pencegahan dan terapi
DESCRIPTION
hhhTRANSCRIPT
REFERAT
PRE-DIABETIK
Pembimbing: dr. Budi Pranowo, Sp.PD
Oleh :
Ferdinand Arden (2013-061-004)
Evelyn Lee (2013-061-007)
Priska Valinia K (2014-061-184)
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYA JAKARTA
RS PANTI RAPIH - YOGYAKARTA
Periode 21 September 2015 – 17 Oktober 2015
Diagnosis
Seringkali, pradiabetes tidak memiliki tanda-tanda atau gejala. Adanya suatu
area kulit yang gelap, suatu kondisi yang disebut acanthosis nigricans, adalah salah
satu dari beberapa tanda-tanda yang menunjukkan risiko untuk diabetes. Daerah
umum yang mungkin akan terkena meliputi leher, ketiak, siku, lutut, dan buku-buku
jari. Gejala klasik diabetes tipe 2 yang harus dipantau meliputi: Peningkatan rasa
haus, sering buang air kecil, kelelahan dan penglihatan kabur. 2
Berdasarkan sebuah komite internasional yang terdiri dari para ahli dari
American Diabetes Association (ADA 2011), American Association of Clinical
Endocrinologist (AACE 2011), the European Association for the Study of Diabetes
dan the International Diabetes Federation merekomendasikan tes untuk menegakkan
diagnosis pradiabetes meliputi:
Hemoglobin A1C atau hemoglobin glikosilasi. A1C adalah tes yang mengukur
kadar glukosa darah rata-rata seseorang selama 2 sampai 3 bulan
terakhir. Hemoglobin adalah bagian dari sel darah merah yang
membawa oksigen ke sel-sel dan kadang-kadang bergabung dengan glukosa
dalam aliran darah. Juga disebut hemoglobin A1C atau hemoglobin
glikosilasi, tes ini menunjukkan jumlah glukosa yang menempel pada sel darah
merah, yang proporsional dengan jumlah glukosa dalam darah. Nilai A1C antara
5,7 dan 6,4 % dianggap pradiabetes. Sedangkan bila level 6,5 persen atau lebih
tinggi pada dua tes berbeda menunjukkan diabetes. Kondisi tertentu dapat
membuat tes A1C tidak akurat, seperti jika sedang hamil atau memiliki varian
hemoglobin.5
HbA1c telah direkomendasikan oleh ADA sebagai pilihan untuk mendiagnosis
diabetes (> 6,5%) dan juga untuk mendeteksi peningkatan risiko penyakit
diabetes (5,7 – 6,4%). Sekarang ini HbA1c memang dinyatakan sebagai penanda
yang lebih baik dibandingkan glukosa plasma puasa dalam memprediksi risiko
mortalitas dan penyakit kardiovaskular pada individu nondiabetik, namun
kurang baik bila dibandingkan dengan konsentrasi glukosa 2 jam, akan tetapi
tidak semua studi mendukung pernyataan ini.5
Tes gula darah puasa. Contoh darah akan diambil setelah berpuasa selama
sedikitnya delapan jam atau semalam. Dengan tes ini, gula darah tingkat yang
lebih rendah dari 100 mg / dL - 5,6 mmol / L adalah normal. Tingkat gula darah
100-125 mg / dL (5,6-6,9 mmol / L) dianggap pradiabetes. Hal ini kadang-
kadang disebut sebagai glukosa puasa terganggu (GPT). Apabila kadar gula
darah 126 mg / dL (7.0 mmol / L) atau lebih tinggi dapat mengindikasikan
diabetes mellitus.5
Uji FPG (Fasting Plasma Glucose) adalah tes pilihan untuk mendiagnosis
diabetes karena kenyamanan dan biaya rendah. Tes FPG yang paling tepat yaitu
bila dilakukan di pagi hari. Hasil dan maknanya ditunjukkan pada Tabel 1.
Orang dengan kadar glukosa puasa 100 sampai 125 mg / dL memiliki bentuk
yang disebut pradiabetes glukosa puasa terganggu (GPT). Memiliki GPT berarti
seseorang memiliki peningkatan risiko berkembang menjadi diabetes tipe 2
tetapi tidak belum diabetes. Apabila nilai FPG 126 mg / dL atau di lebih, dan
sudah dikonfirmasi dengan mengulangi tes pada hari lain, berarti didiagnosis
sebagai diabetes.5
Table 1. FPG test
Plasma Glucose Result
(mg/dL)Diagnosis
< = 99 Normal
100 - 125Prediabetes
(glukosa puasa terganggu)
> = 126 Diabetes*
Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Contoh darah akan diambil setelah
berpuasa selama sedikitnya delapan jam atau semalam. Kemudian pasien akan
minum larutan gula, dan tingkat gula darah akan diukur lagi setelah dua jam.
Tingkat gula darah kurang dari 140 mg / dL (7,8 mmol / L) adalah normal.
Tingkat gula darah 140-199 mg / dL (7,8-11,0 mmol / L) dianggap pradiabetes.
Hal ini kadang-kadang disebut sebagai toleransi glukosa terganggu (TGT).
Apabila nilai gula darah 200 mg / dL (11,1 mmol / L) atau lebih tinggi dapat
mengindikasikan diabetes mellitus.5
Penelitian telah menunjukkan bahwa OGTT lebih sensitif dibandingkan tes FPG
untuk mendiagnosa pradiabetes, tetapi kurang nyaman untuk mengelola. TTOG
memerlukan berpuasa selama minimal 8 jam sebelum tes. Tingkat glukosa
plasma diukur segera sebelum dan 2 jam setelah seseorang minum cairan yang
mengandung 75 gram glukosa dilarutkan dalam air. Hasil dan maknanya
ditunjukkan pada Tabel 2. Jika tingkat glukosa darah adalah antara 140 dan 199
mg / dL 2 jam setelah minum cairan, orang tersebut memiliki bentuk yang
disebut pradiabetes toleransi glukosa terganggu (TGT). Memiliki TGT, seperti
memiliki GPT, berarti seseorang memiliki peningkatan risiko berkembang
menjadi diabetes tipe 2 tetapi belum menjadi DM. Kadar glukosa 2 jam 200 mg /
dL atau lebih, dikonfirmasi dengan mengulangi tes pada hari lain, berarti
seseorang memiliki diabetes.5
Table 2. OGTT
2-Hour Plasma Glucose Result
(mg/dL)Diagnosis
<=139 Normal
140 - 199
Prediabetes
(glukosa puasa
terganggu)
>= 200 Diabetes*
Jika kadar gula darah Anda normal, dokter anda dapat
merekomendasikan tes skrining setiap tiga tahun. Jika Anda memiliki
pradiabetes, pengujian lebih lanjut mungkin diperlukan. Misalnya, dokter harus
memeriksa gula darah puasa Anda, A1C, kolesterol total, kolesterol HDL, low-
density lipoprotein (LDL) kolesterol dan trigliserida setidaknya sekali setahun,
mungkin lebih sering jika Anda memiliki faktor risiko tambahan untuk diabetes.
Dokter mungkin juga merekomendasikan tes mikroalbuminuria tahunan, yang
memeriksa protein dalam urin Anda - tanda awal kerusakan pada ginjal.5
Prognosis
Untuk individu prediabetes, modifikasi gaya hidup merupakan dasar untuk
pencegahan diabetes, dengan pengurangan resiko 40-70%. Berbagai studi
menunjukan hubungan yang linier status glikemia dengan resiko penyakit
kardiovaskuler. Kelompok prediabetes memiliki resiko terjadinya komplikasi seperti
diabetes. Dalam kaitan terjadinya resiko diabetes dan penyakit kardiovaskular pada
kelompok prediabetes, ternyata toleransi glukosa terganggu (TGT) lebih terkait
dengan kedua resiko tersebut disbanding dengan glukosa puasa terganggu (GPT).
Diperlukan langkah pencegahan yang segera untuk menurunkan jumlah penderita
prediabetes, DMT2 dan PKV yang terkait diabetes
2.5. Tatalaksana prediabetes
Berbagai studi menunjukan hubungan yang linier status glikemia dengan
resiko penyakit kardiovaskuler. Kelompok prediabetes memiliki resiko terjadinya
komplikasi seperti kelompok diabetes. Dalam kaitan terjadinya resiko diabetes dan
penyakit kardiovaskular pada kelompok prediabetes, ternyata TGT lebih terkait
dengan kedua resiko tersebut dibanding dengan GPT. Oleh karena itu, pencegahan
penting untuk menurunkan jumlah penderita prediabetes, DMT2 dan penyakit
kardiovaskular yang terkait diabetes.2 Langkah-langkah pencegahan meliputi(1):
a. Intervensi gaya hidup
Modifikasi gaya hidup merupakan bagian utama terapi dan diberikan pada
semua pasien. Gaya hidup merupakan pendekatan pengelolaan fundamental yang
dapat mencegah atau menunda berkembangnya prediabetes menjadi diabetes, serta
menurunkan resiko penyakit mikrovaskular dan makrovaskular. Selain itu juga
mengatasi obesitas dan kurangnya aktifitas fisik. Intervensi gaya hidup memperbaiki
semua faktor resiko diabetes dan komponen sindrom metabolik, obesitas, hipertensi,
dislipidemia dan hiperglikemia. Pasien prediabetes dianjurkan menurunkan berat
badan 5-10% dan mempertahankannya secara berkelanjutan. Penurunan berat badan
akan menurunkan masa lemak, tekanan darah, glukosa, kolesterol (LDL) dan
trigliserida. Aktifitas jasmani yang direkomendasikan adalah aktifitas jasmani
intensitas sedang yang teratur 30-60 menit perhari, paling sedikit 4 hari dalam satu
minggu.
Diet yang dianjurkan adalah pembatasan kalori, peningkatan asupan serat,
dan pembatasan karbohidrat. Khusus untuk penderita hipertensi diet yang disarankan
adalah asupan garam yang dikurangi dan pembatasan alkohol.
b. Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis untuk pencegahan DM biasanya direkomendasikan
sebagai intervensi sekunder yang diberikan setelah atau bersama-sama dengan
intervensi modifikasi gaya hidup. Jika dengan intervensi gaya hidup belum terjadi
penurunan BB maka harus dipertimbangkan dimulainya penggunaan obat.
Medikasi antidiabetik
1. Metformin
Metformin adalah golongan biguanid yang memiliki pengaruh terhadap BMI
dan konsentrasi lemak. Metformin mangurangi kadar gula darah puasadengan
meningkatkan output glukosa ke hati. Namun demikian, metformin tidak
direkomendasikan untuk semua orang dengan TGT. Metformin dapat menyebabkan
asidosis laktat (gangguan iskemia pada ginjal dan hepar). Metformin juga kurang
berperan dalam pencegahan DM pada orang usia tua > 60 tahun. Keterbatasan
metformin juga disebakan adanya efek samping saluran pencernaan yang bisa diatasi
dengan peningkatan dosis secara bertahap.
2. Thiazolidindon
Golongan thiazolidindone: pioglitazon bekerja dengan cara meningkatkan
sensitivitas insulin perifer dan hepatik dan mempertahankan sekresi insulin.
Pioglitazon efektif pada orang obesitas dengan IGT. ACT NOW membuktikan risiko
menderita diabetes lebih rendah 70% dan efek pioglitazon meningkatkan tekanan
darah diastolik, meningkatkan kolesterol HDL, dan menurunkan penebalan arteri
karotis. Namun efek samping pioglitazon meningkatkan berat badan 3 kg lebih besar
daripada placebo dan edema sering dilaporkan terjadi (13% vs 6%).
3. Acarbose
Acarbose bekerja dengan cara menghalangi enzim yang mencerna
karbohidrat. Acarbose membuat glukosa post prandial tetap rendah tanpa
menyebabkan hipoglikemia.
Pada studi STP NIDDM, dalam follow up 3,3 tahun, acarbose menurunkan
resiko DM sebesar 25% dan resiko penyakit kardiovaskular sebesar 31%
(dibandingkan 19% placebo) sehingga membatasi penggunaannya untuk pencegahan
DM. Studi STP NIDDM merekomendasikan penggunaan acarbose pada orang yang
toleran dengan efek samping saluran pencernaan untuk pencegahan DM dan resiko
kardiovaskular. Acarbose juga menurunkan kadar lipid terutama kadar lipid dan
trigliserida saat puasa sebesar 15%. Acarbose juga menurunkan aterogenisitas dari
LDL pada pasien dengan TGT.
4. Analog glukagon-like peptide
Contoh golongan obat ini adalah exenatide dan liraglutide yang keduanya dapat
menurunkan berat badan pada pasien obesitas dan meningkatkan reversi prediabetes
menjadi normoglikemia dalam follow up 1-2 tahun. Efek samping yang paling sering
adalah mual dan muntah.
Medikasi non-antidiabetik
1. Phentermin and topiramat (PHEN/ TPM)
Garvey et al. (2014) menemukan keefektifan penggunaan PHEN/ TPM
selama 108 minggu dalam menurunkan progresivitas dari prediabetes menjadi
diabetes (71%). Pasien overweight dan prediabetes mengalami penurunan badan
dibandingkan dengan placebo 12.1% vs 2.5%. Insiden kejadian prediabetes menjadi
diabetes mengalami penurunan sebesar 48.6% dibandingkan placebo. Kejadian
penyakit kardiometabolik juga menurun pada pasien yang menerima PHEN/ TPM
dibandingkan placebo. Efek samping yang terjadi pada pasien yang menerima
PHEN/ TPM adalah parestesia, sinusitis, mulut kering konstipasi, sakit kepala, dan
disgeusia. (2)
2. Orlistat
Orlistat adalah sebuah obat yang bekerja dengan mekanisme menghalangi
enzim yang memecah trigliserida didalam saluran cerna (anti-lipase). Hasil dari
sebuah studi menunjukan orlistat dapat menurunkan BB sebesar 3-5 kg dalam 6
bulan, yang dapat dipertahankan dalam waktu 4 tahun. Pengobatan pada subjek TGT
yang obesitas denga orlistat sebagai gaya hidup dapat menurunkan resiko terjadinya
DMT2.
Kesimpulan
1. Tabák AG, Herder C, Rathmann W, Brunner EJ, Kivimäki M. Prediabetes: a
high-risk state for diabetes development. The Lancet. 2012;379(9833):2279–90.
2. Garvey WT, Ryan DH, Henry R, Bohannon NJV, Toplak H, Schwiers M, et al.
Prevention of Type 2 Diabetes in Subjects With Prediabetes and Metabolic
Syndrome Treated With Phentermine and Topiramate Extended Release.
Diabetes Care. 2014 Apr 1;37(4):912–21.