penegakan hukum mengenai hak asasi manusia (ham) menurut

18
151 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI PRANATA SOSIAL, Vol . 2, No. 3, Maret 2014 Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) Menurut Hukum Positif di Indonesia Bambang Heri Supriyanto Akademika & Praktisi Hukum, Law Office BHS, Jl. Astana Jari Ba, Jakarta, 13410 Penulis untuk korespondensi/E-mail: [email protected] Abstrak Artikel ini membahas tentang penegakan hukum mengenai hak asasi manusia di indonesia berdasarkan undang-undang nomor 39 tahun 1999. Adapun penulis memilih judul ini karena hingga saat ini penegakan hukum khususnya terkait dengan hak asasi manusia di Indonesia masih kurang maksimal utamanyadikarenakan sampai saat ini Negara Indonesia masih dalam zona transisi yang masih diwarnai dengan ketidak pastian hukum. Pokok permasalahan dalam artikel ini adalah:bagaimana penerapan hukum pada pelanggaran Hak Asasi Manusia, Lembaga manakah yang mengadili para pelanggar Hak Asasi Manusia, apakah sarana penyelesaian yang dipakai dalam kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia, serta bagaimanakah prinsip hukum Islam tentang Hak Asasi Manusia. Kesimpulan dari permasalahan yang di bahas adalah Penerapan hukum kepada pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia ini berpedoman pada Undang- Undang No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia, di mana dalam Undang-undang tersebut disebut tentang pengadilan ad hoc yang dipakai untuk mengadili para pelanggar Hak Asasi Manusia di Indonesia. Lembaga yang mengadili para pelanggar Hak Asasi Manusia adalah pengadilan Ad Hoc Hak Asasi Manusia, yang tidak beda dengan pengadilan biasa, khususnya pengadilan pidana. Sebab pada hakekatnya pengadilan pidana juga mengadili pelanggaran Hak Asasi Manusia yang bersifat khas adalah bahwa pelanggaran Hak Asasi Manusia berkaitan dengan kesepakatan internasional. Untuk menyelesaikan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di wilayah Indonesia yaitu melalui pengadilan Ad Hoc apabila waktu terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia sebelum Undang- Undang No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia dan apabila terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia tersebut setelah Undang-undang ini maka diselesaikan melalui pengadilan Hak Asasi Manusia dan apabila terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia tersebut sebelum Undang- undang ini dapat juga diselesaikan melalui alternatif penyelesaian yaitu melalui Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Hak Asasi Manusia menurut prinsip Islam tidak dapat terlepas dari Al Qur’an dan As Sunnah karena dari kedua sumber tersebut menjadi suatu kaidah-kaidah petunjuk dan bimbingan bagi seluruh umat manusia. Metodologi yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian normatif, dimana akan menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan yuridis normatif, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kata Kunci Penegakan Hukum, Hak Asasi Manusia, Indonesia Abstract This article discusses the enforcement of human rights in Indonesia based on Law No. 39 of 199. The authors chose this title because until now, law enforcement, especially related to human rights in Indonesia is still less than the maximum mainly due to the current State of Indonesia still in the transition zone which is still marked by legal uncertainty. The main problem in this article are: how the application of the law on human rights violations, the Institute Which prosecute human rights violators, whether the means of settlement which is used in cases of human rights violations in Indonesia, as well as how the principles of Islamic law on Human Rights. The conclusion of the issues discussed is the application of the law to human rights violations in Indonesia is guided by the Law No. 26 of 2000 on Human Rights Court, where in the Act called on an ad hoc court used to prosecute human rights violators in Indonesia. Institution who prosecute the violators of Human Rights is the Ad Hoc Human Rights, which no different to ordinary courts, particularly criminal court. Cause, essentially criminal courts also prosecute violations of human rights that is typical is that of human rights violations related to international agreements. To resolve the case of human rights violations that occur in Indonesia is

Upload: others

Post on 01-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) Menurut

151 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI PRANATA SOSIAL, Vol . 2, No. 3, Maret 2014

Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM)

Menurut Hukum Positif di Indonesia

Bambang Heri Supriyanto

Akademika & Praktisi Hukum, Law Office BHS,

Jl. Astana Jari Ba, Jakarta, 13410

Penulis untuk korespondensi/E-mail: [email protected]

Abstrak – Artikel ini membahas tentang penegakan hukum mengenai hak asasi manusia di indonesia

berdasarkan undang-undang nomor 39 tahun 1999. Adapun penulis memilih judul ini karena hingga

saat ini penegakan hukum khususnya terkait dengan hak asasi manusia di Indonesia masih kurang

maksimal utamanyadikarenakan sampai saat ini Negara Indonesia masih dalam zona transisi yang

masih diwarnai dengan ketidak pastian hukum. Pokok permasalahan dalam artikel ini

adalah:bagaimana penerapan hukum pada pelanggaran Hak Asasi Manusia, Lembaga manakah yang

mengadili para pelanggar Hak Asasi Manusia, apakah sarana penyelesaian yang dipakai dalam kasus

pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia, serta bagaimanakah prinsip hukum Islam tentang Hak

Asasi Manusia. Kesimpulan dari permasalahan yang di bahas adalah Penerapan hukum kepada

pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia ini berpedoman pada Undang- Undang No. 26 Tahun

2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia, di mana dalam Undang-undang tersebut disebut tentang

pengadilan ad hoc yang dipakai untuk mengadili para pelanggar Hak Asasi Manusia di Indonesia.

Lembaga yang mengadili para pelanggar Hak Asasi Manusia adalah pengadilan Ad Hoc Hak Asasi

Manusia, yang tidak beda dengan pengadilan biasa, khususnya pengadilan pidana. Sebab pada

hakekatnya pengadilan pidana juga mengadili pelanggaran Hak Asasi Manusia yang bersifat khas

adalah bahwa pelanggaran Hak Asasi Manusia berkaitan dengan kesepakatan internasional. Untuk

menyelesaikan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia yang terjadi di wilayah Indonesia yaitu melalui

pengadilan Ad Hoc apabila waktu terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia sebelum Undang-

Undang No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia dan apabila terjadinya pelanggaran

Hak Asasi Manusia tersebut setelah Undang-undang ini maka diselesaikan melalui pengadilan Hak

Asasi Manusia dan apabila terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia tersebut sebelum Undang-

undang ini dapat juga diselesaikan melalui alternatif penyelesaian yaitu melalui Komisi Kebenaran dan

Rekonsiliasi yang ditetapkan oleh Undang-Undang. Hak Asasi Manusia menurut prinsip Islam tidak

dapat terlepas dari Al Qur’an dan As Sunnah karena dari kedua sumber tersebut menjadi suatu

kaidah-kaidah petunjuk dan bimbingan bagi seluruh umat manusia. Metodologi yang dipakai dalam

penelitian ini adalah penelitian normatif, dimana akan menggunakan jenis penelitian deskriptif

dengan pendekatan yuridis normatif, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Kata Kunci – Penegakan Hukum, Hak Asasi Manusia, Indonesia

Abstract – This article discusses the enforcement of human rights in Indonesia based on Law No. 39 of

199. The authors chose this title because until now, law enforcement, especially related to human rights

in Indonesia is still less than the maximum mainly due to the current State of Indonesia still in the

transition zone which is still marked by legal uncertainty. The main problem in this article are: how the

application of the law on human rights violations, the Institute Which prosecute human rights violators,

whether the means of settlement which is used in cases of human rights violations in Indonesia, as well

as how the principles of Islamic law on Human Rights. The conclusion of the issues discussed is the

application of the law to human rights violations in Indonesia is guided by the Law No. 26 of 2000 on

Human Rights Court, where in the Act called on an ad hoc court used to prosecute human rights

violators in Indonesia. Institution who prosecute the violators of Human Rights is the Ad Hoc Human

Rights, which no different to ordinary courts, particularly criminal court. Cause, essentially criminal

courts also prosecute violations of human rights that is typical is that of human rights violations related

to international agreements. To resolve the case of human rights violations that occur in Indonesia is

Page 2: Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) Menurut

Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI PRANATA SOSIAL, Vol . 2, No. 3, Maret 2014 152

through the courts if the timing of the Ad Hoc Human Rights violations before Law No. 26 of 2000 on

Human Rights Court, and if the violation of Human Rights after this Law then resolved through a

court of Human Rights and if the violation of Human Rights before this Act can also be resolved

through an alternative solution, namely through Commission the truth and Reconciliation Commission

established by the Act.Human Rights in accordance with the principles of Islam can’t be separated

from the Qur'an and sunnah because of these two sources into a rules instructions and guidance for all

mankind. The methodology used in this research is normative, which will use a descriptive study with

normative juridical approach, based on the legislation in force.

Keywords – Law Enforcement, Human Rights, Indonesia

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

esungguhnya manusia diciptakan Allah SWT

dengan sifat Maha Pengasih dan Maha

Penyayang, yang mana sifat Pengasih dan

Penyayang dapat menjadi “suri tauladan”. Sifat

Ar-Rohman (Maha Pengasih) yaitu bahwa Allah

selalu melimpahkan nikmat karunia-Nya kepada

para mahluk ciptaan (manusia)-Nya, sedangkan

sifat Ar-Rohim (Maha Penyayang) mengartikan

bahwa Allah senantiasa bersifat Rahmat yang

menyebabkan Allah selalu melimpahkan Rahmat-

Nya.Berawal dari itu kita selaku manusia yang

diberi akal budi dan hati nurani oleh karenanya agar

senantiasa di dunia ini memancarkan sifat Pengasih

dan Penyayang baik kepada sesama manusia,

sesama mahluk hidup dan alam semesta, sehingga

memberikan “Rahmatan Lil Alamin” bagi seluruh

alam semesta. Setiap orang yang dapat berpikir

secara jujur, harus mengakui bahwa kehadirannya

di muka bumi ini bukan atas kehendaknya sendiri,

bahwa manusia menciptakan Allah SWT untuk

dihormati, bukan untuk dihina.

Allah memerintahkan para malaikat supaya

bersujud menghormati manusia, agar manusia tidak

hidup sejajar dengan margasatwa. Kendatipun di

muka bumi manusia hidup menanggung berbagai

macam penderitaan dan kesukaran, namun jika ia

hidup lurus dan damai bersama makhluk

sejenisnya, tentu di sisi Allah ia lebih mulia

daripada Malaikat di langit. Sejak lebih dari empat

belas abad yang lalu manusia telah diinformasikan

tentang kedudukannya di muka bumi ini, bahwa

Sang Maha Pencipta tidak membenarkan adanya

kezhaliman oleh manusia atas sesamanya dan atas

segala sesuatu yang ditugasi untuk khalifahnya.

Hampir setiap negara ada permasalahan dalam

usaha untuk menegakkan HAM, tidak terkecuali di

Indonesia.Bangsa Indonesia akhir-akhir ini menjadi

sorotan negara-negara di dunia berkaitan dengan

penegakan HAM.Masalah penegakan HAM selalu

beriringan dengan masalah penegakan hukum, di

mana hal ini menjadi salah satu hal krusial yang

paling sering dikeluhkan oleh warga masyarakat

pada saat ini. Yaitu lemahnya penegakan

hukum.Masyarakat terkesan apatis melihat hampir

semua kasus hukum dalam skala besar dan

menghebohkan, baik yang berhubungan dengan

tindak kriminal, kejahatan ekonomi, apalagi

pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), belum

ada yang diselesaikan dengan tuntas dan

memuaskan. Masyarakat berharap, bahwa demi

kebenaran, maka hukum harus senantiasa

ditegakkan.

Sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945 pada

pasal 1 ayat (2) bahwa kedaulatan berada ditangan

rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

Dasar. Jelaslah bahwa negara Indonesia ialah suatu

negara yang berdasarkan atas Undang-Undang

Dasar yang mengatur segala sendi- sendi kehidupan

dengan peraturan- peraturan yang bermula dari

kedaulatan rakyat yang didelegasikan kepada

negara yang bermuara demi kedaulatan rakyat itu

sendiri. Karena walaupun sebenarnya perangkat-

perangkat yang ada dirasa sudah cukup memadai,

tetapi dalam realitanya hukum masih belum

menunjukkan keadaan seperti yang diharapkan.

Lebih dari lima puluh tujuh tahun setelah Deklarasi

Universal Hak Asasi Manusia melarang semua

bentuk penyiksaan dan kejahatan, tindakan tidak

manusiawi atau menurunkan martabat perlakuan

atau hukuman, penyiksaan masih saja dianggap

umum. Hari ini, pada hari hak asasi manusia,

marilah kita berjanji kepada diri kita kepada

prinsip- prinsip Deklarasi Universal Hak Asasi

Manusia, mendedikasikan kembali diri kita dalam

menghapus penyiksaan dari muka bumi ini”.

Melihat kondisi penegakan hukum yang ada,

kebanyakan orang menyaksikan betapa banyak

S

Page 3: Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) Menurut

153 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI PRANATA SOSIAL, Vol . 2, No. 3, Maret 2014

kasus-kasus hukum yang belum terselesaikan

secara tuntas. Seperti yang sering terdengar, ketika

proses pengadilan sedang berlangsung, upaya naik

banding berlarut-larut, muncul isu mafia peradilan

dan tuduhan suap yang dapat membebaskan

terdakwa dari jerat hukum dan sebagainya. Selalu

muncul alasan klise dari pengadil, yaitu telah

diputus sesuai dengan prosedur hukum yang

berlaku, sehingga secara yuridis formal tidak salah.

Bahwa perbedaan antara pengadilan dan instansi-

instansi lain ialah, bahwa pengadilan dalam

melakukan tugasnya sehari-hari selalu secara

positif dan aktif memperhatikan dan melaksanakan

macam-macam peraturan hukum yang berlaku di

suatu negara.1

Deklarasi Hak- Hak Asasi Manusia bagi negara

Indonesia telah ada dari jaman dahulu namun baru

di ikrarkan pada pedoman dasar negara ini yaitu

yang berada di dalam pembukaan Undang- Undang

Dasar 1945.yang di dalamnya terdapat hak- hak

asasi selaku manusia baik manusia selaku mahluk

pribadi maupun sebagai mahluk sosial yang di

dalam kehidupannya itu semua menjadi sesuatu

yang inheren, serta dipertegas dalam Pancasila dari

sila pertama hingga sila kelima. Jika dilihat dari

terbentuknya deklarasi Hak Asasi Manusia bangsa

Indonesia lebih dahulu terbentuk dari pada Hak-

Hak Asasi Manusia PBB yang baru terbentuk pada

tahun 1948.

Pernyataan HAM di dalam Pancasila mengandung

pemikiran bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan

Yang Maha Esa dengan menyandang dua aspek

yakni, aspek individualitas (pribadi) dan aspek

sosialitas (bermasyarakat). Oleh karena itu,

kebebasan setiap orang dibatasi oleh hak asasi

orang lain. Ini berarti, bahwa setiap orang

mengemban kewajiban mengakui dan menghormati

hak asasi orang lain. Kewajiban ini juga berlaku

bagi setiap organisasi pada tatanan manapun,

terutama negara dan pemerintah khususnya di

Negara Indonesia.Dengan demikian, negara dan

pemerintah bertanggung untuk menghormati,

melindungi, membela dan menjamin hak asasi

manusia setiap warga negara dan penduduknya

tanpa diskriminasi. Ir. Sukarno pernah berkata

bahwa filsafat pancasila itu berjiwa kekeluargaan

ini disebabkan, karena pertama- tama pancasila ini

untuk pertama kalinya disajikan kepada khalayak

ramai sebagai dasar filsafat negara republik

1 Dr. Andi Hamzah, S. H., Pengantar Hukum Acara

Pidana Indonesia, ( Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990

)Cet. 4. hal. 100.

Indonesia yang kelak akan didirikan. Dan

kehidupan manusia yang didasari filsafat pancasila,

jadi bangsa Indonesia itu melihatnya sebagai suatu

kehidupan kekeluargaan.2

Kewajiban menghormati hak asasi manusia tersebut

tercermin dalam Pembukaan Undang-Undang

Dasar 1945 yang menjiwai keseluruhan pasal dalam

batang tubuhnya, terutama berkaitan dengan

persamaan kedudukan warga negara dalam hukum

dan pemerintahan, hak atas pekerjaan dan

penghidupan yang layak, kemerdekaan berserikat

dan berkumpul, hak untuk mengeluarkan pikiran

dengan lisan dan tulisan, kebebasan memeluk

agama dan untuk beribadat sesuai dengan agama

dan kepercayaannya itu, hak untuk memperoleh

pendidikan dan pengajaran.

Dalam Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang

Hak Asasi Manusia, pengaturan mengenai hak asasi

manusia ditentukan dengan berpedoman pada

Deklarasi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-

Bangsa, Konvensi Perserikatan Bangsa- Bangsa

tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi

terhadap Wanita, Konvensi Perserikatan Bangsa-

bangsa tentang Hak-hak Anak, dan berbagai

instrument internasional lain yang mengatur

mengenai hak asasi manusia. Materi Undang-

Undang ini disesuaikan juga dengan kebutuhan

hukum masyarakat dan pembangunan hukum

nasional yang berdasarkan Pancasila dan Undang-

Undang Dasar 1945. Sedangkan di dalam Undang-

Undang Dasar 1945 (yang diamandemen), masalah

mengenai HAM dicantumkan secara khusus dalam

Bab X Pasal 28 A sampai dengan 28 J, yang

merupakan hasil Amandemen Kedua Tahun 2000.

Di mancanegara dan Indonesia khususnya, tercatat

banyak kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia

(HAM) atau kejahatan atas kemanusiaan, dimana

pelakunya bebas berkeliaran dan bahkan tak

terjangkau oleh hukum atau dengan kata lain

perkataan membiarkan tanpa penghukuman oleh

negara terhadap pelakunya impunity.Impunitas

yaitu membiarkan para pemimpin politik dan

militer yang diduga terlibat dalam kasus

pelanggaran berat Hak Asasi Manusia seperti,

kejahatan genosida, kejahatan manusia, dan

kejahatan perang tidak diadili merupakan fenomena

2 Prof. Dr. Sri Sumantri M. S. H., Bunga Rampai Hukum

Tata Negara Indonesia, ( Bandung: Alumni, 1992 ) Cet.

1. hal. 3

Page 4: Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) Menurut

Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI PRANATA SOSIAL, Vol . 2, No. 3, Maret 2014 154

hukum politik yang dapat kita saksikan sejak abad

yang lalu hingga hari ini.3

Sebagai bahan ilustrasi, dimana saat kita sedang

menunggu tindak lanjut atas rekomendasi tim

pencari fakta kerusuhan Mei 1997 yang belum

tuntas, tragedi yang dramatis pasca jajak pendapat

mengenai penentuan nasib Timor-Timur menyusul,

belum lagi peristiwa Tanjung Priok, penyerbuan

kantor PDI, penculikan aktivis pro demokrasi,

penembakan mahasiswa Universitas Trisakti

(Tragedi Semanggi) dan atau peristiwa unik seperti

pembunuhan dukun santet dan lain

sebagainya.Rangkaian berbagai peristiwa yang

mewarnai khasanah pelanggaran Hak Asasi

Manusia di tanah air tidak satupun secara hukum

terselesaikan. Pengusutan tuntas dengan membawa

ke Pengadilan untuk menemukan pelaku utamanya

sering kali kandas. Gambaran persoalan di atas

menjelaskan bahwa penyebab “impunity” selain

faktual juga bersifat normatif, karena alasan itulah

barangkali yang dimungkinkan adanya

pemberlakuan amnesti umum, atau secara basa-basi

mengajukan pelakunya ke pengadilan, tetapi

dengan vonis ringan karena dianggap hanya

“kesalahan prosedur” bahkan vonis bebas.

Memproses secara hukum terhadap aparat

khususnya TNI yang diduga melakukan

pelanggaran hukum dan HAM selama ini memang

dapat dikatakan “tabu” untuk dilaksanakan, aparat

yang melakukan kesalahan cenderung mendapatkan

kekebalan atau “impunity”.Dan bila tidak ada

tuntutan yang keras dari masyarakat maka sering

terjadi kasus yang melibatkan aparat negara tidak

sampai pada proses penyelesaian hukum secara

tuntas. Dan jika ada tuntutan dari masyarakat pun,

dapat diperkirakan hasilnya pun cenderung kurang

memenuhi asas keadilan masyarakat. Berdasarkan

masalah tersebut diatas penulis tertarik menulis

penelitian ini.

1.2 Perumusan Masalah

Penelitian ini ingin mencari jawaban atas

pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1) Bagaimana penerapan hukum pada pelanggaran

Hak Asasi Manusia?

2) Lembaga manakah yang mengadili para

pelanggar Hak Asasi Manusia?

3Abdul Hakim G Nusantara.Sebuah Upaya Memutus

Impunitas: Tanggung Jawab Komando Dalam

Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia, Jurnal HAM.

Vol 2. no. 2 Nopember 2004.

3) Apakah sarana penyelesaian yang dipakai dalam

kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia di

Indonesia?

4) Bagaimanakah prinsip hukum Islam tentang Hak

Asasi Manusia?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan dari dilakukannya penulisan penelitian ini

adalah:

1) Untuk mengetahui penerapan hukum pada

pelanggaran Hak Asasi Manusia.

2) Untuk mengetahui lembaga manakah yang

mengadili para pelanggar Hak Asasi Manusia.

3) Untuk mengetahui sarana penyelesaian apakah

yang dipakai dalam kasus pelanggaran Hak

Asasi Manusia di Indonesia.

4) Untuk mengetahui prinsip hukum Islam tentang

Hak Asasi Manusia.

1.4 Kegunaan Penulisan

Adapun kegunaan penulisan karya ilmiah ini

diharapkan dapat memberikan manfaat untuk

perkembangan hukum secara akademis di samping

itu diharapkan dapat memberikan masukan-

masukan bagi pihak-pihak yang berkaitan dengan

masalah-masalah Hak Asasi Manusia. Selain itu

penelitian ini mempunyai kegunaan sebagai

berikut:

1. Diharapkan dapat menambah khasanah ilmu

pengetahuan di bidang hukum, khususnya

mengenai Hukum Acara Pidana dan Hak Asasi

Manusia.

2. Dapat lebih memahami dan mendalami

pengertian Hak Asasi Manusia dengan segala

aspeknya.

1.5 Metode Penelitian

Metodologi yang dipakai dalam penelitian ini

adalah penelitian normatif, dimana akan

menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan

pendekatan yuridis normatif, berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku.

Penulisan ini penulis melakukan penelitian dengan

menggunakan metode deskriptif analisis dengan

menggunakan bentuk penelitian kepustakaan

(library research).

Penulis menggunakan data sekunder sebagai

pendekatan penelitian normatif yang mencari dan

menggunakan bahan kepustakaan seperti tulisan-

tulisan karya ilmiah maupun jurnal-jurnal Ilmiah,

buku-buku tentang hak asasi manusia sebagai

referensi dan juga mempelajari perundang-

undangan berkenaan dengan hak asasi manusia.

Page 5: Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) Menurut

155 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI PRANATA SOSIAL, Vol . 2, No. 3, Maret 2014

II. KERANGKA TEORI

2.1 Kerangka Teoritis

Dalam penulisan karya ilmiah ini penulis

mengemukakan teori dari pakar yang berhubungan

dengan penegakan hukum mengenai Hak Asasi

Manusia, yaitu :

a. Prof. Dr. Soerjono Soekanto

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

berfungsinya kaedah hukum dalam masyarakat

(penegakan hukum dalam masyarakat), yaitu :

1) Kaedah hukum atau peraturan itu sendiri

(Peraturan perundang-undangan);

2) Petugas atau penegak hukum;

3) Fasilitas;

4) Masyarakat.4

b. Drs. C. S. T. Kansil, SH :

Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak mutlak

(absolute) yaitu hak yang memberikan wewenang

kepada seseorang atau individu untuk melakukan

sesuatu perbuatan, hak mana dapat dipertahankan

siapapun juga.Dan sebaliknya setiap orang harus

menghormati hak tersebut.Dengan demikian Hak

Asasi Manusia merupakan hak yang melekat

(inheren) pada individu yang bersifat mutlak.5

2.2 Kerangka Konseptual

Untuk memberikan landasan peraturan dalam

penulisan karya ilmiah ini, perlu penulis

mengemukakan mengenai beberapa perundang-

undangan dan peraturan-peraturan sebagai berikut:

a. Undang-Undang Dasar 1945 (Yang

Diamandemen)6

1) Pasal 28 A:

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak

mempertahankan hidup dan kehidupannya.

2) Pasal 28 D Ayat 1 :

Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan,

perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta

perlakuan yang sama dihadapan hukum.

3) Pasal 28 G ayat 1 dan 2 :

(1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri

pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan

harta benda yang di bawah kekuasaannya,

serta berhak atas rasa aman dan

perlindungan dari ancaman ketakutan untuk

4 Soerjono Soekanto, Sosiologi Hukum dalam

Masyarakat, (Jakarta : Rajawali Grafindo Persada, 1987) 5 Kansil CST, “Pengantar Ilmu Hukum Data Hukum

Indonesia”, Jakarta, Balai Pustaka, 1986. 6 Republik Indonesia Undang-Undang Dasar 1945

Setelah Amandemen Keempat Tahun 2002, Cetakan IX,

Sinar Grafika, Jakarta, 2009.

berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang

merupakan hak asasi.

(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari

penyiksaan atau perlakuan yang

merendahkan derajat martabat manusia dan

berhak untuk memperoleh suaka politik dari

negara lain.

4) Pasal 28 I Ayat 1, 2 dan 5 :

(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa,

hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,

hak beragama, hak untuk diakui sebagai

pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk

tidak dituntut atas dasar hukum yang

berlaku surut adalah hak asasi manusia yang

tidak dapat dikurangi dalam keadaan

apapun.

(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan

yang bersifat diskriminatif atas dasar apapun

dan berhak mendapatkan perlindungan

terhadap perlakuan yang bersifat

diskriminatif.

(3) Untuk menegakkan dan melindungi hak

asasi manusia sesuai dengan prinsip negara

hukum yang demokratis, maka pelaksanaan

hak asasi manusia dijamin, diatur dan

dituangkan dalam peraturan perundang-

undangan.

5) Pasal 28 J Ayat 1 :

Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia

orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat,

berbangsa dan bernegara.

b. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999.7

Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang

melekat pada hakikat dan keberadaan manusia

sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan

merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati,

dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,

hukum, pemerintah dan setiap orang demi

kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat

manusia.

c. Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 Pasal 1

(1) :8

Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak melekat

pada hakekat keberadaan manusia sebagai makhluk

Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-

Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan

dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan

7 Undang-Undang HAM, Cetakan X, (Jakarta: Sinar

Grafika, 2010) 8Indonesia Undang-Undang No. 26 Tahun 2000,

Tentang Pengadilan HAM, (L.N. Tahun 2000 No. 208).

Page 6: Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) Menurut

Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI PRANATA SOSIAL, Vol . 2, No. 3, Maret 2014 156

setiap demi kehormatan serta perlindungan harkat

dan martabat manusia.

III. HASIL PEMBAHASAN

3.1 Penerapan Hukum Pada Pelanggaran Hak

Asasi Manusia

Pengaturan mengenai Hak Asasi Manusia telah ada

sejak di sahkannya Pancasila sebagai dasar

pedoman negara Indonesia, meskipun secara

tersirat.Baik yang menyangkut mengenai hubungan

manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa, maupun

hubungan manusia dengan manusia. Hal ini

terkandung dalam nilai-nilai yang terkandung

dalam sila-sila yang terdapat pada pancasila.Dalam

Undang- Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hah

Asasi Manusia, pengaturan mengenai Hak Asasi

Manusia ditentukan dengan berpedoman pada

deklarasi Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa

Bangsa. Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa

tentang penghapusan segala bentuk diskriminasi

terhadap wanita, konvensi Perserikatan Bangsa

Bangsa tentang hak-hak anak dan berbagai

instrumen internasional lain yang mengatur

mengenai Hak Asasi Manusia. Materi Undang-

Undang ini tentu saja harus disesuaikan dengan

kebutuhan hukum masyarakat dan pembangunan

hukum nasional yang berdasarkan pancasila dan

Undang- Undang Dasar 1945.

Sedangkan di dalam Undang- Undang Dasar 1945

(yang telah diamandemen), masalah mengenai Hak

Asasi Manusia dicantumkan secara khusus dalam

bab XA pasal 28A sampai dengan 28J yang

merupakan hasil amandemen kedua tahun

2000.9Pemerintah dalam hal untuk melaksanakan

amanah yang telah diamanatkan melalui TAP MPR

tersebut di atas, di bentuklah Undang- Undang No.

39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pada

tanggal 23 September 1999 telah disahkan Undang-

Undang No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia yang mengatur beberapa hal penting yang

menyangkut Pengadilan Hak Asasi Manusia.

Pertama, definisi pelanggaran Hak Asasi Manusia

dideskripsikan sebagai setiap perbuatan seseorang

atau kelompok orang termasuk aparat negara baik

disengaja maupun tidak disengaja atau kelalaian

yang secara melawan hukum mengurangi,

menghalangi, membatasi dan atau mencabut Hak

Asasi Manusia seseorang atau kelompok orang

9 Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 dan

Perubahannya, (Jakarta: Penabur Ilmu,2003) Hal

yang dijamin oleh Undang- Undang ini, dan tidak

mendapatkan atau di khawatirkan tidak akan

memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan

benar, berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku

(pasal 1 ayat 6).

Kedua, hak untuk hidup, hak untuk tidak dipaksa,

hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak

beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk

diakui sebagai pribadi dan persamaan untuk tidak

dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut dapat

di kecualikan dalam hal pelanggaran berat terhadap

hak asasi manusia yang digolongkan ke dalam

kejahatan terhadap kemanusiaan.

Ketiga, dalam Pasal 7 dinyatakan, bahwa setiap

orang berhak untuk menggunakan semua upaya

hukum nasional dan forum internasional atas semua

pelanggaran hak asasi manusia yang di jamin oleh

hukum Indonesia oleh negara Republik Indonesia

menyangkut Hak Asasi Manusia menjadi hukum

nasional.

Keempat, di dalam Pasal 104 diatur tentang

pengadilan Hak Asasi Manusia sebagai berikut :

Untuk mengadili pelanggaran Hak Asasi Manusia

yang berat di bentuk pengadilan dalam ayat (1) di

bentuk dengan Undang- Undang dalam jangka

waktu paling lama 4 tahun sebelum terbentuk

pengadilan Hak Asasi Manusia sebagai mana

dimaksudkan dalam ayat (2) di adili oleh

pengadilan yang berwenang.

Selanjutnya Pasal 104 ayat (1) Undang- Undang

No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

menyatakan bahwa yang berwenang mengadili

pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah

pengadilan Hak Asasi Manusia. Pada tanggal 8

Oktober 1999 ditetapkan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 1tahun

1999 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia yang

bertugas menyelesaikan perkara pelanggaran Hak

Asasi Manusia yang berat. Namun Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1

Tahun 1999 tentang pengadilan hak asasi manusia

yang dinilai tidak memadai, sehingga tidak

disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia menjadi Undang-Undang dan oleh

karena itu Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang tersebut di cabut.

Pada tanggal 23 November 2000 di tetapkan

Undang-Undang No. 26 Tahun 2000 tentang

Pengadilan Hak Asasi Manusia sebagai pengganti

Perpu No. 1 Tahun 1999. Pengadilan Hak Asasi

Page 7: Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) Menurut

157 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI PRANATA SOSIAL, Vol . 2, No. 3, Maret 2014

Manusia bertugas menyelesaikan perkara

pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat dalam

hal ini adalah kejahatan genosida yaitu

penghancuran atau pemusnahan seluruh atau

sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis,

kelompok agama dengan melakukan perbuatan

membunuh anggota kelompok. Mengakibatkan

penderitaan fisik dan mental yang berat terhadap

anggota-anggota kelompok.Menciptakan kondisi

kehidupan yang bertujuan mengakibatkan

kelompok tersebut musnah.Memaksakan tindakan-

tindakan yang bertujuan mengenai kelahiran dalam

kelompok tersebut. Memindahkan secara paksa

anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok

lain.

Kejahatan terhadap kemanusiaan yaitu perbuatan

yang dilaksanakan sebagai bagian dari serangan

yang meluas ataupun sistematik yang diketahuinya

bahwa akibat serangan itu ditujukan secara

langsung terhadap penduduk sipil, berupa

pembunuhan, pemusnahan, pembudakan,

pengusiran atau pemindahan penduduk secara

paksa, perampasan kemerdekaan atau kebebasan

fisik secara sewenang-wenang, penyiksaan,

pemerkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara

paksa, pemaksaan kehamilan, sterilisasi paksa, atau

bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang setara,

penganiayaan terhadap kelompok tertentu atau

perkumpulan yang didasari persamaan paham

politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis

kelamin maupun alasan lain yang telah diakui

secara Universal sebagai hal yang dilarang oleh

hukum internasional, penghilangan orang secara

paksa kejahatan apartheid.

Dari berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi

Manusia berat yang terjadi tersebut telah

mendorong munculnya suatu usulan untuk

membantu pengadilan Hak Asasi Manusia ad hoc

untuk kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia

berat di Aceh.Permintaan Dewan Perwakilan

Rakyat mengajukan usulan kepada Presiden

Republik Indonesia untuk membentuk pengadilan

Hak Asasi Manusia ad hoc telah disampaikan oleh

Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia.

“Ketika pelanggaran atau kejahatan hak asasi

manusia amat luas, pengabaian memang seharusnya

bukan merupakan pilihan, sekalipun upaya

menyelesaikan masa lalu tidaklah sederhana.

Dalam sebuah dunia yang sejak perang dunia ke-II

disibukkan dengan penyebaran isu demokratisasi

dan penghormatan terhadap martabat manusia, di

lama antara proses penegakan keadilan dan

kepentingan politik antara masa transisi,

melahirkan apa yang oleh Tina Rosenberg disebut

sebagai dimana besar moral, politik dan filosofis

abad ini”.10

Sungguhpun Begitu, prospek penegakan Hak Asasi

Manusia kedepan tentu akan lebih baik dan cerah,

mengingat pada satu sisi proses institusional Hak

Asasi Manusia, antara lain melalui pembaruan serta

pembentukan hukum terus menunjukkan kemajuan

yang berarti, maupun pada sisi lain terbangunnya

ruang publik yang lebih terbuka bagi perjuangan

Hak Asasi Manusia dalam kurun waktu beberapa

tahun belakangan ini.

3.2 Lembaga Yang Dapat Mengadili Hak Asasi

Manusia

Negara Republik Indonesia adalah negara yang

berdasarkan atas hukum. Segala sesuatu yang

berkenaan dengan pelaksanaan sendi-sendi

kehidupan bernegara di negara ini harus tidak

bertentangan dengan nilai-nilai, norma-norma dan

kaidah-kaidah yang ada dalam kegiatan-kegiatan

bernegara, Indonesia yang menyatakan dalam

pedoman dasar konstitusi bahwa Indonesia adalah

negara hukum, berarti tiada kebijakan ataupun

wewenang dan amanah tanpa berdasarkan hukum.

Lembaga pengadilan yang ada di negara Indonesia

merupakan bagian dari fungsi yudikatif yang telah

diamanahkan oleh konstitusi. Keberadaan

pengadilan yaitu sebagai wadah untuk menegakkan

hukum yang ada di negara ini. Lembaga pengadilan

adalah suatu lembaga yang mempunyai peran untuk

mengadili dan menegakkan kaidah-kaidah hukum

yang berlaku di wilayah negara hukum nasional

dan fungsi dari pada lembaga pengadilan sebagai

wilayah guna mendapatkan simpul keadilan yang

tiada sewenang-wenang.Dalam lingkungan pradilan

di Indonesia, mengenai masalah-masalah Hak Asasi

Manusia dewasa ini, sedang bagitu semarak di

wacanakan bukan hanya saja dalam wahana

seminar, diskusi, semiloka bahkan di dalam praktisi

pengembala hukum itu sedang menjadi topik yang

sering dibicarakan dan diperdebatkan. Hak Asasi

Manusia sekarang di dunia telah menjadi suatu isu

global meskipun perkembangan Hak Asasi

Manusia telah lama.

Indonesia seperti negara lain yang memiliki

kepekaan dan tanggung jawab terhadap

10

Karlina Leksono dan Supelli, Tak ada Jalan Pendek

Menuju Rekonsiliasi, Jurnal Demokrasi dan HAM,

(Jakarta : ID H-THC, 2001) Vol 1 No. 3. Hal 9.

Page 8: Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) Menurut

Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI PRANATA SOSIAL, Vol . 2, No. 3, Maret 2014 158

pelaksanaan nilai-nilai kemanusiaan yang ada di

dalam pancasila tentu tidak dapat diam dengan

seribu bahasa berkenaan dengan pelaksanaan Hak

Asasi Manusia di wilayah Indonesia. Indonesia

sebagai negara yang memiliki kultur nilai-nilai

yang begitu menghormati dan menghargai arti

dasar manusia yang telah di buktikan oleh historis

Indonesia yang panjang, bahwa Indonesia suatu

wilayah yang menjunjung tinggi nilai-nilai

kemanusiaan dengan ke khasan yang beraneka

ragam budayanya tetapi dengan sesuai nilai-nilai

budaya nusantara telah melaksanakan dalam

kehidupan sehari-harinya dalam bermasyarakat

berbangsa dan bernegara dengan bermartabat tanpa

harus menghilangkan nilai-nilai budaya nusantara

yang telah menempatkan posisi manusia di dalam

bingkai yang harmonis dan kesetaraan yang sesuai

dengan masyarakat Indonesia.

Negara Indonesia, pengadilan mengenai

masalahberkaitan dengan pelanggaran, pelecehan,

dan kejahatan Hak Asasi Manusia telah ada dan di

atur namun hukum yang mengatur tentang

pelanggaran ataupun kejahatan Hak Asasi Manusia

masih bersifat umum yaitu terdapat dalam Kitab

Undang- Undang Hukum Pidana (KUHP)

Indonesia. Namun dalam pelaksanaannya peraturan

hukum yang mengatur tentang itu belum mampu

mengakomodir segala permasalahan-permasalahan

Hak Asasi Manusia yang kian hari kian

berkembang dengan seiring era globalisasi dan

peradaban manusia di dunia ini.Undang-Undang

Dasar 1945 yang telah diamandemen perihal

tentang pengadilan yaitu termasuk dalam

kekuasaan kehakiman yang mana kekuasaan itu

merdeka terlepas dari pengaruh kekuasaan

pemerintah, harus ada jaminan Undang-undang

tentang kedudukan para hakim.

Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak

Asasi Manusia yang membahas tentang pengadilan

Hak Asasi Manusia di Indonesia terdapat dalam

pasal 104 yang berbunyi:

1. Untuk mengadili pelanggaran Hak Asasi

Manusia yang berat di bentuk pengadilan Hak

Asasi Manusia di lingkungan pengadilan

umum.

2. Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) dibentuk dengan Undang-undang dalam

jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun.

3. Sebelum terbentuk pengadilan Hak Asasi

Manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat

(2), maka kasus-kasus pelanggaran Hak Asasi

Manusia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

di adili oleh pengadilan yang berwenang.

Pasal 104 bahwa yang dimaksud dengan

pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah

pembunuhan massal (genocide), pembunuhan

sewenang-wenang atau diluar putusan pengadilan

(arbitrary / extra judicial killing), penyiksaan,

penghilangan orang secara paksa, pembudakan,

atau diskriminasi yang dilakukan secara sistematis

(systematic descrimination), berkenaan dengan

pengadilan yang berwenang yaitu meliputi empat

lingkungan pengadilan sesuai dengan UU No.14

Tahun 1970 tentang ketentuan-ketentuan pokok

kekuasaan kehakiman diubah UU No. 35 Tahun

1999.

Lembaga yang dapat mengadili pelanggaran Hak

Asasi Manusia di Indonesia ada empat lingkungan

peradilan sesuai dengan Undang-Undang yaitu :

1) Pengadilan Umum.

2) Pengadilan Militer.

3) Pengadilan Agama.

4) Pengadilan Niaga.

Dalam wilayah empat pengadilan tersebut para

pelanggaran Hak Asasi Manusia dapat di adili

sesuai dengan pelanggaran Hak Asasi Manusia

yang dilakukannya di dalam wilayah hukum

Indonesia, tentu berdasarkan peraturan hukum

diatas para pelaku pelanggaran terhadap Hak Asasi

Manusia di negara Indonesia dapat di jatuhkan

hukuman dengan tampa pandang bulu dan pilih

kasih karena di mata hukum bagi pelanggaran Hak

Asasi Manusia adalah pelanggaran hukum yang

serius dan harus segera di hukum, supaya manusia

tidak mudah melakukan pelanggaran-pelanggaran

hukum khususnya pelanggaran terhadap Hak Asasi

Manusia di Indonesia, memberikan terapi

“traumatic psicology” bagi manusia lain.

Pengadilan Hak Asasi Manusia di Indonesia

sekarang telah memasuki babak baru dengan telah

diselesaikannya Amanat Undang-Undang No. 39

Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yang

menegaskan pemerintah sebagai penyelenggara

negara dan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai

badan legislatif guna membuat suatu perundang-

undangan yang berkaitan dengan pengadilan

terhadap para pelaku pelanggaran kejahatan Hak

Asasi Manusia di Indonesia.

Pengadilan Hak Asasi Manusia diatur dalam

Undang- Undang no. 26 tahun 2000 tentang

pengadilan Hak Asasi Manusia. Keberadaannya

secara hukum “menjawab” bahwa Indonesia mau

dan mampu dengan sungguh- sungguh mengadili

pelaku pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat,

seperti yang diamanatkan Deklarasi Hak Asasi

Page 9: Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) Menurut

159 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI PRANATA SOSIAL, Vol . 2, No. 3, Maret 2014

Manuasia dan berbagai intrumen internasional serta

Pradilan Pidana Internasional. Ada keistimewaan

Penagadilan Hak Asasi Manusia Indonesia yang

menganut asas “retroaktif”,yaitu mengadili

pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat , yang

dilakukan sebelum Undang-Undang nomor 26.

tahun 2000, hal ini dimungkinkan dengan usul

Dewan Perwakilan Rakyat dan keputusan Presiden.

Pengadilan Hak Asasi Manusia yang retroaktif ini

dinamakan Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad

Hoc.11

Pengadilan di Indonesia, mulianya pengadilan yang

menangani pelanggaran Hak Asasi Manusia

belumlah banyak seperti kasus perceraian oleh

pengadilan agama, kasus kriminal oleh pengadilan

umum, kasus persengketaan niaga oleh pengadilan

niaga tidak menjadikan di masa depan pengadilan

Hak Asasi Manusia di Indonesia surut dalam

perkembangan ke depannya,

Pancasila sebagai falsafah bangsa dan Mukadimah

Undang-Undang Dasar 1945 sudah mengandung

nilai-nilai perlindungan Hak Asasi Manusia.

Mengenai perjuangan perlindungan Hak Asasi

Manusia dalam dunia peradilan mulai terwujud

dengan di undangkannya Undang-Undang Nomor

39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM),

kemudian disusul dengan Undang-Undang Nomor

26 Tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi

Manusia sebagai perwujudan pasal 104 Undang-

Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia.Kegiatan kepemerintahan ini merupakan

perkembangan hukum yang mencerminkan

wawasan perikemanusiaan yang berakar dalam

budaya bangsa yang hakikatnya merupakan ekpresi

penghargaan terhadap nilai-nilai Hak Asasi

Manusia yang terkandung dalam pancasila sebagai

pandangan hidup bangsa.

Pengadilan Hak Asasi Manusia Indonesia mulai

digelar untuk pertama kalinya pada tanggal 14

Maret 2002 yang mengadili perkara pelanggaran

Hak Asasi Manusia yang berat di Timor-Timur

pasca jejak pendapat, yang akan disusul dengan

kasus terhadap pelanggaran berat Hak Asasi

Manusia lain di tanah air. Terhadap pelanggaran

Hak Asasi Manusia berat yang dilakukan sebelum

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 dilakukan

11

Seodjono Dirjdjosisworo, Pengadilan Hak Asasi

Manusia,(Bandung: Citra Aditya Bakti,2002),Cet. I. hal.

145.

oleh Pengadilan Hak Asasi Manusia (HAM)

permanen.

Penerapan peradilan Hak Asasi Manusia (HAM)

bersifat ad hoc sesuatu yang baru dalam peradilan

di Indonesia, yang tidak saja mendapat perhatian di

tanah air bahkan sampai manca negara.Demi

kredibilitas dan jati diri yang berwibawa dan adil

dari peradilan Hak Asasi Manusia Indonesia.

Banyak pakar dan ilmuwan yang mendalami

intrumen Hak Asasi Manusia Internasional,

termasuk implementasinya dalam dunia peradilan

Hak Asasi Manusia ad hoc di Indonesia yang

sangat berharga.

Menurut Indriyanto Seno Adji :45

Secara ketat

sistem hukum pidana Indonesia yang konkordansi

dengan Belanda memberikan “legality principle”

sebagai salah satu pilar utama bagi setiap negara

yang mengakui dan menghargai suatu “supremacy

of law”, juga mengingatkan beberapa hal dalam

penerapan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000

dalam peradilan Hak Asasi Manusia, yaitu bagi

hakim peradilan HAM ad hoc adalah harapan agan

hakim ad hoc diberi kebebasan untuk menentukan

suatu “dissenting apinion” sebagai cermin

akuntabilitas terhadap publik tentunya dengan tidak

mengadakan penyimpangan distrem dari KUHAP,

sikap objektif harus tercermin dari hakim ad hoc

yang jauh dari kontaminasi politik.

(1) Peranan Komnas HAM

Komisi nasional Hak Asasi Manusia adalah

lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat

dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi

untuk melaksanakan pengkajian, penelitian,

penyuluhan, pemantauan, dan mediasi Hak Asasi

Manusia.Peran komisi nasional Hak Asasi Manusia

sebagai mana yang diamanahkan dalam Undang-

Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia pada Bab VII pasal 75 sampai pasal 103.

Pasal 75 menyatakan :

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas

HAM) bertujuan :

a. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi

pelaksanaan Hak Asasi Manusia sesuai dengan

pancasila Undang- Undang Dasar 1945 dan

piagam perserikatan bangsa-bangsa, serta

Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia; dan

b. Meningkatkan perlindungan dan penegakan

Hak Asasi Manusia guna berkembangnya

45

Dr. Andriganto Seno Adji, Pengadilan Hak Asasi

Manusia Ad Hoc yang Objektif, Kompas, 2-2-2002

Page 10: Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) Menurut

Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI PRANATA SOSIAL, Vol . 2, No. 3, Maret 2014 160

pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan

kemampuannya berpartisipasi dalam berbagai

bidang kehidupan.

Bahwa Komisi Nasional Hak Asasi Manusia

(Komnas HAM) mempunyai tujuan untuk

mengembangkan kondisi yang kondusif bagi

terciptanya penegakan Hak Asasi Manusia di

Indoneisa tidak terlepas dari pancasila, Undang-

Undang Dasar 1945, piagam PBB dan Deklarasi

Universal Hak Asasi Manusia. Kemudian daripada

itu juga meningkatkan perlindungan dan penegakan

Hak Asasi Manusia agar secara pribadi manusia

berkembang seutuhnya.

Pasal 76 :

1) Untuk mencapai tujuannya Komisi Nasional

Hak Asasi Manusia melaksanakan fungsi

pengkajian, penelitian, penyuluhan,

pemantauan, dan mediasi tentang Hak Asasi

Manusia.

2) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia

beranggotakan tokoh masyarakat yang

propesional berdedikasi dan berintegritas

tinggi, menghayati cita-cita negara hukum dan

negara kesejahteraan yang berintikan keadilan,

menghormati Hak Asasi Manusia dan

kewajiban dasar manusia.

3) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia

berkedudukan di ibukota negara Republik

Indonesia.

4) Perwakilan komisi nasional Hak Asasi Manusia

dapat didirikan di daerah.

Menurut pasal 76 guna mencapai arah tujuannya

komnas HAM harus melaksanakan fungsi

pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan,

mediasi mengenai Hak Asasi Manusia dalam

melaksanakan fungsi tersebut Komisi Nasional Hak

Asasi Manusia harus terdiri dari tokoh masyarakat

yang berdedikasi dan integritas tinggi serta

menghayati cita-cita negara ini yang berdasarkan

keadilan serta menghormati nilai-nilai Hak Asasi

Manusia. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia

berada di ibukota negara dapat juga di dirikan di

daerah sebagai perwakilan komisi Nasional Hak

Asasi Manusia.

Untuk melaksanakan keempat fungsi Komisi

Nasional Hak Asasi Manusia haruslah sesuai

dengan amanah undang-undang fungsi Komisi

Nasional Hak Asasi Manusia haruslah pengkajian

atau penelitian (Research and Study), bertugas dan

berwenang melakukan:

a. Pengkajian dan penelitian berbagai instrumen

internasioanl Hak Asasi Manusia dengan tujuan

memberikan saran-saran mengenai

kemungkinan aksesi dan atau relatifikasi;

b. Pengkajian dan penelitian berbagai peraturan

perundang-undangan untuk memberikan

rekomendasi mengenai pembentukan,

perubahan dan pencabutan peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan

Hak Asasi Manusia;

c. Penerbitan hasil pengkajian dan penelitian;

d. Studi kepustakaan, studi lapangan, dan studi

banding di negara lain mengenai Hak Asasi

Manusia;

e. Pembatasan berbagai masalah yang berkaitan

dengan perlindungan, penegakan, dan

pemajuan Hak Asasi Manusia;

f. Kerja sama pengkajian dan penelitian dengan

organisasi, lembaga atau pihak lainnya, baik

tingkat nasional, regional, maupun

internasional dalam bidang Hak Asasi Manusia.

Untuk melaksanakan bidang penyuluhan

(education) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia

bertugas dan berwenang melakukan :

a. Pengamatan pelaksanaan Hak Asasi Manusia

dan penyusunan laporan hasil pengamatan

tersebut;

b. Penyelidikan dan pemeriksaan terhadap

peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang

berdasarkan sifat atau lingkungannya patut di

duga terhadap pelanggaran Hak Asasi Manusia;

c. Pemanggilan kepada pihak pengadu atau

korban maupun pihak yang diadukan untuk

dimintai dan didengar keterangannya;

d. Pemanggilan saksi untuk dimintai dan di

dengar kesaksiannya, dan kepada saksi

pengadu diminta menyerahkan bukti yang

diperlukan;

e. Peninjauan di tempat kejadian dan tempat

lainnya yang dianggap perlu;

f. Pemanggilan terhadap pihak terkait untuk

memberikan keterangan secara tertulis atau

menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai

dengan aslinya dengan persetujuan ketua

pengadilan;

g. Pemeriksaan setempat terhadap rumah,

pekarangan, bangunan, dan tempat-tempat

lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak

tertentu dengan persetujuan ketua pengadilan;

h. Pemberian pendapat berdasarkan persetujuan

ketua pengadilan terhadap perkara tertentu

yang sedang dalam proses peradilan, bilamana

dalam perkara tersebut terdapat pelanggaran

Hak Asasi Manusia dalam masalah publik dan

acara pemeriksaan oleh pengadilan yang

kemudian pendapat komnas HAM tersebut

Page 11: Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) Menurut

161 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI PRANATA SOSIAL, Vol . 2, No. 3, Maret 2014

wajib diberitahukan oleh hakim kepada para

pihak.

Kemudian untuk melaksanakan fungsi mediasi

(mediation), Komisi Nasional Hak Asasi Manusia

bertugas dan berwenang melakukan :

a. Perdamaian kedua belah pihak.

b. Penyelesaian perkara melalui cara konsultasi,

negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian

ahli.

c. Pemberian saran kepada para pihak untuk

menyelesaikan sengketa melalui pengadilan.

d. Penyampaian rekomendasi atas suatu kasus

pelanggaran Hak Asasi Manusia kepada

pemerintah untuk ditindak lanjuti

penyaksiannya.

e. Penyampaian rekomendasi atas suatu kasus

pelanggaran Hak Asasi Manusia kepada Dewan

Perwakilan Rakyat Republik Indonesia untuk

ditindak lanjuti.

Pasal 77 menyatakan :

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berasaskan

pancasila. Mengandung pengertian bahwa landasan

hukum komnas HAM adalah berasaskan pancasila

yaitu yang berarti komnas HAM menjalankan

peran fungsi dan tugasnya tentunya dengan

mengamalkan nilai-nilai yang terkandung di dalam

pancasila dari sila ke-1 hingga sila ke-5. Di saat

menjalankan perannya komnas HAM dalam

menegakkan Hak Asasi Manusia sesuai dengan

tatanan nilai-nilai yang ada di wilayah Indonesia

selaras dengan falsafah bangsa Indonesia Pancasila,

bukan berpanutan pada paham selain paham

pancasila, yang nantinya penegakan Hak Asasi

Manusia di Indonesia sesuai dengan pedoman-

pedoman yang ada di dalam masyarakat Indonesia.

Hak Asasi Manusia bercirikan nilai-nilai falsafah

bangsa.

Landasan hukum komnas HAM, pada awalnya,

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dilahirkan

dengan keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993

tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Sejak

1999 keberadaan Komnas HAM di dasarkan pada

Undang-undang yakni Undang-undang Nomor 39

tahun 1999 yang juga menetapkan keberadaan,

tujuan fungsi, keanggotaan, asas kelengkapan, serta

tugas dan wewenang Komnas HAM. Disamping

kewenangan menurut Undang- Undang Nonor 39

tahun 1999, juga berwenang melakukan

penyelidikan terhadap pelanggaran Hak Asasi

Manusia yang berat dengan dikeluarkannya

Undang- Undang No. 26 Tahun 2000 tentang

pengadilan Hak Asasi Manusia.

Komnas HAM adalah lembaga yang berwenang

menyelidiki pelanggaran Hak Asasi Manusia yang

berat dalam melakukan penyelidikan ini Komisi

Nasional Hak Asasi Manusia dapat membentuk

Tim ad hoc yang terdiri atas Komnas HAM dan

unsur masyarakat. Dalam melaksanakan fungsi,

tugas dan wewenang guna mencapai tujuannya

komnas HAM menggunakan sebagai acuan

instrumen-instrumen yang berkaitan dengan Hak

Asasi Manusia, baik nasional maupun internasional

yaitu :

1. Instrumen nasional terdiri dari :

a. Undang-Undang Dasar 1945 beserta

amandemennya.

b. Tap MPR No. XVII/MPR/1998.

c. UU No. 39 tahun 1999

d. UU No. 26 tahun 2000

e. Peraturan perundang-undangan nasional

lain yang terkait.

2. Instrumen Internasional :

a. Piagam PBB, 1945.

b. Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia

1948.

c. Instrumen internasional lain mengenai

Hak Asasi Manusia yang telah disahkan

dan diterima Indonesia.

Pasal 78 menyatakan :

1) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia

mempunyai kelengkapan yang terdiri dari :

a) Sidang Paripurna; dan

b) Sub Komisi

2) Komisi Nasional Hak Asasi Manusia

mempunyai sebuah sekretariat jenderal

sebagai unsur pelayanan.

Pasal 83 menyatakan :

1. Anggota Komisi Nasional Hak Asasi

Manusia berjumlah 35 orang yang dipilih

oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik

Indonesia berdasarkan usulan Komisi

Nasional Hak Asasi Manusia dan diresmikan

oleh Presiden selaku kepala negara. Yang

dimaksud dengan “disesuaikan oleh

Presiden” adalah dalam bentuk keputusan

presiden penyesuaian oleh Presiden dikaitkan

dengan kemandirian Komisi Nasional Hak

Asasi Manusia (Komnas HAM). Usulan

yang dimaksud, harus menampung seluruh

aspirasi dari berbagai lapisan masyarakat

sesuai dengan syarat-syarat yang ditetapkan

yang jumlahnya paling banyak 10 orang.

Lembaga Komisi Nasional Hak Asasi Manusia

dalam menanggapi pelanggaran Ham biasa dapat

Page 12: Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) Menurut

Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI PRANATA SOSIAL, Vol . 2, No. 3, Maret 2014 162

menyerahkan perkara-perkara tersebut ke

pengadilan umum guna untuk diproses secara

hukum, sedang dalam menangani pelanggaran Hak

Asasi Manusia berat Komisi Nasional berwenang

menyelidiki pelanggaran Hak Asasi tersebut, dalam

melakukan penyelidikan ini Komisi Nasional Hak

Asasi Manusia juga dapat membentuk Tim ad hoc

yang terdiri atas Komisi Nasional Hak Asasi

Manusia atau unsur masyarakat.

(2) Kendala Dalam Menyelesaikan Pelanggaran

Hak Asasi Manusia di Indonesia

Pelanggaran Hak Asai Manusia yang terjadi di

Indonesia terutama di daerah- daerah telah sangat

menyesakkan sanubari bangsa indonesia selaku

bangsa yang menjunjung tinggi nilai dan harkat

serta martabat seorang manusia di muka bumi ibu

pertiwi. Peristiwa- peristiwa dari waktu ke waktu

masih saja terus berlangsung walau instens

terjadinya mengalami suatu saat pasang surut

adakalanya kejadian pelanggaran Hak Asasi

Manusia rendah dan di lain waktu meningkat.

Tentu ini menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi

bangsa Indonesia yang berbudi luhur berdasar kan

nilai- nilai yang terkandung pada Pancasila yang di

jabarkan dengan 5 butir kalimah syahdu.

Negara Indonesia dalam hal ini pemerintah yang

memempunyai amanah dari rakyat, yang mana

amanah itu untuk meninggikan kesehjahteraan dan

kedamaian antar sesama masyarakat sudah

seyoyanya berikhtiar untuk mencari cara

penyelesaikan yang mengedepankan sisi- sisi

kemanusiaan yang beradab dan berkepribadian

luhur. Memang dalam rangka untuk mengurangi

sampai menghapuskan bentuk-bentuk pelanggaran

Hak Asasi Manusia bukan suatu pekerjaan yang

mudah dan asal-asalan melainkan dibutuhan suatu

kinerja dari segala elemen bangsa Indonesia untuk

menciptakan suasana yang kondunsif bagi

penegakan Hak Asasi Manusia tentu dengan

penyelasaian yang demokratis, komprehensif dan

menyentuh hati nurani masyarakat itu sendiri.

Permasalahan di wilayah NKRI yang berkenaan

dengan kasus- kasus kekerasan yang

mengakibatkan bermuara pelanggaran Hak Asasi

Manusia harus dapat menguraikan variabel-

variabel mengapa terjadi pelanggaran tersebut,

dalam hal untuk mencari akar permasalahan tentu

harus di identifikasi terlebih dahulu dengan

menelusuri data- data yang ada di dalam

masyarakat, sebab di sana sesungguhnya endapan

dilema- dilema yang harus di aktualisasi guna

terselesaikan.

Permasalahhan pelanggaran Hak Asasi Manusia di

wilayah Indonesia memang sudah menjadi topik

aktual yang selalu di bicarakan untuk dicarikan

upaya- upaya penyelesaiannya namun hingga saat

ini, dari masa reformasi hingga masa pasca tsunami

masih saja dan belum terselesaikan, ini haruslah

dicermati dan di pahami dengan seksama oleh

semua pihak. Dari zaman Kepresidenan BJ

Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati

Soekarnoputri, hingga sekarang pada masa

pemerintahan Joko Widodo memimpim bukan

tidak pernah di selesaikan melalui kebijakan

kebijakan pusat yang mencoba untuk untuk

mengakomodir semua kepentingan dan hasrat

masyarakat lokal, masih saja belum cukup dalam

rangka untuk menyelesaikan masalah-masalah

pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia.

Ada beberapa hal yang harus dicermati oleh

pemerintah dalam hal ini sebagai pembuat

kebijakan eksekutif dan sebagai aparatur negara

yang bertugas sebagai abdi masyarakat harus

menerapkan asas “good geverment”, masyarakat

sebagai “public actor” di lapangan, aparat

keamanan sebagai petugas keamanan di wilayah

dan lapisan masyarakat lainnya yang dapat menjadi

faktor kendala- kendala terhadap penegakan Hak

Asasi Manusia disana yang disebabkan oleh

diantaranya:

1. pemeritah selaku “policy obligation”;

2. TNI POLRI sebagai petugas keamanan;

3. masyarakat selaku “civil actor”;

4. kelompok dalam masyarakat;

Pemerintah adalah salah satu penyebab dapat

terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia oleh

kerena itu memunculkan kendala- kendala yang

mengakibatkan tidak dapat terselesaikannya

permasalahan di Indonesia seperti dalam hal

pengambilan kebijakan- kebijakan yang dilakukan

oleh pemerintah tidak mengenai dan menyentuh

dasar permasalah “basic problem” yang ada di

wilayah daerah rawan terjadinya pelanggaran Hak

Asasi Manusia.

Dalam rangka penegakan hukumnya pemerintah

hanya sekedar menyelesaikan masalah pada lapisan

kulitnya saja “liptsic spare” seperti sidang

pengadilan Hak Asasi Manusia yang terkesan

sandiwara politik, diadili prajurit yang berpangkat

rendah sebagai pelaku pelanggaran Hak Asasi

Manusia. Dalam hal untuk mengusut pelanggaran

Hak Asasi Manusia bagi para “actor eksekutif”

terkesan bertele- tele dan lamban sehingga

memunculkan “stereothipe” masyarakat terhadap

Page 13: Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) Menurut

163 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI PRANATA SOSIAL, Vol . 2, No. 3, Maret 2014

proses penegakan hukum ”law suprimacy” tidak

fair ataupun setengah hati “a half heart”.

Pemerintah juga terkesan dalam melakukan

diplomasi perdamaian “diplomacy of peace”

terkesan tidak serius yaitu menggunakan jalur

diplomasi pada tataran eksekutif tetapi ditataran

akar rumput “grass root” yang menggunakan

langkah- langkah militer.

Sehingga berakibat pada pelayanan aparatur daerah

seperti pegawai pemerintah daerah dari kabupaten

hingga ke desa banyak yang pergi maupun pindah.

Sehingga berimbas pada pelayan dan pengabdian

aparatur negara tidak memadai dan maksimal di

wilayah-wilayah pelanggaran HAM karena rentan

terhadap tindak kekerasan yang di lakukan oleh

pihak- pihak yang bertikai di sana. Semua itu

adalah hal- hal yang krusial yang harus coba

dicermati dan di selesaikan dalam hal untuk

menyelesaikan dan melenyapkan pelanggaran Hak

Asasi Manusia di NKRI dan untuk pihak- pihak

yang bersitegang harus lebih arif dan bijaksana

dalam menangani semua permasalahan yang ada di

lapisan “akar rumput” supaya dapat mengurangi

pelanggaran Hak Asasi Manusia.

3.3 Upaya- Upaya Penyelesaian Dalam Kasus

Hak Asasi Manusia di Indonesia

Sarana penyelesaian yang digunakan dalam

penyelesaian kasus Hak Asasi Manusia di

Indonesia tentunya dengan mengedepankan norma-

norma kaidah hukum yang berlaku dalam

menyelesaikan permasalahan- permasalahan

hukum. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi

Manusia yaitu perdamaian kedua belah pihak,

penyelesaian perkara melalui cara konsultasi

negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan penilaian ahli.

Penyelesaian perkara terhadap pelanggaran Hak

Asasi Manusia di wilayah Indonesia tentunya harus

mempertimbangkan kaidah-kaidah yang ada di

dalam masyarakat Indonesia.

Maka dari itu seyogyanya pelaksanaan segala

kebijakan republik terhadap masyarakat yang

terjadi kasus-kasus pelanggaran HAM tentunya

berkiblat kepada nilai-nilai budaya, sosial, agama

dan ekonomi masyarakat itu sendiri. Dalam rangka

untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan

yang yang timbul dengan damai dan bermartabat

diperlukan suatu cara yang terus menerus dan

tuntas hingga ke akar segala permasalahan di

propinsi itu. Mulai dari segi ekonomi hingga

pelanggaran nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri

bukan muncul karena tidak bersebab terjadinya

pelanggaran-pelanggaran di karenakan terjadinya

benturan-benturan kepentingan antara daerah

dengan pusat, ketidak adilan yang telah lama

dirasakan oleh masyarakat di sana karena dianggap

sebagai sapi perahan kebijakan pusat yang tampa

peduli untuk membangun daerah yang telah

memberikan pendapatan bagi anggaran pendapat

belanja negara.

Terlepas dari siapa yang mulai membuat situasi

yang dishormanisasi dalam masyarakat yang terjadi

pelanggaran HAM, haruslah disadari sarana

penyelesaian dengan kekerasan atau senjata sudah

tidak efektif dalam menyelesaikan segala

permasalahan. Sarana penyelesaian yang dapat di

terima oleh semua pihak lapisan masyarakat

tentunya penyelesaian yang mengedepankan nilai-

nilai manusia tentu dengan menggunakan cara-cara

yang lebih manusia yaitu dengan cara mediasi

dialog damai antara kelompok-kelompok yang

bertikai. Karena sarana penyelesaian dengan damai

lebih menguntungkan segala pihak-pihak yang

bertikai dan dapat mengurangi dampak kerugian

akibat terjadinya peperangan.Sarana penyelesaian

melalui perundingan, dialog lebih arif dan

bijaksana dari paa penyelesaian masalah dengan

senjata. Manusia dimanapun ketika dihargai dan

dihormati nilai-nilai dasar sebagai manusia, tidak

akan merendahkan Hak Asasi Manusia lainnya

namun sebaliknya, itulah mengapa para pengamat

para tokoh-tokoh negarawan lebih mengedepan

penyelesaian permasalahan pelanggaran Hak Asasi

Manusia dengan cara damai dan lebih bermartabat.

Penegakan terhadap Hak Asasi Manusia di

Indonesia tidak dapat di tegakkan selama pola

pemikirannya hanya bersandar pada nilai-nilai Hak

Asasi Manusia suatu negara. Sebab penegakan

terhadap nilai-nilai Hak Asasi Manusia dalam

setiap wilayah negara akan berbeda-beda karena

dipengaruhi oleh kultur budaya, sosial dan religius

suatu bangsa, jika Indonesia ingin penegakan Hak

Asasi Manusia berdiri di negara ini serta harus

sesuai dengan nilai kaidah yang ada di dalam jiwa

bangsa Indonesia, selama itu belum dipahami nilai

penegakan Hak Asasi Manusia hanya sebagai

plaform belaka.47

Dalam penyelesaian perkara pelanggaran Hak

Asasi Manusia berat maka sarana penyelesaiannya

di dalam pengadilan Hak Asasi Manusia. Jika tidak

terbukti terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia

47

Wawancara, Abdurrahman Wahid, kongko-kongko

bersama Gus Dur, radio 68 H, Utan Kayu, sabtu, jam

10.00-11.00 WIB, 2006.

Page 14: Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) Menurut

Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI PRANATA SOSIAL, Vol . 2, No. 3, Maret 2014 164

yang berat maka perkara pelanggaran Hak Asasi

Manusia dilakukan di pengadilan umum dimana

terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia itu

terjadi.Di dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun

2000 pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun

1999 tentang pengadilan Hak Asasi Manusia.

Sarana penyelesaian terhadap pelanggaran Hak

Asasi Manusia yang berat adalah sebagai berikut :

Pasal 4 :

Pengadilan Hak Asasi Manusia bertugas dan

berwenang memeriksa dan memutuskan perkara

pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat.

Yang dimaksud dengan memeriksa dan

memutuskan dalam ketentuan ini adalah termasuk

penyelesaian perkara yang menyangkut konpensasi,

restitusi, dan rehabilitasi sesuai dengan peraturan

perundang- undangan. Pelanggaran Hak Asasi

Manusia berat terdiri dari kejahatan genosida dan

kejahatan terhadap kemanusiaan, kejahatan

genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan

sesuai dengan “Roma Stalute of the International

Criminal Count” kejahatan genosida adalah setiap

pembuatan yang dilakukan dengan maksud untuk

menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau

sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok, etnis,

kelompok Agama dengan cara :

a. Pembunuhan anggota kelompok.

b. Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental

yang berat terhadap anggota-anggota

kelompok.

c. Menciptakan kondisi kehidupan kelompok

yang akan mengakibatkan kemusnahan secara

fisik, baik seluruh atau sebagiannya.

d. Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan

mencegah kelahiran di dalam kelompok.

e. Memindahkan secara paksa anak-anak dan

kelompok tertentu kelompok yang lain.

Kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu

perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari

serangan yang meluas atau sistematik yang

diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan

secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa:

a) Pembunuhan.

b) Pemusnahan.

c) Perbudakan.

d) Pengusiran atau pemindahan penduduk secara

paksa.

e) Perampasan kemerdekaan atau perampasan

kebebasan fisik lain secara sewenang dan yang

melanggar asas-asas ketentuan pokok hukum

internasional.

f) Penyiksaan.

g) Pemerkosaan, perbudakan seksual, pelacuran

secara paksa, pemaksaan kehamilan,

pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau

bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang

setara.

h) Penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu

atau perkumpulan yang di dasari persamaan

paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya,

agama, jenis kelamin atau alasan lainnya yang

telah diakui secara universal sebagai hal yang

dilarang menurut hukum internasional.

i) Penghilangan orang secara paksa.

j) Kejahatan apartheid.

Pasal 43

1) Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat

yang terjadi sebelum di undangkannya undang-

undang ini, diperiksa dan diputuskan

pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc.

2) Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc

sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1)

dibentuk atas usul Dewan Perwakilan Rakyat

Republik Indonesia berdasarkan peristiwa

tertentu dengan keputusan Presiden.

3) Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berada

dilingkungan peradilan umum.

Dapat dijabarkan bagi pelanggaran Hak Asasi

Manusia yang berat yang terjadi sebelum adanya

Undang- Undang No. 26 Tahun 2000 tentang

pengadilan Hak Asasi Manusia dapat diperiksa dan

diputuskan dalam pengadilan Hak Asasi Manusia

ad hoc. Dalam hal Dewan perwakilan Rakyat

Republik Indonesia mengusulkan di bentuk

pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc, Dewan

Perwakilan Rakyat mendasarkan pada dugaan telah

terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia yang

berat dibatasi pada locus dan tempos delicti tertentu

yang terjadi sebelum di undangkannya Undang-

undang ini. Serta pengadilan Hak Asasi Manusia ad

hoc ini berada di lingkungan peradilan umum.

Pasal 45

1. Untuk pertama kali pada saat Undang-undang

ini mulai berlaku pengadilan Hak Asasi

Manusia sebagai mana dimaksud dalam pasal 4

dibentuk di Jakarta Pusat, Surabaya, Medan

dan Makasar.

2. Daerah hukum pengadilan Hak Asasi Manusia

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berada

pada pengadilan negeri di:

a. Jakarta Pusat yang meliputi wilayah daerah

khusus Ibukota Jakarta, Propinsi Jawa Barat,

Banten, Sumatra Selatan, Lampung,

Page 15: Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) Menurut

165 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI PRANATA SOSIAL, Vol . 2, No. 3, Maret 2014

Bengkulu, Kalimantan Barat dan

Kalimantan Tengah.

b. Surabaya yang meliputi Propinsi Jawa

Timur, Jawa Tengah, Daerah Istimewa

Yogyakarta, Bali, Kalimantan Selatan,

Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat,

Nusa Tenggara Timur.

c. Makassar yang meliputi Propinsi Sulawesi

Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi

Tengah, Sulawesi Utara, Maluku, Maluku

Utara, Irian Jaya.

d. Medan yang meliputi Propinsi Sematra

Utara, Daerah Istimewa Aceh, Riau, Jambi,

dan Sumatra Barat.

Pasal 47

1. Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat

yang terjadi sebelum berlakunya Undang-

undang ini tidak menutup kemungkinan

penyelesaian dilakukan oleh Komisi Kebenaran

dan Rekonsiliasi.

2. Komisi kebenaran dan rekonsiliasi

sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibentuk

dengan Undang-undang.

3.4 Prinsip Hak Asasi ManusiaMenurut Hukum

Islam

3.4.1 Manusia Menurut Islam

Setiap insan manusia yang terlahir di alam dunia

memiliki kesempurnaan yang lebih sempurna dari

makhluk hidup yang ada di dunia, karena manusia

diciptakan oleh Allah SWT dengan segala

kelebihan yang telah dikaruniakan kepadanya

melekat dalam diri setiap manusia.Sehingga

keberadaan makhluk manusia di dunia ini untuk di

hormati oleh sesama manusia. Dalam menjalani

kehidupan manusia tentu, mempunyai nilai-nilai

kodrati yang harus disadari dan diakui oleh

manusia-manusia yang lain di saat keadaan apapun.

Manusia sejatinya telah mempunyai nilai-nilai yang

berada di dalam dirinya tampa bisa dikurangkan

terlebih lagi sampai dihilangkan oleh siapapun di

dunia ini. Maka tidak benar apabila manusia,

bangsa dan negara ingin melakukan suatu

penekanan dengan menggunakan kata ataupun

kaidah-kaidah yang secara universal telah diakui

keberadaannya dan bukan menjadi suatu nilai-nilai

pribadi, golongan, sekutu ataupun negara di dunia

ini.

Oleh karena itu Islam selaku agama yang

sesungguhnya memberi “Rahmatan Lil Alamin”

bagi manusia di muka bumi ini tampa membeda-

bedakan asal, golongan dan tingkat interaksinya

telah memberi suatu derajat dan martabat yang

mulia di dunia ini sehingga Allah SWT

memerintahkan kepada para malaikat dan yang

lainnya bersujud kepada manusia dalam maksud

menghormati manusia. Supaya manusia tidak hidup

sejajar dengan makhluk hidup lain yang ada di

bumi ini seperti binatang tumbuh-tumbuhan dan

lainnya. Kendatipun manusia dalam interaksi

kehidupannya secara ekonomi, sosial, budaya

menghadapi berbagai macam kepedihan dan

kesukaran, namun jika manusia hidup baik dan

damai bersama manusia lainnya tentu diharibaan

Allah SWT lebih mulia dari pada malaikat di

langit.Hal ini telah di lafaskan oleh Allah SWT

dalam wahyu firman-Nya.

Artinya : “Dan sesungguhnya, telah

kami muliakan anak-anak adam, kami angkut

mereka di daratan dan di lautan. Kami beri rizki

dan yang baik-baik, dan kami lebihkan mereka

dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan

makhluk yang teah kami ciptakan”. (As. Al. Isra :

70).48

Sejak lebih dari empat belas abad yang lalu

manusia telah diberitakan di dalam literatur-

literatur Islam tentang posisi kedudukannya yang

mulia di muka bumi ini, bahwa sesungguhnya

Allah SWT selaku sang pencipta telah memberikan

suatu batasan-batasan tegas yang tidak

membenarkan keangkaramurkaan dan kezaliman

yang dilakukan oleh sesosok insan manusia

terhadap sesamanya dan untuk segala sesuatu yang

diamanahkan untuk di khalifahinya, sesuai dengan

yang telah difirmankan melalui Rosul-Nya dalam

Hadist Qudsi :

Hai hamba-ku! Sesungguhnya aku

mengharamkan (perlakuan) zhalim atas diriku

dan aku menjadikannya diantaramu haram,

maka janganlah kamu saling berbuat

zhalim”.(H.R. Muslim Dari Ali Dzaar Al

Ghifaari).49

Bahwasannya bagi umat Islam dimanapun di dunia

ini wahana dan wacana mengenai perihal Hak

Asasi Manusia yang didengungkan dan diagungkan

oleh negara-negara barat dewasa ini, itu semua bagi

48

Al Qur’an dan Terjemahannya, Departemen Agama RI

(Bandung : Gema Risalah Pres 2011). 49

K.H.M. Ali Usman el al, Hadist Qudsi Pola

Pembinaan Ahlaq Muslim (Bandung : Diponegoro 1996)

Page 16: Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) Menurut

Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI PRANATA SOSIAL, Vol . 2, No. 3, Maret 2014 166

kaum Islam bukanlah hal yang baru dalam

khazanah dunia Islam dimanapun karena hampir di

setiap literatur-literatur islam pembahasan tentang

Hak Asasi Manusia selalu di hadirkan karena

islam adalah suatu peradaban yang menjunjung

tinggi dan benar etika hak-hak dasar setiap manusia

di bumi ini, serta itu semua telah dibuktikan dalam

peradaban masyarakat madinah empat belas abad

yang silam di bawah pemerintah Rosulullah SAW

beserta kalifah-kalifah Rasyidin selanjutnya.

Munculnya bentuk-bentuk pelanggaran terhadap

nilai-nilai Hak Asasi Manusia atau bangsa di bumi

ini, di latarbelakangi oleh suatu egoisme

kepentingan pribadi atau bangsanya, sehingga

mengakibatkan memandang rendah nilai-nilai Hak

Asasi Manusia ataupun bangsa lain, sehingga

timbul suatu bentuk penindasan atau perbudakan

dalam bentuk lain : kekayaan dan kekuasaan di

pergunakan untuk melakukan perbuatan-perbuatan

yang zhalim dan merugikan kepentingan-

kepentingan manusia lain, yang akhirnya

merendahkan dan mendiskriminasikan martabat

dan nilai-nilai luhur manusia.

Hak Asasi Manusia dalam Agama Islam lahir

bersamaan dengan ucapan tauhid pada saat seorang

muslim mengikrarkan iman kepada Allah yang

tiada sesembahan selain DIA, tiada sumber hukum

dan kekuasaan tertinggi selain DIA, pada saat itu

pulalah runtuh keberhalaan serta segala bentuk

manifestasinya, baik yang berupa kekayaan, politik

maupun sosial.51

Namun sebenarnya manusia sudah memperoleh

haknya sejak saat ia berada di dalam rana

kandungan. Manusia memperoleh hak hidup dari

Allah SWT sejak saat ditiupkan sebuah ruh

kedalam jasadnya. Jadi tidak ada keraguan dan

kebimbangan, bahwa sesungguhnya dengan

menyakini ke Esa-an Allah dan kekuasannya atas

seluruh makhluk hasil ciptaan-Nya,

termasukpengurusan-Nya atas segala sesuatu, dan

kesadaran bahwa hanya Allah sejalan yang

berkuasa untuk mendatangkan manfaat dan

mudhorat, yang berkuasa merugikan dan

menjatuhkan nilai dan martabat manusia, berkuasa

memberi dan mencegah semuanya itu menegaskan

kemerdekaan dan kebebasan manusia yang seluas-

luasnya, yaitu kemerdekaan yang membuat

51

Tim Pengkajian FH di bawah Koordinasi Lembaga

Penelitian UID, Deklarasi Hak-Hak Asasi Manusia,

Ditinjau dari Segi Pancasila dan UUD 1945 Atas Dasar

Keimanan dan Ketaqwaan. 2007

manusia tidak memperdulikan “thaghut” manapun

dimuka bumi ini, sebab betapun kejamnya

3.4.2 Hak-Hak Manusia Dari Prespektif Islam

Pandangan Islam yang komprehensif yang tidak

hanya terbatas dalam menjelaskan HAM saja, akan

tetapi menetapkan hak manusia secara proporsional

sesuai dengan kedudukan manusia selaku

penyembah risalah kemanusiaannya. Hak Asasi

Manusia yang ada di dalam Islam bahwasannya

lahir dari hak-hak Allah SWT, Dia Yang Maha

Suci yang telah menciptakan hak-hak para

hambanya sebagai mukadimah bagi hak-

haknya.Pertama-tama yang kita temukan dalam

islam perihal hak asasi manusia adalah bahwa islam

menetapkan beberapa hak bagi manusia sebagai

manusia, bahwa setiap manusia dari negeri

manapun, ia memiliki beberapa hak asasi yang

semata-mata karena ia adalah seorang manusia.

Dan hak-hak tersebut harus diakui oleh setiap

muslim dan wajib dipenuhinya.

Hak yang paling urgensi dari seluruh Hak Asasi

Manusia adalah hak untuk dapat hidup dan

dihormati dan dihargai hidupnya selaku insan

manusia. Allah menegaskan dalam firmannya yaitu

surat Al. Maidah Ayat 32 menyatakan :

Dan barang siapa yang membunuh seseorang

manusia, bukan karena orang itu (membunuh)

orang lain, atau bukan karena membuat

kerusakan dimuka bumi, maka sekana-akan ia

telah membunuh manusia seluruhnya. Dan

barang siapa yang memelihara kehidupan

seorang manusia, maka seolah-olah dia telah

memelihara kehidupan manusia seluruhnya.52

Dari ayat diatas dapat diuraikan bahwa masalah

pencabutan atau penghilangan nyawa seseorang

hanya dapat diputuskan oleh sidang pengadilan

yang kompeten.Dalam keadaan bagaimanapun,

tidak seorang pun yang mempunyai hak sendiri

untuk mencabut nyawa manusia sebagai

52

Abdullah AlHabsyi, M. Ali dan Abu Haidan, Hak-Hak

Sipil Dalam Islam: Tinjauan Kritis Tekstual dan

Kontekstual atas Tradisi Ahlul Baitas, (Jakarta : Al Huda

2004) Cetakan-1. Hal 12

Page 17: Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) Menurut

167 Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI PRANATA SOSIAL, Vol . 2, No. 3, Maret 2014

pembalasan atau hukuman bagi penyebaran

kerusakan dimuka bumi. Hanya pengadilan yang

bisa memutuskan apakah seseorang telah

kehilangan haknya untuk hidup karena telah

mengabaikan hak hidup dan kedamaian orang lain.

Islam juga menetapkan prinsip-prinsip bahwa tak

seorang pun yang ada dimuka bumi ini dapat

membeda-bedakan antara manusia dengan manusia

lain apalagi sampai mendiskriminasikan hak-hak

asasi manusianya. Hak untuk tidak dapat dipaksa

merupakan bagian dari pada hak kodrati insan

manusia yang harus dihormati dan agungkan oleh

setiap manusia. Sekarang ini dimana-mana dalam

setiap aspek-aspek kehidupan manusia selalu ada

saja yang melakukan penekanan sampai pemaksaan

kehendak baik oleh seorang manusia maupun

sebuah negara atau bangsa terhadap manusia dan

bangsa lain di belahan bumi ini yang

berdampaknya merendahkan dan melemahkan

nilai-nilai Hak Asasi Manusia.

Hak kebebasan pribadi dalam nilai agama islam

pun jelas dan sangat tegas bahwa hak itu haruslah

dijunjung tinggi baik oleh sesama manusia maupun

dalam suatu negara yang berdaulat. Islam

menetapkan bahwa tiada seorangpun warga negara

yang bisa dimasukkan ke dalam penjara, kecuali

apabila kesalahannya telah dibuktikan dalam suatu

pengadilan yang sah dan terbuka, seperti yang

ditegaskan dalam firman Allah SWT pada surat

annisa ayat 53 yang berbunyi :

Artinya : “Ataukah ada bagi mereka

bahagian dari kerajaan (kekuasaan)?

Kendatipun ada, mereka tidak akan memberikan

sedikitpun (kebajikan) kepada manusia,” (Qs,

Annisa, 4 : 53).54

Penguasa atau pemerintah tidak dapat memaksakan

keyakinan suatu agama kepada seorangpun warga

negara. Dalam al Qur’an Allah SWT telah

berfirman :

Artinya:Dan janganlah kamu memaki

sembahan-sembahan yang mereka sembah

54

Abul A’la Maududi, Hak Asasi Manusia Dalam

Islam, (Bandung : Pustaka, 1985) Cetakan-1. Hal 47

selain Allah, karena mereka nanti akan memaki

Allah dengan melampaui batas tanpa

pengetahuan.” (Qs. Al-An’aam, 6: 108).57

Secara jelas dalam Petikan sabda tersebut

bahwasannya islam telah melarang praktek

menangkap seorang manusia yang merdeka untuk

dijadikan sebagai budak atau dijual sebagai budak.

Penjelasan hadist tersebut juga bersifat umum,

tampa kualifikasi apapun atau penerapan kepada

suatu bangsa, ras, negeri atau penganur-penganut

agama tertentu.Islam menjamin persamaan di depan

hukum bagi seluruh warganya secara mutlak dan

menyeluruh. Jelaslah bahwa kaum muslimin

dituntut tidak hanya untuk berbuat adil terhadap

manusia pada umumnya, tetapi juga terhadap

musuh-musuh mereka. Dengan kata lain, keadilan

yang diberikan oleh Islam tidak terbatas pada

sesama warga negara mereka, sesama suku, bangsa

atau ras mereka, atau pada masyarakat islam secara

keseluruhan tetapi adalah juga untuk seluruh umat

manusia di muka bumi ini. Demikianlah hak-hak

asasi manusia yang telah diajarkan dalam Islam

yang begitu kental dengan meninggikan nilai-nilai

hukum seorang insan manusia, tepatlah jika islam

dikatakan sebagai agama yang menjunjung tinggi

nilai-nilai kemanusiaan baik secara pribadi maupun

sosial di muka bumi ini.

IV. PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Penerapan hukum kepada pelanggaran Hak

Asasi Manusia di Indonesia ini berpedoman

pada Undang- Undang No. 26 Tahun 2000

tentang pengadilan Hak Asasi Manusia, di

mana dalam Undang-undang tersebut disebut

tentang pengadilan ad hoc yang dipakai untuk

mengadili para pelanggar Hak Asasi Manusia

di Indonesia.

2. Lembaga yang mengadili para pelanggar Hak

Asasi Manusia adalah pengadilan Ad Hoc Hak

Asasi Manusia, yang tidak beda dengan

pengadilan biasa, khususnya pengadilan

pidana. Sebab pada hakekatnya pengadilan

pidana juga mengadili pelanggaran Hak Asasi

Manusia yang bersifat khas adalah bahwa

pelanggaran Hak Asasi Manusia berkaitan

dengan kesepakatan internasional.

3. Untuk menyelesaikan kasus pelanggaran Hak

Asasi Manusia yang terjadi di wilayah

57

Op. Cit. 58

Page 18: Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi Manusia (HAM) Menurut

Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI PRANATA SOSIAL, Vol . 2, No. 3, Maret 2014 168

Indonesia yaitu melalui pengadilan Ad Hoc

apabila waktu terjadinya pelanggaran Hak

Asasi Manusia sebelum Undang- Undang No.

26 Tahun 2000 tentang pengadilan Hak Asasi

Manusia dan apabila terjadinya pelanggaran

Hak Asasi Manusia tersebut setelah Undang-

undang ini maka diselesaikan melalui

pengadilan Hak Asasi Manusia dan apabila

terjadinya pelanggaran Hak Asasi Manusia

tersebut sebelum Undang-undang ini dapat juga

diselesaikan melalui alternatif penyelesaian

yaitu melalui Komisi Kebenaran dan

Rekonsiliasi yang ditetapkan oleh Undang-

Undang.

4. Hak Asasi Manusia menurut prinsip Islam tidak

dapat terlepas dari Al Qur’an dan As Sunnah

karena dari kedua sumber tersebut menjadi

suatu kaidah-kaidah petunjuk dan bimbingan

bagi seluruh umat manusia.

B. Saran

1. Meskipun masalah pelanggaran Hak Asasi

Manusia selalu saja mengundang suatu

perdebatan, tetapi lepas dari kontroversi yang

akan muncul dikemudian hari, proses terhadap

peradilan Hak Asasi Manusia harus tetap

berjalan dengan objektif dan fair. Hal ini

tentunya dengan terjadinya apabila didukung

oleh peraturan perundang-undangan yang

berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi

dalam hal ini pemerintah perlu untuk berbuat

suatu instrumen perundang-undangan yang

dapat berlaku surut (rekroaktif) dalam Undang-

Undang pengadilan Hak Asasi Manusia.

2. Pada era reformasi sekarang ini, pelanggaran

Hak Asasi Manusia seperti apapun bentuknya,

harus dapat diproses melalui peradilan, maka

perlu juga di buat sarana yang akan mendukung

masalah penegakan Hak Asasi Manusia. Hal ini

sudah dilakukan oleh pemerintah dengan

pembentukan komnas HAM.

3. Berkaitan dengan kasus pelanggaran Hak Asasi

Manusia di NKRI, apabila proses upaya

penyelesaian melalui pengadilan dapat berjalan

dengan fair, maka akan menjadi tonggak

sejarah perjuangan yang akan Hak Asasi

Manusia bagi bangsa dan negara Indonesia.

Oleh karena itu, diperlukan kualitas para aparat

penegak hukum yang memahami nilai-nilai

yang berkenaan dengan Hak Asasi Manusia.

4. Hak Asasi Manusia dalam islam merupakan

anugerah dari Allah SWT, yang melekat

dengan fitnah kemanusiaannya, oleh sebab itu

manusia harus senantiasa konsisten terhadap

syariat agama atau aturan pedoman sebagai

falsafah hidupnya, yaitu Al Qur’an dan Hadist.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Abu Haidan, Abdullah AlHabsyi, M. Ali dan, Hak-

Hak Sipil Dalam Islam: Tinjauan Kritis Tekstual

dan Kontekstual atas Tradisi Ahlul Baits, Jakarta :

Al Huda 2004.

[2] Anam,Koffi, Buletin Wacana Hak Asasi Manusia,

Pesan Sekretaris Jenderal PBB Memperingati Hari

HAM ke- 57, Edisi 20 tahun III/ Desember 2005.

[3] CST, Kansil. Pengantar Ilmu Hukum Data Hukum

Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka,1986.

[4] Dirjdjosisworo, Seodjono, Pengadilan Hak Asasi

Manusia, Bandung: Citra Aditya Bakti,2002

[5] Hamzah, Dr. Andi S. H., Pengantar Hukum Acara

Pidana Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1990.

[6] Sumantri M, Prof. Dr. Sri. S. H., Bunga Rampai

Hukum Tata Negara Indonesia, Bandung: Alumni,

1992.

[7] Maududi, Abul A’la, Hak Asasi Manusia Dalam

Islam, Bandung: Pustaka, 1985.

[8] Nusantara,Abdul Hakim G. Sebuah Upaya

Memutus Impunitas: Tanggung Jawab Komando

Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia,

Jurnal HAM. Vol 2. no. 2 Nopember 2004,

[9] Soekanto, Soerjono, Sosiologi Hukum dalam

Masyarakat, Jakarta: Rajawali Grafindo Persada,

1987

[10] Supelli, Karlina Leksono dan, Tak ada Jalan

Pendek Menuju Rekonsiliasi, Jurnal Demokrasi dan

HAM, Jakarta: ID H-THC, 2001

[11] Usman el al K.H.M. Ali, Hadist Qudsi Pola

Pembinaan Ahlaq Muslim, Bandung: Diponegoro

1996.

[12] Indonesia Undang-Undang Dasar 1945 Setelah

Amandemen Keempat Tahun 2002, Cetakan IX,

Sinar Grafika, Jakarta, 2009.

[13] Indonesia, Undang-Undang HAM, Cetakan X,

Jakarta : Sinar Grafika, 2010

[14] Indonesia Undang-Undang No. 26 Tahun 2000,

Tentang Pengadilan HAM, (L.N. Tahun 2000 No.

208).

[15] Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 dan

Perubahannya, Jakarta: Penabur Ilmu, 2003

[16] Adji,Dr. Andriganto Seno,Pengadilan Hak Asasi

Manusia Ad Hoc yang Objektif, Kompas, 2-2-

2002.

[17] Wahid,Abdurrahman, kongko-kongko bersama

Gus Dur, melihat arah kemana HAM Indonesia,

Wawancara, radio 68 H , Utan Kayu, sabtu, jam

10.00-11.00, 2006.

[18] Tim Pengkajian FH di bawah Koordinasi Lembaga

Penelitian UID, Deklarasi Hak-Hak Asasi

Manusia, Ditinjau dari Segi Pancasila dan UUD

1945 Atas Dasar Keimanan dan Ketaqwaan. 2007.

[19] Al Qur’an dan Terjemahannya, Departemen

Agama RI, Bandung: Gema Risalah Pres 2011.