repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/47600/1/faizal... ·...
TRANSCRIPT
i
KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN DAN RUMUSAN
PRIORITAS DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN
DAERAH KABUPATEN WONOSOBO
(Pendekatan Location Quotient dan Shift Share Analysis)
Skripsi
Faizal Abdurrahman
1113092000016
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019M/ 1440 H
ii
KONTRIBUSI SEKTOR PERTANIAN DAN RUMUSAN
PRIORITAS DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN
DAERAH KABUPATEN WONOSOBO
(Pendekatan Location Quotient dan Shift Share Analysis)
Faizal Abdurrahman
1113092000016
Skripsi
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada
Program Studi Agribisnis
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAIN DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/ 1440 H
i
i
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Pendidikan Formal
2001-2007 : Sekolah Dasar Negeri 01 Kaliwungu
2007-2010
2010-2013
:
:
Sekolah Menengah Pertama Negeri 5 Tangerang Selatan
Sekolah Menengah Atas Negeri 7 Tangerang Selatan
Riwayat Pekerjaan
2015
2016
2018
:
:
:
Tim Riset Pengembangan Kebijaksanaan Intergrasi
Keilmuan (Analisis Rantai Pasok dan Mitigasi Halal
Daging Sapi Impor Australia-Indonesia) di Pusat
Penelitian dan Penerbitan (PUSLITPEN) LP2M UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta
Asisten Teknisi Budidaya Udang Vaname di PT. Labuan
Monodon
Tim Riset “ Capturing Consumer Value for Value Chain
Inovation in Indonesia Halal Beef Industri”
2018 : Freelancer Dompet Dhuafa
2019 : Big Bad Wolf Book Fair 2019
Prestasi
2017 : Pemuda Mandiri Membangun Desa (Kementerian Pemuda
dan Olahraga) di Lampung Timur
2017 : Pemateri Pelatihan Hidroponik dari Pusat Pengabdian
Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Nama : Faizal Abdurrahman
Tempat Tanggal Lahir : Cilacap, 10 Juni 1995
Jenis Kelamin : Laki – laki
Kewarganegaan : Indonesia
Agama : Islam
Tinggi : 167 cm
Berat : 55 kg
Alamat Asal : Dusun Kalireja RT 001, RW 003, Desa Kaliwungu,
Kecamatan Kedungreja, Kabupaten Cilacap, Jawa
Tengah
Alamat Sekarang : Jl. H. Basir, RT 02, RW 02, Kelurahan Pondok Kacang
Barat, Pondok Aren, Tangerang Selatan, Banten
Handphone : 085716942265
Email : [email protected]
IPK : 3,56
ii
Riwayat Organisasi
2013
2014
2014
2014
:
:
:
:
Anggota Divisi Publikasi, Dokumentasi dan Dekorasi
Kegiatan Menanam Pohon Mangrove di Kelurahan
Ketapang Kecamatan Mauk Himpunan Mahasiswa
Jurusan Agribisnis UIN Jakarta
Seni Suara Agribisnis UIN Jakarta
Marching Band UIN Jakarta
Staf Kaderisasi Wilayah 2 Ikatan Senat Mahasiswa
Pertanian Indonesia
2014 : Staf KOMINFO Himpunan Mahasiswa Jurusan Agribisnis
UIN Jakarta
2015 : Kepala Departemen Kemahasiswaan Himpunan
Mahasiswa Agribisnis UIN Jakarta
2016 : Staf Pengabdian Masyarakat Dewan Eksekutif Mahasiswa
UIN Jakarta
iii
RINGKASAN
Faizal Abdurrahman. 1113092000016. Kontribusi Sektor Pertanian dan
Rumusan Prioritas dalam Pembangunan Pertanian Daerah Kabupaten Wonosobo
(Pendekatan Location Quotient dan Shift Share Analysis). Di bawah bimbingan
Yon Girie Mulyono dan Achmad Tjachja Nugraha.
Otonomi daerah merupakan amanat UU RI No. 32 Tahun 2004 tentang
pemerintah pusat memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk
mengelola perekonomiannya secara penuh. Pengelolaan yang baik akan
berdampak terhadap pendapatan daerah yang di sebut dengan Produk Domestik
Regional Bruto (PDRB). Salah satu pendapatan daerah yang memiliki kontribusi
besar dalam PDRB Wonosobo adalah Sektor Pertanian. Namun pada periode
2012-2016 sektor ini memiliki pertumbuhan yang menurun. Hal ini akan
berdampak pada kontribusi sektor tersebut dalam pendapatan daerah di Kabupaten
Wonosobo. Sehingga perlu adanya identifikasi dari masing-masing sektor dan
menentukan prioritas pembangunan pertanian di kabupaten wonosobo.
Tujuan Penelitian ini adalah : 1.) Menganalisis posisi sektor pertanian, serta
petumbuhan dan daya saing sektor pertanian di kabupaten wonosobo periode
2010-2016. 2) Menganalisis sub sektor pertanian apa saja yang menjadi sub sektor
unggulan dan bagaimana pertumbuhan dan daya saing sub sektor pertanian di
kabupaten wonosobo pada periode 2012-2016. 3.) Menentukan prioritas
pembangunan sub sektor pertanian dalam memajukan sektor pertanian di
kabupaten wonosobo.
Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa PDRB kabupaten
wonosobo periode 2012-2016 dan PDRB provonsi jawa tengah periode 2012-
2016. Periode ini di gunakan atas pertimbangan bahwa pada periode ini terdapat 9
subsektor dengan ADHK 2010, sedangkan ADHK 2000 hanya terdapat 5 sub
sistem. Untuk mengetahui sub sektor apa saja yang menjadi unggulan di
kabupaten wonosobo di gunakan Location Quotient. Untuk mengetahui
pertumbuhan dan daya saing sub sektor pertanian di gunakan Shift Share Analisis
Hasil penelitian dengan menggunakan LQ pada sektor pertanian, dapat di
ketahui bahwa sektor ini memiliki nilai LQ sebesar (2,27). Hal ini menunjukan
bahwa sektor pertanian di kabupaten wonosobo merupakan sektor unggulan di
bandingkan dengan sektor lainnya yang ada di kabupaten tersebut, sedangkan
Analysis Shift Share pada sektor pertanian menunjukan bahwa sektor ini memiliki
pertumbuhan (PP) lambat yang di nyatakan dengan angka (-13,88) dan memiliki
daya saing (PPW) yang baik dengan angka (2,88). Pada sub sektor pertanian di
kabupaten wonosobo, sub sektor ini menjadi yang unggulan LQ > 1 pada sektor
pertanian yaitu : Tanaman pangan (2,29), Tanaman hortikultura semusim (4,81),
Hortikultura tahunan (5,12), Perkebunan tahunan (1,05), Peternakan (1,33), Jasa
pertanian dan perburuan (1,82), Kehutanan (3,74) serta perikanan (1,13). Untuk
tanaman Perkebunan semusim memiliki nilai LQ sebesar (0,34). Hal ini
menunjukan bahwa sektor tersebut bukan merupakan sektor unggulan. Hasil
analysis shift share menunjukan bahwa hanya subsektor peternakan yang
memiliki nilai PP > 0 yang artinya bahwa sektor ini memiliki pertumbuhan yang
iv
cepat yaitu (0,20). Untuk nilai PPW > 0 artinya sektor ini memiliki daya saing
yang baik (tanaman pangan, hortikultura semusim, hortikultura tahunan, jasa
pertanian dan kehutanan). Sedangkan ungtuk PPW < 0 yang artinya sektor
tersebut tidak memiliki daya saing yang baik (perkebunan semusim, perkebunan
tahunan, peternakan dan perikanan).
Berdasarkan perbandingan Pergeseran Bersih (PB) dan daya saing (PPW)
sub sektor pertanian kabupaten wonosobo pada periode 2012-2016, maka dapat di
tentukan prioritas pembangunannya. Untuk kuadran satu tidak di dapatkan sub
sektor pertanian yang memiliki nilai pergeseran bersih dan daya saing yang baik
pada sektor pertainan di kabupaten wonosobo. Untuk kuadran dua, di dapatkan
sub sektor peternakan yang memiliki laju pertumbuhan baik namun memiliki daya
saing yang tidak kompetitif. Kuadran tiga terdapat sub sektor perkebunan
semusim, perkebunan tahunan dan perikanan yang memiliki pertumbuhan yang
lambat dan daya saing yang tidak kompetitif. Sedangkan di kuandran empat
terdapat tanaman pangan, horti semusim, horti tahunan dan lainnya, jasa pertanian
dan perburuan serta kehutanan dan penebangan kayu. Pada kuadaran ini sub
sektor memiliki pertumbuhan yang lambat tetapi memiliki daya saing yang tinggi
di bandingkan wilayah lain di provinsi jawa tengah.
Kata Kunci : Kontribusi Sektor Pertanian, Kabupaten Wonosobo, Location
Quotient, Shift Share Analysis
i
KATA PENGANTAR
حيم حمن الر بســــــــــــــــــم هللا الر
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur kehadirat Allah S.W.T sehingga penulis dapat menyusun dan
menyelesaikan penelitian ini dengan judul “Kontribusi Sektor Pertanian dan
Rumusan Prioritas dalam Pembangunan Pertanian Daerah Kabupaten
Wonosobo (Pendekatan Location Quotient dan Shift Share Analysis)”.
Penelitian ini adalah salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi Strata-1
di Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Dalam penulisan ini, penulis banyak mendapatkan bantuan baik berupa
materil dan moral yang sangat berarti dari berbagai pihak. Oleh sebab itu pada
kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terimakasih sebesar-besarnya
kepada:
1. Kepada orang tua dan adik tercinta, Ibu Sri Murni dan Firman serta Fadil
yang tiada henti memberikan dukungan, semangat dan kasih sayang serta
motivasi kepada penulis.
2. Prof. Dr. Lily Surayya E.P, M.Env.Stud selaku Dekan Fakultas Sains dan
Teknologi Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ir. Siti Rochaeni, M.Si selaku Ketua Program Studi Sosial Ekonomi
Pertanian/Agribisnis dan Rizki Adi Puspita Sari, SP, MM selaku Sekretaris
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta.
ii
4. Dr. Yon Girie Mulyono, M.Si selaku Dosen Pembimbing 1 dan Dr. Achmad
Tjachja Nugraha, MP selaku Dosen Pembimbing 2 yang telah membimbing,
memberikan saran, motivasi nasehat dan arahan sekaligus meluangkan waktu,
tenaga dan pikiran dalam penyusunan skripsi kepada penulis.
5. Prof. Dr. Ujang Maman, M.Si dan Dr. Iwan Aminudin, M.Si selaku dosen
penguji pada ujian sidang skripsi penulis yang telah memberikan waktunya
serta bimbingan, arahan nasihat dan motivasi yang diberikan kepada penulis.
6. Bapak Rio dari Badan Pusat Statistik Jawa Tengah, Bapak Azhar dari
BAPPEDA Jawa Tengah, Bapak Mujib dari Badan Pusat Statistik Wonosobo,
Bapak Mukiran dari Dinas Pertanian Wonosobo serta para pihak yang telah
membantu selama proses penelitian.
7. Seluruh dosen pengajar Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian/Agribisnis
yang tidak dapatkan satu persatu tanpa mengurangi rasa hormat atas segala
ilmu dan pelajaran dalam perkuliahan maupun di luar perkuliahan.
8. Sahabat terbaik penulis, Astrid Aisyah Hanani yang telah memberikan
semangat dan motivasi kepada penulis selama proses penelitian.
9. Sahabat Seperjuangan Sang, Akbar, Rizki, Dhea, Andika, Fauzan, Eki,
Boerhan, dayang telah memberikan semangat kepada penulis.
10. Teman-teman sepermainan, Wawan, Andrew, Saleh, Raup, Akhdan, Tetanan
yang telah memberikan motivasi serta bantuannya kepada penulis untuk
segera menyelesaikan penyusunan skripsi, dan telah memberikan masukan-
masukan yang dapat membantu penulis mampu menyelesaikan skripsi.
11. Teman-teman Agibisnis 2013 serta senior lainnya yang senantiasa
memberikan masukan kepada penulis selama penelitian.
iii
12. Semua pihak yang telah membantu namun tidak penulis tuliskan satu per satu
tanpa mengurangi rasa hormat. Terimakasih banyak.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. kritik dan
saran yang membangun sangat diharapkan untuk menyempurnakan penelitian ini.
Penulis berharap semoga penulis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak. Semoga
Allah S.W.T memberkahi kita semua. Aamin Ya Robbal Alamin, Barokallah.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, Juli 2019
Faizal Abdurrahman
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ...................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................ v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 6
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................... 6
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................. 7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 8
2.1 Otonomi Daerah ................................................................................ 8
2.2 Pembangunan Ekonomi ..................................................................... 13
2.3 Pembangunan Ekonomi Daerah ........................................................ 14
2.4 Pembangunan Pertanian .................................................................... 18
2.4.1 Peranan Sektor Pertanian dalam Pembangunan ...................... 20
2.4.2 Kontribusi Terhadap Kesempatan Kerja ................................. 21
2.4.3 Kontribusi Terhadap Produktifitas .......................................... 22
2.5 Teori Ekonomi Basis ......................................................................... 24
2.6 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) ....................................... 27
2.7 Metode Analisis ................................................................................. 30
2.7.1 Location Quotient (LQ) .......................................................... 30
2.7.2 Shift Share (SS) ....................................................................... 30
2.8 Penelitian Terdahulu .......................................................................... 31
2.9 Kerangka Pemikiran .......................................................................... 32
BAB III METODE PENELITIAN ................................................................. 39
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ............................................................. 39
v
3.2 Jenis dan Sumber Data ...................................................................... 39
3.3 Metode Pengumpulan Data ............................................................... 40
3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data .............................................. 40
3.4.1 Analisis LQ (Location Quontient) .......................................... 40
3.4.2 Analisis SS (Shift Share) ......................................................... 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 50
4.1 Hasil Penelitian .................................................................................. 50
4.1.1 Posisi Sektor Pertanian dalam Perekonomian Kabupaten
Wonosobo Berdasarkan Pendekatan LQ Periode 2012-2016 . 50
4.1.2 Sub Sektor Pertanian Unggulan Kabupaten Wonosobo
Periode 2012-2016 Berdasarkan Pendekatan Location
Quotient (LQ) .......................................................................... 62
4.1.3 Rumusan Prioritas Pengembangan Sub Sektor Pertanian
dalam Pembangunan Daerah di Kabupaten Wonosobo .......... 76
4.2 Pembahasan ....................................................................................... 79
4.2.1 Posisi Sektor Pertanian, Pertumbuhan dan Daya Saing di
Kabupaten Wonosobo Periode 2010-2016 ............................. 79
4.2.2 Sub Sektor Unggulan, Pertumbuhan dan Daya saing
Kabupaten Wonosobo Periode 2010-2016 ............................. 83
4.2.3 Rumusan Prioritas Pengembangan Sub Sektor Pertanian
dalam Pembangunan Daerah di Kabupaten Wonosobo .......... 87
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 89
5.1 Kesimpulan ........................................................................................ 89
5.2 Saran .................................................................................................. 91
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 92
LAMPIRAN ...................................................................................................... 96
v
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. PDRB Kabupaten Wonosobo Tahun 2016 Menurut Lapangan Usaha
(Juta Rupiah) Atas Dasar Harga Konstan 2010 ....................................... 2
2. Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan 2016 ............... 3
3. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan
Pekerjaan Utama 2015–2017 (Juta Jiwa) ................................................ 22
4. Nilai LQ berdasarkan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten
Wonosobo dan Provinsi Jawa Tengah 2012-2016 .................................. 51
5. Perubahan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Wonosobo Menurut
Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2012-2016 (juta
rupiah) ..................................................................................................... 53
6. Perubahan PDRB Sektor Pertanian Provinsi Jawa Tengah Menurut
Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2012-2016 (Juta
Rupiah) .................................................................................................... 55
7. Rasio PDRB Kabupaten Wonosobo dan Provinsi Jawa Tengah ............. 56
8. Pertumbuhan Regional Sub Sektor Pertanian Kabupaten Wonosobo ..... 58
9. Pertumbuhan Proporsional Sub Sektor Pertanian Kabupaten
Wonosobo (Juta Rupiah) ......................................................................... 59
10. Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) Sub Sektor Pertanian Kabupaten
Wonosobo (Juta Rupiah) ......................................................................... 61
11. Nilai LQ Sub Sektor Pertanian Kabupaten Wonosobo Tahun 2012-
2016 ......................................................................................................... 62
12. Perbandingan Pergeseran Bersih dan Daya Saing Sub Sektor Pertanian
di Kabupaten Wonosobo Tahun 2012-2016 (Juta Rupiah) ..................... 77
vi
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
1. Grafik Pertumbuhan Sektor Pertanian Kabupaten Wonosobo Tahun
2012-2016 (%) ......................................................................................... 4
2. Grafik Presentase Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap PDRB
Kabupaten Wonosobo tahun 2012-2016 (%) .......................................... 5
3. Kerangka Pemikiran ................................................................................ 34
4. Profil Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian .................................. 48
5. Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Tanaman Pangan Kabupaten
Wonosobo Tahun 2012-2016 .................................................................. 66
6. Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Tanaman Hortikultura Semusim
Kabupaten Wonosobo Tahun 2012-2016 ................................................ 67
7. Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Perkebunan Semusim
Kabupaten Wonosobo Tahun 2012-2016 ................................................ 68
8. Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Tanaman Hortikultura Tahunan
dan Lainnya Kabupaten Wonosobo Tahun 2012-2016 ........................... 70
9. Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Perkebunan Tahunan Kabupaten
Wonosobo Tahun 2012-2016 .................................................................. 71
10. Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Peternakan Kabupaten
Wonosobo Tahun 2012-2016 .................................................................. 72
11. Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Jasa Pertanian dan Perburuan
Kabupaten Wonosobo Tahun 2012-2016 ................................................ 73
12. Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Kehutanan dan Penebangan
Kayu Kabupaten Wonosobo Tahun 2012-2016 ...................................... 74
13. Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Perikanan Kabupaten
Wonosobo Tahun 2012-2016 .................................................................. 76
14. Profil Pertumbuhan Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Wonosobo
Periode 2012-2016 .................................................................................. 78
vii
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Peta Wilayah Kabupaten Wonosobo ........................................................ 96
2. Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Wonosobo ................................ 97
3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Wonosobo Atas
Dasar Harga Konstan 2012-2016 .............................................................. 98
4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Tengah Atas
Dasar Harga Konstan Tahun 2012-2016 ................................................... 100
5. Hasil Perhitungan dengan Metode LQ di Kabupaten Wonosobo ............. 102
6. Perubahan PDRB Kabupaten Wonosobo dan Provinsi Jawa Tengah
Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2012 dan
2016........................................................................................................... 103
7. Rasio PDRB Kabupaten Wonosobo dan Provinsi Jawa Tengah Atas
Dasar Harga Konstan Tahun 2012 dan 2016 ............................................ 105
8. Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten Wonosobo
Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional, Proporsional, dan
Pangsa Wilayah Tahun 2012-2016 ........................................................... 106
9. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor Pertanian Kabupaten
Wonosobo Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2012-2016 ........................ 109
10. Laju Pertumbuhan Sub Sektor Pertanian Tahun 2012-2016..................... 110
11. Kontribusi Sub Sektor Pertanian Tahun 2012-2016 ................................. 111
12. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor Pertanian Provinsi
Jawa Tengah Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2012-2016 .................... 112
13. Hasil Perhitungan dengan Metode LQ di Kabupaten Wonosobo ............. 113
14. Perubahan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Wonosobo dan Provinsi
Jawa Tengah Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan
Tahun 2012 dan 2016................................................................................ 113
15. Rasio PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Wonosobo dan Provinsi Jawa
Tengah Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2012 dan 2016 ....................... 114
viii
16. Analisis Shift Share Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Wonosobo
Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional, Proporsional, dan
Pangsa Wilayah Tahun 2012-2016 ........................................................... 115
17. Nilai Pergeseran Bersih (PB), Perbandingan Pergeseran Bersih dan
Daya Saing Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Wonosobo Tahun 2012-
2016........................................................................................................... 117
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi untuk menjadi negara yang sejahtera berdasar
pada segala potensi dan kelimpahan sumberdaya yang dimiliki, salah satu sektor
yang dapat membawa peradaban sebuah bangsa menjadi maju adalah sektor
pertanian (Rozelle dan Swinnen dalam Darsono, 2012). Hanya saja kekayaan
hayati yang dimiliki Indonesia dalam hal keadaan geografis justru cederung
menyulitkan pemerataan pembangunan perekonomian daerah di Indonesia.
Sebagaimana dikeluarkannya UU RI No.32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan UU RI No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pusat dan Daerah, telah membawa konsekuensi dengan
memberikan keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk mengelola
perekonomiannya secara penuh. Otonomi daerah yang berkembang saat ini selain
memberikan kewenangan bagi pemerintah daerah untuk mengatur dan
melaksanakan program-program pembangunan daerahnya, juga menuntut
kesiapan dari pemerintah daerah untuk melaksanakan segala kebijakan yang kini
sepenuhnya menjadi tanggung jawabnya sendiri.
Jawa Tengah sebagai salah satu provinsi dimana pemerintah kota dan
kabupaten nya telah menjalankan otonomi daerah sesuai dengan undang undang
yang telah di tetapkan pada tahun 2004. Pembangunan di daerah otonom perlu
dilaksanakan secara terpadu, selaras, serasi dan seimbang serta sesuai dengan
prioritas dan potensi daerah (Tjiptoherijanto, 1997 dalam Lusminah, 2008).
2
Dalam hal ini pemerintah daerah perlu mengertahui sektor sektor yang
mempunyai peranan dominan dalam daerahnya, sehingga pemerintah daerah
dapat menetapkan sasaran yang tepat untuk pembangunan daerahnya.
Kabupaten Wonosobo merupakan salah satu dari 35 Kabupaten dan Kota
yang ada di Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten Wonosobo memiliki luas 98, 46
ribu ha. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) 2016, Kabupaten ini memiliki 236
desa dan 15 kecamatan yang di dukung oleh sektor-sektor dominan seperti
pertanian, perdagangan dan industri yang menjadi sektor unggulan dan diharapkan
dapat meningkatkan perekonomian daerah.
Tabel 1. PDRB Kabupaten Wonosobo Tahun 2016 Menurut Lapangan Usaha
(Juta Rupiah) Atas Dasar Harga Konstan 2010
No Lapangan Usaha Tahun (Juta Rupiah)
1 Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 3.871.072.48
2 Pertambangan dan Penggalian 104.298.55
3 Industri Pengolahan 1.902.074.40
4 Pengadaan Listrik dan Gas 4.503.32
5 Pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan
daur ulang 14.080.68
6 Konstruksi 749.912.24
7 Perdagangan besar dan eceran 2.139.763.83
8 Transportasi dan pergudangan 691.598.14
9 Penyediaan akomodasi dan makan minum 366.402.46
10 Informasi dan komunikasi 172.034.33
11 Jasa keuangan dan asuransi 360.441.74
12 Real estate 203.199.83
13 Jasa perusahaan 28.877.99
14 Administrasi, pemerintahan dan jaminan sosial
wajib 293.297.48
15 Jasa pendidikan 635.358.88
16 Jasa kesehatan dan kegiatan sosial 154.555.35
17 Jasa lainnya 258.453.43
Jumlah 11.949.926.14 Sumber : BPS Kabupaten Wonosobo, 2016
Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 1 pada tahun 2016 lapangan
usaha yang berasal dari pertanian, kehutanan, perikanan menjadi penyumbang
3
PDRB terbesar di Kabupaten Wonosobo sebesar 3.871.072.48 juta rupiah di susul
oleh perdagangan besar dan eceran serta industri pengolahan pada posisi kedua
dan ketiga sebesar 2.139.763.83 juta rupiah dan 1.902.074.40 juta rupiah.
Tingginya jumlah PDRB yang disumbangkan oleh sektor pertanian menandakan
besarnya potensi pertanian di wonosobo untuk dikembangkan, terlebih mayoritas
pekerjaan masyarakat di Kabupaten Wonosobo adalah sebagai petani
sebagaimana yang tersaji pada Tabel 2.
Tabel 2. Jumlah Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan 2016
No Lapangan Pekerjaan Jumlah (dalam Ribu) Persentase (%)
1 Pertanian 181.922 45%
2 Industri 52.555 13%
3 Perdagangan 88.939 22%
4 Jasa Kemasyarakatan 36.384 9%
5 Lain-lain 44.469 11%
Jumlah 404.269 100% Sumber : Statistik Daerah Kabupaten Wonosobo 2017 (Data diolah)
Berdasarkan data yang tersaji pada Tabel 2 menunjukan jumlah tenaga
kerja yang terserap pada sektor pertanian mencapai 181.922 ribu jiwa.
Sektor ini menyerap tenaga kerja paling banyak di bandingkan dengan sektor lain
nya. Sektor perdagangan serta industri menempati urutan kedua dan ketiga secara
berurut dengan jumlah 88.939 dan 52.555 ribu jiwa.
Terkait dengan struktur perekonomiannya dan distribusi tenaga kerja di
Kabupaten Wonosobo, jika dilihat dari pertumbuhan ekonomi sektoral Kabupaten
Wonosobo lima tahun terakhir yaitu tahun 2012-2016 sektor pertanian mengalami
fluktuasi. Berdasarkan data BPS Kabupaten Wonosobo pada tahun 2016,
pertumbuhan sektor pertanian tersebut 3,18% pada tahun 2012; 2,14% pada tahun
2013; 3,14% pada tahun 2014; 3,58% pada tahun 2015; 6,21% pada tahun 2016.
4
Gambar 1. Grafik Pertumbuhan Sektor Pertanian Kabupaten Wonosobo Tahun
2012-2016 (%) Sumber : BPS Kabupaten Wonosobo (2016)
Melihat data-data diatas, strategi pembangunan ekonomi Kabupaten
Wonosobo yang perlu menjadi proritas adalah pembangunan ekonomi yang
berbasis pada sektor pertanian. Mengingat sektor pertanian menyerap tenaga kerja
terbesar serta menyumbangkan PDRB terbesar di Kabupaten Wonosobo.
Perkembangan sektor pertanian diharapkan dapat mendukung dan mendorong
perkembangan perekonomian lain termasuk di dalamnya sektor industri dan
perdagangan. Seiring dengan perkembangan sektor perekonomian lainnya,
presentase kontribusi sektor pertanian mengalami penurunan. Menurut BPS
Kabupaten Wonosobo tahun 2016, kontribusi sektor pertanian di Kabupaten
Wonosobo dalam lima tahun terakhir menunjukan persentase yang semakin
menurun. Penurunan kontribusi pertanian tersebut yaitu 34,32% pada tahun 2012;
33,26% pada tahun 2013; 33,02% pada tahun 2014; 32,84% pada tahun 2015;
33,17% pada tahun 2016.
3,18 2,14 3,41 3,58
6,21
2012 2013 2014 2015 2016
Pertumbuhan Sektor Pertanian (%)
Pertumbuhan Sektor Pertanian (%)
5
Gambar 2. Grafik Presentase Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap PDRB
Kabupaten Wonosobo tahun 2012-2016 (%) Sumber : BPS Kabupaten Wonosobo 2016 (Data diolah)
Berdasarkan data-data di atas, pertumbuhan dan kontribusi sektor pertanian
mengalami penurunan yang mengakibatkan kurang optimalnya sektor pertanian
terhadap kotribusi PDRB di Kabupaten Wonosobo. Hal ini menjadi tantangan
yang harus di hadapi dalam melaksanakan strategi pembangunan, mengingat
sektor pertanian menjadi leading sector di Kabupaten Wonosobo.
Mengacu pada Misi yang tercantum dalam Rancangan Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Wonosobo khususnya bidang
pertanian bahwa daerah tersebut memiliki arah kebijakan yang ingin di capaian
meliputi :
1. Meningkatkan produksi dan produktifitas komoditas pertanian dan
perkebunan
2. Meningkatkan produksi dan produktifitas komoditas peternakan
3. Meningkatkan produksi dan produktifitas komoditas perikanan.
Bedasarkan misi yang tercantum dalam RPJMD 2010-2015 maka, dalam
pembangunan pertanian di kabupaten wonosobo perlu adanya strategi melalui
analisis sub sektor pertanian unggulan di Kabupaten Wonosobo. Hal ini perlu
dilakukan agar pemerintah daerah atau daerah otonom dapat mengetahui capaian
34,32 33,26 33,02 32,84 33,17
2012 2013 2014 2015 2016
Kontribusi Sektor Pertanian (%)
Kontribusi Sektor Pertanian (%)
6
program prioritas yang tertera dalam RPJMD dan mengambil kebijakan dalam
memprioritaskan sub sektor pertanian unggulan dan non unggulan untuk dapat di
tingkatkan.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana posisi sektor pertanian, serta pertumbuhan dan daya saing
sektor pertanian dalam perekonomian di Kabupaten Wonosobo periode
2012-2016?
2. Sub sektor pertanian apa saja yang menjadi sub sektor unggulan dan
bagaimana pertumbuhan dan daya saing sub sektor pertanian di Kabupaten
Wonosobo 2012-2016?
3. Bagaimana prioritas pengembangan sub sektor pertanian dalam memajukan
sektor pertanian di Kabupaten Wonosobo?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Menganalisis posisi sektor pertanian, serta pertumbuhan dan daya saing
sektor pertanian dalam perekonomian di Kabupaten Wonosobo periode
2012-2016.
2. Menganalisis sub sektor pertanian apa saja yang menjadi sub sektor
unggulan dan bagaimana pertumbuhan dan daya saing sub sektor pertanian
di Kabupaten Wonosobo 2012-2016.
3. Menentukan prioritas pengembangan sub sektor pertanian dalam
memajukan sektor pertanian di Kabupaten Wonosobo.
7
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi penulis, dapat menambah pengetahuan dan wawasan barkaitan dengan
topik penelitian.
2. Bagi pemerintah, sebagai informasi dan bahan pertimbangan dalam
mengambil kebijakan, khususnya dalam perencanaan pembangunan pada
sektor pertanian dalam memajukan sektor tersebut di Kabupaten
Wonosobo.
3. Bagi pembaca, sebagai bahan kajian untuk menambah wawasan ilmu
penghetahuan terutama dalam hal keterkaitan potensi wilayah dengan
pembangunan daerah serta sebagai referensi bagi penelitian sejenis.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
1. Penelitian ini memfokuskan pada analisis kontribusi sektor pertanian
terhadap pertumbuhan ekonomi serta peran sub sektor pertanian Kabupaten
Wonosobo pada periode 2012-2016 dengan pendekatan analisis LQ
(Location Quotient) dan SS ( Shift Share).
2. Penggunaan analisi Location Quotient dimaksudkan untuk melihat sektor-
sektor ekonomi dan sub sektor pertanian apa saja yang menjadi sektor
unggulan di Kabupaten Wonosobo, sedangkan analisis Shift Share
dimaksudkan untuk melihat gambaran pertumbuhan dan daya saing sektor-
sektor tersebut di Kaabupaten Wonosobo.
8
3. Periode yang digunakan dalam penelitian ini adalahh periode tahun 2012-
2016, karena dilihat dari LPE (Laju Pertumbuhan Ekonomi) Kabupaten
Wonosobo menunjukan bahwa pada periode tersebut LPE Kabupaten
Wonosobo terus meningkat dan lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Otonomi Daerah
Perkataan otonomi berasal dari bahasa Yunani, Outonomus, yang berarti
pengaturan sendiri atau pemerintahan sendiri. Menurut Encyclopedia of social
science, pengertian otonomi adalah : The Legal Self Sufficiency of Social Body
and its Actual Independence. Dengan demikian pengertian otonomi menyangkut
dengan 2 hal pokok yaitu : kewenangan untuk membuat hukum sendiri (own laws)
dan kebebasan untuk mengatur pemerintahan sendiri (self government), (Sjafrizal,
2008). Berdasarkan pengertian tersebut maka otonomi daerah pada hakekatnya
adalah hak atau wewenang untuk mengurus rumah tangga sendiri bagi suatu
daerah otonom. Hak atau wewenang tersebut meliputi pengaturan pemerintahan
dan pengelolaan pembangunan yang di serahkan oleh pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah.
Pada dasarnya ada 3 alasan pokok mengapa diperlukan otonomi daerah
tersebut (Hidayat Syarif, 2000). Pertama adalah Political Equality yaitu guna
meningkatkan partisipasi politik masyarakat pada tingkat daerah. Hal ini penting
artinya untuk meningkatkan demokratisasi dalam pengelolaan negara.
Kedua adalah Local Accountability yaitu meningkatkan kemampuan dan
tanggungjawab pemerintah daerah dalam mewujudkan hak dan aspirasi
masyarakat di daerah. Hal ini sangat penting artinya dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan. Ketiga adalah Local Responsiveness
yaitu meningkatkan tanggungjawab pemerintah daerah terhadap masalah-masalah
9
sosial ekonomi yang terjadi di daerahnya. Undur ini sangat penting bagi
peningkatan upaya pembangunan dan peningkatan kesejahteraan sosial di daerah.
Secara global, isu mengenai otonomi daerah banyak mengemuka di
negaranegara utamanya menyangkut persoalan penyebaran kekuasaan kekuasaan
(dispersion of power) sebagai manifestasi riil dari demokrasi. Dengan kata lain,
otonomi daerah sebagai manifestasi demokrasi pada hakekatnya merupakan
penerapan konsep teori “areal division of power” yang membagi kekuasaan
secara vertikal suatu negara, sehingga menimbulkan adanya kewenangan
penyelenggaraan pemerintahan di satu sisi oleh Pemerintah Pusat, sedangkan di
sisi lain dilaksanakan oleh Pemerintahan Daerah (A.G Karim, 2003). Pembilahan
kewenangan penyelenggaraan pemerintahan tersebut kembali lagi kepada sistem
pemerintahan negara yang dianut. Dua premis mengemuka terkait pembilahan
kewenangan tersebut disesuaikan dengan sistem negara yakni kekuasaan yang
terpisah (power separation) dalam sistem federalisme dan kekuasaan yang
terpisah (power sharing) dalam negara kesatuan / unitarianisme.
Otonomi daerah adalah hak, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur
dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat nya,
sesuai dengan UU No 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Daerah otonom
mempunyai hak, wewenang untuk mengatur dan mengurus sendiri pemerintahan
dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundang undangan.
Dengan adanya perundang undangan tersebut, maka sudah kewajiban pemerintah
daerah untuk menangani potensi wilayah dalam ruang lingkup pemerintahan
(Murhaeni, 2009).
10
Dalam menyelenggarakan otonomi, daerah otonom memiliki hak dan
kewajiban yang diatur dalam UU No.22 Pasal 22, hak-hak tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya;
2. Memilih pemimpin daerah;
3. Mengelola kekayaan daerah;
4. Mengelola aparatur daerah;
5. Memungut pajak di daerah dan retribusi daerah;
6. Memperoleh bagi hasil dari pengelolaan SDA dan sumber daya lain yang
ada di daerahnya;
7. Memperoleh sumber-sumber pendapatan lain yang sah;
8. Memperoleh hak lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Kewajiban yang dilakukan daerah dalam penyelenggaraan otonomi adalah :
1. Melindungi masyarakat, menjaga persatuan, kesatuan dan kerukunan
nasional, serta keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
2. Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat;
3. Mengembangkan kehidupan demokrasi;
4. Mewujudkan keadilan dan pemerataan;
5. Meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;
6. Menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;
7. Menyediakan fasilitas sosial dan fasilitas umum yang layak;
8. Mengembangkan sistem jaminan sosial;
9. Menyusun perencanaan dan tata ruang daerah;
10. Mengembangkan sumber daya produktif di daerah;
11
11. Melestarikan lingkungan hidup;
12. Mengelola administrasi kependudukan;
13. Melestarikan nilai sosial budaya;
14. Membentuk dan menerapkan peraturan perundangundangan sesuai dengan
kewenangannya; dan
15. Kewajiban lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Otonomi daerah memberikan kesempatan seluas luas nya kepada
pemerintah daerah khususnya kabupaten dan kota untuk mengembangkan potensi
daerah masing masing. Otonomi daerah di tuntut untuk mempertanggung
jawabkan segala urusan daerah otonom nya dari segala aspek yang tadinya
merupakan tanggung jawab pemerintah pusat menjadi tanggung jawab pemerintah
daerah. Dengan adanya otonomi daerah diharapkan diharapkan semua potensi
yang ada di daerah nya di optimalkan dengan baik.
Inti otonomi daerah adalah kebebasan masyarakat setempat untuk mengatur
dan mengurus kepentingan sendiri yang bersifat lokalitas untuk terselenggaranya
kesejahtera-an. Dalam otonomi terdapat nilai yang hakiki, yakni nilai demokrasi
dan prakarsa sendiri. Menurut Moh. Hatta, otonomisasi tidak saja berarti
melaksanakan demokrasi, tetapi mendorong berkembangnya prakarsa sendiri,
yang berarti pengambilan keputusan sendiri dan pelaksanaan sendiri kepentingan
masyarakat setempat. Dengan demikian demokrasi, yaitu pemerintahan dari, oleh
dan untuk rakyat dapat dicapai. Rakyat tidak saja menentukan nasibnya sendiri,
melainkan juga memperbaiki nasibnya sendiri.
Pelaksanaan pemerintahan daerah yang melibatkan partisipasi masyarakat
luas memungkinkan terciptanya pemerintahan daerah yang demokratis dalam
12
rangka menuju pada pemerintahan yang baik (good governance). Dalam teori dan
praktek pemerintahan modern diajarkan bahwa untuk menciptakan the good
governance perlu dilakukan desentralisasi pemerintahan. Good governance
menunjuk pada proses pengelolaan pemerintahan melalui keterlibatan
stakeholders yang luas dalam bidangbidang ekonomi, sosial, dan politik serta
pendayagunaan sumber daya alam, keuangan dan manusia untuk kepentingan
semua pihak, yakni pemerintah, pihak swasta dan rakyat dalam cara yang sesuai
dengan prinsip-prinsip keadilan, kejujuran, persamaan, efisiensi, transparansi, dan
akuntabilitas.
Good governance merupakan kecenderungan global dan tuntutan dalam
sistem politik yang demokratis. Terdapat beberapa elemen penting dari otonomi
daerah yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan upaya pencapaian
kepemerintahan yang baik (good governance), diantaranya adalah:
1. Otonomi berhubungan erat dengan demokratisasi (khususnya grass roots
democracy).
2. Dalam otonomi terkandung makna self-initiative untuk mengambil
keputusan dan memperbaiki nasib sendiri.
3. Karena dalam konsep otonomi terkandung kebebasan dan kemandirian
masyarakat daerah untuk mengambil keputusan dan berprakarsa, berarti
pengawasan atau kontrol dari pemerintah pusat tidak boleh dilakukan
secara langsung yang dapat mengurangi kebebasan masyarakat daerah, atau
menjadikan beban bagi daerah.
4. Daerah otonom harus memiliki power (termasuk dalam sumber-sumber
keuangan) untuk menjalankan fungsi-fungsinya, memberikan pelayanan
13
publik serta sebagai institusi yang mempunyai pengaruh agar ditaati
warganya.
5. Dalam pelaksanaannya, otonomi daerah tidak hanya dipengaruhi oleh
faktor intern, akan tetapi juga faktor ekstern.
Dapat dikatakan bahwa good governance menunjuk pada proses
pengelolaan pemerintahan melalui keterlibatan stakeholders yang luas dalam
bidang ekonomi, sosial dan politik suatu negara dan pendayagunaan sumber daya
alam, keuangan dan manusia menurut kepentingan semua pihak dengan cara yang
sesuai dengan prinsip-prinsip keadilan, kejujuran, persamaan, efisiensi,
transparansi dan akuntabilitas. Good governance merupakan prinsip
penyelenggaraan pemerintahan yang universal, karena itu harusnya diterapkan
dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia, baik di tingkat pusat maupun
di tingkat daerah. Upaya menjalankan prinsip-prinsip good governance perlu
dilakukan dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia. Apalagi dengan
telah diundangkannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
2.2 Pembangunan Ekonomi
Menurut Suryana (2000) pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang
menyebabkan pendapatan kapital penduduk suatu masyarakat meningkat dalam
jangka waktu yang panjang. Pembangunan ekonomi merupakan salah satu hal
yang menjadi kunci keberhasilan suatu negara untuk meningkatkan tarah hidup
warga di suatu negara.
14
Oleh karena itu, Todaro & Smith (2003) menyatakan bahwa keberhasilan
pembangunan ekonomi suatu negara ditunjukkan oleh tiga nilai pokok yaitu 1)
berkembangnya kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pokoknya
(sustenance), 2) meningkatnya rasa harga diri (selfesteem) masyarakat sebagai
manusia, dan 3) meningkatnya kemampuan masyarakat untuk memilih (freedom
from servitude) yang merupakan salah satu dari hak asasi manusia.
Akhirnya dapat disadari bahwa definisi pembangunan ekonomi itu sangat
luas bukan hanya sekedar bagaimana meningkatkan GNP per tahun saja.
Pembangunan ekonomi itu bersifat multidimensi yang mencakup berbagai aspek
dalam kehidupan masyarakat, bukan hanya salah satu aspek (ekonomi) saja.
Pembangunan ekonomi dapat didefinisikan sebagai setiap kegiatan yang
dilakukan suatu negara dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan
taraf hidup masyarakatnya. Adanya batasan tersebut, maka pembangunan
ekonomi pada umumnya dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang
menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam
jangka panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan.
Pembangunan ekonomi bisa di lakukan di berbagai sektor, salah satunya
adalah sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat strategis
di indonesia, mengingat negara indonesia merupakan negara agraris yang kaya
akan sumber daya alam.
2.3 Pembangunan Ekonomi Daerah
Pembangunan ekonomi daerah adalah proses dimana pemerintah daerah
dan masyarakatnya mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola
15
kemitraan antara pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan
suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi
dalam wilayah tersebut. Masalah pokok pembangunan ekonomi daerah adalah
pada penekanan terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan
pada kekhasan daerah yang bersangkutan (endogenous development) dengan
menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan dan sumber daya fisik
secara lokal (daerah).
Orientasi ini mengarahkan kepada pengambilan inisiatif-inisiatif yang
berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan untuk menciptakan
kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan ekonomi (Arsyad,
1999). Pengetahuan mengenai tujuan dan sasaran pembangunan ekonomi daerah,
serta kekuatan dan kelemahan yang dimiliki suatu daerah maka strategi
pengembangan potensi yang ada akan lebih terarah dan strategi tersebut akan
menjadi pedoman bagi pemerintah daerah atau siapa saja yang akan melaksanakan
kegiatan usaha di daerah yang bersangkutan (Suparmoko, 2002). Setiap daerah
mempunyai corak pertumbuhan ekonomi yang berbeda dengan daerah lain.
Oleh sebab itu perencanaan pembangunan ekonomi suatu daerah pertama-tama
perlu mengenali karakter ekonomi, sosial dan fisik daerah itu sendiri, termasuk
interaksinya dengan daerah lain.
Terdapat beberapa teori pertumbuhan dan pembangunan ekonomi regional,
diantaranya : (1) Teori Pertumbuhan Jalur Cepat; (2) Teori Basis Ekspor; (3)
Teori Pusat Pertumbuhan.
16
1. Teori Pertumbuhan Jalur Cepat
Teori pertumbuhan jalur cepat diperkenalkan oleh Samuelson pada tahun
1955. Teori ini menekankan setiap wilayah perlu melihat sektor atau komoditi
yang memliki potensi besar dan dapat dikembangkan dengan cepat baik karena
potensi alam maupun karena sektor itu memiliki compettitve advantage untuk
dikembangkan. Hal ini berarti dengan kebutuhan modal yang sama sektor tersebut
dapat memberikan nilai tambah yang lebih besar, dapat berproduksi dalam waktu
yang relait signifikan dan volume sumbangan untuk pereokonomian juga cukup
besar. Agar pasarnya terjamin, produk tersebut harus bisa diekspor (keluar daerah
atau luar negeri). Perkembangan sektor tersebut akan mendorong sektor lain turut
berkembang sehingga perekonomian secara keseluruhan akan tumbuh.
Mensinergikan sektor-sektor adalah membuat sektor-sektor saling terkait dan
saling mendukung. Menggabungkan kebijakan jalur cepat dan mensinergikannya
dengan sektor lain yang terkait akan akan mampu membuat perekonomian
tumbuh cepat (Tarigan, 2012).
2. Teori Basis
Teori ini membagi sektor produksi atau jenis pekerjaan yang terdapat di
dalam suatu wilayah atas pekerjaan basis (dasar) dan pekerjaan servis (pelayanan)
atau lebih sering disebut sektor nonbasis. Kegiatan basis adalah kegiatan yang
bersifat exogenous artinya tidak terikat pada kondisi internal perekonomian
wilayah dan sekaligus berfungsi mendorong tumbuhnya jenis pekerjaan lainnya.
Sedangkan kegiatan non-basis adalah kegiatan yang melayani kebutuhan
masyarakat di daerah itu sendiri, baik pembeli maupun asal uangnya dari daerah
itu sendiri (Tarigan, 2012). Teori basis ekspor menggunakan dua asumsi, yaitu :
17
(1) asumsi pokok atau yang utama bahwa ekspor adalah satusatunya unsur
eksogen (independen) dalam pengeluaran. Hal ini berarti, semua unsur
pengeluaran lain terikat (dependen) terhadap pendapatan. Secara tidak langsung
hal ini berarti diluar pertambahan alamiah, hanya peningkatan ekspor saja yang
dapat mendorong peningkatan pendapatan daerah karena sektor-sektor lain terikat
peningkatannya oleh peningkatan pendapatan daerah. Sektor lain hanya
meningkat apabila pendapatan daerah secara keseluruhan meningkat. Jadi satu-
satunya yang bisa meningkat secara bebas adalah ekspor. Ekspor tidak terikat
dalam siklus pendapatan daerah; (2) asumsi kedua adalah fungsi pengeluaran dan
fungsi impor bertolak dari titik nol sehingga tidak akan berpotongan (Tarigan,
2012).
3. Teori Pusat Pertumbuhan ( The Growth Pole Theory )
Dalam suatu wilayah, ada penduduk atau kegiatan yang terkonsentrasi pada
suatu tempat, yang disebut dengan berbagai istilah seperti: kota, pusat
perdagangan, pusat industri, pusat pertumbuhan, simpul distribusi, pusat
permukiman, atau daerah modal. Sebaliknya, daerah di luar pusat konsentrasi
dinamakan: daerah pedalaman, wilayah belakang (hinterland), daerah pertanian,
atau daerah pedesaan (Tarigan, 2012). Suatu daerah dikatakan sebagai pusat
pertumbuhan harus memiliki empat ciri, yaitu:
a. Adanya hubungan internal dari berbagai macam kegiatan yang memiliki
nilai ekonomi;
b. Ada efek pengganda (multiplier effect);
c. Adanya konsentrasi geografis; dan
d. Bersifat mendorong pertumbuhan daerah dibelakangnya (Tarigan, 2012).
18
2.4 Pembangunan Pertanian
Menurut (Kamaludin, 1998) pembangunan pertanian dapat di artikan sebgai
bentuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani, memperluas lapangan
pekerjaan dan kesempatan usaha serta mengisi dan memperluas pasar, baik pasar
dalam negeri maupun pasar luar negeri. Pembangunan pertanian dapat
menngkatkan taraf hidup warga disuatu negara ataupun dapat menunjang
pembangunan wilayah sesuai dengan di berlakukan nya otonomi daerah.
Pembangunan pertanian haruslah mengedepankan potensi suberdaya alam dan
kemampuan msyarakat di daerah otonom. Pemanfaatan secara maksimal akan
meningkatkan taraf hidup masyarakat dan menghasilkan produktifitas yang tinggi.
Hal ini harus juga di dukung dengan kebijakan yang pro akan pembangunan
pertanian.
Sektor pertanina yang di tinjau dari beberapa segi memang merupakan
sektor yang dominan dalam pertumbuhan ekonomi nasional. Kontribusinya dalam
pendapatan nasional peranannya dalam pemberian lapangan kerja pada penduduk
yang bertambah dengan cepat, kontribusinya dalam menghasilkan devisa dan lain-
lain (Rochaeni, 2014). Ada 5 syarat mutlak dan tidak mutlak tetapi sangat
berpengaruh dalam memperlancar pembangunan pertanian. Syarat mutlak
menurut Mosher adalah :
1. Adanya pasar untuk hasil-hasil usaha tani
2. Teknologi yang senantiasa berkembang
3. Tersedianya bahan banhan dan alat-alat produksi secara lokal
4. Adanya perangsang produksi bagi petani
19
5. Tersedianga pengangkutan yang lancar dan kontinyu
Disamping syarat-syarat mutlak tersebut, menurut mosher ada lima syarat
lagi yang adanya tidak mutlak tetapi bila ada benar benar memperlancar
pembangunan pertanian. Syarat tersebut adalah pendidikan pembangunan, kredit
produksi, kegiatan gotong royong petani, perbaikan dan perluasan tanah pertanian,
dan perencanaan nasional pembangunan pertanian.
Jika dilihat dari potensi sumberdaya dan arah kebijakan pembangunan
nasional serta potensi pasar atas produk-produk pertanian, maka Indonesia
memiliki prospek untuk pembangunan sistem agribisnis, yang didukung oleh; a)
Keputusan politik yang dimuat dalam GBHN 1999-2004 yang antara lain
mengamanatkan pembangunan keunggulan komparatif Indonesia sebagai negara
agraris dan maritime, b) Amanat konstitusi yaitu UU No. 22 tahun 1999, UU No.
25 tahun 1999 dan PP 25 tahun 2000 tentang pelaksanaan Otonomi Daaerah.
Esensi Otonomi Daerah adalah mempercepat pembangunan ekonomi dengan
mendayagunakan sumberdaya daerah seperti agribinsis, dimana saat ini beberapa
daerah di Indonesia struktur perekonomiannya (pembentukan PDRB, kesempatan
berusaha, eskpor) 4 disumbang oleh agribisnis, c) Kekayaan keragaman hayati
(biodivercity) daratan dan perairan yang terbesar di dunia, lahan yang relatif luas
dan subur, dan agroklimat sebagai keunggulan komperatif untuk agribisnis, d)
Berbasis pada sumber daya domestik (domestic resources based, high local
content) tidak memerlukan impor dan pembiayaan eksternal (utang luar negeri), e)
Produk Indonesia memiliki keunggulan-keunggulan bersaing terutama
produkproduk agribisnis, seperti barang-barang dari karet, produk turunan CPO
(detergen, sabun, palmoil, dll), (Saragih, B. 2001).
20
Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat baik dalam mendukung
pertumbuhan ekonomi daerah namun tentu dengan dukungan pemerintah daerah
agar tercapainya perekonomian baik. Teori-teori pembangunan pertanian dan
pembahasan atas aspek-aspek ekonomi dari pembangunan pertanian dan
persoalan-persoalan pertanian pada umumnya dibagi dalam empat segi pandangan
yaitu :
1. Pandangan sektoral, yaitu pertanian ditinjau sebagai suatu sektor
berhadapan dengan sektor sektor lainnya dalam perekonomian nasioanal.
2. Masalah efisiensi dalam penggunaan faktor-faktor produksi pertanian.
3. Pendekatan dari segi komoditi terutama komoditi-komoditi utama yang di
hasilkan.
4. Pendekatan dari segi pembangunan daerah.
Selain itu secara ekonomi makro pembangunan pertanian dapat dianalisis
melalui tiga kerangka pemikiran yaitu peranan pertanian dalam pembangunan
ekonomi, sifat-sifat ekonomi pertanian tradisional, dan proses ekonomi
modernisasi pertanian.
2.4.1 Peranan Sektor Pertanian dalam Pembangunan
Sektor pertanian di Indonesia dianggap sangat penting karena peranannya
dalam penyediaan lapangan kerja, penyedia pangan, penyedia faktor produksi dan
penghasil devisa yang cukup besar (Soekartawi, 1996). Menurut Kamaluddin
(1998), peranan utama sektor pertanian dalam pembangunan sehubungan dengan
pertimbangan-pertimbangan berikut:
1. Sebagian besar penduduk terutama di negara-negara berkembang
menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.
21
2. Sektor pertanian di negara berkembang merupakan sumber utama
pemenuhan kebutuhan pokok tanaman pangan.
3. Sektor pertanian merupakan penyedia input tenaga kerja yang sangat besar
untuk menunjang pembangunan sektor lain terutama industri.
4. Sektor pertanian dapat berperan sebagai sumber dana dan daya utama
dalam menggerakkan dan memacu pertumbuhan ekonomi.
5. Sektor pertanian merupakan pasar yang potensial bagi hasil output sektor
modern di perkotaan yang ditumbuhkembangkannya.
Pertanian dapat dilihat sebagai suatu yang sangat potensial dalam empat
bentuk kontribusinya terhadap pertumbuhan dan pembangunan ekonomi nasional
yaitu sebagai berikut:
1. Ekspansi dari sektor-sektor ekonomi lainnya sangat tergantung pada
pertumbuhan output di bidang pertanian, baik dari sisi permintaan maupun
penawaran sebagai sumber bahan baku bagi keperluan produksi di sektor-
sektor lain seperti industri manufaktur dan perdagangan.
2. Pertanian berperan sebagai sumber penting bagi pertumbuhan permintaan
domestik bagi produk-produk dari sektor-sektor lainnya.
3. Sebagai suatu sumber modal untuk investasi di sektor-sektor ekonomi
lainnya.
4. Sebagai sumber penting bagi surplus perdagangan.
2.4.2 Kontribusi Terhadap Kesempatan Kerja
Suatu Negara besar seperti Indonesia, di mana ekonomi dalam negerinya
masih di dominasi oleh ekonomi pedesaan sebagian besar dari jumlah
penduduknya atau jumlah tenaga kerjanya bekerja di pertanian.
22
Tabel 3. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan
Pekerjaan Utama 2015–2017 (Juta Jiwa)
No Lapangan Pekerjaan Utama 2015 2016 2017
1 Pertanian 37.75 37.77 35.93
2 Pertambangan dan Penggalian 1.32 1.32 1.39
3 Industri 15.25 15.54 17.01
4 Listrik, Gas dan Air 0.29 0.35 0.39
5 Kontruksi 8.21 7.98 8.14
6 Perdagangan 25.68 26.69 28.17
7 Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 5.11 5.61 5.76
8 Keuangan 3.27 3.53 3.75
9 Jasa 17.94 19.46 20.48
Jumlah 114.82 118.41 121.02 Sumber : Badan Pusat Statistik (2017)
Indonesia, daya serap sektor tersebut pada tahun 2017 mencapai 35 juta
lebih. Jauh lebih besar dari sektor manufaktur. Ini berarti sektor pertanian
merupakan sektor dengan penyerapan tenaga kerja yang tinggi. Jika dilihat pola
perubahan kesempatan kerja di pertanian dan industri manufaktur, pangsa
kesempatan kerja dari sektor pertama menunjukkan suatu pertumbuhan tren yang
menurun, sedangkan di sektor kedua meningkat. Perubahan struktur kesempatan
kerja ini sesuai dengan yang di prediksi oleh teori mengenai perubahan struktur
ekonomi yang terjadi dari suatu proses pembangunan ekonomi jangka panjang,
yaitu bahwa semakin tinggi pendapatan per kapita, semakin kecil peran dari sektor
primer, yakni pertambangan dan pertanian, dan semakin besar peran dari sektor
sekunder, seperti manufaktur dan sektor-sektor tersier di bidang ekonomi. Namun
semakin besar peran tidak langsung dari sektor pertanian, yakni sebagai pemasok
bahan baku bagi sektor industri manufaktur dan sektor-sektor ekonomi lainnya.
2.4.3 Kontribusi Terhadap Produktifitas
Kemampuan Indonesia meningkatkan produksi pertanian untuk
swasembada dalam penyediaan pangan sangat ditentukan oleh banyak faktor
23
eksternal maupun internal. Satu-satunya faktor eksternal yang tidak bisa
dipengaruhi oleh manusia adalah iklim, walaupun dengan kemajuan teknologi saat
ini pengaruh negatif dari cuaca buruk terhadap produksi pertanian bisa
diminimalisir. Dalam penelitian empiris, faktor iklim biasanya dilihat dalam
bentuk banyaknya curah hujan (millimeter).
Curah hujan mempengaruhi pola produksi, pola panen, dan proses
pertumbuhan tanaman. Sedangkan factor-faktor internal, dalam arti bisa
dipengaruhi oleh manusia, di antaranya yang penting adalah lusa lahan, bibit,
berbagai macam pupuk (seperti urea, TSP, dan KCL), pestisida, ketersediaan dan
kualitas infrastruktur, termasuk irigasi, jumlah dan kualitas tenaga kerja (SDM),
K, dan T. Kombinasi dari faktor-faktor tersebut dalam tingkat keterkaitan yang
optimal akan menentukan tingkat produktivitas lahan (jumlah produksi per hektar)
maupun manusia (jumlah produk per L/petani). Saat ini Indonesia, terutama pada
sektor pertanian (beras) belum mencukupi kebutuhan dalam negeri. Ini
berarti Indonesia harus meningkatkan daya saing dan kapasitas produksi untuk
menigkatkan produktivitas pertanian.
Sektor pertanian di Indonesia memiliki kemampuan dalam mengisi
pembangunan yang dipercayai dapat menjamin pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan. Sektor pertanian dapat memenuhi lima syarat utama sebagai sektor
andalan, yaitu tangguh, progresif, ukurannya cukup luas, artikulatif dan responsif.
Ketangguhan sektor pertanian diindikasikan oleh kemampuannya dalam memberi
kontribusi pertumbuhan ekonomi yang sedang berlangsung. Sektor pertanian
berpotensi progresif dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional jika
didukung dengan kebijaksanaan yang tepat (Daniel, 2002).
24
2.5 Teori Ekonomi Basis
Dalam pengertian ekonomi regional dikenal adanya pengertian sektor basis
dan sektor non basis. Pengertian sektor basis (sektor unggulan) pada dasarnya
harus dikaitkan dengan suatu bentuk perbandingan, baik itu perbandingan
berskala internasional, regional maupun nasional. Teori basis ekonomi ini
dikemukakan oleh Harry W. Richardson yang menyatakan bahwa faktor penentu
utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan
permintaan akan barang dan jasa dari luar daerah (Arsyad 1999).
Dalam penjelasan selanjutnya dijelaskan bahwa pertumbuhan industri-
industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan
baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang
kerja (job creation). Asumsi ini memberikan pengertian bahwa suatu daerah akan
mempunyai sektor unggulan apabila daerah tersebut dapat memenangkan
persaingan pada sektor yang sama dengan daerah lain sehingga dapat
menghasilkan ekspor (Suyatno 2000).
Ada serangkaian teori ekonomi sebagai teori yang berusaha menjalankan
perubahan-perubahan regional yang menekankan hubungan antara sektor-sektor
yang terdapat dalam perekonomian daerah. Teori yang paling sederhana dan
populer adalah teori basis ekonomi (economic base theory).
Menurut Glasson (1990), konsep dasar basis ekonomi membagi perekonomian
menjadi dua sektor yaitu:
25
1. Sektor-sektor Basis
Sektor basis adalah sektor-sektor yang mengekspor barang-barang dan jasa
ke tempat di luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan atas
masukan barang dan jasa mereka kepada masyarakat yang datang dari luar
perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan.
2. Sektor-sektor Bukan Basis
Sektor bukan basis adalah sektor-sektor yang menjadikan barang-barang
yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas
perekonomian masyarakat bersangkutan. Sektor-sektor tidak mengekspor
barang-barang. Ruang lingkup mereka dan daerah pasar terutama adalah
bersifat lokal. Secara implisit pembagian perekonomian regional yang
dibagi menjadi dua sektor tersebut terdapat hubungan sebab-akibat dimana
keduanya kemudian menjadi pijakan dalam membentuk teori basis
ekonomi.
Bertambahnya kegiatan basis di suatu daerah akan menambah arus
pendapatan ke dalam daerah yang bersangkutan sehingga menambah permintaan
terhadap barang dan jasa yang dihasilkan, akibatnya akan menambah volume
kegiatan bukan basis. Sebaliknya semakin berkurangnya kegiatan basis akan
menurunkan permintaan terhadap produk dari kegiatan bukan basis yang berarti
berkurangnya pendapatan yang masuk ke daerah yang bersangkutan, dengan
demikian kegiatan basis mempunyai peran sebagai penggerak utama.
Aktivitas sektor basis adalah pertumbuhan sektor tersebut menentukan
pembangunan menyeluruh daerah itu, sedangkan aktivitas sektor non basis
26
merupakan sektor sekunder (city folowing) artinya tergantung perkembangan yang
terjadi dari pembangunan yang menyeluruh.
Teori basis ekonomi berupaya untuk menemukan dan mengenali aktivitas
basis dari suatu wilayah, kemudian meramalkan aktivitas itu dan menganalisis
dampak tambahan dari aktivitas ekspor tersebut. Konsep kunci dari teori basis
ekonomi adalah bahwa kegiatan ekspor merupakan mesin pertumbuhan. Tumbuh
tidaknya suatu wilayah ditentukan oleh bagaimana kinerja wilayah itu terhadap
permintaan akan barang dan jasa dari luar.
Salah satu cara dalam menentukan suatu sektor sebagai sektor basis atau
non-basis adalah analisis Location Quotient (LQ). Arsyad (1999) menjelaskan
bahwa teknik Location Quotient dapat membagi kegiatan ekonomi suatu daerah
menjadi dua golongan yaitu:
a. Kegiatan sektor ekonomi yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun
di luar daerah yang bersangkutan. Sektor ekonomi seperti ini dinamakan
sektor ekonomi potensial (basis).
b. Kegiatan sektor ekonomi yang melayani pasar di daerah tersebut
dinamakan sektor tidak potensial (non basis) atau local industry.
Teori ini menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi
suatu daerah adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan
jasa dari luar daerah. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan
sumberdaya lokal, termasuk tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan
menghasilkan kekayaan daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation)
(Arsyad, 1999).
27
2.6 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) menurut BPS didefinisikan
sebagai jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu
wilayah, atau merupakan jumlah seluruh nilai barang dan jasa akhir yang
dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi di suatu wilayah. Mardiasmo (2000)
menyebutkan bahwa unit-unit produksi tersebut dikelompokkan menjadi 10 sektor
lapangan usaha, yaitu: a) Pertanian, b) Industri pengolahan c) Pertambangan dan
Penggalian, d) Listrik, gas dan air bersih, e) Bangunan, f) Perdagangan, hotel dan
restoran, g) Pengangkutan dan Komunikasi, h) Keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan i) Perbankan daerah, dan j) Jasa-jasa.
Pada perhitungan PDRB dapat menggunakan dua harga yaitu PDRB harga
berlaku dan PDRB harga konstan, yang dimana PDRB harga berlaku merupakan
nilai suatu barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada
tahun tersebut, dan PDRB harga konstan adalah nilai suatu barang dan jasa yang
dihitung dengan menggunakan harga pada tahun tertentu yang dijadikan sebagai
tahun acuan atau tahun dasar. Dalam menghitung PDRB dapat dilakukan dengan
empat pendekatan antara lain :
1. Pendekatan Produksi
Pendekatan ini sering disebut juga pendekatan nilai tambah dimana nilai
tambah bruto dengan cara mengurangkan nilai out put yang dihasulkan oleh
seluruh kegiatan ekonomi dengan biaya antara lain dari masing – masing
nilai produksi bruto dari setiap sektor ekonomi, nilai tambah ini merupaan
nilai yang ditambahkan pada barang dan jasa yang diperoleh oleh unit
28
produksi sebagai input antara, nilai yang ditambahkan sama dengan balas
jasa faktor produksi atas keikutsertaannya dalam proses produksi.
2. Pendekatan Pendapatan
Pendekatan ini merupakan nilai tambah dari kegiatan – kegiatan ekonomi
dihitung dengan cara menjymlahkan semua balas jasa faktor produksi yaitu
upah dan gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung neto.
Pada sektor pemerintahan dan usaha yang sifatnya tidak mencari
keuntungan, surplus usaha seperti bunga neto, sewa tanah dan keuntungan
tidak diperhitungkan.
3. Pendekatan Pengeluaran
Pendekatan pengeluaran digunakan untuk menghitung nilai barang dan jasa
yang digunakan oleh berbagai kelompok dalam masyarakat untuk
kepentingan konsumsi rumah tangga, pemerintah dan yayasan sosial,
pembentukan modal dan ekspor, nilai barang dan jasa hanya berasal dari
produksi domestik, total pengeluaran dari komponen – komponen tersebut
harus dikurangi nilai impor sehingga nilai ekspor yang dimaksud adalah
ekspor neto, penjumlahan seluruh komponen pengeluaran akhir ini disebut
PDRB atas dasar harga pasar.
4. Metode Alokasi
Metode alokasi digunakan pada data data suatu unit produksi di suatu
daerah tidak tersedia. Nilai tambah dari suatu unit produksi di daerah
tersebut dihitung dengan menggunakan data yang telah dialokasikan dari
sumber yang ditingkatnya lebih tinggi, seperti data suatu kabupaten
diperoleh dari alokasi data provinsi.
29
Untuk menghitung produk domestik regional bruto (PDRB) dapat
digunakan salah satu dari penghitungan pendapatan nasional yaitu dengan
pendekatan pengeluaran. Pendekatan pengeluaran digunakan untuk menghitung
nilai barang dan jasa yang dikeluarkan oleh berbagai golongan dalam masyarakat,
dengan persamaan sebagai berikut:
PDRB = C + I + G + (x - m)
Dimana C adalah pengeluaran konsumsi rumah tangga, I adalah
pembentukan modal, G adalah pengeluaran pemerintah, dan (x - m) adalah selisih
nilai ekspor dan impor. perlu disepakati bahwa I (investasi) dalam bidang
produktif, sebenarnya terdiri dari investasi swasta (ip) dan investasi pemerintah
(ig). G adalah pengeluaran pemerintah pada umumnya yaitu pengeluaran rutin
pemerintah dan pengeluaran pembangunan di luar bidang produktif.
Untuk mengukur pertumbuhan dan pembangunan ekonomi daerah dapat diketahui
melalui pendekatan model pertumbuhan neo klasik dengan memusatkan perhatian
pada fungsi produksi cobb-douglas.
Menurut Arsyad (1999) fungsi produksi cobb-douglas tersebut dapat
dituliskan dengan cara berikut:
Y = ALα K β
Dimana Y = total produksi, L = tenaga kerja, k = modal, A = produktivitas
faktor total, α dan β adalah elastisitas output dari tenaga kerja dan modal,
masingmasing. Nilai-nilai konstan ditentukan oleh teknologi yang tersedia.
Dalam penghitungan PDRB, seluruh lapangan usaha dikelompokkan menjadi
sembilan sektor ekonomi. Ini sesuai dengan pembagian yang digunakan dalam
penghitungan Produk Domestik Bruto (PDB) ditingkat nasional. Pembagian ini
30
sesuai dengan System of National Accounts (SNA). Hal ini juga memudahkan para
analis untuk membandingkan PDRB antar provinsi dan antara PDRB dengan
PDB.
2.7 Metode Analisis
2.7.1 Location Quotient (LQ)
Menurut Hood dalam Rachmat Hendaya (2003), Loqation Quotient adalah
suatu alat pengembangan ekonomi yang lebih sederhana dengan segala kelebihan
dan keterbatasannya. Teknik LQ merupakan salah satu pendekatan yang umum
digunakan dalam model ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami
sektor kegiatan yang menjadi pemacu pertumbuhan. LQ mengukur konsentrasi
relatif atau derajat spesialisasi kegiatan ekonomi melalui pendekatan
perbandingan.
Inti dari model ekonomi basis menerangkan bahwa arah dan pertumbuhan
ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah. Ekspor itu sendiri tidak
terbatas pada bentuk barang barang dan jasa, akan tetapi dapat juga berupa
pengeluaran orang asing yang berada pada wilayah tersebut terhadapp barang
barang tidak bergerak (Budiharsono, 2001). Teori ekonomi basis mengklarifikasi
seluruh kegiatan ekonomi ke dalam dua sektor yaitu sektor basis dan sektor non
basis.
2.7.2 Shift Share (SS)
Lahirnya konsep SSA (Shift Share Analysis) dalam analisis ekonomi
wilayah dimaksudkan untuk mengurangi kelemahan kelemahan dari perhitungan
31
perhitungan indeks konsentrasi seperti LQ dan IS (Daryanto dan Hafizrianda,
2010). Dalam SSA faktor waktu sudah di perhitungkan, sehingga SSA memiliki
sifat yang dinamik (LQ dan SSA bersifat statis) yang di anggap memiliki manfaat
yang lebih banyak dibandingkan LQ maupun IS. Metode LQ tidak dapat
menjelaskan faktor penyebab terjadi perubahan struktur ekonomi, sedangkan
melalui SSA perubahan struktur ekonomi wilayah itu dijabarkan berdasarkan
faktor-faktor penyebabnya.
Pada umumnya analisis Shift share ini dapat digunakan untuk melihat
pertumbuhan sektor-sektor perekonmian suatu wilayah selama periode tertentu.
Selain itu, dapat juga melihat dalam daerah bawah (Kabupaten Wonosobo) sektor-
sektor ekonomi mana saja yang memberikan kontribusi pertumbuhan paling besar
terhadap perekonomian daerah atasnya (Provinsi Jawa Tengah) dan juga untuk
mengetahui sektor mana saja yang mengalami pertumbuhan yang paling cepat di
masing-masing wilayah bawahnya (Budiharsono, 2001).
2.8 Penelitian Terdahulu
Penelitian dengan pendekatan alat analisis Location Quontient (LQ) dan
Shift Share (SS) sudah pernah dilakukan sebelumnya. Hasil penelitian yang
pernah dilakukan dapat di jadikan dasar dan pertimbangan dalam mengkaji
penelitian ini. Beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan bahan pertimbangan,
yaitu :
1. Sofiyanto tahun 2015, dengan judul “Analisis Peran Sektor Pertanian
Dalam Pembangunan Daerah Di Kabupaten Batang” dengan pendekatan
Location Quoentient dan Shift Share. Data yang digunakan adalah data
32
sekunder yaitu data PDRB Kabupaten Batang dan Provinsi Jawa Tengah
berdasarkan harga konstan tahun 2000 pada periode 2004-2013.
2. Ilham Alkaf tahun 2015, dengan judul “Peran Sektor Pertanian Terhadap
Perekonomian Kabupaten Cilacap Periode 2002-2013” dengan
mengunakan pendekatan Tipologi Klassen, Shift Share dan Location
Quontient. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
berupa PBDR Kabupaten Cilacap Periode 2002-2013 dan PDRB Provinsi
Jawa Tengah periode 2002-2013.
3. Rina Firnanda H 2012, dengan judul “Kontribusi Sektor Pertanian
Terhadap PDRB Kabupaten Sukabumi Periode 2007 - 2010” dengan
pendekatan Location Quontient, Shift Share dan Tipologi Klassen. Data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder berupa PDRB
Kabupaten Sukabumi dan Provinsi Jawa Barat Periode Periode 2007-2010.
2.9 Kerangka Pemikiran
Sektor pertanian merupakan penyumbang PDRB sekaligus penyerap tenaga
kerja terbesar di Kabupaten Wonosobo. Hal ini ditunjukan pada grafik yang telah
di jelaskan pada latar belakang penelitian,bahwa pada tahun 2016 sektor pertanian
menyumbangkan PDRB sebesar 3.871.072.48 (juta rupiah) dengan penyerapan
tenaga kerja sebesar 45 persen. Sektor ini sangat potensial untuk di kembangkan,
mengingat Kabupaten Wonosobo memiliki dataran tinggi yang sangat baik untuk
di kembangkan nya sektor pertanian. Dalam hal ini perlu adanya kebijakan untuk
menentukan sub sektor unggulan dan non unggulan dalam perencanaan
33
pembangunan daerah khusus nya di sektor pertanian, sehingga potensi yang ada di
Kabupaten Wonosobo dapat dimaksimalkan dengan baik.
Sektor Pertanian Mempunyai 9 Sub Sektor yaitu : Tanaman pangan,
tanaman hortikultura semusim, perkebunan semusim, tanaman hortikultura
tahunan, perkebunan tahunan, peternakan, jasa pertanian dan perburuan,
kehutanan dan penebangan kayu dan terakhir adalah perikanan. Semua sub sektor
pertanian menyumbangkan PDRB yang cukup besar bila di akumulasikan. Sektor
pertanian memiliki beberapa subsektor unggulan yang harus ditingkatkan baik
dari segi produktivitas maaupun kontribusinya terhadap ekonomi daerah. Untuk
mengetahui subsektor apa yang memiliki potensi untuk dikembangkan dan
seberapa besar jumlah kontribusi yang diberikan, maka dibutuhkan perhitungan-
perhitungan seperti metode Location Quatient (LQ) dan Shift Share (SS).
Location Quotient dapan digunakan untuk menentukan sub sektor pertanian
unggulan dari PDRB Kabupaten Wonosobo yang dapat menjadi acuan prioritas
sub sektor pertanian unggulan yang sangat potensial untuk di kembangkan dan
laju pertumbuhan ekonomi yang di dapat dari perubahan PDRB Kabupaten
Wonosobo dan Provinsi Jawa Tengah berdasarkan lapangan usaha ini dianalisis
dengan menggunakan pendekatan Shift Share dimana sub sektor pertanian
tersebut akan mengalami pertumbuhan dari tahun ke tahun.
34
Secara skematis kerangka pemikiran dapat di jelaskan sebagai berikut :
Gambar 3. Kerangka Pemikiran
Kabupaten Wonosobo
PDRB Sektor Pertanian
Sektor Pertanian Mempunyai 9 Sub Sektor yaitu :
1. Tanaman Pangan
2. Tanaman Hortikultura Semusim
3. Perkebunan Semusim
4. Tanaman Hortikultura Tahunan
5. Perkebunan Tahunan
6. Peternakan
7. Jasa Pertanian dan Perburuan
8. Kehutanan dan Penebangan Kayu
9. Perikanan
Sub Sektor Unggulan,
Laju Pertumbuhan dan Daya
Saing Sub Sektor Unggulan
Location Quotient
(LQ) Analisis Shift Share
(SS)
Peran Sektor Pertanian Dalam Pembangunan
Daerah Kabupaten Wonosobo
39
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai April di Kabupaten
Wonosobo Provinsi Jawa Tengah. Lokasi dipilih secara sengaja dengan
pertimbangan adanya ketimpangan yang terjadi, dilihat berdasarkan data BPS
Provinsi Jawa Tengah selama tahun 2012-2016 Kabupaten Wonosobo memiliki
grafik pertumbuhan cenderung naik akan tetapi jumlah kontribusi PDRB
cenderung menurun.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah jenis data sekunder. Adapun data yang
diperlukan dalam penelitian ini adalah:
1. PDRB Kabupaten Wonosobo dan Provinsi Jawa Tengah periode 2012-2016
Data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wonosobo dan
Provinsi Jawa Tengah, dan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
(BAPPEDA) Kabupaten Wonosobo. Data tersebut di gunakan untuk
mengetahui posisi sektor pertanian dan rumusan prioritas yang akan di
hitung menggunakan Location Quontient dan Shift share Analysis
2. Data sekunder lainnya yang masih ada kaitannya dengan tujuan penelitian
ini berupa buku pustaka dari BPS, BAPPEDA dan Dinas Pertanian yang
menunjang penelitian ini.
40
3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini dalam menjawab pertanyaan
pertanyaan pada penelitian yaitu dengan menggunakan data sekunder. Data
tersebit di dapatkan dari PDRB sektor sektor ekonomi menurut lapangan usaha di
Kabupaten Wonosobo dan Jawa Tengah periode 2012-2016 serta data Kabupaten
Wonosobo Dalam Angka Periode 2012-2016. Penentuan periode ini dikarenakan
perbedaan ADHK tahun 2000 menjadi 2010. Pada tahun analisa ini perubahan
terjadi pada sub sektor pertanian yang pada awalnya terdiri dari 5 sub sektor,
menjadi 9 sub sektor. Pada tahun 2012 terjadi perbedaan pola tanam yaitu 2 tahun
5 kali panen menurut Bapak Mukiran (Dinas Pertanian.) Data tersebut di dapat
dari Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, serta BPS
Pusat dan BAPEDA Kabupaten Wonosobo. Selanjutanya data diolah
menggunakan program Microsoft Excel 2010.
3.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Untuk menjelaskan permasalahan yang telah ditetapkan, maka digunakan
beberapa metode analisis data, yaitu :
3.4.1 Analisis LQ (Location Quontient)
Metode ini digunakan untuk melhat sektor-sektor yang termasuk ke dalam
kategori sektor unggulan. Selain itu analisis ini merupakan salah satu indikator
yang mampu menunjukkan besar kecilnya peranan suatu sektor dalam suatu
daerah dibandingkan dengan daerah atasnya. Dalam hal ini dilakukan
perbandingan antara pendapatan di sektor i pada daerah bawah terhadap
41
pendapatan total semua sektor di daerah bawah dengan pendapatan di sektor i
pada daerah atas terhadap pendapatan semua sektor di daerah atasnya. Secara
matematis, rumus LQ dapat dituliskan (Budiharsono, 2001):
Keterangan :
Sib = Pendapatan sektor i pada daerah bawah (Kabupaten Wonosobo)
Sb = Pendapatan total semua sektor daerah bawah (Kabupaten Wonosobo)
Sia = Pendapatan sektor i pada daerah atas (Provinsi Jawa Tengah)
Sa = Pendapatan total semua sektor daerah atas (Provinsi Jawa Tengah)
Ketentuan dalam metode ini adalah jika nilai LQ > 1 maka sektor i
dikategorikan sebagai sektor basis atau sektor unggulan. Nilai LQ yang lebih dari
satu tersebut menunjukkan bahwa pangsa pendapatan pada sektor i di daerah
bawah lebih besar dibanding daerah atasnya dan output pada sektor i lebih
berorientasi ekspor. Artinya, peranan suatu sektor dalam perekonomian
Kabupaten Wonosobo lebih besar daripada peranan sektor tersebut dalam
perekonomian Provinsi Jawa Tengah.
Sebaliknya, jika nilai LQ < 1 maka sektor i dikategorikan sebagai sektor
non basis atau sektor non unggulan. Nilai LQ yang kurang dari satu tersebut
menunjukkan bahwa pangsa pendapatan pada sektor i di daerah bawah lebih kecil
dibanding daerah atasnya. Artinya, peranan suatu sektor dalam perekonomian
Kabupaten Wonosobo lebih kecil daripada peranan sektor tersebut dalam
perekonomian Provinsi Jawa Tengah.
42
3.4.2 Analisis SS (Shift Share)
Pertumbuhan sektor sektor perekonomian suatu wilayah selama periode
tertentu dapat dilihat menggunakan metode analisis Shift Share. Selain itu, metode
ini juga dapat digunakan untuk melihat daerah bawah (Kabupaten Wonosobo)
sektor-sektor perekonomian mana saja yang memberikan kontribusi pertumbuhan
paling besar terhadap perekonomian daerah atasnya (Provinsi Jawa Tengah) dan
juga untuk mengetahui sektor mana saja yang mengalami pertumbuhan yang
paling cepat di masing-masing wilayah bawahnya. Kegunaan lain dari metode ini
yaitu dapat melihat perkembangan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah
lainnya dan melihat perbandingan laju sektor sektor perekonomian disuatu
wilayah dengan laju pertumbuhan nasional serta sektor sektornya (Budiharsono,
2001).
Adapun langkah-langkah utama dalam melakukan metode analisis Shift
Share (SS) yaitu sebagai berikut :
1. Menentukan wilayah yang akan di analisis. Dalam penilitian ini wilayah
yang akan di analisis adalah Kabupaten Wonosobo.
2. Menentukan indikator kegiatan ekonomi dan periode analisis. Indikator
kegiatan ekonomi yang digunakan disini adlah pendapatan yang
dicerminkan dari nilai PDRB Kabupaten Wonosobo dan PDRB Provinsi
Jawa Tengah. Periode yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahun
2006-2016.
3. Menentukan sektor ekonomi yang akan dianalisi. Sektor ekonomi yang
akan dianalisis dalam penelitian ini adalah terfokus pada semua sektor
ekonomi yang ada di Kabupaten Wonosobo untuk melihat peranan,
43
pertumbuhan dan daya saing, serta posisi sektro pertanian dalam
perekonomian di Kabupaten Wonosobo. Selanjutnya menganalisis peranan,
pertumbuhan dan saya saing sub sektor pertanian untuk melihat peranan
dan potensi sub sektor pertanian dalam mendukung pertumbuhan sektor
pertanian.
4. Menghitung perubahan indikator ekonomi (Budiharsono, 2001).
a. PDRB Provinsi Jawa Tengah dari sektor i pada tahun dasar analisis.
∑
Keterangan :
Yi = PDRB Provinsi Jawa Tengah dari sektor i pada tahun dasar analisis.
Yij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Wonosobo pada tahun akhir
analisis.
b. PDRB Provinsi Jawa Tengah dari sektor i pada tahun akhir analisis.
∑
Y’I = PDRB Provinsi Jawa Tengah dari sektor i pada tahun akhir analisis.
Y’ij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Batang pada tahun akhir analisis.
c. Perubahan indikator kegiatan ekonomi dirumus sebagai berikut :
d. Presentase perubahan PDRB
Persen [
]
44
Keterangan :
= Perubahan PDRB sektor i pada wilayah Kabupaten Wonosobo
= PDRB sektro i wilayah Kabupaten Wonosobo pada tahun dasar
analisis
Y’ij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Wonosobo pada tahun akhir
analisis
5. Menghitung raiso indikator kegiatan ekonomi (Budiharsono, 2001).
Rasio ini digunakan untuk melihat perbandingan PDRB sektor
perekonomian di suatu daerah tertentu. Rasio tersebut terdiri dari ri, Ri, dan Ra.
a. ri (Rasio PDRB sektor i pada wilayah Kabupaten Wonosobo)
ri = (Y’ij – Yij)/Yij
Keterangan :
Yij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Wonosobo pada tahun dasar
analisis
Y’ij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Batang pada tahun akhir
analisis
b. Ri (Rasio PDRB sektor i pada wilayah Provinsi Jawa Tengah)
Ri = (Y’i – Yi)/Yi
Keterangan :
Yi = PDRB sektor i wilayah Provinsi Jawa Tengah pada tahun dasar
analisis
Y’i = PDRB sektor i wilayah Provinsi Jawa Tengah pada tahun akhir
analisis
45
c. Ra (Rasio PDRB pada wilayah Provinsi Jawa Tengah)
Ra = (Y’ ... – Y ...)/Y...
Keterangan :
Y ... = PDRB wilayah Provinsi Jawa Tengah pada tahun dasar analisis
Y’ ... = PDRB wilayah Provinsi Jawa Tengah pada tahun akhir analisis.
6. Menghitung komponen pertumbuhan wilayah (Budiharsono, 2001)
a. Komponen pertumbuhan regional (PR)
PRij = (Ra) Yij
Keterangan :
Prij = Komponen pertumbuhan regional sektor i untuk wilayah Kabupaten
Wonosobo
Ra = Rasio PDRB pada wilayah Provinsi Jawa Tengah
Yij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Wonosobo pada tahun dasar
analisis
b. Komponen pertumbuhan proposional (PP)
PPij = (Ri-Ra)Yij
Keterangan :
PPij = Komponen pertumbuhan proposional sektor i untuk wilayah
Kabupaten Wonosobo.
Ri = Rasio PDRB sektor i pada wilayah Provinsi Jawa Tengah.
Ra = Rasio PDRB pada wilayah Provinsi Jawa Tengah
Yij = PDRB sektro i wilayah Kabupaten Wonosobo pada tahun dasar
analisis.
Ketentuan setelah menghitung komponen PP, yaitu sebagai berikut :
46
1) Jika, PPij < 0 maka menunjukan bahwa sektor i pada wilayah
Kabupaten Wonosobo laju pertumbuhannya lambat
2) Jika, PPij > 0 maka menunjukan bahwa sektor i pada wilayah
Kabupaten Wonosobo laju pertumbuhannya cepat
c. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)
PPWij = (ri-Ri)Yij
Keterangan :
PPWij = Komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektro i untuk wilayah
Kabupaten Wonosobo
Ri = Rasio PDRB sektor i pada wilayah Kabupaten Wonosobo
Ri = Rasio PDRB sektor i pada wlayah Provinsi Jawa Tengah
Yij = PDRB sektor i wilayah Kabupaten Wonosobo pada tahun dasar
analisis
Jika :
PPWij > 0, maka sektor i pada wilayah Kabupaten Wonosobo mempunyai
daya saing yang tinggi di bandingkan dengan wilayah
lainnya.
PPWij < 0, maka sektor i pada wilayah Kabupaten Wonosobo mempunyai
daya saing yang rendah di bandingklan dengan wilayah
lainnya.
7. Rumus-rumus lainnya yaitu sebagai berikut :
Perubahan PDRB sektor i pada wilayah j (Kabupaten Wonosobo),
dirumuskan sebagai berikut :
47
Dalam bentuk persamaan matematika manjadi :
Yij = PRij + PPij + PPWij
Y’ij + Yij = Yij(Ra) + Yij(Ri-Ra ) + Yij(ri-Ri)
Persentase ketiga pertumbuhan wilayah dirumuskan sebagai berikut :
Persen PR = (PRij)/Yij *100 persen
Persen PP = (PPij)/Yij *100 persen
Persen PPW = (PPWij)/Yij *100 persen
8. Menentukan kelompok sektor ekonomi yang ditentukan bersadarkan
pergeseran bersih (Budiharsono, 2001).
PBij = PPij + PPWij
Jika :
PBij > 0, menunjukan bahwa sektor-sektor tersebut pertumbuhannya maju
Pbij < 0, menunjukan bahwa sektor-sektor tersebut pertumbuhannya tidak
maju
9. Menganalisis profil pertumbuhan sektor sektor perekonomian
Menurut Priyarsono (2007), untuk menganalisis profil pertumbuhan sektor
sektor perekonomiannya dapat dilakukan dengan cara menggunakan bantuan
empat kuadran yang terdapat pada garis bilangan yaitu :
48
Gambar 4. Profil Pertumbuhan Sektor-sektor Perekonomian
Sumber : Priyarsono (2007)
Pada gambar di atas, terdapat faris yang memotong Kuadran II dan
Kuadran IV yang membentuk 45 derajat. Garis tersebut merupakan garis yang
menunjukan nilai pergeseran bersih. Dalam gambar tersebut terdapat Kuadran I,
II, II, dan IV, maka penjelasannya adalah :
a. Kuadran I, merupakan kuadran PP dan PPW sama sama bernilai positif.
Hal ini menunjukan bahwa sektor-sektor di wilayah yang bersangkutan
memiliki pertumbuhan yang cepat (dilihat dai nilai PP-nya) dan memiliki
daya saing yang lebih baik dibandingkan dengan wilayah-wilayah lainnya
(dilihat dari PPW-nya).
b. Kuadran II, menunjukan bahwa sektor-sektor ekonomi yang ada di wilayah
yang bersangkutan pertumbuhannya cepat (PP-nya bernilai positif), tetapi
daya saing wilayah untuk sektor-sektor tersebut dibandingkan dengan
wilayah lainnya kirang baik (dilihat dari PPW-nya yang bernilai negatif).
c. Kuadran III, merupakan kuadran dimana PP dan PPW nya bernilai negatif.
Hal ini menunjukann bahwa sektor-sektor ekonomi di wilayah yang
49
bersangkutan memiliki pertumbuhan yang lambat dengan daya saing yang
kurang baik jika dibandingkan dengan wilayah lainnya.
d. Kuadran IV, menunjukan bahwa sektor-sektor ekonomi pada wilayah yang
bersangkutan memiliki pertumbuhan yang lambat (dilihat dari PP-nya yang
berbilai negatif), tetapi daya saing wilayah untuk sektor-sektor tersebut
baik jika dibandingkan dengan wilayah lainnya (dilihat dari PPW yang
bernilai positif).
50
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Poin ini menjelaskan hasil penelitian tentang posisi sektor pertanian,
pertumbuhan dan daya saing sektor pertanian, sub sektor unggulan, pertumbuhan
dan daya saing serta rumusan prioritas untuk menentukan kebijakan apa yang
sebaiknya di gunakan untuk meningkatkan produksi di sektor pertanian.
4.1.1 Posisi Sektor Pertanian dalam Perekonomian Kabupaten Wonosobo
Berdasarkan Pendekatan LQ Periode 2012-2016
Location Quontient (LQ) adalah alat atau metode yang digunakan untuk
mengukur kinerja basis ekonomi suatu daerah, dengan pengujian sektor sektor
ekonomi yang termasuk dalam kategori sektor unggulan dan sektor non unggulan.
Penentuan nilai LQ dikatakan sebagai sektor unggulan ketika suatu sektor
memiliki nilai LQ lebih besar dari satu, yang berarti peranan suatu sektor dalam
perekonomian Kabupaten Wonosobo lebih besar dari peranan sektor dalam
perekonomian Provinsi Jawa Tengah, sedangkan jika nilai LQ sektor tidak lebih
besar dari satu, maka sektor tersebut masuk ke dalam kategori sektor non
unggulan.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) secara umum digunakan sebagai
indikator pendekatan LQ, yang dapat memudahkan dalam proses spesifikasi
sektor unggulan maupun non unggulan yang memiliki peran erat dengan
pendapatan dan pertumbuhan wilayah Kabupaten Wonosobo. Begitupun dengan
penelitian ini yang menggunakan data Produk Domestik Regional Bruto atas dasar
harga konstan Kabupaten Wonosobo dan Provinsi Jawa tengah 2012-2016 dengan
51
alasan karena laju pertumbuhan ekonomi rata-rata pada tahun tersebut lebih besar
dari tahun sebelumnya serta mengalami peningkatan setiap tahunnya. Hasil
perhitungan analisis LQ menurut pendekatan pendapatan seluruh sektor ekonomi
di Kabupaten Wonosobo adalah sebagai berikut :
Tabel 4. Nilai LQ berdasarkan PDRB Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten
Wonosobo dan Provinsi Jawa Tengah 2012-2016
Uraian 2012 2013 2014 2015 2016 Keterangan
1.Pertanian 2.22 2.20 2.31 2.26 2.34 2.27 Unggulan
2.Pertambangan dan
Penggalian 0.49 0.48 0.46 0.46 0.39 0.46 Non Unggulan
3.Industri
Pengolahan 0.47 0.47 0.46 0.47 0.47 0.47 Non Unggulan
4.Pengadaan Listrik
dan Gas 0.36 0.36 0.36 0.36 0.35 0.36 Non Unggulan
5.Pengadaan Air,
Pengelolaan
Sampah, Limbah
dan Daur Ulang
1.63 1.66 1.68 1.70 1.70 1.67 Unggulan
6.Konstruksi 0.60 0.61 0.61 0.61 0.62 0.61 Non Unggulan
7.Perdagangan
Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor
1.22 1.24 1.25 1.26 1.26 1.24 Unggulan
8.Transportasi dan
Pergudangan 1.69 1.71 1.70 1.71 1.72 1.71 Unggulan
9.Penyediaan
Akomodasi dan
Makan Minum
1.01 1.03 1.03 1.04 0.98 1.02 Unggulan
10.Informasi dan
Komunikasi 0.34 0.34 0.34 0.35 0.34 0.34 Non Unggulan
11.Jasa Keuangan
dan Asuransi 1.02 1.03 1.05 1.05 1.04 1.04 Unggulan
12.Real Estate 0.90 0.91 0.91 0.91 0.92 0.91 Non Unggulan
13.Jasa Perusahaan 0.66 0.66 0.67 0.68 0.68 0.67 Non Unggulan
14.Administrasi
Pemerintahan,
Pertahanan dan
Jaminan Sosial
Wajib
0.90 0.91 0.91 0.92 0.92 0.91 Non Unggulan
15.Jasa Pendidikan 1.46 1.48 1.45 1.45 1.43 1.46 Unggulan
16.Jasa Kesehatan
dan Kegiatan Sosial 1.52 1.56 1.57 1.59 1.59 1.57 Unggulan
17.Jasa lainnya 1.38 1.39 1.39 1.40 1.38 1.39 Unggulan
Sumber : BPS Kabupaten Wonosobo dan BPS Provinsi Jawa Tengah 2018 (diolah)
52
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan analisis Location Quontient
(LQ) didapatkan bahwa sektor pertanian menjadi salah satu sektor unggulan
dengan rata rata LQ yaitu 2,27. Sektor ini memiliki konsistensi selama peiode
2012-2016 dengan predikat sebagai sektor unggulan di ikuti oleh sektor
pengadaan air, perdagangan, transportasi, akomodasi, jasa keuangan, jasa
pendidikan, jasa kesehatan dan jasa lainnya. Sektor tersebut memiliki nilai
koefisien LQ > 1, yang artinya jasa jasa tersebut dalam perekonomian di
Kabupaten Wonosobo lebih besar dibandingkan kontribusi sektor tersebut dalam
perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Adapun sektor lain yang menjadi non
unggulan yaitu sektor pertambangan, industri pengolahan, pengadaan listrik dan
gas, kontruksi, informasi dan komunikasi, real estate, jasa perusahaan,
administrasi pemirintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib memiliki nilai LQ
< 1 yang artinya sektor-sektor tersebut dalam perekonomian di kabupaten
wonosobo memiliki kontribusi yang kecil terhadap perekonomian di provinsi jawa
tengah. Sektor pertanian menjadi yang paling unggul dibanding sektor lain dalam
hal kontribusi dikarenaan menjadi bagian dari sektor yg menyumbang atau
menyerap tenaga kerja paling banyak yaitu sebesar 52% dari angkatan kerja yang
ada di Kabupaten Wonosobo.
1. Pertumbuhan PDRB ADHK Sektor Pertanian Kabupaten Wonosobo
dan Provinsi Jawa Tengah Periode 2012-2016
Nilai riil PDRB sektor pertanian di kabupaten Wonosobo pada tahun 2012
atas dasar konstan adalah sebesar Rp9.935 triliun dan meningkat di tahun 2016
menjadi Rp11.915 triliun, sehingga pada periode 2012-2016 terjadi peningkatan
sebesar 19,92% atau sebesar Rp1.98 triliun. Persentase pertumbuhan setiap sub
sektor pertanian dari tahun 2012-2016 selalu menunjukkan peningkatan,
53
peningkatan pertumbuhan sub sektor pertanian tertinggi adalah sub sektor
tanaman hortikultura semusim yaitu sebesar 20,62% dengan nilai perubahan
sebesar Rp116,617 miliar.
Sub sektor tanaman hortikultura semusim menunjukkan peningkatan
perubahan PDRB tertinggi dikarenakan syarat tumbuh yang sesuai dengan kondisi
wilayah Kabupaten Wonosobo yang merupakan wilayah pegunungan, sehingga
banyak masyarakat yang bertani hortikultura. Adapun tabel perubahan PDRB
sektor pertanian Kabupaten Wonosobo sebagaimana yang telah tersaji pada Tabel
5 sebagai berikut.
Tabel 5. Perubahan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Wonosobo Menurut
Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2012-2016 (juta
rupiah)
Uraian 2012 2016 Δ PDRB % Δ
PDRB
Pertanian, Peternakan,
Perburuan dan Jasa Pertanian 3.073.913 3.486.488 412.575 13,42
a. Tanaman Pangan 694.137 788.441 94.304 13,59
b. Tanaman Hortikultura
Semusim 565.505 682.121 116.617 20,62
c. Perkebunan Semusim 11.258 10.531 (727) (6,46)
d. Tanaman Hortikultura
Tahunan dan Lainnya 1.289.540 1.403.409 113.869 8,83
e. Perkebunan Tahunan 121.080 135.994 14.914 12,32
f. Peternakan 339.199 401.818 62.618 18,46
g. Jasa Pertanian dan
Perburuan 53.193 64.173 10.980 20,64
Kehutanan dan Penebangan
Kayu 211.261 206.621 (4.641) (2,20)
Perikanan 121.583 117.686 (3.896) (3,20)
PRODUK DOMESTIK
REGIONAL BRUTO 9.935.905 11.915.999 1.980.094 19,93
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wonosobo 2018 (diolah)
Selain pertumbuhan sub sektor tertinggi, persentase pertumbuhan terendah
terjadi pada sub sektor perkebunan semusim yaitu sebesar –Rp727 miliar dengan
54
persentase peningkatan sebesar -6,46% Hal ini dikarenakan faktor dari
berkurangnya produksi yang di akibatkan oleh cuaca dan hama penyakit.
Pendapatan terbesar dari perkebunan semusim adalah pada tanaman tembakau.
Pertumbuhan PDRB sub sektor pertanian di Kabupaten Wonosobo setiap
tahunnya mengalami kenaikan dikarenakan pemerintah kabupaten memalui dinas
pertanian memberikan perhatian khusus terkait pertanian dengan mendorongan
untuk investasi pangan, pertanian, dan industri perdesaan berbasis produk lokal
oleh pelaku usaha dan pemerintah, penyediaan pembiayaan yang terjangkau, serta
sistem subsidi yang menjamin ketersediaan benih varietas unggul yang teruji,
pupuk, teknologi dan sarana pasca panen yang sesuai secara tepat waktu, tepat
jumlah, dan terjangkau.
Pada Tabel 5 terlihat bahwa persentase pertumbuhan sub sektor pertanian
Provinsi Jawa Tengah tertinggi adalah pada sub sektor peternakan dan yang
terendah adalah sub sektor kehutanan dan penebangan kayu. Sektor peternakan
menjadi yang tertinggi karena Sub Sektor peternakan tidak luput dari perhatian
Pemerintah Kabupaten Wonosobo. Upaya meningkatkan produksi peternakan
dilaksanakan dengan program peningkatan produksi hasil peternakan.
Program ini diharapkan mampu meningkatkan produksi dan produktifitas
ternak di Wonosobo sehingga menjadi daerah yang ketercukupan akan kebutuhan
daging, telur dan susu yang memiliki aspek jaminan keamanan pangan ASUH.
Sedangkan sub sektor kehutanan dan penebangan kayu menjadi yang terendah
dikarenakan karena faktor brncana alam dan perusakan lahan di kawasan
Kabupaten Wonosobo. Penanaman pohon keras secara terus menerus
55
dilaksanakan dengan melibatkan seluruh sektor yang terkait untuk menekan laju
kerusakan lahan.
Gerakan Wonosobo menanam sebagai ikon kegiatan gemar menanam yang
dilaksanakan hampir setiap tahun, secara langsung memberikan gairah dan
semangat kepada seluruh masyarakat Wonosobo untuk ikut menanam pohon.
Gerakan ini juga selaras dengan misi konservasi dan pemulihan lingkungan.
Dalam konteks yang lebih luas, aktifitas ini mendukung pengarusutamaan
pemulihan Dieng, yang secara tidak langsung juga memberi kontribusi
penyadaran masyarakat (raising awareness) akan pentingnya konservasi.
Tabel 6. Perubahan PDRB Sektor Pertanian Provinsi Jawa Tengah Menurut
Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan Tahun 2012-2016 (Juta
Rupiah)
Uraian 2012 2016 Δ PDRB % Δ
PDRB
Pertanian, Peternakan,
Perburuan dan Jasa
Pertanian
95.601.895 104.360.312 8.758.417 9,16
a. Tanaman Pangan 40.079.216 40.551.015 471.799 1,18
b. Tanaman Hortikultura
Semusim 8.488.980 9.262.228 773.248 9,11
c. Perkebunan Semusim 2.129.223 2.492.732 363.509 17,07
d. Tanaman Hortikultura
Tahunan dan Lainnya 17.682.994 19.144.012 1.461.017 8,26
e. Perkebunan Tahunan 7.876.261 9.195.703 1.319.442 16,75
f. Peternakan 17.286.985 21.292.538 4.005.553 23,17
g. Jasa Pertanian dan
Perburuan 2.058.237 2.422.085 363.848 17,68
Kehutanan dan
Penebangan Kayu 4.083.414 3.823.956 -259.457 -6,35
Perikanan 6.851.394 8.066.663 1.215.269 17,74
PRODUK
DOMESTIK
REGIONAL BRUTO
691.343.116 849.383.565 158,040,449 22,86
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wonosobo 2018 (diolah)
56
2. Rasio PDRB Sektoral Kabupaten Wonosobo dan Provinsi Jawa
Tengah Periode 2012-2016 Secara umum keseluruhan sektor perekonomian di Kabupaten Wonosobo
dan Provinsi Jawa Tengah mengalami peningkatan. Setiap sektor perekonomian
mempunyai rasio yang berbeda. Jumlah rasio yang dimiliki setiap sektor dapat
terlihat dari nilai Ra (Rasio PDRB Provinsi Jawa Tengah), Ri (Rasio PDRB sektor
i di Provinsi Jawa Tengah), dan ri (Rasio PDRB sektor i di Kabupaten
Wonosobo). Perolehan ketiga nilai tersebut dihitung dengan rumus yang berbeda
sebagaimana yang tersaji pada Tabel 7.
Tabel 7. Rasio PDRB Kabupaten Wonosobo dan Provinsi Jawa Tengah
Uraian Ra Ri Ri
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0.23 0.09 0.12
Pertambangan dan Penggalian 0.23 0.29 0.10
Industri Pengolahan 0.23 0.23 0.20
Pengadaan Listrik dan Gas 0.23 0.27 0.19
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan
Daur Ulang 0.23 0.08 0.09
Konstruksi 0.23 0.24 0.25
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor 0.23 0.20 0.21
Transportasi dan Pergudangan 0.23 0.37 0.36
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0.23 0.28 0.21
Informasi dan Komunikasi 0.23 0.45 0.44
Jasa Keuangan dan Asuransi 0.23 0.28 0.28
Real Estate 0.23 0.33 0.31
Jasa Perusahaan 0.23 0.45 0.46
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib 0.23 0.12 0.11
Jasa Pendidikan 0.23 0.39 0.33
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0.23 0.40 0.42
Jasa lainnya 0.23 0.33 0.30
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 0.23 0.23 0.20 Sumber : Data Primer 2018 (diolah)
Untuk nilai Ra dapat diperoleh dengan cara menghitung selisih antara
jumlah PDRB Provinsi Jawa Tengah tahun 2016 dan jumlah PDRB Provinsi Jawa
Tengah tahun 2012 dibagi dengan jumlah PDRB Provinsi Jawa Tengah.
57
Berdasarkan data rasio PDRB yang tersaji pada Tabel 7 dapat diketahui hasil Ra
adalah sebesar 0,23. Hal tersebut berarti bahwa pertumbuhan ekonomi Provinsi
Jawa Tengah tahun 2016 meningkat sebesar 0,23 dari tahun 2012.
Nilai Ri diperoleh dari selisih antara PDRB Provinsi Jawa Tengah sektor i
pada tahun 2016 dan PDRB Provinsi Jawa Tengah sektor i tahun 2012 dibagi
dengan PDRB Provinsi Jawa Tengah tahun 2012. Kontribusi pada setiap sektor
perekonomian mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat dari nilai Ri yang
positif.
Berbeda dengan data yang digunakan pada nilai Ra dan Ri, untuk nilai ri
akan menggunakan data PDRB sektor i pada wilayah Kabupaten Wonosobo
bukan data PDRB wilayah Provinsi Jawa Tengah. Selisih diperoleh dari nilai
PDRB sektor i Kabupaten Wonosobo tahun 2016 dikurang dengan nilai PDRB
sektor i Kabupaten Wonosobo tahun 2012 dibagi dengan nilai PDRB sektor i
Kabupaten Wonosobo tahun 2012. Berikut merupakan rasio PDRB Kabupaten
Wonosobo dan Provinsi Jawa Tengah yang tersaji pada Tabel 7 di atas.
3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Kabupaten Wonosobo
Pertumbuhan sub sektor pertanian wilayah Kabupaten Wonosobo
dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Tengah beberapa
komponen pertumbuhan wilayah, seperti Pertumbuhan Regional (PR),
Pertumbuhan Proporsional (PP) dan Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW).
Apabila ketiga komponen tersebut memilki nilai positif, maka laju pertumbuhan
subsektor dalam sektor pertanian di Kabupaten Wonosobo mengalami
peningkatan. Pertumbuhan Regional (PR) didapatkan dari rasio pendapatan sektor
pertanian Provinsi Jawa Tengah dikalikan dengan pendapatan sub sektor
58
Pertanian Kabupaten Wonosobo pada tahun dasar analisis yaitu tahun 2012, dan
didapatkan hasil seperti pada Tabel 8.
Tabel 8. Pertumbuhan Regional Sub Sektor Pertanian Kabupaten Wonosobo
Uraian Yij (000) Ra PRij (000)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3.406.757 0.23 783.554
Pertambangan dan Penggalian 96.129 0.23 22.110
Industri Pengolahan 1.621.383 0.23 372.918
Pengadaan Listrik dan Gas 3.900 0.23 897
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang 12.865 0.23 2.959
Konstruksi 601.526 0.23 138.351
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor 1.766.537 0.23 406.303
Transportasi dan Pergudangan 506.975 0.23 116.604
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 302.171 0.23 69.499
Informasi dan Komunikasi 119.768 0.23 27.547
Jasa Keuangan dan Asuransi 272.562 0.23 62.689
Real Estate 155.185 0.23 35.692
Jasa Perusahaan 19.838 0.23 4.563
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan
dan Jaminan Sosial Wajib 264.073 0.23 60.737
Jasa Pendidikan 478.710 0.23 110.103
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 108.512 0.23 24.958
Jasa lainnya 199.015 0.23 45.773 Sumber : Data Primer 2018 (diolah)
Pertumbuhan sub sektor pertanian di Kabupaten Wonosobo dipengaruhi
secara positif oleh perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Sektor perekonomian
yang mendapat pengaruh paling besar dari pertumbuhan perekonomian Provinsi
Jawa Tengah adalah sektor pertanian, dan sektor yang terkecil yang mendapat
pengaruh pertumbuhan perekonomian Provinsi Jawa Tengah adalah sektor
pengadaan listrik dan gas. Selanjutnya adalah pertumbuhan proporsional,
diperoleh dari hasil kali antara PDRB Kabupaten Wonosobo sektor i tahun dasar
analisis yaitu 2012 dengan selisih antara Ri dan Ra. Hasil perhitungan tersaji pada
Tabel 9.
59
Tabel 9. Pertumbuhan Proporsional Sub Sektor Pertanian Kabupaten Wonosobo
(Juta Rupiah)
Uraian PPij % PPij Ket.
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan (472.919) (13.88) Lambat
Pertambangan dan Penggalian 14.945 15.55 Cepat
Industri Pengolahan (5.727) (0.35) Lambat
Pengadaan Listrik dan Gas 160 4.11 Cepat
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah
dan Daur Ulang (1.972) (15.33) Lambat
Konstruksi 6.293 1.05 Cepat
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor (54.555) (3,09) Lambat
Transportasi dan Pergudangan 72.702 14.34 Cepat
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 14.429 4.78 Cepat
Informasi dan Komunikasi 26.066 21.76 Cepat
Jasa Keuangan dan Asuransi 14.023 5.14 Cepat
Real Estate 14.955 9.64 Cepat
Jasa Perusahaan 4.421 22.29 Cepat
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib (30.318) (11.48) Lambat
Uraian PPij % PPij Ket.
Jasa Pendidikan 75.037 15.67 Cepat
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 18.149 16.73 Cepat
Jasa lainnya 19.646 9.87 Cepat
Sumber : Data Primer 2018 (diolah)
Berdasarkan tabel dapat diketahui terdapat tiga sektor yang memperoleh
nilai Pertumbuhan Proporsional (PP) negatif (PPij < 0) antara lain sektor
pertanian, sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah, dan daur ulang,
serta sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor.
Seanjutnya dapat diketahui jika nilai PP negatif itu berarti termasuk ke dalam
kategori sektor yang pertumbuhannya lambat. Sektor yang memiliki pertumbuhan
negatif terendah adalah sektor pengadaan air, pengelolaan sampah, limbah dan
daur ulang yaitu sebesar -15%. Hal tersebut dikarenakan kondisi wilayah
Kabupaten Wonosobo merupakan wilayah pegunungan dimana ketersediaan air
masih melimpah sehingga dirasa belum memerlukan sektor pengadaan air, selain
60
itu melihat kondisi wilayah yang rata-rata bukan merupakan wilayah perkotaan,
sehingga untuk pengelolaan sampah, limbah dan daur ulang tidak begitu menjadi
masalah yang penting seperti kota-kota besar di sekitar Jakarta.
Sedangkan sektor yang memiliki persentase nilai PP positif (PPij > 0)
tertinggi adalah sektor informasi dan komunikasi serta jasa perusahaan. Kedua
sektor ini merupakan sektor yang pertumbuhannya paling cepat dibanding sektor
lainnya, hal ini dikarenakan sektor informasi dan komunikasi merupakan sektor
yang memiliki kemampuan perubahan dan perkembangan yang paling cepat
karena dewasa ini informasi dan komunikasi sangat dibutuhkan di setiap penjuru
dunia, sedangkan pada sektor jasa perusahaan dipengaruhi oleh banyaknya
masyarakat yang berpindah haluan dari sektor pertanian dan lebih memilih untuk
bekerja pada sektor lainnya, dan yang melihat peluang tersebut adalah sektor jasa
perusahaan. Sehingga sektor jasa perusahaan merupakan sektor yang paling cepat
pertumbuhannya saat ini.
Komponen ketiga yang memengaruhi pertumbuhan sub sektor pertanian di
Kabupaten Wonosobo adalah Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW). PPW adalah
hasil dari selisih rasio pendapatan sub sektor pertanian di Kabupaten Wonosobo
(ri) dan rasio pendapatan sub sektor pertanian Provinsi Jawa Tengah (Ri) dikali
pendapatan sub sektor pertanian Kabupaten Wonosbo pada tahun dasar analisis
(2012).
Komponen PPW memiliki ketentuan yaitu sektor yang memiliki nilai
PPWij > 0 atau positif maka sektor tersebut termasuk ke dalam sektor yang
memiliki daya saing yang baik. Sedangkan sektor yang memiliki nilai PPWij < 0
atau negatif maka sektor tersebut termasuk ke dalam sektor yang memiliki daya
61
saing yang kurang baik. Berikut merupakan tabel komponen pertumbuhan pangsa
wilayah (PPW) sub sektor pertanian Kabupaten Wonosobo yang tersaji pada
Tabel 10.
Tabel 10. Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) Sub Sektor Pertanian Kabupaten
Wonosobo (Juta Rupiah)
Uraian PPW % PPW Ket.
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 98.176 2.88 Kompetitif
Pertambangan dan Penggalian (27.442) (28.55) Tidak Kompetitif
Industri Pengolahan (42.915) (2.65) Tidak Kompetitif
Pengadaan Listrik dan Gas (316) (8.11) Tidak Kompetitif
Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur Ulang 171 1.33 Kompetitif
Konstruksi 5.738 0.95 Kompetitif
Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 19.225 1.09 Kompetitif
Transportasi dan Pergudangan (6.795) (1.34) Tidak Kompetitif
Penyediaan Akomodasi dan Makan
Minum (20.473) (6.78) Tidak Kompetitif
Informasi dan Komunikasi (915) (0.76) Tidak Kompetitif
Jasa Keuangan dan Asuransi (395) (0.14) Tidak Kompetitif
Real Estate (2.541) (1.64) Tidak Kompetitif
Jasa Perusahaan 141 0.71 Kompetitif
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib
(1.371) (0.52) Tidak Kompetitif
Jasa Pendidikan (27.166) (5.67) Tidak Kompetitif
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 2.468 2.27 Kompetitif
Jasa lainnya (5.715) (2.87) Tidak Kompetitif Sumber : Data Primer 2018 (diolah)
Pada Tabel 10 dapat diketahui bahwa sektor unggulan yang memiliki nilai
PPW positif (PPWij > 0) tertinggi adalah sektor pertanian yaitu sebesar Rp98,176
miliar atau sebesar 2,88%, disusul dengan sektor perdagangan dan eceran,
reparasi mobil dan sepeda motor sebesar Rp19,225 miliar atau sebesar 1,09%,
selanjutnya sektor konstruksi yang menempati posisi ketiga dengan nilai PPW
sebesar Rp5,738 miliar dengan persentase pertumbuhan sebesar 0, 95%. Ketiga
62
sektor tersebut merupakan sektor yang termasuk ke dalam sektor unggulan yang
memiliki daya saing atau termasuk ke dalam sektor yang kompetitif.
4.1.2 Sub Sektor Pertanian Unggulan Kabupaten Wonosobo Periode 2012-
2016 Berdasarkan Pendekatan Location Quotient (LQ)
Pendekatan LQ merupakan pendekatan yang menggunakan nilai LQ
sebagai indikator untuk menyatakan sektor unggulan dan non unggulan. Suatu
sektor maupun sub sektor termasuk ke dalam sektor unggulan jika memiliki nilai
LQ >1, yang artinya bahwa peranan suatu sektor maupun sub sektor dalam
perekonomian Kabupaten Wonosobo lebih besar dari peranan sektor maupun sub
sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah.
Sebaliknya, suatu sektor atau sub sektor dikatakan sebagai non unggulan,
jika sektor atau sub sektor tersebut memiliki nilai LQ <1, yang artinya bahwa
peranan sektor dalam perekonomian Kabupaten Wonosobo lebih kecil dari
peranan sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah. Berikut
tersaji hasil perhitungan analisis LQ pada Tabel 11.
Tabel 11. Nilai LQ Sub Sektor Pertanian Kabupaten Wonosobo Tahun 2012-2016
Uraian 2012 2013 2014 2015 2016 Ket.
Pertanian, Peternakan,
Perburuan dan Jasa
Pertanian
2.24 2.22 2.34 2.29 2.38 2.29 Unggulan
a. Tanaman pangan 1.21 1.19 1.33 1.36 1.39 1.29 Unggulan
b. Tanaman hortikultura
semusim 4.64 1.63 4.60 4.95 5.25 4.81 Unggulan
c. Perkebunan semusim 0.37 0.35 0.35 0.35 0.30 0.34
Non
Unggulan
d. Tanaman hortikultura
tahunan dan lainnya 5.07 5.13 5.26 4.93 5.23 5.12 Unggulan
e. Perkebunan tahunan 1.07 1.04 1.05 1.06 1.05 1.05 Unggulan
f. Peternakan 1.37 1.35 1.29 1.30 1.35 1.33 Unggulan
g. Jasa pertanian dan
perburuan
1.80 1.78 1.84 1.80 1.89 1.82 Unggulan
Kehutanan dan
penebangan kayu
3.60 3.63 3.79 3.85 3.85 3.74 Unggulan
perikanan 1.23 1.15 1.11 1.13 1.04 1.13 Unggulan Sumber : Data Primer 2018 (diolah)
63
Ditinjau dari data hasil penghitungan LQ pada tabel di atas, dapat diketahui
bahwa pada sektor pertanian terdapat satu sub sektor yang nilainya kurang dari
satu yang berarti termasuk ke dalam kategori non unggulan yaitu perkebunan
semusim. Sub sektor tersebut memiliki rata-rata LQ sebesar 0,34, yang berarti
kontribusi sub sektor perkebunan semusim dalam perekonomian Kabupaten
Wonosobo lebih kecil dari pada kontribusi sub sektor tersebut dalam
perekonomian Provinsi jawa Tengah. Hal ini disebabkan karena wilayah
wonosobo terletak di dataran tinggi, sehingga kurang cocok dengan syarat tumbuh
tanaman semusim yang biasanya membutuhkan lahan yang luas dan tumbuh
dalam suhu yang sesuai.
Sedangkan, untuk ke delapan sub sektor lainnya pada sektor pertanian
masuk ke dalam kategori sub sektor unggulan di Kabupaten Wonosobo.
Kedelapan sub sektor tersebut antara lain :
a. Tanaman pangan
Dalam periode 2012-2016, rata-rata koefisien sub sektor tanaman pangan
atau LQ > 1 yaitu 1,29 artimya kontribusi sub sektor tanaman pangan
dalam sektor pertanian Kabupaten Wonosobo lebih besar dari kontribusi
sub sektor tersebut dalam sektor pertanian Provinsi Jawa Tengah.
b. Tanaman hortikultura semusim
Dalam periode 2012-2016, rata-rata koefisien sub sektor Tanaman
Hortikultura Semusim atau LQ > 1 yaitu 4,81 artinya kontribusi sub sektor
Tanaman Hortikultura Semusim dalam sektor pertanian Kabupaten
Wonosobo lebih besar dari kontribusi sub sektor tersebut dalam sektor
pertanian Provinsi Jawa Tengah.
64
c. Tanaman hortikultura tahunan dan lainnya
Dalam periode 2012-2016, rata-rata koefisien sub sektor tanaman
hortikultura tahunan dan lainnya atau LQ > 1 yaitu 5,12 artinya kontribusi
sub sektor tanaman hortikultura tahunan dan lainnya dalam sektor pertanian
Kabupaten Wonosobo lebih besar dari kontribusi sub sektor tersebut dalam
sektor pertanian Provinsi Jawa Tengah.
d. Perkebunan tahunan
Dalam periode 2012-2016, rata-rata koefisien sub sektor perkebunan
tahunan atau LQ > 1 yaitu 1,05 artinya kontribusi sub sektor perkebunan
tahunan dalam sektor pertanian Kabupaten Wonosobo lebih besar dari
kontribusi sub sektor tersebut dalam sektor pertanian Provinsi Jawa
Tengah.
e. Peternakan
Dalam periode 2012-2016, rata-rata koefisien sub sektor peternakan atau
LQ > 1 yaitu 1,33 artinya kontribusi sub sektor peternakan dalam sektor
pertanian Kabupaten Wonosobo lebih besar dari kontribusi sub sektor
tersebut dalam sektor pertanian Provinsi Jawa Tengah.
f. Jasa pertanian dan perburuan
Dalam periode 2012-2016, rata-rata koefisien sub sektor jasa pertanian dan
perburuan atau LQ > 1 yaitu 1,82 artinya kontribusi sub sektor jasa
pertanian dan perburuan dalam sektor pertanian Kabupaten Wonosobo
lebih besar dari kontribusi sub sektor tersebut dalam sektor pertanian
Provinsi Jawa Tengah.
65
g. Kehutanan dan penebangan kayu
Dalam periode 2012-2016, rata-rata koefisien sub sektor kehutanan dan
penebangan kayu atau LQ > 1 yaitu 3,74 artinya kontribusi sub sektor
kehutanan dan penebangan kayu dalam sektor pertanian Kabupaten
Wonosobo lebih besar dari kontribusi sub sektor tersebut dalam sektor
pertanian Provinsi Jawa Tengah.
h. Perikanan
Dalam periode 2012-2016, rata-rata koefisien sub sektor perikanan atau LQ
> 1 yaitu 1,13 artinya kontribusi sub sektor perikanan dalam sektor
pertanian Kabupaten Wonosobo lebih besar dari kontribusi sub sektor
tersebut dalam sektor pertanian Provinsi Jawa Tengah.
3. Pertumbuhan dan Daya Saing Masing-masing Sub Sektor Pertanian
Berdasarkan Analisis Shift Share (SS) a. Sub Sektor Tanaman pangan
Sektor pertanian memiliki peranan sangat penting dalam perekonomian
Kabupaten Wonosobo. Jika di tinjau dari besarnya kontribusi dari masing-masing
sub sektor pertanian, salah satu yang memiliki peranan yang cukup besar dalam
pembentuk perekonomian Kabupaten Wonosobo tahun 2012-2016 adalah sub
sektor tanaman pangan. Hal tersebut dapat ditunjukkan dengan besarnya
persentase kontribusi sub sektor tanaman pangan dengan rata-rata kontribusi
sebesar 6,6% dengan laju pertumbuhan paling tinggi terjadi pada tahun 2015 yaitu
sebesar 10,38%. Walaupun kontribusi sub sektor tanaman pangan mengalami
pertumbuhan yang fluktuatif bahkan cenderung mengalami penurunan,
sebagaimana yang tersaji pada Gambar 5 berikut.
66
Gambar 5. Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Tanaman Pangan Kabupaten
Wonosobo Tahun 2012-2016 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wonosobo 2018 (diolah)
Berdasarkan data di atas bahwa pertumbuhan tanaman pangan mengalami
fluktuasi dikarenakan faktor lahan, dan luas panen yang sedikit mengalami
penurunan produksi dari sub sektor yang ada seperti padi, jagung dan ketela
pohon namun sektor ini mesih menjadi unggulan dengan nilai LQ > 1 (1,29) yang
artinya sub sektor tanaman pangan dalam perekonomian di kabupaten Wonosobo
lebih besar dari pada kontribusi sub sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi
Jawa Tengah. Sementara berdasarkan analisis Shift Share sub sektor ini memiliki
pertumbuhan proporsional (PP) negatif (-22,00), yang artinya tanaman sub sektor
tanaman pangan dai kabupaten wonosobo memiliki pertumbuhan yang lambat.
Jika dlihat dari komponen pertumbuhan pangsa wilayah sub sektor tanaman
pangan dan hasilinya memiliki nilai PPW positif (13%) yang artinya sub sektor ini
memiliki daya saing yang baik di bandingkan dengan daerah lain di Provinsi Jawa
Tengah.
b. Sub Sektor Tanaman Hortikultura Semusim
Tanaman Hortikultura Semusim di Kabupaten Wonosobo merupakan
sektor unggulan yang di tunjukan dengan nilai LQ > 1 (4,81) yang artinya
kontribusi sub sektor tanaman hortikultura semusim dalam perekonomian
Kabupaten Wonosobo lebih besar daripada kontribusi sub sektor tersebut dalam
perekonomian Provinsi jawa tengah. Sementara berdasarkan analisis shift share
6,99
6,62 6,33
6,75 6,62
6,00
6,50
7,00
7,50
2012 2013 2014 2015 2016
Tanaman Pangan
67
sub sektor ini memiliki nilai pertumbuhan proporsional (PP) negatif (-14%) yang
artinya sub sektor tanaman hortikultura semusim di Kabupaten Wonosobo
memiliki pertumbuhan yang lambat. Hal tersebut dilihat dari laju kontribusi sub
sektor ini terhadap PDRB Kabupaten Wonosobo tahun 2012-2016 yang dapat
dilihat pada grafik dibawah ini :
Gambar 6. Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Tanaman Hortikultura Semusim
Kabupaten Wonosobo Tahun 2012-2016 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wonosobo 2018 (diolah)
Dari Gambar 6 di atas, dapat dilihat bahwa kontribusi subsektor tanaman
hortikultura semusim terhadap PDRB Kabupaten Wonosobo tahun 2012-2016
mengalami fluktuasi. Penurunan terjadi pada tahun 2012-2014, dengan persentase
penurunan secara urut dari : 5,69%, 5,40%, 5,31%. Pada tahun berikutnya terjadi
peningkatan pada tahun 2015-2016 dengan kenaikan secara urut : 5,56% dan
5,72%. Hal ini di sebabkan oleh faktor cuaca dan hama yang mengakibatkan
penurunan kontribusi pada sub sektor tanaman hortikultura semusim di
Kabupateen Wonosobo. Produksi tertinggi tanaman hortikultura semusim di
peroleh dari banyaknya panen pada tanaman labu siam, cabai, bawang daun dan
lainnya.
Berdasarkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) sub sektor
tanaman hortikultura semusim memiliki nilai PPW positif (12%), yang artinya sub
sektor ini memiliki daya saing yang baik dibandingkan dengan daerah lain di
provinsi jawa tengah. Hal ini dikarenakan adanya kebijakan pemerintah untuk
5,69
5,40 5,31
5,56
5,72
5,00
5,20
5,40
5,60
5,80
2012 2013 2014 2015 2016
Tanaman Hortikultura
Semusim
68
membangun ekonomi kerakyatan dan mewujudkan kemandirian pangan serta
meningkatkan daya saing produk pertanian yang ada di Kabupaten Wonosobo.
Jika dilihat dari pergeseran bersih (PB), sub sektor ini memiliki nilai PB negatif
(-11,31%), yang artinya sub sektor hortikultura semusim di Kabupaten Wonosobo
memiliki pertumbuhan yang tidak progresif.
c. Sub Sektor perkebunan Semusim
Tanaman perkebunan Semusim di Kabupaten Wonosobo merupakan sektor
non unggulan yang di tunjukan dengan nilai LQ < 1 (0,34) yang artinya kontribusi
sub sektor tanaman perkebunan semusim dalam perekonomian Kabupaten
Wonosobo lebih kecil daripada kontribusi sub sektor tersebut dalam
perekonomian Provinsi jawa tengah. Sementara berdasarkan analisis shift share
sub sektor ini memiliki nilai pertumbuhan proporsional (PP) negatif (-6%) yang
artinya sub sektor perkebunan semusim di Kabupaten Wonosobo memiliki
pertumbuhan yang lambat. Hal tersebut dilihat dari laju kontribusi sub sektor ini
terhadap PDRB Kabupaten Wonosobo tahun 2012-2016 yang dapat dilihat pada
grafik dibawah ini :
Gambar 7. Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Perkebunan Semusim
Kabupaten Wonosobo Tahun 2012-2016 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wonosobo 2018 (diolah)
Dari Gambar 7 di atas, dapat dilihat bahwa kontribusi sektor perkebunan
semusim terhadap PDRB Kabupaten Wonosobo tahun 2012-2016 mengalami
fluktuasi. Penurunan tertinggi terjadi pada tahun 2016, dengan persentase
0,113 0,107 0,109 0,110 0,088
0,000
0,050
0,100
0,150
2012 2013 2014 2015 2016
Perkebunan Semusim
69
penurunan sebesar 0,088%. Angka peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2015
dengan persentase 0,110%. Hal ini di sebabkan oleh faktor cuaca dan hama yang
mengakibatkan penurunan kontribusi pada sub sektor perkebunan semusim di
Kabupaten Wonosobo. Produksi tertinggi tanaman perkebunan semusim di
peroleh dari banyaknya panen yaitu tembakau.
Berdasarkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) perkebunan
semusim memiliki nilai PPW negatif (-23%), yang artinya sub sektor ini tidak
memiliki daya saing dibandingkan dengan daerah lain di provinsi jawa tengah.
Jika dilihat dari pergeseran bersih (PB), sub sektor ini memiliki nilai PB negatif
(-3,265%), yang artinya sektor perkebunan semusim di Kabupaten Wonosobo
memiliki pertumbuhan yang tidak progresif.
d. Sub Sektor Tanaman Hortikultura Tahunan dan Lainnya
Tanaman Hortikultura Tahunan di Kabupaten Wonosobo merupakan sektor
unggulan yang di tunjukan dengan nilai LQ > 1 (5,12) yang artinya kontribusi sub
sektor tanaman hortikultura tahunan dalam perekonomian Kabupaten Wonosobo
lebih besar daripada kontribusi sub sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi
jawa tengah. Sementara berdasarkan analisis shift share sub sektor ini memiliki
nilai pertumbuhan proporsional (PP) negatif (-15%) yang artinya sub sektor
hortikultura tahunan di Kabupaten Wonosobo memiliki pertumbuhan yang
lambat. Hal tersebut dilihat dari laju kontribusi sub sektor ini terhadap PDRB
Kabupaten Wonosobo tahun 2012-2016 yang dapat dilihat pada grafik dibawah
ini :
70
Gambar 8. Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Tanaman Hortikultura Tahunan
dan Lainnya Kabupaten Wonosobo Tahun 2012-2016 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wonosobo 2018 (diolah)
Dari Gambar 8 di atas, dapat dilihat bahwa kontribusi sektor hortikultura
tahunan terhadap PDRB Kabupaten Wonosobo tahun 2012-2016 mengalami
fluktuasi. Penurunan tertinggi terjadi pada tahun 2015, dengan penurunan sebesar
11,57%. Angka peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2014 dengan persentase
12,68%. Hal ini di sebabkan oleh faktor cuaca dan hama yang mengakibatkan
penurunan kontribusi pada sub sektor perkebunan semusim di Kabupateen
Wonosobo. Produksi tertinggi tanaman hortikultura tahunan di peroleh dari
banyaknya panen yaitu duku, manggis, durian dan salak.
Berdasarkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) hortikultura
tahunan memiliki nilai PPW positif (1,00%), yang artinya sub sektor ini memiliki
daya saing yang baik dibandingkan dengan daerah lain di provinsi jawa tengah.
Jika dilihat dari pergeseran bersih (PB), sub sektor ini memiliki nilai PB negatif
(-64,476%), yang artinya sektor hortikultura tahunan di Kabupaten Wonosobo
memiliki pertumbuhan yang tidak progresif.
e. Sub Sektor Perkebunan Tahunan
Tanaman Perkebunan Tahunan di Kabupaten Wonosobo merupakan sektor
unggulan yang di tunjukan dengan nilai LQ > 1 (1,05) yang artinya kontribusi sub
sektor tanaman perkebunan tahunan dalam perekonomian Kabupaten Wonosobo
lebih besar daripada kontribusi sub sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi
12,98 12,48 12,68
11,57 11,78
10,00
11,00
12,00
13,00
14,00
2012 2013 2014 2015 2016
Tanaman Hortikultura
Tahunan dan Lainnya
71
jawa tengah. Sementara berdasarkan analisis shift share sub sektor ini memiliki
nilai pertumbuhan proporsional (PP) negatif (-6%) yang artinya sub sektor
perkebunan tahunan di Kabupaten Wonosobo memiliki pertumbuhan yang
lambat. Hal tersebut dilihat dari laju kontribusi sub sektor ini terhadap PDRB
Kabupaten Wonosobo tahun 2012-2016 dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Perkebunan Tahunan Kabupaten
Wonosobo Tahun 2012-2016 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wonosobo 2018 (diolah)
Berdasarkan gambar 9 di atas, dapat dilihat bahwa kontribusi sektor
perkebunan tahunan terhadap PDRB Kabupaten Wonosobo tahun 2012-2016
mengalami fluktuasi. Penurunan tertinggi terjadi pada tahun 2016, dengan
penurunan sebesar 1,141%. Angka peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2014
dengan persentase 1,178%.
Berdasarkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) perkebunan
tahunan memiliki nilai PPW positif (1,00%), yang artinya sub sektor ini memiliki
daya saing yang baik dibandingkan dengan daerah lain di provinsi jawa tengah.
Jika dilihat dari pergeseran bersih (PB), sub sektor ini memiliki nilai PB negatif
(-13,319%), yang artinya sektor perkebunan tahunan di Kabupaten Wonosobo
memiliki pertumbuhan yang tidak progresif.
f. Sub Sektor Peternakan
Sektor peternakan di Kabupaten Wonosobo merupakan sektor unggulan
yang di tunjukan dengan nilai LQ > 1 (1,33) yang artinya kontribusi sub sektor
1,219
1,169 1,178 1,168
1,141 1,100
1,150
1,200
1,250
2012 2013 2014 2015 2016
perkebunan tahunan
72
peternakan dalam perekonomian Kabupaten Wonosobo lebih besar daripada
kontribusi sub sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi jawa tengah.
Sementara berdasarkan analisis shift share sub sektor ini memiliki nilai
pertumbuhan proporsional (PP) positif (0%) yang artinya sub sektor peternakan di
Kabupaten Wonosobo memiliki pertumbuhan yang stabil. Hal tersebut dilihat dari
laju kontribusi sub sektor ini terhadap PDRB Kabupaten Wonosobo tahun 2012-
2016 yang dapat dilihat pada grafik dibawah ini :
Gambar 10. Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Peternakan Kabupaten
Wonosobo Tahun 2012-2016 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wonosobo 2018 (diolah)
Berdasarkan gambar 10 di atas, dapat dilihat bahwa kontribusi sektor
peternakan terhadap PDRB Kabupaten Wonosobo tahun 2012-2016 mengalami
fluktuasi. Penurunan tertinggi terjadi pada tahun 2014, dengan penurunan sebesar
3,24%. Angka peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2013 dengan persentase
3,38%. Sementara rata-rata pertumbuhan dari tahun 2012-2016 adalah sebesar
16,41%.
Berdasarkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) peternakan
memiliki nilai PPW negatif (-5,00%), yang artinya sub sektor ini tidak memiliki
daya saing dibandingkan dengan daerah lain di provinsi jawa tengah. Jika dilihat
dari pergeseran bersih (PB), sub sektor ini memiliki nilai PB negatif (-16,960%),
yang artinya sektor peternakan di Kabupaten Wonosobo memiliki pertumbuhan
yang tidak progresif.
3,41 3,38
3,24 3,25
3,37
3,10
3,20
3,30
3,40
3,50
2012 2013 2014 2015 2016
Peternakan
73
g. Sub Sektor Jasa Pertanian dan Perburuan
Sektor jasa pertanian dan perburuan di Kabupaten Wonosobo merupakan
sektor unggulan yang di tunjukan dengan nilai LQ > 1 (1,82) yang artinya
kontribusi sub sektor jasa pertanian dan perburuan dalam perekonomian
Kabupaten Wonosobo lebih besar daripada kontribusi sub sektor tersebut dalam
perekonomian Provinsi jawa tengah. Sementara berdasarkan analisis shift share
sub sektor ini memiliki nilai pertumbuhan proporsional (PP) negatif (-5,00%)
yang artinya sub sektor jasa pertanian dan perburuan di Kabupaten Wonosobo
memiliki pertumbuhan yang lambat. Hal tersebut dilihat dari laju kontribusi sub
sektor ini terhadap PDRB Kabupaten Wonosobo tahun 2012-2016 yang dapat
dilihat pada grafik dibawah ini :
Gambar 11. Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Jasa Pertanian dan Perburuan
Kabupaten Wonosobo Tahun 2012-2016 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wonosobo 2018 (diolah)
Beambar 11 di atas, dapat dilihat bahwa kontribusi sektor jasa pertanian
dan perburuan terhadap PDRB Kabupaten Wonosobo tahun 2012-2016
mengalami fluktuasi. Penurunan tertinggi terjadi pada tahun 2015, dengan
penurunan sebesar 0,536%. Angka peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2013
dengan persentase 0,554%. Sementara rata-rata pertumbuhan dari tahun 2012-
2016 adalah sebesar 18,25%. Hal ini berdasarkan kebijakan pemerintah daerah
tentang pembangunan dan pemeliharaan sarana transportasi dan angkutan,
pengairan, jaringan listrik, serta teknologi komunikasi dan sistem informasi yang
0,535
0,554 0,552
0,536 0,539
0,520
0,530
0,540
0,550
0,560
2012 2013 2014 2015 2016
Jasa Pertanian dan
Perburuan
74
melayani daerah-daerah sentra produksi pertanian demi peningkatan kuantitas dan
kualitas produksi serta kemampuan pemasarannya.
Berdasarkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) jasa pertanian
dan perburuan memiliki nilai PPW positif (3,00%), yang artinya sub sektor ini
memiliki daya saing yang baik dibandingkan dengan daerah lain di provinsi jawa
tengah. Jika dilihat dari pergeseran bersih (PB), sub sektor ini memiliki nilai PB
negatif (-1,064%), yang artinya sektor jasa pertanian dan perburuan di Kabupaten
Wonosobo memiliki pertumbuhan yang tidak progresif.
h. Sub Sektor Kehutanan dan Penebangan Kayu
Sektor kehutanan dan penebangan kayu di Kabupaten Wonosobo
merupakan sektor unggulan yang di tunjukan dengan nilai LQ > 1 (3,74) yang
artinya kontribusi sub sektor kehutanan dan penebangan kayu dalam
perekonomian Kabupaten Wonosobo lebih besar daripada kontribusi sub sektor
tersebut dalam perekonomian Provinsi jawa tengah. Sementara berdasarkan
analisis shift share sub sektor ini memiliki nilai pertumbuhan proporsional (PP)
negatif (-29,00%) yang artinya sub sektor kehutanan dan penebangan kayu di
Kabupaten Wonosobo memiliki pertumbuhan yang lambat. Hal tersebut dilihat
dari laju kontribusi sub sektor ini terhadap PDRB Kabupaten Wonosobo tahun
2012-2016 dapat dilihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Kehutanan dan Penebangan
Kayu Kabupaten Wonosobo Tahun 2012-2016 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wonosobo 2018 (diolah)
2,126 2,042 2,017 1,908 1,734
0,000
1,000
2,000
3,000
2012 2013 2014 2015 2016
Kehutanan dan
Penebangan Kayu
75
Dari Gambar 12 di atas, dapat dilihat bahwa kontribusi sektor kehutanan
dan penebangan kayu terhadap PDRB Kabupaten Wonosobo tahun 2012-2016
mengalami fluktuasi. Penurunan terjadi pada tahun 2012-2016, dengan persentase
penurunan secara urut dari : 2,126%, 2,0425%, 2,017%, 1,908%, 1,734%.
Sementara rata-rata pertumbuhan dari tahun 2012-2016 adalah sebesar -2,39%.
Berdasarkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) sektor
kehutanan dan penebangan kayu memiliki nilai PPW positif (4,00%), yang artinya
sub sektor ini memiliki daya saing yang baik dibandingkan dengan daerah lain di
provinsi jawa tengah. Jika dilihat dari pergeseran bersih (PB), sub sektor ini
memiliki nilai PB negatif (-52,816%), yang artinya sektor kehutanan dan
penebangan kayu di Kabupaten Wonosobo memiliki pertumbuhan yang tidak
progresif.
i. Sub Sektor Perikanan
Sektor perikanan di Kabupaten Wonosobo merupakan sektor unggulan
yang di tunjukan dengan nilai LQ > 1 (1,13) yang artinya kontribusi sub sektor
perikanan dalam perekonomian Kabupaten Wonosobo lebih besar daripada
kontribusi sub sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi jawa tengah.
Sementara berdasarkan analisis shift share sub sektor ini memiliki nilai
pertumbuhan proporsional (PP) negatif (-5,00%) yang artinya sub sektor
perikanan di Kabupaten Wonosobo memiliki pertumbuhan yang lambat. Hal
tersebut dilihat dari laju kontribusi sub sektor ini terhadap PDRB Kabupaten
Wonosobo tahun 2012-2016 yang dapat dilihat pada grafik dibawah ini :
76
Gambar 13. Perkembangan Kontribusi Sub Sektor Perikanan Kabupaten
Wonosobo Tahun 2012-2016 Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wonosobo 2018 (diolah)
Dari Gambar 13 di atas, dapat dilihat bahwa kontribusi sektor perikanan
terhadap PDRB Kabupaten Wonosobo tahun 2012-2016 mengalami fluktuasi.
Penurunan terjadi pada tahun 2012-2016, dengan persentase penurunan secara
urut dari : 1,224%, 1,159%, 1,078%, 1,072%, 0,988%. Sementara rata-rata
pertumbuhan dari tahun 2012-2016 adalah sebesar -3,43%.
Berdasarkan komponen pertumbuhan pangsa wilayah (PPW) sektor
perikanan memiliki nilai PPW negatif (-21,00%), yang artinya sub sektor ini
tidak memiliki daya saing dibandingkan dengan daerah lain di provinsi jawa
tengah. Jika dilihat dari pergeseran bersih (PB), sub sektor ini memiliki nilai PB
negatif (-31,611%), yang artinya sektor perikanan di Kabupaten Wonosobo
memiliki pertumbuhan yang tidak progresif.
4.1.3 Rumusan Prioritas Pengembangan Sub Sektor Pertanian dalam
Pembangunan Daerah di Kabupaten Wonosobo
Berdasarkan hasil analisis Location Quotient (LQ) hampir semua sub sektor
pertanian termasuk sub sektor unggulan, terkecuali sub sektor perkebunan
semusim, yang artinya kontribusi masing-masing sub sektor unggulan tersebut
dalam perekonomian Kabupaten Wonosobo lebih besar daripada kontribusi sub
sektor tersebut dalam perekonomian Provinsi Jawa Tengah.
1,224 1,159 1,078 1,072 0,988
0,000
0,500
1,000
1,500
2012 2013 2014 2015 2016
Perikanan
77
Sub sektor unggulan yang perlu diprioritaskan dalam pembangunan daerah
Kabupaten Wonosobo dapat dilihat dalam analisis lebih lanjut yaitu perbandingan
pergeseran bersih dan daya siangnya. Adapun analisisnya dapat dilihat pada Tabel
12 sebagai berikut.
Tabel 12. Perbandingan Pergeseran Bersih dan Daya Saing Sub Sektor Pertanian
di Kabupaten Wonosobo Tahun 2012-2016 (Juta Rupiah)
Sektor
Peringkat
Sektor
Unggulan (LQ)
Daya Saing
(PPW)
Pergeseran
Bersih (PB)
Pertanian, Peternakan,
Perburuan dan Jasa Pertanian Unggulan 122.957 (307.391)
a. Tanaman Pangan Unggulan 90.238 (62.472)
b. Tanaman Hortikultura
Semusim Unggulan 67.861 (11.310)
c. Perkebunan Semusim Non Unggulan (2.589) (3.265)
d. Tanaman Hortikultura
Tahunan dan Lainnya Unggulan 128.955 (64.476)
e. Perkebunan Tahunan Unggulan (6.054) (13.319)
f. Peternakan Unggulan (16.960) (16.960)
g. Jasa Pertanian dan
Perburuan
Unggulan 1.596 (1.064)
Kehutanan dan Penebangan
Kayu
Unggulan 8.450 (52.816)
Perikanan Unggulan (25.532) (31.611) Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Tengah 2018 (diolah)
Berdasarkan hasil analisis di atas, sub sektor pertanian yang memiliki daya
saing adalah sub sektor tanaman pangan dengan nilai PPW sebesar Rp90.238 juta
atau sebesar 13%, kedua adalah sub sektor tanaman hortikultura semusim dengan
nilai PPW sebesar Rp67.861 juta atau sebesar 12%, ketiga adalah sub sektor
kehutanan dan penebangan kayu dengan nilai PPW sebesar Rp8.450 juta atau
sebesar 4%. Sementara sub sektor lainnya yang tidak memiliki daya saing karena
memiliki nilai PPW negatif tertinggi adalah sub sektor perkebunan semusim
dengan nilai PPW sebesar –Rp2,589 juta atau sebesar -23%.
78
Sub sektor pertanian Kabupaten Wonosobo periode 2012-2016 tidak
memiliki pertumbuhan yang progresif, dikarenakan rata-rata pertumbuhan
proporsional pada setiap sub sektor termasuk ke dalam pertumbuhan yang lambat,
akan tetapi beberapa sub sektor memiliki pertumbuhan pangsa wilayah yang
kompetitif, dengan kata lain beberapa sub sektor pertanian yang ada di Kabupaten
Wonosobo memiliki daya saing untuk bisa bersaing dengan sub sektor pertanian
yang ada di Provinsi Jawa Tengah. Untuk melihat pemetaan sub sektor yang
memiliki daya saing maupun pertumbuhan cepat atau lambat, lebih jelasnya dapat
dilihat pada kuadran yang tersaji pada Gambar 14.
⸙ Tanaman Pangan
Δ Tanaman Hortikultura Semusim
⌂ Perkebunan Semusim
◙ Tanaman Hortikultura Tahunan dan
Lainnya
⁂ Perkebunan Tahunan
֎ Peternakan
$ Jasa Pertanian dan Perburuan
□ Kehutanan dan Penebangan Kayu
¥ Perikanan
▲Pertanian, Peternakan, perburuan
dan Jasa Pertanian
Gambar 14. Profil Pertumbuhan Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Wonosobo
Periode 2012-2016 Sumber : Data Primer 2018 (diolah)
Berdasarkan Gambar 14, dapat diketahui bahwa profil pertumbuhan sub
sektor pertanian di Kabupaten Wonosobo tahun 2012-2016 dapat dipetakan
menjadi empat kuadran yaitu kuadran I, II, III, dan IV antara lain sebagai berikut:
1. Kuadran I. Tidak terdapat sub sektor pertanian yang menempati kuadran
ini.
PPW
PP
I
II III
IV Δ
⸙
◙
⁂
֎ $
▲
□
¥
⌂
79
2. Kuadran II. Pada kuadran ini terdapat sub sektor peternakan, hal ini berarti
sub sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan positif (standar), namun
memiliki daya saing atau kompetitif yang rendah untuk wilayah tersebut
dibandingkan dengan wilayah lain di Provinsi Jawa Tengah.
3. Kuadran III. Pada kuadran ini terdapat sub sektor perkebunan semusim,
perkebunan tahunan, dan perikanan, yang artinya sub sektor tersebut
memiliki laju pertumbuhan yang lambat, dan memiliki daya saing atau
kompetitif yang rendah dibandingkan dengan wilayah lain di Provinsi Jawa
Tengah.
4. Kuadran IV. pada kuadran ini terdapat sub sektor tanaman pangan, tanaman
hortikultura semusim, tanaman hortikultura tahunan dan lainnya, jasa
pertanian dan perburuan, kehutanan dan penebangan kayu. Hal ini berarti
sub sektor tersebut memiliki laju pertumbuhan yang lambat, tetapi memiliki
daya saing yang tinggi dibandingkan dengan wilayah lain di Provinsi Jawa
Tengah.
4.2 Pembahasan
Poin pembahasan ini menejelaskan tentang posisi sektor pertanian,
pertumbuhan dan daya saing sektor pertanian, sub sektor unggulan, pertumbuhan
dan daya saing serta rumusan prioritas untuk menentukan kebijakan apa yang
sebaiknya di gunakan untuk meningkatkan produksi di sektor pertanian.
4.2.1 Posisi Sektor Pertanian, Pertumbuhan dan Daya Saing di Kabupaten
Wonosobo Periode 2010-2016
Cara mengetahui dimana Posisi sektor pertanian dalam perekonmian
kabupaten wonosobo dapat dilakukan menggunakan alat analisis location
80
quontient (LQ). Alat analisis ini biasanya menggunakan data sekunder untuk
dijadikan bahan analisis. Pada kasus ini, peneliti menggunakan data produk
domestik regional bruto (PDRB) sebagai bahan analisis untuk menentukan sektor
apa saja yang menjadi unggulan dikabupaten wonosobo.
Hasil pengujian menggunakan analisis tersebut didapatkan bahwa posisi
sektor pertanian di kabupaten wonosobo, provinsi jawa tengah menjadi asalah
satu sektor unggulan dengan nilai rata-rata LQ sebesar 2,27. Nilai ini menjadi
yang tertinggi berturut turut yaitu pertanian, transportasi, pengadaan air, jasa
kesehatan, jasa pendidikan, jasa lainnya, perdagangan besar dan eceran dan jasa
keuangan.
Posisi sektor pertanian masih menjadi yang unggulan di kabupaten
wonosobo. Hal ini dapat di artikan bahwasanya sektor ini masih menjadi sektor
yang di andalkan hasilnya oleh pemerintah kabupaten wonosobo sebagai
penopang dana pendapatan daerah. Sektor partanian ini meliputi beberapa sub
sektor di bawahnya seperti hortikultura, peternakan, perkebunan, perikanan serta
kehutanan. Sektor ini menyerap tenaga kerja masyarakat wonosobo yang cukup
banyak dengan angka 45 persen.
Sektor pertanian ini harus di dukung oleh pemerintah daerah dengan
berbagai kebijakan yang menguntungkan berbagai stake holder. Proses
pembanguan kebijakan ini dapat dicantumkan secara konkrit pada Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) berdasarkan target-target yang
akan di capai pada 5 tahun kedepan. Perumusan hingga kebijakan penataan lahan
pertanian, pemberian pupuk bagi petani serta adanya penyuluh yang aktif dalam
pendampingan akan memberikan hasil yang maksimal. Hal ini menjadikan sektor
81
pertanian menjadi produktif dalam hasil pertaniannya serta sebagai pembangun
untuk sektor-sektor lainnya.
Hasil penelitian ini sejalan dengann teori yang di kemukakan oleh Rochaeni
(2010), bahwa sektor pertanian dianggap sebagai sektor pemimpin (leading
sector) yang di harapkan mendorong perkembangan sektor lainnya.
1. Pertumbuhan Sektor Pertanian
Berdasarkan nilai riil PDRB kabupaten wonosobo pada tahun 2012 atas
dasar harga konstan adalah 9,9 Triliun dan mengalami peningkatan pada tahun
2016 menjadi 11,9 triliun. Nilai rill yaitu pendapatan yang telah di hilangkan
pengaruh inflasinya. Pendapatan regional atas dasar harga berlaku yang telah
dikurangi dengan perkembangan infalsi dikenal dengan pendapatan regional atas
dasar harga konstan. Untuk mengetahui seberapa besar pertumbuhan sektor di
daerah tertentu, dapat menggunakan data PDRB atas dasar harga konstan.
Penelitian ini menggunakan data PDRB atas dasar harga konstan 2012-2016.
Hasil pengujian dengan menggunakan rumus presentase perubahan PDRB
pada Kabuppaten Wonosobo didapatkan sektor pertanian mengalami peningkatan
yang baik pada tahun 2012-2016 dengan angka pertumbuhan sebesar 11,86
persen. Hal ini menunjukan bahwa sektor pertanian masih mejadi sektor dengan
pertumbuhan yang positif namun lambat yang di tunjukan dengan nilai
Pertumbuhan Proposional sebesar (13,88) persen.
Sektor pertanian masih menjadi sektor yang memiliki nilai pertumbuhan
yang positif. Sektor ini merupakan bagian dari sebuah negara untuk memberikan
jaminan ketahanan pangan (food security) bagi masyarakat. Bagi negara
82
berkembang termasuk indonesia, alasan ketahanan pangan nerupakan alasan yang
tepat perlunya diberikan dukungan dan perlindungan kepada petani.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang di kemukakan oleh A.T
Mosher (1966) bahwasannya suatu bentuk proses produksi yang sudah khas yang
didasarkan pada proses pertumbuhan dari pada hewan dan tumbuhan.
2. Daya Saing Sektor Pertanian
Suatu kompenen untuk melihat seberapa kompetitif daya saing suatu
komoditi dapat menggunakan kompenen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW).
Pertumbuhan pangsa wilayah adalah hasil dari perhitungan antara PDRB
Kabupaten Wonosobo sektor i tahun dasatr analisis 2012 di kalikan dengan selisih
antara ri dan Ri.
Hasil pengujian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa sektor
unggulan yang memiliki nilai Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) > 0 tertinggi
adalah sektor pertanian sebesar Rp98.176 Miliar atau sebesar 2,88%, disusul
dengan sektor perdagangan dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor sebesar
Rp19.225 miliar atau sebesar 1,09%, dan selanjutnya sektor kontruksi yang
menepati posisi ketiga dengan nilai PPW sebesar Rp5.738 miliar dengan
presentase pertumbuhan sebesar 0,95%. Ketiga sektor ini merupakan sektor yang
termasuk ke dalam sektor unggulan yang memiliki daya saing atau termasuk
kedalam sektor yang kompetitif.
Daya saing di definisikan sebagai kemampuan suatu sektor, industri atau
perusahaan untuj bersaing secara sukses untuk mencapai pertumbuhan yang
berkelanjutan di dalam lingkungan global selama biaya imbangannya lebih rendah
dari penerimaan sumberdaya yang di gunakan.
83
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang di kemukakan oleh
Sudaryanto dan Simatupang (1993) yang mengemukakan bahwa konsep
keunggulan komperatif merupakan ukuran daya saing (keunggulan) potensial
dalam ukuran daya saing yang akan di capai apabila perekonomian tidak
mengalami distorsi sama sekali.
4.2.2 Sub Sektor Unggulan, Pertumbuhan dan Daya saing Kabupaten
Wonosobo Periode 2010-2016
Untuk mengetahui sub sektor unggulan dalam perekonomian di kabupaten
wonosobo dapat dilakukan menggunakan alat analisis Location Quontient (LQ).
Alat analisis ini biasanya menggunakan data sekunder untuk dijadikan bahan
analisis seperti data PDRB.
Hasil pengujian menggunakan analisis tersebut didapatkan bahwa sub
sektor unggulan terbesar sub sektor pertanian di kabupaten wonosobo, provinsi
jawa tengah adalah tanaman hortikultura tahunan dan lainnya. Hal ini di tunjukan
dengan nilai LQ rata-rata adalah 5,12. Tanaman Hortikultura Tahunan manjadi
salah satu yang unggul di banding sektor lain dikarenakan stabilnya jumlah panen
dari komoditi yang tumbuh subur di Kabupaten Wonosobo Seperti duku,
manggis, durian dan salak. Sedangkan sub sektor non unggulan terjadi pada
tanaman perkebunan semusim dengan nilai LQ sebesar 0,34. Faktor yang
menyebabkan rendahnya nilai LQ pada perkebunan semunim diakibatkan oleh
rendahnya kuantitas panen yang dimiliki oleh sektor tersebut. Salah satu komoditi
yang menjadi yang mengalami nilai penurunan adalah tembakau. Hal ini di
akibatkan oleh faktor hama dan penyakit.
84
Program proritas pembangunan pertanian yang tercantum dalam Rancangan
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) kabupaten wonosobo
khususnya sub sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan
menunjukan hasil yang relevan dangen penelitian ini. Hal ini di tunjukan dengan
hasil LQ yang memposisikan bahwasannya 3 dari 4 sub sektor yang menjadi
prioritas pembangunan memiliki nilai LQ > 1 yang artinya bahwa sub sektor
tersebut menjadi sub sektor unggulan di kabupaten wonosobo. Hanya sub
sektor perkebunan yang memiliki LQ < 1 yang artinya bahwa sub sektor ini
menjadi sub sektor non unggulan dengan pertumbuhan yang menurun.
Tabel 13. Komparasi Program Prioritas dengan LQ
Sub Sektor LQ Pertumbuhan
2013 2014 2015 2016
Tanaman
Pangan Unggulan -1.40 0.13 10.38 3.00
Perkebunan Non
Unggulan -1.87 6.76 4.67 -18.05
Peternakan Unggulan 2.88 0.39 4.71 8.43
Perikanan Unggulan -1.53 -2.62 3.95 -3.23
Sumber : RPJMD 2010-2015 (diolah)
Berdasarkan tabel di atas dapat di ketahui bahwa pertumbuhan sub sektor
tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan mengalami fluktuasi.
Hal ini didapatkan dari hasil pendapatan PDRB di setiap sub sektor tersebut
mengalami penurunan. Penurunan tertinggi terjad pada sub sektor perkebunan
pada tahun 2016 yaitu sebesar (-18,05%). Sedangkan pertumbuhan tertinggiterjadi
pada tanaman pangan pada tahun 2015 sebesar 10,38%.
Sektor pertanian khusus nya sub sektor yang memiliki nilai LQ < 1 ini
harus di dukung oleh pemerintah daerah dengan berbagai kebijakan yang
85
menguntungkan berbagai stake holder. Proses pembanguan kebijakan ini dapat
dicantumkan secara konkrit pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah (RPJMD) berdasarkan target-target yang akan di capai pada 5 tahun
kedepan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori yang di kemukakan oleh
Tumenggung (1996) yang menyatakan bahwa sektor unggulan adalah sektor yang
memiliki keunggulan komperatif dan kompetitif dengan produk sektor sejenis dari
daerah lainnya seta memberikan nilai manfaat yang besar. Sektor unggulan jga
memberikan nilai tambah dan produksi yang besar, memiliki multiplier effect
yang besar terhadap perekonomian lain serta memiliki permintaan yang tinggi
baik dari pasar lokal maupun pasar ekspor.
1. Pertumbuhan sub sektor
Nilai riil PDRB sektor pertanian di kabupaten Wonosobo pada tahun 2012
atas dasar konstan adalah sebesar Rp9.935 triliun dan meningkat di tahun 2016
menjadi Rp11.915 triliun, sehingga pada periode 2012-2016 terjadi peningkatan
sebesar 19,92% atau sebesar Rp1,98 triliun. Persentase pertumbuhan setiap sub
sektor pertanian dari tahun 2012-2016 selalu menunjukkan peningkatan,
peningkatan pertumbuhan sub sektor pertanian tertinggi adalah sub sektor
tanaman hortikultura semusim yaitu sebesar 20,62% dengan nilai perubahan
sebesar Rp116.617 miliar.
Selain pertumbuhan sub sektor tertinggi, persentase pertumbuhan terendah
terjadi pada sub sektor perkebunan semusim yaitu sebesar –Rp727 miliar dengan
persentase peningkatan sebesar -6,46% Hal ini dikarenakan faktor dari
berkurangnya produksi yang di akibatkan oleh cuaca dan hama penyakit.
86
Pendapatan terbesar dari perkebunan semusim adalah pada tanaman tembakau.
Menurut hasil wawancara yang dilakukan, faktor menurun nya pendapatan karena
faktor harga yang tidak stabil.
Hasil penelitian ini sejalan dengan teori Arifin (2004) yang mengatakan
bahwa sektor pertanian merupakan faktor yang amat strategis, merupakan basis
ekonomi rakyat di pedesaan, menguasai sebagian besar penduduk dan menyerap
tenaga kerja paling banyak serta menjadi katub pengaman di negara republik
indonesia. Pertumbuhan sektor pertanian harus di tingkatkan untuk menjadikan
negara indonesia menjadi negara yang aman akan pangan nya bagi seluruh rakyat
indonesia.
2. Daya Saing Sub Sektor Pertanian
Kompenen untuk melihat seberapa kompetitif daya saing suatu komoditi
dapat menggunakan kompenen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW).
Pertumbuhan pangsa wilayah adalah hasil dari perhitungan antara PDRB
Kabupaten Wonosobo sektor i tahun dasatr analisis 2012 di kalikan dengan selisih
antara ri dan Ri.
Hasil pengujian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa sektor
unggulan yang memiliki nilai Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) > 0 tertinggi
adalah sektor tanaman pangan sebesar 13%. Sedangkan sektor yang memiliki nilai
PPW terendah adalah Perkebunan semusim dengan nilai -23%. Rendahnya nilai
PPW pada perkebunan semusim di karenakan gagal panen yang terjadi pada
komoditi tanaman tembakau. Hal ini diakibatkan karena faktor cuaca, hama dan
penyakit.
87
Menurut Tambunan (2001) sektor pertanian merupakan sumber daya alam
yang memiliki keunggulan komparatif dibandingkan bangsa lain. Proses
pembangunan yang ideal menghasilkan produk-produk pertanian yang memiliki
keunggulan kompetitif terhadap bangsa lain baik untuk kepentingan ekspor
maupun subsidi impor.
4.2.3 Rumusan Prioritas Pengembangan Sub Sektor Pertanian dalam
Pembangunan Daerah di Kabupaten Wonosobo
Kebijakan daerah untuk menentukan strategi dalam pengembangan
subsektor pertanian dapat di gunakan Rumusan Prioritas. Berdasarkan Tabel 12
dan Gambar 14 maka dalam pembangunan daerah di Kabupaten Wonosobo,
pemerintah perlu merumuskan prioritas pembangunan agar dapat ditingkatkan
dengan efisien dan efektif dalam pelaksanaannya, sehingga dapat mendorong
pertumbuhan sub sektor pertanian maupun sektor perekonomian lainnya. Sektor
pertanian di Kabupaten Wonosobo memiliki peranan yang sangat besar dan
memiliki kontribusi terbesar terhadap PDRB Kabupaten Wonosobo. Selain itu,
sektor ini juga merupakan mata pencaharian utama sebagian besar penduduk di
Kabupaten Wonosobo. Adapun yang perlu dijadikan prioritas dalam
pembangunan pertanian di Kabupaten Wonosobo adalah sub sektor tanaman
pangan dan tanaman hortikultura tahunan dan lainnya karena memiliki nilai
kompetitif tertinggi dibanding sub sektor lainnya, walaupun memiliki
pertumbuhan yang paling lambat dibanding sub sektor lainnya.
Selain sub sektor tersebut, menurut hasil komparasi antara RPJMD dan hasil
perhitungan menggunakan LQ bahwa sub sektor perkebunan, peternakan dan
perikanan menjadi salah satu sektor unggulan di kabupaten wonosobo. Sub sektor
88
ini memiliki pertumbuhan lambat serta tidak memiliki daya saing di bandingkan
dengan daerah lain di Provinsi Jawa Tengah. Program prioritas pembangunan
pertanian sangat di perlukan untuk meningkatkan produksi dan produktifitas serta
memiliki pertumbuhan dan daya saing yang baik. Kebijakan ini sesuai dengan apa
yang tercantum dalam misi pembangunan di kabupaten wonosobo khususmua
bidang pertanian.
89
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kabupaten Wonosobo
tentang Kontribusi Sektor pertanian dalam pembangunan daerah di Kabupaten
Wonosobo dengan pendekatan analisis Location Quotient dan Shift Share, maka
dapat ditentukan beberapa kesimpulan, sebagai berikut:
1. Posisi sektor pertanian di Kabupaten Wonosobo merupakan sektor
unggulan, memiliki pertumbuhan yang lambat, tetapi memiliki daya saing
yang baik. Hal ini menunjukan bahwa sektor pertanian memiliki tingkat
kompetitif di suatu sektor ekonomi Kabupaten Wonosobo terhadap sektor
yaang sama di Jawa Tengah.
2. Sub sektor tanaman bahan makanan memiliki pertumbuhan yang lambat
dengan daya saing baik. Sub sektor tanaman hortikultura semusim memiliki
pertumbuhan yang lambat, dengan daya saing baik. Tanaman perkebunan
semusim memiliki pertumbuhan yang lambat, dengan daya saing kurang
baik. Tanaman hortikultura semusim memiliki pertumbuhan yang lambat,
dengan daya saing yang baik. Perkebunan tahunan memiliki pertumbuhan
yang lambat, dengan daya saing tidak baik. Peternakan memiliki
pertumbuhan yang baik, dengan daya saing tidak baik. Jasa pertanian dan
peternakan memiliki pertumbuhan yang lambat, dengan daya saing yng
baik. Kehutanan dan penebangan kayu memiliki pertumbuhan yang lanbat
dengan daya saing baik. Perikanan memiliki pertumbuhan lambat dengan
90
saya saing tidak baik. Dari 9 sub sektor tersebut bahwa subsektor di
kabupaten wonosobo memiliki pertumbuhan yang baik dengan daya saing
lambat yang dapat di artikan bahwa sub sektor pertanian mengalami
pertumbuhan yang lebih baik di bandingkan sub sektor pada daerah acuan
yaitu Provinsi Jawa Tengah, sedangkan daya saing yang lambat
menjelaskan bahwa sub sektor pertanian tidak memiliki daya saing yang
baik daripada sektor ekonomiyang sama pada daerah acuan yaitu Provinsi
Jawa Tengah.
3. Prioritas pengembangan sub sektor pertanian di Kabupaten Wonosobo
adalah:
a. Prioritas pertama meningkatkan pertumbuhan sub sektor yang belum
memiliki pertumbuhan dan daya saing yang baik. Jika kita lihat dari
program prioritas kabupaten wonosobo dalam pembangunan
pertaniannya yang di lihat dari laju pertumbuhannya maka, prioritas
yang harus di tingkatkan yaitu tanaman pangan dan peternakan
b. Prioritas ke dua sub sektor peternakan.
c. Prioritas ke tiga sub sektor perkebunan semusim, perkebunan
tahunan, perikanan.
d. Prioritas ke empat sub sektor tanaman pangan, hortikultura semusim,
hortikultura tahunan, jasa pertanian dan perburuan, kehutanan dan
penebangan kayu.
Sub sektor tersebut di klasifikasikan berdasarkan prioritas sub sektor yang
memiliki peranan sangat besar dan memiiki kontribusi terbesar terhadap
PDRB Kabupaten Wonosobo.
91
5.2 Saran
1. Pemerintah Kabupaten Wonosobo diharapkan agar lebih memperhatikan
dan meningkatkan sektor pertanian, karena sektor ini memiliki daya saing
yang baik, akan tetapi pertumbuhannya lambat. Maka pemerintah daerah di
Kabupaten Wonosobo perlu mendukung sektor ini agar kedepannya sektor
ini memiliki pertumbuhan yang cepat.
2. Pemerintah Daerah Kabupaten Wonosobo seharusnya memprioritaskan sub
sektor pertanian yang memiliki daya saing yang tinggi dan memiliki
pertumbuhan yang cepat (sub sektor peternakan) karena memiliki peluang
dan sangat potensial untuk dikembangkan. Pemerintah Daerah juga harus
memberikan pertaian lebih kepada sub sektor pertanian lainnya, karena sub
sektor di pertanian memiliki daya saing yang baik namun pertumbuhan
proposional yang lambat. Hal ini harus segera di benahi agar pertanian di
Kabupaten Wonosobo menjadi salah satu produk yang unggulan di Provinsi
Jawa Tengah bahkan Nasional.
3. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan dapat mengkaji dampak adanya
krisis ekonomi global terhadap sub sektor pertanian unggulan di Kabupaten
Wonosobo. Hal ini di lakukan agar mengetahui sektor mana saja yang
menjadi sektor potensial dan sektor yang memiliki daya saing lambat serta
pertumbuhannya. Agar pemerintah daerah dapat menentukan kebijakan
dengan tepat dan dapat mendorong pertumbuhan sub sektor tersebut.
92
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Gafar Karim. 2003. Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah di
Indonesia. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.
Alkaf, Ilham. 2015. Peran Pektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten
Cilacap Periode 2002-2013. Skripsi pada Program Studi Agribisnis
Fakultas Sains dan Teknologi UIN Jakarta.
Arifin B. 2004. Analisis Ekonomi Pertanian Indonesia. Penerbit Buku Kompas,
Jakarta.
Arsyad. L. 1999. Pengantar dan Perencanaan Pembangunan Daerah. BPFE
UGM. Yogyakarta.
BPS. 2017. Produk Domestik Regionsl Bruto Menurut Lapangan Usaha
Kabupaten Wonosobo 2012-2016. BPS Kabupaten Wonosobo 2017.
BPS. 2017. Kabupaten Wonosobo Dalam Angka 2017. BPS Kabupaten
Wonosobo 2017.
BPS. 2016. Statistik Kabupaten Wonosobo 2016. BPS Kabupaten Wonosobo
2016.
Budiharsono, Sugeng. 2001. Teknik Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan
Lautan. PT. Pradnya Paramita. Jakarta.
Daniel, M,. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara. Jakarta.
Darsono. 2012. Pembangunan Pertanian Dalam Dimensi Tantangan Global.
Surakarta : UPT Penerbitan dan Percetakan UNS (UNS Press).
Darwanto, H,. 2006. Prinsip Dasar Pembangunan Ekonomi Daerah. http :
www.Bappenas.go.id.
Daryanto, Syarif dan Yundi Hafizrianda. 2010. Model-Model Kuantitatif Untuk
Perencanaan Pembangunan Ekonomi Daerah : Konsep dan Aplikasi. PT
Penerbit IPB Press.
Glasson, Jhon,. 1990. Pengantar Perencanaan Regional. Terjemahan oleh Paul
Sitohang. LPFEUI. Jakarta.
Hendayana. Rachmat, 2003. Aplikasi Metode Location Quontient (LQ) Dalam
Penentuan Komoditas Unggulan Nasional. Informatika Pertanian Volume
12. Litbang Pertanian.
93
Hidayat, Syarif. 2000. Refleksi Realitas Otonomi Daerah : Tantangan Kedepan.
Jakarta : Pustaka Kuantum
Kamaluddin, R,. 1998. Pengantar Ekonomi Pembangunan : Dilengkapi Dengan
Beberapa Aspek Pembanguna, FEUI, Jakarta.
Lusminah, 2008. Analisis Potensi Wilayah Kecamatan Dalam Pembangunan
Daerah di Kabupaten Cilacap. Skripsi pada Program Studi Sosial Ekonomi
Pertanian/Agribisnis Fakultas Pertanian USM. Surakarta.
Mardiasmo. 2000. Otonomi Daerah dan Manajemen Keuangan Daerah. Andi
Yogyakarta.
Murhaini, H. Suriansyah. 2009. Kewenangan Pemerintah Daerah Mengurus
Bidang Pertanahan. LaksBang Justitia. Surabaya.
Priyarsono, D.S, Sahara, dan Muhammad, F.2007. Ekonomi Regional. Universitas
Terbuka. Jakarta.
Rochaeni. S. 2014. Pembangunan Pertanian Indonesia. Edisi ke Dua. Graha Ilmu
: Yoguakarta.
Ron Hood, 1998. Economic Aalysis : A Location Quontient. Premier. Principal
Sun Region Associates, inc.
Saragih B. 2001. Kumpulan Pemikiran Agribisnis Paradigma Baru Pembangunan
Ekonomi Berbasis Pertanian. PT. Logi Grafika Griya Sarana. Bogor.
Sarundajang. 2000. Arus Balik Kekuasaan Pusat ke Daerah. Jakarta : Penerbit
Sinar Harapan.
Simatupang, P. 1997. Akselerasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Melalui
Strategi Keterkaitan Berspektrum Luas. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian Bogor.
Sjafrizal. 2008. Ekonomi Regional : Teori dan Aplikasi. Penerbit : Badouse
Media.
Soekartawi. 1996. Pembangunan Pertanian. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Soenarto. 2001. Otonomi Daerah dan Pelayanan Publik. Di akses pada http :
www.PU.go.id/itjen/buletin/3031.htm pada tanggal 11 januari 2018, pukul
01.50
94
Sofiyanto. 2015. Analisis Peran Sektor Pertanian Dalam Pembangunan Daerah
di Kabupaten Batang. Skripsi pada Program Studi Agribisnis Fakultas
Sains dan Teknologi UIN Jakarta.
Supakmoko, M. 2002. Ekonomi Publik Untuk Keuangan dan Pembangunan
Daerah. Andi Offset. Yogyakarta.
Suryana. 2000. Ekonomi Pembangunan : Problematika dan Pendekatan. Salemba
Empat. Jakarta.
Suyatno. 2000. Analisi Ekonomi Base Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Daerah
Tingkat II Wonogiri : Menghadapi Implementasi UU No. 20/1999 dan UU
No. 25/1999. Dalam Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 1, No. 2. Hal 144-
159. Surakarta : UMS.
Tambunan, T. 2001. Perekonomian Indonesia : teori dan temuan empiris. Jakarta
; Ghalia Indonesia
Tarigan, Robinson. 2005. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Jakarta :
PT.Bumi Aksara.
Tarigan, Robinson. 2012. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta : Bumi
Aksara
Todero, M.P. Dan S.C. Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga.
Jilid 1. Edisi kedelapan. Jakarta : Erlangga.
Tumenggung, S. 1996. Gagasan dan Kebijaksanaan Pembangunan Ekonomi
Terpadu. Direktorat Bina TataPerkotaan dan Pedesaan Dirjen Cipta Karya
Departemen PU. Jakarta.
95
LAMPIRAN
96
Lampiran 1. Peta Wilayah Kabupaten Wonosobo
97
Lampiran 2. Luas Wilayah Kecamatan di Kabupaten Wonosobo 2016
No Kecamatan Luas (km2) Persentase
1 Wadaslintang 127.16 12.91
2 Kepil 93.87 9.53
3 Sapuran 77.72 7.89
4 Kalibawang 47.82 4.86
5 Kaliwiro 100.08 10.16
6 Leksono 44.07 4.48
7 Sukoharjo 54.29 5.51
8 Selomerto 39.71 4.03
9 Kalikajar 83.30 8.46
10 Kertek 62.14 6.31
11 Wonosobo 32.28 3.29
12 Watumalang 68.23 6.93
13 Mojotengah 45.07 4.58
14 Garung 51.22 5.20
15 Kejajar 57.62 5.85
Wonosobo 984.68 100.00
2015 984.68 100.00
2014 984.68 100.00
2013 984.68 100.00
2012 984.68 100.00
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Wonosobo (2017)
98
Lampiran 3. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Wonosobo Atas Dasar Harga Konstan 2012-2016
No Uraian 2012 2013 2014 2015 2016
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3.406.756.98 3.402.316.96 3.518.265.83 3.617.584.00 3.810.795.26
1 Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian 3.073.912.97 3.071.536.25 3.183.113.08 3.279.863.26 3.486.488.11
a. Tanaman Pangan 694.137.47 684.576.22 685.444.78 764.823.63 788.441.16
b. Tanaman Hortikultura Semusim 565.504.73 558.410.69 575.235.06 630.310.58 682.121.39
c. Perkebunan Semusim 11.258.47 11.051.37 11.852.24 12.432.79 10.531.43
d. Tanaman Hortikultura Tahunan dan Lainnya 1.289.540.08 1.290.108.13 1.372.655.66 1.311.168.21 1.403.409.28
e. Perkebunan Tahunan 121.079.61 120.832.17 127.548.61 132.418.41 135.994.08
f. Peternakan 339.199.34 349.263.36 350.615.12 367.945.61 401.817.80
g. Jasa Pertanian dan Perburuan 53.193.27 57.294.32 59.761.62 60.764.02 64.172.99
2 Kehutanan dan Penebangan Kayu 211.261.37 211.026.70 218.455.77 216.227.52 206.620.66
3 Perikanan 121.582.64 119.754.01 116.696.98 121.493.22 117.686.49
B Pertambangan dan Penggalian 96.128.83 99.758.48 101.921.64 102.685.71 105.298.55
C Industri Pengolahan 1.621.383.18 1.712.642.25 1.783.409.98 1.879.373.30 1.944.374.40
D Pengadaan Listrik dan Gas 3.899.81 4.192.44 4.408.40 4.546.11 4.653.32
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur
Ulang 12.864.91 12.976.81 13.486.69 13.771.79 14.080.68
F Konstruksi 601.526.28 637.351.19 659.648.10 701.666.34 749.912.24
G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor 1.766.536.68 1.862.820.63 1.958.338.23 2.040.784.91 2.134.763.83
H Transportasi dan Pergudangan 506.975.20 553.527.57 599.050.35 642.642.54 689.598.14
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 302.170.53 318.665.14 341.229.63 366.625.62 366.602.46
J Informasi dan Komunikasi 119.767.99 130.688.79 146.518.33 160.320.36 172.034.33
K Jasa Keuangan dan Asuransi 272.561.66 281.888.47 300.078.58 321.230.92 349.141.74
L Real Estate 155.184.71 166.108.76 176.900.81 190.235.20 203.199.83
99
M,N Jasa Perusahaan 19.838.02 21.988.01 23.982.82 26.343.04 28.877.99
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib 264.073.47 270.266.08 272.826.23 287.162.17 293.298.48
P Jasa Pendidikan 478.709.92 524.196.65 561.432.81 595.947.11 635.358.88
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 108.512.34 117.809.06 131.542.62 140.855.83 154.555.35
R,S,T,U Jasa lainnya 199.014.82 216.559.76 235.127.62 242.305.08 259.453.43
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 9.935.905.32 10.333.757.05 10.828.168.68 11.334.080.04 11.915.998.92
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TANPA MIGAS 9.935.905.32 10.333.757.05 10.828.168.68 11.334.080.04 11.915.998.92
100
Lampiran 4. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2012-2016
N
o Uraian 2012 2013 2014 2015 2016
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 106.536.703.12 108.832.110.55 107.793.380.89 113.826.299.04 116.250.931.53
1
Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa
Pertanian 95.601.895.16 97.413.889.93 96.286.410.28 102.150.557.53 104.360.311.98
a. Tanaman Pangan 40.079.215.64 40.318.220.93 36.456.570.07 40.129.076.06 40.551.014.63
b. Tanaman Hortikultura Semusim 8.488.979.83 8.481.598.93 8.836.926.36 9.055.392.35 9.262.227.95
c. Perkebunan Semusim 2.129.222.95 2.243.416.54 2.387.858.14 2.515.786.18 2.492.731.92
d. Tanaman Hortikultura Tahunan dan Lainnya 17.682.994.46 17.690.632.39 18.441.843.15 18.918.211.56 19.144.011.82
e. Perkebunan Tahunan 7.876.260.69 8.172.970.71 8.599.343.07 8.915.107.33 9.195.702.77
f. Peternakan 17.286.984.73 18.248.180.42 19.263.474.44 20.215.645.34 21.292.537.74
g. Jasa Pertanian dan Perburuan 2.058.236.86 2.258.870.80 2.300.395.05 2.401.338.71 2.422.085.15
2 Kehutanan dan Penebangan Kayu 4.083.413.65 4.093.448.74 4.073.354.75 3.997.568.24 3.823.956.28
3 Perikanan 6.851.394.31 7.324.771.88 7.433.615.86 7.678.173.27 8.066.663.27
B Pertambangan dan Penggalian 13.745.874.30 14.594.164.05 15.566.648.84 16.040.765.67 19.044.524.87
C Industri Pengolahan 241.528.855.93 254.694.118.95 271.526.773.18 284.575.766.45 296.227.398.37
D Pengadaan Listrik dan Gas 751.160.19 813.604.61 866.488.00 887.584.37 954.806.10
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan
Daur Ulang 547.794.91 549.040.44 567.980.08 577.261.68 589.805.23
F Konstruksi 70.034.622.63 73.465.919.37 76.681.876.60 81.286.113.22 86.875.267.97
G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor 101.058.608.68 105.825.306.31 110.899.193.58 115.299.085.85 121.181.123.88
H Transportasi dan Pergudangan 20.818.468.63 22.760.150.97 24.868.280.75 26.807.881.97 28.592.166.82
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 20.871.604.64 21.812.570.05 23.471.641.07 25.064.275.14 26.668.736.81
101
J Informasi dan Komunikasi 24.690.219.27 26.663.583.07 30.130.161.63 33.001.271.38 35.742.555.91
K Jasa Keuangan dan Asuransi 18.588.738.12 19.311.454.80 20.106.851.64 21.719.194.84 23.820.513.19
L Real Estate 11.934.423.12 12.853.218.11 13.776.863.54 14.822.295.08 15.829.477.85
M
,N Jasa Perusahaan 2.087.130.46 2.340.118.40 2.526.615.62 2.741.142.86 3.032.330.20
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib 20.373.579.95 20.912.828.39 21.075.646.54 22.194.694.80 22.720.443.65
P Jasa Pendidikan 22.760.883.69 24.930.587.32 27.266.220.07 29.324.081.90 31.563.635.32
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 4.959.375.94 5.312.609.80 5.916.710.61 6.307.617.26 6.929.495.92
R,
S,
T,
U
Jasa lainnya 10.055.072.38 10.983.732.87 11.917.818.01 12.300.030.67 13.360.350.97
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 691.343.115.96 726.655.118.06 764.959.150.95 806.775.362.18 849.383.564.59
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO TANPA
MIGAS 676.846.081.47 711.247.349.40 748.526.014.11 789.847.012.14 829.384.233.62
102
Lampiran 5. Hasil Perhitungan dengan Metode LQ di Kabupaten Wonosobo
Kategori Uraian 2012 2013 2014 2015 2016 Rata-rata
LQ Keterangan
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 2.22 2.20 2.31 2.26 2.34 2.27 Unggulan
B Pertambangan dan Penggalian 0.49 0.48 0.46 0.46 0.39 0.46 Non Unggulan
C Industri Pengolahan 0.47 0.47 0.46 0.47 0.47 0.47 Non Unggulan
D Pengadaan Listrik dan Gas 0.36 0.36 0.36 0.36 0.35 0.36 Non Unggulan
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang 1.63 1.66 1.68 1.70 1.70 1.67 Unggulan
F Konstruksi 0.60 0.61 0.61 0.61 0.62 0.61 Non Unggulan
G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor 1.22 1.24 1.25 1.26 1.26 1.24 Unggulan
H Transportasi dan Pergudangan 1.69 1.71 1.70 1.71 1.72 1.71 Unggulan
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 1.01 1.03 1.03 1.04 0.98 1.02 Unggulan
J Informasi dan Komunikasi 0.34 0.34 0.34 0.35 0.34 0.34 Non Unggulan
K Jasa Keuangan dan Asuransi 1.02 1.03 1.05 1.05 1.04 1.04 Unggulan
L Real Estate 0.90 0.91 0.91 0.91 0.92 0.91 Non Unggulan
M,N Jasa Perusahaan 0.66 0.66 0.67 0.68 0.68 0.67 Non Unggulan
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib 0.90 0.91 0.91 0.92 0.92 0.91 Non Unggulan
P Jasa Pendidikan 1.46 1.48 1.45 1.45 1.43 1.46 Unggulan
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 1.52 1.56 1.57 1.59 1.59 1.57 Unggulan
R,S,T,U Jasa lainnya 1.38 1.39 1.39 1.40 1.38 1.39 Unggulan
103
Lampiran 6. Perubahan PDRB Kabupaten Wonosobo dan Provinsi Jawa
Tengah Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2012
dan 2016
a. Perubahan PDRB Kabupaten Wonosobo
Kategori Uraian 2012 2016 Δ PDRB % Δ
PDRB
A Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan 3.406.757 3.810.795 404.038 11.86
B Pertambangan dan Penggalian 96.129 105.299 9.170 9.54
C Industri Pengolahan 1.621.383 1.944.374 322.991 19.92
D Pengadaan Listrik dan Gas 3.900 4.653 754 19.32
E
Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur
Ulang
12.865 14.081 1.216 9.45
F Konstruksi 601.526 749.912 148.386 24.67
G
Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan Sepeda
Motor
1.766.537 2.134.764 368.227 20.84
H Transportasi dan Pergudangan 506.975 689.598 182.623 36.02
I Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum 302.171 366.602 64.432 21.32
J Informasi dan Komunikasi 119.768 172.034 52.266 43.64
K Jasa Keuangan dan Asuransi 272.562 349.142 76.580 28.10
L Real Estate 155.185 203.200 48.015 30.94
M,N Jasa Perusahaan 19.838 28.878 9.040 45.57
O
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial
Wajib
264.073 293.298 29.225 11.07
P Jasa Pendidikan 478.710 635.359 156.649 32.72
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan
Sosial 108.512 154.555 46.043 42.43
R,S,T,U Jasa lainnya 199.015 259.453 60.439 30.37
PRODUK DOMESTIK
REGIONAL BRUTO 9.935.905 11.915.999 1.980.094 19.93
104
b. Perubahan PDRB Provinsi Jawa Tengah
Kategori Uraian 2012 2016 Δ PDRB % Δ
PDRB
A Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan 106.536.703 116.250.932 9.714.228 9.12
B Pertambangan dan
Penggalian 13.745.874 19.044.525 5.298.651 38.55
C Industri Pengolahan 241.528.856 296.227.398 54.698.542 22.65
D Pengadaan Listrik dan Gas 751.160 954.806 203.646 27.11
E
Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang
547.795 589.805 42.010 7.67
F Konstruksi 70.034.623 86.875.268 16.840.645 24.05
G
Perdagangan Besar dan
Eceran; Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor
101.058.609 121.181.124 20.122.515 19.91
H Transportasi dan
Pergudangan 20.818.469 28.592.167 7.773.698 37.34
I Penyediaan Akomodasi
dan Makan Minum 20.871.605 26.668.737 5.797.132 27.78
J Informasi dan Komunikasi 24.690.219 35.742.556 11.052.337 44.76
K Jasa Keuangan dan
Asuransi 18.588.738 23.820.513 5.231.775 28.14
L Real Estate 11.934.423 15.829.478 3.895.055 32.64
M,N Jasa Perusahaan 2.087.130 3.032.330 945.200 45.29
O
Administrasi
Pemerintahan, Pertahanan
dan Jaminan Sosial Wajib
20.373.580 22.720.444 2.346.864 11.52
P Jasa Pendidikan 22.760.884 31.563.635 8.802.752 38.67
Q Jasa Kesehatan dan
Kegiatan Sosial 4.959.376 6.929.496 1.970.120 39.73
R,S,T,U Jasa lainnya 10.055.072 13.360.351 3.305.279 32.87
PRODUK DOMESTIK
REGIONAL BRUTO 691.343.116 849.383.565 158.040.449 22.86
105
Lampiran 7. Rasio PDRB Kabupaten Wonosobo dan Provinsi Jawa Tengah
Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2012 dan 2016
Kategori Uraian Ra Ri ri
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 0.23 0.091 0.120
B Pertambangan dan Penggalian 0.23 0.385 0.100
C Industri Pengolahan 0.23 0.226 0.200
D Pengadaan Listrik dan Gas 0.23 0.271 0.190
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan
Daur Ulang 0.23 0.077 0.090
F Konstruksi 0.23 0.240 0.250
G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor 0.23 0.199 0.210
H Transportasi dan Pergudangan 0.23 0.373 0.360
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 0.23 0.278 0.210
J Informasi dan Komunikasi 0.23 0.448 0.440
K Jasa Keuangan dan Asuransi 0.23 0.281 0.280
L Real Estate 0.23 0.326 0.310
M,N Jasa Perusahaan 0.23 0.453 0.460
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib 0.23 0.115 0.110
P Jasa Pendidikan 0.23 0.387 0.330
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 0.23 0.397 0.420
R,S,T,U Jasa lainnya 0.23 0.329 0.300
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 0.23 0.229 0.200
106
Lampiran 8. Analisis Shift Share Menurut Lapangan Usaha di Kabupaten
Wonosobo Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional, Proporsional,
dan Pangsa Wilayah Tahun 2012-2016
a. Komponen Pertumbuhan Regional Tahun 2012-2016
Kategori Uraian 2012 (Yij) Ra PRij
A Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 3.406.757 0.23 783,554
B Pertambangan dan Penggalian 96.129 0.23 22,110
C Industri Pengolahan 1.621.383 0.23 372,918
D Pengadaan Listrik dan Gas 3.900 0.23 897
E Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah
dan Daur Ulang 12.865 0.23 2,959
F Konstruksi 601.526 0.23 138,351
G Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor 1.766.537 0.23 406,303
H Transportasi dan Pergudangan 506.975 0.23 116,604
I Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 302.171 0.23 69,499
J Informasi dan Komunikasi 119.768 0.23 27,547
K Jasa Keuangan dan Asuransi 272.562 0.23 62,689
L Real Estate 155.185 0.23 35,692
M,N Jasa Perusahaan 19.838 0.23 4,563
O Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan
Jaminan Sosial Wajib 264.073 0.23 60,737
P Jasa Pendidikan 478.710 0.23 110,103
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 108.512 0.23 24,958
R,S,T,U Jasa lainnya 199.015 0.23 45,773
PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO 3.406.757 0.23 783,554
107
b. Komponen Pertumbuhan Proporsional Tahun 2012-2016
No Uraian Ri Ra 2012 (Yij) Ppij % Ppij Ket.
A Pertanian, Kehutanan,
dan Perikanan 0.091 0.23 3.406.757 -472.919 -13.88 Lambat
B Pertambangan dan
Penggalian 0.385 0.23 96.129 14.945 15.55 Cepat
C Industri Pengolahan 0.226 0.23 1.621.383 -5.727 -0.35 Lambat
D Pengadaan Listrik dan
Gas 0.271 0.23 3.900 160 4.11 Cepat
E
Pengadaan Air,
Pengelolaan Sampah,
Limbah dan Daur Ulang
0.077 0.23 12.865 -1.972 -15.33 Lambat
F Konstruksi 0.240 0.23 601.526 6.293 1.05 Cepat
G
Perdagangan Besar dan
Eceran; Reparasi Mobil
dan Sepeda Motor
0.199 0.23 1.766.537 -54.555 -3.09 Lambat
H Transportasi dan
Pergudangan 0.373 0.23 506.975 72.702 14.34 Cepat
I Penyediaan Akomodasi
dan Makan Minum 0.278 0.23 302.171 14.429 4.78 Cepat
J Informasi dan
Komunikasi 0.448 0.23 119.768 26.066 21.76 Cepat
K Jasa Keuangan dan
Asuransi 0.281 0.23 272.562 14.023 5.14 Cepat
L Real Estate 0.326 0.23 155.185 14.955 9.64 Cepat
M,N Jasa Perusahaan 0.453 0.23 19.838 4.421 22.29 Cepat
O
Administrasi
Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib
0.115 0.23 264.073 -30.318 -11.48 Lambat
P Jasa Pendidikan 0.387 0.23 478.710 75.037 15.67 Cepat
Q Jasa Kesehatan dan
Kegiatan Sosial 0.397 0.23 108.512 18.149 16.73 Cepat
R,S,
T,U Jasa lainnya 0.329 0.23 199.015 19.646 9.87 Cepat
108
c. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Tahun 2012-2016
No Uraian ri Ri 2012
(Yij) PPW
%
PP
W
Ket.
A Pertanian, Kehutanan, dan
Perikanan 0.120 0.091 3.406.757 98.176 2.88 Kompetitif
B Pertambangan dan
Penggalian 0.100 0.385 96.129 -27.442
-
28.55
Tidak
Kompetitif
C Industri Pengolahan 0.200 0.226 1.621.383 -42.915 -2.65 Tidak
Kompetitif
D Pengadaan Listrik dan Gas 0.190 0.271 3.900 -316 -8.11 Tidak
Kompetitif
E
Pengadaan Air, Pengelolaan
Sampah, Limbah dan Daur
Ulang
0.090 0.077 12.865 171 1.33 Kompetitif
F Konstruksi 0.250 0.240 601.526 5.738 0.95 Kompetitif
G
Perdagangan Besar dan
Eceran; Reparasi Mobil dan
Sepeda Motor
0.210 0.199 1.766.537 19.225 1.09 Kompetitif
H Transportasi dan
Pergudangan 0.360 0.373 506.975 -6.795 -1.34
Tidak
Kompetitif
I Penyediaan Akomodasi dan
Makan Minum 0.210 0.278 302.171 -20.473 -6.78
Tidak
Kompetitif
J Informasi dan Komunikasi 0.440 0.448 119.768 -915 -0.76 Tidak
Kompetitif
K Jasa Keuangan dan Asuransi 0.280 0.281 272.562 -395 -0.14 Tidak
Kompetitif
L Real Estate 0.310 0.326 155.185 -2.541 -1.64 Tidak
Kompetitif
M,N Jasa Perusahaan 0.460 0.453 19.838 141 0.71 Kompetitif
O
Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan
Sosial Wajib
0.110 0.115 264.073 -1.371 -0.52 Tidak
Kompetitif
P Jasa Pendidikan 0.330 0.387 478.710 -27.166 -5.67 Tidak
Kompetitif
Q Jasa Kesehatan dan Kegiatan
Sosial 0.420 0.397 108.512 2.468 2.27 Kompetitif
R,S,
T,U Jasa lainnya 0.300 0.329 199.015 -5.715 -2.87
Tidak
Kompetitif
109
Lampiran 9. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor Pertanian
Kabupaten Wonosobo Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2012-2016
Lapangan Usaha 2012 2013 2014 2015 2016
1
Pertanian, Peternakan,
Perburuan dan Jasa
Pertanian
3.073.913 3.071.536 3.183.113 3.279.863 3.486.488
a. Tanaman Pangan 694.137 684.576 685.445 764.824 788.441
b. Tanaman
Hortikultura Semusim 565.505 558.411 575.235 630.311 682.121
c. Perkebunan
Semusim 11.258 11.051 11.852 12.433 10.531
d. Tanaman
Hortikultura Tahunan
dan Lainnya
1.289.540 1.290.108 1.372.656 1.311.168 1.403.409
e. Perkebunan
Tahunan 121.080 120.832 127.549 132.418 135.994
f. Peternakan 339.199 349.263 350.615 367.946 401.818
g. Jasa Pertanian dan
Perburuan 53.193 57.294 59.762 60.764 64.173
2 Kehutanan dan
Penebangan Kayu 211.261 211.027 218.456 216.228 206.621
3 Perikanan 121.583 119.754 116.697 121.493 117.686
PRODUK DOMESTIK
REGIONAL BRUTO 9.935.905 10.333.757 10.828.169 11.334.080 11.915.999
110
Lampiran 10. Laju Pertumbuhan Sub Sektor Pertanian Tahun 2012-2016
Lapangan Usaha 2013 2014 2015 2016
1 Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian -0.08 3.51 2.95 5.93
a. Tanaman Pangan -1.40 0.13 10.38 3.00
b. Tanaman Hortikultura Semusim -1.27 2.92 8.74 7.60
c. Perkebunan Semusim -1.87 6.76 4.67 -18.05
d. Tanaman Hortikultura Tahunan dan Lainnya 0.04 6.01 -4.69 6.57
e. Perkebunan Tahunan -0.20 5.27 3.68 2.63
f. Peternakan 2.88 0.39 4.71 8.43
g. Jasa Pertanian dan Perburuan 7.16 4.13 1.65 5.31
2 Kehutanan dan Penebangan Kayu -0.11 3.40 -1.03 -4.65
3 Perikanan -1.53 -2.62 3.95 -3.23
111
Lampiran 11. Kontribusi Sub Sektor Pertanian Tahun 2012-2016
Lapangan Usaha 2012 2013 2014 2015 2016
1 Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa Pertanian 30.94 29.72 29.40 28.94 29.26
a. Tanaman Pangan 6.99 6.62 6.33 6.75 6.62
b. Tanaman Hortikultura Semusim 5.69 5.40 5.31 5.56 5.72
c. Perkebunan Semusim 0.11 0.11 0.11 0.11 0.09
d. Tanaman Hortikultura Tahunan dan Lainnya 12.98 12.48 12.68 11.57 11.78
e. Perkebunan Tahunan 1.22 1.17 1.18 1.17 1.14
f. Peternakan 3.41 3.38 3.24 3.25 3.37
g. Jasa Pertanian dan Perburuan 0.54 0.55 0.55 0.54 0.54
2 Kehutanan dan Penebangan Kayu 2.13 2.04 2.02 1.91 1.73
3 Perikanan 1.22 1.16 1.08 1.07 0.99
112
Lampiran 12. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Sektor Pertanian
Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2012-2016
Lapangan Usaha 2012 2013 2014 2015 2016
1
Pertanian, Peternakan,
Perburuan dan Jasa
Pertanian
95.601.895 97.413.890 96.286.410 102.150.558 104.360.312
a. Tanaman Pangan 40.079.216 40.318.221 36.456.570 40.129.076 40.551.015
b. Tanaman Hortikultura
Semusim 8.488.980 8.481.599 8.836.926 9.055.392 9.262.228
c. Perkebunan Semusim 2.129.223 2.243.417 2.387.858 2.515.786 2.492.732
d. Tanaman Hortikultura
Tahunan dan Lainnya 17.682.994 17.690.632 18.441.843 18.918.212 19.144.012
e. Perkebunan Tahunan 7.876.261 8.172.971 8.599.343 8.915.107 9.195.703
f. Peternakan 17.286.985 18.248.180 19.263.474 20.215.645 21.292.538
g. Jasa Pertanian dan
Perburuan 2.058.237 2.258.871 2.300.395 2.401.339 2.422.085
2 Kehutanan dan
Penebangan Kayu 4.083.414 4.093.449 4.073.355 3.997.568 3.823.956
3 Perikanan 6.851.394 7.324.772 7.433.616 7.678.173 8.066.663
PRODUK DOMESTIK
REGIONAL BRUTO 9.935.905 691.343.116 726.655.118 764.959.151 806.775.362
113
Lampiran 13. Hasil Perhitungan dengan Metode LQ di Kabupaten Wonosobo
Kategori Uraian 2012 2013 2014 2015 2016 Rata-rata
LQ Keterangan
1 Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa
Pertanian 2.24 2.22 2.34 2.29 2.38 2.29 Unggulan
a. Tanaman Pangan 1.21 1.19 1.33 1.36 1.39 1.29 Unggulan
b. Tanaman Hortikultura Semusim 4.64 4.63 4.60 4.95 5.25 4.81 Unggulan
c. Perkebunan Semusim 0.37 0.35 0.35 0.35 0.30 0.34 Non Unggulan
d. Tanaman Hortikultura Tahunan dan Lainnya 5.07 5.13 5.26 4.93 5.23 5.12 Unggulan
e. Perkebunan Tahunan 1.07 1.04 1.05 1.06 1.05 1.05 Unggulan
f. Peternakan 1.37 1.35 1.29 1.30 1.35 1.33 Unggulan
g. Jasa Pertanian dan Perburuan 1.80 1.78 1.84 1.80 1.89 1.82 Unggulan
2 Kehutanan dan Penebangan Kayu 3.60 3.63 3.79 3.85 3.85 3.74 Unggulan
3 Perikanan 1.23 1.15 1.11 1.13 1.04 1.13 Unggulan
113
Lampiran 14. Perubahan PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Wonosobo dan
Provinsi Jawa Tengah Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan
Tahun 2012 dan 2016
a. Perubahan Sektor Pertanian Kabupaten Wonosobo
Kategori Uraian 2012 2016 Δ PDRB % Δ PDRB
1 Pertanian, Peternakan,
Perburuan dan Jasa Pertanian 3.073.913 3.486.488 412.575 13.42
a. Tanaman Pangan 694.137 788.441 94.304 13.59
b. Tanaman Hortikultura
Semusim 565.505 682.121 116.617 20.62
c. Perkebunan Semusim 11.258 10.531 -727 -6.46
d. Tanaman Hortikultura
Tahunan dan Lainnya 1.289.540 1.403.409 113.869 8.83
e. Perkebunan Tahunan 121.080 135.994 14.914 12.32
f. Peternakan 339.199 401.818 62.618 18.46
g. Jasa Pertanian dan
Perburuan 53.193 64.173 10.980 20.64
2 Kehutanan dan Penebangan
Kayu 211.261 206.621 -4.641 -2.20
3 Perikanan 121.583 117.686 -3.896 -3.20
PDRB 9.935.905 11.915.999 1.980.094 19.93
b. Perubahan Sektor Pertanian Provinsi Jawa Tengah
Kategori Uraian 2012 2016 Δ PDRB % Δ PDRB
1 Pertanian, Peternakan,
Perburuan dan Jasa
Pertanian
95.601.895 104.360.312 8.758.417 9.16
a. Tanaman Pangan 40.079.216 40.551.015 471.799 1.18
b. Tanaman Hortikultura
Semusim 8.488.980 9.262.228 773.248 9.11
c. Perkebunan Semusim 2.129.223 2.492.732 363.509 17.07
d. Tanaman Hortikultura
Tahunan dan Lainnya 17.682.994 19.144.012 1.461.017 8.26
e. Perkebunan Tahunan 7.876.261 9.195.703 1.319.442 16.75
f. Peternakan 17.286.985 21.292.538 4.005.553 23.17
g. Jasa Pertanian dan
Perburuan 2.058.237 2.422.085 363.848 17.68
2 Kehutanan dan
Penebangan Kayu 4.083.414 3.823.956 -259.457 -6.35
3 Perikanan 6.851.394 8.066.663 1.215.269 17.74
PDRB 9.935.905 691.343.116 849.383.565 158.040.449
114
Lampiran 15. Rasio PDRB Sektor Pertanian Kabupaten Wonosobo dan
Provinsi Jawa Tengah Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2012 dan 2016
Kategori Uraian Ra Ri ri
1 Pertanian, Peternakan,
Perburuan dan Jasa Pertanian 0.23 0.092 0.13
a. Tanaman Pangan 0.23 0.012 0.14
b. Tanaman Hortikultura
Semusim 0.23 0.091 0.21
c. Perkebunan Semusim 0.23 0.171 -0.06
d. Tanaman Hortikultura
Tahunan dan Lainnya 0.23 0.083 0.09
e. Perkebunan Tahunan 0.23 0.168 0.12
f. Peternakan 0.23 0.232 0.18
g. Jasa Pertanian dan
Perburuan 0.23 0.177 0.21
2 Kehutanan dan Penebangan
Kayu 0.23 -0.064 -0.02
3 Perikanan 0.23 0.177 -0.03
115
Lampiran 16. Analisis Shift Share Sub Sektor Pertanian di Kabupaten
Wonosobo Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional, Proporsional,
dan Pangsa Wilayah Tahun 2012-2016
a. Komponen Pertumbuhan Regional Tahun 2012-2016
Kategori Uraian 2012 (Yij) Ra PRij
1 Pertanian, Peternakan, Perburuan dan Jasa
Pertanian 3.073.913 0.23 707.000
a. Tanaman Pangan 694.137 0.23 159.652
b. Tanaman Hortikultura Semusim 565.505 0.23 130.066
c. Perkebunan Semusim 11.258 0.23 2.589
d. Tanaman Hortikultura Tahunan dan Lainnya 1.289.540 0.23 296.594
e. Perkebunan Tahunan 121.080 0.23 27.848
f. Peternakan 339.199 0.23 78.016
g. Jasa Pertanian dan Perburuan 53.193 0.23 12.234
2 Kehutanan dan Penebangan Kayu 211.261 0.23 48.590
3 Perikanan 121.583 0.23 27.964
b. Komponen Pertumbuhan Proporsional Tahun 2012-2016
No Uraian Ri Ra 2012 (Yij) Ppij % Ppij Ket.
1 Pertanian, Peternakan,
Perburuan dan Jasa
Pertanian
0.092 0.23 3.073.913 -424.200 -13.80 Lambat
a. Tanaman Pangan 0.012 0.23 694.137 -151.322 -21.80 Lambat
b. Tanaman Hortikultura
Semusim 0.091 0.23 565.505 -78.605 -13.90 Lambat
c. Perkebunan Semusim 0.171 0.23 11.258 -664 -5.90 Lambat
d. Tanaman Hortikultura
Tahunan dan Lainnya 0.083 0.23 1.289.540 -189.562 -14.70 Lambat
e. Perkebunan Tahunan 0.168 0.23 121.080 -7.507 -6.20 Lambat
f. Peternakan 0.232 0.23 339.199 678 0.20 Standar
g. Jasa Pertanian dan
Perburuan 0.177 0.23 53.193 -2.819 -5.30 Lambat
2 Kehutanan dan
Penebangan Kayu
-
0.064 0.23 211.261 -62.111 -29.40 Lambat
3 Perikanan 0.177 0.23 121.583 -6.444 -5.30 Lambat
116
c. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah Tahun 2012-2016
No Uraian ri Ri 2012 (Yij) PPW % PPW Ket.
1 Pertanian, Peternakan,
Perburuan dan Jasa
Pertanian
0.13 0.09 3.073.913 122.957 4.00 Kompetitif
a. Tanaman Pangan 0.14 0.01 694.137 90.238 13.00 Kompetitif
b. Tanaman
Hortikultura Semusim 0.21 0.09 565.505 67.861 12.00 Kompetitif
c. Perkebunan Semusim -0.06 0.17 11.258 -2.589 -23.00 Tidak
Kompetitif
d. Tanaman
Hortikultura Tahunan
dan Lainnya
0.09 0.08 1.289.540 12.895 1.00 Kompetitif
e. Perkebunan Tahunan 0.12 0.17 121.080 -6.054 -5.00 Tidak
Kompetitif
f. Peternakan 0.18 0.23 339.199 -16.960 -5.00 Tidak
Kompetitif
g. Jasa Pertanian dan
Perburuan 0.21 0.18 53.193 1.596 3.00 Kompetitif
2 Kehutanan dan
Penebangan Kayu -0.02
-
0.06 211.261 8.450 4.00 Kompetitif
3 Perikanan -0.03 0.18 121.583 -25.532 -21.00 Tidak
Kompetitif
117
Lampiran 17. Nilai Pergeseran Bersih (PB), Perbandingan Pergeseran Bersih
dan Daya Saing Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Wonosobo Tahun 2012-
2016
a. Nilai Pergeseran Bersih Sub Sektor Pertanian di Kabupaten Wonosobo
Tahun 2012-2016
No Uraian Ppij PPW Pbij Ket.
1 Pertanian, Peternakan,
Perburuan dan Jasa Pertanian -430.348 122.957 -307.391 Kuadran 4
a. Tanaman Pangan -152.710 90.238 -62.472 Kuadran 4
b. Tanaman Hortikultura
Semusim -79.171 67.861 -11.310 Kuadran 4
c. Perkebunan Semusim -676 -2.589 -3.265 Kuadran 3
d. Tanaman Hortikultura
Tahunan dan Lainnya -193.431 128.955 -64.476 Kuadran 4
e. Perkebunan Tahunan -7.265 -6.054 -13.319 Kuadran 3
f. Peternakan 0 -16.960 -16.960 Kuadran 2
g. Jasa Pertanian dan
Perburuan -2.660 1.596 -1.064 Kuadran 4
2 Kehutanan dan Penebangan
Kayu -61.266 8.450 -52.816 Kuadran 4
3 Perikanan -6.079 -25.532 -31.611 Kuadran 3
b. Perbandingan Pergeseran Bersih dan Daya Saing Sub Sektor Pertanian di
Kabupaten Wonosobo Tahun 2012-2016
No Uraian Peringkat Sektor
Unggulan (LQ)
Daya Saing
(PPW)
Pergeseran
Bersih (Pbij)
1 Pertanian, Peternakan, Perburuan
dan Jasa Pertanian Unggulan 122.957 -307.391
a. Tanaman Pangan Unggulan 90.238 -62.472
b. Tanaman Hortikultura
Semusim Unggulan 67.861 -11.310
c. Perkebunan Semusim Non Unggulan -2.589 -3.265
d. Tanaman Hortikultura Tahunan
dan Lainnya Unggulan 128.955 -64.476
e. Perkebunan Tahunan Unggulan -6.054 -13.319
f. Peternakan Unggulan -16.960 -16.960
g. Jasa Pertanian dan Perburuan Unggulan 1.596 -1.064
2 Kehutanan dan Penebangan Kayu Unggulan 8.450 -52.816
3 Perikanan Unggulan -25.532 -31.611