penerbit forda press bogor, 2016...6. kondisi sosial ekonomi petani hutan rakyat dan pemasaran...

318
Penerbit FORDA PRESS Bogor, 2016

Upload: others

Post on 21-Oct-2020

9 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • PenerbitFORDAPRESSBogor,2016

  • HUTAN RAKYAT MANGLID Status Riset dan Pengembangan Editor: Mohamad Siarudin Aris Sudomo Yonky Indrajaya Triyono Puspitojati Nina Mindawati

    Penerbit: FORDA PRESS

    Bogor, 2016

  • HUTAN RAKYAT MANGLID: Status Riset dan Pengembangan Editor: Mohamad Siarudin, Aris Sudomo, Yonky Indrajaya, Triyono Puspitojati, dan Nina Mindawati

    Penerbit: FORDA PRESS (Anggota IKAPI No. 257/JB/2014) Jl. Gunung Batu No. 5, Bogor 16610 Jawa Barat Telp/Fax. +62 251 7520093 Copyright © 2016 Penulis Cetakan Pertama, Desember 2016 vi + 308 halaman; 182 x 257 mm

    ISBN 978-602-6961-14-3 Penerbitan/Pencetakan dibiayai oleh: Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestry Jl. Raya Ciamis-Banjar km 4, Ciamis, Jawa Barat Telp +62 265 771352, Fax +62 265 775866

    Perpustakaan Nasional RI., Data Katalog Dalam Terbitan (KDT) Hutan Rakyat Manglid: Status Riset dan Pengembangan / editor, M. Siarudin, A.

    Sudomo, Y. Indrajaya, T. Puspitojati, N. Mindawati. -- Bogor : Forda Press, 2016. vi + 308 hlm. : ill. ; 25,7 cm. -- ISBN 978-602-6961-14-3 1. Hutan Rakyat 2. Manglid 3. Status Riset dan Pengembangan I. Editor II. Forda Press III. Bunga Rampai 333.75

  • KATA PENGANTAR

    Di Jawa Barat, pasokan bahan baku kayu sebagian besar dari hutan rakyat yang dikelola petani secara tradisional dan belum intensif. Namun, hutan rakyat umumnya memiliki produktivitas rendah karena bahan tanaman seadanya dan belum dikelola memenuhi kaidah scientific based knowledge. Hal tersebut terjadi karena keterbatasan kemampuan petani dalam membangun dan mengelola kebun sesuai dengan teknologi yang direkomendasikan.

    Salah satu jenis kayu yang banyak ditanam pada lahan hutan rakyat di Jawa Barat adalah Manglid (Magnolia champaca). Jenis tersebut potensial sebagai back-up species untuk peningkatan produktivitas hutan rakyat. Bahkan, berdasarkan potensinya, jenis tersebut dijadikan ikon pengembangan hutan rakyat di Kabupaten Ciamis, Jawa Barat. Usaha hutan rakyat manglid terbukti memberikan keuntungan ekonomi.

    Sejak tahun 2006, Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agro-forestry bersama petani di berbagai kabupaten di Provinsi Jawa Barat telah melaku-kan penelitian manglid dari berbagai aspek, antara lain budi daya, sistem agroforestry, sosial ekonomi dan kebijakan hutan rakyat, pengelolaan dan lingkungan, serta aspek lainnya. Pengelolaan hutan rakyat manglid dengan input scientific based knowledge memberikan alternatif bagi petani dan pengambil kebijakan kehutanan untuk meningkatkan produktivitas lahan dengan memerhatikan berbagai kendala teknis budidaya, sosial-ekonomi, kelembagaan, dan pengelolaan yang dihadapi petani.

    Buku ini merupakan salah satu hasil dari rangkaian kegiatan penelitian manglid. Tujuan penelitian jenis kayu manglid adalah memberikan acuan ilmiah dalam meningkatkan produktivitas kayu rakyat sehingga berkontribusi bagi keber-lanjutan produksi kayu rakyat. Buku ini akan membahas tentang:

    1. Taksonomi dan ekologi manglid;

    2. Sistem silvikultur hutan rakyat manglid;

    3. Manjanemen optimal tegakan manglid;

    H u t a n R a k y a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan | iii

  • 4. Manfaat lingkungan hutan rakyat manglid;

    5. Karakteristik kayu dan pengolahan kayu manglid; dan

    6. Kondisi sosial ekonomi petani hutan rakyat dan pemasaran manglid

    Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan dan penyajian isi buku ini. Oleh sebab itu, kritik dan saran dari para pembaca sangat kami hargai. Penyempurnaan terhadap isi buku ini akan terus dilakukan dengan memerhatikan perkembangan informasi dan hasi-hasil di lapangan.

    Kepada Tim Penulis, Editor, dan Mitra Bestari; kami mengucapkan terima kasih atas peran sertanya sehingga terwujud buku “Hutan Rakyat Manglid” ini, dengan harapan semoga bermanfaat bagi para pihak dan pembaca yang memerlu-kannya.

    Ciamis, Desember 2016 Kepala Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestry

    Ir. Bambang Sugiarto, MP NIP 19580924 198602 1 002

    iv | H u t a n R a k y a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan

  • DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR iii

    DAFTAR ISI v

    I. PENDAHULUAN 3-7

    II. TAKSONOMI DAN EKOLOGI MANGLID • Status Taksonomi dan Morfologi Manglid

    Aji Winara, Aditya Hani & Levina Augusta G. Pieter 11-18

    • Perkembangan Tegakan Manglid (Magnolia champaca) pada Hutan Rakyat di Kabupaten Tasikmalaya Budiman Achmad

    19-31

    • Sebaran dan Karakteristik Hutan Rakyat Manglid, serta Potensinya untuk Pengembangan Sumber Benih di Wilayah Priangan Timur Asep Rohandi & Gunawan

    33-48

    III. BUDI DAYA MANGLID • Status Silvikultur Hutan Rakyat Manglid (Magnolia champaca)

    Aris Sudomo 51-70

    • Produktivitas dan Kualitas Umbi Suweg (Amorphophallus campanulatus BI) pada Sistem Agroforestry Manglid Aris Sudomo

    71-82

    • Hama dan Penyakit Manglid Endah Suhaendah & Aji Winara

    83-96

    IV. MANAJEMEN OPTIMAL TEGAKAN MANGLID • Daur Optimal Hutan Rakyat Manglid di Kecamatan Kawalu,

    Tasikmalaya, Jawa Barat Yonky Indrajaya

    99-113

    • Pengaruh Jasa Lingkungan Karbon terhadap Daur Optimal Tegakan Manglid dalam Proyek Aforestasi Yonky Indrajaya

    115-129

    V. KAJIAN LINGKUNGAN TEGAKAN MANGLID • Struktur Tegakan Cadangan Karbon Hutan Rakyat Pola Agroforestry

    Manglid (Magnolia champaca) di Tasikmalaya, Jawa Barat M. Siarudin & Yonky Indrajaya

    133-150

    H u t a n R a k y a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan | v

  • • Hidrologi Hutan Rakyat Agroforestry Manglid di Desa Tenggerharja,

    Kecamatan, Sukamantri, Kabupaten Ciamis Wuri Handayani

    151-170

    • Kajian Tata Air Tutupan Lahan Kebun Campuran Manglid Edy Junaidi

    171-189

    VI. PENGOLAHAN HASIL KAYU MANGLID • Sifat Fisik dan Pemesinan Kayu Manglid

    M. Siarudin & Ary Widiyanto 193-204

    • Karakteristik Dolok dan Hasil Penggergajian Kayu Manglid (Magnolia champaca) M. Siarudin

    205-216

    • Pengawetan Kayu Manglid Endah Suhaendah & M. Siarudin

    217-224

    VII. SOSIAL EKONOMI DAN PEMASARAN MANGLID • Kontribusi Pendapatan Kayu Manglid pada Usaha Hutan Rakyat di

    Kabupaten Tasikmalaya Dian Diniyati

    227-238

    • Analisis Kelayakan Finansial Hutan Rakyat Manglid pada Pemilikan Lahan Sempit di Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat Dian Diniyati & Tri Sulistyati Widyaningsih

    239-255

    • Analisis Finansial Agroforestry Manglid dan Empat Jenis Tanaman Bawah di Priangan Timur Yonky Indrajaya & Aris Sudomo

    257-276

    • Kajian Pemasaran Kayu Manglid (Magnolia champaca) di Kabupaten Tasikmalaya Soleh Mulyana

    277-298

    VIII. PENUTUP • Hutan Rakyat Manglid: Status Riset dan Pengembangan 302-308

    vi | H u t a n R a k y a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan

  • PENDAHULUAN

    BAB I

  • Pendahuluan

    Pembangunan kehutanan di Indonesia tidak bisa dipisahkan dari pem-bangunan hutan rakyat yang perkembangannya semakin pesat dan kontribusinya cukup nyata dalam turut serta memenuhi kebutuhan bahan baku industri dan rumah tangga. Seiring dengan permintaan kayu yang terus meningkat dan laju degradasi hutan yang masih cukup besar, hutan rakyat pun menempati posisi strategis. Kebutuhan kayu nasional mencapai 57,1 juta m3/tahun, sedangkan kemampuan produksi kayu dari hutan, baik alam maupun tanaman, hanya sekitar 45,8 juta m3/tahun yang berarti terjadi defisit sebesar 11,3 juta m3/tahun pada tahun 2006 (Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial, 2006). Keberadaan hutan rakyat yang tersebar di berbagai lahan masyarakat menjadi potensial dikembangkan untuk memberikan manfaat, baik secara sosial, ekonomi maupun lingkungan. Hutan rakyat di Jawa memiliki luas sekitar 778.253,26 ha atau 49,6% dari total luas hutan rakyat di Indonesia (1.560.229 ha). Produksi log dari hutan rakyat di Jawa mencapai 32,47% dari total produksi log nasional. Stok hutan rakyat sebesar 3.284.700 m3/ha dan hutan tanaman sebesar 6.534.800 m3/ha, sedangkan stok hutan alam sebesar 31.448.900 m3/ha (Anonim, 2005; Wardhana, 2005).

    Perkembangan hutan rakyat di wilayah Jawa Barat dihadapkan pada beberapa permasalahan sehingga produktivitasnya relatif masih rendah. Permasalahan tersebut disebabkan antara lain oleh serangan hama penyakit, kurangnya dukungan IPTEK, lahan relatif sempit, serta kurangnya sarana dan prasarana produksi. Pembangunan hutan rakyat cenderung mengarah ke jenis yang sedang tren di masyarakat (sengon, mahoni, dan jati) dan cenderung monokultur. Penanaman satu spesies terus-menerus menjadikannya rentan terhadap serangan hama dan penyakit, serta berkurangya ketersediaan hara sehingga menurunkan produktivitas tanaman. Contoh konkretnya adalah hutan rakyat monokultur sengon yang banyak terserang karat tumor. Serangan hama dan penyakit terhadap sengon telah berada pada ambang yang mengkhawatirkan sehingga menurunkan nilai ekonomis sengon. Oleh karena itu, pembangunan hutan rakyat memerlukan spesies alternatif, baik secara monokultur, campuran maupun agroforestry.

    H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan | 3

  • Masyarakat petani hutan rakyat umumnya mengembangkan jenis-jenis kayu yang mudah didapat, telah tumbuh, mempunyai nilai pasar, cepat tumbuh, dan mereka sukai. Hal ini yang menyebabkan jenis-jenis yang dikembangkan di setiap daerah berbeda antara daerah satu dengan lainnya. Jenis-jenis kayu hutan rakyat tersebut terkadang bersifat lesser known species sehingga ketersediaan ilmu pengeta-huan dan teknologi (IPTEK) relatif terbatas.

    Salah satu jenis tanaman yang potensial untuk dijadikan back-up spesies pada hutan tanaman, khususnya hutan rakyat adalah manglid. Manglid (Magnolia champaca) tergolong dalam famili Magnoliaceae. Jenis manglid dianggap mudah pemasarannya dan relatif tahan terhadap hama dan penyakit sehingga potensial memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat. Kualitas kayu manglid relatif lebih bagus dibandingkan dengan kayu-kayu yang telah berkembang di masyarakat (sengon, mahoni, dan jabon). Kayu manglid digunakan sebagai bahan kontruksi ringan, kayu pertukangan, barang kerajinan, dan perabot rumah tangga/mebeler, serta potensial sebagai bahan baku industri pulp dan kertas. Hutan rakyat manglid di Tasikmalaya umur delapan tahun memiliki pertumbuhan batang lurus monopodial dengan persentase tajuk aktif rata-rata 21,45%. Pertumbuhannya dapat mencapai tinggi 12,96 m dan diameter 13,94 cm. Manglid umur 16 tahun mempunyai riap tertinggi 13,25 m3/ha/tahun (Indrajaya, 2016; Sudomo, 2011).

    Manglid merupakan jenis andalan setempat di Jawa Barat. Jenis ini menunjuk-kan prospektif untuk dikembangkan di hutan rakyat. Oleh karena itu, landasan IPTEK untuk pengembangannya sangat diperlukan. Landasan IPTEK merupakan hal yang penting dalam pegelolaan hutan tanaman, khususnya hutan rakyat. Hal ini disebabkan peningkatan produktivitas fisik per satuan luas lahan hanya dapat ditem-puh dengan temuan IPTEK. Hasil penelitian dapat menjadi alternatif pilihan bagi masyarakat dalam pengembangan hutan rakyat manglid.

    Buku ini merupakan rangkuman hasil-hasil penelitian mengenai pengelolaan hutan rakyat manglid di Jawa Barat yang menggambarkan aspek teknis budi daya, pengelolaan, pengolahan hasil, sosial ekonomi dan pemasaran, dan lingkungan. Buku ini diharapkan dapat berkontribusi dalam diskusi pengelolaan hutan rakyat

    4 | H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan

  • P e n d a h u l u a n

    jenis potensil yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Informasi tentang jenis manglid dari berbagai aspek dapat menjadi referensi bagi para pengambil kebijakan sektor kehutanan terutama di daerah, pengusaha hutan rakyat, dan akademisi.

    Buku ini terdiri dari delapan bab yang dimulai dari Bab I sebagai penda-huluan dan diakhiri Bab VIII yang merangkum keseluruhan uraian dalam masing-masing bab. Sementara itu, Bab II–VII menguraikan hasil-hasil penelitian dan kajian tentang seluruh aspek yang mendasari dipilihnya jenis manglid sebagai alter-natif spesies untuk pengembangan hutan rakyat di Jawa Barat, termasuk teknik budi daya dan kemanfaatannya. Penjelasan masing-masing bab terhadap topik bahasan tentang manglid sebagaimana hal berikut ini.

    • Bab I adalah pendahuluan yang membahas hutan rakyat manglid di Jawa Barat secara umum beserta sistematika penyampaian buku ini.

    • Bab II membahas taksonomi, morfologi, sebaran alami, dan potensi peman-faatan tegakan manglid untuk sumber benih. Bab ini menyajikan informasi tentang (a) morfologi daun, warna bunga, batang dan bentuk tajuk yang berguna untuk membedakan tanaman manglid dengan tanaman kayu-kayuan lainnya, (b) perkembangan pertumbuhan manglid yang berguna untuk meningkatkan produktivitasnya, (c) sebaran populasi manglid di wilayah Jawa Barat bagian timur yang berguna untuk menentukan kesesuaian tempat tumbuh dan wilayah pengembangannya, dan (d) potensi pemanfaatan hutan rakyat manglid untuk sumber benih.

    • Bab III membahas aspek budi daya manglid dan pola interaksinya dengan tanaman lain. Bab ini menyajikan informasi tentang (a) teknik perbanyakan manglid (penanganan benih, perkecambahan, penyapihan, pemberian naungan, dan stek pucuk), (b) jarak tanam, (c) pengendalian hama dan penyakit, dan (d) pola interaksi manglid dengan beberapa jenis tanaman bawah. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam membudidayakan manglid secara monokultur, campuran, dan agroforestry.

    H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan | 5

  • • Bab IV membahas daur optimal hutan rakyat manglid. Bab ini menyajikan infor-masi tentang daur optimal biologis dan ekonomi tegakan manglid, dengan atau tanpa tambahan pendapatan dari penjualan jasa lingkungan karbon. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan daur manglid yang paling menguntungkan.

    • Bab V membahas manfaat lingkungan hutan rakyat agroforestry manglid dalam bentuk kompleks dan sederhana. Bab ini menyajikan informasi mengenai cadangan karbon dan hasil air hutan rakyat manglid. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan hutan rakyat manglid yang menghasilkan manfaat lingkungan tinggi.

    • Bab VI membahas informasi dasar dan pengolahan kayu manglid. Bab ini menya-jikan informasi tentang sifat fisik dan pemesinan kayu manglid, rendemen peng-gergajian kayu manglid, dan pengawetan kayu manglid. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan pemanfaatan kayu manglid.

    • Bab VII membahas manfaat sosial ekonomi dan kelayakan finansial hutan rakyat manglid, serta pemasaran kayu manglid. Bab ini menyajikan informasi tentang (a) kontribusi pendapatan kayu manglid terhadap total pendapatan dari hutan rakyat, (b) kelayakan finansial hutan rakyat manglid yang dikelola dalam bentuk campuran dan agroforestry, dan (c) pemasaran kayu manglid. Informasi tersebut dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mengelola hutan rakyat manglid dan membantu petani memasarkan hasilnya sehingga berkontribusi nyata terhadap pendapatan petani.

    • Bab VIII merupakan penutup buku ini yang menyampaikan rangkuman status riset dari hasil-hasil penelitian manglid pada bab-bab sebelumnya. Selain itu, bagian akhir bab ini juga menyampaikan pengembangan dan implikasi kebijakan yang mungkin dirancang berdasarkan status riset hutan rakyat manglid.

    6 | H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan

  • P e n d a h u l u a n

    Daftar Pustaka

    Anonim. (2005). Hutan rakyat Indonesia. Majalah Kehutanan Indonesia, Edisi III(32).

    Dirjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. (2006). Data potensi hutan rakyat di Indonesia. Jakarta: Kementerian Kehutanan.

    Indrajaya, Y. (2016). Daur optimal hutan rakyat manglid di Kecamatan Kawalu, Tasikmalaya, Jawa Barat.

    Sudomo, A. (2011). Karakteristik pertumbuhan dan tempat tumbuh manglid di hutan rakyat Babakan Lame, Desa Cikubang, Kecamatan Taraju, Kabupaten Tasikmalaya. Paper presented at the Workshop Puslitbang Peningkatan Produktivitas Hutan Tanaman, Bogor.

    Wardhana, S. (2005). Peta potensial aktual hasil hutan Indonesia sebagai penghara industri kehutanan.

    H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan | 7

  • II

    TAKSONOMI DAN EKOLOGI MANGLID

    TAKSONOMI DAN EKOLOGI MANGLID

    BAB II

  • Status Taksonomi dan Morfologi Manglid

    Aji Winara1, Aditya Hani1 & Levina Augusta G. Pieter1

    ABSTRAK

    Manglid merupakan salah satu kayu unggulan hutan rakyat di Jawa Barat bagian timur. Penamaan manglid secara ilmiah masih simpang siur dan terkadang tertukar dengan jenis lain sehingga diperlukan identifikasi jenis secara ilmiah dari beberapa jenis manglid yang dikenal oleh masyarakat. Hasil identifikasi Herbarium Bogoriense LIPI menunjukkan bahwa semua manglid yang dikenal oleh masyarakat memiliki nama latin Magnolia champaca (L.) Baill. ex Pierre. dan terdapat satu variasi manglid yang teridentifikasi hingga tingkat varietas, yaitu Magnolia champaca var. pubinervia (Blume) Figlar & Noot. Selain itu, terdapat variasi morfologi manglid pada bagian daun, bunga, batang, dan tajuk.

    Kata kunci: manglid, taksonomi, morfologi, Jawa Barat

    I. Pendahuluan

    Manglid telah dikenal di Jawa Barat khususnya bagian timur sebagai komo-ditas kayu pertukangan asli atau lokal yang banyak dikembangkan di hutan rakyat. Jenis manglid dikenal oleh masyarakat yang meliputi beberapa variasi morfologi. Contohnya, masyarakat Sodonghilir, Tasikmalaya, mengenal beberapa jenis manglid dengan sebutan manglid bodas, manglid bulu, dan manglid tanduk. Hal ini pun ber-dampak pada kesimpangsiuran dalam memilih jenis variasi manglid yang berkualitas untuk dibudidayakan. Selain itu, tataran penelitian juga memunculkan permasalahan penamaan manglid yang kerap tertukar dengan jenis baros (Manglietia glauca) yang saat ini sedang direvisi menjadi Magnolia blumei. Padahal, manglid dan baros memiliki perbedaan secara morfologi sehingga tergolong spesies yang berbeda, meskipun keduanya masih tergabung dalam genus yang sama, yaitu Magnolia.

    1 Balai Penelitian Teknologi Agroforestry; Jl. Raya Ciamis-Banjar Km 04, Po Box 5 Ciamis 46201 Email: [email protected]

    H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan | 11

  • A. Winara, A. Hani & L.A.G. Pieter

    Manglid memiliki banyak penamaan nama latin. Heyne (1987) menyebutkan bahwa manglid yang dikenal secara lokal di Jawa Barat terdiri atas manglid baros (Manglietia glauca BL.), manglid bodas (Michelia montana BL.), dan manglid atau baros (Michelia velutina). Sosef et al. (1998) dalam buku prosea 5 dan Nooteboom (1988) dalam buku Flora Malesiana menyebutkan bahwa dalam Bahasa Sunda, manglid atau manglit adalah jenis Michelia montana atau sinonim dari Magnolia montana, atau disebut juga cempaka jahe karena salah satu ciri M. montana adalah bagian kayu terasnya mengeluarkan aroma seperti jahe, sedangkan Michelia champaca var. pubinervia disebut sebagai baros atau manglis (Jawa).

    Penamaan jenis tumbuhan secara ilmiah yang merujuk pada nama daerah terkadang cukup membingungkan karena ada beberapa kesamaan nama daerah untuk jenis yang berbeda secara taksonomi. Oleh karena itu, untuk memastikan penamaan manglid secara ilmiah, pengumpulan sampel herbarium manglid dilakukan di Kabupaten Ciamis dan Tasikmalaya, yang selanjutnya dilakukan identifikasi jenis oleh Herbarium Bogoriense, Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi (Puslit-bang Biologi), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), di Bogor.

    II. Metodologi

    A. Waktu dan Lokasi Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April–Mei 2015. Lokasi penelitian adalah Kecamatan Panumbangan, Kabupaten Ciamis; Kecamatan Pagerageung, Ciawi, dan Sodonghilir, Kabupaten Tasikmalaya.

    B. Alat dan Bahan

    Alat yang digunakan antara lain gunting stek, perlengkapan pembuatan her-barium, dan kamera. Sementara itu, bahan yang digunakan antara lain alkohol dan sampel herbarium manglid yang meliputi daun, bunga, dan buah.

    12 | H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan

  • S t a tu s Ta kson o m i d an Mo r f o lo g i M a n g l id

    C. Metode Penelitian

    Penelitian dilakukan dengan teknik eksplorasi dan identifikasi morfologis. Eksplorasi tegakan manglid dilakukan untuk mengumpulkan sampel herbarium lengkap berdasarkan pada perbedaan variasi morfologi manglid. Setiap tegakan manglid dikumpulkan sampel herbariumnya sebanyak lima buah untuk kemudian dilakukan pengeringan oven pada suhu 70ºC selama tiga hari. Identifikasi jenis dilakukan oleh Herbarium Bogoriense Puslitbang Biologi LIPI, sedangkan pertelaan morfologi manglid dilakukan di Balai Penelitian dan Pengembangan Teknologi Agroforestry, Ciamis.

    III. Hasil dan Pembahasan

    A. Taksonomi Jenis

    Hasil identifikasi Herbarium Bogoriense Puslitbang Biologi LIPI menunjuk-kan bahwa semua variasi morfologi tanaman yang dikenal oleh masyarakat dengan nama manglid teridentifikasi secara taksonomi dengan nama jenis Magnolia champaca (L.) Baill. Ex Pierre dan terdapat satu variasi manglid yang teridentifikasi hingga tingkat varietas, yaitu Magnolia champaca var. pubinervia (Blume) Figlar & Noot. Keduanya memiliki perbedaan morfologi daun dan batang sebagaimana Gambar 1, 2, dan 3. Menurut Nooteboom (1988), jenis Magnolia champaca terdiri atas dua varietas atau penamaan di bawah subspesies, yaitu Magnolia champaca var. champaca dan Magnolia champaca var. pubinervia. Demikian pula dalam dokumentasi herbarium beberapa komunitas herbarium internasional (www.theplantlist.org) dan indeks nama tumbuhan internasional (www.ipni.org).

    Jenis M. champaca var. champaca dikenal dengan nama perdagangan kayu cempaka atau dalam bahasa daerah disebut campaka bodas (Sunda) atau kantil (Jawa). Varietas ini memiliki kekhasan pada struktur kayu berupa kayu teras yang berwarna lebih terang dan bunganya yang sangat wangi. Sementara itu, manglid dengan nama latin M. champaca var. pubinervia memiliki struktur kayu teras lebih gelap dan bunga

    H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan | 13

    http://www.theplantlist.org/http://www.ipni.org/

  • A. Winara, A. Hani & L.A.G. Pieter

    yang tidak terlalu wangi. Kayu manglid juga tidak mengeluarkan aroma bau jahe sehingga jenis manglid tidak tergolong cempaka gunung (Sunda) atau Michelia montana sinonim Magnolia montana.

    Secara umum, jenis M. champaca tergolong genus Magnolia, famili Magnolia-ceae, ordo Magnoliales, kelas Magnoliopsida, divisi Magnoliophyta, dan kerajaan Plantae. Jenis tumbuhan yang tergolong famili Magnoliaceae terdapat 223 jenis dan 25 jenis di antaranya terdapat di Indonesia dengan status konservasi belum terevaluasi (Rozak, 2012).

    Beberapa genus yang termasuk famili Magnoliaceae telah mengalami peng-gabungan, yaitu genus Michelia, Manglietia, Kmeria, Elmerrilia, Pachylarnax, dan Magnolia menjadi genus Magnolia. Revisi ini didasarkan pada kedekatan secara DNA di antara semua genus tersebut (Figlar & Nooteboom, 2004). Sebelum mengalami revisi, jenis Magnolia champaca dikenal dengan nama jenis Michelia champaca dan demikian pula dengan Michelia champaca var. pubinervia. Setelah adanya penelitian mengenai sekuensi DNA jenis-jenis dalam famili Magnoliaceae yang dilakukan oleh Kim et al. (2001) dan Azuma et al. (2001); nama latin spesies manglid mengalami revisi dari Michelia champaca menjadi Magnolia champaca dan nama varietas manglid menjadi Magnolia champaca var. pubinervia. Meskipun hasil identifikasi morfologis dari beberapa sampel herbarium manglid teridentifikasi sebagai M. champaca dan M. champaca var. pubinervia, penamaan manglid dapat dilakukan hingga nama jenis, yaitu M. champaca dengan membedakan penamaan kayu perdagangan dengan jenis cempaka.

    B. Morfologi Jenis

    Hasil eksplorasi manglid yang terdapat pada hutan rakyat ditemukan beberapa variasi morfologi manglid, meskipun secara taksonomi masih tergolong satu jenis, yaitu Magnolia champaca. Perbedaan yang nyata tampak pada variasi bentuk daun dan pertumbuhan sehingga manglid oleh masyarakat dikenal menjadi lima variasi. Meskipun demikian, variasi tersebut masih dalam jenis yang sama secara morfologis sehingga hanya menunjukkan rentang bentuk morfologi.

    14 | H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan

  • S t a tu s Ta kson o m i d an Mo r f o lo g i M a n g l id

    1. Batang dan Tajuk

    Habitus manglid tergolong pohon dengan tinggi mencapai 50 m dan diameter 180 cm. Batangnya silindris dengan permukaan licin hingga berlentisel, serta ter-dapat bercak abu-abu dan coklat kemerahan (Gambar 1). Batang manglid yang teridentifikasi hingga tingkat varietas (M. champaca var. pubinervia) tergolong licin dan berbercak putih abu-abu (Gambar 1a), sedangkan batang manglid yang teriden-tifikasi hingga tingkat jenis (M. champaca) tergolong licin berbercak coklat keme-rahan dan berlentisel (Gambar 1b, 1c, dan 1d).

    Gambar 1. Morfologi batang Magnolia champaca var. pubinervia (a) dan Magnolia champaca (b, c, dan d)

    Gambar 2. Bentuk tajuk Magnolia champaca var. pubinervia (a) dan Magnolia champaca (b)

    Bentuk tajuk manglid terdiri atas dua bentuk, yaitu membulat (Gambar 2a)

    dan bulat mengerucut (Gambar 2b). Bentuk tajuk yang bulat mengerucut memiliki batang yang berlentisel (kasar) (Gambar 1d), sedangkan manglid yang memiliki tajuk membulat memiliki batang yang licin atau tidak berlentisel. Manglid dengan bentuk

    a b

    a b c d

    H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan | 15

  • A. Winara, A. Hani & L.A.G. Pieter

    tajuk bulat mengerucut memiliki cabang cenderung mudah lepas (self pruning), sedangkan manglid dengan bentuk tajuk membulat memiliki cabang yang lebih kuat.

    2. Daun

    Secara morfologi, daun manglid berbentuk menjorong dengan tingkat men-jorong bervariasi (Gambar 3). Ukuran daun 10–30 x 4–10 cm; ujung pangkal daun membaji dan ujung daun sering melancip pendek atau melonjong dengan ukuran 7–(13–25) mm; duduk daun spiral. Stipul atau daun penumpu seluruhnya berbulu padat. Warna daun hijau tua hingga hijau kekuningan dengan permukaan daun bagian atas licin agak mengkilap hingga kusam agak kasar. Ranting dan tulang, serta urat daun bagian bawah berbulu; tulang daun lebih menonjol dari urat daun; urat daun berjumlah 14–23 pasang. Tangkai daun dengan panjang luka bekas stipul mencapai 0,3–0,7 kali dari panjang stipul dan panjang tangkai daun 14–(36–40) mm.

    Gambar 3. Morfologi daun Magnolia champaca var. pubinervia (a) dan Magnolia champaca (b dan c)

    3. Bunga

    Bunga berwarna kuning terang hingga oranye tua; tepal 15 buah dengan ukuran panjang 20–45 mm; stamen 6–8 mm dengan jarak konektif hingga 1 mm, berjumlah 30; panjang gynofor 3 mm dengan bulu padat. Bunga memiliki bau wangi yang khas, namun tidak sewangi bunga cempaka. Pembungaan manglid biasanya terjadi pada bulan Januari hingga April.

    a b c

    16 | H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan

  • S t a tu s Ta kson o m i d an Mo r f o lo g i M a n g l id

    Gambar 4. Morfologi bunga Magnolia champaca var. pubinervia (a) dan Magnolia champaca (b dan c)

    4. Buah

    Buah manglid bertipe kapsul bertekstur kasar benjol-benjol dengan panjang 5–15 cm (Gambar 5). Buah tersusun dalam tandan yang terdiri atas 10–15 karpel yang akan merekah saat masak (Gambar 5b) dan di dalam karpel terdapat biji. Buah muda berwarna hijau (Gambar 5a) dan buah matang berwarna merah (Gambar 5b dan 5c). Biji manglid memiliki tekstur berdaging dan benih yang keras berwarna hitam.

    Gambar 5. Morfologi buah manglid: buah muda (a); buah matang (b); biji muda dan matang (c)

    IV. Kesimpulan

    Secara taksonomi, jenis manglid tergolong spesies Magnolia champaca (L.) Baill. ex Pierre. dengan tingkat varietas Magnolia champaca var. pubinervia (Blume) Figlar & Noot. Terdapat beberapa variasi manglid di hutan rakyat yang memiliki perbedaan pertelaan morfologi daun, warna bunga, batang, dan bentuk tajuk.

    a c b

    a b c

    H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan | 17

  • A. Winara, A. Hani & L.A.G. Pieter

    Daftar Pustaka

    Azuma, H., García-Franco, J. G., Rico-Gray, V., & Thien, L. B. (2001). Molecular phylogeny of the Magnoliaceae: the biogeography of tropical and temperate disjunctions. American Journal of Botany, 88(12), 2275-2285.

    Figlar, R. B., & Nooteboom, H. P. (2004). Notes on Magnoliaceae IV. Blumea-Biodiversity, Evolution and Biogeography of Plants, 49(1), 87-100.

    Heyne, K. (1987). Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid II. Bogor, Indonesia: Badan Litbang Kehutanan, Kementerian Kehutanan

    Kim, S., Park, C.-W., Kim, Y.-D., & Suh, Y. (2001). Phylogenetic relationships in family Magnoliaceae inferred from ndhF sequences. American Journal of Botany, 88(4), 717-728.

    Nooteboom, H. P. (1988). Magnoliaceae. Flora Malesiana ser. I, vol 103. Leiden, The Netherlands.

    Rozak, A. H. (2012). Status taksonomi, distribusi dan kategori status konservasi magnoliaceae di indonesia. Buletin Kebun Raya, 15(2), 81-92.

    Sosef, M., Hong, L., & Prawirohatmodjo, S. (1998). PROSEA 5 (3) Timber trees: lesser known species: Backhuys Publishers, Leiden.

    18 | H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan

  • Perkembangan Tegakan Manglid (Magnolia champaca) pada Hutan Rakyat di Kabupaten Tasikmalaya

    Budiman Achmad1

    ABSTRAK

    Manglid adalah jenis pohon yang banyak dikembangkan oleh petani hutan rakyat di Kabu-paten Tasikmalaya, tetapi sarana pendukungnya masih lemah. Penelitian ini bertujuan mengetahui perkembangan tegakan manglid dan potensi kelestarian hasilnya. Penelitian dilakukan pada bulan Maret–Juli 2011 di tiga desa, yaitu Desa Tanjungkerta, Sepatnunggal, dan Karyabakti, Kabupaten Tasikmalaya. Pengambilan data dilakukan dengan cara inven-tarisasi terhadap 20 blok hutan rakyat sehingga total ada 60 blok hutan rakyat. Data dimensi tegakan dianalisis menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan tegakan manglid pada hutan rakyat di Kabupaten Tasikmalaya cukup besar ditandai dengan tingginya porsi manglid pada hampir semua hutan rakyat di semua lokasi penelitian. Akan tetapi, perkembangan pohon manglid terancam tidak berkelanjutan karena potensi keunggulan manglid terhambat karena terlalu tingginya kepadatan populasi dan terlalu sempitnya rata-rata pemilikan hutan. Untuk meningkatkan peluang kelestarian hutan berbasis manglid di Kabupaten Tasikmalaya, kepadatan tegakan perlu dikurangi, terutama di Desa Karyabakti dan Tanjungkerta. Sementara untuk Desa Sepatnunggal, struktur tegakan manglid perlu diperbaiki dengan meningkatkan populasi tegakan muda.

    Kata kunci: hutan rakyat, kelestarian, manglid, Tasikmalaya.

    I. Pendahuluan

    Hutan rakyat dan kelestarian hasil adalah isu yang tidak bisa dipisahkan. Pengembangan jenis tanaman pada hutan rakyat selalu dikaitkan dengan perkiraan waktu panen atau daur, sedangkan pemilihan jenis tanaman tertentu selalu dihu-bungkan dengan tujuan pengembangannya. Manglid adalah jenis pohon cepat tum-

    1 Balai Penelitian Teknologi Agroforestry Ciamis; Jl. Raya Ciamis-Banjar Km 4 Pamalayan, Ciamis Email: [email protected]

    H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan | 19

    mailto:[email protected]

  • B. Achmad

    buh (fast growing species) yang mempunyai postur batang relatif lurus, tetapi daurnya lebih panjang dibandingkan dengan sengon. Pengembangan manglid pada hutan rakyat di Kabupaten Tasikmalaya ditujukan sebagai tabungan jangka panjang dan sekaligus untuk konservasi pada lahan-lahan miring.

    Rata-rata pemilikan hutan di Kabupaten Tasikmalaya tergolong sempit, yaitu 0,1–0,36 ha. Sempitnya lahan hutan tidak memungkinkan petani mengandalkan pendapatan hanya dari hasil hutan saja, tetapi harus juga mempunyai sumber pendapatan yang lain. Beberapa sumber pendapatan petani hutan di Kabupaten Tasikmalaya, antara lain dari sektor jasa, sawah, hutan, kolam ikan, ternak dan kiriman keluarga. Dari beberapa sumber pendapatan tersebut, pendapatan dari sek-tor hutan rakyat bukan menjadi sumber utama, tetapi dari sektor jasa. Kondisi tersebut mengisyaratkan bahwa pengelolaan hutan rakyat di Tasikmalaya butuh pemilihan jenis yang sesuai dengan karakter sosial ekonomi petani dan biofisiknya. Pengembangan jenis manglid pada hutan rakyat perlu dievaluasi kesesuaiannya dengan karakter tersebut.

    Kontribusi pendapatan petani dari tegakan manglid tidak lebih baik dari kontribusi pendapatan dari tegakan sengon. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Diniyati et al. (2011) menunjukkan bahwa sumbangan pendapatan yang cukup besar dari manglid hanya berasal dari Desa Tanjungkerta, yaitu 56,71%. Sementara itu, sumbangan pendapatan dari tegakan manglid di Desa Sepatnunggal dan Karyabakti masih lebih rendah daripada tegakan sengon. Hal tersebut disebabkan oleh daur ekonomi manglid yang rata-rata mencapai dua kali lebih lama dibandingkan dengan daur ekonomi sengon.

    Berdasarkan penjelasan diatas, hal yang menarik untuk dikaji adalah bagaimana perkembangan tegakan manglid di Kabupaten Tasikmalaya dan seberapa besar potensi kelestariannya. Oleh sebab itu, penelitian ini bertujuan mengetahui perkembangan tegakan manglid pada hutan rakyat di Kabupaten Tasikmalaya dalam hubungannya dengan pemanfaatannya secara lestari.

    20 | H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan

  • Perkembangan Tegakan Mangl id (Magnol ia champaca) …

    II. Metodologi

    A. Lokasi dan Waktu Penelitian

    Penelitian dilakukan di Kabupaten Tasikmalaya pada tiga desa terpilih yang mewakili wilayah pembangunan Tasikmalaya, yaitu Desa Tanjungkerta, Sepatnung-gal dan Karyabakti. Alasan pemilihan lokasi tersebut karena banyak dikembangkan hutan rakyat dengan berbagai pola tanam, seperti monokultur, agroforestry, dan polycultur. Selain itu, lokasi tersebut terdapat pula kelompok tani yang berhubungan dengan hutan rakyat. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret–Juli 2011.

    B. Pengambilan Sampel Penelitian

    Sampel penelitian terdiri dari dua saaran, yaitu petani dan informan kunci sebagai subjek pelaku (responden), dan tegakan hutan rakyat sebagai objek aktivitas.

    1. Petani dan Informan Kunci

    Unit analisis yang dijadikan sebagai responden, yaitu: - Petani hutan rakyat anggota kelompok tani. Pemilihan responden dilakukan

    secara acak sederhana (simple random sampling) dengan jumlah responden untuk setiap desa sebanyak 20 orang.

    - Informan kunci yang mengetahui dan memahami tentang hutan rakyat di setiap lokasi penelitian. Pemilihan informan kunci dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan teknik penilaian (judgment) (Sarwono, 2006). Jumlah informan kunci untuk seluruh lokasi penelitian sebanyak 7 orang.

    2. Tegakan Hutan Rakyat

    - Pemilihan tegakan dilakukan secara stratified random sampling berdasarkan luas kepemilikan lahan. Dari setiap responden, sebanyak satu blok hutan dipilih berdasarkan kriteria luas lahan tersebut sehingga setiap desa diperoleh 20 objek hutan yang berlainan luasannya.

    H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan | 21

  • B. Achmad

    - Pelaksanaan sensus potensi tegakan, termasuk inventarisasi tanaman bawah. Parameter yang diukur adalah tinggi dan diameter pohon, serta jumlah dan jenis tanaman bawah.

    C. Analisis Data

    Data yang telah diperoleh diolah dalam bentuk tabulasi atau gambar untuk mengetahui kondisi petani, pemanfaatan lahan, dan hutan rakyat. Tujuan pengo-lahan data adalah menyederhanakan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 2000; Singarimbun & Efendi, 1989). Potensi tegakan dihitung menggunakan rumus:

    Vp = Lbds x h x f

    Lbds = 0.25 π D2

    Yang mana: Vp = volume pohon Lbds = luas bidang dasar h = tinggi pohon f = faktor bentuk pohon (0,7) π = 3,1415 D = diameter setinggi dada

    Data yang telah dikelompokkan dalam bentuk tabulasi dan gambar dianalisis

    dengan teknik kualitatif (deskriptif). Teknik kualitatif yakni mengolah dan meng-analisis data-data yang terkumpul menjadi data yang sistematik, teratur, terstruktur, dan mempunyai makna (Sarwono, 2006).

    III. Hasil dan Pembahasan

    A. Potensi dan Kerapatan Tegakan Manglid

    Berdasarkan hasil observasi lapangan di tiga lokasi penelitian diperoleh data bahwa tanaman penyusun hutan rakyat dapat dikelompokkan menjadi tanaman

    22 | H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan

  • Perkembangan Tegakan Mangl id (Magnol ia champaca) …

    kayu, tanaman perkebunan, tanaman buah, dan tanaman obat. Terdapat kecen-derungan bahwa semakin tinggi tempat tumbuh, semakin berkurang jumlah jenis pohon yang tumbuh. Berdasarkan jumlahnya, jenis pohon yang paling banyak dijumpai pada hutan rakyat adalah di Desa Karyabakti, yaitu 53 jenis. Desa Karyabakti mempunyai ketinggian tempat tumbuh 600 m dari permukaan laut (dpl). Sementara itu, jenis pohon yang paling sedikit dijumpai pada hutan rakyat adalah di Desa Tanjungkerta, yaitu 26 jenis. Desa ini berada pada ketinggian 900 m dpl.

    Rata-rata petani di Kabupaten Tasikmalaya hanya memiliki hutan dengan luas 0,10–0,36 ha. Padahal, Keputusan Menteri Kehutanan No. 49/Kpts-II/1997 tanggal 20 Januari 1997 menyatakan bahwa yang dimaksud dengan hutan rakyat adalah hutan yang dimiliki oleh rakyat dengan luas minimal 0,25 ha dan penutupan tajuk tanaman kayu-kayuan dan atau jenis tanaman lainnya >50%, dan atau pada tanaman tahun pertama dengan tanaman sebanyak minimal 500 tanaman/ha. Berdasarkan ketentuan tersebut, hanya hutan rakyat yang ada di Desa Sepatnunggal saja yang memenuhi kriteria dan dapat disebut sebagai hutan rakyat.

    Meskipun luas lahan yang dimiliki petani di Desa Karyabakti dan Tanjung-kerta sangat sempit, yakni hanya 0,10 ha dan 0,11 ha, tetapi minat petani untuk menanam pohon di kedua desa tersebut sangat tinggi. Hal ini dicerminkan oleh tingginya populasi tanaman yang berturut-turut mencapai 1.962 pohon/ha di Desa Karyabakti dan 1.729 pohon/ha di Desa Tanjungkerta. Hal ini kemungkinan didorong oleh keinginan untuk mendapatkan hasil yang tinggi dari lahan yang sempit tersebut sehingga petani berusaha menanami lahannya dengan sebanyak-banyaknya pohon. Sikap petani seperti itu justru menyebabkan tingginya persaingan untuk memperoleh ruang tumbuh dan hara tanah sehingga pertumbuhan pohon semakin tertekan.

    Kondisi yang lebih ideal ditunjukkan oleh petani di Desa Sepatnunggal yang mengembangkan sebanyak 44 jenis pohon dengan kepadatan 520 pohon/ha. Rata-rata luas pemilikan hutan di Desa Sepatnunggal adalah tiga kali lebih luas dibandingkan dengan rata-rata luas pemilikan hutan di Desa Karyabakti dan Tanjungkerta, tetapi kerapatannya justru sepertiga dari kerapatan tegakan di Desa

    H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan | 23

  • B. Achmad

    Tanjungkerta dan Karyabakti. Kondisi yang berkebalikan tersebut memberikan gambaran bahwa petani di Desa Sepatnunggal kemungkinan lebih banyak mem-peroleh informasi tentang pengelolaan hutan yang baik dan benar. Hal ini juga tercermin dari keputusan petani Desa Sepatnunggal yang lebih fokus pada perba-nyakan jenis pohon yang mempunyai nilai ekonomi tinggi seperti manglid mencapai lebih dari setengah populasi tegakan, yaitu 292 pohon/ha untuk jenis manglid dari total 520 pohon/ha untuk semua jenis, seperti ditunjukkan pada Tabel 1.

    Tabel 1. Ringkasan banyaknya jenis dan kerapatan pohon

    Lokasi penelitian Tinggi tempat

    (m dpl) Pemilikan hutan (ha)

    Jumlah jenis

    Kerapatan semua jenis (pohon/ha)

    Desa Karyabakti 600 0,10 53 1.962

    Desa Sepatnunggal 700 0,36 44 520

    Desa Tanjungkerta 900 0,11 26 1.729

    Sumber: diolah dari data primer 2011

    Salah satu faktor yang memengaruhi pengelolaan hutan adalah luas unit usaha, yaitu harus memenuhi kriteria skala ekonomis. Oleh karena itu, perbedaan luas pemilikan hutan memaksa petani untuk melakukan strategi pengelolaan yang berbeda pula. Berdasarkan luas lahannya, petani hutan rakyat di Desa Sepatnunggal lebih berpeluang mencapai hasil yang lebih baik dibandingkan dengan petani di Desa Karyabakti dan Tanjungkerta. Hal ini selain disebabkan rata-rata pemilikan hutanya lebih luas, kemungkinan juga disebabkan petani di Desa Sepatnunggal tidak terlalu menggantungkan kebutuhan hidupnya dari hutan saja karena mereka mem-punyai sumber pendapatan lain yang lebih besar, seperti dari usaha dagang (sektor jasa). Hal yang berbeda dialami oleh petani di Desa Karyabakti dan Tanjungkerta yang mana pendapatan dari sektor selain hutan relatif kecil sehingga hutan menjadi tumpuan utama. Tingginya tingkat ketergantungan ditambah dengan kurangnya informasi tentang pengelolaan hutan yang baik menyebabkan mereka berupaya

    24 | H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan

  • Perkembangan Tegakan Mangl id (Magnol ia champaca) …

    mendapatkan penghasilan dari usaha hutan sebesar mungkin dengan menanam sebanyak-banyaknya pohon.

    Tabel 2. Ringkasan data potensi tegakan manglid di lokasi penelitian

    Lokasi penelitian Nilai rata-rata dari pohon Kerapatan

    tegakan (pohon/ha)

    Total volume (m3/ha)

    Prioritas ke

    Diameter (cm)

    Tinggi (m)

    Volume (m3)

    Desa Karyabakti 7,77 5,05 0,03 332 9,96 1

    Desa Sepatnunggal 7,85 5,03 0,04 292 11,68 1

    Desa Tanjungkerta 7,93 5,27 0,05 319 15,95 2

    Sumber: diolah dari data primer 2011

    B. Sebaran Jenis Pohon Penyusun Hutan Rakyat

    Berdasarkan data sebaran jenis pohon seperti ditampilkan pada Gambar 1 terlihat bahwa tiga jenis pohon yang dominan dikembangkan petani di Desa Karyabakti berturut-turut adalah manglid, sengon, dan mahoni. Besarnya populasi manglid hampir seimbang dengan populasi sengon. Tinggi tempat tumbuh di Desa Karyabakti sangat ideal bagi pertumbuhan hampir semua jenis pohon sehingga wajar jika jenis tanaman yang dijumpai sangat banyak. Kesesuaian tempat tumbuh bagi banyak jenis pohon tersebut disikapi oleh petani secara kurang bijaksana dengan memperbanyak populasi pohon sehingga justru menghambat pertumbuhan diameter pohon. Petani di Desa Karyabakti seharusnya melakukan penjarangan keras untuk memberi kesempatan pada pohon agar bisa tumbuh lebih besar.

    Berdasarkan data sebaran jenis pohon pada Gambar 2, terlihat bahwa tiga jenis pohon yang dominan dikembangkan petani di Desa Sepatnunggal berturut-turut adalah manglid, mahoni, dan sengon. Populasi manglid pada hutan rakyat di Desa Sepatnunggal sangat mencolok, yakni lebih dari 40%; sedangkan mahoni hanya 15% dan sengon kurang dari 10%. Petani di desa ini mulai memperbanyak pohon manglid kemungkinan karena adanya isu banyaknya penyakit karat tumor yang menyerang sengon. Kemungkinan lain karena petani di desa ini mengetahui

    H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan | 25

  • B. Achmad

    nilai dan prospek ekonomi manglid. Hal ini terlihat dari Tabel 1 dan Gambar 2. Meskipun jenis yang dikembangkan cukup banyak, yaitu 44 jenis pohon; petani di Desa Sepatnunggal sudah cerdas dengan memprioritaskan jenis pohon yang lebih bernilai ekonomi.

    Gambar 1. Sebaran populasi jenis pohon pada hutan rakyat di Desa Karyabakti

    Gambar 2. Sebaran populasi jenis pohon pada hutan rakyat di Desa Sepatnunggal

    Data sebaran jenis pohon pada Gambar 3 diperoleh informasi bahwa tiga jenis

    pohon yang dominan dikembangkan oleh petani di Desa Tanjungkerta berturut-

    26 | H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan

  • Perkembangan Tegakan Mangl id (Magnol ia champaca) …

    turut adalah mahoni, manglid, dan sengon. Populasi manglid di Desa Tanjungkerta berada pada urutan kedua setelah mahoni, tetapi lebih tinggi dibandingkan dengan sengon. Perbedaan populasi dari ketiga jenis pohon tersebut di hutan rakyat Desa Tanjungkerta tidak terlalu mencolok. Hal ini menggambarkan bahwa petani di desa ini masih mengandalkan mahoni dan sengon sebagai hasil kayu utama dari hutan rakyat karena kedua jenis pohon tersebut telah mempunyai pasar secara jelas. Kayu mahoni dan sengon adalah bahan baku utama pembuatan papan palet (ukuran 8 x 10 x 130 cm) bagi industri besar yang ada di Tasikmalaya dan Banjar.

    Gambar 3. Sebaran populasi jenis pohon pada hutan rakyat di Desa Tanjungkerta

    Manglid termasuk dalam jenis pohon yang cepat tumbuh, meskipun pertum-buhannya lebih lambat dibandingkan dengan pohon sengon. Hasil penelitian Li-Hua et al. (2014) di Vietnam menyatakan bahwa ketinggian tempat tumbuh yang paling sesuai untuk pohon manglid adalah 550 m dpl. Akan tetapi, menurut World Agroforestry Center (2011), pertumbuhan mangid di Vietnam masih baik pada tempat tumbuh dengan ketinggian 550–700 m dpl. Sementara itu, ketinggian tempat tumbuh paling baik bagi sengon adalah 800 m dpl. Berdasarkan ketinggian tempat tumbuh pohon manglid di lokasi penelitian menunjukkan bahwa Desa Karyabakti dan Desa Sepatnunggal mempunyai ketinggian yang masih sesuai untuk perkembangan manglid. Sebaliknya, Desa Tanjungkerta dengan ketinggian 900 m

    H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan | 27

  • B. Achmad

    dpl kurang sesuai untuk perkembangan manglid sehingga keputusan petani mengembangkan pohon manglid pada hutan rakyat di Tajungkerta berpotensi menghadapi kendala pertumbuhan. Oleh karena itu, pemilihan manglid sebagai jenis prioritas oleh petani di Desa Karyabakti dan Sepatnunggal dinilai tepat. Demikian halnya dengan pemilihan manglid sebagai jenis prioritas kedua setelah mahoni oleh petani di Desa Tanjungkerta juga masih bisa ditolerir.

    Menurut World Agroforestry Center (2011), pertumbuhan manglid (Mang-lietia glauca) pada tempat tumbuh yang rendah (

  • Perkembangan Tegakan Mangl id (Magnol ia champaca) …

    manglid didominasi oleh pohon berukuran besar. Hal ini berbeda kondisinya dengan manglid di Desa Karyabakti dan Tanjungkerta yang menunjukkan struktur tegakan dengan sebaran kelas diameter lebih normal (Gambar 4). Populasi anakan manglid pada hutan rakyat di Desa Karyabakti dan Tanjungkerta jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan populasi anakan manglid di Desa Sepatnunggal. Struktur tegakan seperti di Desa Karyabakti dan Tanjungkerta mendorong terciptanya kelestarian hasil, khususnya pada hutan rakyat berbasis manglid.

    Gambar 4. Sebaran kelas diameter tegakan manglid di Desa Sepatnunggal, Karyabakti, dan Tanjungkerta

    Daur ekonomi tegakan manglid hampir dua kali lebih lama dibandingkan

    tegakan sengon. Sementara itu, harga kayu manglid tidak terlalu berbeda dengan harga kayu sengon. Berdasarkan perbandingan tersebut, pengembangan manglid secara besar-besaran pada lahan sempit dari aspek kecepatan cash flow kurang menguntungkan petani. Tegakan manglid lebih sesuai ditujukan untuk kepentingan ekonomi jangka panjang (semacam tabungan), sekaligus untuk tujuan konservasi tanah dan air. Pengembangan manglid di Kabupaten Tasikmalaya yang mayoritas

    H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan | 29

  • B. Achmad

    lahannya sempit masih mempunyai prospek yang baik jika ditumpangsarikan dengan tanaman semusim sehingga pendapatan jangka pendek tetap diperoleh petani.

    IV. Kesimpulan dan Saran

    A. Kesimpulan

    Secara umum, perkembangan manglid pada hutan rakyat di Kabupaten Tasikmalaya tergolong cukup besar. Hal ini terbukti dari dominasi jenis tersebut di hampir semua hutan rakyat di wilayah tersebut. Seperti halnya sengon, manglid termasuk jenis pohon cepat tumbuh (fast growing species), tetapi mempunyai masa panen relatif lebih lama dibandingkan dengan pohon sengon.

    Luas pemilikan hutan di Kabupaten Tasikmalaya yang rata-rata sempit menjadi faktor pembatas dari pengembangan jenis manglid. Hal tersebut disebab-kan pendapatan dari pohon manglid terlalu lama untuk menopang kebutuhan petani. Selain itu, kerapatan tegakan manglid pada hutan rakyat di Desa Karyabakti dan Tanjungkerta dinilai terlalu tinggi.

    Dari aspek kelestarian hasil, manglid adalah jenis pohon yang sesuai dikembangkan pada hutan rakyat melalui pola agroforestry agar diperoleh hasil yang berkelanjutan, yaitu hasil jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Untuk lebih menjamin kelestarian hutan berbasis manglid, struktur tegakan manglid di Desa Sepatnunggal perlu diperbaiki dengan menambah anakan. Selain itu, untuk meningkatkan peluang kelestarian hutan rakyat di Kabupaten Tasikmalaya, pengaturan kerapatan menjadi penting dilakukan dengan cara menjarangi jenis-jenis yang kurang bernilai ekonomi.

    B. Saran

    Mengingat lahan yang dimiliki petani relatif sempit (rata-rata 0,10–0,36 ha), sebaiknya kerapatan tegakan dikurangi agar tersedia ruang tumbuh yang lebih luas bagi pohon dan tanaman bawah yang menjadi sumber pendapatan jangka pendek.

    30 | H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan

  • Perkembangan Tegakan Mangl id (Magnol ia champaca) …

    Daftar Pustaka

    Departemen Kehutanan dan Perkebunan. (2000). Pedoman survei sosial ekonomi kehutanan Indonesia. Jakarta, Indonesia: Pusat Sosial dan Ekonomi Kehutanan dan Perkebunan, Badan Litbang Kehutanan dan Perkebunan. Departemen Kehutanan dan Perkebunan.

    Diniyati, D., Widyaningsih, T., Fauziyah, E., Mulyati, E., & Suyarno. (2011). Pola agroforestry di hutan rakyat penghasil kayu pertukangan (manglid). Laporan Hasil Penelitian Balai Penelitian Teknologi Agroforestry. Ciamis: Balai Penelitian Teknologi Agroforestry.

    Li-Hua, L., Ri-ming, H., Rui-hong, N., & Zhong-guo, L. (2014). Responses of Manglietia glauca growth to soil nutrients and climatic factors. Yingyong Shengtai Xuebao, 25(4).

    Sarwono, J. (2006). Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif: Graha Ilmu, Yogyakarta.

    Singarimbun, M., & Efendi. (1989). Metode penelitian survei. Jakarta, Indonesia: LP3ES.

    World Agroforestry Center. (2011). Timber supply and demand and growth potential of fast growing tree species in the northwest region of Vietnam. AFLI Technical Report No. 6.

    H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan | 31

  • Sebaran dan Karakteristik Hutan Rakyat Manglid, serta Potensinya untuk Pengembangan Sumber Benih di Wilayah Priangan Timur1

    Asep Rohandi2 & Gunawan2

    ABSTRAK

    Manglid (Magnolia champaca) merupakan jenis potensial dan salah satu jenis unggulan untuk hutan rakyat di Jawa Barat. Jenis ini sudah cukup dikenal dan banyak dibudidayakan masyarakat, khususnya di wilayah Jawa Barat bagian timur (Priangan Timur). Terbatasnya sumber benih untuk menghasilkan benih berkualitas unggul dan kurangnya informasi lahan potensial merupakan beberapa kendala yang dihadapi dalam upaya pengembangan jenis ini. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman manglid tersebar di sebagian besar wilayah Priangan Timur, yaitu di Kabupaten Ciamis, Tasikmalaya, Garut, dan Sumedang. Karakteristik tegakan didominasi oleh hutan campuran yang berasosiasi dengan jenis tanaman sengon, suren, tisuk, khaya, kaliandra, alpokat, dan kayu manis. Tegakan didominasi tanaman muda berumur 1–10 tahun dengan kisaran tinggi 4–36 m dan diameter 3–72 cm. Jenis ini tumbuh pada jenis tanah latosol, andosol, campuran latosol & andosol, aluvial, dan podsolik merah kuning pada ketinggian 400–1.200 m dpl, curah hujan 1.500–3.500 mm/tahun, dan kelerengan 0–45%. Terdapat beberapa populasi/tegakan manglid yang cukup potensial untuk dijadikan sumber benih yang berlokasi di Desa Wandasari, Kecamatan Bojonggambir, Kab. Tasikmalaya; Desa Jaya Mekar, Kecamatan Cibugel, Kabupaten Sumedang; dan Desa Lebak Baru, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Ciamis.

    Kata kunci: hutan rakyat, manglid, sebaran populasi, Priangan Timur, sumber benih

    1 Tulisan ini telah dipresentasikan pada Seminar Nasional Silvikultur II “Pembaruan Silvikultur untuk Mendukung Pemulihan Fungsi Hutan menuju Ekonomi Hijau”, di Yogyakarta, 28-29 Agustus 2014

    2 Balai Penelitian Teknologi Agroforestry; Jalan Raya Ciamis-Banjar Km. 4 Po. Box 5 Ciamis 46201 Email: [email protected]

    H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan | 33

  • Sebaran dan Karakter is t ik Hutan Rakyat Mangl id…

    I. Pendahuluan

    Manglid (Magnolia champaca) merupakan salah satu jenis pohon potensial dan telah ditetapkan sebagai salah satu tanaman unggulan hutan rakyat di Jawa Barat, serta diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani (Rimpala, 2001). Jenis ini memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi, cukup dikenal, dan sudah banyak dibudidayakan masyarakat, terutama di wilayah Jawa Barat bagian timur (Priangan Timur). Manglid merupakan pohon cepat tumbuh yang tingginya dapat mencapai 40 m dan diameternya sebesar 150 cm (Hildebran, 1935 dalam Rimpala, 2001). Jenis ini disukai oleh masyarakat karena kayunya mengkilat; strukturnya padat, halus, dan ringan; dan mudah dikerjakan atau diolah untuk berbagai penggunaan. Dengan BJ 0,4, kelas kuat III dan kelas awet II; kayu manglid dapat digunakan sebagai bahan pembuatan jembatan, perkakas rumah tangga (meja, kursi, lemari), hiasan kayu, patung, ukiran, kayu lapis, dan pulp (Prosea, 1998 dalam Rimpala, 2001).

    Keberhasilan pengembangan jenis ini perlu didukung oleh beberapa faktor, antara lain ketersediaan benih berkualitas unggul dalam jumlah yang cukup dan berkesinambungan. Benih merupakan unsur strategis karena benih mengawali pengembangan segenap fungsi hutan, dari hutan industri hingga hutan untuk perlindungan tanah dan air, flora, fauna, dan sumber plasma nutfah lainnya, serta untuk kesejahteraan masyarakat luas (Balai Teknologi Perbenihan, 1998). Tersedianya benih bermutu genetik unggul tidak terlepas dari keberadaan sumber benih yang telah menerapkan kaidah-kaidah pemuliaan pohon. Kondisi sumber benih pada saat ini masih sangat terbatas, baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Selain itu, kondisi sumber benih yang ada masih memiliki mutu yang rendah dengan potensi produksi yang rendah pula. Pemilihan sumber benih yang tidak tepat serta mutu benih yang rendah dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak optimal (Nurhasybi, 2008; Nurhasybi et al., 2000; Zobel & Talbert, 1984).

    Salah satu kegiatan yang berperan sangat penting dalam memberdayakan jenis-jenis pohon yang potensial adalah pemetaan sebaran populasi sumber beniha (Danu et al., 2006; Kartiko, 2001; Zobel & Talbert, 1984). Peta sebaran populasi ini

    34 | H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan

  • A. Rohandi & Gunawan

    dapat digunakan sebagai dasar untuk pemilihan sumber benih yang tepat. Peng-gunaan sumber benih yang tepat merupakan salah satu dasar yang sederhana dan mudah dalam usaha perbaikan tanaman hutan (Nienstadt & Snyder, 1974). Garaudal et al. (1997) menjelaskan bahwa peta sebaran digunakan untuk mengetahui sebaran geografi dan ekologi, serta untuk mengetahui keragaman sifat menurun jenis tanaman target, baik di hutan alam maupun hutan tanaman. Dengan adanya peta ini, pengambilan contoh biji atau bahan vegetatif tanaman terpilih diharapkan dapat mewakili potensi faktor menurun yang ada dari seluruh populasi.

    Selain tersedianya benih berkualitas baik, upaya meningkatkan produktivitas hutan memerlukan lokasi tempat tumbuh yang sesuai untuk jenis-jenis yang akan dikembangkan (Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan, 2001). Sumber benih yang paling cocok untuk ditanam di suatu kondisi lingkungan mungkin akan tumbuh berbeda di tempat lain. Pada kebanyakan pohon hutan, sumber benih berubah peringkatnya jika diperbandingkan dengan kondisi lingkungan yang berbeda. Wiradisastra (1996) menjelaskan bahwa setiap jenis memiliki perbedaan tingkat kesesuaian terhadap lingkungan fisik sehingga dapat dipilah berdasarkan perbedaan wilayah sebaran dengan ciri-ciri tertentu.

    II. Metodologi

    A. Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga November 2010. Kegiatan penelitian dilakukan di wilayah Priangan Timur, meliputi Kabupaten Garut, Tasikmalaya, Sumedang, Ciamis, dan Kota Banjar.

    B. Bahan dan Alat

    Bahan yang digunakan meliputi populasi tanaman manglid, Image Digital DEM-SRTM Satelit 90 m tahun 2009, peta penunjukan tanah semidetil tahun 1974 (1:250.000), peta curah hujan liputan tahun 2001–2006 (1:250.000), peta digital

    H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan | 35

  • Sebaran dan Karakter is t ik Hutan Rakyat Mangl id…

    RBI tahun 2001 (1:250.000), peta land sistem Jawa tahun 2001 (1:250.000), dan peta zonasi benih tanaman hutan Jawa dan Madura tahun 2001 (1:1.000.000).

    Alat yang digunakan meliputi alat survey lapangan dan laboratorium, berupa GPS (Global Positioning System), program Arc GIS, teropong, hagameter, altimeter, pita ukur, tambang, alat tulis, dan lain-lain.

    C. Teknik Pengumpulan Data

    Kegiatan penelitian tahap pertama yang dilakukan meliputi koordinasi dengan pihak/instansi terkait, serta orientasi dan identifikasi lapangan. Sementara itu, kese-luruhan penelitian pengambilan data yang dilakukan meliputi:

    1. Data dan informasi sebaran tegakan/populasi, produktivitas tegakan manglid, serta informasi geografi dan kondisi ekologisnya.

    2. Peta sebaran populasi jenis manglid untuk wilayah Priangan Timur 3. Peta potensi lahan jenis manglid sebagai informasi dasar untuk menentukan

    lokasi pengembangan sumber benih dan hutan rakyat di wilayah Priangan Timur.

    III. Hasil dan Pembahasan

    A. Sebaran Hutan Rakyat Manglid

    Survey dan identifikasi yang dilakukan di wilayah Priangan Timur diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa populasi tanaman manglid paling banyak tersebar di wilayah Tasikmalaya, meliputi daerah Taraju, Sodong, Salawu, Singaparna, Ciawi, Cigalontang, Pagerageung, dan Cibalong. Populasi manglid di wilayah Ciamis dan Garut tersebar di daerah-daerah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Tasikmalaya. Di Kabupaten Sumedang, populasi manglid terpusat di beberapa daerah; sedangkan di kota Banjar, sebaran populasi manglid tidak ditemukan.

    Populasi tanaman manglid sebagian besar berada pada daerah perbukitan dengan kelerengan yang cukup curam. Lokasi lainnya yang merupakan sebaran populasi tanaman ini yaitu pada daerah-daerah kaki pegunungan dan pinggir sungai.

    36 | H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan

  • A. Rohandi & Gunawan

    Tanaman manglid yang ditemukan seluruhnya merupakan hasil penanaman (tanaman masyarakat). Tanaman tersebut tumbuh menyebar pada lahan kosong, hutan rakyat, pekarangan, pinggir sungai, kebun campur, pinggir jalan, ataupun fasilitas umum lainnya. Kualitas tegakan cukup bervariasi untuk setiap lokasi, tetapi sebagian besar kondisi tanaman cukup baik. Hal tersebut disebabkan oleh tindakan pemeliharaan yang dilakukan sudah cukup intensif, sedangkan kasus di beberapa tempat menunjukkan kondisi tanaman yang kurang optimal karena kurangnya tindakan pemeliharaan dan adanya serangan hama/penyakit. Secara kuantitatif, produktivitas sebagian tegakan di setiap lokasi sulit dibandingkan karena informasi mengenai umur tidak diketahui secara pasti, serta kondisi lingkungan dan perlakuan yang berbeda. Begitu juga untuk sejarah pembungaan dan pembuahan tegakan di setiap lokasi, informasinya sangat kurang karena pada saat kegiatan survey dilakukan sudah melewati musim berbunga/berbuah dan hanya sebagian yang diketahui berdasarkan keterangan pemilik lahan. Manglid pada hutan rakyat pada umumnya ditanam dengan pola monokultur dan campuran (Gambar 1).

    Gambar 1. Populasi tanaman manglid pola monokultur dan campuran di Kab. Tasikmalaya

    Tanaman yang berasosiasi dengan tegakan manglid khususnya untuk tanaman

    kehutanan adalah sengon (falcataria moluccana), mahoni (Swietenia macrophylla), jati (Tectona grandis), suren (Toona sureni), tisuk (Hibiscus macrophylla), gmelina (Gmelina arborea), ganitri (Elaeocarpus ganitrus), khaya (Khaya anthoteca), aren (Arenga pinata), dan bambu. Sementara itu, jenis tanaman perkebunan yang banyak dijumpai adalah teh, nangka, petai, dan jengkol (Tabel 1).

    H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan | 37

  • Sebaran dan Karakter is t ik Hutan Rakyat Mangl id…

    38 | H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan

  • A. Rohandi & Gunawan

    H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan | 39

  • Sebaran dan Karakter is t ik Hutan Rakyat Mangl id…

    B. Kondisi Ekologis Wilayah Sebaran dan Potensi Lahan

    Berdasarkan hasil survey diperoleh informasi kondisi ekologi lokasi sebaran populasi tanaman manglid untuk parameter ketinggian tempat, jenis tanah, curah hujan, dan kelerengan. Kondisi tempat tumbuh tanaman manglid pada beberapa lokasi selengkapnya tercantum padan Tabel 2. Tabel 2. Kondisi agroklimat tempat tumbuh tegakan manglid di beberapa lokasi di wilayah Priangan Timur

    No. Lokasi Jenis tanah Ketinggian

    (m dpl) Curah hujan (mm/tahun)

    Kelerengan (%)

    1. Tasikmalaya Latosol, latosol & andosol, aluvial, podsolik merah kuning

    305–894 2.000–3.500 0–45

    2. Sumedang Latosol & andosol, andosol 666–1200 1.500–2.500 15–45 3. Garut Latosol, latosol & andosol 644–785 2.500–3.500 15–25 4. Ciamis Latosol & andosol 229–854 2.500–3.500 15–45

    Tabel 2 menunjukkan bahwa tanaman manglid di wilayah Priangan Timur hanya tersebar di empat lokasi (kabupaten), yaitu Kabupaten Tasikmalaya, Sumedang, Garut, dan Ciamis. Sementara itu, tegakan/populasi manglid di Kota Banjar tidak ditemukan. Hal tersebut disebabkan oleh faktor ketinggian tempat wilayah Banjar yang hanya berada di bawah 200 m dpl. Populasi tanaman manglid sebagian besar tersebar dan tumbuh pada lahan dengan jenis tanah latosol. Sementara itu, bila dilihat dari ketinggian tempat, tanaman manglid di wilayah Priangan Timur tumbuh pada ketinggian 400–800 m dpl, curah hujan 2.500–3.000 mm/tahun dengan kelerengan 15–25% (Gambar 2).

    40 | H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan

  • A. Rohandi & Gunawan

    Gambar 2. Sebaran populasi tanaman manglid di wilayah Priangan Timur pada berbagai kondisi curah hujan

    Karakteristik ekologis tanaman manglid yang diperoleh dapat dijadikan dasar

    untuk mengetahui potensi lahan dalam pengembangan hutan tanaman manglid di

    H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan | 41

  • Sebaran dan Karakter is t ik Hutan Rakyat Mangl id…

    suatu wilayah. Danu et al. (2009) menyatakan bahwa peta potensi lahan merupakan gabungan dari kondisi lokasi populasi yang diamati. Penyusunan peta potensi lahan dapat dilakukan secara lebih detil dengan pembedaan secara spesifik kriteria-kriteria seperti jenis tanah, ketinggian, dan curah hujan ataupun dengan menambahkan kriteria lainnya, seperti kelas lereng, kelembaban, dan lain-lain. Semakin detilnya data dasar yang diperoleh, informasi yang ada pada peta akan semakin lengkap.

    Peta potensi lahan dapat dijadikan pendekatan seperti dalam konsep zonasi benih sebagai zona penggunaan benih. Prinsip pokok dari zona penggunaan benih menurut Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan (2001) adalah sumber benih yang berbeda seharusnya ditanam pada tempat yang berbeda yang disebabkan oleh adanya interaksi genotipe dan lingkungan. Tanaman dengan kualitas genetik baik akan menghasilkan fenotipe yang baik bila ditanam pada kondisi lingkungan yang sesuai. Zona penggunaan benih dapat mencakup areal yang luas dan dapat terdiri dari beberapa areal yang memiliki kondisi ekologis yang serupa. Pada zona ini, pertumbuhan lebih kurang seragam dan benih dari sumber benih yang cocok dapat digunakan di seluruh zona.

    C. Ketersediaan dan Potensi Sumber Benih Manglid

    Sumber benih manglid di wilayah Jawa dan Madura hanya terdapat di dua lokasi di Kabupaten Tasikmalaya yang termasuk wilayah Priangan Timur (Tabel 3). Keberadaan sumber benih tersebut sebanding dengan banyaknya populasi atau hutan tanaman manglid di wilayah ini. Berdasarkan luas sumber benih dan luas hutan tanaman manglid yang ada, sumber benih manglid masih sangat diperlukan. Selain itu, kebutuhan benih manglid akan semakin meningkat seiring dengan semakin besarnya minat masyarakat untuk membangun hutan rakyat jenis ini, terutama setelah banyaknya serangan karat tumor pada tanaman sengon yang merupakan kayu rakyat utama pada saat ini. Dengan demikian, benih manglid berkualitas untuk meningkatkan produktivitas tanaman di lapangan sangat diperlukan.

    42 | H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan

  • A. Rohandi & Gunawan

    Tabel 3. Sumber benih bersertifikat jenis manglid (M. glauca) di Jawa Barat sampai tahun 2010

    No. Lokasi Pengelola Luas (ha) Klasifikasi sumber benih

    1. Tasikmalaya PT. Synergyndo Adimitra

    1.22 Tegakan benih teridentifikasi

    2. Bandung Selatan

    CV. Calakan Bina Lingkungan

    1.50 Tegakan benih teridentifikasi

    Jumlah 1.72

    Sumber: BPTH (2010)

    Sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas hutan tanaman manglid,

    keberadaan sumber benih mutlak diperlukan sebagai penghasil benih bermutu. Nurhasybi et al. (2000) menjelaskan bahwa mutu benih sangat berpengaruh terhadap keberhasilan penanaman di lapangan. Kendala yang dihadapi saat ini adalah pengadaan sumber benih masih terbatas, pertumbuhan tanaman belum optimal, riap kayu rendah, bentuk batang tidak lurus, dan serangan hama/penyakit pada bibit di persemaian dan tanaman di lapangan. Permasalahan tersebut disebabkan oleh pemilihan jenis dan sumber benih yang tidak tepat, serta mutu benih yang rendah. Barner & Ditlevsen (1995) menjelaskan bahwa produktivitas hutan tanaman diyakini akan optimum seiring perbaikan kelas sumber benihnya. Perbaikan kelas sumber benih berhubungan dengan kesesuaian ekologis antara sumber benih terhadap tapak pertanaman, keunggulan fenotipe atau genotipe sumber benih, metode dan intensitas seleksi dalam sumber benih, serta siklus pemuliaan.

    Pada saat ini, penggunaan benih unggul oleh masyarakat khususnya untuk hutan rakyat masih belum optimal. Selain itu, jenis tanaman yang digunakan petani lebih bervariasi tergantung pada kondisi lahan, jenis cepat tumbuh, dan kayunya disukai masyarakat setempat. Danu et al. (2004) menyatakan bahwa keragaman tanaman yang digunakan untuk hutan rakyat sangat tinggi karena menggunakan sistem penanaman campuran dan dari segi ekologi, hal ini sangat mendukung perbaikan dan pelestarian lingkungan. Sentra sumber benih yang digunakan oleh

    H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan | 43

  • Sebaran dan Karakter is t ik Hutan Rakyat Mangl id…

    petani dapat diketahui dengan pendekatan sentra hutan rakyat dan jenis yang menjadi andalan setempat, seperti untuk jenis manglid di wilayah Tasikmalaya.

    Berdasarkan hasil survey ditemukan beberapa populasi/tegakan manglid yang memiliki potensi untuk dijadikan sumber benih yang memenuhi syarat untuk disertifikasi, yang mana pohon-pohon manglid tersebut berukuran besar dan sudah digunakan oleh masyarakat setempat untuk pengadaan bibit. Tegakan manglid tersebut sangat potensial untuk dinilai dan ditunjuk sebagai sumber benih dan pohon plus (Tabel 4). Tabel 4. Tegakan manglid pada beberapa lokasi yang cukup potensial untuk dikembangkan menjadi sumber benih

    No. Lokasi Umur

    (tahun) Jumlah

    pohon induk Produktivitas tegakan

    TT (m) TBC (m) D (cm)

    1. Desa Wandasari, Kecamatan Bojonggambir, Kabupaten Tasikmalaya

    15 104 18–26 14–20 14–48

    2. Desa Jaya Mekar, Kecamatan Cibugel, Kabupaten Sumedang

    15 62 9–16 3–12 14–45

    3. Desa Lebak Baru, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Ciamis

    13 40 17–22 14–18 30–44

    Keterangan: TT = Tinggi total; TBC = Tinggi bebas cabang; D = Diameter pohon

    Penilaian tegakan yang dilakukan lebih didasarkan pada pedoman penunjukan

    sumber benih Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan (2001) yang menjelaskan bahwa kriteria umum kelayakan sumber benih meliputi aksesibilitas, jumlah pohon, kualitas (fenotipe) tegakan, pembungaan dan pembuahan, keamanan dan kesehatan. Tegakan diterima sebagai calon sumber benih jika semua tolok ukur tersebut terpenuhi.. Oleh karena itu, tegakan manglid di atas (Tabel 4) hanya dapat ditunjuk sebagai sumber benih dengan kelas tegakan benih (teridentifikasi atau terseleksi) karena asal usul benih yang digunakan tidak diketahui.

    44 | H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan

  • A. Rohandi & Gunawan

    Apabila dilihat dari berbagai pola pengelolaan lahan, pengembangan sumber benih manglid di lahan masyarakat terutama dapat dilakukan pada hutan rakyat murni, hutan campur, dan perkebunan (kebun teh). Sebaliknya, untuk tipe pengelolaan lahan yang lain, pengembangan sumber benih sulit dilakukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Pramono et al. (2008) bahwa untuk jenis mindi (Melia azedarach), pengembangan sumber benih pada lahan persawahan atau tegalan yang dikelola intensif kurang potensial karena perlakuan silvikultur berupa pruning keras akan mengganggu produksi benih, sedangkan pada pekarangan kurang cocok karena cenderung luas lahan dan jumlah pohonnya kecil.

    Data potensi tegakan yang diperoleh sangat penting sebagai dasar dalam pengembangan sumber. Peta sebaran populasi yang telah tersusun merupakan titik awal dalam penyediaan benih berkualitas jenis manglid secara berkelanjutan. Pemetaan sumber benih yang didasarkan pada zonasi ekologi akan memberikan keuntungan, yaitu 1) menghasilkan benih yang memiliki keragaman genetik yang luas sehingga akan berpengaruh terhadap kemampuan beradaptasi terhadap lingkungan tempat tumbuh yang beragam, dan 2) menghasilkan benih yang memiliki keragaman kualitas kayu dan produk lainnya sehingga dapat memberikan peluang untuk pemanfaatan yang beragam (Danu et al., 2007). Selain itu, pem-buatan dokumentasi benih akan mudah dengan mencantumkan kondisi tegakan, data ekologi, asal benih/sejarah genetik benih, dan proses penanganan benihnya. Benih hasil dari sumber benih ini merupakan materi perbanyakan tanaman yang sangat berharga untuk pembangunan sumber benih, bank benih, dan penyelamatan plasma nutfah atau konservasi genetik ex situ dengan hasil keragaman yang sama dan sebaran populasi alaminya.

    Manfaat lain dari kegiatan pemetaan sebaran sumber benih dan tegakan potensial adalah untuk membantu program koservasi sumberdaya genetik di wilayahnya (Garaudal et al., 1997). Peta sebaran digunakan untuk mengetahui sebaran geografi dan ekologi, serta untuk mengetahui keragaman sifat menurun jenis tanaman target, baik di hutan alam maupun hutan tanaman. Dengan adanya peta ini, pengambilan contoh biji atau bahan vegetatif tanaman terpilih diharapkan dapat

    H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan | 45

  • Sebaran dan Karakter is t ik Hutan Rakyat Mangl id…

    mewakili potensi faktor menurun yang ada di seluruh populasi. Peta ini diharapkan akan membantu para pengguna dalam aplikasi kegiatan penanaman di lapangan. Selain itu, pengembangan tanaman manglid khususnya di Priangan Timur perlu didukung oleh berbagai pihak di antaranya Dinas Kehutanan. Kegiatan penyuluhan tentang teknik budi daya beserta prospek pengembangan tanaman manglid perlu terus dilakukan. Balai Perbenihan Tanaman Hutan (BPTH) Jawa-Madura berperan penting dalam pengembangan sumber benih manglid sebagai penyedia benih berkualitas untuk meningkatkan produktivitas tegakan di lapangan. Selain pertimbangan aspek fisik, keberhasilan pengembangan manglid memerlukan pertimbangan aspek lainnya, seperti aspek sosial, ekonomi, dan kelembagaan.

    IV. Kesimpulan

    Tanaman manglid di wilayah Priangan Timur mempunyai karakteristik tipe tegakan yang didominasi oleh hutan campuran berasosiasi dengan jenis sengon, suren, tisuk, khaya, kaliandra, alpokat, dan kayu manis. Umur tegakan manglid didominasi tegakan muda umur 1–10 tahun dengan tinggi 4–36 m dan diameter 3–72 cm. Tanaman manglid di wilayah Priangan Timur tersebar pada jenis tanah latosol, andosol, latosol & andosol, aluvial dan podsolik merah kuning pada ketinggian 400–1.200 m dpl, curah hujan 1.500–3.500 mm/tahun, dan kelerengan 0–45%. Terdapat beberapa populasi/tegakan manglid yang cukup potensial untuk dijadikan sumber benih yang berlokasi di Desa Wandasari, Kecamatan Bojonggambir, Kabupaten Tasikmalaya; Desa Jaya Mekar, Kecamatan Cibugel, Kabupaten Sumedang; dan Desa Lebak Baru, Kecamatan Cikupa, Kabupaten Ciamis.

    Daftar Pustaka

    Balai Teknologi Perbenihan. (1998). Program nasional sistem perbenihan kehutanan. Bogor, Indonesia: BTP (Balai Teknologi Perbenihan).

    46 | H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan

  • A. Rohandi & Gunawan

    Barner, H., & Ditlevsen, B. (1995). The strategies and procedures for an integrated national tree seed programme for seed procurement, tree improvement and genetic resources. Estrategias y procedimientos para un programa nacional integrado de semillas forestales para el abastecimiento de semillas, el mejoramiento genético y la conservación de recursos genéticos forestales. Programas de abastecimiento de semillas forestales: Danida Forest Seed Centre, Turrialba (Costa Rica). CATIE, Turrialba (Costa Rica). Proyecto de Semillas Forestales.

    Danu, Nursyahbi, & Yulianti. (2004). Potensi produksi benih di Jawa. Paper presented at the Ekspose Terpadu Hasil-Hasil Penelitian Badan Litbang Kehutanan, Yogyakarta 11-12 Oktober 2004, Yogyakarta.

    Danu, Rohandi, A., Pramono, A., Abidin, Z., Suartana, M., & Royani, H. (2006). Sebaran populasi tanaman hutan jenis rasamala (Altingia excelsa Noronhae) untuk sumber benih di Jawa Laporan Hasil Penelitian. Bogor: Balai Penelitian Teknologi Perbenihan.

    Danu, Rohandi, A., Pramono, A., Abidin, Z., Suartana, M., & Royani, H. (2007). Sebaran populasi tanaman hutan jenis mimba (Azadirachta indica) untuk sumber benih di Jawa Laporan Hasil Penelitian. Bogor: Balai Penelitian Teknologi Perbenihan.

    Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. (2001). Zona benih tanaman hutan Jawa dan Madura. Jakarta: Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. Departemen Kehutanan.

    Garaudal, L., Kjaer, E., T, A., & L., A. B. (1997). Perencanaan Program Nasional untuk Konservasi Sumberdaya Genetik Hutan. Technical Note No. 48-Desember 1997. Danida Forest Seed Centre, Krogerupvej 21 DK-3050 Humlaebaek. Denmark. .

    Kartiko, H.P. (2001). Penyelamatan sumber daya perbenihan untuk pelestarian dan peningkatan produktivitas tanaman hutan. Bulletin PUSBANGHUT, III(2), 183-190.

    Nienstadt, H., & Snyder, E. B. (1974). Principles of genetic improvement of seed.

    H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan | 47

  • Sebaran dan Karakter is t ik Hutan Rakyat Mangl id…

    Nurhasybi. (2008). Beberapa permasalahan pengembangan industri benih tanaman hutan di Indonesia. Info benih, 12(1).

    Nurhasybi, Pramono, A. A., Abidin, A. Z., Rohandi, A., & Mokodompit, S. (2000). Peta perwilayahan 9 (sembilan) jenis tanaman hutan di Jawa. Balai Teknologi Perbenihan. Bogor.

    Pramono, A. A., Danu, Rohandi, A., Abidin, A. Z., Suartana, M., & Royani, H. (2008). Sebaran populasi tanaman hutan jenis mindi (Melia azedarach) untuk sumber benih di Jawa Laporan Hasil Penelitian: Balai Penelitian Teknologi Perbenihan. Bogor.

    Rimpala. (2001). Penyebaran pohon manglid (Manglieta glauca BI) di kawasan hutan lindung Gunung Salak Laporan Ekspedisi Manglieta glauca BI. Bogor.

    Wiradisastra, U.S. (1996). Delineasi agro-ecological zone. Bahan Kuliah Pelatihan Apresiasi Metodologi Delineasi Agroekologi. Bogor, 8-17 Januari 1996. Kerjasama Proyek Pembinaan Kelembagaan Penelitian dan Pengembangan Pertanian/ AMRP dengan Fakultas Pertanian-IPB. Bogor. .

    Zobel, B., & Talbert, J. (1984). Applied forest tree improvement: John Wiley & Sons.

    48 | H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan

  • BUDI DAYA MANGLID

    BAB III

  • Status Silvikultur Hutan Rakyat Manglid (Magnolia champaca)

    Aris Sudomo1

    ABSTRAK

    Teknik silvikultur hutan rakyat manglid (Magnolia champaca) ditujukan sebagai acuan Standard Operational Procedure (SOP) dalam pembangunan hutan rakyat manglid. Acuan ini berisi tentang ringkasan hasil-hasil penelitian teknik silvikultur manglid yang meliputi (1) teknik perbanyakan manglid, (2) teknik silvikultur manglid pada tiga jarak tanam, dan (3) karakteristik pertumbuhan dan tempat tumbuh manglid. Silvikultur hutan rakyat manglid dapat dilakukan dengan tiga cara. Pertama, persemaian manglid untuk menghasilkan bibit berkualitas dapat diperoleh dengan penaburan benih pada media abu sekam padi, penyapihan dengan media tanah+pupuk kandang+serbuk sabut kelapa (1:1:1), dan pengaturan intensitas naungan (shading net) sebesar 40%. Peningkatan keberhasilan perbanyakan vegetatif stek pucuk dapat dilakukan dengan teknik juvenilisasi dan penggunaan hormon Rootone-F. Kedua, jarak tanam 2 m x 2 m memberikan hasil pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan dengan jarak tanam 2 m x 3 m dan 3 m x 3 m hingga umur 28 bulan. Optimalisasi pertumbuhan dilakukan dengan pemangkasan dalam sistem agroforestry. Ketiga, manglid sesuai ditanam pada ketinggian 300–2.200 mdpl; kelas lereng 0–40%; tipe iklim A–C; curah hujan >1.000 mm/tahun; temperatur 15–280C; tekstur tanah ringan, sedang, dan berat; serta kesuburan tanah rendah hingga tinggi. Manglid yang telah tumbuh dapat toleran pada tanah liat masam dengan kandungan C-organik rendah, serta N dan P sangat rendah. Sistem silvikultur tebang habis permudaan terubusan potensial diaplikasikan dalam pembangunan hutan rakyat manglid.

    Kata kunci: Magnolia champaca, hutan rakyat, silvikultur

    I. Pendahuluan

    Pembangunan hutan rakyat menempati posisi yang strategis dalam upaya mengatasi permasalahan ketimpangan antara supply dan demand bahan baku industri kayu. Terdapatnya peluang usaha pembangunan hutan rakyat tersebut diharapkan

    1 Balai Penelitian Teknologi Agroforestry; Jl. Raya Ciamis-Banjar Km 04, Po Box 5 Ciamis 46201

    H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan | 51

  • A. Sudomo

    dapat menjadi alternatif untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat petani hutan rak-yat. Ketersediaan alternatif pilihan dalam usaha pembangunan hutan rakyat ini perlu didukung dengan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pengembangannya agar tercapai produktivitas hutan yang berkelanjutan, berkualitas, dan berdampak positif terhadap lingkungan.

    Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk peningkatan produktivitas per satuan luas lahan hutan rakyat adalah dengan penguasaan dan aplikasi scientific base knowledge berupa hasil-hasil penelitian, khususnya teknik silvikultur. Hasil pene-litian teknik silvikultur sebagai landasan ilmiah pembangunan hutan tanaman diharapkan dapat saling melengkapi dengan experience base knowledge yang telah dimiliki masyarakat petani hutan rakyat sehingga kombinasi teknologi yang diha-silkan dapat menjadi alternatif pilihan dalam usaha optimalisasi produktivitas hutan tanaman, khususnya hutan rakyat.

    Komoditas jenis kayu hutan rakyat yang diusahakan masyarakat sangat bera-gam dan terkadang bersifat lesser known species. Hal ini menyebabkan pengetahuan tentang teknik silvikultur dari jenis tersebut relatif terbatas sehingga menjadi kendala dalam pengembangannya. Sudah saatnya pembangunan hutan rakyat kembali pada jenis-jenis andalan setempat yang sudah adapted di lahan-lahan masyarakat. Hal ini dikarenakan jenis-jenis tersebut sudah terbukti dapat tumbuh dan mempunyai daya tahan yang lebih baik terhadap serangan hama dan penyakit.

    Karakteristik beberapa jenis tanaman berkayu, kondisi tapak, dan kondisi lingkungan hutan rakyat relatif berbeda-beda. Hal ini menyebabkan teknik silvi-kultur pada suatu jenis tertentu tidak dapat digeneralisasikan untuk diterapkan pada semua jenis tanaman berkayu lainnya dalam pembangunan hutan rakyat. Oleh karena itu, penguasaan teknik silvikultur diperlukan pada setiap jenis yang potensial untuk pembangunan hutan tanaman, khususnya hutan rakyat.

    Teknik budi daya manglid (Magnolia champaca) sebagai salah satu komiditas hutan rakyat masih terbatas, sementara laju pengurangan di habitatnya relatif cepat. Manglid merupakan salah satu jenis andalan setempat Jawa Barat. Di Jawa Barat, manglid dikembangkan melalui agroforestry pada progam social forestry dan dijadikan

    52 | H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan

  • Silv ikul tur Hutan Rakyat Mangl id (Magnol ia champaca )

    komoditas unggulan untuk pengembangan hutan rakyat dalam rangka meningkat-kan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan (Rimpala, 2001). Faktor yang memenga-ruhi keberhasilan pembangunan hutan tanaman adalah penggunaan bibit unggul yang diperoleh dari hasil pemuliaan, kondisi lingkungan yang sesuai dengan persya-ratan tumbuh tanaman, manipulasi lingkungan, serta pencegahan hama dan penya-kit secara terpadu (Soekotjo & Naim, 2006). Oleh karena itu, penelitian tentang teknik silvikultur dilakukan dalam rangka menyediakan alternatif pilihan teknologi pembangunan hutan tanaman manglid.

    Jenis manglid (M. champaca) sangat disukai di Jawa Barat dan Bali karena selain kayunya mengkilat; strukturnya padat, halus, ringan, dan kuat. Kayu manglid dengan rerata berat kering 0,41 memiliki kelas awet II dan kelas kuat III–IV yang dapat digunakan untuk bahan baku pembuatan jembatan, perkakas rumah tangga (meja, kursi, lemari), kayu konstruksi, bahan bangunan rumah, pelapis kayu dan plywood (Diniyati et al., 2005; Djajapertjunda, 2003; PIKA, 1996).

    Berdasarkan pengamatan di beberapa desa di Kecamatan Salawu, Kawalu, Taraju, dan Singaparna, Kabupaten Tasikmalaya; serta beberapa desa di Kecamatan Panumbangan, Kabupaten Ciamis, jenis manglid banyak dikembangkan di hutan rakyat. Jenis ini terbukti dapat tumbuh baik di lahan-lahan milik masyarakat dengan batang lurus, monopodial pada awal pertumbuhan dan silindris tanpa banir, cepat tumbuh, mempunyai nilai estetika tinggi, dan kegunaannya banyak (Djajapertjunda, 2003). Teknik-teknik silvikultur hasil penelitian ini dapat menjadi awal dalam pengembangan hutan tanaman manglid, baik dengan sistem monokultur, campuran maupun agroforestry. Teknik silvikultur ini diharapkan dapat dijadikan SOP dalam pengembangan manglid di hutan rakyat.

    II. Metodologi

    Tulisan ini merupakan sintesis hasil-hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian tentang silvikultur hutan rakyat manglid telah dilakukan di Balai Penelitian Teknologi Agroforestry sejak tahun 2008. Makalah tentang aspek-

    H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan | 53

  • A. Sudomo

    aspek silvikultur manglid, mulai dari perkecambahan hingga pemanenan, telah banyak dipublikasikan. Oleh karena itu, serpihan-serpihan hasil-hasil penelitian tersebut menjadi penting untuk disintesis menjadi kesatuan yang utuh yang mudah dipahami oleh pengguna. Penyusunan status riset aspek silvikultur ini menggunakan pendekatan systematic review yang mencakup teknik kuantitatif dan teknik kualitatif. Hasil sintesis berupa ringkasan hasil-hasil penelitian teknik silvikultur manglid, meliputi (1) teknik perbanyakan manglid (penanganan benih, teknik perkecam-bahan, teknik penyapihan, teknik pemberian naungan dan teknik stek pucuk); (2) teknik silvikultur manglid hasil plot penelitian pada tiga jarak tanam; (3) interaksi agroforestry manglid+jagung; dan (4) karakteristik pertumbuhan dan tempat tumbuh manglid di hutan rakyat.

    III. Hasil dan Pembahasan

    A. Silvikultur Manglid

    1. Penanganan Benih

    Pengadaan benih manglid bisa menjadi permasalahan dalam pembangunan hutan tanaman. Hal ini disebabkan oleh (1) benih manglid merupakan jenis rekal-sitran sehingga mudah mengalami penurunan kadar air dan daya berkecambah, dan (2) masa berbuah manglid di Kabupaten Tasikmalaya hanya pada musim hujan seki-tar bulan November–Februari (Sudomo & Dendang, 2008). Benih manglid mempu-nyai viabilitas rendah, yaitu daya simpan atau ketahanan biji manglid rendah (tidak tahan disimpan lama) karena hanya berkisar antara 2–5 minggu, yang mana biji akan sulit untuk tumbuh setelah lewat waktu tersebut.

    Ekstraksi benih atau cara mengeluarkan benih dari buah manglid dilakukan dengan menjemur buah yang telah masak agar menjadi pecah sehingga memudah-kan pengeluaran benihnya. Benih yang telah keluar dari kulit buah masih diselimuti daging buah sehingga perlu dibersihkan dengan cara menyimpan benih di dalam tempayan, lalu menggosoknya dengan kain. Benih bersih dari daging buah kemu-

    54 | H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan

  • Silv ikul tur Hutan Rakyat Mangl id (Magnol ia champaca )

    dian dicuci bersih dan dikeringanginkan. Rerata berat seribu butir biji manglid adalah 55,46 gram (Sudomo & Dendang, 2008; Sudomo et al., 2010).

    2. Perkecambahan Benih

    Keberhasilan pembibitan manglid salah satunya ditentukan oleh keberhasilan dalam proses perkecambahan benih. Benih manglid harus segera dikecambahkan agar daya kecambahnya tinggi. Media perkecambahan untuk benih manglid yang menghasilkan persentase perkecambahan mulai dari yang tertinggi adalah abu sekam padi (51,33%), kemudian diikuti serbuk gergaji (46,67%), pasir (42,33%), tanah (39,67%), dan cocopeat (33,33%). Persentase perkecambahan dapat ditingkatkan dengan cara menabur benih sesegera mungkin setelah pengunduhan benih dari pohon (Sudomo, 2009).

    3. Penyapihan

    Dalam proses penyapihan, penggunaan media tumbuh semai harus berkualitas tinggi. Media semai tanah (top soil) umumnya mempunyai tingkat kesuburan yang baik, namun perlu dicampur dengan bahan organik untuk menghasilkan bibit berkualitas. Ketersediaan berbagai limbah bahan organik, seperti serbuk gergaji, serbuk sabut kelapa, sekam padi, dan kotoran hewan di sekitar lingkungan petani hutan rakyat sangat potensial digunakan sebagai media sapih dalam pembuatan bibit tanaman hutan.

    Hasil ujicoba penggunaan berbagai media untuk penyapihan kecambah manglid menunjukkan bahwa media tanah+pupuk kandang+serbuk sabut kelapa (1:1:1) lebih baik dibandingkan dengan media tanah+pupuk kandang (3:1), tanah+pupuk kandang+sekam padi (1:1:1), tanah+pupuk kandang+serbuk gergaji (1:1:1), tanah+pupuk kandang+pasir (1:1:1), dan tanah+pupuk kandang+abu sekam padi (1:1:1). Media tanah+pupuk kandang+serbuk sabut kelapa (1:1:1) menghasilkan indeks mutu bibit 0,132. Penggunaan media tanah+pupuk kandang+serbuk sabut kelapa (1:1:1) dapat menghasilkan bibit manglid berkualitas (Sudomo et al., 2010).

    H u t a n R a ky a t M a n g l i d ; Status Riset dan Pengembangan | 55

  • A. Sudomo

    4. Pemberian Naungan

    Pada umumnya, intensitas c