pendidikan pra & pasca reformasi
TRANSCRIPT
PEMBANGUNAN BIDANG PENDIDIKAN DI INDONESIA SEBELUM DAN SESUDAH REFORMASI
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Perencanaan
Disusun oleh:Christiana U. Danti (C2B007009)Devi Permatasari (C2B007011)Happy Yuliana (C2B007023)Minawati Widiastuti (C2B007034)Puput Wijayanti (C2B007047)Widhi Ariestianti R. (C2B007064)
ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNANFAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS DIPONEGORO2010
BAB IPENDAHULUAN
Latar BelakangSistem pendidikan di Indonesia mengalami perubahan dari tahun ketahun.
Pada tahun 1990-an ketika era Orde Baru, pendidikan merupakan salah satu hal
yang sangat penting. Pada tahun 1990, bermunculan SD Inpres yang banyak
tumbuh di daerah-daerah. SD Inpres ini merupakan sekolah pemerintah yang
mempunyai biaya yang relatif murah. Program pendidikan 9 tahun merupakan
tujuan pembangunan pendidikan pada saat itu. Sistem kelulusan pada era sebelum
reformasi, khusunya pada era Orde Baru ditentukan berdasarkan nilai-nilai
EBTANAS yang kemudian juga sebagai indikator akan kualitas pendidikan pada
saat itu. Hal itu merupakan suatu langkah yang baik. Namun sayang hasil yang di
tunjukkan dari nilai akhir ebtanas bukanlah merupakan cerminan yang
seseungguhnya. Hal ini wajar karena pada saat itu banyak pihak sekolah yang
berupaya untuk melakukan suatu cara agar para siswanya lulus 100%. EBTANAS
yang tadinya ditujukan sebagai indikator hasil dari pendidikan hanya bisa
dijadikan alat untuk masuk ke jenjang sekolah yang lebih tinggi (perguruan tinggi
atau smp dan sma ). Oleh karena itu pihak perguruan tinggi melakukan
penelusuran minat dan bakat pada para siswa SMA dan ujian masuk perguruan
tinggi (SPMB). Sehingga dengan begitu kulitas yang dihasilkan dari pergurun
tinggi bisa terjamin kualitas akan kemampuannya.
Setelah mengalami era reformasi, sistem pendidikan di Indonesia tidak
jauh berbeda dengan periode sebelum reformasi. Pada masa setelah reformasi,
sistem pendidikan di Indonesia mulai beralih, yang awalnya sentralisasi menjadi
desentralisasi. Hal ini sesuai dengan keputusan UU No. 20 tahun 2003 tentang
sistem pendidikan nasional yang diatur sesuai dengan UU No. 32 tahun 2004.
Dalam hal ini, sistem pendidikan benar-benar menjadi tanggung jawab pemerintah
daerah dan hanya beberapa bagian saja yang menjadi tanggung jawab pemerintah
pusat. Seperti penentuan kurikulum dan standarisasi akan kelulusan. Pada era
setelah reformasi ini, sistem pemerintahan bergeser dari yang sentralisasi menjadi
1
desentralisasi. Jadi hal ini akan membawa pengaruh yang besar dalam dunia
pendidikan. Sistem pendidikan jauh lebih maju dan kesejahteraan para guru pun
lebih diperhatikan. Pada saat ini, anggran pendidikan sudah mencapai 20% dan
kesejahteraan guru sudah ditingkatkan melalui sertifikasi bagi para guru dan
dosen.
Dengan besarnya anggaran pendidikan sebesar 20% ini apakah kulitas
pendidikan menjadi semakin berkembang dan lebih baik? Seperti yang kita tahu
bahwa pendidikan yang ada sekarang ini biayanya cukup mahal meskipun ada
dana bantuan BOS, paket download buku gratis dan lain sebagainya. Biaya
pendidikan di Indonesia seperti kita ketahui tergolong sangat mahal. Sekolah
dengan kualitas yang baik hanya bisa dinikmati oleh orang-oreng yang
mempunyai dana lebih dalam membiayai pendidikan.
Jika saat era sebelum reformasi peningkatan pendidikan diwajibkan dan
berfokus pada pemberantasan buta aksara maka pada saat setelah reformasi ini
arah pendidikan kurang begitu jelas. Pemerintah mencanangkan sekolah gratis,
bantuan biaya sekolah, peningkatan fasilitas sekolah yang diharapkan bisa
meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan. Para guru diberi intensif yang
lebih baik agar para guru bisa meningkatkan kualitasnya dan pendidikan
diharapkan bisa menjadi lebih baik.
Namun, apa yang terjadi dalam kehidupan saat ini sungguh jauh dari
bayangan. Berdasarkan survei dari EFA (Education For All) dalam laporan yang
dikeluarkana oleh UNESCO tahun 2007, pendidikan di Indonesia mengalami
penurunan kualitas dan pergeseran kualitas jika dibandingkan dengan Malaysia.
Berdsarkan EDI (Education Development Index) posisi Indonesai mengalami
penurunan dari posisi 56 menjadi 62. Nilai total EDI mengalami penurunan dari
0,398 menjadi 0,395. Lain halnya dengan Malaysia yang mengalami kenaikan
posisi dari 62 menjadi 56. Oleh karena itu pemerintah berusaha dengan
meningkatkan kualitas pendidikan dengan berbagai macam cara termasuk
meningkatkan kesejahteraan pendidik (guru dan dosen). Namun, ada hal yang
patut disayangkan, para guru yang benar-benar mengabdikan dirinya di derah
pedalaman untuk pendidikan kurang begitu mendapatkan perhatian, sedangkan
2
guru-guru yang berada di kota mendapatkan perhatian yang lebih baik. Tidak
hanya itu saja, masyarakat yang tidak punya uang pun masih belum bisa
menyekolahkan anak-anaknya. Alasan yang diutarakan adalah adanya dana
sukarela yang dipungut oleh pihak sekolah dan mereka tidak bisa memenuhinya.
Banyak guru di pedalaman yang mengajar hanya di bayar dengan beras,
pisang, dan bahan makanan lainnya bahkan terkadang seorang kepala sekolah di
derah pedalaman harus menggunakan gajinya untuk biaya operasional sekolah.
Terkadang guru-guru di daerah pedalam harus mendatangi tiap rumah dan
membujuk para orang tua agar anaknya diperbolehkan sekolah. Salah satu contoh
adalah di Indonesia bagian timur khusunya di Sulawesi dan Irian Jaya, di sana
seperti yang kita ketahui ada industri pertambangan besar dan perkebunan
nusantara yang begitu besar dan memiliki omset yang cukup besar pula. Namun
jarak kurang dari 5 Km tersebut terdapat sekolah rakyat yang begitu tidak wajar
fasilitasnya dan para gurunya yang hanya digaji seadanya serta tingkat pendidikan
gurunya pun jauh dari standart kualitas guru yang berada di kota-kota. Tidak
hanya itu saja, setelah mengajar para guru-guru ini bisanya bekerja sebagai petani,
pedagang, bahkan ada yang menjadi pemulung dan tukang ojek. Sungguh ironi,
seorang guru sebagai seorang pendidik mengalami hal seperti itu.
Lantas apakah dengan sertifikasi guru dan dosen merupakan suatu ukuran
kuliatas yang bisa dipertanggung jawabkan mengenai kredibilitas seorang
pendidik? Karena saat ini banyak orang yang masuk ke sekolah keguruan karena
menurut mereka menjadi guru sekarang lebih mudah. Jadi sangat susah untuk
membedakan antara orang yang berprofesi menjadi guru karena pengabdian dan
karena hanya ingin menjadi seorang guru karena hanya sebatas pekerjaan saja.
Oleh karena itu rasanya rencana pembangunan pendidikan di Indonesia
harus ditata ulang dan lebih ditekankan lagi dalam pelaksanaanya. Oleh karena itu
semua dalam paper ini kelompok kami ingin mengetahui bagaimana rencana
pembangunan pendidikan di Indonesia sebelum dan sesudah era reformasi dan
bagaimana hasil dari kebijakan tersebut apakah sudah sesuia dengan sasaran? Dan
apa yang perlu diperbaiki ketika hal tersebut belum tepat sasaran.
3
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah rencana pembangunan pendidikan di Indonesia sebelum
dan sesudah reformasi?
2. Apakah selama ini hasilnya sudah sesuai dengan rencana? Jika belum
upaya apa yang harus dilakukan untuk mencapai rencana tersebut?
Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui bagaimana rencana pembangunan pendidikan di
Indonesia.
2. Untuk mengtahui apakah sampai sejauh ini hasil yang dicapai sudah sesuai
dengan rencana yang dibuat atau belum.
3. Untuk mengetahui upaya apa saja yang harus dilakukan untuk
mewujudkan rencana pembangunan pendidikan tersebut.
Manfaat Penelitian
1. Untuk menambah refrensi dalam ilmu pengetahuan.
2. Untuk mengetahui bagaimana rencana pembangunan pendidikan di
Indonesia.
3. Untuk mengetahui hasil yang dicapai dari rencana pembangunan di
Indonesia.
4
BAB II
LANDASAN TEORI
1. Perencanaan Pembanguan pendidikan di Indonesia
Definisi Prencanaan
Perencanaan adalah suatu proses menetukan tindakan masa depan yang
tepat melalui serangkaian pilihan-pilihan yang ada.
Tujuan perncanaan Pendidikan :
a) Meningkatnya taraf pendidikan penduduk Indonesia melalui :
i. Peningkatan jumlah penduduk yang menyelesaikan
program pendidikan 9 tahun.
ii. Meningkatnya jumlah penduduk secara singnifikan yang
mengikuti pendidikan menengah.
b) Meningkatnya kualitas pendidikan.
c) Meningkatnya relevansi pendidikan dengan kebutuhan
pembangunan.
d) Meningkatnya efektifitas dan efisiensi manajemen pelayanan
pendidikan. (RPJMN:286)
2. Pendidikan Dan Pembangunan Di Negara Berkembang
Pada negara berkembang sistem pendidikan sangat dipengaruhi oleh sifat,
ukuran, dan karakter proses pembangunan mereka. Peran pendidikan formal
tidak hanya sebatas memberikan materi-materi sekolah, namun lebih dari pada
itu. Sekolah atau lembaga pendidikan yang ada juga berfungsi sebagi
pembentuk karakter dan penanaman sikap pada para siswa.
Pada negara berkembang, banyak masyarakat terutama masyarakat miskin
yang menggantungkan harapan pada pendidikan. Menurut mereka semakin
tinggi tingkat pendidikan, maka semakin banyak sertifikat, sehingga semakin
mudah bagi mereka untuk mencarai pekerjaan. Mereka para masyarakat miskin
percaya bahwa pendidikan adalah suatu jalan untuk mengentaskan mereka dari
kemiskinan. Akibatnya banyak permintaan terhadap jumlah sekolah yang ada.
5
Namun sangat disayangkan adanya kelebihan supply ini tidak diimbangi oleh
adanya lapangan kerja yang memadai.
Pada negara berkembang, sistem pendidikan yang ada banyak disediakan
oleh pemerintah. Alasan penduduk negara berkembang untuk meningkatkan
kualitas pendidikan mereka adalah adanya ekspektasi agar mereka bisa
mendapatkan pekerjaan yang lebih baik di sektor modern di masa yang akan
datang serta masa depan mereka terjamin. Adanya permintaan pada pendidikan
di sektor formal ini, menurut Michael Todaro dipengaruhi oleh: (i) perbedaan
tingkat upah, (ii) kemungkinan berhasil mendapatkan pekerjaan di sektor
modern, (iii) adanya biaya pendidikan yang bersifat langsung. Semakin besar
biaya pendidikan, maka permintaan akan pendidikan akan semakin turun dan
yang lain dianggap ceteris paribus, (iv) adanya biaya oportunitas, (v) adanya
variabel non-ekonomi seperti tradisi, budaya, status orang tua, pendidikan
orang tua, dan kekayaan yang dimiliki orang tua.
Pada negara sedang berkembang, pendidikan adalah hal yang penting
dalam pertumbuhan ekonomi. Dengan banyaknya tenaga ahli yang dihasilkan,
diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dalam perekonomian negara
tersebut. Pengaruh pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi dapat diketahui
melalui hal berikut :
Terbentuknya tenaga kerja yang produktif dan mempunyai
keahlian di bidang tertentu.
Adanya kesempatan kerja yang lebih luas dan ini berarti
memberikan peluang. Misalnya, bagi guru untuk memperoleh
pendapatan, bagi para pecetak buku mereka bisa mendapatkan
pesanan akan buku, dan begitu pula dengan industri seragam
sekolah dan industri lain yang berhubungan dengan perlengkapan
sekolah.
Adanya kesempatan bagi para penduduk pribumi untuk
menduduki posisi yang penting dan startegi di sektor modern yang
ditinggalkan oleh tenaga asing ke negaranya.
Penyediaan pelatihan dan pendidikan pemberantasan buta huruf
dan pelatihan keterampilan gunan meningkatkan kekreatifan
6
masyarakat agar bisa menghasilkan produk yang berkualitas dan
laku di pasaran.
Menurut Michel Todaro dalam bukunya, disebutkan bahwa sistem
pendidikan di banyak negara berkembang tidak memperhatikan kemerataan.
Hal ini dikarenakan: (i) biaya dasar untuk sekolah dipandang lebih tinggi untuk
anak golongan miskin jika dibandingkan dengan anak golongan orang kaya,
(ii) manfaat yang diharapkan justru lebih rendah bagi anak didik yang miskin.
Ketidakmerataan itu sebenarnya belum seberapa jika dibandingkan pada
pendidikan tingkat universitas. Kebanyakan hanya golongan anak orang kaya
yang meneruskan pendidikannya di universitas dan seperti kita tahu bahwa
yang melanjutkan pendidikan di universitas adalah kebanyakan anak orang
kaya dan seperti yang kita tahu juga bahwa pemerintah juga memberikan
subsidi yang berasal dari dana APBN kepada universitas. Jadi disini ada
transfer of payment dari golongan miskin ke golongan kaya. Hal ini seperti apa
yang kita rasakan saat ini.
3. RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah)
RPJMN merupakan rencana pembangunan jangka menengah. RPJMN ini
dibuat berdasarkan Pereturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2005. Selain itu
RPJM ini dibuat dengan menimbangkan “bahwa untuk melaksanakan
ketentuan pasal 19 ayat 2 UU Nomor 25 tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional sehingga presiden menetapkan RPJMN
ini. Dalam hal ini RPJMN yang digunakan adalah RPJMN tahun 2004-2009”.
RPJM ini merupakan penjabaran dari visi, misi, dan program presiden
hasil pemilu. RPJMN ini juga merupakan pedoman bagi :
i. Para kementerian dan lembaga dalam menyusun Rencana Strategis
Kementrian atau Lembaga.
ii. Pemda dalam menyusun RPJMD dan pemerintah dalam menyusun
RKP.
iii. RPJMN ini juga merupakan satu kesatuan dan tak terpisahkan dari
peraturan presiden.
7
BAB III
METODOLOGI PENULISAN
Pendekatan Penulisan
Dalam paper ini pendekatan dalam penulisan yang digunakan adalah
pendekatan kualitatif. Pendekatan ini dilakukan melalui studi literatur dan
analisis dari beberapa data sekunder yang didapatkan dan mempunyai korelasi
dengan tema dalam penulisan ini.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penulisan paper ini adalah data sekunder yang
didapatkan dari Statistik Indonesia, Departemen Keuangan Indonesia, Nota
Keuangan Indonesia. Data yang digunakan adalah data pada tahun 1994 –
2009.
Prosedur Pengumpulan Data
Prosedur pengumpulan data yang dilakukan dalam penulisan paper ini
adalah melalui studi kepustakaan (Library Study), yaitu dengan mempelajari
literatur-litaratur yang berkaitan dengan permasalahan yang akan ditulis
kemudian dihubungkan satu sama lainnya sehingga dapat diperoleh hasil
yang membantu dalam menjawab permasalahan yang ada. Literatur-litertur
yang digunakan adalah jurnal- jurnal yang berhubungan permasalah
perencanaan pembanguna pendidikan di Indonesia baik itu berupa jurnal-
junal, buku-buku bacaan dan beberapa artikel yang di dapatkan dari internet
maupun perpustakaan.
8
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Rencana Pembangunan Pendidikan Sebelum Reformasi
Pada era orde lama perencanaan pembangunan dilakukan guna mengejar
ketertinggalan kita pada dunia luar. Perencanaan pembangunan pada saat itu
hanya berorientasi pada peningkatan kualitas. Pada saat itu para pendidik hanya
berorientasi pada pendidikan dan kualitasnya, belum berorientasi pada materi.
Pada saat itu ujian-ujian dilakukan secara terpusat dan benar-benar
memperhatikan kualitas. Untuk meningkatkan kualitas pendidikan, pada saat itu
di bangun universitas di setiap provinsi. Di Yogyakarta dibangun UMG, di Jakarta
didirikan UI, di Surabaya didirikan UNAIR, di Bandung didirikan ITB, dan di
Bogor didirikan IPB. Propinsi yang berada di luar pulau Jawa saat itu belum
dibangun universitas. Hal ini dikarenakan masih belum adanya kesiapan dosen-
dosen dan semakin turunnya sarana dan prasarana penunjang kegiatan akademik.
Pada akhir periode ini sistem pendidikan di Indonesia mulai mengalami
kemerosotan.
Pada era orde baru, guna meningkatkan kualitas pendidikan pemerintah
mencanangkan pendidikan dalam repelita. Pada masa orde baru ini, perencanaan
pembangunan lebih menekankan pada program wajib belajar 9 tahun. Sebagai
penunjang terlaksanakannya rencana tersebut, pemerintah membangun sekolah-
sekolah INPRES hampir di semua daerah, khususnya daerah pedesaan agar
mereka tetap terjangkau oleh pendidikan.
Dalam upaya peningkatan mutu kualitas, pemerintah membuat suatu
kebijakan yang dinamakan EBTANAS yang merupakan salah satu syarat
kelulusan. Segala sistem, peraturan dan, kurikulum pada saat itu sepenuhnya
kuasa pemerintah pusat. Jadi saat itu kebijakan sistem pendidikan masih
sentralisasi. EBTANAS yang pada awalnya merupakan tolak ukur pendidikan
ternyata merupakan beban bagi pendidikan saat itu. Oleh karena itu, EBTANAS
hanya dijadikan sebagai indikator palsu. Hal ini dikarenakan pada saat itu setiap
sekolah berusaha meluluskan semua siswanya.
9
Setelah mengetahui bahwa mutu pendidikan mualai turun, akhirnya
perencanaan pembangunan di bidang pendidikan mulai agak sedikit berubah.
Perguruan tinggi mulai menetapkan cara penelusuran minat dan bakat para siswa
SMA guna mendapatkan kualitas pendidikan yang lebih baik. Dalam perencanaan
pembangunan pendidikan, pada masa ini mulai muncul universitas-universitas
swasta. Kemunculan universitas swata ini pada akhirnya menurunkan kualitas
universitas negeri. Hal ini dikarenakan universitas swasta mampu bersaing secara
sehat dengan universitas negeri yang lebih dulu ada.
Berdasarkan GBHN tahun 1999-2004 rencana pembangunan pendidikan
di Indonesia adalah :
1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan dalam memperoleh
pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju
terciptanya manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran
pendidikan secara berarti.
2. Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan
jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik
mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan
watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan
tenaga kependidikan.
3. Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan
kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman
peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal sesuai
dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara
profesional.
4. Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah
sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan
partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana
memadai.
5. Melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional
berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan, dan manejemen.
10
6. Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh
masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang
efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan,
teknologi, dan seni.
7. Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah,
terpadu, dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh
seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara
optimal disertai dengan hak dukungan dan lindungan sesuai dengan
potensinya.
4.2 Rencana Pembangunan Pendidikan Setelah Reformasi
Pada masa setelah reformasi, antara tahun 1997-1998 merupakan masa
transisi dari sistem pemerintahan yang sentralisasi menuju desentralisasi. Pada
tahun 2000 sampai saat ini, sistem pemerintahan yang ada adalah sistem
pemerintahan desentralisasi. Perencanaan pembangunan pun dikelompokkan
menjadi tiga kategori, yaitu RPJPN (Rencana Pembangunan Jangka Panjang
Nasional), RPJMN ( Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional), dan
Rencana kerja pemrintahan. Pada saat ini perencanaan pembangunan, khusunya
bidang pendidikan disesuaikan dengan otonomi daerah masing-masing, tetapi
tetap dalam komando pemerintah pusat. Komando dari pemerintah pusat seperti
kurikulum pendidikan, standarisasi nilai, dan lain-lain. Berdasarkan RPJMN tahun
2004-2009 perencanaan pembangunan pasca reformasi dibagi menjadi sepuluh
program. Kesepuluh program yaitu :
Program Pendidikan untuk Anak Usia Dini
Program ini sudah banyak bermunculan, baik di kota-kota maupun
di desa-desa. Siswa program ini adalah anak sebelum masuk usia TK (2-4
tahun) dan usia TK (4-6 tahun). Program ini ditujukan untuk
mempersiapkan anak sebelum memasuki sekolah. Pada program PAUD
ini anak-anak mendapatkan pelajaran bernyanyi, belajar membaca,
mewarnai, dan mengenal angka. Adapun kegiatan pokok yang dilakukan
11
pemerintah adalah: (i) penyediaan sarana dan prasarana pendidikan; (ii)
pengembangan kurikulum yang mengacu pada perkembangan anak, ilmu
pengetahuan dan sosiala budaya; (iii) upaya sosialisasi kepada masyarakat
akan pentingnya program PAUD; (iv) serta melakukan monitoring,
evaluasi, dan pengawasan guna peningkatan kualitas PAUD.
Program Wajib Belajar Sembilan Tahun
Program ini merupakan kelanjutan dari program yang dicanangkan
oleh pemerintah pada masa orde baru. Program ini meliputi wajib belajar
pada tingkatan SD, SMP dan sederajatnya. Program ini lebih menitik
beratkan pada: (i) peningkatan partisipasi anak yang belum mendapatkan
layanan pendidikan dasar melalui paket A yang setara dengan SD, MI, dan
sederajatnya serta paket B yang setara dengan tingkat pendidikan SMP,
MTs, dan tingkat pendidikan lain yang sederajat; (ii) mempertahankan
kinerja yang dioeroleh dalam rangka penuruna angka buta huruf dan angka
tidak naik kelas; (iii) adanya penyediaan tambahan layanan pendidikan
bagi anak-anak yang tidak dapat melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi.
Program Pendidikan Menengah
Program kegiatan ini ditujukan untuk meningkatkan mutu dan
peningkatan pelayanan akses pada tingkat pendidikan menengah. Program
ini dilakukan pada tingkat pendidikan SMA, SMK, MA, dan kejar paket C.
Program ini dilakukan untuk mengantisipasi terhadap dampak suksesnya
program pendidikan sembilan tahun ini. Selain itu pada tingkat pendidikan
ini juga disiapkan pendidikan non-formal yang bertujuan untuk
memberikan keterampilan pada para sisiwa agar mereka mempunyai
keterampilan dan siap terjun di dunia kerja. Upaya yang diacanangkan
pemerintah antara lain: (i) peningkatan sarana dan prasarana pendidikan;
(ii) pengembangan kurikulum nasional dan lokal; (iii) penataan bidang
keahlian terutama di bidang kejuruan; (iv) penyediaan materi pendidikan
media pengajaran dan teknologi pendidikan; (v) pembinaan minat, bakat,
12
dan kreatifitas dengan cara memberikan perhatian pada siswa yang
berprestasi dan mempuyai keterampilan.
Program Pendidan Perguruan Tinggi
Program ini ditujukan untuk meningkatkan kemerataan bagi
masyarakat yang ingin menuntut ilmu ke jenjang yang lebih tinggi, baik
pada program diploma, sarjana, magister, spesiaslis, maupun doktor.
Adapun kegiatan yang dilakukan pemerintah pada program ini adalah: (i)
penyiapan calon pendidik dan tenaga pendidik yang benar-benar
berkualitas dan sesuai dengan standar; (ii) penyediaan sarana dan prasaran
yang memadai; (iii) kurikulum yang mengacu pada standar nasional
maupun internasional agar kita bisa bersaing dengan dunia luar; (iv)
peningkatan kerjasama perguruan tinggi dengan dunia usaha; (v)
penyediaan biaya operasional pendidikan dalam bentuk block grant atau
imbal swadaya bagi satuan pendidikan tinggi termasuk subsidi bagi para
mahasiswa yang kurang mampu dan berprestasi.
Program Pendidikan Non-Formal
Program pendidikan ini ditujukan kepada semua siswa dalam
rangka meningkatkan keterampilan mereka. Selain itu pendidikan ini
merupakan pelengkap dari pendidikan formal yang diterima oleh para
siswa. Pendidikan ini lebih menekankan pada penguasaan pengetahuan
dan keterampilan fungsional. Adapun langkah konkrit yang direncanakan
pemerintah adalah: (i) penguatan satuan lembanga pendidikan non-formal
seperti kursus-kursus; (ii) penyediaan sarana dan prasarana yang memadai
dan tenaga pengajar yang memadai pula; (iii) disediakannya biaya
operasional pendidikan serta subsidi bagi siswa yang kurang beruntung;
(iv) peningkatan pengendalian pelaksanaan pendidikan kesetaraan untuk
menjamin relevansi dan kesetaraan kualitasnya dengan pendidikan formal.
Program Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Pendidik
Program ini merupakan salah satu program yang populer di
pemerintaha SBY-JK. Adapun tujuan dari program ini adalah: (i)
13
meningkatkan kualitas dan kuantitas tenaga pendidik dalam semua sistem
pendidikan baik itu formal maupun non-formal dengan suasana
pembelajaran yang menyenangkan dan dapat memberikan rasa nyaman
pada para siswa serta adanya pengabdian pada masyarakat; (ii)
peningkatan kuantitas dan kualitas, kompetensi dan profesionalisme
tenaga pendidik agar tingkat kemampuan yang dimiliki dalam penunjang
proses pendidikan lebih baik lagi.
Program Pendidikan Kedinasan
Bertujuan untuk meningkatkan kemampuan para pegawai negeri
atau calon pegawai negeri. Hal yang dicanangkan untuk mencapai hal
tersebut adalah: (i) pelaksanaan eveluasi pendidikan kedinasan terhadap
kebutuhan tenaga kerja departemen-departemen agar tercipta keefektifan
dan keefisiensian dalam pelaksanaan tugasnya; (ii) menaikkan standar
pendidikan kedinasan sesuai dengan standar profesi.
Program Pengembangan Budaya Baca dan Pembinaan Perpustakaan
Program ini mempunyai tujuan utuk meningkatkan kebudayaan
membaca serta bahasa dan sastra pada masyarakat dan pada siswa-siswa
Indonesia. Adapaun rencana yang akan dilakukan untuk menempuh hal itu
adalah: (i) peningkatan dan perluasan pelayanan perpustakaan dan taman
baca masyarakat; (ii) pemantapan peraturan perundang-undangan tentang
sistem perpustakaan nasional; (iii) pemantapan sinergi antara perpustakaan
nasional, perpustakaan propinsi, perpustakaan Kabupaten / Kota, dan
perpustakaan lainnya pada satuan perpustakaan pendidikan dan taman
baca; (iv) peningkatan fasilitas penulisan, penerbitan, dan penyebarluasan
buku bacaan.
Program Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
Adapun rencana konkrit yang dilaksanakan untuk mendukung
program ini adalah: (i) peningkatan kualitas lembaga pendidikan dan
pengembangan pendidikan termasuk peningkatan kualitas SDM melalui
14
berbagai pendidikan dan pelatihan baik gelar maupun non-gelar; (ii)
pengembangan konsepsi pembaharuan sistem pendidikan nasional dan
memasyarakatkan teknologi dan program yang inovatif; (iii)
pengembangan jaringan penelitian pada lintas sektor dan lintas wilayah;
(iv) pengembangan jaringan pendataan dan informasi pendidikan secara
lintas sektor dan antar jenjang pada pemerintah pusat, provinsi, dan
kabupaten / kota.
Program Manajemen Pelayanan Publik
Program ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas lembaga-
lembaga di pusat dan di daerah dengan mengembangkan pemerintahan
yang baik (good governance). Adapun hal konkrit yang dilakukan adalah:
(i) peningkatan kapasitas intitusi yang bertanggung jawab dalam
pembangunan pendidikan nasional untuk semua jenjang pemerintahan; (ii)
pengembangan sistem manajemen pendidikan secara terpadu dan holistik,
serta penerapan tata kelola satuan pendidikan yang baik, baik itu
pendidikan swasta maupun nasional; (iii) peningkatan efektivitas dan
produktivitas pemanfaatan sumber daya yang dialokasikan untuk
pembangunan pendidikan di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten / kota;
(iv) pengembangan kerjasama regional dan internasional dalam
membangun pendidikan.
4.3 Pendidikan Indonesia
Pendidikan Indonesia saat ini jika dibandingkan dengan negara lain
terutana negara kawasan Asia Tenggara, bisa dikatakan mengalami kemunduran
jika dibandingkan dengan Malaysia. Berdasarkan data hasil survei dari EFA
(Education For All) dalam laporan yang dikeluarkan oleh UNESCO tahun 2007,
pendidikan di Indonesia mengalami penurunan dan pergeseran kualitas jika
dibandingkan dengan Malaysia. Berdasarkan EDI (Education Development Index)
posisi Indonesai mengalami penurunan dari posisi 56 menjadi 62. Nilai total EDI
mengalami penurunan dari 0,398 menjadi 0,395. Lain halnya dengan Malaysia
15
yang mengalami kenaikan posisi dari 62 menjadi 56. Berikut urutan indeks
pembangunan pendidikan di Asia Tenggra
Tabel 1.1 Indeks Pembangunan Pendidikan di Asia Tenggara
NegaraIndeks
Pembangunan Pendidikan
Angka Partisipasi Pendidikan
Dasar
Angka Melek
Huruf usia 15 thn keatas
Angka menurut gender
Angka Bertahan
hingga kelas 5 SD
Brunei 0,965 0,969 0,927 0,967 0,995Malaysia 0,945 0,954 0,904 0,938 0,984Indonesia 0,935 0,983 0,904 0,959 0,895Vietnam 0,899 0,878 0,903 0,945 0,868Filipina 0,893 0,944 0,926 0,955 0,749Myanmar 0,866 0,902 0,899 0,963 0,699Kamboja 0,807 0,989 0,736 0,871 0,631Laos 0,750 0,836 0,714 0,820 0,630EFA Global Monitoring Report 2008 dalam Kompas 31 Desember 2007:14.
Namun berdasarkan data dari BPS Indonesia, jumlah tingkat partisipasi
pendidikan dari tahun ke tahun mengalami kenaikan, begitu pula pada jumlah
penderita buta huruf dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Hal ini dapat
dilihat dalam tabel di bawah ini:
Tabel 1.2 Daftar tingkat partisipasi pendidikan dan buta huruf di Indonesia
Indikator 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005APK SD 107 108,04 107,6 108,1 107,68 107,21 105,99 105,82 107,13 106,63
APK SMP 70,46 74,17 73,14 76,08 77,62 78,1 79,81 81,09 82,24 82,09APK SMA 44,87 46,57 47,17 48,37 50,22 46,47 48 50,89 54,38 55,21APK PT 10,37 9,69 10,64 10,67 10,26 10,36 10,54 10,84 10,73 11,06ABH 10+ 12,65 10,93 10,58 10,21 10,08 10,73 9,29 9,07 8,53 8,09ABH 15+ 14,66 12,59 12,11 11,63 11,42 12,11 10,49 10,21 9,62 9,09ABH 15-44 tahun
6,89 5,54 5,15 4,63 4,5 4,78 3,75 3,88 3,3 3,09
ABH 45+ 34,54 31 29,74 28,83 28,54 30,31 26,84 25,43 24,87 22,83Sumber: BPS Indonesia tahun 1996-2005 AKP : angka pertisipasi kasar ABH: angka buta
huruf
16
Berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa dari tahun 1996 sampai
tahun 2005 jumlah angka buta huruf pada tingkat usia 10+ sampai tingkat usia
45+ mengalami penurunan kurang lebih 1% setiap tahunnya. Hal ini merupakan
wujud keberhasilan program pemberantasan buta huruf yang dicanangkan oleh
pemerintah baik pada era sebelum reeformasi dan sesudah reformasi. Selain itu,
berdasarkan data di atas, dapat diketahui bahwa angka partisipasi kasar
mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 1999 angka ini mencapai
nilai yang tertinggi yaitu 108,10 persen namun pada tahun 2005 mengalami
penurunan sebesar 106,63 persen. Pada tingkat SMP, jumlah APK dari tahun ke
tahun mengalami peningkatan. Hal ini mengindikasikan bahwa lebih banyak para
siswa yang menyelesaikan program pendidikan wajib 9 tahun. Untuk tingkat
pendidikan SMA jumlah partisipasi tingkat pendidikan meningkat, peningkatan
yang paling tinggi pada tahun 2005 sebesar 55,21%. Untuk tingkat pendidikan
Perguruan Tinggi, jumlah peserta didik yang mengikuti tingkat pendidikan ini
mengalami kenaikan dari tahun ke tahun meskipun pada tahun 2000 mengalami
penurunan sebesar 0,41%. Namun secara keseluruhan mengalami kenaikan
sebesar 11,06%.
Berdasarkan data yang didapatkan dari BPS jumlah partisipasi peserta
didik mengalami peningkatan dari tahun ke tahun pada berbagai tingkat
pendidikan. Pada angka buta huruf juga mengalami penurunan. Hal ini
menunjukkan bahwa program pemerintah bisa dikatakan sukses dalam
meningkatkan kuantitas jumlah peserta didik.
Pendidikan di Indonesia saat ini bisa dikatakan lebih bervariasi. Banyak
lembaga pendidikan yang bermunculan baik itu formal maupun non-formal.
Lembaga non-formal yang banyak bermunculan diantaranya lembaga krusus
bahasa asing, kursus dunia broad casting, fashion, make up, kuliner, dan lain
sebagainya. Lembaga ini banyak bermunculan untuk mengasah kemampuan dan
kekreatifan para peseta didik yang tidak mendapatkannya di sekolah. Pada saat
ini juga banyak bermunculan lembaga pendidikan swasta. Lembaga pendidikan
ini pada umumnya memiliki kualitas yang tidak kalah dengan lembaga pendidikan
yang dimiliki oleh pemerintah. Lembaga pendidikan swata yang muncul seperti
sekolah internasional yang bermunculan di Indonesia saat ini.
17
Saat ini pendidikan di Indonesia masih cenderung pada nilai rapor.
Sebagian besar para orang tua pun seakan setuju bahwa kepintaran anak hanya
diukur dengan rapor. Nilai yang berada di rapor terkadang bukan merupakan
jaminan bahwa anak tersebut mampu bersaing di dunia kerja. Seperti yang kita
tahu bahwa orientasi pendidikan di Indonesia adalah pada penciptaan tenaga kerja
yang berkualitas guna dipekerjakan sebagai tenaga kerja di sektor industri yang
sedang gencarnya dibangun oleh pemerintah. Namun pada saat ini, pemerintah
telah memberikan fasilitas dan arahan untuk menciptakan generasi muda yang
dapat membuat lapangan kerja sendiri melalui program kewirausahaan. Program
kewirausahaan saaat ini sedang gencar-gencarnya di lakukan oleh pemerintah di
tingkat universitas. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan generasi muda yang
lebih mandiri sehingga tidak tergantung pada pemerintah setelah lulus.
Disisi lain, pada saat ini meskipun pemerintah memberikan bantuan biaya
operasional sekolah seperti BOS, download buku gratis, SPP grastis untuk SD
dan SMP dan lain-lain, namun masih saja ada masyarakat yang masih belum
mampu menyekolahkan anaknya hanya karena tidak mampu membayar uang
sumbangan sekolah.
“Program BOS mencakup sekitar 41 juta siswa dengan rincian 62 persen berada pada jenjang sekolah dasar dan 38 persen pada pendidikan sekolah menengah pertama. Program BOS telah menyalurkan sebanyak Rp 5.3 triliun antara Juni–Desember 2005 dan selanjutnya Rp 11.12 triliun di tahun 2006, atau sekitar 25 persen dari keseluruhan anggaran pemerintah pusat untuk sektor pendidikan. Besarnya anggaran untuk setiap sekolah ditentukan oleh jumlah siswa, untuk sekolah dasar menerima Rp 235.000 (sekitar AS$25) per siswa per semester, dan siswa sekolah menengah pertama menerima Rp 324.500 (kira-kira AS$35). Dana BOS tersebut digunakan untuk menanggulangi biaya operasional sekolah dan sekolah pun diharapkan dapat menurunkan atau bahkan menghapuskan uang SPP (sumbangan pembinaan pendidikan). Dana BOS disalurkan secara langsung ke sekolah. Sekolah harus memiliki nomor rekening bank yang akan digunakan untuk menyimpan dana tersebut untuk mencegah terjadinya kebocoran, serta untuk meningkatkan transparansi (Dyah Rati:9).
Biaya pendidikan di Indonesia saat ini bisa dikatakan cukup mahal dan
pendidikan yang memiliki kualitas yang baik hanya bisa dinikmati oleh golongan
orang-orang yang punya dana lebih untuk pendidikan dan sebagian anak cerdas
18
dan berbakat dari keluarga miskin yang mendapatkan beasiswa. Seperti pada
SMA Negeri 2, SMA Negeri 5, dan SMA Negeri 9 Surabaya, SMA Negeri
1danSMA Negeri 3 Semarang, SMA Negeri1 Kebomas, dan SMA Negeri 1
Gresik, kebanyakan yang bersekolah di sekolah tersebut adalah golongan anak
orang yang mampu. Biaya per bulan untuk sekolah tersebut antara Rp 150.000 –
Rp 300.000 setiap bulannya. Sehingga disini akan muncul suatu gap dalam output
pendidikan.
Upaya pemerintah dalam memperbaiki sistem pendidikan sudah cukup
baik. Hal ini ditandai dengan lebih banyaknya fasilitas yang diberikan oleh
pemerintah untuk meunjang proses belajar mengajar di sekolah. Dari sisi
pendidik, pemerintah juga memberikan sejumlah kompensasi guna meningkatkan
kinerja para pendidik seperti gaji ke tiga belas serta sertifikasi yang baru-baru ini
diluncurkan oleh pemerintah.
4.4 Proporsi Biaya Pendidikan di Indonesia
Pada tahun 2008 besarnya dana pendidikan dinaikkan menjadi 20% dari
dana APBN. Jika nilai anggaran pendidikan sebesar Rp 78,5 triliun pada dua
tahun lalu, saat ini menjadi Rp 154,2 triliun pada 2008. Tambahan anggaran
pendidikan yang dialokasikan pada tahun 2009 depan tercatat sebesar Rp 46,1
triliun. Jumlah kenaikan anggaran pendidikan menurut menteri keuangan Sri
Mulyani sudah termasuk alokasi di Departemen Pendidikan Nasional,
Departemen Agama, dan dana alokasi umum (DAU) pendidikan di anggaran
pendapatan dan belanja daerah (APBD), serta dana alokasi khusus (DAK)
pendidikan, dana bagi hasil (DBH) pendidikan serta dana otonomi khusus (otsus)
pendidikan. Kenaikan anggaran pendidikan akan digunakan untuk merehabilitasi
gedung sekolah dan membangun puluhan ribu kelas dan ribuan sekolah baru.
Selain itu kenaikan anggran pendidikan ini juga digunakan untuk perbaikan
kesejahteraan dan kualitas kompetensi para guru.
Pada masa sebelum reformasi, berdasarkan nota keuangan jumlah alokasi
dana pendidikan pendidikan pada tahun 1994-1995 sebesar Rp 2.358.740.000.000
untuk dana pendidikan berupa unag dan Rp 209.010.000 berupa bantuan proyek
19
dan total alokasi dana untuk mendidikan sebesar Rp 452.300.000.000. Pada tahun
1995-1996 besarnnya total dana pendidikan yang diberikan Rp 3.359.207.000.
Pada tahun 1996-1997 besarnya dana pendidikan yang dialokasikan dalam bentuk
uang sebesar Rp 3.057.445.000.000 dalam bentuk bantuan proyek sebesar Rp
913.205.000.000 sehingga total dana yang diberikan adalah Rp
3.970.650.000.000. Pada tahun 1998-1999 besarnya dana pendidikan yang
dialokasikan Rp 3.341.629.000.000 yang berupa uang dan RP 2.133.611.900.000
berupa bantuan proyek, jadi total dana yang diberikan adalah Rp
5.475.240.900.000.
Setalah reformasi, pada tahun 1999-2000 besarnya dana untuk pendidikan
yang dialokasikan dalam bentuk uang sebesar Rp 4.818.705.800.000 dalam
bentuk bantuan proyek sebesar Rp 3.562.559.000.000, jadi total seluruh dana
yang dialokasikan adalah Rp 8.381.264.800.000 . Pada tahun 2000-2001 junlah
dana dalam bentuk uang yang dialokasikan sebesar Rp 2.628.015.000.000 dalam
bentuk proyek sebesar Rp 2.768.795.000.000 sehingga total dana yang
dikeluarkan adalah Rp 5.396.810.000.000. Pada tahun 2001 jumlah dana untuk
pendidikan dialokasikan sebesar Rp 9.1867,1 milyar. Pada tahun 2002 besarnya
dana yang dialokasikan sebesar Rp.9.186,7 milyar. Pada tahun 2003 besarnya
dana yang dialokasikan untuk pendidikan sebesar Rp 4.699,1 milyar.
Berdasarkan data yang diuraikan diatas dapat diketahui pada masa
sebelum reformasi besarnya dana yang dialokasikan cenderung meningkat dari
tahun ke tahun. Pada masa setelah reformasi dapat diketahui bahwa dan yang
dialokasikan untuk pendidikan besarnya meningkat dari tahun ke tahun.
Peningkatan ini merupakan salah satu indikasi adanya kepedulian pemerintah
dalam meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, meskipun pada
kenyataannya kualitas pendidikan di Indonesia tetap jauh tertinggal jika
dibandingkan dengan negara lain. Oleh kerana itu dengan semakin bertambahnya
alokasi dana pendidikan seharusnya pendidikan di Indonesia harus lebih maju lagi
tidak tertinggal sperti saat ini.
4.5 Hasil Yang Dicapai Dalam Perencanaan Pendidikan
20
UNDP mengukur keberhasilan pendidkan berdasarkan tiga hal yaitu : (i)
angka melek huruf (ii) partisipasi sekolah dan (iii) lama bersekolah.
Tabel 1.3 Persentase Penduduk yang Buta Huruf Tahun 1996-2005
Indikator 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005ABH 10+ 12,65 10,93 10,58 10,21 10,08 10,73 9,29 9,07 8,53 8,09ABH 15 + 14,66 12,59 12,11 11,63 11,42 12,11 10,49 10,21 9,62 9,09ABH 15-44 6,89 5,54 5,15 4,63 4,5 4,78 3,75 3,88 3,3 3,09ABH 45+ 34,54 31 29,74 28,83 28,54 30,31 26,84 25,43 24,87 22,83
Sumber BPS Indonesia
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa besarnya persentase
penduduk yang buta huruf mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Untuk
penduduk berusia 10 thn keatas dari tahun 1996 -2005 besarnya prosentase
penduduk menurun dari tingkat 12,65% menjadi 8,09%. Pada kelompok usia
15thn keatas, jumlah penduduk yang mengalami buta huruf juga mengalami
penurunan dari 14,66% pada tahun 1996 menjadi 9,09% pada tahun 2005. Pada
penduduk yang berusia 15 tahun sampai 44 tahun yang mengalami buta huruf juga
menurun menjadi 3,09% pada tahun 2005 dari semula 6,89% pada tahun 1996.
Begitu pula pada penduduk berusia 45 tahun keatas. Keberhasilan program ini
tidak lepas dari usaha pemerintah dalam memberantas buta huruf.
Selain angka melek huruf, tingkat partisipasi sekolah juga salah satu
indikator berhasilnya suatu pembangunan pendidikan menurut UNDP. Berikut
data tingkat partisipasi sekolah :
Tabel 1.4 Tingkat Partisipasi Sekolah tahun 1996-2005
Indikator 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005APK SD 107 108,04 107,6 108,1 107,68 107,21 105,99 105,82 107,13 106,63APK SMP 70,46 74,17 73,14 76,08 77,62 78,1 79,81 81,09 82,24 82,09APK SMA 44,87 46,57 47,17 48,37 50,22 46,47 48 50,89 54,38 55,21APK PT 10,37 9,69 10,64 10,67 10,26 10,36 10,54 10,84 10,73 11,06
Sumber: www.bps Indonesia.go.id
berdasarkan data diatas dapat diketahui bahwa besarnya tingkat angka
partisipasi tingkat SD cenderung berfluktuatif. Tingkat partisipasi paling besar
pada tahun 1999 sebesar 108,1% dan terendah pada tahun 2003 sebasar105,8%.
21
Pada tingkat pendidikan SMP jumlah partisipasi terus mengalami kenaikan dari
tahun ke tahun. Pada tahun 1996 presentase partisipasi sekolah sebesar 70,46%
dan pada tahun 2005 sebesar 82,09%. Pada tingkat pendidikan SMU, tinggkat
pendidikan juga meningkat hal ini dapat dilihat pada tahun 1996 sebesar 44,87%
dan pada tahun 2005 sebesar 55,21%. Untuk perguruan tinggi, jumlah partisipasi
meningkat walaupun tidak cukup besar peningkatannya. Pada tahun 1996 sebesar
10,37% dan pada tahun 2005 sebesar 11,06 persen. Secara umum tingkat
partisipasi pendidikan cenderung naik, dan ini merupakan suatu indikator yang
cukup baik apalagi tingkat buta huruf juga mengalami penurunan. Salain tingkat
partisipasi sekolah, lama menjalankan sekolah pun merupakan salah satu indikator
atas keberhasilan pembangunan pendidikan menurut UNDP. Berikut data lama
partisipasi atau lama bersekolah:
Tabel 1.5 Lama partisipasi sekolah menurut jenis kelamin dan daerah
Jenis kelaminPerkotaan Perdesaan Perkotaan+Perdesaan
2004 2005 2006 2004 2005 2006 2004 2005 2006Laki-laki(L) 9,3 9,4 9,48 6,6 6,5 8,53 7,8 7,8 9,00Perempuan(P) 8,2 8,4 6,68 5,5 5,5 5,72 6,7 6,8 6,20
L+P 8,8 8,9 7,92 6,0 6,0 6,97 7,2 7,3 7,44Sumber: Indikator Kesejahteraan Rakyat, 2005 (19) dan BPS, Susenas dalam Statistik
Pendidikan, 2006 (57).
Keberhasilan pemerintah dalam pembangunan dengan meningkatkan
pencapaian melek huruf dan partisipasi penduduk agar bersekolah bisa dikatakan
telah berhasil. Namun apabila dilihat dari rata-rata lama sekolah, kondisi
pendidikan Indonesia masih sangat memprihatinkan. Secara umum, rata-rata lama
sekolah yang masih pada kisaran 7,2 hingga 7,4 tahun selama tahun 2004 sampai
2006. Angka ini menunjukkan bahwa pendidikan dasar 9 tahun belum sepenuhnya
tercapai. Belum tercapainya target pendidikan dasar 9 tahun memang merupakan
permasalahan yang sangat penting. Penduduk laki-laki di wilayah perkotaan telah
menjalani pendidikan dasar 9 tahun, tetapi hal ini tidak sama dengan penduduk
laki-laki yang tinggal di wilayah pedesaan. Berdasarkan tabel diatas dapat
diketahui bahwa adanya disparitas antarwilayah kota-desa dalam hal lama
22
menjalani pendidikan. Daerah perkotaan mencapai hasil yang lebih tinggi untuk
angka rata-rata lama bersekolah dibandingkan daerah perdesaan.
Berdasarkan pada tabel dan penjelasan diatas, bisa dikatakan bahwa
rencana pembangunan yang dicanangkan pemerintah bisa dikatakan cukup
berhasil. Hal ini sebgaimana terlihat dari rendahnya angka penduduk yang buta
huruf, semakin meningkatnya angka partisipasi sekolah dan meningkatnya lama
penduduk dalam menjalani masa sekolah. Meskipun begitu ada hal yang harus
dibenahi oleh pemerintah yaitu masih tingginya angka disparitas dalam lama
mengenyam pendidikan antara penduduk kota dan desa. Sehingga dalam
perencanaan pendidikan selajutnya hendaknya pemerintah lebih memperhatikan
hal ini, agar program-progran atau rencana yang dicanangkan pemerintah dapat
berjalan dengan baik dan masyarakat desa bisa lebih menikmati pendidikan,
sehingga mereka tidak harus jauh-jauh ke kota untuk mengenyam pendidikan
yang lebih baik.
4.6 Upaya Yang Perlu Dilakukan Untuk Meningkatkan Kualitas Pendidikan
Indonesia
Langkah-langkah untuk melakukan rekonstruksi pendidikan dalam rangka
membangun paradigma baru sistem pendidikan nasional yang lebih baik meliputi :
Pertama, pendidikan nasional hendaknya memiliki visi yang berorientasi
pada demokratisasi bangsa, sehingga memungkinkan terjadinya proses
pemberdayaan seluruh komponen masyarakat secara demokratis.
Kedua, pendidikan nasional hendaknya memiliki misi agar tercipta
partisipasi masyarakat secara menyeluruh. Dengan demikian, secara mayoritas
seluruh komponen bangsa ada dalam masyarakat menjadi terdidik. Pendidikan,
tidak hanya terfokus untuk penyiapan tenaga kerja, tapi lebih jauh dari itu harus
memperkuat kemampuan dasar pembelajar sehingga memungkinkan baginya
untuk berkembang lebih jauh sebagai individu, anggota masyarakat, maupun
sebagai warga negara dalam konteks kehidupan global.
23
Ketiga, substansi pendidikan dasar hendaknya mengacu pada
pengembangan potensi dan kreatifitas para peserta didik dalam totalitasnya yang
seimbang dan serasi.
Keempat, pada pendidikan dasar dan menengah perlu dikembangkan
sistem pembelajaran yang egaliter dan demokratis agar tidak terjadi
pengelompokan kelas atas dasar kemampuan akademik.
Kelima, pendidikan tinggi tidak hanya berorientasi pada penyiapan tenaga
kerja. Pendidikan tinggi, harus mempersiapkan dan memperkuat kemampuan
dasar mahasiswa untuk memungkinkan mereka berkembang baik secara individu,
anggota masyarakat, maupun sebagai warga negara dalam konteks kehidupan
yang global. (Suyanto, 2006: 18)
Keenam, kebijakan kurikulum untuk mencapai tujuan pendidikan nasional,
harus memperhatikan tahap perkembangan pembelajaran dan kesesuaian dengan
lingkungan, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, budaya, seni, serta
sesuai dengan jenjang masing-masing satuan pendidikan. (Hujair AH. Sanaky,
2003:158)
Ketujuh, dalam pembelajaran pada tingkat apa saja hendaknya dapat
mengaktualisasi enam unsur kapasitas belajar yaitu: (i) kepercayaan (confidence);
(ii) keingintahuan (curioucity); (iii) sadar tujuan (intensionality); (iv) kendali diri
(self control); (v) mampu bekerja sama (work together) dengan pihak mana saja;
(vi) kemampuan bergaul secara harmonis dan saling pengertian.
Kedelapan, pendidikan nasional hendaknya mendapatkan proporsi alokasi
dana yang cukup memedai (20% - 25% dari APBN dan APBD) agar dapat
mengembangkan program-program pendidikan yang berorientasi pada
peningkatan mutu, relevansi, efesiensi dan pemerataan. (Suyanto, 2006: 19-20)
Kesembilan, realisasi pendidikan dalam konteks lokal, diperlukan badan-
badan pembantu dalam dunia pendidikan antara lain dewan sekolah yang di
dalamnya harus ada unsur-unsur Pemerintah Daerah, perwakilan guru-guru, dan
juga tokoh-tokoh masyarakat serta para orang tua peserta didik. Dewan Sekolah
24
berperan untuk memberi masukan yang tidak hanya pada aspek material dan
kesejahteraan guru saja, tetapi harus masukan dalam berbagai aspek, termasuk
dalam perumusan, pembinaan, dan evaluasi misi, visi, dan substansi (kurikulum
lokal dll) pendidikan yang relevan dengan kebutuhan daerah masing-masing.
Kesepuluh, perlu menetapkan model rekrutmen pejabat pendidikan secara
professional, sehingga dapat diperoleh the right person in the right place,
bukannya the right person in the wrong place, atau lebih parah lagi, the wrong
person in the wrong place. (Suyanto, 2006:20)
BAB V
PENUTUP
Dari pembahasan di atas, dapat kita ketahui bahwa pada negara sedang
berkembang banyak masyarakat, terutama masyarakat miskin yang
menggantungkan harapan pada pendidikan, karena menurut mereka semakin
tinggi tingkat pendidikan, maka semakin banyak sertifikat, sehingga semakin
mudah bagi mereka untuk mencarai pekerjaan.
Pada era orde lama perencanaan pembangunan dilakukan guna mengejar
ketertinggalan kita pada dunia luar. Perencanaan pembangunan pada saat itu
hanya berorientasi pada peningkatan kualitas. Pada saat itu para pendidik hanya
berorientasi pada pendidikan dan kualitasnya, belum berorientasi pada materi.
Pada era orde baru, untuk meningkatkan kualitas pendidikan, pemerintah
mencanangkan pendidikan dalam repelita. Perencanaan pembangunan lebih
menekankan pada program wajib belajar 9 tahun dan sebagai penunjang
25
terlaksananya rencana tersebut, pemerintah membangun sekolah-sekolah INPRES
hampir di semua daerah, khususnya daerah pedesaan agar pendidikan dapat
dijangkau. Pada masa ini, kebijakan sistem pendidikan masih sentralisasi. Dalam
upaya peningkatan kualitas pendidikan, pemerintah menerapkan suatu kebijakan
yaitu EBTANAS sebagai salah satu syarat kelulusan. Namun, lama-kelamaan,
EBTANAS dhanya dijadikan sebagai indikatr palsu karena keinginan setiap
sekolah untuk meluluskan setiap muridnya.
Pada masa setelah reformasi, merupakan masa transisi dari sistem
pemerintahan yang sentralisasi menuju desentralisasi. Perencanaan pembangunan
pun dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu RPJPN (Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional), RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional), dan Rencana kerja pemrintahan. Perencanaan pembangunan khusunya
bidang pendidikan disesuaikan dengan otonomi daerah masing-masing, tetapi
tetap dalam komando pemerintah pusat (seperti kurikulum pendidikan,
standarisasi nilai, dan lain-lain). Berdasarkan RPJMN tahun 2004-2009
perencanaan pembangunan pasca reformasi dibagi menjadi sepuluh program,
yaitu:
Program Pendidikan untuk Anak Usia Dini
Program Wajib Belajar Sembilan Tahun
Program Pendidikan Menengah
Program Pendidan Perguruan Tinggi
Program Pendidikan Non-Formal
Program Peningkatan Mutu Pendidikan dan Tenaga Pendidik
Program Pendidikan Kedinasan
Program Pengembangan Budaya Baca dan Pembinaan
Perpustakaan
Program Penelitian dan Pengembangan Pendidikan
Program Manajemen Pelayanan Publik
Pendidikan di Indonesia saat ini jika dibandingkan dengan negara lain
terutama negara kawasan Asia Tenggara, bisa dikatakan mengalami kemunduran
jika dibandingkan dengan Malaysia. Namun berdasarkan data yang didapatkan
dari BPS jumlah partisipasi peserta didik mengalami peningkatan dari tahun ke
26
tahun pada berbagai tingkat pendidikan. Angka buta huruf juga mengalami
penurunan. Hal ini menunjukkan bahwa program pemerintah bisa dikatakan
sukses dalam meningkatkan kuantitas jumlah peserta didik.
Daftar Pustaka
Arowolo, Oladele.Achieving the MDGs with Equity: Need for the Human Rights Based Approach, UNFPA (Contributed paper, at the Fifth African Population Conference: Arusha, Tanzania, 10-14 December, 2007).
Asrori, Wohib.2009.Paradigma Pendidikan Di Indonesia Pasca Reformasi Antara Mitos dan Realitas.
Cahyana, Ade, Indonesia 2010: Merubah Mitos menjadi Realitas Pembangunan.
Garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004
http://www.bpsi ndonesia.go.id
http:// www. b apenas.go.id
http:// www .k ompas.com
http:// www. d epkeu.go.id
http:// www. d epdiknas.go,id
http://w or l d p re s s.com: Mutu Pendidikan Di Indonesia
Nomida Musnir, Diana.2000. Arah Pendidikan Nasional dalam Perspektif Historis, dalam Buku: Sindhunata [editor], 2000, Menggagas Paradigma
27
Baru Pendidikan, Demokratisasi, Otonomi, Civil Society, Globalisasi, Kanisius, Yogyakarta.
Rahayu,Sri.2009.Reformasi Pendidikan Dasar Indonesia.
Ratih,diyah. Pembangunan Pendidikan Indonesia dan MDGs di Indonesia:Sebuah Refleksi Kritis.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional tahun 2004-2009.
Subiantoro,Heru.2009.Kebijakan Fiskal: Nota Keuangan.Kompas:Jakarta.
Todaro,Michel.1995.Pemangunan Ekonomi di Dunia Ketiga.Erlangga:Jakarta.
28