pengangguran paper
TRANSCRIPT
PENGANGGURAN
Ketenagakerjaan menyangkut banyak aspek yang tidak melulu ekonomi, tetapi juga sosial, politik,
dan kebahagiaan individu secara umum. Peringatan Mahbub ini kembali bergaung saat ini ketika krisis
mendera di banyak negara, termasuk Indonesia. Krisis ekonomi yang berdampak rata pada hampir semua
sektor mengharuskan pengambil kebijakan untuk memilih prioritas kebijakan mengingat terbatasnya
sumber daya. Prioritas yang tepat bagi Mahbub, yang juga saya amini, adalah pengatasan masalah
pengangguran.
Dari literatur empiris, dampak krisis pada pengangguran di negara berkembang biasanya tidak
separah seperti di negara maju di mana terdapat berbagai asuransi sosial dan perlindungan pekerja.
Sebaliknya, kejatuhan nilai output akibat krisis cenderung lebih dalam di negara berkembang ketimbang
negara maju.Kejatuhan nilai output lebih dari 13% pada krisis 1997/1998 di Indonesia, misalnya, hanya
diiringi kenaikan tingkat pengangguran terbuka sekitar 0,5%. Dengan kata lain, hukum Okun (Arthur
Okun, 1962) yang menyatakan bahwa setiap peningkatan pengangguran akan diiringi oleh penurunan
tingkat output berlipat ganda lebih menemukan aplikasinya di negara berkembang ketimbang negara
maju.
Dari krisis 1997/1998, ada beberapa alasan untuk hal ini. Pertama, adanya fenomena labour
hoarding di mana pengusaha cenderung menahan pekerja yang dimiliki meski ada kejatuhan permintaan.
Rasio produktivitas akan menurun yang membuat output tertekan, sementara jumlah pekerja konstan.
Satu hal yang disebabkan sulitnya mencari pekerja dengan skill dan keterampilan spesifik. Kedua, negara
berkembang seperti Indonesia memiliki katup pengaman berupa sektor informal yang lebih luas
ketimbang negara maju. Apa yang terobservasi sekadar perpindahan pekerja dari sektor formal ke sektor
informal, bukannya peningkatan angka pengangguran. Ketiga, pendapatan relatif pekerja di negara
berkembang jauh lebih rendah ketimbang pekerja di negara maju. Pekerja di negara berkembang juga
biasanya tidak memiliki banyak tabungan sehingga tidak bekerja bukanlah satu pilihan untuk
mempertahankan keberlangsungan hidup. Keempat, terkait dengan hal teknis statistik, pekerja yang
terkena PHK akan berhenti mencari kerja dan memilih untuk melakukan hal lain seperti kembali
bersekolah atau sekadar mengurus rumah tangga. Dengan kata lain, mereka berhenti menjadi angkatan
kerja dan tidak terhitung secara statistik sebagai pengangguran.
Akan tetapi, kecenderungan ini agaknya tidak akan berlanjut. Berbagai estimasi, termasuk dari
ILO dan INDEF,menunjukkan akan terdapat peningkatan jumlah penganggur antara 650.000 sampai
dengan 1 juta orang pada 2009. Ini belum termasuk tambahan jumlah penganggur dari pekerja Indonesia
di luar negeri yang menurut estimasi Migrant Care berkisar 500.000 sampai dengan 1 juta orang.
Dengan kata lain, merujuk pada angka angkatan kerja pada 2008, akan terdapat peningkatan angka
pengangguran antara 1– 2% pada 2009. Data-data awal juga mengindikasikan keseriusan persoalan yang
ada. Badan Litbang Depnakertrans, misalnya, menunjukkan sudah terdapat sekitar 90.000 orang yang
akan atau sudah terkena PHK hingga akhir Januari 2009 pada sektor formal. Ledakan pengangguran pada
sektor formal dipastikan akan berdampak pada sektor informal serta mengikis pendapatan riil pekerja.
Mereka yang diberhentikan pada sektor formal akan pindah bekerja pada sektor informal dan
mengakibatkan penurunan produktivitas yang menekan tingkat upah. Kondisi ini akan mengamplifikasi
gejala informalisasi pasar kerja yang sudah terjadi selama lima tahun terakhir.Pada saat ini, sekitar dua
pertiga dari pekerja bekerja di sektor informal yang umumnya minim perlindungan dan memiliki
produktivitas rendah.
Melemahnya permintaan akibat krisis global akan meningkatkan rasio pekerja informal.
Informalisasi pasar kerja juga akan mempertimpang distribusi pendapatan domestik. Padahal, angka
ketimpangan yang diukur oleh koefisien Gini sesungguhnya sudah memprihatinkan karena tertinggi
selama hampir 30 tahun terakhir.
Untuk mengatasi dampak krisis global kali ini diperlukan dua strategi sekaligus. Dalam jangka
pendek, satu strategi diperlukan untuk membantu yang mereka terkena atau bakal terkena PHK di sektor
formal.Implementasi dari strategi ini bisa dilakukan dengan memperluas Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) atau Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang saat ini hanya diperuntukkan
bagi masyarakat miskin dan hampir miskin. PNPM, misalnya, menyediakan latihan kerja bagi para
penganggur untuk memperoleh keterampilan/skill baru yang memfasilitasi transisi mereka yang terkena
PHK pindah bekerja ke sektor lain.
Demikian pula,program food for work atau cash for work harus juga menyentuh mereka yang
terkena PHK. Pada saat sama, KUR bisa digunakan sebagai modal mereka yang terkena PHK untuk
memulai usaha kecil. Perluasan PNPM dan KUR dalam jangka pendek selain meringankan beban
masyarakat kecil, juga akan menopang daya beli dan konsumsi nasional sehingga tingkat pertumbuhan
nasional domestik juga akan turut tertopang. Pada saat sama, strategi lain yang lebih bersifat jangka
menengah dan panjang diperlukan untuk membenahi sektor ketenagakerjaan formal. Pekerjaan rumah
yang lama terbengkelai adalah peninjauan ulang berbagai peraturan yang melingkupi pasar kerja.
Berbagai kekakuan pasar kerja dan birokrasi penetapan upah yang bersumber dari berbagai peraturan ini
harus disederhanakan.
Hal lain yang bersifat jangka panjang adalah pemberantasan ekonomi biaya tinggi yang masih
merupakan hantu penanaman modal yang membatasi ruang berkembang bagi sektor formal
ketenagakerjaan dalam negeri.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya pengganguran
adalah sebagai berikut:
1. Besarnya Angkatan Kerja Tidak Seimbang dengan Kesempatan Kerja
Ketidakseimbangan terjadi apabila jumlah angkatan kerja lebih besar daripada kesempatan kerja yang
tersedia. Kondisi sebaliknya sangat jarang terjadi.
2. Struktur Lapangan Kerja Tidak Seimbang
3. Kebutuhan jumlah dan jenis tenaga terdidik dan penyediaan tenaga terdidik tidak seimbang
Apabila kesempatan kerja jumlahnya sama atau lebih besar daripada angkatan kerja, pengangguran belum
tentu tidak terjadi. Alasannya, belum tentu terjadi kesesuaian antara tingkat pendidikan yang dibutuhkan
dan yang tersedia. Ketidakseimbangan tersebut mengakibatkan sebagian tenaga kerja yang ada tidak
dapat mengisi kesempatan kerja yang tersedia.
4. Meningkatnya peranan dan aspirasi Angkatan Kerja Wanita dalam seluruh struktur Angkatan Kerja
Indonesia
5. Penyediaan dan Pemanfaatan Tenaga Kerja antar daerah tidak seimbang
Jenis-jenis Pengangguran :
1. Pengangguran Friksional / Frictional Unemployment
Pengangguran friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan
adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar kerja dengan pembuka lamaran
pekerjaan.
2. Pengangguran Struktural / Structural Unemployment
Pengangguran struktural adalah keadaan di mana penganggur yang mencari lapangan
pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja. Semakin maju
suatu perekonomian suatu daerah akan meningkatkan kebutuhan akan sumber daya manusia yang
memiliki kualitas yang lebih baik dari sebelumnya.
3. Pengangguran Musiman / Seasonal Unemployment
Pengangguran musiman adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiaan ekonomi
jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus nganggur. Contohnya seperti petani yang menanti
musim tanam, tukan jualan duren yang menanti musim durian.
4. Pengangguran Siklikal
Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik turun siklus
ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran kerja. Pengangguran
umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan
yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena
dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat
menyebabkan timbulnya kemi ski nan dan masalah-masalah sosial lainnya. Tingkat pengangguran dapat
dihitung dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang
dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur harus mengurangi
pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan.
Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan efek psikologis yang buruk terhadap
penganggur dan kel uarganya.
Tingkat pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik,
keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Akibat jangka
panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per kapita suatunegara. Di negara-negara berkembang
seperti Indonesia, dikenal istilah "pengangguran terselubung" di mana pekerjaan yang semestinya bisa
dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.
Dampak Pengangguran bagi Perekonomian
Untuk mengetahui dampak pengganguran terhadap perekonomian kita perlu mengelompokkan pengaruh
pengganguran terhadap dua aspek ekonomi , yaitu:
1. Dampak Pengangguran terhadap Perekonomian suatu Negara
Tujuan akhir pembangunan ekonomi suatu negara pada dasarnya adalah meningkatkan kemakmuran
masyarakat dan pertumbuhan ekonomi agar stabil dan dalam keadaan naik terus. Jika tingkat
pengangguran di suatu negara relatif tinggi, hal tersebut akan menghambat pencapaian tujuan
pembangunan ekonomi yang telah dicita-citakan. Hal ini terjadi karena pengganguran berdampak
negatif terhadap kegiatan perekonomian, seperti yang dijelaskan di bawah ini:
Pengangguran bisa menyebabkan masyarakat tidak dapat memaksimalkan tingkat kemakmuran
yang dicapainya. Hal ini terjadi karena pengangguran bisa menyebabkan pendapatan nasional riil
(nyata) yang dicapai masyarakat akan lebih rendah daripada pendapatan potensial (pendapatan
yang seharusnya). Oleh karena itu, kemakmuran yang dicapai oleh masyarakat pun akan lebih
rendah.
Pengangguran akan menyebabkan pendapatan nasional yang berasal dari sector pajak
berkurang. Hal ini terjadi karena pengangguran yang tinggi akan menyebabkan kegiatan
perekonomian me-nurun sehingga pendapatan masyarakat pun akan menurun. Dengan demikian,
pajak yang harus dibayar dari masyarakat pun akan menurun. Jika penerimaan pajak menurun, dana
untuk kegiatan ekonomi pemerintah juga akan berkurang sehingga kegiatan pembangunan pun
akan terus menurun.
Pengangguran tidak menggalakkan pertumbuhan ekonomi. Adanya pengangguran akan
menye-babkan daya beli masyarakat akan berkurang sehingga permintaan terhadap barang-barang
hasil produksi akan berkurang. Keadaan demikian tidak merangsang kalangan Investor (pengusaha)
untuk melakukan perluasan atau pendirian industri baru. Dengan demikian tingkat investasi
menurun sehingga pertumbuhan ekonomipun tidak akan terpacu.
2. Dampak pengangguran terhadap Individu yang Mengalaminya dan Masyarakat
Berikut ini merupakan dampak negatif pengangguran terhadap individu yang mengalaminya dan terhadap
masyarakat pada umumnya:
1.Pengangguran dapat menghilangkan mata pencaharian
2.Pengangguran dapat menghilangkan ketrampilan
3.Pengangguran akan menimbulkan ketidakstabilan social
politik.
Adanya bermacam-macam pengangguran membutuhkan cara- cara mengatasinya yang disesuaikan
dengan jenis pengangguran yang terjadi, yaitu sebagai berikut :
Cara Mengatasi Pengangguran Struktural
Untuk mengatasi pengangguran jenis ini, cara yang digunakan adalah :
1. Peningkatan mobilitas modal dan tenaga kerja
2.Segera memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat dan sektor yang kelebihan ke tempat dan
sector ekonomi yang kekurangan
3. Mengadakan pelatihan tenaga kerja untuk mengisi formasi kesempatan (lowongan) kerja yang kosong,
dan
4. Segera mendirikan industri padat karya di wilayah yang mengalami pengangguran.
Cara Mengatasi Pengangguran Friksional
Untuk mengatasi pengangguran secara umum antara lain dapat digunakan cara-cara sbb:
1. Perluasan kesempatan kerja dengan cara mendirikan industri-industri baru, terutama yang bersifat
padat karya
2. Deregulasi dan Debirokratisasi di berbagai bidang industri untuk merangsang timbulnya investasi baru
3.Menggalakkan pengembangan sector Informal, seperti home indiustri
4. Menggalakkan program transmigrasi untuk menyerap tenaga kerja di sector agraris dan sector formal
lainnya
5. Pembukaan proyek-proyek umum oleh peme-rintah, seperti pembangunan jembatan, jalan raya, PLTU,
PLTA, dan lain-lain sehingga bisa menyerap tenaga kerja secara langsung maupun untuk merangsang
investasi baru dari kalangan swasta.
Cara Mengatasi Pengangguran Musiman.
Jenis pengangguran ini bisa diatasi dengan cara :
1.Pemberian informasi yang cepat jika ada lowongan kerja
di sektor lain, dan
2. Melakukan pelatihan di bidang keterampilan lain untuk memanfaatkan waktu ketika menunggu musim
tertentu.
Cara mengatasi Pengangguran Siklus
Untuk mengatasi pengangguran jenis ini adalah :
1. Mengarahkan permintaan masyarakat terhadap barang dan jasa, dan
2. Meningkatkan daya beli Masyarakat.
Dari kesimpulan di atas maka kami dapat menyarankan
hal-hal sebagai berikut ;
1.Peningkatan mobilitas modal dan tenaga kerja
2.Segera memindahkan kelebihan tenaga kerja dari tempat dan sektor yang kelebihan ke tempat dan
sector ekonomi yang kekurangan
3.Mengadakan pelatihan tenaga kerja untuk mengisi formasi kesempatan (lowongan) kerja yang kosong,
dan
4.Segera mendirikan industri padat karya di wilayah yang mengalami pengangguran.