penentuan kandungan logam -...
TRANSCRIPT
PENENTUAN KANDUNGAN LOGAM (Hg, Pb dan Cd)
DENGAN PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET
DAN WAKTU PERENDAMAN YANG BERBEDA
PADA KERANG HIJAU (Perna viridis L.)
DI PERAIRAN MUARA KAMAL, TELUK JAKARTA
ALFIAN DWI PRASETYO
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009 M / 1430 H
PENENTUAN KANDUNGAN LOGAM (Hg, Pb dan Cd)
DENGAN PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET
DAN WAKTU PERENDAMAN YANG BERBEDA
PADA KERANG HIJAU (Perna viridis L.)
DI PERAIRAN MUARA KAMAL, TELUK JAKARTA
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
ALFIAN DWI PRASETYO
104095003046
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2009 M / 1430 H
PENENTUAN KANDUNGAN LOGAM (Hg, Pb dan Cd)
DENGAN PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET
DAN WAKTU PERENDAMAN YANG BERBEDA
PADA KERANG HIJAU (Perna viridis L.)
DI PERAIRAN MUARA KAMAL, TELUK JAKARTA
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
ALFIAN DWI PRASETYO 104095003046
Menyetujui:
Pembimbing I, Pembimbing II,
DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env. Stud. Zainal Arifin, Ph.D NIP. 150 375 182 NIP. 320 005 012
Mengetahui:
Ketua Program Studi Biologi
DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env. Stud. NIP. 150 375 182
LEMBAR PENGESAHAN
PENENTUAN KANDUNGAN LOGAM (Hg, Pb dan Cd) DENGAN
PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET DAN WAKTU PERENDAMAN
YANG BERBEDA PADA KERANG HIJAU (Perna viridis L.)
DI PERAIRAN MUARA KAMAL, TELUK JAKARTA
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
ALFIAN DWI PRASETYO 104095003046
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env. Stud. Zainal Arifin, Ph.D NIP. 150 375 182 NIP. 320 005 012
Mengetahui,
Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env. Stud. NIP. 150 375 182
PENGESAHAN UJIAN Skripsi Berjudul “Penentuan Kandungan Logam (Hg, Pb dan Cd) dengan Penambahan Bahan Pengawet dan Waktu Perendaman yang Berbeda pada Kerang Hijau (Perna viridis L.) di Perairan Muara Kamal, Teluk Jakarta” yang ditulis oleh Alfian Dwi Prasetyo, NIM 104095003046 telah diuji dan dinyatakan LULUS dalam sidang Munaqosah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 19 Juni 2009. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Biologi.
Menyetujui Penguji I, Penguji II, Dra. Nani Radiastuti, M.Si Fahma Wijayanti, M.Si NIP. 150 318 610 NIP. 150 326 910
Pembimbing I, Pembimbing II,
DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env. Stud. Zainal Arifin, Ph.D NIP. 150 375 182 NIP. 320 005 012
Mengetahui:
Dekan Ketua Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis. DR. Lily Surayya Eka Putri, M.Env. Stud. NIP. 150 317 956 NIP. 150 375 182
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURURAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Juni 2009
Alfian Dwi Prasetyo 104095003046
“Dengan
Bacalah
“Tel
kare
mer
mereka
“Tia
pula)
Sesun
Kupersem
A
nama Alla
h dengan m
lah nampak
ena perbua
reka sebah
a kembali
ada suatu
pada dir
kitab (la
ngguhnya y
mbahkan Un
Adikku yan
ah yang m
menyebut
k kerusak
atan manu
hagian da
(ke jala
bencanap
rimu send
auhul Mah
yang demi
ntuk Ayah
ng selalu
maha penga
nama tuha
tuhan
an di dar
sia, supa
ri (akiba
n yang be
un yang m
iri melai
fuzh) seb
kian itu
dan Ummi
menyayan
asih, lagi
anmu yang
nmulah yan
rat dan di
aya Allah
at) perbua
enar).” (Q
menimpa di
inkan tela
belum Kami
adalah mu
(Q.S
i Tercinta
ngi dan me
i Maha pe
mencipta
ng Maha p
i laut di
merasaka
atan mere
Q.S.Ar–Ru
i bumi da
ah tertul
i mencipt
udah bagi
S. Al-Had
a serta K
encintai
nyayang.
kan, dan
emurah”.
sebabkan
n kepada
ka, agar
um : 41)
n (tidak
is dalam
akannya.
Allah.”
id : 22)
akak dan
penulis.
ABSTRAK
ALFIAN DWI PRASETYO. Penentuan Kandungan Logam (Hg, Pb dan Cd) dengan Penambahan Bahan Pengawet dan Waktu Perendaman yang Berbeda pada Kerang Hijau (Perna viridis L.) di Perairan Muara Kamal, Teluk Jakarta. Dibimbing oleh LILY SURAYYA EKA PUTRI dan ZAINAL ARIFIN.
Penelitian untuk mengetahui konsentrasi dan waktu perendaman formalin, rhodamin B dan metanil yellow yang dapat mempengaruhi kenaikan kandungan logam Hg, Pb dan Cd pada kerang hijau (Perna viridis L.) dan mengetahui konsentrasi dan waktu perendaman Na2CaEDTA yang dapat menurunkan kandungan logam Hg, Pb dan Cd pada kerang hijau (Perna viridis L.) telah dilakukan di Laboratorium Ekologi dan Lingkungan Pusat Laboratorium Terpadu Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dari bulan Februari sampai dengan April 2009. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) pola faktorial 3 x 3 dengan tiga ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi beda pengawet yang terdiri atas tiga taraf yaitu: tanpa bahan pengawet (p0), konsentrasi 5 % (p1) dan konsentrasi 10 % (p2). Faktor kedua adalah waktu perendaman terdiri atas tiga taraf yaitu : 30 menit (t1), 45 menit (t2) dan 60 menit (t3). Pengamatan meliputi kandungan awal logam Hg, Pb dan Cd pada tubuh kerang hijau maupun di perairan dan penurunan kandungan Hg, Pb dan Cd setelah perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisis AAS (Atomic Absorption Spectophotometry) menunjukkan bahwa rata-rata kandungan awal logam Hg pada tubuh kerang hijau sebesar 0,005 ppm, rata-rata kandungan awal logam Cd sebesar 0,6292 ppm dan rata-rata kandungan logam Pb sebesar 1,258 ppm. Kandungan logam Hg, Pb dan Cd tersebut masih di bawah baku mutu menurut WHO dan Dirjen POM No. 03725/B/SK/VII/1989 yaitu 0,5 ppm untuk Hg, 1 ppm untuk Cd dan 2 ppm untuk Pb. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan perendaman pada konsentrasi Na2CaEDTA 0,5 % selama 60 menit dapat menurunkan kadar Hg sebanyak 99,98 % dan konsentrasi Na2CaEDTA 1,0 % selama 60 menit menurunkan kadar Pb sebanyak 99,92 %. Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara konsentrasi Na2CaEDTA dengan waktu perendaman yang dapat menurunkan kadar Hg, Cd dan Pb secara bersamaan pada tubuh kerang hijau.
Kata kunci : Logam Berat Hg, Cd dan Pb – Formalin, Rhodamin B, Metanil
Yellow, Na2CaEDTA – Konsentrasi dan Waktu Perendaman
ABSTRACT
ALFIAN DWI PRASETYO. Determination of Heavy Metals Contents (Hg, Pb and Cd) with Preservative Addition and Different Soaking Time at Green Mussel (Perna viridis L.) in Estuary Kamal Waters, Jakarta Bay. Advisor : LILY SURAYYA EKA PUTRI and ZAINAL ARIFIN.
The research was conducted to find out the concentration of Formalin,
Rhodamin B and Metanil Yellow and soaking time to increase the content of Hg, Pb and Cd in green mussel (Perna viridis L.) and to find out the concentration of Na2CaEDTA and soaking time to decrease the content of Hg, Pb and Cd in green mussel (Perna viridis L.). These research was carried out in Ecology and Environment Laboratory Center Inwrought Laboratory “State Islamic University Syarif Hidayatullah of Jakarta, from February to April 2009. The experimental design was 3 x 3 factorial Randomized Complete Block Design with three replications. The first factor was different preservative concentration with three levels i.e. without preservative (p0), concentration 0.5 % (p1) and concentration 1.0 % (p2). The second factor was soaking time with three levels i.e. 30 minutes (t1), 45 minutes (t2) and 60 minutes (t3). The observation included the initial content of Hg, Pb and Cd in green mussel and also in territorial water and decreasing of Hg, Pb and Cd after treatments. Atomic Absorption Spectophotometry (AAS) analysis indicated that the content of Hg in green mussel was 0.005 ppm, the content of Cd was 0.6292 ppm and the content of Pb was 1.258 ppm, lower than standard 0.5 ppm of Hg, 1 ppm of Cd and 2 ppm of Pb recommended by WHO and “Kep. Dirjen POM No. 03725/B/SK/VII/1989”. The result showed that concentration of Na2CaEDTA 0.5 % during 60 minutes decreased 99.98 % of Hg and Na2CaEDTA 1.0 % during 60 minutes decreased 99.92 % of Pb. Based on analysis of variance showed that there is no interaction between Na2CaEDTA concentration with soaking time in decreasing the content of Hg, Cd and Pb together in green mussel. Key words : Heavy Metal Hg, Pb and Pb – Formalin, Rhodamin B, Metanil
Yellow, Na2CaEDTA – Concentration and Soaking Time
i
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim…
Alhamdulillah segala puji syukur kepada Allah SWT Tuhan semesta alam.
Sembah sujud tiada terkatakan atas segala limpahan rahmat, karunia dan inayah-Nya
yang telah dilimpahkan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan Skripsi ini. Lantunan shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan
kepada idola umat Islam dan pembela kebenaran sejati, yaitu Baginda Nabi Besar
Muhammad SAW. Adapun Skripsi ini berjudul : “PENENTUAN KANDUNGAN
LOGAM (Hg, Pb dan Cd) DENGAN PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET
DAN WAKTU PERENDAMAN YANG BERBEDA PADA KERANG HIJAU
(Perna viridis L.) DI PERAIRAN MUARA KAMAL, TELUK JAKARTA”
disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan jenjang strata satu
(S-1) pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dengan penuh rasa kesadaran, penulis mengakui bahwa penulisan Skripsi ini
tidak akan terselesaikan tanpa uluran tangan ikhlas dari berbagai pihak yang tidak
dapat penulis membalas pengorbanan semuanya. Pada kesempatan inilah penulis
ingin mengucapkan banyak terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang
telah membantu menyelesaikan skripsi ini, yaitu:
ii
1. Kepada keluargaku tercinta yang selalu memberikan bantuan moril maupun
materiil dengan penuh keikhlasan hati, kedua orang tuaku (Alm. Ayahanda H.
Agus Salim & Ibunda Rusmini) serta saudara/i saya (Kakak Evadiah & Adik
Andi Subchan Jaya) atas dukungan dan do’a dari kalian semua.
2. Ibu DR. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud. sebagai Ketua Program Studi
Biologi selaku pembimbing I dan Bapak Zainal Arifin, Ph.D sebagai Kepala Bidang
Dinamika Laut Puslit Oseanografi LIPI selaku pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, meluangkan waktu, pikiran, kesabaran, saran dan kritik
untuk berdiskusi dengan penulis sehingga membantu dalam proses penyusunan
skripsi ini.
3. DR. Syopiansyah Jaya Putra, M.Sis selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
beserta jajarannya yang telah membantu penulis selama melaksanakan studi di
Fakultas Sains dan Teknologi.
4. Ketua Program Studi Biologi Ibu DR. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud. yang
turut serta memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu Nani Radiastuti, M.Si selaku Dosen Penasehat Akademis yang telah memberikan
saran dan solusi atas perkuliahan.
6. Untuk para pengajar terutama para dosen-dosen Program Studi Biologi MIPA
Fakultas Sains dan Teknologi yaitu Ibu Nani Radiastuti, M.Si; Ibu Megga
Ratnasari Pikoli, M.Si; Ibu Fahma Wijayanti, M.Si; Ibu Dasumiati, M.Si; Ibu
Priyanti, M.Si; Ibu Deni Zulfiana, M.Si, Ibu Narti Fitriana, M.Si; Ibu Reno Fitri,
M.Si; dan seluruh staf administrasi Fakultas Sains dan Teknologi.
iii
7. Ibu Nurhasni, M.Si dan Bapak Drs. Paskal Sukandar, M.Si selaku penguji seminar
proposal dan seminar hasil.
8. Ibu Nani Radiastuti, M.Si dan Ibu Fahma Wijayanti, M.Si selaku penguji sidang
munaqosah (skripsi).
9. Laboran Laboratorium Biologi (Mba Siti Nurdiana, Ka Syaiful Bahri, Mba Puji
Astuti dan Mba Farida Ahmad) yang telah memberikan bantuan kepada penulis.
10. Untuk Ridho S.Si, Fachruroji, Achmad Junaidi S.Si, Rasyidawati S.Si, Teguh
Hadi Wibowo S.Si, Mutiara Ramasenjawati Dwi Gustini S.Si, Din Fitri
Rochmawati S.Si dan Choirul Basyar dari FST-UIN Program Studi Biologi
selaku teman yang selama ini telah bekerja sama dalam pelaksanaan kegiatan
sampling air laut dan kerang hijau di Teluk Jakarta.
11. Untuk Akhmad Taufiq Maulana, Aminullah, Eko Prasetyo S.Si, Fahmi Rizaldi,
Nasrulloh, Susfa Atmarwa Yahya, Arkanza Dewi Ranni S.Si, Cut Dhien Keumala
Meutia S.Si, Fitri Maimunah S.Si, Fitriyah S.Si, Khayu Wahyunita S.Si, Khoirul
Bariyah, Mawarsih, Miniarti, Neni Nuraeni S.Si, Novi Prasetyowati S.Si, Ofi
Ihsan Karya ‘Arofi S.Si, Sarah Marselia S.Si, Sofiah Rohmat, Suci Kartika Wati
S.Si, Suryani Eva S.Si dan Zulfana S.Si dari FST-UIN Program Studi Biologi
selaku teman-teman Biologi Angkatan 2004 yang telah begitu banyak
memberikan inspirasi baik secara langsung ataupun tidak langsung, terima kasih
banyak atas persahabatan abadi dan suka dukanya yang tak ternilai selama kita
menjalani perkuliahan.
iv
12. Kepada sponsorship foto copy “Ridho” & “Office Boy” (Mas Purwanto
”Darsono”) terima kasih atas perbanyakan copyright skripsi saya menjadi
beberapa eksemplar.
Dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan
adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun untuk ke arah perbaikan. Semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca semua. Semoga Allah SWT selalu
membimbing kita bersama dalam mendalami ilmu-ilmunya.
Jakarta, Juni 2009
Alfian Dwi Prasetyo
v
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2. Perumusan Masalah ..................................................................... 4 1.3. Hipotesis ....................................................................................... 4 1.4. Tujuan Penelitian ......................................................................... 4 1.5. Manfaat Penelitian ....................................................................... 5 1.6. Kerangka Berpikir ........................................................................ 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pencemaran Laut .......................................................................... 7 2.2. Logam Berat ................................................................................. 8
2.2.1. Pencemaran Logam Berat .................................................. 9 2.2.2. Sumber dan Bentuk Logam Berat ..................................... 10 2.2.3. Sifat Fisik dan Kimia Beberapa Logam Berat ................... 12
2.3. Kerang Hijau (Perna viridis L.) .................................................. 14 2.4. Formalin, Rhodamin B dan Metanil Yellow ................................ 18 2.5. EDTA (Etilene Diamine Tetra-acetate Acid) ............................... 21 2.6. Hubungan Kerang Hijau dengan Logam Berat ............................ 23 2.7. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta ........................................ 25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 27 3.2. Peta Lokasi Sampling ................................................................... 27 3.3. Bahan dan Alat ............................................................................. 28 3.4. Cara Kerja .................................................................................... 29
vi
3.4.1. Pengambilan Sampel Air Laut ........................................... 29 3.4.2. Pengambilan Sampel Kerang Hijau (Perna viridis L.) ...... 30 3.4.3. Pengukuran Logam Berat pada Sampel Air Laut ............... 31 3.4.4. Pengukuran Logam Berat pada Sampel Kerang Hijau ....... 32 3.4.5. Pembuatan Deret Standar Logam Berat Biota Laut .......... 34 3.4.6. Perhitungan Kadar Logam Berat ....................................... 35
3.4. Analisis Data ................................................................................. 35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Parameter Lingkungan (Fisika dan Kimia) .................................. 37 4.2. Kandungan Logam Berat Hg, Pb dan Cd dalam Air Laut ........... 42 4.3. Kandungan Logam Berat pada Kerang Hijau Pra Perlakuan ........ 44 4.4. Kandungan Logam Berat pada Kerang Hijau Pasca Perlakuan .... 47 4.5. Penurunan Kandungan Logam Berat dengan Na2CaEDTA ......... 55 4.6. Faktor Konsentrasi ....................................................................... 58 4.7. Hubungan Parameter dengan Kandungan Logam Kerang ........... 62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan .................................................................................. 66 5.2. Saran ............................................................................................ 66
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 67
LAMPIRAN ...................................................................................................... 75
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Proses Transport Logam Berat di Perairan ...................................... 11
Gambar 2. Kerang Hijau (Perna viridis L.) ...................................................... 16
Gambar 3. Struktur EDTA dalam Mengikat Ion Logam ................................. 23
Gambar 4. Peta Lokasi Sampling ...................................................................... 27
Gambar 5. Suhu Perairan Muara Kamal .......................................................... 38
Gambar 6. Kekeruhan Perairan Muara Kamal ................................................. 39
Gambar 7. pH Perairan Muara Kamal .............................................................. 40
Gambar 8. Salinitas Perairan Muara Kamal ..................................................... 41
Gambar 9. Kandungan Logam Berat Air Laut ................................................. 43
Gambar 10. Kandungan Awal Logam Berat Kerang Hijau ............................. 45
Gambar 11. Kandungan Logam Hg Pasca Perlakuan ...................................... 48
Gambar 12. Kandungan Logam Pb Pasca Perlakuan ....................................... 50
Gambar 13. Kandungan Logam Cd Pasca Perlakuan ...................................... 52
Gambar 14. Persentase Penurunan Kadar Logam Kerang Hijau ..................... 56
Gambar 15. Faktor Konsentrasi Logam Hg pada Kerang Hijau ...................... 59
Gambar 16. Faktor Konsentrasi Logam Pb pada Kerang Hijau......................... 60
Gambar 17. Faktor Konsentrasi Logam Cd pada Kerang Hijau ........................ 61
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Logam di dalam Hidrosfer .................................................................. 8
Tabel 2. Parameter Kualitas Air dan Biota Air yang Diamati .......................... 31
Tabel 3. Hasil Analisis PCA untuk Logam Hg ................................................. 62
Tabel 4. Hasil Analisis PCA untuk Logam Pb .................................................. 62
Tabel 5. Hasil Analisis PCA untuk Logam Cd ................................................. 63
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Parameter Lingkungan Muara Kamal Februari – April 2009 ....... 75
Lampiran 2. Kandungan Logam di Perairan Muara Kamal Feb – Apr 2009 .... 76
Lampiran 3. Kandungan Awal Logam Hg, Pb dan Cd Kerang Hijau ................ 76
Lampiran 4. Rata-Rata Kadar Hg pada Konsentrasi Na2CaEDTA Berbeda ..... 77
Lampiran 5. Rata-Rata Kadar Pb pada Konsentrasi Na2CaEDTA Berbeda ...... 77
Lampiran 6. Rata-Rata Kadar Cd pada Konsentrasi Na2CaEDTA Berbeda ...... 77
Lampiran 7. Lokasi Titik Pengambilan Sampel Air & Kerang Hijau ............... 78
Lampiran 8. Sampel Air Laut Murni & Air Laut + HNO3 Pekat ....................... 79
Lampiran 9. Perlakuan Basah & Kering Sampel Kerang Hijau ....................... 80
Lampiran 10. Siklus Proses Budidaya Kerang Hijau ....................................... 81
Lampiran 11. Peralatan Kegiatan Sampling & Analisis Logam ....................... 82
Lampiran 12. Kriteria Kualitas Air yang Baik Untuk Perikanan ...................... 83
Lampiran 13. Kriteria Standar Kualitas Air Limbah ........................................ 84
Lampiran 14. Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut ....................................... 85
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kerang hijau (Perna viridis L.) merupakan salah satu komoditi perikanan
yang telah lama dibudidayakan sebagai salah satu usaha sampingan masyarakat
pesisir. Teknik budidayanya mudah dikerjakan, tidak memerlukan modal yang
besar dan dapat dipanen setelah berumur 6 – 7 bulan. Hasil panen kerang hijau per
hektar per tahun dapat mencapai 200 – 300 ton kerang utuh atau sekitar 60 – 100
ton daging kerang (Porsepwandi, 1998). Oleh karena kerang hijau bersifat filter
feeder non selective dan sessile (menetap) maka kandungan logam berat relatif
cukup tinggi ditemukan dalam tubuhnya karena adanya akumulasi logam berat
tersebut. Kerang genus Perna ini sering disebut highly specialized filter feeder dan
digunakan sebagai bioindikator pencemaran perairan karena biota ini bersifat
menetap, penyebarannya luas, masih mampu hidup pada daerah tercemar, dapat
mengakumulasi logam berat dengan faktor konsentrasi sebesar 105 (Hartanti,
1998). Akumulasi logam berat seperti merkuri (Hg) dan timbal (Pb) sering terjadi
pada kerang mentah dan menyebabkan keracunan bagi masyarakat yang
mengkonsumsinya karena toksisitasnya tinggi (Hutagalung, 1991; Connell dan
Miller, 1995).
Besarnya kandungan logam berat yang terakumulasi dalam jaringan tubuh
hewan air yang masih layak dikonsumsi manusia ditentukan oleh suatu standar.
Berdasarkan Kep. Dirjen POM No. 03725/B/SK/VII/1989 dan FAO/WHO (1976)
2
kadar Hg maksimum pada biota laut yang boleh dikonsumsi sebesar 0,5 ppm dan
kadar Pb sebesar 2 ppm. Menurut Inswiasri dkk. (1997), rata-rata kadar Hg dan Pb
di perairan Teluk Jakarta masing-masing adalah 0,004 ppm dan berkisar antara
0,00 – 1,57 ppm. Kadar logam berat tersebut akan terakumulasi apabila limbah
buangan industri di sekitar perairan Teluk Jakarta meningkat terutama oleh pabrik
penghasil peralatan listrik, pabrik baterai dan industri penghasil tinta (Darmono,
1995).
Pengawetan ikan dan bahan laut sejenis lainnya dilakukan dengan
menggunakan garam yang dicampur dengan es batu. Tanpa pengawet, kerang
sudah tercemar logam berat karena cemaran industri sudah masuk ke biota laut di
pelabuhan. BPOM baru-baru ini menemukan beragam jenis makanan yang biasa
dikonsumsi masyarakat sehari-hari mengandung zat kimia (formalin) untuk
membuat awet makanan. Produk makanan itu antara lain kerang, tahu, ikan asin,
daging, dan makanan olahan. Bahkan, BPOM menemukan kandungan cat tembok
yang mengandung tras, pewarna kimiawi, semen, dan perekat semen pada
makanan tersebut. Saat es lebih mahal, formalin menjadi pengawet ikan.
kerang hijau dan ikan laut dilumuri cat merah agar harga jual lebih tinggi. Hasil
tangkapan laut yang umumnya telah mati (ikan, cumi, kerang, udang) dimasukkan
ke dalam air tawar yang telah dicampur dengan formalin, yang dapat bertahan 2
hari dibandingkan dengan menggunakan es yang hanya sampai 3 jam. Setelah di
darat, seafood tersebut diolah lebih lanjut yaitu dicuci dengan H2O2 (asam
peroksida) yang merupakan bahan dasar pembersih lantai. Setelah itu masuk ke
pencucian kedua yaitu dengan sabun colek (B29) dan disikat. Hasilnya, seafood
3
tersebut akan terlihat lebih fresh, mengkilap, bersih sekali. Barulah seafood
tersebut seperti yang terlihat di pasar ikan muara karang di dalam peti es
(Kompas, 2004).
Penelitian ini dilakukan sebagai tindak lanjut dalam pendugaan kandungan
logam berat pada kerang hijau dengan tiga jenis logam berat yang berbeda yaitu
Hg, Pb dan Cd sehingga diharapkan dapat memberikan informasi yang baru dan
melengkapi hasil penelitian-penelitian terdahulu. Namun penelitian baru relatif
belum didapatkan padahal logam berat diakumulasi dalam tubuh makhluk hidup
sehingga diperlukan informasi terbaru mengenai logam berat dalam tubuh kerang
hijau dengan perlakuan bahan pengawet yaitu menambahkan formalin dan zat
pewarna tembok oleh para penjual kerang hijau di pasar ikan Muara Angke.
Pada penelitian ini, untuk mendukung data akumulasi logam berat pada
kerang hijau dibutuhkan beberapa data penunjang. Data tersebut adalah data
konsentrasi logam berat pada contoh air laut, salinitas, pH, suhu, kecerahan dan
Total Suspended Solid (TSS) dari perairan sekitar lokasi pengambilan contoh
kerang hijau tersebut. Sedangkan untuk mengetahui konsentrasi logam berat pada
tubuh kerang hijau tersebut dapat digunakan peralatan Spektrofotometri Serapan
Atom (AAS).
Pada penelitian yang dilakukan ini, lokasi yang dipilih adalah Perairan
Muara Kamal, Teluk Jakarta. Dari lokasi ini diharapkan dapat menggambarkan
konsentrasi logam berat yang terdapat pada contoh kerang hijau yang hidup di
perairan Teluk Jakarta. Lokasi ini juga merupakan badan air yang menerima
4
buangan limbah dari Jakarta dan sekitarnya yang pada umumnya mengandung
logam berat.
1.2. Perumusan Masalah
Bagaimana pengaruh penambahan bahan pengawet (formalin, rhodamin B,
metanil yellow dan Na2CaEDTA) dengan konsentrasi dan waktu perendaman
yang berbeda terhadap kandungan logam berat (Hg, Pb dan Cd) dalam tubuh
kerang hijau ?
1.3. Hipotesis
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah penambahan bahan
pengawet (formalin, rhodamin B, metanil yellow dan Na2CaEDTA) dengan
konsentrasi dan waktu perendaman yang berbeda berpengaruh nyata terhadap
kandungan logam berat (Hg, Pb dan Cd) dalam kerang hijau.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui pengaruh penambahan
bahan pengawet (formalin, rhodamin B, metanil yellow dan Na2CaEDTA) dengan
konsentrasi dan waktu perendaman yang berbeda terhadap kandungan logam berat
(Hg, Pb dan Cd) pada kerang hijau di Perairan Muara Kamal, Teluk Jakarta.
5
1.5. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat :
1. Dijadikan sebagai bahan standarisasi metode atau tren positif dalam
sistem pengendalian dan pemantauan kadar logam berat pada hasil laut
yang dikonsumsi khususnya kerang hijau.
2. Dijadikan sebagai baku mutu pengendalian keamanan pangan (food
safety) terhadap konsumen makanan laut (seafood).
6
1.6. Kerangka Berpikir
Terakumulasi
Rumah Tangga Industri
Limbah / Zat Pencemar
Udara
Kontaminasi Logam Berat
Perairan
Kualitas Air (Peningkatan Kadar Logam Hg, Pb dan Cd)
Penambahan Zat Pengawet
Aktivitas Manusia
Pertanian / Pertambakan
Biota Air (Kerang Hijau)
Pengendalian & Pemantauan Kadar Logam Berat pada Hasil Laut yang
Dikonsumsi
Keamanan Pangan (Food Safety) dan Konsumen
Tanah
Solusi ???
Penggunaan Na2CaEDTA pada Konsentrasi & Waktu Perendaman Tertentu
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pencemaran Laut
Pencemaran laut didefinisikan sebagai dampak negatif (pengaruh yang
membahayakan) bagi kehidupan biota, sumber daya, kenyamanan ekosistem laut,
serta kesehatan manusia, dan nilai guna ekosistem laut, baik disebabkan secara
langsung maupun tidak langsung oleh pembuangan bahan-bahan atau limbah ke
dalam laut yang berasal dari kegiatan manusia (Dahuri, 2003). Menurut definisi
lain, Pencemaran laut adalah perubahan kondisi laut yang tidak menguntungkan
yang disebabkan oleh adanya benda-benda asing sebagai akibat perbuatan
manusia (Soegiarto, 1976).
Sebagian besar bahan pencemar yang ditemukan di laut berasal dari
kegiatan manusia di daratan. Pada umumnya bahan pencemar tersebut berasal dari
berbagai kegiatan industri, pertanian dan rumah tangga. Sumber pencemaran
dapat dikelompokkan menjadi tujuh kelas, yaitu : (1) industri, (2) limbah cair
permukaan (sewage), (3) limbah cair perkotaan (stormwater), (4) pertambangan,
(5) pelayaran (shipping), (6) pertanian, dan (7) perikanan budidaya. Sedangkan
jenis-jenis bahan pencemar utamanya terdiri dari sedimen, unsur hara, logam
beracun (toxic metals), pestisida, organisme eksotik, organisme patogen, dan
oxygen depleting substance (bahan-bahan yang menyebabkan oksigen terlarut
dalam air berkurang) (Dahuri, 2003).
8
2.2. Logam Berat
Definisi logam adalah elemen yang dalam larutan air dapat melepas satu
atau lebih elektron dan menjadi kation. Logam mempunyai beberapa karakteristik
penting, yaitu: reflektivitas tinggi, mempunyai kilau logam, konduktivitas listrik
tinggi, konduktivitas termal tinggi, mempunyai kekuatan dan kelenturan. Logam
dikelompokkan menjadi:
1. Logam berat dan logam ringan, dimana logam berat mempunyai berat
jenis >5 dan yang ringan < 5.
2. Logam esensial bagi kehidupan dan yang tidak esensial.
3. Logam yang terdapat hanya sedikit (trace mineral) dan yang bukan trace
mineral. Bila konsentrasi logam di kerak bumi ≥1000 ppm, maka logam
tersebut bukan trace mineral. Atas definisi ini semua logam akan
tergolong trace mineral, kecuali oksigen, hidrogen, silikon, aluminium,
titanium, magnesium, natrium, kalium, kalsium, besi, fosfor dan mangan.
Dari 80 elemen yang tergolong logam hanya atau baru 50 saja yang berarti secara
ekonomis dan industrial (Duffus, 1980).
Tabel 1. Logam di dalam Hidrosfer Logam Air Tawar (µg/l) Air Laut (µg/l)
Hg Pb Cr As Cd Ni
0,001 – 3,5 0,02 – 27 0,1 – 6
0,001 – 3,5 0,01 – 3 0,03 – 10
0,03 – 2,7 0,13 – 13 0,2 – 50
0,03 – 2,7 0,01 – 4 4 – 10
Sumber : Bowen, 1979 dalam Alloway dan Ayres, 1993
9
2.2.1. Pencemaran Logam Berat
Menurut keputusan Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan
Hidup No.02/MENKLH/I/1988 yang dimaksud dengan polusi atau pencemaran
air dan udara adalah masuk dan dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan
atau komponen lain ke dalam air atau udara dan atau berubahnya tatanan
(komposisi) air atau udara oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehingga
kualitas air atau udara turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air atau
udara menjadi kurang atau tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya.
Bahan pencemar (polutan) adalah material atau energi yang dibuang ke
lingkungan yang mengakibatkan kerusakan lingkungan baik abiotik maupun
biotik (Quano, 1993). Berdasarkan sumber, pencemaran dapat dibagi menjadi dua
kelompok (Soegiharto, 1976), yakni:
a. Dari laut, misalnya tumpahan minyak baik dari sumbernya langsung
maupun hasil pembuangan kegiatan pertambangan di laut, sampah dan air
ballast dari kapal tanker.
b. Kegiatan darat melalui udara dan terbawa oleh arus sungai yang akhirnya
bermuara ke laut.
Berdasarkan sifatnya, pollutan dibagi menjadi zat yang mudah terurai
(biodegradable) dan zat yang sukar terurai (non biodegradable). Contoh zat yang
mudah terurai adalah sampah organik sedangkan contoh zat yang sukar terurai
adalah minyak dan logam berat (Odum, 1971).
Menurut UU Pangan Nomor 7 Tahun 1996, istilah keamanan pangan
adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari
10
kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,
merugikan dan membahayakan kesehatan manusia. Pencemaran dapat
digolongkan berdasarkan bentuk bahan pencemarannya pada makanan, yaitu :
1. Cemaran biologis (bakteri, virus, kapang, parasit, protozoa).
2. Cemaran kimia (logam berat, pestisida, bahan tambahan pangan dan
racun).
3. Cemaran fisik (pecahan gelas, potongan tulang, kerikil, kawat dan
sebagainya).
2.2.2. Sumber dan Bentuk Logam Berat
Logam berat masuk ke perairan laut melalui run off air sungai, angin,
proses hidrotermal, difusi dari sedimen dan kegiatan antropogenik. Jalur-jalur
tersebut akan berinteraksi membentuk suatu pola yang disebut dengan siklus
biogeokimia logam berat (Romimohtarto, 1991).
Dalam perairan, logam berat dapat ditemukan dalam bentuk terlarut dan
tidak terlarut. Logam berat terlarut adalah logam yang membentuk kompleks
dengan senyawa organik dan anorganik sedangkan logam berat yang tidak terlarut
merupakan partikel yang berbentuk koloid dan kelompok senyawa logam yang
terabsorpsi pada partikel-partikel tersuspensi (Razak, 1980).
11
Gambar 1. Perjalanan Logam Berat dari Kolom Air Menuju Dasar Perairan (Sumber: Romimohtarto, 1991)
Zat Pencemar
Diencerkan & Disebarkan Masuk Ke Ekosistem Laut Dibawa Oleh
Arus Laut Adukan Turbulensi Arus Laut Biota Yang Bergerak
Dipekatkan Oleh
Proses Biologis Proses Fisika & Kimia
Absorpsi Oleh Ikan Absorpsi Oleh
Plankton Nabati
Absorpsi Oleh Rumput Laut & Tumbuhan Laut Lainnya
Absorpsi Pengendapan Pertukaran Ion
Plankton Hewani Mengendap di Dasar Avertebrata
Kerang-Kerangan, Ikan & Manusia
12
2.2.3. Sifat Fisik dan Kimia Beberapa Logam Berat
Logam berat adalah unsur-unsur kimia dengan berat jenis lebih besar dari
5 g/cm3, terletak di sudut kanan bawah daftar berkala, mempunyai afinitas yang
tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22 sampai 92 dari periode 4
sampai 7 (Miettinen, 1977). Afinitas yang tinggi terhadap unsur S mendorong
terjadinya ikatan logam berat dengan S pada setiap kesempatan. Sebagian logam
berat merupakan zat pencemar yang berbahaya. Logam-logam ini bereaksi dengan
unsur belerang dalam enzim, sehingga enzim menjadi tidak mobile. Gugus
karboksilat (-COOH) dan amino (-NH2) dalam asam amino juga bereaksi dengan
logam berat. Kadmium, tembaga, dan merkuri diikat dalam membran yang
menghambat proses transport melalui dinding sel. Logam berat juga
mengendapkan senyawa fosfat biologis atau dapat juga mengkatalisis
penguraiannya (Manahan, 1994).
Beberapa ini dijelaskan rincian sifat-sifat beberapa logam berat :
a) Merkuri atau Air Raksa (Hg)
Logam merkuri bernomor atom 80, berat atom 200,59, titik didih 356,9 ºC,
dan massa jenis 13,6 gr/ml (Reilly, 1991). Merkuri dalam perairan dapat berasal
dari buangan limbah industri kelistrikan dan elektronik, baterai, pabrik bahan
peledak, fotografi, pelapisan cermin, pelengkap pengukur, industri bahan
pengawet, pestisida, industri kimia, petrokimia, limbah kegiatan laboratorium dan
pembangkit tenaga listrik yang menggunakan bahan baku bakar fosil. Merkuri
yang paling toksik adalah bentuk alkil merkuri yaitu metil dan etil merkuri yang
paling banyak digunakan untuk mencegah timbulnya jamur alkil merkuri
13
terakumulasi dalam hati dan ginjal yang dikeluarkan melalui cairan empedu
(Suryadiputra, 1995).
b) Timbal (Pb)
Timbal atau timah hitam adalah sejenis logam lunak berwarna cokelat
dengan nomor atom 82, berat atom 207,19, titik leleh 327,5 ºC, titik didih 1725 ºC
dan berat jenis 11,4 gr/ml. Logam ini mudah dimurnikan sehingga banyak
digunakan oleh manusia pada berbagai kegiatan misalnya pertambangan, industri
dan rumah tangga. Pada pertambangan timbal berbentuk senyawa sulfida (PbS)
(Reilly, 1991).
Logam Pb bersifat toksik pada manusia dan dapat menyebabkan
keracunan akut dan kronis. Keracunan akut biasanya ditandai dengan rasa
terbakar pada mulut, adanya rangsangan pada sistem gastrointestinal yang disertai
dengan diare. Sedangkan gejala kronis umumnya ditandai dengan mual, anemia,
sakit di sekitar mulut, dan dapat menyebabkan kelumpuhan (Darmono, 2001).
Fardiaz (1992) menambahkan bahwa daya racun dari logam ini disebabkan terjadi
penghambatan proses kerja enzim oleh ion-ion Pb2+. Penghambatan tersebut
menyebabkan terganggunya pembentukan hemoglobin darah. Hal ini disebabkan
adanya bentuk ikatan yang kuat (ikatan kovalen) antara ion-ion Pb2+ dengan
gugus sulfur di dalam asam-asam amino. Untuk menjaga keamanan dari
keracunan logam ini, batas maksimum timbal dalam makanan laut yang
ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI dan FAO adalah sebesar 2,0 ppm. Pada
organisme air kadar maksimum Pb yang aman dalam air adalah sebesar 50 ppb
(EPA, 1973).
14
c) Kadmium (Cd)
Kadmium adalah salah satu unsur logam berat yang bersama-sama dengan
unsur Zn dan Hg termasuk pada golongan II B daftar berkala. Kadmium jarang
sekali ditemukan di alam dalam bentuk bebas. Keberadaannya di alam dalam
berbagai jenis batuan, tanah, dalam batubara dan minyak. Kadmium dapat terikat
pada protein dan molekul organik lainnya dan membentuk garam dengan asam-
asam organik. Dalam bentuk mineral, Cd berada dalam batuan greenochite (CdS)
yang berasosiasi dengan batuan ZnS. Pada ekstraksi pertambangan, Cd sebagai
hasil samping dari tambang seng (kandungan Cd sebesar lebih kurang 3 kg dalam
1 ton Zn). Pelapisan Cd pada suatu logam mengakibatkan logam menjadi
antikorosi bila digunakan dalam air laut, air alkalis dan di lingkungan tropis
(Fergusson, 1991).
Agar tidak terjadi keracunan karena mengkonsumsi makanan yang
terkontaminasi logam Hg, Pb dan Cd, maka ada suatu ketentuan yang disarankan
oleh Food Agricultural Organization – World Health Organization, yaitu 0,3 mg
per orang/minggu untuk Hg total dan tidak lebih dari 0,2 mg Hg jika dalam
bentuk metil merkuri, 0,4 – 0,5 mg per orang/minggu untuk Cd, serta 3 mg Pb
total per orang/minggu (Saeni, 1989).
2.3. Kerang Hijau (Perna viridis L.)
Kerang hijau (Perna viridis L.) di Indonesia mempunyai nama yang
berbeda-beda di setiap daerah, seperti Kijing atau Srindit (Jakarta), Kedaung
(Banten) Kapal-kapalan (Riau), Kemudi Kapal (Sumatera) dan di restoran-
15
restoran Cina dikenal dengan nama Kaung-kaung. Di Malaysia dikenal dengan
sebutan Siput Kudu, Chay Luan atau Tham Chay (Singapura), Ta Hong (Filipina)
dan Hoi Mong Pong (Thailand) (Kastoro, 1988).
Kerang hijau (Perna viridis Linnaeus, 1758) atau Green Mussels
merupakan spesies spesifik Benua Asia. Spesies ini tersebar luas di sepanjang
wilayah Indo-Pasifik, meluas ke bagian utara hingga Hongkong mulai dari
perairan di Propinsi Guang Dong dan Fujian, China, Selatan Jepang, Thailand,
Filipina, Indonesia hingga perairan Papua Nugini (Vakily, 1989).
Kerang hijau adalah organisme yang dominan pada ekosistem litoral
(wilayah pasang surut) dan sublitoral yang dangkal. Kerang hijau dapat hidup
dengan subur pada perairan teluk, estuaria, perairan sekitar area mangrove dan
muara, dengan kondisi lingkungan yang dasar perairannya berlumpur campur
pasir, dengan cahaya dan pergerakan air yang cukup, serta kadar garam yang tidak
terlalu tinggi (Setyobudiandi, 2000). Kerang hijau merupakan kerang yang
memiliki ukuran tubuh cukup panjang. Ukuran tubuhnya bisa mencapai 80 – 100
mm, bahkan terkadang dapat berukuran panjang hingga 165 mm (Linnaeus,
1758).
Persyaratan yang baik menurut Direktorat Jenderal Perikanan (1985) untuk
kehidupan kerang hijau adalah perairan bersubstrat lumpur dengan metode bagan
rakit tancap, kedalaman 3 – 10 m, kecepatan arus 25 cm/detik, salinitas 27 – 35 ‰
dan suhu 26 – 32 ºC. Berdasarkan cara memperoleh makanannya, moluska
bivalvia ini digolongkan dalam kelompok filter feeder. Apabila makanan
diperoleh dengan menyaring fitoplankton dari perairan yang ditempati, maka
16
disebut sebagai suspension feeder. Apabila makanan atau bahan organik diambil
dari substratum tempat hidupnya maka disebut sebagai deposit feeder
(Setyobudiandi, 2000). Kelas bivalvia ini telah digunakan oleh ahli ekologi dalam
menganalisis pencemaran air, karena sifatnya yang menetap dan cara makannya
yang pada umumnya bersifat filter feeder sehingga mempunyai kemampuan
mengakumulasi bahan-bahan polutan seperti bakteri dan logam berat (Roberts,
1976).
Menurut Linnaeus (1758), taksonomi dari kerang hijau dapat
diklasifikasikan secara sistematika menjadi :
Filum : Mollusca
Infra Kelas : Pelecypoda
Kelas : Bivalvae (Bivalvia)
Sub Kelas : Lamellibranchia (Pteriomorphia)
Ordo : Mytiloida (Anisomyria)
Sub Ordo : Filibranchia
Super Famili : Mytiloidea (Mytilacea)
Famili : Mytilidae (Pernadae)
Genus : Perna
Spesies : Perna viridis Linnaeus, 1758
Gambar 2. Kerang Hijau (Perna viridis L.)
17
Menurut Roberts (1976) kelas bivalvia telah digunakan oleh ahli ekologi
dalam menganalisis pencemaran air. Hal ini karena sifatnya yang menetap dan
cara makan pada umumnya filter feeder, sehingga mempunyai kemampuan
mengakumulasi bahan-bahan polutan seperti logam berat. Dilihat dari sumber
energi, kandungan protein kerang hijau 21,9 %, lemak 14,5 %, dan karbohidrat
18,5 %, itu setara dengan kandungan gizi daging sapi dan telur ayam.
Secara morfologi anggota famili Mytilidae mempunyai cangkang yang
tipis. Kedua cangkang tersebut simetris dan umbonya melengkung ke depan.
Persendiannya halus dengan beberapa gigi yang sangat kecil (Abbott, 1974).
Genus Perna L. berbentuk pipih, cangkang padat dan mempunyai umbo pada tepi
vertikal. Tipe alur cangkang konsentrik, bersinar, berwarna hijau dan terkadang di
bagian tepi berwarna kebiruan. Kedua cangkang berukuran sama meskipun satu
cangkang sedikit lebih cembung daripada yang lainnya (Dance, 1977).
Kerang hijau umumnya hidup di laut tropis seperti Indonesia terutama di
perairan pantai, perairan teluk, estuaria, mangrove dan muara-muara sungai
dengan kondisi perairannya lumpur berpasir dengan cahaya pergerakan yang
cukup serta kadar garam yang tidak terlalu tinggi (Setyobudiandi, 2000). Mereka
umumnya hidup menempel secara bergerombol pada dasar atau substrat keras
seperti kayu, bambu, batu, tanggul-tanggul pelabuhan, karang dan lumpur keras
dengan bantuan byssus atau serabut penempel (Kastoro, 1988).
Kerang hijau adalah organisme sessil yang hidup bergantung pada
ketersediaan zooplankton kecil, fitoplankton serta material yang kaya akan
kandungan organik (Nimpis, 2002). Kerang hijau merupakan salah satu jenis
18
kerang, termasuk golongan binatang lunak (Mollusca), bercangkang dua
(Bivalvae), mempunyai insang berlapis-lapis (Lamellibranchia), berkaki kapak
(Pelecypoda) dan hidup di laut. Di Indonesia, daerah penyebaran kerang hijau
belum ditemukan secara pasti, namun karakteristik perairan yang sesuai untuk
pembudidayaannya adalah pada suhu 27 – 37°C, salinitas 27 – 34 ‰, pH 6 – 8,
kecerahan 3.5 – 4.0 m, arus dan angin tidak terlalu kuat dan umumnya hidup di
kedalaman 3 – 10 m di daerah estuaria serta kandungan oksigen terlarut 6 mg/L
(Ismail, 1999).
2.4. Formalin, Rhodamin B dan Metanil Yellow
Formalin adalah larutan 37 % formaldehida dalam air yang biasanya
mengandung 10 – 15 % metanol untuk mencegah polimerisasi. Formalin
berfungsi sebagai antiseptik untuk membunuh bakteri kapang, terutama untuk
pensterilan peralatan dokter atau proses pengawetan mayat atau spesimen biologi
lainnya. Formalin merupakan zat pengawet berbentuk cair yang paling sering
digunakan oleh produsen makanan yang tak bertanggung jawab. Formalin banyak
digunakan sebagai desinfektan untuk pembersih lantai, kapal, gudang dan
pakaian; sebagai germisida dan fungisida pada tanaman dan sayuran, serta sebagai
pembasmi lalat dan serangga lainnya. Formaldehida biasa digunakan oleh industri
plastik, busa, dan resin untuk kertas, karpet, tekstil, cat, dan furnitur (WHO,
1984).
Larutan formaldehid sebenarnya berfungsi sebagai desinfektan. Zat ini
sangat iritatif, bisa menimbulkan luka bakar bahkan mematikan. Formalin sangat
19
mudah diserap melalui saluran pernafasan dan pencernaan. Penggunaan formalin
dalam jangka panjang dapat berakibat buruk pada organ tubuh, seperti potensi
menimbulkan kanker, kerusakan hati, gangguan ginjal dan sistem reproduksi. Zat
ini juga banyak ditemukan pada ikan, ikan asin, daging, daging ayam, boraks.
Karena beracun, kemasan formalin diberi label dengan tanda gambar tengkorak
pada dasar kotak berwarna jingga (WHO, 1984).
Rhodamin B adalah zat pewarna yang tersedia di pasar untuk industri
tekstil dan zat kimia berbahaya ini tidak boleh dicampurkan ke dalam makanan.
Ciri fisik rhodamin B adalah zat warna sintetik berbentuk serbuk kristal, berwarna
hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau; sangat mudah larut dalam air, alkohol,
HCl, NaOH dan dalam larutan berwarna merah terang berfluoresens. Rhodamin B
memiliki rumus molekul C28H31N2O3Cl, dengan berat molekul sebesar 479.000.
Zat ini sering disalahgunakan sebagai zat pewarna makanan dan kosmetik di
berbagai Negara. Makanan yang ditemukan mengandung rhodamin B diantaranya
kerupuk (58%), terasi (51%) dan makanan ringan (42%). Zat ini juga banyak
ditemukan pada kembang gula, sirup, manisan, dawet, bubur, ikan asap dan
cendol. Zat pewarna makanan alami sejak dulu telah dikenal dalam industri
makanan untuk meningkatkan daya tarik produk makanan tersebut, sehingga
konsumen tergugah untuk membelinya. Namun celakanya sudah sejak lama pula
terjadi penyalahgunaan dengan adanya pewarna buatan yang tidak diizinkan untuk
digunakan sebagai zat aditif. Contoh yang sering ditemui di lapangan dan
diberitakan di beberapa media massa adalah penggunaan bahan pewarna
20
Rhodamine B, yaitu zat pewarna yang lazim digunakan dalam industri kertas dan
tekstil, namun digunakan sebagai pewarna makanan (WHO, 1984).
Di dalam laboratorium digunakan sebagai pereaksi untuk identifikasi Pb,
Bi, Co, Au, Mg dan Th. Bahan ini bila dikonsumsi bisa menyebabkan gangguan
pada fungsi hati, bahkan kanker hati. Bila mengkonsumsi makanan yang
mengandung rhodamin B, dalam tubuh akan terjadi penumpukan lemak, sehingga
makin lama jumlahnya terus bertambah. Dampaknya baru akan kelihatan setelah
puluhan tahun kemudian. Berikut ini adalah nama-nama lain dari Rhodamine B,
yaitu : (1) Acid Bruliant Pink B, (2) ADC Rhodamine B, (3) Aizen Rhodamine
BH, (4) Aizen Rhodamine BHC, (5) Akiriku Rhodamine B, (6) Briliant Pink B,
(7) Calcozine Rhodamine BL, (8) Calcozine Rhodamine BX, (9) Calcozine
Rhodamine BXP, (10) Cerise Toner, (11) 9-(orto-Karboksifenil)-6-(dietilamino)-
3H-xantin-3-ylidene dietil ammonium klorida, (12) Cerise Toner X127, (13)
Certiqual Rhodamine, (14) Cogilor Red 321.10, (15) Cosmetic Briliant Pink
Bluish D conc, (16) Edicol Supra Rose B, (17) Elcozine rhodamine B, (18)
Geranium Lake N, (19) Hexacol Rhodamine B Extra, (20) Rheonine B, (21)
Symulex Magenta, (22) Takaoka Rhodmine B dan (23) Tetraetilrhodamine
(WHO, 1984).
Metanil yellow adalah zat pewarna kimia sintesis yang mengandung logam
berat berbentuk serbuk berwarna kuning kecoklatan, mudah larut dalam air, agak
larut dalam aseton. Metanil yellow umumnya digunakan sebagai indikator reaksi
netralisasi asam-basa, pewarna untuk produk kertas, cat kayu, cat lukis dan tekstil
(pakaian). Metanil yellow adalah senyawa kimia azo aromatik amina yang dapat
21
menimbulkan tumor dalam berbagai jaringan hati, kandung kemih, saluran
pencernaan atau jaringan kulit. Berdasarkan kriteria WHO, metanil yellow
memiliki tingkat keracunan tingkat III. Zat ini juga banyak ditemukan pada
gorengan, manisan mangga, tahu kuning, sirup limun, saus, kue basah, es cendol,
es kelapa, es mambo, pewarna Ponceau 3R, Ponceau SX dan Amarath (WHO,
1984).
2.5. EDTA (Etilene Diamine Tetra-acetate Acid)
Sifat toksik logam Hg dan Pb dikarenakan logam tersebut sangat efektif
berikatan dengan gugus sulfuhidril (SH) yang terdapat dalam sistem enzim sel
membentuk ikatan metaloenzim dan metaloprotein sehingga aktivitas enzim untuk
proses kehidupan sel tidak dapat berlangsung (Connel dan Miller, 1995).
Toksisitas dan sifat letal logam berat Hg, Pb dan Cd pada tubuh biota air dapat
dihilangkan dengan penambahan Etilene Diamine Tetra-acetate Acid (EDTA)
(Hutagalung, 1991; Palar, 1994). Hal ini dikarenakan senyawa EDTA mampu
mengikat dan menarik ion logam berat tersebut keluar dari jaringan tubuh (Linder,
1992). Terjadinya reaksi antara zat pengikat logam (EDTA) dengan ion logam
menyebabkan ion logam kehilangan sifat ionnya dan mengakibatkan logam berat
tersebut kehilangan sebagian besar toksisitasnya (Irwansyah, 1995). Sifat dan
pengaruh negatif logam berat akan hilang dengan adanya zat pengikat logam
karena zat pengikat tersebut akan membentuk ikatan kompleks dengan logam.
EDTA dapat membentuk ikatan kompleks dan menghalangi kerja enzim untuk
22
berikatan dengan ion logam (Lehninger, 1982). Umumnya EDTA digunakan
untuk mengobati keracunan oleh logam berat Hg dan Pb (Palar, 1994).
Garam-garam EDTA yang digunakan umumnya berbentuk Na2CaEDTA
sebagai pengental pada mentega dan saus, bumbu masak pada kuah untuk sayuran
atau sebagai pengawet untuk mencegah pembusukan yang disebabkan logam
berat pada produk ikan dan kerang-kerangan sehingga dapat bertahan dalam
beberapa hari (Furia, 1972). Penggunaan Na2CaEDTA sebagai zat pengikat logam
pada filet ikan yang mengandung 0,5 – 5 ppm logam berat dapat menghilangkan
sifat toksisitasnya dengan cara melakukan perendaman pada konsentrasi 0,8 – 1,5
% selama 30 – 60 menit. Waktu perendaman berpengaruh nyata terhadap
penurunan logam berat, semakin lama waktu yang digunakan maka logam berat
yang tereduksi semakin banyak (Hartanti, 1998). Dengan demikian diperlukan
penelitian mengenai konsentrasi dan waktu perendaman Na2CaEDTA pada kerang
hijau (Perna viridis L.) dalam upaya menurunkan kadar Hg dan Pb yang
terkandung dalam tubuhnya.
Kemampuan Na2CaEDTA sebagai pengikat logam berat disebabkan
Na2CaEDTA tersebut mampu membentuk ikatan kompleks dengan ion logam
yang terdapat dalam tubuh kerang. Molekul EDTA mampu mengikat ion logam
dengan pembentukan 6 ikatan yaitu 2 untuk atom nitrogen pada gugus amino dan
4 untuk atom oksigen pada gugus karboksil (Winarno, 1995 ; Furia, 1972).
Struktur EDTA dalam mengikat ion logam Hg dan Pb disajikan pada Gambar 3.
23
Gambar 3. Struktur EDTA dalam mengikat ion logam (Furia, 1972)
Furia (1972) menyatakan bahwa penggunaan Na2CaEDTA pada
konsentrasi 0,8 – 1,5 % dapat memperpanjang daya simpan filet ikan selama 12 –
14 hari, namun demikian dosis garam EDTA sebagai bahan pengawet makanan
tidak boleh berlebihan karena akan membahayakan kesehatan manusia yang
mengkonsumsinya. FAO (1976) menentukan standar penggunaan Na2CaEDTA
untuk pengalengan kerang maksimum 340 ppm. Menurut WHO (1972),
penggunaan Na2CaEDTA untuk perendaman filet ikan dengan konsentrasi 0,8 –
1,5 % selama 30 – 60 menit, diperoleh residu pada filet sebanyak 0,02 – 0,03 %
atau 200 – 300 ppm.
2.6. Hubungan Kerang Hijau dengan Logam Berat
Logam berat (Hg, Cd dan Pb) dalam air kebanyakan berbentuk ion dan
logam tersebut diserap oleh kerang secara langsung melalui air yang melewati
membran insang atau melalui makanan. Selain melalui insang, logam berat juga
24
masuk melalui kulit (kutikula) dan lapisan mukosa yang selanjutnya diangkut
darah dan dapat tertimbun dalam jantung dan ginjal kerang (Noviana, 1994; Laws,
1981). Menurut Hutagalung (1991), kemampuan biota laut (ikan, udang dan
moluska) dalam mengakumulasi logam berat di perairan tergantung pada jenis
logam berat, jenis biota, lama pemaparan serta kondisi lingkungan seperti pH,
suhu dan salinitas. Semakin besar ukuran biota air, maka akumulasi logam berat
semakin meningkat. Toksisitas logam berat dalam kerang yang ditimbulkan akibat
akumulasi dalam jaringan tubuh mengakibatkan keracunan dan kematian bagi
biota air yang mengkonsumsinya (Sukiyanti, 1987). Sifat toksik logam Hg dalam
bentuk senyawa HgCl2 dengan konsentrasi 0,027 ppm menyebabkan kematian
pada larva bivalvia (moluska) dan konsentrasi Pb sekitar 2,75 ppm mulai bersifat
letal bagi biota perairan seperti krustasea (Mulyaningsih, 1998).
Urutan toksisitas logam berat dari yang tertinggi sampai terendah adalah
Hg2+ > Cd2+ > Ag2+ > Ni2+ > Pb2+ > As2+ > Zn2+. Metil merkuri merupakan
senyawa logam berat yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, seperti
terjadinya kasus Minamata di Jepang akibat keracunan memakan kerang dan ikan
yang dagingnya mengandung metil merkuri sehingga mengakibatkan kelainan
susunan saraf pusat, yang dikenal dengan Minamata Disease. Keracunan yang
diakibatkan oleh logam merkuri dalam tubuh umumnya bersifat permanen yang
menyebabkan toksisitas akut dan kronis (Sukiyanti, 1987; Palar, 1994). Batas
maksimum kandungan logam Hg dalam tubuh biota air yang masih cukup aman
untuk dikonsumsi menurut FAO/WHO (1976) sebesar 0,5 ppm dan tidak boleh
melebihi 0,2 mg per 70 kg berat badan per minggu sebagai metil merkuri.
25
Sebaliknya batas maksimum untuk kadar logam Pb dalam tubuh biota air yang
aman dikonsumsi manusia sebesar 0,7 mg atau 700 μg per 70 kg berat badan per
minggu (WHO, 1989).
2.7. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta
Secara geografis Teluk Jakarta terletak pada koordinat 05°54’40’’LS –
06°00’40’’LS dan 106°40’45’’BT – 107°01’19’’BT (Kantor Kependudukan dan
Lingkungan Hidup, 1989). Teluk ini berbatasan dengan Tanjung Pasir di sebelah
Barat dan Tanjung Karawang di sebelah Timur, serta mempunyai rentangan
pantai sepanjang kurang lebih 40 km dan luas kira-kira 490 km2 (Sutjahjo, Riani
dan Mulyawan, 2004). Bagian yang jauh menjorok ke dalam, berjarak kurang
lebih 18 km dari garis yang menghubungkan kedua ujung teluk. Teluk ini juga
merupakan muara dari beberapa sungai yaitu Sungai Angke, Sungai Ciliwung,
Sungai Sunter, Sungai Bekasi dan cabang Sungai Citarum. Umumnya daerah
tangkapan hujan dari sungai ini sudah banyak dipengaruhi oleh aktivitas
penduduk dan industri (Parjaman, 1977).
Teluk Jakarta tergolong perairan semi tertutup (semi enclosed bay),
dicirikan oleh sirkulasi massa air yang berhubungan bebas terbatas dengan laut
lepas (Laut Jawa), karena adanya penyebaran pulau-pulau di Kepulauan Seribu.
Perairan semi tertutup merupakan daerah peralihan antara daratan dan laut, yang
ditandai oleh adanya perubahan sifat ekologi. Tingkat perubahan parameter
ekologi pada perairan semi tertutup sangat dipengaruhi oleh tingkat keterbukaan
perairan dengan laut (Parjaman, 1977).
26
Secara umum, limbah yang masuk ke Teluk Jakarta sebagian besar berasal
dari kegiatan industri pengolahan, industri pertanian (agroindustri), dan sumber
domestik. Berdasarkan pemantauan yang dilakukan KPPL tahun 1997, sumber
limbah terbesar berasal dari aktivitas pengolahan (97,82% atau 1.632.896,47 ribu
m3/tahun), limbah domestik (2,17% atau 36.229,90 ribu m3/tahun) dan limbah
kegiatan agroindustri sebesar 0,01% atau 232,25m3/tahun (Sutjahjo et al., 2004).
27
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dimulai dari bulan Desember 2008 sampai dengan April
2009. Kegiatan penelitian meliputi pengamatan di lapangan yaitu pengambilan
sampel air dan kerang hijau (Perna viridis L.) di Perairan Muara Kamal Teluk
Jakarta, sedangkan kegiatan analisis sampel dilakukan di Laboratorium Ekologi &
Lingkungan Pusat Laboratorium Terpadu Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3.2. Peta Lokasi Sampling
Lokasi sampling penelitian ini terdiri dari tiga titik sampling yang masing-
masing titik berjarak 1 km dengan titik lainnya dari muara menuju ke tengah laut.
Pada tiap titik sampling diambil tiga kali ulangan pada sampel air laut dan kerang
hijau yang akan dianalisis kandungan logam beratnya.
Gambar 4. Peta Lokasi Sampling
Keterangan : St 1 = Titik I (berada paling dekat dengan Muara Kamal, berjarak 1 km) St 2 = Titik II (berada diantara titik I dan III, berjarak 2 km dari muara) St 3 = Titik III (berada paling dekat dengan Pulau Bidadari, jarak 3 km)
28
3.3. Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biota air berupa
kerang hijau (Perna viridis Linnaeus, 1758) yang diambil dari setiap stasiun
pengamatan dan sampel air laut (air permukaan). Bahan yang dibutuhkan pada
penelitian ini keseluruhannya menggunakan spesifikasi pro analisis yang
diproduksi oleh Merck. Bahan kimia untuk keperluan analisis logam berat,
kualitas air maupun untuk keperluan pengawetan yaitu formalin, rhodamin B,
metanil yellow, larutan asam nitrat pekat (HNO3 pekat), larutan Bouin, ammonium
pirolidin ditiokarbamat (APDC), metil isobutil keton (MIBK), asam peroksida
(H2O2), aquadest, buffer asetat, air suling ganda bebas ion atau air destilasi
(DDDW), es batu, label, sarung tangan plastik, plastik berbagai ukuran, kertas
saring Whatman 0,45 µm (Millipore), aluminium foil, larutan aqua regia, larutan
standar Hg 1000 ppm, larutan standar Pb 1000 ppm dan larutan standar Cd 1000
ppm.
Bahan lain yang digunakan adalah EDTA (Na2CaEDTA), air suling bebas
ion (akuabides), asam nitrat pekat (HNO3), asam perklorat pekat (HClO4), dan
asam sulfat (H2SO4). Pembuatan larutan Na2CaEDTA sesuai dengan konsentrasi
perlakuan dengan cara menimbang Na2CaEDTA sebanyak 0,5 g dan 1,0 g yang
kemudian dilarutkan dengan akuabides sebanyak 100 ml dalam erlenmeyer untuk
mendapatkan konsentrasi 0,5% dan 1,0%.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah botol Van Dorn atau
water sampler, ice box, botol sampel polyetilen, Petersen Grab, secchi disk,
termometer raksa, stop watch, jangka sorong, refraktometer, penyaring vakum,
29
freezer atau refrigerator, timbangan digital, pH meter, oven, kamera digital, alat
bedah atau pisau bedah steril, pinset polietilen, cawan penguap polietilen,
desikator, mortar, beaker glass, beaker teflon, pipet berbagai ukuran, sentrifuse
polyetilen, labu takar, labu ekstraksi polietilen, saringan plastik, spatula polietilen,
AAS (Atomic absorption spectrophotometry) Model Spectra 20 Plus Varian, botol
semprot dan peralatan analisis kimia lainnya.
3.4. Cara Kerja
3.4.1. Pengambilan Sampel Air Laut
Sampel air laut diambil dengan menggunakan botol Van Dorn atau water
sampler di perairan Muara Kamal pada 9 titik sampling yang berjarak 1 km dari
garis pantai ke kiri dan ke kanan sehingga dapat mewakili kondisi perairan dalam
penentuan kadar logam. Sampel air laut dimasukkan ke dalam botol polyetilen.
Sampel air yang telah diambil dibagi dua botol yaitu botol pertama untuk analisis
kekeruhan dan salinitas. Sedangkan botol kedua untuk analisis logam berat yang
ditambahkan HNO3 pekat sebanyak 10 tetes hingga pH sampel air laut berada di
bawah 2.
Sampel air laut yang diambil untuk kebutuhan analisis logam berat adalah
sekitar 1 liter. Sampel air laut yang telah diperoleh kemudian disimpan di dalam
ice box yang telah terisi es batu dan baru dibuka setelah sampai di laboratorium.
Setiap botol yang akan digunakan diberi label tanggal, waktu dan kode sampel.
Frekuensi pengambilan sampel air laut dilakukan secara bersamaan dengan
pengambilan sampel kerang hijau. Pengukuran in situ dilakukan langsung saat
30
pengambilan sampel air, yaitu saat berada di atas perahu. Pengukuran parameter
in situ yang dilakukan pada penelitian ini adalah mengukur kecerahan perairan
sekitar dengan menggunakan secchi disk, suhu air dengan menggunakan
termometer serta salinitas air laut dengan menggunakan refraktometer.
3.4.2. Pengambilan Sampel Kerang Hijau (Perna viridis L.)
Selain dilakukan pengambilan sampel air, pada penelitian ini juga
dilakukan pengambilan sampel biota air berupa kerang hijau. Pengambilan sampel
kerang hijau dilakukan empat kali dalam selang waktu dua minggu di perairan
Muara Kamal. Sampel dimasukkan ke dalam kantong plastik untuk mencegah
kontaminasi logam selama pengangkutan ke laboratorium dan dimasukkan ke
dalam ice box.
Kerang hijau dibagi atas tiga kelompok ukuran panjang, yaitu: ukuran
kecil (< 4 cm), sedang (4 – 6 cm) dan besar (> 6 cm). Penetapan ini berdasarkan
pada ukuran kerang yang dikelompokkan di pasar ikan Muara Angke.
Pengambilan sampel biota air ini dilakukan untuk melihat kandungan logam berat.
Untuk keperluan ini dibutuhkan kerang hijau sebanyak 25 g daging kerang yang
telah dibedah dan dibungkus dengan alumunium foil, kemudian dimasukkan ke
dalam freezer pada suhu -29 ºC sampai siap untuk dianalisis. Pengeringan pada
suhu rendah bertujuan untuk menghindari penguapan logam berat dan menjaga
daging kerang hijau dari kerusakan. Analisis kandungan logam Hg, Pb dan Cd
dilakukan di laboratorium dengan menggunakan AAS (Hutagalung, 1989).
31
Tabel 2. Parameter Kualitas Air dan Biota Air yang Diamati. Parameter Satuan Metode Analisis Tempat Analisis
Kualitas Air Fisika Air 1. Suhu Air ºC Pemuaian Lapangan 2. Kekeruhan Air NTU Nephelometrik Lapangan 3. Salinitas ‰ Ion-ion terlarut Lapangan Kimia Air 1. pH - Komparasi warna Lapangan 2. Hg mg/l Serapan atom Laboratorium 3. Pb mg/l Serapan atom Laboratorium 4. Cd mg/l Serapan atom Laboratorium Biota Kimia Biota 1. Hg mg/l Serapan atom Laboratorium 2. Pb mg/l Serapan atom Laboratorium 3. Cd mg/l Serapan atom Laboratorium
3.4.3. Pengukuran Logam Berat pada Sampel Air Laut
Sebanyak 1 liter air laut yang disiapkan disaring dengan menggunakan
kertas saring berukuran pori 0,45 µm dengan bantuan pompa vakum. Hasil
saringan air laut ini kemudian diberi 5 ml HNO3 pekat untuk pengawetan. Sampel
air laut ini kemudian diambil sebanyak 250 ml dan dimasukkan ke dalam corong
pemisah polyetilen. pH larutan sampel air laut ini diatur dengan menggunakan
HNO3 5 M atau NaOH 5 M sehingga pHnya menjadi 3,5 – 4,0. pH ini merupakan
pH optimum untuk melakukan pemisahan logam berat pada sampel air laut,
sehingga logam berat yang diinginkan terpisah dengan baik.
Setelah pH sesuai, sampel air laut ditambahkan 4 ml ammonium pirolidin
ditiokarbamat (APDC), lalu diekstraksi selama 5 menit, kemudian ditambahkan
10 ml metil isobutil keton (MIBK) dan diekstraksi kembali selama 5 menit, lalu
didiamkan hingga kedua fase terpisah. Setelah fase terpisah menjadi 2 bagian,
fase supernatan dibuang sedangkan fase pellet digunakan untuk pembuatan
32
larutan standar. Pada fase organik, ditambahkan 10 ml HNO3 pekat dan
diekstraksi kembali selama 5 menit dan didiamkan selama 15 menit. Setelah 15
menit, pada sampel air laut ini ditambahkan 9 ml air suling bebas ion dan
diekstraksi kembali selama 2 menit, lalu didiamkan hingga kedua fase terpisah
kembali. Fase organik dibuang, sedangkan fase air ditampung dan siap diukur
dengan menggunakan AAS (Hutagalung, 1997).
3.4.4. Pengukuran Logam Berat pada Sampel Kerang Hijau
Sampel kerang hijau yang telah dipisahkan berdasarkan ukurannya,
dagingnya diambil lalu dimasukkan ke dalam cawan penguap. Daging kerang
hijau ini kemudian dimasukkan ke dalam oven dan dipanaskan pada suhu 105°C
selama 12 jam sampai kering. Sampel daging kerang hijau ini lalu digerus agar
menjadi homogen. Penggerusan ini dilakukan hingga daging kerang hijau tersebut
menjadi seperti serpihan-serpihan kecil. Sampel daging kerang hijau yang telah
homogen ini kemudian ditimbang beratnya sekitar 4 gram di dalam beaker glass.
Pada sampel kerang hijau ini lalu ditambahkan 10 ml HNO3 pekat dan
dipanaskan di atas hot plate pada suhu 85°C selama 8 jam (proses destruksi
basah). Satu jam sebelum proses destruksi berakhir, ke dalam sampel kerang hijau
ditambahkan 3 ml H2O2. Setelah dingin, maka sampel kerang hijau ini ditepatkan
volumenya menjadi 20 ml dengan menggunakan air suling bebas ion di dalam
botol sampel. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam melakukan
perhitungan kadar logam berat. Kemudian, sampel kerang hijau ini didiamkan
selama semalam, lalu didekantasi. Tujuannya adalah untuk memisahkan lemak
33
yang tidak hancur selama proses destruksi berlangsung, selain itu hal ini juga
membuat larutan sampel menjadi lebih bersih agar ketika diukur dengan
menggunakan AAS tidak terjadi penyumbatan. Hasil dekantasi ini lalu diukur
dengan menggunakan AAS.
Perendaman daging kerang dengan berbagai perlakuan konsentrasi dengan
cara memasukkan daging tersebut kedalam masing-masing erlenmeyer yang telah
diisi larutan Na2CaEDTA 0,5% dan 1,0% selama 30 menit, 45 menit dan 60
menit. Sampel kerang ditiriskan pada saringan plastik kemudian dicuci untuk
dianalisis.
Analisis logam Hg pada tubuh kerang hijau menggunakan alat Atomic
Absorption Spectrophotometry (AAS) merk GBC tipe 906 AA yang dilengkapi
grafit furnace dan hybrid vapour generator dengan panjang gelombang 253,7 nm.
Sementara untuk logam Pb menggunakan AAS merk Shimidzu tipe 680 AA
dengan panjang gelombang 217 nm. Sebelum dianalisis dengan AAS, daging
kerang terlebih dahulu diperlakukan dengan destruksi asam yang mengacu pada
prosedur Hutagalung (1997).
Logam Hg yang diukur kadarnya dengan metode AAS yaitu kerang
diambil dagingnya dan ditimbang sebanyak 5 g, kemudian dimasukkan ke dalam
botol BOD. Tahap selanjutnya menambahkan 10 ml HNO3 pekat dan 30 ml asam
sulfat pekat, lalu botol ditutup untuk dibiarkan selama 24 jam. Botol dipanaskan
pada suhu 60°C selama 2 jam di atas penangas air. Seluruh isi botol dipindahkan
ke dalam tabung reduksi air raksa dan dilanjutkan dengan memasang aerator
34
kecepatan 2 L udara/menit di dalam tabung reduksi air raksa serta menambahkan
SnCl2 sebanyak 5 ml. Sampel kerang siap dianalisis dengan AAS tanpa nyala.
Tahapan analisis kadar Pb dan Cd pada tubuh kerang hijau yaitu kerang
diambil dagingnya dan dikeringkan di dalam oven (105°C) selama 24 jam.
Sampel kerang kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang sebanyak 2
g. Sampel tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam teflon bomb yang kemudian
dibiarkan selama 24 jam. Contoh kerang tersebut kemudian dipanaskan di atas
penangas air pada suhu 60 – 70°C selama 2 – 3 jam. Selanjutnya ditambahkan 3
ml air suling bebas ion (akuabides) dan dipanaskan kembali hingga larutan hampir
kering (Hutagalung dkk., 1997).
Proses berikutnya adalah mendinginkan sampel tersebut pada suhu ruang
yang diikuti dengan penambahan 1 ml HNO3 pekat dan diaduk pelan-pelan serta
ditambahkan kembali 9 ml akuabides. Sampel siap diukur kadarnya dengan AAS
menggunakan nyala udara asetilen.
3.4.5. Pembuatan Deret Standar Logam Berat Dalam Biota Laut
Deret standar yang digunakan untuk menentukan kadar logam berat dalam
sampel biota laut yaitu sebesar 0,000 ppm; 0,050 ppm; 0,100 ppm; 1 ppm dan 3
ppm. Deret standar ini dibuat dari larutan induk 1000 ppm dengan menggunakan
rumus pengenceran untuk masing-masing jenis logam (Hg, Pb, dan Cd). Deret
standar ini dibuat secara komposit di dalam labu ukur 100 ml dan diencerkan
dengan menggunakan air suling bebas ion. Deret standar ini telah siap untuk
35
digunakan untuk membuat kurva kalibrasi pada alat AAS dan mengukur kadar
logam berat pada sampel biota laut (Hutagalung, 1989).
3.4.6. Perhitungan Kadar Logam Berat
Parameter uji yang digunakan meliputi kandungan logam Hg, Pb dan Cd
pada awal dan akhir penelitian serta tingkat penurunan kadar logam berat tersebut.
1. Kandungan logam Hg pada tubuh kerang hijau dihitung menurut rumus :
Kadar Hg = a / b ppm (Hutagalung dkk., 1997)
Ket : a = jumlah μg Hg dari hasil pengukuran dengan AAS b = berat contoh (5 g)
2. Kandungan logam Pb atau Cd pada tubuh kerang hijau dihitung dengan
rumus:
Kadar Pb atau Cd = a x b / c ppm (Hutagalung dkk., 1997)
Ket : a = jumlah μg Pb atau Cd dari hasil pengukuran dengan AAS b = volume akhir larutan contoh (faktor pengenceran) c = berat contoh kerang (2 g)
3. Tingkat penurunan kandungan logam berat dihitung menggunakan rumus :
I = (Io – It) / Io x 100 % (Porsepwandi, 1998)
Ket : I = tingkat penurunan kandungan logam berat (%) Io = kandungan logam berat pada awal penelitian (ppm) It = kandungan logam berat pada akhir penelitian (ppm)
3.5. Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan pola faktorial 3 x 3 dengan 3 kali
ulangan. Faktor pertama adalah konsentrasi bahan pengawet yang terdiri atas tiga
36
taraf yaitu : tanpa bahan pengawet (p0), konsentrasi 5 % (p1) dan konsentrasi 10 %
(p2) masing-masing perlakuan pengawet diberikan sebanyak 15 ml per sampel
kerang hijau. Faktor kedua adalah waktu perendaman yang terdiri atas tiga taraf
yaitu : 30 menit (t1), 45 menit (t2) dan 60 menit (t3). Data yang diperoleh diolah
dengan uji F (Anova) dan uji lanjut Duncan (α = 0,05) untuk mengetahui
perbedaan antar perlakuan dengan software SPSS.v15.0 (Gasperz, 1995).
Pendugaan kandungan logam berat dalam daging kerang hijau dengan
kandungan logam berat di air, dilakukan dengan mencari Indeks Faktor
Konsentrasi (FK) (Prartono, 1985):
Kadar logam berat daging kerang hijau (mg/l) FK = Kadar logam berat dalam air laut (mg/l)
Van Esch (1977 dalam Fitriati, 2004) mengatakan bahwa semakin mudah
logam diabsorbsi dan terakumulasi pada tubuh organism air, semakin besar indeks
faktor konsentrasi dan logam berat tersebut dapat semakin bersifat racun. Besar
kecilnya indeks faktor konsentrasi dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain :
jenis-jenis logam berat, jenis organisme, lama pernapasan dan kondisi lingkungan
perairan seperti pH, temperatur dan salinitas.
37
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Parameter Lingkungan (Fisika dan Kimia)
Parameter penunjang yang dibutuhkan untuk penentuan konsentrasi logam
berat pada sampel kerang hijau adalah salinitas, pH, suhu, dan kekeruhan pada air
laut di perairan sekitar lokasi pengambilan sampel. Pengukuran parameter
penunjang ini pada umumnya dilakukan secara in situ. Pada pengamatan
parameter fisika dan kimia yaitu, suhu, kekeruhan, pH dan salinitas secara
keseluruhan masih menunjukkan kondisi yang memungkinkan untuk kerang hijau
melakukan proses-proses biologis dalam hidupnya, baik untuk pertumbuhan
maupun untuk kebutuhan reproduksi.
Logam berat yang masuk ke dalam suatu perairan, baik di sungai ataupun
di laut akan dipindahkan dari badan air melalui tiga proses, yaitu pengendapan,
adsorbsi dan absorpsi oleh organisme perairan (Bryan, 1976). Logam-logam
dalam lingkungan perairan umumnya berada dalam bentuk ion-ion seperti ion-ion
bebas, pasangan ion organik, ion-ion kompleks dan bentuk-bentuk ion lainnya
(Palar, 1994).
a. Suhu Perairan Muara Kamal
Gambar 5 memperlihatkan bahwa rata-rata nilai suhu perairan di tiap titik
menunjukkan kisaran antara 26 – 31°C, dengan suhu tertinggi 31°C dan terendah
26°C. Hal ini sesuai dengan persyaratan yang dikeluarkan oleh Direktorat
Jenderal Perikanan (1985) yang mengatakan bahwa untuk keperluan budidaya
k
P
m
y
y
p
b
p
a
b
p
0
d
kerang hijau
Pengukuran
mempelajari
yang hidup
yang terjadi
penurunan d
bahan terte
pemanasan
air akan berb
b. Kekeruh
Gam
pada peraira
0,77 – 4,57
dan terendah
Suhu
(°C)
u disarankan
suhu dila
i proses-pro
di suatu p
i dalam tub
daya larut ok
entu. Suhu
matahari ya
banding luru
Gam
han Peraira
mbar 6 mem
an Muara K
NTU. Nilai
h pada titik
232425262728293031
Titik I
Titik II
Titik III
Suhu
(C)
n agar suhu
akukan me
ses fisika, k
erairan, suh
buh kerang h
ksigen terlaru
air terutam
ang intensita
us dengan pe
mbar 5. Suh
an Muara K
mperlihatkan
Kamal, Teluk
i kekeruhan
III yaitu seb
Februari26
27.2
27.2
u perairan b
engingat pe
kimia dan b
hu mempeng
hijau. Penin
ut dan juga a
ma di lapi
asnya beruba
erubahan inte
u Perairan
Kamal
bahwa rat
k Jakarta se
tertinggi ter
besar 0,77 N
Maret31
29
28
Bulan
Suhu
berada dalam
entingnya p
iologi. Pada
garuhi prose
ngkatan suhu
akan menaik
san permuk
ah terhadap
ensitas peny
Muara Kam
a-rata nilai
elama penga
rdapat pada
NTU. Keker
April30
29
28
m kisaran 2
parameter
a biota atau
es-proses m
u dapat me
kkan daya ra
kaan ditentu
waktu, sehi
yinaran mata
mal
kekeruhan
amatan berk
titik I yaitu
ruhan yang t
38
26 – 32°C.
ini dalam
organisme
metabolisme
enyebabkan
cun bahan-
ukan oleh
ingga suhu
ahari.
(turbidity)
kisar antara
4,57 NTU
tinggi pada
Titik I
Titik II
Titik III
t
m
r
u
d
m
d
2
c
T
H
p
d
titik I diseb
muara yang
rumah tangg
umumnya p
dengan pera
menyerap s
disebabkan
2003).
c. pH Pera
Seca
Teluk Jakart
Hal ini dise
penyangga,
dalam perair
Kekeruha
n(NTU
)
babkan oleh
g merupakan
ga dan indus
perairan laut
airan tawar.
inar mataha
oleh partike
Gamba
airan Muar
ara umum n
ta di tiap sta
ebabkan oleh
sehingga ma
ran. Gambar
012345
Titik I
Titik II
Titik III
Kekeruha
n (NTU
)
h faktor jara
n pertemuan
stri sehingga
t mempunya
Kekeruhan
ari yang ma
el tersuspen
ar 6. Kekeru
a Kamal
ilai derajat
asiun selama
h sifat dari
ampu menge
r 7 memperl
Februari3.83
1.37
0.77
ak lokasi sa
n 13 sunga
a mengakiba
ai nilai keke
n menggamb
asuk ke dala
nsi, partikel
uhan Perair
keasaman (p
a pengamata
air laut yan
endalikan si
lihatkan bah
Maret4.57
4
1.69
Bulan
Kekeruha
ampling yait
i yang mem
atkan warna
eruhan yang
barkan sifat
am perairan
koloid dan
ran Muara K
pH) pada p
an tidak berb
ng mempun
ifat asam ata
hwa kisaran
April4.47
3.13
2.61
an
tu lebih dek
mbawa beru
a air hitam p
g rendah dib
t optis perai
n. Kekeruhan
fitoplankton
Kamal
erairan Mua
beda secara
nyai sistem b
au basa yang
nilai derajat
39
kat dengan
upa limbah
pekat. Pada
bandingkan
iran dalam
n biasanya
n (Effendi,
ara Kamal,
signifikan.
buffer atau
g masuk ke
t keasaman
Titik I
Titik II
Titik III
y
p
7
c
d
–
b
K
d
h
p
K
yang dipero
pada kadar a
Pada
7,61 yang m
curah hujan
dengan baik
– 6,5 mena
buangan atau
Kamal sehin
dan juga me
hijau. Kond
perairan. Ba
Kependuduk
pH
oleh antara 6
alamiah untu
Gam
a bulan Febr
menandakan
n yang tingg
k. Pada bulan
andakan bah
u limbah yan
ngga hal ini d
engakibatkan
disi pH pad
atasan nilai
kan dan Ling
5.65.86
6.26.46.66.87
7.27.47.67.8
FTitik I
Titik II
Titik III
pH
6,4 – 7,61. N
uk perairan l
mbar 7. pH
ruari diperole
bahwa kond
gi sehingga
n April diper
hwa kondisi
ng berwarna
dapat menga
n semakin tin
da perairan
pH telah
gkungan Hid
Februari7.29
7.4
7.61
Nilai derajat
aut yaitu 6,0
H Perairan M
eh pH yang
disi perairan
a mengakiba
roleh pH yan
perairan m
a hitam peka
akibatkan pe
nggi akumul
dapat dija
ditentukan
dup No.51 T
Maret7.02
7.15
7.09
Bulan
pH
t keasaman
0 – 8,0.
Muara Kam
tinggi yaitu
n bersifat nor
atkan kerang
ng rendah ya
mendekati as
at semakin tin
ertumbuhan k
lasi logam b
adikan seba
oleh kantor
Tahun 2004 y
April6.4
6.48
6.4
(pH) ini ma
mal
u berkisar an
rmal, dikaren
g hijau dap
aitu berkisar
sam, dikaren
nggi di pera
kerang hijau
erat pada tub
gai indikato
r Kementeri
yakni 6,5 – 8
40
asih berada
ntara 7,29 –
nakan oleh
pat tumbuh
r antara 6,4
nakan oleh
iran Muara
u terhambat
buh kerang
or kualitas
ian Negara
8.
Titik I
Titik II
Titik III
d
M
3
y
n
b
d
–
y
p
d
d. Salinita
Gam
Muara Kam
salinitas tert
33,7 ‰. Sed
yang letakny
nilai salinita
berada pada
di perairan t
– 35 ‰.
Peng
yang pentin
perairan, kar
dilakukan b
Salin
itas
(‰)
s Perairan M
mbar 8 mem
mal, Teluk J
tinggi terdap
dangkan nila
ya paling d
asnya selama
kisaran norm
tersebut mas
Gamb
gukuran ini
ng bagi ker
rena salinita
biota yang a
2929.530
30.531
31.532
32.533
33.534
Titik I
Titik II
Titik III
Salin
itas (‰
)
Muara Kam
mperlihatkan
akarta selam
pat pada titik
ai salinitas te
ekat dengan
a pengamata
mal salinitas
sih baik untu
bar 8. Salini
dilakukan m
rang hijau
s berhubung
ada didalam
Februari31
32.4
33.5
mal
bahwa kisa
ma pengama
k III yang l
erendah sela
n muara (10
an, perairan M
s untuk air la
uk perkemba
itas Peraira
mengingat b
untuk mela
gan langsung
mnya, termas
Maret30.8
32.2
33.4
Bulan
Salinita
aran nilai s
atan adalah
etaknya 300
ama pengama
000 m) yaitu
Muara Kam
aut yaitu 30
angan biolog
n Muara K
bahwa salin
akukan adap
g dengan pro
suk kerang
April31.3
32.5
33.7
as
salinitas pad
30,8 – 33,7
00 m dari m
atan adalah
u 30,8 ‰. D
mal Teluk Jak
– 35 ‰. Nil
gi kerang hija
amal
itas merupa
ptasi terhada
oses osmoreg
hijau. Peng
41
da perairan
7 ‰. Nilai
muara yakni
pada titik I
Dilihat dari
karta masih
lai salinitas
au yaitu 27
akan faktor
ap kondisi
gulasi yang
garuh jarak
Titik I
Titik II
Titik III
42
terhadap salinitas bahwa pada titik I yang letaknya dekat dengan muara memiliki
salinitas yang rendah. Jadi, semakin jauh jarak dari muara menuju ke laut maka
semakin tinggi nilai salinitas (kadar garam) di perairan Muara Kamal.
4.2. Kandungan Logam Berat Hg, Pb dan Cd dalam Air Laut
Selama pengamatan kandungan logam berat Hg di perairan Muara Kamal,
Teluk Jakarta berkisar antara 0,0001 – 0,0002 mg/L. Rata-rata kandungan logam
berat Hg pada titik I sebesar 0,0002 mg/L, titik II sebesar 0,0001 mg/L dan titik
III sebesar 0,0001 mg/L. Jika dibandingkan dengan baku mutu yang dikeluarkan
oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004, nilai ambang
batas untuk logam berat Hg di perairan khususnya untuk biota laut adalah 0,001
mg/L maka kandungan logam berat Hg di perairan Muara Kamal masih di bawah
ambang batas (Gambar 9).
Pada gambar 9 terlihat bahwa kandungan nilai logam berat Pb di perairan
Muara Kamal, Teluk Jakarta berkisar antara 0,0013 – 0,004 mg/L. Rata-rata
kandungan logam berat Pb pada titik I sebesar 0,004 mg/L, titik II sebesar 0,002
mg/L dan titik III sebesar 0,0013 mg/L. Jika dibandingkan dengan baku mutu
yang dikeluarkan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup No.51 Tahun
2004, nilai ambang batas untuk logam berat Pb di perairan khususnya untuk biota
laut adalah 0,008 mg/L maka kandungan logam berat Pb di perairan Muara Kamal
masih di bawah ambang batas.
Pada gambar 9 terlihat bahwa kandungan nilai logam berat Cd di perairan
Muara Kamal, Teluk Jakarta berkisar antara 0,00001 – 0,00002 mg/L. Rata-rata
k
0
m
T
u
M
d
b
b
p
m
kandungan
0,00001 mg/
mutu yang
Tahun 2004
untuk biota
Muara Kam
dengan loga
budidaya ke
buangan sisa
Kond
pengamatan
meningkat.
0.000.0
0.000.0
0.000.0
0.000.0
Kand
ungan Logam Berat (p
pm)
logam berat
/L dan titik
dikeluarkan
4, nilai amb
laut adalah
al masih di b
am Hg dan C
erang hijau
a BBM nelay
Gamba
disi kandung
n dari bula
Hal ini didu
0005001015002025003035004
THg 0.
Pb 0
Cd 0.0
Kan
t Cd pada t
III sebesar 0
n oleh Kem
bang batas u
0,001 mg/L
bawah amba
Cd karena b
lebih banya
yan berupa s
ar 9. Kandu
gan logam b
an Februari
uga karena a
Titik I0002
.004
00002
Sta
ndungan L
titik I sebes
0,00001 mg/
menterian N
untuk logam
L maka kand
ang batas. Lo
berdasarkan s
ak mengand
solar dan lim
ungan Logam
erat (Hg, Pb
i hingga b
adanya peng
Titik II0.0001
0.002
0.00001
asiun Pengama
Logam Be
sar 0,00002
/L. Jika diba
Negara Ling
m berat Cd
dungan logam
ogam Pb leb
sumber penc
dung logam
mbah pabrik
m Berat Air
b dan Cd) di
bulan April
garuh masuk
Titik0.00
0.00
0.000
atan
erat Air L
mg/L, titik
andingkan de
gkungan Hid
di perairan
m berat Cd
bih tinggi dib
cemar di sek
Pb yang b
cat dan bate
r Laut
kolom perai
l nilainya
kan (input) d
k III001
013
001
Laut
43
II sebesar
engan baku
dup No.51
khususnya
di perairan
bandingkan
kitar lokasi
berasal dari
erai.
iran selama
cenderung
dari sungai
Hg
Pb
Cd
44
yang bermuara di perairan Muara Kamal, Teluk Jakarta yang membawa limbah-
limbah logam berat dan bergantung pada besar kecilnya konsentrasi logam-logam
tersebut yang terbuang ke dalam sungai hingga mencapai perairan Muara Kamal,
Teluk Jakarta. Limbah logam berat ini diduga berasal dari limbah industri dan
limbah rumah tangga. Jika dibandingkan dengan baku mutu untuk biota air yang
dikeluarkan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004
bahwa kandungan logam berat di perairan Muara Kamal,Teluk Jakarta untuk
logam berat Pb belum melampaui ambang batas. Untuk logam berat Pb nilai
ambang batasnya adalah 0.008 mg/L. Berbeda dengan kandungan logam berat Pb,
kandungan logam berat Hg dan Cd nilainya masih di bawah ambang batas yaitu
0.001 mg/L. Namun demikian konsentrasi yang rendah ini tetap harus diwaspadai
karena logam-logam berat yang terlarut dalam kolom perairan pada konsentrasi
tertentu dapat berubah fungsi menjadi sumber racun bagi kehidupan perairan
(Palar, 1994). Meskipun daya racun yang ditimbulkan oleh suatu jenis logam
berat terhadap semua biota perairan tidak sama, namun kehancuran dari suatu
kelompok dapat menjadikan terputusnya satu mata rantai kehidupan
(relung/niche).
4.3. Kandungan Logam Berat Hg, Pb dan Cd pada Kerang Hijau (Perna viridis L.) Pra Perlakuan
Hasil analisis AAS, menunjukkan bahwa kandungan logam merkuri (Hg)
pada tubuh kerang hijau yang dibudidayakan di perairan Muara Kamal Teluk
Jakarta berkisar antara 0,0017 – 0,012 ppm dengan rata-rata 0,005 ppm. Kisaran
k
P
K
p
d
(
d
b
0
y
a
0
y
d
a
kadar Hg in
POM No.
Kandungan
ppm dan k
ditetapkan o
(1976) sebe
dengan rata-
batas baku
03725/B/SK
yang rendah
alami sangat
0,11 ppb ata
yang beruku
digunakan o
anti korosif.
Gamba
000001111
Kand
ungan Logam Berat (p
pm)
ni masih jau
03725/B/SK
logam Pb b
adar Pb ter
oleh Kep. D
sar 2 ppm.
-rata 0,629 p
u mutu ya
K/VII/1989 d
h ini berasal
t rendah bila
au 0,00011 p
uran kecil
oleh nelayan
ar 10. Kand
0.00000.20000.40000.60000.8000.0000.2000.4000.6000
Hg
Pb
Cd
Kandu
uh di bawah
K/VII/1989
berkisar anta
rsebut masih
Dirjen POM
Kandungan
ppm. Kisara
ang ditetap
dan FAO/W
dari ketersed
a dibandingk
ppm. Hal in
sehingga m
n untuk mel
dungan Log
Titik I0.0017
1.485
0.743
Sta
ungan Log
h ambang b
dan FAO/W
ara 0,92 – 1
h di bawah
M No. 03725
logam Cd
an kadar Cd
pkan oleh
WHO (1976)
diaan logam
kan dengan l
ni diduga ka
mudah terang
apisi permu
gam Berat K
Titik II0.0025
1.37
0.685
asiun Pengama
gam Bera
batas yang d
WHO (197
1,485 ppm d
h ambang b
5/B/SK/VII/
berkisar ant
d ini masih j
Keputusan
) sebesar 1
m Cd di kolom
logam Cu, Z
arena Cd ber
gkat dari da
ukaan badan
Kerang Hija
Titik 0.01
0.92
0.46
atan
at Kerang
ditetapkan K
76) sebesar
dengan rata-
batas baku m
/1989 dan F
tara 0,46 –
jauh di bawa
n Dirjen P
ppm. Kons
m perairan y
Zn dan Ni ya
rikatan deng
asar. Logam
kapal karen
au Pra Perla
III12
2
6
g Hijau
45
Kep. Dirjen
0,5 ppm.
-rata 1,258
mutu yang
FAO/WHO
0,743 ppm
ah ambang
POM No.
sentrasi Cd
yang secara
aitu sebesar
gan mineral
m Cd juga
na sifatnya
akuan
Hg
Pb
Cd
46
Kandungan logam berat cenderung tinggi di sekitar muara dan
konsentrasinya akan berkurang secara gradien ketika mendekati mulut teluk.
Kandungan logam berat di kerang hijau lebih tinggi daripada di perairan karena
kerang hijau dapat menyerap logam berat yang ada di perairan tempat hidupnya
sehingga terus terakumulasi. Semua logam berat pada kerang hijau pra perlakuan
masih berada di bawah ambang batas WHO (Gambar 10).
Tingginya konsentrasi Pb pada Musim Barat (bulan Februari – April)
terkait dengan pergerakan angin yang berhembus lebih kencang pada musim
tersebut. Angin yang kencang pada Musim Barat mengakibatkan kecepatan arus
permukaan meningkat sehingga memungkinkan terjadinya turbulensi atau
pengadukan. Pada kedalaman yang relatif dangkal, pengadukan oleh arus atau
gelombang mengakibatkan endapan partikel Pb terangkat ke kolom perairan
Teluk Jakarta. Peristiwa ini disebut resuspensi logam Pb. Faktor lain yang
mempengaruhi hal ini adalah aktivitas di sepanjang aliran sungai, sekitar muara
dan laut; kedalaman dan kondisi hidrodinamika perairan seperti arus dan
gelombang pasang surut, ditambah lagi dengan adanya curah hujan yang tinggi
pada Musim Barat mengakibatkan debit air meningkat sehingga terjadi
penggelontoran material air sungai yang lebih besar dibandingkan Musim Timur.
Alasan lainnya bahwa kawasan Muara Kamal dan Kapuk mengalami
peningkatan konsentrasi Pb karena didominasi oleh kegiatan industri terutama cat,
penyamakan kulit, tekstil, percetakan dan baterai, pendaratan ikan dan bongkar
muat kayu (pergudangan). Aktivitas ini memberikan andil semakin tingginya
konsentrasi logam Pb karena logam Pb digunakan untuk aktivitas docking kapal,
47
seperti perbaikan kapal pengisian bahan bakar (tetra etil timbal) dan pengecatan
badan kapal (Pb putih atau Pb(OH)2.2PbCO3 dan Pb merah atau Pb3O). Aktivitas
penurunan muatan hasil tangkapan dari kapal nelayan yang menggunakan bahan
bakar minyak (solar) dengan campuran tetra etil timbal berpotensi tumpah dan
tercecer saat merapat ke pelabuhan atau perkampungan nelayan tempat pelelangan
ikan. Sedangkan kegiatan manufaktur atau industri berpotensi menghasilkan
limbah logam serta limbah B3 lainnya baik dalam bentuk cair, lumpur ataupun
dalam bentuk gas.
Logam Hg, Pb dan Cd yang terkandung pada kerang hijau tersebut berasal
dari perairan sepanjang Muara Kamal Teluk Jakarta. WHO (1976) menetapkan
batas maksimum yang disarankan untuk konsumsi Hg sebesar 0,3 mg atau 300 μg
per 70 kg berat badan per minggu, untuk Pb 0,7 mg atau 700 μg per 70 kg berat
badan per minggu dan untuk Cd 0,4 mg atau 400 µg per 70 kg berat badan per
minggu. Berdasarkan hal tersebut, maka konsumsi maksimum kerang hijau adalah
sebanyak 556,306 gr per 70 kg berat badan per minggu atau 79,472 gr per 70 kg
berat badan per hari. Dengan demikian tingkat konsumsi kerang hijau yang aman
untuk kesehatan tidak boleh melebihi 556 gr per 70 kg berat badan per minggu
(WHO, 1976).
4.4. Kandungan Logam Berat Hg, Pb dan Cd pada Kerang Hijau (Perna viridis L.) Pasca Perlakuan Penambahan Bahan Pengawet
a. Kandungan Logam Berat Hg Pasca Perlakuan
p
0
k
0
p
Kpppp
k
Kand
penambahan
0,02 ppm da
kandungan l
0,011 ppm
peningkatan
Gambar 1
Keteranganp0t0 = Kontrp1t1 = Konsep1t2 = Konsep1t3 = Konse
Gam
kerang hija
Forma
Rhoda
Metan
Na2Ca
Kada
r Logam
Hg (ppm
)
dungan log
n bahan pen
an untuk kon
logam berat
dan pada
n kandungan
11. Kandun
n : rol (0 %, 0 mentrasi 5 %, entrasi 5 %, entrasi 5 %,
mbar 11 me
au dengan
0
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
p0alin 0.00
amin B 0.00
nil Yellow 0.00
aEDTA 0.00
Kandu
gam berat
ngawet forma
nsentrasi 10
t Hg pada st
stasiun III
logam Hg d
ngan Logam
menit) waktu 30 mwaktu 45 mwaktu 60 m
emperlihatka
perlakuan
t0 p1t1 p053 0.0095 0.
083 0.0133 0.
046 0.0123 0.
053 0.0009 0.
ngan Log
Hg pada
alin konsent
% berkisar a
tasiun I sebe
I sebesar 0
dari stasiun I
m Berat Hg K
menit p2t1 = menit p2t2 = menit p2t3 =
an bahwa k
penambahan
p1t2 p1t3.0136 0.0216
.0176 0.0256
.0186 0.0323
.0006 0
Perlakuan
gam Berat
kerang hija
trasi 5 % be
antara 0,019
esar 0,047 p
0,007 ppm.
III hingga ke
Kerang Hija
Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
kandungan l
n bahan pe
p2t1 p2t20.0180 0.026
0.022 0.033
0.026 0.04
0.0006 0
n
t Hg Pasc
au dengan
erkisar antar
9 – 0,04 ppm
ppm, stasiun
Ada kece
e stasiun I (G
au Pasca Pe
10 %, wakt10 %, wakt10 %, wakt
logam berat
engawet rh
2 p2t36 0.04
3 0.05
4 0.0533
0
ca Perlaku
48
perlakuan
ra 0,0095 –
m. Rata-rata
n II sebesar
enderungan
Gambar 11)
erlakuan
tu 30 menit tu 45 menit tu 60 menit
t Hg pada
hodamin B
kuan
Formalin
Rhodamin
Metanil Y
Na2CaEDT
n B
Yellow
TA
49
konsentrasi 5 % berkisar antara 0,013 – 0,026 ppm dan untuk konsentrasi 10 %
berkisar antara 0,022 – 0,05 ppm. Rata-rata kandungan logam berat Hg pada
stasiun I sebesar 0,057 ppm, stasiun II sebesar 0,015 ppm dan pada stasiun III
sebesar 0,009 ppm. Ada kecenderungan penurunan kandungan logam Hg dari
stasiun I hingga ke stasiun III.
Kandungan logam berat Hg pada kerang hijau dengan perlakuan
penambahan bahan pengawet metanil yellow konsentrasi 5 % berkisar antara
0,012 – 0,032 ppm dan untuk konsentrasi 10 % berkisar antara 0,026 – 0,053
ppm. Rata-rata kandungan logam berat Hg pada stasiun I sebesar 0,057 ppm
stasiun II sebesar 0,025 ppm dan pada stasiun III sebesar 0,009 ppm. Ada
kecenderungan peningkatan kandungan logam Hg dari stasiun III hingga ke
stasiun I (Gambar 11).
Kandungan logam berat Hg pada kerang hijau dengan perlakuan
penambahan Na2CaEDTA konsentrasi 5 % berkisar antara 0 – 0,0009 ppm dan
untuk konsentrasi 10 % berkisar antara 0 – 0,0006 ppm. Rata-rata kandungan
logam berat Hg pada stasiun I sebesar 0,00043 ppm, stasiun II sebesar 0,00037
ppm dan pada stasiun III sebesar 0,0003 ppm. Ada kecenderungan penurunan
kandungan logam Hg dari stasiun I hingga ke stasiun III (Gambar 11).
b. Kandungan Logam Berat Pb Pasca Perlakuan
Kandungan logam berat Pb pada kerang hijau dengan perlakuan
penambahan bahan pengawet formalin konsentrasi 5 % berkisar antara 2,34 – 2,47
ppm dan untuk konsentrasi 10 % berkisar antara 2,55 – 2,69 ppm. Rata-rata
kandungan logam berat Pb pada stasiun I sebesar 1,67 ppm, stasiun II sebesar 1,57
p
k
a
h
Kpppp
k
k
b
I
ppm dan pad
kerang hijau
adanya kece
hingga ke st
Gambar
Keteranganp0t0 = Kontrp1t1 = Konsep1t2 = Konsep1t3 = Konse
Gam
kerang hija
konsentrasi
berkisar anta
I sebesar 1,7
Forma
Rhoda
Metan
Na2Ca
Kada
r Logam
Pb (ppm
)
K
da stasiun II
u dengan p
enderungan
tasiun III (Ga
12. Kandun
n : rol (0 %, 0 mentrasi 5 %, entrasi 5 %, entrasi 5 %,
mbar 12 me
au dengan
5 % berkis
ara 3,58 – 3,
72 ppm, stas
00.51
1.52
2.53
3.54
4.55
p0talin 2.25
amin B 3.25
nil Yellow 4.25
aEDTA 1.25
Kandunga
I sebesar 1,2
erlakuan pe
(tendensi) p
ambar 12).
ngan Logam
menit) waktu 30 mwaktu 45 mwaktu 60 m
emperlihatka
perlakuan
sar antara 3
,73 ppm. Ra
siun II sebesa
0 p1t1 p1t258 2.342 2.44
58 3.383 3.48
58 4.413 4.52
58 0.576 0.47
an Logam
275 ppm. Se
enambahan b
penurunan k
m Berat Pb K
menit p2t1 = menit p2t2 = menit p2t3 =
an bahwa k
penambahan
,38 – 3,5 p
ata-rata kandu
ar 1,62 ppm
2 p1t3 p2t147 2.471 2.55
83 3.5 3.58
23 4.536 4.63
7 0.283 0.18
Perlakuan
m Berat P
eperti pada lo
bahan peng
andungan lo
Kerang Hija
Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
kandungan l
n bahan pe
ppm dan un
ungan logam
m dan pada st
1 p2t2 p2t351 2.589 2.68
83 3.633 3.73
33 4.66 4.77
86 0.01 0
Pb Pasca P
ogam Hg di
gawet forma
ogam Pb dar
au Pasca Pe
10 %, wakt10 %, wakt10 %, wakt
logam berat
engawet rh
ntuk konsent
m berat Pb p
tasiun III seb
37
3
7
Perlakuan
Form
Rho
Met
Na2
50
atas, untuk
alin terlihat
ri stasiun I
erlakuan
tu 30 menit tu 45 menit tu 60 menit
t Pb pada
hodamin B
trasi 10 %
ada stasiun
besar 1,325
n
malin
damin B
tanil Yellow
CaEDTA
51
ppm. Seperti pada logam Hg di atas, untuk kerang hijau dengan perlakuan
penambahan bahan pengawet rhodamin B terlihat adanya kecenderungan
(tendensi) peningkatan kandungan logam Pb dari stasiun III hingga ke stasiun I
(Gambar 12).
Kandungan logam berat Pb pada kerang hijau dengan perlakuan
penambahan bahan pengawet metanil yellow konsentrasi 5 % berkisar antara 4,41
– 4,54 ppm dan untuk konsentrasi 10 % berkisar antara 4,63 – 4,77 ppm. Rata-rata
kandungan logam berat Pb pada stasiun I sebesar 1,745 ppm, stasiun II sebesar
1,65 ppm dan pada stasiun III sebesar 1,375 ppm. Seperti pada logam Hg di atas,
untuk kerang hijau dengan perlakuan penambahan bahan pengawet metanil yellow
terlihat adanya kecenderungan (tendensi) peningkatan kandungan logam Pb dari
stasiun III hingga ke stasiun I (Gambar 12).
Kandungan logam berat Pb pada kerang hijau dengan perlakuan
penambahan Na2CaEDTA konsentrasi 5 % berkisar antara 0,28 – 0,58 ppm dan
untuk konsentrasi 10 % berkisar antara 0 – 0,186 ppm. Rata-rata kandungan
logam berat Pb pada stasiun I sebesar 0,387 ppm, stasiun II sebesar 0,26 ppm dan
pada stasiun III sebesar 0,117 ppm. Ada kecenderungan penurunan kandungan
logam Hg dari stasiun I hingga ke stasiun III (Gambar 12).
c. Kandungan Logam Berat Cd Pasca Perlakuan
Kandungan logam berat Cd pada kerang hijau dengan perlakuan
penambahan bahan pengawet formalin konsentrasi 5 % berkisar antara 0,71 – 0,92
ppm dan untuk konsentrasi 10 % berkisar antara 0,81 – 1,04 ppm. Rata-rata
kandungan logam berat Cd pada stasiun I sebesar 0,95 ppm, stasiun II sebesar
0
d
f
C
Kpppp
k
k
b
0
p
0,85 ppm da
di atas, unt
formalin ter
Cd dari stasi
Gambar 1
Keteranganp0t0 = Kontrp1t1 = Konsep1t2 = Konsep1t3 = Konse
Gam
kerang hija
konsentrasi
berkisar ant
stasiun I seb
0,8 ppm. S
perlakuan
Form
Rhod
Meta
Na2C
Kada
r Logam
Cd (ppm
)
K
an pada stas
tuk kerang
lihat adanya
iun III hingg
13. Kandun
n : rol (0 %, 0 mentrasi 5 %, entrasi 5 %, entrasi 5 %,
mbar 13 me
au dengan
5 % berkis
tara 0,86 –
besar 1,0 ppm
eperti pada
penambaha
00.20.40.60.81
1.2
p0talin 0.6
amin B 0.7
nil Yellow 0.8
CaEDTA 0.6
Kandunga
siun III sebe
hijau deng
a kecenderun
ga ke stasiun
ngan Logam
menit) waktu 30 mwaktu 45 mwaktu 60 m
emperlihatka
perlakuan
sar antara 0,
1,06 ppm.
m, stasiun II
logam Hg
an bahan
t0 p1t1 p1t65 0.709 0.81
23 0.753 0.85
09 0.815 0.87
29 0.216 0.09
an Logam
sar 0,75 ppm
gan perlakua
ngan (tenden
n I (Gambar
m Berat Cd K
menit p2t1 = menit p2t2 = menit p2t3 =
an bahwa k
penambahan
,75 – 0,96 p
Rata-rata k
I sebesar 0,9
dan Pb di
pengawet
t2 p1t3 p2t113 0.922 0.80
54 0.955 0.85
72 0.879 0.94
96 0.053 0.01
Perlakuan
m Berat C
m. Seperti p
an penamba
nsi) peningk
13).
Kerang Hija
Konsentrasi Konsentrasi Konsentrasi
kandungan l
n bahan pe
ppm dan un
kandungan
9 ppm dan p
atas, untuk
rhodamin
1 p2t2 p2t36 0.926 1.04
5 0.949 1.056
4 0.962 1.073
3 0.001 0
Cd Pasca P
pada logam
ahan bahan
katan kandun
au Pasca Pe
10 %, wakt10 %, wakt10 %, wakt
logam berat
engawet rh
ntuk konsen
logam bera
pada stasiun
k kerang hij
B terliha
3
6
3
Perlakuan
Form
Rho
Met
Na2
52
Hg dan Pb
pengawet
ngan logam
erlakuan
tu 30 menit tu 45 menit tu 60 menit
t Cd pada
hodamin B
trasi 10 %
at Cd pada
III sebesar
jau dengan
at adanya
n
malin
damin B
tanil Yellow
CaEDTA
53
kecenderungan (tendensi) peningkatan kandungan logam Cd dari stasiun III
hingga ke stasiun I.
Kandungan logam berat Cd pada kerang hijau dengan perlakuan
penambahan bahan pengawet metanil yellow konsentrasi 5 % berkisar antara 0,82
– 0,88 ppm dan untuk konsentrasi 10 % berkisar antara 0,94 – 1,07 ppm. Rata-rata
kandungan logam berat Cd pada stasiun I sebesar 1,025 ppm, stasiun II sebesar
0,925 ppm dan pada stasiun III sebesar 0,825 ppm. Seperti pada logam Hg dan Pb
di atas, untuk kerang hijau dengan perlakuan penambahan bahan pengawet
metanil yellow terlihat adanya kecenderungan (tendensi) peningkatan kandungan
logam Cd dari stasiun III hingga ke stasiun I (Gambar 13).
Kandungan logam berat Cd pada kerang hijau dengan perlakuan
penambahan Na2CaEDTA konsentrasi 5 % berkisar antara 0,053 – 0,22 ppm dan
untuk konsentrasi 10 % berkisar antara 0 – 0,013 ppm. Rata-rata kandungan
logam berat Cd pada stasiun I sebesar 0,102 ppm, stasiun II sebesar 0,062 ppm
dan pada stasiun III sebesar 0,027 ppm. Ada kecenderungan penurunan
kandungan logam Hg dari stasiun I hingga ke stasiun III (Gambar 13).
Nilai kandungan logam berat (Hg, Pb dan Cd) yang ada pada kerang hijau
lebih tinggi dibandingkan dengan yang berada pada kolom air. Hal ini disebabkan
oleh kemampuan kerang hijau untuk mengakumulasi logam berat di dalam
tubuhnya. Sifat hidupnya yang sessil dan filter feeder, mengakibatkan kerang
hijau dapat menyerap logam berat di kolom air. Hal ini terlihat dari nilai faktor
konsentrasi yang telah disebutkan di atas, dalam hal ini kerang hijau mampu
menyerap logam berat di kolom air hingga ratusan kali dan bahkan untuk logam
54
berat Pb menunjukkan nilai hingga ribuan kali, yang artinya mempunyai tingkat
akumulatif yang tinggi terhadap logam tersebut.
Kecenderungan kerang hijau untuk menyimpan atau mengakumulasi
logam berat dapat berlangsung dalam jangka waktu yang lama yakni bisa
berlangsung selama hidupnya (Darmono, 1995). Hal ini juga dipengaruhi oleh
proses fisiologis dalam tubuh kerang hijau itu sendiri. Dalam proses metabolisme
tubuhnya akan mengolah atau mentransformasi setiap bahan racun (logam berat)
yang masuk, sehingga akan mempengaruhi daya racun atau toksisitas bahan
tersebut (logam berat). Logam berat yang telah mengalami biotransformasi dan
tidak dapat diekskresikan atau dikeluarkan oleh tubuh umumnya akan tersimpan
dalam organ-organ tertentu seperti hepatopankreas, ginjal dan gonad.
Faktor ukuran kerang hijau juga dapat mempengaruhi kandungan logam
berat di dalam tubuh organisme. Berdasarkan data yang didapat selama penelitian
ini terlihat adanya kecenderungan peningkatan kandungan logam berat dari
ukuran kecil (< 4 cm) sampai dengan ukuran besar (> 6 cm). Tingginya logam
berat dalam daging kerang hijau ini disebabkan bahwa kerang hijau merupakan
binatang lunak yang tidak bergerak atau mobilitasnya lamban, mempunyai
kemampuan untuk menyerap logam di lingkungan perairan tempat biota tersebut
hidup dan tidak dapat meregulasi logam tersebut. Semakin besar ukuran tubuhnya
(makin tua) maka kandungan logam berat dalam tubuh juga akan semakin
meningkat. Terjadinya peningkatan ini dikarenakan logam berat yang masuk ke
dalam tubuhnya akan terus diakumulasi. Pada ukuran kerang besar (> 6 cm) dan
sedang (4 – 6 cm), kandungan logam berat untuk Pb sedemikian tingginya dan
55
sudah melampaui batas yang diperbolehkan untuk dikonsumsi oleh manusia.
Menurut Suwirma (1981) bahwa standarisasi kandungan logam berat pada ikan
dan hasil perikanan lainnya, yaitu untuk logam berat Hg 0.5 mg/L, Pb 2.0 mg/L
dan Cd 1.0 mg/L.Dengan melihat standar tersebut, maka dapat dikatakan bahwa
untuk logam Hg pada semua ukuran kerang hijau masih di bawah ambang batas
yang diperbolehkan untuk dikonsumsi. Namun demikian, perlu diperhatikan
bahwa tingkat toksisitas logam Hg lebih bersifat toksik dari logam lainnya dan
bila terakumulasi dalam tubuh manusia dapat mengakibatkan keracunan akut
maupun kronis (Darmono, 1995).
4.5. Penurunan Kandungan Logam Berat Hg, Pb dan Cd pada Kerang Hijau (Perna viridis L.) dengan Perlakuan Na2CaEDTA
Pada perlakuan kombinasi n1t3, n2t2 dan n2t3 kadar logam Hg tidak
terdeteksi. Pada perlakuan kombinasi n1t3 dan n2t3 kadar logam Pb tidak
terdeteksi. Pada perlakuan kombinasi n1t3, n2t2 dan n2t3 kadar logam Cd tidak
terdeteksi.Hal ini disebabkan hasil yang diperoleh di bawah limit deteksi alat AAS
yaitu 0,000001 ppm untuk Hg; 0,001 ppm untuk Pb dan Cd. Penggunaan
Na2CaEDTA ini disebabkan oleh kemampuan Na2CaEDTA sebagai pengikat
logam berat sehingga membentuk ikatan kompleks dengan ion logam yang
terdapat dalam tubuh kerang hijau. Penggunaan Na2CaEDTA ini dinilai lebih
efektif bila dibandingkan dengan penggunaan garam EDTA yang lain, karena
garam EDTA yang digunakan umumnya berbentuk Na2CaEDTA terdapat dalam
produk makanan seperti mentega, saus, bumbu masak dan pengalengan kerang.
G
Knnnn
k
p
(
9
d
Gambar 14
Keterangann0t0 = Kontrn1t1 = Konsen1t2 = Konsen1t3 = Konse
Gam
selama 60 m
kadar Pb pa
perlakuan t
(Na2CaEDT
99,92 %, se
dapat menu
seluruh loga
sedangkan l
0102030405060708090100
H
P
C
Rata‐Rata Pe
nuruna
n (%
)
4. PersentasTubuh K
n : rol (0 %, 0 mentrasi 0.5 %entrasi 0.5 %entrasi 0.5 %
mbar 14 mem
menit) dapa
da perlakuan
tersebut seb
TA 1,0 % se
edangkan pa
runkan kada
am Hg pad
logam Pb da
00000000000
n0t0Hg 0.0053 9
Pb 1.2583 4
Cd 0.6291 6
PersentLog
se Rata-Raterang Hijau
menit) %, waktu 30 m%, waktu 45 m%, waktu 60 m
mperlihatkan
at menurunk
n tersebut se
banyak 77,0
elama 60 m
ada perlakua
ar Cd seban
da tubuh ker
an Cd didug
n1t1 n1t291.366 94.28
41.52 45.83
67.306 72.35
Kom
tase Ratagam Berat
ta Penurunau pada Setia
menit n2t1 =menit n2t2 =menit n2t3 =
n bahwa per
kan kadar H
ebanyak 49,3
01 %. Sem
menit) dapat
an n2t2 (Na2C
nyak 99,98
rang hijau m
ga membent
n1t36 99.98 9
3 49.3 6
3 77.013 8
mbinasi Perlak
a-Rata Pet Pada K
an Kadar Hap Kombina
= Konsentras= Konsentras= Konsentras
rlakuan n1t3
Hg sebanyak
3 % dan pen
mentara itu
t menurunka
CaEDTA 1,0
%. Hal ini
membentuk
tuk ikatan m
n2t1 n2t299.98 99.98
64.556 87.04
85.263 99.98
uan
enurunan Kerang Hij
Hg, Pb dan asi Perlakua
si 1 %, waktsi 1 %, waktsi 1 %, wakt
3 (Na2CaED
k 99,98 %,
nurunan kad
pada perla
an kadar Pb
0 % selama
diduga kare
ikatan met
metaloenzim
2 n2t38 99.98
6 99.926
8 99.98
Kadar Hijau
56
Cd dalam an
tu 30 menit tu 45 menit tu 60 menit
DTA 0,5 %
penurunan
ar Cd pada
akuan n2t3
b sebanyak
a 45 menit)
ena hampir
taloprotein,
. Darmono
Hg
Pb
Cd
57
(1995) menyatakan bahwa ikatan metaloprotein bersifat labil sehingga mudah
diputus, sementara ikatan metaloenzim bersifat stabil dan lama mengikat karena
berikatan kuat dengan gugus SH dan N yang terdapat dalam protein (enzim),
sehingga memerlukan proses relatif lama untuk memutus logam Pb dan Cd yang
terikat tersebut. Oleh karena itu untuk memutuskan ikatan antara logam Pb dan
enzim memerlukan waktu perendaman dengan Na2CaEDTA relatif lama yaitu 60
menit untuk melepaskan 99,92 % logam Pb yang terikat tersebut, sedangkan
untuk memutuskan ikatan antara logam Cd dan enzim memerlukan waktu
perendaman dengan Na2CaEDTA relatif lama yaitu 45 menit untuk melepaskan
99,98 % logam Cd yang terikat tersebut (Gambar 14).
Khusus untuk memutuskan logam Hg yang terikat dalam kompleks
metaloprotein yang bersifat labil, mudah diputuskan dengan setiap perlakuan
konsentrasi Na2CaEDTA (0,5 % dan 1,0 %) baik untuk lama perendaman 30
menit, 45 menit maupun 60 menit dengan tingkat rata-rata penurunan kadar Hg
berkisar antara 91,37 – 99,98 % (Gambar 14).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan Na2CaEDTA dengan
konsentrasi 0,5 % dalam menurunkan kadar Hg menghasilkan residu sebanyak
43,48 ppm, sedangkan Na2CaEDTA 1,0 % dalam menurunkan kadar Pb
menghasilkan residu sebanyak 239,13 ppm, dimana nilai tersebut masih di bawah
standar baku yang ditetapkan FAO sebesar 340 ppm (Lampiran 4).
Hasil analisis sidik ragam memperlihatkan bahwa tidak ada interaksi
antara faktor konsentrasi Na2CaEDTA dengan waktu perendaman baik terhadap
kandungan logam Hg, Pb maupun Cd. Masing-masing faktor tidak berpengaruh
58
nyata terhadap kandungan logam Hg, tetapi berpengaruh nyata terhadap
kandungan logam Pb dan Cd (Lampiran 15).
Hasil uji Duncan menunjukkan bahwa setiap perbedaan konsentrasi
Na2CaEDTA menghasilkan pengaruh yang berbeda nyata, dimana semakin tinggi
konsentrasi Na2CaEDTA yang digunakan, semakin banyak logam Pb yang
tereduksi. Hal yang serupa juga ditunjukkan pada setiap perlakuan waktu
perendaman yang memberikan pengaruh yang berbeda nyata, dimana semakin
lama waktu perendaman, semakin banyak logam Pb dan Cd yang tereduksi
(Lampiran 15).
4.6. Faktor Konsentrasi
Faktor konsentrasi adalah suatu ukuran nilai dari kemampuan biota atau
organisme air dalam mengambil bahan pencemar langsung dari lingkungan yang
ada disekitarnya, yaitu kolom air. Faktor konsentrasi logam berat pada kerang
hijau menunjukkan adanya kecenderungan biota air tersebut mengakumulasi
logam berat. Ada tiga kategori yang dikemukakan Van Esch (1977) untuk faktor
konsentrasi yaitu : (1) tingkat akumulasi rendah jika faktor konsentrasi kurang
dari 100, (2) tingkat akumulasi sedang jika faktor konsentrasi antara 100 hingga
1000 dan (3) tingkat akumulasi tinggi jika faktor konsentrasi lebih dari 1000.
Van Esch (1977 dalam Fitriati, 2004) mengatakan bahwa semakin mudah
logam diabsorbsi dan terakumulasi pada tubuh organisme air, semakin besar
indeks faktor konsentrasi dan logam berat tersebut dapat semakin bersifat racun.
Besar kecilnya indeks faktor konsentrasi dipengaruhi oleh beberapa hal, antara
l
l
b
n
b
k
n
d
n
lain : jenis-
lingkungan p
Gam
Gam
berat Hg ter
nilai 133,90
sedang (4 –
berat Hg. K
kecenderung
nilai kisaran
dari 100, ya
nilai faktor
Ukur
Ukur
Ukur
Faktor Kon
sentrasi
-jenis logam
perairan sep
mbar 15. Fak
mbar 15 mem
rtinggi pada
0 – 288,47. H
– 6 cm) mem
Kerang hija
gan tingkat a
n rata-rata 9
aitu 97,66. U
konsentrasin
0
50
100
150
200
250
300
ran Besar
ran Sedang
ran Kecil
Faktor K
m berat, jen
erti pH, tem
ktor Konsen
mperlihatkan
a kerang hija
Hal ini menu
mpunyai tin
au yang be
akumulatif y
7,66 – 210,
Untuk kerang
nya kurang
Titik I122.13
288.47
76.09
Stasiu
Konsentra
nis organism
mperatur dan
ntrasi Loga
bahwa rata-
au ukuran se
unjukkan ba
gkat akumu
erukuran be
yang sedang
01 walaupun
g hijau yang
dari 100, ya
Titik II210.01
201.14
64.68
un Pengamatan
asi LogamHijau
me, lama pe
salinitas.
am Hg pada
-rata faktor k
edang (4 –
ahwa kerang
ulatif yang s
esar (> 6 c
g terhadap lo
n pada stasi
berukuran k
aitu berkisar
Titik III97.66
133.9
73.11
n
m Hg pada
ernapasan d
Kerang Hij
konsentrasi p
6 cm), deng
g hijau yang
sedang terha
cm) juga m
ogam berat H
iun III nilain
kecil (< 4 cm
r antara 64,6
a Kerang
Ukura
Ukura
Ukura
59
an kondisi
jau
pada logam
gan kisaran
g berukuran
adap logam
mempunyai
Hg dengan
nya kurang
m) rata-rata
68 – 76,09.
an Besar
an Sedang
an Kecil
H
m
u
2
b
P
k
y
r
k
p
Hal ini me
mempunyai
Gam
Gam
ukuran besa
2003,22 – 8
besar (> 6 c
Pb. Pada ke
1000, yaitu
kerang hijau
yang tinggi
rata-rata nila
kecenderung
pada stasiun
Uku
Uku
Uku
Faktor Kon
sentrasi
enunjukkan
tingkat akum
mbar 16. Fak
mbar 16 mem
ar (> 6 cm)
8396,23. Ha
cm) mempun
erang hijau b
berkisar an
u yang beru
terhadap log
ai faktor kon
gan tingkat a
n II nilainya k
0100020003000400050006000700080009000
ran Besar
ran Sedang
ran Kecil
Faktor K
bahwa ker
mulatif yang
ktor Konsen
mperlihatkan
), rata-rata n
al ini menun
nyai tingkat
berukuran s
ntara 1483,
ukuran sedan
gam berat Pb
nsentrasi ber
akumulatif y
kurang dari
Titik I8396.23
6404.36
2396.76
Stasiu
Konsentra
ang hijau y
g rendah terh
ntrasi Loga
n bahwa fak
nilainya mel
njukkan bah
t akumulasi
sedang (4 –
17 – 6404,
ng (4 – 6 cm
b. Pada kera
rkisar antara
yang tinggi t
1000, yaitu
Titik II6920.03
6089.77
2124.41
un Pengamatan
asi LogamHijau
yang beruku
hadap logam
am Pb pada
ktor konsentr
lebihi 1000,
hwa kerang
yang tinggi
6 cm) rata-
36. Hal ini
m) mempun
ang hijau ber
570,96 – 23
erhadap loga
570,96.
Titik III2003.22
1483.17
570.96
n
m Pb pada
kuran kecil
m berat Hg.
Kerang Hij
rasi pada ke
, yaitu berk
hijau yang
i terhadap lo
-rata nilainy
i menunjukk
nyai tingkat
rukuran keci
396,76 dan m
am berat Pb
a Kerang
Ukuran
Ukuran
Ukuran
60
(< 4 cm)
jau
erang hijau
kisar antara
berukuran
ogam berat
ya melebihi
kan bahwa
akumulatif
il (> 4 cm),
mempunyai
, meskipun
n Besar
n Sedang
n Kecil
c
I
n
m
t
a
(
l
7
t
Gam
Gam
cenderung m
III. Faktor
nilainya kur
menunjukka
tingkat akum
sedang (4 –
antara 741,5
(4 – 6 cm)
logam berat
741,59. Pad
tingkat akum
Uk
Uk
Uk
Faktor Kon
sentrasi
mbar 17. Fak
mbar 17 mem
menurun nila
konsentrasi
rang dari 1
an bahwa ke
mulatif yang
– 6 cm) jug
59 – 3202,18
mempunyai
t Cd, mesk
a kerang hij
mulatif yang
0500
10001500200025003000350040004500
kuran Besar
kuran Sedang
kuran Kecil
Faktor K
ktor Konsen
mperlihatkan
ainya dari sta
pada keran
100, yaitu b
erang hijau
tinggi terha
ga rata-rata n
8. Hal ini me
i kecenderun
kipun pada
au ukuran k
g tinggi terh
Titik I4198.12
3202.18
1198.38
Stasiu
Konsentra
ntrasi Loga
n bahwa fa
asiun pengam
ng hijau ber
berkisar ant
yang beruk
adap logam b
nilai faktorn
enunjukkan b
ngan tingkat
stasiun III
kecil (< 4 cm
adap logam
Titik II3460.02 1
3044.89
1062.21
un Pengamatan
asi LogamHijau
am Cd pada
aktor konsen
matan I hing
rukuran besa
tara 1001,61
kuran besar
berat Cd. Pad
nya melebih
bahwa keran
t akumulatif
nilainya ku
m) juga mem
berat Cd. A
Titik III1001.61
741.59
285.48
n
m Cd pada
Kerang Hij
ntrasi logam
gga stasiun p
ar (> 6 cm
1 – 4198,1
(> 6 cm) m
da kerang hi
hi 1000, yait
ng hijau uku
f yang tingg
urang dari 1
mpunyai kece
Adapun rata-
a Kerang
Ukuran
Ukuran
Ukuran
61
jau
m berat Cd
pengamatan
m), rata-rata
2. Hal ini
mempunyai
ijau ukuran
tu berkisar
uran sedang
gi terhadap
1000, yaitu
enderungan
-rata faktor
Besar
Sedang
Kecil
62
konsentrasinya berkisar antara 285,48 – 1198,38 walaupun pada stasiun III
nilainya kurang dari 1000, yaitu 285,48.
4.7. Analisis Hubungan Parameter Fisika-Kimia dengan Kandungan Logam Berat pada Kerang Hijau (Perna viridis L.)
Menurut Darmono (2001), faktor-faktor lingkungan ikut mempengaruhi
konsentrasi kandungan logam berat dalam tubuh kerang hijau. Konsentrasi
kandungan logam berat pada tubuh kerang hijau tergantung pada konsentrasi
kandungan logam berat pada kolom air, konsentrasi garam, suhu, pH air dan
kekeruhan (turbidity).
Tabel 3. Hasil Analisis Principal Component Analysis (PCA) untuk Logam Hg terhadap Semua Ukuran Tubuh Kerang Hijau
Logam Hg F1 F2 Korelasi
Positif Korelasi Negatif
Kerang Besar
Suhu, kekeruhan, Hg di air, Hg di kerang
Salinitas, pH
Kekeruhan, Hg di air Suhu
Kerang Sedang
Suhu, kekeruhan, Hg di air, Hg di kerang
Salinitas, pH pH Salinitas
Kerang Kecil
Suhu, kekeruhan, Hg di air, Hg di kerang
Salinitas, pH Suhu Kekeruhan,
Hg di air
Tabel 4. Hasil Analisis Principal Component Analysis (PCA) untuk Logam Pb terhadap Semua Ukuran Tubuh Kerang Hijau
Logam Pb F1 F2 Korelasi
Positif Korelasi Negatif
Kerang Besar
Suhu, kekeruhan, Pb di air, Pb di kerang Salinitas, pH pH, Pb di air,
kekeruhan Suhu
Kerang Sedang
Salinitas, Pb di kerang
Suhu, kekeruhan,
Pb di air, pH Salinitas pH
Kerang Kecil
Suhu, kekeruhan, Pb di air, Pb di kerang Salinitas, pH Kekeruhan,
Pb di air, pH Suhu
63
Tabel 5. Hasil Analisis Principal Component Analysis (PCA) untuk Logam Cd terhadap Semua Ukuran Tubuh Kerang Hijau
Logam Cd F1 F2 Korelasi
Positif Korelasi Negatif
Kerang Besar
Salinitas, pH, Cd di air, Cd di kerang
Suhu, kekeruhan
Suhu, Cd di air pH
Kerang Sedang
pH, Cd di air, Cd di kerang
Suhu, salinitas,
kekeruhan
Kekeruhan, pH Suhu
Kerang Kecil
pH, Cd di air, Cd di kerang
Suhu, salinitas,
kekeruhan pH Cd di air
Hasil dari analisis PCA menunjukkan adanya perbedaan peranan
parameter kualitas air yang diukur dengan kandungan logam berat dalam tubuh
kerang hijau. Hal ini dapat dilhat dari nilai keeratan antara parameter kualitas air
dengan kandungan logam berat dalam tubuh kerang hijau. Masing-masing
parameter kualitas yang terukur memberikan peranan yang berbeda-beda terhadap
jenis logam Hg, Pb dan Cd yang terkandung dalam tubuh kerang hijau. Hal ini
diduga karena tiap jenis logam tersebut akan mempunyai karakteristik yang
berbeda satu sama lainnya, sehingga logam-logam tersebut akan memberikan
reaksi yang berbeda terhadap peranan kualitas air tersebut, dan tentunya akan
mempengaruhi kandungan logam berat di dalam tubuh kerang hijau.
Darmono (2001) menyatakan bahwa pada jenis kepiting (Paragrapus
gaimardi) yang hidup di muara sungai, menunjukkan dengan semakin tinggi suhu
air maka daya toksisitas logam semakin meningkat, sebaliknya semakin rendah
suhu air maka daya toksisitas logam juga menurun. Di samping itu, pada kadar
garam yang semakin tinggi, daya toksisitas logam semakin menurun. Pada kolom
perairan yang mempunyai derajat keasaman (pH) mendekati normal (7 – 8)
64
kelarutan dari bentuk persenyawaan logam ini cenderung stabil (Palar, 1994).
Akumulasi logam berat dalam tubuh kerang hijau juga dipengaruhi oleh hadirnya
logam lain ysng terlarut dalam air (Darmono, 2001). Seperti penelitian Darmono
(2001) bahwa udang laut (Callianasa australiensis) yang dipelihara dalam air
yang mengandung kadmium dan seng, ternyata kedua logam terus meningkat.
Palar (1994) menambahkan bahwa keberadaan logam-logam lain dalam
kolom perairan dapat menyebabkan logam-logam tertentu menjadi sinergis atau
sebaliknya menjadi antagonis bila telah membentuk suatu ikatan. Di samping itu,
interaksi antara logam-logam tersebut bisa juga gagal atau tidak terjadi sama
sekali. Logam-logam berat yang bersifat sinergis, apabila bertemu dengan
pasangannya dan membentuk suatu persenyawaan dapat berubah fungsi menjadi
racun yang sangat berbahaya atau mempunyai daya racun yang berlipat ganda.
Sebaliknya, untuk logam-logam yang bersifat antagonis, apabila terjadi
persenyawaan dengan pasangannya maka daya racun yang ada pada logam
tersebut akan berkurang atau semakin kecil. Ukuran tubuh kerang hijau juga
memperlihatkan adanya perbedaan peranan kualitas air terhadap kandungan
logam berat dalam tubuh kerang hijau. Kondisi biota berkaitan dengan fase-fase
kehidupan yang dilalui oleh organisme air dalam hidupnya. Pada fase-fase
tertentu, dalam kehidupan suatu biota atau organisme merupakan fase yang
sensitif. Sebagai contohnya adalah fase telur. Namun demikian, ada pula fase
dimana biota memiliki daya tahan yang kuat dan biasanya pada fase dewasa
(Palar, 1994).
65
Nilai korelasi yang positif menunjukkan peranan parameter kualitas air
yang signifikan terhadap kandungan logam berat dalam tubuh kerang hijau.
Sebaliknya nilai korelasi yang negatif menunjukkan peranan yang berlawanan
atau menurunkan terhadap kandungan logam berat dalam tubuh kerang hijau.
Sebagai contohnya adalah, matriks korelasi antara variabel kekeruhan dengan
kandungan logam kerang hijau memiliki kecenderungan peranan yang positif.
Artinya setiap kenaikan nilai kekeruhan di perairan akan meningkatkan
kandungan logam berat di dalam tubuh kerang hijau. Hal ini menunjukkan bahwa
logam berat merupakan salah satu bagian dari komposisi kekeruhan.
Kandungan logam berat pada kerang hijau yang hidup di dekat pantai
dengan di tengah laut berbeda. Kerang yang hidup di tengah laut, kandungan
logam beratnya relatif sedikit, namun hal itu tidak menjamin kerang hijau bebas
dari kontaminasi logam tersebut. Sebab, perilaku "filter feeder" pada kerang hijau
menjadikan ia melahap semua organisme yang ada. Kelebihan perilaku ini, air di
sekitar lokasi habitat kerang akan bebas dari pencemaran. Terlebih bahwa setiap
individu kerang bisa menyerap air sebanyak 300 liter per hari. Akan tetapi jika
kerang itu dikonsumsi manusia, akan berdampak buruk bagi kesehatan. Untuk
menghilangkan racun pada tubuhnya, nelayan biasanya mencuci kerang di air
mengalir selama 24 jam, namun usaha tersebut dinilai tidak efektif.
66
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dapat
disimpulkan bahwa penambahan bahan pengawet (formalin, rhodamin B, metanil
yellow dan Na2CaEDTA) dengan konsentrasi dan waktu perendaman yang
berbeda berpengaruh sangat nyata (p < 0,05) terhadap kandungan logam berat
(Hg, Pb dan Cd) dalam kerang hijau. Pengaplikasian jenis bahan pengawet dengan
konsentrasi dan waktu perendaman disarankan secara terpisah atau bersama-sama.
5.2. Saran
Sebaiknya konsumsi kerang hijau yang berasal dari perairan Muara Kamal
Teluk Jakarta disarankan tidak melebihi dari 556,306 g per 70 kg berat badan per
minggu atau 79,472 g per 70 kg berat badan per hari. Dalam upaya menekan
seminimal mungkin kadar logam berat pada tubuh kerang hijau dianjurkan
perendaman dengan Na2CaEDTA 1,0 % selama 60 menit untuk logam Hg, Cd dan
Pb. Sebaiknya dibuat peraturan yang menentukan bagian laut mana saja yang
boleh dieksploitasi produknya, sehingga tidak meracuni masyarakat.
67
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Edisi 1. Penerbit ANDI, Yogyakarta. Akbar, H.S. 2002. Pendugaan tingkat akumulasi logam berat Cd, Pb, Cu, Zn dan
Ni pada kerang hijau (Perna viridis L.) ukuran > 5 cm di perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta. Skripsi: Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Allaerts, G. dan S.S. Santika. 1987. Metode Penelitian Air. Penerbit Usaha
Nasional, Surabaya. Alloway, B.J. dan D.C. Ayres. 1993. Chemical Principles of Environmental
Pollution. Chapman & Hall, London. APHA. 1998. Standard methods for the examination of water and wastewater.
Edisi-20. Nomor 4500-NH3 F. Methode Phenate. Bengen, D.G. 1998. Sinopsis analisis statistik multivariabel (multidimensi). Tesis
: Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Boehm, P.D. 1987. Transport and transformation process regarding hydrocarbon
and metal pollution in offshore sedimenary environment. In : Boesch, D.F. and N.N. Rabalai (editors). Long Term Effect of Shore Oil and Gas Development. Elsivier Applied Science. London.
Bryan, G.W. 1976. Heavy metal contamination in the sea. In : Johnston, R.
(editor). Effects of Pollutants on Aquatic Organisms. Cambridge University Press. Cambridge.
Clark, R.B. 1986. Marine Pollution. Clarendon Press-Oxford. New York. Connell, D.W. dan G.J. Miller. 1995. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. UI
Press, Jakarta. Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut : Aset Pembangunan
Berkelanjutan Indonesia. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta.
Darmono. 1995. Logam Dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI Press, Jakarta.
68
Darmono. 2001. Lingkungan Hidup dan Pencemaran : Hubungan dengan Toksikologi Senyawa Logam. UI Press, Jakarta.
Departemen Pertanian. 1985. Buku Petunjuk Budidaya Kerang Hijau (Perna
viridis L.) Seri Ke-4. Mariculture Research and Development Project (ATA-192). Kerjasama antara Departemen Pertanian dan Japan International Coorporation Agency (JICA).
Dewi, K.S.P. 1996. Tingkat pencemaran logam berat (Hg, Pb dan Cd) di dalam
sayuran, air minum dan rambut di Denpasar, Gianyar dan Tabanan. Tesis : Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Direktorat Jenderal Perikanan. 1985. Petunjuk Teknis Budidaya Kerang Hijau.
INFIS manual seri No.6. Jakarta. Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air : Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Elliott, M. dan K.L. Hemingway. 2002. Fishes In Estuaries. Blackwell Science,
United Kingdom. EPA. 1973. Water Quality Criteria. Environmental Protection Agency. Ecology
Research Series, Washington. Fachrul, M.F. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Penerbit Bumi Aksara, Jakarta. Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. Fatoki, O.S. dan S. Mathabatha. 2001. An assessment of heavy metal pollution in
the east London and Port Elizabeth harbours. In Water SA 27(2):233240. http://www.wrc.org.za. Diakses tanggal 15 November 2008, pk. 13.00 WIB.
Fergusson, J.E. 1991. The Heavy Elements Chemistry Environmental Impact and
Health Effects. Pergamon Press. Fitriati, M. 2004. Bioakumulasi logam raksa (Hg), timbal (Pb) dan kadmium (Cd)
pada kerang hijau (Perna viridis) yang dibudidayakan di perairan pesisir Kamal dan Cilincing Jakarta. Tesis : Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Forstner, U. dan G.T.W. Wittman. 1983. Metal Pollution In The Aquatic
Environment. Springer Verlag, Berlin. Friedman, G.M. dan J.E. Sanders. 1978. Principles of Sedimenology. John Wiley
and Sons, New York.
69
Furia, T. 1972. Food Additives. Volume I. CRC Press, Inc., New York. 998 hlm. Gaspersz, V. 1995. Teknik analisis dalam penelitian percobaan. Tarsito,
Bandung. 622 hlm. GESAMP. 1985. Review of Potentially Harmful Substances : Cadmium, Lead and
Tin. IMO/FAO/UNESCO/WMO/IAEA/UNEP/UN Join Group of Experts. Hamidah. 1980. Pengaruh Logam Berat Terhadap Lingkungan. Pewarta Oceana:
Jakarta.http://www.dnr.state.sc.us/marine/sertc/images/photo/%20galleryperna%20viridis2.jpg. Diakses Tanggal 5 September 2008, pk. 14.00 WIB.
Harahap, S. 1991. Tingkat pencemaran air kali Cakung ditinjau dari sifat kimia-
fisika khususnya logam berat dan keanekaragaman jenis hewan benthos makro. Tesis : Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hartanti. 1998. Analisis kandungan logam berat merkuri (Hg), kadmium (Cd),
timbal (Pb), arsen (As), dan tembaga (Cu) dalam tubuh kerang konsumsi serta upaya penurunannya. Skripsi : Fakultas Perikanan dan Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor. 68 hlm.
Hendrawati. 2006. Penuntun Praktikum Kimia Lingkungan. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Press, Jakarta. Hutabarat, S. dan S. Evans. 1985. Pengantar Oseanografi. UI Press, Jakarta. Hutagalung, H.P. 1984. Logam Berat Dalam Lingkungan Laut. Pewarta Oseana
IX No.1 Tahun 1984 LON-LIPI, Jakarta. ______________ 1989. Mercury and Cadmium Content In Green Mussels,
Mytilus viridis L. from Onrust Waters, Jakarta Bay. Environ. Contam. Toxicol.
______________ 1991. Pencemaran Laut Oleh Logam Berat dalam Status
Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik Pemantauannya. P3O LIPI, Jakarta.
______________, D. Setiapermana & S. Hadi Riyono. 1997. Metode Analisis Air
Laut, Sedimen dan Biota Buku 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta.
Ilahude, A.G. dan S. Liasaputra. 1980. Sebaran Normal Parameter Hidrologi di
Teluk Jakarta dalam Teluk Jakarta. Pengkajian Fisika, Kimia, Biologi dan Geologi Tahun 1975 – 1979.
70
Inswiasri, A., Tugiwati, dan A. Lubis. 1997. Kadar logam Cu, Pb, Cd, dan Cr dalam ikan segar dan kerang dari Teluk Jakarta tahun 1995/1996. Buletin Penelitian Kesehatan, 25 (1) : 19 – 26.
Ismail, W., Pratiwi, E. & Wedjatmiko. 1999. Perikanan Kerang Hijau di Perairan
Muara Kamal, Jakarta. Warta Penelitian Perikanan Indonesia : 6 – 9. Jakarta.
Kantor Pengkajian Perkotaan dan Lingkungan Hidup. 1997. Laporan Tahunan
Prokasih. PEMDA DKI Jakarta. Kementerian Negara Lingkungan Hidup RI. 2004. Surat Keputusan Menteri
Negara Lingkungan Hidup RI Nomor 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut. Jakarta. http://www.menlh.go.id. Diakses Tanggal 15 Juli 2008, pk. 20.00 WIB.
Kastoro, W. 1988. Beberapa Aspek Biologi Kerang Hijau (Perna viridis L.) dari
Perairan Binaria, Ancol Teluk Jakarta. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No.45. Balai Penelitian Perikanan Laut. Balai Penelitian dan Perkembangan Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta.
Kompas. 2004. Pencemaran Teluk Jakarta Lampaui Ambang Batas.
http://www.kompas.com Tanggal 5 September 2008, pk. 14.30 WIB. Laws, E.A. 1981. Aquatic Pollution : An Introductory Text. Second edition.
Willey and Sons, Inc., New York. 641 hlm. Laws, E.A. 1993. Aquatic Pollution. John Willey & Sons, Inc., New York. Legandre, L. dan P. Legandre. 1983. Numerical Ecology. Elsevier Scientific
Publishing Company, New York. Linnaeus. 1758. Asian Green Mussel (Perna viridis). National Introduced Marine
Pest Information System (NIMPIS), Last Updated : 13 Maret 2002. Lindquist, O.A., K.J. Jarnelov dan J. Rhode. 1980. Mercury In Swedish
Environment. Global and Local Source. Report of The Workshop Held at Lerum, Sweden, November 1983, S.N.R.P.M. 1816. National Swedish Environment Protection Guard, Solna, Sweden. (Cited In Linberg 1987).
Lu, F.C. 1995. Toksikologi Dasar : Azas, Organ Sasaran, dan Penilaian Nilai.
Edisi 2. Terj. dari Basic Toxicology : Fundamentals, Target Organ and Risk Assesment oleh Edi Nugroho. UI Press, Jakarta.
Manahan, S.E. 1994. Environmental Chemistry. Second Ed. Williard Press,
Boston.
71
Mance, G. 1987. Pollutan Threat of Heavy Metals In Aquatic Environmentals. Elsivier Applied Science, New York.
Mason, C.F. 1981. Biology of Freshwater Pollutan. Longman Singapore Publisher
Ltd., Singapore. 121 p. Mc.Cormick dan Thiruvathukal. 1976. Elements of Oceanography. WB. Sounders
Company, Philadelphia. Menteri Kepedudukan & Lingkungan Hidup. 1988. Keputusan Menteri
Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor:02/MENKLH/1988, tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan Sekretariat MENKLH, Jakarta.
Menteri Lingkungan Hidup. 2004. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor:51/MENLH/2004 Tahun 2004, tentang Penetapan Baku Mutu Air Laut dalam Himpunan Peraturan di Bidang Lingkungan Hidup, Jakarta.
Miettinen, J.K. 1977. Inorganic Trace Element as Water Pollution to Health Man
and Aquatic Biota dalam F. Coulation and E. Mrak, Ed. Water Quality Process of an Int. Forum. Academic Press, New York : 133 – 136.
Moore, J.W. 1991. In Organic Contaminants of Surface Water. Springer Verlag,
New York. 334 p. Mulyaningsih, T.R. 1998. Penentuan tingkat pencemaran logam berat Pb, Cd dan
Hg pada hasil laut dan konsumennya. Tesis : Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. 195 hlm.
Nanty, I.H. 1999. Kandungan logam berat dalam badan air dan sedimen di muara
Way Kambas dan Way Sekampung, Lampung. Skripsi : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Nemerow, N.L. 1985. Stream, Lake, Estuary, and Ocean Pollution. Van Nostrand
Reinhold, New York. Nimpis. 2002. Asian Green Mussel (Perna viridis). National Introduced Marine
Pest Information System (NIMPIS). Last Updated : 13 Maret 2002. Nontji, A. 1984. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan, Jakarta. Noviana. 1994. Pengaruh konsentrasi logam berat merkuri (Hg) terhadap
beberapa aktivitas biologi kerang darah (Anadara granosa Linn.). Skripsi : Fakultas Pertanian, Universitas Padjajaran, Jatinangor. 60 hlm.
72
Novotny, V. dan H. Olem. 1994. Water Quality, Prevention, Identification, and Management of Diffuse Pollution. Van Nostrans Reinhold, New York 1054 p.
Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Terj. dari
Marine Biology : An Ecological Approach oleh Muhammad Eidman. Penerbit PT Gramedia, Jakarta.
Odum, E.P. 1971. Dasar-Dasar Ekologi. Terj. dari Fundamentals of Ecology oleh
Tjahjono Samingan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Penerbit Rineka
Cipta, Jakarta. Paasivarta, J. 1991. Chemical Ecotoxicology. Lewis Publisher, Florida. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.82 Tahun 2001. Tentang
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Perairan. Pescod, M.B. 1975. Investigation of Rational Effluent and Stream for Tropical
Countries. AIT, Bangkok. 59 p. Porsepwandi, W. 1998. Pengaruh pH larutan perendaman terhadap penurunan
kandungan Hg dan mutu kerang hijau (Mytilus viridis L.). Skripsi : Fakultas Perikanan dan Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor. 42 hlm.
Prartono, T. 1985. Kandungan logam berat timbal (Pb), tembaga (Cu) dan seng
(Zn) dalam tubuh kerang hijau (Mytilus viridis L.) yang dibudidayakan di perairan Ancol, Teluk Jakarta. Skripsi : Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pratisto, A. 2004. Cara Mudah Mengatasi Masalah Statistik dan Rancangan
Percobaan dengan SPSS 12. PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta.
Putri, L.S.E. 2007. Statistika Untuk Jurusan Biologi. Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah, Jakarta. Quano. 1993. Training Manual On Assesment of The Quality and Type of Land
Based Pollution Discharges Into The Marine and Coastal Environment. UNEP, Bangkok.
Rachmansyah, P.R., Dalfiah, Pongmasak dan T. Ahmad. 1998. Uji Toksisitas
Logam Berat Terhadap Benur Udang Windu dan Nener Bandeng. Jurnal Perikanan Indonesia.
73
Razak, H. 1980. Pengaruh Logam Berat Terhadap Lingkungan. Pewarta Oseana II LON-LIPI, Jakarta.
Reilly, C. 1991. Metal Contamination Food. Second Edition. Elsivier Science
Publisher Ltd., London. Roberts, D. 1976. Mussel and Pollution. In: B.L. Bayne (editor). Marne Mussel:
Their Ecology and Physiology. Cambridge University Press. Cambridge. Rohilan, I. 1992. Keadaan sifat fisika dan kimia perairan di pantai zona industri
Krakatau Steel Cilegon. Skripsi : Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Romimohtarto. 1991. Zat Pencemaran dalam Lingkungan Laut dalam Status
Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik Pemantauannya. P3O-LIPI, Jakarta.
Saeni, M.S. 1989. Kimia Lingkungan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Dirjen Perguruan Tinggi PAU Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor, Bogor. Setyobudiandi, I. 2000. Sumberdaya hayati moluska kerang mytilidae. Skripsi :
Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perikanan Program Studi Manajemen Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Soegiharto, A. 1976. Sumber-Sumber Pencemaran. Seminar Pencemaran Laut.
LON – LIPI ISOI, Jakarta. Soemirat, J. 2003. Toksikologi Lingkungan. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta. Sukiyanti, E. 1987. Kadar merkuri kerang darah dari Teluk Jakarta dan
hubungannya dengan kadar merkuri kerang darah dari tempat pelelangan ikan Muara Angke. Tesis : Program Pascasarjana Universitas Indonesia, Jakarta. 62 hlm.
Sunu, P. 2000. Melindungi Lingkungan Dengan Menerapkan ISO 14001. Penerbit
PT. Grasindo, Jakarta. Suryadiputra, I.N.N. 1995. Pengolahan Air Limbah dengan Metode Biologi.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Suryanto, D. 2002. Pendugaan laju akumulasi Pb, Cd, Cu, Zn dan Ni pada kerang
hijau (Perna viridis L.) ukuran > 4,7 cm di perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta. Skripsi : Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
74
Sutjahjo, S.H., E. Riani dan I. Mulyawan. 2004. Penanganan Limbah B3 dengan Sistem Biofilter Kerang Hijau di Teluk Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Kerjasama dengan Institut Pertanian Bogor.
Suwirma, S., S. Surtipanti dan S. Yatim. 1981. Studi Kandungan Logam Berat
Hg, Pb, Cd dan Cr dalam Beberapa Jenis Hasil Laut Segar. Majalah Batan, Jakarta.
Syahminan. 1996. Studi analisis dan distribusi pencemaran logam berat di
perairan estuari Siak, Pekanbaru, Riau. Skripsi : Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Tresnasari, S.W. 2001. Kandungan logam berat Pb dan Cd pada kerang hijau
(Perna viridis L.), air dan sedimen di perairan Kamal Muara, Teluk Jakarta. Skripsi : Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Vakily, J.M. 1989. The Biological and Culture of Mussels of The Genus Perna.
ICLARM Studies and Review No.17, Manila. Waldichuck, M. 1974. Some Biological Concern In Heavy Metals Pollution. In:
Venberg, F.J. and W.B. Venberg (editors). Pollution and Physiology of Marine Organism. Academic Press Inc., NewYork.
Waldichuck, M. 1974. Specimen Shells. http://www.specimenshells.net/3721.htm.
Diakses Tanggal 24 Juli 2008, pk. 10.00 WIB. Wardhana, W.A. 2004. Dampak Pencemaran Lingkungan. Penerbit ANDI,
Yogyakarta. WHO. 1976. Guidelines for Heavy Metals Contents, Health Criteria and Other
Supporting Information. WHO, New York. _____. 1984. Guidelines for Drinking Water Quality, Health Criteria and Other
Supporting Information. WHO, New York. Wijayanti, F. 2005. Modul Praktikum Ekologi Dasar. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, Jakarta.
75
LAMPIRAN
Lampiran 1. Parameter Lingkungan Muara Kamal Februari – April 2009
Parameter Lingkungan Bulan Satuan Stasiun
I II III
Kekeruhan
Februari
FTU
3.83 1.37 0.77 Maret 4.57 4.00 1.69 April 4.47 3.13 2.61
Rata-rata 4.29 2.83 1.69
Suhu
Februari
°C
26.0 27.2 27.2 Maret 31.0 29.0 28.0 April 30.0 29.0 28.0
Rata-rata 29.0 28.4 27.7
Salinitas
Februari
‰
31.0 30.8 31.3 Maret 33.5 33.7 33.4 April 32.4 32.5 32.2
Rata-rata 32.3 32.3 32.3
pH
Februari
7.29 7.40 7.61 Maret 7.02 7.15 7.09 April 6.40 6.48 6.40
Rata-rata 6.90 7.01 7.03
76
Lampiran 2. Kandungan Logam di Perairan Muara Kamal Februari – April 2009
Parameter Ulangan (Bulan) Satuan
Stasiun Baku Mutu*) I II III
Merkuri (Hg)
Februari
mg/L
0.00015 0.00006 0.00001 0.001 mg/L
Maret 0.00021 0.00007 0.00007 April 0.0003 0.0001 0.00009
Rata-rata 0.0002 0.0001 0.0001
Timbal (Pb)
Februari
mg/L
0.003 0.001 0.001 0.008 mg/L
Maret 0.004 0.002 0.001 April 0.005 0.003 0.002
Rata-rata 0.004 0.002 0.0013
Kadmium (Cd)
Februari
mg/L
0.00001 0.00001 0.00001
0.001 mg/L
Maret 0.00002 0.00001 0.00001
April 0.00003 0.00001 0.00001 Rata-rata 0.00002 0.00001 0.00001
Lampiran 3. Kandungan Awal Logam Hg, Pb dan Cd pada Kerang Hijau
Ulangan Kandungan Logam Berat
Hg (ppm) Pb (ppm) Cd (ppm) 1 0.001665* 1.485 0.7425 2 0.002462** 1.370 0.685 3 0.011979*** 0.920 0.46
Rata-Rata 0.005 1.258 0.6292 Baku Mutu 0.5 2.0 1.0
Keterangan : • Limit deteksi alat untuk kadar Hg 0,000001 ppm dan Pb 0,001 ppm * Panjang kerang : 7 – 9 cm ** Panjang kerang : 6 – 7 cm *** Panjang kerang : 4,5 – 6 cm
77
Lampiran 4. Rata-Rata Kadar Hg (ppm) pada Konsentrasi Na2CaEDTA yang Berbeda
Titik
Kadar Logam Hg (ppm)
Kontrol 0
Konsentrasi 0.5 % Konsentrasi 1 % 30
menit 45
menit 60
menit 30 menit 45 menit
60 menit
I 0.01198 0.001 0.0008 0 0.0008 0 0
II 0.00246 0.0009 0.0007 0 0.0006 0 0
III 0.00167 0.0008 0.0005 0 0.0005 0 0
Rata2 0.00537 0.0009 0.00067 0 0.000633 0 0
Lampiran 5. Rata-Rata Kadar Pb (ppm) pada Konsentrasi Na2CaEDTA yang Berbeda
Titik
Kadar Logam Pb (ppm) Kontrol
0
Konsentrasi 0.5 % Konsentrasi 1 % 30
menit 45
menit 60
menit 30
menit 45 menit 60 menit
I 1 0.73 0.55 0.02 0.66 0.36 0
II 1 0.6 0.2 0.01 0.55 0.2 0
III 0.92 0.4 0.1 0 0.2 0 0
Rata2 1.25833 0.57667 0.28333 0.01 0.47 0.186667 0
Lampiran 6. Rata-Rata Kadar Cd (ppm) pada Konsentrasi Na2CaEDTA yang Berbeda
Titik
Kadar Logam Cd (ppm)
Kontrol 0
Konsentrasi 0.5 % Konsentrasi 1 % 30
menit 45
menit 60
menit 30 menit 45 menit
60 menit
I 0.7425 0.35 0.1 0 0.15 0 0
II 0.685 0.2 0.05 0 0.09 0 0
III 0.46 0.1 0.01 0 0.05 0 0
Rata2 0.62917 0.2167 0.05333 0 0.096667 0 0
78
Lampiran 7. Lokasi Titik Pengambilan Sampel Air & Kerang Hijau
Titik Sampling I Titik Sampling II
Titik Sampling III Bentuk Penampang Kerang Hijau
79
Lampiran 8. Sampel Air Laut Murni & Air Laut + HNO3 Pekat
Sampel Air Laut Murni Sampel Air Laut
tanpa Penambahan HNO3 Pekat dengan Penambahan HNO3 Pekat
Titik I Titik II Titik III
Sampel Air Laut dengan Penambahan HNO3 Pekat
80
Lampiran 9. Sampel Basah & Kering Kerang Hijau dengan Perlakuan
Sampel Basah Kerang Hijau dengan Perlakuan Formalin
Perlakuan Rhodamin B Perlakuan Metanil yellow Sampel Basah Kerang Hijau
Perlakuan Rhodamin B Perlakuan Metanil yellow Sampel Kering Kerang Hijau
81
Lampiran 10. Siklus Proses Budidaya Kerang Hijau
Siklus Proses Budidaya Kerang Hijau
82
Lampiran 11. Peralatan yang Digunakan Kegiatan Sampling & Analisis
Horizontal Water Sampler Termometer
Secchi Disk pH Meter
Turbidimeter Water Quality Checker
Timbangan Analitik & Digital AAS
83
Lampiran 12. Kriteria Kualitas Air yang Baik untuk Keperluan Perikanan dan Peternakan
Parameter Satuan Kadar Maksimum Keterangan Fisika Temperatur Residu terlarut Kimia pH Tembaga (Cu) Seng (Zn) Krom heksavalen (Cr(VI)) Kadmium (Cd) Raksa total (Hg) Timbal (Pb) Arsen (As) Selenium (Se) Sianida (CN) Sulfida (S) Fluorida (F) Amoniak bebas (NH3-N) Nitrit (NO2-N) Klor aktif (Cl2) Oksigen terlarut (DO) Senyawa aktif biru metilen Fenol Minyak & Lemak Radioaktivitas Aktivitas beta total Strontium – 90 Radium – 226 Pestisida DDT Endrine BHC Methyl Parathion Malathion
°C
mg/l
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
pCi/l pCi/l pCi/l
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
Temperatur air alam ± 4°C
2000
6 – 9 0,02 0,02 0,05 0,01 0,002 0,03
1 0,05 0,02 0,002 1,5
0,016 0,06 0,003
- 0,2
0,001 1
1000 10 3
0,002 0,004 0,21 0,10 0,16
Disyaratkan > 3. Diperbolehkan = 3, maksimum 8 jam dalam 1 hari. Aktivitas tanpa adanya Sr – 90 dan Ra – 226.
84
Lampiran 13. Kriteria Standar Kualitas Air Limbah
Parameter Satuan I II III IV
Mutu Air Baik Sedang Kurang Kurang Sekali
Fisika Temperatur Residu terlarut Residu Kimia pH Besi (Fe) Mangan (Mn) Tembaga (Cu) Seng (Zn) Krom heksavalen (Cr (VI) Kadmium (Cd) Raksa total (Hg) Timbal (Pb) Arsen (As) Selenium (Se) Sianida (CN) Sulfida (S) Fluorida (F) Klor aktif (Cl2) Klorida (Cl) Sulfat (SO4) N – Kjeldahl (N) Amoniak bebas (NH3 – N) Nitrat (NO3 – N) Nitrit (NO2 – N) Kebutuhan Oksigen (BOD) Biologi Kebutuhan Oksigen Kimiawi (COD) Senyawa aktif biru metilen Fenol Minyak nabati Minyak mineral Radioaktivitas*)
°C
mg/l mg/l
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
mg/l mg/l mg/l mg/l mg/l
45
1000 100
6 – 9 5
0,5 0,5 5
0,1 0,01 0,005 0,1 0,05 0,01 0,02 0,01 1,5 1
600 400 7
0,5 10 1 20
40 0,5
0,002 10 10
45
3000 200
5 – 9 7 1 2 7 1
0,1 0,01 0,5 0,3 0,05 0,05 0,05
2 2
1000 600
- 1 20 2
100
200 1
0,05 30 30
45
3000 400
4,5 – 9,5 9 3 3 10 3
0,5 0,05
1 0,7 0,5 0,5 0,1 3 3
1500 800
- 2 30 3
300
500 3
0,5 70 70
45
50.000 500
4,0 – 10 10 5 5 15 5 1
0,1 5 1 1 1 1 5 5
2000 1000 80 5 50 5
500
1000 5 1
100 100
85
Lampiran 14. Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.51 Tahun 2004.
No Parameter Satuan Baku Mutu Fisika 1 Kecerahana m Coral : > 5
Mangrove : - Lamun : > 3
2 Kebauan - Alami3
3 Kekeruhana NTU < 5 4 Padatan tersuspensi totalb mg/L Coral : 20
Mangrove : 80 Lamun : 20
5 Sampah - Nihil1(4)
6 Suhuc ºC Alami3(c)
Coral : 28 – 30(c) Mangrove : 28 – 32(c)
Lamun : 28 – 30(c)
7 Lapisan minyak5 - Nihil1(5)
Kimia 1 pHd - 7 – 8,5d
2 Salinitase ‰ Alami3(e)
Coral : 33 – 34(e) Mangrove : s/d 34(e)
Lamun : 33 – 34(e) 3 Oksigen terlarut (DO) mg/L > 5 4 BOD5 mg/L 20 5 Amonia total (NH3-N) mg/L 0,3 6 Fosfat (PO4-P) mg/L 0,015 7 Nitrat (NO3-N) mg/L 0,008 8 Sianida (CN-) mg/L 0,5 9 Sulfida (H2S) mg/L 0,01 10 PAH (Poliaromatik hidrokarbon) mg/L 0,003 11 Senyawa Fenol total mg/L 0,002 12 PCB total (Poliklor bifenil) µg/L 0,01 13 Surfaktan (deterjen) mg/L MBAS 1 14 Minyak & Lemak mg/L 1 15 Pestisida µg/L 0,01 16 TBT (Tributil tin) µg/L 0,01 Logam terlarut 17 Raksa (Hg) mg/L 0,001 18 Kromium heksavalen (Cr(VI)) mg/L 0,005 19 Arsen (As) mg/L 0,012 20 Kadmium (Cd) mg/L 0,001 21 Tembaga (Cu) mg/L 0,008
86
22 Timbal (Pb) mg/L 0,008 23 Seng (Zn) mg/L 0,05 24 Nikel (Ni) mg/L 0,05 Biologi 1 Coliform (total)g MPN/100 ml 1000g
2 Patogen sel/100 ml Nihil1
3 Plankton sel/100 ml Tidak bloom6
Radionuklida 1 Komposisi yang tidak diketahui Bq/L 4
Keterangan :
1. Nihil adalah tidak terdeteksi dengan batas deteksi alat yang digunakan (sesuai dengan metode yang digunakan).
2. Metode analisis mengacu pada metode analisis untuk air laut yang telah ada, baik internasional maupun nasional.
3. Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam dan musim).
4. Pengamatan oleh manusia (visual). 5. Pengamatan oleh manusia (visual). Lapisan minyak yang diacu adalah
lapisan tipis (thin layer) dengan ketebalan 0,01 mm. 6. Tidak bloom adalah tidak terjadi pertumbuhan yang berlebihan yang dapat
menyebabkan eutrofikasi. Pertumbuhan plankton yang berlebihan dipengaruhi oleh nutrien, cahaya, suhu, kecepatan arus, dan kestabilan plankton itu sendiri.
7. TBT adalah zat antifouling yang biasanya terdapat pada cat kapal. a. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 10 % kedalaman
euphotic. b. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 10 % konsentrasi rata-
rata musiman. c. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 2 ºC dari suhu alami. d. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 0,2 satuan pH. e. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 5 % salinitas rata-rata
musiman. f. Berbagai jenis pestisida seperti : DDT, Endrin, Endosulfan dan
Heptachlor. g. Diperbolehkan terjadi perubahan sampai dengan < 10 % konsentrasi rata-
rata musiman.