pendekatan acuan penilaian dalam pendidikan …core.ac.uk/download/pdf/11062838.pdf · 431-434)...
TRANSCRIPT
Jum.I Pendldlkan J..",.nl IndonesiaVolume 3, Nomoi'3, Novembw 2006
DftetI)ItIran Oleh:
JUlllAn Pendldlkan OIaI/ra""F.ku"" nmu lCeoiahragun
Un""""'" Negerl Yogyak.vta
PENDEKATANACUANPENILAIANDALAMPENDIDIKANJASMANI
Oleh NgatmanUniversitas Negeri Yogyakarta
AbstractEvaluation is one of the important components in evety education implementation. Some
efforts to improve educaton quality. including physical education, are the improvement of
learning quality and the improvement of its evaluation system. Learning quality has an
interconnected relation with the quality of evaluation system. Good learning system will
produce a good learning quality. This learning quality could be observed from its evaluation
results. Furthermore, good evaluation system will urge teacher to construct a better teaching
strategy and to motivate participants to learn better. Therefore, in an improvement of education
quality. it is needed an upgrading in evaluation system it applied. According to test planning
and interpertation of its results, references of evaluation in physical education may be differed
into two, those are : Norm Refe"ed Evaluation (NRE/Penilaian Acuan Norma-PAN) and
Standard Refe"ed Evaluation (SRE/Penilaian Acuan Patokan-PAP). Evaluation by using
NRE assumes that the capability and ability of evety student is different and could be drawn
according to normal distribution. Evety student's test results are compared with hislher group
scores so that their each position could be observed. Whereas evaluation by using SRE
assumes that almost evety student can learn anything but in a different time/period. The
consequence of this later evaluation is the presence of remedy program. Interpretation of test
results is always compared with a particular pre-determined criteria. In a further development,
evaluation in physical education in order to find out the extent of learning activity result
success of the students can be taken on using evaluation system that uses letter (for tertiaty
educational institution) or using scale between 1 to 10 (for basic education grade up to
intermediaty education grade-Base School up to Senior High School). Evaluation by using
scale and letter could be aplied through some ways as follows: (1) distribution gap methods,
(2) percentage methods, (3) grade or value compilation methods, (4) normal curve methods,
(5) contract-based scoring, and (6) portofolio approach.
Keywords: Evaluation Reference Approach, Evaluation System, Physical Education.
JPJI, Volume3, Nomor 3, November 2006 69
Ngatman
PENDAHULUAN
Dalam skala mikro, penilaian terhadap pencapaian hasil belajar siswa merupakan
langkah untuk. mengetahui seberapa jauh tujuan kegiatan belajar-mengajar (KBM) suatubidang studi telah dicapai. Salah satu tugas yang harus dilaksanakan oleh guru pada
umumnya termasuk guru pendidikan jasmani adalah menilai hasil belajar peserta didik.
Sebab pemberian nilai merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari program
instruksional keseluruhan. Untuk menilai hasil belajar siswa, penilaian yang diberikan oleh
guru pendidikan jasmani harus bersitat menyeluruh/holistic yang terdiri atas tiga ranah,
yaitu: psychomotor domain, cognitive domain, dan affective domain (Morrow, 2000: 130).
Disamping itu, agar hasil penilaian yang dilakukan oleh guru pendidikan jasmani dapat
dilaksanakan dengan maksimal maka diperlukan instrumen penilaian yang memenuhi
karakteristik sebagai instrumen penilaian yang baik. Kriteria instrumen penilaian yangbaik, di antaranya adalah (1) valid/sahih, (2) terandallreliabel, (3) objektit, (4)memiliki
petunjuk pelaksanaan yang telah dibakukan, (5) ekonomis: waktu, tenaga, biaya, dan
sarana prasarana, (6) menarik, dan (7) mempunyai norma (Arma Abdoellah, 1985: 6).
Permasalahan yang seringkali timbul dan banyak dilonhrkan berkenaan dengan
pemberian nilai (grading) dalam pendidikan jasmani akhir-akhir ini di antaranya adalah:
(1) penentuan nilai yang dilakukan oleh sebagian guru pendidikan jasmani tidak cermat dan
cenderung bersitat subjektit atau pemberian nilai di "tengah-tengah" seperti nilai 6 dianggap
lazim dan pantas, sementara guru pendidikan jasmani bersikap kikir untuk berani memberi
nilai 8 atau nilai 9, (2) para siswa yang memperoleh nilai rendah cenderung kurang termotivasi
dalam kegiatan belajar, (3) penentuan nilai cenderung membeda-bedakan seseorang, suatu
hal yang dianggap bertentangan dengan azas demokrasi dan jika tidak cermat
pelaksanaannya dapat menimbulkan masalah sosial psikologis, (4) untuk meningkatkan
kecermatan penilaian maka seorang guru pendidikan jasmani harus mengetahui dan
memahami pendekatan acuan penilaian dan sistemnya dalam pendidikan jasmani.
Paradigma penilaian sebagai suatu pembelajaran peserta didik dirintis oleh stat pengajar
Fakultas Alvemo sekitar 20 tahun yang lalu, yaitu sebagai contoh cara mengubah lembaga
melalui program penilaian. Pendekatan yang digunakan ini merupakan penegasan bahwa
penilaian merupakan bagian dari cara membelajarkan seseorang. Evaluasi hasil belajar
yang dalam pelaksanaannya didahului penilaian harus mampu mendorong peserta didik
belajar lebih baik dan pendidik untuk mengajar lebih baik (Mardapi, 2004: 17).
Menurut Berk (1986: 67) kegiatan penilaian dalam proses pembelajaran perlu diarahkan
pad a empat hal, yaitu: (1) penelusuran, yaitu kegiatan yang dilakukan untuk menelusuri
apakah proses pembelajaran telah berlangsung sesuai dengan yang direncanakan atau
tidak. Untuk kepentingan ini, guru mengumpulkan berbagai intormasi sepanjang semester
atau tahun ajaran melalui berbagai bentuk pengukuran untuk memperoleh gambaran
tentang pencapaian kemajuan belajar anak. (2) pengecekan, yaitu untuk mencari intormasi
apakah terdapat kekurangan-kekurangan pada peserta didik selama proses pembelajaran.
(3) pencarian,yaitu mencari dan menemukan penyebab kekurangan yang muncul selama
proses pembelajaran berlangsung. Dengan jalan ini pendidik dapat segera mencari solusi
untuk mengatasi kendala-kendala yang timbul selama proses belajar berlangsung. (4)
penyimpulan, yaitu untuk menyimpulkan tentang tingkat pencapaian belajar yang telah
70 JPJI, Volume3, Nomor 3, November 2006
Pendekatan Acuan Penlla/an da/am Pendldlkan Jasmanl
dimiliki peserta didik. Hasil penyimpulan ini dapat dipergunakan juga sebagai laporanhasil tentang kemajuan belajar peserta didik, baik untuk peserta didik sendiri. sekolah,orang tua, maupun pihak-pihak lain yang membutuhkan.
FUNGSI PENILAIAN (GRADING)
Bagi seorang siswa, nilai merupakan suatu yang sangat penting karena nilai merupakan
cerminan dari tingkat keberhasilan belajar siswa. Namun, bukan siswa sendiri saja yang
memerfukan cermin keberhasilan belajar yang diperoleh siswa. Oi sisi lain, guru, sekolah,
orang tua dan masyarakat pun juga sangat memerfukannya. Menurut Anas Sudijono (2005:
431-434) fungsi penilaian (grading) terdiri atas: (1) fungsi administratif, (2) fungsi informatif,
(3) fungsi bimbingan, dan (4) fungsi instruksional.
. Fungsi administratif, secara administratif pemberian nilai akhir seorang guru terhadap
siswa memiliki fungsi: menentukan apakah seorang siswa dapat dinaikkan ke tingkatan
yang lebih tinggi atau apakah siswa dapat dinyatakan lulus ataukah tidak, memindahkan
atau menempatkan siswa pada kelompok atau bidang yang sesuai dengan kemampuan
yang dimilikinya, menentukan apakah seorang peserta didik layak atau dipandang telah
memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu untuk diberi beasiswa, pembebasan SPP
ataukah tidak, dan memberikan gambaran tentang prestasi belajar para siswakepada
para calon pemakai tenaga kerja.
Fungsi informatif, pemberian nilai akan memberikan informasi kepada pihak-pihak
tertentu, seperti: para orang tua atau wali murid, wali kelas, penasihat akademik dan lain-
lain tentang prestasi belajar siswa yang berada dalam asuhannya atau menjadi
tanggungjawabnya. Oengan memperhatikan nilai-nilai yang dicapai oleh siswa itu, pihak-
pihak terkait tadi akan memperoleh informasi yang sangat berharga guna mengambil
langkah-Iangkah yang dipandang perfu agar para siswa terse but memperoleh hasil-hasil
yang lebih oprimal dalam mengikuti program pendidikan selanjutnya.Fungsi bimbingan, pemberian nilai kepada siswa akan mempunyai arti besar bagi
pekerjaan bimbingan. Oengan perincian gambaran nilai siswa, petugas bimbingan akan
segera mengetahui bagian-bagian dari usaha siswa di sekolah yang masih memerlukan
bantuan. Catatan lengkap yang mencakup/berkaitan dengan kepribadian siswa yang
berhubungan dengan rasa sosial, akan sangat membantu siswa dalam pengarahannya
sebagai pribadi seutuhnya.
Fungsi instruksional, tidak ada tujuan yang lebih penting dalam proses belajar-mengajar
kecuali mengusahakan agar perkembangan dan belajar siswa mencapai tingkat optimal.
Pemberian nilai merupakan salah satu cara dalam usaha kea rah tujuan itu asal dilakukan
dengan hati-hati dan bijaksana. Pemberian nilai merupakan suatu pekerjaan yang bertujuan
untuk memberikan umpan balik (feedback) yang mencerminkan seberapa jauh seorang
siswa telah mencapai tujuan yang ditetapkan dalam pengajaran atau system instruksional.
Hal senada juga dikemukakan oleh Safrit (1981: 328-329) yang mengatakan bahwa
fungsi penilaian adalah: (1) mengetahui status siswa setelah materi pelajaran
disampaikan, (2) bagi orang tua, nilai dapat dipakai sebagai bahan informasi untuk
menyampaikan status, (3) bagi guru, penilaian ini dapat berfungsi untuk mengetahui
apakah proses pengajaran yang diberikan bisa berjalan efektif dan sesuai dengan tujuan
JPJI, Volume3, Nomor 3, November 2006 71
Ngatman
kurikulum, (4) nilai atau prestasi siswa dapat juga dipergunakan untuk tujuan promosi,
kenaikan kelas, persyaratan untuk mendapatkan beasiswa, untuk seleksi atlet yang akan
mewakili sekolah, (5) sebagai alat untuk memotovasi, siswa, baik siswa yang nilai/prestasi .
kurang maupun nilai/prestasi baik.
FAKTOR-FAKTOR YANG PERLU DIPERTIMBANGKAN DALAMPENILAIAN PENDIDIKAN JASMANI
Beberapa faldor yang lazim dipergunakan sebagai bahan pertimbangan untuk men en-
tukan nilai seorang siswa menurut Miller (2002: 83-86) ada tiga, yaitu: (1) faldor afeldif, terdiri
atas: sportsmanship, attendance, participation, dan showering, (2) faldor kognitif, (3) faldor
psikomotor, terdiri atas: the activity, game performance, dan fitness. Sedangkan menurut
Safrit (1986: 460-462) faldor-faldor yang dipakai sebagai dasar untuk memberikan penilaian
kepada siswa adalah: (1) kehadiran, (2) usahaleffort, (3) pakaian yang digunakan dan
penampilan, (4) sportivitas, dan (5) memberikan reportase/ulasan.
Kehadiran di kelas merupakan salah satu faktor yang dapat dipakai sebagai bahan
pertimbangan oleh guru pendidikan jasmani dalam memberikan penilaian. Pada umumnya
kehadiran siswa di sekolahlkelas disesuaikan dengan tujuan dan kebijakan sekolah yang
bersangkutan. Siswa yang hadir di kelas kurang dari batas minimal kehadiran biasanya
(misalnya 75% kehadiran) akan dikenai sangsi oleh guru dan biasanya akan mengakibatkan
dikenai hukuman atau pengurangan nilai.
Disamping faldor kehadiran , faldor usaha yang telah dilakukan oleh siswa juga perlu
mendapatkan pertimbangkan penilaian. Sekalipun seorang siswa hanya mendapatkan nilai
hasil belajar yang jelek. namun apabila pendidik dengan cermat dapat mengamati sehingga
dapat diperoleh bukti bahwa siswa tersebut sudah berusaha semaksimal mungkin (
misalnya: rajin mengikuti pelajaran pendidikan jasmani, tekun belajar, rajin latihan/mengikuti
kegiatan ekstra kurikuler) maka sudah selayaknya kepada siswa terse but diberikan nilai
penunjang sebagai penghargaan atas jerih payah yang telah dilakukan siswa tersebut.
Sebaliknya bagi siswa yang memiliki nilai hasil belajar rendah tetapi tanpa ada usaha yang
sungguh-sungguh untuk memperbaiki nilainya (sering membolos sekolah, malas latihanl
malas mengikuti kegiatan ekstra kurikuler, malas belajar) maka cukup beralasan jika guru
pendidikan jasmani memberikan penilaian sesuai apa adanya.
Tata cara berpakaian dan penampilan di kelas merupakan salah satu aspek yang juga
perlu dipertimbangkan dalam penilaian. Menggunakan pakaian olahraga pada saat mengikuti
senam maupun aktivitas pendidikan jasmani pada umumnya merupakan persyaratan yang
mutlak harus dipatuhi oleh setiap siswa karena hal ini berkaitan dengan kenyamanan padasaat melakukan aldivitas tersebut. Jika pakaian olahraga yang dikenakan oleh siswa masih
kotor saat masuk gedung olahragalsport hall (seperti: kaos masih basah, sepatu olahraga
kotor) maka keadaan tersebut dapat mengurangi penilaian siswa. Hal ini sangat berbeda
apabila saat siswa pad a waldu mengikuti pelajaran pendidikan jasmani dalam keadaan
berpakaian olahraga rapi, kaos dan sepatu tidak basahlkotor. Bahkan sekolah di.Amerika
Serikat untuk keperluan pemberian nilai pendidikan jasmani salah satu unsur penilaiannya
adalah tingkat kebersihan dan kerapian pakaian olahraga yang dipergunakan siswa. Dengan
72 JPJI. Volume 3, Nomor 3, November 2006
Pendekatan Acuan Pen/la/an da/am Pend/d/kan Jasman/
. cara demikian tujuannya adalah untuk membudayakan siswa agar terbiasa dengan polakehidupan yang bersih dan sehat (Safrit, 1986: 461-462).
Sportivitas merupakan unsur yang tidak terlupakan dari setiap penyeJenggaraan
pengajaran pendidikan jasmani. Setiap guru pendidikan jasmani berharap untuk bisa
menanamkan jiwa sportivitas di kalangan anak didik pada setiap proses penyelenggaraannya,
walaupun pada kenyataannya mengukur nilai soprtivitas siswa itu sulit, tidak realistik serta
memakan waktu yang lama karena hal ini berkaitan dengan sikap seseorang. Apabila guru
pendidikan jasmani ingin menjadikan sportivitas sebagai salah satu unsur penilaian siswa,
maka guru tersebut harus selalu memantau dan mencatat dengan carmat perubahan perilaku
yang ditunjukkan oleh setiap siswa secara terus-menerus dalam rentang waktu yang lama.
Penyajian ulasan/reportase dapat juga dipergunakan sebagai salah satu faktor penilaian
pendidikan jasmani. Model pendekatan penilaian ini banyak digunakan oleh sebagian
besar guru pendidikan jasmani pada tahun 1982 sebagai dasar penilaian guru pendidikan
jasmani terhadap siswanya. Pendekatan penilaian dengan model ini menuntut siwa agar
bisa menyajikan informasi kegiatan pendidikan jasmani/olahraga dalam bentuk uraian/
reportase tak ubahnya seperti seorang presenter (Miller, 2002: 82)
PENDEKATAN ACUAN PENILAIAN DALAM PENDIDIKAN JASMANI
Dilihat dari perencanaan tes dan penafsiran hasil tes, menurut Mardapi (2004: 23) ada
dua macam pendekatan acuan penilaian yang lazim dipakai dalam menentukan nilai
hasil belajar pendidikan jasmani siswa di sekolah, yaitu: Pendekatan Acuan Norma (PAN)
dan Pendekatan Acuan Kriteria (PAP). Kedua acuan ini menggunakan asumsi yang berbeda
tentang kemampuan siswa. Bahkan ada pula yang menggunakan pendekatan penilaian
yang mengkombinasikan kedua acuan penilaian tersebut dalam memberikan nilai akhir
mata pelajaran pendidikan jasmani kepada para siswanya.
Penilaian Acuan Norma (Norm-Referenced Measured)Penilaian acuan norma berasumsi bahwa kemampuan siswa itu berbeda dan dapat
digambarkan menurut distribusi normal. Perbedaan itu harus ditunjukkan oleh hasil
pengukuran, misalnya: setelah siswa mengikuti pelajaran satu semester, kemudian siswa
diberikan tes. Hasil tes siswa ini kemudian dibandingkan dengan kelompoknya sehingga
akan diketahui posisi siswa tersebut. Acuan ini digunakan terutama pada tes untuk seleksi.
Penilaian acuan norma memungkinkan penafsiran prestasi siswa dikaitkan dengan
pre stasi siswa lain yang juga menempuh tes yang sarna. Satu cara sederhana untuk
menggunakan penafsiran penilaian yang beracuan norma adalah membuat rangking skordari skor tinggi ke skor yang rendah dan menentukan dimanakah skor individu berada.
Menurut Phillips (1979: 70-71) ada beberapa faktor penting yang perlu dipertimbangkan
apabila guru pendidikan jasmani menggunakan dasar penilaian hasil belajar siswa yang
beracuan norma. Adapun faktor tersebut di antaranya adalah: (1) sam pel, (2) administrasi/
administration, (3) bersifat mewakili/representativeness, (4) bersifat temporer/temporariness,
(5) memiliki petunjuklpresentation, (6) bisa dibandingkan/comparability.
Sampel yang dipergunakan untuk menyusun norma harus mencakup jumlah kasus
yang besar. Biasanya semakin banyak sampel akan semakin dapat mewakili populasinya..
JPJI, Volume 3, Nomor 3, November 2006 73
- -- - - - '"- - - -"""'-------
------
Ngatman
Prosedur pengambilan sampel harus didasarkan pada suatu distribusi populasi yang luas.
Jika norma-norma nasional akan dikembangkan, distribusi geografi merupakan suatu faktor
penting yang perlu dijadikan bahan pertimbangan selain faktor usia, jenis kelamin, ras,
tingkat pendidikan, status sosial ekonomi, serta teknik pengambilan sampel.
Administrasi tes dan sistem pencatatan hasil harus dibuat sedemikian rupa sehingga
sudah baku. Petunjuk penyusunan norma harus dibuat dengan jelas sehingga dalam
pelaksanaan tes tidak tilTlbul keragu-raguan baik dari pihak guru maupun siswa. Petunjukpenilaian tes hasil belajar siswa harus tegas dan relatif sederhana.
Norma-norma harus dapat mewakili populasi untuk siapa tes itu dibuat. Untuk
penyusunan norma yang berskala nasional prosedur teknik pengambilan sampel merupakan
salah satu faktor yang sangat penting untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan. Dalam
mengevaluasi norma-norma tes, harus diberikan penekanan pada teknik pengambilan
sampel dan ukuran sampel. Makin banyak jumlah siswa yang memiliki karakteristik yang
sama dengan karakteristik dimana norma tersebut dibuat, maka semakin pasti bahwa
norma-norma tersebut merupakan suatu sumber yang dapat dipercaya sebagai bahanpembanding. .
Norma penilaian yang dipakai saat ini bersifat temporer dan harus selalu ditinjau ulangsecara periodik agar tidak usang (out of date). Contoh: norma-norma pada tes kebugaran
jasmani remaja putri dari MHPER pertama kali dikembangkan pada tahun 1958 kemudian
di revisi dua kali yaitu tahun 1963 dan tahun 1975. Tujuan revisi tes AAHPER ini
mengindikasikan bahwa norma-norma tes tersebut bersifat temporer.
Norma penilaian hasil belajar siswa hendaknya disajikan kedalam suatu format yang
dapat dipahami dengan mudah. Tipikal norma penilaian dalam pendidikan jasmani yang
mudah dipergunakan di antaranya: skor standard, norma persentil, dan juga norma-normanilai dan usia.
5eringkali guru pendidikan jasmani perlu membandingkan skor-skor dari teretes yang
berbeda untuk mengevaluasi prestasi siswa. Norma-norma pada tes yang terpisah harus
komparabel . Dalam rangkaian tes kebugaran jasmani remaja putri dari MHPER dimana
setiap item tesnya menggunakan sampel yang sama dalam mengembangkan norma-
normanya. Tanpa prosedur demikian maka norma-norma tes kebugaran jasmani bagi remaja
putri dari MHPER tersebut tidak representatif dan dipermasalahkan keabsahannya.
Pendekatan acuan norma (PAN), pada dasamya menggunakan kurva normal dan has iI-
hasil perhitungan statistika sebagai dasar penilaian. Ukuran statistika yang digunakan
adalah nialai rata-rata (mean) dan simpangan baku (58) yang diperoleh dari hasil kelompok.
Penilaian acuan norma bersifat relatif, karena berpautan pada besarnya nilai rata-rata
atau simpangan baku yang diperoleh dari kelompok itu. Jika hasil perhitungan nilai rata-
ratanya naik atau lebih tinggi, maka patokan menjadi bergeser ke atas. Namun sebaliknya
jika nilai rata-ratanya menurun maka patokan penilaian menjadi bergeser ke bawah.
Kurva normal dibangun di atas sumbu datar X, dengan grafik kurvanya berbentuk genta
dan simetris.. Nilai rata-rata itu terletak pada titik sentral dari kurva itu dibagi dua, belahan
yangsama (simetris). 5atuan nilai yang dipakai dalam kurva normal umumnya yaitu rata- .
rata dan simpangan baku.
Contoh: hasil tes pengetahuan umum penjaskes 20 siswa.
74 JPJI, Volume3, Nomor 3, November 2006
Pendekatan Acuan Pen/la/an da/am Pendid/kan Jasman/
Tabel1: has IItes pengetahuan umum penjaskes
Dari hasil perhitungan data tersebut diperoleh hasil sebagai berikut:Diketahui;
L = 500
L (Xi xy =227
X =25
Simpanganbaku = 3,45
JPJI, Volume3, Nomor 3, November 2006 75
------
Skor Tes(Xr X )2(X)
(XrX)
25 0 -29 4 16
22 -3 9
21 -4 16
20 -5 25
26 1 1
27 2 4
23 -2 4
28 3 9
29 4 16
31 6 36
28 3 9
24 -1 1
20 -5 25
22 -3 9
30 5 25
26 1 1
25 0 -
24 -1 1
20 -5 25
2;=500 25 227
,.__t "..
- --
Ngatman
Nilai hasil tes pengetahuan umum penjaskes dari 20 siswa tersebut kemudian dibuat
ke dalam norma penilaian dengan menggunakan dasar kurva normal, rerata (mean), dan
simpangan baku (S8). Dalam contoh ini dibuat skala 1 - 10,sehingga skala kurva normal,
dirancang dengan standar nilai 1 - 10. Adapun norma penilaian berdasarkan penilaian
acuan norma dengan menggunakan standar penilaian 1 - 10 dapat digambarkan pad atabel 2.
Tabel2: Penllaian acuan norma (standar 1 -10)
Mengacu pada tabel 2 di atas, apabila Si Rifki mendapatkan skor 29, maka nilai Si Rifki
berdasarkan penilaian acuan norma dengan standar 1 - 10 adalah = 8.
Penilaian Acuan Patokan (Criterion- Referenced Measured)Penilaian acuan patokan adalah penilaian yang membandingkan hasil belajar siswa
kepada patokan yang telah ditetapkan sebelumnya. Sebelum penilaian dilaksanakan,
terlebih dahulu ditetapkan patokan yang harus dipakai untuk membandingkan skor hasil
pengukuran sehingga skor itu bermakna. Asumsi penilaian acuan patokan adalah: bahwa
hampir semua orang bisa belajar apa saja namun waktunya yang berbeda. Konsekuensi
dari penilaian acuan patokan (PAP) adalah adanya program remedial. Penilaian acuan
patokan memiliki kelebihan yaitu bermanfaat untuk menjajaki tingkat penguasaan materi
pelajaran secara tuntas (mastery of learning). Dengan demikian kualitas lulusannya dapatterkendali dengan baik.
Patokan ini ditetapkan atas dasar pertimbangan logis mengenai tingkat penguasaan
minimum. Para siswa yang mencapai atau melebihi patokan ini dinyatakan lulus, sedangkan
76 JPJI, Volume3, Nomor 3, November 2006
Skala Batas Skor Rentang Skor Nllal
X +2,4(S) 25 + 2,4 (3,5) =33 33 ke alas 10
X + 1,8 (S) 25 + 1,8 (3,5) =31 31 32 9
X+1,2(S) 25 + 1,2 (3,5) =29 29 30 8
X +O,6(S) 25 + 0,6 (3,5) =27 27 28 7
X + 0,0 (S) 25 + 0,0 (3,5) =25 25 26 6
X - 0,6 (S) 25 0,6 (3,5) =23 23 24 5
X -1,2(S) 25 1,2 (3,5) =21 21 22 4
X -1,8 (S) 25 1,8 (3,5) =19 19 20 3
X -2,4 (S) 25 2,4 (3,5) =17 17 18 2
16 ke bawah 1
Pendekatan Acuan Pen/la/an dalam Pendid/kan Jasman/
para siswa yang belum berhasil mencapai "batas lulus' tersebut dinyatakan tidak lulus.
Hal ini berarti siswa-siswa tersebut dianggap belum menguasai secara minimum
kemampuan tersebut.
Dengan demikian patokan yang digunakan dalam penilaian acuan patokan ini bersifat
tetap. Berbeda dengan penilaian acuan norma yang bersifat relatif. Penilaian acuan patokan
diterapkan untuk mengetahui tingkat penguasaan minimum suatu mata pelajaran.
Penentuan batas penguasaan minimum ini ditetapkan para ahli dalam bidangnya.
Penetapan batas penguasaan minimum itu bermacam-macam, mungkin 55% 60% atau
65% dari jumlah skor minimum tes itu.
Menurut Safrit (1986: 466) metode yang seringkali dipergunakan untuk penilaian acuan
patokan dalam pendidikan jasmani adalah dengan metode persentase. Adapun metode
pemberian nilai dengan sistem persentase akan disajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel3: Contoh pemberian penilaian acuan patokan (PAP)dengan metode persentase
Misalnya: Ujian pengetahuan umum mata pelajaran penjaskes skor maksimumnya
adalah 80, maka tingkat penguasaan materi keseluruhan adalah sebagai berikut: (a) 72 -
80 mendapat nilai A, (b) 64 - 71 mendapat nilai B, (c) 56 -63 mendapat nilai C, (d) 48 - 55
mendapat nilai D, dan (e) kurang dari 55 mendapatkan nilai E.
Berdasarkan tabel 3 di atas, seumpama Si Wibisono mendapatkan skor 74, maka Si
Wibisono tersebut akan mendapatkan nilai A atau 4 karena nilai 74 berada pada interval
kelas tingkat penguasaan materi antara 72 sampai 80.
SISTEM PENILAIAN DALAM PENDIDIKANJASMANI
Kecenderungan yang lazim dipakai dalam penilaian pendidikan jasmani adalah dengan
mempergunakan huruf untuk perguruan tinggi atau skala 1 - 10 untuk jenjang pendidikan
yang lebih rendah, seperti di SD; SLTP, atau SMA. Menurut Rusli Lutan (2000: 192 - 197)
sistem penilaian yang dipergunakan dalam pendidikan jasmani di antaranya adalah:
Metode Kesenjangan Dalam DistribusiSebuah distribusi skor tes biasanya memiliki kesenjangan skor, maksudnya kadangkala
ada rentangan skor tertentu dimana tidak seorangpun siswa mendapatkan skor padarentangan tersebut. Beberapa guru pendidikan jasmani kadangkala memanfaatkan
JPJI, Volume3, Nomor 3, November 2006 77
Tingkat Penguasaan Materl Nllal
90% -100% Aatau4
80% -89% B atau 3
70 79% C atau 2
60 69% Datau2
Kurang dari 60% E atau 1
--
Ngatman
metode kesenjangan dalam distribusi ini untuk menentukan nUai siswa mereka. Sebagaicontoh, perhatikan table 4 berikut ini.
Tabel 4: Distribusi skor bagi suatu kelas
Penentuan nUai berdasarkan kesenjangan skor dapat berbeda-beda bagi setiap kelas
yang berbeda penyebaran skornya. Oleh karena itu cara terse but kurang disukai karena
nUai tergantung pada kesenjangan skor yang terjadi. Dengan demikian, system pemberian
penUaian dengan metode kesenjangan dalam distribusi ini sebaiknya jangan dipakai.
Metode Persentase
Metode persentase dapat juga diterapkan di ling kung an perguru an tinggi atau SMA
dalam kaitannya dengan penguasaan materi secara tuntas. Sebagai contoh: seorang
mahasiswa memperoleh nUai A jika mampu menjawab butir tes sebanyak 90% yang benar,
nUai B jika menjawab 80%, nilai C jika benar 70%-79%, nilai D jika benar 60%-69%, dan
nilai G jika kurang dari 60%. Penggunaan metode persentase terse but merupakan acuan
patokan. Dengan kata lain, berapa persen materi yang telah dikuasai oleh para mahasiswa.
Guru atau dosen yang tertarik untuk menerapkan metode persentase itu, tentu
dihadapkan dengan tug as terutama menentukan bat as lulus atau batas penguasaan
materi. Dalam kinerja aktivitas jasmani persentase yang ditentukan mengacu pada tug as
yang dikuasai oleh peserta didik. Namun demikian, penentuan persentase perlu
dipertimbangkan dengan hati-hati kesulitan dari tes atau tugas bervariasi cukup besar.
Penetapannyadapat dUakukan berdasarkan pengala man yang sudah-sudah. Karena tidak
ad a patokan yang tegas maka bataspersentase penguasaan bahan harus
dipertimbangkan dengan cermat. Misalnya: skor 60% pad a suatu tes mungkin
sesungguhnya lebih baik daripada skor 80% pada tes lain, karena tes yang pertama lebih
sui it daripada tes kedua. Kelemahan dari metode ini adalah agak sulit menentukan
persentase yang akan dipakai karena faktor tingkat kesulitan dari tes yang digunakan.
78 JPJI, Volume3, Nomor 3, November 2006
Skor Nllal Skor Nllal Skor Nllal
95 77 52
95 77 51 G
94 A 76 C 48
93 76
92 76
74
85 74
84 B
83 68 D
82 67
67
Pendekatan Acuan Pen/la/an dalam Pend/d/kan Jasmanl
Metode Himpunan Angka atau NilaiProsedur metode himpunan angka ditempuh dengan menjumlahkan beberapa angka
atau nilai yang diperoleh siswa dari setiap mata pelajaran. Beberapa angka atau nilai itu
diperoleh berdasarkan komponen penilaian yang telah direncanakan dan bahkan telah
dikomunikasikan kepada siswa. Komponen itu misalnya: penguasaan pengetahuan,
penguasaan keterampilan, kerajinan mengikuti program dan lain-lain, sesuai dengan
pertimbangan guru yang bersangkutan mengenai unsur penilaian yang dianggap amat
penting untuk menggambarkan kemajuan belajar siswanya.
Untuk lebih jelas pemahaman penggunaan metode himpunan angka, perhatikan
ilustrasinya pada tabel 5 berikut ini.
Tabel 5: Jumlah angka bagi setiap tugas dan penentuan nllai
Metode Kurva Normal
Pendekatan yang paling lazim dalam penentuan nilai adalah metode kurva normal. Dalam
metode ini, sebuah distribusi normal dijadikan landasan penentuan nilai dengan asumsi
bahwa kemampuam peserta didik dalam tiap kelas terdistribusi secara normal. Namun
kenyataannya tidak akan selalu demikian, dan hal inilah yang merupakan salah satukelemahan dari metode ini.
Tabel 6: Penentuan nllai berdasarkan kurva normal
JPJI, Volume 3, Nomor 3, November 2006 79
--
Tugas Nllal Skala Penllalan
Tes Keterampilan 90 A = 482 535
Metodik I 50 B=428 481
C=375 427Metodeik II 50 0-321 374
Ujian Akhir 100 G- <321
Teori I 20
Teorill 30
Makalah I 40
Makalah II 60
Keterampilan bermain 20
Keikutsertaan dan kehadiran 70
Jumlah makslmal 535
Nllal Skor Z Skor T Persentll
7%=A > 1,48 > 64,8 93 ke alas
18 % =B 0,67 sid 1,48 56,7 sid 64,8 75 sid 92
5O%=C .Q,67 sid 0,67 43,3 sid 56,7 26 sid 74
18 % =D -0,48 sid .Q,67 35,2 sid 43,3 8 sid 25
7% =G < -1,48 < 35,2 7 ke bawah
---
Ngatman
Apabila sudah diperoleh nilai rata-rata (mean) dan simpangan baku (S8), maka tidak
begitu sukar bagi guru pendidikan jasmani untuk mengetahui batas skor bagi masing-
masing kategori nilai sesuai dengan luas kurva normal seperti tertera pada tabel 6 di atas.
Penilaian Berdasarkan Kontrak
Maksud penilaian dengan system berdasarkan kontrak adalah guru dan siswa yang
bersangkutan mengikat kesepakatan tentang apan yang harus dilakukan oleh siswa untuk
memperoleh nilai tertentu. Sebagai contoh, dalam pelajaran atletik di SMA misalnya;
seorang siswa akan memperoleh nilai A jika dia mampu menempuh lari sprint 100 meter
selama 12 detik (untuk putra), 10mpat jauh = 5 meter, tolak peluru berat 5 kg = 7 meter,
membaca 3 artikel tentang atletik, dan menyusun makalah singkat (3-4 halaman) tentang
atletik. Untuk memperoleh nilai B, tentu beban tugasnya lebih rendah dari beban tugas
untuk memperoleh nilai A.
Pendekatan Portofolio
Pendekatan portofolioakhir-akhir ini sering dikembangkan oleh sebagian gurupendidikan jasmani untuk memberikan penilaian kepada siswanya. Perkembangannya
didorong oleh kenyataan bahwa pendekatan tes objektif telah kehilangan konteks.
Pengalaman dan kegiatan siswa di luar situasi sekolah tidak terekam dan tidak memperoleh
penghargaan. Yang diandalkan hanya himpunan prestasi belajar yang terukur pada saat
tes dan pengukuran di sekolah.Pendekatan portofolio pad a dasarnya menekankan penghargaan kepada seluruh
pengalaman dan kemajuan siswa baik yang diperagakan di sekolah maupun di luar sekolah.
Pendekatan ini tampaknya cocok dengan ide pendidikan jasmani yang bertujuan untuk
membentuk kebiasaan melaksanakan budaya atau gaya hid up aktif. Dengan demikian
seluruh aktivitas siswa memperoleh penghargaan, seperti: kegiatan di klub/perkumpulan
olahraga, latihan, latihan mandiri secara teratur untuk membina kebugaran jasmani, kegiatan
ekstrakurikuler di sekolah, mengikuti pertandingan resmi, dan pengalaman lainnya.
Pengalaman itu dapat diklasifikasi sesuai dengan ruang lingkup dan tujuannya dan
diselaraskan dengan komponen tujuan pendidikan jasmani, meliputi: (a) kegiatan untuk
pengembangan pengetahuan, seperti: mengikuti seminar, diskusi, studi klub, (b) kegiatan
untuk pengembangan keterampilan motorik, seperti: latihan mandiri, mengikuti kompetisi
resmi, latihan kebugaran jasmani, camping, kepramukaan, dan lain-lain, (c) rekaman
kegiatan yang mengandung nilai bagi pembinaan aspek afektif/sikap. Informasi itu semua
dilaporkan oleh siswa itu sendiri untuk kemudian dinilai oleh gurunya.
Ada dua pendekatan yang dapat diterapkan jika guru pendidikan jasmani ini
menerapkan pendekatan portofolio dalam memberikan penilaian. Pertama, berbentuk
laporan uraian tertulis untuk setiap kegiatan yang kemudian dihimpun dalam sebuah file
untuk setiap siswa. Pekerjaan ini cukup banyak dan guru juga akan memperoleh peke~aan
tambahan. Kedua, laporan dalam bentuk pengisian formulir yang disediakan. Bentuk ini
memang tidak lazim untuk laporan portofolio karena sudah dibatasi ruang lingkup dan
kepanjangan isinya. Namun dapat digunakan sebagai alternative meskipun bukan laporan
portofolio yang sebenarnya.
80 JPJI, Volume3, Nomor 3, November 2006
Pendekatan Acuan Penila/an da/am Pend/dikan Jasman/
Rangkuman masukan informasi pengalaman siswa itu sel3njuinya dinilaioleh gurunya.
Untuk itu perlu disusun kerangka penil~i:.:m. Haslinya digunakan untuk melengkapi prestasi
belajar yang direkam secara formal pada waktu pelaksanaan tes dan pengukuran.
Balain ke tujuh sistem sistem pemberian nilai dalam pendidikan jasmani sebagaimana
yang diungkapkan oleh Rusli Lutan tersebut, menurut Arma Abdoellah (2002: 8) ada contohsistem memberikan nilai lain yang tidak kalah pentingnya untuk pemberian penilaian
dalam pendidikan jasmani yang dapat dipakai oleh guru pendidikan jasmani. Adapuncontoh sistem memberikan nilai tersebut adalah:
Contoh: 1
Contoh: 2
PENUTUP
Upaya peningkatan kualitas proses pembelajaran pendidikan jasmani salah satunya
dapat ditempuh melalui peningkatan kualitas system penilaian. Sistem penilaian yang
baik akan mendorong pendidik untuk menentukan strategi mengajar yang tepat dan
memotivasi siwa untuk belajar lebih giat. Penilaian dalam pendidikan jasmani dilihat dari
perencanaan dan penafsiran hasil tes dibedakan menjadi penilaian acuan norma (PAN)
dan penilaian acuan patokan (PAP). Penilaian dengan menggnakan PAN berasumsi bahwa
kemampuan setiap siswa dapat digambarkan menurut distribusi normal, sedangkan
penilaian dengan menggunakan PAP diasumsikan hapir semua siswa dapat belajar apa
saja namun dalam waktu yang berbeda-beda. Sistem penilaian dalam pendidikan jasmani
JPJI, Volume 3, Nomor 3, November 2006 81
Faktor Bobot Nllai Poin
Keterampilan Olahraga 3 A(5) 15
Kebugaran Jasmani 2 8(4) 8
Pengetahuan 2 C(3) 6
Sikap 1 8(4) 4
BobotTotal 8 33
Nllai Akhir 33: 8" 4,125 atau nllai B
TUJuan-tuJuan Bobot (%) Nllai Poln
Perkembangan Organik 30% 8(4) 0,30 X4" 1,2
Perkembanga Neuromuskuler 30% A (5) 0,3OX5" 1,5
Perkembangan Intelektual 20% D(2) 0,20 X 2 " 0,4
Perkem. Soslo- Emosional 20% 8(4) 0,20 X4" 0,8
Nllai Akhlr 1,2 + 1..5+ 0,4 + 0,8" 3,9 (B)
--
Ngatman
dapat ditempuhmelalui; metoda kesemjangan dalam distribusi, metode perseniase,metode himpunan angka atau nilai, metode kurva normal. metode penilaian berdasarkankontrak,dan metodependekatanportofolio. .
DAFTAR PUSTAKA
Abdoellah, Arma. (1985). Evaluasi Hasil Be/ajar Dalam Pendidikan Olahraga. Yogyakarta:IKIPYogyakarta.
_' (2002). Sistem Evaluasi Dalam Pendidikan Jasmani (Makalah Semlok EvaluasiDalam Perkuliahan Teori-PraktikPenjas). Yogyakarta:FIKUNY.
Berk,A. (1986). PerformanceAssessment. Baltimore:The Johns HopkinsUniversityPress
Kirkendall, E. G. dan Johnson, R. (1987). Measurement and Evaluation for PhysicalEducation. Champaign, Illinois:Human Kinetics.
Lutan, Rusli dan Suherman, Adang. (2000). Pengukuran dan Evaluasi Penjaskes. Jakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Miller,David K. (2002). Measurement by The Physical Educator (Why and How). New York:The Me. Graw-HillCompanies, Inc.
Morrow,James R. (2000). Measurement and Evaluationin Human Performance (SecondEdition).United States of America: Champaign, Human Kinetics.
Nurhasan, (2001). Tes dan Pengukuran Dalam Pendidikan Jasmani Prinsip-PrinsipdanPenerapannya. Jakarta: Depdiknas.
Phillips,Allen D. dan Hornak,James E. (1979). Measurement and Evaluationin PhysicalEducation:New York,Cichester, Brisbane, Toronto:John Wileyand Sons.
Safrit, Margareth J. (1981). Evaluation In Physical Education (Second Edition). Englewood
Cliffs, New York: Prentice Hall, Inc.
_' (1986). Introduction ToMeasurement in Physical Education and Exercise Science.St. Louis, Missouri: CV Mosby Company. .
Sudijono,Anas. (2005). Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
82 JPJI, Volume3, Nomor 3, November 2006