pengantar - methodist.or.id 2017 indonesia final.pdf · paskah kecil). bila diurutkan, maka masa...
TRANSCRIPT
2
PENGANTAR
Apakah yang dimaksud dengan Masa Lenten?
Masa Lenten adalah masa pertobatan, berpuasa dan persiapan
menjelang Hari Paskah. Pada masa gereja mula-mula, masa
Lenten merupakan waktu mempersiapkan para petobat baru untuk
baptisan. Di masa kini, orang percaya mengisi masa Lenten dengan
berfokus pada hubungan pribadi dengan Tuhan, serta dengan rela
memberi diri membantu orang lain yang membutuhkan.
Kapankah Masa Lenten itu?
Masa Lenten adalah masa selama 40 hari sebelum hari Paskah
(tanpa memperhitungkan hari Minggu yang dianggap sebagai
Paskah kecil). Bila diurutkan, maka masa Lenten akan dimulai
pada hari Rabu Abu dan berakhir menjelang hari Paskah. Untuk
tahun 2017 ini, Masa Lenten dimulai dari hari Rabu, 1 Maret 2017
dan berakhir pada hari Sabtu, 15 April 2017.
Mengapa 40 hari?
Empat puluh hari menggambarkan masa Tuhan Yesus berada di
padang gurun berpuasa setelah itu dicobai oleh Iblis. Oleh
karenanya bagi kita orang percaya masa Lenten merupakan masa
kita berpuasa, berdoa, dicobai dan bertobat. Masa Lenten tidaklah
diwajibkan oleh satupun ayat Alkitab namun itu sudah menjadi
suatu tradisi gereja yang dilakukan oleh orang percaya pada 2.000
tahun terakhir ini.
Bagaimanakah Kehidupan Selama Masa Lenten?
Masa Lenten menitikberatkan untuk kita mengingat kembali karya
keselamatan yang telah digenapi Yesus Kristus, dan merasakan
kelemahlembutan, kasih, keberanian, dan kesepian-Nya. Pada
Masa Lenten umumnya orang percaya melakukan puasa, doa dan
perbuatan baik kepada sesama. Puasa yang dilakukan selama Masa
Lenten adalah puasa yang disesuaikan dengan keadaan kesehatan.
Mengaku dosa dan bertobat, mendekatkan diri pada Tuhan dengan
hati yang tulus dan murni, merupakan bagian dari persiapan diri
3
menyongsong hari Paskah. Berpuasa bukan sekedar tidak makan
atau minum, juga menjaga pancaindera dan hati dari segala sesuatu
yang menghalangi fokus kepada Tuhan. Belajar menahan diri dan
menderita bersama Kristus, mengalami pencobaan dan
memperoleh kemenangan atas pencobaan tersebut. Melalui
menahan lapar, haus dan hawa nafsu, kita dilatih untuk
meningkatkan kehidupan rohani, selain menderita bersama Kristus,
kita juga dapat merasakan kehidupan orang lain yang menderita
kekurangan. Masa Lenten juga diisi dengan menghemat uang untuk
makan dan hiburan sehingga dapat memberi lebih banyak untuk
menolong mereka yang kekurangan sebagai wujud kasih yang
nyata dari Tuhan.
4
PENDAHULUAN
Bagaimana menggunakan buku ini? Buku ini merupakan renungan
untuk masa Lenten. Setiap hari kita akan membaca firman,
renungan, pertanyaan refleksi dan doa yang bertujuan untuk
mengarahkan hati kita kepada Tuhan dan memperdalam
pemahaman kita akan peristiwa-peristiwa yang ada sebelum
Paskah.
Setiap minggu, renungan ini akan berfokus pada tema- tema yang
berbeda: Pertobatan, Kerendahan Hati, Penderitaan, Ratapan,
Pengorbanan, dan Kematian. Walaupun tema- tema di atas tidak
terbatas untuk masa Lenten saja, namun mereka dapat
mengekspresikan dengan baik suasana dari masa ini. Mereka
mengarahkan kita pada Yesus, dan dengan sederhana kita dapat
katakan bahwa Lenten adalah tentang Yesus. Tujuan kita adalah
untuk mengambil waktu dan berefleksi mengenai perjalanan-Nya
menuju salib, sehingga kita pun dapat memikul salib dan mengikut
Dia.
Tema- tema ini akan mengikuti selama seminggu, dengan
menggunakan pola yang tetap:
Panggilan Beribadah
Penyembahan dimulai dari Allah. Dia memanggil kita masuk ke
hadirat-Nya dan kita berespon dengan menghadap-Nya dalam
iman. Setiap hari dalam panduan ini dimulai dengan panggilan
untuk menyembah, yang merupakan pembacaan firman Tuhan atau
Mazmur yang mengarahkan fokus kita kepada Tuhan Sang
Juruselamat dan Allah perjanjian kita. Perjalanan Lenten kita harus
dimulai dan berakhir dengan Tuhan.
Pengakuan Dosa
Ketika kita menyadari kebesaran Allah kita yang suci dan
merasakan kehadiran-Nya dalam hidup kita, kita disadarkan akan
dosa dan pelanggaran kita. Tuhan tidak berbalik meninggalkan
5
kita, melainkan mengundang kita untuk mengakui dosa kita untuk
disucikan. Ini merupakan irama yang biasa kita temukan dalam
penyembahan, tapi masa Lenten membawa kita untuk lebih
menyadari betapa kita membutuhkan hal ini. Gunakanlah masa ini
setiap harinya, tidak hanya untuk membaca apa yang tertulis, tapi
juga sebagai cara kita dengan rendah hati berjalan dengan Allah
dan memperdalam keinginan kita untuk tinggal dalam cahaya
bersama-Nya.
Perenungan
Bagian ini terdiri dari 3 hal utama: 1)Pembacaan Alkitab
mengikuti narasi perjalanan Yesus menuju kayu salib, khususnya
dari kitab Injil Markus. 2)Renungan akan menyentuh tema
mingguan yang kita bahas. Hayati bagian ini dengan ketertundukan
penuh pada firman Tuhan dan bukalah diri kita untuk menerima
anugerah-Nya. 3)Refleksi akan memberikan pertanyaan yang
berhubungan dengan perenungan. Gunakan bagian ini untuk
merenungkan kebenaran firman lebih jauh dalam hati dan hidup
kita, dan pikirkan bagaimana cara kita berespon.
Doa Menggunakan kalimat dari berbagai sumber liturgi, doa tutup akan
menjadi cara kita berkomunikasi dengan Allah dengan
mengungkapkan kerinduan kita untuk diubahkan oleh Roh Kudus.
Sepatah kata tentang hari Minggu. Tiap hari Minggu dalam masa
Lenten bertujuan untuk mengawali Minggu Paskah dan biasa
disebut adalah “Paskah-paskah kecil”. Petunjuk ini berisi
pernyataan iman dalam Kristus dan himne yang menyanyikan
kebangkitan-Nya dalam setiap Minggu yang ada agar kita dapat
berefleksi dan bersukacita. Ketika hari Minggu datang, rayakanlah
kebenaran ini dengan sukacita dalam hatimu.
Sepatah kata tentang berpuasa: Lenten dikenal sebagai waktu kita
berpuasa dan menyerahkan hal- hal yang kita miliki. Ketika kita
menyerahkan kenyamanan, kita belajar tentang kelemahan dan
6
kebutuhan kita, serta kebergantungan kita pada Tuhan. Berpuasa
adalah kegiatan fisik yang nyata di mana kita diarahkan untuk
menemukan kebutuhan spiritual kita di dalam Yesus dan
mendapati kenyamanan dan sukacita di dalam-Nya. Silahkan
pertimbangkan kegiatan berpuasa sebagai pendukung Anda dalam
menggunakan renungan ini.
Pesan pastoral bagi kita semua: ”Tuhan kita “dapat melakukan
jauh lebih banyak dari pada yang kita doakan atau pikirkan,
seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita” (Ef.
3:20). Berikanlah dirimu pada diri-Nya dalam masa Lenten ini
melalui meditasi, persiapan, dan pertobatan. Upah yang akan kita
terima yaitu sukacita dan pengharapan yang besar dari kebangkitan
di hari Paskah. Semoga Anda diperbarui dalam cinta kasihmu
kepada-Nya!”
7
Hari ke-1, Rabu 1 Maret 2017 (Rabu Abu)
Panggilan Beribadah
”Tiuplah sangkakala di Sion dan berteriaklah di gunung-Ku yang
kudus! Biarlah gemetar seluruh penduduk negeri, sebab hari
TUHAN datang, sebab hari itu sudah dekat; suatu hari gelap
gulita dan kelam kabut, suatu hari berawan dan kelam pekat;
seperti fajar di atas gunung-gunung terbentang suatu bangsa yang
banyak dan kuat, yang serupa itu tidak pernah ada sejak
purbakala, dan tidak akan ada lagi sesudah itu turun-temurun,
pada masa yang akan datang. "Tetapi sekarang juga," demikianlah
firman TUHAN, "berbaliklah kepada-Ku dengan segenap hatimu,
dengan berpuasa, dengan menangis dan dengan mengaduh."
Koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu, berbaliklah kepada
TUHAN, Allahmu, sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang
sabar dan berlimpah kasih setia, dan Ia menyesal karena
hukuman-Nya.” (Yl. 2:1-2, 12-13)
Pengakuan Dosa
”Kasihanilah aku , ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah
pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar! Bersihkanlah
aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari
dosaku! Sesungguhnya, Engkau berkenan akan kebenaran dalam
batin, dan dengan diam-diam Engkau memberitahukan hikmat
kepadaku. Jadikanlah hatiku tahir , ya Allah, dan perbaharuilah
batinku dengan roh yang teguh! Janganlah membuang aku fdari
hadapan-Mu, dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari
padaku ! Bangkitkanlah kembali padaku kegirangan karena
selamat yang dari pada-Mu, dan lengkapilah aku dengan roh
yang rela!” (Mzm. 51:3-4, 8, 12-14)
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 8:27-30)
8
Renungan
Rabu Abu adalah awal dari masa Lenten. Tujuannya ada tiga: (1)
untuk merenungkan kefanaan , keberdosaan, dan kebutuhan kita
akan seorang Juruselamat; (2) untuk memperbaharui komitmen kita
melalui pertobatan kita sehari- hari; (3) untuk mengingat dengan
penuh rasa syukur bagaimana Yesus telah menang atas dosa dan
maut. Penyembahan kita hari ini seharusnya dipenuhi dengan
kebenaran firman Tuhan, karena Alkitab adalah kesaksian yang
menceritakan indahnya persekutuan kita dengan Kristus dan
perjalanan mati dan bangkit kita dengan Kristus setiap harinya.
Dalam perayaan Rabu Abu yang tradisional, abu dioleskan di dahi
jemaat dalam bentuk salib. Dalam Alkitab, debu dan abu
merupakan simbol kefanaan (Kej. 18:27), kedukaan (Est 4:3),
penghakiman (Rat 3:16), dan pertobatan (Yun 3:6). Abu yang
berbentuk salib mengingatkan kita bahwa kita berasal dari debu
dan akan kembali menjadi debu suatu hari nanti. Ini juga panggilan
untuk “memandangnya: bahwa kamu telah mati bagi dosa, tetapi
kamu hidup bagi Allah dalam Kristus Yesus.” (Rom. 6:11)
Ketika Anda memulai perjalanan masa Lenten ini, mulailah dengan
perubahan hatimu - melepaskan hati yang hanya berfokus pada diri
sendiri dan mulai menyerahkan pikiran dan komitmen Anda pada
Yesus. Terlepas dari apa pun keadaan hati Anda dan keraguan
Anda saat ini, kita harus “berbaliklah kepada TUHAN, Allahmu,
sebab Ia pengasih dan penyayang, panjang sabar, dan berlimpah
kasih setia” (Yl. 2:13). Pada akhirnya, Lenten bukan berbicara
tentang kesetiaan kita, tetapi tentang kesetiaan Yesus kepada kita.
Dialah Pribadi yang setia!
Refleksi
1.Luangkanlah waktumu dengan berdiam diri di hadapan Tuhan
dan mintalah Roh Kudus menyelidikmu: “Selidikilah aku, ya Allah,
dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran- pikiranku;
lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di jalan yang
kekal!” (Mzm. 139: 23-24).
9
2.Apa yang menjadi halangan dan keraguan yang membayangi
Anda dalam memulai masa Lenten ini?
3.Kebiasaan atau kecenderungan apa yang perlu Anda lepaskan
yang berfokus pada diri sendiri?
Doa
Berjalanlah bersama kami, ya Allah yang kudus, ketika kami
memulai jalan kami menuju salib. Tolong kami agar fokus pusat
hidup kami berada di diri-Mu dan bukan pada diri kami sendiri.
Tuntunlah kami melalui kegelapan dan ubahlah hati kami sehingga
kami menjadi para pendoa syafaat, dan siap untuk menegalami dan
meresponi Anak-Mu dan Juruselamat kami, Yesus Kristus. Dalam
nama-Nya kami berdoa. Amin.
10
Hari ke-2, Kamis 2 Maret 2017
Panggilan Beribadah
“TUHAN itu penopang bagi semua orang yang jatuh dan penegak
bagi semua orang yang tertunduk. Mata sekalian orang
menantikan Engkau, dan Engkaupun memberi mereka makanan
pada waktunya; Engkau yang membuka tangan-Mu dan yang
berkenan mengenyangkan segala yang hidup. TUHAN itu adil
dalam segala jalan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala
perbuatan-Nya. TUHAN dekat pada setiap orang yang berseru
kepada-Nya , pada setiap orang yang berseru kepada-Nya dalam
kesetiaan. Ia melakukan kehendak orang-orang yang takut akan
Dia, mendengarkan teriak mereka minta tolong dan
menyelamatkan mereka. TUHAN menjaga semua orang yang
mengasihi-Nya, tetapi semua orang fasik akan dibinasakan-Nya.
Mulutku mengucapkan puji-pujian kepada TUHAN dan biarlah
segala makhluk memuji nama-Nya yang kudus untuk seterusnya
dan selamanya.” (Mzm. 145:14-21)
Pengakuan Dosa
Allah Bapa yang kudus dan penuh dengan belas kasihan, kami
mengakui bahwa kami telah berdosa dalam pikiran, perkataan, dan
perbuatan kami, baik melalui hal yang telah kami lakukan langsung
maupun tidak langsung. Kami tidak mengasihi-Mu dengan segenap
hati, akal budi, dan kekuatan kami. Kami tidak mengasihi sesama
kami seperti kami mengasihi diri kami sendiri. Kami tidak peka
akan panggilan-Mu untuk melayani seperti Kristus telah terlebih
dahulu melayani kami. Kami telah mendukakan Roh Kudus-Mu.
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 8:31-38)
Renungan
Lenten adalah masa persiapan dan pertobatan di mana hati kita siap
untuk mengingat akan penderitaan Yesus dan merayakan
11
kebangkitan-Nya. Ini adalah perjalanan yang bermakna karena kita
akan melihat jauh dari apa yang kelihatan.
Kita mungkin sudah mengenal sebagain dari sisi-sisi Lenten: debu
pada dahi, atau pembicaraan tentang berpuasa. Tetapi Lenten,
seperti kehidupan pada umumnya, bukanlah hanya sisi yang
kelihatan saja. Ada juga sisi di dalamnya yang memberi kedalaman
serta makna bagi setiap perbuatan kita, misalnya kerendahan hati,
pengorbanan, pertobatan dan iman. Dengan kata lain, Lenten
berbicara lebih banyak dari yang apa kelihatan.
Tentu saja, kita dapat memilih untuk berpuasa selama 40 hari dan
menyelesaikannya dengan baik. Namun, itu saja tidak cukup. Kita
akan melewatkan apa yang Tuhan ingin kerjakan melalui kita
dalam masa ini.
Yesus berpuasa makan dan minum selama 40 hari di padang pasir.
Ini bukanlah tindakan atau ritual keagamaan untuk menunjukkan
betapa baiknya Ia dalam menahan diri. Lebih dari itu, Ia telah
melewati masa pencobaan dan Ia melaluinya dengan menyerahkan
diri penuh pada Allah dan memperkaya diri-Nya dengan firman
Allah. Arti padang gurun bagi Yesus adalah untuk merasakan
kehadiran Allah yang nyata dan melihat bagaimana kuasa Allah
nyata melalui diri-Nya.
Mungkin kedua hal ini terlihat sama dari luar, namun berpartisipasi
dalam masa Lenten dan menghidupi Lenten pada nyatanya adalah
hal yang sangat berbeda. Jadi, Anda dapat berpuasa jikalau Anda
memang memilih untuk melakukannya, tetapi jangan beranggapan
bahwa ketidakhadiran makanan dan minuman ini akan membawa
Anda lebih dekat pada Tuhan.
Lenten mendorong kita untuk menyangkal kenyamanan kita.
memperdalam persekutuan kita dengan Yesus dan menata kembali
fokus hidup kita kepada Tuhan. Kita melepaskan hal- hal yang
12
mengalihkan dan mengikat kita, karena kita mau mengalami
sukacita dan kebebasan sejati di dalam Kristus.
Ketika kita mempertimbangkan hal apa yang ingin kita lepaskan
dalam masa Lenten ini, mulailah dengan kebiasaan atau hal buruk
yang menguasai hidup kita. Tinggalkanlah itu agar kita dapat
merasakan hidup yang sejati bersama Tuhan. Masa Lenten bukan
tentang apa yang kita lakukan untuk Tuhan, tetapi tentang
menggali lebih dalam mengenai apa yang Tuhan telah lakukan bagi
kita.
Refleksi
1.Dalam area kehidupan yang manakah Anda telah mencerminkan
Kristus?
2.Apakah Anda merasakan kebutuhan akan kehadiran Roh Kudus
supaya Yesus terasa nyata dalam hidup Anda?
Doa
Tuhan, Engkaulah tempat perteduhan kami turun-temurun.
Sebelum gunung-gunung dilahirkan, dan bumi dan dunia
diperanakkan, bahkan dari selama-lamanya sampai selama-
lamanya Engkaulah Allah. Ajarlah kami menghitung hari-hari kami
sedemikian , hingga kami beroleh hati yang bijaksana.
Kenyangkanlah kami di waktu pagi dengan kasih setia-Mu,
supaya kami bersorak-sorai dan bersukacita semasa hari-hari
kami. Di dalam nama Yesus, Tuhan kami, Amin. (Mzm. 90)
13
Hari ke-3, Jumat 3 Maret 2017
Panggilan Beribadah
”Ada suara yang berseru-seru: "Persiapkanlah di padang gurun
jalan untuk TUHAN, luruskanlah di padang belantara jalan raya
bagi Allah kita! Setiap lembah harus ditutup, dan setiap gunung
dan bukit diratakan; tanah yang berbukit-bukit harus menjadi
tanah yang rata, dan tanah yang berlekuk-lekuk menjadi dataran;
maka kemuliaan TUHAN akan dinyatakan dan seluruh umat
manusia akan melihatnya bersama-sama; sungguh, TUHAN
sendiri telah mengatakannya. " Ada suara yang berkata:
"Berserulah!" Jawabku: "Apakah yang harus kuserukan?"
"Seluruh umat manusia adalah seperti rumput dan semua
semaraknya seperti bunga di padang. Rumput menjadi kering,
bunga menjadi layu, apabila TUHAN menghembusnya dengan
nafas-Nya. Sesungguhnyalah bangsa itu seperti rumput. Rumput
menjadi kering, bunga menjadi layu, tetapi firman Allah kita tetap
ntuk selama-lamanya. " (Yes. 40: 3-8)
Pengakuan Dosa
Allah yang penuh belas kasihan, Bapa dari Yesus Kristus yang
telah dicobai dalam segala hal namun tetap tidak melakukan dosa,
kami datang untuk mengakui dosa kami. Kami lapar akan hal yang
tidak memuaskan, kami berkompromi dengan kejahatan, kami
meragukan kuasa-Mu yang mampu melindungi kami. Ampuni
kami yang kurang percaya, ampuni kelemahan kami. Pulihkan
kepercayaan dan kasih kami sehingga kami dapat berjalan di jalan-
Mu dan bersukacita melakukan keinginan-Mu. Amin.
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 9: 1-8)
Renungan
Di awal pelayanan Yesus, Yohanes Pembaptis menyerukan
kedatangan Yesus sebagai penggenapan dari Yesaya 40 :
14
“Persiapkanlah di padang gurun jalan untuk Tuhan, luruskanlah
di padang belantara jalan raya bagi Allah kita”. Ini adalah seruan
masa Lenten: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan! Sediakanlah
tempat bagi-Nya dalam pikiran, kegiatan, dan perhatianmu.
Respon paling tepat untuk seruan ini adalah dengan menilik
kembali bagaimana selama ini kita hidup di hadirat Tuhan. Dan
inilah tujuan masa Lenten, untuk merefleksikan hidup kita sehari-
hari.
Menghentikan suatu kebiasaan, makanan / minuman atau bahkan
kesenangan bukanlah inti dari kehidupan orang kristen. Orang-
orang menghentikan hal- hal tertentu setiap harinya demi
menolong diri mereka, atau lebih buruk lagi untuk kesia-siaan dan
dendam. Fokus dari Lenten adalah untuk mengembalikan fokus
kita kepada Tuhan. Pengembalian fokus ini mengingatkan kita
akan pengalaman “padang pasir”.
Pengalaman “padang pasir” memiliki arti orang yang telah pergi
untuk beberapa saat dan kembali dengan wawasan dan perspektif
yang baru tentang hidup. Entah ketika orang tersebut baru kembali
dari perjalanan ke belahan dunia lain, atau kembali dari pendakian
gunung yang mengharuskan orang tersebut meninggalkan
kebiasaan dan kenyamanannya, ia dibukakan untuk melihat
kehidupan dari perspektif yang berbeda.
Tujuan kita dalam masa Lenten ini hampir sama dengan
pengalaman “padang pasir”. Kita meninggalkan kebiasaan dan
zona nyaman hidup kita dengan menjalani segala tantangan dan
kesulitan di depan kita untuk dapat bergantung penuh kepada
Kristus. Kita akan melihat bahwa dunia yang kita agungkan ini
ternyata hanyalah sesuatu yang fana, dan bagaimana hidup kita
yang seolah sibuk ini hanyalah tanda dari ketidakbijaksanaan kita.
Keinginan kita adalah untuk hidup baru, melihat seperti Allah
melihat dan melampaui hidup yang berpusat hanya pada diri
15
sendiri. Jadi dalam masa Lenten ini, kita berfokus untuk
menanggalkan hidup menurut kedangingan, mengenakan hidup
menurut Roh, dan menyangkal diri.
Fokus kita ketika menghentikan sesuatu bukan pada seberapa
banyak kita telah kehilangan hal tersebut, melainkan untuk
disadarkan akan kerinduan kita kepada Allah dan Roh Kudus yang
mengaruniakan hidup yang baru. Ini tentu berarti bahwa masa
Lenten bukan hanya tentang mengurangi sesuatu, tapi tentang
menambahkan sesuatu, yaitu hal- hal yang berkenaan dengan
Allah.
Ketika kita berusaha untuk meninggalkan kebiasaan makanan
yang tidak sehat dan beralih kepada makanan yang sehat, untuk
hal-hal apakah kita gunakan kesehatan jasmani yang kita dapatkan?
Ketika kita berusaha untuk tidak mengucapkan perkataan yang
sia-sia, apakah kita menggunakannya untuk mengucap syukur dan
memuki Allah?
Ketika kita berusaha untuk menahan amarah, apakah kita
mengarahkan perasaan kita kepada Tuhan?
Ketika kita berusaha untuk menjaga pikiran kita, apakah kita
memfokuskan pikiran kita kepada Allah?
Ketika kita berusaha untuk memperbanyak pembacaan firman
Tuhan, apakah kita berusaha untuk mencari dan menaati kehendak-
Nya?
Ketika kita berusaha untuk meluangkan waktu lebih untuk
berdoa, apakah doa-doa kita masih berpusat pada diri sendiri?
Ketika kita berusaha untuk meninggalkan keegoisan kita, apakah
kita semakin peka terhadap kebutuhan atu kepentingan orang lain?
16
Praktik menghentikan atau mengurangi sesuatu pada masa Lenten
berarti memasuki padang gurun bersama Kristus. Jangan berfokus
pada besarnya pengorbanan yang Anda berikan, ini bukanlah
sebuah kontes untuk dinilai. Arahkanlah tujuan Anda untuk lebih
mengenal Allah secara penuh dan biarkan Dia yang menuntunmu.
Fokuskanlah diri Anda dalam penyerahan penuh kepada Kristus -
firman dan misi-Nya. Tuhan akan menolong menggantikan hal- hal
yang engkau hentikan atau kurangi dengan hal-hal yang lebih baik
lagi. Jadi sangkallah dirimu, pikullah salib, dan ikutlah Yesus.
Refleksi
1.Bagaimana cara Anda untuk mengembalikan fokus kepada
Yesus dalam masa Lenten ini?
2.Hal apa yang ingin Anda hentikan / kurangi? Apa yang akan
Anda tambahkan?
Doa
Tuhan yang penuh belas kasihan, kami datang saat ini
menyerahkan diri kami dengan menyadari bahwa ini bukanlah diri
yang Kau inginkan. Tolong kami melepaskan masa lalu dan hidup
kembali dengan-Mu dalam iman. Tolong kami melepaskan
ketakutan, kebencian, kemarahan, dan rasa mengasihani diri
sendiri. Angkatlah beban yang ada di atas pundak kami. Tolonglah
kami menyingkirkan rasa bersalah kami untuk masuk dalam masa
pemulihan. Ketika kami berdoa dan melepaskan hal-hal tersebut
hari ini, tolonglah kami supaya kami menjadi orang- orang yang
sederhana yang dapat melihat Engkau apa adanya. Dekatkanlah
kami pada diri-Mu. Amin.
17
Hari ke-4, Sabtu 4 Maret 2017
Panggilan Beribadah
“Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju kepada
Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang membawa
iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan
kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi
Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah. Ingatlah
selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat
itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya
jangan kamu menjadi lemah dan putus asa.”
(Ibr. 12:2-3)
Pengakuan Dosa
Allah yang membawa kami keluar dari padang gurun, Allah tempat
kami berlindung, dengarkanlah pengakuan kami ini. Dalam masa
pencobaan, kami sering melupakan apa yang telah Engkau perbuat
bagi kami. Engkau memberikan segala yang kami perlukan, tetapi
kami tetap tidak merasa puas karena kami tidak mencari Engkau.
Engkau memberikan kami segala ciptaan-Mu, tetapi kami
seringkali menyalahi kepercayaan-Mu dan menyia-nyiakannya.
Kau menunjukkan jalan bagi kami, namun kami seringkali berjalan
di jalan kami sendiri yang penuh dengan keegoisan. Ampuni kami
ya Tuhan. Kami memohon pimpinan, kesabaran, dan kasih-Mu
dalam Yesus Kristus, yang meskipun dicobai namun tetap setia
pada firman-Mu yang menyelamatkan. Amin.
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 9:9-13)
Renungan
Lenten adalah perjalanan melalui ”padang gurun”, salib dan
berakhir dengan kebangkitan. Mereka yang dengan sungguh-
sungguh menjalaninya, akan menemukan tantangan selama
perjalanan ini. Hal ini bukanlah suatu perubahan yang biasa, karena
18
kita harus menjalaninya dengan segenap hati. Ini juga bukan suatu
perubahan yang cepat, karena kita harus mengurai benang kusut
kebiasaan diri kita dan mempersiapkan pikiran kita. Dalam
beberapa hari pertama ini, dengan perlahan kita sedang mengubah
rutinitas biasa kita mengikuti irama Lenten.
Mungkin akan ada beberapa jenis orang dalam masa Lenten ini:
Yang terlambat datang, yang cepat pergi, dan yang tidak termasuk
dalam kedua kategori tersebut.
Yang terlambat datang: Kalau Lenten diibaratkan sebagai sebuah
pesta yang sudah dimulai, dan Anda adalah orang yang baru
datang, Anda tidak yakin apa yang sudah terjadi di tempat ini.
Sebagian dari diri Anda ingin menyatu dengan yang lainnya,
namun sebagian lagi ingin segera pulang dan mencoba datang di
lain waktu saja. Kabar baik untuk Anda, pesta Lenten adalah pesta
Injil! Injil Yesus tidak mempermasalahkan kapan atau bagaima
Anda memulainya. Kehadiran Anda lah yang penting.
Apa yang harus Anda lakukan ketika Anda mulai? Sediakan waktu
untuk membaca dan berdoa. Anda dapat membaca renungan
Lenten ini dari hari pertama, menyembah Tuhan, dan berdoa
mohon Ia untuk menuntun Anda dalam perjalanan ini. Ambil
keputusan: kebiasaan atau hal buruk apa yang ingin Anda
tinggalkan, dan buat komitmen untuk melakukan sesuatu yang
dapat membawa Anda lebih dekat dengan Tuhan.
Yang cepat pergi: Kalau Lenten adalah sebuah pertandingan, dan
Anda mulai kehilangan gairah, maka Anda telah memulainya
dengan semangat, tapi sekarang Anda mulai melupakan apa yang
harus Anda kerjakan, atau bahkan Anda cemas melihat betapa
baiknya perjalanan orang lain dibandingkan dengan Anda. Kabar
baik: Anda tetap dikasihi lebih oleh Allah jauh dari apa yang Anda
bayangkan. Hal yang ingin ditekankan pada masa Lenten adalah
kematian Yesus, di mana semua ketidaksetiaan dan aib Anda telah
ditanggung oleh-Nya supaya Anda dapat menjadi anggota keluarga
19
Allah. Apa yang harus dilakukan ketika sekarang Anda sudah
menyimpang? Kembalilah pada jalur yang benar. Jadikan waktu
pembacaan Lenten sebagai cara Anda sedang berjalan menuju
salib, “Sebab apa yang tidak mungkin dilakukan hukum Taurat
karena tak berdaya oleh daging, telah dilakukan oleh Allah.
Dengan jalan mengutus Anak-Nya sendiri dalam daging, yang
serupa dengan daging yang dikuasai dosa karena dosa.” (Rm. 8:3)
Tidak termasuk kedua kategori di atas: Anda tidak terlambat
atau juga belum pergi. Anda hadir sepenuhnya di pesta tersebut,
tetapi berjalan membawa beban berat. Kabar baik: Injil itu lebih
dalam dari yang Anda pernah pikirkan! “Karena kita mempunyai
banyak saksi, bagaikan awan yang mengelilingi kita, marilah kita
menanggalkan semua beban dan dosa yang begitu merintangi kita,
dan berlomba dengan tekun dalam perlombaan yang diwajibkan
bagi kita. Marilah kita melakukannya dengan mata yang tertuju
kepada Yesus, yang memimpin kita dalam iman, dan yang
membawa iman kita itu kepada kesempurnaan, yang dengan
mengabaikan kehinaan tekun memikul salib ganti sukacita yang
disediakan bagi Dia, yang sekarang duduk di sebelah kanan takhta
Allah. Ingatlah selalu akan Dia, yang tekun menanggung bantahan
yang sehebat itu terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang
berdosa, supaya jangan kamu menjadi lemah dan putus asa.” (Ibr.
12:1-3)
Inilah makna Lenten yang sesungguhnya: bergabung dengan
seluruh keluarga Allah untuk mengenang kembali penderitaan dan
kematian Yesus; menyangkal diri, dan menerima topangan dari
Allah agar kita dapat berjalan lurus dan lebih kuat menanggung;
memperoleh pengharapan dan kekuatan dari kasih setia Allah di
dalam Yesus Kristus. Di manapun Anda berada hari ini, entah
tertinggal di belakang, menyimpang, atau tepat berada di jalur,
fokuskanlah pandangan Anda pada Yesus.
20
Refleksi
1.Apa yang sudah Anda pelajari tentang Allah dan diri Anda
selama beberapa hari pertama Lenten ini?
2.Ketakutan atau kebanggan apa yang menghalangi Anda dalam
perjalanan ini?
Doa
Ya Tuhan Allah kami yang penuh kasih, hadirlah dalam perjalanan
kami memasuki masa Lenten ini. Kami mengingat akan
penderitaan Juruselamat kami dan merayakan kemenangan-Nya.
Berikanlah Roh Kudus-Mu, agar kami dapat mengenali dosa kami
dan meminta ampun pada-Mu. Berikanlah kami kekuatan untuk
menyangkal diri kami dan kuat melalui cobaan bersama Yesus
Kristus, Tuhan kami. Amin
21
Minggu ke-1 Lenten, 5 Maret 2017
Inilah kabar baik yang telah kami terima, yang olehnya kami
berdiri dan diselamatkan: Kristus mati bagi dosa-dosa kita,
dikuburkan, dan dibangkitkan pada hari ketiga, menampakkan diri-
Nya pertama kali kepada para wanita, lalu kepada Petrus dan
keduabelas murid-Nya, lalu kepada banyak saksi yang setia. Kami
percaya Yesus adalah Kristus , yang diurapi oleh Allah, yang
sulung dari semua ciptaan, yang sulung dari orang-orang mati,
yang kepada-Nya semua telah diberikan, dan yang di dalam-Nya
kepenuhan Allah berdiam oleh kuasa Roh Kudus. Kristus adalah
kepala dari tubuh, gereja, dan oleh darah-Nya segala sesuatu
diperdamaikan dengan Allah. Amin.
(berdasarkan 1 Kor. 15 & Kol. 1)
24
Hari ke-5, Senin 6 Maret 2017
Panggilan Beribadah
“Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, menyanyilah bagi
TUHAN, hai segenap bumi! Menyanyilah bagi TUHAN, pujilah
nama-Nya, kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya dari
hari ke hari. Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-
bangsa dan perbuatan-perbuatan yang ajaib di antara segala suku
bangsa. Sebab TUHAN maha besar dan terpuji sangat, Ia lebih
dahsyat dari pada segala allah. Sebab segala allah bangsa-bangsa
adalah hampa, tetapi TUHANlah yang menjadikan langit.Biarlah
langit bersukacita dan bumi bersorak-sorak, biarlah gemuruh laut
serta isinya, biarlah beria-ria padang dan segala yang di atasnya,
maka segala pohon di hutan bersorak-sorai di hadapan TUHAN,
sebab Ia datang, sebab Ia datang untuk menghakimi bumi. Ia akan
menghakimi dunia dengan keadilan, dan bangsa-bangsa dengan
kesetiaan-Nya.” (Mzm. 96:1-5, 11-13)
Pengakuan Dosa
Allah Bapa yang di Surga, kami membutuhkan pengampunan.
Kami telah mencoba untuk memulihkan diri kami sendiri. Kami
mencoba untuk mengatasi rasa bersalah kami dengan cara sendiri,
dari pada mempercayai akan kematian Yesus Kristus. Kami telah
mencoba begitu keras untuk memupuk kebaikan-kebaikan yang
dapat meringankan dosa kami. Kami berusaha dengan kekuatan
kami sendiri untuk berubah, dari pada percaya akan kebangkitan
Yesus Kristus. Kami telah mencoba untuk mengubah hati kami
melalui tekad kami. Ampuni kami yang mencoba untuk
memulihkan diri kami sendiri. Ampuni kami karena mengabaikan
anugerah-Mu. Ampuni dan pulihkan kami, demi Kristus. Amin.
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 9:14-29)
25
Renungan
Lenten adalah masa yang secara khusus berfokus pada pertobatan.
Pertobatan itu sendiri adalah respon kita kepada kenyataan bahwa
Yesus mengampuni dosa-dosa kita dan menanggung aib kita di
kayu salib.
Kata “pertobatan” memiliki makna negatif dalam budaya manusia.
Mengatakan bahwa seseorang harus bertobat, mengindikasikan
bahwa mereka telah melakukan sesuatu yang sangat buruk dan
seharusnya merasa bersalah besar. Walaupun itu benar, di sisi yang
lain panggilan untuk bertobat pada dasarnya adalah sebuah kabar
baik. Seorang penafsir Alkitab pernah berkata, “Pertobatan, sejak
awal penciptaan hingga saat ini, dan akan tetap selamanya,
merupakan perkataan positif yang berasal dari hati Allah.”
Karena Alah menciptakan kita untuk kemuliaan-Nya, kebaikan
tertinggi kita adalah untuk bertobat dan berbalik kepada-Nya.
Dalam kisah Perjanjian Lama, dosa dan kebebalan umat Allah
membawa mereka kepada pembuangan. Allah mengijinkan bangsa-
bangsa kafir untuk mengalahkan dan menawan umat-Nya Hal
tersebut sangat mengerikan karena membawa kehancuran secara
jasmani, budaya dan spiritual. Sekalipun terdengar sangat
mengerikan, sebenarnya hal tersebut merupakan bentuk kasih
Allah. Seperti seorang ayah mendisiplinkan anak-anaknya, “karena
Tuhan menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah
orang yang diakui-Nya sebagai anak." (Ibr. 12:6). Tujuan dari
pendisiplinan adalah koreksi dan restorasi. Itu adalah sebuah
undangan untuk bersekutu.
Rasul Paulus mengatakan bahwa adalah kemurahan Allah yang
menuntun kita kepada pertobatan (Roma 2:4). Allah memanggil
kita datang kepada-Nya, menyadarkan kita atas dosa-dosa kita,
memberikan kita kasih-Nya dan mengubah kita melalui anugerah-
Nya. Pertobatan kita dimulai dan diakhiri dengan Allah! Tetapi
ketika kita menjadikan pertobatan kita karena kekuatan kita sendiri,
26
kita akan berbelok dari jalan yang benar dan terjebak dari salah
satu di antara 2 sisi.
Pada sisi yang satu, kita mengekspresikan penyesalan dengan
berkata: “Aku tidak akan melakukannya lagi!” Kita bertindak
seolah-olah kita bisa menghapus bersih kesalahan kita dengan
kerendahan hati dan mendapatkan pengampunan dengan kekuatan
kita. Ketika kita berjanji untuk tidak melakukannya lagi, kita
berkata bahwa kita dapat menjadi lebih baik dan kita akan
membuktikannya. Tetapi pertobatan bukanlah sekedar suatu
resolusi, atau juga bukan sekedar memperbaikan kelakuan.
Pertobatan adalah sarana untuk mengalami anugerah Allah yang
melimpah melalui Kristus. Anugerah tersebut menunjukkan kepada
kita betapa dalamnya akar dosa kita dan memampukan kita untuk
menjadi lebih baik lagi. Diri kita adalah tujuan dari anugerah
tersebut berkarya, memperbaharui dan menolong kita mengerjakan
keselamatan kita dengan takut dan gentar.
Di sisi yang lain, kita mengekspresikan penyesalan dengan berkata:
“Aku tidak percaya aku telah melakukannya.” Perasaan malu dan
bersalah adalah hal yang wajar, namun Alkitab mengatakan bahwa
ada 2 jenis rasa duka: dukacita yang berasal dunia dan dukacita
yang berasal dari Allah (2 Kor. 7:10). “Duka cita yang berasal dari
dunia” mengubah kita menjadi sosok yang hanya berfokus pada
perasaan kita dan mementingkan diri sendiri. Salah satu tanda
dukacita yang berasal dari dunia adalah membenci diri sendiri.
“Dukacita yang berasal dari Allah” menghasilkan “pertobatan
yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan” (2
Kor. 7:10). Seseorang yang telah memiliki rasa duka yang berasal
dari Allah mengerti bahwa dosa-dosanya, yang mencerminkan
sebuah kekejian yang ada di hatinya, adalah melawan Allah dan
juga sesama. Ia tahu bahwa mengakui dan menyesali perbuatan
tidak cukup disebut dengan pertobatan.
Pertobatan sejati selalu berakhir kepada Kristus. Hal tersebut tidak
membuat kita larut pada kebencian diri sendiri, atau lega karena
27
telah menyalahkan diri sendiri. Pertobatan sejati menyadarkan akan
keberdosaan kita dan memimpin kita masuk ke dalam
pengampunan dari Kristus yang melimpah.
Refleksi
1.Dalam area apa Anda merasakan rasa bersalah, malu, sebuah
keinginan untuk tidak mengulangi lagi, dan mendorong Anda
untuk lebih baik lagi?
2.Ambil beberapa waktu sejenak dan akui area-area tersebut
kepada Tuhan. Ucapkanlah syukur untuk anugerah-Nya dan
pengampunan-Nya yang telah membebaskan kita.
Doa
Allah yang penuh anugerah, di dalam kasih dan kemurahan Engkau
menghembuskan nafas kehidupan, menciptakan kami untuk
melayani Engkau dan sesama. Pada masa pertobatan ini,
perbaharui dan kuatkan kami menjalani kehidupan kami, di mana
kami dapat menikmati kepenuhan pengampunan-Mu di dalam
Kristus, Tuhan kami. Amin.
28
Hari ke-6, Selasa 7 Maret 2017
Panggilan Beribadah
“Aku hendak menyebut-nyebut perbuatan kasih setia TUHAN,
perbuatan TUHAN yang masyhur, sesuai dengan segala yang
dilakukan TUHAN kepada kita, dan kebajikan yang besar kepada
kaum Israel yang dilakukan-Nya kepada mereka sesuai dengan
kasih sayang-Nya dan sesuai dengan kasih setia-Nya yang besar.
Bukankah Ia berfirman: "Sungguh, merekalah umat-Ku, anak-anak
yang tidak akan berlaku curang," maka Ia menjadi Juruselamat
mereka dalam segala kesesakan mereka. Bukan seorang duta atau
utusan, melainkan Ia sendirilah yang menyelamatkan mereka;
Dialah yang menebus mereka dalam kasih-Nya dan belas kasihan-
Nya. Ia mengangkat dan menggendong mereka selama zaman
dahulu kala.” (Yes. 63:7-9)
Pengakuan Dosa
Allah yang kudus dan pemurah, kami mengaku bahwa kami telah
berdosa terhadap Engkau dalam pikiran, perkataan dan perbuatan
secara langsung maupun tidak langsung. Kami tidak mengasihi-Mu
dengan segenap hati, pikiran dan kekuatan kami. Kami tidak
mengasihi sesama kami seperti kami mengasihi diri kami sendiri.
Kami tidak mengampuni sesama kami seperti kami sendiri telah
diampuni. Terimalah pertobatan kami, ya Allah, dan biarkan
murka-Mu lalu dari antara kami. Di dalam kemurahan-Mu, ampuni
diri kami, tolong kami memperbaiki diri kami, dan arahkan kami
menjadi pribadi yang Engkau inginkan, sehingga kami dapat
bersuka cita di dalam kehendak-Mu dan berjalan di jalan-Mu,
menuju kemuliaan nama-Mu, melalui Kristus, Allah kami. Amin.
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 9:30-37)
29
Renungan
Hari Rabu yang lalu, orang-orang di penjuru dunia menandai dahi
mereka dengan abu sebagai tanda akan kemanusiaan dan kefanaan
mereka. Kita menemukan simbol dan praktek ini di dalam Alkitab.
Ketika Abraham memohon kepada Tuhan, ia berkata,
"Sesungguhnya aku telah memberanikan diri berkata kepada
Tuhan, walaupun aku debu dan abu. (Kej. 18:27). Ketika orang-
orang Niniwe mengindahkan peringatan Yunus, maka raja
“turunlah ia dari singgasananya, ditanggalkannya jubahnya,
diselubungkannya kain kabung, lalu duduklah ia di abu.” (Yun
3:6). Ini adalah tanda pertobatan.
Di dalam kitab 2 Tawarikh, Allah menginstruksikan Salomo
sebuah doa pertobatan “dan umat-Ku, yang atasnya nama-Ku
disebut, merendahkan diri, berdoa dan mencari wajah-Ku, lalu
berbalik dari jalan-jalannya yang jahat, maka Aku akan
mendengar dari sorga dan mengampuni dosa mereka, serta
memulihkan negeri mereka.” (2 Taw. 7:14).
Ketika umat Allah tersesat, sering terdapat tindakan bersama yang
dilakukan ketika mereka bertobat. Mereka akan berpuasa, berduka
dan berdosa bersama kepada Allah untuk memulihkan dan
memberkati bangsa mereka. Pertobatan seperti itu sangat pantas
ketika kita mendapati diri kita sendiri merasakan konsekuensi dari
dosa bangsa kita. Misalnya, kita merasa gelisah melihat gaya hidup
materialisme yang merajalela di bangsa kita. Kita sendiri adalah
pelaku, tetapi ini menyangkut dosa satu bangsa. Kita membutuhkan
pertobatan massal untuk hal-hal seperti ini.
Pertobatan massal sama pentingnya baik di masa lalu dan di masa
kini, karena hal tersebut bukan sekedar sebuah ritual melainkan
sebuah relasional. Nabi-nabi Perjanjian Lama banyak berbicara
melawan penyembahan berhala. Nabi Yoel memperingati bangsa
Israel untuk “koyakkanlah hatimu dan jangan pakaianmu” (Yl.
2:13). Seorang penafsir mengatakan tentang ayat ini: “Apa yang
diperlukan bukanlah ritual semata, tetapi keterlibatan aktif dari
30
seseorang untuk membuat perubahan radikal di dalam hati dan
mencari arahan baru dalam hidupnya. Apa yang dituntut adalah
berpaling dari dosa dan di waktu yang sama beralih kepada Allah.
Bagi para nabi, perubahan seperti itu tidak hanya sekedar
perubahan dalam diri seseorang; tetapi dapat terwujud dalam
keadilan, kebaikan dan kerendahan hati.”
Kata Ibrani yang sering digunakan oleh para nabi adalah “shubh”,
yang berarti “berbalik” atau “kembali”, sehingga gagasan kembali
dari pembuangan adalah suatu pengharapan. Yohanes Pembatis
merupakan nabi yang mengutarakan hal yang sama. Ia memanggil
orang-orang pada generasinya untuk membuat perubahan radikal
dalam hidupnya dengan mengarahkan mereka kepada Mesias yang
akan datang.
Inilah permulaan dari pertobatan, yaitu dalam kerendahan hati, kita
berbalik kepada Allah. Ini adalah hal yang sederhana namun sangat
penting. Allah adalah Pencipta langit dan bumi, penggerak utama,
dan Raja segala raja dan Tuhan segala tuhan. Karena dunia dan
segala isinya adalah milik Allah, maka setiap pertobatan harus
berbalik kepada-Nya.
Hal ini begitu jelas, tetapi sangat mungkin bagi kita untuk percaya
kepada Allah tetapi menyingkirkan Dia dari hidup kita dan
bertindak seolah-olah kita lah yang paling tutama. Seberapa sering
di saat memikirkan situasi sendiri, kita berpikir, “Apa yang
kubutuhkan saat ini?” “Apa yang aku rasakan mengenai hal ini?”
“Apa yang aku sukai dan tidak sukai mengenai hal ini?” Kita
terkadang masuk ke dalam doa dan penyembahan dengan
pertanyaan-pertanyaan seperti ini. Pada saat-saat seperti itu,
meskipun kita percaya kepada Allah, kita tidak menyadari penuh
kehadiran Allah bersama-sama dengan kita dan pemeliharaan-Nya
atas hidup kita. Jika kita sadar, kita mungkin akan berkata, “Bapa
Engkau tahu apa yang kami butuhkan” “Apa yang Engkau rasakan
mengenai hal ini?” “Ajarilah kami kehendak-Mu, sehingga kami
dapat mengetahui apa yang ‘baik dan yang berkenan kepada Allah
31
dan yang sempurna” (Rm. 12:2). Ketahuilah dua kunci perbedaan:
1) pertanyaan-pertanyaan kita seharusnya mencari kehendak Allah,
bukan diri sendiri; 2) perhatian kita kepada apa kebutuhan “kami”
(bersama) ketimbang kebutuhan “saya” (pribadi).
Jadi langkah pertama di dalam pertobatan adalah berbalik kepada
Allah. Ketahuilah kedaulatan Allah atas segala sesuatu, kenali
kehadiran-Nya dalam setiap situasi yang kita hadapi, dan undang Ia
masuk ke dalam hidup kita. Pertanyaan tentang apa yang kita pikir
dan rasakan dan butuhkan bukanlah pertanyaan-pertanyaan yang
buruk, tetapi merupakan masalah yang kedua. Fokus utama kita
adalah kepada Allah, kerajaan-Nya dan kebenaran-Nya (Mat 6:33).
Yang paling utama, pertobatan harus tertuju kepada Allah, yang
kepada-Nya kita memohon kemurahan dan pengampunan-Nya di
dalam Kristus.
Refleksi
1.Dalam area apa Anda merasa bahwa hidup Anda jauh dari
kedaulatan Allah? Kapan Anda tidak dapat merasakan kehadiran
Allah dalam hidup Anda?
2.Apa ada area dalam hidup Anda di mana Anda menolak
kedaulatan Allah? Akui ini dalam doa kepada-Nya.
Doa
Allah penuh kasih, di dalam Yesus Kristus Engkau memberi diri-
Mu sendiri kepada kami, sehingga kami boleh mempersembahkan
diri kami kepada-Mu, untuk hidup seturut kehendak kudus-Mu.
Pimpin langkah kami untuk berpijak teguh di jalan yang mana
telah Kristus tuntun; buat mulut kami berbicara kebenaran sesuai
dengan apa yang telah Kristus ajarkan kepada kami; penuhilah
kami dengan kehidupan yang ada Kristus di dalamnya. Di dalam
nama kudus-Mu kami berdoa. Amin.
32
Hari ke-7, Rabu 8 Maret 2017
Panggilan Beribadah
Marilah kita menyembah Tuhan, yang telah melakukan perbuatan-
perbuatan besar. Marilah kita bersuka ria di dalam Tuhan, yang
membuat sebuah jalan melalui padang gurun dunia ini. Marilah
kita menyembah Tuhan yang telah membuat pengampunan-Nya
mengalir deras bagaikan sungai di tengah-tengah padang gurun.
Kitalah umat Allah yang telah dibentuk melalui Kristus. Kita
menyembah-Nya dan bersukacita! Marilah kita menyembah Tuhan
di dalam roh dan kebenaran. Kita memuji Tuhan karena anugerah-
Nya yang telah menyelamatkan kita. Haleluya! Bersukacitalah!
(berdasarkan Yes. 43: 19-21)
Pengakuan Dosa
Allah yang Mahakuasa dan penuh belas kasihan, kami mengaku
bahwa kami telah berdosa kepada Engau dan sesama kami, baik di
dalam perbuatan yang kami lakukan maupun yang tidak kami
lakukan. Kami mengenali bahwa di dalam Kristus Yesus terang
kami telah datang, namun meskipun begitu kami memilih untuk
berjalan di dalam bayangan dan mengabaikan Sang Cahaya. Allah
yang beranugerah, ampuni dosa kami dan jauhkan kami dari
selubung kegelapan yang membungkus hidup kami. Terangi kami
dengan firman-Mu, sehingga kami dapat menghampiri cahaya
kemuliaan Kristus. Amin.
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 9:38-50)
Renungan
Seorang teman yang jujur pernah mengaku, “Pergumulanku dalam
hal pertobatan adalah untuk melihat apa yang harus kupertobatkan
sebenarnya.” Meskipun kita tahu bahwa pertobatan begitu penting,
tetapi kita tidak tahu apa yang harus kita pertobatkan secara
khusus. Sama halnya ketika kita hendak mendoakan sebuah
33
masalah kepada Tuhan, tetapi kita tidak terlau menyadari
kedalaman masalah itu. Itulah sebabnya mengapa kita memulainya
dengan mencari wajah Tuhan, karena kita membutuhkan terang
Tuhan untuk menyinari sisi gelap jiwa kita.
Ini adalah kabar baik yang rasul Yohanes kabarkan: “Allah adalah
terang dan di dalam Dia sama sekali tidak ada kegelapan.” (1
Yoh. 1:5). Di dalam perjanjian lama, “terang” berbicara mengenai
karakter Allah dan kebenaran firman-Nya. Dalam tulisan-tulisan
rasul Yohanes, “terang” adalah kemuliaan Allah di dalam diri
Kristus dan penjelmaan akan firman-Nya. “Terang” yang dikatakan
oleh rasul Yohanes merupakan penggenapan dan kelanjutan dari
“terang” dari Perjanjian Lama. Allah telah menyatakan diri-Nya,
baik melalui Kristus juga melalui firman-Nya!
Datang kepada Allah bukanlah sebuah formalitas. Datang kepada
Allah adalah sebuah tangisan tidak berdaya: “Selidikilah aku, ya
Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-
pikiranku; lihatlah, apakah jalanku serong, dan tuntunlah aku di
jalan yang kekal!” (Maz 139:23-24). Tetapi janganlah kita jatuh ke
dalam sebuah mekanisme belaka. Atau pertanyaan yang ebih tepat:
“Bagaimana caranya agar saya tidak hanya menyesali dosa-dosa
saya, tetapi saya dapat mengalami pertobatan yang sejati?”
Allah sendiri adalah Allah yang mengundang manusia untuk
masuk ke dalam pertobatan. Ia tidak akan menjadikan pertobatan
itu sekedar ritual belaka. Pertobatan biasa mungkin hanya dibangun
oleh rasa takut dan kesombongan. Karena ketakutan, saya bertobat
karena takut akan konsekuensinya. Karena kesombongan, saya
bertobat karena “saya harus menjadi seorang kristen yang baik.”
Saya harus berhenti melakukannya karena saya tidak mau menjadi
seperti orang lain yang melakukan hal ini. Saya tidak seperti itu.
Manusia tidak dapat memperbaiki atau mengatasi masalah dosa.
Kita hanya bisa diselamatkan dari dosa dan dikuduskan di tengah-
tengah dosa.
34
Jika Anda menyelidiki Lenten - menyangkal diri dan reorientasi
diri kepada Tuhan - bukankah ini merupakan doa Anda? Tuhan,
terangi jalanku! Selidikilah hatiku dan ujilah pikiranku.
Terangilah jalanku yang gelap. Aku mau mendapatkan gambaran
yang jelas mengenai apa dan arah hidupku. Bagaimana aku dapat
berbalik dari jalan-jalanku jika aku tidak bisa melihatnya dengan
jelas?
Ketika kita menyangkal diri, kita sedang mengatakan: “Selidiki
aku, ya Tuhan.” Kita ingin mengetahui bagaimana dosa telah
membelenggu kita, membutakan kita dan membuat kita
menyimpang.Oleh karena itu, kita membuka hati kita agar firman
Tuhan dapat berbicara dan membuka jiwa kita agar Roh kudus
dapat bekerja seluas-luasnya.
Bagaimana caranya Allah menyelidiki, menguji dan menerangkan
kita? Allah memiliki banyak cara, tetapi kita akan memulainya
dengan yang paling tajam. Alkitab adalah firman Allah, “lebih
tajam dari pada pedang bermata dua mana pun; ia menusuk amat
dalam sampai memisahkan jiwa dan roh, sendi-sendi dan sumsum;
ia sanggup membedakan pertimbangan dan pikiran hati kita.” (Ibr.
4:12). Firman-Nya menyelidiki kita, menuduh kita, menerangi kita
dan memimpin kita. Inilah sebabnya sebuah perenungan Alkitab
yang mendalam adalah cara yang baik di masa lenten.
Ingat, dalam masa Lenten ini, kita sedang “membuang” dan
“mendapatkan”. Ketika kita “membuang” sesuatu, kita sedang
membuat pembersihan dalam hidup kita. Tetapi jikalau
pembersihan ini tidak diisi dengan terang Allah, kita akan terjatuh
di dalam kegelapan. “Betapa manisnya janji-Mu itu bagi langit-
langitku, lebih dari pada madu bagi mulutku. Aku beroleh
pengertian dari titah-titah-Mu, itulah sebabnya aku benci segala
jalan dusta. Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi
jalanku.” (Mzm. 119:103-105)
35
Refleksi
1.Dalam area kehidupan yang manakah Anda berusaha sendiri
memperbaiki permasalahan dosa?
2.Maukah Anda membawa area-area tersebut kepada Allah dan
mengalami pertobatan yang sejati?
Doa
Allah Pencipta langit dan bumi, terangilah dengan firman-Mu ke
dalam kegelapan kami yang tak terukur. Singkapkan kekacauan
hidup kami dan bentuklah hidup kami. Di dalam Kristus. Amin.
36
Hari ke-8, Kamis 9 Maret 2017
Panggilan Beribadah
“Bersyukurlah kepada TUHAN, panggillah nama-Nya,
perkenalkanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa!
Bernyanyilah bagi-Nya, bermazmurlah bagi-Nya, percakapkanlah
segala perbuatan-Nya yang ajaib! Bermegahlah di dalam nama-
Nya yang kudus, biarlah bersukahati orang-orang yang mencari
TUHAN! Carilah TUHAN dan kekuatan-Nya, carilah wajah-Nya
selalu! Ingatlah perbuatan-perbuatan ajaib yang dilakukan-Nya,
mujizat-mujizat-Nya dan penghukuman-penghukuman yang
diucapkan-Nya, hai anak cucu Israel, hamba-Nya, hai anak-anak
Yakub, orang-orang pilihan-Nya! Bernyanyilah bagi TUHAN, hai
segenap bumi, kabarkanlah keselamatan yang dari pada-Nya dari
hari ke hari. Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-
bangsa dan perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib di antara segala
suku bangsa. Sebab besar TUHAN dan terpuji sangat, dan lebih
dahsyat Ia dari pada segala allah. Sebab segala allah bangsa-
bangsa adalah berhala, tetapi TUHANlah yang menjadikan
langit.” (1 Taw. 16:8-13, 23-26)
Pengakuan Dosa
Bapa yang Mahapengampun, kami mengaku bahwa kami telah
berdosa terhadap Engkau. Melalui Roh Kudus, datanglah dan
tolonglah kami bertobat di dalam hati. Tolong kami untuk melihat
diri-Mu sebagaimana adanya Engkau: dengan tangan terbuka, hati
yang mengasihi dan kuasa untuk menyelamatkan. Tolong kami
melihat Yesus, sahabat dari pendosa, dan untuk mengikuti-Nya
dengan lebih setia. Sama seperti kami telah menerima-Nya,
kuatkanlah kami untuk berjalan di dalam-Nya, bergantung kepada-
Nya, bersekutu dengan-Nya dan diselaraskan dengan-Nya. Berikan
kami sebuah pengalaman akan anugerah-Mu yang membuat kami
berani, sehingga kami dapat dengan bersukacita hidup dengan
sesama kami. Amin.
37
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 10:1-12)
Renungan
Saya memiliki seorang teman yang mengatakan kepada saya,
“kenyataan adalah temanmu”. Seorang teman saya yang lain
berkata, “tetapi terkadang temanmu itu sangat buruk.”
Ketika kita membawa hidup kita kepada terang, hidup kita tidak
seindah yang kita pikirkan. Tetapi itulah kenyataan yang harus kita
terima. Kenyataan dapat menjadi teman sejati jika ia mengarahkan
kita kepada Allah, di mana “ Ia adalah setia dan adil, sehingga Ia
akan mengampuni segala dosa kita dan menyucikan kita dari
segala kejahatan.” (1 Yoh 1:9)
Berjalan dalam terang bersama Tuhan adalah sebuah tindakan
pengakuan yang sederhana. Pengakuan tidak menjamin
pengampunan, tetapi memfasilitasi kekuatan pengampunan dan hal
tersebut memiliki efek “pembersihan” di dalam hidup orang
percaya. Yang berperan dalam hal ini adalah darah Kristus,
pengorbanan-Nya mati di atas kayu salib (1:7). Yesus rela dan
sanggup “membersihkan” kita dan memperbaiki relasi kita dengan-
Nya hanya ketika kita bersedia membawa diri kita kepada terang.
Berjalan di dalam kegelapan berarti mengabaikan atau bahkan
menyangkali kebenaran tentang Allah atau tentang diri kita sendiri.
Seorang anak kecil dapat menutup matanya dan percaya bahwa ia
tidak terlihat, tetapi itu karena ia tidak dapat melihat. Sama halnya
dengan seseorang yang berjalan dalam kegelapan. Ia berpikir hal-
hal yang dilihatnya adalah kenyatan, namun sebenarnya sangat
jauh dari kebenaran. Di ranah kebenaran, ia baru dapat berelasi
kepada Tuhan dan sesama berdasarkan apa yang benar dan
mengalami kuasa “pembersihan” dari darah Kristus.
38
Tetapi kita harus jujur terhadap diri sendiri. Kita sering kali
mengalihkan diri kita dengan terang yang semu seperti hiburan dan
kesukaan. Ketika hal-hal tersebut tidak mencukupi, kita
membawanya ke tingkat yang lebih tinggi dan memberikan diri
kita dikuasai olehnya. Hal tersebut adalah kecanduan. Ketika kita
merasakan stress, bosan, frustasi atau merasa kosong, kecanduan
membawa kita ke sebuah dunia di mana kita dapat melupakan
segala masalah kita, setidaknya untuk sejenak. Kecanduan begitu
berbahya karena tidak hanya kita mengabaikan kenyataan, tetapi
menjadikan diri kita semakin memburuk.
Kemunafikan, kesibukan, kecanduan dan keputusasaan bukanlah
teman kita. Mereka membawa kita kepada kematian. Dengan
pertolongan Tuhan, kita akan diperlihatkan bagaimana dosa
bekerja dan bagaimana Allah dapat membawa pemulihan dan
transformasi di seluruh area kehidupan kita. Tetapi dengan diri
sendiri, kita hanya dapat bertobat pada area-area yang kita hanya
dapat lihat.
Itulah sebabnya kita membutuhkan untuk membawa kita kepada
pertobatan sejati. Teman-teman dan keluarga kita dapat melihat sisi
yang tidak terlihat, dan kita memerlukan mereka untuk
mengatakannya kepada kita. Kita membutuhkan komunitas yang
otentik di mana kita bisa membicarakan pergumulan kita melawan
dosa dan cobaan, bagaimana dosa menghancurkan hidup kita, dan
bagaimana kehancuran tersebut membuat kita mencari penerimaan,
kebahagiaan dan damai di luar Tuhan. Dapatkah kita berbicara
mengenai hal-hal ini tanpa menghakimi sesama kita? Dapatkan kita
berbicara mengenai masalah kita tanpa seseorang harus selalu
memperbaikinya dengan solusi mereka? Dapatkah kita menangis
dengan mereka yang menangis dan berdoa untuk mereka yang
bergumul?
Selidikilah kami, ya Allah! Di setiap sisi gelap dan setiap tempat
tersembunyi.
39
Refleksi
1.Apakah Anda menyadari bahwa Anda memiliki area-area yang
Anda tidak dapat lihat dan memerlukan pertobatan?
2.Apakah Anda bersedia dan siap untuk menerima koreksi atau
teguran dalam kasih dari teman-teman, keluarga dan komunitas
yang otentik untuk membawa Anda kepada pertobatan sejati?
Doa
Allah yang memanggil, Allah yang mengubahkan, Allah yang
memipin perjalanan Lenten, tolong kami untuk mengenali suara-
Mu. Bukakan hati kami untuk berubah dan bertumbuh, di mana
kami dapat berjalan dengan Kristus. Demi nama Yesus, Amin.
40
Hari ke-9, Jumat 10 Maret 2017
Panggilan Beribadah “Dengarkanlah Aku maka kamu akan memakan yang baik dan
kamu akan menikmati sajian yang paling lezat. Sendengkanlah
telingamu dan datanglah kepada-Ku; dengarkanlah, maka kamu
akan hidup! Aku hendak mengikat perjanjian abadi dengan kamu,
menurut kasih setia yang teguh yang Kujanjikan kepada Daud.
Allah itu Roh dan barangsiapa menyembah Dia, harus
menyembah-Nya dalam roh dan kebenaran.”
(Yes. 55:2b-3; Yoh. 4:24)
Pengakuan Dosa Allah yang kekal dan mata air segala kehidupan: hati kami tidak
tenang sebelum mendapatkan peristirahatan di dalam-Mu. Namun
kami mengaku bahwa hati kami telah diperhamba oleh hasrat yang
egois dan hawa nafsu. Kami telah mencari banyak hal dan telah
menelantarkan satu hal yang perlu. Kami belum mengasihi-Mu
dengan segenap hati kami. Tolong kami untuk berbalik kepada-Mu
dan mendapatkan pengampunan. Tuntun kami, sehingga kami
dapat menemukan-Mu, sukacita dan damai dalam hidup kami.
Amin.
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 10:13-16)
Renungan Kita melihat kembali perintah Allah kepada Salomo: “dan umat-
Ku, yang atasnya nama-Ku disebut, merendahkan diri, berdoa dan
mencari wajah-Ku, lalu berbalik dari jalan-jalannya yang jahat,
maka Aku akan mendengar dari sorga dan mengampuni dosa
mereka, serta memulihkan negeri mereka.” (2 Taw. 7:14)
Pertobatan dimulai dengan mencari wajah Tuhan, mengakui segala
keberadaan kita dan berbalik dari jalan yang jahat. Untuk dapat
41
mengakui dan berbalik dari jalan yang jahat, kita harus
bertanggung jawab atas dosa-dosa kita.
Kata “dosa” telah banyak dimengerti sebagai sebuah tindakan
tertentu yang melanggar hukum Allah. Tetapi firman Allah tentang
dosa lebih dari itu. Sebuah pengertian dosa yang sangat membantu
berasal dari seorang filsuf dari abad ke-19: “dosa adalah sebuah
penolakan untuk menemukan identitas diri kita di dalam relasi dan
pelayanan kepada Allah. Dosa bertujuan untuk membentuk
membentuk identitas diri sendiri yang terpisah dari Allah.”
Manusia diciptakan untuk memusatkan seluruh hidupnya kepada
Allah dan menemukan harga diri serta tujuan hidupnya di dalam
Dia. Dengan kata lain, dosa bukan hanya melakukan hal-hal yang
buruk, tetapi dosa menjadikan hal-hal yang baik di sekitar manusia
menjadi pusat kehidupan manusia menggantikan Allah.
Ini adalah cara yang baik untuk berpikir tentang dosa karena kita
semua mencoba membangun identitas diri kita di atas sesuatu.
Dalam budaya kita, hal ini bisa berupa prestasi, suatu relasi atau
sebuah citra untuk menjadi orang Kristen yang dikenal baik. Setiap
orang membangun identitas dirinya di atas sesuatu.
Bapa gereja yang bernama Agustinus pernah mengatakan bahwa,
“kita semua diciptakan untuk Tuhan, dan hati kita terus gelisah
sampai menemukan peristirahatan di dalam-Nya.” Inilah yang
terjadi dengan bangsa Israel. Mereka membuat hal lain begitu
utama dan berzinah dengan berhala-berhala yang tidak dapat
menyelamatkan mereka. Bangsa Israel selalu berpaling kepada
berhala-berhala dan kemudian kembali kepada Allah. Inilah natur
dosa kita. Kita menyerahkan diri kita kepada ilah-ilah palsu dan
kembali kepada Allah ketika hidup kita mengalami kehancuran.
Berita Injil membebaskan kita dari keadaan yang berubah-ubah ini.
Allah menerima kita di dalam Kristus tanpa syarat. Kita diterima
dan diangkat menjadi anak-anak-Nya. Kita tidak membutuhkan
apapun selain apa yang telah Kristus berikan bagi kita. Kita tidak
42
dapat mencapai apapun lebih dari apa yang Kristus telah lakukan
bagi kita. Tidak ada hal yang dapat memisahkan kita dari kasih
Allah.
Kita tidak hanya mengakui bahwa kita telah berdosa, tetapi juga
kita telah berdosa karena kita dicobai oleh keinginan kita sendiri
dan dengan sukarela memberikan diri kita kepadanya. Kesadaran
seperti ini sangat perlu untuk pertobatan sejati dan merupakan hal
yang berbeda dari cara kita berhadapan dengan dosa kita
sebelumnya.
Selama ini kita berusaha untuk membenarkan dosa kita dengan
membuat berbagai alasan mengapa kita melakukannya.
Bertanggung jawab atas dosa berarti kita mengakui bahwa dosa
yang kita lakukan adalah karena kesalahan, kelemahan dan
keberadaan diri kita sendiri.
Selama ini kita mencoba untuk mengecilkan dosa kita dengan
berharap atau berasumsi bahwa Allah tidak melihat atau
mengetahui dosa kita. Kita tidak berpikir bahwa dosa sungguh-
sungguh merusak relasi kita dengan Allah dan menghalangi
berkat-Nya turun atas kita. Bertanggung jawab atas dosa berarti
kita mengakui bahwa dosa-dosa kita merusak dan mendukakan hati
Allah.
Selama ini kita berpura-pura bahwa segalanya kelihatan baik-baik
saja, namun sebenarnya kita sedang membersihakan cangkir di sisi
luarnya saja dan membiarkan sisi dalamnya begitu menjijikan.
Bertanggung jawab atas dosa kita berarti kita mengatakan,“tidak
peduli apa yang orang katakan baik tentang saya. Allah melihat
jauh ke dalam dan tidak terpesona atau ditipu dengan pujian mulut
semata. Allah membenci kemunafikan!”
Masalah kita lebih besar dari sekedar keadaan luar kita: kita hancur
di dalam. Pertobatan sejati memerlukan jauh lebih dalam dari apa
yang kita lakukan selama ini: kita perlu bertobat tentang siapa diri
43
kita sesungguhnya. Ingat, pertobatan adalah kabar baik. Itu adalah
sebuah harapan bagi Allah akan memulihkan kita.
Refleksi
1.Apa yang Allah ingatkan di dalam pikiran Anda hari ini? Apa
reaksi Anda?
2.Bagaimana Anda membenarkan segala sesuatu yang ada di
dalam pikiran Anda? Apakah Anda mau untuk tetap
menyembunyikannya?
3.Apakah Anda berduka terhadap dosa-dosa tersebut?
Doa
Allah yang pengampun, Engkau penuh kelemahlembutan dan belas
kasihan, kaya akan kemurahan dan selalu siap untuk mengampuni.
Berikan kami anugerah untuk meninggalkan segala kejahatan dan
berpaling kepada Kristus, di mana dalam setiap hal kami dapat
membuktikan untuk menjadi anak-anak-Mu yang terkasih di dalam
Yesus Kristus, Tuhan kami, yang hidup dan bertakhta bersama-Mu
dan Roh Kudus selama-lamanya. Amin.
44
Hari ke-10, Sabtu 11 Maret 2017
Panggilan Beribadah “Sebab kasih Kristus yang menguasai kami, karena kami telah
mengerti, bahwa jika satu orang sudah mati untuk semua orang,
maka mereka semua sudah mati. Dan Kristus telah mati untuk
semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk
dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah
dibangkitkan untuk mereka. Sebab itu kami tidak lagi menilai
seorang jugapun menurut ukuran manusia. Dan jika kami pernah
menilai Kristus menurut ukuran manusia, sekarang kami tidak lagi
menilai-Nya demikian. Jadi siapa yang ada di dalam Kristus,
ia adalah ciptaan baru: yang lama sudah berlalu, sesungguhnya
yang baru sudah datang. Dia yang tidak mengenal dosa telah
dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita
dibenarkan oleh Allah.” (2 Kor. 5:14-17, 21)
Pengakuan Dosa
Allah yang berbelas kasihan, di dalam Yesus Kristus Engkau tidak
melupakan para pendosa namun menyambut mereka dengan kasih.
Kami berdoa, pandanglah kepada kami dalam pengampunan. Dosa
kami lebih besar dari yang dapat kami tanggung; masa lalu kami
memperbudak kami; kejahatan kami adalah kekejian. Ampuni
segala kejahatan kami; bebaskan kami dari masa lalu yang tak
dapat kami ubah; pulihkan apa yang tak dapat kami perbaiki.
Anugerahi kami dengan kasih-Mu dan ubahlah tangisan kami
menjadi sukacita untuk hidup yang baru bersama-Mu. Amin.
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 10:17-31)
Renungan Martin Luther pernah berkata bahwa kehidupan seorang Kristen
adalah sebuah perjalanan atas pertobatan dan iman. Dengan
45
memahami dan melihat kembali berbagai aspek pertobatan, hal ini
membantu kita untuk menjalaninya setiap hari dalam pemahaman
yang benar. Mari kita mengingat kembali langkah-langkah yang
telah kita ambil selama seminggu terakhir ini
Pertobatan adalah respon atas anugerah Tuhan. Pertobatan
membawa kita kepada sukacita dan pemulihan, bukan kepada
keputusasaan karena mencoba lebih keras dan berujung pada
penghakiman diri sendiri. Karena Yesus adalah penggenapan dari
hukum Taurat dan Ia menanggung segala hukuman dosa yang
seharusnya ditanggung oleh manusia yang berdosa, maka tidak ada
penghukuman bagi kita yang ada di dalam Kristus Yesus. (Rm.
8:1-4). Oleh sebab itu, pertobatan digerakkan oleh kasih kepada
Allah dan sebuah keinginan untuk kembali bersekutu bersama-
Nya.
Pertobatan ditujukkan kepada Tuhan. Pengakuan raja Daud
adalah sebuah contoh pengakuan yang luar biasa dalam mengakui
Tuhan: “Kasihanilah aku, ya Allah, menurut kasih setia-Mu,
hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang
besar!Bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan
tahirkanlah aku dari dosaku! Sebab aku sendiri sadar akan
pelanggaranku, aku senantiasa bergumul dengan dosaku.” (Mzm.
51:1-3). Pelanggarannya adalah perzinahan dan pembunuhan. Dua
dosa yang jelas-jelas merugikan sesama. Namun, ia berkata kepada
Allah: “Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah
berdosa dan melakukan apa yang Kauanggap jahat” (ay.6a).
Pengakuannya tidak menghapuskan tanggung jawabnya terhadap
sesama, namun menekankan keutamaan Allah atas segala sesuatu.
Pertobatan adalah berjalan di dalam terang. Ada masa di mana
Daud berjalan dalam kegelapan dan tidak mau melihat apa yang
sebenarnya terjadi. Dalam Mazmur 32, ia menulis: “Selama aku
berdiam diri, tulang-tulangku menjadi lesu karena aku mengeluh
sepanjang hari; sebab siang malam tangan-Mu menekan aku
dengan berat, sumsumku menjadi kering, seperti oleh teriknya
46
musim panas.” (ay. 3-4). Hanya ketika ia datang kepada Tuhan ia
mendapatkan pengalaman anugerah Allah: “Aku akan mengaku
kepada TUHAN pelanggaran-pelanggaranku," dan Engkau
mengampuni kesalahan karena dosaku.” (ay. 5).
Pertobatan adalah bertanggung jawab untuk dosa kita. Dalam
Mazmur 51, Daud mengidentifikasi masalahnya: “Sebab aku
sendiri sadar akan pelanggaranku, aku senantiasa bergumul
dengan dosaku.” (ay. 5). Ia tidak menyalahkan orang lain,
membenarkan diri sendiri atau berusaha lari dari dosanya. Ia
melanjutkan: “Sesungguhnya, dalam kesalahan aku diperanakkan,
dalam dosa aku dikandung ibuku.” (ay. 7). Masalahnya bukan
hanya karena ia telah berbuat dosa, tetapi ia sendir adalah orang
berdosa. Membersihkan permukaan cangkir tidak akan cukup,
itulah sebabnya ia membutuhkan pembersihan yang lebih dalam:
“Bersihkanlah aku dari pada dosaku dengan hisop, maka aku
menjadi tahir, basuhlah aku, maka aku menjadi lebih putih dari
salju!Jadikanlah hatiku tahir, ya Allah, dan perbaharuilah batinku
dengan roh yang teguh! (ay. 9&12).
Pertobatan adalah berbalik kepada Allah di dalam iman.
Dalam bahasa sehari-hari, pertobatan berarti “pembaharuan budi”
untuk memikirkan kembali bagaimana identitas diri dan tujuan
hidup kita yang baru di dalam terang Kristus. Kita cenderung untuk
mencari arti, tujuan dan pemuasan akan hasrat kita di luar Tuhan.
Jadi panggilan untuk bertobat adalah sebuah undangan untuk
menyerahkan pengejaran kita kepada berhala-berhala dan berubah
ke satu pribadi Allah yang sejati yang memulihkan kita kepada
hidup yang diciptakan untuk kita. Kita tidak bisa menyelamatkan
diri kita sendiri.
Pertobatan adalah tindakan segenap hati yang terus-menerus.
Anda mungkin telah mendapatkan terang Allah dan merasa
dibebaskan. Namun itu tidak akan berlangsung lama jikalau Anda
tidak memiliki motivasi yang mendalam dan merasakan kesedihan
yang mendalam pula atas dosa-dosa Anda. Penekanan pertobatan
47
bukan pada kegagalan atau kesedihan semata, melainkan
mengajarkan kepada kita bahwa pertobatan merupakan tindakan
segenap hati yang terus menerus. Reformasi yang sesungguhnya
selalu memerlukan pemutusan dan penegasan ulang untuk kembali
kepada yang sebenarnya. Bila Anda sedang berada dalam keadaan
yang berantakan dan sudah berlangsung selama berminggu-minggu
atau berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, itu tidak akan bersih
seketika. Pertobatan adalah sebuah gaya hidup.
“Bangkitkanlah kembali padaku kegirangan karena selamat yang
dari pada-Mu, dan lengkapilah aku dengan roh yang rela!” (Mzm.
51:12)
Refleksi
1.Apakah perenungan Anda tentang pertobatan selama minggu ini
telah mengubah akal budi dan perilaku Anda?
2.Apa yang Anda terima dari Tuhan selama seminggu ini? Di area-
area kehidupan yang mana yang Allah tunjukkan bagi Anda untuk
bertobat? Tindakan apa yang Anda perlu ambil sebagai respon?
Doa
Allah yang Mahapengampun, melalui anak-Mu Yesus Kristus,
Engkau mendamaikan umat-Mu. Mengikuti teladan Yesus Kristus,
kiranya kami dapat menaati-Mu dengan segenap hati dan melayani
satu sama lain di dalam kasih yang kudus di dalam Yesus Kristus.
Amin.
48
Minggu Ke-2 Lenten, 12 Maret 2017
Kami percaya Yesus adalah Firman Allah yang menjadi manusia
dan tidak menganggap bahwa kesetaraan dengan Allah itu sebagai
milik yang harus dipertahankan. Ia mengosongkan diri-Nya sendiri,
mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan
manusia. Kami percaya bahwa Ia telah merendahkan diri-Nya dan
taat sampai mati. Kami percaya bahwa Allah telah meninggikan
Dia dan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama.
Kami percaya bahwa di dalam nama-Nya akan bertekuk lutut
segala yang ada di langit dan yang ada di atas bumi dan yang ada
di bawah bumu, dan segala lidah mengaku” Yesus Kristus adalah
Tuhan” bagi kemuliaan Allah, Bapa! Amin.
(diadaptasi dari Fil. 2:5-11)
51
Hari ke-11, Senin 13 Maret 2017
Panggilan Beribadah
Marilah menyembah Allah yang telah mendamaikan kita dengan
diri-Nya melalui Kristus. Kita adalah ciptaan yang baru, yang lama
sudah berlalu, sesungguhnya yang baru sudah datang! Marilah
menyembah Allah! Melalui hidup dan penyembahan kita, biarlah
kita mengabarkan kabar baik ini kepada semua orang. Sembahlah
Allah dalam roh dan kebenaran. Pujilah Tuhan! Kita telah
didamaikan, ditebus dan diperbaharui!
(diadaptasi dari Yoh. 4:24 & 2 Kor. 5 :17-21)
Pengakuan Dosa
Kami mengakui walaupun kami telah dipersatukan dengan Kristus,
kami sering gagal untuk melakukan apa yang benar. Kami telah
menerima kasih Allah, namun kami belum sepenuhnya mengasihi
sesama. Kami memiliki persekutuan dengan Roh Kudus, namun
kami sering mengandalkan diri sendiri. Kami sering meninggalkan
Tuhan, mencari kesenangan dunia, mementingkan diri sendiri, dan
tidak peduli dengan orang lain. Namun Engkau, ya Tuhan, tidak
menarik kasih-Mu dari kami. Engkau telah memberi agar kami
dapat menerima. Ampunilah kami dengan kasih-Mu melalui anak-
Mu Yesus Kristus. Amin. (diadaptasi dari Flp. 2)
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 10:32-34)
Renungan
Dari awal hingga akhir hidup-Nya, Yesus dikenal sebagai pribadi
yang rendah hati. “yang walaupun dalam rupa Allah, (Yesus) tidak
menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus
dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri,
dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan
manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah
52
merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati
di kayu salib.” (Flp. 2:6-8).
Yesus “mengosongkan diri-Nya”. Ini bukan berarti bahwa Yesus
bukan Allah sewaktu Ia datang ke dunia. ”Sebab dalam Dialah
berdiam secara jasmaniah seluruh kepenuhan ke-Allahan” (Kol
2:9). Melainkan ini berarti bahwa Yesus menjadi manusia,
meninggalkan takhta kemuliaan-Nya dan mengambil rupa seorang
hamba. Suatu sikap merendahankan diri yang tiada banding! Anak
Allah meninggalkan tempat di sisi kanan Sang Allah Bapa untuk
suatu tempat semeja makan dengan pendosa dan pemungut cukai.
”Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk dilayani,
melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya
menjadi tebusan bagi banyak orang.” (Mrk. 10:45). ”Karena
kamu telah mengenal kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus,
bahwa Ia, yang oleh karena kamu menjadi miskin, sekalipun Ia
kaya, supaya kamu menjadi kaya oleh karena kemiskinan-Nya.” (2
Kor. 8:9).
Yesus “merendahkan diri-Nya”. Ungkapan ini menekankan
ketaatan-Nya kepada kehendak Bapa, yaitu kematian-Nya di atas
kayu salib. Suatu ketaatan yang sempurna! Tetapi dalam ketaatan-
Nya kita dapat melihat sisi kemanusiaan-Nya. Pada saat malam Ia
diserahkan, Yesus ”sangat takut dan gentar, lalu kata-Nya kepada
mereka: "Hati-Ku sangat sedih, seperti mau mati rasanya.
Tinggallah di sini dan berjaga-jagalah." Ia maju sedikit,
merebahkan diri ke tanah dan berdoa supaya, sekiranya mungkin,
saat itu lalu dari pada-Nya. Kata-Nya: "Ya Abba, ya Bapa, tidak
ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini dari pada-Ku,
tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang
Engkau kehendaki.” (Mrk. 14:33b-36). Kata “cawan” di dalam
Perjanjian Lama dimaknai sebagai ungkapan murka Allah terhadap
dosa. Yesus mengetahui yang akan dihadapi-Nya, dimana Ia akan
meminum cawan murka Allah terhadap dosa dunia. Penderitaan
Yesus di taman Getsemani bukan sekedar pengkhianatan atau
kematian, melainkan mengenai keterpisahan sementara Yesus dari
53
kasih Allah Bapa yang sempurna dan tak terbatas. Hal ini
menyebabkan kesedihan yang mendalam.
Gambaran meminum cawan murka yang penuh terasa menakutkan
sehingga Yesus berdoa untuk dihindarkan darinya. Dia berdoa
seperti seorang anak yang percaya kepada ayahnya yang mampu
untuk menghindarkannya dari kesusahan. Yesus berkata, “ ya
Bapa, tidak ada yang mustahil bagi-Mu, ambillah cawan ini
daripada-Ku”. Selama hidup-Nya, sewaktu Yesus berdoa, Ia
mendapatkan penghiburan dan kekuatan untuk melayani. Kali ini
Yesus berdoa kepada Bapa untuk mendapatkan penghiburan dan
kekuatan melakukan kehendak akhir Sang Bapa yaitu kayu salib.
Ketika kita mengerti kepahitan “cawan” yang membawa Yesus
kepada kegentaran dan ketakutan, kita dapat membayangkan
penderitaan-Nya di kayu salib. Tetapi dengan kesadaran dan
kesediaan penuh, Yesus rela melalui semuanya itu. Pada saat itu
juga kita dapat melihat kerendahan diri-Nya dan penyerahan penuh
kepada Sang Bapa. “… janganlah apa yang Aku kehendaki,
melainkan apa yang Engkau kehendaki.”
Refleksi
1.Sudahkah saya mengucap syukur atas kerendahan hati Yesus
yang menyelamatkan saya?
2.Dosa apa yang perlu saya tinggalkan?
3.Sudahkah saya berserah penuh kepada Allah di dalam hidup
saya?
Doa
Allah Bapa yang kekal dan Mahakuasa, kami mengucap syukur
untuk kerendahan hati Yesus yang telah menyelamatkan kami.
Kami berdoa kiranya Engkau yang mempukan kami untuk
meninggalkan segala dosa-dosa kami. Dan ajarlah kami untuk
meneladani kerendahan hati Yesus untuk menyerahkan diri kami
sepenuhnya di dalam tangan-Mu, Sang Pemilik dan Pencipta diri
kami. Dalam nama Yesus Kristus. Amin.
54
Hari ke-12, Selasa 14 Maret 2017
Panggilan Beribadah
“Ayo, hai semua orang yang haus, marilah dan minumlah air, dan
hai orang yang tidak mempunyai uang, marilah! Terimalah
gandum tanpa uang pembeli dan makanlah, juga anggur dan susu
tanpa bayaran! Mengapakah kamu belanjakan uang untuk sesuatu
yang bukan roti, dan upah jerih payahmu untuk sesuatu yang tidak
mengenyangkan? Dengarkanlah Aku maka kamu akan memakan
yang baik dan kamu akan menikmati sajian yang paling lezat.
Sendengkanlah telingamu dan datanglah kepada-Ku;
dengarkanlah, maka kamu akan hidup! Aku hendak mengikat
perjanjian abadi dengan kamu, menurut kasih setia yang teguh
yang Kujanjikan kepada Daud. “ (Yes. 55:1-3)
Pengakuan Dosa
Tuhan yang Mahakuasa, yang Mahatahu dan Mahahadir; kami
mengakui bahwa kami kerap kali mencari kebenaran, penerimaan
dan pengakuan dari dunia yang hampa ini. Kami mohon
pengampunan dan memperbaharui kembali pengharapan kami di
dalam Kristus yang menyerahkan diri untuk meredakan murka-Mu
dan mengampuni dosa kami. Karena kami telah menerima segala
kebenaran, penerimaan dan pengakuan melalui pengorbanan
Kristus yang cukup, sempurna dan bernilai kekal. Amin.
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 10:35-45)
Renungan
Yesus adalah Allah, tetapi Ia memilih untuk menjadi hamba. Dia
adalah Hakim yang agung namun menyerahkan diri-Nya untuk
diadili oleh pendosa. Inilah kerendahan hati Yesus: Ia memliki
segalanya, namun Ia menyerahkan segalanya termasuk diri-Nya
bagi kita.
55
Kita menghargai sifat kerendahan hati, namun kenyataannya tidak
semudah yang dibayangkan. Kita terbentuk untuk membangun diri
sendiri seperti menunjukkan kemampuan, dikagumi orang, dan
dipuji orang. Ironisnya, dengan cara-cara itu kita juga ingin dikenal
karena kerendahan hati kita. Apabila kita merasa bahwa menjaga
dan menahan diri selama masa Lenten itu menyulitkan, cobalah
berkomitmen untuk tidak menampilkan ego kita dalam sehari saja.
Kita akan sadar betapa sulitnya hal itu untuk dilakukan.
Dalam dunia Perjanjian Lama, mengganti pakaian / jubah dengan
sehelai kain karung merupakan simbol merendahkan diri di
hadapan Allah. Untuk merendahkan diri, kita harus memahami
makna “... janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang
Engkau kehendaki.” (Mrk. 14:36). Roy Hession, seorang pendeta
Inggris, pernah menuliskan kata-kata yang menusuk: “ Pertama-
tama, sifat kesombongan diri harus diruntuhkan. Saya harus
menyerahkan hak-hak saya. Saya itu keras. Saya tidak mau menaati
Allah. Saya hanya tahu bahwa diri saya lah yang benar. Saya hanya
mengikuti cara saya sendiri. Saya yang paling berhak untuk
menilai segala sesuatu Saya selalu mencari kemuliaan sendiri.”
Oleh karena itu kita harus belajar untuk mengatakan, ”Saya harus
tunduk kepada kehendak Allah. Saya harus mengakui bahwa diri
saya dapat tersesat. Saya harus berpaling dari cara saya sendiri.
Saya harus menaati Tuhan Yesus. Saya harus membawa kemuliaan
hanya kepada Yesus saja. Karena hanya dengan cara ini Yesus
dapat memiliki semua dari apa yang saya miliki dan menjadi
semua dari apa yang saya butuhkan. Saya harus mati atas diri saya
sendiri.”
Pertobatan harus dimulai dengan kerendahan hati, karena
pertobatan pun dapat dimotivasi untuk mendapatkan kebanggaan
diri. Kita dapat berpaling dari yang salah untuk menjaga harga diri
kita. Kita dapat mengatakan, ”Saya adalah orang Kristen yang
baik. Saya tidak berbohong, membunuh ataupun merugikan orang
lain seperti kebanyakan orang. Saya tidak seperti mereka.”
56
Pandanglah pada Yesus yang menyerahkan diri-Nya bukan untuk
diri-Nya sendiri, melainkan untuk tunduk dan taat kepada Bapa.
Pada masa Lenten, kita sedang memberi ruang kepada terang Allah
untuk menyinari pojok-pojok hati yang terdalam sekalipun. Terang
Allah akan menerangi seluruh isi hati kita jika kita menerimanya
dengan kerendahan hati. Roy Hession melanjutkan kata-katanya,
”Orang yang setiap hari mengenali keberdosaan dirinya sendiri
adalah orang yang dengan rendah hati mau menerima pembentukan
Tuhan.”
Refleksi
1.Kepada siapakah saya mencari pujian atau perhatian? Apa yang
saya lakukan untuk mengejar kebanggaan diri?
2.Apakah hati saya rela untuk diterangi oleh terang Allah dan
menerima terang itu?
Doa
Ya Tuhan, murnikan hati dan jiwa kami untuk hanya menandang
dan tertuju kepada Engkau saja dalam kehidupan ini. Kami berdoa
biarlah Engkau dan segala kepenuhan-Mu, itulah yang mengisi
jiwa kami yang hampa, sehingga kami dapat merasakan dan
menikmati kemuliaan-Mu. Terangilah hati dan jiwa kami, agar
kami makin serupa dengan Anak-Mu. Di dalam nama Yesus.
Amin.
57
Hari ke-13, Rabu 15 Maret 2017
Panggilan Beribadah
“Percayalah kepada TUHAN selama-lamanya, sebab TUHAN
ALLAH adalah gunung batu yang kekal. Sebab Ia sudah
menundukkan penduduk tempat tinggi; kota yang berbenteng telah
direndahkan-Nya, direndahkan-Nya sampai ke tanah dan
dicampakkan-Nya sampai ke debu. Kaki orang-orang sengsara,
telapak kaki orang-orang lemah akan menginjak-injaknya. Jejak
orang benar adalah lurus, sebab Engkau yang merintis jalan lurus
baginya. Ya TUHAN, kami juga menanti-nantikan saatnya Engkau
menjalankan penghakiman; kesukaan kami ialah menyebut nama-
Mu dan mengingat Engkau. Dengan segenap jiwa aku merindukan
Engkau pada waktu malam, juga dengan sepenuh hati aku mencari
Engkau pada waktu pagi; sebab apabila Engkau datang
menghakimi bumi, maka penduduk dunia akan belajar apa yang
benar. Ya TUHAN, Engkau akan menyediakan damai sejahtera
bagi kami, sebab segala sesuatu yang kami kerjakan, Engkaulah
yang melakukannya bagi kami.” (Yes. 26:4-
9, 12)
Pengakuan Dosa
Ya Tuhan, di dalam Yesus Engkau telah mengasihi kami. Namun
kami belum mengasihi-Mu dengan sungguh-sungguh. Engkau
telah membuka hati untuk kami, namun dengan kesombongan kami
menolak kasih-Mu. Engkau telah memberkati kami, namun kami
menyia-nyiakan berkat-Mu. Kami telah mendukakan hati-Mu dan
sesama kami, sehingga sebenarnya kami tidak layak untuk
dipanggil sebagai anak-anak-Mu. Ampunilah kami ya Tuhan,
karena kami telah tertunduk malu atas segala tindakan kami telah
menyakiti-Mu. Basuhlah kami dari segala dosa kami dan terimalah
kami masuk dalam Kerajaan-Mu, di mana kami tidak lagi
menyimpang dari kasih-Mu dan selalu bersama dengan-Mu. Amin.
58
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 10:46-52)
Renungan
Kebanggaan diri adalah musuh terbesar dari kerendahan hati. Bob
Thune, seorang pendeta Amerika pernah mengatakan bahwa “Pada
umumnya, ekspresi dari kebanggaan diri itu mudah terlihat:
misalnya atlet yang memamerkan kemampuannya, pengusaha
sombong yang memamerkan kesuksesannya, atau orang yang
selalu dipuji-puji. Tetapi kebanyakan dari kita pandai untuk tidak
terlihat seperti itu. Itulah masalahnya. Kita dapat menyembunyikan
kebanggaan diri tanpa membunuh kebanggaan diri itu sendiri.”
John Owen, seorang teolog besar di abad 17 pernah berkata,”
Untuk membunuh kebanggaan diri, kita harus menelusuri segala
bentuk manifestasi kebanggaan diri.” Kita harus mendapatkan
gambaran yang penuh tentang apa itu kebanggaan diri dan apa saja
bentuk kebanggaan diri, dan Alkitab menolong kita dalam hal ini.
Alkitab menunjukkan bahwa kebanggaan diri dapat berupa
keangkuhan hidup yang terlihat nyata (1 Yoh. 2:16) hingga kepada
bentuk pemusatan kepentingan diri sendiri yang halus (Flp. 2:4).
Dengan kata lain, inti dari kebanggaan diri adalah fokus pada diri
sendiri. Apabila kita ingin menjadi pribadi yang rendah hati, kita
harus membunuh kebanggan diri. Caranya dengan menjadikan
Yesus sebagai teladan dan perantara kita.
Yesus adalah teladan kita, karena walaupun Ia memiliki alasan
untuk berbangga diri, namun Ia memilih jalan kerendahan hati.
Dalam firman-Nya, kita diperintahkan untuk mengikuti
keteladanan Yesus: ”Hendaklah kamu dalam hidupmu bersama,
menaruh pikiran dan perasaan yang terdapat juga dalam Kristus
Yesus, yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap
kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus
dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri,
59
dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan
manusia.” (Flp. 2:5-7).
Mengikuti teladan Yesus bukan berarti merupakan perjuangan dan
jerih lelah kita. Jikalau kita melakukan dengan cara ini, kita
melewatkan inti dari pengajaran firman-Nya, yaitu persekutuan
dengan Kristus.
Kita telah dipanggil masuk dalam persekutuan dengan Kristus oleh
anugerah melalui iman dalam kehidupan, kematian dan
kebangkitan Kristus. Karena pada mulanya kita memberontak
kepada Allah, kita layak untuk menanggung murka Allah.
Walaupun dengan kekuatan dan kemampuan yang dimiliki, kita
tidak dapat bediri di hadapan murka Allah. Oleh karena itu kita
membutuhkan seorang perantara yang berdiri di antara kita sebagai
pemberontak dan di hadapan murka Allah yang menyala-nyala.
Yesus “... dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan
diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.”
(Flp. 2:8). Yesus mengangkat segala kesalahan dan dosa kita dan
menanggung murka Allah sehingga siapapun yang datang kepada-
Nya diperdamaikan dengan Allah. Melalui persekutuan ini, Yesus
berkarya dalam hidup kita melalui kuasa Roh Kudus untuk
mengubahkan kita menjadi serupa dengan diri-Nya.
Apakah Anda ingin dilepaskan dari kebanggaan diri dan mulai
melayani sesama dengan kerendahan hati? Apakah Anda ingin
dilepaskan dari pemusatan diri dalam segala bentuk? Lihat dan
datanglah kepada Sang Juruselamat manusia dan bukalah hati
Anda seluas-luasnya untuk karya Roh Kudus dalam diri Anda.
Refleksi
1.Apa yang menjadi manifestasi dari kebanggaan diri dan
pemusatan diri Anda?
2.Sudahkah Anda membuka hati untuk karya Roh Kudus
mengubahkan kebanggaan diri menjadi kerendahan hati seperti
teladan Yesus?
60
Doa
Ya Tuhan, kami sadar sesadar-sadarnya bahwa kami ini lemah
dalam kedagingan kami untuk membanggakan diri dan memenuhi
segala keinginan diri. Kami mengucap syukur karena Engkau telah
memberi teladan yang agung dalam diri Kristus. Ubahlah hati kami
ya Tuhan menjadi serupa dengan hati Kristus yang penuh dengan
kerendahan hati. Kami membuka hati dan diri kami untuk karya
Roh Kudus bekerja seluas-luasnya dalam diri kami. Dalam nama
Yesus. Amin.
61
Hari ke-14, Kamis 16 Maret 2017
Panggilan Beribadah
“Lalu kata Maria: "Jiwaku memuliakan Tuhan, dan hatiku
bergembira karena Allah, Juruselamatku, sebab Ia telah
memperhatikan kerendahan hamba-Nya. Sesungguhnya, mulai dari
sekarang segala keturunan akan menyebut aku berbahagia, karena
Yang Mahakuasa telah melakukan perbuatan-perbuatan besar
kepadaku dan nama-Nya adalah kudus. Dan rahmat-Nya turun-
temurun atas orang yang takut akan Dia. Ia memperlihatkan
kuasa-Nya dengan perbuatan tangan-Nya dan mencerai-beraikan
orang-orang yang congkak hatinya; Ia menurunkan orang-orang
yang berkuasa dari takhtanya dan meninggikan orang-orang yang
rendah; Ia melimpahkan segala yang baik kepada orang yang
lapar, dan menyuruh orang yang kaya pergi dengan tangan
hampa; Ia menolong Israel, hamba-Nya, karena Ia mengingat
rahmat-Nya, seperti yang dijanjikan-Nya kepada nenek moyang
kita, kepada Abraham dan keturunannya untuk selama-lamanya."
(Luk. 1:46-55)
Pengakuan Dosa
Allah yang Mahakudus, di dalam Kristus Engkau dijadikan berdosa
karena kami. Engkau mengangkat dosa kami agar kami dapat
menjadi serupa dengan Engkau. Namun kami mengakui bahwa
kami sering kali menyembunyikan perbuatan-perbuatan dosa kami
dan tidak mengakuinya kepada Engkau. Dosa kami terlampau berat
dan menjadi beban dalam diri kami. Ampuni kami ya Tuhan. Di
dalam Kristus, angkatlah segala beban dosa kami ini. Biarlah kami
mengakuai segala kesalahan dan dosa kami sehingga kami beroleh
sukacita di dalam Engkau dan hidup dalam kekudusan-Mu. Di
dalam nama Yesus. Amin.
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 11:1-11)
62
Renungan
Kesombongan adalah sikap meninggikan diri lebih dari yang
sepatutnya. Namun kerendahan hati juga bukan berarti melihat diri
lebih rendah dari yang sepatutnya. Kerendahan hati adalah sikap
untuk lebih sedikit memikirkan diri sendiri. Karena apa yang kita
miliki adalah berasal dari Tuhan dan harus dipersembahkan dan
digunakan dalam iman untuk kemuliaan Tuhan, bukan untuk
kepentingan kita sendiri tetapi juga untuk kepentingan yang lain
(Rm. 12:1-8).
Setiap dari kita ingin menjadi bagian dalam komunitas di mana
tidak ada kesombongan dan egoisme, melainkan sikap saling
mendahulukan kepentingan orang lain dan pelayanan menjadi
kenyataan. Inilah jenis komunitas yang dikatakan dalam Alkitab :
”dengan tidak mencari kepentingan sendiri atau puji-pujian yang
sia-sia. Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang
menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri; dan
janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya
sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.” (Flp. 2:3-4).
Kunci terwujudnya komunitas demikian adalah kerendahan hati.
Dengan kata lain, kurangnya kepedulian kita kepada orang lain dan
sikap melayani karena tidak adanya kerendahan hati. Segala bentuk
dari keegoisan adalah karena kurangnya kasih kepada sesama. Kita
menjadi penikmat bukan pelayan. Sikap ini dapat menjadikan suatu
komunitas yang hanya peduli pada anggota dirinya sendiri, bukan
peduli kepada dunia luar.
Kita menjadi pribadi atau komunitas penikmat berkat karena
kurangnya iman. Kita kuatir dengan apa yang orang pikirkan
tentang kita karena kita tidak percaya bahwa Tuhan berkenan pada
kita (Mzm. 149:4), kuatir Tuhan tidak mampu memenuhi
kebutuhan kita (Mat. 6:32), kita mengejar pujian karena kita tidak
yakin berkat Tuhan tersedia apabila kita melakukannya
tersembunyi (Mat. 6:6). Kita membandingkan diri sendiri dengan
yang lain karena kita lupa Tuhan adalah kebenaran (1 Kor. 1:30).
63
Seorang penikmat adalah orang yang berpusat pada diri sendiri
karena ia berfokus membangun “kerajaan”nya untuk memenuhi
segala kebutuhannya. Pada masa Lenten, Yesus memanggil kita
semua untuk memperbaiki fokus hidup kita seperti: “Tetapi carilah
dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu
akan ditambahkan kepadamu.” (Mat. 6:33).
Masa Lenten mengajarkan kita bahwa orang yang percaya kepada
Allah akan memenuhi segala kebutuhannya, ia akan
memperhatikan pula kebutuhan sesama. Terdapat sebuah paradoks,
di mana ketika orang berfokus untuk memenuhi kebutuhannya
sendiri, maka ia tidak akan dapat mencukupinya. Namun apabila
kita mulai belajar untuk memperhatikan kebutuhan orang lain –
ketika kita mulai melayani yang lain ketimbang melayani diri
sendiri - dalam perjalanan tersebut kita akan mendapatkan bahwa
Allah yang bermurah hati akan mencukupi segala kebutuhan kita.
Anugerah Allah menjadikan kita sebagai pelayan bagi Tuhan dan
sesama.
Anugerah Allah dalam Yesus Kristus harus meresap ke dalam hati
kita sehingga kita dapat diubahkan. Yesus datang menjadi hamba,
penyembuh, pembuat mukjizat, membasuh kaki dan disalibkan.
Ketika kita dengan rendah hati menerima kasih-Nya dan merasa
cukup terhadap kasih-Nya, kita akan menjadi sukacita dan giat
melayani.
Refleksi
1.Apakah Anda mendambakan untuk menjadi bagian dalam
komunitas yang sejati?
2.Apakah Anda siap untuk mulai memperhatikan kepentingan
orang lain juga disamping kepentingan diri sendiri?
Doa
Ya Tuhan, mampukan kami untuk tidak berfokus pada kepentingan
diri sendiri, tetapi kami mulai memperhatikan kepentingan orang
64
lain juga untuk mewujudkan komunitas seperti yang Engkau
kehendaki. Di dalam nama Tuhan Yesus. Amin.
65
Hari ke-15, Jumat 17 Maret 2017
Panggilan Beribadah
”Tuhan itu pengasih dan penyayang, panjang sabar dan besar
kasih setia-Nya. TUHAN itu baik kepada semua orang, dan penuh
rahmat terhadap segala yang dijadikan-Nya. Segala yang
Kaujadikan itu akan bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, dan
orang-orang yang Kaukasihi akan memuji Engkau. Mereka akan
mengumumkan kemuliaan kerajaan-Mu, dan akan membicarakan
keperkasaan-Mu, untuk memberitahukan keperkasaan-Mu kepada
anak-anak manusia, dan kemuliaan semarak kerajaan-Mu.
Kerajaan-Mu ialah kerajaan segala abad, dan pemerintahan-Mu
tetap melalui segala keturunan. TUHAN setia dalam segala
perkataan-Nya dan penuh kasih setia dalam segala perbuatan-
Nya.” (Mzm. 145:8-13)
Pengakuan Dosa
Kristus, firman Allah yang menjelma menjadi manusia, Engkau
datang ke dunia untuk menggenapi keselamatan. Oleh anugerah-
Mu, Engkau memanggil kami untuk datang, disalib bersama-Mu
sehingga kami menjadi ciptaan baru. Namun kami mengakui sering
kali kami tidak hidup seperti orang yang lahir baru. Kami lebih
sering mengikuti arus dunia dibanding melawannya. Ampuni kami
karena kami sering tidak menampilkan bukti pembaharuan hidup
yang Engkau kerjakan. Ampuni kami ketika kami membiarkan
buah Roh dikalahkan oleh akar kejahatan. Engkau telah
menjadikan kami anak-anak-Mu, anggota keluarga kerajaan sorga.
Tolong kami untuk menjadi teladan di mana pun kami berada.
Membawa keadilan, perdamaian, kelemahlembutan, kebaikan,
kasih, sukacita dan pengharapan. Di dalam nama-Mu kami berdoa.
Amin.
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 11:12-19)
66
Renungan
Kita dinasihati oleh rasul Paulus untuk ”berpikir begitu rupa,
sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman, yang
dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing.” (Rm. 12:3b).
Dengan kata lain, orang yang rendah hati adalah orang yang paham
mengenai identitas dirinya dan milik siapakah dirinya.
Ini adalah kunci teladan kerendahan hati Yesus. Sebagai Anak
Allah, Yesus melakukan pekerjaan Bapa. Banyak pertanyaan
mengenai identitas diri-Nya, namun Yesus tidak menjadi bimbang
karena keraguan atau kritik orang banyak (Mrk. 8:27-30). Ketika
orang banyak berkerumun, Yesus memilih untuk menyingkir dan
berdoa. Ia tidak terpengaruh oleh orang banyak karena Ia
memahami benar perkataan Bapa: "Engkaulah Anak-Ku yang
Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan." (Mrk. 1:11b). Dengan
demikian, Yesus dapat berkata: "Akulah jalan dan kebenaran dan
hidup. Tidak ada seorangpun yang datang kepada Bapa, kalau
tidak melalui Aku. (Yoh. 14:6). Dan tanpa mementingkan diri-Nya
sendiri, Yesus berkata: ”Anak Manusia akan diserahkan pada
iman-iman kepala dan ahli Taurat dan mereka akan menjatuhi Dia
hukuman mati.” (Mrk. 10:33). Yesus hidup dan mati untuk kita.
Berbanding terbalik dengan kesombongan diri, kerendahan hati
Yesus ditandai dengan kebergantungan diri kepada Allah Bapa dan
kepercayaan diri-Nya sendiri. Apabila kita ingin meneladani
Yesus, kita harus ”berpikir begitu rupa” dengan pemahaman yang
jelas tentang identitas diri kita dan kepunyaan siapakah kita.
Firman Tuhan menunjukkan identitas diri kita: diciptakan menurut
gambar dan rupa Allah untuk kemuliaan-Nya. Kebenaran ini
menyatakan akan kemuliaan manusia dan kebergantungan manusia
pada Allah. Sebelum dan sesudah kejatuhan, manusia memerlukan
Allah di dalam segala hal, “sebab di dalam Dia kita hidup, kita
bergerak, kita ada.” (Kis.17:28).
67
Firman Tuhan menunjukkan milik siapakah kita ini: kita adalah
milik Allah secara jasmani dan rohani. Allah adalah Sang Pencipta,
yang di mana DiaIah tujuan keserupaan kita. Allah adalah Bapa,
yang karena-Nya kita diangkat menjadi anak-anak-Nya. Allah
adalah Tuhan, yang di mana kitalah hamba-hamba-Nya. Allah
adalah Sang Raja, yang di mana kitalah umat-Nya. ” ... bahwa
maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun pemerintah-
pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang,
atau kuasa-kuasa, baik yang di atas, maupun yang di bawah,
ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat memisahkan kita
dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Rm
8:38-39)
Kita mempercayai perkataan-perkataan ini, namun kita
memerlukan pertolongan dalam keraguan kita. Kita memerlukan
orang lain untuk mengingatkan kita akan perkataan-perkataan ini.
Kita harus berakar dalam komunitas orang beriman apabila kia
ingin berakar juga dalam firman Tuhan. Dengan kata lain, Tuhan
dapat memakai orang-orang sekitar kita untuk membantu kita
bertumbuh.
Ada perkataan yang mengatakan: “ Kamu tidak dapat melihat
mukamu sendiri”. Pada saat itulah Allah menyinari kehidupan kita
sehingga kita menjadi terlihat oleh orang lain. Kita membutuhkan
pandangan orang lain untuk melihat diri kita. Walaupun bukan
berarti pandangan mereka adalah suatu kebenaran yang abslout,
demikian juga dengan pandangan kita terhadap diri sendiri.
Menjadi rendah hati itu berarti kita harus rela untuk ”dilihat” oleh
Tuhan dan manusia tentang siapa diri kita sesungguhnya. Natur
kesombongan diri kita menolak hal ini, tetapi diperlukan suatu
sikap rendah hati. Kita tidak dapat hidup dalam terang Allah dan
kegelapan secara bersamaan.
Apabila kita mau belajar untuk mengasihi sesama, maka kita harus
belajar rendah hati untuk menerima dan mengungkapkan apapun
yang terlihat oleh terang Allah. Dalam kerendahan hati, kita belajar
68
untuk tidak mementingkan diri. Hawa nafsu kita dihilangkan dan
kita tidak lagi menuntut untuk diri sendiri. Dalam perjalanan
menuju salib, keraguan akan identitas kita hilang ketika kita hidup
di dalam Tuhan. Kesombongan dapat dipatahkan karena kita tidak
mementingkan diri sendiri dan mencari pujian dari orang lain. Kita
dibebaskan dari belenggu pemusatan diri sendiri.
Refleksi
1.Apakah Anda sedang ”berjalan” dalam terang Allah tetapi
sekaligus berjalan dalam kegelapan? Yang manakah yang Anda
pilih?
2.Apakah Anda mau belajar untuk menerima dan mengungkapkan
apapun yang terlihat oleh terang Allah dalam komunitas Anda?
3.Bagian firman Tuhan manakah dari perenungan hari ini yang
Anda perlu diperbaharui dalam mempercayainya?
Doa
Ya Tuhan, mampukan kami untuk hidup hanya di dalam terang-Mu
yang Engkau berikan kepada kami, dan mampukan kami untuk
melihat, menerima dan memperlihatkan apapun yang terang-Mu
singkapkan dalam hidup kami dan juga dalam komunitas kami. Di
dalam nama Yesus Kristus. Amin.
69
Hari ke-16, Sabtu 18 Maret 2017
Panggilan Beribadah
”Tuhan adalah Raja! Biarlah bumi bersorak-sorak, biarlah banyak
pulau bersukacita! Awan dan kekelaman ada sekeliling Dia,
keadilan dan hukum adalah tumpuan takhta-Nya. Api menjalar di
hadapan-Nya, dan menghanguskan para lawan-Nya sekeliling.
Kilat-kilat-Nya menerangi dunia, bumi melihatnya dan gemetar.
Gunung-gunung luluh seperti lilin di hadapan TUHAN, di hadapan
Tuhan seluruh bumi. Hai orang-orang yang mengasihi Tuhan,
bencilah kejahatan ! Dia, yang memelihara nyawa orang-orang
yang dikasihi-Nya, akan melepaskan mereka dari tangan orang-
orang fasik. Terang sudah terbit bagi orang benar, dan sukacita
bagi orang-orang yang tulus hati. Bersukacitalah karena TUHAN,
hai orang-orang benar, dan nyanyikanlah syukur bagi nama-Nya
yang kudus.” (Mzm. 97:1-5, 10-12)
Pengakuan Dosa
Tuhan yang Mahakuasa, yang penuh belas kasihan kepada setiap
orang yang datang kepada-Mu, dengarlah kami ketika kami datang
dengan rendah hati mengakui dosa kami dan memohon belas
kasihan dan pengampunan. Kami telah melanggar perintah-Mu
dengan perbuatan dan perkataan kami serta segala keinginan jahat
di dalam hati kami. Kami mengakui segala ketidaktaatan, hati yang
tidak mengucap syukur, kesombongan, kesalahan dan kelemahan
kami terhadap Engkau, keluarga dan sesama kami. Ampunilah
kami, Tuhan yang Mahapengasih, dan karena kebaikan-Mu kami
dapat melayani dan menyenangkan-Mu dalam pembaharuan hidup.
Mampukanlah kami. Dalam nama Tuhan Yesus Juruselamat kami.
Amin.
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 11:20-26)
70
Renungan
“Lalu Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, mendekati
Yesus dan berkata kepada-Nya: "Guru, kami harap supaya Engkau
kiranya mengabulkan suatu permintaan kami!" (Mrk. 10:35).
Apakah perkataan di atas dapat dikatakan doa yang rendah hati ?
“Sebelum saya menyampaikan permohonan saya, saya ingin
Engkau berjanji bahwa Engkau akan mengabulkannya”. Kita
sangat pandai dalam menyampaikan permohonan kepada Tuhan,
tetapi kita tidak terlalu peka dalam mencari apa yang Tuhan
kehendaki bagi kita. Untuk mengubahnya diperlukan kesabaran,
refleksi, pembelajaran, ketaatan dan semua hal yang memerlukan
sikap rendah hati.
Atas permintaan kedua murid-Nya, Yesus menjawab "Apa yang
kamu kehendaki Aku perbuat bagimu?." Mereka menjawab:
"Perkenankanlah kami duduk dalam kemuliaan-Mu kelak, yang
seorang lagi di sebelah kanan-Mu dan yang seorang di sebelah
kiri-Mu." (Mrk. 10:36-37).
Hal ini merupakan permintaan yang mustahil, namun tidak bagi
mereka tentunya. Mereka berpikir bahwa Yesus akan mengalahkan
bangsa penjajah dan mendirikan kerajaan di dunia. Persepsi mereka
yang keliru membuat mereka tidak memahami apa yang Yesus
katakan “Sekarang kita pergi ke Yerusalem dan Anak Manusia
akan diserahkan kepada imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat,
dan mereka akan menjatuhi Dia hukuman mati. Dan mereka akan
menyerahkan Dia kepada bangsa-bangsa yang tidak mengenal
Allah, dan Ia akan diolok-olokkan, diludahi, disesah dan dibunuh,
dan sesudah tiga hari Ia akan bangkit. "(Mrk. 10:33-34).
Apabila kita datang kepada Allah dengan permintaan-permintaan
kita dan berharap Dia harus mengabulkan apa yang kita minta dan
mengerjakan sesuai dengan cara kita, maka kita sudah memulai
dengan salah dan akan tersesat.
71
Tetapi kata Yesus kepada mereka: "Kamu tidak tahu apa yang
kamu minta. Dapatkah kamu meminum cawan yang harus
Kuminum dan dibaptis dengan baptisan yang harus Kuterima?"
(Mrk. 10:38). Dengan kata lain : “Kemuliaan-Ku tidak seperti yang
kau bayangkan, dan jalan menuju ke kemuliaan-Ku juga tidak
seperti kau bayangkan”. Seperti yang lazim kita lakukan, mereka
keliru untuk suatu hal yang mendasar. Menjadi penting itu selalu
berbicara tentang kedudukan, status, dan penghargaan dari orang
lain. Hal ini merupakan keinginan membangun citra diri sendiri :
ingin dikenal, dekat dengan orang yang terpandang, memamerkan
kepintaran atau wawasan, ingin terlihat sibuk, membentuk
kedewasan rohani dari kesibukan pelayanan dan pencapaian,
penghargaan, dan mengagungkan pencapaian dunia. Namun,
menjadi berdampak itu selalu berbicara tentang makna yang kita
berikan kepada sesama dan sekitar. Hal ini dapat dilakukan dengan
cara menjadi berkat bagi sesama seperti mengingat nama orang
lain, terlibat dalam kegiatan sosial, mengajar sesama, membuka
diri, mengasihi sesama, menjadikan Yesus sebagai Kepala dari
Tubuh, dan menghargai kontribusi rekan sepelayanan.
Kata “cawan” merujuk pada penderitaan yang Yesus harus jalani.
Sebelum Yesus ditinggikan di atas takhta-Nya, Ia harus ditinggikan
di kayu salib. Para murid Yesus memang tidak ikut disalibkan,
namun mereka akan meminum juga dari cawan penderitaan Yesus.
Kemuliaan dalam Kerajaan Allah selalu berkaitan dengan dengan
memilkul salib. Hal ini merupakan momentum pembelajaran bagi
murid-murid dan juga kita: ”dan barangsiapa ingin menjadi yang
terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk
semuanya. Karena Anak Manusia juga datang bukan untuk
dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-
Nya menjadi tebusan bagi banyak orang.”.(Mrk. 10:45)
Kerendahan hati bukan berarti tidak memiliki kedudukan dan
kekuasaan, melainkan menggunakan kedudukan dan kekuasaan
untuk kebaikan bagi sesama. Apabila kita dapat mengarahkan
pikiran dan perasaan kita pada pribadi agung Yesus dan karya-Nya
72
– dan apa maknanya bagi kita – maka kita akan ditinggikan oleh
Allah.
Refleksi
1.Apakah Anda melihat kesamaan diri Anda dengan kedua murid
Yesus?
2.Yang manakah yang Anda pilih, menjadi penting atau menjadi
berdampak?
3.Setelah perenungan tema kerendahan hati selama satu minggu
ini, adakah tekad yang ingin diambil atau komitmen yang ingin
diperbaharui?
Doa
Terima kasih Tuhan untuk teladan kerendahan hati yang telah Kau
tunjukkan kepada kami. Kami mohon Engkau yang mampukan
kami untuk meneladani Engkau dalam diri Yesus untuk menjadi
rendah hati. Belajar untuk tidak memperhatikan kepentingan
sendiri, tetapi juga kepentingan orang lain. Belajar untuk menaruh
pikiran dan perasaan kami serupa dengan Anak-Mu. Di dalam
nama Yesus. Amin.
73
Minggu ke-3 Lenten, 19 Maret 2017
Melalui kebangkitan-Nya, Ia telah menaklukan maut sehingga Ia
dapat memberikan kebenaran-Nya bagi kita. Melalui kuasa-Nya,
kita dibangkitkan kepada kehidupan yang baru. Kebangkitan
Kristus adalah jaminan akan kebangkitan mulia kita.
76
Hari ke-17, Senin 20 Maret 2017
Panggilan Beribadah
“Bersyukurlah kepada Tuhan, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk
selama-lamanya kasih setiaNya. Dalam kesesakan aku telah
berseru kepada Tuhan. Tuhan telah menjawab aku dengan
memberi kelegaan. Tuhan itu kekuatanku dan mazmurku; Ia telah
menjadi keselamatanku. Aku tidak akan mati, tetapi hidup, dan aku
akan menceritakan perbuatan-perbuatan Tuhan. Batu yang
dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru.
Hal itu terjadi dari pihak Tuhan, suatu perbuatan ajaib di mata
kita. Inilah hari yang dijadikan Tuhan, mari kita bersorak-sorak
dan bersukacita karenaNya!” (Mzm. 118:1,5,14,17,22-24)
Pengakuan Dosa
Allah yang kudus, kami telah berulang kali berbuat dosa dengan
kesombongan, keraguan, kegagalan untuk menemukan kehendak-
Mu dalam firman-Mu, dan kelalaian untuk mencari Engkau dalam
kehidupan sehari-hari. Kami diperhadapkan dengan rentetan
tuduhan dan perasaan bersalah oleh karena pelanggaran-
pelanggaran kami. Namun kami bersyukur, tuduhan dan perasaan
bersalah tidak menghantui kami selamanya karena Kristus telah
menebus kami dan menganugerahkan kami kehidupan.
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 11:27-33)
Renungan
Masa Lenten adalah masa menjelang Paskah. Masa ini adalah
waktu persiapan dan pertobatan di mana kita mengingat kembali
penderitaan Yesus dan menantikan kebangkitan-Nya. Pertanyaan
yang seringkali Anda dengar adalah “Apa yang telah Anda
tanggalkan pada masa Lenten?” Sepanjang sejarah, banyak orang
Kristen merayakan masa Lenten dengan cara berpuasa atau dengan
melakukan tindakan-tindakan penyangkalan diri lainnya. Bahaya
77
dari tradisi tersebut tentu saja adalah ketika semua ini hanya
menjadi sekedar sebuah ritual, atau bahkan menjadi sumber
kesombongan diri. Kita rindu untuk mendapatkan kembali
semangat dan makna Lenten yang sesungguhnya dalam masa ini.
Tidak seperti pertobatan dan kerendahan hati yang terjadi di dalam
dan melalui diri kita, penderitaan semata-mata dapat terjadi pada
kita. Pertobatan dan kerendahan hati adalah respon iman terhadap
anugerah Allah yang sedang bekerja. Sedangkan penderitaan
memerlukan respon iman bahwa Allah tetap baik dan berkuasa,
walaupun nampaknya Allah sedang tidak bekerja. Topik ini
selanjutnya mengarah pada sebuah pertanyaan sulit: Mengapa
Allah membiarkan kita menderita? Kita selalu mencari tahu
jawaban atas pertanyaan ini untuk diri kita sendiri dan untuk dunia.
Tidak mengetahui jawaban atas pertanyaan “mengapa” adalah
bagian dari penderitaan juga.
Suatu hari Yesus dan murid-murid-Nya sedang berjalan dan
melewati seseorang yang buta sejak lahirnya. Para murid bertanya
kepada-Nya, “Rabi, siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri
atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?” (Yoh. 9:2).
Mereka mencari jawaban dari sebuah pertanyaan yang umum.
Berdasarkan janji Allah kepada bangsa Israel, orang Yahudi
menganggap bahwa Allah akan selalu memberkati mereka secara
materi ketika mereka hidup saleh. Sebaliknya mereka menganggap
orang-orang yang melakukan kejahatan akan didisiplinkan dengan
berbagai cara. Secara singkat, mereka menganggap Allah akan
mencurahkan berkat atas perbuatan yang baik, dan akan
menghukum yang lain atas dosa mereka.
Kita dapat melihat pola pikir serupa dimiliki juga oleh teman-
teman Ayub dalam kitab Ayub. Pada kenyataannya, Ayub diuji
dengan berbagai penderitaan karena kesalehannya dan bukan
karena dosanya (Ayb. 1:1-12). Namun teman-teman Ayub
bersikeras memaksanya untuk mengakui bahwa penderitaannya
78
adalah hasil dari dosa-dosa yang telah dilakukannya. Teman-
temannya yakin bahwa Allah akan memberkati dia kembali kalau
Ayub meninggalkan dosanya. Mungkin Asaf juga memiliki
pemikiran yang sama tentang kekayaan dan kemiskinan. Dia
merasa frustasi dan marah dengan Allah karena kekayaan orang-
orang fasik bertambah sedangkan tidak demikian dengan orang-
orang yang saleh (Mzm. 73:1-14).
Inilah sebabnya murid-murid Yesus menanyakan pertanyaan
seperti itu. Pemahaman mereka terhadap penderitaan adalah bahwa
orang tersebut sedang dihukum karena dosa. Tetapi Yesus
menjawab, “Bukan dia dan bukan juga orang tuanya, tetapi karena
pekerjaan-pekerjaan Allah harus dinyatakan di dalam dia.” (Yoh.
9:3).
Yesus tidak memberikan penjelasan bertele-tele mengenai
penderitaan, tetapi Ia menunjuk kepada penderitaan yang harus
dilalui-Nya sendiri untuk menjelaskan kasih Allah. Yesus rela
untuk menderita karena ketidakadilan, walaupun itu harus berujung
pada kematian. Ia menderita bukan karena Ia berdosa, tetapi karena
“semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan
Allah” (Rm. 3:23). Ia melakukan semua ini agar pekerjaan Allah
dapat dinyatakan melalui diri-Nya, “Kristus Yesus telah ditentukan
Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darah-Nya.
Hal ini dibuat-Nya untuk menunjukkan keadilan-Nya, karena Ia
telah membiarkan dosa-dosa telah terjadi dahulu pada masa
kesabaranNya. Maksud-Nya ialah untuk menunjukkan keadilan-
Nya pada masa ini, supaya nyata bahwa Ia benar dan juga
membenarkan orang yang percaya pada Yesus.” (Rm. 3:25-26).
Kita tidak memiliki semua jawaban atas pertanyaan mengapa kita
menderita, tetapi kita memiliki jawaban-jawaban yang tidak
mungkin. Tidak mungkin Allah tidak melihat atau peduli, karena Ia
telah mengutus Anak-Nya yang tunggal untuk merasakan
penderitaan kita. Tidak mungkin penderitaan itu adalah suatu
79
kondisi tanpa harapan, karena Ia telah mengalahkan dosa dan maut
dengan membangkitkan Anak-Nya dari kematian.
Refleksi
1.Apakah selama ini penderitaan yang Anda alami menguji iman
Anda?
2.Pernahkah Anda mencoba mengerti alasan penderitaan yang
Anda alami?
3.Maukah Anda tetap percaya dan berharap kepada Tuhan
walaupun Anda tidak mengerti mengapa Anda harus menderita?
Doa
Tuhan, tolonglah kami agar tidak bimbang dan hidup dalam
pimpinan Tuhan. Jangan biarkan kami hilang arah ketika sedang
berjalan untuk taat dan setia kepada-Mu. Kuatkan kami
menghadapi pertempuran iman yang ada di depan sana. Berikan
kami keberanian menghadapi pencobaan-pencobaan. Bantu kami
agar dapat menjadi seorang yang kudus, yang bebas dari setiap hal
yang salah maupun yang bertentangan dengan kehendak-Mu.
Berikan kami kehidupan yang dibangkitkan, biarkan itu berkuasa
atas kami, biarkan kami berjalan dalam kuasanya, dan dikuatkan
oleh kuasanya. Amin.
80
Hari ke-18, Selasa 21 Maret 2017
Panggilan Beribadah
“Terpujilah Allah dan Bapa Tuhan kita Yesus Kristus, yang karena
rahmat-Nya yang besar telah melahirkan kita kembali oleh
kebangkitan Yesus Kristus dari antara orang mati, kepada suatu
hidup yang penuh pengharapan, untuk menerima suatu bagian
yang tidak dapat binasa, yang tidak dapat cemar, dan yang tidak
dapat layu, yang tersimpan di sorga bagi kamu. Yaitu kamu, yang
dipelihara dalam kekuatan Allah karena imanmu sementara kami
menantikan keselamatan yang telah tersedia untuk dinayatakan
pada zaman akhir. Bergembiralah akan hal itu, sekalipun sekarang
ini kamu seketika harus berdukacita oleh berbagai-bagai
pencobaan. Maksud semuanya itu ialah untuk membuktikan
kemurnian imanmu – yang jauh lebih tinggi nilainya dari pada
emas yang fana, yang diuji kemurniannya dengan api – sehingga
kamu memperoleh puji-pujian dan kemuliaan dan kehormatan
pada hari Yesus Kristus menyatakan diri-Nya. Sekalipun kamu
belum pernah melihat Dia, namun kamu mengasihi-Nya. Kamu
bergembira karena sukacita yang mulia dan yang tidak terkatakan,
karena kamu telah mencapai tujuan imanmu, yaitu keselamatan
jiwamu.” (1 Ptr. 1:3-9)
Pengakuan Dosa
Jika Engkau, ya TUHAN mengingat-ingat kesalahan, siapakah
yang dapat tahan? Tetapi pada-Mu ada pengampunan, supaya
Engkau ditakuti orang. Aku menanti-nantikan TUHAN, jiwaku
menanti-nanti, dan aku mengharapkan firman-Nya. Jiwaku
mengharapkan Tuhan lebih dari pada pengawal mengharapkan
pagi, lebih dari pada pengawal mengharapkan pagi. Allah yang
maha kuasa, penebus kami, kami gagal membawa kabar tentang
pengampunan dan pengharapan dari-Mu oleh karena kelemahan-
kelemahan kami. Perbaharui hidup kami dengan roh kudus-Mu,
sehingga kami dapat mengikuti perintah-Mu dan menyatakan
kasih-Mu, melalui Yesus Kristus, Tuhan kami, yang hidup dan
81
bertahta dengan Allah Bapa, Allah Roh Kudus, satu Allah,
sekarang dan selamanya. Amin. (berdasarkan dari Mzm. 130:3-6)
Perenungan
Pembacaan Alkitab (Markus 12:1-12)
Renungan
Setiap kali kita mencoba memahami penderitaan, kita selalu
berakhir pada sebuah dilema yang sama. Pada satu sisi, mungkin
kita tahu bahwa kesulitan dan kesengsaraan yang kita alami secara
umum tidaklah seburuk dibandingkan dengan apa yang kita lihat di
sekitar kita. Pada sisi yang lain, kita tidak dapat memungkiri
kenyataan bahwa kita sedang disakiti, dihina, dan difitnah. Kita
merasa berbeban berat dengan keadaan dan frustasi dengan
pergumulan melawan dosa. Adalah sebuah kebohongan kalau
mengatakan kita tidak menderita.
Jadi bagaimanakah kita harus memandang berbagai macam
kesulitan dan penderitaan yang sedang kita hadapi? Apa kaitannya
iman kita dan penderitaan?
Beberapa pengajaran mengatakan bahwa Yesus menderita agar kita
manusia tidak perlu menderita, tapi kalau boleh jujur dikatakan
tidak ada seorangpun yang dapat lari dari penderitaan di tengah
dunia yang hancur ini. Penderitaan di sini tidak hanya bicara
mengenai penderitaan fisik, tapi juga berbicara mengenai
kesedihan, relasi yang buruk, jiwa yang tidak tenang, dan
peperangan rohani. Kematian Yesus tidak mengambil penderitaan
kita, tapi memberikan makna dan tujuan akan penderitaan.
Lihatlah nasihat Yakobus kepada mereka yang sedang menderita:
“Anggaplah sebagai suatu kebahagiaan, apabila kamu jatuh ke
dalam berbagai-bagai pencobaan, sebab kamu tahu, bahwa ujian
terhadap imanmu itu menghasilkan ketekunan. Dan biarkanlah
ketekunan itu memperoleh buah yang matang, supaya kamu
82
menjadi sempurna dan utuh dan tak kekurangan suatu apapun.”
(Yak. 1:2-4)
Sebelumnya dikatakan bahwa penderitaan dapat terjadi begitu saja
secara tiba-tiba pada hidup kita. Kita tidak dapat mengendalikan
keadaan sekitar kita, tetapi kita dapat mengendalikan pikiran kita
terhadap suatu keadaan. Seseorang pernah mengatakan bahwa
“Mampu membaca sebuah keadaan dan mengetahui bagaimana
harus bertindak adalah bagian besar dari hikmat dan salah satu
respon iman orang Kristen terhadap penderitaan adalah dengan
bersukacita.”
Kita dapat bersukacita karena dua hal. Pertama, lihatlah
penderitaan sebagai wadah agar iman kita dapat menjadi lebih
dewasa. “Berbagai-bagai pencobaan” menggambarkan tekanan
hidup yang mengancam kesejahteraan hidup kita. Ketika kita sakit,
putus asa, atau sedih, kita cenderung meragukan kedaulatan dan
kebaikan Allah dalam hidup kita. Ujian terhadap fisik, pikiran, dan
emosi kita pada dasarnya adalah “ujian terhadap imanmu”. Dengan
kata lain, kualitas iman kita dibuktikan dalam penderitaan, diuji,
dan dibentuk secara nyata. Ibarat sebuah emas yang sedang dibakar
dalam nyala api untuk membuktikan keasliannya, bukti dari iman
kita juga terlihat dalam “nyala api siksaan” (1 Ptr. 4:12). Kita
mampu menghadapi dan bahkan berbahagia di tengah
kesengsaraan yang ringan maupun berat, karena kita tahu itu semua
membawa kita pada ketekunan, pengharapan, dan kedewasaan
(bdk. Rm. 5:3).
Kedua, penderitaan membawa pengharapan kita kepada sebuah
kesempurnaan, ketika Allah “akan menghapus segala air mata dari
mata [kita], dan maut tidak akan ada lagi, tidak akan ada lagi
perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita” (Why. 21:4). Sama
seperti Yesus telah menanggung salib sebagai ganti sukacita yang
disediakan bagi Dia (Ibr. 12:2), kita pun menantikan hari dimana
orang-orang yang tahan uji akan menerima mahkota kehidupan
(Yak. 1:12).
83
Hikmat, penderitaan, dan kedewasaan semua menyatu dalam
pribadi dan karya Kristus. Ia “telah menjadi hikmat bagi kita” (1
Kor. 1:30), dan Ia disempurnakan dengan penderitaan (Ibr. 2:10).
Jadi, melalui penderitaan Kristus, kita diingatkan bahwa
penderitaan bukanlah halangan, tetapi adalah bagian dari rencana
Allah yang ditujukan untuk membentuk karakter Kristus dalam diri
kita.
Pada akhirnya, Allah tidak meminta kita untuk menjelaskan
penderitaan. Ia meminta kita untuk menanggung itu semua dan
bersukacita atasnya.
Refleksi
1.Pernahkah dan dalam bentuk apakah Anda mempertanyakan
kedaulatan dan kebaikan Allah dalam hidup?
2.Bagaimana pergumulan antara “kenyamanan” vs “karakter
Kristus” terjadi dalam hidup Anda?
3.Apakah Anda bersedia untuk meminta Allah memurnikan
imanmu?
Doa
Oh, Allah yang Mahakuasa, tidak ada hal lain yang dapat
memberikan kenyamanan selain dekat dan ikut serta dalam
pekerjaan-Mu. Kebesaran-Mu malampui segalanya, dan di dalam-
Mu ada semua sukacita. Sukacita kami adalah kehendak-Mu, dan
apapun itu kami akan memandangnya. Apabila Engkau
menyerahkan kepada kami untuk diputuskan, kami akan memilih
untuk menyerahkan semua kehendak kepada-Mu, sebab hikmat-
Mu tak terbatas dan tidak akan pernah salah. Di dalam Kristus.
Amin.
84
Hari ke-19, Rabu 22 Maret 2017
Panggilan Beribadah
“Haleluya! Pujilah nama TUHAN, pujilah, hai hamba-hamba
TUHAN, hai orang-orang yang datang melayani di rumah
TUHAN, di pelataran rumah Allah kita! Pujilah TUHAN, sebab
TUHAN itu baik, bermazmurlah bagi nama-Nya, sebab nama itu
indah! Sebab TUHAN telah memilih Yakub bagi-Nya, Israel
menjadi milik kesayangan-Nya. Sesungguhnya aku tahu, bahwa
TUHAN itu maha besar dan Tuhan kita itu melebihi segala allah.
TUHAN melakukan apa yang dikehendaki-Nya, di langit dan di
bumi, di laut dan di segenap samudera raya; Ya TUHAN, nama-
Mu adalah untuk selama-lamanya; ya TUHAN, Engkau diingat
turun-temurun. Sebab TUHAN akan memberi keadilan kepada
umat-Nya, dan akan sayang kepada hamba-hamba-Nya. Hai kaum
Lewi, pujilah TUHAN! Hai orang-orang yang takut akan TUHAN,
pujilah TUHAN! Terpujilah TUHAN dari Sion, Dia yang diam di
Yerusalem! Haleluya!” (Mzm. 135:1-6. 13-14, 20-21)
Pengakuan Dosa
Tuhan, Engkau datang kepada kami, namun kami tidak mengenali-
Mu; Engkau memanggil, namun kami tidak mengikuti; Engkau
memberi perintah, namun kami tidak menaati; Engkau memberkati
kami, namun kami tidak bersyukur kepada-Mu. Ampuni dan
tolonglah kami. Tuhan, Engkau menerima kami, namun kami
seringkali tidak menerima orang lain; Engkau mengampuni kami,
namun kami tidak mengampuni orang yang bersalah kepada kami;
Engkau mengasihi kami, namun kami tidak mengasihi orang-orang
di sekeliling kami. Ampuni dan tolonglah kami. Tuhan, Engkau
menunjukkan bagaimana cara menjalankan misi-Mu, namun kami
menjalankannya dengan cara kami sendiri; Engkau menolong
mereka yang miskin dan yang membutuhkan pertolongan, namun
kami hanya peduli kepada kepentingan diri kami sendiri. Engkau
menderita dan mati untuk kami semua, namun kami menggunakan
kebebasan itu untuk kenyamanan diri kami sendiri. Di saat kami
85
tidak beriman, Engkau selalu setia! Ampuni dan tolonglah kami,
karena Engkau adalah Tuhan yang setia! Amin.
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 12:13-17)
Renungan
Empat puluh hari masa Lenten memiliki hubungan dengan 40 hari
Yesus berpuasa di padang gurun. Jadi salah satu cara kita dapat
turut merasakan penderitan-Nya adalah dengan melatih
penyangkalan diri. Apapun latihan penyangkalan diri yang sedang
kita kerjakan, kita sedang mengingat kembali apa yang telah Yesus
alami. Tujuannya bukanlah untuk menciptakan penderitaan,
sehingga seolah-olah kita dibenarkan melalui tindakan
penyangkalan diri tersebut. Namun tujuannya adalah agar hati kita
dalam masa Lenten ini dapat dibersihkan dari kehidupan yang
berpusat pada diri, dan memberikan ruang agar kita dapat
mengingat penderitaan Yesus.
Diawali di padang gurun: “Yesus, yang penuh dengan Roh Kudus,
kembali dari sungai Yordan, lalu dibawa oleh Roh Kudus ke
padang gurun. Di situ ia tinggal empat puluh hari lamanya dan
dicobai Iblis. Selama di situ Ia tidak makan apa-apa dan sesudah
waktu itu ia lapar.“ (Luk. 4:1-2). Hal yang unik dari kisah ini
adalah bahwa Yesus pergi ke padang gurun atas pimpinan dari Roh
Kudus. Ia memilih penderitaan ini. Memang benar bahwa seluruh
hidup-Nya adalah sebuah pilihan untuk masuk dalam penderitaan
kita. Sebaliknya kita sebagai manusia, cenderung untuk menjauhi
kesulitan.
Allah tidak meminta kita untuk memilih penderitaan, namun itu
tidak berarti Ia akan menjauhkan penderitaan dari kita. Yesus
berada di padang gurun karena Roh Kudus memimpin-Nya ke
sana. Dan lagi, para rasul percaya bahwa kematian Yesus di tangan
orang berdosa adalah “bagian dari maksud dan rencana-Nya” (Kis.
86
2:23). Firman Tuhan mengatakan bahwa orang Kristen perlu
menanggung penderitaan sebagai sebuah panggilan dan
menjalaninya sebagai bagian dari kesaksian kita:
“Saudara-saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan
nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagai ujian, seolah-
olah ada sesuatu yang luar biasa terjadi atas kamu.” (1 Ptr. 4:12).
“Sebab kepada kami dikaruniakan bukan saja unutk percaya
kepada Kristus, melainkan juga untuk menderita untuk Dia.” (Fil.
1:29).
“Memang setiap orang yang mau hidup beribadah di dalam
Kristus Yesus akan menderita aniaya.” (2 Tim. 3:12)
“Padang gurun” dalam kehidupan kita tidak secara harfiah ada,
namun sangat nyata. Kita dicobai untuk mengandalkan diri sendiri,
lari dari kenyataan hidup, dan untuk mengejar cita-cita tanpa
memikirkan orang lain. Namun Yesus menawarkan jalan lain
kepada kita, sebuah cara sederhana yaitu dengan membiarkan Roh
Kudus untuk menuntun jalan kita. Ia dapat menyatakan apa makna
dari menjalani hidup ini tanpa mencari jalan pintas.
“Lalu berkatalah Iblis kepadaNya, ‘Jika Engkau Anak Allah,
suruhlah batu ini menjadi roti.” (Luk. 4:3). Tentu saja Yesus dapat
melakukan hal ini, namun rasa lapar akan roti tersebut
menunjukkan rasa “lapar” yang mendalam terhadap Allah Bapa,
dan hanya Allah Bapa yang mampu memuaskan-Nya.
“Kemudian ia membawa Yesus ke suatu tempat yang tinggi dan
dalam sekejap mata ia memperlihatkan kepada-Nya semua
kerajaan dunia, dan kata Iblis kepadaNya …. jikalau engkau
menyembah aku, seluruhnya itu akan menjadi milik-Mu.” (Luk.
4:5-7). Pada akhirnya nanti memang segala sesuatu akan menjadi
milik Yesus, namun untuk mendapatinya sekarang berarti
mendapatkan itu semua tanpa penderitaan dan kematian. Seberapa
sering kita “menyembah” hal-hal yang dapat memuaskan keinginan
kita dengan mudah dan cepat tanpa tantangan? Yesus hanya
87
menyembah Allah Bapa, bukan karena ini lebih mudah, namun
karena ini lebih benar dan jauh lebih baik.
“Kemudian ia membawa Yesus ke Yerusalem dan menempatkan
Dia di bubungan Bait Allah, lalu berkata kepada-Nya:’Jika
Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu dari sini ke bawah, sebab
ada tertulis ‘Mengenai Engkau, Ia akan memerintahkan malaikat-
malaikat-Nya untuk melindungi Engkau.’’ (Luk. 4:9-10). Apabila
Yesus melakukan hal ini, mungkin segala pencobaan dan ujian
yang harus Ia alami akan berakhir. Seberapa sering kita mencari
Allah untuk memberikan solusi atas penderitaan kita, bukan karena
kita percaya pada-Nya, namun hanya karena kita ingin keluar dari
penderitaan tersebut? Yesus tetap memilih untuk menaati Allah
Bapa untuk melalui semua penderitaan.
Kita menghidupi “hidup yang penuh dengan Roh Kudus” dengan
berserah dan menaati pimpinan Roh Kudus. Lenten adalah masa
penantian, yang walaupun kita merasakan penderitaan karena
keterhilangan, kita menyadari bahwa kita adalah debu tanah dan
kita menantikan kebangkitan hidup kita.
Refleksi
1.Apakah pergumulan dan penderitaan Anda begitu berat sehingga
menghalangi Anda untuk mengikuti Yesus?
2.Sudahkah Anda merasakan dan menaati Roh Kudus dalam
penderitaan yang Anda alami?
3.Apakah Roh Kudus saat ini sedang memimpin Anda ke arah
yang tidak ingin Anda jalani?
Doa
Ya Roh Kudus, seperti matahari yang bersinar penuh, laut yang
penuh dengan air, Surga yang penuh dengan kemuliaan Allah,
biarlah jiwaku juga dipenuhi oleh Engkau. Sia-sialah semua wahyu
Allah dan penebusan Kristus apabila tidak ada karya-Mu di
dalamnya. Berikan kami mata untuk melihat Yesus. Berikan kami
88
curahan Roh Kudus yang berlimpah, seperti air mancur yang terus
mengalir, seperti kekayaan yang tak ada batasannya. Amin.
89
Hari ke-20, Kamis 23 Maret 2017
Panggilan Beribadah
“Bukan kepada kami, ya TUHAN, bukan kepada kami, tetapi
kepada nama-Mulah beri kemuliaan, oleh karena kasih-Mu, oleh
karena setia-Mu! Mengapa bangsa-bangsa akan berkata: "Di
mana Allah mereka?" Allah kita di sorga; Ia melakukan apa yang
dikehendaki-Nya! Berhala-berhala mereka adalah perak dan emas,
buatan tangan manusia, mempunyai mulut, tetapi tidak dapat
berkata-kata, mempunyai mata, tetapi tidak dapat melihat,
mempunyai telinga, tetapi tidak dapat mendengar, mempunyai
hidung, tetapi tidak dapat mencium, mempunyai tangan, tetapi
tidak dapat meraba-raba, mempunyai kaki, tetapi tidak dapat
berjalan, dan tidak dapat memberi suara dengan
kerongkongannya. Seperti itulah jadinya orang-orang yang
membuatnya, dan semua orang yang percaya kepadanya. Langit
itu langit kepunyaan TUHAN, dan bumi itu telah diberikan-Nya
kepada anak-anak manusia. Bukan orang-orang mati akan
memuji-muji TUHAN, dan bukan semua orang yang turun ke
tempat sunyi, tetapi kita, kita akan memuji TUHAN, sekarang ini
dan sampai selama-lamanya. Haleluya!” (Mzm. 115:1-8, 16-18)
Pengakuan Dosa
Ya Kristus, kami telah menerima setiap anugerah demi anugerah
dari kepenuhan-Mu. Engkaulah pengharapan kekal kami; Engkau
setia dan penuh dengan belas kasihan; Engkau murah hati terhadap
semua orang yang datang kepada-Mu. Tolonglah kami, Allah. Ya
Kristus, sumber air yang hidup dan suci, Engkau telah mengangkat
semua dosa-dosa kami. Di atas salib, Engkau disesah karena
pelanggaran-pelanggaran kami dan dipukul karena kesalahan-
kesalahan kami. Tolonglah kami, Allah. Ya Kristus, yang taat
sampai mati, sumber damai sejahtera, hidup kami, kebangkitan
kami, dan kedamaian kami. Tolonglah kami, Allah. Ya Kristus,
Juruselamat bagi semua orang yang percaya kepada-Mu,
pengharapan bagi semua yang mati bagi-Mu, dan sukacita bagi
orang-orang kudus. Tolonglah kami, Allah. Yesus, Anak domba
90
Allah, berbelas kasihanlah pada kami. Yesus, yang menanggung
dosa kami, berbelas kasihanlah pada kami. Yesus, penebus dunia
ini, berikanlah kedamaian pada kami. Amin.
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 12:18-27)
Renungan
Dalam kitab-kitab Perjanjian Lama ada banyak nubuatan mengenai
Mesias. Beberapa di antaranya menjelaskan penderitaan yang akan
ditanggung-Nya. Dalam Mazmur 22, doa Daud menggambarkan
penderitaan yang akan Yesus alami pada saat kematian-Nya.
Lihatlah betapa akurat mazmur ini menubuatkan kata-kata dan
pengalaman Yesus:
“Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan aku? Aku
berseru, tetapi Engkau tetap jauh dan tidak menolong aku… Tetapi
aku ini ulat dan bukan orang, cela bagi manusia, dihina oleh
orang banyak. Semua yang melihat aku mengolok-olok aku,
mereka mencibirkan bibirnya, menggelengkan kepalanya: “Ia
menyerah kepada Tuhan; biarlah Dia yang meluputkannya,
biarlah Dia yang melepaskannya! Bukankah Dia berkenan
kepadanya?”… Seperti air aku tercurah, dan segala tulangku
terlepas dari sendinya; hatiku menjadi seperti lilin, hancur luluh di
dalam dadaku; kekuatanku kering seperti beling, lidahku melekat
pada langit-langit mulutku; dan dalam debu maut Kauletakkan
aku. Sebab anjing-anjing mengerumuni aku, gerombolan penjahat
mengepung aku, mereka menusuk tangan dan kakiku. Segala
tulangku dapat kuhitung; mereka menonton, mereka memandangi
aku. Mereka membagi-bagi pakaianku di antara mereka, dan
mereka membuang undi atas jubahku.” (Mzm. 22:2, 7-9, 15-19).
Mazmur ini ditulis sekitar 600 tahun sebelum Yesus lahir, bahkan
sebelum hukuman penyaliban dimulai. Jadi ketika Yesus berseru di
atas kayu salib, “Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan
Aku?”, Ia sedang menyatakan diri-Nya sebagai seorang Mesias.
91
Namun lebih dari itu, Ia berseru karena rasa sakit karena
ditinggalkan yang begitu besar. Apa yang Ia rasakan di taman
Getsemani sekarang benar-benar tergenapi.
Penderitaan yang Yesus alami melebihi semua penderitaan orang
lain. Apabila Anda menanggung murka Allah terhadap dosa
dengan cara sama, itu bahkan tetap tidak sedikit pun mendekati
penderitaan yang Yesus alami. Ia tidak pernah berdosa, tidak
pernah terpisah dari Allah, namun Ia harus menanggung seluruh
dosa manusia di atas kayu salib. Tidak ada orang yang pernah
menderita seperti Yesus.
Di sini pun kita juga dapat melihat bahwa tidak ada yang dapat
menandingi ketaatan Yesus. Ia tetap memandang kepada Allah
Bapa bahkan ketika Ia sedang menjalani hukuman. Ia tetap setia
walaupun sedang ditinggalkan. Tidak ada orang yang pernah
percaya dan taat seperti Yesus.
Yesus digambarkan sebagai ulat dan bukan sebagai manusia. Ini
adalah metafora yang menarik dalam konteks penganiayaan.
Ketika kita sedang difitnah, diolok-olok dan dihina, kita cenderung
untuk membela diri. Manusia cenderung menjadi marah, dendam,
khawatir, dan agresif. Kita tidak seperti ulat. Kita lebih seperti
seekor ular yang sedang bersiap-siap menyerang balik. Namun
Yesus adalah seekor ulat dan bukan seorang manusia. Ia rela
membiarkan diri-Nya diinjak-injak oleh manusia. Ia tidak
menyerang balik atau membela diri-Nya. Ia dengan rela dan rendah
hati berjalan menuju salib.
Mengapa Ia melakukan ini? Karena pikiran-Nya tertuju pada hal
lain.
Mereka yang memiliki pikiran tertuju pada hal-hal duniawi adalah
seperti kata Paulus “seteru salib Kristus” (Fil. 3:18). Frasa ini
menggambarkan bahwa mereka yang menolak penderitaan dan
mengutamakan kenyamanan, kesuksesan, kesenangan diri sendiri
92
adalah mereka yang bertentangan dengan salib Kristus, simbol dari
penderitaan itu sendiri. Menghindar dari penderitaan kita sendiri
berarti menghindari penderitaan-Nya. Menerima penderitaan-Nya
berarti menerima penderitaan kita sendiri. Kerinduan mendalam
dari Paulus adalah “mengenal Dia dan kuasa kebangkitanNya dan
persekutuan dalam penderitaan-Nya” (Fil. 3:10).
Agar hal ini dapat menjadi kerinduan mendalam kita, budi kita
harus diperbaharui terlebih dahulu (Rm. 12:2). Jadi renungkanlah
hidup Kristus. Biarkan pengorbanan besar Kristus meresap dalam
diri kita. Biarkan rasa sakit penderitaan-Nya “dirasakan” juga oleh
kita. Biarkan kemenangan-Nya atas maut menjadi dasar
pengharapan dalam jiwa kita. Pada akhirnya, “Marilah kita
melakukannya dengan mata yang tertuju kepada Yesus, yang
memimpin kita dalam iman, dan yang membawa iman kita itu
kepada kesempurnaan, yang dengan mengabaikan kehinaan tekun
memikul salib ganti sukacita yang disediakan bagi Dia, yang
sekarang duduk di sebelah kanan takhta Allah. Ingatlah selalu
akan Dia, yang tekun menanggung bantahan yang sehebat itu
terhadap diri-Nya dari pihak orang-orang berdosa, supaya jangan
kamu menjadi lemah dan putus asa.“ (Ibr. 12:2-3).
Refleksi
1.Pernahkan Anda merasa ditinggalkan oleh Allah? Pernahkah
Anda merasa dihina oleh orang lain?
2.Di saat-saat seperti itu, apa yang Anda coba lakukan untuk
mendapatkan ketenangan?
Doa
Ya Tuhan, kuatkanlah kami dalam menghadapi segala pencobaan.
Tanpa henti niat-niat dosa selalu timbul dalam hati dan kami
keluarkan dalam tindakan dan perkataan. Namun kami percaya
bahwa kami telah ditebus oleh Kristus, dan kami tidak memiliki
kekuatan kecuali di dalam-Nya. Engkau sendiri yang menopang
kami untuk mengalahkan kejahatan-kejahatan kami, dan kami akan
jatuh apabila tidak ada kasih karunia-Mu yang menjaga. Jagalah
93
kami agar peka terhadap kelemahan, jagalah kami agar terus
bergantung pada kuasa-Mu. Biarlah setiap ujian yang kami lalui
mengajar kami lebih lagi untuk mengenal kasih-Mu. Kiranya Roh
Kudus-Mu dicurahkan untuk menambah kasih karunia-Mu, dan
kami tidak mampu mengunakan dan mengembangkannya kecuali
Roh Kudus terus bekerja dalam diri kami. Biarlah Roh Kudus terus
menopang iman kami untuk percaya kepada pertolongan yang telah
dijanjikan, dan biarkan kami berjalan dengan rendah hati dan terus
bergantung pada Yesus.
94
Hari ke-21, Jumat 24 Maret 2017
Panggilan Beribadah
“Haleluya! Aku mau bersyukur kepada TUHAN dengan segenap
hati, dalam lingkungan orang-orang benar dan dalam jemaah.
Besar perbuatan-perbuatan TUHAN, layak diselidiki oleh semua
orang yang menyukainya. Agung dan bersemarak pekerjaan-Nya,
dan keadilan-Nya tetap untuk selamanya. Perbuatan-perbuatan-
Nya yang ajaib dijadikan-Nya peringatan; TUHAN itu pengasih
dan penyayang. Diberikan-Nya rezeki kepada orang-orang yang
takut akan Dia. Ia ingat untuk selama-lamanya akan perjanjian-
Nya. Kekuatan perbuatan-Nya diberitakan-Nya kepada umat-Nya,
dengan memberikan kepada mereka milik pusaka bangsa-bangsa.
Perbuatan tangan-Nya ialah kebenaran dan keadilan, segala titah-
Nya teguh, kokoh untuk seterusnya dan selamanya, dilakukan
dalam kebenaran dan kejujuran. Dikirim-Nya kebebasan kepada
umat-Nya, diperintahkan-Nya supaya perjanjian-Nya itu untuk
selama-lamanya; nama-Nya kudus dan dahsyat. Permulaan hikmat
adalah takut akan TUHAN, semua orang yang melakukannya
berakal budi yang baik. Puji-pujian kepada-Nya tetap untuk
selamanya.” (Mzm. 111)
Pengakuan Dosa
Allah yang penuh belas kasihan, Allah yang merelakan anak-Nya
sendiri yaitu Yesus Kristus agar kami dapat merasakan kasih-Nya
yang begitu besar, kami mengakui bahwa selama ini kami tidak
taat pada-Mu. Kami tidak menaati perintah-Mu; telinga kami
ditulikan dari panggilan-Mu; hati kami didinginkan dari kasih-Mu.
Dalam pikiran, dalam perkataan, dan dalam perbuatan kami
melukai orang lain dan menrendahkan nama-Mu. Dengan belas
kasih-Mu, terimalah kami kembali sebagai anak-anak-Mu yang
terkasih, bukan karena kami berharga atau layak namun oleh
karena Dia, Yesus Kristus yang begitu mengasihi kami dan telah
memberi diri-Nya sendiri untuk kami. Amin.
95
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 12:28-34)
Renungan
Dalam suratnya kepada mereka yang telah tersebar oleh karena
penganiayaan, Petrus menasihatkan orang-orang percaya untuk
meneladani Kristus agar mereka dapat menanggung penderitaan
tersebut: “Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristus pun
telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan
bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya. Ia tidak berbuat dosa,
dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya. Ketika Ia dicaci maki, Ia
tidak membalas dengan mencaci maki, ketika Ia menderita, Ia
tidak mengancam, tetapi ia menyerahkannya kepada Dia, yang
menghakimi dengan adil. Ia sendiri telah memikul dosa kita di
dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita, yang telah mati
terhadap dosa, hidup dalam kebenaran. Oleh bilur-bilur-Nya kamu
telah sembuh.” (1 Ptr. 2:21-24).
Perikop ini menenun dua tema menjadi satu: teladan dari
penderitaan Kristus dan tujuan penyelamatan di balik penderitaan
Kristus. Karena Yesus telah menderita untuk kita dan
meninggalkan teladan bagi kita, maka menjadi milik-Nya berarti
kita “mengikuti jejak-Nya”.
Penjelasan Petrus mengenai teladan Yesus dengan jelas
menggambarkan diri Yesus seperti hamba Allah yang menderita
dalam Yesaya 53, di mana Mesias digambarkan tidak hanya
sebagai seorang yang menanggung dosa kita di atas kayu salib, tapi
juga yang membawa beban dosa ke atas kayu salib. Sama seperti
hamba yang menderita yang menanggung penyakit kita dan
memikul kesengsaraan kita (Yes. 53:4), Petrus tahu Yesus lah yang
menderita sakit oleh karena dosa dan mengalami sengsara. Sama
seperti hamba yang menderita dianiaya, dan membiarkan diri
ditindas dan tidak membuka mulutnya (Yes. 53:7), Petrus
mengingat bahwa ketika Yesus dicaci maki, Ia tidak membalas
96
dengan mencaci maki; ketika Yesus menderita, Ia tidak
mengancam.
Teladan Kristus adalah agar kita dapat menanggung segala tuduhan
dan hinaan tanpa membalas dengan hal yang sama. Ia memutuskan
untuk menyerahkan diri-Nya kepada Allah Bapa, yang
“menghakimi semua orang menurut perbuatannya” (1 Ptr. 1:17).
Oleh karena itu nasihat Petrus adalah agar “mereka yang harus
menderita karena kehendak Allah, menyerahkan jiwanya dengan
selalu berbuat baik, kepada Pencipta yang setia.” (1 Ptr. 4:19).
Petrus tidak hanya melihat Yesus sebagai pribadi yang melakukan
tindakan yang sama seperti hamba yang menderita, namun yang
lebih penting dari itu adalah Petrus melihat Yesus sebagai pribadi
yang diutus Allah untuk menggenapkan tujuan hidup dari hamba
yang menderita. Dengan kata lain, dalam nyanyian Yesaya ini,
sang hamba diidentifikasikan seperti anak Allah dan dipisahkan
dari manusia, namun Ia menderita untuk mereka, membela mereka,
dan menanggung hukuman mereka.
Apapun bentuk penderitaan, penganiayaan yang kita alami, mari
ikutilah langkah Yesus: “Ia sendiri telah memikul dosa kita di
dalam tubuh-Nya di kayu salib, supaya kita yang telah mati
terhadap dosa, hidup untuk kebenaran.” Ayat ini menggaris-
bawahi hubungan yang penting antara teladan yang diberikan
Yesus dan cara agar kita dapat mengikuti teladan-Nya.
Bagi Petrus, penderitaan Yesus bukanlah sebuah teladan semata.
Tetapi jika teladan penderitaan Yesus dipisahkan dari tujuan
penderitaan-Nya, teladan tersebut menjadi tidak berarti. Inilah
alasan Petrus menggaris-bawahi nasihatnya atas dasar karya
Kristus, yaitu kita dapat menanggung penderitaan karena Yesus
telah menderita untuk kita. Kita memiliki pengharapan karena kita
telah dipulihkan.
97
Secara manusiawi, fakta bahwa Yesus yang tak berdosa namun
disalibkan adalah bentuk ketidakadilan. Petrus mengingat pada hari
di mana Yesus yang tak bersalah dijatuhi hukuman mati oleh
Pilatus, namun Barabas lah sang pemberontak yang dibebaskan.
Demikian juga hukuman dari orang-orang berdosa dibebaskan oleh
karena “pertukaran tak adil” yang ditanggung oleh Yesus bagi
mereka. Inilah pembenaran dari Allah: “Ia (Yesus) yang benar
untuk orang-orang yang tidak benar” (1 Ptr. 3:18).
Refleksi
1.Dapatkah Anda melihat dan merasakan penderitaan yang
ditanggung oleh Yesus sendiri?
2.Apakah Anda tertantang untuk meneladani kehidupan dan
kesetiaan-Nya dalam menanggung penderitaan yang oleh karena
dosa-dosa Anda sendiri?
Doa
Terpujilah Engkau Yesus, karena keagungan karya-Mu yang tidak
pernah terpikirkan oleh kami. Karena kasih dan kesetiaan-Mu,
Engkau memberikan teladan agung dalam menanggung
penderitaan. Karena kebesaran dan kuasa-Mu, Engkau memberi
makna tak ternilai dari penderitaan yang Engkau jalani. Itu semua
membawa kami yang percaya kepada-Mu dapat datang kepada
Allah. Mampukan kami untuk meneladani kasih, kesabaran,
kekuatan dan bahkan seluruh kehidupan-Mu. Di dalam Kristus.
Amin.
98
Hari ke-22, Sabtu 25 Maret 2017
Panggilan Beribadah “TUHAN adalah Raja! Biarlah bumi bersorak-sorak, biarlah
banyak pulau bersukacita! Awan dan kekelaman ada sekeliling
Dia, keadilan dan hukum adalah tumpuan takhta-Nya. Api
menjalar di hadapan-Nya, dan menghanguskan para lawan-Nya
sekeliling. Kilat-kilat-Nya menerangi dunia, bumi melihatnya dan
gemetar. Gunung-gunung luluh seperti lilin di hadapan TUHAN, di
hadapan Tuhan seluruh bumi. Hai orang-orang yang mengasihi
TUHAN, bencilah kejahatan! Dia, yang memelihara nyawa orang-
orang yang dikasihi-Nya, akan melepaskan mereka dari tangan
orang-orang fasik. Terang sudah terbit bagi orang benar, dan
sukacita bagi orang-orang yang tulus hati. Bersukacitalah karena
TUHAN, hai orang-orang benar, dan nyanyikanlah syukur bagi
nama-Nya yang kudus.” (Mzm. 97:1-5, 10-12)
Pengakuan Dosa Tuhan, kami seringkali menyangkal Engkau dengan menarik diri
untuk mengenal-Mu. Kami mengkhianati Engkau dengan
menjauhi-Mu. Kami menghina Engkau dengan berpura-pura bahwa
kami bukanlah milik-Mu. Tuhan, kami tersesat; kiranya
pengampunan-Mu menemukan kami. Sambutlah kami ke dalam
tangan-Mu yang kuat dan Mahapengampun, biarlah kami merasa
didamaikan kembali. Amin.
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 12:35-40)
Renungan
Pada masa Lenten, kita berpikir lebih dalam mengenai penderitaan
yang Yesus alami, tetapi kita tahu hasil akhirnya, yaitu kubur yang
kosong. Bagi kita ini adalah hal yang perlu direfleksikan, tapi bagi
murid-murid Yesus pada waktu itu, ini adalah bagian dari ujian
99
iman mereka. Kita sekarang telah melihat apa yang terjadi setelah
itu, yaitu Yesus bangkit dan terangkat ke surga. Kalau tidak
demikian, kemungkinan besar kita juga akan berada dalam
kebimbangan dan kebingungan. Intinya, melihat ke belakang itu
adalah sebuah hal yang mudah.
Yesus tahu apa yang akan terjadi pada diri-Nya. Lukas berkata,
“ketika hampir genap waktunya Yesus diangkat ke sorga, Ia
mengarahkan pandangan-Nya untuk pergi ke Yerusalem” (Luk.
9:51). Walaupun mengetahui apa yang akan terjadi, Yesus tetap
berjalan dalam jalan tersebut. Ketika kita dengan serius
merefleksikan penderitaan Yesus, kita juga harus melihat fakta
bahwa Yesus selalu melihat ke depan, tidak pernah menoleh ke
belakang.
Kita sering melihat ke belakang, merindukan kenyamanan di masa
lampau dan membayangkan segala kemungkinan yang dapat
terjadi. Walaupun kita sekarang sudah hidup dengan Yesus, namun
terkadang penderitaan menguji keputusan-keputusan kita dan
membuat kita melihat kembali bagaimana hidup kita dulu.
Keinginan kita untuk dipulihkan dan dibebaskan dari beban hidup
membuat hati kita kembali tertuju pada masa lampau. Namun
tidak demikian dengan Yesus, Ia tetap memandang ke depan untuk
apa yang telah disediakan bagi-Nya.
Bangsa Israel mengalami hal serupa selama mereka menghabiskan
40 tahun mengembara di padang gurun. Mereka berdebat dengan
Musa, mereka ingin kembali ke kehidupan di Mesir dulu, dan
meragukan kebaikan Allah. Mereka bersungut-sungut atas
penyertaan Allah, bukan karena Allah tidak menyediakan, namun
karena mereka tidak pernah puas dengan apa yang Allah sediakan.
Paradoks dari penderitaan adalah bahwa penderitaan merupakan
suatu hadiah, di mana terkadang ketika menerima hadiah tersebut
kita harus memberikan sesuatu juga. Allah mengijinkan
penderitaan terjadi dalam hidup kita agar kita dapat memberikan
100
diri kita kepada-Nya, karena dalam penderitaan yang kita alami,
kita baru bisa menyadari kehadiran dan kuasa-Nya. Penderitaan
membuat kita sadar bahwa kita tidak bisa berjalan sendiri, dan
bahwa kita adalah anak-anak Allah, dipilih oleh-Nya dan memiliki
perjanjian dengan-Nya – sebuah janji yang telah dibayar oleh darah
Kristus.
Bangsa Israel di padang gurun dan Kristus di atas kayu salib adalah
bukti bahwa Allah tidak pernah meninggalkan umat-Nya dan
keduanya merupakan bagian dari perjanjian lama dan baru. Lebih
dari itu, kedua perjanjian tersebut mengingatkan kita bahwa
penderitaan adalah hadiah dari Allah di mana janji-janji-Nya
sangat nyata tertanam dalam kehidupan kita sehari-hari. Namun
tentu saja kita harus tetap memandang kepada Allah untuk
menerima seperti itu.
Pada akhirnya, penderitaan adalah pembelajaran untuk menerima
apapun yang Allah berikan sebagai wujud kebaikan-Nya pada kita
hari ini. Bagi Yesus, perjalanan ke Yerusalem adalah sebuah
hadiah. Getsemani dan Golgota juga adalah hadiah. Itu semua
bukanlah hadiah yang mudah untuk diterima, oleh sebab itu Ia
berkata, “Janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang
Engkau kehendaki” (Mrk. 14:36). Dan inilah mengapa Ia mengajar
kita untuk berdoa, “Datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-
Mu” (Mat. 6:10), karena jika kita tidak sedang menanti-nantikan
datangnya Kerajaan Allah, itu berarti kita sedang menoleh ke
belakang melihat kembali “kerajaan” kita.
Refleksi
1.Apa yang Anda rindukan dari masa lampau?
2.Bagaimana Anda dapat melihat kebaikan Allah dalam kesulitan
yang dihadapi saat ini?
3.Apa yang Anda perlukan dari Allah agar dapat bergerak maju
menuju ketaatan?
101
Doa
Ya Tuhan, penuhi kami dengan Roh Kudus-Mu sehingga kami
dapat terus merasakan kehadiran-Mu. Biarlah penghiburan-Mu
yang terus menyemangati kami di tengah setiap kesedihan, biarlah
kekuatan-Mu yang terus menopang kami di setiap pencobaan,
biarlah berkat-Mu yang terus membangkitkan kami di setiap
kelelahan, biarlah kehadiran-Mu yang mengubah kami menjadi
seperti pohon yang berbuah dalam kekudusan, biarlah kuasa-Mu
yang membangunkan kami dalam damai dan sukacita, biarlah
dorongan-Mu yang membuat kami terus berdoa, dan biarlah karya-
Mu yang terus mengobarkan semangat kami. Biarlah Roh Kudus
terus menunjukkan lebih banyak lagi kesalahan dan
ketidakberdayaan kami, sehingga kami mencari Engkau, bersandar
pada-Mu, bergantung pada-Mu, sumber keselamatan kami. Amin.
102
Minggu ke-4 Lenten, 26 Maret 2017
Kami adalah milik Allah dalam hidup dan mati. Oleh karena kasih
karunia Tuhan kita Yesus Kristus, kasih Allah Bapa, dan
persekutuan dengan Roh Kudus, kami percaya pada Allah Tri-
Tunggal, Yang Mahakudus Allah Israel, yang kami sembah dan
layani. Kami percaya pada Yesus Kristus, sepenuhnya manusia,
sepenuhnya Allah. Yesus menyerukan kuasa Allah: menyampaikan
berita Injil kepada orang-orang miskin dan memberitakan
pembebasan kepada orang-orang tertawan, mengampuni orang-
orang berdosa, dan memanggil semuanya untuk berbalik dan
percaya pada injil. Secara tidak adil dihukum karena hujat manusia
dan fitnah, Yesus disalibkan, menderita rasa sakit yang mendalam
dan memberikan hidupNya untuk dosa-dosa dunia. Allah
membangkitkan Yesus dari kematian, membenarkan
kehidupanNya yang tak berdosa, mematahkan kuasa dosa dan iblis,
membawa kita dari kematian kepada kehidupan yang kekal.
Bersama dengan orang-orang percaya di segala waktu dan tempat,
kita bersukacita karena tidak ada apapun di dunia yang sanggup
memisahkan kita dari kasih Allah melalui Yesus Kristus, Tuhan
kita. Segala kemuliaan bagi Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah
Roh Kudus. Amin. (diambil dari Pengakuan Iman Rasuli)
105
Hari ke-23, Senin 27 Maret 2017
Panggilan Beribadah
“Tetapi hal-hal inilah yang kuperhatikan, oleh sebab itu aku akan
berharap: Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-
habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu!
"TUHAN adalah bagianku," kata jiwaku, oleh sebab itu aku
berharap kepada-Nya. TUHAN adalah baik bagi orang yang
berharap kepada-Nya, bagi jiwa yang mencari Dia. Adalah baik
menanti dengan diam pertolongan TUHAN.” (Rat. 3:21-26)
Pengakuan Dosa
Allah Yang Mahakuasa! Engkau yang menjadikan dunia beserta
isinya, dan ciptaan-Mu adalah baik. Tetapi pendahulu kami telah
jatuh ke dalam dosa dan kami mewarisi dosa tersebut. Kami
mengakui bahwa kami telah meninggalkan Engkau, kami
menyembah segala berhala yang kami ciptakan sendiri, kami
mencari sukacita kami yang semu. Ampuni dosa kami ya Tuhan,
baharuilah kami dengan anugerah-Mu agar kami dapat membawa
juga penebusan ke dalam dunia, hanya dalam nama-Mu Tuhan dan
Juruselamat kami Yesus Kristus. Amin.
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 12:41-44)
Renungan
Lenten juga merupakan masa ratapan. Dalam masa Lenten ini, kita
lebih disadarkan lagi akan kelemahan dan kejatuhan dunia kita,
khususnya dalam tubuh dan jiwa kita. Pada masa Lenten ini, kita
merasakan dan merefleksikan bahwa ada sesuatu yang salah. Ada
hal yang lebih besar dari sekedar dosa itu sendiri. Yaitu akibat dari
dosa. Kebimbangan, kemarahan, tanpa harapan, kepedihan hingga
kematian adalah luka-luka yang mendalam akibat dosa.
106
Apa yang dapat kita lakukan terhadap emosi-emosi tersebut?
Dapatkan kita dapat membawa semua luka tersebut di hadapan
Allah? Para tokoh Alkitab seperti Ayub, Daud, Yeremia, dan
bahkan Tuhan Yesus sendiri telah membuktikan bahwa seluruh
emosi tersebut dapat diubah menjadi doa yang penuh iman.
Pertama, ada kabar baik: “TUHAN itu dekat kepada orang-orang
yang patah hati, dan Ia menyelamatkan orang-orang yang remuk
jiwanya.” (Mzm. 34:19). Tuhan tidak hanya mendengar dan
mengerti luka yang kita alami, Ia dekat dengan orang-orang yang
terluka. Terkadang kita berpikir bahwa menjadi seorang Kristen
berarti hidup penuh bahagia dan tanpa luka. Namun justru Allah
rindu untuk mengambil bagian dalam luka kita: “Demikian juga
Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu,
bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa
untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak
terucapkan.” (Rm. 8:26).
Kedua, Alkitab mengajarkan kepada kita bagaimana untuk
meratap, berdukacita dan berdoa kepada Allah agar Ia datang
mendekat kepada kita yang terluka:
Nabi Yeremia meratapi keadaan buruk yang dialami bangsa
Israel oleh karena dosa yang mereka lakukan: “Berkeluh kesah
seluruh penduduknya, sedang mereka mencari roti; harta benda
mereka berikan ganti makanan, untuk menyambung hidupnya.
"Lihatlah, ya TUHAN, pandanglah, betapa hina aku ini! ... Karena
inilah aku menangis, mataku mencucurkan air; karena jauh dari
padaku penghibur yang dapat menyegarkan jiwaku; bingunglah
anak-anakku, karena terlampau kuat si seteru.” (Rat. 1:11, 16).
Daud juga meratapi keadaan sulit: “Dengan nyaring aku berseru-
seru kepada TUHAN, dengan nyaring aku memohon kepada
TUHAN. Aku mencurahkan keluhanku ke hadapan-Nya,
kesesakanku kuberitahukan ke hadapan-Nya.” (Mzm. 142:1-2).
107
Yesus pun meratapi Yerusalem: “Yerusalem, Yerusalem, engkau
yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-
orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu
mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam
mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu
tidak mau.” (Mat. 23:37).
Ratapan bukan sekadar melepaskan kesesakan di dada. Ratapan
adalah menyerahkan kekuatiran kita kepada Allah dan
mempercayai-Nya dalam kekuatiran kita. Hanya mengeluh saja
menunjukkan kurangnya keintiman dengan Tuhan. Karena ratapan
merupakan sebuah bentuk doa, ratapan mengubah tangisan dan
keluhan menjadi penyembahan. Seorang penafisr Alkitab pernah
mengatakan bahwa hal mendasar dari ratapan yang berkenan
kepada Allah adalah “adanya relasi yang begitu intim dan
mendalam antara orang yang meratap dengan Allah sehingga orang
yang meratap dapat mengajukan protes dalam bentuk perintah dan
menunjuk kepada Allah dengan kata “Engkau” untuk
mengingatkan akan janji-janji-Nya.” Setiap orang dapat dan pasti
mengeluh dalam hidupnya. Tetapi orang-orang Kristen dapat
meratap kepada Allah. Kita dapat berbicara kepada Allah tentang
keadaan kita dan meminta Dia merubah keadaan karena kita
memiliki relasi yang intin dan mendalam dengan-Nya. Meratap
berarti kita sedang sepenuhnya jujur di hadapan Allah, yang
kepada-Nya iman kita berkata bahwa kita dapat mempercayai-Nya.
Ratapan yang berkenan kepada Allah mengajarkan bahwa
penderitaan itu hal adalah yang nyata dan penting bagi kerohanian
kita, namun bukan tanpa harapan. Melalui belas kasih-Nya, Allah
telah memberikan kepada kita sebuah “bahasa” di mana Ia akan
menyendengkan telinga-Nya dan memberikan hati-Nya bagi kita.
Refleksi
1.Apakah Anda menyadari keberadaan diri Anda yang berdosa dan
penuh dengan kelamahan? Apa yang Anda lakukan dalam hal ini?
108
2.Apakah Anda pernah jujur di hadapan Allah dan membawa
segala keluh kesah kepada-Nya? Kalau belum, apa yang
menghalangi Anda melakukan ini?
Doa
“Ya, Engkau yang mengeluarkan aku dari kandungan; Engkau
yang membuat aku aman pada dada ibuku. Kepada-Mu aku
diserahkan sejak aku lahir, sejak dalam kandungan ibuku
Engkaulah Allahku. Janganlah jauh dari padaku, sebab kesusahan
telah dekat, dan tidak ada yang menolong.” (Mzm. 22:9-11).
109
Hari ke-24, Selasa 28 Maret 2017
Panggilan Beribadah
“Marilah, dengarlah, hai kamu sekalian yang takut akan Allah,
aku hendak menceritakan apa yang dilakukan-Nya terhadap
diriku. Kepada-Nya aku telah berseru dengan mulutku, kini dengan
lidahku aku menyanyikan pujian. Seandainya ada niat jahat dalam
hatiku, tentulah Tuhan tidak mau mendengar. Sesungguhnya, Allah
telah mendengar, Ia telah memperhatikan doa yang kuucapkan.
Terpujilah Allah, yang tidak menolak doaku dan tidak menjauhkan
kasih setia-Nya dari padaku.” (Mzm. 66:16-20)
Pengakuan Dosa
Tuhan, kami akui bahwa kami tidak berjaga-jaga dalam
menantikan kedatangan-Mu. Kami membuat diri kami sibuk
dengan kepentingan-kepentungan kami sendiri. Kami tidak
mencari kehendak-Mu bagi kami. Kami tidak peduli dengan orang-
orang sekitar kami. Kami tidak mengenali kasih yang diberikan
kepada kami. Ampuni ketidakpedulian kami. Tolong kami untuk
mengetahui kehendak-Mu. Tolong kami untuk peduli dengan
kebutuhan orang-orang di sekitar kami. Tolong kami untuk
berjaga-jaga. Amin.
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 13:1-8)
Renungan
Cara terbaik untuk belajar “bahasa” ratapan adalah mempelajari
doa ratapan dari dari tokoh-tokoh Alkitab. Doa-doa ini merupakan
pintu jendela bagi jiwa manusia, kondisi hati dari ciptaan Allah dan
juga merupakan isi hati dari Allah sendiri. Mari kita melihat
Mazmur 13, ratapan raja Daud:
Daud berada dalam keterpurukan yang begitu dalam. Ia sudah lelah
mencoba, bahkan sudah putus asa. Di tengah kelelahan jasmani dan
110
rohaninya, ia berseru kepada Tuhan: “Berapa lama lagi, TUHAN,
Kaulupakan aku terus-menerus? Berapa lama lagi
Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku? Berapa lama lagi aku
harus menaruh kekuatiran dalam diriku, dan bersedih hati
sepanjang hari? Berapa lama lagi musuhku meninggikan diri
atasku?” (ay. 1-2).
Seberapa sering kita ingin bertanya kepada Tuhan: “Berapa lama!
Berapa lama lagi harus aku tanggung beban ini, sampai kapan
masalah ini terus menerus terjadi, berapa lama lagi sampai aku
bertemu dengan pasangan hidupku, berapa lama lagi aku harus
terus menerus tidak dianggap, berapa lama lagi kami harus
tertindas dan tidak dapat berbuat apa-apa?” Kita sudah sering
bertanya-tanya hal-hal tersebut dengan air mata dan tangan yang
terkepal, tapi sudahkah pertanyaan-pertanyaan tersebut kita tujukan
secara langsung kepada Tuhan?
Meskipun Daud berpikir Tuhan sudah meninggalkannya, namun
Daud tetap berseru kepada Tuhan: “Pandanglah kiranya, jawablah
aku, ya TUHAN, Allahku! Buatlah mataku bercahaya, supaya
jangan aku tertidur dan mati.” (ay. 3). Daud bukan hanya sekadar
meluapkan kesesakannya. Daud menginginkan jawaban. Daud
ingin agar ia dapat melihat terang di ujung “terowongan”
pergumulan yang sedang ia alami. Ia ingin mencari kehadiran dan
keadilan Allah. Hal-hal yang lain hanya terasa seperti kematian
bagi Daud.
Jika Allah terasa begitu jauh sementara Daud berjuang begitu lama
dengan kekuatannya sendiri, harapan apa yang dimiliki Daud untuk
dapat melewati jurang yang memisahkan ia dengan Allah? Harapan
apa yang dimiliki Daud dari keadaan dan kesedihan yang ia alami
untuk dapat merasakan kehadiran Allah? Apa yang membuat Daud
percaya bahwa Allah akan menjawab seruannya? Daud bukan
hanya bersandar kepada pengalaman yang ia miliki sebelumnya
dengan Allah, namun juga kepada karakteristik kekekalan Allah:
111
“Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku bersorak-
sorak karena penyelamatan-Mu.” (ay. 6a).
Bahasa Ibrani dari kata “kasih setia” adalah hesed, sebuah kata
yang kaya dan kompleks tetapi memiliki makna mendalam dan
melebihi dari sekadar kata “cinta” yang sering kita ucapkan.
Kata “cinta” yang sering kita gunakan memiliki penggunaan yang
beragam dan arti yang sangat luas. Saya mencintai istri saya dan
saya juga mencintai makanan nasi goreng. Tentu ada perbedaan di
antara dua kalimat tersebut, namun Anda harus menyimpulkannya
berdasarkan konteks kalimat. Cinta bagi pasangan suami istri jauh
berbeda dengan cinta terhadap makanan. Meskipun jika kita sedang
tidak memiliki perasaan yang terlalu hangat dengan pasangan kita,
kita tetap memiliki satu komitmen dalam pernikahan, di mana
komitmen tersebut tidak bisa disamakan dengan komitmen-
komitmen lainnya. Dan kesetiaan kita dengan pasangan berawal
dari komitmen tersebut.
Jika kita hilangkan konteks dari kata “cinta” dari dua kalimat di
atas (cinta dalam pernikahan dan cinta terhadap makanan), maka
akan begitu gampang mengecilkan makna cinta menjadi sesuatu
yang sentimentil dan kurang bermakna. Dan banyak orang
menganggap seperti itulah kasih Allah. Banyak orang mengatakan
bahwa Allah adalah Allah yang penuh kasih. Namun pemahaman
mereka akan kasih Allah telah kehilangan esensi penting karena
telah dipisahkan dari konteks sejarah penebusan, yang di mana
segala tindakan Allah kepada umat-Nya merupakan penggenapan
perjanjian Allah kepada mereka. Kasih setia (hesed) Allah adalah
perpaduan dari kemahakuasaan, komitmen yang kuat dan
kelemahlembutan Allah. Allah adalah prajurit yang perkasa,
“suami” yang setia, dan Bapa yang bijak. Inilah cinta kasih Allah
yang selalu Daud ingat dan percaya dalam setiap masa sulitnya.
Inilah sebabnya mengapa Daud mampu berseru “Berapa lama lagi,
TUHAN?” dan mengakhirinya dengan “hatiku bersorak-sorak” (ay.
6a).
112
Tujuan akhir dari setiap doa adalah penyembahan. Semoga kasih
Allah senantiasa memenuhi diri kita dan mengubah segala keluhan
dan kesusahan kita menjadi doa penuh iman dan nyanyian pujian.
Refleksi
1.Adakah beban hidup Anda yang menjadi pertanyaan “berapa
lama lagi?” ?
2.Apakah Anda pernah merasakan pengalaman kasih Allah? Apa
yang dapat membuat Anda bertumbuh dalam pemahaman Anda
tentang cinta kasih Allah untuk dapat berserah kepada-Nya?
Doa
Kami akan memasyhurkan nama-Mu kepada saudara-saudara kami
dan memuji-muji Engkau di tengah-tengah jemaah: Sebab Engkau
tidak memandang hina ataupun merasa jijik kesengsaraan orang
yang tertindas, dan Engkau tidak menyembunyikan wajah-Mu
kepada orang itu, dan Engkau mendengar ketika orang itu berteriak
minta tolong kepada-Mu. Karena Engkau, kami memuji-muji
dalam jemaah yang besar; nazar kami akan kami bayar di depan
mereka yang takut akan Engkau. Orang yang rendah hati akan
makan dan kenyang, orang yang mencari TUHAN akan memuji-
muji Engkau; biarlah hati kami hidup untuk selamanya! Segala
ujung bumi akan mengingatnya dan berbalik kepada Engkau; dan
segala kaum dari bangsa-bangsa akan sujud menyembah di
hadapan-Mu. Sebab Engkaulah yang empunya kerajaan, Engkaulah
yang memerintah atas bangsa-bangsa. Ya, kepada-Mu akan sujud
menyembah semua orang sombong di bumi, di hadapan-Mu akan
berlutut semua orang yang turun ke dalam debu, dan orang yang
tidak dapat menyambung hidup. Anak-anak cucu kami akan
beribadah kepada-Mu, dan akan menceritakan tentang Engkau
kepada angkatan yang akan datang. Mereka akan memberitakan
keadilan-Mu kepada bangsa yang akan lahir nanti, sebab Engkau
telah melakukannya. (diadaptasi dari Mzm 22: 23, 25-31)
113
Hari ke-25, Rabu 29 Maret 2017
Panggilan Beribadah
“Nyanyikanlah nyanyian baru bagi TUHAN, sebab Ia telah
melakukan perbuatan-perbuatan yang ajaib; keselamatan telah
dikerjakan kepada-Nya oleh tangan kanan-Nya, oleh lengan-Nya
yang kudus. TUHAN telah memperkenalkan keselamatan yang dari
pada-Nya, telah menyatakan keadilan-Nya di depan mata bangsa-
bangsa. Ia mengingat kasih setia dan kesetiaan-Nya terhadap
kaum Israel, segala ujung bumi telah melihat keselamatan yang
dari pada Allah kita. Bersorak-soraklah bagi TUHAN, hai seluruh
bumi, bergembiralah, bersorak-sorailah dan bermazmurlah!
Bermazmurlah bagi TUHAN dengan kecapi, dengan kecapi dan
lagu yang nyaring, dengan nafiri dan sangkakala yang nyaring
bersorak-soraklah di hadapan Raja, yakni TUHAN! Biarlah
gemuruh laut serta isinya, dunia serta yang diam di dalamnya!
Biarlah sungai-sungai bertepuk tangan, dan gunung-gunung
bersorak-sorai bersama-sama di hadapan TUHAN, sebab Ia
datang untuk menghakimi bumi. Ia akan menghakimi dunia dengan
keadilan, dan bangsa-bangsa dengan kebenaran.” (Mzm. 98)
Pengakuan Dosa
Tuhan yang Mahapemurah, kami percaya bahwa Engkau adalah
Allah yang baik. Namun kami mencari kebaikan dari dunia yang
fana ini. Kami mencari sumber kebahagiaan duniawi selain dari
pada Engkau. Kami tidak mengasihi apa yang sesungguhnya baik
bagi kami. Ampuni dosa kami ya Tuhan. Ampuni kami karena
tidak mempercayai bahwa Engkau adalah sumber kebaikan itu
sendiri. Kasihanilah kami menurut kebaikan-Mu dan kasih setia-
Mu. Amin.
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 13:9-13)
114
Renungan
Dari seluruh tokoh Alkitab, mungkin kita dapat mengatakan bahwa
nabi Yeremia adalah peratap yang paling terkenal, atau sering kali
dianggap sebagai nabi yang meratap. Sebagai nabi dan pembawa
berita Tuhan, ia hidup dengan tekanan untuk menyampaikan
firman Tuhan kepada seluruh umat-Nya yang tidak setia kepada
Tuhan dan tidak mempedulikan peringatan nabi. Yeremia terus
berharap umat manusia untuk bertobat, namun ia juga dapat
melihat bahwa penghakiman Tuhan sudah semakin dekat. Tidak
akan ada keselamatan bagi umat manusia, yang ada hanya
penawanan dan pengasingan.
Kitab Ratapan menceritakan tentang penderitaan, kesedihan, serta
doa dari hati terdalam seseorang yang menangis demi kota yang ia
cintai. Dalam pasal pertama, kita dapat melihat keadaan Yerusalem
yang begitu terpencil dan sunyi. Para penduduknya diperbudak.
Tidak ada istirahat bagi mereka atau pun roti bagi perut mereka.
Mereka menuai kehancuran dari dosa yang mereka taburkan
sendiri. Yeremia tahu bahwa hal tersebut adalah adil, namun
Yeremia sendiri juga adalah penduduk Yerusalem: “Datanglah
kiranya hari yang telah Engkau umumkan itu, dan biarlah mereka
menjadi seperti aku!... karena banyaklah keluh kesahku, dan pedih
hatiku." (Rat. 1: 21-22). Ayat-ayat ini merupakan pandangan jujur
dari Yeremia. Kegagalan dari ciptaan dan ketidakadilan di dunia
ini merupakan akibat dari kejatuhan manusia ke dalam dosa. Kita
pun adalah produk dari kejatuhan tersebut dan penderitaan yang
kita alami juga merupakan cara Tuhan untuk mendisiplinkan kita.
Dosa sudah ada sebelum kita lahir ke dunia, dan kita tidak bisa
mengatakan bahwa kita pantas untuk diselamatkan.
Dalam pasal kedua dari Kitab Ratapan, “Tuhan menjadi seperti
seorang seteru;... memperbanyak susah dan kesah pada puteri
Yehuda.” (2: 5). Rasul Paulus pernah mengajukan sebuah
pertanyan: “Jika Allah di pihak kita, siapakah yang akan melawan
kita?” (Rm. 8:31). Namun apa yang terjadi jika justru Tuhan
memang tidak ada di pihak kita? Lalu siapa yang berada di pihak
115
kita, dan apakah itu menjadi penting? Ini merupakan sebuah
pertanyaan yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Pemikiran
yang membuat Yeremia bertanya kepada Tuhan: “kepada siapakah
Engkau telah berbuat ini?” (Rat. 2:20). Dengan kata lain, di mana
kita akan mendapatkan pengharapan kalau Allah tidak di pihak
kita? Hal ini merupakan sebuah pencarian yang tidak
membuahkan hasil.
Dalam pasal ketiga Yeremia kehilangan seluruh harapan, habis
sudah seluruh kata-kata dan air matanya pun mengering (3: 16-18).
Namun kemudian, seorang penafsir Alkitab mengatakan: “setelah
mencurahkan seluruh isi hatinya dalam ratapan, justru dalam
kekosongan ini Yeremia menemukan pengharapan yang tidak
pernah ia pikirkan sebelumnya, harapan dari kasih setia (hesed)
Allah”. Seperti menemukan oasis (daerah subur terpencil) di
tengah padang gurun, Yeremia melanjutkan: “Tetapi hal-hal inilah
yang kuperhatikan, oleh sebab itu aku akan berharap: Tak
berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya,
selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu! "TUHAN adalah
bagianku," kata jiwaku, oleh sebab itu aku berharap kepada-Nya.
TUHAN adalah baik bagi orang yang berharap kepada-Nya, bagi
jiwa yang mencari Dia.” (3: 21-25). Tidak ada satu pun dari kita
yang memilih untuk jauh dari Tuhan, namun Yeremia berkata,
“Adalah baik menanti dengan diam pertolongan TUHAN.” (ay.
26).
Lenten merupakan masa penantian, dan memang terasa berat untuk
merenungkan tema-tema ratapan pada minggu-minggu ini. Kita
tidak terbiasa dengan beban berat seperti ini. Jiwa kita sudah tidak
sabar untuk hari Paskah, namun Yeremia berkata kita perlu duduk
sejenak untuk meratap. Bahkan jika kita sedang tidak merasakan
kehadiran Tuhan sekali pun, penantian memiliki cara tersendiri
untuk mengajarkan kita sebuah kebenaran: “Karena tidak untuk
selama-lamanya Tuhan mengucilkan. Karena walau Ia
mendatangkan susah, Ia juga menyayangi menurut kebesaran
116
kasih setia-Nya. Karena tidak dengan rela hati Ia menindas dan
merisaukan anak-anak manusia.” (3: 31-33).
Kita perlu mengerti terlebih dahulu makna dari penantian, sehingga
kita “janganlah anggap enteng didikan Tuhan, dan janganlah
putus asa apabila engkau diperingatkan-Nya; karena Tuhan
menghajar orang yang dikasihi-Nya, dan Ia menyesah orang yang
diakui-Nya sebagai anak.” (Ibr. 12: 5-6).
Refleksi
1.Hal apakah yang sedang Anda nantikan?
2.Apakah Anda menyadari dan merasakan bahwa dalam
menantikan hal tersebut Allah sedang memanggil Anda untuk lebih
dekat lagi dengan-Nya?
Doa
Di manakah Engkau ya Tuhan? Kami tersesat di dalam kegelapan;
apakah Engkau telah mengusir kami dari hadapan-Mu? Kami
dikelilingi oleh begitu banyak cobaan; mereka menyeringai dari
balik topeng mereka dalam kegelapan. Kami berlari dari mereka,
namun kemana kami harus berlari? Ke mana kami dapat
bersembunyi di dalam keremangan? Kasihanilah kami ya Tuhan.
Mata kami pedih karena air mata, tulang kami remuk karena
ketakutan, jiwa kami dipatahkan – apakah Engkau tidak
mendengar, ya Tuhan? Selamatkan kami! Berikan kami kasih setia-
Mu! Jangan sembunyikan wajah-Mu, namun dekatkan kami dan
tebuslah kami!
117
Hari ke-26, Kamis 30 Maret 2017
Panggilan Beribadah
“Bersorak-soraklah bagi TUHAN, hai seluruh bumi! Beribadahlah
kepada TUHAN dengan sukacita, datanglah ke hadapan-Nya
dengan sorak-sorai! Ketahuilah, bahwa TUHANlah Allah; Dialah
yang menjadikan kita dan punya Dialah kita, umat-Nya dan
kawanan domba gembalaan-Nya. Masuklah melalui pintu
gerbang-Nya dengan nyanyian syukur, ke dalam pelataran-Nya
dengan puji-pujian, bersyukurlah kepada-Nya dan pujilah nama-
Nya! Sebab TUHAN itu baik, kasih setia-Nya untuk selama-
lamanya, dan kesetiaan-Nya tetap turun-temurun.” (Mzm. 100)
Pengakuan Dosa
TUHAN, janganlah menghukum dan menghajar kami dalam
murka-Mu; sebab anak panah-Mu menembus kami, tangan-Mu
telah turun menimpa kami. Tidak ada yang baik pada diri kami
karena dosa yang kami perbuat; sebab kesalahan telah menimpa
kepala kami. Kami mengaku kesalahan kami, kami cemas karena
dosa kami. Jangan tinggalkan kami, ya TUHAN, Allah kami,
janganlah jauh dari pada kami, ya Tuhan. Ampuni dosa kami,
perbaharui kami, agar kami memiliki damai di dalam Engkau,
dengan orang-orang di sekitar kami, dan di dalam diri kami sendiri.
Amin.
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 13:14-23)
Renungan
Saat ini kita sudah berada di pertengahan Kitab Ratapan. Yeremia
dikuatkan kembali melalui ingatan akan kasih setia Allah. Keadaan
Yeremia tetap sama, namun sudut pandanganya menjadi berbeda.
Allah akan datang dan menolong umat-Nya, karena Ia adalah Allah
yang setia. Allah tidak dapat menyangkali diri-Nya sendiri. Allah
tidak akan meninggalkan umat-Nya.
118
Setelah merasakan kemurahan hati Allah, Yeremia kembali
berfokus kepada Yerusalem. Kota yang hanya menyisakan
tumpukan abu di mana api kemuliaan pernah berkobar.
Penduduknya yang dulu tidak pernah kelaparan, sekarang mencuri
dari anak-anak. Yang kaya menjadi miskin, yang rupawan menjadi
buruk rupa, yang penuh kasih menjadi tidak memiliki kasih.
Pasal terakhir dari kitab Ratapan merupakan permohonan terakhir
Yeremia kepada Allah untuk “mengingat”, namun bukan karena
Allah sudah melupakan atau tidak menyadari tentang penderitaan
umat-Nya. Permasalahannya bukan pada ingatan, melainkan lebih
kepada kehadiran dan kuasa-Nya. Yeremia memohon kepada Allah
untuk memandang dan melihat pada kehancuran yang mereka
alami dan ia berharap Allah akan melakukan sesuatu.
Mari kita mengingat ketika bangsa Israel ditawan di Mesir: “Lama
sesudah itu matilah raja Mesir. Tetapi orang Israel masih
mengeluh karena perbudakan, dan mereka berseru-seru, sehingga
teriak mereka minta tolong karena perbudakan itu sampai kepada
Allah. Allah mendengar mereka mengerang, lalu Ia mengingat
kepada perjanjian-Nya dengan Abraham, Ishak dan Yakub. Maka
Allah melihat orang Israel itu, dan Allah memperhatikan mereka”
[terjemahan dari bahasa asli: “Maka Allah melihat orang Israel itu,
dan Allah tahu.”] (Kel. 2:23-25). Alkitab tidak menjelaskan lebih
lanjut apa yang Allah ketahui. Namun selanjutnya Allah
menampakkan diri dalam nyala api pada semak duri dan
memanggil Musa untuk menuntun bangsa Israel keluar dari Mesir.
Allah tahu apa yang Ia harus lakukan, karena Ia ingat akan janji-
Nya.
Apa yang Yeremia paparkan selanjutnya adalah beberapa hal yang
ia harap Allah berkenan untuk memandang dan melihat: mereka
yatim piatu, kelaparan, kelelahan, para perempuan diperkosa, para
pemimpin digantung dan lain-lain (Rat.5: 2-18). Ratapan
merupakan sebuah “ruang” sakral bagi kita untuk menyebutkan
seluruh kekecewaan dan kesusahan yang kita alami. Faktanya,
119
ratapan di dalam Alkitab banyak ditulis dalam bentuk puisi. Puisi
yang penuh dengan gambaran provokatif, bahasa yang gamblang,
dan penuh ekspresif. Semuanya ini adalah bentuk bahasa cinta dan
ratapan dari para nabi dan imam.
Hati Yeremia hancur terbagi dua antara cintanya terhadap
bangsanya sendiri dan komitmennya kepada Allah. Hatinya
merindukan agar kehadiran dan kuasa Allah ada di tengah-tengah
umat-Nya. Hati Yeremia mengingatkan kita kepada karya dan
pengharapan terbesar: Sang Nabi dan Imam Besar kita yaitu:
“Yesus, Pengantara perjanjian baru, dan kepada darah
pemercikan, yang berbicara lebih kuat dari pada darah Habel.”
(Ibr. 12:24).
Ketika salib Yesus menjembatani jarak antara Allah dengan
manusia, tabir Bait Suci hancur terbelah dua dari atas sampai ke
bawah. Kehadiran dan kuasa Allah ada bagi mereka yang percaya.
Duka cita mereka akan diubah menjadi suka cita. “TUHAN itu
dekat kepada orang-orang yang patah hati, dan Ia menyelamatkan
orang-orang yang remuk jiwanya.” (Mzm. 34:19).
Refleksi
1.Apakah Anda sungguh mempercayai bahwa Allah tahu apa yang
Anda perlukan sekarang ini?
2.Apakah Anda sungguh mempercayai bahwa Allah akan menepati
janji-Nya?
Doa
“Berapa lama lagi, TUHAN, Kaulupakan aku terus-menerus?
Berapa lama lagi Kausembunyikan wajah-Mu terhadap aku?
Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran dalam diriku, dan
bersedih hati sepanjang hari? Berapa lama lagi musuhku
meninggikan diri atasku? Pandanglah kiranya, jawablah aku, ya
TUHAN, Allahku! Buatlah mataku bercahaya, supaya jangan aku
tertidur dan mati, supaya musuhku jangan berkata: "Aku telah
mengalahkan dia," dan lawan-lawanku bersorak-sorak, apabila
120
aku goyah. Tetapi aku, kepada kasih setia-Mu aku percaya, hatiku
bersorak-sorak karena penyelamatan-Mu. Aku mau menyanyi
untuk TUHAN, karena Ia telah berbuat baik kepadaku.” (Mzm. 13)
121
Hari ke-27, Jumat 31 Maret 2017
Panggilan Beribadah
“TUHAN menjalankan keadilan dan hukum bagi segala orang
yang diperas. Ia telah memperkenalkan jalan-jalan-Nya kepada
Musa, perbuatan-perbuatan-Nya kepada orang Israel. TUHAN
adalah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah
kasih setia. Tidak selalu Ia menuntut, dan tidak untuk selama-
lamanya Ia mendendam. Tidak dilakukan-Nya kepada kita setimpal
dengan dosa kita, dan tidak dibalas-Nya kepada kita setimpal
dengan kesalahan kita, tetapi setinggi langit di atas bumi,
demikian besarnya kasih setia-Nya atas orang-orang yang takut
akan Dia; sejauh timur dari barat, demikian dijauhkan-Nya dari
pada kita pelanggaran kita. Seperti bapa sayang kepada anak-
anaknya, demikian TUHAN sayang kepada orang-orang yang
takut akan Dia”. (Mzm. 103:6-13)
Pengakuan Dosa
Tidak ada telinga yang mendengar, dan tidak ada mata yang
melihat seorang allah yang bertindah bagi orang yang menanti-
nantikan dia; hanya Engkau yang berbuat demikian. Namun kami
sekalian seperti orang najis dan segala kesalehan kami seperti daun
dan kami lenyap oleh kejahatan kami seperti daun dilenyapkan
oleh angin. Tetapi sekarang ya TUHAN! Engkaulah Bapa kami!
Kamilah tanah liat dan Engkaulah yang membentuk kami, dan
kami sekalian adalah buatan tangan-Mu. Ya TUHAN, janganlah
murka amat sangat dan janganlah mengingat-ingat dosa untuk
seterusnya! Ampunilahlah kami! Kami berdoa supaya melalui
kasih karunia Tuhan, di dalam Dia kami menaruh harapan dan
kepercayaan kami. Amin.
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 13:24-31)
122
Renungan
Setiap hari Minggu, kita datang ke gereja bersama dengan orang-
orang yang juga sedang mengalami pergumulan. Mereka mengikuti
ibadah, namun di dalam hati mereka sedang bingung atau
menyimpan kepedihan, atau bahkan marah kepada Tuhan. Musik
berirama dengan baik. Khotbah yang disampaikan juga memiliki
pesan yang baik, namun tidak dapat menyentuh hati yang kosong
yang dirasakan oleh jemaat yang hadir. Terlihat dari luar, jemaat
terlihat baik.
Mengambil waktu pribadi untuk meratap di kamar atau dalam
pikiran sendiri berbeda jika kita meratap bersama dengan orang
lain. Seorang pernah berkata, “Kita sebenarnya takut menghampiri
orang lain yang sedang menderita. Seperti yang terjadi pada teman-
teman Ayub, kita takut ketika kita tidak memiliki jawaban atas
penderitaan mereka. Ayub memang tidak mendapatkan jawaban
atas penderitaan yang ia alami, namun ia mendapatkan Tuhan.”
Ketika kita meratap bersama dengan orang lain, artinya kita
bersama-sama mencari Tuhan dengan mereka.
Apa yang dikatakan di atas sesungguhnya tidak salah. Kita mudah
khawatir dengan penderitaan dan kesedihan. Seorang penafsir
Alkitab pernah berkata: “Mengapa ada begitu banyak orang
Kristen yang risih dengan air mata, tidak mau terlihat sedih, dan
sulit untuk meratap? Faktanya para tokoh Alkitab adalah orang-
orang yang meratap. Bahkan Sang Juruselamat pun, seperti yang
kita kenal, adalah “seorang yang penuh kesengsaraan dan yang
biasa menderita kesakitan” (Yes. 53:3a).
Setidaknya satu alasan mengapa kita begitu tidak nyaman dengan
air mata atau terlihat sedih di depan orang lain adalah karena hal
tersebut dianggap sebagai tindakan tidak dewasa khususnya dalam
kerohanian kita sebagai orang-orang Kristen. Hal ini menyebabkan
kita terpisah dari hati Allah dan hati sesama. Jika kita ingin
menaati perintah Allah untuk mengasihi sesama, maka kita juga
123
harus belajar untuk “menangislah dengan orang yang menangis!”
(Rm. 12:15b).
Banyak orang Kristen zaman sekarang yang berusaha menjauhkan
diri dari kenyataan dunia yang sudah rusak. Jika kita tidak berhati-
hati, kita akan tidak akan mengetahui realita yang sesungguhnya.
Raja Salomo berkata: “Pergi ke rumah duka lebih baik dari pada
pergi ke rumah pesta, karena di rumah dukalah kesudahan setiap
manusia; hendaknya orang yang hidup memperhatikannya.
Bersedih lebih baik dari pada tertawa, karena muka muram
membuat hati lega. Orang berhikmat senang berada di rumah
duka, tetapi orang bodoh senang berada di rumah tempat
bersukaria.” (Pkh. 7:2-4).
Berpesta, tertawa, dan kegembiraan tentu tidak salah, namun jika
Anda mengisi hidup Anda hanya dengan hal-hal seperti ini, maka
itu bukanlah hidup yang sesungguhnya. Hal itu seperti Anda hidup
dalam gelembung udara. Anda tidak dapat merasakan udara di luar
gelembung udara tersebut. Anda perlu untuk turut merasakan
penderitaan yang dirasakan oleh dunia di sekitar Anda, karena
kegagalan dan kematian ada di sekeliling kita dan itu adalah realita
yang sesungguhnya. Pikirkan perkataan Salomo di atas dalam hati
dan Anda akan menjadi bijak. Jika Anda berpikir bahwa
kekristenan adalah jauh dari penderitaan maka Anda adalah orang
bebal.
Gaya hidup persekutuan orang Kristen adalah empati, yang artinya
kita tidak boleh berasumsi bahwa semua orang di sekitar kita baik-
baik saja. Dalam percakapan, kita harus peka untuk bisa
mendengarkan keluhan dan tangisan tak terdengar mereka dan
menolong mereka untuk bisa meratap kepada Tuhan. Dalam ibadah
bersama, kita harus mengakui adanya kepedihan tersebut dan
menyediakan tempat untuk bergumul dalam keheningan. Dalam
nasihat kita, kita harus berdoa lebih bagi mereka yang tersakiti.
Ingatlah ayat ini untuk berpegang teguh pada iman Kristen yang
124
sesungguhnya: “Bertolong-tolonganlah menanggung bebanmu!
Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.” (Gal. 6:2).
Refleksi
1.Siapakah orang yang Tuhan ingin Anda doakan hari ini?
2.Bagaimana cara Anda untuk dapat berempati dengan orang
tersebut?
Doa
“Seperti rusa yang merindukan sungai yang berair, demikianlah
jiwaku merindukan Engkau, ya Allah. Jiwaku haus kepada Allah,
kepada Allah yang hidup. Bilakah aku boleh datang melihat Allah?
Air mataku menjadi makananku siang dan malam, karena
sepanjang hari orang berkata kepadaku: "Di mana Allahmu?"
Inilah yang hendak kuingat, sementara jiwaku gundah-gulana;
bagaimana aku berjalan maju dalam kepadatan manusia,
mendahului mereka melangkah ke rumah Allah dengan suara
sorak-sorai dan nyanyian syukur, dalam keramaian orang-orang
yang mengadakan perayaan. Mengapa engkau tertekan, hai
jiwaku, dan gelisah di dalam diriku? Berharaplah kepada Allah!
Sebab aku akan bersyukur lagi kepada-Nya, penolongku dan
Allahku!” (Mzm. 42:2-6)
125
Hari ke-28, Sabtu 1 April 2017
Panggilan Beribadah
“Bersyukurlah kepada TUHAN, sebab Ia baik! Bahwasanya untuk
selama-lamanya kasih setia-Nya. Biarlah itu dikatakan orang-
orang yang ditebus TUHAN, yang ditebus-Nya dari kuasa yang
menyesakkan, yang dikumpulkan-Nya dari negeri-negeri, dari
timur dan dari barat, dari utara dan dari selatan. Ada orang-
orang yang mengembara di padang belantara, jalan ke kota
tempat kediaman orang tidak mereka temukan; mereka lapar dan
haus, jiwa mereka lemah lesu di dalam diri mereka. Maka berseru-
serulah mereka kepada TUHAN dalam kesesakan mereka, dan
dilepaskan-Nya mereka dari kecemasan mereka. Dibawa-Nya
mereka menempuh jalan yang lurus, sehingga sampai ke kota
tempat kediaman orang. Biarlah mereka bersyukur kepada
TUHAN karena kasih setia-Nya, karena perbuatan-perbuatan-Nya
yang ajaib terhadap anak-anak manusia, sebab dipuaskan-Nya
jiwa yang dahaga, dan jiwa yang lapar dikenyangkan-Nya dengan
kebaikan. Biarlah mereka bersyukur kepada TUHAN karena kasih
setia-Nya, karena perbuatan-perbuatan-Nya yang ajaib terhadap
anak-anak manusia!” (Mzm. 107:1-9, 15)
Pengakuan Dosa
Tuhan yang penuh kasih, kami mengetahui perintah-Mu bahwa
kami harus mengasihi Engkau dengan segenap hati, jiwa, pikiran,
kekuatan kami, dan kami juga harus mengasihi sesama kami
manusia seperti diri kami sendiri, namun kami tidak mampu untuk
melakukan seluruh hal tersebut. Kami mengakui bahwa kasih yang
kami miliki terus menyimpang dari pada Engkau: dari kekudusan
menjadi hawa nafsu, dari kebebasan menjadi perbudakan, dari
kasih sayang menjadi ketidakpedulian, dari penuh menjadi kosong.
Kasihanilah kami. Mampukan kami untuk hidup sesuai dengan
firman suci-Mu, dan membuat seluruh firman-Mu menjadi sukacita
dalam hati kami. Bentuk kami untuk menjadi serupa dengan Anak-
Mu, Tuhan Yesus, supaya kami bersinar dalam dunia bagi
kemuliaan Engkau. Amin.
126
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 13:32-37)
Renungan
Kerinduan terdalam dari jiwa kita adalah merasakan kasih setia
Tuhan, bukan hanya secara abstrak, namun memiliki pengalaman
pribadi secara langsung terhadap kasih setia Tuhan. Apakah Anda
sudah mengalami kasih setia tersebut yang diberikan langsung oleh
Tuhan, merasakan kemurahan-Nya, merasakan kuasa-Nya,
mendengar suara-Nya, dan merasakan kehadiran-Nya? Ketika kita
merasakan kuasa dan kehadiran Tuhan, pada saat itu lah kita benar-
benar melihat bahwa Yesus adalah Anak Allah, dan betapa
menderitanya Yesus dalam menanggung penghakiman Allah
terhadap dosa. Seluruh ratapan kita bawa kepada Yesus, yang di
dalam-Nya seluruh kesedihan dan penderitaan yang kita alami akan
mendapatkan pengharapan.
Puncak dari kesengsaraan Yesus adalah ketika berada di atas salib.
Penderitaan fisik yang dirasakan Yesus begitu menyakitkan,
namun itu tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan perasaan
gemetar ketika ditinggalkan oleh Allah Bapa. Murka Allah turun
atas Yesus dan seluruh beban dosa dari dunia ditanggung di
pundak-Nya. Yesus merasakan penderitaan dan keterhilangan.
“Dia yang tidak mengenal dosa, dibuatnya menjadi dosa karena
kita” (2 Kor. 5:21).
Ketika berada di atas salib, Yesus mengatakan hal yang sama
seperti ratapan Raja Daud: “Allahku, Allahku, mengapa Engkau
meninggalkan Aku?” (Mrk. 15:34). Ketika Yesus berseru, Ia bukan
saja hanya menanggung seluruh dosa kita namun juga
menyuarakan apa yang menjadi ratapan kita. Karena sebenarnya
apa yang menjadi dasar dari seluruh ratapan dan keluhan kita
adalah dua pertanyaan: “Tuhan, dimanakah Engkau?” dan “Tuhan,
jika Engkau mengasihiku, lalu kenapa semua ini terjadi?” Untuk
127
pertama kalinya dalam kekekalan, Yesus merasakan ketidakhadiran
Allah Bapa.
Mengapa harus seperti itu? Jika Yesus adalah jawaban Allah Bapa
dari seluruh keluh kesah dan ratapan manusia, mengapa pada
akhirnya Yesus berada di tempat yang paling menyedihkan, yaitu
di atas kayu salib?
Satu pertanyaan yang juga perlu dipikirkan adalah mengapa saat itu
ada begitu banyak orang yang menolak-Nya, bahkan umat-Nya
sendiri (Yoh. 1:11). Banyak orang yang menantikan bagaimana
Allah akan menjawab seluruh doa mereka dan menyelesaikan
masalah mereka. Para murid Tuhan pun seringkali meragukan
Yesus. Mereka berharap Mesias akan menaklukkan penjajah dan
membela bangsa Israel. Sebaliknya Ia justru menubuatkan
runtuhnya Bait Allah dan kematian-Nya. Mereka ingin Mesias
memberikan jawaban, dan Yesus memberikan diri-Nya. Ia
menubuatkan tentang kematian-Nya dan rela menanggung derita
untuk menghalahkan musuh yang sesungguhnya, yaitu Iblis, dosa,
dan kematian. Yesus bukannya tidak peduli dengan ratapan kita. Ia
mendengar semuanya. Dengan cara memikul salib, Ia memberikan
jawaban pasti kepada ratapan kita, yaitu kehadiran dan kuasa Allah
.
Ratapan merupakan sebuah cara yang membawa kita ke sebuah
tempat di mana mungkin kita tidak akan selalu menemukan
jawaban atas rasa sakit dan penderitaan yang kita alami, yang ada
hanya kehadiran dan kuasa Allah.
Refleksi
1.Ambil waktu sejenak untuk merenungkan penderitaan yang
Tuhan Yesus alami.
2.Jadikan dan rasakanlah kehadiran dan kuasa Allah jauh lebih
penting dari pada jawaban yang Anda cari dari Allah atas
penderitaan yang Anda alami.
128
Doa
“Ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami
beroleh hati yang bijaksana. Kembalilah, ya TUHAN--berapa
lama lagi? --dan sayangilah hamba-hamba-Mu! Kenyangkanlah
kami di waktu pagi dengan kasih setia-Mu, supaya kami bersorak-
sorai dan bersukacita semasa hari-hari kami. Buatlah kami
bersukacita seimbang dengan hari-hari Engkau menindas kami,
seimbang dengan tahun-tahun kami mengalami celaka. Biarlah
kelihatan kepada hamba-hamba-Mu perbuatan-Mu, dan semarak-
Mu kepada anak-anak mereka. Kiranya kemurahan Tuhan, Allah
kami, atas kami, dan teguhkanlah perbuatan tangan kami, ya,
perbuatan tangan kami, teguhkanlah itu.” (Mzm. 90:12-17)
129
Minggu ke-5 Lenten, 2 April 2017
Yesus dilahirkan dengan sebuah misi dan Ia menjalankan misi
tersebut dengan baik. Ia menanggung penyiksaan yang begitu
menyiksa di dalam hatiNya dan juga mengalami penderitaan fisik
yang menyakitkan; Ia disalib, mati, dan dikubur; tubuhNya
dikubur, namun tidak mengalami kerusakan; Ia bangkit dari kubur
pada hari yang ketiga dengan tubuhNya yang telah dikubur
tersebut. Dengan tubuh yang sama Ia naik ke surga, dimana ia
duduk di sebelah kanan Allah Bapa, mendoakan umatNya, dan Ia
akan segera kembali untuk menghakimi dunia pada akhir zaman.
Tuhan Yesus, dengan ketaatanNya yang sempurna dan
pengorbanan diriNya – yang ia lakukan dalam kuasa Roh Kudus
yang dipersembahkan kepada Allah Bapa – telah menggenapi
penghakiman dari Allah Bapa. Yesus bukan hanya membawa
perdamaian namun juga warisan kekal di kerajaan surga bagi
mereka yang ditebusNya.
(diambil dari Westminster Confession of Faith Bab 8)
132
Hari ke-29, Senin 3 April 2017
Panggilan Beribadah
”Dalam tahun matinya raja Uzia aku melihat Tuhan duduk di atas
takhta yang tinggi dan menjulang, dan ujung jubah-Nya memenuhi
Bait Suci. Para Serafim berdiri di sebelah atas-Nya, masing-
masing mempunyai enam sayap; dua sayap dipakai untuk
menutupi muka mereka; dua sayap dipakai untuk menutupi kaki
mereka dan dua sayap dipakai untuk melayang-layang. Dan
mereka berseru seorang kepada seorang, katanya: “Kudus, kudus,
kuduslah Tuhan semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-
Nya!” Maka bergoyanglah alas ambang pintu disebabkan suara
orang yang berseru itu dan rumah itu pun penuhlah dengan asap.
Lalu kataku: “Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang
yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang
najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN
semesta alam.” Tetapi seorang dari pada Serafim itu terbang
mendapatkan aku; di tangannya ada bara, yang diambilnya
dengan sepit dari mezbah. Ia menyentuhkannya kepada mulutku
serta berkata: “Lihat, ini telah menyentuh bibirmu, maka
kesalahanmu telah dihapus dan dosamu telah diampuni.”
(Yes. 6: 1-7)
Pengakuan Dosa
Oh Tuhan, di dalam penciptaan Engkau menciptakan kamu seturut
gambar dan rupa-Mu, di dalam Kristus Engkau menunjukkan
kasih-Mu, melalui Roh Kudus Engkau mengundang kami ke dalam
persekutuan orang percaya; kami bersujud dengan penuh ucapan
syukur. Sering kali kami menyimpang dari gambar dan rupa-Mu,
namun Engkau terus memulihkan kami. Setiap hari kami
mengabaikan kasih-Mu, namun Engkau tetap mengasihi kami.
Sering kali kami menghindari persekutuan dengan Engkau, namun
Engkau tetap memberkatinya. Ya Tuhan, datanglah kepada kami di
waktu ini dan di tempat ini, biarlah kami memancarkan gambar dan
rupa-Mu, kami mengasihi-Mu seperti kasih-Mu kepada kami, dan
persekutuan kami di dalam Kristus terus diperbarui. Amin.
133
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 14: 1-9)
Renungan
Setelah dosa masuk ke dalam dunia dan Allah menjatuhkan
hukuman atas dosa, kita membaca dalam Kejadian 3: 21: “Dan
TUHAN Allah membuat pakaian dari kulit binatang untuk manusia
dan untuk isterinya itu, lalu mengenakannya kepada mereka.”
Allah memandang pakaian yang mereka buat (Kej. 3:7) dan
berkata, “Tidak. Itu tidak berguna.” Pakaian tersebut tidak cukup
tertutup bagi Adam dan Hawa untuk menghadapi dunia yang baru
saja mengalami kejatuhan yang sekarang mereka harus hadapi.
Ingat bagaimana ketika mereka berbuat dosa pertama kali? Dosa
membukakan mata mereka, tetapi bukan dalam arti yang baik.
Dosa membuat mereka sadar bahwa mereka telanjang dan terbuka.
Untuk pertama kalinya mereka menyadari bahwa mereka telanjang.
Maka mereka menyemat daun pohon ara dan membuat cawat,
sebuah pakaian. Dan sejak itu, manusia selalu terlibat dalam usaha
untuk menutupi dirinya, namun tidak pernah cukup.
Allah mengetahui bahwa Adam dan Hawa membutuhkan sesuatu
yang lebih dapat menutupi tubuh mereka. Mereka membutuhkan
pakaian yang ditenun Allah, bukan mereka sendiri. Ketika kita
membaca dalam Kejadian 3: 21, maka jelaslah bagi kita bahwa ada
hewan yang dikurbankan supaya manusia dan isterinya itu dapat
berpakaian dengan layak. Ini adalah petunjuk pertama tentang
kurban penebusan yang kita lihat dalam Alkitab. “Kurban
penebusan” adalah istilah yang digunakan untuk mengatakan
bahwa yang tidak berdosa dikurbankan supaya yang berdosa dapat
ditebus. Seperti yang Anda lihat, pengampunan dosa bukanlah hal
yang mudah dan cepat (semudah menyemat daun ara dan
memakainya sebagai cawat). Harga pengampunan dosa sangatlah
mahal, menyakitkan dan penuh dengan curahan darah. Dosa
menyebabkan penderitaan dan kematian, maka dari itu
134
pengampunan dosa juga harus melibatkan penderitaan dan
kematian. Ada kurban yang dibutuhkan.
Apakah Adam dan Hawa berpikir mereka dapat menyembunyikan
semua itu, mencoba untuk merapikan kembali hasil dari kesalahan
mereka, tanpa perlu membayar harga sama sekali? Apakah kita
berpikir seperti itu? Ketika kita mencoba menutupi dosa kita, kita
sedang terlibat dalam usaha yang sia-sia untuk menyelamatkan diri
kita sendiri. Kita seakan berkata, “Saya dapat membayar dosa saya
sendiri.” Tapi ini adalah pernyataan bodoh yang mengabaikan
kebobrokan yang dapat ditimbulkan dari dosa.
Kematian seekor hewan dalam Kejadian 3 merupakan petunjuk
pertama dalam Alkitab bahwa penebusan membutuhkan kurban.
Dan hal ini pada akhirnya merujuk kepada kurban yang paling
sempurna. Yesus Kristus menderita, terluka dan mati supaya
kepada kita dikenakan pakaian yang layak – yaitu pembenaran dari
Allah. Darah Kristus adalah penebusan kita, ganti atas dosa kita.
Seperti Adam dan Hawa, kita tidak dapat menggantikan sendiri
dosa kita. Hanya Allah yang dapat melakukan itu, dan Allah telah
menjadikannya mungkin dengan pengurbanan yang mahal melalui
darah Anak-Nya. Ayat ini mengingatkan kita: “Aku bersukaria di
dalam TUHAN, jiwaku bersorak-sorai di dalam Allahku, sebab Ia
mengenakan pakaian keselamatan kepadaku dan menyelubungi
aku dengan jubah kebenaran”(Yes. 61: 10a).
Refleksi
1.Apakah daun ara Anda (hal yang Anda gunakan untuk menutupi
dosa Anda)? Hal ini biasanya berupa hal yang Anda lakukan
supaya Anda terlihat atau merasa baik-baik saja (perbuatan baik,
talenta, kemampuan, kegiatan rohani, prestasi di pekerjaan).
2.Tuhan memanggil Anda untuk beriman kepada satu-satunya
penebusan yang Allah sediakan. Dia memanggil Anda untuk
beriman di dalam Kristus. Pengurbanan Kristus adalah satu-
satunya harapan Anda. Apakah Anda mau percaya dan
135
menyerahkan diri Anda sepenuhnya kepada Kristus ketimbang
usaha “menutupi diri Anda sendiri” yang sia-sia?
Doa Ya Tuhan, kami mengucap syukur karena Engkau yang
mengetahui kebutuhan mendasar kami untuk menutupi dosa-dosa
kami. Kami akui bahwa kami tidak sanggup untuk menutupi atau
menghapus dosa kami sendiri. Kami mengucap syukur karena
Engkau memberikan kami cara untuk menutupi dosa kami, yaitu
melalui Kristus yang Engkau utus bagi kami. Dan biarlah kami
mendapatkan segala manfaat dari penebusan dan pengurbanan
yang Kristus lakukan atas kami. Di dalam nama Yesus. Amin.
136
Hari ke-30, Selasa 4 April 2017
Panggilan Beribadah ”Yang Mahakuasa, TUHAN Allah, berfirman dan memanggil bumi,
dari terbitnya matahari sampai kepada terbenamnya. Dari Sion,
puncak keindahan, Allah tampil bersinar. Allah kita datang dan
tidak akan berdiam diri, di hadapan-Nya api menjilat, sekeliling-
Nya bertiup badai yang dashyat. Ia berseru kepada langit di atas,
dan kepada bumi untuk mengadili umat-Nya: “Bawalah kemari
orang-orang yang kukasihi, yang mengikat perjanjian dengan Aku
berdasarkan korban sembelihan!” Langit memberitakan keadilan-
Nya, sebab Allah sendirilah Hakim.” (Mzm. 50: 1-6)
Pengakuan Dosa
Oh Tuhan, oleh kasih-Mu Engkau telah berjanji untuk memelihara
kehidupan di atas bumi. Namun kami, yang menerima perjanjian-
Mu, namun kami juga yang melanggarnya. Kami, yang seharusnya
menyembah kepada Engkau, malah kami lebih sering mencemooh
nama-Mu. Kami memuji Engkau Tuhan, karena Engkau setia
kepada janji-janji-Mu. Dan kami memohon ampun, karena kami
yang menerima perjanjian itu, namun kami juga yang
melanggarnya oleh karena dosa-dosa kami. Amin.
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 14: 10-21)
Renungan
Dalam Filipi 2 berkata begini tentang Yesus Kristus: “[Ia] telah
mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang
hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan
sebagai manusia, Ia telah merendakan diri-Nya dan taat sampai
mati di kayu salib.” (2: 7-8). Selain pengorbanan-Nya dari Anak
Allah menjadi seorang manusia, kita dapat mengatakan bahwa
seluruh hidup Yesus adalah suatu pengorbanan - menyerahkan hak-
Nya dan memberi diri-Nya bagi orang lain. Dari awal kehidupan-
137
Nya, kaki-Nya selalu melangkah menuju kepada pengurbanan yang
sempurna, yaitu kematian di atas kayu salib Romawi yang kejam.
Maka timbullah sebuah pertanyaan di benak kita: Mengapa peran
kurban begitu penting dalam rencana penebusan dan pendamaian
Allah? Mengapa Allah tidak langsung saja mengampuni dosa
manusia tanpa membutuhkan pengurbanan?
Kita akan mendapati bahwa dalam setiap relasi antar manusia,
pendamaian selalu membutuhkan pengorbanan. Katakanlah
seseorang menyinggung atau menyakiti Anda. Jika Anda hendak
berdamai, maka ada pengorbanan yang harus Anda lakukan. Anda
harus ”membayar” sesuatu untuk bisa mengampuni orang itu,
karena Anda harus menahan rasa sakit hati Anda yang timbul.
Anda harus mengorbankan hak Anda untuk marah dan
memutuskan untuk mengampuni orang itu. Selain itu, orang
tersebut pun juga harus berkorban. Dia harus menanggalkan
gengsinya untuk mengakui kesalahannya dan meminta maaf.
Intinya, tanpa pengorbanan tidak ada pendamaian. Hanya ada
kekerasan hati dan relasi yang mati.
Dengan cara yang sama, kita pun harus berkorban agar dapat
datang kepada Allah dengan pengakuan dan pertobatan. Kita harus
menyangkal diri, menanggalkan kesombongan dan pembenaran
diri sendiri. Akan tetapi bukan kita yang berinisiatif. Bukan oleh
karena pengorbanan kita, kita diselamatkan. Rencana keselamatan
Allah menitikberatkan pengorbanan Kristus, bukan pengorbanan
kita.
Penebusan memiliki suatu nilai, maka dari itu harus ada harganya.
Untuk menebus sesuatu berarti membeli kembali; untuk
mengambil alih kembali suatu kepemilikan dengan pembayaran
tertentu. Oleh karena kita diciptakan dalam gambar dan rupa Allah
dan karena kasih-Nya kepada kita, Ia menganggap bahwa kita
layak untuk ditebus. Akan tetapi harga penebusan seorang manusia
sangatlah mahal. Harga seperti apa yang harus dibayarkan untuk
membeli kembali seseorang dari alam dosa, kematian dan
138
genggaman kuasa iblis? Harganya sepadan dengan kerusakan yang
diakibatkan oleh dosa dan iblis. Harganya terlalu mahal untuk
dapat kita bayarkan. Tidak ada hal yang dapat kita korbankan yang
cukup untuk membayar harga itu. Akan tetapi, semua harga itu
telah dibayarkan oleh Yesus Kristus. Kutukan karena kejatuhan
manusia, khususnya dosa kita dan maut sebagai upah dosa, telah
dibebankan kepada Kristus. Pengurbanan-Nya telah membuat
pendamaian dengan Allah menjadi mungkin. Terpujilah Tuhan!
Refleksi
1.Adakah orang di dalam hidup Anda yang kepadanya Anda butuh
berdamai? Jikalau mereka yang bersalah, harga seperti apa yang
harus Anda bayarkan untuk mengampuni mereka? Jikalau Anda
yang bersalah, harga seperti apa yang harus Anda bayarkan untuk
mendapatkan pengampunan mereka? Kalau dibandingkan, tentu
saja harga ini tidak sebanding dengan harga yang Yesus bayarkan
untuk dosa-dosa Anda.
2.Luangkanlah beberapa saat untuk mengucap syukur kepada
Allah atas pengorbanan Anak-Nya di atas kayu salib. Mengucap
syukurlah karena Allah telah menebus Anda, secara spesifik,
karena tidak mungkin bagi Anda untuk membayarkan harga
tersebut.
Doa
Kirimkanlah Roh-Mu kepada kami, Oh Tuhan, sambil kami
merenungkan pengurbanan yang Kristus telah perbuat. Siapkanlah
pikiran kami untuk dapat mendengar firman-Mu. Gerakkanlah hati
kami agar dapat menerima apa yang telah kami dengar. Sucikan
kehendak kami agar kami mematuhi Engkau dengan iman dan
sukacita. Inilah hal yang kami doakan dalam nama Kristus,
Jurusselamat kami. Amin.
139
Hari ke-31, Rabu 5 April 2017
Panggilan Beribadah
Tuhan yang telah memanggil kita untuk beribadah hari ini adalah
sama dengan Yesus yang telah menolak godaan untuk menyembah
kepada si jahat. Dari pada mendapatkan kemegahan seluruh
kerajaan dunia, Ia lebih memilih untuk menanggung beban salib
yang memalukan. Dan hari ini, Tuhan yang sama disembah sebagai
Tuhan segala tuhan dan Raja segala raja. Telah terkumpul di dalam
Dia segala kekayaan hikmat dan pengetahuan, kemuliaan dan
kekuasaan. Bersama dengan orang kudus di segala jaman, kami
berkata: “Bagi Dia yang duduk di atas takhta dan bagi Anak
Domba, adalah puji-pujian dan hormat dan kemuliaan dan kuasa
sampai selama-lamanya!”
Pengakuan Dosa
Allah Abraham, Ishak, dan Yakub, kami adalah anak-anak
perjanjian-Mu – satu gereja, dari segala bangsa. Kewarganegaraan
kami adalah Surga. Namun kami mengaku, Oh Tuhan, bahwa
terkadang kami menyimpang dari jalan menuju kerajaan-Mu. Kami
seringkali lebih suka menjadi warga negara tanah kami sendiri dari
pada warga negara Surga. Oleh kebenaran-Mu Engkau telah
memanggil kami untuk bertobat. Ampuni kami yang melupakan
perbedaan kami dengan dunia. Ajarkan kami untuk senantiasa
berpusat kepada salib dan kepada keselamatan yang telah Engkau
berikan melalui Dia, yang adalah Tuhan dan Raja dan Hakim atas
kami semua, melalui Yesus Kristus, yang kepada-Nya kami
berdoa. Amin.
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 14: 22-31)
Renungan
Apakah kita dapat mengetahui dengan pasti jika Tuhan akan
menepati janji-Nya? Setiap orang tahu betapa mudahnya bagi kita
140
untuk mengucapkan janji. Namun dengan mudah pula kita segera
melanggarnya ketika dirasa sulit untuk menepatinya. Apakah ini
dapat terjadi dengan Tuhan?
Dalam kitab Kejadian, Tuhan menjanjikan beberapa hal kepada
Abraham: Ia menjanjikan Abraham keturunan yang banyak dan
menjadikannya sebagai bangsa yang besar, membuat namanya
mashyur, dan menjadikan dia berkat bagi bangsa-bangsa. Tuhan
juga menjanjikan bahwa keturunan Abraham akan menempati
suatu tanah. Namun demikian Abraham ragu-ragu. Situasinya tidak
menunjukkan bahwa janji Tuhan kepadanya akan menjadi
kenyataan. Maka dalam Kejadian 15, Abraham bertanya kepada
Tuhan: “Ya Tuhan ALLAH, apakah yang akan Engkau berikan
kepadaku, karena aku akan meninggal dengan tidak mempunyai
anak?”, dan “Ya Tuhan ALLAH, dari manakah aku tahu, bahwa
aku akan memilikinya (tanah perjanjian)?” (15: 2 & 8)?
Untuk menjawab pertanyaan ini, Tuhan melakukan hal yang aneh
bagi kita menurut konteks budaya dan sejarah kita. Tuhan
memerintahkan Abraham untuk mempersembahkan kurban hewan,
memotongnya menjadi dua, lalu menaruhnya bersampingan. Lalu
Abraham tertidur dengan nyenyak, dan muncullah perapian yang
berasap serta suluh yang berapi lewat di antara potongan-potongan
daging itu. Upacara ini, sudah biasa dilakukan oleh orang setempat,
biasa disebut “membelah perjanjian”. Dua pihak yang terikat dalam
perjanjian akan memotong ternak dan saling memberikan
potongannya untuk mengesahkan perjanjian tersebut. Upacara ini
mempunyai makna bahwa kedua pihak berjanji untuk memenuhi
apa yang menjadi isi perjanjian tersebut. Apabila mereka
melanggarnya, maka mereka akan berkata, “Biarlah kita menjadi
seperti kurban ini.” Mereka seolah berkata, “Saya berjanji. Dan
saya siap mati demi memenuhi janji ini.” Upacara kurban tersebut
adalah sebuah perjanjian dengan nyawa sebagai jaminan. Ketika
perapian mulai berasap dan api (lambang kehadiran Tuhan) mulai
menyala di antara daging kurban, Tuhan sendiri yang berinisiatif
untuk bertanggung jawab untuk memenuhi perjanjian-Nya dengan
141
Abraham. Abraham sedang tertidur, sama sekali tidak berbuat apa-
apa, sementara Tuhan berinisiatif mengesahkan perjanjian tersebut.
Seorang penafsir Alkitab menulis, “Perjanjian suci yang Tuhan
tempatkan dengan menaruh diri-Nya sendiri sebagai jaminannya
adalah jawaban Tuhan (atas pertanyaan Abraham): “Aku berjanji,
sebagai Allah yang Mahakuasa. Sekalipun harus mati, namun
perjanjian ini akan terpenuhi.”
Betapa tercengangnya kita memikirkan ini. Tuhan berkata,
“Biarlah Aku tercabik-cabik seperti kurban ini jika perjanjian-Ku
dengan Abraham dan keturunannya terlanggar.” Pada akhirnya,
perjanjian itu akan dilanggar, namun bukan oleh Tuhan.
Keturunan Abraham tidak setia kepada Tuhan dan perjanjian-Nya.
Namun Tuhan memegang janji-Nya. Ia telah berjanji untuk
memberkati Abraham. Maka berkat dari Tuhan bagi Abraham dan
keturunannya (termasuk kita, orang Kristen) menjadi mungkin
melalui kutuk kematian yang dipikul oleh Yesus Kristus. Yesus,
Anak Allah mengambil rupa sebagai manusia, dan tubuhnya
dicabik-cabik untuk memenuhi perjanjian antara Tuhan Allah
dengan Abraham (dan kita). Yesus, Sang Penjaga perjanjian,
mengorbankan diri-Nya bagi kita: “Ambillah, makanlah, inilah
tubuh-Ku. Minumlah kamu semua, dari cawan ini. Sebab inilah
darah-Ku, darah perjanjian, yang ditumpahkan bagi banyak orang
untuk pengampuan dosa” (Matius 26: 26-28). Darah Yesus, Anak
Domba Allah, adalah jaminan bagi kita bahwa Tuhan memegang
perjanjian-Nya. Tidak ada jaminan lain yang lebih baik dari pada
ini.
Refleksi
1.Perjanjian Tuhan yang manakah (dalam Kristus Yesus) yang
sedang kita gumulkan karena kita sulit percaya? Bagaimanakah
darah Kristus memberikan jaminan kepada kita bahwa Tuhan
memegang teguh perjanjian-Nya kepada anak-anak-Nya?
2.Luangkanlah beberapa saat untuk memuji Tuhan karena Ia
memegang janji-Nya dan Ia telah mengikat perjanjian-Nya dalam
suatu hubungan yang kekal antara kita dengan Dia.
142
Doa
Ya Yesus, dengan setia sampai mati, Engkau telah menunjukkan
kepada kami jalan kepada kasih yang begitu besar. Ya Yesus,
dengan memikul beban dosa, Engkau telah menunjukkan kepada
kami jalan Tuhan yang penuh kebaikan. Ya Yesus, dengan
mendoakan mereka yang menyalibkan Engkau, Engkau
mengajarkan kepada kami pengampuan yang tidak menghitung-
hitung. Ya Yesus, dengan membukakan Surga bagi penyamun
yang bertobat, Engkau membangkitkan harapan dalam diri kami.
Ya Yesus, datang dan tolonglah kami yang lemah iman. Ya Yesus,
berikan kami hati yang suci; perbarui dan kuatkan roh kami. Ya
Yesus, Firman-Mu begitu dekat, biarlah firman-Mu hidup di dalam
kami dan melindungi kami senantiasa. Amin.
143
Hari ke-32, Kamis 6 April 2017
Panggilan Beribadah
“Hai segala bangsa, bertepuk-tanganlah, elu-elukanlah Allah
dengan sorak-sorai! Sebab TUHAN, Yang Mahatinggi, adalah
dashyat, Raja yang besar atas seluruh bumi. Ia menaklukkan
bangsa-bangsa ke bawah kuasa kita, suku-suku bangsa ke bawah
kaki kita, Ia memilih bagi kita tanah pusaka kita, kebanggaan
Yakub yang dikasih-Nya. Allah telah naik dengan diiringi sorak-
sorai, ya Tuhan itu, dengan diiringi bunyi sangkakala.
Bermazmurlah bagi Allah, bermazmurlah, bermazmurlah bagi
Raja kita, bermazmurlah! Sebab Allah adalah Raja seluruh bumi,
bermazmurlah dengan nyanyian pengajaran! Allah memerintah
sebagai raja atas bangsa-bangsa, Allah bersemayam di atas
takhta-Nya yang kudus. Para pemuka bangsa-bangsa berkumpul
sebagai umat Allah Abraham. Sebab Allah yang empunya perisai-
perisai bumi; Ia sangat dimuliakan.” (Mzm. 47)
Pengakuan Dosa
Allah yang berbelas kasih, kami tidak mengasihi Engkau dengan
segenap hati, akal budi, kekuatan dan jiwa kami. Tuhan,
kasihanilah kami. Kami tidak mengasihi sesama kami manusia
seperti yang Engkau ajarkan kepada kami. Yesus, kasihanilah
kami. Kami acuh tak acuh terhadap anugerah keselamatan yang
diberikan melalui Firman dan hidup-Mu. Tuhan, kasihanilah kami.
Ampuni dan pulihkan kami dengan kasih setia-Mu yang telah
Engkau tunjukkan kepada kami dalam kesetiaan, kematian dan
kebangkitan Yesus Kristus, Tuhan kami. Amin.
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 14: 32-42)
Renungan
“Firman-Nya (kepada Abraham): “Ambillah anakmu yang tunggal
itu, yang Engkau kasihi, yakni Ishak, pergilah ke tanah Moria dan
144
persembahkanlah dia di sana sebagai korban bakaran pada salah
satu gunung yang akan Kukatakan kepadamu.” Keesokan harinya
pagi-pagi bangunlah Abraham, ia memasang pelana keledainya
dan memanggil dua orang bujangnya beserta Ishak, anaknya; ia
membelah juga kayu untuk korban bakaran itu, lalu berangkatlah
ia dan pergi ke tempat yang dikatakan Allah kepadanya.” (Kej. 22:
2-3).
Betapa sulitnya untuk membayangkan perasaan Abraham yang
bercampur aduk ketika dia berjalan mendaki gunung Moria, tempat
di mana Allah memerintahkannya untuk mempersembahkan
anaknya yang ia kasihi. Ishak adalah anaknya satu-satunya, anak
yang telah ia tunggu puluhan tahun lamanya, anak yang Tuhan
janjikan dan dipenuhi secara ajaib. Ishak adalah bukti nyata atas
kebaikan Tuhan dan kesetiaan Tuhan dalam memegang perjanjian-
Nya dengan Abraham. Ishak mewakili segala aspirasi dan impian
dalam hati Abraham, Ishak adalah harta Abraham yang paling
berharga. Ada begitu banyak hal yang dipertaruhkan dalam
perjalanan ini.
Kita tidak dapat mengerti secara jelas perasaan Abraham, tapi kita
tahu responnya. Alih-alih berdebat dengan Allah, ia dengan segera
mempersiapkan perjalanannya. Respon Abraham adalah patuh. Ia
“memasang pelana keledainya” dan “membelah kayu untuk
bakaran,” dan berangkat ke bukit Moria.
Hal ini tidak sama dengan perumpamaan Yesus tentang orang yang
menemukan harta karun di ladang dan menjual segala miliknya
untuk membeli ladang tersebut. Orang itu tahu apa yang akan ia
dapatkan. Kita tidak akan berpikir dua kali untuk berkorban apabila
ada alasan ataupun balasan yang baik. Namun, Abraham tidak
memiliki keduanya, hanya sebuah iman yang tidak dapat
dimengerti bahwa ia akan kembali bersama dengan anaknya (22:
5).
145
Ketika mereka tiba di tempat yang ditunjukkan, Abraham dengan
hati-hati menaruh kayunya, lalu mengikat anaknya dan
menaruhnya di atas mezbah yang dibangunnya. Dan ketika ia
mengangkat pisaunya untuk menyembelih anaknya, Tuhan
menghentikannya: “Tetapi berserulah Malaikat Tuhan dari langit
kepadanya: “Abraham, Abraham.” Sahutnya: “Ya, Tuhan.” Lalu
Ia berfirman: “Jangan bunuh anak itu dan jangan kauapa-apakan
dia, sebab telah Kuketahui sekarang, bahwa engkau takut akan
Allah, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu
yang tunggal kepadaku.” Lalu Abraham menoleh dan melihat
seekor domba jantan di belakangnya, yang tanduknya tersangkut
dalam belukar. Abraham mengambil domba itu, lalu
mengorbankannya sebagai korban bakaran pengganti anaknya.”
(22: 11-13).
Mempercayai Tuhan berarti mempercayai melampaui akal budi,
bahwa Tuhan baik, bahwa ketika Tuhan meminta, Tuhan pula yang
akan menyediakan. Abraham mengerti hal ini, maka ia percaya
kepada Tuhan, dan bersedia untuk patuh, bahkan sampai harus
mengorbankan anaknya.
Tuhan menghargai kepatuhan dan penyembahan kita dengan
menyediakan bagi kita apa yang benar-benar kita butuhkan; sebuah
korban pengganti. Abraham tidak menyayangkan anaknya terhadap
Tuhan; ”(Tuhan) tidak menyayangkan anak-Nya sendiri, tetapi
yang menyerahkan-Nya bagi kita semua” (Rm. 8: 32). Ishak adalah
bibit perjanjian Abraham,yang melaluinya Tuhan akan memberkati
segala bangsa. Yesus adalah bibit perjanjian Adam, yang
melaluinya Tuhan akan memberikan keselamatan bagi setiap orang
di segala jaman. Ishak memikul di punggungnya kayu yang
digunakan untuk mempersembahkan dirinya. Yesus memikul
sendiri salib-Nya melalui jalan salib menuji Kalvari, tempat di
mana Ia disalibkan. Ishak dibaringkan di atas mezbah dengan
kemungkinan ayahnya sendiri akan menyembelihnya; Yesus mati
di atas kayu salib dan terputus hubungan-Nya dengan Allah Bapa.
146
Domba jantan pengganti diberikan untuk menggantikan Ishak,
namun Yesus adalah domba pengganti bagi kita semua.
Yesus adalah kurban yang lebih besar dan lebih sempurna yang
memperteguh kepatuhan dan penyembahan kita.
Refleksi
1.Apakah “harta karun” Anda, hal yang paling Anda sayangi dan
lindungi?
2.Bagaimana rasanya jika Anda harus menyerahkan harta karun
Anda kepada Tuhan?
3.Apakah Anda dapat mempercayai kebaikan Tuhan dan
pemeliharaan Tuhan terhadap Anda ketika Anda menyerahkan itu?
Doa
Ya Allah Abraham, Ishak dan Yakub. Setiap orang yang beroleh
keselamatan, adalah orang yang Kau tebus, dan yang dalam
kekekalan akan berseru, ‘Bukan bagi kami, namun bagi-Mulah
kemuliaan karena kebenaran-Mu dan belas kasih-Mu.’ Engkau
telah menebus kami dengan perantaraan Seorang yang di dalam-
Nya ada kepenuhan, yang ditinggikan sebagai Raja dan
Juruselamat. Kepada-Nya kami melihat, kepada-Nya kami
bergantung, melalui-Nya kami dibenarkan. Biarlah kami beroleh
kelegaan melalui penderitaan-Nya tanpa kami berhenti membenci
dosa atau mengejar kekudusan; biarlah kami beroleh kelimpahan
melalui kuasa darah-Nya, menenangkan dan membersihkan hati
nurani kami; bersukaria dalam pelayanan-Nya dan juga
pengorbanan-Nya. Amin.
147
Hari ke-33, Jumat 7 April 2017
Panggilan Beribadah
“Allah itu bagi kita tempat perlindungan dan kekuatan, sebagai
penolong dalam kesesakan sangat terbukti. Sebab itu kita tidak
akan takut, sekalipun bumi berubah, sekalipun gunung-gunung
goncang di dalam laut; sekalipun ribut dan berbuih airnya,
sekalipun gunung-gunung goyang oleh geloranya. Kota Allah,
kediaman Yang Mahatinggi, disukakan oleh aliran-aliran sebuah
sungai. Allah ada di dalamnya, kota itu tidak akan goncang; Allah
akan menolongnya menjelang pagi. Bangsa-bangsa ribut,
kerajaan-kerajaan goncang, Ia memperdengarkan suara-Nya, dan
bumi pun hancur. TUHAN semesta alam menyertai kita, kota
benteng kita ialah Allah Yakub. Pergilah, pandanglah pekerjaan
Tuhan, yang mengadakan pemusnahan di bumi, yang
menghentikan peperangan sampai ke ujung bumi, yang
mematahkan busur panah, menumpulkan tombak, membakar
kereta-kereta perang dengan api! “Diamlah dan ketahuilah,
bahwa Akulah Allah! Aku ditinggikan di antara bangsa-bangsa,
ditinggikan di bumi!” TUHAN semesta alam menyertai kita, kota
benteng kita ialah Allah Yakub.” (Mzm. 46)
Pengakuan Dosa
Allah yang berbelas kasihan, ampuni kami orang-orang yang
berdosa. Ampuni kami yang sering menyakiti hati sesama kami.
Ampuni kami yang sering tidak berlaku adil terhadap sesama kami.
Ampuni kami yang sering mengandalkan kekuatan kami sendiri.
Ampuni kami yang sering hanya memperhatikan kepentingan kami
sendiri. Ampuni kami yang sering menjadi batu sandungan bagi
yang lain. Ampuni kami yang sering menolak anugerah-Mu.
Ampuni kami yang takut untuk menderita. Amin.
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 14: 43-52)
148
Renungan
Adalah mudah untuk merasa baik ketika kita melakukan
pengorbanan. Ketika kita melakukan pengorbanan dengan
memberikan perpuluhan, atau dengan berpuasa, atau meluangkan
waktu untuk menolong sesama, kita merasa diri kita telah
melakukan hal yang cukup baik. Mungkin kita tidak pernah
mengungkapkannya terang-terangan, tetapi kita merasa bahwa kita
telah memenangkan perkenanan Tuhan. Kita mempersembahkan
segala hal ini kepada Tuhan sambil berpikir bahwa kita sedang
menunjukkan mengapa kita layak untuk diampuni, diberkati,
bahkan diperhatikan. Akan tetapi pemikiran seperti ini
menghalangi kita untuk memberikan kepada Tuhan pengorbanan
yang Dia paling inginkan. Karena materi, tubuh dan segala apa
yang kita memiliki berasal dari Tuhan, apakah berarti kita telah
melakukan hal yang cukup baik dengan mempersembahkan
kembali kepada Tuhan sedikit dari semua yang Tuhan telah
berikan? Itu bukanlah pengorbanan, melainkan penatalayanan.
Sungguh tiada artinya untuk berkata kepada Tuhan, “Ya, saya
memang berdosa! Tetapi lihat apa yang sudah saya korbankan
bagi-Mu!” Tuhan merindukan pengorbanan yang lain, yang
mencakup keseluruhan kita. Dalam pengakuan dosanya karena
perzinahan dan pembunuhan yang dilakukannya, raja Daud datang
dengan kejujuran di hadapan Tuhan. Tidak ada alasan, hanya
pengakuan. Tidak ada ritual tertentu, hanya ada doa yang penuh
dengan gairah. Inilah yang seharusnya kita lakukan ketika kita
menyadari bahwa sudah tidak ada lagi yang kita miliki untuk
dipersembahkan. Kita datang tanpa membawa apapun ke atas
mezbah Tuhan, dan mengandalkan hanya Tuhan semata.
Daud membutuhkan pengampuan, dan pada zamannya, adalah hal
yang lazim kalau darah ternak digunakan sebagai penghapusan
dosa. Lalu mengapa Daud tidak membawa kurban ternak? Daud
menjelaskan, “Sebab Engkau tidak berkenan kepada korban
sembelihan; sekiranya kupersembahkan korban bakaran, Engkau
tidak menyukainya. Korban sembelihan kepada Allah ialah jiwa
149
yang hancur; hati yang patah dan remuk, tidak akan Kau pandang
hina, ya Allah” (Mzm. 51: 18-19).
Sama halnya dengan darah lembu jantan dan darah domba jantan
yang tidak dapat menghapuskan dosa (Ibr.10: 4), tidak ada
pengorbanan yang dapat kita bawa yang dapat menggerakan Allah.
Hanya Allah sendiri yang dapat mentahirkan segala dosa kita dan
membangkitkan sukacita kita oleh karena keselamatan-Nya (Mzm.
51: 9, 12). Daud tidak mengatakan bahwa kita tidak perlu lagi
mengorbankan sesuatu, namun dalam sebuah pengorbanan, Allah
memperhatikan hati yang mempersembahkannya.
Tuhan menghendaki segenap hati kita, dan satu-satunya cara untuk
mempersembahkan hati kita seluruhnya kepada Tuhan adalah
dengan melepaskan pemikiran bahwa ada hal dalam diri kita yang
cukup baik untuk memenangkan perkenanan Tuhan. Ketika kita
berhenti melakukan pembenaran, ketika kita melihat kepada dosa-
dosa kita, ketika kita menyadari betapa hancurnya kita, hati kita
akan hancur sama seperti Daud. Kita akan berhenti mencoba untuk
membenarkan diri kita, menutup-nutupi kesalahan kita, dan melihat
hanya kepada pengorbanan Anak Allah, Yesus Kristus yang ” telah
mati sekali untuk segala dosa kita, Ia yang benar untuk orang-
orang yang tidak benar, supaya Ia membawa kita kepada Allah” (1
Ptr. 3: 18).
Refleksi
1.Hal apa saja yang membuat Anda berpikir bahwa Anda sudah
berkenanan di hadapan Tuhan?
2.Apakah Anda menghakimi orang lain yang tidak melakukan
pengorbanan seperti yang Anda lakukan untuk Tuhan?
3.Dapatkah Anda belajar untuk memberikan segenap hati Anda
kepada Allah di samping segala pengorbanan dan persembahan
yang Anda bawa kepada Tuhan?
150
Doa Allah yang Mahakuasa, yang memberikan segala yang baik dan
kasih karunia yang sempurna, ajar kami untuk menyerahkan
kepada-Mu diri kami beserta dengan apa yang kami punyai,
sehingga ketika kami menyembah, kami menyembah bukan hanya
dengan bibir, melainkan dengan seluruh hidup kami. Agar dalam
setiap apa yang kami perbuat, dalam suka dan duka kami, kami
persembahkan semuanya itu sebagai persembahan yang hidup
kepada Engkau, melalui Juruselamat kami, Yesus Kristus. Amin.
151
Hari ke-34, Sabtu 8 April 2017
Panggilan Beribadah
“TUHANlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia
serta yang diam di dalamnya. Sebab Dialah yang mendasarkannya
di atas lautan, dan menegakannya di atas sungai-sungai. Siapakah
yang boleh naik ke atas gunung TUHAN? Siapakah yang boleh
berdiri di tempat-Nya yang kudus? Orang yang bersih tangannya
dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan hatinya kepada
penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu. Dialah yang akan
menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang
menyelamatkan Dia. Itulah angkatan orang-orang yang
menanyakan Dia, yang mencari wajah-Mu, ya Allah Yakub.
Angkatlah kepalamu, hai pintu-pintu gerbang, dan terangkatlah
kamu, hai pintu-pintu yang berabad-abad, supaya masuk Raja
Kemuliaan! Siapakah itu Raja Kemuliaan? TUHAN, jaya dan
perkasa, TUHAN, perkasa dalam peperangan! Angkatlah
kepalamu, hai pintu-pintu gerbang, dan terangkatlah kamu, hai
pintu-pintu yang berabad-abad, supaya masuk Raja Kemuliaan!
Siapakah itu Raja Kemuliaan? TUHAN semesta alam, Dialah Raja
Kemuliaan!” (Mzm. 24)
Pengakuan Dosa
Tuhan yang Mahakuasa dan berbelas kasihan, kami mengaku
bahwa kami seringkali datang kepada Engkau oleh karena tugas
dan kejwajiban kami, bukan karena kasih dan kerinduan kami akan
hadirat-Mu. Ampuni kami yang menyanyikan pujian kepada-Mu
tanpa diubahkan oleh kebenaran dari apa yang kami nyanyikan.
Ampuni kami yang berdoa kepada-Mu dengan penuh kekaguman
namun kami tidak bergantung pada kasih karunia-Mu. Dan ampuni
kami kalau kami berlaku seakan-akan Engkau berkenan dengan
kepura-puraan kami dan segala kesibukan kegiatan rohani kami.
Engkau tidak berkenan atas persembahan-persembahan yang sia-
sia ini, bagi-Mu semua ini adalah kenajisan. Engkau memalingkan
mata-Mu dari kami, dan Engkau tidak mendengar. Kami mengaku
bahwa kami seringkali mengejar kenyamanan dari pada melayani
152
sesama, seperti Engkau yang telah terlebih dahulu melayani kami.
Kami memohon dengan rendah hati agar Engkau mengajari kami
apa yang benar-benar baik; supaya kami mengejar kebenaran dan
keadilan. Kami berdoa agar kami beroleh hati yang mau melihat
dunia ini dibenarkan, karena Engkau telah terlebih dahulu
membenarkan kami oleh salib anak-Mu, Yesus Kristus. Amin.
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 14: 53-65)
Renungan
Kita hidup di tengah-tengah budaya yang terobsesi dengan
pengembangan diri. Kita mau meningkatkan karir kita, kesehatan
jasmani kita, tempat tinggal kita, kebiasaan kita, dan hobi kita. Kita
bahkan mau “meningkatkan kualitas” orang-orang dan kehidupan
di sekitar kita. Ketika kesempatan dan pilihan untuk merubah dan
mempermudah kehidupan itu datang, kita pun akan meraihnya
dengan segera. Peningkatan dan kemudahan akan menghasilkan
kenyamanan, dan kita memang hidup di tengah-tengah jaman di
mana kenyamanan adalah hal yang tidak tergantikan. Kita dapat
merekam video menggunakan telpon genggam dan mengirimnya
kepada seseorang yang berjarak ribuan kilometer dalam hitungan
menit. Kita dapat meminum pil, pergi tidur dan menjadi kurus
tanpa berolah raga. Tanpa perlu repot-repot masak, kita dapat
membeli makanan hampir di mana saja dan kapan saja. Segala
kenyamanan ini telah menanamkan dalam diri kita harapan yang
seringkali tidak realistis dan menjadi pribadu yang tidak sabaran.
Kita tidak dapat melarikan diri dari efek jaman yang penuh
teknologi ini.
Alkitab menawarkan perubahan yang sama sekali berbeda, yang
lebih disengaja dan yang lebih berharga. Alkitab menjanjikan
perubahan yang lebih menyeluruh, namun prosesnya tidak
sederhana, dan membutuhkan pengorbanan. Dalam Roma 12,
setelah Paulus menjabarkan pemahaman teologis mengenai Injil, ia
153
mendorong pembaca surat Roma untuk segera mengambil
tindakan, untuk mengijinkan Injil mengubah mereka: “Karena itu,
saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu,
supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan
yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu
adalah ibadahmu yang sejati.” (Rm 12: 1).
Cara kita mengambil tindakan adalah dengan mempersembahkan
keseluruhan hidup kita kepada Tuhan sebagai “persembahan yang
hidup”. Frasa ini sangat unik. Dalam Perjanjian Lama,
persembahan atau korban selalu berakhir dengan kematian di atas
mezbah. Maka apakah maknanya menjadi “persembahan yang
hidup”?
Pada satu sisi, pertumbuhan secara pribadi merupakan
pengorbanan juga. Walaupun kita tidak harus mati bagi dosa-dosa
kita (karena Yesus lah korban yang sempurna dan final bagi dosa-
dosa kita), namun kita harus mematikan ambisi diri kita yang
egois, dan mengendalikan hawa nafsu kita. Seringkali motivasi kita
untuk berubah adalah karena kita mencari rasa aman. Kita mau
mengubah kondisi tubuh kita sekarang karena kita ingin merasa
puas dengan penampilan kita. Kita mengejar kekayaan demi
mendapat kekentraman. Kita mengejar kekuasaan demi mendapat
kebahagiaan. Semua itu harus dimatikan.
Akan tetapi semua itu barulah sebagian dari apa yang Paulus
katakan. Persembahan kita benar bersifat pengorbanan, akan tetapi
juga merupakan sesuatu hidup. “Sebab, jika kamu hidup menurut
daging, kamu akan mati; tetapi jika oleh Roh kamu mematikan
perbuatan-perbuatan tubuhmu, kamu akan hidup.” (Rm. 8: 13).
Dengan kata lain, persembahan kita kepada Tuhan adalah
memberikan tubuh kita sebagai senjata kebenaran (Rm. 6: 13). Hal
ini dimungkinkan karena Dia yang telah membangkitkan Yesus
dari antara orang mati, akan menghidupkan juga tubuh kita yang
fana oleh Roh-Nya, yang diam di dalam kita (Rm. 8: 11). Oleh
karena Yesus telah mempersembahkan tubuh-Nya di atas kayu
154
salib sebagai jaminan keselamatan yang abadi bagi kita, kita dapat
mempersembahkan hidup kita kepada Tuhan sebagai ibadah yang
berkesinambungan.
Norma budaya kita mengajarkan bahwa kita harus mengorbankan
apa yang kita punya untuk mendapat apa yang kita inginkan.
Pengudusan yang sejati adalah mengorbankan segala yang kita
inginkan karena kita telah mendapat segala sesuatu yang kita
inginkan di dalam Kristus. Ini adalah inti daripada Lenten. Kita
mengambil waktu khusus, menguji apa nilai kita, kebiasaan kita,
dan keinginan kita telah menjadi norma yang mengatur hidup kita.
Kita membuat ruang dalam hati dan pikiran kita untuk memikirkan
apa yang telah Yesus tinggalkan demi kita, dan semua itu
mengubah hidup kita. Prosesnya akan berlangsung lama, karena
tanpa proses, kita tidak akan mengalami sukacita dalam perjalanan
untuk mengenal Dia yang mengubahkan hidup kita.
Refleksi
1.Hal apa saja yang ingin Anda capai dari diri dan kehidupan
Anda?
2.Bagaimanakah perasaan Anda jika Anda harus menyerahkan
semua itu kepada Tuhan?
3.Apakah selama mengejar pencapaian itu dapat membantu Anda
mencari Tuhan?
Doa
Allah yang berbelas kasihan, Bapa yang Mahakuasa, kami, hamba-
Mu yang tidak layak, dengan rendah hati mengucap syukur
kepada-Mu karena kasih dan anugerah-Mu terhadap kami, ciptaan-
Mu. Kami memuji Engkau karena Engkau telah menciptakan kami,
bersabar terhadap kami, dan memberkati hidup kami, namun di
atas semuanya itu, kami memuji Engkau karena kasih-Mu yang
tiada terukur dalam penebusan dunia melalui Juruselamat kami,
Yesus Kristus. Dan saat ini kami berdoa, agar kami diberikan
kesadaran akan belas kasihan-Mu sehingga kami memuji Engkau
dengan hati yang penuh ucapan syukur, bukan hanya dengan bibir
155
kami, melainkan dalam kehidupan kami, dengan menyerahkan diri
kami bagi pekerjaan Tuhan; dan dengan berjalan bersama Engkau
di dalam kekudusan-Mu dan di dalam kebenaran-Mu setiap hari,
melalui Yesus Kristus, Tuhan kami, yang kepada-Nya, bersama
dengan Engkau dan Roh Kudus, kami persembahkan kemuliaan
dan hormat sampai segala jaman. Amin.
156
Minggu ke-6 Lenten, 9 April 2017 (Minggu Palem)
Melalui kebangkitan-Nya, Kristus mematahkan kuasa maut dan
membuka pintu kehidupan bagi kita. Ia memproklamirkan kepada
para wanita dan murid-murid-Nya dan membawa keselamatan
kepada seluruh dunia. Ia memperbaharui segala ciptaan-Nya dan
memberikan janji kebangkitan sehingga kita dapat hidup bersama-
Nya. Kita pun mempercayai dan memproklamirkan juga bahwa
melalui kematian dan kebangkitan-Nya: “Hai maut di manakah
kemenanganmu? Hai maut di manakah sengatmu? Sengat maut
ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat. Tetapi syukur
kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan
oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.“ (diambil dari 1 Kor. 15:55-57)
159
Hari ke-35, Senin 10 April 2017
Panggilan Beribadah
“TUHAN semesta alam akan menyediakan di gunung Sion bagi
segala bangsa-bangsa suatu perjamuan dengan masakan yang
bergemuk, suatu perjamuan dengan anggur yang tua benar,
masakan yang bergemuk dan bersumsum, anggur yang tua yang
disaring endapannya. Dan di atas gunung ini TUHAN akan
mengoyakkan kain perkabungan yang diselubungkan kepada
segala suku bangsa dan tudung yang ditudungkan kepada segala
bangsa-bangsa. Ia akan meniadakan maut untuk seterusnya; dan
Tuhan ALLAh akan menghapuskan air mata dari pada segala
muka; dan aib umat-Nya akan dijauhkan-Nya dari seluruh bumi,
sebab TUHAN telah mengatakannya. Pada waktu itu orang akan
berkata: ”Sesuungguhnya, inilah Allah kita, yang kita nanti-
nantikan, supaya kita diselamatkan. Inilah TUHAN yang kita
nanti-nantikan; marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita oleh
karena keselamatan yang diadakan-Nya!” (Yes. 25:6-9)
Pengakuan Dosa
Ya Tuhan, kami mengakui bahwa perbuatan kami bercela dan hati
kami tidak murni. Ampuni kami yang sering tidak setia, dan
jagalah iman kami ya Tuhan. Pimpinlah kami selalu untuk
mengalami kedalaman kasih-Mu. Bukakan mata dan hati kami
untuk membaca renungan-renungan Lenten sepanjang minggu ini.
Bentuklah kami menjadi seperti Yesus yang pribadi dan hidup-Nya
kami tinggikan. Di dalam nama Kristus, Tuhan kami. Amin.
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 14:66-72)
Renungan
Kematian sering dilihat sebagai akhir dari sesuatu - akhir dari
kehidupan, membawa begitu banyak kepedihan dan kepahitan.
160
Kematian sebisa mungkin harus dihindari, tak peduli apapun dan
berapapun harganya.
Namun Alkitab, dalam banyak kesempatan, menceritakan sebuah
kisah yang berbeda:
“Hai orang bodoh! Apa yang engkau sendiri taburkan, tidak akan
tumbuh dan hidup, kalau ia tidak mati dahulu.” (1 Kor. 15:36)
“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya jikalau biji gandum tidak
jatuh ke dalam tanah dan mati, ia tetap satu biji saja; tetapi jika ia
mati, ia akan menghasilkan banyak buah.” (Yoh. 12:24).
Dalam fenomena alam pun kita akan melihat yang sama. Di
beberapa negara yang lain, kita melihat pergantian 4 musim setiap
tahun. Ketika mendekati musim gugur, daun-daun berubah warna
dan mulai berjatuhan. Bunga-bunga memudar seiring datangnya
musim dingin seperti cengkeraman kematian yang berdampak pada
pohon-pohon. Hal-hal yang lama mati untuk membawa suatu
kehidupan yang baru. Hal ini mencerminkan hidup kita yang
memiliki siklus yang bergantian antara perkabungan dan
kegembiraan yang membentuk hari-hari kita. Kematian membawa
kehidupan, atau setidaknya memiliki potensi tersebut.
Dalam banyak cara, ini adalah perjalanan sesungguhnya dari
Lenten: kematian menuju kehidupan. Seperti makanan yang kita
makan, yang terlebih dahulu harus mati untuk mempertahankan
kehidupan kita, maka diri kita yang lama (yang terpisah dari
Kristus) harus mati hari demi hari untuk melahirkan diri yang baru.
Kita mematikan keegoisan diri sendiri dan kita dibangkitkan untuk
hidup di dalam Yesus. Kita menyangkal diri kita sendiri, memikul
salib, dan mengikuti Dia. Kematian membawa kehidupan.
Kematian dapat menjadi hal yang menakutkan. Tetapi kasih Tuhan
kepada kita di dalam Kristus memberi kita kekuatan untuk tidak
takut akan kematian. Tuhan tidak menahan apapun, melainkan
merelakan Anak-Nya sendiri untuk kita, dan Ia akan memberikan
kehidupan yang berkelimpahan kepada kita. Dan kelimpahan hidup
161
tersebut adalah: percaya keapda Yesus, tinggal di dalam Dia dan
mengikuti Dia. Proses mematikan keegoisan dan kepentingan kita
menolong kita untuk menemukan ”harta sejati” kita (kehidupan,
sukacita, dan tujuan) di dalam Yesus. Masa Lenten mengingatkan
kita bahwa kehidupan yang sejati ditemukan di dalam Yesus.
Ketika ”benih” Allah - Yesus - jatuh ke tanah dan mati, Ia menjadi
lebih dari sekedar Pencipta kita, tetapi juga Penebus dan benih
kehidupan kita. Ketika kita mematikan keegoisan diri sendiri, kita
semakin dekat dengan Yesus dan menjadi semakin serupa dengan
tujuan awal kita diciptakan. Ketika Anda benar-benar memahami
kematian Yesus, ketika kebenaran dan keindahan atas segala yang
telah Yesus serahkan untuk Anda meresap ke dalam hidup Anda,
Anda akan dengan senang hati menyerahkan seluruh yang Anda
miliki dan mengikuti Dia.
Refleksi
1.Sikap, hasrat, dan kecenderungan egois apa sajakah yang masih
hadir dalam hidup Anda dan harus dimatikan?
2.Di area-area kehidupan mana sajakah yang Anda masih enggan
untuk serahkan demi mengikuti Yesus?
3.Apakah Anda mendapatkan apa yang Tuhan ingin Anda lakukan
selama minggu ini dalam menyambut sukacita Paskah pada hari
Minggu nanti?
Doa
Engkau kudus, Ya Tuhan yang Mahamulia, dan diberkatilah Yesus
Kristus, Anak-Mu, Tuhan kami. Sebagai manusia, Engkau
mengerti sukacita dan dukacita kami, serta pergumulan kami dalam
menghadapi pencobaan. Engkau sama seperti kami, hanya saja
Engkau tidak berdosa. Melalui Engkau kami melihat tujuan awal
kami diciptakan. Walaupun tidak berdosa, Engkau rela menderita
demi dosa kami. Sekalipun tidak berdosa, Engkau menghadapi
kematian menggantikan kami yang bersalah. Di atas salib Engkau
memberi diri-Mu, sebuah perngorbanan yang tidak bercela, demi
162
kehidupan kami. Melalui penderitaan dan kematian-Mu, Engkau
membebaskan kami dari dosa dan kematian. Bangkit dari kubur,
Engkau memimpin kami kepada sukacita atas kehidupan yang
baru. Melalui Engkau, segala kemuliaan dan hormat adalah milik
Bapa yang Mahakuasa sekarang dan sampai selama-lamanya.
Amin.
163
Hari ke-36, Selasa 11 April 2017
Panggilan Beribadah
”Ia adalah gambar Allah yang tidak kelihatan, yang sulung, lebih
utama dari segala yang diciptakan, karena di dalam Dialah telah
diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di
bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana,
maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala
sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia. Ia ada terlebih dahulu
dari segala sesuatu dan segala sesuatu ada di dalam Dia. Ialah
kepada tubuh, yaitu jemaat. Ialah yang sulung, yang pertama
bangkit dari antara orang mati, sehingga Ia yang lebih utama
dalam segala sesuatu. Karena seluruh kepenuhan Allah berkenan
diam di dalam Dia, dan oleh Dialah Ia memperdalamikan segala
sesuatu dalam diri-Nya, baik yang ada di bumi, maupun yang ada
di sorga, sesudah Ia mengadakan pendamaian oleh darah salib
Kristus.” (Kol. 1:15-20)
Pengakuan Dosa
Seperti orang-orang yang menyambut Engkau ketika engkau
memasuki Yerusalem tetapi kemudian berteriak,”Salibkan Dia!”,
kami adalah orang-orang yang tidak setia, yang sering kali
menyangkal Engkau dalam pikiran, perkataan dan perbuatan kami.
Mengingat peristiwa-peristiwa Engkau menjelang minggu terakhir,
itu membantu kami melihat sendiri seperti apa diri kami: para
pendosa yang membutuhkan seorang Juruselamat. Seorang
Juruselamat –puji Tuhan- kami miliki di dalam Engkau. Dengan
jujur dan dalam pengharapan, saat ini kami akui dosa-doa kami di
hadapan Engkau. Amin.
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 15:1-15)
164
Renungan
Tujuan selama masa Lenten adalah untuk mengidentifikasikan diri
kita sengan Yesus dan untuk mengikuti Dia dalam penderitaan,
penganiayaan dan pengorbanan-Nya. Dan jalan yang kita tempuh
adalah perjalanan yang mengarahkan kita kepada salib. Dalam
perjalanan ini, kita mencoba. Mencoba merenung dan berdoa.
Mencoba untuk memikul salib dan memfokuskan perhatian kita
kepada Yesus. Mencoba untuk hidup lebih bijaksana. Mencoba
untuk melepaskan gaya hidup yang konsumtif. Mencoba untuk
lebih memahami firman allah. Mencoba untuk memiliki hati yang
mengampuni dan melayani sesama. Apa yang bisa kita lakukan
adalah terus mencoba. Namun, walaupun dengan usaha terbaik
kita, kegagalan sudah mengintai di depan kita.
Enam minggu adalah waktu yang panjang untuk mencurahkan
perhatian kita terhadap sesuatu, karena kita mudah untuk
kehilangan antusiasme. Ada waktu-waktu di mana Lenten
dilupakan sama sekali, dan berbagai pemikiran mulai menyerang,
“Lenten hanya merupakan sebuah ritual. Yesus tidak terlalu peduli
jika saya sedikit malas di sini atau di sana bukan? Saya tidak mau
terlalu kaku mengikuti aturan.” Kita mulai bersikap tidak peduli
dan mulai berpikir untuk memanjakan kembali keinginan daging
kita.
Setelah itu biasanya perasaan bersalah muncul. Pada saat itulah
kita mulai mengambil komitmen kembali. Memang bukan hal yang
buruk untuk mengambil komitmen kembali, tetapi biasanya kali ini
kita melakukannya bukan untuk mengidentifikasikan diri kembali
dengan Yesus, melainkan untuk menutupi rasa bersalah kita.
Dua ancaman yang konstan dan serius ini — kompromi dan
legalisme —selalu hadir dalam hidup kita, dengan liciknya
menunggu untuk menarik kita keluar jalur. Keduanya tidak
menghasilkan pertobatan dan kerendahan hati yang membawa kita
kepada Yesus. Pertobatan, kerendahan hati, penderitaan, ratapan,
165
dan pengorbanan tidak datang dengan sendirinya. Keinginan
daging dan pembenaran diri datang dengan sendirinya.
Lenten bukanlah sesuatu yang berat karena 6 minggu merupakan
waktu yang panjang. Lenten menjadi sulit karena kita tidak mau
“mati”. Lenten berbicara tentang “kematian”, dan kita cenderung
menghindari “kematian”. Tetapi jalan yang Yesus pimpin menuju
kepada salib. ”Kata-Nya kepada mereka semua: ”Setiap orang
yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memukul
salibnya setiap hari dan mengikut Aku.” (Luk. 9:3).
Segala kelemahan yang sedang kita usahakan untuk tanggalkan
selama masa Lenten hanyalah bagian kecil dari keberdosaan kita.
Kita jauh lebih buruk dari apa yang dapat kita akui, malah jauh
lebih buruk dari apa yang kita ketahui atau bayangkan. Tetapi
anugerah Allah di dalam Kristus Yesus jauh lebih indah dan
berkuasa dari pada yang pernah kita bayangkan.
Lenten sedang membawa kita mendekati Paskah, menanamkan
kerinduan mendalam akan momen Paskah di dalam hati kita.
Bukan sebuah kerinduan untuk kembali kepada cara-cara kita yang
lama, tetapi sebuah kerinduan akan seorang Juruselamat – seorang
yang menghidupi hidup yang seharusnya kita hidupi dan yang
mematikan kematian yang seharusnya kita alami.
Refleksi 1.Apakah Anda sudah menyimpang ke dalam kompromi dan
legalisme dalam masa Lenten ini?
2.Jika ya, mintalah kepada Tuhan untuk memurnikan kembali
motivasi Anda dalam membaca Lenten setiap hari.
Doa
Allah yang Mahakudus, Engkau telah membuka telinga kami untuk
mendengar firman-Mu dan bibir kami untuk mengumandangkan
kebenaran-Mu: bukalah mata kami pada hari ini untuk melihat
penyataan kasih-Mu di dalam salib; melalui Yesus yang disalibkan,
166
yang kepada-Nya Engkau dan Roh Kudus, satu Tuhan, ditinggikan
dan dipuji, dari sekarang sampai selama-lamanya. Amin
167
Hari ke-37, Rabu 12 April 2017
Panggilan Beribadah
”Setelah pada zaman dahulu allah berulang kali dan dalam
pelbagai cara berbicara kepada nenek moyang kita dengan
perantaraan nabi-nabi, maka pada zaman akhhir ini ia telah
berbicara kepada kita dengan perantaraan Anak-Nya, yang telah
Ia tetapkan sebagai yang berhak menerima segala yang ada. Oleh
Dia Allah telah menjadikan alam semesta. Ia adalah cahaya
kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala
yang ada dengan firman-Nya yang penuh kekuasaan. Dan setelah
Ia selesai mengadakan penyusian dosa, Ia duduk di sebelah kanan
Yang Mahabesar, di tempat yang tinggi, jauh lebih tinggi dari
pada malaikat-malaikat, sama seperti nama yang dikaruniakan
kepada-Nya jaug lebih indah dari pada nama mereka.” (Ibr. 1:1-4)
Pengakuan Dosa
Allah yang kekal, yang tidak pernah mengikari janji-Ny: kami
mengakui bahwa kami telah gagal dalam mengikuti kehendak-Mu.
Kami mengingkari sesama kami, meninggalkan teman-teman kami,
dan lari dalam ketakutan ketika kami seharusnya setia. Walaupun
Engkau telah menyatukan diri-Mu dengan kami, kami belum
menyatukan diri kami dengan Engkau. Tuhan, ampunilah kami
yang lemah dan tegar tengkuk. Pimpinlah kami sekali lagi menuju
meja perjamuan-Mu, dan satukan kami dengan Kristus, yang
adalah Roti Kehidupan dan Pokok Anggur yang dari padanya
anugerah dilimpahkan. Terpujilah Kristus selama-lamanya. Amin.
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 15:16-20)
Renungan
Ketika kita memikirkan tentang kematian, hal ini membawa kita
kepada kengerian. Kita jadi berduka, menangis, dan meratapi
kematian. Tetapi apa intinya menghabiskan seminggu untuk
168
merenung dan berefleksi secara mendalam tentang kematian?
Apakah hal ini bermanfaat? Bukankah lebih baik untuk berpikiran
positif saja?
Bagi orang Kristen, kematian bukanlah hal negatif atau kabar
buruk, karena kita memiliki suatu perspektif yang lebih besar dari
keseluruhan kisah. Kematian bukanlah akhir; kematian hanyalah
sebuah potongan yang membuka jalan bagi kemuliaan hanyalah
sebuah potongan yang membuka jalan bagi kemuliaan dari
kebangkitan. Kematian bukan lagi merupakan sebuah pil pahit
untuk ditelah; kematian telah ditelah dalam kemenangan dan telah
kehilangan sengatnya (1 Kor. 15:55). Merenungkan tentang
kematian seharusnya menjadi sebuah sarana untuk lebih
memahami keagungan dari Kabar Baik.
Di tengah-tengah kisah agung ini, kita ditantang dengan realita
tentang kematian. Kematian mengingatkan kita bahwa kehidupan
itu rapuh dan cepat berlalu, dan mengisyaratkan kita untuk
merefleksikan kehidupan kita sehari-hari.
Menjadi seorang Kristen berarti kita harus menempatkan identitas,
harga diri, dan nilai-nilai kita di dalam Yesus – Ia menjadi harta
paling berharga kita. Sebuah kehidupan yang dihidupi dengan baik
adalah kehidupan yang mengutamakan Kristus di atas segalanya
(Fil. 3:7-8). Oleh karenanya, kematian harus menjadi pengingat di
mana kita menempatkan harta kita.
”Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngenat
dan karat merusakkannya dan pencuri membongkar serta
mencurinya. Tetapi kumpulkanlah bagimu harta di sorga; di orga
ngengat dan karat tidak merusakkannya dan pencuri tidak
membongkar serta mencurinya. Karena di mana hartamu berada,
di situ juga hatimu berada.” (Mat. 6:19-21)
Sebuah kehidupan yang dihidupi dengan baik adalah kehidupan
yang terus memikirkan natur dan finalitas kematian, karena
169
kematian menyebabkan kita terus memeriksa diri akan harta yang
kita buru. Merenungkan tentang kematian seharusnya menjadi
sebuah sarana untuk memperoleh perspektif kekal yang pada
akhirnya menjadikan kita lebih menghargai Yesus lebih mendalam.
Lebih dari itu, merenungkan tentang kematian seharusnya menjadi
sebuah sarana untuk memahami dan menerima anugerah Allah
melalui Kristus. Kematian adalah sebuah akibat langsung dari
kejatuhan manusia, masuknya dosa ke dalam realitas kita. Dunia
kita—dan kehidupan kita—dipenuhi dengan kematian dan
kerusakan karena kehadiran dan kuasa dosa.
Kita sedang mendekati akhir dari masa Lenten. Dan agar
perjalanan ini benar-benar menjadi nyata bagi kita, kita harus
bertatap muka dengan kedalaman dosa yang ada di dalam hati dan
hidup kita. Kita harus melihat sendiri siapa diri kita sebenarnya:
seorang pendosa yang sepenuhnya layak menerima hukuman dan
murka Tuhan (Rom. 3). Kita harus melihat sendiri bagaimana
Tuhan melihat kita, karena hanya dengan percaya akan apa yang
Tuhan katakan tentang kita, barulah kita akan dapat percaya apa
yang telah Tuhan perbuat bagi kita. Tuhan telah memberikan Anak
tunggal-Nya, Juruselamat kita yang sejati, Tuhan Yesus Kristus,
kepada kita. Tuhan telah memberikan milik-Nya yang terbaik
untuk menebus kita. Itulah yang telah dilakukan Tuhan untuk kita!
Tuhan tidak mengabaikan dosa kita, Ia mati untuknya. Ia tidak
berlalu dari kita, Ia menebus kita. Dan kasih-Nya yang begitu besar
yang memberi kuasa untuk penebusan kita: ”Dalam hal inilah
kasih Allah dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah
telah mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya
kita hidup oleh-Nya. Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah
mengasihi Allh, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang
telah mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa
kita.” (1 Yoh. 4:9-10). Karena pengorbanan Yesus yang
menebuskan kita, kita diterima oleh Allah, kita adalah orang-orang
kudus di dalam kerajaan Allah.
170
Dengan melihat kedalaman dosa, kita dapat benar-benar mengerti
dan percaya akan anugerah yang berkelimpahan, pengampunan,
dan kasih Tuhan. Dan inilah Injil yang diberitakan: anugerah yang
dari Tuhan dan belas kasihan melalui pengorbanan Yesus di kayu
salib sangatlah dalam dan jauh lebih besar dibandingkan apa yang
kita lihat di dalam hati kita sendiri. Terpujilah Yesus Kristus!
Refleksi
1. Pikirkanlah kembali tujuh hari terakhir ini dan luangkan waktu
untuk mengakui dosa-dosa spesifik Anda di hadapan Tuhan.
2. Sekarang refleksikan kebenaran bahwa Yesus memikul salib dan
mati untuk dosa-doa tersebut. Terimalah pengampunan Tuhan di
dalam Kristus, sembahlah Dia untuk anugerah dan belas kasihan-
Nya.
Doa
Pimpinlah kami, ya Tuhan, di dalam jalan Kristus. Berikanlah kami
keberanian untuk memikul salin dan dalam kebergantungan penuh
akan anugerah-Mu mengikut Kristus. Tolonglah kami untuk
mengasihi-Mu melebihi segalanya dan untuk mengasihi sesama
kami seperti kami juga mengasihi diri kami sendiri, serta
menunjukkan kasih tersebut di dalam perbuatan dan perkataan oleh
kuasa Roh-Mu. Berikanlah kami kekuatan untuk melayani-Mu
dengan setia sampai pada hari kebangkitan yang dijanjikan.
Bersama dengan orang-orang yang telah ditebus dari seluruh
zaman, kami akan mengadakan pesta di meja perjamuan
kemuliaan-Mu. Melalui Kristu, seluruh kemuliaan dan hormat
adalah milik-Mu. Bapa yang Mahakuasa, dengan Roh Kudus di
dalam gereja yang kudus, sekarang dan selama-lamanya. Amin.
171
Hari ke-38, Kamis 13 April 2017 (Kamis Putih)
Panggilan Beribadah
”Aku hendak memuji TUHAN pada segala waktu; puji-pujian
kepada-Nya tetap di dalam mulutku. Karena TUHAN jiwaku
bermegah; biarlah orang-orang yang rendah hati mendengarnya
dan bersukacita. Muliakanlah TUHAn bersama-sama dengan aku,
marilah kita bersama-sama memasyhurkan nama-Nya! Aku telah
mencari TUHAN, lalu Ia menjawab aku, dan melepaskan aku dari
segala kegentaranku. Kecaplah dan lihatlah, betapa baiknya
TUHAn itu! Berbahagialah orang yang berlindung pada-Nya!
(Mzm. 34:2-5,9)
Pengakuan Dosa
Tuhan Yesus, sama seperti Yuda, kami telah mengkhianati
Engkau; sama seperti Petrus, kami telah menyangkal Engkau; dan
sama seperti murid-murid-Mu yang lain, kami telah meninggalkan
Engkau. Namun demikian Engkau tetap setia kepada kami sampai
pada kematian, bahkan kematian di kayu salib. Kami memohon
pengampunan dan belas kasihan-Mu. Dan kami memphon agar
Engkau menguatkan kami sehingga kami tidak berpaling, tetapi
mengikuti Engkau sampai pada akhirnya – karena kemenangan
akhir adalah milik-Mu.
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 15:21-32)
Renungan
Pada peringatan Kamis Putih, kita mengingat kembali malam
terakhir yang Yesus lewatkan bersama para murid-Nya di ruangan
atau sebelum penangkapan dan penyaliban. Istilah ”Kamis Putih”
(Maundy Thursday dalam bahasa Inggris) berasal dari bahasa Latin
mandatum novum, mengacu kepada ”perintah baru” yang Yesus
ajarkan kepada para murid-Nya. Di dalam Yohanes 13, Yesus
berkata,”Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu
172
supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi
kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan
demikian semua orang akan tahu, bahwa kamu adalah murid-
murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” (13:34-35). Akan
tetapi para murid tidak sepenuhnya paham seberapa dalam Yesus
mengasihi mereka.
Dalam perkataan-perkataan terakhir-Nya ini kepada para murid,
Yesus mendefinisikan apa artinya mengasihi Dia. Lima kali Yesus
berkata bahwa kasih terhadap diri-Nya berhubungan dengan
mematuhi perintah-Nya. Dan lima kali pula Ia berkata dengan
mematuhi perintah-Nya adalah untuk mengasihi satu sama lain
seperti Ia mengasihi kita. Intinya sangat jelas: komitmen kita
kepada-Nya dan kasih kita kepada-Nya diekspresikan melalui
kasih kita terhadap sesama. Kita tidak hanya dipersatukan dengan
Allah di dalam Kristus; kita juga dipersatukan dengan sesama di
dalam Kristus, apapun kondisinya. Kita masuk ke dalam sebuah
keluarga – keluarga Allah. Tetapi sama seperti para murid, kita
tidak sepenuhnya memahami seberapa dalam Yesys mengasihi
kita.
Hayatilah kedalaman kasih Allah kepada Anda melalui diri Yesus:
“Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada
kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita
adalah anak-anak Allah. Karena itu dunia tidak mengenal kita,
sebab dunia tidak mengenal Dia. Dalam hal inilah kasih Allah
dinyatakan di tengah-tengah kita, yaitu bahwa Allah telah
mengutus Anak-Nya yang tunggal ke dalam dunia, supaya kita
hidup oleh-Nya. Inilah kasih itu: Bukan kita yang telah mengasihi
Allah, tetapi Allah yang telah mengasihi kita dan yang telah
mengutus Anak-Nya sebagai pendamaian bagi dosa-dosa kita.”
(1 Yoh. 3:1, 4:9-10).
“Karena waktu kita masih lemah, Kristus telah mati untuk kita
orang-orang durhaka pada waktu yang ditentukan oleh Allah.
173
Sebab tidak mudah seorang mau mati untuk orang yang benar—
tetapi mungkin untuk orang yang baik ada orang yang berani
mati--. Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh
karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa.”
(Rom. 5:6-8).
“Siapakah yang akan memisahkan kita dari kasih Kristus?
Penindasan atau kesesakan atau penganiayaan, atau kelaparan
atau ketelanjangan, atau bahaya, atau pedang? Seperti ada
tertulis: ”Oleh karena Engkau kami ada dalam bahaya maut
sepanjang hari, kami telah dianggap sebagai domba-domba
sembelihan.” Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada
orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita.
Sebab aku yakin, bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-
malaikat, maupun pemerintah-pemerintah, baik yang ada
sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa, baik yang
di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain,
tidak akan dapat memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada
dalam Kristus Yesus, Tuhan kita.” (Rom. 8:35-39).
Yesus menghidupi kehidupan yang seharusnya kita hidupi dan
menjalani kematian yang seharusnya kita tanggung, sehingga
Allah dapat mengangkat kita menjadi anak-anak-Nya. Ia
mengirimkan Roh Anak-Nya ke dalam hati kita, yang berseru, “Ya
Abba! Ya Bapa!” (Gal. 4:6) Tuhan memberikan kita hal yang
teramat sangat kita butuhkan—diri-Nya sendiri.
Kasih Allah bagi kita ditunjukkan paling besar melalui kematian
Yesus di kayu salib. Kasih dinyatakan di kayu salib Yesus.
Refleksi
1. Mintalah kepada Tuhan untuk mengungkapkan hal-hal yang
membuat Anda tidak sepenuhnya memahami kasih-Nya untuk
Anda.
2. Luangkan beberapa menit untuk merenungkan ketiga ayat di
atas.
174
Doa
Tuhan Yesus Kristus, Engkau merentangkan tangan kasih-Mu
pada kayu salib sehingga setiap orang bisa datang pada dekapan-
Mu yang menyelamatkan. Maka bungkuslah kami dengan Roh
Kudus-Mu agar kami, ketika kami mengulurkan tangan kami
dalam kasih, dapat membawa mereka yang belum mengenal
Engkau untuk datang kepada-Mu, untuk kemuliaan nama-Mu.
Amin.
175
Hari ke-39, Jumat 14 April 2017 (Jumat Agung)
Panggilan Beribadah
“Siapakah yang percaya kepada berita yang kami dengar, dan
kepada siapakah tangan kekuasaan TUHAN dinyatakan? Sebagai
taruk ia tumbuh di hadapan TUHAN dan sebagai tunas dari tanah
kering. Ia tidak tampan dan semaraknyapun tidak ada sehingga
kita memandang dia, dan rupapun tidak, sehingga kita
menginginkannya. Ia dihina dan dihindari orang, seorang yang
penuh kesengsaraan dan yang biasa menderita kesakitan; ia
sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan
bagi kitapun dia tidak masuk hitungan. Tetapi sesungguhnya,
penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang
dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan
ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan
kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang
mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan
oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh. Kita sekalian sesat
seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri,
tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita
sekalian.” (Yes. 53:1-6)
Pengakuan Dosa
Ya Allah yang pengasih, membaca firman-Mu, kami bersyukur
mengingat kehidupan Tuhan kami Yesus Kristus di dunia. Namun
kami mengakui kegagalan kami dalam menanggapi dengan tulus
dan setia akan kesaksian hidup-Nya. Kami sering kali memandang
Yesus hanya sebagai jalan keluar dari masalah kami, bukan
sebagai Penguasa dari segala ciptaan. Kami tidak melihat
kedalaman penderitaan dan pengorbanan-Nya di atas kayu salib.
Bahkan di dalam masa Lenten, kami masih belum berjalan dengan
iman di dalam jalan Yesus Kristus. Ampunilah kami. Kami berdoa,
berikanlah kami sukacita dalam hidup di dalam Kristus yang lebih
penuh lagi. Amin.
176
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 15:33-41)
Renungan
Dalam bahasa Inggris, istilah Jumat Agung dikenal dengan sebutan
Good Friday yang sebenarnya tidak terlalu baik (good), karena
kata “good” adalah sebuah istilah yang terlalu umum. Peristiwa-
peristiwa pada Jumat Agung adalah paradoks yang paling ekstrim
— mengerikan namun mengagumkan secara bersamaan, penuh
dengan skandal namun indah secara bersamaan, penuh dengan
kebencian yang paling buruk namun juga penuh dengan kasih yang
paling besar. Pada hari ini kita dihakimi dan diampuni, dihukum
dan dibebaskan, dikutuk dan diberkati.
Pada saat itu adalah hari yang paling gelap. Banyak dari pengikut
Yesus yang melarikan diri. Mereka yang tetap tinggal untuk
menonton hanya dapat menangis dalam kengerian melihat
pengadilan yang palsu dan kerumunan orang yang berteriak
menuntut darah orang yang tidak bersalah. Penyiksaan yang brutal,
kekejaman para tentara, perjalanan yang melelahkan, paku
menusuk daging, dan pada akhirnya orang yang telanjang tersebut
mati sementara waktu para musuh-Nya terus mencemooh.
Bagi para murid-Nya—mereka yang telah meninggalkan segalanya
untuk mengikuti Yesus—hari ini sama sekali tidak baik. Yesus,
yang kepada-Nya telah mereka letakkan segala harapan sedang
tergantung mati. Ini adalah kematian dari iman mereka, hancurnya
segala harapan mereka akan kerajaan yang baru, dan akhir dari
segala yang mereka percayai.
Ketika para pengikut-Nya membaringkan Yesus di dalam kubur
pada hari yang sama, hari Minggu Paskah sedang “menanti”
mereka: yang pada hari Jumat itu mereka tidak dapat melihatnya.
Mereka tidak dapat melihat kekalahan maut, kemuliaan dari
kebangkitan, atau kedatangan kerajaan Allah. Mereka tidak
177
melihat keseluruhan kisah tersebut. Tidak ada cara untuk
menghindari Jumat Agung, satu-satunya cara adalah melaluinya—
dengan kengerian, kematian dan penguburan.
Hal yang sama berlaku pada kita; kita tidak bisa terlepas dari hari
ini. Kita harus melalui kengerian, kematian dan penguburan untuk
sampai pada kebangkitan. Kita harus melalui kegelapan Jumat
Agung untuk bisa sampai pada terang Paskah.
Allah adalah Allah atas terang: kegelapan tidak dapat tahan di
hadirat-Nya. Kita yang memiliki kegelapan hati yang penuh
dengan dosa seharusnya gentar menyadari fakta ini. Akan tetapi
Yesus, yang sepenuhnya baik (good), mengangkat kegelapan dosa
kita dan berdiri di hadapan murka Allah bagi kita. Di atas salib, Ia
dihancurkan dan dipisahkan dari Bapa-Nya. Ini semua demi
menggantikan kita. Pada Jumat Agung yang pertama, di dalam
waktu tergelap kita, Allah tidak memutuskan hubungan-Nya
dengan kita. Yesus Kristus, terang kita yang sejati, menghampiri
kegelapan kita agar kita dapat hidup di dalam terang.
Kita bisa melalui kegelapan hari ini karena Yesus melaluinya
sebelum kita. Ia menyelamatkan kita dan membawa sukacita yang
kekal melalui cara yang hanya dapat dilaksanakan oleh Allah
sendiri. Paskah segera datang!
Refleksi
1. Ambillah waktu untuk merenungkan kembali kegelapan Jumat
Agung yang pertama. Rasakan apa yang dialami oleh para murid
Yesus pada hari tersebut.
2. Baca kembali Yes. 53:1-6, renungkan penderitaan dan kematian
Yesus
178
Doa
Ya Allah yang kudus, Engkau telah membukakan telinga kami
untuk membaca firman-Mu dan bibir kami untuk menyatakan
kebenaran-Mu: bukalah mata kami pada hari ini untuk melihat
penyataan kasih-Mu melalui salib; melalui Yesus yang disalibkan,
yang kepada-Nya Engkau dan Roh Kudus, satu Allah, dihormati
dan dipuji, sekarang dan sampai selama-lamanya. Amin
179
Hari ke-40, Sabtu 15 April 2017
Panggilan Beribadah
Sang Raja datang, Anak Allah, Anak Manusia, Mesias. Tinggikan!
Yesus, Raja segala raja! Mengingat kembali firman Allah: “Ketika
orang banyak yang datang merayakan pesta mendengar, bahwa
Yesus sedang di tengah jalan menuju Yerusalem, mereka
mengambil daun-daun palem, dan pergi menyongsong Dia sambil
berseru-seru: "Hosana! Diberkatilah Dia yang datang dalam nama
Tuhan, Raja Israel!” Di dalam pujian kami menyembah-Mu, Ya
Yesus Sang Raja. Masuklah ke dalam hati kami pada hari ini sama
seperti Engkau memasuki Yerusalem pada zaman dahulu, dan
pimpinlah kami dengan iman senantiasa. Amin.
(berdasarkan Yoh. 12:13)
Pengakuan Dosa
Allah yang penuh kasih, Engkau mengendarai keledai dan datang
dalam damai, merendahkan diri-Mu dan memberikan diri-Mu bagi
kami. Kami mengakui kami tidak memiliki kerendahan hati.
Ketika Engkau memasuki Yerusalem, orang banyak meneriakkan,
“Hosana: ‘Selamatkan kami sekarang’” Pada Jumat Agung mereka
meneriakkan “Salibkan!” Kami mengakui bahwa pujian kami
terkadang hampa. Kami menyanyikan “Hosana,” tetapi
meneriakkan “Salibkan!” Ketika kerumunan orang meletakkan
daun palem di hadapan-Mu, Engkau tidak mengambil kemuliaan
untuk diri-Mu sendiri. Kami mengakui bahwa kami ingin diterima
dan mengambil cara yang mudah. Kami tidak setia pada kehendak-
Mu. Ampunilah kami, Tuhan, dan tolonglah kami untuk
mengikuti-Mu dengan taat. Amin.
Perenungan
Pembacaan Alkitab
(Markus 15:42-47)
180
Renungan
Besok adalah hari perayaan. Selain itu, besok pun kita memasuki
ketegangan “sudah tetapi belum” dari Injil. “Sudah tetapi belum”
adalah istilah yang sering kali digunakan para teolog untuk
menggambarkan realitas dari zaman di mana kita hidup saat ini.
Pada satu sisi, Kerajaan Allah telah datang di dalam diri Yesus. Ini
adalah Kabar Baik! Dalam penjelmaan Allah menjadi manusia, Ia
mati disalib agar melalui kematian dan kebangkitan-Nya, Ia dapat
menghancurkan iblis, dosa, dan maut (Ibr. 2:14).
Namun pada sisi yang lain, penggenapan Kerajaan Allah secara
penuh dan jasmaniah, akan tergenapi di saat kedatangan-Nya
kembali ke bumi. Sampai pada saat itu terjadi, kita mengalami
ketegangan kehidupan di antara aspek-aspek “sudah tetapi belum”
dari Kerajaan Allah.
Perayaan Paskah sendiri adalah sebuah perayaan dari ketegangan
yang indah ini:
Kenyataan yang kita terima sekarang bagi kita yang percaya di
dalam Kristus:
Kita memiliki hati yang baru (2 Kor. 5:17)
Kita telah dihidupkan bersama-sama dengan Kristus (Ef. 2:5)
Kita telah menerima Roh yang menjadikan kita anak Allah
(Rom. 8:15-16).
Akan tetapi ada banyak kenyataan lain yang akan datang, yang
belum sepenuhnya tergenapi:
Tidak hanya hati kita, tapi tubuh kita juga akan diubahkan (1
Kor. 15:50-55)
Kita akan dibangkitkan sama seperti Kristus (Rom. 6:5)
Kita akan mengalami kepenuhan pengangkatan kita sebagai
anak oleh Tuhan (Rom. 8:23)
Keselamatan yang Allah bawa telah datang! Keselamatan tersebut
sudah selesai, dan sedang datang. Harapan kita adalah di dalam
181
Yesus yang telah mengerjakan bagi kita, “sudah tetapi belum.”
Yesus, melalui kematiaan-Nya, telah membebaskan umat-Nya dari
perbudakan dosa. Yesus, melalui kebangkitan-Nya, telah
menaklukan kematian, musuh terbesar kita. Akan tetapi Yesus
belum mengizinkan kita untuk mengalami sebuah dunia tanpa
dosa, kematiaan dan kerusakan. Ia belum mendirikan kerajaan-Nya
secara sempurna. Janji-Nya adalah untuk datang kembali dan
menggenapkannya.
Sampai pada saat itu, kita berjalan dalam iman bersama dengan
Dia. Kita menanti dalam pengharapan atas kedatangan-Nya,
mengetahui bahwa Allah tidak pernah mengingkari janji-Nya.
Karena Ia adalah setia, kita bisa memercayai bahwa Ia akan tetap
setia di dalam masa penantian ini. Yesus telah menghadirkan
pemerintahan Allah sehingga masa yang akan datang telah
memasuki zaman ini. Suatu saat, bagaimanapun juga dan pada
waktu yang telah ditentukan, masa sekarang pada akhirnya akan
memberikan jalan bagi kepenuhan dan kesempurnaan
pemerintahan Allah di dalam Kristus. Ia akan menunjukkan
kerajaan-Nya secara penuh—sebuah bumi yang baru di mana
hanya orang-orang yang benar yang berdiam. Sebuah tanah
perjanjian—di mana ada kehidupan, kelimpahan, kepuasan,
kesukaan, dan ketenangan.
“Lihatlah, kemah Allah ada di tengah-tengah manusia dan Ia akan
diam bersama-sama dengan mereka. Mereka akan menjadi umat-
Nya dan Ia akan menjadi Allah mereka. Dan Ia akan menghapus
segala air mata dari mata mereka, dan maut tidak akan ada lagi;
tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita,
sebab segala sesuatu yang lama itu telah berlalu." (Why. 21:3-4).
Refleksi
1. Dapatkah Anda merasakan pekerjaan Allah dalam hati dan
pikiran Anda melalui perjalanan Lenten ini?
2. Area kehidupan apakah yang paling Anda dambakan untuk
mengalami perubahan yang besar melalui kemenangan Paskah?
182
Doa
Allah yang Mahapengasih dan pemurah, kami mengucap syukur
untuk tuntunan dan pembentukan dalam perjalanan Lenten tahun
ini. Kami serahkan segala kelemahan dan ketidakberdayaan kami
kepada-Mu untuk digantikan dengan kekuatan dan kuasa yang dari
pada-Mu untuk menjadikan kami semakin sempurna dan serupa
dengan Anak-Mu, Kristus Yesus. Tolong kami ya Allah untuk
tetap hidup dengan setia dan tetap memandang kepada Engkau
dalam ketegangan “sudah tetapi belum” ini, karena kami tahu
bahwa Engkaulah sumber pengharapan, kemenangan dan
kepenuhan kami. Di dalam nama Anak-Mu Kristus Yesus yang
kami akan rayakan kebangkitan dan kemenangan-Nya esok hari.
Amin.
183
Minggu Paskah, 16 April 2017
”Setelah lewat hari Sabat, Maria Magdalena dan Maria ibu
Yakobu, serta Salome membeli rempah-rempah untuk pergi ke
kubur dan meminyaki Yesus. Dan pagi-pagi benar pada hari
pertama minggu itu, setelah matahari terbit, pergilah mereka ke
kubur. Mereka berkata seorang kepada yang lain:”Siapa yang
akan menggulingkan batu itu bagi kita dari pintu kubur?” Tetapi
ketika mereka melihat dari dekat, tampaklah batu yang memang
sangat besar itu sudah terguling. Lalu mereka masuk ke dalam
kubur dan mereka melihat seorang muda yang memakai jubah
putih duduk di sebelah kanan. Mereka pun sangat terkejut, tetapi
orang muda itu berkata kepada mereka:”Jangan takut! Kamu
mencari Yesus orang Nazaret yang disalibkan itu. Ia tidak ada di
sini. Lihat! Inilah tempat mereka membaringkan Dia. Tetapi
sekarang pergilah, katakanlah kepada murid-murid-Nya dan
kepada Petrus: Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan
melihat Dia, seperti yang sudah dikatakan-Nya kepada kamu. Lalu
mereka keluar dan lari meninggalkan kubur itu, sebab gentar dan
dahsyat menimpa mereka. Mereka tidak mengatakan apa-apa
kepada siapa pun juga karena takut.” (Mrk. 16:1-8)