 1 1 1 1
18 Kalimantan Barat - - - - -
19 Kalimantan Timur 1 1 1 1 1
20 Kalimantan Tengah - 1 1 1 1
21 Sulawesi Tengah - - - - -
22 Sulawesi Selatan 7 8 8 8 8
23 Sulawesi Utara - - - - -
24 Gorontalo - - - - -
25 Sulawesi Barat - - - - -
26 Sulawesi Tenggara - - - - -
27 Nusa Tenggara Barat 3 3 3 3 3
28 Bali 1 1 1 1 1
29 Nusa Tenggara Timur - - - - -
30 Maluku - - - - -
31 Papua 1 1 1 1 1
32 Irian Jaya Barat 1 1 - - -
33 Maluku Utara - - 1 1 2
TOTAL 158 163 163 163 166
Sumber Data: Statistika Perbankan Syariah –OJK
BPRS sudah banyak berdiri di seluruh wilayah Indonesia dan menjalankan
fungsinya untuk membantu perekonomian rakyat. Perkembangan BPRS di
Indonesia pun sangat signifikan karena dapat dilihat dari laporan data statistika
yang dikeluarkan oleh pihak OJK. Data Statistik Perbankan Syariah Indonesia
yang di publikasikan Otoritas Jasa Keuangan mencatat jumlah BPRS di
Indonesia per Desember 2016 sebanyak 166 BPRS. Dari data tersebut jumlah
BPRS banyak di dominasi oleh wilayah Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Yogyakarta dan Nanggroe Aceh Darussalam. Sementara di wilayah Jambi,
Kalimantan Barat, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Sulawesi
7
Tenggara, Gorontalo, NTT, Maluku dan Irian Jaya Barat sama sekali tidak
memiliki BPRS yang berdiri di wilayah tersebut.
Tabel 1.5: Jumlah Aset BPRS
Jumlah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah Berdasarkan Total Aset
Total Aset (Rp) 2012 2013 2014 2015 2016
< 1 Miliar 6 4 1 1 2
1 s.d. 5 Miliar 17 19 11 8 7
> 5 s.d. 10 Miliar 36 30 34 29 19
> 10 Miliar 99 110 117 125 138
Sumber Data: Statistika Perbankan Syariah –OJK
Namun dari jumlah BPRS yang berdiri di seluruh wilayah Indonesia
bagaimanakah aset yang dimiliki BPRS tersebut? Dilihat dari jumlah BPRS
yang tersebar di Indonesia, dapat dilihat pula total aset yang dimiliki Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah. Total aset BPRS 5 tahun kebelakang mengalami
peningkatan, yaitu sebanyak 138 BPRS memiliki aset >10 Miliar Rupiah.
Sedangkan di seluruh wilayah Indonesia, hanya 2 BPRS saja yang memiliki
total aset <1 Miliar.
Lain pula dengan aset, salah satunya dalam menjalankan fungsinya
membantu perekonomian rakyat, BPRS memberikan kredit atau pembiayaan
kepada masyarakat untuk membantu permodalan usaha mereka.
Pada pertengahan tahun 2016 pertumbuhan kredit pada BPRS meningkat
hingga mencapai Rp79 Triliun. Sedangkan kewajiban pemberian kredit
UMKM oleh Bank Umum melalui PBI No. 14/22/PBI/2012, Bank Indonesia
mewajibkan setiap bank umum untuk menyalurkan kredit atau pembiayaan
UMKM paling rendah 20% dari total kredit atau pembiayaan yang disalurkan.
8
Tabel 1.6: Pembiayaan BPRS
Total Pembiayaan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah berdasarkan Golongan
Piutang/Pembiayaan dan Provinsi
Desember 2016 (Juta Rupiah)
Propinsi Usaha Kecil dan
Menengah Selain Usaha Kecil dan
Menengah
Nanggroe Aceh Darussalam
76.333
52.862
Sumatera Utara
22.431
78.225
Sumatera Barat
103.626
43.379
Sumatera Selatan
5.263
7.884
Bangka Belitung
322.026
39.664
Jambi -
-
Bengkulu
92.640
19.880
Riau
6.560
14.147
Kepulauan Riau
13.446
135.317
Lampung
66.576
231.020
DKI Jakarta
7.400
7.328
Jawa Barat
1.033.678
1.094.275
Banten
513.535
120.382
Jawa Tengah
429.767
283.534
DI Yogyakarta
176.611
175.278
Jawa Timur
499.399
624.411
Bali
2.716
3.298
Kalimantan Barat -
-
Kalimantan Tengah
8.908
3.008
Kalimantan Timur
171
1.348
Kalimantan Selatan
13.818
4.518
Sulawesi Utara -
-
Gorontalo
-
-
Sulawesi Barat
559
293
Sulawesi Tengah -
-
Sulawesi Tenggara
-
-
Sulawesi Selatan
28.550
101.185
Maluku -
-
Maluku Utara
6.765
19.920
9
NTB
139.283
30.641
NTT -
-
Irian Jaya Barat
-
-
Papua
545
154
Sumber Data: Statistika Perbankan Syariah –OJK
Dari tabel yang disajikan diatas, total pembiayaan yang disalurkan oleh
BPRS diseluruh Indonesia sebesar 6.662.557 juta rupiah. Sebesar 3.570.606
juta rupiah diakses oleh UMKM, sedangkan 3.091.951 juta rupiah di akses oleh
selain UMKM. Dan wilayah yang mengakses pembiayaan UMKM terbesar di
BPRS adalah Jawa Barat dengan Jumlah 1.033.678 juta rupiah. hanya sebagian
wilayah saja yang menyalurkan pembiayaan paling banyak di sektor Usaha
Kecil dan Menengah sedangkan sebagaian wilayah lainnya didominasi oleh
pembiayaan selain sektor Usaha Kecil dan Menengah.
Tabel 1.7: Pembiayaan UMKM BPRS
Pembiayaan UMKM di BPRS Indonesia periode 2012-2016
Tahun Jumlah Pembiayaan (Juta Rupiah)
2012 2.080.094
2013 2.620.263
2014 3.005.858
2015 3.377.987
2016 3.570.606
Sumber Data: Statistika Perbankan Syariah –OJK
Pertumbuhan pembiayaan yang disalurkan oleh BPRS selalu bertambah
dari tahun ke tahun untuk memajukan perekonomian rakyat. Dibuktikan
dengan tabel diatas yang menunjukkan bahwa jumlah pembiayaan terus
meningkat hingga mencapai 3.570.606 juta rupiah pada tahun 2016. Lalu
bagaimanakah perkembangan kinerja Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
10
disamping jumlah pembiayaan yang terus meningkat? Tabel berikut
merupakan data rasio keuangan BPRS di Indonesia.
Tabel 1.8: Rasio Keuangan BPRS di Indonesia
Rasio Keuangan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Rasio 2012 2013 2014 2015 2016
CAR 25,16% 22,08% 22,77% 21,47% 21,73%
ROA 2,64% 2,79% 2,26% 2,20% 2,27%
NPF 6,15% 6,50% 7,89% 8,20% 8,63%
FDR 120,96% 120,93% 124,24% 120,06% 114,40%
Sumber Data: Statistika Perbankan Syariah –OJK
Dari tabel yang disajikan diatas menunjukkan bahwa Capital Adequacy
Ratio (CAR) yaitu rasio kecukupan modal yang berfungsi menampung risiko
kerugian bank terus menurun selama periode 2012-2016, hingga mencapai
21,73%, hal ini mengartikan bahwa bank semakin kecil untuk dapat megatasi
kemungkinan risiko kerugian. Lalu pada Return On Asset (ROA), selama
periode 2012-2016 mengalami penurunan hingga mencapai 2,27%, hal ini
mengartikan bahwa laba atau keuntungan yang diperoleh BPRS semakin kecil.
Pada rasio Non Performing Financing (NPF), selama periode 2012-2016
semakin bertambah, artinya kredit yang diberikan oleh BPRS banyak yang
bermasalah. Sedangkan pada rasio Financing to Deposit Ratio (FDR), selama
periode 2012-2016 mengalami fluktuasi dengan persentase akhir sebesar
114,40%.
11
Dari fenomena yang sudah dipaparkan bahwa peningkatan terhadap Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah selama 5 tahun kebelakang cukup tinggi. Hal ini
menjadi daya tarik penulis untuk menganalisis lebih dalam mengenai Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah, yang mana BPRS berperan dan berkomitmen
terhadap perkembangan UMKM.
Data yang telah disajikan selama periode 5 tahun menggambarkan bahwa
aset dan pembiayaan yang disalurkan oleh BPRS terus mengalami
peningkatan. Penyaluran pembiayaan terbesar disalurkan pada sektor UMKM.
Dalam praktiknya, jika tingkat pembiayaan yang disalurkan semakin
bertambah seharusnya disertai pula dengan peningkatan keuntungan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah. Tetapi kinerja keuangan yang diperoleh BPRS
justru semakin menurun, yang mana kinerja perusahaan merupakan prestasi
yang dicapai perusahaan dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan
tingkat kesehatan perusahaan. Dalam hal ini, artinya tingkat kesehatan yang
dialami BPRS selama 5 tahun kebelakang semakin mengalami penurunan.
Berdasarkan data dan permasalahan yang sudah dipaparkan diatas,
menarik untuk dijadikan permasalahan dalam penelitian kali ini, yaitu
mengenai pengaruh CAR, ROA, NPF dan FDR terhadap pembiayaan UMKM.
Dari penjelasan yang telah dikemukakan, muncul ketertarikan untuk meneliti
dan mengambil topik menegenai perkembangan pembiayaan UMKM pada
BPRS di Indonesia, karena itu penulis mengambil judul “Pengaruh CAR,
ROA, NPF, dan FDR terhadap Penyaluran Pembiayaan Sektor UMKM
pada BPRS di Indonesia Periode 2012-2016”.
12
B. Pembatasan & Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Untuk menjaga agar pembahasan penelitian ini tidak meluas dan lebih
terarah, maka penulisan skripsi ini hanya difokuskan pada pembahasan
mengenai Capital Adequacy Ratio (CAR), Return On Assets (ROA), Non
Performing Financing (NPF), Financing to Deposit Ratio (FDR) dan
jumlah pembiayaan UMKM pada Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di
seluruh Indonesia.
2. Perumusan Masalah
Untuk mempermudah penulisan ini, maka penulis merumuskan terlebih
dahulu permasalahan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
a. Apakah CAR, ROA, NPF, dan FDR berpengaruh secara parsial terhadap
penyaluran pembiayaan sektor UMKM?
b. Apakah CAR, ROA, NPF, dan FDR berpengaruh secara simultan
terhadap penyaluran pembiayaan sektor UMKM?
c. Variabel manakah yang paling signifikan berpengaruh terhadap
penyaluran pembiayaan sektor UMKM ?
13
C. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah :
1. Mengukur dan menganalisis pengaruh CAR, ROA, NPF, dan FDR terhadap
penyaluran pembiayaan sektor UMKM.
2. Mengukur dan menganalisis variabel yang paling signifikan berpengaruh
terhadap penyaluran pembiayaan sektor UMKM.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan oleh penulis dalam melakukan penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Bagi Penulis: Dapat mengetahui seberapa besar pengaruh CAR, ROA,NPF,
dan FDR terhadap penyaluran pembiayaan UMKM pada sektor BPRS di
seluruh Indonesia. Selain itu, penulis dapat menerapkan teori-teori atas apa
yang dipelajari penulis selama masa perkuliahan kedalam penelitian ini.
2. Bagi Universitas: Memberikan informasi kepada mahasiswa untuk
penelitian lebih lanjut, khususnya dalam penelitian ini.
3. Bagi UMKM: Dapat mengetahui bagaimana kebijakan atau aturan dalam
penyaluran pembiayaan kepada UMKM yang diberikan oleh Bank
khususnya pada sektor BPRS.
4. Bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah: Dapat mengetahui dampak atau
pengaruh mengenai pembiayaan UMKM yang diberikan oleh Bank. Serta
dapat menindaklanjuti permasalahan yang ditimbulkan akibat penyaluran
Pembiayaan UMKM yang diberikan.
14
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Landasan Teori
a) Kinerja Keuangan
Kinerja keuangan adalah gambaran kondisi keuangan perusahaan pada
suatu periode tertentu baik menyangkut aspek penghimpunan dana maupun
penyaluran dana, yang biasanya diukur dengan indikator kecukupan modal,
likuiditas, dan profitabilitas (Jumingan, 2006).
Kinerja keuangan perusahaan merupakan prestasi yang dicapai
perusahaan dalam suatu periode tertentu yang mencerminkan tingkat
kesehatan perusahaan tersebut (Sutrisno, 2009).
Kinerja keuangan adalah suatu analisis yang dilakukan untuk melihat
sejauh mana suatu perusahaan telah melaksanakan dengan menggunakan
aturan-aturan pelaksanaan keuangan secara baik dan benar.
Kinerja perusahaan merupakan suatu gambaran tentang kondisi
keuangan suatu perusahaan yang dianalisis dengan alat-alat analisis
keuangan, sehingga dapat diketahui mengenai baik buruknya keadaan
keuangan suatu perusahaan yang mencerminkan prestasi kerja dalam
periode tertentu. Hal ini sangat penting agar sumber daya digunakan secara
optimal dalam menghadapi perubahan lingkungan (Fahmi, 2011).
Suatu pengukuran tingkat kesehatan bank dalam kemampuan kerja dan
produktifitasnya adalah dengan menilai tingkat kinerja atau keragaan dari
15
lembaga yang bersangkutan. Untuk menilai tingkat kesehatan tersebut dapat
dilakukan dari berbagai segi yang diantarannya adalah dengan melakukan
analisis rasio keuangan bank Capital Adequacy Ratio (CAR), Return On
Assets (ROA), Non Performing Financing (NPF), dan Financing to Deposit
Ratio (FDR).
1. Capital Adequacy Ratio (CAR)
Permodalan merupakan hal yang pokok bagi sebuah bank, selain
sebagai penyangga kegiatan operasional sebuah bank, modal juga
sebagai penyangga terhadap kemungkinan terjadinya kerugian. Modal
ini terkait juga dengan aktivitas perbankan dalam menjalankan fungsinya
sebagai lembaga intermediasi atas dana yang diterima nasabah. Dengan
terjaganya modal berarti bank bisa mendapatkan kepercayaan dari
masyarakat yang amat penting artinya bagi sebuah bank karena dengan
demikian, bank dapat menghimpun dana untuk keperluan operasional
selanjutnya. (Sinungan, 2000)
Capital Adequacy Ratio adalah rasio kecukupan modal yang
berfungsi menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh
bank. Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank
tersebut untuk menanggung risiko dari setiap kredit/aktiva produktif
yang berisiko. Jika nilai CAR tinggi maka bank tersebut mampu
membiayai kegiatan operasional dan memberikan kontribusi yang cukup
besar bagi profitabilitas.
16
Capital Adequacy Ratio menurut (Wijaya, 2000) adalah “Rasio yang
memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang mengandung
risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank lain) ikut
dibiayai dari dana modal sendiri bank disamping memperoleh dana-dana
dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana dari masyarakat, pinjaman,
dan lain-lain.
Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor: 3/21/PBI/2001, bank
wajib menyediakan modal minimum sebesar 8% dari aktiva tertimbang
menurut risiko yang dinyatakan dalam rasio Capital Adequacy Ratio
(CAR). Perhitungan CAR ini pada prinsipnya adalah bahwa untuk setiap
penanaman dalam bentuk kredit yang mengandung risiko maka harus
disediakan sejumlah modal yang disesuaikan dengan persentase tertentu
sesuai jumlah penanamannya tersebut (Budiawan, 2008). Rasio ini juga
bertujuan untuk memastikan bahwa jika dalam aktivitasnya bank
mengalami kerugian, maka ketersediaan modal yang dimiliki oleh bank
mampu meng-cover kerugian tersebut.
Tetapi karena kondisi perbankan nasional sejak akhir 1997 terpuruk
yang ditandai dengan banyaknya bank yang dilikuidasi, maka sejak
Oktober tahun 1998 besarnya CAR diklasifikasikan dalam 3 kelompok.
Klasifikasi bank sejak 1998 sampai 2007 dikelompokkan dalam: (1)
Bank sehat dengan klasifikasi A, jika memiliki CAR lebih dari 8%, (2)
Bank take over (BTO) atau dalam penyehatan oleh BPPN (Badan
Penyehatan Perbankan Nasional) dengan klasifikasi B, jika bank tersebut
17
memiliki CAR antara –25% sampai dengan < dari 8%, (3) Bank Beku
Operasi (BBO) dengan klasifikasi C, jika memiliki CAR kurang dari –
25%. Bank dengan klasifikasi C inilah yang dilikuidasi. (Pudjo, 1999)
a) Modal adalah dana yang diserahkan oleh para pemilik (Owner).
Modal merupakan faktor yang amat penting bagi perkembangan dan
kemajuan bank sekaligus menjaga kepercayaan masyarakat
(Muhammad,2005). Modal bankdibagi ke dalam modal inti dan
modal pelengkap.
1) Modal inti terdiri dari:
a. Modal disetor, yaitu modal yang disetor secara efektif
oleh pemilik.
b. Agio saham, yaitu selisih lebih dari harga saham dengan
nilai nominal saham
c. Modal sumbangan, yaitu modal yang diperoleh kembali
dari sumbangan saham, termasuk selisih nilai yang
tercatat dengan harga (apabila saham tersebut dijual)
d. Cadangan umum, yaitu cadangan yang dibentuk dari
penyisihan laba yang ditahan dengan persetujuan RUPS
e. Cadangan tujuan, yaitu bagian laba setelah pajak yang
disisihkan untuk tujuan tertentu atas persetujuan RUPS
f. Laba ditahan, yaitu saldo laba bersih setelah pajak yang
oleh RUPS diputuskan untuk tidak dibagikan
18
g. Laba tahun lalu, yaitu laba bersih tahun lalu setelah
pajak, yang belum ditetapkan penggunaannya oleh
RUPS
h. Laba tahun berjalan, yaitu laba sebelum pajak yang
diperoleh dalam tahun berjalan
i. Bagian kekayaan bersih anak perusahaan yang laporan
keuangannya dikonsolidasikan, yaitu modal inti anak
perusahaan setelah dikompensasikan dengna penyertaan
bank pada anak perusahaan tersebut.
2) Modal pelengkap
Modal pelengkap terdri atas cadangan-cadangan yang
dibentuk bukandari laba setelah pajak serta pinjaman yang
sifatnya dipersamakan dengan modal. Secara terinci modal
pelengkap dapat berupa:
a. Cadangan revaluasi aktiva tetap
b. Cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan
c. Modal pinjaman yang mempunyai ciri-ciri:
Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan dan
dipersamakan dengan modal dan telah dibayar penuh
Tidak dapat dilunasi atas inisiatif pemilik, tanpa
persetujuan BI
Mempunyai kedudukan yang sama dengan modal
dalam hal memikul kerugian bank
19
Pembayaran bunga dapat ditangguhkan bila bank
dalam keadaan rugi
d. Pinjaman subordinasi yang memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
Ada perjanjian tertulis antara pemberi pinjaman
dengan bank
Mendapat persetujuan dari BI
Tidak dijamin oleh bank yang bersangkutan
Minimal berjangka waktu 5 tahun
Pelunasan pinjaman harus dengan persetujuan BI
Hak tagih dalam hal terjadi likuidasi berlaku paling
akhir (kedudukannya sama dengan modal)
b) Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR)
ATMR merupakan penjumlahan ATMR aktiva yang tercantum
dalam neraca dan aktiva yang bersifat administratif (Wijaya, 2000).
Langkah-langkah perhitungan penyediaan modal minimum bank
adalah sebagai berikut:
a. ATMR akitiva neraca dihitung dengan cara mengalikan
nilai nominal masing-masing aktiva yang bersangkutan
dengan bobot risiko dari masing masing pos aktiva neraca
tersebut.
b. ATMR aktiva administratif dihitung dengan cara
mengalikan nilai nominal rekening administratif yang
20
bersangkutan dengan bobot risiko dari masing-masing pos
rekening tersebut
c. Total ATMR = ATMR aktiva neraca + ATMR aktiva
administratif
d. Rasio kecukupan modal tersebut dihitung dengan:
CAR = Modal Bank
Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) x 100%
Hasil perhitungan rasio di atas, kemudian dibandingkan dengan
kewajiban modal minimum yang ditentukan oleh Bank International
Settlement yaitu sebesar 8%. Namun, setiap bank memiliki cara sendiri
dalam mengelola permodalannya, apakah bank tersebut termasuk risk
averse yaitu cenderung memilih cara yang aman seperti menyalurkannya
lewat SBI atau risk taker yaitu dengan memilih menggunakan modalnya
untuk sesuatu lebih berisiko, seperti kredit. Kredit ini dikatakan berisiko
karena setiap saat memiliki potensi menjadi kredit macet dan hal ini tentu
saja akan berpengaruh terhadap CAR-nya.
Namun sebenarnya penurunan angka CAR bukanlah suatu masalah
sepanjang masih bisa memenuhi ketentuan yang ditetapkan oleh Bank of
international Settlements (BIS), yaitu sebesar delapan persen (Nawa
Thalo, 2005).
2. Return On Assets (ROA)
Laba merupakan tujuan utama yang ingin dicapai dalam sebuah
usaha, termasuk juga bagi usaha perbankan. Alasan dari pencapaian laba
21
perbankan tersebut dapat berupa kecukupan dalam pemenuhan dalam
memenuhi kewajiban terhadap pemegang saham, penilaian atas kinerja
pimpinan, dan meningkatkan daya tarik investor untuk menanamkan
modalnya. Laba yang tinggi membuat bank mendapat kepercayaan dari
masyarakat yang memungkinkan bank untuk menghimpun modal yang
lebih banyak sehingga bank memperoleh kesempatan meminjamkan
dengan lebih luas (Simorangkir, 2004).
ROA (Return On Assets) merupakan rasio antara saldo laba bersih
setelah pajak dengan jumlah aset perusahaan secara keseluruhan. ROA
juga menggambarkan sejauh mana tingkat pengembalian dari seluruh
aset yang dimiliki perusahaan. Menurut Syahyunan (2004), ROA
menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva
yang dipergunakan. Besarnya perhitungan pengembalian atas aktiva
menunjukkan seberapa besar kemampuan perusahaan menghasilkan laba
yang tersedia bagi para pemegang saham biasa dengan seluruh aktiva
yang dimilikinya. Munawir (2002) Return On Assets mereflesikan
seberapa banyak perusahaan telah memperoleh hasil atas sumber daya
keuangan yang ditanamkan pada perusahaan.
Berdasarkan laporan-laporan keuangan dari bank dan juga literatur
literatur, bunga merupakan unsur atau komponen pendapatan yang paling
besar.
Hasil yang diperoleh yaitu 75% dari bunga, sedangkan yang 25%
berasal dari pendapatan jasa lainnya (Simorangkir, 2004). Yang berarti
22
pendapatan terbesar bank diperoleh dari usaha bank dalam menyalurkan
kreditnya. Selain itu, jika kita melihat struktur aset bank, pinjaman
merupakan earning asset yang paling besar jika dibandingkan dengan
golongan aset lainnya.
Tingkat laba atau profitability yang diperoleh oleh bank ini biasanya
diproksikan dengan return on asset (ROA). Rasio ini digunakan untuk
mengukur kemampuan manajemen bank dalam memperoleh keuntungan
atau laba keseluruhan. Semakin besar nilai ROA suatu bank, semakin
besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan semakin
baik pula posisi bank tersebut dari penggunaan aset. Rasio ini diperoleh
dengan cara membagi laba bersih dengan total aktiva. Menurut (Wijaya,
2000), terdapat dua cara perhitungan rasio ini yaitu secara teoritis dan
secara praktis (sesuai perhitungan Bank Indonesia). Jika secara teoritis
yang digunakan adalah laba bersih setelah pajak dibagi dengan total
asset. Sedang menurut ketentuan Bank Indonesia dan yang akan dipakai
dalam penelitian ini diformulasikan sebagai berikut berikut :
ROA = Laba Sebelum Pajak
Total Aset x 100%
Menurut (Wijaya, 2000) alasan penggunaan ROA ini dikarenakan
Bank Indonesia sebagai pembina dan pengawas perbankan lebih
mengutamakan nilai profitabilitas suatu bank yang diukur dengan aset
yang mana sebagian besar dananya berasal dari masyarakat dan nantinya,
oleh bank, juga harus disalurkan kembali kepada masyarakat.
23
Berdasarkan ketentuan Bank Indonesia, maka standar ROA yang baik
adalah sebesar 1,5%, meskipun ini bukan suatu keharusan.
3. Non Performing Financing (NPF)
Sebagai indikator yang menunjukkan kerugian akibat risiko kredit
adalah tercermin dari besarnya non performing loan (NPL), dalam
terminologi bank syariah disebut non perfoming financing (NPF). Non
Performing Financing (NPF) adalah rasio antara pembiayaan yang
bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah.
Menurut kamus Bank Indonesia, Non Performing Financing (NPF)
adalah kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi
kurang lancar, diragukan dan macet.
Berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia
kategori yang termasuk dalam NPF adalah pembiayaan kurang lancar,
diragukan dan macet.
NPF =Pembiayaan Bermasalah
Total Pembiayaan x 100%
Dalam peraturan bank indonesia Nomor 8/21/PBI/2006 tanggal 5
Oktober 2006 tentang Penilaian Kualitas Bank Umum yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah pasal 9 ayat
(2), bahwa kualitas aktiva produktif dalam bentuk pembiayaan dibagi
dalam 5 golongan yaitu lancar (L), dalam perhatian khusus (DPK),
kurang lancar (KL), diragukan (D), macet (M).
24
Non performing financing (NPF) akan berdampak pada menurunnya
tingkat bagi hasil yang dibagikan pada pemilik dana. Hubungan antara
bank dan nasabah didasarkan pada dua unsur yang saling terkait, yaitu
hukum dan kepercayaan.
Suatu bank hanya dapat melakukan kegiatan dan mengembangkan
usahanya apabila nasabah percaya untuk menempatkan uangnya.
Kemudian setelah menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan, bank kemudian menyalurkan kembali kepada masyarakat
dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat (Rahmawulan dalam
Muntoha 2011).
Menurut (Antonio, 2011) pengendalian biaya mempunyai hubungan
terhadap kinerja lembaga perbankan, sehingga semakin rendah tingkat
NPL (ketat kebijakan kredit) maka akan semakin kecil jumlah
pembiayaan yang disalurkan oleh bank, dan sebaliknya. Semakin ketat
kebijakan kredit/analisis pembiayaan yang dilakukan bank (semakin
ditekan tingkat NPF) akan menyebabkan tingkat permintaan pembiayaan
oleh masyarakat turun.
4. Financing to Deposit Ratio (FDR)
Rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah perbandingan antara
pembiayaan yang diberikan oleh bank dengan dana pihak ketiga yang
berhasil dikerahkan oleh bank (Muhammad, 2005). Seberapa besar
pembiayaan yang diberikan kepada masyarakat atau nasabah, bank harus
25
mampu mengimbanginya dengan segera memenuhi kebutuhan akan
penarikan kembali dana sewaktu waktu oleh deposan. FDR diartikan
sebagai perbandingan antara pembiayaan yang diberikan dengan dana
yang diterima bank. FDR ini menjadi salah satu rasio likuiditas bank
yang berjangka waku agak panjang.
Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
Financing to Deposit rasio (FDR) adalah rasio yang menggambarkan
tingkat kemampuan bank syariah dalam mengembalikan dana kepada
pihak ketiga melalui keuntungan yang diperoleh dari pembiayaan.
Indikator untuk mengetahui likuid atau tidaknya sebuah bank dapat
dilihat dari rasio FDR bank tersebut. FDR sebenarnya sama dengan Loan
to Deposit Ratio dalam bank konvensional, perbedaan penyebutan ini
dikarenakan dalam bank syariah tidak ada yang namanya loan atau
pinjaman melainkan disebut dengan financing atau pembiayaan. Bank
dikatakan likuid ketika mampu memenuhi semua kewajiban hutangnya
dan memenuhi permintaan kebutuhan dana yang diajukan nasabah tanpa
adanya penangguhan dalam pemberiaan dana melalui pembiayaan
tersebut.
Sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia bahwa rasio FDR minimal
75% dan tidak boleh melebihi 110 %. Dengan rasio FDR diantara
tingkatan tersebut menandakan bahwa bank syariah menjalankan fungsi
intermediasi dengan baik. Baiknya bank mampu menjaga nilai FDR
hanya diantara 80% hingga 90%. Dengan FDR 100% atau 110%
26
menandakan bank mampu menyalurkan dana melebihi batas DPK yang
dimiliki, dengan begitu tingkat perolehan keuntungan atau bagi hasil
yang diterima bank akan semakin banyak. Tetapi semakin tinggi rasio ini
mempengaruhi likuiditas bank karena nantinya bank tidak memiliki
cukup cadangan dana untuk memenuhi permintaan kebutuhan dana
masyarakat.
Kemampuan menjalankan fungsi intermediasi secara baik, dapat
digunakan rasio FDR sebagai indikatornya. Semakin tinggi rasio FDR
maka bank tersebut semakin baik dalam menjalankan fungsi
intermediasinya. Semakin tinggi FDR maka pembiayaan yang disalurkan
juga semakin meningkat. Demikian sebaliknya, jika terjadi penurunan
FDR maka pembiayaan yang disalurkan juga mengalami penurunan,
sehingga FDR juga berpengaruh positif terhadap pembiayaan.
Adapun rumus untuk mencari Financing to Deposit Rasio (FDR)
adalah sebagai berikut:
FDR=Jumlah Pembiayaan yang disalurkan
Dana yang diterima Bank x 100%
b) Pembiayaan Syariah
Fungsi dan kegiatan bank syariah adalah menghimpun dana dan
menyalurkan dana dalam terminologi bank syariah disebut dengan istilah
pembiayaan, sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang no.21
tahun 2008 pasal 19 ayat 1. Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1998 tentang perbankan (pasal 1) disebutkan bahwa, “pembiayaan
berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau tagihan yang
27
dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil”.
Menurut Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah, pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berupa:
a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.
b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa-beli dalam
bentuk ijarah muntahiya bittamlik.
c. Transaksi jual-beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan
istishna.
d. Transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk piutang qardh.
e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi
multi jasa, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan atau bank
syariah dan/atau Unit Usaha Syariah (UUS) dan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk
mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
Adanya Bank Syari’ah diharapkan dapat memberikan sumbangan
terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat melalui pembiayaan-
pembiayaan yang dikeluarkan oleh bank syari’ah. Melalui pembiayaan ini
bank syari’ah dapat menjadi mitra dengan nasabah, sehingga hubungan
28
bank syari’ah dengan nasabah tidak lagi sebagai kreditur dan debitur tetapi
menjadi hubungan kemitraan (Muhammad, 2005).
Pembiayaan merupakan salah satu tugas pokok bank, yaitu pemberian
fasilitas penyediaan dana untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak yang
merupakan defisit unit. (Antonio, 2011) Pengertian pembiayaan adalah
pendaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk
mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri
maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan adalah pendanaan yang
dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan.
(Muhammad, 2002)
Dalam pelaksanaan pembiayaan, Bank Syari’ah harus memenuhi:
(Muhammad, 2002)
a. Aspek Syari’ah, berarti dalam setiap realisasi pembiayaan kepada
para nasabah Bank Syari’ah harus tetap berpedoman pada syariat
Islam (antara lain tidak mengandung unsure maisir, gharar, dan riba
serta usahanya harus halal).
b. Aspek ekonomi, berarti disamping mempertimbangkan hal-hal
Syari’ah, Bank Syari’ah tetap mempertimbangkan perolehan
keuntungan baik bagi bank Syari’ah maupun bagi nasabah bank
Syari’ah.
Tujuan Pembiayaan adalah sebagai berikut: (Deni, 1999)
a. Peningkatan ekonomi umat
b. Tersedianya dana bagi peningkatan usaha
29
c. Meningkatkan produktifitas
d. Membuka lapangan kerja baru
e. Terjadi distribusi pendapatan
Secara garis besar, pembiayaan dibagi dua jenis, yaitu sebagai berikut:
a. Pembiayaan konsumtif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk
pembiayaan yang bersifat konsumtif, seperti pembiayaan untuk
pembiayaan rumah, kendaraan bermotor, pembiayaan pendidikan, dan
apapun yang sifatnya konsumtif.
b. Pembiayaan produktif, yaitu pembiayaan yang ditujukan untuk
pembiayaan sektor produktif, seperti pembiayaan modal kerja,
pembiayaan pembeliaan barang modal dan lainnya yang mempunyai
tujuan memberdayakan sektor real. Salah satu fungsi utama dari
perbankan adalah menyalurkan dana yang telah dihimpunnya kepada
masyarakat melalui pembiayaan kepada nasabah.
Jenis-jenis pembiayaan pada dasarnya dapat dikelompokan menurut
beberapa aspek, diantaranya: (Muhammad, 2002)
a. Pembiayaan menurut tujuan, yaitu :
1. Pembiayaan modal kerja, yaitu pembiayaan yang dimaksudkan untuk
mendapatkan modal dalam rangka pengembangan usaha.
2. Pembiayaan investasi yaitu pembiayaan yang dimaksudkan untuk
melakukan investasi atau pengadaan barang konsumtif.
b. Pembiayaan menurut jangka waktu, yaitu :
30
1. Pembiayaan jangka pendek, pembiayaan yang dilakukan dengan
waktu 1 bulan sampai dengan 1 tahun.
2. Pembiayaan jangka waktu menengah, pembiayaan yang dilakukan
dengan waktu 1 tahun sampai dengan 5 tahun.
3. Pembiayaan jangka waktu panjang, pembiayaan yang dilakukan
dengan waktu lebih dari 5 tahun.
Jenis pembiayaan pada bank syariah akan diwujudkan dalam
bentuk aktiva produktif dan aktiva tidak produktif, yaitu:
a. Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil. Untuk jenis pembiayaan
dengan prinsip ini meliputi:
1. Pembiayaan murabahah.
2. Pembiayaan musyarakah.
b. Pembiayaan dengan prinsip jual beli (piutang). Untuk jenis
pembiayaan dengan prinsip ini meliputi:
1. Pembiayaan murabahah.
2. Pembiayaan salam.
3. Pembiayaan istishna.
c. Pembiayaan dengan prinsip sewa. Untuk jenis pembiayaan dengan
prinsip ini meliputi:
1. Pembiayaan ijarah.
2. Pembiayaan ijarah muntahiya bittamlik/wa iqtina.
31
Dalam bukunya, (Muhammad, 2002), membedakan tujuan pembiayaan
menjadi dua kelompok, yaitu: tujuan pembiayaan untuk tingkat makro, dan
tujuan pembiayaan untuk tingkat mikro.
Secara makro, pembiayaan bertujuan untuk:
i. Peningkatan ekonomi umat. Masyarakat yang tidak dapat akses secara
ekonomi, dengan adanya pembiayaan mereka dapat melakukan akses
ekonomi. Dengan demikian dapat meningkatkan taraf ekonominya;
ii. Tersedianya dana bagi peningkatan usaha. Untuk pengembangan usaha
membutuhkan dana. Dana tambahan ini dapat diperoleh dengan
melakukan aktivitas pembiayaan. Pihak yang surplus dana menyalurkan
kepada pihak minus dana, sehingga dapat tergulirkan;
iii. Meningkatkan produktivitas. Pembiayaan memberikan peluang bagi
masyarakat usaha mampu meningkatkan daya produksinya. Sebab upaya
produksi tidak akan dapat jalan tanpa adanya dana;
iv. Membuka lapangan kerja baru. Dengan dibukanya sektor-sektor usaha
melalui penambahan dana pembiayaan, maka sektor usaha tersebut akan
menyerap tenaga kerja. Hal ini berarti menambah atau membuka
lapangan kerja baru;
v. Terjadi distribusi pendapatan. Masyarakat usaha produktif mampu
melakukan aktivitas kerja, berarti mereka akan memperoleh pendapatan
dari hasil usahanya. Penghasilan merupakan bagian dari pendapatan
masyarakat.
Adapun secara mikro, pembiayaan diberikan dalam rangka untuk:
32
1. Upaya memaksimalkan laba. Setiap usaha yang dibuka memiliki tujuan
tertinggi, yaitu menghasilkan laba usaha. Setiap pengusaha
menginginkan mampu mencapai laba maksimal. Untuk dapat
menghasilkan laba maksimal maka mereka perlu dukungan dana yang
cukup;
2. Upaya meminimalkan risiko. Usaha yang dilakukan agar mampu
menghasilkan laba maksimal, maka pengusaha harus mampu
meminimalkan risiko yang mungkin timbul. Risiko kekurangan modal
usaha dapat diperoleh melalui tindakan pembiayaan;
3. Pendayagunaan sumber ekonomi. Sumber daya ekonomi dapat
dikembangkan dengan melakukan mixing antara sumber daya alam
dengan sumber daya manusia serta sumber daya modal. Jika sumber daya
alam dan sumber daya manusianya ada, dan sumber daya modal tidak
ada, maka dipastikan diperlukan pembiayaan;
4. Penyaluran kelebihan dana. Dalam kehidupan masyarakat ini ada pihak
yang memiliki kelebihan sementara ada pihak yang kekurangan. Dalam
kaitannya dengan masalah dana, maka mekanisme pembiayaan dapat
menjadi pembiayaan dapat menjadi jembatan dalam penyeimbangan
dana penyaluran kelebihan dana dari pihak yang berlebihan (surplus)
kepada pihak yang kekurangan (minus) dana.
33
c) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
a. Pengertian Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Sebelum lahirnya BPR Syari’ah di Indonesia, masyarakat terlebih
dahulu mengenal adanya Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Menurut UU
No.21 Tahun 2008 disebutkan bahwa BPR adalah bank konvensional
yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. Dimana BPR konvensional masih menerapkan sistem
bunga dalam operasionalnya. Maka dari itu, harus dibedakan antara BPR
Konvensional dan BPR Syari’ah. Perbedaan Bank Pembiayaan Rakyat
Syari’ah (BPRS) dengan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah sebagai
berikut: (Muhammad, 2002)
a) Akad dan aspek legalitas.
Dalam BPR Syari’ah akad yang dilakukan memiliki
konsekuensi duniawi dan ukhrawi karena akad yang dilakukan
berdasarkan hukum Islam. Sering nasabah berani melanggar
kesepakatan atau perjanjian yang telah dilakukan bila hukum
hanya berdasarkan hukum positif.
b) Adanya Dewan Pengawas Syari’ah dalam struktur
organisasinya yang bertujuan mengawasi praktik operasional
BPR Syari’ah agar tidak menyimpang dari prinsip Syari’ah.
c) Penyelesaian sengketa yang terjadi dapat diselesaikan melalui
Badan Arbitrase Syari’ah maupun Pengadilan Agama.
34
d) Bisnis dan usaha yang dibiayai tidak boleh bisnis yang haram,
syubhat ataupun dapat menimbulkan kemadharatan bagi pihak
lain.
e) Praktik operasional BPR Syari’ah, baik untuk penghimpunan
maupun penyaluran pembiayaan, menggunakan sistem bagi
hasil dan tidak menggunakan sistem bunga.
Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS) adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prisnsip Syari’ah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bentuk hukumnya dapat berupa : Perseroan Terbatas/PT, Koperasi atau
Perusahaan Daerah (Pasal 2 PBI No. 6/17/PBI/2004). Undang-undang
Nomor 21 Tahun 2008 menyebutkan Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah
(BPRS) yaitu Bank Syari’ah yang dalam kegiatannya tidak memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran. (Umam, 2009)
Yang perlu diperhatikan dari ketentuan diatas adalah kepanjangan
dari BPR Syari’ah yang berupa Bank Perkreditan Syari’ah. Ini berarti
semua peraturan perundangan-undangan yang menyebut BPR Syari’ah
dengan Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah harus dibaca dengan Bank
Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS). (Zubairi, 2009)
Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Bank
Syari’ah telah mengatur secara khusus eksistensi Bank Syari’ah di
Indonesia. Undang-Undang tersebut melengkapi dan menyempurnakan
UU No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah
35
dengan UU No. 10 Tahun 1998 yang belum spesifik sehingga perlu diatur
khusus dalam Undang-Undang tersendiri. Menurut Pasal 18 UU No. 21
Tahun 2008, Bank Syari’ah terdiri atas Bank Umum Syari’ah dan Bank
Pembiayaan Rakyat Syari’ah.
Pasal 1 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Ketentuan Umum
disebutkan pengertian dari Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS)
adalah Bank Syari’ah yang dalam kegiatanya tidak memberikan jasa
dalam lalu lintas pembayaran. (Ifham, 2010)
Sedangkan Pasal 2 UU No. 21 Tahun 2008 dijelaskan bahwa
Perbankan Syari’ah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan
Prinsip Syari’ah, demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian.
b. Tinjauan dan Karakteristik Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Ada beberapa tujuan yang dikehendaki dari pendirian BPR Syari’ah
di dalam perekonomian, yaitu sebagai berikut:
1) Meningkatkan kesejahteraan ekonomi umat Islam, terutama
masyarakat golongan ekonomi lemah yang pada umumnya berada
di daerah pedesaan.
2) Menambah lapangan kerja, terutama ditingkat kecamatan sehingga
dapat mengurangi arus urbanisasi.
3) Membina semangat ukhuwah islamiyah melalui kegiatan ekonomi
dalam rangka meningkatkan pendapatan perkapita menuju kualitas
hidup yang memadai.
36
4) Untuk mempercepat perputaran aktivitas perekonomian karena
sektor real akan bergairah. (Muhammad, 2002)
Dalam aktivitas operasional perbankannya berdasarkan UU No. 21
Tahun 2008, Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS) dilarang:
(Sollihin, 2008)
1) Melakukan kegiatan usaha yang bertentangan dengan prinsip
Syari’ah.
2) Menerima simpanan berupa giro dan ikut serta dalam lalu lintas
pembayaran
3) Melakukan kegiatan usaha dalam valuta asing, kecuali penukaran
uang asing dengan izin Bank Indonesia.
4) Melakukan kegiatan usaha perasuransian, kecuali sebagai agen
pemasaran produk asuransi Syari’ah.
5) Melakukan penyertaan modal, kecuali pada lembaga yang dibentuk
untuk menanggulangi kesulitan likuiditas Bank Pembiayaan
Rakyat Syari’ah.
6) Melakukan usaha lain diluar kegiatan usaha yang telah diatur
dalam Undang-Undang.
c. Kegiatan Usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Adapun kegiatan usaha dari BPR Syari’ah intinya hampir sama
dengan kegiatan dari Bank Umum Syari’ah, yaitu berupa penghimpunan
dana, penyaluran dana, dan kegiatan di bidang jasa. Yang
membedakannya adalah bahwa BPR Syari’ah tidak diperkenankan
37
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran, misalnya ikut dalam
kegiatan kliring, inkaso, dan menertibkan giro.
Kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh BPR Syari’ah versi
Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah
diatur dalam Pasal 21, yaitu bahwa kegiatan usaha Bank Pembiayaan
Rakyat Syari’ah meliputi:
a) Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk:
1. Simpanan berupa tabungan atau yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan
dengan prinsip Syari’ah; dan
2. Investasi berupa deposito atau tabungan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau
akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip Syari’ah.
b) Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk:
1. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah atau
musyarakah.
2. Pembiayaan berdasarkan akad murabahah, salam, atau istishna’.
3. Pembiayaan berdasarkan akad qardh.
4. Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak
kepada nasabah berdasarkan akad ijarah atau sewa beli dalam
bentuk ijarah muntahiya bittamlik; dan
5. Pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah.
38
c) Menempatkan dana pada Bank Syari’ah lain dalam bentuk titipan
berdasarkan akad wadi’ah atau investasi berdasarkan akad
mudharabah dan atau akad lain yang tidak bertentangan dengan
prinsip Syari’ah.
d) Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat
Syari’ah yang ada di Bank Umum Syari’ah , Bank Umum
Konvensional dan UUS.
e) Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syari’ah
lainnya yang sesuai dengan prinsip Syari’ah berdasarkan persetujuan
Bank Indonesia.
Kegiatan usaha BPR Syari’ah secara teknis operasional berkaitan
dengan produk-produknya mendasarkan pada Pasal 2 dan Pasal 3 PBI
No. 9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip Syari’ah dalam kegiatan
penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank
Syari’ah sebagaimana telah diubah dengan PBI No. 10/16/PBI/2008.
Lebih teknis lagi mengacu SEBI No. 10/14/DPbS Jakarta, 17 Maret 2008
perihal pelaksanaan prinsip dalam kegiatan penghimpunan dana dan
penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank Syari’ah.
Perlu ditekankan disini bahwa setiap pihak dilarang melakukan
kegiatan penghimpunan dana dalam bentuk simpanan atau investasi
berdasarkan prinsip Syari’ah tanpa izin terlebih dahulu dari Bank
Indonesia, kecuali diatur dalam undang-undang lain. Dengan demikian
39
untuk dapat melakukan kegiatan-kegiatan sebagaimana dimaksud di atas
secara a contrario dapat ditafsirkan harus ada izin terlebih dahulu dari
Bank Indonesia. (Umam, 2009)
B. Penelitian Terdahulu
Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang mengangkat masalah penyaluran
pembiayaan sektor UMKM ini, yaitu sebagai berikut :
Tabel 2.1: Penelitian Terdahulu
Peneliti Judul Metodologi Hasil
Penelitian Persamaan Perbedaan
Irma
Anindita
(2011)
Analisis
Pengaruh
Tingkat Suku
Bunga, CAR,
NPL, dan LDR
terhadap
Penyaluran
Kredit UMKM
(Studi pada
Bank Umum
Swasta
Nasional
Periode 2003-
2010)
Variabel
Independen:
Capital
Adequecy
Ratio (CAR),
Non
Performing
Loan
(NPL)/NPF,
Loan Deposit
Ratio (LDR)
Variabel
Dependen:
Kredit UMKM
(Pembiayaan
UMKM)
Variabel
Independen:
Tingkat Suku
Bunga
Variabel CAR
dan NPL
berpengaruh
negatif dan
signifikan
terhadap
penyaluran
kredit UMKM,
sedangkan
variabel LDR
tidak
berpengaruh
signifikan
terhadap kredit
UMKM.
40
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Peneliti Judul Metodologi Hasil
Penelitian Persamaan Perbedaan
Luh
Gede
Meydhia
nawati
(2007)
Analisis
Perilaku
Penawaran
Kredit
Perbankan
kepada Sektor
UMKM di
Indonesia
Variabel
Independen:
Capital
Adequecy
Ratio (CAR),
Non
Performing
Loan
(NPL)/NPF,
Return On
Assets (ROA)
Variabel
Dependen:
Kredit UMKM
(Pembiayaan
UMKM)
Variabel
Independen:
Dana Pihak
Ketiga
Variabel DPK,
ROA dan CAR
memiliki
pengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
penawaran
kredit.
Sedangkan
NPL
berpengaruh
negatif dan
signifikan
Wuri
Arianti
N.P
(2011)
Analisis
Pengaruh Dana
Pihak Ketiga
(DPK), Capital
Adequacy
Ratio (CAR).
Non
Performing
Financing
(NPF), dan
Return On
Assets (ROA)
terhadap
Pembiayaan
Pada
Perbankan
Syariah
Variabel
Independen:
Capital
Adequecy
Ratio (CAR),
Non
Performing
Financing
(NPF), Return
On Assets
(ROA)
Variabel
Independen:
Dana Pihak
Ketiga (DPK)
Variabel
Dependen:
Pembiayaan
Pada
Perbankan
Syariah
Secara
simultan
variabel DPK,
CAR, NPF,
dan ROA
berpengaruh
signifikan
terhadap
pembiayaan
41
Tabel 2.1 (Lanjutan)
Peneliti Judul Metodologi Hasil Penelitian
Persamaan Perbedaan
Andreani
Caroline
Barus
(2013)
Pengaruh
Spread
Tingkat Suku
Bunga dan
Rasio
Keuangan
Terhadap
Penyaluran
Krediy
UMKM pada
Bank Umum
di Indonesia
Variabel
Independen:
Capital
Adequecy
Ratio
(CAR),
Loan to
Deposit
Ratio
(LDR), Non
Performing
Loan(NPF)
Variabel
Dependen:
Kredit
UMKM
(Pembiayaa
n UMKM)
Variabel
Independen:
Spread
Tingkat
Suku Bunga
Secara simultan dan
parsial, spread, CAR,
LDR dan NPL
berpengaruh
terhadap penyaluran
kredit UMKM pada
bank umum.
secara parsial
variabel
independen CAR,
LDR, dan NPL
berpengaruh negatif
terhadap penyaluran
kredit UMKM
Himaniar
Triasdini
(2010)
Pengaruh
CAR, NPL,
dan ROA
terhadap
Penyaluran
Kredit Modal
Kerja (Studi
Pada Bank
Umum Yang
Terdaftar Di
Bursa Efek
Indonesia
Periode 2004-
2009)
Variabel
Independen:
Capital
Adequecy
Ratio
(CAR), Non
Performing
Loan
(NPL)/NPF,
Return On
Assets
(ROA)
Variabel
Dependen:
Kredit/Pem
biayaan
UMKM
(Peneliti)
Dari hasil pengujian
secara simultan
diketahui bahwa
CAR, NPL, dan
ROA berpengaruh
secara signifikan.
Sedang dari
pengujian secara
parsial, diperoleh
hasil bahwa CAR
berpengaruh positif
dan signifikan.
Untuk NPL
berpengaruh negatif
dan signifikan
terhadap penyaluran
Kredit Modal Kerja.
Sedang untuk ROA
berpengaruh positif
dan signifikan. Sumber: Diolah dari berbagai sumber
42
C. Hipotesis Penelitian
Hipotesis 1: Pengaruh CAR terhadap Penyaluran Pembiayaan UMKM
Permodalan merupakan hal yang pokok bagi sebuah bank, selain sebagai
penyangga kegiatan operasional sebuah bank, modal juga sebagai penyangga
terhadap kemungkinan terjadinya kerugian.
Semakin tinggi CAR maka semakin besar pula sumber daya finansial
yang dapat digunakan untuk keperluan pengembangan usaha dan
mengantisipasi potensi kerugian yang diakibatkan oleh penyaluran kredit.
Secara singkat bisa dikatakan besarnya nilai CAR akan meningkatkan
kepercayaan diri perbankan dalam menyalurkan kredit. Dengan CAR diatas
20%, perbankan bisa memacu pertumbuhan kredit hingga 20% – 25%
setahun.(Wibowo, 2009)
Menurut Himaniar Triasdini (2010), CAR berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kredit UMKM pada perbankan. Dengan demikian CAR
diprediksi berpengaruh terhadap penyaluran pembiayaan UMKM.
Hipotesis Statistiknya adalah sebagai berikut:
H0: CAR (Capital Adequacy Ratio) tidak mempunyai pengaruh
secara parsial terhadap penyaluran pembiayaan UMKM
Ha: CAR (Capital Adequacy Ratio) mempunyai pengaruh secara
parsial terhadap penyaluran pembiayaan UMKM
43
Hipotesis 2: Pengaruh ROA terhadap Penyaluran Pembiayaan UMKM
Laba merupakan tujuan utama yang ingin dicapai dalam sebuah usaha,
termasuk juga bagi usaha perbankan. Alasan dari pencapaian laba perbankan
tersebut dapat berupa kecukupan dalam pemenuhan dalam memenuhi
kewajiban terhadap pemegang saham, penilaian atas kinerja pimpinan, dan
meningkatkan daya tarik investor untuk menanamkan modalnya. Laba yang
tinggi membuat bank mendapat kepercayaan dari masyarakat yang
memungkinkan bank untuk menghimpun modal yang lebih banyak sehingga
bank memperoleh kesempatan meminjamkan dengan lebih luas
(Simorangkir, 2004).
Hasil yang diperoleh yaitu 75% dari bunga, sedangkan yang 25% berasal
dari pendapatan jasa lainnya (Simorangkir, 2004). Yang berarti pendapatan
terbesar bank diperoleh dari usaha bank dalam menyalurkan kreditnya. Selain
itu, jika kita melihat struktur aset bank, pinjaman merupakan earning asset
yang paling besar jika dibandingkan dengan golongan aset lainnya.
Menurut Himaniar Triasdini (2010), ROA berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kredit UMKM pada perbankan . Dengan demikian ROA
diprediksi berpengaruh terhadap penyaluran pembiayaan UMKM.
Hipotesis Statistiknya adalah sebagai berikut:
H0: ROA (Return On Assets) tidak mempunyai pengaruh secara
parsial terhadap penyaluran pembiayaan UMKM
Ha: ROA (Return On Assets) mempunyai pengaruh secara
parsial terhadap penyaluran pembiayaan UMKM.
44
Hipotesis 3: Pengaruh NPF terhadap Penyaluran Pembiayaan UMKM
Non Performing Financing (NPF) adalah rasio antara pembiayaan yang
bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank syariah.
Berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia kategori
yang termasuk dalam NPF adalah pembiayaan kurang lancar, diragukan dan
macet.
Menurut Syafi’i Antonio (2011) pengendalian biaya mempunyai
hubungan terhadap kinerja lembaga perbankan, sehingga semakin rendah
tingkat NPL (ketat kebijakan kredit) maka akan semakin kecil jumlah
pembiayaan yang disalurkan oleh bank, dan sebaliknya. Semakin ketat
kebijakan kredit/analisis pembiayaan yang dilakukan bank (semakin ditekan
tingkat NPF) akan menyebabkan tingkat permintaan pembiayaan oleh
masyarakat turun.
Menurut Himaniar Triasdini (2010), Luh Gede Meydhianawati (2007),
dan Irma Anindita (2011), NPF berpengaruh negatif terhadap kredit UMKM
pada perbankan. Dengan demikian NPF diprediksi berpengaruh terhadap
penyaluran pembiayaan UMKM.
Hipotesis Statistiknya adalah sebagai berikut:
H0: NPF (Non Performing Financing) tidak mempunyai
pengaruh secara parsial terhadap penyaluran pembiayaan
UMKM
Ha: NPF (Non Performing Financing) mempunyai pengaruh
secara parsial terhadap penyaluran pembiayaan UMKM
45
Hipotesis 4: Pengaruh FDR terhadap Penyaluran Pembiayaan UMKM
Rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah perbandingan antara
pembiayaan yang diberikan oleh bank dengan dana pihak ketiga yang berhasil
dikerahkan oleh bank (Muhammad, 2005). Seberapa besar pembiayaan yang
diberikan kepada masyarakat atau nasabah, bank harus mampu
mengimbanginya dengan segera memenuhi kebutuhan akan penarikan
kembali dana sewaktu waktu oleh deposan. FDR diartikan sebagai
perbandingan antara pembiayaan yang diberikan dengan dana yang diterima
bank. FDR ini menjadi salah satu rasio likuiditas bank yang berjangka waku
agak panjang.
Kemampuan menjalankan fungsi intermediasi secara baik, dapat
digunakan rasio FDR sebagai indikatornya. Semakin tinggi rasio FDR maka
bank tersebut semakin baik dalam menjalankan fungsi intermediasinya.
Semakin tinggi FDR maka pembiayaan yang disalurkan juga semakin
meningkat. Demikian sebaliknya, jika terjadi penurunan FDR maka
pembiayaan yang disalurkan juga mengalami penurunan, sehingga FDR juga
berpengaruh positif terhadap pembiayaan.
Menurut Andreani Caroline Barus (2013), LDR/FDR berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap kredit UMKM pada perbankan . Dengan
demikian FDR diprediksi berpengaruh terhadap penyaluran pembiayaan
UMKM.
Hipotesis Statistiknya adalah sebagai berikut:
46
H0: FDR (Financing to Deposit Ratio) tidak mempunyai
pengaruh secara parsial terhadap penyaluran pembiayaan
UMKM
Ha: FDR (Financing to Deposit Ratio) mempunyai pengaruh
secara parsial terhadap penyaluran pembiayaan UMKM.
Hipotesis 5: Pengaruh CAR, ROA, NPF, dan FDR terhadap Penyaluran
Pembiayaan UMKM
Suatu pengukuran tingkat kesehatan bank dalam kemampuan kerja dan
produktifitasnya adalah dengan menilai tingkat kinerja atau keragaan dari
lembaga yang bersangkutan. Untuk menilai tingkat kesehatan tersebut dapat
dilakukan dari berbagai segi yang diantarannya adalah dengan melakukan
analisis rasio keuangan bank Capital Adequacy Ratio (CAR), Return On
Assets (ROA), Non Performing Financing (NPF), dan Financing to Deposit
Ratio (FDR).
Menurut Irma Anindita (2011), CAR, NPL dan LDR berpengaruh secara
simultan signifikan terhadap penyaluran kredit UMKM. Menurut Wuri
Arianti (2011), CAR, ROA, dan NPF secara simultan berpengaruh signifikan
terhadap pembiayaan. Menurut Himaniar Triasdini (2010), CAR, NPL, dan
ROA secara simultan berpengaruh signifikan terhadap penyaluran kredit
modal kerja. Dan menurut Anderani Caroline (2013), CAR, NPL, dan LDR
secara simultan berpengaruh signifikan terhadap penyaluran kredit UMKM.
47
Dengan demikian CAR, ROA, NPF, dan FDR diprediksi berpengaruh
terhadap penyaluran pembiayaan UMKM.
Hipotesis Statistiknya adalah sebagai berikut:
H0: CAR, ROA, NPF dan FDR tidak mempunyai pengaruh
secara simultan terhadap penyaluran pembiayaan UMKM
Ha: CAR, ROA, NPF dan FDR mempunyai pengaruh secara
simultan terhadap penyaluran pembiayaan UMKM.
D. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini adalah tentang
pengaruh CAR, ROA, NPF, dan FDR terhadap Penyaluran Pembiayaan
UMKM. Gambar 2.1 menyajikan kerangka pemikiran teoritis untuk
pengembangan hipotesis pada penelitian ini. Variabel penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah variabel dependen yaitu Pembiayaan
sektor UMKM. Sedangkan variabel independenya adalah CAR, ROA, NPF,
dan FDR.
48
Gambar 2.1: Kerangka Pemikiran
Data Statistika Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Sumber Otoritas Jasa Keuangan Tahun 2012-2016
CAR (Capital Adequacy
Ratio) X1
ROA (Return On Assets)
X2
NPF (Non Performing Financing)
X3
FDR (Financing to
Deposit Ratio) X4
Pembiayaan Sektor UMKM
Y
Uji Asumsi Klasik :
1. Uji Normalitas Data
2. Uji Multikolineritas
3. Uji Heteroskedastisitas
4. Uji Autokorelasi
Uji Regresi Linear Berganda :
1. Uji t (Parsial)
2. Uji F (Simultan)
3. Uji Koefisien Determinansi (R2)
Interpretasi
Kesimpulan
49
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
1. Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (1999) variabel penelitian, merupakan suatu atribut
atau sifat atau nilai dari orang atau kegiatan yang mempunyai varian
tertentu yang ditetepkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik
kesimpulannya.
Pada umumnya variabel dibedakan menjadi 2 jenis, yakni variabel
bebas (independen) dan variabel terikat (dependen). Berdasarkan
pendahuluan dan landasan teori yang telah dipaparkan, variabel dependen
dan independen yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Variabel Terikat (Dependen)
Variabel Terikat (Dependen) merupakan variabel yang dipengaruhi
atau yang menjadi akibat karena adanya variabel bebas (independent).
Dalam penelitian ini yang merupakan Variabel Terikat (Dependent)
adalah Penyaluran Pembiayaan sektor UMKM.
b. Variabel Bebas (Independent)
Variabel Bebas (Independent) adalah variabel yang memengaruhi
variabelterikat, entah secara positif atau negatif. (Sekaran, 2006)
Dalam penelitian ini yang menjadi Variabel Bebas (Independent)
adalah:
50
1. Capital Adequacy Ratio (CAR)
2. Return on Assets (ROA)
3. Non Performing Financing (NPF)
4. Financing to Deposit Ratio (FDR)
2. Definisi Operasional Variabel
Berikut adalah tabel definisi operasional dari variabel yang diteliti :
Tabel 3.1: Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi Formula Skala
Capital
Adequacy Ratio
(CAR)
Ccapital Adequacy Ratio
adalah Rasio yang
memperlihatkan seberapa
jauh seluruh aktiva bank
yang mengandung risiko
(kredit, penyertaan, surat
berharga, tagihan pada
bank lain) ikut dibiayai dari
dana modal sendiri bank
disamping memperoleh
dana-dana dari sumber-
sumber di luar bank,
seperti dana dari
masyarakat, pinjaman, dan
lain-lain.
CAR = Modal Bank
Aktiva Tertimbang Menurut Risiko
(ATMR)
x 100%
Rasio
Return on
Assets (ROA)
ROA (Return On Assets)
merupakan rasio antara
saldo laba bersih setelah
pajak dengan jumlah aset
perusahaan secara
keseluruhan.
ROA = Laba Sebelum Pajak
Total Aset x 100%
Rasio
Non
Performing
Financing
(NPF)
Non Performing Financing
(NPF) adalah kredit
bermasalah yang terdiri
dari kredit yang
berklasifikasi kurang
lancar, diragukan dan
macet.
NPF=Pembiayaan Bermasalah
Total Pembiayaan x 100%
Rasio
Financing to
Deposit Ratio
(FDR)
Rasio Financing to Deposit
Ratio (FDR) adalah
perbandingan antara
pembiayaan yang
diberikan oleh bank
dengan dana pihak ketiga
yang berhasil dikerahkan
oleh bank (Muhammad,
2005).
FDR=
Jumlah Pembiayaan yang disalurkan
Dana yang diterima Bank x 100%
Rasio
51
B. Metode Penentuan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah kumpulan dari semua kemungkinan orang-orang,
benda-benda, dan ukuran lain, yang menjadi objek perhatian atau kumpulan
seluruh objek yang menjadi perhatian. (Suharyadi, 2009) Populasi yang
akan dijadikan objek dalam penelitian ini adalah data statistik Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah yang terdaftar di OJK.
2. Sampel
Sampel menurut Sugiyono (2004) merupakan bagian dari jumlah dan
karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Sampel yang diambil
adalah data statistika BPRS yang terdaftar di OJK selama 5 periode, yaitu
periode 2012 – 2016.
C. Metode Pengumpulan Data
1. Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan sumber data
sekunder. Data sekunder adalah data-data yang didapat dari sumber-sumber
lain yang berfungsi sebagai data pendukung, yang diperoleh dari buku-buku
ataupun laporan-laporan hasil penelitian yang pernah dilakukan, dan masih
ada hubungannya dengan penelitian ini. Metode ini dilakukan melalui studi
pustaka terutama yang berhubungan dengan variabel penelitian. Sumber ini
diperoleh baik dari buku, jurnal, maupun informasi secara online. Data
52
sampel bersumber dari statitika perbankan syariah yang dapat diakses di
www.ojk.go.id dengan jumlah sebanyak 60 data.
2. Jenis Data
Salah satu jenis penelitian ini berdasarkan jenis datanya adalah jenis
data kuantitatif maka pendekatan kuantitatif mementingkan adanya
variabel-variabel sebagai objek penelitian dan variabel-variabel tersebut
harus didefinisikan dalam bentuk operasionalisasi maing-masing variabel.
Data yang dipakai merupakan Data Runtun Waktu (Time Series). Time
Series merupakan data yang terdiri atas satu objek tetapi meliputi beberapa
periode waktu misalnya harian, bulanan, mingguan, tahunan, dan lain-lain.
Sedangkan data yang dipakai dalam penelitian ini merupakan data runtun
waktu dalam bulanan pada periode 2012-2016.
Kemudian skala data yang dugunakan dalam penelitian ini meliputi
skala nominal untuk data pembiayaan sektor UMKM dan skala rasio untuk
data CAR, ROA, NPF dan FDR. Skala Nominal merupakan pengukuran
dengan menepatkan objek atau individu ke dalam kategori-kategori yang
mempunyai perbedaan kualitatif. Sedangkan skala rasio adalah skala
interval yang memiliki nol mutlak.
53
D. Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini, data yang telah terkumpul akan diolah
menggunakan alat bantu aplikasi Software IBM SPSS Statistics 22 dengan
metode sebagai berikut:
1. Pengujian Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam
model regresi, variable atau penganggu atau residual memiliki
distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F
mengansumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal.
Kalau asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid
untuk jumlah sampel kecil. Ada dua cara untuk mendeteksi apakah
residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik
dan uji statistik.
Normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data
(titik) pada sumbu diagonal dari grafik. Jika data (titik) menyebar di
sekitar garis diagonal dan menngikuti arah garis diagonal, maka
menunjukkan pola distribusi normal yang mengindikasikan bahwa
model regresi memenuhi asumsi normalitas. Jika data (titik)
menyebar menjauh dari garis diagonal, maka tidak menunjukkan
pola distribusi normal yang mengindikasikan bahwa model regresi
tidak memenuhi asumsi normalitas.
54
Selain dengan melihat kurva normal P-plot, uji normalitas juga
dapat dilakukan menggunakan uji kolmogorov-smirnov. Dalam uji
kolmogorov smirnov hipotesa yang berlaku adalah:
H0 = Sampel berasal dari data/populasi yang terdistribusi normal
Ha = Sampel berasal dari data/populsi yang tidak terdistribusi
normal
Dalam uji ini apabila nilai sig. < 0,05 maka data tidak
terdistribusi dengan normal. Namun, jika nilai sig. > 0,05 maka data
terdistribusi dengan normal.
b. Uji Multikolineritas
Uji multikoloneritas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas
(independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi di antara variabel independen. Jika variabel independen
saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal.
Variabel orthogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi
antar sesama variabel independen sama dengan nol. Untuk
mendeteksi ada atau tidaknya multikoloneritas didalam model
regresi adalah sebagai berikut:
1) Nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi
empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel-
55
variabel independen banyak yang tidak signifikan
mempengaruhi varibel dependen.
2) Menganalisis matrik korelasi variabel-variabel independen.
Jika antar independen ada korelasi yang cukup tinggi
(umumnya di atas 0.90), maka hal ini merupakan indikasi
adanya multikoloneritas.
3) Multikoloneritas dapat juga dilihat dari (1) nilai tolerance
dan lawanya (2) variance inflation factor (VIF). kedua
ukuran ini menunujukan setiap varibel independen
manakah yang dijelaskan oleh varibel independen lainya.
Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen
menjadi variabel dependen. Jadi nilai tolerance yang rendah
sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF=1/tolerance).
Nilai yang umum dipakai untuk menujukan adanya
multikoloneritas adalah nilai Tolerance ≤ 0.10 atau sama
dengan VIF ≥ 10.
Dalam uji multikoloneritas ini hipotesis yang berlaku adalah:
H0 = Tidak terjadi korelasi di antara variabel bebas (independen)
Ha = Terjadi korelasi di antara vaariabel bebas (independen)
Jika r < 0.9, maka tidak ada multikolinearitas
Jika r > 0.9 maka ada multikolinearitas
56
c. Uji Heteroskedastisitas
Menurut Suliyanto, (Suliyanto, 2011:81) Heteroskedastisitas
berarti ada varian variabel pada model regresi yang tidak sama
(konstan). Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam
model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu
pengamatan kepengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu
pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut
homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas.
Data yang baik yaitu homoskedastisitas yaitu kesamaan varians
dan residual. (Ghozali, 2011)Ada dua cara untuk mendeteksi ada
tidaknya heteroskedastisitas yaitu metode grafik dan metode
statistik. Metode grafik rellatif lebih mudah dilakukan namun
memiliki kelemahan yang cukup signifikan karena jumlah
pengamatan mempengaruhi tampilannya. Semakin sedikit jumlah
pengamatan semakin sulit menginterprestasikan hasil grafik plots.
Sementara itu, metode statistic memiliki beberapa cara dalam
mendeteksi heteroskedastisitas diantaranya yaitu Glesjer, White,
Breusch-Pagan-Godfrey, Harvey, Park. Dalam penelitian ini, cara
yang digunakan dalam mendeteksi heteroskedastisitas adalah
metode statistik cara Uji Glesjer. Dalam uji heteroskedastisitas ini
hipotesis yang berlaku adalah:
H0 = Terjadi kesamaaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain (Homoskedastisitas)
57
Ha = Terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan
ke pengamatan yang lain (Heteroskedastisitas)
Bila probabilitas Obs* > 0.0 maka signifikan, H0 diterima
Bila probabilitas Obs* < 0.0 maka signifikan, H0 ditolak
d. Uji Autokorelasi
Autokorelasi adalah hubungan antara residual satu observasi
dengan residual observasi lainnya. (Winarno, 2015:145) Uji
autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah model
regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode
t dengan kesalahan pada periode t-1 sebelumnya.
Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan sepanjang
waktu satu sama lainnya. Masalah ini timbul karena residual
(kesalahan pengganggu) tidak bebas dari satu observasi ke observasi
lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data rentet waktu (time series)
karena “gangguan” pada seorang individu kelompok cenderung
mempengaruhi “gangguan” pada individu kelompok yang sama pada
periode berikutnya. Pada data crossection (silang waktu), masalah
autokorelasi relatif jarang terjadi karena “gangguan” pada observasi
yang berbeda berasal dari individu kelompok yang berbeda. Model
regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi.
(Ghazali, 2013:137) Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk
mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi diantaranya yaitu metode
58
Durbin-Watson (DW test), metode Lagrange Multiplier (LM test),
metode Breusch-Godfrey (B-G test) dan metode Run Test. Dalam
penelitian ini, penulis menggunakan metode Durbin-Watson untuk
mendeteksi autokorelasi. Dalam uji autokorelasi ini hipotesis yang
berlaku adalah:
H0 = Tidak terjadi autokorelasi
Ha = Terjadi autokorelasi
Bila probabilitas Obs* > 0.0 maka signifikan, H0 diterima
Bila probabilitas Obs* < 0.0 maka signifikan, H0 ditolak
2. Uji Regresi Linear Berganda
Untuk menguji model pengaruh dan hubungan variabel bebas yang
lebih dari dua variabel terhadap variabel dependent, digunakan teknis
analisis regresi linear berganda (multiple linear regression method)
(Ghozali, 2006).
Model regresi berganda bertujuan untuk memprediksi besar variabel
dependen dengan menggunakan data variabel independen yang sudah
diketahui besarnya. Variabel independen terdiri dari CAR (X1), ROA
(X2), NPF (X3), FDR (X4), sedangkan variabel dependennya adalah
Pembiayaan Sektor UMKM (Y).
a. Uji t (Parsial)
Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel
penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan
59
variasi variabel dependen dan digunakan untuk mengetahui ada atau
tidaknya pengaruh masing-masing variabel independen secara
individual terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat
signifikansi 0,05.
Dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
1) Jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima
atau Ha ditolak, ini berarti menyatakan bahwa variabel
independen atau bebas tidak mempunyai pengaruh secara
individual terhadap variabel dependen atau terikat.
2) Jika nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak
atau Ha diterima, ini berarti menyatakan bahwa variabel
independen atau bebas mempunyai pengaruh secara
individual terhadap variabel dependen atau terikat.
b. Uji F (Simultan)
Uji statistik F menunjukkan apakah semua variabel independen
atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh
secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau terikat. Uji
statistik F digunakan untuk mengetahui pengaruh semua variabel
independen yang dimasukkan dalam model regresi secara bersama-
sama terhadap variabel dependen yang diuji pada tingkat signifikan
0,05.
Dasar pengambilan keputusan adalah sebagai berikut:
60
1) Jika nilai probabilitas lebih besar dari 0,05, maka H0
diterima atau Ha ditolak, ini berarti menyatakan bahwa
semua variabel independen atau bebas tidak mempunyai
pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen
atau terikat.
2) Jika nilai probabilitas lebih kecil dari 0,05, maka H0 ditolak
atau Ha diterima, ini berarti menyatakan bahwa semua
variabel independen atau bebas mempunyai pengaruh
secara bersama-sama terhadap variabel dependen atau
terikat.
c. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Menurut Ghozali, menyatakan Uji koefisien determinasi
bertujuan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel bebas
menjelaskan variabel terikat yang dilihat melalui adjusted R².
Adjusted R² ini digunakan karena variabel bebas dalam penelitian ini
lebih dari dua.Nilainya terletak antara 0 dan 1. Jika hasil yang
diperoleh >0,5, maka model yang digunakan dianggap cukup handal
dalam membuat estimasi. Semakin besar angka Adjusted R² maka
semakin baik model yang digunakan untuk menjelaskan pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikatnya. Jika Adjusted R² semakin
kecil berarti semakin lemah model tersebut untuk menjelaskan
variabilitas dari variabel terikatnya.
61
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
Sebelum lahirnya BPR Syari’ah di Indonesia, masyarakat terlebih dahulu
mengenal adanya Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Menurut UU No.21 Tahun
2008 disebutkan bahwa BPR adalah bank konvensional yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Dimana
BPR konvensional masih menerapkan sistem bunga dalam operasionalnya.
Maka dari itu, harus dibedakan antara BPR Konvensional dan BPR Syari’ah.
Perbedaan Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS) dengan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) adalah sebagai berikut: (Muhammad, 2002)
a) Akad dan aspek legalitas.
Dalam BPR Syari’ah akad yang dilakukan memiliki konsekuensi duniawi
dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam.
Sering nasabah berani melanggar kesepakatan atau perjanjian yang telah
dilakukan bila hukum hanya berdasarkan hukum positif.
b) Adanya Dewan Pengawas Syari’ah dalam struktur organisasinya yang
bertujuan mengawasi praktik operasional BPR Syari’ah agar tidak
menyimpang dari prinsip Syari’ah.
c) Penyelesaian sengketa yang terjadi dapat diselesaikan melalui Badan
Arbitrase Syari’ah maupun Pengadilan Agama.
62
d) Bisnis dan usaha yang dibiayai tidak boleh bisnis yang haram, syubhat
ataupun dapat menimbulkan kemadharatan bagi pihak lain.
e) Praktik operasional BPR Syari’ah, baik untuk penghimpunan maupun
penyaluran pembiayaan, menggunakan sistem bagi hasil dan tidak
menggunakan sistem bunga.
Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS) adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prisnsip Syari’ah yang dalam
kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Bentuk
hukumnya dapat berupa : Perseroan Terbatas/PT, Koperasi atau Perusahaan
Daerah (Pasal 2 PBI No. 6/17/PBI/2004). Undang-undang Nomor 21 Tahun
2008 menyebutkan Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS) yaitu Bank
Syari’ah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. (Umam, 2009)
Yang perlu diperhatikan dari ketentuan diatas adalah kepanjangan dari
BPR Syari’ah yang berupa Bank Perkreditan Syari’ah. Ini berarti semua
peraturan perundangan-undangan yang menyebut BPR Syari’ah dengan Bank
Perkreditan Rakyat Syari’ah harus dibaca dengan Bank Pembiayaan Rakyat
Syari’ah (BPRS). (Zubairi, 2009)
Undang-Undang (UU) Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Bank Syari’ah
telah mengatur secara khusus eksistensi Bank Syari’ah di Indonesia. Undang-
Undang tersebut melengkapi dan menyempurnakan UU No. 7 Tahun 1992
Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998
yang belum spesifik sehingga perlu diatur khusus dalam Undang-Undang
63
tersendiri. Menurut Pasal 18 UU No. 21 Tahun 2008, Bank Syari’ah terdiri atas
Bank Umum Syari’ah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah.
Pasal 1 UU No. 21 Tahun 2008 tentang Ketentuan Umum disebutkan
pengertian dari Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah (BPRS) adalah Bank
Syari’ah yang dalam kegiatanya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran. (Ifham, 2010)
Sedangkan Pasal 2 UU No. 21 Tahun 2008 dijelaskan bahwa Perbankan
Syari’ah dalam melakukan kegiatan usahanya berasaskan Prinsip Syari’ah,
demokrasi ekonomi, dan prinsip kehati-hatian.
Adapun kegiatan usaha dari BPR Syari’ah intinya hampir sama dengan
kegiatan dari Bank Umum Syari’ah, yaitu berupa penghimpunan dana,
penyaluran dana, dan kegiatan di bidang jasa. Yang membedakannya adalah
bahwa BPR Syari’ah tidak diperkenankan memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran, misalnya ikut dalam kegiatan kliring, inkaso, dan menertibkan
giro.
Kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh BPR Syari’ah versi Undang-
Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syari’ah diatur dalam Pasal
21, yaitu bahwa kegiatan usaha Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah meliputi:
a. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk:
1. Simpanan berupa tabungan atau yang dipersamakan dengan itu
berdasarkan akad wadi’ah atau akad lain yang tidak bertentangan dengan
prinsip Syari’ah; dan
64
2. Investasi berupa deposito atau tabungan atau bentuk lainnya yang
dipersamakan dengan itu berdasarkan akad mudharabah atau akad lain
yang tidak bertentangan dengan prinsip Syari’ah.
b. Menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk:
1. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan akad mudharabah atau musyarakah.
2. Pembiayaan berdasarkan akad murabahah, salam, atau istishna’.
3. Pembiayaan berdasarkan akad qardh.
4. Pembiayaan penyewaan barang bergerak atau tidak bergerak kepada
nasabah berdasarkan akad ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah
muntahiya bittamlik; dan
5. Pengambilalihan utang berdasarkan akad hawalah.
c. Menempatkan dana pada Bank Syari’ah lain dalam bentuk titipan
berdasarkan akad wadi’ah atau investasi berdasarkan akad mudharabah dan
atau akad lain yang tidak bertentangan dengan prinsip Syari’ah.
d. Memindahkan uang, baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk
kepentingan nasabah melalui rekening Bank Pembiayaan Rakyat Syari’ah
yang ada di Bank Umum Syari’ah , Bank Umum Konvensional dan UUS.
e. Menyediakan produk atau melakukan kegiatan usaha Bank Syari’ah lainnya
yang sesuai dengan prinsip Syari’ah berdasarkan persetujuan Bank
Indonesia.
Kegiatan usaha BPR Syari’ah secara teknis operasional berkaitan dengan
produk-produknya mendasarkan pada Pasal 2 dan Pasal 3 PBI No.
9/19/PBI/2007 tentang pelaksanaan prinsip Syari’ah dalam kegiatan
65
penghimpunan dana dan penyaluran dana serta pelayanan jasa Bank Syari’ah
sebagaimana telah diubah dengan PBI No. 10/16/PBI/2008. Lebih teknis lagi
mengacu SEBI No. 10/14/DPbS Jakarta, 17 Maret 2008 perihal pelaksanaan
prinsip dalam kegiatan penghimpunan dana dan penyaluran dana serta
pelayanan jasa Bank Syari’ah.
Perlu ditekankan disini bahwa setiap pihak dilarang melakukan kegiatan
penghimpunan dana dalam bentuk simpanan atau investasi berdasarkan prinsip
Syari’ah tanpa izin terlebih dahulu dari Bank Indonesia, kecuali diatur dalam
undang-undang lain. Dengan demikian untuk dapat melakukan kegiatan-
kegiatan sebagaimana dimaksud di atas secara a contrario dapat ditafsirkan
harus ada izin terlebih dahulu dari Bank Indonesia.(Khatibul 2002)
Statistik Perbankan Syariah yang dikeluarkan oleh Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) Desember 2016, jumlah Bank Pembiayaan Rakyat Syariah telah
mencapai 166 BPRS yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Dengan
jumlah komposisi pembiayaan yang diberikan mencapai Rp6.662.556.000.000
per Desember 2016. Dan jumlah pembiayaan yang diberikan pada sektor
UMKM mencapai Rp3.570.606.000.
B. Statistik Deskriptif
1. Capital Adequacy Ratio (CAR)
Capital Adequacy Ratio adalah rasio kecukupan modal yang berfungsi
menampung risiko kerugian yang kemungkinan dihadapi oleh bank.
Semakin tinggi CAR maka semakin baik kemampuan bank tersebut untuk
66
menanggung risiko dari setiap kredit/aktiva produktif yang berisiko. Jika
nilai CAR tinggi maka bank tersebut mampu membiayai kegiatan
operasional dan memberikan kontribusi yang cukup besar bagi
profitabilitas.
Capital Adequacy Ratio menurut Dendawijaya (2000) adalah “Rasio
yang memperlihatkan seberapa jauh seluruh aktiva bank yang
mengandung risiko (kredit, penyertaan, surat berharga, tagihan pada bank
lain) ikut dibiayai dari dana modal sendiri bank disamping memperoleh
dana-dana dari sumber-sumber di luar bank, seperti dana dari masyarakat,
pinjaman, dan lain-lain.
Adapun data CAR periode 2012-2016 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.1: CAR
Januari 2012 s.d Desember 2016
Bulan/Tahun 2012 2013 2014 2015 2016
JAN 25,90% 25,06% 24,62% 24,43% 23,48%
FEB 25,24% 24,45% 23,78% 24,67% 23,17%
MAR 24,93% 24,10% 23,08% 23,04% 22,15%
APR 24,53% 22,76% 22,78% 22,53% 21,22%
MEI 23,28% 22,44% 22,50% 21,73% 20,54%
JUN 24,33% 22,40% 22,21% 21,73% 20,22%
JUL 24,36% 22,09% 21,86% 21,52% 20,31%
AGS 24,48% 22,10% 21,78% 20,85% 20,24%
SPT 25,26% 21,96% 21,80% 20,71% 20,72%
OKT 25,04% 22,40% 22,22% 20,93% 20,71%
NOV 23,87% 24,63% 22,34% 22,08% 20,78%
DES 25,16% 22,08% 22,77% 21,47% 21,73%
Rata-Rata 24,70% 23,04% 22,65% 22,14% 21,27%
Sumber: SPS OJK
Berdasarkan tabel diatas dalam kurun waktu 5 tahun BPRS memiliki
rata-rata rasio CAR terendah yang terjadi pada tahun 2016 sebesar
21,27%, sedangkan rasio tertinggi terjadi pada tahun 2012 yakni sebesar
67
24,70%. Hal ini menyatakan bahwa pertumbuhan CAR selama 5 periode
cenderung menurun.
2. Return On Assets (ROA)
ROA (Return On Assets) merupakan rasio antara saldo laba bersih
setelah pajak dengan jumlah aset perusahaan secara keseluruhan. ROA
juga menggambarkan sejauh mana tingkat pengembalian dari seluruh aset
yang dimiliki perusahaan. Menurut Syahyunan (2004), ROA
menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang
dipergunakan. Besarnya perhitungan pengembalian atas aktiva
menunjukkan seberapa besar kemampuan perusahaan menghasilkan laba
yang tersedia bagi para pemegang saham biasa dengan seluruh aktiva yang
dimilikinya. Munawir (2002) Return On Assets mereflesikan seberapa
banyak perusahaan telah memperoleh hasil atas sumber daya keuangan
yang ditanamkan pada perusahaan.
Adapun data ROA periode 2012-2016 adalah sebagai berikut:
Tabel 4.2: ROA
Januari 2012 s.d Desember 2016
Bulan/Tahun 2012 2013 2014 2015 2016
JAN 2,65% 3,07% 2,78% 2,31% 2,32%
FEB 2,70% 3,05% 2,81% 2,23% 2,32%
MAR 2,73% 3,06% 2,71% 2,07% 2,25%
APR 2,66% 3,14% 2,56% 2,19% 2,35%
MEI 2,59% 3,10% 2,47% 2,17% 2,16%
JUN 2,74% 2,98% 2,77% 2,30% 2,18%
JUL 2,67% 2,87% 2,45% 2,28% 2,21%
AGS 2,57% 2,63% 2,49% 2,34% 2,11%
SPT 2,58% 2,85% 2,26% 2,22% 2,45%
OKT 2,82% 2,90% 2,18% 2,20% 2,47%
NOV 2,76% 2,89% 2,21% 2,15% 2,34%
68
DES 2,64% 2,79% 2,26% 2,20% 2,27%
Rata-Rata 2,68% 2,94% 2,50% 2,22% 2,29%
Sumber: SPS OJK
Berdasarkan tabel diatas dalam kurun waktu 5 tahun BPRS memiliki
rata-rata rasio ROA terendah terjadi pada tahun 2015 sebesar 2,22%,
sedangkan rasio tertinggi terjadi pada tahun 2013 yakni sebesar 2,94%.
3. Non Performing Financing (NPF)
Non Performing Financing (NPF) adalah rasio antara pembiayaan
yang bermasalah dengan total pembiayaan yang disalurkan oleh bank
syariah.
Menurut kamus Bank Indonesia, Non Performing Financing (NPF)
adalah kredit bermasalah yang terdiri dari kredit yang berklasifikasi
kurang lancar, diragukan dan macet.
Berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Bank Indonesia
kategori yang termasuk dalam NPF adalah pembiayaan kurang lancar,
diragukan dan macet.
Tabel 4.3: NPF
Januari 2012 s.d Desember 2016
Bulan/Tahun 2012 2013 2014 2015 2016
JAN 6,68% 6,91% 7,77% 8,97% 9,08%
FEB 6,61% 7,33% 7,71% 9,11% 9,41%
MAR 6,42% 7,21% 7,74% 10,36% 9,44%
APR 6,50% 7,32% 8,00% 9,33% 9,51%
MEI 6,47% 7,69% 8,23% 9,38% 9,60%
JUN 6,39% 7,25% 8,18% 9,25% 9,18%
JUL 6,68% 7,35% 8,62% 9,80% 9,97%
AGS 6,91% 7,89% 8,83% 9,74% 10,99%
SPT 6,87% 7,58% 8,68% 9,87% 10,47%
OKT 6,83% 7,48% 8,94% 10,01% 10,49%
NOV 6,80% 7,34% 8,81% 9,69% 10,13%
69
DES 6,15% 6,50% 7,89% 8,20% 8,63%
Rata-Rata 6,61% 7,32% 8,28% 9,48% 9,74%
Sumber: SPS OJK
Berdasarkan tabel diatas dalam kurun waktu 5 tahun BPRS memiliki
rasio NPF terendah terjadi pada tahun 2012 sebesar 6,61%, sedangkan
rasio tertinggi terjadi pada tahun 2016 yakni sebesar 9,74%. Hal ini
menyatakan bahwa rasio NPF selama periode 5 tahun semakin meningkat.
.
4. Financing to Deposit Ratio (FDR)
Rasio Financing to Deposit Ratio (FDR) adalah perbandingan antara
pembiayaan yang diberikan oleh bank dengan dana pihak ketiga yang
berhasil dikerahkan oleh bank (Muhammad, 2005). FDR diartikan sebagai
perbandingan antara pembiayaan yang diberikan dengan dana yang
diterima bank. FDR ini menjadi salah satu rasio likuiditas bank yang
berjangka waku agak panjang.
Kemampuan menjalankan fungsi intermediasi secara baik, dapat
digunakan rasio FDR sebagai indikatornya. Semakin tinggi rasio FDR
maka bank tersebut semakin baik dalam menjalankan fungsi
intermediasinya. Semakin tinggi FDR maka pembiayaan yang disalurkan
juga semakin meningkat. Demikian sebaliknya, jika terjadi penurunan
FDR maka pembiayaan yang disalurkan juga mengalami penurunan,
sehingga FDR juga berpengaruh positif terhadap pembiayaan.
70
Tabel 4.4: FDR
Januari 2012 s.d Desember 2016
Bulan/Tahun 2012 2013 2014 2015 2016
JAN 124,41% 119,48% 120,52% 123,50% 118,56%
FEB 125,03% 119,46% 122,30% 124,75% 119,92%
MAR 125,53% 119,67% 123,10% 125,60% 121,55%
APR 124,98% 122,50% 126,58% 126,67% 121,55%
MEI 126,04% 125,40% 130,09% 129,63% 125,03%
JUN 129,73% 129,63% 134,64% 135,68% 129,35%
JUL 129,76% 131,51% 135,04% 132,47% 121,32%
AGS 127,74% 126,96% 129,96% 130,28% 118,96%
SPT 126,71% 126,52% 131,70% 129,01% 118,63%
OKT 124,82% 125,92% 130,14% 127,21% 117,86%
NOV 124,21% 124,76% 129,27% 125,64% 116,26%
DES 120,96% 120,93% 124,24% 120,06% 114,40%
Rata-Rata 125,83% 124,40% 128,13% 127,54% 120,28%
Sumber: SPS OJK
Berdasarkan tabel diatas dalam kurun waktu 5 tahun BPRS memiliki
rata-rata rasio FDR terendah terjadi pada tahun 2016 sebesar 120,28%,
sedangkan rasio tertinggi terjadi pada tahun 2014 yakni sebesar 128,13%.
Hal ini menyatakan bahwa rasio FDR selama periode 5 tahun cenderung
mengalami penurunan.
5. Pembiayaan UMKM
Menurut Undang-Undang Nomor 21 tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah, pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang
dipersamakan dengan itu berupa:
a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah.
b. Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa-beli dalam
bentuk ijarah muntahiya bittamlik.
71
c. Transaksi jual-beli dalam bentuk piutang murabahah, salam, dan
istishna.
d. Transaksi pinjam-meminjam dalam bentuk piutang qardh.
e. Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi
multi jasa, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan atau bank
syariah dan/atau Unit Usaha Syariah (UUS) dan pihak lain yang
mewajibkan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk
mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil.
Tabel 4.5: Pembiayaan Sektor UMKM
Januari 2012 s.d Desember 2016
(Juta Rupiah)
Bulan/Tahun 2012 2013 2014 2015 2016
JAN 1.591.027 2.056.842
2.579.797
2.968.072
3.325.863
FEB 1.646.769 2.108.250
2.644.194
3.009.666
3.379.218
MAR 1.687.267 2.168.996
2.720.644
3.024.673
3.444.067
APR 1.753.629 2.255.998
2.781.441
3.129.535
3.546.255
MEI 1.806.728 2.336.953
2.818.621
3.214.794
3.651.904
JUN 1.873.992 2.451.675
2.877.623
3.303.629
3.689.925
JUL 1.935.222 2.507.183
2.902.967
3.294.839
3.632.843
AGS 1.952.880 2.507.520
2.904.714
3.320.284
3.643.769
SPT 1.979.371 2.535.010
2.971.398
3.333.936
3.473.147
OKT 2.032.860 2.592.782
2.969.533
3.336.044
3.467.101
NOV 2.045.093 2.637.775
3.001.529
3.372.518
3.498.449
DES 2.080.094 2.620.263
3.005.858
3.377.987
3.570.606
Rata-Rata 1.865.411 2.398.271 2.848.193 3.223.831 3.526.929
Sumber: SPS OJK
72
Berdasarkan tabel diatas dalam kurun waktu 5 tahun BPRS memiliki
rata-rata nominal pembiayaan terendah terjadi pada tahun 2012 sebesar
Rp1.865.411.000.000 sedangkan nominal tertinggi terjadi pada tahun
2016 yakni sebesar Rp3.526.929.000.000. Hal ini menyatakan bahwa
selama periode 5 tahun BPRS terus mengalami peningkatan jumlah
pembiayaan yang disalurkan kepada UMKM.
C. Analisis Data
1. Hasil Uji Asumsi Klasik
a) Hasil Uji Normalitas Data
Uji Normalitas dimaksudkan untuk menguji apakah nilai residual
yang telah distandarisasi pada model regresi berdistribusi normal atau
tidak. Data berdistribusi normal jika data akan mengikuti arah garis
diagonal dan menyebar di sekitar garis diagonal. Nilai residual
dikatakan berdistribusi normal jika nilai residual terstandarisasi
tersebut sebagian besar mendekati nilai rata-ratanya. Dalam penelitian
ini, peneliti menggunakan uji normalitas dengan analisis grafik dan uji
Kolmogorov-Smirnov. Berikut adalah hasil dari uji normalitas:
73
Sumber: hasil output SPSS 22
Gambar 4.1 Uji Normalitas Histogram
Berdasarkan gambar di atas, histogram Regression Standardized
Residual membentuk kurva seperti lonceng, maka nilai residual
tersebut dinyatakan normal atau data berdistribusi normal.
Sumber: hasil output SPSS 22
Gambar 4.2 Uji Normalitas P-Plot
74
Berdasarkan Gambar 4.2 diatas, terlihat bahwa penyebaran data
(titik) menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal yang berarti bahwa data berdistribusi normal atau model
regres memenuhi asumsi normalitas.
Tabel 4.6 Uji Kolmogorov-Smirnov
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 60
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation ,08123951
Most Extreme Differences Absolute ,057
Positive ,050
Negative -,057
Test Statistic ,057
Asymptotic Significance (2-tailed) ,200c,d
a. Test Distribution is Normal
b. Calculated from data
c. Lilliefors Significance Correction
d. This is a lower bound ...
Sumber: hasil output SPSS 22
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa nilai signifikan
(Asymptotic Significance (2-tailed) adalah kisaran 0,200. Karena nilai
signifikansi lebih besar dari 0,05 maka data terdistribusi normal.
Dengan demikian, data variabel independen (CAR, ROA, NPF dan
FDR) dan variabel dependen (Pembiayaan UMKM) merupakan data
yang terdistribusi normal. Sekali lagi hasilnya konsisten dengan uji
sebelumnya.
75
b) Hasil Uji Multikolineritas
Untuk mendeteksi adanya problem multiko, maka dapat dilakukan
dengan melihat nilai Tolerance dan Variance Inflation Factor (VIF)
serta besaran korelasi antar variabel independen. Tabel berikut
menunjukkan hasil uji multikolonieritas pada penelitian ini:
Tabel 4.7: Hasil Uji Multikolinieritas
Sumber: hasil output SPSS 22
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa dari nilai Tolerance CAR
sebesar 0,390 (0,390>0,10), nilai Tolerance ROA sebesar 0,841
(0,841>0,10), nilai Tolerance NPF sebesar 0,425 (0,425>0,10), nilai
Tolerance FDR sebesar 0,934 (0,934>0,10). Berdasarkan tabel diatas
untuk nilai VIF CAR sebesar 2,564 (2,564 < 10,00), nilai VIF ROA
sebesar 1,190 (1,190< 10,00), nilai VIF NPF sebesar 2,350 (2,350 <
10,00), dan nilai VIF FDR sebesar 1,070 (1,070 < 10,00). Kesimpulan
dari hasil nilai Tolerance menunjukkan >0,10 dan nilai VIF <10,00
berarti menunjukkan bahwa variabel CAR, ROA, NPF, dan FDR tidak
terdapat multikolonieritas.
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
LN_CAR ,390 2,564
LN_ROA ,841 1,190
LN_NPF ,425 2,350
LN_FDR ,934 1,070
a. Dependent Variable: LN_PUMKM
76
c) Hasil Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. Jika variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika
berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model Regresi yang baik adalah
Homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Untuk
mendeteksi ada atau tidaknya heteroskedastisitas yaitu dengan melihat
gambar Plot, jika titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada
sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas. Berikut adalah hasil
uji heteroskedastisitas:
1) Analisis Grafik dengan Scatterplot
Sumber: hasil output SPSS 22
Gambar 4.3: Grafik Scatterplot
Berdasarkan gambar diatas, terlihat bahwa pada grafik
Scatterplot diatas menunjukkan titik-titik menyebar secara acak,
77
baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y. Hal ini
dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada
model regresi.
2) Uji Glejser
Uji glesjer mengusulkan untuk meregres nilai absolut
residual terhadap variabel independen (Gujarati, 1995). Berikut
adalah hasil uji glesjer:
Tabel 4.8: Uji Glesjer
Sumber: hasil output SPSS 22
Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa probabilitas
signifikansinya diatas tingkat kepercayaan 5% (>0,05) yang
berarti bahwa model regresi tidak mengandung adanya
heteroskedastisitas.
d) Hasil Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi
linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Significance B Std. Error Beta
1 (Constant) 2,757 1,189 2,319 ,064
LN_CAR -,070 ,137 -,102 -,510 ,612
LN_ROA -,014 ,009 -,210 -1,543 ,128
LN_NPF -,064 ,055 -,222 -1,163 ,250
LN_FDR -,480 ,202 -,306 -2,372 ,061
a. Dependent Variable: res12
78
kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi
korelasi, maka dinamakan ada problem autokorelasi. Untuk mendeteksi
ada atau tidaknya autokorelasi dengan melihat nilai D-W (Durbin
Watson) yang hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satuu dan
mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan
tidak ada variabel lagi diantara variabel independen (Ghozali, 2016).
Berikut adalah hasil uji Autokorelasi.
Tabel 4.9: Hasil Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 ,940a ,884 ,875 ,08414 ,945
a. Predictors: (constant) LN_FDR, LN_ROA, LN_NPF, LN_CAR...
b. Dependent Variable: LN_PUMKM
Sumber: hasil output SPSS 22
Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa nilai Durbin Watson
sebesar 0,945 karena nilai Durbin Watson tersebut tidak berada pada
nilai 1,7274-2,2726 maka hal ini menyatakan bahwa adanya
autokorelasi positif.
Untuk mengatasi masalah autokorelasi, penulis menggunakan uji
Run Test, dimana Run Test merupakan bagian dari statistik
nonparametik yang digunakan untuk menguji apakah antar residual
terdapat korelasi yang tinggi atau tidak. Berikut adalah hasil Uji
Autokorelasi menggunakan Uji Run Test:
79
Tabel 4.9: Uji Run Test
Runs Test
DIFF(RES_9,1)
Test Valuea -,00670
Cases < Test Value 28
Cases >= Test Value 28
Total Cases 56
Number of Runs 28
Z -,270
Asymptotic Significance (2-
tailed) ,787
a. Median
Sumber: hasil output SPSS 22
Berdasarkan tabel diatas, hasil run test menunjukkan bahwa nilai
Asymptotic Significance (2-tailed) 0,787 > 0,05 yang berarti bahwa
data yang digunakan tidak mengalami masalah autokoelasi.
2. Uji Hipotesis
a. Uji t (Parsial)
Pengujian secara parsial digunakan untuk menguji pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen. Jika probabilitas <
0.05 maka H0 ditolak dan Ha diterima sehingga disimpulkan bahwa
variabel independen berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependen. Sedangkan apabila probabilitas > 0.05 maka H0 diterima dan
Ha ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independen
berpengaruh tidak signifikan terhadap variabel dependen. Uji hipotesis
secara parsial dapat dilihat dari tabel berikut:
80
Tabel 4.10: Hasil Uji t
Coefficientsa
Model
Unstandardize
d Coefficients
Standardized
Coefficients
t
Significa
nce
Collinearity
Statistics
B
Std.
Error Beta
Tolera
nce VIF
1 (Constant) 19,792 2,276 8,697 ,000
LN_CAR -1,007 ,261 -,283 -3,851 ,000 ,390 2,564
LN_ROA -,042 ,018 -,118 -2,349 ,022 ,841 1,190
LN_NPF 1,007 ,106 ,670 9,505 ,000 ,425 2,350
LN_FDR -,809 ,387 -,099 -2,087 ,041 ,934 1,070
a. Dependent Variable: LN_PUMKM
Sumber: hasil output SPSS 22
1. Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Penyaluran
Pembiayaan Sektor UMKM
Hasil pengujian dengan analisis regresi di atas menunjukkan
variabel Capital Adequacy Ratio (CAR) memperoleh hasil yang
signifikan pada nilai lebih kecil dari α (0,000 < 0,05), sehingga H0
ditolak dan Ha diterima. Dapat disimpulkan bahwa Capital Adequacy
Ratio (CAR) memiliki pengaruh signifikan terhadap penyaluran
pembiayaan sektor UMKM.
2. Pengaruh Return On Assets (ROA) terhadap Penyaluran Pembiayaan
Sektor UMKM
Hasil pengujian dengan analisis regresi di atas menunjukkan
variabel Return On Assets (ROA) memperoleh hasil yang signifikan
81
pada nilai lebih kecil dari α (0,022 < 0,05), sehingga H0 ditolak dan Ha
diterima. Dapat disimpulkan bahwa Return On Assets (ROA) memiliki
pengaruh signifikan terhadap penyaluran pembiayaan sektor UMKM.
3. Pengaruh Non Performing Financing (NPF) terhadap Penyaluran
Pembiayaan Sektor UMKM
Hasil pengujian dengan analisis regresi di atas menunjukkan
variabel Non Performing Financing (NPF) memperoleh hasil yang
signifikan pada nilai lebih kecil dari α (0,000< 0,05), sehingga H0
ditolak dan Ha diterima. Dapat disimpulkan bahwa Non Performing
Financing (NPF) memiliki pengaruh signifikan terhadap penyaluran
pembiayaan sektor UMKM.
4. Pengaruh Financing to Deposit Ratio (FDR) terhadap Penyaluran
Pembiayaan Sektor UMKM
Hasil pengujian dengan analisis regresi di atas menunjukkan
variabel Financing to Deposit Ratio (FDR) memperoleh hasil yang
signifikan pada nilai lebih kecil dari α (0,041< 0,05), sehingga H0
ditolak dan Ha diterima. Dapat disimpulkan bahwa Financing to
Deposit Ratio (FDR) memiliki pengaruh signifikan terhadap
penyaluran pembiayaan sektor UMKM.
82
b. Uji F (Simultan)
Pengujian secara simultan atau uji F digunakan untuk menguji
pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel
dependen. Apabila probabilitas < 0.05 maka H0 ditolak dan Ha
diterima, sehingga disimpulkan bahwa variabel independen
berpengaruh signifikan secara simultan terhadap variabel dependen.
Sedangkan apabila nilai probabilitas >0.05 maka H0 diterima dan Ha
ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa variabel independen secara
simultan berpengaruh tidak signifikan terhadap variabel independen.
Uji hipotesis secara simultan dapat diihat dari tabel berikut:
Tabel 4.11: Hasil Uji F
ANOVAa
Model
Sum of
Squares df Mean Square F Significance
1 Regression 2,963 4 ,741 104,611 ,000b
Residual ,389 55 ,007
Total 3,352 59
a. Dependent Variable: LN_PUMKM
b. Predictors: (constant) LN_FDR, LN_ROA, LN_NPF, LN_CAR...
Sumber: hasil output SPSS 22
Dengan Hipotesis:
H0 :Tidak terdapat pengaruh signifikan antara variabel independen
(CAR, ROA, NPF) terhadap penyaluran pembiayaan sektor
UMKM secara simultan.
Ha : Terdapat pengaruh signifikan antara variabel independen
(CAR, ROA, NPF) terhadap penyaluran pembiayaan sektor
UMKM secara simultan.
83
Berdasarkan tabel di atas, nilai probabilitas F-statistik sebesar
104,611, dengan menggunakan tingkat keyakinan = 5%, dimana tingkat
signifikansi 0.000 berarti ditemukan siginifikasi antara terdapat
pengaruh CAR, ROA, NPF, dan FDR secara simultan terhadap
penyaluran pembiayaan sektor UMKM.
Maka, keputusan yang diambil adalah menolak H0 karena terdapat
pengaruh yang signifikan antara CAR, ROA, NPF, dan FDR secara
simultan terhadap terhadap penyaluran pembiayaan sektor UMKM.
c. Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi digunakan untuk mengetahui seberapa besar
kemampuan model dalam penelitian menerangkan variabel dependen.
Koefisien determinasi dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.12: Koefisien Determinasi
Model Summaryb
Model R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 ,940a ,884 ,875 ,08414 ,945
a. Predictors: (constant) LN_FDR, LN_ROA, LN_NPF, LN_CAR...
b. Dependent Variable: LN_PUMKM
Sumber: hasil output SPSS 22
Berdasarkan tabel di atas besarnya niai Adjusted R-squared adalah
0,875. Hal ini menunjukkan bahwa variabel penyaluran pembiayaan
sektor UMKM dapat dijelaskan oleh variabel independen (CAR, ROA,
NPF, dan FDR) sebesar 87,50%, sedangkan sisanya (100% - 87,50% =
12.50%) dijelaskan oleh faktor lain diluar model regresi penelitian.
84
D. Interpretasi
Adapun interpretasi penulis terhadap penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR) terhadap Penyaluran
Pembiayaan Sektor UMKM
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel CAR memiliki pengaruh
signifikan terhadap penyaluran pembiayaan sektor UMKM. Dengan
demikian penelitian ini menerima hipotesis yang menyatakan bahwa Capital
Adequacy Ratio (CAR) berpengaruh signifikan terhadap penyaluran
pembiayaan sektor UMKM. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji hipotesis
dengan nilai signifikansi yang lebih kecil dari nilai α (0,000<0.05).
Hal ini sesuai dengan penelitian Irma, (Irma,2011) yang
mengemukakan bahwa secara parsial variabel Capital Adequacy Ratio
(CAR) berpengaruh signifikan terhadap penyaluran pembiayaan sektor
UMKM dengan tingkat signifikansi 0.000. Hal ini juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Himaniar, (Himaniar, 2010) menyatakan
bahwa variabel CAR secara parsial berpengaruh terhadap penyaluran
pembiayaan sektor UMKM dengan tingkat signifikansi 0,001. Akan tetapi
bertolak belakang dengan penelitian Wuri, (Arianti, 2011) mengungkapkan
bahwa variabel CAR tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap
penyaluran pembiayaan sektor UMKM.
Jadi, hasil analisis di atas menunjukkan bahwa variabel CAR
berpengaruh signifikan terhadap penyaluran pembiayaan sektor UMKM.
Menurut penulis, hal ini disebabkan karena modal perusahaan selain sebagai
85
penunjang operasional bank pembiayaan rakyat syariah juga untuk
melindungi para deposan dengan menyanggah semua kerugian pada
perusahaan. Selain itu modal juga sebagai upaya peningkatan kepercayaan
masyarakat mengenai kemampuan bank memenuhi kewajibannya yang
telah jatuh tempo serta dalam memberikan pembiayaan kepada masyarakat.
Untuk mengatasi tingkat CAR yang semakin menurun, sebaiknya bank lebih
berhati-hati dalam pengelolaan modal yang dimilikinya.
2. Pengaruh Return On Assets (ROA) terhadap Penyaluran Pembiayaan
Sektor UMKM
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel ROA memiliki pengaruh
signifikan terhadap penyaluran pembiayaan sektor UMKM. Dengan
demikian penelitian ini menerima hipotesis yang menyatakan bahwa Return
On Assets (ROA) berpengaruh signifikan terhadap penyaluran pembiayaan
sektor UMKM. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji hipotesis dengan nilai
signifikansi yang lebih kecil dari nilai α (0.022<0.05).
Hal ini sesuai dengan penelitian Himaniar, (Himaniar,2010) yang
mengemukakan bahwa secara parsial variabel Return On Assets (ROA)
berpengaruh signifikan terhadap penyaluran pembiayaan sektor UMKM
dengan tingkat signifikansi 0.009. Akan tetapi, hal ini bertolak belakang
dengan penelitian Wuri, (Wuri, 2011) mengungkapkan bahwa variabel
ROA tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap penyaluran pembiayaan
sektor UMKM.
86
Jadi, hasil analisis di atas menunjukkan bahwa variabel ROA
berpengaruh signifikan terhadap penyaluran pembiayaan sektor UMKM.
Menurut penulis, hal ini disebabkan karena keuntungan yang diperoleh
perusahaan cukup dipengaruhi oleh penyaluran pembiayaan yang diberikan
kepada UMKM, sebab sebagian pembiayaan terbesar di BPRS berasal dari
pembiayaan sektor UMKM. Untuk mengatasi tingkat penurunan terhadap
ROA bank, sebaiknya bank lebih memperketat pengelolaan pendapatan
serta aset yang dimiliki bank.
3. Pengaruh Non Performing Financing (NPF) terhadap Penyaluran
Pembiayaan Sektor UMKM
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel NPF memiliki pengaruh
signifikan terhadap penyaluran pembiayaan sektor UMKM. Dengan
demikian penelitian ini menerima hipotesis yang menyatakan bahwa Non
Performing Financing (NPF) berpengaruh signifikan terhadap penyaluran
pembiayaan sektor UMKM. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji hipotesis
dengan nilai signifikansi yang lebih kecil dari nilai α (0.000<0.05).
Hal ini sesuai dengan penelitian Irma, (Irma,2011) yang
mengemukakan bahwa secara parsial variabel Non Performing Financing
(NPF) berpengaruh signifikan terhadap penyaluran pembiayaan sektor
UMKM dengan tingkat signifikansi 0.000. Hal ini juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh Himaniar, (Himaniar, 2010) menyatakan
bahwa variabel NPF secara parsial berpengaruh terhadap penyaluran
87
pembiayaan sektor UMKM dengan tingkat signifikansi 0,043. Akan tetapi
bertolak belakang dengan penelitian Wuri, (Wuri, 2011) mengungkapkan
bahwa variabel NPF tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap
penyaluran pembiayaan sektor UMKM.
Hasil analisis diatas menunjukkan bahwa variabel NPF berpengaruh
signifikan terhadap penyaluran pembiayaan yang dilakukan oleh bank
pembiayaan rakyat syariah terhadap sektor UMKM. Menurut penulis hal ini
terjadi karena bank pembiayaan syariah kurang menerapkan prinsip kehati-
hatian dalam penyaluran dananya. Pengendalian biaya mempunyai
hubungan terhadap kinerja lembaga perbankan, sehingga semakin rendah
tingkat pembiayaan bermasalah (ketat kebijakan kredit) maka akan semakin
kecil jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh bank, dan sebaliknya.
Semakin ketat kebijakan kredit/ analisis pembiayaan yang dilakukan bank
(semakin ditekan tingkat NPF) akan menyebabkan tingkat permintaan
pembiayaan oleh masyarakat turun (Antonio, 2001). Jika terjadi
peningkatan NPF maka pembiayaan juga akan mengalami peningkatan. Jika
terjadi penurunan NPF maka pembiayaan juga akan mengalami penurunan.
Hal ini mengindikasikan bahwa tingginya NPF tidak menjadi penghalang
bagi bank syariah untuk tetap memberikan pembiayaan UMKM. Terbukti
dari penelitian ini bahwa sekalipun terjadi penngkatan NPF, pembiayaan
yang disalurkan oleh bank syariah tetap mengalami peningkatan. Dan untuk
mengatasi kredit bermasalah yang dialami oleh bank, sebaiknya BPRS lebih
88
memperketat prinsip 5C yaitu Capital, Character, Capacity, Collateral, dan
Condition dalam menyalurkan dananya.
4. Pengaruh Financing to Deposit Ratio (FDR) terhadap Penyaluran
Pembiayaan Sektor UMKM
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel FDR memiliki
pengaruh signifikan terhadap penyaluran pembiayaan sektor UMKM.
Dengan demikian penelitian ini menerima hipotesis yang menyatakan
bahwa Financing to Deposit Ratio (FDR) berpengaruh signifikan terhadap
penyaluran pembiayaan sektor UMKM. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji
hipotesis dengan nilai signifikansi yang lebih kecil dari nilai α (0.041<0.05).
Hal ini sesuai dengan penelitian Andreani Caroline,
(Andreani,2013) yang mengemukakan bahwa secara parsial variabel
Financing to Deposit Ratio (FDR) berpengaruh signifikan terhadap
penyaluran pembiayaan sektor UMKM dengan tingkat signifikansi 0,000..
Akan tetapi bertolak belakang dengan penelitian Irma Anindita, (Irma,
2011) mengungkapkan bahwa variabel FDR tidak memiliki pengaruh
signifikan terhadap penyaluran pembiayaan sektor UMKM.
Hasil analisis diatas menunjukkan bahwa variabel FDR berpengaruh
signifikan terhadap penyaluran pembiayaan yang dilakukan oleh bank
pembiayaan rakyat syariah terhadap sektor UMKM. Menurut penulis hal ini
disebabkan karena terdapat ketimpangan yang dilakukan oleh pihak bank
antara memenuhi keinginan deposan untuk menarik kembali uangnya
89
dengan uang yang telah digunakan oleh pihak bank untuk pemberian
pembiayaan. Sebaiknya pihak Bank Pembiayaan Rakyat Syariah lebih
berhati-hati dalam mengelola uang milik deposan serta memperketat
kebijakan serta aturan terhadap pemberian pembiayaan.
5. Pengaruh Capital Adequacy Ratio (CAR), Return On Assets (ROA), Non
Performing Financing (NPF), dan Financing to Deposit Ratio (FDR)
terhadap Penyaluran Pembiayaan Sektor UMKM
Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel CAR, ROA,NPF, dan
FDR secara simultan memiliki pengaruh terhadap penyaluran pembiayaan
sektor UMKM. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji hipotesis dengan nilai
signifikansi yang lebih kecil dari nilai α (0.000<0.05). Maka, keputusan
yang diambil adalah menolak H0 karena terdapat pengaruh yang signifikan
antara CAR, ROA, NPF dan FDR secara simultan terhadap penyaluran
pembiayaan sektor UMKM.
Rasio kecukupan modal tercermin dalam rasio CAR. Jumlah modal
yang memadai akan menunjang kegiatan operasional dan membentuk
cadangan untuk menyerap kerugian yang mungkin terjadi dari kegiatan
pembiayaan UMKM. Bank syariah sebagai salah satu badan usaha yang
berorientasi profit juga menginginkan ROA yang tinggi untuk mendapatkan
keuntungan yang tinggi pula, apabila keuntungan tinggi maka pembiayaan
yang disalurkan juga akan bertambah. Dalam praktiknya bank pembiayaaan
rakyat syariah berkomitmen dalam perannya untuk meningkatkan
90
perkembangan UMKM dan harus tetap menjalankan operasionalnya yang
berprinsip pada ekonomi Islam. Sehingga, pembiayaan yang tepat yang
seharusnya disalurkan terhadap sektor UMKM. Selain itu, bank juga harus
menjalankan fungsi intermediasinya dengan baik dimana FDR sebagai
indikatornya, semakin tinggi FDR maka bank akan semakin baik dalam
menjalankan fungsinya. Pembiayaan yang tinggi akan menyebabkan adanya
risiko pembiayaan yang bermasalah yang tercermin dalam rasio NPF.
Semakin tinggi rasio NPF maka bank semakin berhati-hati memberikan
pembiayaan karena takut mengalami kerugian.
Hasil penelitian ini, diharapkan BPRS dapat menyusun strategi untuk
lebih banyak lagi menghimpun dana dari masyarakat.apabila semakin
bertambah dana yang dihimpun dari masyarakat maka pembiayaan yang
disalurkan oleh BPRS meningkat. Dengan meningkatnya pembiayaan
UMKM yang disalurkan, harapannya dapat mendorong pertumbuhan dan
perkembangan sektor UMKM.
Dengan demikian CAR, ROA, NPF, dan FDR dapat dijadikan sebagai
acuan oleh BPRS dalam menyalurkan pembiayaan sektor UMKM.
91
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisa dan pembahasan data yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Hasil uji regresi ditemukan bahwa variabel independen Capital Adequacy
Ratio (CAR) dengan tingkat signifikan sebesar 0.000, Return On Assets
(ROA) dengan tingkat signifikan sebesar 0.022, Non Performing
Financing (NPF) dengan tingkat signifikan 0.000, dan Financing to
Deposit Ratio (FDR) dengan tingkat signifikan 0.041 secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap penyaluran pembiayaan sektor UMKM.
2. Hasil uji regresi juga ditemukan bahwa variabel independen Capital
Adequacy Ratio (CAR), Return On Assets (ROA), Non Performing
Financing (NPF), dan Financing to Deposit Ratio (FDR) secara simultan
atau bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap penyaluran
pembiayaan sektor UMKM di BPRS dengan tingkat signifikan sebesar
0,000.
3. Dari Hasil uji regresi tersebut, variabel yang paling dominan terhadap
penyaluran pembiayaan sektor UMKM adalah CAR dan NPF.
92
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang telah dijelaskan
sebelumnya, maka peneliti mencoba mengemukakan implikasi yang dapat
bermanfaat, diantaranya sebagai berikut:
1. Bagi Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu tambahan
referensi mengenai bank syariah terutama pada bank pembiayan rakyat
syariah bagi peneliti maupun bagi peneliti selanjutnya yang tertarik untuk
meneliti tentang topik sejenis yaiu independen Capital Adequacy Ratio
(CAR), Return On Assets (ROA), Non Performing Financing (NPF), dan
Financing to Deposit Ratio (FDR) terhadap penyaluran pembiayaan sektor
UMKM.
Selain itu juga dapat dijadikan bahan referensi tambahan bagi
kepustakaan pihak kampus. Untuk peneliti selanjutnya sebaiknya periode
penelitian dapat diperbaharui atau lebih lama agar hasil yang didapat lebih
dapat menjelaskan berbagai fenomena yang terjadi berkaitan dengan
penelitian ini.
2. Bagi Masyarakat
Penelitian ini dapat digunakan oleh masyarakat sebagai acuan ketika
ingin melakukan pembiayaan khususnya dalam penyaluran pembiayaan
sektor UMKM di BPRS.
93
3. Bagi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa Capital Adequacy
Ratio (CAR), Return On Assets (ROA), Non Performing Financing (NPF),
dan Financing to Deposit Ratio (FDR) berpengaruh terhadap penyaluran
pembiayaan sektor UMKM di BPRS, oleh karena itu pihak Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah disarankan untuk memperhatikan faktor
tersebut dengan salah satu cara meningkatkan modal yang dimiliki Bank
Pembiayaan Syariah. Dalam melakukan penyaluran dana BPRS juga harus
memperhatikan sektor yang jadi tujuan penyaluran dana yaitu UMKM.
Penyaluran dana di sekor UMKM ini, bertujuan untuk mereduksi risiko
yang dihadapi oleh BPRS sehingga risiko yang dihadapi dapat diatasi oleh
perusahaan. Dengan kualitas pembiayaan yang baik, maka laba
perusahaan akan bertambah.
94
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Z. Hukum Perbankan Syariah. Jakarta: Sinar Grafika. 2008
Adhar, I. Pengaruh BI Rate, CAR, FDR, NPF, dan Tingkat Bonus Sertifikat Bank
Indonesia Syariah Terhadap Tingkat Bagi Hasil Deposito Muudharabah di
Bank Umum Syariah Tahun 2011-2016. Skripsi Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. 2017
Anindita, I. Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga, CAR, NPL, dan LDR terhadap
Penyaluran Kredit UMKM. Skripsi Universitas Diponegoro
Semarang.2011
Antonio, M. S. Bank Syariah dari Teori ke Praktek . Jakarta: Gema Insani Pers.2011
Arianti, W. Analisis Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Capital Adequecy Ratio
(CAR), Non Performing Financing (NPF) dan Return on Assets (ROA)
terhadap Pembiayaan pada Perbankan Syariah. Skripsi Universitas
Diponegoro Semarang.2011
Aulia, Lia. Pengaruh Pembiayaan Sektor UMKM dan NPF Terhadap Laba
Operasional PT Bank Syariah Mandiri Pusat. Skripsi Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2015
Budiawan. Analisi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyaluran Kredit pada
Bank Perkreditan Rakyat (Studi Kasus pada BPR di Wilayah kerja BI
Banjarmasin). Tesis Program Studi Magister Manajemen Universitas
Diponegoro Semarang.2008
Caroline, A. Pengaruh Spread Tingkat Suku Bunga dan Rasio Keuangan Terhadap
Penyaluran Kredit UMKM Pada Bank Umum di Indonesia. Jurnal Wira
Ekonomi Mikroskil Vol.3 No.1. 2013
Dendawidjaya, L. Manajemen Perbankan. Bogor: Ghalia Putra. 2005
Dendawijaya, L. Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia. 2003
Deni, S. R. Perbankan Syariah dan Kedudukannya dalam Tata Hukum di
Indonesia. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti.1999
Ediraras, D. Akuntansi dan Kinerja UKM. Jurnal Ekonomi Bisnis No.2, Vol 15.
2010
Ghozali, I. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19.
Semarang: Universitas Diponegoro Semarang.2011
Ghazali, I. Analisis Multivariat dan Ekonometrika. Semarang: UNDIP. 2013
95
Ghozali, I. Aplikasi Analisis Multivariate. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro. 2009
Ifham, A. Pedoman Umum Lembaga Keuangan Syariah. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Indonesia.2010
Kara, M. Kontribusi Pembiayaan Perbankan Syariah Terhadap Pengembangan
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Jurnal Ilmu Syariah, 13.2013
Karim, A. Bank Islam. Jakarta: IIIT Indonesia. 2003
Karim, A. Bank Islam: Analisis Fiqih dan Keuangan. Jakarta: Rajagrafindo
Persada. 2007
Karim, A. Bank Islam: Analisis FIqih dan Keuangan. Jakarta: PT RajaGrafindo
Persada. 2013
Keuangan, J. O. Statistik Perbankan Syariah Indonesia 2012. Jakarta: Otoritas Jasa
Keuangan. 2012
Keuangan, O. J. Statistik Perbankan Syariah Indonesia 2013. Jakarta: Otoritas Jasa
Keuangan. 2013
Keuangan, J. O. Statistik Perbankan Syariah Indonesia 2014. Jakarta: Otoritas Jasa
Keuangan. 2014
Keuangan, O. J. Statistik Perbankan Syariah Indonesia 2015. Jakarta: Otoritas Jasa
Keuangan. 2015
Keuangan, J. O. Statistik Perbankan Syariah Indonesia 2016. Jakarta: Otoritas Jasa
Keuangan. 2016
Muhammad. Manajemen Bank Syariah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.2002
Nisa, Chaerani. Analisis Dampak Kebijakan Penyaluran Kredit Kepada UMKM
Terhadap Pertumbuhan Pembiayaan UMKM Oleh Perbankan. Jurnal
Manajemen Vol.11 No.2. 2016
Pudjo, M. T. Analisa Laporan Keuangan untuk Perbankan. Jakarta:
Djambatan.1999
Nurbaiti, Wati. Pengaruh Dana Pihak Ketiga (DPK), Spread Bagi Hasil, Tingkat
Bagi Hasil, Non Performing Financing (NPF) dan Capital Adequacy Ratio
(CAR) pada Bank Umum Syariah Periode 2010-2016. Skripsi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2017
Sekaran, U. Metodologi Penelitian Untuk Bisnis. Jakarta: Salemba Empat.2006
Sinungan, M. Produktivitas Apa dan Bagaimana. Jakarta: Bumi Aksara.2000
Sollihin, A. I. Ini Lho Bank Syariah. Bandung: PT. Grafindo Media Pratama.2008
96
Sugiyono, P. Metode Penelitian Bisnis . Bandung: CV. Alfa Beta.1999
Suharyadi. Statistika untuk Ekonomi dan Keuangan Modern. Jakarta: Salemba
Empat.2009
Tantular, Yoga. Pengaruh Financing to Deposit Ratio (FDR), Non Performing
Financing (NPF), Return On Assets (ROA), dan Capital Adequacy Ratio
(CAR) terhadap Pembiayaan Mudharabah (Survey pada Bank Syariah yang
Listing di Bursa Efek Indonesia pada Tahun 2009-2013. Skripsi Universitas
Widyatama.2015
Triasdini, H. Pengaruh CAR, NPL, dan ROA terhadap Penyaluran Kredit Modal
Kerja . Skripsi Universitas Diponegoro Semarang.2010
Tri, Rizki. Pemberdayaan UMKM Melalui Pembiayaan dengan Prinsip Bagi Hasil
oleh Lembaga Keuangan Syariah. Jurnal Universitas Putra Batam.2010
Umam, K. Tren Pembentukan Bank Umum Syariah Pasca UU No.21 tahun 2008:
Konsep, Regulasi, dan Implementasi . Yogyakarta: Fakultas Ekonomi dan
Bisnis UGM.2009
Wijaya, L. D. Manajemen Perbankan. Jakarta: Ghalia Indonesia.2000
Zubairi. Undang Undang Perbankan Syariah: Titik Temu Hukum Islam dan Hukum
Nasional . Jakarta: Rajawali Pers.2009
97
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Variabel Penelitian
1. Variabel Independen
a) Capital Adequacy Ratio (CAR)
Bulan/Tahun 2012 2013 2014 2015 2016
JAN 25,90% 25,06% 24,62% 24,43% 23,48%
FEB 25,24% 24,45% 23,78% 24,67% 23,17%
MAR 24,93% 24,10% 23,08% 23,04% 22,15%
APR 24,53% 22,76% 22,78% 22,53% 21,22%
MEI 23,28% 22,44% 22,50% 21,73% 20,54%
JUN 24,33% 22,40% 22,21% 21,73% 20,22%
JUL 24,36% 22,09% 21,86% 21,52% 20,31%
AGS 24,48% 22,10% 21,78% 20,85% 20,24%
SPT 25,26% 21,96% 21,80% 20,71% 20,72%
OKT 25,04% 22,40% 22,22% 20,93% 20,71%
NOV 23,87% 24,63% 22,34% 22,08% 20,78%
DES 25,16% 22,08% 22,77% 21,47% 21,73% Sumber: SPS OJK
b) Return On Assets (ROA)
Bulan/Tahun 2012 2013 2014 2015 2016
JAN 2,65% 3,07% 2,78% 2,31% 2,32%
FEB 2,70% 3,05% 2,81% 2,23% 2,32%
MAR 2,73% 3,06% 2,71% 2,07% 2,25%
APR 2,66% 3,14% 2,56% 2,19% 2,35%
MEI 2,59% 3,10% 2,47% 2,17% 2,16%
JUN 2,74% 2,98% 2,77% 2,30% 2,18%
JUL 2,67% 2,87% 2,45% 2,28% 2,21%
AGS 2,57% 2,63% 2,49% 2,34% 2,11%
SPT 2,58% 2,85% 2,26% 2,22% 2,45%
OKT 2,82% 2,90% 2,18% 2,20% 2,47%
NOV 2,76% 2,89% 2,21% 2,15% 2,34%
DES 2,64% 2,79% 2,26% 2,20% 2,27% Sumber: SPS OJK
98
c) Non Performing Financing (NPF)
Bulan/Tahun 2012 2013 2014 2015 2016
JAN 6,68% 6,91% 7,77% 8,97% 9,08%
FEB 6,61% 7,33% 7,71% 9,11% 9,41%
MAR 6,42% 7,21% 7,74% 10,36% 9,44%
APR 6,50% 7,32% 8,00% 9,33% 9,51%
MEI 6,47% 7,69% 8,23% 9,38% 9,60%
JUN 6,39% 7,25% 8,18% 9,25% 9,18%
JUL 6,68% 7,35% 8,62% 9,80% 9,97%
AGS 6,91% 7,89% 8,83% 9,74% 10,99%
SPT 6,87% 7,58% 8,68% 9,87% 10,47%
OKT 6,83% 7,48% 8,94% 10,01% 10,49%
NOV 6,80% 7,34% 8,81% 9,69% 10,13%
DES 6,15% 6,50% 7,89% 8,20% 8,63% Sumber: SPS OJK
d) Financing to Deposit Ratio (FDR)
Bulan/Tahun 2012 2013 2014 2015 2016
JAN 124,41% 119,48% 120,52% 123,50% 118,56%
FEB 125,03% 119,46% 122,30% 124,75% 119,92%
MAR 125,53% 119,67% 123,10% 125,60% 121,55%
APR 124,98% 122,50% 126,58% 126,67% 121,55%
MEI 126,04% 125,40% 130,09% 129,63% 125,03%
JUN 129,73% 129,63% 134,64% 135,68% 129,35%
JUL 129,76% 131,51% 135,04% 132,47% 121,32%
AGS 127,74% 126,96% 129,96% 130,28% 118,96%
SPT 126,71% 126,52% 131,70% 129,01% 118,63%
OKT 124,82% 125,92% 130,14% 127,21% 117,86%
NOV 124,21% 124,76% 129,27% 125,64% 116,26%
DES 120,96% 120,93% 124,24% 120,06% 114,40% Sumber: SPS OJK
99
2. Variabel Dependen (Pembiayaan UMKM)
Bulan/Tahun 2012 2013 2014 2015 2016
JAN 1.591.027 2.056.842
2.579.797
2.968.072
3.325.863
FEB 1.646.769 2.108.250
2.644.194
3.009.666
3.379.218
MAR 1.687.267 2.168.996
2.720.644
3.024.673
3.444.067
APR 1.753.629 2.255.998
2.781.441
3.129.535
3.546.255
MEI 1.806.728 2.336.953
2.818.621
3.214.794
3.651.904
JUN 1.873.992 2.451.675
2.877.623
3.303.629
3.689.925
JUL 1.935.222 2.507.183
2.902.967
3.294.839
3.632.843
AGS 1.952.880 2.507.520
2.904.714
3.320.284
3.643.769
SPT 1.979.371 2.535.010
2.971.398
3.333.936
3.473.147
OKT 2.032.860 2.592.782
2.969.533
3.336.044
3.467.101
NOV 2.045.093 2.637.775
3.001.529
3.372.518
3.498.449
DES 2.080.094 2.620.263
3.005.858
3.377.987
3.570.606 Sumber: SPS OJK
100
Lampiran 2. Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
101
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized
Residual
N 60
Normal Parametersa,b Mean ,0000000
Std. Deviation ,08123951
Most Extreme Differences Absolute ,057
Positive ,050
Negative -,057
Test Statistic ,057
Asymptotic Significance (2-tailed) ,200c,d
a. Test Distribution is Normal
b. Calculated from data
c. Lilliefors Significance Correction
d. This is a lower bound ...
2. Uji Multikolonieritas
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 (Constant)
LN_CAR ,390 2,564
LN_ROA ,841 1,190
LN_NPF ,425 2,350
LN_FDR ,934 1,070
a. Dependent Variable: LN_PUMKM
102
3. Uji Heteroskedastisitas
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Significance B Std. Error Beta
1 (Constant) 2,757 1,189 2,319 ,064
LN_CAR -,070 ,137 -,102 -,510 ,612
LN_ROA -,014 ,009 -,210 -1,543 ,128
LN_NPF -,064 ,055 -,222 -1,163 ,250
LN_FDR -,480 ,202 -,306 -2,372 ,061
a. Dependent Variable: res12
4. Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 ,940a ,884 ,875 ,08414 ,945
a. Predictors: (constant) LN_FDR, LN_ROA, LN_NPF, LN_CAR...
b. Dependent Variable: LN_PUMKM
103
Runs Test
DIFF(RES_9,1)
Test Valuea -,00670
Cases < Test Value 28
Cases >= Test Value 28
Total Cases 56
Number of Runs 28
Z -,270
Asymptotic Significance (2-
tailed) ,787
a. Median
104
Lampiran 3. Uji Hipotesis
1. Uji F (Simultan)
2. Uji t (Parsial)
ANOVAa
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Significance
1 Regression 2,963 4 ,741 104,611 ,000b
Residual ,389 55 ,007
Total 3,352 59
a. Dependent Variable: LN_PUMKM
b. Predictors: (constant) LN_FDR, LN_ROA, LN_NPF, LN_CAR...
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardiz
ed
Coefficients
t
Significa
nce
Collinearity
Statistics
B
Std.
Error Beta
Tolera
nce VIF
1 (Constant) 19,792 2,276 8,697 ,000
LN_CAR -1,007 ,261 -,283 -3,851 ,000 ,390 2,564
LN_ROA -,042 ,018 -,118 -2,349 ,022 ,841 1,190
LN_NPF 1,007 ,106 ,670 9,505 ,000 ,425 2,350
LN_FDR -,809 ,387 -,099 -2,087 ,041 ,934 1,070
a. Dependent Variable: LN_PUMKM
105
3. Koefisien Determinasi (R2)
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 ,940a ,884 ,875 ,08414 ,945
a. Predictors: (constant) LN_FDR, LN_ROA, LN_NPF, LN_CAR...
b. Dependent Variable: LN_PUMKM