pendidikan agama islam multikultural di daerah …
TRANSCRIPT
ii
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MULTIKULTURAL
DI DAERAH PASCA KONFLIK (Studi Multisitus Integrasi Nilai Multikultural dalam Pembelajaran PAI
di SMKN 1 dan SMAN 3 Poso Sulawesi Tengah)
DISERTASI
OLEH:
SAEPUDIN MASHURI
NPM. 21603011015
PROGRAM DOKTOR PRODI PAI MULTIKULTURAL
PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2020
ii
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM MULTIKULTURAL
DI DAERAH PASCA KONFLIK (Studi Multisitus Integrasi Nilai Multikultural dalam Pembelajaran PAI
di SMKN 1 dan SMAN 3 Poso Sulawesi Tengah)
DISERTASI
OLEH:
SAEPUDIN MASHURI
NPM. 21603011015
PROGRAM DOKTOR PRODI PAI MULTIKULTURAL
PASCASARJANA UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2020
i
Abstrak
Mashuri, Saepudin. Pendidikan Agama Islam Multikultural di Daerah Pasca
Konflik (Studi Multisitus Integrasi Nilai Multikultural dalam
Pembelajaran PAI di SMKN 1 dan SMAN 3 Poso Sulawesi Tengah).
Disertasi. Program Studi PAI Multikultural, Program Pascasarjana
Univesitas Islam Malang, 2020. Promotor: Prof. Dr. H.M. Djunaidi
Ghony, MA dan Co-Promotor: Dr. H. Hasan Busri, M.Pd
Kata Kunci: Integrasi, Nilai Multikultural, Pembelajaran PAI, Perdamaian
Umat Beragama, Sekolah Pasca Konflik
Integrasi nilai multikultural dalam pembelajaran PAI di SMKN 1 dan
SMAN 3 Poso berlangsung pada setting sosial warga sekolah dan masyarakat
pasca konflik yang sedang membangun perdamaian umat beragama. Penelitian ini
bertujuan untuk mengungkapkan proses integrasi nilai multikultural dalam
pembelajaran PAI dan kontribusinya membangun perdamaian umat beragama di
sekolah dan daerah Poso.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif jenis multisitus dengan
pendekatan studi kasus di dua sekolah yang memiliki karakteristik umum yang
sama. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi partisipan, wawancara
mendalam dan dokumentasi. Analisis data dilakukan dengan the intractive
analysis pada analisis situs tunggal dan the comparative constant analysis untuk
temuan lintas situs.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai multikultural yang
diintegrasikan dalam pembelajaran PAI di kedua sekolah adalah kontekstual
dengan realitas keragaman peserta didik, masyarakat dan upaya membangun
perdamaian umat beragama di daerah Poso pasca konflik. Nilai multikultural yang
diintegrasikan bersifat universal, meliputi: saling memaafkan, kasih sayang, saling
menghormati, kepedulian, toleransi, kebersamaan dan perdamaian.
Proses integrasi nilai multikultural dalam pembelajaran PAI dilakukan
melalui empat pendekatan, yaitu: formal-tekstual, sosial-kontekstual, kontributif-
kultural dan aditif-tematik. Sedangkan bentuk integrasinya terdiri dari: normatif,
interpersonal, sosial dan budaya lokal.
Pada pembelajaran, guru melaksanakan tiga tahap kegiatan, yaitu: desain,
pelaksanaan dan penilaian hasil belajar. Guru mendesain pembelajaran berbasis
realitas keragaman peserta didik, memetakan materi dan merencanakan komponen
dalam perspektif multikultural. Guru melaksanakan pembelajaran sesuai setting
sosial sekolah, mengorientasikan tujuan untuk membangun perdamaian,
menyajikan materi dengan pendekatan, metode, media dan sumber belajar
bercorak multikultural. Guru menilai pemahaman dan sikap beragama peserta
didik dalam kehidupan sosial lintas agama di sekolah.
Pembelajaran PAI perspektif multikultural di kedua sekolah pasca konflik berkontribusi pada tiga dimensi kehidupan, yaitu: menangkal paham radikalisme,
perdamaian peserta didik dan umat beragama. Membangun perdamaian di sekolah
dan daerah Poso pasca konflik merupakan upaya strategis menjaga keutuhan
bangsa Indonesia dari disintegrasi karena faktor perbedaan agama.
ii
Abstract
Mashuri, Saepudin. Multicultural Islamic Education in Post-Conflict Areas
(Multi-Sites Study of Multicultural Values Integration in Islamic Education
Learning at SMKN 1 and SMAN 3 Poso, Central Sulawesi). Dissertation.
Multicultural Islamic Education Study Program, Islamic University of
Malang. Postgraduate Program, 2020. Promotor: Prof. Dr. H.M. Djunaidi
Ghony, MA and Co-Promotor: Dr. H. Hasan Busri, M.Pd
Keywords: Integration, Multicultural Values, Islamic Education Learning,
Religious Peace, Post-Conflict Schools
The integration of multicultural values in Islamic Education learning at
SMKN 1 and SMAN 3 Poso takes place in the social settings of school members
and post-conflict communities that are constructing religious peace. This study
aims to reveal the process of integrating multicultural values in Islamic Education
learning and its contribution to religious peace construction especially at those
schools and generally in Poso.
This study employed qualitative method, multisite study with a case study
approach in two schools sharing common characteristics. Data collection
techniques, namely participatory observation, in-depth interviews and
documentation. Data analysis was performed using the interactive analysis on a
single site and the comparative constant analysis for cross-site findings.
The results of this study indicate that the multicultural values integrated into
Islamic education learning in both schools are contextual with the reality of the
diversity of students, society and efforts to build religious peace in Poso.
Multicultural values that are integrated are universal, i.e. mutual forgiveness,
compassion, mutual respect, care, tolerance, togetherness and peace.
The process of integrating multicultural values in Islamic Education
learning is carried out through four approaches, namely: formal-textual, social-
contextual, cultural-contributive and additive-thematic. In addition, the form of
integration consists of normative, interpersonal, social and local culture.
In instructional process, the teacher carries out three stages of activity,
namely: design, implementation and assessment of learning outcomes. The
teacher designs learning based on the reality of the diversity of students, maps
material and plans components in a multicultural perspective. The teacher carries
out learning according to the school's social setting, orientates goals to build
peace, presents material with multicultural approaches, methods, media and
learning resources. Eventually, the teacher assesses the understanding and
religious attitudes of students in interfaith social life at school.
Learning Islamic education from a multicultural perspective in the two post-
conflict schools contributes to three dimensions of life, namely radicalism
prevention, the peace of students and religious communities. Building peace in the post-conflict Poso area is a strategic effort to protect Indonesia from disintegration
due to religious differences.
1
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini, peneliti menguraikan setting sosial yang menggambarkan
latar pemikiran dan orientasi penelitian ini sehingga penting dilaksanakan di
daerah pasca konflik Poso Sulawesi Tengah. Secara sistematis, pembahasan bab
ini menguraikan unsur-unsur mendasar dalam sebuah penelitian ilmiah, meliputi:
konteks penelitian, fokus penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
orisinalitas penelitian dan penegasan istilah judul penelitian.
A. Konteks Penelitian
Pluralitas kehidupan masyarakat Poso secara sosiologis telah terbangun
sejak era sebelum konflik. Walaupun masyarakat Poso berbeda daerah, etnis,
agama, budaya, kondisi ekonomi dan afiliasi politik, tetapi mereka mampu
hidup berdampingan secara damai dalam rentang waktu yang sangat lama.
Dalam satu rumpun keluarga sering terjadi anggotanya menganut
agama yang berbeda, yaitu Islam dan Kristen. Mereka hidup rukun dengan
memegang teguh falsafah kearifan lokal Poso, yaitu „sintuwo maroso‟1 yang
mengajarkan hidup bersama dalam perbedaan.
Namun, harmoni kehidupan antarumat Islam dan Kristen yang telah
terbangun dalam waktu yang lama tersebut mengalami disharmoni akibat
persaingan kehidupan sosial yang semakin tajam. Persaingan dalam bidang
ekonomi dan politik antara komunitas pendatang yang mayoritas beragama
1 Sintuwo Maroso berasal dari dua suku kata dalam bahasa suku Bare`e, yaitu suku asli
penduduk Poso. Sintuwo Maroso berarti bahagia bersama kita kuat. W1/S1/Kepsek/PO/28-3-19.
2
Islam dan umat Kristen sebagai penduduk asli menimbulkan dampak yang
kurang menguntungkan pada kehidupan sosial masyarakat Poso sebelum
terjadinya konflik.
Dari penjelasan informan, peneliti dapat mengungkapkan bahwa
dominasi sektor ekonomi seperti: perkebunan, perdagangan dan pertokoan
menimbulkan ketimpangan yang menjolok antara komunitas pendatang (Islam)
dan pribumi (Kristen). Terlebih, pada era orde baru, banyak posisi strategis di
birokrasi pemerintahan dikuasai oleh umat Islam dalam durasi waktu yang
cukup lama. Kondisi ini berdampak pada kehidupan kedua umat beragama
semakin tidak harmonis dalam persaingan politik, khususnya perebutan
jabatan-jabatan strategis yang menjadi akar penyebab pecahnya konflik
antarumat Islam dan Kristen.2
Persaingan dan perebutan jabatan politik yang semakin „tidak sehat‟
menjadikan para tokoh politik menggunakan isu agama sehingga memantik
konflik horizontal antarumat Islam dan Kristen semakin membara. Sikap
intoleransi antara kedua umat beragama, tidak hanya pada kekerasan fisik
bersenjata, tetapi juga pada aksi saling membakar simbol keagamaan seperti
kitab suci dan rumah ibadah yang sangat dihormati oleh setiap umat beragama.
Konflik kemanusiaan berlatar politik yang disulut oleh isu agama,
kemudian diikuti dengan aksi pembunuhan yang keji telah menghancurkan
nilai kamanusiaan dan harta benda yang masih dirasakan dampaknya sampai
2 Ibrahim Ismail, W25/S7.1/TAM/PO/15-12-18.
3
saat ini.3 Pada saat di lokasi, peneliti dengan mudah menemukan sisa-sisa
peningggalan konflik, seperti: rumah, masjid dan gereja di sekitar daerah Poso
yang pernah dibakar dan belum direnovasi sampai sekarang.4
Konflik kemanusiaan antarumat Islam dan Kristen menjadi pengalaman
buruk bagi masyarakat Poso dalam merawat perdamaian umat beragama sesuai
kearifan lokal „sintuwo maroso‟ dan falsafah kebhinekaan yang menjunjung
tinggi perbedaan agama dan budaya seluruh warga Negara Indonesia.
Dalam konteks lembaga pendidikan, pada era sebelum konflik, warga
SMKN 1 dan SMAN 3 Poso berada di tengah umat Islam dan Kristen yang
sama-sama tinggal dan menjalani kehidupan sosial secara damai. Bahkan,
sebelum konflik, umat Islam di SMKN 1 Poso menjadi kelompok mayoritas
dengan berbagai kegiatan keagamaan yang mewarnai kultur sekolah.5
Umat Islam di SMKN 1 Poso mampu membangun masjid yang
digunakan sebagai tempat pelaksanaan sholat lima waktu dan sholat Jum‟at
bersama masyarakat di sekitar sekolah. Mereka dominan sebagai pendatang
transmigrasi dari etnis Jawa dan Lombok yang berwirausaha di Kota Poso. Di
wilayah sekitar sekolah ini, dulunya terdapat 4 buah masjid. Namun, semua
masjid dan rumah umat Islam turut dibakar pada saat terjadinya konflik.
Demikian pula masyarakat Islam dan Kristen yang mengitari SMAN 3
Poso mampu hidup bersama secara damai. Kondisi tersebut berdampak pada
meningkatnya jumlah guru, staf dan peserta didik yang beragama Kristen di
sekolah ini. Tahun 1998 menjelang pecahnya konflik Poso, kepala sekolah
3 Lukito, W26/S7.2/TAM/PO/13-12-18.
4 O19/Sosial/SMA/8-1-19.
5 Abdul Kadir, W4/S4/GPAI.1/SMK/20-2-19.
4
SMAN 3 Poso berasal dari umat Kristen, yaitu bapak Yohanes Sampetana.6
Namun, harmoni kehidupan antarumat Islam dan Kristen pada segala lini
kehidupan yang dibangun dalam waktu yang sangat lama hancur akibat konflik
bernuansa agama.
Pada pelaksanaan pembelajaran PAI di SMKN 1 dan SMAN 3 Poso, di
era sebelum konflik lebih bersifat normatif daripada aktualisasinya dalam
konteks membangun kehidupan lintas agama yang toleran, peduli dan damai.
Integrasi nilai multikultural lebih banyak berlangsung dalam pembelajaran
formal-tekstual di kelas sehingga nilai-nilai ajaran Islam rahmatul lil ‘alamin
kurang membumi untuk merawat perbedaan umat beragama.
Guru kurang memfungsikan informal-kontekstual di luar kelas seperti:
ekstra kurikuler, keagamaan, kerja sosial dan kemanusiaan antarumat beragama
dalam kehidupan nyata. Realitas ini dijelaskan informan berikut: “saya jujur
saja, dulu tujuan PAI dominan pada peningkatan keimanan dan ketakwaan
siswa. Pembelajaran lebih fokus pada penyajian materi di kelas dan ibadah.”7
Di samping itu, guru-guru PAI sebelum konflik tidak pernah mengikuti
kegiatan workshop interfidei yang terkait dengan membangun perdamaian
antarumat beragama. Kondisi tersebut diungkapkan informan berikut: “dulu
kami aman pak, maka tidak ada LSM yang melaksanakan kegiatan interfidei.
Sehingga kami tidak punya wawasan tentang pembelajaran PAI berwawasan
multikultural.”8 Kondisi ini menjadikan fungsi Islam sebagai ajaran moral
6 Suhariono, W13/S1/Kepsek/PO/10-4-19.
7 Abdul Kadir, W4/S4/GPAI.1/PO/15-2-19.
8 Suardi, W16/S4/GPAI.1/PO/20-2-19.
5
untuk membangun perdamaian antarumat beragama kurang mendapat porsi
secara fungsional pada era sebelum konflik.
Pasca konflik, guru di SMKN 1 dan SMAN 3 Poso mengintegrasikan
nilai multikultural dalam pembelajaran PAI yang kontekstual dengan upaya
membangun perdamaian antarumat beragama. Misalnya: nilai toleransi, saling
menghormati, saling menyayangi, peduli, moderat dan damai pada umat agama
lain agar tidak mudah terjadi konflik bernuansa agama seperti di masa lalu.
Melalui tema-tema persaudaraan non muslim, dialog umat beragama,
nasionalisme, deradikalisme dan bahaya terorisme, guru menyemaikan nilai
perdamaian kepada peserta didik, baik dalam pembelajaran di kelas maupun
kegiatan keagamaan di sekolah.
Melalui kegiatan ekstra kurikuler, keagamaan, kerja sosial dan amal
kemanusiaan, guru mengintegrasikan nilai multikultural yang berkaitan dengan
sikap saling menghormati segala perbedaan, tema-tema perdamaian, paham
nasionalisme dan kearifan lokal masyarakat Poso, yaitu „sintuwo maroso‟ yang
mengajarkan hidup bersama secara damai dalam perbedaan. Kearifan lokal ini
sejalan dengan normativitas Islam, falsafah Pancasila dan upaya membangun
perdamaian umat beragama di Poso pasca konflik.
Dari hasil wawancara dengan informan, peneliti dapat menjelaskan
bahwa saat ini pembelajaran PAI multikultural di SMKN 1 dan SMAN 3 Poso
memberikan dampak signifikan dalam membangun perdamaian umat Islam dan
Kristen pasca konflik. Kontribusi tersebut tergambar pada pemahaman dan
sikap beragama peserta didik yang moderat, kesetaraan dalam beribadah,
6
kebersamaan dalam ekstra kurikuler, kerja sosial dan kemanusiaan di sekolah
dan masyarakat.9
Kebersamaan peserta didik Islam dan Kristen di sekolah berlangsung
secara damai. Melalui unit OSIS, PMR, rohis, kegiatan kemping lintas agama,
porseni dan paskibraka, mereka saling berintegrasi membangun kebersamaan
dan melaksanakan berbagai kegiatan ilmiah, aksi sosial dan amal kemanusiaan,
baik bagi warga sekolah ataupun masyarakat.10
Dalam kehidupan sosial, peneliti menyaksikan peserta didik Kristen dan
Islam saling membaur, saling bergandeng tangan dan makan bersama di
warung sekolah tanpa melihat perbedaan agama di antara mereka.11
Peserta
didik Islam dan Kristen saling berinteraksi dalam nuansa penuh keakraban.
Mereka berkumpul dan bekerjasama pada kegiatan akademik, ekstra kurikuler,
kerja sosial dan kemanusiaan dalam membangun perdamaian di sekolah.
Peserta didik Islam atau Kristen minoritas dapat berintegrasi dengan kultur
umat baeragama mayoritas di sekolah.12
Pada kegiatan kemanusiaan, peneliti mengamati peserta didik Islam dan
Kristen bersama mengumpulkan dan mendistribusikan sembako ke panti
asuhan. Mereka menggalang dana kemanusiaan secara bersama-sama ketika
ada warga sekolah yang sakit, kedukaan dan terjadi bencana alam.13
Peserta
didik Islam dan Kristen melaksanakan kerja bakti di masjid dan gereja secara
bergantian dan membagikan daging hewan kurban ke masyarakat di sekitar
9 Azhar Rody, W5/S4/GPAI.2/PO/ 30-3-19. 10
O17/Ekstrakur/SMA/4-1-19. 11
O7/Ekstrakur/SMK/4-1-19. 12
O19/Sosial/SMA/8-1-19. 13
O20/Amal/SMA/12-1-19.
7
sekolah setiap tahun. Guru dan peserta didik muslim pergi melayat ke rumah
warga sekolah yang beragama Islam atau Kristen minoritas.14
Gambaran harmoni kehidupan antarumat Islam dan Kristen pasca
konflik diungkapkan informan berikut:
Kedamaian siswa dari berbagai agama dapat dilihat pada Sabtu religi.
Masing-masing umat beragama beribadah di sekolah ini secara damai
tanpa diskriminasi. Pada perayaan Natal, maka yang membantu adalah
siswa muslim atau sebaliknya PHBI siswa Kristen membantu.
Pendidikan agama dan seluruh kegiatan keagamaan di sekolah ini
berjalan dengan baik berdasarkan prinsip toleransi. Dalam kegiatan
keagamaan, siswa SMK berkolaborasi seperti mengikuti pawai idul
fitri dan pada kegiatan sosial, mereka kerja bakti membersihkan
masjid atau gereja yang ada di masyarakat. Jika ada kedukaan saling
peduli dan hadir bersama di rumah duka. Di program pemerintah,
warga sekolah ini dari berbagai agama ikut kegiatan keagamaan,
porseni dan kebudayaan yang diselenggarakan Pemeritahan Poso
dapat mendukung perdamaian umat beragama di Poso.15
Sebagai setting sosial yang membingkai penelitian ini, peneliti penting
mengungkapkan latar belakang konflik Poso dan dampaknya yang masih
dirasakan umat Islam dan Kristen saat ini. Secara historis, konflik Poso yang
melingkupi latar sosial penelitian ini terjadi pada era reformasi, tidak lama
setelah beberapa bulan lengsernya pemerintah orde baru tahun 1998. Konflik
Poso menjadi konflik kemanusiaan terpanjang yang pernah terjadi di Indonesia,
yaitu sekitar 10 tahun sejak 1998 sampai 2007.
Konflik Poso berawal dari perebutan jabatan politik pemilihan bupati
antara sekwilda, Yahya Patiro (Kristen) dan Damsyik Ladjalani (Islam). Yahya
didukung oleh PDI-P dan umat Kristen, sementara Damsyik didukung oleh
14
O10/Amal/SMK/12-1-19. 15
W1/S1/Kepsek/PO/28-3-19.
8
PPP dan umat Islam. Tahun 1999, DPRD Kabupaten Poso gagal menetapkan
keduanya menjadi bupati.
Kondisi kehidupan umat Islam dan Kristen kembali memanas ketika
penunjukan sekwilda, sebab seorang politikus dari PPP mengancam akan
membuat kerusuhan jika Damsyik tidak dipilih sebagai sekwilda. Sebaliknya,
tokoh-tokoh Kristen menuntut jabatan sekwilda harus dari kalangan mereka
sebagai bentuk pembagian kekuasaan di pemerintahan ketika itu.16
Secara garis besar, konflik Poso berlangsung dalam tiga fase, yaitu:
konflik jilid I, II dan III. Konflik jilid I terjadi tanggal 25 Desember 1998 lebih
bernuansa politis yang bertepatan dengan berakhirnya masa jabatan bupati
Poso saat itu, yakni Arief Patanga. Nuansa politis pada konflik jilid I semakin
menghilang setelah dipicu oleh isu agama antarumat Islam dan Kristen.
Pasca konflik jilid I terjadi pembacokan seorang pemuda muslim oleh
pemuda Kristen di masjid Darussalam Kelurahan Sayo dalam suasana ibadah
puasa Ramadhan yang bertepatan dengan suasana menyambut perayaan Natal.
Sebagai aksi balasan, beberapa umat Islam menyerang dan merusak sejumlah
rumah umat Kristen sebelum subuh ketika sedang persiapan hari raya Natal.
Pembacokan di masjid Darussalam tersebut menjadi penyebab awal konflik
Poso dengan membawa isu dan sentimen agama semakin membara.17
Akibat peristiwa tersebut, umat Islam dan Kristen selama tahun 1999
berada dalam nuansa kehidupan sosial yang saling mencurigai dengan penuh
rasa dendam yang tidak terbendung lagi. Pada tanggal 16 sampai 22 April 2000
16
Ibrahim Ismail, W25/S7.1/TAM/PO/15-12-18. 17
Lukito, W26/S7.2/TAM/PO/13-12-18.
9
pecah konflik jilid II dengan benterok massa yang semakin meluas setelah
menyebarnya isu perang suci di bawah „jubah agama‟ yang berujung pada
pembakaran dan pembunuhan dengan intensitas yang lebih besar.
Pada konflik fase II ini, masyarakat secara terbuka, bebas membawa
berbagai senjata tajam dan rakitan di jalan-jalan umum sehingga kerusuhan
massa antarumat Islam dan Kristen tidak dapat diatasi oleh aparat keamanan.
Terlebih setelah kelompok jihad umat Islam dari berbagai wilayah di Indonesia
secara bergelombang mulai memasuki wilayah Poso.
Demikian pula dengan milisi Kristen, yakni pasukan merah dan
pasukan kelelawar hitam yang dipimpin Fabianus Tibo dkk mulai memasuki
Poso Kota yang menjadi tempat bertahannya umat Islam. Kehadiran milisi dari
kedua umat beragama menjadikan konflik semakin membara dengan intensitas
pembunuhan secara sadis yang terus meningkat di daerah-daerah yang menjadi
basis umat Islam dan Kristen.18
Di saat eskalasi kerusuhan sedang memuncak akibat konflik jilid II,
terjadi lagi peristiwa pembunuhan seorang muslim oleh umat Kristen di Desa
Taripa pada tanggal 6 Mei 2000 sehingga memantik pecahnya konflik jilid III
yang lebih dahsyat dan brutal. Konflik jilid III menjadi fase pembalasan
pasukan Kristen terhadap umat Islam yang lebih terorganisir daripada konflik
jilid I dan II dengan aksi pembunuhan yang sangat biadab.19
Para milisi Kristen dengan kekuatan massa dari berbagai organisasi dan
komunitas umat Kristen di Poso melakukan pembunuhan keji di beberapa
18
Lukito, W26/S7.2/TAM/PO/13-12-18. 19
Ibrahim Ismail, W25/S7.1/TAM/PO/15-12-18.
10
daerah yang menjadi basis umat Islam. Salah satunya adalah pembantaian
massal terhadap 200 orang warga Pondok Pesantren Wali Songo di Desa
Tagolu Kecamatan Lage pada tanggal 28 Mei 2000, dimana banyak mayat
dikubur massal dan dibuang ke sungai.20
Konflik fase ke III ini menjadi kerusuhan terparah dengan gelombang
penyisiran, penyerangan, pembakaran dan pembunuhan yang sangat biadab
antarumat Islam dan Kristen. Konflik terus meluas ke berbagai pelosok desa di
wilayah Kabupaten Poso yang menjadi basis kedua umat beragama sehingga
bertambah banyak korban jiwa, kehilangan harta benda dan sumber kehidupan
di kedua umat beragama yang berkonflik.
Pasca pembantaian tersebut, umat Islam memobilisasi massa secara
intensif, baik dari dalam maupun luar wilayah Poso sehingga tidak terbendung
oleh kekuatan aparat kepolisian. Kelompok jihadis dari berbagai jaringan yang
ada di Indonesia berdatangan ke daerah Poso untuk berjihad atas nama agama.
Milisi umat Islam (pasukan putih) tersentral di daerah Poso dalam posisi a face
to face dengan pasukan milisi Kristen (pasukan merah).
Setelah konflik fase ke III, pemerintah menginisiasi rekonsiliasi damai
dengan mempertemukan tokoh-tokoh agama Islam dan Kristen melalui
“Deklarasi Malino untuk Poso” tanggal 26 Desember 2001. Meskipun
kesepakatan damai telah ditandatagani perwakilan kedua umat beragama, tetapi
realitas di lapangan terus bergejolak sampai tahun 2007 sebagai batas waktu
berakhirnya konflik Poso yang ditetapkan Pemerintah Indonesia.
20
Ibrahim Ismail, W25/S7.1/TAM/PO/15-12-18.
11
Sejak rekonsiliasi damai sampai 2007, berbagai rentetan kekerasan
terus terjadi di daerah Poso seperti: pengeboman, penculikan dan pembunuhan
misterus. Pada tahun 2004, seorang kepala desa dipenggal dan enam siswa
dibom dalam mobil angkutan umum. Pada 2005, tiga orang siswi Kristen
dipenggal dalam perjalanan menuju sekolah. Pada tanggal 28 Mei 2005, terjadi
dua kali pengeboman di pasar Kota Tentena, daerah yang menjadi basis umat
Kristen yang menewaskan 20 orang dan kerusakan fasilitas umum.21
Meskipun konflik horizontal Poso telah berakhir tahun 2007, tetapi
umat Islam dan Kristen sampai saat ini masih merasakan dampak konflik pada
aspek kehidupan sosial, keagamaan, ekonomi dan keamanan. Peneliti
menemukan beberapa data terkait dampak konflik pada kehidupan sosial
masyarakat Poso, yaitu:
Pertama, pada awal 2007, tidak lama setelah pemerintah menetapkan
bahwa konflik horizontal Poso telah berakhir, pecah kerusuhan massa antara
umat Islam dan aparat kepolisian di Kelurahan Gebangrejo Poso Kota yang
menewaskan 14 warga civil dan 2 anggota polisi.22
Kerusuhan ini dipicu oleh
kekecewaan umat Islam atas sikap aparat kepolisian yang tidak adil dalam
menangani dampak konflik Poso. Fakta ini diungkapkan informan berikut ini:
Umat Islam merasa sangat kecewa dengan sikap aparat kepolisian
yang lebih represif dan sering melakukan penangkapan secara tiba-
tiba terhadap eks konflik dari umat Islam dibandingkan umat
Kristen. Polisi menyita senjata rakitan umat Islam sementara umat
21
Liputan 6 SCTV menurunkan berita bertajuk: “28 Mei 2005: Ledakan 2 Bom di Pasar
Tentena Tewaskan Puluhan Orang”, dalam: http://m.liputan6.com. Diakses, tanggal 7 Desember
2018. 22
Lukito, W26/S7.2/TAM/PO/13-12-18.
12
Kristen dibiarkan saja. Hal ini menjadi pemicu keributan antara
umat Islam dengan aparat di Gebangrejo pada tahun 2007.23
Kedua, konflik Poso telah bersimbiosis menjadi gerakan terorisme yang
masih eksis sampai sekarang. Pola konflik horizontal antarumat Islam dan
Kristen berubah menjadi konflik vertikal antara kelompok terorisme melawan
aparat kepolisian. Sebenarnya, kelompok terorisme telah memulai gerakannya
sejak 2004 dengan aksi pengeboman beberapa pos polisi di Kabupaten Poso.
Pada awalnya, gerakan terorisme di Poso dipimpin adalah Daeng Koro
dan Santoso (Abu Wardah). Setelah Daeng Koro berhasil ditembak mati oleh
aparat kepolisian, Santoso tampil menjadi tokoh sentral yang mengendalikan
gerakan terorisme di daerah Poso. Ia berhasil membangun jaringan, perekrutan
dan pelatihan di hutan-hutan terjauh yang ada di wilayah Poso Pesisir Utara.
Santoso dengan berani memproklamirkan perlawanan secara terbuka kepada
aparat, khususnya kepada Densus 88 melalui tayangan rekaman video.
Dari berbagai sumber yang terkait dengan gerakan terorisme, peneliti
dapat menggambarkan bahwa kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) di
bawah komando Santoso dimulai sejak 2009, ketika ia pertama kali diangkat
menjadi ketua militer sayap Jama‟ah Asharut Tauhid (JAT) cabang Poso yang
saat itu dipimpin oleh Abu Bakar Ba‟asyir. MIT Poso pada awalnya merupakan
sel gerakan dari kelompok Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) dan Jama‟ah
Islamiyah (JI) sebagai jaringan terorisme terbesar di Asia Tenggara.
Pada tahun 2010, Santoso dan pengikutnya sebanyak 28 orang berhasil
mengumpulkan senjata dan melaksanakan pelatihan militer di Gunung Biru
23
Lukito, W26/S7.2/TAM/PO/13-12-18.
13
Poso Pesisir Utara sampai ia resmi diangkat menjadi pimpinan MIT tahun
2012. Santoso terus membangun jaringan dengan berbagai kelompok terorisme
yang ada di Indonesia dan luar negeri. Pada masanya, anak buah Santoso
bertambah hingga mencapai 45 orang, bahkan ada yang berasal dari luar
negeri, yaitu Uighur (Cina).
Pada perkembangan selanjutnya, MIT di bawah komando Santoso telah
menjelma menjadi sentral gerakan terorisme di Indonesia Timur, bahkan di
Indonesia, sebab hampir semua gerakan terorisme di Indonesia menjadi
pendukung MIT. Pada tahun 2014, Santoso dan pengikutnya melakukan bia‟at
setia kepada Negara Islam, ISIS. Tanggal 29 September 2015, Dewan
Keamanan PBB telah menetapkan MIT sebagai organisasi terorisme di dunia.
Meskipun Santoso berhasil ditembak mati oleh Densus 88 tanggal 18
Juli 2016 dalam Operasi Tinombala, tetapi jaringan selanjutnya, yaitu Ali
Kalora (Ali Ahmad) tetap eksis sampai sekarang memberikan perlawanan
kepada pasukan pengamanan TNI-Polri. Kelompok Ali Kalora merupakan
pecahan dari gerakan terorisme MIT pimpinan Santoso yang memiliki ideologi
dan misi yang sama.
Pada awalnya, kelompok ini Ali Kalora memiliki anggota sebanyak 16
orang yang sebagian besar berasal dari anak buah Santoso. Kelompok Ali
Kalora memiliki jaringan dengan kelompok terorisme di Mindanau dan Bima
dengan berafiliasi kepada kelompok Negara Islam, ISIS.
Menurut data Kepolisian RI, anggota terorisme pimpinan Ali Kalora
semakin berkurang berkat Operasi Tinombala, TNI/Polri. Saat ini, anggotanya
14
tersisa sekitar 10 sampai 11 orang, menjadi DPO yang masih berada di wilayah
Pengunungan Biru daerah Poso Pesisir Utara.24
Ketiga, kontak senjata antara kelompok terorisme dan pasukan
pengamanan TNI-Polri menimbulkan dampak psikologis dan sosiologis yang
tidak aman pada masyarakat Poso dalam menjalankan rutinitas kehidupan
sosial dan aktivitas perekonomian. Kelompok terorisme Ali Kalora tidak hanya
memberikan perlawanan kepada aparat TNI-Polri, tetapi juga membunuh
siapasaja dari umat Islam, Kristen dan Hindu yang menginformasikan
keberadaan mereka ke aparat kepolisian.25
Di saat penelitian ini berlangsung, kondisi keamamanan di Poso sedang
memanas. Pada bulan Desember 2018 ketika peneliti akan memulai penelitian,
terjadi kontak senjata antara kelompok terorisme Ali Kalora dengan pasukan
pengamanan TNI-Polri. Kontak senjata ini berawal dari pembunuhan seorang
masyarakat sipil secara mutilasi oleh kelompok terorisme. Selanjutnya, pada
bulan Maret 2019 saat penelitian ini sedang berlangsung, terjadi dua kali
kontak senjata, yaitu tanggal 3 dan 21 Maret 2019.
Di samping itu, kelompok terorisme Ali Kalora sering memasuki desa-
desa yang berdekatan dengan wilayah Poso Kota untuk menemui jaringan
mereka dan mencari berbagai kebutuhan hidup. Informan menuturkan bahwa:
“Kelompok terorisme juga punya jaringan di desa-desa di sekitar Poso. Mereka
24
Mujahidin Indonesia Timur (MIT) terkini: https://www.beritasatu.com/nasional/ 594127-
kelompok-teroris-ali-kalora-di-poso-tersisa-10-orang. Diakses, 10 April 2020. 25
Rubi, W25/S7.1/TM/PO/15-12-18.
15
tidak di gunung saja. Mereka kadang turun ke desa-desa cari kebutuhan dengan
pakai cadar untuk mengelabui masyarakat.”26
Kondisi tersebut menjadikan masyarakat Poso berada pada nuansa
kehidupan sosial yang tidak aman. Realitas ini diungkapkan informan berikut:
”Kami merasa tidak aman, masyarakat yang ada kebun di atas gunung tidak
bisa berkebun dengan tenang karena sering terjadi pembunuhan. Kami merasa
khawatir dan banyak diam tentang keberadaan terorisme itu.”27
Keempat, konflik Poso berdampak pada polarisasi wilayah tempat
tinggal masyarakat berdasarkan agama yang dianut sehingga membentuk
kelompok mayoritas dan minoritas. Informan menjelaskan: “Mayoritas umat
Islam menempati wilayah Poso Kota dan umat Kristen di wilayah Poso Kota
Selatan sampai ke Tentena. Polarisasi ini terjadi secara alamiah melalui tukar
guling atau jual beli tanah dan bangunan antarumat Islam dan Kristen, bukan
direlokasi pemerintah Poso”28
Pasca konflik, masyarakat Poso berkeinginan kuat mengembalikan
kondisi kehidupan sosial ke era sebelum konflik dengan menjaga hasil
rekonsiliasi damai Malino I dan II tahun 2001 yang telah disepakati bersama.
Informan berikut menjelaskan:
Gerakan terorisme yang masih ada ini sangat mengganggu
perdamaian yang kami perjuangkan. Masyarakat Poso sudah jenuh
dengan konflik yang berkepanjangan, merugikan semua umat
beragama yang ada di Poso. Kami tidak setuju dengan gerakan
terorisme yang membunuh masyarakat biasa dengan keji. Konflik
membawa sentimen agama sudah selesai di Poso. Umat Islam dan
26
Rubi, W25/S7.1/TM/PO/15-12-18. 27
Rubi, W25/S7.1/TAM/PO/15-12-18. 28
Jabar A. Salam, W28/S7.4/TAM/PO/14-12-18.
16
Kristen sudah damai, kami tidak setuju dengan gerakan radikal yang
membunuh orang tidak berdosa karena berbeda agama.29
Berangkat dari konsesus bersama membangun kembali daerah Poso
yang damai, umat Islam dan Kristen saling memaafkan dan melupakan
peristiwa konflik masa lalu sebagai „luka sejarah‟ di antara mereka. Kedua
umat beragama saling menutup narasi kebencian melalui berbagai dialog
kehidupan sosial dan kemanusiaan yang dapat menguatkan kembali persatuan
mereka dalam membangun perdamaian di daerah Poso.
Eksisnya kelompok terorisme di daerah Poso tidak menghalangi umat
Islam dan Kristen dalam membangun perdamaian melalui kegiatan sosial,
budaya dan kemanusiaan. Fakta tersebut diungkapkan informan berikut:
Seluruh komponen masyarakat Poso mengusung misi perdamaian
melalui berbagai kegiatan, seperti: pertemuan rutin lintas agama
melalui FKUB, sosialisasi budaya hidup damai, ceramah tentang
kerukunan umat beragama, bakti sosial di rumah ibadah agama
lain, saling berkunjung ketika hari raya, menghadiri pesta atau
kedukaan umat agama lain, perayaan hari besar nasional bersama
dan festival budaya yang diikuti semua masyarakat Poso.30
Masyarakat Poso memperjuangkan rekonsiliasi damai dengan kembali
menguatkan nilai falsafah Pancasila sebagai komitmen kebangsaan seluruh
rakyat Indonesia. Selain itu, mereka berupaya meneguhkan aktualisasi nilai
kearifan lokal masyarakat Poso, yaitu: „sintuwo maroso‟ yang mengajarkan
hidup bersama secara damai dalam perbedaan.
Sebagai upaya meneguhkan rekonsiliasi damai, Pemerintah Kabupaten
Poso melalui Dinas Pendidikan dan Kebudayaan bekerjasama dengan Wahana
29
Rubi, W27/S7.3/TAM/PO/20-12-18. 30
Ibrahim Ismail, W25/S7.1/TAM/PO/15-12-18.
17
Visi Indonesia dari Jakarta telah menyelenggarakan pendidikan harmoni di
sekolah formal sampai tahun 2014. Selanjutnya, Dian Institut dari Yogyakarta
sampai saat ini aktif menyelenggarakan workshop interfidei bagi semua guru
pendidikan agama, baik dari sekolah umum maupun keagamaan.
Pada workshop interfidei, guru agama dilatih mendesain, melaksanakan
dan menilai hasil pembelajaran berwawasan multikultural sehingga mereka
mampu berperan menjadi agen perdamaian di sekolah masing-masing. Dalam
konteks ini, Pendidikan Agama Islam (penulisan selanjutnya disingkat PAI)
memiliki peran strategis dalam membangun pemahaman, kesadaran dan sikap
beragama peserta didik yang inklusif, toleran, saling peduli dan moderat
dengan umat Kristen agar terciptanya perdamaian di sekolah yang berada pada
setting sosial masyarakat pasca konflik.
Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 1 Poso sebagai situs pertama
penelitian ini (selanjutnya, disingkat SMKN 1 Poso), berada di Kelurahan
Kauwa Kecamatan Poso Kota Selatan, dimana daerah ini menjadi basis umat
Kristen. Sedangkan lokasi Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Poso sebagai situs
kedua (selanjutnya, disingkat SMAN 3 Poso) berada di Kelurahan Gebangrejo
Kecamatan Kota Poso merupakan basis umat Islam. Jika kedua situs penelitian
ini disebut secara bersama-sama, maka penulisannya akan disingkat menjadi
SMKN 1 dan SMAN 3 Poso.
SMKN 1 Poso memiliki berbagai fenomena menarik berkaitan dengan
pembelajaran PAI yang mengintegrasikan nilai multikultural (selanjutnya,
dengan makna yang sama, peneliti juga menggunakan diksi PAI perspektif
18
multikultural). Integrasi nilai multikultural di sekolah ini berlangsung pada
setting sosial peserta didik yang pluralistik, umat Islam sebagai kelompok
minoritas, kehidupan sosial sekolah yang diwarnai kultur keagamaan umat
Kristen mayoritas dan masyarakat yang sedang membangun perdamaian.
Pasca konflik, jumlah peserta didik muslim terus menurun. Salah satu
faktor penyebabnnya adalah polarisasi wilayah tempat tinggal masyarakat Poso
berdasarkan agama yang dianut sebagai dampak dari konflik di masa lalu.31
Posisi sekolah di daerah yang menjadi basis umat Kristen membentuk
komposisi peserta didik mayoritas dan minoritas secara agama.
Walaupun peserta didik muslim menjadi kelompok minoritas di
sekolah, tetapi mereka mendapatkan perlakuan yang setara dalam mengikuti
proses pembelajaran di kelas, pelaksanaan ritual ibadah, sosial keagamaan dan
kemanusiaan seperti peserta didik Kristen mayoritas. Bahkan, peserta didik
muslimah dapat menggunakan jilbab secara nyaman selama di sekolah dengan
penerimaan yang sangat inklusif dari umat Kristen.
Pluralitas peserta didik di SMKN 1 Poso tergambar pada perbedaan
agama, asal daerah, etnis, status sosial, keadaan ekonomi, kelompok mayoritas
dan minoritas secara agama.32
Dari segi afiliasi kelompok keagamaan, seorang
guru PAI di sekolah ini menjadi tokoh Muhammadiyah di Kabupaten Poso dan
dua orang berafiliasi pada organisasi NU sebagai pendatang dari Jawa Timur.
Atas keragaman tersebut, warga SMKN 1 Poso berupaya membangun
kultur akademik dan kehidupan sosial yang damai bagi semua umat beragama
31
Abdul Kadir, W4/S4/GPAI.1/SMK/20-2-19. 32
Fadliah Latopo, W3/S3/Wasis/PO/27-3-19.
19
dengan hak-hak beribadah di sekolah ketika berlangsungnya pembelajaran di
kelas, kegiatan ekstra kurikuler, keagamaan, sosial dan kemanusiaan.
Dalam konteks ini, integrasi nilai multikultural dalam pembelajaran
PAI, baik secara formal-tekstual di kelas maupun secara informal-kontekstual
melalui kegiatan keagamaan, ekstra kurikuler, kerja sosial dan kemanusiaan
memiliki peran penting membentuk karakter beragama peserta didik yang
toleran, moderat dan damai sehingga mendukung upaya membangun
perdamaian umat beragama di sekolah dan daerah Poso.
Pembelajaran PAI perspektif multikultural didukung oleh kebijakan
kepala sekolah terkait penetapan tempat, waktu dan dana. Selain itu, kepala
sekolah secara bergantian merekomendasi guru mengikuti workshop interfidei.
Informan berikut menjelaskan:
Kami guru PAI beberapa kali diutuskan kepala sekolah dalam acara
workshop interfidei umat beragama yang dilaksanakan oleh Institut
Dian/Interfidei dari Yogyakarta. Hasil workshop ini, saya praktikkan
ketika mengajar di kelas dan kegiatan keagamaan di sekolah agar
harmoni beragama antara siswa yang berbeda tetap terjaga. Kegiatan
ini sangat membantu sekali semua guru PAI di sekolah ini dalam
merencanakan pembelajaran benuansa multikultural.33
Peran aktif tiga orang guru PAI sangat mendukung keberhasilan
pembelajaran PAI perspektif multikultural di sekolah ini. Mereka bekerjasama
secara sinergis dalam mendesain, melaksanakan, menilai hasil belajar, dan
mengelola berbagai kegiatan sosial keagamaan dan kemanusiaan, baik di
internal antara peserta didik muslim maupun dengan peserta didik Kristen
terkait upaya membangun perdamaian di sekolah.
33
Ashar Rody, W5/S4/GPAI.2/ PO/25-3-19
20
Dari pengalaman mengikuti kegiatan interfidei, guru melaksanakan
pembelajaran PAI dengan memperhatikan realitas peserta didik yang majemuk,
warga sekolah yang mayoritas dan minoritas secara agama, masyarakat yang
pernah konflik dan sedang membangun perdamaian. Atas realitas ini, guru
mengintegrasikan nilai multikultural seperti: pengampunan, toleransi, cinta
kasih, berempati, kesetaraan, keadilan, kedamaian dan nilai kebangsaan ke
dalam pembelajaran PAI di kelas dan kegiatan keagamaan di sekolah.
Guru mengintegrasikan nilai kebangsaan untuk menguatkan paham
nasionalisme peserta didik seperti dijelaskan informan bahwa: “di Poso ini ada
paham anti Pancasila, anti pemerintah dan tidak mau hormat bendera merah
putih, maka saya ajarkan siswa tentang cinta tanah air, hormat bendera dan
patuh pada pemerintah agar tidak mudah terpapar kelompok garis keras.”34
Guru juga mengintegrasikan kearifan lokal masyarakat Poso yakni „sintuwo
maroso’, baik dalam pembelajaran PAI di kelas maupun di islamic center
sebagai hindden curriculum yang dipedomani seluruh warga sekolah dalam
membangun perdamaian umat beragama.
Pada penyajian materi di kelas, guru menggunakan varian pendekatan,
metode, media, sumber belajar dan instrumen penilaian yang relevan dengan
materi bermuatan nilai multikultural. Terkait penggunaan komponen
pembelajaran, informan berikut menjelaskan:
Pada pembelajaran di kelas, saya memilih metode yang cocok
dengan materi pak. Pada materi toleransi beragama, menghargai
perbedaan budaya dan tokoh Islam, saya gunakan media vedeo, slide
dan gambar yang ditampilkan dengan infocus. Sumber belajar tidak
34
Abdul Kadir, W4/S4/GPAI.1/PO/15-2-19.
21
hanya buku paket pak, tetapi buku-buku yang terkait materi. Saya
juga sering mengajak siswa akses materi di internet. Di luar kelas,
saya tugaskan siswa ke perpustakan, ketika materi toleransi saya
mengajak siswa mengamati lingkungan sekolah yang plural atau
berkunjung ke gereja terdekat dengan sekolah.35
Di luar kelas, guru memfungsikan kegiatan keagamaan (praktik ibadah,
tauziyah rutin, Sabtu religi, PHBI, pesantren kilat), kegiatan ekstra kurikuler,
kerja sosial dan amal kemanusiaan sebagai media pembelajaran informal untuk
mengintegrasikan nilai multikultural.36
Dalam kegiatan ekstra kurikuler, guru
mendorong peserta didik muslim minoritas agar bersinergi dengan peserta
didik Kristen mayoritas dalam berbagai kegiatan lintas agama dan budaya
seperti: kemping, paskibraka, olah raga, genre dan festival budaya.
Demikian pula SMAN 3 Poso sebagai situs kedua penelitian ini,
memiliki realitas sosial yang tidak kalah menarik dengan SMKN 1 Poso.
Meskipun sekolah ini terletak di wilayah yang menjadi basis umat Islam, tetapi
di depan masjid sekolah berdiri sebuah gereja Eklasia yang tidak dibakar pada
saat terjadi konflik dan aktif digunakan beribadah sampai sekarang.
Pasca konflik, umat Kristen banyak yang pindah dari Kota Poso ke
wilayah yang menjadi basis mereka, seperti Tentena dan desa-desa lain di luar
Kota Poso. Meskipun umat Kristen ada yang kembali ke Kota Poso, tetapi
sebagian besar mereka pindah dan menjual lokasi rumahnya sehingga
persentasi peserta didik Kristen di sekolah ini menjadi semakin sedikit. Kondisi
ini telah berdampak pada terbentuknya komposisi mayoritas dan minoritas
secara agama di SMAN 3 Poso.
35
Ashar Rody, W5/S4/GPAI.2/ PO/25-3-19. 36
O8/Keagamaan/SMK/8-2-19.
22
Walaupun umat Islam menjadi mayoritas, mereka tidak mudah
melakukan tindakan intoleran dan kekerasan dengan membawa isu agama yang
menjadikan peserta didik Kristen minoritas merasa tidak aman di sekolah.
Sebaliknya, beberapa peserta didik Kristen yang diwawancarai memberikan
jawaban bahwa selama di sekolah, mereka merasa nyaman mengekspresikan
ajaran agamanya. Informan berikut menjelaskan: “Kami tidak tertekan pak,
saya sering mengucapkan “Haliluya atau Puji Tuhan” jika mendapatkan
kebahagiaan di sekolah. Kami tidak dibuly oleh teman-teman muslim.”37
Keragaman peserta didik di sekolah ini tergambar pada perbedaan latar
agama, daerah, etnis, ekonomi, kelas sosial dan kelompok keagamaan. Dari
keragaman peserta didik, peneliti menemukan perbedaan afiliasi keagamaan
dengan organisasi umat Islam di luar sekolah. Beberapa peserta didik laki-laki
dan perempuan aktif mengikuti kajian Islam di komunitas Wahdah, Amanah,
Jama‟ah Tabligh dan FPI.38
Beberapa peserta didik muslimah memakai cadar
sebagai salah satu bentuk praktik berteologi dari kelompok keagamaan umat
Islam ada di masyarakat Poso saat ini.
Dari segi afiliasi kelompok keagamaan, seorang guru PAI di sekolah ini
menjadi anggota komunitas Jama‟ah Tabligh (JT) yang ada di daerah Poso.
Namun, ia aktif mengikuti kegiatan interfidei yang diselenggarakan Dian
Institut dari Yogyakarta. Sedangkan dua orang guru PAI berafiliasi dengan
37
Ruth Cicilia, W23/S6/ SK.XI-2/PO/30-4-19. 38
Rifal Ayuba, W19/S5/SI.X-1/PO/6-4-19.
23
organisasi Islam Alkhairaat, bahkan seorang guru PAI aktif menjadi pengurus
Wanita Islam Alkhairaat (WIA) di Kabupaten Poso.39
Pluralitas warga SMAN 3 Poso tergambar pada motto sekolah yang
mengikat kebersamaan mereka, yaitu: “Selamat datang keragaman dan selamat
tinggal keseragaman” yang terpajang di tembok kantor sekolah.40
Integrasi
multikultural dalam pembelajaran PAI sebagai upaya mendukung visi, misi dan
motto sekolah dalam membangun karakter beragama peserta didik yang sejalan
dengan norma agama, nilai Pancasila dan kearifan lokal masyarakat Poso,
yakni „sintuwo maroso’ yang mengajarkan hidup bersama dalam perbedaan.
Pembelajaran PAI perspektif multikultural berlangsung pada setting
sosial warga sekolah yang mayoritas beragama Islam dengan berbagai ragam
kegiatan keagamaan. Kepala sekolah melalui kebijakannya memberikan
dukungan dana, tempat dan waktu terkait pelakanaan kegiatan keagamaan di
sekolah. Selain itu, ia mengutus guru-guru PAI untuk mengikuti workshop
interfidei agar mampu menjadi pegiat perdamaian di sekolah.
Peran aktif dari tiga orang guru menentukan keberhasilan pembelajaran
PAI perspektif multikultural di SMAN 3 Poso. Dari pengalaman mengikuti
interfidei, guru mendesain dan melaksanakan dan menilai hasil belajar
berwawasan multikultural dengan memperhatikan konteks keragaman peserta
didik, mayoritas dan minoritas secara agama serta masyarakat pasca konflik
yang membangun perdamaian.
39
Suardi, W16/S4/GPAI.1/PO/20-2-19. 40
Observasi Lingkungan Sekolah, O11/L.1/Geog/SMA/12-12-18.
24
Guru mengintegrasikan nilai multikultural dalam pembelajaran PAI,
baik secara formal-tekstual di kelas dan informal-kontekstual pada kegiatan
keagamaan di lingkungan sekolah. Fakta ini dijelaskan informan berikut:
Sekolah kami sangat majemuk pak. Di kelas dan kegiatan Jum‟at
religi, PHBI, rohis dan kegiatan ekstra, saya sering menyampaikan
materi toleransi, Islam rahmatullil’ alamin dan anti kekerasan. Pada
materi akidah, saya mengutip ayat bagimu agamamu dan bagiku
agamaku. Pada materi mu‟amalah, saya mengajarkan siswa
menghargai agama lain dan bekerjasama untuk menciptakan suasana
aman di sekolah demi membangun daerah Poso yang damai.41
Dalam dialog lintas agama, guru menghadirkan peserta didik yang
berbeda agama untuk saling berdialog tentang konsep keimanan, bentuk ritual
ibadah dan simbol keagamaan masing-masing agar mereka mampu saling
memahami dan menghargai perbedaan. Fakta ini diungkapkan informan
berikut: “Beberapa kali saya mengumpulkan siswa yang berbeda agama untuk
berdialog ajaran agama dan ibadah masing-masing agar saling mengetahui
apasaja yang harus dihormati. Siswa bisa saling menerima dan menghormati
ajaran agama masing-masing.”42
Pada penggunaan pendekatan, metode, media, sumber dan instrumen
penilaian, guru memilih komponen pembelajaran yang relevan dengan materi
bermuatan nilai multikultural. Informan menjelaskan bahwa: “Saya
menggunakan pendekatan, metode dan media yang relevan pak. Media
pembelajaran PAI seperti: powerpoint dan lembar kerja siswa, gambar dan
41
Fitriani M. Thahir, W18/S4/GPAI.3/PO/29-4-19. 42
Suardi, W16/S4/GPAI.1/PO/20-2-19.
25
video yang sesuai dengan materi toleransi, harmoni umat beragama dan
menilai sikap sosial siswa dengan teman yang berbeda suku dan agama.”43
Pembelajaran PAI perspektif multikultural secara kontekstual dilakukan
melalui kegiatan keagamaan, ekstra kurikuler, kerja sosial dan kemanusiaan.
Kegiatan keagamaan yang mendukung perdamaian umat beragama dijelaskan
informan berikut: “Setiap hari Jumat religi dilaksanakan kegiatan ibadah semua
agama di tempat yang berbeda, muslim di masjid, Kristen di aula, Hindu di
kelas. Jum‟at pertama, ada penggalangan dana kemanusiaan untuk duka, sakit,
bencana tanpa melihat perbedaan agama.”44
Fenomena sosial yang tidak kurang menariknya dalam membangun
perdamaian umat beragama adalah pada kegiatan PHBI. Peserta didik Kristen
berkumpul bersama peserta didik muslim mendengarkan ceramah yang
disampaikan oleh da‟i terkait dengan tema seperti: toleransi, persaudaraan dan
hidup damai dalam perbedaan sebagai ajaran semua agama seperti peneliti
saksikan ketika perayaan maulid dan isra mi‟raj di sekolah ini.45
Dengan demikian, peneliti dapat menegaskan bahwa di era pasca
konflik, pembelajaran PAI di kedua sekolah selain berorientasi pada
peningkatan iman dan takwa, juga dijadikan media membangun kehidupan
sosial yang toleran dan damai dengan umat agama lain di daerah Poso.
Guru memfungsikan kegiatan sosial keagamaan, ekstra kurikuler dan
kerja kemanusiaan di luar kelas dengan menekankan aktualisasi ajaran Islam
43
Nurminah, W17/S4/GPAI.2/PO/2-5-19. 44
Suardi, W16/S4/GPAI.1/PO/20-2-19. 45
O18/Keagamaan/SMA/3-3-19.
26
dalam kehidupan sosial lintas agama di sekolah. Fakta tersebut diungkapkan
informan berikut:
Kami tidak hanya belajar materi di kelas pak, tetapi kami guru PAI
mengintegrasikan berbagai kegiatan keagamaan, ekstra kurikuler,
kerja sosial dan amal kemanusiaan sebagai media pembelajaran
untuk membentuk sikap beragama toleran dan damai dalam
kehidupan sosial agar mendukung perdamaian umat beragama di
sekolah. Ini yang membedakan pembelajaran sekarang dengan di
masa sebelum konflik.46
Di era pasca konflik, semua guru PAI di kedua sekolah telah mengikuti
workshop interfidei yang membentuk wawasan dan pengalaman membangun
perdamaian dengan umat agama lain secara toleran dan damai. Dengan
wawasan interfidei, guru dapat menghadirkan pembelajaran PAI multikultural
yang kontekstual dengan realitas kemajemukan peserta didik, masyarakat Poso
dan upaya membangun perdamaian umat beragama yang tidak pernah
dilakukan pada era sebelum konflik.
Berdasarkan setting sosial daerah, warga sekolah dan masyarakat Poso
pasca konflik seperti yang diuraikan di atas, maka penelitian tentang integrasi
nilai multikultural dalam pembelajaran PAI di SMKN 1 dan SMAN 3 Poso
berkait berkelindan dengan latar konflik umat Islam dan Kristen di masa lalu.
Penelitian ini menjadi penting diteliti secara ilmiah-akademik untuk
mengungkapkan peran strategis PAI multikultural sebagai pendekatan dalam
membangun perdamaian umat beragama di daerah Poso pasca konflik.
46
Nurminah, W17/S4/GPAI.2/PO/2-5-19.
27
B. Fokus Penelitian
Konteks penelitian di atas memberikan gambaran tentang integrasi nilai
multikultural dalam pembelajaran PAI di sekolah pasca konflik dengan setting
sosial masyarakat yang sedang membangun perdamaian umat beragama.
Berdasarkan konteks penelitian ini, maka peneliti dapat merumuskan empat
fokus permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu:
1. Apasaja nilai multikultural yang diintegrasikan dalam pembelajaran PAI di
SMKN 1 dan SMAN 3 Poso Sulawesi Tengah pasca konflik?
2. Bagaimana proses integrasi nilai multikultural dalam pembelajaran PAI di
SMKN 1 dan SMAN 3 Poso Sulawesi Tengah pasca konflik?
3. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran PAI perspektif multikultural di
SMKN 1 dan SMAN 3 Poso Sulawesi Tengah pasca konflik?
4. Bagaimana kontribusi pembelajaran PAI perspektif multikultural dalam
membangun perdamaian umat beragama di SMKN 1 dan SMAN 3 Poso
Sulawesi Tengah pasca konflik?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menginterpretasi, menganalisis dan
mengungkapkan integrasi nilai multikultural dalam pembelajaran PAI untuk
membangun perdamaian umat beragama di sekolah dengan setting sosial
masyarakat Poso pasca konflik. Secara khusus, sesuai fokus utamanya,
penelitian ini bertujuan sebagai berikut:
28
1. Mengungkapkan nilai multikultural yang diintegrasikan dalam pembelajaran
PAI di SMKN 1 dan SMAN 3 Poso Sulawesi Tengah pasca konflik.
2. Menginterpretasi proses integrasi nilai multikultural dalam pembelajaran
PAI di SMKN 1 dan SMAN 3 Poso Sulawesi Tengah pasca konflik.
3. Menemukan format pembelajaran PAI perspektif multikultural di SMKN 1
dan SMAN 3 Poso Sulawesi Tengah pasca konflik.
4. Mengungkapkan kontribusi pembelajaran PAI perspektif multikultural
dalam membangun perdamaian umat beragama di SMKN 1 dan SMAN 3
Poso Sulawesi Tengah pasca konflik.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan signifikansi, baik secara
teoritis maupun praktis sebagai berikut:
1. Secara teoritis, manfaat hasil penelitian ini, yaitu:
a. Memperkaya pengembangan keilmuan dalam bidang Pendidikan Islam,
khususnya kajian PAI perspektif multikultural sebagai pendekatan
membangun perdamaian umat beragama sejalan dengan agenda moderasi
Islam yang diamanahkan Kementerian Agama RI melalui Perguruan
Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) di Indonesia.
b. Mengembangkan teori integrasi materi (the content integration approach)
dari James A. Banks melalui pembelajaran PAI perspektif multikultural
di sekolah dengan setting sosial peserta didik di sekolah dan masyarakat
pasca konflik yang membangun perdamaian umat beragama.
29
c. Menjadi pemetaan konseptual bagi peneliti selanjutnya untuk mengkaji
PAI perspektif multikultural pada stressing kajian yang berbeda dengan
fokus penelitian ini.
2. Secara praktis, manfaat hasil penelitian ini, yaitu:
a. Hasil penelitian ini menjadi masukan konstruktif bagi Pemerintah Daerah
Provinsi Sulawesi Tengah, khususnya Pemerintah Daerah Kabupaten
Poso dalam membangun perdamaian. Secara khusus, bagi Kementerian
Agama Kabupaten Poso selaku pemangku kebijakan terkait PAI
perspektif multikultural sebagai pendekatan membangun perdamaian
umat beragama pasca konflik.
b. Hasil penelitian ini menjadi masukan aplikatif bagi warga SMKN 1 dan
SMAN 3 Poso, khususnya guru PAI dan peserta didik selaku subjek
pembelajaran PAI perspektif multikultural dalam membangun
perdamaian umat beragama di sekolah dan daerah Poso.
c. Hasil penelitian ini menjadi acuan paraktis bagi pengawas PAI, kepala
sekolah dan guru PAI di sekolah lain yang berada di wilayah Kabupaten
Poso terkait pentingnya integrasi nilai multikultural dalam pembelajaran
PAI untuk membangun perdamaian umat beragama pasca konflik
sehingga mereka termotivasi melaksanakannya.
d. Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan bagi guru PAI dan praktisi
Pendidikan Islam yang berada di daerah pasca atau rawan konflik di
Indonesia melaksanakan pembelajaran PAI perspektif multikultural
sebagai pendekatan membangun perdamaian umat beragama.
30
E. Orisinalitas Penelitian
Berdasarkan penelusuran berbagai sumber, khususnya disertasi yang
membahas tentang pembelajaran PAI perspektif multikultural, peneliti
menemukan beberapa hasil penelitian terdahulu yang memiliki relevansi
dengan setting sosial, judul dan tujuan penelitian ini, yaitu:
1. M. Tahir Sapsuha, “Pendidikan Pasca Konflik: Pendidikan Multikultural
Berbasis Konseling Budaya Masyarakat Maluku Utara.” Penelitian disertasi
Tahir menyoroti peran PAI di SMA Muhammadiyah dan PAK di SMA
Kristen Maluku Utara berbasis konseling budaya masyarakat Maluku Utara
dalam membangun perdamaian pasca konflik. Sapsuha menemukan bahwa
pelaksanaan PAI dan PAK dapat menjadi solusi membangun perdamaian
antarumat Islam dan Kristen pasca konflik jika dilaksanakan berbasis
konseling budaya masyarakat Maluku Utara.
2. Haerullah, “Konflik Poso dari Perspektif Komunikasi Politik.” Penelitian
disertasi Haerullah mengkaji peran elit politik dalam mengkonstruksi
konflik Poso perspektif komunikasi politik. Penelitiannya menemukan
bahwa pembagian kekuasaan yang tidak adil di struktur pemerintahan
menjadi sebagai pemicu awal konflik di Poso. Kondisi ini diperburuk oleh
elit politik dengan pernyataan politiknya menjadikan eskalasi konflik Poso
semakin membara. Konflik Poso bukan konflik berlatar agama, tetapi
perebutan kekuasan dan persaingan hidup antara pendatang dan pribumi
yang melibatkan para tokoh agama dan massa umat Islam dan Kristen
dengan membawa isu agama dan nama Tuhan.
31
3. Asyer Tandapai, “Pendidikan Harmoni pada Masyarakat Multikultural di
Tana Poso.” Penelitian disertasi Asyer memotret relasi budaya masyarakat
Poso dan pendidikan harmoni untuk revitalisasi nilai-nilai agama Islam dan
Kristen tentang harmoni diri, sesama dan alam di sekolah keagamaan.
Tandapai menemukan bahwa kearifan budaya masyarakat Poso yang
dikembangkan di sekolah mampu merevitalisasi nilai-nilai agama yang
mendukung pembangunan harmoni diri, antara sesama dan lingkungan.
Sekolah keagamaan yang dikelola oleh Yayasan Muhamadiyah, AlKhairaat
dan Kristen telah berkontribusi membangun harmoni umat Islam dan
Kristen di daerah Poso.
4. Abdullah Aly, “Pendidikan Islam Multikultural di Pesantren (Telaah
terhadap Kurikulum Pondok Pesantren Modern Islam Assalam Surakarta.”
Penelitian disertasi Abdullah menyoroti pelaksanaan Pendidikan Islam
berbasis multikultural pada aspek perencanaan, implementasi dan evaluasi
kurikulum pelajaran keagamaan di pesantren modern Islam Assalam.
Abdullah menemukan bahwa implementasi kurikulum multikultural di
pesantren Assalam dilakukan secara mandiri, tidak terikat oleh kurikulum
pemerintah sehingga mudah menyusun materi berkarakter multikultural
pada mata pelajaran keagamaan. Implementasi kurikulum multikultural
sangat dipengaruhi oleh perencanaan, strategi pelaksanaan dan evaluasi
hasil pembelajaran bernuansa multikultural. Evaluasi kurikulum yang tidak
bermuatan multikultural dilakukan melalui perencanaan kembali sebagai
model pengembangan kurikulum pesantren multikultural.
32
5. M. Musfiqon, “Pendidikan Agama Islam di Sekolah Non Muslim.” Disertasi
Musfiqon mengkaji penerapan regulasi, problematika dan idealitas
pelaksanaan PAI di non muslim. Musfiqon menemukan bahwa: (1)
Pelaksanaan regulasi terkait hak mendapatkan PAI secara layak di sekolah
non muslin belum berjalan sesuai aturan, (2) Problematika PAI di sekolah
non muslim terlihat pada layanan aspek ideologi, sosiologis dan kultur
civitas sekolah yang kurang menyentuh kebutuhan peserta didik muslim, (3)
Idealisasi PAI di sekolah non muslim penting mengintegrasikan nilai-nilai
multikultural agar terbangun sinergisitas antara semua civitas sekolah yang
berbeda agama dan kultur.
6. Rohmat, “Tinjauan Multikultural dalam PAI di Madrasah Aliyah Islamiyah
Nahdlatul-Thulab Cilacap.” Dalam penelitian disertasinya, Rohmat
memotret pelaksanaan pembelajaran PAI menurut tinjauan multikultural
dalam mengembangkan sikap personal, sosial dan kemanusiaan peserta
didik. Penelitian Rohmat menemukan bahwa pengembangan nilai-nilai
multikultural dalam pembelajaran PAI dilakukan pada aspek pembangunan
karakter personal, etika sosial dan nilai-nilai kemanusiaan universal yang
dapat diterima oleh semua peserta didik yang berbeda latar belakang;
daerah, etnis, sosial, ekonomi dan intelegensi. Keberhasilan pelaksanaan
PAI multikultural di madrasah ini sangat ditopang oleh sikap guru dan
peserta didik dalam mengimplementasikan persamaan hak, keadilan,
toleransi, persaudaraan dan etika sosial tanpa melihat perbedaan di antara
mereka selama mengikuti pembelajaran di madrasah ini.
33
7. Asrul Anan, “Implementasi PAI Berbasis Multikultural dalam Membangun
Kerukunan Beragama Peserta didik di SMAN 1 Tosari dan SMA Selamat
Pagi Indonesia Kota Batu.” Penelitian disertasi Asrul menganalisis proses
internalisasi nilai-nilai multikultural dalam pembelajaran PAI dan model
internalisasinya dalam membangun kerukunan beragama peserta didik di
SMAN 1 Tosari dan SMA Selamat Pagi Indonesia Kota Batu. Dalam
penelitiannya, Asrul menemukan 18 nilai multikultural yang diinternalisasi-
kan dalam pembelajaran PAI dengan tiga model desain PAI, yaitu bebasis
lingkungan, kelas dan budaya sekolah. Temuan penelitiannya terkait proses
internalisasi nilai multikultural di kedua sekolah dilakukan melalui
pembelajaran di PAI kelas, pembiasaan, experiential learning.
8. Ahmad Syahid, “Pendidikan Berwawasan Multikultural di Dasar Negeri
(SDN) 6 Kota Palu.” Dalam penelitian disertasinya, Ahmad Syahid
mengkaji perencanaan, pelaksanaan dan dampak pendidikan berwawasan
multikultural bagi peserta didik dan guru yang majemuk di sekolah. Syahid
menemukan bahwa perencanaan pembelajaran berwawasan multikultural di
SDN 6 Palu dilakukan dengan menyusun RPP tematik kontekstual yang
mengintegrasikan 10 tema kearifan lokal masyarakat Kaili.
Untuk memposisikan orisinalitas penelitian ini dari beberapa hasil riset
yang pernah dilaksanakan sebelumnya, peneliti dapat menguraikan seperti
dalam tabel 1.1 sebagai berikut:
34
Tabel: 1.1
Orisinalitas Penelitian
No Penulis, Judul, PT dan
Tahun Penelitian
Persamaan Perbedaan
Orisinalitas
1. M. Tahir Sapsuha.
Judul: Pendidikan
Pasca Konflik:
Pendidikan
Multikultural Berbasis
Konseling Budaya
Masyarakat Maluku
Utara. Disertasi: UIN
Sunan Kalijaga, 2012.
1. Kedua penelitian ini
berlangsung di daerah pasca
konflik bernuansa agama.
2. Sama-sama di sekolah formal
jenjang SMA.
3. Keduanya mengintegrasikan
budaya lokal.
4. Sama-sama berperan dalam
membangun perdamaian umat
Islam dan Kristen yang pernah
mengalami konflik di masa lalu.
1. Keduanya memiliki karakter situs
dan fokus yang berbeda sehingga
menghasil-kan temuan yang
berbeda pula.
2. Jika situs penelitian Sapsuha
berafiliasi pada agama tertentu
(SMA Muhammadiyah dan SMA
Kristen), maka penelitian saya di
sekolah umum.
3. Sapsuha mengkaji PAI berbasis
konseling budaya lokal,
sementara penelitian saya PAI
perspektif multikultural.
Penelitian saya bukan pengulangan
dari penelitian Sapsuha, tetapi
berangkat dari ide peneliti dan
fenomena aktual yang terjadi di
lapangan.
Penelitan saya mengembangkan
temuan Sapsuha, khususnya peran
PAI di sekolah umum dalam
membangun perdamaian umat
beragama di daerah pasca konflik
dengan situs dan fokus yang berbeda.
2. Haerullah. Judul:
Konflik Poso dari
Perspektif Komunikasi
Politik. Disertasi, UI
Jakarta, 2007.
1. Kedua penelitian ini memiliki
setting geografis yang sama.
2. Memiliki latar sosial yang sama,
yaitu masyarakat Poso pasca
konflik.
3. Sama-sama memotret
keterlibatan agama dalam
konflik horizontal Poso.
1. Perbedaan kedua penelitian ini
tampak pada situs, fokus dan
basis teorinya.
2. Jika penelitian Haerullah terkait
dengan politik, maka penelitian
saya tentang PAI multikultural.
3. Jika Haerullah menyoroti peran
elit politik lokal saat konflik
Abdullah, maka saya mengkaji
peran guru PAI pasca konflik.
Penelitian saya menggunakan
perspektif multikultural dalam
pembelajaran PAI di sekolah untuk
membentuk kompetensi beragama
siswa yang mendukung perdamaian
umat beragama di Poso.
Orisinalitas penelitian saya terlihat
pada fokus, situs dan perspektif
kajian berbeda dengan Haerullah.
35
3. Asyer Tandapai.
Judul: Pendidikan
Harmoni pada
Masyarakat
Multikultural di Tana
Poso, Disertasi, Unhas
Makassar, 2017.
1. Kedua penelitian ini berkaitan
dengan upaya membangun
perdamaian di sekolah formal.
2. Keduanya penelitian ini
memiliki kesamaan setting
sosial masyarakat Poso yang
pluralistik, pernah konflik dan
sedang membangun perdamaian
umat beragama.
3. Sama-sama dilaksanakan di
sekolah formal.
1. Jika Asyer mengkaji budaya
masyarakat Poso dan pendidikan
harmoni, maka saya mengkaji
integrasi nilai multikultural dalam
PAI untuk membangun
perdamaian umat beragama.
2. Situs penelitian Asyer di sekolah
keagamaan (Muhamadiyah,
AlKhairaat dan Kristen).
Sedangkan penelitian saya di
sekolah umum (SMKN 1 dan
SMAN 3 Poso).
Penelitian saya mengkaji upaya
membangun perdamaian umat
beragama di daerah Poso pasca
konflik melalui PAI perspektif
multikultural di sekolah umum,
bukan pendidikan harmoni di
sekolah keagamaan.
Penelitian saya mengembangkan
penelitian Asyer terkait dengan
transformasi nilai pendidikan
harmoni di masyarakat Poso dengan
situs dan fokus kajian yang berbeda.
Sehingga memungkinkan temuan
yang berbeda.
4. Abdullah Aly. Judul:
Pendidikan Islam
Multikultural di
Pesantren (Telaah
terhadap Kurikulum
Pondok Pesantren
Modern Islam
Assalam Surakarta.
Disertasi, UIN Sunan
Kalijaga, 2009.
1. Kedua penelitian ini sama-sama
menggunakan perspektif
multikultural dalam
pembelajaran PAI.
2. Kedua situs penelitian ini sama-
sama di sekolah formal.
3. Kedua peneliti memiliki spirit
menghadirkan pembelajaran
PAI perspektif multikultural.
1. Kedua penelitian ini memiliki
latar sosial, situs dan fokus yang
berbeda.
2. Penelitian Abdullah dilaksanakan
di sekolah yang homogen secara
agama. Sedangkan penelitian saya
pada warga sekolah yang
pluralistik dari segala aspeknya.
3. Abdullah fokus pada kurikulum
PI multikultural. Sedangkan saya
fokus pada integrasi nilai
multikultural dalam pembelajaran
PAI.
Penelitian saya berlangsung pada
situs, fokus dan latar sosial
masyarakat pasca konflik yang
sangat berbeda dari setting sosial
penelitian Abdullah pada warga
sekolah di pondok pesantren yang
homogen secara agama.
Penelitian saya menidaklanjuti
penelitian Abdullah, khususnya pada
pelaksanaan PAI perspektif
multikultural di sekolah formal.
36
5. M. Musfiqon. Judul:
Pendidikan Agama
Islam di Sekolah Non
Muslim. Disertasi,
IAIN Sunan Ampel,
2010.
1. Keduanya sama-sama
dilaksanakan di sekolah umum
formal.
2. Keduanya sama-sama
dilaksanakan di sekolah yang
siswanya mayoritas dan
minoritas secara agama.
3. Sama-sama memiliki setting
sosial sekolah yang pluralistik
dari segi agama dan budaya.
1. Perbedaan kedua penelitian
tampak pada karakter situs dan
fokus kajian sehingga menghasil-
kan kontribusi yang berbeda pula.
2. Kedua penelitan menggunakan
basis teori yang berbeda.
3. Situs penelitian Musfiqon
berafiliasi pada agama tertentu
sementara situs penelitian saya di
sekolah umum.
Penelitian saya difokuskan pada
integrasi nilai multikultural dalam
pembelajaran PAI di sekolah umum,
bukan penerapan regulasi PAI dan
problematikanya di sekolah
keagamaan.
Penelitian saya menawarkan realitas
sosial, situs dan fokus yang berbeda
dari penelitian Musfiqon sehingga
kontribusinya berbeda pula.
6. Rohmat. Judul:
Tinjauan Multikultural
dalam PAI di
Madrasah Aliyah
Islamiyah
Nahdlatulthulab
Cilacap. Disertasi,
UNY Yogyakarta,
2014.
1. Kedua situs penelitian ini
memiliki kesamaan jenjang,
yaitu sekolah menengah formal.
2. Keduanya menggunakan
perspektif multikultural.
3. Sama-sama mengkaji
pengembangan nilai
multikultural dalam
pembelajaran PAI.
1. Kedua penelitian memiliki
karakteristik situs dan fokus yang
sangat berbeda.
2. Realitas sosial keagamaan siswa
di madrasah sangat berbeda
dengan siswa di sekolah umum.
3. Penelitian Rohmat
mengembangkan bahan ajar PAI
multikultural. Sedangkan saya
menemukan formulasi
pembelajaran PAI perspektif
multikultural di sekolah pasca
konflik.
Penelitian saya bukan pengulangan
dari penelitian Rohmat. Penelitian
saya merupakan ide orisinil yang
dilaksanakan berdasarkan realitas
sosial yang sedang terjadi/aktual di
kedua situs yang diteliti.
Penelitian saya mengembangkan
temuan penelitian Rohmat terkait
integrasi nilai multikultural dalam
PAI yang relevan dengan setting
sekolah dan daerah Poso pasca
konflik.
7. Asrul Anan, Judul:
Implementasi PAI
Berbasis Multikultural
dalam Membangun
1. Kedua penelitian ini sama-sama
multisitus, yaitu di beberapa
sekolah umum formal.
2. Kedua penelitian sama-sama
1. Perbedaan terlihat pada situs,
fokus dan latar sosial warga
sekolah pasca konflik.
2. Penelitian Asrul fokus pada
Penelitian saya berlangsung pada
setting sosial dan situs yang berbeda
dari penelitian sebelumnya. Asrul
tidak mengkaji integrasi nilai
37
Kerukunan Beragama
Peserta Didik di
SMAN 1 Tosari dan
SMA Selamat Pagi
Indonesia Kota Batu.
Disertasi, Universitas
Islam Malang, 2019.
terkait pelaksanaan
pembelajaran PAI persepektif
multikultural untuk perdamaian
umat beragama di sekolah.
3. Kedua penelitian sama-sama
bertujuan membangun
kerukunan beragama peserta
didik di sekolah.
model internalisasi nilai
multikultural dalam PAI
sementara saya fokus pada proses
integrasi, yaitu pendekatan dan
bentuknya.
3. Penelitian Asrul di sekolah dan
masyarakat yang tidak pernah
konflik bernuansa agama.
Sedangkan penelitian saya di
sekolah dan masyarakat pasca
konflik yang disulut isu agama.
multikultural dalam pembelajaran
PAI di sekolah pasca konflik.
Penelitian saya menindaklanjuti
temuan penelitian Asrul tentang
internalisasi nilai multikultural dalam
pembelajaran PAI untuk membangun
kerukunan beragama siswa di
sekolah.
8. Ahmad Syahid, Judul:
Pendidikan
Berwawasan
Multikultural di
Sekolah Dasar Negeri
(SDN) 6 Kota Palu.
Disertasi, UM
Malang, 2014.
1. Keduanya sama-sama
menggunakan perspektif
multikultural sebagai basis teori.
2. Kedua penelitan sama-sama
mengkaji tiga tahap
pembelajaran, yaitu
perencanaan, pelaksanaan dan
penilaian perspektif
multikultural
3. Subjek kedua penelitan sama-
sama di sekolah umum.
4. Keduanya sama-sama
mengintegrasikan kearifan
budaya lokal yang ada di
Sulawesi Tengah.
1. Perbedaan keduanya tampak pada
latar sosial, situs dan kontribusi
penelitian bagi perdamaian umat
beragama.
2. Setting sosial penelitian Syahid di
sekolah dan masyarakat yang
tidak pernah konflik seperti latar
sosial penelitian saya di daerah
Poso.
3. Syahid membahas pembelajaran
berwawasan multikultural pada
beberapa mata pelajaran umum
secara tematik. Sedangkan
penelitian saya khusus pada PAI.
Penelitian saya mengkaji integrasi
nilai multikultural dalam
pembelajaran PAI dan kontribusinya
untuk membangun perdamaian umat
beragama di daerah Poso pasca
konflik yang tidak menjadi kajian
penelitian Ahmad Syahid.
Penelitian saya menindaklanjuti
temuan penelitian Ahmad Syahid
terkait dengan perencanaan,
pelaksanaan dan penilaian
pembelajaran berwawasan
multikultural di sekolah.
38
F. Penegasan Istilah Judul Penelitian
Penjelasan beberapa istilah dari judul penelitian ini dimaksudkan untuk
memberikan pemahaman makna yang tepat kepada pembaca sehingga tidak
membingungkan, baik pada judul penelitian maupun fenomena sosial yang
menjadi fokus penelitian ini. Beberapa istilah judul yang perlu dijelaskan
sebagai berikut:
1. PAI Perspektif Multikultural
PAI perspektif multikultural dimaknai sebagai pembelajaran tentang
normativitas ajaran agama Islam dan peradabannya berbasis, berwawasan
atau berkarakter multikultural. Azra menyebutnya dengan kata kerja, yaitu
PAI berperspektif multikultural yang menekankan adanya pengakuan dan
penghormatan pada perbedaan umat beragama.47
PAI perspektif multikultural dalam konteks penelitian ini adalah PAI
yang mengintegrasikan nilai multikultural yang sesuai dengan nomativitas
ajaran Islam, falsafah Pancasila, nilai nasionalisme dan kearifan lokal
mayarakat Poso dalam mendukung upaya membangun perdamaian umat
beragama di sekolah, masyarakat dan daerah Poso pasca konflik.
2. Daerah Pasca Konflik
Daerah pasca konflik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah
Kabupaten Poso yang pernah mengalami konflik horizontal berlatar politik,
kemudian disulut oleh isu agama. Sedangkan pasca konflik adalah masa dan
47
Ayumardi Azra, Dari Harvard sampai Makkah, (Jakarta: Penerbit Republika, 2005), hlm.
159-160.
39
kondisi normal yang menjadi realitas sosial umat Islam dan Kristen setelah
konflik yang dinyatakan berakhir oleh Pemerintah Indonesia tahun 2007.
3. Integrasi
Integrasi bermakna menyatukan beberapa unsur yang berbeda
menjadi satu kesatuan yang saling menopang. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia Online, integrasi bermakna pembauran menjadi kesatuan yang
utuh dan bulat.48
Integrasi dalam bahasa Arab, yaitu: , .
Misalnya: (integrasi sosial) dan (integrasi budaya).49
Dalam konteks penelitian ini, integrasi dimaknai sebagai proses
menggabungkan nilai multikultural ke dalam pembelajaran PAI sebagai
kesatuan yang integratif, saling menopang dan tidak bertentangan satu
dengan lain. Integrasi nilai multikultural memiliki beberapa makna, yaitu:
(1) Menginternalisasikan nilai ajaran Islam dan falsafah bangsa Indonesia
kepada peserta didik, (2) Memasukkan kultur keagamaan umat Islam dan
kearifan lokal „sintuwo maroso‟ tentang hidup bersama dalam perbedaan,
(3) Menambahkan tema-tema tertentu terkait dengan perdamaian.
4. Nilai Multikultural
Nilai bermakna suatu yang abstrak, bermanfaat dan diyakini benar
oleh individu atau masyarakat.50
Nilai yang berkaitan dengan norma agama,
falsafah dan kearifan budaya dalam bahasa Arab menggunakan kata, yaitu:
48
https://www.kbbi.my.id/kata/integrasi. Diakses, tanggal 15 November 2018. 49
Napis Djuaeni, Kamus Kontemporer Indonesia-Arab, (Jakarta Selatan: Penerbit Teraju
(PT.Mizan Publika), 2005), hlm. 159. 50
Sutarjo Adisusilo, Pembelajaran Nilai Karakter: Konstruktivisme dan VCT Sebagai Inovasi
Pendekatan Pembelajaran Afektif, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), hlm. 56.
40
. Misalnya: (nilai kemanusiaan: (nilai budaya:
(nilai-nilai Islam: ) 51Nilai dalam konteks penelitian ini nilai
bersumber dari normativitas Islam, falsafah Pancasila dan kearifan lokal
masyarakat Poso yang mengajarkan hidup damai dalam perbedaan.
Multikultural bermakna keragaman budaya masyarakat. Dari makna
multikultural ini membentuk ideologi multikulturalisme, yaitu pandangan
yang mengakomudir perbedaan kebudayaan dengan menggaungkan
keadilan dan kesetaraan.52
Dalam konteks penelitian ini, nilai multikultural
dimaknai sebagai nilai universal yang dipandang berguna bagi individu atau
masyarakat dalam membangun perdamaian umat beragama di sekolah dan
daerah Poso pasca konflik.
5. Pembelajaran
Pembelajaran dimaknai sebagai interaksi edukatif antara peserta
didik dan pendidik dalam lingkungan belajar yang telah direncanakan secara
sistematis. Menurut Aqib, pembelajaran adalah upaya menyeluruh yang
diwujudkan melalui proses perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.53
Dalam penelitian ini, pembelajaran PAI yang mengintegrasikan nilai
multikultural dengan pola relasi antardisipliner (dimensi ilmu umum dan
ilmu keislaman) dimaknai sebagai pembelajaran integratif. Menurut
51
Djuaeni, Kamus ..., hlm. 439. 52
Lash, S., & Featherstone, M. (ed.). Recognition and Difference: Politics,
Identity, Multiculture, (London: Sage Publication, 2002), hlm. 2. 53
Zainal Aqib, Model-model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual (Inovatif),
(Bandung: Rama Widya, 2013), hlm. 66.
41
Fogarty, pembelajaran integratif adalah mengaitkan antara aspek mata
pelajaran yang berbeda atau antara disiplin ilmu yang diintegrasikan.54
Dari pengertian operasional yang diuraikan pada penegasan istilah di
atas, peneliti dapat mengilustrasikan dalam skema gambar berikut:
Gambar: 1.1
Pengertian Operasional Judul Penelitian
Berdasarkan gambar: 1.1, peneliti dapat merumuskan pengertian
operasional dari penelitian ini, yaitu: upaya menggabungkan, memasukkan
dan menambahkan nilai multikultural yang sejalan dengan normativitas
54
Fogarty F, How to Integrative The Curicula, (Palatine Illionis: Skygh Publishing Inc, 1991),
76.
Nilai
Multikultural
Integrasi Nilai
Multikultural
Perdamaian
Siswa dan Umat
Beragama
Sekolah
Pasca Konflik
1. Normativitas Ajaran Islam: al-Qur‟an
dan Hadis tentang penghormatan pada
perbedaan agama dan budaya lain.
2. Falsafah Pancasila, UUD 1945, UU
Sisdiknas, Nasionalisme dan Budaya
Luhur Bangsa Indonesia.
3. Kearifan budaya lokal masyarakat
Poso, yaitu „sintuwo maroso’ yang
mengajarkan hidup bersama dalam
perbedaan secara damai.
Perdamaian Daerah Poso
Pembelajaran
PAI Multikultural
42
agama Islam, falsafah Pancasila, nilai nasionalisme dan kearifan lokal
masyarakat Poso ke dalam PAI sebagai kesatuan yang saling mendukung
secara harmonis.
Selanjutnya, diimplementasikan melalui pembelajaran PAI
perspektif multikultural yang kontekstual dengan realitas keragaman peserta
didik, setting sosial warga sekolah dan masyarakat Poso pasca konflik
sehingga mendukung upaya membangun perdamaian umat beragama.
410
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Integrasi tidak hanya penerimaan terhadap komunitas masyarakat yang
berbeda secara kultural, tetapi juga membutuhkan sikap saling menghormati
secara luas pada seluruh aspek kehidupan yang lain. Pada konteks ini, integrasi
nilai multikultural dalam pembelajaran PAI menjadi sangat penting dalam
membangun harmoni warga sekolah, masyarakat dan bangsa Indonesia.
Integrasi nilai multikultural dalam pembelajaran PAI di SMKN 1 dan
SMAN 3 Poso memiliki karakteristik umum yang sama, yaitu: peserta didik
yang pluralistik, warga sekolah yang mayoritas dan minoritas secara agama,
masyarakat Poso yang pernah mengalami konflik dan konsesus bersama umat
Islam dan Kristen dalam membangun perdamaian pasca konflik.
Namun, masing-masing situs memiliki karakteristik tersendiri. Integrasi
nilai multikultural di di SMKN 1 Poso berlangsung di komunitas umat Kristen,
sementara di SMAN 3 Poso di komunitas umat Islam. Kegiatan keagamaan
yang menjadi kultur umat Islam dalam mendukung upaya membangun
perdamaian di masing-masing situs tidak sama meriahnya. Kondisi ini
berdampak pada optimalisasi integrasi nilai multikultural dalam pembelajaran
PAI, khususnya secara informal-kontekstual melalui kegiatan sosial keagamaan
dan kerja kemanusiaan, baik di sekolah ataupun di masyarakat.
411
Berdasarkan temuan riset ini, peneliti dapat menarik beberapa poin
kesimpulan yang diuraikan sebagai berikut:
1. Nilai multikultural yang diintegrasikan dalam pembelajaran PAI di kedua situs
bersifat universal dan kontekstual dengan realitas keragaman peserta didik,
setting sosial warga sekolah dan masyarakat Poso yang pernah mengalami
konflik dan upaya membangun perdamaian umat beragama.
a. Di SMKN 1 Poso, guru mengintegrasikan nilai multikultural yang meliputi:
saling memaafkan, kasih sayang, toleransi, kebersamaan dan perdamaian.
Sedangkan nilai multikultural yang diintegrasikan guru di SMAN 3 Poso
mencakup: saling menghormati, kepedulian, toleransi, kebersamaan dan
perdamaian.
b. Kedua sekolah menekankan integrasi nilai toleransi, kebersamaan dan
perdamaian dalam pembelajaran PAI, baik secara formal di kelas ataupun
informal di luar kelas. Ketiga nilai multikultural tersebut merupakan nilai
universal yang banyak menyatukan umat Islam dan Kristen dalam konteks
membangun perdamaian.
2. Proses integrasi nilai multikultural dalam pembelajaran PAI di kedua sekolah
pasca konflik sangat didukung oleh wawasan dan pengalaman guru setelah
mengikuti workshop interfidei yang ditindaklanjuti dalam pembelajaran PAI
berwawasan multikultural di sekolah masing-masing.
a. Proses integrasi nilai multikultural dalam pembelajaran PAI di kedua situs
berlangsung secara formal-tekstual di kelas dan informal-konstekstual di
sekolah atau masyarakat. Pengintegrasian nilai multikultural dilakukan
412
melalui empat pendekatan, yaitu: formal-tekstual, sosial-kontekstual,
kontributif-kultural dan aditif-tematik dengan empat bentuk integrasi,
meliputi: normatif, interpersonal, sosial dan budaya lokal.
b. Formal-tekstual adalah pendekatan integrasi nilai multikultural berdasarkan
karakteristik materi PAI dalam silabus Kurikulum 2013, apakah bercorak
multikultural atau tidak. Sosial-kontekstual, yaitu pendekatan integrasi nilai
multikultural dengan mengaitkan materi sesuai realitas keragaman peserta
didik di sekolah, masyarakat dan upaya membangun perdamaian di daerah
Poso. Kontributif-kultural merupakan pendekatan integrasi nilai
multikultural melalui topik kebudayaan Islam, kultur keagamaan umat
Islam dan praktik kearifan lokal ‘sintuwo maroso’ dan ‘padungku’. Aditif-
tematik sebagai pendekatan integrasi nilai multikultural dengan
menambahkan tema-tema terkait perdamaian umat beragama.
c. Sedangkan bentuk integrasi nilai multikultural normatif di kedua situs
berkaitan dengan internalisasi nilai ajaran Islam, kebangsaan dan kearifan
lokal Poso. Interpersonal merupakan bentuk integrasi nilai multikultural
pada interaksi peserta didik muslim lintas budaya di kelas dan kegiatan
keagamaan atau dengan peserta didik Kristen di sekolah. Sosial adalah
bentuk integrasi nilai multikultural pada kegiatan sosial yang menjadi
sentra perjumpaan peserta didik Islam atau dengan peserta didik Kristen
dalam membangun perdamaian. Budaya lokal, yaitu integrasi nilai
multikultural melalui penerapan kearifan lokal ‘sintuwo maroso’ di kedua
413
situs. Sedangkan di SMKN 1 Poso menambahkan budaya ‘padungku’
untuk menghormati tradisi umat Kristen setiap tahun.
3. Format pembelajaran PAI perspektif multikultural di kedua situs berlangsung
secara integral di kelas, lingkungan sekolah dan masyarakat. Pembelajaran
formal-tekstual di kelas dipadukan dengan pembelajaran informal-kontekstual
pada kegiatan keagamaan, kerja sosial dan kemanusiaan sehingga terbentuk
kompetensi beragama peserta didik yang terpadu dalam konteks membangun
perdamaian. Pembelajaran dilaksanakan melalui tiga tahap, yaitu: desain,
pelaksanaan dan penilaian sesuai setting sosial warga sekolah dan masyarakat
Poso yang sedang membangun perdamaian umat beragama.
a. Desain Pembelajaran
Guru mendesain pembelajaran dengan mempertimbangkan realitas
keragaman peserta didik, warga sekolah yang mayoritas dan minoritas secara
agama, masyarakat pasca konflik dan konsesus bersama umat Islam dan
Kristen dalam membangun perdamaian di daerah Poso.
Selanjutnya, guru memetakan materi bermuatan nilai multikultural di
setiap kelas agar mudah diajarkan dengan mendesain komponen pembelajaran
dari tujuan instruksional, pendekatan, metode, media, sumber dan instrumen
penilaian hasil belajar bercorak multikultural.
b. Pelaksanaan Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran PAI multikultural secara formal berlangsung
di kelas dan secara informal pada kegiatan keagamaan, ekstra kurikuler, kerja
sosial dan kemanusiaan. Guru mengorientasikan tujuan pembelajaran untuk
414
membentuk kompetensi beragama peserta didik yang terpadu antara
keshalehan spritual dan sosial sehingga mendukung terciptanya perdamaian
umat beragama di sekolah dan masyarakat Poso.
Untuk mencapai tujuan tersebut, guru menyajikan materi bermuatan
nilai multikultural melalui kegiatan pembuka, inti dan penutup dengan
menekankan kolaborasi peserta didik yang berbeda berbasis nilai
penghormatan, kesetaraan dan kedamaian. Pada penggunaan pendekatan,
metode, media dan sumber, guru memberikan corak multikultural sehingga
relevan dengan materi, realitas kemajemukan peserta didik dan tujuan
pembelajaran PAI multikultural sebagai pendekatan dalam membangun
perdamaian umat beragama di sekolah dan daerah Poso pasca konflik.
c. Penilaian Hasil Belajar
Penilaian hasil belajar peserta didik bercorak multikultural dilakukan
melalui dua teknik, yaitu berbasis kelas dan sekolah. Penilaian di kelas
menggunakan tes tertulis yang terikat dengan KD dan IPK hasil belajar dari
materi bermuatan nilai multikultural. Sedangkan di lingkungan sekolah
menggunakan pengamatan sikap beragama dalam kehidupan sosial lintas
budaya dan agama.
4. Kontribusi pembelajaran PAI perspektif multikultural di kedua situs dalam
membangun perdamaian umat beragama meliputi tiga aspek kehidupan, yaitu:
menangkal paham radikalisme, perdamaian peserta didik dan perdamaian umat
beragama di sekolah dan masyarakat.
415
a. Menangkal Paham Radikalisme
Keterpaduan kompetensi beragama peserta didik antara pemahaman
dan sikap yang toleran, moderat dan damai dalam menyikapi perbedaan agama
merupakan kontribusi nyata pembelajaran PAI multikultural di kedua sekolah.
Dengan kompetensi beragama tersebut, peserta didik tidak mudah melakukan
tindakan intoleran dan kekerasan kepada peserta didik Kristen, baik pada posisi
sebagai mayoritas maupun minoritas.
Peserta didik mampu menyeleksi berbagai kelompok kajian keislaman
yang marak di daerah Poso sehingga mereka tidak terpapar paham radikalisme.
Yang terpenting dalam konteks kemajemukan bangsa Indoensia, peserta didik
memiliki paham nasionalisme yang sejalan dengan konsesus umat Islam dan
Kristen membangun perdamaian dalam bingkai persatuan, Pancasila dan
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
b. Perdamaian Peserta Didik
Perdamaian peserta didik Islam dan Kristen di kedua situs tergambar
pada kesetaraan dalam kegiatan ritual ibadah, sosial keagamaan, pembelajaran
bidang studi umum, ekstra kurikuler dan kerja kemanusiaan. Dialog kehidupan
damai peserta didik Islam dan Kristen tergambar pada sikap saling menjaga
kenyamanan beribadah, saling membantu teknik pelaksanaan hari-hari besar
keagamaan, kerja bakti di rumah ibadah dan penggalangan dana sakit, duka
dan bencana bagi masyarakat.
Di SMKN 1 Poso, peserta didik Kristen dan Islam memiliki tradisi
saling mengucapkan selamat raya idul fitri dan natal setiap tahun. Sedangkan di
416
SMAN 3 Poso, peserta didik berkolaborasi dengan LSM menjadi agen
perdamaian di SD dan bersama polisi menjaga keamanan pada saat sholat hari
raya idul fitri dan ibadah hari raya natal.
c. Perdamaian Umat Beragama
Perdamaian antaumat Islam dan Kristen di kedua sekolah tergambar
pada dialog kehidupan yang damai, baik di sekolah ataupun di masyarakat. Di
sekolah, perdamaian kedua umat beragama tergambar pada menguatnya
praktik toleransi dalam kegiatan akademik, keagamaan dan kehidupan sosial
sehingga terbangun persatuan yang harmonis di antara mereka. Kedua umat
beragama tidak mudah melakukan tindakan yang saling merendahkan dan
kekerasan yang membawa isu agama.
Di masyarakat, umat Islam dan Kristen melakukan berbagai bentuk
dialog kehidupan damai melalui kegiatan sosial dan kemanusiaan. Mereka
bersama-sama mengikuti kegiatan porseni, festival budaya, hari besar nasional
yang diselenggarakan pemerintah Kabupaten Poso. Di SMKN 1 Poso, kedua
umat beragama memiliki tradisi saling berkunjung pada saat hari raya idul fitri
dan natal dengan menyiapkan makanan halal menurut syari’at Islam.
B. Implikasi Penelitian
Berdasarkan kajian integrasi nilai multikultural dalam pembelajaran
PAI di SMKN 1 dan SMAN 3 Poso untuk membangun perdamaian umat
beragama, maka hasil penelitian ini berimplikasi secara teoritik dan praktik.
417
1. Implikasi Teoritis
Secara teoritik, kajian integrasi nilai multikultural dalam pembelajaran
PAI di kedua sekolah pasca konflik berimplikasi pada pengembangan teori
integrasi materi multikultural dalam pembelajaran PAI di sekolah dengan
setting sosial masyarakat pasca konflik yang membangun perdamaian.
Pengembangan teori integrasi materi multikultural dalam penelitian ini
berangkat dari teori the content integration approach menurut Banks. Ia
mengemukakan empat pendekatan integrasi materi multikultural, yaitu:
kontribusi, aditif, transformasi dan aksi sosial untuk memformulasi muatan
kurikulum suatu bidang studi berbasiskan tema-tema budaya.
Pada pendekatan integrasi materi multikultural yang dikemukakan
Banks tidak ditemukan pendekatan formal-tekstual berdasarkan muatan materi
dalam kurikulum suatu bidang studi. Demikian pula Banks tidak
mengemukakan bentuk integrasi materi multikultural pada suatu bidang studi
seperti temuan riset ini.
Pengembangan teori integrasi materi multikultural menurut Banks
dalam temuan penelitian ini, yaitu pada aspek pendekatan integrasi yang terdiri
dari: formal-tekstual, sosial-kontekstual, kontributif-kultural dan aditif-tematik.
Sekaligus melengkapinya pada aspek bentuk integrasi yang meliputi: normatif,
interpersonal, sosial dan budaya lokal.
Peneliti menemukan pengembangan teori integrasi materi multikultural
berdasarkan temuan di lapangan, yaitu proses integrasi nilai multikultural
418
dalam pembelajaran PAI, baik yang berlangsung secara formal-tekstual di
kelas maupun secara informal-konstektual di sekolah dan masyarakat.
Dengan demikian, pengembangan teori integrasi materi multikultural
dalam pembelajaran PAI di kedua sekolah dengan setting sosial masyarakat
pasca konflik yang sedang membangun perdamaian umat beragama merupakan
perspektif teoritik yang diperoleh dari temuan peneliti di lapangan dan belum
pernah dikaji oleh peneliti dan praktisi PAI multikultural di Indonesia.
2. Implikasi Praktis
Secara praktik, hasil penelitian ini berimplikasi, yaitu: Pertama,
menguatnya aktualisasi nilai multikultural kontekstual dalam pembelajaran
PAI dan kehidupan sosial antara peserta didik Islam dan Kristen sehingga
mendukung upaya membangun perdamaian umat beragama di sekolah dan
masyarakat Poso pasca konflik.
Kedua, hasil penelitian tentang proses integrasi nilai multikultural
dalam PAI yang berlangsung di kelas, lingkungan sekolah dan masyarakat
mampu menghadirkan format pelaksanaan pembelajaran PAI multikultural
yang mendukung terciptanya perdamaian umat beragama di sekolah dan
masyarakat Poso pasca konflik sehingga dapat menjadi rujukan bagi guru PAI
dan guru PAK di sekolah-sekolah lain di wilayah Kabupaten Poso.
Ketiga, hasil penelitian yang berkaitan dengan kontribusi pembelajaran
PAI multikultural dalam membangun perdamaian umat beragama di sekolah
dan masyarakat Poso seperti: menangkal paham radikalisme, menguatnya
paham nasionalisme, dialog kehidupan damai peserta didik, menguatnya
419
toleransi dan persatuan umat Islam dan Kristen di sekolah dan masyarakat
menjadi masukan berharga bagi pemerintah Kabupaten Poso, Kementerian
Agama, kepala sekolah, pengawas, guru PAI dan peserta didik dalam
membangun perdamaian di daerah Poso pasca konflik sekaligus menjaga
keutuhan bangsa Indonesia dari diintegrasi berlatar perbedaan agama.
C. Saran-saran
Merujuk pada kesimpulan dan implikasi penelitian di atas, peneliti
menawarkan pemikiran sebagai tindaklanjut hasil penelitian ini, yaitu:
1. Temuan penelitian terkait pengembangan teori integrasi materi multikultural
dalam pembelajaran PAI di sekolah pasca konflik diperlukan penelitian
lanjutan. Model research and develompment yang lebih terukur relevan
diujicobakan sebagai titik berangkat mengembangkan temuan penelitian ini.
2. Pemerintah Daerah Kabupaten Poso, Kepala Dinas Pendidikan dan
Kebudayaan, kepala sekolah SMKN 1 dan SMAN 3 Poso melalui
kewenangan yang dimiliki seyogyanya memberikan dukungan kepada guru
dalam melaksanakan pembelajaran PAI perspektif multikultural. Sehingga
perdamaian umat Islam dan Kristen di daerah Poso dapat tepelihara secara
berkelanjutan.
3. Bagi kepala sekolah di SMKN 1 dan SMAN 3 Poso sebaiknya membuka
ruang yang lebih luas bagi umat Islam atau Kristen minoritas ketika
penerimaan peserta didik baru untuk meminimalisir disparitas mayoritas dan
minoritas antarumat beragama di kedua sekolah.
420
DAFTAR PUSTAKA
A. Referensi Buku dan Ensiklopedi
Awdah, Abd. Qadir. al-Tashri al-Jina’i al-Islami: Maqarinan bi al-Qanun al-
Wad’i, Jilid I; Beirut: Dar al-Kutub al‟Ilmiah, 2005.
al-Baghdadi, Shihab al-Din al-Sayid Mahmud al-Alusi. Ruh al-Ma’ani, Jilid ke 9;
Beirut: Dar al-Kutub al‟Ilmiah, t.t.
al-Shaqir, Sayyid Ahmad. Manaqib al-Syafi’i. Mesir: Maktab Daar al-Turats,
1971.
al-Asqalany, Ahmad bin Ali bin Hajar. Fath al-Bary. Cet. I; Jilid. I; Madinah al-
Munawarah, 1417 H/1996 M.
al-Hamid, Muhammad Muhyi al-Din Abd. Sirah li Abi Muhammad Abd al-Malik
ibn Hisyam, Jilid I, Kairo: Maktabah Dar al-Turath, 2003.
al-Kailani, Majid „Irsan. Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyyah: Dirasah
Muqaranah baina Falsafah al-Tarbiyah al-Islamiyyah wa al-Falsafat al-
Tarbawiyyah al-Mu’ashirah. Cet. 1; Mekkah: Maktabah al-Manarah, 1987.
al-Qardhawi, Yusuf. Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Banna, Terj. H.
Bustami A, Gani dan Zainal Abidin Ahmad. Jakarta: Bulan Bintang, t.th.
Muhammad Al-Ghazali, Ihya ‘Ulumuddin, Juz 1. Beirut: Daar al-Ma‟rifah, t.th.
al-Suyuṭhi, Jalaluddin. Jam’ul Jawami’, Juz 2. Mesir: Daar al-Sa‟adah li al-
Ṭaba‟ah, 1426 H/2005 M.
al-Syaibany, Omar Muhammad al-Toumy. Falsafah Pendidikan Islam, Terj.
Hasan Langgulung. Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
Azra, Azyumardi. Merawat Kemajemukan, Merawat Indonesia. Yogyakarta:
Kanisius, 2007.
-------, Azyumardi Dari Harvard sampai Makkah. Jakarta: Penerbit Republika,
2005.
Abdullah, M. Amin. Islamic Studies di Perguruan Tinggi: Pendekatan Integratif-
Interkonektif, Adib Abdushomad (ed.). Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.
Adisusilo, Sutarjo. Pembelajaran Nilai Karakter: Konstruktivisme dan VCT
Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2012.
Assegaf, Abd. Rahman. Filsafat Pendidikan Islam: Paradigma Baru Pendidikan Hadhari Berbasis Intergratif-Interkonektif. Jakarta: PT. Rajawali Press,
2014.
Aqib, Zainal. Model-model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual
(Inovatif). Bandung: Rama Widya, 2013.
421
Abidin, Yunus. Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum 2013.
Cet. III; Bandung: PT. Refika Aditama, 2016.
Azwar, Asrudin. Teori Perdamaian Demokratis: Asal Usul, Debat &
Problematika Teori Perdamaian Demokratik. Malang: Intras Publishing,
2016.
Ali, Muhammad. Teologi Pluralis-Multikultural: Menghargai Kemajemukan,
Menjalin Kebersamaan. Cet. I. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2003.
Abazhah, Nizar. Sejarah Madinah: Kisah Nabi Muhammad Menata Sendi-sendi
Agama, Politik, Ekonomi, Sosial di Madinah Munawwawah, Terj. Tim
Serambi. Cet. I; Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2017.
Abdurrahman, Dudung. Komunitas-Multikultural dalam Sejarah Islam Periode
Klasik. Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2014.
Ambarwati, Atik dkk. Piagam Kemanusiaan dan Standar Minimum dalam
Respons Kemanusiaan. Jakarta: Masyarakat Penanggulangan Bencana
Indonesia (MPBI), 2012.
Ahmadi dkk, Strategi Pembelajaran Sekolah Integratif. Jakarta: Prestasi Pustaka,
2003.
Alwasilah, A. Chaedar. Pokoknya Studi Kasus: Pendekatan Kualitatif. Jakarta:
PT. Kiblat Buku Utama, 2015.
Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rineka Cipta, 1996.
Arifin, Imron. Penelitian Kualitatif dalam Ilmu-ilmu Sosial dan Keagamaan,
(Malang: Kalimasahada, 1996.
Ahmadi, Rulam. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Arruz Media,
2016.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Poso, Kabupaten Poso dalam Angka. Poso: BPS
Kabupaten Poso, 2018.
Bohannan dan Mark Glazer, High Point in Antropology. New York, Alfred A
Knof, 1973.
Banks, James A. and Cherry A. McGee Banks, Multicultural Education: Issues
and Perspective. Ed.VII, USA: Wiley & Sons, Inc. 2010.
-------- Banks, Educating Citizens in a Multicultural Society. New York:
Columbia University, Teacher College Press, 1997.
Baidhawy, Zakiyuddin. Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural. Jakarta:
Erlangga, 2005.
Barizi, H. Ahmad. Pendidikan Integratif: Akar Tradisi & Integrasi Keilmuan
Pendidikan Islam. Malang, UIN Maliki Press, 2011.
Bogdan, Robert and Sari Knopp Biklen, Qualitative Research for Education: An
Introduction to Theory and Methods. London: Allyn and Bacon Inc, 1998.
422
Bakri, Masykuri (ed). Metode Penelitian Kualitatif: Tinjaun Teoritis dan Praktis.
Cet. VI; Malang: Lembaga Penelitian Unisma kerjasama dengan Visi Press
Media, 2013.
Creswell, W. John, W. John. Riset Pendidikan: Perencanaan, Pelaksanaan dan
Evaluasi Riset Kualitatif dan Kuantitatif, Terj. Helly Prajitno Soetjipto dan
Sri Mulyantini Soetjipto. Ed. V; Cet. I; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.
Djuaeni, Napis. Kamus Kontemporer Indonesia-Arab. Jakarta Selatan: Penerbit
Teraju (PT.Mizan Publika), 2005.
Dana, H. Ricard. Multicultural Assessment: Principles, Asseessment and
Examples. USA: Lawrence Erlbaum Associates. Inc, 2005.
Esposito, Jhon L. (ed). Ensiklopedi Dunia Islam Modern. Bandung: Penerbit
Mizan, 2001.
Featherstone, M. & Lash, S., (ed.). Recognition and Difference: Politics,
Identity, Multiculture, (London: Sage Publication, 2002.
Fogarty F, How to Integrative The Curicula. Palatine Illionis: Skygh Publishing
Inc, 1991.
Ghony, M. Djunaidi. Desain Kurikulum Pendidikan Agama Islam Berbasis
Multikultural. Malang: PPS Unisma, 2017.
--------, M. Djunaidi dan Fauzan Almanshur, Metodologi Penelitian Kualitatif.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.
Gagne, Robert M. et.all, The Principles of Instructional Design. USA: Thomson
Leraning Inc, 2005.
Haerullah, Dendam Konflik Poso Periode 1998-2001; Konflik Poso dari
Perspektif Komunikasi Politik. Cet. II; Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2014.
Hambal, Ahmad Ibn. Musnad al-Imam al-Hafidz Abi Abdullah Ahmad Ibn
Hambal. Riyadh: Baitul Afkar al-Dauliyyah, 1998.
Haikal, Muhammad Husain. Hayat Muhammad. Cet. V; Cairo: al-Maktabah al-
Nahdhah al-Misriyah, 1952.
Hasan, Muhammad Tholhah. Pendidikan Multikultural sebagai Opsi
Penanggulangan Radikalisme. Malang: Universitas Islam Malang, 2016.
--------, Islam dalam Perspektif Sosio Kultural. Jakarta: Lantabora Press, 2000.
--------, Muhammad Tolchah dkk, Metode Penelitian Kualitatif (Tinjauan Teoritis
dan Praktis). Surabaya: Visipress, 2013.
Hawkins, Joyce M. (ed), The Oxford Reference Dictionary. Oxford: Clarendon
Press, 1986.
Hilda Hernandez, Multicultural Education: A Teacher’s Guide to Linking Context
Process and Content, Second Ed. New Jersey: Merill Prentice Hall, 2001.
423
Hidayat, Komaruddin dan Ahmad Gaus AF (ed), Passing Over: Melintas Batas
Agama. Jakarta, PT, Gramedia Pustaka Utama, 2001.
Harahap, Syahrin. “Piagam Madinah: Terjemah dan Susunan Babnya,” dalam
Teologi Kerukunan Umat Beragama. Cet. I; Jakarta: Prenada, 2011.
Samani, Muchlas dan Hariyanto. Pendidikan Karaker: Konsep dan Model. Cet. V;
Bandung: Remaja Rosdakarya, 2016.
Harto, Kasinyo. Model Pengembangan Pendidikan Agama Islam Berbasis
Multikultural. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2014.
Uno dkk, Hamzah B. Desain Pembelajaran. Bandung: MQS Publishing, 2010.
Ichwan, Moch. Nur. Pengantar: “Sakralisasi Kemanusiaan Religionisasi
Perdamaian” dalam Aksin Wijaya, Dari Membela Tuhan Ke Membela
Kemanusiaan, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2018.
Iswanto, Agus. “Integrasi PAI dan PKN: Mengupayakan PAI yang Berwawasan
Multikultural” dalam Zainal Abidin, Pendidikan Agama Islam dalam
Perspektif Multikulturalisme. Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan
Agama, 2009.
--------, Agus dkk, Pendidikan Agama Islam Berperspektif Multikulturalisme.
Jakarta: Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Kemenag RI, 2009.
Iqbal, Abu Muhammad. Pemikiran Pendidikan Islam: Gagasan-gagasan Besar
Para Ilmuwan Muslim. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.
Jamaludin, Adon Nasrullah. Agama & Konflik Sosial: Studi Kerukunan Umat
Beragama, Radikalisme, dan Konflik AntarUmat Beragama. Bandung:
Pustaka Setia, 2015.
Johnson, Doyle Paul. Teori Sosial Klasik dan Modern. Terj. Robert. M.Z.
Lawang. Jakarta: Gramedia Pustaka Utamam 1994.
Kemp, Jerrold E., Gary M. Morrison and Steven M. Ross, Designing Effective
Instruction. Ed. 7th; USA. Prentice Hall. Inc. 1998.
--------, Jerrold E. The Instructional Design Process. New York: Harper & Row
Publisher, 1985.
Kung, Hans. “Toward a World Ethic of the World Religion, Fundamental
Question of Global Ethics in a Global Context” dalam Concilium 2. 1990.
Kimball, A. Charles “Muslim-Christian Dialogue”, dalam Jhon L. Esposito (ed),
The Oxford Encyclopedia of The Modern Islamic World , Vol. 3. New York:
Oxford University Press, 1995.
Khan, Maulana Wahiduddin. Islam Anti Kekerasan, Terj. Samson Rahman.
Jakarta: Pustaka Al-Kausar, 2000.
Khaldun, Ibnu. Muqaddimah Ibn Khaldun, Terj. Ahmadie Thoha. Jakarta: Pustaka
Firdaus, 2000.
424
Kartanegara, Mulyadhi. Integrasi Ilmu: Sebuah Konstruksi Holistik. Jakarta:
Penerbit Arasy dan UIN Jakarta Press, 2005.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Silabus Mata Pelajaran Pendidikan
Agama Islam dan Budi Pekerti SMA/MA/SMK/MAK, Edisi Revisi. Jakarta:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2016.
Licthman, Marilyn. Qualitatif Research in Education: A User’s Guide. Ed. II;
USA: Sage Publication. Inc, 2010.
Levinson, David L. Education and Sociology: an Encyclopedia. New York:
Routldge Farmer, 2002.
Latief, Hilman dan Zezen Zaenal Mutaqin. Islam dan Urusan Kemanusiaan:
Konflik, Perdamaian dan Filantropi. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta,
2015.
McRae, Dave. Poso: Sejarah Komperehensif antara Agama Terpanjang di
Indonesia Pasca Reformasi, Terj. Muhammmad Haripin. Jakarta: Margin
Kiri, 2016.
Mahfud, Chairul. Pendidikan Multikultural. Cet.VIII; Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2014.
Mudlofir, Ali dan Fatimatur Rusydiyah, Desain Pembelajaran Inovatif: Dari
Teori ke Praktik. Ed.1, Cet. Ke 2; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2017.
Mitchell, Bruce M. and Robert E. Salsbury, Encyclopedia of Multicultural
Education. London: Greenwood Press, 1999.
Martono, Nanang. Sosisolgi Perubahan Sosial: Perspektif Klasik, Modern,
Posmodern dan Poskolonial. Jakarta: PT. Rajawali Grafindo Persada, 2014.
Molan, Benyamin. Multikulturalisme: Cerdas Membangun Hidup Bersama yang
Stabil dan Dinamis. Jakarta: PT. Indeks, 2015.
Maksum, Pluralisme dan Multikulturalisme: Paradigma Baru Pendidikan Agama
Islam di Indonesia. Malang: Aditya Media Publishing, 2011.
M.D, Mahfud. Demokrasi dan Konstitusi di Indoenesia. Yogyakarta, Liberty,
1993.
Ma‟arif, Ahmad Syafi‟i. Islam Bingkai Keindonesiaan dan Kemanusiaan: Sebuah
Refleksi Sejarah. Bandung: Mizan, 2009.
Misrawi, Zuhairi. Al-Qur’an Kitab Toleransi: Tafsir Tematik Islam Rahmatan Lil
‘Alamin. Jakarta: Pustaka Oasis, 2010.
Milles, Matthew B., A. Michael Huberman and Johnny Saldana, Qualitative Data
Analysis: A Methods Saourcebook. Ed. III; USA: SAGE Publication.Inc,
2014.
Margono S., Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta, 2000.
Madjid, Nurcholish dkk. Fiqih Lintas Agama: Membangun Masyarakat Inklusif-
Pluralis. Jakarta: Paramadina, 2004.
425
Naimer, Muhammad Abu. Nirkekerasan dan Bina-Damai dalam Islam, Terj. M.
Irsyad Rafshadi dan Khairil Azhar. Jakarta: Democracy Project, 2010.
Naim, Ngainun. Islam dan Pluralisme Agama: Dinamika Perebutan Makna.
Yogyakarta: Aura Pustaka, 2014.
Nata, Abuddin. Peta Keragaman Pemikiran Islam di Indonesia. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2001.
Nizar, Samsul. Dasar-Dasar Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta: Gaya Media
Pratama, 2001.
Parekh, Bikhu. Rethingking Multicuturalism, Keragaman Budaya dan Teori
Konflik, Terj. C.B. Bambang Kukuh Adi. Yogyakarta: Kanisius, 2008.
Pai, Young dan Susan A. Adler, Linda K. Shadiow, Cultural Foundation of
Education. Edisi IV; Upper Saddler River: Pearson Education, Inc, 2006.
Philips, Gerardetta. Melampaui Pluralisme. Malang: Madani, 2016.
Parson, Talcott. The Social System. London: Routladge, 1991.
Poerwandari, Kristi Pendekatan Kualitatif untuk Penellitian Perilaku Manusia.
Depok: Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan
Psikologi (LPSP3) Fakultas Psikologi Universitas Indonesia Kampus Baru
UI, 2005
Qardhawi. Yusuf, Fatawi al-Mu’asirah, Jilid II. Cet. 5; Cairo: Daar al-Qalam,
2005.
Qodir, Zuly. Radikalisme Agama di Indonesia. Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2014.
Ritzer, George. Teori Sosiologi: Dari Sosiologi Klasik sampai Perkembangan
Terakhir Posmodern, Terj. Saut Pasaribu dkk. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2012.
Rahman, H. Abd. dkk, Panduan Integrasi Nilai Multikultural dalam Pendidikan
Agama Islam pada SMA dan SMK, (Jakarta: PT. Kirana Cakra Buana, 2011.
Rofiq, Ainur. Tafsir Resolusi Konflik: Model Manejemen Interaksi dan
Deradikalisasi Beragama Perspektif al-Qur’an dan Piagam Madinah.
Malang: UIN Maliki Press, 2012.
Rahman, M. Taufiq. Glosari Teori Sosial. Bandung: Ibnu Sina Press, 2011.
Race, Ricard. Multiculturalism and Education: Comtemporary Issues in
Education Studies. Great Britain, Continuum, 2011.
Rachman. Budhy Munawar, Islam Pluralis: Wacana Kesetaraan Kaum Beriman.
Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2004.
........, Budhy Munawar. “Pengantar...” dalam Gerardetta Philips, Melampaui
Pluralisme. Malang: Madani, 2016.
Rongers, Everett M. and Thomas M. Stenfatt, Intercultural Communication:
Illinois: Waveland Presss. Inc, 1999.
426
Rabie‟, Muhammad Mahmud. The Political Theory of Ibnu Khaldun. Leiden, E.J.
Brill, 1967.
Ramayulis, Sejarah Pendidikan Islam: Napaktilas Perubahan Konsep, Filsafat
dan Metode Pendidikan Islam dari Era Nabi SAW sampai Ulama
Nusantara. Jakarta: Kalam Mulia, 2011.
Setiadi, Elly M. dan Usman Kolip, Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fakta dan
Gejala Permasalahan Sosial, Teori dan Praktik. Jakarta: Kencana, 2011.
Suparlan, Parsudi. Pengetahuan Budaya, Ilmu-ilmu Sosial, dan Pengkajian
Masalah-masalah Agama. Jakarta: Depag RI, 1982.
Soekanto, Soerjono. Kamus Sosiologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993.
Sanjaya, Wina. Perencanaan & Desain Sistem Pembelajaran. Cet. ke 7; Jakarta:
Kencana, 2015.
Sanaky, Hujair AH. Dinamika Pendidikan Islam di Indonesia. Yogyakarta:
Kaukaba, 2016.
Suprayogo, H. Imam. Paradigma Pengembangan Keilmuan Perspektif UIN
Malang. Cet. I; Malang: UIN Maliki Press, 2006.
........, Pengembangan Pendidikan Karakter. Cet. I; Malang: UIN Maliki Press,
2013.
Silis, David, E. (ed), International Encyclopedia of the Social Science. New York:
The MacMillan Company & The Free Press, 1986.
Sinagatullin, Ilghiz M. Constructing Multicultural Education in a Diverse Society.
USA: Scarecrow Press. Inc, 2003.
Scupin, Raymond and Christopher R. Decorse, Anthropology: A Global
Perspective 8th
ed. Boston: Pearson Education, 2016.
Suryana Yahya dan Rusdiana, Pendidikan Multikultural: Suatu Upaya Penguatan
Jati Diri Bangsa, Konsep, Prinsip dan Implementasi. Bandung: Pustaka
Setia, 2015.
Shihab, Quraish. “Wawasan al-Qur‟an tentang Kebebasan Beragama” dalam
Hidayat dan Gaus AF (ed), Passing Over: Melintas Batas Agama. Jakarta,
PT, Gramedia Pustaka Utama, 2001.
Shihab, Alwi. Islam Inklusif: Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama, Bandung:
Penerbit Mizan, 1999.
Sumbulah, Umi dan Nurjannah. Pluralisme Agama: Makna dan Lokalitas Pola
Kerukunan Antarumat Beragama. Malang, UIN Maliki Press, 2013.
.........., dan Wilda Al Aluf, Fluktuasi Relasi Islam dan Kristen di Indonesia:
Pendekatan Sosio-Historis. Malang: UIN-Maliki Press, 2015.
Sulaiman, Fathiyah Hasan. Pemikiran Ibnu Khaldun Tentang Pendidikan. Jakarta:
Minaret, 1991.
427
Sukardja, Ahmad. Pengalaman Piagam Madinah dan Undang-undang Dasar
1945: Kajian Perbandingan tentang Dasar Hidup Bersama dalam
Masyarakat Islam yang Majemuk. Jakarta: Disertasi PPs IAIN Syarif
Hidayatullah, 1993.
Sauqi, Ngainun Naim dan Achmad. Pendidikan Multikultural: Konsep dan
Aplikasi. Cet. III; Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016.
Sugiyono, Metode Penelitian Kualitatif, Kuantitif R & D. Bandung: Alfabeta,
2007.
Silverman, David. Interpreting Qualitative Data: Methods for Analysing Talk,
Text and Interaction. New Delhi: Sage Publication, 1993.
The World Book Encyclopedia Vol 15. Chicago: World Book inc. 2001.
Tilaar, H.A.R. Multikulturalisme; Tantangan-tantangan Global Masa Depan
dalam Transformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo, 2004.
Tylor, Charles. “Politic of Recognition”, dalam Amy Gutman, Multiculturalism:
Examaning the Politic of Recognition. New Jersey: Princeton University
Press, 1992.
Taufiq, Imam. Al-Quran Bukan Kitab Teror: Membangun Perdamaian Berbasis
al-Quran. Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka, 2016.
Taufiqurrochman, H.R. Imam al-Jami’ah, Narasi Indah Perjalanan Hidup dan
Pemikiran Prof. Imam Suprayogo. Cet. I; Malang: UIN Maliki Press, 2010.
Taimiyah, Ibn. Majmu’ Fatawa, Bab Mantiq. Riyadh: Jami‟ah al-Imam
Muhammad Ibn Sa‟ud, 1962.
Wirawan, I.B. Teori-teori Sosial dalam Tiga Paradigma: Fakta Sosial, Definisi
Sosial & Prilaku Sosial. Jakarta: Kencana, 2012.
Wahid, Abdurrahman dkk, Islam Tanpa Kekerasan. Yogyakarta: LkiS, 1998.
Yaqin, M. Ainul. Pendidikan Multikultural: Cross-Cultural Understanding untuk
Demokrasi dan Keadilan. Yogyakarta: Pilar Media, 2005.
Yamin, Martinis. Desain Pembelajaran Berbasis Tingkat Satuan Pendidikan. Cet.
I; Jakarta: Gaung Persada Press, 2007.
B. Referensi Online dan Jurnal
Imam Suprayogo, “Membangun Integrasi Ilmu dan Agama: Pengalaman UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang,” dalam: https://www.uin.malang.co.id.
Diakses, tanggal 20 Januari 2019.
Core Humanitarian Standard Kemanusiaan Inti dalam Hal Kualitas dan
Akuntabilitas dalam, https://corehumanitarianstandard.org/files/files/Core-
Humanitarian-Standard-Bahasa-Indonesia.pdf, 2015. Diakses tanggal 12
April 2020.
428
https://www.academia.edu/16988048/7. Diakses, tanggal 20 Maret 2020.
Johan Galtung, “Violence, Peace, and Peace Research” dalam Journal of Peace
Research, Vol. 6, No. 3. India: Sage Publications Ltd, 1969.
…….., “Cultural Violence”, dalam Journal of Peace Research, (Online), Vol. 27
No. 3, hlm. 291-305. (http://www.jstor.org/stable/423472). Diakses, tanggal
25 November 2018.
Kamus Besar Bahasa Indonesia Online, https://kkbi.web.id/rekonsiliasi.html.
Diakses, tanggal 20 April 2019.
........., https://www.kbbi.my.id/kata/integrasi, diakses tanggal 15 November 2019.
........., https://kbbi.web.id/nilai.html. Diakses, tanggal 25 November 2019.
Kamus Istilah Indonesia-Arab Online, https://www.almaany.com/id/dict/ar-
id/integrasi/. Diakses, tanggal 25 Mei 2020.
Liputan 6 SCTV menurunkan berita bertajuk: “28 Mei 2005: Ledakan 2 Bom di
Pasar Tentena Tewaskan Puluhan Orang”, dalam: http://m.liputan6.com.
Diakses, tanggal 7 Desember 2018.
Mujahidin Indonesia Timur (MIT) terkini: https://www.beritasatu.com/nasional/
594127-kelompok-teroris-ali-kalora-di-poso-tersisa-10-orang. Diakses, 10
April 2020.
Muhammad Yusri FM, “Prinsip Pendidikan Multikulturalisme dalam Ajaran
Agama-agama di Indonesia”, dalam Jurnal Kependidikan Islam, Jurusan
Kependidikan Islam Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta,
Vol. 3, No. 2, 2008.
Noor, Fu‟ad Arif. “Pendekatan Integratif dalam Studi Islam,” Cakrawala: Jurnal
Studi Islam Vol.13 No.1 (2018), dalam http://journal.ummgl.ac.id/index.php/
cakrawala. Diakses, tanggal 10 April 2020.
Siswanto, “Perspektif Amin Abdullah tentang Integrasi Interkoneksi dalam Kajian
Islam,” dalam Teosofi: Jurnal Tasawuf dan Pemikiran Islam, Vol. 3 No. 2
Desember 2013.