penanaman karakter bangsa berbasis kearifan …
TRANSCRIPT
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 7, Nomor 2, Nopember 2017
16 Alhafizh Mahardika, Penanaman Karakter Bangsa Berbasis Kearifan Lokal di Sekolah
PENANAMAN KARAKTER BANGSA BERBASIS KEARIFAN LOKAL
DI SEKOLAH
Alhafizh Mahardika
Pasca Sarjana Universitas Negeri Yogyakarta
ABSTRAK
Tujuan dari penulisan artikel ini adalah untuk memaparkan secara komprehensif pentingnya sekolah
dalam mengembangkan kearifan lokal yang diinovasi untuk dikemas secara modern dengan tetap
mempertahankan nilai-nilai lokalnya untuk menanamkan karakter bangsa pada generasi muda.
Metode penulisan artikel menggunakan kepustakaan atau library research. Data yang digunakan
dalam artikel ini bersumber dari buku, artikel ilmiah, jurnal, dan media masa online. Kemudian data
yang diperoleh dikumpulkan dan diolah menggunakan teknik dokumentasi dan identifikasi wacana.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa karakter bangsa dapat dilakukan dengan mengadopsi nilai-
nilai yang ada di dalam kearifan lokal seperti nilai religi, gotong royong, seni dan sastra, dan
keterampilan lokal. Program sekolah berbasiskan pada kearifan lokal dalam pendidikan karakter
berbasis budaya dengan program sekolah berbasis berbasis kearifan lokal, budaya sekolah berbasis
kearifan lokal, pendidikan karakter bangsa berbasis kearifan lokal diintegrasikan ke dalam mata
pelajaran dan program pengembangan diri peserta didik. Dengan demikian rasa kebangsaan
tergantung pada kebijakan yang dilakukan oleh pihak sekolah dalam menanamkan karakter bangsa
kepada peserta didik.
Kata kunci: karakter bangsa, kearifan lokal, sekolah.
A. Pendahuluan
Globalisasi berdampak sangat luas
dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara. Globalisasi membawa
kemajuan teknologi dan informasi yang
berkembang sangat pesat. Teknologi pada
saat ini menciptakan gelombang informasi
yang dapat diakses secara mudah, cepat,
dan murah. Informasi yang berkembang
menjadi sulit dibendung dan dikontrol.
Oleh karena itu, anak muda pada saat ini
disebut juga sebagai generasi Z. Generasi
Z ialah anak-anak yang lahir di generasi
internet atau dan sudah mulai mengalami
ketergantungan terhadap internet.
Generasi yang sudah mengenal
internet dapat memengaruhi karakternya.
Generasi Z memiliki keunggulan lebih
peka terhadap pergaulan global, memiliki
pikiran yang lebih terbuka, lebih cepat
terjun ke dalam dunia kerja, memiliki jiwa
wirausaha, dan lebih ramah terhadap
teknologi namun kekurangan generasi Z
lebih individual. Dalam seharinya anak-
anak menghabiskan waktu mengakses
internet selama tiga sampai lima jam
sehari sehingga memengaruhi karakter
dan pola hidup mereka (Adam, 2017).
Ketergantungan terhadap teknologi
juga menimbulkan beberapa persoalan
dalam kehidupan suatu bangsa. Penelitian
yang dilakukan olah Cogan & Derricott
(1998: 7) mengidentifikasi ada beberapa
permasalahan global yang dihadapi oleh
negara-negara di seluruh dunia. Budaya
yang berasal dari bangsa lain dapat
memengaruhi bangsa lainya melalui
informasi yang begitu masif baik lewat
media elektronik, cetak, televisi, dan
media sosial akan semakin
mempermudah dah terjadinya proses
pertukaran budaya. Budaya asing yang
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 7, Nomor 2, Nopember 2017
17 Alhafizh Mahardika, Penanaman Karakter Bangsa Berbasis Kearifan Lokal di Sekolah
masuk tanpa di penguatan budaya lokal
dan pemilahan dapat pengaruhi sikap dan
mental generasi muda.
Minat generasi muda terhadap
budayanya sendiri mulai bergeser
kekebudayan bangsa yang lebih maju.
Perubahan dari fesyen anak muda lebih
berminat berbelanja di mall, pusat belanja,
pasar dan membeli produk luar seperti
Adidas, Nike serta zara. Kuliner anak
muda sekarang juga lebih suka pada
makanan yang instan seperti di KFC &
McDonal. Bahkan dari segi hiburan
mereka juga lebih tertarik pada musik
modern (Adam, 2017).
Proses pencarian jati diri yang
dilakukan oleh anak muda akan
mengakibatkan mereka mudah
terpengaruh budaya asing. Anak-anak
yang tidak memiliki pemahaman yang kuat
mengenai nilai-nilai kearifan lokal akan
mudah terbawa arus negatif dari
globalisasi. Perilaku-perilaku menyimpang
yang dilakukan oleh anak muda seperti,
membentuk geng motor, terjebak dalam
pergaulan bebas, penggunaan minum-
minuman keras dan obat terlarang,
tawuran setiap tahunya mengalami
peningkatan (BPS, 2014). Cara
berinteraksi anak muda dengan orang tua,
interaksi murid terhadap guru sekarang
juga mengalami perubahan. Mereka
sudah kurang memerhatikan Tata krama
seperti, ketika berinteraksi. Hal tersebut
dipengaruhi oleh budaya sekularisme,
pragmatisme, dan hedonisme (Ruyadi,
2010).
Selain berpengaruh terhadap
perilaku generasi muda, perkembangan
pengetahuan dan teknologi menurut
Susanto berdampak pada perubahan
kehidupan dalam masyarakat seperti
terjadinya pergeseran nilai, budaya, serta
agama yang mulai mengadopsi nilai-nilai
dari bangsa lain yang tidak selalu sesuai
dengan jati diri bangsa Indonesia
sehingga menimbulkan berbagai
penyimpangan nilai dalam masyarakat
(Hidayati, 2008: 64). Persoalan-persoalan
yang terjadi dalam kehidupan bangsa
Indonesia saat ini mengindikasikan mulai
lunturnya karakter bangsa pada generasi
muda.
Permasalahan-permasalahan yang
dihadapi bangsa Indonesia dan lunturnya
karakter bangsa di antaranya disebabkan
oleh (1) disorientasi dan nilai-nilai
pancasila yang belum mampu dihayati
sebagai filosofi dan ideologi bangsa, (2)
terbatasnya perangkat kebijakan terpadu
dalam mewujudkan nilai-nilai dalam
Pancasila, (3) bergesernya nilai etika
dalam kehidupan bermasyarakat
berbangsa dan bernegara, (4)
memudarnya kesadaran masyarakat
terhadap nilai-nilai budaya bangsa, (5)
muncul ancaman disintegrasi bangsa, dan
(6) melemahnya kemandirian bangsa
(Desain Induk Pengembangan Karakter
Bangsa, 2010:2).
Perlu adanya penguatan dan
penanaman terhadap karakter bangsa
pada generasi muda. Nilai-nilai luhur yang
ada dalam kearifan lokal (local wisdom)
dapat memperkuat jati diri bangsa dan
menanamkan kecintaan terhadap bangsa
serta negara. Hal itu disebabkan kearifan
lokal diambil dari nilai-nilai luhur yang ada
di dalam masyarakat itu sendiri. Seperti
yang diungkapkan oleh Geertz (1973)
bahwa kearifan lokal merupakan unsur
budaya tradisional yang berakar pada
kehidupan masyarakat dan terkait dengan
sumber daya manusia, sumber budaya,
ekonomi, keamanan dan hukum. Lebih
lanjut Geertz berpandangan bahwa
kearifan lokal dapat dilihat sebagai tradisi
yang berhubungan dengan kegiatan
bertani, peternakan, pembangunan rumah
dll.
Rasa kecintaan terhadap budaya
bangsa dapat memicu timbulnya jiwa
nasionalisme pada masyarakat Indonesia.
Hal tersebut dapat dilihat pada kasus
pengklaiman budaya Indonesia oleh pihak
Malaysia, misalnya Reog Ponorogo, batik,
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 7, Nomor 2, Nopember 2017
18 Alhafizh Mahardika, Penanaman Karakter Bangsa Berbasis Kearifan Lokal di Sekolah
anklung, keris, dan lain-lainya yang
menggugah bangsa Indonesia untuk
mempertahankan budayanya. pendidikan
karakter yang berbasiskan pada kearifan
lokal dapat menguatkan agama, budaya,
identitas, dan peradaban yang
memperkokoh karakter bangsa generasi
muda untuk merevitalisasi ketahanan
bangsa.
Dalam desain Induk pengembangan
karakter bangsa tahun 2010-2025 karakter
bangsa dapat dibentuk melalui berbagai
ruang lingkup salah satunya adalah
lingkup satuan pendidikan yaitu sekolah.
Secara sederhana sekolah merupakan
tempat di mana peserta didik diberikan
ilmu pengetahuan dan mengasah
keterampilan sebagai bekal untuk
menjalani kehidupan dimasa mendatang
dalam proses pendidikan formal.
Berdasarkan ulasan di atas, maka
perlu pengakajian yang komprehensif
mengenai penanaman karakter bangsa
berbasis kearifan lokal di sekolah.
Sehingga, penulis dalam pembahasan
artikel ini akan memfokuskan kajian pada
penanaman karakter bangsa menjadi
beberapa topik bahasan di antaranya: Apa
nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom)
yang dapat membentuk karakter bangsa
kepada peserta didik di sekolah?
Bagaimana konsep penanaman karakter
bangsa berbasis kearifan lokal (local
wisdom) di sekolah?
B. Metode Penelitian
Dalam penulisan artikel ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif
dengan pendekatan studi kepustakaan
atau library research. Riset kepustakaan
merupakan serangkaian kegiatan yang
dilakukan berkenaan dengan metode
pengumpulan data yang diambil dari
berbagai pustaka, kemudian dilanjutkan
dengan membaca dengan cermat dan
mencatat bahan-bahan yang relevan
dengan tema, serta mengolah bahan
penelitian tersebut (Zed, 2004:54).
Riset pustaka yang dilakukan untuk
mencari data dan informasi membatasi
pada literatur atau bahan-bahan seperti
buku, artikel, jurnal, surat kabar, laporan
badan penelitian, dan sumber kepustakan
lain yang relevan serta berhubungan
dengan karakter bangsa dan kearifan
lokal. Data atau informasi yang telah
diperoleh, selanjutnya akan dilakukan
penyusunan berdasarkan hasil studi
literatur yang sesuai dan dapat
dipertanggungjawabkan, Analisis data
dalam artikel terdiri dari dua tahap yaitu
proses reduksi data dan penyajian data.
Reduksi data dilakukan untuk
mempermudah penulis memilih data dari
literatur dengan valid, sedangkan
penyajian data dilakukan untuk penulis
memberikan simpulan dari hasil
pembahasan.
C. Hasil dan Pembahasan
1. Nilai-nilai kearifan lokal dalam
menanamkan karakter bangsa
Pembangunan karakter bangsa
harus direalisasikan dalam berbagai
bentuk aksi dengan skala nasional.
generasi muda yang memiliki karakter
bangsa akan menjadi modal berharga
dalam upaya pembangunan bangsa
yang berjati diri bangsa serta
memperkukuh persatuan dan kesatuan
dalam naungan NKRI. Pembangunan
karakter bangsa harus dilakukan
melalui pendekatan sistematik dan
integratif dengan berlandaskan
Pancasila. Nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila diambil dari budaya,
jiwa, dan kepribadian bangsa Indonesia
yang sangat majemuk. Penguatan
karakter bangsa Indonesia tidak dapat
dipisahkan dari budaya lokal yang ada
dalam masyarakatnya.
Kesalahan dalam menggunakan
memanfaatkan perkembangan sains
dan teknologi dapat menciptakan
pergeseran dan penumpukan nilai
(Armawi, 2010: 125). Hedonisme
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 7, Nomor 2, Nopember 2017
19 Alhafizh Mahardika, Penanaman Karakter Bangsa Berbasis Kearifan Lokal di Sekolah
memberikan peran penting dalam
membentuk perilaku masyarakat yang
konsumtif sehingga, menciptakan
manusia modern dan gaya hidup
berdasarkan individualistik-materialistis.
Kegagalan manusia modern untuk
mengelola masalah yang timbul akibat
terjadi degradasi moral memaksa
mereka untuk menemukan
alternatif/solusinya. Solusi yang dapat
ditawarkan adalah untuk menggali
kembali nilai-nilai kearifan yang sudah
mulai terabaikan. kearifan lokal dapat
didefinisikan sebagai kearifan atau nilai
tinggi yang terdapat dalam kekayaan
budaya lokal.
Terdapat beberapa daerah yang
masih mempertahankan kearifan lokal
yang ada di daerahnya. Kebanyakan
masyarakat di daerah perdesaan yang
masih melestarikan nilai-nilai kearifan
lokal. Masyarakat menjunjung tinggi
rasa persaudaraan, kekeluargaan,
ringan tangan, semangat bergotong
royong, dan lain-lain. Berbeda ketika
membahas masyarakat perkotaan yang
telah terpengaruh oleh budaya asing
seperti individualisme dan hedonisme.
masyarakat perkotaan cenderung
mementingkan kehidupan pribadi
masing-masing, kurang peduli terhadap
orang lain, bertindak dengan melihat
untung rugi yang ia dapatkan, dan hal
ini merupakan salah satu ciri
masyarakat yang sudah terjangkit sifat
individualime dan materialisme. terjadi
perbedaan karakter masyarakat di desa
dan di perkotaan salah satu
penyebabnya ialah interaksi dengan
pertumbuhan teknologi dan informasi
yang begitu masif. masyarakat
perkotaan sudah dimanjakan dengan
adanya kemudahan yang diberikan
oleh teknologi dan melihat hidup orang
barat yang bebas, bergaya hidup
mewah, dan mengutamakan materi
dalam hidupnya.
Perlu adanya penanaman nilai-
nilai yang ada dalam kearifan
lokal/budaya lokal untuk menguatakan
karakter bangsa pada generasi muda.
Tylor mengungkapkan bahwa
kebudayaan ialah keseluruhan dari
aktivitas manusia, seperti kepercayaan,
pengetahuan, moral, seni, adat-istiadat,
hukum, dan kebiasaan-kebiasaan
lainya (Ratna, 2005: 5). Kearifan lokal
disetiap daerah masing-masing
memiliki ciri khas tersendiri. Namun
memiliki sama yaitu di dalamnya
memiliki nilai-nilai yang luhur dan baik
untuk mengatur kehidupan
masyarakatnya. Hal itu disebabkan
nila-nilai tersebut berasal dari dalam
masyarakat itu sendiri.
Kearifan lokal merupakan
berbagai bentuk kebijaksanaan yang
terdapat di wilayah tertentu dan
digunakan secara turun-temurun
sebagai salah satu sarana penunjang
untuk mewujudkan stabilitas sosial di
masyarakat (Ratna, 2014: 186).
Indonesia merupakan negara yang
sangat kaya. Kekayaanya tidak hanya
sebatas pada hasil alam saja, namun
juga pada ragam suku, agaman,
kepercayaan, bahasa, dan adat
istiadat. Menurut data PBS (2010)
terdapat 633 kelompok suku besar di
Indonesia namun jika dilakukan
perincian hingga sub sukunya dapat
mencapai ribuan jumlahnya.
Kearifan lokal di setiap daerah
memiliki ciri khas tersendiri baik dari
segi istilah maupun jenis dan
bentuknya. Namun pada hakikatnya
terdapat nilai-nilai yang sama yaitu
mengenai kebijaksanaan dalam
berinteraksi antar manusia. Menurut Hill
(2010: 648) berpendapat bahwa nilai
merupakan sesuatu yang tidak terbatas
pada keyakinan intelektual saja. Nilai
cenderung lebih berasal dari budaya
sebelumnya, pengkondisian,
temperamen bawaan dan impuls
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 7, Nomor 2, Nopember 2017
20 Alhafizh Mahardika, Penanaman Karakter Bangsa Berbasis Kearifan Lokal di Sekolah
viseral. Nilai-nilai yang terkandung
dalam kearifan lokal di Wilayah
Indonesia untuk menanamkan karakter
bangsa diantaranya:
a. Nilai Religi
Pancasila sesungguhnya
merupakan rumusan yang
diciptakan oleh pendiri bangsa untuk
mengejawantahkan nilai-nilai
agama/religi dalam konteks sebagai
warga negara dalam hidup
berbangsa dan bernegara. Pendiri
bangsa sadar bahwa bangsa
Indonesia merupakan bangsa yang
percaya dengan adanya Tuhan.
Nilai-nilai religi harus diwujudkan
oleh setiap warga negara dalam
konteks kehidupan berbangsa dan
bernegara.
Ciri khas dari local genius di
Indonesia sangat terkait dengan
sistem kepercayaan terhadap sang
pencipta Wasilah dkk (2009:51).
Pancasila merupakan dasar negara
dan pancangan hidup bangsa yang
setiap silanya bersal dari diri bangsa
Indonesia. Sila pertama dalam
Pancasila menggambarkan bahwa
masyarakat Indonesia tidak dapat
dipisahkan dari kepercayaan
terhadap tuhan. Banyak sekali nilai-
nilai religi di dalam kearifan lokal
setiap daerah di Indonesia.
Keberagaman agama dan
kepercayaan yang ada dalam
masyarakat Indonesia menjadikan
beraneka ragam nilai-nilai dan
kegiatan religi dalam budaya lokal
masyarakat.
Terdapat enam agama diakui
pemerintah Indonesia seperti,
agama Islam, Kristen Protestan,
Katolik, Hindu, Buddha, dan Kong
Hu Cu. Sedangkan aliran
kepercayaan di Indonesia saati ini
belum dapat dipastikan namun,
jumlahnya sangat banyak disetiap
wilayah nusantara. Dalam
masyarakat Indonesia tedapat
berbagai bentuk kegiatan religi yang
dapat menyatukan masyarakat
misalnya seperti kegiatan upacara
ngaben di Bali, upacara “aruh
baharin” di Kalimantan Selatan
upacara adat “Katoba” di Sulawesi
Tenggara, pengajian, “genduri”,
“wiwitan” disawah, nasi tumpengan,
tradisi mimitu di Jawa dan masih
banyak lagi. Nilai-nilai yang
terkandung dalam acara adat
keagamaan disetiap daerah pada
intinya adalah wujud rasa syukur
kepada sang pencipta, tunduk dan
taat terhadap perintah tuhan,
mengagumi keagungan tuhan,
memupuk rasa kekeluargaan, dan
lain-lain.
Kegiatan keagamaan di
daerah hanya diajarkan oleh
masyarakat adat dan sangat jarang
sekolah yang mengajarkan kepada
peserta didik. Jika kegiatan
keagamaan di daerah tidak
diajarkan kepada peserta didik atau
generasi muda maka lambat laun
kearifan lokal dapat menjadi hilang
karena pasti terjadi pergantian
generasi.
b. Gotong Royong
Gotong royong secara
sederhana merupakan sikap saling
membantu atau tolong menolong
antar masyarakat. Kearifan lokal
disetiap daerah memiliki budaya
gotong royong namun dengan istilah
yang berbeda seperti goro
(Minangkabau), marimoi ngone
future (Ternate), pela gandong
(Ambon), gugur gunung
(Yogyakarta), sagilik sagaluk
sabayantakan (Bali), situlutulu
(Mandar), hoyak tabuik (Padang),
nyemplo (Banjramasin), paleo
(Samarinda) dan sebagainya.
Walaupun berbeda istilah dan
caranya nilai-nilai gotong royong
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 7, Nomor 2, Nopember 2017
21 Alhafizh Mahardika, Penanaman Karakter Bangsa Berbasis Kearifan Lokal di Sekolah
disetiap daerah memiliki makna dan
semangat yang sama untuk saling
tolong menolong, menjalin
kebersamaan antar sesama
manusia.
Perbedaan istilah gotong
royong disetiap daerah memiliki arti
penting dalam mengikat emosi
wilayah tersebut dan secara
bersama-sama dapat menciptakan
stabilitas nasional (Ratna, 2014:
286). Di sekolah gotong royong
diajarkan secara kognitif atau
pengetahuan dan secara tersirat
dalam kegiatan-kegiatan disekolah
seperti piket, kerja bakti, kerja
kelompok dan lain sebagainya. Perlu
adanya perluasan makna gotong
royong dan praktik, sebaiknya
peserta didik diajarkan pengetahuan
lokal mengenai kegiatan gotong
royong misalnya, sejarahnya, nilai-
nilai yang terkandung, dan yang
terpenting praktiknya atau caranya.
Sekolah harus terlibat dan peduli
terhadap kearifan lokal yang ada di
wilayahnya. Pengetahuan dan
pengajaran yang diberikan
masyarakat adan lambat laun akan
mengalami perubahan generasi.
Banyak kearifan lokal yang hilang
ditelan zaman karena tidak adanya
proses regenerasi terhadap budaya
lokal. Pengajaran tidak harus
dilakukan oleh guru profesional atau
lulusan sarjana. Praktisi, seniman,
maupun ahli dapat memberikan
pengajaran terhadap peserta didik.
Belajar adalah merasakan,
sehingga peserta didik dapat
langsung merasakan manfaat dari
kegiatan yang telah mereka lakukan.
Pengajaran juga tidak harus
dilakukan dikelas, siswa harus
dilibatkan secara langsung di
lingkungan masyarakat.
Penggunaan teknologi dapat
memengaruhi pemikiran manusia
untuk berpikir secara pragmatis,
sehingga siswa kurang meminati
kearifan lokal sebab dianggap
perbuatan yang tidak bermanfaat
dan dianggap sebagai penghambat
kemajuan (Ratna, 2014: 287).
Sekolah harus menginovasikan nilai-
nilai gotong royong menjadi sesuatu
yang nyata manfaatnya terhadap
peserta didik dan tidak hanya
sebatas konseptual tanpa
kenyataan.
c. Nilai-nilai seni dan sastra lokal
Salah satu kearifan lokal yang
memiliki nilai-nilai luhur ialah sastra
lisan maupun tulisan. Salah satu
sastra yang ada di dalam
masyarakat Indonesia adalah
petuah atau nasehat dalam bahasa
daerah. Sastra lisan merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari
kebudayaan Indonesia yang
tersebar di setiap wilayah dan harus
diwariskan kepada setiap generasi
agar tidak punah. Setiap kelompok
budaya dimasyarakat, memiliki
variasi dan keunikan yang berbeda-
beda, baik dalam bentuk perbuatan
maupun secara lisan maupun
tulisan.
Sastra yang berkembang
dalam masyarakat memberikan
nasehat dan tata cara manusia
melakukan interaksi dalam
kehidupannya. Di setiap daerah atau
suku di Indonesia banyak petuah-
petuah yang memiliki makna dan
nilai-nilai yang sangat luhur. Slogan
persatuan bangsa Indonesia
bhineka tunggal ika juga diambilkan
dari salah satu petuah Jawa. Tut
wuri handayani menjadi slogan
pendidikan di Indonesia juga
merupakan petuah dengan bahasa
Jawa yang diungkapkan oleh Ki
Hajardewantara. Banyak ungkapan
jawa yang masih digunakan dan
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 7, Nomor 2, Nopember 2017
22 Alhafizh Mahardika, Penanaman Karakter Bangsa Berbasis Kearifan Lokal di Sekolah
diketahui jejaknya. Hal itu
dikarenakan sastra jawa banyak
dituliskan. Masih banyak petuah-
petuah yang dapat diajarkan kepada
peserta didik.
Disetiap daerah memiliki
petuah-petuah yang dihasilkan dari
budaya dan kehidupan
masyarakatnya. Misalnya, di Bugis
terdapat petuah yang berbunyi
”Resopa Temmanginngi Malomo
Nalettei Pammase Dewata" Hanya
dengan bekerja keras kita akan
mendapat rahmat Allah SWT,
petuah dari Minangkabau “Ingek di
rantiang ka mancucuak, Tahu
didahan ka maimpok” yang
bermakna perlunya sikap arif,
bijaksana, dan mempunyai
pandangan yang luas sehingga
dapat selalu hati-hati dalam
bertindak, petuah dari papua “Kele
Wawunia kele, ae, ao, baa. Niare
Wawnia niare, ae, ao, haa” yang
memiliki makna manusia harus
menjaga kelestarian lingkungan
untuk menjaganya agar tetap lestari,
petuah dari Dayak “Dia tau pisang
handue mamua” (Pisang tak bisa
berbuah dua kali) yang bermakna
kedewasaan dan kekuatan tak bisa
kembali ke awal, dan lain-lain.
Perlu adanya kepedulian
daerah untuk melestarikan budaya
lokalnya. masalah utamanya
generasi muda sudah mulai tidak
mengetahui dan memahami petuah
yang ada di daerahnya. Lebih
memprihatinkan bahwa generasi
muda sudah tidak mengetahui
bahasa ibu dan ayahnya. Sekolah
harus menjadi sarana pembentuk
karakter bangsa dalam setiap lini
kehidupan masyarakat salah
satunya mengajarkan dan mendidik
peserta didik untuk mengenal,
mengerti, memahami,
menggunakan, dan melestarikan
budayanya sendiri. Masuknya
budaya asing termasuk bahasa dan
sastra berpengaruh besar terhadap
perkembangan dan minat para
generasi Z sekarang ini yang sangat
terbuka dengan teknologi dan
informasi. Budaya asing terkadang
tidak sesuai dengan kepribadian dan
budaya lokal bahkan dapat
merusaknya. Dengan penanaman
nilai-nilai kearifan lokal yang
terdapat dalam petuah-petuah
daerah dapat dijadikan sebagai
benteng pertahanan terhadap
budaya asing yang tidak baik.
d. Nilai keterampilan lokal
Setiap wilayah di Indonesia
memiliki kearifan lokal dengan ciri
khas tersendiri yang membedakan
dengan daerah lainya. Kearifan lokal
dapat berupa pertanian, kerajinan
tangan, pengobatan herbal,
pengelolaan sumber daya alam,
perdagangan, seni budaya, bahasa
daerah, philosophi, agama dan
budaya serta makanan tradisional
(Sungri dalam Wagiran, 2011).
Dalam artikel ini yang akan
disoroti ialah kearifan lokal dalam
bentuk pertanian dan kerajinan.
Kearifan lokal tersebut pada masa
sekarang perlu mendapatkan
perhatian serius karena dapat
meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, kecintaan terhadap
budaya lokal, dan menanamkan
karakter bangsa. Pelestarian dan
pemberdayaan kearifan lokal dapat
menumbuhkan perekonomian
masyarakat. Dengan teknologi dan
informasi yang semakin maju dapat
memudahkan dalam promosi dan
pemasaranya dengan memberikan
sedikit inovasi pada kearifan lokal
yang ada seperti kerajinan tangan
maupun bentuk lainya. Industri
kreatif sudah mulai berkembang
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 7, Nomor 2, Nopember 2017
23 Alhafizh Mahardika, Penanaman Karakter Bangsa Berbasis Kearifan Lokal di Sekolah
dibeberapa daerah di Indonesia dan
terbukti mampu merambah pasar
internasional. Di daerah Jepara
sangat terkenal dengan ukiran kayu
yang menghasilkan berbagai macam
furniture yang diminati pasar
domestik maupun mancanegara.
Daerah lainya yang berpegang
teguh pada nilai-nilai kearifan lokal
dan menjadi tujuan wisata dunia
adalah Bali dan Yogyakarta. Setiap
wilayah di Indonesia memiliki
potensi yang sama jika semua pihak
berkerja sama dalam melestarikan
kearifan lokal di wilayahnya.
Adanya industrialisasi
mengakibatkan kearifan lokal dalam
bidang pertanian menjadi kurang
diminati oleh generasi muda. Data
dari Kementerian Desa,
Pembangunan Daerah Tertinggal
dan Transmigrasi pada saat ini
persentase penduduk di pedesaan
berjumlah 50,2 persen dari
keseluruhan total penduduk
Indonesia. Namun pada tahun 2025
mendatang diproyeksikan akan
turun menjadi 33,4 persen. Hal
tersebut menurut Angelina Ika
Rahutami Peneliti dan Dosen
Fakultas Ekonomi Unika
Soegijapranata pada saat
diwawancarai CNN Indonesia,
mengutarakan bahwa kondisi
tersebut dapat menimbulkan
masalah pada sektor pertanian
Indonesia, nantinya sektor pertanian
hanya akan diisi pekerja orang-
orang tua. Kondisi tersebut dapat
menyulitkan terjadinya inovasi
teknologi di sektor pertanian.
Sekolah dapat dijadikan
tempat untuk menanamkan
ketertarikan dan kecintaan terhadap
kearifan lokal dalam bidang
pertanian dan kerajinan. Setiap
daerah memiliki karakteristik dan
potensi pertanian yang berbeda-
beda. Ketika generasi muda
merasakan manfaat dari kearifan
lokal di daerahnya maka akan
muncul ketertarikan dalam dirinya.
Perlu adanya upaya untuk
meningkatkan keterampilan dalam
mengolah kearifan lokal dalam
bidang pertanian dan kerajinan
dalam rangka melestarikan serta
medayagunakanya. Nilai-nilai yang
terdapat dalam kearifan lokal
pertanian dan kerajinan di
antaranya, keuletan, kesabaran,
kreatifitas, kesungguhan, dan
tanggung jawab.
2. Konsep penanaman karakter bangsa
berbasis kearifan lokal di sekolah
Strategi yang digunakan sebagai
suatu cara untuk memperoleh
kesuksesan dan keberhasilan dalam
mencapai pembantukan karakter
bangsa. Program sekolah yang dapat
dilakukan untuk menanamkan karakter
bangsa berbasis kearifan lokal yaitu
dengan
a. Program sekolah berbasis kearifan
lokal
Sekolah dapat membuat
program yang berbasiskan pada
seni dan budaya lokal yang ada
misalnya ukiran kayu/bambu,
membatik dan program berbahasa
daerah pada satu waktu. Dengan
program sekolah yang berbasis
pada seni dan budaya nilai karakter
bangsa dapat diperoleh siswa baik
secara sadar maupun tidak.
Program yang dilakukan secara
terus menerus akan berdampak
pada karakter siswa dalam
mengenal dan mencintai kearifan
lokal yang ada di lingkunganya.
b. Budaya sekolah
Budaya sekolah ialah nilai-
nilai, tradisi, prinsip, dan kebiasaan
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 7, Nomor 2, Nopember 2017
24 Alhafizh Mahardika, Penanaman Karakter Bangsa Berbasis Kearifan Lokal di Sekolah
yang terbentuk dalam kegiatan yang
berlangsung dan dikembangkan di
sekolah serta dilaksanakan oleh
seluruh warga sekolah sehingga
akan mendorong munculnya sikap
dan perilaku warga sekolah
(Zambroni, 2011: 111). Pendidikan
kearifan lokal dan pendidikan
karakter bangsa harus menjadi
unsur yang ada dalam budaya
sekolah. kearifan lokal dapat
dikembangkan menjadi 3 unsur
budaya sekolah yaitu budaya
akademik, kultur sosial budaya lokal
dan kultur demokratis dalam
mewujudkan pendidikan karakter
bangsa berbasis kearifan lokal.
Tabel 1. Contoh budaya sekolah
berbasis kearifan lokal
Budaya
Sekolah
Kegiatan Karakter
Kultur
Akademik
Prestasi
siswa
dalam
perlombaan
kebudayaan
Integritas dan
Nasionalisme
kultur sosial
budaya
lokal lokal
Penerapan
petuah
daerah
dalam
berinteraksi,
pemakaian
pakaian dan
penggunaa
n bahasa
daerah
dalam satu
waktu
Gotong
royong,
nasionalisme
, integritas
Kultur
demokrasi
Siswa
diajarkan
bebas
mengeluark
an
pendapat
Nasionalisme
(cinta tanah
air, tanggung
jawab.
yang
bertanggun
g jawab,
mewujudka
n
budaya
cinta
tanah air
dengan
mengajarka
n,
menyanyika
n, dan
mendengar
kan
lagu
nasional
dan lagu
daerah
c. Kearifan lokal diintegrasikan ke
dalam mata pelajaran
Pendidikan karakter berbasis
kearifan lokal dapat diintegrasikan
dalam setiap mata pelajaran yang
diajarkan kepada peserta didik untuk
menanamkan pendidikan karakter
bangsa yang berbasiskan pada
budaya lokal. Penanaman dan
pendidikan karakter di sekolah
menjadi tanggung jawab semua
komponen di dalam sekolah
termasuk semua guru mata
pelajaran. Pendidikan karakter
diintegrasikan ke dalam
pembelajaran dengan
mengembangkan nilai-nilai
pendidikan kearifan lokal dalam
setiap pokok bahasan dari setiap
mata pelajaran (Suroto Suroto,
2016). Nilai-nilai tersebut dapat
dicantumkan secara tersirat maupun
tersurat dalam silabus dan RPP. Hal
ini dilakukan dengan tujuan
pendidikan karakter berbasis
kearifan lokal warga sekolah
terutama bagi peserta didik untuk
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 7, Nomor 2, Nopember 2017
25 Alhafizh Mahardika, Penanaman Karakter Bangsa Berbasis Kearifan Lokal di Sekolah
mencapai tujuan pembelajaran dan
tujuan membentuk karakter bangsa.
Tabel 2. Contoh pengintegrasian
kearifan lokal dalam setiap mata
pelajaran
Mata
pelajaran
Indikator/kegiatan
pembelajaran
Bahasa
Indonesia
Siswa dapat mengenali
dan memahami makna
petuah daerah dan
legenda-legenda yang
ada dalam lingkungan
budaya mereka
Matematika Siswa mampu
mengkalkulasi atau
mengidentifikasi jumlah
kearifan lokal yang
dapat dikembangkan
menjadi usaha
Bahasa
daerah
Siswa dapat memahami
dan menggunakan
bahasa daerahnya
PPKn Siswa dapat berperilaku
dan berperan dalam
memanfaatkan kearifan
lokal untuk kepentingan
bersama
Bahasa
Inggris
Siswa memahami
bahasa asing untuk
memasarkan/mengenal-
kan kearifan lokal ke
mancanegara.
Keterampilan
/mua-tan
lokal
Siswa dapat
mengetahui cara
pembuatan dan
menghasilkan produk
lokal hingga
memasarkanya
d. Program pengembangan diri peserta
didik di sekolah
Program pengembangan diri,
berbasis budaya lokal dapat
dilakukan melalui pengintegrasian
ke dalam kegiatan sehari-hari di
sekolah. kegiatan yang dilakukan
secara rutin dan berlangsung secara
terus menerus diharapkan dapat
menjadi keteladanan (modelling),
pembelajaran (teaching), penguatan
(reinforcing) dan pembiasaan
(habituating). Kegiatan-kegiatan
yang dilakukan oleh seluruh warga
sekolah meliputi kegiatan
pengkondisian, rutin, spontan, dan
keteladanan di sekolah sehingga
dapat menanamkan dan membentuk
karakter bangsa berbasis kearifan
lokal melalui pengembangan diri di
sekolah.
Tabel 3. Contoh pengembangan diri
Program
Pengemban
gan diri
Kegiatan Karakter
bangsa
Rutin
(dilakukan
seluruh
warga
sekolah)
Upacara hari
senin,
menyanyikan
lagu nasional
dan daerah
setiap memulai
pembelajaran
dan sebelum
pulang,
upacara adat
atau
pembelajaran
upacara adat.
Religi,
Nasionali
sme,
integritas,
gotong
royong
Spontan
(warga
sekolah)
Membudayakan
budaya 5 S
(senyum, sapa,
salam, sapa,
dan sopan)/
petuah lokal
mengenai tata
cara
berinteraksi.
Nasionali
sme,
integritas
Keteladana
n
(staff dan
guru)
Berpakaian
rapi,
berpakaian
adat,
datang tepat
waktu, bertutur
Integritas,
nasionalis
me
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 7, Nomor 2, Nopember 2017
26 Alhafizh Mahardika, Penanaman Karakter Bangsa Berbasis Kearifan Lokal di Sekolah
kata sopan
baik,
menggunakan
produk lokal
Program
Pengemban
gan diri
Kegiatan Karakter
bangsa
Pengkondisi
an
(warga
sekolah)
Menjaga
lingkungan agar
selalu bersih,
meletakan
slogan dan
banner pepatah
lokal mengenai
kebaikan,
menggunakan
bel
gamelan jika di
Jawa
sedangkan
daerah lain
menyesuaikan,
menggunakan
dan pakaian
motif-motif
batik lokal dan
tas/kerajinan
untuk warga
sekolahdi
setiap kelas.
Religi,
Religi,
Nasionali
sme,
integritas,
gotong
royong
D. Penutup
1. Simpulan
Berdasarkan pemaparan di atas
maka dalam artikel ini dapat diambil
simpulan bahwa:
a. Masyarakat disetiap wilayah
Indonesia memiliki potensi untuk
menanamkan karakter bangsa
kepada generasi muda dengan
mengadopsi nilai-nilai yang ada di
dalam kearifan lokal. Nilai-nilai lokal
tersebut secara umum disetiap
wilayah nusantara memiliki nilai
religi, nilai gotong royong, nilai seni
dan sastra lokal, serta nilai
keterampilan lokal. Istilah dan tata
cara disetiap daerah memiliki
perbedaan namun dari segi makna
terdapat kesamaan yaitu nilai-nilai
luhur yang sesuai dengan jati diri
bangsa Indonesia.
b. Penanaman karakter bangsa
berdasar kearifan lokal dapat
dilakukan di dalam sekolah dengan
pelaksanaan program berbasis
budaya lokal. Program sekolah
berbasis kearifan lokal yaitu program
sekolah berbasis berbasis kerajinan
dan budaya lokal, budaya sekolah
berbasis kearifan lokal, pendidikan
karakter bangsa berbasis kearifan
lokal diintegrasikan ke dalam mata
pelajaran dan program
pengembangan diri peserta didik.
2. Saran
a. Perlu adanya kebijakan pendidikan
nasional yang mengatur tentang
pendidikan berbasis kearifan lokal
secara jelas, tegas, dan kongkrit.
b. Pihak-pihak terkait harus
memperisiapkan pelaksanaan
program sekolah berbasis kearifan
lokal dalam menanamkan karakter
bangsa melalui budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, A. (2017). Selamat tinggal generasi
milenal, selamat datang generasi Z.
Retrived from Tirto Id https://tirto.id/
selamat-tinggal-generasi-milenial-
selamat- datang-generasi-z-cnzX
Armawi, A. (2010). Local wisdom: a solution to
surpass hedonism effect on environment
pollution. Jurnal of Geography. 42(2).
Badan Pusat Statistik. (2014). Statistik
Kriminal. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
Cogan, J. J., Dericott. (1998). Citizenship
Education For The 21st Century: Setting
The Contexs. London: Kogan Page.
26
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 7, Nomor 2, Nopember 2017
Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan: Volume 7, Nomor 2, Nopember 2017
27 Alhafizh Mahardika, Penanaman Karakter Bangsa Berbasis Kearifan Lokal di Sekolah
Geertz, Clifford. (1973). The Interpretation of
Cultures. New York: Basic Books, Inc.,
Publishers.
Hidayati. (2008). Pentingnya Pendidikan Nilai
di Era Globalisasi. Dinamika Pendidikan,
2, Th. XV, 63-75.
Pemerintah Republik Indonesia. (2010). Desai
Induk Pengembangan Karakter Bangsa
Tahun 2010-2025. Jakarta:
Kemendiknas.
Ratna, N, K. (2005). Sastra dan Cultural
Studies: Representasi Fiksi dan Fakta.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
_________. (2014). Peranan Karya Sastra,
Seni, dan Budaya dalam Pendidikan
Karakter. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sari, E, V. (2017). Lahan Pertanian di
Indonesia Makin Tak Menarik Bagi
Pekerja. Semarang: CNN Indonesia.
Retrived from:
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/
20170330191343-92-203859/lahan-
pertanian-di-indonesia-makin-tak-
menarik-bagi-pekerja/
Ruyadi, Y. 2010. Model Pendidikan Karakter
Berbasis Kearifan Budaya Lokal
(Penelitian Terhadap Masyarakat Adat
Kampung Benda Kerep Cirebon Provinsi
Jawa Barat Untuk Pengembangan
Pendidikan Karakter Di Sekolah).
Proceedings of The 4th International
Conference on Teacher Education; Join
Conference UPI & UPSI Bandung,
Indonesia.
Suroto, S. (2016). KEPRIBADIAN PENGURUS
ORGANISASI KEMAHASISWAAN
DALAM MELAKSANAKAN PERAN DAN
TANGGUNG JAWABNYA SEBAGAI
BAGIAN DARI KOMPETENSI
KEWARGANEGARAAN. Pendidikan
Kewarganegaraan, 6(11).
Suroto, S. (2016). DINAMIKA KEGIATAN
ORGANISASI KEMAHASISWAAN
BERBASIS KEARIFAN LOKAL DALAM
UPAYA MEMPERKUAT KARAKTER
UNGGUL GENERASI MUDA.
Pendidikan Kewarganegaraan, 6(2),
1040-1046.
Wagiran. 2011. Pengembangan Model
Pendidikan Kearifan Lokal Dalam
Mendukung Visi Pembangunan Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta 2020.
Jurnal Penelitian dan Pengembangan, 3,
3 (1): 1.
Wasilah, dkk. (2009). Etnopedagogis,
Bandung, Kiblat.
Zamroni. (2011), Dinamika Peningkatan Mutu.
Yogyakarta: Gavin Kalam Utama.
Zed, Mestika. 2004. Metode Penelitian
Kepustakaan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.