pendahuluan evgiz

12
Pendahuluan Di Indonesia, kacang tanah merupakan jenis kacang- kacangan yang penting kedua setelah kedelai. Kacang tanah dapat dimanfaatkan secara luas, baik untuk diolah lebih lanjut atau dikonsumsi secara langsung. Hasil olahannya dapat berupa kacang goreng, kacang rebus, bumbu pecel, bumbu sate, dan berbagai macam kue. Kacang tanah juga dapat digunakan sebagai bahan pembuat minyak goreng dan ampas hasil minyaknya dapat dijadikan pakan ternak yang kaya akan protein (Somaatmadja, 1993). Penyimpanan kacang tanah sangat peka terhadap serangan jamur, hama, dan rayap. Tingkat kerusakan dalam penyimpanan ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya ialah cara penanganan pasca panen (pengeringan, perontokan, dan penyimpanan). Penanganan pasca panen tersebut sangat berpengaruh terhadap mutu awal kacang tanah seperti : kadar air, tingkat kerusakan, dan kematangan biji sebelum disimpan. Faktor lain adalah cara dan kondisi lingkungan, seperti suhu dan kelembaban, serta sirkulasi udara dalam ruang penyimpanan. Indonesia yang memiliki iklim tropis-basah, ternyata memberi peluang besar terhadap tumbuh-suburnya berbagai jenis kapang pada komoditi pertanian. Beberapa jenis kapang mampu memproduksi racun yang disebut mikotoksin dan racun yang secara khusus diproduksi oleh kapang Aspergillus flavus disebut aflatoksin. Substrat (bahan) yang paling baik bagi kapang yang memproduksi aflatoksin adalah produk yang berasal dari kacang tanah. maka diperlukan terobosan dalam mencegah Bahaya gangguan kesehatan oleh dikonsumsinya kacang tanah terkontaminasi

Upload: aldian-kemal

Post on 09-Jul-2016

223 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pendahuluan evgiz

Pendahuluan

Di Indonesia, kacang tanah merupakan jenis kacang-kacangan yang penting kedua

setelah kedelai. Kacang tanah dapat dimanfaatkan secara luas, baik untuk diolah lebih lanjut

atau dikonsumsi secara langsung. Hasil olahannya dapat berupa kacang goreng, kacang rebus,

bumbu pecel, bumbu sate, dan berbagai macam kue. Kacang tanah juga dapat digunakan

sebagai bahan pembuat minyak goreng dan ampas hasil minyaknya dapat dijadikan pakan

ternak yang kaya akan protein (Somaatmadja, 1993). Penyimpanan kacang tanah sangat peka

terhadap serangan jamur, hama, dan rayap. Tingkat kerusakan dalam penyimpanan ini

dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satunya ialah cara penanganan pasca panen

(pengeringan, perontokan, dan penyimpanan). Penanganan pasca panen tersebut sangat

berpengaruh terhadap mutu awal kacang tanah seperti : kadar air, tingkat kerusakan, dan

kematangan biji sebelum disimpan. Faktor lain adalah cara dan kondisi lingkungan, seperti

suhu dan kelembaban, serta sirkulasi udara dalam ruang penyimpanan. Indonesia yang

memiliki iklim tropis-basah, ternyata memberi peluang besar terhadap tumbuh-suburnya

berbagai jenis kapang pada komoditi pertanian. Beberapa jenis kapang mampu memproduksi

racun yang disebut mikotoksin dan racun yang secara khusus diproduksi oleh kapang

Aspergillus flavus disebut aflatoksin. Substrat (bahan) yang paling baik bagi kapang yang

memproduksi aflatoksin adalah produk yang berasal dari kacang tanah.

maka diperlukan terobosan dalam mencegah Bahaya gangguan kesehatan oleh

dikonsumsinya kacang tanah terkontaminasi aflatoxin dengan cara menetapkan kebijakan

tentang penanganan produk terkontaminasi aflatoxin dan teknologi anjuran proses produksi

kacang tanah bebas aflatoxin. melalui penerapan inovasi teknologi. Salah satu inovasi

teknologi yang diperlukan dalam peningkatan produksi dan meminimalisir adanya aflatoksin

kacang tanah adalah penggunaan varietas unggul dalam proses budidaya serta penanganan

pasca panen salah satunya danya fermentasi. Adanya teknologi baru tentunya diharapkan

memberikan pengaruh terhadap kandungan gizi dari produk yang dihasilkan. Oleh karena itu,

perlunya kita mengetahui seberapa besar perubahan zat gizi yang terjadi pada suatu produk

yang dihasilkan baik sebelum maupun sesudah pengolahan pada tanaman kacang tanah.

Rumusan masalah

Kacang tanah merupakan komoditas pertanian yang mudah mengalami kerusakan di daerah

tropis dengan kelembaban tinggi akibat ditumbuhi jamur, diantaranya Aspergillus flavus dan

Page 2: Pendahuluan evgiz

Aspergillus parasiticus yang dapat menghasilkan aflatoksin. Aflatoksin merupakan

mikotoksin yang bersifat karsinogenik. Pengolahan pasca panen merupakan salah satu tahap

yang menentukan kualitas kacang tanah. perlakuan yang kurang tepat akan menyebabkan

kualitas kacang tanah tidak baik.

Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui bagaimana

Pengaruh pengolahan kacang tanah terhadap kualitas maupun kuantitas panen yang

dihasilkan khususnya dari segi seberapa bebas kacang tanah dari kandungan aflatoksin

sehingga dapat memberikan dampak pada proses selanjutnya sebelum di pasarkan dan

dikonsumsi.

Rumusan masalah

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pengolahan kacang tanah

yang baik sehingga kacang tanah dapat disimpan dengan kualitas yang terjaga, khususnya

dari cemaran jamur penghasil aflatoksin.

Page 3: Pendahuluan evgiz

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kacang Tanah

Kacang tanah merupakan tanaman pangan berupa semak yang berasal dari Amerika

Selatan, tepatnya berasal dari Brazilia. Kacang Tanah ini pertama kali masuk ke Indonesia

pada awal abad ke-17, dibawa oleh pedagang Cina dan Portugis. (Adisarwanto, 2000).

Menurut (Marzuki, 2010), Sistematika kacang tanah adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae atau tumbuh-tumbuhan

Divisi : Spermatophyta atau tumbuhan berbiji

Sub Divisi : Angiospermae atau berbiji tertutup

Klas : Dicotyledoneae atau biji berkeping dua

Ordo : Leguminales

Famili : Papilionaceae

Genus : Arachis

Spesies : Arachis hypogeae L

Varietas-varietas kacang tanah unggul yang dibudidayakan para petani biasanya bertipe tegak

dan berumur pendek (genjah). Menurut AAK (1989) pertumbuhan kacang tanah secara garis

besar dapat dibedakan menjadi dua macam tipe, yaitu tipe tegak (Bunch type, Erect type,

Fastigiate) dan tipe menjalar (Runner type, Prostrate type, Procumbent). Pada umumnya

percabangan tanaman kacang tanah tipe tegak sedikit banyak melurus atau hanya agak miring

ke atas. Batang utama tanaman kacang tanah tipe menjalar lebih panjang daripada batang

utama tipe tegak, biasanya panjang batang utama antara 33-50 cm. Kacang tanah tipe tegak

lebih disukai daripada tipe menjalar, karena umurnya lebih genjah, yakni antara 100-120 hari,

sedangkan umur tanaman kacang tanah tipe menjalar kira-kira 150-180 hari.

Berbagai industri yang menggunakan kacang tanah sebagai bahan baku utama antara lain

industri kacang (kacang kulit, kacang garing, kacang bawang, kacang atom, dan kacang

telor), industri komersil, industri selai (peanut butter), industri bumbu-bumbuan (bumbu

gado-gado, bumbu pecel, dan bumbu sate) serta industri makanan rumahan (Darmawan,

2003). Disamping banyaknya keunggulan, kelemahan kacang tanah adalah mudah

terkontaminasi aflatoksin, karena tanaman ini rentan terhadap jamur A. flavus yang

menghasilkan mikotoksin jenis aflatoksin. Mikotoksin ini banyak ditemukan mencemari

komoditas kacang tanah dan jagung (Fardiaz, 1995).

Page 4: Pendahuluan evgiz

2.2 Penyakit Busuk Biji Kacang Tanah (Seed Rot) atau Karnel Rot

Penyakit benih dan bibit kacang tanah disebabkan oleh beberapa jamur diantaranya Pythium,

Rhizoctonia, Fusarium, A. flavus, A. niger, Rhizopus, dan Sclerotium rolfsii. Dalam semua

kasus yang ditimbulkan oleh patogen diatas mempengaruhi dan menimbulkan kerusakan

tinggi baik pada benih atau bibit baik sebelum berkecambah (biji) atau setelah berkecambah

(tanaman). Namun pathogen yang tergolong penyakit busuk benih diantaranya A. flavus, A

niger, Rhizopus arrhizus, dan Sclerotium rolfsii.

Penyakit akibat A. flavus atau yang sering disebut penyakit kapang aflaroot. Gejala yang

ditimbulkan yaitu kecambah yang terinfeksi layu, ditutupi spora berwarna kuning kehijauan,

kotiledon menunjukkan gejala nekrosis jika sudah mulai muncul. Busuk mahkota (crown rot)

atau busuk kerah akibat jamur A. niger dengan gejala perkecamban awal ditutupi oleh spora

berwarna hitam. Bagian awal muncul kecambah (kerah) sepenuhnya menghitam. Jamur

Rhizopus

arrhizus, dan Sclerotium rolfsii menyebabkan bibit atau tanaman yang baru tumbuh layu

mendadak dan dipenuhi misellium berwarna putih (Sudarma, 2014).

2.3 Jamur Aspergillus flavus

Menurut Alexopoulos dan Mim’s (1979) jamur Aspergillus flavus memiliki identifikasi :

Kingdom : Mycetae

Divisi : Amastigomycota

Subdivisi : Ascomycotina

Kelas : Ascomycetes

Ordo : Eurotiales

Famili : Eurotiaceae

Genus : Aspergillus

Spesies : Aspergillus flavus

A. flavus merupakan jamur patogen yang sering ditemukan sebagai kontaminan pada

komiditas kacang-kacangan dan sereal. Makanan olahan berbahan baku kacang-kacangan,

daging, jagung, ikan, gandum, biji-bijian, buah, dan sereal juga sangat rentan terhadap

kontaminasi jamur A. flavus. Kontaminasi dapat terjadi mulai dari penyiapan bahan baku,

pengolahan, penyimpanan, pemasaran sampai kepada konsumen (Kasno, 2004). Kondisi

Page 5: Pendahuluan evgiz

optimum jamur A. flavus untuk menghasilkan aflatoksin adalah pada suhu 25-35 o C,

kelembaban relatif 85% dan kadar air 16%, serta pH 6. Kontaminasi aflatoksin pada bahan

pangan terjadi bila strain aflatoxigenic berhasil tumbuh dan membentuk koloni serta

selanjutnya memproduksi aflatoksin. Jamur A. flavus akan menghasilkan 50% strain

aflatoxigenic (Kasno, 2004) Koloni jamur A. flavus mula-mula seperti benang putih,

kemudian menjadi butiran-butiran datar yang berwarna kuning. Selanjutnya koloni yang

berwarna kuning terang menjadi kuning gelap. Kepala konidia menyebar secara khusus.

Kebanyakan konidia berdiameter 300-400 µm (Suriawiria, 2002). Konidiofor tidak berwarna

(hialin) dan sangat kasar. Bagian atas berbentuk bulat, melebar dan panjangnya dapat

mencapai 1,0 mm. Vesikel berbentuk bulat sampai batang diameternya mencapai 25-45 µm

(Makfoed, 1993). Koloni dari A. flavus umumnya tumbuh dengan cepat dan mencapai

diameter 6-7 cm dalam 10-14 hari

A. flavus tersebar luas di dunia. Hal ini disebabkan oleh produksi konidia yang dapat tersebar

melalui udara (air-borne) dengan mudah maupun melalui serangga. Komposisi atmosfer juga

memiliki pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan jamur dengan kelembaban sebagai

variabel yang paling penting. Gejala penyakit busuk biji akibat A. flavus yaitu benih yang

mulai layu dan kering, ditutupi oleh spora kuning dan kehijauan. Kotiledon menunjukkan

lesio nekrosis dengan warna coklat kemerahan (Sudarma, 2014). Tingkat penyebaran A.

flavus yang tinggi juga disebabkan oleh kemampuannya untuk bertahan dalam kondisi yang

keras sehingga jamur tersebut dapat dengan mudah mengalahkan organisme lain dalam

mengambil substrat dalam tanah maupun tanaman A. flavus merupakan jamur yang

menghasilkan toksin atau racun berupa aflatoksin.

2. 4 Aflatoksin

Aflatoxin adalah senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan oleh jamur Aspergillus flavus.

Senyawa ini bersifat toksik yang mengganggu kesehatan manusia dan ternak, antara lain

melalui gangguan fungsi hati. Aflatoksin terdiri atas sebuah kelompok kira-kira 20 metabolit

fungal terkait, walaupun hanya aflatoksin B1, B2, G2 dan M1 secara normal ditemukan.

Struktur kimia aflatoksin-aflatoksin yang paling penting dan turunannya diperlihatkan dalam

Gambar 2.2. Aflatoksin B2 dan G2 adalah derivatif dihidro dari senyawa asal (Watson,

1998). Aflatoksin B1 (AFB1) adalah aflatoksin yang paling kuat daya racunnya diikuti

Page 6: Pendahuluan evgiz

berturut-turut oleh G1, B2, G2 dan sering mengkontaminasi makanan dan pakan.

Menimbulkan masalah kesehatan dan ekonomi, pada dosis tinggi adalah toksin akut. Dalam

dosis lebih rendah, AFB1 merupakan hepatokarsinogen, mutagen, teratogen dan

imunosupresor potensial. Aflatoksin B1 adalah karsinogenik untuk banyak organ. Satu dari

yang paling berpotensi hepatokarsinogen pada hewan dan manusia. Hubungan yang sangat

kuat ada antara asupan makanan harian AFB1 dan kejadian kanker hati utama pada manusia

(Droby and Wilson, 2000).

Aflatoksin menjadi masalah bagi kesehatan manusia maupun hewan terutama di negara-

negara sedang berkembang. Hasil penelitian mencatat kondisi terbentuknya aflatoksin adalah

pada interval suhu 10-40o C dengan RH > 80% (Syarief, 1993). Iklim Indonesia yang

termasuk dalam iklim tropik, dimana suhu tinggi dan RH tinggi terjadi sepanjang tahun

menyebabkan komoditas kacang tanah sangat mudah terkontaminasi aflatoksin. Untuk

meminimalkan kontaminasi aflatoksin, perlu dilakukan proses pascapanen yang

memungkinkan kadar air kacang tanah diturunkan hingga aman dalam waktu yang relatif

singkat (Paramawati, 2006).

Page 7: Pendahuluan evgiz

Penanganan Pasca Panen Kacang Tanah

Perlakuan pasca panen berkaitan dengan pertumbuhan jamur dan kontaminasi aflatoksin pada

kacang tanah. Pengeringan, pengemasan yang baik sebelum penyimpanan dan penyimpanan

pada kondisi atmosfer terkendali dapat menurunkan kontaminasi jamur yang menghasilkan

aflatoksin. Tingkat aflatoksin total berkisar antara 1,1 sampai 200,4 ng/g terdapat dalam

kacang tanah yang

dikondisikan pada nilai aw lebih tinggi (aw 0,94-0,84) (Passone et al., 2010).

Uraguchi dan Yamazaki (1978) dalam Makfoeld (1993) menyebutkan terdapat beberapa

faktor pokok yang akan mempengaruhi perkembangan fungi pada bahan pangan yang

disimpan, antara lain: 1) Kandungan air bijian yang disimpan, 2) suhu ruang penyimpanan, 3)

periode penyimpanan, 4) derajat awal serangan oleh fungi sebelum sampai tempat

penyimpanan, 5) banyaknya bendabenda asing (bukan bahan sejenisnya) dan 6) terdapatnya

aktivitas serangga dan kutu dalam ruang simpan. Penanganan pasca panen kacang tanah

harus mempertimbangkan faktor-faktor yang berkaitan dengan perkembangan fungi diatas.

Daftar Pustaka

Bommakanti, A.S., and F. Waliyar. Importance of Aflatoxins in Human and

Livestock Health. (http://www.icrisat.org/aflatoxin/health.asp) [diunduh Juli 2011]

William, J.H., et al. Human aflatoxicosis in developing countries: a review of

toxicology, exposure, potensial health consequences, and intervention. The American

Journal of Clinical Nutrition. Vol. 80. No. 5, p. 1106-1122, November 2004. (http://ajcn.org)

[diunduh Agustus 2011]

_______________. Foodborne Pathogenic Microorganisms and Natural Toxins

Handbook: Aflatoxins. (www.fda.gov) [diunduh Juli 2010]

_______________. Aflatoxins in Your Food – and Their Effect on Your Health.

Environmental, Health and Safety Online. (http://www.ehso.com) [diunduh Juli 2011]

_______________. Aflatoxins: Essential Data. CBWInfo.com. 1999.

(http://www.cbwinfo.com) [diunduh Juli 2011]

Page 8: Pendahuluan evgiz

Dharmaputra, O.S, I. Retnowati, S. Ambarwati, and E. Maysra. 2005b. Aspergillus flavus

infection and aflatoxin contamination in imported peanuts at various stages of the delivery

chain in West Java, Indonesia. Paper presented at the 1st International Conference of Crop

Security 2005. Malang, Indonesia 20-27 September 2005.

Fardiaz, D. 1997. Mycotoxin contamination of grains – a review of research in Indonesia.

Proc. of the 17th ASEAN technical seminar on Grain Post-harvest Technology in Lumut,

Perak Malaysia AGPP. Bangkok. p 112-119.

Ginting, E. 2006. Mutu dan kandungan aflatoksin biji kacang tanah varietas Kancil dan

Mahesa yang disimpan dalam beberapa jenis bahan pengemas. Jurnal Agrikultura, 17(3):165-

172.