pendahuluan vulkan
TRANSCRIPT
Gambar 1. Peta Geologi Lembar Sumbawa, Nusatenggara (BAKOSURTANAL, A. Sudradjat,S. Andi Mangga dan N. Suwarna, 1996)
I. PENDAHULUAN
Gunung Tambora dalam peta geologi termasuk dalam lembar Sumbawa,
Nusatenggara (Dompu dan Bima, Nusa Tenggara Barat) skala 1:100.000 telah
dilakukan oleh Direktorat Vulkanologi (melalui Tim Pemeta Sub Direktorat Pemetaan
Gunungapi) sebanyak 2 kali pada tahun 1996. Dan pada saat yang bersamaan dilakukan
pula penelitian oleh Tim GSJ yang berorientasi pada endapan aliran dan jatuhan
piroklastik produk letusan katastropik 1815.
Gunung Tambora (atau bisa juga disebut Tomboro) merupakan sebuah
gunungapi strato. Secara administratif Gunung ini terletak di dua kabupaten, yaitu
Kabupaten Dompu (sebagian kaki sisi selatan sampai barat laut) dan Kabupaten Bima
(bagian lereng sisi selatan hingga barat laut, dan kaki hingga puncak sisi timur hingga
utara). Dan Secara geografis terletak antara 8° 25' LS dan 118° 00' BT dengan
ketinggian 2.851 mdpl, gunung tersebut merupakan gunung tertinggi di Pulau
Sumbawa, Provinsi Nusa Tenggara Barat.
Kawasan Gunung Tambora terbagi menjadi dua lokasi konservasi yaitu
Tambora Utara Wildlife Reserve dengan luas 80.000 hektar dan Tambora Selatan
Hunting Park dengan luas 30.000 hektar. Tambora Utara Wildlife Reserve dengan
ketinggian antara 1.000 sampai 2.281 mdpl sebagai kawasan yang penting karena
berfungsi sebagai daerah tangkapan air Kabupaten Bima dan Kabupaten Dompu dan
sangat berpotensial untuk menjadi tempat wisata karena ciri-ciri geologi-nya sangat
berbeda dengan kawasan lainnya. Juga sebagai tempat perlindungan satwa (wildlife
sanctuary).
Tambora terbentang 340 km di sebelah utara sistem palung Jawa dan 180-190
km diatas zona subduksi. Gunung ini terletak baik di sisi utara dan selatan kerak
oseanik. Gunung ini memiliki laju konvergensi sebesar 7.8 cm per tahun. Tambora
diperkirakan telah berada di bumi sejak 57.000 BP (penanggalan radiokarbon standar).
Ketika gunung ini meninggi akibat proses geologi di bawahnya, dapur magma yang
besar ikut terbentuk dan sekaligus mengosongkan isi magma.
Gambar 2. Letak geografis Gunung Tambora (Google Map)
2. SEJARAH LETUSAN
Kegiatan gunungapi Tambora yang tercatat dalam sejarah, yakni sejak tahun
1812 hingga tahun 1913, perinciannya adalah sebagai berikut :
Tahun Kegiatan G. Tambora
1812 Asap tebal dari bagian kawahnya (Zollinger, 1855)
1815 Diawali dengan asap yang semakin menebal berwarna hitam yang
terjadi beberapa minggu sebelum peristiwa letusan paroksimal.
5 April: terjadi suara gemuruh, terdengar sampai Ternate dan
Jakarta.
10-11 April : terjadi letusan paroksimal.
12 April : letusan paroksimal berakhir.
15 Juli : fasa kegiatan semakin berkurang
1819 Agustus : suara gemuruh yang kuat masih terdengar, terasa gempa
bumi dan tampak bara api.
1847 - 1913 terjadi letusan di bagian dalam kaldera yang menghasilkan leleran
lava dan terbentuknya kawah Doro Api Toi.
1913-sekarang kegiatan G. Tambora terbatas pada kepulan asap fumarola dan
solfatara di sekitar dasar dinding kaldera dengan intensitas sedang-
lemah. Sehingga aktivitas G. Tambora saat ini dapat
diklasifikasikan ke dalam aktivitas aktif normal.
Letusan G. Tambora 1815
Letusan paroksimal Tambora tahun 1815, diawali dengan peristiwa gemuruh
yang menggelegar, diikuti dengan lontaran hujan abu pada tanggal 5 April 1815.
Letusan paroksimal terjadi pada tanggal 10 April 1815 dan berakhir pada tanggal 12
April 1815. Letusan ini diiringi halilintar sambung menyambung bagaikan ledakan bom
atom, terdengar hingga ratusan kilometer jauhnya bahkan terdengar sampai di Pulau
Gambar 3 Sebaran endapan ignimbrit produk erupsi Gunung Tambora tahun 1815 (kiri), menurut Sigurdsson dan Carey (1987), dan Peta isopach endapan abu hasil erupsi Gunung Tambora tahun 1815 (kanan), memperlihatkan sebaran endapan
jatuhan piroklastika dan ketebalannya (dalam centimeter), menurut Self drr. (1984).
Bangka dan Bengkulu. Gempa bumi yang diakibatkan oleh letusan ini dapat dirasakan
oleh peduduk yang berada di Surabaya. Volume material letusan yang dilontarkan ke
udara mencapai 100-150 km3 dengan tinggi payung letusannya diperkirakan mencapai
30-40 km di atas gunungapinya, sedangkan energi letusan mencapai 1,44 x 1027 Erg
atau setara dengan 171.428,60 kekuatan bom atom.
Karakter/Tipe Letusan
Karakter letusan G. Tambora, adalah berupa erupsi eksplosif magmatik
berskala besar (dimanifestasikan oleh sejumlah endapan aliran dan jatuhan piroklastik).
Tercatat minimal 3 kali peristiwa letusan katastropik di seputar G. Tambora yang
berdampak pada pembentukan kaldera, yakni Kaldera Kawindana Toi yang terbuka ke
arah timurlaut (terdapat di bagian timurlaut G. Tambora); Kaldera Tambora Tua
(Kaldera-1, terjadi sebelum tahun 1815) dan Kaldera Tambora Muda (Kaldera-2, terjadi
pada tahun 1815). Sejalan dengan perjalanan waktu, secara berangsur kekuatan erupsi
Gunung Tambora melemah dan cenderung menghasilkan erupsi epusif magmatik
(dimanifestasikan oleh sejumlah leleran lava berkomposisi andesit-basaltik hingga
basalt). Waktu antara pembentukan Kaldera Kawindana Toi dengan Kaldera Tambora,
energi yang dipunyainya hanya mampu melakukan pembentukan erupsi samping yang
tersebar hampir di seluruh lereng dan kaki G. Tambora, diklasifikasikan sebagai tipe
erupsi preatik/preatomagmatik berskala kecil. Menurut sebagian ahli, kerucut-kerucut
samping hasil letusan kecil tersebut disebut dengan istilah erupsi cincin (ring eruption).
Secara umum dapat dipisahkan menjadi 3 kelompok, yakni kelompok kerucut lava
(lava cone), kerucut cinder (scorea cone) dan kerucut preatomagmatik
(phreatomagmatic cone). Peristiwa letusan kecil yang tercatat dalam sejarah adalah
peristiwa pembentukan kerucut Doro Api Toi yang terbentuk di dalam dasar Kaldera
Tambora, menghasilkan kerucut lava basaltik hasil erupsi tipe stromboli. Tahun
kejadiannya tidak disebutkan secara tepat hanya disebutkan tahun antaranya saja, yakni
antara tahun 1847 dan 1913. Pembentukan kerucut Doro Api Toi ini merupakan produk
paska pembentukan Kaldera Tambora 1815.
Grafik 1. material yg diletuskan gunung tambora dibandingkan gunung-gunung berapi
lainnya didunia
Jumlah material yang dilemparkan oleh tambora dibandingkan dengan letusan-
letusan lainnya. Lebih dari 100 Km kubik batuan dilontarkan keatas hingga
ketinggiannya diperkirakan mencapai 40 Km.
Periode Letusan
Periode letusan Gunung Tambora berkisar antara 3 tahun hingga 89 tahun.
Aktivitas pertama yang tercatat dalam sejarah yakni pada tahun 1812, lalu diikuti
dengan peristiwa letusan katastropik tipe plinian pada tahun 1815. Peristiwa letusan
berikutnya adalah tahun 1819. Setelah masa istirahat cukup panjang yakni sekitar 28
tahun, baru terjadi lagi letusan pada tahun 1847. Peristiwa letusan paska pembentukan
kaldera yang menghasilkan kubah lava Doro Api Toi yang terdapat di dasar kaldera
terjadi antara tahun 1847 dan 1913.
Apabila berasumsi pada letusan terakhir yang terjadi pada tahun 1913, maka
masa istirahat Gunung Tambora hingga kini sudah cukup lama, yakni sekitar 90
tahunan. Merupakan masa istirahat yang cukup lama dan cukup waktu untuk Gunung
Tambora dalam mengakumulasikan energinya. Sehingga Gunung Tambora saat ini
perlu diwaspadai dan dimonitor terus agar peristiwa lama yang sangat katastropik itu
sedini mungkin dapat diantisipasi.
3. GEOLOGI
A. Morfologi & Fisiografi
Sumbawa memanjang pada arah barat-timur dan tersayat oleh beberapa
lembah yang berarah terutama timur laut-barat daya dan barat laut-tenggara. Teluk
saleh merupakan lekuk terbesar dan membagi pulau ini atas dua bagian utama yaitu
sumbawa barat dan timur. Garis pantai teluk saleh mengesankan akan suatu daerah
tenggelam.
Bagian utara pulau terdiri dari jalur gunungapi kuarter, dengan puncak
tertinggi 2851mdpl (Tambora). Kawah terdapat hampir disemua gunungapi di jalur
ini; Kawah Gibibanta sebagian terletak dibawah permukaan laut. Kerucut-kerucut
parasit yang berketinggian 100-350 m terdapat di lereng tambora disebelah timur,
tenggara, selatan dan barat daya, dan agaknya terletak sepanjang sistem retakan atau
kelurusan gunungapi yang sesuai dengan pola struktur umum Sumbawa.
Bagian selatan Sumbawa terdiri dari punggungan-punggungan yang kasar
dan tak teratur, yang disayat sistem perkembangan berarah timur laut-barat daya dan
timur laut-tenggara, ketinggian bukit berkisar antara 800-1400 mpdl.
1. Pembagian morfologi G. Tambora
Di dasarkan atas perbedaan morfografi, morfogenesis dan morfokronologi),
dipisahkan menjadi:
Morfologi Vulkanik Tua, terdapat di sekitar G. Labumbum, dicirikan
dengan tingkat erosi sedang-kuat, batuan pembentuk berupa lava dan
endapan aliran piroklastik yang sudah mengalami pelapukan tingkat
lanjut;
Morfologi Perbukitan Sedimen, terdapat di sebelah utara G. Tambora,
dicirikan dengan pola aliran sungai relatif paralel dengan tingkat erosi
sedang-kuat, batuan penutup berupa batugamping;
Morfologi Tambora, menempati bagian tengah memperlihatkan bentuk
kerucut terpancung. Pada bagian puncaknya terdapat kaldera berdiameter
6x7 km dengan tinggi kaldera sekitar 900-960 m. Dasar kaldera
merupakan daerah datar yang terkadang digenangi air dan di bagian
selatan tenggaranya terdapat kerucut kecil Doro Api Toi.
Morfologi Kerucut Luar (Kerucut Sinder dan Kerucut Lava), tersebar
hampir di sekeliling tubuh G. Tambora, umumnya berdimensi kecil
berstruktur kawah di bagian puncaknya dengan tingkat erosi rendah-
sedang, batuan pembentuk berupa lava, endapan jatuhan piroklastik
(preatik dan preatomagmatik).
2. Evolusi Gunungapi G. Tambora dan sekitar,
Evolusi Gunungapi G. Tambora dimulai dengan pembentukkan Vulkanik
Tua Labumbum di bagian tenggara, lalu diikuti dengan pembentukkan G.
Kawindana Toi di bagian timurlaut (menghasilkan Kaldera Kawinda Toi yang
terbuka ke arah timurlaut). Setelah aktivitas di bagian timurlaut berakhir, baru
terbentuk G. Tambora di bagian tengah (menghasilkan Kaldera Tambora
berdiameter 6x7 km). Pembentukkan kaldera Tambora terjadi 2 kali merupakan
produk letusan katastropik sebelum tahun 1815 dan produk letusan katastropik
tahun 1815. Pembentukkan endapan sekunder yang dimanifestasikan dengan
endapan lahar dan kolovial, merupakan endapan yang masih terus berlangsung
hingga kini. Pembentukkan kolovium, terutama terjadi di bagian dasar dinding
Kaldera Tambora. Aktivitas terakhir yang masih terus berlangsung hingga kini,
yakni berupa hembusan solfatara dan fumarola berintensitas sedang di bagian dasar
dinding kaldera dan di sekitar Doro Api Toi yang berada di bagian tengah dasar
Kaldera Tambora.
B. Tektonik
Gunung ini terletak sekitar 300 kilometer di belakang Palung Sunda, tetapi
zona subduksi di daerah yang memiliki dip dangkal dan kurang dari 200 kilometer
jauh di bawah Tambora (Alzwar dan lain-lain, 1981), terletak baik di sisi utara dan
Gambar 4. kawah GunungTambora.
selatan kerak oseanik. Tambora terbentuk oleh zona subduksi di bawahnya. Hal ini
meningkatkan ketinggian Tambora yang pernah mencapai 4.300 m2 ( Stothers,1984;
Sigurdsson & Carey, 1989) yang membuat gunung ini pernah menjadi salah satu
puncak tertinggi di Nusantara dan mengeringkan dapur magma besar di dalam
gunung ini.
Keberadaan penujaman belakang busur dari Bali ke Flores, termasuk
kepulauan Sumbawa telah dilaporkan oleh Hamilton (1979). Ketebalan kulit bumi
dari Jawa ke Bali diperkirakan sekitar 20 km. Kepulauan Sumbawa dibentuk oleh
material vulkanik masa awal Miocene (sekitar 5-3 juta tahun yang lalu), material
vulkanik masa Pliocene ( 1.7-1 juta tahun lalu) dan batu gamping terumbu karang,
serta material vulkanik masa pertengahan Pleistocene ke Holocene.
Gunung api Tambora, umurnya kurang dari 200 ribu tahun, pada sisi kaki
gunung arah barat berada di atas terumbu karang, dan menyelimuti gunung api
yang lebih tua, yang dinamai gunung api Kawinda Toi (410 ribu tahun yang lalu)
pada sisi utara. Sebelum letusan tahun 1815, tinggi gunung diperkirakan para ahli
sekitar 4000 m- 4300 m. Menurut beberapa ahli, ketinggian Tambora bisa saja lebih
tinggi dari yang diperkirakan karena menurut cerita gunung ini bisa dilihat dari
Pulau Bali.
C. STRATIGRAFI
Endapan piroklastik dari aktivitas Tambora tahun 1815 menunjukkan bahwa
ada dua fase letusan besar, fase yang pertama empat endapan jatuhan tephra,
sedangkan fase kedua menghasilkan endapan piroklastik aliran dan surge. Bukti
stratigrafi section dari lapisan tephra jatuhan dapat ditemukan di desa Tambora, 12
km sebelah barat dari kaldera Tambora.
Endapan Jatuhan Piroklastik
Awal abu dan batuapung jatuhan ditemukan di semenanjung Sanggar ,
bagian tengah dan barat laut pantai Sumbawa (Self, 1984), dan di sebelah barat
pulau Lombok. Pada sebagian besar urutan lapiusan tephra jatuhan awal ditutupi
oleh bagian tebal aliran piroklastik dan jatuhan.Urutan dimulai dari empat lapisan
jatuhan yang meluas ditindih hingga delapan endapan aliran piroklastik
(Sigurdsson dan Carey,1989), dan jatuhan diidentifikasi sebagai:
F1, freatomagmatik kecil
endapan jatuhan yang dihasilkan dari ledakan yang lemah sebelum 5 April 1815,
dan mungkin mulai tahun 1.812,
F2, Plinian Pumice Fall dari sebuah kolom letusan dengan ketinggian yang
diperkirakan 35 km. Endapan berkorelasi dengan peristiwa ledakan besar 5
April 1815, yang mengakibatkan jatuhan abu vulkanik di pulau Jawa,
F3, serangkaian jatuhan abu phreato-magmatik minor dari aktivitas level
rendah antara 5 dan 10 April 1815;
F4, jatuhnya pumice utama dari tipe Plinian dari letusan hebat 10 April
1.815 , diendapkan dari kolom letusan setinggi 43 km.
F1 abu dari letusan tahun 1815 dalam kaldera awal adalah 7 sampai 23
cm tebal, lanauan-berpasir, dan kelabu-berwarna coklat, F2 Plinian pumice falls
menunjukkan ketebalan hampir sama, mungkin hanya berbeda1 m atau lebih.Berisi
fragmen obsidian yang melimpah, mungkin dari ekstrusi kubah awal. Di F2,
diameter dari butiran batuapung rata-rata 30 mm dan 29 mm. sedangkan di sisi
barat, 2 km sebelah barat dari kaldera memiliki fragmen khas batu apung-clasts dan
lithics dengan diameter masing masing rata-rata 68 dan 148 mm. F3 ketebalan total
10cm. Semua unit kemerahan berkarat-coklat karena efek termal dari aliran
piroklastik atasnya. Relatif memiliki pemilahan yang buruk, berpasir-berlumpur,
abu berlaminasi halus tetapi ada beberapa batuapung pumicerich kasar jatuh. F 4
hal yang sama kembali disimpan dan over-menebal di dinding kaldera karena
merosot, dengan beberapa batuapung yang kaya unsur gelas bercampur denan
lapilli berbutir halus. Tingkatan kejatuhannya dari atas berwarna abu-abu terang
hingga abu-abu gelap dan hampir hitam apung, yang menunjukkan pengelasan
yang merata ketika kontak dengan atasnya yang aliran piroklastika.
A Survey Radiagram Di Area Gunung Tambora yang dikorelasiakan dengan
penampang lintasan endapan tambora.
Itu arus umumnya tersingkap baik sepanjang garis pantaindan di selokan
pedalaman dan membentuk enam lobus pokok atauncelemek. Di selatan lobus utama
arus pyroclstic membentang dari Hoddo ke kawah. Semakin rendah yang paling Unit
aliran adalah abu-abu gelap, aliran piroklastik yang besar, dengan Scoriae hitam dan
kerak blok sampai dengan 1 m dengan diameterdalam matriks berpasir-berlumpur.
Yang ketiga pyroclastic lobus memanjang barat laut dari Doro Petie bersama pantai
untuk Wontu Wa, dengan warna abu-abu gelap piroklastik aliran di bawahnya
mengandung blok Scoriae sangat besar dan log pohon arang. Tidak ada aliran
piroklastika yang telah mencapai laut di barat laut yang mengisi selama letusan tahun
1815.
Aliran piroklastik yang hadir di dekat Kenanga di pantai utara dan bentuk tiga
lobus kecil di pantai antara Kenanga dan Nguwu Ponda. Dalam Nguwu Ponda
ditemukan banyak kayu pohon besar dikarbonisasi dalam aliran piroklastik abu-abu
gelap yang mengandung sangat besar Scoriae blok. Dari Arah utara kaldera besar lobus
piroklastik terjadi di semenanjung Oi Mari. Di sini aliran basal tebal hingga 6 m Besar
Lubang Scoriae clasts diameternya sampai dengan 1 m ,
Litologi aliran piroklastik jelas berbeda dari urutan yang mendasari lapisan
tephra jatuh dan bergelombang, sebagai aliran yang asalnya dari pecahan batu apung
dan kaca berwarna. Gelap Warna gelap kaca di aliran piroklastikbdikaitkan dengan
pendinginan yang relatif lambat dibandingkan dengan pertumbuhan mikrolitoksidanya.
Arus berasal dari atas dan lereng gunung berapi yang curam, namun deposit di lereng
dan dataran pantai cenderung landai . Distribusi dari aliran piroklastik di lereng
Tambora diperkirakan teendapkan dengan luas tanah totalnya mencapai 820 km2 dan
874 km2 untuk aliran piroklastik dan aliran, menunjukkan bahwa endapan piroklastik
aliran ditindih deposito gelombang. Arus melebihi ketebalan total 20 m, tetapi rata-rata
sekitar 7 m, menunjukkan volume sub-aerial minimal 5,7 km3.
4. GEOFISIKA
Seismik
Hasil seismik didominasi oleh gempa-gempa tektonik yang bersumber dari
daerah pantai utara dan selatan P. Sumbawa. Selama ini kegiatan di dalam kaldera
Tambora tidak menunjukkan kegiatan yang mencolok dan hampir tidak ada catatan
tentang kenakan kegiatan. Kegiatannya hanya terbatas di dasar dinding kaldera berupa
tembusan solfatara dan fumarola dengan intensitas sedang. Untuk sementara ini
kegiatan G. Tambora dinyatakan sebagai gunungapi aktif normal tanpa mengganggu
aktivitas penduduk di sekitar dan penerbangan yang melintasinya.
Walaupun sejak pertengahan abad ke 19 di G. Tambora tidak ada gejala
peningkatan kegiatan, tapi pemeriksaan puncak terus dilakukan, terutama di dasar
kaldera dan di sekitar Doro Api Toi.
5. GEOKIMIA
Lava-lava G. Tambora dan kerucut-kerucut luar di sekitarnya mempunyai
kisaran silika antara (47,88-56,38)%; kisaran K2O antara (1,83-5,81)%. Tidak
ditemukan lava-lava yang kaya akan MgO (kisaran umumnya antara 1,65-4,82%) dan
hanya beberapa conto saja yang kandungan MgO lebih besar dari 5%, hal ini
disebabkan karena proses pembentukkan mineral olivin relatif kurang. Kandungan TiO2
umumnya kurang dari 1%, merupakan khas untuk lava yang berada di busur kepulauan
(island arc), tergabung dalam over saturated rocks. Hal ini ditandai dengan munculnya
normatif kuarsa seperti hipersten, diopsid dan kuarsa. Besarnya normatif kuarsa
mempunyai kecenderungan yang sebanding dengan kandungan SiO2.
Dari variasi SiO2 dengan K2O (Peccerillo et Taylor, 1986), lava-lava G.
Tambora dan kerucut-kerucut sekitar mempunyai kandungan silika (47,88-56,38)%,
diklasifikasikan sebagai andesit-basaltik dan basalt medium-K.
Berdasarkan diagram Harker, variasi elemen major antara SiO2 dengan MgO,
menunjukkan korelasi negatif terhadap SiO2, menandakan berkurangnya mineral olivin
dalam batuan seiring dengan bertambahnya kandungan SiO2. Variasi SiO2 dengan alkali
(Na2O+K2O) berbanding terbalik, walaupun makin bertambahnya kandungan alkali dan
silika, makin berkurang olivin pertanda tidak terjadi fraksinasi olivin.
Variasi MgO dengan CaO umumnya mempunyai korelasi positif, menandakan
terjadinya fraksinasi piroksen. Pada diagram SiO2 dengan TiO2, memperlihatkan trend
berpola, prosentase kandungan TiO2 selaras dengan berkurangnya kandungan SiO2.
Variasi kandungan SiO2 selalu mempunyai korelasi positif dengan
bertambahnya kandungan unsur-unsur jarang seperti Zr (74-149 ppm) dan Ba (759-
1470 ppm). Sedangkan dengan unsur-unsur jarang lainnya, seperti Sr (831-1587 ppm)
mempunyai korelasi negatif; dan dengan unsur jarang Y (16-29 ppm) menampilkan
trend acak. Hal ini selaras dengan adanya pengayaan mineral plagioklas dan atau
ortoklas.
Analisis Air
Hasil analisis kimia air dasar Kaldera Tambora, menunjukkan bahwa kadar
SO4 (432,1-762,9 ppm) dan pH nya menunjukkan harga yang tinggi (8,6-9,1). Derajat
keasaman air (pH) dasar kaldera ini tampaknya sudah melebihi nilai ambang batas
(NAB) yang diperkenankan untuk dikonsumsi serta dipakai untuk keperluan perikanan
dan pertanian dengan kisaran antara 6,50 dan 8,20. Adanya peningkatan pH,
kemungkinan besar disebabkan oleh akibat larutan sulfat yang berasal dari kawah yang
bercampur dengan air dasar kaldera (Tabel). Kandungan SO4 dan pH yang relatif tinggi
tersebut, mengindikasikan bahwa air di dasar Kaldera Tambora sangat dipengaruhi oleh
aktivitas solfatara di sekitar dasar dinding kaldera.
Informasi mengenai kimia air di sejumlah sumber/mata air di sekitar lereng
dan kaki G.Tambora belum ada. Hal ini merupakan PR bagi Tim Kimia Air untuk
sesegera mungkin melakukan penelitian, baik dari sisi potensi dan debitnya maupun
dari sisi kimianya.
6. MITIGASI BENCANA
a. Sistem Pemantauan
Pemantauan kegiatan G. Tambora, dilakukan dengan sistem pengamatan visual
dan seismik dari Pos Pengamatan Gunungapi Tambora yang terletak di kampung Doro
Peti, Desa Doro Peti, Kecamatan Kempo, Kabupaten Dompu.
Pengamatan seismik dilakukan untuk memantau kegiatan gempa vulkanik dan
tektonik dengan menggunakan alat seismograf seismik model PS-2 Kinemetrics dengan
sistem telemetri. Hasilnya didominasi oleh gempa-gempa tektonik yang bersumber dari
daerah pantai utara dan selatan P. Sumbawa. Selama ini kegiatan di dalam Kaldera
Tambora tidak menunjukkan kegiatan yang mencolok dan hampir tidak ada catatan
tentang kenaikan kegiatan. Kegiatannya hanya terbatas di dasar dinding kaldera berupa
tembusan solfatara dan fumarola dengan intensitas sedang. Untuk sementara ini
kegiatan G. Tambora dinyatakan sebagai gunungapi aktif normal tanpa mengganggu
aktivitas penduduk di sekitar dan penerbangan yang melintasinya.
Walaupun sejak pertengahan abad ke-19 di G. Tambora tidak ada gejala
peningkatan kegiatan, tapi pemeriksaan puncak terus dilakukan, terutama di dasar
kaldera dan di sekitar Doro Api Toi. Hasil pengamatan yang dilakukan pada tahun
1986, diketahui adanya kelompok fumarola yang berada di lereng kaldera sebelah
timur. Hembusan fumarola terdengar berdesis, berasap putih dengan intensitas sedang.
Usaha penanggulangan bencana akibat letusan G. Tambora di masa datang,
Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi telah melakukan pemantauan
secara kontinu kegiatan vulkanik G. Tambora serta telah menyiapkan Peta Daerah
Bahayanya. Pemantauan kegiatan G. Tambora secara rutin sudah dilakukan sejak tahun
1987. Dan Pemeriksaan kegiatan gunungapi yang tampak di permukaan berupa
hembusan asap, konsentrasi H2S, perubahan kegiatan solfatara dan fumarola berikut
suhunya aktif dilakukan secara berkala oleh petugas pengamat G. Tambora.
b. Peta Daerah Bahaya
Bahaya yang ditimbulkan akibat letusan G. Tambora secara garis besar dapat
dibedakan menjadi bahaya primer dan sekunder, digambarkan dalam Peta Daerah
Bahaya, meliputi Daerah Bahaya dan Daerah Waspada.
Daerah Bahaya
Merupakan daerah yang terkena akibat langsung oleh letusan atau
bersamaan pada saat terjadinya letusan, seperti oleh aliran piroklastik (awan panas),
aliran lava dan jatuhan piroklastik. Aliran piroklastik terdiri dari material batu
berukuran bongkah yang bercampur dengan abu gunungapi, sedangkan gerakan
alirannya yang paling berperan adalah kandungan gas yang berada dalam tubuh
aliran. Di samping dipengaruhi oleh gravitasi, kecepatan alirannya dapat mencapai
200 km/jam. Aliran lava pijar merupakan cairan magma atau cairan batuan
bertemperatur sekitar 7000C, relatif pekat dengan kecepatan aliran relatif lambat
tergantung dari kekentalan masa dan kemiringan dasar alirannya. Jatuhan
piroklastik adalah suatu material hasil letusan yang dilontarkan ke udara dan
jatuhnya sangat dipengaruhi oleh arah angin pada saat letusan. Biasanya semakin
dekat dengan pusat erupsi, maka diameter material letusan semakin besar dan
endapannya semakin tebal. Material yang berukuran lebih halus (berupa abu halus)
dihembuskan dan terbawa angin hingga mencapai ratusan bahkan ribuan kilometer
jauhnya dari pusat letusan.
Daerah Bahaya G. Tambora, meliputi bagian dalam kaldera dan sekitar
puncak yang umumnya tidak berpenduduk. Luasnya sekitar 58,7 km2.
Daerah Waspada
Merupakan daerah yang kemungkinan terlanda akibat tidak langsung
atau ditimbulkan sesudah terjadinya letusan, seperti aliran lahar yang terbentuk
akibat curah hujan, sehingga material letusan yang berada di bagian lereng terbawa
air hujan dan membentuk lahar. Kecepatan aliran lahar di samping tergantung pada
kemiringan dasar alirannya (kemiringan lereng yang dilewatinya), juga dipengaruhi
oleh konsentrasi abu dan air sebagai media pembawa dan pendorongnya.
Daerah waspada yang kemungkinan terlanda jatuhan piroklastik berupa
abu dan pasir kasar, diperkirakan meliputi daerah berbentuk lingkaran berjari-jari 6
km dengan pusat lingkaran berada di pusat kaldera. Bahaya sekunder akibat lahar
kemungkinan besar mengalir melalui lembah-lembah sungai yang berhulu di
daerah puncak.
Luas daerah waspada diperkirakan mencapai 185 km2, meliputi
Kampung Pasanggrahan, Doro Peti, Rao, Hoddo dan aliran sungai Guwu yang
berada di selatan dan baratdaya G.Tambora. Sebagian lagi meliputi Kampung
Labuan Kenanga, Gubu Ponda dan Kawindana Toi yang berada di sebelah barat-
baratlaut, utara-baratlaut dan utara-timurlaut.
Dengan telah dilakukannya metoda baru dengan sajian Peta Kawasan
Rawan Bencana (KRB) dan Peta Zona Risiko Bahaya Gunungapi (ZRB) sejak dasa
warsa terakhir, maka sajian peta Daerah Bahaya versi lama tampaknya perlu
direvisi. Sehingga di masa mendatang untuk kelengkapan informasi mengenai G.
Tambora dapat pula disajikan Peta KRB dan Peta ZRBnya.